REFERAT BEDAH

76
1 I. PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini dapat membawa dampak positif sekaligus negatif. Industri otomotif merupakan salah satu industri yang sangat pesat pertumbuhanya di dunia, seiring dengan meningkatnya arus mobilisasi masyarakat dunia. Perekonomian yang semakin membaik dan peran perusahan-perusahan pembiayaan kredit kendaraan bermotor juga turut andil dalam meningkatkan daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sampai tahun 2008 jumlah total seluruh kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 65.273.451 buah. Jumlah ini hampir meningkat 2 kali lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu sebesar 38.156.278 buah. Kendaran bermotor jenis sepeda motorlah yang paling mendominasi jumlah kendaraan bermotor di Indonesia, yaitu hampir 82,46% Pertambahan jumlah kendaraan bermotor tidak diimbangi dengan pertambahan sarana jalan. Sebagai perbandingan jika total kendaraan bermotor selama tahun 2002-2006 tumbuh sebesar 24,41%, maka total jalan hanya tumbuh 1,98%. Perbandingan yang tidak seimbang ini membuat

Transcript of REFERAT BEDAH

Page 1: REFERAT BEDAH

1

I. PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini dapat

membawa dampak positif sekaligus negatif. Industri otomotif merupakan salah

satu industri yang sangat pesat pertumbuhanya di dunia, seiring dengan

meningkatnya arus mobilisasi masyarakat dunia. Perekonomian yang semakin

membaik dan peran perusahan-perusahan pembiayaan kredit kendaraan bermotor

juga turut andil dalam meningkatkan daya beli masyarakat terhadap kendaraan

bermotor.

Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berdasarkan data dari Badan

Pusat Statistik (BPS), sampai tahun 2008 jumlah total seluruh kendaraan

bermotor di Indonesia mencapai 65.273.451 buah. Jumlah ini hampir meningkat 2

kali lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu sebesar 38.156.278 buah. Kendaran

bermotor jenis sepeda motorlah yang paling mendominasi jumlah kendaraan

bermotor di Indonesia, yaitu hampir 82,46% Pertambahan jumlah kendaraan

bermotor tidak diimbangi dengan pertambahan sarana jalan. Sebagai

perbandingan jika total kendaraan bermotor selama tahun 2002-2006 tumbuh

sebesar 24,41%, maka total jalan hanya tumbuh 1,98%. Perbandingan yang tidak

seimbang ini membuat angka kecelakaan lalu lintas semakin meningkat dari tahun

ke tahun (BPS, 2008).

Fraktur merupakan masalah kesehatan yang menimbulkan kecacatan paling

tinggi dari semua trauma kecelakaan bermotor. Fraktur antebrachii merupakan

salah satu fraktur yang paling sering terjadi pada saat kecelakaan, karena pada

saat terjadi trauma dan terjatuh, seseorang biasanya menggunakan lengan

bawahnya untuk bertumpu yang akhirnya sering menimbulkan suatu perpatahan.

Fraktur ini jika tidak mendapat penanganan yang baik akan mengakibatkan hal-

hal yang tidak diinginkan dan dapat menyebabkan komplikasi yang

dapat memperburuk keadaan. Masalah-masalah tersebut tentunya

dapat berdampak bagi hilangnya fungsi kerja dan aktifitas sehari-

Page 2: REFERAT BEDAH

2

hari, ditambah perawatan dirumah sakit yang lama juga berdampak

tidak baik dari segi ekonomi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur

1. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa. Sedangkan menurut Prof. Chairuddin Rasjad,

MD, Ph.D, fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur

biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari

tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang

akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap

(Rasjad, 2008)

2. Etiologi Fraktur Pada Tulang Panjang

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan

tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan

tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan

tarikan.

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring. Fraktur dapat bersifat komunitif

dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh

dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang

paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. Pada fraktur jenis ini

biasanya jaringan lunak tetap utuh.

Page 3: REFERAT BEDAH

3

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan (Rasjad, 2008).

3. Klasifikasi Fraktur

A. Klasifikasi Etiologis :

1. Fraktur traumatik terjadi karena trauma yang tiba – tiba

2. Fraktur patologis. Fraktur ini terjadi akibat adanya kelainan atau penyakit

yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi

secara spontan atau akibat trauma ringan.

3. Fraktur stress terjadi karena adannya trauma yang terus menerus pada

suatu tempat tertentu atau stress yang kecil dan berulang-ulang pada

daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali

ditemukan pada anggota gerak atas.

B. Klasifikasi Klinis :

1. Fraktur tertutup (simple fracture) adalah suatu fraktur yang tidak

mempunyai hubungan dengan dunia luar.

2. Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur yang mempunyai

hubungan dengan dunia luar sehingga terjadi kontaminasi bakteri

sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Klasifikasi fraktur terbuka

menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990), yaitu:

a. Tipe 1

Laserasi kurang dari 2 cm. Fraktur sederhana dan dislokasi

fragmen minimal

b. Tipe 2

Laserasi lebih dari 2 cm dan terdapat kontusi otot disekitarnya.

Dislokasi fragmen jelas.

c. Tipe 3

Page 4: REFERAT BEDAH

4

Luka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan disekitarnya.

Fraktur kominutif, segmental, dan fragmen tulang ada yang hilang.

Tipe 3 dibagi lagi dalam 3 subtipe:

1. Tipe III A

jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun

terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. fraktur

bersifat segmental atau komunitif yang hebat

2. Tipe III B

fraktur di sertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan

dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang

terbuka, kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang

hebat.

3. Tipe III C

fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang

memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan

jaringan lunak. (De jong, 2005)

Klasifikasi fraktur terbuka juga dapat dinilai dari sistem skoring

sardjito (SSS), dengan memberikan skoring pada variabel yang meliputi

kerusakan kulit, kerusakan otot, kondisi tulang, kondisi neurovaskuler dan

derajat kontaminasi, kemudian skor dijumlahkan.

Batasan Skor

I. Skin damage. A. Wound:

< 5 cm long (in-out) 5-10 cm > 10 cm

B. Condition of skin No devitalized edge of wound without

contution Contused edge of wound/subcutans or with

small area of degloving Large area of degloving or skin loss or skin

avulsion

123

1

2

3

Page 5: REFERAT BEDAH

5

II. Muscle damage

No muscle contusion or sircumscribed muscle contusion or partial rupture

Total rupture of one compartement muscle Muscle deffect with extensive muscle crush

1

23

III. Bone damage

Simple fracture: transverse, oblique, spiral, butterfly, or with little cominution

Simple fracture with gross displacement, segmental fracture (little displaced), or moderate cominution

Gross comminution, boneloss defect

1

2

3

IV. Neurovascular damage

No neurovascular trauma Isolated neurovascular trauma Extensive neurovascular trauma

123

V. Contamination

No particle Only superficial particle Deep particle

51015 *

*Add one for public waterring accident or from farm accident or treated after golden period (deep particle score 15+1=16)

Interpretasinya adalah skor 10 untuk fraktur terbuka grade I, skor 11-20

untuk fraktur terbuka grade II, skor 21-30 untuk fraktur terbuka grade

III. Grade III A bila fragmen fraktur masih tertutup jaringan lunak, grade

III B bila terdapat expose fragmen fraktur, dan grade III C bila terdapat

kerusakan pembuluh darah (Rasjad, 2008).

3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) adalah fraktur yang

disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union,

nonunion, infeksi tulang

C. Klasifikasi Radiologis :

Page 6: REFERAT BEDAH

6

1. Klasifikasi ini berdasarkan atas :

a. Lokalisasi: Diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan

dislokasi.

b. Konfigurasi

Fraktur transversal, Fraktur oblik, Fraktur spiral, Fraktur kupu –

kupu, Fraktur segmental dan Fraktur komunitif (fraktur lebih dari

dua fragmen)

Gambar 2.1 Tipe FrakturSumber: http://www.hughston.com

c. Menurut Ekstensi Fraktur total, Fraktur tidak total, Fraktur buckle

atau torus, Fraktur garis rambut, dan Fraktur green stick

d. Menurut hubungan antar fragmen dengan fragmen lainnya

Tidak bergeser (undisplaced) Bergeser (displaced), dapat terjadi

dalam 6 cara: bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding

dan impeksi (Terrel, 2009)

4. Patofisiologi Fraktur

Page 7: REFERAT BEDAH

7

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka

terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,

periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan

jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel

darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan

tulang nantinya Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah

periode tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi

dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai

suatu organ biokimia utama tulang. (Bareen, 1997).

Page 8: REFERAT BEDAH

8

Gambar 2.2 .Patofisiologi frakturSumber: www.boneandspine.com

5. Proses Penyembuhan Fraktur

Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patahan tulang yang disebut

hematom. Hematom akan menjadi media pertumbuhan sel jaringan fibrosis

dan vaskuler, dimana tahap ini disebut fase jaringan fibrosis. Didalam

jaringan fibrosis dan hematom kemudian tumbuh sel jaringan mesenkim yang

bersifat osteogenik. Sel ini nantinya akan berubah menjadi kondroid dan

osteoid. Pada tahap selanjutnya akan terjadi proses osifikasi. (De Jong, 2004)

6. Diagnosis Fraktur

Diagnosis fraktur ditegakkan pertama kali dari anamnesis terhadap

pasien. Pasien biasanya mengeluh sakit saat menggerakkan salah satu anggota

badannya, atau merasa ada kelainan bentuk. Riwayat kecelakaan biasanya

selalu didapatkan pada pasien dengan kecurigaan fratur, namun perlu

hdiperhatikan juga pasien dengan usia tua atau mempunyai riwayat penyakit

keganasan.

Pemeriksaan fisik kemudian dilakukan untuk mendukung diagnosis

fraktur. Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, dan gerakan aktif maupun

pasif. Pada inspeksi dapat terlihat adanya ketidaksimetrisan pada kontur atau

postur, pembengkakan, dan perubahan warna lokal. Pasien merasa kesakitan,

mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakan,

perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga terdapat

gerakan yang tidak normal. Adanya luka kulit, laserasi atau abrasi, dan

perubahan warna di bagian distal luka meningkatkan kecurigaan adanya

fraktur terbuka. Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan bagian distal lesi,

bandingkan dengan sisi yang sehat.

Pemeriksaan kedua dilanjutkan dengan palpasi. Palpasi didapatkan

nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara

objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan

nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati

Page 9: REFERAT BEDAH

9

anggota badan yang patah searah dengan sumbunya. Keempat sifat nyeri ini

didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama. Status neurologis dan vaskuler di

bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas

tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah

yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi yang perlu

diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri, warna kulit,

pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), sensibilitas. Palpasi harus

dilakukan di sekitar lesi untuk melihat apakah ada nyeri tekan, gerakan

abnormal, kontinuitas tulang, dan krepitasi. Juga untuk mengetahui status

vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan

memeriksa warna kulit dan suhu di distal fraktur. Pada tes gerakan, yang

digerakkan adalah sendinya. Jika ada keluhan, mungkin sudah terjadi

perluasan fraktur (Reksoprojo, 1997).

Pemeriksaan terhadap gerakan hendaknya dibatasi. Pemeriksaan bisa

dengan melakukan gerakan aktif maupun pasif. Pemeriksaan gerakan ini bisa

memperparah fraktur yang ada.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk lebih mengarahkan pada

diagnosis definitif patah tulang. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan foto

rontgen. Foto rontgen yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Memuat 2 gambaran, yaitu anteroposterior dan lateral.

2. Memuat 2 sendi di proksimal dan distal dari fraktur

3. Memuat 2 gambaran foto ektremitas, yaitu ekstremitas yang terkena dan

yang tidak terkena sebagai bahan pembanding. Hal ini dapat dilakukan

jika kita masih ragu-ragu untuk memastikan apakah ada fraktur atau

tidak.

4. Dilakukan foto sebanyak 2 kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah

tindakan (De Jong, 2004).

7. Terapi Pada Fraktur Secara Umum

Prinsip pertama dalam penanganan fraktur adalah perhatikan dulu

Airway, breathing, circulation and C-Spine control, disability, and exposure.

Page 10: REFERAT BEDAH

10

Pasien yang sudah stabil jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasinya, kemudian

ditangani nyerinya dan mencegah gerakan-gerakan fragmen yang dapat

merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau

bandage yang mudah dikerjakan dan efektif. Luka yang terbuka kemudian

dibersihkan dahulu dan ditutup dengan kasa yang bersih dan steril. Pada luka

yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan debridemen dan

irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer tanpa tegangan.

Pada luka yang luas dan dicurigai adanya kontaminasi yang berat sebaiknya

dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap

hari. Setelah 5-7 hari dan luka bebas dari infeksi dapat dilakukan penutupan

kulit secara sekunder melalui tandur kulit. Pada anak sebaiknya dihindari

perawatan terbuka untuk menghindari khondrolisis yaitu kerusakan pada

ephyphiseal plate akibat infeksi. Resusitasi diberikan bersamaan dengan

penanganan fraktur terbuka untuk menghindari komplikasi. Perlu diperhatikan

juga adanya tanda-tanda trauma lain yang mungkin tidak tampak dari luar,

namun bisa berakibat fatal.

Pemberian antibiotik diberikan sesegera mungkin setelah terjadinya

trauma. Antibiotik yang digunakan adalah yang berspektrum luas yaitu

sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan

aminoglikosid (gentamicin 1-2 gram/kg BB tiap 8jam) selama 5 hari. 

Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan memperhatikan

sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan

sensitifitas terbaru.

Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris dengan

kerusakan yang hebat (berhubungan dengan kondisi luka yang dalam), luka

yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas, dan luka

dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah mendapat

imunisasi anti tetanus diberikan gamaglobulin anti tetanus manusia dosis 250

unit pada penderita usia di atas 10 tahun, 125 unit pada usia 5-10 tahun, dan

75 unit pada usia di bawah 5 tahun. Dapat pula diberikan anti tetanus dari

Page 11: REFERAT BEDAH

11

hewan dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1 selama 30  menit. Jika ternyata

sudah pernah mendapat imunisasi tetanus toxoid (TT),  maka hanya diberikan

1 dosis boster 0,5ml secara intramuskuler (Witarti, 2007).

Penanganan frakur kemudian dilanjutkan dengan reduksi. Reduksi bisa

dilakukan secara terbuka maupun tertutup. Reduksi tertutup dilakukan dengan

menggunakan anestesi untuk fraktur dengan pergeseran minimal, dan

dilakukan dengan 3 manuver, yaitu:

1. Bagian distal tungkai ditarik ke garis tulang

2. Sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen tersebut direposisi (dengan

membalikkan arah kekuatan asal jika dapat diperkirakan)

3. Penjajaran disesuaikan dengan setiap bidang.

Reduksi terbuka diindikasikan apabila reduksi tertutup gagal, bila terdapat

fragmen artikuler besar yang perlu penempatan secara tepat, dan bila terdapat

fraktur traksi yang fragmennya terpisah.

Langkah kedua setelah reduksi tercapai adalah dengan imobilisasi.

Metode yang dapat digunakan dengan menggunakan traksi terus menerus,

pembebatan dengan gips, pemakaian penahan fungsional, fiksasi internal, dan

fiksasi eksternal. Metode pertama adalah dengan traksi. Traksi dapat berupa

traksi dengan gaya berat, traksi kulit, traksi kerangka, traksi tetap, traksi

berimbang, dan traksi kombinasi (Apley, 1995).

Penggunaan gips masih banyak dilakukan untuk fraktur tungkai di

bagian distal dan untuk sebagian besar fraktur pada anak-anak. Teknik

pemasangan gips yaitu stelah fraktur direduksi maka bagian tubuh yang akan

dipasangi gips dilindungi dengan wol. Gips kemudian dipasang, dan

sementara gips mengeras, ahli bedah membentuknya agar tonjolan-tonjolan

tulang tidak tertekan (Zulyeti, 2010).

Fiksasi internal dapat menahan fraktur secara aman sehingga gerakan

dapat segera dimulai. Pasien dapat segera melatih bagian tubuhnya yang

fraktur sesegera mungkin. Indikasi fiksasi internal, yaitu:

1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi

Page 12: REFERAT BEDAH

12

2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami

pergeseran kembali setelah reduksi.

3. Fraktur yang penyatuanya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama

fraktur pada leher femur

4. Fraktur patologik

5. Fraktur multipel

6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatanya.

Tekniknya bisa dengan menggunakan kawat, sekrup, plat, batang intramedula,

atau kombinasi dari semua itu. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi,

non union, kegagalan implan, dan frajtur ulang (Kinzel, 2006).

Gambar 2.3 Fiksasi internal (A. ORIF humerus dan ulna, B. ORIF ulna danradius, C. ORIF ulna, D. Fiksasi eksternal,Sumber: http://www.mja.com.au/public/issues

Fiksasi luar dapat dilakukan untuk fraktur pada femur, humerus, radius

bagian bawah, dan bahkan pada tulang-tulang pada lengan. Indikasi fiksasi

luar yaitu:

1. Fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat dimana

luka dapat dibiarkan terbuka untuk pmeriksaan, pembalutan, dan

pencangkokan kulit.

Page 13: REFERAT BEDAH

13

2. Fraktur yang disertai dengan kerusakan saraf dan pembuluh

3. Fraktur yang sangat kominutif dan tidak stabil, sehingga sebujur

tulangnya dapat dipertahankan hingga mulai penyembuhan.

4. Fraktur yang tidak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi

5. Fraktur pada pelvis yang sering tidak dapat diatasi dengan metode lain.

6. Fraktur yang terinfeksi, dimana fiksasi internal tidak mungkin cocok.

7. Cedera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi resiko

komplikasi yang berbahaya.

Prinsip fiksasi eksternal yaitu tulang ditransfiksikan di atas dan di bawah

fraktur dan sekrup atau kawat transfiksi bagian proksimal dan distal kemudian

dihubungkan satu sama lain dengan batang yang kaku (Apley, 1995).

Gambar 2.3 Fiksasi EksternalSumber: http://www.mja.com.au/public/issues

1. Komplikasi Fraktur Secara Umum

A. Sindroma Peremukan

Sindroma peremukan terjadi jika sejumlah besar masa otot remuk.

Bila kompresi dilepaskan, asam miohematin, akibat pemecahan otot,

Page 14: REFERAT BEDAH

14

dibawa oleh darah ke ginjal dan bisa menyebabkan terjadi obstruksi pada

tubulus ginjal. Pada pasien akan terjadi syok hebat. Tungkai yang tidak

dilepaskan akan memiliki nadi dan kemudian menjadi merah, bengkak,

melepuh, sensasi dan tenaga otot dapat hilang. Sekresi ginjal dapat

berkurang dan dapat terjadi uremia.Sindroma peremukan ini dapat dicegah

dengan cara tungkai yang remuk dan tidak ditangani selama beberapa jam

harus diamputasi. Amputasi dilakukan di sebelah atas dari tempat

penekanan (Apley, 1995)

B. Tetanus

Tetanus adalah sebuah penyakit toksemia akut yang disebabkan

oleh Clostridium tetani, dengan tanda utama adanya kekauan otot

(spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan

oleh kumannya, tetapi disebabkan oleh toksin yang dihasilkanya

(tetanospasmin). Pada fraktur tertutup maupun terbuka yang terdapat

kerusakan jaringan kulit, maka harus dicurigai untuk bisa terkena tetanus

(Lubis, 2004).

Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung

kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat

tinggi. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat

singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi

makin buruk prognosis, hal ini menyebabkan tetanus tak segera dapat

terdeteksi. Gejala tetanus dapat dimulai pada masa inkubasi. Gejala

awanya berupa nyeri punggung. Kekakuan otot dapat terjadi satu hari

kemudian Gejala tetanus kemudian berlanjut semakin memberat dengan

adanya kejang dan trismus. Rahang menjadi terasa kaku dan mulut tidak

bisa dibuka. Kekakuan ini kemudian menyerang hampir seluruh otot

wajah, sehingga tampak menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan

otot pada sudut mulut. Otot perut juga menjadi kaku, namun tanpa nyeri.

Kekakuan yang semakin meningkat membuat kepala penderita tertarik

kebelakang (Ophistotonus), yang dapat terjadi 48 jam setelah luka. Tahap

Page 15: REFERAT BEDAH

15

lanjut dari perjalanan penyakit ini adalah terjadinya kejang refleks. Kejang

otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena

adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian

dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi

semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang

lebih sering (Witarti, 2007).

Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur kruris dengan

kerusakan yang hebat (berhubungan dengan kondisi luka yang dalam),

luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas, dan

luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah

mendapat imunisasi anti tetanus diberikan gamaglobulin anti tetanus

manusia dosis 250 unit pada penderita usia di atas 10 tahun, 125 unit pada

usia 5-10 tahun, dan 75 unit pada usia di bawah 5 tahun. Dapat pula

diberikan anti tetanus dari hewan dosis 1500 unit dengan tes subkutan 0,1

selama 30  menit. Jika ternyata sudah pernah mendapat imunisasi tetanus

toxoid (TT),  maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5ml secara

intramuskuler (Witarti, 2007).

C. Gas Gangren

Komplikasi ini disebabkan oleh infeksi kuman jenis klostridium,

terutama Clostridium welchii. Organisme anaerob ini dapat hidup dan

berkembang biak dengan baik dalam jaringandengan tekanan oksigen

yang rendah. Gas gangren ini biasanya timbul pada luka terbuka dengan

kerusakan otot yang ditutup tanpa debridemant yang memadai. Gambaran

kliniknya yaitu nyeri hebat dan adanya pembengkakan pada luka, serta

adanya sekret berwarna kecoklatan pada 24 jam setelah cedera. Gejala

umumnya adalah adanya denyut nadi yang meningkat, tapi tidak demam,

dan yang paling khas adalah adanya bau gas gangren (Apley, 1995)

7. Komplikasi Lokal Fraktur

A. Komplikasi dini pada tulang dan jaringan lunak.

Page 16: REFERAT BEDAH

16

a. Infeksi tulang

Infeksi pada tulang biasanya terjadi pada fraktur terbuka, dimana ada

hubungan antara tulang dengan dunia luar. Pada fraktur, infeksi dapat

terjadi melalui 3 jalur, yaitu:

1. Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar

2. Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran

darah

3. Infeksi pasca operasi

Gejala kliniknya yaitu muncul tanda-tanda radang pada tempat bekas

cedera, dan akan mengeluarkan cairan seropurulen. Pasien mungkin

juga demam, denyut nadi meningkat, dan merasa nyeri. Pada infeksi

luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan

pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi di

dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan

mengelola luka merupakan penanganan yang baik. Pemberian

antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik

memiliki spektrum yang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis

mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik (De jong, 2004)

b. Ulkus akibat Gips

Pemasangan gips yang tidak benar dan terlalu rapat dapat

menyebabkan ulkus pada kulit. Ulkus biasanya terjadi pada tempat-

tempat yang terdapat tonjolan tulangnya. Gejalanya berupa nyeri lokal

pada tempat yang terbalut gips. Terapinya yaitu dengan membuat

jendela pada gips, sehingga bagian yang bengkak akibat tekanan gips

dapat diberikan ruang (Apley, 1995)

c. Hemartrosis

Fraktur yang melibatkan sendi dapat menyebabkan hemartrosis akut.

Sendi terlihat bengkak dan tegang, sehingga pasien sulit untuk

Page 17: REFERAT BEDAH

17

menggerakkan sendinya. Terapinya yatiu dengan mengaspirasi

(Barrend, 1997).

d. Cedera Vaskuler

Fraktur yang berat dapat mencederai pembuluh darah. Arteri

dapat terputur, robek, tertekan, atau mengalami kontusi akibat cedera

awal, atau akibat fragmen patahan tulang yang lancip. Pada

ekstremitas atas, bagian aksila, lengan atas anterior dan medial serta

fossa antecubital adalah daerah yang berisiko tinggi, sedangkan di

ekstremitas bawah, daerah inguinal, paha medial dan fossa popliteal

adalah daerah yang berisiko tinggi jika mengalami cedera vaskular.

Pada daerah-daerah tersebut, hanya terdapat satu arteri tunggal yang

berjalan sepanjang daerah tertentu sebelum bercabang (furcatio) di

daerah yang lebih distal. Arteri tunggal ini nantinya akan bercabang

menjadi dua di ekstremitas atas (a. brachialis bercabang menjadi

a.radialis dan a.ulnaris setelah fossa cubiti) dan tiga di ekstremitas

bawah (a.femoralis akan bercabang menjadi a.tibial anterior, a.tibial

posterior, dan a.fibular/peroneal setelah fossa popliteal). Dengan

demikian, apabila terjadi cedera vaskular pada arteri tunggal ini

menyebabkan iskemia yang luas pada jaringan yang lebih distal. Hal

ini akan berbeda jika cedera vaskular terjadi di daerah yang lebih distal

setelah percabangan, di mana risiko iskemia jaringan tidak seluas yang

ditimbulkan oleh cedera arteri tunggal (Wheless, 2009)

Pasien dapat merasa parestesia atau baal pada jari kaki atau jari

tangan. Tungkai bagian distal yang mengalami cedera bisa terlihat

pucat, pada perabaan dingin dan denyut nadi mungkin lemah atau

tidak ada. Pasien yang dicurigai adanya cedera pada pembuluh darah,

maka angiografi dapat dilakukan. Pasien dengan gejala demikian

semua pembalut dan bebat harus dilepas agar mengurangi tekanan.

Pembuluh darah yang tertekan tulang, maka tulangnya harus segera

Page 18: REFERAT BEDAH

18

direposisi. Pembuluh darah yang robek harus segera dijahit, atau

segmen dapat diganti dengan cangkokan vena. (Apley, 1995)

e. Sindroma Kompartemen

Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi

akibat fraktur, di mana terjadi peningkatan tekanan intrakompartemen

sehingga terjadi iskemia jaringan. Sindroma kompartemen pada

awalnya disebabkan oleh suatu proses hemostasis tubuh karena adanya

trauma. Hemostasis lokal pada jaringan menyebabkan peningkatan

tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan

lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya,

peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam

ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan terus meningkat hingga

tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak

ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan kebocoran

ke dalam kompartemen, sehingga tekanan (pressure) dalam

kompartemen makin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya

akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen menpelihatkan bahwa bila

terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.

Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan

ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia

jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot

dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen

tersebut. Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu :

1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

2. “Theori of critical closing pressure.”Akibat diameter yang kecil

dan tekanan mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural secara

signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini

dibutuhkan untuk memelihara patensi. Bila tekanan jaringan

meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan tidak ada,

yaitu critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup.

Page 19: REFERAT BEDAH

19

3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan

jaringan melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara

kontinyu dari kapiler, tekanan vena secara kontinyu akan

meningkat pula sampai melebihi tekanan jaringan dan drainase

vena dibentuk kembali. Sedangkan respon otot terhadap iskemia

yaitu dilepaskannya histamine like substans mengakibatkan

dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas endotel. Ini berperan

penting pada transudasi plasma dengan endapan sel darah merah

ke intramuscular dan menurunkan mikrosirkulasi. Otot bertambah

berat (peningkatan lebih dari 50%).

Gambaran klinis dari sindroma kompartemen meliputi 5P,

yaitu:

Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom

1. Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik

2. Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah

beberapa waktu

3. Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah

4. Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri

Terapi pada sindroma kompartemen adalah dengan mengurangi

tekananya sesegera mungkin. Gips, perban, pembalut harus dilepas.

Tekanan kompartemen yang lebih dari 40mmHg harus segera

dilakukan fasciotomi terbuka, jika kurang dari 40 mmHg diobservasi

saja setiap jam. Luka dibiarkan terbuka dan diperiksa 5 hari kemudian,

dan jika ada nekrosis otot, maka debridemant harus dilakukan

(Reksoprodjo, 1997).

f. Cedera Viseral

Page 20: REFERAT BEDAH

20

Fraktur yang mengenai tulang yang ada di bada, harus dicurigai

adanya cedera juga pada organ-organ viscera didalamnya. Fraktur

pada tulang rusuk dapat menyebabkan terjadinya pneumothorak yang

dapat mengancam jiwa. Fraktur pada pelvis bisa menyebabkan

terjadinya ruptur vesica urinaria atau uretra.

g. Cedera saraf perifer

Cedera saraf perifer merupakan komplikasi lain dari fraktur. Saraf

yang rentan mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat

tulang/fascia. Berdasarkan struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera

saraf dapat dibagi menjadi beberapa golongan:

1. Neurapraxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak

disertai oleh kelainan struktur.

2. Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai

oleh cedera akson, namun struktur inti beserta selubung dan sel

Schwann masih utuh. Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat

mengembalikan fungsi yang hilang.

3. Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neurapraxia

dan axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangn fungsi

disertai cedera aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif

sehingga penyembuhan menghasilkan jaringan parut yang

menghambat regenerasi akson.

Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui

beberapa mekanisme. Yang pertama adalah trauma mekanik secara

langsung, misalnya dengan terpotong atau melalui penggunaan

torniket. Mekanisme berikutnya adalah melalui kompresi/tekanan,

yang pada fraktur dapat disebabkan oleh tulang atau sindroma

kompartemen. Iskemia yang dihasilkan oleh sindroma kompartemen

juga dapat mencederai sel saraf. Sel saraf yang cedera dapat

Page 21: REFERAT BEDAH

21

mengalami penyembuhan apabila cedera tersebut tidak mengenai

struktur keseluruhan sel saraf. Penyembuhan akan terjadi dengan

kecepatan sekitar 1 mm/hari. Selain itu, dapat dilakukan tindakan

operatif, yang pada prinsipnya merupakan penyambungan saraf yang

cedera (Carter, 1994)

B. Komplikasi Belakangan Pada Tulang dan Jaringan Lunak

a. Nekrosis avaskular

Komplikasi ini terjadi karena adanya iskemia yang terjadi selama

beberapa jam setelah fraktur atau dislokasi. Daerah yang sering

terkena nekrosis adalah:

1. Kaput femoris

2. Bagian proksimal dari skafoid

3. Lunatum

4. Tubuh talus

Nekrosis avaskuler ini biasanya tidak bergejala, tapi jika frakturnya

tidak menyatu atau tulang mengalami kolpas, maka pasien dapat

mengeluh nyeri. Terapi dilakukan bila nekrosis ini sudah mengancam

sendi, sehingga menyebabkan fungsi sendi tidak normal. Pada orang

muda bisa dilakukan osteotomi penjajaran.

b. Non Union, Malunion, dan delayed union

Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan

(penyembuhan) tulang  yang mengalami fraktur setelah beberapa

waktu, di mana normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu.

Sebagai contoh untuk tulang panjang dikatakan non-union jika setelah

6 bulan tidak ada penyatuan, atau 3 bulan untuk bagian leher tulang

femur. Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia,

Page 22: REFERAT BEDAH

22

nutrisi yang kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi

radiasi, infeksi, suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang

kurang benar. Non-union bisa dibagi menjadi beberapa tipe:

1. Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun

tidak terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.

2. Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk

penyatuan namun keadaan lain seperti vaskular membaik.

3. Atropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang dan

keadaan lain seperti vaskular tidak membaik.

4. Gap non-union, di mana penyatuan tidak terjadi akibat

terpotongnya pusat penulangan (diafisis) pada saat fraktur.

Gerakan dapat diteemukan ditempat fraktur, dan gerakan ini

apabila tidak berlebihan tidak nyeri. Gerakan yang tidak bersifat nyeri

inilah yang membedakanya dengan delayed union dan bisa bersifat

diagnostik. Terapi bisa dilakukan secara konservatif maupun

pembedahan. Pada non union tipe hipertrofik, bisa dilakukan bracing

fungsional untuk menginduksi penyatuan. Rangsangan listrik dapat

membantu osteogenesis yang bisa diterapkan melalui cetakan gips atau

dapat dilakukan implantasi elektroda. Terapi pembedahan bisa

dilakukan dengan fiksasi internal maupun eksternal pada non-union

hipertrofik. Pada non union atrofik cangkokan tulang bisa

ditambahkan (Rasjad, 2008).

Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak

anatomis (abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang

kurang adekuat. Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional

dan estetik, dan paling sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang

phalangs. Beberapa contoh malunion adalah malrotasi (terjadi pada

fraktur spiral atau oblik), angulasi, dan pemendekan (shortening).

Page 23: REFERAT BEDAH

23

Gambaran klinik dari malunion hanya bisa tampak pada foto

rontgen. Foto rontgen dapat ilakukan setelah 3 minggu kemudian

stelah terjadinya fraktur yang telah direposisi. Beberapa hal yang harus

diperhatikan pada terapi malunion ada beberapa macam, yaitu:

1. Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi dengan posisi

seanatomis mungkin. Penjajaran dan aposisi lebih penting daripada

aposisi. Angulasi lebih dari 15 derajat dan deformitas yang nyata

membutuhkan koreksi dengan manipulasi ulang, atau osteotomi

dan fiksasi internal

2. Pada anak-anak, deformitas sudut dekat ujung tulang bisa berubah

sejalan dengan pertumbuhan tulang pada anak-anak, namun tidak

pada deformitas rotasional.

3. Pemendekan pada tungkai bawah lebih dari 2,5 cm membutuhkan

manipulasi untuk mengembalikan penjajaranya.

4. Efek-efek jangka panjang dari deformitas sudut yang kecil dari

fungsi sendi sangat sedikit yang diketahui. Malposisi lebih dari 15

derajat dapat menyebabkan pembebanan yang asimetris pada sendi

di atas ataupun dibawahnya yang bisa memacu osteoartritis

sekunder.

Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan

fraktur. Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan

fraktur dikatakan delayed union. Beberapa penyebab delayed union

antara lain infeksi dan suplai darah yang inadekuat. Gambaran

kliniknya biasanya terdapat nyeri pada tempat fraktur. Tulang tampak

bergerak dalam satu potong, tetapi jika ditekan nyeri segera terasa dan

tulang dapat mengalami angulasi. Pada foto rontgen didapatkan

pembentukan kalus atau reaksi periosteal yang sangat sedikit, namun

ujung tulang tidak mengalami sklerosis (Apley, 1995).

Page 24: REFERAT BEDAH

24

Terapi pada delayed union bisa dengan terapi konservatif,

maupun dengan pembedahan. Terapi konservatif bisa diberi gips atau

penggunaan traksi. Metode bracing fungsional adalah metode yang

paling baik untuk membantu penyatuan tulang. Terapi pembedahan

diindikasikan bila penyatuan terlambat lebih dari 6 bulan. Fiksasi

internal dan pencangkokan tulang bisa dipilih.

c. Miositis osifikans

Pasien biasanya mengeluh nyeri dan terdapat pembengkakan dan nyeri

pada jaringan lunak lokal. Foto sinar rontgen memperlihatkan

peningkatan aktifitas, dan dalam 2-3 minggu berikutnya nyeri itu

mereda dan gerakan sendi terbatas. Pada foto sinar rontgen dapat

memperlihatkan gambaran pengkapuran yang mirip bulu halus pada

jaringan lunak. Pada minggu ke delapan masa tulang dapat diraba

dengan mudah dan terlihat jelas dengan rontgen.

d. Ruptur tendon

Ruptur pada tendon ekstensor polisis longus dapat terjadi 6-12 minggu

setelah fraktur radius distal. Penjahitan langsung jarang berhasil dan

ketidaksetabilan yang diakibatkannya diterapi dengan memindahkan

tendon ekstensor indisis proprius ke ujung distal tendon ibu jari yang

robek.

e. Terjepitnya saraf

Adanya deformitas pada tulang atau sendi dapat mengakibatkann

terjepitnya saraf lokal dengan tanda-tanda, yaitu rasa baal,

parestesia,dan pengecilan otot sesuai distribusi saraf yang terkena.

Tempat yang paling sering terkena, yaitu:

1. Saraf ulnaris, akibat suatu siku valgus setelah terjadi fraktur

kondilus lateral yang tidak menyatu.

2. Saraf medianus, setelah cedera disekitar pergelangan tangan

Page 25: REFERAT BEDAH

25

3. Saraf tibialis posterior, setelah fraktur pada pergelangan kaki.

Terapinya tentu dengan dekompresi dini terhadap saraf.

B. Fraktur Antebrachii

1. Anatomi Regio Antebrachii

Regio antebrachii dibentuk oleh tulang radius dan ulna. Tulang

tersebut tidak hanya berfungsi sebagai penghubung lengan atas dan tangan,

namun berfungsi juga dalam gerakan pronasi dan supinasi dengan gerakan

radius dan ulna. Tulang radius dan ulna dihubungkan dihubungkan oleh sendi

radioulna yang diperkuat oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum

radius dan didistal oleh sendi radioulna yang diperkuat oleh ligamentum

radioulna yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membran interosea

memperkuat memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna kuat. Oleh

karena itu, patah tulang yang mengenai satu tulang jarang terjadi, dan jika

memang hanya mengenai satu tulang hampir selalu disertai dislokasi sendi

radioulna.

Radius dan ulna juga dihubungkan oleh otot antar tulang yaitu

muskulus supinator, muskulus pronator teres, muskulus pronator kuadratus

yang membuat gerakan pronasi dan supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan

otot lain yang berinsersi dengan radius dan ulna menyebabkan patah tulang

lengan bawah sering disertai dislokasi dan angulasi terutama radius.

2. Fraktur Regio Antebrachii

a. Fraktur kaput radius

Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku kedalam

valgus dan menekan kaput radius pada kapitulum. Kaput radius dapat

retak atau pecah, dan rawan sendi pada kapitulum mungkin dapat memar

atau pecah. Gambaran kliniknya yaitu rotasi lengan bawah yang terasa

nyeri dan nyeri tekan pada sisi lateral siku dapat mengarahkan pada

diagnosisnya. Pada pemeriksaan foto rontgen didapatkan:

1. Pecah vertikal pada kaput radius

Page 26: REFERAT BEDAH

26

2. Satu fragmen di bagian laterla kaput terpecah dan biasanya bergeser ke

distal.

3. Kaput pecah dan menjadi beberapa fragmen.

Pada retakan yang tidak bergeser, lengan dapat dipertahankan

dengan collar dan manset selama 3 minggu. Gerakan fleksi dan ekstensi

aktif dapat segera dilakukan, namun gerakan rotasi harus ditunggu sampai

pulih. Fragmen tunggal yang besar dapat dilekatkan dengan menggunakan

kawat kirschner. Fraktur kominutif dapat diterapi dengan mengeksisi

kaput radius. Kalau disertai cedera lengan bawah atau gangguan pada

sendi radioulnaris distal, maka banyak terdapat resiko migrasi radius ke

prksimal. Pada kasus ini jika dieksisi, maka kaput perlu diganti dengan

prostesis silastik. Gerakan dapat dilatih lebih awal setelah selesai operasi.

Komplikasi yang terjadi adalah terjadinya kekakuan sendi siku dan

sendi radioulnaris. Miositis osifikans dapat [ula terjadi. Pada fraktur

kominutif, makan tindakan pembedahan adalah pilihan yang terbaik.

b. Frakur leher radius

Fraktur pada leher radius bisa terjadi karena jatuh pada tangan yang

terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan mendorong kaput

radiusnpada kapitulum. Pasien biasanya merasa nyeri pada siku..Nyeri

tekan juga bisa dirasakan pada kaput radius dan nyeri bila lengan bila

rotasi. Pada foto rontgen dapat ditemukan garis fraktur yang tampak

melintang. Garis ini bisa terdapat tepat di bagian distal diskus

pertumbuhan atau terdapat garis pemisahan epifisis dengan fragmen

batang yang berbentuk segitiga. Fragmen proksimal dapat miring ke

distal, ke depan, dan keluar.

Terapi diperlukan jika terdapat angulasi lebih dari 20 derajat. Lengan

ditarik ke dalam ekstensi dan sedikit varus. Operator bedah dapat menekan

fragmen radius yang bergeser ke posisi semula dengan ibu jarinya.

Reduksi terbuka bisa dilakukan apabila reduksi tertutup gagal. Setelah

operasi siku dibebat dalam posisi anatomis, yaitu pergelangan tangan

Page 27: REFERAT BEDAH

27

sedikit abduksi, siku fleksi 90 derajat, dan tangan diantara pronasi dan

supinasi selama 1-2 minggu. Angulasi kurang dari 20 derajat hanya

dibutuhkan istirahat dalam collar dan manset, latihan gerakan dapat

dilakukan 1 minggu sesudahnya.

c. Fraktur radius dan ulna.

Fraktur radius ulna yang paling sering terjadi adalah fraktur radius

ulna pars sepertiga distal, terutama pada anjing ras kecil. Fraktur ini

mencakup 14% dari kasus fraktur tulang panjang yang muncul (Harasen,

2003b). Tipe fraktur radius ulna meliputi fraktur radius, fraktur ulna atau

keduanya (Brinker, 1965). Penyebab paling umum dari fraktur ini adalah

trauma saat jatuh atau tertabrak kendaraan bermotor (Degner, 2004).

Gambar 2.4. Fraktur Radius ulnaSumber : http://boneandspine.com

Gaya pemuntir dapat menimbulkan fraktur spiral dengan kedua

tulang patah pada tempat yang berbeda. Pukulan langsung atau tekukan

dapat menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada tingkat yang

sama. Deformitas rotasi tambahan dapat terjadi oleh tarikan otot-otot yang

melekat pada radius, otot-otot tersebut adalah otot bisep dan otot supinator

pada sepertiga bagian atas, pronator teres pada sepertiga pertengahan, dan

pronator quadratus pada sepertiga bagian bawah.

Page 28: REFERAT BEDAH

28

Deformitas pada lengan bawah akan tampak jelas. Pasien dapat

mengeluh nyeri sehingga sering terlihat melindungi lengan bawahnya.

Pada foto rontgen dapat ditemukan patah tulang transversal, oblique, atau

spiral. Pada anak-anak sering terjadi fraktur greenstick. Pada orang

dewasa pergeseran dapat terjadi setiap arah, tumpang tindh, miring, atau

memuntir.

Fraktur pada anak-anak dapat dilakukan reduksi tertutup. Fragmen

yang berhasil direduksi kemudian dibalut dengan gips dari axila sampai ke

batang metakarpal. Posisi tangan dalam posisi anatomis. Patahan tulang

tersebut kemudian diperiksa lagi 2 minggu sesudahnya, dan jika hasilnya

bagus, maka pembebatan dipertahankan selama 6-8 minggu. Latihan

tangan dan bahu juga harus sering dilakukan untuk membantu proses

penulangan.

Pada orang dewasa, biasanya lebih memilih untuk reduksi terbuka

dengan fiksasi internal. Fragmen dipertahankan dengan skrup, plat, atau

paku intramedula. Fasia yang dalam dibiarkan terbuka untuk menghindari

adanya sindroma kompartemen, dan hanya kulit dan jaringan subkutan

saja yang dijahit. Lengan dielevasi setelah operasi untuk membantu

peredaran darah di distal. Pada hari kesepuluh jahitan dapat dibuka dan

diteruskan dengan imobilisasi menggunakan gips dalam posisi anatomis.

Gips ini dipertahankan selama 6-8 minggu (Apley, 1995).

Pada fraktur terbuka, debridement adalah langkah awal yang harus

dilakukan. Fraktur kemudian dicoba untuk direduksi secara tertutup dan

dibalut gips selama 2 minggu. Pada bagian yang luka dapat dibuat jendela

untuk mempermudah perawatan luka. Luka yang sudah sembuh dan tidak

ada tanda infeksi bisa dilakukan fiksasi intrenal dengan pemasangan plat.

Komplikasi dini yang terjadi adalah cedera saraf, cedera pembuluh

darah, dan sindroma kompartemen. Komplikasi belakangan yang terjadi

yaitu malunion, non-union, dan penyatuan terlambat. Komplikasi-

komplikasi ini telah dibahas di atas sebelumnya.

Page 29: REFERAT BEDAH

29

d. Fraktur pada satu tulang lengan bawah saja.

Fraktur pada radius saja maupun ulna saja biasanya jarang terjadi.

Pasien biasanya mengeluh adanya nyeri tekan lokal dan adanya riwayat

trauma. Pada foto rontgen bisa didapatkan garis fraktur yang melintang

dengan pergeseran yang sedikit. Pada anak-anak bisa didapatkan tulang

yang bengkok tanpa patah.

Fraktur pada radius sering mengalami rotasi. Reduksi bisa

dilakukan dengan disupinasikan apabila frakturnya pada sepertiga bagian

atas, dinetralkan untuk fraktur sepertiga bagian tengah, dan dipronasikan

apabila frakturnya pada sepertiga bagian bawah. Pada fraktur radius yang

terisolasi diperlukan gips mulai dari siku sampai pergelangan tangan.

Fraktur pada ulna jarang bergeser.

e. Fraktur Monteggia

1. Definisi

Fraktur monteggia adalah fraktur pada sepertiga bagian proksimal ulna

disertai dengan dislokasi kaput radius. Fraktur Monteggia meliputi

kurang dari 5 % pada forearm fracture dan dipublikasikan dalam

literature sebanyak 1-2%.

Gambar 2.5 . Fraktur Monteggia Sumber: http://www.med.uio.no

Page 30: REFERAT BEDAH

30

2. Epidemiologi

Fraktur Monteggia meliputi kurang dari 5 % pada forearm fracture

dan dipublikasikan dalam literature sebanyak 1-2%.4,5 Dari seluruuh

frktur Monteggia, Tipe 1 menurut Bado menrupakan yang paling

sering (59%), diikuti tipe III (26%), tipe II (5%) dan tipe IV (1%).

Fraktur Monteggia merupakan sepertiga tersering dari fraktur

Galleazzi (Putigna, 2008).

3. Etiologi

Fraktur Monteggia sangat terkait dengan jatuhnya seseorang yang

diikuti oleh outstretchhand dan tekanan maksimal pada gerakan

pronasi . Dan jika siku dalam keadaan fleksi maka kemungkinan

terjadinya lesi tipe II atau III semakin besar.. Pada beberapa kasus,

cedera langsung pada Forearm dapat menghasilkan cedera serupa.

Evans pada tahun 1949 dan Pennrose melakukan studi mengenai

etiologi fraktur Monteggia pada cadaver dengan cara menstabilkan

humerus dan menggunakan energy secara subjektif pada forearm.

Penrose menyebutkan bahwa lesi dengan tipe II merupakan variasi

pada dislokasi posterior dari siku. Bado percaya bahwa lesi tipe III

terjadi akibat gaya lateral pada siku sering terjadi pada anak-anak.

Secara esensi, trauma energy tinggi (tabrakan motor) dan trauma

energy rendah (jatuh dari posisi berdiri) bisa memicu cedera ini

(Putigna, 2008).

4. Patofisiologi

Struktur pada forearm tertaut secara aku. Dan jika ada satu

tulang yang mengalami disrupsi maka akan berpengaruh ke tulang

lain. Ulna dan radial berikatan secara intak hanya pada proksimal dan

distal sendi. Namun, mereka menyatu sepanjang sumbu dihubungkan

dengan membrane interosseus. Hal inilah yang menyebabkan radius

Page 31: REFERAT BEDAH

31

bias berputar mengelilingi ulna. Ketika ulna mengalami fraktur,

energy disalurkan sepanjang membrane interosseus dan terdisplasi

pada proksimal radius. Akhirnya yang terjadi adalah disrupsi

membrane interosseus sehingga mendisplasi proksimal radius. Hasil

akhirnya adalah disrupsi menbran intraoseus poksimal dari fraktur,

dislokasi sendi proksimal radioulnar dan dislokasi sendi

radiocapitellar

Dislokasi kaput radialis bisa mengarah pada cedera nervus

radialis. Cabang dari nervus radialis yang mempersarafi posterior

interoseus yang mengelilingi leher dari radius, sangat rentan beresiko

untuk mengalami cedera, terutama pada injuri dengan Bado tipe II.

Cedera pada nervus radialis cabang median interoseus anterior dan

nervus ulnaris juga dilaporkan. Kebanyakan cedera saraf adalah

neurapraksis dan smembaik dalam waktu 4-6 bulan. Pemuntiran pada

pergelangan tangan akibata trauama bisa diatasi dengan ekstensi dan

latihan gerak jari bisa mencegah terjadi kontraktur sembari menunggu

cedera saraf (Russelman, 2009).

5. Gambaran klinik

Berdasarkan mekanisme diatas, pasien datang dengan nyeri siku. Pada

pasien dapat terjadi pembengkakan siku, deformitas, krepitasi parestesi

atau baal. Beberapa pasien tidak merasakan nyeri hebat saat

beristirahat tapi fleksi sendi cubiti dan rotasi forearm terbatasa dan

nyeri. Dislokasi kaput radial mungkin teraba pada anterio, posterior

atau posisi anterolateral. Pada tipe I dan IV, kaput radial dapat

dipalpasi pada fosa antecubiti. Kaput radialis dapat dipalpasi secara

posterior pada tipe II dan pada daerah lateral pada tipe III (De jong,

2004).

Kulit sebaiknya diperiksa untuk memastikan bahw tidak terjadi

fraktur terbuka. Nadi dan pengisisan kapiler harus dicatat. Hematom

mungkin terjadi pada lokasi dislokasi walapun bukan tempat trauma

Page 32: REFERAT BEDAH

32

secara langsung. Fungsi motorik harus diperiksa karena cabang dari

nervus radialis dapat terjepit, mengakibatkan kelemahan atau paralisis

dari jari atau ibu jari untuk ekstensi. Cabang sensorik biasanya tidak

terlibat. (Russelman, 2009).

6. Terapi Medis

Luka terbuka harus dirigasi dengan larutan saline steril dan

ditutup dengan kasa yang steril dan lembab. Kaput radialis sebaiknya

direduksi saat di IGD jika memungkinkan. Reduksi tertutup-closed

reduction pada anak akan lebih mudah jika dilakukan dalam keadaan

narkose. Ketamin 1-2mg/kgBB IV atau 3-4 mg/kgBB IM bisa

digunakan sebagai sedasi. Nyeri ditangani sedini mungkin. Jika

fraktur sudah terbuka, maka imunisasi tetanus, antibiotic intravena

harus diberikan

Pada anak yang dilakukan adalah reduksi tertutup dari ulna. Jika

kaput radialis masih belum bisa direduksi dengan memperbaiki ulna,

reduksi ulna lanjutan bisa dilakukan dengan supinasi forearm dan

tekanan langsung pada kaput radialis biasanya berhasil. Ketika kaput

radialis secara anatomis tidak bisa direduksi, memanipulasi sendi dan

kapsulnya dengan memperbaiki anular ligament bisa dialkukan

(Rasjad, 2008).

Pada orang dewasa. Operasi sangat direkomendasikan. Reduksi

terbuka disertai dengan kompresi menggunakan plate pada ulna secara

umum dan diikuti dengan reduksi secara tidak langsung pada tulang

radius. Jika reduksi secara langsung tidak bisa tercapai maka reduksi

terbuka juga harus dilakukan. Jika kaput radialis tetap tidak stabil

pertahankan selama kurang lebih 6 minggu dalam posisi supinasi. Jika

kaput radialis stabil setelah reduksi baik terbuka ataupun tertutup,

lakukan gerakan aktif dengan hinged elbow orthosis menjaga forearm

dalam posisi supinasi. Lindungi lengan sampai sembuh. Jika anterior

dislokasi dan reduksi tertutupnya tidak stabil (Guiton, 2009).

Page 33: REFERAT BEDAH

33

Gambar 2.5. Pemasangan plat dan sekrup pada ulnaSumber: http://www.med.uio.no

7. Prognosis

Pada tahun 1991, Anderson and Meyer mengguankan kriteria untuk

mengevalusi fraktur forearm dan prognosisnya:

Excellent - Union with less than 10° loss of elbow and wrist

flexion/extension and less than 25% loss of forearm rotation

Satisfactory - Union with less than 20° loss of elbow and wrist

flexion/extension and less than 50% loss of forearm rotation

Unsatisfactory - Union with greater than 30° loss of elbow and

wrist flexion/extension and greater than 50% loss of forearm

rotation

Failure - Malunion, nonunion, or chronic osteomyelitis

f. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai

dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan

terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam

posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya

supinasi. Gambaran klinisnya adalah ujung bagian bawah ulna yang

menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu dilakukan

Page 34: REFERAT BEDAH

34

pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris yang sering terjadi. Pada foto

rontgen dapat ditemukan fraktur melintang atau oblik yang pendek

pada sepertiga bagian bawah radius,dengan angulasi atau tumpang

tindih. Sendi radioulnar inferior dapat bersubluksasi atau berdislokas

.

Gambar 2.6. Fraktur Galeazzi Sumber: http://www.med.uio.no

Pada anak-anak dapat dilakukan reduksi tertutup, sedangkan

pada orang dewasa reduksi terbuka merupakan pilihan yang baik

dengan pemasangan plat pada radius. Pemeriksaan foto rontgen

dilakukan untuk memastikan bahwa sendi radioulnar telah tereduksi.

Lengan diimobilisasi dengan gips selama 6 minggu. Dan setelah itu

dapat dilakukan latihan gerakan aktif (Rasjad, 2008).

Page 35: REFERAT BEDAH

35

III. PEMBAHASAN

Terapi fraktur antebrachii pada saat ini masih banyak menggunakan gips dan

ORIF. Metode ORIF tetap menjadi metode yang banyak dilakukan oleh ahli bedah di

sentra-sentra pelayanan patah tulang. Hal ini dikarenakan selain kekuatan hasil

penyambunganya lebih kuat daripada proses alamiahnya, juga masa pasien tinggal

dirumah sakit juga menjadi lebih pendek. Patah tulang pada anak-anak biasanya

banyak ditangani dengan pemakaian gips saja, dengan asumsi bahwa proses

pertumbuhan tulang pada masa anak sangat baik (Rasjad, 2008).

Pada saat ini ada terapi terbaru pada penyembuhan patah tulang. Metode baru

yang saat ini ada salah satunya adalah metode hyperbaric oksigen therapy (HBO).

HBO adalah sebuah metode khusus penyembuhan patah tulang di mana tambahan

oksigen dipaksa masuk ke dalam tubuh manusia melalui pressurizing dalam ruang

hiperbarik. Oksigen dibuat untuk masuk jaringan, sel-sel darah, organ-organ internal,

plasma darah, otak dan cairan tubuh lainnya seperti otak-cairan tulang belakang.

Oksigen yang masuk bisa mengisi kekurangan oksigen didalam sel-sel, sehingga bisa

meningkatkan metabolisme tubuh dan peredaran darah. Gradien oksigen yang

meningkat dan menghasilkan pembuluh darah baru di sekitar bagian yang terkena.

Kelemahan terapi ini adalah waktu terapinya yang lama, bahkan membutuhkan

beberapa jam dalam sehari. Biayanya pun masih mahal, karena terapi ini masih

terbatas pengunaanya. Terapi ini hanyalah sebagai terapi pelengkap pada patah

tulang, bukan merupakan terapi definitif (Guitton, 2009).

Proses penyembuhan patah tulang juga dapat dipercepat oleh konsumsi nutrisi

yang adekuat. Menurut penelitian terkini, beberapa nutrient dapat bermanfaat untuk

mempercepat proses penulangan pada patah tulang. Diet kaya kalsium dan vitamin D

sangat penting karena membantu dalam pertumbuhan tulang dan menjaga kesehatan

 

Page 36: REFERAT BEDAH

36

yang baik dan kekuatan tulang. Makanan yang banyak mengandung kalsium dan

vitamin D contohnya susu skim, sarden, air jeruk, yogurt tanpa lemak, almond,

kacang kedelai, brokoli, molase hitam, kacang panggang, kacang merah, jagung

tortilla, dimasak bayam, kismis dan selai kacang merupakan sumber kaya kalsium.

Nutrisi lain selain kalsium juga diperlukan untuk membantu dalam penyerapan

kalsium, seperti Lysine, asam amino, membantu dalam penyerapan kalsium dan

regenerasi jaringan. Komponen ini banyak membantu dalam penyembuhan patah

tulang dan penting untuk pembentukan protein otot. Makanan kaya lisin yang perlu

untuk dikonsumsi seperti ragi, produk kedelai, tepung kedelai yang dihilangkan

lemaknya, susu rendah lemak dan ikan. Vitamin C juga merupakan nutrisi penting

lain untuk membentuk tulang yang sehat dan meningkatkan proses penyembuhan.

Jeruk buah-buahan adalah sumber terbaik vitamin C.

Page 37: REFERAT BEDAH

37

IV. KESIMPULAN

1. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial

2. Fraktur secara garis besar dibagi menjadi fraktur terbuka dan tertutup, dimana

masing-masing mempunyai modalitas terapi yang berbeda

3. Fraktur antebrachii meliputi fraktur kaput radius, fraktur leher radius, fraktur

radius dan ulna, fraktur radius saja atau ulna saja, fraktur montegia, dan fraktur

galeazzi.

4. Diagnosis fraktur ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

5. Penatalaksanaan fraktur yang pertama adalah prinsip Airway, Breathing,

Circulation and C-Spine Control, Dissability, dan Explorasi; fiksasi; pemberian

analgesik, antibiotik, anti tetanus bila ada indikasinya; dan operasi definitif

untuk mengatasi frakturnya.

Page 38: REFERAT BEDAH

38

DAFTAR PUSTAKA

Apley, Graham., Louis Solomon. 1995. Prinsip Fraktur. Dalam: Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;238-9.

Berend ME, Harrelson JM, Feagin JA, Fractures and Dislocation in Sabiston Jr DC, Texbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Fifteenth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1997, pp. 1398-1400.

BPS. 2009. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun 1987-2008. Available http://www.bps.go.id. Diakses tanggal 23 Juni 2010.

Carter MA, Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam Price SA, Wilson LM, Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses- proses Penyakit, Buku II, edisi 4, EGC, Jakarta, 1994, hal 1175-80.

Guitton TG, Ring D, Kloen P. Long-term evaluation of surgically treated anterior monteggia fractures in skeletally mature patients. J Hand Surg Am. Nov 2009;34(9):1618-24

Guyton, Hall. 2007. Fisiologi sistem muskoloskeletal. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kinzell dkk. 2006. Sideswipe injuries to the elbow in Western Australia. Available from:http://www.mja.com.au/public/issues/184_09_010506/kin10879_fm.htmlEMJA; 184(9): 447-450. Diakses tanggal 12 Juli 2010.

Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Available from : www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Diakses tanggal 1 Juli 2010.

Ningsih, S., and Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus. Available from : www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc. Diakses tanggal 26 Juni 2010.

Rasad, Chairudin. 2008. Trauma dalam Pengantar Ilmu Bedah Orthopaedi, Bintang Lamumpatue Ujung Pandang.

Page 39: REFERAT BEDAH

39

Reksoprodjo, S. 1997. Pemeriksaan Orthopaedi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, hal : 453-471.

Ruchelsman DE, Pasqualetto M, Price AE, Grossman JA. 2009. Persistent posterior interosseous nerve palsy associated with a chronic type I monteggia fracture-dislocation in a child: a case report and review of the literature. Hand (N Y). Jun 2009;4(2):167-72. 

Sherwood, Lauralee. 2001. Remodelling tulang. Dalam: Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Singh, Arun. 2009. Radiograph Fractur both bones. Available from : http://boneandspine.com/category/orthopaedic-images/page/7/. Diakses tanggal 10 Juli 2010.

Sjamsuhidajat R. 2004 Sistem Muskuloskeletal dalam Syamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, hal : 825-7.

Putigna F, Strohmeyer K, Ursone RL. Monteggia Fracture. Diunduh dari: www.medscape.com. Tanggal: 20 Februari 2010.

Terrel, Wiliam. 2009. Fractur Description and Classification. Available from:

http://www.hughston.com/hha/a_14_2_1.htm. Diakses tanggal 3 Juli 2010.

Zulyetti, diana. 2010. Tips dan Trik Pemasangan Gips. Available from: http://repository.unand.ac.id/168/. Diakses tanggal 12 Juli 2010.

Page 40: REFERAT BEDAH

40

TUGAS REFERATG

1. Penatalaksanaan fraktur terbuka?

Mengikuti prinsip “4 R” yaitu Recognition, Reduction, Retaining ( retention of

reduction ) dan Rehabilitation. Prinsip penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III,

yaitu:

a. Pertolongan awal

Tindakan yang pertama kali dapat kita lakukan dalam menangani pasien

dengan curiga fraktur adalah berusaha mengurangi/menghilangkan nyeri dan

mencegah gerakan-gerakan yang justru memperparah keadaan. Splint/

bandage atau alat apapun yang panjang, rata, dan kaku dapat digunakan

untuk stabilisasi fraktur dini. Luka terbuka dapat ditutup dengan bahan yang

bersih, jika memungkinkan yang steril.

b. Resusitasi

Tindakan resusitasi harus juga dilakukan, bersamaan dengan itu penanganan

fraktur terbuka juga dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi.

Prinsip resusitasi, yaitu:

1. Airway (Saluran nafas)

Penilaian ini penting untuk mengetahui adanya obstruksi saluran nafas,

seperti adanya darah, cairan atau benda asing, adanya fraktur mandibula,

atau kerusakan trakea laring yang dapat menutup jalan nafas.

2. Breathing (pernafasan)

Perlu diperhatikan juga daerah thorax untuk menilai ventilasi.Bila ada

gangguan ventilasi, maka harus dilakukan ventilasi dengan bantuan alat

pernafasan seperti ambu bag yang disambung dengan masker atau pipa

ET.

Page 41: REFERAT BEDAH

41

3. Circulation (sirkulasi)

Sirkulasi dan kontrol perdarahan meliputi:

a. Volume darah dan output jantung. Ada 3 tanda yang harus

diperhatikan untuk menilai status hemodinamik, yaitu kesadaran,

warna kulit, dan nadi.

b. Perdarahan. Perdarahan harus diatasi dengan balut tekan, jangan

dengan cara diikat dengan tali, verban dsb, karena bisa menyebabkan

kematian jaringan

4. Dissability (Evaluasi neurologis)

Evaluasi ini menggunakan metode AVPU, yaitu:

a. A= Alert, sadar

b. V= Vokal, adanya respon terhadap stimuli vokal

c. P= Painfull, adanya respon hanya pada rangsang nyeri

d. U= Unresponsive, tidak ada respon sama sekali

5. Exposure

Lakukan pemeriksaan secara teliti dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Cari kemungkinan adanya trauma pada daerah atau organ lain dan

komplikasi akibat fraktur itu sendiri.

c. Pemberian Antibiotik dan antitetanus

Antibiotik diberikan segera setelah terjadi trauma sebagai profilaksis.

Antibiotik berspektrum luas dapat diberikan, yaitu sefalosporin generasi I

(cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin

1-2 mg/kg BB tiap 8 jam) selama 5 hari. Perawatan luka selanjutnya

dilakukan setiap hari dengan prinsip steril, apabila ada tanda infeksi maka

dilakukan pemeriksaan kultur dan sensifitas ulang untuk penyesuaian ulang

pemberian antibiotik yang digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan

pada fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang

dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas

serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah

mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gamaglobulin anti tetanus

Page 42: REFERAT BEDAH

42

manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan

dewasa , 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5

tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis

1500 unuit dengan tes subkutan 0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat

imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml

secara intramuskuler.

d. Pembersihan luka

1. Ambil sample dari luka untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas pra

debridemen

2. Pembersihan luka dengan irigasi cairan fisiologis sebanyak 6-10 liter.

3. Jaringan mati atau fragmen tulang kecil yang mati maupun benda asing

dibuang.

4. Pembuluh darah vital untuk bagian distal yang terputus dilakukan repair.

5. Saraf yang terputus diberi tanda pada ujung saraf untuk dilakukan delayed

repair

6. Reposisi fragmen fraktur.

7. Pengambilan sampel pada luka yang bersih untuk kultur dan tes sentifitas

pasca debridmen.

8. Luka dibiarkan terbuka atau dilakukan jahitan parsial, bila perlu ditutup

setelah satu minggu dimana oedem sudah menghilang.

9. Fiksasi awal yang baik untuk fraktur terbuka kruris derajat III adalah

fiksasi eksternadengan external fixation device sehingga akan

mempermudah dalam perawatan luka harian. Bila fasilitas tidak memadai,

pemasangan gips sirkuler dengan jendela atau temporary splinting dengan

gips atau traksi dapat digunakan dan kemudian dapat direncanakan operasi

pemasangan fiksasi interna setelah luka baik (delayed internal fixation).

Page 43: REFERAT BEDAH

43

10. Pemakaian suntikan antibiotik dilanjutkan 3-5 hari, dimonitor tanda klinis

dan penunjang

11. Bila dalam perawatan harian di bangsal ditemukan gejala dan tanda

infeksi dilakukan debridemen dan pemeriksaan kultur dan sensitifitas

ulang untuk mendapatkan penanganan yang memadai. 

e. Penanganan jaringan lunak dan keras

Kehilangan jaringan lunak yang luas dapat dilakukan soft tissue

transplantation, sedangkan kehilangan fragmen tulang yang luas dapat

dilakukan bone grafting.

f. Penutupan luka

Pada luka kecil dan sedikit kontaminasi dapat langsung ditutup setelah

debridement. Pada luka terbuka yang luas dan curiga ada kontaminasi yang

banyak maka dirawat terbuka. Luka dibalut dengan kasa steril dan dievaluasi

setiap hari. Pada anak sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk

menghindari terjadi khondrolisis yaitu kerusakan epiphyseal plate akibat

infeksi. Pada hari ke-5 sampai ke-7 bila tidak ada tanda-tanda infeksi, maka

dapat dilakukan penutupan kulit secara sekunder.

g. Stabilisasi fraktur

.

1. Traksi kulit dan traksi kerangka?

Traksi merupakan pengobatan konservatif yang bermanfaat dalam mereduksi

suatu fraktur atau kelainan-kelainan lain seperti spasme otot. Prinsip Traksi

adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis

atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang

berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Kulit hanya bisa dapat menahan

sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih dari ini tahanan yang dibutuhkan

untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksi tulang mungkin diperlukan.

Pada anak-anak hindari traksi tulang, karena pada anak-anak- plate pertumbuhan

dapat dengan mudah hancur dengan pin tulang. Indikasi untuk traksi kulit, yaitu:

Page 44: REFERAT BEDAH

44

1) Untuk terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler

humeri pada anak-anak.

2) Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat

dilakukan.

3) Untuk pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.

4) Fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil, misalnya fraktur suprakondiler

humeri pada anak-anak.

5) Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut

dan panggul.

6) Untuk traksi pada kelainan-kelainan pada tulang belakang seperti pada HNP

Beban maksimum untuk traksi kulit yang dapat diberikan adalah 5 kg yang

merupakan batas toleransi kulit. Dapat juga dipakai patokan bahwa pada orang

dewasa 5-7 kg, dan pada anak-anak 1/13 x BB. Macam traksi kulit, yaitu:

a. Traksi kulit

Traksi kulit menggunakan plester lebar yang direkatkan pada kulit dan

diperkuat dengan perban elastis. Jenis-jenis traksi kulit, yaitu:

1. Traksi ekstensi dari Buck

Traksi buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan

pada satu tempat terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit.

Traksi Buck digunakan sebagai pengukuran jangka pendek dengan

tahanan traksi yang dibutuhhkan untuk imobilisasi fraktur panggul

sebelum pembedahan dan mengurangi spasme otot, digunakan untuk

dislokasi panggul, kontraktur panggul dan lutut, fraktur tidak berpindah

asetabulum dan nyeri pinggang bawah bilateral Pasien diposisikan dalam

posisi supine dengan kaki lurus pada posisi alami, dimana melalaikan

abduksi. Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan traksi

digunakan segaris dengan panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di

kaki dari perluasan melewati katrol pada akhir tempat tidur yang

dihubungkan dengan pemberat. Katrol tidak mempunyai efek pada

Page 45: REFERAT BEDAH

45

tahanan tetapi bertindak untuk merubah arah dorongan untuk bekerja

dengan gravitasi. Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan kaki dari

tempat tidur pada ketinggian tertentu untuk mencegah pasien terjatuh dar

tempat tidur. Bahaya traksi kulit adalah terjadinya distal oedema,

kerusakan vaskuler, dan nekrosis kulit.

Gambar 1. Traksi ekstensi dari Buck

2. Traksi Gallows

Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur.

Indikasi traksi ini adalah berat anak-anak < 12 kg atau pada anak-anak

usia < 2 tahun, digunakan pada fraktur femur, dan kulit harus utuh.

Posisi traksi ini adalah kedua femur yang fraktur dan yang baik

ditempatkan dalam traksi kulit dan bayi ditahan dari sudut yang

istimewa. Compromise vascular merupakan bahaya terbesar. Periksa

sirkulasi dua kali sehari. Pantatnya harus diangkat jangan mengenai

tempat tidur.

Page 46: REFERAT BEDAH

46

Gambar 2. Traksi Gallow

3. Traksi Dunlop

Penggunaanya adalah untuk maintenance reduksi fraktur

suprakondilus humerus pada anak. Indikasi penggunaan traksi Dunlop

adalah untuk fraktur suprakondilus pada anak dan untuk membuat siku

yang oedema menjadi berkurang bengkaknya. Traksi Dunlop

dikontraindikasikan jika ada fraktur terbuka dan degek pada kulit.

Traksi kulit ditempatkan pada lengan bawah dan frame khusus

digunakan pada sisi tempat tidur. Traksi ditempatkan disepanjang

aksis lengan bawah sebagaimana sudut kanan dari humerus dengan

sling ditempatkan disekitar lengan atas. Bed blocks dibutuhkan untuk

sisi lateral (fraktur ditinggikan) dari tempat tidur. Jika fraktur

supracondylar tidak dapat dikurangi hingga dibawah 90 derajat fleksi

siku, metode traksi in merupakan alternative terhadap metode invasive

seperti percutaneous K-wires. Hal ini membuat pembengkakan sisi

sebelahnya. Jangan bergantung pada metode ini untuk mengurangi

fraktur supracondylar, sebuah manipulasi bagaimanapun tetap akan

Page 47: REFERAT BEDAH

47

diperlukan

Gambar 3. Traksi Dunlop

b. Traksi tulang

Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Kirschner (K-wire) atau batang

dari Steinmann pada lokasi-lokasi tertentu, yaitu:

1. Proksimal tibia

2. Kondilus femur

3. Kalkaneus

4. Traksi pada tengkorak

5. Trokanter mayor

6. Bagia distal metakapal.

Indikasi penggunaan traksi pada tulang, yaitu:

1. Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg, bisasanya berkisar

antara 11-18 kg.

2. Traksi pada anak-anak yan lebih besar

3. Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik, atau kominutif.

4. Fraktur-fraktur tertentu pada daerah sendi

Page 48: REFERAT BEDAH

48

5. Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak

dapat dilakukan.

6. Digunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat, misalnya

dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definif.

Jenis-jenis traksi pada tulang, yaitu:

1. Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak, misalnya Gardner Well Skull

Calipers, Crutchfield cranial tong. Pada kepala, beban yang boleh diberikan

adalah 2,5 kg, dan pada tulang belakang adalah ½ kg untuk setiap ruas tulang

belakang.

Gambar 4. Traksi pada tulang kepala

2. Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus.

3. Thomas splint dengan pegangan lutut

4. Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada

fraktur orang dewasa.

Gambar 5. Traksi tulang Bohler Braun

Page 49: REFERAT BEDAH

49

3. Panjang anatomis dan panjang klinis

Panjang anatomis dan klinis biasanya digunakan pada fraktur pada anggota

gerak bawah, karena fungsinya yang penting untuk berjalan. Panjang klinik pada

anggota gerak bawah diukur dari spina iliaka anterior superior sampai ke pinggir

bawah maleolus lateralis atau pinggir maleolus medialis. Dengan pengukuran ini

dibandingkan antara kiri dan kanan. Panjang anatomis pada anggota gerak bawah

diukur dari titik tengah kaput femur sampai tepi bawah os.maleolus. Pada fraktur

batang femur pemendekan samoai 2 cm, angulasi 10 derajat, dan pembengkokan

15 derajat ke arah anterior setelah terapi masih dapat diterima.