Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi - pta-pontianak.go.id Keputusan/Buku_II_Edisi... ·...
Transcript of Redesign Drs. SAHERUDIN Ke daftar isi - pta-pontianak.go.id Keputusan/Buku_II_Edisi... ·...
i
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
ii
Redesign Drs. SAHERUDIN
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Kehadiran Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan
Agama Edisi Tahun 2010 sangat penting artinya bagi seluruh aparat Peradilan
Agama. Sebagai pedoman, Buku II selama ini menjadi salah satu acuan bagi
seluruh aparat Peradilan Agama terutama para Hakim, Panitera / Panitera
Pengganti dan Jurusita dalam melaksanakan tugas di bidang administrasi
peradilan dan teknis peradilan.
Mengingat keberadaan Buku II Edisi Revisi 2010 tersebut sangat penting
bagi aparat Peradilan Agama. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
melalui DIPA Tahun 2010 alhamdulillah dapat melakukan pencetakan dan hasil
cetakannya akan didistribusikan ke semua instansi Pengadilan Tinggi Agama,
Mahkamah Syar’iyah Aceh, Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di
Provinsi Aceh.
Harapan kami, semoga dengan kehadiran Buku II Edisi Revisi 2010 ini dapat
lebih meningkatkan kualitas aparat peradilan Agama dalam pemberian pelayanan
hukum yang berkeadilan kepada masyarakat pencari keadilan.
Jakarta, 5 November 2010
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama
Drs. H. Wahyu Widiana, MA
Ke daftar isi
iii
Redesign Drs. SAHERUDIN
petunjuk
Ke daftar isi
iv
Redesign Drs. SAHERUDIN
KATA PENGANTAR
KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
Penelitian yang dilakukan selama lebih dari satu tahun, untuk dapat merevisi
Pedoman Pelaksanaan Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan di
Lingkungan Pengadilan (Buku II), telah selesai. Revisi ini dilakukan untuk
menyesuaikan buku tersebut dengan berbagai undang-undang dan
ketentuan baru mengenai peradilan yang telah berlaku dalam kurun waktu 10
tahun terakhir.
Buku ini dinamakan Buku II yaitu Pedoman Teknis Administrasi dan
Teknis Peradilan di peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, serta
lampiran form ulir-form ulir yang berlaku di setiap lingkungan peradilan.
Dengan selesainya revisi Buku II dan seiring dengan selesainya pula
proses satu atap di Mahkamah Agung RI, maka saya menaruh harapan yang
besar agar dalam pelaksanaan tugas sehari-hari terwujud ketentuanketentuan
yang mantap, jelas dan tegas tentang apa dan bagaimana tata kerja
administrasi peradilan yang harus dilaksanakan dengan tertib dan disiplin.
Sejalan dengan itu, semoga masalah-masalah yang selama ini masih terjadi
di lapangan seperti masalah transparansi peradilan dan benturan titik
singgung antar lingkungan peradilan dpat teratasi.
Akhirnya saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas kerja keras dari seluruh Tim Peneliti Revisi
Buku II untuk mewujudkan buku pedoman tersebut, yang telah memberikan
bantuan teknik sekaligus menyeluruh sehingga pekerjaan yang berlangsung
lebih dari satu tahun ini dapat diselesaikan dengan baik.
Jakarta, 29 Juli 2007
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA
BAGIR MANAN
Ke daftar isi
v
Redesign Drs. SAHERUDIN
Agung
vi
Redesign Drs. SAHERUDIN
vii
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
viii
Redesign Drs. SAHERUDIN
Kma012
ix
Redesign Drs. SAHERUDIN
x
Redesign Drs. SAHERUDIN
xi
Redesign Drs. SAHERUDIN
xii
Redesign Drs. SAHERUDIN
xiii
Redesign Drs. SAHERUDIN
xiv
Redesign Drs. SAHERUDIN
xv
Redesign Drs. SAHERUDIN
Ke daftar isi
xvi
Redesign Drs. SAHERUDIN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama
Petunjuk Teknis Buku II Edisi Revisi 2013
Kata Pengantar Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No: KMA/032/SK/IV/2006
Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No: 012/ KMA/SK/II/2007
I. TEKNIS ADMINISTRASI
A. PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR’IYAH
1. Penerimaan Perkara
a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama
b. Pendaftaran Perkara Banding
c. Pendaftaran Perkara Kasasi
d. Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali
2. Administrasi Biaya Perkara
3. Administrasi Biaya Perkara Prodeo
4. Tambahan Panjar Biaya Perkara Terkait Putusan Sela PTA
5. Register Perkara
6. Persiapan Persidangan
a. Penetapan Majelis Hakim
b. Penunjukan Panitera Pengganti
c. Penetapan Hari Sidang
d. Pemanggilan Para Pihak
7. Pelaksanaan Persidangan
a. Ketentuan Umum Persidangan
b. Berita Acara Sidang
c. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
d. Penyelesaian Putusan
e. Pemberitahuan Isi Putusan
f. Penyampaian Salinan Putusan
g. Minutasi Berkas Perkara
h. Pemberkasan Perkara
i. Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak
8. Laporan Perkara
9. Pengarsipan
10. Penggunaan Instrumen
B. PENGADILAN TINGGI AGAMA/MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH
1. Administrasi Perkara Pengadilan Tingkat Banding
a. Prosedur Penerimaan Perkara
b. Administrasi Keuangan Perkara Banding
c. Registrasi Perkara Banding
xvii
Redesign Drs. SAHERUDIN
2. Persiapan Persidangan
3. Pemberkasan Perkara Banding
4. Laporan Perkara Banding
5. Arsip Berkas Perkara Banding
6. Pengguganaan Instrumen
C. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
II. TEKNIS PERADILAN
A. KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA /
MAHKAMAH SYAR’IYAH
1. Kedudukan
2. Dasar Hukum
3. Kewenangan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah
4. Hukum Materi Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
5. Hukum Acara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
6. Asas Personalitas Keislaman
7. Sengketa Hak Milik
B. PEDOMAN BERACARA PADA PA / MSY
1. Pedoman Umum
a. Permohonan
b. Gugatan
c. Beracara Secara Prodeo
d. Kewenangan Relatif
e. Kewenangan Absolut
f. Kuasa / Wakil
g. Perkara Gugur
h. Perkara Dibatalkan
i. Pencabutan Gugatan
j. Perkara Verstek
k. Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
l. Perubahan Gugatan
m. Rekonvensi
n. Kumulasi Gugatan
o. Masuknya Pihak Ketiga Dalam Proses Perkara
p. Gugatan Perwakilan Kelompok
q. Gugatan Untuk Kepentingan Umum
r. Perdamaian / Mediasi
s. Penggugat / Tergugat Meninggal Dunia
t. Pengunduran Sidang
u. Tangkisan / Eksepsi
v. Pengunduran Diri Hakim
w. Pembuktian
xviii
Redesign Drs. SAHERUDIN
x. Pemeriksaan Setempat
y. Sita Jaminan
z.1. Sita Jaminan Terhadap Barang Milik Tergugat
z.2. Sita Terhadap Barang Milik Penggugat
aa. Sita Persamaan
ab. Sita Harta Bersama
ac. Sita Buntut
ad. Sita Eksekusi
ae. Eksekusi Grose Akta
af. Eksekusi Hak Tanggungan
ag. Eksekusi Jaminan
ah. Putusan
ai. Eksekusi Putusan
aj. Lelang (Penjualan Umum)
ak. Perlawanan Terhadap Eksekusi
al. Perlawanan Pihak Ketiga
am. Penangguhan Eksekusi
an. Putusan Non Executable
ao. Penawaran Pembayaran Tunai dan Konsignasi
2. PEDOMAN KHUSUS
a. Hukum Keluarga
1) Izin Poligami
2) Izin Kawin, Dispensasi Kawin dan Wali Adhal
3) Penolakan Perkawinan
4) Pencegahan Perkawinan
5) Pembatalan Perkawinan
6) Pengesahan Perkawinan / Istbat Nikah
7) Perkawinan Campuran
8) Cerai Talak
9) Cerai Gugat
10) Harta Bersama
11) Talak Khuluk
12) Syiqaq
13) Li’an
14) Asal-usul Anak
15) Pemeliharaan dan Nafkah Anak
16) Perwalian
17) Pengangkatan Anak
b. Hukum Kewarisan
c. Wasiat dan Hibah
d. Wakaf
e. Ekonomi Syariah
xix
Redesign Drs. SAHERUDIN
f. Zakat, Infaq, dan Shadaqah
g. Sengketa Kewenangan Mengadili
h. Itsbat Rukyatul Hilal
LAMPIRAN
A. Contoh Formulir
B. Sekilas Mengenai Revisi Buku II
C. PERATURAN PERUNDANGAN
HIR
RBG
Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa Madura
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1975
SEMA Nomor 2 Tahun 1979
SEMA Nomor 6 Tahun 1983
SEMA Nomor 3 Tahun 12005
Perma Nomor 3 Tahun 2012
CATATAN:
Dalam buku aslinya tertulis Perma Nomor 02 tahun 2009, namun dalam e-book ini
sudah diganti dengan perma Nomor 03 Tahun 2012, karena Perma nomor 2 tahun
2009 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan Perma nomor 3 Tahun
2012.
Ke daftar isi
1
Redesign Drs. SAHERUDIN
I. TEKNIS ADMINISTRASI
A. PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR’IYAH
1 . Penerimaan Perkara
a. Pendaftaran Perkara Tingkat Pertama
1) Sistem pelayanan perkara di Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah menggunakan sistem meja, yaitu sistem
kelompok kerja yang terdiri dari : Meja I (termasuk di dalamnya
Kasir), Meja II dan Meja III.
2) Petugas Meja I menerima gugatan, permohonan, verzet,
permohonan eksekusi dan perlawanan pihak ketiga (derden
verzet).
3) Perlawanan atas putusan verstek (verzet) tidak didaftar
sebagai perkara baru, akan tetapi menggunakan nomor
perkara semula (verstek) dan Pelawan dibebani biaya untuk
pemanggilan dan pemberitahuan pihak-pihak yang ditaksir oleh
petugas Meja I.
4) Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) didaftar sebagai perkara
baru.
5) Dalam pendaftaran perkara, dokumen yang perlu
diserahkan kepada petugas Meja I adalah :
a) Surat gugatan atau surat permohonan yang ditujukan
kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah yang berwenang.
b) Surat Kuasa Khusus (dalam hal Penggugat atau
Pemohon menguasakan kepada pihak lain).
c) Fotokopi Kartu Anggota Advokat bagi yang
menggunakan jasa advokat.
d) Bagi Kuasa Insidentil, harus ada surat keterangan tentang
hubungan keluarga dari Kepala Desa /
Lurah/gampong/nagari dan/atau surat izin khusus dari atasan
bagi PNS dan Anggota TNI/Polri. (Surat Edaran TUADA
ULDILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/ 1987).
e) Salinan putusan (untuk permohonan eksekusi).
f) Salinan surat-surat yang dibuat di luar negeri yang
disahkan oleh Kedutaan atau perwakilan Indonesia di negara
tersebut, dan telah diterjemahkan ke dalambahasa
Indonesia oleh penerjemah yang disumpah.
6) Surat gugatan / permohonan diserahkan kepada petugas Meja I
sebanyak jumlah pihak, ditambah 3 (tiga) rangkap untuk Majelis
Hakim.
Ke daftar isi
2
Redesign Drs. SAHERUDIN
7) Petugas Meja I menerima dan memeriksa kelengkapan berkas
dengan menggunakan daftar periksa (check list).
8) Dalam menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I
berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya
Perkara.
9) Dalam menentukan panjar biaya perkara, Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah harus merujuk
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2008 tentang
PNBP, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2012
tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan
Pengelolaannya Pada Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan Yang Berada Di Bawahnya serta peraturan terkait
lainnya.
10) Komponen PNBP yang ditaksir meliputi biaya pendaftaran dan
hak redaksi, sedangkan biaya PNBP di luar biaya
pendaftaran dan hak redaksi ditaksir sendiri, tidak masuk panjar
biaya.
11) Dalam menaksir panjar biaya perkara perlu dipertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
a) Jumlah pihak yang berperkara.
b) Jarak tempat tinggal dan kondisi daerah para pihak
(radius).
c) Untuk perkara cerai talak harus diperhitungkan juga biaya
pemanggilan para pihak untuk sidang ikrar talak.
d) Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses
mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak Penggugat
melalui uang panjar biaya perkara.
12) Setelah menaksir panjar biaya perkara, petugas Meja I
membuat Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam
rangkap 4 (empat) :
a) Lembar pertama warna hijau untuk bank.
b) Lembar kedua wana putih untuk Penggugat /
Pemohon.
c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.
d) Lembar keempat warna kuning untuk dimasukkan
dalam berkas.
13) Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah tentang Panjar Biaya Perkara harus ditempel pada
papan pengumuman Pengadilan Agana.
14) Petugas Meja I mengembalikan berkas kepada Penggugat /
Ke daftar isi
3
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pemohon untuk diteruskan kepada Kasir.
15) Penggugat / Pemohon membayar uang panjar biaya
perkara yang tercantum dalam SKUM ke bank.
16) Pemegang Kas menerima bukti setor ke bank dari
Penggugat / Pemohon dan membukukannya dalam Buku
Jurnal Keuangan Perkara.
17) Pemegang Kas memberi nomor, membubuhkan tanda
tangan dan cap tanda lunas pada SKUM.
18) Nomor urut perkara adalah nomor urut pada Buku Jurnal
Keuangan Perkara.
19) Pemegang Kas menyerahkan satu rangkap surat gugatan /
permohonan yang telah diberi nomor perkara berikut SKUM
kepada Penggugat / Pemohon agar didaftarkan di Meja II.
20) Petugas Meja II mencatat perkara tersebut dalam Buku
Register Induk Gugatan / Permohonan sesuai dengan
nomor perkara yang tercantum pada SKUM.
21) Petugas Meja II menyerahkan satu rangkap surat gugatan /
permohonan yang telah terdaftar berikut SKUM rangkap
pertama kepada Penggugat / Pemohon.
22) Petugas Meja II memasukkan surat gugatan / permohonan
tersebut dalam map berkas perkara yang telah dilengkapi
dengan formulir : PMH, Penunjukan Panitera Pengganti,
Penunjukan Jurusita Pengganti, PHS dan Instrumen.
23) Petugas Meja II menyerahkan berkas kepada Panitera
melalui Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
24) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja berkas
perkara sebagaimana angka (22) di atas harus sudah
diterima oleh Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah.
25) Prosedur pengajuan berperkara secara prodeo :
a) Permohonan berperkara secara prodeo diajukan
bersama-sama dengan surat gugatan / permohonan dan
melampirkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala
Desa / Lurah atau yang setingkat dan diketahui oleh
camat.
b) Meja I membuat SKUM Rp. 0,- dan menyerahkannya
kepada Pemohon.
c) Pemohon menyerahkan surat gugatan / permohonan dan
SKUM kepada Kasir.
d) Kasir menyerahkan kembali sehelai surat gugatan /
permohonan bersama SKUM kepada pihak.
Ke daftar isi
4
Redesign Drs. SAHERUDIN
e) Meskipun SKUM Rp. 0,- penerimaan dan pengeluaran
keuangan perkara harus tetap dicatat dalam jurnal dan
buku induk.
f) Meja II mencatat dalam register perkara dan
memproses lebih lanjut bagaimana prosedur.
g) Setelah Majelis Hakim menerima berkas dari Ketua
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah, Ketua
Majelis menerbitkan PHS disertai perintah kepada
Jurusita / Jurusita Pengganti memanggil para pihak untuk
diadakan sidang insidentil mengenai ketidak
mampuannya.
h) Untuk berperkara secara prodeo yang dananya dibantu
oleh negara :
(1) Biaya dibebankan pada DIPA Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah.
(2) Komponen biaya prodeo meliputi antara lain : biaya
pemanggilan, redaksi dan materai.
(3) Biaya prodeo dapat dialokasikan untuk perkara tingkat
pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi.
(4) Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10
tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian bantuan
Hukum, berperkara secara prodeo dapat dibiayai dari
DIPA.
(5) Mekanisme pembiayaan perkara prodeo yang
dibiayai DIPA adalah sebagai berikut :
(a) Tata cara pengajuan dan proses penanganan
administrasinya sama dengan tata cara
pengajuan dan proses penanganan administrasi
prodeo biasa.
(b) Pemanggilan pertama kepada para pihak oleh
Jurusita tanpa biaya (prodeo biasa).
(c) Jika permohonan berperkara secara prodeo
dikabulkan Majelis Hakim, Panitera Pengganti
menyerahkan salinan amar Putusan Sela
kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk
kemudian dibuatkan Surat Keputusan bahwa
biaya perkara tersebut dibebankan kepada DIPA
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah.
(d) Berdasarkan Surat Keputusan KPA tersebut,
Bendahara Pengeluaran menyerahkan bantuan
biaya perkara kepada Kasir sebesar yang telah
ditentukan DIPA.
Ke daftar isi
5
Redesign Drs. SAHERUDIN
(e) Kasir membuat SKUM dan membukukan
bantuan biaya tersebut dalam Buku Jurnal
Keuangan dan mempergunakan biaya sesuai
kebutuhan selama prosesperkara berlangsung.
(f) Dalam hal terdapat sisa anggaran perkara
prodeo sebagaimana dimaksud pada huruf (h)
angka (2), sisa tersebut dikembalikan kepada KPA
(Bendahara Pengeluaran).
b. Pendaftaran Perkara Banding
1) Permohonan banding didaftarkan kepada petugas Meja I
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
2) Tenggang waktu banding adalah sebagai berikut :
a) Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14
(empat belas) hari setelah putusan diucapkan atau
setelah diberitahukan dalam hal putusan tersebut
diucapkan di luar hadir.
b) Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai pada
hari berikutnya (besoknya) setelah putusan diucapkan
atau setelah putusan diberitahukan, dan apabila hari ke-
14 (keempat belas) jatuh pada hari libur, maka
diperpanjang sampai hari kerja berikutnya.
c) Terhadap permohonan banding yang diajukan
melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat
diterima dan dicatat, kemudian Panitera membuat
surat keterangan bahwa permohonan banding telah
lampau waktu.
3) Petugas Meja I menaksir besarnya panjar biaya banding
berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan
Agama /Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya
Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :
a) Biaya pendaftaran.
b) Biaya banding yang dikirimkan ke Pengadilan Tinggi
Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh yang besarnya
sebagaimana diatur dalam PERMA Nomor 03 Tahun 2012.
c) Ongkos pengiriman biaya banding melalui bank / kantor
pos.
d) Biaya fotokopi / penggandaan dan pemberkasan.
e) Ongkos pengiriman berkas perkara banding.
f) Ongkos jalan petugas pengiriman.
g) Biaya pemberitahuan, yang berupa :
(1) Biaya pemberitahuan akta banding.
Ke daftar isi
6
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2) Biaya pemberitahuan memori banding.
(3) Biaya pemberitahuan kontra memori banding.
(4) Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (inzage)
bagi Pembanding.
(5) Biaya pemberitahuan memeriksa berkas (inzage)
bagi Terbanding.
(6) Biaya pemberitahuan amar pu tusan bagi
Pembanding.
(7) Biaya pemberitahuan amar putusan bagi
Terbanding.
4) Berkas perkara banding yang telah lengkap dibuatkan SKUM
dalam rangkap empat :
a) Lembar pertama warna hijau untuk bank.
b) Lembar kedua warna putih untuk Pembanding.
c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.
d) Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam
berkas.
5) Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan
banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada pihak yang
bersangkutan untuk membayar uang panjar yang tercantum
dalam SKUM kepada bank.
6) Kasir setelah menerima bukti pembayaran panjar biaya perkara
banding harus menandatangani dan membubuhkan cap
lunas pada SKUM.
7) Kasir kemudian membukukan uang panjar biaya perkara banding
yang tercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Keuangan
Perkara Banding.
8) Panitera membuat akta pernyataan banding dan
mencatat permohonan banding tersebut dalam Buku
Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register
Permohonan Banding.
9) Permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja harus
telah diberitahukan kepada pihak lawan.
10) Tanggal penerimaan memori banding dan kontra memori
banding harus dicatat dalam buku Register Induk
Perkara dan Buku Tegister Permohonan Banding,
11) Salinan penerimaan memori banding dan kontra memori
banding disampaikan kepada masing-masing lawannya
dengan membuat relaas pemberitahuan/penyerahannya.
12) Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi
Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh, kedua belah pihak
harus diberi kesempatan untuk memeriksa berkas
Ke daftar isi
7
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkara (inzage) dan hal itu dituangkan dalam akta.
13) Dalam waktu satu bulan sejak permohonan banding
diajukan, berkas perkara banding berupa Bundel A dan Bundel
B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh. (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1947). Khusus untuk permohonan banding
yang pemberitahuannya melalui pengadilan agama/
mahkamah syar’iyah lain, dapat lebih satu bulan.
14) Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh harus dikirim melalui bank / kantor
pos dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim dan menyatu
dengan berkas yang bersangkutan.
15) Apabila para pihak masing-masing mengajukan upaya hukum
banding, maka :
a) Penyebutan pihak-pihak adalah : Pembanding I /
Terbanding II lawan Terbanding I / Pembanding II.
b) Pembanding I adalah pihak yang lebih dahulu mengajukan
permohonan banding, atau kalau tanggal pengajuan
permohonan bandingnya sama, siapa yang paling berhak
mengajukan upaya banding.
c) Biaya perkara banding yang dikirim ke Pengadilan Tinggi
Agama/Mahkamah Syar'iyah Aceh hanya dipungut dari
pengaju pertama.
d) Pengaju kedua hanya dibebani biaya :
(1) Fotokopi penggandaan berkas.
(2) Pemberitahuan akta banding.
(3) Pemberitahuan memori banding.
(4) Pemberitahuan kontra memori banding
e) Berkas banding terdiri dari 1 (satu) Bundel A dan 2 (dua)
Bundel B.
f) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah segera
melaporkan secara tertulis ke Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh tentang adanya upaya hukum
banding yang diajukan oleh kedua belah pihak tersebut agar
berkas perkaranya di Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah
Syar'iyah Aceh dijadikan satu.
16) Pencabutan permohonan banding dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) banding mengajukan permohonan pencabutan kepada
Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
b) Apabila permohonan pencabutan dilakukan oleh
kuasanya, harus disetujui oleh pihak prinsipal.
Ke daftar isi
8
Redesign Drs. SAHERUDIN
c) Panitera membuat akta pencabutan banding yang
ditandatangani oleh Panitera dan Pembanding.
d) Pencabutan permohonan banding tersebut harus
diberitahukan kepada pihak Terbanding.
e) Pencabutan permohonan banding disertai akta
pencabutan dan pemberitahuannya kepada pihak
Terbanding harus segera dikirim oleh Panitera ke
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
dibarengi surat pengantar yang ditandatangani Ketua
atau Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
f) Berkas perkara banding yang belum dikirim ke
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh,
tidak dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah
Syar'iyah Aceh
17) Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
mengirimkan salinan putusan beserta Bundel A ke
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
18) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus
membaca putusan banding dengan cermat dan teliti
sebelum menyampaikan kepada para pihak.
19) Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan banding
dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah
Syar'iyah Aceh.
c. Pendaftaran Perkara Kasasi
1) Permohonan kasasi didaftarkan kepada petugas Meja I
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
2) Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari setelah diucapkan atau diberitahukan
kepada pemohon.
3) Dalam hal permohonan kasasi atas penetapan (voluntair)
dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
setelah diucapkan atau diberitahukan kepada Pemohon.
4) Penghitungan waktu 14 (empat belas) hari dimulai pada hari
berikutnya (keesokan harinya) setelah amar putusan
diberitahukan, dan jika hari ke-14 (keempat belas) jatuh pada
hari libur, maka diperpanjang sampai hari kerja berikutnya.
5) Petugas Meja 1 menaksir besarnya panjar biaya kasasi
berpedoman pada Surat Keputusan Ketua Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah tentang Panjar Biaya
Perkara kemudian dituangkan dalam SKUM, yang terdiri dari :
Ke daftar isi
9
Redesign Drs. SAHERUDIN
a) Biaya pendaftaran.
b) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung
RI yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal
2 ayat (1) huruf (a) PERMA Nomor 03 Tahun 2012.
c) Ongkos pengiriman biaya perkara kasasi.
d) Biaya pemberitahuan akta kasasi.
e) Biaya pemberitahuan memori kasasi.
f) Biaya pemberitahuan kontra memori kasasi.
g) Biaya fotokopi / penggandaan dan pemeriksaan.
h) Biaya pengiriman berkas perkara kasasi.
i) Biaya transportasi petugas pengiriman.
j) Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada
Pemohon kasasi.
k) Biaya pemberitahuan amar putusan kasasi kepada
Termohon kasasi.
6) Petugas Meja I membuat SKUM rangkap empat :
a) Lembar pertama warna hijau untuk bank.
b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon kasasi.
c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir.
d) Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam
berkas.
7) Apabila para pihak masing-masng mengajukan upaya hukum
kasasi, maka :
a) Biaya perkara kasasi yang dikirim ke Mahkamah Agung
hanya dipungut satu kali, yaitu dari pengaju pertama.
b) Pengaju kedua hanya dibebani biaya :
1) Fotokopi penggandaan berkas.
2) Pemberitahuan akta kasasi
3) Pemberitahuan memori kasasi.
4) Pemberitahuan kontra memori kasasi.
c) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
melaporkan secara tertulis ke Mahkamah Agung mengenai
upaya hukum kasasi yang diajukan oleh kedua belah pihak.
8) Petugas Meja I menyerahkan permohonan kasasi yang
dilengkapi dengan SKUM kepada para pihak pengaju untuk
membayar panjar biaya perkara kasasi kepada Kasir melalui
bank.
9) Pemegang Kas setelah menerima bukti pembayaran panjar
biaya perkara kasasi harus menandatangani dan membubuhkan
cap lunas pada SKUM.
10) Permohonan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara
Ke daftar isi
10
Redesign Drs. SAHERUDIN
kasasi yang tercantum dalam SKUM telah dibayar lunas.
11) Pemegang Kas membukukan uang panjar biaya kasasi yang
tercantum dalam SKUM pada Buku Jurnal Keuangan
Perkara Kasasi.
12) Biaya permohonan kasasi untuk Mahkamah Agung dikirim
oleh Pemegang Kas melalui Bank BNI Syari’ah Kantor
Layanan BNI Syari’ah Mahkamah Agung Jl. Medan
Merdeka Utara Nomor 9 – 13 Jakarta Pusat, Nomor Rekening
179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah Agung (Surat
Panitera Mahkamah Agung RI Nomor 464/PAN/XI/2008 tanggal
12 November 2008 yang ditujukan kepada para Ketua PN,
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan PTUN), dan
bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang
bersangkutan.
13) Jika panjar biaya perkara kasasi telah dibayar lunas, maka
Panitera pada hari itu juga membuat akta permohonan
kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan
mencatat permohonan kasasi tersebut dalam Buku Register
Induk Perkara dan Buku Register Permohonan Kasasi.
14) Permohonan kasasi yang telah terdaftar, dalam waktu 7 (tujuh)
hari harus telah diberitahukan kepada pihak lawan.
15) Memori kasasi, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sesudah permohonan kasasi terdaftar, harus sudah diterima
pada Kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah. Apabila dalam waktu tersebut memori kasasi
belum diterima, Pemohon Kasasi dianggap tidak
menyerahkan memori kasasi. Penghitungan 14 (empat
belas) hari tersebut sama dengan pada butir (3) di atas.
16) Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori
kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
salinan memori kasasi harus diberitahukan kepada pihak
lawan.
17) Setelah memori kasasi diberitahukan kepada pihak lawan,
kontra memori kasasi selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari harus sudah disampaikan kepada Kepaniteraan
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah untuk diberitahukan
kepada pihak lawan.
18) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi
diajukan, berkas permohonan kasasi berupa Bundel A dan
Bundel B harus dikirim ke Mahkamah Agung.
19) Jika syarat formal permohonan kasasi tidak dipenuhi oleh
Pemohon kasasi, maka berkas perkaranya tidak dikirimkan
Ke daftar isi
11
Redesign Drs. SAHERUDIN
ke Mahkamah Agung (Pasal 45A ayat (3) Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2009).
20) Yang dimaksud dengan syarat formal permohonankasasi
adalah tenggang waktu permohonan kasasi, pernyataan
kasasi, panjar biaya perkara kasasi dan memori kasasi,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 dan 47 Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun
2009).
21) Panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah membuat
surat keterangan bahwa permohonan kasasi tersebut tidak
memenuhi syarat formal (Pasal 45A Undang-undang Nomor
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2009).
22) Berdasarkan surat keterangan Panitera tersebut dan setelah
Ketua meneliti kebenarannya, Ketua Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah membuat penetapan yang menyatakan
bahwa permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima.
23) Salinan penetapan Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah tersebut pada butir (22) di atas
diberitahukan / disampaikan kepada para pihak sesuai
ketentuan yang berlaku.
24) Dengan dikeluarkannya penetapan Ketua Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah tersebut, maka putusan yang
dimohonkan kasasi menjadi berkekuatan hukum tetap dan
terhadap penetapan ini tidak dapat dilakukan upaya hukum.
25) Petugas kepaniteraan mencatat kode ―TMS‖ (Tidak
memenuhi syarat formal) dalam kolom keterangan pada Buku
Induk Register Perkara).
26) Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah
melaporkan permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat
formal dengan dilampiri penetapan tersebut ke Mahkamah
Agung.
27) Tanggal penerimaan memori kasasi dan kontra memori kasasi
harus dicatat dalam Buku Register Induk Perkara dan Buku
Register Permohonan Kasasi.
28) Pencabutan permohonan perkara kasasi dilakukan dengan
langkah sebagai berikut :
a) Permohonan pencabutan diajukan oleh Pemohon kasasi
kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Ke daftar isi
12
Redesign Drs. SAHERUDIN
Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa
perkara dan disetujui oleh Termohon Kasasi.
b) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
membuat Akta Pencabutan kasasi yang
ditandatangani Panitera, Pemohon Kasasi, dan
Termohon Kasasi.
c) Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah mengirim surat
kepada Ketua Mahkamah Agung RI cg Ketua Muda
Urusan Lingkungan Peradilan Agama MARI dengan
lampiran huruf (a) dan (b). (Surat Ketua Muda ULDILAG
Mahkamah Agung RI No. 08/TUADAAG/VII/2001 tanggal 5
Juli 2001).
29) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus
membaca putusan kasasi dengan cermat dan teliti
sebelum menyampaikan kepada para pihak.
30) Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan kasasi dikirim
ke Mahkamah Agung.
d. Pendaftaran Perkara Peninjauan Kembali
1) Permohonan peninjauan kembali diajukan secara tertulis
bersama-sama dengan risalah peninjauan kembali yang
menyebutkan alasan permohonan peninjauan kembali yang
jelas dan rinci.
2) Permohonan peninjauan kembali tersebut di atas
didaftarkan kepada petugas Meja I di Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah.
3) Panitera membuat akta permohonan peninjauan kembali.
4) Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat
diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai
berikut:
a) Jika putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau
tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti
yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu.
b) Jika setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat ditemukan.
c) Jika telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau
lebih dari pada yang dituntut.
d) Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum
Ke daftar isi
13
Redesign Drs. SAHERUDIN
diputus tanpa dipertimbangkan sebabsebabnya.
e) Jika antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal
yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan
yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan
yang bertentangan satu dengan yang lain.
f) Jika dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
5) Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan
kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan dalam point (4) adalah 180 (seratus delapan
puluh) hari untuk :
a) Yang disebut pada angka (4) huruf (a) sejak
diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak
putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum
tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang
berperkara.
b) Yang disebut pada angka (4) huruf (b) sejak
ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal
ditemukankanya harus dinyatakan di bawah
sumpah dan d isahkan o leh pe jabat yang
berwenang.
c) Yang disebut pada angka (4) huruf (c), (d), dan (f) 23
sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan
telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
d) Yang tersebut pada angka (4) huruf (e) sejak
putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
6) Novum adalah surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan. Alat bukti yang dibuat setelah perkara diputus bukan
termasuk novum.
7) Tata cara penyumpahan novum adalah sebagai berikut :
a) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah atau
Hakim yang ditunjuk mempelajari surat bukti yang diajukan
oleh Pemohon peninjauan kembali, apakah surat bukti
tersebut memenuhi persyaratan novum atau tidak.
b) Setelah surat bukti tersebut memenuhi persyaratan novum,
ketua atau Hakim yang ditunjuk melakukan sidang untuk
mengambil sumpah tersebut terhadap Pemohon peninjauan
kembali yang mengajukan novum.
Ke daftar isi
14
Redesign Drs. SAHERUDIN
c) Lafal sumpahnya adalah ―Demi Allah saya
bersumpah bahwa saya telah menemukan surat bukti
berupa ................... pada hari . , tanggal, ….. bulan, ……..
tahun ..................... di ............. dan belum pernah diajukan
di persidangan‖.
d) Penyumpahan penemuan novum dibuat dalam berita
acara sidang penyumpahan novum dan ditandatangani oleh
Ketua atau Hakim yang ditunjuk dan Panitera sidang.
8) Petugas Meja I menentukan besarnya panjar biaya
peninjauan kembali yang dituangkan dalam SKUM, yang terdiri
dari:
a) Biaya perkara peninjauan kembali yang dikirimkan ke
Mahkamah Agung yang besarnya sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (b) PERMA Nomor 03 Tahun
2012.
b) Biaya pendaftaran
c) Biaya pengiriman biaya perkara peninjauan kembali melalui
bank / kantor pos.
d) Biaya pemberitahuan pernyataan dan alasan
peninjauan kembali.
e) Biaya pemberitahuan jawaban atas permohonan dan
alasan peninjauan kembali.
f) Biaya fotokopi / penggandaan dan pemberkasan.
g) Biaya pengiriman berkasa perkara peninjauan kembali.
h) Biaya transportasi petugas pengiriman dan
pemberitahuan.
i) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan kembali
kepada Pemohon peninjauan kembal.
j) Biaya pemberitahuan amar putusan peninjauan
kembali kepada Termohon peninjauan kembali.
9) Berkas perkara yang telah lengkap dibuatkan Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap empat, masing-
masing :
a) Lembar pertama warna hijau untuk bank yang
bersangkutan.
b) Lembar kedua warna putih untuk Pemohon
c) Lembar ketiga warna merah untuk Kasir
d) Lembar keempat warna kuning untuk dilampirkan dalam
berkas.
10) Petugas Meja I menyerahkan berkas permohonan
peninjauan kembali yang dilengkapi dengan SKUM
Ke daftar isi
15
Redesign Drs. SAHERUDIN
kepada pihak yang bersangkutan agar membayar biaya yang
tercantum dalam SKUM kepada bank.
11) Kasir menandatangani dan membubuhkan cap lunas pada
SKUM setelah menerima pembayaran biaya tersebut.
12) Permohonan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar
biaya perkara yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar
lunas.
13) Kasir membukukan uang panjar biaya perkara
yangtercantum pada SKUM dalam Buku Jurnal Permohonan
Peninjauan Kembali.
14) Jika panjar biaya perkara telah dibayar lunas, pada hari itu
juga panitera membuat akta permohonan peninjauan kembali
yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat
permohonan peninjauan kembali tersebut dalam Buku
Register Induk Perkara dan Buku Register Peninjauan
Kembali.
15) Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari,
Panitera memberitahukan permohonan peninjauan
kembali kepada para pihak lawan dengan memberikan
salinan permohonan peninjauan kembali besarta alasan-
alasannya (Pasal 72 ayat (1) Undang-undang Nomo 14 Tahun
1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2009).
16) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alasan
peninjauan kembali diterima, jawaban atas alasan
peninjauan kembali harus sudah diserahkan di
Kepaniteraan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah untuk
disampaikan kepada pihak lawan (Pasal 72 ayat (2)
Undang-undang Nomo 14 Tahun 1985, Undang undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 3
Tahun 2009)
17) Jawaban atas permohonan dan alasan peninjauan
kembali yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama
/ Mahkamah Syar'iyah harus dibubuhi hari dan tanggal
penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban
tersebut. (Pasal 72 ayat (3) Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).
18) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
jawaban tersebut, berkas permohonan peninjauan
kembali berupa Bundel A dan Bundel B harus dikirim ke
Mahkamah Agung. (Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomor
Ke daftar isi
16
Redesign Drs. SAHERUDIN
14 Tahun 1985, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009).
19) Biaya permohonan peninjauan kembali untuk
Mahkamah Agung dikirim oleh Bendaharawan Penerima melalui
Bank BNI Syari’ah Kantor Layanan BNI Syari’ah Mahkamah
Agung Jl. Medan Merdeka Utara No. 9 – 13 Jakarta Pusat, No.
Rekening : 179179175 atas nama Kepaniteraan Mahkamah
Agung dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas
perkara yang bersangkutan.
20) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah harus
membaca putusan peninjauan kembali dengan cermat dan teliti
sebelum menyampaikan kepada para pihak.
21) Fotokopi relaas pemberitahuan amar putusan
peninjauan kembali supaya dikirim ke Mahkamah Agung.
22) Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada
Ketua Mahkamah Agung melalui Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah yang ditandatangani oleh Pemohon
peninjauan kembali. Jika pencabutan permohonan
peninjauan kembali diajukan oleh kuasanya, maka
pencabutan harus diketahui oleh pihak prinsipal.
23) Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah segera
mengirim pencabutan tersebut ke Mahkamah Agung disertai
akta pencabutan permohonan peninjauan kembali yang
ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah.
2. Administrasi Biaya Perkara
a. Panitera bertanggung jawab atas pengelolaan biaya perkara
b. Dalam melaksanakan tugas tersebut Panitera menunjuk petugas
administrasi biaya perkara : Kasir, Pemegang Buku Induk Keuangan
Perkara dan Buku Keuangan lainnya.
c. Hak-hak Kepaniteraan yang berupa biaya pendaftaran
dikeluarkan dari Buku Jurnal Keuangan Perkara (KI-PA1) dan Buku
Induk Keuangan Perkara (KI-PA6) setelah diterimanya panjar biaya
perkara.
d. Biaya materai dan hak redaksi dikeluarkan pada saat perkara
diputus.
e. Setelah dikeluarkan dari KI-PA1 dan KI-PA6, biaya
pendaftaran dan hak redaksi dibukukan pada Buku
Penerimaan Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA8).
f. Penerimaan dan pengeluaran uang hak kepaniteraan lainnya
Ke daftar isi
17
Redesign Drs. SAHERUDIN
sebagai PNBP dibukukan dalam buku tersendiri.
g. Semua pengeluaran uang yang merupakan hak-hak
kepaniteraan adalah sebagai pendapatan negara.
h. Seminggu sekali Kasir menyerahkan uang hak-hak
kepaniteraan kepada bendaharawan penerima untuk
disetorkan ke Kas Negara. Setiap penyerahan, besarnya uang
dicatat dalam kolom 19 (kolom keterangan) KI-PA8 dengan
dibubuhi tanggal dan tanda tangan serta nama Bendaharawan
Penerima.
i. Pengeluaran uang yang diperlukan bagi penyelenggaraan
peradilan untuk ongkos-ongkos panggilan, pemberitahuan,
pelaksaan sita, pemeriksaan setempat, sumpah, penerjemah, dan
eksekusi harus dicatat dengan tertib dalam masingmasing
buku jurnal.
j. Kasir mencatat penerimaan dan pengeluaran uang setiap hari
dalam buku jurnal yang bersangkutan dan mencatat dalam buku
kas bantu yang dibuat rangkap dua, lembar pertama disimpan
oleh Kasir dan lembar kedua diserahkan kepada Panitera
sebagai laporan.
k. Panitera atau petugas yang ditunjuk dengan surat keputusan
Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, mencatat
penerimaan dan pengeluaran uang dalam Buku Induk
Keuangan Perkara yang bersangkutan.
l. Buku Keuangan Perkara terdiri dari :
1 Buku Jurnal Perkara Gugatan (KI-PA1/G)
2 Buku Jurnal Perkara Permohonan (KI-PA1/P)
3 Buku Jurnal Permohonan Banding (KI-PA2)
1) 4 Buku Jurnal Permohonan Kasasi (KI-PA3)
2) 5 Buku Jurnal Permohonan Peninjauan Kasasi (KI-PA4)
3) 6 Buku Jurnal Permohonan Eksekusi (KI-PA5)
4) 7 Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6)
5) 8 Buku Keuangan Biaya Eksekusi (KI-PA7)
6) 9 Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan (KI-PA8a)
7) 10 Buku Keuangan Hak Kepaniteraan lainnya (KI-PA8b)
8)
m. Buku Jurnal Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat semua
kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk setiap perkara :
1) Untuk perkara t ingkat pertama (gugatan dan
permohonan) dimulai dengan penerimaan panjar dan ditutup
pada tanggal perkara diputus.
2) Untuk perkara banding, kasasi, dan peninjauan kembali dimulai
dengan penerimaan panjar dan ditutup pada tanggal
pemberitahuan putusan pada tingkat masingmasing kepada
Ke daftar isi
18
Redesign Drs. SAHERUDIN
para pihak.
3) Permohonan eksekusi dimulai dengan penerimaan panjar dan
ditutup pada tanggal selesai pelaksanaan eksekusi.
4) Buku jurnal diberi nomor halaman, halaman pertama dan
terakhir ditandatangani Ketua Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah dan halaman lainnya diparaf.
5) Banyaknya halaman pada setiap buku jurnal dinyatakan oleh
Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah pada
halaman awal dan keterangan tersebut
ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah.
6) Jika Buku Induk Keuangan Perkara penuh dan pindah ke buku
selanjutnya, maka dalam buku baru tersebut ditulis : ―Buku ini
merupakan lanjutan dari buku sebelumnya berisi ….
halaman, dimulai dari halaman ….. s/d ……. (nomor
halaman melanjutkan nomor buku sebelumnya)‖ dan
ditandatangani oleh Ketua serta distempel.
7) Buku Induk Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat
seluruh kegiatan penerimaan dan pengeluaran dari seluruh
perkara (kecuali permohonan eksekusi), dan dicatat
menurut urutan tanggal penerimaan dan pengeluaran
dalam Buku Jurnal yang terkait, yang dimulai setiap awal bulan
dan ditutup pada akhir bulan.
8) Buku Keuangan Biaya Eksekusi digunakan untuk
mencatat seluruh kegiatan penerimaan dan pengeluaran
eksekusi menurut urutan tanggal penerimaan dan
pengeluaran dalam Buku Jurnal Eksekusi.
9) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan,
digunakan untuk mencatat penerimaan uang hak-hak
kepaniteraan, dan dalam kolom keterangan diisi dengan
tanggal, jumlah uang yang disetor, serta tanda tangan dan
nama Bendaharawan Penerima.
10) Buku Induk Keuangan Perkara, Buku Keuangan Biaya
Eksekusi dan Buku Penerimaan Uang Hak-hak
Kepaniteraan diberi nomor halaman. Halaman pertama
dan terakhir ditandatangani oleh Ketua Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah dan halaman lainnya
diparaf.
11) Banyaknya halaman dan adanya tanda tangan serta paraf
tersebut diterangkan pada halaman awal dari masng-
masing buku, dan keterangan tersebut ditandatangani oleh
Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
Ke daftar isi
19
Redesign Drs. SAHERUDIN
12) Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara dan Buku
Keuangan Biaya Eksekusi dilakukan oleh Panitera dan
diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah.
13) Pada setiap penutupan Buku Induk Keuangan tersebut,
harus dijelaskan sisa uang menurut buku kas, sisa uang
dalam kas maupun yang disimpan di bank, serta perincian
dari uang tersebut.
14) Apabila terdapat selisih antara jumlah uang menurut buku
kas dengan uang kas sesungguhnya, maka harus
dijelaskan alasan terjadinya selisih tersebut.
15) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah sebelum
menandatangani Buku Induk Keuangan Perkara, harus
meneliti kebenaran keadaan uang menurut buku kas dan
menurut keadaan yang nyata, baik dalam brankas
maupun yang tersimpan di bank, dengan disertai bukti
penyimpanan uang di bank.
16) Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah setiap
saat dapat memerintahkan Panitera untuk menutup Buku
Induk Keuangan Perkara dan meneliti kebenaran setiap
penerimaan dan pengeluaran uang perkara, sesuai
dengan Buku Jurnal yang berkaitan, dan meneliti keadaan
uang menurut buku kas dan uang yang ada dalam
brankas maupun yang disimpan di bank, disertai bukti-
buktinya.
17) Penutupan Buku Induk Keuangan Perkara atas dasar
perintah Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
tersebut di atas, hendaknya dilakukan secara mendadak
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali, dengan
dibuatkan berita acara pemerisaan.
18) Buku Jurnal dan Buku Induk Keuangan setiap tahun
harus diganti dan tidak boleh digabung dengan tahun
sebelumnya.
3. Administrasi Biaya Perkara Prodeo
a. Terhadap perkara prodeo tetap dibuatkan SKUM Rp. 0,00 dan dicatat
dalam jurnal.
b. Jika permohonan prodeonya tidak dikabulkan, maka pemohon
harusmembayar panjar biaya perkara.
c. Jika pemohon membayar panjar biaya perkara, pembayaran
tersebut dibuatkan SKUM dan dibukukan di dalam buku jurnal dan
buku keuangan lainnya.
d. Dalam hal perkara secara prodeo dibiayai oleh Negara melalui
Ke daftar isi
20
Redesign Drs. SAHERUDIN
DIPA, penerimaan dan pengeluaran biaya tersebut dimasukkan
dalam buku jurnal dan buku keuangan lainnya sebagai
tambahan panjar.
4. Tambahan Panjar Biaya Perkara Terkait Adanya Putusan Sela
Tingkat Banding
a. Dalam hal adanya putusan sela tingkat banding mengenai
pemeriksaan tambahan, tambahan panjar biaya prosesnya
dibebankan pada pembanding.
b. Tambahan panjar biaya proses dicatat dalam jurnal perkara
tingkat pertama (KI-PA1) menyatu dengan nomor perkara
tingkat pertama pada jurnal terkait dan buku induk keuangan
perkara (KI-PA6).
5. Register Perkara
a. Pendaftaran perkara dalam buku register harus dilakukan dengan
tertib dan cermat.
b. Buku register perkara di Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah terdiri dari :
1) Register Induk Perkara Gugatan (R1-PA1 G)
2) Register Induk Perkara Permohonan (R1-PA1 P)
3) Register Permohonan Banding (R1-PA2)
4) Register Permohonan Kasasi (R1-PA3)
5) Register Permohonan Pen injauan Kembali (R1-PA4)
6) Register Penyitaan Barang Bergerak (R1-PA5)
7) Register Penyitaan Barang Tidak Bergerak (R1-PA6)
8) Register Surat Kuasa Khusus (R1-PA7)
9) Register Eksekusi (R1-PA8)
10) Register Akta Cerai (R1-PA9)
11) Register Perkara Jinayah (R1-PA10)
12) Register P3HP (R1-PA1 1)
13) Register Perkara Ekonomi Syariah (R1-PA12)
14) Register Istbat Rukyat Hilal dan pemberian nasehat /
keterangan tentang perbedaan Penentuan Arah Kiblat dan
Penentuan Awal Waktu Shalat (RI-PA13).
15) Register Eksekusi Putusan Arbitrase Syariah (RI-PA14).
16) Register Mediasi (RI-PA 15)
17) Register Mediator (RI-PA 16)
c. Ketentuan penggunaan buku register:
1) Buku register diberi nomor halaman, halaman pertama dan terakhir
ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah dan halaman lainnya diparaf.
2) Banyaknya halaman pada setiap buku register dinyatakan pada
Ke daftar isi
21
Redesign Drs. SAHERUDIN
halaman awal dan keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. Apabila penuh,
maka halaman awal ditulis : ―Buku register ini merupakan
lanjutan dari buku sebelumnya terdiri dari .... halaman‖.
3) Buku Register Induk Perkara memuat seluruh data perkara dalam
tingkat pertama, banding, kasasi, peninjauan kembali, dan
eksekusi.
4) Buku Register perkara ekonomi syariah (RI-PA 12)
berfungsi sebagai buku bantu yang memuat tahapan
penanganan perkara ekonomi syari’ah.
5) Buku Register harus diganti setiap tahun dan tidak boleh
digabung dengan tahun sebelumnya.
6) Buku Register Induk Perkara Gugatan dan Buku Register Induk
Perkara Permohonan ditutup setiap bulan. Nomor urut setiap
bulan dimulai dari nomor 1, sedangkan nomor perkara berlanjut
untuk satu tahun.
7) Penutupan Buku Register setiap akhir bulan, ditandatangani oleh
petugas register dan diketahui oleh Panitera, dengan perincian
sebagai berikut :
(1) Sisa bulan lalu : ................... perkara
(2) Masuk bulan ini : ................... perkara
(3) Putus bulan ini : ................... perkara
(4) Sisa bulan ini : ................... perkara
8) Penutupan buku register setiap akhir tahun, ditandatangani oleh
Panitera dan diketahui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah, dengan perincian sebagai berikut :
(1) Sisa tahun lalu : ................. perkara
(2) Masuk tahun ini : ................... perkara
(3) Putus tahun ini : ................... perkara
(4) Sisa tahun ini : ................... perkara
9) Buku Register Permohonan Banding, Register Permohonan
Kasasi, dan Register Permohonan Peninjauan Kembali ditutup
setiap akhir tahun, dengan rekapitulasi sebagai berikut :
(1) Sisa tahun lalu : ..................... perkara
(2) Masuk tahun ini : ..................... perkara (3) Putus tahun ini : ..................... perkara (4) Sisa akhir tahun : ..................... perkara (5) Sudah dikirim : ..................... perkara (6) Belum dikirim : ..................... perkara
10) Register mediasi, kolomnya terdiri dari : nomor urut, nomor
Ke daftar isi
22
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkara, para pihak, majelis hakim, tanggal penetapan
penunjukan mediator, nama mediator, tanggal kesepakatan
perdamaian, isi akta perdamaian/kesepakatan perdamaian, tanggal
putusan/penetapan dan keterangan.
11) Register mediator, kolomnya terdiri dari : nomor urut, nama,
pendidikan, lembaga yang mengeluarkan sertifikat, nomor dan
tanggal sertifikat serta keterangan.
6. Persiapan Persidangan
a. Penetapan Majelis Hakim
1) Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
perkara didaftarkan, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan
perkara.
2) Penetapan Majelis hakim ditanda tangani oleh ketua dan
dibubuhi stempel pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah.
3) Dalam penetapan majelis hakim, nama ketua dan anggota majelis
ditulis lengkap sesuai dengan nama yang tercantum dalam SK
pengangkatan sebagai hakim.
4) Jika Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
berhalangan, melimpahkan tugas tersebut kepada Wakil Ketua
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, jika wakil ketua
berhalangan menunjuk hakim senior.
5) Susunan Majelis Hakim hendaknya ditetapkan secara tetap untuk
jangka waktu tertentu.
6) Ketentuan Ketua Majelis adalah sebagai berikut :
a) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah selalu menjadi Ketua Majelis.
b) Ketua Majelis adalah Hakim senior pada Pengadilan tersebut.
Senioritas tersebut didasarkan pada lamanya seseorang
menjadi Hakim.
c) Tiga orang Hakim yang menempati urutan senioritas
terakhir dapat saling menjadi Ketua Majelis dalam perkara
yang berlainan.
7) Untuk memeriksa perkara tertentu, Ketua Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah dapat membentuk Majelis Khusus, misalnya
perkara Ekonomi Syariah.
8) Majelis Hakim dibantu oleh Panitera Pengganti dan Jurusita.
9) Penetapan Majelis Hakim dicatat oleh petugas Meja II dalam Buku
Register Induk Perkara.
Ke daftar isi
23
Redesign Drs. SAHERUDIN
b. Penunjukan Panitera Pengganti
1) Panitera menunjuk Panitera Pengganti untuk membantu Majelis Hakim
dalam menangani perkara.
2) Panitera Pengganti membantu Majelis Hakim dalam persidangan.
3) Penunjukan Panitera Pengganti dicatat oleh petugas Meja II dalam Buku
Register Induk Perkara.
4) Penunjukan Panitera Pengganti dibuat dalam bentuk ―Surat
Penunjukan‖ yang ditandatangani oleh Panitera dan dibubuhi stem pel.
c. Penetapan Hari Sidang
1) Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya segera diserahkan
kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk.
2) Ketua Majelis setelah mempelajari berkas dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja harus sudah menetapkan hari
sidang. Pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat gugatan didaftarkan di
kepaniteraan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
3) Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis harus
memperhatikan jauh / dekatnya tempat tinggal para pihak yang
berperkara dengan tempat persidangan.
4) Jika tergugat/ termohon berada di luar negeri, persidangan ditetapkan
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sejak perkara tersebut
didaftarkan di kepaniteraan pengadilan.
5) Dalam menetapkan hari sidang, harus dimusyawarahkan dengan para
anggota Majelis Hakim.
6) Setiap Hakim harus mempunyai jadwal persidangan yang lengkap dan
dicatat dalam buku agenda perkara masing-masing.
7) Daftar perkara yang akan disidangkan harus sudah ditulis oleh
Panitera Pengganti pada papan pengumuman Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah sebelum persidangan dimulai
sesuai nomor urut perkara.
8) Atas perintah Ketua Majelis, Panitera Pengganti melaporkan hari
sidang pertama kepada petugas Meja II dengan menggunakan
lembar instrumen.
9) Petugas Meja II mencatat laporan Panitera Pengganti tersebut
dalam Buku Register Perkara.
d. Pemanggilan Para Pihak
1) Atas perintah Ketua Majelis, Jurusita / Jurusita Pengganti melakukan
pemanggilan terhadap para pihak atau kuasanya secara resmi dan
patut.
2) Apabila para pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, maka
Ke daftar isi
24
Redesign Drs. SAHERUDIN
surat panggilan diserahkan kepada Lurah / Kepala Desa dengan
mencatat nama penerima dan ditandatangani oleh penerima, untuk
diteruskan kepada yang bersangkutan.
3) Tenggang waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidang
minimal 3 (tiga) hari kerja.
4) Pemanggilan terhadap para pihak yang berada di luar yurisdiksi
dilaksanakan dengan meminta bantuan Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah dimana para pihak berada dan Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan tersebut harus
segera mengirim relaas kepada Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah yang meminta bantuan.
5) Surat panggilan kepada Tergugat untuk sidang pertama harus
dilampiri salinan surat gugatan. Jurusita / Jurusita Pengganti harus
memberitahukan kepada pihak Tergugat bahwa ia boleh mengajukan
jawaban secara lisan / tertulis yang diajukan dalam sidang.
6) Penyampaian salinan gugatan dan pemberitahuan bahwa Tergugat
dapat mengajukan jawaban lisan / tertulis tersebut harus ditulis dalam
relaas panggilan.
7) Apabila tempat kediaman pihak yang dipanggil tidak diketahui
atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia,
maka pemanggilannya dilaksanakan melalui Bupati / Walikota
setempat dengan cara menempelkan surat panggilan pada papan
pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah. (Pasal 390
ayat (3) HIR / Pasal 718 ayat (3) RBg).
8) Dalam hal yang dipanggil meninggal dunia, maka panggilan
disampaikan kepada ahli warisnya. Jika ahli warisnya tidak dikenal
atau tidak diketahui tempat tinggalnya, maka panggilan
dilaksanakan melalui Kepala Desa / Lurah. (Pasal 390 ayat (2) HIR /
Pasal 718 ayat (2) RBg).
9) Pemanggilan dalam perkara perkawinan dan Tergugat tidak diketahui
tempat tinggalnya (ghaib), pemanggilan dilaksanakan :
a) Melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa
lainnya yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah.
b) Pengumuman melalui surat kabar atau media massa
sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebanyak
dua kali dengan tenggang waktu antara pengumuman pertama
dan kedua selama satu bulan. Tenggang waktu antara
panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurang-
kurangnya tiga bulan.
c) Pemberitahuan (PBT) isi putusan ditempel pada papan
pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah
Ke daftar isi
25
Redesign Drs. SAHERUDIN
selama 14 (empat belas) hari.
10) Pemanggilan terhadap Tergugat / Termohon yang berada di luar
negeri harus dikirim melalui Departemen Luar Negeri cg. Dirjen
Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri dengan tembusan
disampaikan kepada Kedutaan Besar Indonesia di negara yang
bersangkutan.
11) Permohonan pemanggilan sebagaimana tersebut pada angka (10)
tidak perlu dilampiri surat panggilan, tetapi permohonan tersebut
dibuat tersendiri yang sekaligus berfungsi sebagai surat panggilan
(relaas). Meskipun surat panggilan (relaas) itu tidak kembali atau
tidak dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler
Departemen Luar Negeri, panggilan tersebut sudah dianggap sah,
resmi dan patut (Surat Edaran Mahkamah Agung kepada Ketua
Pengadilan Agama Batam Nomor : 055/75/91/I/UM TU/Pdt./1991
tanggal 11 Mei 1991).
12) Tenggang waktu antara pemanggilan dengan persidangan
sebagaimana tersebut dalam angka (10) dan (11) sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan sejak surat permohonan
pemanggilan dikirimkan.
7. Pelaksanaan Persidangan
a. Ketentuan Umum Persidangan
1) Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab atas jalannya
persidangan.
2) Agar pemeriksaan perkara berjalan teratur, tertib dan lancar, sebelum
pemeriksaan dimulai harus dipersiapkan pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan.
3) Sidang dimulai pada pukul 09.00 waktu setempat, kecuali dalam
hal tertentu sidang dapat dimulai lebih dari pukul 09.00 dengan
ketentuan harus diumumkan terlebih dahulu.
4) Perkara harus sudah diputus selambat-lambatnya dalam waktu 6
(enam) bulan sejak perkara didaftarkan. Jika dalam waktu tersebut
belum putus, maka Ketua Majelis harus melaporkan
keterlambatan tersebut kepada Ketua Mahkamah Agung
melalui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dengan
menyebutkan alasannya.
5) Sidang harus dilaksanakan di ruang sidang. Dalam hal dilakukan
pemeriksaan setempat, sidang dapat dibuka dan ditutup di Kantor
Kelurahan / Kepala Desa atau di tempat objek pemeriksaan.
6) Majelis Hakim yang memeriksa perkara terlebih dahulu harus
mengupayakan perdamaian melalui proses mediasi (Pasal 130
HIR / Pasal 154 RBg jo Pasal 82 Undang-undang Nomor 7
Ke daftar isi
26
Redesign Drs. SAHERUDIN
Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 jo PERMA No.
1 Tahun 2008).
7) Dengan adanya upaya mediasi sebagaimana diatur dalam PERMA
No. 1 Tahun 2008, Majel is Hakim agar memperhatikan dan
menyesuaikan tenggang waktu proses mediasi dengan hari
persidangan berikutnya.
8) Apabila mediasi gagal, maka Majelis Hakim tetap
berkewajiban untuk mendamaikan para pihak (Pasal 130 H I R /
Pasal 154 RBg).
9) Sidang pemeriksaan perkara cerai talak dan cerai gugat dilakukan
secara tertutup, namun putusan harus diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
10) Apabila Ketua Majelis berhalangan, persidangan dibuka oleh
Hakim Anggota yang senior untuk menunda persidangan.
11) Apabila salah seorang Hakim Anggota berhalangan, diganti oleh
Hakim lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah dengan PMH baru. Penggantian Hakim
Anggota harus dicatat dalam berita acara persidangan dan
buku register perkara.
12) Dalam keadaan luar biasa dimana sidang yang telah ditentukan
tidak dapat dilaksanakan karena semua Hakim berhalangan, maka
sidang ditunda pada waktu yang akan ditentukan kemudian dan
penundaan tersebut sesegera mungkin diumumkan oleh Panitera di
papan pengumuman.
b. Berita Acara Sidang
1) Segala sesuatu yang terjadi di persidangan pengadilan tingkat pertama
dituangkan dalam berita acara sidang, sedangkan di pengadilan
tingkat banding cukup dibuat catatan sidang.
2) Ketua Majelis bertanggung jawab atas perbuatan dan
penandatanganan berita acara.
3) Panitera Pengganti harus membuat berita acara sidang yang memuat
tentang hari, tanggal, tempat, susunan persidangan, pihak yang
hadir, dan jalannya pemeriksaan perkara tersebut dengan lengkap
dan jelas.
4) Pembuatan dan pengetikan berita acara sidang sebagaimana
pada angka 3) :
a. Menggunakan bahasa hukum yang baik dan benar.
b. Ketikan harus rapi.
c. Jika ada kesalahan ketik, perbaikannya menggunakan metode
renvoi dan kata yang diganti harus terbaca, serta diparaf oleh Ketua
Majelis dan Panitera Pengganti.
Ke daftar isi
27
Redesign Drs. SAHERUDIN
d. Menggunakan kertas A4 70 gram.
e. Margin atas dan bawah 3 cm, margin kiri 4 cm dan margin
kanan 2 cm.
f. Jarak antara baris pertama dan berikutnya 1 1/2 spasi.
g. Menggunakan font arial 12.
h. Kepala BAS memakai huruf capital dan tanpa garis bawah,
i. Setelah kata nomor tidak memakai titik dua (:), penulisan nomor
dengan 4 digit.
j. Di bawah nomor BAS untuk sidang pertama ditulis ―Sidang
Pertama‖ untuk sidang berikutnya ditulis ―Lanjutan‖.
Contoh :
BERITA ACARA SIDANG
Nomor 0001/Pdt.G/2013/PA.JS
Lanjutan
k. Format pengetikan BAS berbentuk iris balok/ iris talas.
l. Penulisan identitas para pihak meliputi nama, umur/ tanggal
lahir agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal dan
penulisan nama dimulai dengan huruf capital.
m. Penulisan identitas para pihak setelah baris pertama dan masuk
pada baris kedua dimulai dari ketukan ke-15 (3 tut tab).
n. Bila para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa
diletakkan setelah identitas para pihak.
o. Kata melawan ditulis ―center text‖ dengan menggunakan huruf
kecil.
p. Kalimat yang digunakan untuk menjelaskan susunan majelis
ditulis dengan ―Susunan majelis yang bersidang‖.
q. Susunan majelis pada BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada
pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap
(nama dan gelar) dengan menggunakan huruf kapital. Sedangkan
BAS lanjutan tanpa pergantian majelis ditulis dengan kalimat
―susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang
lalu‖.
r. Alinea pada setiap kalimat harus masuk (lima) karakter.
5) Tanya jawab antara majelis dengan para pihak dan para saksi
dalam BAS menggunakan kalimat langsung.
6) Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara
bersambung dari sidang pertama sampai sidang yang terakhir.
7) Jawaban (termasuk rekonvensi bila ada), replik, duplik, rereplik,
reduplik, alat bukti dan seluruh dokumen terkait serta kesimpulan
Ke daftar isi
28
Redesign Drs. SAHERUDIN
tertulis menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut halaman.
8) Berita acara sidang harus sudah selesai dan ditandatangani paling
lambat sehari sebelum sidang berikutnya.
c. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
1) Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia.
2) Jika dipandang perlu dan mendapat persetujuan Majelis Hakim,
Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan Majelis Hakim.
3) Dalam rapat permusyawaratan, setiap Hakim wajib menyampaikan
pertimbangan atau pendapatnya secara tertulis terhadap perkara
yang sedang diperiksa.
4) Ketua Majelis mempersilahkan Hakim Anggota II untuk
mengemukakan pendapatnya, disusul oleh Hakim Anggota I dan
terakhir Ketua Majelis.
5) Semua pendapat harus dikemukakan secara jelas dengan menunjuk
dasar hukumnya, kemudian dicatat dalam buku agenda sidang.
6) Jika terdapat perbedaan pendapat, maka yang pendapatnya berbeda
tersebut (dissenting opinion) dapat dimuat dalam akhir
pertimbangan putusan.
Contoh : Menimbang, bahwa namun demikian seorang hakim bernama
.... Berbeda pendapat dengan pertimbangan tersebut, yang
pendapatnya sebagai berikut : Bahwa .... Bahwa ...., dst.
Menimbang, bahwa meskipun berbeda pendapat, demi keadilan
dan kepastian hukum, hakim tersebut sependapat bahwa perkara
tersebut diputus ....................................
d. Penyelesaian Putusan
1) Pada waktu diucapkan, putusan harus sudah jadi dan setelah itu
langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
2) Pada salinan putusan halaman terakhir dibuat catatan berkenaan :
a) Adanya permohonan banding atau kasasi.
Contoh : Dicatat disini : Tergugat telah mengajukan permohonan
banding atas putusan tersebut tanggal …….
(ditandatangani Panitera).
b) Putusan telah BHT. Contoh : Dicatat disini : Putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal ……
(ditandatangani Panitera).
e. Pemberitahuan Isi Putusan
1) Jika Penggugat / Pemohon atau Tergugat / Termohon tidak hadir
dalam sidang pembacaan putusan, maka Panitera / Jurusita
Ke daftar isi
29
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pengganti harus memberitahukan isi putusan kepada para pihak
yang tidak hadir.
2) Jika Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan
putusan dan alamatnya tidak diketahui di seluruh wilayah RI, maka
pemberitahuan isi putusan dilakukan melalui pemerintah
Kabupaten / Kota setempat untuk diumumkan pada papan
pengumuman Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam waktu
14 (empat belas) hari, baik dalam perkara bidang perkawinan
maupun yang lainnya.
f. Penyampaian Salinan Putusan
1) Panitera menyampaikan salinan putusan selambat lambatnya
30 (tiga puluh) hari setelah putusan BHT kepada pegawai pencatat
nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman dan tempat
perkawinan Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon. (Pasal
84 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009).
2) Pengadilan wajib menyediakan salinan putusan kepada para pihak
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan
diucapkan (SEMA Nomor 1 Tahun 2011).
3) Penyampaian salinan putusan tersebut harus atas
permintaan pihak yang bersangkutan.
4) Penyampaian salinan putusan sebagaimana butir (1) dan (2) melalui
pos atau jasa pengiriman lain yang biayanya diambil dari biaya
proses (biaya perkara).
5) Pengeluaran salinan putusan atas permintaan pihak :
a) Harus dibuat catatan kaki yang berisi :
(1) Diberikan kepada / atas permintaan siapa.
(2) Dalam keadaan belum atau sudah BHT.
b) Salinan putusan ditandatangani oleh Panitera dengan
mencantumkan tanggal pengeluaran.
g. Minutasi Berkas Perkara
1) Minutasi berkas perkara harus selesai selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari sejak putusan diucapkan.
2) Majelis Hakim bertanggung jawab atas penyelesaian minutasi berkas
perkara yang pelaksanaannya dibantu oleh Panitera Pengganti.
3) Berkas disusun secara berangsur dan kronologis.
4) Berkas perkara yang telah diminutasi, diserahkan ke Meja III untuk
diberi sampul, dijahit dan disegel.
Ke daftar isi
30
Redesign Drs. SAHERUDIN
5) Selanjutnya berkas tersebut diparaf dan diberi tanggal oleh Ketua
Majelis.
h. Pemberkasan Perkara
1) Berkas perkara terdiri dari :
a) Surat gugatan / permohonan.
b) Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c) SKUM
d) Penetapan Majelis / Hakim
e) Penunjukan Panitera Pengganti
f) Penunjukan Jurusita / Jurusita Pengganti
g) Penetapan Hari Sidang
h) Relaas Panggilan
i) Berita Acara Sidang (jawaban / replik / duplik dimasukkan dalam
kesatuan berita acara.
j) Penetapan Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k) Berita acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
l) Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak
(bila ada).
m) Surat-surat bukti Penggugat (bila ada).
n) Surat-surat bukti Tergugat (bila ada).
o) Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada).
p) Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada).
q) Gambar situasi (bila ada dan dimasukkan sesuai
kronologis).
r) Surat-surat lain.
2) Dalam hal perkara diajukan upaya hukum banding, kasasi dan
peninjauan kembali, maka berkas dibuat menjadi 2 bundel, yaitu
Bundel A dan Bundel B.
Bundel A merupakan himpunan surat-surat yang diawali
dengan surat gugatan dan semua kegiatan proses persidangan /
pemeriksaan perkara tersebut yang selalu disimpan di
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang terdiri dari :
a) Surat gugatan / permohonan.
b) Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c) SKUM
d) Penetapan Majelis / Hakim
e) Penunjukan Panitera Pengganti
Ke daftar isi
31
Redesign Drs. SAHERUDIN
f) Penunjukan Jurusita / Jurusita Pengganti
g) Penetapan Hari Sidang
h) Relaas Panggilan
i) Berita Acara Sidang (jawaban / replik / duplik pihak-pihak,
dimasukkan dalam kesatuan berita acara.
j) Penetapan Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k) Berita acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
l) Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak
(bila ada dan penempatannya sesuai kronologis).
m) Surat-surat bukti Penggugat (bila ada).
n) Surat-surat bukti Tergugat (bila ada).
o) Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada).
p) Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada).
q) Gambar situasi (bila ada).
r) Surat-surat lain.
s) Semua surat tersebut dalam huruf i) sampai dengan huruf r)
dan relaas panggilan selama proses persidangan disusun
secara kronologis merupakan bagian dari berita acara.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan banding yang pada
akhirnya akan menjadi arsip Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah
Syar'iyah Aceh adalah himpunan surat-surat perkara yang
diawali dengan permohonan pernyataan banding serta semua
kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan banding, yang
terdiri dari :
a) Salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
b) Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c) Memori banding (bila ada).
d) Memori banding (bila ada).
e) Akta pemberitahuan banding.
f) Pemberitahuan penyerahan memori banding.
g) Akta penerimaan kontra memori banding (bila ada).
h) Kontra memori banding (bila ada).
i) Pemberitahuan penyerahan kontra memori banding.
j) Inzage.
k) Surat Kuasa Khusus (bila ada).
l) Surat Kuasa Khusus (bila ada).
m) Bukti pengiriman biaya perkara banding.
n) Bukti setor biaya pendaftaran ke kas negara.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan kasasi yang pada
akhrinya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah
Agung adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan
Ke daftar isi
32
Redesign Drs. SAHERUDIN
permohonan pernyataan kasasi serta semua kegiatan berkenaan
dengan adanya permohonan kasasi yang terdiri dari :
a) Relaas pemberitahuan amar putusan banding kepada kedua
belah pihak.
b) Surat Kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c) Akta permohonan kasasi.
d) Relaas pemberitahuan akta permohonan kasasi kepada pihak
lawan.
e) Memori kasasi.
f) Tanda terima memori kasasi.
g) Surat keterangan Panitera apabila Pemohon Kasasi tidak
menyerahkan memori kasasi.
h) Relaas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan.
i) Kontra memori kasasi (bila ada).
j) Relaas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan.
k) Salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
l) Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah
Aceh.
m) Tanda bukti pengiriman biaya kasasi melalui bank / kantor pos.
n) Surat-surat lain (bila ada).
o) Dokumen elektronik berisi :
(1) Salinan putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah
dan pengadilan tinggi agama/ mahkamah syar’iyah Aceh
serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah.
(2) Memori kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak
menyampaikan.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan peninjauan kembali
yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah
Agung adalah merupakan himpunan suratsurat perkara yang diawali
dengan permohonan pernyataan peninjauan kembali serta semua
kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan peninjauan kembali
yang terdiri dari :
a) Relaas pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon
Peninjauan Kembali (apabila peninjauan kembali diajukan
terhadap putusan kasasi) atau relaas pemberitahuan
amar putusan banding (apabila permohonan peninjauan kembali
diajukan atas putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah
Ke daftar isi
33
Redesign Drs. SAHERUDIN
Syar'iyah Aceh).
b) Surat Kuasa Khusus (jika ada)
c) Akta permohonan peninjauan kembali.
d) Surat permohonan peninjauan kembali dilampiri dengan surat bukti.
e) Tanda terima surat permohonan peninjauan kembali.
f) Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan permohonan
peninjauan kembali kepada pihak lawan.
g) Jawaban surat permohonan peninjauan kembali.
h) Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan jawaban atas
permohonan peninjauan kembali.
i) Salinan putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
j) Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah
Aceh (bila perlu).
k) Salinan putusan kasasi (bila perlu).
l) Tanda bukti pengiriman biaya permohonan peninjauan kembali
dari bank / kantor pos.
m) Surat-surat lain (bila ada).
n) Dokumen elektronik berisi :
(1) Salinan putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah
dan pengadilan tinggi agama/ mahkamah syar’iyah Aceh
serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah.
(2) Memori kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak
menyampaikan.
i. Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak
1) Setelah putusan izin berkekuatan tetap (BHT), Ketua
Pengadilan/ Mahkamah Syar’iyah membuat PMH baru untuk
pelaksanaan sidang ikrar talak.
2) Majelis Hakim menetapkah hari sidang (PHS).
3) Majelis memerintahkan Jurusita Pengganti memanggil pemohon
dan termohon.
4) Dalam hal pemohon atau wakilnya yang diberi kuasa khusus untuk itu
serta termohon atau wakilnya hadir dalam sidang ikrar talak, maka
pemohon atau wakilnya menucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh
termohon atau wakilnya.
5) Jika termohon telah mendapat panggilan secara sah atau patut,
tetapi tidak dating menghadap sendiri atau tidak mengirim
wakilnya, maka pemohon atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar
talak tanpa dihadiri oleh termohon atau wakilnya.
6) Jika pemohon dalam tenggat waktu 6 bulan sejak ditetapkan hari
sidang penyaksian ikrar talak tidak datang sendiri atau tidak
mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah
Ke daftar isi
34
Redesign Drs. SAHERUDIN
atau patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan
perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
7) Panitera membuat catatan pada halaman terakhir putusan berbunyi:
―Kekuatan hukum putusan ini gugur sejak tanggal……………...‖.
8) Proses persidangan ikrar talak dicatat dalam berita acara sidang.
9) Berita acara sidang berikut penetapan dan berkas perkaranya
diserahkan kembali pada meja III.
10) Meja III mencatat dalam Buku Kendali Khusus untuk itu.
8. Laporan Perkara
a. Laporan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah terdiri dari: 1) Laporan
Keadaan Perkara (LI-PA1 )
1) Laporan Perkara yang dimohonkan Banding (LI-PA2)
2) Laporan perkara yang dimohonkan Kasasi (LI-PA3)
3) Laporan perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali (LIPA4).
4) Laporan perkara yang dimohonkan Eksekusi (LI-PA5).
5) Laporan Kegiatan Hakim (LI-PA6).
7) Laporan Keuangan Perkara (LI-PA7).
8) Laporan Jenis Perkara (LI-PA8).
9) Laporan Hasil Mediasi (LI-PA9).
10) Laporan Penggunaan Formulir Akta Cerai (LI-PA10)
11) Laporan Pertanggungjawaban Uang Iwadh (LI-PA11).
12) Laporan sebab-sebab terjadinya perceraian (LI-PA12).
13) Laporan Tahunan (LI-PA13).
b. Asli laporan dikirim kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh, sedangkan lembar kedua dikirimkan kepada
Mahkamah Agung cg. Direktur Jendral Badan Peradilan Agama.
c. Laporan Keadaan Perkara, Laporan Keuangan Perkara, dan
Laporan Jenis Perkara dibuat setiap akhir bulan dan harus diterima
oleh Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh selambat-
lambatnya tanggal 10 dan Mahkamah Agung selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya.
d. Laporan Perkara yang dimohonkan banding, Laporan Perkara yang
dimohonkan Kasasi, Laporan Perkara yang dimohonkan Peninjauan
Kembali dan Laporan Perkara yang dimohonkan Eksekusi, dibuat
setiap 4 (empat) bulan, yaitu pada akhir bulan April, Agustus, dan
Desember.
e. Laporan Kegiatan Hakim dibuat setiap 6 bulan, yaitu pada akhir bulan
Juni dan Desember.
f. Laporan Keadaan Perkara berisi tentang keadaan perkara sejak diterima
sampai diputus dan diminutasi.
Ke daftar isi
35
Redesign Drs. SAHERUDIN
g. Laporan Perkara yang dimohonkan Banding berisi tentang
keadaan perkara yang dimohonkan banding, mulai tanggal
putusan, tanggal permohonan banding, sampai tanggal
pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh.
h. Laporan Perkara yang dimohonkan kasasi berisi tentang keadaan
perkara yang dimohonkan kasasi, mulai tanggal penerimaan
berkas dari Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
sampai dengan tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah
Agung.
i. Laporan Perkara yang dimohonkan Peninjauan Kembali
berisitentang keadaan perkara yang dimohonkan peninjauan kembali,
mulai tanggal penerimaan berkas dari Mahkamah Agung atau
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh sampai dengan
tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung.
j. Laporan Perkara yang dimohonkan Eksekusi berisi tentang keadaan
perkara yang dimohonkan eksekusi, mulai tanggal permohonan
eksekusi sampai dengan selesainya eksekusi.
k. Perkara yang lebih dari 6 (enam) bulan sejak diterima ternyata belum
diputus, harus disebutkan alasannya dalam kolom keterangan.
l. Perkara sebagaimana tersebut pada huruf (a) angka (2) sampai dengan
angka (5) di atas, tetap dilaporkan dalam setiap laporan sampai perkara
diputus.
m. Laporan Kegiatan Hakim berisi tentang jumlah perkara yang diterima,
diputus, sisa perkara, serta jumlah perkara yang sudah maupun yang
belum diminutasi.
n. Laporan tentang keadaan keuangan perkara harus sesuai dengan
Buku Induk Keuangan Perkara.
o. Laporan LI-PA1 sampai dengan LI-PA7 adalah laporan yang bersifat
evaluasi, sehingga dari laporan-laporan tersebut dapat dipantau
tentang kegiatan para pejabat peradilan secara keseluruhan, baik
Hakim maupun pejabat kepaniteraan yang berhubungan dengan
jalannya penyelenggaraan peradilan.
p. Laporan LI-PA8 adalah laporan yang berisi tentang :
1) Jumlah dan jenis perkara.
2) Jumlah perkara yang diputus.
3) Sisa perkara yang belum diputus pada setiap akhir bulan.
q. Laporan LI-PA9 sampai dengan LI-PA12 adalah laporan yang bersifat
khusus untuk menggambarkan pelaksanaan mediasi, penggunaan
akta cerai, pertanggungjawaban uang iwadh dan sebab-sebab
terjadinya perceraian.
r. Laporan LI-PA13 adalah laporan yang bersifat tahunan dan
Ke daftar isi
36
Redesign Drs. SAHERUDIN
mencakup semua jenis laporan.
9. Pengarsipan
a. Setelah berkas perkara diminutasi, petugas Meja III menyimpan berkas
perkara untuk keperluan arsip.
b. Secara umum berkas perkara dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis :
1) Arsip aktif (masih berjalan) yaitu berkas perkara yang telah diputus
dan diminutasi, tetapi masih dalam proses banding, kasasi atau
peninjauan kembali, dan masih memerlukan penyelesaian akhir,
termasuk perkara yang memerlukan eksekusi tetapi belum ada
permohonan eksekusi, demikian pula perkara cerai talak yang
belum dilakukan sidang penyaksian ikrar talak.
2) Arsip tidak aktif (sudah final) yaitu berkas perkara yang
putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak
memerlukan penyelesaian akhir.
3) Berkas berjalan harus mempunyai box dan daftar isi box.
c. Berkas perkara yang masih berjalan dikelola oleh Panitera Muda
Gugatan / petugas yang bertanggung jawab untuk itu,
sedangkan arsip berkas perkara yang sudah tidak aktif
dipindahkan pengelolaannya pada Panitera Muda Hukum.
d. Penataan berkas perkara dan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3
(tiga) tahap, yakni :
1) Tahap pertama
a) Pendataan dan pemisahan arsip aktif dan tidak aktif.
b) Arsip berkas perkara yang masih aktif disusun secara vertikal /
horizontal sesuai dengan situasi dan kondisi ruangan.
c) Penataan arsip berkas perkara dimasukkan dalam box dengan
diberikan catatan :
(1) Nomor urut box
(3) Tahun perkara
(4) Jenis perkara
(5) Nomor urut perkara
2) Tahap Kedua
a) Membuat daftar isi yang ditempel dalam box
b) Arsip yang telah disusun menurut jenis perkara,
dipisahkan menurut klasifikasi perkaranya dan disimpan dalam
box tersendiri.
c) Menghimpun salinan resmi putusan untuk dijilid sesuai
klasifikasi masing-masing dan menyimpannya di
perpustakaan.
Ke daftar isi
37
Redesign Drs. SAHERUDIN
d) Memasukkan berkas perkara dalam box, dan
menyimpannya dalam rak / almari.
e) Membuat Daftar Isi Rak (DIR) atau Daftar Isi Almari (DIL).
3) Tahap Ketiga
a) Memisahkan berkas perkara yang sudah mencapai masa untuk
dihapus (30 tahun).
b) Menyimpan arsip berkas perkara yang memiliki nilai sejarah
untuk dimasukkan dalam box untuk disimpan dalam rak / almari
tersendiri.
c) Menghapus arsip berkas perkara yang telah memenuhi syarat
penghapusan dengan membuat berita acara yang ditandatangani
oleh Panitera dan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah.
d) Melaporkan penghapusan arsip tersebut kepada
Mahkamah Agung dengan dilampiri berita acara
penghapusan.
e) Penyimpanan dalam bentuk lain, Pengadilan juga dapat
menyimpan berkas perkara dalam bentuk lain, seperti pada pita
magnetik, disket, atau media lainnya.
10. Penggunaan Instrumen
a. Untuk ketertiban dan kelancaran mutasi berkas perkara, hakim dan
pejabat kepaniteraan wajib menggunakan instrument secaramaksimal.
b. Instrumen dimaksud sebagai berikut :
1) Daftar Pembagian Perkara
2) Penundaan Sidang
3) Panggilan.
4) S i t a
5) Tambahan panjar biaya perkara.
6) Amar Putusan
7) Redaksi / Materai
8) Perincian biaya yang telah diputus
9) Pemberitahuan Putusan Tingkat Pertama.
10) Pemberitahuan Putusan Banding.
11) Pemberitahuan Putusan Kasasi.
12) Pemberitahuan salinan putusan Peninjauan Kembali.
13) Kirim Biaya.
c. Setelah digunakan, instrumen sebagaimana tersebut pada huruf
b harus diarsipkan dengan baik oleh unit kerja masing-masing.
Ke daftar isi
38
Redesign Drs. SAHERUDIN
B. PENGADILAN TINGGI AGAMA/ MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH
1. Administrasi Perkara Pengadilan Tingkat Banding
a. Prosedur Penerimaan Perkara
Prosedur penerimaan perkara di Pengadilan tingkat banding
melalui beberapa meja, yaitu Meja I (termasuk di dalamnya
Kasir), Meja II dan Meja III. Pengertian meja tersebut merupakan
kelompok pelaksana teknis administrasi perkara mulai dari
penerimaan sampai dengan diselesaikan.
Adapun tugas meja-meja tersebut adalah sebagai berikut :
1) Meja I
(a) Menerima berkas perkara banding.
(b) Menerima memori, kontra memori yang langsung
disampaikan ke Pengadilan tingkat banding oleh
Pembanding / Terbanding. (Rumusan ini seyogyanya
dihapuskan karena tidak efisien).
(c) Meneliti kelengkapan bekas perkara tersebut, apabila
sudah lengkap pada hari itu juga berkas perkara
tersebut didaftar.
(d) Apabila berkas perkara belum lengkap atau biayanya
belum dikirim atau sudah dikirim tetapi kurang, maka
untuk sementara berkas disimpan dan dicatat dalam buku
bantu.
(e) Untuk berkas yang belum lengkap atau biayanya belum
dikirim atau sudah dikirim tetapi kurang, Pengadilan
tingkat banding mengirim surat ke Pengadilan tingkat
pertama meminta kelengkapan berkas tersebut atau
menanyakan biayanya.
(f) Apabila kekurangan berkas telah dilengkapi atau
biayanya telah dikirim oleh Pengadilan tingkat pertama,
berkas tersebut diteruskan untuk didaftar dan diberi
nomor perkara.
(g) Setelah berkas perkara didaftar dan diberi nomor, pada hari
itu juga berkas perkara diteruskan ke Meja II.
(h) Bagi perkara banding yang diajukan dengan cuma-cuma
(prodeo), berkas perkara langsung diteruskan kepada Meja
II tanpa melalui pemegang kas dan tidak diberi nomor
perkara.
2) Kasir
a) Pemegang kas merupakan bagian dari Meja I
b) Pemegang kas menerima pembayaran panjar biaya
perkara.
Ke daftar isi
39
Redesign Drs. SAHERUDIN
c) Apabila berkas perkara atau panjar biaya perkara tidak
diterima bersamaan, maka dibukukan tersendiri dalam buku
bantu.
d) Menerma panjar biaya perkara dan membukukan dalam
Buku Jurnal (KII-PA1).
e) Seluruh kegiatan pengeluaran biaya perkara harus
melalui pemegang kas dan dicatat secara tertib dalam Buku
Induk.
3) Meja II
a) Mendaftarkan / mencatat berkas perkara banding sesuai
dengan tanggal dan nomor perkara yang didaftar dan diberi
nomor oleh pemegang kas ke dalam buku register perkara.
b) Memberi nomor perkara pada sampul berkas perkara
yang bersangkutan.
c) Setelah diregister, selambat-lambatnya dalam waktu 7
(tujuh) hari berkas yang telah dilengkapi dengan formulir
yang diperlukan, Wakil Panitera melalui Panitera
menyampaikan berkas perkara banding kepada Ketua
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
4) Meja III
a) Menyelenggarakan penataan arsip perkara / dokumen sesuai
dengan proden tetap (protap).
b) Menyiapkan data, pembuatan statistik dan laporan
perkara.
b. Administrasi Keuangan Perkara Banding
1) Buku keuangan perkara terdiri dari :
a) Buku Jurnal Keuangan Perkara (KI I-PA1)
b) Buku Induk Keuangan Perkara (KI I-PA1)
c) Buku Penerimaan Uang Hak Kepaniteraan (KII-PA3).
2) Buku Jurnal Keuangan Perkara, Buku Induk Keuangan
Perkara dan Buku Penerimaan Uang Hak Kepaniteraan
harus diberi nomor halaman. Halaman pertama dan terakhir
ditandatangani dan halaman lainnya diparaf oleh Ketua
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
3) Pada halaman awal setiap buku diberi keterangan mengenai
jumlah halaman yang dibubuhi tanda tangan serta paraf
Ketua. Keterangan tersebut ditandatangani oleh Ketua
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
4) Pada halaman awal dan akhir buku keuangan tersebut
Ke daftar isi
40
Redesign Drs. SAHERUDIN
dibubuhi tandatangan dan selainnya dibubuhi paraf ketua
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
5) Setiap awal tahun, Buku Jurnal Keuangan Perkara, Buku
Induk Keuangan Perkara dan Buku Penerimaan Uang Hak
Kepaniteraan harus diganti dan tidak boleh digabung dengan
tahun sebelumnya.
6) Buku Jurnal Keuangan Perkara berfungsi untuk mencatat
semua kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya untuk
setiap perkara, dimulai dari tanggal penerimaan biaya
perkara dan ditutup pada tanggal perkara diputus.
7) Kasir menerima uang panjar biaya perkara banding yang
diterima dari Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan
membukukannya pada Buku Jurnal Keuangan Perkara.
8) Pencatatan penerimaan biaya perkara dalam Buku Jurnal
dan pemberian nomor perkara dilakukan setelah berkas
perkara diterima.
9) Biaya materai dan hak redaksi dikeluarkan pada waktu
perkara diputus.
10) Buku Induk Keuangan Perkara dipegang oleh Panitera
selaku Bendaharawan Khusus dan dalam pelaksanaannya
dapat dikerjakan oleh petugas lain yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
11) Buku Induk Keuangan Perkara digunakan untuk mencatat
kegiatan penerimaan dan pengeluaran biaya seluruh
perkara, masing-masing dicatat menurut urutan tanggal
penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Jurnal dan
memperhatikan pula HHK sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2008 tentang PNBP.
12) Jumlah uang tunai dalam kas tidak boleh melebihi jumlah
maksimum sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan sisanya harus disimpan pada bank pemerintah.
13) Setiap akhir bulan, Buku Induk Keuangan Perkara ditutup
oleh Panitera dengan diketahui oleh Ketua Pengadilan Tinggi
Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
14) Dalam penutupan tersebut harus dibuat catatan mengenai
sisa uang menurut buku, sisa uang menurut kas dan uang
yang disimpan di bank selisih antara buku dengan kas, dan
perincian uang yang ada dalam kas.
15) Apabila terdapat selisih antara sisa uang menurut buku
dengan kas, maka harus dijelaskan sebab-sebab terjadinya
selisih tersebut.
16) Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
Ke daftar isi
41
Redesign Drs. SAHERUDIN
sebelum menandatangani catatan tersebut harus
mencocokkan sisa uang menurut buku dengan sisa uang
menurut kas, baik berupa uang tunai, surat-surat berharga,
maupun yang disimpan di bank.
17) Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
secara insidentil dapat memerintahkan Panitera untuk
menutup Buku Induk Keuangan, meneliti kebenaran
penerimaan dan pengeluarannya sesuai Buku Jurnal, dan
meneliti keadaan uang menurut buku dengan uang menurut
kas, berikut bukti-buktinya.
18) Perintah penutupan Buku Induk secara insidentil tersebut
sekurang-kurangnya dilakukan 3 (tiga) bulan sekali secara
mendadak dan dibuatkan berita acara pemeriksaan.
19) Buku Penerimaan Uang Hak-hak Kepaniteraan digunakan
untuk mencatat penerimaan uang hak-hak kepaniteraan.
20) Pemegang kas menyetorkan biaya HHK kepada
bendaharawan penerima. Teknisnya, dalam kolom
keterangan buku HHK diisi dengan tanggal, jumlah uang
yang disetor, serta tanda tangan dan nama bendaharawan
penerima.
21) Biaya HHK yang telah diterima oleh bendaharawan
penerima selanjutnya disetorkan ke Kas Negara paling
lambat 7 (tujuh) hari.
c. Registrasi Perkara Banding
1) Registrasi perkara baru dapat dilakukan setelah biaya
perkara diterima oleh pemegang kas dan dicatat dalam Buku
Jurnal.
2) Petugas Meja II mencatat perkara tersebut dalam Buku
Register Perkara Banding sesuai dengan urutan tanggal
penerimaan.
3) Nomor perkara harus sama dengan nomor urut pada Buku
Jurnal.
4) Berkas pekara yang telah diregister hendaknya dilengkapi
dengan formulir Penetapan Majelis Hakim dan selanjutnya
disampaikan kepada Wakil Panitera untuk diserahkan
kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah
Syar'iyah Aceh melalui Panitera.
5) Melaksanakan tugas-tugas pada Meja I dan Meja II
dilakukan oleh Panitera Muda Banding dan berada di bawah
pembinaan dan pengawasan Wakil Panitera.
6) Buku register setiap tahun harus diganti dan tidak digabung
Ke daftar isi
42
Redesign Drs. SAHERUDIN
dengan tahun sebelumnya.
7) Buku register diberi nomor halaman, halaman pertama dan
terakhir ditandatangani/ Ketua Pengadilan Tinggi Agama /
Mahkamah Syar'iyah Aceh dan halaman lainnya diparaf.
8) Pada halaman awal buku register diberi catatan yang
ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh mengenai jumlah halaman dan
adanya tanda tangan serta paraf tersebut.
9) Buku register harus memuat seluruh data perkara dan
pengisiannya dilaksanakan dengan tertib dan cermat sesuai
dengan perkembangan perkara.
10) Setiap akhir bulan, buku register ditutup oleh petugas
register dan diketahui oleh Panitera, dengan diberi
keterangan mengenai jumlah perkara yang diterima, perkara
yang diputus, sisa perkara, perkara yang diminutasi, dan sisa
perkara yang belum diminutasi.
11) Setiap akhir tahun, buku register ditutup oleh Panitera dan
diketahui oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah
Syar'iyah Aceh dengan diberi keterangan sebagaimana pada
angka (10) di atas.
2. Persiapan Persidangan
a. Berkas perkara yang didaftar dalam buku register, dilengkapi
dengan formulir Penetapan Majelis Hakim dan Penunjukan
Panitera Pengganti, diserahkan oleh petugas Meja II kepada Wakil
Panitera untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi
Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh melalui Panitera.
b. Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
membuat Penetapan Majelis Hakim untuk memeriksa perkara.
c. Panitera membuat Penunjukan Panitera Pengganti untuk
membantu Majelis Hakim.
d. Petugas Meja II mencatat susunan Majelis Hakim dan Panitera
Pengganti dalam buku register dan segera menyerahkan berkas
perkara kepada Majelis Hakim yang ditunjuk.
3. Pemberkasan Perkara Banding
Berkas perkara banding yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama /
Mahkamah Syar'iyah Aceh terdiri dari Bundel A dan Bundel B. Bundel
A merupakan asli surat-surat yang diawali dengan surat gugatan,
ditambah dengan surat-surat lain yang berkaitan dengan proses
pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
Ke daftar isi
43
Redesign Drs. SAHERUDIN
Sedang Bundel B merupakan himpunan surat yang berkaitan dengan
permohonan banding, yang diawali dengan salinan putusan
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah, ditambah dengan
surat-surat yang berkaitan dengan permohonan banding tersebut.
Oleh karena yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama /
Mahkamah Syar'iyah Aceh adalah aslinya, maka baik Bundel A
maupun Bundel B harus dibuat salinannya untuk tetap disimpan di
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
a. Bundel A terdiri dari :
1) Surat gugatan
2) Surat Kuasa Khusus (bila ada)
3) Bukti pembayaran panjar biaya perkara.
4) Penetapan Penunjukan Majelis Hakim.
5) Penetapan Hari Sidang.
6) Relaas-relaas Panggilan.
7) Berita Acar Sidang.
8) Penetapan Sita (bila ada).
9) Berita Acara Sita.
10) Surat-surat bukti Penggugat.
11) Surat-surat bukti Tergugat.
12) Gambar situasi.
13) Surat-surat yang lain (bila ada).
b. Bundel B terdiri dari :
1) Relaas pemberitahuan amar putusan (bila ada);
2) Surat Kuasa Khusus (bila ada);
3) Akta Permohonan Banding;
4) Relaas pemberitahuan permohonan banding;
5) Relaas pemberitahuan memori banding (bila ada);
6) Relaas pemberitahuan kontra memori banding (bila ada);
7) Surat keterangan Panitera bahwa para pihak tidak
mengajukan memori banding atau kontra memori banding
(bila ada);
8) Relaas pemberitahuan untuk memeriksa (inzage) berkas
perkara banding;
9) Salinan putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah;
10) Tanda bukti pengiriman biaya perkara banding;
c. 1) Setelah perkara putus, Bundel A dikembalikan ke Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah bersama salinan putusan untuk
diberitahukan kepada para pihak. Sedangkan Bundel B
disimpan di Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah
Aceh bersama asli putusan untuk keperluan arsip.
Ke daftar isi
44
Redesign Drs. SAHERUDIN
2) Arsip perkara banding disimpan dalam box dan diberi daftar isi
box, nomor box, nomor pekara dan seterusnya.
4. Laporan Perkara Banding
a. Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh membuat
laporan tentang keadaan perkara dan keuangan perkara setiap
bulan, serta laporan kegiatan Hakim setiap 6 (enam) bulan.
b. Macam-macam Laporan :
1) Laporan Keadaan Perkara (LII-PA1).
2) Laporan Kegiatan Hakim (LII-PA2).
3) Laporan Keuangan Perkara (LII-PA3).
c. Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh membuat
evaluasi atas laporan bulanan keadaan perkara yang berasal dari
seluruh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah di wilayah
hukumnya untuk disampaikan kepada Mahkamah Agung.
d. Setiap akhir tahun Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah
Aceh membuat rekapitulasi atas laporan dari seluruh Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah di wilayah hukumnya, tentang
keadaan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali, dan jenis
perkara serta mengirimkan kepada Mahkamah Agung.
5. Arsip Berkas Perkara Banding
a. Setelah salinan putusan dan Bundel A dikirim ke Pengadilan Agama
/ Mahkamah Syar'iyah, maka Bundel B dan asli putusan diserahkan
kepada Panitera Muda Hukum (Meja III) untuk keperluan arsip.
b. Pembenahan dan penataan arsip berkas perkara dilakukan dalam 3
(tiga) tahap, yaitu :
1) Tahap Pertama
Arsip berkas perkara dimasukkan dalam sampul / box dengan
diberi catatan :
a) Nomor urut box.
b) Tahun perkara.
c) Jenis perkara
d) Nomor urut perkara.
2) Tahap Kedua
a) Membuat daftar isi box untuk ditempel pada box.
b) Memisahkan arsip menurut jenis perkaranya.
c) Menghimpun salinan putusan untuk dijilid dan disimpan di
perpustakaan.
d) Menyimpan berkas perkara dalam box masing-masing.
Ke daftar isi
45
Redesign Drs. SAHERUDIN
e) Menyimpan box arsip dalam rak / almari.
f) Membuat Daftar Isi Rak (DIR) atau Daftar Isi Almari (DIL).
3) Tahap Ketiga (penghapusan berkas perkara)
a) Memisahkan dan membuat daftar berkas perkara yang
sudah mencapai usia untuk dihapus (30 tahun).
b) Menyimpan arsip berkas perkara yang memiliki nilai sejarah
untuk dimasukkan dalam box dan disimpan dalam rak atau
almari tersendiri.
c) Menghapus arsip berkas perkara yang telah memenuhi
syarat penghapusan dengan membuat berita acara
penghapusan arsip yang ditandatangani oleh Panitera dan
Ketua Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah
Aceh.
d) Melaporkan penghapusan arsip tersebut kepada Mahkamah
Agung dengan dilampiri salinan berita acara penghapusan.
c. Penyimpanan dalam bentuk lain.
Pengadilan juga dapat menyimpan berkas perkara dalam bentuk
lain, seperti pada pita magnetik, disket, atau media lainnya.
6. Penggunaan Instrumen
a. Dalam proses penanganan perkara banding digunakan beberapa
instrumen, antara lain meliputi :
1) Daftar Pembagian Perkara
2) Penundaan Sidang
3) Amar Putusan
4) Redaksi / Materai
b. Untuk ketertiban pengelolaan administrasi perkara, instrumen-
instrumen tersebut harus digunakan secara efektif.
C. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
1. Dalam rangka memaksimalkan pelaksanaan Pola Bindalmin perlu
didukung dengan pemanfaatan teknologi informasi.
2. Sistem Informasi Administrasi Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah (SIADPA) dan Sistem Informasi Administrasi Pengadilan
Tinggi Agama/ Mahkamah Syar’iyah Aceh (SIADPTA) adalah
sebuah system yang diberlakukan di lingkungan peradilan agama dalam
rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas serta peningkatan kinerja
dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan.
Ke daftar isi
46
Redesign Drs. SAHERUDIN
II. TEKNIS PERADILAN
A. KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA /
MAHKAMAH SYAR’IYAH
1. Kedudukan
a. Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam,
mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan Undangundang Nomor 50 Tahun 2009.
b. Mahkamah Syar’iyah merupakan Pengadilan bagi setiap orang
yang beragama Islam dan berada di Aceh.
2. Dasar Hukum
a. Pasal 24 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 beserta
amandemennya.
b. Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.
c. Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50
Tahun 2009.
d. Pasal 128 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh.
3. Kewenangan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iah
a. Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,
kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infag, shadagah dan ekonomi
syariah.
b. Mahkamah Syar’iyah di samping bertugas dan berwenang
sebagaimana pada huruf (a), juga bertugas dan berwenang
memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara bidang
jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syariat Islam
sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (3) Undang-undang Nomor
11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Perda Nomor 5 Tahun
2000, Qanun Nomor 10 Tahun 2002, Qanun Nomor 11 Tahun 2002,
Qanun Nomor 12 Tahun 2003, Qanun Nomor 13 Tahun 2003, Qanun
Nomor 14 Tahun 2003, dan Qanun terkait lainnya.
Ke daftar isi
47
Redesign Drs. SAHERUDIN
c. Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang
ahwalusysyakhsiyah meliputi perkawinan, waris dan wasiat. (Penjelasan
Pasal 49 huruf (a) Qanun Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan
Syariat Islam).
d. Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang
Muamalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan meliputi jual beli,
sewa menyewa, utang piutang, giradh, musagah, muzara’ah,
mukhabarah, wakalah, syirkah, ariyah, hajru, syuf’ah, rahnun, ihyaul
mawat, ma’din, luqathah, perbankan, takaful (asuransi), perburuhan,
harta rampasan, wakaf, hibah, zakat, infag, shadagah dan hadiah
(Penjelasan Pasal 49 huruf b Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang
Peradilan Syariah Islam).
e. Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang jinayah
meliputi jarimah hudud (zina, gadzaf, pencurian, perampokan,
minuman keras dan napza, murtad, bughat), jarimah gishash/diyat
(pembunuhan, penganiayaan), jarimah ta’zir (maisir/perjudian,
penipuan, pemalsuan, khalwat). Penjelasan Pasal 49 huruf (c) Qanun
Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam serta
pelangaran terhadap agidah, ibadah dan syiar Islam yang diatur
dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002.
f. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua dengan Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2009, maka pilihan hukum dalam penyelesaian
sengketa waris Islam sudah tidak berlaku lagi.
4. Hukum Materiil Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
a. Al-Qur’an dan Hadits.
b. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32
Tahun 1954 tentang Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (NTCR).
c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
e. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998.
f. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
g. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tengan Pengelolaan Zakat.
h. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
i. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga
Syariah Negara.
Ke daftar isi
48
Redesign Drs. SAHERUDIN
j. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
k. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
l. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
m. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan
Tanah Milik.
n. Kompilasi Hukum Islam (KHI).
o. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun 2008 Tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
p. Peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan ekonomi syariah.
q. Yurisprudensi.
r. Qanun Aceh.
s. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI).
t. Akad Ekonomi Syariah.
5. Hukum Acara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
a. Hukum Acara Peradilan Agama
1) HIR
2) RBg
3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
sebagaimana yang telah diubah dengan Undangundang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2009.
5) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
6) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
7) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
8) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
9) Yurisprudensi.
10) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA).
11) Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
Peradilan Agama.
b. Hukum Acara Mahkamah Syar’iyah :
Ke daftar isi
49
Redesign Drs. SAHERUDIN
1) Hukum acara yang berlaku di Peradilan Agam.
2) Hukum acara yang berlaku di Peradilan Umum.
3) Qanun Aceh tentang hukum acara.
6. Asas Personalitas Keislaman
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 menganut asas personalitas
keislaman, sehingga segala sengketa antara orang-orang yang beragam
Islam mengenai hal-hal yang diatur dalam Pasal 49 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 menjadi kewenangan
Pengadilan Agama. Asas ini tidak berlaku dalam dalam kasus-kasus
sebagai berikut :
a. Sengketa di bidang perkawinan yang perkawinannya tercatat
di Kantor Urusan Agama, meskipun salah satu (suami atau
isteri) atau kedua belah pihak (suami isteri) keluar dari agam
Islam.
b. Sengketa di bidang kewarisan yang pewarisnya beragama Islam,
meskipun sebagian atau seluruh ahli waris non muslim.
c. Sengketa di bidang ekonomi syariah meskipun nasabahnya non
muslim.
d. Sengketa di bidang wakaf meskipun para pihak atau salah satu
pihak tidak beragama non muslim.
e. Sengketa di bidang hibah dan wasiat yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam.
Semua sengketa tersebut di atas meskipun sebagian subjek
hukumnya bukan beragama Islam, tetap diselesaikan oleh
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
Contoh :
a. A dan B kawin secara Islam di Kantor Urusan Agama, B keluar
dari agama Islam, A mengajukan perceraian, perceraiannya
menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
b. A beragama non Islam melakukan transaksi bai‟ murabahah dengan
bank Muamalat, ketika terjadi sengketa merupakan kewenangan
Pengadilan Agama.
c. A beragama Islam mempunyai anak bernama B, A
menghibahkan sebidang tanah kepada B, B keluar dari agama
Islam, A mewakafkan seluruh harta kekayaannya termasuk
sebidang tanah yang telah dihibahkan kepada B kepada sebuah
Ke daftar isi
50
Redesign Drs. SAHERUDIN
yayasan. Jika B bersengketa dengan A mengenai wakaf
tersebut, maka pembatalan wakaf tersebut menjadi kewenangan
Pengadilan Agama.
d. Perlawanan terhadap sita eksekusi dan/atau gugatan
pembatalan lelang atas objek sengketa yang merupakan
kelanjutan pelaksanaan eksekusi dari seluruh perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama harus diselesaikan oleh
Pengadilan Agama walaupun pihak yang bersengketa adalah
yang beragama selain Islam.
7. Sengketa Hak Milik
a. Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam
perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006, khusus mengenai objek sengketa
tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan umum. (Pasal 50 ayat (1) Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006).
b. Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada
huruf (a) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang
beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan
Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 (Pasal 50 ayat (2)
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
c. Ketentuan sebagaimana pada huruf (b) di atas memberi
wewenang kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah untuk sekaligus memutus sengketa milik atau
keperdatan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur
dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 apabila
subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.
d. Ketentuan pada huruf c adalah untuk menghindari upaya
memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena
alasan adanya sengketa hak milik atau keperdataan lainnya
tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan
dengan adanya gugatan di Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah.
e. Sebaliknya, apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik
atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek
bersengketa di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah,
sengketa di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah ditunda
untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di
lingkungan Peradilan Umum.
f. Penangguhan sebagaimana dimaksud pada huruf e hanya dilakukan
Ke daftar isi
51
Redesign Drs. SAHERUDIN
jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah bahwa telah didaftarkan gugatan di
Pengadilan Negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan
sengketa di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
g. Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak
terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatan,
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tidak perlu menangguhkan
putusannya terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud.
(Penjelasan Pasal 50 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
h. Jika bukti atas hak milik tersebut atas dasar hibah, wasiat, wakaf
dan transaksi syariah, Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah berwenang untuk menilai sah tidaknya alat bukti hak milik
tersebut jika bertentangan dengan hukum.
B. PEDOMAN BERACARA PADA PENGADILAN AGAMA
1. Pedoman Umum
a. Permohonan (Volunter)
1) Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama di tempat
tinggal Pemohon secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemohon
atau kuasanya yang sah (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974).
2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua
Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, permohonan tersebut
dicatat oleh Ketua atau Hakim yang ditunjuk (Pasal 120 H I R / Pasal
144 RBg).
3) Permohonan didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor
perkara setelah Pemohon membayar panjar biaya perkara yang
besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Agama/ mahkamah
syar’iyah (Pasal 121 ayat (4) HIR / Pasal 145 ayat (4) RBg).
4) Perkara permohonan harus diputus oleh Hakim dalam bentuk
penetapan.
5) Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah berwenang
memeriksa dan mengadili perkara permohonan sepanjang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau jika ada kepentingan
hukum.
6) Jenis-jenis permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan
Agama/ mahkamah syar’iyah antara lain :
a) Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum
mencapai umur 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua (Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Ke daftar isi
52
Redesign Drs. SAHERUDIN
Tentang Perkawinan).
b) Permohonan pengangkatan wali/pengampu bagi orang dewasa
yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa
mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun (Pasal 229 HIR /
Pasal 263 RBg).
c) Permohonan dispensasi kawin bagi pria yang belum mencapai
umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16
tahun (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
d) Permohonan izin kawin bagi calon mempelai yang belum berusia 21
tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
e) Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami isteri.
f) Permohonan pengangkatan anak (Penjelasan Pasal 49 Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006).
g) Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit
(arbiter) oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia
untuk menunjuk wasit (arbiter) (Pasal 13 dan 14 Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa).
h) Permohonan sita atas harta besama tanpa adanya gugatan
cerai dalam hal salah satu dari suami isteri melakukan
perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama
seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya (Pasal 95 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam).
i) Permohonan izin untuk menjual harta bersama yang berada
dalam status sita untuk kepentingan keluarga (Pasal 95 ayat (2)
Kompolasi Hukum Islam).
j) Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan mafqud
(Pasal 96 ayat (2) dan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam).
k) Permohonan penetapan ahli waris (Penjelasan Pasal 49 huruf (b)
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).
b. Gugatan
1) Gugatan diajukan secara tertulis yang ditandatangani oleh
Penggugat atau kuasanya dan ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 118 ayat (1) HIR /
Pasal 142 ayat (1) RBg).
2) Penggugat yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan gugatannya secara lisan di hadapan Ketua
Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah, selanjutnya Ketua
Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah atau Hakim yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah
Ke daftar isi
53
Redesign Drs. SAHERUDIN
mencatat gugatan tersebut (Pasal 120 HIR / Pasal 144 RBg).
3) Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Agama/
mahkamah syar’iyah, kemudian diberi nomor dan
didaftarkan dalam buku register setelah Penggugat
membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh
Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah (Pasal 121 ayat (4)
HIR / Pasal 145 ayat (4) RBg).
c. Beracara Secara Prodeo
1) Penggugat / Pemohon yang tidak mampu, dapat
mengajukan permohonan berperkara secara prodeo
bersamaan dengan surat gugatan / permohonan, baik secara
tertulis atau lisan.
2) Jika Tergugat / Termohon selain dalam bidang perkawinan juga
mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, maka
permohonan itu disampaikan pada waktu menyampaikan
jawaban atas gugatan Penggugat / Pemohon. (Pasal 238
ayat (2) HIR / Pasal 274 ayat (2) RBg).
3) Pemohon mampu harus melampirkan surat keterangan tidak
mampu dari Kepala Desa / Kelurahan atau yang setingkat
(Banjar, Nagari dan Gampong) (Pasal 60B Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2009) atau surat keterangan sosial lainnya
seperti : Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jaskesmas), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH)
atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT).
4) Majelis Hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah untuk menangani perkara tersebut
melakukan sidang insidentil.
5) Di dalam sidang tersebut memberikan kesempatan kepada pihak
lawan untuk menanggapi.
6) Majelis hakim membuat putusan sela tentang dikabulkan atau
tidaknya permohonan perkara secara prodeo.
7) Putusan Sela tersebut dimuat secara lengkap di dalam Berita
Acara Sidang.
8) Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo tidak
dikabulkan, Penggugat / Pemohon diperintahkan membayar panjar
biaya perkara dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah
dijatuhkan Putusan Sela.
9) Jika tidak dipenuhi maka gugatan / permohonan tersebut dicoret
dari daftar perkara.
10) Contoh amar Putusan Sela :
a) Permohonan berperkara prodeo dikabulkan :
Ke daftar isi
54
Redesign Drs. SAHERUDIN
- Memberi izin kepada Pemohon / Penggugat untuk
berperkara secara prodeo.
- Memer intahkan kedua belah p ihak untuk
melanjutkan perkara.
b) Permohonan berperkara secara prodeo tidak
dikabulkan:
- Tidak memberi izin kepada Pemohon / Penggugat untuk
berperkara secara prodeo.
- Memerintahkan kepada Pemohon / Penggugat untuk
membayar panjar biaya perkara.
11) Dalam hal berperkara secara prodeo dibiayai negara melalui
DIPA Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, maka jumlah
biaya beserta rinciannya harus dicantumkan dalam amar
putusan. Contoh : ―Biaya yang timbul dalam perkara ini
sejumlah Rp ............... dibebankan kepada negara‖.
12) Pemberian izin beracara secara prodeo ini berlaku untuk masing-
masing tingkat peradilan secara sendiri-sendiri dan tidak dapat
diberikan untuk semua tingkat peradilan sekaligus.
13) Permohonan beracara secara prodeo dapat juga diajukan untuk
tingkat banding dan kasasi.
14) Permohonan beracara secara prodeo untuk tingkat banding
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Permohonan berperkara secara prodeo diajukan secara lisan
atau tertulis kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari setelah putusan dibacakan atau
diberitahukan.
b) Permohonan tersebut disertai dengan surat keterangan tidak
mampu dari Kepala Desa / Kelurahan atau yang setingkat
(Banjar, Nagari, dan Gampong) atau surat keterangan lain
seperti : kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jaskesmas), Kartu Program
Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Bantuan Langsung
Tunai (BLT).
c) Permohonan tersebut dicatat oleh Panitera dalam daftar
tersendiri.
d) Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak
permohonan itu dicatat oleh Panitera, Hakim yang ditunjuk
(Hakim yang menyidangkan pada tingkat pertama)
memerintahkan Panitera untuk memberitahukan
permohonan itu kepada pihak lawan dan memerintahkan
untuk memanggil kedua belah pihak supaya datang di
Ke daftar isi
55
Redesign Drs. SAHERUDIN
muka Hakim untuk dilakukan pemeriksaan tentang
ketidakmampuan Pemohon.
e) Hasil pemeriksaan Hakim dituangkan dalam Berita Acara
Sidang.
f) Jika pemohon telah dipanggil secara resmi dan patut untuk
diperiksa permohonan prodeonya ternyata ia tidak hadir tanpa
alas an yang sah serta tenggat waktu banding telah habis,
maka pemohon dianggap tidak mengajukan banding.
g) Dalam tenggang waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah
pemeriksaan, berita acara hasil pemeriksaan dilampiri
permohonan izin beracara secara prodeo dan surat
keterangan Kepala Desa / Kelurahan atau yang setingkat
harus sudah dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama /
Mahkamah Syar’iyah Aceh bersama-sama dengan Bundel
A.
h) Permohonan tersebut dicatat oleh panitera pengadilan tinggi/
mahkamah syar’iyah aceh dalam daftar khusus dengan
nomor yang diambil dari surat umum.
i) Ketua Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
menunjuk hakim untuk memeriksa permohonan tersebut.
j) Hakim tingkat banding memeriksa dan memutus
permohonan prodeo tersebut dan dituangkan dalam bentuk
penetapan yang nomornya sama dengan surat penunjukan.
k) Setelah Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
menerima penetapan Pengadilan Tinggi Agama/
Mahkamah Syar'iyah Aceh dan permohonan izin
beracara secara prodeo dikabulkan, Pengadilan Agama/
mahkamah syar’iyah memberitahukan penetapan
tersebut kepada pemohon.
l) Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak
pemberitahuan, atas permohonan pemohon, panitera
membuat akta permohonan banding dan memproses lebih
lanjut.
m) Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo ditolak,
maka Pemohon harus membayar biaya banding dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan
Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh
diberitahukan kepada Pemohon.
n) Dalam hal pemohon tidak membayar biaya perkara dalam
tenggat waktu sebagaimana tersebut di atas, maka putusan
pengadilan agama/mahkamah syar’iyah berkekuatan
Ke daftar isi
56
Redesign Drs. SAHERUDIN
hukum tetap.
15) Permohonan beracara secara prodeo untuk tingkat kasasi dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Permohonan diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui
Ketau Pengadilan Agama/ mahkamah syar’iyah dengan
dilampiri surat keterangan tidak mampu dari Kelurahan / Desa
atau yang setingkat (Banjar, Nagari, dan Gampong) atau
Surat Keterangan lain seperti : Kartu Keluarga Miskin (KKM),
Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jaskesmas), Kartu
Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Bantuan
Langsung Tunai (BLT).
b) Majelis Hakim Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
memeriksa permohonan berperkara secara prodeo yang
kemudian dituangkan dalam berita acara sebagai bahan
pertimbangan di tingkat kasasi.
c) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b)
hanya berisi hasil pemeriksaan tentang ketidakmampuan
Pemohon.
d) Permohonan beracara secara prodeo, berita acara hasil
pemeriksaan Majelis Hakim Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah, keterangan tidak mampu bersama
Bundel A dan B dikirim oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah ke Mahkamah Agung.
e) Panitera dalam surat pengantar pengiriman berkas
permohonan kasasi mencantumkan kalimat ―Pemohon
kasasi mengajukan permohonan berperkara secara
prodeo‖.
d. Kewenangan Relatif
1) Sesuai ketentuan Pasal 118 HIR / 142 RBg, Pengadilan Agama
berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya,
meliputi :
a) Tempat tinggal Tergugat atau tempat Tergugat
sebenarnya berdiam.
b) Tempat tinggal salah satu Tergugat, jika tedapat lebih dari satu
Tergugat, yang tempat tinggalnya tidak berada dalam satu
daerah hukum Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah
menurut pilihan Penggugat.
c) Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara
Tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan
penjaminnya.
d) Tempat tinggal Penggugat atau salah satu dari Penggugat, dalam
Ke daftar isi
57
Redesign Drs. SAHERUDIN
hal :
(1) Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak
diketahui dimana ia berada.
(2) Tergugat tidak dikenal.
(Dalam gugatan disebutkan dahulu tempat tinggalnya yang
terakhir, baru keterangan bahwa sekarang tidak diketahui
lagi tempat tinggalnya di Indonesia).
e) Dalam hal Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya dan yang
menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak, maka
gugatan diajukan di tempat benda yang tidak bergerak
terletak (Pasal 118 ayat (3) H I R / Pasal 142 ayat (5) RBg).
f) Jika ada pilihan domisili yang tertulis dalam akta, maka
gugatan diajukan di tempat domisili yang dipilih itu (Pasal 118
ayat (4) H I R / Pasal 142 ayat (4) RBg).
2) Jika Tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan
tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif,
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tidak boleh
menyatakan dirinya tidak berwenang (lihat Pasal 133 HIR / Pasal
159 RBg).
3) Eksepsi mengenai kewenangan relatif harus diajukan pada
sidang pertama.
4) Pengecualian :
a) Dalam hal Tergugat tidak cakap untuk menghadap di muka
Pengadilan, gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama
tempat tinggal orang tuanya, walinya atau pengampunya
(Pasal 21 BW)
b) Yang menyangkut Pegawai Negeri, berlaku ketentuan (Pasal
118 H I R / Pasal 142 RBg).
c) Tentang penjaminan (vrijwaring), yang berwenang untuk
mengadilinya adalah Pengadilan Agama yang pertama dimana
pemeriksaan dilakukan (Pasal 14 Rv).
5) Jika eksepsi diterima maka putusan berbunyi :
Dalam eksepsi :
- Menerima eksepsi Tergugat.
- Menyatakan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah
(Pengadilan yang mengadili sekarang) tidak berwenang untuk
mengadili perkara tersebut.
Dalam pokok perkara :
- Menyatakan gugatan / permohonan Penggugat / Pemohon tidak
dapat diterima.
- Menghukum Penggugat / Pemohon membayar biaya
Ke daftar isi
58
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkara sejumlah Rp ( ).
6) Jika eksepsi ditolak maka putusan berbunyi :
Dalam eksepsi :
- Menolak eksepsi Tergugat.
- Menyatakan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah
(Pengadilan yang mengadili sekarang) berwenang untuk mengadili
perkara tersebut.
Dalam pokok perkara :
- Menyatakan gugatan / permohonan Penggugat / Pemohon tidak
dapat diterima.
- Menghukum Penggugat / Pemohon membayar b iaya
perkara sejumlah Rp ( ).
e. Kewenangan Absolut
1) Kewenangan absolut atau kewenangan mutlak adalah
kewenangan suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis
perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh
badan Pengadilan lain.
2) Eksepsi mengenai kekuasaan absolut dapat diajukan setiap waktu
selama proses pemeriksaan berlangsung (Pasal 134 HIR / Pasal
160 RBg).
3) Hakim karena jabatannya harus menyatakan dirinya tidak
berwenang untuk memeriksa perkara yang bersangkutan
meskipun tidak ada eksepsi dari Tergugat, dan hal ini dapat
dilakukan pada semua taraf pemeriksaan, termasuk dalam taraf
banding dan kasasi (Pasal 134 HIR / Pasal 160 RBg / Pasal 132
Rv).
4) Jika eksepsi diterima maka putusan berbunyi :
Dalam eksepsi :
- Menerima eksepsi Tergugat.
- Menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang untuk
mengadili perkara tersebut.
Dalam pokok perkara :
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
- Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sejumlah
Rp. ( ).
Catatan :
Dalam bidang perkawinan, amar biaya perkara berbunyi :
- Membebankan kepada Penggugat / Pemohon membayar
biaya perkara sejumlah Rp. ( ).
Ke daftar isi
59
Redesign Drs. SAHERUDIN
- Putusan seperti ini adalah putusan akhir yang dapat
dimohonkan banding dan kasasi.
5) Jika eksepsi ditolak, maka Hakim memberikan putusan sela yang
amarnya :
- Menolak eksepsi Tergugat / Termohon.
- Menyatakan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah
berwenang mengadili perkara tersebut.
- Memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan
perkara.
- Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan
akhir.
6) Putusan sela tidak dituangkan dalam putusan tersendiri, tetapi dimuat
dalam berita acara persidangan (Pasal 185 ayat (1) HIR / 196 ayat
(1) RBg).
7) Putusan sela, hanya dapat diajukan banding bersama-sama
dengan putusan akhir (Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 20
Tahun 1947).
f. Kuasa / Wakil
1) Kuasa hukum yang dapat bertindak sebagai kuasa / wakil dari
Penggugat / Tergugat atau Pemohon / Termohon di
Pengadilan:
a) Advokat (sesuai dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor
18 Tahun 2003 Tentang Advokat).
b) Jaksa dengan kuasa khususnya sebagai kuasa / wakil
negara / pemerintah sesuai dengan Pasal 30 ayat (2)
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan.
c) Biro hukum pemerintah / TNI / Kejaksaan RI
d) Direksi / pengurus atau karyawan yang ditunjuk dari suatu
badan hukum.
e) Mereka yang mendapat kuasa insidentil yang ditetapkan
oleh Ketua Pengadilan, seperti Lembaga Bantuan Hukum
(LBH), biro hukum TNI / Polri untuk perkara-perkara yang
menyangkut anggota / keluarga TNI / Polri, hubungan
keluarga. (disyaratkan antara pemberi kuasa dengan
penerima kuasa harus ada hubungan keluarga dalam batas
pengertian isteri dan suami (bukan bekas suami atau bekas
isteri), anak-anak yang belum berkeluarga dan orang tua
dari suami isteri tersebut, sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran TUADILTUN MARI No. MA/KUMDIL/8810/1987.
2) Kuasa / wakil harus memiliki surat kuasa khusus yang
diserahkan di persidangan, atau pada saat mengajukan
Ke daftar isi
60
Redesign Drs. SAHERUDIN
gugatan / permohonan.
3) Surat kuasa khusus harus mencantumkan secara jelas bahwa
surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu
dengan subjek, objek dan Pengadilan tertentu.
4) Dalam surat kuasa tersebut harus dengan jelas disebutkan
kedudukan pihak-pihak berperkara.
5) Jika dalam surat kuasa khusus tersebut disebutkan bahwa
kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat
banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap
sah dan berlaku hingga pemeriksaan tingkat kasasi, tanpa
diperlukan suatu surat kuasa khusus yang baru. (Surat Edaran
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 Tahun 1994).
6) Kuasa / wakil yang ditunjuk oleh para pihak dalam persidangan
cukup dicatat dalam berita acara persidangan.
7) Pencabutan kuasa oleh pemberi kuasa tidak perlu persetujuan
penerima kuasa.
g. Perkara Gugur
1) Gugatan dapat digugurkan jika Penggugat / Para Penggugat telah
dipanggil secara resmi dan patut akan tetapi tidak hadir atau tidak
mengirim kuasanya untuk hadir. (Pasal 124 HIR / Pasal 148 RBg).
2) Dalam hal perkara digugurkan, Penggugat dapat mengajukan
kembali gugatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar
biaya perkara. Apabila telah dilakukan sita jaminan, maka sita
tersebut harus diangkat. (Pasal 124 HIR / Pasal 148 RBg).
3) Dalam hal-hal tertentu, misalnya apabila Penggugat tempat
tinggalnya jauh atau mengirim kuasanya tetapi surat kuasanya tidak
memenuhi syarat, maka Hakim dapat mengundurkan sidang dan
meminta Penggugat dipanggil sekali lagi. Kepada pihak yang
datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa dipanggil (Pasal
126 HIR / Pasal 150 RBg).
4) Jika Penggugat pernah hadir kemudian tidak hadir lagi, maka
Penggugat dipanggil sekali lagi dengan peringatan yang dimuat
dalam relaas untuk hadir dan apabila tetap tidak hadir
sedangkan Tergugat tetap hadir, maka pemeriksaan
dilanjutkan dan diputus secara contradictoir.
h. Perkara dibatalkan
1) Jika panjar biaya perkara sudah habis, pihak berperka ditegur untuk
membayar tambahan panjar biaya perkara dalam tenggat waktu 30
(tiga puluh) hari setelah surat teguran itu disampaikan.
Ke daftar isi
61
Redesign Drs. SAHERUDIN
2) Jika setelah ditegur tidak membayar tambahan panjar biaya
perkara, maka perkara tersebut dapat dibatalkan dalam bentuk
putusan dengan amar sebagai berikut :
- Membatalkan perkara nomor
- Memerintahkan Panitera untuk mencoret dari daftar perkara.
- Menghukum penggugat membayar biaya perkara sejumlah R p .
. . . . ( ) .
3) Frasa ―mencoret‖ maksudnya adalah panitera/petugas register
perkara mencatat kata ―mencoret‖ dalam kolom keterangan
Register Induk Perkara.
i. Pencabutan Gugatan
1) Pencabutan gugatan yang dilakukan sebelum penunjukan Majelis
Hakim, dituangkan dalam bentuk Penetapan Ketua Pengadilan.
2) Pencabutan gugatan yang dilakukan setelah penunjukan Majelis
Hakim dan belum ditetapkan hari sidangnya dituangkan dalam
bentuk Penetapan Ketua Majelis.
3) Pencabutan gugatan yang dilakukan setelah ditetapkan hari sidang
dituangkan dalam bentuk penetapan di dalam persidangan.
4) Pencabutan gugatan yang dilakukan sebelum memberikan jawaban
tidak perlu minta persetujuan tergugat.
5) Pencabutan gugatan yang diajukan setelah Tergugat memberikan
jawaban, harus dengan persetujuan Tergugat (Pasal 271 – 272 Rv).
6) Amar penetapan/putusan sebagai berikut :
- Mengabulkan permohonan pencabutan perkara nomor
dari pemohon.
- Memerintahkan panitera untuk mencatat pencabutan perkara
tersebut dalam regiater perkara.
- Memerintahkan penggugat/pemohon untuk membayar biaya
perkara sejumlah Rp. ... ( ).
7) Pencabutan perkara gugatan/permohonan secara prodeo dalam
sidang insidentil, amar penetapannya sebagai berikut:
- Mengabulkan permohonan pencabutan perkara nomor
dari pemohon.
- Memerintahkan panitera untuk mencatat pencabutan perkara
tersebut.
- Menetapkan biaya perkara sejumlah Rp. 0,00 (nihil)
j. Perkara Verstek
1) Pasal 125 ayat (1) HIR / Pasal 149 RBg menentukan bahwa
gugatan dapat dikabulkan dengan verstek apabila :
Ke daftar isi
62
Redesign Drs. SAHERUDIN
a) Tergugat atau Para Tergugat tidak datang pada hari sidang
pertama yang telah ditentukan.
b) Tergugat atau para Tergugat tersebut tidak mengirim wakil /
kuasanya yang sah untuk menghadap.
c) Tergugat atau Para Tergugat telah dipanggil dengan patut.
d) Gugatan beralasan dan berdasarkan hukum.
2) Dalam hal Tergugat tidak hadir pada panggilan sidang pertama dan
tidak mengirim kuasanya, tetapi ia mengajukan jawaban tertulis
berupa tangkisan tentang Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah tidak berwenang mengadili, maka perkara diputus
berdasarkan Pasal 125 HIR / Pasal 149 RBg.
3) Dalam perkara perceraian yang Tergugatnya tidak diketahui tempat
tinggalnya di Indonesia harus mencantumkan alamat yang terakhir
dengan menambah kata-kata : ―Sekarang tidak diketahui alamatnya
di Republik Indonesia‖.
4) Teknis pemanggilan untuk kasus angka 3) dilaksanakan dengan
cara :
a) Menempelkan gugatan pada papan pengumuman di
pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau
beberapa surat kabar atau mass media lain yang
ditetapkan oleh pengadilan.
b) Pengumuman melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass
media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan, dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan
antara pengumuman pertama dan kedua.
c) Tenggat waktu antara panggilan terakhir dengan
persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan (Pasal
27 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975).
d) Baik panggilan pertama maupun panggilan kedua tetap
menunjuk hari dan tanggal persidangan yang sama.
e) Ketua pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah secara
periodic menetapkan mass media lain yang ditetapkan oleh
pengadilan.
5) Jika pada hari sidang yang telah ditetapkan penggugat hadir dan
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka persidangan ditunda dan
tergugat dipanggil lagi sesuai ketentuan pasal 390 HIR / 718 RBg.
k. Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
1) Tergugat / para Tergugat yang dihukum verstek berhak
mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14 (empat
belas) hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan
verstek itu kepada Tergugat semula jika pemberitahuan
Ke daftar isi
63
Redesign Drs. SAHERUDIN
tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang
bersangkutan (Pasal 391 HIR / Pasal 719 RBg). Dalam
menghitung tenggang waktu dimulai tanggal hari berikutnya.
(Pasal 129 HIR / 153 RBg).
2) Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada Tergugat
sendiri dan pada waktu aanmaning Tergugat hadir, maka
tenggang waktu perlawanan adalah 8 (delapan) hari sejak
dilakukan aanmaning (peringatan) (Pasal 129 HIR / Pasal 153
RBg).
3) Jika Tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka
tenggang waktunya adalah hari kedelapan sesudah eksekusi
dilaksanakan (Pasal 129 ayat (2) jo Pasal 196 HIR dan Pasal
153 ayat (2) jo Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut
(perkara verstek dan verzet terhadap verstek) didaftar dalam
satu nomor perkara.
4) Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh Majelis Hakim
yang telah menjatuhkan putusan verstek.
5) Pemeriksaan verzet dapat dilakukan walaupun ketidakhadiran
Tergugat dalam proses sidang verstek tidak memiliki alasan
yang dibenarkan hukum.
6) Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas
putusan verstek harus memeriksa gugatan yang telah diputus
verstek tersebut secara keseluruhan. Pemeriksaan perkara
verzet dilakukan secara biasa (Pasal 129 ayat (3) HIR / Pasal
153 ayat (4) RBg dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 9 Tahun 1964).
7) Apabila dalam pemeriksaan verzet pihak Penggugat asal
(Terlawan) tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan secara
kontradiktur, akan tetapi apabila Pelawan yang tidak hadir,
maka Hakim menjatuhkan putusan vestek untuk kedua kalinya.
Terhadap putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya tidak
dapat diajukan perlawanan, tetapi dapat diajukan upaya hukum
banding. (Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat (6) RBg).
8) Tenggang waktu perlawanan (verzet)
a) 14 (empat belas) hari, apabila pemberitahuan isi putusan
disampaikan kepada pribadi Tergugat, dan dapat
disampaikan kepada kuasanya, asal dalam surat kuasa
tercantum kewenangan menerima pemberitahuan,
terhitung dari tanggal pemberitahuan putusan verstek
disampaikan.
b) Sampai hari ke-8 (kedelapan) sesudah peringatan
(aanmaning) adalah sampai batas akhir peringatan.
Ke daftar isi
64
Redesign Drs. SAHERUDIN
Apabila pemberitahuan putusan tidak langsung kepada diri
pribadi Tergugat.
c) Sampai hari ke-8 (kedelapan) sesudah dijalankan
eksekusi sesuai Pasal 197 HIR / 208 RBg. Misalnya
eksekusi dilaksanakan tanggal 1 Agustus 2008, Tergugat
dapat mengajukan perlawanan sampai hari ke-8
(kedelapan) sesudah eksekusi dijalankan yakni tanggal 8
Agustus 2008.
9) Proses pemeriksaan perlawanan (verzet)
a) Perlawanan (verzet) diajukan kepada Pengadilan Agama
yang memutus verstek.
b) Perlawanan (verzet) diajukan oleh Tergugat atau
kuasanya.
c) Diajukan dalam tenggang waktu seperti disebut di atas.
d) Perlawanan (verzet) bukan perkara baru.
e) Pemeriksaan dengan acara biasa.
f) Tergugat sebagai Pelawan dan Penggugat sebagai
Terlawan.
g) Membacakan putusan verstek.
h) Beban pembuktian dibebankan kepada Terlawan
(Penggugat).
i) Pelawan dibebani wajib bukti untuk membuktikan dalil
bantahannya dalam kedudukannya sebagai Tergugat.
j) Surat perlawanan sebagai jawaban Tergugat terhadap dalil
gugatan.
k) Dalam surat perlawanan dapat dilakukan eksepsi.
l) Terlawan berhak mengajukan replik, dan Pelawan berhak
mengajukan duplik.
m) Membuka tahap proses pembuktian dan kesimpulan.
10) Bentuk Putusan Verzet
a) Putusan verzet mempertahankan putusan verstek amarnya
sebagai berikut :
- Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan
/Tergugat asal dapat diterima.
- Menyatakan perlawanan terhadap putusan verstek
Nomor ........................................... tanggal tidak dapat
dan tidak beralasan.
- Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan /
Tergugat adalah perlawanan yang tidak benar.
Ke daftar isi
65
Redesign Drs. SAHERUDIN
- Mempertahankan putusan verstek tersebut.
- Menghukum Pelawan membayar semua biaya
perkarasejumlah Rp. ( ).
b) Putusan verzet membatalkan putusan verstek,
mengabulkan gugatan Penggugat sebagian, amarnya
sebagai berikut :
- Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan /
Tergugat asal dapat diterima.
- Menyatakan perlawanan terhadap putusan verstek
Nomortanggaltepat dan beralasan.
- Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan /
Tergugat adalah perlawanan yang benar.
- Membatalkan putusan verstek tersebut, dengan
mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
- Menyatakan(yang dikabulkan sebagian).
- Menolak gugatan Penggugat /Terlawan selebihnya.
- Menghukum Pelawan / Tergugat membayar semua biaya
perkara ini sejumlah Rp ... ( ).
c) Putusan verzet yang membatalkan putusan verstek dan
menyatakan gugatan Penggugat / Terlawan tidak dapat
diterima, amarnya sebagai berikut :
- Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan /
Tergugat asal dapat diterima.
- Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan /
Tergugat adalah perlawanan yang benar.
- Membatalkan putusan verstek Nomor .... tanggal....
- Menyatakan gugatan Penggugat / Terlawan tidak dapat
diterima.
- Menghukum Pelawan / Tergugat membayar semua biaya
perkara ini sejumlah Rp. .. ( ).
c) Putusan verzet membatalkan putusan verstek, menolak
gugatan Penggugat / Terlawan, amarnya sebagai berikut :
- Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan /
Tergugat asal dapat diterima.
- Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan /
Tergugat adalah perlawanan yang benar.
- Membatalkan putusan verstek Nomor .... tanggal....
- Menolak gugatan Penggugat / Terlawan.
- Menghukum Pelawan / Tergugat membayar semua
biaya perkara ini sejumlah Rp. ( ).
Ke daftar isi
66
Redesign Drs. SAHERUDIN
d) Putusan verstek yang kedua (Pasal 129 (5) HIR / Pasal
153 (6) RBg) amarnya sebagai berikut :
- Menyatakan Pelawan / Tergugat adalah Pelawan /
Tergugat yang benar.
- Menjatuhkan putusan verstek atas putusan verstek
Nomor . tanggal
- Menguatkan putusan verstek Nomor .... tanggal ....
- Menghukum Pelawan membayar semua biaya
perkara ini sebesar Rp. ( ).
11) Jika Penggugat mengajukan banding terhadap putusan verstek,
maka pihak Tergugat tidak dapat mengajukan verzet, akan
tetapi dapat mengajukan banding.
12) Terhadap putusan verstek kedua, Tergugat dapat melakukan
upaya banding. Dalam hal Penggugat mengajukan
permohonan banding atas putusan verstek dan Tergugat
mengajukan verzet, maka permohonan verzet Tergugat harus
dianggap banding. Jika diperlukan pemeriksaan tambahan,
Pengadilan tingkat banding dengan putusan sela dapat
memerintahkan Pengadilan tingkat pertama untuk melakukan
pemeriksaan tambahan yang berita acaranya dikirim ke
Pengadilan tingkat banding.
l. Perubahan Gugatan
1) Perubahan gugatan tersebut dapat dilakukan apabila tidak
bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata, tidak
merubah atau menyimpang dari kejadian materiil. (Pasal 127 Rv).
2) Perubahan gugatan dilakukan atas inisiatif penggugat di dalam
persidangan sebelum tergugat memberikan jawaban.
3) Perubahan gugatan yang dilakukan sesudah ada jawaban
Tergugat, harus dengan persetujuan Tergugat.
m. Rekonvensi (Gugat Balik atau Gugat Balasan)
1) Gugatan rekonvensi, menurut Pasal 132a HIR / Pasal 157
RGB dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali :
(a) Penggugat dalam gugatan asal menuntut mengenai sifat,
sedangkan gugatan rekonvensi mengenai dirinya sendiri
dan sebaliknya.
(b) Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa tuntutan
balik i tu berhubung dengan pokok perselisihan
(kompetensi absolut).
(c) Dalam perkara tentang menjalankan putusan Hakim.
Ke daftar isi
67
Redesign Drs. SAHERUDIN
2) Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan
jawaban selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan mengenai
pembuktian, baik jawaban secara tertulis maupun lisan (Pasal
132 (b) H I R / Pasal 158 RBg).
3) Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan
gugatan dalam rekonvensi, maka dalam pemeriksaan tingkat
banding tidak dapat diajukan gugatan rekonvensi. (Pasal 132
(a) ayat (2) H I R / Pasal 157 ayat (2) RBg).
4) Gugatan dalam konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus
dalam satu putusan kecuali apabila menurut pendapat Hakim
salah satu dari gugatan dapat diputus terlebih dahulu.
5) Gugatan rekonvensi hanya boleh diterima apabila berhubungan
dengan gugatan konvensi.
6) Apabila gugatan konvensi dicabut, maka gugatan rekonvensi
tidak dapat dilanjutkan.
n. Kumulasi Gugatan
1) Penggabungan dapat berupa kumulasi subjektif atau kumulasi
objektif. Kumulasi subsubjektif adalah penggabungan beberapa
Penggugat atau Tergugat dalam satu gugatan. Kumulasi
objektif adalah penggabungan beberapa tuntutan terhadap
beberapa peristiwa hukum dalam satu gugatan.
2) Penggabungan beberapa tuntutan dalam satu gugatan
diperkenankan apabila penggabungan itu menguntungkan
proses, yaitu apabila antara tuntutan yang digabungkan itu ada
koneksi tas dan penggabungan akan memudahkan
pemeriksaan serta akan dapat mencegak kemungkinan adanya
putusan-putusan yang saling berbeda/bertentangan.
3) Beberapa tuntutan dapat dikumulasikan dalam satu gugatan
apabila antara tuntutan-tuntutan yang digabungkan itu terdapat
hubungan erat atau ada koneksitas dan hubungan erat ini
harus dibuktikan berdasarkan fakta-faktanya.
4) Dalam hal suatu tuntutan tertentu diperlukan suatu acara
khusus (misalnya gugatan cerai) sedangkan tuntutan yang lain
harus diperiksa menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi
perjanjian), maka kedua tuntutan itu tidak dapat dikumulasikan
dalam satu gugatan.
5) Apabila dalam salah satu tuntutan Hakim tidak berwenang
memeriksa sedangkan tuntutan lainnya Hakim berwenang,
maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-samna
dalam satu gugatan.
Ke daftar isi
68
Redesign Drs. SAHERUDIN
o. Masuknya Pihak Ketiga Dalam Proses Perkara
1) Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging,
intervensi / tussenkomst dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR
atau RBg, tetapi dalam praktek ketiga lembaga hukum ini dapat
dipergunakan dengan berpedoman pada Rv, Pasal 279 Rv dst.
Dan Pasal 70 Rv dst, sesuai dengan prinsip bahwa Hakim wajib
mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum
formil.
2) Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung
kepada Penggugat atau Tergugat.
3) Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut
dalam proses perkara atas alasan ada kepentingannya yang
terganggu. Intervensi diajukan oleh karena pihak ketiga merasa
bahwa barang miliknya disengketakan / diperebutkan oleh
Penggugat dan Tergugat.
4) Pihak ketiga yang ingin masuk dalam proses perkara yang
sedang berjalan, intervenient mengajukan surat permohonan
kepada Ketua Pengadilan Agama dengan maksud untuk ikut
dalam proses berperkara. Kemudian Ketua Pengadilan Agama
mendisposisikan surat tersebut kepada Majelis Hakim yang
bersangkutan.
5) Majelis Hakim memeriksa surat permohonan tersebut apakah
intervenient mempunyai hubungan hukum, kepentingan hukum
dan kerugian.
6) Majelis Hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk
menanggapi, selanjutnya menjatuhkan putusan sela, dan
apabila dikabulkan maka dalam putusan harus disebutkan
kedudukan pihak ketiga tersebut, sehingga kedudukannya para
pihak menjadi berubah.
7) Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan
sela. Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua
perkara yang diperiksa bersama-sama, yaitu gugatan asal dan
gugatan intervensi.
8) Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung
jawab (untuk membebaskan Tergugat dari tanggung jawab
kepada Penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu
permohonan dalam proses pemeriksaan perkara oleh Tergugat
secara lisan atau tertulis.
Misalnya :
Tergugat digugat oleh Penggugat, karena barang yang dibeli oleh
Penggugat mengandung cacat tersembunyi, padahal Tergugat
memberi barang tersebut dari pihak ketiga, maka Tergugat
Ke daftar isi
69
Redesign Drs. SAHERUDIN
menarik pihak ketiga ini, agar pihak ketiga tersebut bertanggung
jawab atas cacat itu. Misalnya pula mahar berupa sawah, kebun,
balong, pohon kelapa masih dalam penguasaan bapak Tergugat,
sehingga bapak Tergugat tersebut ditarik oleh Tergugat untuk
didengar keterangannya.
9) Setelah ada permohonan vrijwaring , Hakim memberi
kesempatan para pihak untuk menanggapi permohonan
tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau
mengabulkan permohonan tersebut.
10)Jika permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut
merupakan putusan akhir yang dapat dimohonkan banding,
tetapi pengirimannya ke Pengadilan Tinggi harus bersama-
sama dengan pokok perkara.
Jika perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan
sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat
diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan
tersendiri.
11) Jika permohonan dikabulkan, maka putusan tersebut
merupakan putusan sela, dicatat dalam berita acara, dan
selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan
menggabungkan gugatan intervensi ke dalam perkara pokok.
p. Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) PERMA Nomor 1
Tahun 2002)
1) Gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara
pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang
mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri
atau untuk dirinya dan kelompok yang diwakilinya.
2) Gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam perkara wakaf,
zakat, infag dan shadagah.
3) Gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam hal :
a) Jumlah anggota kelompok semakin banyak sehingga
tidaklah efektif dan efesien apabila gugatan dilakukan
secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam
satu gugatan.
b) Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan
dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial,
serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil
kelompok dengan anggota kelompoknya.
c) Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk
melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.
4) Surat gugatan kelompok mengacu pada persyaratan-
Ke daftar isi
70
Redesign Drs. SAHERUDIN
persyaratan yang diatur oleh hukum acara perdata yang
berlaku, dan harus memuat :
a) Identitas lengkap dan jelas dari wakil kelompok.
b) Definisi kelompok secara rinci dan spesifik walaupun tanpa
menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu.
c) Keterangan tentang anggota kelompok yang dikperlukan
dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan.
d) Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun
anggota kelompok yang teridentifikasi maupun tidak
teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci.
e) Gugatan perwakilan dapat dikelompokkan beberapa bagian
kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena
sifat dan kerugian yang berbeda.
f) Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus
dikemukakan secara jelas dan rinci, memuat usulan
tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti
kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk
usulan tentang pembentukan tim atau panel yang
membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
5) Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil
kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus
dari anggota kelompok (Pasal 4 PERMA No. 1/2002).
6) Pada awal proses pemeriksaan persidangan, Hakim wajib
memeriksa dan mempertimbangakn kriteria gugatan perwakilan
kelompok dan memberikan nasihat kepada para pihak
mengenai persyaratan gugatan perwakilan kelompok,
selanjutanya Hakim memberikan penetapan mengenai sah
tidaknya gugatan perwakilan kelompok tersebut.
7) Jika penggunaan prosedur gugatan perwakilan kelompok
dinyatakan sah, maka Hakim segera memerintahkan
Penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk
memperoleh persetujuan Hakim.
8) Jika penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok
dinyatakan tidak sah, maka pemeriksaan gugatan dihentikan
dengan suatu putusan Hakim.
9) Dalam proses perkara tersebut Hakim wajib mendorong para
pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui
perdamaian, baik pada awal persidangan maupun selama
berlangsungnya pemeriksaan perkara.
10) Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat
dilakukan melalui media cetak dan/atau elektronik, kantor-
Ke daftar isi
71
Redesign Drs. SAHERUDIN
kantor pemerintah seperti Kecamatan, Kelurahan atau Desa,
Kantor Pengadilan, atau secara langsung kepada anggota
kelompok yang bersangkutan sepanjang dapat diidentifikasi
berdasarkan persetujuan Hakim.
11) Pemberitahuan kepada anggota kelompok wajib dilakukan
pada tahap-tahap :
a) Segera setelah Hakim memutuskan bahwa pengajuan tata
cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah dan
selanjutnya anggota kelompok dapat membuat pernyataan
keluar.
b) b Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi
ketika gugatan dikabulkan.
12) Pemberitahuan memuat :
a) Nomor gugatan dan identitas Penggugat atau para
Penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak Tergugat
atau Para Tergugat.
b) Penjelasan singkat tentang kasus.
c) Penjelasan tentang pendefinisian kelompok.
d) Penjelasan dan implikasi keturutsertaan sebagai anggota
kelompok.
e) Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang
termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari
keanggotaan kelompok.
f) Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam,
pemberitahuan pernyataan keluar dapat diajukan ke
Pengadilan.
g) Penjelasan tentang alamat yang diajukan untuk
mengajukan pernyataan keluar.
h) Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa
yang tepat yang tersedia bagi penyediaan informasi
tambahan.
i) Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota
kelompok sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan
Mahkamah Agung ini.
j) Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.
13) Setelah pemberitahuan dilakukan oleh wakil kelompok
berdasarkan persetujuan Hakim, anggota kelompok dalam
jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim diberi kesempatan
menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok dengan
mengisi formulir yang diatur dalam lampiran Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA No. 1/2002).
Ke daftar isi
72
Redesign Drs. SAHERUDIN
14) Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan
gugatan perwakilan kelompok secara hukum tidak terkait
dengan putusan atas gugatan perwakilan kelompok yang
dimaksud.
15) Dalam gugatan perwakilan kelompok / class action, apabila
gugatan ganti rugi dikabulkan, Hakim wajib memutuskan
jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau
sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti
rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil
kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti
halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi
(Pasal 9 PERMA No. 1/2002).
q. Gugatan Untuk Kepentingan Umum
1) Organisasi kemasyarakatan / lembaga swadaya masyarakat
dapat mengajukan gugatan untuk kepentingan masyarakat,
dalam perkara wakaf, zakat, infag dan shadagah.
2) Organisasi kemasyarakatan / lembaga swadaya masyarakat yang
mengajukan gugatan untuk kepentingan umum harus memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang.
r. Perdamaian / Mediasi
1) Dalam setiap perkara perdata, apabila kedua belah pihak hadir di
persidangan, Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak (Pasal
130 H I R / Pasal 154 RBg).
2) Dalam perkara perceraian upaya perdamaian dapat dilakukan
dalam setiap persidangan pada semua tingkat peradilan (Pasal
82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009).
3) Jika kedua belah pihak berada di luar negeri, maka Penggugat
pada sidang perdamaian harus menghadap secara pribadi.
4) Dalam perkara perceraian, sebelum majel is hakim
memerintahkan para pihak melakukan mediasi, terlebih dahulu
harus mendamaikan sesuai dengan ketentuan Pasal 82
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009.
5) Dalam mengupayakan perdamaian harus mempedomani
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Mediasi, yang mewajibkan agar semua perkara
perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib
Ke daftar isi
73
Redesign Drs. SAHERUDIN
untuk dilakukan perdamaian dengan bantuan mediator.
6) Perkara yang tidak wajib mediasi adalah perkara volunter dan
perkara yang salah satu pihaknya tidak hadir di persidangan
dan perkara yang menyangkut legalitas hukum, seperti itsbat
nikah, pembatalan nikah, hibah dan wasiat dan lain-lain.
7) Jika terjadi perdamaian dalam pemeriksaan perkara verzet atas
putusan verstek dalam perkara perceraian, maka Majelis
Hakim membatalkan putusan verstek dengan amar sebagai
berikut :
- Menyatakan Pelawan / Tergugat adalah Pelawan yang
benar.
- Membatalkan putusan verstek Nomor tanggal ....
- Menyatakan gugatan Penggugat / Terlawan tidak dapat
diterima.
- Membebankan biaya perkara kepada sejumlah Rp………
(………. ).
8) Jika terjadi perdamaian dalam pemeriksaan perkara verzet atas
putusan verstek dalam perkara selain perceraian, maka Majelis
Hakim membatalkan putusan verstek dengan amar sebagai
berikut :
- Menyatakan Pelawan / Tergugat adalah Pelawan yang
benar.
- Membatalkan putusan verstek Nomor tanggal
- Menghukum kedua be lah p ihak untuk mentaat i
perdamaian.
- Membebankan biaya perkara kepada sejumlah
Rp ... ( )
9) Pada persidangan pertama, Hakim yang memeriksa perkara
wajib :
a) Menjelaskan kewajiban para pihak untuk menempuh
mediasi.
b) Menyarankan para pihak untuk memilih mediator yang
tersedia dalam daftar mediator.
c) Membuat penetapan mediator yang dipilih oleh para pihak.
d) Jika para pihak gagal memilih mediator, Majelis menunjuk
mediator dari salah satu Hakim yang bersertifikat. Jika tidak
ada Hakim yang bersertifikat, Ketua Majelis menunjuk
Anggota Majelis yang memeriksa perkara.
e) Setelah penunjukan mediator, Majel is menunda
persidangan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak
menempuh mediasi.
f) Dalam hal perkara perceraian yang dikumulasikan dengan
Ke daftar isi
74
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkara lainnya dan ternyata mediasi perceraiannya gagal:
(1) Mediasi dilanjutkan terhadap perkara asessoirnya
(hadhanah, harta bersama dan lain-lain).
(2) Jika mediasi terhadap perkara asesoirnya ternyata
berhasil, dan dalam proses litigasi ternyata Majelis Hakim
berhasil pula mendamaikan perkara perceraiannya,
maka kesepakatan para pihak tentang perkara asesoir
tersebut tidak berlaku dan dinyatakan dalam putusan.
g) Para pihak menghadap kembali kepada Hakim pada hari
sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan laporan
mediasi yang berhasil. (Lihat PERMA No. 1/2008)
h) Pada hari persidangan yang telah ditentukan, Mediator wajib
memberitahukan secara tertulis kepada Hakim bahwa
mediasi gagal. Selanjutnya pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan membacakan surat gugatan.
10) Akta / putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama
dengan putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap dan
apabila tidak dilaksanakan, dapat dimintakan eksekusi kepada
Ketua Pengadilan Agama/ mahkamah Syar’iyah yang
bersangkutan.
11) Akta / putusan perdamaian tidak dapat dilakukan upaya hukum
banding, kasasi dan peninjauan kembali.
12) Jika Tergugat lebih dari satu, dan yang hadir hanya sebagian,
mediasi belum dapat dilaksanakan , dan tergugat yang tidak
hadir dipanggil lagi secara patut. Jika Tergugat tetap tidak
hadir, mediasi berjalan hanya antara Penggugat dengan
Tergugat yang hadir.
13) Jika antara Penggugat dengan Tergugat yang hadir tercapai
kesepakatan perdamaian, Penggugat mengubah gugatannya
dengan cara mencabut gugatan terhadap Tergugat yang tidak
hadir.
14) Jika para pihak / salah satu pihak menolak untuk mediasi
setelah diperintahkan oleh Pengadilan, maka penolakan para
pihak / salah satu pihak untuk mediasi dicatat dalam berita
acara sidang dan putusan.
15) Jika terjadi perdamaian di tingkat banding, kasasi atau
Peninjauan Kembali, maka dalam kesepakatan perdamaian
dicantumkan klausula bahwa kedua belah pihak
mengesampingkan putusan yang telah ada. (Pasal 21 dan 22
PERMA Nomor 1 Tahun 2008).
Ke daftar isi
75
Redesign Drs. SAHERUDIN
s. Penggugat / Tergugat Meninggal Dunia
1) Jika Penggugat setalah mengajukan gugatan meninggal dunia,
maka ahli warisnya dapat melanjutkan perkara.
2) Jika dalam proses pemeriksaan perkara Tergugat meninggal
dunia, maka ahli warisnya dapat melanjutkan perkara.
3) Dalam perkara perceraian jika salah satu pihak suami/isteri
meninggal dunia, maka gugatan perceraian digugurkan. (Pasal 25
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975)
t. Pengunduran Sidang
1) Jika perkara tidak dapat diselesaikan pada sidang pertama,
pemeriksaan diundurkan sampai sidang berikutnya dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
2) Pengunduran sidang harus diumumkan di dalam persidangan,
dan bagi pihak yang hadir pemberitahuan pengunduran sidang
berlaku sebagai panggilan, sedangkan bagi pihak yang tidak
hadir harus dipanggil lagi. (Pasal 159 HIR / Pasal 186 RBg).
u. Tangkisan / Eksepsi
1) Tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan absolut,
dapatdiajukan selama proses pemeriksaan perkara dan diputus
bersama-sama dengan pokok perkara.
2) Dalam hal adanya tangkisan/ eksepsi mengenai kewenangan relatif,
hakim wajib menjawab (dikabulkan atau ditolak) dan
menuangkannya dalam putusan sela.
3) Jika Tangkisan/ eksepsi mengenai kewenangan relatif tersebut
dikabulkan, maka putusan sela tersebut merupakan putusan akhir
dan dapat diajukan upaya hukum.
4) Upaya hukum atas putusan sela diajukan bersama-sama
dengan putusan akhir.
5) Jika eksepsi yang diajukan tidak mengenai kewenangan, maka
diputus bersama-sama dengan pokok perkara, dan dalam
pertimbangan hukum maupun dalam diktum putusan, tetap
disebutkan :
- Dalam eksepsi : (Pert imbangan lengkap)
- Dalam pokok perkara : (Pertimbangan lengkap)
v. Pengunduran Diri Hakim
1) Hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah
bercerai, dengan Ketua, salah seorang Hakim Anggota, Jaksa,
Advokat atau Panitera, atau dengan pihak yang diadili (Pasal 17
Ke daftar isi
76
Redesign Drs. SAHERUDIN
ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman).
2) Hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia
mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan
perkara sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri
maupun atas permintaan pihak yang berperkara. (Pasal 17 ayat
(5) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009). ―Kepentingan
langsung atau tidak langsung‖ menurut penjelasan Pasal 17
ayat (5) adalah termasuk apabila Hakim atau Panitera atau pihak
lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut
pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan
sebelumnya.
3) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 17
ayat (5) tersebut putusan dinyatakan tidak sah.
4) Untuk perkara verzet terhadap verstek, tidak termasuk dalam
pengertian tersebut Pasal 17 ayat (5) di atas.
w. Pembuktian
1) Jika dalil Penggugat dibantah oleh Tergugat, maka Penggugat
wajib membuktikan, sedang Tergugat wajib membuktikan dalil
bantahannya (Pasal 163 HIR / Pasal 283 RBg).
2) Sesuai ketentuan Pasal 164 HIR / Pasal 284 RBg ada 5 macam
alat-alat bukti, yaitu :
a) Bukti surat.
b) Bukti saksi
c) Persangkaan
d) Pengakuan
e) Sumpah
Ad. a) Bukti surat
Bukti Surat ada 3 (tiga) macam , yaitu :
(1) Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi
wewenang untuk itu oleh penguasa menurut
kektentuan yang ditetapkan, baik dengan maupun tanpa
bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa
yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang
berkepentingan. Akta otentik ini merupakan bukti yang
lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta
mereka yang mendapat hak dari padanya tentang segala
hal yang tercantum di dalamnya dan bahkan tentang yang
tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka;
akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang
Ke daftar isi
77
Redesign Drs. SAHERUDIN
diberitahukan itu erat hubungannya dengan pokok dari
pada akta. (Pasal 165 HIR / Pasal 285 RBg / Pasal 1868
KUH Perdata).
(a) Syarat formil akta otentik :
- Bersifat partai, yaitu dibuat atas kehendak dan
kesepakatan sekurang-kurangnya dua pihak tapi
ada juga yang bersifat sepihak misalnya : akta
nikah, KTP, IMB, Surat Izin Usaha, dsb.
- Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu, antara lain : Gubernur, Bupati,
Walikota, Camat, Hakim, Panitera, dsb.
- Memuat tanggal, hari, dan tahun pembuatan.
- Ditandatangani oleh pejabat yang membuat.
(b) Syarat materil aktar otentik :
- Isi yang tertuang dalam akta otentik berhubungan
langsung dengan apa yang disengketakan di
Pengadilan.
- Isi akta otentik tidak bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, agama dan ketertiban umum.
- Pembuatannya sengaja dibuat untuk dipergunakan
sebagai alat bukti.
(c) Kekuatan pembuktian akta otentik
- Akta otentik mempunyai nilai pembuktian sempurna
dan mengikat.
- Akta otentik dapat dilumpuhkan dengan alat bukti
lawan. Nilai pembuktiannya jatuh menjadi alat bukti
permulaan.
- Agar dapat mencapai minimal pembuktian, harus
ditambah dengan sekurang-kurangnya satu alat
bukti lain.
(2) Akta di bawah tangan
Akta di bawah tangan adalah suatu akta yang
ditandatangani di bawah tangan dan dibuat tidak dengan
perantaraan pejabat umum.
(a) Syarat formal akta di bawah tangan.
- Bersifat partai, maksudnya apa yang tersebut
di dalamnya merupakan kesepakatan kedua
belah pihak.
- Dibuat tidak di hadapan pejabat atau tidak
ada cam pur tangan pejabat atas pembuatannya.
Ke daftar isi
78
Redesign Drs. SAHERUDIN
- Harus bermaterai.
- Ditandatangani oleh kedua belah pihak. Jika
menggunakan cap jempol harus disahkan oleh
pejabatatau notaris.
(b) Syarat materiil akta di bawah tangan :
- Isi akta di bawah tangan berkaitan langsung
dengan apa yang diperkarakan.
- Isi akta di bawah tangan tidak betentangan
dengan hukum, kesusilaan, agama dan ketertiban
umum.
- Sengaja dibuat untuk alat bukti.
(c) Batas minimal pembuktian akta di bawah tangan :
- Apabila diakui isi dan tanda tangan, maka nilainya
disamakan dengan akta otentik.
- Apabila tidak diakui isi dan tanda tangannya,
maka jatuh nilai pembuktiannya menjadi alat
bukti permulaan (begin bvan bewijs).
- Untuk mencapai batas minimal pembuktian,
harus ditambah dan didukung oleh sekurang-
kurangnya satu alat bukti lain.
(3) Akta sepihak
Akta sepihak adalah akta yang bentuknya berupa surat
pengakuan yang berisi pernyataan akan kewajiban
sepihak dari yang membuat surat bahwa ia akan
membayar sejumlah uang atau akan menyerahkan
sesuatu atau akan melakukan sesuatu kepada seseorang
tertentu (Pasal 1878 KUH Perdata / Pasal 291 RBg).
- Syarat formil akta sepihak :
(a) Ditulis sendiri seluruhnya oleh yang membuat atau
yang menandatanganinya.
(b) Atau sekurang-kurangnya penandatanganan
menulis sendiri dengan huruf (bukan dengan
angka) tentang jumlah atau tentang sesuatu yang
akan diberikan diserahkan atau dilakukannya.
(c) Diberi tanggal dan ditandatangani oleh pembuat.
- Syarat materil akta sepihak :
(a) Isi akta sepihak itu berkaitan langsung dengan
pokok perkara yang disengketakan.
(b) Isi akta sepihak tidak bertentangan dengan
hukum, susila, agama, dan ketertiban umum.
(c) Sengaja dibuat untuk alat bukti.
Ke daftar isi
79
Redesign Drs. SAHERUDIN
- Batas minimal pembuktiannya :
Jika diakui isi dan tanda tangan, maka derajat nilai
pembuktiannya sama dengan akta otentik yaitu
sempurna dan mengikat, dalam hal ini dia bisa berdiri
sendiri tanpa bantuan alat bukti yang lain.
Jika akta sepihak, tanda tangan dan tulisan dimungkiri
atau disangkal oleh pihak lawan, maka nilai kekuatan
pembuktiannya sama dengan bukti permulaan. Jika
dijadikan alat bukti maka harus ditambah alat bukti
lain.
- Nilai kekuatan pembuktiannya :
- Jika isi dan tanda tangan diakui maka sama nilai
kekuatan pembuktiannya dengan akta otentik, yaitu
nilai kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna
dan mengikat.
- Bila isi dan tanda tangan diingkari maka jatuh
menjadi alat bukti permulaan sehingga tidak bisa
berdiri sendiri, harus ditambah dengan salah satu alat
bukti yang lain untuk mencapai batas minimal
pembuktian, dalam hal ini nilai kekuatan
pembuktiannya menjadi bebas.
Ad. b) Bukti Saksi
(1) Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim di
persidangan tentang peristiwa yang disengketakan
dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh
orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang
dipanggil ke persidangan.
(2) Dalam menimbang kesaksian Hakim harus memperhatikan
kesesuaian kesaksian saksi yang satu dengan lainnya,
alasan atau sebab mengapa saksi-saksi memberikan
keterangan tersebut, cara hidup, adat dan martabat saksi
dan segala ihwal yang dapat mempengaruhi saksi
sehingga saksi itu dapat dipercaya atau kurang dipercayai.
(Pasal 172 H I R / Pasal 309 RBg).
(3) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah sebagai
berikut :
(a) Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut
keturunan yang lurus dari salah satu pihak.
(b) Suami atau isteri salah satu pihak meskipun telah
bercerai.
Ke daftar isi
80
Redesign Drs. SAHERUDIN
(c) Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan
benar bahwa mereka sudah berumur lima belas
tahun.
(d) Orang tua walaupun kadang-kadang ingatannya
terang. (Pasal 145 H I R / Pasal 172 RBg).
(4) Keluarga sedarah atau keluarga semenda tidak boleh
ditolak sebagai saksi karena keadaan itu dalam perkara
tentang keadaan menurut hukum sipil dan pada orang
yang berperkara atau tentang suatu perjanjian pekerjaan.
(5) Anak-anak atau orang-orang tua yang kadang-kadang
terang ingatannya dapat mendengar di luar sumpah, akan
tetapi keterangan mereka hanya dipakai selaku penjelasan
saja (Pasal 145 ayat (4) H I R / Pasal 172 RBg).
(6) Yang dapat mengundurkan diri untuk memberi kesaksian
adalah :
(a) Saudara lak-laki dan saudara perempuan, ipar lakilaki
dan ipar perempuan dari salah satu pihak.
(b) Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan
saudara laki-laki atau perempuan dari suami atau
isteri salah satu pihak.
(c) Sekal ian orang yang karena martabatnya,
pekerjaannya atau jabatannya yang sah diwajibkan
menyimpan rahasia akan tetapi hanya semata-mata
mengenai pengetahuan yang diserahkan kepadanya
karena martabat, pekerjaan atau jabatannya itu
(Pasal 146 ayat HIR / Pasal 174 RBg).
(7) Testimonium de auditu adalah keterangan yang diperoleh
saksi dari orang lain, tidak didengar atau dialami sendiri.
Kesaksian de auditu dapat dipergunakan sebagai sumber
persangkaan.
(8) Unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi) adalah
keterangan seorang saksi tanpa adanya bukti lain. Untuk
dapat dijadikan alat bukti minimal, harus didukung dengan
bukti lain :
- Syarat formal alat bukti saksi
(1) Memberikan keterangan di depan sidang
Pengadilan.
(2) Bukan orang yang dilarang untuk didengar sebagai
saksi (Pasal 145 HIR / Pasal 172 RBg).
(3) Bagi kelompok yang berhak mengundurkan diri
menyatakan kesediaannya untuk diperiksa
Ke daftar isi
81
Redesign Drs. SAHERUDIN
sebagai saksi.
(4) Mengucapkan sumpah menurut agama yang
dianutnya.
- Syarat materiil alat bukti saksi :
(1) Keterangan yang diberikan mengenai peristiwa yang
dialami, didengar dan dilihat sendiri oleh saksi.
(2) Keterangan yang diberikan itu harus mempunyai
sumber pengetahuan yang jelas (Pasal 171 ayat
(1) HIR / Pasal 308 RBg). pendapat atau
persangkaan saksi yang disusun berdasarkan akal
pikiran atau perasaan tidak bernilai sebagai alat bukti
yang sah (Pasal 171 ayat (2) HIR / Pasal 308 ayat
(2) RBg).
(3) Keterangan yang diberikan oleh saksi harus saling
bersesuaian satu dengan yang lain atau alat bukti-
alat bukti yang sah (Pasal 172 HIR / Pasal 309 RBg).
- Nilai kekuatan saksi :
(1) Apabila alat bukti saksi yang diajukan telah
memenuhi syarat formal dan materil dan
jumlahnya telah mencapai batas minimal
pembuktian, maka nilai kekuatan pembuktian yang
terkandung di dalamnya bersifat bebas (vrij bewijs
kracht). Maksudnya Hakim bebas untuk menilai.
(2) Jika saksi hanya seorang dan tidak dapat
ditambah dengan alat bukti lain, maka nilai
kekuatan pembuktiannya bersifat bukti permulaan.
Ad. c) Persangkaan
(1) Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-
undang atau Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang
diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak
diketahui umum (Pasal 1915 KUH Perdata).
(2) Persangkaan ada 2 (dua) macam, yaitu :
(a) Persangkaan berdasarkan undang-undang.
(b) Persangkaan bukan berdasarkan undang-undang.
(3) Persangkaan undang-undang ialah persangkaan yang
berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang,
dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau
peristiwa-peristiwa tertentu (Pasal 1916 KUH Perdata).
(4) Persangkaan bukan berdasarkan undang-undang adalah
Ke daftar isi
82
Redesign Drs. SAHERUDIN
persangkaan bukan berdasarkan undang-undang tertentu,
hanya saja harus diperhatikan oleh Hakim waktu
menjatuhkan putusan, jika persangkaan itu penting,
seksama, tertentu dan satu sama lain bersesuaian (Pasal
173 HIR / Pasal 310 RBg).
(5) Persangkaan berdasarkan undang-undang sebagai alat
bukti mempunyai kekuatan pembuktian pasti.
(6) Persangkaan bukan berdasarkan undang-undang sebagai
alat bukti mempunyai kekuatan bukti bebas.
(7) Seiring dengan perkembangan teknologi, fax, email, sms,
fotokopi, rekaman dan sebagainya, dapat diterima sebagai
alat bukti persangkaan.
Ad.d) Pengakuan
(1) Pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu
pihak dalam satu perkara dimana ia membenarkan apa-
apa yang dikemukakan oleh pihak lawan (Pasal 174 HIR /
Pasal 311 RBg / Pasal 1923-1928 KUH Perdata).
(2) Pengakuan di hadapan Hakim, baik yang diucapkan
sendiri maupun dengan perantaraan kuasanya, menjadi
bukti yang cukup dan mutlak (Pasal 174 HIR / Pasal 311
RBg).
(3) Pengakuan yang diberikan di luar sidang, diserahkan
kepada pertimbangan Hakim (Pasal 175 HIR / Pasal 312
RBg).
(4) Pengakuan tidak boleh dipisah-pisah, yaitu tiap-tiap
pengakuan harus diterima seluruhnya, Hakim tidak
berwenang untuk menerima sebagian dan menolak
sebagaian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku,
kecuali jika seorang debitur dengan maksud melepaskan
dirinya menyebutkan hal yang terbukti tidak benar (Pasal
176 H I R / Pasal 313 RBg).
(5) Pengakuan sebagai alat bukti dibagi dalam 3 (tiga)
klasifikasi :
- Pengakuan murn i yakn i pen gakuan yan g
sesungguhnya terhadap semua dalil gugatan yang
diajukan oleh Penggugat. Misalnya Penggugat
menuntut Tergugat untuk membayar hutang
sebanyak satu juta, Tergugat mengakui bahwa ia
berhutang kepada Penggugat satu juta. Dalam hal ini tidak
ada alasan bagi Hakim untuk memisah-misah
pengakuan tersebut karena tidak ada yang perlu
Ke daftar isi
83
Redesign Drs. SAHERUDIN
dipisahkan.
- Pengakuan berkualifikasi yaitu pengakuan yang
disertai dengan sangkalan terhadap sebagaian dari
tuntutan Penggugat. Misalnya Penggugat menyatakan
bahwa Tergugat berhutang sebesar lima juta rupiah,
dalam hal ini Tergugat mengaku telah berhutang kepada
Penggugat akan tetapi bukan lima juta melainkan tiga
juta.
- Pengakuan berklausula yaitu suatu pengakuan yang
disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat
membebaskan. Misalnya Penggugat menyatakan
bahwa Tergugat telah berhutang sebesar lima juta,
Tergugat mengakui bahwa ia telah berhutang lima juta
tetapi Tergugat menyatakan bahwa hutang telah dibayar
lunas, jadi pengakuan disini adalah pengakuan
yang disertai dengan keterangan penyangkalan.
(6) Penerapan asas onsplitbaar aveau :
Ialah pengakuan bersyarat tidak boleh dipecah atau
dipisah-pisahkan dengan cara menerima sebagian dan
menolak sebagian. Dalam penerapannya pengakuan
bersyarat harus diterima secara keseluruhannya. Rasio
dari larangan memecah pengakuan bersyarat adalah untuk
menghindari cara-cara penerapan yang menimbulkan
kerugian secara tidak adil dan wajar bagi salah satu pihak.
(7) Pengakuan dapat dicabut atau ditarik kembali hanya
dimungkinkan dalam hal adanya kekeliruan terhadap
suatu peristiwa dan dapat dicabut kembali asal
pencabutan diganti dengan keterangan yang dapat
dibuktikan kebenarannya dengan dalil baru.
- Syarat formal alat bukti pengakuan :
(1) Disampaikan di muka persidangan.
(2) Pengakuan disampaikan oleh pihak yang
berperkara atau kuasanya dalam bentuk lisan atau
tertulis.
- Syarat materiil alat bukti pengakuan :
(1) Pengakuan yang diberikan berhubungan langsung
dengan pokok perkara.
(2) Tidak merupakan kebohongan atau kepalsuan yang
nyata dan terang.
(3) Tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan,
agama, moral, dan ketertiban umum.
Ke daftar isi
84
Redesign Drs. SAHERUDIN
- Batas minimal pembuktian pengakuan :
(a) Pengakuan murni, mengandung nilai pembuktian
yang sempurna (volledeg), mengikat (bindend),
menentukan atau memaksa (beslisend, dwingend).
Oleh karena itu alat bukti pengakuan murni dan
bulat dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti, tidak
memerlukan tambahan atau dukungan dari alat
bukti yang lain. Dengan demikian pada diri alat
bukti pengakuan murni dan bulat sudah mencapai
batasan minimal pembuktian.
(b) Batas minimal pembuktian pengakuan bersyarat :
tidak mempunyai nilai yang sempurna, mengikat dan
menentukan. Oleh karena itu tidak dapat berdiri
sendiri, harus dibantu sekurang-kurangnya salah satu
alat bukti yang lain. Nilai kekuatan pembuktiannya :
hanya bersifat bukti permulaan, tidak dapat berdiri
sendiri, harus ditambah sekurang-kurangnya
salah satu alat bukti yang la in, maka dalam hal
in i n i la i kekuatan pembuktiannya bersifat bebas.
Ad. e) Sumpah
(1) Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan
atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan
dengan mengingat sifat Kemahakuasaan Allah swt yang
percaya bahwa siapa yang memberikan keterangan atau
janji yang tidak benar akan dihukum olehNya. (Pasal 182-185 dan
177 HIR, / 155-158 dan 314 RBg , serta 1929-1945 BW).
(2) Apabila sumpah telah diucapkan, Hakim tidak
diperkenankan lagi untuk meminta bukti tambahan dari
orang yang disumpah (Pasal 177 HIR / Pasal 314 RBg).
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan salah
satu pihak yang berperkara untuk mengangkat sumpah
tambahan, supaya dengan sumpah itu perkara dapat
diputuskan (Pasal 155 HIR / Pasal 182 RBg).
(4) Apabila Hakim akan menambahkan bukti baru dengan
sumpah penambahan, harus dibuat dengan putusan sela,
dengan pertimbangan yang memuat alasannya.
- Syarat formil sumpah penambah / pelengkap :
(a) Sumpah tersebut untuk melengkapi atau
menguatkan pembuktian yang sudah ada tetapi
belum mencapai batas minimal pembuktian.
Ke daftar isi
85
Redesign Drs. SAHERUDIN
(b) Bukti yang sudah ada baru bernilai bukti
permulaan.
(c) Para pihak yang berperkara sudah tidak mampu
lagi menambah alat bukti dengan alat bukti yang lain.
(d) Sumpah dibebankan atas peintah Hakim dan
diucapkan di depan sidang secara langsung oleh
yang bersangkutan atau oleh kuasanya dengan surat
kuasa istimewa.
(e) Apabila sumpah tersebut diucapkan oleh
kuasanya, maka di dalam surat kuasa istimewa yang
harus memuat lafal sumpah.
- Syarat materiil sumpah penambah / pelengkap :
(a) Isi lafal sumpah harus mengenai perbuatan yang
dilakukan sendiri oleh pihak yang berperkara atau yang
mengucapkan sumpah tersebut.
(b) Isi sumpah harus berkaitan langsung dengan
pokok perkara dan tidak bertentangan dengan
hukum, agama, kesusilaan dan ketertiban umum.
(5) Sumpah pemutus atau sering juga disebut sumpah yang
menentukan diatur dalam Pasal 156 HIR / Pasal 183 RBg /
Pasal 1930 KUH Perdata.
Pengangkatan sumpah harus dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dan dihadiri
oleh pihak lawan atau setelah pihak lawan itu dipanggil
dengan patut. (Pasal 158 ayat (1) HIR / Pasal 185 ayat (1)
RBg).
- Syarat formil sumpah pemutus :
(a) Sumpah pemutus dapat dimintakan oleh salah satu
pihak berperkara apabila tidak ada bukti sama sekali.
(b) Pembebanan sumpah pemutus harus atas
permintaan salah satu pihak yang berperkara.
(c) Jika lafal dalam sumpah mengenai perbuatan
sepihak yang dilakukan oleh pihak yang diminta untuk
bersumpah, sumpah tersebut tidak dapat
dikembalikan kepada pihak lawan.
(d) Jika yang akan dilafalkan dalam sumpah
mengenai perbuatan yang dilakukan kedua belah
pihak, pihak yang diminta bersumpah dapat
mengembalikan kepada pihak lawannya.
(e) Jika pihak lawan mengembalikan sumpah, maka pihak
lain tidak boleh mengembalikan lagi sumpah yang
Ke daftar isi
86
Redesign Drs. SAHERUDIN
dimintakan.
(f) Sumpah pemutus diucapkan di muka persidangan oleh
yang bersangkutan langsung atau oleh kuasanya
dengan surat kuasa istimewa.
- Syarat materiil sumpah pemutus :
(a) Isi lafal sumpah harus mengenai perbuatan yang
dilakukan sendiri atau yang dilakukan bersama-sama
oleh kedua pihak yang berperkara.
(b) Isi sumpah harus mempunyai hubungan langsung
dengan pokok perkara yang disengketakan.
- Batas minimal pembuktiannya :
Baik sumpah tambahan maupun sumpah yang menentukan,
terkandung nilai pembuktian yang bersifat sempurna, mengikat,
menentukan atau memaksa. Oleh karena itu mutlak dapat
berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti yang lain.
(6) Sumpah penambah maupun sumpah pemutus hanya
dapat dilakukan apabila pihak lawan telah dipanggil
dengan patut. (Pasal 158 ayat (2) HIR / pasal 185 ayat (3)
RBg).
(7) Sumpah penaksir adalah sumpah yang diucapkan untuk
menetapkan jumlah ganti rugi atau harga barang yang akan
dikabulkan. (Pasal 155 HIR / Pasal 182 RBg / Pasal 1940 KUH
Perdata).
(8) Sumpah li’an adalah sumpah yang diperintahkan Hakim
kepada salah satu pihak dalam perkara permohonan atau
gugatan cerai dengan alasan salah satu pihak melakukan zina,
sedangkan Pemohon atau Penggugat tidak dapat
melengkapi bukti-bukti dan Termohon atau Tergugat
menyanggah alasan tersebut. (Pasal 126 KHI).
x. Pemeriksaan Setempat
1) Untuk perkara-perkara mengenai tanah, Hakim wajib
memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 7 Tahun 2001 Tentang Pemeriksaan Setempat, yaitu
agar Majelis Hakim melakukan pemeriksaan setempat atas
objek perkara, terutama tentang letak, luas dan batas tanah
untuk mendapatkan penjelasan / keterangan secara terperinci
atas objek perkara agar menjadikan pertimbangan Hakim
dalam memutus perkara.
2) Jika tanah terletak di wilayah Pengadilan Agama lain,
Pengadilan Agama meminta bantuan pemeriksaan setempat
Ke daftar isi
87
Redesign Drs. SAHERUDIN
kepada Ketua Pengadilan Agama tempat tanah sengketa
berada dan berita acaranya dikirim kepada Pengadilan Agama
yang meminta.
3) Biaya pemeriksaan setempat dibebankan kepada Pemohon
pemeriksaan setempat dan dimasukkan sebagai persekot biaya
perkara, yang kemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya
perkara.
y. Sita Jaminan
1) Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim / Ketua Majelis atas
permintaan Pemohon sita sebelum atau selama peroses
pemeriksaan berlangsung.
2) Ada 2 (dua) macam sita jaminan.
a) Sita jaminan terhadap barang milik Tergugat (Conservatoir
beslaag) yaitu menyita barang bergerak dan tidak bergerak
milik Tergugat untuk menjamin agar putusan tidak illusoir
(hampa).
b) Sita jaminan terhadap barang bergerak milik Penggugat
(revindicatoir beslaag) yaitu menyita barang bergerak milik
Penggugat yang dikuasai oleh Tergugat. (Pasal 226 dan
227 H I R / Pasal 260 dan 261 RBg).
3) Jika permohonan sita diajukan bersama-sama dalam surat
gugatan, maka Majelis Hakim mempelajari gugatan tersebut
dengan seksama apakah permohonan sita yang diajukan
ituberalasan atau tidak, sudah sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku atau tidak, dan apakah ada hubungan hukum
dengan perkara yang sedang diajukan oleh Penggugat kepada
Pengadilan.
4) Jika ketentuan tersebut di atas sudah terpenuhi, maka Majelis
Hakim yang memeriksa perkara tersebut dapat menempuh
salah satu dari 3 (tiga) alternatif sebagai berikut:
a) Secara langsung mengeluarkan penetapan yang berisi
mengabulkan permohonan sita tersebut tanpa dilaksanakan
sidang insidentil lebih dahulu. Perintah sita ini disertai
dengan penetapan hari sidang dan memerintahkan para
pihak yang berperkara untuk menghadap sidang
sebagaimana yang telah ditentukan; atau
b) Apabila permintaan situ itu tidak beralasan, maka Majelis
Hakim membuat penetapan hari sidang sekaligus berisi
penolakan permohonan sita. Ketentuan ini juga tidak perlu
diadakan sidang insidentil; atau
c) Mejelis membuat penetapan hari sidang sekaligus berisi
Ke daftar isi
88
Redesign Drs. SAHERUDIN
penangguhan permohonan sita. Terhadap ketentuan ini
diperlukan sidang insidentil lebih dahulu dan harus dibuat
putusan sela.
5) Jika permohonan sita diajukan secara terpisah dari pokok
perkara, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu :
a) Diajukan tertulis yang terpisah dari surat gugat, biasanya
dalam pemeriksaan persidangan pengadilan atau selama
putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
b) Diajukan secara lisan dalam persidangan pengadilan.
Apabila permohonan sita diajukan dalam bentuk tertulis
pada saat berlangsungnya pemeriksaan perkara, maka
Majelis Hakim menunda persidangan dan memerintahkan
Penggugat untuk mendaftarkan permohonan sita di
kepaniteraan (meja satu). Apabila permohonan sita diajukan
dalam bentuk lisan, Majelis Hakim membuat catatan
permohonan sita tersebut dan memerintahkan Panitera
untuk mencatatnya dalam berita acara sidang, setelah itu
sidang ditunda dan memerintahkan Penggugat mendaftarkan
permohonan sita tersebut di kepaniteraan (meja satu).
Terhadap hal ini diadakan sidang insidentil untuk
menetapkan sita dan dibuat putusan sela.
6) Penyitaan dilaksanakan oleh panitera Pengadilan Agama /
Jurusita dengan dua orang pegawai Pengadilan sebagai saksi.
7) Sebelum menetapkan permohonan sita jaminan Ketua
Pengadilan / Majelis wajib terlebih dahulu mendengar pihak
Tergugat.
8) Dalam mengabulkan permohonan sita jaminan, Hakim wajib
memperhatikan :
a) Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang milik Tergugat
(atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak
tertentu milik Penggugat yang ada di tangan Tergugat yang
dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu
mendengar keterangan pihak Tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2)
H I R / Pasal 261 ayat (2) RBg).
b) Jika yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa
rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan
sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 198 dan Pasal
199 HIR atau Pasal 261 jo Pasal 213 dan Pasal 214 RBg.
c) Dalam hal tanah yang disita sudah terdaftar / bersertifikat,
penyitaan harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional.
Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar / belum
bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan.
Ke daftar isi
89
Redesign Drs. SAHERUDIN
d) Barang yang disita ini, meskipun jelas adalah milik
Penggugat yang disita dengan sita revindicatoir, harus tetap
dipegang / dikuasai oleh Tersita. Barang yang disita tidak
dapat dititipkan kepada lurah atau kepada Penggugat atau
membawa barang itu untuk disimpan di gedung Pengadilan
Agama.
e) Jika barang yang disita berupa barang yang habis dipakai,
maka dapat dipindahkan dari tempat Tersita ke gedung
Pengadilan Agama, akan tetapi pengawasannya tetap pada
Tersita.
9) Apabila telah dilakukan sita jaminan dan kemudian tercapai
perdamaian atau gugatan ditolak/tidak diterima, maka sita
jaminan harus diangkat.
z.1. Sita Jaminan Terhadap Barang Milik Tergugat (Conservatoir
Beslaag)
1) Majelis hakim dalam mengabulkan permohonan sita harus ada
sangkaan yang beralasan bahwa Tergugat berupaya
mengalihkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan
Penggugat.
2) Yang disita adalah barang bergerak dan barang yang tidak
bergerak milik Tergugat.
3) Apabila yang disita berupa tanah, maka harus dilihat dengan
seksama, bahwa tanah tersebut adalah milik Tergugat, luas
serta batas-batasnya harus disebutkan dengan jelas
(Perhatikan SEMA Nomor 2 Tahun 1962). Untuk menghindari
kesalahan penyitaan hendaknya mengikut sertakan Kepala
Desa untuk melihat keadaan tanah, batas serta luas tanah yang
akan disita.
4) Penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang
ada di desa, selain itu sita atas tanah yang bersertifikat
harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional setempat,
dan atas tanah yang belum bersertifikat harus diberitahukan
kepada Kantor Pertanahan Kota / Kabupaten.
5) Sejak tanggal pendaftaran sita, Tersita dilarang untuk
menyewakan, mengalihkan atau menjaminkan tanah yang
disita. Semua tindakan Tersita yang dilakukan bertentangan
dengan larangan itu adalah batal demi hukum.
6) Kepala Desa yang bersangkutan dapat ditunjuk sebagai
pengawas agar tanah tersebut tidak dialihkan kepada orang
lain.
7) Penyitaan dilakukan lebih dahulu atas barang bergerak yang
Ke daftar isi
90
Redesign Drs. SAHERUDIN
cukup untuk menjamin dipenuhinya gugatan Penggugat,
apabila barang bergerak milik Tergugat tidak cukup, maka
tanah-tanah dan rumah milik Tergugat dapat disita.
8) Setelah sita dilaksanakan, maka dalam persidangan berikutnya
majelis hakim harus menyatakan sah dan berharga sita jaminan
dan dicatat dalam berita acara sidang.
9) Apabila gugatan dikabulkan, sita jaminan dinyatakan sah dan
berharga oleh Hakim dalam amar putusannya, dan apabila
gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus
diperintahkan untuk diangkat.
10) Sita jaminan dan sita eksekusi terhadap barang-barang milik
negara dilarang. Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun
2004 Tentang Perbendaharaan Negara menyatakan : ―Pihak
manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap :
a) Uang atau surat berharga milik negara / daerah, baik yang
berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak
ketiga.
b) Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara /
daerah.
c) Barang bergerak milik negara / daerah baik yang berada pada
instansi pemerintah maupun pihak ketiga.
d) Barang bergerak dan hal kebendaan lainnya milik negara /
daerah.
e) Barang milik pihak ketiga yang dilunasi negara / daerah
yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
11) Dilarang menyita hewan atau perkakas yang benar-benar
dibutuhkan untuk mencari nafkah (Pasal 197 (8) HIR / Pasal
211 RBg).
12) Pemblokiran atas saham dilakukan oleh BAPEPAM atas
permintaan Ketua Pengadilan Agama dalam hal ada hubungan
dengan perkara.
z.2. Sita Terhadap Barang Milik Penggugat (Revindicatoir Beslaag)
1) Sita revindicatoir adalah penyitaan atas barang bergerak milik
Penggugat yang dikuasai Tergugat.
2) Barang yang dimohon agar disita harus disebutkan dalam surat
gugatan atau permohonan tersendiri secara jelas dan
terperinci.
3) Apabila gugatan dikabulkan, sita revindicatoir dinyatakan sah
dan berharga dan Tergugat dihukum untuk menyerahkan
barang tersebut kepada Penggugat.
4) Tata cara sita revindicatoir sama dengan sita conservatoir.
Ke daftar isi
91
Redesign Drs. SAHERUDIN
aa. Sita Persamaan
1) Apabila barang yang akan disita telah diletakkan sita
olehPengadilan lain, maka Jurusita tidak dapat melakukan
penyitaan lagi, namun Jurusita dapat melakukan sita
persamaan (Pasal 463 Rv).
2) Apabila setelah dilakukan penyitaan, tatapi sebelum
dilakukan penjualan barang yang disita diajukan
perminataan untuk melaksanakan suatu putusan Hakim
yang ditujukan terhadap penanggung hutang kepada negara,
maka penyitaan yang telah dilakukan itu dipergunakan juga
sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menuntut putusan
Hakim itu dan Hakim Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah
jika perlu memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas
sekian banyak barang yang belum disita terlebih dahulu,
sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang
menurut putusan-putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.
3) Dalam hal yang dimaksud dalam syarat-syarat 1 dan 2,
Hakim Pengadilan Agama menentukan cara pembagian hasil
penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang, setelah
mengadakan pemeriksaan atau melakukan panggilan
selayaknya terhadap penanggung hutang kepada Negara,
pelaksana dan orang yang berpiutang.
4) Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas
panggilan termaksud dalam ayat (3), dapat meminta banding pada
Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagian tersebut.
5) Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut
mendapat kekuatan pasti, maka Hakim Pengadilan Agama
mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau
orang yang ditugaskan melakukan penjualan umum untuk
dipergunakan sebagai dasar pembagian uang penjualan.
6) Oleh karena pasal tersebut berhubungan dengan penyitaan
yang dilakukan oleh PUPN, maka sita tersebut adalah sita
eksekusi dan bukan sita jaminan, dan objek yang disita bisa
barang bergerak atau barang tidak bergerak.
7) Sita persamaan barang tidak bergerak harus dilaporkan kepada
Badan Pertanahan Nasional atau kelurahan setempat,.
8) Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) telah menjadi
sita eksekusi kemudian objeknya akan dilelang, maka sita
persamaan dengan sendirinya menjadi hapus demi hukum.
9) Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) dicabut atau
dinyatakan tidak berkekuatan hukum, maka sita persamaan
sesuai dengan urutannya menjadi sita jaminan (sita jaminan
Ke daftar isi
92
Redesign Drs. SAHERUDIN
utama).
bb. Sita Harta Bersama
1) Sita harta bersama dimohonkan oleh pihak isteri / suami
terhadap harta perkawinan baik yang bergerak atau tidak
bergerak, sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya
sehubungan dengan gugatan perceraian, agar selama proses
berlangsung barang-barang tersebut tidak dialihkan suami /
isteri.
2) Bahwa sita terhadap harta bersama dapat juga diajukan oleh
suami / isteri walaupun tidak terjadi perceraian, bilamana isteri
/ suami melakukan tindakan yang mengarah pada
pengalihan harta bersama (Pasal 95 Kompilasi Hukum
Islam).
cc. Sita Buntut
1) Sita buntut adalah permohonan sita yang diajukan setelah
putusan Pengadilan tingkat pertama dijatuhkan dan perkaranya
dimintakan banding. (Pasal 227 (1) H I R / Pasal 261 (1) RBg).
2) Permohonan penyitaan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Agama untuk diteruskan kepada Pengadilan Tinggi Agama.
3) Apabila permohonan tersebut oleh Pengadilan Tinggi
Agama dikabulkan, maka Majelis Hakim membuat penetapan
dengan amar:
- Mengabulkan permohonan sita tersebut.
- Memer in tahkan Ketua Penga di lan Agama untuk
melaksanakan sita.
- Memerintahkan Ketua Pengadilan Agama untuk
mengirimkan berita acara sita kepada Pengadilan Tinggi
Agama dalam tempo dua kali dua puluh empat jam (Pasal
195 ayat (5) HIR / Pasal 206 ayat (5) RBg).
4) Apabila perkaranya sedang diperiksa dalam tingkat kasasi,
maka permohonan penyitaan diajukan kepada Pengadilan
Agama yang memutus perkara. Penyitaan dilaksanakan oleh
Pengadilan Agama dan berita acaranya dikirimkan ke
Mahkamah Agung. Selanjutnya Mahkamah Agung yang
menetapkan sah dan berharga atau tidak sah dan tidak
berharga penyitaan tersebut.
dd. Sita Eksekusi
1) Sita jaminan atau sita revindicatoir yang telah dinyatakan sah dan
berharga dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap, berubah
Ke daftar isi
93
Redesign Drs. SAHERUDIN
menjadi sita eksekusi.
2) Sita eksekusi hanya menyangkut pembayaran sejumlah uang.
ee. Eksekusi Grosse Akta
1) Sesuai Pasal 224 HIR / Pasal 258 RBg ada dua macam grosse
yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta hipotik
dan surat-surat utang.
2) Grosse adalah salinan pertama dan akta autentik salinan
pertama ini diberikan kepada kreditur.
3) Oleh karena salinan pertama dan atas pengakuan utang yang
dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan eksekusi, maka salinan
pertama ini harus ada kepala irah-irah yang berbunyi ―Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖. Salinan
lainnya yang diberikan kepada debitur tidak memakai kepala /
irah-irah ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa‖. Asli dari akta (minit) disimpan oleh notaris dalam arsip dan
tidak memakai kepala / irah-irah.
4) Grosse atas pengakuan utang yang berkepala ―Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa‖, oleh notaris
diserahkan kepada kreditor yang dikemudian hari bisa
diperlukan dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada Ketua
Pengadilan Agama.
5) Eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan utang fixed loan
hanya dapat dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur,
membenarkan jumlah utangnya itu.
6) Apabila debitur membantah jumlah utang tersebut, dan besarnya
utang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan.
Kreditur, yaitu bank untuk dapat mengajukan tagihannya harus
melalui suatu gugatan, yang dalam hal ini, apabila syarat-syarat
terpenuhi, dapat dijatuhkan putusan serta merta.
7) Pasal 14 Undang-undang Pelepas Uang (Geldschieters
Ordonantie, S. 1938-523), melarang notaris membuat atas
pengakuan utang dan mengeluarkan grosse aktanya untuk
perjanjian utang-piutang dengan seorang pelepas uang.
8) Pasal 224 HIR / Pasal 258 RBg, tidak berlaku untuk grosse
akta semacam ini.
9) Grosse akta pengakuan utang yang diatur dalam Pasal 224 HIR
/ Pasal 258 RBg, adalah sebuah surat yang dibuat oleh notaris
antara alamiah / badan hukum yang dengan kata-kata
sederhana yang bersangkutan mengaku, berhutang uang
sejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu
dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 (enam) bulan,
Ke daftar isi
94
Redesign Drs. SAHERUDIN
dengan disertai bunga sebesar 2 % sebulan).
10) Jumlah yang sudah pasti dalam surat pengakuan utang bentuknya
sangat sederhana dan tidak dapat ditambahkan persyaratan-
persyaratan lain.
11) Kreditur yang memegang grosse atas pengakuan utang yang
berkepala ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa‖, dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua
Pengadilan Agama yang bersangkutan dalam hal debitur ingkar
janji.
ff. Eksekusi Hak Tanggungan
1) Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
menyebutkan bahwa : Hak tanggungan atas tanah beserta benda-
benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut
―Hak Tanggungan‖, adalah jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
2) Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau
perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan
pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan
pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1996).
3) Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan, dan sebagai bukti adanya hak tanggungan, kantor
pendaftaran tanah menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang
memuat irah-irah ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa‖ (Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996).
4) Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang
sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel
eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan
tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak
tanggungan kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang.
Ke daftar isi
95
Redesign Drs. SAHERUDIN
Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang
telah bekekuatan hukum tetap.
5) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan,
penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah
tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh harga tertinggi
yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996).
6) Pelaksanaan penjualan di bawah tangan tersebut hanya dapat
dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan
secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-
dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada
pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996).
7) Surat Kuasa membebankan hak tanggungan wajib dibuat dengan
akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain
dari pada membebankan hak tanggungan.
b) Tidak memuat kuasa substitusi.
c) Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah
utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas
debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan.
8) Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
9) Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan
pelelangan tanah yang dibebani dengan hak tanggungan.
10) Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani hak
tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada
kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut
akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih,
dan bebas dari semua beban, kepada pembeli lelang.
11) Jika terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka
berlakulah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR
/ Pasal 218 ayat (2) RBg.
12) Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk
menjual atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 1178 (2) BW,
dan Pasal 11 ayat (2e) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
yang juga dilakukan melaluio pelelangan oleh Kantor Lelang
Negara atas permohonan pemegang hak tanggungan pertama.
Janji ini hanya berlaku untuk pemegang hak tanggungan
Ke daftar isi
96
Redesign Drs. SAHERUDIN
pertama saja. Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah
membuat janji untuk tidak dibersihkan (Pasal 1210 BW dan Pasal
11 ayat (2j) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan), maka apabila ada hak tanggungan lain- lainnya
dan hasil lelang tidak cukup untuk membayar semua hak
tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka
hak tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani
persil yang bersangkutan, meskipun sudah dibeli oleh pembeli
dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang memperoleh
tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang
belum terbayar. Terlelang tetap harus meninggalkan tanah
tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan keluarganya, akan
dikeluarkan dengan paksa.
13) Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah, maka lelang tersebut hanya
dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama dan tidak
dapat ditangguhkan dengan alasan apapun oleh pejabat
instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua
Pengadilan Agama dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara,
adalah dalam rangka eksekusi, dan bukan merupakan
putusan dari Kantor Lelang Negara.
14) Penjualan (lelang) benda tetap harus diumumkan dua kali dengan
berselang lima belas hari di harian yang terbit di kota itu atau kota
yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang (Pasal 200 (7)
H I R / Pasal 217 RBg).
gg. Eksekusi Jaminan
1) Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 42
Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia`, butir (1), yang dimaksud
dengan ―fidusia‖ adalah pengalihan hak kepemilikan suatu
benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasan pemilik benda.
2) Jaminan fidusia adalah hak jamian atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan pemberi fidusia, sebagaimana agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
3) Benda objek jaminan fidusia tidak dapat dibebani hak tanggungan
Ke daftar isi
97
Redesign Drs. SAHERUDIN
atau hipotek.
4) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta
notaris dalam bahasa Indonesia yang sekurang-kurangnya
memuat:
a) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia.
b) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia.
c) Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
d) Nilai jaminan, dan
e) Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
5) Jaminan fidusia harus didaftarkan oleh penerima fidusia atau
kuasanya kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya kantor
pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada
penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia yang mencantumkan
katakata ―Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa‖.
6) Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum
dalam sertifikat jaminan fidusia penerima fidusia wajib
mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan
tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia, selanjutnya
kantor pendaftaran fidusia menerbitkan pernyataan
perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
sertifikat jaminan fidusia.
7) Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap
benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
8) Jaminan fidusia dapat dialihkan kepada kreditor baru, dan
pengalihan tersebut harus didaftarkan oleh kreditor baru
kepada kantor pendaftaran fidusia.
9) Jika debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi
terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat
dilakukan dengan cara :
a) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia
yang mengakibatkan beralihnya demi hukum segala
hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.
b) Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia
atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan
umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan.
c) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan
berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia
jika dengan cara demikian dapat diperoleh harta tertinggi
yang menguntungkan para pihak (lihat Pasal 29 Undang-
Ke daftar isi
98
Redesign Drs. SAHERUDIN
undang Nomor 42 Tahun 1999).
10) Prosedur dan tata cara eksekusi selanjutnya dilakukan seperti
dalam eksekusi hak tanggungan.
hh. Putusan
1) Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan
Pengadilan Agama yang diterima oleh kedua belah pihak yang
berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang
terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding. Putusan
Pengadilan Tinggi Agama yang diterima oleh kedua belah
pihak dan tidak dimohonkan kasasi dan putusan Mahkamah
Agung dalam hal kasasi.
2) Menurut sifatnya ada 3 (tiga) macam putusan, yaitu :
a) Putusan deklaratif, adalah putusan yang isinya
bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah,
misalnya anak yang menjadi sengketa adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah, putusan yang
menolak gugatan.
b) Putusan konstitutif, adalah putusan yang bersifat
menghentikan atau menimbulkan hukum baru yang
tidak memerlukan pelaksanaan dengan paksa,
misalnya memutuskan suatu ikatan perkawinan.
c) Putusan kondemnatoir adalah putusan yang bersifat
menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi suatu
prestasi yang ditetapkan oleh Hakim. Dalam putusan
yang bersifat kondemnatoir amar putusan harus
mengandung kalimat : Menghukum Tergugat (berbuat
sesuatu, tidak berbuat sesuatu, menyerahkan sesuatu,
membongkar sesuatu, menyerahkan sejumlah uang,
membagi, dan mengosongkan).
3) Dari segi isinya terdiri :
a) Niet ontvankelijk verklaart (NO), yaitu putusan Pengadilan
yang diajukan oleh Penggugat tidak dapat diterima
karena ada alasan yang dibenarkan oleh hukum.
Alasan tersebut kemungkinan sebagai berikut :
(1) Gugatan tidak berdasarkan hukum, artinya gugatan
yang diajukan oleh Penggugat harus jelas dasar
hukumnya dalam menuntut haknya. Jadi kalau tidak
ada dasar hukumnya maka gugatan tersebut tidak
dapat diterima
(2) Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum
secara langsung yang melekat pada diri Penggugat.
Ke daftar isi
99
Redesign Drs. SAHERUDIN
Tidak semua orang yang mempunyai kepentingan
hukum dapat mengajukan gugatan apabila kepentingan
itu tidak langsung melekat pada dirinya. Orang yang
tidak ada hubungan langsung harus mendapat kuasa
lebih dahulu dari orang atau badan hukum yang
berkepentingan langsung untuk mengajukan gugatan.
(3) Surat gugatan kabur (obscuur libel) artinya posita
dan petitum dalam gugatan tidak saling mendukung
atau dalil gugatan kontradiksi, mungkin juga ob jek
yang disengketakan tidak jelas, dapat pula petitum
tidak jelas atau tidak dirinci tentang apa yang diterima.
(4) Gugatan prematur adalah gugatan yang belum
semestinya diajukan karena ketentuan undang-undang
belum terpenuhi, misalnya hutang belum masanya untuk
ditagih atau belum jatuh tempo.
(5) Gugatan nebis in idem, adalah gugatan yang diajukan
oleh Penggugat sudah pernah diputus oleh Pengadilan
yang sama dengan objek sengketa yang sama dan
pihak-pihak yang bersengketa juga sama orangnya,
objek sengketa tersebut sudah diberi status oleh
Pengadilan yang memutus sebelumnya. Dalam perkara
perceraian bisa saja tidak terjadi nebis in idem, kalau
perkara yang sebelumnya telah diputus dengan dalil
pertengkaran kemudian tidak diterima kemudian
diajukan lagi dengan dalil bahwa Tergugat memukul
Penggugat.
(6) Gugatan error in persona adalah gugatan salah alamat,
ini dapat besifat gemis aan leading heid. Misalnya
seorang ayah mengajukan gugatan cerai ke
Pengadilan Agama untuk anaknya, yang menggugat
suami dengan tuntutan agar Pengadilan Agama
menceraikan anaknya dengan suaminya. Jadi bukan
anaknya sendiri yang mengajukan gugatan oleh
karena itu gugatan seperti ini tidak dapat diterima.
(7) Gugatan yang telah lampau waktu (daluwarsa)
adalah gugatan yang diajukan oleh Penggugat telah
melampaui waktu yang telah ditentukan undang-
undang. Misalnya dalam Pasal 27 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan
bahwa seorang suami atau isteri dapat mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan apabila
perkawinan dilakukan di bawah ancaman yang
Ke daftar isi
100
Redesign Drs. SAHERUDIN
melanggar hukum. Apabila ancaman telah berhenti atau
yang bersalah sangka menyadari keadaannya dan dalam
jangka waktu enam bulan setelah itu masih tetap hidup
sebagai suami isteri dan tidak mempergunakan
haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan,
maka haknya gugur. Apabila Penggugat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Agama maka gugatannya tidak
dapat diterima karena mengajukan gugatan telah lewat
waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang.
(8) Gugatan diberhentikan (aan hanging) adalah
penghentian gugatan disebabkan karena adanya
perselisihan kewenangan mengadili antara
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Kalau
terjadi hal seperti itu maka baik Pengadilan Agama
meupun Pengadilan Negeri harus menghentikan
pemeriksaan tersebut dan kedua badan peradilan itu
hendaknya mengirim berkas perkara ke Mahkamah
Agung untuk ditetapkan siapa yang berwenang untuk
memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Penghentian sementara pemeriksaan gugatan
dapat ditempuh dengan cara mencatat dalam
berita acara persidangan atau dapat juga dalam
bentuk penetapan majelis.
b) Putusan gugur. Putusan gugur dijatuhkan Pengadilan
apabila Penggugat tidak hadir menghadap Pengadilan pada
hari yang telah ditentukan, dan tidak menyuruh orang
lain sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil secara
patut, sedangkan Tergugat hadir, maka untuk kepentingan
Tergugat yang sudah mengorbankan waktu dan mungkin
juga biaya, putusan haruslah diucapkan. Dan hal ini
gugatan Penggugat dinyatakan gugur dan dihukum untuk
membayar biaya perkara (Pasal 124 HIR / Pasal 148 RBg).
c) Putusan verstek. Putusan verstek artinya adalah putusan
yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya
Tergugat, dan ketidakhadirannya itu tanpa alasan yang sah
meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut (defaul
without reason). Putusan verstek ini merupakan
pengecualian dari acara persidangan biasa atau acara
konradiktur dan prinsip audi et elteram partem sebagai
akibat ketidakhadiran Tergugat atas alasan yang tidak sah.
Dalam acara verstek Tergugat dianggap ingkar menghadiri
persidangan tanpa alasan yang sah dan dalam hal ini
Ke daftar isi
101
Redesign Drs. SAHERUDIN
Tergugat dianggap mengakui sepenuhnya secara murni dan
bulat semua dalil gugatan Penggugat. Purusan verstek
ini hanya dapat dijatuhkan dalam hal Tergugat atau para
Tergugat semuanya tidak hadir pada sidang pertama.
Menurut SEMA Nomor 9 Tahun 1964 pengeritan hari
sidang pertama (ten dage dienende) dapat juga diartikan
pada hari sidang kedua dan sebagainya (ten dage dat de
zaak dient).
d) Putusan ditolak. Apabila suatu gugatan yang diajukan
oleh Penggugat ke Pengadilan dan di depan sidang
Pengadilan Penggugat tidak dapat mengajukan bukti
tentang kebenaran dalil gugatannya, maka gugatannya
ditolak. Penolakan itu dapat seluruhnya atau sebagian
tergantung si Penggugat dapat mengajukan bukti
gugatannya.
e) Putusan dikabulkan. Apabila suatu gugatan yang
diajukan kepada Pengadilan dapat dibuktikan
kebenaran dalil gugatannya, maka gugatan tersebut
dikabulkan seluruhnya. Akan tetapi jika sebagian saja
yang terbukti kebenaran dalil gugatannya, maka gugatan
tersebut dikabulkan sebagian.
4) Dari segi jenisnya
a) Putusan Sela adalah putusan yang belum merupakan
putusan akhir. Dan putusan sela ini tidak mengikat
Hakim bahkan Hakim yang menjatuhkan putusan sela
berwenang mengubah putusan sela tersebut jika ternyata
mengandung kesalahan. Pasal 48 dan Pasal 332 Rv,
putusan sela terdiri dari :
(1) Putusan preparatoir adalah putusan untuk
mempersiapkan putusan akhir tanpa ada pengaruhnya
atas pokok perkara atau putusan akhir. Contoh putusan
untuk menggabungkan dua perkara atau untuk
menolak diundurkannya pemeriksaan saksi-saksi.
(2) Putusan interlucotoir adalah putusan yang
isinya memerintahkan pembuktian dan dapat
mempengaruhi putusan akhir, misalnya putusan untuk
memeriksa saksisaksi, pemeriksaan setempat dan
intervensi.
(3) Putusan insidentil adalah putusan yang tidak
mempengaruhi pokok perkara, yaitu penetapan prodeo
dan penetapan sita.
(4) Putusan provisi adalah putusan yang menjawab
Ke daftar isi
102
Redesign Drs. SAHERUDIN
tuntutan provisionil yaitu permintaan para pihak yang
bersengketa agar untuk sementara dilakukan tindakan
pendahuluan. Misalnya dalam gugatan cerai isteri
meminta bahwa selama perkara belum diputus diizinkan
untuk tidak tinggal serumah atau memohon kepada
Majelis untuk ditetapkan nafkah yang dilalaikan oleh
suaminya sebelum putusan akhir dijatuhkan.
b) Putusan Akhir
Bentuk putusan akhir :
1) Putusan declaratoir, putusan yang bersifat
menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum
semata-mata. Putusan declaratoir tidak memerlukan
upaya paksa karena sudah mempunyai akibat hukum
tanpa bantuan dari pihak lawan yang dikalahkan untuk
melaksanakannya.
2) Putusan constitutif, putusan yang meniadakan
suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu
keadaan baru. Putusan ini tidak dapat
dilaksanakan, karena tidak menetapkan hak atas
suatu prestasi tertentu, perubahan keadaan atau
hubungan hukum itu sekaligus terjadi pada saat
putusan itu diucapkan tanpa memerlukan upaya paksa.
3) Putusan condemnatoir, putusan yang bersifat
menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi
prestasi. Di dalam putusan condemnatoir diakui hak
Penggugat atas prestasi yang dituntutnya dan
mewajibkan Tergugat untuk memenuhi prestasi, maka
hak dari pada Penggugat yang telah ditetapkan
tersebut dapat dilaksanakan dengan paksa
(execution).
c) Putusan Provisi
(1) Putusan provisi adalah tindakan sementara yang
dijatuhkan oleh Hakim yang mendahului putusan akhir.
(2) Putusan provisi atas permohonan Penggugat agar
dilakukan suatu tindakan sementara, yang apabila
putusan provisi dikabulkan, dilaksanakan secara serta
merta walaupun ada perlawanan atau banding.
(3) Hakim wajib mempertimbangkan gugatan provisi
dengan seksama, apakah memang perlu dilakukan
suatu tindakan yang sangat mendesak untuk
melindungi hak Penggugat, yang apabila tidak
Ke daftar isi
103
Redesign Drs. SAHERUDIN
segera dilakukan akan membawa kerugian yang
lebih besar.
(4) Gugatan provisi dapat diajukan bersamaan dengan
suratgugat dan apabila dikabulkan dibuat putusan
sela yang memerintahkan agar putusan sela tersebut
dilaksanakan.
(5) Putusan provisi dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan
Agama setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan
Tinggi yang bersangkutan. (Selengkapnya
berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 3 Tahun 2000 jo Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 4 Tahun 2001).
(6) Pemeriksaan banding atas putusan provisi
dilakukan bersama-sama pokok perkara.
(7) Dalam kasus perceraian gugatan yang diatur dalam
Pasal 24 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 diajukan dalam gugatan
provisi.
d) Putusan serta merta atau Uitvoerbaar bij voorraad
(1) Putusan serta merta adalah putusan yang dapat
dijalankan lebih dahulu meskipun ada upaya hukum
verzet, banding atau kasasi (Pasal 180 (1) HIR / Pasal
191 (1) RBg / Pasal 54 dan 55 Rv).
(2) Wewenang menjatuhkan putusan serta merta hanya pada
Pengadilan Agama. Pengadilan Tinggi dilarang
menjatuhkan putusan serta merta.
(3) Putusan serta merta dapat dijatuhkan, apabila telah
dipertimbangkan alasan-alasannya secara seksama sesuai
ketentuan, yurisprudensi tetap dan doktrin yang berlaku.
(4) Syarat-syarat untuk dapat dijatuhkan putusan serta merta
adalah :
(a) Gugatan didasarkan pada bukti surat autentik atau
surat tulisan tangan yang tidak dibantah kebenaran
tentang isi dan tanda tangannya, yang menurut
undang-undang tidak mempunyai kekuatan bukti.
(b) Gugatan tentang utang piutang yang jumlahnya sudah
pasti dan tidak dibantah.
(c) Gugatan tentang sewa menyewa tanah, gudang,
dan lain-lain, dimana hubungan sewa menyewa
telah habis / lampau, atau penyewa terbukti
melalaikan kewajibannya sebagai penyewa yang
Ke daftar isi
104
Redesign Drs. SAHERUDIN
beritikad baik.
(d) Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta
perkawinan setelah putusan mengenai gugatan cerai
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(e) Dikabulkannya gugatan provisi dengan pertimbangan
hukum yang tegas dan jelas serta memenuhi Pasal 332
Rv.
(f) Gugatan berdasarkan putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan mempunyai hubungan
dengan pokok gugatan yang diajukan.
(g) Pokok sengketa mengenai bezit recht.
(h) Setelah putusan serta merta dijatuhkan maka
selambat-lambatnya 30 hari setelah diucapkan, turunan
putusan yang sah harus dikirimkan ke Pengadilan
Tinggi Agama.
(i) Apabila Penggugat mengajukan permohonan eksekusi
kepada Ketua Pengadilan Agama, maka permohonan
tersebut beserta berkas perkara selengkapnya dikirim
ke Pengadilan Tinggi Agama disertai pendapat dari
Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan.
(j) Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama
dengan nilai objek eksekusi, sehingga tidak
menimbulkan kerugian pada pihak lain, apabila
ternyata dikemudian hari dijatuhkan yang membatalkan
putusan Pengadilan Agama tersebut.
(5) Untuk pelaksanaan eksekusi putusan serta merta, Ketua
Pengadilan Agama wajib memperhatikan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 dan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001, yang mengatur
bahwa dalam pelaksanaan putusan serta merta
(uitvoerbaar bij voorraad) harus disertai penetapan
sebagaimana diatur dalam butir (7) Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000 yang menyebutkan
―Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama
dengan nilai barang / objek eksekusi sehingga tidak
menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata
dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan
putusan pengadilan tingkat pertama‖. Apabila jaminan
tersebut berupa uang harus disimpan di bank
pemerintah (lihat Pasal 54 Rv).
(6) Pelaksanaan putusan serta merta suatu gugatan yang
Ke daftar isi
105
Redesign Drs. SAHERUDIN
didasarkan adanya putusan Hakim perdata lain yang telah
berkekuatan hukum tetap tidak memerlukan uang
jaminan.
ii. Eksekusi Putusan
1) Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi
putusan secara suka rela, maka pihak yang menang dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama
yang memutus perkara.
2) Asas Eksekusi
a) Putusan telah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan serta
merta, putusan provisi dan eksekusi berdasarkan groze akte
(Pasal 180 HIR / Pasal 191 RBg dan Pasal 224 HIR / Pasal 258
RBg).
b) Putusan tidak dijalankan secara sukarela.
c) Putusan mengandung amar condemnatoir (menghukum).
d) Eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama dan
dilaksanakan oleh Panitera.
3) Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
a) Eksekusi riil dapat berupa pengosongan, penyerahan,
pembagian, pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu
perbuatan (Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 218 ayat (2) RBg /
Pasal 1033 Rv).
b) Eksekusi pembayaran sejumlah uang (executie verkoof)
dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 196 HIR / Pasal
208 RBg).
4) Prosedur Eksekusi
a) Pemohon mengajukan permohonan eksekusi dan
mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan
peraturan terkait.
b ) Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan untuk
aanmaning, yang berisi perintah kepada Jurusita supaya
memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning.
c ) Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi.
d) Ketua Pengadilan Agama melaksanakan aanmaning dengan
sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua, Panitera dan
Termohon eksekusi. Dalam sidang aanmaning tersebut :
(1) Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir.
(2) Ketua Pengadilan Agama menyampaikan peringatan
Ke daftar isi
106
Redesign Drs. SAHERUDIN
supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah
peringatan Termohon eksekusi melakukan isi putusan.
(3) Panitera membuat berita acara sidang aanmaning dan
ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.
e) Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan,
Pemohon eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi
belum melaksanakan isi putusan, Ketua Pengadilan Agama
menerbitkan penetapan perintah eksekusi.
5) Dalam hal eksekusi putusan Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah yang objeknya berada di luar wilayah hukumnya, maka
Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang bersangkutan
meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut dalam bentuk
penetapan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah yang diminta bantuan menerbitkan surat penetapan yang
berisi perintah kepada Paniera / Jurusita agar melaksanakan
eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah tersebut. (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01
Tahun 2010, butir 1).
6) Dalam hal eksekusi tersebut pada butir (5), diajukan perlawanan
baik dari Pelawan tersita maupun dari pihak ketiga, untuk
perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan
(Pasal 195 ayat (6) HIR / Pasal 206 ayat (6) RBg dan butir (2) Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).
7) Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi
tersebut pada butir (6) di atas ditangguhkan,maka yang berwenang
menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuannya,
sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa
dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada
Ketua Pengadilan Agama yang meminta bantuan tentang segala
upaya yang telah dijalankan olehnya termasuk adanya
penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR /
Pasal 206 ayat (5) dan (7) RBg serta butir 3 Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010).
8) Dalam hal pelaksanaan putusan mengenai suatu perbuatan,
apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai dalam
sejumlah uang (Pasal 225 HIR / Pasal 259 RBg) yang teknis
pelaksanaannya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang.
9) Jika Termohoan tidak mau melaksanakan putusan tersebut dan
Pengadilan tidak bisa melaksanakan walau dengan bantuan alat
Ke daftar isi
107
Redesign Drs. SAHERUDIN
negara, maka Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah agar Termohon
membayar sejumlah uang, yang nilainya sepadan dengan
perbuatan yang harus dilakukan oleh Termohon.
10) Ketua Pengadilan Agama wajib memanggil dan mendengar
Termohon eksekusi dan apabila diperlukan dapat meminta
keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut.
11) Penetapan jumlah uang yang harus dibayar oleh Termohon
dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama.
12) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak
dilaksanakan secara sukarela, maka akan dilaksanakan dengan
cara melelang barang milik pihak yang dikalahkan (Pasal 200
HIR / Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg).
13) Putusan yang menghukum Tergugat untuk menyerahkan sesuatu
barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh Jurusita,
apabila perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara.
14) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang
dieksekusi telah diterima oleh Pemohon eksekusi, namun diambil
kembali oleh tereksekusi.
15) Upaya yang dapat ditempuh oleh yang bersangkutan adalah
melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak
kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali
barang (tanah / rumah tersebut).
16) Putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah atas gugatan
penyerobotan tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat
dijatuhkan putusan serta merta atas dasar sengketa bezit /
kedudukan berkuasa.
17) Jika suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap telah
dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil,
tetapi kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut
dibatalkan oleh putusan peninjauan kembali, maka barang yang
telah diserahkan kepada proses gugatan kepada pemilik semula
sebagai pemulihan hak.
18) Pemulihan hak diajukan Pemohon kepada Ketua Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah.
19) Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil.
Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain,
Termohon eksekusi dapat mengajukan gugatan ganti rugi
senilai objek miliknya.
20) Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi
perdamaian di luar Pengadilan yang mengesampingkan amar
putusan dan ternyata perdamaian itu diingkari oleh salah satu
Ke daftar isi
108
Redesign Drs. SAHERUDIN
pihak, maka yang dieksekusi adalah amar putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
aj. Lelang (Penjualan Umum)
1) Lelang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi sejumlah uang
sebagaimana diatur dalam Pasal 197-200 HIR / Pasal 208-218
RBg.
2) Pejabat yang berwenang melakukan pelelangan adalah Kantor
Lelang (Pasal 200 ayat (1) HIR jo Pasal 215 ayat (1) RBg jo LN
Tahun 1908 Nomor 189 jo LN Tahun 1940 Nomor 56).
3) Tata cara lelang adalah sebagai berikut :
a) Setelah Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah menerima
permohonan eksekusi segera mengeluarkan surat panggilan
kepada pihak yang kalah untuk menghadiri sidang aan maning
(tegoran) agar pihak yang kalah tersebut melaksanakan
putusan secara sukarela (Pasal 196 HIR / Pasal 207 ayat (1)
dan (2) RBg).
b) Apabila setelah aanmaning pihak yang kalah tidak bersedia
melaksanakan putusan secara sukarela, Ketua Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah menerbitkan penetapan sita
eksekusi (Pasal 197 HIR / Pasal 208 RBg / Pasal 439 Rv).
Bentuk surat sita eksekusi adalah berupa penetapan yang
diajukan kepada Panitera atau Jurusita (Nama Panitera atau
Jurusita disebukan dengan jelas).
c) Panitera / Jurusita melaksanakan sita eksekusi, jika atas obyek
eksekusi belum diletakkan sita. Akan tetapi, apabila terhadap
barang tersebut telah diletakkan sita jaminan, maka sita
eksekusi tidak diperlukan lagi dan sita jaminan tersebut dengan
sendirinya menjadi sita eksekusi dengan mengeluarkan surat
penegasan bahwa sita jaminan itu menjadi sita eksekusi.
d) Setelah sita eksekusi dilaksanakan, Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah mengeluarkan surat perintah eksekusi.
Surat perintah eksekusi tersebut berisi perintah penjualan
lelang barang-barang yang telah diletakkan sita eksekusinya
dengan menyebut jelas objek yang akan dieksekusi serta
menyebutkan putusan yang menjadi dasar eksekusi tersebut.
e) Panitera / Jurusita mengumumkan tentang akan adanya
lelang di papan pengumuman Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah dan beberapa mass media atau
menurut kebiasaan setempat. Berkaitan dengan
pengumuman lelang ini :
(1) Boleh dilaksanakan sesaat selelah sita eksekusi
Ke daftar isi
109
Redesign Drs. SAHERUDIN
diperintahkan, atau sesaat setelah sita eksekusi
diperintahkan, atau sesaat setelah lewat peringatan bila
telah ada sita jaminan sebelumnya.
(2) Penjualan lelang dapat dilakukan paling cepat 8
(delapan) hari dari tanggal sita eksekusi atau paling
cepat 8 (delapan) hari dari peringatan apabila barang
yang hendak dilelang telah diletakkan sita jaminan
sebelumnya.
(3) Jika barang yang akan dilelang meliputi barang yang tidak
bergerak, pengumumannya disamakan dengan barang
yang tidak bergerak yakni melalui mass media,
pengumumannya cukup satu kali dan dilaksanakan paling
lambat 14 (empat belas) hari dari tanggal penjualan
lelang.
f) Jika pengumuman lelang telah dilaksanakan, Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah meminta
bantuan permintaan lelang ke Kantor Lelang Negara
dengan dilampiri surat / dokumen sebagai berikut :
(1) Salinan putusan Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah.
(2) Salinan penetapan sita eksekusi.
(3) Salinan berita acara sita eksekusi.
(4) Salinan penetapan perintah eksekusi lelang.
(5) Salinan surat pemberitahuan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (Pemohon eksekusi, Termohon
eksekusi, BPN, dan lain-lain).
(6) Perincian besarnya jumlah tagihan oleh Pengadilan.
(7) Bukti pemilikan (sertifikat tanah atau lainnya) barang
lelang.
(8) Syarat-syarat lelang yang telah ditetapkan Ketua
(yang terpenting : tentang tata cara penawaran,
tata cara pembayaran).
(9) Bukti pengumuman lelang.
g) Pendaftaran permintaan lelang oleh Kantor Lelang Negara
pada buku khusus untuk itu dan sifat pendaftaran itu terbuka
untuk umum dengan maksud untuk memberikan kesempatan
kepada siapa saja supaya melihat pendaftaran tersebut,
sehingga bagi yang berminat untuk ikut dalam pelelangan
dapat menentukan sikapnya.
h) Penetapan hari lelang oleh kantor Lelang Negara. Ketua
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah boleh
mengusulkan hari lelang agar dilaksanakan pada hari
Ke daftar isi
110
Redesign Drs. SAHERUDIN
tertentu, tetapi sepenuhnya terserah kepada Kantor
Lelang Negara untuk menetapkannya apakah mau
memperhatikan usulan hari lelang dari Ketua Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah atau tidak.
i) Penentuan syarat lelang dan floor price (harga patokan).
Berkaitan dengan syarat lelang dan floor price ini :
(1) Yang berwenang menetapkan dan menentukan
syarat lelang adalah Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah yang bertindak sebagai pihak
penjual untuk dan atas nama tereksekusi. (Pasal 1 b
dan Pasal 21 Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189).
Kewenangan ini meliputi juga mengubah syarat
lelang yang sudah ditentukan sebelumnya.
(2) Syarat yang paling penting dalam pelaksanaan lelang
adalah tata cara penawaran dan pembayaran. Syarat-
syarat ini harus dilampirkan dalam permintaan lelang
agar umum mengetahuinya.
(3) Ukuran floor price (patokan harga) adalah sesuai
dengan harga pasaran dengan memperhatikan nilai
ekonomis barang. Patokan harga terendah merupakan
harga yang disetujui untuk membenarkan penjualan
lelang. Penentuan patokan harga terendah ini merupakan
kewenangan Kantor Lelang.
j) Tata cara penawaran.
(1) Penawaran diajukan secara tertulis dengan bahasa
Indonesia dengan menyebut nama dan alamat penawar
secara jelas dan terang, menyebutkan harga yang
disanggupi dan ditandatangani oleh penawar.
(2) Penawaran harus dilaksanakan secara sendiri-sendiri (satu
surat penawaran untuk satu penawar), tidak boleh dilakukan
secara bersama-sama. Juru lelang harus menolak
penawaran yang lebih dari satu orang dalam satu surat
penawaran.
(3) Apabila penawaran secara tertulis tidak berhasil,
maksudnya jika tidak satu pun surat penawaran yang
mencapai patokan harga, maka penawaran dapat
dilanjutkan secara lisan. Akan tetapi hal ini harus ada
persetujuan dari Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah selaku penjual penjualan lelang. Dengan
demikian, jika penawaran tertulis gagal, Ketua Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar' iyah sebaiknya segera
menetapkan penawaran secara lisan.
Ke daftar isi
111
Redesign Drs. SAHERUDIN
(4) Pendaftaran penawaran diajukan oleh pihak yang ikut
lelang ke Kantor Lelang Negara dengan cara memasukkan
surat penawaran itu ke dalam amplop tertutup dan
selanjutnya Kantor Lelang Negara yang segera
mendaftarkan penawaran itu dalam buku yang telah
disediakan untuk itu.
k) Penjualan lelang oleh juru lelang :
(1) Dahulukan barang bergerak.
(2) Apabila hasil penjualan barang yang bergerak belum
mencukupi jumlah tagihan yang harus dibayar oleh
Tereksekusi, baru boleh dilanjutkan penjualan barang yang
tidak bergerak.
l) Kantor lelang menentukan pemenang Pembeli lelang yang
menang adalah yang mengajukan penawaran tertinggi
m) Juru lelang melaporkan pemenang kepada Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah untuk mendapat
pengesahan.
n) Juru lelang menetapkan pemenang setelah mendapat
pengesahan dari Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
o) Juru lelang menerima pembayaran lelang dari pembeli
lelang.
p) Kantor lelang membuat berita acara pelaksanaan lelang dan
menyerahkan hasil lelang kepada Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah.
q) Panitera / Jurusita membuat berita acara eksekusi lelang
disertai dengan pengangkatan sita.
4) Hal lain yang perlu diperhatikan berkaitan dengan lelang ini
adalah sebagai berikut :
a) Penawar tidak boleh mengajukan surat penawaran lebih
dari satu kali untuk satu bidang tanah, bangunan atau
barang tertentu. Orang yang telah menandatangi surat
penawaran tersebut di atas, bertanggung jawb sepenuhnya
secara pribadi atas pembayaran uang pembelian lelang
apabila dalam penawaran itu ia bertindak sebagai
kuasa seseorang, perusahaan atau badan hukum. Untuk
dapat turut serta dalam pelelangan, para penawar diwajibkan
menyetor uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh
pejabat lelang, uang mana akan diperhitungkan dengan
harga pembelian, jika penawar yang bersangkutan ditunjuk
selaku pembeli.
b) Agar tujuan lelang tercapai maka sebelum lelang
dilaksanakan, kreditur dan debitur dipanggil oleh Ketua
Ke daftar isi
112
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pengadilan Agama untuk mencari jalan keluar, misalnya
debitur diberi waktu selama 2 (dua) bulan untuk mencari
pembeli yang mau membeli tanah tersebut. Apabila hal itu
terjadi, pembayaran harus dilakukan di depan Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah, selanjutnya
pembeli, kreditur dan debitur menghadap Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) untuk membuat akte jual belinya, dan
kemudian dilakukan balik nama tanah tersebut menjadi atas
nama pembeli. Hak tanggungan yang membebani tanah
tersebut akan diperintahkan agar diroya.
c) Apabila dalam waktu paling lambat selama-lamanhya 2
(dua) bulan debitur tidak berhasil mendapatkan pembeli sesuai
dengan harga yang diinginkan, kreditur dan debitur, di bawah
pimpinan Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah,
menentukan harga limit dari tanah yang akan dilelang.
d) Apabila selama 2 (dua) bulan tidak ada penawaran, maka
penjualan umum diumumkan lagi satu kali dalam harian
yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan
tanah yang akan dilelang. Jika pelelangan dengan harga limit
tidak tercapai, maka Ketua Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah memberikan kesempatan kepada
debitur untuk kembali mencari pembeli selama-lamanya 1
(satu) bulan. Dan jika tidak berhasil maka kreditur akan
memperoleh tanah tersebut dengan harga limit itu,
selanjutnya hutang dibayar dan hak tanggungan yang
membebani tanah tersebut diroya.
f) Apabila penawaran tertinggi tidak mencapai harga limit yang
ditentukan oleh penjual, maka jika dianggap perlu, seketika
itu juga penjualan umum diubah dengan penawaran lisan
dengan harga naik-naik.
g) Penawar / pembeli dianggap sungguh-sungguh telah
mengetahui apa yang telah ditawar / dibeli olehnya.
Apabila terdapat kekurangan atau kerusakan, baik yang
terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya terhadap
barang yang telah dibelinya itu, maka ia tidak berhak untuk
menolak menarik diri kembali setelah pembeliannya
disahkan dan melepaskan semua hak untuk meminta ganti
kerugian berupa apapun juga.
h) Barang yang terjual, pada saat itu juga, menjadi hak dan
tanggugangan pembeli dan apabila barang itu berupa tanah
dan rumah, pembeli harus segera mengurus / membalik
nama hak tersebut atas namanya.
Ke daftar isi
113
Redesign Drs. SAHERUDIN
i) Pembeli tidak diperkenankan untuk menguasai barang
yang telah dibelinya itu sebelum uang pembelian dipenuhi /
dilunasi seluruhnya, yaitu harga pokok, bea lelang dan uang
miskin. Kepada pembeli lelang diserahkan tanda terima
pembayaran.
j) Apabila yang dilelang itu adalah tanah / tanah dan rumah yang
sedang ditempati / dikuasai oleh Tersita / Terlelang,
maka dengan menunjuk kepada ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 200 (11) HIR atau Pasal 218 ayat (2) RBg,
apabila Terlelang tidak bersedia untuk menyerahkan tanah /
tanah dan rumah itu secara kosong, maka Terlelang, beserta
keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa, apabila perlu
dengan bantuan yang berwajib dari tanah / tanah dan rumah
tersebut berdasarkan permohonan yang diajukan oleh
pemenang lelang.
k) Ketentuan yang sama berlaku bagi pembelian lelang yang
dilakukan oleh panitia urusan piutang dan lelang negara (PUPN).
Pasal 11 ayat (11) Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960, LN
1960 Nomor 156, TLN Nomor 2014 jo. TLN Nomor 2104,
berbunyi : ―Jika orang yang disita menolak untuk
meninggalkan barang yang tak bergerak tersebut, maka
Hakim Pengadilan Agama mengeluarkan perintah tertulis
kepada seorang yang berhak melaksanakan surat Jurusita untuk
berusaha agar supaya barang tersebut ditinggalkan dan
dikosongkan oleh yang disita dengan keluarganya serta
barang-barang miliknya dengan bantuan Panitera
Pengadilan Agama lain yang ditunjuk oleh Hakim jika perlu
dengan bantuan alat kekuasaan negara‖.
l) Dalam hal ini kepala panitia urusan piutang dan lelang negara
meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah dimana barang tersebut terletak dan pengosongan
dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah tersebut.
m) Agar diperhatikan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 198,
199, 227 ayat (3) HIR atau Pasal 213, 214, dan Pasal 261
ayat (2) RBg, ―Bahwa penyewa, pembeli, orang yang
mendapat hibah, yang memperoleh tanah / tanah dan rumah
tersebut, setelah tanah / tanah dan rumah tersebut disita
dan sita itu telah didaftarkan sesuai ketentuan dalam pasal
tersebut di atas ini juga termasuk orang-orang yang akan
dikeluarkan secara paksa dari tanah / tanah dan rumah
tersebut‖.
Ke daftar isi
114
Redesign Drs. SAHERUDIN
n) Orang yang menyewa tanah / tanah dan rumah tersebut sebelum
dilakukan penyitaan, baik sita jaminan atau sita eksekutorial
seperti tersebut dalam pasal-pasal tersebut di atas, tidak terkena
sanksi termaksud. Untuk dapat menguasai tanah / rumah
yang dibeli lelang, pembeli lelang harus menunggu sampai
masa sewa habis.
o) Agar pemberian hak tanggungan yang tidak didaftarkan di
Kantor Pertanahan setelah tanah tersebut disita, baik sita
jaminan, mapun sita eksekusi, sesuai ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 198, 199, 227 ayat (3) HIR atau Pasal
213, 214, dan 261 ayat (2) RBg, tidak berkekuatan hukum.
p) Suatu pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.
q) Dalam hal terdapat kekurangan atau pelelangan telah
dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,
maka pelelangan tersebut dapat dibatalkan melalui suatu
gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar'iyah.
r) Pembeli lelang yang beritikad baik harus dilindungi.
ak. Perlawanan Terhadap Eksekusi
1) Perlawanan terhadap eksekusi dapat diajukan oleh orang yang
terkena eksekusi / Tersita atau oleh pihak ketiga atas dasar hak
milik, perlawanan mana diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama
/ Mahkamah Syar'iyah yang melaksanakan eksekusi (Pasal 195
ayat (6) dan (7) HIR dan Pasal 206 ayat (6) dan (7) RBg).
2) Perlawanan ini pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi
(Pasal 207 (3) HIR dan 227 RBg), kecuali apabila segera nampak
bahwa perlawanan tersebut benar dan beralasan, maka
eksekusi ditangguhkan, setidak-tidaknya sampai dijatuhkan
putusan oleh Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
3) Terhadap putusan ini dapat diajukan upaya hukum.
al. Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet)
1) Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi atau sita
jaminan hanya dapat diajukan atas dasar hak milik atau
pemegang hipotik. Jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau
orang yang merasa bahwa ia adalah pemilik barang yang disita
dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar'iyah yang secara nyata menyita (Pasal 195 (6) HIR / Pasal
206 (6) RBg).
Ke daftar isi
115
Redesign Drs. SAHERUDIN
2) Pemegang hak harus dilindungi dari suatu (sita) eksekusi
dimanapemegang hak tersebut bukan sebagai pihak dalam
perkara antara lain pemegang hak pakai, hak guna bangunan,
hak tanggungan, hak sewa dan lain-lain.
3) Perlawanan dapat diajukan oleh pemegang hak tanggungan,
apabila tanah dan rumah yang dijaminkan kepadanya dengan hak
tanggungan disita, berdasarkan klausula yang terdapat dalam
perjanjian yang dibuat dengan debiturnya langsung dapat minta
eksekusi kepada Ketua Pengadilan atau Kepala PUPN.
4) Dalam perlawanan pihak ketiga tersebut Pelawan harus dapat
membuktikan bahwa barang yang disita itu adalah miliknya, dan
apabila ia berhasil membuktikan, maka ia akan dinyatakan sebagai
Pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat.
5) Apabila Pelawan tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah
pemilik dari barang yang disita maka Pelawan akan dinyatakan
sebagai Pelawan yang tidak benar atau Pelawan yang tidak
jujur, dan sita akan dipertahankan.
6) Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh isteri atau suami
terhadap harta bersama yang disita, tidak dibenarkan karena harta
bersama selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang
isteri atau suami yang terjadi dalam perkawinan yang harus
ditanggung bersama.
7) Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami
atau isteri maka isteri atau suami dapat mengajukan perlawanan
pihak ketiga dan perlawanannya dapat diterima, kecuali :
a) Suami isteri tersebut menikah berdasarkan BW dengan
persetujuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa
persatuan hasil dan pendapatan.
b) Suami atau isteri tersebut telah ikut menandatangani surat
perjanjian hutang, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
8) Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan
pada asasnya tidak menangguhkan eksekusi.
9) Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan
Agama yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila
perlawanan benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat
tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama
orang lain, atau BPKB yang diajukan, jelas terbukti bahwa mobil
yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik Pelawan.
10) Apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama
Pelawan, karena diperoleh oleh Pelawan setelah tanah atau mobil
itu disita, maka perolehan barang tersebut tidak sah.
11) Terhadap perkara perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang
Ke daftar isi
116
Redesign Drs. SAHERUDIN
memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan
perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Agama,
karena laporan tersebut diperlukan oleh Ketua Pengadilan Agama
untuk menentukan kebijaksanaan mengenai diteruskan atau
ditangguhkannya eksekusi yang dipimpinnya.
12) Meskipun perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, tidak
diatur baik dalam HIR, RBg, atau Rv. Namun dalam praktik, sesuai
dengan yurisprudensi putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-
1962 Nomor 306 K/Sip/1962, perlawanan yang diajukan oleh pihak
ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima.
am. Penangguhan Eksekusi
1) Eksekusi dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Agama yang
memimpin eksekusi.
2) Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Agama
berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Agama dapat
memerintahkan agar eksekusi ditunda.
3) Dalam hal permintaan bantuan eksekusi, maka yang dapat
melakukan penangguhan eksekusi adalah Ketua Pengadilan
Agama yang diminta bantuan eksekusi sedangkan Ketua
Pengadilan Agama yang meminta bantuan eksekusi cukup
mendapat ―laporan‖ tentang jalannya eksekusi dari
Ketua Pengadilan Agama yang diminta bantuan eksekusi (Pasal
195 ayat (3) dan (4) HIR / Pasal 206 ayat (4) RBg serta butir
(4) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2010
Tentang Permintaan Bantuan Eksekusi).
4) Dalam rangka pengawasan atas jalannya peradilan yang baik,
Ketua Pengadilan Agama selaku kawal depan Mahkamah Agung
dapat memerintahkan agar eksekusi ditunda atau diteruskan.
5) Dalam hal sangat mendesak dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama
berhalangan, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat
memerintahkan agar eksekusi ditunda.
an. Putusan Non Executable
Suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
dinyatakan non eksekutabel oleh Ketua Pengadilan Agama,
apabila :
1) Putusan yang bersifat deklaratoir dan konstitutif.
2) Barang yang akan dieksekusi tidak berada di tangan Tergugat
/ Termohon eksekusi.
3) Barang yang akan dieksekusi tidak sesuai dengan barang
yang disebutkan di dalam amar putusan.
Ke daftar isi
117
Redesign Drs. SAHERUDIN
4) Amar putusan tersebut tidak mungkin untuk dilaksanakan.
5) Ketua Pengadilan Agama tidak dapat menyatakan suatu
putusan non eksekutable, sebelum seluruh proses/acara
eksekusi dilaksanakan, kecuali yang tersebut pada butir (1).
6) Penetapan non eksecutable harus didasarkan berita acara
yang dibuat oleh Jurusita yang melaksanakan (eksekusi)
putusan tersebut.
7) Penetapan non eksekutable bersifat final dan tidak dapat
diajukan keberatan.
ao. Penawaran Pembayaran Tunai dan Konsignasi
1) Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan
/ konsignasi merupakan salah satu hal/sebab hapusnya
perikatan.
2) Konsignasi diatur dalam Pasal 1404 s/d 1412 KUH Perdata.
3) Jika si berpiutang menolak pembayaran dari yang berutang,
maka pihak yang berutang dapat melakukan pembayaran tunai
utangnya dengan menawarkan pembayaran yang dilakukan
oleh Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi. Apabila
yang berpiutang menolak menerima pembayaran, maka
uang tersebut dititipkan pada kas kepaniteraan Pengadilan
Agama sebagai titipan / konsignasi.
4) Penawaran dan penitipan tersebut harus disahkan
dengan penetapan Hakim.
5) Tata cara penitipan / konsignasi :
a) Yang berutang mengajukan permohonan tentang
penawaran pembayaran dan penitipan tersebut ke
Pengadilan Agama yang meliputi tempat dimana
persetujuan pembayaran harus dilakukan (debitur
sebagai Pemohon dan kreditur sebagai Termohon).
b) Dalam hal tidak ada persetujuan tersebut pada sub (a), maka
permohonan diajukan ke Pengadilan Agama dimana termohon
bertempat tinggal atau tempat tinggal yang telah dipilihnya.
c) Permohonan konsignasi didaftar dalam register permohonan
konsignasi.
d) Ketua Pengadilan Agama memerintahkan Jurusita
Pengadilan Agama dengan disertai oleh 2 (dua) orang saksi,
dituangkan dalam surat penetapan untuk melakukan
penawaran pembayaran kepada si berpiutang pribadi di
tempat tinggal atau tempat tinggal pilihannya.
e) Jurusita dengan disertai 2 (dua) orang saksi menjalankan
Ke daftar isi
118
Redesign Drs. SAHERUDIN
perintah Ketua Pengadilan Agama tersebut dan dituangkan
dalam berita acara tentang pernyataan kesediaan untuk
membayar (aanbod van gereede betaling).
f) Pihak berpiutang diberikan salinan berita acara tersebut.
g) Jurusita membuat berita acara pemberitahuan bahwa
karena pihak berpiutang menolak pembayaran uang
tersebut akan dilakukan penyimpanan (konsignasi) di kas
kepaniteraan Pengadilan Agama yang akan dilakukan pada
hari, tanggal dan jam yang ditentukan dalam berita acara
tersebut.
h) Pada waktu yang telah ditentukan dalam huruf (g), Jurusita
dengan disertai 2 (dua) orang sksi menyerahkan uang
tersebut kepada Panitera Pengadilan Agama dengan
menyebutkan jumlah dan rincian uangnya untuk
disimpan dalam kas kepaniteraan Pengadilan Agama
sebagai uang konsignasi.
i) Agar pernyataan kesediaan untuk membayar yang diikuti
dengan penyimpanan tersebut sah dan berharga, harus
diikuti dengan pengajuan permohonan oleh si berhutang
terhadap berpiutang sebagai Termohon kepada
Pengadilan Agama, dengan petitum :
- Menyatakan sah dan berharga penawaran
pembayaran dan penitipan sebagai konsignasi.
- Menghukum Pemohon membayar biaya perkara.
2. PEDOMAN KHUSUS
a. Hukum Keluarga
1) Izin Poligami
a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menganut asas monogami, kecuali hukum agama yang dianut
menentukan lain. Suami yang beragama Islam yang
menghendaki beristeri lebih dari satu orang wajib mengajukan
permohonan izin poligami kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah dengan syarat-syarat sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974.
b) Agar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah tidak bertentangan dengan asas
monogami yang dianut oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam
memeriksa dan memutus perkara permohonan izin poligami
harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :
Ke daftar isi
119
Redesign Drs. SAHERUDIN
(1) Permohonan izin poligami harus bersifat kontensius,
pihak isteri didudukkan sebagai Termohon.
(2) Alasan izin poligami yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bersifat fakultatif,
maksudnya bila salah satu persyaratan tersebut dapat
dibuktikan, Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
dapat memberi izin poligami.
(3) Persyaratan izin poligami yang diatur dalam Pasal 5 ayat
(1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bersifat
kumulatif, maksudnya Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah hanya dapat memberi izin poligami apabila
semua persyaratan tersebut telah terpenuhi.
(4) Harta Bersama dalam hal suami beristeri lebih dari satu
orang, telah diatur dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum
Islam, akan tetapi pasal tersebut mengandung
ketidakadilan, karena dalam keadaan tertentu dapat
merugikan isteri yang dinikahi lebih dahulu, oleh
karenanya pasal tersebut harus dipahami sebagaimana
diuraikan dalam angka (5) di bawah ini.
(5) Harta yang diperoleh oleh suami selama dalam ikatan
perkawinan dengan isteri pertama, merupakan harta
bersama milik suami dan isteri pertama. Sedangkan
harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan
perkawinan dengan isteri kedua dan selama itu pula
suami masih terikat perkawinan dengan isteri pertama,
maka harta tersebut merupakan harta bersama milik
suami isteri, isteri pertama dan isteri kedua. Demikian
pula halnya sama dengan perkawinan kedua apabila
suami melakukan perkawinan dengan isteri ketiga dan
keempat.
(6) Ketentuan harta bersama tersebut dalam angka (5) tidak
berlaku atas harta yang diperuntukkan terhadap isteri
kedua, ketiga dan keempat (seperti rumah, perabotan
rumah dan pakaian) sepanjang harta yang diperuntukkan
isteri kedua, ketiga dan keempat tidak melebihi 1/3
(sepertiga) dari harta bersama yang diperoleh dengan
isteri kedua, ketiga dan keempat.
(7) Bila terjadi pembagian harta bersama bagi suami yang
mempunyai isteri lebih dari satu orang karena kematian
atau perceraian, cara perhitungannya adalah sebagai
berikut :
Untuk isteri pertama 1/2 dari harta bersama dengan
Ke daftar isi
120
Redesign Drs. SAHERUDIN
suami yang diperoleh selama perkawinan, ditambah 1/3
dari harta bersama yang diperoleh suami bersama
dengan isteri pertama dan isteri kedua, ditambah 1/4 dari
harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan
isteri ketiga, isteri kedua dan isteri pertama, ditambah 1/5
dari harta bersama yang diperoleh suami bersama isteri
keempat, ketiga, kedua dan pertama.
(8) Harta yang diperoleh oleh isteri pertama, kedua, ketiga
dan keempat merupakan harta bersama dengan
suaminya, kecuali yang diperoleh suami/isteri dari hadiah
atau warisan.
(9) Pada saat permohonan izin poligami, suami wajib pula
mengajukan permohonan penetapan harta bersama
dengan isteri sebelumnya, atau harta bersama dengan
isteri-isteri sebelumnya. Dalam hal suami tidak
mengajukan permohonan penetapan harta besama yang
digabung dengan permohonan izin poligami, isteri atau
isteri-isterinya dapat mengajukan rekonvensi penetapan
harta bersama.
(10) Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan
penetapan harta bersama yang digabungkan dengan
permohonan izin poligami sedangkan isteri terdahulu
tidak mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama
dalam perkara permohonan izin poligami sebagaimana
dimaksud dalam angka (9) di atas, permohonan
penetapan izin poligami harus dinyatakan tidak dapat
diterima.
2) Izin Kawin, Dispensasi Kawin dan Wali Adhal
a) Izin Kawin
(1) Permohonan izin melangsungkan perkawinan diajukan
oleh calon mempelai yang belum berusia 21 tahun dan
tidak mendapat izin dari orang tuanya kepada
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah
hukum dimana calon mempelai tersebut bertempat
tinggal.
(2) Permohonan izin melangsungkan perkawinan yang
diajukan oleh calon mempelai pria dan/atau calon
mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif
kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah dalam
wilayah hukum dimana calon mempelai pria dan wanita
tersebut bertempat tinggal.
Ke daftar isi
121
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat memberi
izin melangsungkan perkawinan setelah mendengar
keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya.
(4) Permohonan izin melangsungkan perkawinan bersifat
voluntair produknya berbentuk penetapan. Jika Pemohon
tidak puas dengan penetapan tersebut, maka Pemohon
dapat mengajukan upaya kasasi.
(5) Terhadap penetapan izin melangsungkan perkawinan
yang diajukan oleh calon mempelai pria dan/atau wanita,
dapat dilakukan perlawanan oleh orang tua calon
mempelai, keluarga dekat dan/atau orang yang
berkepentingan lainnya kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah yang mengeluarkan penetapan
tersebut.
b) Dispensasi Kawin
Calon suami isteri yang belum mencapai usia 19 dan 16
tahun yang ingin melangsungkan perkawinan, orang tua yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan dispensasi
kawin kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
(1) Permohonan dispensasi kawin diajukan oleh calon
mempelai pria yang belum berusia 19 tahun, calon
mempelai wanita yang belum berusia 16 tahun dan/atau
orang tua calon mempelai tersebut kepada Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum
dimana calon mempelai dan/atau orang tua calon
mempelai tersebut bertempat tinggal.
(2) Permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh calon
mempelai pria dan/atau calon mempelai wanita dapat
dilakukan secara bersama-sama kepada Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum
dimana calon mempelai pria dan wanita tersebut
bertempat tinggal.
(3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat
memberikan dispensasi kawin setelah mendengar
keterangan dari orang tua, keluarga dekat atau walinya.
(4) Permohonan dispensasi kawin bersifat voluntair
produknya berbentuk penetapan. Jika Pemohon tidak
puas dengan penetapan tersebut, maka Pemohon dapat
mengajukan upaya kasasi.
c) Wali Adhal
Calon mempelai wanita yang akan melangsungkan
perkawinan yang wali nikahnya tidak mau menjadi wali dalam
Ke daftar isi
122
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkawinan tersebut dapat mengajukan permohonan
penetapan wali adhal kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah.
(1) Permohonan penetapan wali adhal diajukan oleh calon
mempelai wanita yang wali nikahnya tidak mau
melaksanakan pernikahan kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon
mempelai wanita tersebut bertempat tinggal.
(2) Permohonan wali adhal yang diajukan oleh calon
mempelai wanita dapat dilakukan secara kumulatif
dengan izin kawin kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana calon
mempelai wanita tersebut bertempat tinggal.
(3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat
mengabulkan permohonan penetapan wali adhal setelah
mendengar ketetapan orang tua.
(4) Permohonan wali adhal bersifat voluntair, produknya
berbentuk penetapan. Jika Pemohon tidak puas dengan
penetapan tersebut, maka Pemohon dapat mengajukan
upaya kasasi.
(5) Upaya hukum dapat ditempuh orang tua (ayah)
Pemohon adalah :
(a) Pencegahan perkawinan, apabila perkawinan belum
dilangsungkan.
(b) Pembatalan perkawinan, apabila perkawinan telah
dilangsungkan.
3) Penolakan Perkawinan (Pasal 21 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974)
a) Calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan
harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila calon
mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi
syarat-syarat perkawinan, maka Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) dapat menolak dilangsungkannya perkawinan tersebut.
b) Terhadap penolakan perkawinan dari PPN, calon mempelai
dapat mengajukan permohonan pencabutan surat penolakan
perkawinan dari PPN kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah.
c) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam
memeriksa dan memutus perkara tersebut harus
memedomani hal-hal sebagai berikut :
Ke daftar isi
123
Redesign Drs. SAHERUDIN
(1) Kedua calon mempelai atau salah satu calon mempelai
yang pelaksanaan perkawinannya ditolak oleh PPN,
dapat mengajukan permohonan pencabutan surat
penolakan PPN tersebut secara voluntair kepada
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah
hukum dimana PPN berkedudukan (Pasal 13 dan 14
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
(2) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah
hukum dimana PPN berkedudukan dapat mengabulkan
permohonan pencabutan surat penolakan perkawinan
dari PPN dan memerintahkan PPN untuk melaksanakan
perkawinan kedua calon mempelai, bila menurut
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah surat
penolakan perkawinan tersebut tidak mempunyai alasan
hukum.
(3) Produk Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah atas
permohonan pencabutan surat penolakan dari PPN
tersebut berbentukan penetapan. Jika Pemohon tidak
puas atas penetapan tersebut, Pemohon dapat
mengajukan upaya hukum kasasi.
4) Pencegahan Perkawinan
a) Calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan
harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila calon
mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi
syarat-syarat perkawinan, maka orang tua, keluarga, wali
pengampu dari calon mempelai dapat mengajukan
pencegahan perkawinan kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah.
b) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam
memeriksa dan memutus perkara tersebut harus
memedomani hal-hal sebagai berikut :
(1) Ayah, ibu, kakek, anak, cucu, saudara, wali nikah dan
wali pengampu dari salah seorang calon mempelai
dapat mencegah perkawinan, apabila ada calon
mempelai tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan (Pasal 13 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974).
(2) Mereka yang tersebut dalam angka (1) di atas berhak
juga mencegah perkawinan apabila salah seorang
calon mempelai berada di bawah pengampuan (Pasal
Ke daftar isi
124
Redesign Drs. SAHERUDIN
14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
(3) Suami atau isteri dapat mencegah perkawinan yang
akan dilangsungkan oleh isteri atau suami (Pasal 15
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
(4) Jaksa (Pasa l 65 KUH Perda ta ) a tau PPN
(Yurisprudensi Mahkamah Agung RI) wajib mencegah
berlangsungnya perkawinan, apabila tidak dipenuhi
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8-10
dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
(Pasal 16 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
(5) Permohonan pencegahan perkawinan diajukan kepada
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam
wilayah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan
(Pasal 17 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
(6) Pengad i lan Agama/ Mahkamah Sya r ' i yah
menyampaikan salinan surat permohonan pencegahan
perkawinan kepada Kantor Urusan Agama (KUA), agar
KUA tidak melangsungkan perkawinan kedua belah
pihak yang bersangkutan, selama proses pemeriksaan di
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
(7) Proses pemeriksaan permohonan pencegahan
perkawinan bersifat voluntair, produknya berupa
penetapan dan atas penetapan tersebut dapat
dilakukan upaya hukum kasasi.
(8) Apabila permohonan pencegahan perkawinan tersebut
dikabulkan, dalam waktu yang singkat Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah menyampaikan salinan
penetapan tersebut kepada KUA dimana perkawinan
itu akan dilangsungkan.
(9) Kedua calon mempelai atau salah satu calon mempelai
yang merasa keberatan atas penetapan pencegahan
perkawinan tersebut, dapat mengajukan perlawanan
kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah yang
memutus perkara tersebut.
(10) Proses pemeriksaan perlawanan atas penetapan
pencegahan perkawinan tersebut bersifat kontensius,
dan terhadap putusannya dapat dilakukan upaya
banding (Pasal 18 Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 jo Pasal 70 KUH Perdata dan Pasal 817, 818
Rv).
5) Pembatalan Perkawinan
Ke daftar isi
125
Redesign Drs. SAHERUDIN
a) Calon suami isteri yang akan melangsungkan perkawinan
harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila
perkawinan telah dilangsungkan, sedangkan calon
mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi
syarat-syarat perkawinan, maka orang tua, keluarga, PPN
dan Jaksa dapat mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah.
b) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa
dan memutus perkara tersebut harus memedomanai hal-hal
sebagai berikut :
(1) Permohonan pembatalan perkawinan diajukan oleh
pihak-pihak yang diatur dalam Pasal 23 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 73 Kompilasi
Hukum Islam, kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana perkawinan
dilangsungkan atau di tempat tinggal suami isteri,
suami a tau is ter i , apabi la para p ihak yang
melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-
syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal
22-27 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal
70-72 Kompilasi Hukum Islam.
(2) Proses pemeriksaan pembatalan perkawinan bersifat
kontensius. Atau putusan pembatalan perkawinan
tersebut dapat diajukan upaya hukum banding.
(3) Permohonan pembatalan nikah oleh suami atau isteri
atas alasan perkawinan dilangsungkan di bawah
ancaman yang melanggar hukum, dapat diajukan
dalam jangka waktu 6 bulan sejak perkawinan
dilangsungkan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah dalam wilayah hukum dimana perkawinan
tersebut dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua
suami isteri, suami atau isteri.
(4) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan tidak berlaku surut
sejak saat berlangsungnya perkawinan, kecuali
terhadap apa yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
6) Pengesahan Perkawinan / Itsbat Nikah
Ke daftar isi
126
Redesign Drs. SAHERUDIN
a) Aturan pengesahan nikah / itsbat nikah, dibuat atas dasar
adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan
agama atau tidak dicatat oleh PPN yang berwenang.
b) Pengesahan nikah diatur dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1946 jis Pasal 49 angka (22)
penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009 dan Pasal 7 ayat (2), (3) dan
(4) Kompilasi Hukum Islam.
c) Dalam Pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Pasal 7 ayat (3)
huruf (d) Kompilasi Hukum Islam, perkawinan yang disahkan
hanya perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakunya
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Akan tetapi Pasal 7
ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam memberikan
peluang untuk pengesahan perkawinan yang dicatat oleh
PPN yang dilangsungkan sebelum atau sesudah berlakunya
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk kepentingan
perceraian (Pasal 7 ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum
Islam).
d) Itsbat nikah dalam rangka penyelesaian perceraian tidak
dibuat secara tersendiri, melainkan menjadi satu kesatuan
dalam putusan perceraian.
e) Untuk menghindari adanya penyelundupan hukum dan
poligami tanpa prosedur, Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah harus berhati-hati dalam menangani permohonan
itsbat nikah.
f) Proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian
permohonan pengesahan nikah / itsbat nikah harus
memedomani hal-hal sebagai berikut :
(1) Permohonan itsbat nikah dapat dilakukan oleh kedua
suami isteri atau salah satu dari suami isteri, anak, wali,
nikah dan pihak lain yang berkepentingan dengan
perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah dalam wilayah hukum Pemohon
bertempat tinggal, dan permohonan itsbat nikah harus
dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas
serta konkrit.
(2) Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang
diajukan oleh kedua suami isteri bersifat voluntair,
Ke daftar isi
127
Redesign Drs. SAHERUDIN
produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan
tersebut menolak permohonan itsbat nikah, maka
suami dan isteri bersama-sama atau suami, isteri
masing-masing dapat mengajukan upaya hukum
kasasi.
(3) Proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah yang
diajukan oleh salah seorang suami atau isteri bersifat
kontensius dengan mendudukkan isteri atau suami
yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak
Termohon, produknya berupa putusan dan terhadap
putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding
dan kasasi.
(4) Jika dalam proses pemeriksaan permohonan itsbat
nikah dalam angka (2) dan (3) tersebut di atas diketahui
bahwa suaminya masih terikat dalam perkawinan yang
sah dengan perempuan lain, maka isteri terdahulu
tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika
Pemohon tidak mau merubah permohonannya dengan
memasukkan isteri terdahulu sebagai pihak,
permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat
diterima.
(5) Permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali
nikah dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat
kontensius, dengan mendudukkan suami dan isteri
dan/atau ahli waris lain sebagai Termohon.
(6) Suami atau isteri yang telah ditinggal mati oleh isteri
atau suaminya, dapat mengajukan permohonan itsbat
nikah secara kontensius dengan mendudukkan ahli
waris lainnya sebagai pihak Termohon, produknya
berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat
diupayakan banding dan kasasi.
(7) Dalam hal suami atau isteri yang ditinggal mati tidak
mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya maka
permohonan itsbat nikah diajukan secara voluntair,
produknya berupa penetapan. Apabila permohonan
tersebut ditolak, maka Pemohon dapat mengajukan
upaya hukum kasasi.
(8) Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak
menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah
tersebut dalam angka (2) dan (6), dapat melakukan
perlawanan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah yang memutus, setelah mengetahui ada
Ke daftar isi
128
Redesign Drs. SAHERUDIN
penetapan itsbat nikah.
(9) Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak
menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat nikah
tersebut dalam angka (3), (4) dan (5), dapat
mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah yang memeriksa perkara itsbat nikah
tersebut selama perkara belum diputus.
(10) Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan
tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan itsbat
nikah tersebut dalam angka (3), (4) dan (5), sedangkan
permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar'iyah, dapat mengajukan
gugatan pembatalan perkawinan yang telah disahkan
oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah tersebut.
(11) Ketua Majelis Hakim 3 (tiga) hari setelah menerima
PMH, membuat PHS sekaligus memerintahkan jurusita
pengganti untuk mengumumkan permohonan
pengesahan nikah tersebut 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal pengumuman pada media
massa cetak atau elektronik atau sekurang-kurangnya
diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah.
(12) Majelis Hakim dalam menetapkan hari sidang paling
lambat 3 (tiga) hari setelah berakhirnya pengumuman.
Setelah hari pengumuman berakhir, Majelis Hakim
segera menetapkan hari sidang.
(13) Untuk keseragaman, amar pengesahan nikah berbunyi
sebagai berikut :
―Menyatakan sah perkawinan antara denganyang
dilaksanakan pada tanggal ……….. di……‖
7) Perkawinan Campuran (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974.
a) Undang-undang Perkawinan bersifat egaliter, tidak
mengenal batas suku, ras dan kewarganegaraan. Oleh
karena itu dapat terjadi perkawinan antar warga negara
yang berbeda.
b) Untuk menghindari terjadinya perkawinan yang melanggar
ketentuan hukum negara dari masing-masing calon
mempelai, calon mempelai diwajibkan membuktikan bahwa
yang bersangkutan tidak melanggar peraturan perundang-
undangan di negaranya masing-masing. Bukti tersebut
Ke daftar isi
129
Redesign Drs. SAHERUDIN
berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat
pencatat perkawinan yang berwenang di negara masing-
masing.
c) Dalam hal pejabat yang berwenang menolak memberikan
surat keterangan dimaksud, maka pihak calon mempelai
dapat mengajukan permohonan pembatalan surat
penolakan tersebut kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar'iyah.
d) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam memeriksa
dan memutus permohonan pembatalan surat penolakan
tersebut harus memedomani hal-hal sebagai berikut :
(1) Perkawinan campuran adalah perkawinan dua orang
yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan dan satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia.
(2) Jika pejabat yang berwenang mencatat perkawinan di
negara pihak yang akan melangsungkan perkawinan
menolak untuk memberikan surat keterangan bahwa
syarat-syarat perkawinan sudah terpenuhi, maka pihak
yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan
pembatalan surat penolakan tersebut kepada
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam
wilayah hukum dimana pihak yang bersangkutan
bertempat tinggal.
(3) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah memberikan
keputusan atas permohonan pembatalan surat
penolakan tersebut dengan tidak beracara serta tidak
boleh diupayakan banding lagi tentang soal apakah
penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan
atau tidak.
(4) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dapat
membatalkan surat keputusan penolakan tersebut
dengan pertimbangan surat keputusan penolakan
tersebut tidak beralasan dan keputusan tersebut
menjadi pengganti surat keterangan yang dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (2) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974. Surat keterangan atau keputusan
pengganti keterangan tidak mempunyai kekuatan lagi jika
perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam)
bulan sesudah keterangan itu diberikan.
(5) Untuk keseragaman, amar keputusan pembatalan
Ke daftar isi
130
Redesign Drs. SAHERUDIN
penolakan tersebut adalah sebagai berikut :
―Membatalkan surat penolakan yang dikeluarkan oleh
…..….. pada tanggal……..‖
8) Cerai Talak
a) Cerai talak diajukan oleh pihak suami yang petitumnya
memohon untuk diizinkan menjatuhkan talak terhadap
isterinya.
b) Suami yang riddah (keluar dari agama islam) yang
mengajukan perceraian harus berbentuk gugatan. Amar
putusannya bukan memberikan izin kepada suami untuk
mengikrarkan talak, akan tetapi talak dijatuhkan oleh
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam bentuk
putusan.
c) Prosedur pengajuan permohonan dan proses pemeriksaan
cerai talak agar memedomani Pasal 66 s/d 72 Undang-
undang Nomor 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009 jo Pasal 14 - 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975.
d) Selama proses pemeriksaan cerai talak sebelum sidang
pembuktian, isteri dapat mengajukan rekonvensi mengenai
nafkah anak, nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut‟ah.
Sedangkan harta bersama dan hadhanah sedapat mungkin
diajukan dalam perkara tersendiri.
e) Selama proses pemeriksaan cerai talak, suami dalam
permohonannya dapat mengajukan permohonan provisi,
demikian juga isteri dalam gugatan rekonvensinya dapat
mengajukan permohonan provisi tentang hal-hal yang diatur
dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975.
f) Permohonan provisi sebagaimana dimaksud oleh huruf (e) di
atas antara lain : permohonan isteri sebagai korban
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk didampingi oleh
seorang pendamping (Pasal 41 Undang-undang Nomor 23
Tahun 2004).
g) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah secara ex officio dapat
menetapkan kewajiban nafkah iddah atas suami untuk isterinya,
sepanjang isterinya tidak terbukti berbuat nusyuz, dan
menetapkan kewajiban mut’ah (Pasal 41 huruf (c) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b)
Ke daftar isi
131
Redesign Drs. SAHERUDIN
Kompilasi Hukum Islam).
h) Dalam pemeriksaan cerai talak, Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah sedapat mungkin berupaya
mengetahui jenis pekerjaan suami yang jelas dan pasti, dan
mengetahui perkiraan pendapatan rata-rata perbulan untuk
dijadikan dasar pertimbangan menetapkan nafkah anak,
mut’ah, nafkah madhiyah dan nafkah iddah.
i) Agar memenuhi asas manfaat dan mudah dalam
pelaksanaan putusan, penetapan mut’ah sebaiknya berupa
benda bukan uang, misalnya rumah, tanah atau benda
lainnya, agar tidak menyulitkan dalam eksekusi. Mut’ah
wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat belum
ditetapkan mahar bagi isteri ba’da dukhul dan perceraian atas
kehendak suami. Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan
dan kemampuan suami (Pasal 158 dan 160 KHI).
j) Dalam hal Termohon tidak hadir di persidangan dan perkara
akan diputus verstek, Pengadilan tetap melakukan sidang
pembuktian mengenai kebenaran adanya alasan perceraian
yang didalilkan oleh Pemohon.
k) Untuk keseragaman, amar putusan cerai talak berbunyi:
- Memberi izin kepada Pemohon (nama... ..bin . .. .. )
untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon
(nama……. binti ............. ) di depan sidang Pengadilan
Agama……..‖.
- Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama ... /
Mahkamah Syar’iyah ... untuk mengirimkan salinan
penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah
kantor Urusan Agama Kecamatan .... (tempat
perkawinan dan tempat tinggal pemohon dan
termohon) untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk
itu.
- Dan seterusnya.
l) Untuk menghindari terjadinya talak NO, Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah sebaiknya menunda sidang ikrar talak
apabila isteri dalam keadaan haid, kecuali bila isteri rela
dijatuhi talak.
m) Untuk keseragaman, amar putusan cerai talak yang
diajukan oleh suami yang riddah (keluar dari agama Islam)
sebagaimana tersebut dalam huruf (b) di atas berbunyi :
- Memfasakhkan perkawinan Pemohon (nama bin )
dengan Termohon (nama binti ).
Ke daftar isi
132
Redesign Drs. SAHERUDIN
9) Cerai Gugat.
a) Cerai gugat diajukan oleh isteri yang petitumnya memohon agar
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah memutuskan
perkawinan Penggugat dengan Tergugat.
b) Prosedur pengajuan gugatan dan pemeriksaan cerai gugat
agar memedomani Pasal 73 s/d 86 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undangundang
Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009 jo Pasal 14 s/d 36 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975).
c) Gugatan nafkah anak, nafkah isteri, mut’ah, nafkah iddah
dapat diajukan bersama-sama dengan cerai gugat,
sedangkan gugatan hadhanah dan harta bersama suami isteri
sedapat mungkin diajukan terpisah dalam perkara lain.
d) Dalam perkara cerai gugat, isteri dalam gugatannya dapat
mengajukan gugatan provisi, begitu pula suami yang
mengajukan rekonvensi dapat pula mengajukan gugatan
provisi tentang hal-hal yang diatur dalam Pasal 24 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
e) Permohonan provisi sebagaimana dimaksud oleh huruf (d) di
atas, antara lain : permohonan isteri sebagai korban KDRT
untuk didampingi oleh seorang pendamping (Pasal 41
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
f) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah secara ex officio
dapat menetapkan kewajiban nafkah iddah terhadap suami,
sepanjang isterinya tidak terbukti telah berbuat nusyuz
(Pasal 41 huruf (c) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
g) Dalam pemeriksaan cerai gugat, Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar’iyah sedapat mungkin berupaya untuk
mengetahui jenis pekerjaan dan pendidikan suami yang jelas
dan pasti dan mengetahui perkiraan pendapatan rata- rata
perbulan untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam
menetapkan nafkah madhiyah, nafkah iddah dan nafkah
anak.
h) Cerai gugat dengan alasan taklik talak harus dibuat sejak awal
diajukan gugatan, agar selaras dengan format laporan perkara.
i) Dalam hal Tergugat tidak hadir di persidangan dan perkara
akan diputus dengan verstek, Pengadilan tetap melakukan
sidang pembuktian mengenai kebenaran adanya alasan
perceraian yang didalilkan oleh Penggugat.
Ke daftar isi
133
Redesign Drs. SAHERUDIN
j) Cerai gugat dengan alasan adanya kekejaman atau
kekerasan suami, Hakim secara ex officio dapat
menetapkan nafkah iddah (lil istibra‟).
Untuk keseragaman, amar putusan cerai gugat berbunyi:
- Menjatuhkan talak satu ba’in shughra Tergugat (nama
bin ) terhadap Penggugat (nama bint i …)
- Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama ... /
Mahkamah Syar’iyah ... untuk mengirimkan salinan
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada
Pegawai Pencatat Nikah kantor Urusan Agama
Kecamatan .... (tempat perkawinan dan tempat tinggal
penggugat dan tergugat) untuk dicatat dalam daftar yang
disediakan untuk itu.
- Dan seterusnya.
k) Amar putusan cerai gugat dengan alasan pelanggaran taklik
talak berbunyi :
―Menjatuhkan talak satu khul’i Tergugat (nama bin )
terhadap Penggugat (nama .......... binti ) dengan iwadh
sejumlah Rp. ...................................... ( tulis dengan huruf)‖.
10) Harta Bersama
a) Gugatan pembagian harta bersama sedapat mungkin
diajukan setelah terjadinya perceraian.
b) Gugatan harta bersama, dalam praktik peradilan ditemukan
banyak kendala yang terkait dengan rahasia bank. Suami
atau isteri yang mendalilkan isterinya atau suaminya
mempunyai rekening giro, tabungan atau deposito pada
bank tertentu akan mengalami kesulitan dalam pembuktian,
karena yang dapat mengakses saldo rekening giro,
tabungan dan deposito bank tersebut hanya pihak suami
atau isteri yang memiliki rekening giro, tabungan atau
deposito, maka pembuktiannya cukup dengan fotokopi
rekening giro, tabungan atau deposito sepanjang Tergugat
(isteri atau suami) tidak menyangkal isi fotokopi tersebut.
c) Jika Tergugat (suami atau isteri) menyangkal isi rekening
giro, tabungan atau deposito yang atas namanya, maka
Tergugat (suami atau isteri) harus membuktikan saldo
rekening giro, tabungan atau deposito atas nama yang
bersangkutan berupa surat keterangan saldo terakhir dari
bank yang bersangkutan.
Ke daftar isi
134
Redesign Drs. SAHERUDIN
11) Talak Khuluk
a) Talak khuluk merupakan gugatan isteri untuk bercerai dari
suaminya dengan tebusan. Proses penyelesaian gugatan
tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur cerai gugat dan
harus diputus oleh hakim.
b) Amar putusan talak khuluk berbunyi :
―Menjatuhkan talak satu khul’i Tergugat (nama ……………
bin…………) terhadap Penggugat (nama……….binti …….)
dengan iwadh berupa uang sejumlah Rp. ( tulis
dengan huruf)‖.
Keterangan :
Iwadh tersebut dapat pula berupa uang, rumah atau benda
lainnya secara bersama.
c) Terhadap putusan talak khuluk dapat diajukan upaya hukum
banding dan kasasi.
d) Ketentuan khuluk sebagaimana tersebut dalam Pasal 148
KHI harus dikesampingkan pelaksanaannya. Gugatan
khuluk tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan huruf a), b)
dan c) di atas.
12) Syiqaq.
a) Gugatan cerai dengan alasan syigag harus dibuat sejak
awal perkara diajukan.
b) Tidak diperbolehkan merubah gugat cerai dengan alasan
cekcok terus menerus menjadi perkara syigag.
c) Pemeriksaan dan penyelesaian gugat cerai atas dasar
syigag harus memedomani Pasal 76 Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
d) Hakim terlebih dahulu memeriksa saksi-saksi dari keluarga
atau orang-orang dekat dengan suami isteri, setelah itu
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mengangkat
keluarga suami atau isteri atau orang alin sebagai hakam.
e) Hakam melakukan musyawarah, hasilnya diserahkan
kepada Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah sebagai
dasar putusan.
f) Amar putusan cerai dengan alasan syigag berbunyi :
―Menjatuhkan talak satu ba’in shughra Tergugat (nama
bin ) terhadap Penggugat (nama binti )‖.
Ke daftar isi
135
Redesign Drs. SAHERUDIN
13) Li’an
a) Pemeriksaan dan penyelesaian cerai gugat atas alasan
suami berzina, dilakukan berdasarkan hukum acara yang
berlaku pada gugat cerai biasa, yaitu dilakukan pembuktian
dengan saksi atau sumpah pemutus, atau atas dasar
putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap bahwa
suaminya melakukan tindak pidana zina.
b) Pemeriksaan dan penyelesaian cerai talak atas alasan isteri
berzina, dilakukan berdasarkan hukum acara sebagaimana
pada huruf (a) atau denga cara li‟an (Ex Pasal 87 dan 88
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009).
c) Syarat formil sumpah li‟an :
(1) Tuduhan isteri berbuat zina tercantum atau dibuat
secara kronologis dalam surat gugatan atau
permohonan.
(2) Isteri menyanggah tuduhan suami bahwa dirinya telah
berbuat zina dengan laki-laki lain.
(3) Sumpah li‟an dilaksanakan atas perintah Hakim yang
memeriksa perkara tersebut.
d) Syarat materiil sumpah li‟an
(1) Suami tidak dapat melengkapi bukti-bukti atas tuduhan
zina terhadap isterinya.
(2) Sumpah suami diucapkan dalam sidang Majelis Hakim
(Pengadilan) yang dihadiri oleh isteri Pemohon.
(3) Sumpah suami dibalas pula dengan sumpah isteri yang
disampaikan dalam sidang Pengadilan pula.
(4) Sumpah mula‟anah (saling melaknat) menurut teks
sumpah yang sudah ditentukan.
e) Tata cara sumpah li‟an diatur dalam Pasal 127 Kompilasi
Hukum Islam sebagai berikut :
(1) Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina
dan atau pengingkaran anak tersebut diikuti dengan
sumpah kelima dengan kata-kata ―laknat Allah atas
dirinya bila tuduhan atau pengingkaran tersebut dusta‖.
(2) Isteri menolak tuduhan atau pengingkaran tersebut
dengan sumpah empat kali dengan kata ―tuduhan atau
pengingkaran tersebut tidak benar‖, diikuti sumpah
kelima dengan kata-kata ―murka Allah atas dirinya bila
tuduhan atau pengingkaran tersebut benar‖.
Ke daftar isi
136
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Tata cara angka (1) dan (2) tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
f) Li’an hanya sah jika dilaksanakan di muka persidangan
Pengadilan Agama / mahkamah Syari’iyah yang akibat
hukumnya mengakibatkan putusnya perkawinan antara
suami isteri untuk selama-lamanya. Hakim harus
menjatuhkan putusan sela.
g) Proses pemeriksaan cerai talak dengan li’an adalah :
(1) Setelah Pemohon dan Termohon melakukan jawab
menjawab, dilanjutkan dengan pembuktian.
(2) Bila tidak diketemukan alat bukti yang diatur dalam
Pasal 164 HIR / Pasal 284 RBg selain bukti sumpah,
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menanyakan
kepada suami, apakah akan melakukan sumpah li’an.
(3) Apabila suami menghendaki untuk mengucapkan
sumpah li’an, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah memerintahkan suami mengucapkan sumpah
li‟an sebanyak empat kali yang berbunyi : “Demi Allah
saya bersumpah bahwa isteri saya telah berbuat zina”,
dan setelah itu dilanjutkan dengan ucapan : “Saya siap
menerima laknat Allah bila saya berdusta”.
(4) Setelah suami disumpah, Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar’iayah menanyakan kepada isteri
apakah ia bersedia mengangkat sumpah nukul
(sumpah balik).
(5) Bila isteri bersedia mengangkat sumpah nukul (sumpah
balik), Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah
memerintahkan isteri untuk mengucapkan sumpah
sebanyak empat kali yang berbunyi : “Demi Allah saya
bersumpah bahwa saya tidak berbuat zina”, dan
setelah itu dilanjutkan dengan ucapan : “Saya siap
menerima murka Allah apabila saya berdusta”.
(6) Amar putusan cerai gugat dengan alasan zina
berbunyi:
―Menjatuhkan talak ba’in kubra Tergugat (nama bin
…….) terhadap Penggugat (nama . binti )‖.
h) Amar putusan cerai talak dengan alasan li‟an berbunyi :
―Menjatuhkan talak ba’in kubra Pemohon (nama ………. bin
…… ) terhadap Termohon (nama ........ binti……………. )‖.
Ke daftar isi
137
Redesign Drs. SAHERUDIN
14) Asal-usul Anak
a) Anak sah adalah anak yang lahir dalam atau akibat
perkawinan yang sah (Pasal 42 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 jo Pasal 99 KHI), sedangkan anak yang tidak
sah adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
atau lahir dalam perkawinan yang sah akan tetapi disangkal
oleh suami dengan sebab li‟an.
b) Di samping pengingkaran anak sah dapat pula dilakukan
perbuatan hukum sebaliknya, yaitu pengakuan anak dimana
seseorang dapat mengakui seorang anak sebagai anaknya
yang sah (anak istilhag).
c) Pengadilana Agama/ Mahkamah Syar’iyah dalam proses
penyangkalan dan pengakuan anak, harus memedomani
hal-hal sebagai berikut :
(1) Suami mengajukan gugatan penyangkalan anak
kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah
dalam wilayah hukum dimana pihak Tergugat
bertempat tinggal.
(2) Proses pemeriksaan perkara penyangkalan anak yang
lahir dalam perkawinan yang sah dapat dilakukan
dengan cara li‟an.
(3) Proses li‟an dimaksud dalam angka (2) dapat dilakukan
dalam hal sebagai berikut :
(a) Jika anak lahir sebelum masa 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak hari perkawinan
dilangsungkan (kecuali anak tersebut hasil
hubungan suami isteri sebelum dilakukan
perkawinan).
(b) Jika suami dapat membuktikan bahwa anak yang
berusia 180 (seratus delapan puluh) hari atau lebih
dalam kandungan isterinya, atau anak yang
dilahirkan bukan anaknya yang sah karena dia
dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan
hubungan biologis dengan isterinya.
(4) Gugatan penyangkalan anak yang tidak dilakukan dengan
acara li‟an, dilakukan dengan pembuktian
(5) Jika Penggugat bertempat tinggal dalam wilayah hukum
dimana anak dilahirkan atau Penggugat berada di luar wilayah
hukum dimana anak tersebut dilahirkan atau kelahiran anak
tersebut disembunyikan, maka gugatan penyangkalan
anak diajukan selambatlambatnya 2 (dua) bulan setelah
anak dilahirkan.
Ke daftar isi
138
Redesign Drs. SAHERUDIN
(6) Pengakuan anak dapat diajukan secara voluntair dan dapat
juga diajukan secara kontensius kepada Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah hukum
dimana anak atau wali anak tersebut bertempat tinggal.
(7) Permohonan pengakuan anak yang tidak di bawah
kekuasaan atau perwalian orang lain, bersifat voluntair.
(8) Permohonan pengakuan yang berada di bawah
kekuasaan atau perwalian orang lain, bersifat
kontensius.
(9) Permohonan dan gugatan pengakuan anak selambatlambatnya
diajukan 6 (enam) bulan sejak anak tersebut ditemukan.
(10) Amar putusan penyangkalan anak berbunyi :
―Menyatakan anak bernama , umur/lahir……… ,
bertempat tinggal di .......... , adalah anak tidak sah dari
Penggugat‖.
(11) Amar penetapan permohonan pengakuan anak secara voluntair
berbunyi :
―Menetapkan anak bernama , umur/lahir ……….. .,
bertempat tinggal …………. , adalah anak sah dari
Pemohon Nama……….. bin/binti…………….. ‖.
(12) Amar putusan gugatan pengakuan anak secara
kontensius berbunyi :
- Menyatakan anak bernama ……., umur/lahir ……,
bertempat tinggal ........ , adalah anak sah Penggugat
nama ............................. bin/binti .........
- Menghukum Tergugat untuk menyerahkan anak
tersebut kepada Penggugat.
(13) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah paling lambat satu
bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap
mengirimkan salinan putusan tersebut kepada Kantor
Catatan Sipil dalam wilayah hukum dimana anak
tersebut bertempat tinggal untuk didaftarkan dalam
buku daftar yang disediakan untuk itu.
15) Pemeliharaan dan Nafkah Anak
a) Pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum
berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
b) Pemeliharaan anak yang belum berusia 12 tahun dapat
dialihkan pada ayahnya, bila ibu dianggap tidak cakap,
mengabaikan atau mempunyai perilaku buruk yang akan
menghambat pertumbuhan jasmani, ruhani, kecerdasan
intelektual dan agama si anak.
Ke daftar isi
139
Redesign Drs. SAHERUDIN
c) Pengalihan pemeliharaan anak tersebut dalam huruf c di
atas, harus didasarkan atas putusan Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar’iyah dengan mengajukan permohonan
pencabutan kekuasaan orang tua, jika anak tersebut oleh
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah telah ditetapkan
di bawah asuhan isteri.
d) Pencabutan kekuasaan orang tua dapat diajukan oleh orang tua
yang lain, anak, keluarga dalam garis lurus ke atas, saudara
kandung dan pejabat yang berwenang (jaksa).
e) Nafkah anak merupakan kewajiban ayah, dalam hal ayah tidak
mampu, ibu berkewajiban untuk memberi nafkah anak (Pasal 41
huruf a dan b Undang-undang No. 1 Tahun 1974).
f) Mengingat nafkah anak merupakan kewajiban ayah dan ibu,
maka nafkah lampau anak tidak dapat dituntut oleh isteri
sebagai hutang suami.
g) Amar putusan permohonan pemeliharaan anak berbunyi :
―Menetapkan anak be rnama …. . . b in /b in t i ……. ,
umur tahun/tanggal lahir berada di bawah hadhanah
Penggugat‖.
h) Dalam hal pemeliharaan anak dimintakan pencabutan ke
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah, maka amarnya
berbunyi :
(1) Mencabut hak hadhanah dari Termohon (nama…….binti
…….).
(2) Menetapkan anak bernama ………… bin/binti ………
berada di bawah hadhanah Pemohon (nama ………
bin/binti …………)
16) Perwalian
a) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di
bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan
wali yang ditunjuk dengan wasiat oleh orang tua, baik
secara tertulis atau lisan yang disaksikan oleh dua orang
saksi atau wali yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar’iyah karena kekuasaan kedua orang tua
dicabut.
b) Dalam hal wali melalaikan kewajibannya terhadap anak,
atau berkelakuan buruk atau tidak cakap, keluarga dalam
garis lurus ke atas, saudara kandung, pejabat / kejaksaan
dapat mengajukan pencabutan kekuasaan wali secara
Ke daftar isi
140
Redesign Drs. SAHERUDIN
kontensius kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana wali melaksanakan
kekuasaannya.
c) Gugatan pencabutan wali dapat digabung dengan
permohonan penetapan wali pengganti serta gugatan ganti
rugi terhadap wali yang dalam melaksanakan kekuasaan
wali menyebabkan kerugian terhadap harta benda anak di
bawah perwalian (Pasal 53 ayat (2) dan Pasal 54 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974).
d) Amar putusan pencabutan wali berbunyi :
(1) Mencabut hak perwalian atas anak bernama
…….bin/binti ………, umur/lahir ……………. dari
Tergugat (nama ……bin/binti ……. )
(2) Menetapkan anak bernama ……. bin/binti …………....,
umur/lahir………di bawah perwalian Penggugat (nama
……………… bin/binti………………….).
(3) Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi
kepada Penggugat sejumlah Rp. ( tulis
dengan huruf).
17) Pengangkatan Anak
a) Pengangkatan anak dalam syariat Islam dibolehkan bahkan
dianjurkan sepanjang motivasi pengangkatan anak tersebut
untuk kepentingan dan kesejahteraan anak serta tidak
bertentangan dengan hukum Islam.
b) Permohonan pengangkatan anak oleh Warga Negara
Indonesia (WNI) yang beragama Islam terhadap anak WNI
yang beragama Islam merupakan kewenangan Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Prosedur permohonan dan
pemeriksaannya harus memdomani hal-hal sebagai berikut :
(1) Permohonan pengangkatan anak oleh WNI yang
beragama Islam terhadap anak WNI yang beragama
Islam diajukan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah dalam wilayah hukum dimana anak tersebut
bertempat tinggal (berada). Permohonan tersebut
bersifat voluntair.
(2) Prosedur permohonan pemeriksaaan pengangkatan
anak harus memedomani Surat Edaran Mahkamah
Agung RI Nomor 2 Tahun 1979, Nomor 6 Tahun 1983
dan Nomor 3 Tahun 2005.
(3) Permohonan tersebut di atas dapat dikabulkan apabila
Ke daftar isi
141
Redesign Drs. SAHERUDIN
terbukti memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam
Pasal 39 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Pasal 5 ayat (2) Undang-
undang No m o r 1 2 T ahu n 2 0 0 6 t en t an g
Kewarganegaraan Republik Indonesia, SEMA RI
Nomor 2 Tahun 1979, Nomor 6 Tahun 1983 dan Nomor 3
Tahun 2005.
(4) Untuk keseragaman, amar penetapan pengangkatan
anak sebagaimana di atas berbunyi :
―Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan
oleh pemohon bernama ………… bin/binti …....…,
alamat ..., terhadap anak bernama……………..bin/binti
………….., umur...............‖.
(5) Salinan penetapan pengangkatan anak tersebut dikirim
kepada Kementrian Sosial, Kementerian Kehakiman Cg.
Dirjen Imigrasi, Kementerian Luar negeri,
Kementerian Kesehatan, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI
dan Panitera Mahkamah Agung RI.
b. Hukum Kewarisan
1) Hukum materiil Peradilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah di bidang
waris adalah hukum kewarisan KHI dan yurisprudensi yang
bersumber dari al-Gur’an, Hadis dan Ijtihad.
2) Hukum kewarisan KHI memiliki beberapa asas sebagai berikut :
a) Asas bilateral/parental, yang tidak membedakan laki-laki dan
perempuan dari segi keahliwarisan, sehingga tidak mengenal
kerabat dzawil arham. Asas ini didasarkan atas :
(1) Pasal 174 KHI tidak membedakan antara kakek, nenek dan
paman baik dari pihak ayah atau dari pihak ibu.
(2) Pasal 185 KHI mengatur ahli waris pengganti, sehingga
cucu dari anak perempuan, anak perempuan dari saudara
laki-laki dan anak perempuan / anak laki-laki dari saudara
perempuan, bibi dari pihak ayah dan bibi dari pihak ibu
serta keturunan dari bibi adalah ahli waris pengganti.
(3) Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
b) Asas ahli waris langsung dan asas ahli waris pengganti
(1) Ahli waris langsung (eigen hoofde) adalah ahli waris yang
disebut pada Pasal 174 KHI.
(2) Ahli waris pengganti (plaatsvervulling) adalah ahli waris
yang diatur dalam Pasal 185 KHI, yaitu ahli waris
pengganti / keturunan dari ahli waris yang disebutkan
dalam Pasal 174 KHI. Di antaranya keturunan dari anak
Ke daftar isi
142
Redesign Drs. SAHERUDIN
laki-laki atau anak perempuan, keturunan dari saudara
laki-laki/perempuan, keturunan dari paman, keturunan dari
kakek dan nenek, yaitu bibi dan keturunannya (paman
walaupun keturunan kakek dan nenek bukan ahli waris
pengganti karena paman sebagai ahli waris langsung yang
disebut dalam Pasal 174 KHI).
c) Asas ijbari, maksudnya pada saat seseorang meninggal
dunia, kerabatnya (atas pertalian darah dan pertalian
perkawinan) langsung menjadi ahli waris, karena tidak ada
hak bagi kerabat tersebut untuk menolak sebagai ahli waris
atau berfikir lebih dahulu apakah akan menolak atau
menerima sebagai ahli waris. Asas ini berbeda dengan
ketentuan dalam KUH Perdata yang menganut asas
takhayyuri (pilihan) untuk menolak atau menerima sebagai
ahli waris (Pasal 1023 KUH Perdata).
d) Asas individual, dimana harta warisan dapat dibagi kepada
ahli waris sesuai bagian masing-masing, kecuali dalam hal
harta warisan berupa tanah kurang dari 2 ha (Pasal 189 KHI
jo Pasal 89 Undang-undang Nomor 56/Prp/1960 tentang
Penetapan Lahan Tanah Pertanian) dan dalam hal
para ahli waris bersepakat untuk tidak membagi harta
warisan akan tetapi membentuk usaha bersama yang
masing-masing memiliki saham sesuai dengan porsi
bagian warisan mereka.
e) Asas keadilan berimbang, dimana perbandingan bagian
lakilaki dengan bagian perempuan 2 : 1, kecuali dalam
keadaan tertentu. Perbedaan bagian laki-laki dengan
perempuan tersebut adalah karena kewajiban laki-laki
dan kewajiban perempuan dalam rumah tangga berbeda.
Laki-laki sebagai kepala rumah tangga mempunyai
kewajiban menafkahi isteri dan anak-anaknya, sedangkan
isteri sebagai ibu rumah tangga tidak mempunyai kewajiban
menafkahi anggota keluarganya kecuali terhadap anak
bilamana suami tidak memiliki kemampuan untuk itu.
Mengenai bagian laki-laki dua kali bagian perempuan
dapat disimpangi apabila para ahli waris sepakat membagi
sama rata bagian laki-laki dan perempuan setelah mereka
mengetahui bagian masing-masing yang sebenarnya
menurut hukum.
f) Asas waris karena kematian, maksudnya terjadinya
peralihan hak materiil maupun immateriil dari
seseorang kepada kerabatnya secara waris mewaris
Ke daftar isi
143
Redesign Drs. SAHERUDIN
berlaku setelah orang tersebut meninggal dunia.
g) Asas hubungan darah yakni hubungan darah akibat
perkawinan sah, perkawinan subhat dan atas pengakuan
anak (asas figh Islam).
h) Asas wasiat wajibah, maksudnya anak angkat dan ayah
angkat secara timbal balik dapat melakukan wasiat tentang
harta masing-masing, bila tidak ada wasiat dari anak angkat
kepada ayah angkat atau sebaliknya, maka ayah angkat
dan/atau anak angkat dapat diberi wasiat wajibah oleh
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah secara ex officio
maksimal 1/3 bagian dari harta warisan (Pasal 209 KHI).
i) Asas egaliter, maksudnya kerabat karena hubungan darah
yang memeluk agama selain Islam mendapat wasiat wajibah
maksimal 1/3 bagian, dan tidak boleh melebihi bagian ahli waris
yang sederajat dengannya (Yurisprudensi).
j) Asas Retroaktif Terbatas, KHI tidak berlaku surut dalam arti
apabila harta warisan telah dibagi secara riil (bukan hanya
pembagian di atas kertas) sebelum KHI diberlakukan, maka
keluarga yang mempunyai hubungan darah karena ahli waris
pengganti tidak dapat mengajukan gugatan waris. Jika harta
warisan belum dibagi secara riil, maka terhadap kasus waris
yang pewarisnya meninggal dunia sebelum KHI lahir, dengan
sendirinya KHI dapat berlaku surut.
3) Hibah dan wasiat kepada ahli waris diperhitungkan sebagai warisan
(Pasal 210 KHI).
4) KHI mengelompokkan ahli waris dari segi cara pembagiannya
dalam tiga kelompok sebagai berikut (Pasal 176 – 182 KHI) :
a) Kelompok ahli waris dzawil furud (yang ditentukan
bagiannya).
(1) Ayah mendapat 1/6 bagian bila pewaris
meninggalkan anak/keturunan, mendapat ashabah
bila pewaris tidak meninggalkan anak / keturunan
(Pasal 177 KHI jo SEMA Nomor 2 Tahun 1994).
(2) Ibu mendapat 1/6 bagian bila pewaris mempunyai
anak/keturunan, atau pewaris mempunyai dua
orang saudara atau lebih (sekandung, seayah, seibu),
mendapat 1/3 bagian jika pewaris tidak
meninggalkan anak / keturunan atau pewaris
meninggalkan satu orang saudara (sekandung, seayah,
seibu).
(3) Duda mendapat 1/2 bagian bila pewaris t idak
meninggalkan anak / keturunan dan mendapat 1/4
Ke daftar isi
144
Redesign Drs. SAHERUDIN
bagianbila pewaris meninggalkan anak/keturunan.
(4) Janda mendapat 1/4 bagian bi la pewaris
t idak meninggalkan anak/keturunan dan mendapat
1/8 bagian bila pewaris meninggalkan
anak/keturunan.
(5) Anak perempuan mendapat 1/2 bagian apabila
sendirian, dua orang anak perempuan atau lebih
mendapat 2/3 bagian bila tidak ada anak laki-laki
atau keturunan dari anak laki-laki.
(6) Seorang saudara laki-laki atau perempuan
(baik sekandung, seayah atau seibu) mendapat
1/6 bagian, apabila terdapat dua orang
saudara atau lebih (sekandung, seayah atau
seibu) mendapat 1/3 bagian jika saudara
(sekandung, seayah atau seibu) mewarisi
bersama ibu pewaris (yurisprudensi)
(7) Seorang saudara perempuan (sekandung, seayah
atau seibu) mendapat 1/2 bagian, dua orang
saudara perempuan sekandung atau seayah atau
lebih mendapat 2/3 bagian, jika saudara
perempuan tersebut mewaris tidak bersama ayah
dan tidak ada saudara laki-laki atau keturunan laki-
laki dari saudara laki-laki.
b) Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya.
(1) Anak laki-laki dan keturunannya.
(2) Anak perempuan dan keturunannya bila
mewarisi bersama anak laki-laki.
(3) Saudara laki-laki bersama saudara perempuan
bila pewaris tidak meninggalkan keturunan dan ayah.
(4) Kakek dan nenek.
(5) Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun dari
pihak ibu dan keturunannya.
c) Kelompok ahli waris yang mendapat bagian sebagai ahli
waris pengganti.
(1) Keturunan dari anak mewarisi bagian yang
digantikan.
(2) Keturunan dari saudara laki-laki / perempuan (sekandung,
seayah atau seibu) mewarisi bagian yang
digantikannya.
(3) Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian dari
ayah, masing-masing berbagi sama.
(4) Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian dari
Ke daftar isi
145
Redesign Drs. SAHERUDIN
ibu, masing-masing berbagi sama.
(5) Paman dan bibi dari pihak ayah beserta keturunannya
mewarisi bagian dari ayah apabila tidak ada kakek dan
nenek dari pihak ayah.
(6) Paman dan bibi dari pihak ibu beserta keturunannya
mewarisi bagian dari ibu apabila tidak ada kakek dan
nenek dari pihak ibu.
Selain yang disebut di atas tidak termasuk ahli waris
pengganti.
5) Prinsip-prinsip Hijab Mahjub menurut KHI dan Yurisprudensi.
a) Anak laki-laki maupun perempuan serta keturunannya
menghijab saudara (sekandung, seayah, seibu) dan
keturunannya, paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu
serta keturunannya.
b) Ayah menghijab saudara dan keturunannya, kakek dan
nenek yang melahirkannya serta paman / bibi pihak
ayah dan keturunannya.
c) Ibu menghijab kakek dan nenek yang melahirkannya serta
paman/bibi pihak ibu dan keturunannya.
d) Saudara (sekandung, seayah atau seibu) dan
keturunannya menghijab paman dan bibi pihak ayah
dan ibu serta keturunannya.
6) Kompilasi Hukum Islam membedakan saudara seibu dari
saudara seayah dan sekandung (Pasal 181 dan 182
KHI). Dalam perkembangannya, yurisprudensi MARI
menyamakan kedudukan saudara seibu dengan saudara
sekandung atau saudara seayah, mereka mendapat ashabah
secara bersama-sama dengan ketentuan saudara laki-laki
mendapat dua kali bagian saudara perempuan.
7) Berdasarkan prinsip dan asas kewarisan tersebut di atas,
derajat kelompok ahli waris memiliki tingkatan sebagai berikut :
a) Kelompok derajat pertama : suami/isteri, anak
dan/atau keturunannya, ayah dan ibu.
b) Kelompok derajat kedua: suami/isteri, anak
dan/atau keturunannya, kakek dan nenek baik dari pihak
ayah maupun dari ibu.
c) Kelompok derajat ketiga : suami/isteri, saudara
(sekandung, seayah, seibu) dan/atau keturunannya,
kakek dan nenek dari pihak ayah dan pihak ibu.
d) Kelompok derajat keempat : suami/isteri, paman/bibi
dan/atau keturunannya.
8) Untuk memudahkan perhitungan pembagian waris
Ke daftar isi
146
Redesign Drs. SAHERUDIN
dapat memedomani prinsip-prinsip sebagai berikut :
a) Mendahulukan ahli waris sesuai kelompok derajatnya
yang dirumuskan dalam angka (4) di atas.
b) Menerapkan prinsip hijab mahjub tersebut dalam angka 5
(lima) di atas.
c) Perbandingan bagian anak laki-laki dengan anak
perempuan, bagian saudara laki-laki dengan saudara
perempuan, bagian paman berbanding bagian bibi adalah 2
: 1.
d) Ahli waris pengganti mewarisi bagian yang digantikannya
dengan ketentuan tidak melebihi bagian ahli waris yang
sederajat dengan ahli waris yang diganti. Apabila ahli waris
pengganti terdiri dari laki-laki dan perempuan, laki-laki
mendapat bagian dua kali bagian perempuan.
e) Bagian ahli waris dzawil furud dibagi terlebih dahulu dari
ahli waris ashabah.
f) Sisa pembagian dari ahli waris dzawil furud untuk ahli
waris ashabah, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali
bagian perempuan.
g) Jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian
ahli waris melebihi nilai 1 (satu), maka dilakukan „aul.
h) Jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian
ahli waris kurang dari nilai 1 (satu), maka dilakukan radd.
Radd tidak berlaku untuk janda dan duda.
9) Contoh-contoh bagian waris sesuai derajat kelompok ahli waris
a) Ahli waris terdiri dari duda, anak dan/atau keturunannya,
ayah dan ibu. Duda memperoleh 1/4, ayah 1/6, ibu 1/6, anak
dan/atau keturunannya memperoleh sisa, jika anak hanya
terdiri dari anak perempuan dan keturunan dari anak
perempuan yang lain, dan diperlukan radd atau „aul, maka
dilakukan radd atau „aul.
b) Ahli waris terdiri dari janda, anak dan/atau keturunannya,
ayah dan ibu. Janda memperoleh 1/8, ayah 1/6, ibu 1/6, anak
dan/atau keturunannya memperoleh sisa, jika anak hanya
terdiri dari anak perempuan dan keturunan anak
perempuan lainnya, dan diperlukan radd atau „aul, maka
dilakukan radd atau „aul.
c) Ahli waris terdiri dari duda, ayah dan ibu. Duda memperoleh
1/2, ibu 1/3, ayah ashabah. Masalah ini disebut tsulus
bagi (ibu mendapat 1/3 dari sisa setelah dikeluarkan
bagian duda), pembagiannya adalah :
Duda memperoleh 1/2 x 12 = 6 Ibu memperoleh 1/3
Ke daftar isi
147
Redesign Drs. SAHERUDIN
x 6 (sisa) = 2 Ayah memperoleh ashabah = 4
d) Ahli waris terdiri dari janda, ayah dan ibu. Janda
memperoleh 1/4, ibu 1/3, ayah ashabah.
Masalah ini disebut tsulus bagi (ibu mendapat 1/3 dari
sisa setelah dikeluarkan bagian janda), pembagiannya
adalah :
Janda memperoleh 1/4 x 12 = 3 Ibu memperoleh 1/3 x 9 (sisa)
= 3 Ayah memperoleh ashabah = 6
e) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, ibu dan seorang saudara
lakilaki/perempuan (sekandung, seayah atau seibu).
Janda memperoleh 1/4 atau jika duda ia memperoleh 1/2,
ibu 1/3 dan seorang saudara laki-laki/ perempuan
(sekandung, seayah atau seibu) memperoleh 1/6 bagian.
Jika jumlah bagian lebih dari nilai
1 (satu), maka harus dilakukan „aul dan jika jumlah
bagian kurang dari satu, maka harus dilakukan radd.
f) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, ibu dan dua orang atau
lebih
saudara laki-laki/perempuan (sekandung, seayah atau
seibu). Janda memperoleh 1/4 atau jika duda ia
memperoleh 1/2, ibu 1/6 dan dua orang atau lebih saudara
perempuan (sekandung, seayah atau seibu) memperoleh
1/3 bagian. Jika jumlah bagian lebih dari nilai 1 (satu),
maka harus dilakukan „aul, jika jumlah bagian lebih kecil
dari satu dilakukan radd.
g) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, kakek dan nenek pihak
ayah, kakek dan nenek pihak ayah mendapat bagian dari
ayah, kakek nenek dari pihak ibu mendapat bagian dari
pihak ibu.
h) Ahli waris terdiri dari suami/isteri, kakek dan nenek dari
pihak ayah mendapat bagian dari pihak ayah dan kakek
nenek dari pihak ibu mendapat bagian dari pihak ibu.
i)Ahli waris terdiri dari suami/isteri, paman/bibi pihak ayah
dan ibu dan/atau keturunannya, isteri memperoleh 1/4 atau
jika suami memperoleh 1/2, paman/bibi daripihak
ayah dan/atau keturunannya memperoleh bagian ayah,
paman/bibi dari pihak ibu dan/atau keturunannya
memperoleh bagian ibu.
10) Pembagian harta warisan yang ahli warisnya sudah bertingkat-
tingkat akibat berlarut-larutnya harta warisan tidak dibagi,
harus dilakukan pembagian secara jelas ahli waris dan harta
warisannya dalam seitap tingkatan.
Ke daftar isi
148
Redesign Drs. SAHERUDIN
Contoh :
A (suami) dan B (isteri) memiliki anak C, D (laki-laki)
dan E (perempuan). A meninggal dunia tahun 1955. B
meninggal dunia tahun 1960. D meninggal dunia tahun 1975
dengan meninggalkan 3 orang anak F, G (laki-laki) dan H
(perempuan). Pembagian warisnya : Ahli waris A adalah B, C,
D dan E. Ahli waris B adalah C, D dan E. Ahli waris D adalah
F, G (laki-laki) dan H (perempuan). Maka amar putusannya
harus berbunyi sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya/sebagian;
2. Menetapkan ahli waris A adalah B, C, D dan E;
3. Menetapkan harta warisan A adalah X
4. Menetapkan bagian masing-masing ahli waris A adalah
sebagai berikut :
4.1 B memperoleh 1/8 x X;
4.2 C memperoleh 2/5 x (7/8 x X);
4.3 D memperoleh 2/5 x (7/8 x X);
4.4 E memperoleh 1/5 x (7/8 x X);
5. Menetapkan ahli waris B adalah C, D dan E;
6. Menetapkan harta warisan B adalah Y;
7. Menetapkan bagian ahli waris B adalah sebagai berikut:
7.1 C memperoleh 2/5 x Y;
7.2 D memperoleh 2/5 x Y;
7.3 E memperoleh 1/5 x Y;
8. Menetapkan ahli waris D adalah F, G dan H;
9. Menetapkan harta warisan D adalah N;
10. Menetapkan bagian ahli waris D adalah sebagai berikut:
10.1 F memperoleh 2/5 x N;
10.2 G memperoleh 2/5 x N;
10.3 H memperoleh 1/5 x N;
11. Memerintahkan Tergugat dst.
c. Wasiat dan Hibah
1) Wasiat dan hibah merupakan perbuatan hukum seseorang untuk
mengalihkan harta benda miliknya kepada orang lain atas dasar
tabarru (perbuatan baik). Wasiat dan hibah termasuk bentuk
perikatan, dalam pelaksanaannya bisa terjadi tidak memenuhi
syarat-syarat perikatan, atau perikatan tersebut melanggar undang-
undang.
2) Lembaga-lembaga adat yang bentuknya memindahkan hak dari
pemilik harta kepada pihak anaknya atau pihak lain tetap berlaku
dan tidak tunduk kepada ketentuan hukum wasiat dan hibah
Ke daftar isi
149
Redesign Drs. SAHERUDIN
(Pasal 229 KHI).
3) Dalam hal sengketa wasiat dan hibah, baik disebabkan oleh
karena wasiat dan hibah tersebut tidak memenuhi syarat suatu
perikatan atau melanggar undang-undang, maka Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar’iyah dapat memedomani beberapa
petunjuk sebagaimana diuraikan di bawah ini :
a) Gugatan pembatalan maupun pengesahan hibah dan wasiat
diajukan kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum
dimana pihak Tergugat atau salah satu Tergugat bertempat
tinggal (untuk wilayah Jawa dan Madura), dan kepada
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dalam wilayah
hukum dimana objek sengketa benda tetap berada atau di
tempat Tergugat, bila objek sengketa berupa benda bergerak
(untuk wilayah luar Jawa dan Madura).
b) Gugatan pembatalan hibah dan wasiat maupun pengesahan
hibah dan wasiat harus berbentuk kontensius.
c) Ahli waris atau pihak yang berkepentingan dalam mengajukan
gugatan pembatalan hibah dan wasiat, bila hibah atau wasiat
melebihi 1/3 bagian dari harta benda pemberi wasiat atau
pemberi hibah.
d. Wakaf
1) Wakaf dalam masyarakat Islam merupakan pranata keagamaan
yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi, kepentingan
ibadahdan kesejahteraan umum. Lembaga wakaf telah lama
hidup dan dilaksanakan di tengah kehidupan masyarakat.
2) Wakaf terdiri dari wakaf benda tidak bergerak (yang diatur dalam
Pasal 16 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf jo
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006) dan wakaf benda
bergerak (wakaf tunai) berupa uang, logam mulia, surat berharga,
kendaraan bermotor dan hak-hak kebendaan lainnya sesuai dengan
keterntuan syariah dalam perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 16 dan 28 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf).
3) Benda-benda wakaf sering dijumpai tidak terurus,
pemanfaatannya tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan
bahkan tidak jarang benda wakaf dialihkan kepada pihak lain
oleh pengurus wakaf (nadzir) tanpa prosedur hukum, dan bahkan
dikuasai oleh pihak lain secara melawan hukum untuk kepentingan
pribadi atau golongan. Peristiwa-peristiwa penyelewengan
hukum atas benda wakaf itu tidak terlepas dari lemahnya
perangkat hukum yang ada sebelum diundangkannya Undang-
Ke daftar isi
150
Redesign Drs. SAHERUDIN
undang No. 41 Tahun 2004, bahkan tidak kalah pentingnya
adalah akibat subjek hukumnya yang tidak bertanggung jawab.
4) Sengketa mengenai wakaf dapat terjadi dalam berbagai bentuk
sebagai berikut :
a) Antara ahli waris wakif atau orang yang berkepentingan dengan
nadzir yang mengelola harta wakaf, dalam sengketa
mengenai sah tidaknya wakaf.
b) Antara si Wakif dengan nadzir dalam sengketa pengelolaan
harta wakaf, dimana nadzir melakukan penyimpangan
hukum, baik dari segi peruntukannya atau karena
pengalihan harta wakaf kepada pihak lain.
c) Antara nadzir dan wakif atau keluarga wakif dalam hal
wakif/keluarga wakif yang menguasai kembali harta wakaf.
d) Antara masyarakat dengan nadzir, karena nadzir dalam
pengelolaan harta wakaf melakukan penyimpangan hukum,
baik dari segi peruntukan atau pengalihan harta wakaf
kepada pihak lain.
e) Antara para nadzir karena sengketa kewenangan nadzir,
mengenai siapa yang berhak mengelola harta wakaf.
f) Antara nadzir dengan Badan Wakaf Indonesia, dalam
hal sengketa sah tidaknya surat keputusan Badan Wakaf
Indonesia tentang penggantian nadzir.
g) Antara nadzir dengan pengawas wakaf.
h) Gugatan sengketa wakaf tersebut dalam huruf (d) dapat
diajukan oleh perorangan atau oleh kelompok (class action).
e. Ekonomi Syariah
1) Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah.
2) Prinsip dasar syariah yang membedakan ekonomi syariah dari
ekonomi konvensional adalah ridha (kebebasan berkontrak),
ta‟awun, bebas riba, bebas gharar, bebas tadlis, bebas maisir,
objek yang halal dan amanah.
3) Ekonomi syariah antara lain meliputi bank syariah, lembaga
keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah,
reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka
menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah,
pegadaian syariah, dana pensiun lembaga syariah dan bisnis
syariah.
4) Sengketa ekonomi syariah dapat terjadi antara :
a) Para pihak yang bertransaksi mengenai gugatan wanprestasi,
Ke daftar isi
151
Redesign Drs. SAHERUDIN
gugatan pembatalan transaksi.
b) Pihak ketiga dengan para pihak yang bertransaksi mengenai
pembatalan transaksi, pembatalan akta hak tanggungan,
perlawanan sita jaminan dan/atau sita eksekusi serta
pembatalan lelang.
c) Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dalam memeriksa
sengketa ekonomi syariah harus meneliti akta akad
(transaksi) yang dibuat oleh para pihak, jika dalam akta akad
(transaksi) tersebut memuat klausul yang berisi bahwa bila
terjadi sengketa akan memilih diselesaikan oleh Badan
Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas), maka Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar’iyah secara ex officio harus
menyatakan tidak berwenang.
5) Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa
ekonomi syari’ah supaya berpedoman pada PERMA No. 2
tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.
f. Zakat, Infag, dan Shadagah
1) Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
2) Infag dan shadagah adalah pemberian harta dari seseorang yang
beragama Islam, badan hukum atau lembaga sosial Islam kepada
mustahik guna kepentingan tertentu dengan mengharapkan ridha
Allah.
3) Sengketa Zakat, Infag dan Shadagah dimungkinkan antara lain :
a) Orang-orang yang berzakat, berinfag dan bershadagah dengan
Badan Amil Zakat.
b) Pejabat yang berwenang mengawaasi zakat, infag dan
shadagah dengan Badan Amil Zakat.
c) Mustahik dengan Badan Amil Zakat.
d) Pihak-pihak yang berkepentingan dengan Badan Amil Zakat
dalam hal diketahui adanya penyalahgunaan harta zakat,
infag dan shadagah oleh Badan Amil Zakat. Dalam kasus
terakhri ini dimungkinkan adanya class action.
g. Sengketa Kewenangan Mengadili
1) Dalam menangani sengketa kewenangan mengadili dalam perkara
perdata berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung RI
No. 1 Tahun 1996 sebagai berikut :
a) Sengketa tentang kewenangan mengadili terjadi jika :
(1) Dua Pengadilan atau lebih menyatakan berwenang untuk
Ke daftar isi
152
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengadili perkara yang sama, atau
(2) Dua Pengadilan atau lebih menyatakan tidak berwenang
untuk mengadili perkara yang sama.
b) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir
semua sengketa tentang kewenangan mengadili:
(1) Antara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah
dengan lingkurang peradilan yang lain.
(2) Antara Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang
berbeda wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agamanya.
(3) Antara Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah
Aceh dengan Pengadilan Tinggi Agama yang lain atau
antara Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah
Syar’iyahAceh dengan Pengadilan Tingkat Banding dari
lingkungan peradilan yang lain.
c) Dalam hal terjadi sengketa kewenangan mengadili antara dua
Pengadilan atau lebih yang menyatakan berwenang mengadili
perkara yang sama :
(1) Pihak berperkara, atau dalam hal tidak diajukan oleh pihak
berperkara, Ketua Pengadilan karena jabatannya
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Mahkamah
Agung untuk memeriksa dan memutus sengketa
kewenangan mengadili;
(2) Apabila permohonan untuk memeriksa dan memutus
sengketa kewenangan mengadili telah diajukan oleh pihak
berperkara, atau diajukan oleh Ketua Pengadilan karena
jabatannya, maka Pengadilan harus menunda pemeriksaan
perkaranya tersebut yang dituangkan dalam bentuk
―PENETAPAN‖, sampai sengketa kewenangan
tersebut diputus oleh Mahkamah Agung;
(3) Pengadilan yang telah menunda pemeriksaan karena
adanya sengketa kewenangan mengadili, harus
mengirimkan salianan ―PENETAPAN‖ penundaan
tersebut kepada Pengadilan lain yang mengadili perkara
yang sama;
(4) Pengadilan lain yang menerima salinan
―PENETAPAN‖ penundaan tersebut, harus menunda
pemeriksaan perkara dimaksud sampai sengketa
kewenangan mengadili tersebut diputus oleh Mahkamah
Agung;
d) Apabila terjadi sengketa kewenangan mengadili antara dua
Pengadilan atau lebih yang menyatakan tidak berwenang
mengadili perkara yang sama, maka pihak berperkara dapat
Ke daftar isi
153
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengajukan permohonan secara tertulis untuk memeriksa dan
memutus sengketa kewenangan mengadili kepada Mahkamah
Agung melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama.
e) Permohonan sengketa kewenangan mengadili yang diajukan
oleh pihak berperkara, dikenakan biaya yang besarnya ditaksir
oleh Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah,
termasuk di dalamnya untuk biaya pemeriksaan di Mahkamah
Agung.
f) Permohonan sengketa kewenangan mengadili yang diajukan
oleh Ketua Pengadilan tidak dikenakan biaya.
2) Proses pengajuan permohonan sengketa kewenangan mengadili
yang diajukan oleh pihak berperkara harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a) Pemohon membayar biaya perkara sengketa kewenangan
mengadili sejumlah biaya perkara kasasi yang berlaku dan
dikirim melalui rekening biaya perkara Mahkamah Agung.
b) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah membuat akta
permohonan sengketa kewenangan mengadili dan
mendaftarkannya dalam register permohonan sengketa
kewenangan mengadili.
c) Pemohon harus membuat alasan permohonan sengketa
kewenangan mengadili dalam jangka waktu 14 hari sejak
tanggal pembuatan akta permohonan sengketa kewenangan.
d) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menghentikan
pemeriksaan perkara tersebut dengan putusan sela setelah
menerima permohonan sengketa kewenangan mengadili dari
pihak berperkara.
e) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mengirimkan
berkas perkara sengketa kewenangan mengadili ke Mahkamah
Agung yang terdiri dari :
(1) Akta permohonan sengketa kewenangan mengadili dan
alasan-alasannya.
(2) Surat pemberitahuan akta permohonan sengketa
kewenangan mengadili dan alasannya kepada badan
peradilan lainnya yang terkait.
(3) Berkas perkara (Bundel A) Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah.
(4) Bukti pengiriman biaya perkara sengketa kewenangan
mengadili.
f) Pihak lawan berhak mengajukan jawaban disertai pendapat
dan alasan-alasannya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari setelah menerima salinan permohonan sengketa
Ke daftar isi
154
Redesign Drs. SAHERUDIN
kewenangan mengadili melalui Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah.
g) Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mengirimkan
jawaban serta alasan-alasan permohonan sengketa
kewenangan mengadili ke Mahkamah Agung.
3) Jika permohonan sengketa kewenangan mengadili diajukan oleh
Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah, maka Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syari’iyah harus melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a) Membuat akta permohonan sengketa kewenangan mengadili
disertai alasan-alasannya, selanjutnya mengirimkan salinan
akta permohonan tersebut kepada lingkungan pengadilan lain
yang terkait sebagai pemberitahuan.
b) Mengirimkan berkas perkara permohonan sengketa
kewenangan mengadili kepada Mahkamah Agung, berisi:
(1) Akta dan alasan permohonan sengketa kewenangan
mengadili.
(2) Surat pemberitahuan adanya sengketa kewenangan
mengadili dan alasannya kepada badan peradilan lainnya
yang terkait.
(3) Berkas perkara (Bundel A) Pengadilan Agama /
Mahkamah Syar’iyah.
(4) Tanpa biaya perkara.
h. Itsbat Rukyatul Hilal
1) Pemohon (Kantor Kementerian Agama) mengajukan permohonan
itsbat kesaksian rukyat hilal kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah
Syar’iyah yang mewilayahi tempat pelaksanaan rukyat hilal.
2) Panitera atau petugas yang ditunjuk mencatat permohonan tersebut
dalam register khusus untuk itu.
3) Sidang itsbat rukyat hilal dilaksanakan di tempat rukyat hilal
(sidang di tempat), dilakukan dengan cepat dan sederhana, sesuai
dengan kondisi setempat.
4) Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah menunjuk hakim
majelis atau hakim tunggal untuk menyidangkan permohonan
tersebut (Penetapan MARI Nomor : KMA/095/X/2006).
5) Hakim yang bertugas harus menyaksikan kegiatan pelaksanaan
rukyat hilal
6) Pelaksanaan rukyat hilal harus sesuai dengan data yang
diterbitkan oleh Badan Hisab Rukyat (BHR) Kementerian Agama
RI.
Ke daftar isi
155
Redesign Drs. SAHERUDIN
7) Setelah Hakim memeriksa orang yang melihat hilal dan
berpendapat bahwa kesaksiannya memenuhi syarat, maka Hakim
tersebut memerintahkan orang tersebut untuk mengucapkan
sumpah dengan lafaz sebagai berikut :
―Asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah, Demi Allah saya bersumpah bahwa
saya telah melihat hilal awal bulan ... tahun ini‖.
Selanjutnya Hakim menetapkan / mengitsbatkan kesaksian
rukyat hilal tersebut.
8) Semua biaya yang timbul akibat permohonan tersebut dibebankan
kepada anggaran negara / DIPA.
9) Penetapan / itsbat kesaksian rukyat hilal tersebut diserahkan
kepada penanggung jawab rukyat hilal (Kantor Kementerian Agama
setempat).
10) Demi kelancaran kegiatan tersebut Pengadilan Agama / Mahkamah
Syar’iyah agar berkoordinasi dengan Kantor Kementerian
Agama setempat dan Panitera atau petugas yang ditunjuk
agar mempersiapkan semua yang diperlukan dalam
penyelenggaraan persidangan seperti formulir permohonan,
berita acara, penetapan, al-Gur’an dan keperluan lainnya yang
berkaitan dengan kegiatan tersebut.
Ke daftar isi
156
Redesign Drs. SAHERUDIN
Contoh Formulir
Lampiran 1
Berita Acara Tentang Pernyataan Kesediaan Untuk Membayar
(Pasal 1405 KUH Perdata)
Nomor. ... /Pdt.P/20 .... /PA. ...
Pada hari ini, ……………. tanggal ………….. atas permintaan dari ………,
bertempat tinggal di ……………...…., saya,……………….. Jurusita Pengadilan
Agama ………………...… dengan disertai 2 (dua) orang saksi, yaitu : 1).
……………………….. dan 2). …..………….., keduanya bertempat tinggal di
……………………………, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Agama
No. tanggal , telah melakukan
exploit (penawaran pembayaran) kepada B, bertempat tinggal
di………………./di tempat kediamannya, di sana saya bertemu dengan ia
sendiri, hendak menawarkan / menyerahkan uang sejumlah Rp. ……………….
yang terdiri dari uang kertas……………….…. Rp. ……………, uang kertas
................ Rp. ......... (dst.).
Atas hal tersebut B menjawab sebagai berikut :
……………………………………………………………………………………………..
Oleh karena B menolak untuk menerima uang sebanyak Rp. yang
hendak diserahkan tersebut, maka saya, Jurusita tersebut, di hadapan saksi-
saksi telah membuat berita acara ini, yang saya dan saksisaksi tanda tangani, baik
asli maupun salinannya.
Saya telah memperingatkan pula segala akibat dari penolakan
pembayaran tersebut kepada B, begitu pula mengenai biaya eksploit ini. Salinan
berita acara ini telah saya serahkan kepada B.
Demikianlah dibuat berita acara ini yang ditandatangani oleh saya, Jurusita
dan saksi-saksi tersebut serta berpiutang B.
Berpiutang, Jurusita tersebut,
Saksi-saksi,
1. ………………….
2. ……………………
Ke daftar isi
157
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 2
Berita Acara Pemberitahuan Akan Dilakukan Penyimpanan / Konsignasi di
Kas Kepaniteraan
BERITA ACARA
Nomor. ... /Pdt.P/20 ..... /PA. ...
Pada hari ini, …………. tanggal ………… atas permintaan A, bertempat
Tinggal di ………………… , saya X, Jurusita Pengadi lan Agama
……………………… telah melakuka eksploit (penawaran pembayaran) kepada
B, bertempat tinggal di ………………………. / di tempat kediamannya dan
berbicara dengan B sendiri serta memberitahukan bahwa oleh karena B menurut
berita acara tanggal (Formulir 1) telah menolak untuk menerima dari
saya X, Jurusita, di hadapan saksi-saksi tersebt uang sejumlah Rp. yang
hendak diserahkan atas nama A tersebut untuk melunasi piutang yang
disebutkan dalam berita acara tersebut.
A tersebut hendak menitipkan uang sejumlah Rp.
…………………………. pada hari……… tanggal ……… jam ……….. ke kas
Kepaniteraan Pengadilan Agama untuk disimpan dalam kas penyimpanan sebagai
uang konsignasi.
Selanjutnya saya memerintahkan kepada B tersebut untuk datang
menghadap pada hari, tanggal, jam dan tempat tersebut di atas untuk
menerima uang itu ataupun untuk menghadiri penyimpanan / konsignasi uang
tersebut.
Salinan berita acara ini telah saya serahkan kepada B tersebut.
Demikianlah dibuat berita acara ini yang ditandatangani oleh saya, Jurusita
dan saksi-saksi tersebut serta berpiutang B.
Berpiutang, Jurusita tersebut,
...................... ............................
Ke daftar isi
158
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 3
Berita Acara Penyimpanan Konsignasi
BERITA ACARA
Nomor . ... /Pdt.P/20 /PA. ...
Pada hari ini, …………….tanggal ……….. jam …………. atas permintaan
dari A, bertempat tinggal di…………., saya……………….., Jurusita Pengadilan
Agama ………………….bersama-sama dengan 2 (dua) orang saksi, yaitu : 1)
…………. bertempat t inggal d i………………….. dan 2). ……………… ,
bertempat t inggal di ……………………… , telah menghadap Panitera
Pengadilan Agama……………………………..Telah menghadap pula B (jika hadir)
………………………….., bertempat tinggal di …………………………
Selanjutnya agar saya ……… Jurusita tersebut menyerahkan kepada Panitera
sejumlah uang Rp. ………. ( rupiah) sebagai uang titipan/konsignasi,
karena B telah menolak penyerahan uang tersebut sebagai pelunasan utang A.
Demikian dibuat berita acara konsignasi ini dengan disaksikan oleh para saksi
tersebut serta ditandatangani baik asli maupun salinannya, oleh Jurusita,
Panitera dan para saksi, dan salinan berita acara ini telah diserahkan kepada
B.
Panitera, Jurusita,
...................... .............................
Saksi-saksi :
1. …………………………….( tanda tangan)
2. ………………………….…( tanda tanga )
Ke daftar isi
159
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 4
Putusan Sela Penggabungan Pihak Ketiga (Voeging)
Berita Acara Sidang
(lanjutan)
Persidangan Pengadilan Agama di …………………………yang mengadili
perkara perdata yang dilangsungkan pada hari ……… tanggal …….. dalam
perkara antara :
Bila intervensi memihak kepada Penggugat :
Penggugat menjadi Tergugat I
Pihak ketiga menjadi Penggugat II
Melawan
Tergugat (Tergugat asal)
Dapat juga dalam hal pihak ketiga bergabung dengan Penggugat, maka posisi
pihak berperkara akan berubah :
Posisi perkara semula :
Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi :
Penggugat dan Pihak ketiga melawan Tergugat
Dalam hal pihak ketiga bergabung dengan Tergugat, maka posisi pihak
yang berperkara akan berubah.
Posisi perkara semula :
Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi : Penggugat melawan Tergugat
dan Pihak Ketiga.
Bila intervensi memihak kepada Tergugat : Penggugat asal
Melawan
Tergugat menjadi Tergugat I
Pihak ketiga menjadi Tergugat II
Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu.
Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,
maka dipanggil masuk kedua belah pihak berperkara dan pihak ketiga yang
akan bergabung, agar memasuki ruang persidangan Pengadilan.
Ke daftar isi
160
Redesign Drs. SAHERUDIN
Atas pernyataan Ketua, para pihak berperkara pada pokoknya tetap
berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu.
Pengadilan menjelaskan bahwa dalam persidangan yang lalu, telah
menghadap pihak ketiga yang bernama XX mengaku bertempat tinggal di
………, Kecamatan ……….. , Kabupaten ………….,yang dilengkapi dengan
identitas Kartu Tanda Penduduk, yang ternyata oleh para pihak, XX telah
dikenal, mengajukan tuntutan agar diperkenankan bergabung sebagai pihak
ketiga untuk menyertai Tergugat (bisa juga bergabung untuk menyertai
Penggugat) dengan menyatakan pihak ketiga tersebut sangat berkepentingan
dengan objek yang dipersengketakan.
Pihak ketiga tersebut membenarkan apa yang dikemukakan oleh
Pengadilan, dan memohon agar segera ditetapkan sebagai pihak dalam
perkara di antara kedua belah pihak berperkara.
Atas pernyataan Ketua para pihak berperkara menyatakan tidak keberatan, dan
karenanya setelah Pengadilan bermusyawarah menjatuhkan putusan sela
sebagai berikut :
PUTUSAN SELA
Nomor ... /Pdt.P/20../PA. ...
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di , dalam persidangan majel is untuk
mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
dalam perkara :
…………., umur ……….. tahun, agama Islam, Pekerjaan ………, bertempat
tinggal di …………….. Kecamatan …………, Kota / Kabupaten ……., untuk
selanjutnya disebut Penggugat / Tergugat I
Melawan
……….…., umur…. tahun, agama Islam, Pekerjaan ………., bertempat
tinggal di …………. Kecamatan ………….., Kota / Kabupaten ……….., untuk
selanjutnya disebut Tergugat (Tergugat asal).
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk perdamai;
Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal………………...dan
terdaftar dengan Nomor …… /Pdt/……, telah mengajukan gugatan yang
berbunyi sebagai berikut :
Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap
Ke daftar isi
161
Redesign Drs. SAHERUDIN
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat
dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam
gugatannya;
Bahwa lebih lanjut, sebelum meneruskan pemeriksaan sengketa antara kedua
belah pihak, Pengadilan terlebih dahulu perlu mempertimbangkan kehendak
pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara untuk menyertai Tergugat
melawan pihak Penggugat dengan tuntutannya yang berbunyi :
Salin tuntutan pihak ketiga secara lengkap
Bahwa kedua pihak berperkara menyatakan tidak keberatan akan
maksud pihak ketiga tersebut, namun Pengadilan terlebih dahulu tetap akan
mempertimbangkan apakah tuntutan pihak ketiga itu dapat dikabulkan atau
tidak;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud pihak ketiga untuk bergabung tersebut
dengan menyertai pihak Tergugat adalah semata-mata merupakan inisiatif
pihak ketiga sendiri, namun untuk dapatnya pihak ketiga itu bergabung adalah
mutlak merupakan wewenang Pengadilan karena jabatannya, untuk dapat
mengabulkan atau menolak;
Menimbang, bahwa dari apa yang disebutkan dalam tuntutannya yang
dikutip selengkapnya dalam tentang duduknya perkara, dan dengan
memperhatikan pendapat para pihak berperkara, Pengadilan menyatakan dapat
mengabulkan pihak ketiga tersebut sebagai pihak dengan bergabung pada
pihak Tergugat melawan Penggugat;
Menimbang, dengan putusan sela ini, posisi pihak berperkara yang
semula antara Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi Penggugat
melawan Tergugat dan pihak ketiga.
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Menetapkan tuntutan pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara antara
Penggugat melawan Tergugat dikabulkan;
2. Menetapkan, posisi pihak ketiga tersebut sebagai Tergugat II sedangkan
Tergugat asal berubah menjadi Tergugat I (apabila pihak ketiga memihak
kepada Tergugat. Apabila pihak ketiga memihak kepada Penggugat maka
Penggugat menjadi Tergugat I, pihak ketiga menjadi Penggugat II, dan
Tergugat sebagai Tergugat asal).
3. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam putusan sela ini akan
diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir;
Demikian ............. ;
Ke daftar isi
162
Redesign Drs. SAHERUDIN
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan
kemudian menyatakan persidangan perkara ini akan ditunda, dan pada
persidangan yang akan datang tersebut Pengadilan akan memberikan
kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi tuntutan dari pihak ketiga
tersebut baik secara lisan maupun tertulis.
Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda
sampai hari.............. tanggal ................. dan kepada para pihak
diperintahkan untuk hadir dalam persidangan yang ditentukan di atas tanpa
dipanggil lagi.
Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan
bahwa persidangan ini ditutup.
Demikian .................
Panitera Pengganti Ketua Majelis
......................... .........................
Ke daftar isi
163
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 5
Putusan Sela Penggabungan Pihak Ketiga (Tussenkomst)
Berita Acara Sidang
Nomor :
(lanjutan)
Persidangan Pengadilan Agama di ……………..yang mengadili perkara
perdata yang dilangsungkan pada hari …………. tanggal ……… dalam perkara
antara :
Penggugat menjadi Terlawan I Tergugat menjadi Terlawan II
melawan
Pihak ketiga menjadi Pelawan
Dalam hal pihak ketiga menuntut Penggugat dan Tergugat untuk
memperjuangkan kepentingannya sendiri.
Posisi perkara semula:
Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi :
Penggugat melawan Tergugat
Dan
Pihak ketiga melawan Penggugat dan Tergugat.
Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu.
Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,
maka dipanggil masuk kedua pihak berperkara dan pihak ketiga yang akan
bergabung agar memasuki ruang persidangan Pengadilan.
Atas pertanyaan Ketua, para pihak berperkara pada pokoknya tetap
berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu.
Pengadilan menjelaskan bahwa dalam persidangan yang lalu, telah
menghadap pihak ketiga yang bernama XX mengaku bertempat tinggal di
….…….., Kecamatan …………., Kabupaten ………., yang dilengkapi dengan
identitas Kartu Tanda Penduduk, yang ternyata oleh para pihak, XX telah
dikenal, mengajukan tuntutan agar diperkenankan bergabung sebagai pihak
ketiga untuk menyertai Tergugat (bisa juga bergabung untuk menyertai
Penggugat) dengan menyatakan pihak ketiga tersebut sangat berkepentingan
dengan objek yang dipersengketakan.
Pihak ketiga tersebut membenarkan apa yang dikemukakan oleh
Pengadilan, dan memohon agar segera ditetapkan sebagai pihak dalam
perkara melawan Penggugat dan Tergugat.
Atas pertanyaan Ketua para pihak berperkara menyatakan tidak
keberatan, dan karenanya setelah majelis bermusyawarah menjatuhkan
putusan sela sebagai berikut :
Ke daftar isi
164
Redesign Drs. SAHERUDIN
PUTUSAN SELA
Nomor ……../Pdt/20../……
BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di …………, dalam persidangan majelis untuk
mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
dalam perkara :
............... , umur .... tahun, agama Islam, Pekerjaan……………, bertempat
tinggal di ……….…. Kecamatan ………., Kota / Kabupaten …………., untuk
selanjutnya disebut Penggugat / Terlawan I, Tergugat I/ Terlawan II.
Melawan
…….….., umur ……… tahun, agama Islam, Pekerjaan ………, bertempat
tinggal di Kecamatan , Kota / Kabupaten , untuk
selanjutnya disebut Pelawan.
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai;
Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal ……….…..dan
terdaftar dengan Nomor ….. /Pdt/………., telah mengajukan gugatan yang
berbunyi sebagai berikut :
Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat
dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam
gugatannya;
Bahwa lebih lanjut, sebelum meneruskan pemeriksaan sengketa antara
kedua belah pihak, Majelis terlebih dahulu perlu mempertimbangkan kehendak
pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara untuk bergabung dalam perkara
untuk menyertai Tergugat melawan pihak Penggugat dengan tuntutannya yang
berbunyi :
Salin tuntutan pihak ketiga secara lengkap
Bahwa kedua pihak berperkara menyatakan tidak keberatan akan
maksud pihak ketiga tersebut, akan tetapi para pihak berpendapat tentang
materi tuntutan Pihak Ketiga akan dijawab dalam pembahasan pokok perkara;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud pihak ketiga untuk bergabung dalam
perkara antara Penggugat melawan Tergugat, dengan menempatkan dirinya
sendiri untuk melawan Penggugat dan Tergugat adalah semata-mata
Ke daftar isi
165
Redesign Drs. SAHERUDIN
merupakan inisiatif pihak ketiga sendiri, namun untuk dapatnya pihak ketiga itu
bergabung adalah mutlak merupakan wewenang Pengadilan karena
jabatannya, untuk dapat mengabulkan atau menolak;
Menimbang, bahwa dari apa yang disebutkan dalam tuntutannya yang
dikutip selengkapnya dalam tentang duduknya perkara, dan dengan
memperhatikan pendapat para pihak berperkara, Pengadilan menyatakan
dapat mengabulkan pihak ketiga tersebut untuk bergabung dengan posisi pihak
ketiga melawan Penggugat dan Tergugat;
Menimbang, dengan putusan sela ini, posisi pihak berperkara yang
semula hanya Penggugat melawan Tergugat saja, berubah menjadi Penggugat
melawan Tergugat dan pihak ketiga melawan Penggugat dan Tergugat.
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Menetapkan tuntutan pihak ketiga untuk bergabung dalam perkara
antaraPenggugat melawan Tergugat;
2. Menetapkan, posisi pihak ketiga tersebut sebagai pihak Pelawan melawan
Penggugat dan Tergugat;
3. Menyatakan pula perkara pokok antara Penggugat melawan Tergugat
akan tetapi diperiksa dan diadili.
4. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam putusan sela ini akan
diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir;
Demikian ............. ;
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti
.........................
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka majels kemudian
menyatakan persidangan perkara ini akan ditunda, dan pada persidangan yang
akan datang tersebut Pengaadilan akan memberikan kesempatan kepada para
Penggugat untuk menyampaikan replik dan kepada Tergugat II untuk
menanggapi gugatan Penggugat dan Jawaban Tergugat I.
Kemudian majelis menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai
pada hari…… tanggal …….. dan kepada para pihak diperintahkan untuk hadir
dalam persidangan yang ditentukan di atas tanpa dipanggil lagi.
Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan
Ke daftar isi
166
Redesign Drs. SAHERUDIN
bahwa persidangan ini ditutup.
Demikian .................
Panitera Pengganti Ketua Majelis
......................... .........................
Ke daftar isi
167
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 6
Putusan Sela Penarikan Pihak Ketiga Oleh Salah Satu
Pihak Berperkara (Vrijwaring)
Berita Acara Sidang
Nomor :………………….
(lanjutan)
Persidangan Pengadilan Agama di ……………….yang mengadili perkara
perdata yang dilangsungkan pada hari…………. tanggal …..….. dalam perkara
antara :
Penggugat menjadi Terlawan I
Tergugat menjadi Terlawan II
melawan
Pihak ketiga sebagai Tergugat II
Dalam hal Penggugat dan Tergugat menghendaki Pihak Ketiga ditarik
sebagai pihak akan berubah
Posisi perkara semula:
Penggugat melawan Tergugat, berubah menjadi :
Penggugat dan Pihak ketiga melawan Tergugat
Atau
Penggugat melawan Tergugat dan Pihak ketiga.
Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang persidangan yang lalu.
Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,
maka dipanggil masuk kedua pihak berperkara dan pihak ketiga yang akan
ditarik sebagai pihak, agar memasuki ruang persidangan Pengadilan.
Atas pertanyaan Ketua, para pihak berperkara pada pokoknya tetap
berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu.
Ketua menjelaskan bahwa dalam persidangan yang lalu, pihak
Penggugat setelah menerima jawaban Tergugat mohon kepada Pengadilan
untuk menarik pihak ketiga, supaya dijadikan sebagai Tergugat II, dengan
alasan objek perkara ini sangat berkaitan erat dengan pihak ketiga, sehingga
tanpa adanya pihak ketiga perkara ini tidak selesai secara tuntas.
Atas pertanyaan Ketua, pihak ketiga tersebut dapat mengerti akan maksud untuk
Ke daftar isi
168
Redesign Drs. SAHERUDIN
dijadikannya sebagai pihak, dan hal ini sepenuhnya diserahkan kepada
Pengadilan, serta menjelaskan identitas dirinya bernama ……. bertempat
tinggal ...... Kecamatan .... , Kabupaten .....
Karena para pihak tidak lagi mengemukakan pendapat tentang akan
ditariknya pihak ketiga tersebut sebagai Tergugat, maka Ketua setelah
bermusyawarah, kemudian menjatuhkan putusan sela sebagai berikut :
PUTUSAN SELA
Nomor ……../Pdt/20../…….
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di …………., dalam persidangan majelis untuk
mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
dalam perkara :
Penggugat menjadi Terlawan I
Tergugat menjadi Terlawan II
melawan
Pihak Ketiga sebagai Tergugat II
……………..umur………….tahun, agama Islam, Pekerjaan…................. bertempat
tinggal di ………………Kecamatan…………………..…Kota/Kabupaten ………………..
untuk selanjutnya disebut Penggugat / Terlawan I, Tergugat / Terlawan II.
Melawan
……………..umur………….tahun, agama Islam, Pekerjaan…................. bertempat
tinggal di ………………Kecamatan…………………..…Kota/Kabupaten ………………..
untuk selanjutnya disebut Pelawan.
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah
memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal…………dan
terdaftar dengan Nomor…./Pdt/ ….., telah mengajukan gugatan yang
berbunyi sebagai berikut :
Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat
Ke daftar isi
169
Redesign Drs. SAHERUDIN
telah menyampaikan jawaban tertulis yang secara lengkap berbunyi sebagai
berikut :
Salin jawaban Tergugat secara lengkap
Bahwa, atas jawaban Tergugat, Penggugat sebelum mengajukan replik
untuk memberi tanggapan atas jawaban Tergugat itu mohon agar Pengadilan
menarik pihak ketiga yang bernama XX untuk dijadikan sebagai pihak
berperkara dalam hal ini sebagai Tergugat II.
Bahwa, Tergugat menyatakan tidak keberatan akan maksud Penggugat
untuk menarik pihak ketiga yang bernama XX tersebut untuk dijadikan sebagai
Tergugat II.
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud Penggugat menarik pihak ketiga untuk
dijadikan pihak berperkara dan untuk dijadikan Tergugat II, adalah pihak ketiga
tersebut memiliki hubungan hukum yang erat dengan objek yang saat ini
menjadi sengketa antara Penggugat dengan Tergugat;
Menimbang, bahwa maksud Penggugat untuk menarik XX sebagai
pihak, yaitu dijadikan sebagai Tergugat II, bersama-sama dengan Tergugat
asal sebagai Tergugat I, adalah semata-mata merupakan inisiatif para pihak
berperkara, namun untuk dapatnya pihak ketiga itu ditarik sebagai salah satu
pihak adalah mutlak merupakan wewenang majelis karena jabatannya, untuk
dapat mengabulkan atau menolak;
Menimbang, bahwa dari apa yang disebutkan dalam jawaban dariTergugat
terhadap gugatan dari Penggugat, Pengadilan berpendapat bahwa untuk
menjaga kepentingan hukum para pihak dikemudian hari, maka
permohonan Penggugat untuk menarik pihak ketiga tersebut dapat dinyatakan
beralasan, sehingga karenanya dapat dikabulkan.
Menimbang, dengan putusan sela ini, posisi pihak berperkara yang
semula hanya Penggugat melawan Tergugat saja, berubah menjadi Penggugat
melawan Tergugat XX.
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Mengabulkan permohonan Penggugat untuk menarik pihak ketiga untuk
dijadikan sebagai Tergugat II dalam perkara antara Penggugat melawan
Tergugat.
2. Menetapkan, posisi pihak ketiga tersebut sebagai Tergugat II, sedangkan
Tergugat asal berubah menjadi Tergugat I.
3. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam putusan sela ini akan
diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir;
Demikian ............ ;
Ke daftar isi
170
Redesign Drs. SAHERUDIN
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Ketua kemudian
menyatakan persidangan perkara ini akan ditunda, dan pada persidangan yang
akan datang tersebut majelis akan memberikan kesempatan kepada para
Penggugat untuk menyampaikan replik dan kepada Tergugat II untuk
menanggapi gugatan Penggugat dan Jawaban Tergugat I.
Kemudian Ketua menyatakan bahwa persidangan ini ditunda sampai
pada hari........... tanggal .........dan kepada para pihak diperintahkan
untuk hadir dalam persidangan yang ditentukan di atas tanpa dipanggil lagi.
Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan
bahwa persidangan ini ditutup.
Demikian ..................
Panitera Pengganti Ketua Majelis
......................... .........................
Ke daftar isi
171
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran : 7
BAS / Putusan Sela Sumpah Suppletoir
Berita Acara Sidang
Nomor .......................................................
(lanjutan)
Persidangan Pengadilan Agama di……………….yang mengadili perkara
perdata yang dilangsungkan pada hari …… Tanggal……dalam perkara antara :
.................... Sebagai Penggugat
melawan
..................... Sebagai Tergugat
Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu.
Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,
kedua pihak berperkara dipanggil supaya memasuki ruang persidangan
Pengadilan.
Atas pertanyaan Pengadilan kedua pihak berperkara menyatakan tetap
pada pendiriannya yang telah dinyatakan dalam persidangan yang lalu dan
tidak ada hal-hal lain lagi yang disampaikan dalam persidangan ini :
Pengadilan kemudian menyatakan kepada pihak beperkara, bahwa
berdasarkan hasil-hasil persidangan yang lalu, Pengadilan karena jabatannya
mempunyai alasan akan menjatuhkan putusan sela, kemudian sesudah
bermusyawarah, dibacakanlah putusan sela itu sebagai berikut :
PUTUSAN SELA
Nomor : …./Pdt/20../…
BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ……., dalam persidangan majelis untuk mengadili
tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam perkara perdata dalam
perkara antara :
…………….. bertempat t inggal di …………..Kecamatan ………… , Kota
/Kabupaten ……………., untuk selanjutnya disebut Penggugat;
melawan
…………… bertempat t inggal d i ………… Kecamatan ……………,Kota
Ke daftar isi
172
Redesign Drs. SAHERUDIN
/Kabupaten……………., untuk selanjutnya disebut Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai;
Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal………. dan
terdaftar dengan Nomor…. /Pdt/…….. , telah mengajukan gugatan yang
berbunyi sebagai berikut :
Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat
dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam
gugatannya;
Bahwa, untuk membuktikan gugatannya, Penggugat mengajukan
seorang saksi, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Bahwa, ……… sebagai saksi menerangkan :………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………................................ ;
Bahwa, untuk membuktikan bantahannya, Tergugat mengajukan juga
seorang saksi, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
Bahwa,…… sebagai saksi menerangkan : … … … … … … … … … …
…………………………………................................................................................
.............................................................................................................................;
Bahwa, baik Penggugat maupun Tergugat menyatakan tidak dapat
mengajukan alat-alat bukti lainnya, selain saksi-saksi sebagai tersebut di atas;
Bahwa karenanya kedua belah pihak mohon agar Pengadilan dapat
memutuskan perkara ini;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah
dinyatakan dalam duduknya perkara;
Menimbang, bahwa mengingat gugatan Penggugat dibantah oleh
Tergugat, maka wajiblah Penggugat membuktikan dalil gugatannya yang telah
dibantah oleh Tergugat;
Menimbang, bahwa dari kesaksian yang diajukan oleh Penggugat,
saksi tersebut secara rinci dan jelas dapat mengemukakan fakta-fakta kejadian
adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat yang saat ini
Ke daftar isi
173
Redesign Drs. SAHERUDIN
menjadi pokok sengketa antara Penggugat dengan Tergugat, karena pada saat
kejadian itu saksi turut hadir;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan bantahannya, Tergugat telah
mengajukan seorang saksi saja, namun kesaksian dari saksi Tergugat itu sama
sekali tidak dapat menjelaskan sengketa antara Penggugat dengan Tergugat
sebab saksi memang tidak pernah menyaksikan, hanya pernah mendengar
kejadian itu dari Tergugat saja.
Menimbang, bahwa keterangan saksi sebagaimana tersebut di atas
dibenarkan oleh para pihak berperkara;
Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat hanya dapat dibuktikan
hanya dengan satu alat bukti saja, maka nilai pembuktian yang telah diajukan
oleh Penggugat, menurut Pengadilan sudah merupakan bukti permulaan,
sehingga Pengadilan karena jabatannya memiliki alasan untuk memerintahkan
Penggugat agar mengucap sumpah tambahan, dengan rumusan sumpah yang
berbunyi sebagai berikut :
.................................... Teks Sumpah ...................................
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan;
MENGADILI
1. Menetapkan, memerintahkan pada Penggugat untuk mengucapkan
sumpah tambahan dengan rumusan sumpah seperti tersebut di atas.
2. Menetapkan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini, akan
diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir;
Demikian ............. ;
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti
.........................
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan
menyatakan sumpah tambahan yang rumusannya seperti tersebut di atas
Ke daftar isi
174
Redesign Drs. SAHERUDIN
pelaksanaannya akan dilaksanakan pada persidangan yang akan datang.
Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda
sampai pada hari............ tanggal................. untuk penyelenggaraan
pengucapan sumpah.
Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan
bahwa persidangan ini ditutup.
Demikian .................
Panitera Pengganti Ketua Majelis
......................... .........................
Ke daftar isi
175
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 8
Putusan Akhir Perihal Sumpah Pelengkap Atau
Suppletoired
PUTUSAN
Nomor …./Pdt.G/……/PA…
BISMI LLAHI RAH MANI RRAHI M
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ………. yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
…………………………..bertempat tinggal di ………………………………...
Pekerjaan ……………………………………………
sebagai Penggugat;
melawan
…………………………..bertempat tinggal di ………………………………...
Pekerjaan ……………………………………...
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah
mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal
…………………… Nomor : …………….……………… yang amarnya berbunyi
sebagai berikut :
.........................................................................................................................
................................................................................................... ;
Menimbang, bahwa Penggugat setelah menyatakan kesediaannya
untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, telah
mengucapkan sumpah dengan dihadiri oleh Tergugat;
Menimbang, bahwa kedua belah pihak selanjutnya mohon putusan;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, baha Pengadilan Agama perihal tersebut bersandar pada apa
yang telah dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas;
Menimbang, bahwa karena Penggugat telah mengucapkan sumpah yang
dibebankan kepadanya itu, gugatan tersebut di atas karena terbukti harus
Ke daftar isi
176
Redesign Drs. SAHERUDIN
dikabulkan;
Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya
perkara patut dibebankan kepadanya;
Memperhatikan akan pasal-pasal dari undang-undang yang
bersangkutan, khususnya Pasal 155 HIR/182 RBg;
MENGADILI
1. Mengabulkan gugatan tersebut di atas;
2. Menghukum tergugat untuk ............................ ;
3. Menghukum pula tergugat untuk ...................... ;
4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... ( )
Demikian diputuskan pada hari ……. tanggal ………., oleh kami ……
sebagai Hakim Ketua dan …………..…….. dan ……………… sebagai Hakim
Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan
dihadiri oleh ……… Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut
serta kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
177
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 9
Putusan Akhir, Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pelengkap
(Suppletoired) Yang Dilakukan Oleh Penggugat (Pasal 156 HIR / 183 RBg)
PUTUSAN
Nomor …../Pdt.G/…/ PA………….
BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ……. yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
…………………………..bertempat tinggal di ………………………………
Pekerjaan ……………………………………………
sebagai Penggugat;
melawan
…………………………..bertempat tinggal di ………………………………
Pekerjaan ……………………………………………
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah
mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal
………………….. Nomor : ……………………………. yang amarnya berbunyi
sebagai berikut :
.............................................................................................................................
................................................................................................... ;
Menimbang, bahwa Penggugat setelah menyatakan kesediaannya
untuk mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, telah
mengucapkan sumpah dengan dihadiri oleh Tergugat;
Menimbang, bahwa kedua belah pihak selanjutnya mohon putusan;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal tersebut bersandar pada
apa yang telah dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas; Menimbang,
bahwa karena Penggugat telah mengucapkan sumpah yang dibebankan
kepadanya itu, gugatan tersebut di atas karena terbukti harus dikabulkan;
Ke daftar isi
178
Redesign Drs. SAHERUDIN
Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya
perkara patut dibebankan kepadanya;
Memperhatikan akan pasal-pasal dari undang-undang yang
bersangkutan, khususnya Pasal 155 HIR/182 RBg;
MENGADILI
1. Mengabulkan gugatan tersebut di atas;
2. Menghukum tergugat untuk ............................ ;
3. Menghukum pula tergugat untuk ...................... ;
4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... ( )
Demikian diputuskan pada hari .............. tanggal , oleh kami
sebagai Hakim Ketua dan dan sebagai Hakim Anggota, putusan mana
diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan dihadiri oleh .................
Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang
berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
179
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 10
Putusan Akhir, Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pelengkap
(Suppletoired) Yang Ditolak Oleh Penggugat (Pasal 156 Hir / 183 Rbg)
PUTUSAN
Nomor …../Pdt.G/……/ PA
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di …………….. yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
...................................... bertempat tinggal di ………………………………
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Penggugat;
Lawan
...................................... bertempat tinggal di
………………………………………………………
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah
mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal…………………
Nomor : ………..yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
.............................................................................................................................
................................................................................................... ;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa Penggugat menyatakan tidak bersedia untuk
mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu;
Menimbang, bahwa karena Penggugat telah menolak untuk
mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya itu, maka gugatan tersebut di
atas karena tidak terbukti harus ditolak;
Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya
perkara patut dibebankan kepadanya;
Memperhatikan akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuan-
Ke daftar isi
180
Redesign Drs. SAHERUDIN
ketentuan hukum lain bersangkutan;
MENGADILI
1. Menoiak gugatan penggugat;
2. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. ... ( )
Demikian diputuskan pada hari .............. tanggal , oleh kami ………….
sebagai Hakim Ketua dan ………………… dan ……………….. sebagai Hakim
Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan
dihadiri oleh ............................ Panitera Pengganti Pengadilan
Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
181
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 11
BAS/ Putusan Sela Sumpah Decisoir
Berita Acara Sidang
Nomor .......................................................
(lanjutan)
Persidangan Pengadilan Agama di ……………. yang mengadili perkara
perdata yang dilangsungkan pada hari ……. tanggal …………. dalam perkara
antara :
.................... Sebagai Penggugat
melawan
..................... Sebagai Tergugat
Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu :
Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,
kedua pihak berperkara dipanggil supaya memasuki ruang persidangan
Pengadilan.
Atas pertanyaan Pengadilan kedua pihak berperkara menyatakan pihak
berperkara saat ini tidak dapat mengajukan bukti-bukti apapun, sehingga
Penggugat mohon kepadan Pengadilan, karena Tergugat tetap membantah
agar Tergugat diperintahkan mengucapkan sumpah pemutus dan untuk itu
Penggugat menyerahkan rumusan lafal sumpah kepada Pengadilan.
Sesudah Pengadilan bermusyawarah, Pengadilan menyatakan dapat
menyetujui permohonan Penggugat itu untuk menyelesaikan sengketa ini
dengan sumpah pemutus, dan atas pertanyaan Pengadilan pihak Tergugat
menyatakan bersedia untuk mengucapkan sumpah seperti rumusan yang
diajukan oleh Penggugat.
Pengadilan sesudah bermusyawarah kembali, kemudian Pengadilan
menjatuhkan putusan sela yang berbunyi sebagai berikut :
PUTUSAN SELA
Nomor ……/Pdt/20../….
BISMI LLAHI RAH MANI RRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ……, dalam persidangan majelis untuk
mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
dalam perkara antara :
Ke daftar isi
182
Redesign Drs. SAHERUDIN
................. bertempat tinggal di …………. Kecamatan …………, Kota
/Kabupaten ………………, untuk selanjutnya disebut Penggugat;
melawan
................ bertempat tinggal di………….. Kecamatan ………., Kota
/Kabupaten ……………, untuk selanjutnya disebut Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah
memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal …………… dan
terdaftar dengan Nomor….. /Pdt/………, telah mengajukan gugatan yang
berbunyi sebagai berikut :
Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat
dalam jawabannya membantah dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam
gugatannya;
Bahwa, Penggugat telah mengajukan seorang saksi yang bernama XX,
semula adalah pemilik barang yang merupakan objek sengketa, yang
keterangannya telah dinyatakan dalam persidangan, sebagaimana tercatat
dalam berita acara persidangan yang selengkapnya dinyatakan tertera dalam
berita acara persidangan yang selengkapnya dinyatakan tertera dalam tentang
duduknya perkara.
Bahwa, bahwa XX sebagai saksi dari Penggugat menerangkan, objek
yang dipersengketakan semula adalah milik pribadi dari saksi, yang telah dijual
kepada para pihak berperkara, akan tetapi saksi tidak tahu yang sebenarnya
bertindak sebagai pembeli karena kedua pihak ini datang dan menawar
bersama-sama, apakah mereka berdua selaku pihak pembeli bersama atau
bertindak sendiri-sendiri, saksi tidak tahu secara pasti;
Bahwa Penggugat menyatakan tidak dapat mengajukan alat-alat bukti
lainnya, karena yang mengetahui tentang hubungan hukum antara Penggugat
dengan Tergugat adalah hanya saksi tersebut di atas;
Bahw pihak Tergugat juga mengemukakan tidak mempunyai saksi atau
alat bukti lainnya untuk membuktikan bantahannya;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah
dinyatakan dalam duduknya perkara;
Ke daftar isi
183
Redesign Drs. SAHERUDIN
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut
di atas;
Menimbang, bahwa saksi XX yang diajukan oleh Penggugat
menerangkan, bahwa objek yang dipersengketakan dalam perkar aini memang
semula milik pribadi dari saksi, yang telah dijual kepada para pihak berperkara,
akan tetapi saksi tidak tahu siapa sebenarnya yang bertindak sebagai pembeli,
karena kedua pihak ini datang dan menawar bersama-sama, sehingga apa
mereka selaku pihak pembeli bersama atau bertindak sendiri-sendiri saksi tidak
mengetahui secara pasti;
Menimbang, bahwa oleh karena kesaksiasn XX sebagai pemilik awal
objek sengketa tidak dapat menjelaskan siapakah yang bertindak sebagai
pembeli, dan kedua belah pihak tidak dapat pula mengajukan alat bukti lainnya
maka Pengadilan dapat mengabulkan permohonan pihak Penggugat agar
perkara ini diselesaikan dengan sumpah pemutus yang lafalnya berbunyi
sebagai berikut :
DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH SAYALAH YANG BERTINDAK SEBAGAI
PEMBELI BARANG-BARANG PERABOTAN RUMAH TANGGA YANG
MENJADI OBJEK SENGKETA DALAM PERKARA INI.
Menimbang, bahwa Pengadilan menetapkan pula, bahwa Tergugat
diwajibkan untuk mengucapkan sumpah sebagai tersebut di atas;
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan;
MENGADILI
1. Menetapkan, memerintahkan pada pihak Tergugat untuk mengucapkan
sumpah pemutus dengan rumusan sumpah seperti tersebut di atas.
2. Menetapkan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini, akan
diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir;
Demikian ............... ;
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti
.........................
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan
menyatakan sumpah decisoir yang rumusannya seperti tersebut di atas
pelaksanaannya akan dilaksanakan pada persidangan yang akan datang.
Ke daftar isi
184
Redesign Drs. SAHERUDIN
Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda
sampai pada hari ………..tanggal……………
Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan
bahwa persidangan ini ditutup.
Demikian ...................
Panitera Pengganti Ketua Majelis
......................... .........................
Ke daftar isi
185
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 12
Putusan Akhir, Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pemutus
(Decisoir) Yang Dikembalikan Oleh Tergugat Dan Penggugat Melakukan
Sumpah Tersebut
(Pasal 156 HIR / 183 RBg)
PUTUSAN
Nomor ……./Pdt.G/……./ PA…….
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di…… yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
....................................... bertempat tinggal di ………………………………
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Penggugat;
LAWAN
....................................... bertempat tinggal di ……………………………….
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal …………………
Nomor :…………….. yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
.........................................................................................................................
................................................................................................ ;
Menimbang, bahwa Tergugat telah menolak untuk mengucapkan
sumpah tersebut dan selanjutnya mengembalikan sumpah tersebut kepada
Penggugat;
Menimbang, bahwa Penggugat setelah menyatakan kesediaannya untuk
mengucapkan sumpah tersebut, telah mengucapkan sumpah itu di sidang
dengan hadirnya Tergugat;
Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak mohon putusan;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa
yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di
Ke daftar isi
186
Redesign Drs. SAHERUDIN
atas;
Menimbang, bahwa karena Tergugat telah menolak untuk
mengucapkan sumpah tersebut, dan selanjutnya mengembalikan sumpah
tersebut kepada Penggugat dan Penggugat telah mengucapkan sumpah yang
telah dinyatakan ―litis decisoir‖ itu, maka gugatan tersebut harus dianggap
beralasan dan karenanya harus dikabulkan;
Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya
perkara patut dibebankan kepadanya;
Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuan-
ketentuan hukum lain yang bersangkutan;
MENGADILI
1. Mengabulkan gugatan tersebut;
2. Menghukum Tergugat untuk ;
3. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sejumlah Rp…………...,
(………………………………)
Demikian diputuskan pada hari …. tanggal …….., oleh kami …….
sebagai Hakim Ketua dan………….….. dan ……………… sebagai Hakim
Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan
dihadiri oleh ……………….. Panitera Pengganti Pengadilan Agama, tersebut
serta kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
187
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 13
Putusan Akhir Setelah Putusan Sela, Perihal Sumpah Pemutus (Decisoir)
Yang Dilakukan Oleh Tergugat (Pasal 156 Hir / 183 Rbg)
PUTUSAN
Nomor……/Pdt.G/……/PA……
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di …… yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
....................................... bertempat tinggal di ……………………………….
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Penggugat;
melawan
....................................... bertempat tinggal di ………………………………
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal………………….
Nomor yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
…………………………………………………………………………………………… ;
Menimbang, bahwa Tergugat telah menyatakan kesediaannya untuk
mengucapkan sumpah tersebut dan selanjutnya di sidang dengan hadirnya
Penggugat;
Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak mohon putusan;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa yang
telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di atas;
Menimbang, bahwa karena Tergugat telah mengucapkan sumpah yang telah
dinyatakan ―litis decisoir‖ itu, maka gugatan tersebut harus dianggap tidak
beralasan dan karenanya harus ditolak;
Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya
perkara patut dibebankan kepadanya;
Ke daftar isi
188
Redesign Drs. SAHERUDIN
Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuan-
ketentuan hukum lain yang bersangkutan;
MENGADILI
1. Menolak gugatan tersebut;
2. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sejumlah Rp. .....
(………… )
Demikian diputuskan pada hari……….. tanggal …., oleh kami ……
sebagai Hakim Ketua dan ………………… dan ………………… sebagai Hakim
Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu juga dengan
dihadiri oleh ................................................. Panitera Pengganti Pengadilan
Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
189
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 14
Putusan Terakhir Setelah Putusan Sela Perihal Sumpah Pemutus
(Decisoir) Yang Ditolak Oleh Tergugat (Pasal 156 Hir / 183 Rbg)
PUTUSAN
Nomor …../Pdt.G/…../PA…..
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ………… yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
....................................... bertempat tinggal di …………………………..
Pekerjaan …………………………………………
sebagai Penggugat;
melawan
....................................... bertempat tinggal di ……………………………….
Pekerjaan ……………………………………………
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal……………….
Nomor : .............................. yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
……………………………………………………………………………………………………. ;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa
yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di
atas;
Menimbang, bahwa karena Tergugat telah menolak untuk
mengucapkan sumpah yang telah dinyatakan ―litis decisoir‖ itu, maka gugatan
tersebut harus dianggap beralasan dan karenanya harus dikabulkan;
Menimbang, bahwa karena Tergugat adalah pihak yang dikalahkan, biaya
perkara patut dibebankan kepadanya;
Ke daftar isi
190
Redesign Drs. SAHERUDIN
Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuan-
ketentuan hukum lain yang bersangkutan;
MENGADILI
1. Mengabulkan gugatan tersebut;
2. Menghukum Tergugat;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.
............. ( ......................................... );
Demikian diputuskan pada hari …….. tanggal ……... oleh kami
.....….... ... .…sebagai Hakim Ketua dan …........……….. dan ............................
sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu
juga dengan dihadiri oleh ................................... Panitera Pengganti Pengadilan
Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
191
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 15
Putusan Akhir Setelah Putusan Sela Perihal Sumpah Pemutus (Decisoir)
Yang Dikembalikan Oleh Tergugat Dan Penggugat Tidak Bersedia
Mengucapkan Sumpah Tersebut
(Pasal 156 Hir / 183 Rbg)
PUTUSAN
Nomor /Pdt.G/ ...... / PA.........
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ......... yang mengadili perkara-perkara perdata
telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara :
....................................... bertempat tinggal di ............................................
Pekerjaan ...........................................................
sebagai Penggugat;
melawan
....................................... bertempat tinggal di ............................................
Pekerjaan ...........................................................
sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Setelah
mendengar kedua belah pihak yang berperkara;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Memperhatikan dan menerima keadaan-keadaan mengenai duduknya
perkara ini sebagaimana tertera dalam putusan sela tertanggal ..........................
Nomor : ..................... yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
.............................................................................................................................. ;
Menimbang, bahwa Tergugat telah mengucapkan sumpah tersebut di
sidang dengan hadirnya Penggugat;
Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak mohon putusan;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa Pengadilan Agama perihal ini bersandar pada apa
yang telah dinyatakan dan dipertimbangkan dalam putusan sela tersebut di
atas;
Menimbang, bahwa karena Tergugat telah menolak untuk
mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya, dan mengembalikan
sumpah tersebut pada Penggugat, akan tetapi Penggugat tidak bersedia untuk
Ke daftar isi
192
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengucapkan sumpah yang dikembalikan itu, maka gugat tersebut harus
dianggap tidak beralasan dan harus ditolak;
Menimbang, bahwa karena Penggugat adalah pihak yang dikalahkan,
biaya perkara patut dibebankan kepadanya;
Memperhatikan, akan Pasal 156 HIR/183 RBg serta ketentuan-
ketentuan hukum lain yang bersangkutan;
MENGADILI
1. Menolak gugatan tersebut;
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp
................ (............................................................);
Demikian diputuskan pada hari ................... tanggal oleh kami
.......... sebagai Hakim Ketua dan ..................................... dan ...........................
sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di muka umum pada hari itu
juga dengan dihadiri oleh .....................................Panitera Pengganti Pengadilan
Agama, tersebut serta kedua belah pihak yang berperkara.
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti,
.........................
Ke daftar isi
193
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 16
BAS/ Putusan Sela Sumpah Penaksir
Berita Acara Sidang
Nomor ........................................................
(Lanjutan)
Persidangan Pengadilan Agama di .................... yang mengadili perkara
perdata yang dilangsungkan pada hari ............... tanggal ............ dalam perkara
antara :
.................... Sebagai Penggugat
melawan
..................... Sebagai Tergugat
Susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu.
Sesudah persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, kedua
pihak berperkara dipanggil supaya memasuki ruang persidangan Pengadilan.
Atas pertanyaan Pengadilan kedua pihak berperkara pada pokoknya tetap
berpegang pada apa yang mereka utarakan di dalam persidangan yang lalu,
sehingga karenanya berdasarkan penjelasaan para pihak seperti tersebut, maka
sesudah bermusyawarah pengadilan, karena jabatannya akan menjatuhkan
putusan sela, untuk melakukan sumpah penaksir;
Kemudian pengadilan dalam persidangan tersebut membacakan
putusan sela sebagai berikut :
PUTUSAN SELA
Nomor......./Pdt/20../....
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ........... , dalam persidangan majelis untuk
mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
dalam perkara antara :
................ bertempat tinggal di .............. Kecamatan............................, Kota
/ Kabupaten......................., untuk selanjutnya disebut Penggugat;
melawan
............... bertempat tinggal di ........... Kecamatan..........................., Kota
/ Kabupaten................., untuk selanjutnya disebut Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berrdamai;
Ke daftar isi
194
Redesign Drs. SAHERUDIN
Telah memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal......................dan
terdaftar dengan Nomor..... /Pdt/......., telah mengajukan gugatan yang
berbunyi sebagai berikut :
Selanjutnya salin gugatan Penggugat secara lengkap
Bahwa, atas gugatan Penggugat sebagai tersebut di atas, Tergugat
tidak membantah adanya gugatan Penggugat tentang keharusan pihak
Tergugat untuk membayar ganti rugi, akan tetapi besarnya ganti rugi tersebut
tidak sebesar yang disebut dalam tuntutan Penggugat, karena sejak awal
masalah besarnya ganti rugi ini akan diadakan perundingan lagi, akan diadakan
penyesuaian kembali;
Bahwa pihak Penggugat tetap pada pendiriannya bahwa apa yang
disebut dalam tuntutannya, meskipun awalnya belum ditetapkan, tetapi apa
yang disebutkan dalam tuntutan Penggugat adalah merupakan harga yang
wajar sebagai ganti rugi;
Bahwa para pihak telah berupaya untuk mendapatkan kata sepakat
untuk menetapkan besarnya ganti rugi tersebut namun gagal;
Bahwa Pengadilan telah pula mendengar keterangan saksi yang
diajukan oleh Penggugat, yang pada pokoknya tidak jauh dari hal-hal yang
dikemukakan para pihak berperkara;
Bahwa telah terjadi hal-hal yang berkaitan dengan tuntutan ganti rugi ini
seperti tercantum dalam berita acara persidangan yang dianggap tercantum
dalam putusan ini;
Bahwa adalah tugas pengadilan untuk menyelesaikan sengketa ini
sehingga karenanya Pengadilan karena jabatannya akan menjatuhkan putusan
sela sebagai berikut, dengan tujuan agar para pihak berperkara dapat
memahami pemecahan masalah hukum atas sengketa di antara kedua belah
pihak berperkara;
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah
dinyatakan dalam duduknya perkara adalah merupakan sengketa ganti rugi
yang harus dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat;
Menimbang, bahwa terhadap adanya kesepakatan pemberian ganti
rugi dari Tergugat kepada Penggugat tidak dipersengketakan lagi antara kedua
belah pihak, hanya besarnya ganti rugi yang harus dibayarkan kepada
Penggugat inilah yang masih terdapat silang pendapat;
Menimbang, bahwa untuk mengakhiri sengketa antara Penggugat
dengan Tergugat, Pengadilan karena jabatannya menjatuhkan putusan sela
yagn akan membebankan sumpah penaksir kepada Penggugat;
Ke daftar isi
195
Redesign Drs. SAHERUDIN
Menimbang, bahwa lafal rumusan sumpah yang harus diucapkan oleh
Penggugat berbunyi sebagai berikut :
Teks lengkap lafal sumpah
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan;
MENGADILI
1. Menetapkan, memerintahkan pada pihak Penggugat untuk mengucapkan
sumpah penaksir dengan rumusan sumpah seperti tersebut di atas.
2. Menetapkan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini, akan
diperhitungkan bersama-sama dengan putusan akhir;
Demikian ............. ;
Hakim Anggota Ketua Majelis
......................... .........................
.........................
Panitera Pengganti
.........................
Setelah pembacaan putusan sela dimaksud, maka Pengadilan
menyatakan sumpah penaksir yang rumusannya seperti tersebut di atas
pelaksanaannya akan dilakukan pada persidangan yang akan datang.
Kemudian Pengadilan menyatakan bahwa persidangan ini ditunda
sampai pada hari ........... tanggal .............. untuk penyelenggaraan
pengucapan sumpah.
Setelah penundaan diucapkan, kemudian Pengadilan menyatakan
bahwa persidangan ini ditutup.
Demikian .................
Panitera Pengganti Ketua Majelis
......................... .........................
Ke daftar isi
196
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 17
Putusan Derden Verzet
PUTUSAN
Nomor ....../Pdt/20.../........
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di ....., dalam persidangan majelis untuk
mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan
dalam perkara antara :
................. bertempat tinggal di ................ Kecamatan .........., Kota
/Kabupaten , untuk selanjutnya disebut Penggugat;
melawan
................ bertempat tinggal di............... Kecamatan..............., Kota
/ Kabupaten.........................., untuk selanjutnya disebut Tergugat I;
................. bertempat tinggal di ............. Kecamatan ............., Kota
/Kabupaten , untuk selanjutnya disebut Tergugat II;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah mendengarkan persetujuan kedua belah pihak untuk berdamai; Telah
memperhatikan pula Pasal 130 HIR / 154 RBg;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Menimbang, bahwa surat perlawanan pihak Pelawan tanggal ................
berbunyi sebagai berikut :
Kutip isi surat perlawanan Pihak Ketiga
Menimbang bahwa pihak-pihak yang berperkara tersebut telah
menghadap di persidangan dan oleh kedua telah diusahakan perdamaian, akan
tetapi tidak berhasil, setelah itu pemeriksaan dimulai dengan membacakan
surat perlawanan pihak ketiga tersebut.
Menimbang bahwa pihak Pelawan / Penggugat tetap bertahan pada
gugatannya dan selanjutnya telah menyerahkan ke persidangan salinan
autentik dari keputusan Pengadilan Agama di ..................... tanggal ..................
nomor................... yang telah dibacakan;
Menimbang bahwa pihak yang dilawan / Tergugat I sebagai jawaban
Ke daftar isi
197
Redesign Drs. SAHERUDIN
atas perlawanan itu menerangkan bahwa............(kutip jawabannya)
Menimbang bahwa, pihak yang dilawan / Tergugat II sebagai jawaban
atas perlawanan itu menerangkan bahwa........(kutip jawabannya)
Menimbang bahwa dan selanjutnya untuk mempersingkat uraian
putusan ini cukup tercantum dalam berita acara pemeriksaan persidangan
dalam perkara ini.
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa gugatan Pelawan / Penggugat adalah sebagaimana telah dinyatakan dalam duduk perkara;
Menimbang, bahwa berdasarkan .................................... (alasan-alasan) mengapa perlawanan itu dapat dikabulkan;
Menimbang, bahwa pihak-pihak yang dilawan adalah pihak yang
dikalahkan oleh karena itu semua biaya perkara yang timbul patut dibebankan
kepada Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng;
Mengingat segala ketentuan yang berkaitan;
MENGADILI
1. Menyatakan, bahwa perlawanan B (Pelawan / Penggugat) tersebut tepat
dan beralasan;
2. Menyatakan pula bahwa B adalah Pelawan yang benar terhadap
putusanPengadilan Agama di.............. tanggal.....................nomor
................... tersebut.
3. Membatalkan putusan tersebut.
4. Menghukum pihak-pihak yang dilawan, Tergugat I dan Tergugat II tersebut
untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. (dengan huruf).
Demikian diputuskan dst;
Catatan : - Jika perlawanan tersebut dinyatakan bahwa tidak dapat diterima
atu ditolak, maka tinggal merobah di dalam amar.
Ke daftar isi
198
Redesign Drs. SAHERUDIN
Lampiran 18
Berita Acara Sumpah Novum
BERITA ACARA SUMPAH PENEMUAN NOVUM
Persidangan Pengadilan Agama........ yang dilaksanakan pada hari .....
tanggal ................, bertempat di ruang sidang Penagdilan Agama .......................
telah melaksanakan pemeriksaan penemuan bukti baru (novum) dalam
hubungannya dengan perkara perdata Nomor : jo Nomor : atas
permohonan :
................................... , yang beralamat di ..........................................................,
bertindak untuk diri sendiri, perihal : Permohonan Penyumpahan Bukti Baru
(Novum), dengan suratnya tertanggal .....................................................;
Susunan majelis yang bersidang :
- ............................................................... Hakim;
- ............................................................ Panitera Pengganti;
Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, lalu
Pemohon dipanggil masuk menghadap ke ruang persidangan;
Pemohon datang menghadap;
Selanjutnya dibacakan surat permohonan Pemohon dan atas kesempatan
yagn diberikan oleh Hakim, Pemohon menyerahkan surat/bukti baru (novum)
yang telah diberi materai secukupnya, yaitu berupa :
Surat keterangan tertanggal.................. (bukti PK-I)
Yang diketemukan ..........................., pada tanggal.................... Bulan
................................, tahun ....................., di .................................;
Fotokopi surat / bukti batu (novum) tersebut telah diperlihatkan di
persidangan dan telah diberi materai secukupnya, serta fotokopi surat / bukti baru
(novum) tersebut di atas disesuaikan dengan aslinya dan ternyata sesuai dengan
aslinya yang diberi tanda (bukti PK-I);
Kemudian atas pertanyaan Hakim, Pemohon menerangkan bahwa ia telah
menemukan bukti baru dalam hubungannya dengan perkara perdata
nomor................: jo Nomor ...................jo Nomor ...................... yang ditemukan
oleh : ................................, yang beralamat di .....................................................
Selanjutnya yang menemukan bersedia bersumpah menurut cara
agamanya yaitu : ISLAM, yang lafal sumpahnya berbunyi sebagai berikut :
―DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH DENGAN SESUNGGUHNYA DAN TIDAK
Ke daftar isi
199
Redesign Drs. SAHERUDIN
LAIN DARI PADA YANG SEBENARNYA BAHWA SAYA TELAH
MENEMUKAN BUKTI BARU YANG MENENTUKAN (NOVUM) YANG PADA
WAKTU PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA Nomor :
.................. jo Nomor : .................. jo Nomor : ......................
BELUM PERNAH DIAJUKAN, DAN YANG DITEMUKAN OLEH SAYA
SENDIRI PADA TANGGAL ................ BULAN ................................. TAHUN
YANG BERTANDA bukti PK-1,‖ SEMOGA ALLAH MEMBERIKAN
PERTOLONGAN KEPADA SAYA‖.
Selanjutnya atas pertanyaan Hakim, Pemohon menerangkan bahwa tidak ada
lagi yang akan diajukan sebagai bukti baru (novum) dalam persidangan ini.
Demikian Berita Acara pemeriksaan atas surat / bukti baru (novum) ini dibuat
dan ditandatangani oleh kami : ............................................ sebagai Hakim
Pengadilan Agama ...................... .............dengan dibantu oleh : ...............................
sebagai Panitera Pengadilan pada Pengadilan Agama..........................
PANITERA PENGGANTI HAKIM
......................... .........................
Ke daftar isi
200
Redesign Drs. SAHERUDIN
SEKILAS TENTANG REVISI BUKU II
PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERRADILAN AGAMA
Kehadiran Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan
Agama Revisi 2010 disambut oleh segenap aparat Peradilan Agama, baik
hakim, panitera, jurusita/ jurusita pengganti atau pejabat peradilan agama terkait
lainnya, dalam melaksanakan tugas pokok peradilan agama menerima, memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara.
Dalam kurun waktu 2010-2012, setelah Buku II Edisi Revisi 2010
tersebut dipedomani, beberapa muatan materinya banyak dikaji di daerah
(Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar’iyah). Dari hasil kajian tersebut, disampaikanlah
masukanmasukan perbaikan terhadap beberapa materi Buku II tersebut, baik
yang disampaikan melalui surat ke Mahkamah Agung atau disampaikan melalui
Bimtek-Bintek. Di samping adanya masukan-masukan tersebut, juga beberapa
materi Buku II harus menyesuaikan dengan terbitnya peraturan-peraturan yang
baru, baik PERMA ataupun SEMA, antara lain PERMA No. 3 tahun 2012
tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya serta
Rumusan hasil Rapat Pleno Kamar Agama mahkamah Agung RI tanggal 03 s.d.
05 Mei 2012.
Untuk merespon masukan-masukan sekaligus menyesuaikan beberapa
materi Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama
(Buku II) Edisi Revisi 2010, Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI
menerbitkan SK Dirjen Nomor : 0007.a/DjA.1/SK/KU/II/2012 tanggal 08 Februari
2012, Penyusunan Revisi Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Agama (Buku II) dengan personalia sebagai berikut :
Penanggung Jawab : Dr. H. Ahmad Kamil, SH. M.Hum Wakil Penanggung
Jawab
: Dr. H. Andi Syamsu Alam, SH. MH.
Pengarah ; Dirjen Badan Peradilan Agama MA-RI
Ketua : Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH, S.IP, M.Hum
Sekretaris : Drs. H. Zainuddin Fajari, SH, MH
Anggota :
1. Dr. H. Habiburrahman, M.Hum 2. Dr. H. Muhtar Zamzami, SH. MH.
3. Dr. H. Hamdan, SH. MH.
4. Drs. H. Purwo Susilo, SH. MH.
5. Dr. H. Edi Riadi, SH., MH
6. Drs. H. Farid Ismail, SH. MH.
7. Drs. H. Hidayatullah MS, MH.
8. H. Tukiran, SH. MH.
9. Dr. H. Hasbi Hasan, MH.
Ke daftar isi
201
Redesign Drs. SAHERUDIN
Sekretariat :
1. Drs. Slamet Turhamun, MH.
2. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH.
3. Drs. H. Kamaludin, MH.
4, Arief Gunawansyah, SH., MH
Sebagai langkah awal, melalui Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran
Ditjen Badan Peradilan Agama Nomor 0028/DjA.1/SK/KU/VI/2012 tanggal 01 juni
2012, diadakan pembahasan awal revisi Buku II di Hotel Grand Aguila bandung
selama 3 (tiga) hari. Pembahasan di samping diikuti para hakim agung dari Tim
E diikuti juga oleh beberapa hakim agung yang tergabung dalam Pokja Perdata
Agama Mahkamah Agung RI. Para peserta yang hadir adalah :
1. Drs. H. Ahmad Kamil, SH., M.Hum (Wk. Ketua MA Non Yudisial)
2. Drs. H. Andi Syamsu Alam, SH., MH (Ketua Kamar Uldilaga MA-RI)
3. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum (Ketua Tim/Hakim Agung)
4. Drs. H. Habiburrahman, M.Hum (Hakim Agung)
5. Prof. Dr. H. Rifyal Ka’bah, MA (Hakim Agung)
6. Drs. H. Hamdan, SH., MH (Hakim Agung)
7. Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, SH. LL.M (Hakim Agung)
8. Prof. Dr. H. Abdul Ghani Abdullah, SH. (Hakim Agung)
9. Drs. H. Wahyu Widiana, MA. (Dirjen Badilag MA-RI)
10. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH
11. Drs. H. Faris Ismail, SH., MH
12. Drs. H. Edi Riadi, SH., MH
13. Drs. H. U. Mrdiana Mudzaffar, SH., MH
14. Drs. Slamet Turhamun, MH
15. Arif Gunawansyah, SH. MH.
Kemudian untuk merumuskan ulang hasil pembahasan, telah dilakukan
beberapa kali pertemuan, di Bandung dan Bogor oleh Tim terdiri dari :
1. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum
2. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH
3. Drs. H. Edi Riadi, SH., MH
4. Drs. H. Faris Ismail, SH., MH
5. Drs. H. U. Mardiana Mudzaffar, SH., MH
6. Drs. H. Abdul Ghoni, SH. MH.
7. Dr. H. Hasbi hasan, MH.
8. Drs. Slamet Turhamun, MH
Ke daftar isi
202
Redesign Drs. SAHERUDIN
9. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH.
10. Drs. H. Kamaluddin, MH.
11. Arif Gunawansyah, SH. MH.
Dari pertemuan-pertemuan kecil tersebut, dihasilkan Draft Buku II Edisi
Revisi 2012-2013. Untuk menyempurnakan isi Draft Buku II Edisi Revisi 2012-
2013, telah disosialisasikan kepada para Ketua Pengadilan Tinggi Agama Se-
Indonesia/ Mahkamah Syar’iyah Aceh bulan Desember 2012 di Hotel
Mercure Ancol Jakarta dalam rangkaian kegiatan peringatan 130 tahu
Peradilan Agama. Masukan-masukan dari para Ketua Pengadilan Tinggi Agama
Se-Indonesia/ Mahkamah Syar’iyah Aceh , kemudian finalisasi perumusan oleh
Tim Lebih kecil yaitu :
1. Tanggal 1-3 Mei 2013 di Hotel Horison Bandung, yaitu diikuti oleh :
1.1. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum
1.2. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH
1.3. H. Tukiran, SH. MH.
1.4. Drs. Slamet Turhamun, MH
1.5. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH.
1.6. Drs. H. Kamaluddin, MH.
2. Tanggal 30 September s.d. 3 Oktober 2013 di Hotel Mirah Bogor yang diikuti
oleh :
2.1. Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum
2.2. Drs. H. Zainuddin Fajari, SH., MH
2.3. H. Tukiran, SH. MH.
2.4. Drs. Slamet Turhamun, MH
2.5. Drs. H. Nurul Huda, SH. MH.
2.6. Drs. H. Kamaluddin, MH.
Dari pembahasan-pembahasan tersebut di atas, lahirlah Buku II Edisi Revisi 2013
yang dalam waktu dekat akan dicetak oleh Ditjen Badilag MA-RI dan hasil
cetakannya akan didistribusikan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi
Agama dan Mahkamah Syar’iyah Aceh serta Ketua Pengadilan Agama/
mahkamah Syar’iyah untuk dipedomani dalam pelaksanaan tehnis dan
administrasi peradilan agama.
Demikian sekilas mengenai Revisi Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan
Administrasi Peradilan Agama. Semoga dengan selesainya Revisi Buku II tersebut
bermanfaat bagi seluruh aparat Peradilan Agama dalam upaya meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.
Jakarta, 21 Oktober 2013 Tim Revisi
Ke daftar isi
203
Redesign Drs. SAHERUDIN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGN TERKAIT
Tentang Peradilan dalam perkara-perkara perdata dalam taraf
pertama termasuk kekuasaannya Pengadilan Negeri
REGLEMEN INDONESIA YANG DIPERBAHARUI (H I R/ R.I.B.)
Bab Pertama
Hal Melakukan Tugas Kepolisian
Pasal 1 s/d Pasal 37
Bab kedua
Tentang mencari kejahatan dan
pelanggaran
Pasal 38 s/d Pasal 83
Bab Ketujuh Tentang Pengadilan Distrik
(Pasal 84 s/d Pasal 99 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 1/1951).
Bab Kedelapan
Tentang Pengadilan Kabupaten
(Pasal 100 s/d Pasal 114 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor
1/1951).
Bab Kesembilan
Perihal Mengadili Perkara Perdata Yang Harus Diperiksa Oleh Pengadilan
Negeri
Bagian Pertama
Tentang Pemeriksaan Perkara Di Dalam Persidangan
(Pasal 115 s/d pasal 117 ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor
1/1951).
Pasal 118
(1) Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan
Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
penggugat atau oleh wakilnya menurut pasa1123, kepada ketua pengadilan
negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak
diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya.
(2) Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam itu
dimajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah
seorang dari tergugat itu. yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugat-
tergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama
Ke daftar isi
kembali
204
Redesign Drs. SAHERUDIN
dan penanggung, maka penggugatan itu dimasukkan kepada ketua
pengadilan negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah
seorang dari pada orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang
ditentukan pada ayat 2 dari pasal 6 dari reglemen tentang aturan
hakim dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman (R.O.).
(3) Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat
tinggal sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal, maka
surat gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri di tempat
tinggal penggugat atau salah seorang dari pada penggugat, atau jika surat
gugat itu tentang barang gelap, maka surat gugat itu dimasukkan kepada
ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa terletak barang itu.
(4) Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat berkedudukan,
maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan surat gugat itu kepada
ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat
kedudukan yang dipilih itu.
Pasal 119 Ketua pengadilan negeri berkuasa memberi nasihat dan pertolongan kepada
penggugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan surat gugatnya.
Pasal 120
Bilamana penggugat buta huruf, maka surat gugatnya yang dapat
dimasukkannya dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang
mencatat gugat itu atau menyuruh mencatatnya.
Pasal 120a
(Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 1/1951).
Pasal 121 (1) Sesudah surat gugat yang dimasukkan itu atau catatan yang diperbuat itu
dituliskan oleh panitera dalam daftar yang disediakan untuk itu, maka ketua
menentukan hari, dan jamnya perkara itu akan diperiksa d i muka
pengadilan negeri, dan ia memerintahkan memanggil kedua belah pihak
supaya hadir pada waktu itu. disertai oleh saksi-saksi yang dikehendakinya
untuk diperiksa, dan dengan membawa segala surat-surat keterangan yang
hendak dipergunakan.
Ke daftar isi
kembali
kembali
back
back
205
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2) Ketika memanggil tergugat, maka beserta itu diserahkan juga sehelai
salinan surat gugat dengan memberitahukan bahwa ia, kalau mau, dapat
menjawab surat gugat itu dengan surat.
(3) Keterangan yang dimaksud dalam ayat pertama dari pasal ini dicatat
dalam daftar yang tersebut dalam ayat itu, demikian juga pada surat gugat
asli.
(4) Memasukkan ke dalam daftar seperti di dalam ayat pertama. tidak
dilakukan, kalau belum dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang
yang akan diperhitungkan kelak yang banyaknya buat sementara ditaksir oleh
ketua pengadilan negeri menurut keadaan untuk bea kantor kepaniteraan
dan ongkos melakukan segala panggilan serta pemberitahuan yang
diwajibkan kepada kedua belah pihak dan harga meterai yang akan dipakai.
Pasal 122
Ketika menentukan hari persidangan, ketua menimbang jarak antara tempat
diam atau tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri
bersidang dan kecuali dalam hal perlu benar perkara itu dengan segera
diperiksa, dan hal ini disebutkan dalam surat perintah, maka tempo antara
hari pemanggilan kedua belah pihak dari hari persidangan tidak boleh
kurang dari tiga hari kerja.
Pasal 123
(1) Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh
kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa
teristimewa, kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat
dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang
ditandatanganinya dan dimasukkan menurut ayat pertama pasal 118 atau
jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120. maka dalam hal
terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang dibuat
surat gugat ini.
(2) Pegawai yang karena peraturan umum, menjalankan perkara untuk
Indonesia sebagai wakil negeri, tidak perlu memakai surat kuasa yang
teristimewa yang sedemikian itu.
(3) Pengadilan Negeri berkuasa memberi perintah, supaya kedua belah
pihak, yang diwakili oleh kuasanya pada persidangan, datang menghadap
Ke daftar isi
206
Redesign Drs. SAHERUDIN
sendiri. Kuasa itu tidak berlaku buat Presiden.
Pasal 124
Jika penggugat tidak datang menghadap pengadilan negeri pada hari yang
ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh
orang lain menghadap mewakilinya, maka surat gugatnya dianggap gugur dan
penggugat dihukum biaya perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukkan
gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara yang
tersebut tadi.
Pasal 125
(1) Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa, atau
tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia
dipanggil dengan patut. maka gugatan itu diterima dengan tak hadir
(verstek), kecuali kalau nyata kepada pengadilan negeri, bahwa
pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.
(2) Akan tetapi jika tergugat, di dalam surat jawabannya yang tersebut pada pasal 121, mengemukakan perlawanan (exceptie) bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak hadir, ketua pengadilan Negeri wajib memberi keputusan tentang perlawanan itu. sesudah didengarnya penggugat dan hanya jika perlawanan itu tidak diterima, maka ketua pengadilan negeri memutuskan tentang perkara itu.
(3) Jika surat gugat diterima, maka alas perintah ketua diberitahukanlah keputusan pengadilan negeri kepada orang yang dikalahkan itu serta menerangkan pula kepadanya, bahwa ia berhak memajukan perlawanan (verzet) di dalam tempo dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129 tentang keputusan itu di muka pengadilan itu juga.
(4) Panitera mencatat di bawah surat putusan itu kepada siapakah dulunya diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan apakah yang diterangkan orang itu tentang hal itu, baik dengan surat maupun dengan lisan.
Pasal 126
Di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal di atas tadi, Pengadilan
negeri dapat, sebelum menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya
pihak yang tidak datang dipanggil buat kedua kalinya, datang menghadap
pada hari persidangan lain, yang diberitahukan oleh ketua di dalam
persidangan kepada pihak yang datang, bagi siapa pemberitahuan itu berlaku
sebagai panggilan.
Pasal 127
Jika seorang atau lebih dari tergugat tidak datang atau tidak menyuruh
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
back
207
Redesign Drs. SAHERUDIN
orang lain menghadap mewakilinya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan
sampai pada hari persidangan lain, yang paling dekat. Hal mengundurkan itu
diberitahukan pada waktu persidangan kepada pihak yang hadir, bagi mereka
pemberitahuan itu sama dengan panggilan, sedang tergugat yang tidak
datang, disuruh panggil oleh ketua sekali lagi menghadap hari persidangan
yang lain. Ketika itu perkara diperiksa, dan kemudian diputuskan bagi sekalian
pihak dalam satu keputusan, atas mana tidak diperkenankan perlawanan
(verzet).
Pasal 128
(1) Putusan yang dijatuhkan sedang pihak yang dilakukan tak hadir (verstek), tidak
dapat dijalankan sebelum lewat empat belas hari sesudah pemberitahuan,
yang dimaksud pada pasal 125.
(2) Jika sangat perlu, maka putusan itu dapat diperintahkan supaya dijalankan
sebelum lewat tempo itu, baik dalam putusan atau oleh ketua sesudah
dijatuhkan keputusan, atas permintaan penggugat baik dengan lisan
maupun dengan surat.
Pasal 129
(1) Tergugat, yang dihukum sedang ia tak hadir (verstek) dan tidak menerima
putusan itu, dapat memajukan perlawanan atas keputusan itu.
(2) Jika putusan itu diberitahukan kepada yang dikalahkan itu sendiri, maka
perlawanan itu dapat diterima dalam tempo empat belas hari sesudah
pemberitahuan itu. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada yang
dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan itu dapat diterima sampai hari
kedelapan sesudah peringatan yang tersebut pada pasal 196, atau dalam
hal tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut. sampai hari
kedelapan sesudah dijalankan keputusan surat perintah kedua, yang
tersebut pada pasal 197.
(3) Surat perlawanan itu dimasukkan dan diperiksa dengan cara yang biasa,
yang diatur untuk perkara perdata.
(4) Memajukan surat perlawanan kepada ketua pengadilan negeri menahan
pekerjaan, menjalankan keputusan, kecuali jika diperintahkan untuk
menjalankan keputusan walaupun ada perlawanan (verzet).
(5) Jika yang melawan (opposant), yang buat kedua kalinya dijatuhi putusan
sedang ia tak hadir, meminta perlawanan lagi, maka perlawanan itu tidak
dapat diterima.
Pasal 130
(1) Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang. maka pengadilan
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
208
Redesign Drs. SAHERUDIN
negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.
(2) Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu
bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang itu, dalam mana kedua
belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana
akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
(3) Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding.
(4) Jika pada waktu mencoba akan memperdamaikan kedua belah pihak, perlu
dipakai seorang juru bahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti
untuk itu.
Pasal 131
(1) Jika kedua belah pihak menghadap, akan tetapi tidak dapat diperdamaikan,
hal ini mesti disebutkan dalam pemberitaan pemeriksaan, maka surat yang
dimasukkan oleh pihak-pihak dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak
paham bahasa yang dipakai dalam surat itu diterjemahkan oleh juru
bahasa yang ditunjuk oleh ketua dalam bahasa dan kedua belah pihak.
(2) Sesudah itu maka penggugat dan tergugat didengar kalau perlu dengan
memakai seorang jurubahasa.
(3) Juru bahasa itu, jika ia bukan juru bahasa pengadilan negeri yang sudah
disumpah. harus disumpahkan di hadapan ketua, bahwa ia akan
menterjemahkan dengan tulus dan ikhlas apa yang harus diterjemahkan
dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain.
(4) Ayat ketiga dari pasal 154 berlaku bagi juru bahasa.
Pasa1132
Ketua berhak, pada waktu memeriksa, memberi penerangan kepada kedua
belah pihak dan akan menunjukkan supaya hukum dan keterangan yang
mereka dapat dipergunakan jika ia menganggap perlu, supaya perkara berjalan
baik dan teratur.
Pasal 132a
(1) Tergugat berhak dalam tiap-tiap perkara memasukkan gugatan melawan
kecuali :
le. kalau penggugat memajukan gugatan karena suatu sifat. sedang
gugatan melawan itu akan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya;
2e. kalau pengadilan negeri yang memeriksa surat gugat penggugat tidak
berhak memeriksa gugatan melawan itu berhubung dengan pokok
perselisihan.
3e. dalam perkara perselisihan tentang menjalankan keputusan.
(2) Jikalau dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimajukan gugat
Ke daftar isi
kembali
back
209
Redesign Drs. SAHERUDIN
melawan, maka dalam bandingan tidak dapat memajukan gugatan itu.
Pasal 132b
(1) Tergugat wajib memajukan gugatan melawan bersama-sama dengan
jawabannya, baik dengan surat maupun dengan lisan.
(2) Buat gugatan melawan itu berlaku peraturan dari bagian ini.
(3) Kedua perkara itu diselesaikan sekaligus dan diputuskan dalam satu
keputusan, kecuali kalau sekiranya pengadilan negeri berpendapat, bahwa
perkara yang pertama dapat lebih dahulu diselesaikan daripada yang
kedua, dalam hal mana demikian dapat dilakukan, tetapi gugatan mula-
mula dan gugatan melawan yang belum diputuskan itu masih tetap
diperiksa oleh hakim itu juga, sampai dijatuhkan keputusan terakhir.
(4) Bandingan diperbolehkan, jika banyaknya uang dalam gugatan tingkat
pertama ditambah dengan uang dalam gugatan melawan lebih daripada
jumlah uang yang sebanyak-banyaknya yang dapat diputuskan oleh
pengadilan negeri sebagai hakim yang tertinggi.
(5) Bila kedua perkara itu dibagi-bagi dan keputusan dijatuhkan berasing-asing
maka haruslah dituruti aturan biasa tentang hak bandingan.
Pasal 133
Jika tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri sedang ia menurut aturan
pasal 118 tidak usah menghadap hakim maka ia dapat meminta pada hakim, jika
hal ini dimajukan sebelum sidang pertama, supaya hakim menyatakan bahwa ia
tidak berkuasa; surat gugat itu tidak akan diperhatikan lagi, jika tergugat telah
melahirkan sesuatu perlawanan lain.
Pasal 134
Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan
negeri. maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu, dapat
diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakim pun
wajib pula mengakuinya karena jabatannya.
Pasal 135
Jika tidak ada pernyataan tidak berkuasa, atau jika ada pernyataan yang
ditimbang tidak beralasan, maka pengadilan negeri, sesudah mendengar kedua
belah pihak, akan dengan segera memeriksa dengan saksama dan adil
kebenaran surat gugatan yang dilawan itu dan syah-nya pembelaan tentang itu.
Pasal 135a
(1) Jika gugatan itu mengenai perkara pengadilan yang sudah diputus oleh
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
210
Redesign Drs. SAHERUDIN
hakim desa. maka pengadilan-pengadilan negeri meminta diberitahukan
padanya tentang keputusan itu dan sebanyak-banyaknya tentang alasan-
alasannya.
(2) Jika gugatan itu perkara pengadilan yang belum diputus oleh hakim desa,
sedang pengadilan negeri berpendapat perlu keputusan yang sedemikian
itu, maka ketua memberitahukan hal itu pada penggugat sambil
menyerahkan selembar surat keterangan, dan pemeriksaan perkara itu
diundurkan sampai persidangan yang akan datang, yang akan ditentukan
oleh ketua, jika perlu oleh karena jabatannya.
(3) Jika hakim desa telah menjatuhkan keputusan, maka penggugat
memberitahukan isi keputusan itu pada pengadilan negeri, kalau dapat
dengan menunjukkan salinannya, jika ia menghendaki perkara itu dilanjutkan
sesudah itu maka pemeriksaan perkara itu dilanjutkan.
(4) Jika Hakim desa belum juga menjatuhkan keputusan, sesudah dua bulan
penggugat memajukan perkaranya kepadanya, maka alas permintaan
penggugat untuk itu, pemeriksaan perkara itu diulangi pengadilan negeri.
(5) Kalau penggugat tidak dapat dengan cukup menjelaskan alasan-alasan yang
dapat diterima menurut pendapat hakim yang menyebabkan hakim
desa tidak mau menjatuhkan keputusan, maka oleh karena jabatannya
hakim harus meyakinkan keadaan itu.
(6) Jika ternyata bahwa penggugat tidak memajukan perkara itu pada hakim desa,
maka gugatannya itu dipandang gugur.
Pasal 136
Perlawanan yang sekiranya hendak dikemukakan oleh tergugat (exceptie),
kecuali tentang hal hakim tidak berkuasa, tidak akan dikemukakan dan
ditimbang masing-masing. tetapi harus dibicarakan dan diputuskan bersama-
sarna dengan pokok perkara.
Pasal 137
Pihak-pihak dapat menuntut melihat surat-surat keterangan lawannya dan
sebaliknya, surat mana diserahkan kepada hakim buat keperluan itu.
Pasal 138
(1) Jika satu pihak membantah kebenaran surat keterangan yang
diserahkan oleh lawannya, maka pengadilan negeri dapat memeriksa hal
itu, sesudahnya ia akan memberi keputusan, apa surat yang dibantah itu
dipakai atau trdak dalam perkara itu.
(2) Jika ternyata buat keperluan pemeriksaan pemakaian surat yang
dipegang oleh penyimpan umum, maka pengadilan negeri
memerintahkan supaya surat itu diperlihatkan pada persidangan yang
Ke daftar isi
211
Redesign Drs. SAHERUDIN
akan ditentukan untuk itu.
(3) Jika ada keberatan akan memperlihatkannya, baik karena perihal surat itu,
maupun karena jauhnya tempat tinggal penyimpan, maka pengadilan negeri
memerintahkan supaya pemeriksaan itu dijalankan di muka pengadilan
negeri pada tempat tinggal penyimpan itu, atau supaya surat itu dikirimkan
kepada ketua itu dalam tempo yang ditentukan dan menurut cara yang
akan ditentukannya. Pengadilan negeri yang tersebut terakhir membuat
surat pemberitaan dari pemeriksaannya itu dan mengirimkan surat itu
kepada pengadilan negeri yang tersebut lebih dahulu.
(4) Penyimpan, dengan tidak ada sebab yang syah, tidak memenuhi
perintah memperlihatkan atau mengirimkan surat itu, dapat dipaksa
dengan paksaan badan untuk memperlihatkan atau mengirimkan surat itu
atas perintah ketua pengadilan negeri yang berwajib memeriksa surat
itu, atas permintaan pihak yang berkepentingan itu.
(5) Jika surat itu tidak sebahagian dari sebuah daftar, maka penyimpan
memperbuat salinan surat itu sebelum diperlihatkan atau dikirimkan akan
jadi ganti surat asli selama surat itu belum diterima kembali. Di sebelah
bawah pada salinan surat itu dicatatnya apa sebabnya salinan itu diperbuat,
catatan mana diperbuatnya pada surat asli yang akan diberikan itu dan pada
salinan tersebut.
(6) Segala biaya dibayar oleh pihak yang memasukkan surat perlawanan itu
kepada penyimpan menurut taksiran ketua pengadilan negeri yang akan
memutuskan perkara itu.
(7) Jika pemeriksaan tentang kebenaran surat yang dimasukkan itu
menimbulkan sangkaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang masih
hidup, maka pengadilan negeri mengirim segala surat itu kepada pegawai
yang berkuasa untuk menuntut kejahatan itu.
(8) Perkara yang dimajukan pada pengadilan negeri dan belum diputus
itu. dipertangguhkan dahulu, sampai perkara pidana itu diputuskan.
Pasal 139
(1) Jika penggugat atau tergugat hendak meneguhkan kebenaran tuntutannya
dengan saksi-saksi, akan tetapi oleh sebab mereka tidak mau menghadap
atau oleh sebab hal lain tidak dapat dibawa menurut yang ditentukan
pada pasal 121, maka pengadilan negeri akan menentukan hari
persidangan kemudian, pada waktu mana akan diadakan pemeriksaan
serta memerintahkan supaya saksi-saksi yang tidak mau menghadap
persidangan dengan rela hati dipanggil oleh seorang penjabat yang berkuasa
menghadap pada sidang hari itu.
(2) Panggilan serupa itu dijalankan juga kepada saksi-saksi yang mesti
didengar oleh pengadilan negeri menurut perintah oleh karena jabatannya.
Ke daftar isi
212
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 140
(1) Jika saksi yang dipanggil demikian itu tidak datang pada hari yang
ditentukan itu, maka dihukum oleh pengadilan negeri membayar segala
biaya yang dikeluarkan dengan sia-sia itu.
(2) la akan dipanggil sekali lagi atas ongkos sendiri.
Pasal 141
(1) Jika saksi yang dipanggil kedua kalinya itu tidak juga datang maka ia dapat
dihukum buat kedua kalinya membayar biaya yang dikeluarkan dengan sia-
sia itu. dan akan mengganti kerugian yang terjadi pada kedua belah
pihak oleh karena ke tidak datangnya itu.
(2) Kemudian ketua dapat memerintahkan, supaya saksi yang tidak datang
itu oleh pegawai umum dibawa menghadap pengadilan negeri
untuk memenuhi kewajibannya.
Pasal 142
Jika saksi yang tidak datang itu membuktikan, bahwa ia tidak dapat datang
memenuhi pengadilan karena sebab yang syah, maka setelah diberikan
keterangannya itu. ketua wajib menghapuskan hukuman yang dijatuhkan
padanya.
Pasal 143
(1) Tidak seorang pun yang dapat dipaksa datang menghadap pengadilan negeri
untuk memberi kesaksian di dalam perkara perdata, jika tempat diamnya
atau tempat tinggalnya di luar keresidenan, tempat kedudukan pengadilan
negeri itu.
(2) Jika saksi yang demikian itu dipanggil, tetapi tidak datang maka ia tidak
dapat dihukum karena itu, tetapi pemeriksaan diserahkan kepada
pengadilan negeri dalam daerah hukumnya saksi itu diam atau tinggal; dan
majelis itu wajib dengan segera mengirimkan surat pemberitaan
pemeriksaan itu.
(3) Perintah yang demikian dapat juga terus diberikan dengan tidak memanggil
saksi itu lebih dahulu.
(4) Surat pemberitaan pemeriksaan itu dibacakan dalam persidangan.
Pasal 144
(1) Saksi yang menghadap pada hari yang ditentukan itu dipanggil ke dalam
seorang demi seorang.
(2) Ketua menanya namanya, pekerjaannya, umurnya dan tempat diam atau
tinggalnya, lagi pula apakah mereka itu berkeluarga sedarah dengan
kedua belah pihak atau salah satu dari padanya, atau karena berkeluarga
semenda. dan jika ada, berapa pupu, dan apakah mereka makan gaji atau
jadi bujang pada salah satu pihak.
Ke daftar isi
213
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 145
(1) Sebagai saksi tidak dapat didengar :
le. keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut
keturunan yang lulus.
2e. istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
3e. anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya lima
belas tahun;
4e. orang gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang.
(2) Akan tetapi kaum keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak dapat
ditolak sebagai saksi dalam perkara perselisihan kedua belah pihak
tentang keadaan menurut hukum perdata atau tentang sesuatu perjanjian
pekerjaan.
(3) Hak mengundurkan diri memberi kesaksian dalam perkara yang tersebut
dalam ayat di atas ini tidak berlaku buat orang-orang yang disebutkan pada
pasal 146 kesatu dan kedua.
(4) Pengadilan negeri berkuasa memeriksa di luar sumpah anak-anak yang
tersebut di atas tadi atau orang gila yang terkadang-kadang mempunyai
ingatan terang, tetapi keterangan mereka hanya dapat dipandang semata-
mata sebagai penjelasan.
Pasal 146
(1) Untuk memberikan kesaksian dapat mengundurkan diri:
le. saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan
perempuan dari salah satu pihak.
2e keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki
dan. perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak.
3e semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang
syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya
mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.
(2) Tentang benar tidaknya keterangan orang, yang diwajibkan menyimpan
rahasia itu terserah pada pertimbangan pengadilan negeri.
Pasal 147
Jika tidak diminta mengundurkan diri, atau jika penolakan ini dianggap tidak
beralasan buat memberikan kesaksiannya, maka sebelum saksi itu memberi
keterangannya, ia lebih dahulu disumpah menurut agamanya.
Pasal 148
Jika di luar hal tersebut pada pasal 146. seorang saksi menghadap di
Ke daftar isi
kembali
kembali
214
Redesign Drs. SAHERUDIN
persidangan dan enggan disumpah, atau enggan memberi keterangannya,
maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua dapat memberi
perintah, supaya saksi itu disanderakan sampai saksi itu memenuhi
kewajibannya.
Pasal 149
(Ditiadakan oleh undang-undang darurat Nomor 1/1951).
Pasal 150
(1) Kedua belah pihak akan memajukan pertanyaan yang akan ditanyakan
kepada saksi.
(2) Jika di antara pertanyaan itu ada yang ditimbang pengadilan negeri tidak
mengenai perkara itu, maka pertanyaan itu tidak ditanyakan kepada saksi.
(3) Hakim dapat memajukan segala pertanyaan kepada saksi dengan maunya
sendiri yang ditimbangnya berguna untuk mendapat kebenaran.
Pasal 151
Ketentuan-ketentuan pada pasal 284 dan 285. tentang saksi-saksi dalam perkara
pidana, berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 152
Keterangan saksi yang diperiksa dalam persidangan dituliskan dalam proses
perbal persidangan itu oleh panitera pengadilan negeri.
Pasal 153
(1) Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka Ketua boleh mengangkat
satu atau dua orang Komisaris dari pada dewan itu, yang dengan bantuan
panitera Pengadilan Negeri akan melihat keadaan tempat atau
menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan
bagi hakim.
(2) Panitera Pengadilan hendaklah membuat proses perbal atau berita acara
tentang pekerjaan itu dan hasilnya yang perlu ditandatangani oleh
komisaris-komisaris dan panitera pengadilan itu.
Pasal 154
(1) Jika menurut pendapat ketua pengadilan negeri, perkara itu dapat
dijelaskan oleh pemeriksaan atau penetapan ahli-ahli, maka karena
jabatannya. atau atas permintaan pihak-pihak, ia dapat mengangkat ahli-
ahli tersebut.
(2) Dalam hal yang demikian, maka ditentukan hari persidangan pada waktu mana
Ke daftar isi
215
Redesign Drs. SAHERUDIN
hal itu memberi laporannya baik dengan surat, maupun dengan lisan dan
menguatkan keterangan itu dengan sumpah.
(3) Sebagai ahli tidak dapat diangkat orang yang tidak dapat didengar sebagai
saksi.
(4) Ketua Pengadilan Negeri sekali-sekali tidak diwajibkan menuruti perasaan
orang ahli itu, jika berlawanan dengan keyakinannya.
Pasal 155
(1) Jika kebenaran gugatan atau kebenaran pembelaan atas itu tidak cukup
terang akan tetapi ada jugs kebenarannya, dan sekali -kali tidak ada
jalan lagi akan menguatkannya dengan upaya keterangan-keterangan
yang lain, maka ketua pengadilan negeri dapat karena jabatannya
menyuruh salah satu pihak bersumpah, baik oleh karena itu untuk
memutuskan perkara itu atau untuk menentukan jumlah uang yang akan
diperkenankan.
(2) Dalam hal yang terakhir itu ketua pengadilan negeri menentukan jumlah uang
hingga jumlah mana penggugat dapat dipercaya atas sumpahnya.
Pasal 156
(1) Bahkan jika sekalipun tidak ada keterangan untuk memperkuat gugatan
atau lawanan atas gugatan, satu pihak meminta supaya pihak lain disumpah
di hadapan hakim, agar membuat keputusan bergantung dari pada itu, asal
saja sumpah itu tentang satu perbuatan yang dilakukan oleh orang itu,
dari pada sumpahnyalah keputusan itu akan bergantung.
(2) Jika perbuatan itu, satu perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak,
maka ia yang tidak mau bersumpah itu, dapat menolak sumpah itu kepada
lawannya.
(3) Barang siapa disuruh bersumpah, tetapi ia enggan bersumpah atau
menolak sumpah itu kepada lawannya, ataupun barang siapa menyuruh
bersumpah, tetapi sumpah itu ditolak kepadanya dan ia enggan bersumpah,
maka ia akan dikalahkan.
Pasal 157
Sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang diminta atau
ditolak oleh satu pihak lain, dengan sendiri harus diangkatnya kecuali kalau
ketua pengadilan negeri memberi izin kepada satu pihak, karena sebab yang
penting, akan menyuruh bersumpah seorang wakil istimewa yang dikuasakan
untuk mengangkat sumpah itu, kuasa yang mana hanya dapat diberi dengan
surat yang syah, di mana dengan saksama dan cukup disebutkan sumpah yang
akan diangkat itu.
Ke daftar isi
kembali
kembali
sum
pah
216
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 158
(1) Hal mengangkat sumpah itu selalu dilakukan dalam sidang pengadilan
negeri, kecuali jika hal itu tidak dapat dilangsungkan karena ada halangan yang
syah; dalam hal yang demikian ketua pengadilan negeri boleh memberi
kuasa kepada salah seorang anggota, supaya dengan bantuan panitera
pengadilan, yang akan membuat proses perbal tentang hal itu, disumpahnya
pihak yang berhalangan itu di rumahnya.
(2) Sumpah itu hanya boleh diambil di hadapan pihak yang lain, atau sesudah
pihak itu dipanggil dengan patut.
Pasal 159
(1) Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari persidangan pertama,
yang ditetapkan untuk memeriksanya, maka pemeriksaan perkara itu
diundurkan untuk melanjutkan sampai hari persidangan lain, yang
sedapat-dapatnya tidak berapa lama kemudian, dan demikian juga
seterusnya.
(2) Hal pengunduran itu harus diterangkan dalam persidangan di hadapan
kedua belah pihak, bagi siapa keputusan itu berlaku sebagai panggilan.
(3) Jika salah satu pihak dari yang, menghadap pada hari persidangan pertama,
tidak menghadap di persidangan kemudian, waktu diperintahkan
pertangguhan yang baru, maka ketua pengadilan negeri wajib menyuruh
memberitahukan kepada pihak itu bila persidangan itu akan dilanjutkan.
(4) Tidak dapat diberi pertangguhan alas permintaan kedua belah pihak, lagi
pula tidak dapat diperintahkan oleh pengadilan negeri karena jabatannya, jika
tidak perlu benar.
Pasal 160
(1) Jika pada waktu acara ada suatu perbuatan yang harus dilakukan, sedang
biaya perkara menurut pasal 182 akan dapat dipikulkan kepada orang
yang dikalahkan maka ketua dapat memerintahkan supaya salah satu pihak
lebih dahulu membayar biaya itu di kantor kepaniteraan dengan tidak
mengurangkan hak dari yang lain, akan membayar lebih dahulu uang itu
atas maunya sendiri.
(2) Jika kedua belah pihak enggan membayar lebih dahulu biaya perkara dan
nasihat oleh ketua untuk membayar biaya itu percuma saja, perbuatan yang
diperintahkan itu tidak dilakukan, kecuali jika diwajibkan oleh peraturan
undang-undang dan pemeriksaan perkara diteruskan kalau perlu pada
persidangan lain yang akan ditetapkan oleh ketua, yang diberitahukan
kepada kedua belah pihak.
Pasal 161
(1) Kalau perkara itu sebanyak mungkin sudah diselesaikan baik
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
217
Redesign Drs. SAHERUDIN
pada waktu persidangan pertama juga, maupun dalam persidangan
kemudian, maka sesudah disuruh keluar kedua belah pihak, saksi dan
segala orang yang datang mendengar, ketua pengadilan negeri akan
meminta pendapat penasehat, yang menghadiri pemeriksaan perkara itu
pada waktu persidangan menurut pasal 7 Reglemen tentang aturan hakim
dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman di Indonesian
(Staatsblad 1914: 317).
(2) Kemudian diadakan permusyawaratan dan putusan diperbuat menurut
ketentuan pada pasal 39 dan 40 Reglemen tentang aturan hakim dan
mahkamah serta kebijaksanaan kehakimandi Indonesia (R.0).
Bagian Kedua
Tentang Bukti
Pasal 162
Tentang bukti dan tentang menerima atau menolak alat-atat bukti dalam perkara
perdata, ketua pengadilan negeri wajib mengingat aturan utama yang disebut di
bawah ini.
Pasal 163
Barang siapa, yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu
perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang
lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian
itu.
Pasal 164
Maka yang disebut alat-alat bukti, yaitu:
- bukti dengan surat
- bukti dengan saksi
- persangkaan-persangkaan
- pengakuan, dan
- sumpah
di dalam segala hal dengan memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan
dalam pasalpasal yang berikut.
Pasal 165
Surat (Akta) yang syah, ialah suatu surat yang diperbuat demikian oleh atau di
hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya menjadi bukti yang
cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang
mendapat hak daripadanya tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu
dan juga tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, dalam
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
Li’an
218
Redesign Drs. SAHERUDIN
hal terakhir ini hanya jika yang diberitahukan itu berhubungan langsung dengan
perihal pada surat (akta) itu.
Pasal 166
Dicabut menurut Staatblad 1927 Nomor 146.
Pasal 167
Hakim dapat memberikan kekuatan bukti yang demikian syah pada
pembukuan seseorang, buat keuntungan orang itu, sebagaimana patut menurut
pikirannya, sehingga dapat dihargakan dalam tiap-tiap hal yang istimewa.
Pasal 168
(Ditiadakan oleh undang-undang darurat No.1/1951).
Pasal 169
Keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alat bukti yang lain,
di dalam hukum tidak dapat dipercaya.
Pasal 170
Jika kesaksian yang berasing-asing dan yang tersendiri dari beberapa orang,
tentang beberapa kejadian dapat menguatkan satu perkara yang tertentu oleh
karena kesaksian itu bersetuju dan berhubung-hubungan, maka diserahkan pada
pertimbangan hakim buat menghargai kesaksian yang berasing-asing itu
sedemikian kuat, sehingga menurut keadaan.
Pasal 171
(1) Tiap-tiap kesaksian harus berisi segala sebab pengetahuan.
(2) Pendapat-pendapat atau persangkaan yang istimewa, yang disusun
dengan kata akal, bukan kesaksian.
Pasal 172
Dalam hal menimbang harga kesaksian hakim harus menumpahkan perhatian
sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi: cocoknya kesaksian-
kesaksian dengan yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang
diperselisihkan; tentang sebab-sebab, yang mungkin ada pada saksi itu untuk
menerangkan duduk perkara dengan cara begini atau begitu; tentang peri
kelakuan adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat
menyebabkan saksi itu dapat dipercaya benar atau tidak.
Pasal 173
Persangkaan saja yang tidak berdasarkan suatu peraturan undang-undang yang
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
219
Redesign Drs. SAHERUDIN
tertentu, hanya harus diperhatikan oleh Hakim waktu menjatuhkan keputusan jika
persangkaan itu penting, saksama, tertentu dan satu sama lain bersetujuan.
Pasal 174
Pengakuan yang diucapkan di hadapan Hakim, cukup menjadi bukti untuk
memberatkan orang yang mengaku itu, baik yang diucapkannya sendiri,
maupun dengan pertolongan orang lain, yang istimewa dikuasakan untuk itu.
Pasal 175
Diserahkan kepada timbangan dan hati-hatinya Hakim untuk menentukan harga
suatu pengakuan dengan lisan, yang diperbuat di luar hukum.
Pasal 176
Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas akan
menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang
yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan maksud akan
melepaskan dirinya. menyebutkan perkara yang terbukti yang kenyataan dusta.
Pasal 177
Kepada seorang, yang dalam satu perkara telah mengangkat sumpah
yang ditanggungkan atau ditolak kepadanya oleh lawannya atau yang disuruh
sumpah oleh hakim tidak dapat diminta bukti yang lain untuk
menguatkan kebenaran yang disumpahkannya itu.
Bagian Ketiga
Tentang Musyawarat Dan Keputusan
Pasal 178
(1) Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarat wajib mencukupkan segala
alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak.
(2) Hakim wajib mengadili alas segala bahagian gugatan.
(3) la tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat,
atau memberikan lebih dari pada yang digugat.
Pasal 179
(1) Sesudah keputusan diperbuat dengan mengingat aturan-aturan di atas ini,
maka kedua belah pihak dipanggil masuk kembali dan keputusan
diumumkan oleh ketua.
(2) Jika kedua pihak atau salah satu dari mereka tidak hadir pada waktu
keputusan itu diumumkan, maka isi keputusan itu atas perintah ketua
diberitahukan kepadanya oleh seorang pegawai yang diwajibkan untuk itu.
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
220
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Ayat penghabisan dari pasal 125 berlaku dalam hal ini.
Pasal 180
(1) Ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan supaya keputusan itu
dijalankan dahulu biarpun ada perlawanan atau bandingan, jika ada surat
yang syah, suatu surat tulisan yang menurut aturan yang berlaku dapat
diterima sebagai bukti atau jika ada hukuman lebih dahulu dengan keputusan
yang sudah mendapat kekuasaan pasti, demikian juga jika dikabulkan
tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak kepunyaan.
(2) Akan tetapi hal menjalankan dahulu, keputusan ini sekali -kali tidak
dapat menyebabkan orang disanderakan.
Pasal 181
(1) Barang siapa, yang dikalahkan dengan keputusan akan dihukum membayar
biaya perkara. Akan tetapi semua atau sebagian biaya perkara itu dapat
diperhitungkan antara: laki isteri, keluarga sedarah dalam turunan yang
lurus, saudara laki-laki dan saudara perempuan atau keluarga semenda, lagi
pula jika dua belah pihak masing masing dikalahkan dalam beberapa hal;
(2) Pada keputusan sementara dan keputusan yang lain yang lebih dahulu
dari keputusan penghabisan maka dapatlah keputusan tentang
biaya perkara ditangguhkan sampai pada waktu dijatuhkan keputusan
terakhir.
(3) Biaya perkara yang diputuskan dengan keputusan sedang yang dikalahkan
tak hadir, harus dibayar oleh orang yang dikalahkan, meskipun ia akan
menang perkara sesudah dimajukan perlawanan atau bandingan, kecuali
pada waktu pemeriksaan perlawanannya atau bandingannya, bahwa ia tidak
dipanggil dengan patut.
Pasal 182
(1) Hukuman membayar biaya itu dapat meliputi tidak lebih dari:
1o biaya kantor panitera dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara
itu;
2o biaya saksi, orang ahli dan juru bahasa terhitung juga biaya sumpah
mereka itu, dengan pengertian bahwa pihak yang meminta supaya
diperiksa lebih dari lima orang saksi tentang satu kejadian itu, tidak dapat
memperhitungkan bayaran kesaksian yang lebih itu kepada lawannya;
3o biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim dan lain-lain;
4o gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan
segala suratjurusita yang lain;
5o biaya yang tersebut pada pasal 138, ayat keenam;
6o gaji yang harus dibayar kepada panitera atau pegawai lain karena
Ke daftar isi
kembali
221
Redesign Drs. SAHERUDIN
menjalankan keputusan;
(2) semuanya itu menurut undang-undang dan daftar harga yang telah ada atau
yang akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Kehakiman dan jika itu tidak
ada menurut taksiran ketua.
Pasal 183
(1) Banyaknya biaya perkara, yang dijatuhkan pada salah satu pihak harus
disebutkan dalam keputusan.
(2) Aturan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga uang.
yang dijatuhkan pada satu pihak untuk dibayar kepada pihak yang lain.
Pasal 184
(1) Keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas gugatan dan
jawaban, serta dasar alasan-alasan keputusan itu: begitu juga keterangan,
yang dimaksud pada ayat keempat pasal 7. Reglemen tentang Aturan Hakim
dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia dan akhirnya
keputusan pengadilan, negeri tentang pokok perkara dan tentang banyaknya
biaya, lagi pula pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak pada
waktu mengumumkan keputusan itu.
(2) Di dalam keputusan-keputusan yang berdasarkan pada aturan undang-
undang yang pasti, maka aturan itu harus disebutkan.
(3) Keputusan-keputusan itu ditandatangani oleh ketua dan panitera.
Pasal 185
(1) Keputusan yang bukan keputusan terakhir, sungguhpun harus diucapkan
dalam persidangan juga, tidak diperbuat masing-masing sendiri, tetapi
hanya dilakukan dalam surat pemberitaan persidangan.
(2) Kedua belah pihak dapat meminta supaya diberikan kepada masing-masing
salinan yang sah dari peringatan yang demikian dengan membayarnya
sendiri.
Pasal 186
(1) Panitera membuat berita acara dari tiap-tiap satu perkara di dalam berita
acara itu disebut juga selain dari yang terjadi dalam persidangan, nasehat
yang tersebut pada ayat ketiga pasal 7 Reglemen tentang Aturan
Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia.
(2) Berita acara ini ditandatangani oleh hakim dan panitera.
Pasal 187
(1) Jika ketua tidak dapat menandatangani keputusan atau berita acara
persidangan, maka hal itu dilakukan oleh anggota yang turut dalam
Ke daftar isi
kembali
222
Redesign Drs. SAHERUDIN
pemeriksaan perkara itu, yang tingkat jabatannya langsung di bawah
ketua.
(2) Jika panitera tidak dapat menandatangani keputusan hukuman atau
berita acara persidangan maka hal itu harus di jelaskan dalam keputusan
atau berita acara.
Bagian Keempat
Tentang Membanding Keputusan (Apel)
Pasal 188 s/d pasal 194. (Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 1/1951).
Bagian Kelima
Tentang Menjalankan Keputusan
Pasal 195
(1) Hal menjalankan keputusan pengadilan negeri, dalam perkara yang pada
tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, adalah atas perintah dan
dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama
memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur dalam pasal-pasal berikut
ini.
(2) Jika hal itu harus dilakukan sekaligus atau sebagian, di luar daerah hukum
pengadilan negeri yang tersebut di atas, maka ketuanya meminta bantuan
ketua pengadilan yang berhak, dengan surat demikian juga halnya di luar
Jawa-Madura.
(3) Ketua pengadilan negeri yang bantuannya diminta, berlaku sebagai
ditentukan pada ayat di atas ini juga, jika nyata padanya, bahwa hal
menjalankan keputusan itu harus terjadi sekaligus atau sebagian di luar
daerah hukumnya pula.
(4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta bantuannya oleh rekannya dari
luar Jawa dan Madura, berlaku peraturan dalam bahagian ini, tentang
segala perbuatan yang akan dilakukan disebabkan perintah ini.
(5) Ketua yang diminta bantuannya itu, memberitahukan dalam dua kali dua
puluh empat jam, segala daya upaya yang telah diperintahkan dan
kemudian tentang kesudahannya kepada ketua pengadilan negeri
yang pada tingkat pertama, memeriksa perkara itu.
(6) Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan
bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala
perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri,
yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu.
(7) Dari perselisihan yang timbul dari keputusan tentang perselisihan itu ketua
pengadilan negeri memberitahukan dengan surat tiap-tiap kali dalam tempo
dua kali dua puluh empat jam kepada ketua pengadilan negeri, yang pada
tingkat pertama memeriksa perkara itu.
Ke daftar isi
back
back
back
back
223
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 196
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu
dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik
dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang
tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua
menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan,
supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh
ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Pasal 197
(1) Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan
belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan
patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya
memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-
barang yang tidak tetap dan jika tidak ada. atau ternyata tidak cukup sekian
banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa
cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan
itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan
itu.
(2) Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.
(3) Apabila panitera berhalangan karena pekerjaan jabatannya atau oleh
sebab yang lain, maka ia digantikan oleh seorang yang cakap atau yang
dapat dipercaya, yang untuk itu ditunjukkan oleh ketua atau atas permohonan
panitera oleh Kepala Daerah, dalam hal penunjukkan yang menurut tersebut
tadi, ketua berkuasa pula, menurut keadaan bilamana perlu ditimbangnya
untuk menghemat biaya berhubung dengan jauhnya tempat penyitaan itu
harus dilakukan.
(4) Penunjukkan orang itu dilakukan dengan menyebutkannya saja atau
dengan mencatatnya pada surat perintah yang tersebut pada ayat pertama
pasal ini.
(5) Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat
berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita
barangnya itu diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir.
(6) Di waktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang
namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan
acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu
dan salinannya.
(7) Saksi itu haruslah penduduk Indonesia telah cukup umurnya 21 tahun dan
terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan
penyitaan itu.
(8) Penyitaan barang yang tidak tetap kepunyaan orang yang berutang.
termasuk juga dalam bilangan itu uang tunai dan surat-surat yang
Ke daftar isi
kembali
kembali
back
224
Redesign Drs. SAHERUDIN
berharga uang dapat juga dilakukan atas barang berwujud, yang ada
ditangan orang lain, akan tetapi tidak dapat dijalankan atas hewan dan
perkakas yang sungguh-sungguh dipergunakan menjalankan pencaharian
orang yang terhukum itu.
(9) Panitera atau orang yang ditunjuk menggantinya, menurut keadaan,
dapat meninggalkan barang-barang yang tidak tetap atau sebagian
dari itu dalam persimpanan orang yang barangnya disita itu, atau
menyuruh membawa sebagian dari barang itu ke satu tempat persimpanan
yang patut.
Dalam hal pertama, maka ia memberitahukan kepada polisi desa atau
polisi kampung, dan polisi itu harus menjaga, supaya jangan ada dari
barang itu dilarikan. Opstal Indonesia tidak dapat dibawa ke tempat lain.
Pasal 198
(1)Jika disita barang yang tetap, maka surat pemberitaan acara
penyitaan itu diumumkan, walaupun barang tetap itu sudah atau
belum dibukukan menurut ordonansi tentang membukukan hypotheek atas
barang itu di Indonesia (Staatsblad 1834 No. 27) dengan menyalin
pemberitaan acara itu di dalam daftar yang tersebut pada pasal 50 dari
aturan tentang menjalankan undang-undang baharu (Staatsblad 1848 No.
10); dan jika tidak dibukukan menurut ordonansi yang tersebut di atas ini,
dengan menyalin pemberitaan acara itu dalam daftar yang disediakan untuk
maksud itu dengan menyebut jam, hari, bulan dan tahun itu harus disebut
oleh panitera pada surat asli yang diberikan kepadanya.
(2) Lain dari itu orang yang disuruh menyita barang itu, memberi perintah kepada
kepala desa supaya hal penyitaan barang itu diumumkan di tempat itu
menurut cara yang dibiasakan, sehingga diketahui seluas-luasnya oleh ketua.
Pasal 199
(1) Terhitung mulai dari hari pemberitaan acara penyitaan barang itu
diumumkan pihak yang disita barangnya, itu tidak dapat lagi
memindahkan kepada orang lain, memberatkan atau mempersewakan
barang-barang tetap yang disita itu.
(2) Perjanjian yang bertentangan dengan larangan ini, tidak dapat dipakai akan
melawan yang menjalankan penyitaan itu.
Pasal 200
(1) Penjualan barang yang disita dilakukan dengan perantaraan kantor lelang,
atau menurut keadaan, menurut pertimbangan ketua, oleh orang yang
melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya,
yang ditunjuk oleh ketua, yang tinggal di tempat penjualan itu dilakukan atau
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
back
225
Redesign Drs. SAHERUDIN
di dekat tempat itu.
(2) Akan tetapi jika penjualan, yang dimaksud dalam ayat pertama, harus dilakukan
untuk menjalankan suatu keputusan berguna untuk membayar suatu jumlah,
yang lebih dari tiga ratus rupiah, biaya perkara tidak dihitung, atau jika menurut
timbangan ketua ada persangkaan, bahwa barang yang disita itu dikuatirkan
tidak akan menghasilkan lebih dari tiga ratus rupiah, maka penjualan itu
sekali-kali tidak dapat dilakukan dengan perantaraan kantor lelang.
(3) Penjualan dalam hal ini akan dilakukan oleh orang yang menjalankan
penyitaan itu. atau oleh orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, seperti
dimaksud pada ayat pertama. Orang yang diperintahkan menjual itu
memberi pertelaan dengan surat kepada ketua tentang kesudahan
penjualan itu.
(4) Yang terhukum berkuasa akan menunjukkan tertib barang, sitaan yang akan
dijual itu.
(5) Setelah hasil penjualan barang itu sama dengan jumlah yang tersebut
dalam keputusan yang dilakukan ditambah dengan biaya untuk menjalankan
keputusan itu. maka penjualan itu dihentikan dan barang-barang yang
selebihnya, pada saat itu juga dikembalikan kepada yang terhukum.
(6) Penjualan barang-barang yang tidak tetap, dilakukan diumumkan pada
waktunya menurut kebiasaan setempat; penjualan tidak dapat dilakukan
sebelum lewat hari kedelapan setelah barang-barang itu disita.
(7) Jika bersama-sama dengan barang yang tidak tetap barang yang tetap
disita dan dari barang-barang yang tidak tetap itu tidak ada yang akan lekas
jadi busuk, maka penjualan itu dengan memperhatikan tertib yang diberikan
dilakukan serentak pada satu waktu; akan tetapi hanya sesudah diumumkan
dua kali yang berselang 15 hari:
(8) Jika penyitaan itu dilakukan semata-mata alas barang-barang yang tetap,
maka syarat-syarat yang tersebutpada ayat di atas ini, dipakai lagi
penjualan itu.
(9) Penjualan barang tetap yang kenyataan berharga lebih dari seribu rupiah,
harus diumumkan suatu kali, selambat-lambatnya empat belas hari sebelum
hari penjualan, di dalam suatu surat kabar harian yang terbit di tempat barang
itu akan dijual, dan jika tidak ada surat kabar harian seperti itu maka
diumumkan dalam surat kabar harian di satu tempat yang terdekat.
(10) Hak orang yang barangnya dijual, alas barang tetap yang dijual itu
berpindah kepada pembeli, karena pemberian hak padanya setelah ia
memenuhi syarat-syarat pembelian. Setelah syarat-syarat itu dipenuhi
maka kepadanya diberikan surat keterangan oleh kantor 'clang, atau oleh
orang yang diserahi penjualan yang bersangkutan.
(11) Jika orang yang barangnya dijual itu, enggan meninggalkan barang
yang tetap itu, maka ketua pengadilan negeri membuat satu surat perintah
kepada orang yang berkuasa menjalankan surat jurusita, supaya dengan
Ke daftar isi
back
back
226
Redesign Drs. SAHERUDIN
bantuan panitera pengadilan negeri, jika perlu dengan pertolongan polisi,
barang yang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang, yang dijual
barangnya itu, serta oleh kaum keluarganya.
Pasal 201
Jika pada suatu waktu dimajukan lagi permintaan atau lebih untuk menjalankan
keputusan yang dijatuhkan kepada seorang yang berhutang itu juga, maka
dengan satu pemberitaan disitalah sekian banyak barang-barang, sehingga
kiranya cukup untuk jumlah uang dari keputusan itu bersama-sama dan
ditambah pula dengan biaya menjalankan keputusan itu.
Pasal 202
Jika dimasukkan lagi permintaan untuk menjalankan keputusan-keputusan
yang dijatuhkan terhadap yang berhutang itu juga, lain dari pada yang
dimaksud pada pasal 195 ayat pertama, oleh hakim dapat pula di kirimkan
kepada ketua yang menyuruh penyitaan itu, supaya dijalankannya.
Ketentuan- ketentuan dari pasal 202 berlaku bagi permintaan itu.
Pasal 203
Dalam tempo yang tersebut dalam pasal di mulai itu, maka keputusan hukuman
yang dijatuhkan kepada seorang yang berhutang itu juga, lain dari pada yang
tersebut dalam pasal 195 ayat pertama, oleh hakim boleh juga dikirimkan
kepada ketua yang telah memberl perintah pensitaan barang itu, supaya
dijalankannya. Aturan yang ditentukan dalam pasal 202 juga berlaku bagi
permintaan itu.
Pasal 204
(1) Dalam hal yang tersebut pada ketiga pasal ini, ketika menentukan cara
membagi hasil penjualan itu di antara penagih hutang, sesudah didengarnya
atau dipanggilnya dengan patut orang yang berhutang dan penagih hutang
yang meminta supaya dijalankan keputusan itu.
(2) Penagih hutang, yang datang menurut pengadilan yang tersebut pada
ayat di atas ini, dapat meminta bandingan pada pengadilan tinggi tentang
pembagian itu bagi permintaan bandingan itu berlaku pasal 188 sampai
pasal 194.
Pasal 205
Demi keputusan ketua pengadilan negeri tentang pembahagian itu telah
dipastikan, maka ketua mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang
Ke daftar isi
227
Redesign Drs. SAHERUDIN
atau kepada orang yang diperintahkan melelangkan itu, untuk dipakainya
menjadi dasar pada pembagian uang penghasilan lelang itu.
Pasal 206 s/d pasal 208
(Ditiadakan oleh undang-undang darurat No. 1/1951).
Pasal 209 s/d 224 (mengatur tentang penyanderaan, dihapuskan dengan SE MA
No. 2 Th. 1964)
Bagian Keenam
Tentang Beberapa Hal Mengadili Perkara Yang Istimewa
Pasal 225
(1) Jika seorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak
melakukannya di dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang
menang dalam keputusan dapat memohonkan kepada pengadilan negeri
dengan perantaraan ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan,
supaya kepentingan yang akan didapatnya, jika putusan itu dipenuhi, dinilai
dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu jika
permintaan itu dilakukan dengan lisan, harus dicatat.
(2) Karena mengemukakan perkara dalam persidangan pengadilan negeri yang
menolak perkara itu menurut pendapatnya dan menurut keadaannya, atau
menilai permohonan yang telah diperintahkan tetapi belum dijalankan,
atau yang menilai di bawah permohonan yang dikehendaki pemohon dan
dalam hal ini yang berhutang dihukum membayarnya.
Pasal 226
(1) Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan
surat atau dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri, yang di dalam
daerah hukumnya tempat tinggal orang yang memegang barang itu,
supaya barang itu disita.
(2) Barang yang hendak disita itu harus dinyatakan dengan saksama dalam
permintaan itu.
(3) Jika permintaan itu dikabulkan, maka penyitaan dijalankannya menurut surat
perintah ketua. Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan
tentang syarat-syarat yang harus dituruti, maka Pasal 197 berlaku juga.
(4) Tentang penyitaan yang dijalankan itu diberitahukan dengan segera oleh
panitera pada yang memasukkan permintaan, sanbil memberitahukan
kepadanya, bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri
yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.
(5) Atas perintah ketua orang yang memegang barang yang disita itu harus
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
228
Redesign Drs. SAHERUDIN
dipanggil untuk menghadap persidangan itu juga.
(6) Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara diperiksa dan diputuskan
seperti biasa. (7) Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disyahkan
dan diperintahkan, supaya barang yang disita itu diserahkan kepada
penggugat, sedang jika gugatan itu ditolak, harus diperintahkan supaya
dicabut penyitaan itu.
Pasal 227
(1) Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi
belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang
mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan
menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang
tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang,
maka alas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan
negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga
hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta
harus diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri
yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.
(2) Orang yang berhutang harus dipanggil atas perintah ketua akan
menghadap persidangan itu.
(3) Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang aturan yang
harus dituruti, serta akibat-akibat yang berhubung dengan itu maka pasal 197,
198. dan 199 berlaku juga.
(4) Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara diperiksa seperti biasa. Jika
gugatan itu ditolak, maka diperintahkan, supaya dicabut penyitaan itu.
(5) Pencabutan penyitaan itu di dalam segala hal dapat diminta, jika ditunjuk
jaminan atau tanggungan lain yang cukup.
Pasal 228
(1) Tentang putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri menurut ketiga
pasal-pasal di muka ini, berlaku aturan umum untuk meminta bandingan.
(2) Keputusan yang disebut pada segala pasal itu, dijalankan secara biasa.
Pasal 229
Jika seorang yang sudah akil balik, tidak bisa memelihara dirinya dan
mengurus barangnya, karena kurang akal, maka tiap-tiap sanak saudaranya,
dan jika ini tidak ada jaksa pada pengadilan negeri berkuasa akan meminta
supaya diangkat seorang wall (kurator) untuk memelihara orang itu dan
mengurus barangnya.
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
back
229
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 230
Permintaan yang demikian itu dimajukan pada ketua pengadilan negeri, yang
akan menyuruh memanggil orang yang memajukan permintaan itu dan
saksi yang ditunjukkannya, lagi pu la orang yang akan diberi wall supaya mereka
datang menghadap pengadilan negeri pada hari persidangan yang ditentukan.
Pasal 231
(1) Pada hari yang ditentukan untuk itu segala orang yang dipanggil itu
diperiksa, sedang pemeriksaan saksi dilakukan sesudah mereka disumpah.
(2) Jika permintaan itu dikabulkan, maka pengadilan negeri terus mengangkat
juga seorang wall yang dapat diharap akan memelihara orang yang diberi
berwali dan barangnya dengan sebaik-baiknya.
Pasal 232
(1) Perwalian (kuratele) itu dapat dicabut oleh ketua pengadilan negeri, jika
tidak ada lagi alasan-alasan yang menyebabkan perwalian itu diberikan.
(2) Permintaan untuk itu, pemeriksaan dalam hal itu dan keputusan tentang itu
juga diperbuat menurut acara yang tersebut di muka ini.
Pasal 233
Jika perwalian itu berakhir, karena dicabut atau karena sebab-sebab lain, maka
wall itu wajib memberi perhitungan dan tanggung jawab pada yang berhak
tentang urusannya itu.
Pasal 234
(1) Pengadilan Negeri berkuasa menahan seseorang atas permintaan sanak
saudaranya atau juga atas permintaan jaksa pengadilan negeri, untuk
memelihara ketertiban umum dan menghindarkan kecelakaan, jika orang
itu biasa berkelakuan jahat dan tidak cakap mengurus diri sendiri atau
berbahaya bagi keamanan orang lain, setelah orang itu diperiksa dengan
patut, di dalam lembaga (gesticht) yang disediakan untuk itu rumah atau
tempat lain yang layak selama orang itu tidak menunjukkan tandatanda
sudah baik.
(2) Permintaan yang demikian tidak bergantung pada perwalian (kuratele), yang
dapat diminta pada waktu itu juga atau kemudian jika belum
diperkenankan dan jika untuk itu seterusnya ada cukup sebab-sebab
menurut aturan di muka ini.
(3) Aturan yang ditentukan pada ayat pertama dari pasal ini berlaku juga
bagi orang yang berpenyakit yang mengerikan, orang minta-minta di
hadapan umum atau mengembara dengan tidak mempunyai
Ke daftar isi
230
Redesign Drs. SAHERUDIN
pencaharian, atau dengan sesuatu jalan mempergunakan nasibnya akan
menyusahkan orang-orang lain dengan pengertian:
a. bahwa orang-orang yang dimaksud hanya dapat dimasukkan ke dalam
lembaga atau rumah-rumah sakit, yang dinyatakan baik untuk itu,
sesudah mufakat dengan kepala jawatan kesehatan, oleh kepala
daerah, yang jika perlu juga sesudah mufakat dengan kepala jawatan
kesehatan dapat menghubungkan beberapa janji pada keterang an baik
itu.
b. bahwa orang-orang yang terhadapnya dikenakan keputusan hakim
seperti tersebut pada ayat pertama dari pasal ini, tidak dapat
dimasukkan ke dalam lembaga atau rumah sakit, yang hanya
diuntukkan buat orang yang menderita suatu penyakit menular yang
tertentu, kalau belum diterangkan dengan surat bahwa mereka
menderita penyakit itu atau disangka benar menderitanya. oleh
tabib yang sedapat-dapatnya ahli dalam pemeriksaan penyakit itu dan
yang ditunjuk oleh kepala daerah sesudah mufakat dengan inspektur
yang berhubungan atau wakil lnspektur Jawatan Kesehatan.
c. bahwa pengadilan negeri melepaskan dari tempat itu, mereka yang
ditutup menurut aturan yang tersebut tadi, setelah penahanannya itu
dipandang tidak perlu lagi berhubung dengan syarat-syarat untuk itu, atas
permintaan orang-orang yang berkepentingan atau sanak saudaranya,
atau atas permintaan jaksa pada pengadilan negeri.
Pasal 234
(1) Pengadilan negeri berhak juga, atas tuntutan jaksa pada pengadilan negeri,
dengan keputusan bersahaja memerintahkan memasukkan orang-orang
dewasa ke dalam suatu tempat bekerja, yang diuntukkan buat itu jika
menurut keterangan menteri kehakiman, mereka itu masuk penganggur
yang takut bekerja yang tidak cukup mempunyai nafkah hidup, serta kalau
mereka mengganggu ketertiban karena mintaminta, karena merisau atau
karena kelakuan yang berlawanan dengan keadaan masyarakat.
(2) Tuntutan yang dimaksud dalam ayat pertama itu tidak diputuskan, sebelum
didengar keterangan dari orang yang dituntut itu atau setidak-tidaknya
dipanggil dengan patut. Pengadilan negeri memutuskan berdasarkan
rencana dan laporan-laporan yang dikemukakan, tetapi berhak mendengar
saksi-saksi yang dapat memberi keterangan yang lebih lanjut tentang
perbuatan-perbuatan yang dimajukan.
(3) Keputusan yang disebutkan dalam kedua ayat yang di atas ini berkekuatan
selama satu tahun, dan waktu itu tiap-tiap kali dapat diperpanjang dengan
satu tahun, atas tuntutan yang demikian itu dalam semuanya itu menteri
kehakiman berhak untuk melepaskan orang yang bersangkutan setiap waktu
Ke daftar isi
231
Redesign Drs. SAHERUDIN
dari tempat itu. bilamana sebab memasukkannya itu tidak ada lagi atau
keadaan badannya atau pikirannya sudah sedemikian sehingga ia tidak
dikehendaki lebih lama tinggal di sana.
(4) Barang siapa yang dituntut supaya diperpanjang waktunya tinggal di sana,
maka ia tetap tinggal di lembaga itu selama pemeriksaan pengadilan negeri.
Jika pengadilan menolak memperpanjang waktu itu, dan jika jaksa
pada pengadilan negeri menyatakan akan membanding keputusan itu,
orang yang bersangkutan tetap tinggal di tempat itu selama pemeriksaan
pengadilan tinggi.
(5) Keputusan yang dijatuhkan pengadilan negeri menurut pasal ini dapat
dijalankan pada ketika itu.
(6) Surat-surat yang diperlukan untuk masukkan ke tempat bekerja dan
keputusankeputusan hakim dibebaskan dari meterai.
(7) Penunjukan tempat bekerja yang dimaksud dalam ayat pertama itu dan
segala sesuatu yang perlu akan menjalankan pasal ini diatur dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 235
(1) Jika ada orang hilang, atau yang meninggalkan tempat diamnya dengan
tidak mengurus hal pemeliharaan harta bendanya, maka tiap-tiap pegawai
polisi wajib dan tiap-tiap orang yang berkepentingan berkuasa dengan
segera memberitahukan hal itu kepada ketua pengadilan negeri, yang wajib
pergi dengan segera bersama-sama dengan orang yang memberitahukan
itu ke rumah orang yang hilang atau tak ada itu, dan menjaga dengan
memeteraikan atau dengan daya upaya lain yang patut, supaya harta benda
yang ditinggalkan dan tidak terpelihara itu jangan suatupun dapat diambil
orang lain.
(2) Pemberitaan tentang perbuatan itu akan dikemukakan oleh ketua pada
persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu, dan jika nyata perlu
pengadilan negeri menyerahkan pemeliharaan barang itu untuk
sementara waktu kepada penjaga harta benda (boedelmeester) atau badan
lain yang sebagai itu, yang telah dinyatakan atau akan dinyatakan berkuasa
melakukan pekerjaan itu.
(3) Jika harta benda itu, yang menurut peraturan yang berlaku tentang itu.
tidak dapat diurus oleh badan-badan yang dimaksud tadi, maka
haruslah diikhtiarkan pengurusannya dengan cara lain yang dapat
dipandang akan menguntungkan sebanyak-banyaknya kepada yang
berkepentingan.
(4) Dengan alasan, bahwa harta benda itu sedikit, pengadilan negeri berhak juga
akan menyerahkan pemeliharaan harta benda itu kepada keluarga sedarah
atau keluarga semenda atau laki (isteri) orang yang hilang atau yang
tak ada itu. yang ditunjukkannya, dengan satu kewajiban saja akan
Ke daftar isi
232
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau
yang tak ada, kalau ia kembali. dengan tidak memberi sesuatu hasil atau
pendapatan sesudah dipotong segala hutang yang sudah dibayar sementara
itu.
(5) Jika ketua berhalangan, maka segala pekerjaan yang tersebut pada ayat
pertama pasal ini, dapat dilakukan oleh panitera pengadilan negeri atau
oleh pegawai lain, yang sesudah dua puluh empat jam menyampaikan
surat pemberitaan kepada ke tua yang memberi kuasa itu.
Pasal 236
(1) Keputusan yang diambil oleh pengadilan negeri menurut pasal-pasal 231,
232, 234, 234a, dan 235 dapat dibandingkan kepada pengadilan tinggi.
Pembandingan ini dapat dilakukan dalam waktu tiga puluh hari sesudah
tanggal keputusan itu, dan pembandingan itu dimajukan secara yang
ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi
memutuskan dengan tidak beracara.
(2) Keputusan yang diambil menurut pasal-pasal 234 dan 234a, dijalankan
oleh atau atas perintah pegawai yang dimaksud dalam pasal 325 ayat 1.
Pasal 236a
Atas permintaan bersama dari ahli waris atau bekas isteri orang yang meninggal,
maka pengadilan negeri memberi bantuan juga mengadakan pemisahan harta
benda antara orang-orang Indonesia yang beragama manapun juga, serta
membuat surat (akte) dari itu di luar perselisihan.
Bagian Ketujuh Tentang Izin Untuk Berperkara Dengan Tak Berbiaya
Pasal 237
Orang-orang yang demikian, yang sebagai penggugat, atau sebagai
tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar biaya
perkara dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak berbiaya.
Pasal 238
(1) Apabila penggugat menghendaki izin itu, maka ia memajukan permintaan
untuk itu pada waktu memasukkan surat gugatan, atau pada waktu ia
memajukan gugatannya dengan lisan, sebagaimana diatur pada pasal 118
dan 120.
(2) Apabila izin dikehendaki oleh tergugat, maka izin itu diminta pada
waktu itu memasukkan jawabnya yang dimaksudkan pada pasal 121.
(3) Permintaan dalam kedua hal itu harus disertai surat keterangan tidak
Ke daftar isi
kembali
233
Redesign Drs. SAHERUDIN
mampu, yang diberikan oleh kepala polisi pada tempat diam peminta, yang
berisi keterangan dari pegawai tadi, bahwa padanya nyata benar sesudah
diadakan pemeriksaan, bahwa orang itu tidak mampu membayar.
Pasal 239
(1) Pada hari menghadap ke muka pengadilan negeri, maka pertama sekali
diputuskan oleh pengadilan negeri apakah permintaan akan berperkara
dengan tak berbiaya dapat dikabulkan atau tidak.
(2) Lawan orang yang memajukan permintaan itu dapat memajukan
perlawanan atas permintaan itu, baik dengan mula-mula menyatakan, bahwa
gugatan atau perlawanan peminta itu tidak beralasan sama sekali,
maupun dengan menyatakan bahwa ia mampu juga akan membayar
biaya perkara itu.
(3) Pengadilan Negeri juga dapat menolak permintaan yang beralasan salah
satu alasan itu karena jabatannya.
Pasal 240
Balai harta peninggalan dapat diizinkan juga dengan cara serupa di atas untuk
berperkara dengan tak berbiaya, baik sebagal penggugat, maupun sebagai
tergugat. dengan tidak usah menunjukkan surat tidak mampu, jika harta benda
yang dipertahankannya itu atau harta benda orang yang di wakilinya itu pada
waktu berperkara tidak mencukupi akan membayar biaya perkara, yang
ditaksir dan akan dibayar itu.
Pasal 241
Keputusan pengadilan negeri tentang izin akan berperkara dengan tak
berbiaya. tidak dapat dthanding, dan tidak dapat ditundukkan dengan aturan
yang lain.
Pasal 242
(1) Permintaan supaya berperkara dengan tak berbiaya di dalam bandingan,
harus dimajukan dengan memberikan keterangan tidak mampu dengan lisan
atau tulisan, sebagai dimaksud di dalam ayat tiga dan pasal 238, kepada
panitera pengadilan negeri yang memutuskan perkara itu pada tingkat
pertama oleh orang yang hendak membanding dalam tempo 14 hail
sesudah tanggal keputusan atau sesudah dberitahukan, menurut pasal
179: oleh pihak yang lain dalam tempo 14 hail sesudah dberitahukan tentang
bandingan ataupun sesudah pemberitahuan pada ayat terakhir yang
dimaksud dalam pasal ini.
(2) Permintaan itu dicatat oleh panitera dalam daftar yang tersebut pada
pasal 191. (3) Ketua menyuruh memberitahukan permintaan itu, dalam
tempo empat belas hari sesudah dituliskan, pada pihak lawan dan
Ke daftar isi
234
Redesign Drs. SAHERUDIN
menyuruh memanggil kedua belah pihak supaya datang menghadapnya.
Pasal 243
(1) Jika orang yang meminta itu tidak menghadap, maka permintaan itu
dipandang gugur.
(2) Pada hari yang ditentukan itu, maka orang yang memajukan permintaan
itu dan lawannya, diperiksa oleh ketua jika ia datang.
Pasal 244
Pemberitaan pemeriksaan serta segala surat-surat tentang perkara itu,
pemberitaan persidangan, salinan yang syah dari keputusan dan petikan dari
catatan yang diperbuat dalam daftar tentang permintaan akan berperkara
dengan tak berbiaya dikirim oleh panitera pengadilan negeri pada pengadilan
tinggi.
Pasal 245
(1) Pengadilan tinggi memberikan keputusan dengan tidak beracara atau
dengan jalan hukum, dan hanya atas surat itu saja. Dengan salah situ
alasan-alasan yang tersebut pada ayat kedua pasal 239, maka
pengadilan tinggi karena jabatannya menolak permintaan itu.
(2) Panitera pengadilan tinggi dengan segera mengirim salinan yang syah dari
keputusan pengadilan itu bersama-sama dengan segala surat yang tersebut
pada pasal di atas pada ketua pengadilan negeri, yang menyuruh
memberitahukan keputusan itu pada kedua belah pihak menurut cara yang
tersebut pada pasal 194.
Bab kesepuluh
Tentang mengadili perkara pidana di muka pengadilan negeri
Pasal 246 s/d Pasal 333a
Bab Kesebelas
Tentang Pemeriksaan Perkara secara singkat (sumir)
Pasal 334 s/d Pasal 337 (Pidana)
Bab Kedua Belas
Tentang mengadili perkara dalam perkara pelanggaran yang harus
diperiksa oleh Pengadilan Negeri Pasal 338 s/d Pasal 357 (ditiadakan dengan
UU No. 1/1951)
Bab Ketiga Belas
Ke daftar isi
235
Redesign Drs. SAHERUDIN
Tentang mempertangguhkan tahanan sementara dan kurungan sementara.
Pasal 358 s/d Pasal 365 (Pidana)
Bab keempat belas
Tentang hal tidak berlaku lagi, hal pembatalan dan hal pembebasan
penuntutan dan hukuman.
Pasal 366 s/d Pasal 371 (Pidana)
BAB KELIMA BELAS
Berbagai-Bagai Aturan
Pasal 372
(1) Ketua-ketua majelis-majelis pengadilan diwajibkan memimpin pemeriksaan
dalam persidangan dan permusyawaratan.
(2) Dipikulkan juga pada mereka kewajiban untuk memelihara ketertiban
yang baik dalam persidangan; segala sesuatu yang diperintahkan untuk
keperluan itu, harus dilakukan dengan segera dan saksama.
Pasal 373
Barangsiapa yang mengganggu keamanan selama persidangan atau memberi
tanda menyatakan setuju atau tidak, atau dengan jalan apapun juga membuat
gempar atau rusuh, dan pada teguran pertama ia tidak terus diam, maka ia akan
dikeluarkan dengan perintah ketua; semuanya ini tidak mengurangi tuntutan
hakim, jika pada waktu itu ia melakukan sesuatu perbuatan pidana.
Pasal 374
(1) Tidak seorang hakimpun dapat memeriksa perkara yang mengenai
kepentingan diri sendiri, baik dengan langsung, maupun dengan tidak
langsung, atau memeriksa perkara yang bersangkut pada isterinya atau
salah seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda, dalam turunan
menyimpang sehingga pupu yang keempat.
(2) Hakim yang dikecualikan dalam hal yang sedemikian itu, wajib atas kemauan
sendiri menarik diri dari pemeriksaan perkara itu, biarpun permintaan
untuk itu tidak dimajukan oleh orang yang bersangkutan.
(3) Jika mendua-hati ada perselisihan, maka hal itu diputuskan oleh majelis.
Keputusan majelis itu tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 375
Segala perintah untuk melepaskan yang tersangka atau pesakitan, yang ada
dalam tahanan, diberitahukan dengan segera jika perlu dengan kawat oleh
Ke daftar isi
236
Redesign Drs. SAHERUDIN
pegawai yang memerintahkan itu kepada pegawai yang diwajibkan
menjalankan perintah itu, dan pegawai yang terakhir ini dengan segera
mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan orang itu, sesudah menerima
pemberitahuan itu, kecuali kalau ia harus ditahan karena alasan lain.
Pasal 376
Kuasa, yang dimaksud dalam pasal 82 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
diberikan oleh pegawai yang dimaksud dalam 325, ayat (1) kepada pegawai
mana disampaikan oleh pesakitan suatu surat tanda bayar yang diberi oleh
pegawai yang berhak akan menerima itu, dalam tempo yang akan ditentukan
dalam surat kuasa itu.
Pasal 377
Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 1/1951.
Pasal 378
Tiap-tiap orang, yang dijatuhi hukuman, harus pula dihukum akan membayar
segala biaya perkara. Hanya dalam keputusan pembebasan atau
dibebaskan dari segala tuntutan, maka biaya perkara itu ditanggung oleh
Negeri.
Pasal 379
Upah dan pengganti kerugian bagi pengacara, penasihat atau pembela dan
wakil, tidak dapat dimasukkan dalam biaya yang diputuskan, tetapi selalu
harus ditanggung oleh pihak, yang menyuruh orang yang sedemikian itu
membantunya atau mewakilinya.
Pasal 380
Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 1/1951.
Pasal 381
Jika hakim memberi perintah, bahwa orang Indonesia atau orang
bangsa Asing mengangkat sumpah dalam mesjid atau kelenteng atau pada
suatu tempat lain, yang dipandang keramat, maka hakim itu harus menunda
pemeriksaan perkara itu sampai hari persidangan lain, yang akan
ditentukannya.
Dalam hal yang demikian itu, ketua mengangkat seorang pegawai pengadilan
itu akan jadi panitia bersama-sama dengan panitera untuk menghadiri
pengangkatan sumpah itu dan membuat pertelaan tentang itu.
Ke daftar isi
237
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 382
Segala surat keputusan mahkamah, segala keputusan dan surat perintah hakim
dalam perkara pidana harus berkepala: "Atas nama keadilan."
Pasal 383
Segala keputusan-keputusan selalu harus tinggal tersimpan dalam
persimpanan surat (arsip) di pengadilan, dan tidak dapat dipindahkan kecuali
dalam hal-hal dan menurut cara yang teratur dalam aturan undang-undang.
Pasal 384
(1) Panitera wajib memegang satu daftar umum untuk segala perkara
pidana, yang diperiksa oleh pengadilan di tempat ia dikerjakan.
(2) Dalam daftar itu harus dituliskan nama pesakitan, kejahatan atau
pelanggaran yang dituntut kepadanya, hari perkara itu dimasukkan dan
hari diucapkan, serta isi keputusan itu seringkas mungkin.
(3) Panitera pengadilan negeri wajib memegang daftar yang serupa itu juga
untuk perkara perdata.
(4) Dalam daftar untuk perkara pidana harus disebutkan tentang ampun yang
diberikan dan tentang hukuman yang dikurangkan.
Pasal 385
Turunan atau petikan keputusan-keputusan dalam perkara pidana, tidak dapat
diberikan kepada orang, yang bukan pihak dalam perkara itu, kecuali bila
dikuasakan oleh ketua pengadilan yang menjatuhkan keputusan itu dan
permintaan untuk itu hanya dapat dikabulkan, jika ternyata bahwa yang
meminta berkepentingan dalam hal itu.
Pasal 386
Pesakitan dalam perkara kejahatan atau pelanggaran berhak untuk
membuat atau menyuruh membuat salinan segala surat-surat dalam perkara
yang dituntut pada mereka, yang dipandangnya perlu untuk membela dirinya,
dengan ongkos sendiri.
Pasal 387
Panitera, yang !alai memenuhi dengan cermat segala aturan dalam ayat
pertama pasal 192 dalam ayat ketiga pasal 324 dan dalam pasal 352
reglemen ini, didenda untuk tiap-tiap kelalaian dengan denda sebanyak-
banyaknya sepuluh rupiah.
Pasal 388
Semua jurusita dan suruhan yang dipekerjakan pada majelis pengadilan dan
Ke daftar isi
238
Redesign Drs. SAHERUDIN
pegawai umum Pemerintah mempunyai hak yang sama dan diwajibkan
untuk menjalankan panggilan, pemberitahuan dan semua surat jurusita yang
lain, juga menjalankan perintah hakim dan keputusan-keputusan.
Jika tidak ada orang yang demikian, maka ketua majelis pengadilan, yang dalam
daerah hukumnya surat jurusita itu harus dijalankan, harus menunjuk seorang
yang cakap dan dapat dipercayai untuk mengerjakannya.
Pasal 389
Jurusita pada pengadilan negeri di Jakarta. Semarang dan Surabaya harus
menyatakan perjalanan jurusita, yang telah dilakukan oleh mereka dengan surat
uraian. Bagi jurusita pada pengadilan negeri lainnya, dan bagi semua orang-
orang yang lain, jika perlu mencukupilah jika diberikan laporan dengan lisan
tentang pemberitahuan, pengadilan dan surat jurusita yang dilakukannya pada
hakim atau pegawai lain kepada siapa mereka harus memberitahukan uraian;
hakim atau pegawai itu mencatat atau menyuruh mencatat pemberitahuan itu.
Pasal 390
(1) Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah ini, harus
disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya
atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala
desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera
memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal
terakhir ini tidak perlu pernyataan menurut hukum.
(2) Jika orang itu sudah meninggal dunia, maka surat jurusita itu disampaikan
pada ahli warisnya; jika ahli warisnya tidak dikenal maka disampaikan pada
kepala desa di tempat tinggal yang terakhir dari orang yang meninggal
dunia itu di Indonesia, mereka berlaku menurut aturan yang disebut pada
ayat di atas ini. Jika orang yang meninggal dunia itu masuk golongan
orang Asing, maka surat jurusita itu diberitahukan dengan surat tercatat
pada Balai Harta Peninggalan.
(3) Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat diam atau tinggalnya dan
tentang orang-orang yang tidak dikenal, maka surat jurusita itu
disampaikan pada Bupati, yang dalam daerahnya terletak tempat tinggal
penggugat dan dalam perkara pidana, yang dalam daerahnya hakim yang
berhak berkedudukan. Bupati itu memaklumkan surat jurusita itu dengan
menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang
berhak itu.
Pasal 391
Hari mulai berjalannya tempo itu tidak turut dihitung pada waktu menghitung tempo,
yang disebutkan dalam reglemen ini.
Ke daftar isi
kembali
back
back
kembali
239
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 392
(1) Saksi, yang dipanggil dan datang menghadap pada persidangan, baik dalam
perkara perdata maupun dalam perkara pidana, baik di luar itu, berhak
mendapat pengganti kerugian untuk ongkos perjalanan dan ongkos-ongkos
bermalam menurut tarif yang telah ada atau yang akan ditentukan.
(2) Hakim dan pegawai polisi pengadilan harus memberitahukan pada saksi-
saksi yang datang menghadap padanya, berapa besar pengganti kerugian
yang harus mereka terima.
Pasal 393
(1) Waktu mengadili perkara di hadapan pengadilan negeri maka tidak dapat
diperhatikan acara yang lebih atau lain dari pada yang ditentukan dalam
reglemen ini.
(2) Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat No. 1/1951.
Pasal 394
Ditiadakan oleh Undang-Undang Darurat no. 1/1951.
Ke daftar isi
240
Redesign Drs. SAHERUDIN
REGLEMEN ACARA HUKUM UNTUK DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA.
(REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN
BUITEN JAVA EN MADURA. (RBg.)
(S. 1927-227.)
Anotasi:
Dalam reglemen ini hanya dimuat hal-hal yang masih dianggap perlu untuk keadaan
sekarang dengan penyesuaian seperlunya. Hanya Titel IV s/d. Titel V.
TITEL IV. Cara Mengadili perkara perdata Yang Dalam Tingkat pertama
Menjadi Wewenang pengadilan Negeri.
Bagian 1. Pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 142
(1) Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang
pengadilan negeri dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya
yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147.
dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh
kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang
menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat atau. jika tempat tinggalnya
tidak diketahui di tempat tinggalnya yang sebenarnya.
(2) Dalam hal ada beberapa tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam
wilayah satu pengadilan negeri. maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan
negeri yang berada di wilayah salah satu di antara para tergugat. menurut pilihan
penggugat. Dalam hal para tergugat berkedudukan sebagai debitur dan
penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan
termuat dalam ayat (2) pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat RO) gugatan diajukan
kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok
(debitur pokok) atau seorang diantara para debitur pokok.
(3) Bila tempat tinggal tergugat tidak dikenal. dan jugs tempat kediaman yang
sebenarnya tidak dikenal atau maka gugatan diajukan kepada ketua
pengadilan negeri ditempat tinggal salah satu dari para penggugat.
(4) Jika telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, maka penggugat dapat
memajukan gugatannya kepada ketua pengadilan negeri di tempat pilihan itu.
(5) Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua
pengadilan negeri di wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu
terletak di dalam wilayah beberapa pengadilan negeri gugatan itu diajukan kepada
salah satu ketua pengadilan negeri tersebut atas pilihan penggugat. (HR. 118.)
Pasal 143
Ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberikan nasihat atau bantuan kepada
penggugat atau kuasanya dalam mengajukan gugatan. (HR. 119.)
Ke daftar isi
kembali
back
back
241
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 143b
(s.d.t. dg. S. 1935-102.)
(1) Bila perkara yang diajukan (ke pengadilan) berkenaan dengan perkara yang telah
diputus oleh hakim desa, penggugat memberitahukan isi dari keputusan
tersebut pada surat gugatannya; bila mungkin, salinan keputusannya itu
dilampirkan.
(2) Ketua pengadilan dan begitu pula jaksa seperti yang dimaksudkan pada ayat
(2) pasal 144 memperingatkan penggugat pada waktu atau sesudah menerima
gugatan dan pada permulaan sidang akan kewajibannya seperti yang dimaksudkan
pada ayat (1). (RO. 3a; HIR. 120a; RBg. 161a).
Pasal 144
(1) Bila penggugat tidak dapat menulis, maka ia dapat mengajukan gugatannya
secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang membuat cacatan atau
memerintahkan untuk membuat catatan gugatan itu. Seorang kuasa tidak
dapat mengajukan gugatan secara lisan. (HIR. 120.)
(2) Bila penggugat bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah hukum magistrat
(kejaksaan) di tempat kedudukan suatu pengadilan negeri atau ketua pengadilan
negeri tidak ada di tempat itu, maka gugatan lisan terebut dapat diajukan kepada
magistrat di tempat tinggal atau tempat kediaman penggugat, yang kemudian
membuat catatan tentang gugatan l isan tersebut dan secepat mungkin
menyampaikan catatan itu kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
(3) Ketua pengadilan negeri itu selanjutnya bertindak seperti bila gugatan itu diajukan
kepadanya sendiri.
Pasal 145
(1) Setelah gugatan atau catatan gugatan itu oleh panitera dicatat dalam daftar
yang telah disediakan untuk itu, maka ketua pengadilan negeri menetapkan hari dan
jam perkara itu akan disidangkan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil
untuk menghadap, disertai saksi-saksi yang mereka inginkan agar untuk didengar
serta membawa surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan.
(2) Pada waktu dilakukan panggilan kepada tergugat, maka kepadanya juga disampaikan
turunan surat gugatnya dengan diberitahukan pula kepadanya bahwa ia, bila
menghendakinya, dapat mengajukan jawaban tertulis
(3) Tentang penetapan seperti tersebut dalam ayat (1) dibuat catatan di dalam
daftar yang bersangkutan serta di dalam surat gugatan asli.
(4) (s.d.t. dg. S. 1927-576.) pencatatan di dalam daftar seperti tersebut dalam ayat (1)
tidak dilakukan sebelum kepada panitera dibayarkan sejumlah uang sebagai uang
muka yang akan diperhitungkan kemudian dan oleh ketua pengadilan negeri dibuat
anggaran sementara mengenai biaya kepaniteraan, panggilan-panggilan dan
pemberitahuan kepada para pihak serta meterai-meterai yang diperlukan. (HIR.
121)
Pasal 146.
Dalam menetapkan hari sidang, maka ketua pengadilan negeri memperhatikan jarak
Ke daftar isi
kembali
kembali
242
Redesign Drs. SAHERUDIN
antara tempat tinggal atau tempat kediaman para pihak dan tempat persidangan, dan di
dalam surat penetapan itu juga ditentukan, bahwa antara hari panggilan dan hari
sidang tidak diperbolehkan melampaui tiga hari kerja, kecuali dalam keadaan yang
sangat mendesak. (HIR. 122.)
Pasal 147.
(1) (s.d.t. dg. S. 1932-13.) para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang
yang secara khusus dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa
hadir sendiri. Penggugat dapat memberi kuasa yang dinyatakan pada surat
gugatan yang diajukan dan ditandatangani olehnya seperti dimaksud dalam ayat (1)
pasal 142 atau sesuai dengan ayat (1) pasal 144 jika diajukan dengan lisan,
dalam hal yang terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut.
(2) Jaksa yang bertindak sebagai wakil negara tidak perlu dilengkapi dengan surat kuasa
khusus semacam itu. (RBg. 199: S. 1922-522.)
(3) Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta
notaris, atau dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam
wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang
mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi
kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang akan dan didaftar menurut
ordonansi S. 1916-46.
(4) Pengadilan negeri berwenang untuk memerintahkan kehadiran para pihak pribadi
yang di sidang diwakili oleh kuasanya. Ketentuan ini tidak berlaku bagi gubemur
jenderal. (HIR. 123.)
Pasal 148.
Bila penggugat yang telah dipanggil dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan
juga tidak menyuruh orang mewakilinya, maka gugatannya dinyatakan gugur dan
penggugat dihukum untuk membayar biayanya, dengan tidak mengurangi haknya untuk
mengajukan gugatan lagi setelah melunasi biaya tersebut. (Rv. 77: H IR. 124.)
Pasal 149
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil
dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan
dikabulkan tanpa kehadirannya (verstek) kecuali bila temyata menurut
pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai dasar hukum atau
tidak beralasan.
(2) Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan
sanggahan tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri,
meskipun tergugat tidak hadir dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil
keputusan tentang sanggahan itu dan hanya jika sanggahan itu tidak dibenarkan,
mengambil keputusan tentang pokok perkaranya.
(3) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah
ketua pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan
sekaligus diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu
Ke daftar isi
kembali
kembali
back
243
Redesign Drs. SAHERUDIN
serta dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan
negeri yang sama.
(4) Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengadilan negeri tersebut
dibubuhkan catatan tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan
tersebut dan apa yang telah dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara
lisan. (HIR. 125.)
Pasal 150.
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu. sebelum mengambil
sesuatu keputusan, maka ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan untuk
memanggil sekali lagi pihak yang tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang
ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak yang hadir penentuan hari itu berlaku
sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (HIR.126.)
Pasal 151.
Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang
menghadap dan tidak ada yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda
sampai suatu hari yang ditetapkan sedekat mungkin. Penundaan itu di dalam sidang itu
diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku
sebagai panggilan. sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar
dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan
keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan
perlawanan. (RBg. 1925: Rv. 81, HIR. 127.)
Pasal 152.
(1) Putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dilaksanakan
sebelum lewat empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam
pasal 149.
(2) Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum
tenggang waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan
maupun atas perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan
tertulis ataupun lisan dari penggugat. (Rv. 82; HIR. 128.)
Pasal 153.
(1) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat
menerima putusan itu dapat mengajukan perlawanan.
(2) Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri,
maka perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah
pemberitahuan itu. Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang
dikalahkan itu sendiri, maka perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari
kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal 207, atau bila ia tidak datang
menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan sepatutnya, terhitung
sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam
pasal 208 dilaksanakan. (Rv. 83.)
Ke daftar isi
kembali
kembali
244
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) (s.d.t. dg. S. 1939-715.) Pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk
memperpanjang menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut
dalam ayat di muka.
(4) Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku
untuk gugatan-gugatan perdata biasa.
(5) Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputusan-
keputusan, kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan
meskipun ada perlawanan.
(6) Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan
tuntutan perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. (HIR
129)
Pasal 154.
(1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan
negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya.
(2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu jugs dibuatkan suatu
akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat. dan
akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan
biasa.
(3) Terhadap suatu keputusan tetap semacan itu tidak dapat diajukan banding.
(4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan
seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
pasal berikut. (Rv. 31; HIR. 130.)
Pasal 155.
(1) Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai penyelesaian
damai (hal itu dicatat dalam benta acara persidangan), maka surat-surat yang
dikemukakan oleh para pihak dibacakan, dan bila salah satu pihak tidak dapat
mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh seorang juru bahasa
yang telah ditunjuk oleh ketua sidang.
(2) Kemudian, sejauh yang diperlukan, dengan bantuan juru bahasa tersebut dilanjutkan
dengan mendengar keterangan-keterangan penggugat dan tergugat.
(3) Kecuali jika juru bahasa itu sudah merupakan juru bahasa pengadilan yang
resmi maka ia disumpah oleh ketua bahwa ia akan secara cermat menyalin
bahasa yang satu ke bahasa yang lain.
(4) Ayat 4 pasal 191 (baca: 181) berlaku pula bagi para juru bahasa. (HIR. 131.)
Pasal 156.
Ketua berwenang demi kelancaran pemeriksaan untuk memberikan penjelasan
kepada para pihak serta mengingatkan mereka tentang upaya-upaya hukum serta alat-
alat bukti apa yang dapat mereka pergunakan. (HIR. 132.)
Pasal 157
(1) Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan balik dalam segala hal, kecuali (Rv.
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
245
Redesign Drs. SAHERUDIN
244)
1o bila penggugat dalam konvensi bertindak dalam suatu kedudukan, sedangkan
gugatan balik mengenai diri pribadinya dan seballiknya; (KUHPerd. 383, 452, 1655
dst)
2o bila pengadilan negeri yang menangani gugatan asalnya tidak berwenang mengadili
persoalan yang menjadi inti gugatan balik yang bersangkutan;(ISR. 136; RO. 95:
RBg. 45)
3o tentang perselisihan mengenai pelaksanaan suatu keputusan hakim.
(2) Jika dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak dimungkinkan
dalam tingkat banding (HIR. 132a.)
Pasal 158.
(1) Tergugat dalam gugatan asal wajib mengajukan gugatan baliknya bersama-sama
dengan jawabannya yang tertulis atau lisan. (Rv. 245.)
(2) Peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku untuk gugatan-balik.
(3) Kedua perkara diperiksa bersama-sana dan diputus dengan satu keputusan, kecuali
bila hakim memandang perlu untuk memutus perkara yang satu lebih
dahulu daripada yang lain dengan ketentuan bahwa gugatan asal atau gugatan
balik yang belum diputus harus diselesaikan oleh hakim yang sama.
(4) Diperbolehkan pemeriksaan tingkat banding bila tuntutan dalam gugatan asal
ditambah dengan nilai gugatan balik melebihi wewenang hakim untuk memutus
dalam tingkat akhir.
(5) Akan tetapi jika kedua perkara dipisah dan diputus sendiri-sendiri, maka harus diikuti
ketentuan-ketentuan biasa mengenai pemeriksaan banding. (HR. 132b.)
Pasal 159.
Tergugat yang dipanggil dan menghadap ke suatu pengadilan negeri yang menurut
ketentuan pasal 142 tidak perlu menghadirinya, dapat menuntut agar hakim
menyatakan dirinya tidak berwenang, asal hal itu dilakukannya segera pada sidang
pertama; tuntutan itu tidak akan diperhatikan setelah tergugat mengajukan suatu
pembelaan lain. (Rv. 131; HIR. 133.)
Pasal 160.
Tetapi dalam hal sengketa yang bersangkutan mengenai persoalan yang tidak menjadi
wewenang mutlak pengadilan negeri, maka dalam taraf pemeriksaan mana pun kepada
hakim dapat diadakan tuntutan untuk menyatakan dirinya tidak berwenang. bahkan hakim
berkewajiban menyatakan hal itu karena jabatan. (Rv. 132; HIR. 134.)
Pasal 161
Bila tidak dikemukakan soal ketidakwenangan hakim atau hal itu dikemukakan tetapi
dinyatakan tidak mempunyai dasar, maka pengadilan negeri setelah mendengar
keterangan kedua belah pihak, melanjutkan penyelidikan mengenai kebenaran
gugatan serta pembelaannya secara cermat dan tidak memihak. (HIR. 135.)
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
back
246
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 161a.
(s.d.t. dg. S. 1935-102 3.)
(1) Bila perkara yang diajukan berkenaan dengan perkara yang telah diputuskan oleh
pengadilan desa, ketua pengadilan harus memperhatikan putusan itu, teristimewa
mengenai alasan-alasan yang digunakan.
(2) Bila perkara itu berkenaan dengan hal yang tidak diberikan putusan oleh
pengadilan desa, akan tetapi pengadilan menganggap perlu adanya putusan
terlebih dahulu dari pengadilan desa, maka hal ini diberitahukan kepada penggugat
dengan menyerahkan suatu bukti tertulis, dan sidang perkara ditunda sampai pada
sidang berikutnya yang ditetapkan karena jabatan oleh ketua pengadilan.
(3) Bila setelah pengadilan desa kemudian memberi putusan mengenai perkara itu dan
penggugat menghendaki sidang perkara tetap dilanjutkan, maka putusan
pengadilan desa itu harus diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri, lebih
baik dengan menyerahkan salinan dari putusan pengadilan desa tersebut, di
mana setelah itu pengadilan melanjutkan sidangnya mengenai perkara tersebut.
(4) Bila pengadilan desa dalam waktu dua bulan setelah penggugat menyerahkan
perkara kepadanya, belum juga mengadakan putusan, maka pengadilan negeri atas
permohonan yang diajukan oleh penggugat, mulai kembali mengadakan sidang
perkara tersebut.
(5) Bila penggugat tidak dapat meyakinkan hakim tentang penolakan oleh pengadilan
desa untuk mengadakan putusan secara memuaskan, ketua pengadilan negeri dalam
jabatannya akan memastikan hal itu.
(6) Bila temyata penggugat yang berkepentingan tidak mengajukan perkaranya kepada
pengadilan desa, maka gugatannya dianggap telah gugur. (RO.3a; HIR.135a; RBg.
143a.)
Pasal 162.
Sanggahan-sanggahan yang dikemukakan oleh pihak tergugat, terkecuali yang mengenai
wewenang hakim, tidak boleh dikemukakan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri secara
terpisah melainkan harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok
perkaranya. (HIR. 136.)
Pasal 163.
Para pihak diperbolehkan saling meminta untuk melihat surat-surat bukti yang akan
mereka pergunakan yang untuk keperluan itu disampaikan kepada hakim. (HIR. 137.)
Pasal 164
(1) Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu surat bukti yang diajukan oleh
lawannya, maka pengadilan negeri dapat mengadakan penyelidikan tentang hal
itu dan kemudian menentukan apakah surat itu boleh atau tidak untuk
dipergunakan dalam perkara itu,
(2) Jikalau ternyata dalam penyelidikan itu perlu untuk dipergunakan surat-surat yang
berada di bawab penguasaan pejabat-pejabat penyimpan umum. maka pengadilan
Ke daftar isi
247
Redesign Drs. SAHERUDIN
negeri memerintahkan agar surat-surat itu ditunjukkan di sidang pengadilan yang
ditentukan untuk itu.
(3) Jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat-surat itu baik karena sifatnya atau
karena jauhnya tempat tinggal pejabat penyimpan. maka pengadilan negeri
memerintahkan agar penyelidikan dilakukan di pengadilan negeri atau oleh jaksa di
tempat tinggal pejabat penyimpan itu ataupun agar surat-surat itu dalam jangka
waktu yang ditetapkan dikirimkan dengan cara yang ditentukan pula kepada ketua
pengadilan negeri. Pengadilan negeri tersebut terakhir itu atau jaksa membuat berita
acara tentang apa yang telah dilakukannya serta mengirimkannya kepada pengadilan
negeri tersebut pertama.
(4) Pejabat penyimpimpan yang tanpa alasan yang sah enggan untuk melaksanakan
perintah agar memperlihatkan atau mengirimkan surat yang diperlukan itu. atas
permohonan pihak yang berkepentingan dapat dipaksa dengan penyanderaan oleh
pengadilan negeri yang melakukan pemeriksaan atau oleh jaksa yang ditugaskan
untuk melakukan hal itu.
(5) Jika surat itu tidak merupakan bagian suatu daftar. maka pejabat penyimpan sebelum
menyampaikan atau mengirimkannya membuat turunan dari surat itu untuk
menggantikan surat itu sampai surat yang asli diterimanya kembali. Dibagian bawah
turunan surat itu diberikan catatan mengenai alasan yang menyebabkan dibuatnya
turunan itu dan juga mencatatnya pada grosse dan turunannya.
(6) Biaya ditanggung oleh pihak yang meminta surat tersebut ditunjukkan dan dibayarkan
kepada pejabat penyimpan sebesar jumlah yang dianggarkan oleh ketua pengadilan
negeri yang memutus perkaranya.
(7) Jikalau penyelidikan mengenai kebenaran surat yang bersangkutan menimbulkan
dugaan adanya pemalsuan surat terhadap seseorang yang masih hidup. maka
pengadilan negeri menyampaikan surat-surat itu kepada pejabat penuntut umum.
(8) Perkara yang ada pada pengadilan negeri yang bersangkutan dengan begitu. ditunda
sampai perkara pidananya diputus. (HIR. 138.)
Pasal 165.
(1) Bila penggugat ingin menguatkan keabsahan gugatannya atau
tergugat pembelaannya dengan saksi-saksi, tetapi karena keengganan saksi-
saksi itu atau karena sebab-sebab lain mereka tidak dapat ikut menurut apa yang
ditentukan dalam pasal 145, maka pengadilan negeri menetapkan hari sidang lain
untuk memeriksa perkara mereka, dan memerintahkan agar saksi-saksi yang
tidak dengan suka rela mau datang di hadapan sidang pengadilan, dipanggil oleh
pejabat yang berwenang.
(2) Pemanggilan dengan cara seperti itu juga dilakukan terhadap saksi-saksi yang harus
diperiksa oleh pengadilan negeri karena jabatan. (HIR. 139.)
Pasal 166
(1) Jikalau saksi yang telah dipanggil dengan cara itu masih juga tidak datang
menghadap, maka oleh pengadilan negeri ia dihukum membayar biaya
panggilan yang sia-sia itu.
(2) la dipanggil lagi atas biayanya. (HIR. 140.)
Ke daftar isi
248
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 167.
(1) Jikalau saksi yang telah dipanggil lagi tetap tidak mau datang menghadap, maka ia
dihukum lagi untuk membayar biaya pemanggilannya dan juga untuk mengganti
kerugian yang te lah dideri ta o leh pihak-pihak yang disebabkan oleh
ketidakhadirannya.
(2) Selanjutnya ketua dapat memerintahkan agar saksi yang tidak datang menghadap itu
dibawa oleh polisi ke sidang pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. (HIR.
141.)
Pasal 168.
Bila dapat dibuktikan, bahwa saksi yang telah dipanggil tidak datang memenuhi
panggilan itu yang disebabkan oleh halangan-halangan yang sah, maka
pengadilan negeri membebaskannya dari segala hukuman yang telah dijatuhkan atas
dirinya. (IR. 142.)
Pasal 169.
Bila ternyata, bahwa seorang saksi karena sakit atau karena cacat tubuh sama
sekali tidak atau untuk waktu yang lama tidak dapat hadir di sidang pengadilan
negeri, maka ketua atas permohonan pihak yang bersangkutan dan menurut
pengadilan negeri diperlukan kesaksiannya, dapat mengangkat seorang komisaris
dari antara para anggota sidang tersebut dan memerintahkannya agar dibantu oleh
panitera untuk datang di rumah saksi tersebut dan mendengamya tanpa disumpah
atas pertanyaan-pertanyaan tertulis yang disusun oleh ketua dan membuat berita acara
tentang pemeriksaan tersebut.
Pasal 170.
(1) Tak seorang pun dapat dipaksa untuk memberikan kesaksian dalam perkara
perdata di hadapan pengadilan negeri yang berkedudukan di luar afdeling, atau
bila daerah itu tidak terbagi dalam afdeling-afdeling, di luar wilayah tempat tinggal
atau tempat kediamannya.
(2) Terhadap seorang saksi yang ada dalam keadaan semacam itu yang tidak datang
memenuhi panggilan, tidak boleh dijatuhkan hukuman, melainkan ketua pengadilan
negeri, jikalau saksi tersebut bertempat tinggal atau berdiam di luar Jawa dan
Madura, meminta kepada jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman saksi
tersebut secara tertulis untuk mendengar saksi tersebut di bawah sumpah. Dalam
keadaan seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka saksi diperiksa di rumahnya.
(3) Jikalau afdeling dibagi dalam onderafdeling-onderafdeling dan saksi bertempat
tinggal atau bertempat kediaman di suatu onderafdeling yang lain dari tempat
kedudukan pengadilan negeri, maka pengadilan negeri, jika saksi tersebut tidak perlu
untuk menghadap sendiri, dapat meminta jaksa untuk melakukan hal seperti di atas.
(4) Jikalau saksi bertempat tinggal atau berdiam di Jawa atau Madura, maka
pemeriksaan diserahkan kepada pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi
tempat tinggal atau tempat kediaman saksi.
(5) Berita acara pemeriksaan segera disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan
Ke daftar isi
249
Redesign Drs. SAHERUDIN
dibacakan di depan sidang pengadilan.
(6) permintaan atau perintah termaksud dalam pasal ini juga segera dapat dilakukan
tanpa didahului panggilan saksi. (RO. 33; H IR. 143)
Pasal 171.
(1) Saksi-saksi yang telah datang menghadap, dipanggil satu per satu untuk masuk
ruangan sidang.
(2) Ketua menanyakan mereka mengenai nama, pekerjaan, umur dan tempat
tinggal atau tempat kediamannya, begitu juga apakah mereka mempunyai
hubungan kekeluargaan karena sedarah atau karena perkawinan dengan para
pihak atau salah satu pihak, dan jika ya, dalam derajat ke berapa serta pula
apakah mereka merupakan buruh atau pembantu rumah tangga mereka. (Rv.
177: HIR. 144)
Pasal 172.
(1) Tidak boleh didengar sebagai saksi adalah mereka:
1O. yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedarah
atau karena perkawinan dengan salah satu pihak;
2O. saudara-saudara lelaki atau perempuan dari ibu dan anak-anak dari
saudara perempuan di daerah Bengkulu. Sumatera Barat dan Tapanuli
sepanjaang hukum waris di sana mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu:
3°. suami atau istri salah satu pihak. juga setelah mereka bercerai:
4°. anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun;
5°. orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya
dengan baik.
(2) Namun keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai
kedudukan para pihak atau mengenai suatu perjanjian kerja berwenang untuk
menjadi saksi.
(3) Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang tersebut
dalam nomor 1o dan 2o pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam
ayat (2). (KUHPerd. 1910, 1912; HIR. 145).
Pasal 173.
Pengadilan negeri berwenang mendengar tanpa disumpah anak-anak yang tersebut
dalam ayat (1) pasal yang lalu dan juga orang-orang gila yang kadang kala dapat
menggunakan ingatannya dengan baik. tetapi keterangan mereka hanya berlaku sebagai
penjelasan belaka. (HIR. 1454.)
Pasal 174.
(1) Mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : (KUH
perd. 1909.)
1o. saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan
dari salah satu pihak;
2o. saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau
Ke daftar isi
kembali
kembali
250
Redesign Drs. SAHERUDIN
perempuan dari suami atau istri salah satu pihak;
3o. mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi,
diharuskan menyimpan rahasia tetapi hanya dan semata-mata
mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya dalam
kedudukannya tersebut.
(2) Masalah ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang
bersangkutan dapat dinilai oleh pengadilan negeri. (HIR. 146.)
Pasal 175.
Bila tidak dimohon pembebasan diri untuk memberikan kesaksian atau jika ada
permohonan tetapi dinyatakan tidak beralasan, maka saksi disumpah menurut
agama yang dianutnya. (KUHperd-1911; Rv. 177 dst.; HR. 147.)
Pasal 176.
Jika di luar hal yang diatur dalam pasal 174 seorang saksi di depan sidang menolak
mengangkat sumpah atau menolak memberikan keterangan, maka atas permohonan
pihak yang berkepentingan ketua dapat memerintahkan agar saksi-saksi tersebut
atas biaya pihak yang memohon disandera untuk waktu selama tidak lebih dari tiga
bulan, kecuali bila sementara itu sanggup memenuhi kewajibannya atau perkaranya
telah diputus oleh pengadilan negeri. (Rv. 186; HIR.148; S.1920-69.)
Pasal 177.
Hukuman-hukuman yang dijatuhkan atas dasar pasal 166 dan 167 ayat (1), perintah
seperti tersebut pada pasal 167 ayat (2) dan ketetapan tersebut pada pasal 174 ayat
terakhir harus dijatuhkan atau diberikan oleh ketua pengadilan negeri jika mengenai
saksi yang termasuk golongan orang-orang Eropa. (HIR. 149.)
Pasal 178.
(1) Para pihak menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka sampaikan
kepada saksi- saksi.
(2) Jika pengadilan negeri menganggap ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak itu tidak
diajukan.
(3) Hakim atas kemauan sendiri dapat mengajukan pertanyan-pertanyaan yang
dipandangnya perlu untuk menemukan kebenaran.
(4) (Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagidengan keadaan sekarang)
Pasal 179.
Panitera membuat berita acara tentang segala keterangan yang diperoleh dari saksi-
saksi di hadapan sidang pengadilan. (RV.209; H IR. 152.)
Pasal 180.
(1) Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua
orang komisaris untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di
Ke daftar isi
251
Redesign Drs. SAHERUDIN
tempat agar mendapat tambahan keterangan.
(2) Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita
acara atau pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan
panitera itu (HIR. 153)
(3) Jika tempat yang akan diperiksa terletak di luar wilayah jaksa tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka ketua dapat meminta jaksa di tempat tersebut mengadakan
atau menyuruh mengadakan pemenksaan dan secepatnya mengirimkan berita acara
tentang pemeriksaan tersebut kepada ketua.
Pasal 181.
(1) Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan
dengan pemeriksaan oleh seorang ahli, maka ia atas permohonan para pihak dapat
mengangkat ahli atau mengangkatnya karena jabatan. (Rv. 215 dst).
(2) Dalam hal itu maka ditentukan hari sidang untuk memberi kesempatan kepada ahli
tersebut untuk memberikan laporannya baik secara tertulis maupun lisan dan untuk
menyumpahnya.
(3) Jika ahli-ahli itu bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa tempat
kedudukan pengadilan negeri, maka atas permintaan ketua pengadilan negeri
laporan diberikan oleh jaksa dan sumpah diambil oleh jaksa yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman ahli tersebut. Berita acaranya segera
dikirimkan kepada ketua. Semuanya dibacakan di hadapan sidang pengadilan.
(4) Mereka yang tidak diperbolehkan menjadi saksi juga tidak boleh diangkat
sebagai ahli. (Rv. 218)
(5) Pengadilan negeri sekali-kali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang
dikemukakan para ahli bila keyakinannya bertentangan dengan pendapat itu.
(HIR. 154)
Pasal 182.
(1) Bila dasar gugatan dan pembelaan yang diajukan tidak sepenuhnya dibuktikan
atau juga tidak sepenuhnya tanpa bukti dan tidak ada kemungkinan sama sekali
untuk menguatkannya dengan alat-alat bukti lain, maka karena jabatannya
pengadilan negeri dapat memerintahkan salah satu pihak untuk melakukan
sumpah, baik untuk menggantungkan putusan perkaranya kepada sumpah
tersebut maupun untuk menentukan sejumlah uang yang akan dikabulkan.
(2) Dalam hal terakhir, maka pengadilan negeri harus menentukan berapa jumlah uang
yang menjadi tanggungan dalam sumpah itu. (KUHperd. 1940 dst.; HIR, 155.)
Pasal 183.
(1) Juga bila sama sekali tidak ada bukti untuk menguatkan gugatan atau
pembelaan. maka pihak yang satu dapat menuntut agar lawannya melakukan
sumpah penentuan. asal sumpah itu mengenai suatu perbuatan yang secara
pribadi telah dilakukan oleh pihak yang dibebani sumpah tersebut.
(2) Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua pihak,
maka j ika pihak yang diminta bersumpah tetapi menyatakan keberatan
Ke daftar isi
kembali
kembali
sum
pah
252
Redesign Drs. SAHERUDIN
dapat mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya untuk melakukannya
sendiri.
(3) Barangsiapa diminta melakukan sumpah tetapi menolak dan juga t idak
mengembalikannya kepada pihak lawan, dan juga barangsiapa yang minta agar
lawannya disumpah tetapi lawan itu mengembalikan sumpah itu kepadanya namun
ditolaknya, harus dinyatakan kalah.
(4) Sumpah tidak dapat dibebankan, dikembalikan atau diterima, kecuali oleh pihak itu
sendiri atau oleh orang yang khusus dikuasakan untuk itu. (KUHperd. 1929,
1931 dst.; HIR. 156; Rv. 52.)
Pasal 184.
Sumpah, yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada
lawannya atau yang dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan,
kecuali jika pengadilan negeri berdasarkan alasan yang sangat panting memberi izin
kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar suatu surat kuasa khusus yang
hanya dapat diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam pasal 147 yang juga
secara cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. (KUHperd. 1793, 1945:
HIR. 157.)
Pasal 185.
(1) Sumpah dilakukan selalu di dalam sidang pengadilan, kecuali jika karena alasan-
alasan yang sah hal itu tidak dapat dilakukan atau karena hakim memerintahkan
agar hal itu dilakukan di sebuah kuil atau di suatu tempat yang dianggap keramat.
Dalam hal terakhir ini ketua pengadilan negeri dapat memberi kuasa kepada
salah satu anggota pengadilan negeri dengan dibantu oleh panitera yang
bertugas membuat berita acara, untuk mengambil sumpah pihak yang berhalangan
di tempat tinggalnya atau di tempat lain yang ditentukan oleh ketua.
(2) Jika sumpah harus diambil di tempat di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka ketua meminta kepada jaksa yang mempunyai wilayah
sumpah itu dilakukan, untuk mengambil sumpah tersebut dan segera mengirimkan
berita acara sumpah tersebut kepadanya.
(3) Sekali-kali tidak boleh diambil sumpah tanpa dihadiri pihak lawan. kecuali bila
pihak ini sudah dipanggil dengan sah. (KUHperd. 1944 dst.; Rv. 52: HIR. 158,
381; RBg. 709.)
Pasal 186.
(1) Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari sidang pertama, maka
pemeriksaan dilanjutkan sedapat-dapatnya pada hari lain yang ditentukan tidak
terlalu lama, kemudian begitu seterusnya.
(2) Penundaan itu harus diucapkan di dalam sidang di hadapan para pihak dan itu
berlaku sebagai panggilan resmi bagi pihak-pihak yang hadir.
(3) Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak
hadir pada hari sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi. maka ketua
memerintahkan agar pihak itu dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya.
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
253
Redesign Drs. SAHERUDIN
(Rv. 109.)
(4) Tidak boleh dilakukan penundaan atas permohonan para pihak atau karena
jabatan bila tidak benar-benar diperlukan. (Rv. 127; HIR. 159.)
Pasal 187.
(1) Jika selama persidangan perkara berjalan, ada suatu tindakan yang harus dilakukan
berdasarkan pasal 193 menjadi tanggungan pihak yang dinyatakan kalah. Maka
ketua dapat memerintahkan agar biaya dibayar lebih dulu oleh salah satu pihak
dan disampaikan kepada paritera, dengan tidak mengurangi hak pihak lawan
untuk membayarnya secara sukarela.
(2) Jika para pihak enggan untuk membayar uang muka tersebut meskipun sudah
diperingatkan oleh ketua, maka tindakan yang diperintahkan itu, kecuali jika
diwajibkan, tidak dilakukan dan sepanjang pertu pemeriksaan akan dilanjutkan
pada hari lain yang ditetapkan oleh ketua dengan memberitahukan para pihak.
(HIR. 160.)
Pasal 188.
(1) Setelah perkara pada hari pertama atau hari kemudian dibuat jelas, maka
sesudah para pihak dan para pendengar diminta meninggalkan ruang sidang,
diminta pendapat para penasihat pengadilan yang hadir menurut pasal 7 RO.
(2) Kemudian dilakukan musyawarah serta penyusunan keputusan seperti diatur
dalam pasal 39 dan 40 RO . (IR. 161.)
Bagian 2.
Musyawarah Dan Keputusan pengadilan.
Pasal 189.
(1) Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-
dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.)
(2) la wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
(3) la dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau
memberikan lebih dari yang dimohon. (Rv. 50; HIR. 178.)
Pasal 190
(1) Setelah keputusan diambil dengan mengingat ketentuan dalam pasal yang lalu,
maka para pihak dipanggil lagi masuk dalam ruang sidang dan keputusan
diucapkan oleh ketua secara terbuka. (RO. 40; HIR. 179.)
(2) Jika para pihak atau salah satu di antara mereka tidak hadir pada waktu
pengucapan itu, maka isi keputusan itu diperintahkan oleh ketua untuk
disampaikan kepada pihak yang tidak hadir oleh seorang pegawai yang
berwenang.
(3) Pasal 149 ayat (4) berlaku dalam hal ini.
Pasal 191.
(1) Pengadilan negeri dapat memerintahkan pelaksanaan putusannya meskipun
kembali
Ke daftar isi
254
Redesign Drs. SAHERUDIN
ada perlawanan atau banding jika ada bukti yang otentik atau ada surat yang
ditulis dengan tangan yang menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku
mempunyai kekuatan pembuktian, atau karena sebelumnya sudah ada
keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, begitu juga jika ada
suatu tuntutan sebagian yang dikabulkan atau juga mengenai sengketa tentang
hak bezit (KUHperd. 548 dst.; Rv. 53 dst.)
(2) Pelaksanaan sementara sekali-kati tidak boleh meluas sampai ke soal
penyanderaan. (HIR. 180; RBg. 242.)
Pasal 192.
(1) Barangsiapa dikalahkan dalam perkaranya, dihukum untuk membayar biaya
perkara.
(2) Biaya dapat diperhitungkan seturuhnya atau sebagian dalam sengketa antara
suamiistri, keluarga sedarah dalam garis lurus, antara saudara-saudara laki-
laki dan perempuan atau yang karena perkawinan dalam garis yang sama, dan di
Bengkulu. Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjang hukum waris dan di daerahnya
mengikuti hukum waris Melayu, juga antara saudara laki-laki dan perempuan dari
ibu serta kemenakan-kemenakan dari pihak ibu dan begitu juga jika para pihak
masingmasing dalam beberapa hal dinyatakan ada kesalahannya.
(3) Dalam hal ada putusan sementara dan lain-lain yang mendahului putusan akhir,
maka biaya dapat ditentukan dalam putusan akhir. (Rv. 58.)
(4) Biaya perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat menjadi tanggungan tergugat
meskipun ia mungkin dapat dimenangkan dalam putusan perlawanan atau banding,
kecuali jika pada pemeriksaan perlawanan atau pemeriksaan tingkat banding la
ternyata tidak dipanggil dengan sepatutnya.
(5) Dalam hal seperti dimaksud dalam pasal 151, maka biaya-biaya yang
disebabkan oleh panggilan ulang atas para tergugat yang tidak hadir, menjadi
beban mereka, kecuali mereka tidak dipanggil dengan sempurna untuk datang di
sidang pengadilan. (HIR.181.)
Pasal 193.
Penghukuman dalam membayar biaya tidak boleh melebihi : (HIR.182)
1o biaya meterai yang diperlukan selama berlangsungnya perkara;
2o biaya alat-alat bukti yang disebabkan oleh acara;
3° biaya saksi-saksi, ahli dan juru bahasa, termasuk biaya penyumpahannya,
dengan pengertian bahwa, jika satu pihak mengajukan lebih dari lima saksi
atas satu peristiwa yang sama, maka tidak dapat dibebankan kepada pihak lawan;
4° biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan-perbuatan lain menurut hukum;
5° upah para pegawai yang ditugaskan untuk melakukan panggilan dan
pemberitahuan lainnya;
6° biaya yang disebut dalam pasal 164 ayat (6);
7 ° biaya kepaniteraan serta upah panitera dan pegawai -pegawai lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan putusan, semuanya menurut tarip yang ada
atau akan ditentukan oleh pemerintah atau jika hal itu tidak ada berdasarkan
Ke daftar isi
255
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkiraan ketua pengadilan negeri.
Pasal 194
Di dalam surat kepusan harus disebutkan :
1° biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termasuk biaya yang
timbul sesudah ada putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian
oleh ketua;
2° jumlah biaya, kerugian dan bungs. jika putusan itu mengandung penghukuman
untuk membayarnya. (Rv. 607, 610; HIR. 183.)
Pasal 195.
(1) Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang
dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan
apa yang dimaksud dalam pasal 7 RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri
mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang
hadir pada waktu putusan diucapkan.
(2) Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus
menyebutkan peraturan-peraturan itu. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.)
(3) (3) Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 43:
HIR. 184.)
Pasal 196.
(1) Putusan yang tidak merupakan putusan akhir, meskipun diucapkan di dalam
sidang pengadilan, tidak dibuatkan tersendiri melainkan hanya dicatat dalam
berita acara.
(2) Para pihak, atas biaya sendiri, dapat memperoleh turunan otentik dari catatan-catatan
demikian. (Rv. 48; HIR. 185.)
Pasal 197.
(1) Panitera membuat satu berita acara dari tiap-tiap perkara yang mencatat tiap-tiap
kejadian di dalam sidang dan juga nasihat/pertimbangan yang diberikan oleh
pejabat yang disebut dalam pasal 7 RO.
(2) Tidak disebutkan apakah putusan diambil dengan suara terbanyak atau dengan
suara bulat.
(3) Berita acara ini ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 41, 63; Rv. 29, 62;
HIR. 186.)
Pasal 198.
(1) Jika ketua berhalangan untuk menandatangani surat keputusan atau berita acara
di sidang pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang
langsung ada di bawahnya yang ikut duduk dalam majelis.
(2) Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat
keputusannya atau di dalam berita acara sidang. (RO. 52; Rv. 63; HIR. 187.)
kembali
Ke daftar isi
256
Redesign Drs. SAHERUDIN
Bagian 3. Banding.
Pasal 199.
(1) (s.d.u. dg. S. 1939-715.) Dalam hal dimungkinkan pemeriksaan dalam tingkat
banding, maka pemohon banding yang ingin menggunakan kesempatan itu,
mengajukan pemohonan untuk itu yang bila dipadangnya perlu, disertai dengan suatu
risalah banding dan surat-surat lain yang berguna untuk itu atau pemohonan itu dapat
diajukan oleh seorang kuasa seperti dimaksud dalam ayat (3) pasal 147 dengan
suatu surat kuasa khusus kepada panitera dalam waktu 14 hari terhitung mulai hari
diucapkannya keputusan pengadilan negeri, sedangkan tenggang waktu itu adalah
empat belas hari setelah putusan diberitahukan menurut pasal 190 kepada yang
bersangkutan, jika ia tidak hadir pada waktu putusan diucapkan. (RB9. 147 2; S.
1922-522.)
(2) (s.d.t. dg.S.1939-716.) Pengadilan Negeri berwenang untuk memperpanjang
tenggang waktu menurut keadaan tersebut dalam ayat di muka sampai sebanyak-
banyaknya enam minggu.
(3) Jika pemohon banding bertempat tinggal atau berkediaman di luar wilayah Jaksa di
tempat kedudukan pengadilan negeri, maka tenggang waktu mengajukan
banding adalah empat minggu.
(4) Dalam hal diajukan permohonan untuk naik banding tanpa biaya, maka
tenggang waktu mulai dihitung sejak hari pemberitahuan seperti tersebut dalam
pasal 281.
(5) (s.d.u. dg. S. 1927-576.) Pernyataan banding tidak akan diterima setelah lampau
tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat-ayat yang lalu, juga jika pernyataan
itu tidak disertai pembayaran uang muka kepada panitera yang besamya
ditaksir sementara oleh ketua pengadilan negeri, melihat keperluan akan
biaya-biaya kepaniteraan, pemanggilan-pemanggilandan pemberitahuan
kepada pihak-pihak yang diperlukan serta meterai-meterai yang diperlukan. (Rv.
334, 438; H IR .188.)
(6) Bila panitera pengadilan negeri tidak berada di tempat dalam wilayah jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri, maka pemohon banding dapat memohon
perantaraan jaksa di tempat tinggalnya atau tempat kediamannya untuk segera
mengirimkan catatan bandingnya serta surat-surat yang bersangkutan kepada
panitera.
Pasal 200.
Putusan-putusan di luar kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dimohonkan
banding, tetapi bila penggugat asal yang mengajukan banding, maka tergugat
terbanding dapat menggunakan semua pembelaannya dalam tingkat banding tanpa
menggunakan hak perlawanannya dalam tingkat pertama. (Rv. 330; HIR. 189.)
Pasal 201.
(1) Keputusan-keputusan dan penetapan-penetapan yang dimaksudkan untuk
mengatur penyelesaian perkara atau yang dimaksudkan untuk memperoleh
buktibukti atau untuk pemeriksaan setempat sebelum diputus pokok perkaranya,
begitu juga putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu hanya dapat dimohonkan
Ke daftar isi
257
Redesign Drs. SAHERUDIN
banding dalam tenggang waktu dan bersamaan dengan putusan akhir. (Rv. 331.)
(2) Putusan pengadilan negeri yang menyatakan dirinya tidak berwenang untuk
mengatur suatu perkara termasuk putusan akhir. (Rv. 357; HIR. 190.)
Pasal 202.
(1) Pernyataan banding dicatat oleh panitera dalam daftar yang telah disediakan
untuk itu.
(2) Panitera secepatnya, dengan perantaraan pejabat yang berwenang, memberitahukan
kepada pihak lawan tentang adanya permohonan banding, disertai dengan turunan
risalah banding pemohon banding atau surat-surat lain
(3) Bila termohon banding bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah Jaksa tempat
kedudukan pengadilan negeri, atau jika panitera pengadilan negeri tidak ada di
tempat tersebut, maka pemberitahan dengan perantara jaksa di wilayah tempat
tinggal atau tempat kediaman termohon banding.
(4) Bukti tertulis tentang pemberitahuan yang telah dilakukan disampaikan kepada
panitera.
(5) Termohon banding yang bertempat tinggal atau berdiam di wilayah jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri, dalam empat belas hari, atau dalam keadaan lain
dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya. dalam waktu
enam minggu setelah memenuhi pemberitahuan, dapat menyampaikan surat-
surat yang dipandangnya perlu kepada panitera pengadilan negeri yang
kemudian menyampaikan turunan-turunannya kepada pembanding. Dalam hal
diizinkan mengajukan banding tanpa biaya, maka tenggang waktu penyampaian
surat-surat itu dihitung sejak saat pemberitahuan seperti ditentukan dalam pasal 281.
(6) Jika panitera pengadilan negeri tidak ada di dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka terbanding dapat menyampaikan surat-surat seperti
tersebut dalam ayat terdahulu dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau
tempat kediamannya.
Pasal 203.
Selambat-lambatnya delapan hari setelah menerima jawaban risalah banding dan
suratsurat lainnya dari terbanding atau sesudah lampau tenggang waktu yang
diperbolehkan seperti tersebut dalam pasal yang lain, maka panitera mengirimkan
surat-surat yang bersangkutan dengan perkara berikut berita acara pemeriksaan
persidangan beserta turunan resmi surat keputusannya, juga catatan mengenai
pemberitahuannya (bila ada) dan bukti mengenai pemberitahuan itu ke pengadilan
tinggi. (HIR. 1921: RBg. 715.)
Pasal 204.
Terhadap pemeriksaan pada tingkat banding berlaku ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Titel VII Buku pertama Reglemen Acara perdata.
Pasal 205.
Segera setelah ketua pengadilan negeri menerima putusan pengadilan tinggi, maka ia
Ke daftar isi
258
Redesign Drs. SAHERUDIN
memerintahkan agar para pihak diberitahu tentang sampainya keputusan
pengadilan tinggi tersebut padanya, dan bahwa mereka diperbolehkan melihatnya dan
atas biayanya dapat memperoleh turunannya di kepaniteraan pengadilan negeri. (Rv.
358; H IR. 174.)
Bagian 4.
Pelaksanaan Keputusan Hukum
Pasal 206.
(1) Pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam
tingkat pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut
cara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut.
(2) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah
hukum jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di
tempat itu, maka ketua dapat minta secara tertulis perantaraan jaksa yang
bersangkutan.
(3) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah
hukum pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua
pengadilan negeri yang bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di
pulau Jawa dan Madura, ketua ini bertindak serupa jika ternyata pelaksanaan
harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.
(4) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di
Jawa dan Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat
tindakantindakan yang dimintakan kepadanya.
(5) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-
tindakan yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya
kepada pengadilan negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
(6) Perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui
olehnya yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai
upaya-upaya paksa yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang
mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan perbuatan-perbuatan untuk
melaksanakan keputusan hakim.
(7) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-
keputusan yang telah diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua
pengadilan negeri, diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri yang memutus
dalam tingkat pertama. (HIR. 195.)
Pasal 207.
(1) Dalam hal keengganan atau kealpaan pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan
secara sukarela, maka pihak yang menang secara lisan atau tertulis dapat
mengajukan permohonan agar putusan yang bersangkutan dilaksanakan.
(2) Ketua atau jaksa yang diberi kuasa menyuruh memanggil pihak yang kalah dan
memperingatkannya agar ia dalam waktu yang ditentukannya, tidak melebihi
delapan hari, melaksanakan keputusan yang bersangkutan. (Rv. 439, 443:
HIR. 196.)
kembali
Ke daftar isi
back
back
back
back
259
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 208.
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak
dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil,
maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah
untuk menyita sejumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya diperkirakan tidak
akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah
sebanyak diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai
pelaksanaan putusan, dengan batasan bahwa di daerah Bengkulu, Sumatera Barat
dan Tapanuli hanya dapat dilakukan penyitaan atas harta (harta pusaka) jika tidak
terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang bergerak
maupun barang tetap. (Rv. 444; HIR. 197.)
Pasal 209.
(1) Penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri.
(2) Jika panitera berhalangan karena kesibukan tugasnya atau karena alasan lain,
maka ia diganti oleh seorang yang cakap dan terpercaya yang ditunjuk oleh ketua
atau oleh jaksa yang diberi kuasa yang juga berwenang untuk menunjuk
sepanjang dikehendaki oleh ketua dengan melihat keadaan dan untuk menghemat
biaya karena jaraknya tempat barang-barang yang akan disita.
(3) Penunjukan itu dilakukan cukup dengan menyebutnya saja atau dengan suatu
catatan dalam perintah tertulis seperti dimaksud dalam pasal yang lain.
(4) Panitera atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya membuat berita
acara tentang apa yang telah dilakukannya dan memberikan penjelasan
tentang maksudnya kepada pihak yang barangnya disita, bila ini ada. (Rv. 446
dst.: HIR. 197 2-5.)
Pasal 210.
(1) Panitera atau orang yang menggantikannya dalam menjalankan penyitaan dibantu
oleh dua orang saksi yang nama, pekerjaan serta tempat tinggalnya disebut dalam
berita acara dan yang ikut menandatangani surat aslinya serta surat -surat
turunannya.
(2) (s.d.u. dg. S.1932-42.) Para saksi harus penduduk Indonesia yang telah berumur 21
tahun dan oleh orang yang menalankan penyitaan dikenal sebagai terpercaya atau
oleh pejabat pamong praja berbangsa Eropa atau Bumiputra diusulkan kepadanya.
(HIR. 197 6-7.)
Pasal 211.
Penyitaan barang-barang bergerak milik yang kalah, termasuk uang dan surat-surat
berharga, dapat terdiri juga dari barang-barang bergerak yang berujud yang ada di bawah
penguasaan orang lain, dan tidak boleh meluas ke ternak dan perkakas-perkakas yang
betul-betul diperlukan untuk menjalankan perusahaan pribadi dari terhukum. (HIR. 197
8)
Pasal 212 .
Panitera atau orang yang ditunjuk untuk mewakilinya dengan melihat keadaan, menitipkan
barang-barang bergerak atau sebagiannya kepada orang mengalami penyitaan, atau
kembali
Ke daftar isi
kembali
back
260
Redesign Drs. SAHERUDIN
dapat juga memindahkannya seturuh atau sebagiannya ke tempat lain untuk disimpan.
Dalam hal pertama ia memberitahukannya kepada polisi setempat yang menjaga jangan
sampai ada barang-barang dipindahkan. Hak opstal Indonesia tidak boleh dipindahkan.
(HIR. 1') 79)
Pasal 213.
(1) Dalam hal penyitaan terhadap barang-barang tetap, maka berita penyitaan
diumumkan kepada khalayak ramai, sepanjang barang itu terdaftar atau tidak
berdasarkan Ordonansi Balik-Nama (S; 1834-27). dengan cara pencatatan berita
acara di dalam daftar menurut pasal 50 (S. 1848-10) tentang mulai berlakunya
dan perpindahan ke perundang-undangan baru atau dalam daftar di
kepaniteraan pengadilan negeri yang diadakan untuk itu. (Rv. 507.)
Dalam kedua hal itu harus dicantumkan jam, hari, bulan dan tahun pengumuman
yang bersangkutan, sedangkan jam, hari, bulan dan tahun oleh panitera dicatat
dalam surat yang asli.
(2) Selain itu, orang yang melakukan penyitaan meminta kepada kepala desa maupun
kepala pamong lainnya untuk memaklumkan penyitaan itu kepada khalayak ramai
menurut cara yang lazim dijalankan setempat. (HIR. 198.)
Pasal 214.
(1) Terhitung mulai hari diumumkannya berita acara penyitaan itu. maka pihak yang
mengalami penyitaan tidak diperbolehkan untuk memindahtangankan, membebani
dengan suatu hak atau menyewakan barang tetap itu.
(2) Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan larangan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan penyitaan. (Rv. 507: HIR.
199)
Pasal 215.
(1) Penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang. atau
tergantung dari keadaan atas pertimbangan ketua atau jaksa yang dikuasakan oleh
orang yang melakukan penyitaan ataupun oleh orang lain yang dipandang cakap
dan dapat dipercaya oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan itu, yang bertempat
tinggal di tempat penjualan akan dilakukan atau di dekat tempat itu. Penjualan
dilakukan menurut syarat-syarat biasa secara umum dan diberikan kepada yang
menawar dengan harga tertinggi.
(2) Jika penjualan tersebut dalam ayat (1) harus dilaksanakan untuk memenuh i
pembayaran yang tidak melebihi tiga ratus gulden, tidak termasuk biaya perkara,
atau pica atas perkiraan ketua atau jaksa yang dikuasakan memperkirakan barang-
barang yang disita tidak akan mencapai jumlah tiga ratus gulden, maka penjualan
sekali-kali tidak boleh diserahkan kepada juru lelang.
(3) Dalam hal itu pelelangan dilakukan oleh orang yang melakukan penyitaan atau
oleh orang yang dipandang cakap dan terpercaya seperti tersebut dalam ayat (1).
Orang yang ditugaskan melakukanan lelang membuat laporan tertulis yang
disampaikan kepada ketua atau jaksa yang dikuasakan tersebut. (Rv. 453, 466;
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
261
Redesign Drs. SAHERUDIN
Venduregl. 1, 4, 20 dst.; HIR. 200 1-3.)
Pasal 216.
(1) Pihak yang barangnya disita dapat memberikan urutan barang-barang yang harus
didahulukan untuk ditawarkan. (HIR. 200 4)
(2) Begitu jumlah yang diperlukan untuk memenuhi keputusan beserta biayanya tercapai,
maka penjualan dihentikan dan sisa barang-barangnya dikembalikan kepada
pemiliknya. (HIR. 200 5)
(3) Di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, harta pusaka baru boleh dilelang
setelah barang-barang bergerak dan barang-barang tetap hasil pekerjaan debitur
sendiri habis dilelang.
Pasal 217.
(1) Pelelangan (penjualan) barang bergerak dilakukan sesudah pengumuman
menurut cara setempat dan tidak boleh dilakukan sebelum lewat delapan hari
setelah dilakukan penyitaan.
(2) Bila bersama-sama dengan barang-barang bergerak juga disita barang-barang
tetap, dan di antara barang-barang bergerak itu tidak ada barang yang mudah busuk.
maka pelelangan dilakukan bersama-sarna dengan urutan yang telah diberikan oleh
yang terkena sita, tetapi setelah diumumkan dua kali dengan waktu antara lima
belas hari.
(3) Dalam penyitaan yang dilakukan terhadap seluruh barang-barang tetap. maka
digunakan tata cara pelelangan seperti diatur dalam ayat yang lalu.
(4) Pelelangan barang-barang tetap yang sekiranya melebihi nilai seribu gulden, di
daerah karesidenan di mana beredar satu atau lebih surat kabar harian, harus
diumumkan satu kali. selambat-lambatnya empat belas hari sebelum dilakukan
pelelangan, dalam surat kabar tempat akan dilakukan pelelangan, dan jika tidak ada
surat kabar di tempat itu, di suatu surat kabar tempat terdekat. (Rv. 516; HIR.200 6-
9)
Pasal 218.
(1) Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada
pihak pembeli berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua
syarat-syarat jual-belinya telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia
akan menerima tanda bukti tertulis dari kantor lelang atau dari orang yang
ditugaskan melaksanakan dan pelelangan. (Rv. 526, 532; HIR. 200 10)
(2) Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah
dijual itu, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan secara tertulis
mengeluarkan surat perintah kepada peabat yang bertugas memberitahukan
untuk, bila perlu dengan bantuan polisi, memaksa agar yang membangkang itu
beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan barang itu. Pejabat yang
bertugas menjalankan perintah dibantu oleh panitera pengadilan negeri atau oleh
seorang pegawai berkebangaan Eropa yang ditunjuk oleh ketua atau oleh
jaksa yang dikuasakan atau bila orang semacam itu tidak ada, oleh seorang
Ke daftar isi
back
back
262
Redesign Drs. SAHERUDIN
kepala desa Indonesia atau pegawai Indonesia yang ditunjuk oleh ketua atau
oleh jaksa yang dikuasakan (Rv. 526, 1033; H IR.200 10)
Pasal 219
Jikalau ada dua atau lebih permohonan pelaksanaan keputusan terhadap satu orang
debitur, maka dalam satu berita acara dilakukan penyitaan atas sejumlah barang-
barang yang sekiranya diperlukan untuk menutup seluruh jumlah dari semua keputusan
berikut biaya pelaksanaannya. (HIR. 201.)
Pasal 220.
Bila setelah selesai suatu penyitaan tetapi sebelum diadakan penjualan, masuk lagi
permohonan-permohonan untuk pelaksanaan putusan terhadap debitur, maka
barangbarang yang telah disita digunakan juga untuk menutup segala putusan dan
ketua atau jaksa yang dikuasakan, jika perlu dapat memerintahkan agar penyitaan
dilanjutkan terhadap barang-barang yang belum disita sampai jumlah yang kiranya
cukup untuk membayar seluruh putusan ditambah dengan biaya-biayanya. (HIR. 202)
Pasal 221.
Dalam jangka waktu seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka keputusan-keputusan
terhadap debitur yang dijatuhkan oleh hakim-hakim lain dari yang disebut dalam
pasal 206 ayat (1), dapat juga diajukan untuk dilaksanakan kepada ketua
pengadilan negeri yang dalam wilayahnya dilakukan penyitaan. Ketentuan pasal
220 berlaku pula dalam hal ini. (HIR. 203.)
Pasal 222.
(1) Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam tiga pasal yang lain, maka ketua yang
dimaksud dalam pasal yang lain, setelah mendengar atau memanggil dengan
sepatutnya debitur dan para kreditur yang mengajukan permohorkan pelaksanaan,
menentukan cara pembagian hasil eksekusi di antara para kreditur.
(2) Para kreditur yang memenuhi panggilan seperti tersebut dalam ayat yang lalu dapat
mengajukan banding kepada pengadilan tinggi terhadap penetapan tersebut:
terhadap permohonan banding itu berlaku pasal 199. (HIR. 204.)
Pasal 223.
Segera setelah penetapan mengenai pembagian mempunyai kekuatan yang pasti
maka ketua memberikan daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang
ditugaskan untuk mengadakan pelelangan sebagai dasar pembagian hasil
penjualannya. (HIR. 205.)
Pasal 224.
(1) Kecuali apa yang diatur dalam ayat berikut, maka pelaksanaan keputusan yang
bermaksud membayar sejumlah uang yang tidak melebihi seratus lima puluh
gulden, tidak termasuk biaya perkara, dilakukan tanpa peringatan lebih dahulu.
Ke daftar isi
kembali
263
Redesign Drs. SAHERUDIN
(HIR. 206 1.)
(2) (s.d.u. dg. S. 1934-621. 622. S. 1936-629) Jumlah uang yang termaksud dalam
ayat yang lalu yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan
adalah sebagai berikut:
a. di dalam wilayah Sumatera Timur dua ratus lima puluh gulden.
b. di dalam afdeling-afdeling dalam Karesidenan Aceh dan sekitarnya yang tidak
ada pengadilan negerinya, lima ratus gulden.
c. (Huruf c ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang.)
(3) Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan
(4) Jika tidak cukup adanya barang-barang bergerak, maka atas perintah tertulis karena
jabatan ketua atau jaksa yang dikuasakan, juga barang-barang tetap boleh disita
dengan cara penyitaan seperti ditentukan dalam pasal 208 s/d 210 dan pasal
213, dan dijual dengan cara-cara yang ditentukan dalam pasal 215 s/d 218.(HIR.
206 2)
Pasal 225.
(1) Perlawanan pihak debitur terhadap pelaksanaan, baik mengenai penyitaan barang-
barang bergerak maupun barang-barang tetap, dilakukan secara tertulis atau lisan
kepada pejabat yang memerintahkan penyitaan, dan jika perlawanan dilakukan
secara lisan, maka pejabat itu membuat catatan atau menyuruh membuat
catatan. (HIR. 207 1.)
(2) Jika perlawanan dilakukan oleh jaksa yang dikuasakan, maka segera ia mengajukan
permohonan itu atau catatannya kepada ketua pengadilan negeri.
Pasal 226.
Perkara kemudian oleh ketua diajukan kepada sidang pengadilan negeri pertama agar
diputus setelah mendengar atau memanggil para pihak dengan sepatutnya. (TR. 207 2)
Pasal 227.
(1) Perlawanan itu tidak mencegah atau menunda pelaksanaan, kecuali jika
diperintahkan oleh pejabat yang telah memerintahkan penyitaannya.
(2) Perintah itu dicantumkan di atas surat permohonannya atau dicantumkan di atas
catatan permohonan lisannya.
Pasal 228.
(1) Ketentuan-ketentuan dalam tiap pasal sebelumnya berlaku juga dalam hal pihak
ketiga melawan pelaksanaan berdasarkan pernyataan sebagai pemilik barang-
barang yang disita.
(2) Terhadap keputusan-keputusan berdasarkan pasal ini dan pasal-pasal 226, 231
dan 240, berlaku ketentuan-ketentuan mengenai banding. (HIR. 208.)
Pasal 229.
(1) Atas petunjuk orang yang memohon pelaksanaan putusan, maka dengan
Ke daftar isi
kembali
264
Redesign Drs. SAHERUDIN
memperhatikan apa yang ditentukan dalam pasal 208, dapat dilakukan
penyitaan atas tagihan-tagihan yang dapat dituntut oleh pihak yang dieksekusi
dari pihak lain.
(2) Turunan surat perintah penyitaan diberitahukan kepada pihak ketiga yang
barangnya disita dan juga kepada pihak yang dieksekusi kepada yang pertama
sekaligus dengan perintah untuk menahan barang yang disita itu dengan ancaman
pembayaran yang dilakukan tidak sah. (Rv. 477.)
Pasal 230.
(1) Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami
tindakan pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika la beranggapan
mempunyai cukup alasan untuk itu. (Rv. 479.)
(2) Terhadap perlawanan ini berlaku peraturan-peraturan tersebut dalam pasal 225 dan
berikutnya.
Pasal 231
Jika perlawanan pihak yang mengalami pelaksanaan itu dianggap mempunyai dasar
dan karena itu mendapat pembebasan dari pelaksanaan, maka pemohon
pelaksanaan dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak
yang mengalami pelaksanaan. (Rv. 480.)
Pasal 232.
Jika yang mengalami pelaksanaan tidak melakukan perlawanan seperti tersebut dalam
pasal 230, atau perlawanannya ditolak, maka pemohon dalam waktu satu bulan setelah
lampau tenggang waktu yang ditentukan untuk mengajukan perlawanan atau sesudah
keputusan dijatuhkan harus mengajukan gugatan terhadap pihak ketiga yang
barangnya disita agar memberikan keterangan tentang berapa banyak utangnya kepada
pihak yang mengalami pelaksanaan dengan ancaman batalnya penyitaan. dan
selanjutnya agar dihukum menyerahkan sejumlah uang yang akan temyata kepada
pihak yang sedang mengalami pelaksanaan untuk kepentingan pemohon agar dapat
penggantian gugatannya dan agar bila la menolak memberi keterangan, dihukum untuk
membayar sejumlah uang, untuk mana penyitaan dilakukan, atau bila perlawanan
dibenarkan, untuk membayar biaya dan bunga seakan-akan la sendiri adalah debitur.
(Rv. 481.)
Pasal 233.
Jika pihak ketiga yang terkena sita termasuk orang yang tunduk kepada peradilan
Barat, maka terhadapnya diperlakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap sita
barang pihak ketiga seperti diatur dalam Reglemen Acara perdata (Rv.).
Pasal 234.
Jika pihak ketiga itu termasuk yang tunduk kepada pengadilan negeri, maka
Ke daftar isi
265
Redesign Drs. SAHERUDIN
diikuti peraturan-peraturan mengenai cara mengajukan perkara dan penyelesaiannya
seperti diatur dalam pasal 142 dan berikutnya dalam undang-undang ini dan juga
apa yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.
Pasal 235.
(1) Keterangan pihak ketiga yang barangnya disita diberikan cara tertulis atau lisan di
hadapan sidang pengadilan. (Rv. 736.)
(2) Harus disebutkan alasan-alasan dan hal lain sebagai berikut:
- Sebab dan jumlah utang pihak ketiga itu kepada pihak yang sedang mengalami
pelaksanaan;
- pembayaran-pembayaran atas rekening, jika ada;
- cara pelunasan utang, jika pihak ketiga mengatakan sudah tidak
mempunyai utang lagi. (Rv. 735.)
Pasal 236.
Jika pihak ketiga telah memberikan keterangannya dan tidak membantah
penghukuman yang dimintakan, maka semua biaya yang telah la keluarkan harus
diganti dan ia tidak dapat diwajibkan untuk melakukan suatu pembayaran kecuali
untuk melunasi atau dengan dikurangi biaya itu. (Rv. 737.)
Pasal 237.
Jika pihak ketiga yang barangnya disita membantah untuk memberi keterangan dan
alasan untuk itu tidak dibenarkan, maka la masih diperintahkan untuk memberikan
keterangan pada hari yang ditentukan dan bersamaan dengan itu dihukum membayar
biayanya. (Rv. 738.)
Pasal 238.
(1) Jika ia tetap !alai untuk memberikan keterangan, maka terhadapnya dijatuhkan
putusan di luar kehadirannya dan ia dihukum membayar jumlah tuntutan yang
menyebabkan penyitaan tersebut atau bila perlawanan dibenarkan, berikut
bunga serta biaya-biaya seolah-olah la sendiri adalah debitur. (Rv. 739.)
(2) Jika tidak memberikan keterangan itu karena ia tidak datang, maka berlakulah
pasal 150 reglemen ini.
Pasal 239.
Pihak yang minta pelaksanaan keputusan dapat memaksa pihak ketiga untuk
menguatkan keterangannya dengan sumpah. (Rv. 742.)
Pasal 240.
(1) Jika yang memohon pelaksanaan membantah kebenaran keterangan dan pihak
ketiga itu dinyatakan sebagai yang tidak benar, maka keterangan itu diperbaiki oleh
hakim dan pihak ketiga dihukum untuk memenuhi apa yang ternyata merupakan
utangnya.
(2) Kecuali itu la dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga.
Ke daftar isi
266
Redesign Drs. SAHERUDIN
(Rv.743.)
Pasal 241.
Uang yang temyata menjadi utang pihak ketiga itu harus dibayarkan kepada pihak yang
mengalami tindakan pelaksanaan putusan sampai sejumlah yang sudah diperbaiki dalam
keputusan dan, jika perlu dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga atas kekuatan
keputusan hakim dengan paksa (eksekusi). (Rv. 744.)
Pasal 242.
(1) Jika tidak ada atau tidak cukup barang-barang untuk menjamin pelaksanaan putusan
hakim, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan atas permohonan
tertulis atau lisan pihak yang dimenangkan, dapat mengeluarkan perintah tertulis
kepada pejabat yang berwenang melakukan pekerjaan jurusita (exploit) untuk
menyandera debitur. (Rv. 583 dst.; RBg. 244.).
(2) Lama waktu penyanderaan debitur menurut pasal berikut dinyatakan dalam surat
perintah itu. (Rv. 580, 586; H IR. 208.)
Pasal 243.
(1) Penyanderaan diperintahkan:
- Untuk selama enam bulan karena penghukuman membayar sampai jumlah
seratus gulden;
- Untuk selama satu tahun karena penghukuman membayar di atas seratus gulden
sampai dengan tiga ratus gulden;
- Untuk selama dua tahun karena penghukuman membayar di atas tiga ratus gulden
sampai dengan lima ratus gulden:
- Untuk selama tiga tahun karena penghukum membayar lebih dari lima ratus
gulden. (Rv. 586.)
(2) Biaya perkara tidak termasuk jumlah-jumlah uang yang diperhitungkan seperti
tersebut di atas. (HIR. 210).
Pasal 244.
Terhadap orang-orang yang sudah berumur enam puluh lima tahun. maka penerapan
paksa badan hanya diperbolehkan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada
atau yang akan dikeluarkan. (S. 1874-94)
Pasal 245
Sekali-kali tidak diizinkan kepada anak-anak dan keturunan-keturunan seterusnya untuk
melakukan penyanderaan terhadap keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam
garis lurus dan di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, sepanjang hukum
warisnya mengikuti ketentuan-ketentuan Melayu, dilarang penyanderaan oleh
kemenakan terhadap saudara-saudara laki-laki atau perempuan pihak ibu. (KUHperd.
298; Rv. 582; HIR. 211)
Ke daftar isi
267
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 246.
Seorang debitur tidak boleh disandera:
1o di dalam sebuah gedung ibadah selama ada peribadatan;
2o di tempat-tempat di dalam sidang-sidang oleh penguasa selama sidang
berlangsung. (Rv. 22, 595: HIR. 212.)
Pasal 247.
(1) Jika seorang debitur melawan penyanderaan berdasarkan pendapatnya bahwa
perintah penyanderaan melanggar peraturan hukum dan menginginkan segera ada
keputusan, maka ia secara tertulis mengajukan keberatannya kepada pejabat yang
memberi perintah penyanderaan atau jika ia menghendaki, di hadapkan kepada
pejabat itu yang dalam dua hal itu segera menetapkan apakah debitur itu akan
disandera sementara atau tidak, sambil menunggu keputusan pengadilan negeri.
(2) Ayat (5), (7) dan (8) pasal 252 dalam hal ini berlaku pula.
(3) Jika debitur secara tertulis melawan penyanderaan itu, maka sambil menunggu
keputusan dari pejabat itu untuk menghindarkan ia lari, ia dijaga. (Rv. 599;
HIR. 213.)
(4) Jika jaksa yang dikuasakan telah memerintahkan penyanderaan, maka ia
mengirimkan surat permohonan penyanderaan itu atau, jika penyanderaan
dimohonkan secara lisan, catatan mengenal hal itu beserta penetapannya,
kepada ketua pengadilan negeri.
Pasal 248
Seorang debitur yang tidak melawan atau perlawanannya ditolak, segera dibawa ke
lembaga pemasyarakatan untuk disandera. (Rv. 600: IR. 124.)
Pasal 249.
(1) Pejabat yang bertugas melakukan penyanderaan tidak boleh memasukkan debitur ke
dalam lembaga pemasyarakatan sebelum menunjukkan perintah tertulis untuk
penyanderaan itu kepada penuntut umum jaksa yang membuat catatan tentang
hal itu di atas surat perintahnya. (Rv. 602.)
(2) Pegawai pelaksana sandera dalam waktu dua puluh empat jam memberitahukan
hal itu kepada panitera pengadilan negeri tentang terjadinya penyanderaan. (KUHp
333, 555; HIR. 215.)
Pasal 250.
(1) Biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh orang yang memohon
penyanderaan yang harus dibayar lebih dahulu untuk tiap-tiap tiga puluh hari, kepada
lembaga pemasyarakatan menurut reglemen dan peraturan yang dibuat oleh
Gubemur Jenderal.
(2) Jika pemohon sandera sebelum hari ketiga puluh satu tidak memenuhi kewajiban
membayar, maka atas permohonan si sandera atau kepala lembaga
pemasyarakatan oleh ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan segera
diperintahkan agar penyanderaan dihentikan. (Rv. 587.)
(3) Perintah penghentian penyanderaan dilaksanakan oleh jaksa kepala atau jaksa yang
Ke daftar isi
268
Redesign Drs. SAHERUDIN
membuat catatan tentang hal itu di surat perintah atau jika tidak ada
pejabat sedemikian di tempat itu oleh seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan atau oleh jaksa yang dikuasakan.
(4) Tentang pelaksanaan perintah penghentian penyanderaan itu dalam waktu dua
puluh empat jam oleh kepala lembaga pemasyarakatan diberitahukan kepada
panitera pengadilan negeri. (HIR. 216.)
Pasal 251.
Debitur yang disandera secara sah segera dibebaskan :
1o atas izin orang yang mohon penyanderaan, selain dengan suatu akta otentik, juga
dapat disampaikan dengan keterangan secara lisan kepada ketua pengadilan
negeri yang tentang hal itu memerintahkan agar hal itu dicatat dalam register
seperti ditentukan dalam pasal 256. Jika si pemohon sandera bertempat
tinggal atau bertempat kediaman di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka
keterangan itu juga dapat dinyatakan kepada jaksa dari wilayah tempat tinggal atau
tempat kediaman pemohon sandera dan dibuatlah suatu akta yang kemudian
disampaikan kepada ketua pengadilan negeri;
2o karena pembayaran utang atau penitipan secara hukum kepada seorang notaris atau
panitera pengadilan negeri jumlah uang sebagai pembayaran utang kepada si
pemohon sandera, termasuk juga bunganya, biaya perkara, biaya penyanderaan
serta uang muka yang telah dibayar untuk pemeliharaan. (KUHperd. 1382 dst.,
1404; Rv. 591, 809, dst.; HIR. 217.)
Pasal 252.
(1) Seorang debitur yang tidak melakukan perlawanan menurut cara yang ditentukan
dalam pasal 247 tidak kehilangan haknya, bila menyatakan ia disandera secara
bertentangan dengan pasal-pasal 244, 245 dan 246 atau telah disandera dengan
melawan hukum, dan dapat mengajukan permohonan agar pengadilan negeri
menyatakan penyanderaannya batal.
(2) Untuk itu ia dengan perantaraan kepala lembaga pemasyarakatan mengajukan
permohonan kepada ketua pengadilan negeri.
(3) Jika ia tidak dapat menulis, maka ia diberi kesempatan untuk mengajukan
permohonannya secara lisan kepada ketua pengadilan negeri atau jaksa
yang dikuasakan yang wilayah hukumnya meliputi letak lembaga pemasyarakatan,
dan tentang hal itu dibuat catatan atau diperintahkan agar dibuat catatan.
(4) Jaksa yang dikuasakan menyampaikan catatan yang dibuatnya, atau menyuruh
membuatnya, segera kepada ketua pengadilan negeri.
(5) Ketua mengajukan penuohonan itu di depan sidang yang berikutnya dan
pengadilan negeri memutuskan, bila perlu sesudah mendengar si sandera dan
yang mohon sandera.
(6) Akan dijalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari pasal ini, jika si sandera
berpendapat ada yang sah yang dapat ia kemukakan untuk penghentian
penyanderaan, kecuali yang tersebut dalam pasal 250 yang ditetapkan sendiri oleh
ketua atau jaksa yang dikuasakan.
Ke daftar isi
269
Redesign Drs. SAHERUDIN
(7) Dalam hal ini semua, maka putusan pengadilan negeri dapat dimohonkan banding
tetapi dapat dilaksanakan dengan serta merta.
(8) Ketentuan-ketentuan termuat dalam pasal 199-205 berlaku juga dalam hal
banding ini. (HIR. 218.)
Pasal 253.
(1) Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau karena tidak dibayar uang
muka untuk pemeliharaannya tidak dapat disandera kembali untuk utang yang sama
sebelum lampau delapan hari sejak ia dibebaskan. (Rv. 582.)
(2) Jika ia dibebaskan karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaanya, maka
kreditur tidak boleh menyandera lagi debitur, kecuali ia membayar uang muka untuk
pemeliharaannya untuk jangka waktu tiga bulan. (Rv. 605.)
(3) Bagaimanapun sewaktu selama dijalaninya penyanderaan harus dikurangkan dari
waktu yang diperbolehkan untuk penyanderaan dalam berbagai hal. (HIR. 219.)
Pasal 254.
Barang siapa melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disandera kembali
berdasarkan perintah penyanderaan yang pernah dikeluarkan dulu, dengan tidak
mengurangi kewajiban mengganti kerugian dan biaya yang disebabkannya. (HIR.
220.)
Pasal 255.
Meskipun penyanderaan telah dilakukan terhadapnya, debitur tetap bertanggung-
jawab atas utang yang menyebabkan ia disandera. (HIR. 221; Rv. 593.)
Pasal 256.
Panitera pengadilan negeri memegang suatu register mengenai penyanderaan yang berisi
catatan mengenai: (Rv. 602.)
1o Perintah untuk penyanderaan dengan menyebut pejabat yang mengeluarkan
perintah itu, hari ditanda-tanganinya, nama-nama dan pekerjaan serta tempat tinggal
mereka yang diperintahkan untuk disandera, serta lamanya waktu penyanderaan
dapat dilakukan;
2o hari debitur mulai ditahan;
3o hari dibebaskan dari penyanderaan. (HIR. 222.)
Pasal 257.
Ketua pengadilan negeri tiap saat, jika menghendakinya, dapat meminta agar daftar itu
diperlihatkan kepadanya sedikitnya sebulan sekali dan secara teliti mengawasi
supaya orang yang disandera segera dikeluarkan dari penyanderaan begitu waktu
penyanderaan lewat. (HIR. 223.)
Pasal 258.
(1) Grosse akta hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah
Indonesia memuat kepala yang berbunyi "Atas nama Raja" (sekarang: Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan
keputusan pengadilan.
Ke daftar isi
kembali
270
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2) Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuan-
ketentuan bagian ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan
hanya dapat dijalankan jika diizinkan oleh putusan pengadilan. (Rv. 4t0. 584;
No. 41; HIR. 224.)
Bagian 5.
Beberapa Acara Khusus.
Pasal 259.
(1) Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya
dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat
keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada
pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah
uang yang harus ia kemukakan.
(2) Terhadap permohonan ini berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 142,
143, 144, 145 dan 146 dengan perbedaan, bahwa ketua hanya memanggil debitur
untuk menghadap di sidang pengadilan yang datang untuk didengar pendapatnya
mengenai permohonan tersebut;
(3) Sesudah debitur didengar, atau bila ia tidak hadir setelah dipanggil dengan
sepatutnya, maka pengadilan negeri menolak tuntutan itu atau memberi penilaian
dalam jumlah uang yang sama dengan apa yang diituntut pemohon atau dengan
jumlah yang lebih kecil, dengan menghukum debitur untuk membayar jumlah itu.
(KUHperd. 1239; H R. 225.)
Pasal 260.
(1) Seorang pemilik suatu barang bergerak dapat memohon kepada kepada
pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan orang yang memegang/menguasai barang itu, dengan cara tertulis
atau lisan, agar dilakukan penyitaan atas barang yang dikuasai itu.
(2) Barang yang harus disita harus diterangkan dengan teliti dalam permohonannya
itu.
(3) Jika penyitaan dikabulkan, maka penyitaan dilakukan dengan perintah tertulis dari
ketua, ditetapkan pula siapa yang harus melakukan penyitaan serta tata cara yang
harus diturut dengan mengikuti apa yang diatur dalam pasal 208-212.
(4) Penyitaan yang telah dilakukan segera diberitahukan oleh panitera kepada
pemohon sita dengan diberitahukan pula, bahwa ia arus hadir pada hari persidangan
yang akan datang agar mengajukan dan menguatkan tuntutannya.
(5) Orang yang barangnya disita, diperintahkan juga untuk hadir pada persidangan
itu.
(6) Pada hari yang sudah ditentukan, maka persidangan dilakukan dengan cara yang
biasa dan diputus tentang hal itu.
(7) Jika gugatan dikabulkan, maka sitaan dinyatakan sah dan berharga dan
diperintahkan agar barang yang disita diserahkan kepada penggugat, sedangkan
jika gugatan ditolak, maka diperintahkan agar sita diangkat. (Rv. 714 dst.: HIR.
226.)
Ke daftar isi
kembali
kembali
271
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 261.
(1) Bila ada dugaan yang berdasar, bahwa seorang debitur yang belum diputus
perkaranya atau yang telah diputus kalah perkaranya tetapi belum dapat
dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan atau memindahkan barang-barang
bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke tangan kreditur, maka
atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau jika debitur
bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat
tinggal atau tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang
tersebut agar dapat menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan
padanya supaya menghadap di pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan
untuk mengajukan gugatannya serta menguatkannya. (Rv. 720 dst.)
(2) Debitur, atas perintah pejabat yang memberi perintah, dipanggil untuk datang
menghadap pada hari sidang yang sama.
(3) Tentang siapa yang ditugaskan melakukan penyitaan serta tentang tata cara
yang harus dilkuti dan akibatnya diatur juga dalam pasal 208-214.
(4) Jaksa segera memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukannya kepada
ketua pengadilan negeri.
(5) Pada had yang sudah ditentukan pemeriksaan pengadilan dilakukan dengan cara
biasa.
(6) Jika gugatan dikabulkan, maka penyitaan dinyatakan sah dan berharga; jika gugatan
ditolak, maka diperintahkan agar penyitaan diangkat.
(7) Jika penyitaan dilakukan atas perintah jaksa, maka ketua pengadilan negeri, jika ada
cukup alasan, dapat memerintahkan untuk mengangkat penyitaan itu sebelum hari
persidangan yang harus dihadiri oleh para pihak.
(8) Pengangkatan sita selalu dapat dituntut dengan jaminan seorang penanggung
atau atas jaminan-jaminan lain yang cukup. (KUHperd. 1820 dst.; Rv. 725; HIR.
227.)
Pasal 262.
(1) Terhadap putusan-putusan hakim berdasarkan tiga pasal-pasal terdahulu, berlaku
ketentuan-ketentuan umum mengenai banding.
(2) Keputusan-keputusan hakim tersebut dalam pasal-pasal itu dilaksanakan
menurut cara biasa. (HIR. 228.)
Pasal 263.
Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus diri
sendiri serta harta bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada,
jaksa kepala atau jaksa berhak memohon agar diangkat seorang pengampu untuk
mengurus orang demikian serta harta bendanya. (KUHPerd. 434 dst.; S. 1931-54; H IR.
229.)
Pasal 264.
(1) Permohonan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang mempunyai wilayah
kembali
Ke daftar isi
kembali
back
back
back
272
Redesign Drs. SAHERUDIN
hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang akan
ditempatkan di bawah pengampuan dan memanggil pemohon dan saksi-saksi yang
disebutkan beserta orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan agar
mereka datang di sidang pengadilan negeri pada hari yang ditetapkan,
(KUHperd. 438 dst; HIR. 230.)
(2) Pada hari persidangan itu orang-orang yang dipanggil serta saksi-saksi didengar
sesudah disumpah. (HIR. 231.)
Pasal 265.
(1) Bila orang yang ditempatkan di bawah pengampuan bertempat tinggal atau
berdiam diluar wilayah kejaksaan di tempat kedudukan pengadilan negeri atau
bila ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka permohonan dapat
diajukan kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman si terampu yang
kemudian mendengar orang-orang yang disebut dalam pasal terdahulu. saksi-
saksi setelah disumpah dan dari pendengaran itu membuat berita acara dengan
permintaan untuk mengirimkan catatan-catatan yang dibuatnya kepada ketua
pengadilan negeri.
(2) Ketua mengajukan perkara itu untuk diputus ke sidang pengadilan berikut yang
diketuainya.
(3) Sambil menunggu keputusan itu. maka jaksa dapat mengambil tindakan-tindakan
sementara yang dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang ada di bawah
pengampuan.
Pasal 266.
Bila permohonan dikabulkan. maka pengadilan negeri mengangkat seorang menjadi
pengampu yang diperkirakan dapat mengurus orang yang ditempatkan di bawah
pengampuan beserta barang-barangnya dengan sebaik-baiknya. (HIR. 2312; KUHperd.
449.)
Pasal 267.
(1) Pengampuan dapat dihentikan oleh pengadilan negeri jika alasan yang menyebabkan
diberikan pengampuan itu sudah tidak ada lagi.
(2) Permohonan untuk penghentian pengampuan, pemeriksaan tentang hal itu dan
pemberian keputusan tentang itu dilakukan dengan cara seperti ditentukan di atas.
(KUHperd. 460; HIR. 232.)
Pasal 268.
Pada waktu berakhirnya pengampuan karena dihentikan atau karena hal-hal lain, maka
pengampu berkewajiban memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban atas
pengurusannya. (KUHperd. 409, 452; HIR. 233)
Pasal 269.
(1) Pengadilan negeri berwenang, atas permohonan ketuarga orang yang kecelakaan,
untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuannya buruk di bawah
pengampuan atau jaksa, demi ketertiban atau untuk menghindarkan kecelakaan
Ke daftar isi
273
Redesign Drs. SAHERUDIN
untuk memasukkan orang-orang yang karena kelakuan buruk dan boros untuk
dibiarkan hidup secara itu atau berbahaya bagi orang-orang bin di sekitamya, setelah
diadakan penyelidikan secara pantas, ke dalam suatu lembaga rumah sakit atau
tempat-tempat lain yang sesuai untuk ditahan, selama orang itu tidak menunjukkan
tanda perbaikan yang nyata. (RO. 134 dst., 138.)
(2) Permohonan-permohonan semacam itu terlepas dari pengampuan yang jika belum
diberikan sebelumnya dan cukup adanya alasan-alasan untuk itu. dapat dimohonkan
bersamaan atau kemudian menurut ketentuan-ketentuan di atas. (KUHPerd 456;
HIR. 234.)
(3) Sambil menunggu dikeluarkannya keputusan, maka jaksa di tempat tinggal atau
tempat kediaman orang-orang tersebut dalam ayat (1) dapat mengambil tindakan-
tindakan yang dipandang perlu untuk menjaga ketertiban dan keamanan.
Pasal 270.
(s.d.u.dg. S.1936-131. 132.) Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ayat (1)
pasal yang lalu berlaku juga di karesidenan-karesidenan atau bagian-bagian
karesidenan yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal terhadap orang-orang yang
menderita penyakit yang menjijikkan, yang mengemis di muka umum atau terhadap
gelandangan atau yang memanfaatkan keadaan nasibnya untuk mengganggu orang
lain dengan pengertian:
a. bahwa orang-orang semacam itu hanya dapat dimasukkan dalam lembaga-
lembaga atau rumah-rumah sakit yang oleh kepala daerah setelah bermusyawarah
dengan jawatan kesehatan rakyat yang juga sesudah dirundingkan dengan
kepala dinas tersebut, tempat-tempat tersebut dinyatakan patut, jika perlu dengan
syarat-syarat tertentu;
b. bahwa orang-orang yang telah mendapat penetapan hakim menurut ayat (1) dari
pasal yang lalu tidak boleh dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit yang khusus
untuk penderita penyakit menular tertentu sebelum oleh kepala daerah setelah
bermusyawarah dengan pejabat kesehatan yang ditugaskan dengan pengawasan
kesehatan dalam daerah itu, jika mungkin seorang yang dalam penyakit itu, secara
tertulis dinyatakan mereka benar-benar menderita penyakit menular itu atau dengan
kuat diduga menderita penyakit itu;
c. bahwa pengadilan negeri, atas permohonan yang bersangkutan atau keluarga
terdekat atau jaksa kepala atau jaksa, dapat mengeluarkan mereka dari penahanan
dengan cara tersebut di atas, bila alasan-alasan yang menyebabkan mereka
dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit itu sudah tidak ada lagi dan dipandang
tidak perlu lagi untuk ditahan. (HR. 234.)
Pasal 271.
(1) Jika seseorang hilang atau meninggalkan rumahnya tanpa mengatur lebih dulu
mengenai pengurusan harta miliknya, maka tiap pegawai kepolisian wajib dan tiap
orang yang berkepentingan berhak untuk melaporkan hal itu kepada ketua
pengadilan negeri, atau jika orang itu bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah
jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika ketua pengadilan negeri
tidak ada di situ, kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang
Ke daftar isi
274
Redesign Drs. SAHERUDIN
hilang atau minggat itu. Jaksa itu wajib segera pergi ke rumah orang yang hilang
atau minggat itu disertai pelapor, dan mengambil langkah-langkah untuk
menghindarkan adanya barang-barang yang tidak diurus itu dilarikan. (KUHperd.
463 dst.. 467 dst.. bdk. S. 1922-455 jo. S.1926-344.)
(2) Tentang tindakan-tindakan itu dibuat berita acara.
(3) Jaksa segera mengirim berita acara itu kepada ketua pengadilan negeri.
(4) Ketua menyampaikan berita acara itu kepada sidang pengadilan yang berikutnya
yang kemudian, jika dipandang perlu, menyerahkan penguasaan barang-barang itu
sementara kepada majelis pengurusan harta peninggalan atau balai harta budel yang
bersangkutan ataupun kepada suatu majelis yang dinyatakan berwenang untuk itu.
(5) Terhadap barang-barang yang menurut peraturan yang berlaku tidak boleh diurus
oleh suatu badan tersebut di atas, maka akan dilakukan tindakan-tindakan
sebegitu rupa yang dipandang paling menguntungkan bagi yang berkepentingan.
(6) Pengadilan negeri dapat menyerahkan pengurusan barang-barang yang tidak
seberapa harganya kepada keluarga sedarah atau semenda atau suami/isteri orang
yang hilang atau minggat itu dengan satu-satunya kewajiban untuk mengembalikan
barang itu atau harganya kepada orang yang hilang atau minggat itu jika di
kemudian hari la kembati dengan dikurangi utang-utangnya, tanpa suatu
penghasilan atau pendapatan.
(7) Jika ketua atau jaksa berhalangan untuk melaksanakan apa yang ditentukan
dalam ayat (1) pasal ini, maka ia dapat menyerahkannya kepada salah seorang
anggota pengadilan negeri atau kepada seorang pejabat bawahannya. (HIR. 235.)
Pasal 272.
(s.d.u. dg. S. 1939-715.)
(1) Penetapan-penetapan pengadilan yang dijatuhkan berdasarkan pasal 266, 267,
269. 270 dan 271 dapat dimohonkan banding, tetapi sementara dapat
dilaksanakan dengan serta merta. Permohonan banding itu harus diajukan dalam
tenggang waktu tiga puluh hari setelah ditandatanganinya penetapan dan dicatat
dengan cara seperti ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri. Raad van
Justitie memutus tanpa suatu bentuk acara.
(2) Penetapan-penetapan yang diambil menurut pasal 269 dan 270, dilaksanakan
oleh atau atas perintah jaksa. (HIR. 236.)
Bagian 6.
Izin Berperkara Tanpa Biaya.
Pasal 273.
Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan
untuk berperkara tanpa biaya. (RO. 72; Rv. 872 dst.; HIR. 237.)
Pasal 274.
(1) Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada
kembali
Ke daftar isi
275
Redesign Drs. SAHERUDIN
waktu mengajukan gugatan tertulis atau lisan seperti diatur dalam pasal 142
dan 144.
(2) Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama
dengan jawabannya seperti diatur dalam pasal 145 atau di hadapan sidang jika
belum diajukan sebelumnya, asal sebelum ada jawaban atas haknya.
(3) Permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang tidak mampunya
yang dikeluarkan oleh kepala polisi di tempat tinggal pemohon, yang memuat
keterangan pejabat itu bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan
ternyata memang tidak mampu untuk membayar. (Rv. 875; HR. 238.)
(4) Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk
meyakinkan din tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan
keterangan-keterangan lisan atau dengan cara lain.
Pasal 275.
(1) Pada hari persidangan, maka pertama-tama ditetapkan apakah permohonan untuk
berperkara tan pa biaya dikabulkan atau tidak.
(2) Pihak lawan dapat menentang diterimanya izin berperkara itu, baik mula-mula dengan
membuktikan bahwa gugatan atau pembelaan lawannya itu sama sekali tidak
beralasan maupun dengan menunjukkan bahwa ia sebenarnya mampu membayar
biaya perkara.
(3) Pengadilan negeri dapat atas dasar salah satu alasan itu jugs, karena jabatan,
menolak permohonan itu. (Rv. 879 dst.; H IR. 239.)
Pasal 276.
(1) Balai harta peninggalan dan balai budel, tanpa mengajukan tanda surat keterangan
tidak mampu sebagai penggugat atau tergugat, diperbolehkan berperkara tanpa
biaya jikalau budel yang diurusnya atau kekayaan orang yang diwakilinya pada waktu
perkara dijalankan diperkirakan tidak akan mencukupi untuk membayar biaya
perkaranya.
(2) Mereka pada waktu mengajukan permohonan untuk berperkara tanpa biaya secara
singkat memperlihatkan keadaan kekayaan itu kepada hakim. (KUHperd. 415
dst.: Rv. 891 dst.; HIR. 240.)
Pasal 277.
Penetapan pengadilan negeri yang mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya tidak dapat
dimohonkan banding atau upaya-upaya hukum lain. (RV. 892; HIR. 241.)
Pasal 278.
(1) Permohonan untuk berperkara dalam tingkat banding tanpa biaya harus disertai
pernyataan tidak mampu seperti tersebut dalam pasal 274 ayat (3), secara lisan atau
tertulis disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat
pertama: oleh pihak yang naik banding dalam waktu empat betas hari setelah
keputusan dijatuhkan atau sesudah diberitahukan seperti dimaksud dalam pasal
190, oleh pihak lawan disampaikan dalam waktu empat betas hari setelah
Ke daftar isi
276
Redesign Drs. SAHERUDIN
diberitahukan adanya permohonan banding atau sesudah diberitahukan menurut
ayat terakhir pasal ini.
(2) Jika pemohon bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri, atau panitera pengadilan negeri tidak ada di
tempat itu, maka ia dapat minta agar permohonannya dicatat oleh jaksa di tempat
tinggalnya atau tempat ia berdiam.
(3) Permohonan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang dimaksud dalam pasal
202.
(4) Ketua memerintahkan agar permohonan itu dalam waktu empat betas hari
sesudah catatan itu, diberitahukan kepada pihak lawan dan memerintahkan agar
para pihak dipanggil untuk menghadap di hadapannya. (HIR. 242.)
Pasal 279.
(1) Jika pemohon tidak datang menghadap, maka permohonan dinyatakan gugur.
(2) Pada hari yang telah ditentukan, maka ketua mendengar pemohon dan lawannya,
jika datang menghadap. (HIR. 243.)
Pasal 280.
(s.d.u. dg. S. 1937-631.) Berita acara pendengaran dan surat-surat yang
berhubungan dengan perkara tersebut, berita acara persidangan, satu turunan resmi
surat keputusan pengadilan dan ringkasan catatan yang ada di dalam daftar tentang
permohonan untuk berperkara, tanpa biaya dikirimkan oleh panitera pengadilan
negeri kepada raad van justitie yang akan memeriksa permohonan banding itu. (HR.
244.)
Pasal 281.
(1) Raad van justitie memutus tanpa memeriksa para pihak, hanya berdasarkan
surat-surat. Dengan sesuatu alasan seperti tersebut dalam pasal 275. juga
karena jabatannya raad van justitie dapat menolak permohonan itu.
(2) Panitera raad van justitie secepat mungkin mengirimkan turunan resmi putusan
resmi raad van justitie tersebut dengan disertai surat-surat seperti tersebut
dalam pasal yang lalu kepada ketua pengadilan negeri yang kemudian
memberitahukannya kepada para pihak dengan cara tersebut dalam pasal 205.
(HIR. 246.)
TITEL V.
Bukti Dalam perkara perdata.
Pasal 282.
Terhadap soal bukti dan penerimaan atau penolakan alat-alat bukti dalam perkara
perdata yang menjadi wewenang hakim distrik, pengadilan distrik, peradilan oleh
jaksa dan pengadilan negeri, harus diperhatikan peraturan-peraturan pokok sebagai
berikut: (HIR. 162.)
Ke daftar isi
277
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 283.
Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk
menguatkan haknya atau menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau
keadaan itu. (KUHperd. 1865; HIR. 163.)
Pasal 284
Alat-alat bukti terdiri dari :
- bukti tertulis, (KUHperd. 1867 dst; RBg. 285 dst.)
- bukti dengan saksi-saksi,
- persangkaan,
- pengakuan-pengakuan,
- sumpah;
semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-
pasal seperti berikut. (KUHperd. 1866; HIR. 164.)
Pasal 285.
Sebuah akta otentik, yaitu yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undang-
undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat,
merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang
mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu
pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung
dengan apa yang menjadi pokok akta itu. (KUHperd. 1868, 1870 dst.: KUHp 380: H IR.
165.)
Pasal 286
(1) Akta-akta di bawah tangan adalah akta-akta yang ditandatangani di bawah
tangan, surat-surat, daftar-daftar, surat-surat mengenai rumah tangga dan surat-
surat lain yang dibuat tanpa campur tangan pejabat pemerintah.
(2) Cap jari yang dibubuhkan di bawah surat di bawah tangan disamakan dengan tanda
tangan asal disahkan dengan suatu surat keterangan yang bertanggal oleh notaris
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan menerangkan bahwa ia
mengenal pemberi cap jari atau yang diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi
akta itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap jari dan bahwa cap jari
tersebut dibubuhkan di hadapannya.
(3) Pejabat tersebut membukukan surat itu.
(4) Pernyataan serta pembukuannya dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam
ordonansi atau menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan. (KUHperd.
1874; S. 1867-29 pasal 1; S. 1916-46.)
Pasal 287.
(1) Bila dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan, di luar hal seperti tersebut
dalam ayat (2) pasal 286, maka surat-surat di bawah tangan yang ditandatangani
dapat dilengkapi dengan keterangan yang bertanggal yang dibuat oleh notaris atau
pejabat lain yang ditentukan dalam perundang-undangan yang menyatakan
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
lian
278
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengenal si penandatangan atau yang telah diperkenalkan kepadanya dan
bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si penandatangan dan bahwa kemudian
tanda tangan telah dibubuhkan di hadapannya.
(2) Untuk ini berlaku ayat (3) dan (4) pasal yang lalu. (KUHperd. 1874a.)
Pasal 288.
Akta-akta di bawah tangan yang berasal dari orang Indonesia atau orang Timur
Asing yang diakui oleh mereka yang berhubungan dengan pembuatan akta itu atau yang
secara hukum diakui sah, menimbulkan bukti yang lengkap terhadap mereka
yang menandatanganinya serta para ahli waris dan mereka yang mendapat hak yang
sama seperti suatu akta otentik. (KUHperd. 1875.)
Pasal 289.
Barangsiapa yang dilawan dengan surat di bawah tangan, wajib secara tegas-tegas
mengakui atau menyangkal tulisan atau tanda tangannya, tetapi ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak cukup dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui
tulisannya atau tanda tangan itu sebagai dari orang yang diwakilinya. (KUHperd. 1876.)
Pasal 290.
Dalam hal seseorang menyangkal tulisannya atau tanda tangannya atau jika ahli
waris atau orang-orang yang mendapat hak menerangkan tidak mengakuinya, maka
hakim memerintahkan agar diadakan pemeriksaan di depan sidang terhadap
kebenarannya. (KUHperd. 1877.)
Pasal 291.
(1) Surat-surat perjanjian di bawah tangan yang sifatnya sepihak mengenai
pelunasan utang dengan uang tunai atau dengan suatu barang yang dapat dinilai
harganya dengan uang, harus seluruhnya ditulis dengan tangan oleh orang yang
menandatangani atau setidak-tidaknya di bawahnya, kecuali tanda tangan juga ditulis
dengan tangan oleh para penandatangan yang menyatakan persetujuannya yang
menyebutkan dengan tulisan tangan dalam huruf-huruf lengkap jumlah uang yang
harus dibayar atau besarnya ataupun banyaknya barang yang harus diserahkan.
(2) Dengan tidak adanya hal-hal tersebut di atas, maka akta yang ditandatangani itu bila
perjanjiannya disangkal, hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis.
(KUHperd. 19022.)
(3) (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku atas
perjanjian- perjanjian atas saham-saham dalam suatu pinjaman obligasi; juga atas
perjanjian-perjanjian utang oleh debitur yang dilakukan dalam menjalankan
usahanya maupun atas akta-akta di bawah tangan yang dilengkapi dengan
keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287. (KUHperd
1878; S.1867-29 pasal 4)
Pasal 292.
Jika jumlah uang yang disebut dalam akta berbeda dengan yang dalam persetujuan. maka
Ke daftar isi
kembali
279
Redesign Drs. SAHERUDIN
dianggap perikatan itu dilakukan atas jumlah yang terkecil, meskipun akta dan
persetujuan itu seluruhnya ditulis tangan oleh orang-orang yang mengikat din. kecuali
jika dapat dibuktikan yang mana dari dua bagian surat itu mengandung kesalahan.
(KUHperd. 1879.)
Pasal 293.
Akta-akta di bawah tangan, sepanjang tidak dilengkapi dengan keterangan seperti
tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287 mengenai hari tanggalnya,
mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga sejak hari disahkan dan
dibukukan menurut ordonansi S. 1916-46; atau sejak hari orang-orang atau salah
satu dari mereka yang menandatangani akta itu meninggal atau sejak hari terbukti
adanya dengan akta-akta yang dibuat oleh pejahat-pejabat umum; ataupun sejak
hari pihak ketiga yang dilawan dengan akta itu mengakui secara tertulis tentang
keberadaannya. (KUHperd. 1880; S. 1916,- 46.)
Pasal 294.
(1) Daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga tidak merupakan bukti yang
menguntungkan bagi yang menulisnya; daftar-daftar dan surat-surat itu
merupakan bukti terhadapnya:
1° dalam semua hal surat-surat itu dengan tegas-tegas menyebut suatu
pembayaran yang telah diterimanya;
2° bila secara tegas-tegas dinyatakan bahwa keterangan itu dibuat untuk
melengkapi kekurangan dalam titel (alas hak) untuk kepentingan orang
yang melakukan perikatan.
(2) Dalam hal-hal lain, maka hakim akan memperhatikannya sejauh dianggapnya patut.
KUHperd. 1881.)
Pasal 295.
Dihapus dg. S. 1927-576.
Pasal 296.
(s.d.u. dg. S.1927-576: 1938-276.) Hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian
untuk keuntungan seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang
patut. (KUHD 7; HIR. 167.)
Pasal 297
(1) Catatan-catatan yang dibuat oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang
selalu ada di tangannya patut dipercaya. meskipun tidak ditandatangani atau diberi
tanggal olehnya jika yang ditulisnya bermaksud membebaskan debitur.
(2) Hal yang sama berlaku atas catatan yang dibubuhkan pada lembar kedua alas
hak itu atau di atas tanda pembayaran. asal lembar kedua atau tanda pembayaran
itu ada di tangan debitur. (KUHperd. 1883.)
Ke daftar isi
280
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 298.
Pemilik suatu alas hak alas biayanya dapat menuntut pembaharuan daripadanya,
jika karena usia atau sebab lain tulisannya menjadi tidak terbaca. (KUHperd. 1884.)
Pasal 299.
Jika alas hak itu menjadi milik beberapa orang. maka masing-masing dapat meminta
agar alas hak itu dititipkan kepada orang ketiga. dan jugs atas biayanya menyuruh
membuat turunan atau kutipannya. (KUHperd. 1885.)
Pasal 300.
Dalam semua tingkat pemeriksaan. maka suatu pihak dapat memohon hakim
untuk memerintahkan pihak lawannya untuk menunjukkan surat-surat milik kedua
pihak yang mereka masing-masing pegang yang bersangkutan dengan pokok
sengketa. (KUHperd. 1886.)
Pasal 301.
(1) Kekuatan pembuktian suatu bukti turunan terletak di akta yang asli.
(2) Jika yang asli ada. maka turunan dan kutipannya hanya dapat dipercaya
sepanjang itu sesuai dengan aslinya yang selalu dapat dituntut untuk
diperlihatkannya. (KUHperd. 1888.)
Pasal 302.
Jika alas hak asli sudah tidak ada lagi, maka turunannya mempunyai kekuatan
pembuktian dengan mengingat ketentuan-ketentuan berikut:
1o grosse dan turunan yang diberikan pertama mempunyai kekuatan bukti sebagai
aslinya; kekuatan yang sama ada juga pada turunan-turunan yang atas kuasa hakim
dibuat di hadapan para pihak atau mereka yang telah dipanggil dengan sepatutnya,
begitu juga yang dibuat di hadapan para pihak dengan persetuivan mereka; (Rv.
856.)
2o turunan-turunan yang dibuat tanpa campur tangan hakim atau tanpa persetujuan para
pihak dan sesudah dikeluarkan grosse atau turunan pertama menurut minut akta yang
pertama oleh notaris yang aktanya dibuat di hadapannya atau oleh salah satu
penggantinya atau oleh pejabat-pejabat yang berwenang menyimpan minutnya dan
berhak mengeluarkan turunan-turunan, dapat diterima oleh hakim sebagai bukti
lengkap jika aslinya hilang;
3o jika turunan-turunan yang dibuat menurut minutnya tidak dikeluarkan oleh notaris yang
membuat akta atau penggantinya atau pejabat-pejabat umum yang menguasai
minutminut, hanya dapat berlaku sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan:
4o turunan-turunan otentik dari turunan-turunan otentik atau dad akta-akta di bawah
tangan dapat, melihat keadaan, menimbulkan bukti permulaan tertulis. (KUHperd.
1889, 19022.)
Pasal 303.
Pembukuan sebuah akta di dalam daftar-daftar umum hanya dapat berlaku sebagai
Ke daftar isi
281
Redesign Drs. SAHERUDIN
permulaan pembuktian dengan surat (KUHperd. 1890.)
Pasal 304
Akta mengenai pengakuan membebaskan seseorang dari kewajibannya
untuk mengajukan alas hak yang asli, asal dari situ ternyata cukup mengenai isi dari
alas-alas hak. (KUHperd. 1891.)
Pasal 305
(1) Suatu akta mengenai suatu perjanjian yang menurut undang-undang dapat
dimintakan pemyataan batal atau dibatalkan, dibenarkan atau dikuatkan, hanya
berharga jika menyebut perjanjian pokoknya, begitu pula menyebut alasan-
alasan yang memungkinkan dituntutnya pembatalan dan dengan maksud untuk
memperbaiki kekurangan yang menjadi dasar gugatannya.
(2) Jika tidak ada akta pembenaran atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu
dilaksanakan secara sukarela sesudah saat perikatan itu dengan cara yang ada
dapat dibenarkan atau dikuatkan.
(3) Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu perikatan dalam
bentuk dan pada saat yang diharuskan undang-undang dipandang sebagai
melepaskan upaya serta eksepsi yang sebenarnya dapat dipergunakan
menyangkal akta, dengan tidak mengurangi hak pihak ketiga. (KUHperd. 1892.)
Pasal 306
Keterangan satu orang saksi tanpa disertai alat bukti lain, menurut hukum tidak boleh
dipercaya. (KUHperd. 1905; HIR. 169.)
Pasal 307.
Jika kesaksian-kesaksian beberapa orang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri mengenai
berbagai peristiwa karena keterkaitannya dan hubungannya digunakan untuk
menguatkan suatu perbuatan, maka hakim mempunyai kebebasan untuk
memberi kekuatan pembuktian terhadap kesaksian masing-masing, segala sesuatu
dengan memperhatikan keadaan. (KUHperd. 1906; HIR. 170.)
Pasal 308
(1) Tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan mengenai pengetahuan saksi.
(2) Pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan
pemikiran bukan merupakan kesaksian. (KUHperd. 1907; H IR. 171.)
Pasal 309.
Dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus memperhatikan secara
khusus kesesuaian saksi yang satu dengan yang lain; persamaan kesaksian-
kesaksian itu dengan hal-hal yang dapat ditemukan mengenai perkara yang
bersangkutan dalam pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi sehingga
la dapat mengemukakan hal-hal seperti itu; Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan
Ke daftar isi
kembali
kembali
282
Redesign Drs. SAHERUDIN
saksi dan pada umumnya semua yang sedikit banyak dapat berpengaruh atas dapat
tidaknya dipercaya. (KUHperd. 1908; HIR 172.)
Pasal 310.
Persangkaan/dugaan belaka yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan
hanya boleh digunakan hakim dalam memutus suatu perkara jika itu sangat penting,
cermat, tertentu dan bersesuaian satu dengan yang lain. (KUHperd. 1916, 1921
dst.; HIR. 173.)
Pasal 311
Pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang
mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus. (KUHperd.
1925; HIR. 174.)
Pasal 312
Adalah terserah kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, untuk menentukan
kekuatan mana yang akan diberikannya kepada suatu kesaksian yang diberikan di luar
sidang pengadilan. (KUHperd. 1928; HIR. 175.)
Pasal 313
Tiap pengakuan harus diterima seutuhnya dan hakim tidak bebas, dengan merugikan
orang lain yang memberi pengakuan, untuk menerima sebagian dan menolak bagian
lain, dan hal itu boleh dilakukan hanya sepanjang orang yang berutang, bermaksud
untuk membebaskan din dengan mengemukakan hal-hal yang terbukti palsu
adanya. (KUHperd. 1924; HIR. 176.)
Pasal 314
Dan seorang yang dalam suatu perkara mengucapkan sumpah yang dibebankan
kepadanya oleh pihak lawannya atau yang mengembalikan wajib sumpah itu kepada
lawannya atau yang oleh hakim diperintahkan mengangkat sumpah. tidak boleh
dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah diucapkan dengan sumpah
sebagai hal yang benar. (KUHperd. 1936; HIR. 177.)
Titel VI dan VII masing-masing tentang Residentigerechte dan Raad van Justitie
Pasal 315 s/d 323 (tidak berlaku lagi).
Bab Ketiga
Tentang pengawasan ketertiban dan keamanan umum dan pengusulan tindakan-
tindakan pidana pasal 324 s/d 521 (tidak berlaku lagi)
Bab Keempat
Tentang peradilan dalam perkara-perkara pidana Pasal 522 s/d 691 (tidak berlaku
lagi)
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
283
Redesign Drs. SAHERUDIN
Titel I
Tentang penangguhan tahanan sementara dan tentang kurungan sementara.
Pasal 692 s/d 699 (tidak berlaku lagi). n
Titel II
Berbagai Ketentuan
Pasal 700
(1) Ketua-ketua Majelis Pengadilan memimpin pemeriksaan di persidangan
serta permus yawarat an .
(2) Pada mereka juga dipertanggungjawabkan penjagaan tertib di persidangan
segala apa yang sehubungan dengan itu diperintahkan oleh mereka harus
dilakukan dengan segera dan dengan teliti. (RO. 46, Rv 29; SV 126; Ldg 73:
HIR. 372).
Pasal 701
Mereka yangaktu persidangan masih berlangsung mengganggu ketertiban
atau memberikan tanda-tanda setuju atau tidak setuju atau dengan jalan
bagaimanapun menerbitkan keributan atau kerusuhan dan tidak tinggal diam
atas peringatan pertama, atas perintah ketua dikeluarkan dari ruang sidang. semua
itu dengan tidak mengurangi kemungkinan tuntutannya di hadapan pengadilan
apabila dalam hal itu mereka melakukan suatu tindakan pidana. (Rv 22: SV 254v;
HIR 373).
Pasal 702
(1) Tidak seorang Hakim pun dibolehkan memeriksa suatu perkara dalam mana ia
sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan
atau suatu perkara yang menyangkut diri istrinya atau salah satu keluarganya
sedarah atau semenda dalam turutan lurus tanpa kecuali orangnya dalam garis
keturunan menyimpang hingga pupu keempat.
(2) Seorang Hakim yang dikecualikan menurut ketentuan tertib wajib untuk secara rela
menjauhkan diri dari pemeriksaan perkara tanpa untuk itu perlu diminta oleh pihak
yang berkepentingan.
(3) Apabi la dalam hal i tu ada sesuatu yang diragukan, maka Majel is
akan memutuskannya.
(4) Terhadap keputusan Majelis itu tidak dapat diusulkan sesuatu perubahan.
(RO 35V; 40, 44, SV: 278v: Idg. 74 : HIR 374).
Pasal 703
Tiap perintah untuk melepaskan seorang tersangka atau tertuduh yang berada dalam
tahanan dengan segera diberitahukan oleh pembesar yang memberikannya jika perlu
dengan kawan kepada pembesar yang ditugaskan menjalankan perintah itu. yang dari
pihaknya segera setelah pemberitahuan tersebut diterimanya. harus melepaskan atau
Ke daftar isi
284
Redesign Drs. SAHERUDIN
menyuruh melepaskan orang yang bersangkutan kecuali orang itu karena hal lain
harus tetap tinggal dalam tahanan. (SV 409a: HIR 375).
Pasal 704
Kuasa yang dimaksud dalam Pasal 82 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila tindak pidana yang bersangkutan
harus diadili oleh suatu pengadilan negeri dan oleh magistraat apabila tindak
pidana itu harus diadili oleh seorang hakim lebih rendah kepada siapa surat tanda
pelunasan pembayaran dari pejabat yang berhak menerimanya harus diserahkan
oleh tertuduh dalam tempo yagn disebut dalam surat kuasa itu. (HIR. 376).
Pasal 705.
Apabila orang-orang Bumiputera dan orang-orang Timur Asing menghendaki agar
sengketa mereka diputuskan oleh orang-orang pendamai (scheidsmannen), maka
dalam hal demikian mereka harus mengikuti peraturan-peraturan peradilan untuk
orang-orang bangsa Eropa. (RV 615v; HIR 377).
Pasal 706
(1) Setiap orang yang dihukum diharuskan menanggung ongkos-ongkos perkara. (KUH
Pidana 42; TLN 2446, 4123.)
(2) Hanya apabila tertuciuh di bebaskan dari segala tuduhan ataupun
dilepaskan dari segala tuntutan maka ongkos-ongkos perkara ditanggung oleh
negera. (HIR. 376).
Pasal 707
Segala upah dan ganti rugi yang harus dihayar kepada kuasa dalam perkara,
advokaat atau pembela serta para wakil, tidak termasuk dalam jumlah ongkos-ongkos yang
menurut keputusan oleh terhukurn harus dibayar kepada negera tetapi ongkos- ongkos
itu tetap harus ditanggung oleh pihak yang dibantu atau dibela oleh orang tersebut.
(HIR. 379.)
Pasal 708
(1) Tanpa izin Residen dari tempat tinggalnya maka Raja-raja Bumiputera, pemimpin-
pemimpin negara dalam keresidenan Sulawesi dan turutannya, regen-regen tidak
dapat dipanggil untuk hadir sebagai sakti di hadapan Hakim selama mereka masih
menjalankan jabatan mereka.
(2) tin yang serupa diperlukan juga apabila yang dipanggil untuk hadir sebagai saksi
di muka Hakim adalah istri-istri syah atau keluarga sedarah serta keluarga
semenda perempuan sampai pupu kedua dari mereka yang disebut dalam ayat
pertama.
(3) Dalam keresidenan Sumatera Timur di luar bagian pemerintahan (afdeling) (Deli
kuasa termasuk diberikan oleh kepada Pamongpraja setempat).
(4) Apabila kuasa tersebut tidak diberikan maka orang-orang tersebut di atas setelah
untuk itu di minta secara tertulis, maka menerima baik kedatangannya jaksa kepada
Ke daftar isi
285
Redesign Drs. SAHERUDIN
atau jaksa beserta panitera serta penghulu untuk menerima dan menulis kesaksian
mereka.
(5) Dalam hal itu ketentuan-ketentuan seperti diuraikan dalam nasal 562 peraturan ini
tentang pembacaan serta kekuatan bukti clan surat-surat kesaksian itu berlaku.
(ISR 140; OV. 5; RO. 4: RV 9: HIR. 380.)
Pasal 709
(1) Apabila Hakim memerintahkan agar orang-orang Bumiputera atau orang-orang
Timur Asing akan mengucapkan sumpah mereka dalam mesjid atau tempat lain
yang di pandang suci maka pemeriksaan perkara akan diundurkan sampai suatu hari
sidang yang seketika itu ditentukan olehnya.
(2) Apabila sumpah tersebut harus dilakukan dalam suatu perkara yang sedang
berlangsung di hadapan Pengadilan Negeri, maka ketua akan mengangkat salah satu
anggota majelis pengadilan untuk sebagai komisaris yang didampingi Panitera
menahadiri penyumpahan tersebut membuat berita acaranya.
Pada pengadilan dewan kecamatan sumpah tersehut dilakukan di hadapan dua orang
anggota dan Dewan yang di tunjuk oleh kepala kecamatan dan pada pengadilan-
pengadilan perorangan di hadapan Hakim sendiri. (HIR. 381.)
Pasal 710
Semau arres (keputusan Mahkamah Agung), keputusan-keputusan hukum serta
surat-surat ketetapan Hakim dalam perkara pidana berkepala kata-kata "Atas
nama Sri Baginda" Innaam des Konings). (ISR.130; R0.27; SV.416; LDG.81: HIR.382;
LN. 91-188.)
Pasal 711
Keputusan-keputusan hukum harus selalu disinpan dalan arsip majelis-majelis
pengadilan yang bersangkutan dan tidak boleh dipindah-pindahkan melainkan
dalam hal dan dengan cara yang di atur dalam undang-undang. (Ro. 67, 69; Sv. 417;
HIR. 383.) .
Pasal 712
(1) Panitera wajib memegang sebuah daftar umum dari semua perkara pidana
yang akan diperiksa oleh pengadilan di tempat ia bertugas. (HIR. 384.)
(2) Dalam daftar itu harts disebut nama-narna semua tertuduh, jenis kejahatan atau
pelanggaran yang dituduhkan kepada mereka tanggal hari pada waktu perkara-
perkara diterima di kepaniteraan dan tanggal hari keputusan hukum diucapkan
dengan isinya yang ringkas dari keputusan itu.
(3) la juga wajib memegang sebuah daftar yang serupa untuk perkara-perkara perdata.
(4) Dalam daftar untuk perkara-perkara pidana harus ikut dicatat hal pengampunan
atau hal pengurangan hukurnan yang diberikan. (RO 65; SV 418; Ldg 82v; HIR.
384.)
Ke daftar isi
286
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 713
Salinan-salinan atau petikan-petikan dan keputusan-keputusan hukum dalam
perkara- perkara pidana tidak dapat diberikan kepada mereka yang bukan menjadi
partij (pihak) dalam perkara itu tanpa izin dari katua majelis pengadilan yang
memutuskannya dan permintaan untuk memperolehnya hanya dapat diluluskan atas
bukti bahwa pihak yang bermohon benar mempunyai kepentingan dalam hal itu. (RO
67, SV 419: H1 R. 385.)
Pasal 714
Tertuduh-tertuduh yang dihadapkan ke pengadilan berdasarkan kejahatan atau
pelanggaran berhak untuk atas biaya mereka sendiri memintakan atau suruh meminta
salinan-salinan dari semua surat dalam perkaranya yang mereka anggap perlu untuk
menyusun perlawanannya. (HIR. 386.)
Pasal 715
Panitera-panitera yang lalai untuk secara teliti memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagaimana diuraikan dalam pasal 203, dalam ayat ketiga dari pasal 624 dan
dalam pasal 640 dari peraturan ini dan dalam pasal 290 dari peraturan
Strarvordering akan didenda untuk tiap kelalaian dengan denda setinggi-tingginya
sepuluh gulden (rupiah) (HIR. 387.)
Pasal 716
(1) Untuk menjalankan gugatan (dagvaardingen) penyerahan surat-surat,
pemberitahuan dan berbagai eksploit lain termasuk pelaksanaan perintah-
perintah Hakim dan keputusan-keputusan hukurn, maka sana-sana berkuasa
dan berkewajiban para jurusita serta pengantar surat-surat yang diangkat pada
majelis-majelis pengadilan. dan pegawai kekuasaan umum.
(2) Apabila mereka tidak ada maka oleh Ketua Pengadilan atau oleh Hakim dalam
daerah hukum yang sesuatu eksploit harus dijalankan, ditunjuk seorang lain yang
cakap dan dapat dipercaya yang akan menjalankan eksploit itu. (RO. 193v, 205:
Rv 1: SV. 422: HIR. 388.)
Pasal 717
(1) Jurusita pada Pengadilan Negeri di ibukota karesidenan, jika orang demikian ada
diangkat, harus membuktikan tiap eksploit yang telah dijalankannya dengan sepucuk
beritanya (relaas).
(2) Para jurusita pada Pengadilan Negeri di tempat-tempat lain dan semua orang lain
yang pada majelis pengadilan serta pengadilan perorangan ditugaskan untuk
menjalankan berbagai eksploit, jika perlu, dapat menyudahi usaha mereka
dengan cara lisan memberitahukan kepada Hakim atau pejabat lain, tempat
mereka harus melapor, segala pemberitahuan, panggilan dan eksploit-eksploit
lain yang telah mereka jalankan.
(3) Dari pemberitahuan tersebut oleh atau atas perintahnya Hakim atau pejabat
diperbuat catatan-catatan seperlunya. (RO. 198, 204 SV. 423: 111R. 389; TLN;
Ke daftar isi
287
Redesign Drs. SAHERUDIN
3921, 5493.)
Pasal 718
(1) Tiap eksploit kecuali yang di bawah ini, harus dijalankan terhadap orang-orang, yang
bersangkutan sendiri di tempat tinggahya atau di tanpat kediamannya dan apabila
ia tidak dijumpai di tempat itu kepala-kepala kampung atau kepada wijkmeester
yang wajib untuk dengan segera memberitahukan adanya eksploit tersebut kepada
orang itu akan tetapi dalam hal yang disebut kepada orang itu akan tetapi dalam hal
yang disebut belakangan itu tidak perlu dinyatakan dalam perkara.
(2) Tentang orang-orang yang telah meninggal dunia eksploit dijalankan terhadap
para ahli warisnya; sepanjang tidak diketahui siapa mereka itu maka eksploit
dijalankan kepada kepala kampung atau kepada eijkmeester dari tempat
tinggalnya terakhir yang meninggal dunia di Indonesia, pejabat yang berbuat seperti
ditentukan dalam ayat pertama. Apabila orang yang meninggal dunia termasuk
golongan orang-orang Timur Asing maka eksploit dengan surat tercatat
diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.
(3) (Diubah LN 39 - 715).
Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat tinggalnya dan tentang orang-orang
yang tidak dikenal maka eksploit dijalankan terhadap kepala pamongpraja, setempat
dari tempat tinggalnya penggugat dan dalam perkara-perkara pidana dari tempat
kediamannya Hakim yang berkuasa mengadilinya: kepala pamongpraja setempat
menyuruh umumkan eksploit yang diterimanya dengan jalan menempelkannya
pada pintu masuk tempat sidangnya Hakim yang bersangkutan. (HIR. 390).
Pasal 719
Hari pada waktu jangka-jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan ini mulai
berjalan, tidak ikut dihitung dalam mengira lama jangka waktu itu. (RV 15; Sv. 424; HIR.
391).
Pasal 720
(1) Saksi-saksi yang dipanggil dan hadir dipersidangkan ataupun di luar itu, baik dalam
perkara-perkara perdata maupun dalam perkara dalam perkara-perkara pidana
berhak untuk menerima ganti rugi untuk ongkos perjalanan dan penginapan mereka
seseuai dengan tarip yang sudah ada atau yang akan ditetapkan.
(2) Hakim-hakim dan pejabat-pejabat polisi pengadilan harus memberitahukan kepada
saksi-saksi yang hadir di hadapan mereka jumlah ganti kerugian yang saksi-saksi
berhak menerimanya. (HIR. 392).
Pasal 721
Dalam peradilan di hadapan pengadilan-pengadilan Bumiputera tiada diperhatikan
lebih banyak atau lain norma-norma dari apa yang telah ditetapkan dalam peraturan.
(HIR. 393).
Pasal 722
Apabila Mahkamah Agung (Hooggerechtshof) Indonesia sebagai jaminan agar dalam
kembali
kembali
back
kembali
Ke daftar isi
288
Redesign Drs. SAHERUDIN
keresidenan-keresidenan di luar Jawa dan Madura peraturan ini ditaati dan
dilaksanakan dengan sempurna, menganggap perlu dalam keresidenan-
keresidenan itu diadakan pemeriksaan setempat maka hal itu dianjurkan oleh
Mahkamah Agung secara tertulis kepada Gubernur Jenderal. (RO. 157: HR. 394).
Pasal 723
(1) Dalam keresidenan-keresidenan Sumatera Barat. Tapanuli dan Bengkulu berlaku
ketentuan-ketentuan berikut.
(2) Tidak seorang pun dapat diwajibkan untuk dihadapkan ke pengadilan dengan tugas
mengikatkan din untuk hal tersebut atau tidak terlebih dahulu mengalihkan segala
hak dan kewajiban pihak yang berhutang atas dirinya.
(3) Dengan mengecualikan segala hal dalam hal menurut ketentuan dalam pasal
597 pihak ketiga diwajibkan untuk mengganti segala kerugian yang
disebabkan seseorang maka hanya berlaku sendiri bertanggung jawab
tentang perbuatanperbuatan yang dilakukannya sendiri.
Ke daftar isi
289
Redesign Drs. SAHERUDIN
UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 1947
TENTANG
PENGADILAN PERADILAN ULANGAN.
PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
bahwa peraturan peradilan ulangan, yang sekarang di Jawa dan Madura masih berlaku
(Osamu/Sei/Hi/No.1753), ternyata mengecewakan, maka dari itu perlu selekas mungkin
diadakan peraturan baru untuk menggantinya.
Mengingat: akan Osamu/Sei/Hi/No.1573 berhubung dengan pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar;
Mengingat pula:
akan Undang-Undang Dasar pasal 24, pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1 berhubung
dengan pasal IV Aturan Peralihan tanggal 16 Oktober 1945 No.X;
Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan peraturan sebagai berikut :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA.
Bab I
Hal pengadilan district dan Pengadilan Kabupaten. Tidak berlaku lagi berhubung
dengan pasal 1 UU Darurat No.1/1951.
Bab II
Hal Pengadilan Kepolisian.
Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 1 UU Darurat No.1/1951.
Bab III
Hal Pengadilan Negeri
BAGIAN 1
Perkara Perdata
Pasal 6
Dan putusan-putusan Pengadilan Negeri di Jawa dan Madura tentang perkara
Ke daftar isi
290
Redesign Drs. SAHERUDIN
perdata, yang tidak ternyata bahwa besarnya harga gugat ialah seratus rupiah atau
kurang, oleh salah satu dari pihak-pihak (partijen) yang berkepentingan dapat
diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa
dalam daerah hukum masing-masing.
Pasal 7
(1) Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau
dengan lisan oleh peminta atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan
permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan,
dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan
kepada yang berkepentingan.
(2) Bagi peminta yang tidak berdiam dalam keresidenan tempat Pengadilan Negeri
tersebut bersidang, maka lamanya tempo untuk meminta pemeriksaan ulangan
dijadikan tiga puluh hari.
(3) Jika ada permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak dengan biaya maka tempo itu
dihitung mulai hari berikutnya hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi atas
permintaan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri.
(4) Permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak boleh diterima, jika tempo tersebut di
atas sudah lalu, demikian juga jika pada waktu memajukan permintaan itu tidak
dibayar lebih dahulu biaya, yang diharuskan menurut peraturan yang sah, biaya mana
harus ditaksir oleh Panitera Pengadilan Negeri tersebut.
Pasal 8
(1) Dan putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan di luar hadir tergugat, tergugat tidak
boleh minta pemeriksaan ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan
perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi jikalau penggugat minta
pemeriksaan ulangan.tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan
dalampemeriksaan tingkat pertama.
(2) Jika dari sebab apa pun juga tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan
dalam pemeriksaan tingkat pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan.
Pasal 9
(1) Dan putusan Pengadilan Negeri yang bukan putusan penghabisan dapat diminta
pemeriksaan ulangan hanya bersama-sana dengan putusan penghabisan.
(2) Putusan dalam mana Pengadilan Negeri menganggap dirinya tidak berhak untuk
memeriksa perkaranya, dianggap sebagai putusan penghabisan.
Pasal 10
(1) Permintaan pemeriksaan ulangan yang dapat diterima, dicatat oleh Panitera
Pengadilan Negeri di dalam daftar.
(2) Panitera memberitahukan hal itu kepada pihak lawan yang minta pemeriksaan
ulangan.
Pasal 11
(1) Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintaan pemeriksaan
Ke daftar isi
kembali
291
Redesign Drs. SAHERUDIN
ulangan diterima, Panitera memberi tahu kepada kedua belah pihak. bahwa mereka
dapat melihat surat-,surat yang bersangkutan dengan perkaranya di Pengadilan
Negeri selama empat belas hari.
(2) Kemudian turunan putusan, surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang
bersangkutan harus dikirim kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan
selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima permintaan pemeriksaan
ulangan.
(3) Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada
Panitera Pengadilan Negeri atau kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan
memutuskan, asal saja turunan dari surat-surat itu diberikan kepada pihak lawan
dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan Negeri itu.
Pasal 12
(1) Permintaan izin supaya tidak bayar biaya dalam pemeriksaan ulangan harus
disampaikan dengan lisan atau dengan surat kepada Panitera Pengadilan
Negeri, yang menjatuhkan putusan, beserta dengan surat keterangan dari salah
seorang pegawai pamong praja yang berhak memberikannya dalam daerah tem pat
tinggalnya, bahwa ia tidak mampu membayar biaya, oleh yang minta pemeriksaan
ulangan di dalam empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya hari
pengumuman putusan kepada yang berkepentingan, oleh pihak lain di dalam
empat belas hari terhitung mulai hari berikutnya pemberitahuan permintaan
pemeriksaan ulangan.
(2) Permintaan itu ditulis oleh Panitera Pengadilan Negeri dalam daftar.
(3) Di dalam empat belas hari sesudah dituliskan itu. maka Hakim Pengadilan Negeri
menyuruh memberitahukan permintaan itu kepada,pihak yang lain dan menyuruh
memanggil kedua belah pihak supaya datang di muka Hakim tersebut. —
(4) Jika peminta tidak datang permintaan dianggap tidak ada.
(5) Jika peminta tidak datang, ia diperiksa oleh Hakim, begitu juga pihak yang lain, jika ia
datang.
Pasal 13
Surat pemeriksaan harus dikirim kepada Pengadilan Tinggi yang berhak memutuskan
perkaranya dalam pemeriksaan tingkat kedua, selambat-lambatnya tujuh hari sesudah
pemeriksaan selesai.
Pasal 14
Pengadilan Tinggi memberi putusan atas permintaan tersebut dan menyuruh memberi
tahu selekas mungkin putusan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Pasal 15
(1) Pengadilan Tinggi dalam pemeriksaan ulangan memeriksa dan memutuskan
dengan tiga Hakim, jika dipandang perlu, dengan mendengar sendiri kedua belah
pihak atau saksi.
Ke daftar isi
kembali
292
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2)Jika Hakim Pengadilan Negeri memutuskan, bahwa ia tidak berhak memeriksa
perkaranya, dan Pengadilan Tinggi berpendapat lain, Pengadilan Tinggi dapat
menyuruh Pengadilan Negeri memutuskan perkaranya atau memutuskan sendiri
perkaranya.
(3) Panitera Pengadilan Tinggi mengirim selekas mungkin turunan putusan tersebut
beserta dengan surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan
kepada Pengadilan Negeri yang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat pertama.
(4) Cara menjalankan putusan ini sama dengan cara menjalankan putusan Hakim dalam
pemeriksaan tingkat pertama.
BAGIAN 2
Perkara Pidana
Tidak berlaku lagi berhubung dengan pasal 6-20 UU Darurat No.1/1951.
Pasal 30
Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.
Pasal Peralihan
Dalam perkara-perkara yang pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini berada
dalam pemeriksaan ulangan seberapa boleh harus diturut peraturan baru.
Ditetapkan Di Jogyakarta
Pada Tanggal 24 Juni 1947
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
SOEKARNO
MENTERI KEHAKIMAN
Ttd.
SOESANTO TIRTOPRODJO
Diumumkan
Pada Tanggal 24 Juni 1947
SEKRETARIS NEGARA
Ttd.
A.G. PRINGGODIGDO
Ke daftar isi
293
Redesign Drs. SAHERUDIN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum
nasional. perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi
semua warga negara.
Mengingat
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN
BAB I
DASAR PERKAWINAN
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 3
(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana
Ke daftar isi
kembali
294
Redesign Drs. SAHERUDIN
tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan
permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat ( 1) pasal ini hanya memberikan izin kepada
seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup
isteri- isteri dan anak-anak mereka:
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-
anak mereka.
(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak
ada kabar dari isterinya selama sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena
sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.
BAB II
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Pasal 6
(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2)
pasal ini cukup diperoleh dad orang tua yang masih hidup atau dad orang tua yang
mampu menyatakan kehendaknya.
(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wall. orang yang
memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan
lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan
kehendaknya.
(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat
(2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak
menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal
orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut
dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam
Ke daftar isi
kembali
back
kembali
295
Redesign Drs. SAHERUDIN
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dad yang
bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria
maupun pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua
tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam
hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi
yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Pasal 8
Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;
d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan
bibi/paman susuan;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,
dilarang kawin.
Pasal 9
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi,
kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 10
Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan
bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan
perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Pasal 11
(1) Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.
(2) Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan
Pemerintah lebih lanjut.
Ke daftar isi
kembali
296
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 12
Tatacara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan
tersendiri.
BAB III
PENCEGAHAN PERKAWINAN
Pasal 13
Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Pasal 14
(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan
lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wall nikah, wall, pengampu dad salah seorang
calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di
bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata
mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya, yang
mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti tersebut dalam ayat (1) pasal
ini.
Pasal 15
Barang siapa karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua
belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan, dapat mencegah perkawinan
yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-
undang ini.
Pasal 16
(1) Pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya perkawinan apabila
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9. Pasal 10 dan Pasal 12
Undang-undang ini tidak dipenuhi.
(2) Mengenai Pejabat yang ditunjuk sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini
diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana
perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai
pencatat perkawinan.
(2) Kepada calon-calon mempelai diberi tahukan mengenai permohonan pencegahan
perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pasal 18
Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan putusan Pengadilan atau dengan menarik
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
297
Redesign Drs. SAHERUDIN
kembali permohonan pencegahan pada Pengadilan oleh yang mencegah.
Pasal 19
Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
Pasal 20 •
Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu
melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam
Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9. Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini
meskipun tidak ada pencegahan perkawinan
Pasal 21
(1) Jika pegawai pencatat perkawinan berpendapat bahwa terhadap perkawinan
tersebut ada larangan menurut Undang-undang ini, maka ia akan menolak
melangsungkan perkawinan.
(2) Di dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin
melangsungkan perkawinan. oleh pegawai pencatat perkawinan akan diberikan suatu
keterangan tertulis dad penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan
penolakannya.
(3) Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada
pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan
penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat
keterangan penolakan tersebut di atas.
(4) Pengadilan akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan
ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan,
agar supaya perkawinan dilangsungkan.
(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan
penolakan tersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi
pemberitahuan tentang maksud mereka.
BAB IV
BATALNYA PERKAVVINAN
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan,apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
b. Suami atau isteri;
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap
orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap
Ke daftar isi
kembali
298
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Pasal 24
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari
kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan
pembatalan perkawinan yang baru dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat
(2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.
Pasal 25
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum
dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami isteri, suami
atau isteri.
Pasal 26
(1) Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak
berwenang, wall nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2
(dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
(2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan dalam ayat
(1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat
memperlihatkan akta perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Pasal 27
(1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
(2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri
suami atau isteri.
(3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari
keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup
sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan
permohonan pembatalan, maka haknya gugur .
Pasal 28
(1) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
(2) Keputusan tidak berlaku surut terhadap:
a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta
bersama, bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan
lain yang lebih dahulu;
c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b sepanjang mereka
memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan
Ke daftar isi
kembali
kembali
299
Redesign Drs. SAHERUDIN
Smempunyai kekuatan hukum tetap.
BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang
pihak ketiga tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat d sahkan bilamana melanggar batas-batas hukum,
agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila
dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak
merugikan pihak ketiga.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Pasal 30
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
suami isteri bersama.
Pasal 33
Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
Ke daftar isi
300
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
BAB VII
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Pasal 35
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing- masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-
masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua
belah pihak.
(2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya
masing- masing
BAB VIII
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian
b. perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan
Pasal 39
(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu
tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
(3) Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Pasal 40
(1) Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2) Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Ke daftar isi
301
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi
kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
BAB IX
KEDUDUKAN ANAK
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah.
Pasal 43
(1) Anak yang dilahirkan di I uar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak
itu akibat daripada perzinaan tersebut.
(2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak alas permintaan pihak
yang berkepentingan.
BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
Pasal 45
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-
baiknya.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan
antara kedua orang tua putus.
Ke daftar isi
kembali
kembali
back
302
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 46
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan
keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
% Pasal 47
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama
mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.
(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan
di luar Pengadilan.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang
tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan betas) tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu
menghendakinya.
Pasal 49
(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua
yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang
telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam
hal-hal:
a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekali.
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk
memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
BAB XI
PERWALIAN
Pasal 50
(1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua,
berada di bawah kekuasaan wali.
(2) Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Pasal 51
(1) Wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua,
sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisan di hadapan 2 (dua)
Ke daftar isi
kembali
303
Redesign Drs. SAHERUDIN
orang saksi.
(2) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang
sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
(3) Wali wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya
sebaik- baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.
(4) Wall wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya
pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan-perubahan harta
benda anak atau anak-anak itu.
(5) Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah
perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Pasal 52
Terhadap wali berlaku juga Pasal48 Undang-undang ini.
Pasal 53
(1) Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang tersebut dalam Pasal 49
Undang- undang ini.
(2) Dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pasal ini, oleh Pengadilan ditunjuk orang lain sebagai wali.
Pasal 54
Wali yang telah menyebabkan kerugian kepada harta benda anak yang di bawah
kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan Keputusan
Pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.
BAB XII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Bagian Pertama
Pembuktian asal-usul anak
Pasal 55
(1) Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang
autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.
(2) Bila akta kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka Pengadilan
dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah diadakan
pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.
(3) Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini, maka instansi pencatat
kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan
mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Perkawinan di Luar Indonesia
Pasal 56
(1) Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warganegara
Ke daftar isi
kembali
kembali
304
Redesign Drs. SAHERUDIN
Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing
adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak
melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suani isteri itu kembali di wilayah Indonesia,
surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan
tempat tinggal mereka.
Bagian Ketiga
Perkawinan Campuran
Pasal 57
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia.
Pasal 58
Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan
campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula
kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
Undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Pasal 59
(1) Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya
perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik maupun
mengenai hukum perdata.
(2) Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-
undang Perkawinan ini.
Pasal 60
(1) Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-
syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-
masing telah dipenuhi.
(2) Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan
karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran,
maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing
berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat
telah dipenuhi.
(3) Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan itu,
maka atas permintaan yang berkepentingan. Pengadilan memberikan keputusan
dengan tidak beracara serta tidak boleh dimintakan banding lagi tentang soal apakah
penolakan pemberian surat keterangan itu beralasan atau tidak.
(4) Jika Pengadilan memutuskan bahwa penolakan tidak beralasan, maka keputusan itu
Ke daftar isi
kembali
305
Redesign Drs. SAHERUDIN
menjadi pengganti keterangan yang tersebut ayat (3).
(5) Surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak mempunyai
kekuatan lagi jika perkawinan itu tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan
sesudah keterangan itu diberikan.
Pasal 61
(1) Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.
(2) Barang siapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih
dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan
pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini
dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan.
(3) Pegawai pencatat perkawinan yang mencatat perkawinan sedangkan ia mengetahui
bahwa keterangan atau keputusan pengganti keterangan tidak ada, dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan dihukum jabatan.
• Pasal 62
Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1)
Undang- undang ini.
Bagian Keempat
Pengadilan
Pasal 63
(1) Yang dimaksud dengan Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah:
a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam;
b. Pengadilan Umum bagi lainnya.
(2) Setiap Keputusan Pengadilan Agama dikukuhkan oleh Pengadilan Umum.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang
terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-
peraturan lama, adalah sah.
Pasal 65
(1) Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang baik berdasarkan hukum lama
maupun berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka berlakulah
ketentuan-ketentuan berikut:
a. Suami wajib memberi jaminan hidup yang sama kepada semua isteri dan
anaknya;
b. Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama
Ke daftar isi
306
Redesign Drs. SAHERUDIN
yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua atau bedkutnya itu
terjadi;
c. Semua isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi
sejak perkawinannya masing-masing;
(2) Jika Pengadilan yang memberi izin untuk beristeri lebih dari seorang menurut
Undang- undang ini tidak menentukan lain, maka berlakulahketentuan-ketentuan
ayat (1) pasal ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen
Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de
gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan- peraturan lain yang mengatur
tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 67
(1) Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yang
pelaksanaannya secara efektif lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2) Hal-hal dalam Undang-undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta. Pada Tanggal 2 Januari 1974
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
JENDERAL TNI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Januari 1974
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
Ttd.
SUDHARMONO. SH
Ke daftar isi
307
Redesign Drs. SAHERUDIN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1989
TENTANG PERADILAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan
bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib;
b. bahwa untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut dan menjamin persamaan
kedudukan warga negara dalam hukum diperlukan upaya untuk menegakkan
keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu memberikan
pengayoman kepada masyarakat;
c. bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan
kepastian hukum tersebut adalah melalui Peradilan Agama sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman:
d. bahwa pengaturan tentang susunan, kekuasaan, dan hukum acara pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama yang selama ini masih beraneka karena didasarkan
pada:
1. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad Tahun 1882
Nomor 152 dihubungkan dengan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116 dan 610);
2. Peraturan tentang Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian
Residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638
dan 639);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar'iyah di Luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 99).
perlu segera diakhiri demi terciptanya kesatuan hukum yang mengatur Peradilan
Agama dalam kerangka sistem dan tata hukum nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
e. bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut, dan untuk melaksanakan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman dipandang perlu menetapkan undang-undang yang mengatur
susunan, kekuasaan, dan hukum acara pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2951):
Ke daftar isi
308
Redesign Drs. SAHERUDIN
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara
Tahun 1985 Nomor 73. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316).
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN AGAMA
BAB I KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.
2. Pengadilan adalah Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di lingkungan
Peradilan Agama.
3. Hakim adalah Hakim pada Pengadilan Agama dan Hakim pada Pengadilan Tinggi
Agama.
4. Pegawai Pencatat Nikah adalah Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan
Agama.
5. Juru Sita dan atau Juru Sita Pengganti adalah Juru Sita dan atau Juru Sita
Pengganti pada Pengadilan Agama.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 2
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu
yang diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 3
(1) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh:
a. Pengadilan Agama;
b. Pengadilan Tinggi Agama.
(2) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
Bagian Ketiga
Tempat Kedudukan
Ke daftar isi
kembali
309
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 4
(1) Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.
(2) Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Propinsi.
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 5
(1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan
oleh Menteri Agama.
(3) Pembinaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara
BAB II
SUSUNAN PENGADILAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 6
Pengadilan terdiri dari :
1. Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama;
2. Pengadilan Tinggi Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding.
Pasal 7
Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden.
Pasal 8
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk dengan Undang-undang.
Pasal 9
(1) Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita.
(2) Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota,
Panitera, dan Sekretaris.
Pasal 10
(1) Pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil
Ketua.
(2) Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil
Ketua.
Ke daftar isi
310
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Hakim Anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah Hakim Tinggi.
Bagian Kedua
Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Panitera, dan Juru Sita
Paragraf 1
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pasal 11
(1) Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
(2) Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta pelaksanaan tugas Hakim
ditetapkan dalam Undang-undang ini
Pasal 12
(1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai pegawai negeri
dilakukan oleh Menteri Agama.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Pasal 13
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Agama, seorang calon harus
memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak
langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI", atau organisasi
terlarang yang lain;
f. pegawai negeri;
g. sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
h. berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
i. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama diperlukan
pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan
Agama.
Pasal 14
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b,
c, d, e, f, g, dan i;
b. berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua atau
Ke daftar isi
311
Redesign Drs. SAHERUDIN
Wakil Ketua Pengadilan Agama atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim
Pengadilan Agana
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Agama diperlukan
pengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan
Tinggi Agama atau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi
Agama yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama diperlukan
pengalaman sekurang- kurangnya 8 (delapan) tahun sebagai Hakim Pengadilan
Tinggi Agama atau, sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun bagi Hakim Pengadilan Tinggi
Agama yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Agama.
P a s a l 1 5
(1) Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara atas usul
Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(2) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama
berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 16
(1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua. dan Hakim wajib mengucapkan
sumpah menurut agama Islam yang berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini,
langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga.
tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatan ini,tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapa pun juga suatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah bahwa saya akan
setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar 1945, dan segala Undang-
undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan
jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku
dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik- baiknya dan seadil-adilnya seperti
layaknya bagi seorang Ketua, Wakil Ketua, Hakim Pengadilan yang berbudi baik
dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
(2) Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Agama diambil sumpahnya oleh Ketua
Pengadilan Agama.
(3) Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi Agama serta Ketua Pengadilan Agama
diambil sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama.
(4) Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 17
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh
merangkap menjadi:
a. pelaksana putusan Pengadilan;
b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
Ke daftar isi
312
Redesign Drs. SAHERUDIN
olehnya;
c. pengusaha.
(2) Hakim tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim selain jabatan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 18
•
(1)Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan Agama, dan 63 (enam puluh tiga) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan
Hakim Pengadilan Tinggi Agama;
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2)Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim yang meninggal dunia dengan sendirinya
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara.
Pasal 19
(1) Ketua, Wakil Ketua. dan Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya
dengan alasan:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya;
d. melanggar sumpah jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan e dilakukan setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Hakim.
(3) Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara
pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung bersama-sama dengan
Menteri Agama.
Pasal 20
Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri.
Pasal 21
(1) Ketua, Wakil Ketua. dan Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan
hormat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan
sementara dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara alas usul
Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Ke daftar isi
313
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2) Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1), berlaku juga ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
19 ayat (2).
Pasal 22
(1) Apabila terhadap seorang Hakim ada perintah penangkapan yang diikuti dengan
penahanan, dengan sendirinya Hakim tersebut diberhentikan sementara dari
jabatannya.
(2) Apabila seorang Hakim dituntut di muka Pengadilan dalam perkara pidana
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan, maka ia dapat diberhentikan
sementara dari jabatannya.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dengan hormat.
pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak-hak
pejabat yang dikenakan pemberhentian, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Kedudukan protokol Hakim diatur dengan Keputusan Presiden.
(2) Tunjangan dan ketentuan-ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 25
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah
Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Agama, kecuali dalam hal:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati, atau
c. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Paragraf 2
Panitera
Pasal 26
(1) Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang
Panitera.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Agama dibantu oleh
seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, beberapa orang Panitera
Pengganti, dan beberapa orang Juru Sita.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Tinggi Agama dibantu
olehseorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, dan beberapa
orang Panitera Pengganti.
Ke daftar isi
314
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 27
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Agama, seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah atau sarjana muda hukum yang
menguasai hukum Islam;
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera atau 7
(tujuh) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil
Panitera Pengadilan Tinggi Agama.
Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, dan d;
b. berijazah sarjana syariah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera
atau 8 (delapan) tahun sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, atau
4 (empat) tahun sebagai Panitera Pengadilan Agama.
Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Agama, seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c. d. dan
e;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda atau 6
(enam) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama.
Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Agama, seorang calon
harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, dan d;
b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam:
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda
atau 7 (tujuh) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama, atau
4 (empat) tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Agama, atau menjabat
Panitera Pengadilan Agama.
Pasal 31
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Agama, seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
Ke daftar isi
315
Redesign Drs. SAHERUDIN
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti
Pengadilan Agama.
Pasal 32
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Pengadilan Tinggi Agama, seorang
calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti
Pengadilan Tinggi Agama, atau 4 (empat) tahun sebagai Panitera Muda atau 8
(delapan) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Agama, atau menjabat Wakil
Panitera Pengadilan Agama.
Pasal 33
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Agama, seorang calon
harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan e;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai negeri pada
Pengadilan Agama.
Pasal 34
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Agama,
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, b, c, d, dan
e;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Panitera Pengganti
Pengadilan Agama atau 10 (sepuluh) tahun sebagai pegawai negeri pada
Pengadilan Tinggi Agama.
Pasal 35
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang. Panitera tidak boleh
merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan
perkara yang di dalamnya ia bertindak sebagai Panitera.
(2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Panitera selain jabatan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama
berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 36
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda. dan Panitera Pengganti Pengadilan diangkat dan
diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri Agama.
Pasal 37
Sebelum memangku jabatannya, Panitera. Wakil Panitera, Panitera Muda. dan Panitera
Pengganti diambil sumpahnya menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan yang
Ke daftar isi
316
Redesign Drs. SAHERUDIN
bersangkutan.
Bunyi sumpah adalah sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini,
langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun
juga tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatan ini, tidak sekali- kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa
pun juga suatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang
Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi
Negara Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini
dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan
berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti
layaknya bagi seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti
yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
Paragraf 3
Juru Sita
Pasal 38
Pada setiap Pengadilan Agama ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru Sita Pengganti.
Pasal 39
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam; •
c. bertagwa kepada Tuhan Yang Moho Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. berijazah serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat alas;
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Juru Sita
Pengganti.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita Pengganti, seorang calon harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, dan
e;
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai negeri pada
Pengadilan Agama.
Pasal 40
(1) Juru Sita diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama alas usul Ketua Pengadilan
Agama.
(2) Juru Sita Pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan Agama.
Ke daftar isi
317
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 41
Sebelum memangku jabatannya, Juru Sita dan Juru Sita Pengganti diambil sumpahnya
menurut agama Islam oleh Ketua Pengadilan Agama.
Bunyi sumpah adalah sebagai berikut:
"Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini,
langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga,
tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun
juga suatu janji atau pemberian"
"Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta
mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar
1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara
Republik Indonesia".
"Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan
jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam
melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi
seorang Juru Sita, Juru Sita Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan
hukum dan keadilan".
Pasal 42
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, Juru Sita tidak boleh
merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara
yang di dalamnya ia sendiri berkepentingan.
(2) Juru Sita tidak boleh merangkap menjadi Penasihat Hukum.
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Juru Sita selain jabatan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama
berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Bagian Ketiga
Sekretaris
Pasal 43
Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Sekretariat yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
Pasal 44
Panitera Pengadilan merangkap Sekretaris Pengadilan.
Pasal 45
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Agama, seorang calon
harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
Ke daftar isi
318
Redesign Drs. SAHERUDIN
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. berijazah serendah-rendahnya sarjana muda syari'ah, atau sarjana muda hukum
yang menguasai hukum Islam atau sarjana muda administrasi;
f. berpengalaman di bidang administrasi peradilan.
Pasal 46
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama, seorang
calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, b, c, d, dan 1;
b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam.
Pasal 47
Wakil Sekretaris Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
Pasal 48
Sebelum memangku jabatannya Wakil Sekretaris diambil sumpahnya menurut agama
Islam oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
Bunyi sumpah adalah sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Wakil Sekretaris, akan setia dan tact sepenuhnya
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. Negara dan Pemerintah:
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab:
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara. Pemerintah, dan
martabat Wakil Sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara
daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan negara".
BAB III
KEKUASAAN PENGADILAN
Pasal 49
(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
Ke daftar isi
319
Redesign Drs. SAHERUDIN
c. wakaf dan shadaqah.
(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-
hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan
yang berlaku
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah
penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan
pembagian harta peninggalan tersebut.
Pasal 50
Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-
perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek
yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum.
Pasal 51
(1) Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
(2) Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di
daerah hukumnya.
Pasal 52
(1) Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang
hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.
(2) Selain tugas dan kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 dan
Pasal 51, Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau
berdasarkan undang-undang.
Pasal 53
(1) Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah
laku Hakim, Panitera. Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
(2) Selain tugas sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan Tinggi
Agama di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan
di tingkat Pengadilan Agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan
seksama dan sewajarnya.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2), Ketua Pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan
peringatan, yang dipandang perlu.
(4) Pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ayat (2), dan ayat (3),
tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus
perkara.
Ke daftar isi
320
Redesign Drs. SAHERUDIN
BAB IV
HUKUM ACARA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 54
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama
adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.
Pasal 55
Tiap pemeriksaan perkara di Pengadilan dimulai sesudah diajukannya suatu
permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil menurut
ketentuan yang berlaku.
Pasal 56
(1) Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas. melainkan wajib
memeriksa dan memutusnya.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tidak menutup
kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai.
Pasal 57
(1) Peradilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA
(2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat
BISMILLAHIRRAHMANIR¬RAHIM dilkuti dengan DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
(3) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Pasal 58
(1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Pasal 59
(1) Sidang pemeriksaan Pengadilan terbuka untuk umum, kecuali apabila
undang¬undang menentukan lain atau jika Hakim dengan alasan-alasan penting
Ke daftar isi
321
Redesign Drs. SAHERUDIN
yang dicatat dalam berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan
secara keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup.
(2) Tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
mengakibatkan seluruh pemeriksaan beserta penetapan atau putusannya batal
menurut hukum.
(3) Rapat permusyawaratan Hakim bersifat rahasia.
Pasal 60
Penetapan dan putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 61
Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak
yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.
Pasal 62
(1) Segala penetapan dan putusan Pengadilan. selain harus memuat alasan-alasan
dan dasar-dasarnya juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-
peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar
untuk mengadili.
(2) Tiap penetapan dan putusan Pengadilan ditandatangani oleh Ketua dan Hakim-
hakim yang memutus serta Panitera yang ikut bersidang pada waktu penetapan
dan putusan itu diucapkan.
(3) Berita Acara tentang pemeriksaan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera yang
bersidang.
Pasal 63
Atas penetapan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan kasasi
kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara.
Pasal 64
Penetapan dan putusan Pengadilan yang dimintakan banding atau kasasi,
pelaksanaannya ditunda demi hukum. kecuali apabila dalam amarnya menyatakan
penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada
perlawanan, banding, atau kasasi.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Sengketa Perkawinan
Paragaraf 1
Umum
Pasal 65
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan
Ke daftar isi
322
Redesign Drs. SAHERUDIN
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Paragraf 2
Cerai Talak
Pasal 66
(1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan
permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan
ikrar talak.
(2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali
apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan
bersama tanpa izin pemohon.
(3) Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.
(4) Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka
permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
(5) Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama
suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun
sesudah ikrar talak diucapkan.
Pasal 67
Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di alas memuat:
a. nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami, dan termohon, yaitu istri;
b. alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Pasal 68
(1) Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak
didaftarkan di Kepaniteraan.
(2) Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 69
Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 79. Pasal
80 ayat (2), Pasal 82, dan Pasal 83.
Pasal 70
(1) Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi
didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan
bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
Ke daftar isi
kembali
323
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2) Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat
mengajukan banding.
(3) Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengadilan
menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak. dengan memanggil suami dan istri
atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
(4) Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta
otentik untuk mengucapkan ikrar talak. mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh
istri atau kuasanya.
(5) Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut. tetapi tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya. maka suami atau wakilnya dapat
mengucapkan ikrar talak tan pa had irnya istri atau wakilnya.
(6) Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang
penyaksian ikrar talak. tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim
wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah
kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi
berdasarkan alasan yang sama.
Pasal 71
(1) Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar talak.
(2) Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak
ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau
kasasi.
Pasal 72
Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 berlaku ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 84 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 85.
Paragraf 3
Cerai Gugat
Pasal 73
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat
dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
(2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
tergugat.
(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka
gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
Ke daftar isi
kembali
324
Redesign Drs. SAHERUDIN
perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Pasal 74
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana
penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup
menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang berwenang yang memutuskan
perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pasal 75
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat mendapat cacat
badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami,
maka Hakim dapat memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri kepada dokter.
Pasal 76
(1) Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk
mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang
berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.
(2) Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara
suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing
pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
Pasal 77
Selama berlangsungnya gugatan perceraian. atas permohonan penggugat atau
tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan,
Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu
rumah.
Pasal 78
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan
dapat:
a. menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
b. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan
anak;
c. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang
menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau
barang-barang yang menjadi hak istri.
Pasal 79
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya putusan
Pengadilan.
Ke daftar isi
kembali
325
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 80
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian
didaftarkan di Kepaniteraan.
(2) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 81
(1) Putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak
putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 82
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha
mendamaikan kedua pihak.
(2) Dalam sidang perdamaian tersebut suami istri harus datang secara pribadi, kecuali
apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri dan tidak dapat datang
menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu.
(3) Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada
sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.
(4) Selama perkara belum diputuskan usaha mendamaikan dapat dilakukan pada
setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 83
Apabila tercapai perdamaian. maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru
berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian
tercapai.
Pasal 84
(1) Panitera Pengadilan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai salinan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermeterai
kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman
penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah
daftar yang disediakan untuk itu.
(2) Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai
Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan. maka satu helai salinan
putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat
Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat Nikah
tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan.
Ke daftar isi
kembali
kembali
326
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu helai salinan putusan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pula kepada Pegawai
Pencatat Nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di Indonesia.
(4) Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para
pihak selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak.
Pasal 85
Kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84,
menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat Pengadilan yang
ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri
atau keduanya.
Pasal 86
(1) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama
suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun
sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda terlebih dahulu perkara
harta bersama tersebut sampai ada putusan Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tentang hal itu.
Paragraf 4
Cerai Dengan Alasan Zina
Pasal 87
(1) Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu pihak
melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi
bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut. dan Hakim
berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama
sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh baik dari
pemohon atau penggugat maupun dari termohon atau tergugat, maka Hakim
karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah.
(2) Pihak termohon atau tergugat diberi kesempatan pula untuk meneguhkan
sanggahannya dengan cara yang sama.
Pasal 88
(1) Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilakukan
oleh suami, maka penyelesaiannya dapat dilaksanakan dengan cara lain.
(2) Apabila sumpah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dilakukan
oleh istri maka penyelesaiannya dilaksanakan dengan hukum acara yang berlaku.
Bagian Ketiga
Biaya Perkara
Ke daftar isi
kembali
327
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 89
(1) Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau
pemohon.
(2) Biaya perkara penetapan atau putusan Pengadilan yang bukan merupakan
penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan atau putusan
akhir.
Pasal 90
(1) Biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a. biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara itu:
b. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah
yang diperlukan dalam perkara itu;
c. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-
tindakan lain yang diperlukan oleh Pengadilan dalam perkara itu;
d. biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah Pengadilan yang
berkenaan dengan perkara itu.
(2) Besarnya biaya perkara diatur oleh Menteri Agama dengan persetujuan Mahkamah
Agung.
Pasal 91
(1) Jumlah biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90 harus dimuat
dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan.
(2) Jumlah biaya yang dibebankan oleh Pengadilan kepada salah satu pihak
berperkara untuk dibayarkan kepada pihak lawannya dalam perkara itu, harus
dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan Pengadilan.
BAB V
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 92
Ketua Pengadilan mengatur pembagian tugas para Hakim.
Pasal 93
Ketua Pengadilan membagikan semua berkas perkara dan atau surat-surat lain yang
berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan kepada Majelis Hakim
untuk diselesaikan.
Pasal 94
Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut,
tetapi apabila terdapat perkara tertentu yang karena menyangkut kepentingan umum
harus segera diadili, maka perkara itu didahulukan.
Ke daftar isi
328
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 95
Ketua Pengadilan wajib mengawasi kesempurnaan pelaksanaan penetapan atau
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 96
Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur
tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.
Pasal 97
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti bertugas membantu
Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang Pengadilan.
Pasal 98
Panitera bertugas melaksanakan peneta pan atau putusan Pengadilan.
Pasal 99
(1) Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di Kepaniteraan.
(2) Dalam daftar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tiap perkara
diberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya.
Pasal 100
Panitera membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan Pengadilan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 101
(1) Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, penetapan atau
putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titi pan pihak ketiga.
surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di
Kepaniteraan.
(2) Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh
dibawa keluar dari ruangan Kepaniteraan, kecuali alas izin Ketua Pengadilan
berdasarkan ketentuan undang-undang.
(3) Tata cara pengeluaran surat asli, salinan atau turunan penetapan atau putusan,
risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain diatur oleh Mahkamah Agung.
Pasal 102
Tugas dan tanggung jawab serta tata kerja Kepaniteraan Pengadilan diatur lebih lanjut
oleh Mahkamah Agung.
Ke daftar isi
329
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 103
(1) Juru sita bertugas :
a. melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang;
b. menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan
pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara
berdasarkan ketentuan undang-undang,
c melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan;
d. membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Juru Sita berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum Pengadilan yang
bersangkutan.
Pasal 104
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Juru Sita diatur oleh Mahkamah
Agung.
Pasal 105
(1) Sekretaris Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum Pengadilan.
(2) Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi, dan tats kerja Sekretariat diatur
lebih lanjut oleh Menteri Agama.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 106
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini :
1. semua Badan Peradilan Agama yang telah ada dinyatakan sebagai Badan Peradilan
Agama menurut Undang-undang ini;
2. semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai Peradilan Agama
dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-undang ini
belum dikeluarkan, sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-
undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 107
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
a. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad Tahun
1882 Nomor 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116 dan Nomor 610);
Ke daftar isi
330
Redesign Drs. SAHERUDIN
b. Peraturan tentang Kerapatan Qadi dan Kerapatan Qadi Besar untuk sebagian
Residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638
dan Nomor 639);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara
Tahun 1957 Nomor 99). dan
d. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), dinyatakan tidak
berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 236 a Reglemen Indonesia
yang diperbaharui (RIB), Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44, mengenai
permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara
orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam,
diselesaikan oleh Pengadilan Agama.
Pasal 108
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
Disahkan Di Jakarta.
Pada Tanggal 29 Desember 1989
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Desember 1989
MENTERI/SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARAREPUBLIK INDONESIATAHUN 1985 NOMOR 73
Ke daftar isi
331
Redesign Drs. SAHERUDIN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2009
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989
TENTANG PERADILAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
sehingga perlu diwujudkan adanya lembaga peradilan yang bersih dan
berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Repulik Indonesia Nomor 4958);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3400); sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4611);
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Ke daftar isi
332
Redesign Drs. SAHERUDIN
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA .
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.
2. Pengadilan adalah pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama di lingkungan
peradilan agama.
3. Hakim adalah hakim pada pengadilan agama dan hakim pada pengadilan tinggi agama.
4. Pegawai Pencatat Nikah adalah Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama.
5. Juru Sita dan atau Juru Sita Pengganti adalah juru sita dan atau juru sita pengganti pada
pengadilan agama.
6. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pengadilan Khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam
undang-undang.
9. Hakim Ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan
pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.
2. Ketentuan Pasal 3A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3A
(1) Di lingkungan peradilan agama dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan
undang-undang.
(2) Peradilan Syari’ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan
khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut
kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
(3) Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara, yang membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu
dan dalam jangka waktu tertentu.
(4) Ketentuan mengenai syarat, tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta tunjangan
hakim ad hoc diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 6 (enam) pasal, yakni Pasal 12A, Pasal12B, Pasal
12C, Pasal 12D, Pasal 12E, dan Pasal 12F yang berbunyi sebagai berikut:
Ke daftar isi
333
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 12A
(1). Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2). Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, pengawasan
eksternal atas perilaku hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.
Pasal 12B
(1). Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional,
bertakwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman di bidang hukum.
(2). Hakim wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Pasal 12C
(1). Dalam melakukan pengawasan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Komisi
Yudisial melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung.
(2). Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil pengawasan internal yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan hasil pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
Yudisial, pemeriksaan dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Pasal 12D
(1) Dalam melaksanakan pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A
ayat (2), Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku
hakim berdasarkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial
berwenang:
a. menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan/atau informasi tentang
dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim;
b. memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran atas kode etik dan pedoman perilaku
hakim;
c. dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
d. menerima dan menindaklanjuti pengaduan Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan di bawah Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran kode etik dan
pedoman perilaku hakim;
e. melakukan verifikasi terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf d;
f. meminta keterangan atau data kepada Mahkamah Agung dan/atau pengadilan;
g. melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar
kode etik dan pedoman perilaku hakim untuk kepentingan pemeriksaan; dan/atau
h. menetapkan keputusan berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
Pasal 12E
1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12A, Komisi
Yudisial dan/atau Mahkamah Agung wajib:
a. menaati norma dan peraturan perundang-undangan;
b. menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim; dan
c. menjaga kerahasiaan keterangan atau informasi yang diperoleh.
Ke daftar isi
334
Redesign Drs. SAHERUDIN
(2) Kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(4) Ketentuan mengenai pengawasan eksternal dan pengawasan internal hakim diatur dalam
undang-undang.
Pasal 12F
Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim.
4. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 13
(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan agama, seseorang harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e. sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai hukum
Islam;
f. lulus pendidikan hakim;
g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
i. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh)
tahun;dan
j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama, hakim harus
berpengalaman paling singkat 7 (tujuh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.
5. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 13A dan 13B yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13A
(1) Pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan melalui proses seleksi yang
transparan, akuntabel, dan partisipatif.
(2) Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan bersama oleh
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial.
Pasal 13B
(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc, seseorang harus memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), kecuali huruf e dan huruf f.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c tetap berlaku kecuali
undang-undang menentukan lain.
Ke daftar isi
335
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.
6. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang hakim harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf g, dan huruf j;
b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
c. pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua, pengadilan
agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama;
d. lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung; dan
e. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran
Kode etik dan pedoman perilaku hakim.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman
paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga) tahun
bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman
paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 2 (dua)
tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan
agama.
7. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat,
yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 15 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Hakim pengadilan diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(1a). Hakim pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung
dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung.
(1b) Usul pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1a) hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan
melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
2) Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah
Agung.
8. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 18
(1). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena:
a. atas permintaan sendiri secara tertulis;
b. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;
c. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim
pengadilan agama, dan 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan tinggi agama; atau
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
Ke daftar isi
336
Redesign Drs. SAHERUDIN
9. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 19
(1). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya dengan alasan:
a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerusselama 3
(tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; dan/atau
f. melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
(2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua
Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan
oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d,
dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan
oleh Komisi Yudisial.
(6) Sebelum Mahkamah Agung dan / atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian
karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim
pengadilan mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(7) Majelis Kehormatan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
10. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Dalam hal ketua atau wakil ketua pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
karena atas permintaan sendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
huruf a, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai hakim.
11. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 21 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) yang
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 21
(1). Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf f dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(1a) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh
Komisi Yudisial.
(2). Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berlaku juga
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(3). Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6
(enam) bulan.
12. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut :
Ke daftar isi
337
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 24
(1). Kedudukan protokol hakim pengadilan diatur dengan peraturanperundang-undangan.
(2). Selain mempunyai kedudukan protokoler, hakim pengadilan berhak memperoleh gaji
pokok, tunjangan, biaya dinas, pensiun dan hak-hak lainnya.
(3). Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. tunjangan jabatan;dan
b. tunjangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4). Hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. rumah jabatan milik negara;
b. jaminan kesehatan; dan
c. sarana transportasi milik negara.
(5). Hakim pengadilan diberi jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji pokok, tunjangan dan hak-hak lainnya beserta
jaminan keamanan bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
13. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e. berijazah sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam atau sarjana hukum yang menguasai
hukum Islam;
f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai
panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi agama;
dan
g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
14. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
dan huruf g;
b. dihapus.
c. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi
agama, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun
sebagai wakil panitera pengadilan agama, atau menjabat sebagai panitera pengadilan
agama.
15. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
Ke daftar isi
338
Redesign Drs. SAHERUDIN
Panitera tidak boleh merangkap menjadi:
a. wali;
b. pengampu;
c. advokat; dan/atau
d. pejabat peradilan yang lain.
16. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 38A dan Pasal 38B
yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 38 A
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan
dengan hormat dengan alasan:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;
d. telah berumur 60 (enam puluh) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda, dan
panitera pengganti pengadilan agama;
e. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, wakil panitera, panitera muda,
dan panitera pengganti pengadilan tinggi agama; dan/atau
f. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
Pasal 38 B
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diberhentikan
tidak dengan hormat dengan alasan:
a. dipidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus menerus selama 3
(tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; dan/atau
f. melanggar kode etik panitera.
17. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39
(1). Untuk dapat diangkat menjadi juru sita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e. berijazah pendidikan menengah;
f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai juru sita pengganti; dan
g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
(2). Untuk dapat diangkat menjadi juru sita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf g; dan
Ke daftar isi
339
Redesign Drs. SAHERUDIN
b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan
agama.
18. Ketentuan Pasal 44 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan agama, seorang
calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
e. berijazah sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam, sarjana hukum yang menguasai hukum
Islam, atau sarjana administrasi;
f. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun di bidang administrasi peradilan; dan
g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
20. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga Pasal 46 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 46
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan tinggi agama,
seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun di bidang administrasi peradilan.
21. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1). Ketua pengadilan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim.
(2). Ketua pengadilan selain melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
juga mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku panitera,
sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya.
(3). Selain tugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
ketua pengadilan tinggi agama di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap
jalannya peradilan di tingkat pengadilan agama dan menjaga agar peradilan
diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
(4). Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua
pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan, yang dipandang perlu.
(5). Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tidak
boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
22. Di antara Pasal 60 dan Pasal 61 dsisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 60A, Pasal 60Bdan
Pasal 60C yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60A
Ke daftar isi
340
Redesign Drs. SAHERUDIN
(1). Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus bertanggung jawab atas penetapan
dan putusan yang dibuatnya.
(2). Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat
dan benar.
Pasal 60B
(1). Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
(2). Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.
(3). Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan surat
keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan.
Pasal 60C
(1). Pada setiap pengadilan agama dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang
tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.
(2). Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara cuma-cuma
kepada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut memperoleh
kekuatan hukum tetap.
(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
23. Di antara Pasal 64 dan Pasal 65 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 64A yang berbuyi
sebagai berikut:
Pasal 64 A
(1). Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi
yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan.
(2). Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan
(3). Apabila pengadilan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), ketua pengadilan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
24. Di antara Pasal 91 dan 92 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 91A dan 91B yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 91A
(1). Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan agama dapat menarik biaya perkara.
(2). Penarikan biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan
tanda bukti pembayaran yang sah.
(3). Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya kepaniteraan dan
biaya proses penyelesaian perkara.
(4). Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penerimaan negara
bukan pajak, yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(5). Biaya proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan
pada pihak atau para pihak yang berperkara yang ditetapkan oleh Makamah Agung.
(6). Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas penarikan biaya perkara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ke daftar isi
341
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 91B
(1). Setiap pejabat peradilan dilarang menarik biaya selain biaya perkara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91A ayat (3).
(2). Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal
38B.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO
BAMBANGYUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
PATRIALIS AKBAR
Ke daftar isi
342
Redesign Drs. SAHERUDIN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAI-IUN 1974
TENTANG PERKAWINAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
Bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1. Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3019), dipandang perlu untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang
mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari Undang-undang tersebut;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
b. Pengadilan adalah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan
Pengadilan Negeri bagi yang lainnya;
c. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum;
d. Pegawai Pencatat adalah pegawai pencatat perkawinan dan perceraian.
BAB II
PENCATATAN PERKAWINAN
Pasal 2
(1) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk.
(2) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut
agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai
Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam
berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Ke daftar isi
343
Redesign Drs. SAHERUDIN
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tatacara
pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tata cara
pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 sampai
dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 3
(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan
kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat perkawinan akan
dilangsungkan.
(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
(3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu
alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.
Pasal 4
Pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai, atau oleh
orang tua atau wakilnya.
Pasal 5
Pemberitahuan memuat nama, umur.agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman
calon mempelai dan apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan
juga nama istri atau suaminya terdahulu.
Pasal 6
(1) Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan
perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah
tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang.
(2) Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1) Pegawai Pencatat
meneliti pula:
a Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal tidak
ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan
yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh
Kepala Desa atau yang seting kat dengan itu;
b. Keterangan mengenai nama, agamalkepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal
orang tua calon mempelai;
c. Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4)
dan (5) Undang- undang, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun;
d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal calon
mempelai adalah seorang suami yang masih mempunya isteri;
e. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-
undang;
Ke daftar isi
344
Redesign Drs. SAHERUDIN
f. Surat kematian isteri atau suami yangterdahulu atau dalam hal perceraian surat
keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau lebih;
g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB, apabila
salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata;
h. Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh Pegawai Pencatat,
apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri
karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 7
(1) Hasil penelitian sebagai dimaksud Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat ditulis dalam
sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila tern yata dari hasil penelitian terdapat ha langan perkawinan sebagai
dimaksud Undang-undang dan atau belum dipenuhinya persyaratan tersebut
dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini, keadaan itu segera diberitahukan
kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya.
Pasal 8
Setelah dipenuhinya tatacara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada sesuatu
halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman tentang
pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara menempelkan surat
pengumuman menurut fomiulir yang ditetapkan pada kantor Pencatatan Perkawinan
pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum.
Pasal 9
Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat:
a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai
dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau keduanya pernah
kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka terdahulu;
b. Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
BAB III
TATAC ARA PERKAVVINAN
Pasal 10
(1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak
perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam Pasal 8
Peraturan Pemerintah ini.
(2) Tatacara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
(3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinan menurut masing-masing hukum
agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai
Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.
Ke daftar isi
345
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 11
(1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini.kedua mempelai menandatangani
akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya
ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri
perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
ditandatangani pula oleh wall nikah atau yang mewakilinya.
(3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara
resmi.
BAB IV
AKTA PERKAWINAN
Pasal 12
Akta perkawinan memuat
a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat
kediaman suami-isteri;
Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama isteri
atau suami terdahulu;
b. Nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka;
c. Izin sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan.(5) Undang-undang;
d. Dispensasi sebagai dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang;
e. Izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang:
f. Persetujuan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang:
g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB bagi anggota
Angkatan Bersenjata;
h. Perjanjian perkawinan apabila ada:
i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi,
dan wall nikah bagi yang beragama Islam;
j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman kuasa apabila
perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.
Pasal 13
(1) Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 (dua), helai pertama disimpan oleh
Pegawai Pencatat, helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam wilayah
Kantor pencatatan Perkawinan itu berada.
(2) Kepada suamidan isteri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.
BAB V
TATACARA PERCERARIAN
Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang
Ke daftar isi
kembali
346
Redesign Drs. SAHERUDIN
akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat
tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya
disertai dengan alasan alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan
sidang untuk keperluan itu.
Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi Surat yang dimaksud dalam Pasal 14,
dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim Surat
dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan maksud perceraian itu.
Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila memang terdapat
alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini. dan
Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin
lagi didamaikan untuk hid up rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang
dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang
terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada Pegawai
Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitungpada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang
pengadilan.
Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya:
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Ke daftar isi
347
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 20
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(2) Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak
mempunyai tempat kediaman yang tetap,gugatan perceraian diajukan kepada
Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan
kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan
menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik
Indonesia setempat.
Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b, diajukan
kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun
terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak
mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.
Pasal 22
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan
kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi
Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah
mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.
Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami-isteri mendapat hukuman
penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal
19 huruf c maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat
cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai
keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
Pasal 24
(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau
tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Pengadilan dapat mengizinkan suami-isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu
rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau
tergugat, Pengadilan dapat:
a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami
Ke daftar isi
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
348
Redesign Drs. SAHERUDIN
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan
anak;
c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang
yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak
suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.
Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum adanya
putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.
Pasal 26
(1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik
penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri
sidang tersebut.
(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sitar bagi Pengadilan Agama
panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama. (3)
Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang
bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui Lurah atau
yang dipersamakan dengan itu.
(4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara
patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka
selambatlambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.
(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.
Pasal 27
(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (2),
panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di
Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat, kabar atau
mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan.
(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media
tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan
antara pengumuman pertama dan kedua.
(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat (2) dengan
persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2) dan
tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir,gugatan diterima tanpa hadimya tergugat,
kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.
Pasal 28
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3)
panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 29
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga
Ke daftar isi
kembali
kembali
349
Redesign Drs. SAHERUDIN
puluh) hari setelah diterimanya berkas/surat gugatan perceraian.
(2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan perceraian perlu
diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan tersebut oleh
penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat (3),
sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada
Kepaniteraan Pengadilan.
Pasal 30
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri atau
mewakilkan kepada kuasanya.
Pasal 31
(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada
setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru
berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah
diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.
Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan
dalam sidang tertutup.
Pasal 34
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak
saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai
Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 35
(1) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban
mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud Pasal
34 ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap/yang telah
dikukuhkan, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat ditempat perceraian itu
terjadi, dan Pegawai Pencatat mendaftar putusan perceraian dalam sebuah daftar
yang diperuntukkan untuk itu.
(2) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda dengan daerah
Ke daftar isi
350
Redesign Drs. SAHERUDIN
hukum Pegawai Pencatat dinana perkawinan dilangsungkan, maka satu helai
salinan putusan dimaksud ayat (1) yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap/telah dikukuhkan tanpa bermeterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat
tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat
pada bagian pinggir dari daftar catatan perkawinan, dan bagi perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri, salinan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat di
Jakarta.
(3) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi tanggung
jawab Panitera yang bersangkutan apabila yang demikian itu mengakibatkan
kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya.
Pasal 36
(1) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) had setelah perceraian
diputuskan menyampaikan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap itu kepada Pengadilan Negeri untuk dikukuhkan.
(2) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan kata-kata
"dikukuhkan" dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap
dinas pada putusan tersebut.
(3) Panitera Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah diterima
putusan dari Pengadilan Agama, menyampaikan kembali putusan itu kepada
Pengadilan Agama.
BAB VI
PEMBATALAN PERKAWINAN
Pasal 37
Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.
Pasal 38
(1) Permohonan pembatalan suatu perkawinan diajukan oleh pihak-pihak yang berhak
mengajukannya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau
isteri.
(2) Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sesuai dengan
tatacara pengajuan gugatan perceraian.
(3) Hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan pembatalan perkawinan dan
putusan Pengadilan, dilakukan sesuai dengan tatacara tersebut dalam Pasal 20
sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
WAKTU TUNGGU
Ke daftar isi
351
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 39
(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
Undang-undang ditentukan sebagai berikut:
a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130
(seratus tiga puluh) hari
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90
(sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90
(sembilan puluh) hari;
c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu
tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian
sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi
hubungan kelamin.
(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung
sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu
dihitung sejak kematian suami.
BAB VIII
BERISTERI LEBIHDARI SEORANG
Pasal 40
Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.
Pasal 41
Pengadilan kemudian memeriksa mengenai :
a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah:
- bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
- bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
b. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis.
apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus
diucapkan didepan sidang pengadilan.
c. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
i. surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda-tangani oleh
bendahara tempat bekerja; atau
ii. surat keterangan pajak penghasilan; atau
iii. surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan;
d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri
dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam
bentuk yang ditetapkan untuk itu.
Ke daftar isi
352
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 42
(1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan 41,
Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan.
(2) Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan beserta lampiran-
lampirannya.
Pasal 43
Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri
lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk
beristeri lebih dari seorang.
Pasal 44
Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami
yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang
dimaksud dalam Pasal 43.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka:
a Barang siapa yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 3, 10 ayat (3),
40 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya
Rp.7.500,-(tujuh ribu lima ratus rupiah):
b. Pegawai Pencatat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 6, 7, 8, 9,
10 ayat (1), 11, 13, 44 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp.7.500.- (tujuh ribu lima ratus rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) diatas merupakan pelanggaran.
BAB X
PENUTUP
Pasal 46
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka
ketentuan-ketentuan lainnya yang berhubungan dengan pengaturan tentang
perkawinan dan perceraian khusus bagi anggota Angkatan Bersenjata diatur lebih
lanjut oleh Menteri HANKAM/PANGAB.
Pasal 47
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka ketentuan-ketentuan peraturan
Ke daftar isi
353
Redesign Drs. SAHERUDIN
perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur di dalam
Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 48
Petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang masih dianggap perlu untuk kelancaran
pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini. diatur lebih lanjut oleh Menteri Kehakiman,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, baik bersama-sana maupun dalam
bidangnya masing-rnasing.
Pasal 49
(1) Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975:
(2) Mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini. merupakan pelaksanaan secara efektif
dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya. memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta. Pada Tanggal 1 April 1975
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
SOEHARTO JENDERAL TNI
Diundangkan Di Jakarta. Pada Tanggal 1 April 1975
MENTERUSEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
Ttd.
SUDHARMONO. SH.
LEMBARAN NE GARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1975
Ke daftar isi
354
Redesign Drs. SAHERUDIN
BUNYI PASAL RUJUKAN LAINNYA
Pasal 45 A
Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau
permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat
diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya
tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.
Pasal 46
(1) Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan
melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya,
dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan
Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon.
(2) Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada
permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang
berperkara dianggap telah menerima putusan.
(3) Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1) mencatat
permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta
permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.
(4) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi
terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara
tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak
lawan.
Pasal 47
(1) Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori
kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas)
hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.
(2) Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan
tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori
kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu
selambat -lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
(3) Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi
kepada Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
kembali
kembali
(kembali)
Ke daftar isi
355
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 72
(1) Setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama
menerima permohonan peninjauan kembali, maka Panitera berkewajiban untuk
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau mengirimkan
salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon, dengan maksud :
a. dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b agar pihak lawan mempunyai
kesempatan untuk mengajukan jawabannya;
b. dalam hal permohonan peninjauan kembali didasarkan atas salah satu alasan yang
tersebut Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat diketahui.
Ayat 2
(2) Tenggang waktu bagi pihak lawan untuk mengajukan jawabannya sebagaimana
dimaksudkan ayat (1) huruf a adalah 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya
salinan permohonan peninjauan kembali.
Ayat 3
(3) Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan yang memutus
perkara dalam tingkat pertama dan pada surat jawaban itu oleh Panitera dibubuhi
cap, hari serta tanggal diterimanya jawaban tersebut, yang salinannya disampaikan
atau dikirimkan kepada pihak pemohon untuk diketahui.
Ayat 4
(4) Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh
Panitera dikirimkan kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari.
Isi Sema No. 1 tahun 2011
1. Pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara Perdata sudah harus
menyediakan salinan putusan untuk para pihak dalam waktu 14 (empat belas) hari
kerja sejak putusan diucapkan. Karena salinan putusan dalam perkara Perdata
dikenakan biaya PNBP, maka penyampaian salinan putusan tersebut harus atas
permintaan pihak yang bersangkutan;
2. Untuk perkara Pidana Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan
kepada Terdakwa atau Penasihat Hukumnya, Penyidik dan Penuntut Umum,
kecuali untuk perkara cepat diselesaikan sesuai dengan ketentuan KUHAP ;
3. Petikan Putusan Perkara Pidana diberikan kepada Terdakwa, Penuntut Umum
dan Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Permasyarakatan segera setelah
Putusan diucapkan ;
4. Apabila Pengadilan tidak melaksanakan ketentuan tersebut di atas, maka Ketua
Pasal 2 kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
356
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pengadilan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku ;
Pasal 128 UU No. 11 Tahun 2006
(1) Peradilan syari’at Islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan nasional
dalam lingkungan peradilan agama yang dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yang
bebas dari pengaruh pihak mana pun.
(2) Mahkamah Syar’iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama
Islam dan berada di Aceh.
(3) Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum
keluarga), muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) yang
didasarkan atas syari’at Islam.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga),
muamalah (hukum perdata), dan jinayah (hukum pidana) sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Qanun Aceh.
Pasal 49
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang -orang yang beragama
Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. waris;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.
Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lai n dalam perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa
tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang subjek hukumnya antara orang- orang yang beragama Islam , objek
sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama - sama perkara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
357
Redesign Drs. SAHERUDIN
Penjelasan Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus
memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek
sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orangorang yang
beragama Islam.
Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian
sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainny a tersebut
sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di
pengadilan agama.
Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan
lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama,
sengketa di pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang
diajukan ke pe ngadilan di lingkungan Peradilan Umum.
Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jik a pihak yang berkeberatan telah
mengajukan bukti ke pengadilan agama bahwa telah didaftarkan gugatan di
pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di pe
ngadilan agama.
Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan
objek sengketa yang diajukan keberatannya, pengadilan agama tidak perlu
menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud
Angka 39
Penjelasan Pasal 49
Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi dibidang perbankan syari'ah,
melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya.
Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam " adalah
termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan 337 diri
dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi
kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau
berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan
menurut syari'ah, antara lain:
1. izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluhsatu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus
ada perbedaan pendapat;
3. dispensasi kawin;
4. pencegahan perkawinan;
5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. pembatalan perkawinan;
kembali
kembali
Ke daftar isi
358
Redesign Drs. SAHERUDIN
7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. perceraian karena talak;
9. gugatan perceraian;
10. penyelesaian harta bersama;
11. penguasaan anak-anak;
12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekasistri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. putusan tentang sa h tidakny a seorang anak;
15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. pencabutan kekuasaan wali;
17. penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut;
18. penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18
(delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di
bawah kekuasaannya;
20. penetapan asal -usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan
yang lain.
Pasal 13
(1) Dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan
arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter,
Ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase.
(2) Dalam suatu arbitrase ad–hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan
seorang atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk seorang arbiter atau lebih dalam rangka
penyelesaian sengketa para pihak.
Pasal 14
(1) Dalam hal para pihak telah bersepakat bahwa sengketa yang timbul akan diperiksa
dan diputus oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu
kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal.
(2) Pemohon dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mailatau dengan buku
ekspedisi harus mengusulkan kepada pihak termohon nama orang yang dapat
diangkat sebagai arbiter tunggal.
(3) Apabila dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah termohon menerima
usul pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) para pihak tidak berhasil
menentukan arbiter tunggal, atas permohonan dari salah satu pihak, Ketua
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
359
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter tunggal.
(4) Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter tunggal berdasarkan daftar
nama yang disampaikan oleh para pihak, atau yang diperoleh dari organisasi atau
lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dengan
memperhatikan baik rekomendasi maupun keberatan yang diajukan oleh para
pihak terhadap orang yang bersangkutan.
Pasal 95 KHI
1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan
Pemerintah No. 9 t ahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan
atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah
satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta
bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya.
2. Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk
keperluan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.
Pasal 96 KHI
1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak
pasangan yang hidup lebih lama.
2. Pembangian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau
suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang
hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama.
Pasal 60B UU No. 50/2009
(1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
(2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadi lan yang tid ak mampu.
(3) Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelur ahan tem pat domis ili yang
bers angkutan.
Pasal 4 Perma No. 1 tahun 2002
Untuk mewakili kepentingan Hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak
dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok;
Pasal 8 Perma No. 1 tahun 2002
(1) Setelah pemberitahuan dilakukan oleh wakil kelompok berdasarkan persetujuan
hakim, anggota kelompok dalam jangka waktu yang ditentukanoleh hakim diberi
kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok dengan mengisi
formulir sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung ini;
(2) Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan
kelompok, secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan perwakilan
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
360
Redesign Drs. SAHERUDIN
kelompok yang dimaksud.
Pasal 9 Perma No. 1 Tahun 2002
Dalam hal gugatan ganti rugi dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi
secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme
pendistribusian ganti rugi dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil
kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban
melakukan pemberitahuan atau notifikasi.
BAB V
PERDAMAIAN DI TINGKAT BANDING, KASASI, DAN PENINJAUAN KEMBALI
Pasal 21
(1) Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian
terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan
kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding,
kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.
(2) Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara
tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.
(3) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera memberitahukan kepada
Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua Mahkamah Agung
tentang kehendakpara pihak untuk menempuh perdamaian.
(4) Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi, dan
peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa di tingkat banding, kasasi, dan
peninjauan kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan
selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang
kehendak para pihak menempuh perdamaian.
(5) Jika berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali belum dikirimkan,
Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman
berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali untuk member!
kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.
Pasal 22
(1) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) berlangsung
paling lama. 14 (empat betas) hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para
pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama.
(2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan di
pengadilan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama atau di tempat lain
atas persetujuan para pihak.
(3) Jika para pihak menghendaki mediator, Ketua Pengadilan Tingkat pertama yang
bersangkutan menunjuk seorang hakim atau lebih untuk menjadi mediator.
(4) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak boleh berasal dari majelis
hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan pada Pengadilan Tingkat
Pertama, terkecuali tidak ada hakim lain pada Pengadilan Tingkat Pertama
tersebut.
kembali
kembali
Ke daftar isi
361
Redesign Drs. SAHERUDIN
(5) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat mengajukan
kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis hakim tingkat banding,
kasasi, atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. ,
(6) Akta perdamaian ditandatangani oleh majelis hakim banding, kasasi, atau
peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak dicatat dalam register induk perkara.
(7) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) peraturan ini,
jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian yang telah diteliti oleh Ketua
Pengadilan Tingkat Pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama dan para pihak menginginkan perdamaian tersebut dikuatkan
dalam bentuk akta perdamaian , berkas dan kesepakatan perdamaian tersebut
dikirimkan ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung.
Pasal 17 UU No. 48 tahun 2009
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau
istrimeskipun telah bercerai, dengan ketua, salah s eorang hakim anggota, jaksa,
advokat, atau panitera.
(4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan
pihak yang diadili atau advokat.
(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia
mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang
sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak
yang berperkara.
SURAT EDARAN
NOMOR 6 TAHUN 1994
Untuk menciptakan keseragaman dalam hal pemahaman terhadap Surat Kuasa
Khusus yang diajukan oleh para pihak beperkara kepada Badan-badan Peradilan,
maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut:
1. Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-undang harus dicantumkan
dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu,
misalnya:
a. dalam perkara perdata harus dengan jelas disebutantara A sebagai Penggugat
dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang
tertentu dan sebagainya.
b. Dalam perkara pidana harus dengan jelas menyebutPasal-pasal KUHAP yang
didakwakan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap.
2. Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut
mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa
khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalamkasasi, tanpa
diperlukan suatu surat khusus yang baru.
kembali
kembali
Ke daftar isi
362
Redesign Drs. SAHERUDIN
Demikian untuk diperhatikan.
Pasal 126 KHI
Li‟an ter jadi karena suami menuduh isteri berbuat zinah dan atau mengingkari anak
dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya, sedangkan isteri menolak
tuduhan dan atau pengingkaran tersebut.
SURAT EDARAN
NOMOR 7 TAHUN 2001
Sehubungan dengan banyaknya laporan dari para Pencari Keadilan dan dari
Pengamatan Mahkamah Agung, bahwa perkara-perkara perdata yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dieksekusi (Non executable) karena
objek perkara atas barang-barang tidak bergerak (misalnya: sawah, Tanah
Perkarangan dan sebagainya) tidak sesuai dengan diktum putusan, baik mengenai
letak, luas, batas-batas maupun situasi pada saat dieksekusi akan dilaksanakan,
sebelumnya tidak pernah dilakukan Pemeriksaan Setempat atas Obyek Perkara.
Dengan ini Mahkamah Agung meminta perhatian Ketua/Majelis Hakim yang memeriksa
perkara perdata tersebut:
1. Mengadakan Pemeriksaan Setempat atas objek perkara yang perlu dilakukan oleh
Majelis Hakim dengan dibantu oleh Panitera Pengganti baik atas inisiatif Hakim
karena merasa perlu mendapatkan penjelasan/keterangan yang lebih rinci atas
obyek perkara maupun karena diajukan ekspesi atau atas permintaan salah satu
pihak yang berperkara.
2. Apabila dipandang perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat
pula dilakukan Pengukuran dan Pembuatan Gambar Situasi Tanah/Obyek Perkara
yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Setempat dengan biaya
yang disepakati oleh kedua belah pihak, apakah akan ditanggung oleh Penggugat
atau dibiayai bersama dengan Tergugat.
3. Dalam melakukan Pemeriksaan Setempat agar diperhatikan ketentuan Pasal 153
HIR/180 RBg., dan Petunjuk Mahkamah Agung Tentang Biaya Pemeriksaan
Setempat (SEMA Nomor: 5 Tahun 1999 Point 8) dan Pembuatan Berita Acara
Pemeriksaan Setempat.
SURAT El/ARAN
Nomor : 2 Tatum 1962
Berhubung dengan laporan yang diterima oleh Mahkatnah Agung, bahwa pernah terjadi
seorang juru sita dari suatu Pengadilan Negeri dalam melaksanakan perintah Kepala
Pengadilan Negeri untuk mclakukan sita atas barang-barang yang tidak bergeerak - (misalnya:
sawah, tanah pekarangan, dsb.) - tidak pergi ke tempat dimana barang-barang itu terletak dan dengan
sendirinya tidak mencocokkan batas-batas dari barang-barang itu, akan tetapi penyitaan itu hanya
dilakukan di tempat kediaman orang yang menguasai barang-barang itu atau di tempat
kediaman lurah, hal mana membuka kemungkinan-kemungkinan dapat tcrjadinya
kekeliruan yang akan mengakibatkan keruwetan dalam perkaranya sendiri, maka dengan
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
363
Redesign Drs. SAHERUDIN
ini Mahkamah Agung menginstruksikan supaya Saudara mcmberi perintah kepada semua juru sita
yang berada di bawah pengawasan Saudara agar pcnyitaan itu selalu harus dilakukan di tempat
dimana barang-harang itu terletak dengan mencocokkan batas-batasnya dan dengan disaksikan oleh
Pamong Desa.
Selanjutnya apabila dalam melakukan pcnyitaan itu ternyata, bahwa batas-batas dari barang-
barang yang harus disita tidak cocok, maka hendaknya dalam hal yang sedemikian itu dibuat suatu
berita acara tidak terdapatnya barang-barang yang barus disita (proses verbaal van non-
be'vinding).
Pasal 95 KHI
1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan
Pemerintah No. 9 t ahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas
harta bersama tanpa adanya permohonan gugat an cerai, apabila salah satu
melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti
judi, mabuk, boros, dan sebagainya.
2. Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan
keluarga dengan izin Pengadilan Agama.
Pasal 50 UU No. 1 tahun 2004
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi
Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b. uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c. barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah
maupun pada pihak ketiga;
d. barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e. barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk
penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pasal 32 UU No. 18 Tahun 2003
(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah
diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai
Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku masih dalam prose s penyelesaian, diberlakukan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
(3)Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia
(IKA DIN), A sosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
(IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
364
Redesign Drs. SAHERUDIN
Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia
(APSI).
(4)Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang- Undang ini,
Organisasi Advokat telah terbentuk.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Telah dilakukan Hak Uji Materi di MK dengan PutusanMK Nomor 49/PUU-VIII/2010,
tanggal 22 September 2010
Dengan ketentuan:
- Pasal 22 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia adalah sesuai dengan UUD 1945 secara bersyarat (conditionally
constitutional), yaitu konstitusional sepanjang dimaknai ”masa jabatan Jaksa Agung
itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden RI dalam satu periode
bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan”
- Pasal 22 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai ”masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan
berakhirnya masa jabatan Presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa
jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden
dalam periode yang bersangkutan”.
Pasal 1 UU No. 42 tahun 1999
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.
Pasal 29 UU No. 42 tahun 1999
(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
oleh Penerima Fidusia.
b. penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima
Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
365
Redesign Drs. SAHERUDIN
Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalama ayat (1) huruf c dilakukan
setelah lewat waktu 1 (satu) bulansejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi
dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang tersebar di daerah yang
bersangkutan.
Sema No. 9 tahun 1964
pendapat yang dimaksudkan dalam sub C ditentang dengan alasan bahwa dalam
Pasal 125 H.I.R. dimuat perkataan-perkataan : "ten dage dienende", yang diartikan
"hari sidang pertama". Akan tetapi alasan itu tidaklah kuat, dari sebab perkataan-
perkataan : "ten dage dienende" dapat berarti juga : "ten dage det de zaak dient",
dan dalam hal ini "hari ini' dapat berarti tidak saja hari sidang ke- I, akan tetapi
juga hari sidang ke-2 dan sebagainya.
Selain dari pada itu, apabila perkara ditunda, sebagaimana yang
dimaksudkan dalam sub B. dan tergugat tidak hadir lagi, maka timbul pertanyaan
: apakah putusan Hakim pada sidang ke-2 itu adalah suatu putusan contradictair?
Pertanyaan tersebut harus dijawab dengan "tidak", oleh karena putusan itu tidak
menjumpai contradictie alias tegenspraak. Jadi kesimpulan dari pada yang
diuraikan di atas ialah sebagai berikut, yakni bahwa putusan verstek dapat
diberikan pada sidang ke-2 dan seterusnya ;
SURAT EDARAN
NOMOR 3 TAHUN 2000
1. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengkajian sccara tcliti dan cermat oleh
Mahkamah Agung tentang Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) dan
Putusan Provisionil yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Agama berdasarkan Pasal 180 ayat (I) Reglemen Indonesia Yang di Perbaharui
(HIR) dan Pasal 191 ayat (1) Reglemen Hukum Acara Untuk Luar Jawa - Madura
(RBg), Mahkamah Agung memperoleh fakta-fakta sebagai berikut:
a. Putusan Serta Merta dikabulkan berdasarkan bukti-bukti yang keautentikannya
dibantah oleh Pihak Tergugat dengan bukti yang juga autcntik.
b. Hakim tidak cukup mcmpertimbangkan atau tidak memberikan pertimbangan
hukum yang jelas dalam hal mcngabulkan petitum tentang Putusan Yang Dapat
Dilaksanakan Terlebih Dahulu (serta merta) dan tuntutan Provisionil.
c. Hampir terhadap setiap jenis perkara dijatuhkan Putusan Serta Mcrta olch
Hakim, sehingga menyimpang dari ketentuan Pasal 180 ayat (I) Reglemen
Indonesia Yang di Perbaharui (HIR) dan Pasal 191 ayat (I) Reglemen Hukum
Acara Luar Jawa-Madura (R13g).
d. Untuk melaksanakan Putusan Serta Merta dan Putusan Provisionil, Ketua
kembali
kembali
Ke daftar isi
366
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama meminta persetujuan ke
Pengadilan Tinggi dan Pcngadilan Tinggi Agama tanpa disertai dokumen surat-
surat pendukung.
e. Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama tanpa meneliti secara cermat
dan sungguh-sungguh faktor-faktor ethos, pathos, logos serta dampak sosialnya
mengabulkan permohonan Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan
Agama untuk melaksanakan Putusan Serta Merta yang dijatuhkan.
f. Kerua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama serta para Hakim
mengabaikan sikap hati-hati dan tidak mcngindahkan SEMA No.16 Tahun 1969,
SEMA No.3 Tahun 1971, SEMA No.3 Tahun 1978 dan Buku II tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan serta Pasal 54 Rv.
Sebelum menjatuhkan Putusan Serta Merta dan mengajukan permohonan izin
untuk melaksanakan Putusan Serta Merta.
2. Berdasarkan hal-hal tcrsebut, Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan Pasal 32 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung memandang perlu untuk mengatur kembali tentang penggunaan lembaga
Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad) bcrdasarkan Pasal 180 ayat (I)
Reglemen Indonesia Yang di Perbaharui (HIR) dan Pasal 191 ayat (I) Reglemen
Hukum Acara Untuk Luar Jawa - Madura (RBg).
3. Sehubungan dengan itu, Mahkamah Agung memerintahkan kepada Para Ketua
Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama serta Para Hakim Pengadilan
Negeri dan Hakim Pengadilan Agama untuk mempertimbangkan, memperhatikan
dan mentaati dengan sungguh-sungguh syarat-syarat yang harus dipenuhi
sebelum mengabulkan tuntutan Putusan Serta Mcrta (Uitvorbaar Bij Voorraad) dan
Purusan Provisionil sebagaimana diuraikan dalam Pasal 180 ayat (1) Reglemen
Indonesia Yang di Perbaharui (H1R) dan Pasal 191 ayat (1) Reglemen Hukum
Acara Untuk Luar Jawa - Madura (RBg) serta Pasal 332 Rv.
4. Selanjutnya, Mahkamah Agung memberikan petunjuk,yaitu Ketua Pengadilan
Negeri, Ketua Pengadilan Agama, para Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim
Pengadilan Agama tidak menjatuhkan Putusan Serta Merta, kecuali dalam hal-hal
sebagai berikut:
a. Gugatan didasarkan pada bukti surat auntentik atau surat tulisan tangan
(handschrift) yang tidak dibantah kebenaran tentangisi dan tanda tangannya,
yang menurut Undang-undang tidak mempunyai kekuatan bukti.
b. Gugatan tentang Hutang - Piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak
dibantah.
c. Gugatan tentang sewa-menyewa tanah, rumah, gudang dan lain-lain, di mana
hubungan sewa menyewa sudah habis/lampau, atau Penyewa terbukti
melalaikan kewajibannya sebagai Penyewa yang beritikad baik.
d. Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta perkawinan (gono-gini)
setelah putusan mengenai gugatan cerai mempunyai kekuatan hukum tetap.
e. Dikabulkannya gugatan Provisionil, dengan pertimbangan agar hukum yang
tegas dan jelas serta memenuhi Pasal 332 Rv.
f. Gugatan berdasarkan Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in
kracht van gewijsde) dan mempunyai hubungan dengan pokok gugatan yang
diajukan.
Ke daftar isi
367
Redesign Drs. SAHERUDIN
g. pokok sengketa mengenai bezitsrecht.
5. Setelah Putusan Serta Merta dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri atau Hakim
Pengadilan Agama, maka selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
diucapkan, turunan putusan yang sah dikirimkan ke Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Tinggi Agama.
6. Apabila Penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan
Ketua Pengadilan Agama agar Putusan Serta Merta danPutusan Provisionil
dilaksanakan, maka permohonan tersebut beserta berkas perkara selengkapnya
dikirim ke Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Tinggi Agama disertai pendapat dari
Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan.
7. Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/objek eksekusi,
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain, apabila ternyata di
kemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat
Pertama.
8. Terhitung sejak diterbitkannya Surat Edaran ini,maka SEMA No.16 Tahun 1969,
SEMA No.3 Tahun 1971, SEMA No.3 tahun 1978 serta SEMA yang terkait
dinyatakan tidak berlaku lagi.
9. Diperintahkan kepada Saudara agar petunjuk ini dilaksanakan secara sungguh-
sungguh dan penuh tanggung jawab, dan apabila ternyata ditemukan
penyimpangan dalam pelaksanaannya, maka Mahkamah Agung akan mengambil
langkah tindakan terhadap Pejabat yang bersangkutan.
SURAT EDARAN
NOMOR 4 TAHUN 2001
Dalam rangka memenuhi tuntutan reformasi, Pimpinan Mahkamah Agung memandang
perlu menegaskan kembali kepada para Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua
Pengadilan Agama di seluruh Indonesia agar lebih meningkatkan tanggung jawab dan
tanggap terhadap tuntutan dan perkembangan masyarakat yang menginginkan hal-hal
seperti pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) atau kejahatan yang
menyangkut kepentingan publik pada umumnya.
Selanjutnya, akhir-akhir ini Pimpinan Mahkamah Agung makin banyak menerima
tuntutan, keluhan mengenai putusan atau eksekusi putusan serta merta (Uitvoerbaar bij
Voorraad) dan Provisionil.
Berhubung dengan hal tersebut, sekali lagi ditegaskan agar Majelis Hakim yang
memutus perkara serta merta hendaknya berhati-hati dan dengan sungguh-sungguh
memperhatikan dan berpedoman pada surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3
Tahun 2000 tentang putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) dan Provisionil
terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan putusan serta merta(Uitvoerbaar bij
Voorraad) tersebut.
Setiap kali akan melaksanakan putusan serta merta (Uitvoerbaar bij Voorraad) harus
disertai penetapan sebagaimana diatur dalam butir 7 SEMA No.3 tahun 2000 yang
menyebutkan:
"Adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengannilai barang/objek eksekusi
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudikan
hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan Pengadilan TingkatPertama"
Tanpa jaminan tersebut, tidak boleh ada pelaksanaanputusan serta merta. Lebih lanjut
kembali
Ke daftar isi
kembali
368
Redesign Drs. SAHERUDIN
apabila Majelis akan mengabulkan permohonan serta merta harus memberitahukan
kepada Ketua Pengadilan.
Demikian agar diperhatikan dan dilaksanakan dengan tanggung jawab.
SURAT EDARAN
Nomor : 01 Tahun 2010
Untuk adanya sinkronisasi antara hasil Rakernas taliun 2009 di Palembang dengan
Pedoman yang dirumuskan dalam Buku II Edisi 2007 terbitan 2009 tentang permintaan
bantuan eksekusi putusan perkara perdata atau yang lazim disebut eksekusi delegasi
sebagaimana diatur dalarn Pasal 195 ayat (2) s/d ayat (7) H1R atau Pasal 206 ayat (2)
s/d ayat (7) RBg. Mahkamah Agung mernandang perlu memberikan petunjuk-petunjuk
sebagai berikut .
1. Dalam hal eksekusi suatu putusan Pengadilan Negeri yang semula menangani
perkaranya dimintakan bantuan kepada Pengadilan Negeri lain diluar wilayah
hukumnya dimana obyek sengketa terletak. maka permintaan tersebut dituangkan
dalam suatu Penetapan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang meminta bantuan dan
selanjutnya oleh Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuan dengan suatu
Penetapan yang berisi perintah kepada Panitera atau Jurusita agar eksekusi
tersebut dijalankan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri
yang diminta bantuannya tersebut.
2 Dalam hal eksekusi tersebut pada angka 1 diatas, diajukan perlawanan baik dari
Pelawan. Tersita maupun dari pihak ketiga, maka perlawanan tersebut diajukan dan
diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Negeri yang diminta bantuannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 195 ayat (6) HIR atau Pasal 206 ayat (6) RBg.
3. Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi tersebut pada
angka 2 diatas ditangguhkan, maka yang berwenang menangguhkan atau tidak
menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua Pengadilan Negeri yang diminta
bantuannya, sebagai Pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa
dalam jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya
termasuk adanya penangguhan eksekusi tersebut (Pasal 195 ayat (5) dan ayat (7)
FUR atau Pasal 206 ayat (5) dan ayat (7) Reg)
4. Bahwa yang dimaksud dengan "Eksekusi dapat ditangguhkan oleh Ketua
PengadiIan Negeri yang memimpin eksekusi" pada halaman 102 dan 103 angka 8
dan 1, Buku II edisi 2007 terbitan 2009, adalah Ketua Pengadilan Negeri yang
diminta bantuannya. Pasal 195 ayat (3) dan ayat (4) HIR dan Pasal 206 ayat (4) dan
ayat (6) RBg menunjukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang diminta bantuan
bertindak memimpin eksekusi dan melakukan segala sesuatu yang berhubungan
dengan eksekusi tersebut. Ketua Pengadilan Negeri yang meminta bantuan cukup
mendapat laporan" tentang jatannya eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri yang
dimintakan bantuan.
5. Bahwa Eksekusi putusan sebagaimana tersebut pada angka 1 s/d 4 diatas, mutatis
mutandis bertaku pula terhadap Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama
kecuali telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 jo.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang
kembali
back
back
Ke daftar isi
369
Redesign Drs. SAHERUDIN
Peradilan Agama.
Demikian untuk diperhatikan.
Pasal 94 KHI
1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih
dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri .
2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri
lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat ber
langsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.
Pasal 73 KHI
Yang dapat mengaju kan permohonan pembatalan perkawinan adalah :
a. para keluarga dal am garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari sua mi
atau
isteri;
b. suami atau ister i;
c. pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan per kawinan menurut
Undang-undang.
d. para pihak yang ber kepent ingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun
dan
syarat perkawinan menurut hukum I slam dan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana tersebut dal am pasal 67
Pasal 7 KHI
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat di
ajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai
hal-hal yang berkenaan dengan :
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
(b) Hilangnya Akta Nikah;
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
(d) Adanyan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang
No. 1 Tahun 1974 dan;
(e) Perkawinan yang di lakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan
perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974;
(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri,
anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan
perkawinan itu
Pasal 41 UU KDRT
Pekerja sosial, relawan pendamping, dan/ atau pembimbing rohani wajib
memberikan pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling untuk
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
370
Redesign Drs. SAHERUDIN
menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban.
Pasal 158 KHI
Mut`ah wajib diberikan ol eh bekas suami dengan syarat :
a. belum ditetapkan mahar bagi isteri ba‟da al dukhul;
b. perceraian itu atas kehendak suami.
Pasal 159
M ut’ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada pasal 158
Pasal 160
Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.
Pasal 148 KHI
1. Seorang isteri yang mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk,
menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggalnya disertai alasan atau alasan-alasannya.
2. Pengadilan Agama selambat-lambatnya satu bulan memanggil isteri dan
suaminya untuk didengar ket erangannya masing-masing.
3. Dalam persidangan tersebut Pengadilan A gama memberikan penjelasan tentang
akibat khuluk, dan memberikan nasehat-nasehatnya.
4. Setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadl atau tebusan,
maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami
untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan A gama. Terhadap
penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.
5. Penyelesaian selanjutnya ditempuh sebagaimana yang diatur dalam pasal 131
ayat (5).
6. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan atau iwadl
Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa.
Pasal 99 KHI
Anak yang sah adalah :
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;
b. hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri
tersebut.
SURAT-EDARAN
Nomor: 3Tahun2005
tentang
Pengangkatan Anak
Berdasarkan pengamatan Mahkamah Agung dalam beberapa tahun terakhir ini
terlihat bahwa masih ada Hakim Pengadilan Negeri yang dalam memeriksa dan
memutus permohonan pengangkatan anak, khususnya permohonan pengangkatan
anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua Warga Negara Asing (Inter Country
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
371
Redesign Drs. SAHERUDIN
Adoption), tidak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983
tentang Penyempumaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 sehingga mengakibatkan
tidak terlindunginya hak anak yang merupakan hak asasi manusia, bahkan dapat
merendahkan martabat bangksa.
Selain itu, pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah terjadi bencana
gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Propinsi Sumatera Utara yang mengakibatkan banyak korban yang meninggal dunia
dan hilangnya harta benda. Keadaan ini menimbulkan keinginan sebagian anggota
masyarakat, baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing, untuk
mengangkat anak yang orang tuanya menjadi korban bencana tersebut baik yang telah
meninggal dunia ataupun yang belum diketahui nasibnya.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, Mahkamah Agung memandang
perlu untuk mengingatkan para Hakim pengadilan Negeri di seluruh Indonesia agar
memperhatikan dengan sungguh-sungguh:
1. Ketentuan dalam Pasal 39 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang dengan tegas menyatakan:
- Bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik
bagi anak.
- Bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat, dan bila asal usul anak tidak diketahui maka agama anak
disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
- Bahwa pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir (ultimun, remedium).
2. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan
Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 yang memberi petunjuk mengenai persyaratan,
bentuk permohonan, tatacara pemeriksaan dan bentuk putusan dari:
- Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua Warga
Negara Indonesia, maupun anak Warga Negara Asing oleh orang tua Warga
Negara Indonesia(Inter Country Adoption).
- Permohonan pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua Warga
Negara Asing (Inter Country Adoption).
3. Dalam rangka pengawasan oleh Mahkamah Agung, maka setiap salinan Penetapan
dan salinan Putusan Pengangkatan Anak agar juga dikirimkan kepada Mahkamah
Agung cq. Panitera Mahkamah Agung, selain kepada : Departemen Sosial,
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Jenderal Imigrasi,
Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan dan Kepolisian.
Demikian untuk dilaksanakan.
SURAT EDARAN
Nomor : 6 Tahun 1983
Tentang
Penyempurnaan Surat-Edaran
Nomor : 2 Tabun 1979
I . U M U M
Pengamatan Mahkamah Agung menghasilkan kesimpulan bahwa permohonan
kembali
Ke daftar isi
372
Redesign Drs. SAHERUDIN
pengesahan/pengangkatan anak yang diajukan kepada Pengadilan Negeri yang
kemudian diputus tampak kian hari kian bertambah. Baik yang merupakan suatu bagian
tuntutan gugatan perkara, maupun yang merupakan permohonan khusus pengesahan/
pengangkatan anak. Yang terakhir ini menunjukkan adanya perubahan/pergeseran/
variasi-variasi pada motif dasarnya.
Keadaan tersebut merupakan gambaran, bahwa kebutuhan akan Pengangkatan anak
dalam masyarakat makin bertambah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan
kepastian hukum untuk itu hanya didapat setelah memperoleh suatu putusan Pengadilan.
II. PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA INDONESIA OLEH WARGA
NEGARA ASING (BARAT) MERUPAKAN SUATU ULTIMATUM REMEDIUM,
KARENA ADANYA ASPEK KEAMANAN POLITIK DAN BUDAYA BANGSA.
1. dahulu hanya dikenal pengangkatan-pengangkatan anak di lingkungan
masyarakat adat (Penduduk Asli), baik dengan dasar memperoleh keturunan pancer
laki-laki atau tidak.
2. Setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaj i Pegawai Negeri Sipil yang memungkinkan pengangkatan anak
oleh seorang Pegawai Negeri, maka bertambah banyak para Pegawai Negeri
mengajukan permohonan pengangkatan anak yang bersifat administratif yang
kebanyakan terdorong oleh keinginan agar memperoleh tunjangan dari Pemerintah.
3. Di kota-kota besar banyak sekali terjadi perkara-perkara pengangkatan anak
baik yang terang orang tua kandungnya maupun yang tidak, yang dilakukan dengan
perantaraan yayasan-yayasan sosial.
4. Semula bagi yang dahulu termasuk lingkungan golongan penduduk Cina (Stb. 1917 No.
129) hanya dikenal adopsi terhadap anak-anak laki-laki dengan motif untuk memperoleh
keturunan laki-laki, tetapi setelah yurisprudensi tetap menganggap sah pula pengangkatan
anak perempuan, maka kemungkian bertambahnya permohonan semacam itu semakin
besar.
Undang-undang tentang Kewarga-negaraan RI (Undang-Undang No. 62 Tahun 1958)
merupakan suatu kesempatan yang dipergunakan oleh yang berkepentingan untuk
melakukan pengangkatan anak melalui ketentuan Pasal 2 Undang-undang tersebut yang
antara lain menyatakan bahwa anak asing yang belum berumur 5 tahun yang diangkat
oleh seorang warga-negara RI, memperoleh kewarganegaraan RI apabila
pengangkatan itu dinyatakan sah oleh Pengadilan Negeri (Pengangkatan anak
warga negara asing oleh orang tua angkat warga-negara Indonesia).
Meskipun persyaratan untuk memperoleh kewarga-negaraan Indonesia dengan jalan
pewarga-negaraan cukup rumit dan memakan banyak waktu, tetapi kenyataannya
nampak makin banyak permohonan pengangkatan anak-anak warga-negara Cina
oleh warga-negara Indonesia yang jelas lebih terdorong keinginan untuk mendapat
kewarga-negaraan Republik Indonesia, dari pada keninginan yang luhur yang pas
azasnya mendasari permohonan pengangkatan anak tersebut.
5. Bertambahnya kemungkinan bagi warga-negara Indonesia untuk bergaul dengan
warga-negara asing dalam kenyataannya telah menimbulkan hasrat dari pada warga-
negara asing (Barat) untuk mengangkat anak, maka makin banyak terjadi pengangkatan
anakanak Indonesia oleh warga-negara asing (Barat) yang menimbulkan permasalahan
pengangkatan anak antar negara ("Inter State") atau ("Inter Country") dan yang
kesemuanya dimintakan pengesahannya kepada Pengadilan Negeri.
Disamping itu sering dilupakan bahwa terutama dalam hal pengangkatan anak W.N.I. oleh
warga-negara asing, kepentingan negara dan bangsa ikut menentukan aspek-aspek keamanan
politik dan budaya bangsa dalam kerangka perkembangan Negara Pancasila lebih-
Ke daftar isi
373
Redesign Drs. SAHERUDIN
lebih dengan adanya ketentuan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945
sehingga Pengangkatan anak semacam itu seharusnya merupakan Ultimum
Remedium.
III. PENGANGKATAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM BIDANG
PENGANGKATAN ANAK TIDAK MENCUKUPI
1. Sebagaimana kita ketahui peraturan perundang-undangan yang ada di bidang
pengangkatan anak warga-negara Indonesia oleh warganegara asing ternyata tidak
mencukupi.
Juga merupakan kenyataan, bahwa cara pemeriksaan maupun bentuk serta isi
pertimbangan dalam putusan-putusan Pengadilan Negeri di bidang ini menunjukkan
adanya kekurangan-kekurangan yang tidak m enguntungkan.
Pada hal sangat diharapkan dari putusan-putusan Pengadilan tersebut disamping agar
dapat diperoleh pedoman-pedoman petunjukpetunjuk, arah serta kepastian
pada perkembangan lernbaga Pengangkatan anak ini , juga diharapkan agar
dalam hal pengangkatan-pengangkatan anak W.N.I. oleh warga-negara asing,
putusan-putusan Pengadilan semacam inimerupakan faktor determinant
(menentukan).
EUROPEAN CONVENTION ON THE ADOPTION OF CHILDREN, antara lain
menetapkan bahwa pengangkatan anak antar negara (Inter State, Inter Country
Adoption) dianggap sah atau sah sifatnya apabila dinyatakan oleh Pengadilan. Dengan
perkatan lain penetapan atau putusan Pengadilan merupakan syarat esensial
bagi sahnya pengangkatan anak.
2. Mahkamah Agung menjumpai banyak kasus yang telah diputus oleh beberapa
Pengadilan Negeri terutama di kota-kota besar, dalam putusan mana ternyata ada
kekurangan-kekurangan sebagai berikut:
2.1. Pemeriksaan di muka sidang dilakukan terlalu summier seolah-olah hanya
merupakan proforma saja, tanpa nampak adanya usaha untuk memperoleh
gambaran dari motif yang menjadi latar belakangnya.
Oleh karena itu dalam hal hanya didengar kedua pihak yaitu orang tua kandung
si-anak dan calon orang tua angkatnya diser tai sebuah akte notar is yang
ber isi perbuatan pengangkatan anak tersebut, sebenarnya meyimpang dari
pada dasar pandangan bahwa pengangkatan anak warga-negara Indonesia
oleh warga-negara asing seharusnya merupakan suatu Ultimum Remedium.
2.2. Pertimbangan hukum tidak sempurna karena natara lain:
2.2.1. tidak jelas norma hukum apa yang diterapkan.
2.2.2. tidak menonjolkan, bahwa kepentingan si talon anak angkat tersebut
yang harus diutamakan di atas kepentingan-kepentingan pihak-pihak
orang tua angkat dengan menekankan segi-segi kesungguhan, kerelaan,
ketulusan dan kesediaan menaggung segala konsekuensi dan akibat hukum
bagi semua pihak yang akan dihadapi setelah pangangkatan ank itu terjadi.
2.2.3. sering tidak diperhatikan bahwa dalam beberapa mum pengangkatan anak
(anak W.N.A. diangkat oleh W.N.I. atau sebaliknya) terdapat aspek-aspek
yang tidak kecil artinya bagi kepentingan negara kita sendiri yakni:
- kemungkinan berubahnya starus kewarga-negaraan talon anak angkat
yang bersangkutan serta kemungkinan penyelundupan secara legaal
terhadap ketentuan Pasal 2 UU No. 62 Tabun 1958 tentang kewarga-
negaraan RI.
- sering tidak dipahami, bahwa perbutan pengangkatan anak bukanlah suatu
perbuatan hukum yan dapat terjadi pada suatu saat seperti halnya
dengan penyerahan barang, melainkan merupakan suatu rangkaian
Ke daftar isi
374
Redesign Drs. SAHERUDIN
kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukan adanya
kesungguhan, cinta kasih dan kesadaran yang penuh akan segala akibat
selanjutnya dari pengangkatan anak tersebut bagi semua pihak yang
sudah berlangsung/berjalan untuk beberapa lama.
IV. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENERIMA, MEMERIKSA DAN
MENGADILI PERMOHONAN PENGESAHAN/ PENGANGKATAN ANAK
1. Pada garis besarnya permohonan-permohonan pengesahan/ Pengangkatan anak
yang tidak dimasukkan dalam suatu gugatan perdata dapat dibedakan antara:
A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak antar W.N.I.
B. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter Country Adoption).
2. A. Tentang Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar warga negara Indonesia.
Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-
permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I. diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
A. 1. Syarat dan bentuk surat permohonan (sifatnya voluntair).
1.1. Permohonan seperti ini hanya dapat diterima apabila telah ternyata ada
urgensi yang memadai.
Umpanya: Ada ketentuan-ketentuan undang-undang yang mengharuskan.
1.2. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat
dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di
Pengadilan Negeri atau permohonan secara tertulis.
1.3. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya.
Disamping itu pemohon dapat juga didampingi/dibantu seseorang (sesuai
pengertian dalam Pasal 123 RID).
Dalam hal didampingi/dibantu maka hal ini berarti pemohon/calon orang
tua angkat harus tetap hadir dalam pemeriksaan di persidangan.
Begitu juga meskipun pemohon memakai seorang kuasa namun ia wajib
hadir dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri.
1.4. Dibubuhi meterai secukupnya.
1.5. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat.
Catatan Penjelasan secara terperinci mengenai tempat tinggal/domisili anak
lihat lampiran.
A. 2. Isi surat permohonan.
2.1. Dalam bagian dasar hukum dari permohonan tersebut secara jelas
diuraikan dasar yang mendorong (motif) diajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak tersebut.
2.2. Juga harus nampak bahwa permohonan pengesahan Pengangkatan anak
itu dilakukan terutama untuk kepentingan calon anak yang
bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si-anak
setelah Pengangkatan anak terjadi.
2.3. Isi petitum bersifat tunggal:
Yakni: tidak disertai (in sarnenloop met) petitum yang lain.
Umpama : cukup dengan :
“agar si-anak dari B ditetapkan sebagai anak-angkat dari C"
atau
Ke daftar isi
375
Redesign Drs. SAHERUDIN
"agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pernohon (C)
terhadap anak B yang bernama A dinyatakan sah",
tanpa ditambah tuntutan lain seperti:
"agar ditetapkan anak bemama A tersebut, ditetapkan sebagai ahli waris dari C".
A. 3. Syarat-syarat bagi perbutan pengangkatan anak antar W.N.I. yang hams
dipenuhi antara lain sebagai berikut:
3.1. Syarat bagi calon orang tua angkat: (pemohon).
3.1.1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antar orang tua
kandung dengan orang tea angkat (private adoption) diperbolehkan.
3.1.2. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat
dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption)
diperbolehkan.
3.2. Syarat bagi calon anak yang diangkat :
3.2.1. Dalam hal calon anak angkat tersebut berada dalam asuhan
suatu yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis
Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan
bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak.
3.2.2. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang
dimaksud di atas harus pula mempunyai izin tertulis dari Menteri
Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan
untuk diserahkan sebagai anak angkat.
2. B. TENTANG PERMOHONANPENGESAHAN/PENGANGKATAN ANAK W.N.A.
OLEH ORANG TUA ANGKAT W.N.I. (Inter Country Adoption).
Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-
permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I.
(Inter Country Adoption) diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
B. 1. Syarat dan bentuk surat permohonan (sifatnya voluntair).
1.1. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat
dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan
Negeri atau permohonan secara tertulis.
1.2. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya.
Disamping itu pemohon dapat juga didampingi/dibantu seorang (sesuai
pengertian dalam hal Pasal 123 R1.D.).
Dalam hal didampingi/dibantu maka hal ini berarti pernohon/calon orang tua
angkat tetap harus hadir dalam pemeriksaan di persidangan.
Begitu juga meskipun pemohon memakai seorang kuasa, namun ia wajib hadir
dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri.
1.3. Dibubuhi meterai yang secukupnya.
1.4. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal/domisili anak W.N.A. yang akan diangkat.
Catatan : Penjelasan secara terperinci mengenai tempat tinggal/domisili anak
yang akan diangkat lihat lampiran.
B. 2. Isi surat Permohonan.
2.1. Dalam bagian dasar hukum dari permohonan tersebut secara jelas diuraikan dasar-
dasar yang mendorong (motif) diajukannya permohonan pengesahan/pengangkatan
anak tersebut.
Ke daftar isi
376
Redesign Drs. SAHERUDIN
2.2. Juga harus nampak bahwa permohonanlpengesahan pengangkatan anak itu
dilakukan terutama untuk kepentingan talon anak angkat W.N.A.
yang bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si-anak
setelah pengangkatan anak terjadi.
2.3. Isi petitum bersifat tunggal:
Yakni : tidak disertai (in samenloop met) petitum yang lain.
Umpama : cukup dengan
"agar si-anak dari B ditetapkan sebagai anak angkat dari C".
atau
"agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pemohon (C) terhadap
anak B yang bernama A dinyatakan sah",
tanpa ditambah tuntutan lain seperti :
"agar ditetapkan anak bernama A tersebut ditetapkan sebagai ahli waris dari C".
atau
"agar anak bernama A tersebut ditetapkan berwarganegara RI mengikuti
status kewarganegaraan ayah angkatnya bernama C tersebut.
B. 3. Syarat-syarat bagi perbuatan pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I.
(Inter Country Adoption) yang hams dipenuhi antara lain sebagai berikut :
3.1. Syarat bagi talon orang tua angkat W.N.I. (pemohon). 3.1.1. Pengangkatan anak W.N.A. harus dilakukan melalui suatu Yayasan
Sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa Yayasan
tersebut telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak,
sehingga pengangkatan anak W.N.A. yang langsung dilakukan antara orang
tua kandung W.N.A. dengan calon orang tua angkat W.N.I. (private
adoption) tidak diperbolehkan.
3.1.2. Pangangkatan anak W.N.A. oleh seorang W.N.I. yang tidak terikat dalam
perkawinan yang sah/ belum menikah (single parent adoption) tidak
diperbolehkan.
3,2. Syarat bagi calon anak angkat W.N.A. yang diangkat.
3.2.1. Usia calon anak angkat harus belum mencapai umur 5 tahun.
3.2.2. Disertai penjelasan tettulis dari Menteri Sosial Mau Pejabat yang
ditunjuk bahwa calon anak angkat W.N.A. yang bersangkutan
diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua
angkat W.N.I. yang bersangkutan.
2. C. TENTANG PERMOHONANIPENGANGKATAN ANA K W.N.I OLEH OTANG TUA
ANGKAT W.N.A. (Inter Country Adoption).
Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan W.N.A.
(Inter Country Adoption) diperhatikan hal-hal sebagai berikut : C. I. Syarat dan bentuk surat permohonan (sifatnya voluntair).
1.1. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat
dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan
Negeri atau permohonan secara tertulis.
1.2. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya.
Disamping itu pemohon dapat juga didampingi/dibantu seseorang (sesuai
pengertian dalam Pasal 123 RI.P.). Dalam hal didampingi/dibantu maka hal
ini berarti pemohon/calon orang tua angkat tetap harus hadir dalam pemeriksaan
di persidangan.
Ke daftar isi
377
Redesign Drs. SAHERUDIN
Begitu juga meskipun pemohon memakai seorang kuas, namun ia wajib hadir
dalam pemeriksaan sidang di Pengadilan Negeri.
1.3. Dibubuhi meterai secukupnya.
1.4. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal/domisili anak W.N.I. yang akan diangkat.
Catatan : Penjelasan secara terperinci mengenai tempat tinggal/domisili anak
yang akan diangkat lihat lampiran.
C. 2. Isi surat Permohonan.
2.1. Dalam bagian dasar hukum dan permohonan tersebut secara jelas diuraikan
dasar yang mendorong (motif) diajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak tersebut.
2.2. Juga hams nampak bahwa permohonan pengesahan/ pengangkatan anak
itu dilakukan terutama untuk kepentingan calon anak angkat
W.N.I. yang bersangkutan, dan digambarkan kemungkinan kehidupan hari
depan si anak setelah pengangkatan anak terjadi.
2.3. Isi petitum bersifat tunggal:
Yakni : tidak disertai (in samenloop met) petitum yang lain.
Umpama: cukup dengan:
"agar si-anak dari B ditetapkan sebagai anak angkat dari C",
atau
"agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh pemohon (C)
terhadap anak B yang bernama A dinyatakan sah", tanpa ditambah
tuntutan lain seperti:
"agar ditetapkan anak bemarna S tersebut ditetapkan sebagai ahli waris dari
C".
atau
"agar anak bermana A tersebut ditetapkan berwarganegara RI mengikuti
status kewarga-negaraan anak angkatnya bemama C tersebut".
C. 3. Syarat-syarat bagi perbutan pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat
W.N.A. (Inter Country Adoption) yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
3.1. Syarat bagi calon orang tua angkat W.N.A. (pemohon).
3.1.1. Harus telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya
3 tahun.
3.1.2. Harus disertai izin tertulis Menteri Sosial auat Pejabat yang ditunjuk bahwa
calon orang tua angkat W.N.A. memperoleh izin untuk mengajukan
permohonan pengangkatan anak seorang warga negara Indonesia.
3.1.3. Pengangkatan anak W.N.I. harus dilakukan melalui suatu yayasan
sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa yayasan
tersebut telah diizinkan bergerak dibidang kegiatan Pengangkatan anak,
sehingga pengangkatan anak W.N.I. yang berlangsung dilakukan
antara orang tua kandung W.N.I. dan calon orang tua angkat W.N.A.
(private adoption) tidak diperbolehkan.
3.1.4. Pengangkatan anak W.N.I. oleh seorang W.N.A. yang tidak terikat
dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption)
tidak diperbolehkan.
3.2. Syarat bagi calon anak angkat W.N.I. yang diangkat. 3.2.1. Usia calon anak angkat harus belum mencapai umur 5 tahun.
3.2.2. Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang
ditunjuk, bahwa calon anak angkat W.N.I. yang bersangkutan diizinkan
Ke daftar isi
378
Redesign Drs. SAHERUDIN
untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua angkat W.N.A.
yang bersangkutan.
3. PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
A. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-permohonan
Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I. diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengadilan Negeri mendengar langsung.
1.1. Calon orang tua angkat (suarni-isteri, orang yang belum menikah) sedapat
mungkin juga anggota keluarga yang terdekat lainnya (anak-anak orang tua
angkat yang telah besar).
Bila dianggap perlu, juga mereka yang menurut hubungan kekeluargaan
dengan talon orang tua angkat W.N.I. atau yang karena status sosialnya di
kernudian hari dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan anak untuk
selanjutnya. Umpama : ketua adat setempat RT, Lurah.
1.2. Orang tua yang sah/walinya yang sah/keluarganya yang berkewajiban
merawat, mendidik, dan membesarkan anak tersebut.
1.3. Badan/yayasan sosial yang telah mendapat izin dari Departemen Sosial/Pejabat
Instansi Sosial setempat untuk bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak,
kalau anak angkat warga-negara Indonesia tersebut berasal dari badan/yayasan
sosial (bukan private adoption).
1.4. Seorang Petugas/Pejabat Instansi Sosial setempat yang akan memberikan
penjelasan tentang latar belakang kehidupan sosial ekonomi anak yang
domohonkan untuk diangkat kalau anak angkat W.N.I tersebut berasal dari
badan/yayasan sosial (bukan private adoption).
1.5. Calon anak angkat kalau menurut umurnya sudah dapat diajak bicara.
1.6. Pihak Kepolisian setempat.
2. Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat bukti lain yang dapat menjadi
dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan antara lain sebagai
berikut :
Surat-surat bukti : 2.1. Surat-surat resmi tentang kelahiran dan :
2.1.1. Akte kelahiran, Akte kenal lahir yang ditanda tangani oleh Bupati atau
Walikota setempat. 2.1.2. Akte-akte, surat resmi Pejabat lainnya yang diperlukan (surat izin
Departemen Sosial).
2.2. Akte notaris, surat-surat dibawahtangan (korespondensi-korespondensi).
2.3. Surat-surat keterangan, Laporan Sosial, pernyataanpernyataan.
2.4. Surat keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat dan calon anak
angkat.
3. Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan di persidangan.
Surat-surat resmi tentang kelahiran dan : 3.1. Untuk inemperoleh gambaran yang sebenarnya tentang Tatar belakang/motif
dari pihak-pihak yang akan melepaskan anak (termasuk badan/yayasan sosial
dimana anak tersebut berasal) ataupun pihak yang akan menerima anak yang
bersangkutan sebagai anak angkat.
3.2. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan dan
kesadaran kedua belah pihak tersebut akan akibat-akibat dari perbuatan
hukum melepas dan mengangkat anak tersebut, hakim menjelaskan hal-hal
tersebut kepada kedua belah pihak.
3.3. Untuk mengetahui keadaaan ekonomi, kesadaran rumah tangga (kerukunan,
keserasian, kehidupan keluarga) serta cara mendidik dan mengasuh dari kedua
Ke daftar isi
379
Redesign Drs. SAHERUDIN
belah pihak calon orang tua angkat tersebut.
3.4. Untuk menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat (anak-
anak yang telah besar) dari kedua belah pihak orang tua tersebut.
3.5. Untuk mengadakan pemeriksaan setempat dimana calon anak angkat itu berada.
B. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-permohonan
Pengesahan/pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Pengadilan Negeri mendengar langsung. 1.1. Calon orang tua angkat W.N.I. (suami-isteri) dan orang tua kandung W.N.A.
sedapat mungkin juga anggota keluarga yang terdekat lainnya (anak-anak orang
tua angkat yang telah besar).
Bila dianggap perlu juga mereka yang menurut hubungan kekeluargaan
dengan orang tua W.N.I. atau yang status sosialnya dikemudian hari
dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan anak untuk
selanjutnya. Umpama ketua adat setempat Lurah.
1.2. Orang tua yang sah/walinya yang sah/keluarganya yang berkewajiban
merawat, mendidik dan membesarkan anak tersebut.
1.3. Badan/yayasan sosial yang telah mendapat izin dari Departemen
Sosial/Pejabat Sosial setempat untuk bergerak di bidang kegiatan
pengangkatan anak.
1.4. Seorang Petugas/Pejabat Instansi Sosial setempat yang akan memberi
penjelasan tentang latar belakang kehidupan sosial ekonomi anak yang
dimohonkan untuk diangkat.
1.5. Caton anak angkat kalau menurut urnurnya sudah dapat diajak bicara.
1.6. Petugas/Pejabat Imigrasi dan bilamana tidak ada pejabat imigrasi di suatu
daerah, petugas/pejabat tertentu dari Pemerintah Daerah yang ditunjuk untuk
mernberikan penjelasan tentang status Imigratur dari calon anak W.N.A. dan
atau/calon orang tua angkat W.N.I.
1.7. Pihak Kepolisian setempat.
2. Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat buktilain yang dapat menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan antara lain sebagi berikut
2.1. Surat-surat resmi tentang kelahiran dan lain-lain :
2.1.1. Akte kelahiran, akte kenal lahir yang ditanda tangani oleh Bupati atau
Walikota setempat. Dalam hal calon anak angkat lahir di luar
negeri, maka yang diperlukan sebagai surat bukti ialah akte
kelahiran yang sah menurut peraturan di negara asing surta bukti ialah
akte kelahiran yang sah menurut peraturan di negara asing
tersebut, yang diketahui oleh K.B.RI./Perwakilan RI. setempat.
2.1.2. Akte-akte, surat resmi pejabat lainya yang diperlukan (surat izin
Departemen Sosial).
2.2. Akte notaris, surat-surat dibawahtangan (korespondensi korespodensi).
2.3. Surat-surat keterangan, laporan sosial, pernyataanpernyataan.
2.4. Surat keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat W.N.I. dan
calon anak angkat W.N.A.
3. Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan di persidangan. 3.1. Untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang latar belakang/motif
dad pihak-pihak yang akan melepaskan anak angkat W.N.A. berasal,
ataupun pihak orang tua W.N.I.
3.2. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan dan
kesadaran kedua belah pihak akan akibat-akibat dad perbuatan hukum
Ke daftar isi
380
Redesign Drs. SAHERUDIN
melepas dan mengangkat anak tersebut, Hakim menjelaskan tersebut
kepada kedua belah pihak.
3.3. Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga (kerukunan,
keserasian, kehidupan keluarga) serta cara mendidik dan mengasuh dari kedua
calon orang tua angkat tersebut.
3.4. Untuk menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat
(anak-anak yang telah basal-) dari kedua orang tua angkat W.N.I. tersebut. 3.5. Untuk memperoleh ke terangan dari pihakDepartemen Luar Negeri,
Imigrasi dan Kepolisian setempat.
Catatan :
- Hal ini diperlukan agar penyeiundupan legaal terhadap ketentuan-
ketentuan Pasal 2 Undangundang Kewarganegaraan dapat dihindarkan. Di
sini nampak adanya faktor-faktor hukum publik dan mungkin faktor-faktor
keamanan negara.
- Terutama dalam pengangkatan seorang anak W.N.I. oleh orang tua angkat
W.N.A. diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang meyakinkan bahwa
hari kemudian dari anak yang diangkat tersebut akan lebih cerah dari
pada keadaan sekarang.
- Jangan dilupakan agar diteliti bahwa calon anak angkat harus berumur
dibawah 5 tahunThelum berumur 5 tahun sesuai dengan Pasal 2 ayat (1)
d a n P a s a l 1 7 s u b d . U n d a n g - u n d a n g Kewarganegaraan RI. No.
62 Tahun 1958.
- Disamping itu kepentingan dan martabat bangsa jangan dirugikan
jangan dirugikan karena Pengangkatan anak tersebut.
3.6. Untuk mengadakan pemeriksaan setempat dimana calon anak angkat
W.N.A. itu berada.
C. Dalam hal menerima, kemudian memeriksa dan mengadili Permohonan-
permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat
W.N.A. diperhatikan hal-hal sebagai berikut
1. Pengadilan Negeri mendengar langsung.
1.1. Calon orang tua angkat W.N.A. (suami isteri) dan orang tua kandung W.N.I.
1.2. Badan/yayasan sosial yang telah mendapat izin dari Departemen
Sosial/Pejabat Sosial setempat untuk bergerak di bidang kegiatan
pengangkatan anak tersebut.
1.3. Seorang Petugas/Pejabat Instansi Sosial setempat yang akan memberikan
penjelasan tentang latar belakang kehidupan sosial ekonomi anak W.N.I.
yang dimohonkan untuk diangkat oleh orang tua angkat W.N.A.
1.4. Calon anak angkat W.N.I. kalau menurut umurnya sudah dapat diajak
bicara.
1.5. Petugas/Pejabat Imigrasi dan bilamana tidak ada pejabat Imigrasi di suatu
daerah, petugas/pejabat tertentu dari Pemerintah Daerah yang ditunjuk
memberikan penjelasan tentang status lmigratur dari calon anak W.N.I. dan
atau/calon orang tua angkat W.N.A.
1.6. Pihak Kepolisian setempat.
2. Pengadilan Negeri memeriksa dan meneliti alat-alat bukti lain yang dapat
menjadi dasar permohonan ataupun pertimbangan putusan Pengadilan
antara lain sebagai berikut :
Surat-surat bukti :
2.1. Surat-surat resmi tentang kelahiran anak angkat W.N.I. dan lain-lain.
2.1.1. Akte kelahiran, akte kenal lahir yang ditanda tanagani oleh Bupati atau
Ke daftar isi
381
Redesign Drs. SAHERUDIN
Walikota setempat.
2.1.2. Akte-akte, surat resmi pejabat lainnya yang diperlukan (surat izin
Departemen Sosial).
2.2. Akte Notaris, surat-surat dibawah tangan (korespondensi-koresprodensi).
2.3. Surat-surat keterangan, Laporan Sosial, pernyataan-pernyataan.
2.4. Surat keterangan dari Kepolisian tentang calon orang tua angkat W.N.A.,
termasuk bahwa calon orang tua angkat W.N.A., tersebut telah berada dan
bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 tahun, dan talon aanak angkat
W.N.I. tersebut.
2.5. Surat-surat resmi tentang pribadi calon orang tua angkat W.N.A. 2.5.1. Surat nikah calon orang tua angkat. 2.5.2. Surat lahir mereka. 2.5.3. Surat keterangan kesehatan. 2.5.4. Surat keteranagan pekerjaan dan penghasilan talon orang tua angkat
(suami isteri).
2.5.5. Persetujuan atau izin untuk mengangkat anaklbayi Indonesia dari
Instansi yang berwenang dari negara asal orang tua angkat.
2.5.6. Surat keterangan atas dasar penelitian Social worker dari
Instansi/lembaga sosial yang berwenang dari negara asal calon orang
tua angkat W.N.A.
2.5.7. Surat pernyataan calon orang tua angkat W.N.A. bahwa mereka
tetap berhubungan dengan Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI.
setempat sungguhpun anak tersebut telah memperoleh
kewarganegaraan orang tua angkat W.N.A.-nya.
Catatan : Surat-surat 2.5.1. sld 2.5.7. harus didaftarkan dan dilegalisir
oleh Departemen Luar Negeri/Perwakilan RI di negara asal calon
orang tua angkat W.N.A. tersebut.
2.5.8. Surat-surat yang tersebut pada butir 2C. 3.1. (syarat-syarat bagi perbuatan
pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A.).
3. Pengadilan Negeri mengarahkan pemeriksaan dipersidangan :
3.1.Untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya tentang latar belakang/motif
dari pihak-pihak yang akan melepaskan anak angkat W.N.I. terrnasuk
badan/ yayasan sosial dari mana anak angkat W.N.1. tersebut berasal, ataupun
pihak orang tua angkat W.N.A.
3.2. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan dan
kesadaran kedua belah pihak akan akibat-akibat dari perbuatan hukum
melepas dan mengangkat anak tersebut. Hakim menjelaskan tersebut
kepada kedua belah pihak.
3.3. Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga (kerukunan,
keserasian, kehidupan keluarga) serta cara mendidik dan mengasuh dari kedua
calon orang tua angkat tersebut.
3.4. Untuk menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat
(anak-anak yang telah besar) dari kedua orang tua angkat W.N.A. tersebut.
3.5. Untuk memperoleh keterangan dari pihak Departemen Luar Negeri,
Imigrasi dan Kepolisian setempat.
Catatan :
- Terutama dalam pengangkatan seorang anak W.N.I., oleh orang tua angkat
W.N.A. diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang meyakinkan bahwa
hari kemudian dari anak yang akan diangkat tersebut akan lebih cerah
dari pada keadaan sekarang.
- Jangan dilupakan agar diteliti bahwa calon anak angkat harus berumur
dibawah 5 tahun/belurn berumur 5 tahun sesuai dengan Pasal 2 ayat (1)
dan Pasal 17 sub d. Undang-undang Kewarganegaraan RI No, 62 Tahun
Ke daftar isi
382
Redesign Drs. SAHERUDIN
1958.
- Disamping itu kepentingan dan martabat bangsa jangan dirugikan karena
pengangkatan anak tersebut.
3.6. Untuk mengadakan pemeriksaan setempat dimana calon anak angkat W.N.I.
itu berada. V. PUTUSAN TERHADAP PERMOHONAN-PERMOHONAN PENGESAHAN/ PENGANG-
KATAN ANAK.
A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I.
B. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.A oleh orang tua angkat W.N.I. (Inter
Country Adoption).
C. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A.
(Inter Country Adoption).
Mengenai hal :
A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak antar W.N.I.
1. Merupakan "PENETAPAN".
2. Amar Penetapan berbunyi sebagai berikut
MENETAPKAN :
1. Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon bernama
alamat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . terhadap anak laki-laki/perempuan bernama ...............................................umur/tanggal lahir....................................................
2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp.
.............................................................. Mengenai hal
A. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I.
(Inter Country Adoption).
DAN
B. Permohonan Pengesahan/Pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A.
(Inter Country Adoption). 1. Kedua-duanya merupakan "PUTUSAN ". 2. Sistimatik kedua jenis permohonan tersebut serupa dengan sistimatik putusan
dalam perkara gugatan perdata yang terdiri dari dua bagian :
TENTANG JALANNYA KEJADIAN.
TENTANG PERTIMBANGAN HUKU.
3. Isi Putusan.
3.1. Dalam bagian "TENTANG JALANNYA KEJADIAN" agar secara lengkap
dimuat pokok-pokok yang terjadi selama pemeriksaan dimuka sidang.
3.2. Dalam bagian "TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM" dipertimbangkan/ diadakan penilaian tentang.
3.2.1. motif yang mendasari/mendorong yang menjadi latar belakang mengapa disatu
pihak ingin melepaskan anak di lain pihak mengapa ingin mengadakan
pengangkatan.
3.2.2. keadaan kehidupan ekonomi, kehidupan rumah tangga (apakah rumah
tangga yang bersangkutan dalam keadaan harmonis), cara-cara pendidikan
yang diIakukan oleh kedua belah pihak orang tua yang bersangkutan.
3.2.3. kesungguhan, ketulusan, kerelaan, pihak yang melepaskan serta
kesadarannya akan akibat-akibatnya setelah pengangkatan itu
terjadi.
3.2.4. kesungguhan, ketulusan serta kerelaan pihak yang mengangkat
maupun kesadarannya akan akibat-akibat yang menjadi bebannya setelah
Ke daftar isi
383
Redesign Drs. SAHERUDIN
pengangkatan itu terjadi.
3.2.5. kesan-kesan yang diperoleh Pengadilan tentang kemungkinan hari depart
talon anak angkat W.N.I./W.N.A. yang bersangkutan, terutama
bilamana anak W.N.I. diangkat oleh orang tua angkat W.N.A. dipahami
anak tersebut akan lepas dari jangkauan Pemerintah RI.
4. Amar Putusan
1. Dalam hal pengangkatan anak W.N.A. oleh orang tua angkat W.N.I. amarnya berbunyi
sebagai berikut :
MENGADILI
1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama............................................... ............................................... umur/tanggal lahir.......................................... di ....................................... sebagai anak angkat dari suami isteri ........................ ............................alamat.........................................................................................
2. Menghukum pernohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar
Rp. .................................................................................
2. Dalam hal pengangkatan anak W.N.I. oleh orang tua angkat W.N.A. amarnya
berbunyi sebagai berikut :
MENGADILI
1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama.............................................. . ...................................umur/tanggal lahir ...................................................... di .......................... sebagai anak angkat dari suami isteri ....................................... ........................................... alamat..........................................................................
2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp. .......................................................................................
3. Salinan putusan pennohonan pengesahan/pengangkatan anak yang dimaksud
dalam V.A dikirimkan kepada pihak-pihak Departemen Sosial, Departemen
Kehakirnan, Dirjen Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan,
Kejaksaan, Kepolisian.
4. Salinan putusan permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang dimaksud
dalam V.B dan C dikirimkan kepada pihak-pihak : Departemen Sosial,
Departemen Kehakirnan, Dirjen Imigrasi, Departemen Luar Negeri,
Departemen Kesehatan, Kejaksaan, Kepolisian.
VI. LAMP1RAN :
Tentang penjelesan pengertian domisili dari Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang
penyempurnaan Surat Edaran No, 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak,
(butir IV.2.A.1.1.5),
(butir IV.2.B.1.1.4),
(butir IV.2.C.1.1.4),
merupakan suatu kesatuan dengan dan tidak dapat dipisahkan dari Surat Edaran No. 6
Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal
penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/pengangkatan anak
VII. Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979
perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak, mulai
berlaku sejak ditanda tangani.
Dengan berlakunya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan
Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan
Ke daftar isi
384
Redesign Drs. SAHERUDIN
pengesahan/pengangkatan anak, maka Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 tentang
pengangkatan anak tersebut dinyatakan tidak berlaku.
Terhadap semua permohonan yang telah diajukan sebelum berlakunya Surat Edaran No.
6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal
penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/ pengangkatan anak ini, akan tetapi
belum diputus diucapkan, tetap diperiksa den diadili dengan menerapkan Surat Edaran
No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal
penyempurnaan pemeriksaan pengesahan/pengangkatan anak ini.
Bilamana Hakim menganggap hal ini perlu maka permohonan pengesahan/pengangkatan
anak yang telah diajukan sebelum berlakunya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang
penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan
pemeriksaan pengesahan/pengangkatan anak ini, dapat dinyatakan : "tidak dapat
diterima", sehingga pemohon mempunyai kesempatan untuk melengkapi
permohonannya dan kemudian dapat diajukan kembali.
MAHKAMAH AGUNG - RI
Ketua,
cap/ttd.
MUDJONO
LAMPIRAN TENTANG
PENJELASAN PENGERTIAN DOMISILI DARI SURAT EDARAN No.
6 TAHUN 1983 TENTANG PENYEMPURNAAN SURAT EDARAN
No. 2 TAHUN 1979 PERIHAL, PENYEMPURNAAN PEMERIKSAAN
PERMOHONAN PENGESAHAN/PENGANGKATAN ANAK
( 1 V . 2 . A . 1 . 1 . 5 . , I V . 2 . B . I . I . 4 . , I V . 2 . C . I . I . 4 . )
I. Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 (MA/Pemb./0294/1979), perihal Pengangkatan anak,
tertanggal 7 April 1979 (butir III.A.1.1.4.) sebelum disempurnakan, menentukan agar
permohonan pengesahan/pengangkatan anak hendaknya :
"Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal/tempat kediaman anak yang hendak diangkat".
Meskipun demikian pada waktu itu masih selalu timbul kasus permohonan
pengesahan/pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon atau kuasanya kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang tidak meliputi wilayah hukum dimana anak yang akan
diangkat bertempat tinggal/tempat kediaman, hal mana bertentangan dengan Surat
Edaran No. 2 Tahun 1979 No. MA/Pernb./0294/1979, perihal Pengangkatan Anak,
tertanggal 7 April 1979 tersebut diatas.
II. Hal ini mengakibatkan juga kesulitan bagi instansi Pernerintah in cant Direktorat Jenderal
Imigrasi dalam hal pelayanan/pemberian pasport dan izin berangkat kepada anak warga
negara Indonesia yang diangkat sebagai anak oleh orang asing mengingat instruksi
Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PW.09.1981, khususnya butir I, yang
berbunyi sebagai berikut :
"Melarang mem berikan pasport dan exit permit kepada anak-anak warga negara
Indonesia yang diangkat oleh warga negara asing, apabila pengangkatan anak
tersebut tidak dilakukan oleh putusan Pengadilan Negeri yang di daerah hukunmya
meliputi tempat tinggal/tempat kediaman anak tersebut di Indonesia".
Ke daftar isi
385
Redesign Drs. SAHERUDIN
III. Oleh karena itu sehubungan dengan berlakunya Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang
penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan peineriksaan
permohonan pengesahan/pengangkatan anak (IV. 2.A .1.1.5., IV. 2.B.1.1.4.. IV.
2.C.1.1.4) Mahkamah Agung sekali lagi menegaskan agar permohonan
pengesahan/pengangkatan anak yang tidak diajukan kepada Pengadilan Negeri dalam
wilayah hukum mana anak tersebut bertempat tinggal/tempat kediaman, dinyatakan tidak
dapat cliterima atau pemohon dianjurkan untuk mencabut permohonannya dan mengajukan
kembali pada Pengadilan Negeri yang berwenang sesuai dengan Surat Edaran No. 6
Tahun 1983, tentang penyempurnaan penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979
perihal penyempurnaan pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak.
IV. Disamping itu Mahkamah Agung perlu memberi penjelasan dan petunjuk tentang pengertian
tempat tinggal/tempat kediaman anak angkat menurut Surat Edaran No. 6 Tahun 1983
tentang penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 perihal penyempurnaan
pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak tersebut seperti di bawah ini:
A. Pengertian tempat tinggal/ternpat kediaman anak yang dimaksud azasnya ialah :
Domisili anak dimana anak yang akan diangkat itu berada karena mengikuti domisili
orang tuanya.
Maksud tujuannya ialah agar Pengadilan Negeri dapat secara lebih seksama
menyelidiki keadaan si-anak untuk melindungi kepentingan anak tersebut dengan
pedoman kepada prinsip yang telah diterima baik dalam "European Conventian on
the Adoption of Children" (Konvensi Acloptie Den Haag Tahun 1965).
Konvensi ini didasarkan atas prinsip penerapan hukum yang berlaku di "tempat
tinggal/tempat kediaman biasa sehari-hari anak tersebut" (habitual residence, gewone
verblijfplaats).
Hal ini berarti bahwa ketentuan mengenai permohonan pengesahan/ pengangkatan anak
sekedar mengenai kompetensi relatif Pengadilan Negeri seperti yang diatur dalam Pasal
2 ayat (1) dan Pasal 17 sub d. Undang-undang No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan-RI tidak lagi dipergunakan.
B. Seperti yang diuraikan di atas istilah domisili atau tempat tinggal/ tempat kediaman
orang tua kandungnya (perhatikan Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 32 (2) dan Pasal 45). Disamping itu dalam kehidupan sehari-hari
terdapat keadaankeadaan dimana anak di bawah umur tersebut tidak selalu mengikuti
tempat tinggal/tempat kediaman orang tua kandungnya mengingat berbagai keadaan
yaitu:
1. Dalam hal suatu perkawinan sah dinyatakan putus karena perceraian oleh
Pengadilan, maka anak yang belum dewasa mengikuti tempat tinggal/tempat
kediaman walinya.
2. Dalam hal terjadi pemisahan meja dan tempat tidur maka anak yang belum
dewasa juga mengikuti tempat tinggal/tempat kediaman walinya.
3. Anak diluar nikah yang belum dewasa mengikuti tempat tinggal/ tempat
kediaman ibu kandungnya. 396
4. Anak yang belum dewasa yang dirawat, dididik dan dibesarkan oleh orang lain
(nenek), paman, dan sebagainya) meskipun perkawinan orang tuanya tidak
putus karena perceraian atau alasan lain, atas kebijaksanaan Hakim dapat
dipertimbangkan ke Pengadilan Negeri mana permohonan itu hams diajukan,
dengan ketentuan kepentingan-kepentingan anak yang akan diangkat sesuai
dengan penerapan pengertian habitual residence tersebut diatas.
Menurut hukum anak tersebut masih tetap di bawah kekuasaan orang tua, tetapi
dalam kehidupan sehari-harinya mengikuti tempat tinggalltempat kediaman
Ke daftar isi
386
Redesign Drs. SAHERUDIN
keluarga yang merawat, mendidilc dan memeliharanya.
5. Anak yang diurus, dirawat dan dibesarkan oleh Pusat Badan/ Yayasan Sosial
yang secara sah bertanggung jawab atas anak tersebut, mengikuti tempat
kedudukan Pusat Badan/yayasan sosial tersebut.
6. Bilamana Cabang (Filial) dari Badan/Yayasan Sosial yang mengurus, merawat
dan membesarkan anak yang diangkat itu, maka dalam hal ini harus dibedakan
antara:
6.1. Cabang (Filial) Badan/Yayasan Sosial yang dianggap mempunyai tempat
kedudukan sendiri.
(Umpama : mempunyai administrasi, keuangan, aktivitas dan dapat bertindak
sendiri), maka anak tersebut mengikuti tempat kedudukan Cabang (Filial) dari
Badan/Yayasan Sosial tersebut.
6.2. Lain halnya apabila Cabang (Filial) dari Badan/Yayasan Sosial tersebut
hanya bersifat sebagai tempat penitipan untuk merawat anak-anak
karena ruangan di Pusat Badan/Yayasan Sosial penuh, maka anak
tersebut tetap mengikuti tempat kedudukan clari Pusat Badan/Yayasan
Sosial tersebut.
Hal-hal tersebut di atas harus dipertimbangkan dengan jelas oleh
Hakim/Pengadilan, antara lain dengan memperhatikan Akte
Pendirian/Struktural Organisasi dari Badan/Yayasan Sosial yang bersangkutan,
serta keabsahan Badan/yayasan Sosial tersebut dan surat izin Menteri
Sos ia l untuk bergerak da lam bidang kegia t an pengangkatan anak.
V. Permohonan pengesahan/pengangkatan anak yang diajukan pada Pengadilan
Negeri sebagai domisili yang dipilih oleh pemohon berdasarkan surat kuasa yang
memilih tempat kedudukan hukum di kantor Kuasanya/ Pengacara yang bersangkutan
juga harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena hal ini akan bertentangan dengan maksud
dan tujuan pengertian tempat tinggai/kediaman seperti yang dimaksud butir IV.A. dan B
dan lampiran
VI. Petunjuk ini juga dipergunakan bagi permohonan pengesahan/ pengangkatan anak
yang dilakukan oleh warga-negara Indonesia terhadap anak warga-negara Indonesia.
VII. Lampiran Surat Edaran ini merupakan suatu kesatuan dengan dan tidak dapat
dipisahkan dari Surat Edaran No. 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat
Edaran No. 2 Tahun 1979, perihak penyempurnaan pemeriksaan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak.
SURAT EDARAN
Nomor : 2 Tahun 1979
Menurut pengamatan Mahkamah Agung permohonan pengesahan Pengangkatan anak yang
diajukan kepada Pengadilan Negeri yang kemudian diputus tampak kian hari kian bertambah. Ada yang
merupakan suatu bagian di tuntutan gugatan perdata, ada yang merupakan permohonan khusus
pengesahan pengangkatan anak.
Yang terakhir ini menunjukkan adanya perubahan/pergeseran/variasivariasi pada motif dasarnya.
Keadaan tersebut merupakan gambaran, bahwa kebutuhan akan pengangkatan anak dalam
masyarakat makin bertambaah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum untuk
itu hanya didapat setelah memperoleh suatu keputusan Pengadilan.
kembali
Ke daftar isi
387
Redesign Drs. SAHERUDIN
I. 1. Kalau dahulu hanya dikenal pengangkatan-pengangkatan anak di lingkungan masyarakat adat
(penduduk asli) baik dengan dasar untuk memperoleh keturunan pat-leer laki-laki atau tidak.
2. Setelah keluar Peraturan Pemerintah yang memungkinkan pengangkatan anak oleh seorang
Pegawai Negeri, maka bertambah banyak para Pegawai Negeri mengajukan permohonan
pengesahan pengangkatan anak yang sifat administratif yang kebanyak terdorong oleh keinginan
agar memperoleh tunjangan dari Pemerintah.
Di kota-kota besar banyak terjadi perkara-perkara pengangkatanpengangkatan anak baik
yang terang orang tua kandungnya maupun tidak, dilakukan dengan perantaraan
Yayasan-yayasan Sosial Pemerintah maupun Swasta.
3. Semula di lingkungan golongan penduduk Tionghoa (Sth. 1917 No. 129) hanya dikenal adoptie
terhadap anak-anak laki-laki de-ngan motif untuk memperoleh keturunan laki-laki, tetapi
yurisprudensi tetap menganggap sah pula pengangkatan anak perempuan, maka
kemungkinan bertambambahnya permohonan semacam itu semakin besar.
4. Untuk beberapa tahun setelah keluarnya Undang-Undang tentang Kewarganegaraan RI
(Undang-Undang No. 62 Tahun 1958) jarang kesempatan yang terbuka digunakan orang untuk
pengangkatan lewat ketentuan pasal 2 Undang-undang tersebut yang antara lain menyatakan, bahwa
anak asing yang belum 5 tahun yang diangkat oleh seorang warga negara RI, memperoleh
kewarganegaraan RI, apabila itu dinyatakan sah oleh Pengadilan Negeri, (pengangkatan anak
orang asing oleh seorang WNI). Tetapi setelah makin diperketat persyaratan untuk WNA China
untuk memperoleh kewarganegaraan RI tampak makin banyak masuk permohonan-permohonan
pengangkatan anak-anak Tionghoa oleh WNI Asli, yang jelas Iebih terdorong oleh keinginan
untuk memperoleh kewarganegaraan RI dengan jalan yang lehih mudah daripada keinginan yang
luhur yang pada umumnya mendasari usaha pengangkatan anak tersebut.
Dengan makin bertambahnya kesempatan bergaul bangsa kita dengan orang-orang Asing (Barat)
ini makin banyak terjadi pengangkatanpengangkatan anak Indonesia oleh orang-orang
Asing yang menimbulkan permasalahan pengangkatan anak antara negara ("interstate") atau
"inter -Country" dan yang kesemuanya dimintakan pengesahannya kepada Pengadilan Negeri.
II. Sebagaimana kita ketahui peraturan perundang-undangan yang ada dibidang itu ternyata tidak
cukup mencakupi macam-macam bentuk Pengangkatan anak tersebut. Alga merupakan kenyataan,
bahwa cara pemeriksaan maupun bentuk serta isi pertimbangan dalam putusanputusan
Pengadilan Negeri di bidang ini menunjuldcan adanya kekurangan-kekurangan dan
kesalahan-kesalahan yang kurang mengutungkan. Padahal sangat diharapkan dari putusan-
putusan Pengadilan tersebut disam-ping agar dapat diperoleh pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk,
arah serta kepastian pada perkembangan lembaga pengangkatan anak ini, juga diharapkan agar dalam
hal pengangkatanpengangkatan anak WNI oleh orang Asing, putusan-putusan Pengadilan semacam itu
merupakan faktor yang determinant (menentukan).
276
Khususnya, dalam pengangkatan anak yang bersifat "inter-Country" tersebut maka sesuai dengan
"European Convention on the adoption of Children", yang antara lain menyatakan, bahwa
pengangkatan anak hanya sah sifatnya, apabila diberikan syarat essentieel bagi sahnya
Pengangkatan anak.
Dalam banyak kasus yang dijumpai Mahkamah Agung yang telah diputus oleh beberapa
Pengadilan Negeri, terutama di kota-kota basal. ternyata :
* Pemeriksaan dimuka sidang dilakukan terlalu summier, seolaholah hanya merupakan suatu
proforma saja, tanpa nampak adanya usaha untuk memperoleh gambaran kebenaran dari motif yang
menjadi latarbelakangnya. Kadang-kadang hanya didengar dua pihak, yaitu orang tua kandung si anak
dan calon orang tua angkatnya disertai sebuah akte notaris.
* Tidak jarang jalan pikiran dalam pertimbangan hukumnya nampak kurang mendalam, antara lain :
Ke daftar isi
388
Redesign Drs. SAHERUDIN
- tidak jelas norma hukum apa yang diterapkan;
- tidak menonjolkan, bahwa kepentingan si calon anak angkat tersebut yang hams diutamakan
diatas kepentingan-kepentingan pihak orang tua, dengan menekankan segi-segi
kesungguhan, kerelaan, ketulusan dan kcsediaan menanggung segala konsekuensi-
konsekuensi bagi semua pihak yang akan dihadapi setelah pengangkatan anak itu terjadi;
- kebanyakan tidak diperhatikan bahwa dalam beberapa macam pengangkatan anak
(anak WNA diangkat oleh WNI atau sebaliknya) tidak kecil anti kepentingannya bagi negara
kita sendiri yakni :
- kemungkinan berobahnya status Kewarganegaraan anak yang diangkat yang
bersangkutan serta kemungkinan penyelundupan secara legal terhadap ketentuan pasal 2
dari undang-undang tentang Warga Negara Indonesia No. 62 Tahun 1958 atau
pelepasan tanpa seleksi anak-anak WNI menjadi WNA.
- sering tidak dipahami, bahwa perbuatan mengangkat anak bukanlah suatu perbuatan
hukurn yang bisa terjadi pada suatu saat seperti halnya dengan penyerahan suatu barang,
melainkan merupakan suatu rangkaian kejadian hubungan kekeluargaan yang
menunjukkan adanya kesungguhan, cinta kasih, kerelaan dan kesadaran yang penull
akan segala akibat selanjutnya dari pengangkatan tersebut bagi semua pihak, yang
sudah berlangsunglberjalan untuk beberapa lama. Karena itu seharusnya putusan
Pengadilan dalam hal ini disamping benar-benar merupakan suatu kon-statering
dad rangkaian keadaan hubungan kekeluargaan yang sebenarnya, merupakan hal
yang menentukan sahnya perbuatan pengangkatan anak tersebut.
III. Berhubungn dengan hal-hal tersebut di atas, maka untuk selanjutnya dalam rnenerima
kenudian memeriksa dan memutus permohonan-permohonan pengesahan pengangkatan anak,
Saudara-saudara diminta memperhatikan hal-hal yang diuraikan di bawah ini.
Pada garis besarnya permohonan-permohonan pengesahan pengangkatan anak yang tidak dimasukkan
dalam gugatan perdata dapat dibedakan antara
- Permohonan Pengesahan Pengangkatan anak WNI atau anak WNA oleh seorang WNI, dan
- Permohonan Pengesahan Pengangkatan anak WNI oleh seorang WNA. Dalam hal
menerima, kemudian memeriksa dan memutus Permohonan-permohonan Pengesahan
Pengangkatan anak tersebut hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A.1. Surat Permohonan (sifatnya voluntair) :
1.2. Seperti permohonan-permohonan yang lain, permohonan seperti ini dapat dilakukan
secara lisan atau tertulis.
1.3. Dapat diajukan dan ditanda tangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya.
1.4. Dibubuhi rneterai yang cukup.
1.5. Dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang daerah hukumnya
meliputi tempat tunggal anak yang hendak diangkat.
2. Isi surat Permohonan.
2.1. Dalam bagian dasar hukum dari permohonan tersebut hendaknya jelas diuraikan
dasar-dasar yang mendorong (mot i f) d ia jukannya permo honan
pengesahan pengangkatan anak tersebut.
2.2. Agar di situ juga nampak bahwa permohonan pengesahan pengangkatan anak itu
dilakukan juga untuk kepentingan ca lon anak angkat yang bersangkutan.
Di si tu digambarkan kemungkinan kehidupan hari depan si anak setelah
Pengangkatan tersebut terjadi.
2.3. Isi petitum hendaknya bersifat tunggal yakni tidak dibarengi (in samenloop
met) petitum yang lain.
Umpama : cukup dengan "Agar si A anak dari B ditetapkan sebagai anak
Ke daftar isi
389
Redesign Drs. SAHERUDIN
angkat dari C" atau "Agar pengangkatan anak yang telah dilakukan oleh
pemohon (C) terhadap B yang bernama A dinyatakan sah".
Tanpa ditambah/dibubuhi tuntutan lain, seperti
"agar ditetapkan anak bernama A tersebut ditetapkan sebagai ahli-waris
dr.....C".
atau
" a g a r an ak be r na ma A d i t e t ap ka n tersebut berwarganegara RI
mengikuti status kewarganegaraan ayah angkatnya bernama C tersebut".
B. Pemeriksaan di muka sidang hendaknya :
1. didengar langsung :
a. calon orang tua angkat (suami-isteri) :
Sedapat mungkin juga anggota keluarga yang terdekat lainnya (anak-anak calon
orang tua angkat yang telah besar) dan hanya bila dianggap perlu mereka-
mereka yang dipandang menurut hubungan kekeluargaan dengan calon orang ttta
angkat atau yang karena status sosialnya dikentudian hari mungkin
mempunyai pengamh terhadap kehidupan anak untuk selanjutnya;
Umparnanya : Ketua Adat setempat RT, Lurah;
b. orang tua asal/kandung (suami-isteri) atau Badan/ Yayasan Sosial dari mana
calon anak tersebut diambil atau bila perlu Badan-badan Sosial yang bergerak di
bidang itu ;
c. calon anak angkat yang menurut umurnya sudah bisa diajak omong-omong;
d. kalau perlu saksi-saksi ahli yang bergerak di bidang sosial;
e. pihak Imigrasi dan bila dianggap perlu pihak Kepolisian atau Kodim setempat
dalam hal calon anak angkat tersebut adalah seorang anak WNA yang diangkat
oleh seorang WNI atau anak WNA yang diangkat oleh seorang WNA.
2. Diperiksa dan diteliti alat-alat bukti lain yang dapat menjadi dasar permohonan
ataupun pertimbangan putusan Pengadilan yang akan datang antara lain yang
berupa :
1. Akte-akte.
2. Surat-surat di bawah tangan (korespondensi-korespondensi).
3. Surat-surat Keterangan-keterangan atau pernyataan.
3. Khusus dalam hal pengangkatan anak-anak WNI oleh seorang WNA hendaknya
diminta diajukan kernudian diperiksa dan diteliti :
a. Surat Nikah Calon orang tua angkat.
b. Surat Lahir mereka.
e. Surat Keterangan Kesehatan.
d. Surat Keterangan Pekerjaan dan penghasilan talon orang tua angkat (suami-isteri).
e. Persetujuan atau izin untuk mengangkat anak/bayi Indonesia dari instansi yang
berwenang dari Negara asal orang tua angkat.
f. Surat Penelitian/keterangan dari Instansi/Lembaga Sosial yang berwenang dari Negara
asal talon orang tua angkat.
Catatan : Surat-surat a s/d f tersebut hendaknya telah didaftar dan dilegalisir oleh
KBRI di Negara as& talon orang tua angkat tersebut.
Pemeriksaan di muka sidang itu sendiri hendaknya mengarah :
a. Untuk inemperoleh gambaran yang sebenrnya latar belakang/motif dari pihak-
Ke daftar isi
390
Redesign Drs. SAHERUDIN
pihak yang akan melepaskan (termasuk Badan-badan/Yayasan-yayasan Sosial
dari mana anak tersebut berasal) ataupun pihak yang akan menerima anak yang
bersangkutan sebagai anak angkat.
b. Untuk mengetahui seberapa jauh dan seberapa dalam kesungguhan, ketulusan,
kerelaan dan kesadaran kedua pihak tersebut akan akibat-akibat dari perbuatan
hukum melepas dan mengangkat anak tersebut. See ing diperlukan bahwa
Hakim menjelaskan hal-hal tersebut kepada kedua belah pihak.
c. Untuk mengetahui keadaan ekonomi, keadaan rumah tangga (kerukunan,
keserasian kehidupan keluarga) serta cara-cara pendidikan yang dianut dari kedua
pihak °rang tun tersebut.
d. Untuk bisa menilai bagaimana tanggapan anggota keluarga yang terdekat
(anak-anak yang telah besar) dari kedua pihak orang tua tersebut. Dalam
pengangkatan anak WNA oleh keluarga WNI agar diperoleh tanggapan dari pihak
Imigrasi kalau perlu juga tanggapan dari pihak Kepolisian atau Kodim setempat.
Catatan : Hal ini diperlukan agar penyelundupan secara legal terhadap
ketentuan Pasal 2 Undang-undang Kewarganegaraan dapat
dihindarkan.
Di sini tampak adanya faktor-faktor hukum public dan mungkin faktor-
faktor keamanan.
Terutama dalam hal pengangkatan seorang anak WNI oleh orang
Asing diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang meyakinkan
bahwa hari kernudian dari anak yang akan diangkat tersebut akan
lebih cerah daripada keadaan sekarang. Jangan dilupakan agar
diteliti perbedaan umur antara calon orang tua angkat dengan calon
anak angkat.
e. Mendapat kesan setelah melihat sendiri keadaan calon anak angkat tersebut.
4. Putusan terhadap permohonan tersebut hendaknya :
4.1. Berupa : Penetapan : dalam hal pengangkatan anak tersebut terjadi antara WNI.
Keputusan dalam hal anak yang diangkat oleh WNI berstatus WNA atau dalam
hal anak yang diangkat tersebut berstatus WNI diangkat anak oleh seorang
WNA.
4.2. Sistimatik bentuk putusan aagar serupa dengan putusan dalam perkara gugatan
perdata dengan dibagi dua
- Tentang jalannya kejadian.
- Tentang pertimbangan hukum.
4.3. Isi putusan :
A. Dalam bagian "Tentang jalannya kejadian" agar secara lengkap dimuat pokok-
pokok yang terjadi selama pemeriksaan di muka sidang.
B. Dalam bagian "Tentang pertimbangan hukum" hendaknya
dipertimbangkan/diadakan penilaian tentang :
a. motif yang mendasari/mendorong/yang menjadi latar belakang mengapa di
satu pihak ingin melepaskan anak lain, di lain pihak mengapa ini ingin
mengadakan pengangkatan;
b. keadaan kehidupan ekonomi, kehidupan rumah tangga (apakah rumah t a ng ga
yan g bersangkutan dalam keadaan haunonis). cara-cara pendidikan yang
dilakukan oieh kedua pihak orang tua yang bersangkutan;
c. kesungguhan, ketulusan, kerelaan pihak yang melepaskan serta
kesadarannya akan akibat-akibatnya setelah pengangkatan itu terjadi;
Ke daftar isi
391
Redesign Drs. SAHERUDIN
d. kesungguhan, ketulusan serta kerelaan pihak yang mengangkat maupun
kesadarannya akan akibat-akibat yang akan rnenjadi bebannya setelah
pengangkatan itu terjadi;
e. kesan-kesan yang diperoleh Pengadilan tentang kemungkinan had depan sang
talon anak angkat yang bersangkutan. Terutama bilamana anak WNI
diangkat oleh seorang WNA hendaknya dipahami anak tersebut akan
lepas dar i jangkauan Pemerintah Republik Indonesia.
C. Dalam pertimbangan hukum hendaknya jangan dilupakan hukum apa yang
diterapkan.
Pada umumnya dalam hal ini diterapkan hukum dari pihak yang mengangkat,
kadang-kadang diperlukan perhatian juga terhadap adanya segi-segi dari
hukum antar golongan yang disebabkan oleh perbedaan suku ataupun
golongan, mungkin peleburan.
5. Dictum Putusan :
a. Dalam hal pengangkatan anak tersebut dilakukan antara WNI hendaknya berbunyi:
Menetapkan :
1. Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon bernama
................................... alamat.............................................................................
............................. terhadap anak laki-laki/perempuan bemama.........
.................... umur ...................................
2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan
sebesar Rp. ........................................
b. Dalam hal anak yang bersangkutan diangkat adaIah seorang WNA dan
diangkat oleh keluarga WNI hendaknya dictum berbunyi :
Memutuskan
1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama........................................
lahir tanggal ............................. di .............................................sebagai anak
angkat dari suami isteri ......................... alamat..............................
2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar
Rp.......................
c. Dalam hal keluarga WNA mengangkat seorang anak WNI hendaknya dictum
tersebut berbunyi :
Memutuskan
1. Menetapkan anak laki-laki/perempuan bernama ...............................
lahir tanggal....................................... d i . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
sebagai anak angkat dar i suami i s ter i . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Alamat.......................................................................Warga Negara.....................................
2. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan
sebesar Rp ..............................................
Ke daftar isi
392
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 39 UU No. 23 Tahun 2002
(1) Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak
angkat.
(4) Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya
terakhir.
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan
agama mayoritas penduduk setempat.
Pasal 5 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2006
(2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara
sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Pasal 174 KHI
(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari :
a. Menurut hubungan darah :
- Golongan laki-laki terdiri dar i : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki,
paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak per empuan, saudara
perempuan dari nenek.
b. hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.
(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya :
anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Pasal 185 KHI
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka
kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut
dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang
sederajat dengan yang diganti.
Pasal 189 KHI
(1) Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang
dari 2 hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan
dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.
(2) Bila ketent uan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkin kan karena
di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka
lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
393
Redesign Drs. SAHERUDIN
cara membayar harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan
bagiannya masing-masing.
Pasal 209 KHI
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan
Pasal193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak
menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
wasiat anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
Pasal 210 KHI
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa
adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta
bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk
dimiliki.
(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 177 KHI
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada
anak, ayah mendapat seperenam bagian.
SURAT EDARAN
NOMOR 2 TAHUN 1994
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Berhubung dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai maksud Pasal 177 Kompilasi
Hukum Islam, yang di kemukakan dalam penataran-penataran, seminar, diskusi-
diskusi bahsul masail-bahsul masail dan penyuluhan-penyuluhan hukum, maka
Mahkamah Agung memberikan penjelasan bahwa maksud Pasal 117 tersebut,
ialah Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak,
tetapi meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam
bagian.
Demikian untuk mendapat perhat ian Saudara dan hendaknya isi Edaran ini disampai
kan kepada para Hakim di bawah pimpinan Saudara serta disebarluaskan kepada
masyarakat.
Pasal 181 KHI
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-
laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian.
Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat
sepertiga bagian.
kembali
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
394
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 182 KHI
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia
mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat
separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama
mendapat dua perti ga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama
dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua
berbanding satu dengan saudara perempuan.
Pasal 229 KHI
Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib
memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.
Pasal 16 UU No. 41 tahun 2004
(1) Harta benda wakaf terdiri dari :
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaim ana dim aksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagi an bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta
benda yang tidak bisa habis karena di konsumsi, meliputi :
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28 UU. No. 41 Tahun 2004
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga
keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
kembali
395
Redesign Drs. SAHERUDIN
PERMA Nomor : 03 Tahun 2012
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Biaya Proses Penyelesaian Perkara selanjutnya disebut biaya proses adalah biaya
yang dipergunakan untuk proses penyelesaian perkara perdata, perkara tata usaha
negara dan hak uji materil pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang
berada di bawahnya yang dibebankan kepada pihak atau para pihak yang
berperkara ;
2. Pengadilan Tingkat Pertama adalah Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan
Pengadilan Tata Usaha Negara ;
3. Pengadilan Tingkat Banding adalah Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama
dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ;
4. Mahkamah Agung adalah Mahkamah Agung Republik Indonesia
5. Pengelola Biaya Proses adalah Panitera pada Mahkamah Agung dan Panitera/
Sekretaris pada Badan Peradilan yang berada di bawahnya ;
6. Pembuat Komitmen Biaya Proses pada Mahkamah Agung adalah petugas yang
ditunjuk oleh Panitera dan untuk Badan Peradilan dibawahnya ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan untuk melaksanakan pengelolaan biaya proses ;
7. Bendahara Biaya Proses adalah petugas yang ditunjuk oleb Pengelola Biaya Proses
untuk melaksanakan penatausahaan biaya proses.
Pasal 2
(1) Besarnya biaya proses pada Mahkamah Agung ditetapkan sebagai berikut:
a. Kasasi perkara Perdata, Perdata Agama dan Tata Usaha Negara sebesar Rp.
500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
b. Peninjauan Kembali perkara Perdata, Perdata Agama dan Tata Usaha Negara
sebesar Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
c. Kasasi perkara perdata niaga sebesar Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah);
d. Peninjauan Kembali perkara perdata niaga sebesar Rp. 10.000.000.00 (sepuluh
juta rupiah);
e. Kasasi perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang nilai gugatan Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ke atas sebesar Rp. 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah);
f. Peninjauan Kembali perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang nilai
gugatannya Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) ke atas
sebesar Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
g. Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-
undang (keberatan Hak Uji Materiil) sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
(2)Besarnya biaya proses pada Pengadilan Tingkat Banding sebesar Rp. 150.000,00
(seratus lima puluh ribu rupiah), kecuali Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
sebesar Rp. 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
(3)Besaran panjar biaya proses pada Pengadilan Tingkat Pertama diatur dan
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(4)Biaya untuk penyelesaian perkara dengan acara prodeo pada tingkat pertama,
banding dan kasasi serta perkara Perselisihan Hubungan Industrial yang nilai
gugatannya dibawah Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
kembali
back
back
back
Ke daftar isi
396
Redesign Drs. SAHERUDIN
dibebankan kepada Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ;
(5) Besaran biaya proses sebagairnana tersebut dalam ayat (1) dan (2) dapat dilakukan
penyesuaian dengan Surat Keputusan Ketua Mahkarnah Agung ;
Pasal 3
(1)Biaya Proses sebagaimana tersebut pada Pasal 2 dipertanggungjawabkan kepada
pihak-pihak yang berperkara dengan ditetapkannya besaran biaya proses pada
putusan ;
(2)Seluruh biaya proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara efektif,
efisien, transparan dan dicatat dalam Catatan Atas Laporan Keuangan Mahkamah
Agung RI
Pasal 4
(1)Pengelola biaya proses sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 5 bertugas
untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. Menunjuk dan mengangkat petugas pembuat komitmen, bendahara dan staf
pelaksana biaya proses;
b. Merencanakan penerimaan dan pengeluaran biaya proses ;
c. Melakukan penerimaan dan pembayaran biaya proses ;
d. Menyelenggarakan pembukuan biaya proses ;
e. Menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan biaya proses ;
(2)Petugas pembuat komitmen biaya proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 6 bertugas membantu pengelola biaya proses untuk melaksanakan tugas
sebagairnana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d dan e;
(3)Bendahara biaya proses sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 7 bertugas
membantu mengelola biaya proses untuk melaksanakan hal-hal sebagaimana
berikut :
a. Menerima, menyimpan dan mengeluarkan biaya proses;
b. Membukukan seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran biayaproses;
c. Menerima dan menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak kepada bendahara
penerima Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Pasal 5
(1) Biaya proses sebagaimana tersebut pada Pasal 2 ayat (1) dan (2) digunakan untuk
membiayai kegiatan yang berkaitan dengan proses penyelesaian perkara dan
pendukung lainnya, antara lain :
a. Materai;
b. Biaya redaksi;
c. Leges;
d. Alat Tulis Kantor (ATK);
e. Penggandaan/ foto copy berkas perkara dan surat-surat yang berkaitan dengan
berkas perkara;
f. Konsumsi persidangan;
g. Penggandaan salinan putusan;
h. Pengiriman pemberitahuan nomor register ke Pengadilan Pengaju dan para
pihak, salinan putusan, berkas perkara dan surat-surat lain yang dipandang perlu;
i. Pemberkasan dan penjilidan berkas perkara yang telah diminutasi;
j. Percepatan penyelesaiaan perkara;
Ke daftar isi
397
Redesign Drs. SAHERUDIN
k. Insentif Tim Pengelola Biaya Proses;
l. Pengadaan perlengkapan kerja Kepaniteraan yang habis pakai;
m. Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan penyelesaian perkara perdata.
(2)Penggunaan dan pengelolaan panjar biaya proses pada Pengadilan Tingkat
Pertama sebagaimana dimaksud daam Pasal 2 ayat (3) diatur dan ditetapkan oleh
Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
(3)Kegiatan sebagaimana dimaksud ayal (1) dan dituangkan dalam bentuk Rencana
Kegiatan Biaya Proses (RKBP) yang dibuat oleh Panitera/Sekretaris pada
Pengadilan Tingkat Banding dan Panitera pada Mahkamah Agung;
(4)Insentif Tim Pengelola Biaya Proses ditetapkan oleh Panitera/Sekretaris pada
Pengadilan Tingkat Banding dan Panitera pada Mahkamah Agun g
Pasal 6
Untuk melaksanakan kegiatan dan pengelolaan biaya proses, maka pada:
(1) Pengadilan Tingkat Banding membentuk Tim Pengelolaan Biaya Proses yang
terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Pengelola Biaya Proses;
b. 1 (satu) orang Petugas Pembuat Komitmen Biaya Proses;
c. 1 (satu) orang Bendahara Biaya Proses;
d. 1 (satu) orang Staf Pelaksana;
(2) Mahkamah Agung RI membentuk Tim Pengelola Biaya Proses yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Pengelola Biaya Proses
b. 1 (satu) orang atau lebih Petugas Pembuat Komitmen Biaya Proses ;
c. 1 (satu) orang Bendahara biaya proses ;
d. Staf Pelaksana sebanyak-banyaknya 12 (dua belas) orang ;
Pasal 7
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini untuk Pengadilan Tingkat Banding dan
Mahkamah Agung akan diatur lebih lanjut oleh Panitera Mahkamah Agung RI;
Pasal 8
Dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung ini maka seluruh Keputusan
Ketua Mahkamah Agung yang berhubungan dengan penetapan biaya proses/biaya
perkara pada Pengadilan Tingkat Banding dan Mahkamah Agung dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 21 BW
Seorang perempuan yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak
mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah
kembali
kembali
Ke daftar isi
398
Redesign Drs. SAHERUDIN
umur mengikuti tempat tinggal salah satu dan kedua orang tua mereka yang melakukan
kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang
dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampuan
mereka.
Pasal 1868 BW
Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-
undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu
dibuat.
Pasal 1915 BW
Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari
suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui
umum.
Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan
persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.
Pasal 1916 BW
Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang dihubungkan
dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan undang-
undang.
Persangkaan semacam itu antara lain adalah;
1. perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena perbuatan itu semata-
mata berdasarkan dari sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk
menghindari suatu ketentuan undang-undang;
2. pernyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan
utang dari keadaan tertentu;
3. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan Hakim yang
memperoleh kekuatan hukum yang pasti;
4. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau kepada
sumpah salah satu pihak.
Pasal 1923 BW
Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang diberikan dalam sidang
Pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang Pengadilan.
Pasal 1924
Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan sehingga merugikan orang yang
memberikannya.
Akan tetapi Hakim berwenang untuk memisah-misahkan pengakuan itu, bila pengakuan
itu diberikan oleh debitur dengan mengemukakan peristiwa-peristiwa yang ternyata
palsu untuk membebaskan dirinya.
Pasal 1925
Pengakuan yang diberikan di hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna
terhadap orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan
seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu.
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
399
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 1926
Suatu pengakuan yang diberikan dihadapan Hakim tidak dapat dicabut kecuali bila
dibuktikan bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan mengenai peristiwa-
peristiwa yang terjadi.
Dengan alasan terselubung yang didasarkan atas kekeliruan-kekeliruan dalam
menerapkan hukum, pengakuan tidak dapat dicabut.
Pasal 1927
Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar sidang pengadilan tidak dapat digunakan
untuk pembuktian, kecuali dalam hal pembuktian dengan saksi-saksi diizinkan.
Pasal 1928
Dalam hal yang disebut pada penutup pasal yang lalu, Hakimlah yang menentukan
kekuatan mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang dikemukakan
di luar sidang pengadilan.
Pasal 1929 BW
Ada dua macam sumpah dihadapan Hakim:
1. sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk
pemutusan suatu perkara; sumpah itu disebut sumpah pemutus;
2. sumpah yang diperintahkan oleh Hakim karena jabatan kepada salah satu pihak.
Pasal 1930
Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apa pun juga, kecuali
dalam hal kedua belah pihak tidak mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal
pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan.
Sumpah pemutus dapat diperintahkan pada setiap tingkatan perkara, bahkan dalam hal
tidak ada upaya pembuktian apa pun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang
memerlukan pengambilan sumpah itu.
Pasal 1931
Sumpah itu hanya dapat diperintahkan untuk suatu perbuatan yang telah dilakukan
sendiri oleh orang yang menggantungkan perkara pada sumpah itu.
Pasal 1932
Barang siapa diperintahkan mengangkat sumpah tetapi enggan mengangkatnya dan
enggan mengembalikannya, dan barang siapa memerintahkan pengangkatan sumpah
dan enggan mengangkatnya setelah sumpah itu dikembalikan kepadanya, harus
dikalahkan dalam tuntutan atau tangkisannya.
Pasal 1933
bila perbuatan yang harus dikuatkan dengan sumpah itu bukan perbuatan kedua belah
pihak, melainkan hanya perbuatan pihak yang menggantungkan pemutusan perkara
pada sumpah itu, maka sumpah tidak dapat dikembalikan.
Pasal 1934
Tiada sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan atau diterima, selain oleh pihak
yang berperkara sendiri atau oleh orang yang diberi kuasa khusus untuk itu.
Pasal 1935
Barang siapa telah memerintahkan atau mengembalikan sumpah, tidak dapat
mengembalikan perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah mengatakannya bersedia
kembali
kembali
Ke daftar isi
400
Redesign Drs. SAHERUDIN
mengangkatnya.
Pasal 1936
Bila sumpah pemutus telah diangkatnya, entah oleh pihak yang diperintahkan
mengangkat sumpah itu, atau oleh pihak yang kepadanya dikembalikan sumpah itu,
maka pihak lawan tidak boleh membuktikan kepalsuan sumpah itu.
Pasal 1937
Sumpah tidak memberikan bukti selain untuk keuntungan atau untuk kerugian orang
yang telah memerintahkan atau mengembalikannya, serta para ahli warisnya atau
orang-orang yang mendapat hak dari mereka.
Pasal 1938
Namun demikian, dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, seorang debitur yang
diperintahkan bersumpah oleh salah seorang kreditur dan mengangkat sumpahnya,
hanya dibebaskan untuk jumlah yang tidak lebih daripada bagian kreditur tersebut.
Sumpah yang diangkat oleh debitur utama, membebaskan para penanggung utang.
Pasal 1939
Sumpah yang diangkat oleh salah seorang debitur utama menguntungkan orang-orang
yang turut berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh penanggung utang
menguntungkan debitur utama, jika dalam kedua hal tersebut sumpah itu telah
diperintahkan atau dikembalikan, tetapi hanya mengenai utang itu sendiri, dan bukan
mengenai pokok perikatan tanggung-menanggung atau penanggungnya.
Pasal 1940
Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang berperkara
untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu
atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
Pasal 1941
Ia dapat berbuat demikian, hanya dalam dua hal:
1. jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak terbukti dengan sempurna;
2. jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak sama sekali tak dapat dibuktikan.
Pasal 1942
Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut tidak dapat diperintahkan oleh
Hakim kepada penggugat, kecuali bila harga itu tidak dapat ditentukan dengan cara
apapun juga selain dengan sumpah.
Bahkan dalam hal yang demikian Hakim harus menetapkan sampai sejauh mana
penggugat dapat dipercaya berdasarkan sumpahnya.
Pasal 1943
Sumpah yang diperintahkan Hakim kepada salah satu pihak yang berperkara, tak dapat
dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak lawannya.
Pasal 1944
Sumpah harus diangkat dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya. Jika ada suatu
halangan yang sah yang menyebabkan hal ini tidak dapat dilaksanakan, maka majelis
Pengadilan dapat mengusahakan salah seorang Hakim anggotanya agar pergi ke
rumah atau tempat kediaman orang yang harus mengangkat sumpah untuk mengambil
sumpahnya.
Jika dalam hal demikian itu rumah atau tempat kediaman itu terlalu jauh atau terletak
diluar daerah hukum majelis Pengadilan itu, maka majelis ini dapat memerintahkan
kembali
Ke daftar isi
401
Redesign Drs. SAHERUDIN
pengambilan sumpah kepada Hakim atau kepada pemerintah daerah yang di daerah
hukumnya terletak rumah atau tempat orang yang diwajibkan mengangkat sumpah.
Pasal 1945
Jika sumpah harus diangkat sendiri.
Jika ada alasan-alasan penting, Hakim boleh mengizinkan pihak yang berperkara untuk
mengangkat sumpahnya dengan perantara seseorang yang diberikan kuasa khusus
untuk itu dengan suatu akta otentik.
Dalam hal demikian, surat kuasa itu harus memuat sumpah yang harus diucapkan itu
secara lengkap dan tepat.
Tidak sumpah yang boleh diangkat tanpa kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak
lawan ini dipanggil secara sah
Pasal 1178 BW
Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan
barang-barang yang dihipotekkan itu sebagai miliknya adalah batal. Namun kreditur
hipotek pertama, pada waktu penyerahan hipotek boleh mensyaratkan dengan tegas,
bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga yang
terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil
yang terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah uang pokoknya
maupun bunga dan biayanya. Perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar
umum, dan pelelangan tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang
diperintahkan dalam Pasal 1211.
Pasal 1210 BW
Orang yang telah membeli barang yang berbeban, baik pada penjualan sebagai
pelaksanaan putusan Hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan,
maupun pada penjualan sukarela untuk harga yang ditentukan dalam bentuk uang,
dapat menuntut agar persil yang dibelinya dibebaskan dari segala beban hipotek yang
melampaui harga pembeliannya, dengan menaati segala peraturan yang diberikan
dalam pasal-pasal berikut. Namun pemurnian itu tidak akan terjadi pada penjualan
sukarela, bila pihak-pihak yang berjanji pada waktu mengadakan hipotek telah
menyepakati hal itu dan persyaratan perjanjian itu telah didaftarkan dalam daftar umum.
Persyaratan perjanjian demikian hanya dapat dibuat oleh kreditur hipotek pertama.
Pasal 1211 BW
Dalam hal penjualan sukarela, tuntutan untuk pembebasan tidak dapat diajukan,
kecuali bila penjualan itu telah terjadi di depan umum menurut kebiasaan setempat, dan
dihadapan pegawai umum, selanjutnya, para kreditur yang terdaftar perlu diberitahukan
tentang hal itu, selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum barang yang bersangkutan
ditunjuk pembeli, dengan surat juru sita yang harus disampaikan di tempat-tempat
tinggal yang telah dipilih oleh para kreditur itu pada waktu pendaftaran.
Pasal 1878 BW
Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau
memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditulis
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
402
Redesign Drs. SAHERUDIN
seluruhnya dengan tangan si penanda tangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda
tangan, haruslah ditulis dengan tangan si penanda tangan sendiri suatu tanda setuju
yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani
itu hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap surat-surat andil dalam suatu
utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat oleh debitur dalam
menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang dibubuhi
keterangan sebagaimana termaksud dalam Pasal 1874 alinea kedua dan Pasal 1874 a.
Pasal 65 BW
Kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal
yang tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan 34.
Pasal 70 BW
Bila terjadi pencegahan perkawinan. Pegawai Catatan Sipil tidak diperkenankan untuk
melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan
pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum tetapi atau suatu akta otentik dengan
mana pencegahan itu ditiadakan pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman
hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara
mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal
sekiranya gugatan penentang dikabulkan.
Pasal 1023 BW
Barangsiapa memperoleh hak atas suatu warisan dan sekiranya ingin menyelidiki
keadaan harta peninggalan itu, agar dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi
kepentingan mereka, apakah menerima secara murni, ataukah menerima dengan hak
istimewa untuk merinci harta peninggalan itu, ataukah menolaknya, mempunyai hak
untuk berpikir, dan harus memberikan pernyataan mengenai hal itu pada kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka; pernyataan itu
harus didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu.
Di tempat-tempat yang terpisah oleh laut dari hubungan langsung dengan tempat
kedudukan Pengadilan Negeri, pernyataan itu dapat diberikan kepada Kepala
Pemerintahan Daerah setempat, yang kemudian membuat catatan mengenai hal itu
dan mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri yang selanjutnya memerintahkan
pembukuannya.
Pasal 1404 BW
Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran
pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya, dan jika kreditur juga menolaknya,,
maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada Pengadilan. Penawaran
demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya
sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang,
sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
kembali
kembali
kembali
kembali
Ke daftar isi
403
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 1405 BW
Agar penawaran yang demikian sah, perlu:
1. bahwa penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur atau kepada seorang yang
berkuasa menerimanya untuk dia;
2. bahwa penawaran itu dilakukan oleh orang yang berkuasa untuk membayar;
3. bahwa penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga
yang dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan
kemudian;
4. bahwa ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur;
5. bahwa syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi.
6. bahwa penawaran itu dilakukan di tempat yang menurut persetujuan pembayaran
harus dilakukan dan jika tiada suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada
kreditur pribadi atau di tempat tinggal yang sebenarnya atau tempat tinggal yang
telah dipilihnya;
7. bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang Notaris atau juru sita, masing-masing
disertai dua orang saksi.
Pasal 1406
Agar suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya kuasa dan Hakim cukuplah:
1. bahwa sebelum penyimpanan itu, kepada kreditur disampaikan suatu keterangan
yang memuat penunjukan hari, jam dan tempat penyimpanan barang yang
ditawarkan;
2. bahwa debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan itu, dengan menitipkannya
pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada Pengadilan yang akan
mengadilinya jika ada perselisihan beserta bunga sampai pada saat penitipan;
3. bahwa oleh Notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi, dibuat
berita acara yang menerangkan jenis mata uang yang disampaikan, penolakan
kreditur atau ketidaktenangannya untuk menerima uang itu dan akhirnya
pelaksanaan penyimpanan itu sendiri;
4. bahwa jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan
diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan
itu.
Pasal 1407
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan
penyimpanan harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan undang-
undang.
Pasal 1408
Selama apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya
kembali, dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang
tidak dibebaskan.
Pasal 1409
Bila debitur sendiri sudah memperoleh suatu putusan Hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukannya
telah dinyatakan sah, maka ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan
untuk kerugian orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang, meskipun
dengan izin kreditur.
kembali
Ke daftar isi
404
Redesign Drs. SAHERUDIN
Pasal 1410
Orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika
kreditur, semenjak hari pemberitahuan penyimpanan, telah melewatkan waktu satu
tahun, tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu.
Pasal 1411
Kreditur yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur
setelah penitipan itu, dikuatkan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti, tidak dapat lagi menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotek
yang melekat pada piutang tersebut untuk menuntut pembayaran piutangnya.
Pasal 1412
Jika apa yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat
barang itu berada, maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan
pengadilan supaya mengambilnya, dengan suatu akta yang harus diberitahukan
kepada kreditur sendiri atau ke alamat tempat tinggalnya, atau ke alamat tempat tinggal
yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan itu telah dijalankan dan
kreditur tidak mengambil barangnya, maka debitur dapat diizinkan oleh Hakim untuk
menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain.
Ke daftar isi