REAKSI OKSIDASI

6
REAKSI OKSIDASI-REDUKSI Reaksi oksidasi adalah reaksi yang digunakan untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder, dan tersier. Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehid atau asam karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton saja. Sedangkan pada alkohol tersier menolak terjadinya reaksi oksidasi (Fessenden, 1997). Oksidasi terhadap alkohol menggunakan bahan pengoskidasi (oksidator) kuat, yang dalam praktikum ini digunakan kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) dengan bilangan oksidasi Cr adalah +6, dengan warna larutan orange. Untuk menstabilkan kalium dikromat yang digunakan sebagai oksidator dalam praktikum ini, maka terlebih dahulu larutan kalium dikromat diasamkan dengan menggunakan asam sulfat (H 2 SO 4 ) pekat. Hal ini dilakukan karena kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) lebih stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana basa. Selain itu, natrium atau kalium dikromat dalam suasana asam merupakan oksidator yang kuat. Reaksi yang terjadi antara kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) dan H 2 SO 4 adalah sebagai berikut. K 2 Cr 2 O 7 + H 2 SO 4 → K 2 SO 4 + H 2 Cr 2 O 7 Pada praktikum ini, alkohol yang akan dioksidasi adalah sikloheksanol (C 6 H 11 OH). Sikloheksanol merupakan alkohol sekunder (2 0 ) yang dapat dioksidasi menjadi keton (sikloheksanon). Pada praktium ini, sikloheksanol dioksidasi oleh kalium dikromat menjadi sikloheksanon. Reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon adalah sebagai berikut.

description

Organic Chemistry

Transcript of REAKSI OKSIDASI

Page 1: REAKSI OKSIDASI

REAKSI OKSIDASI-REDUKSI

Reaksi oksidasi adalah reaksi yang digunakan untuk membedakan antara alkohol primer,

sekunder, dan tersier. Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehid atau asam

karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton saja. Sedangkan pada alkohol

tersier menolak terjadinya reaksi oksidasi (Fessenden, 1997). Oksidasi terhadap alkohol

menggunakan bahan pengoskidasi (oksidator) kuat, yang dalam praktikum ini digunakan kalium

dikromat (K2Cr2O7) dengan bilangan oksidasi Cr adalah +6, dengan warna larutan orange. Untuk

menstabilkan kalium dikromat yang digunakan sebagai oksidator dalam praktikum ini, maka

terlebih dahulu larutan kalium dikromat diasamkan dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4)

pekat. Hal ini dilakukan karena kalium dikromat (K2Cr2O7) lebih stabil dalam suasana asam

dibandingkan dalam suasana basa. Selain itu, natrium atau kalium dikromat dalam suasana asam

merupakan oksidator yang kuat. Reaksi yang terjadi antara kalium dikromat (K2Cr2O7) dan

H2SO4 adalah sebagai berikut.

K2Cr2O7 + H2SO4 → K2SO4 + H2Cr2O7

Pada praktikum ini, alkohol yang akan dioksidasi adalah sikloheksanol (C6H11OH).

Sikloheksanol merupakan alkohol sekunder (20) yang dapat dioksidasi menjadi keton

(sikloheksanon). Pada praktium ini, sikloheksanol dioksidasi oleh kalium dikromat menjadi

sikloheksanon. Reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon adalah sebagai berikut.

Mekanisme reaksi oksidasi sikloheksanol menjadi sikloheksanon adalah sebagai berikut.

Untuk mengoptimalkan hasil reaksi, maka suhu dijaga tetap pada suhu 550C. Pada

pencampuran sikloheksanol dengan larutan kalium dikromat dalam suasana asam, larutan

berubah warna dari berwarna orange menjadi berwarna hijau. Warna hijau yang terbentuk ini

Page 2: REAKSI OKSIDASI

disebabkan oleh ion Cr6+ pada K2Cr2O7 yang mengalami reduksi menjadi Cr3+ yang berwarna

hijau. Reaksi reduksi ion Cr6+ pada K2Cr2O7 menadi ion Cr3+ adalah sebagai berikut.

Cr2O72-

(aq) + 14H+ + 6e → 2Cr3+(aq)

+ 7H2O(l)

(orange) (hijau)

Untuk mereduksi kelebihan dikromat pada reaksi, ditambahkan larutan oksalat ke dalam

campuran. Kemudian, campuran dicuci dengan menggunakan air sehingga terbentuk dua lapisan

dimana lapisan atas adalah sikloheksanon yang belum murni dengan berat jenis 0,95 dan lapisan

bawah adalah air dengan berat jenis 1,0. Setelah dicuci dengan menggunakan air, kemudian

lapisan atas yang berisi sikloheksanon ditampung dan diekstraksi sebanyak 3 kali dengan

menggunakan eter.

Ekstraksi bertingkat (berkali-kali) bertujuan untuk memperoleh ekstrak sikloheksanon

yang lebih banyak. Sedangkan, tujuan penggunaan eter sebagai bahan pengekstrak sikloheksanon

adalah karena eter merupakan pelarut organic yang dapat melarutkan bahan organic seperti

sikloheksanon, sehingga terbentuk dua lapisan dimana lapisan atas adalah sikloheksanon yang

terlarut dalam eter (bening dengan sedikit pengotor) dengan berat jenis 0,71 dan lapisan bawah

adalah air dengan berat jenis 1,0.

Untuk menghilangkan pengotor yang ada pada sikloheksanon yang terlarut dalam eter,

larutan dicuci dengan larutan natrium bikarbonat. Pada penambahan larutan natrium bikarbonat,

kembali terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas adalah sikloheksanon yang larut dalam eter,

dan lapisan bawah adalah larutan natrium bikarbonat. Lapisan yang digunakan untuk langkah

selanjutnya adalah lapisan atas, dimana lapisan atas adalah larutan bening yang sudah bersih

tanpa pengotor.

Untuk menghilangkan kadar air yang masih terkandung di dalam sikloheksanon, maka air

diserap menggunakan zat anhidrat yaitu CuSO4. Penggunaan CuSO4 sebagai penyerap air

dikarenakan CuSO4 yang berwarna putih bila menyerap air akan berubah warna menjadi biru.

Setelah air dalam larutan habis, maka CuSO4 tidak mengalami perubahan warna menjadi biru

lagi (tetap putih). Dengan kata lain, penggunaan CuSO4 sebagai penyerap air dikarenakan

Page 3: REAKSI OKSIDASI

kemudahan dalam mengamati telah habisnya air, yang ditandai dengan tidak berubahnya warna

CuSO4 saat dimasukkan ke dalam larutan sikloheksanon dalam eter.

Setelah kandungan air sudah habis, untuk menghilangkan pelarut (eter) yang digunakan

dilakukan proses destilasi. Destilasi adalah teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas

perbedaan titik didih antara dua buah zat yang bercampur tersebut. Titik didih eter adalah

berkisar antara 34-350C, sehingga eter dapat dipisahkan pada suhu tersebut. Sedangkan, titik

didih sikloheksanon adalah berkisar antara 152-1550C, sehingga sikloheksanon murni akan

diperoleh pada suhu tersebut. Dalam destilasi, destilat pertama kali menetes pada suhu 340C,

yang menandakan bahwa destilat tersebut adalah eter, karena titik didih eter adalah 340C.

kemudian, destilat pada suhu 340 ini ditampung, sampai sisa larutan pada labu dasar bulat tinggal

tersisa beberapa mL lagi. Suhu kemudian naik secara perlahan, sampai pada suhu 1610C, terdapat

tetesan destilat pada penampung, yang menandakan bahwa destilat tersebut adalah

sikloheksanon. Destilat yang dihasilkan ini ditampung dan diukur volumenya. Volume

sikloheksason yang diperoleh adalah 4,6 mL. Berdasarkan data ini, maka rendemen dapat

dihitung dengan :

Sikloheksanol (ῥ = 0,94 g/mL) :

- Massa sikloheksanol = vol. Sikloheksanol x

= 6,926 mL x 0,94 g/mL = 6,5104 g

- Mol sikloseksanol =

= = 0,065 mol

Reaksi yang terjadi:

C6H11OH + Cr2O72- → C6H11O + Cr3+ + H2O

Berdasarkan reaksi di atas, mol sikloheksanon = mol sikloheksanol = 0,065 mol

Page 4: REAKSI OKSIDASI

Sikloheksanon :

- Massa sikloheksanon secara teoriris = mol sikloheksanon x Mr

= 0,065 mol x 99 g/mol

= 6,435 g

- Volume sikloheksanol (0,95 g/mL) yang dihasilkan adalah 4,6 mL

- Massa sikloheksanon = volume sikloheksanon x

=mL x 0,95 g/mL

= 4,37 g

- Rendemen hasil praktikum=

=

= 67,91%

Untuk memastikan kemurnian sikloheksanon yang dihasilkan pada praktikum ini, maka

dilakukan uji indeks bias. Indeks bias sikloheksanon pada praktikum ini adalah 1,4500,

sedangkan indeks bias sikloheksanon teoritis adalah 1,4507. Tingginya indeks bias

sikloheksanon yang terukur disebabkan karena suhu kamar saat praktikum lebih dari 250C. Suhu

mempengaruhi indeks bias dari suati zat semakin tinggi suhu maka indeks biasnya semakin besar

pula. Hal ini disebabkan pada suhu yang besar jarak antara molekul semakin meregang. Tekanan

juga mempengaruhi indeks bias semakin rendah tekanan maka indeks bias semakin meningkat.

Dari data tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikloheksanon yang dihasilkan pada

praktikum ini adalah murni.