Referat CA Mammae

51
REFERAT INSIDEN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RSUP NTB PERIODE JULI 2011 – JULI 2012 Pembimbing: dr. Ramses Indriawan, Sp.B. Disusun Oleh: M. Sadid Faizin 04.06.0012 0

Transcript of Referat CA Mammae

Page 1: Referat CA Mammae

REFERAT

INSIDEN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE

DI RSUP NTB PERIODE JULI 2011 – JULI 2012

Pembimbing:

dr. Ramses Indriawan, Sp.B.

Disusun Oleh:

M. Sadid Faizin

04.06.0012

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN / SMF BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2012

0

Page 2: Referat CA Mammae

1

Page 3: Referat CA Mammae

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Menurut WHO 8-9 % wanita akan mengalami kanker payudara. Ini

menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui

pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa

di Eropa dan kurang lebih 175,000 di Amerika Serikat. Menurut WHO, tahun 2000

diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700,000

meninggal karenanya. Data dari Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER)

dan The European Concerted Action on Survival and Care of Cancer Patients

(EUROCARE), menunjukkan setiap tahun terdapat 6% wanita terdiagnosis kanker

payudara Stadium IV dan terdapat 12.600 kasus baru di Amerika Serikat pada tahun

2005. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2008 terdapat 1.4

miliar kasus baru dengan kanker payudara dan 25 tahun ke depan insidensinya akan

meningkat. 1

Data dari 24.700 kasus karsinoma mamma yang tercatat di Surveillance

Epidemiology and End Results (SEER) Program dari National Cancer Institute

telah dimanfaatkan untuk memperkirakan harapan hidup 5 tahun (5 year survival

rate) para penderitanya. Survival rate berkisar antara 45,5% untuk tumor

berdiameter > 5 cm dengan kelenjar aksila positif, sampai 96,3% untuk tumor

kurang dari 2 cm tanpa penjalaran ke kelenjar. Makin besar diameter tumor,

survival rate menurun tanpa tergantung dari ukuran ataupun penjalaran kelenjar

demikian juga makin banyak kelenjar getah bening yang terkena, survival rate

juga menurun tanpa tergantung diameter tumornya. Para peneliti menyimpulkan

bahwa penjalaran tumor ke organ lain tidak hanya melalui kelenjar getah

bening aksiler tetapi keterlibatan kelenjar lebih merupakan indikasi potensi

penjalaran tumor.3

Di Indonesia kanker payudara mempunyai insiden tertinggi no.2 setelah

kanker leher rahim. Karena tidak tersedianya registrasi berbasis populasi, maka

2

Page 4: Referat CA Mammae

angka kejadian kanker payudara dibuat berdasarkan registrasi berbasis patologi

dengan insiden relatif 11,5% (artinya 11 - 12 kasus baru per 100.000 penduduk

beresiko).3,6

Menurut Kemenkes RI. Di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per

1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke,

TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM. Sedangkan berdasarkan data Sistem

Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama

pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher

rahim (11,78%).  Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IACR) tahun 2002.

Ditambahkan, kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara

dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan

16 per 100.000 perempuan. Menurut data SIRS 2007, kasus kanker bronchus dan paru

pada pasien rawat inap sebesar 5,8% dari seluruh jenis kanker. 7

3

Page 5: Referat CA Mammae

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI

Dalam embrio manusia, payudara pertama dikenal sebagai “milk streak” dalam

sekitar minggu keenam perkembangan fetus. Suatu area penebalan ektodermis

yang dikenal sebagai tunas susu, berkembang dalam bagian pectoralis badan embrio.

Peninggian linear tegas ini terbentang bilateral dari axilla ke vulva dan dikenal sebagai

garis susu atau “mammary ridge”.3

Dengan komponen muskulokutis dan lemaknya, mamma menempati bagian

antara iga ketiga dan ketujuh serta terbentang lebarnya dari linea parasternalis

sampai ke linea axillaris anterior atau media.4

Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masing-

masing mempunyai saluran ke papilla mama yang disebut duktus lactiferus. Di antara

kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat

jaringan lemak. Di antara lobules tersebut terdapat jaringan ikat yang disebut

ligamentum cooper yang memberi rangka untuk payudara. 4

4

Page 6: Referat CA Mammae

Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes

anterior dari arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari

arteri aksilaris, dan beberapa cabang arteri interkostalis. 3

Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan nervus

intercostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Ada

beberapa saraf lagi yang harus diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan

mati rasa pasca bedah, yakni nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus

brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial

lengan atas. Pada deseksi aksila saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga

tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut. Saraf nervus pektoralis yang mengurus

muskulus pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis yang mengurus

muskulus latisimus dorsi, dan nervus torakalis longus yang mengurus muskulus

serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi

aksila. 3

Penyaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi

ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula

penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50

(berkisar antara 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di -

sepanjang arteri dan vena brachialis. Saluran limfe dari seluruh payudara menyalir ke

kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam,

yang lewat sepanjang vena aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar

servikal bagian kaudal dalam di fosa suprakalvikuler.3

Kelompok kelenjar limfe axillaris utama meliputi4:

a) Kelompok mammaria eksterna (Tingkat I). Sejajar perjalanan arteria

torakalis lateralis dari iga keenam sampai vena aksilaris dan menempati tepi lateral

5

Page 7: Referat CA Mammae

muskulus pectoralis major dan ruang axillaris medialis.

b) Kelompok subscapularis (scapularis) (Tingkat I). dekat cabang

thorakodorsalis dari pembuluh darah subscapularis. Ia terbentang dari vena

axillaris sampai dinding thorak lateral.

c) Kelompok vena axillaris (Tingkat I). terletak paling lateral dan banyak

kelompok kelenjar limfe Axilla. Ia sentral dan caudal terhadap vena axillaris.

d) Kelompok kelenjar limfe sentral (Tingkat II). Terletak sentral antara lipat

axilla anterior dan posterior serta menempati posisi superficialis di bawah kulit

dan facia medioaxilla.

e) Subclavicularis (kelompok apikal) (Tingkat III). Kelompok kelenjar limfe

tertinggi dan paling medial. Ia terletak pada sambungan vena axillaris dengan vena

subclavia setinggi ligamentum Halsted.

6

Page 8: Referat CA Mammae

II.2 DEFINISI

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan

mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat

dan tidak terkendali. Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada

payudara yang terus tumbuh. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di

payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa

menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada

kelenjar getah bening (limfe) ketiak. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di

tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit5.

II.3 PATOFISIOLOGI5

Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang

disebut transformasi yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.

II.3.1 Fase Inisiasi

Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang

memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan

oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,

radiasi (penyinaran). Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama

terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang

disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.

Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk

mengalami suatu keganasan.

II.3.2 Fase Promosi

Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah

menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh

promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan

(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).

7

Page 9: Referat CA Mammae

II.4 FAKTOR RESIKO KANKER PAYUDARA

Adapun faktor resiko pada kanker payudara yaitu4,6:

a) Usia

Seperti pada banyak jenis kanker lainnya, insiden menurut usia naik

sejalan dengan bertambahnya usia.

b) Riwayat keluarga dan resiko genetik

Dari epidemiologi tampak bahwa kemungkinan untuk menderita kanker

payudara dua sampai tiga kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau

saudara kandungnya menderita kanker payudara. BRCA 1 merupakan

penyebab 40% sindrom kanker payudara familial. Selain peningkatan

resiko kanker payudara, pengidap mutasi ini juga lebih beresiko terkena

kanker ovarium (15-40%), kanker kolon, dan untuk laki-laki, kanker

prostat. BRCA 2 merupakan penyebab 30% kanker payudara familial dan

terkait dengan peningkatan resiko kanker payudara pada laki-laki. Mereka

yang memiliki mutasi ini beresiko terkena kanker ovarium sebesar 20% dan

beresiko menderita kanker prostat, laring, dan pankreas.

c) Faktor resiko reproduktif

Riwayat reproduksi yang dapat memperlama pajanan estrogen selama

hidup seorang wanita dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Riwayat

reproduksi tersebut meliputi menarche sebelum usia 12 tahun, melahirkan

bayi hidup pertama diatas 30 tahun, nulipara, infertil dan menopause

setelah usia 55 tahun.

d) Pemakaian obat-obat hormonal (pil KB, HRT) yang dipergunakan jangka

panjang.

e) Riwayat operasi kanker ovarium.

II.5 KLASIFIKASI6

Stadium kanker payudara penting ditentukan setelah diagnosis ditegakkan.

Stadium akan mempengaruhi prognosis dan modalitas pengobatan yang

digunakan. Klasifikasi stadium berdasarkan UICC (Union Internationale Contra

Le Cancer) ataupun AJCC (American Joint Committee On Cancer Stagging and -

8

Page 10: Referat CA Mammae

End Resulls Reporting) dari tahun 2002 yang telah mendapatkan revisi beberapa

kali.

a. T (tumor size), ukuran tumor:

Tx: tumor primer tidak dapat dinilai

T 0: tidak ditemukan tumor primer

T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang

T1mic: ada microinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang

T1a: tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm

T1b: tumor dengan ukuran 0,5 cm sampai 1 cm

T1c: tumor dengan ukuran 1 cm sampai 2 cm

T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm

T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm

T 4: ukuran tumor berapapun dengan infiltrasi atau ekstensi ke kulit atau

dinding dada (dinding dada termasuk iga/kosta, otot interkostalis dan seratus

anterior tetapi tidak termasuk otot pektoralis baik eksterna maupun interna) atau

pada keduanya.

T4a: infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)

T4b: infiltrasi ke kulit, dalam hal ini termasuk peau d’orange, ulserasi nodul

satelit pada kulit terbatas pada satu payudara yang terkena.

T4c: infiltrasi pada dinding dada maupun kulit

T4d: inflamatory breast cancer

b. N (node), kelenjar getah bening regional (kgb):

N x: kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla

N 1: metastasis ke KGB aksilla ipsilateral yang masih dapat digerakkan

N 2: metastasis ke kgb aksilla ipsilateral yang sulit digerakkan, dan

konglomerasi (beberapa KGB menyatu), atau klinis adanya metastasis pada KGB

mamaria interna meskipun tanpa metastasis KGB aksila.

N 3: metastasis ke Kgb supraclavicula atau infraclavicula ipsilateral dengan atau

tanpa metastasis pada KGB aksila atau terdapat metastasis pada KGB mammary

interna dan KGB aksila.

9

Page 11: Referat CA Mammae

N3a: metastasis ke KGB infraclafikular ipsilateral

N3b: metastasis ke KGB mammaria interna dan KGB aksila

N3c: metastasis ke KGB supraclavicula.

c. M (metastasis), penyebaran jauh:

M x: metastasis jauh belum dapat dinilai

M 0: tidak terdapat metastasis jauh

M 1: terdapat metastasis jauh

Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor

tersebut kemudian digabung dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:

Stadium 0: T0 N0 M0

Stadium 1: T1 N0 M0

Stadium II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0

Stadium II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0

Stadium III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T3 N2 M0

Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0

Stadium III C: Tiap T N3 M0

Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1

II.6 DIAGNOSIS6

Diagnosis kanker payudara dibuat berdasarkan triple diagnostic

procedures (clinical, imaging, and pathology/cytology or histopathology). Ketiga

hal tersebut jika dijabarkan lebih detail menjadi pemeriksaan-pemeriksaan:

a. Pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik)

Pada anamnesis sangat penting untuk menggali keluhan di payudara dan

aksila maupun di tempat lain. Selain itu faktor resiko juga penting ditanyakan.

Keluhan di payudara dan aksila dapat berupa adanya benjolan yang padat, ada

tidaknya rasa nyeri (benjolan mamma yang tidak nyeri 66%, benjolan mamma

yang nyeri 10%), nipple discharge (satu sisi, satu muara, warna merah/darah/

serosanguinous, disertai massa tumor), retraksi papila mama, krusta dan eksim

yang tidak pernah sembuh pada areola atau papila mama dengan atau tanpa massa

tumor, kelainan kulit di atas tumor (skin dimpling, ulceration, venous ectasia,

peau d’orange, satelitte nodules), perubahan warna kulit, adanya benjolan di leher -

10

Page 12: Referat CA Mammae

atau aksila, dan edema lengan disertai adanya benjolan di payudara atau aksila

ipsilateral. Keluhan di tempat lain dapat berupa nyeri tulang yang terus menerus

dan semakin berat di daerah vertebra, pelvis, dan femur; rasa sakit, “nek”, dan

“penuh” di ulu hati; batuk yang kronis dan sesak nafas; sakit kepala hebat; muntah

dan gangguan sensorium. Selain menggali keluhan yang muncul hendaknya

ditanyakan juga faktor resiko terkena kanker payudara seperti yang telah

dijelaskan di atas.

Pemeriksaan fisik pada kanker payudara meliputi status generalis dan status

lokalis. Pemeriksaan status lokalis meliputi pemeriksaan payudara kanan dan kiri

(ipsilateral dan kotralateral), massa tumor, perubahan kulit, papila mama, kelenjar getah

bening regional, dan pemeriksaan organ yang menjadi tempat dan dicurigai terjadi

metastasis.

11

Page 13: Referat CA Mammae

b. Pemeriksaan radiodiagnostik (imaging)

Pemeriksaan radiodiagnostik ada dua macam yaitu pemeriksaan yang

direkomendasikan dan pemeriksaan atas indikasi. Pemeriksaan yang

direkomendasikan terutama untuk kanker payudara yang tidak terpalpasi meliputi

mamografi dan USG mamma (untuk keperluan diagnostik dan staging), foto

thorak, dan USG abdomen untuk mendeteksi metastasis. Sedangkan pemeriksaan

atas indikasi meliputi bone scanning (diameter kanker payudara > 5 cm,

T4/LABC, klinis dan sitologi mencurigakan), bone survey (bila tidak tersedia

fasilitas untuk bone scaning), CT scan, dan MRI (penting untuk mengevaluasi

volume tumor).

c. Pemeriksaan sitologi

Pemeriksaan sitologi yaitu FNAB (find needle aspiration biopsy) dilakukan

pada lesi atau tumor payudara yang klinis dan radiologis atau imaging

dicurigai ganas. Di negara maju akurasi FNAB adalah sangat baik, sehingga dapat

dijadikan standar diagnosis pasti kanker payudara. Di Indonesia akurasi FNAB

sudah semakin baik (>90%), sehingga pada beberapa senter dapat

direkomendasikan penggunaan FNAB. Biopsi terbuka akan lebih memberikan

informasi lebih detail terutama sebagai faktor prediktor dan prognostik.

d. Pemeriksaan histopatologi (gold standard)

Pemeriksaan histopatologi yang merupakan gold standard diagnostic

terdiri dari beberapa macam yaitu stereotatic biopsy dengan bantuan USG atau

mammogram pada lesi non palpable, core needle biopsy (micro specimen),

vacuum assisted biopsy (mammotome), biopsi incisional yang digunakan untuk

kanker payudara operabel dengan diameter > 3cm, sebelum operasi definitif;

biopsi eksisional, spesimen mastektomi disertai pemeriksaan kelenjar getah

bening regional, dan pemeriksaan imunohistokimia (IHC).

e. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis, stadium

tumor dan persiapan pengobatan.

Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna kepentingan pengobatan

dan informasi kemungkinan adanya metastatis (transaminase, alkali fosfatase,

calcium darah, tumor marker penanda tumor “CA 15 - 3;CEA”). Pemeriksaan -

12

Page 14: Referat CA Mammae

enzim transaminase penting dilakukan untuk memperkirakan adanya metastasis

pada liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium memprediksi adanya metastase

pada tulang. Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama pada

kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan kedaruratan onkologis

yang memerlukan pengobatan segera. Pemeriksaan penanda tumor seperti CA 15 - 3

dan CEA (dalam kombinasi) lebih penting gunanya dalam menentukan

rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis maupun

skrining.

II.7 SCREENING (PENAPISAN KANKER PAYUDARA)3,6

Penapisan atau skrining terhadap kanker payudara merupakan prioritas

nomor dua dari program penanggulangan kanker dari WHO yaitu deteksi dini

kanker. Terhadap kanker payudara maka yang disebut sebagai diagnosis dini

adalah stadium dimana kanker payudara masih bersifat lokal dan belum

bermetastasis. Jika diketemukan dalam stadium ini maka angka kesembuhan akan

mendekati 100%. Deskripsi dari stadium dini berubah dari waktu ke waktu.

Metode yang digunakan untuk skrining yaitu,

a. Mamografi dan USG

b. MRI terutama untuk wanita dengan familial cancer antara lain dengan BRCA1

dan BRCA2 gene mutation

c. SADARI dan pemeriksaan fisik oleh dokter bukan merupakan prosedur

deteksi dini, melainkan suatu usaha untuk mendapatkan kanker payudara pada

stadium yang lebih awal, terutama digunakan pada tempat dimana skrining

masal untuk kanker payudara belum tersedia, seperti Indonesia.

Mamografi dilakukan secara periodik dengan interval sebagai berikut

sesui dengan rekomendasi dari American Cancer Society:

a. Wanita berusia 35 - 39 tahun dilakukan 1 kali sebagai basal mamogram

b. Wanita berusia 40 - 49 tahun dilakukan setiap 2 tahun

c. Wanita berusia 50 - 60 tahun dilakukan setiap 1 tahun

d. Wanita > 60 tahun biasanya mempunyai compliance yang rendah tetapi

dianjurkan setiap 1 tahun

13

Page 15: Referat CA Mammae

Indikasi Mamogfari:

a. Evaluasi benjolan yang diragukan atau perubahan samar di payudara

b. Mamma kontralateral jika (pernah) ada kanker payudara

c. Mencari karsinoma primer jika ada metastasis sedangkan sumbernya

tidak diketahui

d. Penapisan karsinoma mamma pada resiko tinggi

e. Penapisan sebelum tindak bedah plastik atau kosmetik

USG mamma sebagai skrining, diperlukan untuk melengkapi mamografi. USG

diperkirakan memberikan hasil yang lebih akurat pada wanita yang lebih muda

dengan payudara yang lebih dense atau padat. USG sangat tergantung dari

pengalaman operator dan subjektif.

SADARI (periksa payudara sendiri) merupakan usaha untuk mendapatkan

kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging). Diperlukan

pelatihan yang baik dan evaluasi yang regular. SADARI direkomendasikan

dilakukan setiap bulan, 7 hari sesudah menstruasi bersih. Pemeriksaan fisik secara

regular oleh dokter, juga merupakan usaha mendapatkan kanker payudra pada

stadium lebih awal.

II.8 TERAPI6

1. Kanker payudara non invasif

a. Ductal Carcinoma Insitu (DCIS)

Dengan adanya program skrining masal terhadap payudara, maka insiden

DCIS semakin meningkat yaitu mencapai 58.000 kasus akan didiagnosis pada

tahun 2006 dan akan terus meningkat. DCIS adalah suatu keadaan dimana sel -

kanker (yang berasal dari epitelium TDLU) belum menembus membrana basalis,

atau jika telah menembus mikroskopis tidak mencapai 1 mm. Terdapat subtipe

comedo, solid, cibriform, micropapillary, dan papillary. Beberapa hal yang

menjadi pertimbangan terapi DCIS adalah adanya lesi multifokal dan multisentris.

Prognostic score berdasarkan pada van nuys prognostic index (2003, silverstein)

berdasarkan ukuran tumor, margin eksisi, umur penderita, dan klasifikasi patologi.

14

Page 16: Referat CA Mammae

Beberapa terapi untuk DCIS yaitu:

1) Mastectomy simple (tidak dilakukan eksisi aksila) : adapun rasional

untuk melakukan mastektomi adalah adanya pertimbangan multifokalitas dan

multisentrisitas ataupun kalsifikasi yang difus pada mamografi. Hal ini

terlihat pada mamografi. Mastektomi juga sebaiknya dilakukan pada tumor

dengan diameter > 4 cm, dan grading histologis yang tinggi.

2) Breast corserving therapy/surgery (BCT/BCS): termasuk BCT

adalah segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide local excision

dengan atau tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT akan menjalani radioterapi

adjuvant baik pada seluruh payudara yang terkena dengan booster pada lapang

pembedahan.

Pada non palpable DCIS, untuk melakukan BCS/BCT diperlukan lokalisasi lesi

atau tumor dengan jarum (Kopan’s wirea) dan identifikasi jaringan yang

diangkat (dengan x ray) apakah sudah tepat.

Syarat untuk BCS/BCT:

a. Informed concent

b. Dapat dilakukan follow up yang teratur

c. Tumor sebaiknya di perifer (tumor letak sentral perlu pembedahan

yang khusus)

d. Besar tumor proporsional dengan besarnya payudara. Jika tidak

harus dilakukan rekonstruksi langsung untuk mencapai kosmetik yang

baik.

e. Tumor tidak multifokal atau multisentris (mamografi, MRI)

f. Pasien belum pernah mendapat redioterapi di dada dan tidak

menderita penyakit kolagen.

g. Terdapat sarana dan fasilitas yang baik untuk pemeriksaan

patologi (konvensional dan pengecatan imunohistokimia), dan

radioterapi yang baik.

3) Terapi adjuvant: terapi adjuvant hanya diberikan pada pasien dengan

resiko tinggi terjadi rekurensi, antara lain usia muda (< 35 tahun), reseptor

hormon negatif, HER2 overekspresi, metastasis KGB aksila. Radioterapi

diberika pada pasien dengan BCS/BCT, kecuali dengan petimbangan khusus -

15

Page 17: Referat CA Mammae

diameter <1cm, margin bedah yang cukup dan grade yang rendah. Terapi

hormonal diberikan pada pasien dengan ER dan atau PR positif, tanpa riwayat

gangguan tromboembolism.

b. Lobular Carcinoma Insitu (LCIS)

Diagnosis seringkali insidental, biasanya nonpalpable, lebih sering pada

wanita premenopause. Adanya LCIS ini dianggap sebagai faktor resiko untuk

terjadinya invasif karsinoma. Penemuan dari Alpino (2004) adanya LCIS syncronous

dengan invasif karsinoma sebanyak 0 - 10% dan 0 - 50% synchronous bersama

dengan DCIS maka terapi yang dianjurkan adalah eksisi dari tumor dan follow up

yang baik. Terapi adjuvant pada LCIS adalah pemberian tamoxiven yang menurunkan

resiko terjadinya invasif sampai 56%. Pemberian radioterapi masih belum jelas.

Surveillance marupakan hal penting pada LCIS antara lain pemeriksaan fisik setiap

6 bulan sampai 1 tahun dan mamografi.

2. Kanker Payudara Invasif

Karsinoma mamma invasif adalah karsinoma dari epitel mamma yang

telah infiltratif keluar dan menembus membrana basalis duktal. Adanya infiltrasi keluar

membrana basalis duktal menunjukkan bahwa karsinoma invasif mempunyai

kemampuan untuk terus melakukan infiltrasi jaringan sekitar dan bermetastasis

pada kelenjar getah bening regional maupun bermetastasis ke organ jauh. Pada

umumnya termasuk pada karsinoma invasif adalah karsinoma mama familial

dengan adanya mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2.

a. Terapi bedah stadium dini (T1,T2,N0,N1)

BCS/BCT: biasanya dilakukan dengan tumor yang relatif kecil <3 cm

dengan tanpa pembesaran KGB. BCS/BCT dapat dilakukan dengan atau tanpa

diseksi KGB aksila, tergantung pada klinis, USG ataupun dengan teknik

lympatic mapping dan sentinel lymph node byopsi jika mempunyai fasilitas.

1) Mastektomi radikal modifikasi (patey/maaden dan uchincloss):

dipertimbangkan jika tumor besar, adanya faktor resiko yang tinggi

untuk rekurensi seperti usia muda, high nuclear grade, comedo type

necrosis, margin positif, DNA aneuploidy.

16

Page 18: Referat CA Mammae

2) Rekonstruksi bedah: dapat dipertimbangkan pada senter yang mampu

ataupun ahli bedah yang mempunyai kemampuan rekonstruksi pembedahan

payudara tanpa mengorbankan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi pada

bedah onkologi dapat dikerjakan oleh ahli bedah plastik, ahli bedah

onkologi atau ahli bedah umum yang kompeten.

3) Terapi adjuvant: radioterapi adjuvant diberikan pada BCS/BCT, baik

diberikan pada seluruh payudara ataupun hanya pada area pembedahan (on

going trial). Pemberian terapi sistemik adjuvant bersifat individual dan

dibedakan berdasarkan status KGB, umur, ukuran tumor primer, performance

status, ekspresi onkogen HER2/NE2, status dari steroid reseptor (ER/PR) dan

grade nuklear.

b. Karsinoma payudara lanjut lokal (karsinoma mama stadium

III (IIIa, IIIb, IIIc)).

Presentasi atau insiden LABC di indonesia masih cukup tinggi dan bervariasi

dari daerah yang berbeda. Biasanya berkisar antara 40 - 80%. Yang termasuk pada

LABC adalah T3 dengan N2 dan atau N3.

1) Terapi bedah: peran modalitas bedah pada LABC adalah terbatas, terutama

pada stadium IIIa dan pada bebrapa penelitian, pemberian neoadjuvant

systemic therapy pada stadium ini pun perlu dipertimbangkan.

Pembedahan yang dianjurkan adalah mastektomi radikal modifikasi

ataupun dengan mastektomi radikal standar.

2) Terapi neoadjuvant (sistemik): adalah pemberian modalitas terapi lain

selain bedah dengan tujuan untuk mengeradikasi mikrometastasis yang

diasumsikan telah ada pada saat diagnosis karsinoma payudara ditegakkan.

Dengan demikian diharapkan terapi neoadjuvan (sistemik) secara teknis

memudahkan pembedahan dan pada beberapa laporan dapat dilakukan

pembedahan konservasi payudara (BCS/BCT). Beberapa obat yang dapat

diberikan pada terapi neoadjuvant (sistemik) adalah kemoterapi A.C

(adriamycin, cyclophosphamide), CAF (cyclophosphamide, adriamycin, 5

Fluoro Uracil) /CEF (cyclophosphamide, epirubicin, 5 Fluoro Uracil), T-A

(taxanes-doxorubicin), sedangkan terapi hormonal hanya diberikan pada

17

Page 19: Referat CA Mammae

ER/PR+ dan obat yang diberikan adalah golongan Ais (Aromatase inhibitors).

c. Karsinoma payudara inflamatoir (IBC)

Tipe karsinoma payudara di atas oleh beberapa pengarang dimasukkan

dalam tipe LABC, tetapi penelitian dan hasil terapi menunjukkan bahwa IBC

merupakan karsinoma mamma yang agresif dan mempunyai prognosis lebih

buruk. Terapi pada umumnya neoadjuvant chemotherapy, surgery or radiation

therapy, dan adjuvant chemotherapy. Komponen terapi pada bedah IBC

memberikan kontrol loko-regional yang lebih baik dibandingkan radioterapi saja.

d. Karsinoma payudara bermetastasis

Pada stadium ini terapi bedah bukan merupakan pilihan lagi. Pemberian

terapi sistemik baik kemoterapi maupun terapi hormonal menjadi pilihan utama.

Kemoterapi terapeutik merupakan pilihan utama pada viseral metastasis (life

threatening metastasis), agressive breast cancer (high grade, HER2

overexspression ER/PR- P53 overekspression), umur muda. Sebaliknya terapi

hormonal diberikan pada karsinoma payudara yang lebih indolen, ER/PR+, bone

metastasis, low gradees. Peran bedah hanya sebagai tindakan adjuvant atau

paliatif, untuk mengambil sisa tumor, menghentikan perdarahan, dengan sarat

bahwa pembedahan tetap harus memenuhi sarat pembedahan yang onkologis.

II.9 REHABILITASI DAN FOLLOW UP6

a. Rehabilitasi

- Pra operatif:

1. Persiapan pembedahan:pemeriksaan lab, ko-morbiditas, “imaging”

2. Evaluasi fungsi respirasi, pada usia lanjut “latihan nafas”

- Pasca bedah:

Hari 1-2:

1. Latihan “lingkup gerak sendi” sekitar/ipsilateral daerah operasi (sendi siku, bahu

secara bertahap)

18

Page 20: Referat CA Mammae

2. Latihan relaksasi otot leher dan thorak

3. Aktif mobilisasi

Hari 3-5

1. Latihan gerak lengan bahu ipsilateral operasi lebih bebas

2. Latihan relaksasi

3. Bebas gerakan

4. Edukasi untuk tetap mempertahankan “lingkup gerak sendi” dengan berlatih

secara teratur

5. Edukasi untuk menjaga agar lengan ipsilateral pembedahan untuk tetap sehat,

tidak dipasang infus (mencegah trombophlebitis) dan untuk mencegah terjadinya

lymphedema lengan.

b. Follow up

Sebagian besar rekurensi (>50%) biasanya terjadi dalam 2 tahun sesudah

pembedahan, tetapi rekurensi bisa terjadi sampai dengan 20 tahun pasca bedah.

Follow up ditunjukan untuk menemukan rekuransi dini. Beberapa senter di

Indonesia menganjurkan interval kontrol sebagai berikut:

- Tahun 1 dan 2 : kontrol setiap 2 bulan.

- Tahun 3 s/d 5 : kontrol setiap 3 bulan

- Tahun > 5 : kontrol setiap 6 bulan

atau

- 6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan

- 6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan

- > 3 tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan

- > 5 tahun : kontrol setiap tahun

Pemeriksaan meliputi:

- SADARI setiap bulan

- Pemeriksaan fisik oleh dokter

- Pemeriksaan imaging:

Mamografi setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama

Torack foto setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama

USG liver setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama

Bone scan setiap 2 tahun, kecuali jika ada indikasi

19

Page 21: Referat CA Mammae

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan merupakan suatu penelitian non eksperimental

yang dirancang secara Observatif Deskriptif dengan pengumpulan data bersifat

Deskriptif Retrispektif, yaitu suatu penelitian yang melihat ke belakang atau dengan

mengambil data-data terdahulu yang telah ada, dimana data yang digunakan berasal dari

register rawat inap rekam medik di RSUP NTB. Data diperoleh dalam bentuk sekunder

dengan mencatat apa yang telah tertulis pada register. Dari register tersebut dicatat :

1. Nama

2. Jenis Kelamin

3. Umur

4. Alamat Tempat Tinggal

5. Diagnosis

6. Tindakan/Terapi

7. Tahun Masuk Rumah Sakit

III.2 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan populasi seluruh pasien bedah yang menjalani

rawat inap di RSUP NTB dan didiagnosis menderita Carcinoma Mammae selama

periode Juli 2011 sampai Juli 2012. Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien Ca

Mammae mulai dari Juli 2012 sampai dengan Juli 2012 sebanyak 22 orang. Sedangkan

pengambilan sampel menggunakan tehnik total populasi dengan jumlah 22 responden.

III.3 VARIABEL PENELITIAN

III.3.1 Variabel Independen : umur, tempat tinggal, diagnosa, terapi.

III.3.2 Variabel Dependen : Carcinoma Mammae

20

Page 22: Referat CA Mammae

III.4 ALUR PENELITIAN

Berikut alur penelitian yang akan dilakukan :

III.5 ANALISIS DATA

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tabulasi serta grafik

sesuai dengan umur, tempat tinggal, diagnosa, terapi, dan tahun kejadian. Kemudian

data dianalisis untuk mendeskripsikan angka-angka yang mencerminkan distribusi dari

aspek-aspek yang diteliti tersebut dengan menggunakan program pengolahan data

statistik yaitu SPSS 17 for Windows.

21

Pengumpulan DataPengumpulan Data

Analisa DataAnalisa Data

Rekam Medis Pasien Ca Mammae Yang

Dirawat Di Poli Bedah RSUP NTB

Rekam Medis Pasien Ca Mammae Yang

Dirawat Di Poli Bedah RSUP NTB

HasilHasil

Rekam Medis Pasien Ca Mammae Yang

Dirawat Di Ruangan RSUP NTB

Rekam Medis Pasien Ca Mammae Yang

Dirawat Di Ruangan RSUP NTB

Page 23: Referat CA Mammae

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENGUMPULAN DATA

Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medis RSUP NTB. Jumlah

kasus Ca Mammae periode Juli 2011 sampai Juli 2012 adalah 22 kasus.

Gambaran karakteristik subjek penelitian dijabarkan berdasarkan rantang usia

penderita Ca Mammae, asal penderita Ca Mammae, lokasi Ca Mammae, stadium Ca

Mammae, tindakan pada pasien Ca Mammae, dan tahun kejadian penderita Ca

Mammae.

IV.2 PEMBAHASAN KASUS

Hasil dari tabulasi data penderita Ca Mammae periode Juli 2011 sampai juli

2012. Ditampilkan dalam beberapa tabel dan grafik di bawah ini.

IV.2.1 Angka Kejadian Ca Mammae Berdasarkan Tahun

Dari hasil pencatatan registrasi pasien didapatkan data jumlah penderita Ca

Mammae dari tahun 2011 sampai tahun 2012 yang dituangkan ke dalam tabel dan

grafik sebagai berikut.

22

Page 24: Referat CA Mammae

Tabel. Tahun Kejadian Ca Mammae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2011 7 31.8 31.8 31.8

2012 15 68.2 68.2 100.0

Total 22 100.0 100.0

Gambar. Presentase Tahun Kejadian Pasien Ca Mammae

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, dari total sampel sebanyak 22 kasus Ca

Mammae yang terjadi antara tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 terdapat

peningkatan kasus. Pada tahun 2011 terdapat 7 kasus penderita Carcinoma Mammae di

RSUP NTB. Sedangkan pada tahun 2012 meningkat signifikan menjadi 15 kasus.

IV.2.2 Rentang Usia Penderita Carcinoma Mammae

Dari hasil pencatatan registrasi pasien didapatkan data jumlah penderita Ca

Mammae berdasarkan rentang usia mulai dari 21 tahun sampai dengan di atas 50 tahun,

dituangkan ke dalam tabel dan grafik sebagai berikut.

Tabel. Rentang Usia Penderita Ca Mammae

23

Page 25: Referat CA Mammae

Tabel. Tahun Kejadian Ca Mammae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2011 7 31.8 31.8 31.8

2012 15 68.2 68.2 100.0

Total 22 100.0 100.0

`

Gambar. Presentase Rentang Usia Pasien Ca Mammae

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, dari rentang usia pasien Ca Mammae 21

tahun sampai dengan di atas 50 tahun. Penderita Ca Mammae tertinggi adalah yang

memiliki rentang usia 41 – 50 tahun dengan jumlah kasus 10 orang, diikuti oleh rentang

usia >50 tahun dengan 6 kasus, lalu 31 – 40 dengan 5 kasus, dan yang paling rendah

adalah rentang usia 21 – 40 tahun dengan hanya 1 kasus. Hal ini mengindikasikan

24

Page 26: Referat CA Mammae

bahwa semakin tinggi usia seseorang maka prevalensi kejadian Carcinoma Mammae

juga akan semakin meningkat.

IV.2.3 Asal Penderita Carcinoma Mammae

Dari hasil pencatatan registrasi pasien didapatkan data alamat atau asal penderita

Ca Mammae berdasarkan dengan Kota atau Kabupaten yang ada di Nusa Tenggara

Barat, dituangkan ke dalam tabel dan grafik sebagai berikut.

Tabel. Asal penderita Ca Mammae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kota Mataram 5 22.7 22.7 22.7

Kabupaten Lombok Barat 4 18.2 18.2 40.9

Kabupaten Lombok Utara 5 22.7 22.7 63.6

Kabupaten Lombok Tengah 1 4.5 4.5 68.2

Kabupaten Lombok Timur 3 13.6 13.6 81.8

Kabupaten Sumbawa Barat 1 4.5 4.5 86.4

Kabupaten Sumbawa 2 9.1 9.1 95.5

Kabupaten Bima 1 4.5 4.5 100.0

Total 22 100.0 100.0

25

Page 27: Referat CA Mammae

Gambar. Asal Pasien Ca Mammae

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, dari total 10 jumlah kabupaten/kota di

NTB. Terdapat data topografi asal penderita Ca Mammae dari 8 kabupaten/kota,

dimana Kota Mataram dan Kabupaen Lombok Utara menyumbang angka tertinggi

dengan 5 kasus (22,73%), diikuti oleh Kabupaen Lombok Barat dengan 4 kasus

(18,2%), lalu Kabupaten Lombok Timur dengan 3 kasus (13,6%), Kabupaten Sumbawa

dengan 2 kasus (91%), dan yang terakhir Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten

Sumbawa Barat, Kabupaten Bima masing-masing menyumbang 1 kasus (4,5%).

26

Page 28: Referat CA Mammae

IV.2.4 Lokasi Carcinoma Mammae

Dari hasil pencatatan registrasi pasien didapatkan data lokasi terjadinya

Ca Mammae berdasarkan dengan letak payudara kiri atau kanan, dituangkan ke

dalam tabel dan grafik sebagai berikut.

Tabel. Lokasi Ca Mammae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ca Mammae Dextra 13 59.1 59.1 59.1

Ca Mammae Sinistra 9 40.9 40.9 100.0

Total 22 100.0 100.0

Gambar. Lokasi Ca Mammae

27

Page 29: Referat CA Mammae

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, didapatkan lokasi Ca Mammae

berdasarkan letak payudara yang kiri (sinistra) atau yang kanan (dextra). Terlihat

bahwa pasien dengan Ca Mammae Dextra atau kanan lebih dominan dengan 13

kasus (59,1%) jika dibandingkan dengan angka kejadian pada Ca Mammae Sinistra

dengan 9 kasus (40,9%).

IV.2.5 Stadium Carcinoma Mammae

Dari hasil pencatatan registrasi pasien didapatkan data Stadium Ca

Mammae berdasarkan dengan pembagian Stadium I, II, III, dan IV, dituangkan ke

dalam tabel dan grafik sebagai berikut.

Tabel. Stadium Ca Mammae

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Stadium II 1 4.5 6.7 6.7

Stadium III 1 4.5 6.7 13.3

Stadium IV 13 59.1 86.7 100.0

Total 15 68.2 100.0

Missing System 7 31.8

Total 22 100.0

Gambar. Stadium Ca Mammae

28

Page 30: Referat CA Mammae

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, didapatkan Stadium Ca Mammae yang

sudah diklasifikasikan. Adapun Ca Mammae Stadium IV atau lanjut sangat dominan

dengan 13 kasus (86,6%), sedangkan Ca Mammae Stadium II dan III masing-masing

menyumbang 1 kasus (6,67%). Pada data ini termasuk banyak yang missing, karena di

register pasien memang tidak dilengkapi dengan diagnosa lengkap terutama staging dari

Ca Mammaenya. Juga kemungkinan karena faktor deteksi dini yang kurang memadai

dan pasien biasanya telat datang berobat sehingga untuk stadium-stadium awal Ca

Mammae tidak terdeteksi.

IV.2.6 Tindakan Pada Carcinoma Mammae

Dari hasil pencatatan registrasi pasien didapatkan data Terapi atau Tindakan

Pada Ca Mammae yang dilakukan di RSUP NTB, dituangkan ke dalam tabel dan

grafik sebagai berikut.

Tabel. Tindakan Pada Ca Mammae

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Terapi Paliatif 18 81.8 85.7 85.7

Terapi Kuratif - Bedah

Mastektomi Radikal

2 9.1 9.5 95.2

Terapi Konservatif - Bedah

Insisi Tumor Luas

1 4.5 4.8 100.0

Total 21 95.5 100.0

Missing System 1 4.5

Total 22 100.0

29

Page 31: Referat CA Mammae

Gambar. Stadium Ca Mammae

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, terapi atau tindakan yang dilakukan di

RSUP NTB terhadap pasien Ca Mammae yang terbanyak adalah terapi paliatif dengan

18 kasus (85,71%), lalu terapi kuratif – bedah mastektomi radikal dengan 2 kasus

(9,52%), dan yang terakhir terapi konservatif – bedah insisi tumor luas dengan 1 kasus

(4,76%). Terapi paliatif disini adalah termasuk kemoterapi dan radioterapi, namun yang

bisa dilakukan di RSUP NTB adalah kemoterapi, sedangkan radioterapi biasanya pasien

dirujuk ke RSUP Sanglah di Denpasar.

30

Page 32: Referat CA Mammae

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN

Dari gambaran distribusi pasien kasus Ca Mammae yang dirawat di RSUP NTB

pada periode Juli 2011 sampai dengan Juli 2012, diperoleh :

1. Prevalensi penderita Ca Mammae berdasarkan tahun kejadian memperlihatkan

terjadinya peningkatan kasus Ca Mammae. Pada tahun 2011 terdapat 7 kasus

penderita Carcinoma Mammae di RSUP NTB. Sedangkan pada tahun 2012

meningkat signifikan menjadi 15 kasus dari total 22 sampel.

2. Prevalensi penderita Ca Mammae berdasarkan usia, dari rentang usia pasien Ca

Mammae 21 tahun sampai dengan di atas 50 tahun. Penderita Ca Mammae

tertinggi adalah yang memiliki rentang usia 41 – 50 tahun dengan jumlah kasus

10 orang, sedangkan yang paling rendah adalah rentang usia 21 – 40 tahun

dengan hanya 1 kasus. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi usia

seseorang maka prevalensi kejadian Carcinoma Mammae juga akan semakin

meningkat.

3. Prevalensi penderita Ca Mammae berdasarkan asal penderita, dari total 10

jumlah kabupaten/kota di NTB. Menempatkan Kota Mataram dan Kabupaen

Lombok Utara menyumbang angka tertinggi dengan 5 kasus (22,73%), diikuti

oleh Kabupaen Lombok Barat dengan 4 kasus (18,2%), dan yang terendah

kasusnya adalah dari Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat,

Kabupaten Bima masing-masing dengan 1 kasus (4,5%).

4. Prevalensi kasus Ca Mammae berdasarkan lokasi terjadinya, didapatkan bahwa

pasien dengan Ca Mammae Dextra atau kanan lebih dominan dengan 13 kasus

(59,1%) jika dibandingkan dengan angka kejadian pada Ca Mammae Sinistra

dengan 9 kasus (40,9%).

5. Prevalensi kasus Ca Mammae berdasarkan klasifikasi stadiumnya, didapatkan

Ca Mammae Stadium IV atau lanjut sangat dominan dengan 13 kasus (86,6%),

sedangkan Ca Mammae Stadium II dan III masing-masing menyumbang 1 kasus

(6,67%).

31

Page 33: Referat CA Mammae

6. Prevalensi Ca Mammae berdasarkan terapi atau tindakan yang dilakukan di

RSUP NTB terhadap pasien Ca Mammae, yang terbanyak adalah terapi paliatif

dengan 18 kasus (85,71%).

V.2 SARAN

Setelah mendapat keterangan dari sekian banyak penjelasan, maka dengan

pertimbangan itu peneliti ingin menyampaikan beberapa saran atau masukan yang

kiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, antara lain :

1. Perlu dilakukan penyempurnaan pada kartu rekam medis pasien terutama

catatan-catatan mengenai riwayat penyakit, kelengkapan diagnosis dan terapi

agar diperoleh informasi atau data-data yang lebih jelas dan tepat, baik untuk

evaluasi pelayanan medik maupun untuk data penelitian berikutnya.

2. Diharapkan adanya screening Ca Mammae yang lebih sering dan berkelanjutan

dari pihak-pihak terkait, agar kasus-kasus Ca Mammae bisa dideteksi lebih dini

lagi.

3. Dan yang terakhir mengingat keterbatasan waktu dan tenaga, maka penelitian

ini jelas masih banyak kekurangannya. Untuk itu diharapkan agar ada penelitian

lebih lanjut, yang lebih luas dan mendalam tentang Carcinoma Mammae ini di

masa yang akan datang, sebagai pengetahuan dan bahan pembelajaran untuk

kita semua.

Tentunya dari saran di atas tanpa ada keinginan untuk meragukan berbagai

usaha maksimal yang telah dilakukan oleh para petugas paramedis dan pihak-pihak lain

yang ada di RSUP NTB dalam mengerjakan tugas dan pengabdiannya.

32

Page 34: Referat CA Mammae

DAFTAR PUSTAKA

1.Scodan, 2010. Treatment Of The Primary Tumor In Breast Cancer Patients With

Synchronous Metastases. Available at http://www.annonc.oxfordjournals.org

(diakses 25 Agustus 2012).

2.Anonim, 2012. Kanker payudara. Available at

http//www.wikipedia.org/kankerpayudara.html (diakses 25 Agustus 2012).

3.Sjamsuhidjat, De jong, 2005. Payudara. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2, Hal. 388-394.

EGC, Jakarta

4.Sabiston, 1995. Payudara. Buku Ajar Bedah. Hal.623. EGC. Jakarta.

5.Swart, 2010. Breast Cancer. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/283561-overview (diakses 25 Agustus

2012).

6.Albar, ZA. [et.al], 2006. Protokol Peraboi 2006. Perhimpunan Ahli Bedah

Ginokelogi Indonesia. Protocol peraboi. Jakarta.

7.Anonim, 2010. Angka Kejadian Kanker payudara. Available at

http://www.depkes.go.id/index.php (diakses 25 Agustus 2012).

33

Page 35: Referat CA Mammae

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat : Insiden Penderita Carcinoma Mammae Di RSUP NTB Periode

Juli 2011 – Juli 2012

Nama Mahasiswa : M.Sadid Faizin

NIM : 04.06.0012

Fakultas : Kedokteran Universitas Islam Al-Ahar Mataram

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian pada kepaniteraan klinik madya bagian

Bedah Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat

Mataram, 25 Septemeber 2012

Pembimbing

dr. Ramses Indriawan, Sp.B.

34