REAKSI HIPERSENSITIVITAS

58
REAKSI HIPERSENSITIVITAS oleh Dr. Hendra Sutardi

Transcript of REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Page 1: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

oleh

Dr. Hendra Sutardi

Page 2: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Respons imun (nonspesifik maupun spesifik) pada umumnya berfungsi protektif, tetapi dapat menimbulkan akibat buruk dan penyakit yang disebut “hipersensitivitas”.

Jadi “hipersensitivitas” atau alergi” menunjukkan suatu keadaan dimana respons imun mengakibatkan reaksi yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh hospes.

Komponen-komponen sistem imun yang bekerja pada proteksi adalah sama dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas.

Reaksi ini secara khas terjadi pada orang tertentu setelah kontak kedua kali-nya dengan suatu antigen khusus (alergen). Kontak pertama merupakan peristiwa awal yang diperlukan dan menginduksi sensitisasi terhadap alergen itu

Page 3: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• REAKSI HIPERSENSITIVITAS MENURUT WAKTU

• REAKSI HIPERSENSITIVITAS MENURUT MEKANISME IMUN YANG TERJADI

Page 4: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

REAKSI HIPERSENTIVITAS MENURUT WAKTU

• Reaksi cepat.

Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif.

Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaxis sistemik atau anafilaxis lokal seperti asma, pilek-bersin, urtikaria dan eksim.

Page 5: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

* Reaksi intermediat Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24

jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen.

Manifestasinya dapat berupa : 1. Reaksi transfusi darah, eritroblastosis foetalis dan anemia hemolitik autoimun. 2. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik yaitu serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis rematoid dan LES (lupus eritematosis sistemik)

Page 6: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48

jam setelah pajanan dengan antigen. Pada DTH yang berperan adalah sitokin

yang dilepas sel T yang mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh : dermatitis kontak, reaksi Mycobacterium tuberculosis dan reaksi penolakan graft.

Page 7: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS MENURUT

MEKANISME

Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip Gell (1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi yaitu tipe I, II, III dan IV.

Tipe I : Hipersensitivitas cepat (Anafilaktik)

Tipe II : Hipersensitivitas sitotoksik

Tipe III : Hipersensitivias kompleks imun

Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel)

Catatan : Tipe I, II, III berperantara antibodi

Page 8: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Tipe I : Hipersensitivitas cepat (anafilaktik)

Hipersensitivitas cepat timbul sebagai reaksijaringan yang terjadi dalam beberapa menitsetelah antigen (alergen) bergabung denganantibodi yang sesuai. Pada reaksi tipe I alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi,asma dan dermatitis atopi.

Page 9: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Urutan kejadian reaksi tipe I

• Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.

• Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik

• Fase efektor yaitu waktu terjadinya respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.

Page 10: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Langkah mekanisme umum pada hipersensitivitas cepat

• Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil.

• Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil.

• Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit.

Page 11: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Mediator penting pada hipersensitivitas anafilaktik

• Histamin Pelepasan histamin menyebabkan : - vasodilatasi

- peningkatan permeabilitas kapiler- kontraksi otot polos

Secara klinis ada gangguan seperti rinitis alergi (hay fever), urtikaria dan angioedem Pada anafilaksis akut gejala yang menonjol yaitu bronko- spasme karena pelepasan histamin. Obat antihistamin dapat memblokir tempat reseptor hista min dan relatif efektif pada rinitis alergi, tidak pada asma

Page 12: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• SRS-A (Slow reacting substance of anaphylaxis) Terdiri dari leukotrien yang timbul waktu terjadi reaksi anafilaksis. Leukotrien dibentuk dari asam arachidonat dan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler serta kon- traksi otot polos. Ini adalah mediator utama ter- jadinya bronkokonstriksi pada asma dan tidak dapat dipengaruhi oleh antihistamin.

Page 13: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• ECF-A (Eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis)

Merupakan tetrapeptida yang berada di dalam granula sel mast.

Ketika dilepaskan pada waktu anafilaksis, ia menarik eosinofil yang sangat prominen pada reaksi alergi tipe cepat. Peranan eosinofil tidak tentu, tetapi dapat melepas histaminase dan arylsulfatase yang menimbulkan degradasi 2 mediator penting yaitu histamin dan SRS-A.

Page 14: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Serotonin (hydroxytryptamine) yang preformed pada sel mast dan blood platelets.

Pelepasan waktu anafilaksis menyebab-kan dilatasi kapiler, peningkatan permea-bilitas kapiler dan kontraksi otot polos. (peranannya kecil pada manusia)

Page 15: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Prostaglandin dan tromboksan Kedua zat ini berhubungan dengan leuko- trien, dan diturunkan dari asam arakidonat lewat jalur siklooksigenase. Prostaglandin menyebabkan bronkokons- triksi dan dilatasi serta peningkatan per- meabilitas kapiler. Tromboksan menggumpalkan trombosit.

Page 16: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe I

Dapat timbul dalam berbagai bentuk yaitu urticaria,eczema, rhinitis, conjunctivitis dan asthmaBila individu terpajan tepung sari melalui udara akan timbul hay fever. Dan bila menelan alergen dalam makanan akan timbul diare.Lebih lanjut, seseorang yang respons terhadap alergendengan urtikaria mempunyai ikatan alergen-IgE pada selmast di kulit,sedangkan yang respons dengan rhinitis mem-punyai alergen spesifik sel mast di dalam hidung. Yang paling berat adalah anafilaksis sistemik, pada mana bronkokonstriksi berat dan hipotensi (shok) dapat menim- bukan kematian.

Page 17: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Mekanisme anafilaksis berbeda diantaraspesies, karena ada perbedaan di dalamshok organ.Misalnya, saluran napas (bronkospasme,edema larynx) adalah shok organ utama pada manusia, tetapi hepar (vena hepatica) memegang peranan pada anjing dengangejala yaitu gelisah, muntah,diare kemudiankolaps.

Page 18: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Terapi & pencegahan reaksi anafilaksis

• Tujuan terapi ialah melawan daya kerja mediator dengan mempertahankan saluran napas, ventilasi & fungsi jantung

• Satu atau lebih dari obat berikut dapat diberikan yaitu epinefrin, antihistamin, kortikosteroid atau natrium kromolin. Yang terakhir ini mencegah pelepasan mediator (misalnya histamin) dari granula sel mast.

• Pencegahan dilakukan dengan mengenali alergen (dengan uji kulit) lalu menghindari antigen itu.

Page 19: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Ada beberapa pendekatan pada terapi asthma. Dapat diberikan inhalasi beta-adrenergik bronkhodilator seperti albuterol. Kortikosteroid seperti prednison juga efektif. Bronkhodilator seperti aminofilin juga efektif tetapi tidak umum diberikan.

• Monoclonal anti-IgE antibody (omalizumab, Xolair) indikasi untuk penderita asma berat yang gejalanya tidak bisa dikendalikan dengan kortikosteroid.

• Untuk pencegahan asthma , leukotriene receptor inhibitor seperti montelukast (Singulair), dan natrium kromolin adalah efektif.

Page 20: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Terapi rhinitis alergika termasuk antihista-min bersama nasal dekongestan.

• Untuk allergic conjunctivitis, tetes mata mengandung antihistamin atau vasokons-triktor adalah efektif.

• Hindari alergen seperti tepung sari (pollen) untuk profilaksis. Juga dapat dilakukan desensitisasi.

Page 21: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

ATOPI

• Gangguan atopik seperti hay fever, asma, eczema dan urticaria adalah reaksi hipersensitivitas cepat yang menunjukkan pre-disposisi faktor turunan dan ada kaitan dengan peningkatan kadar IgE.

• Perkiraan lebih dari 40% penduduk di AS mempunyai pengalaman ada gangguan atopik beberapa waktu dalam hidupnya.

• Insidens gangguan alergi seperti asma, meningkat pada negara Amerika Utara dan Eropa.

Page 22: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Gejala pada gangguan atopik diinduksi oleh alergen spesifik. Antigen ini ditemui pada lingkungan (seperti serbuk sari tanaman dan kotoran kutu yang sering ditemukan pada selimut dan karpet) atau pada makanan (kerang-kerangan dan kacang-kacangan).

• Hipersensitivitas atopik dapat dipindahkan oleh serum tetapi tidak oleh sel limfoid.

• Prausnitz-Kustner membuktikan adanya antibodi pada seseorang yang atopik.

Page 23: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Direct skin test dapat dilakukan untuk menimbulkan alergi seseorang. Alergen dapat digoreskan atau disuntikkan secara parentral intrakutan. Reaksi yang positif adalah timbulnya triple respons dalam waktu 15 – 30 menit yaitu eritem, spreading flare dan central whealing.

• Pengobatan dasarnya ialah menghindarkan berkontak dengan alergennya. Bila hal ini tidak mungkin maka dilakukan hiposensitasi. Adrenalin merupakan obat pilihan untuk terapi reaksi atopik dan anafilaksis.

Page 24: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Drug hypersensitivity

• Obat-obatan, terutama obat antimikroba seperti penisilin adalah penyebab yang paling sering pada reaksi hipersensitivitas. Biasanya obat ini tidak menginduksi pembentukan antibodi. Tetapi metabolit obat beraksi sebagai hapten dan mengikat pada protein tubuh. Akibatnya antibodi akan bereaksi dengan hapten atau intact drug untuk terjadinya hipersensitivitas tipe I.

• Bila terpajan ulang dengan obat, seseorang dapat timbul kemerahan, demam, anafilaksis lokal atau sistemik. Berat ringannya bervariasi.

Page 25: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

URTIKARIA

• Pendahuluan

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut maupun kronis.

Walaupun patogenesis dan penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata terapi yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan.

Page 26: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Sinonim Hives, nettle rash, biduran, kaligata.• Definisi Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat

bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan biasanya rasa gatal, tersengat atau tertusuk.

Angioedema ialah urtikaria yang mengenai lapisan lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran napas, saluran cerna dan organ kardiovaskular.

Page 27: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Epidemiologi Urtikaria dan angiodema sering dijumpai pada semua umur,

orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria daripada usia muda. SHELDON (1951), menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.

Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama dengan angioedema, dan 11% angioedema saja. Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Frekwensi jenis kelamin tidak ada perbedaan.

Umur, ras, jabatan/pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.

Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.

Page 28: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Etiologi-Pada penelitian ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya- Dugaan pernyebab urtikaria adalah sebagai berikut :

+ obat+ makanan+ gigitan serangga+ fotosensitizer+ inhalan+ kontaktan+ trauma fisik+ infeksi dan infestasi parasit+ psikis+ genetik dan+ penyakit sistemik

Page 29: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Obat

- Pelbagai obat dapat menimbulkan urtikaria baik secara imunologik atau non-imunologik. - Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik. Contoh : obat-obat gol.penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon,dan diuretik.- Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast melepaskan mediator yaitu misalnya

codein, opium dan zat kontras.- Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat

sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat.

Page 30: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Makanan- Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi imunologik.- Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan kedalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet sering menimbulkan urtikaria alergika.- Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah

. Telur, ikan, udang . Kacang, coklat . Babi, keju

. Bahan yang dicampurkan asam nitrat,asam benzoat

CHAMPION melaporkan 2% urtikaria kronik ok makanan.

Page 31: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Gigitan serangga- Gigitan serangga dapat menimbulkan lesi setempat, agaknya hal ini lebih banyak

diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe selular (tipe IV)- Venom dan toksin bakteri biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen.- Nyamuk, kepinding dan serangga lain menimbul- kan lesi bentuk papular sekitar tempat gigitan, biasanya sembuh sendiri setelah beberapa hari,

minggu atau bulan.

Page 32: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Bahan fotosensitizer Bahan semacam ini, misalnya

- griseofulvin- fenotiazin- sulfonamid- bahan kosmetik dan- sabun germisid

sering menimbulkan urtikaria.

Page 33: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• InhalanInhalan berupa :

- serbuk sari bunga (pollen)- spora jamur- debu- bulu binatang dan - aerosol

umumnya lebih mudah menimbulkan urtikariaalergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai padapenderita atopi dan disertai gangguan pernapasan.

Page 34: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• KontaktanKontaktan yang sering menimbulkan

urtikaria ialah :- kutu binatang- serbuk tekstil- air liur binatang- tumbuh-tumbuhan, buah-buahan- bahan kimia misalnya insect repellent (penangkis serangga) dan bahan kosmetik. Keadaan ini karena bahan tsb. menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

Page 35: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Trauma fisikTrauma fisik dapat disebabkan oleh :- faktor dingin yakni berenang atau memegang benda

dingin- faktor panas yakni panas matahari, sinar U.V, radiasi dan panas pembakaran.- faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, vibrasi dan tekanan berulang seperti pijatan, keringat,

demam dan emosi menyebabkan urtikaria fisik. Klinis biasanya terjadi di tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit – jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.

Page 36: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Infeksi dan infestasiPelbagai infeksi dapat menimbulkan urtikaria misalnya : infeksi bakteri, virus, jamur dan infestasi parasit.

- Infeksi bakteri contoh : infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis. Urtikaria timbul bisa disebabkan oleh toksin bakteri atau sensitisasi.- Infeksi virus hepatitis, mononucleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab.- Infeksi jamur Candida sering dilaporkan menimbulkan urtikaria.- Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang, juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.

Page 37: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• PsikisTekanan jiwa dapat memacu sel mast atau

langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.

Ternyata hampir 11.5% penderita urtikariamenunjukkan gangguan psikis.Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtika.

Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.

Page 38: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Genetik

Faktor genetik ternyata berperan pada

urtikaria dan angioedema.

Diantaranya ialah angioneurotik edema

herediter, familial cold urticaria, familial localized heat urticaria

Page 39: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Penyakit sistemikBeberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat

menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.

Penyakit vesiko-bulosa misal pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring sering menimbulkan urtikaria.Sejumlah 7-9% penderita LES dapat mengalamiurtikaria.Beberapa penyakit sistemik yang disertai urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam rematik.

Page 40: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Patogenesis- Urtikaria terjadi karena vasodilatasi di- sertai permeabilitas meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang meng- akibatkan pengumpulan cairan setempat, dan secara klinis tampak edema disertai kemerahan.- Vasodilatasi dan peningkatan per- meabilitas kapiler dapat terjadi akibat pele- pasan mediator histamin, serotonin, SRS-A.

Page 41: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Gejala klinis- Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. - Klinis tampak eritema dan edema se- tempat berbatas tegas,kadang- kadang bagian tengah tampak lebih pucat.- Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga,

besar- nya dapat lentikular, numular, plakat.

Page 42: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Pengobatan- Pengobatan yang paling ideal tentu saja meng- obati penyebab atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai.- Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat.- Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam 15-30 menit setelah diberikan oral dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. - Ada antihistamin yang waktu kerjanya lebih lama yaitu meklizin dan klemastin.

Page 43: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Tipe II: Hipersensitivitas sitotoksik

• Antibodi yang diarahkan pada antigen per-

mukaan sel akan mengaktifkan komplemen untuk merusak sel. Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada antigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi lisis yang berperantara-komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi ABO,atau penyakit hemolitik Rh.

Page 44: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Beberapa obat, misalnya penisilin, fenasetin dan kuinidin,dapat melekat pada protein permukaan di sel darah merah dan memicu pembentukan antibodi. Antibodi autoimun semacam itu (IgG) kemudian dapat bergabung dengan permukaan sel, dan mengakibakan hemolisis.

• Infeksi tertentu (misalnya Mycoplasma pneumoniae) dapat menginduksi antibodi yang bereaksi silang dengan antigen sel darah merah, mengakibatkan anemia hemolitik.

Page 45: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Pada demam rematik, antibodi terhadap streptokok kelompok A bereaksi silang dengan jaringan jantung.

• Pada sindroma Goodpasture, antibodi ter-hadap membran dasar ginjal dan paru-paru mengakibatkan kerusakan berat ter-hadap selaput melalui aktivitas lekosit yang ditarik oleh komplemen.

Page 46: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Tipe III : Hipersensitivitas kompleks imun

• Bila antibodi bergabung dengan antigen khususnya, terbentuklah kompleks imun. Biasanya, kompleks imun ini dengan cepat dibuang oleh RES, tetapi kadang-kadang kompleks ini tetap bertahan dan diendapkan dalam jaringan, sehingga mengakibatkan beberapa penyakit.

• Pada infeksi bakteri atau virus yang kronis, kompleks imun dapat diendapkan pada organ tubuh (misalnya ginjal), sehingga fungsinya terganggu

Page 47: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Pada penyakit autoimun, antigen “self” dapat menimbulkan antibodi yang mengikat antigen organ atau diendapkan dalam organ sebagai kompleks, terutama dalam sendi (artritis), ginjal (nefritis), atau pembuluh darah (vaskulitis).

• Dimanapun diendapkan, kompleks imun ini mengaktifkan komplemen, dan sel PMN ditarik ke tempat itu, dimana sel-sel ini menyebabkan radang dan cedera jaringan. Reaksi hipersensi-tivitas tipe III yang khas ialah reaksi Arthus dan penyakit serum (serum sickness).

Page 48: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Reaksi Arthus (bentuk lokal)Arthus menyuntikkan serum kuda ke dalam kelinci

intradermal berulangkali dan menemukan reaksi yang makin hebat di tempat suntikan.

Mula-mula hanya terjadi eritema ringan dan edema dalam 2-4 jam sesudah suntikan. Reaksi tersebut menghilang esok hari. Suntikan kemudian menimbulkan edema yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan perdarahan dan nekrosis yang sulit menyembuh. Hal ini disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun.

Reaksi Arthus dapat terjadi di dinding bronkus atau alveol dan menimbulkan reaksi asma lambat yang terjadi 7-8 jam setelah inhalasi antigen pada asma akibat kerja.

Reaksi Arthus di dalam klinik dapat berupa vaskulitis.

Page 49: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Penyakit serum (serum sickness)Istilah itu berasal dari Pirquet dan Schick

yang menemukannya sebagai konsekuensi imunisasi pasif pda pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus dengan antiserum asal kuda.

Setelah injeksi serum asing, antigen perlahan-lahan dibersihkan dari sirkulasi, dan produksi antibodi dimulai. Adanya antigen dan antibodi secara serentak mengakibatkan pem-bentukan kompleks imun yang mungkin beredar atau diendapkan di berbagai tempat.

Page 50: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Beberapa hari – 2 minggu setelah injeksi serum asing,penyakit serum secara khas mengakibatkan demam, urtikaria, artralgia, limfadenopati, dan splenomegali.

Gejala meningkat sementara antigen dibuang lewat sistem imun, dan gejala mereda bila semua antigen telah habis.

Pada masa kini, penyakit serum lebih jarang muncul setelah injeksi serum asing dibandingkan setelah pemberian obat (misal penisilin).

Meskipun simptom baru tampak setelah beberapa hari, penyakit serum digolongkan sebagai reaksi segera, karena gejala-gejalanya muncul dengan cepat setelah terbentuk kompleks imun.

Page 51: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Penyakit kompleks imunBanyak penyakit dalam klinik dihubungkan dengan

kompleks imun, walaupun antigen seringkali tidak dapat diidentifikasi. Contoh yang mewakili adalah glomerulo-

nefritis.Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus

telah dikenal sebagai penyakit kompleks imun.Mula timbulnya terjadi beberapa minggu setelah infeksi streptokokus B-hemolitik grup A, terutama pada kulit, dan seringkali terjadi pada infeksi akibat streptokokus tipe nefritogenik.

Pada LES, ginjal merupakan tempat endapan kompleks imun. Pada artritis rematoid, sel plasma dalam sinovium membentuk anti-IgG dan timbul kompleks imun

Page 52: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel)

• Hipersensitivitas berperantara sel merupakan fungsi limfosit T, bukan fungsi antibodi.

• Hipersensitivitas ini dapat dipindahkan oleh sel T yang terlibat secara imunologik tetapi tidak oleh serum.

• Respons ini lambat – artinya, dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung selama beberapa hari.

Page 53: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

A. Hipersensitivitas kontak

• Manifestasi hipersensitivitas berperantara sel ini terjadi setelah sensitisasi dengan zat kimia sederhana (misalnya nikel, formaldehida), bahan dari tumbuhan (poison ivy, pohon oak beracun), pemakaian obat topikal (misalnya sulfonamida, neomisin), beberapa kosmetika, sabun dan zat-zat lain.

• Pada semua kasus, molekul-molekul kecil memasuki kulit dan kemudian – dengan bekerja sebagai hapten– melekat pada protein tubuh untuk bertindak sebagai antigen lengkap.

Page 54: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Hipersensitivitas berperantara sel pun di-induksi, terutama dalam kulit. Bila kulit berkontak lagi dengan zat penyebab, orang yang telah peka ini akan mengalami eritema, gatal-gatal, vesikel, eksema, atau nekrosis kulit dalam 12-48 jam.

• Uji tempel (patch test) pada daerah kecil di kulit kadang-kadang dapat mengenali antigen penyebab.

• Penghindaran terhadap bahan itu akan mencegah kekambuhan penyakit.

Page 55: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

B. Hipersensitivitas tipe-tuberkulin

• Hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba terdapat dalam banyak penyakit menular dan telah digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.

• Contoh khasnya adalah reaksi tuberkulin. Bila sejumlah kecil tuberkulin disuntikkan ke dalam epidermis pasien sebelumnya pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hanya sedikit reaksi segera yang tampak; secara berangsur-angsur indurasi dan kemerahan muncul dan mencapai puncaknya pada 48-72 jam.

Page 56: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Uji kulit yang positif menunjukkan bahwa orang itu pernah terinfeksi oleh penyebab, tetapi ini tidak berarti bahwa penyakitnya masih ada. Namun, uji kulit yang berubah dari negatif menjadi positif menunjukkan infeksi yang baru terjadi dan mungkin sekarang masih aktif.

• Respons uji kulit yang positif dapat membantu diagnosis dan menyokong untuk kemoprofilaksis atau kemoterapi.

Page 57: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Pada lepra, uji lepromin positif menunjukkan lepra tuberkuloid–dengan imunitas berperantara-sel yang aktif, sedangkan uji lepromin yang negatif menunjukkan lepra lepromatosa—dengan imunitas berperantara terganggu.

• Pada infeksi jamur sistemik (misalnya kok-sidioidomikosis, histoplasmosis, blastomikosis), uji kulit jenis-lambat yang positif terhadap antigen khusus membantu menentukan kontak terhadap organismenya.

Page 58: REAKSI HIPERSENSITIVITAS

• Hipersensitivitas berperantara-sel muncul pada banyak infeksi virus (misalnya herpes simpleks, parotitis). Tetapi uji sero-logi lebih spesifik untuk diagnosis maupun untuk penilaian imunitas.

• Pada infeksi protozoa dan cacing, uji kulit dapat positif tetapi uji serologi khusus biasanya lebih bermanfaat.