Referat Anemia Hemolitik Fixed

33
PENDAHULUAN Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikut dengan ketidakmampuan sum-sum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mememenuhi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal, hal ini terjadibila umur eritrosit kurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjad ianemia. Anemia hemolitik berdasarkan etiologinya salah satunya dapat disebabkan oleh defisiensi G6PD. Pada defisiensi G6PD, maka membran eritrosit akan lebih rentan terhadap stress oksidan dan akan lebih mudah menimbulkan kerapuhan dikarenakan tidak kuatnya membran dari eritrosit tersebut. Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence) , yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah (intravascular) atau di luar pembuluh darah (ekstravaskular) yang membawa konsekuensi patofisiologik yang berbeda.

Transcript of Referat Anemia Hemolitik Fixed

Page 1: Referat Anemia Hemolitik Fixed

PENDAHULUAN

Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena

meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikut dengan ketidakmampuan sum-sum

tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mememenuhi kebutuhan tubuh terhadap

berkurangnya sel eritrosit, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan

terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari

normal, hal ini terjadibila umur eritrosit kurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti

dengan anemia. Namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka

akan terjad ianemia.

 Anemia hemolitik berdasarkan etiologinya salah satunya dapat disebabkan oleh

defisiensi G6PD. Pada defisiensi G6PD, maka membran eritrosit akan lebih rentan terhadap

stress oksidan dan akan lebih mudah menimbulkan kerapuhan dikarenakan tidak kuatnya

membran dari eritrosit tersebut.

Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence) , yaitu pemecahan eritrosit

karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi dalam pembuluh darah

(intravascular) atau di luar pembuluh darah (ekstravaskular) yang membawa konsekuensi

patofisiologik yang berbeda.

Page 2: Referat Anemia Hemolitik Fixed

PEMBAHASAN

Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis

adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (sebelum masa hidup

rata-rata eritrosit yaitu 120 hari). Hemolisis berbeda dengan proses penuaan (senescence) ,

yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya. Hemolisis dapat terjadi

dalam pembuluh darah (intravascular) atau di luar pembuluh darah (ekstravaskular) yang

membawa konsekuensi patofisiologik yang berbeda.

Pada orang dengan sumsum tulang yang normal, hemolisis pada darah tepi akan direspon

oleh tubuh dengan peningkatan eritropoiesis dalam sumsum tulang. Kemampuan maksimum

sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis adalah 6-8 kali normal. Apabila derajat

hemolisis tidak terlalu berat (pemendekan masa hidup eritrosit sekitar 50 hari) maka sumsum

tulang masih mampu melakukan kompensasi sehingga tidak timbul anemia. Keadaan ini

disebut sebagai keadaan hemolisis terkompensasi (compensated hemolytic state). Akan

tetapi, jika kemampuan kompensasi sumsum tulang dilampaui makan akan terjadi anemia

yang kita kenal sebagai anemia hemolitik.

Klasifikasi

Gangguan Intrakorpuskuler

Anemia hemolitik karena factor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskuler), yang

sebagian besar bersifat herediter-familier

A. Herediter-Familier

1. Gangguan membrane eritrosit (membranopati)

a. Hereditary spherocytosis

Merupakan anemia hemolitik herediter diturunkan secara autosom

dominan, paling umum di Eropa Utara disebabkan cacat protein struktural

dari membran sel darah merah / defek membran. Sumsum tulang membuat

sel darah merah normal yang bikonkaf tetapi sel darah kehilangan

membrannya saat beredar melalui limpa dan sistem RES. Ratio permukaan

sel terhadap volume berkurang dan sel menjadi lebih sferis sehingga

kurang elastic melalui mikrosirkulasi dimana sferosit pecah lebih dini.

Page 3: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Tes Khusus:

•Fragilitas osmotik meningkat.

•Autohemolitik meningkat.

•Coomb’s direct test negatif.

•Cr51 destruksi oleh limpa terbanyak.

Panah hitam: Bentuk Sferositosis

b. Hereditary elliptocytosis

Page 4: Referat Anemia Hemolitik Fixed

MUTASI GEN

c. Hereditary stomatocytosis

2. Gangguan metabolism/enzim eritrosit (enzimopati)

a. Defek pada jalur heksosemonofosfat Defisiensi G-6PD (glucose-6

phosphate dehydrogenase)

Defisiensi G6PD diturunkan secara sex-linked, mengenai laki – laki dan

didapatkan pada wanita yang memperlihatkan kadar G6PD sel darah

merahnya setengah normal. Merupakan hemolisis intravaskuler yang

berkembang cepat dengan faktor pencetus infeksi dan penyakit akut lain,

obat-obatan dan kacang fava.

Defisiensi enzim dideteksi dengan tes penyaring pemeriksaan enzim G6PD

pada sel darah merah.

Gambaran darah tepi saat krisis: sel krenasi, sel fragmen, sel gigitan/bite,

dan sel lepuh/blister. Heinz Bodies/hemoglobin teroksidasi terdenaturasi

tampak pada retrikulosit, terutama pada saat splenektomi.

Page 5: Referat Anemia Hemolitik Fixed

b. Defek pada jalur Embden-Meyerhoff Defisiensi piruvat-kinase

Diturunkan secara resesif otosomal homozigot. Sel darah merah lisis

karena pembentukan ATP berkurang. Sel darah merah lisis karena

pembentukan ATP berkurang. Anemia ringan dengan hemoglobin 4-10g/dl

disebabkan pergeseran kurva disosiasi O2 ke kanan akibat kenaikan 2,3

DPG dalam sel.

Pemeriksaan Laboratorium : Autohemolisis meningkat. Diagnosis pasti

dengan pemeriksaan jumlah enzim PK.

c. Nucleotide enzyme defect

Page 6: Referat Anemia Hemolitik Fixed

3. Gangguan pembentukan hemoglobin (hemoglobinopati)

a. Hemoglobinopati structural (kelainan struktur asam amino pada rantai alfa

atau beta : HbC, HbD, HbE, HbS, unstable Hb, dll

b. Sindrom Thalassemia (gangguan sintesis rantai alfa atau beta) Thalasemia

alfa, beta , dll

c. Heterosigot ganda hemoglobinopati dan thalassemia Thalassemia-HbE, dll

B. Didapat

1. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)

Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal adalah anemia hemolitik yang jarang

terjadi, yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari

penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan.

Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara mendadak

(paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam hari

(nokturnal), menyebabkan hemoglobin tumpah ke dalam darah.

Ginjal menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap

(hemoglobinuria).

Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja

dan pada jenis kelamin apa saja.

Penyebabnya masih belum diketahui.

Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri punggung yang hebat

dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut dan tungkai.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang bisa

menemukan adanya sel darah merah yang abnormal, khas untuk penyakit ini.

Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).

Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan

(obat yang mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya

warfarin).

Page 7: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Transplantasi sumsum tulang bisa dipertimbangkan pada penderita yang

menunjukkan anemia yang sangat berat.

Gangguan Ekstrakorpuskuler

Anemia hemolitik karena factor di luar eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang sebagian

besar bersifat didapat (acquired).

A. Didapat

1. Imun

a. Autoimun

Warm antibody type

Cold antibody type

b. Aloimun

Hemolytic transfusion reactions

Hemolytic disease of newborn

Allograft (bonemarrow transpalantation)

2. Drug associated

3. Red cell fragmentation syndromes

a. Graft arteri

b. Katup jantung (buatan)

4. Mikroangiopatik

a. Thrombotic Thrombocytopenic purpura (TTP)

b. Hemolytic uremic syndrome (HUS)

c. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

d. Pre-eklampsia

5. March hemoglobinuria

6. Infesksi

a. Malaria

b. Clostridia

7. Bahan kimia dan fisik

a. Obat

b. Bahan kimia dan rumah tangga

c. Luka bakar luas

8. Hipersplenisme

Page 8: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor

ekstrinsik.

Faktor Intrinsik

Yaitu kelainan yang terjadi pada sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga

macam yaitu:

1. Karena kekurangan bahan baku pembuat eritrosit

2. Karena kelainan eritrosit yang bersifat kongenital contohnya thalasemia & sferosis

kongenital

3. Abnormalitas dari enzim dalam eritrosit

Faktor Ekstrinsik

Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.

1. Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat

2. Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh

tubuh sendiri.

Tanda-tanda proses hemolisis : Penghancuran eritrosit yang berlebihan akan menunjukan

tanda-tanda yang khas yaitu:

1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit.

Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.

2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena

hemoglobin terikat pada eritrosit.

Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma.

Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan

darah akan menyebabkan hemoglobinemia.

3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.

4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit

yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.

Diagnosa Anemia Hemolitik

1. Menentukan Anemia Hemolitik dibandungkan dengan anemia jenis lain dengan

memeriksa:

- adanya tanda penghancuran dan pembentukan eritrosit pada waktu yang sama

- terjadinya anemia yang diikuti dengan sistem eritropoesis yang meningkat (hipersensitivitas

Page 9: Referat Anemia Hemolitik Fixed

eritropoesis)

- terjadinya penurunan kadar hemoglobin dengan cepat tanpa diimbangi dengan proses

eritropoesis yang normal.

2. Menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik tersebut.

3. Mengklasifikasikan termasuk ke dalam jenis anemia hemolitik apa

Gambaran apus darah penderita anemia hemolitik ditandai dengan mikrosferosit (hiperkrom

mikrositer) dan bentuk eritrosit abnormal.

Pemeriksaan Lab

1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:

- bilirubin serum meningkat

- urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat

- strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam

2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit

- retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital

- hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang

3. Gambaran rusaknya eritrosit:

- morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell,

sickle cell, sferosit.

- fragilitas osmosis, otohemolisis

Page 10: Referat Anemia Hemolitik Fixed

- umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas

crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas

Cr maka semakin pendek umur eritrosit

Anemia hemolitik akuisita

1. Anemia hemolitik autoimun (AIHA) terjadi ketika terdapat autoantibodi yang

berikatan dengan eritrosit, sehingga menghancurkan sel darah merah  dan berujung

pada manifestasi anemia. Anemia hemolitik autoimun menandakan adanya kegagalan

dalam mekanisme pengenalan antigen diri. Mekanisme spesifik dari AIHA sendiri

belum jelas sampai saat ini.1 Sindrom AIHA secara umum dibagi berdasarkan

hubungan antara aktivitas antibodi dan suhu. Antibodi tipe hangat yaitu molekul IgG

mempunyai afinitas maksimal pada eritrosit di suhu tubuh. Sedangkan antibodi tipe

dingin yaitu molekul IgM, mempunyai afinitas maksimal pada eritrosit di suhu

rendah.

Insidens dari AIHA tipe hangat sekitar satu dari total 75-80.000 populasi di USA.

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat dapat muncul pada usia berapapun, tidak

seperti AIHA tipe dingin yang seringkali menyerang usia pertengahan dan lanjut, atau

Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH) yang melibatkan usia kanak.2 Namun, di

Indonesia tidak ada data yang khusus membahas tentang prevalensi dan insiden kasus

AIHA secara nasional.

Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia/ AIHA) merupakan suatu

kelainan di mana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit

memendek.

Etiologi

Etiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi

karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit

autoreaktif residual. Adapun klasifikasi dari penyebab anemia hemolitik autoimun

sebagai berikut:

Page 11: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Patofisiologi

Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivasi sistem

komplemen, aktivasi mekanisme selular, atau kombinasi keduanya

Secara keseluruhan aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya

membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan

hemoglobinemia dan hemoglobinuria.

Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.

Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,

IgG1, IgG2, IgG3 disebut sebagai agglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan

dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu di bawah

suhu tubuh. Antibodi IgG disebut agglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen

permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.

Page 12: Referat Anemia Hemolitik Fixed
Page 13: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Klasifikasi

A. Anemia hemolitik tipe hangat

B. Anemia hemolitik tipe dingin

A. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi secara optimal

pada suhu 37°C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain. Eritrosit

biasanya dilapisi oleh immunoglobulin (IgG) saja atau dengan komplemen, dan karena itu,

diambil oleh makrofag retikuloendotelial yang mempunyai reseptor untuk fragmen Fc IgG.

Bagian dari membran yang terlapis hilang sehingga sel menjadi makin sferis secara progresif

untuk mempertahankan volume yang sama dan akhirnya dihancurkan secara prematur,

terutama di limpa. Jika sel dilapisi IgG dan komplemen (C3d, fragmen C3 yang terdegradasi)

atau komplemen saja, destruksi eritrosit menjadi lebih banyak dalam sistem

retikuloendotelial.

Gejala dan Tanda: penyakit ini dapat terjadi pada semua usia dan semua jenis kelamin,

timbul sebagai anemia hemolitik dengan keparahan yang bervariasi. Limpa seringkali

membesar. Penyakit ini cenderung mengalami remisi dan relaps; dapat timbul sendiri atau

disertai penyakit lain, atau muncul pada beberapa pasien akibat terapi metildopa.

Awitan penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Pada

beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia

berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik terjadi pada 40% pasien.

Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%, Hepatomegali terjadi pada 30%, dan

limfadenopati terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ

dan limfonodi.

Laboratorium: temuan laboratorium dan biokimia bersifat khas pada anemia hemolitik

ekstravaskular dengan sferositosis yang menonjol dalam darah tepi. Hemoglobin sering

dijumpai di bawah 7 g/dl. Pemeriksaan Coomb direk biasanya positif. Autoantibodi tipe

hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit.

Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan semua sel eritrosit normal.

Page 14: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Autoantibodi tipe hangat ini biasanya bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien

sendiri, biasanya antigen Rh.

Prognosis dan Survival: Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan

sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali.

Survival 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli paru, infark limpa, dan kejadian

kardiovaskular lain ias terjadi selama periode penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun

sebesar 15-25%. Prognosis pada AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.

Terapi:

- Kortikosteroid: 1-1.5 mg/kgBB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan

menunjukkan respon klinis baik (Ht meningkat, retikulosit menurun, tes coombs direk

positif lemah, tes comb indirek negatif). Nilai normal dan stabil akan dicapai pada

hari ke-30 sampai hari ke-90. Bila ada tanda respon terhadap steroid, dosis diturunkan

tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi steroid dosis <30 mg/hari diberikan secara selang

sehari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah,

namun bila dosis perhari melebihi 15 mg/hari untuk mempertahankan kadar Ht, maka

perlu segera dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain.

- Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tapering dosis

selama 3 bulan, maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan

menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah merah. Hemolisis masih bisa

terus berlangsung setelah splenektomi, namun akan dibutuhkan jumlah sel eritrosit

terikat antibodi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menimbulkan kerusakan

eritrosit yang sama. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-75%, namun

tidak bersifat permanen. Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan setelah

splenektomi.

Page 15: Referat Anemia Hemolitik Fixed

- Imunosupresi. Azatioprin 50-200 mg/hari, siklofosfamid 50-150 mg/hari.

Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol dipakai bersama-sama

steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis danazol

diturunkan menjadi 200-400 mg/hari. Terapi immunoglobulin (400 mg/kgBB per hari

selama 5 hari) menunjukkan perbaikan pada beberapa pasien, namun dilaporkan

terapi ini juga tidak efektif pada beberapa pasien lain. Jadi terapi ini diberikan

bersama terapi lain dan responnya hanya bersifat sementara. Terapi plasmafaresis

masih kontroversial.

- Terapi transfusi. Terapi transfusi bukan merupakan kontraindikasi mutlak. Pada

kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb < 3 g/dl) transfusi dapat diberikan, sambil

menunggu steroid dan immunoglobulin untuk berefek.

B. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

Pada tipe ini, autoantibodi, baik monoklonal (seperti pada sindrom hemaglutinin dingin

idiopatik atau yang terkait dengan penyakit limfoproliferatif) atau poliklonal (seperti sesudah

infeksi) melekat pada eritrosit terutama di sirkulasi perifer dengan suhu darah yang

mendingin. Antibodi biasanya adalah IgM dan paling baik berikatan dengan eritrosit pada

suhu 4°C. Antibodi IgM sangat efisien dalam memfiksasi komplemen dan dapat terjadi

hemolisis intrvaskular dan ekstravaskular. Komplemen sendiri biasanya terdeteksi pada

eritrosit, antibodinya telah mengalami elusi dari sel pada bagian sirkulasi yang lebih hangat.

Pada hampir semua tipe ini, antibodi ditujukan pada antigen ‘I’ di permukaan eritrosit.

Gambaran klinis: Pasien mungkin menderita anemia hemolitik kronik yang diperburuk oleh

dingin dan seringkali disertai dengan hemolisis intravascular. Dapat terjadi ikterus ringan dan

splenomegali. Pasien dapat menderita akrosianosis di ujung hidung, telinga, jari-jari tangan

dan kaki yang disebabkan oleh aglutinasi eritrosit dalam pembuluh darah kecil. Hemolisis

berjalan kronik. Anemia biasanya ringan dengan Hb 9-12 g/dl.

Laboratorium: Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs langsung

memperlihatkan komplemen (C3d) saja pada permukaan eritrosit, eritrosit beraglutinasi

dalam suhu dingin.

Page 16: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Prognosis dan Survival: Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik

dan cukup stabil.

Terapi: Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis, prednisone dan

splenektomi tidak banyak membantu, klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk

mengurangi antibodi IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal

ini sukar dilakukan.

2. Anemia Hemolitik Imun Diinduksi Obat

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu:

hapten/penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks

ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang

bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin.

Penyerapan/absorbsi protein non-imunologis terkait obat akan menyebabkan tes coombs

positif tanpa kerusakan eritrosit.

- Pada mekanisme hapten/absorbsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat.

Antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan

eritrosit. Eritrosit  yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa.

Antibodi ini bila dipisahkan dari eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang

mengandung eritrosit berlapis obat yang sama (misal penisilin).

- Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat,

tempat ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktivasi komplemen. Antibodi

melekat pada neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel

target tersebut lemah, dan antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat

ataupun membrane eritrosit. Beberapa antibodi itu memiliki spesifisitas terhadap

antigen golongan darah tertentu. Pemeriksaan coombs biasanya positif. Setelah

aktivasi komplemen terjadi hemolisis intravaskular, hemoglobinemia, dan

hemoglobinuria. Mekanisme ini terjadi pada hemolisis akibat obat kinin, kuinidin,

sulfonamide, sulfonylurea, dan tiazid.

Page 17: Referat Anemia Hemolitik Fixed

- Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog,

seperti contoh metildopa. Metildopa yang bersirkulasi dalam plasma akan

menginduksi autoantibodi spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah

merah. Jadi yang melekat pada permukaan sel darah merah adalah autoantibodi,

sedangkan obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana induksi formasi autoantibodi

ini tidak diketahui.

- Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat

oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.

Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena

proses oksidasi adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin, dan

Heinz bodies, blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang

menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin,

aminosalicylic acid. Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes coombs

positif karena absorbsi non-imunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin,

fibrinogen, dan plasma protein lain pada membran eritrosit.

Gambaran klinis: Adanya riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul hemolisis

melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis

ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolisis akan terjadi

secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat

tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemajanan dengan dosis tunggal.

Laboratorium: Anemia, retikulositosis, MCV tinggi, tes coombs positif, leukopenia,

trombositopenia, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang

diperantarai kompleks ternary.

Terapi: dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat

dikurangi. Kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.

Page 18: Referat Anemia Hemolitik Fixed

3. Anemia Hemolitik Aloimun karena Transfusi

Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang disebabkan karena

ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi PRC golongan A pada pasien

golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A pada serum) yang akan memicu

aktivasi komplemen dan terjadi hemolisis intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan

infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak nafas, demam, nyeri pinggang,

menggigil, mual, muntah, dan syok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari setelah

transfusi, biasanya disebabkan karena adanya antibodi dalam kadar rendah terhadap antigen

minor eritrosit. Setelah terpapar dengan sel-sel antigenik, antibodi tersebut meningkat pesat

kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskular.

Di klinik, khususnya penyakit dalam, anemia hemolitik yang paling sering dijumpai adalah

anemia hemolitik autoimun.

I. Gambaran Klinik

Gambaran klinik sangat bervariasi, disebabkan oleh perjalan penyakit (akut atau

kronik) dan tempat kejadian hemolisis (ekstravaskular atau intravaskuler)

sehingga pada umumnya dilihat dari gejala kliniknya, anemia hemolitik dapat

dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :

a. Anemia hemolitik kronik herediter-familier

Didominasi oleh gejala akibat hemolisis ekstravaskuler yang berlangsung

perlahan-lahan

b. Anemia hemolitik akut didapat ( acquired)

Terjadi hemolisis ekstravaskuler masif atau hemolisis ekstravaskuleR

Gejala klinik anemia hemolitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Gejala umum anemia

Gejala umum akan timbul jika hemoglobin turun < 7-8 g/dl. Makin berat

penurunan kadar hemoglobin makin berat gejala yang timbul. Beratnya gejala

juga ditentukan oleh kecepatan penurunan kadar hemoglobin.

Page 19: Referat Anemia Hemolitik Fixed

2. Gejala Hemolitik

Pada anemia hemolitik kronik familier herediter gejala klinik dapat timbul

berupa

a. Ikterus

Akibat dari peningkatan bilirubin indirekdi dalam darah

b. Splenomegali dan hepatomegali

Splenomegali pada umumnya ringan sampai sedang, tetapi kadang-kadang

dapat besar sekali. Hepatomegali lebih jarang dijumpai dibandingkan

splenomegali, karena makrofag dalam limfa lebih aktif dibandingkan

makrofag pada hati.

c. Kholelitiasis

d. Ulkus pada kaki

e. Kelainan tulang

II. Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan Laboratorium pada anemia hemolitik

a. Adanya anemia

- Penurunan hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit

- Penurunan Hb>1 g/dl dalam waktu satu minggu khas pada hemolitik akut

didapat

b. Tanda-tanda hemolisis

- Penurunan masa hidup eritrosit

- Peningkatan katabolisme heme

i. Peningkatan produksi karbonmonoksid (CO) endogen

ii. Peningkatan urobilinogen urin dan sterkobilinogen feses

- Peningkatan aktivitas LDH serum

- Penurunan haptoglobin serum

- Penurunan hemoglobin terglikolisasi

- Tanda-tanda hemolisis intravascular

i. Hemoglobinemia

ii. Hemoglobinuria

iii. Hemosiderinuria

iv. Methemalbunemia

Page 20: Referat Anemia Hemolitik Fixed

v. Penurunan kadar hemopeksin serum

c. Kompensasi sumsum tulang

- Retikulositosis

- Polikromasia pada darah tepi

- Hiperplasia normoblastik pada sumsum tulang

d. Kelainan laboratorium akibat penyakit dasar

- Tes Coomb positif

- Tes fragilitas osmotic

- Kelainan morfologik eritrosit

III. Patofisiologi

Proses hemolisis akan menimbulkan sebagai berikut

1. Penurunan hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia.

2. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis berdasarkan

tempatnya dibagi dua, yaitu :

a. Hemolisis ekstravaskuler

Lebih sering dijumpai dibandingkan hemolisis intravaskuler. Hemolisis

terjadi pada sel makrofag dari system RES (retikuloendothelial) terutama

pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim

heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membrane (misalnya

akibat reaksi antigen antibody), presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma,

dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yang

relative kecil dan suasana relative hipoksik akan member kesempatan

destruksi sel eritrosit, mungkin melalui mekanisme fragmentasi.

Page 21: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Hemoglobin

Heme Globin

Besi Protoporfirin Pool protein

Makrofag (RES) CO Bilirubin unconjugated Reutilisasi

Hati

Reutilisasi Bilirubin conjugated

Empedu

Urobilinogen Sterkobilinogen

Urine Feses

b. Hemolisis Intravaskuler

Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan lepasnya hemoglobin

bebas ke dalam plasma.

Hemoglobin

Page 22: Referat Anemia Hemolitik Fixed

Hemoglobin

Hemoglobin bebas dalam plasma (hemoglobinemia)

Haptoglobin Oksidasi Ginjal

Hemopeksin

Kompleks Hb- Kompleks Hb- Methemo-

Hemoglobinuria

Haptoglobin hemopeksin globinemia

Clearance Clearance oleh Epitel tubulus

Oleh RES RES

Hemosiderinuria

Pemecahan eritrosit intravascular akan melepaskan banyak LDH yang

terdapat dalam eritrosit sehingga LDH serum meningkat.

3. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis

Destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme biofeedback

(melalui eritropoietin) sehingga sumsum tulang meningkatkan eritropoiesis.

Sumsum tulang normal dapat meningkatkan kemampuan eritropoiesisnya 6-8

kali lipat. Peningkatkan ditandai oleh peningkatan jumah normoblas di

sumsum tulang sehingga terjadi hyperplasia normoblastik. Normoblas sering

dilepaskan ke darah tepi sehingga terjadi normoblastemia. Sel retikulosit akan

dilepaskan ke darah tepi sehingga terjadi retikulositosis dalam darah tepi. Sel-

sel eritrosit warnanya tidak merata disebut polikromasia. Produksi system lain

dalam sumsum tulang sering ikut terpacu sehingga terjadi leukositosis dan

trombositosis ringan.

Page 23: Referat Anemia Hemolitik Fixed

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan referat yang berjudul

“Anemia Hemolitik” tepat pada waktunya.

Diharapkan referat ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang hal-hal

mengenai anemia hemolitik. 

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi

kesempurnaan referat ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta

dalam penyusunan referat ini dari awal sampai akhir. Dan juga penulis ingin berterima kasih

kepada dr. H. A. Syaiful Karim, Sp. PD yang telah menyempatkan waktu untuk bimbingan

referat ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Jakarta, 5 Januari 2013

Penulis

Page 24: Referat Anemia Hemolitik Fixed

REFERAT

ANEMIA HEMOLITIK

DOKTER PEMBIMBING:

Dr. H. A. SYAIFUL KARIM, Sp. PD

DISUSUN OLEH:

PAULA DEWI ALAMANDA

(030.06.192)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 25: Referat Anemia Hemolitik Fixed