Ready Fasa ( kimfis) TP
-
Upload
panrio-barca -
Category
Documents
-
view
49 -
download
8
description
Transcript of Ready Fasa ( kimfis) TP
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fasa adalah bagian dari sistem yang komposisi kimia dan sifat sifat
fisiknya seragam, yang terpisah dari bagian system lainnya oleh adanya
bidang batas. Perilaku fasa yang dipunyai suatu zat murni adalah sangat
beragam dan rumit, akan tetapi data-datanya dapat dikumpulkan dan
kemudian dengan termodinamika dapat dibuat ramalan-ramalan.
Pemahaman mengenai perilaku-perilaku fasa berkembang dengan adanya
aturan fasa Gibbs.
Kesetimbangan fasa adalah suatu keadaan dimana suatu zat dimilki
komposisi yang pasti pada kedua fasanya pada suhu dan tekanan tertentu,
biasanya pada fasa cair dan uapnya. Selama ini pembahasan perubahan
mutual antara tiga wujud materi difokuskan pada keadaan cair. Dengan
kata lain, perhatian telah difokuskan pada perubahan cairan dan padatan,
dan antara cairan dan gas dalam membahas keadaan kritis zat akan lebih
cepat menangani tiga wujud zat secara simultan, bukan membahas dua dari
tiga wujud zat.
Untuk system satu komponen, persamaan Clausius dan Clausisus –
Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan
perubahan suhu.
Sedangkan pada system dua komponen, larutan ideal mengikuti
hukum Raoult. Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum
Henry.
1
1.1 Rumusan Masaalah
Apakah yang dimaksud dengan kesetimbanga fasa dan
pembahasannya serta manfaat kesretimbangan fasa ?
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan tentang kesetimbangan fasa dan diharapkan dapat bermanfaat
bagi kita semua.
1.3 Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang digunakan pada pembuatan
makalah ini sebagai berikut:
1. Metode kajian buku yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-
data yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Melakukan Browsing internet untuk mengumpulkan data-data yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam makalah ini hanya dibatasi pada
system kesetimbangan fasa dua komponen.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Fasa
Fasa adalah bagian sistem yang komposisi kimia dan sfat-sifat fisiknya
seragam, yang terdapat dari bagian sistem lainnya oleh adanya bidang batas.
Perilaku fasa yang dipunyai suatu zat murni adalah sangat beragam dan rumit,
akan tetapi data-datanya dapat dikumpulkan dan kemudian dengan
teermodinamika dapat dibuat ramalan-ramalan. Pemahaman mengenai perilaku
fasa berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Persamaan Claussius dan
persamaan Clausius-Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan
kesetimbangan dengan pengaruh suhu.
2.2.Definisi Komponen
Jumlah komponen dalam suatu system merupakan jumlah minimum dari
spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi
setiap fasa dalam system tersebut.
Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari
spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi
setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah
komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam system
dikurangi dengan jumlah-jumlah reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat
terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. Contoh:
CaCO3 CaO + CO2
komponen reaksi diatas dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
C = S – R = 3 – 1 = 2
3
2.3. Definisi Derajat Kebebasan
Dalam membicarakan kesetimbangan fasa, kita tidak akan meninjau
variabel ekstensif yang bergantung pada massa dari setiap fasa tetapi meninjau
variabel-variabel intensif seperti suhu, tekanan, dan komposisi (fraksi mol).
Jumlah variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan
suatu system disebut derajat kebebasan dari sistem tersebut.
Derajat kebebasan f,(kadang-kadang disebut varians, v ) dari suatu system
setimbang merupakan jumlah variable intensif independen yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan system tersebut.
2.4. Aturan Fasa
Pada tahun 1876, Gibbs menurunkan hubungan sederhana antara jumlah
fasa setimbang, jumlah komponen, dan jumlah besaran intensif bebas yang dapat
melukiskan keadaan sistem secara lengkap. Menurut Gibbs,
.......................................... (3.1)
dimana υ = derajat kebebasan
c = jumlah komponen
p = jumlah fasa
γ = jumlah besaran intensif yang mempengaruhi sistem (P, T)
Derajat kebebasan suatu sistem adalah bilangan terkecil yang
menunjukkan jumlah variabel bebas (suhu, tekanan, konsentrasi komponen –
komponen) yang harus diketahui untuk menggambarkan keadaan sistem. Untuk
zat murni, diperlukan hanya dua variabel untuk menyatakan keadaan, yaitu P dan
T, atau P dan V, atau T dan V. Variabel ketiga dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan gas ideal. Sehingga, sistem yang terdiri dari satu gas
atau cairan ideal mempunyai derajat kebebasan dua (υ = 2).
4
Bila suatu zat berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen yang
diperlukan untuk menggambarkan sistem akan berkurang satu karena dapat
dihitung dari konstanta kesetimbangan. Misalnya pada reaksi penguraian H2O.
H2O(g) H2(g) + ½ O2(g)
............................................. (3.2)
Dengan menggunakan perbandingan pada persamaan 3.2, salah satu konsentrasi
zat akan dapat ditentukan bila nilai konstanta kesetimbangan dan konsentrasi
kedua zat lainnya diketahui.
Kondisi fasa – fasa dalam sistem satu komponen digambarkan dalam
diagram fasa yang merupakan plot kurva tekanan terhadap suhu.
Gambar 3.1. Diagram fasa air pada tekanan rendah
Titik A pada kurva menunjukkan adanya kesetimbangan antara fasa – fasa
padat, cair dan gas. Titik ini disebut sebagai titik tripel. Untuk menyatakan
keadaan titik tripel hanya dibutuhkan satu variabel saja yaitu suhu atau tekanan.
Sehingga derajat kebebasan untuk titik tripel adalah nol. Sistem demikian disebut
sebagai sistem invarian.
5
2.5. Diagram Fasa
Diagram fase adalah sejenis grafik yang digunakan untuk menunjukkan
kondisi kesetimbangan antara fase-fase yang berbeda dari suatu zat yang sama.
Dalam matematika dan fisika, diagram fase juga mempunyai arti sinonim dengan
ruang fase.
Komponen-komponen umum diagram fase adalah garis kesetimbangan
fase, yang merujuk pada garis yang menandakan terjadinya transisi fase.
2.6. Kesetimbangan Fasa Dua Komponen
Sistem Dua Komponen
Sistem dua komponen disebut sistem biner.Untuk sistem dua
komponen,c=2, sehingga aturan fasa f=c-p+2 menjadi f=4-p.Untuk sistem satu
fasa p=1 dan f menjadi sama dengan 3,jadi ada 3 variabel intensif independen
yang di perlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut,yakni T,P dan fraksi
mol.Biasanya,satu dari ketiga variabel tersebut dibuat tetap ,sehingga kedua
variabel sisanya dapat digambarkan dalam diagram fasa dua dimensi.Variabel
yang biasa dipilih tetap adalah P atau T.
2.7.Kesetimbangan Uap – Cair dari Campuran Ideal Dua Komponen
Jika campuran dua cairan nyata (real) berada dalam kesetimbangan
dengan uapnya pada suhu tetap, potensial kimia dari masing – masing komponen
adalah sama dalam fasa gas dan cairnya.
............................................. (3.20)
Jika uap dianggap sebagai gas ideal, maka
..................................... (3.21)
dimana Po adalah tekanan standar (1 bar). Untuk fasa cair,
......................................... (3.22)
6
Persamaan 3.20 dapat ditulis menjadi
.................................. (3.23)
Dari persamaan 3.23 dapat disimpulkan bahwa
........................................... (3.24)
.................................................. (3.25)
Persamaan 3.25 menyatakan bahwa bila uap merupakan gas ideal, maka aktifitas
dari komponen i pada larutan adalah perbandingan tekanan parsial zat i di atas
larutan (Pi ) dan tekanan uap murni dari zat i (Pio).
Pada tahun 1884, Raoult mengemukakan hubungan sederhana yang dapat
digunakan untuk memperkirakan tekanan parsial zat i di atas larutan (Pi ) dari
suatu komponen dalam larutan. Menurut Raoult,
................................................ (3.26)
Pernyataan ini disebut sebagai Hukum Raoult, yang akan dipenuhi bila
komponen – komponen dalam larutan mempunyai sifat yang mirip atau antaraksi
antar larutan besarnya sama dengan interaksi di dalam larutan (A – B = A – A = B
– B). Campuran yang demikian disebut sebagai campuran ideal, contohnya
campuran benzena dan toluena. Campuran ideal memiliki sifat – sifat
ΔHmix = 0
ΔVmix = 0
ΔSmix = - R Σni ln xi
Tekanan uap total di atas campuran adalah:
7
.................................... (3.27)
Karena x2 = 1 – x1, maka
......................................... (3.28)
Persamaan di atas digunakan untuk membuat garis titik gelembung (bubble
point line). Di atas garis ini, sistem berada dalam fasa cair. Komposisi uap pada
kesetimbangan ditentukan dengan cara:
................................................... (3.29)
Keadaan campuran ideal yang terdiri dari dua komponen dapat digambarkan
dengan kurva tekanan tehadap fraksi mol berikut.
Gambar 3.3. Tekanan total dan parsial untuk campuran benzena – toluena
pada 60oC
8
Gambar 3.4. Fasa cair dan uap untuk campuran benzena – toluena pada
60oC
Garis titik embun (dew point line) dibuat dengan menggunakan persamaan
....................................... (3.30)
Di bawah garis ini, sistem setimbang dalam keadaan uap.
Pada tekanan yang sama, titik – titik pada garis titik gelembung dan garis
titik embun dihubungkan dengan garis horisontal yang disebut tie line (lihat
gambar 3.4). Jika diandaikan fraksi mol toluena adalah x, maka jumlah zat yang
berada dalam fasa cair adalah
.......................................... (3.31)
Sedangkan jumlah zat yang berada dalam fas uap adalah
.......................................... (3.32)
Penentuan jumlah zat pada kedua fasa dengan menggunakan persamaan 3.31 dan
3.32 disebut sebagai Lever Rule.
9
2.8. Tekanan Uap Campuran Non Ideal
Tidak semua campuran bersifat ideal. Campuran – campuran non ideal
ini mengalami penyimpangan / deviasi dari hukum Raoult. Terdapat dua
macam penyimpangan hukum Raoult, yaitu
a. Penyimpangan positif
Penyimpangan positif hukum Raoult terjadi apabila interaksi dalam
masing – masing zat lebih kuat daripada antaraksi dalam campuran zat
( A – A, B – B > A – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi
campuran (ΔHmix) positif (bersifat endotermik) dan mengakibatkan
terjadinya penambahan volume campuran (ΔVmix > 0). Contoh
penyimpangan positif terjadi pada campuran etanol dan n – hekasana.
Gambar 3.5. Penyimpangan positif hukum Raoult
b. Penyimpangan negatif
Penyimpangan negatif hukum Raoult terjadi apabila antaraksi dalam
campuran zat lebih kuat daripada interaksi dalam masing – masing zat
( A – B > A – A, B – B). Penyimpangan ini menghasilkan entalpi
campuran (ΔHmix) negatif (bersifat eksotermik) mengakibatkan
terjadinya pengurangan volume campuran (ΔVmix < 0).. Contoh
penyimpangan negatif terjadi pada campuran aseton dan air.
10
Gambar 3.6. Penyimpangan negatif hukum Raoult
Pada gambar 3.5 dan 3.6 terlihat bahwa masing – masing kurva memiliki
tekanan uap maksimum dan minimum. Sistem yang memiliki nilai maksimum
atau minimum disebut sistem azeotrop. Campuran azeotrop tidak dapat
dipisahkan dengan menggunakan destilasi biasa. Pemisahan komponen 2 dan
azotrop dapat dilakukan dengan destilasi bertingkat. Tetapi, komponen 1 tidak
dapat diambil dari azeotrop. Komposisi azeotrop dapat dipecahkan dengan cara
destilasi pada tekanan dimana campuran tidak membentuk sistem tersebut atau
dengan menambahkan komponen ketiga.
2.9 Hukum Henry
Hukum Raoult berlaku bila fraksi mol suatu komponen mendekati satu.
Pada saat fraksi mol zat mendekati nilai nol, tekanan parsial dinyatakan dengan
................................................ (3.33)
yang disebut sebagai Hukum Henry, yang umumnya berlaku untuk zat terlarut.
Dalam suatu larutan, konsentrasi zat terlarut (dinyatakan dengan subscribe 2)
biasanya lebih rendah dibandingkan pelarutnya (dinyatakan dengan subscribe 1).
Nilai K adalah tetapan Henry yang besarnya tertentu untuk setiap pasangan pelarut
– zat terlarut.
11
Tabel 3.1. Tetapan Henry untuk gas – gas terlarut pada 25oC (K2 / 109 Pa)
GasPelarut
Air Benzena
H2 7,12 0,367
N2 8,68 0,239
O2 4,40
CO 5,79 0,163
CO2 0,167 0,0114
CH4 4,19 0,569
C2H2 0,135
C2H4 1,16
C2H6 3,07
Kelarutan gas dalam cairan dapat dinyatakan dengan menggunakan
tetapan Henry. Hukum Henry berlaku dengan ketelitian 1 – 3% sampai pada
tekanan 1 bar. Kelarutan gas dalam cairan umumnya menurun dengan naiknya
temperatur, walaupun terdapat beberapa pengecualian seperti pelarut amonia cair,
lelehan perak, dan pelarut – pelarut organik. Senyawa – senyawa dengan titik
didih rendah (H2, N2, He, Ne, dll) mempunyai gaya tarik intermolekular yang
lemah, sehingga tidak terlalu larut dalam cairan. Kelarutan gas dalam air biasanya
turun dengan penambahan zat terlarut lain (khususnya elektrolit).
12
2.10. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif (colligative properties) berasal dari kata colligatus (Latin)
yang berarti ”terikat bersama”. Ketika suatu zat terlarut ditambahkan ke dalam
pelarut murni A, fraksi mol zat A, xA, mengalami penurunan. Penurunan fraksi
mol ini mengakibatkan penurunan potensial kimia. Sehingga, potensial kimia
larutan lebih rendah daripada potensial pelarut murninya. Perubahan potensial
kimia ini menyebabkan perubahan tekanan uap, titik didih, titik beku, serta
terjadinya fenomena tekanan osmosis. Sifat koligatif diamati pada larutan sangat
encer, dimana konsentrasi zat terlarut jauh lebih kecil dari pada konsentrasi
pelarutnya (x2 <<< x1). Perubahan sifat – sifat koligatif tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.7.
Gambar 3.7. Sifat koligatif larutan
13
TbTf
pelarut
larutan
TbTf TboTf
o
P
T
P
Po
P
2.11. Penurunan Tekanan Uap (P)
Bayangkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah
menguap (involatile solute). Kondisi ini umumnya berlaku untuk zat terlarut
berupa padatan, tetapi tidak untuk zat cair maupun gas. Tekanan uap larutan (P)
kemudian akan bergantung pada pelarut saja (P1). Sehingga penurunan tekanan
uap dapat dinyatakan sebagai:
P = P1o – P1 ………………………..…. (3.34)
Jika nilai P1 disubstitusi dengan persamaan 3.26, maka
…………….……….... (3.35)
……………………………. (3.36)
dimana: x1 = fraksi mol pelarut
x2 = fraksi mol zat terlarut
Fraksi mol (xi) adalah perbandingan jumlah mol zat i (ni) terhadap jumlah mol
total (ntotal) dalam larutan. Untuk larutan yang sangat encer, n2 << n1. Sehingga,
.......................................... (3.37)
Dengan demikian,
P = P1o . ……………………. (3.38)
P = P1o . ………………………..... (3.39)
14
2.12. Kenaikan Titik Didih (Tb) dan Penurunan Titik Beku (Tf)
Titik didih (boiling point / Tb) normal cairan murni adalah suhu dimana
tekanan uap cairan tersebut sama dengan 1 atm. Penambahan zat terlarut yang
tidak mudah menguap menurunkan tekanan uap larutan. Sehingga, dibutuhkan
suhu yang lebih tinggi agar tekanan uap larutan mencapai 1 atm. Hal ini
mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih pelarut
murninya.
Dari persamaan 3.36, penurunan tekanan uap (P) dapat dinyatakan
sebagai P1o – P1 = P1
o . x2 ....................................
(3.40)
x2 = …………………………… (3.41)
Menurut persamaan Clausius – Clapeyron,
ln = ………………………....
(3.42)
Bila : P2 = P1 dan T2 = Tb
P1 = P1o T1 = Tb
o
maka persamaan Clausius – Clapeyron dapat ditulis menjadi
ln = …………………….…. (3.43)
ln = ……………….…......
(3.44)
Pada larutan encer, sangat kecil, sehingga
15
ln = - ……………..….......….. (3.45)
Karena Tb sangat kecil, maka Tb Tbo
- = ……………...……… (3.46)
- x2 = ……………...……... (3.47)
= - ………………….. (3.48)
…….............................. (3.49)
dengan w1 dan M1 masing – masing adalah berat dan massa molar pelarut, serta w2
dan M2 adalah berat dan massa molar zat terlarut. Jika w1 dianggap 1000 gram,
…………………………..... (3.50)
m2 . M1 = - …………………….... (3.51)
Tb = - . m2 ...................................... (3.52)
Tb = Kb . m2 .......................................... (3.53)
Penambahan zat terlarut juga mengakibatkan terjadinya penurunan titik
beku (freezing point / Tf). Dengan menggunakan cara yang sama, didapat
Tf = Kf . m2 ........................................... (3.54)
16
2.13. Tekanan Osmosis ()
Pendekatan tekanan osmosis dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu
larutan terpisah dari pelarut murninya oleh dinding semi permiabel, yang dapat
dilalui oleh pelarut, tetapi tidak dapat dilalui oleh zat terlarutnya. Karena potensial
kimia larutan lebih rendah, maka pelarut murni akan cenderung bergerak ke arah
larutan, melalui dinding semi permiabel.
Gambar 3.8. Tekanan osmosis
Pada kesetimbangan, tekanan di bagian kiri adalah P dan tekanan di
bagian kanan adalah P + π. Π adalah perbedaan tekanan dari kedua sisi yang
dibutuhkan untuk menghindari terjadinya aliran spontan melalui membran ke
salah satu sisi.
Menurut hubungan Maxwell,
dG = - S dT + V dP ............................................. (3.55)
d = - dT + dP ………………………... (3.56)
dμ = - S dT + dP …………………………..... (3.57)
Karena = , maka
17
pelarut murni
larutan
dinding semi permiabel
dμ = ……………………………..
(3.58)
Bila V dianggap tidak bergantung pada tekanan, maka
= ……………………………… (3.59)
Menurut kesetimbangan kimia,
= + RT ln ………………………….. (3.60)
- = RT ln …….……………..……... (3.61)
= - RT ln ………………………… (3.62)
dimana P = P1 = tekanan uap larutan
Po = P1o = tekanan uap pelarut murni
Jika persamaan 3.59 disamakan dengan persamaan 3.62, maka
- RT ln = ………………………….….. (3.63)
Menurut Hukum Raoult:
x1 = ………………..……….……... (3.64)
x1 = (1 – x2) …………………………… (3.65)
Sehingga, persamaan 3.63 menjadi
- RT ln = ……………………………... (3.66)
- RT ln x1 = ……………………………... (3.67)
18
= - ln (1 – x2) ......................... (3.68)
Pada larutan sangat encer, x2 sangat kecil sehingga ln (1 – x2) - x2.
= - (- x2) ..................................... (3.69)
= . ………………………... (3.70)
= R.T.C2 ............................................. (3.71)
dimana C2 adalah konsentrasi zat terlarut.
2.14. Sistem Dua Komponen dengan Fasa Padat – Cair
Sistem biner paling sederhana yang mengandung fasa padat dan cair
ditemui bila komponen – komponennya saling bercampur dalam fas cair tetapi
sama sekali tidak bercampur pada fasa padat, sehingga hanya fasa padat dari
komponen murni yang akan keluar dari larutan yang mendingin. Sistem seperti itu
digambarkan dalam diagram fasa Bi dan Cd berikut.
Gambar 3.9. Kurva pendinginan dan diagram fasa suhu – persen berat
untuk sistem Bi – Cd
19
Bila suatu cairan yang mengandung hanya satu komponen didinginkan,
plot suhu terhadap waktu memiliki lereng yang hampir tetap. Pada suhu
mengkristalnya padatan yang keluar dari cairan, kurva pendingina akan mendatar
jika pendinginan berlangsung lambat. Patahan pada kurva pendinginan
disebabkan oleh terlepasnya kalor ketika cairan memadat. Hal ini ditunjukkan
pada bagian kiri gambar 3.9, yaitu cairan hanya mengandung Bi (ditandai dengan
komposisi Cd 0%) pada suhu 273oC dan cairan yang hanya mengandung Cd
(ditandai dengan komposisi Cd 100%) pada suhu 323oC.
Jika suatu larutan didinginkan, terjadi perubahan lereng kurva pendinginan
pada suhu mulai mengkristalnya salah satu komponen dari larutan, yang
kemudian memadat. Perubahan lereng ini disebabkan oleh lepasnya kalor karena
proses kristalisasi dari padatan yan gkeluar dari larutan dan juga oleh perubahan
kapasitas kalor. Hal ini dapat terlihat pada komposisi 20% dan 80% Cd. Untuk
komposisi 40% Cd pada suhu 140oC, terjadi pertemuan antara lereng kurva
pedinginan Bi dan Cd yang menghasilkan garis mendatar. Pada suhu ini, Bi dan
Cd mengkristal dan keluar dari larutan, menghasilkan padatan Bi dan Cd murni.
Kondisi dimana larutan menghasilkan dua padatan ini disebut titik eutektik, yang
hanya terjadi pada komposisi dan suhu tertentu. Pada titik eutektik terdapat tiga
fasa, yaitu Bi padat, Cd padat dan larutan yang mengandung 40% Cd. Derajat
kebebasan untuk titik ini adalah 0, sehingga titik eutektik adalah invarian.
Eutektik bukan merupakan fasa, tetapi kondisi dimana terdapat campuran yang
mengandung dua fasa padat yang berstruktur butiran halus.
20
2.15. Sistem Dua Komponen Cair-Cair
Dua cairan dikatakan misibel sebagian jika A larut dalam jumlah yang
terbatas, dan demikian pula dengan B, larut dalam A dalam jumlah yang terbatas.
Bentuk yang paling umum dari diagram fasa T-X cair-cair pada tekanan tetap,
biasanya 1 atm (seperti gambar diatas). Diagram diatas dapat diperoleh secara
eksperimen dengan menambahkan suatu zat cair ke dalam cairan murni lain pada
tekanan tertentu dengan variasi suhu.
Cairan B murni yang secara bertahap ditambahkan sedikit demi sedikit
cairan A pada suhu tetap (T1). Sistem dimulai dari titik C (murni zat B) dan
bergerak kea rah kanan secara horizontal sesuai dengan penambahan zat A. Dari
titik C ke titik D diperoleh satu fasa (artinya A yang ditambahkan larut dalam B).
Di titik D diperoleh kelarutan maksimum cairan A dalam cairan B pada suhu T1.
Penambahan A selanjutnya akan menghasilkan sistem dua fasa (dua
lapisan), yaitu lapisan pertama (L1) larutan jenuh A dalam B dengan komposisi
XA,1 dan lapisan kedua (L2) larutan jenuh B dalam A dengan komposisi XA,2.
Kedua lapisan ini disebut sebagai lapisan konyugat ( terdapat bersama-sama di
daerah antara D dan F). Komposisi keseluruhan ada diantara titik D dan F. Di titik
E komposisi keseluruhan adalah XA,3. Jumlah relatif kedua fasa dalam
kesetimbangan ditentukan dengan aturan lever. Di titik E lapisan pertama lebih
21
banyak dari lapisan kedua. Penambahan A selanjutnya akan mengubah komposisi
keseluruhan semakain ke kanan, sementara komposisi kedua lapisan akan tetap
XA,1 dan XA,2.
Perbedaan yang terjadi akibat penambahan A secara terus menerus terletak
pada jumlah relative lapisan pertama dan kedua. Semakin ke kanan jumlah
relative lapisan pertama akan berkurang sedangkan lapisan kedua akan bertambah.
Di titik F cairan A yang ditambahkan cukup untuk melarutkan semua B dalam A
membentuk larutan jenuh B dalam A. Dengan demikian sistem di F menjadi satu
fasa. Dari F ke G, penambahan A hanya merupakan pengenceran larutan B dalam
A. Untuk mencapai titik G di perlukan penambahan jumlah A yang tak terhingga
banyaknya atau dengan melakukan percobaan mulai dari zat A murni yang
kemudian di tambah zat B sedikit demi sedikit sampai di capai titik F dan
seterusnya.
Jika percobaan dilakukan pada suhu tinggi akan di peroleh batas kelarutan
yang berbeda. Semakin tinggi suhu, kelarytan masing-masing komponen satu
sama lain meningkat, sehingga daerah fasa semakin menyempit. Kurva kelarutan
pada akhirnya bertemu disuatu titik pada suhu konsolut atas, atau disebut juga
suhu kelarutan kritis (Tc). Di atas titik Tc cairan saling melarut sempurna dalam
berbagaikomposisi. .
2.16. Pembentukan Senyawa
Komponen – komponen pada sistem biner dapat bereaksi membentuk
senyawa padat yang berada dalam kesetimbangan dengan fas cair pada berbagai
komposisi. Jika pembentukan senyawa mengakibatkan terjadinya daerah
maksimum pada diagram suhu – komposisi, maka disebut senyawa bertitik lebur
sebangun (congruently melting compound). Contoh senyawa ini dapat dilihat
pada diagram fas Zn – Mg pada gambar 3.10.
22
Gambar 3.10. Diagram fasa Zn – Mg
Selain melebur, senyawa juga dapat meluruh membentuk senyawa lain dan
larutan yang setimbang pada suhu tertentu. Titik leleh ini disebut titik leleh tak
sebangun (incongruently melting point) dan senyawa yang terbentuk disebut
senyawa bertitik lebur tak sebangun. Hal ini terjadi pada bagian diagram fasa
Na2SO4 – H2O yang menunjukkan pelelehan tak sebangun dari Na2SO4.10H2O
menjadi kristal rombik anhidrat Na2SO4.
Gambar 3.11 Bagian diagram fasa Na2SO4 – H2O
23
2.17. Larutan Padat
Pada umumnya, padatan murni bisa didapatkan pada saat larutan
didinginkan. Tetapi, pada beberapa sistem, bila larutan didinginkan, maka larutan
padatlah (solid solution) yang akan keluar. Contoh sistem yang membentuk
larutan padat adalah sistem Cu – Ni.
Gambar 3.12. Diagram fasa Cu – Ni
Pada gambar 3.12, terlihat adanya daerah dimana terdapat fasa cair
(larutan) dan fasa padat (larutan padat) yang berada dalam kesetimbangan. Garis
yang berbatasan dengan fasa cair disebut sebagai garis liquidus, sedangkan garis
yang berbatasan dengan fasa padat disebut garis solidus. Larutan padat pada
sistem ini disebut sebagai fasa α. Komposisi masing – masing fasa dapat
ditentukan dengan menggunakan lever rule. Kondisi fasa – fasa yang ada dalam
sistem pada berbagai suhu dapat dilihat pada gambar 3.13.
24
Gambar 3.13. Kondisi fasa – fasa dalam sistem Cu – Ni pada berbagai suhu
25
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Fasa adalah bagian yang serbasama dari suatu sistem yang dapat
dipisahkan secara mekanik, serbasama dalam hal komposisi kimia dan
sifat – sifat fisika.
2. Penentuan jumlah komponen adalah dengan menentukan jumlah total
spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi – reaksi
kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat – zat yang ada
dalam sistem tersebut.
3. Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel
intensif yang harus dipilih agar keberadaan variabbel intensif dapat
ditetapkan.
4. Sistem dua komponen disebut sistem biner.Untuk sistem dua
komponen,c=2, sehingga aturan fasa f=c-p+2 menjadi f=4-p.
4.2 SARAN
Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu memberikan
informasi tentang kesetimbangan fasa. Apabila terdapat kekurangan dalam
makalah ini kami berharap makalah ini dapat lebih disempurnakan lagi untuk
selanjutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Atkin, PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 ( Terjemahan Irma I. Kartomiharjo), Edisi
Keempat. Jakarta : Erlangga.
Atkin, PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 2 ( Terjemahan Irma I. Kartomiharjo), Edisi
Keempat. Jakarta : Erlangga.
Findley, A., “The Phase Rule”. Chapter 7, Dover Publications, New York
( 1951).
Rohman, Ijang.2000.Kimia Fisika I.Bandung : UPI.
27