Referat BPH

33
BAB I PEMBAHASAN Anatomi Prostat Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari vesika urinaria. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius. Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus 1

Transcript of Referat BPH

BAB I

PEMBAHASAN

Anatomi Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini

menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari vesika

urinaria.

Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan

panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra

pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan

sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada

kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari

otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa

padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli

dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan

tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal

kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan

bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan

kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid.

Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,

bulat dan kecil. Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus yaitu lobus medius, lobus lateralis, lobus

anterior, dan lobus posterior.

Fisiologi Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari

vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah

asam sitrat sehingga pH nya agak asam . Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja

sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat

dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

1

Benign Prostat Hiperplasia

Pada banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami

pembesaran, memanjang ke arah kandung kemih dan penyumbatan aliran urin dengan dengan

menutup orifisium uretra. Hipertrofi prostat adalah pertumbuhan dari nodula-nodula

fibroadematosa majemuk dalam prostat. Sebenarnya istilah hipertrofi kurang tepat karena

yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli

ke perifer dan menjadi simpai bedah.

Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh

penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang

jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang

sering menyebutnya dengan hipertrofi prostat namun secara histologi yang dominan adalah

hiperplasia.

PEMERIKSAAN 2,3

Untuk melalukan pemeriksaan yang membantu kita dalam diagnosis, maka perlu dilakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu

ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit

saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk

menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner, dimana yang

umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Anamnesis

yang dilakukan adalah :

1. Perasaan vesika urinaria tidak kosong setelah miksi

2. Sering / tidaknya miksi

3. Terdapat arus kemih yang berhenti saat miksi / tidak

4. Tidak dapat menahan miksi / dapat

5. Terjadi arus lemah saat miksi / tidak

6. Terjadi kesulitan memulai miksi / tidak

7. Nokturia

2

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,

reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam

rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti

meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan

pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus

prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas

kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit

pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi

retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.

Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain

yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra

anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan

teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri

tekan supra simfisis.

3

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

a. Darah : - Ureum dan Kreatinin

- Elektrolit

- Blood urea nitrogen

- Prostate Specific Antigen (PSA)

- Gula darah

b. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

- Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

- Sedimen

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

a. Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran

kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui

adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

b. Pielografi Intravena (IVP)

- pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling

defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter

membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).

- mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun

hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu adanya trabekulasi,

divertikel atau sakulasi buli – buli.

- foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

4

c. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram

retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

- deteksi pembesaran prostat

- mengukur volume residu urin

e. MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam

potongan.

PEMERIKSAAN LAIN

1. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :

- daya kontraksi otot detrusor

- tekanan intravesica

- resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran

mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8

ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi

semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak

dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot

5

detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan

pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.

Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat

diukur.

3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang

masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat)

dengan membuat foto post voiding atau USG.

DIAGNOSIS KERJA 4

Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai

prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan

menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas

atas semakin sulit untuk diraba.

3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya

komplikasi.

4. Pemeriksaan pencitraan : Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek

isian kontras pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke

atas berbentuk seperti mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography

(TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.

5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.

6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu

urin yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml

dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).

6

DIAGNOSIS BANDING 5

Batu uretra

striktura uretra

Infeksi saluran kemih

Prostatitis

Kelainan saraf (kandung kemih neorologik), misal pada lesi medula spinalis,

neoropati diabetes, bedah radikal, obat-obatan( penenang, penghambat reseptor

ganglion  dan parasimpatometik).

Kekakuan detrusor akibat Fibrosis pada buli-buli.

Tumor, keganasan di buli-buli.

ETIOLOGI 6

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).11

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi

BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen

(testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan

bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara

hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk

inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk

perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif

7

testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor

pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa

dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi

hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)

yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon

estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua

bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer

yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor,

transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth

factor.

3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang

dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel

dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu

dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat

berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga

terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral

prostat menjadi berlebihan.

8

5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari

kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh

globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam

keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam

“target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam

sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi

5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi

“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini

mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam

inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.

RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan

kelenjar prostat.

6. Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada

kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding”

kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.

Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada

embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya

“reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat

embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan

sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic

induction potential of prostatic stroma during adult hood.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang

penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial,

teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan

aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya

tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.

9

EPIDEMIOLOGI 7

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan

sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran

yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam

ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat

bisa mengalami perubahan hiperplasi.

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan

kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita

akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat

tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya

pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan

mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik

(kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat

ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus

berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka

kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari

angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

Faktor resiko pada BPH :

Penuaan — Faktor resiko utama

Herediter / Keturunan — Riwayat keluarga

Status Pernikahan — Pria yang menikah memiliki kecendrungan menderita BPH

dibandingkan Pria Lajang (Single)

Nationality / Ras — BPH atau pembesaran prostat lebih sering diderita orang

Amerika dan Eropa daripada laki-laki Asia 

PATOFISIOLOGI 8

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika

dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat

10

guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan

anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya

selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase

kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada

saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu

dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam

fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke

seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada

kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter

atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam

gagal ginjal.

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala

yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini

berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak

uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)

sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang

merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan

menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen

dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari

beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

11

MANIFESTASI KLINIS 9

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala

obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena

prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan

atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos

prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya

kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

mengukur :

a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini

dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan

12

kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan

ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post

voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong,

sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa

urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan

intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan

menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau

dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk

dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal

di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average

flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.

Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8

ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan

pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan

obstruksi infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal

ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk

menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit

harus dilakukan secara teratur.

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak

sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor

karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica

sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)

13

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis

derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa

urin > 150 ml

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat

berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume

prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang

biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut

nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga

menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan

oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka

akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam

vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini

berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu

lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica

tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan

apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi

inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan

terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises

ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal

akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada

infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat

menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid.

Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan

didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan

terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga

pielonefritis.3

14

Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat

beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan

menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-

gajala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) dan skor Madsen

Iversen.

Tabel 1. Skor Madsen Iversen dalam bahasa Indonesia

Pertanyaan 1 2 3 4 5Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes

Mengedan pada saat berkemih

Tidak Ya

Harus menunggu pada saat akan kencing

Tidak Ya

Buang air kecil terputus-putus

Tidak Ya

Kencing tidak lampias

Tidak tahu

Berubah-ubah Tidak lampias

1 kali retensi

>1 kali retensi

Inkontinensia Ya

Kencing sulit ditunda

Tidak ada Ringan Sedang Berat

Kencing malam hari

0-1 2 3-4 >4

Kencing siang hari

>3 jam sekali

Setiap 2-3 jam sekali

Setiap 1-2 jam sekali

<1 jam sekali

Tabel 2. Skor internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate

Symptom Score, IPSS)

Pertanyaan

Keluhan pada bulan terakhir

Tidak sama sekali

<1 sampai 5 kali

>5 sampai 15 kali

15 kali > 15 kali Hampir selalu

Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil

0

Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah buang air kecil

0 1 2 3 4 5

Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu

0 1 2 3 4 5

15

buang air kecilBerapa kali anda tidak dapat menahan keinginan buang air kecil

0 1 2 3 4 5

Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu buang kecil

0 1 2 3 4 5

Berapa kali terjadi anda mengalami kesulitan memulai buang air kecil (harus mengejan)

0 1 2 3 4 5

Berapa kali anda bangun untuk buang air kacil di waktu malam

0 1 2 3 4 5

Andaikata hal yang anda alami sekarang akan tetap berlangsung seumur hidup, bagaimana perasaan anda

Sangat senang

Cukup senag

Biasa saja Agak tidak senang

Tidak menyenangkan

Sangat tidak menyenangkan

Jumlah nilai :

0 = baik sekali

1 = baik

2 = kurang baik

3 = kurang

4 = buruk

5 = buruk sekali

PENATALAKSANAAN 11

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien

kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan

hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi.

Indikasi absolut dilakukan operasi adalah :

1. Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan

kateter urin sedikitnya satu kali.

2. Infeksi saluran kencing berulang.

3. Gross hematuria berulang.

4. Batu buli-buli.

5. Insufisiensi ginjal.

6. Divertikula buli-buli

16

Watchful waiting

Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan

symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya

komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan

menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami

perbaikan gejala secara spontan.

Medika Mentosa

1. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat

memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam

mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a.

Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif

dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa

pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan

waktu paruhnya.

2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan

testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel

prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala.

Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap

ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.

3. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase

memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya

ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi

kombinasi tambahan sedang berlangsung.

4. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk

tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama

beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan

fitoterapi belum banyak diuji.

17

Operasi konvensional

1. Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi.

Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2

hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat

invasif minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograde (75%), impoten

(5-10%) dan inkotinensia urin (<1%).

2. Transurethral incision of the prostate

Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia

komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih

mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan kurang

menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.

3. Open simple prostatectomy

Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi

terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk

dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan

divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan.

Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun

retropubik.

Terapi minimal invasif

1. Laser

Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah kehilangan darah minimal, sindroma

TUR jarang terjadi, dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan,

dan dapat dilakukan out patient procedure.Sedangkan kerugian operasi dengan laser

adalah sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi, pemasangan keteter postoperasi

lebih lama, lebih iritatif, dan biaya besar.

2. Transurethral electrovaporization of the prostate

Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus

tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan

cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR.

3. Hyperthermia

Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya

18

mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat pendingin

tidak diperlukan.

4. Transurethal needle ablation of the prostate

Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang akan

melaluli uretra.

5. High Intensity focused ultrasound

High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas.

Untrasound probe ditempatkan pada rektum.

6. Intraurethral stents

Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan

endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.

7. Transurethral balloon dilation of the prostate

Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa

prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil. Teknik

ini jarang digunakan sekarang ini.

KOMPLIKASI 11,12

Komplikasi yang sering terjadi akibat hipertrofi prostat jinak adalah :

1. Perdarahan.

2. Pembentukan bekuan

3. Obstruksi kateter

4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.

5. Infeksi

6. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan

ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung

kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk

mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam

epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker )  hampir selalu

terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant

prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna

keperluan hubungan seksual.

19

PREVENTIF 9,11

Sekarang ini sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu

mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang

kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto

menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat

menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan

hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH). Hasilnya, kelenjar

prostat tidak bertambah besar.

Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat antara lain :

1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah

pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat

berkembang menjadi kanker prostat.

2. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.

3. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan

pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.

4. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke

susunan syaraf pusat.

5. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.

PROGNOSIS 12

• Dubia ad bonam

• Lebih dari 90°% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala

yang dialaminya. Sekitar 10 – 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam

5 tahun.

20

BAB II

KESIMPULAN

Benign Prostate Hypertrofia sebenarnya merupakan suatu hiperplasia kelenjar

periuretral. Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada

populasi pria lanjut usia. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum

diketahui secara pasti, beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan

meningkatnya kadar DHT dan karena proses aging (menjadi tua). Hiperplasia prostat

menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih. Tanda-tanda obyektif

hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat, pengurangan laju pancaran urin, dan

volume residu urin yang besar. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat

tidak bergantung pada ukuran besar prostat melainkan ditentukan oleh volume residu

urin dan laju pancaran urin waktu miksi. Guna menentukan derajat pembesaran

prostat dapat dilakukan dengan beberapa cara , seperti rektal grading, berdasarkan

jumlah residual urin, intra vesikal grading dan berdasarkan pembesaran kedua lobus

lateralis yang terlihat pada uretroskopi. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat

dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada pemeriksaan colok dubur

dan sisa volume urin yang digunakan untuk menentukan cara penanganan atau

penatalaksanaannya. Klasifikasi lain untuk menentukan berat gangguan miksi yaitu

dengan menggunakan skor WHO PSS, dimana skor dibawah 15 dianjurkan untuk

terapi non bedah atau terapi konservatif, sedangkan skor 25 lebih atau bila timbul

obstruksi dianjurkan terapi bedah.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.

2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah

Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama,

Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.

4. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta :

EGC, 1994.

5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997.

6. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat – Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek –

Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.

7. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan,

Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto

Mangunkusumo, 1993.

8. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK

UNDIP.

9. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH),

Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP.

10. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab. Urologi RSUD

Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.

11. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

12. Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita Selekta

Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000

22

23