Refarat Radiologi NEW

24
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik dan pilihan pengobatan. Insfeksi dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit. 1

Transcript of Refarat Radiologi NEW

Page 1: Refarat Radiologi NEW

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama

meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat,

dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak

terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik dan pilihan pengobatan.

Insfeksi dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk

pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).

Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi

jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang

tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.

Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang

disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis

pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan

pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian

bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu

pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.

1

Page 2: Refarat Radiologi NEW

BAB II

PNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang

mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme

(bakteri.virus,jamur,protozoa)

INSIDENSI

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran

napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit

(pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah

akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.

Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan pada daerah berkembang akan tetapi di

negara maju dapat ditemukan kasus yang cukup signifikan. Berdasarkan umur, pneumonia dapat

menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia

penyebabnya cenderung berbeda-beda, dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di

dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Pneumonia dapat

terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa

yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu

daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme patogen paru bervariasi menurut

lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan,

ataupun rumah sakit. Selain itu faktor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan

frekuensi infeksi penyakit ini.

2

Page 3: Refarat Radiologi NEW

ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus,

jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia

bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia

streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya

disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh

pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada

bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia

yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.

Bakteri penyebab pneumonia dapat diduga dari lingkungan/tempat mendapat infeksi

Tempat infeksi Penyebab

Pneumonia yang didapat di

masyarakat

Str.pneumonia,H.influenzae, M.catarrhahalis,St.aureus,

GNB (gram negative enteric bacilli), Atypical agents

(mycoplasma, chlamydia, legionella)

Pneumonia yang didapat di

panti werdha

Str.pneumoniae, GNB, St.aureus, H.influenzae, anaerob,

atypical agents.

Pneumonia yang didapat di rumah

sakit.

GNB (seperti klebsiella pneumoniae, pseudomonas

aeruginosa), St.aureus, polimikrobial.

PATOFISIOLOGI

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia

lanjut. Pecandu alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit

pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling

beresiko.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.

Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,

bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.

3

Page 4: Refarat Radiologi NEW

Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran

darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi

sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin

dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan

permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam

ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus

ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang

dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang

terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini

udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.

Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.

Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih

tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan

kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium akhir (resolusi)

4

Page 5: Refarat Radiologi NEW

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara

enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali

menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

KLASIFIKASI

A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)

2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)

3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host

4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi

1. Pneumonia lobaris

Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang

pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen

kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda

asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan

konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat

pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika

terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

 Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis

menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi

di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi

dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan

sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat

muncul sebagai infeksi primer.

5

Page 6: Refarat Radiologi NEW

3. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.

Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema

dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa

bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

1. Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:

Gejala Mayor: 1.batuk

2. sputum produktif

3. demam (suhu>37,80c)

Gejala Minor: 1. sesak napas

2. nyeri dada

3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik

4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama

beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi

40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau

purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada

palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas

bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus,

yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.

Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk

dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak

mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut

6

Page 7: Refarat Radiologi NEW

2. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya

>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi

diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-

25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,

pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

3. Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara

anatomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak

deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.

Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan

jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius

kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada

bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).

Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya

merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris

tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering

memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela

pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat

mengenai beberapa lobus

7

Page 8: Refarat Radiologi NEW

1.Pneumonia Lobaris

Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan

bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air

bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

8

Page 9: Refarat Radiologi NEW

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

9

Page 10: Refarat Radiologi NEW

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat

oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada

gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar

sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax

10

Page 11: Refarat Radiologi NEW

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial.

Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh

perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19 tahun.

(A) Menunjukkan area konsolidasi di prcabangan peribronkovaskuler yang irreguler.

(B) CT Scan pada hasil follow upselama 2 tahun menunjukkan area komsolidasi yang

irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda

panah).

4. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,

bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang

kemungkinan penyebab infeksi.

PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.

Penderita yang tidak dirawat di RS

Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres

Minum banyak

Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran

Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :

11

Page 12: Refarat Radiologi NEW

Penatalaksanaan Umum

Pemberian Oksigen

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas

Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO

(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:

Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan

pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.

Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena

itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya

dilakukan.

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Penyebab tersering pada usia muda : Streptokokus pneumonia

Penyebab tersering pada Lansia : Streptokokus pneumoniae, H.influenzae, Stafilokokus aureus,

batang Gram negatif

DIAGNOSIS BANDING

Differential diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:

A.Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.

tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),

nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam,

lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

12

Page 13: Refarat Radiologi NEW

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

B. Atelektasis 

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan

menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan

kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun

terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya

pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau

sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA13

Page 14: Refarat Radiologi NEW

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat

penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah

yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign,

tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi

pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik

memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto

thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang

penegakan diagnosis yang tepat.

Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya gambaran

air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk

menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax,

melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.

Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari adanya

penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau sehat.

Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya

kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan

pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping

pemeriksaan laboratorium.

14

Page 15: Refarat Radiologi NEW

DAFTAR PUSTAKA

1. Gray D, Zar HJ. Childhood Pneumonia in Low and Middle Income Countries: Burden,

Prevention and Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2010;4:74-84.

2. Madhi SA, Levine OS, Hajjeh R, Mansoor OD, Cherian T. Vaccines to prevent

pneumonia and improve child survival. Bulletin of the World Health Organization.

2008;86:365–72.

3. Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan Keluarga pada Anak

Balita Pneumonia di Rumah Sakit: Persepsi Perawat Anak dan Keluarga. Makara

Kesehatan. 2011;15(2):58-64

4. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia Pada Balita, Anak, Orang

Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer. Jakarta. 2008

5. Stein RT, Marostica PJC. Community-Acquired Bacterial Pneumonia. Dalam: Chernick

V, Boat TF, Wilmot RW, Bush A, penyunting. Kendig’s Disorder of the Respiratory

Tract in Children. Edisi ke-7, Philadelphia: Saunders; 2006. h. 441-52

6. Susanto AD, Prasenohadi, Yunus F. 2010 The Year of the Lung. 2010 Mei 21 . Available

from: http://www.2010yearofthelung.org

7. Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

8. Price, Sylvia Anderson 2009.Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease Processes.

Alih Bahasa Peter Anugrah. Edisi 4.Jakarta : EGC.

9. Staf   Pengajar    Ilmu    Kesehatan  Anak  FKUI.  Buku  Kuliah  Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta: Infomedika. 2010;11:1228-33.

15

Page 16: Refarat Radiologi NEW

10. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan

S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and

Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and

Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric

Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect

Dis. 53 (7): 617-630

11. Madhi SA, Levine OS, Hajjeh R, Mansoor OD, Cherian T. Vaccines to prevent

pneumonia and improve child survival. Bulletin of the World Health Organization.

2008;86:365–72.

12. Nurhaeni N, Sutadi H, Rustina Y, Supriyatno B. Pemberdayaan Keluarga pada Anak

Balita Pneumonia di Rumah Sakit: Persepsi Perawat Anak dan Keluarga. Makara

Kesehatan. 2011;15(2):58-64

13. Lee P, Chiu C, Chen P, Lee C, Lin T. Guidelines for the Management of Community-

Acquired Pneumonia in Children. Acta Pediatr Taiwan. 2007;48(4):167-80.

14. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. 2008;I: 350-

65.

15. Ribeiro CF, Ferrari GF, Fioretto JR. Antibiotic treatment schemes for very severe

community-acquired pneumonia in children: a randomized clinical study. Rev Panam

Salud Publica. 2011;29(6):444–50.

16. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta : Penerbit IDAI

16

Page 17: Refarat Radiologi NEW

17. Lee GE, Lorch SA, Collins S, Kronman MP, Shah SS. National Hospitalization Trends

for Pediatric Pneumonia and Associated Complications. Pediatrics. 2010;126:204-13.

18. Said M. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4.

Buletin Jendela Epidemiologi. 2010;3:16-21.

19. Black SB, Shinefield HR, Ling S, Hansen J, Fireman B, Spring D, dkk. Effectiveness of

heptavalent pneumococcal conjugate vaccine in children younger than five years of age

for prevention of pneumonia. Pediatri infect Disj. 2002; 21: 810-5

17