Refarat ERI ALP

20
ABSES FOSSA CANINA PENDAHULUAN Rongga mulut merupakan tempat berkembang biaknya berbagai macam mikroorganisme. Mikroorganisme yang secara normal ada dalam rongga mulut ini dapat mengakibatkan infeksi apabila, yang pertama sifat mikroorganisme tersebut berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya; yang kedua, mukosa mulut dan pulpa gigi terpenetrasi; dan yang ketiga, sistem kekebalan tubuh dan pertahanan seluler terganggu, atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas. Infeksi bisa bersifat akut atau kronis, dimana suatu kondisi akut biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu malaise dan demam yang berkepanjangan. Sedangkan bentuk kronis bisa berkembang dari penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat (Petersen, 2003). Infeksi merupakan suatu proses yang melibatkan proliferasi mikroorganisme yang menimbulkan reaksi pertahanan tubuh, yaitu suatu proses yang disebut inflamasi. Inflamasi adalah reaksi pertahanan tubuh yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi kedalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami nekrotik. Inflamasi akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian

description

1234567

Transcript of Refarat ERI ALP

Page 1: Refarat ERI ALP

ABSES FOSSA CANINA

PENDAHULUAN

Rongga mulut merupakan tempat berkembang biaknya berbagai macam

mikroorganisme. Mikroorganisme yang secara normal ada dalam rongga mulut ini

dapat mengakibatkan infeksi apabila, yang pertama sifat mikroorganisme tersebut

berubah, baik kualitas maupun kuantitasnya; yang kedua, mukosa mulut dan pulpa

gigi terpenetrasi; dan yang ketiga, sistem kekebalan tubuh dan pertahanan seluler

terganggu, atau kombinasi dari hal-hal tersebut diatas. Infeksi bisa bersifat akut

atau kronis, dimana suatu kondisi akut biasanya disertai dengan pembengkakan

dan rasa sakit yang hebat dengan manifestasi sistemik yaitu malaise dan demam

yang berkepanjangan. Sedangkan bentuk kronis bisa berkembang dari

penyembuhan sebagian keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang

kuat (Petersen, 2003).

Infeksi merupakan suatu proses yang melibatkan proliferasi mikroorganisme

yang menimbulkan reaksi pertahanan tubuh, yaitu suatu proses yang disebut

inflamasi. Inflamasi adalah reaksi pertahanan tubuh yang hasilnya merupakan

pengiriman cairan, zat-zat terlarut dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi

kedalam jaringan interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami

nekrotik. Inflamasi akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau

kematian sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor

(merah), calor (panas), tumor (pembengkakan) dan fungsio laesa (perubahan

fungsi). Untuk memahami perbedaan antara jenis-jenis peradangan dianggap

penting untuk mengetahui dan menentukan terapi pengobatan (Fragiskos, 2007).

Infeksi odontogenik adalah penyakit yang paling umum ditemukan dan

menjadi masalah pada seluruh dunia maka dari itu menjadi alasan utama untuk

mencari perawatan gigi yang tepat. Infeksi odontogenik dapat berkembang dari

gigi yang rusak (karies), trauma pada daerah akar gigi, dikarenakan lokasi

anatomi dan topografi dari gigi, pathogen dalam mulut atau adanya mediator

inflamasi dapat dengan cepat menyusup kedaerah yang terdekat, misalnya

trigonum submandibular dan fossa canina. Hal ini dapat mengakibatkan

terbentuknya cairan di jaringan lunak dan pembentukan abses. Ini dapat meluas

sampai daerah cranial, seperti pada kasus abses fossa canina. Obstruksi saluran

Page 2: Refarat ERI ALP

napas, abses periorbital dan abses intracranial merupakan gejala yang paling

sering dan sangat familiar ketika infeksi bertambah (Agacayak, 2013; Lopez, et

al., 2007).

Infeksi ini menyebar melalui tulang dan periosteum terhadap struktur dan

ruang di dekatnya atau yang lebih jauh yang meningkatkan risiko septikemia dan

kematian untuk pasien yang terkena. Abses fossa canina adalah infeksi

odontogenik yang dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.

Keberhasilan pengobatan memerlukan pengenalan lebih awal, penentuan faktor

etiologi, dan manajemen medis dan bedah yang tepat (Vernonez, et al., 2014;

Agacayak, 2013).

Untuk melakukan perawatan infeksi odontogenik, dokter gigi harus

memahami terminologi mengenai infeksi dan patofisiologi peradangan. Infeksi

odontogenik selalu berasal dari berbagai macam mikroba seperti bakteri aerob dan

anaerob fakultatif. Faktor anatomi memainkan peran kunci dalam presentasi

infeksi bakteri, setelah menyebar di luar batas-batas rahang. Penyebaran infeksi

cenderung mengikuti garis paling berlawanan, yang ditentukan oleh tulang dan

periosteum, otot dan fasia (Uluibau, 2005).

Penentuan tingkat keparahan infeksi, evaluasi pertahanan tuan rumah,

manajemen bedah, dukungan medis, pemberian antibiotik, dan evaluasi berkala

pasien adalah jalur utama pengelolaan infeksi odontogenik. Tiga faktor utama

yang harus dipertimbangkan ketika menentukan keparahan infeksi pada kepala

dan leher: anatomi lokasi, laju perkembangan, dan kompromi jalan napas.

Fossa kanina terletak antara levator labii superior dan levator anguli oris.

Fossa kanina merupakan tempat infeksi yang berasal dai gigi rahang atas pada

regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya

akumulasi cairan jaringan. Etiologi saluran akar yang terinfeksi pada premolar

atau kaninus maksila

Gambaran klinis ditandai dengan edema yang terlokalisir pada regio infraorbital,

yang menyebar menuju daerah bawah mata dan hidung. Edema pada daerah

bawah mata tersebut sakit saat dipalpasi. Permukaan kulit pada daerah tersebut

terlihat tegang dan mengkilat yang disebabkan adanya supurasi, dengan warna

kemerahan Ruang ini berada di dekat kelopak mata bawah, dan karena itu

Page 3: Refarat ERI ALP

manajemen dini sangat penting untuk menghindari infeksi sirkumorbital. Ada

risiko penyebaran ke kranial, melalui sudut eksternal vena, yang kemudian

menjadi thrombos (Fragiskos, 2007).

LAPORAN KASUS

S : Pasien laki-laki usia 37 tahun datang dengan keluhan bengkak pada daerah

pipi kanan atas dan mata bagian bawah kanan sejak 3 hari yang lalu. Pasien

mengatakan gigi depan atas kanan goyang sejak kurang lebih 2 bulan yang

lalu. Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu terdapat bengkak kecil pada

daerah tersebut setelah pasien berusaha mencabut sendiri gigi yang goyang

tersebut, namun tidak bisa. Pasien datang ke puskesmas 3 hari yang lalu dan

diberi obat clindamycin, asam mefenamat, dan non flamin. Pasien merasa

bengkak semakin membesar dan ada rasa terbakar setelah meminum ketiga

obat tersebut sehingga obat tidak diteruskan. Pasien mengatakan reaksi obat

baru terasa setelah kurang lebih 4 jam Tidak ada keluhan pada gigi tersebut

sekarang. Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis dan darah tinggi,

pasien mengira dia memiliki alergi obat.

Gambar 1. Gambaran ekstra oral

Keadaan umum

Kondisi fisik : Baik

Vital signs : BP :120/80 mmHg P :

90x/menit

Pemeriksaan Fisik Regional

EO : Kepala & Leher

Page 4: Refarat ERI ALP

Wajah-Leher : ABN

I : terdapat pembengkakan pada bagian bawah mata sebelah kanan

dan lipatan nasolabial, batas diffuse, kemerahan (+),

warna mengkilat

P : pembengkakan (+), konsitensi padat, fluktuasi (+), nyeri tekan (+)

Kelenjar lymphe

Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi kelenjar lymphe submandibularis,

submentalis,

dan cervicalis tidak terdapat kelaian.

LO : Rongga Mulut

Buccal Mucosa : ABN

I : terdapat bercak keputihan, iregular

P: tidak ada peninggian, dapat dikerok

Palatum Durum : ABN

I : warna pucat

P : tidak ada kelainan

Terdapat kalkulus pada gigi insisif dan kaninus maxilla regio 1 dan 2, dan seluruh

Gigi mandibular regio 3 & 4.

Gambar 2. Gambaran intra oral terdapat bercak putih

Gingiva

Maxilla R.Anterior gigi 14,15 : I : pembengkakan minimal (+), kemerahan(+)

P : pembengkakan minimal (+), nyeri tekan (-),

keluar pus saat gingiva ditekan

Page 5: Refarat ERI ALP

GGambar 3. Gambaran intra oral regio gigi 14,15

Status Lokalis-Intra Oral

Pemeriksaan Gigi-gigi

Gangren radix gigi 17,27.

Gigi 14 : perkusi (-), druk (-), resesi gingiva (+), mobilitas gigi (+

º4),gingiva

poket (+)

Gigi 15 : perkusi (-), druk (-), resesi gingiva (+), mobilitas gigi (+

º3),gingiva

Poket (+)

Hasil Ro : Foto : Panoramik

Gambar 4. Foto panoramik

Gambaran radiografi panoramik terlihat tampakan radiolusen pada daerah ujung

apeks gigi 13 dan 14. ). Dari hasil pemeriksaan klinis dan radiografi, pasien

didiangnosis abses fossa canina.

Page 6: Refarat ERI ALP

PENATALAKSANAAN

Perawatan abses odontogenik akut dapat dilakukan secara lokal atau sistemik.

Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan

perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangklan rasa sakit, terapi

antibiotik dan terapi pendukung.Insisi untuk drainase dilakukan secara intraoral

pada lipatan mukobukal (paralel dengan tulang alveolar) pada regio caninus.

Anastesi dilakukan ekstraoral didekat foramen infraorbital (Sailer, 1999;

Petersen, 1996).

Suatu hemostat kemudian dimasukkan sedalam mungkin pada akumulasi pus

sampai bersentuhan dengan tulang. Sementara itu jari telunjuk pada tangan

satunya melakukan palpasi di margin infraorbital. Pada tahap akhir, drain karet

dipasang, yang distabilisasi dengan jahitan (Fragiskos, 2007).

Sebaiknya pemilihan obat didasarkan pada hasil smear atau pewarnaan

garam, kultur dan tes sensitivitas. Antibiotik yang dipilih diresepkan dengan dosis

yang adekuat dan jangka waktu yang lama (Petersen, 2003).

Radiasi dan indurasi yang sangat sakit pada sudut medial orbital

mengindikasikan adanya kemungkinanainfeksi melaui vena angular. Infeksi ini

dapat menyebar melalui vena ini menuju sinus cavernosus (Sailer, 1999).

Namun, karena komplikasi ini menimbulkan tuntutan khusus dalam

mengelola penyakit, diagnosis tersebut harus diperhatikan secara serius, dan

pasien biasanya membutuhkan perawatan yang serius dan bahkan dirawat inap

secara khusus, abses fossa canina dan selulitis memerlukan perawatan cepat untuk

mengontrol bakteremia lebih lanjut (misalnya, melalui vena sudut). Telah

dijelaskan kasus abses fossa canina memerlukan pendektan komprehensif dari

patogenesis dan prosedur bedah yang terlibat. Selain operasi, pasien diberi terapi

Page 7: Refarat ERI ALP

antibiotik dan anti-inflamasi untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari infeksi

inflamasi ke dalam jaringan lunak dan untuk mencegah kerusakan lanjutan

sebagai akibat dari edema. Pasien diberi 1 mg amoksisilin atau asam klavulanat

dan 0,5 mg metronidazol, baik intravena tiga kali sehari. pasien juga diberi 75 mg

natrium diklofenak intravena tiga kali sehari untuk mencegah pembengkakan.

Terapi intravena dipertahankan selama satu minggu. Rongga abses dibilas hamper

setiap hari. Dalam radiografi, diamati repneumatization lengkap lesi apikal saat ini

(Agacayak et al., 2013).

Penisilin adalah jenis antibiotik yang paling sering digunakan pada infeksi

odontogen, baik yang alami maupun semisintesis. Antibiotik ini mempunyai

aktifitas bakteriosid yang luas dan bekerja dengan cara mengganggu pembentukan

dan keutuhan dinding sel bakteri (Petersen, 2003).

Gambar 5: proses insisi untuk drainase dari abses, Sumber : Fragiskos D. Oral Surgery.

Berlin : Springer ; 2007. p.221.

gambar 6: a. insersikan hemostat di daerah kavitas abses untuk drainase; b. penempatan

rubber drain pada lokasi drainase, Sumber : Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin : Springer ;

2007. p.221.

Page 8: Refarat ERI ALP

gambar 7: insisi daerah vestibulum folt untuk drainase abses fossa canina, Sumber :

Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin : Springer ; 2007. p.222.

gambar 8: insersikan hemostat dan eksplorasikan daerah abses sampai permukaan tulang

untuk memudahkan drainase pus, Sumber : Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin : Springer ;

2007. p.222.

Penatalaksanaan dalam kasus

1. Informed consent

2. Asepsis intraoral povidone iodine 10%

3. LA (xyl + adr) 1,5 cc

4. Ekstraksi gigi 14, 15

Insisi tidak dilakukan pada area yang mudah terlihat, karena alasan

estetik. Dalam kasus ini, port de entry abses berasal dari gigi 14 dan 15

yang mengalami periodontitis marginalis kronis. Oleh karena itu, insisi

tidak dilakukan pada kasus ini namun dilakukan ekstraksi gigi yang

menjadi penyebab.

5. Kuretase

Kuretase dilakukan untuk menghilangkan sisa jaringan nekrotik

Page 9: Refarat ERI ALP

6. Pro kontrol

Untuk mengetahui apakah pasien alergi terhadap obat yang diberikan atau

tidak

7. Instruksi post ekstraksi

8. Resep obat

R/ Metronidazole tabs 500 mg No XV

ʃ 3 d d I

R/ Spiramycin tabs 500 mg No XV

ʃ 3 d d I

Kedua antibiotik ini diberikan karena pasien memiliki alergi terhadap

clindamycin, asam mefenamat dan flamin. Metronidazole merupakan golongan

nitroimidazole, yang bekerja secara bakterisid, pada bakteri gram negatif anaerob.

Spiramycin termasuk dalam golongan makrolid, untuk bakteri aerob dan anaerob

gram positif (Fragiskos, 2007).

Kontrol Hari 1

S : Pasien datang ingin kontrol pasca pencabutan gigi 14,15. Pasien mengeluhkan

Page 10: Refarat ERI ALP

bengkak yang terdapat pada daerah pipi kanan atas mendekati lipatan hidung

belum mengecil, hanya pada bagian mata yang mengecil. Pasien mengatakan

setelah meminum obat nonflamin masih ada rasa terbakar sehingga tidak

diteruskan. Pasien mengaku tidak membeli obat spiramycin. Pasien

mengeluhkan nyeri pada bagian bengkak tersebut, namun setelah meminum

obat metronidazole dan obat anti nyeri yang dibeli sendiri nyeri tersebut reda.

O : KU: Baik BP :130/90 mmHg P :

90x/menit

EO: Regio orbital kanan

I : pembengkakan(+), kemerahan (+), batas diffuse

P: pembengkakan(+), nyeri tekan(+), konsistensi padat lunak, fluktuas(+)

IO: Regio gigi 14,15

I: pembengkakan minimal, kemerahan(+), terbentuk blood clot (+), pus

Mengalir

P: pemengkakn minimal, nyeri tekan(-)

A : Proses keradangan akut post ekstraksi gigi 14,15

P :

1. Irigasi H2O2 & Pz

2. Instruksi melanjutkan obat

3. Instruksi meningkatkan OH

4. Instruksi kompres air hangat pada daerah yang bengkak

5. Pro ekstraksi dan kontrol tanggal 15 Maret 2016

6. R/Natrium diclofenac tabs 500 mg No XV

ʃ 3 d d I pc prn

Page 11: Refarat ERI ALP

Gambar 9. Gambaran ekstraoral kontrol 1

Gambar 10. Terbentuk bloo clot (kiri), pus mengalir (kanan)

PEMBAHASAN

Page 12: Refarat ERI ALP

Penyebab dan diagnosis infeksi odontogenik dan kecenderungannya untuk

menyebar telah dijelaskan secara luas dalam literatur. Abses fossa canina

merupakan salah satu jenis infeksi odontogenik yang memiliki beberapa faktor

pemicu. Hal ini dapat dihubungkan dengan karies gigi, abses periapikal atau

periodontal, perikoronitis, pulpitis, dan osteitis. Dalam kasus ini diduga port de

entry berasal dari jaringan periodontal yang, terbukti dengan didapatkan poket

pada gigi 14,15.

Penyebaran infeksi ke fossa canina biasanya berasal dari gigi caninus rahang

atas atau gigi anterior lainnya dan gigi premolar atas. Infeksi menimbulkan

pembengkakan pada sulkus labial dan jarang pembengkakan pada palatal. Otot

levator bibir atas berada di atas puncak akar gigi kaninus dan premolar pertama.

Origo otot ini tinggi terletak dalam fossa kanina pada dinding maksila, sementara

insersi otot ini pada sudut mulut, bercampur dengan serabut otot orbicularis oris

dan otot zygomaticus. Bila infeksi pada gigi kaninus atau premolar atas

menyebabkan perforasi pada korteks lateral maksila pada superior origo otot,

ruang kaninus dapat terinfeksi/

Sering terlihat di atas otot businator. pembengkakan ini menghilangkan lipatan

nasolabial. Ruang ini berada di dekat kelopak mata bawah, dan karena itu

manajemen dini sangat penting untuk menghindari infeksi circumorbital. Pada

kasus ini infeksi berasal dari gigi premolar atas kanan yang ditunjukkan dengan

pemeriksaan klinis dan foto panoramic terdapat radiolusen diffuse pada apical gigi

14,15.

Gambar 11. Penyebaran infeksi dari gigi ke dalam fossa canina

Pembengkakan yang terjadi lebih besar setelah mengkonsumsi obat dari

puskesmas dimungkinkan terdapat ketidaksesuaian obat dan efek yang kurang

Page 13: Refarat ERI ALP

adekuat dalam melakukan pertahanan terhadap mikroorganisme. idealnya pilihan

antibiotic untuk terapi infeksi odontogenik harus berdasarkan hasil pemeriksaan

kultur dan sensitivitas di laboratorium. Infeksi pada umumnya disebabkan

gabungan dari bakteri aerob dan anaerob, sehingga dalam medikamentosa ksaus

ini digunakan kombinasi dua jenis antibiotik untuk memperkuat efek terapi

antibitotik.

Hal yang juga menjadi faktor pencetus adalah oral hygiene pasien yang rendah,

sehingga mikroorganisme lebih cepat perkembangannya dalam menginfeksi.

Terapi awal dilakukan ekstraksi pada gigi penyebab karena fokal infeksi

berasal dari poket yang dalam gigi 14. Tujuan ekstraksi selain gigi penyebab

adalah drainase spontan dari dalam soket gigi 14 dan 15. Drainase bertujuan untuk

membersihkan organ yang terinfeksi dari material toksik purulent dan mengurangi

tekanan pus pada jaringan, sehingga terjadi perfusi darah yang mengandung

antibiotic juga meningkatnya oksigenasi pada daerah yang terinfeksi. Selanjutnya

pemberian kombinasi obat antibiotik dan analgesic dan berikut akan dilakukan

evaluasi pada hari berikutnya.

Kontrol hari 1 pasca pencabutan, pasien merasakan terjadi penyusutan daerah

pembengkakan pada mata saja, namun belum pada bagian yang lain. Hal tersebut

diduga karena obat yang dikonsumsi tidak lengkap, sehingga efek terapi yang

diharpakan kurang maksimal. Dalam pemeriksaan intra oral masih didapatkan

drainase spontan dari dalam soket gigi 14 dan 15.

Planning selanjutnya dilakukan evaluasi kembali, jika pembengkakan pada

daerah lipatan nasolabial belum mengalami penyusutan yang bermakna akan

dilakukan insisi intra oral pada sulkus labal untuk drainase pus. Dilakukan diseksi

tumpul kea rah superior dengan klem kecil untuk membuat jalan pus abses nasal

lateral atau abses ruang spasia kanina. Setelah drainase pus, dilakuakn

pemasangan drain dan jaringan granulasi purulent dikuret dari fossa tulang di atas

akar gigi premolar dan kaninus, kemudian ditambahkan dengan medikamentosa

antibiotic, antiinflamasi dan anti nyeri (Topazian, 2002; Peterson, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Refarat ERI ALP

1. Agacayak S. Atilgan S, Belgin G. 2013. Case Report: Canine Fossa Abscess;

A Rare Etiological Factor: The Lower Canine Tooth. Journal of International

Dental & Medical Research;, 6(1), pp 36-39.

2. Fragiskos, FD. 2007. Oral surgery. Germany: Springer – Verlag Berlin

Heldelberg; P. 205-223.

3. Lopez-piriz L, Aguilar Lorenzo, Gimenez Josa Maria. 2007. Management of

Odontogenic Infection of Pulpa and Periodontal Origin. Med oral patol oral

cir bukal. 154-159.

4. Onur Gonul, Sertac Aktop, Tulin Satilmis, Hasan Garip and Kamil Goker.

Odontogenic Infections. 2015. A Textbook of Advanced Oral and

Maxillofacial Surgery. Intech. Turkey. 47-49.

5. Petersen, GW. 2003. Oral surgery. 1 th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders

Company;. P. 191-197.

6. Sailer, H.F. dan Parajola, G.F.(1999).Oral Surgery for General Dentist. New

York :Thieme.

7. Uluibau IC, Jaunay T, Goss AN. Severe odontogenic infections. Australian

Dental Journal Medications. 2005;50(4). Pp 74-80.

8. Topazian et al., 2002. Oral and Maxillofacial Infection 4th ed. WB Saunders

Company, Philadelphia

9. Veronez B, De Matos, Monnazzi MS. 2014/ Maxillofacial infection. A

retrospective evaluation of eight years. Brazil Journal of Oral Science. 13(2):

pp 98-103.