Realistic Mathematics Education

55
Realistic Mathematics Education (RME) dan Penerapannya di MI Posted by abdussakir on November 23, 2010 A. RME dan Sejarahnya Berbicara mengenai RME, maka tidak akan lepas dengan sosok seorang ahli matematika dan ahli pendidikan Prof. Hans Freudenthal. Hans Freudenthal adalah warga Jerman yang lahir pada tahun 1905 di Luckenwalde. Pada tahun 1930, dia pindah ke Amsterdam, Netherlands dan pada tahun 1946 di menjadi profesor di Universiteit Utrecht. Pada tahun 1971, Freudenthal mendirikan Instituut Ontwikkeling Wiskunde Onderwijs (IOWO) atau Institut for Development of Mathematics Education, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Freudenthal Institut. Freudenthal Institut adalah bagian dari Faculty of Mathematics and Computer Science di Utrect University, yang merupakan tempat pelaksanaan research tentang pendidikan matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal meninggal pada usia 85 tahun tepatnya tanggal 13 Oktober 1990. Freudenthal menyatakan bahwa matematika adalah “human activity” dan dari ide inilah RME dikembangkan. RME menyatukan pandangan mengenai apa matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Dalam pendidikan matematika, menurut Freudenthal siswa bukanlah sekedar penerima yang pasif terhadap materi matematika yang siap saji, tetapi siswa perlu diberi kesempatan untuk reinvent (menemukan) matematika melalui pratik yang mereka alami sendiri. Suatu pinsip utama RME adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri. Materi pelajaran perlu bersifat real bagi siswa. Inilah yang menjadi alasan mengapa disebut Realistic Mathematics Education. Tentu saja tidak berarti bahwa RME harus selalu menggunakan masalah kehidupan nyata. Masalah matematika yang bersifat abstrak dapat dibuat menjadi nyata dalam benak (pikiran) siswa. Alasan mengapa orang Belanda menggunakan istilah “realistic” bukanlah karena RME berkaitan dengan dunia nyata (real world),

description

c

Transcript of Realistic Mathematics Education

Page 1: Realistic Mathematics Education

Realistic Mathematics Education (RME) dan Penerapannya di MI

Posted by abdussakir on November 23, 2010

A. RME dan SejarahnyaBerbicara mengenai RME, maka tidak akan lepas dengan sosok seorang ahli matematika dan ahli pendidikan Prof. Hans Freudenthal. Hans Freudenthal adalah warga Jerman yang lahir pada tahun 1905 di Luckenwalde. Pada tahun 1930, dia pindah ke Amsterdam, Netherlands dan pada tahun 1946 di menjadi profesor di Universiteit Utrecht. Pada tahun 1971, Freudenthal mendirikan Instituut Ontwikkeling Wiskunde Onderwijs (IOWO) atau Institut for Development of Mathematics Education, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Freudenthal Institut. Freudenthal Institut adalah bagian dari Faculty of Mathematics and Computer Science di Utrect University, yang merupakan tempat pelaksanaan research tentang pendidikan matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal meninggal pada usia 85 tahun tepatnya tanggal 13 Oktober 1990.Freudenthal menyatakan bahwa matematika adalah “human activity” dan dari ide inilah RME dikembangkan. RME menyatukan pandangan mengenai apa matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Dalam pendidikan matematika, menurut Freudenthal siswa bukanlah sekedar penerima yang pasif terhadap materi matematika yang siap saji, tetapi siswa perlu diberi kesempatan untuk reinvent (menemukan) matematika melalui pratik yang mereka alami sendiri. Suatu pinsip utama RME adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri.Materi pelajaran perlu bersifat real bagi siswa. Inilah yang menjadi alasan mengapa disebut Realistic Mathematics Education. Tentu saja tidak berarti bahwa RME harus selalu menggunakan masalah kehidupan nyata. Masalah matematika yang bersifat abstrak dapat dibuat menjadi nyata dalam benak (pikiran) siswa.Alasan mengapa orang Belanda menggunakan istilah “realistic” bukanlah karena RME berkaitan dengan dunia nyata (real world), tetapi juga berkaitan dengan penggunaan masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Membayangkan dalam bahasa belanda adalah “zich REALISEren”. Penekanannya adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam pikiran. Jadi masalah yang disajikan tidak selamanya harus berasal dari dunia nyata.Pembelajaran matematika di Indonesia, pada umumnya dilakukan dengan urutan (1) penyajian definisi/rumus, (2) pemberian contoh/contoh soal, dan (3) pemberian latihan. Latihan kadang kala berupa soal cerita yang terkait dengan penggunaan definisi/rumus dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, tradisi pembelajaran di Indonesia masih cenderung menempatkan pemberian masalah nyata di akhir pembelajaran. Hal ini sangat berbeda dengan RME yang menempatkan pemberian masalah nyata di awal pembelajaran.RME dimulai dengan pengajuan masalah yang kaya (rich problem), yakni masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara yang berbeda.Karakteristik rich problem adalah.1. Pemecahannya mengarah pada aktivitas matematika.2. Pemecahannya dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan.3. Biasanya diambil dari masalah kehidupan sehari-hari.

Page 2: Realistic Mathematics Education

4. Pada dasarnya adalah masalah open-ended.5. Biasanya melibatkan banyak disiplin ilmu lain.Pada RME, pendidikan matematika lebih ditekankan pada aktivitas, yaitu aktivitas matematisasi. Matematisasi terdiri dari dua tipe yaitu matematisasi vertikal dan matematisasi horisontal. Matematisasi horisontal adalah proses penggunaan matematika sehingga siswa dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah dalam situasi nyata. Matematisasi vertikal adalah proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri. Matematisasi horisontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol atau pentransformasian masalah nyata ke dalam model matematika, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam dunia simbol itu sendiri atau proses dalam matematika itu sendiri.Berdasarkan dua jenis matematisasi inilah, dibuatlah 4 klasifikasi pendekatan dalam pendidikan matematika, yaitu mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik tidak menggunakan matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Pendekatan empiristik hanya menggunakan matematisasi horisontal. Pendekatan Stukturalistik hanya menggunakan matematisasi vertikal. Pendekatan realistik menggunakan matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal dalam proses belajar mengajar.Terdapat tiga prinsip dalam RME, yaitu:1. Guided Reinvention, yakni siswa perlu diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana suatu konsep matematika ditemukan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya berbagai penyelesaian dan selesaian.2. Didactical Phenomenology, yakni topik matematika disajikan berdasarkan aplikasi dan kontribusinya pada materi matematika selanjutnya.3. Self-Developed Model, yakni siswa mengembangkan model sendiri pada saat menyelesaikan masalah nyata.Ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME adalah:1. Menggunakan masalah nyata sebagai titik awal belajar.2. Menggunakan model sebagai jembatan antara real dan abstrak.3. Menggunakan kontribusi siswa dalam proses pembelajaran.4. Pembelajaran berlangsung secara demokratis dan interaktif.5. Pembelajaran terintegrasi dengan topik lainnya.

B. Tingkat Perkembangan Kognitif Siswa MIJean Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak ke dalam empat tahap, yaitu tahap sensori motor (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasi konkret (7-11 tahun), dan tahap operasi formal (11 tahun ke atas). Berdasarkan pengelompokan ini, maka anak MI masuk pada tahap operasi konkret. Hal ini berarti bahwa siswa MI masih sangat tergantung pada benda-benda konkret atau hal-hal nyata untuk dapat memahami sesuatu.Perkembangan kognitif siswa bergerak dari konkret-semikonkret-abstrak. Kalau meminjam istilah Bruner, siswa bergarak dari tahap enactive, iconic, dan symbolic. Jadi, kurang tepat jika pembelajaran matematika dilakukan dengan urutan yang terbalik, yaitu dari abstrak menuju konkret (dari definisi ke aplikasi).Objek-objek matematika bersifat abstrak. Keabstrakan matematika perlu diwujudkan menjadi lebih konkret untuk anak MI agar dapat memahami matematika. Upaya untuk mengkonkretkan matematika adalah dengan menggunakan realitas atau lingkungan siswa. Realitas bermakna segala sesuatu yang dapat dipahami siswa baik dengan cara mengamati langsung atau dengan membayangkan. Lingkungan bermakna segala sesuatu yang berada di sekitar siswa, baik

Page 3: Realistic Mathematics Education

lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat.RME pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan untuk mempermudah proses pembelajaran. Hal ini dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. RME menekankan pada reinvention yang dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru melalui masalah nyata. Perlu diingat bahwa matematika sendiri adalah abstraksi dari dunia nyata. Matematika adalah hasil pengorganisasian situasi nyata yang mempunyai keteraturan. Dengan demikian, matematika yang bersifat abstrak dapat diupayakan menjadi konkret. Dari hal konkret inilah, siswa melakukan cara yang sama bagaimana matematika yang abstrak ditemukan.C. Contoh Masalah untuk Penerapan RME di Madrasah Ibtidaiyah1. PenjumlahanSeorang siswa diminta untuk membuka “warung” di sudut kelas. Siswa yang lain diminta untuk membeli dua jenis menu dan menghitung berapa harga yang harus dibayar. Daftar menu dan harga dibuat dalam bentuk gambar yang menarik.2. Pengurangana. Suatu mikrolet memuat 12 penumpang dari terminal Blitar. Ketika sampai di MI WB, ada yang turun sebanyak 5 orang. Berapa sisa penumpang mikrolet itu sekarang?b. Di dua halte, dibuat catatan mengenai jumlah penumpang yang naik dan turun pada suatu mikrolet. Halte pertama mencatat jumlah penumpang yang naik dan halte kedua mencatat jumlah penumpang yang turun. Selanjutnya mikrolet melanjutkan perjalanan. Catatan untuk semua mikrolet ada. Yang ditanyakan berapa sisa penumpang setelah masing-masing mikrolet melewati halte kedua.3. Perkaliana. Ibu menghidangkan kue pada tamu. Kue ditaruh di 5 piring dan masing-masing piring memuat 6 kue. Berapa kue semuanya.b. Andi memelihara ayam dan kambing. Setelah dihitung, diketahui bahwa banyaknya kaki ayam dan kaki kambing adalah 32. Berapa banyaknya ayam dan kambing Andi?4. PembagianIbu mengundang 30 orang tetangga untuk acara syukuran. Ayah menyediakan meja tamu yang mempunyai 6 kursi. Berapa banyaknya meja yang diperlukan untuk tamu?5. Sistem Persamaan Linear Dua PeubahMeskipun materi ini diajarkan di MTs, namun materi ini dapat diajarkan di MI dengan pendekatan realistik. Langkah-langkahnya sebagai berikut.a. Diberi permasalahan nyata yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa berikut.Ali membeli dua buku dan satu pensil harganya Rp. 5000,00Amir membeli satu buku dan satu pensil yang sama dengan yang dibeli Ali harganya Rp. 3500,00.Jika Andi membeli satu buku berapa harganya?b. Siswa SD menyelesaikan sebagai berikut

c. Siswa SD memanipulasi sebagai berikut.

Siswa akan tahu bahwa satu buku harganya Rp1.500,00d. Guru membimbing siswa untuk mengenal konsep SPL dua peubah. Guru mengajak siswa menuliskan harga buku sebagai B dan harga pensil sebagai P. Akan didapat2B + P = 5000B + P = 3500

Page 4: Realistic Mathematics Education

Guru menjelaskan bahwa bentuk tersebut dinamai Sistem Persamaan Linear Dua Peubah.e. Guru mengajak siswa menyelesaikan SPL tersebut secara formal, sebagai berikut.2B + P = 5000B + P = 3500Persamaan pertama dikurangi persamaan kedua menghasilkanB = 1500.Jadi, harga satu buku Rp.1.500,00.

Daftar PustakaSeegers, Gerard & Gravemeijer, K. 1997. Implementation and Effect of Realistic Curricula. Dalam Beishuizen, M (eds). The Role of Contexts and Models in the Development of Mathematical Strategies and Procedures. Utrecht: Freudenthal Institute.Gravemeijer, K.. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrech: CD Press.

About these ads

This entry was posted on November 23, 2010 at 3:13 am and is filed under Artikel. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

Leave a Reply

LAPORAN DISKUSI “REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) ATAU PEMBELAJARAN

MATEMATIKA REALISTIK” 08 Jan

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Dewasa ini yang masih menjadi isu panas dalam kualitas pendidikan adalah prestasi siswa dalam bidang ilmu tertentu. Menyadari hal ini pemerintah bersama-sama dengan para ahli di bidang pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya reformasi pendidikan yang telah dibuat oleh banyak pemerintah, termasuk melalui seminar, lokakarya dan materi pelatihan dalam hal mata pelajaran dan metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu seperti Sains, Matematika dan lain-lain. Namun belum menampakkan hasil memuaskan, baik dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi siswanya.

Page 5: Realistic Mathematics Education

Dari beberapa mata pelajaran yang disajikan disekolah, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang perlu dilatih dalam system penalarannya. Melalui pengajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan kapasitas keterampilan dan mengembangkan aplikasi. Selain itu matematika adalah cara berfikir dalam menentukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan matematika adalah adalah metode berfikir logis sistematis, dan konsisten.

Namun matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Apalagi dengan peserta didik yang kerja otak kanan lebih dominan dalam aktifitas kesehariannya. Dengan asumsi seperti ini, maka pelajaran matematika akan menjadi sebuah penghambat dalam proses pembelajaran bagi sebagian siswa tersebut. Sehingga dalam pembelajaran perlu memperhatikan kondisi yang perlu dan dapat mendorong atau memotivasi peserta didik dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun demikian, dengan berbagai model pembelajaran yang ada memungkinkan guru untuk menyampaikan materi matematika secara menarik dan menyenangkan. Dalam kondisi peserta didik yang fun atau bisa dengan tema “belajar matematika dengan menyenangkan” maka perserta didik dapat mengikuti dengan fun juga, maka mereka tidak merasa kejenuhan dalam belajar matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang ada adalah Pembelajaran matematika realistic atau yang lebih dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education).

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah RME itu?

2.      Bagaimanakah langkah-langkah RME?

3.      Apa sajakah kelebihan dan kelemahan RME?

4.      Bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika?

C.     Tujuan

Dari Uraian diatas didapat:

1.      Tujuan umum

a.       Dapat mengetahui apa itu RME.

b.      Dapat mengetahui bagaimanakah langkah-langkah RME.

c.       Dapat mengetahui apa sajakan kelebihan dan kelemahan RME.

d.      Dapat mengetahui bagaimana penerapannya dalam pembelajaran matematika.

2.      Tujuan khusus

Dapat mengaplikasikan RME dalam proses pembelajaran.

Page 6: Realistic Mathematics Education

D.    Manfaat

1.      Manfaat teoritis

Secara umum dari ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pembelajaran matematika utamanya dalam meningkatkan pemahaman konsep belajar matematika siswa. Secara khusus review ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada strategi pembelajaran matematika.

2.      Manfaat praktis

Bagi siswa

Proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap  konsep matematika dengan baik.

Bagi guru

Memberikan masukan kepada guru, khususnya guru matematika, bahwa dalam pembelajaran matematika dengan pemberian pertanyaan haruslah dapat   merangsang motivasi siswa agar pembelajaran menjadi lebih menarik dan kreatif.

BAB IIKAJIAN TEORI

A.     Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman.Pembelajaran dalam dunia pendidikan adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

C.     Pendekatan Realistik

Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.

Page 7: Realistic Mathematics Education

Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.

 

BAB III

PEMBAHASAN

A.     Sejarah dan Pengertian RME

1.      Sejarah RME

Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) mulai berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan matematika di Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi pebelajar. Gerakan ini mula-mula diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar ditentukan oleh pandangan Freudenthal (1977) tentang matematika. Menurut pandangannya matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian dari nilai kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran matematika harus pada kegiatan bermatematika atau “matematisasi” (Freudental,1968).

Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi perkakas matematika yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematisasi vertikal di pihak lain merupakan proses reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian menerapkan temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya (Freudenthal, 1991). Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui cara itu.

2.      Pengertian RME

RME  adalah pendekatan pembelajaran yang bertolak dari hal-hal yang ‘real’ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi,

Page 8: Realistic Mathematics Education

berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing’ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini  peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan ‘reasoning-nya’, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Secara umum, teori RME terdiri dari  lima karakteristik yaitu:

1)      penggunaan real konteks sebagai titik tolak belajar matematika

2)      penggunaan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus.

3)      mengaitkan sesama topik dalam matematika

4)      penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika

5)      menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa.

Namun demikian, hendaknya guru  juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai dalam pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan komunikasi, serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut maka guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses pembelajaran serta media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam kelas. Dengan suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh lagi dalam belajar matematika, namun sebaliknya,  diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan.

B.     Langkah-langkah Metode RME

Untuk dapat melaksanakan PMRI kita harus tahu prinsip-prinip yangdigunakan PMRI dan karakteristik PMRI.

a.      Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu:

1.       Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

2.       Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema dan simbol”.

3.       Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.

4.       Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika.

5.       Intertwinning (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

Page 9: Realistic Mathematics Education

Gravemeijer (dalam Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik, ketiga kunci tersebut adalah:

1.      Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang berbeda.

2.      Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.

3.      Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan ‘contextual problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri. Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.

b.      Karakteristik PMRI

Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:

1.       Menggunakan masalah kontekstual

Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari).

2.       Menggunakan model atau jembatan

Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.

3.       Menggunakan kontribusi siswa

Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal. Dalam kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli. Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang tidak didiskon.

4.       InteraktivitasNegosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok siswa diminta untuk membuat

Page 10: Realistic Mathematics Education

pertanyaan kemudian diminta mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.

5.       Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (bersifat holistik)

Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari- hari.

c.       Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Langkah 1: Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi

 

Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual

Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

Langkah 3 : Menyelesaikan masalah

Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model

Langkah 4 : Membandingkan jawaban

Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.

Page 11: Realistic Mathematics Education

Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi

Langkah 5: Menyimpulkan

Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.

C.     Kelebihan dan Kelemahan RME

Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:

1.       Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.

2.       Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.

3.       Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.

4.       Guru ditantang untuk mempelajari bahan.

5.       Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

6.       Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:

1.       Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).

2.       Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

3.       Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

D.    Penerapan RME dalam Pembelajaran

Secara umum, teori RME terdiri dari  lima karakteristik  yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, Namun demikian, hendaknya guru  juga memperhatikan 3 aspek penilaian yang harus dicapai dalam pembelajaran, yaitu aspek pemahaman konsep, aspek penalaran dan

Page 12: Realistic Mathematics Education

komunikasi, serta aspek pemecahan masalah. Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut maka guru dapat mengembangkan pendekatan atau model dalam proses pembelajaran serta media yang tepat dalam mendukung belajar peserta didik dalam kelas. Dengan suasana yang menyenangkan diharapkan peserta didik tidak jenuh lagi dalam belajar matematika, namun sebaliknya, diharapkan peserta didik dapat termotivasi untuk belajar dengan menyenangkan.

Sebagai ilustrasi berikut ini contoh soal dengan menggunakan kelima karakteristik RME untuk mengajarkan konsep pembagian di Sekolah Dasar pada usia 8 atau 9 tahun.  Guru mengenalkan masalah yang konteksnya real yaitu:  Pedagang telur.

Ibu membeli telur sebanyak 81 butir untuk membuat kue lebaran. Enam telur akan dibungkus pada satu kantong plastik. Berapa banyak kantong plastik yang dibutuhkan?

Ilustrasinya adalah sebagai berikut:

Guru menggambarkan petunjuk berupa sketsa kantong plastik sebagai model pada papan tulis.

Siswa mulai bekerja dalam suatu group 3 atau 4 orang. Guru berjalan keliling kelas bertanya seadanya tentang proses memecahkan masalah. Siswa senang sekali akan proses belajar seperti ini.   Setelah sekitar 10 menit, guru mengakhiri bagian pelajaran ini. Siswa di minta untuk menunjukkan dan menjelaskan solusinya dalam diskusi yang interaktif. Ana hanya menyalin  sketsa yang ada di papan tulis sebanyak yang ia butuhkan untuk mengantongi.

Siswa lain, Ima, memulai dengan cara yang sama, tetapi setelah menggambar dua sketsa kantong plastik, ia mengubah ke sketsa yang lebih representatif: segi empat dengan angka 6. Setelah menggambar  dua kantong plastik, dia sadar bahwa isi dari lima kantong plastik sama dengan 30 butir telur.  Jadi melalui 30 ke 60 dan 72 serta 78.  Dan akhirnya ia menambahkan tiga  telur pada kantong plastik yang terakhir

Siswa ke tiga, Riza, mempunyai jawaban yang lebih jauh dalam matematisasi masalah.   Meskipun dia mulai dengan menggambar kantong plastik sebagai model, namun ia segera menggunakan konsep perkalian yang ia baru pelajari pada pelajaran yang lalu. Ia tulis 6 x 6 = 36 dan didobelkannya 36 ke 72 ditambahkannya 2 kantong plastik tadi untuk mendapatkan kapasitas 84.  Selesai.

Jika kita lihat ketiga macam solusi (dan tentunya banyak solusi lain) kita catat adanya suatu perbedaan level ‘real’ matematika pada soal ‘real-world’ ini.  Banyak guru akan mendebat bahwa jawaban pertama tidak ada matematikanya sama sekali. Tetapi visualisasi dan skematisasi (contoh informal matematika) adalah alat yang sangat penting dan berguna dalam matematisasi. Solusi ketiga, terkaitnya antara konsep perkalian dengan konsep baru yaitu pembagian,  membuat matematika lebih jelas.

BAB IV

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Page 13: Realistic Mathematics Education

A.     Simpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dimensi pertama dalam model adalah tanggung jawab guru untuk melakukan penawaran Kondisi yang sesuai untuk belajar matematika siswa.  Instruksi yang terpusat pada guru dikonseptualisasikan dalam cara yang lebih normatif, dimana guru terutama seharusnya menjelaskan prosedur dan memberikan arah, yang diyakini cukup dalam proses pembelajaran.

2. Dimensi kedua dalam model adalah tanggung jawab guru untuk memulai Siswa untuk membangun pengetahuan matematika mereka sendiri. Produk yang mencerminkan pendapat siswa dan guru tentang pengalaman mereka sendiri pelajaran matematika menunjukkan kesempatan bagi penalaran siswa, untuk menggunakan pengalaman mereka, untuk membangun pengetahuan matematika. 

3. Dimensi Specific Mathematics Content memungkinkan untuk menyoroti keberadaan konten matematika yang relevan di kelas matematika, menggambarkan sejauh mana guru mengambil tanggung jawab untuk menekankan isi dan bukan hanya bentuk kerja yang diwakili dalam dua faktor sebelumnya. 

B.     Implikasi

Dari kesimpulan di atas memberikan implikasi bahwa penerapan pendekatan matematika realistik ini dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami materi matematika. Penerapan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat menarik minat belajar siswa dan mengarahkan siswa untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran yaitu menyelidiki dan memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi dunia nyata. Sehingga, siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas dan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang sedang dipelajari.

C.     Saran

Berdasarkan simpulan dari penulisan ini untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran realistik penulis memberikan saran – saran sebagai berikut:

1. Diperlukan adanya kesadaran siswa dalam bertanggung jawab terhadap setiap pelajaran disekolah.

2. Diperlukan adanya kesadaran antara pengajar dengan siswa agar pembelajaran realistik dapat berjalan dengan baik.

3. Setiap pengajar diharapkan menguasai bermacam- macam metode pembelajaran.

About these ads

Share this:

Twitter Facebook

Page 14: Realistic Mathematics Education

Like this:

 Tinggalkan Komentar

Posted by funmatika pada Januari 8, 2012 in Uncategorized

 PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIK (RME/PMR)

A. Pengertian RME

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan operasionalisasi dari suatu

pendekatan pendidikan matematika yang telah dikembangkan oleh Freudenthal di Belanda dengan

nama Realistic Mathematics Education (RME) yang artinya pendidikan matematika realistik. Gravemeijer

(1994: 82). Dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi

aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi poko persoalan.

Matematika realistic yang dimaksud adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan

menempatkan relitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic

digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika

formal.

Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan

lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika,

sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang lalu. Yang dimaksud

dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik

lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta

didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.

Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah kontekstual (contextual

problems) sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Perlu dicermati bahwa suatu hal yang bersifat

kontekstual dalam lingkungan siswa di suatu daerah, belum tentu bersifat konteks bagi siswa di daerah

lain. Contoh berbicara tentang kereta api, merupakan hal yang konteks bagi siswa yang ada di pulau

Jawa, namun belum tentu bersifat konteks bagi siswa di luar Jawa. Oleh karena itu pembelajaran

matematika dengan pendekatan realistik harus disesuaikan dengan keadaan daerah tempat siswa

berada.

Page 15: Realistic Mathematics Education

Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan suatu “keharusan” dalam

menghadapi dunia yang tidak menentu. Siswa perlu dipersiapkan bagaimana mendapatkan dan

menyelesaikan masalah. Masalah yang disajikan ke siswa adalah masalah kontekstual yakni masalah

yang memang semestinya dapat diselesaikan siswa sesuai dengan pengalaman siswa dalam

kehidupannya.

Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan

kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-

masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.

Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit.

Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia

nyata.

B. Komponen RME

Dalam pembelajaran matematika realistic ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam

merancang pembelajaran:

Reinvention dan Progressive Mathematization (“penemuan terbimbing” dan proses matematisasi

yang makin meningkat). Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention, para siswa diberi

kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah

matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu

prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyesaian informal. Dalam hal ini

strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan

tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur

penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika

secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

Didactical phenomenology (Fenomena yang mengandung muatan didaktik). Gravemeijer (1994: 90)

menyatakan, berdasarkan prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam

pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu (i) memunculkan ragam

aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya sebagai hal yang

berpengaruh dalam proses progressive mathematizing. Topik-topik matematika yang disajikan atau

masalah kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan dua hal yakni

aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika

Page 16: Realistic Mathematics Education

selanjutnya. Terkait dengan hal di atas, ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab yaitu: bagaimana

kita mengidentifikasi fenomena atau gejala yang relevan dengan konsep dan gagasan matematika yang

akan dipelajari siswa, bagaimana kita harus mengkonkritkan fenomena tau gejala tersebut, apa tindakan

didaktik yang diperlukan untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan seefisien mungkin.

Self-developed models (Pembentukan model oleh siswa sendiri), Gravemeijer (1994: 91)

menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk

mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan

informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya.

Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang

sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut

akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for

masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.

Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa

karakteristik dan komponen sebagai berikut:

1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik

lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi

belajar yang kontekstual bagi siswa.

2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya permasalahan atau ide

dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model

yang mengarah ke tingkat abstrak.

3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan

konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan

siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat

diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

C. Penerapan Model RME di Kelas

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik,

misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di Sekolah Dasar (SD). Sebelum mengenalkan

pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pemecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi

Page 17: Realistic Mathematics Education

bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk yang

sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami

pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah

pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistic dimana

siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan

siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk

menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari

atau dalam bidang lain.

D. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu:

a. guided reinvention and progressive mathematizing,

b. didactical phenomenology, dan

c. self-developed models.

Ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

a) Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali terbimbing/ pematematikaan

progresif)

Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh

guru di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi

bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat

dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus

matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan

pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali (re-invention), dapat digunakan sejarah

penemuan konsep/prinsip/rumus matematika.

Menurut penulis, prinsip penemuan ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang

menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru

Page 18: Realistic Mathematics Education

kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan

itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.

b) Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran)

Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang menghendaki

bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan

pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu:

1. untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam

pembelajaran.

2. untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk

suatu proses pematematikaan progresif.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya

masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan

dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan:

1. topik-topik matematika yang diajarkan

2. konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam

pembelajaran.

c) Self – developed models (model-model dibangun sendiri).

Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara

pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi

kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang

dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang

dibangun siswa.

Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip dengan masalah

kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa

sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada

bentuk matematika formal. Dalam PMR diharapkan terjadi urutan pengembangan model belajar yang

bottom up.

Page 19: Realistic Mathematics Education

E. Karakteristik Pembelajaran Metematika Realistik

Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, PMR memiliki lima karakteristik,

yaitu:

a. the use of context (menggunakan masalah kontekstual),

b. the use models (menggunakan berbagai model),

c. student contributions (kontribusi siswa),

d. interactivity (interaktivitas), dan

e. intertwining (terintegrasi). Penjelasan secara singkat dari kelima karakteristik tersebut, secara singkat

adalah sebagai berikut.

1. Menggunakan masalah kontekstual.Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual,

sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki

sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber

pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah

kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang

dikenali oleh siswa. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu:

a) untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika,

b) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika,

c) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika, dan

d) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata

(realitas).

2. Menggunakan berbagai model.

Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam

mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi

Page 20: Realistic Mathematics Education

siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke

formal.

3. Kontribusi siswa.

Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat

mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain,

kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru.

Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

4. Interaktif.

Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran

merupakan hal yang sangat penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan,

pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan

matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh

siswa.

5. Keterkaitan.

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit pelajaran)

harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.

F. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR,

sebagai berikut:

1. Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam

kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

2. Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa

mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan

petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari

permasalahan yang belum dipahami.

3. Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan

masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih

Page 21: Realistic Mathematics Education

diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk

menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.

4. Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan

kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara

berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan

interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.

5. Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik

kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

G. Kebihan dan Kekurangan (RME)

Beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain sebagai

berikut:

1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara

matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada

umumnya bagi manusia.

2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu

bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang

disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu

soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain.

Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh

dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian

yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat,

sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.

4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari

matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika

orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika,

dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani

sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

5. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.

6. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.

Page 22: Realistic Mathematics Education

7. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.

8. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.

9. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

10. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

Beberapa kekurangan dalam penerapan pendekatan PMR antara lain sebagai berikut:

1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar

mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan

peranan soal kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari

segala sesuatu yang sudah “jadi”, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep

matematika. Guru dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa.

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah

untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus

bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah

hal yang mudah bagi seorang guru.

4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal kontekstual, proses

pematematikaan horisontal dan proses pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang

sederhana, karena proses dan mekanisme, berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa

membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.

5. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).

6. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

7. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu

memahami materi pelajaran.

Walaupun pada pendekatan PMR terdapat kendala-kendala dalam upaya penerapannya,

menurut peneliti kendala-kendala yang dimaksud hanya bersifat sementara (temporer). Kendala-

kendala itu akan dapat teratasi jika pendekatan PMR sering diterapkan. Hal ini sangat tergantung pada

upaya dan kemauan guru, siswa dan personal pendidikan lainnya untuk mengatasinya. Menerapkan

suatu pendekatan pembelajaran yang baru, tentu akan terdapat kendala- kendala yang dihadapi di awal

penerapannya. Kemudian sedikit demi sedikit, kendala itu akan terasi jika sudah terbiasa

menggunakannya.

Page 24: Realistic Mathematics Education

1. Download Teori-Teori, Model, Pendekatan dan Metode Pembelajaran

FOTO ANAK-ANAK BUPUL 6

1. FOTO CAH BUPUL 6

Ilmu Komputer

1. Cara Mengaktifkan Print Spooler Windows XP, Vista dan Seven - New !! 2. Cara Menonaktifkan Automatic Updates Windows XP SP 3 - New !! 3. Cara Menonaktifkan System Startup Di Windows XP, Visata, dan Seven - New !! 4. John Von Neumann, Komputer dan Matematika - New !! 5. Regedit Windows XP 6. Sembunyikan Drive Komputer

Kata Mutiara

1. Mencoba Posting Kata-Kata Mutiara & Puisi - New !!

Koleksi Software

1. Angry IP Scanner 2. Internet Download Manager 6.07 Dengan Patch 3. MAC Addres Changer 4. NetCut Wifi

Lobster Air tawar

1. Lobster Air Tawar (Udang Batu)

Matrikulasi

1. Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner 2. Geometri Dan Teori Van Hiele 3. Karakteristik Matematika Dan Hakekat Pembelajaran Matematika 4. PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIK (RME/PMR) 5. PENILAIAN PERFORMANCE 6. Pemikiran Filsafat Tentang Matematika 7. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) 8. Pengantar Penyusunan RPP 9. Pengertian dan Penjelasan Kognitif 10. RANGKUMAN TEORI PEMECAHAN MASALAH POLYA 11. Teori Belajar Bermakna Ausubel 12. Teori Belajar Dienes 13. Teori Gagne 14. Teori Konstruktivisme Vygotsky 15. Teori Operant Conditioning Skinner

Page 25: Realistic Mathematics Education

16. Teori Struktur Belajar Guilford 17. Teori Thorndike

Musik Dero Merauke

1. Koleksi Musik Dero Merauke Papua - New !!

Obat Dari Merauke

1. MANFAAT DAN KHASIAT SARANG SEMUT

PEMROGRAMAN PASCAL

1. Contoh program pascal Case of

PES 6

1. Update PES 6 Transfer Pemain Juni 2012-2013 - New !!

Perangkat Pembelajaran

1. Standar Isi Matematika SMP/MTs dan SMA/MA

Rusa Merauke

1. Merauke Kota Rusa

SUMBERDAYA DI PAPUA

1. Tanaman Sagu dan Pemanfaatannya di Propinsi Papua - New !!

TIPS DAN TRIK BLOGGER

1. Cara Membuat Domain Gratis di Smartdots 2. Cara Mengganti Domain Blogspot - New !! 3. Cara Mengirim SMS Menggunakan Email Gmail 4. Cara Mudah Membuat Facebook Like Box di Blog Kita

TUTORIAL SOFTWARE

1. Cara Mudah Memformat Video Menggunakan Software Format Factory 2. Update PES 6 Transfer Pemain 2012 - New !!

Tentang Bupul Enam

1. Mengenal Bupul VI (Enam) Desa Belbelland, Kab.Merauke

Page 26: Realistic Mathematics Education

Tips Blog

Komentar Anda

Like Box

Situs Berita

Silahkan Di Kunjungi1. Vivanews2. Kompas3. Goal

Followers

MENGENAI SAYA

BUDY S

"ANAK PERBATASAN NKRI-PNG"

View my complete profile

Page 30: Realistic Mathematics Education

I Love Papua , Indonesia

Tanah Merauke Itulah HidupkuEmpat tahun lebih ku tinggalkan Merauke tepatnya di Bupul Enam lokasi yang menyimpan segala kenangan indah dan Penuh Harapan. Bagiku tiada kenangan buruk disana hanya bila mengingat saat-saat terakhir akan meninggalkannya saja membuatku tak berdaya, berat rasanya mengangkat kaki ini, Namun aku tidak punya pilihan lain kecuali menyerah pada takdir.Meninggalkan Merauke , meninggalkan Bupul bukan berarti membuatku menjadi melupakannya dan tidak peduli lagi dengannya. Justru disaat jauh seperti ini membuatku semakin termotivasi, membuatku makin semangat agar kepergianku bukanlah sebuah keputusan yang salah dan sia-sia. Dan suatu saat nanti, aku harus memberikan sebuah kontribusi yang berarti bagi tanah dimana aku di buai dan di besarkan. Aku lebih “mencintai” Tanah Marind, Tanah Namek dan Namuk. Cinta yang melebihi tanah asalku (Jawa) sendiri. Aku tidak mungkin melupakannya apalagi menghapus dari sejarah hidupku. Kurang Lebih dua tahun lagi baru aku bisa injakan kakiku di tanah papua, Tanah merauke, Tanah Bupul yang sangat aku cintai. Sambutlah aku Dengan senyum manismu, Jangan pernah kecewa aku pergi karena cintamu aku kembali karena kerinduanmu. Seluruh saudara-saudaraku di tanah marind doakan agar aku sukses dalam pendidikan ini dan kembali

Page 31: Realistic Mathematics Education

membawa hasil yang gemilang. Mari Majukan daerah kita.Salam Bupul Enam....!!!!

Share it

"BUPUL ENAM BLO

MATERI PEMBELAJARAN

Model Pembelajaran RME atau Realistic Mathematics EducationPosted by wildanrahmatullah ⋅ 30 Maret 2012 ⋅ Tinggalkan Sebuah Komentar

Filed Under freudenthal, inspirasi, mathematics education, pokok, realitas, sejarah matematika

2 Votes

 

a. Pengertian RMEPembelajaran matematika realistik adalah atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal

Page 32: Realistic Mathematics Education

pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata.

b. Komponen RMEDalam pembelajaran matematika realistik ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran.• Reinvention dan Progressive Mathematization (“penemuan terbimbing’ dan proses matematisasi yang makin meningkat). Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention, para siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

• Didactical phenomenology (Fenomena yang mengandung muatan didaktik). Gravemeijer (1994: 90) menyatakan, berdasarkan prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu (i) memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing. Topik-topik matematika yang disajikan atau masalah kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan dua hal yakni aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya. Terkait dengan hal di atas, ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab yaitu :bagaimana kita mengidentifikasi fenomena atau gejala yang relevan dengan konsep dan gagasan matematika yang akan dipelajari siswa, bagaimana kita harus mengkonkritkan fenomena tau gejala tersebut, apa tindakan didaktik yang diperlukan untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan seefisien mungkin.

• Self-developed models (Pembentukan model oleh siswa sendiri), Gravemeijer (1994: 91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.

Page 33: Realistic Mathematics Education

Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut.1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

c. Penerapan Model RME di KelasUntuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.

Realistic Mathematics Education (RME)

Maret 6, 2012 in Artikel, Download, Informasi, matematika, Pendidikan | Tags: matematika, pembelajaran, Prinsip PMR, realistik, RME

Page 34: Realistic Mathematics Education

Sejarah RMERME tidak dapat dipisahkan dari Institut Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya, yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905 – 1990), seorang penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkait dengan konteks (context-link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih formal. Model model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi.

Mengapa kita perlu mengembangkan PMR?Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri (Zamroni, 2000):• cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai obyek;• guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner;• materi bersifat subject-oriented; dan• manajemen bersifat sentralistis.Orientasi pendidikan yang demikian menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak berjalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian (Zamroni, 2000).Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni, 2000):1) Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching);2) Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel;3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Page 35: Realistic Mathematics Education

Teori PMR sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (cotextual teaching and learning, disingkat CTL) . Namun, baik pendekatan konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Salah satu pertimbangan mengapa Kurikulum 1994 direvisi adalah banyaknya kritik yang mengatakan bahwa materi pelajaran matematika tidak relevan dan tidak bermakna (Kurikulum 1994 Akhirnya Disempurnakan, 1999).Konsepsi tentang SiswaPMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut:• Siswa memiliki seperangkat konsep laternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;• Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;• Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan;• Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman;• Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik.

Peran GuruPMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:• Guru hanya sebagai fasilitator belajar;• Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;• Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan• Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial.

Konsepsi tentang PengajaranPengajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut (De Lange, 1995):• Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;• Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;• Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;• Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

Page 36: Realistic Mathematics Education

HarapanDengan penerapan PMR di Indonesia diharapkan prestasi akademik siswa meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya.Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Zamroni, (2000), pada aspek prilaku diharapkan siswa mempunyai ciri-ciri:• di kelas mereka aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan dan gagasan, serta aktif dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari;• mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar;• bersifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain;• memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

PENDAHULUAN

Pembelajaran matematika yang akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan adalah Realistic

Mathematics Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). RME diketahui sebagai

pendekatan yang telah berhasil di Belanda. Gagasan pendekatan pembelajaran matematika dengan

realistik ini tidak hanya populer di Negeri Belanda saja, banyak negara maju telah menggunakan

pendekatan baru yaitu pendekatan realistik. Matematika realistik banyak ditentukan oleh pandangan

Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting beliau adalah ‘mathematics must be

connected to reality and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat terhadap

siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa

matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar

melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.

Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal

yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan

berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri

(‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan

matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan

ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir,

mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.

Page 37: Realistic Mathematics Education

A. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)

Pembelajaran matematika realistik adalah atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata.

B. Komponen Realistic Mathematics Education (RME)

Dalam pembelajaran matematika realistik ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran:

Reinvention dan Progressive Mathematization (“penemuan terbimbing’ dan proses matematisasi yang makin meningkat). Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention, para siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

Didactical phenomenology (Fenomena yang mengandung muatan didaktik). Gravemeijer (1994: 90) menyatakan, berdasarkan prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu (i) memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing. Topik-topik matematika yang disajikan atau masalah kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan dua hal yakni aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya. Terkait dengan hal di atas, ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab yaitu bagaimana kita mengidentifikasi fenomena atau gejala yang relevan dengan konsep dan gagasan matematika yang akan dipelajari siswa, bagaimana kita harus mengkonkritkan fenomena atau gejala tersebut, apa tindakan didaktik yang diperlukan untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan seefisien mungkin.

Page 38: Realistic Mathematics Education

Self-developed models (Pembentukan model oleh siswa sendiri), Gravemeijer (1994: 91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.

Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut:

The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.

Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

C. Prinsip Realistic Mathematics Education (RME)

Terdapat prinsip-prinsip pembelajaran realistik dalam kurikulum matematika realistik yaitu:

Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.

Perhatian diberikan kepada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan

produktif, siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.

Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika Interwinning (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.

Menurut Treffers dan Goffree (2004) bahwa masalah kontekstual dalam kurikulum realistik, berguna

untuk mengisi sejumlah fungsi:

Pembentukan konsep: Dalam fase pertama pembelajaran, para siswa diperkenankan untuk masuk ke dalam matematika secara ilmiah dan termotivasi.

Page 39: Realistic Mathematics Education

Pembentukan model: Masalah-masalah konstekstual memasuki fondasi siswa untuk belajar operasi, prosedur, notasi, aturan, dan mereka mengerjakan ini dalam kaitannya dengan model-model lain yang kegunaannya sebagai pendorong penting dalam berpikir.

Penerapan : masalah konstektual menggunakan reality sebagai sumber dan domain untuk terapan. Praktek dan latihan dari kemampuan spesipik dalam situasi terapan.

D. Tipe Matematisasi dalam Realistic Mathematic Education (RME)

Menurut Treffers dan Goffree (2003) terdapat dua tipe matematisasi yang dikenal dalam Realistic

Mathematic Education (RME) yaitu:

Matematika horizontalProses matematika horizontal pada tahapan menengah persoalan sehari-hari menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan atau situasi nyata diubah ke dalam simbol-simbol dan model-model matematika.

Matematika vertikal

Proses matematika pada tahap penggunaan simbol, lambang kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara umum.

E. Tahap Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Langkah-langkah tahap pendekatan Realistic Mathematics Education yaitu :

Memberikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Mendorong siswa menyelesaikan masalah tersebut, baik individu maupun kelompok.

Memberikan masalah yang lain pada siswa, tetapi dalam konteks yang sama setelah diperoleh

beberapa langkah dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Mempertimbangkan cara dan langkah yang ditentukan dengan memeriksa dan meneliti,

kemudian guru membimbing siswa untuk melangkah lebih jauh ke arah proses matematika

vertikal.

Menugaskan siswa baik individu maupun kelompok untuk menyelesaikan permasalahan lain

baik terapan maupun bukan terapan.

F. Implementasi Realistic Mathematic Education (RME)

Sintaks Implementasi Matematika Realististik

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Guru memberikan siswa masalah kontekstual. Siswa secara sendiri-sendiri atau kelompok

Page 40: Realistic Mathematics Education

Guru merespon secara positif jawaban siswa.

Siswa diberikan kesempatan untuk

memikirkan strategi siswa yang paling efektif.

Guru mengarahkan siswa pada beberapa

masalah kontekstual dan selanjutnya meminta

siswa mengerjakan masalah dengan

menggunakan pengalaman mereka.

Guru mengelilingi siswa sambil memberikan

bantuan seperlunya

Guru mengenalkan istilah konsep.

Guru memberikan tugas dirumah yaitu

mengerjakan soal atau membuat masalah

cerita beserta jawabannya yang sesuai dengan

matematika formal.

Siswa secara sendiri atau kelompok kecil

mengerjakan masalah dengan strategi-strategi

informal.

menyelesaikan masalah tersebut.

Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis.

Melalui diskusi kelas, jawaban siswa

dikonfrontasikan.

Siswa merumuskan bentuk matematika formal.

Siswa mengerjakan tugas rumah dan

menyerahkannya kepada guru.