REFERAT ABSES HEPAR

63
ABSES HEPAR A. PENDAHULUAN Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah didalam parenkim hati . (1) Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1) Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di negara yang sedang berkembang 1

Transcript of REFERAT ABSES HEPAR

Page 1: REFERAT ABSES HEPAR

ABSES HEPAR

A. PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena

infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari

sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau

sel darah didalam parenkim hati .(1)

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan

abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis

ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,

termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver

abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini

merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400

SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)

Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang

jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus

urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.

Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan

secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa

dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis,

etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta

prognosisnya. (2)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar

1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di

regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria

sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi

menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri

dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah

1

Page 2: REFERAT ABSES HEPAR

peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi

seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang

disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional

organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat

sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan

sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu

memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati

memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika

dan dari aorta melalui arteria hepatika. (2,3,4)

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya

yaitu: (3,4,5,6)

Pembentukan dan ekskresi empedu

Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu

penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di

dalam usus.

2

Page 3: REFERAT ABSES HEPAR

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,

protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan

a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,

konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta

pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme

karbohidrat.

b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi

fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar

lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat

c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk

mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,

serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari

asam amino.

Penimbunan vitamin dan mineral

Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12,

tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak

disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan

B12 juga disimpan secara normal.

Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin

Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang

dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.

Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi

akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam

bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi

cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.

Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam

jumlah banyak

Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi

meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan

3

Page 4: REFERAT ABSES HEPAR

beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses

metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat

lain

Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan

detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,

penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon

yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia

oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti

estrogen, kortisol, dan aldosteron.

Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi

Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan

darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai

darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot

darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja

fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

C. EPIDEMIOLOGI

Di negara – negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara

endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di

seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene /sanitasi

yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 – 15 per 100.000 kasus AHP

yang memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,

didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 – 1,47% sedangkan

prevalensi di RS antara 0,008 – 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun,

dengan insidensi puncak pada dekade ke – 6. (1)

Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal

setelah otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG,

CT Scan dan MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi

4

Page 5: REFERAT ABSES HEPAR

otopsi berkisar antara 0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15 kasus/100.000

penderita. (2)

Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi

E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens

amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di

berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun.

Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar

3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya

melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang

menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering

dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama

dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki

prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang

padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk. (2,7)

D. ETIOLOGI

D.1 Abses Hati Amebik

Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai

parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba

histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil

individu yang terinfeksi Entamoeba histolytica yang memberikan gejala

amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu

strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain

Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya

menimbulkan lesi pada hati. (2)

5

Page 6: REFERAT ABSES HEPAR

Amuba bentuk trofozoit dengan pseupoda ukuran besar (8)

Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang

mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3

bentuk parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif,

mampu memasuki organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif

bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara kedua

stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup

komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri

menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya

perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini

tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan hidroklorida atau

enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um

yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar

sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease

yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan

destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering

atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan membentuk kista

sebelum keluar ke tinja. (2,9)

Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan

berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,

tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4

inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke

manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding

6

Page 7: REFERAT ABSES HEPAR

kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan

makanan atau perubahan osmolaritas media. (2,9)

D.2 Abses Hati Piogenik

Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic

streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,

fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida

albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia

enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme

penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella

pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari

bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus

aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki

penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan

sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.

Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam

abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :

1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa

menyebabkan fileplebitis porta

2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik

3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,

peritonitis, dan infeksi post operasi

4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau

saluran-saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik

menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan

dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau

pascaoperasi striktur.

5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan

cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses

piogenik.

7

Page 8: REFERAT ABSES HEPAR

6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada

orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan

diabetes atau kanker metastatik. (1,7,10,11)

E. PATOGENESIS

E.1 Abses Hepar Amebik

Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista,

baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi

langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang

terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal. (11,12)

E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang

menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat

ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung

namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian

kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan

mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim

cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan

menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.

Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam

aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi

enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati

terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan

infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti

dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti

jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%)

karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan

vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika

inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi

tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit. Secara

klasik, cairan abses menyerupai ”achovy paste” dan

8

Page 9: REFERAT ABSES HEPAR

berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar

serta sel darah merah yang dicerna. (2,8,12,13)

E.2 Abses Hepar Piogenik

Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses.

Dari suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses

viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini

dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari

tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima

darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini

memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang

berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid

hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri

piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari

organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri

hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi

aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya

tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari

vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses

fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara

hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat

trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati

sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan

nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran

empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan

kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi

pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding

lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan

menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal

sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior

dan aliran limfatik. (1,10)

9

Page 10: REFERAT ABSES HEPAR

F. GAMBARAN KLINIS

F.1 Abses Hepar Amebik (2,8,9,13,)

Gejala :

a. Demam internitten ( 38-40 oC)

b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar

hingga bahu kanan dan daerah skapula

c. Anoreksia

d. Nausea

e. Vomitus

f. Keringat malam

g. Berat badan menurun

h. Batuk

i. Pembengkakan perut kanan atas

j. Ikterus

k. Buang air besar berdarah

l. Kadang ditemukan riwayat diare

m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis :

a. Ikterus

b. Temperatur naik

c. Malnutrisi

d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi

e. Nyeri perut kanan atas

f. Fluktuasi

F.2 Abses hati piogenik (1,2,8,15)

10

Page 11: REFERAT ABSES HEPAR

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang

lebih berat dari abses hati amuba.

Keluhan :

a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang

disertai menggigil

b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke

depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.

c. Mual dan muntah

d. Berkeringat malam

e. Malaise dan kelelahan

f. Berat badan menurun

g. Berkurangnya nafsu makan

h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis :

a. Hepatomegali

b. Nyeri tekan perut kanan

c. Ikterus, namun jarang terjadi

d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura

e. Buang air besar berwarna seperti kapur

f. Buang air kecil berwarna gelap

g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

G. DIAGNOSIS

G.1 Abses hati amebik (2,9)

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan

trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat

dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,

hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan

leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi

dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes

11

Page 12: REFERAT ABSES HEPAR

serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan

kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria

Lamont dan Pooler.

a. Kriteria Sherlock (1969)

1. Hepatomegali yang nyeri tekan

2. Respon baik terhadap obat amebisid

3. Leukositosis

4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

5. Aspirasi pus

6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati

7. Tes hemaglutinasi positif

b. Kriteria Ramachandran (1973)

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Riwayat disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan radiologis

5. Respons terhadap terapi amebisid

c. Kriteria Lamont Dan Pooler

Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

1. Hepatomegali yang nyeri

2. Kelainan hematologis

3. Kelainan radiologis

4. Pus amebik

5. Tes serologi positif

6. Kelainan sidikan hati

7. Respons terhadap terapi amebisid

G.2 Abses hati piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis

dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-

kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.

12

Page 13: REFERAT ABSES HEPAR

Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun

pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi

untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan.

Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun

terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.

Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri

penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar

emas untuk diagnosis. (1)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

H.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan

hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada

pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-

3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L,

SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang

didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,

leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan

ringan sampai sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan

adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal

infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain

hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.

Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus

penderita abses hepar. (2,7,9)

Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis

dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,

gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase,

peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya

konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang

menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang

memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk

13

Page 14: REFERAT ABSES HEPAR

menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada

permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang sering

ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris,

Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman

anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau

Fusobacterium sp. (1,2)

H.2 Pemeriksaan Radiologi

Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan

peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan

diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto

polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus,

hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan

air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG

sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis

hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding yang berarti

ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan dengan

kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa

massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa

hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca

kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat

pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. (2)

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic(8)

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang

didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma

14

Page 15: REFERAT ABSES HEPAR

kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada

foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut

kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses merupakan

daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada

subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan

dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat

menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan

atau tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi

hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim

enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil.

Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak

massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai

masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak

gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya

kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat

hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga

membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding

kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak

area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil

piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses

amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh

kuman Klebsiella. (1,2,)

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses lainnya terdapat pada segmen VII dan VIII.(8)

15

Page 16: REFERAT ABSES HEPAR

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan

penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak

tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda. (2)

Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.

Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah

sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik

(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin

bertambah tebal. (16)

I. PENATALAKSANAAN

I.1 Abses hati amebik (2,12,14,17)

1. Medikamentosa

Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan

penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.

Pengobatan yang dianjurkan adalah:

a. Metronidazole

Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk

amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang

paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap

logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3

x 750 mg per hari selama 5 – 10 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-

50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole

lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800

mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari

dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.

b. Dehydroemetine (DHE)

Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan

untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari

atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10

hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan

16

Page 17: REFERAT ABSES HEPAR

kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan

pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak

c. Chloroquin

Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal

ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150

mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10

mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang

dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari

selama 20 hari.

2. Aspirasi

Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di

atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada

ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan

kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.

Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.

3. Drainase Perkutan

Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur

atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi

campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda

perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan

berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan

perikardial.

4. Drainase Bedah

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil

mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis

susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah

diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi

mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.

Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami

infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila

usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga

17

Page 18: REFERAT ABSES HEPAR

dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya

ruptur abses amuba intraperitoneal.

I.2 Abses hati piogenik (1,2,7,10)

Pencegahan

Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses

hati piogenik yaitu dengan cara:

a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu

ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan

melakukan endoskopi

b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal

Terapi definitif

Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang

adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang

berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena

sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-

2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:

a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan

beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya

sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2

gr/12jam/IV

b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk

bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole

500 mg/6 jam/IV

c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.

d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-

metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.

Drainase abses

Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase

terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan

konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan

18

Page 19: REFERAT ABSES HEPAR

drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan

abdomen ultrasound atau tomografi komputer.

Drainase bedah

Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi

perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen

yang memerlukan manajemen operasi.

KOMPLIKASIJ.1 Abses Hepar Amoeba

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %.

Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau

kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau

drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum

terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik,

pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan

empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim.

Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan

nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.

Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri

hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses

dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm

arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi. (12,13,14)

J.2 Abses Hepar Piogenik

Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti

septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai

peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal,

gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula

hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah

mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses

rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. (1)

J. PROGNOSIS

19

Page 20: REFERAT ABSES HEPAR

Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,

metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah

sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan

fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai

mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi

mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai

40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek,

malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom

hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi

penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya

komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi

ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. (2,13)

Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang

akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur

anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase

secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur,

jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan

fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir

mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur

abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia,

dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan

mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati. Mortalitas

abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial

penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila:

terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya

hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,

keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap

abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit

lain. (1,2)

K. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (18)

Differential Diagnosis Manifestasi Klinis

20

Page 21: REFERAT ABSES HEPAR

Hepatoma Merupakan tumor ganas hati primer.

Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan

atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.

Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,

stigmata penyakit hati kronik.

Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali

fosatase

USG : lesi lokal/ difus di hati

Kolesistitis akut Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat

infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut

kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.

Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas

yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.

Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu,

nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal,

Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan

adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.

Laboratorium: leukositosis

USG : penebalan dining kandung empedu, sering

ditemukan pula sludge atau batu.

21

Page 22: REFERAT ABSES HEPAR

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.T

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh bangunan

No. RM : 481449

Alamat : Bontobila, Gowa

Ruangan : Lontara 1 Bawah,Kelas 3,Kamar 7, RSWS

Tanggal Masuk RS : 1 Oktober 2011

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

ANAMNESIS : Heteroanamnesis

KELUHAN UTAMA : Nyeri Perut Kanan Atas

ANAMNESIS TERPIMPIN :

Nyeri dialami sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan

seperti tertusuk-tusuk dan dirasakan tembus sampai ke belakang. Nyeri dirasakan

bertambah pada saat batuk atau saat ditekan dan nyerinya berkurang dengan posisi

membungkuk.

ANAMNESIS SISTEMATIS :

Mual (-) muntah (-) nyeri ulu hati (-). Demam (+) dialami sekitar 10 hari

terakhir sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, menggigil (-), dan turun

dengan obat penurun panas. Batuk (-) sesak napas (-) nyeri dada (-). Nafsu makan

mnurun sejak pasien sakit.

BAK : lancar, warna kuning muda

BAB : lancar, warna kuning/coklat, lendir (-), darah (-)

22

Page 23: REFERAT ABSES HEPAR

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :

Riwayat DM (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat sakit kuning sebelumnya (-)

Riwayat batuk lama (-)

Riwayat BAB encer sebelumnya (+) dialami sekitar 2 minggu yang lalu

sebelum masuk rumah sakit selama 3 hari ; lendir (+) darah (+)

Riwayat konsumsi alkohol (+) , jenis ballo, sejak ± 10 tahun yang lalu, 1 –

2 botol/hari

Riwayat merokok > 20 tahun

Riwayat minum ramu-ramuan/jamu (-)

Riwayat konsumsi obat anti nyeri (-)

PEMERIKSAAN FISIK :

Status Present :

SS/GK/CM

BB = 44 kg; TB = 158 cm; IMT = 17,62 kg/m2

Tanda Vital :

TD = 110/70 mmHg; N = 92 x/i; P = 24 x/i; S = 37,9 oC

Kepala :

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterus, bibir tidak sianosis

Mulut :

Tidak ditemukan bercak – bercak putih pada rongga mulut

Leher :

Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran

kelenjar getah bening maupun kelenjar gondok. DVS R-2 cmH2O.

Thoraks :

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest,

penggunaan otot bantu pernapasan (-)

Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus

simetris kiri dan kanan.

23

Page 24: REFERAT ABSES HEPAR

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga V anterior

dextra.

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V linea medioklavikularis sinistra

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea medioklavikularis sinistra

Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak

pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus

cordis terletak pada sela iga 5 – 6 linea medioklavikularis kiri)

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Abdomen :

Inspeksi : Datar, ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : MT (-) NT(+) regio hipochondrium dextra

Hepar teraba ± 3 jari di bawah arcus costa, konsistensi

kenyal, permukaan rata, tepi tumpul

Lien tidak teraba

Perkusi : Tympani

Ekstremitas : Edema (-)/(-)

Diagnosis Sementara:

Abses hepar

Kolesistitis akut

Hepatoma

Penatalaksanaan Awal :

Diet lunak

IVFD NaCl 0,9% 20 tpm

Metronidazole 0,5gr/8jam/IV

Sistenol 3 x 500 mg

Rencana Pemeriksaan :

USG Abdomen

24

Page 25: REFERAT ABSES HEPAR

Foto Thorax PA

Darah rutin

Urin rutin

SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, gula darah sewaktu, bilirubin total, bilirubin

direk, albumin, alkali fosfatase, LED, PT, aPTT

Analisa feses

Pemeriksaan Laboratorium:

Jenis PemeriksaanTanggal Pemeriksaan

01/10/2011 04/10/2011 07/10/2011 10/10/2011

DARAH

RUTIN

WBC 21,07x103/uL 12,98x103/uL

RBC 3,67x106/uL 4,03 x106/uL

HGB 10,5 g/dL 11,3 g/dL

HCT 33,0% 36,6%

MCV 89,9 fL 90,8 fL

MCH 28,6 pg 28,0 pg

MCHC 31,8 g/dL 30,9 g/dL

PLT 384x103/uL 317x103/uL

Kesan

-Leukositosis

-Anemia

normositik

normokrom

-Leukositosis

KIMIA

DARAH

SGOT 58 u/l

SGPT 44 u/l

Ureum 34 mg/dl

Kreatinin 0,6 mg/dl

Bil.total 0,39 mg/dl

Bil. Direk 0,20 mg/dl

DM

GDS 102 mg/dl

GDP

HbA1c

Lain-Lain

Na 138 mol/l

K 3,7 mmol/l

Cl 110 mmol/l

Analisa Makroskopik :

25

Page 26: REFERAT ABSES HEPAR

Feses

Warna Kuning

Konsistensi Padat

Darah (-)

Lendir (-)

Mikroskopik :

Lekosit (-)

Eritrosit (-)

Telur cacing

Tdk

ditemukan

Amoeba (-)

Lain-lain (-)

Radiologi

USG Abdomen ( 1 Oktober 2011 )

Hepar : Ukuran membesar, tampak lesi mixechoic dominan

hipoechoic, batas tegas tepi reguler, ukuran 9,8 x 8,5 x 9,5 cm pada

lobus kanan. Tidak tampak dilatasi vascular maupun bile duct.

GB : Dinding tidak menebal, mukosa reguler. Tidak tampak echo batu.

Pankreas : Bentuk, ukuran, dan echoparenkim dalam batas normal.

Tidak tampak mass/cyst/lesi patologik lainnya.

Lien : Bentuk, ukuran, dan echoparenkim dalam batas normal. Tidak

tampak mass/cyst/lesi patologik lainnya.

Kedua ginjal : Bentuk, ukuran dan echoparenkim dalam batas normal,

tidak tampak dilatasi PCS, batu maupun mass/cyst.

VU : sulit dievaluasi ( urin minimal )

Kesan : Abses hepar

26

Page 27: REFERAT ABSES HEPAR

Foto Thorax PA ( 1 Oktober 2011 )

Corakan bronchovasculer dalam batas normal

Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru

Cor dalam batas normal

Kedua sinus dan diafragma kiri baik, diafragma kanan letak tinggi

Tulang-tulang intak

Kesan : Elevasi Diafragma Kanan ( Proses Intrahepatik ? )

27

Page 28: REFERAT ABSES HEPAR

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

03/10/2011

T : 100/60 mmHg

N : 94 x/i

Perawatan Hari I

KU : Nyeri perut kanan atas

S : demam (+) kadang-kadang

BAB : biasa,warna kuning coklat.

Diet hepar

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Inj.Metronidazole

28

Page 29: REFERAT ABSES HEPAR

P : 30 x/i

S : 36,50C

BAK : kesan lancar

O : SS/GK/CM

Kepala : Anemis (+), ikterus (-)

Leher : MT (-), NT (-), DVS R–1

cmH2O

Thorax :

BP : Br. Vesikuler, BT : Rh -/- Wh -/-

Cor : BJ I/II murni reg

Abd : Peristaltik (+) kesan normal ;

hepar teraba 3 jari BAC, konsistensi

kenyal, permukaan rata, tepi tumpul

Ext : edema (-/-)

A : Abses Hepar lobus dextra

0,5gr/8jam/IV (hari ke-2)

Systenol 3x500 mg (KP)

Pmon : DR, SGOT/SGP,

ur/cr/ bil.tot/direk, CT

Scan abdomen

Konsul subdiv. GEH

Konsul bedah digestive

menolak operasi

EKG

Analisa feses

03/10/2011

T : 100/60 mmHg

N : 94 x/i

P : 28 x/i

S : 36,50C

Jawaban konsul subdivisi GEH

Pasien dengan nyeri perut kanan atas ±

10 hari SMRS dan baru mengalami hal

tsb. Nyeri seperti tertusuk-tusuk dan

tembus ke belakang. Mual (-) muntah

(-) NUH (-). Demam (-) riwayat

demam (-). Batuk (-) sesak (-) nyeri

dada (-). BAB biasa, BAK lancar.

RPS : riwayat penyakit kuning (-),

riwayat penyakit diare sekitar 2

minggu SMRS.

SP : SS/GK/CM

Anemia (-) ikterus (-) sianosis (-)

Leher : MT (-) NT (-) DVS R-2

cmH2O

Thorax : BP vesikuler Rh (-) Wh(-)

29

Page 30: REFERAT ABSES HEPAR

Jantung : BJ I/II murni regular

Abdomen :

I : datar ikut gerak napas

P : MT (-) NT (-), hepar teraba 3 jari

BAC, rata, kenyal, pinggir rata, NT

(+), limpa ttb

P : tympani, ascites (-)

A : peristaltik kesan normal

Eks : edema -/-

Hasil lab ( 01/10/2011 )

WBC : 21,07x103 , Hb : 10,5 g/dL,

PLT : 384x103/uL, GDS : 102 mg/dl,

ureum/kreatinin : 34/0,6 , GOT/GPT :

58/44

CXR : elevasi diafragma kanan

USG Abdomen : hepar ukuran

membesar, tampak lesi mixechoic

dominan hipoechoic, batas tegas tepi

reguler, ukuran 9,8 x 8,5 x 9,5 cm pada

lobus kanan.

Kesan : Abses hepar

Kesan : Abses Hepar Amubiasis DD/

Pyogenik

Usul :

Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV

Kultur pus

Konsul bedah digestive

03/10/2011 Jawaban konsul bedah digestive

30

Page 31: REFERAT ABSES HEPAR

Dx : Abses hepar

Setuju rawat sama

Rencana :

- Lengkapi pemeriksaan

- Informed Consent u/ tindakan

operasi pasien belum setuju

u/ tindakan operasi

04/10/2011

T : 110/70

N : 88 x/i

P : 24 x/i

S : 36,7 0C

Perawatan Hari II

KU : Nyeri perut kanan atas

S : demam (+) kadang-kadang

BAB : biasa,warna kuning coklat.

BAK : kesan lancar

O : SS/GK/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT (-), NT (-), DVS R–1

cmH2O

Thorax :

BP : Vesikuler, Rh -/- Wh -/-

Cor : BJ I/II murni reg

Abd : Peristaltik (+) kesan normal ;

hepar teraba 3 jari BAC, konsistensi

kenyal, permukaan rata, tepi tumpul ;

NT (+) di regio hipochondrium kanan

Ext : edema (-/-)

Lab : Bilirubin total 0,39 mg/dl ,

bilirubin direk 0,20 mg/dl

A : Abses Hepar lobus dextra

Diet hepar

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Inj.Metronidazole

0,5gr/8jam/IV (hari ke-3)

Systenol 3x500 mg (KP)

Pmon : DR,

SGOT/SGPT, ur/cr,

bil.tot/direct, CT Scan

abdomen

05/10/2011 Perawatan Hari III Diet hepar

31

Page 32: REFERAT ABSES HEPAR

T : 120/60 mmHg

N : 92 x/i

P : 24 x/i

S : 36,6 0C

KU : Nyeri perut kanan atas

S : Demam (+) kadang-kadang

BAB : biasa, warna kuning kecoklatan

BAK : kesan lancar

O: SS/GC/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1

cmH2O

Thorax :

BP : Br.vesikuler, BT : Rh (-), Wh (-)

Cor : BJ I/II murni reguler

Abd : peristaltik (+) normal, hepar

teraba 3 jari BAC, konsistensi lunak,

permukaan rata, tepi tumpul, NT (+)

reg.epigastrium+hipochondrium

dextra

Ext : edema (-/-)

A : Abses hepar lobus dextra

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Metronidazole

0,5gr/8jam/IV (hari ke-4 )

Systenol 3x500 mg (KP)

Pmon : CT Scan abdomen

06/10/2011

T : 110/70 mmHg

N : 84 x/i

P : 24 x/i

S : 36,7 0C

Perawatan Hari IV

KU : Nyeri perut kanan atas (+)

S : Demam (+) kadang-kadang

BAB : biasa, warna kuning kecoklatan

BAK : kesan lancar

O: SP=SS/GK/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1

cmH2O

Thorax :

BP : vesikuler, Rh (-), Wh (-)

Diet hepar

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Metronidazole

0,5gr/8jam/IV (hari ke-5)

Systenol 3x500 mg ( bila

demam )

Penolakan operasi o/

pihak pasien

Rencana lapor subdivisi

gastro kalau pasien

menolak melakukan

32

Page 33: REFERAT ABSES HEPAR

Cor : BJ I/II murni reguler

Abd : peristaltik (+), NT (+)

hipochondrium dextra

Ext : edema (-/-)

A : Abses hepar lobus dextra

operasi

Monitoring : DR hari

senin ( 10 oktober 2011 )

07/10/2011

T : 120/70 mmHg

N : 90 x/i

P : 24 x/i

S : 36,5 0C

Perawatan Hari V

KU : Nyeri perut kanan atas

S : Demam (+) kadang-kadang

BAB : biasa, warna kuning kecoklatan

BAK : kesan lancar

O : SP=SS/GC/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1

cmH2O

Thorax : BP vesikuler, Rh (-), Wh (-)

Cor : BJ I/II murni reguler

Abd : Peristaltik (+), hepar teraba 3

jari BAC, konsistensi lunak,

permukaan datar, dan tepi tumpul

Ext : edema (-/-)

Lab : Analisa feses

Makroskopik :

Warna : kuning, konsistensi : padat,

darah (-), lendir (-)

Mikroskopik :

Leukosit (-), eritrosit (-), telur cacing :

tidak ditemukan, amoeba (-), lain-lain

(-)

Diet hepar

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Metronidazole

0,5gr/8jam/IV (hari ke-6)

Systenol 3x500 mg ( bila

demam )

Monitoring : DR hari

senin ( 10 Oktober 2011 )

33

Page 34: REFERAT ABSES HEPAR

A : Abses hepar lobus dextra

08/10/2011

T : 110/70 mmHg

N : 88 x/i

P : 24 x/i

S : 36,6 0C

Perawatan Hari VI

KU : Nyeri perut kanan atas (+)

S : Demam (+) kadang-kadang

BAB : biasa, warna kuning kecoklatan

BAK : kesan lancar

O: SP=SS/GK/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1

cmH2O

Thorax :

BP : vesikuler, Rh (-), Wh (-)

Cor : BJ I/II murni reguler

Abd : peristaltik (+), NT (+)

hipochondrium dextra

Ext : edema (-/-)

A : Abses hepar lobus dextra

Diet hepar

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Metronidazole

0,5gr/8jam/IV (hari ke-7)

Systenol 3x500 mg (KP)

Kontrol DR hari senin (10

Oktober 2011)

10/10/2011

T : 120/70 mmHg

N : 80 x/i

P : 24 x/i

S : 36,6 0C

Perawatan Hari VII

KU: Baik

S : Nyeri perut kanan atas (-), mual (-)

muntah (-)

O : SP = SS/GK/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1

cmH2O

Thorax :

BP : vesikuler, Rh -/- Wh -/-

Diet hepar

IVFD NaCl 0,9% 20

tpm

Metronidazole

0,5gr/8jam/IV (hari ke-9)

Systenol 3x500 mg (KP)

Monitoring : DR, urin

rutin pengantar (+)

34

Page 35: REFERAT ABSES HEPAR

Cor : BJ I/II reguler

Abd : peristaltik (+), NT (+) regio

hipochondrium dextra

Ext : edema (-/-)

Lab :

WBC : 12,98x103/uL , HGB : 11,3

g/dL , HCT : 36,6% , MCHC :

30,9 g/dL , PLT : 372x103/uL

A : Abses hepar lobus dextra

11/10/2011

T : 110/70 mmHg

N : 83 x/i

P : 24 x/i

S : 36,5 0C

KU: Baik

S : Nyeri perut kanan atas (-), demam

(-), mual (-) muntah (-)

O : SP = SS/GK/CM

Kepala : Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

Leher : MT(-), NT (-), DVS R-1

cmH2O

Thorax :

BP : vesikuler, Rh -/- Wh -/-

Cor : BJ I/II reguler

Abd : peristaltik (+), NT (+) regio

hipochondrium dextra

Ext : edema (-/-)

A : Abses hepar lobus dextra

Metronidazole drips

Curcuma 3x1

Boleh pulang

RESUME:

35

Page 36: REFERAT ABSES HEPAR

Seorang laki-laki, 43 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut

kanan atas, sejak 10 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan

tertusuk-tusuk dan tembus ke belakang. Nyeri dirasakan bertambah berat saat

batuk atau saat ditekan. Pasien merasa lebih enak dengan posisi membungkuk.

Mual (-) muntah (-) nyeri ulu hati (-). Demam (+) dialami sekitar 10 hari

terakhir sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, menggigil (-), dan turun

dengan obat penurun panas. Batuk (-) sesak napas (-) nyeri dada (-). Nafsu

makan menurun sejak pasien sakit

BAB : lancar, warna kuning/coklat, lendir (-) darah (-)

BAK : Lancar, warna kuning muda

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :

Riwayat BAB encer sebelumnya (+) dialami sekitar 2 minggu yang lalu

sebelum masuk rumah sakit selama 3 hari, lendir (+) darah (+)

Riwayat konsumsi alkohol (+) , jenis ballo, sejak ± 10 tahun yang lalu, 1-2

botol/hari

Riwayat merokok > 20 tahun

Dari pemeriksaan fisis didapatkan gambaran umum: SS/GK/CM. Tanda

vital: TD = 110/70 mmHg, nadi: 92x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 37,9 0C.

Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan

abdomen, didapatkan kesan perut datar, ikut gerak nafas, NT (+) di regio

hipokondrium dextra, hepar teraba 3 jari di bawah arcus costa ( konsistensi

kenyal, permukaan rata, tepi tumpul ), dan peristaltik (+) kesan normal.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin

didapatkan kesan leukositosis dan anemia normositik normokrom dengan WBC

21,07 x 103/uL, RBC 3,67 x 106 /uL, HGB 10,5 g/dL,HCT 33,0 % , PLT 384 x

103/uL. Pada pemeriksaan kimia darah, didapatkan SGOT 58 u/l, SGPT 44 u/l,

ureum 34 mg/dl, kreatinin 0,6 mg/dl. Pada pemeriksaan gula darah, didapatkan

GDS 102 mg/dl.

Dari pemeriksaan USG Abdomen didapatkan hasil : ukuran hepar membesar,

tampak lesi mixechoic dominan hipoechoic, batas tegas tepi reguler, ukuran 9,8 x

36

Page 37: REFERAT ABSES HEPAR

8,5 x 9,5 cm pada lobus kanan. Tidak tampak dilatasi vascular maupun bile duct

dengan kesan abses hepar. Dan dari hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan

adanya kesan elevasi diafragma kanan ( proses intrahepatik ? ).

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta

pemeriksaan penunjang lainnya, maka pasien didiagnosis dengan abses hepar.

DISKUSI

Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri di perut bagian kanan atas.

Banyak penyakit yang dapat menimbulkan nyeri perut kanan atas, antara lain

abses hepar, hepatoma, kolesistitis, dan lain – lain. Pada kasus ini, diketahui

bahwa pasien mengalami nyeri perut kanan atas seperti tertusuk-tusuk, tembus ke

belakang dan bertambah berat saat batuk atau ditekan. Nyeri dirasa berkurang

pada posisi membungkuk. Pasien juga mengalami demam 10 hari sebelum masuk

rumah sakit yang hilang timbul, menggigil (-) dan turun dengan obat penurun

panas. Semenjak sakit, nafsu makan pasien berkurang. Dari pemeriksaan fisis

didapatkan tanda vital: TD = 110/70 mmHg, nadi: 92x/menit, pernapasan:

24x/menit, suhu: 37,9 0C. Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva

anemis. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan kesan perut datar, ikut gerak

nafas, NT (+) di regio hipokondrium dextra, hepar teraba 3 jari di bawah arcus

costa ( konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul ), dan peristaltik (+) kesan

normal.

Dari pemeriksaan USG Abdomen didapatkan hasil : ukuran hepar membesar,

tampak lesi mixechoic dominan hipoechoic, batas tegas tepi reguler, ukuran 9,8 x

8,5 x 9,5 cm pada lobus kanan. Tidak tampak dilatasi vascular maupun bile duct

dengan kesan abses hepar. Dan dari hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan

adanya kesan elevasi diafragma kanan ( proses intrahepatik ? ). Pada pemeriksaan

laboratorium didapatkan leukositosis, SGOT dan SGPT meningkat , serta

bilirubin total dan bilirubin direk menurun. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan

fisis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi, pasien kini lebih

diarahkan dengan diagnosis abses hepar.

37

Page 38: REFERAT ABSES HEPAR

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh karena

infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel

darah didalam parenkim hati . Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati

amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). Abses hati amebik disebabkan

oleh Entamoeba histolytica sedangkan organisme yang paling sering ditemukan

sebagai penyebab abses hati piogenik adalah E.Coli, Klebsiella pneumoniae,

Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari bakteri anaerob

( contohnya Streptococcus Milleri ).

Penatalaksaan abses hepar berupa medikamentosa seperti antiamoeba

(khususnya pada abses hepar amebik) dan antibiotik (khususnya pada abses hepar

piogenik), aspirasi, maupun drainase perkutan atau drainase bedah. Antiamoeba

dapat diberikan berupa metronidazole, DHE, maupun chloroquin, sedangkan

untuk antibiotik dapat diberikan penisilin atau sefalosporin ( untuk coccus gram

(+) dan gram (-) yang sensitif), aminoglikosida, klindamisin, dan kloramfenikol

( untuk bakteri anaerob), maupun ampicilin-sulbaktam.(2). Pasien dberikan terapi

berupa diet hepar, IVFD NaCl 0,9% sebanyak 20 tpm karena pasien dalam

keadaan demam, lemah, dan intake kurang sehingga kemungkinan elektrolit

kurang, metronidazole 0,5gr/8jam/IV, dan sistenol 3 x 500 mg. Setelah diberikan

terapi ini, demam pada pasien mulai turun pada hari ke I perawatan dan nyeri

perut kanan atas dirasakan mulai berkurang pada hari ke IV perawatan.

Tujuan diet hepar pada pasien ini adalah mencapai dan mempertahankan

status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara meningkatkan

regenerasi hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut dan/atau meningkatkan

fungsi jaringan hati yang tersisa, mencegah katabolisme protein, mencegah

penurunan berat badan atau meningkatkan berat badan bila kurang, mencegah atau

mengurangi asites, varises esofagus, dan hipertensi portal, serta mencegah koma

hepatik. Syarat-syarat diet hepar adalah energi tinggi untuk mencegah pemecahan

protein yang diberikan bertahap sesuai kemampuan pasien yaitu 40-45 kkal/kgBB,

lemak cukup yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total, dalam bentuk yang

38

Page 39: REFERAT ABSES HEPAR

mudah dicerna atau dalam bentuk emulsi, protein agak tinggi yaitu 1,25-1,5

g/kgBB agar terjadi anabolisme protein, vitamin dan mineral sesuai dengan

tingkat defisiensi, natrium diberikan rendah tergantung tingkat edema dan ascites,

cairan diberikan lebih dari biasa, bentuk makanan lunak bila ada keluhan mual

dan muntah atau makanan biasa sesuai kemampuan saluran cerna.(19)

Aspirasi dilakukan bila pengobatan medikamentosa tidak berhasil (72 jam),

lesi multipel, atau pada ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol

merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.

Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG. Drainase perkutan dilakukan dengan

indikasi ancaman ruptur atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang,

infeksi campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda

perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga

pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. Drainase bedah

diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil mcmbaik dengan cara

yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah dicapai dengan aspirasi

biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang

tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.

Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi

sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi

perkutan tidak berhasil. (1,2)

Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat

peningkatan enzim – enzim hati (SGOT dan SGPT) yang menunjukkan telah

terjadinya gangguan fungsi hepar. Adanya proses infeksi dapat memicu

peningkatan produksi enzim – enzim hati sehingga kadar enzim – enzim tersebut

tinggi di dalam darah. Leukositosis sendiri muncul sebagai akibat dari proses

infeksi, sebagai salah satu upaya sistem imun untuk melawan mikroorganisme

penyebab infeksi. Selain pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan, ada

beberapa pemeriksaan yang belum dilakukan yang dapat mendukung diagnosis, di

antaranya pemeriksaan alkali fosfatase, PT & aPTT, serta kadar albumin. Pada

pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada regio hipokondrium dextra, hal ini

disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai akibat adanya

abses. Selanjutnya, pemeriksaan yang menjadi standar emas untuk penegakan

39

Page 40: REFERAT ABSES HEPAR

diagnosis abses hepar adalah melalui kultur darah yang memperlihatkan bakteri

penyebab. Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab misalnya bseperti Proteus

vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa ditemukan. Namun, pemeriksaan ini sulit

dilakukan karena pengambilan pus dari hepar akan sangat menyakitkan bagi

pasien. Pemeriksaan analisa feses juga dilakukan untuk menilai feses baik dari

segi warna, konsistensi, ada atau tidaknya darah dan lendir, leukosit, eritrosit,

telur cacing, amoeba, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :

Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.

Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat

40

Page 41: REFERAT ABSES HEPAR

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.

2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.

Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic

resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :

Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.

Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal

1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.

3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas.

Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis

proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.

4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku

ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.

5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari

sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.

6. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at

a glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter

27-28.

7. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver,

biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In :

Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current

medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT.

Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.

8. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In :

Beckingham, I.J. ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain :

GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter 40-42

9. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis.

Surabaya : Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.

10. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23th, 2009. November

1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-

overview#showall.

41

Page 42: REFERAT ABSES HEPAR

11. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran.

Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007.

Hal 684.

12. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrison’s principles of internal

medicine 17th edition. USA. 2008. Chapter 202.

13. Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November

1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920-

overview#showall.

14. Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abses

hati amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1

November 2011. Diunduh dari :

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati

%20amuba%20(dr%20arini).pdf.

15. Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive system. In : Nelson

textbook of pediatric 18th edition. USA. 2007. Chapter 356.

16. Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi

diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.

17. Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan.

Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta :

Balai Penerbit UI. 2008. Hal 551-554.

18. Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, Ika

Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam :

Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam

Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321-

324.

19. Almatsier, Sunita. Diet penyakit hati dan kandung empedu. Dalam :

Penuntun diet edisi baru. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2010.

Hal 120-122.

42