referat anestesi print .doc

34
TUGAS REFERAT MANAJEMEN JALAN NAPAS SULIT PADA PASIEN OBSTETRI Oleh Laila Nurmala H1A 010 058 Pembimbing: Dr. H. Sulasno, Sp.An DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA SMF ANESTESI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Transcript of referat anestesi print .doc

Page 1: referat anestesi print .doc

TUGAS REFERAT

MANAJEMEN JALAN NAPAS SULIT PADA PASIEN OBSTETRI

Oleh

Laila Nurmala

H1A 010 058

Pembimbing:

Dr. H. Sulasno, Sp.An

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

SMF ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

2015

Page 2: referat anestesi print .doc

BAB I

PENDAHULUAN

Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter

anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan

terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan.

Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam penanganan

pasien. Pada pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan

penanganan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa 1-18% pasien memiliki jalan nafas yang

sulit. Dari jumlah ini 0,05-0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik, bahkan sejumlah

lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi ini ditempatkan pada seorang dokter

yang memiliki pasien sedang banyak maka dokter tersebut akan meemui 1-10 pasien yang

memiliki anatomi jalan nafasyang sulit untuk diintubasi.

Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya , dari kerusakan otak

sampai kematian. Resiko tersebut berhubugan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan jalan

nafas pasien yang dibuktikan pada jumlah kasus-kasus malpraktek yang diperiksa oleh American

Society of Anesthesiologist Closed Claims Project . pada kasus – kasus yang sudah ditutup

tersebut terhitung bahwa jumlah terbanyak insidensi kerusakan otak dan kematian disebabkan

oleh kesulitan respirasi . tujuan dari bab berikut adalah mendiskusikan dasar-dasar dari anatomi

jalan nafas dan penatalaksanaan jalan nafas sulit. `

Page 3: referat anestesi print .doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI JALAN NAFAS

Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian

berakhir di alveolar. Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu

penatalaksanaan pasien selama periode operatif. Pada bagian berikutnya akan dilakukan

peninjauan mengenai dasar anatomi jalan nafas dan fungsionalnya. Anatomi jalan nafas akan

didiskusikan dalam beberapa bagian yaitu jalan nafas supraglotis, laring dan jalan nafas

subglotis.

2.1.1 Jalan Nafas Supraglotis

Hidung

Hidung berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara saaat udara masuk kedalam hidung.

Udara yang masuk dari hidung dibatasi dengan ukuran dari turbin pada lubang hidung, dimana

didalamnya banyak terdapat pembuluh darah, sehingga pada pemasukan endotracheal tube atau

bronchoscope melalui hidung dapat menyebabkan banyak perdarahan. Septum nasal kadang

berdeviasi pada beberapa orang sehingga menyebabkan salah satu lubang hidung akan

menyempit dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Nasofaring kemudian terbuka dan

menyambung dengan orofaring. Cabang dari Nervus V yang akan menginervasi sensorik pada

hidung.

Faring

Ruang pada bagian posterior rongga mulut dapat dibagi dalam nasofaring, orofaring, dan hipo

faring. Jaringan limfoid pada sekitar faring dapat mempersulit proses intubasi dengan

endotracheal tube karena jaringan tersebut menutupi jalan masuk. Otot internal dari faring

membantu proses menelan dengan mengangkat palatum. Sedangkan otot eksternalnya

merupakan otot konstriktor yang membantu mendorong makanan masuk kedalam esophagus.

Gerakan otot ini dapat mempengaruhi jalan masuk dari endotracheal tube pada pasien yang akan

dilakukan intubasi sadar ataupun pada pasien yang teranestesi ringan. Persarafan sensorik dan

Page 4: referat anestesi print .doc

motorik dari faring berasal dari Nervus Kranial IX kecuali pada Muskulus Levator Veli Palatini

yang dipersarafi oleh Nervus Kranial V.

Penyumbatan jalan nafas dapat terjadi pada daerah faring. Ini terjadi pada saat timbulnya

pembengkakan yang akan membatasi masuknya udara. Penyumbatan tersebut terjadi pada daerah

Palatum Molle yang kemudian menepel pada dinding nasofaring. Contoh lidah dapat jatuh

kebelakang dan kemudian akan menyumbat jalan nafas dengan menempel pada dinding posterior

orofaring. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang tersedasi dan teranestesi ataupun pada

pasien sewaktu tidur. Penyumbatan terjadi akibat penurunan tonus otot dan penurunan fungsi

lumen faring. Pada pasien yang bernafas spontan, penurunan fungsi lumen jalan nafas dapat

berhubungan dengan meningkatnya frekuensi respirasi dan menghasilkan jumlah tekanan negatif

yang besar dibawah tingkat obstruksi. Keadaan ini dapat menjadi lebih buruk dengan

penyumbatan yang timbul akibat adanya tekanan negatif yang menekan jaringan lunak ke daerah

yang kolaps. Permasalahan seperti ini terdapat pada pasien dengan obstuktive sleep apnea.

Laring

Laring memiliki bentuk yang rumit yang berfungsi yaitu melindungi jalan nafas bawah,

sebagai salah satu organ untuk fonasi, dan membantu proses pernafasan. Semua fungsi tersebut

bergantung pada proses interaksi antara kartilago, tulang, dan jaringan lunak yang merupakan

komponen dari faring dan laring. Laring memiliki 9 kartilago yaitu Epiglotis, Tiroid, Krikoid,

Sepasang Aritenoid, Sepasang Cuneiformis dan Sepasang Corniculata. Laring memiliki otot-otot

ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan sensorik dan motorik dari jalan nafas bagian atas juga

banyak. Struktur Laring .Bentuk struktur laring terdapat pada gambar 6-1. Tulang Hyoid akan

menggantung pada laring dan menempel pada tulang Temporal melalui ligament Stylohyoid.

Kartilago Laring.

o Kartilago Tiroid : Merupakan kartilago terbesar dari laring dan memiliki sudut

yang lebih tajam pada laki-laki sehingga memberikan bentuk menonjol dan

panjang. Memberikan nada rendah pada pita suara. Kartilago ini melekat pada

membrane Hyoid di bagian atas dan berartikulasi dengan kartilago Krikoid di

bagian bawah. Bagian batang Epiglottis dan ligamen Vestibular melekat pada

permukaan bagian dalamnya. Kartilago Krikoid : Berbentuk cincin utuh dengan

Page 5: referat anestesi print .doc

bagian belakang yang lebih lebar melekat pada Esophagus. Sudut anterior

melekat pada kartilago tiroid melalui membrane Cricotiroid. Membran

Cricotiroid tidak memiliki pembuluh darah sehingga dapat menjadi akses jalan

nafas dalam keadaan gawat darurat dengan cara insisi di bagian tengahnya atau

dengan menusukan jarum pada bagian tengahnya.

o Kartilago Aritenoid :Berbentuk pyramidal, Aritenoid adalah tempat tambatan

bagi beberapa otot internal laring dan juga bagi pita suara. Kartilago Cuneiformis

dan Corniculata melekat pada kartilago ini melalui ligamennya.

o Epiglotis : Merupakan stuktur bentuk kartilago yang besar berbentuk tetesan air

atau daun atau sadel sepeda. Sifatnya flesibel dengan ukuran yang berbagai

macam. Terletak vertical dibelakang tulang Hyoid dan melekat pada ligamen

Hyoepiglotis. Dasar epiglottis melekat pada Aritenoid melalui lipatan

Aryepiglotis. Mukosa dari Epiglotis berjalan ke anterior dan lateral membentuk

ruang antara lipatan Faringoepiglotis yang disebut Valecula. Ruang ini

merupakan tempat jatuhnya benda asing seperti makanan dan juga merupakan

tempat yang tersedia untuk meletakan ujung dari bilah laringoskop Macintosh.

Interior Laring

Bagian dalam laring merupakan struktuk bentuk yang rumit juga. Lekukan pada laring

dari faring berbentuk hampir tegak lurus. Rongga laring dapat dibagi menjadi beberapa bagian.

Vestibula memanjang dari lengkung laring kearah lipatan vestibular yang disebut sebagai pita

suara palsu. Ventrikel laring memanjang dari pita suara palsu sampai ke pita suara asli. Daerah

antara pita suara saat menutup dan kartilago Aritenoid disebut Rima Glotis. Bagian ini adalah

bagian yang paling dangkal dari jalan nafas atas pada orang dewasa. Infraglotis laring

memanjang dari pita suara sampai bagian atas trakea dibatasi oleh membrane Cricotiroid dan

kartilago Krikoid. Daerah ini adalah daerah yang paling dangkal pada jalan nafas anak.

Page 6: referat anestesi print .doc

2.1.2 Jalan Nafas Subglotis

Jalan nafas subglotis memanjang dari kartilago Cricoid sampai alveolar. Rangkuman lengkap

mengenai anatomi ada diluar bab ini, bagaimanapun diskusi-diskusi mengenai anatomi dari

bronkus mayor akan dibahas.

Trachea

Trakea dimulai dari kartilago Cricoid dan memanjang sampai T 5 (Panjang ±10 – 20 cm).

Kartilago tracheal adalah cincin yang tidak utuh bulat dengan bagian posterior berbentuk

datar tanpa kartilago. Percabangan bronkus ada ke kiri dan ke kanan dimana pada

bronkus kanan sudut percabangannya lebih landai pada orang dewasa sehingga pada saat

intubasi endotracheal tube lebih mudah masuk ke bronkus kanan.

Bronkus Lobaris Paru kanan dan kiri mempunyai anatomi lobus yang berbeda. Paru

kanan mempunyai tiga lobus yaitu atas, tengah dan bawah sementara paru kiri

mempunyai dua lobus yaitu atas dan bawah. Tinggi lobus paru kanan lebih tinggi

daripada paru kiri. Perbedaan ini berguna pada pembedaan antara kiri dan kanan pada

saat dilakukan bronchoscopy.

2.2 PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS SULIT

Idealnya, semua pasien mempunyai anatomi jalan nafas normal, sehingga pasien

manapun saat pasien menjalani tindakan medis yang membutuhkan pengendalian jalan nafas

tidak akan memiliki resiko diatas. Karena hal ini bukan hal yang relistik maka seorang dokter

anestesi harus mempunyai cara untuk mengetahui dan menangani pasien-pasien dengan anatomi

jalan nafas abnormal. Secara sederhana, penatalaksanaan pasien dengan kesulitan jalan nafas

adalah dengan: Prediksi, Preparasi, Practice

Prediksi

Mengetahui kondisi pasien dengan resiko anatomi jalan nafas sulit akan membuat dokter anestesi

dapat mempertimbangkan berbagai pilihan cara penatalaksanaan jalan nafas beserta dengan

persiapan-persiapannya. Hal ini penting karena pada beberapa tehnik yang dilakukan (akan

dibahas berikutnya) akan sulit dilakukan jika terjadi perdarahan pada jalan nafas, dan beberapa

Page 7: referat anestesi print .doc

pasien bahkan menjadi apneu yang kemudian berpotensi menjadi hipoksia saat dilakukan induksi

anestesi. Beberapa cara umum yang dapat dipakai untuk memprediksi adanya intubasi sulit atau

tidak yaitu dengan pemeriksaan fisik. Yang utama adalah mengevaluasi tes prediksi karena

dibutuhkan beberapa klarifikasi. Kesulitan intubasi dikatakan dapat terjadi bila seorang dokter

anestesi tidak dapat memasukan endotracheal tube pada waktu dan cara yang tepat. Dapat

dikatakan bahwa dibutuhkan lebih dari satu kali percobaan untuk melakukan intubasi.

Bagaimanapun juga sulit intubasi dapat dihubungkan dengan derajat terlihat atau tidaknya

penglihatan dari laringoskop. Dikatakan sulit intubasi apabila pada penglihatan terlihat derajat III

atau IV. Derajat I : Pita suara terlihat, Derajat II : Hanya sebagian pita suara terlihat, Derajat III :

Hanya epiglottis yang terlihat., Derajat IV : Epiglottis tidak terlihat samasekali.

Pada penelitian sebelumnya sudah ada perbandingan macam-macam tes untuk

memprediksi cara-cara terbaik untuk menetukan intubasi sulit. Ada berbagai faktor yang harus

dievaluasi dalam memeriksa pasien untuk dilakukannya intubasi endotracheal. Riwayat Pasien:

Kebanyakan pasien tidak mengetahui riwayat intubasi sebelumnya jika pada pasien tersebut saat

dilakukan intubasi sebelumnya tidak memiliki kesulitan intubasi. Tetapi bagaimanapun juga

pasien yang memiliki riwayat intubasi yang sulit yang sudah diketahui oleh pasien tersebut

kemungkinan besar akan mengalami intubasi sulit terus. Kondisi-kondisi yang dapat

menimbulkan intubasi sulit adalah : Sindrome congenital, termasuk Sindrom Down, Goldenhar,

Treacher Collins, Pierre Robin dan Mucopolysacharidoses, dll. Penyakit Tulang, termasuk

Rheumatoid Arthritis, Ankylosing Spondylitis, Fiksasi atau Fraktur Mandibula, Ankylosis sendi

Temporomandibular. Kelainan Jaringan Lunak, termasuk Obesitas, Tumor, Hemangioma, Abses,

Infeksi Jalan Nafas seperti Epiglotitis, Perdarahan. Trauma pada wajah dan leher, luka baker,

perubahan-perubahan post operasi termasuk bekas luka, perubahan akibat radiasi.

Bentuk gigi: Gigi Insisivus depan yang menonjol dapat mempersulit melihat laring selama

dilakukannya intubasi, perhatian khusus diberikan pada pasien yang memiliki gigi yang terbelah

yang dapat memuat bilah laringoskop. Pergerakan sendi temporomandibular: Dapat dinilai dari

bukaan mulut yang kemudian ditentukan dengan mengukur jarak interincisor dan kemampuan

untuk prognasi. Jarak Interincisor paling tidak harus muat untuk dilewati bilah standar

laringoskop.

Page 8: referat anestesi print .doc

Derajat Orofaringeal: lebih umum disebut sebagai derajat Mallampati; Dilakukan evaluasi

dengan membuka mulut agar terlihat faring. Penilaian dari derajat 3-4 adalah merupakan

kemungkinan besar akan terjadi intubasi sulit . Lebar palatum: Pasien dengan palatum yang

panjang dan dangkal memiliki anatomi jalan nafas yang sulit. Jarak thyromental: adalah jarak

dari sumbu anterior mandibula sampai dengan puncak kartilago thyroid. Semakin pendek maka

anterior laring akan semakin terlihat.

Luas ruang mandibula: adalah faktor yang penting untuk dievaluasi, selama intubasi lidah

dan jaringan lunak lain didasar mulut akan terdorong ke anterior ke ruang mandibula dan

menyebabkan akan terlihatnya laring. Pasien dengan ruang mandibula yang kecil seperti pada

pasien obesitas atau pasien dengan infeksi akan mempersulit untuk terlihatnya laring selama

intubasi.

Lemak tubuh juga harus dievaluasi terutama lemak pada daerah leher yang tebal dan luas

serta kelainan anatomi lain yang membuat pergerakan kepala menjadi terbatas seperti tumpukan

lemak diantara scapula. Pergerakan leher dinilai berdasarkan pergerakan fleksi dan ekstensinya.

Pergerakan kepala pada persendian atlantooccipital dinilai juga. Pergerakan yang terbatas pada

sendi ini akan membuat laring terlihat ke anterior. Penilaian tes-tes tersebut telah dilakukan di

semua literatur. Semakin banyak faktor yang dinilai, maka semakin akurat hasil prediksi untuk

penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas sulit. Semakin banyak hasil prediksi negatif dari

pemeriksaan tersebut maka kemungkinan adanya kesulitan anatomi jalan nafas akan semakin

tinggi. Jika semua faktor penilaian anatomi jalan nafas adalah normal maka tingkat kesulitan

untuk intubasi akan semakin rendah.

Pemeriksaan jalan nafas dapat dilakukan dengan berbagai cara. “The American Society

of Anesthesiologist (ASA) Task Force on Difficult Airway Management” telah mengumumkan

pemeriksaan secara ekstensif untuk menemukan hal-hal yang diwaspadai yang berhubungan

dengan kesulitan intubasi (tabel 6-3). Satu set cara yang berhasil baik untuk dilakukannya

evaluasi terdapat dibawah ini, pasien dengan posisi duduk atau setengah duduk dinilai:

Lemak Tubuh, terutama distribusinya disekitar leher dan kepala.

Page 9: referat anestesi print .doc

Preparasi

Persiapan yang adekuat untuk menangani pasien dengan jalan nafas yang sulit membutuhkan

pengetahuan dan juga perlengkapan yang tepat. Pengetahuan yang dibutuhkan untuk penanganan

pasien ini adalah pengetahuan lanjutan yang sama untuk penatalaksanaan semua pasien, kecuali

adanya beberapa tambahan tertentu. ASA sudah menetukan beberapa tambahan secara algoritma

untuk penatalaksanaan jalan nafas sulit. Algoritma tersebut adalah:

1. Menentukan gejala dan manifestasi klinik dari penatalaksanaan masalah dasarnya :

a. Ventilasi sulit.

b. Intubasi sulit.

c. Kesulitan dengan pasien yang tidak kooperatif.

d. Sulit untuk ditrakeostomi.

2. Secara aktif mencari kesempatan untuk menangani kasus-kasus penatalaksanaan jalan

nafas sulit.

3. Mempertimbangkan kegunaan dan hal-hal dasar yang mungkin dilakukan sebagai pilihan

penatalaksanaan :

a. Intubasi sadar Versus Intubasi setelah Induksi pada GA.

b. Pendekatan tehnik intubasi non invasif Versus Pendekatan tehnik intubasi invasif.

c. Pemeliharaan ventilasi spontan Versus Ablasi ventilasi spontan.

4. Membuat strategi utama dan alternatifnya .

Keberhasilan aplikasi dari algoritma tergantung pada pengenalan pada pasien yang memiliki

anatomi jalan nafas, ventilasi ataupun kooperatif yang sulit. Dokter anestesi harus memiliki

berbagai macam pertimbangan dalam metode-metode penatalaksanaan jalan nafas (Sadar atau

tidak, jalan nafas surgical atau tidak). Penatalaksanaan yang baik tergantung pada oksigenasi

atau ventilasi yang adekuat pada saat mengendalikan jalan nafas. Dari algoritma tersebut jelas

disebutkan pilihan-pilihan yang harus diambil pada saat penatalaksanaan agar dapat memperoleh

Page 10: referat anestesi print .doc

ventilasi dan oksigenasi yang baik. Beberapa perlengkapan yang tersedia dapat membantu

melaksanakan intubasi sulit menjadi berhasil diintubasi ( seperti fiberoptic, retrograde, dll ) atau

tidak bisa diventilasi menjadi bisa diventilasi ( Transtracheal jet, LMA ). Perlengkapan yang

dipilih harus berdasarkan pada keahlian dari masing-masing dokter anestesi tersebut. Jumlah

pilihan tersebut sangat banyak dan beberapa pilihan akan didiskusiskan berikut ini.

2.3.PERLENGKAPAN UNTUK PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS SULIT

Jalan Nafas dapat berupa oral ataupun nasal, dapat membantu mengubah tidak bisa

diventilasi menjadi bisa diventilasi.

Stylets, Intubasi Guides and Bougies

Ini adalah merupakan kawat standar yang digunakan untuk membuat endotracheal tube menjadi

kaku, sehingga mempermudah intubasi ke dalam laring. Stylets sangat berguna untuk intubasi

pada laring yang lebih ke anterior. Berguna juga untuk membantu proses “Blind Intubasi”

dengan transiluminasi pada laring. Stylets untuk intubasi juga didesain untuk ventilasi dengan

ujung tengahnya yang dapat membantu membuat “Jet Ventilation” atau membantu verifikasi

karbon dioksida pada saat stilet tersebut di letakkan di jalan nafas.

Airway Exchange Catheter

Kateter ini membantu proses oksigenasi dan membantu memantau jumlah karbon dioksida

selama pemasangan endotracheal tube. Dapat digunakan bersama dengan “Jet Ventilation” untuk

meningkatkan oksigenasi selama pemasangan endotracheal tube.

Specialized Forceps

Forsep ini digunakan untuk memandu proses pemasangan endotracheal tube masuk ke laring

atau untuk membantu meretraksi lidah selama intubasi fiberoptic.

Laringoscopy

Laringoscopy ini dibuat dengan berbagai macam perlengkapannya. Laringoskop direct vision

rigid dilengkapi dengan berbagai bentuk dan ukura bilah. Pada pasien tertentu memiliki

Page 11: referat anestesi print .doc

kecocokan dengan bentuk bilah tertentu. Contoh, Pasien yang memiliki epiglottis yang panjang

dan menjuntai lebih cocok menggunakan bilah lurus daripada bilah Macintosh. Laringoskop

semidirect rigid mempunyai prisma pada bilahnya sehingga bisa melihat struktur laring pasien

yang tidak bisa dilihat secara langsung namun terlihat melalui prisma tersebut. Laringoskop fiber

optis rigid seperti Bullard dan Upsher scopes dapat memvisualisasi laring melalui fiberopticnya.

Scopes ini sangat berguna pada pasien dengan laring yang lebih ke anterior.

Keuntungan dari intubasi dengan laringoskop fiberoptic rigid termasuk :

- Penggunaan Scopes rigidnya sama dengan laringoskop biasa,

- Kurva lengkungnya lebih pendek,

- Lebih tahan lama daripada scopes fiberoptic flexible.

Kerugian intubasi dengan laringoskop fiberoptic rigid :

- Melihat endotracheal tube masuk ke laring melalui fiberoptic tetapi tidak melalui scope-nya

- Tehnik penggunaannya lebih sulit atau kurang lazim dipergunakan.

- Ukuran batas pasien berhubungan dengan ukuran besar bilah.

Fiberoptic Bronchoscopic Intubation

Fiberoptic Bronchoscopic Intubation (FBI) menggunakan bronchoscopes flexible untuk intubasi.

Banyak perusahaan sudah membuat scopes untuk intubasi dengan bentuk lebih panjang dan lebih

kecil diameternya dari ukuran standard diagnostic bronchoscopes. Keuntungan dari FBI

termasuk:

- Endotracheal tube masuk ke trakea dengan penglihatan langsung melalui scope.

- Tidak terbatas pada ukuran besar pasien karena scope-nya memiliki berbagai macam ukuran.

- Untuk kepentingan terapi seperti penempatan bronchial blockers dan double lumen

endotracheal tube. Selain itu dapat digunakan juga untuk mengangkat sekret dari bronkus.

Kerugian FBI termasuk: Tehnik penggunaannya sulit untuk dipelajari, Perlengkapannya mudah

rusak dan mahal, Kesulitan penggunaan FBI termasuk: Darah dan sekret dapat mengaburkan

Page 12: referat anestesi print .doc

penglihatan. Mudah untuk “menyasar” didaerah jalan nafas, terutama daerah midline.

Anatominya berubah. Permasalahan khusus dengan FBI: Endotracheal tube dapat tergantung

pada struktur laring. Scope dapat terputar di laring. Lensanya dapat berkabut. Saran intubasi

dengan fiberoptic. Berapa banyak? Secara umum dibutuhkan 10 kali percobaan intubasi untuk

bisa menggunakan broncoscope dengan lancer. Kurang lebih 25 kali terbiasa intubasi pada

pasien normal dan lebih baik lagi jika bisa melakukan intubasi sulit. Bagaimana cara belajar

menggunakannya? Harus terbiasa menggunakan Scope-nya. Belajar untuk memegang dan

menggerakan scope-nya dengan cara yang sama setiap waktu. Teropong atau scope diletakan

ditengah diantara kedua tangan agar pergerakan dari teropong dapat sesuai kearah yang kita

gerakan. Memasukan scope ke faring diusahakan agar posisinya tetap di garis tengah. Intubasi

nasal karena posisi nasal yang ditengah menyebabkan scope tetap ditengah. Struktur pada jalan

nafas atas harus dikenali; maju 8-10 cm. ujung scope digerakan ke atas/anterior kemudian

diflexikan untuk melihat laring, kemudian scope diputar ke distal dan diposisikan di tengah

didepan pita suara. Untuk melewati pita suara ujung dari scope dikembalikan ke posisi semula

agar dapat masuk ke trakea. Kemudian posisikan scope diatas karina tanpa menyentuhnya karena

dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk. Masukan endotracheal tube ke dalam trakea

dengan tampilan gambar di scope tetap pada karina. Jika endotracheal tube tidak bisa masuk,

coba dilakukan tehnik dibawah pada berikut ini. Jangan memaksakan/memasukan endotracheal

tube dengan kekerasan karena dapat menyebabkan kerusakan pada jalan nafas ataupu pada

scope.

Tehnik anestesi: Dimulai dari pasien normal, setelah pasien ditidurkan, dilumpuhkan dan

diventilasikan oleh asisten dengan menggunakan sungkup. Kemudian meningkat pada pasien

tidur, bernafas spontan, dengan atau tanpa anestesi regional pada jalan nafas. Kuasai hal-hal ini

dulu sebelum melakukan FBI pada pasien sadar, tersedasi, bernafas spontan. Anestesi regional

pada jalan nafas akan membantu memfasilitasi intubasi pada pasien sadar atau tersedasi.Anestesi

yang adekuat untuk intubasi membutuhkan blok baik sensorik maupum motorik dari permukaan

laring dan otot-ototnya. Hal ini membutuhkan blok dari Nervus Laringesus Superior dan Nervus

Laringeus Rekuren. Ada beberapa resiko untuk anestesi regional pada jalan nafas. Blok pada

Nervus Laringeus Superior akan memblok sensorik dari dasar lidah dan epiglottis sehingga dapat

terjadi aspirasi pada pasien oleh karena masuknya benda asing yang dimuntahkan pasien. Ini

terjadi karena reflek untuk menutup pada laring sudah terblok sehingga laring tidak dapat

Page 13: referat anestesi print .doc

berfungsi normal. Biasanya blok pada Nervus Laringeus Rekuren menyebabkan timblulnya blok

motorik pada otot Laringeal adductor dan mencegah reflek menutup sehingga benda asing yang

dimuntahkan pasien juga dapat masuk dan terjadi aspirasi. Resiko yang lebih buruk dapat terjadi

pada saat terjadinya aspirasi benda dalam lambung saat dilakukannya anestesi regional pada

jalan nafas. Karena alasan ini anestesi regional pada jalan nafas menjadi kontra indikasi pada

pasien dengan lambung penuh atau pada pasien dengan penyakit reflux esophageal.

Perlengkapan intubasi: Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan. Intubasi dengan

menggunakan scope dapat dilakukan saat ruang orofaring terbuka. Sungkup intubasi juga

tersedia sehingga kita dapat intubasi saat dilakukannya ventilasi oleh rekan kerja kita. The

Cuffed Oropharingeal Airway (COPA) juga dapat digunakan, dan pasien juga tetap dapat

diintubasi saat dilakukannya ventilasi. Bagaimanapun juga ujung dari scope harus didorong

melewati cuff dari COPA untuk dapat memvisualisasi pita suara, setelah itu baru diintubasi. Kita

juga dapat melakukan intubasi dengan menggunakan LMA. Cara terbaik untuk melakukan

endoskopi adalah dengan meminta bantuan dari rekan kerja untuk melakukan jaw thrust atau

menarik lidah pasien untuk membantu kita.

Kemungkinan masalah yang akan timbul: Beberapa pasien mungkin akan membutuhkan tehnik

tertentu untuk dilakukannya intubasi. Masalah yang sering timbul adalah menempatkan ujung

dari scope pada trakea sebab kemungkinan yang sering timbula adalah ET tidak dapat masuk,

penyebab hal ini antara lain: Ujung dari ET yang tersangkut pada tulang rawan atau letak scope

pada posisi faring posterior. Jika dilakukan pemaksaan maka kemungkinan akan timbul cedera

pada jalan nafas dan ini tidak menyelesaikan masalah. Yang harus dilakukan adalah menarik

scope perlahan sambil mempertahankan trakea tertap terlihat dan masukan ET lagi. Yang harus

disadari adalah jika karina sudah terlihat maka intubasi masih harus terus dilanjutkan dan bukan

berhenti sampai disitu saja. Endotracheal tube dapat tidak masuk saat dilakukannya intubasi

nasal dan ini dapat menimbulkan perdarahan yang dapat menggagalkan endoskopi fiberoptic.

Endotracheal tube yang terlalu besar untuk pasien ataupun pita suara pasien yang tertutup juga

dapat mempersulit intubasi.

Pasien yang kecil: Jika endotracheal tube terlalu terlalu kecil untuk bisa dilewati scope maka

dibawah penglihatan langsung dapat dipasangkan guide wire (Dari ureteral stent atau

perlengkapan retrograde intubation) pada ujung suction dari bronchoscope untuk masuk kedalam

Page 14: referat anestesi print .doc

trakea. Setelah itu singkirkan bronchoscope dan tinggalkan wire tetap didalam trakea. Masukan

endotracheal tube dengan bantuan wire tersebut sementara dilakukannya visualisasi dari laring

dengan bronchoscope.

Latihan dengan menggunakan bronchoscope untuk intubasi pada kondisi pasien tidak sadar dan

dilumpuhkan. Biasanya dibutuhkan 10-20 kali latihan intubasi agar dapat mengintubasi pasien

normal dengan baik. Jika hal ini sudah berhasil maka tehnik tersebut ditingkatkan pada pasien

dengan kondisi tidak sadar dan bernafas spontan. Dengan latihan terus menerus (kurang lebih 40

kali intubasi) maka seorang dokter dapat melakukan intubasi dengan baik pada pasien dengan

anatomi jalan nafas abnormal, bahkan pada pasien sadar.

Aturan Pemasangan Laringeal Mask Airway pada penatalaksanan jalan nafas sulit

LMA dapat membantu mengubah kondisi pasien yang tidak bisa diventilasi menjadi bisa

diventilasi. LMA menjadi salah satu cara intubasi aman pada jalan nafas alternatif pasien sadar

atau juga dengan trakeostomi. Bagaimanapun juga bila ventilasi sudah dapat diyakinkan maka

tehnik jalan nafas yang lain dapat dilakukan dengan aman. The Intubating Laryngeal Mask

Airway (ILMA) adalah salah satu perlengkapan untuk penatalaksanaan pasien dengan anatomi

jalan nafas sulit. Penempatan endotracheal tube dapat dilakukan dengan baik pada hampir semua

pasien dengan alat ini, bahkan pada percobaan intubasi pertama. Penggunaan ILMA harus

dipertimbangkan pada penanganan awal pasien dengan anatomi jalan nafas sulit yang tidak

diduga karena dapat membantu mengendalikan jalan nafas pasien. Jika ILMA tidak tersedia,

maka LMA masih dapat digunakan untuk membantu intubasi pasien, sebagai blind intubasi atau

dengan airway exchange catheters atau dengan fiberoptic bronchoscopes (tabel 6-4).

Blind Intubation dengan endotracheal tube melalui laryngeal mask airway

Tempatkan LMA dan pastikan ventilasi melalui LMA. Berikan lumbrikasi pada ET melalui

LMA, putar 90º dari posisi normal agar mudah melewati LMA; Pada jarak 20 cm, putar ET

kembali ke posisi normal. Masukan ET ke dalam trakea, kembangkan cuff, dan pastikan

ventilasi.

Amankan ET dan LMA pada tempatnya atau potong dan pisahkan LMA agar ET dapat

diposisikan dengan aman. Intubasi fiberoptic melalui laryngeal mask airway

Tempatkan LMA dan pastikan ventilasi melalui LMA.

Page 15: referat anestesi print .doc

Berikan lumbrikasi pada ET kemudian ET diposisikan di bronchoscope. Masukan

bronchoscope melewati LMA, kemudian masuk ke trakea. ET akan masuk bersama dengan

bronchoscope. Pastikan posisi ET terlihat dan tarik bronchoscope. Amankan ET dan LMA pada

tempatnya atau potong dan pisahkan LMA agar ET dapat diposisikan dengan aman. Passage of

Intubating Guide melalui laryngeal mask airway. Tempatkan LMA dan pastikan ventilasi melalui

LMA. Masukan Ventilating atau non ventilating guide melalui LMA – Ventilating guide dapat

memberikan verifikasi posisi dari guide dengan capnometry sebelum endotracheal tube masuk.

Pindahkan LMA, masukan ET dengan ukuran yang tepat melalui guide kemudian angkat

intubating guide. Pastikan posisi ET di trakea dengan bronchoscope, capnometry dan ventilasi.

Amankan ET. Laringeal Mask Airway dapat memventilasi pasien sewaktu dilakukannya tehnik

penatalaksanaan jalan nafas lainnya Trakeostomi. Retrograde wire-guide intubation.

Kesulitan pemasangan laryngeal mask airway pada penatalaksanaan jalan nafas sulit

Epiglottis dapat jatuh menutupi sewaktu pemberian jalan nafas dan keterbatasan ukuran ruang

untuk memasukan alat lain kedalam trakea. Hal ini dapat terjadi meskipun pasien dapat

diventilasi. Batang dari LMA dapat membatasi jalan masuk alat lainnya.

Endotracheal tube mungkin terlalu pendek untuk masuk kedalam trakea melalui LMA.

Kombinasi LMA dan endotracheal tube sulit untuk diamankan dan dapat terlepas keluar dari

trakea. Adanya resiko aspirasi dari benda-benda yang berasal dari lambung. Pemasangan proseal

dapat menurunkan resiko ini.

2.4 TEHNIK JALAN NAFAS LANJUTAN

Intubasi Retrograde: Jalan masuk dari endotracheal tube dapat dibantu oleh guide wire

melalui membrane krikotiroid menuju jalan nafas atas dengan cara retrograde. Tehnik ini dapat

dipergunakan dengan menggunakan alat Bantu yang sudah disediakan dalam kotak perlengkapan

yang tersedia. Dengan latihan, tehnik ini dapat dilakukan dengan jangka waktu yang tidak lama.

Ventilasi Transtracheal Jet: Dalam hubungannya dengan jalan nafas yang potensial, jet

ventilation masuk kedalam trakea dengan menembus membran krikotiroid yang kemudian akan

memberikan ventilasi yang adekuat pada pasien yang tidak mungkin untuk dilakukannya

intubasi. Jet ventilation membutuhkan sumber gas dengan tekanan yang tinggi agar dapat

berfungsi efektif, seperti flush gas dari mesin anestesi atau dari katup sumber gas oksigen yang

Page 16: referat anestesi print .doc

terdapat di dinding. Transtrcheal Jet Ventilation dapat menjadi penyelamat hidup namun harus

dilihat juga sebagai salah satu jembatan untuk melakukan penatalaksanaan jalan nafas

alternative. Ada beberapa resiko terhadap tehnik ini yaitu diantaranya adalah barotrauma dan

emfisema subkutis.Chricothyroidotomi: Jalan nafas dapat melewati membrane cricotiroid dengan

membuat insisi pada membrane ini atau dengan menusukan jarum dan guide wire. Endotracheal

tube kemudian dapat masuk ke trakea dan kemudian pasien dapat diventilasi. Beberapa set alat

perlengkapan ini sudah tersedia untuk mempermudah tehnik ini dilakukan.

Trakeostomi: Pada beberapa pasien trakeostomi harus dilakukan sebagai jalan nafas alternatif,

kadang juga dilakukan pada pasien yang sadar. Pendekatan pembedahan ini merupakan salah

satu cara agar pasien dapat diventilasi.

2.5 PERUBAHAN DALAM KEHAMILAN

1. Kardiovaskular

Pada akhir bulan kehamilan, sekitar 635 mililiter darah mengalir melalui sirkulasi ibu

dari plasenta setiap menitnya. Keadaan ini akan ditambah pula dengan meningkatnya

metabolisme ibu, yang akan meningkatkan curah jantung sebesar 30-40% di atas normal

pada minggu 27 kehamilan; tapi oleh sebab yang tidak jelas, curah jantung akan menurun

sampai sedikit di atas normal pada delapan minggu terakhir kehamilan, walaupun aliran

darah uterus tetap tinggi.

Volume darah sesaat sebelum hamil aterm dapat mencapai 30% di atas normal, terutama

pada pertengahan kehamilan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan aldosteron dan

estrogen selama kehamilan, dan karena retensi cairan oleh ginjal. Selain itu, pada saat

kelahiran bayi, ibu memiliki kelebihan darah sebanyak 1-2 liter dalam sirkulasinya. Tetapi

hanya seperempat akan hilang dalam proses persalinan ibu, sehingga menjadi pengaman bagi

ibu.4

2. Pernapasan

Pada kehamilan, terjadi peningkatan metabolisme basal. Hal ini akan menimbulkan

peningkatan kebutuhan akan oksigen yaitu sekitar 20%. Dan juga terbentuk klarbondioksida

yang juga sebanding. Selain itu, uterus yang membesar juga akan menekan isi abdomen ke

Page 17: referat anestesi print .doc

atas, dan isi abdomen ini mendorong diafragma ke atas, sehingga total pergerakan diafragma

berkurang. Akibatnya frekuensi nafas ibu hamil juga akan meningkat untuk

mengkompensasi perubahan sistem respirasi selama kehamilan4.

3. Urinarius

Kecepatan pembentukan urin seorang wanita hamil sedikit menigkat akibat dari

peningkatan asupan cairan dan peningkatan beban atau produk – produk ekskresi. Tetapi, di

samping itu, terjadi beberapa perubahan khusus dari fungsi ekskresi urine.

Pertama, kemampuan reabsorpsi tubulus ginjal untuk natrium, klorida, dan air meningkat

sebanyak 50% sebagai akibat peningkatan produksi hormon steroid oleh plasenta dan

korteks adrenal.

Kedua, laju filtrasi glomerulus meningkat sebanyak 50% selama kehamilan, yang

cenderung meningkatkan kecepatan ekskresi air dan elektrolit di dalam urine. Ketika semua

efek ini diperhitungkan, wanita hamil yang normal biasanya mendapat tambahan air dan

garam4.

4. Gastrointestinal

Uterus gravid menyebabkan peningkatan menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik

dan perubahan sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan

terjadinya regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Penurunan tonus sfingter esophagus

bawah serta perlambatan pengosongan lambung. Kadar kolinesterase plasma menurun

sampai sekitar 28% mungkin akibat hemodilusi dan penurunan sintesis. Lambung harus

selalu dicurigai dalam keadaan penuh berisi asam lambung dan makanan tanpa memandang

kapan waktu makan terakhir4.5.

5. Sistem saraf pusat

Peningkatan endorphin dan progesterone pada wanita hamil menyebabkan konsentrasi

inhalasi yang rendah cukup untuk mencapai anestesi; kebutuhan halotan menurun sampai

25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal),

konsentrasi anestetik local yang diperlukan yang diperlukan untuk mencapai anestesi juga

kebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan

Page 18: referat anestesi print .doc

ruang subarachnoid dan ruang epidural menjadi lebih sempit. Faktor yang menentukan yaitu

peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya kemampuan difusi zat-zat

anestetik lokal pada lokasi membran reseptor5.

6. Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta

Harus dianggap bahwa melintasi pelasenta dan mencapai sirkulasi janin. Dalam kondisi ibu dan

fetus normal, general anestesi dan regional anestesi yang dilakukan dengan terampil hamper

sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Regional anestesi akan memberikan hasil neonatus

terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu

dan pasangannya mengikuti proses kelahiran bayi mereka, dan memberikan pengobagan rasa

sakit operasi yang lebih baik5

Manajemen Anestesi pada pasien obsetri

Anestesi regional (RA) dan anestesi umum (GA) adalah teknik anestesi yang umumnya

digunakan untuk operasi Caesar (CS), keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan 5.

Anestesi Spinal

Teknik ini baik sekali bagi penderita penderita yang mempunyai kelainan paru paru,

diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan

gangguan metabolism dan ekskresi dari obat-obatan. Spinal anesthesia punya banyak keuntungan

seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok

anesthetic yang baik, perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah

diketahui dengan baik; analgesia dapat diandalkan; sterilitas dijamin pengaruh terhadap bayi

sangat minimal; pasien sadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi5

Pengaruh langsung zat analgetik local yang melewati sawar uri terhadap bayi dapat

diabaikan. Penyebab utama gangguan terhadap bayi pasca seksio cesaria dengan analgesia

subaraknoid yaitu hipotensi yang menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia

aternal. Besarnya efek tersebut terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya hipotensi.

Beberapa penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami hipotensi karena analgesia

subaraknoid pada tindakan seksio cesaria, sering dijumpai bayi dengan skor Apgar yang rendah

serta interval mulai menangis yang panjang 5.

Page 19: referat anestesi print .doc

Pencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke kiri dapat mengurangi

insidensi hipotensi sampai 50-60%. Pemberian vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai

untuk pencegahan maupun terapi hipotensi pada pasien kebidanan .

General Anestesia

Indikasi general anestesi yaitu induksi cepat pada bedah Caesar emergensi (fetal distress,

plasenta previa berdarah, solusio plasenta, rupture uterus, melahirkan bayi kembar kedua). Pada

Pada section caesaria emergency dengan cedar otak traumatis dapat dipilih juga general

anesthesia. Pemilihan general anestesi didasarkan pada pasien dengan cedera otak traumatis

biasanya mengalami obstruksi jalan nafas dan hipoventilasi (sekitar 70% dari pasien mengalami

hipoksemia). Dalam hal ini perlu dilakukan patensi jalan nafas dengan baik. Pemberian oksigen

harus dilakukan pada seluruh pasien dan dilakukan evaluasi terhadap jalan nafas. Pasien dengan

hipoventilasi yang jelas, tidak ada refleks muntah, GCS <8 yang persisten membutuhkan intubasi

trakea dan hiperventilasi5. Pada ibu hamil, kebutuhan akan oksigen juga meningkat, perubahan

mekanisme respirasi karena efek uterus. Menurunnya kapasitas residual akan memperparah

hipoventilasi. Sehingga patensi jalan nafas harus dilakukan dengan memasang intubasi trakea

Komplikasi yang dapat terjadi pada general anestesi adalah aspirasi isi lambung, dimana

hal tersebut merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu; Kegagalan intubasi/

ventilasi: pasien obstetrik memiliki risiko kesulitan intubasi/ ventilasi 10x dibanding wanita tak

hamil akibat perubahan anatomi (leher pendek, payudara yang besar, edema laring, obesitas

morbid, operasi emergensi); Hipertensi berat akibat anestesi yang kurang dalam dan stimulasi

trakea dapat menyebabkan penurunan aliran darah uterus, fetas distress, dan dapat memperberat

hipertensi sebelumnya (preeklampsia)

Pemilihan teknik anestesi pada seksio sesarea emergensi dipengaruhi oleh komorbid dari

maternal, derajat urgensi, status hemodinamik dari pasien, dan keterampilan operator. Pada

pemilihan dengan teknik spinal, vasopresor menjadi pilihan pertama dalam menangani

hipotensi. Penggunaan fenilefrin sama baiknya dengan efedrin dalam penanganan hipotensi pada

pasien yang menjalan seksio sesarea emergensi dengan hipotensi. Diperlukan suplementasi

oksigenasi untuk meningkatkan parameter oksigenasi ke bayi, tanpa meningkatkan resiko dari

lipid peroksidase pada pasien yang menjalani seksio sesarea dengan teknik anestesi adalah spinal

Page 20: referat anestesi print .doc

anestesi. Sedangkan pada general anestesi dapat dilakukan pertahankan patensi jalan nafas

dengan baik, terutama pada pasien dengan cedra otak traumatik.

Teknik anestesi diketahui tidak mempengaruhi kecacatan ketika bayi lahir dibandingkan

dengan bayi yang lahir pervaginam. Pada akhirnya kegunaan klasifikasi dalam seksio sesarea,

peridural anestesi dengan lidokain 2% ditambah adjuvant (fentanil ditambah fresh adrenaline),

penggunaan vasopresor (fenilefrin, efedrin) untuk menagemen hipotensi, suplementasi oksigen

(fraksi oksigen inspirasi > 60%), dan manajemen adekuat dari general anestesi ketika diperlukan

atau sesuai indikasi, secara keseluruhan memiliki dampak positif bagi ibu dan bayi. Keadaan

bayi jangka panjang ternyata tidak dipengaruhi oleh tipe anestesi yang diberikan kepada ibu5.

Pemberian anestesi pada pasien dengan trauma kepala idealnya dimulai sejak di UGD.

Pastikan jalan nafas pasien baik, ventilasi dan oksigenasi adekuat, dan koreksi hipotensi sistemik

dilakukan secara simultan bersamaan evaluasi neurologis. Obsruksi jalan nafas dan hipoventilasi

sering terjadi, sekitar 70% dari pasien tersebut dalam keadaan hipoksemi, yang bisa diperburuk

dengan adanya kontusio pulmo, emboli lemak, atau edema pulmo neurogenik. Pemberian

oksigen harus diberikan pada seluruh pasien dan dilakukan evaluasi terhadap jalan nafas serta

ventilasinya. Seluruh pasien harus dipikirkan memiliki trauma leher (sekitar 10% insiden) hingga

dinyatakan secara radiologis. Stabilisasi in-line digunakan selama melakukan tindakan terhadap

jalan nafas untuk menjaga kepala dalam posisi normal. Pasien dengan hipoventilasi yang jelas,

tidak adanya reflek muntah, atau GCS <8 yang persisten membutuhkan intubasi trakea dan

hiperventilasi. Seluruh pasien harus diawasi terhadap adanya perburukan.

Pengelolaan anestesi meliputi upaya untuk mengoptimalkan CPP, meminimalkan

terjadinya iskemia serebral, dan menghindari obat-obatan dan teknik yang dapat meningkatkan

ICP serta memberikan kondisi yang memadai bagi ahli bedah.

Pasien dalam keadaan hemodinamis stabil, induksi anestesi dengan induksi obat-obatan

intravena dan relaksan otot non-depolarisasi dapat diterima. Penggunaan fiberoptic intubasi atau

trakeostomi harus dipertimbangkan pada pasien, ketika dipertimbangkan terdapat kesulitan

intubasi laryngoscopy secara langsung, atau dapat memperburuk deficit neurologis lebih lanjut

(misalnya, patah tulang belakang leher), atau sudah ada bukti fraktur dasar tengkorak.

Page 21: referat anestesi print .doc

Pemasangan NGT dipertimbangkan setelah intubasi dan bila dikuatirkan adanya fraktur dasar

tengkorak sebaiknya pemasangan melalui mulut, pemsangan ini untuk dekompresi isi lambung .

Dalam mengontrol tekanan intrakranial, dapat dilakukan beberapa cara yaitu dengan

memposisikan pasien Head-up yaitu 10-30 derajat, dan pastikan vena leher baik tanpa ada

sumbatan,, memberikan ventilasi tekanan positif yang intermiten pada saat volume tidal rendah

yaitu dipertahankan PaCO2 pada kisaran 35mmHg (hiperventilasi sebaiknya dihindari bila tidak

ada monitoring memadai), dan menghindari muntah. Manitol bisa diberikan pada ibu hamil

secara perlahan dan hati-hati karena memiliki efek hiperosmolar pada fetus dan menyebabkan

menutnnya produksi cairan pada paru, menurunkan aliran saluran kencing, meningkatkan

konsentrasi sodium plasma. Pemberian manitol 0,25-0,5 mg/kg dikatakan aman bagi ibu.

Furosemide bisa menjadi alternatif dalam penanganan peningkatan tekanan intrakranial. Adapun

pemilihan cairan dalam rehidrasi adalah cairan isotonis dan bebas glukosa untuk menurunkan

edema serebral dan hiperglikemia. Bila tidak ada monitoring yang memadai, tekanan darah bila

sistolik < 90 mmHg atau > 160 mmHg sebaiknya dikoreksi.

Page 22: referat anestesi print .doc

DAFTAR PUSTAKA

Brown, james. 2008. Anaesthesia for Caesarian Section Part 1- Introduction. p 1-6. Available

from: anaesthesia for caesarian section part 1. Available from:

http://totw.anaesthesiologists.org/wp-content/uploads/2010/06/83-anaesthesia-for-lscs-part-

1-introduction.pdf

Cl chellan, 2012. Airway management in the obstetric patient. University of Kwazulu-Natal. Dep

of anesthesia

Caplan Ra, et al. 2007 Practice guideline for difficult airway. Society of anesthesiologist

Cunningham dkk.. 2010. William obstetrics. 23rd edition; Chapter 25. McGraw-Hill: USA

Guyton, Arthur C ; Hall, John E. 2006.. In : Textbook of Medical Physiology. Eleventh edition;

chapter 82. p 1034-1035

Rofiq, Ainun; Sutiyonon, doso. 2009. Perbandingan Antara Anestesi Regional Dan Umum Pada

Operasi Caesar. Jurnal Anestesiologi Indonesia. pp. 185-200. Available from:

www.janesti.com/ journal /view/article/18