Referat Adem Alhamdulilah Fix

48
Referat Pemeriksaan Radiologi pada Ensefalomielitis Diseminata Akut (ADEM) Oleh: Demas Nico Manurung 0910312081 Ayu Anissa Bahri 0910313246 Nola Eriza 0910313251 Osharinanda Monita 1010312108 Cantika Dinia Zulda 1010311012 Preseptor: dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K) BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Transcript of Referat Adem Alhamdulilah Fix

Page 1: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Referat

Pemeriksaan Radiologi pada Ensefalomielitis Diseminata Akut (ADEM)

Oleh:

Demas Nico Manurung 0910312081

Ayu Anissa Bahri 0910313246

Nola Eriza 0910313251

Osharinanda Monita 1010312108

Cantika Dinia Zulda 1010311012

Preseptor:

dr. Sylvia Rachman, Sp.Rad(K)

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG

2014

Page 2: Referat Adem Alhamdulilah Fix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat

yang berjudul “Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated

Encephalomyelitis/ ADEM)”. Referat ini penulis ajukan untuk memenuhi

tugas dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Radiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Sylvia Rachman,

Sp.Rad(K) sebagai pembimbing, serta semua pihak yang telah membantu

penulisan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan,

penyusunan, penguraian, maupun isinya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak.

Harapan penulis referat ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pemahaman

di bidang kedokteran radiologi, khususnya tentang pemeriksaan radiologi pada

ADEM.

Padang, Juni 2014

i

Page 3: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Batasan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

1.4 Metode Penulisan............................................................................ 3

1.5 Manfaat Penulisan........................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi............................................................................................ 4

2.2 Anatomi Otak.................................................................................. 4

2.3 Epidemiologi................................................................................... 6

2.4 Patogenesis...................................................................................... 8

2.5 Patologi........................................................................................... 9

2.6 Manifestasi Klinis........................................................................... 10

2.7 Diagnosis......................................................................................... 11

2.8 Diagnosis Banding.......................................................................... 20

2.9 Tatalaksana..................................................................................... 21

2.10 Prognosis....................................................................................... 23

2.11 Komplikasi.................................................................................... 24

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan........................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 26

ii

Page 4: Referat Adem Alhamdulilah Fix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Otak Manusia................................................................... 5

Gambar 2.2 CT scan kontras 11 hari setelah timbulnya gejala........................... 13

Gambar 2.3 T1-weighted image dan T2-weighted image .................................. 14

Gambar 2.4 Potongan koronal otak MRI T2WI ................................................. 15

Gambar 2.5 Lokasi potensial terbentuknya lesi pada ADEM............................. 16

Gambar 2.6 Keterlibatan yang luas dari kortikal dan gray matter - termasuk

thalamus ......................................................................................... 18

Gambar 2.7 Gambaran FLAIR region infratentorial pada 12 anak penderita

ADEM............................................................................................ 19

Gambar 2.8 Axial FLAIR dan T2W gambar pasien muda dengan ADEM........ 19

Gambar 2.9 Terlihat keterlibatan ganglia basal.................................................. 20

Gambar 2.10 MRI Otak (T2WI)......................................................................... 21

iii

Page 5: Referat Adem Alhamdulilah Fix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter lesi secara kuantitatif pada anak dengan ADEM............... 17

iv

Page 6: Referat Adem Alhamdulilah Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated

Encephalomyelitis /ADEM) adalah adalah penyakit inflamasi imunologis pada

sistem saraf pusat (SSP) yang mengakibatkan lesi demielinasi multifocal yang

mempengaruhi grey matter dan white matter dari otak dan sumsum tulang

belakang, yang biasanya didapat setelah adanya infeksi atau vaksinasi. ADEM

merupakan penyakit monofasik, yang umumnya terkait dengan penolakan antigen

(infeksi atau vaksinasi), yang diyakini sebagai pemicu untuk respon inflamasi

yang mendasari penyakit ini, karena reaksi silang antara alergi atau autoimun

yang menyerang myelin dengan protein virus. Meskipun tidak terbatas pada

infeksi virus, namun pada umumnya penyakit ini muncul setelah penderita

terinfeksi measles, varicella dan rubella. Hal ini paling sering terlihat pada

populasi anak dan dewasa muda, namun dapat terjadi pada setiap usia.1,2,3 Penyakit

ini jarang ditemukan, terdapat sekitar 3-6 kasus ADEM per tahun di pusat

kesehatan di US, UK dan Australia.4,5,6 Di India dan negara-negara berkembang

lainnya ADEM merupakan kondisi neurologis umum, mungkin karena tingginya

prevalensi infeksi penyebab.2

Pasien datang dengan gejala dan defisit neurologis fokal biasanya dalam 1

sampai 3 minggu setelah infeksi virus atau vaksinasi. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan riwayat klinis dan analisis CSF, yang sering menunjukkan

limfositosis (seringkali meningkat hingga beberapa ratus sel) dan peningkatan

1

Page 7: Referat Adem Alhamdulilah Fix

myelin protein dasar. Perubahan ECG non spesifik dan CT Scan mungkin normal

sehingga tidak terlalu membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan

penunjang terbaik yang dapat menegakkan diagnosis yaitu dengan brain MRI.

Tindak lanjut MRI ini sangat membantu dalam membedakan ADEM dari suatu

episode Multiple Sclerosis (MS), karena gambaran klinis, analisis cairan

serebrospinal, histopatologi dan penampilan neuroimaging yang sangat mirip.2,3,4,7

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengajukan judul referat

“Pemeriksaan radiologi pada Ensefalomielitis Diseminata Akut (ADEM)”.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi otak, definisi ADEM

epidemiologi, patogenesis, patologi, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan

penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari

Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated Encephalomyelitis /

ADEM).

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca

mengenai pemeriksaan radiologi pada Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute

Disseminated Encephalomyelitis / ADEM) dan juga sebagai salah satu syarat

dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian radiologi RSUP DR. M. Djamil,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

2

Page 8: Referat Adem Alhamdulilah Fix

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang

merujuk ke berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penelitian

Melalui referat ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan

informasi dan pengetahuan tentang pemeriksaan radiologi pada

Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated Encephalomyelitis /

ADEM).

3

Page 9: Referat Adem Alhamdulilah Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ensefalomielitis Diseminata Akut (Acute Disseminated Encephalomyelitis/

ADEM) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan terjadinya demielinasi

peradangan akut multifokal pada Sistem Saraf Pusat (SSP), bersifat monofasik

dan dapat terjadi setelah infeksi virus atau imunisasi, sehingga disebut juga

ensefalomielitis pasca infeksi.7,8

2.2. Anatomi Otak

Otak merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di kavum

kranii. Otak dibentuk oleh kavum neuralis yang membentuk 3 gelembung

embrionik primer, yaitu prosensefalon, mesensefalon, rhombensefalon, untuk

selanjutnya berkembang membentuk 5 gelombang embrionik sekunder, yaitu

telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan myelensefalon.

Telensefalon membentuk hemisfer serebri, korteks serebri. Diensefalon

membentuk epithalamus, thalamus, hipothalamus, subthalamus, dan

methatalamus. Di dalam diensefalon terdapat rongga; ventriculus tertius yang

berhubungan dengan ventriculus lateralis melalui foramen interventriculare.

Mesensefalon membentuk corpora quadgemina dan crura cerebri, dalam

mesensefalon terdapat kanal sempit aquaductus sylvii yang menghubungkan

ventriculus tertius dengan ventriculus quartus. Metensefalon membentuk

serebelum dan pons, sedangkan myelensefalon membentuk medulla oblongata.9

4

Page 10: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Gambar 2.1.Anatomi Otak Manusia

Berat otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat dewasa

seberat 1400-1500 gram. Otak dibungkus oleh meningen yang terdiri dari 3 lapis.

Di dalam otak terdapat rongga; sistern ventrikularis yang berisi liquors

serebrospinalis yang lanjut ke rongga antar meningen, kavum subarachnoid.

Fungsi utama liquor serebrospinalis, yaitu melindungi dan mendukung otak dari

benturan.9

Hemisfer serebri jumlahnya sepasang, dipisahkan secara tidak sempurna

oleh fisura longitudinalis superior dan falx cerebri, Belahan kiri dan kanan

dihubungkan oleh corpus callosum. Hemisfer serebri dibentuk oleh korteks

serebri, substansia alba, ganglia basalis, dan serabut saraf penghubung yang

dibentuk oleh akson dan dendrite setiap sel saraf. Korteks serebri terdiri dari

selapis tipis substansia grissea yang melapisi permukaan hemisfer serebri.

Permukaannya memiliki banyak sulkus dan gyrus. Diperkirakan terdapat 10

milyar sel saraf yang ada pada korteks serebri.9

5

Page 11: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Hemisfer serebri memiliki 6 lobus; lobus frontalis, lobus parietalis, lobus

temporalis, lobus occipitalis, lobus insularis dan lobus limbik. Lobus frontalis,

mulai dari sulkus sentralis sampai ke polus sentralis, terdiri dari gyrus

presentralis, gyrus frontalis superior, gyrus frontalis media, gyrus frontalis

inferior, gyrus recrus, gyrus orbitalis, dan lobus parasentralis superior. Lobus

parietalis, mulai dari sulkus sentralis menuju lobus occipitalis dan cranialis dari

lobus temporalis, terdiri dari gyrus post sentralis, lobulus parietalis superior, dan

lobulus parietalis inferior-inferior-posterior. Lobus temporalis, terletak antara

polus temporalis dan polus occipitalis di bawah sulkus lateralis. Lobus occipitalis

terletak antara sulkus parieto occipital dengan sulkus preoccipitalis, memiliki dua

bangunan, cuneus dan gyrus lingualis. Lobus insularis, tertanam dalam sulkus

lateralis. Lobus limbik, berbentuk huruf C dan terletak pada dataran medial

hemisfer serebri.10

Pembuluh darah yang mendarahi otak terdiri dari:

a. Sepasang pembuluh darah karotis

Denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba di leher depan, sebelah kiri

dan kanan di bawah mandibula. Sepasang pembuluh darah ini setelah masuk

ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :

- Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)

- Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)

- Sebagian menuju ke otak bagian dalam (arteri serebri interior)

Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut

arteri komunikan posterior.

6

Page 12: Referat Adem Alhamdulilah Fix

b. Sepasang pembuluh darah vertebralis

Denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba karena kedua pembuluh darah

ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi

batang otak dan kedua otak kecil. Kedua pembuluh darah tersebut akan saling

berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut

anastomosis.10

2.3. Epidemiologi

Berdasarkan penelitian pada tahun 2008, insidens Acute Disseminated

Enchephalomyelitis (ADEM) di California diperkirakan sekitar 0,4 per 100.000

populasi per tahun dan terdapat 3- 6 kasus ADEM per tahun di pusat kesehatan

di US, UK dan Australia. ADEM di negara berkembang lebih sering terjadi.

ADEM lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja dibandingkan usia

dewasa dan tidak terdapat perbedaan kejadian ADEM berdasarkan gender dan

etnik.5,6

Kejadian ADEM biasanya mengikuti penyakit infeksi pada anak-anak dan

sering dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian yang signifikan.5

Sekitar 50-75 % kasus ADEM terjadi setelah infeksi virus ataupun bakteri.

Banyak virus yang berkaitan dengan ADEM, termasuk : campak, mumps, rubella,

varicella zoster, eipsten-barr, cytomegalovirus, herpes simplex, hepatitis A,

influenza dan enterovirus.6 ADEM terjadi 1/1000 kejadian infeksi campak.

ADEM relatif jarang terjadi setelah infeksi varicella, di mana angka kejadiannya

1/10.000 kejadian infeksi varicella. Kejadian ADEM setelah infeksi rubella

sekitar 1/500.5 Kematian dan cacat neurologis pada ADEM setelah infeksi rubella

7

Page 13: Referat Adem Alhamdulilah Fix

dan varicella lebih rendah dibandingkan dengan ADEM setelah infeksi campak.

Angka kematian ADEM setelah infeksi campak sekitar 25 % dan sekitar 25-40 %

bertahan dengan cacat neurologis permanen.

Sekitar kurang dari 5 % kasus ADEM terjadi setelah imunisasi. Vaksinasi

campak, mumps, rubella merupakan yang paling sering berkaitan dengan ADEM

post vaccinial. Insiden ADEM yang berkaitan dengan vaksin campak sekitar 1-2/

1 juta. Gejala neurologis biasanya muncul 4-13 hari setelah vaksinasi.6

2.4. Patogenesis

Patogenesis ADEM dianggap berupa inflamasi dan demielinisasi

multifokal yang tersebar dan yang terkait dengan mekanisme autoimun di SSP.

Hipotesis autoimun menunjukkan bahwa sel T yang menyerang antigen viral atau

bakteri mengenali asam amino yang juga dimiliki oleh protein myelin. Sel T yang

teraktivasi melewati sawar darah otak, memungkinkan rekrutmen dan migrasi sel-

sel inflamasi lainnya yang berperan dalam proses demyelinasi. Target antigen

mencakup myelin basic protein (MBP), proteolipid protein (PLP), myelin

oligodendrocyte protein (MOP), myelin associated glycoprotein (MAG),

oligodendrocyte basic protein, dan lain-lain.11,12 Molecular mimicry, atau

kesamaan epitop virus dengan antigen myelin seperti MBP,MOG dan protein

proteolipid merupakan salah satu penjelasan munculnya respon imun terhadap

substansia alba SSP setelah infeksi. Sejumlah studi menyatakan bahwa sitokin

proinflamasi berperan dalam patogenesis.12 Mekanisme molekuler pasti yang

menyebabkan kematian oligodendrosit pada ADEM dan variannya masih belum

8

Page 14: Referat Adem Alhamdulilah Fix

diketahui; namun molekul sitokin, kemokin dan molekul perlekatan secara

bersama-sama berkontribusi terhadap patogenesis ensefalomielitis inflamasi.

Faktor kerentanan genetik menjelaskan mengapa komplikasi ensefalomielitis

dijumpai hanya pada sejumlah kecil pasien yang mendapat infeksi atau imunisasi.

Gen human leucocyte antigen (HLA) kelas II memiliki pengaruh yang paling

signifikan. Nitric oxide juga tampaknya memperantarai kematian oligodendrosit.

Mekanisme lainnya mencakup stress oksidatif yang menyebabkan kematian

prematur dari oligodendrosit dan eksitoksisitas.11

2.5. Patologi

Pemeriksaan makroskopis otak menunjukkan edema dengan tanda-tanda

kongesti serebral. Gambaran histopatologis ADEM yang dapat membedakannya

dengan kelainan lain adalah inflamasi dan demielinasi perivaskular, terutama

perivena, yang terutama melibatkan substansia alba dari hemisfer serebri, batang

otak, serebelum, medula spinalis dan nervus optikus.11,13 Proses inflamasi terutama

dicirikan dengan infiltrasi perivaskular dari sel-sel inflamasi mononuklear

(limfosit dan monosit), biasanya disekitar vena dan venula dan proliferasi

mikroglial reaktif. Terdapat edema vasogenik yang menyebabkan pembengkakan

otak dan medulla spinalis. Dalam lesi tersebut dijumpai fragmentasi mielin

dengan akson yang relatif utuh walaupun dapat juga dijumpai kerusakan aksonal

yang nyata. Pada tahap akhir, respon inflamasi digantukam oleh gliosis fibrilari.11

Pada jaringan otak terutama dijumpai keterlibatan substansia alba dengan

9

Page 15: Referat Adem Alhamdulilah Fix

sejumlah fokus demielinasi kecil. Secara histologis, terdapat reaksi inflamasi

destruktif dengan sel limfosit dan sedikitsel plasma di sekitar vena-vena kecil di

seluruh serebrum, batang otak, serebelum dan medula spinalis. Dijumpai sel-sel

mikroglial fagositik pada lesi. Akson dan sel saraf relatif tidak terkena. Terdapat

batas yang tegas antara fokus demielinasi dan daerah normal. Pada tahap lanjut,

perluasan gliosis melebihi daerah demielinasi. Pada ADEM reaksi jaringan berada

pada usia yang sama yang menggambarkan perjalanan yang monofasik dari

penyakit ini.14

2.6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari Acute Disseminated Enchephalomyelitis (ADEM)

meliputi ensefalopati, tetapi dapat juga berupa sindrom fokal atau multifokal,

yang mengarah pada gangguan demyelinasi inflamasi sistem saraf pusat, termasuk

neuritis optik dan myelitis. Beberapa gejala klinis meningoensefalitis pada ADEM

terdiri dari ensefalopati, kejang, demam, sakit kepala dan tanda meningeal.13

Gejala inflamasi dan gejala neurologis sering dimulai 2 minggu setelah

keadaan sakit akibat virus atau bakteri. Gejala sistemik seperti demam, malaise,

sakit kepala, nausea, dan muntah sering mendahului gejala neurologis ADEM.

Ciri khas dari gejala klinis ADEM berupa perluasan fokal atau multifokal dari

gangguan neurologis. Onset gangguan sistem saraf pusat sangat cepat dengan

disfungsi puncak terjadi dalam beberapa hari. Gambaran klinis awal berupa letargi

dan dapat berlanjut sampai koma, gejala fokal atau multifokal neurologi seperti

gangguan pada cerebrum (hemiparesis dan afasia), gangguan pada batang otak

(kelumpuhan nervus kranial) dan gangguan pada spinal cord (paraparesis). Gejala

10

Page 16: Referat Adem Alhamdulilah Fix

lain yang juga dilaporkan biasa tejadi seperti meningismus, ataksia dan gangguan

pergerakan. Kejang dapat terjadi pada kasus yang berat, terutama pada perdarahan

akut ADEM.2,15 Selain itu, banyak kasus ADEM juga menunjukkan adanya

gambaran limfositik meningitis pada pemeriksaan histopatologi.13

ADEM pada anak-anak, dicurigai bila pada anak yang sebelumnya sehat,

mengalami gejala dengan onset akut yang terdiri dari : mengalami lebih dari satu

gejala defisit neurologikal (“polysymptomatic” onset), perubahan status mental,

dan dikombinasi dengan perubahan pada gambaran MRI, berupa “ white matter

lession”.13

Beberapa gejala klinis seperti perubahan status mental, ataksia, defisit

motorik,dan keterlibatan brainstem, muncul berhubungan dengan usia. Demam

yang lama dan sakit kepala lebih sering ditemukan pada anak-anak. Kebanyakan

pada pasien dewasa tampilan klinisnya hampir sama dengan anak-anak, kecuali

pada dewasa jarang ditemukan sakit kepala, demam, dan meningismus, akan

tetapi frekuensi kejadian defisit sensori lebih sering ditemukan pada dewasa.

Neuritis optik juga jarang ditemukan pada pasien ADEM dewasa. Selain itu,

kejang juga jarang ditemukan pada pasien dewasa, di mana kejang lebih sering

ditemukan pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.2,16

2.7. Diagnosis

Diagnosis ADEM ditegakkan berdasarkan pada manifestasi klinis dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi.

Sayangnya, tidak ada penanda biologis tertentu atau tes konfirmasi secara khusus

untuk mengidentifikasi gangguan, juga tidak ada data ilmiah pada diagnosis dan

11

Page 17: Referat Adem Alhamdulilah Fix

pengobatan ADEM. Penetapan diagnosis dan pengobatan ADEM terutama

didasarkan pada pendapat para ahli. Diagnosis ADEM ditegakkan ketika individu

mengalami kelainan neurologis multifokal dengan kebingungan, mudah marah

yang berlebihan, atau tingkat kesadaran yang berubah (ensefalopati), terutama jika

timbulnya gejala dalam 1 sampai 2 minggu setelah infeksi bakteri / virus atau

vaksinasi.

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berguna untuk ADEM, terutama untuk

menyingkirkan penyebab lain yang didasarkan pada gejala klinis pasien.

Pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, kultur, dan studi

serologi darah dan cairan serebrospinal untuk mendeteksi organisme bakteri dan

virus. Lumbal punksi juga dapat dilakukan, dimana tes ini berguna untuk

mengetahui adanya inflamasi pada cairan serebrospinal (CSF), dengan terjadinya

pleositosis limfosit (biasanya antara 50 dan 180 sel/mm2) dan / atau peningkatan

konsentrasi protein(umumnya 0,5-1,0 g / dl). Cairan serebrospinal (CSF)

umumnya normal pada 61,5% dari pasien ADEM. Oligoclonal band kadang-

kadang juga ditemukan pada ADEM (terlihat pada 0-29%). Hal ini menjadi alasan

kenapa ADEM sering dihubungkan dengan MS. Pemeriksaan

Electroencephalogram (EEG) dapat dijadikan sebagai salah satu pemeriksaan

pasien dengan ADEM, tetapi jarang berguna untuk menegakkan diagnosis. Hal

ini terkait dengan kejang yang menjadi salah satu gejala klinis ADEM.1

b. Pemeriksaan Radiologi

12

Page 18: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Pemeriksaan radiologi sangat berharga dalam membantu menegakkan

diagnosis ADEM.

CT Scan

Pemeriksaan dengan CT scan dapat normal pada onset awal dan dapat

abnormal pada 5-14 hari kemudian.2 Pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk

mendiagnosa kelainan ADEM.

Beberapa studi, menyebutkan gambaran CT scan tidak menunjukkan

kelainan pada awal penyakit dan tidak sensitif untuk mendeteksi adanya lesi

demielinasi yang kecil. Pada gambaran CT scan yang abnormal, biasanya

ditemukan area hipodense yang diskret pada white matter serebri dan pada area

juxtakortikal dan kadang-kadang tampak seperti gambaran cincin. Penelitian yang

pernah dilakukan Tenembaum dkk, melaporkan temuan abnormal pada CT Scan

pada 78% pasien rata-rata setelah 6,5 hari dari munculnya onset. Sedangkan,

penelitian yang dilakukan oleh Pavone dkk, didapatkan adanya abnormal CT scan

ditemukan pada 86% dari pasien ADEM dan ditemukan rata-rata setelah 2,5 hari

dari munculnya gejala onset.1

13

Gambar 2.2 CT scan kontras 11 hari setelah timbulnya gejala. Tampak lesi hipodense berbentuk cincin di kedua hemisfer (panah). 17

Page 19: Referat Adem Alhamdulilah Fix

MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran

penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.

Tehnik penggambaran MRI relatif komplek sehingga kualitas gambaran detil

tubuh manusia akan tampak jelas, anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat

dievaluasi secara teliti.18

Pada pemeriksaan radiologi MRI, beberapa jaringan tampak lebih terang

atau lebih gelap dari jaringan lain. Intensitas terang atau gelap tergantung pada

kepadatan proton di daerah itu - kepadatan meningkat dikaitkan dengan area yang

lebih gelap. Waktu relaksasi untuk proton dapat bervariasi dan biasanya diukur

dua kali - yang dikenal sebagai T1 dan T2. T1 dan T2 adalah istilah teknis yang

diterapkan pada waktu yang diperlukan untuk relaksasi proton. T1 dan T2

memberikan intensitas yang berbeda dari gambar dan masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan tersendiri. Pada T2-weighted image (T2WI) terlihat

lemak, air dan cairan yang terang, oleh karena itu, pencitraan T2WI sangat ideal

untuk mengambil edema jaringan. T2 digunakan dalam fungsional MRI scanning,

sedangkan T1 digunakan dalam anatomi MRI scanning. White matter lebih gelap

dari grey matter dalam T1WI dan lebih terang dari grey matter dalam T2WI.19

14

A B

Page 20: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak merupakan

pemeriksaan penunjang yang paling penting yang tersedia untuk membantu

menegakkan diagnosis ADEM dan membedakan klinisnya dengan penyakit

inflamasi dan non inflamasi lainnya. Pada ADEM, MRI menunjukkan bukti

perubahan pada white matter yang luas, serta perubahan pada grey matter

subkortikal, termasuk talamus dan ganglia basal.20 MRI otak dapat menunjukkan

fitur awal halus demielinisasi CNS yang luas terkait dengan ADEM. MRI T2WI,

dan gambar FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery) menunjukkan kelainan

lebih mudah daripada T1WI. Perubahan ini biasanya dibedakan dari Multiple

Sclerosis (MS). Keterlibatan white matter subkortikal hampir universal,

sedangkan lesi pada grey matter terlihat lebih jarang, dan hanya tambahan untuk

lesi pada materi putih lebih karakteristik. Keterlibatan talamus dan basal ganglia

merupakan temuan khas di ADEM, tapi tidak biasa di MS dan dapat menjadi

penanda berguna dalam diagnosis banding.4

15

Gambar 2.4 Potongan koronal otak MRI T2WI menunjukkan perpanjangan bidang T2 pada white matter subkortikal dari kedua hemisfer otak, thalamus, peduncles cerebellar bilateral, inti dentate, dan cervical cord bagian atas.4

Gambar 2.3 T1-weighted image (A) dan T2-weighted image (B)19

Page 21: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Dari berbagai penelitian yang ada, temuan MRI khusus yang mewakili

ADEM ialah bersifat luas, bilateral, plaka simetris yang homogen atau sedikit

peningkatan intensitas inhomogen pada T2-weighted imaging dalam white matter,

deep gray nuclei, dan medulla spinalis. Didalam white matter, juxta cortical dan

deep white matter lebih sering terlibat disbanding periventricular white matter,

yang merupakan hal yang kontras dibandingkan pada pasien dengan Multiple

Sclerosis (MS). Selain itu, lesi yang melibatkan corpus calossum yang khas pada

MS juga jarang ditemukan pada ADEM. Lesi infra tentorial juga sering ditemukan

termasuk pada batang otak dan white matter pada serebelum. Gambaran

unenhanced T1-weighted memperlihatkan bahwa lesi biasanya tidak begitu

terlihat kecuali lesi besar, dimana hipodensitas ringan terlihat dalam area yang

terkena. Lesi dapat muncul bersamaan dengan presentasi klinis. 1

16

Page 22: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Gambar 2.5 Lokasi potensial terbentuknya lesi pada ADEM.1

MRI yang normal dalam hari pertama setelah onset gejala yang sugestif

ADEM tidak dapat mengeksklusi diagnosis ADEM. Tampilan ADEM dengan

bantuan kontras bervariasi dan telah dilaporkan pada 30-100% pasien ADEM

dalam pola yang non spesifik (nodular, difus, gyral, complete atau incomplete

ring)1

Callen dkk melakukan penelitian mengenai karakteristik lesi pada 20 anak

dengan ADEM monofasik. Lesi lebih sering ditemukan pada deep white matter

dibandingkan periventricular white matter. Selain itu lesi juga sering melibatkan

deep gray nuclei. Lesi juga sering ditemukan pada daerah infratentorial. (Tabel 1)1

Tabel 2.1. Parameter lesi secara kuantitatif pada anak dengan ADEM 1

Jumlah Lesi

Mean Minimum Maximum

Deep white matter 6,8 0 (4) 29

Juxtacortical white matter 9,7 0 (2) 38

Periventricular white matter 1,4 0 (9) 10

Callosal white matter 1,1 0 (7) 4

Cortical gray matter 7,5 0 (4) 35

Deep gray matter 2,6 0 (6) 8

Brainstem 1,7 0 (6) 6

Cerebellar 0,8 0 (11) 4

Kecil 15,8 2 41

Sedang 5,6 0 (3) 18

Besar 3,5 0 (6) 18

17

Page 23: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Total 24,8 3 62

Kecil : <1 cm axial, < 1,5 cm longitudinal; sedang; 1-2 cm axial,

1,5-2,5 cm longitudinal; besar: >2 cm axial, >2,5 cm longitudinal.

Angka dalam kurung menyatakan jumlah anak dengan ADEM

(n=20) yang tidak memiliki lesi pada kategori tersebut

Gambar 2.6 Keterlibatan yang luas dari kortikal dan gray matter - termasuk thalamus.26

18

Page 24: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Gambar 2.7 Gambaran FLAIR region infratentorial pada 12 anak penderita ADEM.1

19

Gambar 2.8 Axial FLAIR dan T2W gambar pasien muda dengan ADEM – terlihat keterlibatan yang luas dari daerah kortikal dan gray matter , termasuk thalamus.26

Page 25: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Gambar 2.9 Terlihat keterlibatan ganglia basal.26

2.8 Diagnosis Banding

a. Multiple sclerosis

MRI merupakan pemeriksaan yang penting dalam menentukan ADEM dan

MS. ADEM dan MS memperlihatkan lesi inflamasi diseminata pada saraf pusat

(terutama white matter).

Beberapa penelitian telah melaporkan perbedaan gambaran antara ADEM

dan MS pada anak. Lesi ADEM sering memiliki batas yang tidak jelas, sementara

lesi MS memiliki batas seperti plak (plaque like) yang dapat ditentukan. Terdapat

perbedaan lokasi lesi, periaqueductal, corpus callosum, dan periventricular white

matter adalah karakteristik MS. Sementara pada ADEM lesi cenderung berada di

deeper white matter dengan periventricular sparing. Lesi ADEM pada medulla

spinalis biasanya besar, membengkak, dan berada di toraks, sementara pada MS

lesi lebih kecil, diskret, dan berada di servikal. Gray matter sering terlibat pada

ADEM (kontras dengan MS).21

20

Page 26: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Setelah melalui analisis retrospektif dari gambaran MRI 28 anak dengan

serangan pertama ADEM dan 20 anak dengan MS, didapat kriteria yang dapat

digunakan untuk membedakan pasien dengan MS dan ADEM dengan sensitivitas

81% dan spesifisitas 95% yaitu: didapat 2 dari 3 tanda dibawah ini, sebagai

berikut:

(1) tidak ada pola lesi bilateral difus,

(2) adanya black holes,

(3) adanya 2 atau lebih lesi periventricular.3

Gambar 2.10 (A) MRI otak (T2WI) pada MS memperlihatkan lesi berbatas tegas pada white matter di region periventricular. (B) MRI otak (T2WI) pada ADEM memperlihatkan mass-like lesion pada white matter. (c) MRI otak pada ADEM memperlihatkan lesi besar multiple dengan batas yang tidak tegas dan periventricular sparing relatif. 21

2.9 Tatalaksana

Penatalaksanaan diutamakan pada imunosupresi dan immunomodulation.

Pilihan termasuk kortikosteroid, plasma exchange , dan intravenous

immunoglobulin (IVIg).

1. Kortikosteroid

21

Page 27: Referat Adem Alhamdulilah Fix

Terapi kortikosteroid secara luas diterima sebagai line pertama terapi

untuk ADEM. Regimen pengobatan yang dianjurkan adalah metilprednisolon

intravena 10 -30 mg / kgBB/hari sampai dosis harian maksimum 1 g atau

deksametason (1 mg / kg) selama 3 sampai 5 hari diikuti steroid oral selama 4-6

minggu tappering off.1,22

Kortikosteroid sangat efektif untuk gejala ADEM, dimana memiliki angka

kesembuhan 50- 80%.1

2. Plasma Exchange

Plasma Exchange direkomendasikan pada pasien yang kurang atau tidak

respon terhadap kortikosteroid intravena. Pertukaran plasma digunakan karena

antibodi serum diarahkan terhadap MBP dan galactocerebroside ditemukan pada

pasien dengan pasca-rabies inokulasi ADEM, serta sintesis intratekal antibodi

ini.22

3. Intravenous immunoglobulin (IVIg)

IVIg digunakan untuk ADEM yang tidak respon dengan kortikosteroid

dan plasma exchange merupakan kontraindikasiatau sulit diakses.IVIg mungkin

lebih diutamakan untuk kasus encephalomyelitis pasca vaksinasi.Penggunaan

IVIG telah terbukti efektif pada pasien dengan keterlibatan baik SSP (Sistem Saraf

Pusat) maupun sistem saraf perifer dan beberapa penulis telah menganjurkan

bahwa pada pasien dengan poliradikulopati, IVIg dianggap sebagai terapi line

pertama.22

Ada beberapa laporan kasus keberhasilan penggunaan IVIg, baik sendiri

maupun kombinasi dengan kortikosteroid, setelah gagal steroid intravena atau

22

Page 28: Referat Adem Alhamdulilah Fix

demielinisasi berulang, Dosis yang dilaporkan untuk IVIg lebih konsisten dari

steroid, dengan dosis total 1-2 g / kgBB sebagai dosis tunggal atau dalam 3-5 hari.

IVIg umumnya dapat ditoleransi dengan baik.1

4. Lainnya

Dengan adanya kegagalan modalitas terapi diatas, beberapa terapi lain

telah dicoba, termasuk siklofosfamid intravena dan mitoxantrone.Miravalle dan

Roos mendiskusikan pemberian antivaccinia gamma globulin pada saat vaksinasi

cacar untuk mencegahkomplikasi ADEM pasca vaksinasi, tapi tidak efektif. Selain

itu, dianjurkan untuk menghindari imunisasi selama minimal 6 bulan setelah

diagnosis ADEM relap ke MDEM terjadi mengikuti vaksinasi.22

2.10 Prognosis

ADEM bersifat monofasik pada 70-90% kasus. Umumnya pasien ADEM

memiliki prognosis yang baik. Pada penelitian diperoleh angka kesembuhan total

pada 70-90% pasien dalam 6 bulan sejak onset penyakit. Komplikasi berat

(termasuk kematian) jarang ditemukan pada populasi anak kecuali pada yang

berkaitan dengan campak (measles). Angka mortalitas pada post measles

encephalomyelitis ialah 10-20%, dan sekuele neurologis terjadi pada 25% pasien

yang hidup. Gejala sisa yang paling sering terjadi adalah defisit motor fokal, dari

kekakuan ringan hingga hemiparesis, gangguan penglihatan mulai dari penurunan

visus ringan hingga kebutaan, dan kejang. Defisit neurokognitif ringan dapat

diidentifikasi dalam atensi, fungsi eksekusi, dan sikap setelah 1 tahun setelah

ADEM pada 50-60% pasien, namun lebih banyak terjadi pada pasien dengan

onset usia muda (kurang 5 tahun).1,23,24

23

Page 29: Referat Adem Alhamdulilah Fix

2.11 Komplikasi

Meskipun mayoritas pasien ADEM dapat sepenuhnya pulih, fase akut

dapat berat dan mengancam jiwa, dan defisit residual telah dilaporkan pada 20%

sampai 30% dari anak-anak. Dari jumlah tersebut , yang paling sering dilaporkan

mencakup defisit ringan motorik, masalah penglihatan, dan kejang. Rata-rata

waktu untuk pemulihan penuh berkisar antara 1 sampai 6 bulan, meskipun pasien

sering mengalami perbaikan segera gejala setelah mulai pengobatan dengan

kortikosteroid. Angka kematian akut ensefalomielitis sebelumnya telah dilaporkan

setinggi 20%. Namun, di era pengobatan modern untuk angka ini telah

berkurang.25 Defisit kognitif dilaporkan sebagai konsekuensi jangka panjang dari

akut ensefalomielitis. Defisit halus dalam fungsi eksekutif, perhatian, dan perilaku

telah dilaporkan pada anak-anak yang telah dinyatakan benar-benar pulih dari

ADEM. Defisit ini telah tercatat lebih menonjol pada anak yang terdiagnosis

ADEM pada umur di bawah 5 tahun.25

24

Page 30: Referat Adem Alhamdulilah Fix

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) merupakan salah satu

penyakit demielinasi inflamasi idiopatik pada susunan saraf pusat (SSP) yang sering

dijumpai pada anak-anak yang diperantarai oleh sistem imun dan sering muncul

setelah infeksi atau vaksinasi. Manifestasi klinis ADEM sangat beragam yang

biasanya berupa ensefalopati dan defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,

quadriparesis, ataksia, keterlibatan saraf kranial, neuritis optik, gerakan involunter,

dan parestesi. Walaupun ADEM sering dihubungkan dengan infeksi atau vaksinasi

namun hal ini tidak termasuk dalam kriteria diagnosis ADEM serta tidak spesifik dan

sensitif untuk ADEM. Diagnosis ADEM ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda

klinis demielinasi disertai gejala ensefalopati dengan onset akut atau subakut dan

dibantu dengan temuan MRI, berupa demielinasi substanisa alba multifokal.

Walaupun ADEM biasanya memiliki perjalanan yang monofasik, namun

relaps dapat dijumpai pada sejumlah kasus yang dikenal dengan multiphasic atau

recurrent ADEM. Diagnosis banding ADEM cukup luas, mencakup

meningoensefalitis dengan berbagai penyebab dan sejumlah penyakit demielinasi

inflamasi seperti MS. Temuan MRI dapat membantu membedakan ADEM dari MS.

Penatalaksanaan ADEM terdiri dari terapi obat-obatan yaitu dengan kortikosteroid

dosis tinggi, immunoglobulin intravena, plasmaferesis dan terapi suportif. Walaupun

25

Page 31: Referat Adem Alhamdulilah Fix

ADEM memiliki prognosis yang baik secara umum, namun sering dijumpai gejala

sisa berupa defisit neurologis multifokal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marin SE, Called DJA. The Magnetic Resonance Imaging Appearance ofMonophasic Acute Disseminated Encephalomyelitis An Update Post Application of the 2007 Consensus Criteria. Neuroimag Clin N Am 2013;23:245-266.

2. Garg RK. Acute disseminated encephalomyelitis. Postgrad Med J 2003;79:11–17.

3. Mermuys K, Hoe LV, Vanhoenacker P. Images In Clinical Radiology Acute disseminating encephalomyelitis (ADEM). JBR–BTR 2006, 89: 226.

4. Stonehouse M, Gupte G, Wassmer E, Whitehouse WP. Acute disseminated encephalomyelitis: recognition in the hands of general paediatricians. Arch Dis Child 2003;88:122–124.

5. Garg, RK. 2014. Acute Disseminated Encephalomyelitis. http://pmj.bmj.com/content/79/927/11.full.pdf. Diunduh pada tanggal 5 Juni 2014.

6. The Transverse Myelitis Association. 2012. Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM). http://myelitis.org/wp/wp-content/uploads/2012/07/ADEM.pdf. Diunduh pada tanggal 3 Juni 2014.

7. Ginsberg L. Neurologi. Edisi ke-delapan. Erlangga. 2007:149-150.

8. Anonim. Standar Penatalaksanaan Penyakit Saraf Anak. Diakses dari: http://www.docstoc.com/docs/36067793/SPTL-SYARAF. Diunduh pada tanggal 7 Juni 2014.

9. Uddin, Jurnalis. Kerangka Umum Anatomi Susunan Saraf dalam Anatomi susunan saraf manusia. Langgeng sejati. Jakarta; 2001: 3-13.

10. Price, Sylvia A. Tumor Sistem Saraf Pusat dalam Patofisiolosi Edisi 6, EGC. Jakarta; 2005. 1183-9.

11. Sarnat HB, Menkes JH. Autoimmune and Postinfectious Disease. Dalam: Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2006. h. 578-84.

26

Page 32: Referat Adem Alhamdulilah Fix

12. Leake JA, Albani S, Kao AS, et al. Acute Disseminated Encephalomyelitis in Childhood : Epidemiologic, Clinical and Laboratory Features. Pediatric Infectious Disease Journal 2004; 23: 756-64.

13. Young NP, Weinshenker BG, Lucchinetti CF. Acute Disseminated Encephalomyelitis: Current Understanding and Controversies. Semin Neurol 2008;28:84–94.

14. Armstrong D, Hallidat W, Hawkins C, et al. Pediatric Neuropathology A Text Atlas.New York : Springer, 2007. h. 248-9.

15. Madan S, et al. Acute Disseminated Encephalomyelitis-A Case Series. Indian Pediatrics 2005;42:367-71.

16. Tanembaum S, et al. Acute Disseminated Encephalomyelitis. Neurology 2007;68(Suppl 2):S23-36.

17. Mader I, Stock KW, Ettlin T, Probts A. Acute Disseminated Encephalomyelitis: MR and CT Features. AJNR 1996;17:104–9.

18. Notosiswoyo M , Suswati S. Pemanfaatan Magnetic Resonance Imaging (Mri) Sebagai Sarana Diagnosa Pasien. Media Litbang Kesehatan Volume XIV Nomor 3 Tahun 2004:8-13.

19. Anonim. Magnetic Resonance Imaging. Diakses dari: http://www.patient.co.uk/doctor/magnetic-resonance-imaging. Diunduh pada tanggal 8 Juni 2014.

20. Brass SD, Caramanos Z, Santos C, Dilenge ME, Lapierre Y, Rosenblatt B. Multiple Sclerosis vs Acute Disseminated Encephalomyelitis in Childhood. Pediatric Neurology 2003;29(3):227-231.

21. Dale RC, Branson JA. Acute disseminated encephalomyelitis or multiple sclerosis: can the initial presentation help in establishing a correct diagnosis? Arch Dis Child. 2005;90(6):636-9.

22. Huynh, William et al. Post-vaccination encephalomyelitis: Literature reviewand illustrative case. Journal of Clinical Neuroscience. 2008; 15; pg. 1315–1322.

23. Ross KL, Miravalle A. Postinfectious Encephalomyelitis (in Infection of the Central Nervous System, 3rd Ed). China: Lippincott Williams and Wilkins. 2004: 323-8.

24. Dulac O, Lassonde M, Sarnat HB. Pediatric Neurology part 2: Handbook of Clinical Neurology. China: Elsevier BV. 2013.

27

Page 33: Referat Adem Alhamdulilah Fix

25. Banwell, Brenda, Sona Narula. Acute disseminated encephalomyelitis. http://www.medmerits.com/index.php/article/acute_disseminated_encephalomyelitis/P10. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014.

26. Barkhof, Fredick, Smithuis R, Hazewinkel M. Multiple Sclerosis. Diakses dari: http://radiologyassistant.com. Diunduh pada tanggal 6 Juni 2014.

28