rdp komisi vii dg dirjen minerba
Transcript of rdp komisi vii dg dirjen minerba
1
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIREKTUR
JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ESDM RI
Tahun Sidang : 2014-2015
Masa Persidangan : II
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Jenderal
Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI
Sifat Rapat : Terbuka
Hari/tanggal : Kamis, 15 Januari 2015
Waktu : Pukul 14.41 WIB – 17.54 WIB
Tempat : Ruang Rapat Komisi VII DPR RI
Ketua Rapat : Ir. H. Mulyadi
Acara : Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang tentang
Minerba dan Program Kerja Tahun 2015
Sekretaris Rapat : Dra. Rini Koentarti, M.Si.
Hadir : 37 Orang Anggota Komisi VII DPR RI
... Orang Anggota Izin
A. Anggota DPR RI
1. Pimpinan Komisi VII DPR RI
a. Dr.Ir.H.Kardaya Warnika, DEA
(Ketua/F.P. Gerindra)
b. Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc. (Wakil
Ketua/F-PG)
c. Ir. H. Mulyadi (Wakil Ketua/F-PD)
d. Dr. H.M. Zairullah Azhar (Wakil Ketua/F-
PKB)
2. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN
a. Ir. H. Daryatmo Mardiyanto
b. H. N. Falah Amru, S.E.
c. Dony Maryadi Oekon
d. Mercy Chriesty Barends, S.T.
e. Tony Wardoyo
f. Awang Ferdian Hidayat
g. Yulian Gunhar, S.H., M.H.
2
3. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA
a. H. Dito Ganinduto, MBA
b. Ir. H. Airlangga Hartarto, M.M.T, M.B.A.
c. Dr. Hj. Neni Moerniaeni, SPOG
d. DR. Saiful Bahri Ruray, S.H., M.Si.
e. Bowo Sidik Pangarso, S.E.
4. FRAKSI PARTAI GERINDRA
a. Ir. H. Harry Poernomo
b. Aryo P.S. Djojohadikusumo
c. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H.
d. Katherine A. Oendoen
e. Ramson Siagian
f. Bambang Haryadi, S.E.
5. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
a. H. Mat Nasir, S.Sos.
6. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
a. H. Totok Daryanto, S.E.
b. H. Jamaluddin Jafar, S.H., M.H.
c. Andriyanto Johan Syah
d. Lucky Hakim
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
a. H. Syaikhul Islam Ali, Lc., M.Sos.
8. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
a. H. Hadi Mulyadi, S.Si, M.Si.
b. H. Iskan Qolba Lubis, M.A.
9. FRAKSI PARTAI PERSATUA
PEMBANGUNAN
a. H. Achmad farial
b. H. Mustofa Assegaf, M.Si.
c. H. Joko Purwanto
10. FRAKSI PARTAI NASDEM
a. H. Endre Saifoel
b. DR. Kurtubi, S.E., M.Sp., N.Sc.
11. FRAKSI PARTAI HANURA
a. H. Inas Nasrullah Zubir, BE, SE
b. Dewie Yasin Limpo, S.E.
3
B. Pemerintah:
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian
ESDM RI.
C. Undangan Lain
Wartawan
JALANNYA RAPAT :
KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang kami hormati Bapak dan Ibu Anggota Komisi VII DPR RI,
Yang kami hormati Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta seluruh
jajarannya, serta hadirin sekalian,
Pertama-tama mari kita ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga pada hari
ini kita dapat bertemu dalam laksanakan tugas-tugas konstitusional kita.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas perhatian serta
kehadiran Bapak/Ibu Anggota Komisi VII DPR RI, serta undangan yang hadir dalam
acara Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR ini.
Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat
Komisi VII DPR RI pada Masa Persidangan ke-II Tahun Sidang 2014 2015 pada hari
ini Komisi VII DPR RI akan melaksanakan rapat dengar rapat dengan Dirjen Minerba
Kementerian ESDM dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dengan agenda
evaluasi kinerja tahun 2014 dan persiapan pelaksanaan program kerja 2015
serta evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Minerba.
Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi jumlah Anggota Komisi VII DPR RI
yang telah hadir 26 anggota dari 47 anggota, dan telah lebih dari setengah fraksi.
Sesuai ketentuan Pasal 246 ayat (1) menyatakan bahwa setiap Anggota DPR
bersifat buka dan dinyatakan tertutup apabila anggota meminta tertutup. Oleh
karena itu pada kesempatan ini saya minta izin, meminta persetujuan dari Anggota
agar rapat ini dinyatakan terbuka. Setuju?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
4
Oleh karena itu, dengan mengucapkan bismillahirahmanirrahim maka rapat
ini telah kita nyatakan tertutup, dan sebelum, terbuka mohon maaf.
(RAPAT DIBUKA PUKUL : 14.41 WIB)
Dan sebelum kita mulai saya ingin menyampaikan beberapa hal yang terkait
dengan tata tertib kita, tadi memang sebelumnya saya mohon maaf agak terlambat,
karena memang aturan tata tertib kita sekarang minimal Pimpinan harus di meja
Pimpinan harus ada 2 orang seperti juga Pimpinan DPR RI harus minimal 3 orang.
Dan juga mekanisme rapat kita sama masalah waktu tetap waktu untuk pendalaman
3 menit bisa diperpanjang dengan persetujuan Pimpinan, dan juga dapat dilakukan
secara interaktif apabila anggota meminta pada saat pendalaman nanti. Sedangkan
interupsi mohon kiranya nanti kalau ada interupsi jangan masuk kepada substansi,
interupsi hanya masuk terhadap hal-hal yang terkait dengan masalah jadwal rapat
dan isu-isu yang akan segera dibahas, yang kita bahas pada rapat hari ini.
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Rapat Dengan Pendapat dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta
jajaran merupakan rapat yang pertama kali bagi Komisi VII DPR ini tahun 2015
bersama mitra kerja kita. Dan kami berharap kita mengawali masa kerja kita di
Komisi VII ini dengan baik dan semoga selanjutnya kita dapat melaksanakan tugas-
tugas konstitusional kita dengan lancar demi kepentingan bangsa dan rakyat
Indoneia.
Ada berapa hal yang memang menjadi perhatian kita, sesuai dengan
undangan yang telah kami sampaikan pada acara rapat pada hari ini adalah
evaluasi kerja tahun 2014 dan persiapan perlaksanaan program kerja 2015 serta
evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Minerba. Selain tema di atas Komisi VII DPR
ingin mendapat penjelasan secara detil dan komprehensif dari Saudara Dirjen
tentang isu-isu strategis terkait pelaksanaan Undang-Undang Minerba, diantaranya
1. Realisasi penandatanganan amandeman Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) hasil negosiasi.
2. Realisasi pengolahan dan pemurinian mineral di dalam negeri.
3. Wilayah pencadangan negara untuk mendapat persetujuan DPR RI.
4. Tindak lanjut rekonsialiasi IUP non Clear and Clean.
5. Wilayah pertambangan perpulau.
6. Peningkatan pendapatan negara dari pajak dan PNBP mineral.
7. Kebijakan ekspor mineral dan batubara.
Sesuai dengan amanat konstitusi kita bahwa kebijakan mineral batubara
bertujuan untuk terwujud sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk
5
efektifnya waktu pembahasan pada Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Minerba
Kementerian ESDM hari ini terkait evaluasi kinerja tahun 2014 dan persiapan
pelaksanaan program kerja 2015, serta evaluasi pelaksanaan Undang-Undang
Minerba, selanjutnya kami berikan kesempatan kepada Dirjen Minerba Kementerian
ESDM untuk menyampaikan paparannya dengan diawali perkenalan. Kami
persilakan Pak.
Tolong ada gangguan teknis ini. Oke.
DIRJEN MINERBA (R. SUKHYAR) :
Baik, kami mulai Bapak Pimpinan.
Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat siang atau sore,
Salam sejahtera buat kita semua,
Pertama tentunya kami ucapkan selamat atas pelantikan Bapak/Ibu sebagai
Anggota Dewan dan juga sebagai Anggota dan Pimpinan Komisi VII DPR RI.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena siang
ini kita dapat berkumpul untuk melaksanakan amanah konstitusi yaitu pembahasan
mengenai evaluasi kinerja tahun 2014 dan persiapan pelaksanaan program kerja
tahun 2015 serta evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun
2009.
Kami nanti akan membahas, karena ini ada tiga isu Pak ya pertanyaan atau
pun yang diharapkan Komisi VII tentu kita sekaligus nanti memamparkan tidak
disekat-sekat di dalam isu tadi.
Sebelum kami menyampaikan paparan, kami ingin memperkenalkan jajaran
atau Pimpinan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Saya sendiri Sukhyar
sebagai Direktur Jenderal, dan paling ujung di sebelah kiri saya Direktur Teknik
Lingkungan, Teknik dan Lingkungan Minerba, kemudian Pak Bambang Cahyono
Direktur Pengusahaan Batubara, kemudian di sebelah kanan saya Direktur
Pengusahaan Mineral Bapak Edy Prasodjo, dan paling kanan Ibu Retno Direktur
Pembinaan Program. Eselon II tidak hadir pada kesempatan ini karena rapat
koordinasi dengan Menko Kemaritiman yaitu Sekretaris Dirjen Bapak Paul Lubis.
Pada kesempatan ini tentunya kami izinkan, izinkan kami menyampaikan
paparan ringkasan realisasi kinerja 2014 yaitu kalau kita lihat, lanjut saja, lanjut,
6
kalau kita lihat produksi batubara dan mineral tentu kita mengambil jenis mineral
yang paling penting tentu banyak jenis-jenis mineral lainnya, terutama batubara
sebagai sumber energi yang paling penting di Indonesia, sekarang dan akan datang,
karena batubara di antara sumber energi yang ada di Indonesia ketersediaannya ini
sangat besar. Dan ke depan dengan kebijakan tambahan 35.000 megawatt listrik ini
sebagian besar akan dari batubara. Karena kita masih memiliki gap antara produksi
dengan penggunaan dalam negeri, sehingga ke depan sekarang dan ke depan
peningkatan pemanfaatan batubara dalam negeri ini menjadi prioritas utama.
Tahun lalu produksi batubara kita 458 juta ton dengan ekspor 382 juta ton,
dan dalam negeri penggunaannya sedikit, ini sekitar 76 juta ton. Kemudian produksi
mineral tentu yang pokok-pokoknya saja mineral yang paling penting tembaga
416.000 ton. Saya kira hampir sama dengan tahun sebelumnya. Kemudian timah
74.000 ton ini kebanyakan dari PT. Timah TBK dan pemegang izin lainnya. PT
Timah itu sekitar 25.000 ya sehingga selebihnya adalah pemegang IUP. Kalau
tembaga ini sebagian besar dari pemegang Kontrak Karya seperti Freeport dan
Newmont. Kemudian feronikel ini diproduksi sebagian besar oleh Aneka Tambang.
Ini 15.700, eh angka 15.700 ton. Ini kalau feronikel ini kandungan nikelnya itu sekitar
30 persen, selebihnya besi. Kemudian ada nickle matte, ini sebagian besar adalah
nikel yang diproduksi oleh PT. Vale pemegang Kontrak Karya di Sulawesi, ini
sebesar 80.000 ton.
Kemudian yang menjadi tolak ukur keberhasilan di subsektor Minerba adalah
Penerimaan Negara Bukan Pajak yaitu dari Minerba ini sebesar 35,4 trilyun tahun
2014, kalau dibandingkan 2013 sebesar 28 trilyun, jadi ada peningkatan sekitar 7
trilyun. Kami sampaikan bahwa di tengah harga batubara itu rendah, kemudian
komoditi lain rendah kita bisa menghimpun 35.000, eh 35,4 trilyun PNBP yang terdiri
dari royalti dan landrent atau sewa lahan pertambangan. Kemudian investasi
Minerba sebesar 7,4 milyar, ini milyar dollar, ini naik dari waktu ke waktu
dibandingkan dengan tahun sebelumnya itu sekitar 6 milyar dollar.
Kemudian tadi ditanyakan juga sebagai tolok ukur keberhasilan kita dalam
menjalankan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pembangunan smelter ini yang
sudah commisioning dan produksi sejumlah 25 smelter. Ini tahun 2014. Tahun ini
kita harapkan tambahan 12 smelter terutama nikel, ini akan sudah berproduksi.
Kemudian kaitan dengan juga mandat Undang-Undang 4 Tahun 2009 tentang
penyesuaian terms Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Undang-Undang 4 prosesnya ada harga
negosiasi KKPKP2B tentu isu strategis yang dinegosiasikan pertama adalah luas
wilayah kerja, kemudian kelanjutan operasi, kemudian penerimaan negara, khusus
untuk penerimaan negara sifatnya harus meningkatkan penerimaan negara.
Kemudian kewajiban pengolahan dan pemurnian untuk kontrak karya itu wajib
memurnikan, kemudian kewajiban divestasi yang sebenarnya di dalam kontrak karya
PKP2B itu tidak wajib sifatnya. Kemudian kewajiban penggunaan tenaga kerja dan
7
barang jasa pertambangan di dalam negeri. Hasil proses renegosiasi ini yang sudah
menandatangani sepakat Issues tadi, terms, terms contract, yang tadi 1, 2, 3, 4, 5, 6.
6 Issues tadi ada 77 kontrak pertambangan terdiri dari 25 kontrak karya dan 52
PKP2B dan sebagian yang setuju ini ada 7 dan 13 tentu ini terus kita lakukan
negosiasi dan yang sudah sepakat amandemen. Jadi begini, dari MoU yang
disepakati ini langsung kita masukkan ke dalam dokumen amendemen, ini sampai
saat ini yang sudah sepakat draft amandemen 9 PKP2B selebihnya belum selesai di
dalam perumusan amandemen kontrak. Dan amandemen yang sudah
ditandatangani baru satu yaitu Vale, tahun lalu. Vale yang ada di Sulawesi, satu
kontrak karya.
Tentu tindak lanjut dari negosiasi penyelesaian permasalahan dasar hukum
kita akan revisi PP 9 khusus untuk royalti, kemudian pembahasan renegosiasi yang
sisa tadi yang belum sepakat MoU dan juga mengangkat yang sudah sepakat MoU
tadi ke dalam amandemen kontrak.
Yang ketiga kaitan dengan penandatangan IUP, ini sangat penting sekali ini
isu yang sering kita dengar di media banyak pemegang IUP yang tidak clear dan
clean, ini yang sekarang kita selesaikan. Kami sampaikan bahwa persyaratan clear
and clean ini memenuhi azas administrasi tentunya, tidak tumpang tindih dan
dokumen penerbitan sesuai dengan ketentuan. Kemudian secara teknis ada
pelaporan eksplorasi, studi kelayakan, dan dokumen lingkungan, termasuk di
dalamnya adalah pelunasan reklamasi maupun pasca tambang. Kemudian
persyaratan lainnya adalah yang penting keuangan negara, kewajiban membayar
royalti dan iuran tetap. Dalam konteks ini juga kami bersama KPK, karena KPK juga
masuk di dalam melakukan koordinasi supervisi ke 12 provinsi tahun lalu, bukan 12,
31 provinsi, 12 provinsi itu cluster pertama dan 19 provinsi cluster kedua.
Diharapkan sebelum akhir tahun ini paling cepat adalah pertengahan tahun ini
masalah clear and clean ini sudah bisa kita selesaikan.
Secara angka-angka, statistik yang ada yang terdata di Minerba secara
nasional adalah 10.653 IUP dan 5.999 sudah dinyatakan clear dan clean, dan 4.654
ini non clear dan non clean tentunya. Sebanyak 296 IUP sudah dicabut dan ini akan
diproses, prosesnya tengah berjalan, akan ada tambahan menjadi 554 yang akan
dicabut. Kita baru mendapatkan angka 258 dari Kalimantan Tengah, sedang
diverifikasi untuk dicabut. Tentu dalam konteks ini kami meminta pemerintah daerah
khususnya gubernur dan bupati, walikota untuk mencabut IUP yang berstatus non
clean dan non clear. Dan selanjutnya juga kami mau meminta bupati, walikota
menyerahkan semua dokumen berizinan IUP kepada gubernur. Tentu dengan
adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana kewenangan pertambangan
itu tidak lagi di bupati, walikota, sehingga semua dokumen ini harus diserahkan
kepada gubernur. Jadi gubernurlah sebenarnya sekarang ini yang akan menyatakan
bahwa IUP itu clear ataupun tidak clear. Banyak juga masalah IUP yang kaitan
dengan batas wilayah administrasi dan ini merupakan kewenangan Kemdagri,
8
Kementerian Dalam Negeri dan kami harus berkoordinasi dengan Kementerian
dalam Negeri di dalam memastikan wilayah antar kabupaten ataupun antar provinsi.
Kemudian berkaitan dengan peningkatan nilai tambah, saat ni progressnya
tahapan konstruksi, ada 21 IUP, kemudian di akhir tahap konstruksi ada 5 IUP dan
commissioning dan produksi ada 25 IUP. Ini tahun 2014. Tahun 2015 tentu harapan
kita ada tambahan pemegang IUP yang masuk ke tahap produksi yaitu sekitar 12
IUP kami harapkan. Tentu sebagai tindak lanjut terus kami lakukan verifikasi,
monitoring progres kemajuan perkembangan pembangunan smelter dan juga
melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, PU khususnya untuk
beberapa hal kalau ada perusahaan-perusahaan juga mengharapkan insentif fiskal
dan juga infrastruktur dan fasilitas pembiayaan. Kemudian juga harmonisasi
perizinan dengan Kementerian Perindustrian.
Dalam konteks penataan IUP juga kami terus melakukan integrasi tata base
Minerba. Kami sudah memiliki sistem Minerba One Map Indonesia. Kalau ada waktu
kami mengundang Bapak/Ibu untuk datang ke Minerba untuk melihat sistem ini.
Saya kira ini sistem yang paling bagus, satu-satunya mungkin di Indonesia ya bisa
melihat secara live gitu, overlapping antara IUP, KK, PKP2B, dengan blok Migas,
dengan hutan, dengan listrik itu kelihatan. Jadi misalkan kalau pemerintah ingin
membangun PLTU mulut tambang di satu titik kita akan lihat batubara IUP di sekitar
titik tersebut apa saja perusahaan yang ada di sekitar titik itu yang akan bisa
memasok batubara. Dan sistem ini terintegrasi juga dengan kementerian lain
terutama dengan keuangan, pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran dalam konteks
pencatatan PNBP. Saat ini sistem ini sudah ditempatkan di 71 titik pemerintahan
daerah dan 3 titik di kementerian/lembaga yang bisa mengakses ini, sehingga kita
bisa berhubungan secara digital ya.
Hal lain juga kami sampaikan bahwa tahun lalu kita sudah me-reform
perizinan, 56 perizinan yang ada di Minerba kita squeeze, peras menjadi 18
perizinan.
Berbicara mengenai program prioritas Tahun 2015 pertama kami masih terus
akan menyelesaikan amandemen KK, PKP2B karena ini mandat Undang-Undang
Minerba, kemudian terus melakukan penataan IUP terutama yang tidak clear dan
tidak clean, kemudian mendorong pembangunan smelter termasuk juga memonitor
progres dari pembangunan smelter itu sendiri, kemudian peningkatan investasi,
optimalisasi penerimaan negara bukan pajak, kita ditarget 40 trilyun tahun 2015 ini.
Kemudian tentunya sebagai aparat pemerintah melaksanakan fungsi pembinaan
dan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan baik eksplorasi, produksi,
lingkungan, keselamatan kerja, dan hal lain yang penting di dalam kegiatan usaha
pertambangan yang harus diawasi. Kemudian pengendalian produksi dan DMO
mineral dan batubara, termasuk juga meng-update regulasi di bidang Minerba. Kita
tahun ini juga akan merumuskan bagaimana kebijakan peningkatan nilai tambah
9
batubara yang selama ini kita hanya fokus pada mineral, tahun ini kita akan
merumuskan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara.
Bapak Pimpinan, Anggota Dewan yang kami hormati,
Demikian penjelasan kami selanjutnya kami kembalikan kepada Pimpinan
Komisi VII DPR RI. Terima kasih.
Wasalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih. Tadi Saudara Dirjen sudah menyampaikan pemaparannya,
karena ini adalah rapat pertama apa perlu kita lakukan perkenalan? Saya minta
pendapat anggota, kalau perlu dari anggota dulu ya. Silakan kalau Pimpinan
belakangan biasanya. Kita mulai dari depan dulu Pak, biar dikenal juga oleh Pak
Dirjen satu persatu, dapil dan fraksi. Silakan Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTATAI KEADILAN SEJAHTERA (H. HADI MULYADI,
S.Si, M.Si):
Terima kasih.
Saya Hadi Mulyadi dari Fraksi PKS, Dapil Kalimantan Timur. Saya kira
banyak Minerba dan Migas di Kalimantan Timur, semoga kerja sama ini lebih baik.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. MUSTOFA
ASSEGAF, M.Si):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Mustofa Assegaf Pak, dari Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi PPP,
Dapilnya Jawa Timur II, Nomor Anggota 529.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANG (AWANG
FERDIAN HIDAYAT, MM.):
Saya Awang Ferdian Hidayat dari Kalimantan Timur Dapil, dari Fraksi PDI
Perjuangan, Nomor Anggota 222.
10
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (YULIAN
GUNHAR, SH, MH):
Saya di sebelah kiri Pak Awang ini, kayak kelompok capir Ketua. Yulian
Gunhar, Dapil Sumatera Selatan II, Fraksi PDI Perjuangan, Nomor Anggota A-136.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (H. INAS NASRULLAH
ZUBIR BE, SEA):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Inas Nasrullah Zubir, Nomor anggota 556, dari Dapil Banten III,
Fraksi Hanura.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (BAMBANG
HARYADI, SE):
Assalamu'alaikum,
Nama saya Bambang Haryadi dari Dapil Jawa Timur IV, Kabupaten Jember
dan Lumajang, Nomor Anggota A-367, Fraksi Partai Gerindra.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (LUCKY HAKIM):
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Lucky Hakim, dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dapil Kota
Bekasi dan Kota Depok. Dan sebelah kanan saya, silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (SUPRATMAN ANDI
AGTAS, SH, MH):
Nama saya Supratman Pak, dari Dapil Sulawesi Tengah, A-388, dari Fraksi
Partai Gerindra.
Terima kasih.
11
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (ANDRIYANTO JOHAN
SYAH, ST, MM):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Andriyanto Johan Syah, dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dapil
Jawa Tengah X.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (DR. SAIFUL BAHRI RURAY,
SH, MSi):
Assalamu'alaikum Pak Dirjen,
Saya Saiful Bahri Ruray dari Dapil Maluku Utara, yang banyak nikelnya tapi
belum ada smelter.
Terima kasih Pak Dirjen.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Ramson Siagian, dari Fraksi Partai Gerindra Dapil Jawa Tengah
X, Pekalongan, Pemalang, Batang. Saya pikir Direktorat Jenderal Minerba sudah
kenal dulu, 10 tahun, bermitra 8 tahun dengan ESDM.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saya Dito Ganundito, Fraksi Partai Golkar, Dapil Jawa Tengah VIII Cilacap,
Banyumas.
12
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T., M.B.A.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saya Airlangga Hartarto, Dapil Jawa Barat V, Fraksi Partai Golkar.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. NASYIRUL
FALAH AMRU, SE):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat datang Pak Dirjen dan rombongannya, kalau rombongan itu kan
besar. Nama saya Falah Amru dari Fraksi PDI Perjuangan, Nomor Anggota A-203.
Terima kasih. Dapil Jawa Timur X, Lamongan, Gresik.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. JOKO
PURWANTO):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Pekenalkan Pak, nama saya Joko Purwanto, Dapil Jabar III, Kabupaten
Cianjur, Kota Bogor, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Anggota 515.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (BOWO SIDIK PANGARSO,
S.E.):
Selamat sore,
Nama saya Bowo Sidik Pangarso, Partai Golkar, A-272, Dapil II Jawa
Tengah, Demak, Kudus, Jepara.
Terima kasih.
13
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN ( TONY
WARDOYO):
Nama saya Tony Wardoyo dari Fraksi PDI Perjuangan, Nomor Anggota A-31,
dari daerah pemilihan Papua. Yang sampai saat ini emasnya diambil tapi belum ada
smelternya di Papua, mohon perhatian.
Terima kasih.
ANGGOTA FRASKI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (Hj. DEWIE YASIN LIMPO,
SE):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Saya Dewie Yasin Limpo, A-560, Fraksi Partai Hanura,
Terima kasih. Sulawesi Selatan I.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, ST):
Selamat sore Pak Dirjen dan rombongan,
Nama saya Mercy Christy Barends, dari Dapil Maluku, A-228.
Terima kasih. Partai PDI Perjuangan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (KATHERINE A.
OENDOEN):
Selamat sore Pak Dirjen,
Nama saya Katherina Angela Oendoen, saya dari Fraksi Gerindra, Dapil
Kalimantan Barat, Nomor saya A-382.
Terima kasih.
14
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (H. MAT NASIR, S.Sos):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Haji Mat Nasir, dari Jatim XI Kabupaten Bangkalan, Sampang,
Pamekasan, Sumenep. Saya dari Partai Demokrat, A-438.
Terima kasih.
ANGGOTA FRASI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (H. ISKAN QOLBA LUBIS,
M.A.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Izinkan Pak Ketua, nama saya Iskan Qolba Lubis dari fraksi PKS, Dapil
Sumut II, Nomor Anggota A-86.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJAUNGAN (Ir.H.
DARYATMO MARDIYANTO):
Selamat sore Ibu/Bapak sekalian, Pak Dirjen,
Nama Daryatmo Mardiyanto, A-170, daerah pemilihan Jawa Tengah II,
Demak, Jepara, Kudus, Fraksi PDI Perjuangan.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY
POERNOMO):
Selamat sore Pak Dirjen dan rombongan,
Perkenalkan nama saya Harry Purnomo, Fraksi Partai Gerakan Indonesia
Raya, Dapilnya Jawa Tengah VI, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo.
Terima kasih.
15
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (ARYO P.S.
DJOJOHADIKUSUMO):
Selamat sore,
Nama saya adalah Aryo Djojohadikusumo, mewakili daerah pemilihan Jakarta
Barat Jakarta, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Tidak ada sumber mineral atau
batubara di Dapil saya, kalaupun ada pembebasan lahannya pasti terlalu mahal.
Jadi tapi saya ingin banyak belajar dari Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian. Saya
bersama dengan Pak Ramson, Pak Supratman, darN Ibu Kathrine dan Harry
Poernomo juga berasal dari Fraksi Partai Gerindra. Kami semua ini anak buahnya
Pak Prabowo, siap bekerja sama. Oh maaf Bambang Haryadi juga satu, dan juga
Ketua Komisi VII juga Pak Kardaya, kami semua ini siap bekerja sama dengan
Dirjen, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.
Sekian, terima kasih.
WAKIL KETUA KOMISI VII (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Perkenalkan nama saya Satya Widya Yudha dari Fraksi Partai Golkar, A-290,
Dapilnya Jawa Timur IX, Kabupaten Tuban dan Bojonegoro.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Jadi sudah lengkap. Sekarang giliran saya Pak. Biar dikenal juga yang
memimpin Pak. Nama saya Mulyadi. Dari Fraksi Partai Demokrat, Nomor Anggota
403, daerah pemilihan Sumatera Barat II, ada 3 kota, 5 kabupaten, kotanya itu
adalah Bukit Tinggi, Pariaman, Payakumbuh. Kabupatennya Agam, Lima Puluh
Kota, Padang Pariaman, Pasaman dan Pasaman Barat, Saya tidak tahu Pak, apa
ada tambang di sana atau. Banyak ya. Belum ada melaporkan soalnya.
Jadi demikian perkenalan dari Komisi VII sudah lengkap Pak, mudah-
mudahan dicatat. Jadi kalau ketemu di luar atau di jalan jadi bisa bertegur sapa Pak
ya.
Tadi dari Pak Dirjen belum memperkenalkan Pak ya.
Sudah ya.
16
Sudah lengkap semua ya. Jadi acara perkenalan sudah selesai, dan acara
pemaparan dari Pak Dirjen juga sudah, oleh karena itu, biar waktunya lebih banyak
dilakukan untuk pendalaman maka saya langsung buka saja untuk melakukan
pendalaman. Sesuai dengan yang tadi saya sampaikan untuk Tatib kita yang baru
ini dimungkinkan untuk interaktif, kalau dulu kan tidak. Kalau dulu kita bertanya dulu
semua, terus baru dijawab. Sekarang dimungkinkan langsung bertanya dan
langsung minta jawab, tapi tetap waktunya dibatasi perorang 3 menit, kalau minta
perpanjang maksimal 5 menit harus persetujuan Pimpinan. Jadi oleh karena itu,
pertama saya persilakan kepada Falah Amru dari PDIP.
Silakan didaftarkan dengan Sekretariat. Falah Hamru, dan siap-siap setelah
Pak Falah, Pak Suratman dari Gerindra.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (H.
NASYIRUL FALAH AMRU, SE):
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang saya hormati Bapak Dirjen Minerba, Pak Sukyar, dan seluruh jajarannya,
Saya ingin mempernyatakan dan menanyakan sederhana saja sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba memang masih
menemukan banyak kendala di lapangan, tadi Bapak sudah menyampaikan sudah
ada 25 smelter ya Pak ya, dan 2015 ditambah 12 lagi ya. Tapi kendala hilirisasi ini
memang cukup besar, kendala tentang power plant, kendala tentang rumitnya
perizinan dan sebagainya. Pertanyaan saya sederhana saja apakah pemerintah
sudah memberikan solusi konkrit untuk mengantisipasi hal ini. Kalau misalkan ada
perusahaan-perusahaan pertambangan skala kecil, kemudian juga salah satu solusi
dari pemerintah adalah bergabung mendirikan smelter di situ juga masih banyak
konflik internalnya. Itu satu.
Yang kedua Pak, Pak Dirjen saya ingin menanyakan juga dengan adanya
amanat Undang-Undang ini memang tujuan kita ini baik, tujuan kita ke depannya ini
sangat sempurna tapi nyatanya juga bahwa penerimaan pajak atas mineral kita
pastinya akan turun. Terkait yang disampaikan oleh Pak Dirjen tadi dari 25 smelter
tersebut beroperasinya dan apakah juga sudah memberikan kontribusi untuk sektor
pajak.
Terima kasih Pak Dirjen.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
17
KETUA RAPAT:
Jadi mungkin sebelum dilanjut Pak Supratman, karena Pak Ketua baru
datang tentu harus memperkenalkan diri juga walaupun sudah dikenal termasuk dari
ESDM Pak, yang diminta menjadi legislatif. Silakan Pak Ketua.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Mohon izin memperkenalkan nama saya Kardaya Warnika, Nomor Anggota
A- 350, dari daerah pemilihan Jawa Barat VIII yaitu Pantura, Jawa Barat, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon.
Saya kira itu perkenalkan dari saya. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. JOKO
PURWANTO):
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. JOKO
PURWANTO):
Izin mengingatkan saja tadi belum disampaikan batasan waktu sampai jam
berapa kita akan rapat. Terima kasih.
18
KETUA RAPAT:
Biasanya waktu itu sampai pukul 16.00 Wib ya. Kalau sudah sampai pukul
16.00 WIB kita minta perpanjangan waktu dengan persetujuan anggota. Nanti kalau
sudah jam 16.00 baru saya minta persetujuan anggota untuk diperpanjang.
Selanjutnya kami persilakan Saudara Supratman, siap-siap Bapak Lucky
Hakim.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (SUPRATMAN ANDI
AGTAS, SH, MH):
Terima kasih Pimpinan.
Pertama-tama kita memberi apresiasi atas kinerja Dirjen Minerba dan seluruh
jajaran, kalau hasil evaluasi kinerja tahun 2014 ini, ini memperlihatkan suatu hal
yang menggembirakan Pak. Tadinya saya pesimis sebenarnya. Karena kalau saya
banding data realisasi penerimaan PNBP di tahun 2013, harusnya 2013 logika saya
menyatakan harusnya lebih tinggi Pak. Tapi ternyata realisasi di tahun 2014 ini jauh
lebih tinggi. Saya tidak tahu apakah karena ini hasil tagihan tunggakan yang lalu
atau memang karena produktivitas di sektor pertambangan kita meningkat atau
tidak. Ini mungkin yang bisa, tapi saya harap ini bukan tagihan tunggakan, kewajiban
dari pengusaha-pengusaha pertambangan. Itu yang pertama.
Yang kedua Pak Dirjen dan seluruh jajaran Dirjen Minerba, ada satu yang
menggelitik di hati saya Pak menyangkut sampai hari ini CNC sampai hari ini belum
clear. Saya kalau meminta data, mencermati data yang di sampaikan oleh Pak
Dirjen Minerba dengan jajarannya, logika saya harusnya bukan 200 sekian IUP yang
dicabut Pak, karena kalau Dirjen Minerba itu konsisten terhadap clear and clean
maka saya yakin dalam rekonsiliasi IUP yang pertama dan yang kedua itu yang
dijadikan pegangan harusnya tidak sebanyak ini IUP yang diterbitkan dan diterbitkan
sertifikasi clear and clean-nya. Kenapa? karena di dalam rekonsiliasi IUP yang
pertama itu saya yakin rekonsiliasi IUP yang pertama itu yang dibuat oleh Dirjen
Minerba yang lalu, itu saya yakin yang betul-betul IUP yang resmi itu Pak. Tapi
begitu rekonsiliasi kedua DIbuat, dan sampai hari ini juga masih dibuat clear and
clean maka saya yakin pasti banyak IUP-IUP yang terbit yang mungkin bupatinya
sudah berhenti tapi masih bertanda tangan untuk menerbitkan IUP, dan ini yang
menjadi problem. Oleh karena itu, harus ada tenggang waktu yang tepat untuk
melihat kapan sebenarnya clear and clean itu harus kita segera akhiri Pak. Karena
kalau sampai hari ini tetap anu, saya yakin nanti malah ada bupati ataupun pejabat
bupati yang sudah meninggal, tapi masih tetap bertanda tangan. Oleh karena itu,
kalau mau gunakan data yang benar dan itu pasti sangat mudah buat Dirjen Minerba
untuk melihat, gunakan saja rekonsiliasi IUP itu yang pertama, khususnya itu yang
menjadi pegangan Pak, karena kalau berikutnya itu masih terjadi, saya yakin itu
sudah suatu hal itu patut didugalah, patut diduga, itu anu saya.
19
Yang kedua Pak Dirjen, menyangkut kemarin kita menerima Asosiasi Bauksit,
kalau tidak salah, Asosiasi Pengusaha Bauksit, ini juga menjadi hal yang harus
dijelaskan oleh jajaran Dirjen Minerba tentang larangan ekspor khusus untuk
komoditas bauksit. Karena dari pemaparan teman-teman dari anggota asosiasi
kemarin itu menyatakan bahwa bauksit yang ada saat ini itu adalah merupakan hasil
olahan Pak. Dan kemarin ada data pembanding yang dibuat oleh teman-teman dari
asosiasi menyatakan bahwa Institut Teknologi Bandung ya itu kemarin kita
dipaparkan kayak seperti itu. Kemarin saya juga sampaikan bahwa pemahaman
saya bauksit itu pasti dia adalah raw material, tapi ternyata itu ada proses
pengolahan yang bisa dilakukan oleh mereka mulai dari apa namanya, raw material,
kemudian ada crushing, kemudian ada washing, sampai peningkatan kadar yang
cukup signifikan hampir 10 persen peningkatan kadar dari bauksit itu. Oleh karena
itu mohon penjelasan Pak kenapa ini menjadi, bauksit ini kok dianaktirikan, tidak
sama dengan mineral yang lain, padahal teman-teman di asosiasi juga sudah punya
progress yang cukup dalam dalam rangka membangun smelter Pak. Oleh karena itu
mohon penjelasan Pak Dirjen.
Untuk sementara saya pikir demikian. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Supratman.
Selanjutnya kami silakan Pak Lucky Hakim, siap-siap Pak Ramson.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (LUCKY HAKIM):
Terima kasih Pimpinan.
Saya ingin menanyakan sedikit saja gitu, seandainya kita memang bercita-
cita memiliki smelter yang banyak apakah kita punya cukup power untuk bisa,
artinya mengoperasikan smelter-smelter yang ada, apakah itu benar-benar mampu
tidak. Karena beberapa waktu yang lalu ada beberapa pertemuan yang menyatakan
seandainya kita punya pun untuk menyalakan itu kita tidak punya energinya,
batubara kita tidak mungkin bisa di ekspor lagi ke luar, jadi hanya habis untuk
dipakai di dalam negeri, dan saya ingin kejelasan akan hal itu. Jadi seandainya
punya banyak smelter kita energinya itu dapat dari mana gitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Ramson.
20
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA (RAMSON SIAGIAN):
Terima kasih Pak Ketua.
Pak Dirjen dan jajarannya,
Ini selamat ini Pak Dirjen, sudah tinggi jabatannya ya. Zaman dulu masih
Kabag, sekarang sudah Dirjen. Waktu periode pertama lagi. Jadi makanya saya
ucapkan selamat kan gitu.
Pak Dirjen ini kemarin kita diberikan data oleh Asosiasi APB3I Pengusaha
Bauksit. Tadi juga sedikit sudah dikemukakan teman saya anggota yang terhormat,
itu ada Permen, peraturan menteri yang memberikan otoritas ataupun memberikan
peluang ke berapa produk atau ke komoditi untuk bisa di ekspor yaitu tembaga, biji
besi, pasir besi, mangan, timbal, dan seng, sementara nikel dan bauksit tidak. Kalau
kita lihat di Undang-Undang Miberba bahwa 2014 semua sudah harus diolah. Nah
itu tolong dijelaskan oleh Pak Dirjen yang seharusnya ini, nanti kita akan pertanyaan
ke Pak Menteri, tetapi tentunya karena ini dalam skopnya Dirjen Minerba, jadi tolong
dijelaskan background-nya. Karena ini sebenarnya bertentangan dengan Undang-
Undang Minerba, Kalau tanpa diolah itu tidak boleh diekspor. Terkecuali Undang-
Undang itu kita amandemen dulu gitu. Ini yang saya heran kok tiba-tiba ada
Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 yang memperbolehkan lima jenis
komoditi untuk bisa diekspor sementara yang dua tidak bisa ekspor, padahal sesuai
dengan undang-undang itu semua sama.
Terus yang kedua saya juga menyesalkan bahwa pada saat Undang-Undang
Minerba ini berlaku akhir 2009, kebetulan saat itu saya mulai pensiun dari DPR RI,
memproses RUU itu saya masih ikut sebagian, seharusnya pada saat itu
pemerintah, Kementerian ESDM proaktif bahwa ada waktu 5 tahun sesuai perintah
undang-undang untuk membangun smelter agar hasil-hasil tambang, mineral ini bisa
diolah dulu. Tetapi saya lihat tidak ada kebijakan strategis dari pemerintah
khususnya Kementerian ESDM sehingga pada saat tertentu Menteri ESDM
mengeluarkan peraturan menteri yang melarang ekspor terhadap beberapa komoditi
dari hasil tambang mineral. Ini, sehingga dampaknya pada saat itu banyak
perusahaan-perusaan tambang, mineral yang bangkrut. Terus yang kedua neraca
perdagangan kita menjadi defisit. Karena selama ini kita cenderung, artinya surplus
kita punya neraca perdagangan bukan karena keunggulan industri manufacturing
kita tetapi lebih banyak karena ekspor hasil-hasil tambang, termasuk sebagian juga
minyak, biarpun kita impor minyak cukup banyak juga, minyak dan gas. Nah ini yang
mengakibatkan mungkin setahun lebih neraca perdagangan kita defisit. Nah itu
otomatis juga mempengaruhi dari sisi moneter, rupiah kita melemah. Ini yang waktu
itu kelemahan dari Permen yang mendadak membuat keputusan tersebut.
Seharusnya dari 2009 sudah ada strategi yang pro aktif menghadapi 2014
bagaimana strateginya agar smelter-smelter tersebut sudah dibangun pada saat
perintah undang-undang harus direalisasikan. Ini yang saya sesalkan dari
21
Kementerian ESDM tentunya sebagai bawahannya Kementerian ESDM yang
bergerak ataupun yang mengurus masalah-masalah ini, Direktorat Jenderal Minerba
seharusnya memberikan masukan-masukan ke Kementerian ESDM. Sehingga
sekarang dampaknya sangat besar terhadap perekonomian nasional. Di satu sisi
kecenderungan para pengusaha-pengusaha sektor pertambangan ini akan
melanggar undang-undang ataupun menterinya yang akan melanggar undang-
undang, karena dari awal tidak proaktif strateginya. Banyak kita punya sumber daya
yang bisa di-manage untuk bisa melaksanakan undang-undang itu kalau itu dimulai
dari awal. Artinya sudah proaktif dari saat undang-undang itu mulai direalisasikan
2009, menghadapi 2014, ada waktu 5 tahun. Nah ini tidak ada.
Sekarang, tadi ini dilaporkan bahwa ada pembangunan smelter menurut
Asosiasi Bauksit bahwa baru satu yang dalam proses, kemarin itu. Itupun
membutuhkan waktu sampai tahun tahun 17, di sini diberitahukan bahwa ada 37 unit
smelter yang sedang dibangun, tolong dijelaskan ini untuk jenis-jenis komoditi yang
mana ini, apa ini bersifat umum, karena menurut Asosiasi Bauksit hanya satu yang
masih dalam proses. Itu yang ingin saya sampaikan, mohon dijelaskan mengenai
smelter tersebut.
Terus yang kedua tolong juga dijelaskan dari IUP-IUP yang ada sekarang
baik mineral, baik batubara itu yang dikeluarkan bupati itu berapa banyak dari sekian
banyak 10.653 IUP-IUP mineral dan batubara. Jadi tolong dijelaskan oleh Pak Dirjen
untuk sebagai referensi buat Komisi VII untuk pembahasan selanjutnya, karena kita
akan membahas nanti RUU ataupun amandemen terhadap Undang-undang
Minerba.
Demikian Pak Ketua. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Ramson.
Selanjutnya kami persilakan Pak Yulian Gunhar. Oh lagi keluar ya. Terus Pak
Tony Wardoyo. Wah keluar terus. Selanjutnya Bu Dewie Yasin Limpo.
ANGGOTA FRASI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (Hj. DEWIE YASIN LIMPO,
SE):
Baik terima kasih.
Pak Dirjen Minerba yang saya hormati dan seluruh rombongan,
Saya Dewie Yasin Limpo dari Fraksi Hanura saya perkenalkan kembali.
Pertanyaannya adalah pertama kita dalam 2 hari ini menerima beberapa asosiasi
22
pengusaha baik itu dari Hiswana migas maupun dari pengusaha bauksit, nah
kelihatannya pengusaha bauksit ini memang pengusaha yang dulunya sudah
menerima IUP, sudah menambang tapi tiba-tiba distop, tidak bisa mengirim OR-nya,
harus dengan smelter, namun kelihatannya karena ini pengusaha lokal, pengusaha
anak bangsa kita, ini tentunya kita tidak bisa juga membiarkan mereka mengalami
kerugian yang begitu besar, kemudian juga tetap diwajibkan membayar landrent,
pajak dan lain-lain dan juga telah banyak yang pada akhirnya mem-PHK-kan
karyawannya. Ini harus menjadi satu perhatian mungkin kepada Pak Dirjen dan juga
kita Komisi VII, solusi apa yang kira-kira yang bisa membawa mereka ini kepada
sesuatu yang bisa menjanjikan dan tidak mengurangi asset ataupun keberadaan
para penambang ini tanpa smelter. Mereka mengharapkan bahwa mungkin apakah
kita bisa memberikan solusi, memberikan dulu, karena mereka terlanjur menambang
OR-nya dan kemudian menumpuk dan mengalami kerugian, sementara masih
ditagih terus harus membayar landrent dan lain-lain, sehingga apakah kita tidak bisa
memberikan satu dispensasi atau bagaimana terkait dengan kerugian mereka.
Mereka berharap bahwa apakah masih bisa ada jalan keluar untuk sampai 2017
bisa mengirim OR, dan setelah itu kita wajibkan untuk tetap membangun smelter.
Itu.
Yang kedua adalah pertanyaan saya Pak, status kerja sama pemerintah
dengan PT. Freeport Indonesia ini bagaimana, sejauh mana, sampai di mana
perpanjangannya? Karena masyarakat yang ada di Papua itu mengharapkan bahwa
sebaiknya pemerintah jangan melakukan perpanjangan kalau memang PT.Freeport
ini tidak membangun smelter. Itu harapan mereka. Nah ini kelihatannya juga kita
sedikit mungkin harus merenung atau berpikir karena dari kemarin ini ada beberapa
diskriminasi kita terhadap mineral-mineral yang lain, yang lain boleh tapi yang ini
tidak, misalnya PT.Freeport bisa saja, Newmont bisa, di sisi lain bauksit, nikel yang
oleh pengusaha-pengusaha kayak kita ini tidak boleh gitu. Nah ini mungkin mohon
penjelasan dari Bapak Dirjen Minerba.
Kemudian itu tadi karena kami, Komisi VII DPR dalam waktu dekat akan
melakukan kunjungan kerja ke di Papua, Ini takutnya menjadi pertanyaan gituloh.
Mereka mengharapkan bahwa jangan ada perpanjangan kalau memang belum ada
kesepakatan membangun smelter itu kapan, gitu loh. Demikian yang ingin saya
sampaikan. Terima kasih.
Wassamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Selanjutnya kami persilakan kepada Ibu Mercy Christin Barend. Silakan.
23
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, ST):
Barends Pak.
Ya terima kasih Pak Pimpinan. Pak Dirjen dan jajaran, saya punya beberapa
hal yang pertama dari sisi data data yang dipaparkan di sini tadinya harapan saya itu
dia covering nya semuanya, mulai dari total cadangan kita yang tersedia berapa.
Karena di sini ada estimasi untuk 2015. Saya takut pas kita bangun smelter
cadangan kita sudah habis Pak. Mestinya ini dipaparkan dari awal kita punya
cadangan. Harapan kita bukan cuma estimasi cadangan tetapi fixed cadangan
berdasarkan hasil survei atas eksplorasi. Itu yang pertama.
Yang kedua berkaitan dengan data indikator kinerja, saya butuh kejelasan
lebih konkrit dalam paparan di sini seluruh data yang berkaitan dengan eksplorasi
kecuali feronikel dengan nickle matte itu yang mengalami peningkatan sedikit, sisa
yang lain mengalami penurunan Ini cukup luar biasa, sementara PNBP-nya
meningkat cukup signifikan bertambah sekian trilyun. Sehingga saya ingin tahu ini
hitung-hitungannya bagaimana, jangan sampai terjadi hitung salah itu Pak. Dengan
demikian saya butuh penjelasan rinci berkaitan dengan indikator kinerja, table yang
paling pertama ini dijelaskan. Kalau ini saja sudah salah mungkin kita untuk ke
selanjutnya ini mungkin juga akan mengembangkan rencana kinerja ke depan,
program-program kerja ke depan ini dengan data yang juga hitung-hitungannya
masih debatable seperti itu.
Yang ketiga ini berkaitan dengan data IUP, saya sangat stres, stressing benar
di data IUP yang sampai dengan hari ini masih morat marit. Berapa yang sudah
melewati fase CNC dan beberapa yang tidak melewati fase CNC. Data yang
dipaparkan di sini 296 dicabut resmi. Sementara Kalimantan Tengah itu 200 sekian
itu juga akan dicabut berikutnya. Mestinya harus ada data terpilah yang lebih clear
dari 296 yang total keseluruhan termasuk Kalimantan Tengah 200 sekian itu, berapa
yang dicabut karena habis cadangan, jadi kita clear kalau mau CNC berikut lagi
yang sudah selesai stok cadangannya tidak dikeluarkan lagi gitu loh. Yang kedua
yang tidak clear CNC-nya karena memang nakal gitu loh, tidak memenuhi
persyaratan amdal dan lain-lain, terjadi kerusakan amdal dan lain-lain. Dan yang
ketiga pencabutan izin amdal yang berkaitan dengan faktor-faktor lain, kami belum
tahu ini apa, apa alasannya seperti itu. Jadi kalau ada data terpilah soal ini, ini jauh
lebih clear, dan kalau covering-nya meliputi 33 provinsi yang ada kita jadi lebih fix,
masing-masing kita jadi ikut bertanggung jawab kalau pulang ke dapil kita masing-
masing gitu loh. Itu yang ketiga.
Yang keempat ini berkaitan dengan peningkatan kualitas pertambangan,
kualitas nilai tambah terhadap produksi material pertambangan. Di dalam data
terpilah yang disampaikan dalam tabel Bapak, itu untuk smelternya itu digabung,
pengolahan dengan pemurnian. Kemarin kita tarik menarik cukup alot dengan
24
bauksit, sementara data di sini itu digabung pengolahan pemurnian. Data yang
dikeluarkan dari asosiasi kemarin satu saja sudah syukur banyak itu Pak, data yang
ada di sini 5. Total covering semua dari atas ke bawah kita butuh penjelasan juga
lebih clear, berapa yang memiliki smelter sampai ditahapan pemurnian, berapa saja
yang sampai ditahapan pengolahan. Jadi kalau kita gebraknya juga lebih tajam gitu
loh, lebih clear, kita menggebrak itu pada material-material yang mana seperti itu.
Yang berikut, ini berkaitan dengan safeguard Pak. Karena ini berkaitan
dengan pertambangan mestinya evaluasi clear dari pihak Kementerian, Dirjen
ESDM, termasuk di dalamnya isu dampak lingkungan. Dirjen ESDM sendiri
penataan safeguard-nya seperti apa berkaitan dengan seluruh perusahaan
pertambangan yang sudah menambang di Indonesia. Dari ujung ke ujung yang kita
dengar banyak sekali persoalan safeguard yang berkaitan dengan kerusakan amdal
dan lain-lain. Kita ingin tahu sampai sejauh mana persoalan ini mendapat perhatian
serius dari Dirjen ESDM karena ini juga berkaitan dengan khalayak hidup orang
banyak yang ada di lingkungan sekitar penambangan.
Yang terakhir Pak ini berkaitan dengan rekapitulasi pemantauan pemanfaatan
CSR dari seluruh perusahaan-perusahaan penambangan ini, itu juga tidak ter-cover
dalam data evaluasi kita. Kemarin di dalam pertemuan di Makasar, ini pertemuan
kedua kita dengan Pak Dirjen, dengan PT. Vale itu kita cukup itu kita tutup sangat ini
sekali detail sekali membicarakan soal implementasi berdasarkan undang-undang
total 4 persen atau berapa persen itu ya, setahu saya 4 persen dari apa itu, CSR
yang harus diberikan seperti itu. Apakah memang demikian, seberapa jauh tingkat
pemantauan Dirjen ESDM berkaitan dengan perolehan CSR yang dimanfaatkan
bagi community development pengembangan masyarakat yang ada di sekeliling
wilayah penambang.
Yang terakhir saya memperkuat apa yang disampaikan oleh Ibu Dewie hasil
pembicaraan kita kemarin dengan Asosiasi Bauksit Pak, buat saya ini anomali yang
sangat luar biasa terjadi, undang-undang mensyaratkan pembatasan ekspor, tetapi
kemudian diterjemahkan di tingkat Permen yaitu terjadi diskriminasi ekspor pada
tingkat OR atau pengolahan tahap kedua. Diskriminasi yang kedua juga terjadi dari
sisi raw materialnya. Untuk yang lain-lain bisa diekspor kecuali untuk bauksit, nikel,
ya kalau saya tidak salah seperti itu. Pertanyaan kami kenapa ada terjadi
diskriminasi seperti ini, apa latar belakangnya dari pihak ESDM, kemudian
menterjemahkan bahasa undang-undang bahwa yang ini bisa dan yang ini tidak
bisa, mestinya ini harus diberlakukan sama. Kemarin ada usulan walaupun ini masih
debatable, tapi kita minta pertimbangan juga dari ESDM, bahwa ini bauksit sudah
telanjur, sudah terlanjur ada ini sekarang sudah diproduksi ke luar tidak bisa, ke
dalam juga tidak tahu mau diapakan, syukur-syukur kalau jadi makanan kita bisa
makan. Bauksit yang sudah ada ini, ini harus dicari jalan keluar. Satu tahun mereka
sudah tidak produksi. Kalau tadi usulan Ibu Dewie untuk ada beberapa hal itu
mereka minta keringanan seperti pembayaran landrent dan lain-lain seperti itu, tetapi
mungkin ada ruang terbatas, celah kecil kita minta mungkin ada pertimbangan di
25
dalam ESDM untuk ada bridging policy, policy jembatan, buka ruang sedikit,
produksi yang sudah terlanjur ada ini dari pada jadi bahan rongsokan di dalam
negeri, ini harus diselesaikan, dikeluarkan, apa bentuknya. Karena kemarin ada
yang sudah dalam tahap OR dan, dan ada dalam tahap metalurgical grade. Kalau ini
bisa dikeluarkan kemudian kita tutup lagi celah ini dan kemudian diatur di tingkat
undang-undang dan seterusnya sampai dengan smelter ini siap.
Saya kira ini beberapa hal yang bisa saya sampaikan Pak Pimpinan. Terima
kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Bu Mercy.
Selanjutnya kami persilakan, Pak Yulian sudah masuk? Belum ya. Pak Tony
juga belum. Silakan langsung ke Pak Harry Poernomo.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY
POERNOMO):
Terima kasih Pimpinan.
Saya singkat saja. Dari tadi saya pelajari isu yang panas adalah smelter.
Saya ingin mengajak baik Pak Dirjen dan kawan-kawan juga, rekan-rekan yang saya
hormati anggota Komisi VII, coba kita berpikir yang out of the box, saya yakin
pembangunan smelter ini sangat visible oleh karena itu kenapa kok kita tidak pernah
terpikir kalau memang ini visible, tujuannya baik, memberikan nilai tambah,
membuka lapangan kerja, kita invest-lah melalui BUMN kita, Aneka Tambang atau
siapapun. Kalau perlu kita create perusahaan publik kita jual saham ke publik
membangun smelter, apakah itu nikel, apakah itu bauksit, apakah itu tembaga,
emas, dan sebagainya. Kita kaji studi kelayakannya. Kalau banyak tambang bauksit
ya dipilih lokasi yang strategis. Katakanlah kalau Freeport kita bangun saja smelter
di Timika. Aneka Tambang yang invest atau pemerintah yang invest. Kalau ini dipikir
visible kenapa bukan kita yang bangun, kenapa harus mereka. Karena
bagaimanapun orang usaha itu pasti akan mencari celah kelemahan dan biasanya
birokrat kita sangat lemah dalam hal negosiasi. Oleh karena itu, tolong dipikirkan
mumpung sekarang pemerintah ini fokus kepada infrastruktur apa salahnya kalau
infrastuktur untuk pertambangan ini juga masuk program-program itu. Tolong jadikan
kajian ini. Sudah kita bangun sajalah. Berapa sih biaya smelter? Kalau visible
berapapun investasinya uang kembali, fine.
Yang kedua dari paparan Pak Dirjen ini sangat tidak informatif. Buat saya
tidak ada artinya jumlah smelter yang selesai, ini progress atau pun belum ada
progress sama sekali. Tolong dilengkapi in terms of capicity dari tiap smelter ini
apakah betul-betul yang dibangun itu sesuai dengan tingkat produksi atau kapasitas
26
produksi masing-masing. Karena dari situ kita bisa melihat mereka itu bangun
smelter hanya sekedar memenuhi syarat atau kau betul-betul akan memenuhi
harapan kita untuk menaikan nilai tambah. Jangan sampai membangun smelter ini
hanya untuk syarat saja mendapatkan izin ekspor. Oleh karena itu, tolong
dilengkapi. Mungkin bagi Pak Dirjen dan kawan-kawan atau mungkin rekan-rekan
yang saya hormati Anggota Komisi VII yang sudah pengalaman duduk di sini sudah
paham smelter mana yang in progres, selesai atau sama sekali tidak. Oleh karena
itu tolong dilengkapi dalam satuan kapasitas. Contoh sajalah katakan smelter dari
mana Vale atau mana tadi saya kurang paham apakah betul-betul mereka
membangun unit smelter yang sesuai dengan kapasitas penambangan mereka.
Kalau di bawah kapasitas kabur tidak ada artinya. Oleh karena itu, sekali lagi saya
yakin bangun smelter ini sangat visible, kalaupun ada 10 penambang bauksit kita
tidak perlu membangun 10 smelter, cukup saja diambil satu lokasi di mana yang
paling dekat dengan lokasi-lokasi tambang. Karena di manapun lokasi smelter tetap
akan visible karena mereka mengekspor bahan mentah ke luar itu juga visible.
Katakanlah bauksit diekspor ke Cina masih visible. Kalau dibangun di Kalimantan, di
Sulawesi pasti akan lebih visible. Karena transport cost-nya akan lebih rendah. Ini
sekedar saya ingin memancing saja kita berpikir yang lebih cerdaslah, kita sudah
capek pemerintah selama ini hanya berwacana saja. Alhasil buntutnya melanggar
aturan yang kita sepakati. Kita revolusi mental, berpikir yang lebih cerdas, tapi
jangan revolusi mental seperti yang tadi kita apa, revolusi mental dalam rangka fit
and proper test Kapolri.
Itu saja Pak Dirjen. Dan mudah-mudahan kawan-kawan yang saya hormati
juga sepakat, kita bangun smelter sendiri melalui BUMN atau perusahaan swasta
lain yang kita bentuk. Kita buka perusahaan publik, kalau perlu kita-kita punya
saham di situ, seluruh rakyat Indonesia, karena tambang ini kekayaan rakyat. Tidak
ada salahnya kalau anggota DPR juga ikut invest sebagai perusahaan publik, apa
yang salah?
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Harry.
Selanjutnya kami persilakan Pak Aryo.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (ARYO P.S.
DJOJOHADIKUSUMO):
Terima kasih Pimpinan.
Bapak Dirjen dan jajaran,
27
Ada beberapa hal yang saya ingin tanyakan, pertama-tama ada dua pihak
yang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 terkena kewajiban melakukan
pengolahan dan pemurnian mineral. Pertama yang oleh Pasal 103 secara langsung
diwajibkan melakukan pemurnian dan pengolahan yaitu pemilik IUP, IUPK dan lain-
lain. Pihak kedua yang diberi waktu hingga tahun 2014 untuk melakukan pemurnian
yaitu para pemilik kontrak karya. Melalui ketentuan Pasal 170 Undang-Undang No. 4
Tahun 2009. Pertanyaan saya yang pertama, prakteknya negara dirugikan karena
pihak pertama yaitu pemilik IUP dan IUPK hingga kini tidak melaksanakan kewajiban
pemurnian dan pengolahan. Nah bagaimana pengawasan Dirjen Minerba selama ini.
Yang kedua di mana fungsi pengaturan yang diemban oleh Dirjen Minerba
terhadap pihak kontrak karya yang hingga tahun ini tahun 2015 belum seluruhnya
melaksanakan pemurnian. Bahkan di tahun 2010 ada ketidakkonsistenan eksekutif
dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 yang hanya
mewajibkan pemurnian dilakukan oleh pihak IUP dan IUPK. Pemilik kontrak karya
dikecualikan dari kewajiban tersebut, dan hanya diwajibkan mengutamakan
kebutuhan dalam negeri. Peraturan pemerintah ini melanggar undang-undang, kalau
tidak salah ini sudah sempat disebut, disinggung oleh Pak Ramson pada kemarin
pada waktu rapat dengar pendapat umum dengan Asosiasi Pengusaha Bauksit,
peraturan pemerintah ini melanggar undang-undang. Terkait itu, bagaimana
sebenarnya sikap dan pandangan pemerintah saat ini terhadap kewajiban undang-
undang itu. Kami ingin tahu nanti peraturan pemerintah berikutnya seperti apa.
Pertanyaan saya yang ketiga hingga sekarang belum ada peraturan yang
jelas dan terang mengenai batas atau persentase kadar produk mineral olahan
dan/atau yang telah dimurnikan. Padahal menurut Pasal 6 ayat (1) butir c
pemerintah wajib membuat standar nasional dan kriterianya. Hal ini jelas
mencederai prinsip kepastian hukum yang harusnya dijunjung oleh Indonesia
sebagai negara yang berdasarkan hukum sesuai oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Sejauh mana upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk memperjelas hal
tersebut.
Pertanyaan saya yang berikut, ada diskriminasi antara pemegang kontrak
karya dimana peraturan pemerintah, maaf Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun
2014 menyatakan untuk mineral bukan logam dan mineral batuan ekspor dapat
dilakukan setelah melakukan pengolahan. Tapi untuk mineral logam ekspor hanya
boleh dilakukan setelah diolah dan dimurnikan, padahal Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 berlaku untuk seluruh mineral logam, bukan logam dan batuan. Dalam
hal ini, bagaimana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan fungsi
regulatory. Pertanyaan saya yang berikut mengenai Domestic Market Obligation, di
migas ada batas DMO sebesar minimal 25 persen, saya ingin tahu apakah ada
batas DMO dalam mineral dan batubara, tolong dijelaskan secara jelas di sini. Dan
pertanyaannya saya yang terakhir bagaimana kelanjutan pemerintah mengupayakan
adanya realisasi divestasi, contohnya untuk Freeport, karena yang setelah saya
28
baca di presentasi Bapak di halaman 4 isu strategis renegosiasi nomor 5 adalah
kewajiban divestasi. Ini bagaimana kelanjutannya dan kejelasannya sampai saat ini
tolong dijelaskan.
Terima kasih. Sekian saja Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selanjutnya silakan Pak Totok.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. TOTOK DARYANTO,
S.E.):
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Pertama soal yang terkait dengan smelter, saya ingin menyampaikan
tanggapan bahwa sebenarnya memang saya melihat sampai sekarang ini belum
ada data-data yang akurat, dan pemerintah itu belum optimal di dalam melakukan
langkah-langkah supaya smelter itu bisa dilaksanakan di seluruh pertambangan kita
sesuai dengan undang-undang. Kami ingin supaya pemerintah melakukan kajian
terhadap setiap jenis-jenis pertambangan berkaitan dengan perintah undang-
undang. Itu kalau, jadi kalau kita mencari solusi apapun juga tentunya itu harus
punya data-data yang akurat kita jangan hanya mau menerima satu sisi saja,
misalnya adanya keberatan dari asosiasi atau dari pelaksana di bidang
pertambangan terhadap hal-hal yang dianggap itu tidak tidak menguntungkan
dalam, tidak visible di dalam membangun smelter milsalnya. Karena perlu juga itu
misalnya diungkapkan bahwa sebetulnya selama ini para pengusaha-pengusaha
pertambangan itu sudah menikmati kekayaan alam Indonesia ini sudah terlalu lama
dan ibaratnya perutnya sudah terlalu gendut, tapi mengabaikan tanggung jawabnya
ketika undang-undang memerintahkan seperti itu. Ini kan sudah lima tahun yang
lalu. Komisi sudah mengingatkan berkali-kali, pemerintah juga ya menurut saya
kurang, kurang di dalam pengawasannya juga, sehingga pada akhir 2014 itu
terjadilah semacam pendadakan seperti itu. Maka, yang penting sekarang stop tidak
boleh lagi ada ekspor.
Nah, jadi dan juga kami tidak menyarankan bahwa pemerintah membangun
smelter, undang-undangnya tidak memerintahkan pemerintah itu, undang-undang
memerintahkan bahwa yang diekspor itu harus sudah dimurnikan, diolah dan
dimurnikan. Soal yang punya smelter pemerintah atau swasta, apakah pihak
29
penambang itu sendiri, itu persoalan lain, tapi sebenarnya menurut saya tidak, tidak
adil malahan, kalau pemerintah sekarang dituntut harus membangun smelter, tidak
adil. Wong yang menikmati kekayaan bukan pemerintah, pemerintah kan menerima
pajaknya saja, justru sekarang banyak kerusakan lingkungan yang menjadi beban
pemerintah, mengapa harus sekarang pemerintah yang harus membangun smelter.
Menurut saya tidak bisa begitu. Tapi bahwa pemerintah harus mengambil tanggung
jawab, mengkordinasikan, mendorong, membuat regulasi-regulasi, supaya akhirnya
bisa teralisir ya itu memang yang harus dilakukan. Jadi saya tidak menyarankan,
tidak menganjurkan, pemerintah membangun smelter. Tapi kalau pemerintah itu
mengundang investor-investor supaya mau, lah itu memang tugas pemerintah,
apakah diberikan insentif, apakah diberikan kemudahan lainnya supaya mereka mau
bangun smelter di Indonesia. Tapi intinya bahwa pembangunan smelter itu harus
dilaksanakan dan kita dorong supaya pemerintah mempunyai kajian-kajian dan data-
data yang akurat di setiap sektor pertambangan yang berkaitan dengan smelter.
Kemudian yang terkait dengan pemilik IUP dan yang kontrak karya yang
PKP2B, memang persoalannya bagi yang kontrak karya, Indonesia ini sudah diikat
di dalam perjanjian kontrak karya itu dimana ketika undang-undang diputuskan itu
tidak ada dalam kontrak karyanya, mestinya nanti pada renegosiasi dan juga ketika
ketika kontraktor-kontraktor ini yang melakukakan kontrak karya, investor yang
melakukan kontrak karya kepada kita itu meminta perpanjangan-perpanjangan ini
harusnya dikaitkan Pak. Jadi bagaimana para investor itu harus, para pelaku
pertambangan besar ini dia harus terikat dengan undang-undang di Indonesia. Di
kontraknya harusnya dicantumkan. Kita ini sebetulnya ya saya tidak tahu, dulu ini
yang buat kontrakkan dulu, sebetulnya agak aneh bahwa negara ini berkontak
dengan perusahaan asing, dan kita sudah tidak ada klausul lain untuk mengikuti itu,
kalau tidak, kita digugat di abritase internasional, biasanya kita kalah. Nah, itu
sebenarnya problemnya untuk membangun smelter untuk yang kategori kontrak
karya. Tapi saya lihat ada beberapa perusahaan yang nampaknya sudah mulai
condong untuk mau melaksanakan karena mereka tahu bahwa mereka, karena
mereka punya kepentingan mereka mau memperpanjang. Untuk itulah, kami sangat-
sangat menghimbau, sangat mengingatkan atau lebih keras lagi, apa ya namanya,
meminta atau setengah memaksa pemerintah jangan mudah-mudah memberi
perpanjang. Ingat begini, rapat kerja ini, ini bukan rapat kerja ya, RDP ini ada usulan
dari komisi jangan mudah-mudah memperpanjang kontrak karya kalau tidak
dikaitkan dengan satu ketaatan kepada Undang-Undang di Republik Indonesia.
Kedua, mau mereka membangun smelter sesuai dengan undang-undangnya sudah
berjalan. Jadi di kontrak sini harus dicantumkan bahwa kontrak ini terikat dengan
undang-undang yang berlaku di Indonesia. Itu harus ada, setiap kontrak karya harus
begitu Pak, kalau tidak, biasa pemerintah ini lemah. Saya juga heran, pemerintah
biasanya kalau negosiasi pasti lemah, akhirnya manut-manut saja. Padahal
mestinya itu sudah, kalau tidak mau ya tidak apa-apa walaupun investor itu
diundang di Indonesia, macam-macam supaya kita membuka lapangan kerja dan
lain-lain, pertumbuhan ekomoni dan lain-lain ya itu okelah semuanya, tapi jangan
menyepelekan hal yang seperti itu dan jangan mudah kita ini ditekan. Jadi biasanya
30
ini kita lemah dalam negosiasi selalu mengikuti saja dan memberikan alasan bahwa
wah ini kan kita lagi lagi mencari hati dari para investor supaya senang di Indonesia,
kita lagi membuat iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Itu sebetulnya menurut
saya pikiran-pikiran kuno yang harus ditinggalkan, karena pada akhirnya nanti orang
itu yang dilihat adalah pada kontrak.
Jadi catatan saya adalah ketika kita akan melakukan perpanjangan-
perpanjangan kontrak bagi pemegang PKP2B dan kontrak-kontrak yang lainnya itu
harus ada ketentuan mau tunduk pada undang-undang, peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Jadi kalau ada undang-undang baru beda dengan kontrak
bukan kontraknya merasa tidak terikat gitu loh. Kan sebenarnya yang sekarang
terjadi kan kontrak merasa tidak terikat, karena kontrak itu punya posisi hukum yang
lebih tinggi antar-pihak. Jadi dia tidak mau terikat dengan undang-undang, undang-
undang kan mengatur setelah kontrak dibuat, tidak berlaku surut dan lain
sebagainya. Tapi kalau di dalam kontrak sudah dicantumkan bahwa dia terikat
dengan seluruh peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dengan
sendirinya setiap ada perubahan undang-undang kontrak ini menyesuaikan.
Jadi itu catatan saya selain, apa, selain soal smelter itu akan sungguh-
sungguh di setiap jenis pertambangan itu pemerintah melakukan kajian maupun juga
kontrol yang ketat supaya itu benar-benar terlaksana tapi terutama terhadap kontrak-
kontrak karya terutama ketika ada perpanjangan pemerintah harus dengan tegas
mengikutkan aturan yang tadi kita sarankan itu.
Demikian usul saya. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Sudah ya Pak Totok?
Karena Pak Tony sudah masuk, silakan Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (TONY
WARDOYO):
Terima kasih Pimpinan.
Ini kami hanya melanjutkan apa yang tadi saya titip dengan Bu Dewie untuk
Pak Dirjen dan Pak Direktur Pembinaan Mineral, Pak Eddy, jadi kami sangat
mengharapkan Pak, untuk mengenai perjanjian pemerintah dengan PT. Freeport
Indonesia jangan dulu diperpanjang izin kontrak karyanya sebelum dia membangun
31
smelter di Papua. Ini pesan dan amanat dari masyarakat Papua. Karena nanti
berkendala kalau ini diabaikan, akan berkendala di mengenai penggalian
tambangnya di sana. Kan sifat masyarakat sana kan tahu sendiri Pak, ini kan
kebetulan di tanah ulayat, bukan tanah negara Pak, mereka ini adalah mengambil
tambang emas di tanah ulayat, di tanah hak milik suku mereka. Hanya itu pesan
kami. Jadi tolong dilibatkan juga pemerintah daerah dalam hal ini suku mereka,
gubernur, kepala provinsi, karena ini ada titipan amanat dari beliau. Biar dilibatkan,
Gubernur Papua, kabupaten-kabupaten yang terkait di sekitarnya seperti Kabupaten
Mimika, Kabupaten Puncak, karena ini yang berhubungan langsung dengan tanah
ulayat asal usul nenek moyangnya Pak.
Itu saja pesan kami. Ini amanat rakyat. Terima kasih. Kami serahkan
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Tinggal Pak Yulian, sudah masuk?
Tidak ada ya.
Pak Airlangga bagaimana?
Kalau begitu karena seluruh anggota sudah menyampaikan pertanyaan dan
pendalaman. Oh ada ya?
ANGGOTA FRAKSI PARTAI INDONESIA PERJUANGAN (Ir.H. DARYATMO
MARDIYANTO):
Sebelah kiri kalau boleh Pak?
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Daryatmo, memang tidak kelihatan tadi Pak. Baru masuk Pak ya.
Kelihatannya negosiasinya agak, silakan Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (Ir.H.
DARYATMO MARDIYANTO):
Negosiasinya sudah selesai tadi Pak, karena Paripurna sudah selesai Pak.
32
Ibu/Bapak sekalian,
Terima kasih, Pimpinan dan Dirjen. Sudah banyak disampaikan catatan, kami
hanya menyampaikan catatan-catatan tambahan.
Yang pertama ya pengharagaan dan apresiasi kepada kalangan Dirjen,
karena dalam catatan ini sudah ada MOMI (Minerba One Map Indonesia) ya.
Kemudian juga rekaman yang mencakup tentang smelter. Karenanya ini ya catatan
yang penting, tetapi catatan penting itu sebenarnya refleksi atau gambaran dari
amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009, undang-undang ini dibuat lima tahun di
akhir 2009, dan memberikan kesempatan 5 tahun untuk diwujudkannya smelter.
Dengan demikian ketika akhir periode kemarin dalam catatan yang kami baca ada
kesepakatan kementerian ESDM dan Komisi VII untuk bersepakat bulat tidak
menunda sedikit pun dan melaksanakan secara konsekwen Undang-Undang No.4
Tahun 2009. 9 fraksi dan kementerian bulat. Saya kira ini penting untuk dicatat,
karena keputusan itu memberikan penghargaan yang memadai antara pemerintah
dan DPR sendiri ketika sudah berhasil menyusun Undang-Undang Nomor No.4
Tahun 2009. Saya kira ini penting sebagai standing politik, posisi politik dari
Pemerintah dan DPR RI. Ya undang-undang ini dibuat 5 tahun. Belum pernah
undang-undang ini dibuat 5 tahun ya setelah selesai 2009 maka sering beberapa
teman menyebut UU Merah Putih. Setelah 2009 masih ada 5 tahun mau bikin
smelter. Itulah fungsi negara, fungsi pemerintah dalam memberikan perlindungan
terhadap pengusaha sumber daya mineral. Karenanya ketika kemudian pada
rencana yang disampaikan dalam paparan Dirjen tentang dukungan yang diperlukan
untuk melakukan perpanjangan batas waktu pelaksanaan, pengolahan dan
pemurnian di dalam negeri sebagai harapan yang ingin disampaikan dukungannya
tentu harus ada pencermatan lebih jauh, karena kalau kita sepakat terhadap ini pada
butir yang ke-3 kan dukungan yang diperlukan. Tentu kita berharap bahwa uraian
terhadap permintaan dukungan itu menjadi jelas dan terperinci dengan tidak
sedikitpun menyimpang dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2009, dan berlaku sama
terhadap semuanya. Itulah bentuk sebagai pengaturan regulasi dan perlindungan
negara kepada kita, kepada seluruh masyarakat. Ya jadi apabila itu kemudian
perpanjangan itu mengingkari undang-undang, itu rasanya kita akan menelan ludah
kita sendiri ketika memutuskan institusi yang kita bersama di ruangan ini untuk
melakukan penghormatan yang memadai terhadap undang-undang tersebut. Itu
saya kira yang pertama.
Kemudian tadi melanjutkan oleh teman-teman, pada teman-teman, bahwa
soal smelter, tadi sudah disampaikan saya kira juga sama tolonglah nanti dapat
disampaikan skema dari smelter ini karena direncanakan ada tambahan hanya
sedikit sekali yaitu hanya sekitar 7 atau berapa tadi, 12 pada tahun 2015. Kalau ini
menyangkut soal penyediaan kapasitas dari masing-masing perencanaan smelter itu
tidak sejalan dengan tingkat produksi maupun kemampuan kita memproduksi tentu
harus dipaparkan terlebih dahulu, sebelum kita ambilkan keputusan-keputusan lebih
33
jauh. Karena forum ini adalah memperlancar dan memberikan rekomendasi
terhadap evaluasi kinerja itu.
Kemudian yang ketiga mengenai IUP dengan adanya MOMI yang anda,
Bapak sampaikan, yaitu pengendalian di tingkat meja untuk mengelola IUP yang
jumlahnya 5.000 yang belum termasuk 5.000 yang sudah, skenario apa yang ingin
disampaikan oleh Minerba terhadap 5.000 sisanya ya karena sekarang sudah
datanya sudah lengkap di sini. Kalau itu ada keperluan untuk berhubungan dengan
tingkat II dan tingkat I Undang-Undang 34 sudah mengamanatkan, jadi perlu ada
sebuah langkah apakah memang diharuskan pertemuan seperti ini mengundang
asosiasi atau pemerintahan atau dalam negeri untuk dapat melaksanakan Undang-
Undang 34 yang menyangkut menarik kewenangan dari tingkat kabupaten kepada
tingkat provinsi khususnya menyangkut IUP ini. Sementara MOMI-nya sudah
ditangan, dan kita mempunyai itu, dengan demikian kita juga bisa mengontrol
bersama-sama.
Saya kira itu Ketua. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Daryatmo.
Silakan Pak Airlangga.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T., M.B.A.:)
Baik, terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang kami hormati Bapak/Ibu Anggota Komisi VI, Pimpinan dan Pak, sorry
Komisi VII, Ini terganggu oleh Pak Daryatmo sebenarnya saya karena Pak Daryatmo
tadi mengatakan catatan dari Komisi VII terakhir, jadi terpaksa saya juga harus
bicara ini. Karena yang pertama yang menjadi catatan bagi kami, Pak Dirjen, ini
sejak tahun yang lalu pada saat kita membahas untuk undang-undang ini kan
sebetulnya kita ingin meningkatkan nilai tambah termasuk PNBP dari pada sektor
mineral batubara ini. Tapi sampai saat sekarang kelihatannya kita masih harus
prihatin karena sektor seheboh ini, Minerba kan heboh, ada Freeport, ada Newmont,
ada segala, tapi kontribusi PNBP-nya ini dari target 39,6 trilyun, ini hanya dapat 35
trilyun. Betul ya Pak Sukhyar ya? Nah, ini kalau kita bandingkan industri rokok yang
notabene tidak diatur pemerintah malah pemerintah membebani industri, malah
pemerintah dalam tanda petik dengan aturan bea keluar mematikan industri kecil,
menghidupkan industri besar, ini hanya sekitar 6, ya kurang dari 60 persen
34
pendapatan cukai dari industri rokok. Nah, oleh karena itu menjadi tantangan bagi
kita, tadi seperti dikatakan Pak Daryatmo, bahwa nilai tambah ini menjadi dalam
tanda petik harus wajib dan kita jangan mundur.
Kemudian saya memberi catatan mengenai smelter, memang smelter ini yang
paling susah dan paling mahal, salah satunya adalah bauksit, tetapi bauksit ini
menjadi taruhan Republik Indonesia, karena kemarin kita mengakhiri kontrak dengan
Jepang Nippon Asahan Alumunium, karena janjinya Nippon Asahan Alumunium
adalah untuk membangun metal grade smelter, dan Pemerintah Republik Indonesia
harus menarik kocek sebesar 7 trilyun, dan itu kemarin sudah diputuskan
pemerintah membeli saham Jepang dengan mengambil over Nippon Asahan
Alumunium, dengan target bahwa Nippon Asahan Alumunium akan meningkatkan
ekspansi kapasitasnya sehingga mendekati 500.000 ton almunium, dan itu notabene
membutuhkan 1 juta metal grade daripada alumina. Nah tentunya ini yang tadi
dikatakan Pak Harry memang waktunya kita dukung yang namanya Asahan
Alumunium untuk ekspansi lanjutan, apakah dia sendiri, apakah dengan Antam
untuk membangun yang namanya smelter bauksit. Nah, ini sudah bagian dari
komitmen Republik ini, kalau Republik mengambil Inalum kemudian Inalum-nya
menjadi seperti Krakatau Steel artinya menjadi tidak bisa hidup, kemudian harus
mengundang asing lagi untuk membangun smelter alumina, nah ini kesalahan bukan
hanya dari pemerintah tetapi kita juga yang dari DPR ikut berperan serta dalam
membuat industri ini tidak bangkit. Karena sebetulnya industri alumunium itu harus
menjadi salah satu cluster unggulan Republik Indonesia. Karena end user dari
industri alumunium adalah industri otomotif, industri elektronik dan industri
konstruksi. Dengan konsumen sebesar ini, dengan penjualan motor yang 8 juta unit,
penjual motor di Jepang itu hanya 500.000 unit, penjualan mobil yang besar, maka
tidak masuk akal kalau Indonesia gagal membangun industri alumunium berbasis
bauksit, karena industri ini mulai dari tanahnya, sampai hasil akhirnya seluruhnya
dikonsumsi di Republik Indonesia. Saya pidato di depan Parlemen Jepang
bagaimana yang namanya tanah Indonesia wara wiri dan dihitung berapa ribu
kilometer yang akhirnya selalu nilai tambah itu tidak pernah ada di Republik. Nah, itu
jangan kita mengulangi kesalahan yang sama. Tentunya keterlambatan
pembangunan industri bauksit dan smelter alumunium atau pun kegagalan daripada
dalam tanda petik belum berhasilnya membuat alumina grade, salah satunya kan
tentunya pemerintah harus dorong. Dan kemarin rapat dari kita mengusulkan bahwa
mereka yang akan membangun smelter alumunium, berdasarkan data BKPM ada 3,
4 perusahaan, termasuk yang kemarin kemudian ada Nalko, BUMN besar dari pada
India kemudian waktu itu pernah bicara Dubai Alumunium, dan ada satu perusahaan
lain di Kalimantan Timur, sebaiknya itu kita panggil semua juga, Pak Sukhyar ikut
panggil, kita buat time frame-nya, kita carikan jalan keluar berdasarkan time frame
yang ada. Karena bauksit itu tidak bisa dicuci untuk meningkatkan content daripada
AL2 03-nya, dia harus melalui yang namanya smelting. Dan smelting itu selalu
capital intensif dan smelting itu harus selalu dikuasai mafia multinasional, apakah itu
Dubai, apakah Alco atau yang lain. Kalau di Asia ini itu dikuasai oleh Sumitomo
35
Metal. Makanya konstelasi ini harus kita perhatikan karena mereka memang
menghendaki Indonesia hanya mengekspor raw material saja.
Catatan berikutnya adalah yang kemarin Pak Aryo bicara mengenai rare earth
material, Indonesia bisa mengkoleksi rare earth material itu dari pada hasil dari pada
copper smelter yang ada di Gresik. Nah saat sekarang rare earth material yang
dieskpor ke Jepang yang negara Cina melarang untuk mengekspor rare earth
material, mereka bisa mengambil yang dari bekas Freeport, dan saat sekarang
pemerintah tidak pernah menarik royalti dari situ. Nah, ini hal-hal yang perlu kita
perhatikan juga. Nah ini mungkin menjadi PR bagi pemerintah karena potensi kita
sebetulnya masih besar dan kalau kita betul-betul memikirkan secara keseluruhan
secara Republik, tidak kewilayahan, maka tentunya program-program peningkatan
nilai tambah ini bisa kita lakukan.
Baik, terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Silakan Bu.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (KATHERINE A.
OENDOEN):
Izin ya Pak.
Selamat sore Pak Dirjen,
Nama saya Katherina Angela Oendoen. Saya dari Fraksi Gerindra. Saya
hanya ingin bertanya Pak kami dengar ada temuan KPK yang menunjukkan banyak
ekspor batubara yang tidak bayar royalt. Itu satu.
Kedua, Minerba sedang mengkaji kebijakan yang bisa mencegah ekspor
batubara di tengah laut yang tidak bisa diawasi oleh petugas Pajak. jadi pertanyaan
saya bentuk kebijakan pencegahan tersebut seperti apa, satu. Kedua, apakah
bentuknya akan dibuat peraturan menteri atau cukup peraturan dirjen saja.
Sekian dan terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sudah, ya sudah semua anggota bertanya?
Sudah, ya.
36
Pak Kurtubi nggak bertanya, Pak? ada yang mau ditanyakan? Baru datang,
Pak ya. Kalau begitu Kalau begitu saya oper ke meja pimpinan. Silakan Pak
Kardaya, habis itu Pak Satya.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)
Terima kasih Bapak Pimpinan Rapat.
Kardaya Warnika, A-350, mengulang tadi karena itu ketentuannya harus
menyebutkan lagi, dari Dapil Jawa Barat VIII.
Pak Dirjen, ini ada satu hal yang dari kemarin ramai dibicarakan yaitu
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Minerba, undang-undang ini telah porak-
poranda artinya di mana-mana di diterjang, di mana-mana dilakukan penyimpangan
dan kalau seandainya kita mau mengakomodir perkembangan saat ini kelihatannya
tidak dimungkinkan lagi dengan dengan undang-undang ini.
Lalu, saya dulu pernah tahun 2012 awal mewakili menteri pada waktu itu
pertemuan APEC minister di Rusia berdebat habis-habisan dengan Menteri Jepang,
yang mereka meminta bahwa Undang-Undang Minerba dicabut karena undang-
undang itu, Undang-Undang Minerba memasukkan harus diolah. Mereka tidak mau.
Kita, saya sebagai Ketua Delegasi ngotot tidak akan mau merubah itu, karena ini
adalah undang-undang kita, tidak ada urusannya dengan luar.
Nah, dengan perkembangan-perkembangan yang semacam itu saya ingin
dapat jawaban interaktif karena tidak perlu penjelasannya. Pertanyaan saya terkait
dengan itu apakah ada pemikiran merubah undang-undang atau sudah siap akan
merubah undang-undang di pemerintah. Kalau iya kapan target draftnya akan
keluar. Itu dulu interaktifnya sebelum saya melanjutkan. Bagaimana, Pak Dirjen?
DIRJEN MINERBA:
Baik, terima kasih, Pak Kardaya. Tentu dalam konteks filosofi nilai tambah itu
tidak akan berubah, Pak, kewajiban mengolah memurnikan. Kemudian yang perlu
diadjust adalah manakala ada undang-undang...
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)
Eh, begini, yang penting ada enggak pemikiran perubahan? Yang namanya
perubahan itu bisa saja cuma setengah kalimat tapi secara undang-undang itu
berubah. Ada nggak pemikiran?
37
DIRJEN MINERBA:
Ada, begitu Undang-Undang 23 keluar harus di-adjust. Undang-undang kaitan
dengan kewenangan.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)
Baik, ada pemikiran. Lalu targetnya kira-kira kapan akan draft itu akan bisa
masuk ke kita kalau itu inisiatif pemerintah, supaya kitanya siap-siap itu.
DIRJEN MINERBA :
Nanti kalau Raker dengan Pak Menteri akan ditanya itu.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)
Yang kedua, itu terkait dengan Permen. Kaitan Permen dengan Undang-
Undang Nomor 4. Kita tahu bahwa para ahli hukum mengatakan bahwa peraturan
perundangan yang lebih bawah kalau bertentangan dengan yang di atasnya maka
itu apa yang disebut batal demi hukum, jadi langsung batal. Dalam Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dikatakan bahwa pemerintah dapat
melakukan mengeluarkan kebijakan dengan berkonsultasi dengan DPR, kata
kuncinya dengan berkonsultasi dengan DPR, tanpa berkonsultasi dengan DPR
maka pemerintah tidak dapat mengeluarkan kebijakan untuk kepentingan nasional.
ayat (2)-nya mengatakan kebijakan yang dimaksud itu adalah kewajiban tentang
pembatasan ekspor. Pertanyaan saya terkait dengan Permen, Permen itu mengatur
kebijakan pembatasan ekspor, pertanyaan saya, karena saya sudah tanya ke
incumbent atau mantan yang lama ini apakah sudah dikonsultasikan itu mengenai
kebijakan itu dengan DPR, ternyata tidak atau belum. Sedangkan itu Permennya itu
sudah keluar. Jadi kalau orang ahli hukum menyatakan Permen itu bisa dicap batal
demi hukum. Bahasa lain, ya bahasa lainnya begitu. Bahasa ahli hukumnya batal
demi hukum.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):
Sebentar sedikit Pak.
Mengenai Permen itu sebetulnya dalam undang-undang kita yang mengatur
dan konsultasi dengan DPR itu PP Pak. PP, Perpres, Keppres. Tapi yang terkait
dengan Permen memang beda itu, level hukumnya beda itu.
38
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)
Artinya kan begini ini undang-undang, ini PP, ini permen, undang-undang
mengatakan harus konsultasi, PP-nya apa ini mengatakan, begitu di sini di bawah
tidak ada itu, jadi ada sesuatu. Saya kan DPR itu fungsinya antara lain dalam segi
legislasi dan mengawalnya karena kita di sini yang membuatnya gitu, jadi ini yang
kita-kita anukan ini-ini-ini bagaimana gitu.
Lalu yang berikutnya adalah tindak lanjut daripada IUP yang tidak CNC.
Masalah IUP yang CNC ini setelah Desember 2014 menjadi perhatian banyak pihak
karena itu batas waktu dan itu harus di kembalikan ke negara, negara nanti akan
masukan kepada apa-apa cadangan nasional atau apa, tapi begitu dikembalikan
pasti menjadi perhatian banyak, banyak pihak itu. Nah, tindak lanjut sudah
disampaikan di sini meminta gubernur, walikota untuk mencabut IUP yang non CNC.
Pertanyaannya kalau gubernur atau bupati tidak mau mencabut apa, mau apa?
Apakah ada sanksi? Karena kalau meminta ya tergantung yang diminta. Tetapi yang
kita perlukan adalah kepastian hukum. Kalau seandainya tidak maka apa, dan
adakah batas waktu misalkan kita mempunyai landasan hukum mereka harus
melakukan per tanggal sekian harus sudah ini, kalau tidak maka bla-bla. Ini yang
penting. Jangan sampai selesai masalah CNC yang katakanlah cukup anu, cukup
merepotkan, masuk ke masalah baru, masalah yang disuruh gubernur dan bupati
mencabut. Ini sebetulnya bukan masalah sulit ini Pak Dirjen, tapi sangat sulit. Bukan
sulit tapi sangat sulit. Karena sangat tergantung. Nah pertanyaannya adalah itu.
Lalu yang terakhir, last but not least, kita mengingatkan untuk kebijakan-
kebijakan di sektor energi termasuk di mineral batubara, karena ada batubaranya,
yang paling penting bahwa kebijakan itu harus konsisten dan tidak zig-zag, gitu. Itu
yang harus harus. Karena energi ini sangat berkaitan dengan hajat hidup dan
menjadi perhatian banyak pihak. Konsistensi adalah sangat penting. Terkait dengan
ini maka saya ingin mendapatkan penjelasan konsistensi dulu mungkin Pak Dirjen
masih ingat ada kebijakan mengenai pembangkit listrik mulut tambang. Jelas
kebijakannya itu, ini begini, begini, begini, begini. Lalu tiba-tiba dikeluarkan lagi yang
belok tidak sama. Semacam ini bagi sektor energi itu cost-nya sangat besar bagi
negara. Investor jadi tidak masuk, dan yang sudah masuk yang tadinya tidak
mengerti jadi bingung. Ini yang, nah yang semacam itu yang pembangkit listrik mulut
tambang yang berubah tiba-tiba belok kayak supir bajaj tidak kasih sign, gak kasih
aba-aba, belok saja begitu, bagaimana ini? Ini masalah-masalah kebijakan energi
bukan hanya kebijakan yang ya katakan mulut tambang ini kebijakan energi dan itu
terkait dengan listrik. Itu yang mengakibatkan sampai sekarang itu ketahanan listrik
kita masih sangat-sangat memprihatinkan.
Saya kira itu Pak Pimpinan. Terima kasih.
39
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak,
Pak Kardaya Itu pertanyaan dari mantan Dirjen Pak, pasti lebih banyak
tahunya Pak.
Silakan Pak Satya.
WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME,
M.Sc./FRAKSI PG):
Terima kasih Pimpinan.
Bapak/Ibu sekalian Anggota Komisi VII yang saya hormati,
Pak Dirjen beserta jajarannya,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jangan tadi disinggung-singgung apa yang pernah terjadi di Komisi VII masa
lalu atau paling tidak periode sebelumnya. Saya ingin memberikan penjelaskan
paling tidak ada memang ada beberapa yang tidak, tidak terakomodasi dengan baik.
Jadi kita masih ingat bahwa menteri saat itu selalu mengasumsikan bahwa
dispensasi diberikan asal tidak ore, itu diucapkan berkali-kali. Dan pada waktu itu
saya sudah mengatakan bahwa di Pasal 106 itu clear sekali pemurnian dan
pengolahan. Jadi ada dan-nya. Sehingga argumentasi pemerintah waktu itu karena
apa, sudah berubah ore, bukan ore, tetapi tidak dimurnikan pengolahannya yang
dtingkatkan itu sudah dianggap bisa menjadi dispensasi. Waktu itu saya
mengatakan bahwa karena ini dilanggar seharusnya pemerintah mengeluarkan
Perpu. Karena Perpu hanya satu-satunya cara dimana ada urgensi dari pada
pemerintah saat itu menyangkut mengenai pendapatan yang tadi disinggung oleh
Pak Airlangga ya pendapatan kita, PNBP kita dari sisi mineral dan batubara.
Tidak tercapainya nilai itu juga faktornya banyak, karena pada waktu saya di
Badan Anggaran saya sudah menanyakan juga kenapa kok nilainya sedikit. Waktu
itu dipengaruhi oleh harga batubara dan juga mineral yang kurang menguntungkan.
Lantas kita minta supaya dicantumkan volume karena dengan volume bisa kelihatan
peningkatan produksinya, karena kalau dikorelasikan menjadi US Dolar itu
tegantung daripada fluktuasi harga mineral waktu itu. Tapi itu sudah menjadi
pengamatan DPR, jadi bukan sesuatu yang over look seakan-akan kita tidak
mengamati sisi itu, tidak. Nah permasalahan yang muncul Pak, ini kan sudah ganti
rezim, jadi saya rasa, saya meminta supaya Pak Menteri yang sekarang juga
diingatkan ini ada masalah, ada flaws ini sebetulnya di dalam penerapan daripada
undang-undang ini. Ya dengan dikeluarkannya yang tadi dikatakan Permen dan lain
sebagainya itu kan menganulir secara tidak langsung Pasal 106, itu sudah fakta
40
sudah. Tetapi kita kan tertutupi saat itu karena perlunya tambahan revenue daripada
negara. Jangan sampai nanti kita ini stuck dan sebagainya, argumentasinya
banyaklah dari para pengusaha agar diberikan dispensasi. Nah celakanya Pak,
bahwa dispensasi yang kelihatan nyata itu dinikmati hanya oleh Freeport dan
Newmont. Nah, ini yang membuat kemarin Asosiasi Bauksit mengatakan kenapa
kita tidak diperlakukan yang sama tapi justru ada satu keputusan yang men-stop.
Nah, ini maksud saya dalam rangkaian peristiwa, rangkaian implementasi dari pada
regulasi ini yang menurut saya perlu menjadi catatan pemerintah sehingga nantinya
jangan sampai ada hal-hal yang merasa tidak sama padahal dia juga mempunyai
niatan untuk berkontribusi terhadap pendapatan negara sementara skenario negara
untuk membikin smelter, untuk membikin tahapan-tahapan termasuk apakah
pelibatan daripada BUMN di masa yang akan datang akan masuk, keterkaitan PIP di
Departemen Keuangan mendanai sebagian daripada pembangunan kalau itu
menjadi inisiatif daripadai pemerintah yang membangun smelternya sendiri. Nah ini
kan mesti terpadu semua. Nah ini yang repotnya Komisi VII melihatnya sebagian,
Badan Anggaran melihatnya lebih kepada nilai. Ya lantas tidak ada satu perpaduan
yang menurut saya menjadi ini tidak nyambung gitu di dalam skenario besar tadi.
Nah ini menurut saya Pak Dirjen, karena sekali lagi karena ini rezimnya sudah baru
supaya hal-hal seperti ini dibuka saja gitu, karena kalau tidak nanti ini dianggap ini
menjadi cacat hukum dan lain sebagainya gitu, padahal sudah jelas kita di pasal
penjelasan dalam Undang-Undang Minerba kita juga tidak jelas, pengolahan itu
sebetulnya apa sih yang dimaksud dengan pengolah, mulai daripada grading-nya
juga tidak dijelaskan. Nah ini yang kemarin coba diterjemahkan oleh pemerintah
melalui permennya. Kan begitu, kan untuk menjustifikasi supaya ini sudah bukan ore
lagi ini, tapi sudah sesuatu yang terolah, sehingga bolehlah mereka mengekspor.
Nah ini yang menurut saya mesti di-clear-kan betul supaya nanti di dalam
perjalanannya kita paling tidak cacat hukum. terus yang kedua kita bisa
mengimplementasikan dengan baik.
Nah, yang terakhi yang dari saya, ini mohon Pak Dirjen juga membuka saja di
sini bahwa tidak lama lagi akan ada penandatanganan. Itu paling tidak informasi
yang saya peroleh ya kesepakatan dengan Freeport. Ini jangan sampai nanti
penandatanganan-penandatanganan itu tidak dijelaskan paling tidak kepada DPR,
sampaikan saja begitu. Karena jangan sampai nanti mereka sudah teken Menterinya
baru ke sini dan mengatakan bahwasanya ini begini, begini, begini. Ini kan sudah
terbuka sekali. Pak Dirjen sudah memberikan guideline di dalam presentasinya apa
sih content daripada renegosiasi, item mana yang sebetulnya Freeport itu keberatan,
item mana yang pemerintah memaksa supaya itu harus diturutin. Itu kan sebetulnya
sudah menjadi domain publik. Tetapi kalau itu nanti tidak dijelaskan kalau dalam
waktu dekat betul-betul memang akan dilaksanakan penandatangan atau
peningkatan ilmu yu menjadi ikatan persetujuan yang apalagi dikaitkan dengan
perpanjangan kontrak mereka ini kan menjadi hal yang menurut saya harus terbuka,
harus transparan Pak. Karena kita tidak menginginikan nanti apa yang dilakukan
oleh pemerintah itu tidak berkomunikasikan dengan kita atau kita dianggap cuma
41
post mortem aja sudah kejadian baru sampai kepada kita. Nah ini yang mohon kalau
bisa pada kesempatan sore hari ini bisa disampaikan. Itu saja dari saya.
Terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Sebelum saya lanjut Pak, saya sudah kelupaan hampir satu jam ini Pak.
Sudah jam 16.00 WIB. Jadi kita sepakati sampai jam berapa Pak, tambahan?
Pukul Jam 16.15 ya? Pukul 16.15 ya kita tambah waktu ya, setuju ya?
(RAPAT : SETUJU)
Terima kasih.
Tadi sudah dari meja Pimpinan Pak Satya, Pak silakan, dari meja Pimpinan
WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. H.M. ZAIRULLAH AZHAR/F-PKB):
Terima kasih.
Sebelumnya mohon maaf karena tadi ada tugas lain.
Pimpinan dan Anggota Dewan Anggota Komisi VII yang kami hormati,
Pak Dirjen dan rombongan,
Kemarin kami reses ke Kalsel, kami dapat kasus PKP2B itu di Tanjung itu ada
Adaro itu melakukan kegiatan itu menggusur enam sekolah, SD dan SMP dan desa
itu. Kemudian masyarakat memang ikut saja. Tapi kemudian ada yang memberikan
laporan ke DPR provinsi. DPRD situ membentuk Pansus. Kemudian mereka mau
masuk dari lokasi itu di tutup. Mereka tidak bisa masuk. Jadi ini satu kasus yang
mohon mendapat perhatian.
Kemudian yang kedua kami mensinyalir setelah ada kesulitan ekspor
batubara sekarang ini, itu ada PKP2B yang bermitra kemudian produksi tambang itu
dibuatkan surat kirim IUP, IUP daerah. Persoalannya kami melihat di sini ada
42
masalah di royalti, kalau PKP2B kan 13,5 persen, sedangkan daerah ini tentu
tergantung kalori. Nah ada selisih banyak ini, selisih banyak ini. Nah, mohon ini bisa
juga menjadi perhatian kita.
Kemudian yang ketiga diekspos tadi tentang luas wilayah untuk PKP2B, kalau
tidak salah kayak Arutmin itu 30.000 lebih yaluasnya, ini kasus saja contoh, lalu
selama 15 tahun, 20 ini mereka bisa melakukan operasi tidak, mungkin sekitar
6.000, mungkin data saya salah Pak. Nah, persoalannya kita tidak tahu sisa ini
kapan mereka lanjutkan, sementara masyarakat sebagai pemilik lahan ini minta
supaya ada kejelasan. Ada hubungan juga dengan religius ya, ini mungkin di
Undang-Undang Pertambangan yang 2004 saya kira juga ada, ini kira-kira
bagaimana ini pelaksanaannya.
Kemudian yang keempat ada juga kasus juga PKP2B Indoabara, Pak, ini
melakukan penambangan di sebuah kampung gitu ini tanah rakyat sudah digusur
kebun-kebunnya, tetapi hak kompensasi kepada masyarakat sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Pertambangan itu mereka tidak diberikan. Ada surat
sebenarnya, tapi belum sempat kami sampaikan kepada Ketua.
Ini beberapa hal yang menurut kami perlu menjadi perhatian.
Kemudian yang batas CNC tadi, kami tidak melihat di Kalsel itu ada, kecuali
Kaltim yang ada pencabutan hilir ya. Di Kalsel saya lihat belum terdata di sini.
Ini saya kira ini beberapa hal yang kami tambahkan. Terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Sudah semua menyampaikan.
Silakan kalau ada Pak Kurtubi silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (DR. KURTUBI, S.E.,
M.Sp., N.Sc.):
Ya terima kasih Pak Ketua.
Ini maaf saya terlambat karena ada acara. Nama saya Kurtubi, Nomor
Anggota 26, Dapil Nusa Tenggara Barat, Fraksi Partai Nasdem.
43
Saya ingin menanyakan beberapa hal pertama terkait dengan Undang-
Undang Minerba yang banyak sekali kelemahannya, tadi sudah diutarakan beberapa
kelemahannya, tapi pada kesempatan ini saya juga akan memaparkan kelemahan
sistem IUP (Izin Usaha Penambangan). Kita sudah lihat dampak negatifnya luar
biasa, otoritas mungkin terlalu besar diberikan kepada bupati, sementara sistemnya
di tingkat kabupaten itu belum meyakinkan begitu. Ada kasus tumpang-tindih lahan,
lalu perkara Camber Line, apa, tidak tahu sampai dimana, pemerintah yang dituntut
ya. Menurut pendapat saya adalah perbaikan Undang-Undang Minerba, mungkin
evaluasi IUP ini perlu dilakukan secara tajam untuk dilakukan perubahan rezim IUP.
IUP ini mirip sekali dengan konsesi zaman kolonial ya. Di dalam Undang-Undang
Pertambangan zaman kolonial. Konsesi itu diberikan kepada perusahaan, yang
memberikan konsesi adalah pemerintah kolonial, penerima konsesi itu berkuasa
penuh atas wilayah itu, khusus menyangkut operasi pertambangan, berkuasa penuh
produksi, cost, penjualan, produksi dan seterusnya, yang penting bayar royalty sama
pajak. Royaltinya sangat-sangat rendah, untuk emas satu persen di kontrak karya
yang kemarin juga sampai sekarang satu persen mungkin sekarang menjadi 3,75
begitu yang amat sangat rendah. Ini salah satu faktor mengapa penerimaan negara
PNBP dari sektor pertambangan kita ini amat sangat rendah. Jadi kalau di total
penerimaan negara dari pajak pertambangan PN plus PNBP pertambangan enggak
sebanding dengan tingkat produksi sama tingkat ekspornya. Tidak sebanding
banget. Penyebabnya antara lain royalti yang sangat rendah meskipun batubara
sudah 13,5 dibanding sistem produksi sharing contract di perminyakan ya negara
memperoleh pajak dari migas, PNBP dari Migas digabung dibikin prosentase
terhadap nilai produksi relatif jauh di atas sektor pertambangan kita. Jadi saya
cenderung berpendapat IUP-nya yang kita sempurnakan dalam Undang-Undang
Minerba yang akan datang dimana orientasinya bagaimana penerimaan negara
harus di tingkatkan ya. Lebih-lebih di Undang-Undang Minerba sedikit berbeda
dengan di Migas, di Minerba ini masalah ownership, kepemilikan atas proven
reserve batubara, emas, perak, tambang itu yang memiliki itu siapa? Kalau di Migas
disebutkan milik negara, baru menjadi milik kontraktor setelah di pelabuhan tujuan
atau di titik serah. Ya milik negara disebut. Di Minerba tidak disebut milik siapa
proven reserve ini, yang di perut bumi atau yang sudah diproduksikan di atas
permukaan bumi.
Nah bagian-bagian yang sangat-sangat penting yang masuk dalam hal-hal
yang perlu di dalam perbaikan Undang-Undang Minerba ke depan. Kami
mengharapkan pihak pemerintah ikut memikirkan ini agar kita tidak melanggar
konstitusi, karena konstitusi mengatakan kekayaan di perut bumi itu dikuasi negara,
dimiliki negara ya.
Lalu lebih spesifik pertanyaan saya sampai sejauhmana divestasi newmont
PTNT yang sasarannya 51 persen, sampai dimana? Saya kebetulan Dapil ini Nusa
Tenggara Barat ya.
Demikian yang bisa saya sampaikan kesempatan ini. Terima kasih.
44
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Semuanya sudah menyampaikan.
Terkait dengan pemaparan yang disampaikan oleh Saudara Dirjen tadi
mungkin ada beberapa catatan yang perlu saya sampaikan Pak Dirjen, walaupun ini
catatan periode yang lalu, tapi ini masih 2014 ini ada Panja Minerba ya. Saya
sampaikan supaya diingat kembali dan juga diketahui oleh kita semua
kesepakatannya. Pertama adalah Dirjen Minerba untuk mengoptimalkan target
PNBP Tahun 2014 yang disebutkan tadi Rp.39.665.000.000.000. Yang tadi
disampaikan oleh Pak Airlangga baru tercapai 35 Pak ya. Ini sudah kesepakatan
dengan pemerintah. Kemudian juga mendesak Dirjen Minerba untuk menyampaikan
potensi produksi, pajak dan PNBP dari sektor Minerba tahun 2015 dan optimalisasi
target yang bisa dicapai untuk peningkatan penerimaan negara dari sektor Minerba.
Dan juga meningkatkan pembinaan penyelenggaraan pertambangan di daerah
dalam rangka optimalisasi penerimaan negara. Selanjutnya Dirjen Minerba untuk
mengambil tindakan tegas kepada perusahaan IUP, CNC, kontrak karya, dan
PKP2B yang belum menyelesaikan kewajiban PNBP. Kemudian juga meningkatkan
kerja sama dengan aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum dan
penindakan tegas pertambangan illegal di daerah. Selanjutnya juga melaporkan
rencana WPN dan WUPK hasil penciutan wilayah KK, kontrak kerja, dan PKP2B
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 untuk mendapatkan
persetujuan dari Komisi VII DPR RI.
Ini saya sengaja bacakan Pak, tolong juga nanti dilaporkan terkait dengan
kesepakatan ini. Kemudian juga ada juga di 2014, 1 September rencana wilayah
pencadangan untuk mendapat persetujuan DPR sesuai amanat Pasal 27, 28
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Progres secara komprehensif peningkatan
nilai tambah melalui pengolahan dan permurnian mineral dan/atau batubara di
dalam negeri sesuai amant Pasal 102, 103, dan 104 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009. Kemudian potensi pendapatan negara dan daerah sesuai amanat
Pasal 128, 129,130, 131,132 , 133, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Kemudian proyeksi mengutamakan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam
negeri sesuai amanat Pasal 106 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Progres
divestasi sesuai amanat Pasal 112 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Perubahan KK dan PKP2B menjadi IUPK sesuai amanat Pasal 169 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009. Karena ini salah satunya adalah evaluasi terhadap undang-
undang makanya saya sampaikan ini Pak Dirjen, supaya selain apa yang sampaikan
oleh teman-teman tadi juga ini dilaporkan kepada Komisi VII terkait apa yang sudah
disepakati dan sekaligus ini merupakan bagian dari agenda kita mengevaluasi
Undang-Undang Minerba yang berlaku saat ini.
45
Jadi memang tadi sudah cukup lengkap Pak Dirjen, mungkin saya hanya
menambahkan sedikit saja, ada informasi bahwa ekspor pertambangan kita yang
tercatat itu dengan realisasi riilnya katanya itu berbeda, lebih besar yang riilnya,
sehingga ini kan menimbulkan potensi kerugian negara. Tentu itu salah satu yang
harus dibangun adalah kerja sama yang intens dengan aparat hukum, Pak. Karena
memang kalau ada yang ilegal tentu dia tidak membayar pajak dan lain sebagainya
karena memang negara-negara lain memberi informasi lebih besar dari yang yang
tercatat kita ekspor. Itu ada salah satu satu catatan yang disampaikan.
Kemudian untuk memudahkan kita, kita ingin tahu Pak Dirjen, tolong
dibikinkan petanya, pertambangan nasional kita itu seperti apa eksistingnya dan
potensi-potensi yang sudah di dicatat itu yang berpotensi untuk di eksplorasi dan lain
sebagianya, mohon kira diinformasikan Pak secara tertulis, sehingga memudahkan
kita untuk mempelajari terutama bagi kita-kita yang tidak bersentuhan langsung
dengan pertambangan ini supaya kita bisa menganalisanya lebih komprehensif ya.
Begitu juga tadi disampaikan bahwa dari 10.000 itu ya, 10.000 berapa tadi
Pak Dirjen, 10.653 IUP, kemudian yang CNC-nya 5.999, nah ini prosesnya apa
betul-betul sudah transparan dengan meloloskan 5.999 ini, apakah tidak ada aspek-
aspek lain yang menyebabkan yang 5.999 ini lolos, yang 4.694 ini tidak lolos. Ini
perlu Pak, perlu kami mendapatkan datanya, supaya kita juga bisa melakukan fungsi
pengawasan. Jangan sampai terjadi ada aspek-aspek lain yang bisa menyebabkan
satu lolos, yang lainnya tidak lolos atau kalau tadi informasi dari teman-teman kalau
diterapkan betul-betul CNC-nya secara ketat apakah betul bisa lolos sebesar itu
sampai 5.999.
Dan masih banyak sebetulnya pertanyaan-pertanyaan yang bisa kami
sampaikan tapi namun demikian kami beri kesempatan dulu kepada Pak Dirjen
untuk menyampaikan jawaban setelah itu mungkin kita bisa tanggapi kembali apa
yang disampaikan Saudara Dirjen. Untuk selanjutnya untuk menyingkat waktu kami
persilakan kepada Pak Dirjen untuk menyampaikan jawaban dan tanggapannya.
DIRJEN MINERBA:
Baik terima kasih.
Bapak Pimpinan dan Anggota Dewan yang saya hormati,
Ini cukup banyak pertanyaan dan bukan hanya berat, sangat berat sekali ini,
mungkin masih, kita masih bersemangat, kami juga masih bersemangat, dan tetap
bersemangat, karena awal tahun ini ya.
Saya akan mulai menjawab dari penanya pertama Pak Falah Amru Pak.
46
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Pimpinan, interupsi sebentar Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik. Silakan Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Kami mengusulkan Pak untuk dirangkum saja, kemudian yang di-higlight
yang penting-penting dulu, sisa, tapi semua pertanyaan satu persatu harus dijawab
secara tertulis.
Usulan kami Pimpinan. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Boleh bagus Pak.
Jadi begini kan pertanyaan itu pada prinsipnya bisa dikelompokkan dalam
beberapa cluster Pak Dirjen, jadi tidak perlu menyebutkan pertanyaan si A, si B,
tolong dijawab saja perkluster, tapi nanti tolong setelah rapat dengan waktu tertentu
paling lambat hari apa disampaikan jawaban tertulis terhadap pertanyaan masing-
masing anggota, nanti itu akan kita sampaikan kepada seluruh anggota, apabila
masih ada hal yang perlu diklarifikasi tentu kami lakukan pada rapat selanjutnya.
Termasuk kepada menteri.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (TONY
WARDOYO):
Ketua, mungkin waktunya seminggulah Pak, paling tidak tanggal 21 Januari
kita sudah dapat jawaban tertulisnya secara jelas, lengkap.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Pimpinan, kanan Pimpian.
47
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Mungkin jangan terlalu lama seminggu, pokoknya sebelum Raker dengan
Menteri ya mungkin 3 hari lah. Ini hari apa sih? Seninlah mestinya sudah masuk,
saya kita tidak masalah kalau cuma jawabannya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Ya, ya setuju Pimpinan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Sebelum rapat dengan menteri untuk bahan masukan kita.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Setuju Pak Dirjen hari Senin ya?
DIRJEN MINERBA:
Kalau Pak Dito tanya harus siap kita Pak, karena beliau paling lama di sini,
Pak.
KETUA RAPAT:
Termasuk ini Pak, termasuk proses pelelangan dirjen sudah sampai di mana
Pak?
DIRJEN MINERBA:
Bagus juga nanti tanyakan Pak Menteri Pak. Jadi 4 Dirjen akan diganti saya
kira.
48
KETUA RAPAT:
Persoalanya Pak Dirjen tidak ikut mendaftar Pak. Ini yang jadi repot lagi Pak.
Silakan Pak Dirjen.
DIRJEN MINERBA:
Baik, kalau saya bisa kluster Pak, ada lima Pak, pertama kaitan smelter,
kemudian negosiasi, ketiga pengelolaan IUP Pak ya, keempat kaitan dengan PNBP,
kelima adalah kaitan dengan Permen, karena tadi harus merespons juga Asosiasi
Bauksit Pak ya yang datang ke sini.
Baik, saya akan bicara kaitan smelter. Jadi kalau kita mengacu kepada
undang-undang yang pernah ada setelah kemerdekaan, ada dua undang-undang,
pertama Undang-Undang No 11 Tahun 1997, ini agak filosofi sedikit, bicara
mengenai pengolahan, pemurnian bukan cerita baru, Undang-Undang No. 11 itu
sangat tegas, bahwa yang disebut pertambangan adalah eksplorasi, eksploitasi,
mengolah, memurnikan, mengakut dan menjualnya. Masalahnya adalah pemerintah
tidak mengawal dengan baik. Bicara memurnikan maka kalau kita lihat praktek-
praktek ekspor raw material ini bukan hal yang baru, bauksit itu sudah diekspor 1928
Pak ke Jepang. Jadi kalau ada yang menuduh bahwa kita lebih menhidupi industri
orang itu tidak salah. Untuk meyakinkan pentingnya ini maka sebenarnya Undang-
Undang Nomor 4 itu punya filosofi, resources kita itu banyak, tetapi kalau kita dari
sisi manfaat kita punya penduduk 240 juta Pak, maka kalau kita bagi itu tidak-tidak
banyak manfaat bagi negara kalau kita hanya mengekspor raw material. Jadi
filosofinya pada saat kita menyusun itu adalah kita ingin menjadikan resources kita
ini untuk mem-fit atau memasok downstream industry, jadi lebih tepat adalah
bagaimana menghidupi industri-industri manufaktur dalam negeri, di Indonesaia. Itu
pada tahun 2002, 2004 kita waktu menyiapkan undang-undang ini.
Kalau kita lihat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 itu adalah waktu yang kita
berikan 5 tahun, tidak peduli dia kontrak karya ataupun IUP. Kalau kita lihat produksi
pelaku usaha itu sudah tahu, kalau kita lihat trend produksi itu mulai dari 3 juta
misalkan, 4 juta biji nikel tahun 2006 itu menjadi 60 juta Pak. Jadi asimtotik begitu
naiknya, meningkat sekali. Kemudian bauksit juga begitu 1,5 menjadi 56 juta. Ini
sangat eksploitatif sekali ini. Jadi kalau kita lepas itu juga akan sama halnya kita
tidak akan bisa mengendalikan ini. Sementara Pak Airlangga benar, bahwa kita ini
sudah waktunya juga memasok untuk Asahan. Jadi kalau Asahan itu produksi 1 juta
kita butuh 3 juta feeder bauksit, 3 juta alumina untuk masuk ke Asahan. Siapa yang
memproduksi alumina? Belum ada, smelting grade alumina belum ada di Indonesia,
kecuali chemical grade alumina yang ada di Antam yang sudah produksi. Jadi inilah
yang sangat kita pikirkan bagaimana kita bisa membangun industri berbasis alumina
untuk bukan hanya untuk aluminium tetapi aloid, campuran sampai flat-flat
turunannnya.
49
Yang dimaksud dari teman-teman Asosiasi itu sudah dibahas Pak, manakala
kita membuat persyaratan minimal produksi pengolahan, hasil pengolahan,
permurnian itu sudah dibahas. Jadi ada tim khusus yang terdiri dari pakar-pakar ITB,
LIPI, BPPT, kemudian Balitbang ESDM itu berkumpul mana yang disebut
pengolahan, mana yang disebut pemurnian. Makanya yang dimaksud teman-teman
Bauksit tadi, asosiasi, yang cuma nyuci-nyuci saja itu bukan termasuk kategori
pengolahan. Jadi harus ada unsur teknologi, kimia, fisika, seperti produksinya dari
bijih tembaga menjadi konsentrat ini pekerjaan sangat berat sekali, kemudian
sampai ke tembaga. Jadi kalau mau mengolah itu adalah bijih tembaga menjadi
konsentrat tembaga, kemudian menjadi tembaga.
Kendalanya apa? Ini memang kita harus akui kelemahan pemerintah dalam
konteks ini, kalau kita ingin membangun smelter maka butuhkan insfrastuktur dan
energi. Belum ada kita fair mengatakan harmonisasi antara kebijakan penyedian
energi dengan keinginan membangun smelter, maka ini membuat kita tersendat-
sendat. Yang ketiga adalah, jadi yang pertama energi, infrastruktur, yang ketiga
pembiayaan. Sangat sedikit perhatian perbankan Indonesia dalam membangun
smelter ini. Maka kalau kita, negara ingin memiliki kebijakan smelter maka ketiga
aspek itu harus dilakukan. Dan ini sedang dilakukan oleh pemerintah dimana
beberapa kawasan industri itu dibangun di Sulawesi, di Maluku, dan juga di Papua.
Kemudian kaitan dengan negosiasi, tadi saya ingin mengatakan bahwa
memang ujung-ujungnya adalah penyelesaian amandemen. Amandemen kontrak.
Amandemen kontrak maka kalau kita sudah sepakat 6 isu tadi dalam MoU, maka ini
dituangkan ke dalam amandemen. Ini bukan pekerjaan mudah karena manakala kita
mendetilkan masalah fiskal sampai saat ini masih terkendala dengan kesepahaman
antar Kementerian Keuangan mewakili pemerintah dengan pemegang kontrak.
Masalah PBB, menghitung PBB saat ini, ini beda dan PBB dahulu kala dimana ada
pajak, pajak landrent, ada royalti, ada tubuh bumi, ada ganti tegakan hutan. Ini
empat aspek ya, sehingga kalau kita bandingkan PBB saat dulu dengan sekarang ini
10 kali lipat, dan ini menjadi keberatan pelaku usaha. Dan ini yang tengah dibahas
antara Kementerian Keuangan dengan dengan PKP2B ataupun KK. Jadi kalau kita
bicara amandemen yang paling pelik adalah masalah penerimaan negara, ini PR-
nya pemerintah terutama kaitan dengan non pajak. Memang pemerintah itu memang
inginmya enak Pak, manakala dia bicara pajak apa yang ada di kontrak karya
PKP2B itulah yang berlaku, padahal PPh sekarang kan 24 persen, kalau kita lihat
PKP2B membayar kan 45 persen ini generasi satu, generasi 3, 35 persen. Demikian
juga KK membayar PPH kan 35 persen. Jadi untuk non pajak itu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, tapi manakala itu diterapkan, ini penghitungannya sering
menjadi konflik antara pelaku usaha dengan Kementerian Keuangan yang mewakili
pemerintah.
50
Kemudian kaitan dengan IUP sebenarnya kita bersyukur ada data IUP saat ini
Pak, data yang pernah ada itu 10.900, sekarang praktis yang clear dan clean
jumlahnya menjadi 10.600 ya, sekitar itu. Jadi 300 itu praktis sudah dicabut.
Saya mohon kalau ada waktu Pak, mohon kita bisa kami mengundang
Bapak/Ibu untuk datang ke Minerba Pak, melihat bagaimana MOBI itu bekerja dan di
situ kita tahu mana yang tahapannya produksi, mana tahapannya eksplorasi dan
sebagainya.
Saya sedikit tadi mengenai smelter, persyaratan membangun smelter itu
banyak Pak, pertama adalah rencana, kemudian ada enggak cadangan yang
memasok bijinya, clear and clean tidak dia, ke mana produksinya itu dikirim,
produksinya apa. Jadi tidak sembarangan membangun smelter itu. Maka inilah yang
menjadi alat monitoring kita kepada smelter.
Kemudian kaitan PNBP memang target kita 39, Pak, kita hanya dapat 35,
memang harga batubara itu turun 40 persen. 40 persen, demikian juga komoditi lain.
Kalau kita lihat semua komoditi itu anjlok pada tahun lalu dan saya tidak tahu
apakah akan reborn pada tahun ini. Tadi ada pertanyaan kenapa bisa lebih tinggi
dari pada tahun 2013? Memang tingkat kepatuhan membayar lebih baik sekarang.
Kenapa kita mewajibkan terutama batubara untuk membayar royalti di di depan,
kedua ada sistem ET, kalau tidak ada ekspor terdaftar yang kita keluarkan untuk
direkomendasikan perdagangan tidak mungkin melakukan ekspor. Kemudian ke
depan kita akan menata pelabuhan, pelabuhan ekspor batubara. Contoh di
Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah itu ada 240 Pak, pelabuhan, luar biasa.
Pertanyaannya apakah ada, ada dua ini tidak, ada dan sebagainya. Jadi ini yang
akan ditata ke depan, dan kami sudah berbicara dengan Kementerian Perhubungan
untuk menata bersama-sama pelabuhan ini.
Kemudian kaitan dengan, tadi pertanyaan paling bagus tadi yang perlu
menjadi perhatian, Pak Satya, ini Permen Pak, memang Pak Wacik bulan
Desember, saya ingat mengatakan di sini, bahwa kita sama-sama melanggar
undang-undang loh kewajiban memurnikan itu kan KK 5 tahun, 2014 14 Januari itu
berakhir. Maka dengan PP dan Permen itu di-extend sampai 2017. Praktis itu tidak
comply dengan Undang-Undang. Maka ini mungkin pada saat Raker bisa dibahas
dengan Pak Menteri apakah kita akan membiarkan seperti ini. Dan saya yakin
bahwa 2017 juga tidak akan tercapai, maka ini juga menjadi PR kita ke depan ini.
Karena apa? Memang tadi ada kelemahan di kita, energi tidak ada, infrastruktur
tidak ada.
Saya kira itu Bapak Pimpinan yang kami bisa dapatkan dan kami akan
memberikan jawaban tertulis.
51
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Pimpinan, interupsi dulu sebentar.
Yang 2017 tidak bisa tercapai, jadi artinya pelaksanaan atau penerapan
undang-undang ini agak susah kan? Ada pemikiran Perpu tidak? Supaya kita ini
dalam satu negara ini, karena negara hukum, masalah hukum itu ya harus utama
gitu. Jangan sampai kita ini, oh iya ini penting, penting, penting, kita bersepakat
untuk melanggar undang-undang kan repot.
WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Begini Pak, saya coba interupsi sebentar ya.
KETUA RAPAT:
Silakan. Karena yang dulu, ini sebentar, jadi perlu kita klarifikasi tadi ada
ucapan Pak Dirjenmenyatakan bahwa di DPR waktu itu kita sepakat melanggar
undang-undang, makanya saya tanya Pak Satya yang, mungkin Pak Dito juga kan
sebagai incumbent yang di Komisi VII apakah betul ini Pak, banyak yang lain-lain ya.
Ini Pak Satya dulu.
WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Kalimatnya tidak begitu Pak, saya ingat Persis karena saya yang mengajukan
Perppu saat itu. Kalimatnya adalah ore, kita bukan mengekspor ore. Kita sudah
sepakat kan di sini bahwa yang kita ekspor adalah bukan ore, gitu loh Pak. Tapi
tidak ada kalimat kita sama-sama melangggar undang-undang gitu di dalam forum
yang resmi. Mungkin bisa dibuka rekamannya kalau ada. Karena yang saya tahu
bahwa penerjemahan saat itu adalah kita yang penting, kan kita sepakat tidak ini
bukan ore ini, yang diekspor bukan ore, saya mengingatkan bahwa yang tertulis di
dalam Pasal 106 itu adalah pemurnian dan pengolahan. Nah itu yang sebetulnya
terjadi saat itu Pak. Makanya ide Perpu itu sebetulnya saya munculkan karena satu-
satunya jalan, karena kalau memang pemerintah merasa urgent, ada urgensinya
kan masalah pendapatan negara, yang berhak mengajukan Perpu pemerintah
sebetulnya ke kita. Jadi anu Pak, maksud saya jangan sampai nanti ini menjadi
perhatian bahwa seakan-akan Komisi VII yang kemarin bersepakat untuk melanggar
Undang-Undang. Tetapi kita waktu itu bersepakat yang ditangkap oleh anggota
bahwa yang diekspor bukan ore. Nah, itulah yang diterjemahkan sebagai Permen itu
berjalan tanpa comply dengan undang-undang tetapi tidak menjual ore, yang
diberikan apa, diberikan dispensasi. Itu yang seingat saya, mungkin Pak Dito bisa
menambahkan.
52
ANGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Baik, tambahan lagi Pimpinan.
Jadi mungkin pada waktu itu, kan Pak Sukhyar ada juga dengan Pak Menteri,
saya ingat betul karena saya ada di sini, awalnya memang beliau menyampaikan
bahwa pemerintah akan mengikuti Undang-Undang No.4 Tahun 2009, panjang
lebar, panjang lebar, terakhir beliau minta exception 6 item kalau tidak salah. Justru
itu kami tidak setuju sama sekali pada waktu itu, pokoknya kita stick pada Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa di situ yang di-highlight adalah material, raw
material tidak tidak boleh diekspor. Itu sepakat kita, malah pada waktu itu ada
banyak sekali tekanan-tekanan dari Kadin lah, segala macam, tidak, saya bilang.
Malah Pak Jero Wacik bilang ini Pak Dito ini yang kuning-kuning Kadin, saya bilang,
tidak, kita pokoknya stick pada undang-undang, karena saya ikut yang membuat
undang-undang.
Jadi begitu Pak, terima kasih Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Ramson.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Dirjen, saya ulangi lagi tadi, bahwa memang di undang-undang pitu jelas
apa yang harus dilakukan oleh semua stakeholder yang terkait, tetapi seharusnya
pemerintah membuat guidance, itulah tugas pemerintah, tugas Kementerian ESDM
saat itu, sehingga publik atau pengusaha atau siapa pun yang terkait diarahkan gitu.
Dari semua sumber daya yang ada, itu yang tidak ada Pak, sehingga pas di
pertengahan jalan keluar Permen, waktu itu Permen yang tidak boleh ekspor raw
material. Sekarang sesudah saya masuk Komisi VII, lagi, waktu keluar Permen itu
saya lagi pensiun Pak Dirjen. Saya juga baca saya heran kok bisa terjadi, tapi saya
pikir teman-teman saya saat itu Anggota Dewan yang terhormat di Komisi VII akan
mengkritisi. Sekarang saya lihat sudah ada Permen, dan ini melanggar undang-
undang, Pak Ketua. Jadi tolong di dalam, kita kan mau raker dengan Menteri ESDM
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke Menteri ESDM, antara lain tolong
dijelaskan apa langkah-langkah strategis Kementerian ESDM terhadap pelanggaran
undang-undang ini. Jadi mesti jelas dari Kementeriain ESDM apa road map-nya,
makanya waktu itu diperlukan antara Oktober ke Desember, Raker dengan setiap
53
menteri bukan apa-apa, kita mau lihat apa sih yang mau dilakukan, biasanya seperti
itu. Ini sudah melanggar undang-undang, ini artinya ke publik, kita memalukan juga
ini, di sini banyak wartawan ini di belakang ini. Bahwa peraturan-peraturan menteri
ESDM terkait tembaga, biji besi, pasir besi, mangan dan timbal, dan seng, itu sudah
melanggar undang-undang, apa konsekwensinya? Yang mau kita tanyakan di dalam
pertanyaan mau Raker nanti secara tertulis sebelum mulai Raker, kan ini Komisi VII
kan mengirimkan pertanyaan, harus dijelaskan oleh menteri apa langkah-langkah
untuk solusi terhadap pelanggaran ini. Ini melanggar Pak Dirjen. Soal itu
kesepakatan antara pemerintah, Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI,
waktu itu kita kurang tahu karena ini kan sudah lewat ini, beda itu, karena sesuai
dengan undang-undang tidak bisa berlanjut ini, ibarat undang-undang dalam proses
pun langsung berhenti dia, terkecuali ada keputusan politik, kalau keputusan politik
itu lain lagi. Itu Pak Ketua, supaya dijelaskan oleh Menteri nantinya, jadi mungkin
kita rapat dengan menteri bisa sehari penuh nanti ini, karena banyak masalah,
belum masalah BBM lagi.
Terima kasih Pak Ketua.
ANGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Pimpinan, tambahan sedikit Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Dito.
ANGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Ini agak serius soalnya.
Kalau tadi disampaikan bahwa Pak Menteri menyampaikan bahwa melanggar
Permen, kalau melanggar itu Permen adalah pemerintah, karena itu adalah produk
dari pemerintah. Yang kedua Permen Nomor 1 tersebut tidak pernah dikonsultasikan
dengan Komisi VII. Jadi saya minta tolong Bapak mencabut bawa kami kalau
memang melanggar pemerintah dan DPR itu, DPR-nya tidak pernah terlibat. Karena
itu produk-produk dari pemerintah, bukan dari DPR, yang kedua tidak pernah
dikonsultasikan dengan DPR.
Terima kasih Pimpinan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Pak Pimpinan, tambahan juga satu Pak Pimpinan.
54
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Tambahan saja yang terakhir.
Termasuk implikasinya juga Pak Dirjen, setelah Permen itu
diimplementasikan, IUP sudah dikeluarkan, kemarin pengusaha bauksit mereka
yang eksplorasi itu mereka tetap harus bayar ya $ 2 per hektar, yang eksploitasi $ 4
per hektar, satu tahun mereka tidak produksi tetapi kemudian tiba-tiba harus kena
denda bayar 6 milyar. Ini kesalahan siapa, padahal IUP dikeluarkan sendiri oleh
pemerintah pada saat itu. Mereka tidak bisa ekspor tapi mereka harus dibebankan
dengan semua biaya termasuk biaiya denda. Mestinya kalau Permen ini keluar,
Permen pada saat keluar dan ada diskriminasi seperti ini untuk yang bauksit IUP-
nya ditarik langsung supaya tidak terjadi eksploitasi lanjutan seperti itu. Yang terjadi
ini kan sudah sampai ditahap eksploitasi dan ini ada bauksitnya ini. Jadi ini di tingkat
implementasi ini juga ikut dipikirkan oleh Pak Dirjen.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Dirjen.
DIRJEN MINERBA:
Baik, pada tanggal 5 Desember 2013, saya tidak akan pernah lupa, saya
belum jadi Dirjen tapi saya diminta untuk mendampingi Pak Menteri, Dirjennya Pak
Thamrin, Pak Menteri meminta relaksasi ... ekspor, oleh sebab kenapa, kewajiban 5
tahun yang ada di undang-undang, practically, praktis, pada pengunjung 2013 belum
ada yang selesai dan belum ada yang memulai. Maka presiden pada saat itu
mengatakan betapa kontrak karya kan, kontrak karya tidak ada yang memurnikan
kan? IUP juga sama saja kan sedikit. Bank waktunya sama 5 tahun. Pada akhir
2013 belum ada, maka Pak Wacik, Pak Menteri, kita minta relaksasi dan semua
fraksi menolak. Ya Pak Dito ya, saya ingat itu. Itu baru pertama kali semua fraksi
menolak. Oleh sebab itu keluar PP Nio. 1, PP No. 1, walaupun kemudian
dikonsultasikan, bukan dikonsultasikan, disampaikan pada DPR, ini loh fakta yang
dihadapi setelah 5 tahun juga belum jalan, ditambah menjadi 2017. Maka manakala
kita menambah ke 2017 ya konsekwensi kata-katanya kan tidak comply dengan
undang-undang Pak, bahwa itu bahwa kita itu melanggar itu kan ini kan bahasa-
bahasa yang analog saja sebenarnya iya kan? Kan tidak comply kan? Itu satu.
55
Kemudian saya mungkin tidak ingin berpolemik, mungkin dalam rapat kerja
bagus ini dibahas, karena apapun juga 3 tahun itu tidak sesuai dengan undang-
undang. Itu fakta.
Kemudian Bu masalah bauksit, setiap pelaku usaha wajib membayar
landrent, wajib, tidak peduli dia tahapan eksplorasi atau eksploitasi walaupun dia
belum eksploitasi maka kalau dia keep itu IUP itu dia wajib membayar yang tadi $ 2
per hektar. Jadi memang wajib dia melakukan itu.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Pak izin kalau bisa interaktif.
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Kan sudah tidak produksi karena ketika Permen itu ke luar bauksid kan
dilarang untuk ekspor sampai di tingkat pemurnian. Nah kemudian mereka harus
kena denda lagi 6 milyar. Ini yang jadi pertanyaan kemarin semua Bapak-bapak
yang hadir dari asosiasi.
DIRJEN MINERBA:
Baik, kita tidak akan mengatakan IUP CNC kalau dia punya piutang, itu
syarat. Bisa jadi, saya akan cek Bu ya, kalau tahu IUP-nya apa, kita cek nanti,
jangan-jangan memang ada piutang tidak bayar landrent. Karena itu salah satu
persyaratan. Jadi tidak ada tumpang tindih kemudian lingkungannya bagus,
kemudian juga bayar kewajiban landrent, dan royalty.
Saya kira demikian. Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA PERJUANGAN (RAMSON
SIAGIAN):
Setengah menit lagi interupsi Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan.
56
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Jadi sebenarnya melarang ekspor sebelum 2014 itu melanggar undang-
undang, tetapi memperbolehkan ekspor raw material sesudah 2014 sesuai
peraturan menteri itu melanggar undang-undang, terkecuali undang-indang ini
diamandemen dulu. Ini kan kita semua harus taat hukum, yang membuat undang-
undang adalah DPR RI dengan pemerintah, seharusnya proaktif dari pemerintah
mengajukan ke DPR RI bisa diamandemen sehingga tidak melanggar undang-
undang. Kalau ini kan konsekwensinya jadi repot ini. Kita melanggar undang-
undang, jadi kita jangan membiasakan melanggar undang-undang, itu nanti ada
konsekwensi hukumnya kepada kementerian yang terkait. Itu Pak Ketua. Jelaskan,
kalau yang sekarang diperbolehkan itu melanggar undang-undang yang kemarin
diblok sebelum 2014 itu melanggar undang-undang. Nah ini nanti akan kita dalami
lagi dengan yang lebih tinggi Menteri ESDM.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Pak Ketua, Pak Ketua, satu yang terakhir Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Saya masih agak bingung ya. Kalau pemerintah kemudian, betul, kita semua
sama-sama tahu bahwa pemegang IUP itu wajib hukumnya bayaran landrent terus
apa gunanya mereka bayar landrent tetapi kemudian di-banding seperti itu.
Pemerintah mau dapat enaknya, tetapi ditingkat pengusaha mendapat kerugiannya.
Jadi ini kan harus ada win-win solution Pak, kita tidak mungkin lari dari situasi ini. Ini
yang harus dicari dan kita minta pertimbangan bersama, toh ini juga pengusaha
anak-anak negeri kita sendiri Pak.
Ya mungkin itu.
DIRJEN MINERBA:
Pak saya sedikit Pak.
57
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Dirjen diperjelas Pak biar semuanya jelas.
DIRJEN MINERBA:
Tidak ada ekspor raw material pasca 13 Januari Pak, even sampai 2017,
yang ada adalah hasil pengolahan. Cuma saya katakan tadi untuk KK itu wajib
memurnikan batasnya adalah 12 Januari 2014. Pada saat itu jatuh, KK itu belum
juga memurnikan, maka pemerintah mengatakan di PP No. 1 pemegang KK boleh
mengekspor hasil pengolahannya, maka kemudian berapa lama itu, diterjemahkan
di dalam Permen bahwa ditambah waktunya sampai 2017. Itu loh.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Pak Dirjen, ini mohon maaf saya tidak begitu anu, paham, PP itu
bertentangan tidak dengan undang-undangnya? PP yang membolehkan
mengekspor hasil itu bertentangannya tidak dengan undang-undangnya.
DIRJEN MINERBA :
Ini waktu PP itu dikeluarkan itu sudah konsultasi dengan pakar hukum,
diantaranya adalah Pak Yusril Ihza Mahendra. Jadi itu sudah dikonsultasikan.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Ini artinya posisi dari hukum pemerintah dululah, karena ini kan yang
membuat undang-undang kan pemerintah dan DPR. Artinya, karena mulai
melencengnya itu di mana, tadi Pak Airlangga mengingatkan itu peraturan menteri,
nah di atas peraturan menteri kan ada peraturan pemerintah, diatasnya lagi baru
undang-undang, nanti di bawah peraturan menteri jangan-jangan ada lagi keputusan
dirjen dan lain sebagainya, jadi kita ingin melihat garis atau benangnya ini mulai
beloknya itu di mana, itu yang, Kalau Permennya jelas bertentangan, jadi PP-nya ini
bertentangannya tidak gitu, Karena permennya itu mengacu ke PP gitu.
DIRJEN MINERBA:
Ini yang yang saya pahami dari pakar hukum Pak, jadi manakala pada 12
Januari itu belum ada hasil pemurnian yang yang ada maka pemerintah memiliki
katakanlah hak untuk diskresi mengeluarkan kebijakan untuk membolehkan itu,
membolehkan ekspor. Saya tidak mau, Pak Kardaya mungkin pada saat Raker kita
bahas ini dengan Pak Menteri, karena sebelum PP itu dikeluarkan memang sudah
banyak konsultasi yang kita lakukan dengan pakar hukum.
58
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Karena begini Pak, kita kan tujuannya sama bahwa negara hukum jadi kita
mencoba untuk bagaimana sebaik-baiknya agar kita selalu mengikuti ketentuan
peratuan perundangan ya. Nah mengenai PP itu pertanyaannya apakah
menyimpang atau tidak, tapi jelas bahwa di dalam undang-undangnya sendiri kalau
mau memberi kebijakan terkait dengan kebijakan ekspor apakah terus
dikonsultasikan, artinya dikonsultasikan itu harus, katakanlah qoute unqoute ya,
mendapat, tidak tahu, mendapat persetujuan atau ya kata-katanya bukan
persetujuanlah, artinya sepengetahuan atau apa dengan DPR. Nah ini yang, kalau
misalkan itu hanya atas pandangan ahli hukum tetapi tidak atas dasar konsultasi
dengan DPR maka ada kata kunci di dalam undang-undang itu yang tidak dipenuhi
yaitu konsultasi. Itu yang dimaksud.
KETUA RAPAT:
Saya rasa persoalan ini kan ada beberapa hal yang masih menjadi
pertanyaan kita, apakah itu bertentangan dengan undang-undang atau tidak.
Sebetulnya memang itu memang kewenangan pemerintah ya membuat peraturan
apa tadi, menteri ya, permen ya, permen itu kewenangan pemerintah. Sebenarnya
tanpa dikonsultasikan kita pun itu kewenangan pemerintah, tetapi kalau itu
melanggar itu juga pemerintah yang bertanggung jawab, seperti yang disampaikan
Pak Dito tadi, tidak bisa dikatakan bahwa DPR ikut menyetujui. Kalau kita
meragukan setahu saya kalau tingkatan Permen itu harusnya konsultasinya ke
Mahkamah Agung ya, Ya kalau tidak salah. Kecuali kalau undang-undang baru ke
Mahkamah Konstitusi.
Jadi nanti mungkin bisa kita dalami, tapi yang menjadi pertanyaan teman-
teman kemarin memang ada beberapa yang dianggap diberi privilege Pak, seperti
Freeprot dan Newmont, ini kalau tidak salah, asosiasi apa yang mengatakan
kemarin, Asosiasi Bauksit ya, kenapa Freeport dan Newmont diberi privilege
tertentu, tidak diberlakukan sama. Kalau memang ada aspek politik tentu
penjelasannya kan akan berbeda Pak, kita tidak bisa bicara normatif, bicara masalah
hukum di sini. Jadi mohon kiranya nanti karena beliau Dirjen, sedangkan yang
mengeluarkan adalah menteri memang nanti harus pada rapat dengan menteri bisa
baru bisa dituntaskan Pak, supaya tidak terlalu panjang ya perdebatan kita.
Mungkin masih ada yang lain yang di luar permen tadi? Cukup ya? Kalau
cukup, kita masuk kesimpulan saja. Ini kan adalah bagian dari rapat yang nanti
akhirnya, ujungnya rapat dengan menteri. Karena tadi Pak Dirjen bertanya, Pak
Menteri bertanya kenapa saya tidak diundang katanya. Pak Dirjen ya, karena Pak
Menteri nanti terakhir setelah kita dapat masukan-masukan dari seluruh Dirjen. Oh
59
sudah diundang waktu itu Pak. Kalau sekarang agak belakangan. Jadi nanti akan
kita dalami lagi bersama-sama pada rapat kerja dengan menteri.
Silakan ditayangkan kesimpulannya.
Tolong dikoreksi, biasanya yang teliti Pak Ramson biasanya, soal kalimat,
karena beliau waktu SMA nilai bahasa Indonesianya 10.
Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Jenderal Mineral dan batubara untuk
segera menata dan menyelesaikan seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang
hingga saat ini belum berstatus clean and clear.
Bagaimana ini, sudah benar belum ini? Pak Kurtubi? Sudah oke ya. Setuju
ya?
(RAPAT : SETUJU)
Clear and terbalik itu. Clear dulu baru clean. Tidak ada Clear and Clean.
Tidak bisa clean Pak ya, kalau tidak clear dulu.
Dua, Komisi VII DPR RI meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara
untuk mendorong dan melakukan optimalisasi percepatan pembangunan smelter
dan menyampaikan laporan perkembangan kepada Komisi VII DPR RI secara
berkala setiap triwulan.
Smelter ini kelihatannya memang perlu ada upaya khusus ini Pak, jadi harus
dilaporkan triwulan, dan ada permasalahan-permasalahan jika perlu kita bikin rapat
tersendiri. Setuju?
Waktunya terserah.
DIRJEN MINERBA:
Tiga bulanan itu kecepatan, 6 bulan paling, 6 bulanan, kalau 3 bulan baru
bangun fondasi.
KETUA RAPAT:
Per semester ya? setiap semester ya?
DIRJEN MINERBA:
Ya.
60
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Tapi mulai laporannya kapan, hari ini kan belum jelas, terperinci.
KETUA RAPAT:
Berarti 6 bulan dari sekarang.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Maksud saya ini kan laporannya belum jelas ini di mana saja yang dibangun,
belum terperinci ini baru secara umum, tapi sejak pertama kali nanti dilaporkan
secara terperinci baru per 6 bulan gitu Pak Ketua, itu bahasanya yang pas.
Sekretariat bisa main-mainkan laptopnya dulu.
KETUA RAPAT:
Untuk pertama kali dilaporkan, kapan Pak Dirjen, setelah itu baru 6 bulan itu.
DIRJEN MINERBA:
Kami akan melaporkan rinci apa yang dimintakan Pak Ramson, saya kira
sudah ada informasi.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):
Dimasukan secara tertulis saja Pak Ketua. Jadi laporan pada tahap pertama
dimasukan secara tertulis selanjutnya kita evaluasi setiap 6 bulan.
61
DIRJEN MINERBA:
Ya, saya kira begitu.
KETUA RAPAT:
Oke.
Jadi Komisi VII melakukan optimalisasi pembangunan smelter dan
menyampaikan laporan secara tertulis.
Tidak, tidak, itu yang di atas. Yang di atas dulu, sebelum perkembangannya.
Laporan secara tertulis paling lambat, tanggal, berapa Pak Dirjen? Baru setelah itu 6
bulan Pak.
DIRJEN MINERBA:
31 Januari lah.
KETUA RAPAT:
31 Januari.
DIRJEN MINERBA:
Saya kira begitu, akhir Januari.
KETUA RAPAT:
31 Januari 2015.
Apa?
Tidak, ini kan laporan smelter Pak.
Dan perkembangannya kepada Komisi VII DPR RI dilaporkan secara berkala
setiap dan selanjutnya dan selanjutnya perkembangan
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, dan menyampaikan laporan secara tertulis kepada komisi VII DPR
RI paling lambat tanggal 31 Januari 2015 dan selanjutnya secara berkala setiap
semester.
62
KETUA RAPAT:
Dan selanjutnya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Ya jadi laporan secara tertulis kepala Komisi VII DPR RI paling lambat
tanggal 31 Januari 2015. Lebih indah lagi, laporan tahap pertama secara tertulis
kepada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 31 Januari 2015
KETUA RAPAT:
Dan selanjutnya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Dan selanjutnya
KETUA RAPAT:
Dan saya rasa bukan itu. Dan perkembangan selanjutnya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Ya, dan perkembangan selanjutnya dilaporkan setiap triwulan, satu semester,
setiap semester.
KETUA RAPAT:
Dan perkembangan selanjutnya dilaporkan secara berkala setiap semester.
Gitu saja. Tidak usah diulang-ulang DPR RI-nya. Pasti itu maksudnya. Dan
perkembangan selanjutnya dilaporkan secara berkala setiap semester.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Iya. Pas, Ketua.
63
KETUA RAPAT:
Setuju?
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Saya seperti tulis jawab, Pak Ketua kalau diangkat dikit saya jadi agak
bingung. Agak ditekan dikit baru saya seperti diesel.
Terima kasih, Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Pak Ramson ini cocok menjadi libas, Pak. Ahli bahasa. Setuju, ya?
(RAPAT : SETUJU)
ANGGOTA FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Interupsi, interupsi!
KETUA RAPAT:
Silakan, Pak Harry.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY
POERNOMO):
Terima kasih, Pimpinan. Saya hanya ingin mengajak kita supaya lebih
realistis. Tadi Pak Dirjen menyinggung mungkin tahun 2017 pun belum akan selesai
itu, smelter-smelter itu. Bagaimana tindakan kita kalau ternyata smelternya ini juga
progress-nya nol. Maksud saya begini, jangan lagi kita hanya berwacana di sini.
Jadi, kita sudah punya antisipasi kalau ternyata gagal, action kita apa? Apakah
terkait pembangunan fisik? Apa terkait revisi undang-undang itu bisa saja. Ini mohon
kalau bisa disetujui dimasukkan dalam kesimpulan ini. Jadi kita sudah antisipatif.
Jangan seperti yang sekarang ini dulu tanpa antisipasi kalau kegagalan terjadi
kegagalan kita tidak punya solusi. Nah, sekarang belajar dari pengalaman yang lalu
kita harus sudah punya solusi kalau rencana atau harapan kita itu tidak terwujud.
Jangan kita nanti salah-menyalahkan, melanggar aturan lah, melanggar undang-
undang ini. Jadi kita lebih berpikir yang lebih realistis lah. Kita sudah terlalu lama,
capai kita berwacana. Sementara kita menganggap smelter ini dibutuhkan oleh
64
Republik. Karena ini meningkatkan nilai tambah, membuka lapangan pekerjaan,
ketahanan nasional mungkin, dan sebagainya-sebagainya.
Terima kasih, itusaja.
KETUA RAPAT:
Ini jadi catatan, Pak.
Ini pekerjaan pemerintah dalam rangka mengawasi ini supaya smelter itu
jangan sampai tidak selesai, Pak. Oleh karena itu, laporan tiap 6 bulan itu memuat
persoalan-persoalan yang menghambat, dan lain sebagainya. Jadi, kalau kita tidak
ada laporan kita tidak tahu apa persoalannya. Dari laporan itu tentu kita bisa
mengambil sebuah tindakan mengadakan rapat, dan lain sebagainya.
Jadi, sekarang ke nomor 3, apa ini,
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):
Nomor 3, Pimpinan izin. Karena ini kan kapasitasnya Pak Dirjen.
KETUA RAPAT:
Ya betul, menurut saya ini jangan di Dirjen.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):
Ini kapasitasnya dengan Pak Menteri.
KETUA RAPAT:
Dengan Pak Menteri di-drop saja.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA
HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):
Juga kita belum membahas ini secara detail. Jadi, mohon yang ketiga ini di-
drop dulu.
65
KETUA RAPAT:
Di-drop saja itu, karena bukan kewenangan dirjen. Ini Permennya menteri ini.
Terus, berikutnya mana?
Nomor 3 Komisi VII DPR RI meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara
untuk menyampaikan laporan hasil akhir renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebelum dilakukan
penandatanganan amandemen kontrak kerja dan PKP2B.
Ini yang disampaikan tadi, Pak. Supaya jangan tanda tangan kontrak dulu kita
harus tahu dulu, Pak persoalan-persoalan itunya.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan, Pak.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Hanya ingin menambahkan yang paling akhir. Ini kan tujuannya bahwa apa
yang akan ditandatangani itu kita Komisi VII DPR kan tahu isinya, kan. Kira-kira
begitu kan maksudnya. Nah, kalau maksudnya itu maka mungkin ada baiknya
mereka menyampaikan yang nomor 3 itu ada batas waktunya misalkan paling
lambat satu minggu sebelum penandatanganan kontrak. Jangan sampai
disampaikannya itu hanya katakanlah setengah jam sebelum penandatanganan
kontrak. Jadi, manfaat daripada penyampaiannya itu tidak begitu optimal gitu, jadi
ada batasnya kapan. Kalau saya sih satu minggu cukuplah untuk mampu membaca
mengetahui
KETUA RAPAT:
kalau ini, ini, Pak bukan menyampaikan draft perjanjian kontrak, Pak. Jadi
apa yang terjadi dalam renegosiasi itu hal-hal substansial sebelum diputuskan
bahwa ini akan diperpanjang.
66
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Ya, itu termasuk. Jadi, apa-apa yang akan poin-poin penting yang akan
masuk di dalam kontrak itu kita sudah tahu, Pak, kan. Maksudnya kan begitu. Tetapi
kalau tahunya pada saat kontrak atau hanya beberapa jam sebelum kontrak itu kan
KETUA RAPAT:
Ya, tapi istilahnya di sini dibahasanya sebelum putuskan untuk dilakukan
amandemen. Saya rasa itu, Pak. Jangan tanda tangan.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Jelas saya pikir.
KETUA RAPAT:
Jadi angan tanda tangan. Coba di kalimatnya itu. Kalau tanda tangan seperti Pak
Kardaya tadi, kesannya hanya mau tanda tangan, dikasih draftnya gitu kan.
Sebelum diputuskan, diputuskan, diputuskan dilakukannya amandemen.
Tanda tangannya dihilangin, dilakukan amandemen.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Mohon maaf, ya. Karena ya mungkin sekarang berbeda, begitu, Di birokrasi
itu tidak ada waktu yang pasti diputuskannya itu. Kontrak itu ya diputuskannya pada
waktu tanda tangan. Ini nggak ada keputusan bahwa, ya, diputuskan, ditandatangani
itu. Jadi, sesuatu yang tidak, apa namanya, tidak ada yang spesifiknya, begitu.
DIRJEN MINERBA:
Pak, Kalau boleh, Pak.
KETUA RAPAT:
Silakan, Pak Dirjen.
67
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Ya silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIAPERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Pak Ketua, kalau boleh poin yang tadi dihilangkan itu. Sebenarnya ini kan
intisari pembahasan kita tadi berkaitan dengan persoalan yang ada di dalam
Undang-Undang Migas dan turunannya ke permen. Mungkin formulasinya tidak
sampai bahasa mencabut, dan yang lain-lain, Tetapi dalam formula kesimpulan
mungkin kita bisa menulis bahwa Komisi VII dalam pertemuan hari ini, dengar
pendapat hari ini dengan Dirjen ESDM memberikan perhatian serius terhadap
implementasi Undang-Undang Migas sampai dengan turunannya ke Permen. Eh,
Undang-Undang Minerba, dan kemudian direkomendasikan untuk dibahas pada
tingkatan pembahasan dengan Kementerian ESDM. Mungkin itu jauh lebih moderat
daripada dihilangkan sama sekali. Padahal kita perdebatannya tadi pada isu ini yang
paling utama, Pak. Mungkin itu.
Terima kasih.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Pak Pimpinan, jadi mungkin ini kita selesaikan.
KETUA RAPAT:
Sebentar Pak, satu-satu dulu, Pak. Jadi, kalau bisa kita concern ke nomor 3
dulu, Pak. Kalau sudah selesai kesimpulan ini Kalau ada teman yang ingin
menambah kesimpulan kita buka. Jadi, apa mengubah atau menambahkan dengan
bahasa yang lebih berbeda, silakan.
Jadi, kita masuk ke-3 dulu, satu kita tuntaskan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi, Pak Ketua soal ketiga ini.
68
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Apakah sudah ada laporannya sekarang ini? Belum ya, Pak, ya?
Kalau bisa kita minta saja Komisi VII DPR RI meminta Dirjen Minerba untuk
menyampaikan laporan perkembangan terakhir renegosiasi dan selanjutnya untuk
dilaporkan tanggal 31 Januari lagi aja dulu perkembangan terakhir, jangan laporan
terakhir. Nanti, tahu-tahu sudah mau tanda tangan, besoknya kita baru dapat. Jadi,
yang ada sekarang dulu kita ingin tahu, begitu. Supaya kita bahas, Komisi VII saya
pikir perlu mengetahui perkembangan terakhir renegosiasi yang telah dilakukan oleh
Pemerintah dan pemegang kontrak karya. Begitu, Pak. Kita kasih batasan yang
kasih tanggal 31.
KETUA RAPAT:
Oke jadi saya konfirmasi dulu dengan Pak Dirjen, renegosiasinya sudah
terjadi, Pak? Jangan sampai belum terjadi apa yang mau dilaporkan. Silakan.
DIRJEN MINERBA:
Sedikit menyampaikan. Kewenangan amandemen itu ada di presiden dan
diturunkan ke menteri. Tidak pernah dirjen itu menyampaikan draft amandemen
kepada siapapun juga. Yang bisa kami sampaikan sebagai Dirjen adalah hasil
negosiasi sampai saat ini. Kita nggak bicara masalah amandemen karena itu adalah
kewenangan paling tidak menteri, Pak. Yang teken amandemen itu adalah menteri.
Jadi, kalau menyerahkan sebelum amandemen itu menteri yang ditanya, Pak. Jadi,
lebih baik kalau memang apa, stress-nya seperti ini tanyakan kepada Pak Menteri,
Pak. Yang bisa kami sampaikan seperti Pak Ramson tadi. Progress perpanjangan,
eh, progres renegosiasi hingga sampai sini. Misalkan kami bisa menyampaikan MoU
yang ada copi-nya kepada Komisi VII.
KETUA RAPAT:
Sudah dilakukan, ya, Pak renegosiasinya?
DIRJEN MINERBA:
Ya. Kan pertama kali kan MOU dulu. Itu sudah dilakukan. Kemudian masuk
ke amandemen. Jadi itu juga bagian dari progres, Pak, progres renegosiasi itu.
69
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Pak Pimpinan, Pak Pimpinan, mungkin solusinya, Pak Dirjen mengatakan itu
adalah kewenangannya di menteri, ya. Tapi ini merupakan hal yang penting bagi
kita. Jadi redaksionalnya saja. Komisi VII DPR RI meminta Dirjen Minerba untuk
menyampaikan kepada Menteri ESDM. Jadi, menyampaikan Bapak diminta kan,
nggak apa-apa. Menyampaikan sebagai staf. Jadi pada waktu rapat dengan ini
diminta gitu.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi, Pak Ketua kalau ke menteri langsung dipertanyakan saja kita
ajukan tertulis sebelum dia datang. Kan, kita kirim pertanyaan ke menteri supaya
dipersiapkan. Tapi kalau ini saya setuju dengan kata Pak Dirjen progress saja untuk
tingkat Pak Dirjen karena sudah keburu juga draft itu diajukan oleh Pimpinan. Kita
apalagi saya tentu juga menghargai Pimpinan. Jadi, jangan diini lagi itu karena agak
cocok juga.
Terima kasih, Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Jadi, begini, kita memang amandemen itu kewenangan menteri dan presiden
kita hilangkan aja. Amandemen. jadi Pak Dirjen menyampaikan progress
renegosiasi, ya, hilangkan. Jadi, menyampaikan laporan hasil akhir renegosiasi
kontrak karya dan perjanjiannya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,
S.H., M.H.):
Pak Ketua,.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI
PARTAI GERINDRA):
Kalau perkembangan biasanya ada status ... (terpotong interupsi).
KETUA RAPAT:
Kita ini dulu satu-satu. Menyampaikan perkembangan renegosiasi. Sudah.
Kalau ada yang ingin memperbaiki, silakan.
70
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Selambat-lambatnya tanggal 31 Januari.
KETUA RAPAT:
Terakhir itu.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):
Laporannya ke Komisi VII.
KETUA RAPAT:
Tambah paling akhir selambat-lambatnya tanggal 31 Januari 2015.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,
S.H., M.H.):
Pak Ketua. Pak Jamal, Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan, Pak Jamal.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,
S.H., M.H.):
Kita ini kan mau menerima apa isi substansi daripara renegosiasi itu. Kalau
perkembangannya saja berarti kita sudah menerima apa-apa yang ingin diputuskan
oleh Pemerintah. Padahal kita mau masuk kira-kira substansi yang mau diputuskan
itu.
KETUA RAPAT:
Pak Jamal, kalau bisa lebih cepat kita, Bapak idenya langsung saja,
Perbaikan kalimat kira-kira substansinya. Kalau saya setuju saja, Kalau yang
dimaksud kita lebih ini cuma kita kan kesulitan bahasa. Silakan dikoreksilah. Bahasa
yang pas yang dimaksud Pak Jamal. Kalau perkembangan dianggap itu kurang
menggigit, apa? Menyampaikan apa?
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY
POERNOMO):
Pimpinan, mungkin bisa disebutin saja menyampaikan draft renegosiasi.,
konsep renegosiasi.
71
KETUA RAPAT:
Renegosiasi itu nggak ada konsepnya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY
POERNOMO):
Ya pasti ada materi yang mau direnogosiasikan apa, bunyinya seperti apa,
kan pasal-pasalnya ada. Materinya. Ya, bukan apa, artinya materi yang mau
direnegosiasikan, misalnya pasal-pasal kontrak yang sekarang ini pasal berapa,
nomor berapa, bunyinya yang diharapkan oleh Dirjen Migas dan Kementerian ESDM
itu seperti apa. Itu saja. Itu juga termasuk dalam konteks perkembangan
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,
S.H., M.H.):
Jadi, Bapak tadi ini mungkin perkembangan. Mungkin substansi daripada isi
renegosiasi itu yang mau di, jadi bukan perkembangannya, substansinya yang mau
di, ...
KETUA RAPAT:
Bahasanya, Pak.
Apa saya pikir menyampaikan hal-hal penting terkait renegosiasi.
Menyampaikan hal-hal penting terkait renegosiasi kontrak karya, itu. Betul?
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,
S.H., M.H.):
Jadi, bukan perkembangannya tapi substanis yang ingin di renegosiasi itu.
Jadi, mungkin pasal-pasalnya dimaksud tadi itu, itu kira-kira.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Betul sekali. Jadi, saya yakin Pemerintah yang akan melakukan renegosiasi
di dalam pemikirannya sudah ada pasal mana, sekarang bunyinya seperti ini, yang
mau diubah bunyinya seperti ini. Mereka paling sudah, harusnya sudah punya
bahan itu. Nah, itu yang disampaikan kepada kita. Kalaupun nanti dikaji pasal per
pasal seperti halnya kita menyusun undang-undang itu.
72
DIRJEN MINERBA :
Pak, kalau boleh saya bantu, Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (H. INAS NASRULLAH
ZUBIR, BE, SE):
Pimpinan, Pimpinan izin.
KETUA RAPAT:
Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (H. INAS NASRULLAH
ZUBIR, BE, SE):
Saya kira kita yang lebih luas dengan bukan menyampaikan perkembangan
tapi saya kira lebih tepat kalau itu progres saja. Progres itu termasuk isi dan segala
macam. Progres, progres, menyampaikan progres, progres renegosiasi kontrak
karya atau KK. Saya kira itu.
KETUA RAPAT:
Progres itu bahasa Indonesianya bukan perkembangan ya? Rasa-rasanya
sama, ya. Progres kan Bahasa Inggris.
ANGGOTA FRASKI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Pak, mungkin usul konkrit, Pak. Dalam perkembangan dalam kurung tahapan,
tahapan-tahapan renegosiasi dan substansi. Tahapan dan substansi dalam kurung
saja, Pak. Jadi, di perkembangan, menyampaikan perkembangan, perkembangan
renegosiasi dalam kurung tahapannya dan substansinya, Supaya clear, begitu loh.
Itu saja supaya singkat.
KETUA RAPAT:
Coba gini, menyampaikan perkembangan dalam kurung.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Tahapan dan substansinya.
73
KETUA RAPAT:
Tahapan dan substansinya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Ya. Itu saja Pak, supaya clear.
KETUA RAPAT:
Supaya cepat ini.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUAGAN (MERCY
CHRIESTY BARENDS, S.T.):
Ya, renegosiasi kontrak karya.
KETUA RAPAT:
Tahapan dan substansinya kurung tutup. Substansinya itu kurung tutup.
Komisi VII DPR RI minta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara untuk
menyampaikan perkembangan dalam (tahapan dan substansinya) perkembangan
renegosiasi. Renegosiasinya di perkembangan itu. Dan perjanjian kontrak karya.
Saya rasa ini, ya ?
Nya-nya hilang.
Setuju ya, biar cepat?
(RAPAT:SETUJU)
Kemudian nomor empat, Komisi VII DPR RI meminta Direktur Jenderal
Mineral dan Batubara memberikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota
Komisi VII dan disampaikan paling lambat hari Selasa tanggal 20 Januari 2015. Ini
yang tadi, ya? Setuju, ya.
74
DIRJEN MINERBA:
Satu minggu harusnya, Pak Pimpinan kalau bisa.
KETUA RAPAT:
Ini yang per anggota saja.
KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI PARTAI GERINDRA):
Sekarang tanggal berapa?
Jawaban tertulis dari pertanyaan yang belum dijawab, kan. Kalau pertanyaan yang sudah dijawab juga?
KETUA RAPAT:
Lambat tadi, Pak. Jadi, disepakati seluruh pertanyaan anggota itu dijawab, Pak, supaya ada tertulisnya, sedangkan cluster-nya sudah dijawab oleh Bapak Dirjen. Ya setuju, ya?
(RAPAT:SETUJU) Terima kasih. Dengan rapat dengar pendapat pada hari ini kita sudah menyepakati
khususnya DPR sudah menyepakati empat kesimpulan. Tolong ditayangkan, saya belum meminta persetujuan Pemerintah. Tolong ditayangin dulu. Komisi VII telah menyepakati. Silakan, Pak Dirjen mencermati, mana kok hilang tayangannya. Jadi, saya perlu sampaikan, Pak bagi yang mungkin yang baru, Pak. Jadi, kesimpulan rapat itu disetujui dulu oleh DPR, kita, setelah itu baru kita minta persetujuan pemerintah. Setelah itu Pemerintah menyetujui baru saya ketok. Itu adalah kesimpulan komisi. Jadi, tidak ada kesepakatan atau persetujuan itu satu pihak. Maka dari itu harus dilaksanakan dan dijalankan. Silakan, Pak Dirjen kalau ada perbaikan bahasa dan lain sebagainya atau sudah cukup.
DIRJEN MINERBA:
Saya kira cukup, Bapak Pimpinan.
75
KETUA RAPAT: Setuju, Pak ya? Oke, Pemerintah setuju, DPR juga setuju maka empat
kesimpulan ini dapat kita simpulkan, kita sepakati menjadi kesimpulan Komisi. Setuju?
(RAPAT:SETUJU)
Terima kasih. Alhamdulillah, semua tahapan rapat dengar pendapat pada hari ini sudah kita
lakukan. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan pada hari ini dapat bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara.
Sebelum saya tutup saya beri kesempatan kepada Pak Dirjen untuk menyampaikan kata penutup.
DIRJEN MINERBA:
Baik. Yang saya hormati Pimpinan, Anggota yang saya hormati,
Syukur alhamdulillah kita bisa menyelesaikan RDP pada kesempatan ini, tentu ke depan keterbukaan sangat penting, karena kalau kita lihat pertambangan itu lebih kompleks, Pak Kurtubi, dibandingkan Migas karena kita mengurusi seonggok pasir dari sungai sampai skalanya Freeport. Kalau Migas itu cuma 350 blok, ini ada sekian ribu dan tidak mudah. Jadi, mohon dukungan Anggota Dewan yang terhormat dan kita harapkan juga keterbukaan dalam memberikan informasi dan latar belakang pengambilan kebijakan itu menjadi penting sehingga ini memudahkan kita mengambil keputusan ke depan untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi kehadiran resources Minerba kita ke depan.
Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. KETUA RAPAT:
Terima kasih, Pak Dirjen. Kami juga atas nama Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi VII DPR RI
memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya pada Saudara Dirjen beserta seluruh jajarannya yang telah hadir dalam rangka memenuhi undangan kami dan juga telah membahas secara intern persoalan-persoalan yang
76
terkait dengan minerba, ya mineral dan batubara, sehingga kita dapat menghasilkan empat kesimpulan.
Dan kami mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan. Dan sekali
lagi terima kasih, dan rapat saya tutup dengan ucapan alhamdulillah. Wabillaahittaufik wal hidayah, Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 17.54 WIB)
a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT
Dra. Rini Koentarti, M.Si.
NIP. 19611009 199303 2 001