Referat anestesi pada obesitas.docx

40
REFERAT ANESTESI PADA OBESITAS OLEH : RIZAL TRIANTO 08700150 PEMBIMBING : dr. Bambang Soekotjo M.Sc., Sp.An. SMF BEDAH RSUD DR. M. SALEH PROBOLINGGO FAKULTAS KEDOKTERAN

description

anestesi pada obesitas

Transcript of Referat anestesi pada obesitas.docx

Page 1: Referat anestesi pada obesitas.docx

REFERAT

ANESTESI PADA OBESITAS

OLEH :

RIZAL TRIANTO 08700150

PEMBIMBING :

dr. Bambang Soekotjo M.Sc., Sp.An.

SMF BEDAH

RSUD DR. M. SALEH PROBOLINGGO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2013

Page 2: Referat anestesi pada obesitas.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Referat SMF Bedah

Judul:

Anestesi pada Obesitas

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari : Jum’at

Tangggal : 17 Oktober 2013

Mengetahui,

Dokter Pembimbing Penulis

dr. Bambang Soekotjo M.Sc., Sp.An. Rizal Trianto

2

Page 3: Referat anestesi pada obesitas.docx

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya

kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Anestesi pada Obesitas” ini.

Referat ini kami ajukan sebagai salah satu persayaratan Kepaniteraan Klinik Dokter

Muda di SMF BEDAH RSUD DR. M. SALEH PROBOLINGGO.

Terima kasih kami ucapkan pada dr. Bambang Soekotjo M.Sc., Sp. An. yang telah

meluangkan waktunya dan sabar dalam membimbing kami, serta seluruh pihak yang telah

membantu menyelesaikan penyusunan referat ini. Semoga referat ini dapat berguna bagi kita

semua.

Akhir kata, kami memohon maaf kalau ada penulisan dan kata-kata kami yang salah

dalam referat ini. Maka dari itu, Kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan

referat ini.

Probolinggo, 17 Oktober 2013

3

Page 4: Referat anestesi pada obesitas.docx

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………................….…..2

KATA PENGANTAR………………………………………………………………................3

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..................4

BAB I PENDAHULUAN…………….............…………………………………………….....5

1.1 OBESITAS DAN MASALAH YANG DIHADAPI..............………………...............5

1.2 CARA PENGUKURAN.....…………………………………………………...............7

1.3 MASALAH YANG DIHADAPI...................................................................................9

BAB II PEMBAHASAN…………….......…………………………………………..............10

2.1 ANASTESI PADA PASIEN OBESITAS …………………………….....................10

2.2 SISTEM KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA OBESITAS...……...............10

2.3 SISTEM RESPIRASI PADA PENDERITA OBESITAS ...............................….…..15

2.4 SISTEM GASTROINTESTINAL PADA PENDERITA OBESITAS.................……....19

BAB III KESIMPULAN……………………………....……………………...……..............21

DAFTAR PUSTAKA ………………………………....…………………….…….................22

4

Page 5: Referat anestesi pada obesitas.docx

BAB I

PENDAHULUAN

American Society of Anesthesiology (ASA) mulai gencar dalam memberikan informasi

yang jelas kepada masyarakat tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan sebelum mereka

menghadapi pisau bedah atau operasi. Masyarakat dahulu tidak terlalu peduli akan bahaya

yang dapat menjadi kesulitan tersendiri untuk anestesi, terkait akan masalah kelebihan berat

badan atau obesitas ini. Begitu banyak komplikasi dari obesitas seperti contoh : diabetes tipe

dua, obstructive sleep apnea, hipertensi atau penyakit kardiovaskular yang dapat memberikan

implikasi signifikan pada pasien yang akan menghadapi operasi dan tindakan anestesi.

Hambatan jalan napas akibat obstructive sleep apnea dapat menurunkan aliran udara masuk

saat inspirasi bahkan terjadi reduksi pada inhalasi O2 ketika seseorang diberikan sedasi

anestesi. Dokter Martin Nitsun, asisten professor sekolah kedokteran Pritzker universitas

Chicago menerangkan bahwa faktor-faktor diatas memang timbul ketika seseorang

mengalami kelebihan berat badan(1). Pada obesitas terjadi perubahan anatomi yang membuat

manajemen jalan napas akan berbeda dengan mereka tanpa keadaan obesitas. Tindakan

intubasi akan lebih sulit dan dibutuhkan peralatan dan teknik khusus. Dokter anestesi harus

siap dan antisipatif terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi. Maka sebelum pasien

masuk ruang operasi, ASA merekomendasikan dilakukannya preoperative assesment yang

meliputi anamnesis lengkap tentang riwayat pasien, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan

penunjang yang bermakna pada pasien tersebut. Sehingga pada saat pelaksanaan operasi,

dokter anestesi dapat meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dan menurunkan tingkat

terjadinya komplikasi. Motivasi akan pentingnya mengubah gaya hidup hingga menurunkan

berat badan secara bertahap juga menjadi tugas dokter yang menangani atau dokter anestesi

sehingga diharapkan dengan penurunan berat badan, komorbiditas dapat ditekan semaksimal

mungkin.

1.1 OBESITAS DAN MASALAH YANG DIHADAPI

Secara spesifik, yang dikatakan obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan

jumlah lemak dalam tubuh, sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan bukan hanya

dari jumlah lemaknya namun juga termasuk otot, tulang, dan total air dalam tubuh. Para ahli

sepakat bahwa laki-laki dengan jumlah lemak tubuh lebih dari 25 persen dan wanita lebih

dari 30 persen masuk dalam golongan kelebihan berat badan atau obesitas. (2) Body Mass Index

(BMI) menjadi indikator awal yang membantu professional untuk mencari tahu perkiraan

5

Page 6: Referat anestesi pada obesitas.docx

kelebihan berat badan seseorang yang nantinya dihubungkan dengan resiko terjangkit suatu

penyakit. Pada obesitas, seseorang mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat dibakar secara

normal, dalam arti kata mereka makan banyak namun tidak diseimbangkan dengan aktivitas

atau olahraga. Namun ada faktor lain yang juga menjadi predisposisi seseorang menjadi

obesitas. Faktor-faktor tersebut diantaranya(3):

a. Genetik.

Genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian obesitas. Pada suatu studi

didapatkan kesimpulan umum yaitu ketika ibu biologis mengalami obesitas, maka

kira-kira 75 persen anak-anaknya akan mengalami obesitas. Sedangkan jika ibu

biologis memang kurus atau tidak mengalami obesitas, kira-kira 75 persen anak-

anaknya juga berbadan kurus. Maka mereka yang memang memiliki “bakat” genetik

seperti ini sudah seharusnya lebih bisa menerima keadaan yang sulit untuk diubah

namun dapat dilakukan manajemen yang baik.(3)

b. Usia.

Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan kemampuan untuk

metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama diolah, diubah menjadi energi

dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan yang dikonsumsi sejak orang tersebut

usia 20 hingga usia tua tidak berubah namun sebenarnya ia tidak memerlukan jumlah

kalori yang sama. Hal ini terlihat jelas ketika mereka yang berusia 20-an

mengkonsumsi banyak kalori namun seimbang dengan aktivitas, pada mereka yang

berusia diatas 40-an dengan jumlah konsumsi kalori yang sama malah bertambah

bobotnya karena aktivitas dan metabolisme tubuh yang sudah menurun secara

alamiah.(3)

c. Gender.

Wanita dikatakan mengalami tendensi lebih sering menjadi overweight dibanding

laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat istirahat yang

berarti energi juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki membutuhkan jauh lebih

banyak kalori untuk menjaga keseimbangan metabolisme yang menghasilkan energi

itu. Pada wanita, terutama yang sudah mengalami menopause, rasio metabolisme

mereka justru akan menurun, sehingga jelas mereka akan mengalami penambahan

berat badan setelah menopause.(3)

d. Lingkungan.

Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada beberapa

kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Yang termasuk faktor

6

Page 7: Referat anestesi pada obesitas.docx

lingkungan adalah gaya hidup seperti apa yang dimakan dan seberapa aktif seseorang.(3)

e. Aktivitas fisik.

Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk dibakar jauh lebih

besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai tambahan, aktivitas fisik

rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk ‘menggunakan’ lemak sebagai

sumber energinya. Sehingga ketika lemak tersebut dibakar, berkurang pula bobot

tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir diketahui bahwa mereka yang obesitas memang

mengurangi aktivitas fisiknya dan berlebihan dalam urusan konsumsi kalori atau

makanan berlemak.(3)

f. Penyakit.

Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian obesitas. Diantaranya

hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun sehingga metabolisme tubuh ikut

menurun), suatu penyakit pada otak yang meningkatkan nafsu makan (agak jarang

terjadi), dan depresi.(3)

g. Psikologis.

Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak orang

melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan berlebihan.

Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan sosial juga banyak

berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang berhubungan dengan perubahan pola

makan. Binge eating adalah sebagai contoh dimana orang tersebut makan berlebihan

tanpa ia sadari dan pada akhirnya ia akan mencari pengobatan serius karena masalah

ini. Hampir 30 persen orang dengan binge eating terkait faktor psikis menyerah

dengan pergi ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini.(3)

h. Obat-obatan.

Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping penambahan

berat badan.(3)

1.2 CARA PENGUKURAN BMI

Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Cara yang paling

mendekati akurat adalah mengukur orang tersebut dibawah air atau di dalam chamber atau

ruangan dengan isi air sehingga dapat diukur jumlah air yang terbuang dan air sebelumnya

untuk mengukur berat badan pasti. Dapat juga digunakan alat X-ray untuk tes yang disebut

Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) namun di Indonesia sendiri belum dilakukan

7

Page 8: Referat anestesi pada obesitas.docx

karena membutuhkan alat, tenaga dan tempat khusus.(2) Secara sederhana, metode untuk

estimasi jumlah lemak atau body fat adalah dengan mengukur ketebalan lapisan lemak yang

berada dibawah lapisan kulit pada beberapa bagian tubuh. Karena dalam mengukur body fat

dan berat badan pasti seseorang itu sulit, maka selama beberapa dekade, para ahli hanya

bergantung pada tabel berat badan dan tinggi yang merupakan ukuran rata-rata pada semua

orang. Yang menjadi kendala selain tabel ini tidak menggunakan ukuran pasti adalah

dikeluarkannya berbagai macam versi dengan rentang berat badan dan tinggi yang juga

berbeda-beda. Maka BMI saat ini masih menjadi patokan universal untuk mengetahui status

gizi seseorang (normal, obesitas, atau overweight). Body Mass Index (BMI) sangat sederhana

dan digunakan untuk estimasi massa lemak pada seseorang. Pada abad ke-19, seorang ahli

statistik dan antropometris Adolphe Quetelet mengembangkan pengukuran dengan cara ini.

BMI merupakan refleksi dari persentase body fat mayoritas orang dewasa pada populasi besar

dan universal. Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI menurun jika digunakan pada

pengukuran ibu hamil atau orang dengan body builder yang massa atau bobot tubuhnya

terpengaruh dari komposisi ‘tambahan’. (4)

BMI = [berat badan (kg)] / [tinggi (dalam meter)]2

BMI Classification

Less than 18.5

18.5–24.9

25.0–29.9

30.0–34.9

35.0–39.9

Over 40.0

underweight

normal weight

overweight

class I obesity

class II obesity

class III obesity

Tabel 1 : BMI menurut WHO (1997) (4)

Beberapa modifikasi (WHO) (4) :

BMI 35.0 atau lebih dengan adanya satu atau lebih kormobiditas dimasukkan kedalam

kelas III BMI.

Untuk orang Asia, ukuran overweight adalah antara 23 dan 29.9, obesitas adalah BMI

> 30. Literatur ilmu bedah membagi kelas III obesitas menjadi beberapa kategori4 :

o BMI > 40.0 dimasukan kedalam kategori obesitas berat (severe)

o BMI 40.0 – 49.9 dimasukkan kedalam kategori obesitas morbid

8

Page 9: Referat anestesi pada obesitas.docx

o BMI > 50.0 dimasukkan kedalam kategori super obesitas.

1.3 MASALAH YANG DIHADAPI

Kelebihan berat badan dihubungkan dengan timbulnya berbagai macam penyakit atau

masalah, bisa berupa penyakit kardiovaskular dan respiratori (obstructive sleep apnea),

diabetes mellitus tipe dua, dislipidemia, stroke, penyakit kandung empedu, berbagai macam

jenis kanker, sampai masalah tulang yaitu osteoartritis. Obesitas akan menurunkan

ekspektansi hidup.(5)

9

Page 10: Referat anestesi pada obesitas.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANASTESI PADA PASIEN OBESITAS

Dalam berbagai macam literatur, anestesi pada pasien obesitas tidak menjadi bahasan

khusus. Akan tetapi, tata laksana anestesi pada pasien obesitas rupanya memiliki kendala

yang patut diperhatikan. Secara umum, ketika datang pasien obesitas kedalam ruang operasi,

dokter anestesi sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi sebelum,

selama dan sesudah tindakan anestesi. Diantaranya adalah prediksi kesulitan intubasi,

prevensi tromboemboli, prevensi komplikasi pasca operasi seperti atelektasis, penggunaan

obat anestesi seperti analgesik yang dapat diberikan atau obat-obat yang harus dihindari

pemberiannya, manajemen pasien dengan obstructive sleep apnea, kriteria pemindahan ke

ICU dan penanganan mekanisme ventilasi yang harus dilakukan, juga terapi cairan, eletrolit

dan nutrisi.(7) Masalah utama pasien obesitas masih seputar gangguan pada sistem

kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil dengan

atau tanpa obesitas dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami obesitas.

2.2 SISTEM KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA OBESITAS

Gangguan pada sistem kardiovaskular meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien

obesitas. Manifestasinya berupa penyakit iskemia, hipertensi sampai gagal jantung. Scottish

Health Survey baru-baru ini menemukan prevalensi gangguan pada sistem kardiovaskular 37

persen terjadi pada mereka dengan BMI > 30, 21 persen pada BMI 25 – 30 dan 10 persen

pada BMI < 25. Semua pasien obesitas yang akan dilakukan anestesi harus diinvestigasi lebih

jauh pada premedikasi akan adanya komplikasi kardiovaskular. Bahkan sudah seharusnya

mereka dirujuk ke ahli jantung untuk monitor kesulitan yang mungkin berpengaruh pada

tindakan anestesi yang akan dilakukan.(8)

Manifestasi gangguan sistem kardiovaskular : (8,9,10)

Hipertensi.

Hipertensi ringan – sedang terlihat pada 50 – 60 persen pasien obesitas dan hipertensi

berat pada 5 – 10 persen pasien. Terdapat peningkatan tekanan sistolik sebesar 3 – 4

mmHg dan diastolik 2 mmHg tiap kenaikan berat badan 10 kg. Adanya cairan pada

ekstraseluler akan berakibat terjadinya hipervolemia dan peningkatan cardiac output.

Meskipun mekanisme pasti terjadinya hipertensi pada pasien obesitas masih belum

diketahui, diduga ada pengaruh faktor genetik, hormonal, renal dan hemodinamik

10

Page 11: Referat anestesi pada obesitas.docx

yang berperan disini. Hiperinsulinemia sebagai karakteristik pada obesitas juga

memberikan kontribusi dengan mengaktifkan sistem saraf simpatik yang

menyebabkan retensi sodium. Sebagai tambahan, resistansi insulin bertanggung jawab

terhadap aktivitas norepinefrin dan angiotensin II.

Iskemia jantung.

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit iskemia jantung, terutama pada

mereka dengan pusat distribusi lemak pada bagian sentral. Faktor lain seperti

hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia dan rendahnya HDL (High Density

Lipoprotein) menambah beratnya resiko penyakit ini. Hal yang menarik, 40 persen

pasien obesitas dengan angina tidak memperlihatkan adanya penyakit jantung

koroner, namun angina itu sendiri merupakan gejala langsung dari obesitas.

Volume darah.

Total volume darah pada pasien obesitas bertambah akan tetapi bila dibandingkan

dengan pasien non-obese, pertambahannya lebih rendah karena dominasi darah

tersebut terdistibusi ke organ-organ penuh lemak. Aliran darah dari limpa juga

bertambah sekitar 20 persen sedangkan aliran darah dari otak dan ren normal atau

tidak bertambah.

Aritmia jantung.

Ada berbagai macam faktor presipitasi yang menyebabkan aritmia pada pasien

obesitas, diantaranya : hipoksia, hiperkapnia, ketidakseimbangan elektrolit akibat

terapi dengan diuretik, penyakit jantung koroner, bertambahnya konsentrasi

katekolamin dalam sirkulasi, obstructive sleep apnea, hipertrofi miokard dan

penumpukan lemak dalam sistem konduksi.

Fungsi jantung.

Pada pasien obesitas, terjadi disfungsi dari jantung yang dipercayai merupakan

kelanjutan dari penumpukan lemak dalam sistem konduksi. Dalam suatu studi pada

otopsi, ditemukan adanya penumpukan lemak pada epikardium yang tidak disertai

penumpukan lemak pada miokardium, tampaknya keadaan ini mempengaruhi

ventrikel kanan jantung yang pada akhirnya menyebabkan abnormalitas konduksi dan

aritmia. Ada hubungan sejajar antara bertambahnya berat jantung dengan kenaikan

berat badan seseorang. Yang dikatakan penambahan berat jantung merupakan

konsekuensi dari dilatasi dan hipertrofi eksentrik dari ventrikel kiri yang

mempengaruhi ventrikel kanan pula.

Kardiomiopati.

11

Page 12: Referat anestesi pada obesitas.docx

Obesitas berhubungan dengan kejadian bertambahnya volume darah dan cardiac

output akibat kenaikan bobot lemak 20 – 30 ml per kg. Dilatasi ventrikel dan

bertambahnya volume sekuncup menyebabkan peningkatan cardiac output. Dilatasi

ventrikel terjadi akibat bertambahnya stress pada dinding ventrikel kiri yang

menyebabkan hipertrofi. Adanya hipertrofi eksentrik dari ventrikel kiri ini akan

menurunkan compliance dan fungsi diastolik ventrikel kiri. Pada keadaan ini akan

terjadi gangguan pengisian ventrikel, elevasi dari LVEDP dan udem paru. Kapasitas

dilatasi untuk ventrikel memilik batasan, sehingga jika terjadi penebalan dinding

ventrikel kiri maka terjadi kegagalan ventrikel untuk diastolik atau sistolik yang juga

berpengaruh pada ritme jantung.

Gejala klinis (8,9,10)

Pada penderita obesitas, kadang tidak ditemukan gejala akibat gangguan

kardiovaskular, hal ini bisa dikarenakan mereka mengurangi gerakan atau aktivitas fisik

sehingga tertutupi semua gejala yang dapat timbul. Seperti misalnya, gejala angina atau

dispneu mungkin hanya terjadi sesekali ketika mereka bergerak lebih aktif dari biasanya.

Banyak dari penderita obesitas sengaja tidur dengan posisi duduk sehingga menyangkal

adanya orthopneu atau dispnoe paroksismal nokturnal. Tapi penderita obesitas dapat kita

minta untuk berjalan di dalam ruangan maka akan terlihat berkurangnya pergerakan atau

ketika diminta untuk tidur dengan posisi supinasi maka akan timbul orthopneu bahkan bisa

berujung pada henti jantung. Penderita obesitas harus diperiksa lebih mendetail akan adanya

gangguan jantung, hipertensi, atau gagal jantung. Tanda gagal jantung juga dapat dilihat dari

kenaikan tekanan vena jugular, penambahan bunyi jantung, gangguan pada paru,

hepatomegali atau ditemukan udem perifer.

Pemeriksaan

Untuk mengetahui kelainan yg terjadi pada jantung, dapat dilakukan pemeriksaan

preoperatif dengan EKG (elektrogardiogram) atau Echocardiograph. Adanya deviasi axis,

atau aritmia dapat terlihat pada kedua gambaran tersebut. Foto thoraks dapat memberikan

gambaran kardiomegali yang jelas namun kadang tampak normal. Echocardiograph mungkin

sulit dilakukan namun memberikan informasi yang berguna bagi kita. Konsul kepada ahli

jantung dilakukan sebagai tindak awal dan optimalisasi keadaan pasien preoperatif. (9,10)

Implikasi anestesi

12

Page 13: Referat anestesi pada obesitas.docx

Pada keadaan dimana terjadi gangguan napas, masalah pada ventrikel mungkin

tertutupi atau lolos dari pengamatan melalui pemeriksaan secara klinis. Namun adanya

penambahan berat badan secara cepat yang ditemukan pada premedikasi dapat

mengindikasikan adanya kegagalan jantung walaupun orang tersebut memang sudah

memiliki bobot yang berat. Durante operasi, kegagalan ventrikel untuk memenuhi kebutuhan

(disfungsi dari diastolik ventrikel) dapat terjadi karena berbagai macam alasan, seperti

pengaruh dari agen anestesi yang sebelumnya diberikan atau hipertensi pulmonal yang

dipresipitasi keadaan hipoksia atau hiperkapnia. Maka seorang dokter anestesi harus bersikap

preventif terhadap hal tersebut dengan mempersiapkan inotropik dan vasodilator untuk

mengembalikan keadaan menjadi normal kembali.(9) Ketika induksi anestesi atau intubasi

dilakukan pada penderita obesitas, performa jantung akan mulai menurun. Dalam suatu

penelitian, ditemukan pada penderita obesitas yang menjalani operasi abdomen, performa

jantung menurun 17 -33 persen setelah induksi dan intubasi dilakukan, keadaan ini menetap

pasca operasi dengan index jantung 13 -23 persen menurun dibandingkan preoperatif. Hal ini

tidak terjadi pada orang normal dimana performa jantung setelah diberikan induksi anestesi

atau intubasi sempat menurun namun kembali normal pascaoperasi.(9) Pengamatan terhadap

tekanan arteri, gas darah dan tekanan vena sentral dapat dilakukan sebagai acuan terhadap

keadaan jantung selama obat anestesi bekerja.

Premedikasi

Opioid dan obat sedatif dapat menyebabkan depresi pernapasan pada orang obesitas. Rute

pemberian obat secara intramuskular dan subkutan dihindari mengingat absorbsinya yang

belum jelas. Semua penderita obesitas diberikan profilaksis terhadap aspirasi asam walaupun

mereka tidak mengeluhkan adanya refluks atau perasaan dada terbakar (heartburn).

Kombinasi H2-bloker (ranitidin 150mg peroral) dan prokinetik (metoklopramid 10mg

peroral) diberikan 12 jam dan 2 jam sebelum operasi untuk menurunkan resiko pneumonitis

akibat aspirasi. Beberapa dokter anestesi bahkan mencoba memberikan 30ml dari 0.3 M sitrat

segera sebelum dilakukan induksi sebagai tambahan.(9) Obat jantung dan steroid tetap

diberikan sampai menjelang operasi, walaupun ada yang merekomendasikan penghentian

angiotensin converting enzyme inhibitors sehari sebelum dilakukan operasi karena efek

hipotensi yang mungkin timbul. Pasien obesitas dengan diabetes diberikan regimen dextrosa-

insulin dalam prosedur singkat mengingat kebutuhan insulin yang meningkat pascaoperasi.(9)

Karena pasien obesitas seringkali sulit mobilisasi terutama pascaoperasi dan meningkatkan

resiko terjadinya trombosis vena dalam, maka dapat diberikan heparin dosis rendah secara

13

Page 14: Referat anestesi pada obesitas.docx

subkutan dan tetap dilanjutkan sampai pasien tersebut dapat mobilisasi total. Cara lain :

penggunaan legging atau stoking kompresi.(9) Pada grup ini juga sering terjadi infeksi luka

pascaoperasi. Maka dapat diberikan antibiotik profilaksis namun pemberiannya juga harus di

diskusikan dengan ahli bedah yang menangani.

Posisi dan pemindahan

Kebanyakan meja operasi dirancang hanya untuk pasien dengan berat badan mencapai

120 – 140 kg. Berat badan melebihi kapasitas tersebut, membutuhkan meja operasi dengan

rancangan khusus atau menggunakan dua meja operasi ukuran biasa yang disusun

bersebelahan. Pasien dilakukan anestesi setelah ia nyaman berada di meja operasi tersebut.

Kompresi vena cava inferior harus dihindari dengan cara memposisikan pasien secara lateral

ke kiri dari meja operasi atau meletakan sanggahan dibawah pasien. Terkadang pasien juga

dapat diposisikan secara lateral decubitus untuk mengurangi jumlah tekanan pada dada. (9)

Pasien dipindahkan dari ruangan ke ruang operasi memakai tempat tidur yang mereka

gunakan. Kadang dibutuhkan banyak tenaga dalam proses pemindahan tersebut.

Analgesia regional

Penggunaan anestesi regional pada pasien obesitas memungkinkan tidak perlunya

dilakukan intubasi dan menurunkan resiko aspirasi asam. Pada operasi thorakal dan

abdominal, biasanya dipilih anestesi epidural dengan kombinasi anestesi umum. Hal ini lebih

bermanfaat dibandingkan hanya digunakan anestesi umum, termasuk mengurangi

penggunaan opioid dan obat anestesi inhalasi, komplikasi pulmonal pascaoperasi,

peningkatan efek obat analgesik pascaoperasi, dan manfaat lainnya. (9,10) Secara teknik,

anestesi regional pada pasien obesitas menantang karena sulitnya menentukan batasan pasti

tulang, kulit dan lemak. Blok saraf perifer lebih mudah dan aman dilakukan dengan bantuan

stimulator saraf dan jarum insulasi. Anestesi spinal dan epidural lebih mudah dilakukan pada

posisi berdiri dan menggunakan jarum yang panjang. Dengan bantuan ultrasound dapat

diidentifikasi ruang epidural dan menuntun jarum Tuohy dalam posisi yang benar. Ada

beberapa dokter anestesi yang lebih menyukai kateter epidural telah terpasang sehari sebelum

operasi untuk menghemat waktu esok harinya dan memudahkan pemberian profilaksis

heparin pada pagi hari waktu operasi. Anestesi lokal yang dibutuhkan pada saat melakukan

anestesi spinal atau epidural diturunkan hingga 80 persen mengingat terdapatnya infiltrasi

lemak dan meningkatnya volume darah yang disebabkan tekanan intraabdomen

menyempitkan ruang epidural. Hal ini perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan blokade

14

Page 15: Referat anestesi pada obesitas.docx

yang lebih tinggi atau menyebarnya anestesi lokal tersebut. Blokade diatas thorakal V akan

menyebabkan gangguan respirasi dan blokade otonom pada sistem kardiovaskular. Dalam

keadaan ini, dibutuhkan penggantian anestesi menjadi anestesi umum dengan peralatan yang

cukup dan bantuan orang lain untuk penanganan adekuat. (9,11)

Analgesia sistemik

Penggunaan analgesia opioid tidak dianjurkan pada pasien obesitas terutama dengan

rute intramuskular. Jika diberlakukan rute intravena, maka dapat diberlakukan Patient-

Controlled Analgesia System (PCAs). Dengan cara ini, efektivitas analgesia bisa tercapai

walaupun pernah terdapat laporan depresi pernapasan. Harus diamati juga saturasi O2 dan

pulse oximetry.(9) Analgesia pasca epidural anastesi dengan opioid atau anestesi lokal

memberikan analgesi yang efektif dan aman pada pasien obesitas. Intravena epidural lebih

disukai karena rendahnya efek mengantuk, mual, depresi napas, bahkan mempercepat

motilitas usus dan cepat kembalinya fungsi pernapasan ke titik normal sehingga mengurangi

waktu rawat di rumah sakit. Namun, penggunaan opioid intravena tidak dianjurkan karena

adanya efek lambat dari analgesia tersebut terhadap fungsi pernapasan, dengan kata lain

depresi pernapasan baru muncul setelah beberapa waktu.(9) Oral analgesik seperti Non-Steroid

Anti Inflammation Drugs (NSAID) atau paracetamol dapat diberikan sebagai tambahan.

2.3 SISTEM RESPIRASI PADA PENDERITA OBESITAS(9,10)

Patofisiologi pernapasan pada penderita obesitas (9,10)

Volume paru-paru

Penurunan kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacity atau FRC),

volume ekspirasi cadangan (Expiratory Reserve Volume atau ERV) dan kapasitas

total dari paru-paru merupakan masalah yang dihadapi penderita obesitas seiring

dengan peningkatan berat badan. Kapasitas residu fungsional menurun akibat

penyempitan saluran napas, ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi, shunt dari kanan

ke kiri, dan hipoksemia arteri. Pemberian anestesi dikatakan menurunkan FRC

sebesar 50 persen pada penderita obesitas, sedangkan pada orang normal terjadi

penurunan FRC sebesar 20 persen. Söderberg dan kolega dalam suatu studi

menemukan adanya shunt intrapulmonal dari 10 – 25 persen penderita obesitas yang

dilakukan anestesi dan 2 – 5 persen pada orang normal. Untuk mengatasi hal tersebut,

maka dapat diberikan oksigen dengan volume tidal yang besar ( 15 – 20 ml / kg )

walaupun hanya ditemukan kenaikan saturasi oksigen yang minimal. Namun berbeda

15

Page 16: Referat anestesi pada obesitas.docx

halnya dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi (Positive End- Expiratory Pressure

atau PEEP) yang meningkat pada FRC dan tekanan oksigen arterial. Defek pada

pertukaran gas dan penambahan shunt preoperatif terlihat ketika dilakukan induksi

anestesi dan intubasi. Penambahan PEEP meningkatkan osigenasi namun menurunkan

cardiac output dan distribusi oksigen. Karena kurangnya FRC, pada penderita obesitas

terjadi kegagalan toleransi ketika terjadi apnoe, selain itu terjadi desaturasi oksigen

segera setelah induksi anestesi. Hal ini karena kecilnya reservoir oksigen dan

meningkatnya pemakaian oksigen. Biasanya FRC berkurang sebagai konsekuensi

reduksi dari ERV dengan tidal volume dalam batas yang normal. Bagaimanapun juga,

pada beberapa penderita obesitas, tidal volume yang tinggi menandai terperangkapnya

gas di dalam paru-paru dan menyertai penyakit saluran napas obstruktif. Volume

ekspirasi paksa dalam satu detik dan kapasitas vital paksa biasanya tidak terpengaruh

namun enam sampai tujuh persen mengalami perbaikan seiring penurunan berat

badan. (9,10)

Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida

Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida meningkat sebagai hasil dari aktivitas

metabolik pada jumlah lemak yang berlebihan dan bertambahnya simpanan pada

jaringan. Aktivitas metabolik basal (Basal Metabolic Activity atau BMA)

berhubungan dengan luasnya permukaan tubuh. Pemberian ventilasi beberapa menit

akan meningkatkan oksigen hingga terjadi normokapnia. Walaupun pada beberapa

penderita obesitas dapat berlanjut respon normal keadaan hipoksemia dan hiperkapnia

yang terjadi. Pada saat olahraga, penggunaan oksigen ini akan meningkat tajam dan

menandai adanya effisiensi yang buruk dari otot pernapasan dibandingkan pada orang

normal. (9,10)

Pertukaran gas

Preoperatif, penderita obesitas biasanya hanya mengalami sedikit defek pada

pertukaran gas dengan reduksi pada PaO2, meningkatnya perbedaan oksigen alveolar

dengan arterial, dan fraksi shunt. Induksi anestesi akan memperburuk keadaan ini,

maka diperlukan fraksi oksigen jumlah besar untuk memenuhi tahanan oksigen

arterial. (9,10)

Compliance dan resistensi thorak

Kenaikan berat badan sebanding dengan meningkatnya kesulitan bernapas yang pada

kasus berat bisa menurunkan hingga 30 persen dari pernapasan normal. Walaupun

terdapat akumulasi jaringan lemak di dalam dan sekitar dinding dada yang berakibat

16

Page 17: Referat anestesi pada obesitas.docx

tertahannya gerak dinding dada (restriksi), namun pada beberapa penelitian

dikemukakan bahwa hal ini disebabkan peningkatan volume darah dalam paru-paru.

Tertahannya gerak dinding dada juga berhubungan dengan penurunan FRC,

terhimpitnya saluran napas dan kegagalan pertukaran gas. Perubahan compliance dan

resistensi thorak terlihat dengan adanya napas cepat dan dangkal, frekuensi yang

meningkat dan berkurangnya kapasitas paru. (9,10)

Efisiensi pernapasan

Kombinasi dari tekanan intraabdomen, reduksi dari compliance, dan meningkatnya

kebutuhan metabolik dengan gerakan otot dada, menghasilkan gerak inefisien dari

otot dada tersebut, sehingga pada orang tersebut terjadi usaha bernapas lebih berat.

Penderita obesitas dengan normokapnia pada waktu istirahat menunjukkan 30 persen

peningkatan usaha bernapas dan terkadang terjadi hipoventilasi. Hipoventilasi ini

menjadi empat kali lebih berat pada waktu istirahat. (9,10)

Kelainan yang terjadi

Gangguan pernapasan yang paling sering terjadi pada penderita obesitas adalah Obstructive

Sleep Apnea (OSA). Predisposisi terjadinya OSA antara lain : laki-laki, usia 30 - 40 tahun,

obesitas dan konsumsi alkohol (saat senja) atau penggunaan sedatif (saat malam). OSA

memiliki karakteristik (12):

a) Episode apnea atau hipopnea yang lebih sering terjadi saat tidur dan yang

membangunkan pasien tiba-tiba. Episode ini digambarkan sebagai obstruktif apnea

selama 10 detik atau lebih yang menyebabkan penutupan total dari saluran bernapas

dan adanya usaha keras untuk tetap bernapas. Hipopnea tergambarkan sebagai reduksi

dari 50 persen aliran udara yang adekuat yang berujung pada penurunan empat persen

saturasi oksigen pada arterial. Frekuensi episode apnea atau hipopnea tercatat lebih

dari lima kali per jam atau lebih dari 30 kali tiap malam. Yang perlu diperhatikan

adalah sekuele dari keadaan ini berupa : hipoksia, hiperkapnia, hipertensi sistemik

atau pulmonal dan aritmia.

b) Apnea terjadi ketika faring mengalami kolaps saat seseorang tidur. Patensi dari faring

tersebut bergantung pada kerja otot dilator yang mencegah penutupan saluran napas

atas. Tonus otot ini akan menghilang ketika tidur, yang menyebabkan pemendekan

dari saluran napas, sehingga terjadi turbulensi aliran udara sehingga terdengarlah

snoring. Mengorok atau snoring biasanya terdengar lebih keras jika obstruksi makin

hebat. Ngorok ini juga diikuti periode sunyi (silence) disaat tidak ada aliran udara

17

Page 18: Referat anestesi pada obesitas.docx

yang masuk dan setelahnya akan terjadi gasping atau choking yang membangunkan

pasien dari tidurnya, bernapas beberapa kali, dan tidur kembali (siklus ini berulang

sepanjang waktu tidur).

c) Efek samping : pada pagi hari, penderita OSA akan sering mengantuk, kehilangan

konsentrasi, masalah dalam memori atau ingatan dan bisa terjadi kecelakaan saat

menyetir atau bekerja. Terkadang penderita mengeluhkan pusing di pagi hari akibat

retensi karbondioksida(CO2) malam harinya dan vasodilatasi serebral.

d) Perubahan fisiologi : hipoksemia, hiperkapnia, vasokonstriksi pulmonal dan sistemik.

Hipoksemia berulang dapat berujung pada polisitemia yang meningkatkan resiko

penyakit jantung iskemia dan penyakit serebrovaskular. Sedangkan vasokonstriksi

pulmonal berujung pada kegagalan ventrikel kanan (right ventricle failure). Bila pada

seseorang diketahui BMI > 30 kg/m2 , ada riwayat hipertensi, apnea selama siklus

tidur, lingkar leher > 16.5 cm, polisitemia, hipoksemia, hiperkapnia, hipertrofi

ventrikel kanan atau abnormalitas EKG, maka perlu dilakukan diagnosis definitif

dengan pemeriksaan polysomnografi untuk memeriksa kemungkinan OSA.(12)

Implikasi anestesi

Premedikasi

Pemeriksaan preoperatif pada penderita obesitas diantaranya memeriksa kemampuan

pasien untuk bernapas dalam dan patensi dari jalan napas. Pemeriksaan penunjang yaitu

pemeriksaan darah lengkap, foto thoraks, gas darah, fungsi paru dan oximetri. Mereka yang

dicurigai OSA disarankan melakukan tes polysomnografi. Pasien juga harus diingatkan

resiko spesifik dari anestesi, kemungkinan dilakukannya intubasi dalam kesadaran penuh,

pemberian ventilasi pascaoperasi bahkan trakeostomi.(9)

Durante anestesi

Induksi anestesi menjadi saat paling berbahaya pada pasien obesitas. Resiko kesulitan atau

gagal intubasi karena adanya obstruksi saluran napas bagian atas dan menurunnya

compliance pulmonal menjadi kekhususan tersendiri. Insuflasi gaster selama anestesi juga

meningkatkan resiko regurgitasi atau aspirasi isi gaster.(9) Pendekatan awal adalah pemilihan

intubasi dalam kesadaran penuh atau tidur dalam yang merupakan pilihan sulit. Hal itu

banyak dipengaruhi pengalaman dokter anestesi yang akan melakukannya. Beberapa penulis

menyarankan intubasi dengan kesadaran penuh terutama jika berat badan sesungguhnya >

175 persen berat badan ideal. Apabila terdapat gejala OSA, maka sudah terpikirkan morfologi

18

Page 19: Referat anestesi pada obesitas.docx

jalan napas bagian atas yang sedikit berbeda yang membuat pemakaian ballow dan sungkup

menjadi sulit, sehingga intubasi dalam kesadaran penuh lebih disarankan. Pendekatan lain

adalah penggunaan laringoskop setelah pemberian lokal anestesi pada faring. Intubasi sadar

dengan fiberoptic dapat dipilih ketika struktur laring tidak terlihat jelas. Tidak disarankan

melakukan intubasi blind melalui hidung mengingat kemungkinan epistaksis atau efek

samping lainnya. (9) Teknik teraman dan cepat untuk induksi anestesi menggunakan

succinylcholine dengan diikuti pemberian oksigen yang adekuat sebelumnya. Pasien obesitas

tidak dibolehkan untuk bernapas spontan selama anestesi berlangsung, mencegah terjadinya

hipoventilasi, hipoksia dan hiperkapnia. Posisi litotomi atau Tredelenburg dihindari

mengingat pada posisi ini terjadi reduksi volume paru. Ventilasi kontrol dengan fraksi

oksigen tinggi dibutuhkan untuk mencapai tekanan oksigen arterial yang adekuat, yang

nantinya pemeriksaan serial gas darah diperiksa untuk mengontrol hal ini.(7,9)

Post anestesi

Komplikasi pulmonal sering terjadi pada penderita obesitas. Pemeriksaan fungsi paru

preoperatif tidak dapat memprediksi keadaan yang sama pascaoperatif. Hal ini karena pada

pasien obesitas sensitivitas terhadap obat sedatif, analgesik opioid dan anestesi meningkat.

Pemberian ventilasi pascaoperasi bermanfaat untuk eliminasi efek obat-obat tersebut, selain

dapat diberikan pada mereka dengan penyakit kardio-respiratori yang telah diketahui

sebelumnya, retensi karbondioksida, dan mereka yang baru menjalani operasi dalam waktu

lama atau mengalami pyrexia pasca operasi.(9) Ekstubasi hanya boleh dilakukan ketika pasien

sadar penuh dan dipindahkan ke Recovery Room dengan posisi duduk 45 derajat. Oksigen

tambahan segera diberikan dan dilatih untuk bernapas seperti biasa. (9)

3.4 SISTEM GASTROINTESTINAL PADA PENDERITA OBESITAS

Kombinasi dari tekanan intraabdomen yang tinggi, tingginya volume dan rendahnya

pH dalam gaster, lambatnya pengosongan gaster dan tingginya faktor resiko hiatus hernia dan

gastro-esofageal refluks dipercayai menempatkan pasien obesitas pada resiko terjadinya

aspirasi asam lambung diikuti pneumonitis aspirasi. Zacchi melakukan studi yang

menunjukkan bahwa pada penderita obesitas tanpa gejala gastro-esofageal refluks dan

lintasan gastro-esofageal ternyata struktur anatominya tidak berbeda dengan orang normal

(baik pada posisi duduk atau berbaring). Walaupun penderita obesitas memiliki volume

dalam gasternya 75 persen lebih besar dari orang normal, melalui studi tersebut juga

diketahui bahwa pengosongan gaster justru lebih cepat pada penderita obesitas, terutama pada

19

Page 20: Referat anestesi pada obesitas.docx

intake energi tinggi seperti emulsi lemak. Karena adanya resiko aspirasi asam, maka ada

keharusan diberikannya H2-receptor antagonis, antasid dan prokinetik, juga dilakukannya

induksi yang cepat dengan tekanan pada krikoid dan ekstubasi trakea ketika pasien sadar

penuh.(9,13) Keadaan pada penderita obesitas yang menjadi perhatian sehubungan dengan

sistem gastrointestinal, diantaranya (9,13) :

Diabetes mellitus.

Setiap penderita obesitas yang akan menjalani operasi, harus diperiksa gula darahnya,

baik gula darah sewaktu atau dapat juga dilakukan tes toleransi glukosa. Respon

katabolik selama operasi mungkin mengindikasikan pemberian insulin pascaoperasi

untuk mengontrol konsentrasi glukosa dalam darah. Kegagalan dalam menjaga

konsentrasi ini akan berakibat tingginya resiko infeksi pada luka operasi dan infark

miokard pada periode iskemia miokard.

Penyakit tromboembolik.

Resiko trombosis vena dalam pada penderita obesitas dapat disebabkan karena

imobilisasi yang lama. Polisitemia, peningkatan tekanan intraabdomen dengan

peningkatan stasis vena terutama pada ekstremitas bawah, gagal jantung dan

berkurangnya aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan tingginya konsentrasi

fibrinogen juga menjadi predisposisi terjadinya keadaan ini. Oleh karena itu pada

penderita obesitas harus ada pengawasan terhadap keadaan-keadaan tersebut.

20

Page 21: Referat anestesi pada obesitas.docx

BAB III

KESIMPULAN

Obesitas menjadi kendala tersendiri bagi praktisi medis baik penanganan secara umum

maupun ketika dihadapkan dengan pertimbangan anestesi yang akan dilakukan. Hal ini

karena pada pasien obesitas, tiga masalah utamanya adalah masalah kardiovaskular, respirasi

dan gastrointestinal yang tiap penangannya juga berbeda-beda. Maka bagi seorang dokter,

perlu pemahaman menyeluruh tentang apa yang harus dilakukan untuk keadaan seperti ini.

Dalam kaitan dengan anestesi, yang terpenting adalah setiap pasien yang akan menjalani

operasi atau dilakukan anestesi, perlu dimonitor berat badan, kelainan-kelainan yang

menyertai kondisi pasien atau kemungkinan kendala yang akan dihadapi saat operasi atau

pasca operasi. Pada premedikasi di ruangan atau di OK, pasien dipersiapkan secara baik dan

dilakukan pengamatan akan kelainan metabolik yang mungkin ada. Jika harus diberikan

terapi oral atau lainnya, maka dapat dilakukan konsultasi dengan bagian lain. Proses

pemindahan pasien juga harus diperhatikan. Durante operasi, pemilihan jenis anestesi harus

diperhatikan, apakah nantinya dilakukan intubasi sadar atau tidak, obat-obatan yang boleh

dan tidak boleh diberikan, posisi pasien selama operasi tersebut dan pengamatan akan

metabolik pasien. Pasca operasi tidak boleh dilupakan, mengingat kemungkinan banyaknya

kejadian penurunan keadaan pasien dibanding sebelum operasi. Premedikasi atau durante

operasi atau durante anestesi tidak bisa meramalkan keadaan pasien setelahnya. Bahkan bisa

terjadi efek samping lambat baik dari tindakan yang dilakukan maupun obat-obatan yang

diberikan.(14) Diperlukan kerjasama yang baik, dari dokter dan perawat anestesi, dokter

penyakit dalam maupun dokter bedah sehingga keberhasilan kesemuanya dapat tercapai.

21

Page 22: Referat anestesi pada obesitas.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Obesity and Anesthesia, Yes There is a Connection. Available from :

www.health.am/ab/more/obesity-and-anesthesia-yesthere-is-a-connection.

2. Understanding Cholelithiasis. Available from :

http://win.nidkk.nih.gov/publications/understanding.htm.

3. What is obesity?. Available from : www.webmd.com/diet/what-is-obesity.

4. Body Mass Index. Available from:

www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/healthyweight/assesing/bmi/adult_BMI/about _adult_BMI.html.

5. Obesity and Consequences. Available from :

www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/obesity/consequences.html

6. Obesity. Available from : http://en.wikipedia.org/wiki/obesity.

7. Henthorn, T K, MD. Anesthetic Consideration in Morbidly Obese Patients. Available from

: http://cucrash.com/Handouts04/MorbObeseHenthorn.pdf.

8. Anesthesia and Morbidly Obesity. Available from : http://anestit.unipa.it/gta/obese.html.

9. Adams, J P and Murphy, P G. Obesity in Anesthesia and Intensive Care (British Journal).

Available from : http://bja.oxfordjournals.org/cgi/content/full/85/1/91. 10.Jr Morgan G E.,

Mikhail M S., Murray M J. Anesthesia For Patient with Endocrine Disease : Obesity. Lange

4th Ed. Mcgraw-Hill Companies ; 2006 ; 813 – 15 11.Ingrande J., Brodsky J B., Lemmens H

J M. Regional Anesthesia and Obesity. Available from : http://www.csen.com/obesity.pdf.

12.Increase Anesthetic Risk For Patients With Obesity and Obstructive Sleep Apnea.

Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2007481/pdf/anesthprog00

003-0005.pdf.

13. Anesthesia and Obesity. Available from :

http://www.metrohealthanesthesia.com/edu/endocrine/obesity1.htm.

14. Anesthesia in Obese Patients. Available from :

http://www.medin.ru/netcat_files/360_117.pdf.

22

Page 23: Referat anestesi pada obesitas.docx

DOSIS OBAT PENUNJANG ANESTESI DAN ANESTESI

a. OBAT INDUKSI :Parenteral:a. THIOPENTAL / PENTOTHAL :

Induksi : 3 – 5 mg/Kg.BB. Intra Vena

Onset of action : 10-20 detik

Durasi : 5-15 menit

b. PROPOFOL : Induksi : 1,0 – 2,5 mg/Kg.BB. Intra Vena

Rumatan Anestesi : 75 – 200 μg/Kg.BB/Menit, lewat infus

Sedasi : 0,5 – 1,0 mg/Kg.BB, selanjutnya 12,5 –

75μg/Kg.BB/Menit

Onset of action : 30 – 45 detik

Durasi : 5-10 menit

c. KETAMINE : Induksi :

a. Intravena : 0,5 – 2 mg/Kg.BB

b. Intra Muskuler : 5 – 10 mg/Kg.BB

c. Rumatan Anestesi :75 – 150 μg/Kb.BB. lewat infus atau 0,5

mg/Kg.BB/30 Menit/Intravena

Sedasi/Analgesi : 12,5 – 50 μg/Kg.BB/Menit

Onset of action : 30-60 detik

Durasi : 15-25 menit

Inhalasi :

a. Dinitrogen oksida (N2O) : Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai

dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50%: 50%. Dosis untuk

mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk

induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%.

b. Halotan : Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.

23

Page 24: Referat anestesi pada obesitas.docx

c.Isofluran : Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau kombinasi N2-O2. Dosis rumatan 0,5-

3%.

d. Eter : Dosis induksi 10-20% volume uap eter dalam oksigen atau campuran

oksigen dan N2O. Dosis pemeliharaan stadium III 5-15% volume uap eter.

e. PREMEDIKASI :a. SEDASI :

1. DIAZEPAM : Sedasi : 2,5 – 5 mg. Intravena ( untuk dewasa )

Induksi : 10 mg.,Intravena ( untuk dewasa )

Onset of action : 4-8 menit

Durasi : 20 jam

2. MIDAZOLAM : Premedikasi : 1 – 3 mg, Intravena ( untuk dewasa )

Sedasi : 0,25 – 1,5 μg/Kg.BB/Menit

Induksi : 10 mg., Intravena ( untuk dewasa )

Onset of action : 2-3 menit

Durasi : 15 -80 menit

b. NARKOTIKA :1. MORPHINE :

Premedikasi : 1 – 3 mg, Intravena atau 2,5 – 10 mg. IM

( untuk dewasa )

Pain Control : 0,01 – 0,04 mg/Kg.BB/Jam, lewat infus

Onset of action : 1-3 menit

Durasi : 1-3 jam

2. MEPERIDINE / PETHIDINE : Premedikasi : 1mg/Kg.bb IM atau 0.5mg/Kg.bb IV

onset of action : 10- 15 menit

durasi : 90-120 menit

3. FENTANYL :

Premedikasi : 100 mcg IM

24

Page 25: Referat anestesi pada obesitas.docx

Analgesik : 1 – 2 mcg/Kg.BB./Intravena

Onset of action : 30 detik

Durasi : 30- 60 menit

c. SULFAT ATROPIN : ANTISIALOGOGUE : 0,25 mg, Intravena ( untuk dewasa )

BRADYCARDIA : 0,5 mg., Intravena ( untuk dewasa ), dapat

diulang

Onset of action : 1- 2 menit

d. BUTYROPHENON :

Droperidol : 2.5-5 mg IM atau 1-1.25 mg IV

e. ANTI HISTAMIN :

Promethazin : 12.5-25mg IM

f. OBAT DARURAT :

a. Adrenalin : 0.3-0.5mg subkutan dalam larutan 1:1000 atau

0.5-

1mg dalam larutan 1:10000 IV

b. Ephedrin : 10-50 mg IM atau 10-20 mg IV

c. Dopamine : 2-5 mcg/Kg.bb/menit sebagai Inotropik

d. Lidokain : 1-1.5 mg/Kg.bb IV atau dosis pemeliharaan

dalam tetesan infus 15-50 mcg/Kg.bb/menit

Onset of action :10 detik

Durasi : 30 menit

e. Dexametason : 0.2 mg/Kg.bb IV

f. Forusemide : 0.5-2mg/Kg.bb IV

g. PELUMPUH OTOT :

a. DEPOLARIZING AGENT KERJA SINGKAT :

1. SUCCINYLCHOLINE : 0,5 – 1,5 mg/Kg.BB./Intravena

25

Page 26: Referat anestesi pada obesitas.docx

Onset of action : 1-2 menit

Durasi : 3-5 menit

b. NON-DEPOLARIZING AGENT KERJA MENENGAH :

1. ATRACURIUM : 0,3 – 0,5 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi);

Rumatan : 0,1 mg/Kg.BB./ 25 - 50 menit

Onset Of action : 3-5 menit

Durasi : 30-45 menit

2. VECURONIUM : 0,08 – 0,1 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi)

Rumatan : 0,02 mg/Kg.BB./ 25 – 50 menit

Durasi : 25- 45 menit

3. MIVACURIUM : 0,15 – 0,25 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi)

Rumatan : 0,075 – 0,15 mg/Kg.BB/10 – 15

menit

Durasi : 10-15 menit

4. ROCURONIUM : 0,5 – 1,0 mg/Kg.BB./Intravena (Intubasi );

Rumatan : 0,1 – 0,3 mg/Kg.BB/15 – 30

Menit

Durasi : 15-30 menit

c. NON-DEPOLARIZING AGENT KERJA PANJANG :

1. PANCURONIM : 0,06 – 0,12/Kg.BB./Intravena (Intubasi) ;

Rumatan : 0,01 mg/Kg.BB/30- 60 menit

Durasi : 30-60 menit

26