REFARAT TBC GILUT

23
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (TB) , sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti selaput otak, kulit, tulang, kelenjar getah bening termasuk rongga mulut. Mukosa oral merupakan lokasi yang sering terjadi infeksi TB dan yang lebih sering adalah TB sekunder. Manifestasi oral yang dijumpai pada TB dapat berupa ulser superfisial, bercak (patch), lesi jaringan lunak dengan indurasi atau lesi pada rahang yang dapat berupa TB osteomielitis. Tuberkulosis menyebabkan kematian berkisar kurang dari 5-100 kematian per 100.000 penduduk pertahun. Di Amerika Serikat pada 1974 dilaporkan angka insidensi sebesar 14.2 per 100.000 penduduk. Di Sumatera Utara saat ini diperkirakan ada sekitar 1279 penderita dengan Bakteri Tahan Asam positif. Di kota Medan, dilaporkan pada tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderita dengan insiden penderita tuberkulosis paru 0.18 per 1000 jumlah penduduk. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diketahui :

description

REFARAT TBC GILUT

Transcript of REFARAT TBC GILUT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis (TB) , sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti selaput otak, kulit, tulang, kelenjar getah

bening termasuk rongga mulut. Mukosa oral merupakan lokasi yang sering terjadi infeksi

TB dan yang lebih sering adalah TB sekunder. Manifestasi oral yang dijumpai pada TB

dapat berupa ulser superfisial, bercak (patch), lesi jaringan lunak dengan indurasi atau lesi

pada rahang yang dapat berupa TB osteomielitis. Tuberkulosis menyebabkan kematian

berkisar kurang dari 5-100 kematian per 100.000 penduduk pertahun. Di Amerika Serikat

pada 1974 dilaporkan angka insidensi sebesar 14.2 per 100.000 penduduk. Di Sumatera

Utara saat ini diperkirakan ada sekitar 1279 penderita dengan Bakteri Tahan Asam

positif. Di kota Medan, dilaporkan pada tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderita

dengan insiden penderita tuberkulosis paru 0.18 per 1000 jumlah penduduk.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diketahui :

1. Apa yang dimaksud dengan TB ?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terinfeksi TB?

3. Bagaiaman peran TB terhadap Gigi dan Mulut?

4. Bagaimana penegakan diagnose dari TB?

5. Bagaimana penatalaksaan pada TB?

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah :

1. Menjelaskan definisi dari TB ?

2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi infeksi TB?

2

3. Menjelaskan manisfestasi klinis TB terhadap Gigi dan Mulut?

4. Menjelaskan penegakan diagnose dari TB?

5. Menjelaskan penatalaksaan pada TB?

1.4. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini :

1. Menambah pengetahuan mengenai penyakit mulut yang disebabkan oleh TB

terutama gambaran klinisnya.

2. Sebagai referensi keilmuan dibidang kesehatan gigi dan mulut

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik yang dapat terjadi di seluruh

dunia dengan beberapa manifestasi klinis. Walaupun standar hidup telah mengalami

kemajuan dalam mengatasi epidemiologi, pencegahan dan perawatan penyakit, masih

sering menyerang masyarakat dengan standar hidup yang buruk. Tuberkulosis merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang utama dan penyakit ini paling sering menyebabkan

kematian pada negara tropis serta negara berkembang.

2.1. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosi, terutama mengenai paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan kelenjar getah

bening (scrofula), meningen (TB meningeal), ginjal (TB ginjal), tulang atau tulang

belakang (penyakit Pott), dan kulit (lupus), dan TB oral. Ini juga dapat membentuk

infeksi umum (TB miliary), yang melibatkan satu atau beberapa organ. Namun demikian,

hal ini dapat terjadi hanya bronkitis sederhana. Setengah individu dengan sedikit

resistensi, kadang-kadang hanya suatu penyakit fulminating, dengan banyak kerusakan

organ yang terkena.

2.2. ETIOPATOGENESIS

Mikobaterium tuberkulosis pertama sekali digambarkan oleh Robert Koch pada

tahun 1882 sebagai organisme penyebab TB. Organisme penyebab adalah batang gram-

positif baik bersifat asam maupun alkohol, yang merangsang respon patologi tertentu dari

sel epiteliod, giant sel serta nekrose jaringan.

4

Basil Mikobaterium Tuberkulosis anaerob tidak bereaksi terhadap pewarnaan gram

tetapi bereaksi terhadap pewarnaan Ziehl-Nielsen. Tuberkulosis yang disebabkan oleh

basil Mikobaterium Tuberkulosis tahan asam dan alkohol. Biasanya organisme ini dibawa

oleh partikel yang disebut dengan droplet udara dan tumbuh pada alveoli paru dan

dimakan oleh makrofag. Replikasi bakteri terjadi dalam makrofag alveoli dan terjadi

penyebaran infeksi limfa node regional secara lokal. Pada kebanyakan kasus, sel T-helper

(CD4) mengaktifkan makrofag dan infeksi, melalui sekresi dari sitokin dan gamma

interferon dimana infeksi ditekan secara permanen atau dapat tetap laten untuk aktif

kembali berbulan atau bertahun kemudian. Bila respons imun adalah kompromis dan

tidak dapat mencegah replikasi bakteri, penyakit aktif dimulai. Lima hingga sepuluh

persen dari pasien yang terpapar akan menjadi berkembang menjadiTB aktif selama

hidupnya. Dengan infeksi aktif sering terjadi simtomp berikut ini yaitu batuk kronik,

demam sedang, berkeringat malam, mudah lelah, kurangnya nafsu makan, dan kehilangan

berat badan. Kadang-kadang TB dapat meluas kebagian lain tubuh oleh sistem limfa dan

5

darah. TB miliary (infeksi melalui darah) dan meningeal adalah bentuk yang paling serius

dari penyakit ini dengan tingkat mortalitas yang tinggi

2.3. FAKTOR PREDISPOSISI :

2.3.1. Akses organisme/lingkungan organisme

Kontak erat dengan terjadinya infeksi ini. Karena itu infeksi sering terjadi pada

keadaan kerja yang kumuh dan tak higienis atau pada keadaan kehidupan yang

kumuh dan tak higienis.

2.3.2. Kerentanan

Sampai tingkat tertentu terdapat variabilitas individu dalam kerentanan.

2.3.3. Faktor-faktor lokal.

Terdapatnya penyakit paru-paru kronik sebelumnya merupakan predisposisi yang

sudah mapan.

2.3.4. Faktor-faktor umum.

Fakotr sosial dan ekonomi merupakan hal penting karena hal ini secara

predominan merupakan penyakit pada mereka yang kekurangan gizi dan kurang

memperhatikan kesehatan diri.

2.4. CARA PENULARAN

2.4.1. Inhalasi

Penularan terjadi karena adanya aerosol yang dikeluarkan melalui batuk oleh

penderita atau material tinja kering yang terhirup oleh manusia dan hewan. Penularan

seperti ini sangat cepat apabila hewan sakit berada satu kandang dengan hewan sehat. Jika

terhirup dalam bentuk debu kering, bakteri tuberkel dapat lewat secara langsung ke dalam

rongga udara paru-paru dan sampai di alveolus. Di dalam paru-paru mikroorganisme ini

ditangkap oleh makrofag dan dibawa ke nodus limfatikus, tempat dimana mikroorganisme

memulai penyebarannya.

2.4.2. Ingesti

Manusia dan hewan dapat tertular penyakit TBC dari air susu yang terinfeksi,

pakan atau air yang terkontaminasi oleh discharge, urin atau feses yang terinfeksi. Kontak

dengan manusia atau hewan yang terinfeksi juga dapat memberikan penularan yang

timbal balik. Organisme mikobakteria akan menembus mukosa tenggorokan sehingga

akan tampak perlukaan pada daerah tenggorokan atau limfoglandula submaxillary, atau

6

dapat menjangkau mukosa usus dan melewati vena mesenterika. Pada kasus yang lebih

luas, organisme menembus mukosa tanpa memproduksi luka makroskopik pada titik

masuk.

2.4.3. Kontak langsung

Penularan TBC dapat juga terjadi melalui gigitan hewan yang sakit terhadap

hewan yang sehat. Kuman yang terdapat pada air liur masuk ke dalam tubuh hewan yang

tergigit melalui jaringan.

2.4.4. Peralatan yang terkontaminasi

Peralatan yang terkontaminasi juga dapat menularkan penyakit TBC seperti jarum,

thermometer rektal, jaring yang terkontaminasi, peralatan makan, masker pembius, serta

alat-alat lainnya.

2.4.5. Infeksi silang

Tuberkulosis dapat ditularkan dari manusia atau sapi kepada kelinci dengan

rangkaian tanpa akhir. Selain itu juga tikus putih dapat menjadi carrier penyakit (Sari

2004).

Setelah mikroorganisme berada dalam tubuh sesuai dengan cara masuknya,

selanjutnya bakteri tersebut akan disebarkan keseluruh tubuh. Menurut Yuniarti (2005),

terdapat empat macam jalur penyebaran TBC yang terdiri dari :

1. Penyebaran secara langsung

2. Melalui sistem kardiovaskular dan aliran darah,

3. Melalui sistem limfatik,

4. Melalui bronchus dan saluran gastrointestinal.

Setelah mikrobakteria menempatkan diri dalam jaringan, mereka tinggal secara

intrasellular dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel raksasa. Lokasi intrasel

merupakan satu ciri yang menyulitkan kerja kemoterapi dan menguntungkan bagi

mikrobakteria. Infeksi selalu terjadi, langsung atau tidak langsung, dari hewan-hewan

terinfeksi, hasil sekresi atau ekskresi mereka. Insidensi penyakit selalu tinggi jika hewan

tetap berada di bangunan dengan ruang terbatas, ventilasi yang buruk, dan cahanya

matahari yang kurang.

7

Gambar 2.2: Penyebaran bakteri TB

2.5. TANDA DAN GEJALA UMUM

Gejala sistemik/umum:

1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam

hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza

dan bersifat hilang timbul

3. Penurunan nafsu makan dan berat badan

4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian

bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah

yang disertai sesak.

2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan

keluhan sakit dada.

8

3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada

suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada

muara ini akan keluar cairan nanah.

4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya

penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

5. Adanya ulserasi pada mukosa mulut, ginggiva dan pembesaran kelenjar pada

daerah mulut

2.6. DIAGNOSA

Diagnosa penyakit TB dapat dilakukan melalui riwayat klinis, pemeriksaan fisik, tes

tuberkulin kulit, pemeriksaan radiologis dan tes mantoux. Pada anak, uji tuberkulin

merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi

Mycobacterium Tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TB". Efektifitas

dalam menemukan infeksi TB dengan uji tuberkulin lebih dari 90%.

Penegakan diagnosa dari penyakit TB dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Anamnesis, yaitu mengenai gejala, riwayat penyakit, riwayat paparan/ kontak dengan

penderita TB.

2. Pemeriksaan makroskopis bakteri : cara SPS, metode pengecatan Ziehl Nellson,

pembacaan skala IUATLD, skala Bronkhorst.

3. Radiologis. Lesi multiform aktif : infiltrat, konsolidasi, noduler, milier, cavitas, efusi.

Lesi inaktif : fibrotik, kalsifikasi, schwarte. Digunakan untuk membedakan lesi

minimal dan lesi luas.

4. Uji tuberkulin. Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe 4, dimana basil TB memproduksi

tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut.

5. Pemeriksaan darah dipakai untuk mengetahui aktivitas penyakit.

9

2.7. PENATALAKSANAAN

Pengobatan TB harus dilakukan secara tepat, efektif dan efisien untuk menekan

terjadinya resistensi basillus agar tidak terjadi rileps. Ada beberapa terapi yang dapat

dilakukan pada penyakit TB :

2.7.1. Rawat Inap

Biasanya tidak diperlukan pada penanganan awal TB namun perlu

dipertimbangkan pada pasien yang tidak mampu merawat diri sendiri atau yang memiliki

kemungkinan menularkan penyakitnya ke orang lain yang rentan TB. Rawat inap pada

pasien dengan TB aktif memerlukan ruang khusus dengan ventilasi yang baik sampai

pasien terbukti negatif apusan sputumnya.

2.7.2. Farmakoterapi

10

Tabel 1.1 Obat- obatan anti tuberkulosis, dosis, aktivitas, efek samping.

Rekomendasi pengobatan dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) untuk

pengobatan awal tuberkulosis dapat dilihat pada tabel 1. Untuk pasien tanpa infeksi HIV,

ada tiga pilihan yang dianjurkan oleh CDC :

1. Pilihan pertama adalah regimen empat obat yang terdiri atas isoniazid, rifampin,

pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin. Terapi dapat diberikan tiap hari atau

dua – tiga kali per minggu jika diawasi secara langsung.

2. Pilihan kedua adalah kombinasi isoniazid, rifampin, pirazinamid dan streptomisin

atau etambutol setiap hari selama 2 minggu, kemudian diobservasi langsung dua

kali per minggu dengan pemberian obat yang sama selama 6 minggu,diikuti

dengan pengawasan langsung dua kali per minggu dengan pemberian isoniazid

dan rifampin selama 16 minggu bila diketahui adanya kepekaan terhadap obat ini.

3. Pilihan ketiga adalah pengawasan langsung tiga kali per minggu dengan

pemberian isoniazid, rifampin, pirazinamid dan etambutol atau streptomisin

selama 6 bulan.

11

2.7.3. Terapi preventif (Kemoprofilaksi)

Pasien yang terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis tanpa tanda penyakit aktif,

mempunyai organisme dalam jumlah kecil di tubuhnya. Isoniazid profilaksi (300mg/hari

untuk dewasa selama 12 bulan) pada pasien ini dapat menurunkan insidensi reaktivasi TB

sebanyak 93%. Terapi preventif isoniazid biasanya diberikan selama 12 bulan, walaupun

6 bulan kelihatannya cukup efektif. Pengobatan 12 bulan penuh diperlukan oleh pasien

yang terinfeksi HIV. Orang yang menjalani terapi preventif harus ditanyai tiap bulan

mengenai gejala hepatitis dan terapi dihentikan bila ditemukan bukti klinis hepatitis.

Kegagalan untuk menghentikan pengobatan dapat menyebabkan nekrosis hepar yang

progresif.

a. Vaksin

Sejumlah vaksin hidup TB tersedia dan dikenal secara umum sebagai BCG

(Bacillus Calmette-Guerin)sesuai nama strain original bakteri yang digunakan

dalam vaksin. Vaksinasi BCG diindikasikan bila kemoprofilaksi isoniazid tidak

dapat digunakan. Rekomendasi terkini adalah vaksinasi BCG dipertimbangkan

bagi orang dengan tuberkulin negatif yang berulangkali terpapar dengan orang

yang terinfeksi TB tanpa diobati atau diobati secara tidak adekuat. Vaksinasi juga

dipertimbangkan bagi komunitas atau kelompok yang memiliki angka infeksi baru

yang tinggi walaupun telah mendapatkan pengobatan yang agresif. Vaksinasi

BCG tampak efektif dalam menurunkan resiko TB dalam populasi tertentu

12

BAB III

TUBERCULOSIS PADA RONGGA MULUT

3.1. PATOGENESIS KETERLIBATAN RONGGA MULUT PADA PENYAKIT

TUBERCULOSIS

Penyebaran organisme ke mulut melalui saliva yang terinfeksi, dapat

mengakibatkan infeksi mulut. Pembentukan infeksi TB oral disebabkan oleh beberapa

faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor-faktor sistemik yang mendukung kemungkinan

terjadinya infeksi TB meliputi resistensi host yang menurun dan meningkatnya virulensi

organism. Faktor predisposisi lokal, oral hygiene yang jelek, trauma lokal, adanya lesi

seperti leukoplakia, granuloma periapikal, kista gigi,abses gigi dan periodontitis. Terdapat

2 jenis infeksi TB oral pada jaringan mukosa yaitu yang dikenal sebagai infeksi primer

dan infeksi sekunder. Lesi primer terbentuk bila basil langsung masuk ke jaringan

mukosa seseorang yang belum pernah terinfeksi penyakit TB dan juga pada seseorang

yang belum pernah mendapat imunisasi TB. Meskipun infeksi primer jarang terjadi tetapi

sering mempengaruhi gingiva, soket bekas pencabutan dan lipatan bukal (buccal folds).

Kenyataannya, area yang bisa terus terinokulasi langsung oleh basil ini mempunyai

potensi terjadinya infeksi tuberkulosis primer. Organisme dibawa oleh sputum dan

memasuki jaringan mukosa melalui permukaan yang luka. Infeksi sekunder pada jaringan

mukosa terjadi karena hematogenous, penyebaran limfatik atau autoinokulasi oleh infeksi

sputum. Hematogenous atau penyebaran limfatik yang infeksi ke jaringan mukosa sering

terjadi pada kasus ekstrapulmonari tuberkulosis. Penyebaran lesi TB yang terjadi

langsung pada rongga mulut oleh lesi TB lain yang berdekatan seperti faring

kemungkinan dapat menjadi sumber tuberkulosis oral sekunder. Penyebab hematogenous,

basil TB menumpuk di submukosa dan selanjutnya berpoliferasi dan menyebabkan ulser

pada mukosa diatasnya. Walaupun efek dapat terjadi dimana saja, tetapi yang sering

terlibat misalnya lidah, palatum, bibir, mukosa alveolar, dan rahang.

3.2. MANIFESTASI KLINIS TB PADA RONGGA MULUT

Lesi TB dapat terjadi dimana saja di rongga mulut, palatum, bibir, mukosa bukal,

gingiva dan frenulum. Biasanya lesi tuberkulosis berupa ulser yang tidak teratur,

superfisial atau dalam, sakit dan cenderung bertambah besar secara perlahan - lahan. Lesi

13

ini sering ditemukan pada daerah trauma dan sering disalahartikan secara klinis dengan

ulser traumatik sederhana atau karsinoma.

Gambar : Ulser mukosa lidah

Kadang – kadang lesi mukosa menunjukkan pembengkakan atau fisur yang tidak

mengalami ulserasi. Bentuk yang jarang dari TB adalah tuberkulosis gingivitis yang

terlihat berupa poliferasi yang difus, hiperemi nodular atau papula pada jaringan gingiva,

tetapi tidak terlihat adanya ulserasi secara klinis. Selain itu kelenjar saliva dapat terinfeksi

oleh TB. Terdapat dua jenis infeksi yaitu, pertama berkembang lebih lambat dalam

beberapa tahun dan membentuk kapsul secara kronis dan kedua secara akut, inflamasi

berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Secara klinis, infeksi ini

pertama kali muncul dengan pembengkakan kecil yang dapat digerakkan. Kelenjar parotis

sering terkena, sedangkan kelenjar sublingual jarang terkena. Lesi pada lidah biasanya

berbentuk ulser. Berbagai laporan menunjukkan bahwa batas lateral, ujung, dorsum

anterior dan dasar lidah merupakan daerah yang paling sering terlibat tuberkulosis.

Gambar : Ulser pada dasar mulut

14

Tuberkulosis lebih sering melibatkan palatum keras daripada palatum lunak dan

keterlibatan palatum biasanya karena sekunder dari tuberkulosis paru-paru. Lesi palatum

biasanya berukuran kecil. Lesi gingiva biasanya berasal dari infeksi primer. Lesi primer

pada gingiva sering berupa lesi granulasi meskipun dilaporkan adanya ulser atau erosi

mukosa. Lesi ini dapat terlihat secara bersamaan dengan periodontitis marginalis. Lesi TB

pada bibir biasanya berbentuk ulser granulasi yang dangkal.Tuberkulosis pada maksila

dan mandibula biasanya infeksi pada tulang (osteomyelitis). Infeksi tulang rahang

biasanya pada TB sekunder meskipun terdapat laporan mengatakan TB primer juga dapat

terjadi. Dipercaya bahwa keterlibatan tulang rahang biasanya berkaitan perluasan atau

penyebaran yang dalam di lesi gingiva, infeksi soket post ekstraksi, tuberkulosa

granuloma pada apeks gigi atau penyebaran infeksi hematogenus. Infeksi tulang rahang

disebabkan karena penyebaran hematogenus yang dalam bentuk difus osteomielitis dan

biasanya lebih serius dari infeksi periapikal

Gambar : Ulser pada kanan bukal mukosa.

15

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosi yang merupakan golongan bakteri tahan asam. TB terutama mengenai paru-

paru, tetapi juga dapat melibatkan kelenjar getah bening (scrofula), meningen (TB

meningeal), ginjal (TB ginjal), tulang atau tulang belakang (penyakit Pott), dan kulit

(lupus), dan TB oral. TB oral terjadi akibat adanya faktor sistemik yang mendukung

kemungkinan terjadinya infeksi TB meliputi resistensi host yang menurun dan

meningkatnya virulensi organism dan faktor predisposisi local seperti oral hygiene yang

jelek, trauma lokal, adanya lesi seperti leukoplakia, granuloma periapikal, kista gigi,

abses gigi dan periodontitis. Terdapat 2 jenis infeksi TB oral pada jaringan mukosa yaitu

yang dikenal sebagai infeksi primer dan infeksi sekunder. Lesi primer terbentuk bila

bakteri langsung masuk ke jaringan mukosa seseorang yang belum pernah terinfeksi

penyakit TB. Organisme dibawa oleh sputum dan memasuki jaringan mukosa melalui

permukaan yang luka. Infeksi sekunder pada jaringan mukosa terjadi karena

hematogenous, penyebaran limfatik atau autoinokulasi oleh infeksi sputum.

4.2. SARAN

1. Perlunya menjaga kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi

perpindahan bahan-bahan infeksius.

2. Perlunya menggunakan alat proteksi diri (masker, sarung tangan) saat

berhubungan langsung dengan penderita TB.

3. Perlu dilakukan imunisasi BCG sebagai tindakan preventif terhadap TB

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Von Arx DP, Husain A. Oral Tuberculosis, Br. Dental J 2001;198:420-22.

2. Hercline T, Amorosa JK. Tuberculosis, Emedicine, 2009.

3. Steven L.Bricker, James A.Cottone, Bill R.Baker, Oral Diagnosis,Oral Medicine and

Treatment Planning.W.B. Saunders Company 1984:65-85

4. Martin S.Greenberg., et al. Burket’s Oral Medicine. 11thed. BC Decker Inc Ontario,

2008:486-487

5. Jagadish E, Rekha S, et al. Primary oral Tuberculosis:report of a case:2006:17:41-44

6. Burnett GW, Schuster GS. Oral Microbiology and Infectious Disease. Student ed. Baltimore:

The Williams & Wilkins Co, 1978:279-83

7. Prabu Sr, Segupta SK. Bacterial infections due to mycobacteria A.Tuberculosis,England:

Oxford University Press, 1992:195-202

8. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed London: WB

Saunders Co, Philadelphia, 1995:190-197

9. 17. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. London : WB

Saunders Co, Philadelphia, 1983:341-4

10. Pravin B, Anil M, et al. Tuberculosis of Tongue:a case report: Indian Journal Tuberculosis

1997:44:31

11. D.P. Von Arx and A. Husain., Oral Tuberculosis:a case report: British Dental Journal

2001:190:420-422

12. Hassmiller KM., The association between smoking and tuberculosis: research: Salud Publica

Mexico, 2006:48:201-216

13. Regezi JA, Sciuba JJ Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations. London: WB

Saunders Co,Philadelphia, 1989:38-39

14. Stark JE, Shneerson JM. Manual Penyakit Ilmu Penyakit Paru; Alih bahasa, Djaja Surya A.

Jakarta: Binarupa Aksara, 1990:143-149

15. Ramesh V., Tuberculoma of the tongue presenting as macroglossia. U.S. National Library of

Medicine. Cutis 1997:60:201-202

16. Furugen M, Nakamura H,Tamaki Y,et al., Tuberculosis of the tongue initially suspected of

tongue cancer:a case report-including the search for recent 16cases in Japan. University of

the Ryukyus, Japan. Kekkaku 2009:84(8):605-10