Referat BPH
Transcript of Referat BPH
BAB I
PEMBAHASAN
Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari vesika
urinaria.
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan
panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra
pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan
sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada
kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari
otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli
dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal
kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan
bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid.
Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,
bulat dan kecil. Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus yaitu lobus medius, lobus lateralis, lobus
anterior, dan lobus posterior.
Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam . Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja
sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat
dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.
1
Benign Prostat Hiperplasia
Pada banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami
pembesaran, memanjang ke arah kandung kemih dan penyumbatan aliran urin dengan dengan
menutup orifisium uretra. Hipertrofi prostat adalah pertumbuhan dari nodula-nodula
fibroadematosa majemuk dalam prostat. Sebenarnya istilah hipertrofi kurang tepat karena
yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli
ke perifer dan menjadi simpai bedah.
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh
penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang
jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang
sering menyebutnya dengan hipertrofi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hiperplasia.
PEMERIKSAAN 2,3
Untuk melalukan pemeriksaan yang membantu kita dalam diagnosis, maka perlu dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu
ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit
saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk
menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner, dimana yang
umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Anamnesis
yang dilakukan adalah :
1. Perasaan vesika urinaria tidak kosong setelah miksi
2. Sering / tidaknya miksi
3. Terdapat arus kemih yang berhenti saat miksi / tidak
4. Tidak dapat menahan miksi / dapat
5. Terjadi arus lemah saat miksi / tidak
6. Terjadi kesulitan memulai miksi / tidak
7. Nokturia
2
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,
reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Adakah asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan
pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus
prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit
pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain
yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra
anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan
teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri
tekan supra simfisis.
3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Darah : - Ureum dan Kreatinin
- Elektrolit
- Blood urea nitrogen
- Prostate Specific Antigen (PSA)
- Gula darah
b. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test
- Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
- Sedimen
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran
kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui
adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
b. Pielografi Intravena (IVP)
- pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling
defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
- mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel atau sakulasi buli – buli.
- foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
4
c. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram
retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
- deteksi pembesaran prostat
- mengukur volume residu urin
e. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam
potongan.
PEMERIKSAAN LAIN
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :
- daya kontraksi otot detrusor
- tekanan intravesica
- resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8
ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi
semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
5
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan
pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.
Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat
diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang
masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat)
dengan membuat foto post voiding atau USG.
DIAGNOSIS KERJA 4
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai
prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas
atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
4. Pemeriksaan pencitraan : Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek
isian kontras pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke
atas berbentuk seperti mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography
(TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.
5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu
urin yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).
6
DIAGNOSIS BANDING 5
Batu uretra
striktura uretra
Infeksi saluran kemih
Prostatitis
Kelainan saraf (kandung kemih neorologik), misal pada lesi medula spinalis,
neoropati diabetes, bedah radikal, obat-obatan( penenang, penghambat reseptor
ganglion dan parasimpatometik).
Kekakuan detrusor akibat Fibrosis pada buli-buli.
Tumor, keganasan di buli-buli.
ETIOLOGI 6
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).11
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi
BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen
(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif
7
testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa
dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)
yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth
factor.
3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel
dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu
dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga
terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral
prostat menjadi berlebihan.
8
5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam
“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam
sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi
5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi
“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini
mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam
inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan
kelenjar prostat.
6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding”
kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.
Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada
embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya
“reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic
induction potential of prostatic stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial,
teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan
aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya
tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.
9
EPIDEMIOLOGI 7
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran
yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam
ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat
bisa mengalami perubahan hiperplasi.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan
kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita
akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat
tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya
pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan
mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik
(kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.7
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka
kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari
angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
Faktor resiko pada BPH :
Penuaan — Faktor resiko utama
Herediter / Keturunan — Riwayat keluarga
Status Pernikahan — Pria yang menikah memiliki kecendrungan menderita BPH
dibandingkan Pria Lajang (Single)
Nationality / Ras — BPH atau pembesaran prostat lebih sering diderita orang
Amerika dan Eropa daripada laki-laki Asia
PATOFISIOLOGI 8
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
10
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
11
MANIFESTASI KLINIS 9
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala
obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena
prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan
atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga
meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos
prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya
kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara
mengukur :
a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini
dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan
12
kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post
voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong,
sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa
urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan
intervensi pada penderita prostat hipertrofi.
b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk
dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal
di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average
flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.
Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8
ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan
pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan
obstruksi infravesikal.
Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal
ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk
menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit
harus dilakukan secara teratur.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica
sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)
13
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis
derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa
urin > 150 ml
Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat
berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume
prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang
biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut
nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga
menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan
oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka
akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam
vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini
berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu
lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica
tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan
apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi
inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan
terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises
ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal
akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada
infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat
menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid.
Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan
didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan
terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga
pielonefritis.3
14
Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat
beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan
menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-
gajala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) dan skor Madsen
Iversen.
Tabel 1. Skor Madsen Iversen dalam bahasa Indonesia
Pertanyaan 1 2 3 4 5Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes
Mengedan pada saat berkemih
Tidak Ya
Harus menunggu pada saat akan kencing
Tidak Ya
Buang air kecil terputus-putus
Tidak Ya
Kencing tidak lampias
Tidak tahu
Berubah-ubah Tidak lampias
1 kali retensi
>1 kali retensi
Inkontinensia Ya
Kencing sulit ditunda
Tidak ada Ringan Sedang Berat
Kencing malam hari
0-1 2 3-4 >4
Kencing siang hari
>3 jam sekali
Setiap 2-3 jam sekali
Setiap 1-2 jam sekali
<1 jam sekali
Tabel 2. Skor internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate
Symptom Score, IPSS)
Pertanyaan
Keluhan pada bulan terakhir
Tidak sama sekali
<1 sampai 5 kali
>5 sampai 15 kali
15 kali > 15 kali Hampir selalu
Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil
0
Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah buang air kecil
0 1 2 3 4 5
Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu
0 1 2 3 4 5
15
buang air kecilBerapa kali anda tidak dapat menahan keinginan buang air kecil
0 1 2 3 4 5
Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu buang kecil
0 1 2 3 4 5
Berapa kali terjadi anda mengalami kesulitan memulai buang air kecil (harus mengejan)
0 1 2 3 4 5
Berapa kali anda bangun untuk buang air kacil di waktu malam
0 1 2 3 4 5
Andaikata hal yang anda alami sekarang akan tetap berlangsung seumur hidup, bagaimana perasaan anda
Sangat senang
Cukup senag
Biasa saja Agak tidak senang
Tidak menyenangkan
Sangat tidak menyenangkan
Jumlah nilai :
0 = baik sekali
1 = baik
2 = kurang baik
3 = kurang
4 = buruk
5 = buruk sekali
PENATALAKSANAAN 11
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien
kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan
hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi.
Indikasi absolut dilakukan operasi adalah :
1. Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan
kateter urin sedikitnya satu kali.
2. Infeksi saluran kencing berulang.
3. Gross hematuria berulang.
4. Batu buli-buli.
5. Insufisiensi ginjal.
6. Divertikula buli-buli
16
Watchful waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan
symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya
komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan
menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami
perbaikan gejala secara spontan.
Medika Mentosa
1. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat
memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam
mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a.
Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif
dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa
pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan
waktu paruhnya.
2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan
testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel
prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala.
Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap
ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya
ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi
kombinasi tambahan sedang berlangsung.
4. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk
tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama
beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan
fitoterapi belum banyak diuji.
17
Operasi konvensional
1. Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi.
Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2
hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat
invasif minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograde (75%), impoten
(5-10%) dan inkotinensia urin (<1%).
2. Transurethral incision of the prostate
Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia
komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih
mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan kurang
menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.
3. Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi
terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk
dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan
divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan.
Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun
retropubik.
Terapi minimal invasif
1. Laser
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah kehilangan darah minimal, sindroma
TUR jarang terjadi, dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan,
dan dapat dilakukan out patient procedure.Sedangkan kerugian operasi dengan laser
adalah sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi, pemasangan keteter postoperasi
lebih lama, lebih iritatif, dan biaya besar.
2. Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus
tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan
cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR.
3. Hyperthermia
Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya
18
mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat pendingin
tidak diperlukan.
4. Transurethal needle ablation of the prostate
Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang akan
melaluli uretra.
5. High Intensity focused ultrasound
High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas.
Untrasound probe ditempatkan pada rektum.
6. Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan
endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.
7. Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa
prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil. Teknik
ini jarang digunakan sekarang ini.
KOMPLIKASI 11,12
Komplikasi yang sering terjadi akibat hipertrofi prostat jinak adalah :
1. Perdarahan.
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
5. Infeksi
6. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk
mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam
epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu
terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant
prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna
keperluan hubungan seksual.
19
PREVENTIF 9,11
Sekarang ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu
mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang
kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto
menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat
menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan
hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH). Hasilnya, kelenjar
prostat tidak bertambah besar.
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat antara lain :
1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.
3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke
susunan syaraf pusat.
5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.
PROGNOSIS 12
• Dubia ad bonam
• Lebih dari 90°% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala
yang dialaminya. Sekitar 10 – 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam
5 tahun.
20
BAB II
KESIMPULAN
Benign Prostate Hypertrofia sebenarnya merupakan suatu hiperplasia kelenjar
periuretral. Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum
diketahui secara pasti, beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan
meningkatnya kadar DHT dan karena proses aging (menjadi tua). Hiperplasia prostat
menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih. Tanda-tanda obyektif
hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat, pengurangan laju pancaran urin, dan
volume residu urin yang besar. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat
tidak bergantung pada ukuran besar prostat melainkan ditentukan oleh volume residu
urin dan laju pancaran urin waktu miksi. Guna menentukan derajat pembesaran
prostat dapat dilakukan dengan beberapa cara , seperti rektal grading, berdasarkan
jumlah residual urin, intra vesikal grading dan berdasarkan pembesaran kedua lobus
lateralis yang terlihat pada uretroskopi. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat
dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada pemeriksaan colok dubur
dan sisa volume urin yang digunakan untuk menentukan cara penanganan atau
penatalaksanaannya. Klasifikasi lain untuk menentukan berat gangguan miksi yaitu
dengan menggunakan skor WHO PSS, dimana skor dibawah 15 dianjurkan untuk
terapi non bedah atau terapi konservatif, sedangkan skor 25 lebih atau bila timbul
obstruksi dianjurkan terapi bedah.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah
Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama,
Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.
4. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta :
EGC, 1994.
5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997.
6. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat – Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek –
Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.
7. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan,
Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto
Mangunkusumo, 1993.
8. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK
UNDIP.
9. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH),
Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP.
10. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab. Urologi RSUD
Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.
11. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
12. Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita Selekta
Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000
22