Referat Cerebral Palsy
Transcript of Referat Cerebral Palsy
REFERAT
Cerebral Palsy
Pembimbing :Dr. Dyah Nuraini, Sp.S
Penyusun :Raini
030.08.197
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota SemarangPeriode 26 Agustus 2013 – 28 Septemer 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti2013
1
HALAMAN PERSETUJUAN
Nama : Raini
NIM : 03008197
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD)
Judul : Cerebral Palsy
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Periode Kepaniteraan : 26 Agustus 2013 – 28 September 2013
Diajukan : 21 September 2013
Pembimbing : dr. Dyah Nuraini, Sp.S
dr. Mintarti, Sp.S
Telah diperiksa dan disetujui, tanggal :......................................................
Mengetahui dan Menyetujui,
Kepala SMF Ilmu Penyakit Saraf Pembimbing,
RSUD Kota Semarang
________________________ ________________________
(dr. Dyah Nuraini, Sp.S) (dr. Mintarti, Sp.S)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Pterygium” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang, periode 21 Maret 2011 – 23 April 2011. Di samping itu, referat ini ditunjukkan
untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Pterygium.
Terselasainya tugas ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
dr. Susi, M.kes, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang yang
telah memberikan kesempatan untuk menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Mata di RSUD Kota Semarang.
dr. Djoko Trihadi, Sp.PD, selaku ketua Diklat Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.
dr. Dyah Nuraini, Sp.S, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Mata.
dr. Mintarti selaku pembimbing kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata di
RSUD Kota Semarang.
Ibu Farida Faisal dan Bapak Puriyono Siswantono di Poliklinik di Bagian Ilmu
Penyakit Saraf di RSUD Kota Semarang.
Rekan-rekan anggota kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata di RSUD
Kota Semarang Periode 26 Agustus 2013 - 28 September 2013.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak.
Penulis mohon maaf yang sebesr-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
3
kekurangan dalam referat ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga
referat ini dapat memberikan manfaat.
Semarang, 21 Septemberl 2013
Penulis
4
DAFTAR ISIHalaman Judul
Halaman Pengesahan….………………………………………………………….............i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………..... ii
Daftar Isi ………………..…………………………………………………………………. iv
BAB I. Pendahuluan ……..…………………………………………………………..... 1
BAB II Cerebral Palsy ......………………………………………………………..........
3.1 Definisi .......................................................................................................3
3.2 Epidemiologi ..............................................................................................3
3.3 Klasifikasi...................................................................................................4
3.4 Patofisiologi ................................................................................................8
3.5 Faktor resiko ...............................................................................................9
3.6 Pemeriksaan dan Diagnosa ........................................................................10
3.7 Penatalaksanaan .........................................................................................14
3.8 Prognosis ....................................................................................................22
3.9 Pencegahan dan Edukasi ............................................................................23
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………....24
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little
pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang menyerang
anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan otot tungkai dan lengan. Anak-
anak tersebut mengalami kesulitan memegang obyek, merangkak dan berjalan. Penderita tersebut
tidak bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah memburuk.
Kondisi tersebut disebut little 's disease selama beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai
spastic diplegia. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian
fungsi pergerakan dan digolongkan dalam terminologi cerebralpalsy atau umunya disingkat CP.
Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami komplikasi saat
persalinan dan Little menyatakan kondisi tersebut merupakan hasil dari kekurangan oksigen
selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut merusak jaringan otak yang sensitif yang
mengendalikan fungsi pergerakan. Tetapi pada tahun 1897, psikiatri terkenal Sigmund Freud
tidak sependapat. Dalam penelitiannya, banyak dijumpai pada anak-anak CP mempunyai
masalah lain misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang, Freud menyatakan bahwa
penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan otak janin.
Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek yang lebih buruk
dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus.
Disamping pengamatan oleh Freud, keyakinan yang menyatakan bahwa komplikasi
persalinan menyebabkan banyak kasus CP tersebar luas diantara dokter, keluarga dan tenaga riset
medis. Ditahun 1980, dianalisis data penelitian pemerintah pada >35.000 persalinan dan hasilnya
sangat mengejutkan dengan ditemukan kasus komplikasi hanya <10%. Sebagian besar kasus CP
sering dijumpai kasus tanpa faktor resiko. Penemuan dari NINDS tersebut dapat mengubah teori
medis mengenai CP dan sangat memotivasi peneliti masa kini untuk mencari lebih lanjut
penyebab lain dari CP.
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian untuk lebih
memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis dan penanganan penderita
CP. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai dapat diidentifikasi, khususnya
paparan intrauterine terhadap infeksi dan penyakit koagulasi, dll. Identifikasi dini CP pada bayi
akan memberikan kesempatan pada penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya
memperbaiki kecacatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil
dalam memperbaiki teknik diagnostik misalnya imaging cerebral canggih dan analisis gait
6
modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP, misalnya rubella dan ikterus,
pada saat ini sudah dapat diterapi dan dicegah. Terapi fisik, psikologis dan perilaku yang optimal
dengan metode khusus misalnya gerakan, bicara membantu kematangan sosial dan emosional
sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan
braces banyak membatu dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi penyakit
yang berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi deformitas.
7
BAB II
CEREBRAL PALSY
I. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. 1
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik yang
mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada
beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada
usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh.
Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi,
melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan
mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 2
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit.
Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau
mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala
dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP
derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang
ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung
dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular
atau bersifat herediter.
II. EPIDEMIOLOGI
Asosiasi CP dunia memperkirakan > 500.000 pendertia CP di Amerika. Disamping
peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah anak – anak dan
dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah atau mungkin lebih
8
meningkat sedikit selam 30 tahun terakhir. Angka harapan hidup penderita CP tergantung
dari tipe CP dan beratnya kecacatan motorik 2
III. KLASIFIKASI KLINIS
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastic
diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah satu bentuk
penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan
berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu : 2
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada
saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis
ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting
(scissor gait) (Bryers, 1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua
lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua
lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat
9
Gambar anggota gerak yang mengalami kelainan 5
2. CP Atetoid / diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan
perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada
sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu menyeringai
dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan
stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan
otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena
sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan
kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan
dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju.
Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya
mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
akan digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat pendertia akan menuju obyek
yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP. 4
4. CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP yang
akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastic dan
gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
Dari defisit neurologis, CP terbagi :
1) Tipe spastis atau piramidal
10
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
•Hipertoni (fenomena pisau lipat)
•Hiperfleksi yang disertai klonus
•Kecenderungan timbul kontraktur
•Refleks patologis
2) Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia,
ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping itu
juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe
ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang
asimetris dan disartri
3) Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea.
CP juga dapat diklasifikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan
penderita untuk melakukan aktivitas normal (Tabel 1.)
Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit
Klasifikasi Perkembangan motorik Gejala Penyakit penyerta
Minimal Normal, hanya terganggu
secara kualitatif
Kelainan tonus sementar
Refleks primitif menetap terlalu
lama
Kelainan postur ringan
Gangguan gerak motorik kasar
dan halus, misalnya clumpsy
Gangguan
komunikasi
Gangguan belajar
spesifik
Ringan Berjalan umur 24 bulan Perkembangan refleks primitif
abnormal
Respon postular terganggu
Gangguan motorik seperti
tremor
Gangguan koordinasi
Sedang Berjalan umur 3 tahun
kadang memerlukan
bracing. Tidak perlu alat
khusus
Berbagai kelainan neurologis
Refleks primitif menetap
Respon postural terlambat
Retardasi mental
Gangguan belajar
dan komunikasi
Kejang
11
Berat Tidak bisa berjalan atau
berjalan dengan alat
bantu, kadang butuh
operasi
gejala neurologis dominan
refleks primitif menetap
respon postural tidak muncul
Penyakit lain yang berhubungan dengan Cerebral palsy
Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang mempengaruhi
otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat menyebabkan kejang dan
mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan
perilaku, dan penglihatan dan pendengaran. 4 Penyakit – penyakit yang berhubungan dengan
CP adalah :
Gangguan mental
o Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan gangguan
sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental sering dijumpai
pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
Kejang atau epilepsi
o Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selam kejang, aktivitas elektri
dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan karena letupan listrik
yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan epilepsi, gangguan tersebut akan
tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh, seperti kejang
tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otal dan menyebabkan gejala
kejang parsial. Kejang tonik-klonik secara umum menyebabkan penderita menjerit
dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan
tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih.
Gangguan pertumbuhan
o Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat, terutama
tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk mendeskripsikan
anak – anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya walaupun dengan
asupan makanan yang cukup. Tampak pendek dan tidak tampak tanda maturasi
seksual. Sebagai tambahan, otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai
kecenderungan lebih kecil dibanding normal. Kondisi tersebut juga mengenai tangan
dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai (disuse atrophy).
Gangguan penglihatan dan pendengaran
12
o Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri sehingga
menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi dapat menimbulkan
gangguan berat pada mata.
Sensasi dan persepsi normal
Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk merasakan
sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami stereognosia, atau
kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek melalui sensasi.
IV. PATOFISIOLOGI
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan grup
penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyabab yang berbeda.
Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan
ibu dan anak, dan onset penyakit. 2
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi
laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. CP
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat
nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi CP dapat diakibatkan
oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-
luka / kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau
infeksi). 1
Di USA, sekitar 10 – 20% CP disebabkan oleh karena penyakit setelah lahir. Dapat
juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan – bulan pertama atau tahun pertama
kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau ensefalitis
virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas,
jatuh atau penganiayaan anak.
Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi kejadian spesifik
pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan pusat motorik pada otak
yang sedang berkembang. Beberapa penyebab CP kongenital adalah :
1. Infeksi pada kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan menyebabkan
kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi lain yang dapat
menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis.
13
2. Ikterus neonatorum
Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam waktu
singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus
berat dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen. 6
3. Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan.
Asfiksia sering dijumpai pada bayi bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia
menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak
tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik
ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi asfiksia berat, dimana daat
bersama dengan gangguan mental dan kejang. 6
Kriteria yang digunakan untuk memastikan hipoksik intrapartum sebagai penyebab CP : 4
1. Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali pusat janin, atau
neonatal dini pH=7 dan BE=12mmol/L
2. Neonatal encephalopathy dini berat sampai sedang pada bayi >34minggu gestasi
3. Tipe CP spastik quadriplegia atau diskinetik
4. Tanda hipoksik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan
5. Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk segera setelah
tanda hipoksik terjadi dimana sebelumnya diketahui dalam batas normal
6. Apgar score 0-6 = 5 menit
7. Multi sistim tubuh terganggu segera setelah hipoksik
8. Imaging dini abnormalitas cerebral
4. Stroke
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau bayi
baru lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan
terjasinya masalah neurologis.
Faktor – faktor yang menyatakan penyebab selain hipoksik intrapartum sebagai penyebab
CP : 4
1. Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikal <1mmol/L atau pH>7
2. Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multipel atau kelainan metabolik
3. Infeksi SSP atau siskemik
4. Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intra uterin
5. Mikrocefali
14
6. Adanya faktor resiko antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas, kehamilan
ganda dan penyakit autoimun
7. Adanya faktor resiko postnatal untuk CP seperti postnatal ensefalitis, hipotensi
memanjang atau hipoksik karena penyakit respirasi
V. FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar
antara lain adalah: 2
a. Letak sungsang.
b. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara
normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
c. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
d. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan bayi lahir
dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya
berat lahir dan usia kehamilan.
e. Kehamilan ganda.
f. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP
yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam
kandungan.
g. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah
protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi
h. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
i. Kejang pada bayi baru lahir
VI. DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY
a. Gejala Awal
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua sering mencurigai
ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering mengalami
15
kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau
berjalan.1
1) Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di
traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota
gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2) Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang
otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,
16
kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5) Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
b. Pemeriksaan fisik
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan kemampuan motorik
bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan, persalinan dan kesehatan
bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala
anak.4
Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk menggunakan tangan
kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek didepan dan pada sisi dari bayi, bayi akan
mengambil benda tersebut dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun obyek didekatkan
pada tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum menunjukkan
kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi bayi dengan spastik hemiplegia, akan
menunjukkan perkembangan pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak
terkena menjadi lebih kuat dan banyak digunakan.
17
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit lain yang
menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting, harus ditentukan bahwa kondisi anak tidak
bertambah memburuk. Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu, CP sesuai dengan
definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara progresif kehilangan kemampuan
motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit
genetik, penyakit muskuler, kelainan metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan genetik
tidak rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP. Riwayat medis anak, pemeriksaan
diagnostik khusus, dan, pada sebagian kasus, pengulangan pemeriksaan akan sangat berguna
untuk konfirmasi diagnostik dimana penyakit lain dapat disingkirkan.
PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIK
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab CP perlu
dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan pemeriksaan
imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan area otak yang
kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi dari CT Scan,
dokter dapat menentukan prognosis penderita CP.
MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar yang lebih
baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan tulang dibanding dengan
CT scan kepala.
Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak CP jika etiologi
tidak dapat ditemukan.
Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak adalah
USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras dan UUB
tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan MRI, tehnik tersebut dapat
mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan periode lama
pemeriksaannya.
PEMERIKSAAN LAIN 7
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang berhubungan
dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah pendengaran untuk
menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan (Level A, Class I-II
evidence. EEG akan membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan
menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena
18
keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan melakukan
tes dengan baik.
Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk dilakukan
pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke dokter THT. Identifikasi
kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan lebih mudah ditegakkan. Banyak
kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup penderita CP.
VII. TATALAKSANA CEREBRAL PALSY
VII.1 Masalah utama penderita cerebral palsy
Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang menderita CP antara lain 2 :
1. Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan menyebabkan
anak tampak selalu berliur.
Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang sulit diterima
dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan anak akan terisolir dalam
kehidupan kelompoknya. Walaupun sejumlah terapi untuk mengatasi drooling telah
dicoba selama bertahun-tahun, dikatakan tidak ada satupun yang selalu berhasil. Obat
yang dikenal dengan antikholinergik dapat menurunkan aliran saliva tetapi dapat
menimbulkan efek samping yang bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang
buruk. Pembedahan, walaupun kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi,
termasuk memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan teknik
biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau mengalami kesulitan
untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut tertutup. Terapi tersebut tampaknya
akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi
untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan menyebabkan
seseorang secara sosial sulit diterima.
2. Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut,
dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.
Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi dan
menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat menelan lebih mudah, disarankan untuk
membuat makanan semisolid, misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal,
misalnya duduk saat makan atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko
tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat dan malnutrisi, klinisi dapat
merekomendasikan penggunaan selang makanan, yang digunakan untuk memasukkan
19
makanan dan nutrien ke saluran makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan
meletakkan selang langsung pada lambung.
3. Inkontinentia Urin.
Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia urin ini
disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot yang selalu menjaga
supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa enuresis, dimana
seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia),
atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan
untuk inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obat- obatan, pembedahan atau
alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk mengganti atau membantu otot.
CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk memperbaiki
kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah
mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem
neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk
semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi
kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian
menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita (Goldberg, 1991; Champbell,
1996).
Beberapa pendekatan tatalaksana yang direncanakan meliputi obat-obatan untuk
mengontrol kejang dan spasme otot, penyangga khusus untuk kompensasi keseimbangan otot,
pembedahan, peralatan mekanis untuk membantu kelainan yang timbul, konseling emosional dan
kebutuhan psikologis, dan fisik, okupasi, bicara dan terapi perilaku.
TIM TERAPI CEREBRAL PALSY
Tim Penanganan CP adalah multidisipliner dan anggota tim terapi CP berdasarkan
profesionalisme dengan berbagai spesialisasi, antara lain: 2
1. Dokter.
Misalnya spesialis anak, spesialis saraf anak atau psikiatri anak, dilatih untuk
membantu memonitoring dan memperbaiki kecacatan perkembangan anak. Klinisi
tersebut, sering menjadi pemimpin tim, bekerja untuk membuat
kesimpulan/rangkuman semua nasihat profesional dari seluruh anggota tim hingga
dicapai kesepakatan rencana terapi, implementasi terapi, dan mengikuti
perkembangan penderita selama beberapa tahun
2. Orthopedist
20
Dokter spesialisasi dalam bidang tulang, otot, tendon, dan bagian lain dari sistim
skeletal tubuh. Orthopedis dilibatkan untuk menentukan prediksi, diagnosis atau
terapi masalah otot yang berkaitan dengan CP
3. Terapis fisik
Membuat dan mengimplementasikan program latihan khusus untuk memperbaiki
gerakan dan kekuatan
4. Terapis okupasi
Merupakan orang yang dapat membantu kemampuan pemahanan penderita untuk
kehidupan sehari-hari, sekolah dan bekerja
5. Pelatih bicara dan bahasa
Spesialisasi dalam diagnosis dan terapi masalah komunikasi
6. Pekerja sosial
Bertugas untuk membantu penderita dan keluarga yang hidup dalam komunitas dan
program edukasi
7. Psikolog
Psikolog dibutuhkan agar dapat membantu penderita dan keluarga menghadapi
tekanan khusus dan kebutuhan dari penderita CP. Pada banyak kasus, psikolog dapat
mengatur terapi dengan memodifikasi perilaku yang tidak membantu atau destruktif
8. Guru
Seseorang yang dapat berperan penting jika terdapat gangguan mental atau gangguan
proses belajar
Penderita, keluarga dan pengasuh merupakan kunci dari keberhasilan terapi, mereka
seharusnya terlibat jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan keputusan, dan mengaplikasikan
terapi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan determinasi personal adalah dua
dari prediktor-prediktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan jangka panjang
VII.2 Terapi spesifik Cerebral palsy
Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya 3
Terapi, apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan tugas
sederhana, merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujukan pada perubahan
kebutuhan penderita sesuai dengan perkembangan usia.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah
diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2
21
tujuan utama yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila
berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah
menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan
menimbulkan posisi tubuh abnormal.
Kontraktur adalah satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal,
dengan panjang tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat
berjalan dan berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa otot akan
berkembang dalam kecepatan yang sama. Tetapi pada anak dengan CP, spastisitas akan
mencegah peregangan otot dan hal tersebut akam menyebabkan otot tidak dapat
berkembang cukup pesat untuk mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat
mengganggu keseimbangan dan memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya.
Dengan melakukan terapi fisik saja atau dengan kombinasi penopang khusus (alat
orthotik), kita dapat mencegah komplikasi dengan cara melakukan peregangan pada otot
yang spastik. Sebagai contoh, jika anak mengalami spastik pada otot hamstring, terapis
dan keluarga seharusnya mendorong anak untuk duduk dengan kaki diluruskan untuk
meregangkan ototnya.
Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan perkembangan
motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath. Dasar
dari program tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak CP yang
menyebabkan hambatan anak untuk belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan
berusaha untuk menetralkan refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang
berlawanan. Jadi, sebagai contoh, jika anak dengan CP normalnya selalu melakukan
fleksi pada lengannya, terapis seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali pada
lengan tersebut.
Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan prinsip
bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama supaya
berkembang secara normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan
membimbing anak sesuai dengan gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal.
Sebagai contoh, anak belajar gerakan dasar seperti menarik badannya pada posisi duduk
dan merangkak sebelum anak mampu berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat
usianya.
Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kemampuan
anak. Terapi ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat melengkapi terapi
fisik, bicara dan okupasi. Sebagai contoh, terapi perilaku meliputi menyembunyikan
boneka dalam kotak dengan harapan anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan
22
menggunakan tangan yang lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf
depan b dapat menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang
lain, terapis dapat mencoba menghindari perilaku yang tidak menguntungkan atau
perilaku merusak, misalnya menarik rambut atau menggigit, dengan menunjukkan hadiah
pada anak yang menunjukkan aktivitas yang baik.
Pada saat anak CP tumbuh lanjut, kebutuhan mereka untuk dan tipe terapi dan
pelayanan bantuan lain akan berlanjut dan berubah. Terapi fisik berkelanjutan
berdasarkan masalah pergerakan dan disuplementasi dengan latihan vokal, rekreasi dan
program yang menyenangkan, dan edukasi khusus jika diperlukan. Konseling untuk
perubahan emosi dan psikologis dapat dibutuhkan pada setiap usia, tetapi paling sering
pada masa remaja.
23
Tergantung pada kemampuan fisik dan intelektual, orang dewasa mungkin membutuhkan
pengasuh yang peduli, akomodasi hidup, transportasi atau pekerjaan.
Dengan tanpa memandang usia dan bentuk terapi yang digunakan, terapi tidak
berhenti saat penderit keluar dari ruangan terapi. Pada kenyataannya, sebagian besar
pekerjaan sering dilakukan di rumah. Terapis berfungsi sebagai pelatih, menyiapkan
orang tua dan penderita dengan strategi dan melatihnya dimana dapat membantu
meningkatkan penampilan di rumah, sekolah dan dimasyarakat.
Alat Mekanik
Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang
canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan
dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk
menutupi keterbatasannya.
Komputer merupakan contoh yang canggih sebagai alat baru yang dapat membuat
perubahan yang bermakna dalam kehidupan penderita CP. Sebagai contoh, anak yang
tidak dapat berbicara atau menulis tetapi dapat membuat gerakan dengan kepala mungkin
dapat belajar untuk mengendalikan komputer dengan menggunakan pointer lampu khusus
yang diletakkan di ikat kepala. Dengan dilengkapi dengan komputer dan sintesiser suara,
anak akan berkomunikasi dengan orang lain. Pada kasus lain, tehnologi telah mendukung
penemuan versi baru dari alat lama, misalnya kursi roda tradisional dan bentuk yang lebih
baru yang dapat berjalan dengan menggunakan listrik.
. Terapi Medikamentosa 6
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang
yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan
secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat
mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun
dengan tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak
orang mungkin membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau lebih macam obat untuk
mencapai efektivitas pengontrolan kejang
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada
penderita CP adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.
Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan
tidak melebihi 10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
■ 2 - 7 tahun:
Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari
■ 8 - 11 tahun:
Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 60 mg/hari
■ > 12 tahun:
Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80
mg/hari
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot
tidak bekerja.
Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat,
tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan.
Obat - obatan tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan
efek jangka panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu
solusi untuk menghindari efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru
untuk memberi obat - obat tersebut .Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang
dapat diberikan obat-obatan yang dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan
abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk golongan antikolinergik, bekerja
dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang merupakan bahan kimia messenger
yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan terjadinya kontraksi
otot. Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan
procyclidine hydrochloride.Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan
alkohol atau injeksi alkohol kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode
singkat. Tehnik tersebut sering digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi
perkembangan kontraktur. Alkohol yang diinjeksikan kedalam otot akan melemahkan
otot selama beberapa minggu dan akan memberikan waktu untuk melakukan bracing,
terapi. Pada banyak kasus, teknik tersebut dapat menunda kebutuhan untuk
melakukan pembedahan.
Botulinum Toxin (BOTOX)
Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari
presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan
kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan otot yang
berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan
deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait
jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch
gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf terminal, yang merupakan
proses dengan puncak terjadi pada 60 hari.
Intervensi botulinum dapat digunakan pada deformitas ekstremitas atas yang secara
sekunder akibat tonus otot abnormal dan tumbuhnya tulang. Kelainan yang sering dijumpai
adalah aduksi bahu dan rotasi internal, fleksi lengan, pronasi telapak tangan dan fleksi
pergelangan tangan dan jari-jari. Botulinum toksin sangat efektif untuk memperbaiki kekakuan
siku dan ekstensi ibu jari. Seperti sudah diduga sebelumnya, fungsi motorik halus tidak banyak
mengalami perbaikan. Keuntungan dari segi kosmetik untuk memperbaiki fleksi siku sangat
dramatik.
Komplikasi injeksi botulinum toksin dikatakan minimal. Nyeri akibat injeksi minimal,
biasanya akan hilang tidak lebih dari 5 menit setelah injeksi. Efikasi tercapai dalam 48-72 jam
dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah injeksi. Lama waktu penggunaan botulinum toksi
dilanjutkan tergantung dari derajat abnormalitas tonus otot, respon penderita dan kemampuan
untuk memelihara fungsi yang diinginkan.
Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui pompa yang
ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi kekakuan otot berat yang sangat
mengganggu fungsi normal tubuh. Karena Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif,
obat oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan jika
dibandingkan dengan cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan
tampak letargik.
Baclofen intratekal diberikan pertama kali sejak tahun 1980 sebagai obat untuk
mengendalikan spasme otot berat akibat trauma pada tulang belakang. Sejak tahun 1990, metode
pengobatan ini mulai digunakan untuk koreksi pada penderita CP dan menunjukkan efikasi yang
baik.
Terapi Bedah 2
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan
masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon, menentukan
dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah merupakan hal yang
sulit, berjalan dengan cara berjalan yang benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama yang
bekerja secara tepat pada waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah pada satu
otot dapat menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh terhadap
otot yang bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat memungkinkan dokter untuk
melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera yang merekam saat penderita
berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait penderita. Dengan menggunakan data
tersebut, dokter akan lebih baik dalam melakukan upaya intervensi dan mengkoreksi masalah
yang sesungguhnya. Mereka juga menggunakan analisis gait untuk memeriksa hasil operasi.
Oleh karena pemanjangan otot akan menyebabkan otot tersebut lebih lemah, pembedahan
untuk koreksi kontraktur selalu diamati selama beberapa bulan setelah operasi. Karena hal
tersebut, dokter berusaha untuk menentukan semua otot yang terkena pada satu waktu jika
memungkinkan atau jika lebih dari satu produser pembedahan tidak dapat dihindarkan, mereka
dapat mencopba untuk menjadwalkan operasi yang terkait secara bersama-sama.
Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan
untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang
mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir dan
memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai. walaupun
disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya.
Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik cerebellar dan stereotaxic
thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar, elektroda ditanam pada permukaan cerebelum
yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan digunakan
untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik tersebut dapat
menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik, hasil dari prosedur invasif tersebut
masih belum jelas. Beberapa penelitan melaporkan perbaikan spastisitas dan fungsi, sedang
lainnya melaporkan hasil sebaliknya (Pape et al, 1993).
Stereotaxic thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang merupakan bagian
yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal ini efektif hanya untuk
menurunkan tremor hemiparesis.
VIII. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY
Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP, derajat kelambatan
yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis, dan yang sangat penting
adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada
anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986).
Tingkat kognisi sangat berhubungan dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan
kualitas hidup seseorang.
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya selalu dapat
berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan sementara saja. Adanya
tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding
dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori
tersebut akan membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak
dengan hemiplegia akan mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat
duduk dikelas untuk memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang terjadi
pada anak yang hemiplegik. 10
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan tesering pada
usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa kasus membutuhkan alat
bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan secara umum akan terkena dengan derajat yang berbeda,
walaupun kerusakan yang terjadi minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering
dijumpai.
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total; paling banyak
hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun. Fungsi intelektual sering seiring
dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan menambah kesulitan yang sudah ada.
Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang persisten merupakan
gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi
intelektual.
Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang berhubungan
dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan. Keseimbangan dan penggunaan
kemampuan tangan tampaknya masih sulit. Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia
2 tahun dapat belajar berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks,
tonik neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks parasut
tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat duduk pada usia 4
tahun dapat belajar berjalan.
IX. PENCEGAHAN CEREBRAL PALSY
Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun bisa
dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain: 3
1. Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman
pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi
kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan
bermain.
2. Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan
fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. Inkompatibilitas
faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak.
Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama,
karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak
diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang
diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang
jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan
pertama atau produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat
perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan
atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.
3. Rubella, atau campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi
sebelum
hamil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arvin, Behrman Kliegman. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 3.
Jakarta: EGC. 2000 : 2085-2086
2. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 1999 : 116
3. Hassan, Rusepno dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2 . Jakarta: Penerbit FKUI. 1985:
884-888
4. Koman LA,Mooney III JF, Smith BP, et al. Management of spasticity in cerebral
palsy with botolinum-A toxin: report of preliminary, randomized, double-blind trial. J
Pediatr Orthop 1994;14:299
5. Irga. Cerebral palsy.www.aan.com/professionals/practice/index.cfm. Accessed 17
November 2010.
6. Septian, Bahri. Cerebral Palsy.http://www.scribd.com/doc/26304944/CP. Accessed 15
November 2010.