Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun...

20
Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 AHMAD TAUFAN DAMANIK Ketua Komnas HAM RI 4 Mei 2020

Transcript of Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun...

Page 1: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19

AHMAD TAUFAN DAMANIKKetua Komnas HAM RI

4 Mei 2020

Page 2: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

Gambaran Umum

Sehubungan dengan pandemi Coronavirus Disease of 2019(COVID-19) serta penyebarannya yang menimbulkan banyak korban baik berskala nasional maupun global, Komnas HAM RI tengah melakukan kajian atas “Perspektif HAM atas Tata Kelola Penanggulangan COVID-19” dimana diantaranya telah menghasilkan Kertas Posisi dan 18 (delapan belas) Rekomendasi Kebijakan yang telah disampaikan kepada Presiden RI pada 30 Maret 2020.

2

Page 3: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Penguatan legalitas dibutuhkan supaya penanggulangan COVID-19 lebih efektif dan terpadu, dari pusat hingga ke daerah. Adapun dasar hukum penanganan COVID-19, mulai dari Keputusan Kepala BNPB No.13 A

Tahun 2020, Keppres No. 9, 11, dan 12 Tahun 2020, PP No. 21 Tahun 2020, serta Permenkes No. 9 Tahun 2020, dirasa belum cukup untuk penanganan COVID-19. Hal ini terbukti masih terdapat tumpang tindih kebijakan di tingkat pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

• Penanganan COVID-19 yang sangat berkaitan dengan pembatasan mobilitas, perlu dasar hukum yang kuat karena berkaitan dengan pembatasan terhadap hak untuk bergerak dan berkumpul yang dijamin oleh undang-undang.

• Berdasarkan Prinsip Siracusa tentang pembatasan hak sipil dan politik, pembatasan dapat dilakukan dengan syarat-syarat yang ketat, salah satunya ada dasar hukum yang kuat dan kondisi yang mengancam kesehatan publik. Hal tersebut untuk memastikan penikmatan HAM dapat berjalan secara maksimal, di sisi lain perlindungan terhadap kesehatan masyarakat berjalan dengan optimal.

• Komnas HAM telah merekomendasikan perlunya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) agar pelaksanaan kebijakan penanggulangan COVID-19 bisa efektif.

I. Penguatan Legalitas

3

Page 4: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

II. Platform Kebijakan Terpusat

• Perumusan peraturan/kebijakan yang jelas dan terpadu akan menciptakan kesatuan langkah penanganan wabah COVID-19 pada seluruh elemen pemerintahan.

• Masih belum padunya kebijakan dalam penanggulangan COVID-19. Diperlukan sikap tegas dari Pemerintah Pusat yang dalam hal ini memiliki kewenangan menerbitkan kebijakan dalam masa pademi COVID-19.

• Adapun kebijakan yang berbeda antara lain: (i) Polemik izin beroperasinya ojek online saat PSBB DKI Jakarta antara Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Kesehatan; (ii) adanya keputusan Pembatasan Sosial Berskala Regional oleh gubernur Maluku; dan (iii) Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang yang menerapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) non-PSBB.

4

Page 5: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

Pembatasan Sosial Berskala Besar

5

III. Kebijakan Karantina Wilayah dan ProporsionalBerdasarkan Keppres No. 11 Tahun 2020 jo. PP No. 21 Tahun 2020 jo. Permenkes No. 9 Tahun 2020 dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Pusat tidak mengambil kebijakan penerapan Karantina Wilayah namun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan larangan mudik yang tertuang dalam Permenhub No. 25 Tahun 2020 mengakibatkan tidak bisanya warga masyarakat melakukan mobilitas antar wilayah. Pengaturan mengenai PSBB dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di dalam suatu wilayah, namun tidak mengatur pelarangan mobilitas masyarakat ke wilayah lain. Larangan mudik seharusnya

hanya bisa dilakukan dalam kerangka kebijakan

karantina wilayah, bukan PSBB.

IV. Kebijakan Mobilisasi dan Kerumunan yang Ketat• Pelaksanaan PSBB yang seharusnya membatasi mobilisasi dan

kerumunan terkendala karena kebijakan yang tidak terkonsolidasi dengan baik. Masih banyaknya masyarakat yang melakukan mobilisasi dikarenakan masih harus bekerja sehingga kepadatan antrian transportasi umum masih terjadi. Kerumunan terjadi di pemukiman warga, terutama sejak bulan Ramadhan terutama di jam-jam menjelang berbuka puasa dan sahur. Selain itu banyak masjid masih menggelar shalat tarawih berjamaah.

• Peningkatan jenis tindakan perlu dilakukan untuk menambah kedisiplinan masyarakat. Setelah melakukan tindakan persuasif, perlu diterapkan tindakan yang lebih tegas tanpa pemenjaraan yakni dengan sanksi denda dan kerja sosial

Page 6: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Per tanggal 14 April 2020 data orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) dibuka oleh pemerintah pusat. Meskipun langkah ini cukup terlambat namun hal ini patut diapresiasi sebagai suatu kemajuan.

• Dalam situs covid19.go.id, variasi data yang disajikan semakin banyak antara lain tren nasional secara kumulatif; persentase pasien positif dengan gejala dan tanpa gejala; persentase kondisi penyerta pasien positif; data menurut gender dan kelompok usia; dan kasus per provinsi. Selain grafik, akses download data juga dibuka.

• Namun demikian perbedaan data COVID-19 antara pemerintah pusat dan daerah masih sering ditemui. Beberapa contoh perbedaan laporan pemerintah pusat dan daerah terjadi dengan data Pemprov Yogyakarta (13/4), Jawa Tengah (15/4), dan Jawa Barat (15/4)*. Persoalan mengenai data juga diungkap oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dimana data kasus meninggal yang selama ini dilaporkan oleh pemerintah tidak sesuai realita karena data tersebut tidak menghitung PDP atau ODP yang meninggal walau belum menjalani swab test (Merdeka, 18/4).

V. Informasi Sebaran yang Up-to-Datedan Transparan

*) Diakses dari, https://majalah.tempo.co/read/nasional/160237/mengapa -data-korban-covid-19-pemerintah-pusat-dan-daerah-berbeda

Page 7: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Tercatat per-12 April 2020, sudah terdapat 38.883 napi dan anak yang mendapatkan program asimilasi dan hak integrasi. Kemenkumham juga telah melakukan penundaan penerimaan tahanan baru di lapas dan rutan yang berlaku sejak 18 Maret 2020 untuk mencegah penyebaran COVID-19. Perlu ada langkah lanjutan karena kondisi lapas, LPKA, rutan yang masih overkapasitas, yaitu masih terdapat 232.000 ribu napi yang ditahan padahal kapasitas hanya mencapai 132.000. Dari 38.883 napi yang dibebaskan bersyarat, sebanyak 0,07 persen kembali melakukan tindak pidana (21/4).

• Terkait polemik atas kebijakan ini dan menjaga rasa aman masyarakat, Komnas HAM mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap napi dan anak yang mendapatkan asimilasi dan integrasi, penghukuman yang tegaskepada napi yang melakukan pidana kembali di masyarakat, dan menghimbau kepada masyarakat untuk menerima napi yang mendapatkan asimilasi dan integrasi dan tidak melakukan diskriminasi/stigmatisasi.

VI. Pengurangan Jumlah Hunian di Lembaga Permasyarakatan dan Tahanan

7

Page 8: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

VII. Penerapan Sanksi Tegas Berupa

Denda dan Pidana Pada Peristiwa Khusus

Berdasarkan catatan Polri (per tanggal 19 April 2020) tercatat ada sebanyak 18.974 pelanggaran dalam pelaksanaan PSBB di wilayah DKI Jakarta sehingga dikeluarkan kebijakan pemberian surat teguran kepada

pelanggar.

Penindakan yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap pelaku tindak pidana dalam peristiwa khusus saat ini kiranya dapat mengedepankan prinsip sanksi dalam bentuk denda dan/atau kerja sosial guna memberi efek pencegahan terhadap pelaku lainnya dan merespon kebijakan pemerintah dalam pengurangan jumlah hunian di Lembaga Pemasyarakatan dan tahanan.Dalam masa pandemi COVID-19, potensi panic buying dan penimbunan sangat besar, sehingga pengamanan aspekdistribusi perlu diperketat. Dalam situasi seperti ini,aparat

militer dapat dioptimalkan dalam membantu penanganankorban dan pencegahan perluasannya, termasuk membantuproses pengamanan supply dan distribusi barang.

Page 9: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

VIII. Penggunaan Teknologi Secara Maksimal

Dalam memantau sejauh mana efektivitas himbauan pemerintah dilaksanakan oleh masyarakat, pemerintah sebaiknya mulai menggunakan juga teknologi informasi dengan

melakukan kerjasama dengan penyedia layanan seluler, tentunya tanpa menembus ranah privasi seseorang.

Komnas HAM mendorong segera terwujudnya rencana pemerintah dalam membuat aplikasi berbasis sistem teknologi informasi yang menjelaskan tentang perkembangan

kasus COVID-19. Teknologi ini nantinya dapat digunakan untuk mengetahui dan memprediksi siapa saja yang berkontak dengan pasien positif COVID-19. Dengan begitu,

penyebaran virus COVID-19 dapat dilacak dengan baik. Sekaligus untuk memudahkan penyaluran bantuan sosial secara efektif.

Page 10: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Rekomendasi Komnas HAM beberapa pekan lalu bantuan hidup langsung diharapkan dapat

diberikan secara tepat sasaran. Namun dalam pelaksanaannya beberapa waktu belakangan ini penyaluran bantuan sosial menemui berbagai hambatan antara lain data calon penerima manfaat (DTKS) yang sudah usang, mekanisme penyaluran bantuan yang masih menimbulkan kerumunan, terlambatnya penyaluran bantuan, dll.

• Fakta di lapangan masih ditemukan kesalahan data calon penerima manfaat. Seperti yang

terjadi di Sumedang terdapat nama calon penerima bantuan yang sudah meninggal dan pindah kependudukan masih masuk dalam daftar (Kompas, 26/4). Ketidaksesuaian data juga ditemukan di wilayah DKI Jakarta dimana beberapa warga mengembalikan bantuan sosial karena tidak merasa sebagai warga yang membutuhkan (Media Indonesia, 19/4).

• Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) PP No.21 Tahun 2020 PSBB dilakukan

dengan memperhatikan kebutuhan dasar penduduk. Pemenuhan kebutuhan dasar ini harus segera direalisasikan secara cepat untuk menghindari terjadinya kelaparan sehingga PSBB dapat terlaksana dengan baik.

IX. Bantuan Hidup Langsung

10

Page 11: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

UNESCO menengarai model pembelajaran dari rumah (pembelajaran

jarak jauh/PJJ) akan merugikan siswa miskin dan rentan miskin.

Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 1.700 siswa

berbagai jenjang pendidikan pada 13-20 April 2020, sekitar 76,7 persen

diantaranya mengaku tidak senang mengikuti pembelajaran jarak jauh

(PJJ). Responden mengaku kesulitannya adalah tugas menumpuk, sukar

beristirahat karena waktu pengerjaan tugas yang pendek dan kesusahan

kuota internet.

Berdasarkan survei GSM, orang tua mulai mengeluhkan anaknya yang

enggan belajar, sehingga PR menumpuk dan waktu orang tua untuk

mendampingi anak semakin banyak, menambah beban orang tua dan

menimbulkan kendala bagi tenaga pengajar.

11

Diperlukan adanya saling empati antar pihak. Tenaga pengajar dapat menyiasati pengurangan beban kerja dengan mengurangi tugas, memperpanjang waktu pengerjaan tugas, dan kehadiran tenaga pengajar yang lebih aktif memberikan penjelasan daring.Relasi, komunikasi, koordinasi dan interaksi harus lebih digencarkan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi seluruh pihak terlibat.

Model Pendidikan Rumah yang Tidak Menambah Beban

Page 12: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

XI. Jumlah Tenaga Medis dan Alat-alat Penunjang Kesehatan Serta Menjamin Terpenuhinya Hak-hak Tenaga Medis (1)

• Sejumlah pihak menilai pemerintah masih lambat dalam mendistribusikan APD bagi tenaga medis, hal ini pula yang kerap kali dikeluhkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Keluhan dari tenaga kesehatan di puskesmas di Wakatobi Sulawesi Tenggara, mereka baru menerima 1 APD saja.

• Pendistribusian APD terbatas hanya ke rumah sakit rujukan dan rumah sakit pemerintah, kebutuhan rumah sakit swasta belum dipenuhi.

• Pemerintah perlu memperbaiki sistem pendistribusian alat pelindung diri (APD) kepada tenaga medis terutama di daerah-daerah karena prosesnya sangat lama dan terlalu banyak jenjang, sehingga menjadi proporsional dan merata.

12

Page 13: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

XI. Jumlah Tenaga Medis dan Alat-alat Penunjang Kesehatan Serta Menjamin Terpenuhinya Hak-hak Tenaga Medis (2)

• 29 dokter (20/4) dan 16 perawat (27/4) meninggal pada masa pandemi COVID-19.

• IDI masih mengkhawatirkan jumlah dokter yang menangani COVID-19 tidak cukup dan meminta agar tak ada petugas medis yang dipekerjakan lebih dari delapan jam atau double shift karena akan rentan terkena COVID-19.

• Hal ini mengindikasikan masih belum terpenuhinya perlindungan terhadap tenaga medis. Mendesak pemerintah terus memberikan proteksi yang maksimal bagi tenaga medis sebagai aset utama dan garda terdepan dalam menangani COVID-19.

13

Page 14: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Penyebaran virus COVID-19 di panti sudah terjadi di Yayasan SLB Rawinala Jakarta

Timur. Empat anak berkebutuhan khusus serta tiga pendamping dinyatakan positif COVID-19. Empat anak tersebut ditolak oleh RS Darurat Wisma Atlet dengan alasan tidak adanya perawat di RS tersebut yang bisa mendampingi pasien penyandang

disabilitas.

• Dalam Pasal 20 UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah diatur

mengenai hak penyandang disabilitas dalam kondisi bencana untuk mendapatkan prioritas dalam proses penyelamatan dan fasilitas. Dalam Pasal 11 Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas juga dijelaskan bahwa. negara wajib mengambil segala langkah

yang diperlukan untuk menjamin perlindungan dan keselamatan penyandang disabilitas dalam situasi beresiko

• Mendorong pemerintah cq. Kemensos untuk mendata penyandang disabilitas penghuni panti untuk diberikan perhatian dan jaminan atas kesehatan serta kebutuhan dasar yang maksimal.

XII. Mekanisme Khusus bagi Penyandang Disabilitas

14

Page 15: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

XIII. Memerangi Stigma Bagi Korban, Keluarga dan Membuat Perlindungan Khusus Bagi Pekerja Medis dan Relawan

Tercatat stigmatisasi negatif di berbagai daerah masih tinggi, yaitu terhadap

tenaga medis yang menangani COVID-19 dan keluarganya, pasien COVID-19 sejak

berstatus ODP, buruh migran & WNI yang baru kembali dari luar negeri, dan masih

adanya penolakan jenazah.

Kemudian : 1) Stigma dokter di RS Kariadi yang positif COVID-19 dan pengusiran

tenaga medis dari tempat tinggalnya, 2) Stigma tenaga medis di RS Darurat Wisma

Atlet, bahwa tenaga kesehatan sebagai unsur penular virus corona ke tengah

masyarakat, 3) Stigma tidak hanya kepada orang yang sakit, orang pingsan pun

dianggap terkena COVID-19, dan 4) Penolakan Jenazah di Kabupaten Bandung,

Kabupaten Semarang, dan Kota Gorontalo.

Keterbukaan informasi dan edukasi masih sangat penting diberikan

kepada masyarakat.

Page 16: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Pemerintah pusat dan Pemda terus berkoordinasi dalam menambahkan rumah sakit untuk penanganan COVID-19. Dari semula 132 RS rujukan, kini ada lebih dari 1.000 RS khusus yang digunakan dan 10.000 tempat tidur. Sedangkan, jumlah laboratorium yang beroperasi kini ada 46.

• Berdasarkan data IDI hanya ada sekitar 6.000 dokter penanggung jawab pasien (DPJP) di Indonesia. Masih ada ketimpangan jumlah tenaga medis dalam penanganan COVID-19 di Indonesia. Mayoritas tenaga medis, sekitar 98,9% ada di Pulau Jawa.

• Pemerintah harus memastikan dengan bertambahnya jumlah RS rujukan juga disertai dengan fasilitas yang memadai, sehingga benar-benar dapat diefektifkan untuk penanganan pasien COVID-19. Tak luput, perlu juga diperhatikan RS swasta yang ikut membantu penanganan COVID-19 karena selama ini beroperasi dengan pembiayaan mandiri, termasuk untuk pengadaan alat-alat kesehatan dan obat.

XIV-XV. Distribusi Tenaga Medis, Relawan, Sarana, dan Prasarana Penunjang Secara Proporsional sertaLayanan Kesehatan Maksimal Bagi Masyarakat

16

Page 17: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

XVI. Membangun Solidaritas Masyarakat dan Menjamin Kelancaran Penanggulangan COVID-19

Geliat perjuangan masyarakat dalam melawan COVID-19 masih sangat terlihat di beberapa daerah dalam berbagai cara. Solidaritas masyarakat dilakukan oleh berbagai organisasi masyarakat maupun individu dengan cara-cara kreatif seperti pembuatan dan penyaluran APD, penyaluran sembako dirumah dan di jalan-jalan, pemberian uang dsb.

Solidaritas masyarakat yang begitu aktif melawan COVID-19 tentu harus direspon oleh Pemerintah dengan cara

memberikan kemudahan, serta kemungkinan dilakukan kerjasama.

Page 18: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

XVII. Kebijakan WNI di Luar Negeri Khususnya Buruh Migran

yang Berada di Negara COVID-19

18

Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif dan berkala untuk memastikan seluruh buruh migran

Indonesia yang bekerja diluar negeri kembali ke tanah air

melalui mekanisme legal dan sesuai dengan protokol kesehatan. Pemerintah juga perlu melakukan kerjasama

dengan pemerintah daerah untuk memastikan pergerakan masuk pekerja migran Indonesia yang berpotensi membawa virus COVID-19 ke kampung halamannya telah sesuai dengan

protokol kesehatan.

Pemerintah Per 27 April 2020, Komnas HAM mencatat beberapa fenomena kehidupan WNI di negara terpapar COVID-19, adalah sebagai berikut:

a) Ratusan TKI di Malaysia Terkurung dalam Bangunan karena Lockdown, Makan Rumput untuk Bertahan Hidup;

b) 1 juta TKI di Malaysia terancam kelaparan karena penyaluran sembako terhalang MCO;

c) Nasib Pekerja Migran di Singapura saat Wabah Corona, Berdesakan di Kamar Penuh Kecoa (asrama sempit dan kotor) sehingga physical distancing tidak memungkinkan;

d) Banyak majikan di Hong Kong yang dirumahkan oleh perusahaannya. Jadi BMI ikut kena imbas di-terminate (pemutusan kontrak);

e) TKI Banten di Tengah Corona: makan 3 kali seminggu pakai nasi busuk (di negara Timur Tengah).

Page 19: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

• Menurut Kementerian Ketenagakerjaan per tanggal 20 April 2020 terdapat 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan kena PHK akibat pandemi COVID-19 (Kompas, 23/4).

• Implementasi SE Kemnaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 mendapat banyak kritikmulai dari kekuatan legalitas (hanya berupa SE bukan peraturan yang mengikat), substansi yang lebih berpihak kepada pihak pengusaha, hingga pengawasan implementasi SE yang lemah.

• Program Kartu Pra Kerja tidak memberikan banyak manfaat bagi pekerja/buruh korban PHK. Dengan situasi perekonomian yang cukup sulit, bantuan dana dan sembako dinilai jauh lebih dibutuhkan dibanding pelatihan kerja.

• Pemerintah harus memastikan pihak perusahaan melakukan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan khususnya UU Ketenagakerjaan.

• Pemerintah harus hadir sebagai fasilitator bagi pihak perusahaan dan pekerja/serikat pekerja untuk dapat duduk bersama melakukan dialog guna mencapai kesepakatan yang tidak merugikan kedua belah pihak.

XVIII. Perlindungan Bagi Buruh dan Para Pekerja

19

Page 20: Realitas Penegakan HAM di Masa Pandemi COVID-19 › 2020 › 04 › realitas...dalam UU No. 6 Tahun 2018 maupun PP No. 21 Tahun 2020 hanya mengatur pembatasan kegiatan tertentu di

#dirumahaja #lawancovid19 #kesehatanuntuksemua

www.komnasham.go.id

20

Terima kasih

“Komnas HAM menegaskan bahwa upaya perlindungan kesehatan menjadi hak semua orang, untuk itu pemerintah harus memastikan tidak ada diskriminasi dan memberikan akses yang sama pada setiap orang atas layanan kesehatan. Upaya itu harus sejalan dengan upaya dan langkah untuk meminimalkan dampak sosial dan ekonomi agar tidak terjadi krisis yang semakin mendalam dan berdampak jangka panjang. Komitmen dan perspektif HAM harus menjadi acuan dalam penanggulangan COVID-19 agar setiap kebijakan dan langkah dilakukan dengan menghormati martabat manusia, melindungi HAM, dan proporsional.”