referat BPPV

26
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pimpinan dan tuntunanNya penulis dapat menyelesaikan referat dengan Benign Paroxymal Positional Vertigo sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Saraf di RS Panti Wilasa DR CIPTO. Melalui ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Endang K Sp.S, dr. Hexanto Sp.S, dan dr Hadi Sp.RM sebagai pembimbing. Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah presentasi kasus ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran, kritik dan masukan sangat diterima dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi semuanya. Semarang, 23 Agustus 2011 1 | Page

Transcript of referat BPPV

Page 1: referat BPPV

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pimpinan dan

tuntunanNya penulis dapat menyelesaikan referat dengan Benign Paroxymal Positional Vertigo

sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Saraf di RS Panti Wilasa DR CIPTO.

Melalui ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Endang K Sp.S, dr. Hexanto

Sp.S, dan dr Hadi Sp.RM sebagai pembimbing.

Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah presentasi kasus ini. Penulis sadar

bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran, kritik dan masukan sangat

diterima dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis

tetapi juga bagi semuanya.

Semarang, 23 Agustus 2011

Yannie Purnamasari

1 | P a g e

Page 2: referat BPPV

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan keseimbangan sering dijumpai, banyak penderita yang mengalaminya. Tidaklah

mudah untuk memahami mekanismenya. Berbagai sistem ditubuh ikut berperan untuk

mempertahankan keseimbangan. Oleh sebab itu penting untuk kita untuk mengetahuinya.

Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”= memutar. Vertigo ialah adanya sensasi

gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang

sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar (vertigo objektif) atau badan yang berputar

(vertigo subjektif). Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai

pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo

yang paling sering ditemukan adalah Benign paroxysmal positional Vertigo (BBPV). Vertigo

perlu sekali dimengerti karena merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan oleh

penderita yang datang ke praktek umum.

2 | P a g e

Page 3: referat BPPV

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar)

tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar (vertigo objektif)

atau badan yang berputar (vertigo subjektif). Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”=

memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,

pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo yang

paling sering ditemukan adalah Benign paroxysmal positional Vertigo (BBPV). Menurut

penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar / vertigo, sebanyak 20 % memiliki

BPPV, walaupun begitu BPPV sering salah diagnosa karena BPPV biasanya tidak berdiri sendiri

tetapi diikuti oleh penyakit lainnya seperti telinga atau mulut.1

2.2 Anatomi dan fisiologi keseimbangan

Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindroma vertigo antara lain adalah:2

1. Reseptor alat keseimbangan tubuh, berperan dalam proses transduksi, yaitu mengubah

rangsangan menjadi bioelektrokimia. Terdiri dari:

- Reseptor mekanis di vestibulum

- Reseptor cahaya di retina

- Reseptor mekanis di kulit, otot, dan persendian (proprioseptif)

2. Saraf aferen, berperan dalam proses transmisi, menghantarkan impuls ke pusat-pusat

keseimbangan di otak. Terdiri dari:

- Saraf vestibularis

- Saraf optikus

- Saraf spino vestibule serebelaris

3. Pusat-pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,

integrasi/koordinasi dan persepsi. Terdiri dari:

- Inti vestibularis

- Serebelum

- Kortex serebri

- Hipotalamus

- Inti okulomotorius

3 | P a g e

Page 4: referat BPPV

- Formasio retikularis

Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor

vestibuler, visual, dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang

punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang

paling kecil kontribusinya adalah propioseptik.3

Arus informasi berlangsung intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari kepala

atau tubuh. Akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan

selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu menyebabkan

permeabilitas membrane sel berubah sehingga ion kalsium menerobos masuk kedalam sel

(influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT

eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris ini lewat

saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di otak.2,3

Impuls yang dibawa saraf aferen tersebut selanjutnya dihantarkan ke inti vestibularis,

selanjutnya ke otak kecil, korteks serebri, hipotalamus, dan pusat otonomik di formation

retikularis. Meskipun banyak ragamnya neurotransmitter yang menghubungkan impuls aferen

dihantarkan oleh susunan saraf yang menggunakan neurotransmitter eksitator, misalnya

glutamate, aspartat, asetilkolin, histamine, substan P dan neuropeptida lainnya. Sedang impuls

eferen dihantarkan oleh susunan saraf yang menggunakan neurotransmitter inhibitor, antara lain:

GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin.3

2.3 Patofisiologi vertigo

Dalam kondisi fisiologis/ normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan

tubuh yang berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan

diperbandingkan, bila semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut

secara wajar untuk direspons. Respons yang muncul berupa penyesuaian dari otot-otot mata dan

penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Disamping itu orang menyadari posisi kepala dan

tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda atau gejala kegawatan (alarm reaction)

dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.

Disamping itu, respons penyesuaian dari otot-otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul

gerakan abnormal dari mata yang disebut nistagmus, unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan.

Bagaimana bisa timbul reaksi kegawatan tersebut, belum ada kesepakatan pendapat.

Beberapa teori dikemukakan oleh para pakar, antara lain:

4 | P a g e

Page 5: referat BPPV

1. Konflik sensoris

Rangsangan diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir informasi di pusat-pusat

alat keseimbangan tubuh yang selanjutnya meningkatkan kegiatan susunan saraf pusat dan

sekitarnya terutama pusat saraf otonom, korteks dan selanjutnya muncul sindroma vertigo.

2. Neural mismatch (sensory rearrangement theory)

Rangsangan gerakan yang dihadapi tidak sesuai dengan harapan yang sudah tersimpan di

memori dan pengalaman gerakan sebelumnya. Setiap kali mengalami rangsangan gerakan,

pengalaman ini disimpan di memori diduga letaknya diotak kecil dan korteks serebri. Bila

pola gerakan yang baru tidak sesuai (mismatch) dengan pola gerakan yang sudah ada di

memori, maka timbul reaksi kegawatan (sindroma mabuk gerakan/ vertigo). Disamping itu

terjadi koreksi / penyusunan kembali pola gerakan yang sedang diahadapi sama dengan

pola yang ada di memori. Dalam hal ini orang tersebut sudah beradaptasi. Makin besar

perbedaan/ketidaksesuaian (discrepancy) antara pola gerakan yang sedang dihadapi

dengan pola gerakan yang tersimpan di memori, makin hebat sindroma yang muncul.

Makin lama proses sensory rearrangement itu berlangsung makin lama juga adaptasi orang

tersebut terjadi.

3. Ketidakseimbangan saraf otonomik

Sindroma muncul karena terjadi ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsangan

gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke dominan saraf parasimpatis timbul

sindroma tersebut, sebaliknya, bila mengarah kedominasi saraf simpatis sindroma

menghilang.

4. Neurohumoral (sinaps)

Munculnya sindroma vertigo / mabuk gerak, berawal dari pelepasan corticotrophin

releasing factor (CRF) dari hipotalamus akibat rangsangan gerakan. CRF selanjutnya

meningkatkan kegiatan susunan saraf simpatis di locus caeruleus, hipokampus, korteks

serebri dan sebagainya.

CRF membangkitkan respons susunan saraf pusat terhadap stress fisik maupun psikis yang

dapat dihambat oleh pemberian obat anticemas, benzodiasepin. Dalam hal ini, mekanisme

kerja CRF diduga lewat peningkatan influx kalsium, oleh karena dapat dihambat

timbulnya respons tersebut dengan pemberian obat golongan calcium entry blocker,

verapamil. CRF meningkatkan sekresi stress hormone lewat jalur hipotalamus-hipofisa-

adrenalis. Rangsangan terhadap korteks limbic/hipokampus menimbulkan gejala ansietas

dan atau depresi. Peningkatan kegiatan locus coeruleus oleh CRF, menyebabkan

keseimbangan saraf otonom mengarah ke dominan saraf simpatik dan timbul sindroma:

5 | P a g e

Page 6: referat BPPV

pucat dan rasa dingin di kulit, serta peluh dingin dan vertigo. Bila dominasi ke saraf

parasimpatis, sebagai akibat otoregulasi sinaps, maka muncul gejala mual, muntah,

hipersalivasi. Rangsangan terhadap locus caeruleus juga menyebabkan gejala panik. Bila

sindroma tersebut berulang akibat rangsangan/latihan, maka siklus perubahan dominasi

saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang sampai suatu saat terjadi

perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif) dan jumlah reseptor (down regulation), serta

penurunan bertahap influx calcium. Dalam keadaan ini, sindroma vertigo / mabuk gerak

akan menghilang dan orang disebut dalam keadaan teradaptasi. Ekspose berlebihan

dengan bahan agonisnya (neurohormon) menyebabkan perubahan mekanisme sinaps

(CNS plasticity) dalam bentuk hiposensitifitas, down regulatied, dan progressive closure

of Ca channels.3

2.4 Etiologi Vertigo

Penyakit yang dapat menimbulkan gejala vertigo bermacam-macam, menurut Osterveld ada

sekitar 80-100 macam penyakit. Beberapa di antaranya dapat dikemukakan berikut ini:3

I. Penyakit sistem vestibuler perifer

a. Telinga bagian luar: serumen, benda asing

b. Telingan bagian tengah: retraksi membrane timpani, otitis media purulenta akuta,

otitis media dengan efusi, labirititis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.

c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vascular, alergi,

hidrops labirin (morbus meniere), mabuk gerakan, vertigo postural.

d. Nervus VIII: infeksi, trauma, tumor

e. Inti vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, thrombosis arteria serebeli posterior

inferior, tumor, sklerosis multipleks.

II. Penyakit Susunan saraf pusat

a. Hipoksia-iskemia otak : hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia, hipertensi

kardiovaskuler, fibrilasi atrium paroksimal, stenosis aorta &insufisiensi, sindroma

sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.

b. Infeksi: meningitis, ensefalitis, abses, lues.

c. Trauma kepala/labirin

d. Tumor

e. Migren

f. epilepsi

III. Kelainan endokrin

Hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medulla adrenalis, keadaan menstruasi-

hamil-menopause.

6 | P a g e

Page 7: referat BPPV

IV. Kelainan psikiatri

Depresi, neurosa cemas, sindroma hiperventilasi, fobia

V. Kelainan mata

Kelainan proprioseptik

VI. Intoksikasi

2.5 BPPV

2.5.1 Definisi BPPV

Vertigo posisional ialah vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu.

Benign paroksimal posisional vertigo ini adalah vertigo kelainan perifer yang paling sering

ditemukan, yaitu sekitar 30%. Pada penyakit ini, terlebih bila telinga yang terlibat ditempatkan di

sebelah bawah, menimbulkan vertigo yang berat yang berlangsung singkat. Sindrom ini ditandai

dengan vertigo yang berat dan disertai oleh nausea dan muntah. Vertigo akan mereda bila

penderita terus mempertahankan sikap atau posisi yang mencetuskannya, namun penderita

umumnya segera mengubah sikap atau posisinya untuk menghindari sensasi yang tidak

menyenangkan. Sekiranya penderita terus mempertahankan sikapnya pada sikap yang memicu

vertigo, intensitas vertigo akan berkurang dan kemudian mereda.4

2.5.2 Predisposisi BPPV

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia 40-50 tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria.

BPPV jarang dijumpai pada anak-anak dan orang yang sangat tua. 4,5

2.5.3 Etiologi BPPV

Sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV dijumpai

setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi

stapedektomi. Pada usia lanjut banyak disebabkan oleh degenerasi system vestibular di telinga

dalam. Semakin bertambah usia semakin meningkat angka kejadian BPPV. Banyak BPPV yang

timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula

bejana semisirkular posterior. Deposit ini menyebabkan bejana semisirkular jadi sensitive

terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah. Penyebab lain

yang signifikan meski jarang adalah neuritis vestibularis akibat infeksi virus di telinga, stroke

minor yang melibatkan sindrom AICA, serta penyakit meniere. Bilateral BPPV lebih sering

ditemukan pada pos traumatis. 6

Beberapa penyebab BPPV yang sering ditemukan adalah sebagai berikut5:

7 | P a g e

Page 8: referat BPPV

39% idiopathic

21% trauma

29% ear diseases

9% chronic otitis media

7% vestibular neuronitis

7% Ménière disease

4% otosclerosis

2% sudden sensorineural hearing loss

11% CNS disease

9% vertebrobasilar insufficiency

2% acoustic neuroma

2% cervical vertigo

Teori kupulolitiasis

Pada tahun 1962 Harold Schuknecht MD mengajukan teori kupulolitiasis (heavy cupula). Melalui

photomicrographs dia menemukan partikel padat banyak mengandung kalsium yang terdapat di

kupula. Partikel (debris) ini berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari macula utrikulus

yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang

letaknya langsung di bawah macula utrikulus. Debris ini menyebabkan lebih berat disbanding

endolimf sekitarnya, sehingga menjadi lebih sensitive terhadap perubahan gravitasi.

Teori kanalolitiasis

Tahun 1980 Epley memplubikasikan teorinya tentang kanalolitiasis. Dia beranggapan bahwa

gejala BPPV lebih konsisten pada densitas yang bergerak bebas dikanalis posterior dibanding

yang melekat pada kupula. Saat posisi kepala tegak partikel berada di kanalis semi sirkularis

posterior pada posisi yang sangat tergantung pada gravitasi. Sehingga sewaktu kepala bergerak

terlentang partikel berotasi sampai 900 sepanjang kanal. Setelah beberapa saat gaya gravitasi akan

menarik partikel bergerak turun. Hal ini menyebabkan endolimf bergerak menjauhi ampula dan

menjadikan kupula defleksi yang berakibat timbulnya nistagmus. Rotasi sebaliknya (bangun)

berakibat defleksi kupula, maka disines dengan gerak nistagmus pada arah yang berlawanan.

8 | P a g e

Page 9: referat BPPV

Pergeseran massa otokonia membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten

sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo. Gerakan posisi kepala yang berulang akan

menyebabkan otokonia terlepas dan masuk kedalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan

timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya nistagmus atau vertigo disamping adanya mekanisme

kompensasi sentral. Meski konsep kanalolitiasis didukung oleh beberapa temuan histologist dan

intraoperatif, namun bukti yang paling meyakinkan adalah kemaknaan dari maneuver posisional

dimana didapatkan kanal menjadi bersih dari partikel yang bergerak.6

2.5.4 Manifestasi klinis BPPV

Perjalanan penyakit BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan menghilang

secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa

waktu, bulan atau tahun. Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari satu menit.

Namun bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirkannya lebih lama, sampai beberapa

menit. Nistagmus kadang dapat terjadi, biasanya bersifat torsional (rotatoar). Dengan rekaman

ENG nistagmus ini dapat direkam dan dianalisa. Pada keadaan remisi ENG menjadi normal.

Pasien dengan BPPV mengeluh terjadinya episode vertigo yang singkat (<1menit) yang

muncul saat kepala dalam posisi tipikal, biasanya dengan leher ekstensi. Beberapa gerakan dapat

memicu timbulnya BPPV adalah berguling diatas tempat tidur, gerak berbaring atau bangun dari

duduk/tiduran, kepala menengadah atau menunduk. Oleh karena itu sering sekali vertigo diketahui

oleh pasien pertama kali saat bangun tidur. Vertigo pada BPPV memiliki 3 gambaran

karakteristik:

1. Latency: dimulai beberapa detik gerakan provokativ kepala.

2. Transience : secara spontan akan mereda bila posisi provokasi dipertahankan secara statis

selama beberapa waktu(30-60 detik)

3. Fatigability : gerakan berulang pada posisi yang sama dalam waktu pendek akan

menghasilkan penurunan gejala. 7

Pada beberapa orang BPPV dapat sedemikian berat sehingga gerakan sedikit pada kepala dapat

memprovokasi vertigo, sedang yang lainnya hanya pada gerakan posisi tertentu. Setiap serangan

BPPV berlangsung dalam beberapa detik, namun sesudah satu serial serangan pasien dapat

mengeluh adanya dizziness dan imbalance dalam beberapa jam atau hari. Lazimnya gejala BPPV

akan muncul sendiri dan berhenti dalam beberapa hari atau bulan, dimana diselingi oleh interval

tanpa gejala selama beberapa bulan atau tahun.

9 | P a g e

Page 10: referat BPPV

2.5.5 Diagnosis BPPV

Diagnosis BPPV ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, tes vestibularis dan

auditorius, serta pemeriksaan penunjang lain bila dibutuhkan. Sering diagnosis cukup hanya

dengan anamnesis saja misal bila ada riwayat pasca trauma kapitis. Bila dijumpai disines

posisional dimana gejala memburuk saat berdiri dibanding saat berbaring maka dicurugai suatu

hipotensi ortostatik. Suatu jenis vertigo central yang jarang seperti ataxia spinoserebelaris, dapat

dijumpai BPPV pada “bed spins” sehingga pasien lebih menyukai tidur dengan setengah duduk.

Dicurigai suatu penyebab vascular bila ada paralisis kanal lateral yang unilateral. Tes provokasi

yang paling popular untuk konfirmasi suatu BPPV adalah dengan maneuver Hallpike. Pada

prosedur ini kepala diputar dengan mengacu gravitasi pada bidang kanal posterior. Teknik

maneuver ini adalah:1

- Pasien diminta membuka mata

- Posisi duduk dengan menengok kekiri atau kanan

- Lalu dengan cepat badan pasien dibaringkan, sehingga kepala tergantung

- Posisi dipertahankan dan dilihat adanya nistagmus dan keluhan vertigo

- Lalu dengan cepat pasien didudukan kembali

- Bila tidak dijumpai vertigo maneuver tersebut diulang dengan kepala menengok pada

sisi sebaliknya

- Untuk melihat adanya fatigue, lakukan tes ini berulang 2-3 kali

2.5.5.1 Laboratorium

Tes laboratorium tidak disarankan untuk mendiagnosis BPPV, karena BPPV berhubungan erat

dengan penyakit telinga dalam. laboratorium dibutuhkan hanya untuk menyingkirkan diferential

diagnosis.5

2.5.5.2 Imaging

Bila ditemukan kelainan abnormal pada pemeriksaan fisik general dan pemeriksaan saraf, maka

pemeriksaaan imaging seperti MRI yang lebih memperhatikan daerah batang otak dan struktur

fossa posterior.5 MRI akan dilakukan bila didapatkan kecurigaan stroke atau tumor otak.6

2.5.5.3 Tes lain

Pemeriksaan elektroensefalografi (ENG) dibutuhkan untuk melihat lebih jelas jenis nistagmus.5,6

10 | P a g e

Page 11: referat BPPV

Tes kalori dapat normal atau hipofungsi. Pada BPPV dapat tidak ada respon kalori tes pada

telinga yang sakit, karena suplai saraf dan pembuluh darah ke kanalis horizontalis yang membagi

dari kanalis posterior semisirkularis.5

2.5.6 Diagnosis Diferential

Vertigo Central

Gangguan di batang otak atau di serebelum biassanya merupakan penyebab vertigo central. Untuk

mengetahui kelainan berada di batang otak perlu ditanyakan diplopia, parestesia, perubahan

sensibilitas, dan fungsi motorik. Gangguan atau disfungsi serebulum kadang-kadang sulit

ditentukan. Misalnya stroke serebelar gejalanya menyerupai gangguan vestibular perifer.

Dicurigai gangguan serebelar bila terdapat gangguan koordinasi, misalnya sulit melakukan

gerakan supinasi-pronasi (dysdiadokokinesia), sulit melakukan percobaan tunjuk hidung.4

Tabel 1 Karakteristik perifer vertigo posisional vs central

Pembeda Peripheral central

Latency

(Waktu untuk timbulnya vertigo atau

nystagmus)

0-40 detik (rata-rata 7.8) Latency Tidak

Dimulai segera

Jangka waktu

(Tanda-tanda dan gejala dari episode

tunggal)

kurang dari 1 menit Gejala dapat bertahan

Kelelahan (habituasi) (mengurangi tanda-

tanda dan gejala dengan pengulangan

manuver provokatif)

Ya

87% Tidak ada

Nistagmus rotatoar vertikal

Intensitas tanda dan gejala

Parah vertigo, nystagmus

ditandai, gejala sistemik

seperti mual

Biasanya ringan vertigo,

nystagmus kurang intens,

mual langka

Reproduktifitas Tidak konsisten Lebih konsisten

Tes tunjuk hidung baik buruk

Disdiadokokinesia - +

11 | P a g e

Page 12: referat BPPV

2.5.7 Terapi BPPV

BPPV sering dikatakan self limiting, karena gejala yang timbul biasanya sering berkurang atau

menghilang dalam 6 bulan. Bila dijumpai keluhan mual, muntah yang menyertai rasa pusing

berputar maka beberapa jenis obat anti vertigo dapat diberikan meski kadang kurang bermanfaat.

Beberapa bentuk maneuver fisik dan latihan terbukti efektif. Bentuk pengobatan non

medikamentosa ini dilakukan ditempat praktek dan dirumah. Terdapat 2 bentuk pengobatan di

praktek yang efektif (80%) yaitu maneuver Semont dan Epley yang masing-masing membutuhkan

waktu sekitar 15 menit. Maneuver semont meliputi prosedur dimana pasien dengan cepat bergerak

dari berbaring di satu sisi ke sisi lainnya. Maneuver ini cukup singkat, tapi kurang banyak

diminati. Maneuver Epley kadang disebut sebagai particle / canalith repositioning procedure. Pada

teknik ini terderi dari 4 posisi dengan masing-masing membutuhkan waktu 30 detik. Angka

kekambuhan BPPV setelah maneuver Epley ini mencapai 30% setahun, untuk kepentingan lebih

lanjut maka pengulangan maneuver ini perlu dilakukan.

Setelah menjalani terapi maneuver di tempat praktek ini, selama sekitar 10 menit pasien diminta

menunggu dulu untuk menghindari efek “quick spins” yang bisa timbul akibat reposisi debris.

Dirumah pasien diharapkan istirahat berbaring dengan posisi kepala dan badan 450 lebih tinggi.

Bila tindakan maneuver ini di praktek belum membaik maka dirumah dapat dilakukan metode

latihan Brandt-Darrof. Teknik ini dilakukan 3 kali sehari dan membutuhkan waktu 2 minggu

latihan.

Apabila beberapa maneuver tersebut diatas masih belum efektif dalam mengontrol gejala, dan

gejala tersebut menetap selama lebih dari setahun, serta terdapat kejelasan diagnosis (jenis dan

lokasi di telinga) maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan. Terapi bedah hanya dapat

dilakukan pada kanalis posterior, sedang pada kanalis lain mempunyai risiko yang besar untuk

terjadinya ketulian. Teknik bedah tersebut adalah dengan melakukan oklusi mekanik pada kanal

posterior yang terganggu. Pendekatan melalui mastoidektomi, dengan cara drilling tulang mastoid

di belakang telinga, dengan perlahan membuka dan menutup kembali kanal dengan serpihan

tulang atau material lain. 7

12 | P a g e

Page 13: referat BPPV

Gambar 1. Maneuver Epley

Terapi terdiri dari :

1. Terapi kausal

Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya, walaupun demikian bilamana

penyebabnya dapat ditemukan maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal

disesuaikan dengan penyebab bersangkutan

2. Terapi simtomatik

Terapi simtomatik ditujukan pada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo dan gejala otonom

(mual,muntah). Gejala-gejala tersebut timbul paling berat pada vertigo vestibular fase

akut, dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari karena adanya mekanisme

kompensasi sentral. Oleh karena pada fase ini pasien biasanya cemas maka perlu diberikan

obat simtomatik. Obat-obat supresan vestibular dapat menghalangi mekanisme

kompensasi sentral, maka pemberiannya secukupnya saja untuk mengurangi gejala,

tujuannya agar pasien dapat segera dimobilisasi untuk melakukan latihan rehabilitatif.

- Calcium entry blocker

Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamate,

meningkatkan aktivitas NMDA specific channel, dan bekerja langsung sebagai

depressor labirin. Bisa untuk vertigo central dan perifer.

Obat: flunarisin 5-10 mg (1x1)

- Antihistamin

13 | P a g e

Page 14: referat BPPV

Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik dengan akibat inhibisi

n.vestibularis.

Obat: sinarisin 25 mg (3x1), dimenhidrinat 50 mg (3x1), prometasin 25-50 mg (3x1)

- Antikolinergik

Mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras ekstatori-kolinergik ke

n.vestibularis yang bersifat kolinergik. Mengurangi firing rate dan respon

n.vestibularis terhadap rangsang.

Obat: skopolamin 0,6 mg(3x1), atropine 0,4 mg (3x1)

- Monoaminergik

Merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada n.vestibularis, akibatnya mengurangi

eksitabilitas neuron.

Obat: amfetamin 5-10 mg(3x1), efedrin 25 mg (3x1)

- Fenotiasin (antidopaminergik)

Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongata.

Obat: klorpromasin 25 mg(3x1), proklorperasin 3 mg(3x1), haloperidol, droperidol.

- Bensodiasepin

Menurunkan resting activity neuron pada n.vestibularis, dengan menekan recticular

facilitatory system.

Obat: diazepam 2-5 mg(3x1)

- Histaminik

Inhibisi neuron polisinaptik pada n.vestibularis lateralis.

Obat: betahistin 8 mg(3x1)

3. Terapi rehabilitatif

Tujuannya adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan

habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular.

Mekanisme kerja terapi ini adalah melalui:

a. Substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi vestibular yang

terganggu.

b. Mengaktifkan kendali pada tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual, dan

somatosensori.

c. Menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang

diberikan berulang-ulang.

Latihan vestibular:

A. Metode Brandt-Daroff

Metode ini diberikan pada penderita BPPV dengan cara:

14 | P a g e

Page 15: referat BPPV

- pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kaki tergantung

- tutup kedua mata

- berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik

- duduk tegak kembali

- setelah 30 detik baringkan tubuh ke sisi lain dengan cara yang sama, tunggu

selama 30 detik

- duduk tegak kembali

- lakukan 5 kali pada pagi hari dan malam hari sampai 2 hari berturut-turut tidak

timbul vertigo lagi

Gambar 2. Metode brandt-daroff

B. Latihan visual vestibular

I. Pada pasien yang masih berbaring

a. Melirik keatas, kebawah, kesamping kiri, kanan. Ulangi gerakan sambil

menatap jari yang diferakan pada jarak 30 cm, mula-mula gerkannya lambat

makin lama makin cepat.

b. Gerakan kepala fleksi dan ekstensi, makin lama makin cepat. Diulang dengan

mata tertutup, setelah itu gerakan kepala kekiri dan kekanan dengan urutan

yang sama.

II. Pasien yang sudah bisa duduk

a. Gerakan kepala dengan cepat keatas dan kebawah sebanyak 5 kali, lalu tunggu

10 detik atau lebih lama sampai vertigo menghilang. Ulangi sebanyak 3 kali.

15 | P a g e

Page 16: referat BPPV

b. Gerakan kepala menatap kekiri/kanan atas selama 30 detik, kembali ke posisi

biasa selama 30 detik, lalu menatap keatas sisi lain selama 30 detik dan

seterusnya. Ulangi sebanyak 3 kali.

c. Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang diletakan di lantai.

III. Pasien yang sudah bisa berdiri

a. Gerakan mata, kepala seperti lathan Ia, Ib dan IIa, IIb.

b. Duduk dikursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.

C. Latihan berjalan / gait exercise

1. Jalan menyeberang ruangan dengan mata terbuka dan tertutup bergantian.

2. Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian. Lalu jalan tandem

dengan kepala menghadap keatas.

3. Jalan turun-naik pada lantai miring atau undakan dengan mata terbuka dan tertutup

bergantian.

4. Jalan mengelilingi seseorang sambil saling melempar bola dengannya.

5. Physical conditioning dengan melakukan olahraga bowling, basket, jogging,

rowing.3

2.5.8 Prognosis

BPPV bukan tanda dari suatu penyakit serius dan biasanya membaik sendiri dalam 6 minggu

sejak awal onset. Namun gejala BPPV dapat sangat mengganggu dan bahkan membahayakan

terutama pada usia lanjut, dimana gangguan keseimbangan yang timbul dapat mengakibatkan

terjatuh sehingga berakibat fraktur. 8

Benign paroxysmal positional vertigo mempunyai kekambuhan, dan kambuhnya serangan ini

sangat bervariasi dapat beberapa minggu, hari atau bulan, bahkan ada yang tidak mengalami

kekambuhan kembali.4 Dapat dikatakan BPPV memiliki prognosis yang baik dalam segi vitalitas,

fungsional, ataupun sanationam.

16 | P a g e

Page 17: referat BPPV

BAB III

KESIMPULAN

BPPV terjadi akibat dari perubahan posisi kepala yang cepat dan tibat-tiba, biasanya akan

dirasakan pusing yang sangat berat, yang berlangsung bervariasi di semua orang, bisa lama atau

hanya beberapa menit sasja. Penderita kadang merasakan lebih baik jika berbaring diam saja.

Vertigo dapat berlangsung selama berhari-hari dan disertai dengan mual muntah. Hasilnya

pendertia akan merasa amat sangat panic dan segera melarikan diri untuk berobat, tak jarang

pasien seperti ini ditemukan di unit gawat darurat. BPPV disebabkan oleh pengendapan kalsium

di dalam salah satu alat penyeimbangan di dalam telinga, tetapi sebagian besar penyebabnya

belum dikethui hingga sekarang. Beberapa dugaan yang dikemukakan oleh para ahli adalah,

trauma pada alat keseimbangan, infeksi, sisa pembedangan telinga, degenerative karena usai dan

kelainan pembuluh darah. Vertigo berbeda dengan dizziness, suatu pengalaman yang mungkin

pernah kita rasakan, yaitu kepala terasa ringan saat akan berdiri. Sedangkan vertigo bisa lebih

berat dari itu, misalnya dapat membuat kita sulit untuk melangkah karena rasa berputar yang

mempengaruhi keseimbangan tubuh. Adanya penyakit vertigo menandakan adanya gangguan

system vestibular seseorang.

17 | P a g e

Page 18: referat BPPV

DAFTAR PUSTAKA

1. Gejala klinis vertigo diunduh dari www.infokedokteran.com , 2011.

2. Criguer, A.S.C Lekouelleur, J. The vestibular Type I Hair Cells: A self –Regulated System

Acta Otolaryngol, 1994; suppl 513: 11-14.

3. Kelompok studi vertigo perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Vertigo

patofisiologi, diagnosis, dan terapi. 2007.

4. Lumbantobing, S.M. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: FKUI, 2003. Hal: 43-47.

5. BPPV diunduh dari www.emedicine.com , 2011.

6. Bintoro, A.C. Benign Paroxymal Positional Vertigo. Semarang: badan penerbit FK

UNDIP, 2006.

7. Maryland hearing and balance centre. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).

University of meryland medical center available from url: http//

www.umm.edu/otolaryngology/bppv.html

8. Cleveland clinic. Benign paroxysmal positional vertigo. Diunduh dari

url:http://www.clevelandclinic.org/health.info/info/3500.

18 | P a g e