REFARAT TBC GILUT
-
Upload
dhonat-flash -
Category
Documents
-
view
51 -
download
1
description
Transcript of REFARAT TBC GILUT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis (TB) , sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti selaput otak, kulit, tulang, kelenjar getah
bening termasuk rongga mulut. Mukosa oral merupakan lokasi yang sering terjadi infeksi
TB dan yang lebih sering adalah TB sekunder. Manifestasi oral yang dijumpai pada TB
dapat berupa ulser superfisial, bercak (patch), lesi jaringan lunak dengan indurasi atau lesi
pada rahang yang dapat berupa TB osteomielitis. Tuberkulosis menyebabkan kematian
berkisar kurang dari 5-100 kematian per 100.000 penduduk pertahun. Di Amerika Serikat
pada 1974 dilaporkan angka insidensi sebesar 14.2 per 100.000 penduduk. Di Sumatera
Utara saat ini diperkirakan ada sekitar 1279 penderita dengan Bakteri Tahan Asam
positif. Di kota Medan, dilaporkan pada tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderita
dengan insiden penderita tuberkulosis paru 0.18 per 1000 jumlah penduduk.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diketahui :
1. Apa yang dimaksud dengan TB ?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terinfeksi TB?
3. Bagaiaman peran TB terhadap Gigi dan Mulut?
4. Bagaimana penegakan diagnose dari TB?
5. Bagaimana penatalaksaan pada TB?
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah :
1. Menjelaskan definisi dari TB ?
2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi infeksi TB?
2
3. Menjelaskan manisfestasi klinis TB terhadap Gigi dan Mulut?
4. Menjelaskan penegakan diagnose dari TB?
5. Menjelaskan penatalaksaan pada TB?
1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini :
1. Menambah pengetahuan mengenai penyakit mulut yang disebabkan oleh TB
terutama gambaran klinisnya.
2. Sebagai referensi keilmuan dibidang kesehatan gigi dan mulut
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik yang dapat terjadi di seluruh
dunia dengan beberapa manifestasi klinis. Walaupun standar hidup telah mengalami
kemajuan dalam mengatasi epidemiologi, pencegahan dan perawatan penyakit, masih
sering menyerang masyarakat dengan standar hidup yang buruk. Tuberkulosis merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang utama dan penyakit ini paling sering menyebabkan
kematian pada negara tropis serta negara berkembang.
2.1. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosi, terutama mengenai paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan kelenjar getah
bening (scrofula), meningen (TB meningeal), ginjal (TB ginjal), tulang atau tulang
belakang (penyakit Pott), dan kulit (lupus), dan TB oral. Ini juga dapat membentuk
infeksi umum (TB miliary), yang melibatkan satu atau beberapa organ. Namun demikian,
hal ini dapat terjadi hanya bronkitis sederhana. Setengah individu dengan sedikit
resistensi, kadang-kadang hanya suatu penyakit fulminating, dengan banyak kerusakan
organ yang terkena.
2.2. ETIOPATOGENESIS
Mikobaterium tuberkulosis pertama sekali digambarkan oleh Robert Koch pada
tahun 1882 sebagai organisme penyebab TB. Organisme penyebab adalah batang gram-
positif baik bersifat asam maupun alkohol, yang merangsang respon patologi tertentu dari
sel epiteliod, giant sel serta nekrose jaringan.
4
Basil Mikobaterium Tuberkulosis anaerob tidak bereaksi terhadap pewarnaan gram
tetapi bereaksi terhadap pewarnaan Ziehl-Nielsen. Tuberkulosis yang disebabkan oleh
basil Mikobaterium Tuberkulosis tahan asam dan alkohol. Biasanya organisme ini dibawa
oleh partikel yang disebut dengan droplet udara dan tumbuh pada alveoli paru dan
dimakan oleh makrofag. Replikasi bakteri terjadi dalam makrofag alveoli dan terjadi
penyebaran infeksi limfa node regional secara lokal. Pada kebanyakan kasus, sel T-helper
(CD4) mengaktifkan makrofag dan infeksi, melalui sekresi dari sitokin dan gamma
interferon dimana infeksi ditekan secara permanen atau dapat tetap laten untuk aktif
kembali berbulan atau bertahun kemudian. Bila respons imun adalah kompromis dan
tidak dapat mencegah replikasi bakteri, penyakit aktif dimulai. Lima hingga sepuluh
persen dari pasien yang terpapar akan menjadi berkembang menjadiTB aktif selama
hidupnya. Dengan infeksi aktif sering terjadi simtomp berikut ini yaitu batuk kronik,
demam sedang, berkeringat malam, mudah lelah, kurangnya nafsu makan, dan kehilangan
berat badan. Kadang-kadang TB dapat meluas kebagian lain tubuh oleh sistem limfa dan
5
darah. TB miliary (infeksi melalui darah) dan meningeal adalah bentuk yang paling serius
dari penyakit ini dengan tingkat mortalitas yang tinggi
2.3. FAKTOR PREDISPOSISI :
2.3.1. Akses organisme/lingkungan organisme
Kontak erat dengan terjadinya infeksi ini. Karena itu infeksi sering terjadi pada
keadaan kerja yang kumuh dan tak higienis atau pada keadaan kehidupan yang
kumuh dan tak higienis.
2.3.2. Kerentanan
Sampai tingkat tertentu terdapat variabilitas individu dalam kerentanan.
2.3.3. Faktor-faktor lokal.
Terdapatnya penyakit paru-paru kronik sebelumnya merupakan predisposisi yang
sudah mapan.
2.3.4. Faktor-faktor umum.
Fakotr sosial dan ekonomi merupakan hal penting karena hal ini secara
predominan merupakan penyakit pada mereka yang kekurangan gizi dan kurang
memperhatikan kesehatan diri.
2.4. CARA PENULARAN
2.4.1. Inhalasi
Penularan terjadi karena adanya aerosol yang dikeluarkan melalui batuk oleh
penderita atau material tinja kering yang terhirup oleh manusia dan hewan. Penularan
seperti ini sangat cepat apabila hewan sakit berada satu kandang dengan hewan sehat. Jika
terhirup dalam bentuk debu kering, bakteri tuberkel dapat lewat secara langsung ke dalam
rongga udara paru-paru dan sampai di alveolus. Di dalam paru-paru mikroorganisme ini
ditangkap oleh makrofag dan dibawa ke nodus limfatikus, tempat dimana mikroorganisme
memulai penyebarannya.
2.4.2. Ingesti
Manusia dan hewan dapat tertular penyakit TBC dari air susu yang terinfeksi,
pakan atau air yang terkontaminasi oleh discharge, urin atau feses yang terinfeksi. Kontak
dengan manusia atau hewan yang terinfeksi juga dapat memberikan penularan yang
timbal balik. Organisme mikobakteria akan menembus mukosa tenggorokan sehingga
akan tampak perlukaan pada daerah tenggorokan atau limfoglandula submaxillary, atau
6
dapat menjangkau mukosa usus dan melewati vena mesenterika. Pada kasus yang lebih
luas, organisme menembus mukosa tanpa memproduksi luka makroskopik pada titik
masuk.
2.4.3. Kontak langsung
Penularan TBC dapat juga terjadi melalui gigitan hewan yang sakit terhadap
hewan yang sehat. Kuman yang terdapat pada air liur masuk ke dalam tubuh hewan yang
tergigit melalui jaringan.
2.4.4. Peralatan yang terkontaminasi
Peralatan yang terkontaminasi juga dapat menularkan penyakit TBC seperti jarum,
thermometer rektal, jaring yang terkontaminasi, peralatan makan, masker pembius, serta
alat-alat lainnya.
2.4.5. Infeksi silang
Tuberkulosis dapat ditularkan dari manusia atau sapi kepada kelinci dengan
rangkaian tanpa akhir. Selain itu juga tikus putih dapat menjadi carrier penyakit (Sari
2004).
Setelah mikroorganisme berada dalam tubuh sesuai dengan cara masuknya,
selanjutnya bakteri tersebut akan disebarkan keseluruh tubuh. Menurut Yuniarti (2005),
terdapat empat macam jalur penyebaran TBC yang terdiri dari :
1. Penyebaran secara langsung
2. Melalui sistem kardiovaskular dan aliran darah,
3. Melalui sistem limfatik,
4. Melalui bronchus dan saluran gastrointestinal.
Setelah mikrobakteria menempatkan diri dalam jaringan, mereka tinggal secara
intrasellular dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel raksasa. Lokasi intrasel
merupakan satu ciri yang menyulitkan kerja kemoterapi dan menguntungkan bagi
mikrobakteria. Infeksi selalu terjadi, langsung atau tidak langsung, dari hewan-hewan
terinfeksi, hasil sekresi atau ekskresi mereka. Insidensi penyakit selalu tinggi jika hewan
tetap berada di bangunan dengan ruang terbatas, ventilasi yang buruk, dan cahanya
matahari yang kurang.
7
Gambar 2.2: Penyebaran bakteri TB
2.5. TANDA DAN GEJALA UMUM
Gejala sistemik/umum:
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah
yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
8
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
5. Adanya ulserasi pada mukosa mulut, ginggiva dan pembesaran kelenjar pada
daerah mulut
2.6. DIAGNOSA
Diagnosa penyakit TB dapat dilakukan melalui riwayat klinis, pemeriksaan fisik, tes
tuberkulin kulit, pemeriksaan radiologis dan tes mantoux. Pada anak, uji tuberkulin
merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
Mycobacterium Tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TB". Efektifitas
dalam menemukan infeksi TB dengan uji tuberkulin lebih dari 90%.
Penegakan diagnosa dari penyakit TB dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Anamnesis, yaitu mengenai gejala, riwayat penyakit, riwayat paparan/ kontak dengan
penderita TB.
2. Pemeriksaan makroskopis bakteri : cara SPS, metode pengecatan Ziehl Nellson,
pembacaan skala IUATLD, skala Bronkhorst.
3. Radiologis. Lesi multiform aktif : infiltrat, konsolidasi, noduler, milier, cavitas, efusi.
Lesi inaktif : fibrotik, kalsifikasi, schwarte. Digunakan untuk membedakan lesi
minimal dan lesi luas.
4. Uji tuberkulin. Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe 4, dimana basil TB memproduksi
tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut.
5. Pemeriksaan darah dipakai untuk mengetahui aktivitas penyakit.
9
2.7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan TB harus dilakukan secara tepat, efektif dan efisien untuk menekan
terjadinya resistensi basillus agar tidak terjadi rileps. Ada beberapa terapi yang dapat
dilakukan pada penyakit TB :
2.7.1. Rawat Inap
Biasanya tidak diperlukan pada penanganan awal TB namun perlu
dipertimbangkan pada pasien yang tidak mampu merawat diri sendiri atau yang memiliki
kemungkinan menularkan penyakitnya ke orang lain yang rentan TB. Rawat inap pada
pasien dengan TB aktif memerlukan ruang khusus dengan ventilasi yang baik sampai
pasien terbukti negatif apusan sputumnya.
2.7.2. Farmakoterapi
10
Tabel 1.1 Obat- obatan anti tuberkulosis, dosis, aktivitas, efek samping.
Rekomendasi pengobatan dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) untuk
pengobatan awal tuberkulosis dapat dilihat pada tabel 1. Untuk pasien tanpa infeksi HIV,
ada tiga pilihan yang dianjurkan oleh CDC :
1. Pilihan pertama adalah regimen empat obat yang terdiri atas isoniazid, rifampin,
pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin. Terapi dapat diberikan tiap hari atau
dua – tiga kali per minggu jika diawasi secara langsung.
2. Pilihan kedua adalah kombinasi isoniazid, rifampin, pirazinamid dan streptomisin
atau etambutol setiap hari selama 2 minggu, kemudian diobservasi langsung dua
kali per minggu dengan pemberian obat yang sama selama 6 minggu,diikuti
dengan pengawasan langsung dua kali per minggu dengan pemberian isoniazid
dan rifampin selama 16 minggu bila diketahui adanya kepekaan terhadap obat ini.
3. Pilihan ketiga adalah pengawasan langsung tiga kali per minggu dengan
pemberian isoniazid, rifampin, pirazinamid dan etambutol atau streptomisin
selama 6 bulan.
11
2.7.3. Terapi preventif (Kemoprofilaksi)
Pasien yang terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis tanpa tanda penyakit aktif,
mempunyai organisme dalam jumlah kecil di tubuhnya. Isoniazid profilaksi (300mg/hari
untuk dewasa selama 12 bulan) pada pasien ini dapat menurunkan insidensi reaktivasi TB
sebanyak 93%. Terapi preventif isoniazid biasanya diberikan selama 12 bulan, walaupun
6 bulan kelihatannya cukup efektif. Pengobatan 12 bulan penuh diperlukan oleh pasien
yang terinfeksi HIV. Orang yang menjalani terapi preventif harus ditanyai tiap bulan
mengenai gejala hepatitis dan terapi dihentikan bila ditemukan bukti klinis hepatitis.
Kegagalan untuk menghentikan pengobatan dapat menyebabkan nekrosis hepar yang
progresif.
a. Vaksin
Sejumlah vaksin hidup TB tersedia dan dikenal secara umum sebagai BCG
(Bacillus Calmette-Guerin)sesuai nama strain original bakteri yang digunakan
dalam vaksin. Vaksinasi BCG diindikasikan bila kemoprofilaksi isoniazid tidak
dapat digunakan. Rekomendasi terkini adalah vaksinasi BCG dipertimbangkan
bagi orang dengan tuberkulin negatif yang berulangkali terpapar dengan orang
yang terinfeksi TB tanpa diobati atau diobati secara tidak adekuat. Vaksinasi juga
dipertimbangkan bagi komunitas atau kelompok yang memiliki angka infeksi baru
yang tinggi walaupun telah mendapatkan pengobatan yang agresif. Vaksinasi
BCG tampak efektif dalam menurunkan resiko TB dalam populasi tertentu
12
BAB III
TUBERCULOSIS PADA RONGGA MULUT
3.1. PATOGENESIS KETERLIBATAN RONGGA MULUT PADA PENYAKIT
TUBERCULOSIS
Penyebaran organisme ke mulut melalui saliva yang terinfeksi, dapat
mengakibatkan infeksi mulut. Pembentukan infeksi TB oral disebabkan oleh beberapa
faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor-faktor sistemik yang mendukung kemungkinan
terjadinya infeksi TB meliputi resistensi host yang menurun dan meningkatnya virulensi
organism. Faktor predisposisi lokal, oral hygiene yang jelek, trauma lokal, adanya lesi
seperti leukoplakia, granuloma periapikal, kista gigi,abses gigi dan periodontitis. Terdapat
2 jenis infeksi TB oral pada jaringan mukosa yaitu yang dikenal sebagai infeksi primer
dan infeksi sekunder. Lesi primer terbentuk bila basil langsung masuk ke jaringan
mukosa seseorang yang belum pernah terinfeksi penyakit TB dan juga pada seseorang
yang belum pernah mendapat imunisasi TB. Meskipun infeksi primer jarang terjadi tetapi
sering mempengaruhi gingiva, soket bekas pencabutan dan lipatan bukal (buccal folds).
Kenyataannya, area yang bisa terus terinokulasi langsung oleh basil ini mempunyai
potensi terjadinya infeksi tuberkulosis primer. Organisme dibawa oleh sputum dan
memasuki jaringan mukosa melalui permukaan yang luka. Infeksi sekunder pada jaringan
mukosa terjadi karena hematogenous, penyebaran limfatik atau autoinokulasi oleh infeksi
sputum. Hematogenous atau penyebaran limfatik yang infeksi ke jaringan mukosa sering
terjadi pada kasus ekstrapulmonari tuberkulosis. Penyebaran lesi TB yang terjadi
langsung pada rongga mulut oleh lesi TB lain yang berdekatan seperti faring
kemungkinan dapat menjadi sumber tuberkulosis oral sekunder. Penyebab hematogenous,
basil TB menumpuk di submukosa dan selanjutnya berpoliferasi dan menyebabkan ulser
pada mukosa diatasnya. Walaupun efek dapat terjadi dimana saja, tetapi yang sering
terlibat misalnya lidah, palatum, bibir, mukosa alveolar, dan rahang.
3.2. MANIFESTASI KLINIS TB PADA RONGGA MULUT
Lesi TB dapat terjadi dimana saja di rongga mulut, palatum, bibir, mukosa bukal,
gingiva dan frenulum. Biasanya lesi tuberkulosis berupa ulser yang tidak teratur,
superfisial atau dalam, sakit dan cenderung bertambah besar secara perlahan - lahan. Lesi
13
ini sering ditemukan pada daerah trauma dan sering disalahartikan secara klinis dengan
ulser traumatik sederhana atau karsinoma.
Gambar : Ulser mukosa lidah
Kadang – kadang lesi mukosa menunjukkan pembengkakan atau fisur yang tidak
mengalami ulserasi. Bentuk yang jarang dari TB adalah tuberkulosis gingivitis yang
terlihat berupa poliferasi yang difus, hiperemi nodular atau papula pada jaringan gingiva,
tetapi tidak terlihat adanya ulserasi secara klinis. Selain itu kelenjar saliva dapat terinfeksi
oleh TB. Terdapat dua jenis infeksi yaitu, pertama berkembang lebih lambat dalam
beberapa tahun dan membentuk kapsul secara kronis dan kedua secara akut, inflamasi
berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Secara klinis, infeksi ini
pertama kali muncul dengan pembengkakan kecil yang dapat digerakkan. Kelenjar parotis
sering terkena, sedangkan kelenjar sublingual jarang terkena. Lesi pada lidah biasanya
berbentuk ulser. Berbagai laporan menunjukkan bahwa batas lateral, ujung, dorsum
anterior dan dasar lidah merupakan daerah yang paling sering terlibat tuberkulosis.
Gambar : Ulser pada dasar mulut
14
Tuberkulosis lebih sering melibatkan palatum keras daripada palatum lunak dan
keterlibatan palatum biasanya karena sekunder dari tuberkulosis paru-paru. Lesi palatum
biasanya berukuran kecil. Lesi gingiva biasanya berasal dari infeksi primer. Lesi primer
pada gingiva sering berupa lesi granulasi meskipun dilaporkan adanya ulser atau erosi
mukosa. Lesi ini dapat terlihat secara bersamaan dengan periodontitis marginalis. Lesi TB
pada bibir biasanya berbentuk ulser granulasi yang dangkal.Tuberkulosis pada maksila
dan mandibula biasanya infeksi pada tulang (osteomyelitis). Infeksi tulang rahang
biasanya pada TB sekunder meskipun terdapat laporan mengatakan TB primer juga dapat
terjadi. Dipercaya bahwa keterlibatan tulang rahang biasanya berkaitan perluasan atau
penyebaran yang dalam di lesi gingiva, infeksi soket post ekstraksi, tuberkulosa
granuloma pada apeks gigi atau penyebaran infeksi hematogenus. Infeksi tulang rahang
disebabkan karena penyebaran hematogenus yang dalam bentuk difus osteomielitis dan
biasanya lebih serius dari infeksi periapikal
Gambar : Ulser pada kanan bukal mukosa.
15
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosi yang merupakan golongan bakteri tahan asam. TB terutama mengenai paru-
paru, tetapi juga dapat melibatkan kelenjar getah bening (scrofula), meningen (TB
meningeal), ginjal (TB ginjal), tulang atau tulang belakang (penyakit Pott), dan kulit
(lupus), dan TB oral. TB oral terjadi akibat adanya faktor sistemik yang mendukung
kemungkinan terjadinya infeksi TB meliputi resistensi host yang menurun dan
meningkatnya virulensi organism dan faktor predisposisi local seperti oral hygiene yang
jelek, trauma lokal, adanya lesi seperti leukoplakia, granuloma periapikal, kista gigi,
abses gigi dan periodontitis. Terdapat 2 jenis infeksi TB oral pada jaringan mukosa yaitu
yang dikenal sebagai infeksi primer dan infeksi sekunder. Lesi primer terbentuk bila
bakteri langsung masuk ke jaringan mukosa seseorang yang belum pernah terinfeksi
penyakit TB. Organisme dibawa oleh sputum dan memasuki jaringan mukosa melalui
permukaan yang luka. Infeksi sekunder pada jaringan mukosa terjadi karena
hematogenous, penyebaran limfatik atau autoinokulasi oleh infeksi sputum.
4.2. SARAN
1. Perlunya menjaga kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi
perpindahan bahan-bahan infeksius.
2. Perlunya menggunakan alat proteksi diri (masker, sarung tangan) saat
berhubungan langsung dengan penderita TB.
3. Perlu dilakukan imunisasi BCG sebagai tindakan preventif terhadap TB
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Von Arx DP, Husain A. Oral Tuberculosis, Br. Dental J 2001;198:420-22.
2. Hercline T, Amorosa JK. Tuberculosis, Emedicine, 2009.
3. Steven L.Bricker, James A.Cottone, Bill R.Baker, Oral Diagnosis,Oral Medicine and
Treatment Planning.W.B. Saunders Company 1984:65-85
4. Martin S.Greenberg., et al. Burket’s Oral Medicine. 11thed. BC Decker Inc Ontario,
2008:486-487
5. Jagadish E, Rekha S, et al. Primary oral Tuberculosis:report of a case:2006:17:41-44
6. Burnett GW, Schuster GS. Oral Microbiology and Infectious Disease. Student ed. Baltimore:
The Williams & Wilkins Co, 1978:279-83
7. Prabu Sr, Segupta SK. Bacterial infections due to mycobacteria A.Tuberculosis,England:
Oxford University Press, 1992:195-202
8. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd ed London: WB
Saunders Co, Philadelphia, 1995:190-197
9. 17. Shafer WG, Hine MK, Levy BM. A Textbook of Oral Pathology. 4th ed. London : WB
Saunders Co, Philadelphia, 1983:341-4
10. Pravin B, Anil M, et al. Tuberculosis of Tongue:a case report: Indian Journal Tuberculosis
1997:44:31
11. D.P. Von Arx and A. Husain., Oral Tuberculosis:a case report: British Dental Journal
2001:190:420-422
12. Hassmiller KM., The association between smoking and tuberculosis: research: Salud Publica
Mexico, 2006:48:201-216
13. Regezi JA, Sciuba JJ Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations. London: WB
Saunders Co,Philadelphia, 1989:38-39
14. Stark JE, Shneerson JM. Manual Penyakit Ilmu Penyakit Paru; Alih bahasa, Djaja Surya A.
Jakarta: Binarupa Aksara, 1990:143-149
15. Ramesh V., Tuberculoma of the tongue presenting as macroglossia. U.S. National Library of
Medicine. Cutis 1997:60:201-202
16. Furugen M, Nakamura H,Tamaki Y,et al., Tuberculosis of the tongue initially suspected of
tongue cancer:a case report-including the search for recent 16cases in Japan. University of
the Ryukyus, Japan. Kekkaku 2009:84(8):605-10