referat BPPV
Transcript of referat BPPV
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pimpinan dan
tuntunanNya penulis dapat menyelesaikan referat dengan Benign Paroxymal Positional Vertigo
sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Saraf di RS Panti Wilasa DR CIPTO.
Melalui ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Endang K Sp.S, dr. Hexanto
Sp.S, dan dr Hadi Sp.RM sebagai pembimbing.
Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah presentasi kasus ini. Penulis sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran, kritik dan masukan sangat
diterima dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis
tetapi juga bagi semuanya.
Semarang, 23 Agustus 2011
Yannie Purnamasari
1 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan keseimbangan sering dijumpai, banyak penderita yang mengalaminya. Tidaklah
mudah untuk memahami mekanismenya. Berbagai sistem ditubuh ikut berperan untuk
mempertahankan keseimbangan. Oleh sebab itu penting untuk kita untuk mengetahuinya.
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”= memutar. Vertigo ialah adanya sensasi
gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang
sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar (vertigo objektif) atau badan yang berputar
(vertigo subjektif). Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo
yang paling sering ditemukan adalah Benign paroxysmal positional Vertigo (BBPV). Vertigo
perlu sekali dimengerti karena merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan oleh
penderita yang datang ke praktek umum.
2 | P a g e
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar)
tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar (vertigo objektif)
atau badan yang berputar (vertigo subjektif). Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere”=
memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyangan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo yang
paling sering ditemukan adalah Benign paroxysmal positional Vertigo (BBPV). Menurut
penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar / vertigo, sebanyak 20 % memiliki
BPPV, walaupun begitu BPPV sering salah diagnosa karena BPPV biasanya tidak berdiri sendiri
tetapi diikuti oleh penyakit lainnya seperti telinga atau mulut.1
2.2 Anatomi dan fisiologi keseimbangan
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindroma vertigo antara lain adalah:2
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh, berperan dalam proses transduksi, yaitu mengubah
rangsangan menjadi bioelektrokimia. Terdiri dari:
- Reseptor mekanis di vestibulum
- Reseptor cahaya di retina
- Reseptor mekanis di kulit, otot, dan persendian (proprioseptif)
2. Saraf aferen, berperan dalam proses transmisi, menghantarkan impuls ke pusat-pusat
keseimbangan di otak. Terdiri dari:
- Saraf vestibularis
- Saraf optikus
- Saraf spino vestibule serebelaris
3. Pusat-pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,
integrasi/koordinasi dan persepsi. Terdiri dari:
- Inti vestibularis
- Serebelum
- Kortex serebri
- Hipotalamus
- Inti okulomotorius
3 | P a g e
- Formasio retikularis
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan propioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang
punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah propioseptik.3
Arus informasi berlangsung intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari kepala
atau tubuh. Akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan
selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut (hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu menyebabkan
permeabilitas membrane sel berubah sehingga ion kalsium menerobos masuk kedalam sel
(influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT
eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris ini lewat
saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di otak.2,3
Impuls yang dibawa saraf aferen tersebut selanjutnya dihantarkan ke inti vestibularis,
selanjutnya ke otak kecil, korteks serebri, hipotalamus, dan pusat otonomik di formation
retikularis. Meskipun banyak ragamnya neurotransmitter yang menghubungkan impuls aferen
dihantarkan oleh susunan saraf yang menggunakan neurotransmitter eksitator, misalnya
glutamate, aspartat, asetilkolin, histamine, substan P dan neuropeptida lainnya. Sedang impuls
eferen dihantarkan oleh susunan saraf yang menggunakan neurotransmitter inhibitor, antara lain:
GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin.3
2.3 Patofisiologi vertigo
Dalam kondisi fisiologis/ normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh yang berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, bila semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut
secara wajar untuk direspons. Respons yang muncul berupa penyesuaian dari otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Disamping itu orang menyadari posisi kepala dan
tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda atau gejala kegawatan (alarm reaction)
dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.
Disamping itu, respons penyesuaian dari otot-otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul
gerakan abnormal dari mata yang disebut nistagmus, unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan.
Bagaimana bisa timbul reaksi kegawatan tersebut, belum ada kesepakatan pendapat.
Beberapa teori dikemukakan oleh para pakar, antara lain:
4 | P a g e
1. Konflik sensoris
Rangsangan diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir informasi di pusat-pusat
alat keseimbangan tubuh yang selanjutnya meningkatkan kegiatan susunan saraf pusat dan
sekitarnya terutama pusat saraf otonom, korteks dan selanjutnya muncul sindroma vertigo.
2. Neural mismatch (sensory rearrangement theory)
Rangsangan gerakan yang dihadapi tidak sesuai dengan harapan yang sudah tersimpan di
memori dan pengalaman gerakan sebelumnya. Setiap kali mengalami rangsangan gerakan,
pengalaman ini disimpan di memori diduga letaknya diotak kecil dan korteks serebri. Bila
pola gerakan yang baru tidak sesuai (mismatch) dengan pola gerakan yang sudah ada di
memori, maka timbul reaksi kegawatan (sindroma mabuk gerakan/ vertigo). Disamping itu
terjadi koreksi / penyusunan kembali pola gerakan yang sedang diahadapi sama dengan
pola yang ada di memori. Dalam hal ini orang tersebut sudah beradaptasi. Makin besar
perbedaan/ketidaksesuaian (discrepancy) antara pola gerakan yang sedang dihadapi
dengan pola gerakan yang tersimpan di memori, makin hebat sindroma yang muncul.
Makin lama proses sensory rearrangement itu berlangsung makin lama juga adaptasi orang
tersebut terjadi.
3. Ketidakseimbangan saraf otonomik
Sindroma muncul karena terjadi ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsangan
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke dominan saraf parasimpatis timbul
sindroma tersebut, sebaliknya, bila mengarah kedominasi saraf simpatis sindroma
menghilang.
4. Neurohumoral (sinaps)
Munculnya sindroma vertigo / mabuk gerak, berawal dari pelepasan corticotrophin
releasing factor (CRF) dari hipotalamus akibat rangsangan gerakan. CRF selanjutnya
meningkatkan kegiatan susunan saraf simpatis di locus caeruleus, hipokampus, korteks
serebri dan sebagainya.
CRF membangkitkan respons susunan saraf pusat terhadap stress fisik maupun psikis yang
dapat dihambat oleh pemberian obat anticemas, benzodiasepin. Dalam hal ini, mekanisme
kerja CRF diduga lewat peningkatan influx kalsium, oleh karena dapat dihambat
timbulnya respons tersebut dengan pemberian obat golongan calcium entry blocker,
verapamil. CRF meningkatkan sekresi stress hormone lewat jalur hipotalamus-hipofisa-
adrenalis. Rangsangan terhadap korteks limbic/hipokampus menimbulkan gejala ansietas
dan atau depresi. Peningkatan kegiatan locus coeruleus oleh CRF, menyebabkan
keseimbangan saraf otonom mengarah ke dominan saraf simpatik dan timbul sindroma:
5 | P a g e
pucat dan rasa dingin di kulit, serta peluh dingin dan vertigo. Bila dominasi ke saraf
parasimpatis, sebagai akibat otoregulasi sinaps, maka muncul gejala mual, muntah,
hipersalivasi. Rangsangan terhadap locus caeruleus juga menyebabkan gejala panik. Bila
sindroma tersebut berulang akibat rangsangan/latihan, maka siklus perubahan dominasi
saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang sampai suatu saat terjadi
perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif) dan jumlah reseptor (down regulation), serta
penurunan bertahap influx calcium. Dalam keadaan ini, sindroma vertigo / mabuk gerak
akan menghilang dan orang disebut dalam keadaan teradaptasi. Ekspose berlebihan
dengan bahan agonisnya (neurohormon) menyebabkan perubahan mekanisme sinaps
(CNS plasticity) dalam bentuk hiposensitifitas, down regulatied, dan progressive closure
of Ca channels.3
2.4 Etiologi Vertigo
Penyakit yang dapat menimbulkan gejala vertigo bermacam-macam, menurut Osterveld ada
sekitar 80-100 macam penyakit. Beberapa di antaranya dapat dikemukakan berikut ini:3
I. Penyakit sistem vestibuler perifer
a. Telinga bagian luar: serumen, benda asing
b. Telingan bagian tengah: retraksi membrane timpani, otitis media purulenta akuta,
otitis media dengan efusi, labirititis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vascular, alergi,
hidrops labirin (morbus meniere), mabuk gerakan, vertigo postural.
d. Nervus VIII: infeksi, trauma, tumor
e. Inti vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, thrombosis arteria serebeli posterior
inferior, tumor, sklerosis multipleks.
II. Penyakit Susunan saraf pusat
a. Hipoksia-iskemia otak : hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia, hipertensi
kardiovaskuler, fibrilasi atrium paroksimal, stenosis aorta &insufisiensi, sindroma
sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
b. Infeksi: meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c. Trauma kepala/labirin
d. Tumor
e. Migren
f. epilepsi
III. Kelainan endokrin
Hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medulla adrenalis, keadaan menstruasi-
hamil-menopause.
6 | P a g e
IV. Kelainan psikiatri
Depresi, neurosa cemas, sindroma hiperventilasi, fobia
V. Kelainan mata
Kelainan proprioseptik
VI. Intoksikasi
2.5 BPPV
2.5.1 Definisi BPPV
Vertigo posisional ialah vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu.
Benign paroksimal posisional vertigo ini adalah vertigo kelainan perifer yang paling sering
ditemukan, yaitu sekitar 30%. Pada penyakit ini, terlebih bila telinga yang terlibat ditempatkan di
sebelah bawah, menimbulkan vertigo yang berat yang berlangsung singkat. Sindrom ini ditandai
dengan vertigo yang berat dan disertai oleh nausea dan muntah. Vertigo akan mereda bila
penderita terus mempertahankan sikap atau posisi yang mencetuskannya, namun penderita
umumnya segera mengubah sikap atau posisinya untuk menghindari sensasi yang tidak
menyenangkan. Sekiranya penderita terus mempertahankan sikapnya pada sikap yang memicu
vertigo, intensitas vertigo akan berkurang dan kemudian mereda.4
2.5.2 Predisposisi BPPV
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia 40-50 tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria.
BPPV jarang dijumpai pada anak-anak dan orang yang sangat tua. 4,5
2.5.3 Etiologi BPPV
Sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV dijumpai
setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi
stapedektomi. Pada usia lanjut banyak disebabkan oleh degenerasi system vestibular di telinga
dalam. Semakin bertambah usia semakin meningkat angka kejadian BPPV. Banyak BPPV yang
timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula
bejana semisirkular posterior. Deposit ini menyebabkan bejana semisirkular jadi sensitive
terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah. Penyebab lain
yang signifikan meski jarang adalah neuritis vestibularis akibat infeksi virus di telinga, stroke
minor yang melibatkan sindrom AICA, serta penyakit meniere. Bilateral BPPV lebih sering
ditemukan pada pos traumatis. 6
Beberapa penyebab BPPV yang sering ditemukan adalah sebagai berikut5:
7 | P a g e
39% idiopathic
21% trauma
29% ear diseases
9% chronic otitis media
7% vestibular neuronitis
7% Ménière disease
4% otosclerosis
2% sudden sensorineural hearing loss
11% CNS disease
9% vertebrobasilar insufficiency
2% acoustic neuroma
2% cervical vertigo
Teori kupulolitiasis
Pada tahun 1962 Harold Schuknecht MD mengajukan teori kupulolitiasis (heavy cupula). Melalui
photomicrographs dia menemukan partikel padat banyak mengandung kalsium yang terdapat di
kupula. Partikel (debris) ini berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari macula utrikulus
yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang
letaknya langsung di bawah macula utrikulus. Debris ini menyebabkan lebih berat disbanding
endolimf sekitarnya, sehingga menjadi lebih sensitive terhadap perubahan gravitasi.
Teori kanalolitiasis
Tahun 1980 Epley memplubikasikan teorinya tentang kanalolitiasis. Dia beranggapan bahwa
gejala BPPV lebih konsisten pada densitas yang bergerak bebas dikanalis posterior dibanding
yang melekat pada kupula. Saat posisi kepala tegak partikel berada di kanalis semi sirkularis
posterior pada posisi yang sangat tergantung pada gravitasi. Sehingga sewaktu kepala bergerak
terlentang partikel berotasi sampai 900 sepanjang kanal. Setelah beberapa saat gaya gravitasi akan
menarik partikel bergerak turun. Hal ini menyebabkan endolimf bergerak menjauhi ampula dan
menjadikan kupula defleksi yang berakibat timbulnya nistagmus. Rotasi sebaliknya (bangun)
berakibat defleksi kupula, maka disines dengan gerak nistagmus pada arah yang berlawanan.
8 | P a g e
Pergeseran massa otokonia membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten
sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo. Gerakan posisi kepala yang berulang akan
menyebabkan otokonia terlepas dan masuk kedalam endolimfe, hal ini yang menyebabkan
timbulnya fatigue, yaitu berkurangnya nistagmus atau vertigo disamping adanya mekanisme
kompensasi sentral. Meski konsep kanalolitiasis didukung oleh beberapa temuan histologist dan
intraoperatif, namun bukti yang paling meyakinkan adalah kemaknaan dari maneuver posisional
dimana didapatkan kanal menjadi bersih dari partikel yang bergerak.6
2.5.4 Manifestasi klinis BPPV
Perjalanan penyakit BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus gangguan menghilang
secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat kambuh setelah beberapa
waktu, bulan atau tahun. Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari satu menit.
Namun bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirkannya lebih lama, sampai beberapa
menit. Nistagmus kadang dapat terjadi, biasanya bersifat torsional (rotatoar). Dengan rekaman
ENG nistagmus ini dapat direkam dan dianalisa. Pada keadaan remisi ENG menjadi normal.
Pasien dengan BPPV mengeluh terjadinya episode vertigo yang singkat (<1menit) yang
muncul saat kepala dalam posisi tipikal, biasanya dengan leher ekstensi. Beberapa gerakan dapat
memicu timbulnya BPPV adalah berguling diatas tempat tidur, gerak berbaring atau bangun dari
duduk/tiduran, kepala menengadah atau menunduk. Oleh karena itu sering sekali vertigo diketahui
oleh pasien pertama kali saat bangun tidur. Vertigo pada BPPV memiliki 3 gambaran
karakteristik:
1. Latency: dimulai beberapa detik gerakan provokativ kepala.
2. Transience : secara spontan akan mereda bila posisi provokasi dipertahankan secara statis
selama beberapa waktu(30-60 detik)
3. Fatigability : gerakan berulang pada posisi yang sama dalam waktu pendek akan
menghasilkan penurunan gejala. 7
Pada beberapa orang BPPV dapat sedemikian berat sehingga gerakan sedikit pada kepala dapat
memprovokasi vertigo, sedang yang lainnya hanya pada gerakan posisi tertentu. Setiap serangan
BPPV berlangsung dalam beberapa detik, namun sesudah satu serial serangan pasien dapat
mengeluh adanya dizziness dan imbalance dalam beberapa jam atau hari. Lazimnya gejala BPPV
akan muncul sendiri dan berhenti dalam beberapa hari atau bulan, dimana diselingi oleh interval
tanpa gejala selama beberapa bulan atau tahun.
9 | P a g e
2.5.5 Diagnosis BPPV
Diagnosis BPPV ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, tes vestibularis dan
auditorius, serta pemeriksaan penunjang lain bila dibutuhkan. Sering diagnosis cukup hanya
dengan anamnesis saja misal bila ada riwayat pasca trauma kapitis. Bila dijumpai disines
posisional dimana gejala memburuk saat berdiri dibanding saat berbaring maka dicurugai suatu
hipotensi ortostatik. Suatu jenis vertigo central yang jarang seperti ataxia spinoserebelaris, dapat
dijumpai BPPV pada “bed spins” sehingga pasien lebih menyukai tidur dengan setengah duduk.
Dicurigai suatu penyebab vascular bila ada paralisis kanal lateral yang unilateral. Tes provokasi
yang paling popular untuk konfirmasi suatu BPPV adalah dengan maneuver Hallpike. Pada
prosedur ini kepala diputar dengan mengacu gravitasi pada bidang kanal posterior. Teknik
maneuver ini adalah:1
- Pasien diminta membuka mata
- Posisi duduk dengan menengok kekiri atau kanan
- Lalu dengan cepat badan pasien dibaringkan, sehingga kepala tergantung
- Posisi dipertahankan dan dilihat adanya nistagmus dan keluhan vertigo
- Lalu dengan cepat pasien didudukan kembali
- Bila tidak dijumpai vertigo maneuver tersebut diulang dengan kepala menengok pada
sisi sebaliknya
- Untuk melihat adanya fatigue, lakukan tes ini berulang 2-3 kali
2.5.5.1 Laboratorium
Tes laboratorium tidak disarankan untuk mendiagnosis BPPV, karena BPPV berhubungan erat
dengan penyakit telinga dalam. laboratorium dibutuhkan hanya untuk menyingkirkan diferential
diagnosis.5
2.5.5.2 Imaging
Bila ditemukan kelainan abnormal pada pemeriksaan fisik general dan pemeriksaan saraf, maka
pemeriksaaan imaging seperti MRI yang lebih memperhatikan daerah batang otak dan struktur
fossa posterior.5 MRI akan dilakukan bila didapatkan kecurigaan stroke atau tumor otak.6
2.5.5.3 Tes lain
Pemeriksaan elektroensefalografi (ENG) dibutuhkan untuk melihat lebih jelas jenis nistagmus.5,6
10 | P a g e
Tes kalori dapat normal atau hipofungsi. Pada BPPV dapat tidak ada respon kalori tes pada
telinga yang sakit, karena suplai saraf dan pembuluh darah ke kanalis horizontalis yang membagi
dari kanalis posterior semisirkularis.5
2.5.6 Diagnosis Diferential
Vertigo Central
Gangguan di batang otak atau di serebelum biassanya merupakan penyebab vertigo central. Untuk
mengetahui kelainan berada di batang otak perlu ditanyakan diplopia, parestesia, perubahan
sensibilitas, dan fungsi motorik. Gangguan atau disfungsi serebulum kadang-kadang sulit
ditentukan. Misalnya stroke serebelar gejalanya menyerupai gangguan vestibular perifer.
Dicurigai gangguan serebelar bila terdapat gangguan koordinasi, misalnya sulit melakukan
gerakan supinasi-pronasi (dysdiadokokinesia), sulit melakukan percobaan tunjuk hidung.4
Tabel 1 Karakteristik perifer vertigo posisional vs central
Pembeda Peripheral central
Latency
(Waktu untuk timbulnya vertigo atau
nystagmus)
0-40 detik (rata-rata 7.8) Latency Tidak
Dimulai segera
Jangka waktu
(Tanda-tanda dan gejala dari episode
tunggal)
kurang dari 1 menit Gejala dapat bertahan
Kelelahan (habituasi) (mengurangi tanda-
tanda dan gejala dengan pengulangan
manuver provokatif)
Ya
87% Tidak ada
Nistagmus rotatoar vertikal
Intensitas tanda dan gejala
Parah vertigo, nystagmus
ditandai, gejala sistemik
seperti mual
Biasanya ringan vertigo,
nystagmus kurang intens,
mual langka
Reproduktifitas Tidak konsisten Lebih konsisten
Tes tunjuk hidung baik buruk
Disdiadokokinesia - +
11 | P a g e
2.5.7 Terapi BPPV
BPPV sering dikatakan self limiting, karena gejala yang timbul biasanya sering berkurang atau
menghilang dalam 6 bulan. Bila dijumpai keluhan mual, muntah yang menyertai rasa pusing
berputar maka beberapa jenis obat anti vertigo dapat diberikan meski kadang kurang bermanfaat.
Beberapa bentuk maneuver fisik dan latihan terbukti efektif. Bentuk pengobatan non
medikamentosa ini dilakukan ditempat praktek dan dirumah. Terdapat 2 bentuk pengobatan di
praktek yang efektif (80%) yaitu maneuver Semont dan Epley yang masing-masing membutuhkan
waktu sekitar 15 menit. Maneuver semont meliputi prosedur dimana pasien dengan cepat bergerak
dari berbaring di satu sisi ke sisi lainnya. Maneuver ini cukup singkat, tapi kurang banyak
diminati. Maneuver Epley kadang disebut sebagai particle / canalith repositioning procedure. Pada
teknik ini terderi dari 4 posisi dengan masing-masing membutuhkan waktu 30 detik. Angka
kekambuhan BPPV setelah maneuver Epley ini mencapai 30% setahun, untuk kepentingan lebih
lanjut maka pengulangan maneuver ini perlu dilakukan.
Setelah menjalani terapi maneuver di tempat praktek ini, selama sekitar 10 menit pasien diminta
menunggu dulu untuk menghindari efek “quick spins” yang bisa timbul akibat reposisi debris.
Dirumah pasien diharapkan istirahat berbaring dengan posisi kepala dan badan 450 lebih tinggi.
Bila tindakan maneuver ini di praktek belum membaik maka dirumah dapat dilakukan metode
latihan Brandt-Darrof. Teknik ini dilakukan 3 kali sehari dan membutuhkan waktu 2 minggu
latihan.
Apabila beberapa maneuver tersebut diatas masih belum efektif dalam mengontrol gejala, dan
gejala tersebut menetap selama lebih dari setahun, serta terdapat kejelasan diagnosis (jenis dan
lokasi di telinga) maka tindakan bedah dapat dipertimbangkan. Terapi bedah hanya dapat
dilakukan pada kanalis posterior, sedang pada kanalis lain mempunyai risiko yang besar untuk
terjadinya ketulian. Teknik bedah tersebut adalah dengan melakukan oklusi mekanik pada kanal
posterior yang terganggu. Pendekatan melalui mastoidektomi, dengan cara drilling tulang mastoid
di belakang telinga, dengan perlahan membuka dan menutup kembali kanal dengan serpihan
tulang atau material lain. 7
12 | P a g e
Gambar 1. Maneuver Epley
Terapi terdiri dari :
1. Terapi kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya, walaupun demikian bilamana
penyebabnya dapat ditemukan maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal
disesuaikan dengan penyebab bersangkutan
2. Terapi simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan pada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo dan gejala otonom
(mual,muntah). Gejala-gejala tersebut timbul paling berat pada vertigo vestibular fase
akut, dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari karena adanya mekanisme
kompensasi sentral. Oleh karena pada fase ini pasien biasanya cemas maka perlu diberikan
obat simtomatik. Obat-obat supresan vestibular dapat menghalangi mekanisme
kompensasi sentral, maka pemberiannya secukupnya saja untuk mengurangi gejala,
tujuannya agar pasien dapat segera dimobilisasi untuk melakukan latihan rehabilitatif.
- Calcium entry blocker
Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamate,
meningkatkan aktivitas NMDA specific channel, dan bekerja langsung sebagai
depressor labirin. Bisa untuk vertigo central dan perifer.
Obat: flunarisin 5-10 mg (1x1)
- Antihistamin
13 | P a g e
Efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik dengan akibat inhibisi
n.vestibularis.
Obat: sinarisin 25 mg (3x1), dimenhidrinat 50 mg (3x1), prometasin 25-50 mg (3x1)
- Antikolinergik
Mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras ekstatori-kolinergik ke
n.vestibularis yang bersifat kolinergik. Mengurangi firing rate dan respon
n.vestibularis terhadap rangsang.
Obat: skopolamin 0,6 mg(3x1), atropine 0,4 mg (3x1)
- Monoaminergik
Merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada n.vestibularis, akibatnya mengurangi
eksitabilitas neuron.
Obat: amfetamin 5-10 mg(3x1), efedrin 25 mg (3x1)
- Fenotiasin (antidopaminergik)
Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medulla oblongata.
Obat: klorpromasin 25 mg(3x1), proklorperasin 3 mg(3x1), haloperidol, droperidol.
- Bensodiasepin
Menurunkan resting activity neuron pada n.vestibularis, dengan menekan recticular
facilitatory system.
Obat: diazepam 2-5 mg(3x1)
- Histaminik
Inhibisi neuron polisinaptik pada n.vestibularis lateralis.
Obat: betahistin 8 mg(3x1)
3. Terapi rehabilitatif
Tujuannya adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan
habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular.
Mekanisme kerja terapi ini adalah melalui:
a. Substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi vestibular yang
terganggu.
b. Mengaktifkan kendali pada tonus inti vestibular oleh serebelum, sistem visual, dan
somatosensori.
c. Menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang
diberikan berulang-ulang.
Latihan vestibular:
A. Metode Brandt-Daroff
Metode ini diberikan pada penderita BPPV dengan cara:
14 | P a g e
- pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kaki tergantung
- tutup kedua mata
- berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik
- duduk tegak kembali
- setelah 30 detik baringkan tubuh ke sisi lain dengan cara yang sama, tunggu
selama 30 detik
- duduk tegak kembali
- lakukan 5 kali pada pagi hari dan malam hari sampai 2 hari berturut-turut tidak
timbul vertigo lagi
Gambar 2. Metode brandt-daroff
B. Latihan visual vestibular
I. Pada pasien yang masih berbaring
a. Melirik keatas, kebawah, kesamping kiri, kanan. Ulangi gerakan sambil
menatap jari yang diferakan pada jarak 30 cm, mula-mula gerkannya lambat
makin lama makin cepat.
b. Gerakan kepala fleksi dan ekstensi, makin lama makin cepat. Diulang dengan
mata tertutup, setelah itu gerakan kepala kekiri dan kekanan dengan urutan
yang sama.
II. Pasien yang sudah bisa duduk
a. Gerakan kepala dengan cepat keatas dan kebawah sebanyak 5 kali, lalu tunggu
10 detik atau lebih lama sampai vertigo menghilang. Ulangi sebanyak 3 kali.
15 | P a g e
b. Gerakan kepala menatap kekiri/kanan atas selama 30 detik, kembali ke posisi
biasa selama 30 detik, lalu menatap keatas sisi lain selama 30 detik dan
seterusnya. Ulangi sebanyak 3 kali.
c. Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang diletakan di lantai.
III. Pasien yang sudah bisa berdiri
a. Gerakan mata, kepala seperti lathan Ia, Ib dan IIa, IIb.
b. Duduk dikursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan tertutup.
C. Latihan berjalan / gait exercise
1. Jalan menyeberang ruangan dengan mata terbuka dan tertutup bergantian.
2. Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian. Lalu jalan tandem
dengan kepala menghadap keatas.
3. Jalan turun-naik pada lantai miring atau undakan dengan mata terbuka dan tertutup
bergantian.
4. Jalan mengelilingi seseorang sambil saling melempar bola dengannya.
5. Physical conditioning dengan melakukan olahraga bowling, basket, jogging,
rowing.3
2.5.8 Prognosis
BPPV bukan tanda dari suatu penyakit serius dan biasanya membaik sendiri dalam 6 minggu
sejak awal onset. Namun gejala BPPV dapat sangat mengganggu dan bahkan membahayakan
terutama pada usia lanjut, dimana gangguan keseimbangan yang timbul dapat mengakibatkan
terjatuh sehingga berakibat fraktur. 8
Benign paroxysmal positional vertigo mempunyai kekambuhan, dan kambuhnya serangan ini
sangat bervariasi dapat beberapa minggu, hari atau bulan, bahkan ada yang tidak mengalami
kekambuhan kembali.4 Dapat dikatakan BPPV memiliki prognosis yang baik dalam segi vitalitas,
fungsional, ataupun sanationam.
16 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
BPPV terjadi akibat dari perubahan posisi kepala yang cepat dan tibat-tiba, biasanya akan
dirasakan pusing yang sangat berat, yang berlangsung bervariasi di semua orang, bisa lama atau
hanya beberapa menit sasja. Penderita kadang merasakan lebih baik jika berbaring diam saja.
Vertigo dapat berlangsung selama berhari-hari dan disertai dengan mual muntah. Hasilnya
pendertia akan merasa amat sangat panic dan segera melarikan diri untuk berobat, tak jarang
pasien seperti ini ditemukan di unit gawat darurat. BPPV disebabkan oleh pengendapan kalsium
di dalam salah satu alat penyeimbangan di dalam telinga, tetapi sebagian besar penyebabnya
belum dikethui hingga sekarang. Beberapa dugaan yang dikemukakan oleh para ahli adalah,
trauma pada alat keseimbangan, infeksi, sisa pembedangan telinga, degenerative karena usai dan
kelainan pembuluh darah. Vertigo berbeda dengan dizziness, suatu pengalaman yang mungkin
pernah kita rasakan, yaitu kepala terasa ringan saat akan berdiri. Sedangkan vertigo bisa lebih
berat dari itu, misalnya dapat membuat kita sulit untuk melangkah karena rasa berputar yang
mempengaruhi keseimbangan tubuh. Adanya penyakit vertigo menandakan adanya gangguan
system vestibular seseorang.
17 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Gejala klinis vertigo diunduh dari www.infokedokteran.com , 2011.
2. Criguer, A.S.C Lekouelleur, J. The vestibular Type I Hair Cells: A self –Regulated System
Acta Otolaryngol, 1994; suppl 513: 11-14.
3. Kelompok studi vertigo perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Vertigo
patofisiologi, diagnosis, dan terapi. 2007.
4. Lumbantobing, S.M. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: FKUI, 2003. Hal: 43-47.
5. BPPV diunduh dari www.emedicine.com , 2011.
6. Bintoro, A.C. Benign Paroxymal Positional Vertigo. Semarang: badan penerbit FK
UNDIP, 2006.
7. Maryland hearing and balance centre. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).
University of meryland medical center available from url: http//
www.umm.edu/otolaryngology/bppv.html
8. Cleveland clinic. Benign paroxysmal positional vertigo. Diunduh dari
url:http://www.clevelandclinic.org/health.info/info/3500.
18 | P a g e