Referat 2 ILD Print Smentara

download Referat 2 ILD Print Smentara

of 24

Transcript of Referat 2 ILD Print Smentara

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    1/24

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Penyakit paru intersisial (PPI) adalah kelompok penyakit yang terdiri atas setidaknya

    200 entitas penyakit yang berbeda.1Kelainan pada grup yang heterogen ini dikelompokkan

    bersama atas dasar persamaan klinis, radiologis, fisiologi atau manifestasi patologis.2 PPI

    pada awalnya dianggap langka, namun bukti epidemiologi saat ini menunjukkan kelompok

    penyakit ini lebih umum daripada yang telah diketahui sebelumnya. Prevalensi PPI pada

    salah satu studi di Amerika Serikat menunjukkan 80,9 dari 100000 laki-laki dan 67,2 dari

    100000 wanita menderita PPI, sementara insiden mencapai 31,5 per 100000 pria, dan 26,1

    kasus baru per 100000 wanita. Pada studi ini, prevalensi terbanyak berasal dari fibrosis paru,

    penyakit berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungan, kelainan jaringan ikat dan

    sarkoidosis.1

    PPI seringkali terdiagnosis sebagai penyakit paru ostruktif kronik (PPOK), bronchitis,

    emfisema, asma atau bahkan gangguan jantung oleh layanan kesehatan primer. Sekitar 50%

    pasien mengalami penundaan diagnosis setelah lebih dari satu tahun onset awal terjadinya

    gangguan pernapasan.3 Pelaporan insidensi PPI yang cukup jelas baru didapatkan pada

    negara maju seperti Amerika Serikat atau beberapa negara eropa, sementara daerah-daerah

    asia terutama negara berkembang belum memiliki pelaporan angka insidensi. Kesulitan

    pelaporan insiden terjadi akibat sulitnya penegakan diagnosis.

    Global Burden of Disease Studymenunjukkan bahwa PPI berada pada posisi ke 40

    sebagai penyebab mortalitas di tahun 2013, yang menunjukkan peningkatan sekitar 86% dari

    tahun 1990. Prognosis PPI pada umumnya buruk, dengan PPI tersering Idiopathic

    Pulmonary Fibrosis (IPF) memiliki median kesintasan 2-3 tahun, sementara sarkoidosis,

    suatu PPI yang dianggap lebih jinak, pada nyatanya menunjukkan angka mortalitas yang

    lebih tinggi daripada pelaporan sebelumnya.4Kurangnya data terhadap prevalensi, insidensi

    dan mortalitas pada kelompok penyakit diatribusikan sebagai kurangnya kemampuan

    diagnostik terhadap PPI.

    Makalah ini akan mendiskusikan tentang PPI dan menitikberatkan pada pendekatan

    penegakan diagnosisnya. Dengan pertimbangan prevalensi yang cukup tinggi, PPI yang

    disebabkan oleh kelainan primer akan dikedepankan sebagai upaya pengenalan lebih lanjut.

    1

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    2/24

    BAB II

    ISI

    Penyakit paru intersisial (PPI) atau yang dulu dikenal sebagai panyakit parenkim paru

    difus, adalah terminologi dari suatu kelompok kondisi yang melibatkan parenkim paru

    (alveolus, epitel alveolus, endotel kapiler, dan rongga di antara struktur-struktur ini,

    pervaskular dan jaringan limfe). Kelainan pada grup yang heterogen ini dikelompokkan

    bersama atas dasar persamaan klinis, radiologis, fisiologi atau manifestasi patologis. PPI

    sering kali dikaitkan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan hanya sedikit

    konsensus yang berkaitan dengan penatalaksanaan lanjutnya.2Penyakit paru difus lain seperti

    emfisema, atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan hipertensi pulmoner diekslusidari klasifikasi ini.5

    Penyakit paru intersisial mencakup lebih dari 200 penyakit yang ditandai dengan

    adanya keterlibatan parenkim paru, baik sebagai kondisi primer atau bagian dari proses

    multiorgan yang signifikan.6Luasnya pengertian dan cakupan variasi entitas menyulitkan

    pemahaman terhadap kelompok kelainan ini. Salah satunya adalah terminologi yang banyak

    dan membingungkan. Ada pun intersisial pada PPI mengacu kepada perubahan ekstensif

    yang terjadi pada saluran udara, parenkim paru, pembuluh darah dan pleura, semtara

    pneumonia intersisial menunjukkan adanya keterlibatan parenkim paru terhadap kombinasi

    fibrosis dan inflamasi, bukan pada rongga udara seperti halnya yang khas terjadi pada

    pneumonia akibat infeksi bakteri.5

    2.1 Klasifikasi

    Penegakan diagnosis suatu PPI memerlukan pendekatan multidisiplin antara klinisi,

    radiologi, laboratorium, dan bila diperlukan seorang ahli patologi.5 Pendekatan yang lengkap

    mencakup pembagian PPI menjadi dua kelompok besar berdasarkan kelainan utama

    histopatologis: 1) Predominan inflamasi dan fibrosis dan 2) Predominan reaksi

    granulomatosa pada area intersisial atau vaskular. Masing-masing kelompok ini kemudian

    dapat dibagi-bagi kembali menjadi apakah penyebabnya diketahui atau tidak diketahui,

    seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1. 2,6

    2

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    3/24

    Tabel 2.1 Klasifikasi PPI berdasarkan klinis dan histologis(6)

    Sarkoidosis, IPF dan fibrosis paru yang berhubungan dengan Connective Tissue

    Disease(CTD) adalah PPI tersering dari kelompok etiologi belum diketahui. Sementara PPI

    dari kelompok dengan etiologi yang diketahui mencakup inhalasi debu inorganik, debu

    organik dan berbagai gas/debu.2

    Pada prakteknya PPI lebih sering diklasifikasikan berdasarkan klinis, atau parameter

    histologis saja.5,7 Klasifikasi klinis dibuat berdasarkan gambaran klinis, radiologis dan

    laboratorium yang didapat pada pasien, dan lebih praktis pada pemakaiannya. Patologi

    anatomis, walau dikatakan telah mulai tergeser dengan sensitivitas high resolution CT scan,

    masih memiliki peran penting dalam menentukan klasifikasi histologis yang dapat

    memberikan gambaran respons paska terapi.5Klasifikasi klinis PPI digambarkan pada tabel

    2.2, sementara klasifikasi histologis dan responsnya terhadap terapi pada tabel 2.3

    3

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    4/24

    Tabel 2.2 Klasifikasi klinis Penyakit Paru Intersisial5,7

    Respon terhadap terapi Kadang Respon Tidak respon

    Pneumonia eosinofilik kronik Kerusakan alveolar difus Usual interstitiasl pneumonitis

    Pneumonia eosinofilik akut Acute Respiratory Idiopathic pulmonary fibrosis

    Idiopatik Distress Syndrome Penyakit kolagen vaskuler

    Terinduksi obat Obat sitotoksisk Asbestosis

    Pneumonia intersisial non Sindrom pneumonia Pneumonitis hipersensitif

    spesifik Idiopati Kronik Penyakit vascular kolagen Penyakit kolagen vaskuler Pneumonia eosinofilik kronik

    Idiopati Sindrom Hamman-Rich Pneumonia intersisial

    Terinduksi obat Inhalasi gas toksik nonspesifik fibrotic

    Pneumonitis hipersensitif Perdarahan alveolar difus Idiopati

    Bronchitis obliterans Sindrom Good-Pasture Penyakit kolagen vaskuler

    organizing pneumonia Hemosiderosis pulmoner Pneumonitis hipersensitif

    Idiopati Idiopati Terinduksi obat

    Penyakit kolagen vaskuler Systemic Lupus Kerusakan difus alveolar

    Terinduksi obat Eritematosus Progresif

    Radiasi Pulmonary veno-oclusive Progressive organizing

    Reaksi penolakan jaringan disease Pneumonia

    Infeksi Pneumonitis limfositik

    4

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    5/24

    Pneumonia intersisial Penyakit granulomatosa Progresif

    deskuamasi intersisial paru Pneumonia ontersisial

    Pneumonia intersisial Histiositosis Langerhans Deskuamasi progresif

    limfositik paru Deposisi otot polos

    Idiopati Berylliosis lymphangioleiomyomatosis

    Sindrom Sjogren primer Variasi imunodefisiensi

    Penyakit kolagen vaskuler

    Penyakit autoimun lain

    Hipogammaglobulinemia

    AIDS

    Kapiliritis pulmoner

    Granulomatosis Wagner

    Poliangitis mikroskopik

    Vaskulitis pembuluh darah

    kecil lain

    Penyakit kolagen vaskuler

    Sindrom Goodpasture

    Kapilaritis pulmoner

    terisolasi

    Pneumonitis intersisial

    granulomatosa

    Sarkoidosis

    Pneumonitis hipersensitif

    Terinduksi obat

    Infeksi fungi dan mikroba

    BerylliosisProteinosis alveolar

    Variasi idiopatik

    Vaskulitis

    Granulomatosis Wegener

    Sindrom Churg-Strauss

    Tabel 2.3 Klasifikasi Histologis Penyakit Paru Intersisial berdasarkan respons terhadap

    terapi5

    2.2 PATOGENESIS

    Penyakit paru intersisial pada pembentukannya adalah kelainan non-malignansi dan

    bukan oleh agen infeksi yang teridentifikasi. Jalur utama yang memicu perubahan dari suatu

    jejas menjadi fibrosis belum diketahui.6 Walau pun terdapat banyak agen pemicu jejas,

    respon imunopatogenesis dari jaringan paru terbatas, dan mekanisme perbaikannya memiliki

    komponen yang mirip dengan mekanisme repair yang lain. 6Patogenesis terjadinya fibrosis

    paru secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1

    5

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    6/24

    Gambar 2.1 Patogenesis penyakit paru intersisial berbasis seluler6

    Penjelasan terhadap patogenesis terjadinya fibrosis paru kronik yang dipicu oleh jejas

    paru belum dapat terdefinisi dengan sempurna. Hipotesis yang ada saat ini adalah jejas paru

    menstimulasi zat-zat tertentu dan/atau menginfiltrasi sel untuk melepaskan berbagai mediator

    larut yang memicu kerusakan paru dan/atau sel yang memproduksi matriks. Apa, kapan, dan

    bagaimana hal ini dapat terjadi belum dapat dijelaskan. Perubahan dan deposisi protein

    matriks ekstraseluler yang berlebihan pada intersisial paru menandai pembentukan fibrosis.

    Fenomena spesifik seperti transformasi sel epitel-mesenkim, aktivasi fibroblast dan ekspansi

    berlebihan dari myofibroblas/fibroblast dipikirkan sebagai bagian dari bentuk proses remodel.

    Fokus fibroblastik adalah penanda histologis sebagaimana terjadi pengelompokan area pada

    deposisi kolagen yang tinggi pada paru yang mengalami fibrosis.8

    Proses inflamasi di paru banyak dan beragam, menyesuaikan dengan variasi PPI yang

    terbentuk selanjutnya, namun inflamasi kronik dan fibrosis paru secara umum digambarkan

    mirip dengan model penyembuhan luka pada jejas kulit. Proses ini terdiri atas: 1. Fase cedera

    (injury), 2. Fase hemostasis, 3. Fase inflamasi dan proliferasi dan 4. Fase maturasi. Setelah

    jejas akan terjadi aktivasi kaskade koagulasi untuk memicu penghentian aliran darah dari

    luka, dan diikuti deposisi matriks provisionalyang memicu sekresi faktor kemotaktik dan

    aliran sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi dalam tahapan ini berfungsi membersihkan debris,

    sel-sel dan matriks jaringan ikat yang rusak. Seiring kembalinya fungsi normal, inisiasi

    6

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    7/24

    neovaskuler, stimulasi dari proliferasi sel-sel mesenkim dan penghentian kaskade inflamasi

    terjadi secara bertahap. Fase resolusi yang memanjang akan mengakibatkan peningkatan

    kolagen dan deposisi pembuluh darah yang memicu fibrosis.9

    Pada keadaan normal, sel-sel yang menyusun dinding alveolus memiliki tingkatturnover yang rendah, tidak seperti sel-sel yang melapisi saluran napas utama. Situasi ini

    dapat berubah drastis saat terjadi rangsangan eksogen yang menginduksi respons inflamasi

    dari rongga udara. Setelah infiltrasi leukosit, pelepasan mediator proinflamasi, dan

    perkembangan hiperpermeabilitas alveolus-kapiler diperkirakan merupakan faktor yang

    menginduksi kerusakan jaringan. Pada kenyataannya, kerusakan alveolus yang difus

    dibarengi dengan pembentukan membrane hyaline di rongga udara pada hewan percobaan

    menunjukkan kesamaan dengan Acute Lung Injury (ALI) pada manusia dan Acute

    Respiratory Distress Syndrome(ARDS).8

    Sel-sel epitel paru tersusun atas sel alveolus tipe I dan tipe II. Sel alveolus tipe I pada

    keadaan normal meliputi lebih dari 90% permukaan alveolus, dan membentuk lapisan tipis

    endotel-epitel dengan dengan kapiler paru. Sementara sel tipe II berada pada sudut alveolus,

    berfungsi mensintesa dan mensekresi surfaktan paru. Pada keadaan cedera, sel tipe I rusak,

    sehingga matriks ekstraseluler di bawahnya akan terpajan. Epitel akan mengirimkan sinyal

    untuk menutup celah yang terbentuk, sehingga terjadi migrasi dari sel epitel dan diferensiasi

    dari sel tipe II menjadi sel tipe I. Migrasi ini bergantung pada sitokin-sitokin dan growth

    factoryang berbeda. Setelah mengalami migrasi, sel tipe II akan mengalami diferensiasi

    menjadi sel tipe I. 9

    Pada IPF, gambaran patognomonik yang muncul adalah hilangnya pneumosit tipe I dan

    terjadinya proliferasi pneumosit tipe II. Penghambatan terhadap efek sitokin dan growth

    factorakan menghambat penutupan jejas pada sel epitel jalan napas. Mekanisme regulasi

    proliferasi ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Konsep yang ada saat ini menjelaskan

    bahwa lesi UIP pada IPF berasal dari jejas sel epitel alveolus yang mengalami siklus

    perbaikan berkali-kali, dan pada akhirnya membentuk manifestasi patologis dari fokus

    fibroblastik dan akumulasi matriks ekstra seluler.9

    Seperti yang telah disebutkan di atas, pola histopatologi utama pada PPI adalah pola

    granulomatosa dan pola predominasi inflamasi dan fibrosis:

    1) Kelainan granulomatosa paru

    7

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    8/24

    Proses ini ditandai dengan terjadinya akumulasi limfosit T, makrofag dan sel epiteloid

    yang tersusun menjadi struktur diskret (granuloma) pada parenkim paru. Lesi

    granuloma dapat berubah menjadi fibrosis. Pasien dengan kelainan paru granulomatosa

    memiliki gangguan fungsi paru yang minimal atau sekiranya ada gejala, akanmengalami perbaikan setelah terapi. Diagnosis banding utama pada kelainan paru

    granulomatosa adalah sarcoidosis dan pneumonia hipersensitif.6

    2) Inflamasi dan fibrosis

    Inflamasi dan fibrosis dipicu oleh jejas pada permukaan epitel yang mengakibatkan

    inflamasi pada rongga udara dan dinding alveolus. Pada penyakit kronik, inflamasi

    meluas ke bagian intersisium dan vaskular yang berdekatan sehingga terjadi fibrosis

    intersisial. Pola histopatologik yang sesuai dengan keadaan ini termasuk Usual

    interstitial Pneumonia (UIP), Pneumonia intersisial nonspesifik, pneumonia intersisial

    deskuamatif/bronkhiolitis respirasi, kerusakan alveolar difus, pneumonia intersisial

    limfositik. Perkembangan jaringan parut yang ireversibel (fibrosis) pada dinding

    alveolus, saluran udara, atau komponen vaskular sering kali berkembang dan memicu

    gangguan signifikan dari fungsi ventilasi dan pertukaran gas.6

    2.3 DIAGNOSIS

    1) Anamnesis

    Gejala yang dapat terjadi pada PP bersifat luas, tergantung dari etiologinya.

    !namnesis yang lengkap dan seksama diperlukan untuk mengenali kelainan yang

    sebenarnya terjadi. Gejala pada saluran pernapasan sendiri tidak spesifik, dengan gejala

    yang umum terjadi pada PP adalah sesak napas progresif. Gejala dapat muncul dalam

    hitungan "aktu yang bervariasi, umumnya berlangsung kronik dari bulan sampai

    dengan tahun, tergantung etiologi yang mendasari. #ondisi akut, yang berlangsungdalam hitungan hari sampai hitungan minggu, dapat merupakan suatu tanda onset atau

    bahkan gejala perburukan. $ksaserbasi adalah prognosis yang buruk pada PP dan

    berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas.%,&

    Gejala'gejala pada PP bersifat progresif, namun tidak spesifik. elain sesak,

    batuk adalah gejala lain yang cukup menonjol, teutama pada jenis PP yang

    mempengaruhi saluran udara kecil atau bersifat bronkhiolosentris seperti sarkoidosis,

    bronchiolitis respiratorik, pneumonia terorganisir, P*+, dan pneumonia hipersensitif.

    Pada P, manifestasi batuk tidak terlalu jelas.%,&

    8

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    9/24

    Gejala lain yang mungkin ditemui pada PP adalah mengi dan nyeri dada. -engi

    adalah gejala yang tidak biasa ditemui pada PP, namun dapat dijumpai pada keadaan

    karsinomatosis limfatik, pneumonia eosinofilik kronik dan hipersensitivitas

    pneumonitis. yeri substernal, tidak biasa didapatkan untuk PP namun sering kali

    dijumpai pada pasien sarkoidosis. yeri dada tipe pleuritik juga sering terjadi pada PP

    yang disebabkan kelainan jaringan ikat dan obat.%,&

    +emoptisis khas terjadi pada sindom perdarahan alveolus difus,

    limfangioleiomyomatosis, kelainan venooklusive pulmoner, dan penyakit katup mitral

    lama. alau perdarahan paru dapat juga terjadi tanpa hemoptisis, namun hemoptisis

    pada pasien yang telah diketahui memiliki PP sebelumnya meningkatkan

    kemungkinan terjadinya keganasan sebagai komplikasi.

    elain gejala, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis pasien

    adalah0

    a) 1i"ayat pekerjaan dan pajanan

    2erdapat masa laten yang cukup panjang antara pajanan dan munculnya

    gejala, atau gambaran radiologis pada penyakit pajanan. Pneumonitis

    hipersensitif dapat bersifat akut, menghilang saat pajanan terhadap antigen

    yang memicu dihentikan, dan berulang saat dipajankan kembali. 3entuk yang

    lebih berbahaya, progresif dari keadaan ini kadang sulit dibedakan dengan

    P atau penyakit fibrosis paru lainnya.%

    b) 1i"ayat Pengobatan

    Pada kebanyakan kasus, onset PP imbas obat berkaitan secara temporal

    dengan saat obat diberikan., dengan variasi "aktu laten antara minggu sampai

    dengan tahun. Pasien juga perlu ditanyakan mengenai ri"ayat

    gastroesophageal reflux, obat cuci hidung dan jenisnya. 4bat cuci hidung

    yang terbuat dari minyak mineral dapat menyebabkan lipoid pneumonia dan

    fibrosis.%

    c) 1i"ayat -erokok

    2elah diketahui bah"a terdapat hubungan antara perkembangan PP dan

    konsumsi tembakai, P*+ terjadi lebih dari 57 pada pasien perokok aktif,

    pada sindrom Goodpasture, pasien perokok dipastikan akan mengalami

    perdarahan paru. Pada kasus P, sekitar 667 pasien memiliki ri"ayat

    merokok.%

    d) 1i"ayat keluarga

    aktor genetik memegang peranan penting pada beberapa variasi PP, seperti

    P yang diturunkan melalui pola autosom dominan. Pada pola ini didapatkan

    9

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    10/24

    mutasi pada gen protein * di surfaktan paru pada anggota keluarfa. 3eberapa

    PP lain yang juga diturunkan melalui gen autosom'dominan antara lain

    tuberous sclerosis, neurofibromatosis dan sindrom +ermansky'Pudlak.

    arkoidosis dapat juga bersifat familial, namun secara genetic belum

    terbukti.%

    2) Pemeriksaan Fisik

    2anda klinis yang didapatkan pada PP tidak spesifik terjadi pada saluran

    pernapasan, dan tidak terdapat gejala yang patognomonik mengacu kepada suatu

    penyakit tertentu. 2anda yang paling khas adalah rhonki kering di kedua lapang paru

    bagian basal. 1honki kering biasanya disebabkan oleh kelainan granulomatosa. 1honki

    kering basal bilateral ini tetap dapat terjadi pada pasien dengan gambaran radiologi

    thoraks yang normal. 8ari tabuh, umumnya ditemui pada fibrosis idiopatik atau fibrosis

    paru familial, kebanyakan berkaitan dengan penyakit fibrosis lanjut. elain

    pemeriksaan fisik khas untuk paru, perlu dilihat adakah tanda klinis hipertensi

    pulmoner yang telah terjadi, berkaitan dengan keadaan fibrosis lanjut.%,&

    3) Gambaran Radiologis

    -akalah ini akan membahas pendekatan diagnosis PP dengan High Resolution

    CT Scandan rontgen thoraks. Pemeriksaan +1*2 telah meningkatkan angka diagnosis

    PP tanpa memerlukan biopsi jaringan. 9ibandingkan dengan +1*2, pemeriksaan

    berdasar sinar': standar memang tidak memiliki angka sensitivitas yang tinggi, namun

    dalam pelayanan primer masih berperan dalam meningkatkan kecurigaan agar

    selanjutnya dapat dikonfirmasi dengan +1*2 atau biopsi.&

    1ontgen 2horaks

    inar': konvensional tidak menggambarkan secara tepat stadium klinis atau

    patologis dari penyakit, namun pada prakteknya adalah langkah pertama yang dapat

    dilakukan secara cepat.%,6 ekitar ;7 pasien yang telah terbukti mengalami PP

    berdasarkan pemeriksaan histologis memiliki gambaran sinar': yang normal,&,;. +al

    ini dapat ditemukan pada beberapa variasi PP seperti pneumonia intersisial

    deskuamatif, sarkoidosis tipe dan pneumonitis hipersensitif.%

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    11/24

    dilakukan ekslusi pada kausa fisiologi abnormal lainnya seperti kelainan vascular dan

    PP4# .%

    a. PolaAlveolar filling

    Pola ini berbentuk opasitas homogen yang tersebar merata ataupun patchy,

    ditandai dengan nodul'nodul yang saling menyatu dengan batas tidak tegas,

    gambaran air bronchogram dan obliterasi atau siluet struktur normal seperti

    diafragma pada batas jantung dan pembuluh darah intrapulmoner.%,&Gambaran lain

    yang dapat terlihat pada pola ini adalah air alveologram, yang menggambarkan

    gambaran kecil paru yang tidak terlibat pada area yang mengalami konsolidasi

    inkomplit, pada gambaran sinar': muncul sebagai area lusen di antara area opak.

    Acinar rosettes, acinar nodules, atau nodul rongga udara (air space nodules)adalah

    nodul peribronkial atau sentrilobular, dari opasitas dari suatu asinus tunggal.&

    Gambaran adenopati hilus dapat dikaitkan dengan sarkoidosis, limfoma paru,

    pneumonia intersisial limfositik dan hemosiderosis paru.%,& Pada pasien dengan

    proteinosis alveolar, sisa'sisa parenkim paru yang berdekatan dengan diafragma

    terlihat jelas, (gambar =.>). Pada pneumonia eosinofilik kronik, pola ini mengacu

    seperti gambaran negatif dari edema paru karena opasitas prominen berada di daerah

    perifer.

    Gambar =.= (kiri) dan =.?(kanan). #iri0 PolaAlveolar filling,panah menunjukkan

    air bronchogram& #anan0 gambaran milier yang dapat muncul pada sarkoidosis&

    11

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    12/24

    Gambar =.> Pengisian alveolar difus yang menunjukkan sisa'sisa parenkim paru

    pada bagian dekat diafragma pada proteinosis alveolar.%

    b. PolaPrimary interstitial&

    Pada pola ini, opasitas intersisial tampak jelas saat kompartemen intersisial terisi

    dan melebar akibat sel'sel inflamasi, kolagen yang berlebihan, inflamasi

    granulomatosa atau proliferasi otot polos. Pada keadaan lain, sel'sel ganas atau

    deposisi amyloid juga akan memperbesar kompartemen ini. 4pasitas pada pola ini

    dapat muncul sebagai nodul, garis retikuler, atau kombinasi keduanya. 9i antara

    kedua pola ini, gambaran linear atau retikuler adalah gambaran tersering yang dapatditemukan pada PP. &Perbedaan yang nyata anatara nodul pada pola alveolar dan

    intersial adalah batas yang tegas pada pola intersisial.%#arakteristik pada gambaran

    ini adalah gambaran opasitas retikular pada bagian ba"ah paru.&

    2abel =.> Gambaran radiologis PP pada pemeriksaan sinar :'standar&

    3eberapa pola lain yang khas dapat mengiringi perubahan intersisial danmenunjukkan suatu diagnosis, selanjutnya seperti yang ditunjukkan pada tabel =.?.

    12

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    13/24

    Garis #erley 3 pada PP menunjukkan penebalan septum interlobular, yang dapat

    terjadi setelah obstruksi pembuluh limfe paru.&

    Gambar =.% Garis #erley 3 pada lymphangitis carcinomatosis&

    2emuan radiologis seperti honeycombberhubungan dengan pembentukan rongga

    kista dan fibrosis yang progresif, kebanyakan menunjukkan prognosis yang buruk

    dan mengindikasikan kelainan yang bersifat ireversibel dan lanjut.%,&

    -ayoritas PP mengakibatkan berkurangnya volume paru secara bertahap, dan

    umumnya terutama terjadi pada lobus ba"ah dan traksi bronkiektasis terutama pada

    tahap lanjut.&

    alau demikian, beberapa variasi PP seperti lymphangioleiomyomatosisdan tuberous sclerosis dapat merusak otot polos bronkhiolus dan imenginfiltrasi otot

    polos pada dinding alveolus sehingga mengakibatkan gambaran hiperinflasi paru.%

    *2 can

    *2 scan konvensional (potongan @'; mm) memberikan nilai sensitivitas yang

    sedikit lebih tinggi daripada pemeriksaan sinar': standar. +1*2 (High resolution CT),

    dengan potongan kurang dari = mm, memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap

    parenkim paru secara mendetail sehingga dapat mendeteksi perubahan rongga udara

    atau intersisial lebih a"al.&+1*2 sebaiknya dilakukan sebelum biopsi, terutama dalam

    menentukan lokasi akan dilakukan biopsi.%

    Scanning pada akhir inspirasi menunjukkan manfaat terbesar karena

    menunjukkan perbedaan antara gambaran yang mirip, misalnya daerah edematosa

    dengan atelektasis atau daerah yang ramai dengan pembuluh darah.; Pada pasien'

    pasien dengan kecurigaan 9 yang hasil radiologis konvensionalnya tidak

    mendukung, dapat dipertimbangkan pemeriksaan +1*2 pada posisi telentang dantengkurap. !lasan dari kedua posisi ini adalah adanya variasi densitas paru yang dapat

    13

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    14/24

    menyerupai perubahan intersisial, selain itu gambaran vaskular yang ada dapat

    memberikan gambaran seperti penebalan septum paru pada posisi telentang.

    Gamabaran yang persisten pada posisi telungkup mengindikasikan terjadinya penebalan

    septum yang umum terjadi pada PP.&,;

    Pada pasien dengan gambaran radiologis abnormal, evaluasi +1*2

    meningkatkan akurasi diagnostik. Pada pasien P, sering terlihat gambaran opasitas

    retikuler di bagian perifer, honey comb di Aona subpleural bagian ba"ah dan traksi

    bronkiektasis. Pada pasien dengan kelainan jaringan ikat, asbestosis dan PP terinduksi

    obat, gambaran +1*2 mau pun sinar': standar tidak berbeda jauh dengan P,

    sementara +1*2 mampu mendeteksi >%7'&%7 pada pasien scleroderma dibandingkan

    dengan standar patologi anatomis. Pada sarkoidosis, terjadi adenopati hilus dan

    mediastinum, juga nodulus sepanjang bundlebronkovaskular dan septum interlobus,

    parut fibrosis sekunder berbentuk linear. Pada pasien dengan pneumonitis hipersensitif,

    rongga udara terisi nodulus sentrilobular dan opasitas linear tanpa adenopati, namun

    dapat hanya berupa gambaran normal. Pada limfangioleiomiomatosis, +1*2

    menunjukkan kista berdinding tipis yang khas, dapat juga diiringi oleh pneumothoraks

    atau efusi pleura (chylous). !ymphangitic carcinomatosis menghasilkan gambaran

    seperti rantai mutiara pada septum interlobular, gambaran ini berkaitan dengan garis

    "erley #pada pemeriksaan sinar': standar.&+1*2 memungkinkan pengenalan perubahan patologis seperti retikulasi,

    mikronodul, kista honey comb dan penebalan septum interlobular lebih a"al.

    Perubahan parenkim akibat kelainan vascular secara langsung tidak memberikan tanda

    khas, namun dapat diamati dengan menilai kompresi vaskuler atau adanya defek

    pengisian intraluminal. +1*2 juga memungkinkan demostrasi akurat dari gambaran

    ground$glass, yang menunjukkan perubahan pulmoner aktif, seperti penebalan dinding

    intersisial alveolus atau defek pengisian rongga udara.;

    14

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    15/24

    Gambar =.6 dan =.&. #iri0 #ista berdinding tipis dalam gambaran +1*2 pada

    ymphangioleiomyomatosis. #anan0Honeycombpada P fase lanjut&

    4) Pemeriksaan Fngsi Par

    Pada PP, terdapat perubahan fungsi mekanik paru dan pertukaran gas yang khas.

    Penilaian fungsi ventilasi dan mekanik paru, pertukaran gas, terutama saat aktivitas alah

    komponen vital untuk evaluasi inisial pasien dengan kecurigaan 9. Pemeriksaan

    secara serial bermanfaat untuk menentukan progresifitas penyakit dan efek terapeutik.&

    Fngsi !en"ilasi

    Penilaian fungsi ventilasi memberikan gambaran indeks terhadap impedansi pada

    fungsi pernapasan yang dipengaruhi oleh resistensi elastic sampai distensi paru dan

    resistensi friksi terhadap alran udara pada batang trakeobronkhial. ecara klinis

    perubahan mekanik system respirasi tercermin dalam pola pernapasan yang diadopsi

    pasien. Pasien dengan kecenderungan bernapas cepat dan dangkal karena memiliki

    volume tidal yang lebih besar memerlukan peningkatan %or& of breathing yang lebih

    untuk mele"ati resistensi elastik yang besar. &

    Resis"ensi #las"ik

    PP berhubungan dengan peningkatan resistensi elastic (atau penurunan

    compliance) yang dapat terlihat pada plot tekanan statis transpulmoner, terdapat

    15

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    16/24

    perbedaan penurunan volume paru dengan kapasitas total paru terhadap volume residu.

    Pada sebagian besar pasien PP, plotdari hubungan antara volume dan tekanan paru

    secara khas bergeser ke ba"ah dank e kanan, dengan slope menurun dan peningkatan

    koefisien dari recoilelastic. Pengukuran volume paru menggambarkan perubahan posisi

    dari kurva volume'tekanan paru. +al ini disebabkan perubahan dari recoilelastic paru

    atau gangguan dinding dada yang merusak keseimbangan antara keluatan elastik paru

    (ekspiratorik) dan dinding dada (inspiratorik). Pada pasienPP, kapasitas total paru,

    kapasitas residu fungsional dan volume residu turun secara umum. #apasitas total dan

    kapasitas vital akan lebih rendah daripada nilai yang diharapkan dibandingkan dengan

    kapasitas residual fungsional normal, dan lebih tinggi daripada volume residu yang

    diharapkan, menunjukkan gambaran campuran antara kelainan restriktif dan obstruktif.

    Perlu diperhatikan bah"a kelemahan otot respiratorik atau kurangnya effort akan

    memberikan gambaran hasil yang sama.&

    Resis"ansi Flo$

    Pengukuran volum paru penting dalam penilaian resistansi aliran udara. Penilaian

    ini dapat dilakukan langsung dengan melihat hubungan antara aliran udara dan

    komponen restriksi dari tekanan transpulmoner. Pada praktek klinis, berbagai penilaian

    tidak langsung dari resistensi flo% dapat digunakan, seperti forced expiratory volume

    dalam ; datik ($B;)C rerata expiratory flo% rateantara =%7 dan &%7 dariforced vital

    capacity($=%7'&%7)C maksimal expiratory flo% rate(DBmaE) pada proporsi tertentu

    (seperti &%7, %7, atau =%7) dari forced vital capacity (B*) (dari kurva aliran'

    volume)C rasio $B;/B*C atau rasio $B; terhadap kapasitas vital. 1asio $B;/B*

    yang rendah (F&7predicted) mengindikasikan adanya limitasi aliran udara ekspirasi.

    amun, nilai BmaE tergantung pada volume paru itu sendiri. 1asio $B;/B* akan

    melebihi perkiraan, dan derajat limitasi aliran di ba"ah perkiraan pada pasien yang tidak

    melepaskan napas secara penuh akibat dyspnea berat, kelemahan otot, nyeri, atau

    kurangnya usaha.&

    2idak semua PP mengakibatkan peningkatan resistensi aliran udara, rendahnya

    BmaE lebih disebabkan karena rendahnya volume paru. Pada kenyataannya, pada PP

    tahap a"al, nilai BmaE lebih tinggi daripada perkiraan dibanding volume paru, hal ini

    dikarenakan tekanan pada aliran udara di perifer meningkat sehingga meningkatkan

    tekanan recoil elastic. BmaE lebih rendah dari pada yang diperkirakan di volume paru

    tertentu pada pasien yang memiliki kelainan restriksi, mengindikasikan resistensi aliran

    16

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    17/24

    pada saluran udara perifer yang lebih banyak. Peningkatan resistensi saluran udara

    perifer didapatkan pada pasien P, pneumonitishipersensitif dan pajanan asbestosis.&

    Per"karan %dara

    Perubahan pertukaran udara dapat dinilai dengan analisa tekanan arteri oksigen

    (P4=) dan 2ekanan *4=, serta perhitungan perbedaan alveolar'arterial P4= ((!

    a)P4=), saat istirahat dan aktivitas. Pada pasien PP, analisa gas darah (!G9) pada saat

    istirahat menunjukkan gambaran hipoksemia dan peningkatan (! a)P4=, serta

    hipokapnia. elain itu, kapasitas difusi *4 (9*4) menurun, akibat penurunan

    permukaan alveolus'kapiler. 9*4 lebih tinggi dari perkiraan pada kasus yang

    berhubungan dengan perdarahan paru yang baru terjadi, hal ini dikarenakan sel darah

    merah di alveolus menangkap *4 langsung. Pengukuran 9*4 dalam hitungan menit

    dapat membantu penegakan diagnosis perdarahan alveolar, saat terdapat darah segar pada

    rongga alveolar, nilai 9*4 akan lebih rendah karena alveolus tersaturasi oleh *4.&

    Penilaian pertukaran gas saat aktivitas akan memberikan korelasi terhadap beratnya

    penyakit, karena pertukaran udara umumnya terganggu saat aktivitas fisik. Peningkatan

    frekuensi respirasi yang akan terjadi tidak sebanding dengan peningkatan beban

    aktivitas, akibat adanya kebutuhan untuk mele"ati ambang resistansi elastik volume tidal

    paru. Bentilasi yang berlebihan biasanya terdistribusi pada area paru yang memiliki

    compliancenormal namun kurang perfusi, akibatnya dead space yang diperhitungkan

    dan rasio dead spaceterhadap volume tidal meningkat seiring dengan napas yang cepat

    dan dangkal. Peningkatan cardiac outputpada aktivitas, transit darah yang cepat melalui

    kapiler paru dan redistribusi paru mengakibatkan maldistribusi rasio ventilasi'perfusi

    lebih besar yang mengakibatkan peningkatan pada (! a)P4=) dan penurunan P4=

    arteri. &

    &) Bronchoalveolar Lavage#ronchoalveolar lavage (3!) adalah tekhnik yang digunakan untuk mengambil

    contoh saluran udara distal via instilasi cairan salin steril menggunakan bronkoskopi

    fiberoptik. etelah aspirasi, komponen seluler, imunologi dan biokimia

    daristrukturalveolus dapat dianalisa. +asil 3! untuk evaluasi PP sulit diinterpretasikan

    karena kurangnya standardisasi tekhnik baik untuk melakukan mau pun untuk analisa

    data. Perlu diingat bah"a rokok akan meningkatkan jumlah makrofag dan eosinophil

    baik pada pasien atau subjek normal.

    Pemeriksaan sitologi spesimen 3! dapat digunakan untuk diagnostic

    17

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    18/24

    lymphangitic carcinomatosis, adenocarcinoma dan limfoma pulmoner. 3ila eosinofil

    melebihi >7, maka diagnosis dapat diarahkan kepada pneumonia eosinofilik, sementara

    eosinofilia yang lebih rendah (=7'>7) dapat ditemukan pada gangguan jaringan ikat

    atau P. Penemuan sel darah merah dan makrofag hemosiderin'laden menunjukkan

    gambaran perdarahan alveolar difus. imfositosis pada specimen 3! dominan pada

    beberapa kelainan seperti pneumonitis hipersensitif, sarcoidosis termasuk pneumonia

    intersisial limfositik, limfoma pulmoner, berylliosis dan PP imbas obat.

    !plikasi lain dari 3! adalah penilaian penyakit dan memprediksi respon

    terapeutik. -isalnya, pada penyakit jaringan ikat dan P, limfositosis 3! dihubungkan

    dengan histologi seluler dan respons perbaikan terhadap terapi, sementara kombinasi

    neutrofilia dan eosinophilia tanpalimfositosis menunjukkan ketidakresponan terhadap

    terapi. ebaliknya pada sarcoidosis, limfositosis melebihi =@7 menjadi prediksi

    penurunan klinis selanjutnya. elain itu 3! dianggap mampu menilai potensi PP pada

    populasi berisiko, misalnya pada pasien scleroderma dan arthritis reumathoid, yang mana

    akan menunjukkan peningkatan sel radang.

    ') Pemeriksaan (is"ologis

    $valuasi terahir pada pasien PP adalah untuk menentukan apakah diperlukan

    pemeriksaan jaringan. 9iagnosis penyakit jaringan ikat, okupasi, atau PP terkait obat

    dapat muncul setelahanamnesis yang seksama. Pada PP yang disebabkan idiopati atau

    primer, diagnosis mungkin tidak jelas "alau pemeriksaan klinis, laboratorium dan

    radiologis menunjukkan ke arah PP. elain itu, diagnosis P pada banyak hal perlu

    ditegakkan melalui biopsi paru. ebelum pemeriksaan histologis dilakukan, adalah

    penting untuk menentukan jenis biopsi yang akan dilakukan.

    Biosi *ransbron+,ial

    3iopsi transbronchial dapat dilakukan saat melakukan bronkoskopi untuk 3!.

    3iopsi transbronkhial relatif aman, dengan risiko pneumothoraks sekitar ;7 dan

    perdarahan signifikan kurang dari =7. dan sering digunakan untuk diagnosis

    sarkoidosis, malignansi difus, proteinosis alveolar atau pneumonia eosinofilik.

    nterpretasi biopsi transbronkial dapat memberikan gambaran inflamasi, fibrosis, atau

    keduanya, namun tidak adekuat untuk penegakan diagnosis P. &,;; ebih lanjut,

    bahkan pada kasus PP jaringan penyambung atau imbas obat yang sudah

    dikonfirmasi secara klinis, dapat ditemukan gambaran histologik yang berbeda dan

    biopsi paru secara terbuka (surgikal) sering dilakukan untuk memprediksi prognosis

    18

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    19/24

    dan respon terapi, terutama apabila hasil 3! dan +1*2 inkonklusif. &

    Biosi Par *erbka

    8ika hasil pemeriksaan biopsi transbronkial, klinis, dan 3! tidak konklusif dan

    pasien bukan termasuk kategori risiko tinggi, maka sebaikya dilakukan biopsi paru

    terbuka atau torakoskopi video. ebih lanjut, terdapat korelasi yang buruk antara

    hasil biopsi transbronkial dan biopsi paru terbuka dan biopsi transbronkial kecuali

    hasil biopsi transbronkial menunjukkan diagnosis yang spesifik. ndikasi biopsi

    terbuka tetap ada saat biopsi transbronkial tidak konklusif dan diagnosis definitif

    dibutuhkan.&

    3iopsi trasbronkhial untuk sebagian besar pneumonia intersisial idiopatik

    (seperti P) pada nyatanya kegunaannya rendah, dan biopsi terbuka lebih sering

    diperlukan untuk diagnosis yang akurat. 2ekhnik yang biasanya dilakukan adalah

    video$assisted thorascocopic surgery.Pada teknik ini, biopsi diambil dari tiga lobus

    yang terpisah dan meliputi area paru yang tampilannya normal, pada nyatanya

    spesimen yang diambil dari area yang terlihat paling tidak normal sering kali tidak

    memberikan makna diagnostik. Pada B!2, risiko yang mungkin terjadi adalah

    terjadinya kebocoran udara, perdarahan, infeksi dan nyeri pada daerah insisi. ama

    ra"at pada pasien B!2 adalah = sampai dengan ? hari, dan pada beberapa sentral

    dilakukan pada pasien ra"at jalan. 1isiko yang paling sering terjadi adalah

    eksaserbasi akut pada pasien P.;;

    #esulitan dalam melakukan B!2 adalah pasien harus dapat dilakukan

    anastesia umum dengan ventilasi paru tunggal. #omplikasi dan morbiditas yang akan

    terjadi dapat diprediksi melalui adanya gagal napas lanjut yang terlihat dari P*4=

    yang tinggi atau hipoksemia berat, hipertensi pulmoner signifikan dan imunosupresi.

    Pasien'pasien geriatric yang berusia 6%'&% tahun pada nyatanya memiliki angka

    morbiditas dan mortalitas yang tidak jauh berbeda dengan pasien'pasien usia muda,

    namun angka kebocoran udara pada usia di atas &% tahun jauh lebih tinggi. $valuasi

    jantung preoperative perlu dipertimbangkan, mengingat kabanyakan pasien berusia

    lanjut atau memiliki ri"ayat merokok yang signifikan.;;

    3eberapa pola patologis mayor dapat ditemukan pada pneumonia intersisial

    idiopatik, termasuk PP granulomatosa, HP, Pneumonia intersisial non'spesifik. Pola'

    pola ini dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit sistemik, dan karenanya tetap

    harus dikaitkan dengan gambaran klinis dan radiologis. Pada penanganannya, specimen

    yang ada harus berasal dari paru yang dikembankan. pesimen yang berasal dari paru

    19

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    20/24

    yang kolaps, tidak dapat diinterpretasi, atau bahkan memberikan gambaran fibrosis

    berlebihan.;;,;=

    Pola HP sering kali berkaian dengan P, dan memiliki gambaran spesifik,

    termasuk gambaran heterogen pada area fibrosis dan honeycombyang tersebar pada area

    paru yang normal. Perubahan yang terlihat paling jelas adalah pada bagian prefer paru,

    tidak predominan pada jalan udara dan terdapat fokus fibroblastik. 3eberapa keadaan

    berdasarkan gambaran patologisnya dapat dibagi menjadi IHPJ, 'probable (P*,

    'Possible (P*, 'unclassifiable fibrosis* dan 'not (P*. +asil ini, bersama dengan

    +1*2 dan gambaran klinis akan membantu penegakan diagnosis definitive suatu P,

    probable P+, possible P+atau bkan IPF.

    Pneumonia intersisial nonspesifik ditandai dengan inflamasi intersisial dan fibrosis

    pada pola homogen. Gambarannya bervariasi antara predominan seluler sampai fibrosis,denan penebalan intersisial namun tanpa perubahan honeycombintersisial.

    3erikut gambaran histologis yang mungkin didapatkan pada PP0

    Gambar =.@ Gambaran histologis Pneumonia intersisial non spesifik

    20

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    21/24

    Gambar =.5 (sual nterstitial Pneumonia

    Perlu diingat, bah"a gambaran histologis adalah pilihan penegakan diagnosis

    terakhir, saat gambaran klinis dan radiologis tidak mampu memberikan diagnosis

    definitif. Pengambilan sampel untuk gambaran histologis harus mempertimbangkan asas

    manfaat, terutama untuk pasien dengan usia tua.

    21

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    22/24

    BAB III

    P#N%*%P

    Penyakit paru intersisial adalah kelompok penyakit yang luas, dan pada dasarnya

    membingungkan. !ngka prevalensinya yang rendah, sangat mungkin disebabkan oleh

    kesulitan penegakan diagnosis. Penegakan diagnosis penyakit paru intersisial membutuhkan

    pendekatan yang komprehensif.

    #ecurigaan terhadap penyakit paru intersisial perlu ditingkatkan untuk penanganan

    segera, mengingat beberapa penyakit cukup jelas gambarannya dari anamnesis yang seksama.

    +igh resolution *2 scan perlu diberdayagunakan lebih lanjut sebagai tindak lanjut kecurigaan

    terhadap PP, karena gambaran *2 can biasa tidak jauh lebih baik daripada gambaran sinar'

    : standar.

    Pemeriksaan klinis, laboratorium dan dan radiologis dapat membantu penilaianpatologis. 3ila penyebab spesifik berhasil teridentifikasi, pemeriksaan patologis tidak akan

    mengubah tata laksana selanjutnya dan tidak banyak bermanfaat bila dibandingkan dengan

    risiko yang mungkin terjadi saat pengambilan specimen.

    22

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    23/24

    DAF*AR P%S*A-A

    ;. ederer 98. nterstitial ung 9isease.

    =. #ing 2$. nterstial ung 9isease. n0 #asper 9, +auser , 8ameson 8, auci !,

    ongo 9, oscalAo 8, editors. +arrisonKs Principles of nternal -edicine. ;5th ed.

    e" Lork0 -cGra"+ill $ducationC =;%. p. ;&@M;@.

    ?. C(4ctober =;?). !vailable

    from0 http0//dE.doi.org/;.;?@/npjpcrm.=;>.%>

    >. #reuter -, +erth 8, acker -, eidl 1, +ellmann !, Pfeifer -, et al. $Eploring

    *linical and $pidemiological *haracteristics of nterstitial ung 9iseases 0 1ationale ,

    !ims , and 9esign of a ation"ide Prospective 1egistry 2he $:*2G'9

    1egistry. =;%C=;%.

    %. *osgrove G B., ch"arA -. !pproach to $valuation and 9iagnosis of nterstitial

    ung 9isease. n0 ch"arA -, #ing 2$, editors. nterstitial ung 9isease. %th ed.

    hellton0 PeopleKs -edical Publishing +ouseC =;;. p. ?M?%.

    6. #ing 2$. nterstitial ung 9isease. n0 oscalAo 8, editor. +arrisonKs Pulmonary and

    *ritical *are -edicine. =nd ed. e" Lork0 -cGra"+ill $ducationC =;?. p. ;5&M=;.

    &. 1yu 8+, elman -, *olby 2 B, #ing 2$. diopathic nterstitial Pneumonia. n0

    3roaddus B*, -ason 18, $rnst 89, #ing 2$, aAarus *, -urray 8, et al., editors.

    -urray and adelKs 2eEtbook of 1espiratory -edicine. 6th ed. Philadelphia0 $lsevier

    aundersC =;6. p. ;;;@M%=.

    @. *hua , aurent G8, Gauldie 8, #olb -18. !nimal -odels of nterstitial ung 9isease.

    n0 ch"arA -, #ing 2$, editors. nterstitial ung 9isease. %th ed. hellton0 PeopleKs

    -edical Publishing +ouseC =;;. p. =6&M&%.

    5. 2ighe 1-, oble P. nflammation in 2he Pathogenesis of nterstitial ung 9isease.

    n0 ch"arA -, #ing 2$, editors. nterstitial ung 9isease. %th ed. hellton0 PeopleKs

    -edical Publishing +ouseC =;;. p. =@;M?%.

    ;. perber -. 1adiological nvestigations. n0 perber -, editor. 9iffuse ung 9isorders0

    ! *omprehensive *linical'1adiological 4vervie". iverpool0 pringerC ;555.

    ;;. !ntin'4Aerkis 9. nterstitial ung 9isease0 ! *linical 4vervie" and General

    !pproach. n0 Grippi -!, $lias 8!, ishman 8!, #otloff 1-, Pack !, enior 1-,

    editors. ishmanKs Pulmonary 9iseases and 9isorders. %th ed. e" Lork0 -cGra"+ill

    $ducationC =;%. p. @;M=.

    23

  • 7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara

    24/24

    ;=. *hurg !, -uller . !tlas of nterstitial ung 9isease Pathology0 Pathology "ith

    +igh resolution *2 *orrelations. ;st ed. Philadelphia0 ippincott illiams Q ilkinsC

    =;>. ;';% p.