Referat Appendisitis Akut

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis. Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut appendiks atau Appendisitis akut menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk appendisitis selama hidup mereka. Insidensi appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui, faktor risiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, serta infeksi. Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas akibat appendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas appendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa. Menurut Craig (2010), appendisitis perforata sering terjadi pada umur di bawah 18 tahun ataupun di atas 50 1

Transcript of Referat Appendisitis Akut

Page 1: Referat Appendisitis Akut

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahAppendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis.

Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang

berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali

menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut appendiks atau Appendisitis

akut menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan

tindakan bedah.

Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk appendisitis selama hidup mereka.

Insidensi appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui, faktor risiko yang

potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, serta infeksi.

Berdasarkan World Health Organization (2002), angka mortalitas akibat

appendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan

perempuan. Angka mortalitas appendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada

perempuan sekitar 10.000 jiwa.

Menurut Craig (2010), appendisitis perforata sering terjadi pada umur di bawah

18 tahun ataupun di atas 50 tahun. Insidensi appendisitis pada laki-laki lebih besar 1,4

kali dari perempuan. Rasio laki-laki dan perempuan sekitar 2:1.

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Banyak hal dapat sebagai faktor

pencetusnya, diantaranya sumbatan lumen appendiks, hiperplasia jaringan limfoid,

fekalit (faex = tinja, lithos = batu), tumor appendiks, dan berupa erosi mukosa oleh

cacing askaris dan E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

appendisitis. Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan

fungsional appendiks, dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon. Semuanya ini

akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.

1

Page 2: Referat Appendisitis Akut

B. Tujuan1. Untuk mengetahui manifestasi appendisitis akut sehingga membantu dalam

penegakan diagnosis.2. Untuk mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan pada appendisitis.3. Untuk mengetahui penatalaksanaan appendisitis akut.

C. Manfaat1. Untuk lebih memahami mengenai appendisitis akut.2. Mengetahui penatalaksanaan lebih lanjut pada appendisitis akut.3. Sebagai wacana informasi di bidang ilmu kesehatan.

2

Page 3: Referat Appendisitis Akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal

dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk

kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini

mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia tua. Pada 65%

kasus, appendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan appendiks

bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks

penggantungnya.

Gambar 1. Anatomi appendiks

3

Page 4: Referat Appendisitis Akut

Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang

caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala

klinis appendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Persarafan parasimpatis berasal

dari cabang N.Vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis,

sedangkan persarafan simpatis berasal dari N.Torakalis X. Oleh karena itu, nyeri

viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.

B. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu normalnya dicurahkan

ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di

muara appendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Limphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah

IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

demikian, pengangkatan apepndiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, karena

jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan jumlahnya di saluran

cerna dan seluruh tubuh.

C. Insidens

Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika Serikat

setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis lebih

banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2.

Bangsa Kaukasia lebih sering terkena dibandingkan kelompok ras lainnya.

Appendisitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. Insidensi Appendisitis

akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa

tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh

meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendisitis

dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak-anak kurang dari satu tahun

jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada

umur 20-30 tahun, insidensi pada laki-laki lebih tinggi.

4

Page 5: Referat Appendisitis Akut

D. Etiologi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks,

sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.

Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebabnya obstruksi yang

paling sering adalah fekalit. Fekalit ditemukan pada sekitar 20% anak dengan

appendisitis. Penyebab lain dari obstruksi appendisitis meliputi :

1. Hiperplasi folikel limfoid

2. Carcinoid atau tumor lainnya

3. Benda asing (biji-bijian)

4. Kadang parasit

Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi mukosa

appendiks oleh parasit E.histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi dari

pasien appendisitis yaitu :

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

Escherichia Coli Bacteroides fragilis

Viridans streptoccoci Peptostreptoccocus micros

Pseudomonas aeruginosa Bilophila species

Enteroccocus Lactobacillus species

E. Patogenesis

Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam

24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abses

setelah 2-3 hari. Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain

obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing

(Oxyurusvermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith

dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan

bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada anak dengan

appendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel

limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen.

Insidensi terjadinya appendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid

yang hiperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general

misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella, atau akibat invasi parasit

5

Page 6: Referat Appendisitis Akut

seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau

Ascaris. Appendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,

seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis

memiliki peningkatan insidensi appendisitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi

mukus. Tumor karsinoid juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika

tumor berlokasi di  proksimal. Selama lebih dari 20 tahun, benda asing seperti biji-

bijian dilibatkan dalam terjadinya appendisitis. Trauma, stress psikologis, dan

herediter juga mempengaruhi terjadinya appendisitis. Awalnya, pasien akan merasa

gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan

BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada

diagnosis appendisitis, khususnya pada anak-anak. Distensi appendiks menyebabkan

perangsangan serabut saraf viseral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah

periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th

10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam

beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat

dipikirkan diagnosis lain.

Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri

untuk  berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi

gangguan aliran limfoid, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan

tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark,

dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks, diikuti demam,

takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari

jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan

dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan

dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney. Nyeri jarang

timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri viseral sebelumnya.

Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatik biasanya tertunda karena

eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture

dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung

atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis

dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.

Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat

berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.

6

Page 7: Referat Appendisitis Akut

Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan

kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks

mencakup peningkatan suhu melebihi 38,6 oC, leukositosis >14.000, dan gejala

peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi

perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum,

semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis

difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum.

Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya absses yang

dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang dijumpai

tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam

jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat

mengindikasikan adanya abcess pelvis.

F. Gambaran Klinis

Gejala awal yang merupakan gejala klasik appendisitis adalah nyeri samar-

samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.

Keluhan ini sering disertai rasa mual dan kadang ada muntah. Pada umumnya nafsu

makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kuadran

kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas

letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang tidak

dirasakan nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya

penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Appendisitis juga dapat

disertai dengan demam ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -38,5o C.

Timbulnya gejala peradangan appendiks tergantung dari letak appendiksnya.

Bila letak appendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung

oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada

saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri

ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal. Bila

appendiks terletak di rongga pelvis dan terletak di dekat atau menempel pada rektum,

akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik

meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika

7

Page 8: Referat Appendisitis Akut

appendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.

Pada beberapa keadaan, appendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak

ditangani tepat pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia

lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga sering baru dapat didiagnosis

setelah perforasi. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester pertama, gejala

apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa

yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum

dan appendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut

kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

Gejala Appendisitis akut

Gejala appendisitis Akut Frekuensi (%)

Nyeri perut 100

Anoreksia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian

anorexia/ mual/ muntah kemudian nyeri berpindah ke

RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)

50

*_ _ onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

G. Diagnosis

Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan

pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos

abdomen, USG ataupun CT-Scan, dan sebagainya.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Pada appendisitis akut biasanya ditemukan distensi perut.

Palpasi : pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan

terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa

nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan

8

Page 9: Referat Appendisitis Akut

merupakan kunci diagnosis dari appendisitis). Pada penekanan perut kiri bawah

akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing

(Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan

terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg

Sign). Khusus untuk appendisitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendisitis

terdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan

untuk yang tipe Reccurent Appendicular Colic ditemukan nyeri tekan di

appendiks.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif

sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang

meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri.

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah appendiks yang meradang, kontak

dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan

fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan

nyeri pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai saat dilakukan

pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada arah jam 9 sampai jam 12.

Maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pada

appendisitis pelvika kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan

colok dubur.

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

appendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis

lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari

mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan

yang mirip appendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi,

menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan

angka kesalahan diagnosis appendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi

penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang

dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis

pada kasus yang meragukan.

9

Page 10: Referat Appendisitis Akut

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai

awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis

apenddicitis akut. Pada pasien dengan appendisitis akut, 70-90% hasil

laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan

hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan

memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan

appendisitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada

dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu

jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler.

Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik appendisitis

akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-

14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri

hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah

terjadi perforasi dan peritonitis. Pada metode lain dikatakan penderita appendisitis

akut bila ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi

perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Ada juga

metode yang menyatakan bahwa kombinasi antara kenaikan angka lekosit dan

granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendisitis

akut.

Tes laboratorium untuk appendisitis bersifat kurang spesifik, sehingga

hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkan diagnosa.

Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan pergeseran

kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan

peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendisitis akut.

Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendisitis akut memiliki

jumlah lekosit dan granulosit tetap normal.

Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis appendisitis akut

adalah C-reactive protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase

response) dengan menggunakan CRR telah secara luas digunakan di negara maju.

Pada appendisitis ditemukan kadar CRP yang meningkat yaitu > 1 mg/dl. Nilai

senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%.

10

Page 11: Referat Appendisitis Akut

Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan

waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah.

Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan

kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada

anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan

kemungkinan infeksi saluran kencing. Appendiks yang mengalami inflamasi akut

dan menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis

ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang.

2. Foto Polos abdomen

Pada appendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak

membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah

yang sesuai dengan lokasi appendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.

Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian

kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan

tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara

seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan

akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran

ini tampak pada penderita appendisitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka

pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-

kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk

appendisitis kronis dapat dilakukan appendikogram, dimana hasil positif bisa

berupa Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, mouse tail.

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong

pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang

sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak

preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus

paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan

udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen

dapat mendeteksi adanya fekalit (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi,

berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan appendiks) yang

dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos

abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara

dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like

(melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendiks. Pada

11

Page 12: Referat Appendisitis Akut

appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari

appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.

Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada

kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat

menentukan penyakit lain yang menyertai appendisitis. Barium enema adalah

suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus

untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di

sekitar appendiks dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon.

Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan

gagalnya barium memasuki appendiks (20% tak terisi). Terisinya sebagian

dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendisitis akut, terutama bila ada

impresi sekum. Sebaliknya lumen appendiks yang paten menyingkirkan diagnosa

appendisitis akut. Bila barium mengisi ujung appendiks yang bundar dan ada

kompresi dari luar yang besar di basis sekum yang berhubungan dengan tak

terisinya appendiks tanda abses appendiks. Barium enema juga dapat

menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang menyerupai appendiks,

misalnya penyakit Chron, inverted appendicel stump, intususepsi, neoplasma

benigna/maligna.

3. Ultrasonografi

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis appendisitis akut

maupun appendisitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis appendisitis akut

diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen.

Appendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Appendiks yang

meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada

peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan

transversal. Keadaan awal appendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas

pada lapisan appendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan

appendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,

penebalan dinding appendiks dengan atau tanpa appendikolit. Keadaan appendiks

perforasi ditandai dengan tebal dinding appendiks yang asimetris, cairan bebas

intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel.

Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan

pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 –94%, dengan nilai

sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi

12

Page 13: Referat Appendisitis Akut

(USG) pada appendisitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen,

diameter appendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding appendiks lebih dari 2

mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila appendiks mengalami ruptur atau

perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses

appendiks dapat diidentifikasi.

USG dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun

begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya

appendisitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya appendiks selama USG

tidak menyingkirkan adanya appendisitis. USG juga berguna pada wanita sebab

dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi

dan uterus yang gejalanya menyerupai appendisitis. Hasil USG dapat

dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain,

atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak spesifik meliputi adanya

dilatasi usus, udara bebas, atau ileus. Hasil USG dikatakan kemungkinan

appendiks jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendiks di

daerah fossa iliaka kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik

dimana kecurigaan appendisitis.

4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pada keadaan normal appendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan ini.

Gambaran penebalan dinding appendiks dengan jaringan lunak sekitar yang

melekat, mendukung keadaan appendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90–100% dan 96–97%, serta akurasi

94–100%. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi appendiks dengan abses atau

flegmon. Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat

berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus

menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang

menyerupai appendisitis.

13

Page 14: Referat Appendisitis Akut

5. Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya

untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang

bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping

dapat mendiagnosis appendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat

digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat

bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada appendisitis akut laparoskopi

diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.

6. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk

diagnosis appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai

gambaran histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada

kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut

secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi appendisitis akut pada

orang yang tidak dilakukan operasi. Dari hasil penelitian variasi diagnosis

histopatologi appendisitis akut diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan adanya

komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya.

Definisi histopatologi appendisitis akut:

Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan

epitel.

Abses pada kripte dengan sel granulosit di lapisan epitel.

Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan

epitel.

Sel granulosit di atas lapisan serosa appendiks dengan abses apendikuler,

dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukosa.

Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan

keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendisitis akut tetapi

periappendisitis.

7. Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor Alvarado dan

diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan

14

Page 15: Referat Appendisitis Akut

appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan

appendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut

dan radang bukan akut.

Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis

Manifestasi Skor

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Laboratorium Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan :

0-4 : kemungkinan appendisitis kecil

5-6 : bukan diagnosis appendisitis

7-8 : kemungkinan besar appendisitis

9-10 :hampir pasti menderita appendisitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka

tindakan bedah sebaiknya di lakukan.

H. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis

Pada penyakit ini ditemukan mual, muntah dan diare, gejala yang sama akan

ditunjukkan pada peradangan appendiks yang terletak pelvikal. Pada anamnesis

akan ditemukan mual muntah mendahului rasa sakit (berlawanan dengan

appendisitis akut) juga pada gastroenteritis sakit perut lebih ringan. Panas dan

lekositosis kurang menonjol jika dibandingkan appendisitis akut. Pada

pemeriksaan colok dubur appendisitis akut letak pelvikal akan memberikan rasa

nyeri, sedangkan gastroenteritis tidak.

15

Page 16: Referat Appendisitis Akut

2. Demam dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis, disini didapatkan hasil tes

positip untuk Rumpel Leede, trombositopeni dan hematokrit yang meningkat.

3. Limfadenitis mesenterika

Ditandai dengan rasa nyeri perut terutama kanan, disertai mual dan nyeri tekan

perut yang samar. Pada anamnesa akan ditemukan mual dan muntah yang

mendahului rasa sakit (pada appendisitis akut mual dan muntah timbul setelah

rasa sakit)

4. Gangguan genitalia wanita

Ovulasi dari ovarium kanan dapat memberikan rasa sakit yang mirip dengan

appendisitis akut. Pada anamnesa akan ditemukan keluhan nyeri yang sama

sebelumnya dan rasa nyeri akan berlangsung saat ovulasi terjadi, yaitu sekitar 12-

14 hari setelah haid pertama haid terakhir. Pada ovulasi tanda radang tidak ada,

dan nyeri biasanya menghilang kurang dari dua hari.

5. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendisitis akut. Temperatur

biasanya lebih tinggi, dan nyeri lebih difus. Pada wanita biasanya disertai dengan

keputihan.

6. Kehamilan ektopik

Pada appendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri

tidak seberapa nyata seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik. Nyeri perut

bagian bawah pada appendisitis terletak pada titik McBurney.

7. Kista ovarium yang terpuntir

Nyeri timbul mendadak dengan intensitas yang tinggi serta teraba massa dalam

rongga pelvis, tidak ada demam.

8. Endometriosis eksterna

Nyeri didapatkan ditempat endometriosis berlangsung, nyeri pada saat menstruasi

karena darah tidak dapat keluar.

9. Gangguan traktus urinarius

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas pada batu ureter atau batu ginjal kanan, juga

ditemukan eritrosuria. Pada pielonefritis sering disertai demam tinggi menggigil,

nyeri kostovertebral disebelah kanan dan piuria.

10. Penyakit lain

16

Page 17: Referat Appendisitis Akut

Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut seperti

divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistisis akut,

pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam

tifoid abdominalis.

I. TerapiBila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada

appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.

1. Appendiktomi (Laparoskopi appendektomi dan open appendektomi)

a. Cito akut, abses & perforasi

b. Elektif kronik

2. Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat) biasanya setelah 3 bulan

konservatif baru dilakukan operasi

3. Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg)

4. Diet rendah serat

5. Antibiotika spektrum luas

6. Metronidazol

7. Monitor Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED, bila baik

mobilisasi pulang.

Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa

nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya

muntah pada waktu induksi anestesi. Pada appendisitis akut dengan komplikasi

berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena

biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena

muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan

perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa

nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi

abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka

diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara intravena,

kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi. Setelah

17

Page 18: Referat Appendisitis Akut

pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan kekurangan

cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak 1

ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria

(60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres

alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam.

Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan

appendisitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi

appendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan.

Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman.

Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus

perforasi appendisitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau

melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri

aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan.

Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg)

dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan

menghilangkan komplikasi appendisitis perforasi. Metronidazol aktif terhadap bakteri

gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini

lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin.

Open appendektomi ini merupakan prosedur yang sudah lama menjadi standar

untuk operasi appendisitis. Pada metode ini, ahli bedah melakukan tindakan operasi

dengan melakukan insisi pada perut kanan bawah, dengan panjang luka kurang lebih

5 cm. Belakangan ini metode open appendiktomi yang menggunakan insisi Mc

Burney ini sudah banyak ditinggalkan karena luasnya insisi sehingga akan

menimbulkan jaringan parut yang cukup luas penyembuhan luka yang lama sehingga

tidak baik untuk kosmetik. Pada teknik laparoskopi appendektomi beberapa incisi

kecil dibuat di abdomen (biasanya 3 irisan). Pada salah satu insisi, laparoskopi

dimasukkan. Laparoskopi mempunyai lensa kecil (sebagai kamera) yang berhubungan

dengan monitor TV. Appendektomi dilakukan oleh ahli bedah sambil melihat ke

monitor TV. Instrumen kecil dimasukkan ke dalam insisi lainnya dan digunakan

untuk mengambil appendiks.

J. Komplikasi1. Luka infeksi

2. Obstruksi saluran cerna

18

Page 19: Referat Appendisitis Akut

3. Abses abdominal/pelvis

4. Stump appendicitis walaupun jarang terjadi, namun ada sekitar 36 kasus

appendicitis yang dilaporkan berasal dari jaringan apendiks sisa operasi

appendektomi sebelumnya.

5. Peritonitis

6. Kematian (namun jarang).

K. PrognosisDengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan

morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan

orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang.

BAB III

KESIMPULAN

1. Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis.

19

Page 20: Referat Appendisitis Akut

2. Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks, sehingga terjadi

kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.

3. Gejala awal yang merupakan gejala klasik appendisitis adalah nyeri samar-samar dan

tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.

4. Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik

(inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos abdomen, USG ataupun CT-

Scan.

5. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan

merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

20

Page 21: Referat Appendisitis Akut

2. Heller, Jacob L. 2008. Appendectomy - series: Normal anatomy. Retrieved May 22, 2010,

from Medline Plus:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100001_1.htm

3. Hackam, David. 2008. Appendicitis. Retrieved May 22, 2010, from Knol – A Unit of

Knowledge : http://knol.google.com/k/dr-david-hackam/appendicitis/RNKGbbtd/Z1o0Yg

4. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine :

http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview

5. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc Graw Hill

Company.

6. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu Bedah UGM:

http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html

7. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May 22, 2009,

from American Academy of Family Physicians.:

http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.htm

8. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut Differential Diagnoses & Workup. Retrieved May

22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis

9. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut - Follow-up. Retrieved May 22, 2010, from

eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup

21