REDOKS

34
KIMIA ANALISIS 15 REDUKSI-OKSIDASI (REDOKS) Aldilla Putra Trisna;Devri Windi Sari;Fahima Ariani;Nurul Sakinah

description

k

Transcript of REDOKS

Page 1: REDOKS

REDUKSI-OKSIDASI (REDOKS)Aldilla Putra Trisna;Devri Windi Sari;Fahima Ariani;Nurul Sakinah

15KIMIA ANALISIS

Page 2: REDOKS

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah swt karena dengan izin-Nya kita masih di beri kesempatan

dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “REDOKS”. Dan tak lupa pula

penulis haturkan salawat dan salam atas junjungan Rasulullah Muhammad SAW beserta

keluarga, sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman, amin.

Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia

Analisis Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini

dengan memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami.

Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

dari pada itu penyusun memohon saran dan arahan yang sifatnya membangun guna

kesempurnaan makalah ini di masa akan datang dan penyusun berharap makalah ini

bermanfaat bagi semua pihak.

Tulungagung, 23 November 2015

Penyusun

ii

Page 3: REDOKS

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Tujuan..................................................................................................................1

BAB II ISI

2.1 Teori Reaksi Redoks............................................................................................2

2.2 Jenis – Jenis Reaksi Redoks.................................................................................3

2.3 Prinsip Reaksi Redoks..........................................................................................12

2.4 Indikator Redoks..................................................................................................13

2.5 Aplikasi Analisis Reaksi Redoks Dalam Analisis Obat Dan Bahan Obat

Beserta Beberapa Contohnya..............................................................................18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................19

3.2 Saran.....................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: REDOKS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang

menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom

dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa proses redoks yang

sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon dioksida, atau

reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana(CH4), ataupun ia dapat

berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia

melalui rentetan transfer elektron yang rumit. Istilah redoks berasal dari dua

konsep, yaitu reduksi dan oksidasi.

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan

analit. Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam

atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam

bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan

menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan

kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat

dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV),

dan sebagainya.

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang

penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan

tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat

berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka

perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.

1.2 Tujuan

Mengetahui prinsip dasar titrasi redoks

1

Page 5: REDOKS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori reaksi redoks

Pengetahuan manusia mengenai reaksi redoks senantiasa berkembang. 

Perkembangan konsep reaksi redoks menghasilkan dua konsep, klasik dan

modern.  Awalnya, reaksi redoks dipandang sebagai hasil dari perpindahan atom

oksigen dan hidrogen. Oksidasi merupakan proses terjadinya penangkapan

oksigen oleh suatu zat. Sementara itu reduksi adalah proses terjadinya pelepasan

oksigen oleh suatu zat. Oksidasi juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya

pelepasan hidrogen oleh suatu zat dan reduksi adalah suatu proses terjadinya

penangkap hidrogen. Oleh karena itu, teori klasik mengatakan bahwa oksidasi

adalah proses penangkapan oksigen dan kehilangan hidrogen. Di sisi lain, reduksi

adalah proses kehilangan  oksigen dan penangkapan hidrogen. Seiring

dilakukannya berbagai percobaan, konsep redoks juga mengalami perkembangan.

Munculah teori yang lebih modern yang hingga saat ini masih dipakai. Dalam

teori ini disebutkan bahwa:

a. Oksidasi adalah proses yang menyebabkan hilangnya satu atau lebih elektron

dari dalam zat. Zat yang mengalami oksidasi menjadi lebih positif.

b. Reduksi adalah proses yang menyebabkan diperolehnya satu atau lebih

elektron oleh suatu zat. Zat yang mengalami reduksi akan menjadi lebih

negatif.

Teori ini masih dipakai hingga saat ini. Jadi proses oksidasi dan reduksi

tidak hanya dilihat dari penangkapan oksigen dan hidrogen, melainkan dipandang

sebagai proses perpindahan elektron dari zat yang satu ke zat yang lain.

Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan

diatas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada

perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan

selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan

bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam

prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun

terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada

2

Page 6: REDOKS

transfer elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan

kovalen). Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal

(formal charge) dikenal sebagai reaksi metatesis.

2.2 Jenis-Jenis reaksi redoks

2.2.1 Titrasi yang melibatkan Iodium

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi

langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri)

a. Titrasi Langsung

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial

oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan

direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :

I2 + 2 e-  → 2 I-

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai

potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C

mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga

dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Reaksi yang terjadi

dituliskan dalam gambar 7. 10

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk

membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri

ini dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan

memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir.

3

Page 7: REDOKS

b. Titrasi tidak langsung (iodometri)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempuyai potensial oksidasi yang

lebih besar dari pada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang

bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. pada iodometri, sampel yang

bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan

menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku

natrium tiosulfat. Banyak volume natrium tiosulfat yang digunakan

sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan

banyaknya sampel.

Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin (Cl2) dalam agen

pemutih. Klorin akan mengoksidasi iodida untuk menghasilkan iodium.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Cl2 + 2 I-  → 2 Cl- + I2

Selanjutnya iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku

natrium tiosulfat menurut reaksi:

2S2O32- + I2 → S4O6

2- + 2I-

c. Penyerapan Iodium Oleh Senyawa-Senyawa Penisilin

Masalah stabilitas yang utama dalam senyawa-senyawa penicilin

adalah hidrolisis cincicn β-laktam sebagaimana ditunjukkan oleh gambar

7.11

Jika cincin β-laktam terbuka maka akan mengkonsumsi iodium. Tiap

1 mol cincin β-laktam yang terbuka akan bereaksi dengan 8 ekivalen

iodium, sementara cincin β-laktam yang utuh tidak akan bereaksi dengan

iodium. Dalam jenis titrasi ini, iodium berlebihan ditambahkan pada

sampel pencilin dan iodium sisa (yang tidak bereaksi) dititrasi kembali

dengan larutan baku natrium tiosulfat.

4

Page 8: REDOKS

2.2.2 Permanganometri

Permanganometri adalah titrasi redoks yang menggunakan KMnO4

(oksidator kuat) sebagai titran. Dalam permanganometri tidak diperlukan

indikator, karena titran bertindak sebagai indikator (auto indikator).

Kalium permanganat bukan larutan baku primer, maka larutan KMnO4

harus distandarisasi, antara lain dengan arsen(III) oksida (As2O3) dan

Natrium oksalat (Na2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk

penentuan kadar besi, kalsium dan hidrogen peroksida. Pada penentuan

besi, pada bijih besi mula-mula dilarutkan dalam asam klorida, kemudian

semua besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara permanganometri.

Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-mula kalsium diendapkan

sebagai kalsium oksalat kemudian endapan dilarutkan dan oksalatnya

dititrasi dengan permanganat.

Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan

kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi

ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium

permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari

100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan

5

Page 9: REDOKS

indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat

bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi

+2, +3, +4, +6, dan +7 . Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi

dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan.

Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka

penambahan indikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat

dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.

Dalam suasana asam atau [H+] ≥ 0,1 N, ion permanganat mengalami

reduksi menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi :

MnO4- + 8H+ + 5e- ↔ Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt

Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi

mangan dioksida seperti reaksi berikut :

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt

Dan dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0,1 N, ion permanganat akan

mengalami reduksi sebagai berikut:

MnO4- + e- ↔ MnO4

2-

2.2.3 Serimetri

Larutan serium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat

pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium

permanganate, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu

menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Kalau larutan

kalium permanganat dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan

hasil reduksi , maka reduksi larutan serium (IV) sulfat selalu menghasilkan

ion serium (III), menurut reaksi : Ce4+ + e- → Ce3+

Jika dibandingkan dengan kalium permanganate dan kalium bikromat,

maka penggunaan larutan baku serium (IV) sulfat mempunyai beberapa

keuntungan yaitu :

1. Larutan serium (IV) sulfat sangat stabil pada penyimpanan yang

lama dan tidak perlu terlindung dari cahaya seperti larutan kalium

6

Page 10: REDOKS

permanganate, bahkan pada pendidihan yang terlalu lama tidak

mengalami perubahan konsentrasi. Asam sulfat yang diperlukan

untuk pengasaman sekitar 10 sampai 40 ml asam sulfat tiap liter

larutan. Dengan demikian terbukti bahwa larutan serium (IV) sulfat

lebih stabil jika dibandingkan dengan larutan kalium permanganate.

2. Larutan serium (IV) sulfat dapat digunakan untuk menetapkan kadar

larutan yang mengandung klorida yang konsentrasinya tinggi.

3. Reaksi ion serium (IV) dengan reduktor dalam larutan asam

memberikan perubahan valensi yang sederhana(valensinya satu).

Ce4+ + e- → Ce3+

Sehingga berat ekivalennya adalah sama dengan berat molekulnya,

sedangkan pada permanganate karena hasil reduksinya bermacam-

macam, maka berat ekivalennya tergantung pada kondisi

percobaannya.

3. Larutan serium (IV) sulfat merupakan pengoksidasi (oksidator) yang

baik sehinnga semua senyawa yang dapat ditetapkan dengan kalium

permanganate dapat ditetapkan dengan serium (IV) sulfat bahkan

dengan reduktor lain.

4. Larutan serium (IV) sulfat kurang berwarna sehingga tidak

mengkaburkan pengamatan titik akhir dengan indicator. Penggunaan

indicator ion fero-fenantrolin (ferroin) sangat memuaskan pada

titrasi denagn larutan baku serium (IV) sulfat.

Larutan serium (IV) sulfat dalam asam klorida pada suhu didih tidak

stabil karena terjadi reduksi oleh asam dan terjadi pelepasan klorin

menurut reaksi berikut :

2Ce4+ + 2 Cl- 2Ce3+ + Cl2

Reaksi ini pada pendidihan berjalan cepat, oleh karena itu jika

diperlukan pendidihan maka digunakan asam sulfat. Jika pada suhu kamar,

maka dapat digunakan asam klorida encer. Penggunaan asam fluoride

tidak dapat dilakukan karena akan membentuk kompleks dengan larutan

7

Page 11: REDOKS

serium(IV) sulfat yang sangat stabil dan warna kuning dari larutan serium

(IV) sulfat akan hilang.

Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara serimetri dalam

Farmakope Indonesia Edisi IV adalah : besi (II) fumarat, besi (II)

glukonat, besi (II) sulfat, hidroquinon, vitamin K (menadion), vitamin E

(tokoferol) bebas.

2.2.4 Titrasi yang melibatkan Brom (Br2)

Brom dapat digunakan seagai oksidator seperti iodium. Brom akan

direduksi oleh zat-zat organic dengan terbentuknya senyawa hasil substitisi

yang tidak larut dalam air misalnya tribrimofenol, tribromoanilin, dsb yang

reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Brom juga dapat digunakan

untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organic yang mampu bereaksi

secara adisi atau substitisi dengan brom.

Selain bromnya sendiri , brom dapat juga diperoleh dari hasil

pencampuran kalium bromat dan kalium bromide dalam lingkungan asam

kuat sesuai dengan reaksi berikut :

KBrO3 + 5KBr + 6HCl → 3Br2 + 6KCl + 3H2O

Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara

dengan jumlah iodium yang dihasilkan menurut reaksi :

Br2 + 2KI → I2 + 2KBr

Iodium ini selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat

menurut reaksi :

I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S2O6

Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat

dikarenakan perbedaan potensial yang sangat besar, akibatnya jika brom

langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat maka yang dihasilkan tidak

hanya tetrationat (S4O62-) tetapi juga sulfat (SO4

2) bahkan mungkin sulfide

yang berupa endapan kuning.

8

Page 12: REDOKS

Larutan baku brom dapat digunakan untuk menetapkan kadar fenol

dengan cara sebagai berikut : timbang secara seksama kurang lebih 2 gram

, masukkan dalam labu takar 1000 ml, dan encerkan dengan air sampai

tanda batas. Pipet 20,0 ml larutan ini dan masukkan dalam labu iodium.

Tambahkan 30,0 ml larutan bromo 0,1 N secara tepat dan 5 ml HCl pekat,

dan dengan segera labu ditutup untuk menghindari menguapnya brom.

Goyang-goyangkan selama 30 menit dan diamkan selama 15 menit.

Tambahkan 5 ml larutan KI 20 %, hati-hati terhadap uap brom yang

dilepaskan, segera tutup dan gojok baik-baik supaya kelebihan brom

bereaksi dengan KI menghasilkan iodium yang setara dengan brom sisa.

Tambahkan 5 ml kloroform. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan

larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N dengan menggunakan 3 ml larutan

kanji 0,5 % sebelum titik akhir sebagai indicator. Lakukan titrasi blanko.

Tiap ml brom 0,1 N setara dengan 1,569 mg fenol.

Ketika asam klorida pekat ditambahkan mak brom akan dibebaskan ,

dan brom ini akan bereaksi dengan fenol untuk menghasilkan endapan

putih tribromofenol dan asam bromide menrut reaksi :

KBrO3 + 5KBr + 6HCl 3Br + 6KCl + 3H2O

Labu yang digunakan harus tertutup rapat untuk menghindari

menguapnya brom, sedangkan penggojokan selama 30 menit bertujuan

supaya reaksi fenol dengan brom berlangsung secara sempurna.

9

Page 13: REDOKS

Penambahan KI bertujuan untuk mengubah brom menjadi iodium sesuai

dengan reaksi : Br2 + 2KI → I2 + 2KBr

Sedangkan penambahan 5 ml kloroform bertujuan untuk melarutkan

endapan tribromofenol. Iodium yang terbentuk selanjutnya dititrasi dengan

larutan baku natrium tiosulfat

Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya dengan larutan baku

brom dalam Farmakope Indonesia Edisi IV : klorokresol, fenol, fenol cair,

fenileprin HCl, resorsinol, dan timol.

2.2.5 Titrasi yang melibatkan iodat

larutan kalium iodat dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu

kalium iodat dalam air secukupnya. Kalium iodat dapat diperoleh dalam

keadaan murni dan bersifat stabil sehingga larutan ini tidak perlu

dibakukan kembali. Larutan baku kalium iodat tidak menggunakan

normalitas akan tetapi molaritas karena normalitasnya dapat bermacam-

macam, tergantung reaksinya. Dalam hal ini maka reduksi kalium iodat

menjadi iodide tidak bisa seragam sebagaimana kalium bromat. Pada

reaksi berikut :

IO3- + 6H+ + 6e ↔ I- + 3H2O (I)

Maka 1 mol kalium iodat setara dengan 6 elektron akibatnya

valensinya adalah 6 sehingga 0,05M sama dengan 0,3 N, akan tetapi jika

digunakan kelebihan kalium iodat maka yang terjadi pada reaksi (I) akan

terbentuk iodium, sehingga kelebihan iodat dan iodium dapat ditetapkan

secara iodometri. Reduksi iodat menjadi iodium dapat ditulis denagnreaksi

berikut :

2IO3 + 12H+ + 10e → I2 + 6H2O (II)

Pada reaksi (II) ini maka 2 mol iodat setara dengan 10 elektron

sehingga valensinya 5 akibatnya larutan 0,05 N setara dengan 0,25 N.

reaksi ini tidak digunakan untuk penetapan yang resmi.

10

Page 14: REDOKS

Dengan beberapa persyaratan , maka hasil reduksi iodat menjadi

iodide dan iodium (reaksi I dan II ) dapat diubah menjadi I+ secara

kuantitatif. Pada penggunaanya dalam titrasi, pengubahan menjadi I+

dilakukan dengan memberikan konsentrasi HCl yang lebih tinggi. Iodium

yang mula – mula terbentuk dari kalium iodat mengalami solvalisis dalam

pelarut polar menurut reaksi berikut :

I2 ↔ I+ + I-

Dengan adanya konsentrasi HCl yang cukup maka kation iodium

membentuk iodomonoklorida yang kemudian terjadi stabilisasi dengan

membentuk ion kompleks menurut reaksi :

I+ + HCl ↔ ICl+ + H+

Cl + HCl ↔ ICl2- + H+

I+ + 2HCl ↔ICl2- + 2H+

Pembentukan iodo monoklorida inilah yang digunakan dalam

penetapan kadar beberapa zat reduktor. Pada cara ini maka reaksi

reduksinya berjalan sabagai berikut :

IO3- + 6H+ + 4e ↔ I+ + 3H2O

Pada reaksi ini maka 1 mol iodat setara dengan 4 elektron sehingga

valensinya adalah 4, akibatnya 0,05 M sama dengan 0,2 N.

Pada penetapan kadar dengan kalium iodat digunakan kloroform atau

karbon tetraklorida untuk menetapkan titik akhirnya. Pada permulaan

titrasi ketika terbentuk iodium maka permukaan kloroform meenjadi

berwarna, setelah semua zat pereduksi sudah dioksidasi maka iodat dan

iodidanya bereaksi dengan I+ sehingga warna dari lapisan kloroform akan

hilang. Disisni tidak digunakan larutan kanji , karena pada keasaman yang

tinggi tidak terbentuk warna biru dari kompleks kanji-iodium. Selain

pelarut organic dapat juga digunakan zat warna tertentu seperti amaranth,

brilianth ponceau, dsb.

11

Page 15: REDOKS

2.2.6 Titrasi dengan Kalium Bromat

Kalium bromat merupakan oksidator kuat dalam lingkungan asam dan

reaksinya dengan zat-zat pereduksi akan diubah menjadi bromida menurut

reaksi :

BrO3- + 6H+ + 6e ↔ Br - + 3H2O

Yang selanjutnya pada titik akhir titrasi akan terbentuk brom menurut

reaksi :

KBrO3 + 5KBr +6 HCl →3Br2 + 6KCl + 3H2O

Karena 1 mol KBrO3 setara dengan 6 elektron maka 1 gram ekivalen

KBrO3 sama dengan 1/6 gram mol.

Dengan terbentuknya brom, titik akhir titrasi dapat ditentukan

dengan terbentuknya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya warna

ini menjadi jelas maka perlu ditambah indikator seperti jingga metil,

merah fushin, dll.

Dalam suasana asam, indikator-indikator ini mempunyai warna

yang biasa muncul dalam suasana asam sebagaimana dalam indikator

asam-basa, tetapi pada saat titik akhir titrasi indikator ini akan dirusak

dengan adanya kelebihan brom sehingga warnanya berubah dan tidak akan

kembali lagi jika misalnya ditambah dengan reduktor.jadi indikator ini

bersifat irriversibe. Titrasi langsung dengan larutan kalium bromat yang

menggunakan indikator irriversibel, biasanya dilakukan dalam lingkungan

HCl 1,5-2 N.

Pada akhir titrasi terbentuk brom dan klor, yang dengan segera

memucatkan warna indiktor menurut reaksi :

6 Cl- + 2BrO3- +12H- → Br2 + 5 Cl2 + 6 H2O

2.3 Prinsip reaksi redoks

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan

kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi

oksidasi dan reduksi antara analit dengan titran, dimana

reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.

Analit yang mengandung spesi reduktor di titrasi dengan

12

Page 16: REDOKS

titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau

sebaliknya.

Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat yang

bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode

titrasi redoks ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi.

Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat

titik akhir titrasi seperti titrasi antara KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan KMnO4

itu sendiri sudah berwarna. Sedangkan Amylum biasanya dipakai untuk titrasi

yang melibatkan senyawa I2 (Khairun, 2009).

Indikator titrasi redok merupakan senyawa berwarna yang akan berubah

warna jika teroksidasi atau tereduksi. Indikator akan bereaksi secara redoks

dengan penitrasi setelah semua larutan yang dititrasi habis bereaksi dengan

penitrasi, karena indicator ditambahkan dalam jumlah kecil. Pemilihan

indikator titrasi redoks yaitu indikator yang mempunyai harga kisaran

potensial yang berada disekitar harga potensial titik ekivalen titrasi. Indikator

harus bereaksi secara cepat dengan penitrasi. Bila indikator bereaksi lambat

maka titik akhir titrasi akan datang terlambat, sehingga akan lebih banyak

volume penitrasi yang diperlukan dari yang seharusnya (Wiryawan et al.,

2008).

Titik akhir titrasi redoks dapat ditetapkan dengan beberapa cara yaitu

mengikuti titrasi secara potensiometri, titran bertindak sebagai indikator atau

auto indikator, contoh: KMnO4, menggunakan indikator spesifik contoh:

kanji, dan menggunakan indikator redoks contoh kompleks besi (II) 1,10-

fenantrolin (feroin) dan difenilamin. Indikator redoks adalah zat warna yang

dapat berubah warnanya bila direduksi atau dioksidasi. Setiap indikator

redoks berubah warna pada trayek potensial tertentu. Indikator yang dipilih

harus mempunyai perubahan potensial yang dekat dengan potensial titik

ekivalen (Etnarufiati, 2009).

2.4 Indikator

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan

analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi

13

Page 17: REDOKS

titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah

warnanya dengan kelebihan titran juga sering digunakan.

Dalam titrasi redoks ada 3 jenis indikator :

a. Indikator Redoks Reversibel

Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya yang tidak tergantung dari

salah satu zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi.

Indikator ini dapat dioksidasi dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).

Untuk titrasi dengan Ce4+ dapat dipakai Ferroin; sedangkan untuk titrasi

dengan Cr2O7 = Ferroin tidak cocok karena potensial perubahan ferroin terlalu

tinggi dibandingkan dengan potensial TE. Maka dipakai difenilamin atau

difenilamin sulfonat. Sebenarnya kedua indikator ini kebalikan dari ferroin

dalam arti potensial peralihannya terlalu rendah. Namun dengan asam fosfat 3

M kesulitan ini teratasi karena potensial TE diturunkan sehingga sesuai untuk

penggunaan difenilamin atau garam sulfonatnya. Penurunan potensial terjadi

karena asam fosfat (H3PO4) mengkompleks Fe3+ tetapi tidak mengkompleks

Fe2+, sehingga konsentrasi Fe3+ bebas selalu rendah. Berikut Beberapa

Contoh – contoh Indikator Redoks yang sering digunakan :

1. Kompleks Fe ( II ) – ortofenentrolin

Suatu golongan senyawa organik yang dikenal dengan nama 1,10

fenantrolin ( Ortofenantrolin ) yang membentuk kompleks yang stabil

dengan Fe ( II ) dan ion-ion lain melalui kedua atom N pada struktur

induknya. Sebuah ion Fe2+ berikatan dengan tiga buah molekul

fenantrolin dan membentuk kelat dengan struktur. Kompleks ini terkadang

disebut FERROIN dan ditulis (Ph)3Fe2+ agar sederhana. Besi yang terikat

dalam ferroin itu mengalami oksidasi reduksi secara reversible.

Walaupun kompleks (Ph)3 Fe2+ berwarna biru muda, dalam

kenyataannya, warna dalam titrasi berubah dari hampir tak berwarna

menjadi merah. Karena kedua warna berbeda intensitas, maka titik akhir

dianggap tercapai pada saat baru 10 % dari indikator berbentuk (Ph)3Fe2+.

Oleh sebab itu maka potensial peralihannya kira – kira 1,11 Volt dalam

larutan H2SO4 1 M.

14

Page 18: REDOKS

Diantara semua indikator redoks, Ferroin paling mendekati bahan

yang ideal. Perubahan warnanya sangat tajam, larutannya mudah dibuat

dan sangat stabil. Bentuk teroksidasinya amat tahan terhadap oksidator

kuat. Reaksinya cepat dan reversibel. Diatas 60 oC, Ferroin terurai.

2. Difenilamin dan turunannya

Ditemukan pertama kali dan penggunaannya dianjurkan oleh Knop

pada tahun 1924 untuk titrasi Fe2+ dengan kalium bikhromat. Reaksi

pertama membentuk difenilbenzidine yang tak berwarna; reaksi ini tidak

reversibel. Yang kedua membentuk violet difenilbenzidine, reversibel dan

merupakan reaksi indikator yang sebenarnya.

Potensial reduksi reaksi kedua kira – kira 0.76 volt. Walaupun ion H+

tampak terlibat, ternyata perubahan keasaman hanya berpengaruh kecil

atas potensial ini, mungkin karena asosiasi ion tersebut denga hasil yang

berwarna itu.

Kekurangan difenilamain antara lain ialah indikator ini harus

dilarutkan dalam asam sulfat pekat karena sulit larut dalam air. Hasil

oksidasi ini membentuk endapan dengan ion Wolfram sehingga dalam

Analisa, ion tersebut tidak dapat dipakai. Akhirnya ion merkuri

memperlambat reaksi indikator ini.

Derivat difenilamin yaitu Asam Difenilamin Sulfonat, tidak

mempunyai kelemahan – kelemahan diatas :

Garam Barium atau Natrium dari asam ini dapat digunakan untuk

membuat larutan indikator dalam air dan sifatnya serupa dengan induknya.

Perubahan warna sedikit lebih tajam, dari tak berwarna , melalui hijau

menjadi violet. Potensial peralihannya 0.8 volt dan juga tak tergantung dari

konsentrasi asam. Asam sulfonat derivat ini sekarang banyak digunakan

dalam titrasi redoks.

b. Indikator Redoks Irreversibel

Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan

sifatnya tidak dapat berubah kembali seperti semula. Indikator ini digunakan

15

Page 19: REDOKS

pada titrasi Bromatometri. Contoh yang sering digunakan adalah Methyl Red

(MR) dan Methyl Orange (MO).

Reaksi yang terjadi berupa oksidasi dari indikator MR atau MO menjadi

senyawa yang tidak berwarna oleh Brom bebas (Br2). Brom ini berasal dari :

KBrO3 + HCl ------> KCl + HBr + 3 O

2 HBr + O ------> H2O + Br2

Br2 + MO / MR ------> Teroksidasi (Tidak berwarna)

c. Indikator Redoks Khusus (Tidak terpengaruh Potensial redoks)

Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi,

Contoh indikator Amilum, yang membentuk kompleks biru tua dengan ion

triIodida. Indikator yang sebenarnya jauh lebih luas penerapannya karena

hanya tergantung dari perubahan potensial larutan . Sudah dikemukakan bahwa

indikator tersebut sebenarnya juga dapat dioksidasi – reduksi dan mempunyai

warna yang berbeda dalam bentuk tereduksi.

Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa

digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak

terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial larutan,

melainkan berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium.

1. Amylum

Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-

Amylum yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah.

Mekanisme pewarnaan biru ini karena terbentuknya suatu senyawa dala

dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum mempunyai bentuk

helikal dan dengan itu membentuk celah berbentuk saluran. Dalam saluran

itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru disebabkan oleh ketujuh

elektron luar atom Iod yang mudah bergerak.

I2 + Amylum -------> Iod-Amylum (biru)

Iod-Amylum + S2O32- -------> Warna Hilang

Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah

dan bila konsentrasi Iod habis maka warna biru tadi akan hilang.

Penambahan indikator amylum sebaiknya menjelang titik akhir titrasi

16

Page 20: REDOKS

karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar dipecah pada titik akhir

titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi

kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan

amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik

akhir titrasi.

2. Chloroform

Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan

fungsi Chloroform sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium dalam

fase organik (fase nonpolar). Melarutnya Iodium dalam Chloroform

memberi warna violet. Hal ini patut dipahami karena Iodium sukar larut

dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter pada suhu 25O C. Tetapi

sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk Ion TriIodida

(I3-)dan dalam Chloroform. Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka

Iodium akan diubah menjadi Iodida dan bila konsentrasi iod habis maka

warna violet tadi akan hilang.

2.4.2 Tipe – tipe Indikator Redoks

Ada beberapa tipe dari indikator yang dapat dipergunakan dalam titrasi-

titrasi redoks (Day and Underwood, 2002):

1. Suatu substansi berwarna dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri.

Sebagai contoh, larutan kalium permanganate mewakili warna yang

begitu gelap sehingga sedikit saja kelebihan dari reagen ini dalam

sebuah titrasi dapat secara mudah terdeteksi.

2. Suatu indikator yang spesifik adalah substansi yang bereaksi dengan

cara yang spesifik dengan salah satu dari reagen-reagennya dalam suatu

titrasi untuk menghasilkan sebuah warna. Contoh-contohnya adalah

kanji, yang menghasilkan warna biru gelap dengan iodin, dan ion

tiosianat, yang menghasilkan warna merah dengan ion besi (III).

3. Indikator-indikator luar, atau spot test, dulu pernah dipergunakan ketika

indikator internal belum tersedia. Ion ferrisianida dipergunakan untuk

mendeteksi ion besi (II) melalui pembentukan besi (II) ferrisianida (biru

Turnbull) pada sebuah piringan di luar bejana titrasi.

17

Page 21: REDOKS

4. Potensial redoks dapat diikuti selama titrasi, dan titik ekivalen yang

dideteksi dari perubahan potensial yang besar dalam kurva titrasi.

Prosedur semacam ini desebut titrasi potensiometrik, dan kurva titrasi

dapat diplot secara manual ataupun dicatat secara otomatis.

5. Akhirnya, sebuah indikator yang menjalani sendiri oksidasi-reduksi

dapat dipergunakan.

2.5 Aplikasi analisis reaksi redoks dalam analisis obat dan bahan obat

beserta beberapa contohnya

a. Titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar: asam askorbat;

natrium askorbat; metampiron (antalgin); serta natrium tiosulfat dan sediaan

ineksinya.

b. Larutan baku kalium permanganat hanya digunakan untuk menetapkan

kadar hidrogen peroksida

c. Serimetri digunakan untuk penetapan kadar : Besi(II) fumarat, Besi(II)

glukonat, Besi(II) sulfat, Hidrokuinon, Vitamin K(menadion), Vitamin E

(Tokoferol) bebas.

d. Penetapan kadar senyawa dengan larutan baku brom : klorokresol, fenol,

fenol cair, fenileprin HCl, resorsinol, dan timol.

18

Page 22: REDOKS

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan

kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi

oksidasi dan reduksi antara analit dengan titran, dimana

reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.

Analit yang mengandung spesi reduktor di titrasi dengan

titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau

sebaliknya.

Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat yang

bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode

titrasi redoks ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi.

Beberapa metode titrasi redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat

titik akhir titrasi seperti titrasi antara KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan

KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Sedangkan Amylum biasanya dipakai

untuk titrasi yang melibatkan senyawa I2.

19

Page 23: REDOKS

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta :

Erlangga.

Gandjar Ibnu Ghalib dan Rahman Abdul.2007. Kimia Farmasi Analisis.Pustaka

Pelajar.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia.

Jakarta.

Rivai, Haeeizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UIP: Jakarta

Svehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimakro. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Wiryawan, Adam., Rurini Retnowati dan Akhmad Sabarudin. 2008. Kimia

Analitik. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Perguruan Tinggi,

Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

20