refarat setor
-
Upload
nuzhah-al-idrus -
Category
Documents
-
view
255 -
download
0
description
Transcript of refarat setor
BAB I
PENDAHULUAN
Pemilihan insisi pada laparotomi bergantung pada area yang perlu dicapai,
jenis pembedahan (elektif atau emergensi) serta kecenderungan personal operator
bedah. Hanya saja, tipe insisi mungkin dapat mempengaruhi komplikasi luka pasca
bedah. Dengan mempertimbangkan jumlah laparotomi yang dikerjakan (sekitar
4.000.000 di Amerika saja) konsekuensi dari pemilihan insisi mungkin dapat
menjadi penting.
Sayatan bedah dibuat sedapat mungkin sesuai dengan arah lipatan kulit agar
luka sembuh lebih baik tanpa meninggalkan bekas yang mencolok atau
menimbulkan keloid. Sayatan juga harus dibuat dengan mempertimbangkan
kemudahan mencapai daerah yang akan dioprasi dan perlu tidaknya penggunaan
penyalir setelah luka ditutup. Luka hendaknya ditutup seanatomis mungkin.
Dalam sebuah operasi, seorang ahi bedah harus memilih sayatan yang
dianggap paling cocok untuk operasi tertentu yang akan dilakukan. Dengan demikian
tiga hal penting yang harus dicapai adalah : (Zinner et al, 1997)
1. Aksesibilitas
2. Luas luka
3. Keamanan
Sayatan yang dibuat diharuskan tidak hanya menandakan kesiapan untuk
operasi dan akses langsung ke anatomi yang akan di eksplorasi tapi juga
menyediakan ruang yang cukup untuk operasi yang akan dilakukan (Velanovich
1989). Pemilihan jenis insisi abdomen ditentukan oleh berbagai faktor antara lain
yaitu diagnosis dan prosedur operasi, urgensi prosedur (emergensi atau elektif),
kondisi fisik pasien (misalnya tingkat obesitas), prosedur operatif sebelumnya dan
jaringan parut dan kemungkinan perlu adanya stoma.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dinding abdomen ventral
Gambar 1. Anatomi Dinding Abdomen : vaskularisasi dan inervasi
Gambar 2. Topografi dinding Abdomen
Otot oblikus eksternalis berasal dari iga ke 5 sampai 12 dan mengarah ke
medio-kaudal. Otot oblikus internalis berasal dari krista iliaka dan mengarah ke
medio proksimal. Arah serabut kedua otot tersebut jarang mengalami deviasi
lebih dari 30o dari horizontal. Otot transversal berasal dari bagian bawah iga ke
enam, fasia lumbodorsal dan krista iliaka. Serabutnya mengarah secara
horizontal.
Aponeurosis dari ketiga otot tersebut membentuk selubung rektus yang
kuat yang menutup dinding otot abdomen keempat, rektus abdominis yang
melekat pada superior iga ke 5, 6, 7 dan inferiornya ke tulang pubis. Serabutnya
mengarah vertikal dan bersilangan dengan 3 atau 4 tendon. Selubung dari otot
rektus abdominis berkelanjutan dengan bagian kontralateralnya. Diantara kedua
otot tersebut selubung rektus bergabung untuk membentuk linea alba yang
avaskular. Arah serabut pada linea alba searah dengan aponeurosis otot oblikus
dan transversal, medio-proksimal, medio-caudal dan horizontal. Lebar linea alba
sekitar 15-20 mm diatas umbilikus, 20-25 mm pada level umbilikus dan 0-5 mm
dibawah umbilikus.
Suplai darah ke dinding perut didukung oleh 2 sistem. Pertama, arteri
epigastrium inferior dan superior yang membentuk anastomosis longitudinal
yang dikenal sebagai atap epigastrik dalam. Atap ini terletak diantara otot rektus
abdominis dan selubung posteriornya serta mensuplai otot melalui pembuluh
berforasi. Beberapa pembuluh bercabang melewati garis tengah untuk
memvaskularisasi media alba.
Kedua, suplai darah ke otot oblikus dan transversal di fasilitasi oleh arteri
segmental transversal yang berasal dari aorta dan terletak diantara otot oblikus
internal dan transversal. Inervasi dinding abdomen terdiri atas cabang ventral
nervus torakalis 5 – 12, iliohipogastrik dan ilioinguinal. Saraf ini mengarah
melintang sebanding dengan jalannya arteri segmental.
2.2 Pemilihan jenis insisi
Pemilihan insisi pada laparotomi bergantung pada area yang perlu dicapai,
jenis bedah elektif atau emergensi serta kecenderungan personal. Tipe insisi
mempengaruhi komplikasi luka pasca bedah.
Pemilihan Jenis Laparotomi antara lain sebagai berikut :
1. Kebutuhan luas daerah pemaparan
2. Lokasi penyakit
3. Keadaan dinding abdomen dan jaringan parut operasi sebelumnya
4. Tingkat penyembuhan yang diharapkan
5. Kenyamanan pasca bedah
6. Kemudahan dan kecepatan prosedur tindakan
Sayatan bedah dibuat sedapat mungkin sesuai dengan arah lipatan kulit
agar luka sembuh lebih baik tanpa meninggalkan bekas yang mencolok atau
menimbulkan keloid. Sayatan juga harus dibuat dengan mempertimbangkan
kemudahan mencapai daerah yang akan dioprasi dan perlu tidaknya penggunaan
penyalir setelah luka ditutup. Luka hendaknya ditutup seanatomis mungkin.
Lipatan kulit pada setiap orang sama polanya, maka terdapat kaidah dan
aturan untuk membuat sayatan bedah pada bagian tubuh tertentu sesuai dengan
kebutuhan pembedahannya. Arah dan cara melakukan sayatan ini tidak
bertentangan dengan arah garis lipatan kulit tadi. Berbagai cara dan arah sayatan
bedah pada bagian tubuh tertentu menurut pembedahannya. Bila Insisi kulit
dikerjakan melalui garis Langer's ini maka jaringan parut yang terbentuk adalah
minimal.
Gambar 3. Garis Langer's
Panjang atau besarnya sayatan perlu diperhitungkan agar pascabedah
tidak terlalu nyata kelihatan, terutama di daerah yang terbuka. Baik buruknya
bekas sayatan bedah juga sangat bergantung pada pengalaman pembedah dan
pengetahuannya tentang jalannya pembedahan yang akan dilaksanakannya.
Dokter pembedah harus memperlakukan jaringan tubuh yang dibedah
dengan sebaik-baiknya tanpa tekanan atau tarikan berlebihan. Pembedah harus
selalu mengusahakan agar jaringan tubuh tidak mengalami cedera yang terlalu
hebat. Merusak jaringan tubuh secara berlebihan atau semena-mena merupakan
tindakan yang bertentangan dengan etika profesi. Sebaiknya digunakan teknik
atraumatik dalam setiap perbuatan selama pembedahan. Teknik atraumatik
artinya ; 1. Menangani jaringan secara hati-hati dengan tidak mencederai
jaringan secara tidak perlu, 2. Meminimalkan trauma dengan menggunakan
instrumen bedah seperti pisau, gunting, jarum, hak (pengait) yang tepat dan
sesuai dengan keperluan, serta jahitan dengan ukuran yang tepat, 3. Posisi
operator dan asisten diatur sesuai dengan prinsip-prinsip ergonomi.
Untuk menjamin agar terjadi penyembuhan luka yang baik dan tidak
terjadi infeksi, sedapat mungkin harus digunakan teknik tanpa singgung dan
diseksi tajam maupun tumpul secara halus. Teknik tanpa singgung dalam
pembedahan berarti tidak boleh menyentuh lapangan pembedahan dengan
tangan atau jari, kecuali bila sangat diperlukan.
Jenis laparotomi :
1. Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
2. Insisi pada garis tranversal abdomen bagian bawah (Pfannenstiel incision)
3. Insisi Gridiron (muscle-splitting incision)
Gambar 4. Garis Insisi Abdomen
Insisi
Insisi Midline
Insisi midline mengisyaratkan insisi vertikal melalui kulit, lemak subkutan,
linea alba dan peritoneum. Sebagian besar serat melintasi linea alba pada arah medio
caudal dan medio proksimal dipotong melintang. Sayatan ini mudah untuk dilakukan
dan mengakibatkan kehilangan darah yang minimal karena sifat linea alba yang
avaskular. Sayatan dapat dibuat secara cepat, rata-rata 7 menit. Terlebih lagi, perut
terpapar sangat baik. Jika diperlukan, ekstensi dapat dengan mudah dibuat superior
atau inferior, menyediakan akses ke seluruh rongga perut termasuk retroperineum.
Keunggulan ini membuat insisi midline sesuai untuk bedah eksplorasi dan
emergensi.
Gambar 5. A. Pemotongan pada linea alba dengan scalpel pada insisi garis tengah ;
B. Insisi diperdalam sehingga memotong lemak subkutis, anteror dan posterior
sheath dari m.rectus serta peritoneum ; C. Membuka peritoneum dengan scalpel
secara hati-hati dan terlihat usus kecil yang menonjol dibalik insisi peritoneum ; D.
Insisi peritoneum diperluas ke cephalad dengan gunting Mayo kearah umbilicus.
Insisi Transversal
Insisi transversal supraumbilikal memerikan pajanan terbaik terhadap
abdomen bagian atas. Namun, bila area operasi perlu diperluas, pemanjangan insisi
lebih sulit dibanding insisi midline dan ekstensi kadang tidak memberi hasil yang
diharapkan. Ketika insisi transversal dibuat secara penuh, serabut otot oblikus
terpisah dan terpotong sebagian, sedangkan otot transversal terpisah kearah
serabutnya. Serat otot rektus terpotong tegak lurus ke arah masing-masing. Atap
dalam epigastrik terbagi, namun karena suplai berasal dari bagian bawah dan atas,
hal ini bukanlah masalah. Kerusakan arteri segmental dan saraf hanya sedikit. Insisi
ini menyebabkan perdarahan lebih banyak daripada insisi midline dan membutuhkan
waktu rata-rata 13 menit. Insisi transversal yang kecil dapat dilakukan secara
unilateral, membutuhkan waktu lebih sedikit dan tidak merusak atap dalam
epigastrium.
Insisi transversal infraumbilikal di perut bawah dikenal sebagai insisi
Pfannenstiel, sering digunakan pada prosedur ginekologi dan obstetri. Kulit diinsisi
secara transversal, sering dengan cembung kebawah untuk menghindari diseksi
pembuluh darah dan saraf. Otot dinding abdomen sering dipotong searah dengan
insisi kulit, meski beberapa dokter bedah membuka rongga perut secara vertikal,
dengan kata lain mengkombinasikan teknik insisi transversal dan vertikal.
Gambar 6. Insisi transversal
Jenis insisi transversal antara lain sebagai berikut :
Insisi PFANNENSTIEL :
o Kekuatan pasca bedah : BAIK
o Paparan bidang bedah : KURANG
Insisi MAYLARD :
o Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh
karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan
disisihkan ke arah kranial dan kaudal
o Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan
Lnn.Paraaortal
o Dibanding insisi MIDLINE :
Nyeri pasca bedah kurang.
Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada
organ abdomen bagian atas sangat kurang.
Insisi CHERNEY :
o Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus
dilakukan pada origo di simfisis pubis.
o Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang
pembedahan terbatas.
INSISI PFANNENSTIEL:
1. Insisi kulit tranversal semilunar 2 cm suprasimfisis.
2. Insisi diperdalam sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka secara
tranversal dengan gunting “Mayo” atau “scalpel”.
3. Tepi atas fascia rectus dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan dari m.rectus
abdominalis serta m.pyramidalis secara tumpul dan waspada terhadap trauma
pembuluh darah disekitar garis tengah.
4. Setelah pemisahan diatas sudah lengkap – tepi bawah fascia rectus dijepit
dengan “kocher” dan dipisahkan dari m.pyramidalis secara tumpul sampai
mencapai simfsis pubis.
5. m.Rectus kiri dan kanan dipisahkan kearah lateral sehingga fascia tranversal
dan peritoneum terpapar.
6. Lapisan tersebut dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat.
7. Hati-hati agar tidak mencederai vesica urinaria.
8. Hati-hati agar tidak mencederai omentum atau usus terutama pada pasca
pembedahan intra abdominal – endometriosis atau infeksi intra abdominal.
9. Lapisan tersebut dibuka kearah kranial dengan gunting “Metzenbaum”.
10. Lapisan tersebut dibuka lebih lanjut ke kaudal secara tajam.
11. Hati-hati mencederai vesica urinaria.
12. Lakukan pemeriksaan “transilluminasi” untuk menghindari cedera pada
kandung kemih
13. Untuk pemapaparan bidang operasi m.pyramidalis perlu dipisahkan digaris
tengah.
14. Bila langkah-langkah ditas sudah dilakukan, operator dapat masuk ke rongga
abdomen.
15. Bila pemaparan masih kurang optimal maka lakukan insisi CHERNEY
(jangan melakukan insisi Maylard !!!! ).
Gambar 7
1. Insisi kulit tranversal semilunar didaerah suprapubis, Jaringan subkutan
dibuka untuk memaparkan “anterior rectus sheath”
2. “anterior rectus sheath” dibuka untuk memaparkan m.rectus abdominalis
3. “anterior rectus sheath” dipisahkan dari m.rectus abdominalis secara tajam dan tumpul ; pemisahan dimulai dari bagian kaudal.
Gambar 8 Pemisahan otot rectus abdominalis dari “anterior rectus sheath” kearah
cranial
Gambar 9 .Identifikasi peritoneum antara muskulus rectus kiri dan kanan –
peritoneum dijepit dengan “pinset” dan dibuka pada bagian kranial garis tengah
Gambar 10. Ujung jari operator dimasukkan dibawah peritoneum kearah kaudal dan
dibuka kearah bawah dengan menghindari tepi atas vesika urinaria
INSISI MAYLARD
1. Insisi melintang kulit 2 – 3 cm diatas simfisis pubis dan diperdalam sampai fascia rectus (seperti pada PFANNENSTIEL)
2. Identifikasi fascia rectus – dijepit – dibuka secara tajam bilateral.3. Perbedaan dengan PFANNENSTIEL : m.rectus abdominalis tidak perlu
dipisahkan dari fascia rectus.4. Identifikasi arteria epigastrica inferior – sisihkan dari jaringan ikat sepanjang
tepi lateral m.rectus :o Identifikasi dengan palpasi dan pemisahan secara tumpulo Setelah identifikasi – ikat secara ganda dan potong
5. Transeksi secara “zig-zag” m.rectus abdominalis kira-kira 3 – 5 cm diatas origo di simfsis pubis.
6. Bila perlu elevasi masing-masing m.rectus abdominalis dengan “penrose drain” untuk memudahkan transeksi dan melindungi jaringan dibawah otot.
7. Setelah transeksi – m.rectus disisihkan ke kranial dan kaudal dan peritoneum dibuka secara TRANVERSAL (seperti insisi pada kulit) dengan tehnik yang sama.
8. Saat menutup luka operasi: m.rectus tidak perlu didekatkan dengan menjahit oleh karena akan sembuh secara spontan.
Gambar 11.
A. Insisi kulit melintang 5 cm diatas simfsis pubis
B. “anterior rectus sheath” dibuka dengan arah yang sama sehingga m.rectus
abdominalis terpapar
C. Belahan m.rectus kiri dan kanan dipisahkan secara tumpul dan dilakukan
traseksi dengan kauter dengan gerakan “zig-zag” untuk hemostasis
Gambar 12.
D. Fascia tranversalis dan peritoneum dibuka dan potongan mrectus abdominalis
bagian atas di jahit pada “anterior rectus sheat” dengan jahitan matras.
E. Insisi peritoneum diperluas ke lateral dan vasa epigastrica inferior harus
dipotong dan diikat.
INSISI CHERNEY
Perbedaan dengan MAYLARD : m.rectus tidak di transeksi ; tetapi dipotong
pada origo di simfisis pubis
m.rectus abdominalis disisihkan ke kranial
Saat penutupan luka origo m.rectus abdominalis di simfisis pubis dijahit
kembali
Penyembuhan dengan hasil yang kuat dan paparan bidang pembedahan yang
memadai
Persamaan dengan MAYLARD : paparan bagian atas abdomen terbatas
Tehnik :
1. Insisi kulit sampai fascia musculus rectus dilakukan dengan cara yang sama
dengan insisi Pfannestiel atau insisi Cherney
2. Fascia m.rectus dijepit di garis tengah kemudian dilakukan insisi tranversal
3. Potongan inferior fascia m.rectus dijepit dengan “kocher Clamps” – di elevasi
dan dibebaskan dari m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis secara tumpul
dan tajam ke arah simfisis pubis sehingga apponeurosis m.rectus
dan m.pyramidalis dapat di identifikasi
4. Tendon dipotong dengan gunting “MAYO” untuk membebaskan otot dari
origo pada simfisis pubis
5. M.rectus abdominalis mengalami rektraksi ke superior
6. Fascia tranversalis serta peritoneum dibuka dengan cara yang sama
7. Penutupan luka : tendon m.rectus abdominalis dan m.pyramidalis didekatkan
denfgan jahitan terputus permanen
8. Bila pada insisi Pfannenstiel bidang pembedahan kurang luas – dapat
dilakukan perubahan ke arah insisi CHERNEY tanpa menggangu intergritas
muskulatur di garis tengah.
Gambar 13.
Insisi elipsoid pada kulit dan jaringan subkutis secara melintang.Tendon m.rectus dan m.pyramidalis dilakukan transeksi masing-masing sisi sepertiterlihat pada garis terputus. Otot disihkan ke kranial dan fascia tranversalis serta peritoneum dijepit dan
dibuka secara tranversal.
Gambar 14.
Pada akhir pembedahan:tendon m.rectus dijahit pada bagian permukaan “rectus sheath” dengan beberapa jahitan terputus dan luka insisi apponeurosis
DAFTAR PUSTAKA
1. De jong, sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. 2010. Jakarta
2. Patnaik, V.V.G.; **Singla, Rajan K.; ***Bansal V.K., (2001) Surgical
Incisions—Their Anatomical Basis Part IV-Abdomen. Department of
Surgery, Govt. Medical College & Hospital, Chandigarh, INDIA.
2. Brennan, T.G., Jones, N.A., Guillou, P.J. (1987): Lateral paramedian
incision. British Journal of Surgery, 74(8): 736-7.
3. Fitzpatrick JK: Abdominal Surgical Approaches in Danakas GT Pietrantoni
M (ed) “The Care Of The Gynecologic / Obstetric Patient”. St Louis,
Missouri, Mosby, 1997
4. Matingly RF: Te Linde’s Operative Gynecology 5th ed, Philadelphia-Toronto,
JB Lippincot Company, 1977
5. Nichols DH , editor : Gynecologic and Obstetric Surgery, St Louis, 1993,
Mosby.
6. Zinner, M.J., Schwartz, S.I., Ellis, H. Maingot’s abdominal operations In:
Incisions, closures and management of the wound. Ellis, H. (Edr), 10th Edn.
Prentice Hall International Inc. N. Jersey, pp. 395-426. (1997).
7. Abdominal incisions in general surgery.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4110992/
8. Velanovich, V. (2010): Abdominal incision, Lancet, 4;1(8636): 508-9.
9. General surgery. http://www.fastbleep.com/biology-notes/8/8/37
10. J. W. A. Burger, M. van ‘t Riet, J. Jeekel. Abdominal incisions; Techniques
and post operative complications. Scandinavian Journal of Surgery 91: 315–
321, 2002