Referat Afasia

16
PENDAHULUAN Bahasa adalah fungsi luhur yang paling utama bagi manusia selain fungsi daya mengingat, persepsi, kognisi, dan emosi. Kerusakan atau kelainan di otak dapat menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa yang disebut afasia. Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang (baik lisan maupun tulis) yang disebabkan oleh gangguan atau kerusakan di otak. Kerusakan otak itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, tetapi yang paling sering oleh penyakit gangguan peredaran darah di otak dan cedera otak (strok dan trauma). Seringkali orang mengira mereka mengalami gangguan kejiwaan, padahal menderita afasia. Banyak orang mengalami frustasi saat berlibur di negara lain. Frustasi tersebut berasal dari ketidakmampuan mengungkapkan dengan jelas apa yang mereka maksudkan atau tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan orang lain. Pada penderita afasia mengalami hal-hal seperti ini sehari-hari. Dengan demikian, afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa. Tidak ada dua penderita afasia yang persis sama. Afasia berbeda dari satu orang dengan yang lain. Tingkat keparahan dan luasnya cakupan afasia tergantung dari lokasi dan keparahan cedera otak, kemampuan Page | 1

description

Referat Afasia

Transcript of Referat Afasia

PENDAHULUAN

Bahasa adalah fungsi luhur yang paling utama bagi manusia selain fungsi

daya mengingat, persepsi, kognisi, dan emosi. Kerusakan atau kelainan di otak

dapat menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa yang disebut afasia. Afasia

adalah gangguan kemampuan berbahasa seseorang (baik lisan maupun tulis) yang

disebabkan oleh gangguan atau kerusakan di otak. Kerusakan otak itu sendiri

dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, tetapi yang paling sering oleh

penyakit gangguan peredaran darah di otak dan cedera otak (strok dan trauma).

Seringkali orang mengira mereka mengalami gangguan kejiwaan, padahal

menderita afasia.

Banyak orang mengalami frustasi saat berlibur di negara lain. Frustasi

tersebut berasal dari ketidakmampuan mengungkapkan dengan jelas apa yang

mereka maksudkan atau tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan orang

lain. Pada penderita afasia mengalami hal-hal seperti ini sehari-hari. Dengan

demikian, afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa.

Tidak ada dua penderita afasia yang persis sama. Afasia berbeda dari satu

orang dengan yang lain. Tingkat keparahan dan luasnya cakupan afasia tergantung

dari lokasi dan keparahan cedera otak, kemampuan berbahasa sebelum afasia, dan

kepribadian seseorang. Beberapa penderita afasia dapat mengerti bahasa dengan

baik, tetapi mengalami kesulitan untuk mendapatkan kata-kata yang tepat atau

membuat kalimat-kalimat. Penderita yang lain dapat berbicara panjang lebar,

tetapi apa yang diucapkan susah atau tidak dapat dimengerti oleh lawan bicaranya.

Penderita seperti ini sering mengalami masalah besar dalam memahami bahasa.

Kemampuan berbahasa dari kebanyakan penderita afasia berada diantara dua

situasi tadi.

Page | 1

ISI

I. DEFINISI

Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan

otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga

disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder

akibat gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.

Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun

biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya.

Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan

membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan

misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal

(agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis

seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan

afasia atau muncul sendiri.

Afasia adalah Gangguan pada komprehensi atau ekspresi dari bahasa yang

diakibatkan oleh lesi pada bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa

(pada kebanyakan orang di hemisfer kiri otak). Dapat terjadi tiba-tiba (misalnya

karena stroke atau cedera kepala) atau perlahan-lahan (misalnya karena tumor tak,

infeksi, atau dementia)

II. EPIDEMIOLOGI

Banyak pada orang usia middle age

Sama pada pria dan wanita

80 ribu orang terkena tiap tahun karena stroke

Sekitar 1 juta orang di USA sekarang menderita afasia

III. ETIOLOGI

Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul

akibat cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau

parietal yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke,

Page | 2

dan jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak

di hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan

tempat kemampuan berbahasa diatur.

Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh

stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat

muncul perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar

sebagai efek samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan

nyeri kronis.

IV. PATOFISIOLOGI

Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di otak. Pada

manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak

pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan (kinan) dan 60% orang yang

dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien yang menderita afasia, sebagian besar

lesi terletak pada hemisfer kiri.

Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau

penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur

kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area Wernicke.

Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab atas

pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan mengakibatkan kersulitan

dalam artikulasi tetapi penderita bisa memahami bahasa dan tulisan.

Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik

penerima untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan

penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa.

Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa

di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia

transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi pada fasikulus arkuatus, yaitu

penghubung antara area Broca dan area Wernicke.

Page | 3

V. KLASIFIKASI

Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan

kepada:

Manifestasi klinik

Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:

Afasia tidak lancar atau non-fluent

Afasia lancar atau fluent

Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan:

1. Sindrom afasia peri-silvian

Afasia Broca (motorik, ekspresif)

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)

Afasia konduksi

2. Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)

Afasia transkortikal motorik

Afasia transkortikal sensorik

Afasia transkortikal campuran

3. Sindrom afasia subkortikal

Page | 4

Afasia talamik

Afasia striatal

4. Sindrom afasia non-lokalisasi

Afasia anomik

Afasia global

VI. GEJALA KLINIS

Afasia Tidak Lancar.

Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan

kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi dan

irama bicara yang buruk.

Gambaran klinisnya ialah:

Pasien tampak sulit memulai bicara

Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)

Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks

Artikulasi umumnya terganggu

Irama bicara terganggu

Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih kompleks

Pengulanan (repetisi) buruk

Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk

Afasia Lancar.

Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi bicara

tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak dapat mengerti

bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali.

Gambaran klinisnya ialah:

Keluaran bicara yang lancar

Panjang kalimat normal

Artikulasi dan irama bicara baik

Terdapat parafasia

Page | 5

Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk

Repetisis terganggu

Menulis lancar tadi tidak ada arti

Seorang afasia yang non-fluen mungkin akan mengatakan dengan tidak lancar dan

tertegun-tegun: “mana… rokok… beli.” Sedangkan seorang afasia fluen mungkin

akan mengatakan dengan lancar: “rokok beli tembakau kemana situ tadi gimana

dia toko jalan”

Afasia Broca (motorik, ekspresif).

Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak terganggu,

tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia Broca ialah

bergaya afasia non-fluent.

Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).

Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa

terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan sehingga ia

juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia sendiri katakan.

Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent.

Afasia Konduksi.

Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu penghubung antara area sensorik

(wernicke) dan area motorik (broca). Lesi ini menyebabkan kemampuan

berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi didapati adanya gangguan repetisi

atau pengulangan.

Afasia transkortikal.

Page | 6

Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa. Pada dasarnya afasia

transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi berbahasa tetapi didapati repetisi

bahasa yang baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal motorik.

Ditandai dengan tanda afasia Broca dengan bicara non-fluent, tetapi repetisi atau

kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal sensorik.

Ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan bicara fluent, tetapi repetisi atau

kemampuan mengulangnya baik dan terpelihara.

Afasia transkortikal campuran.

Ditandai dengan campuran tanda afasia Broca dan Wernicke. penderita bicara

non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga disertai kemampuan memahami bahasa

yang buruk, sementara kemampuan mengulang atau repetisi tetap baik.

Afasia talamik.

Disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal disebabkan lesi pada capsular-

striatal, yang keduanya juga berperan dalam pengaturan bahasa. Pada kedua afasia

ini terdapat tanda afasia anomik

Afasia anomik.

Merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan menemukan kata dan tidak

mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Bicara, gramatika dan irama

lancar, tetapi sering tertegun ketika mencari kata dan mengenal nama objek.

Afasia global.

Bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang luas yang merusak

sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan ini ditandai oleh tidak

ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan menjadi beberapa patah kata

Page | 7

yang diucapkan secara berulang-ulang, misalnya “baaah, baaah, baaah” atau

“maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang atau berkurang. Repetisi,

membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global hampir selalu disertai

dengan hemiparese atau hemiplegia.

VII. DIAGNOSA

Melihat manifestasi klinis dan riwayat trauma/penyakit

Tes kognitif/fungsi bahasa Boston Diagnostic Aphasia Examination,

Western Aphasia Battery, Boston Naming Test, Token Test, dan Action

Naming Test pemeriksaan yang dilakukan harus mencakup semua

komponen bahasa (bicara spontan, penamaan, pengulangan, pemahaman,

membaca, dan menulis)

Pemeriksaan radiologis CT Scan, MRI, PET Scan, EEG

VIII.DIAGNOSIS BANDING

Page | 8

Kelainan psikiatri

Kelainan perkembangan

Mutism

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya,

misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.

Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-benar efektif

dan terbukti mengobati. Saat ini, penanganan yang paling efektif untuk mengobati

afasia adalah dengan melakukan terapi wicara/bina wicara.

Prinsip umum dari terapi wicara adalah:

Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik

jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih

baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari

dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan

jumlah hari yang lebih banyak pula.

Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan

berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam

bentuk musik, dan stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta

lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama

mengikuti sesi terapi afasia.

Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama

mengikuti sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.

Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan:

Terapi kognitif linguistik.

Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa.

Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk

menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbeda-

beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata

"gembira." Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan

Page | 9

kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen

emosi dari bahasa.

Program stimulus.

Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk gambar-

gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang

meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

Stimulation-Fascilitation Therapy.

Jenis terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan sintaksis (sususan

kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi adalah

stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan

lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

Terapi kelompok (group therapy).

Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk mempraktekkan

kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi pribadi. Selain

itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien

lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama

sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta

mereka.

PACE (Promoting Aphasic's Communicative Effectiveness).

Ini merupakan bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini

bertujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan

percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan

dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan

menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini

akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam

percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide

mereka.

Page | 10

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS).

Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area otak yang

diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan

menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan akan

semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas

terapi ini.

X. PROGNOSA

Prognosa hidup untuk pendertia afasia tergantung pada penyebab afasia.

Suatu tumor otak dapat dihubungkan dengan angka harapan hidup yang kecil,

sedangkan afasia dengan stroke minor mungkin memiliki prognosis yang sangat

baik. Prognosis hidup ditentukan oleh penyebab afasia tersebut.

Prognosis kesembuhan kemampuan berbahasa bervariasi, tergantung pada

ukuran lesi dan umur serta keadaan umum pasien. Secara umum, pasien dengan

tanda klinis yang lebih ringan memiliki kemungkinan sembuh yang lebih baik.

Afasia Broca secara fungsional memiliki prognosis yang lebih baik daripada

afasia Wernicke. Terakhir, afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit

disembuhkan, misalnya tumor otak, memiliki tingkat prognosis yang buruk.

Page | 11