Realisasi apbd 2012z
Transcript of Realisasi apbd 2012z
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
1/113
1 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
2/113
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
3/113
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
4/113
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
5/113
iii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
KATA PENGANTAR
Dalam konteks implementasi otonomi daerah dan desentralisasi skal, pemerintah
daerah selama lebih dari satu dasawarsa ini telah mengelola dana pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam jumlah yang sangat besar.
Pengelolaan APBD tidak hanya dimaksudkan untuk sekedar menghabiskan dana
semata namun harus dibelanjakan sesuai dengan prioritas kebijakan dan target
yang akan dicapai sesuai sumber daya yang tersedia baik yang didapatkan
melalui skema transfer maupun perpajakan daerah. Kemampuan daerah dalam
mengelola APBD mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayaipelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial
masyarakat.
Dalam upaya merealisasikan APBD, ada beberapa hal yang ingin disorot oleh
semua stakeholder baik dari sisi pemerintah pusat, akademisi, lembaga-lembaga
non pemerintah, pemerintah daerah itu sendiri dan terutama dari masyarakat
sebagai pihak yang memberikan amanah dan penerima manfaat yang mereka
peroleh atas pelayanan instansi pemerintah. Hal-hal tersebut, antara lain: (1) kinerjapengelolaan keuangan dilihat dari sisi kesesuaian realisasi dengan perencanaan,
(2) konsistensi pelaksanaan anggaran untuk merealisasikan program / kegiatan, (3)
seberapa baik pihak pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah, dan
(4) dampak pelaksanaan APBD terhadap perekonomian regional. Dalam konteks
itulah, buku ini disusun untuk menyajikan analisis atas realisasi APBD seluruh
daerah dan diharapkan dapat memberikan potret yang informatif dan akurat
mengenai hasil dari pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah di tahun anggaran
2012.
Selain itu, dalam rangka menjalankan amanat rakyat dimaksud, pengelolaan
keuangan negara termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan daerah, harus
dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, esien, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan
kepatutan. Untuk mewujudkannya, diperlukan pendekatan prestasi kerja dalam
penyusunan APBD, setiap alokasi pendanaan yang direncanakan harus dikaitkan
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
6/113
iv ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Pendekatan
ini merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dengan konsep manajemen
kinerja, khususnya untuk mengukur tingkat keberhasilan program atau aktivitas
pada pemerintah yang ditujukan dalam rangka mencapai hasil yang dapatmemenuhi kebutuhan stakeholders.
Dalam buku ini juga akan dicoba sebuah pendekatan untuk menganalisis dan
mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah tersebut melalui sebuah metode
sederhana dengan nama analisis indikator kesehatan keuangan daerah. Analisis
tersebut mengadopsi pada teori Ten Point Test untuk mengetahui tingkat kondisi
kesehatan keuangan masing-masing daerah dengan melihat skor akhir ( score)
dari masing-masing daerah. Alat pengukuran ini pada dasarnya memotret kondisi
kesehatan skal antar pemerintah daerah dengan berdasarkan beberapa rasio
sederhana, yang setiap rasionya terfokus pada empat aspek kesehatan skal yaitu
pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang.
Kami mengharapkan agar buku Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan baik di pusat
maupun di daerah sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan yang
terkait dengan otonomi daerah dan desentralisasi skal.
Jakarta, Desember 2013
Direktur Evaluasi Pendanaan
dan Informasi Keuangan Daerah
Yusrizal I lyas
NIP 19540401 197507 1 001
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
7/113
v ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... x
RINGKASAN EKSEKUTIF.....................................................................................xiii
BAB I GAMBARAN UMUM REALISASI APBD ....................................................1
A. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 secara Nasional ................. 3
B. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 Provinsi ............................... 6
C. Gambaran Umum Realisasi APBD 2012 Kabupaten/Kota ................ 8
D. Gambaran Umum Realisasi APBD Tahun 2008-2012 ...................... 10
BAB II REALISASI PENDAPATAN DAERAH ...................................................... 13
A. Perbandingan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Daerah ...........13
B. Komposisi Pendapatan Daerah .........................................................15
C. Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional
(Harga Berlaku dan Harga Konstan)..................................................17
D. Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah ................ 19
E. Pengaruh Transfer Akhir Tahun terhadap SILPA Tahun Berkenaan ....22
BAB III REALISASI BELANJA DAERAH .............................................................. 27A. Perbandingan Anggaran dengan Realisasi Belanja Daerah .............27
B. Komposisi Realisasi Belanja Daerah ................................................ 31
C. Tren Realisasi Belanja Daerah Secara Nasional ...............................34
D. Realisasi Belanja Daerah Per Kapita.................................................37
E. Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita .....................................38
BAB IV REALISASI SURPLUS/DEFISIT DAN PEMBIAYAAN DAERAH .............. 39
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
8/113
vi ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
A. Surplus/Defsit ....................................................................................39
B. Pembiayaan Daerah ...........................................................................42
C. SiLPA ...................................................................................................45
D. Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah ........................48
BAB V ANALISIS INDIKATOR KESEHATAN KEUANGAN DAERAH .................... 51
A. Dasar Teoretis Analisis Indikator Kesehatan Keuangan Daerah ..... 51
B. Analisis Indikator Kesehatan Keuangan Daerah .............................. 57
BAB VI IMPLIKASI REALISASI APBD TA 2012 TERHADAP PEREKONOMIAN
DAERAH ................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 91
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... 93
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
9/113
vii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 .............................................. 1
Tabel 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 ..... 3
Tabel 2.1 Klaster Rasio Transfer Desember 2012/ Besaran SILPA 2012 ...... 23
Tabel 4.1 Rata-rata Besaran Surplus/defsit Per Daerah ................................ 41
Tabel 4.2 Daerah dengan SiLPA Tahun Berkenaan Negatif ............................ 47
Tabel 5.1 Tabel Indikator-Indikator Kesehatan Keuangan Daerah .................54
Tabel 5.2 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Provinsi ....................... 57
Tabel 5.3 Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Provinsi ....................... 58
Tabel 5.4 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kabupaten ..................60
Tabel 5.5 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah
Tertinggi (Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2) ................61
Tabel 5.6 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan DaerahTerendah (Kluster 1 - luas wilayah di bawah 1, 213 km2) ...............62
Tabel 5.7 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah
Tertinggi (Kluster 2 - luas wilayah antara 1,213 km2 s/d 1,989 km2) ..63
Tabel 5.8 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 2 - luas wilayah antara 1, 213 km2 s/d 1,989 km2) ................63
Tabel 5.9 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2) ...................64
Tabel 5.10 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 3 - luas wilayah antara 1,990 km2 s/d 3,571 km2) ...................65
Tabel 5.11 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2) ................. 66
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
10/113
viii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Tabel 5.12 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 4 - luas wilayah antara 3,572 km2 s/d 6,276 km2) ...................67
Tabel 5.13 Kabupaten Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah
Tertinggi (Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2) .....................67
Tabel 5.14 Kabupaten dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah
Terendah (Kluster 5 - luas wilayah di atas 6,276 km2) ....................68
Tabel 5.15 Gambaran Deskriptif Skor Seluruh Daerah Kota .............................69
Tabel 5.16 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa) ...................70
Tabel 5.17 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 1 - jumlah penduduk di bawah 131.423 jiwa) ................... 71
Tabel 5.18 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381
jiwa) .................................................................................................... 72
Tabel 5.19 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 2 - jumlah penduduk antara 131.423 jiwa sampai 189.381
jiwa) .................................................................................................... 72
Tabel 5.20 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608
jiwa) .................................................................................................... 73
Tabel 5.21 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 3 - jumlah penduduk antara 189.382 jiwa sampai 264.608
jiwa) .................................................................................................... 74
Tabel 5.22 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043
jiwa) .................................................................................................... 75
Tabel 5.23 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 4 - jumlah penduduk antara 264.609 jiwa sampai 643.043
jiwa) .................................................................................................... 75
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
11/113
ix ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Tabel 5.24 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Tertinggi
(Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa) ...................... 76
Tabel 5.25 Kota Dengan Skor Tingkat Kesehatan Keuangan Daerah Terendah
(Kluster 5 - jumlah penduduk di atas 643.043 jiwa) ...................... 77
Tabel 6.1 Perbandingan Volume APBD dengan PDRB .....................................80
Tabel 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja per kapita dengan Indikator
Kesejahteraan Masyarakat ...............................................................83
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
12/113
x ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
DAFTAR GRAFIK
Grafk 1.1 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD secara nasional Tahun
Anggaran 2012.................................................................................... 4
Grafk 1.2 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Provinsi Tahun Anggaran
2012 .................................................................................................... 7
Grafk 1.3 Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota
Tahun Anggaran 2012 ........................................................................ 8
Grafk 1.4 Tren Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Konsolidasi Nasional
Tahun 2008 - 2012 ...........................................................................10
Grafk 1.5 Realisasi Surplus/Defsit APBD Konsolidasi Nasional Tahun 2008 –
2012 ..................................................................................................10
Grafk 2.1 Perbandingan Anggaran - Realisasi Pendapatan Nasional TA 2012 ...14
Grafk 2.2 Komposisi Pendapatan Daerah Secara Nasional dan Provinsi.......15
Grafk 2.3 Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota ........... 16
Grafk 2.4 Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional .................................18
Grafk 2.5 Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah
Secara Nasional TA 2012 .................................................................20
Grafk 2.6 Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah
Agregat Kabupaten/Kota TA 2012 ................................................... 21
Grafk 3.1 Perbandingan Anggaran dengan Realisasi Belanja Daerah APBD
Tahun Anggaran 2012 ......................................................................27
Grafk 3.2 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Nasional Tahun Anggaran
2012 ..................................................................................................31
Grafk 3.3 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2012 ...32
Grafk 3.4 Komposisi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Tahun
Anggaran 2012..................................................................................33
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
13/113
xi ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafk 3.5 Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional (harga berlaku) ................34
Grafk 3.6 Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional (Harga Konstan, Tahun
2000) .................................................................................................35
Grafk 3.7 Realisasi Belanja Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012 .......... 37
Grafk 3.8 Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012 ...38
Grafk 4.1 Perbandingan Suplus/Defsit pada Anggaran dan Realisasi APBD
2009-2012 ........................................................................................39
Grafk 4.2. Tren kabupaten/kota yang mengalami surplus/defsit dalam
realisasi APBD ................................................................................... 41
Grafk 4.3. Tren Provinsi yang mengalami surplus/defsit dalam realisasi
APBD ................................................................................................. 41
Grafk 4.4 Rincian Penerimaan Pembiayaan APBD TA 2012 ............................43
Grafk 4.5 Rincian Pengeluaran Pembiayaan APBD TA 2012 ...........................44
Grafk 4.6 Perbandingan Tren SiLPA Tahun Sebelumnya antara Anggaran dan
Realisasi ............................................................................................45
Grafk 4.7 Tren SiLPA Tahun Berkenaan ............................................................46
Grafk 4.8 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pinjaman Kab/
Kota ....................................................................................................49
Grafk 4.9 Perbandingan Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pinjaman
Provinsi .............................................................................................49
Grafk 4.10 Jumlah Kab/kota yang melakukan Pinjaman .................................50
Grafk 4.11 Jumlah Provinsi yang melakukan Pinjaman .....................................50Grafk 6.1 Realisasi Belanja per kapita .............................................................84
Grafk 6.2 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Pertumbuhan Ekonomi ..86
Grafk 6.3 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Tingkat Pengangguran ...87
Grafk 6.4 Perbandingan Realisasi Belanja dengan Tingkat Kemiskinan ........ 87
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
14/113
xii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafk 6.5 Perbandingan Realisasi Belanja per Kapita dengan Delta Tingkat
Kemiskinan 2011-2012 ....................................................................89
Grafk 6.6 Perbandingan Realisasi Belanja per Kapita dengan Delta Tingkat
Pengangguran 2011-2012 ...............................................................89
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
15/113
xiii ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
RINGKASAN EKSEKUTIF
Realisasi APBD TA 2012 memperlihatkan realisasi pendapatan daerah secara
agregat nasional tahun 2012 yang lebih tinggi dari realisasi belanjanya, sehingga
terjadinya suplus di akhir tahun. Surplus tersebut disumbang dari pelampauan
realisasi pendapatan sebesar Rp65,4 triliun dan realisasi belanja daerah yang lebih
rendah Rp3,6 triliun dari anggarannya. Yang menarik pada surplus dalam realisasi
APBD 2012 adalah bahwa ternyata surplus lebih banyak didorong oleh terjadinya
pelampauan pendapatan, dan bukan terjadi karena tidak terealisasikannya belanja.
Tren realisasi jenis pendapatan PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 penerimaan daerah
melalui PAD mengalami peningkatan sebesar 20,9% atau Rp23 triliun dibandingkan
tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan harga konstan jenis pendapatan PAD juga
mengalami peningkatan di tahun 2012 sebesar 15,4% atau Rp6 triliun. Berdasarkan
data tersebut, pendapatan daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis
pendapatan mengalami kenaikan baik menggunakan pendekatan harga berlaku
maupun harga konstan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasipendapatan secara riil dari tahun 2009 hingga 2012.
Berdasarkan analisis deskriptif atas klaster rasio transfer Desember 2012 terhadap
besaran SILPA 2012, dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 daerah yang mengalami
krisis kas baik pada akhir tahun 2012 maupun pada awal tahun 2013. Pemerintah
daerah tersebut perlu memperbaiki kinerja manajemen kasnya sehingga krisis kas
dapat dihindari. Sementara itu, sebanyak 471 daerah sebagian besar dana transfer
non earmarked pada bulan Desember menjadi SILPA. Total SILPA dari daerah-daerah tersebut mencapai Rp96,91 triliun.
Realisasi belanja daerah secara nasional tahun 2012 adalah Rp596,88 triliun, masih
lebih kecil jika dibandingkan dengan pagu anggaran sebesar Rp600,51 triliun
atau secara persentase realisasi belanja daerah mencapai 99,39%. Komponen
belanja yang tingkat penyerapannya di atas 100% hanyalah Belanja Lainnya yaitu
sebesar 107,12% (realisasi Rp84,85 triliun sedangkan pagu anggaran Rp79,21
triliun), sedangkan komponen belanja yang tingkat penyerapannya masih di bawah
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
16/113
xiv ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
100% meliputi Belanja Pegawai yaitu sebesar 99,81% (realisasi Rp260,87 triliun
sedangkan pagu anggaran sebesar Rp261,36 triliun), Belanja Barang dan Jasa
sebesar 98,21% (realisasi Rp120,23 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar
Rp122,42 triliun), dan Belanja Modal sebesar 95,20% (realisasi Rp130,93 triliunsedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun).
Komposisi belanja daerah tahun 2012 didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu
sebesar 43,71%, selanjutnya diikuti oleh Belanja Modal yaitu sebesar 21,94%,
Belanja Barang dan Jasa sebesar 20,14%, dan Belanja Lainnya sebesar 14,22%.
Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit daerah hanya
menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain Belanja
Pegawai. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah
di luar Belanja Pegawai yang bisa didanai, khususnya pada pos Belanja Modal
yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan melihat realisasi
pendapatan yang ternyata jauh lebih tinggi, maka belanja pelayanan publik bisa
didorong lebih besar.
Terkait dengan peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik, salah satu
kelemahan yang sering terjadi adalah adanya kecenderungan daerah untuk
melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun anggaran berjalan
(di atas bulan September). Hal ini tentu saja sangat mengurangi kemampuan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyesuaikan belanja, karena
waktu yang tersisa untuk melaksanakan kegiatan/proyek menjadi sangat sempit.
Daerah mempunyai kecenderungan untuk melakukan perubahan APBD setelah
diketahuinya hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun
sebelumnya sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa besarnya Sisa Lebih
Penggunaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi perubahan APBD hanya pada penyesuaian yang sifatnya administratifdan kurang menyentuh aspek substansi penyebab perubahan serta dampak yang
mungkin bisa didapatkan apabila momentum perubahan dilakukan lebih awal.
Tren realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami peningkatan baik menurut
harga yang berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga yang berlaku,
realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami kenaikan pada tahun 2011,
yaitu sebesar 14,95% (Rp14,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali mengalami
peningkatan sebesar 21,09% (Rp22,80 triliun). Sementara itu berdasarkan harga
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
17/113
xv ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
konstan, Belanja Modal juga mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar
6,04% (Rp2,4 triliun), dan pada tahun 2011 Belanja Modal kembali meningkat
sebesar 6,04% (Rp2,39 triliun). Pada tahun 2011 dan 2012, ternyata kenaikan
realisasi Belanja Modal berdasarkan harga konstan lebih kecil jika dibandingkandengan kenaikan berdasarkan harga yang berlaku.
Perbedaan desit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran
tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja
daerah, baik di sisi pendapatan atau belanja. Semakin besar gap anggaran dan
realisasi surplus/ desit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaran
pendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Tahun 2009
APBD dianggarkan desit sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi
desit sebesar Rp11,46 triliun, dengan kata lain terdapat gap atau selisih sebesar
Rp36,50 triliun. Secara visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di
tahun 2012 gap tersebut mencapai Rp69,5 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar
berasal dari pelampauan realisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran
sebesar Rp65,5 triliun, yang secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari
pelampuan PAD dan sebesar 67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan
dana penyesuaian yang lebih tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya
berasal dari pendapatan lainnya. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkanbahwa sebenarnya penyebab utama terjadinya selisih surplus/ desit anggaran
dan realisasi berasal dari faktor eksternal di luar kewenangan Pemerintah Daerah,
karena alokasi DBH dan dana penyesuaian dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.
SiLPA tahun berkenaan mempunyai pergerakan yang meningkat dalam kurun
waktu empat tahun terakhir (2009-2012), bahkan besaran SiLPA tahun 2012 hampir
mencapai dua kali lipat tahun 2009 (dari Rp52 triliun menjadi Rp 99 triliun). Kondisi
ini menunjukkan gejala yang kurang baik karena semakin besar SiLPA tahunberkenaan maka menjadi indikasi semakin besar dana yang tidak digunakan dalam
memenuhi pelayanan dasar kepada masyarakat. Peningkatan SiLPA tidak hanya
terlihat dalam nominal harga berlaku, namun juga terlihat meningkat dalam nominal
harga konstan. SiLPA harga konstan diperoleh dengan membagi nilai nominal
dengan angka defator .
Untuk mengetahui potret kesehatan keuangan daerah, dilakukan analisis terhadap
indikator-indikator kesehatan keuangan daerah. Berdasarkan hasil perhitungan
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
18/113
xvi ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
dapat diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Timur mempunyai tingkat kesehatan
keuanganyang tertinggi, sedangkan Provinsi Maluku mempunyai tingkat kesehatan
keuangan yang terendah. Yang menarik adalah sebagian besar Provinsi di wilayah
Sumatera memiliki tingkat kesehatan keuangan yang tinggi, dimana banyak daerahdi wilayah Sumatera berada di atas rata-rata, melebihi daerah-daerah di wilayah
Jawa yang sebagian besar berada di peringkat rata-rata bahkan ada daerah di
Jawa yang kesehatan keuangannya di bawah rata-rata yaitu Provinsi Jawa Barat
dan Jawa Timur. Justru beberapa daerah di wilayah Kalimantan memiliki kesehatan
keuangan di atas rata-rata seluruh daerah. Hal ini cukup menarik, mengingat
jika melihat keunggulan dalam pengelolaan keuangan dan ketersediaan sumber
daya manusia, provinsi di wilayah Jawa memiliki tingkat pengelolaan keuangan
daerah yang relatif lebih bagus dibandingkan dengan daerah di wilayah lain. Disamping itu, juga memiliki keunggulan dalam sumber daya manusia serta sarana
dan prasarana infrastruktur dibandingkan daerah lain di wilayah Indonesia. Selain
daerah provinsi, analisis terhadap indikator kesehatan keuangan daerah juga
dilakukan untuk daerah kabupaten dan kota. Analisis indikator kesehatan keuangan
per kabupaten dan kota dilakukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan
masing-masing kabupaten dan kota dengan melihat nilai akhir ( score) dari masing-
masing kabupaten dan kota. Dalam analisis ini digunakan pengelompokan daerah
berdasarkan suatu kluster yang membagi daerah kabupaten menjadi 5 (lima)
kluster berdasarkan luas wilayah, dan membagi daerah kota menjadi 5 (lima)
kluster berdasarkan jumlah penduduk. Hasil perhitungan dan analisis secara
lengkap terlampir.
Perbandingan antara realisasi belanja dengan pertumbuhan ekonomi berdasarkan
provinsinya pada tahun 2012 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi nasional
adalah sebesar 6,30%, dengan 19 provinsi memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi
di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun jumlah provinsi yang memilikipertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan ekonomi nasional jauh lebih besar,
akan tetapi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah tersebut masih berada di sekitar
angka pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi yang mempunyai pertumbuhan
ekonomi tertinggi adalah Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 15.84%, sedangkan
provinsi yang mempunyai pertumbuhan ekonomi negatif adalah Provinsi NTB. Untuk
Provinsi NTB, meskipun memiliki realisasi belanja yang tinggi, namun pertumbuhan
ekonominya negatif.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
19/113
1 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
BAB I
GAMBARAN UMUM REALISASI APBD
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah
satu alat ukur untuk melihat implementasi dari kebijakan dan operasionalisasi
pelaksanaan pengelolaan keuangan suatu daerah dalam upaya mewujudkan
pelayanan publik yang optimal serta upaya dalam mendorong pembangunan
ekonomi di daerah. Besarnya realisasi anggaran dan jenis belanjanya
mengindikasikan besarnya komitmen dan keseriusan suatu pemerintahan daerahpada aspek-aspek yang menjadi prioritas daerah.
Dalam gambaran umum realisasi APBD Tahun Anggaran (TA) 2012, akan dilihat
realisasi dari 524 daerah, yang terdiri dari 33 provinsi, 398 Kabupaten, dan 93 kota.
Secara ringkas buku ini akan membahas tentang perbandingan realisasi APBD
TA 2012 dengan anggarannya dan perbandingan data realisasi APBD TA 2012
dengan realisasi APBD tahun-tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan, belanja
maupun pembiayaannya. Selain itu akan disajikan analisis tentang beberapaindikator kinerja keuangan maupun implikasinya terhadap indikator perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat.
Potret mengenai Realisasi APBD TA 2012 secara agregat nasional, seluruh provinsi,
kabupaten, dan kota bisa dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012
Mata Anggaran
Jumlah Anggaran
Nasional(Konsolidasi)
ProvinsiKabupaten/
Kota
Pendapatan 625.650 185.883 461.071
PAD 132.055 86.295 45.760
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
20/113
2 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Mata Anggaran
Jumlah Anggaran
Nasional(Konsolidasi)
ProvinsiKabupaten/
Kota
Dana Perimbangan 406.494 62.005 344.489
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 87.101 37.584 70.821
Belanja 596.878 179.327 438.855
Belanja Pegawai 260.870 33.884 226.986
Belanja Barang dan jasa 120.231 41.262 78.969
Belanja Modal 130.926 29.863 101.064
Lain-lain 84.850 74.318 31.836
Surplus/Defsit 28.771 6.556 22.216
Pembiayaan Netto 70.360 23.399 46.960
Penerimaan Pembiayaan 81.697 26.435 55.262
Pengeluaran Pembiayaan 11.337 3.035 8.302
Silpa Tahun Berkenaan 99.131 29.955 69.176
Sumber: DJPK (data diolah)
*) Konsolidasi APBD adalah proses penggabungan APBD Kab/kota dengan provinsi
dengan menghilangkan reciprocal account, hal tersebut dilakukan supaya tidak ada
penghitungan ganda antara transfer provinsi ke kab/kota dengan pendapatan kab/
kota, dengan menghilangkan reciprocal account besaran pendapatan dan belanja
secara total lebih kecil namun besaran surplus/defsit tetap.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
21/113
3 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Tabel 1.2
Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012
Mata Anggaran
Persentasi perbandingan APBD dan
Realisasi APBD 2012
Nasional(Konsolidasi)
ProvinsiKabupaten/
Kota
Pendapatan 111,70% 114,21% 111,29%
PAD 117,13% 114,95% 121,46%
Dana Perimbangan 106,70% 113,38% 105,58%
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 131,23% 113,89% 140,74%
Belanja 99,39% 103,05% 98,96%
Belanja Pegawai 99,81% 95,39% 100,51%
Belanja Barang dan jasa 98,21% 98,21% 98,21%
Belanja Modal 95,20% 93,86% 95,60%
Lain-lain 107,12% 114,93% 101,08%
Surplus/defsit 71,19% 58,23% 76,20%
Pembiayaan Netto 171,11% 205,10% 158,06%
Penerimaan Pembiayaan 156,75% 166,05% 152,66%
Pengeluaran Pembiayaan 103,08% 67,30% 127,97%
Sumber: DJPK (data diolah)
A. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD 2012 SECARA
NASIONAL
Gambaran mengenai tingkat penyerapan APBD 2012 secara nasional dengan
perbandingannya terhadap APBD dapat dilihat pada grak 1.1.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
22/113
4 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafik 1.1
Perbandingan APBD dan Realisasi APBD secara nasional Tahun Anggaran 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012 memperlihatkan bahwa realisasi pendapatan
lebih tinggi dibandingkan dengan anggarannya, sementara realisasi belanja
daerah lebih rendah dibandingkan anggarannya. Selisih negatif realisasi belanja
daerah ditambah dengan selisih positif realisasi pendapatannya mengakibatkan
terjadi surplus di akhir tahun. Terjadinya surplus dalam realisasi APBD tahun
2012 ternyata lebih banyak didorong oleh terjadinya pelampauan pendapatan,
dimana pelampauan realisasi pendapatan 111,70% dari anggaran, sementara
realisasi belanja 99,39% dari anggaran. Pada tahun 2012, realisasi pendapatanlebih tinggi Rp65,4 triliun dan realisasi belanja daerah lebih rendah Rp3,6 triliun
dari anggarannya. Kondisi ini sedikit berbeda dengan kondisi dua tahun terakhir
(2010 dan 2011), di mana realisasi pendapatan maupun belanja lebih tinggi dari
anggarannya.
Pada tahun 2012, faktor yang paling dominan dalam mendorong pelampauan
perkiraan pendapatan daerah adalah pada pos Dana Perimbangan di mana
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
23/113
5 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
sekitar 39% dari total pelampauan pendapatan berasal dari Dana Perimbangan,
diikuti oleh pelampauan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar 31% dan
pelampauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 30%. Pelampauan Dana
Perimbangan terutama didominasi oleh pos Dana Bagi Hasil (DBH), baik Dana BagiHasil dari pajak maupun sumber daya alam yang pelampauannya mencapai 98%
dari total pelampauan Dana Perimbangan atau sekitar Rp25 triliun. Hal ini terjadi
karena realisasi DBH, utamanya DBH SDA melampaui target yang dialokasikan
ke dalam APBN 2012. Sementara pelampauan PAD lebih banyak dipengaruhi
oleh pelampauan pajak daerah, yang mencapai 70% dari total pelampauan PAD.
Jika dilihat lebih rinci, porsi pajak daerah lebih banyak disumbang oleh pajak
daerah provinsi sebesar Rp8,7 triliun, sementara porsi pajak daerah kabupaten/
kota sebesar Rp4,7 triliun dari total Rp13,4 triliun pelampauan pajak daerahsecara nasional. Pelampauan PAD di kabupaten/kota mungkin merupakan
dampak kebijakan pemerintah yang telah membuka keran penambahan sumber
pajak daerah di kabupaten/kota melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor
perkotaan dan pedesaan.
Sementara di sisi yang lain, pada sektor belanja secara umum tidak terjadi
pelampauan. Justru pada sektor belanja terlihat ada sekitar Rp3,6 triliun yang
tidak terserap sesuai dengan anggaran. Walaupun terlihat pelampauan belanja diprovinsi secara agregat, namun jumlah belanja yang tidak terealisasi di kabupaten/
kota jauh lebih besar, sehingga jika dilihat secara nasional pelampauan belanja di
provinsi tidak cukup untuk menutupi pelampauan belanja di kabupaten/kota. Hal
ini menunjukkan bahwa daerah tidak cukup mampu mengejar peningkatan belanja
pada saat terjadi tambahan pendapatan yang cukup signikan dari sektor transfer
pusat maupun peningkatan penerimaan pajak daerah, atau dapat dikatakan bahwa
daerah belum mampu melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk menyerap
pelampauan pendapatan tersebut. Yang perlu diperhatikan juga adalah bahwapelampauan belanja yang terjadi di daerah ternyata justru terjadi pada pelampauan
belanja pegawai tidak langsung yaitu meningkat sebesar Rp26 triliun, sementara
belanja modal justru tidak tercapai sebesar Rp6 triliun.
Kondisi tersebut di atas patut mendapat perhatian serius baik dari pusat maupun
daerah sendiri. Harus diakui bahwa pendapatan APBD masih sangat bergantung
kepada transfer dari pusat, sehingga informasi yang relatif cepat dan akurat atas
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
24/113
6 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
besaran transfer yang dialokasikan ke daerah akan menjadi kunci bagi kecepatan
dan keakurasian perencanaan anggaran di daerah. Hal ini sudah diupayakan
lebih baik dari tahun ke tahun. Untuk alokasi tahun anggaran 2014, khususnya
alokasi transfer Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan DanaInsentif Daerah (DID) pada akhir Oktober 2013 telah diinformasikan kepada seluruh
pemerintah daerah, baik melalui website maupun melalui surat kepada masing-
masing daerah.
Pekerjaan rumah yang masih harus terus dibenahi oleh pemerintah pusat adalah
memperbaiki kualitas perencanaan alokasi DBH, mengingat hal ini membutuhkan
kerjasama dengan berbagai kementerian/lembaga terkait penerimaan negara yang
dibagihasilkan ke daerah. Di sisi lain, daerah juga perlu secara serius memperbaiki
kinerja pengelolaan keuangan di daerahnya dan memperbaiki kualitas belanjanya,
sehingga dapat terfokus pada upaya peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan
publik, bukan sekedar penyerapan belanja untuk keperluan aparatur.
B. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD 2012 PROVINSI
Pola realisasi APBD provinsi hampir sama dengan pola realisasi APBD secara
agregat nasional, di mana adanya surplus pada realisasi anggarannya. APBDagregat provinsi yang semula dianggarkan desit Rp11 triliun, pada realisasinya
menjadi surplus mencapai hampir Rp6,6 triliun. Sementara itu, pelampauan
realisasi pembiayaan netto provinsi lebih tinggi Rp12 triliun, sehingga sisa lebih
perhitungan anggaran (SiLPA) tahun berkenaan untuk agregat pemerintah provinsi
juga meningkat menjadi Rp30 triliun.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
25/113
7 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafik 1.2
Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Provinsi Tahun Anggaran 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
Pelampauan pendapatan agregat provinsi lebih banyak diakibatkan oleh adanya
pelampauan PAD, utamanya dari pajak daerah yaitu dengan kontribusi terhadap
pelampauan PAD hingga 78%. Sebagai konsekuensi pelampauan target pajak
daerah tersebut, maka secara otomatis juga terjadi pelampauan Dana Bagi Hasil
provinsi ke kabupaten/kota sebagai dampak dari penerusan pelampauan dana
bagi hasil yang didapat di provinsi. Sementara itu, porsi pelampauan pendapatan
karena peningkatan realisasi DBH adalah 96% dari Rp7,3 triliun pelampauan DanaPerimbangan atau sebesar lebih kurang Rp7 triliun pelampauan Dana Perimbangan
pada sektor pendapatan berasal dari DBH. Hal ini memberikan sinyal kepada
Pemerintah Pusat, sebagai pihak yang berperan besar dalam menentukan anggaran
alokasi Dana Bagi Hasil di daerah setiap tahunnya, agar dapat menemukan
pendekatan yang paling tepat dalam memprediksi pendapatan bagi hasil di tahun
anggaran yang bersangkutan.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
26/113
8 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Pada sektor belanja agregat provinsi, terjadi juga pelampauan realisasi belanja.
Walaupun realisasi belanja secara nasional desit, namun realisasi belanja agregat
provinsi justru mengalami pelampauan. Pada tahun 2012 total pelampauan belanja
agregat provinsi mencapai Rp5,3 triliun di mana didominasi oleh pelampauanBelanja Hibah dan Belanja Bagi Hasil serta tidak tercapainya realisasi belanja
daerah pada sektor belanja yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya provinsi
untuk menggenjot belanja publik guna menyesuaikan dengan pendapatan yang
melebihi anggaran masih rendah, dan terkesan kurang terencana, karena besarnya
dana yang dialokasikan ke belanja hibah yang seyogiyanya dapat digunakan untuk
belanja yang lebih menyentuh sektor publik.
C. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD 2012 KABUPATEN/KOTA
Grafik 1.3
Perbandingan APBD dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota
Tahun Anggaran 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
27/113
9 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Realisasi APBD pada agregat kabupaten/kota tahun 2012 memiliki pola yang
hampir sama dengan realisasi konsolidasi nasional, di mana terjadi pelampauan
realisasi pendapatan tetapi desit pada realisasi belanja. Pelampauan realisasi
pendapatan mencapai Rp47 triliun di mana 44% (sekitar Rp20 triliun) adalah dariLain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, kemudian 39% (sekitar Rp18 Triliun) dari
Dana Perimbangan yang mana didominasi oleh DBH yang ditransfer baik oleh
pusat maupun dari provinsi. Sementara komposisi pelampauan PAD terhadap
pelampauan pendapatan secara agregat kabupaten/kota sebesar 17% atau sekitar
Rp8 triliun.
Pada sektor belanja, realisasi APBD pada agregat kabupaten/kota tahun 2012
mengalami desit hingga hampir Rp4,6 triliun. Desit belanja terbesar diakibatkan
oleh belanja modal yang tidak terealisasi sesuai anggaran sebesar lebih dari Rp4,6
triliun, kemudian diikuti belanja barang dan jasa yang tidak terealisasi sebesar
Rp1,4 triliun. Sementara itu total agregat belanja kabupaten/kota menjadi lebih
besar karena pelampauan realisasi belanja pegawai sebesar Rp1,2 triliun dan
pelampauan realisasi belanja lain-lain sebesar Rp341 milyar. Hal tersebut di atas
mengindikasikan bahwa komitmen kabupaten/kota dalam merealisasikan belanja
modal masih kurang optimal, sehingga sekalipun adanya pencapaian pada
pelampauan pendapatan, namun pertumbuhan pembangunan di daerah tidak sertamerta turut meningkat karena tidak diikuti oleh penggunaan pendapatan tersebut
untuk pembangunan di daerah kabupaten/kota masing-masing.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
28/113
10 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
D. GAMBARAN UMUM REALISASI APBD TAHUN 2008-2012
Grafik 1.4
Tren Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Konsolidasi Nasional
Tahun 2008 - 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
Grafik 1.5
Realisasi Surplus/Defisit APBD Konsolidasi NasionalTahun 2008 – 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
29/113
11 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Tren realisasi APBD dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada grak di atas
menunjukkan tren realisasi pendapatan yang selalu berada di atas 100% artinya
secara keseluruhan selama 5 tahun terakhir realisasi pendapatan APBD nasional
selalu melebihi anggaran pendapatan itu sendiri. Bahkan terdapat tren peningkatanjumlah nominal pelampauan realisasi pendapatan dari tahun ke tahun, sekalipun
terjadi penurunan pada tahun 2009 dan 2012, tetapi secara agregat dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan. Demikian juga dengan tren
realisasi belanja, di mana dapat kita lihat bahwa terdapat kecenderungan realisasi
belanja APBD secara nasional hampir mencapai anggarannya, seperti yang terlihat
pada garis merah, di mana realisasi belanja APBD nasional pada tahun 2008
hanya mencapai 94%, namun pada tahun 2012 mencapai 99%, bahkan sempat
melampaui anggarannya pada tahun 2011 dengan capaian 101%. Demikian jugadengan realisasi pembiayaan, dari tahun ke tahun realisasi pembiayaan APBD
secara nasional mengalami peningkatan, bahkan yang terlihat pada tahun 2012
mencapai 171%, hampir setengah dari yang dianggarkan.
Perbedaan desit/surplus dalam anggaran dengan realisasi memberikan gambaran
tingkat akurasi perencanaan daerah dalam penganggaran pendapatan dan belanja
daerah, baik dari sisi pendapatan ataupun belanja. Semakin besar gap anggaran
dan realisasi surplus/desit maka hal itu menggambarkan perencanaan anggaranpendapatan dan belanja daerah yang kurang tersusun dengan baik. Grak 1.5
menyajikan pergerakan gap antara surplus/desit antara anggaran dengan realisasi
yang semakin besar. Tahun 2008 APBD dianggarkan desit sebesar Rp43,65 triliun
dan terealisasi surplus sebesar Rp12,84 triliun. Tahun 2009 APBD dianggarkan desit
sebesar Rp47,96 triliun dan realisasi APBD juga terjadi desit sebesar Rp11,46
triliun, dengan kata lain terdapat gap atau selisih sebesar Rp36,50 triliun. Secara
visual selisih tersebut terlihat semakin besar, hingga di tahun 2012 gap tersebut
mencapai Rp69,3 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar berasal dari pelampauanrealisasi pendapatan yang lebih besar dari anggaran sebesar Rp65,4 triliun, yang
secara terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari pelampuan PAD dan sebesar
67,5% berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan dana penyesuaian yang lebih
tinggi dari yang dianggarkan daerah serta sisanya berasal dari pendapatan lainnya.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
30/113
12 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
31/113
13 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
BAB II
REALISASI PENDAPATAN DAERAH
A. PERBANDINGAN ANGGARAN DAN REALISASI
PENDAPATAN DAERAH
Pada Tahun Anggaran 2012 realisasi pendapatan daerah secara nasional
mengalami peningkatan Rp65,55 triliun atau sebesar 11,70% dibandingkananggarannya. Pelampauan pendapatan daerah pada tahun 2012 ini sedikit lebih
rendah dibandingkan pelampauan pendapatan pada tahun 2011 yang mencapai
Rp66,94 triliun.
Pelampauan pendapatan daerah yang terbesar pada tahun 2012 berasal dari
komponen Lain-Lain Pendapatan Yang Sah yaitu sebesar Rp20,78 triliun atau
terealisasi sebesar 131,23% (pagu anggaran Rp66,37 triliun sedangkan realisasinya
Rp87,10 triliun), diikuti oleh pelampauan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp19,31
triliun atau terealisasi sebesar 117,13% (pagu anggaran Rp112,75 triliun sedangkan
realisasi Rp132,06 triliun), dan pelampauan Dana Perimbangan Rp25,5 triliun atau
terealisasi sebesar 106,70% (pagu anggaran Rp380,98 triliun sedangkan realisasi
Rp406,49 triliun).
Pelampauan komponen Lain-lain Pendapatan Yang Sah didominasi oleh pos Dana
Penyesuaian yang mencapai Rp19,04 triliun (37,4% dari anggaran). Pos lain yang
tingkat pelampauannya cukup tinggi yaitu pos Lain-Lain dengan kenaikan sebesar
Rp4,9 triliun (49,8% dari anggarannya). Sementara itu penerimaan dari pos Hibah
dan Dana Darurat pada saat realisasi justru mengalami penurunan dibandingkan
anggarannya.
Untuk komponen Dana Perimbangan, pelampauan terbesar berasal dari
penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan SDA yang mengalami peningkatan
sebesar 30,8% dari anggaran atau sebesar Rp25,1 triliun. Hal ini dikarenakan
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
32/113
14 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
realisasi DBH, terutama DBH SDA melampaui target yang telah dialokasikan dalam
APBN 2012.
Sedangkan komponen PAD masih didominasi oleh pelampauan Pajak Daerah dan
Lain-Lain PAD Yang Sah. Peningkatan realisasi pajak daerah pada tahun 2012
mencapai Rp13,4 triliun. Terjadinya pelampauan pendapatan dari pajak daerah
ini menunjukkan adanya kemungkinan pemerintah daerah masih menargetkan
penerimaan pajaknya secara pesimis sehingga selalu terjadi pelampauan
penerimaan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya akan berpotensi pada terbentuknya
SiLPA di akhir tahun anggaran, karena pendapatan daerah tidak dapat dialokasikan
pada belanja secara optimal. Pos Lain-Lain PAD ternyata juga mengalami
peningkatan yang cukup signikan yaitu sebesar Rp4,4 triliun, lebih tinggi dari
pendapatan Retribusi yang hanya mengalami peningkatan sebesar Rp1,5 triliun.
Grafik 2.1
Perbandingan Anggaran - Realisasi Pendapatan Nasional TA 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
33/113
15 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
B. KOMPOSISI PENDAPATAN DAERAH
Komposisi realisasi pendapatan secara nasional seperti tampak dalam grak 2.2
di bawah, menunjukkan bahwa Dana Perimbangan masih merupakan pendapatan
yang berkontribusi paling besar bagi daerah (65%). Kondisi ini menunjukkan bahwa
daerah masih sangat tergantung pada transfer dari Pemerintah Pusat. Di urutan
kedua adalah PAD (21%) dan yang ketiga Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (14%).
Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah peningkatan penerimaan dari
pos Lain-Lain PAD yang nilainya cukup signikan yaitu Rp4,4 triliun. Dalam pos
Lain-Lain PAD tersebut terdapat pos Pendapatan Bunga. Kondisi ini perlu dicermati
mengingat sepanjang tahun 2012 jumlah dana yang dimiliki daerah yang tersimpan
dalam perbankan relatif cukup besar. Banyaknya dana idle di perbankan tentunya
akan meningkatkan pendapatan bunga bagi daerah.
Grafik 2.2
Komposisi Pendapatan Daerah Secara Nasional dan Provinsi
(dalam triliun Rupiah dan persentase)
Sumber: DJPK (data diolah)
Berbeda dengan nasional, komposisi pendapatan untuk provinsi yang terbesar
berasal dari PAD yaitu sebesar 47%. Hal ini dikarenakan basis pajak provinsi yang
cukup besar sehingga penerimaan dari pajak daerah memberikan kontribusi yang
besar bagi APBD. Proporsi Dana Perimbangan yang diterima oleh provinsi hanya
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
34/113
16 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
sebesar 33%, sedangkan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah hanya memberikan
kontribusi sebesar 20% yang masih didominasi oleh penerimaan transfer Dana
Penyesuaian.
Adapun realisasi pendapatan APBD provinsi tahun 2012 adalah Pendapatan Asli
Daerah sebesar Rp86,3 triliun (realisasi 114,9%), Dana Perimbangan Rp62 triliun
(realisasi 113,4%), dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp37,6 triliun
(realisasi 113,9%).
Grafik 2.3
Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota
(dalam triliun Rupiah dan persentase)
Sumber: DJPK (data diolah)
Proporsi pendapatan APBD kabupaten/kota sebagaimana terlihat pada grak 2.3
menunjukkan bahwa pendapatan kab/kota sangat didominasi oleh penerimaan dari
Dana Perimbangan, yaitu sebesar 75% dengan komponen terbesar adalah Dana
Alokasi Umum. Penerimaan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah memiliki kontribusi
sebesar 15%. Tidak berbeda dengan provinsi, penerimaan terbesar komponen ini
berasal dari transfer Dana Penyesuaian dari Pemerintah Pusat.
Sementara itu Pendapatan Asli Daerah hanya memberikan kontribusi terhadap APBD
sebesar 10%. Komponen PAD belum mampu memberikan kontribusi yang cukup
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
35/113
17 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
signikan bagi Kabupaten/Kota meskipun penerimaannya mengalami kenaikan
sebesar Rp10 triliun dibandingkan tahun 2011. Dari keseluruhan komponen PAD,
Pajak Daerah memberikan kontribusi sebesar Rp22,2 triliun (48,6%) dan Lain-Lain
PAD sebesar Rp13,9 triliun (30,4%). Bagi kabupaten/kota penerimaan Lain-LainPAD ternyata juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi APBD.
Realisasi pendapatan daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia adalah PAD
sebesar Rp45,7 triliun (realisasi 121,5%), Dana Perimbangan Rp344,5 triliun
(realisasi 105,6%), dan Lain-Lain Pendapatan Yang Sah yaitu sebesar Rp70,8 Triliun
(realisasi 140,7%).
C. TREN REALISASI PENDAPATAN DAERAH NASIONAL
(HARGA BERLAKU DAN HARGA KONSTAN)
Tren realisasi pendapatan nasional dapat dilihat pada grak 2.4 di bawah ini.
Kedua grak tersebut menunjukkan pola realisasi pendapatan daerah yang terus
meningkat dari tahun 2009-2012 meskipun menggunakan dua pendekatan yang
berbeda. Pendekatan dengan harga konstan tahun 2000 dan memperhitungkan
faktor perubah harga seperti inasi pada tahun 2009 - 2012, sedangkan pendekatan
dengan harga berlaku tidak memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun
2009 - 2012.
Tren realisasi jenis pendapatan PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012 penerimaan daerah
melalui PAD mengalami peningkatan sebesar 20,9% atau Rp23 triliun dibandingkan
tahun 2011. Sementara itu, berdasarkan harga konstan jenis pendapatan PAD juga
mengalami peningkatan di tahun 2012 sebesar 15,4% atau Rp6 triliun.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
36/113
18 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafik 2.4
Tren Realisasi Pendapatan Daerah Nasional
Sumber: DJPK (data diolah)
Tren realisasi PAD secara nasional berdasarkan harga berlaku terus mengalamipeningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 34,6% (Rp28 triliun)
dan tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 20,9% (Rp23 triliun).
Sementara itu berdasarkan harga konstan, PAD juga mengalami peningkatan dari
tahun 2009-2012 meskipun dengan persentase yang lebih rendah. Tahun 2011
realisasi PAD meningkat sebesar 25,9% (Rp8 triliun) dan tahun 2012 mengalami
peningkatan sebesar 15,4% (Rp6 triliun).
Tren realisasi Dana Perimbangan secara nasional juga mengalami kenaikan baikberdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga berlaku
pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 12,2% (Rp37 triliun) dan di tahun 2012
kembali menunjukkan kenaikan sebesar 18% (Rp62 triliun). Menurut harga konstan,
Dana Perimbangan juga mengalami kenaikan meskipun secara persentase jauh
lebih rendah dari harga berlaku. Tahun 2011 telah terjadi peningkatan sebesar 4,9%
(Rp5 triliun) dan pada tahun 2012 naik sebesar 12,6% (Rp15 triliun).
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
37/113
19 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Tidak berbeda dengan PAD dan Dana Perimbangan, tren Lain-lain Pendapatan
yang Sah juga mengalami peningkatan baik dalam harga berlaku maupun harga
konstan. Peningkatan harga berlaku di tahun 2011 sebesar 20% (Rp12 triliun) dan
di tahun 2012 sebesar 18,2% (Rp13 triliun), sedangkan berdasarkan harga konstanpeningkatannya pada tahun 2011 sebesar 12,2% (Rp3 triliun) dan pada tahun 2012
sebesar 12,8% (Rp3 triliun).
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah
baik secara keseluruhan maupun per jenis pendapatan mengalami kenaikan
baik menggunakan pendekatan harga berlaku maupun harga konstan. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan realisasi pendapatan secara riil dari tahun
2009 hingga 2012.
D. RASIO PAJAK DAERAH TERHADAP TOTAL PENDAPATAN
DAERAH
Rasio pendapatan pajak daerah terhadap total pendapatan daerah menggambarkan
perbandingan antara jumlah penerimaan pajak di daerah terhadap total pendapatan
daerah selama satu periode anggaran. Rasio ini menunjukkan bagaimana komposisi
penerimaan dari sektor pajak daerah terhadap pendapatan yang dapat dihasilkan
oleh daerah. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
dengan pendekatan closed list memberikan kewenangan yang luas kepada daerah
untuk memberdayakan potensi yang dimiliki dengan kebijakan diskresi penetapan
tarif pajak yang dimiliki pemerintah daerah.
Selain itu, salah satu kebijakan baru dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah adanya
pengalihan kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan
Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
dari pusat ke daerah. Dengan kebijakan yang diberikan pada UU Nomor 28 Tahun
2009 tersebut diharapkan agar daerah dapat melakukan pemungutan pajaknya
dengan lebih optimal.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
38/113
20 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafik 2.5
Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah
Secara Nasional TA 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
Grak 2.5 menunjukkan tren rasio pajak daerah terhadap total pendapatan dari
tahun 2009 hingga 2012 secara agregat nasional pada APBD dan realisasinya.
Tren yang ditunjukkan terus meningkat dari tahun ke tahun baik pada anggaran
maupun realisasi. Peningkatan tren anggaran menunjukkan adanya peningkatan
sekitar 1% setiap tahunnya dan peningkatan rasio terbesar terjadi pada tahun 2011
yaitu sebesar 1,5% dari tahun 2010. Tren rasio pajak berdasarkan realisasi APBD
menunjukkan peningkatan dari tahun 2009-2011 sekitar 1 hingga 2 persen tetapi
tahun 2012 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,16% dari tahun 2011.
Grak tersebut juga menunjukkan bahwa penerimaan pajak selalu terealisasi lebih
besar dibandingkan yang telah dianggarkan daerah dalam APBD. Perbedaan
terkecil antara realisasi dengan anggaran terjadi pada tahun 2009 yaitu sekitar
0,3% dan yang terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sekitar 1,2%. Deviasi terbesar
pada tahun 2011 tersebut disebabkan karena adanya jenis pajak daerah baru,
yaitu BPHTB yang mulai efektif dialihkan sebagai pajak daerah pada tanggal 1
Januari 2011. Mengingat tahun 2011 adalah tahun pertama BPHTB sebagai pajak
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
39/113
21 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
daerah, sehingga terdapat kecenderungan pemerintah daerah mengganggarkan
pendapatan dari BPHTB relatif pesimis dibandingkan potensi yang sebenarnya.
Pengaruh pengalihan BPHTB terhadap peningkatan PAD dapat terlihat lebih jelas
pada Grak 2.6 yang menyajikan tren rasio pajak secara agregat Kabupaten/Kota.
Grafik 2.6
Tren Rasio Pajak Daerah Terhadap Total Pendapatan Daerah
Agregat Kabupaten/Kota TA 2012
Sumber: DJPK (data diolah)
Pada Grak 2.6 tampak bahwa pada tahun 2009 dan 2010, rasio pajak berdasarkan
realisasi relatif stabil pada kisaran 2,5%. Namun, sejak tahun 2011, terlihat adanyapeningkatan tren dari rasio dimaksud. Pada tahun 2012, rasio pajak hampir dua
kali lipat dari rasio pajak pada tahun 2010. Hal ini menunjukan betapa signikannya
pengaruh BPHTB terhadap penerimaan pajak kabupaten/kota.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
40/113
22 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
E. PENGARUH TRANSFER AKHIR TAHUN TERHADAP SILPA
TAHUN BERKENAAN
Bagian ini akan disajikan kajian sederhana/analisis terkait dengan besaran SILPAtahun berkenaan pada tahun 2012. Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah
Pusat melakukan transfer ke daerah secara berkala dan bertahap sesuai jadwal
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pada bulan Desember,
pemerintah pusat juga tetap melakukan transfer ke pemerintah daerah. Untuk
tahun 2012, transfer pada bulan Desember mencapai Rp36,8 triliun (Rp28,9 triliun
diantaranya merupakan dana transfer yang non-earmarked). Jumlah tersebut
berkisar 7,8% dari total dana yang digelontorkan kepada pemerintah daerah pada
tahun 2012, yaitu sebesar Rp470, triliun.
Penyaluran dana transfer ke daerah yang mendekati akhir tahun anggaran disinyalir
memberikan sumbangan signifkan terhadap terbentuknya SILPA di daerah.
Tentunya ada faktor lain yang menyebabkan terbentuknya SILPA pada APBD,
antara lain adanya permasalahan dalam manajemen pengelolaan keuangan daerah
khususnya manajemen kas daerah (Tuba Bali, 2013). Manajemen kas daerah dan
transfer ke daerah sangat erat hubungannya. Pada bagian sebelumnya disebutkan
bahwa transfer ke daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan,maka kekurangtepatan pengelolaan kas dan transfer ke daerah pada akhir tahun
akan menyebabkan sisa dana APBD yang tidak terserap (SILPA) cukup besar.
Untuk melihat adanya pengaruh dari transfer ke daerah terhadap SILPA di daerah,
data yang akan digunakan adalah data transfer ke daerah non-earmarked yang
disalurkan pada bulan Desember tahun 2012. Penggunaan data penyaluran bulan
Desember didasarkan pada asumsi bahwa adanya kenaikan dana perimbangan,
terutama DBH Pajak dan SDA, dari alokasi semula tidak akan dapat dialokasikanlagi dalam belanja karena proses perubahan APBD tidak mungkin lagi dilakukan.
Selanjutnya, untuk data SILPA Tahun 2012 digunakan data SILPA tahun berkenaan
yang berasal dari realisasi APBD tahun 2012 dari 33 provinsi dan 491 kabupaten/
kota. Karena keterbatasan data, angka SILPA tersebut tidak dipisahkan antara
SILPA yang ter-earmark dan yang tidak. Deskripsi mengenai SiLPA Tahun 2012
secara rinci dibahas pada bagian pembiayaan.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
41/113
23 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Kajian singkat ini akan menggunakan metode kuantitatif berdasarkan analisis
deskriptif dan analisis regresi linear sederhana. Analisis deskriptif akan
menggunakan rasio transfer bulan Desember terhadap besaran SILPA di daerah
untuk melakukan identikasi awal atas pengaruh dana transfer ke daerah padabulan Desember terhadap besaran SILPA di daerah. Selanjutnya analisis regresi
akan dilakukan secara cross section untuk membuktikan hipotesis bahwa dana
transfer ke daerah yang disalurkan pada akhir tahun memberikan pengaruh
terhadap besaran SILPA di daerah.
1. ANALISIS DESKRIPTIF
Di dalam analisis deskriptif ini, angka Rasio Transfer Bulan Desember terhadapSILPA digunakan untuk mengukur sejauh mana Dana Transfer ke Daerah yang
disalurkan bulan Desember memberikan kontribusi atas munculnya SILPA dalam
APBD. Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, nilai Transfer non-
earmark yang disalurkan pada bulan Desember mencapai Rp28,9 triliun dan
nilai SILPA yang digunakan pada penyusunan buku ini adalah Rp99,1 triliun.
Secara persentase, nilai Transfer tersebut mencapai 29,2% dari nilai SILPA yang
terbentuk pada tahun 2012. Persentase tersebut akan lebih besar jika nilai dari jenis
transfer yang sudah ditentukan peruntukannya (seperti DAK dan DBH SDA DR)diperhitungkan, yaitu mencapai 37,1%.
Rasio yang diperoleh dari perhitungan, dikelompokan menjadi tiga klaster besar,
yaitu daerah dengan rasio negatif, rasio diantara 0%-100%, dan rasio diatas 100%.
Tabel 2.1
Klaster Rasio Transfer Desember 2012/ Besaran SILPA 2012
KeteranganKlaster Rasio
100%
Jumlah Daerah 9 471 44
Total SILPA (59,508,883,613) 96,913,231,911,478 2,277,055,620,106
Jumlah Transfer
Non-Earmark Bulan
Desember
76,867,276,014 24,488,325,344,417 4,351,234,428,158
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
42/113
24 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa terdapat 9 daerah yang mempunyai SILPA negatif
dengan nilai mencapai Rp59,5 miliar sehingga menghasilkan rasio negatif. Karena
keterbatasan data, hal-hal yang mengakibatkan terjadinya SILPA negatif tersebut
tidak diuraikan pada kajian ini. Rasio negatif menunjukkan bahwa penerimaantransfer pada bulan Desember tidak berhasil menutup besarnya belanja yang
telah direalisasikan oleh pemerintah daerah. Jika dilihat dari besaran transfer yang
diterima oleh sembilan daerah tersebut, jumlahnya hanya sebesar Rp76,87 miliar
atau 0,27% dari total transfer non earmarked bulan Desember. Rasio negatif juga
menunjukkan bahwa kesembilan pemerintah daerah mengalami krisis kas baik
pada akhir tahun 2012 maupun pada awal tahun 2013. Pemerintah daerah tersebut
perlu memperbaiki kinerja manajemen kasnya sehingga krisis kas dapat dihindari.
Sementara itu, jumlah daerah dengan rentang rasio antara 0%-100% adalah
sebanyak 471 daerah. Dengan rentang rasio tersebut, dapat dikatakan bahwa 100%
atau sebagian besar dana transfer non earmarked pada bulan Desember menjadi
SILPA. Total SILPA dari daerah-daerah tersebut mencapai Rp96,91 triliun Adapun
besaran transfer non earmarked yang diterima oleh 471 daerah tersebut pada bulan
Desember mencapai 84,69% dari total transfer non earmarked bulan bersangkutan.
Untuk klaster ini, dana transfer non earmarked menyumbang sebesar 25,3% dari
SILPA yang terbentuk.
Pada klaster ketiga, yaitu dengan rasio diatas 100%, terdapat 44 daerah dengan
total nilai SILPA mencapai Rp2,28 triliun. Adapun nilai transfer non earmarked yang
diterima pada bulan Desember sebesar Rp4,35 triliun. Hal ini dapat dikatakan
bahwa sebagian besar transfer non earmarked pada bulan Desember membentuk
SILPA. Disamping itu, nilai rasio yang jauh diatas 100% (yakni jumlah SILPA jauh
dibawah jumlah transfer bulan Desember) juga menunjukan bahwa pemerintah
daerah sangat tergantung pada transfer yang diterima bulan Desember untukmenutupi belanja-belanja yang telah direalisasikan.
2. ANALISIS REGRESI
Dengan menggunakan alat bantu Microsoft Excel, dilakukan uji coba model untuk
mencari keterkaitan antara variable transfer ke daerah bulan Desember 2012
sebagai independent variable (terikat) dan variable besaran SILPA Tahun 2012
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
43/113
25 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
sebagai dependent variable (tergantung). Model yang diperoleh dari pengolahan
data tersebut adalah sebagai berikut:
Y = 60.388.049.548,24 + 2,417 x1 + e
12.707.918.533,82 0,0658
R-Square menunjukkan angka 0,72, yang berarti bahwa model yang diperoleh
memiliki level goodness of t yang cukup bagus dan bahwa variabel transfer bulan
Desember 2012 mampu menjelaskan sekitar 72% dari nilai SILPA tahun 2012.
Koesien yang positif tersebut selaras dengan koesien korelasi antara kedua
variabel sebesar 0,85.
Uji koesien khususnya terhadap variabel independen menujukkan bahwa variable
yang digunakan memiliki pengaruh terhadap besaran SILPA di daerah. Dari
persamaan regresi tersebut, dapat disimpulkan bahwa transfer bulan Desember
mempunyai pengaruh positif terhadap nilai SILPA dengan nilai koesien (ß1)
sebesar 2,417. Jika transfer bulan Desember naik Rp1, maka berdasarkan
persamaan regresi tersebut SILPA akan meningkat sebesar Rp2,4.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
44/113
26 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
45/113
27 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
BAB III
REALISASI BELANJA DAERAH
Salah satu tugas penting dari pemerintahan daerah adalah menyediakan layanan
administratif dan infrastruktur publik melalui alokasi belanja daerah pada APBD.
Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya berkorelasi erat dengan kebijakan
belanja daerah. Realisasi belanja daerah merupakan realisasi penyerapan belanja
daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/
kegiatan yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayananpublik di daerah.
A. PERBANDINGAN ANGGARAN DENGAN REALISASI
BELANJA DAERAH
Grafik 3.1
Perbandingan Anggaran dengan Realisasi
Belanja Daerah APBD Tahun Anggaran 2012
Sumber : DJPK (data diolah)
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
46/113
28 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Realisasi belanja daerah secara nasional tahun 2012 adalah Rp596,88 triliun, masih
lebih kecil jika dibandingkan dengan pagu anggaran sebesar Rp600,51 triliun
atau secara persentase realisasi belanja daerah mencapai 99,39%. Komponen
belanja yang tingkat penyerapannya di atas 100% hanyalah Belanja Lainnya yaitusebesar 107,12% (realisasi Rp84,85 triliun sedangkan pagu anggaran Rp79,21
triliun), sedangkan komponen belanja yang tingkat penyerapannya masih di bawah
100% meliputi Belanja Pegawai yaitu sebesar 99,81% (realisasi Rp260,87 triliun
sedangkan pagu anggaran sebesar Rp261,36 triliun), Belanja Barang dan Jasa
sebesar 98,21% (realisasi Rp120,23 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar
Rp122,42 triliun), dan Belanja Modal sebesar 95,20% (realisasi Rp130,93 triliun
sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun).
Apabila kita hanya melihat realisasi belanja yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan anggaran (induk/awal), maka hal tersebut bisa menjadi sangat bias, karena
seolah-olah penyerapan belanja APBD sangat baik padahal tidak sepenuhnya
seperti itu. Pada tahun 2012 telah terjadi perubahan yang cukup signikan terhadap
APBD pada saat tahun anggaran sedang berjalan, terutama di sisi pendapatan
APBD, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana
Perimbangan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa penetapan angka
pendapatan APBD sangat tergantung kepada informasi transfer dari Pusat, dansayangnya, praktis hanya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) saja yang informasinya benar-benar sesuai dengan jadwal tenggat waktu
penetapan APBD 2012, yaitu sebelum 31 Desember 2011 yaitu pada minggu
pertama November 2011. Informasi atas seluruh jenis dana transfer lainnya sudah
melewati tanggal tersebut.
Adapun transfer Dana Bagi Hasil (DBH) baru dapat terinformasikan setelah tahun
anggaran telah berjalan yaitu sekitar Januari s/d Maret 2012. Sebagai akibatnya,daerah cenderung menganggarkan sangat pesimis (under estimate) pendapatan
yang belum terinfokan tersebut. Mengingat bahwa struktur pendapatan APBD
sangat didominasi oleh transfer dari Pusat, maka kecepatan dan keakuratan
informasi transfer dari pusat menjadi sangat krusial bagi daerah. Oleh karena
itulah yang paling tepat seharusnya melihat angka pada Perubahan APBD, namun
mengingat data APBD Perubahan tidak lengkap maka dalam buku ini sebagai
pembanding realisasi APBD menggunakan angka APBD induk/awal.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
47/113
29 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Beberapa hal yang cukup memprihatinkan justru terlihat apabila melihat data
secara lebih detail. Pada Grak 3.1 di atas terlihat bahwa ternyata yang mengalami
pelampauan target belanja (dari pagu anggaran induk) cukup tinggi adalah Belanja
Pegawai tidak langsung, atau biasa disebut sebagai “Gaji PNS”, yaitu sebesar111,26% (realisasi Rp258,17 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp232,05
triliun). Sementara Belanja Pegawai langsung yang terkait dengan program/
kegiatan justru mengalami realisasi di bawah target yaitu sebesar 9,20% (realisasi
Rp2,70 triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp29,30 triliun).
Realisasi Belanja Modal yang merupakan variabel penting dalam penyediaan
infrastruktur publik hanya mencapai 95,20% dari anggaran induk (realisasi Rp130,93
triliun sedangkan pagu anggaran sebesar Rp137,53 triliun), atau masih kurang
Rp6,6 triliun dari anggaran. Padahal seharusnya dengan peningkatan alokasi
pendapatan transfer dari Pusat (yang informasinya baru didapat pada saat tahun
anggaran 2012 berjalan), maka anggaran belanja juga harus segera menyesuaikan
sehingga pendapatan daerah bisa semaksimal mungkin teralokasikan untuk belanja
yang langsung berdampak pada peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik.
Salah satu kelemahan yang seringkali terjadi adalah adanya kecenderungan
daerah untuk melakukan perubahan APBD pada saat menjelang akhir tahun
anggaran berjalan (di atas bulan September). Hal ini tentu saja sangat mengurangi
kemampuan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menyesuaikan belanja,
karena waktu yang tersisa untuk melaksanakan kegiatan/proyek menjadi sangat
sempit. Daerah mempunyai kecenderungan untuk melakukan perubahan APBD
setelah diketahuinya hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
tahun sebelumnya sehingga dapat mengetahui secara pasti berapa besarnya Sisa
Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan
bahwa konsentrasi perubahan APBD hanya pada penyesuaian yang sifatnyaadministratif dan kurang menyentuh aspek substansi penyebab perubahan serta
dampak yang mungkin bisa didapatkan apabila momentum perubahan dilakukan
lebih awal.
Sebab lain yang turut andil dalam keterlambatan penyesuaian belanja daerah ini
juga dipengaruhi oleh aturan Permendagri yang memang mengaturnya sedemikian
rupa. Namun apabila merujuk pada UU 17 Nomor 2003 tentang Keuangan Negara,
dalam Pasal 28 menyebutkan bahwa perubahan APBD dapat dilakukan apabila
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
48/113
30 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan kebijakan umum APBD. Yang
dimaksudkan dengan kebijakan umum APBD mencakup di antaranya adalah
kebijakan yang terkait dengan upaya peningkatan pendapatan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan belanja daerah. Dua hal tersebut seharusnyasudah bisa dijadikan sebagai dasar bagi perubahan APBD. Dengan demikian,
apabila melihat kondisi yang terjadi pada tahun 2012, seharusnya perubahan APBD
sudah dapat dilakukan paling tidak sejak bulan Mei 2012.
Di samping permasalahan yang telah disebutkan di atas, beberapa hal yang juga
menyebabkan rendahnya penyerapan Belanja Modal daerah adalah penetapan
APBD yang terlambat, adanya esiensi Belanja Modal dan berbagai kebijakan
penghematan. APBD yang terlambat ditetapkan dapat menyebabkan pelaksanaan
proyek jadi terhambat. Penyerapan belanja yang tidak dapat dimulai pada awal
tahun anggaran akan menyebabkan proyek yang direncanakan pemerintah
tidak dapat diselesaikan tepat waktu sehingga akan menghambat daya dorong
pertumbuhan ekonomi di daerah. Proses tender yang memakan waktu relatif lama
menyebabkan waktu yang tersisa untuk menyelesaikan proyek-proyek di daerah
menjadi lebih sedikit sehingga terdapat beberapa proyek yang tidak selesai pada
akhir Desember 2012.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
49/113
31 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
B. KOMPOSISI REALISASI BELANJA DAERAH
Grafik 3.2
Komposisi Realisasi Belanja Daerah Nasional Tahun Anggaran 2012(dalam miliar rupiah dan persentase)
Sumber : DJPK (data diolah)
Grak 3.2 menggambarkan bahwa secara nasional komposisi belanja daerah
tahun 2012 didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar 43,71% lebih rendahdibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar 46,20%. Selanjutnya diikuti oleh
Belanja Modal yaitu sebesar 21,94% lebih tinggi dari realisasi tahun lalu sebesar
21,70%, Belanja Barang dan Jasa sebesar 20,14% lebih rendah dari realisasi tahun
lalu sebesar 21,20%, dan Belanja Lainnya sebesar 14,22% lebih tinggi dari realisasi
tahun lalu sebesar 10,80%.
Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian, karena secara implisit daerah hanya
menganggarkan sebagian kecil APBD-nya untuk jenis-jenis belanja selain BelanjaPegawai. Hal ini akan menyebabkan keterbatasan program dan kegiatan daerah
di luar Belanja Pegawai yang bisa didanai, khususnya pada pos Belanja Modal
yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Seharusnya dengan melihat realisasi
pendapatan yang ternyata jauh lebih tinggi, maka belanja pelayanan publik bisa
didorong lebih besar.
Apabila seluruh pelampauan pendapatan dalam APBD 2012 dapat dialokasikan
untuk penambahan belanja (dengan asumsi bahwa Belanja Pegawai tetap), dapat
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
50/113
32 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
diketahui bahwa alokasi belanja non Belanja Pegawai akan mengalami kenaikan
dari 53,7% menjadi 64,2% dari total APBD. Meskipun hal tersebut hanya sebuah
pengandaian, namun apabila pelampauan pendapatan sebesar Rp65,55 triliun
tersebut benar-benar digunakan untuk menambah alokasi Belanja Modal danBelanja Barang dan Jasa yang terkait pelayanan dasar kepada masyarakat, maka
besar harapan bahwa hal tersebut akan memperluas jangkauan pelayanan publik
dan sekaligus dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah.
Grafik 3.3
Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2012
(dalam miliar rupiah dan persentase)
Sumber : DJPK (data diolah)
Grak 3.3 menunjukkan bahwa persentase realisasi belanja daerah provinsi terbesar
adalah Belanja Lainnya, yaitu sebesar 41,44% lebih tinggi dibanding realisasi tahun
lalu sebesar 31,80%, diikuti Belanja Barang dan Jasa sebesar 23,01% lebih rendah
dibanding realisasi tahun lalu sebesar 25,40%, Belanja Pegawai sebesar 18,90%
lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 23,00%, dan Belanja Modal
sebesar 16,65% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 19,90%.
Berbeda dengan komposisi realisasi belanja daerah secara nasional, persentase
realisasi belanja provinsi seluruh Indonesia yang terbesar adalah untuk Belanja
Lainnya, yaitu berupa transfer Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
51/113
33 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
dan Kota. Hal ini wajar mengingat pelampauan pendapatan yang tertinggi untuk
provinsi adalah dari pajak daerah, sehingga memang harus dibagihasilkan.
Selain itu pada Belanja Lainnya di APBD provinsi juga terdapat pos Belanja Hibah
dan Belanja Bantuan Sosial. Mendekati tahun politik 2014, hal ini patut dicermati
karena belanja ini sering menjadi isu yang panas dan banyak diperbincangkan di
kalangan masyarakat.
Untuk provinsi, persentase realisasi Belanja Lainnya dan Belanja Barang dan Jasa
memiliki tren meningkat sedangkan realisasi Belanja Pegawai dan Belanja Modal
memiliki tren menurun.
Grafik 3.4
Komposisi Realisasi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012
(dalam miliar rupiah dan persentase)
Sumber : DJPK (data diolah)
Untuk komposisi realisasi belanja daerah kabupaten/kota seluruh Indonesia, secara
persentase realisasi belanja daerah didominasi oleh Belanja Pegawai yaitu sebesar
51,72% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 51,80%, kemudian
diikuti oleh Belanja Modal dengan persentase sebesar 23,03% lebih tinggi
dibanding realisasi tahun lalu sebesar 21,20%, Belanja Barang dan Jasa sebesar
17,99% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 18,70% dan Belanja
Lainnya sebesar 7,25% lebih rendah dibanding realisasi tahun lalu sebesar 8,30%.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
52/113
34 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Realisasi ini cukup menunjukkan ke arah yang membaik karena pada level
kabupaten/kota, persentase realisasi Belanja Modal memiliki tren meningkat
sedangkan realisasi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, dan Belanja
Lainnya memiliki tren menurun.
C. TREN REALISASI BELANJA DAERAH SECARA NASIONAL
Untuk mengetahui tren realisasi belanja daerah dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu pendekatan dengan menggunakan harga berlaku dan menggunakan harga
konstan. Harga konstan digunakan untuk melihat apakah nilai yang tertuang dalam
APBD memang secara riil mengalami kenaikan atau penurunan.
Grak 3.5 menunjukkan tren realisasi belanja dengan menggunakan harga
berlaku yang tidak memperhitungkan faktor perubah harga pada tahun 2010-
2012, sedangkan Grak 3.6 menggunakan perhitungan dengan harga konstan
berdasarkan angka GDP defator dengan tahun dasar 2000. Harga konstan
memperhitungan faktor perubah harga seperti inasi pada tahun 2010-2012.
Grafik 3.5
Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional
(harga berlaku)
Sumber : DJPK dan BPS (data diolah)
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
53/113
35 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
Grafik 3.6
Tren Realisasi Belanja Daerah Nasional
(Harga Konstan, Tahun 2000)
Sumber : DJPK dan BPS (data diolah)
Tren realisasi Belanja Pegawai secara nasional berdasarkan harga berlaku terusmengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2011 meningkat sebesar 14,59%
(Rp29,31 triliun) dan tahun 2012 kembali mengalami peningkatan sebesar 13,32%
(Rp30,67 triliun). Sementara itu berdasarkan harga konstan, Belanja Pegawai pada
tahun 2011 juga mengalami peningkatan meskipun dengan persentase yang lebih
rendah yaitu sebesar 5,71% (Rp4,82 triliun), kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2012 sebesar 4,76% (Rp4,25 triliun).
Tren realisasi Belanja Barang dan Jasa secara nasional memiliki pola yang samadengan tren realisasi Belanja Pegawai secara nasional baik menurut harga yang
berlaku maupun berdasarkan harga konstan. Tren realisasi Belanja Barang dan
Jasa secara nasional berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 mengalami
peningkatan sebesar 31,04% (Rp25,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali
meningkat sebesar 13,65% (Rp14,45 triliun). Berdasarkan harga konstan, pada
tahun 2011 juga terjadi peningkatan untuk realisasi Belanja Barang dan Jasa
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
54/113
36 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
sebesar 20,88% (Rp7,08 triliun), akan tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan
sebesar 4,49% (Rp1,84 triliun).
Tren realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami peningkatan baik menurut
harga yang berlaku maupun harga konstan. Berdasarkan harga yang berlaku,
realisasi Belanja Modal secara nasional mengalami kenaikan pada tahun 2011,
yaitu sebesar 14,95% (Rp14,06 triliun) dan pada tahun 2012 kembali mengalami
peningkatan sebesar 21,09% (Rp22,80 triliun). Sementara itu berdasarkan harga
konstan, Belanja Modal juga mengalami kenaikan pada tahun 2011, yaitu sebesar
6,04% (Rp2,4 triliun), dan pada tahun 2011 Belanja Modal kembali meningkat
sebesar 6,04% (Rp2,39 triliun). Pada tahun 2011 dan 2012, ternyata kenaikan
realisasi Belanja Modal berdasarkan harga konstan lebih kecil jika dibandingkan
dengan kenaikan berdasarkan harga yang berlaku.
Tren Belanja Lainnya mengalami penurunan pada tahun 2011 baik dalam harga
berlaku maupun harga konstan, yaitu sebesar 15,54% (Rp9,92 triliun) berdasarkan
harga yang berlaku, dan sebesar 22,09% (Rp5,93 triliun) berdasarkan harga
konstan. Sedangkan pada tahun 2012, realisasi Belanja Lainnya mengalami
kenaikan baik dalam harga yang berlaku maupun harga konstan, yaitu sebesar
57,35% (Rp30,92 triliun) berdasarkan harga yang berlaku, dan sebesar 32,23%
(Rp6,74 triliun) berdasarkan harga konstan. Pada tahun 2011, penurunan Belanja
Lainnya berdasarkan harga konstan ternyata lebih besar dibanding penurunan
berdasarkan harga yang berlaku, dan pada tahun 2012 peningkatan Belanja
Lainnya berdasarkan harga konstan ternyata lebih kecil dibanding peningkatan
Belanja Lainnya berdasarkan harga yang berlaku.
Dengan demikian, belanja daerah baik secara keseluruhan maupun per jenis
belanja mempunyai pola kenaikan atau penurunan yang sama, meskipun
besarannya berbeda, baik dengan memasukkan faktor perubah harga maupun
tidak. Namun demikian, besaran persentase kenaikan berdasarkan harga yang
berlaku lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan berdasarkan harga konstan,
sebaliknya penurunan berdasarkan harga yang berlaku lebih rendah dibandingkan
dengan penurunan berdasarkan harga konstan.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
55/113
37 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
D. REALISASI BELANJA DAERAH PER KAPITA
Grafik 3.7
Realisasi Belanja Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012(dalam rupiah)
Sumber : DJPK (data diolah)
Berdasarkan Grak 3.7 dapat diketahui bahwa rata-rata realisasi belanja daerahper kapita adalah sebesar Rp4.000.562,00. Realisasi belanja daerah per kapita per
provinsi memperlihatkan bahwa belanja daerah per kapita paling besar terjadi pada
provinsi yang berada di wilayah timur Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya
dana transfer pusat yang diberikan pada provinsi tersebut dan jumlah penduduk
pada provinsi tersebut sedikit.
Belanja daerah per kapita terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar
Rp14.634.031,00, diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua,dengan belanja per kapita masing-masing sebesar Rp10.086.568,00 dan
Rp9.256.187,00. Sedangkan belanja daerah per kapita di beberapa provinsi di
Pulau Jawa merupakan yang terkecil. Hal ini disebabkan karena provinsi di Pulau
Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar. Provinsi dengan belanja per kapita
terkecil adalah Provinsi Jawa Barat yaitu sebesarRp1.436.104,00, diikuti oleh
Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Tengah, masing-masing sebesar Rp1.518.477,00
dan Rp1.619.728,00.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
56/113
38 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
E. REALISASI BELANJA MODAL DAERAH PER KAPITA
Grafik 3.8
Realisasi Belanja Modal Daerah Per Kapita Tahun Anggaran 2012(dalam rupiah)
Sumber : DJPK (data diolah)
Berdasarkan Grak 3.8 dapat diketahui bahwa rata-rata realisasi Belanja Modal per
kapita adalah sebesar Rp953.567,00. Sama halnya dengan realisasi belanja daerah
per kapita per provinsi, Belanja Modal daerah per kapita juga menunjukkan bahwa
Belanja Modal per kapita paling besar terjadi pada provinsi yang berada di wilayah
timur Indonesia.
Belanja Modal daerah per kapita terbesar adalah Provinsi Papua Barat yaitu
Rp4.243.978,00 diikuti oleh Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Papua
dengan Belanja Modal per kapita masing-masing adalah Rp2.636.704,00 dan
Rp3.523.115,00. Sedangkan Belanja Modal daerah per kapita terendah tetap
dimiliki oleh beberapa provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi Jawa Tengah, Provinsi
Jawa Barat, dan Provinsi D.I. Yogyakarta dengan belanja per kapita masing-masing
adalah sebesar Rp223.446,00, Rp239.585,00, dan Rp255.092,00.
-
8/20/2019 Realisasi apbd 2012z
57/113
39 ANALISIS REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2012
BAB IV
REALISASI SURPLUS/DEFISIT DAN
PEMBIAYAAN DAERAH
A. SURPLUS/DEFISIT
Model penganggaran surplus/desit dalam APBD memungkinkan realisasi
pendapatan anggaran pemerintah daerah dapat lebih tinggi atau lebih rendah
dari realisasi belanjanya. Desit terjadi apabila belanja daerah lebih besar dari
pendapatannya, sedangkan jika pendapatan daerah lebih besar dari belanja
daerah maka kondisi i