Referat CHF
-
Upload
astri-khaerunisa-putri -
Category
Documents
-
view
43 -
download
10
description
Transcript of Referat CHF
REFERAT
CONGESTIF HEART FAILURE
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Hardiyanto, Sp.Rad
Diajukan Oleh :
Ayu Ardilla Andromeda, S.Ked J 510145024
Astri Khaerunisa Putri, S. Ked J510145032
Aditya Ginanjar Wicaksono, S.Ked J510145083
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
1
REFERAT
CONGESTIF HEART FAILURE
Diajukan Oleh :
Ayu Ardilla Andromeda, S.Ked J 510145024
Astri Khaerunisa Putri, S. Ked J510145032
Aditya Ginanjar Wicaksono, S.Ked J510145083
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada Kamis, 23 April 2015
Pembimbing :
dr. Hardiyanto, Sp.Rad (.................................)
Disahkan Ketua Program Profesi
dr. D. Dewi Nirlawati (.................................)
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah sindrom klinis
akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi
natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini
dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada
apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh. 1,
Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal
jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat
diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada
saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Gagal
jantung kongesif biasanya dimulai lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan
secara lambat diikuti gagal jantung kanan. 2
Penegakan diagnosis pada CHF melalui pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan
pemeriksaan Laboratorium, EKG, dan radiologi. Pemeriksaan Radiologi
dengan menggunakan Foto Thorak paling sering digunakan untuk mendukung
penegakan diagnosis CHF. Foto Thorak dapat menggambarkan anatomi dan
kelainan yang ada pada jantung maupun pada paru.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pada pemeriksaan radiologi penderita CHF?
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui gambaran radiologi pada penderita CHF
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah sindrom klinis akibat penyakit
jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang
abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam
paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal.
B. Insidensi dan Epidemiologi
CHF dapat menyerang 1,5 sampai 2% orang dewasa di Amerika
Serikat menderita CHF. Faktor risiko terjadinya gagal jantung yang paling
sering adalah usia. CHF merupakan alasan paling umum bagi lansia untuk
dirawat di rumah sakit (75% pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara
65 dan 75 tahun). 44% pasien Medicare yang dirawat karena CHF akan
dirawat kembali pada enam ( 6 ) bulan kemudian. Terdapat dua ( 2 ) juta
kunjungan pasien rawat jalan pertahun yang menderita CHF; biayanya
diperkirakan 10 miliar dollar pertahun. Daya tahan hidup selama delapan ( 8 )
tahun bagi semua kelas CHF adalah 30%; untuk CHF berat, angka mortalitas
dalam satu ( 1 ) tahun adalah 60%. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah
penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik.
Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor
risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan
penyakit katup jantung. 8,15
C. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung meliputi (1) meningkatkan beban awal, (2)
meningkatkan beban akhir, atau (3) menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi
4
aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat pada
keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan
gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang
mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrikularis)
dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis
konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui
kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan
ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun
mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang
bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung, efektivitas jantung
sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) disritmia, (2) infeksi
sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru. Disritmia akan
mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik
yang memulai respons mekanis; respons mekanis yang sinkron dan efektif
tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respons
tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan
meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya
gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan
pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis
penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung. 4
D. ANATOMI
5
Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan
anatomi dalam. 5
A. Anatomi luar
Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang
mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan
arteri sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. 5
1. Perikardium
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut
pericardium, terdiri dari 2 lapisan yaitu pericardium viseral dan
pericardium parietal. Permukaan jantung yang diliputi oleh
pericardium viseral lebih dikenal sebagai epikardium Pada orang
normal jumlah cairan perkardium adalah sekitar 10-20 ml. 5
Gambar 1: Jantung (cor)
B. Anatomi dalam
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta
ventrikel kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh
septum. 5
1. Atrium kanan
Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena kava
superior dan inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung
selama fase sistol ventrikel. Kemudian selama fase diastol, darah
dalam atrium kanan akan mengalir ke dalam ventrikel kanan
6
melewati katup trikuspid. Secara anatomis atrium kanan terletak
agak ke depan dibanding ventrikel kanan atau atrium kiri. Pada
bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau
kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel. 5
2. Ventrikel kanan
Letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat
dibawah manubrium sterni, sebagian besar ventrikel kanan berada di
kanan depan ventrikel kiri. Secara fungsional ventrikel kanan dapat
dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel
kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspid,
trabekel anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan
alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract)
berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak dibagian
superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus
arteriosus. 5
3. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang
bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-
masing sepasang vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri adalah di
postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar
tembus dada tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm, sedikit lebih
tebal daripada dinding atrium kanan. 5
4. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti tlur, dimana bagian
ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis.
Bagian dasar ventrikel tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding
ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan. Tebal
dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12 mm. batas dinding
medialnya berupa septum interventrikuler yang memisahkannya dari
ventrikel kanan. Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana
dasar segitiga tersebut adalah pada daerah katup aorta.
7
Katup jantung
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar
dari jantung terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrio-ventrikuler
dan katup semiluner. 5
1. Katup semiluner
Bentuk katup semiluner aorta dan pulmonal adalah sama,
tetapi katup aorta lebih tebal. Kedua katup ini terletak pada alur
keluar dari masing-masing ventrikel dengan katup pulmonal yang
terletak lebih antero-superior dan agak ke kiri. 5
Setiap katup terdiri dari 3 lembar jaringan ikat daun katup atau
daun katup yang berbentuk huruf U. pinggir bawah tiap daun katup
melekat dan bergantung pada annulus aorta dan annulus pulmonal,
dimana pinggir atas mengarah ke lumen. Di belakang tiap daun
katup, dinding pembuluh darah melebar dan berbentuk seperti
kantong, dikenal sebagai sinus Valsalva. 5
2. Katup atrio-ventrikuler
Aliran darah yang melewati katup mitral atau trikuspid
diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup,
korda tendinea, otot papilaris dan otot ventrikel. Keenam
komponen ini membentuk kompleks mitral dan trikuspid yang
secara fungsional harus diperhitungkan sebagai satu unit.
Gangguan salah satu bagian tersebut akan mengakibatkan
gangguan hemodinamik yang serius. Katup trikuspid terdiri dari 3
daun katup utama yang ukurannya tidak sama, yaitu daun katup
anterior, septal dan posterior. Secara keseluruhan terdapat
perbedaan bermakna antara anatomi katup mitral dan trikuspid.
Katup trikuspid lebih tipis, lebih bening dan pertautan antara ketiga
daun katup itu dihubungkan oleh komisura. 5
8
Gambar 2: Katup Jantung, Valvae cordis
Persarafan jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis
dan parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium
dan ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis
terutama memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler
dan serabut-serabut otot atrium, menyebar ke dalam ventrikel kiri. 5
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis
torakal atas, yaitu torakal 3 sampai dengan 6. Persarafan saraf simpatis
berasal dari pusat nervus vagus di medulla oblongata. Rangsang simpatis
akan dihantar oleh norepinefrin, sedangkan rangsang saraf parasimpatis akan
dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal kerja saraf simpatis adalah
mempengaruhi kerja otot ventrikel sedangkan parasimpatis mengontrol
irama jantung dan laju denyut jantung. 5
C. Perdarahan jantung
1. Arteri
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh
koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua
arteri ini keluar dari sinus Valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan di
belakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama (LMCA = Left
Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm. arteri ini bercabang menjadi arteri
9
sirkumfleks (LCx = Left Circumflex Artery) dan arteri desendens anterior
kiri (LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada sulkus
atrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior jantung, sedangkan LAD
berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks. Kedua pembuluh
darah ini bercabang-cabang mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut.5
Setelah keluar dari sinus Valsava aorta, arteri koroner kanan (RCA =
Right Coronary Artery) berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan
bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan
(Right Atrial Anterior Branch) untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan
cabang lain adalah arteri koroner desenden posterior (PDA = Posterior
Descending Coronary Artery) yang akan mendarahi nodus atrio-ventrikuler.5
2. Vena
Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner
yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam
atrium kanan melalui sinus koronarius. Selain itu terdapat juga vena-vena
kecil yang disebut vena Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium
kanan. 5
3. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus, yaitu
subendokardial, miokardial, dan subepikardial. Penampungan cairan limfe
dari kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial.
E. PATOFISIOLOGI
A. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas
pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel
kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan
volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan
10
ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan
tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke
dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan
vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru
melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan
ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan
drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan
lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan
terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti
sistemik. ,4,
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau
mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot
papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang. 4,8
B. Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung
Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan
memakai mekanisme kompensasi. 4
Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai
untuk mengatasi beban kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila
mekanisme ini telah secara maksimal digunakan dan curah jantung tetap
tidak cukup maka barulah timbul gejala gagal jantung. Mekanisme
kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja secara bersamaan
serta saling mempengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat dipisah-
pisahkan secara jelas. Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan
11
darah yang masih memadai untuk perfusi alat-alat vital.Mekanisme ini
mencakup: 1) Mekanisme Frank-Starling, 2) pertumbuhan hipertrofi
venatrikel, dan 3) aktifasi neurohormonal. ,2,4
1. Mekanisme Frank Starling
Gagal jantung akibat penurunan kontrak tilitas ventrikel kiri
menyebabkan pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena
itu, pada setiap beban awal, isi sekuncup menurun dibandingkan dengan
normal dan setiap kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut
kenaikan volume akhir diastolik lebih tinggi dibandingkan normal.
Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak
sempurna sewaktu jantung berkontraksi, sehingga volume darah yang
menumpuk dalam ventrikel semata diastol lebih tinggi dibandingkan
normal. Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan
beban awal (atau volume akhir diastolik) merangsang isi sekuncup yang
lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang membantu mengosongkan
ventrikel kiri yang membesar. 4,8
2. Hipertrofi Ventrikel
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat
baik akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang
tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak
terkendali). Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus
menerus merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan
massa ventrikel. Peningkatan ketebalan dinding ventrikel adalah suatu
mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk mengurangi stres dinding
(ingat bahwa ketebalan dinding adalah faktor pembagi pada rumus stres
dinding), dan peningkatan massa serabut otot membantu memelihara
kekuatan kontraksi ventrikel. 4,8
Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh
tekanan diastolik ventrikel yang lebih tinggi dari normal dengan demikian
tekanan atrium kiri juga meningkat, akibat peninggian kekakuan dinding
12
yang mengalami hipertrofi. Pola hipertrofi yang berkembang bergantung
pada apakah beban yang di hadapi bersifat kelebihan beban volume atau,
tekanan yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat kelebihan volume,
misalnya pada regurgitasi mitral atau aorta yang menahun, mengakibatkan
sintesis sarkomer-sarkomer baru Secara seri dengan sarkomer yang lama.
Akibatnya radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang sebanding
dengan peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik.
Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau
stenosis aortik, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang
berjalan sejajar dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi
konsentrik, dimana tebal dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang.
Dengan demikian stres dinding bisa dikurangi secara bermakna. 4,
3. Aktifasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi
yang mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin,
peningkatan produksi hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban
terhadap penurunan curah jantung. Semua mekanisme ini berguna untuk
meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap
penurunan tekanan darah (ingat rumus tekanan darah - curah jantung x
tahanan perifer total). Selanjutnya semua ini menyebabkan retensi garam
dan air, yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan volume
intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga memaksimalkan isi
sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.
4. Sistem syaraf adrenergic
Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh
reseptor-reseptor di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan
porfusi. Reseptor-reseptor ini lalu mengurangi laju pelepasan rangsang
sebanding dengan penurunan tekanan darah. Sinyalnya dihantarkan
melalui syaraf kranial ke IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler
13
di medula. Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer
meningkat, dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang
segeraterjadi: 1) peningkatan laju debar jantungn 2) peningkatan
kontraktilitas ventrikel, dan 3) vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-
resep\ tor alfa pada vena-vena dan arteri sistemik. Peninggian laju debar
jantung dan kontraktilitas ventrikel secara langsung meningkatkan curah
jantung. Vasokonstriksi pada sirkulasi vena dan arteri juga bermanfaat
pada awalnya. Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik
darah ke jantung, sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan
isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling, bila jantung bekerja pada
bagian yang menaik pada kurva penampilan ventrikel. 4
5. Sistem Renin Angiotensin
Sistem ini diaktifasi pada gagal jantung. Rangsang untuk
mensekresi renin dan sel-sel jukstaglomerular mencakup : 1) penurunan
perfusi arteri renalis sehubungan dengan curah jantung yang rendah, dan
2) rangsang langsung terhadap reseptor-reseptor B2 jukstaglomerular oleh
sistem syaraf adrenergik yang teraktifasi. Renin bekerja pada
angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi angiotensin I, yang kemudian
diubah dengan cepat oleh ensim pengubah angiotensin (ACE) menjadi
angiotensin II (All), suatu vasokonstriktor yang kuat. 4,16,
Peningkatan kadar All berperan meningkatkan tahanan perifer total
dan memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja
meningkatkan volume intravaskuler melalul dua mekanisme yaitu di
hipotalamus merangsang rasa haus dan akibatnya meningkatkan
pemasukan cairan, dan bekerja pada korteks adrenal untuk meningkatkan
sekresialdosteron. Aldosteron meningkatkan resorpsi natrium dan tubuh
distal ke dalam sirkulasi.
6. Hormon antidiuretik
Pada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis
posterior - meningkat, mungkin diantarai oleh rangsang terhadap
14
baroreseptor di arteri dan atrium kiri, serta oleh kadar All yang meningkat
dalam sirkulasi. Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume
intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal.
Kenaikan cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan beban awal
ventrikel kiri dan curah jantung. 4,14
Meskipun ketiga mekanisme kompensasi neurohormonal yang
sudah diuraikan diatas pada awalnya bisa bermanfaat, pada akhirnya
membuat keadaan menjadi buruk. Peningkatan volume sirkulasi dan aliran
balik vena ke Jantung bisa memperburuk bendungan pada vaskuler paru
sehingga memperberat keluhan-keluhan akibat kongesti paru. Peninggian
tahanan arteriol meningkatkan beban akhir dinama jantung yang sudah
payah harus berinteraksi, sehingga pada akhirnya isi sekuncup dan curah
jantung menjadi lebih berkurang.
F. DIAGNOSIS
A. Gejala dan Tanda
Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas
fisik; tetapi, dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap
latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan
aktivitas yang lebih ringan.
- Dispnea merupakan manifestasi gagal jantung yang paling umum.
- Ortopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Batuk nonproduktif
- Timbulnya ronki
Semua gejala dan tanda di atas dapat dikaitkan dengan gagal ke belakang
pada gagal jantung kiri.
- Hemoptisis
15
- Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)
- Hepatomegali
- Anoreksia, rasa penuh, atau mual oleh kongesti hati dan usus
- Edema perifer
- Nokturia yang mengurangi retensi cairan
- Asites atau edema anasarka .
- Pada auskultasi dada lazim ditemukan ronki dan gallop
B. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah mungkin akan diminta untuk menilai fungsi hati dan
ginjal, level/tingkat sodium dan potassium, jumlah sel darah, dan
pengukuran-pengukuran lainnya. 7
Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk menyingkirkan anemia
sebagai penyebab susah bernapas, dan untuk mengetahui adanya penyakit
dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal
jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain
untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya
stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis
tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Pada gagal
jantung kongestif, tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya
abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum
fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.
C. Gambaran EKG
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat
menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia. Dalam kasus
noncardiogenic, EKG biasanya normal. 9,15
16
Gambar 3: Electrocardiograms menunjukan infark miokardium anterior dengan gelombang Q pada anteroseptal leads ( atas ) dan pada bagian kiri bundle branch block ( bawah )
D. Gambaran Radiologi
1. Foto Toraks
Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien
dengan gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung,
dan (2) edema di dasar paru-paru. Pada gagal jantung hampir selalu
menghasilkan pembesaran pada jantung. 9
Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung
apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar
jantung dan lebar dada pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada
gambar, diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar jantung (a+b)
dan lebar dada (c1-c2).
CTR= a+bc1+c2
=± 50 % (Normal 48 -50 %)
17
Gambar 4: Pengukuran CTR
Pada patofofisiologi Congestive Heart Failure teah dijelaskan bahwa
kegagalan jantung juga disebabkan oleh kontraktilitas miokard yang kurang
akibat infark miokard. Berikut adalah gambar yang menunjukan adanya
infark miokard dalam congestive heart failure.
Gambar 5.Foto Thorax menunjukan adanya infark miokard dan tampak
curvilinear kalsifikasi ( panah ) pada ventrikel kiri.
18
Gambar 6: Congestive cardiac failure. Radiografi dada memperlihatkan
kardiomegali, pengalihan vena-vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis
Kerley B) terlihat baik di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan
penebalan/cairan di fisura horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal
kanan kadang-kadang disebut “Phantom tumour”, itu bisa menghilang pada
pemeriksaan radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik
Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri
mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan
edema interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan
peningkatan resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan
pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-
sehingga menyebabkan adnya peralihan pada vena-vena pada lobus atas.
Pengalihan pada lobus atas dapat didiagnosis dengan radiografi posisi erect
(tegak), pembesaran pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas sama
dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh darah pada lobus bawah yang
berjarak sama dari hilum.
19
Gambar 7.Foto Thorax PA menunjukan adanya pembesaran pada ventrikel kiri
karena adanya aneurisme yang mana tampak focal bulge ( panah )
Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-
tanda edema interstitial:
- Pengaburan dari tepi pembuluh darah
- Peribronchial cuffing
- Perihilar kabur
- Garis Kerley A dan B dapat terlihat ketika cairan mengisi dan
mendistensi septum interlobular
- Garis Kerley B merupakan garis horizontal yang pendek yang terlihat
pada basal paru daerah tepi/perifer
- Garis Kerley A jarang dilihat, garis tersebut merupakan garis yang
terpancar dari hilum
Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati
alveoli dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas
alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain, dapat
juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang tegas/jelas
atau densitas perihilar ‘bat’s wings’ (Gambar 8).
20
Gambar 8: Contoh dari congestive cardiac failure dengan densitas ruang udara
(airspace) perihilar di dalam distribusi “bat wings” mewakili edema paru
Ukuran jantung sesudah itu meningkat dan dapat terjadi efusi (biasanya
lebih besar di kanan). 11
Perkembangan edema paru dapat dikonfirmasi dengan:
- Peribronchial cuffing
- Perihilar kabur
- Garis Kerley
- Perselubungan alveolar11
Pada foto polos toraks ditemukan:
- Pembuluh-pembuluh darah terlihat meluas lebih jauh daripada yang
normal pada lapangan paru. 12
- Peribronchial cuffing: terdapat akumulasi cairan interstitial di sekitar
bronki yang terlihat sebagai cincin putih, hal tersebut bisa berkurang
apabila kondisi pasien sudah membaik. 12
21
- Efusi pleura pada gagal jantung dapat unilateral dan bilateral dan
sering di kanan. 12
- Paru-paru terlihat kabur dan kurang radiolusen dari normal karena
adanya tahanan air; lattice pattern. 12
- Sudah terbukti didapatkan pada septum interlobular yang edema dan
menebal. Juga dapat terlihat penyebaran limfogen dari malignansi
dalam parenkim paru dan penyakit paru interstitial. 12
- Akumulasi cepat dari cairan mencurah keluar ke alveoli dan
menyebabkan perkembangan dari edema paru alveolar (airspace/ruang
udara). 12
- Tanda vascular yang kabur 12
- Redistribusi progresif aliran darah vena ke paru (cephalization) 12
- Garis Kerley B (septum interlobular yang edematous dan menebal
pada perifer paru). 12
-
Gambar 9: Menunjukkan adanya cardiomegali dan Perihilar terlihat kabur
22
2. Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan
manajemen gagal jantung kongestif.Multichannel CT scan berguna dalam
menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun, ekokardiografi dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat memberikan informasi yang sama
tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion. 9
Gambar 10: Penebalan garis septum dalam kaitan dengan edema
interstitial pada CHF
23
Gambar 11. Pada CT Scan posisi axial menunjukan adanya diffuse
bilateralair space opacities ( Adanya perselubungan yang diffuse di air
space bilateral )
3. Echocardiografi
Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari
evaluasi pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau
diduga. Fungsi ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer dan
sekunder dapat dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler mungkin
memainkan peran berharga dalam menentukan fungsi diastolik dan dalam
menegakkan diagnosis HF diastolik. 9
HF dalam hubungan dengan fungsi sistolik normal, tetapi relaksasi
diastolik normal mempengaruhi 30-40% dari pasien dengan CHF. Karena
terapi untuk kondisi ini jelas berbeda dari yang untuk disfungsi sistolik,
menetapkan etiologi dan diagnosis yang tepat sangat penting. Kombinasi
dari 2-dimensi dan ekokardiografi Doppler echocardiography efektif .
Dua dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk
menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel kiri), cardiac
output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan pengisian
ventrikel. Echocardiography juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyakit katup penting secara klinis. Tingkat kepercayaan di
echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan positif palsu dan
negatif palsu yang rendah. 9
24
Gambar 12. Transthoracic echocardiograms: dua dimensi yaitu dari apical
(atas) dan Doppler (bawah) menunjukan beratnya kalsifikasi stenosis dengan
gradien aortic yang mencapai lebih dari 70 mm Hg ( A = ventrikel kiri , B =
aortic valve,dan C = atrium kiri
4. Pencitraan Nuklir
Pencitraan nuklir dapat digunakan dalam penilaian fungsi jantung dan
kerusakan di CHF. 9
- Pencitraan ECG-gated perfusi miokard
- Penilaian viabilitas miokard
25
- Ekuilibrium radionuklida angiocardiography 9
5. Angiografi
Kateterisasi jantung dan angiografi koroner memiliki peran yang
berguna pada pasien dengan gagal jantung kongestif, orang-orang dengan
penyakit jantung katup, dan mereka dengan penyakit jantung bawaan, serta
pasien dengan kondisi lain. Untuk pasien dengan CHF, kateterisasi jantung
dan angiografi koroner secara jelas ditunjukkan dalam situasi berikut:
CHF yang disebabkan disfungsi sistolik dalam hubungan dengan kelainan
gerak angina atau daerah dinding dan / atau bukti scintigraphic iskemia
miokard reversibel bila revaskularisasi sedang dipertimbangkan
Sebelum transplantasi jantung
CHF Sekunder untuk aneurisma ventrikel pasca infark atau komplikasi
mekanis lainnya dari MI 9
E. Histopatologi
Rongga jantung yang melemah dilatasi dan biasanya juga
hipertrofi. Pada gagal jantung kiri, paru sembap dan terbendung; irisan
pada permukaan akan menyebabkan pengeluaran campuran berbusa cairan
kaya surfaktan dan darah. Secara mikroskopis, kapiler alveolus mengalami
kongesti. Terjadi transudasi cairan, mula-mula terbatas di ruang
interstitium perivaskuler sehingga septum alveolus mengalami kongesti.
Seiring dengan waktu, cairan tumpah ke dalam alveolus (edema paru).
Cairan edema rendah-protein berwarna merah muda pucat apabila dilihat
di bawah mikroskop. Apabila tekanan vena paru terus meningkat, kapiler
dapat menjadi berkelok-kelok dan mungkin pecah sehingga timbul
perdarahan kecil ke dalam ruang alveolus. Makrofag alveolus memfagosit
sel darah merah, dan akhirnya penuh dengan hemosiderin. Makrofag
berpigmen ini disebut sel gagal jantung. Menetapnya edema septum dapat
memicu fibrosis di dinding alveolus yang bersama dengan penimbunan
hemosiderin, merupakan cirri dari kongesti vena kronis di paru. Oleh
26
karena iu, paru menjadi cokelat tua dan padat, suatu gambaran yang
disebut indurasi cokelat paru. 13
G. STAGING
American College of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk
menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage,
yaitu:
Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak
memiliki penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal
jantung
Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak
memiliki gejala-gejala dari gagal jantung
Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki
gejala-gejala dari gagal jantung
Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut
intervensi khusus. 3
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem
pernapasan dimana alveoli menjadi radang sehingga menyebabkan
penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,
meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga
dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru - paru, atau
secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru
Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk,
nyeri dada, demam,dan sesak nafas.Alat diagnosanya meliputi sinar-x dan
pemeriksaan sputum.
27
Gambar 13. Foto Thorax yang menggambarkan adanya perselubungan pada air space perihilus yang berprogress cepat ke seluruh bagian lapangan paru.
Gambar 14. Menunjukan adanya infiltrasi oleh bacterial pneumonia pada lobus paru kanan atas ( lobus superior kanan )
2. Non-cardiogenic pulmonary edem
Non-cardiogenic pulmonary edema umumnya dapat disebabkan oleh:
Acute respiratory distress syndrome (ARDS), kondisi yang
berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-
28
infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi
sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan
ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan
dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam
pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema.
Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
Paru yang mengembang secara cepa adakalanya dapat
menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin
terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling
paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi
yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada satu sisi (unilateral pulmonary edema).
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang
kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada
kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-
related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi
virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil
29
Gambar
15 .Perbedaan antara cardiogenic dan noncardiogenic edema.
Gambar A ( atas ) menunjukan foto thorax AP 51 tahun pria dengan infark
miokard akut anterior dan akut cardiogenic pulmonari edema
.Gambar B.menunjukan foto thorax AP dari wanita usia 22 tahun yang
diidentifikasi dengan komplikasi antara pneumonia dan ARDS.Pada foto
ini menunjukan diffuse alveolar infiltrat dengan air bronchogram sign.
I. PENATALAKSANAAN
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama
fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1)
beban awal, (2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya
dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional
II). Regimen penangangan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai
30
respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau
perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk
perawatan di rumah sakit dan penanganan yang lebih agresif. 4
A. Pengurangan Beban Awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban
awal dengan menurunkan retensi cairan. Apabila gejala-gejala menetap
dengan pembatasan garam yang sedang, diperlukan pemberian
diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Biasanya,
diberikan regimen diuretik maksimum sebelum dilakukan pembatasan
asupan natrium yang ketat.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui
redistribusi darah dan sentral ke sirkulasi perifer. Venodilatasi
menyebabkan mengalirnya darah ke perifer dan mengurangi aliran
balik vena ke jantung. Pada situasi yang ekstrim mungkin diperlukan
pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk menunjang fungsi
miokardium. 4
B. Peningkatan Kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.
Mekanisme pasti yang menghasilkan efek inotropilc positif ini masih
belum jelas. Tetapi, petunjuk umum tampaknya adalah meningkatnya
persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil, aktin dan
miosin. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ion kalsium
sangat penting untuk terbentuknya jembatan penghubung antara
protein kontraktil dan selanjutnya untuk kontraksi otot. 4
Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1) glikosida
digitalis, dan (2) obat nonglikosida. Obat non glikosida meliputi amin
simpatomimetik, seperti epinefrin dan norepinefrmn, dan penghambat
fosfodiesterase, seperti amrinon dan enoksimon. Amin
simpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan
merangsang reseptor beta adrenergik pada miokardium, dan secara
31
tidak langsung dengan melepaskan norepinefrin dan medula adrenal.
Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan
suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang memulai
perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran kalsium lambat.
Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP dalam darah, sehingga
meningkatkan kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE juga
mengakibatkan vasodilatasi. 4,16
C. Pengurangan Beban Akhir
Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (yaitu
aktivasi sistem saraf simpatis dan sistern reninangiotensin-aldosteron)
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan selanjutnya meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan
meningkatnya beban akhir, kerja jantung bertambah dan curah jantung
menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek-efek negatif di atas.
Vasodilator yang umurn dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman
vaskular melalui dua cara: (1) dilatasi langsung otot polos pembuluh
darah, atau (2) hambatan enzim konversi angiotensin. Vasodilator
langsung terdiri dan obat-obatan seperti hidralazin dan nitrat. Supaya
efektif, pemberian hidralazin harus dikombinasikan dengan nitrat.
Kombinasi obat yang paling sering digunakan adalah hidralazin-
isosorbid dinitrat, yang dapat dikombinasikan dengan terapi
penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan tersendiri
apabila penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat
ditoleransi. 4
Penghambat enzim konversi angiotensin (mencakup enalapril
dan kaptopril) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin
II. Efek ini mencegah vasokontriksi yang diinduksi angiotensin, dan
juga menghambat produksi aldosteron dan retensi cairan. Penghambat
enzim konversi angiotensin memberikan harapan besar dalam
penanganan gagal jantung. Akibatnya, terapi vasodilator oral kiri
32
diberikan lebih awal, yaitu untuk gagal jantung NYHA kelas II dan
bukan pada kelas III atau IV. 4,16
Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel.
Akibatnya, ejeksi ventrikel dapat terjadi lebth mudah dan lebih
sempurna. Dengan kata lain, beban jantung berkurang dan curah
jantung meningkat. Dengan penanganan yang optimal, penurunan
tekanan arteri biasanya tidak bermakna karena peningkatan curah
jantung menghilangkan kemungkinan penurunan tekanan yang
biasanya timbul jika pasien hanya diberi vasodilator. 4
Penelitian terbaru memperlthatkan bahwa obat penyekat beta-
adrenergik efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas pada gagal
jantung. Carvediiol merupakan satu-satunya obat penyekat beta yang
disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration untuk penggunaan
pada gagal jantung dan sebaiknya sebagai obat penyekat beta terpilih
pada penderita gagal jantung ringan hingga sedang. Propranolol,
metoprolol, atau tiniolol dapat digunakan pada pasien asimtomatis
tanpa disfungsi ventrikel kiri yang menyertai infark miokardium. 4,1
J. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien dengan gagal jantung kongestif (congestive
heart failure) tergantung dari berat dari gagal jantung kongestif yang dia
diderita, umur, dan jenis kelamin, dengan prognosis yang lebih jelek/buruk
pada pasien pria. Di samping itu, beberapa indeks prognostik dapat
dihubugnkan dengan prognosis yang berlawanan, mencakup kelas dari
NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan status neurohormonal. 15,18
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Hurianti Hartanto, dkk. Kamus kedokteran Dorland. edisi 29. jakarta : EGC;
2002. Hal. 801.
2. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan. Buku ajar kardiologi. jakarta : balai
penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 – 17,115 – 126.
3. Ioana,Dumitru,MD.HeartFailure.http://emedicine.medscape.com.http://
emedicine.medscape.com/article/163062-overview#a0101
4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.
5. Oemar, Hamed. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.
34
6. R. Putz, R. Pabst dan Renate Putz. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Batang
Badan, Panggul, Ekstremitas Bawah. [ed.] M. S. PAK dr. Liliana Sugiharto.
Edisi 22. Jakarta : EGC; 2006.. Vol. Jilid 2.hal 74 - 77
7. Harbanu,H.Mariono,SantosoAnwar.Gagaljantung.Denpasar::
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91088596.pdf.
8. .Michael S Figueroa MD,Jay I Peters.Congestive heart failure in Respiratory
care.April Vol 51 No 4.hal 403 - 411
9. Vibhuti N Singh, MD, MPH, FACC, FSCAI. Congestive Heart Failure
Imaging. http://reference.medscape.com/.
10. Ronald L. Eisenberg, Alexander R. Margulis. What to Order When: Pocket
Guide to Diagnostic Imaging. 2nd Edition. s.l. : Lippincott Williams &
Wilkins , 1999. Hal.8
11. Anil T. Ahuja, Gregory E. Antonio, K.T. Wong, and H. Y. Yuen. Case Studies
in Medical Imaging: Radiology for Students and Trainees. New York :
Cambridge University Press; 2006. hal. 51-52.
12. Barbara Ritter, EdD, FNP, CNS. Basics of Chest X-Ray Interpretation: An
Introduction to the Principles of Chest X-Ray Interpretation.
13. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007.
Vol. Volume 2.
14. Gunderman, Richard B. Essential Radiology: Clinical Presentation,
Patophysiology and Imaging. [ed.] Timothy Hiscock. 2nd edition. New York :
Thieme, 2006; hal. 53 – 58,72.
15. G Jackson,C R Gibbs, MK Davies, G Y H Lip. ABC of heart failure: History
and epidemiology. hal. 9 - 18
16. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott
Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168.
17. Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the
adult patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins
2009;.hal.275-287
18. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell
publishing 2006;hal. 10-11.
35
19. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. [ed.] Iwan Ekayuda. Edisi Kedua.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2010.
20. Nader Kamangar, MD, FACP, FCCP, FCCM; Chief Editor: Zab Mosenifar,
MD.Bacterial Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/300157-
overview#showall.
21. Fransiska S.K.Pneumonia. wordpress.com/2009/02/pneumonia.pdf.
22. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary
Edema.http://www.nejm.org/
36