rdp komisi vii dg dirjen minerba

76
1 RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIREKTUR JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ESDM RI Tahun Sidang : 2014-2015 Masa Persidangan : II Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI Sifat Rapat : Terbuka Hari/tanggal : Kamis, 15 Januari 2015 Waktu : Pukul 14.41 WIB 17.54 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi VII DPR RI Ketua Rapat : Ir. H. Mulyadi Acara : Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang tentang Minerba dan Program Kerja Tahun 2015 Sekretaris Rapat : Dra. Rini Koentarti, M.Si. Hadir : 37 Orang Anggota Komisi VII DPR RI ... Orang Anggota Izin A. Anggota DPR RI 1. Pimpinan Komisi VII DPR RI a. Dr.Ir.H.Kardaya Warnika, DEA (Ketua/F.P. Gerindra) b. Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc. (Wakil Ketua/F-PG) c. Ir. H. Mulyadi (Wakil Ketua/F-PD) d. Dr. H.M. Zairullah Azhar (Wakil Ketua/F- PKB) 2. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN a. Ir. H. Daryatmo Mardiyanto b. H. N. Falah Amru, S.E. c. Dony Maryadi Oekon d. Mercy Chriesty Barends, S.T. e. Tony Wardoyo f. Awang Ferdian Hidayat g. Yulian Gunhar, S.H., M.H.

Transcript of rdp komisi vii dg dirjen minerba

1

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI VII DPR RI DENGAN DIREKTUR

JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ESDM RI

Tahun Sidang : 2014-2015

Masa Persidangan : II

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Jenderal

Mineral dan Batubara Kementerian ESDM RI

Sifat Rapat : Terbuka

Hari/tanggal : Kamis, 15 Januari 2015

Waktu : Pukul 14.41 WIB – 17.54 WIB

Tempat : Ruang Rapat Komisi VII DPR RI

Ketua Rapat : Ir. H. Mulyadi

Acara : Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang tentang

Minerba dan Program Kerja Tahun 2015

Sekretaris Rapat : Dra. Rini Koentarti, M.Si.

Hadir : 37 Orang Anggota Komisi VII DPR RI

... Orang Anggota Izin

A. Anggota DPR RI

1. Pimpinan Komisi VII DPR RI

a. Dr.Ir.H.Kardaya Warnika, DEA

(Ketua/F.P. Gerindra)

b. Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc. (Wakil

Ketua/F-PG)

c. Ir. H. Mulyadi (Wakil Ketua/F-PD)

d. Dr. H.M. Zairullah Azhar (Wakil Ketua/F-

PKB)

2. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA

PERJUANGAN

a. Ir. H. Daryatmo Mardiyanto

b. H. N. Falah Amru, S.E.

c. Dony Maryadi Oekon

d. Mercy Chriesty Barends, S.T.

e. Tony Wardoyo

f. Awang Ferdian Hidayat

g. Yulian Gunhar, S.H., M.H.

2

3. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA

a. H. Dito Ganinduto, MBA

b. Ir. H. Airlangga Hartarto, M.M.T, M.B.A.

c. Dr. Hj. Neni Moerniaeni, SPOG

d. DR. Saiful Bahri Ruray, S.H., M.Si.

e. Bowo Sidik Pangarso, S.E.

4. FRAKSI PARTAI GERINDRA

a. Ir. H. Harry Poernomo

b. Aryo P.S. Djojohadikusumo

c. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H.

d. Katherine A. Oendoen

e. Ramson Siagian

f. Bambang Haryadi, S.E.

5. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT

a. H. Mat Nasir, S.Sos.

6. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL

a. H. Totok Daryanto, S.E.

b. H. Jamaluddin Jafar, S.H., M.H.

c. Andriyanto Johan Syah

d. Lucky Hakim

7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

a. H. Syaikhul Islam Ali, Lc., M.Sos.

8. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

a. H. Hadi Mulyadi, S.Si, M.Si.

b. H. Iskan Qolba Lubis, M.A.

9. FRAKSI PARTAI PERSATUA

PEMBANGUNAN

a. H. Achmad farial

b. H. Mustofa Assegaf, M.Si.

c. H. Joko Purwanto

10. FRAKSI PARTAI NASDEM

a. H. Endre Saifoel

b. DR. Kurtubi, S.E., M.Sp., N.Sc.

11. FRAKSI PARTAI HANURA

a. H. Inas Nasrullah Zubir, BE, SE

b. Dewie Yasin Limpo, S.E.

3

B. Pemerintah:

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian

ESDM RI.

C. Undangan Lain

Wartawan

JALANNYA RAPAT :

KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Salam sejahtera bagi kita semua,

Yang kami hormati Bapak dan Ibu Anggota Komisi VII DPR RI,

Yang kami hormati Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta seluruh

jajarannya, serta hadirin sekalian,

Pertama-tama mari kita ucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga pada hari

ini kita dapat bertemu dalam laksanakan tugas-tugas konstitusional kita.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas perhatian serta

kehadiran Bapak/Ibu Anggota Komisi VII DPR RI, serta undangan yang hadir dalam

acara Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR ini.

Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat

Komisi VII DPR RI pada Masa Persidangan ke-II Tahun Sidang 2014 2015 pada hari

ini Komisi VII DPR RI akan melaksanakan rapat dengar rapat dengan Dirjen Minerba

Kementerian ESDM dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dengan agenda

evaluasi kinerja tahun 2014 dan persiapan pelaksanaan program kerja 2015

serta evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Minerba.

Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi jumlah Anggota Komisi VII DPR RI

yang telah hadir 26 anggota dari 47 anggota, dan telah lebih dari setengah fraksi.

Sesuai ketentuan Pasal 246 ayat (1) menyatakan bahwa setiap Anggota DPR

bersifat buka dan dinyatakan tertutup apabila anggota meminta tertutup. Oleh

karena itu pada kesempatan ini saya minta izin, meminta persetujuan dari Anggota

agar rapat ini dinyatakan terbuka. Setuju?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.

4

Oleh karena itu, dengan mengucapkan bismillahirahmanirrahim maka rapat

ini telah kita nyatakan tertutup, dan sebelum, terbuka mohon maaf.

(RAPAT DIBUKA PUKUL : 14.41 WIB)

Dan sebelum kita mulai saya ingin menyampaikan beberapa hal yang terkait

dengan tata tertib kita, tadi memang sebelumnya saya mohon maaf agak terlambat,

karena memang aturan tata tertib kita sekarang minimal Pimpinan harus di meja

Pimpinan harus ada 2 orang seperti juga Pimpinan DPR RI harus minimal 3 orang.

Dan juga mekanisme rapat kita sama masalah waktu tetap waktu untuk pendalaman

3 menit bisa diperpanjang dengan persetujuan Pimpinan, dan juga dapat dilakukan

secara interaktif apabila anggota meminta pada saat pendalaman nanti. Sedangkan

interupsi mohon kiranya nanti kalau ada interupsi jangan masuk kepada substansi,

interupsi hanya masuk terhadap hal-hal yang terkait dengan masalah jadwal rapat

dan isu-isu yang akan segera dibahas, yang kita bahas pada rapat hari ini.

Bapak/Ibu yang saya hormati,

Rapat Dengan Pendapat dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM beserta

jajaran merupakan rapat yang pertama kali bagi Komisi VII DPR ini tahun 2015

bersama mitra kerja kita. Dan kami berharap kita mengawali masa kerja kita di

Komisi VII ini dengan baik dan semoga selanjutnya kita dapat melaksanakan tugas-

tugas konstitusional kita dengan lancar demi kepentingan bangsa dan rakyat

Indoneia.

Ada berapa hal yang memang menjadi perhatian kita, sesuai dengan

undangan yang telah kami sampaikan pada acara rapat pada hari ini adalah

evaluasi kerja tahun 2014 dan persiapan perlaksanaan program kerja 2015 serta

evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Minerba. Selain tema di atas Komisi VII DPR

ingin mendapat penjelasan secara detil dan komprehensif dari Saudara Dirjen

tentang isu-isu strategis terkait pelaksanaan Undang-Undang Minerba, diantaranya

1. Realisasi penandatanganan amandeman Kontrak Karya dan Perjanjian Karya

Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) hasil negosiasi.

2. Realisasi pengolahan dan pemurinian mineral di dalam negeri.

3. Wilayah pencadangan negara untuk mendapat persetujuan DPR RI.

4. Tindak lanjut rekonsialiasi IUP non Clear and Clean.

5. Wilayah pertambangan perpulau.

6. Peningkatan pendapatan negara dari pajak dan PNBP mineral.

7. Kebijakan ekspor mineral dan batubara.

Sesuai dengan amanat konstitusi kita bahwa kebijakan mineral batubara

bertujuan untuk terwujud sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk

5

efektifnya waktu pembahasan pada Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Minerba

Kementerian ESDM hari ini terkait evaluasi kinerja tahun 2014 dan persiapan

pelaksanaan program kerja 2015, serta evaluasi pelaksanaan Undang-Undang

Minerba, selanjutnya kami berikan kesempatan kepada Dirjen Minerba Kementerian

ESDM untuk menyampaikan paparannya dengan diawali perkenalan. Kami

persilakan Pak.

Tolong ada gangguan teknis ini. Oke.

DIRJEN MINERBA (R. SUKHYAR) :

Baik, kami mulai Bapak Pimpinan.

Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI,

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat siang atau sore,

Salam sejahtera buat kita semua,

Pertama tentunya kami ucapkan selamat atas pelantikan Bapak/Ibu sebagai

Anggota Dewan dan juga sebagai Anggota dan Pimpinan Komisi VII DPR RI.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena siang

ini kita dapat berkumpul untuk melaksanakan amanah konstitusi yaitu pembahasan

mengenai evaluasi kinerja tahun 2014 dan persiapan pelaksanaan program kerja

tahun 2015 serta evaluasi pelaksanaan Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun

2009.

Kami nanti akan membahas, karena ini ada tiga isu Pak ya pertanyaan atau

pun yang diharapkan Komisi VII tentu kita sekaligus nanti memamparkan tidak

disekat-sekat di dalam isu tadi.

Sebelum kami menyampaikan paparan, kami ingin memperkenalkan jajaran

atau Pimpinan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Saya sendiri Sukhyar

sebagai Direktur Jenderal, dan paling ujung di sebelah kiri saya Direktur Teknik

Lingkungan, Teknik dan Lingkungan Minerba, kemudian Pak Bambang Cahyono

Direktur Pengusahaan Batubara, kemudian di sebelah kanan saya Direktur

Pengusahaan Mineral Bapak Edy Prasodjo, dan paling kanan Ibu Retno Direktur

Pembinaan Program. Eselon II tidak hadir pada kesempatan ini karena rapat

koordinasi dengan Menko Kemaritiman yaitu Sekretaris Dirjen Bapak Paul Lubis.

Pada kesempatan ini tentunya kami izinkan, izinkan kami menyampaikan

paparan ringkasan realisasi kinerja 2014 yaitu kalau kita lihat, lanjut saja, lanjut,

6

kalau kita lihat produksi batubara dan mineral tentu kita mengambil jenis mineral

yang paling penting tentu banyak jenis-jenis mineral lainnya, terutama batubara

sebagai sumber energi yang paling penting di Indonesia, sekarang dan akan datang,

karena batubara di antara sumber energi yang ada di Indonesia ketersediaannya ini

sangat besar. Dan ke depan dengan kebijakan tambahan 35.000 megawatt listrik ini

sebagian besar akan dari batubara. Karena kita masih memiliki gap antara produksi

dengan penggunaan dalam negeri, sehingga ke depan sekarang dan ke depan

peningkatan pemanfaatan batubara dalam negeri ini menjadi prioritas utama.

Tahun lalu produksi batubara kita 458 juta ton dengan ekspor 382 juta ton,

dan dalam negeri penggunaannya sedikit, ini sekitar 76 juta ton. Kemudian produksi

mineral tentu yang pokok-pokoknya saja mineral yang paling penting tembaga

416.000 ton. Saya kira hampir sama dengan tahun sebelumnya. Kemudian timah

74.000 ton ini kebanyakan dari PT. Timah TBK dan pemegang izin lainnya. PT

Timah itu sekitar 25.000 ya sehingga selebihnya adalah pemegang IUP. Kalau

tembaga ini sebagian besar dari pemegang Kontrak Karya seperti Freeport dan

Newmont. Kemudian feronikel ini diproduksi sebagian besar oleh Aneka Tambang.

Ini 15.700, eh angka 15.700 ton. Ini kalau feronikel ini kandungan nikelnya itu sekitar

30 persen, selebihnya besi. Kemudian ada nickle matte, ini sebagian besar adalah

nikel yang diproduksi oleh PT. Vale pemegang Kontrak Karya di Sulawesi, ini

sebesar 80.000 ton.

Kemudian yang menjadi tolak ukur keberhasilan di subsektor Minerba adalah

Penerimaan Negara Bukan Pajak yaitu dari Minerba ini sebesar 35,4 trilyun tahun

2014, kalau dibandingkan 2013 sebesar 28 trilyun, jadi ada peningkatan sekitar 7

trilyun. Kami sampaikan bahwa di tengah harga batubara itu rendah, kemudian

komoditi lain rendah kita bisa menghimpun 35.000, eh 35,4 trilyun PNBP yang terdiri

dari royalti dan landrent atau sewa lahan pertambangan. Kemudian investasi

Minerba sebesar 7,4 milyar, ini milyar dollar, ini naik dari waktu ke waktu

dibandingkan dengan tahun sebelumnya itu sekitar 6 milyar dollar.

Kemudian tadi ditanyakan juga sebagai tolok ukur keberhasilan kita dalam

menjalankan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pembangunan smelter ini yang

sudah commisioning dan produksi sejumlah 25 smelter. Ini tahun 2014. Tahun ini

kita harapkan tambahan 12 smelter terutama nikel, ini akan sudah berproduksi.

Kemudian kaitan dengan juga mandat Undang-Undang 4 Tahun 2009 tentang

penyesuaian terms Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan

Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Undang-Undang 4 prosesnya ada harga

negosiasi KKPKP2B tentu isu strategis yang dinegosiasikan pertama adalah luas

wilayah kerja, kemudian kelanjutan operasi, kemudian penerimaan negara, khusus

untuk penerimaan negara sifatnya harus meningkatkan penerimaan negara.

Kemudian kewajiban pengolahan dan pemurnian untuk kontrak karya itu wajib

memurnikan, kemudian kewajiban divestasi yang sebenarnya di dalam kontrak karya

PKP2B itu tidak wajib sifatnya. Kemudian kewajiban penggunaan tenaga kerja dan

7

barang jasa pertambangan di dalam negeri. Hasil proses renegosiasi ini yang sudah

menandatangani sepakat Issues tadi, terms, terms contract, yang tadi 1, 2, 3, 4, 5, 6.

6 Issues tadi ada 77 kontrak pertambangan terdiri dari 25 kontrak karya dan 52

PKP2B dan sebagian yang setuju ini ada 7 dan 13 tentu ini terus kita lakukan

negosiasi dan yang sudah sepakat amandemen. Jadi begini, dari MoU yang

disepakati ini langsung kita masukkan ke dalam dokumen amendemen, ini sampai

saat ini yang sudah sepakat draft amandemen 9 PKP2B selebihnya belum selesai di

dalam perumusan amandemen kontrak. Dan amandemen yang sudah

ditandatangani baru satu yaitu Vale, tahun lalu. Vale yang ada di Sulawesi, satu

kontrak karya.

Tentu tindak lanjut dari negosiasi penyelesaian permasalahan dasar hukum

kita akan revisi PP 9 khusus untuk royalti, kemudian pembahasan renegosiasi yang

sisa tadi yang belum sepakat MoU dan juga mengangkat yang sudah sepakat MoU

tadi ke dalam amandemen kontrak.

Yang ketiga kaitan dengan penandatangan IUP, ini sangat penting sekali ini

isu yang sering kita dengar di media banyak pemegang IUP yang tidak clear dan

clean, ini yang sekarang kita selesaikan. Kami sampaikan bahwa persyaratan clear

and clean ini memenuhi azas administrasi tentunya, tidak tumpang tindih dan

dokumen penerbitan sesuai dengan ketentuan. Kemudian secara teknis ada

pelaporan eksplorasi, studi kelayakan, dan dokumen lingkungan, termasuk di

dalamnya adalah pelunasan reklamasi maupun pasca tambang. Kemudian

persyaratan lainnya adalah yang penting keuangan negara, kewajiban membayar

royalti dan iuran tetap. Dalam konteks ini juga kami bersama KPK, karena KPK juga

masuk di dalam melakukan koordinasi supervisi ke 12 provinsi tahun lalu, bukan 12,

31 provinsi, 12 provinsi itu cluster pertama dan 19 provinsi cluster kedua.

Diharapkan sebelum akhir tahun ini paling cepat adalah pertengahan tahun ini

masalah clear and clean ini sudah bisa kita selesaikan.

Secara angka-angka, statistik yang ada yang terdata di Minerba secara

nasional adalah 10.653 IUP dan 5.999 sudah dinyatakan clear dan clean, dan 4.654

ini non clear dan non clean tentunya. Sebanyak 296 IUP sudah dicabut dan ini akan

diproses, prosesnya tengah berjalan, akan ada tambahan menjadi 554 yang akan

dicabut. Kita baru mendapatkan angka 258 dari Kalimantan Tengah, sedang

diverifikasi untuk dicabut. Tentu dalam konteks ini kami meminta pemerintah daerah

khususnya gubernur dan bupati, walikota untuk mencabut IUP yang berstatus non

clean dan non clear. Dan selanjutnya juga kami mau meminta bupati, walikota

menyerahkan semua dokumen berizinan IUP kepada gubernur. Tentu dengan

adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana kewenangan pertambangan

itu tidak lagi di bupati, walikota, sehingga semua dokumen ini harus diserahkan

kepada gubernur. Jadi gubernurlah sebenarnya sekarang ini yang akan menyatakan

bahwa IUP itu clear ataupun tidak clear. Banyak juga masalah IUP yang kaitan

dengan batas wilayah administrasi dan ini merupakan kewenangan Kemdagri,

8

Kementerian Dalam Negeri dan kami harus berkoordinasi dengan Kementerian

dalam Negeri di dalam memastikan wilayah antar kabupaten ataupun antar provinsi.

Kemudian berkaitan dengan peningkatan nilai tambah, saat ni progressnya

tahapan konstruksi, ada 21 IUP, kemudian di akhir tahap konstruksi ada 5 IUP dan

commissioning dan produksi ada 25 IUP. Ini tahun 2014. Tahun 2015 tentu harapan

kita ada tambahan pemegang IUP yang masuk ke tahap produksi yaitu sekitar 12

IUP kami harapkan. Tentu sebagai tindak lanjut terus kami lakukan verifikasi,

monitoring progres kemajuan perkembangan pembangunan smelter dan juga

melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, PU khususnya untuk

beberapa hal kalau ada perusahaan-perusahaan juga mengharapkan insentif fiskal

dan juga infrastruktur dan fasilitas pembiayaan. Kemudian juga harmonisasi

perizinan dengan Kementerian Perindustrian.

Dalam konteks penataan IUP juga kami terus melakukan integrasi tata base

Minerba. Kami sudah memiliki sistem Minerba One Map Indonesia. Kalau ada waktu

kami mengundang Bapak/Ibu untuk datang ke Minerba untuk melihat sistem ini.

Saya kira ini sistem yang paling bagus, satu-satunya mungkin di Indonesia ya bisa

melihat secara live gitu, overlapping antara IUP, KK, PKP2B, dengan blok Migas,

dengan hutan, dengan listrik itu kelihatan. Jadi misalkan kalau pemerintah ingin

membangun PLTU mulut tambang di satu titik kita akan lihat batubara IUP di sekitar

titik tersebut apa saja perusahaan yang ada di sekitar titik itu yang akan bisa

memasok batubara. Dan sistem ini terintegrasi juga dengan kementerian lain

terutama dengan keuangan, pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran dalam konteks

pencatatan PNBP. Saat ini sistem ini sudah ditempatkan di 71 titik pemerintahan

daerah dan 3 titik di kementerian/lembaga yang bisa mengakses ini, sehingga kita

bisa berhubungan secara digital ya.

Hal lain juga kami sampaikan bahwa tahun lalu kita sudah me-reform

perizinan, 56 perizinan yang ada di Minerba kita squeeze, peras menjadi 18

perizinan.

Berbicara mengenai program prioritas Tahun 2015 pertama kami masih terus

akan menyelesaikan amandemen KK, PKP2B karena ini mandat Undang-Undang

Minerba, kemudian terus melakukan penataan IUP terutama yang tidak clear dan

tidak clean, kemudian mendorong pembangunan smelter termasuk juga memonitor

progres dari pembangunan smelter itu sendiri, kemudian peningkatan investasi,

optimalisasi penerimaan negara bukan pajak, kita ditarget 40 trilyun tahun 2015 ini.

Kemudian tentunya sebagai aparat pemerintah melaksanakan fungsi pembinaan

dan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan baik eksplorasi, produksi,

lingkungan, keselamatan kerja, dan hal lain yang penting di dalam kegiatan usaha

pertambangan yang harus diawasi. Kemudian pengendalian produksi dan DMO

mineral dan batubara, termasuk juga meng-update regulasi di bidang Minerba. Kita

tahun ini juga akan merumuskan bagaimana kebijakan peningkatan nilai tambah

9

batubara yang selama ini kita hanya fokus pada mineral, tahun ini kita akan

merumuskan kebijakan peningkatan nilai tambah batubara.

Bapak Pimpinan, Anggota Dewan yang kami hormati,

Demikian penjelasan kami selanjutnya kami kembalikan kepada Pimpinan

Komisi VII DPR RI. Terima kasih.

Wasalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Tadi Saudara Dirjen sudah menyampaikan pemaparannya,

karena ini adalah rapat pertama apa perlu kita lakukan perkenalan? Saya minta

pendapat anggota, kalau perlu dari anggota dulu ya. Silakan kalau Pimpinan

belakangan biasanya. Kita mulai dari depan dulu Pak, biar dikenal juga oleh Pak

Dirjen satu persatu, dapil dan fraksi. Silakan Pak.

ANGGOTA FRAKSI PARTATAI KEADILAN SEJAHTERA (H. HADI MULYADI,

S.Si, M.Si):

Terima kasih.

Saya Hadi Mulyadi dari Fraksi PKS, Dapil Kalimantan Timur. Saya kira

banyak Minerba dan Migas di Kalimantan Timur, semoga kerja sama ini lebih baik.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. MUSTOFA

ASSEGAF, M.Si):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Mustofa Assegaf Pak, dari Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi PPP,

Dapilnya Jawa Timur II, Nomor Anggota 529.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANG (AWANG

FERDIAN HIDAYAT, MM.):

Saya Awang Ferdian Hidayat dari Kalimantan Timur Dapil, dari Fraksi PDI

Perjuangan, Nomor Anggota 222.

10

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (YULIAN

GUNHAR, SH, MH):

Saya di sebelah kiri Pak Awang ini, kayak kelompok capir Ketua. Yulian

Gunhar, Dapil Sumatera Selatan II, Fraksi PDI Perjuangan, Nomor Anggota A-136.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (H. INAS NASRULLAH

ZUBIR BE, SEA):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nama saya Inas Nasrullah Zubir, Nomor anggota 556, dari Dapil Banten III,

Fraksi Hanura.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (BAMBANG

HARYADI, SE):

Assalamu'alaikum,

Nama saya Bambang Haryadi dari Dapil Jawa Timur IV, Kabupaten Jember

dan Lumajang, Nomor Anggota A-367, Fraksi Partai Gerindra.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (LUCKY HAKIM):

Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh.

Nama saya Lucky Hakim, dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dapil Kota

Bekasi dan Kota Depok. Dan sebelah kanan saya, silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (SUPRATMAN ANDI

AGTAS, SH, MH):

Nama saya Supratman Pak, dari Dapil Sulawesi Tengah, A-388, dari Fraksi

Partai Gerindra.

Terima kasih.

11

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (ANDRIYANTO JOHAN

SYAH, ST, MM):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nama saya Andriyanto Johan Syah, dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dapil

Jawa Tengah X.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (DR. SAIFUL BAHRI RURAY,

SH, MSi):

Assalamu'alaikum Pak Dirjen,

Saya Saiful Bahri Ruray dari Dapil Maluku Utara, yang banyak nikelnya tapi

belum ada smelter.

Terima kasih Pak Dirjen.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nama saya Ramson Siagian, dari Fraksi Partai Gerindra Dapil Jawa Tengah

X, Pekalongan, Pemalang, Batang. Saya pikir Direktorat Jenderal Minerba sudah

kenal dulu, 10 tahun, bermitra 8 tahun dengan ESDM.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Dito Ganundito, Fraksi Partai Golkar, Dapil Jawa Tengah VIII Cilacap,

Banyumas.

12

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T., M.B.A.):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Airlangga Hartarto, Dapil Jawa Barat V, Fraksi Partai Golkar.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. NASYIRUL

FALAH AMRU, SE):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Selamat datang Pak Dirjen dan rombongannya, kalau rombongan itu kan

besar. Nama saya Falah Amru dari Fraksi PDI Perjuangan, Nomor Anggota A-203.

Terima kasih. Dapil Jawa Timur X, Lamongan, Gresik.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. JOKO

PURWANTO):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekenalkan Pak, nama saya Joko Purwanto, Dapil Jabar III, Kabupaten

Cianjur, Kota Bogor, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Anggota 515.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (BOWO SIDIK PANGARSO,

S.E.):

Selamat sore,

Nama saya Bowo Sidik Pangarso, Partai Golkar, A-272, Dapil II Jawa

Tengah, Demak, Kudus, Jepara.

Terima kasih.

13

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN ( TONY

WARDOYO):

Nama saya Tony Wardoyo dari Fraksi PDI Perjuangan, Nomor Anggota A-31,

dari daerah pemilihan Papua. Yang sampai saat ini emasnya diambil tapi belum ada

smelternya di Papua, mohon perhatian.

Terima kasih.

ANGGOTA FRASKI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (Hj. DEWIE YASIN LIMPO,

SE):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Dewie Yasin Limpo, A-560, Fraksi Partai Hanura,

Terima kasih. Sulawesi Selatan I.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, ST):

Selamat sore Pak Dirjen dan rombongan,

Nama saya Mercy Christy Barends, dari Dapil Maluku, A-228.

Terima kasih. Partai PDI Perjuangan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (KATHERINE A.

OENDOEN):

Selamat sore Pak Dirjen,

Nama saya Katherina Angela Oendoen, saya dari Fraksi Gerindra, Dapil

Kalimantan Barat, Nomor saya A-382.

Terima kasih.

14

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRAT (H. MAT NASIR, S.Sos):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Nama saya Haji Mat Nasir, dari Jatim XI Kabupaten Bangkalan, Sampang,

Pamekasan, Sumenep. Saya dari Partai Demokrat, A-438.

Terima kasih.

ANGGOTA FRASI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (H. ISKAN QOLBA LUBIS,

M.A.):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Izinkan Pak Ketua, nama saya Iskan Qolba Lubis dari fraksi PKS, Dapil

Sumut II, Nomor Anggota A-86.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJAUNGAN (Ir.H.

DARYATMO MARDIYANTO):

Selamat sore Ibu/Bapak sekalian, Pak Dirjen,

Nama Daryatmo Mardiyanto, A-170, daerah pemilihan Jawa Tengah II,

Demak, Jepara, Kudus, Fraksi PDI Perjuangan.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY

POERNOMO):

Selamat sore Pak Dirjen dan rombongan,

Perkenalkan nama saya Harry Purnomo, Fraksi Partai Gerakan Indonesia

Raya, Dapilnya Jawa Tengah VI, Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo.

Terima kasih.

15

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (ARYO P.S.

DJOJOHADIKUSUMO):

Selamat sore,

Nama saya adalah Aryo Djojohadikusumo, mewakili daerah pemilihan Jakarta

Barat Jakarta, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Tidak ada sumber mineral atau

batubara di Dapil saya, kalaupun ada pembebasan lahannya pasti terlalu mahal.

Jadi tapi saya ingin banyak belajar dari Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian. Saya

bersama dengan Pak Ramson, Pak Supratman, darN Ibu Kathrine dan Harry

Poernomo juga berasal dari Fraksi Partai Gerindra. Kami semua ini anak buahnya

Pak Prabowo, siap bekerja sama. Oh maaf Bambang Haryadi juga satu, dan juga

Ketua Komisi VII juga Pak Kardaya, kami semua ini siap bekerja sama dengan

Dirjen, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara.

Sekian, terima kasih.

WAKIL KETUA KOMISI VII (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Perkenalkan nama saya Satya Widya Yudha dari Fraksi Partai Golkar, A-290,

Dapilnya Jawa Timur IX, Kabupaten Tuban dan Bojonegoro.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Jadi sudah lengkap. Sekarang giliran saya Pak. Biar dikenal juga yang

memimpin Pak. Nama saya Mulyadi. Dari Fraksi Partai Demokrat, Nomor Anggota

403, daerah pemilihan Sumatera Barat II, ada 3 kota, 5 kabupaten, kotanya itu

adalah Bukit Tinggi, Pariaman, Payakumbuh. Kabupatennya Agam, Lima Puluh

Kota, Padang Pariaman, Pasaman dan Pasaman Barat, Saya tidak tahu Pak, apa

ada tambang di sana atau. Banyak ya. Belum ada melaporkan soalnya.

Jadi demikian perkenalan dari Komisi VII sudah lengkap Pak, mudah-

mudahan dicatat. Jadi kalau ketemu di luar atau di jalan jadi bisa bertegur sapa Pak

ya.

Tadi dari Pak Dirjen belum memperkenalkan Pak ya.

Sudah ya.

16

Sudah lengkap semua ya. Jadi acara perkenalan sudah selesai, dan acara

pemaparan dari Pak Dirjen juga sudah, oleh karena itu, biar waktunya lebih banyak

dilakukan untuk pendalaman maka saya langsung buka saja untuk melakukan

pendalaman. Sesuai dengan yang tadi saya sampaikan untuk Tatib kita yang baru

ini dimungkinkan untuk interaktif, kalau dulu kan tidak. Kalau dulu kita bertanya dulu

semua, terus baru dijawab. Sekarang dimungkinkan langsung bertanya dan

langsung minta jawab, tapi tetap waktunya dibatasi perorang 3 menit, kalau minta

perpanjang maksimal 5 menit harus persetujuan Pimpinan. Jadi oleh karena itu,

pertama saya persilakan kepada Falah Amru dari PDIP.

Silakan didaftarkan dengan Sekretariat. Falah Hamru, dan siap-siap setelah

Pak Falah, Pak Suratman dari Gerindra.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (H.

NASYIRUL FALAH AMRU, SE):

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang saya hormati Bapak Dirjen Minerba, Pak Sukyar, dan seluruh jajarannya,

Saya ingin mempernyatakan dan menanyakan sederhana saja sesuai dengan

amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba memang masih

menemukan banyak kendala di lapangan, tadi Bapak sudah menyampaikan sudah

ada 25 smelter ya Pak ya, dan 2015 ditambah 12 lagi ya. Tapi kendala hilirisasi ini

memang cukup besar, kendala tentang power plant, kendala tentang rumitnya

perizinan dan sebagainya. Pertanyaan saya sederhana saja apakah pemerintah

sudah memberikan solusi konkrit untuk mengantisipasi hal ini. Kalau misalkan ada

perusahaan-perusahaan pertambangan skala kecil, kemudian juga salah satu solusi

dari pemerintah adalah bergabung mendirikan smelter di situ juga masih banyak

konflik internalnya. Itu satu.

Yang kedua Pak, Pak Dirjen saya ingin menanyakan juga dengan adanya

amanat Undang-Undang ini memang tujuan kita ini baik, tujuan kita ke depannya ini

sangat sempurna tapi nyatanya juga bahwa penerimaan pajak atas mineral kita

pastinya akan turun. Terkait yang disampaikan oleh Pak Dirjen tadi dari 25 smelter

tersebut beroperasinya dan apakah juga sudah memberikan kontribusi untuk sektor

pajak.

Terima kasih Pak Dirjen.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

17

KETUA RAPAT:

Jadi mungkin sebelum dilanjut Pak Supratman, karena Pak Ketua baru

datang tentu harus memperkenalkan diri juga walaupun sudah dikenal termasuk dari

ESDM Pak, yang diminta menjadi legislatif. Silakan Pak Ketua.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-

P.GERINDRA):

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Mohon izin memperkenalkan nama saya Kardaya Warnika, Nomor Anggota

A- 350, dari daerah pemilihan Jawa Barat VIII yaitu Pantura, Jawa Barat, Kabupaten

Indramayu, Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon.

Saya kira itu perkenalkan dari saya. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. JOKO

PURWANTO):

Interupsi Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (H. JOKO

PURWANTO):

Izin mengingatkan saja tadi belum disampaikan batasan waktu sampai jam

berapa kita akan rapat. Terima kasih.

18

KETUA RAPAT:

Biasanya waktu itu sampai pukul 16.00 Wib ya. Kalau sudah sampai pukul

16.00 WIB kita minta perpanjangan waktu dengan persetujuan anggota. Nanti kalau

sudah jam 16.00 baru saya minta persetujuan anggota untuk diperpanjang.

Selanjutnya kami persilakan Saudara Supratman, siap-siap Bapak Lucky

Hakim.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (SUPRATMAN ANDI

AGTAS, SH, MH):

Terima kasih Pimpinan.

Pertama-tama kita memberi apresiasi atas kinerja Dirjen Minerba dan seluruh

jajaran, kalau hasil evaluasi kinerja tahun 2014 ini, ini memperlihatkan suatu hal

yang menggembirakan Pak. Tadinya saya pesimis sebenarnya. Karena kalau saya

banding data realisasi penerimaan PNBP di tahun 2013, harusnya 2013 logika saya

menyatakan harusnya lebih tinggi Pak. Tapi ternyata realisasi di tahun 2014 ini jauh

lebih tinggi. Saya tidak tahu apakah karena ini hasil tagihan tunggakan yang lalu

atau memang karena produktivitas di sektor pertambangan kita meningkat atau

tidak. Ini mungkin yang bisa, tapi saya harap ini bukan tagihan tunggakan, kewajiban

dari pengusaha-pengusaha pertambangan. Itu yang pertama.

Yang kedua Pak Dirjen dan seluruh jajaran Dirjen Minerba, ada satu yang

menggelitik di hati saya Pak menyangkut sampai hari ini CNC sampai hari ini belum

clear. Saya kalau meminta data, mencermati data yang di sampaikan oleh Pak

Dirjen Minerba dengan jajarannya, logika saya harusnya bukan 200 sekian IUP yang

dicabut Pak, karena kalau Dirjen Minerba itu konsisten terhadap clear and clean

maka saya yakin dalam rekonsiliasi IUP yang pertama dan yang kedua itu yang

dijadikan pegangan harusnya tidak sebanyak ini IUP yang diterbitkan dan diterbitkan

sertifikasi clear and clean-nya. Kenapa? karena di dalam rekonsiliasi IUP yang

pertama itu saya yakin rekonsiliasi IUP yang pertama itu yang dibuat oleh Dirjen

Minerba yang lalu, itu saya yakin yang betul-betul IUP yang resmi itu Pak. Tapi

begitu rekonsiliasi kedua DIbuat, dan sampai hari ini juga masih dibuat clear and

clean maka saya yakin pasti banyak IUP-IUP yang terbit yang mungkin bupatinya

sudah berhenti tapi masih bertanda tangan untuk menerbitkan IUP, dan ini yang

menjadi problem. Oleh karena itu, harus ada tenggang waktu yang tepat untuk

melihat kapan sebenarnya clear and clean itu harus kita segera akhiri Pak. Karena

kalau sampai hari ini tetap anu, saya yakin nanti malah ada bupati ataupun pejabat

bupati yang sudah meninggal, tapi masih tetap bertanda tangan. Oleh karena itu,

kalau mau gunakan data yang benar dan itu pasti sangat mudah buat Dirjen Minerba

untuk melihat, gunakan saja rekonsiliasi IUP itu yang pertama, khususnya itu yang

menjadi pegangan Pak, karena kalau berikutnya itu masih terjadi, saya yakin itu

sudah suatu hal itu patut didugalah, patut diduga, itu anu saya.

19

Yang kedua Pak Dirjen, menyangkut kemarin kita menerima Asosiasi Bauksit,

kalau tidak salah, Asosiasi Pengusaha Bauksit, ini juga menjadi hal yang harus

dijelaskan oleh jajaran Dirjen Minerba tentang larangan ekspor khusus untuk

komoditas bauksit. Karena dari pemaparan teman-teman dari anggota asosiasi

kemarin itu menyatakan bahwa bauksit yang ada saat ini itu adalah merupakan hasil

olahan Pak. Dan kemarin ada data pembanding yang dibuat oleh teman-teman dari

asosiasi menyatakan bahwa Institut Teknologi Bandung ya itu kemarin kita

dipaparkan kayak seperti itu. Kemarin saya juga sampaikan bahwa pemahaman

saya bauksit itu pasti dia adalah raw material, tapi ternyata itu ada proses

pengolahan yang bisa dilakukan oleh mereka mulai dari apa namanya, raw material,

kemudian ada crushing, kemudian ada washing, sampai peningkatan kadar yang

cukup signifikan hampir 10 persen peningkatan kadar dari bauksit itu. Oleh karena

itu mohon penjelasan Pak kenapa ini menjadi, bauksit ini kok dianaktirikan, tidak

sama dengan mineral yang lain, padahal teman-teman di asosiasi juga sudah punya

progress yang cukup dalam dalam rangka membangun smelter Pak. Oleh karena itu

mohon penjelasan Pak Dirjen.

Untuk sementara saya pikir demikian. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Supratman.

Selanjutnya kami silakan Pak Lucky Hakim, siap-siap Pak Ramson.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (LUCKY HAKIM):

Terima kasih Pimpinan.

Saya ingin menanyakan sedikit saja gitu, seandainya kita memang bercita-

cita memiliki smelter yang banyak apakah kita punya cukup power untuk bisa,

artinya mengoperasikan smelter-smelter yang ada, apakah itu benar-benar mampu

tidak. Karena beberapa waktu yang lalu ada beberapa pertemuan yang menyatakan

seandainya kita punya pun untuk menyalakan itu kita tidak punya energinya,

batubara kita tidak mungkin bisa di ekspor lagi ke luar, jadi hanya habis untuk

dipakai di dalam negeri, dan saya ingin kejelasan akan hal itu. Jadi seandainya

punya banyak smelter kita energinya itu dapat dari mana gitu.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Ramson.

20

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA (RAMSON SIAGIAN):

Terima kasih Pak Ketua.

Pak Dirjen dan jajarannya,

Ini selamat ini Pak Dirjen, sudah tinggi jabatannya ya. Zaman dulu masih

Kabag, sekarang sudah Dirjen. Waktu periode pertama lagi. Jadi makanya saya

ucapkan selamat kan gitu.

Pak Dirjen ini kemarin kita diberikan data oleh Asosiasi APB3I Pengusaha

Bauksit. Tadi juga sedikit sudah dikemukakan teman saya anggota yang terhormat,

itu ada Permen, peraturan menteri yang memberikan otoritas ataupun memberikan

peluang ke berapa produk atau ke komoditi untuk bisa di ekspor yaitu tembaga, biji

besi, pasir besi, mangan, timbal, dan seng, sementara nikel dan bauksit tidak. Kalau

kita lihat di Undang-Undang Miberba bahwa 2014 semua sudah harus diolah. Nah

itu tolong dijelaskan oleh Pak Dirjen yang seharusnya ini, nanti kita akan pertanyaan

ke Pak Menteri, tetapi tentunya karena ini dalam skopnya Dirjen Minerba, jadi tolong

dijelaskan background-nya. Karena ini sebenarnya bertentangan dengan Undang-

Undang Minerba, Kalau tanpa diolah itu tidak boleh diekspor. Terkecuali Undang-

Undang itu kita amandemen dulu gitu. Ini yang saya heran kok tiba-tiba ada

Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 yang memperbolehkan lima jenis

komoditi untuk bisa diekspor sementara yang dua tidak bisa ekspor, padahal sesuai

dengan undang-undang itu semua sama.

Terus yang kedua saya juga menyesalkan bahwa pada saat Undang-Undang

Minerba ini berlaku akhir 2009, kebetulan saat itu saya mulai pensiun dari DPR RI,

memproses RUU itu saya masih ikut sebagian, seharusnya pada saat itu

pemerintah, Kementerian ESDM proaktif bahwa ada waktu 5 tahun sesuai perintah

undang-undang untuk membangun smelter agar hasil-hasil tambang, mineral ini bisa

diolah dulu. Tetapi saya lihat tidak ada kebijakan strategis dari pemerintah

khususnya Kementerian ESDM sehingga pada saat tertentu Menteri ESDM

mengeluarkan peraturan menteri yang melarang ekspor terhadap beberapa komoditi

dari hasil tambang mineral. Ini, sehingga dampaknya pada saat itu banyak

perusahaan-perusaan tambang, mineral yang bangkrut. Terus yang kedua neraca

perdagangan kita menjadi defisit. Karena selama ini kita cenderung, artinya surplus

kita punya neraca perdagangan bukan karena keunggulan industri manufacturing

kita tetapi lebih banyak karena ekspor hasil-hasil tambang, termasuk sebagian juga

minyak, biarpun kita impor minyak cukup banyak juga, minyak dan gas. Nah ini yang

mengakibatkan mungkin setahun lebih neraca perdagangan kita defisit. Nah itu

otomatis juga mempengaruhi dari sisi moneter, rupiah kita melemah. Ini yang waktu

itu kelemahan dari Permen yang mendadak membuat keputusan tersebut.

Seharusnya dari 2009 sudah ada strategi yang pro aktif menghadapi 2014

bagaimana strateginya agar smelter-smelter tersebut sudah dibangun pada saat

perintah undang-undang harus direalisasikan. Ini yang saya sesalkan dari

21

Kementerian ESDM tentunya sebagai bawahannya Kementerian ESDM yang

bergerak ataupun yang mengurus masalah-masalah ini, Direktorat Jenderal Minerba

seharusnya memberikan masukan-masukan ke Kementerian ESDM. Sehingga

sekarang dampaknya sangat besar terhadap perekonomian nasional. Di satu sisi

kecenderungan para pengusaha-pengusaha sektor pertambangan ini akan

melanggar undang-undang ataupun menterinya yang akan melanggar undang-

undang, karena dari awal tidak proaktif strateginya. Banyak kita punya sumber daya

yang bisa di-manage untuk bisa melaksanakan undang-undang itu kalau itu dimulai

dari awal. Artinya sudah proaktif dari saat undang-undang itu mulai direalisasikan

2009, menghadapi 2014, ada waktu 5 tahun. Nah ini tidak ada.

Sekarang, tadi ini dilaporkan bahwa ada pembangunan smelter menurut

Asosiasi Bauksit bahwa baru satu yang dalam proses, kemarin itu. Itupun

membutuhkan waktu sampai tahun tahun 17, di sini diberitahukan bahwa ada 37 unit

smelter yang sedang dibangun, tolong dijelaskan ini untuk jenis-jenis komoditi yang

mana ini, apa ini bersifat umum, karena menurut Asosiasi Bauksit hanya satu yang

masih dalam proses. Itu yang ingin saya sampaikan, mohon dijelaskan mengenai

smelter tersebut.

Terus yang kedua tolong juga dijelaskan dari IUP-IUP yang ada sekarang

baik mineral, baik batubara itu yang dikeluarkan bupati itu berapa banyak dari sekian

banyak 10.653 IUP-IUP mineral dan batubara. Jadi tolong dijelaskan oleh Pak Dirjen

untuk sebagai referensi buat Komisi VII untuk pembahasan selanjutnya, karena kita

akan membahas nanti RUU ataupun amandemen terhadap Undang-undang

Minerba.

Demikian Pak Ketua. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Ramson.

Selanjutnya kami persilakan Pak Yulian Gunhar. Oh lagi keluar ya. Terus Pak

Tony Wardoyo. Wah keluar terus. Selanjutnya Bu Dewie Yasin Limpo.

ANGGOTA FRASI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (Hj. DEWIE YASIN LIMPO,

SE):

Baik terima kasih.

Pak Dirjen Minerba yang saya hormati dan seluruh rombongan,

Saya Dewie Yasin Limpo dari Fraksi Hanura saya perkenalkan kembali.

Pertanyaannya adalah pertama kita dalam 2 hari ini menerima beberapa asosiasi

22

pengusaha baik itu dari Hiswana migas maupun dari pengusaha bauksit, nah

kelihatannya pengusaha bauksit ini memang pengusaha yang dulunya sudah

menerima IUP, sudah menambang tapi tiba-tiba distop, tidak bisa mengirim OR-nya,

harus dengan smelter, namun kelihatannya karena ini pengusaha lokal, pengusaha

anak bangsa kita, ini tentunya kita tidak bisa juga membiarkan mereka mengalami

kerugian yang begitu besar, kemudian juga tetap diwajibkan membayar landrent,

pajak dan lain-lain dan juga telah banyak yang pada akhirnya mem-PHK-kan

karyawannya. Ini harus menjadi satu perhatian mungkin kepada Pak Dirjen dan juga

kita Komisi VII, solusi apa yang kira-kira yang bisa membawa mereka ini kepada

sesuatu yang bisa menjanjikan dan tidak mengurangi asset ataupun keberadaan

para penambang ini tanpa smelter. Mereka mengharapkan bahwa mungkin apakah

kita bisa memberikan solusi, memberikan dulu, karena mereka terlanjur menambang

OR-nya dan kemudian menumpuk dan mengalami kerugian, sementara masih

ditagih terus harus membayar landrent dan lain-lain, sehingga apakah kita tidak bisa

memberikan satu dispensasi atau bagaimana terkait dengan kerugian mereka.

Mereka berharap bahwa apakah masih bisa ada jalan keluar untuk sampai 2017

bisa mengirim OR, dan setelah itu kita wajibkan untuk tetap membangun smelter.

Itu.

Yang kedua adalah pertanyaan saya Pak, status kerja sama pemerintah

dengan PT. Freeport Indonesia ini bagaimana, sejauh mana, sampai di mana

perpanjangannya? Karena masyarakat yang ada di Papua itu mengharapkan bahwa

sebaiknya pemerintah jangan melakukan perpanjangan kalau memang PT.Freeport

ini tidak membangun smelter. Itu harapan mereka. Nah ini kelihatannya juga kita

sedikit mungkin harus merenung atau berpikir karena dari kemarin ini ada beberapa

diskriminasi kita terhadap mineral-mineral yang lain, yang lain boleh tapi yang ini

tidak, misalnya PT.Freeport bisa saja, Newmont bisa, di sisi lain bauksit, nikel yang

oleh pengusaha-pengusaha kayak kita ini tidak boleh gitu. Nah ini mungkin mohon

penjelasan dari Bapak Dirjen Minerba.

Kemudian itu tadi karena kami, Komisi VII DPR dalam waktu dekat akan

melakukan kunjungan kerja ke di Papua, Ini takutnya menjadi pertanyaan gituloh.

Mereka mengharapkan bahwa jangan ada perpanjangan kalau memang belum ada

kesepakatan membangun smelter itu kapan, gitu loh. Demikian yang ingin saya

sampaikan. Terima kasih.

Wassamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Selanjutnya kami persilakan kepada Ibu Mercy Christin Barend. Silakan.

23

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, ST):

Barends Pak.

Ya terima kasih Pak Pimpinan. Pak Dirjen dan jajaran, saya punya beberapa

hal yang pertama dari sisi data data yang dipaparkan di sini tadinya harapan saya itu

dia covering nya semuanya, mulai dari total cadangan kita yang tersedia berapa.

Karena di sini ada estimasi untuk 2015. Saya takut pas kita bangun smelter

cadangan kita sudah habis Pak. Mestinya ini dipaparkan dari awal kita punya

cadangan. Harapan kita bukan cuma estimasi cadangan tetapi fixed cadangan

berdasarkan hasil survei atas eksplorasi. Itu yang pertama.

Yang kedua berkaitan dengan data indikator kinerja, saya butuh kejelasan

lebih konkrit dalam paparan di sini seluruh data yang berkaitan dengan eksplorasi

kecuali feronikel dengan nickle matte itu yang mengalami peningkatan sedikit, sisa

yang lain mengalami penurunan Ini cukup luar biasa, sementara PNBP-nya

meningkat cukup signifikan bertambah sekian trilyun. Sehingga saya ingin tahu ini

hitung-hitungannya bagaimana, jangan sampai terjadi hitung salah itu Pak. Dengan

demikian saya butuh penjelasan rinci berkaitan dengan indikator kinerja, table yang

paling pertama ini dijelaskan. Kalau ini saja sudah salah mungkin kita untuk ke

selanjutnya ini mungkin juga akan mengembangkan rencana kinerja ke depan,

program-program kerja ke depan ini dengan data yang juga hitung-hitungannya

masih debatable seperti itu.

Yang ketiga ini berkaitan dengan data IUP, saya sangat stres, stressing benar

di data IUP yang sampai dengan hari ini masih morat marit. Berapa yang sudah

melewati fase CNC dan beberapa yang tidak melewati fase CNC. Data yang

dipaparkan di sini 296 dicabut resmi. Sementara Kalimantan Tengah itu 200 sekian

itu juga akan dicabut berikutnya. Mestinya harus ada data terpilah yang lebih clear

dari 296 yang total keseluruhan termasuk Kalimantan Tengah 200 sekian itu, berapa

yang dicabut karena habis cadangan, jadi kita clear kalau mau CNC berikut lagi

yang sudah selesai stok cadangannya tidak dikeluarkan lagi gitu loh. Yang kedua

yang tidak clear CNC-nya karena memang nakal gitu loh, tidak memenuhi

persyaratan amdal dan lain-lain, terjadi kerusakan amdal dan lain-lain. Dan yang

ketiga pencabutan izin amdal yang berkaitan dengan faktor-faktor lain, kami belum

tahu ini apa, apa alasannya seperti itu. Jadi kalau ada data terpilah soal ini, ini jauh

lebih clear, dan kalau covering-nya meliputi 33 provinsi yang ada kita jadi lebih fix,

masing-masing kita jadi ikut bertanggung jawab kalau pulang ke dapil kita masing-

masing gitu loh. Itu yang ketiga.

Yang keempat ini berkaitan dengan peningkatan kualitas pertambangan,

kualitas nilai tambah terhadap produksi material pertambangan. Di dalam data

terpilah yang disampaikan dalam tabel Bapak, itu untuk smelternya itu digabung,

pengolahan dengan pemurnian. Kemarin kita tarik menarik cukup alot dengan

24

bauksit, sementara data di sini itu digabung pengolahan pemurnian. Data yang

dikeluarkan dari asosiasi kemarin satu saja sudah syukur banyak itu Pak, data yang

ada di sini 5. Total covering semua dari atas ke bawah kita butuh penjelasan juga

lebih clear, berapa yang memiliki smelter sampai ditahapan pemurnian, berapa saja

yang sampai ditahapan pengolahan. Jadi kalau kita gebraknya juga lebih tajam gitu

loh, lebih clear, kita menggebrak itu pada material-material yang mana seperti itu.

Yang berikut, ini berkaitan dengan safeguard Pak. Karena ini berkaitan

dengan pertambangan mestinya evaluasi clear dari pihak Kementerian, Dirjen

ESDM, termasuk di dalamnya isu dampak lingkungan. Dirjen ESDM sendiri

penataan safeguard-nya seperti apa berkaitan dengan seluruh perusahaan

pertambangan yang sudah menambang di Indonesia. Dari ujung ke ujung yang kita

dengar banyak sekali persoalan safeguard yang berkaitan dengan kerusakan amdal

dan lain-lain. Kita ingin tahu sampai sejauh mana persoalan ini mendapat perhatian

serius dari Dirjen ESDM karena ini juga berkaitan dengan khalayak hidup orang

banyak yang ada di lingkungan sekitar penambangan.

Yang terakhir Pak ini berkaitan dengan rekapitulasi pemantauan pemanfaatan

CSR dari seluruh perusahaan-perusahaan penambangan ini, itu juga tidak ter-cover

dalam data evaluasi kita. Kemarin di dalam pertemuan di Makasar, ini pertemuan

kedua kita dengan Pak Dirjen, dengan PT. Vale itu kita cukup itu kita tutup sangat ini

sekali detail sekali membicarakan soal implementasi berdasarkan undang-undang

total 4 persen atau berapa persen itu ya, setahu saya 4 persen dari apa itu, CSR

yang harus diberikan seperti itu. Apakah memang demikian, seberapa jauh tingkat

pemantauan Dirjen ESDM berkaitan dengan perolehan CSR yang dimanfaatkan

bagi community development pengembangan masyarakat yang ada di sekeliling

wilayah penambang.

Yang terakhir saya memperkuat apa yang disampaikan oleh Ibu Dewie hasil

pembicaraan kita kemarin dengan Asosiasi Bauksit Pak, buat saya ini anomali yang

sangat luar biasa terjadi, undang-undang mensyaratkan pembatasan ekspor, tetapi

kemudian diterjemahkan di tingkat Permen yaitu terjadi diskriminasi ekspor pada

tingkat OR atau pengolahan tahap kedua. Diskriminasi yang kedua juga terjadi dari

sisi raw materialnya. Untuk yang lain-lain bisa diekspor kecuali untuk bauksit, nikel,

ya kalau saya tidak salah seperti itu. Pertanyaan kami kenapa ada terjadi

diskriminasi seperti ini, apa latar belakangnya dari pihak ESDM, kemudian

menterjemahkan bahasa undang-undang bahwa yang ini bisa dan yang ini tidak

bisa, mestinya ini harus diberlakukan sama. Kemarin ada usulan walaupun ini masih

debatable, tapi kita minta pertimbangan juga dari ESDM, bahwa ini bauksit sudah

telanjur, sudah terlanjur ada ini sekarang sudah diproduksi ke luar tidak bisa, ke

dalam juga tidak tahu mau diapakan, syukur-syukur kalau jadi makanan kita bisa

makan. Bauksit yang sudah ada ini, ini harus dicari jalan keluar. Satu tahun mereka

sudah tidak produksi. Kalau tadi usulan Ibu Dewie untuk ada beberapa hal itu

mereka minta keringanan seperti pembayaran landrent dan lain-lain seperti itu, tetapi

mungkin ada ruang terbatas, celah kecil kita minta mungkin ada pertimbangan di

25

dalam ESDM untuk ada bridging policy, policy jembatan, buka ruang sedikit,

produksi yang sudah terlanjur ada ini dari pada jadi bahan rongsokan di dalam

negeri, ini harus diselesaikan, dikeluarkan, apa bentuknya. Karena kemarin ada

yang sudah dalam tahap OR dan, dan ada dalam tahap metalurgical grade. Kalau ini

bisa dikeluarkan kemudian kita tutup lagi celah ini dan kemudian diatur di tingkat

undang-undang dan seterusnya sampai dengan smelter ini siap.

Saya kira ini beberapa hal yang bisa saya sampaikan Pak Pimpinan. Terima

kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Bu Mercy.

Selanjutnya kami persilakan, Pak Yulian sudah masuk? Belum ya. Pak Tony

juga belum. Silakan langsung ke Pak Harry Poernomo.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY

POERNOMO):

Terima kasih Pimpinan.

Saya singkat saja. Dari tadi saya pelajari isu yang panas adalah smelter.

Saya ingin mengajak baik Pak Dirjen dan kawan-kawan juga, rekan-rekan yang saya

hormati anggota Komisi VII, coba kita berpikir yang out of the box, saya yakin

pembangunan smelter ini sangat visible oleh karena itu kenapa kok kita tidak pernah

terpikir kalau memang ini visible, tujuannya baik, memberikan nilai tambah,

membuka lapangan kerja, kita invest-lah melalui BUMN kita, Aneka Tambang atau

siapapun. Kalau perlu kita create perusahaan publik kita jual saham ke publik

membangun smelter, apakah itu nikel, apakah itu bauksit, apakah itu tembaga,

emas, dan sebagainya. Kita kaji studi kelayakannya. Kalau banyak tambang bauksit

ya dipilih lokasi yang strategis. Katakanlah kalau Freeport kita bangun saja smelter

di Timika. Aneka Tambang yang invest atau pemerintah yang invest. Kalau ini dipikir

visible kenapa bukan kita yang bangun, kenapa harus mereka. Karena

bagaimanapun orang usaha itu pasti akan mencari celah kelemahan dan biasanya

birokrat kita sangat lemah dalam hal negosiasi. Oleh karena itu, tolong dipikirkan

mumpung sekarang pemerintah ini fokus kepada infrastruktur apa salahnya kalau

infrastuktur untuk pertambangan ini juga masuk program-program itu. Tolong jadikan

kajian ini. Sudah kita bangun sajalah. Berapa sih biaya smelter? Kalau visible

berapapun investasinya uang kembali, fine.

Yang kedua dari paparan Pak Dirjen ini sangat tidak informatif. Buat saya

tidak ada artinya jumlah smelter yang selesai, ini progress atau pun belum ada

progress sama sekali. Tolong dilengkapi in terms of capicity dari tiap smelter ini

apakah betul-betul yang dibangun itu sesuai dengan tingkat produksi atau kapasitas

26

produksi masing-masing. Karena dari situ kita bisa melihat mereka itu bangun

smelter hanya sekedar memenuhi syarat atau kau betul-betul akan memenuhi

harapan kita untuk menaikan nilai tambah. Jangan sampai membangun smelter ini

hanya untuk syarat saja mendapatkan izin ekspor. Oleh karena itu, tolong

dilengkapi. Mungkin bagi Pak Dirjen dan kawan-kawan atau mungkin rekan-rekan

yang saya hormati Anggota Komisi VII yang sudah pengalaman duduk di sini sudah

paham smelter mana yang in progres, selesai atau sama sekali tidak. Oleh karena

itu tolong dilengkapi dalam satuan kapasitas. Contoh sajalah katakan smelter dari

mana Vale atau mana tadi saya kurang paham apakah betul-betul mereka

membangun unit smelter yang sesuai dengan kapasitas penambangan mereka.

Kalau di bawah kapasitas kabur tidak ada artinya. Oleh karena itu, sekali lagi saya

yakin bangun smelter ini sangat visible, kalaupun ada 10 penambang bauksit kita

tidak perlu membangun 10 smelter, cukup saja diambil satu lokasi di mana yang

paling dekat dengan lokasi-lokasi tambang. Karena di manapun lokasi smelter tetap

akan visible karena mereka mengekspor bahan mentah ke luar itu juga visible.

Katakanlah bauksit diekspor ke Cina masih visible. Kalau dibangun di Kalimantan, di

Sulawesi pasti akan lebih visible. Karena transport cost-nya akan lebih rendah. Ini

sekedar saya ingin memancing saja kita berpikir yang lebih cerdaslah, kita sudah

capek pemerintah selama ini hanya berwacana saja. Alhasil buntutnya melanggar

aturan yang kita sepakati. Kita revolusi mental, berpikir yang lebih cerdas, tapi

jangan revolusi mental seperti yang tadi kita apa, revolusi mental dalam rangka fit

and proper test Kapolri.

Itu saja Pak Dirjen. Dan mudah-mudahan kawan-kawan yang saya hormati

juga sepakat, kita bangun smelter sendiri melalui BUMN atau perusahaan swasta

lain yang kita bentuk. Kita buka perusahaan publik, kalau perlu kita-kita punya

saham di situ, seluruh rakyat Indonesia, karena tambang ini kekayaan rakyat. Tidak

ada salahnya kalau anggota DPR juga ikut invest sebagai perusahaan publik, apa

yang salah?

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Harry.

Selanjutnya kami persilakan Pak Aryo.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (ARYO P.S.

DJOJOHADIKUSUMO):

Terima kasih Pimpinan.

Bapak Dirjen dan jajaran,

27

Ada beberapa hal yang saya ingin tanyakan, pertama-tama ada dua pihak

yang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 terkena kewajiban melakukan

pengolahan dan pemurnian mineral. Pertama yang oleh Pasal 103 secara langsung

diwajibkan melakukan pemurnian dan pengolahan yaitu pemilik IUP, IUPK dan lain-

lain. Pihak kedua yang diberi waktu hingga tahun 2014 untuk melakukan pemurnian

yaitu para pemilik kontrak karya. Melalui ketentuan Pasal 170 Undang-Undang No. 4

Tahun 2009. Pertanyaan saya yang pertama, prakteknya negara dirugikan karena

pihak pertama yaitu pemilik IUP dan IUPK hingga kini tidak melaksanakan kewajiban

pemurnian dan pengolahan. Nah bagaimana pengawasan Dirjen Minerba selama ini.

Yang kedua di mana fungsi pengaturan yang diemban oleh Dirjen Minerba

terhadap pihak kontrak karya yang hingga tahun ini tahun 2015 belum seluruhnya

melaksanakan pemurnian. Bahkan di tahun 2010 ada ketidakkonsistenan eksekutif

dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 yang hanya

mewajibkan pemurnian dilakukan oleh pihak IUP dan IUPK. Pemilik kontrak karya

dikecualikan dari kewajiban tersebut, dan hanya diwajibkan mengutamakan

kebutuhan dalam negeri. Peraturan pemerintah ini melanggar undang-undang, kalau

tidak salah ini sudah sempat disebut, disinggung oleh Pak Ramson pada kemarin

pada waktu rapat dengar pendapat umum dengan Asosiasi Pengusaha Bauksit,

peraturan pemerintah ini melanggar undang-undang. Terkait itu, bagaimana

sebenarnya sikap dan pandangan pemerintah saat ini terhadap kewajiban undang-

undang itu. Kami ingin tahu nanti peraturan pemerintah berikutnya seperti apa.

Pertanyaan saya yang ketiga hingga sekarang belum ada peraturan yang

jelas dan terang mengenai batas atau persentase kadar produk mineral olahan

dan/atau yang telah dimurnikan. Padahal menurut Pasal 6 ayat (1) butir c

pemerintah wajib membuat standar nasional dan kriterianya. Hal ini jelas

mencederai prinsip kepastian hukum yang harusnya dijunjung oleh Indonesia

sebagai negara yang berdasarkan hukum sesuai oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Sejauh mana upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk memperjelas hal

tersebut.

Pertanyaan saya yang berikut, ada diskriminasi antara pemegang kontrak

karya dimana peraturan pemerintah, maaf Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun

2014 menyatakan untuk mineral bukan logam dan mineral batuan ekspor dapat

dilakukan setelah melakukan pengolahan. Tapi untuk mineral logam ekspor hanya

boleh dilakukan setelah diolah dan dimurnikan, padahal Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 berlaku untuk seluruh mineral logam, bukan logam dan batuan. Dalam

hal ini, bagaimana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan fungsi

regulatory. Pertanyaan saya yang berikut mengenai Domestic Market Obligation, di

migas ada batas DMO sebesar minimal 25 persen, saya ingin tahu apakah ada

batas DMO dalam mineral dan batubara, tolong dijelaskan secara jelas di sini. Dan

pertanyaannya saya yang terakhir bagaimana kelanjutan pemerintah mengupayakan

adanya realisasi divestasi, contohnya untuk Freeport, karena yang setelah saya

28

baca di presentasi Bapak di halaman 4 isu strategis renegosiasi nomor 5 adalah

kewajiban divestasi. Ini bagaimana kelanjutannya dan kejelasannya sampai saat ini

tolong dijelaskan.

Terima kasih. Sekian saja Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Selanjutnya silakan Pak Totok.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. TOTOK DARYANTO,

S.E.):

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pertama soal yang terkait dengan smelter, saya ingin menyampaikan

tanggapan bahwa sebenarnya memang saya melihat sampai sekarang ini belum

ada data-data yang akurat, dan pemerintah itu belum optimal di dalam melakukan

langkah-langkah supaya smelter itu bisa dilaksanakan di seluruh pertambangan kita

sesuai dengan undang-undang. Kami ingin supaya pemerintah melakukan kajian

terhadap setiap jenis-jenis pertambangan berkaitan dengan perintah undang-

undang. Itu kalau, jadi kalau kita mencari solusi apapun juga tentunya itu harus

punya data-data yang akurat kita jangan hanya mau menerima satu sisi saja,

misalnya adanya keberatan dari asosiasi atau dari pelaksana di bidang

pertambangan terhadap hal-hal yang dianggap itu tidak tidak menguntungkan

dalam, tidak visible di dalam membangun smelter milsalnya. Karena perlu juga itu

misalnya diungkapkan bahwa sebetulnya selama ini para pengusaha-pengusaha

pertambangan itu sudah menikmati kekayaan alam Indonesia ini sudah terlalu lama

dan ibaratnya perutnya sudah terlalu gendut, tapi mengabaikan tanggung jawabnya

ketika undang-undang memerintahkan seperti itu. Ini kan sudah lima tahun yang

lalu. Komisi sudah mengingatkan berkali-kali, pemerintah juga ya menurut saya

kurang, kurang di dalam pengawasannya juga, sehingga pada akhir 2014 itu

terjadilah semacam pendadakan seperti itu. Maka, yang penting sekarang stop tidak

boleh lagi ada ekspor.

Nah, jadi dan juga kami tidak menyarankan bahwa pemerintah membangun

smelter, undang-undangnya tidak memerintahkan pemerintah itu, undang-undang

memerintahkan bahwa yang diekspor itu harus sudah dimurnikan, diolah dan

dimurnikan. Soal yang punya smelter pemerintah atau swasta, apakah pihak

29

penambang itu sendiri, itu persoalan lain, tapi sebenarnya menurut saya tidak, tidak

adil malahan, kalau pemerintah sekarang dituntut harus membangun smelter, tidak

adil. Wong yang menikmati kekayaan bukan pemerintah, pemerintah kan menerima

pajaknya saja, justru sekarang banyak kerusakan lingkungan yang menjadi beban

pemerintah, mengapa harus sekarang pemerintah yang harus membangun smelter.

Menurut saya tidak bisa begitu. Tapi bahwa pemerintah harus mengambil tanggung

jawab, mengkordinasikan, mendorong, membuat regulasi-regulasi, supaya akhirnya

bisa teralisir ya itu memang yang harus dilakukan. Jadi saya tidak menyarankan,

tidak menganjurkan, pemerintah membangun smelter. Tapi kalau pemerintah itu

mengundang investor-investor supaya mau, lah itu memang tugas pemerintah,

apakah diberikan insentif, apakah diberikan kemudahan lainnya supaya mereka mau

bangun smelter di Indonesia. Tapi intinya bahwa pembangunan smelter itu harus

dilaksanakan dan kita dorong supaya pemerintah mempunyai kajian-kajian dan data-

data yang akurat di setiap sektor pertambangan yang berkaitan dengan smelter.

Kemudian yang terkait dengan pemilik IUP dan yang kontrak karya yang

PKP2B, memang persoalannya bagi yang kontrak karya, Indonesia ini sudah diikat

di dalam perjanjian kontrak karya itu dimana ketika undang-undang diputuskan itu

tidak ada dalam kontrak karyanya, mestinya nanti pada renegosiasi dan juga ketika

ketika kontraktor-kontraktor ini yang melakukakan kontrak karya, investor yang

melakukan kontrak karya kepada kita itu meminta perpanjangan-perpanjangan ini

harusnya dikaitkan Pak. Jadi bagaimana para investor itu harus, para pelaku

pertambangan besar ini dia harus terikat dengan undang-undang di Indonesia. Di

kontraknya harusnya dicantumkan. Kita ini sebetulnya ya saya tidak tahu, dulu ini

yang buat kontrakkan dulu, sebetulnya agak aneh bahwa negara ini berkontak

dengan perusahaan asing, dan kita sudah tidak ada klausul lain untuk mengikuti itu,

kalau tidak, kita digugat di abritase internasional, biasanya kita kalah. Nah, itu

sebenarnya problemnya untuk membangun smelter untuk yang kategori kontrak

karya. Tapi saya lihat ada beberapa perusahaan yang nampaknya sudah mulai

condong untuk mau melaksanakan karena mereka tahu bahwa mereka, karena

mereka punya kepentingan mereka mau memperpanjang. Untuk itulah, kami sangat-

sangat menghimbau, sangat mengingatkan atau lebih keras lagi, apa ya namanya,

meminta atau setengah memaksa pemerintah jangan mudah-mudah memberi

perpanjang. Ingat begini, rapat kerja ini, ini bukan rapat kerja ya, RDP ini ada usulan

dari komisi jangan mudah-mudah memperpanjang kontrak karya kalau tidak

dikaitkan dengan satu ketaatan kepada Undang-Undang di Republik Indonesia.

Kedua, mau mereka membangun smelter sesuai dengan undang-undangnya sudah

berjalan. Jadi di kontrak sini harus dicantumkan bahwa kontrak ini terikat dengan

undang-undang yang berlaku di Indonesia. Itu harus ada, setiap kontrak karya harus

begitu Pak, kalau tidak, biasa pemerintah ini lemah. Saya juga heran, pemerintah

biasanya kalau negosiasi pasti lemah, akhirnya manut-manut saja. Padahal

mestinya itu sudah, kalau tidak mau ya tidak apa-apa walaupun investor itu

diundang di Indonesia, macam-macam supaya kita membuka lapangan kerja dan

lain-lain, pertumbuhan ekomoni dan lain-lain ya itu okelah semuanya, tapi jangan

menyepelekan hal yang seperti itu dan jangan mudah kita ini ditekan. Jadi biasanya

30

ini kita lemah dalam negosiasi selalu mengikuti saja dan memberikan alasan bahwa

wah ini kan kita lagi lagi mencari hati dari para investor supaya senang di Indonesia,

kita lagi membuat iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Itu sebetulnya menurut

saya pikiran-pikiran kuno yang harus ditinggalkan, karena pada akhirnya nanti orang

itu yang dilihat adalah pada kontrak.

Jadi catatan saya adalah ketika kita akan melakukan perpanjangan-

perpanjangan kontrak bagi pemegang PKP2B dan kontrak-kontrak yang lainnya itu

harus ada ketentuan mau tunduk pada undang-undang, peraturan perundang-

undangan di Indonesia. Jadi kalau ada undang-undang baru beda dengan kontrak

bukan kontraknya merasa tidak terikat gitu loh. Kan sebenarnya yang sekarang

terjadi kan kontrak merasa tidak terikat, karena kontrak itu punya posisi hukum yang

lebih tinggi antar-pihak. Jadi dia tidak mau terikat dengan undang-undang, undang-

undang kan mengatur setelah kontrak dibuat, tidak berlaku surut dan lain

sebagainya. Tapi kalau di dalam kontrak sudah dicantumkan bahwa dia terikat

dengan seluruh peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dengan

sendirinya setiap ada perubahan undang-undang kontrak ini menyesuaikan.

Jadi itu catatan saya selain, apa, selain soal smelter itu akan sungguh-

sungguh di setiap jenis pertambangan itu pemerintah melakukan kajian maupun juga

kontrol yang ketat supaya itu benar-benar terlaksana tapi terutama terhadap kontrak-

kontrak karya terutama ketika ada perpanjangan pemerintah harus dengan tegas

mengikutkan aturan yang tadi kita sarankan itu.

Demikian usul saya. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Sudah ya Pak Totok?

Karena Pak Tony sudah masuk, silakan Pak.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (TONY

WARDOYO):

Terima kasih Pimpinan.

Ini kami hanya melanjutkan apa yang tadi saya titip dengan Bu Dewie untuk

Pak Dirjen dan Pak Direktur Pembinaan Mineral, Pak Eddy, jadi kami sangat

mengharapkan Pak, untuk mengenai perjanjian pemerintah dengan PT. Freeport

Indonesia jangan dulu diperpanjang izin kontrak karyanya sebelum dia membangun

31

smelter di Papua. Ini pesan dan amanat dari masyarakat Papua. Karena nanti

berkendala kalau ini diabaikan, akan berkendala di mengenai penggalian

tambangnya di sana. Kan sifat masyarakat sana kan tahu sendiri Pak, ini kan

kebetulan di tanah ulayat, bukan tanah negara Pak, mereka ini adalah mengambil

tambang emas di tanah ulayat, di tanah hak milik suku mereka. Hanya itu pesan

kami. Jadi tolong dilibatkan juga pemerintah daerah dalam hal ini suku mereka,

gubernur, kepala provinsi, karena ini ada titipan amanat dari beliau. Biar dilibatkan,

Gubernur Papua, kabupaten-kabupaten yang terkait di sekitarnya seperti Kabupaten

Mimika, Kabupaten Puncak, karena ini yang berhubungan langsung dengan tanah

ulayat asal usul nenek moyangnya Pak.

Itu saja pesan kami. Ini amanat rakyat. Terima kasih. Kami serahkan

Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Tinggal Pak Yulian, sudah masuk?

Tidak ada ya.

Pak Airlangga bagaimana?

Kalau begitu karena seluruh anggota sudah menyampaikan pertanyaan dan

pendalaman. Oh ada ya?

ANGGOTA FRAKSI PARTAI INDONESIA PERJUANGAN (Ir.H. DARYATMO

MARDIYANTO):

Sebelah kiri kalau boleh Pak?

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Daryatmo, memang tidak kelihatan tadi Pak. Baru masuk Pak ya.

Kelihatannya negosiasinya agak, silakan Pak.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (Ir.H.

DARYATMO MARDIYANTO):

Negosiasinya sudah selesai tadi Pak, karena Paripurna sudah selesai Pak.

32

Ibu/Bapak sekalian,

Terima kasih, Pimpinan dan Dirjen. Sudah banyak disampaikan catatan, kami

hanya menyampaikan catatan-catatan tambahan.

Yang pertama ya pengharagaan dan apresiasi kepada kalangan Dirjen,

karena dalam catatan ini sudah ada MOMI (Minerba One Map Indonesia) ya.

Kemudian juga rekaman yang mencakup tentang smelter. Karenanya ini ya catatan

yang penting, tetapi catatan penting itu sebenarnya refleksi atau gambaran dari

amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009, undang-undang ini dibuat lima tahun di

akhir 2009, dan memberikan kesempatan 5 tahun untuk diwujudkannya smelter.

Dengan demikian ketika akhir periode kemarin dalam catatan yang kami baca ada

kesepakatan kementerian ESDM dan Komisi VII untuk bersepakat bulat tidak

menunda sedikit pun dan melaksanakan secara konsekwen Undang-Undang No.4

Tahun 2009. 9 fraksi dan kementerian bulat. Saya kira ini penting untuk dicatat,

karena keputusan itu memberikan penghargaan yang memadai antara pemerintah

dan DPR sendiri ketika sudah berhasil menyusun Undang-Undang Nomor No.4

Tahun 2009. Saya kira ini penting sebagai standing politik, posisi politik dari

Pemerintah dan DPR RI. Ya undang-undang ini dibuat 5 tahun. Belum pernah

undang-undang ini dibuat 5 tahun ya setelah selesai 2009 maka sering beberapa

teman menyebut UU Merah Putih. Setelah 2009 masih ada 5 tahun mau bikin

smelter. Itulah fungsi negara, fungsi pemerintah dalam memberikan perlindungan

terhadap pengusaha sumber daya mineral. Karenanya ketika kemudian pada

rencana yang disampaikan dalam paparan Dirjen tentang dukungan yang diperlukan

untuk melakukan perpanjangan batas waktu pelaksanaan, pengolahan dan

pemurnian di dalam negeri sebagai harapan yang ingin disampaikan dukungannya

tentu harus ada pencermatan lebih jauh, karena kalau kita sepakat terhadap ini pada

butir yang ke-3 kan dukungan yang diperlukan. Tentu kita berharap bahwa uraian

terhadap permintaan dukungan itu menjadi jelas dan terperinci dengan tidak

sedikitpun menyimpang dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2009, dan berlaku sama

terhadap semuanya. Itulah bentuk sebagai pengaturan regulasi dan perlindungan

negara kepada kita, kepada seluruh masyarakat. Ya jadi apabila itu kemudian

perpanjangan itu mengingkari undang-undang, itu rasanya kita akan menelan ludah

kita sendiri ketika memutuskan institusi yang kita bersama di ruangan ini untuk

melakukan penghormatan yang memadai terhadap undang-undang tersebut. Itu

saya kira yang pertama.

Kemudian tadi melanjutkan oleh teman-teman, pada teman-teman, bahwa

soal smelter, tadi sudah disampaikan saya kira juga sama tolonglah nanti dapat

disampaikan skema dari smelter ini karena direncanakan ada tambahan hanya

sedikit sekali yaitu hanya sekitar 7 atau berapa tadi, 12 pada tahun 2015. Kalau ini

menyangkut soal penyediaan kapasitas dari masing-masing perencanaan smelter itu

tidak sejalan dengan tingkat produksi maupun kemampuan kita memproduksi tentu

harus dipaparkan terlebih dahulu, sebelum kita ambilkan keputusan-keputusan lebih

33

jauh. Karena forum ini adalah memperlancar dan memberikan rekomendasi

terhadap evaluasi kinerja itu.

Kemudian yang ketiga mengenai IUP dengan adanya MOMI yang anda,

Bapak sampaikan, yaitu pengendalian di tingkat meja untuk mengelola IUP yang

jumlahnya 5.000 yang belum termasuk 5.000 yang sudah, skenario apa yang ingin

disampaikan oleh Minerba terhadap 5.000 sisanya ya karena sekarang sudah

datanya sudah lengkap di sini. Kalau itu ada keperluan untuk berhubungan dengan

tingkat II dan tingkat I Undang-Undang 34 sudah mengamanatkan, jadi perlu ada

sebuah langkah apakah memang diharuskan pertemuan seperti ini mengundang

asosiasi atau pemerintahan atau dalam negeri untuk dapat melaksanakan Undang-

Undang 34 yang menyangkut menarik kewenangan dari tingkat kabupaten kepada

tingkat provinsi khususnya menyangkut IUP ini. Sementara MOMI-nya sudah

ditangan, dan kita mempunyai itu, dengan demikian kita juga bisa mengontrol

bersama-sama.

Saya kira itu Ketua. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Daryatmo.

Silakan Pak Airlangga.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T., M.B.A.:)

Baik, terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang kami hormati Bapak/Ibu Anggota Komisi VI, Pimpinan dan Pak, sorry

Komisi VII, Ini terganggu oleh Pak Daryatmo sebenarnya saya karena Pak Daryatmo

tadi mengatakan catatan dari Komisi VII terakhir, jadi terpaksa saya juga harus

bicara ini. Karena yang pertama yang menjadi catatan bagi kami, Pak Dirjen, ini

sejak tahun yang lalu pada saat kita membahas untuk undang-undang ini kan

sebetulnya kita ingin meningkatkan nilai tambah termasuk PNBP dari pada sektor

mineral batubara ini. Tapi sampai saat sekarang kelihatannya kita masih harus

prihatin karena sektor seheboh ini, Minerba kan heboh, ada Freeport, ada Newmont,

ada segala, tapi kontribusi PNBP-nya ini dari target 39,6 trilyun, ini hanya dapat 35

trilyun. Betul ya Pak Sukhyar ya? Nah, ini kalau kita bandingkan industri rokok yang

notabene tidak diatur pemerintah malah pemerintah membebani industri, malah

pemerintah dalam tanda petik dengan aturan bea keluar mematikan industri kecil,

menghidupkan industri besar, ini hanya sekitar 6, ya kurang dari 60 persen

34

pendapatan cukai dari industri rokok. Nah, oleh karena itu menjadi tantangan bagi

kita, tadi seperti dikatakan Pak Daryatmo, bahwa nilai tambah ini menjadi dalam

tanda petik harus wajib dan kita jangan mundur.

Kemudian saya memberi catatan mengenai smelter, memang smelter ini yang

paling susah dan paling mahal, salah satunya adalah bauksit, tetapi bauksit ini

menjadi taruhan Republik Indonesia, karena kemarin kita mengakhiri kontrak dengan

Jepang Nippon Asahan Alumunium, karena janjinya Nippon Asahan Alumunium

adalah untuk membangun metal grade smelter, dan Pemerintah Republik Indonesia

harus menarik kocek sebesar 7 trilyun, dan itu kemarin sudah diputuskan

pemerintah membeli saham Jepang dengan mengambil over Nippon Asahan

Alumunium, dengan target bahwa Nippon Asahan Alumunium akan meningkatkan

ekspansi kapasitasnya sehingga mendekati 500.000 ton almunium, dan itu notabene

membutuhkan 1 juta metal grade daripada alumina. Nah tentunya ini yang tadi

dikatakan Pak Harry memang waktunya kita dukung yang namanya Asahan

Alumunium untuk ekspansi lanjutan, apakah dia sendiri, apakah dengan Antam

untuk membangun yang namanya smelter bauksit. Nah, ini sudah bagian dari

komitmen Republik ini, kalau Republik mengambil Inalum kemudian Inalum-nya

menjadi seperti Krakatau Steel artinya menjadi tidak bisa hidup, kemudian harus

mengundang asing lagi untuk membangun smelter alumina, nah ini kesalahan bukan

hanya dari pemerintah tetapi kita juga yang dari DPR ikut berperan serta dalam

membuat industri ini tidak bangkit. Karena sebetulnya industri alumunium itu harus

menjadi salah satu cluster unggulan Republik Indonesia. Karena end user dari

industri alumunium adalah industri otomotif, industri elektronik dan industri

konstruksi. Dengan konsumen sebesar ini, dengan penjualan motor yang 8 juta unit,

penjual motor di Jepang itu hanya 500.000 unit, penjualan mobil yang besar, maka

tidak masuk akal kalau Indonesia gagal membangun industri alumunium berbasis

bauksit, karena industri ini mulai dari tanahnya, sampai hasil akhirnya seluruhnya

dikonsumsi di Republik Indonesia. Saya pidato di depan Parlemen Jepang

bagaimana yang namanya tanah Indonesia wara wiri dan dihitung berapa ribu

kilometer yang akhirnya selalu nilai tambah itu tidak pernah ada di Republik. Nah, itu

jangan kita mengulangi kesalahan yang sama. Tentunya keterlambatan

pembangunan industri bauksit dan smelter alumunium atau pun kegagalan daripada

dalam tanda petik belum berhasilnya membuat alumina grade, salah satunya kan

tentunya pemerintah harus dorong. Dan kemarin rapat dari kita mengusulkan bahwa

mereka yang akan membangun smelter alumunium, berdasarkan data BKPM ada 3,

4 perusahaan, termasuk yang kemarin kemudian ada Nalko, BUMN besar dari pada

India kemudian waktu itu pernah bicara Dubai Alumunium, dan ada satu perusahaan

lain di Kalimantan Timur, sebaiknya itu kita panggil semua juga, Pak Sukhyar ikut

panggil, kita buat time frame-nya, kita carikan jalan keluar berdasarkan time frame

yang ada. Karena bauksit itu tidak bisa dicuci untuk meningkatkan content daripada

AL2 03-nya, dia harus melalui yang namanya smelting. Dan smelting itu selalu

capital intensif dan smelting itu harus selalu dikuasai mafia multinasional, apakah itu

Dubai, apakah Alco atau yang lain. Kalau di Asia ini itu dikuasai oleh Sumitomo

35

Metal. Makanya konstelasi ini harus kita perhatikan karena mereka memang

menghendaki Indonesia hanya mengekspor raw material saja.

Catatan berikutnya adalah yang kemarin Pak Aryo bicara mengenai rare earth

material, Indonesia bisa mengkoleksi rare earth material itu dari pada hasil dari pada

copper smelter yang ada di Gresik. Nah saat sekarang rare earth material yang

dieskpor ke Jepang yang negara Cina melarang untuk mengekspor rare earth

material, mereka bisa mengambil yang dari bekas Freeport, dan saat sekarang

pemerintah tidak pernah menarik royalti dari situ. Nah, ini hal-hal yang perlu kita

perhatikan juga. Nah ini mungkin menjadi PR bagi pemerintah karena potensi kita

sebetulnya masih besar dan kalau kita betul-betul memikirkan secara keseluruhan

secara Republik, tidak kewilayahan, maka tentunya program-program peningkatan

nilai tambah ini bisa kita lakukan.

Baik, terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Silakan Bu.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (KATHERINE A.

OENDOEN):

Izin ya Pak.

Selamat sore Pak Dirjen,

Nama saya Katherina Angela Oendoen. Saya dari Fraksi Gerindra. Saya

hanya ingin bertanya Pak kami dengar ada temuan KPK yang menunjukkan banyak

ekspor batubara yang tidak bayar royalt. Itu satu.

Kedua, Minerba sedang mengkaji kebijakan yang bisa mencegah ekspor

batubara di tengah laut yang tidak bisa diawasi oleh petugas Pajak. jadi pertanyaan

saya bentuk kebijakan pencegahan tersebut seperti apa, satu. Kedua, apakah

bentuknya akan dibuat peraturan menteri atau cukup peraturan dirjen saja.

Sekian dan terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sudah, ya sudah semua anggota bertanya?

Sudah, ya.

36

Pak Kurtubi nggak bertanya, Pak? ada yang mau ditanyakan? Baru datang,

Pak ya. Kalau begitu Kalau begitu saya oper ke meja pimpinan. Silakan Pak

Kardaya, habis itu Pak Satya.

PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)

Terima kasih Bapak Pimpinan Rapat.

Kardaya Warnika, A-350, mengulang tadi karena itu ketentuannya harus

menyebutkan lagi, dari Dapil Jawa Barat VIII.

Pak Dirjen, ini ada satu hal yang dari kemarin ramai dibicarakan yaitu

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Minerba, undang-undang ini telah porak-

poranda artinya di mana-mana di diterjang, di mana-mana dilakukan penyimpangan

dan kalau seandainya kita mau mengakomodir perkembangan saat ini kelihatannya

tidak dimungkinkan lagi dengan dengan undang-undang ini.

Lalu, saya dulu pernah tahun 2012 awal mewakili menteri pada waktu itu

pertemuan APEC minister di Rusia berdebat habis-habisan dengan Menteri Jepang,

yang mereka meminta bahwa Undang-Undang Minerba dicabut karena undang-

undang itu, Undang-Undang Minerba memasukkan harus diolah. Mereka tidak mau.

Kita, saya sebagai Ketua Delegasi ngotot tidak akan mau merubah itu, karena ini

adalah undang-undang kita, tidak ada urusannya dengan luar.

Nah, dengan perkembangan-perkembangan yang semacam itu saya ingin

dapat jawaban interaktif karena tidak perlu penjelasannya. Pertanyaan saya terkait

dengan itu apakah ada pemikiran merubah undang-undang atau sudah siap akan

merubah undang-undang di pemerintah. Kalau iya kapan target draftnya akan

keluar. Itu dulu interaktifnya sebelum saya melanjutkan. Bagaimana, Pak Dirjen?

DIRJEN MINERBA:

Baik, terima kasih, Pak Kardaya. Tentu dalam konteks filosofi nilai tambah itu

tidak akan berubah, Pak, kewajiban mengolah memurnikan. Kemudian yang perlu

diadjust adalah manakala ada undang-undang...

PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)

Eh, begini, yang penting ada enggak pemikiran perubahan? Yang namanya

perubahan itu bisa saja cuma setengah kalimat tapi secara undang-undang itu

berubah. Ada nggak pemikiran?

37

DIRJEN MINERBA:

Ada, begitu Undang-Undang 23 keluar harus di-adjust. Undang-undang kaitan

dengan kewenangan.

PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)

Baik, ada pemikiran. Lalu targetnya kira-kira kapan akan draft itu akan bisa

masuk ke kita kalau itu inisiatif pemerintah, supaya kitanya siap-siap itu.

DIRJEN MINERBA :

Nanti kalau Raker dengan Pak Menteri akan ditanya itu.

PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)

Yang kedua, itu terkait dengan Permen. Kaitan Permen dengan Undang-

Undang Nomor 4. Kita tahu bahwa para ahli hukum mengatakan bahwa peraturan

perundangan yang lebih bawah kalau bertentangan dengan yang di atasnya maka

itu apa yang disebut batal demi hukum, jadi langsung batal. Dalam Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dikatakan bahwa pemerintah dapat

melakukan mengeluarkan kebijakan dengan berkonsultasi dengan DPR, kata

kuncinya dengan berkonsultasi dengan DPR, tanpa berkonsultasi dengan DPR

maka pemerintah tidak dapat mengeluarkan kebijakan untuk kepentingan nasional.

ayat (2)-nya mengatakan kebijakan yang dimaksud itu adalah kewajiban tentang

pembatasan ekspor. Pertanyaan saya terkait dengan Permen, Permen itu mengatur

kebijakan pembatasan ekspor, pertanyaan saya, karena saya sudah tanya ke

incumbent atau mantan yang lama ini apakah sudah dikonsultasikan itu mengenai

kebijakan itu dengan DPR, ternyata tidak atau belum. Sedangkan itu Permennya itu

sudah keluar. Jadi kalau orang ahli hukum menyatakan Permen itu bisa dicap batal

demi hukum. Bahasa lain, ya bahasa lainnya begitu. Bahasa ahli hukumnya batal

demi hukum.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):

Sebentar sedikit Pak.

Mengenai Permen itu sebetulnya dalam undang-undang kita yang mengatur

dan konsultasi dengan DPR itu PP Pak. PP, Perpres, Keppres. Tapi yang terkait

dengan Permen memang beda itu, level hukumnya beda itu.

38

PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA)

Artinya kan begini ini undang-undang, ini PP, ini permen, undang-undang

mengatakan harus konsultasi, PP-nya apa ini mengatakan, begitu di sini di bawah

tidak ada itu, jadi ada sesuatu. Saya kan DPR itu fungsinya antara lain dalam segi

legislasi dan mengawalnya karena kita di sini yang membuatnya gitu, jadi ini yang

kita-kita anukan ini-ini-ini bagaimana gitu.

Lalu yang berikutnya adalah tindak lanjut daripada IUP yang tidak CNC.

Masalah IUP yang CNC ini setelah Desember 2014 menjadi perhatian banyak pihak

karena itu batas waktu dan itu harus di kembalikan ke negara, negara nanti akan

masukan kepada apa-apa cadangan nasional atau apa, tapi begitu dikembalikan

pasti menjadi perhatian banyak, banyak pihak itu. Nah, tindak lanjut sudah

disampaikan di sini meminta gubernur, walikota untuk mencabut IUP yang non CNC.

Pertanyaannya kalau gubernur atau bupati tidak mau mencabut apa, mau apa?

Apakah ada sanksi? Karena kalau meminta ya tergantung yang diminta. Tetapi yang

kita perlukan adalah kepastian hukum. Kalau seandainya tidak maka apa, dan

adakah batas waktu misalkan kita mempunyai landasan hukum mereka harus

melakukan per tanggal sekian harus sudah ini, kalau tidak maka bla-bla. Ini yang

penting. Jangan sampai selesai masalah CNC yang katakanlah cukup anu, cukup

merepotkan, masuk ke masalah baru, masalah yang disuruh gubernur dan bupati

mencabut. Ini sebetulnya bukan masalah sulit ini Pak Dirjen, tapi sangat sulit. Bukan

sulit tapi sangat sulit. Karena sangat tergantung. Nah pertanyaannya adalah itu.

Lalu yang terakhir, last but not least, kita mengingatkan untuk kebijakan-

kebijakan di sektor energi termasuk di mineral batubara, karena ada batubaranya,

yang paling penting bahwa kebijakan itu harus konsisten dan tidak zig-zag, gitu. Itu

yang harus harus. Karena energi ini sangat berkaitan dengan hajat hidup dan

menjadi perhatian banyak pihak. Konsistensi adalah sangat penting. Terkait dengan

ini maka saya ingin mendapatkan penjelasan konsistensi dulu mungkin Pak Dirjen

masih ingat ada kebijakan mengenai pembangkit listrik mulut tambang. Jelas

kebijakannya itu, ini begini, begini, begini, begini. Lalu tiba-tiba dikeluarkan lagi yang

belok tidak sama. Semacam ini bagi sektor energi itu cost-nya sangat besar bagi

negara. Investor jadi tidak masuk, dan yang sudah masuk yang tadinya tidak

mengerti jadi bingung. Ini yang, nah yang semacam itu yang pembangkit listrik mulut

tambang yang berubah tiba-tiba belok kayak supir bajaj tidak kasih sign, gak kasih

aba-aba, belok saja begitu, bagaimana ini? Ini masalah-masalah kebijakan energi

bukan hanya kebijakan yang ya katakan mulut tambang ini kebijakan energi dan itu

terkait dengan listrik. Itu yang mengakibatkan sampai sekarang itu ketahanan listrik

kita masih sangat-sangat memprihatinkan.

Saya kira itu Pak Pimpinan. Terima kasih.

39

KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak,

Pak Kardaya Itu pertanyaan dari mantan Dirjen Pak, pasti lebih banyak

tahunya Pak.

Silakan Pak Satya.

WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME,

M.Sc./FRAKSI PG):

Terima kasih Pimpinan.

Bapak/Ibu sekalian Anggota Komisi VII yang saya hormati,

Pak Dirjen beserta jajarannya,

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jangan tadi disinggung-singgung apa yang pernah terjadi di Komisi VII masa

lalu atau paling tidak periode sebelumnya. Saya ingin memberikan penjelaskan

paling tidak ada memang ada beberapa yang tidak, tidak terakomodasi dengan baik.

Jadi kita masih ingat bahwa menteri saat itu selalu mengasumsikan bahwa

dispensasi diberikan asal tidak ore, itu diucapkan berkali-kali. Dan pada waktu itu

saya sudah mengatakan bahwa di Pasal 106 itu clear sekali pemurnian dan

pengolahan. Jadi ada dan-nya. Sehingga argumentasi pemerintah waktu itu karena

apa, sudah berubah ore, bukan ore, tetapi tidak dimurnikan pengolahannya yang

dtingkatkan itu sudah dianggap bisa menjadi dispensasi. Waktu itu saya

mengatakan bahwa karena ini dilanggar seharusnya pemerintah mengeluarkan

Perpu. Karena Perpu hanya satu-satunya cara dimana ada urgensi dari pada

pemerintah saat itu menyangkut mengenai pendapatan yang tadi disinggung oleh

Pak Airlangga ya pendapatan kita, PNBP kita dari sisi mineral dan batubara.

Tidak tercapainya nilai itu juga faktornya banyak, karena pada waktu saya di

Badan Anggaran saya sudah menanyakan juga kenapa kok nilainya sedikit. Waktu

itu dipengaruhi oleh harga batubara dan juga mineral yang kurang menguntungkan.

Lantas kita minta supaya dicantumkan volume karena dengan volume bisa kelihatan

peningkatan produksinya, karena kalau dikorelasikan menjadi US Dolar itu

tegantung daripada fluktuasi harga mineral waktu itu. Tapi itu sudah menjadi

pengamatan DPR, jadi bukan sesuatu yang over look seakan-akan kita tidak

mengamati sisi itu, tidak. Nah permasalahan yang muncul Pak, ini kan sudah ganti

rezim, jadi saya rasa, saya meminta supaya Pak Menteri yang sekarang juga

diingatkan ini ada masalah, ada flaws ini sebetulnya di dalam penerapan daripada

undang-undang ini. Ya dengan dikeluarkannya yang tadi dikatakan Permen dan lain

sebagainya itu kan menganulir secara tidak langsung Pasal 106, itu sudah fakta

40

sudah. Tetapi kita kan tertutupi saat itu karena perlunya tambahan revenue daripada

negara. Jangan sampai nanti kita ini stuck dan sebagainya, argumentasinya

banyaklah dari para pengusaha agar diberikan dispensasi. Nah celakanya Pak,

bahwa dispensasi yang kelihatan nyata itu dinikmati hanya oleh Freeport dan

Newmont. Nah, ini yang membuat kemarin Asosiasi Bauksit mengatakan kenapa

kita tidak diperlakukan yang sama tapi justru ada satu keputusan yang men-stop.

Nah, ini maksud saya dalam rangkaian peristiwa, rangkaian implementasi dari pada

regulasi ini yang menurut saya perlu menjadi catatan pemerintah sehingga nantinya

jangan sampai ada hal-hal yang merasa tidak sama padahal dia juga mempunyai

niatan untuk berkontribusi terhadap pendapatan negara sementara skenario negara

untuk membikin smelter, untuk membikin tahapan-tahapan termasuk apakah

pelibatan daripada BUMN di masa yang akan datang akan masuk, keterkaitan PIP di

Departemen Keuangan mendanai sebagian daripada pembangunan kalau itu

menjadi inisiatif daripadai pemerintah yang membangun smelternya sendiri. Nah ini

kan mesti terpadu semua. Nah ini yang repotnya Komisi VII melihatnya sebagian,

Badan Anggaran melihatnya lebih kepada nilai. Ya lantas tidak ada satu perpaduan

yang menurut saya menjadi ini tidak nyambung gitu di dalam skenario besar tadi.

Nah ini menurut saya Pak Dirjen, karena sekali lagi karena ini rezimnya sudah baru

supaya hal-hal seperti ini dibuka saja gitu, karena kalau tidak nanti ini dianggap ini

menjadi cacat hukum dan lain sebagainya gitu, padahal sudah jelas kita di pasal

penjelasan dalam Undang-Undang Minerba kita juga tidak jelas, pengolahan itu

sebetulnya apa sih yang dimaksud dengan pengolah, mulai daripada grading-nya

juga tidak dijelaskan. Nah ini yang kemarin coba diterjemahkan oleh pemerintah

melalui permennya. Kan begitu, kan untuk menjustifikasi supaya ini sudah bukan ore

lagi ini, tapi sudah sesuatu yang terolah, sehingga bolehlah mereka mengekspor.

Nah ini yang menurut saya mesti di-clear-kan betul supaya nanti di dalam

perjalanannya kita paling tidak cacat hukum. terus yang kedua kita bisa

mengimplementasikan dengan baik.

Nah, yang terakhi yang dari saya, ini mohon Pak Dirjen juga membuka saja di

sini bahwa tidak lama lagi akan ada penandatanganan. Itu paling tidak informasi

yang saya peroleh ya kesepakatan dengan Freeport. Ini jangan sampai nanti

penandatanganan-penandatanganan itu tidak dijelaskan paling tidak kepada DPR,

sampaikan saja begitu. Karena jangan sampai nanti mereka sudah teken Menterinya

baru ke sini dan mengatakan bahwasanya ini begini, begini, begini. Ini kan sudah

terbuka sekali. Pak Dirjen sudah memberikan guideline di dalam presentasinya apa

sih content daripada renegosiasi, item mana yang sebetulnya Freeport itu keberatan,

item mana yang pemerintah memaksa supaya itu harus diturutin. Itu kan sebetulnya

sudah menjadi domain publik. Tetapi kalau itu nanti tidak dijelaskan kalau dalam

waktu dekat betul-betul memang akan dilaksanakan penandatangan atau

peningkatan ilmu yu menjadi ikatan persetujuan yang apalagi dikaitkan dengan

perpanjangan kontrak mereka ini kan menjadi hal yang menurut saya harus terbuka,

harus transparan Pak. Karena kita tidak menginginikan nanti apa yang dilakukan

oleh pemerintah itu tidak berkomunikasikan dengan kita atau kita dianggap cuma

41

post mortem aja sudah kejadian baru sampai kepada kita. Nah ini yang mohon kalau

bisa pada kesempatan sore hari ini bisa disampaikan. Itu saja dari saya.

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Sebelum saya lanjut Pak, saya sudah kelupaan hampir satu jam ini Pak.

Sudah jam 16.00 WIB. Jadi kita sepakati sampai jam berapa Pak, tambahan?

Pukul Jam 16.15 ya? Pukul 16.15 ya kita tambah waktu ya, setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Terima kasih.

Tadi sudah dari meja Pimpinan Pak Satya, Pak silakan, dari meja Pimpinan

WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. H.M. ZAIRULLAH AZHAR/F-PKB):

Terima kasih.

Sebelumnya mohon maaf karena tadi ada tugas lain.

Pimpinan dan Anggota Dewan Anggota Komisi VII yang kami hormati,

Pak Dirjen dan rombongan,

Kemarin kami reses ke Kalsel, kami dapat kasus PKP2B itu di Tanjung itu ada

Adaro itu melakukan kegiatan itu menggusur enam sekolah, SD dan SMP dan desa

itu. Kemudian masyarakat memang ikut saja. Tapi kemudian ada yang memberikan

laporan ke DPR provinsi. DPRD situ membentuk Pansus. Kemudian mereka mau

masuk dari lokasi itu di tutup. Mereka tidak bisa masuk. Jadi ini satu kasus yang

mohon mendapat perhatian.

Kemudian yang kedua kami mensinyalir setelah ada kesulitan ekspor

batubara sekarang ini, itu ada PKP2B yang bermitra kemudian produksi tambang itu

dibuatkan surat kirim IUP, IUP daerah. Persoalannya kami melihat di sini ada

42

masalah di royalti, kalau PKP2B kan 13,5 persen, sedangkan daerah ini tentu

tergantung kalori. Nah ada selisih banyak ini, selisih banyak ini. Nah, mohon ini bisa

juga menjadi perhatian kita.

Kemudian yang ketiga diekspos tadi tentang luas wilayah untuk PKP2B, kalau

tidak salah kayak Arutmin itu 30.000 lebih yaluasnya, ini kasus saja contoh, lalu

selama 15 tahun, 20 ini mereka bisa melakukan operasi tidak, mungkin sekitar

6.000, mungkin data saya salah Pak. Nah, persoalannya kita tidak tahu sisa ini

kapan mereka lanjutkan, sementara masyarakat sebagai pemilik lahan ini minta

supaya ada kejelasan. Ada hubungan juga dengan religius ya, ini mungkin di

Undang-Undang Pertambangan yang 2004 saya kira juga ada, ini kira-kira

bagaimana ini pelaksanaannya.

Kemudian yang keempat ada juga kasus juga PKP2B Indoabara, Pak, ini

melakukan penambangan di sebuah kampung gitu ini tanah rakyat sudah digusur

kebun-kebunnya, tetapi hak kompensasi kepada masyarakat sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Pertambangan itu mereka tidak diberikan. Ada surat

sebenarnya, tapi belum sempat kami sampaikan kepada Ketua.

Ini beberapa hal yang menurut kami perlu menjadi perhatian.

Kemudian yang batas CNC tadi, kami tidak melihat di Kalsel itu ada, kecuali

Kaltim yang ada pencabutan hilir ya. Di Kalsel saya lihat belum terdata di sini.

Ini saya kira ini beberapa hal yang kami tambahkan. Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Sudah semua menyampaikan.

Silakan kalau ada Pak Kurtubi silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASIONAL DEMOKRAT (DR. KURTUBI, S.E.,

M.Sp., N.Sc.):

Ya terima kasih Pak Ketua.

Ini maaf saya terlambat karena ada acara. Nama saya Kurtubi, Nomor

Anggota 26, Dapil Nusa Tenggara Barat, Fraksi Partai Nasdem.

43

Saya ingin menanyakan beberapa hal pertama terkait dengan Undang-

Undang Minerba yang banyak sekali kelemahannya, tadi sudah diutarakan beberapa

kelemahannya, tapi pada kesempatan ini saya juga akan memaparkan kelemahan

sistem IUP (Izin Usaha Penambangan). Kita sudah lihat dampak negatifnya luar

biasa, otoritas mungkin terlalu besar diberikan kepada bupati, sementara sistemnya

di tingkat kabupaten itu belum meyakinkan begitu. Ada kasus tumpang-tindih lahan,

lalu perkara Camber Line, apa, tidak tahu sampai dimana, pemerintah yang dituntut

ya. Menurut pendapat saya adalah perbaikan Undang-Undang Minerba, mungkin

evaluasi IUP ini perlu dilakukan secara tajam untuk dilakukan perubahan rezim IUP.

IUP ini mirip sekali dengan konsesi zaman kolonial ya. Di dalam Undang-Undang

Pertambangan zaman kolonial. Konsesi itu diberikan kepada perusahaan, yang

memberikan konsesi adalah pemerintah kolonial, penerima konsesi itu berkuasa

penuh atas wilayah itu, khusus menyangkut operasi pertambangan, berkuasa penuh

produksi, cost, penjualan, produksi dan seterusnya, yang penting bayar royalty sama

pajak. Royaltinya sangat-sangat rendah, untuk emas satu persen di kontrak karya

yang kemarin juga sampai sekarang satu persen mungkin sekarang menjadi 3,75

begitu yang amat sangat rendah. Ini salah satu faktor mengapa penerimaan negara

PNBP dari sektor pertambangan kita ini amat sangat rendah. Jadi kalau di total

penerimaan negara dari pajak pertambangan PN plus PNBP pertambangan enggak

sebanding dengan tingkat produksi sama tingkat ekspornya. Tidak sebanding

banget. Penyebabnya antara lain royalti yang sangat rendah meskipun batubara

sudah 13,5 dibanding sistem produksi sharing contract di perminyakan ya negara

memperoleh pajak dari migas, PNBP dari Migas digabung dibikin prosentase

terhadap nilai produksi relatif jauh di atas sektor pertambangan kita. Jadi saya

cenderung berpendapat IUP-nya yang kita sempurnakan dalam Undang-Undang

Minerba yang akan datang dimana orientasinya bagaimana penerimaan negara

harus di tingkatkan ya. Lebih-lebih di Undang-Undang Minerba sedikit berbeda

dengan di Migas, di Minerba ini masalah ownership, kepemilikan atas proven

reserve batubara, emas, perak, tambang itu yang memiliki itu siapa? Kalau di Migas

disebutkan milik negara, baru menjadi milik kontraktor setelah di pelabuhan tujuan

atau di titik serah. Ya milik negara disebut. Di Minerba tidak disebut milik siapa

proven reserve ini, yang di perut bumi atau yang sudah diproduksikan di atas

permukaan bumi.

Nah bagian-bagian yang sangat-sangat penting yang masuk dalam hal-hal

yang perlu di dalam perbaikan Undang-Undang Minerba ke depan. Kami

mengharapkan pihak pemerintah ikut memikirkan ini agar kita tidak melanggar

konstitusi, karena konstitusi mengatakan kekayaan di perut bumi itu dikuasi negara,

dimiliki negara ya.

Lalu lebih spesifik pertanyaan saya sampai sejauhmana divestasi newmont

PTNT yang sasarannya 51 persen, sampai dimana? Saya kebetulan Dapil ini Nusa

Tenggara Barat ya.

Demikian yang bisa saya sampaikan kesempatan ini. Terima kasih.

44

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Semuanya sudah menyampaikan.

Terkait dengan pemaparan yang disampaikan oleh Saudara Dirjen tadi

mungkin ada beberapa catatan yang perlu saya sampaikan Pak Dirjen, walaupun ini

catatan periode yang lalu, tapi ini masih 2014 ini ada Panja Minerba ya. Saya

sampaikan supaya diingat kembali dan juga diketahui oleh kita semua

kesepakatannya. Pertama adalah Dirjen Minerba untuk mengoptimalkan target

PNBP Tahun 2014 yang disebutkan tadi Rp.39.665.000.000.000. Yang tadi

disampaikan oleh Pak Airlangga baru tercapai 35 Pak ya. Ini sudah kesepakatan

dengan pemerintah. Kemudian juga mendesak Dirjen Minerba untuk menyampaikan

potensi produksi, pajak dan PNBP dari sektor Minerba tahun 2015 dan optimalisasi

target yang bisa dicapai untuk peningkatan penerimaan negara dari sektor Minerba.

Dan juga meningkatkan pembinaan penyelenggaraan pertambangan di daerah

dalam rangka optimalisasi penerimaan negara. Selanjutnya Dirjen Minerba untuk

mengambil tindakan tegas kepada perusahaan IUP, CNC, kontrak karya, dan

PKP2B yang belum menyelesaikan kewajiban PNBP. Kemudian juga meningkatkan

kerja sama dengan aparat penegak hukum melakukan penegakan hukum dan

penindakan tegas pertambangan illegal di daerah. Selanjutnya juga melaporkan

rencana WPN dan WUPK hasil penciutan wilayah KK, kontrak kerja, dan PKP2B

sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 untuk mendapatkan

persetujuan dari Komisi VII DPR RI.

Ini saya sengaja bacakan Pak, tolong juga nanti dilaporkan terkait dengan

kesepakatan ini. Kemudian juga ada juga di 2014, 1 September rencana wilayah

pencadangan untuk mendapat persetujuan DPR sesuai amanat Pasal 27, 28

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Progres secara komprehensif peningkatan

nilai tambah melalui pengolahan dan permurnian mineral dan/atau batubara di

dalam negeri sesuai amant Pasal 102, 103, dan 104 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009. Kemudian potensi pendapatan negara dan daerah sesuai amanat

Pasal 128, 129,130, 131,132 , 133, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Kemudian proyeksi mengutamakan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam

negeri sesuai amanat Pasal 106 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Progres

divestasi sesuai amanat Pasal 112 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Perubahan KK dan PKP2B menjadi IUPK sesuai amanat Pasal 169 Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009. Karena ini salah satunya adalah evaluasi terhadap undang-

undang makanya saya sampaikan ini Pak Dirjen, supaya selain apa yang sampaikan

oleh teman-teman tadi juga ini dilaporkan kepada Komisi VII terkait apa yang sudah

disepakati dan sekaligus ini merupakan bagian dari agenda kita mengevaluasi

Undang-Undang Minerba yang berlaku saat ini.

45

Jadi memang tadi sudah cukup lengkap Pak Dirjen, mungkin saya hanya

menambahkan sedikit saja, ada informasi bahwa ekspor pertambangan kita yang

tercatat itu dengan realisasi riilnya katanya itu berbeda, lebih besar yang riilnya,

sehingga ini kan menimbulkan potensi kerugian negara. Tentu itu salah satu yang

harus dibangun adalah kerja sama yang intens dengan aparat hukum, Pak. Karena

memang kalau ada yang ilegal tentu dia tidak membayar pajak dan lain sebagainya

karena memang negara-negara lain memberi informasi lebih besar dari yang yang

tercatat kita ekspor. Itu ada salah satu satu catatan yang disampaikan.

Kemudian untuk memudahkan kita, kita ingin tahu Pak Dirjen, tolong

dibikinkan petanya, pertambangan nasional kita itu seperti apa eksistingnya dan

potensi-potensi yang sudah di dicatat itu yang berpotensi untuk di eksplorasi dan lain

sebagianya, mohon kira diinformasikan Pak secara tertulis, sehingga memudahkan

kita untuk mempelajari terutama bagi kita-kita yang tidak bersentuhan langsung

dengan pertambangan ini supaya kita bisa menganalisanya lebih komprehensif ya.

Begitu juga tadi disampaikan bahwa dari 10.000 itu ya, 10.000 berapa tadi

Pak Dirjen, 10.653 IUP, kemudian yang CNC-nya 5.999, nah ini prosesnya apa

betul-betul sudah transparan dengan meloloskan 5.999 ini, apakah tidak ada aspek-

aspek lain yang menyebabkan yang 5.999 ini lolos, yang 4.694 ini tidak lolos. Ini

perlu Pak, perlu kami mendapatkan datanya, supaya kita juga bisa melakukan fungsi

pengawasan. Jangan sampai terjadi ada aspek-aspek lain yang bisa menyebabkan

satu lolos, yang lainnya tidak lolos atau kalau tadi informasi dari teman-teman kalau

diterapkan betul-betul CNC-nya secara ketat apakah betul bisa lolos sebesar itu

sampai 5.999.

Dan masih banyak sebetulnya pertanyaan-pertanyaan yang bisa kami

sampaikan tapi namun demikian kami beri kesempatan dulu kepada Pak Dirjen

untuk menyampaikan jawaban setelah itu mungkin kita bisa tanggapi kembali apa

yang disampaikan Saudara Dirjen. Untuk selanjutnya untuk menyingkat waktu kami

persilakan kepada Pak Dirjen untuk menyampaikan jawaban dan tanggapannya.

DIRJEN MINERBA:

Baik terima kasih.

Bapak Pimpinan dan Anggota Dewan yang saya hormati,

Ini cukup banyak pertanyaan dan bukan hanya berat, sangat berat sekali ini,

mungkin masih, kita masih bersemangat, kami juga masih bersemangat, dan tetap

bersemangat, karena awal tahun ini ya.

Saya akan mulai menjawab dari penanya pertama Pak Falah Amru Pak.

46

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Pimpinan, interupsi sebentar Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik. Silakan Pak.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Kami mengusulkan Pak untuk dirangkum saja, kemudian yang di-higlight

yang penting-penting dulu, sisa, tapi semua pertanyaan satu persatu harus dijawab

secara tertulis.

Usulan kami Pimpinan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Boleh bagus Pak.

Jadi begini kan pertanyaan itu pada prinsipnya bisa dikelompokkan dalam

beberapa cluster Pak Dirjen, jadi tidak perlu menyebutkan pertanyaan si A, si B,

tolong dijawab saja perkluster, tapi nanti tolong setelah rapat dengan waktu tertentu

paling lambat hari apa disampaikan jawaban tertulis terhadap pertanyaan masing-

masing anggota, nanti itu akan kita sampaikan kepada seluruh anggota, apabila

masih ada hal yang perlu diklarifikasi tentu kami lakukan pada rapat selanjutnya.

Termasuk kepada menteri.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (TONY

WARDOYO):

Ketua, mungkin waktunya seminggulah Pak, paling tidak tanggal 21 Januari

kita sudah dapat jawaban tertulisnya secara jelas, lengkap.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Pimpinan, kanan Pimpian.

47

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Mungkin jangan terlalu lama seminggu, pokoknya sebelum Raker dengan

Menteri ya mungkin 3 hari lah. Ini hari apa sih? Seninlah mestinya sudah masuk,

saya kita tidak masalah kalau cuma jawabannya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Ya, ya setuju Pimpinan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Sebelum rapat dengan menteri untuk bahan masukan kita.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Setuju Pak Dirjen hari Senin ya?

DIRJEN MINERBA:

Kalau Pak Dito tanya harus siap kita Pak, karena beliau paling lama di sini,

Pak.

KETUA RAPAT:

Termasuk ini Pak, termasuk proses pelelangan dirjen sudah sampai di mana

Pak?

DIRJEN MINERBA:

Bagus juga nanti tanyakan Pak Menteri Pak. Jadi 4 Dirjen akan diganti saya

kira.

48

KETUA RAPAT:

Persoalanya Pak Dirjen tidak ikut mendaftar Pak. Ini yang jadi repot lagi Pak.

Silakan Pak Dirjen.

DIRJEN MINERBA:

Baik, kalau saya bisa kluster Pak, ada lima Pak, pertama kaitan smelter,

kemudian negosiasi, ketiga pengelolaan IUP Pak ya, keempat kaitan dengan PNBP,

kelima adalah kaitan dengan Permen, karena tadi harus merespons juga Asosiasi

Bauksit Pak ya yang datang ke sini.

Baik, saya akan bicara kaitan smelter. Jadi kalau kita mengacu kepada

undang-undang yang pernah ada setelah kemerdekaan, ada dua undang-undang,

pertama Undang-Undang No 11 Tahun 1997, ini agak filosofi sedikit, bicara

mengenai pengolahan, pemurnian bukan cerita baru, Undang-Undang No. 11 itu

sangat tegas, bahwa yang disebut pertambangan adalah eksplorasi, eksploitasi,

mengolah, memurnikan, mengakut dan menjualnya. Masalahnya adalah pemerintah

tidak mengawal dengan baik. Bicara memurnikan maka kalau kita lihat praktek-

praktek ekspor raw material ini bukan hal yang baru, bauksit itu sudah diekspor 1928

Pak ke Jepang. Jadi kalau ada yang menuduh bahwa kita lebih menhidupi industri

orang itu tidak salah. Untuk meyakinkan pentingnya ini maka sebenarnya Undang-

Undang Nomor 4 itu punya filosofi, resources kita itu banyak, tetapi kalau kita dari

sisi manfaat kita punya penduduk 240 juta Pak, maka kalau kita bagi itu tidak-tidak

banyak manfaat bagi negara kalau kita hanya mengekspor raw material. Jadi

filosofinya pada saat kita menyusun itu adalah kita ingin menjadikan resources kita

ini untuk mem-fit atau memasok downstream industry, jadi lebih tepat adalah

bagaimana menghidupi industri-industri manufaktur dalam negeri, di Indonesaia. Itu

pada tahun 2002, 2004 kita waktu menyiapkan undang-undang ini.

Kalau kita lihat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 itu adalah waktu yang kita

berikan 5 tahun, tidak peduli dia kontrak karya ataupun IUP. Kalau kita lihat produksi

pelaku usaha itu sudah tahu, kalau kita lihat trend produksi itu mulai dari 3 juta

misalkan, 4 juta biji nikel tahun 2006 itu menjadi 60 juta Pak. Jadi asimtotik begitu

naiknya, meningkat sekali. Kemudian bauksit juga begitu 1,5 menjadi 56 juta. Ini

sangat eksploitatif sekali ini. Jadi kalau kita lepas itu juga akan sama halnya kita

tidak akan bisa mengendalikan ini. Sementara Pak Airlangga benar, bahwa kita ini

sudah waktunya juga memasok untuk Asahan. Jadi kalau Asahan itu produksi 1 juta

kita butuh 3 juta feeder bauksit, 3 juta alumina untuk masuk ke Asahan. Siapa yang

memproduksi alumina? Belum ada, smelting grade alumina belum ada di Indonesia,

kecuali chemical grade alumina yang ada di Antam yang sudah produksi. Jadi inilah

yang sangat kita pikirkan bagaimana kita bisa membangun industri berbasis alumina

untuk bukan hanya untuk aluminium tetapi aloid, campuran sampai flat-flat

turunannnya.

49

Yang dimaksud dari teman-teman Asosiasi itu sudah dibahas Pak, manakala

kita membuat persyaratan minimal produksi pengolahan, hasil pengolahan,

permurnian itu sudah dibahas. Jadi ada tim khusus yang terdiri dari pakar-pakar ITB,

LIPI, BPPT, kemudian Balitbang ESDM itu berkumpul mana yang disebut

pengolahan, mana yang disebut pemurnian. Makanya yang dimaksud teman-teman

Bauksit tadi, asosiasi, yang cuma nyuci-nyuci saja itu bukan termasuk kategori

pengolahan. Jadi harus ada unsur teknologi, kimia, fisika, seperti produksinya dari

bijih tembaga menjadi konsentrat ini pekerjaan sangat berat sekali, kemudian

sampai ke tembaga. Jadi kalau mau mengolah itu adalah bijih tembaga menjadi

konsentrat tembaga, kemudian menjadi tembaga.

Kendalanya apa? Ini memang kita harus akui kelemahan pemerintah dalam

konteks ini, kalau kita ingin membangun smelter maka butuhkan insfrastuktur dan

energi. Belum ada kita fair mengatakan harmonisasi antara kebijakan penyedian

energi dengan keinginan membangun smelter, maka ini membuat kita tersendat-

sendat. Yang ketiga adalah, jadi yang pertama energi, infrastruktur, yang ketiga

pembiayaan. Sangat sedikit perhatian perbankan Indonesia dalam membangun

smelter ini. Maka kalau kita, negara ingin memiliki kebijakan smelter maka ketiga

aspek itu harus dilakukan. Dan ini sedang dilakukan oleh pemerintah dimana

beberapa kawasan industri itu dibangun di Sulawesi, di Maluku, dan juga di Papua.

Kemudian kaitan dengan negosiasi, tadi saya ingin mengatakan bahwa

memang ujung-ujungnya adalah penyelesaian amandemen. Amandemen kontrak.

Amandemen kontrak maka kalau kita sudah sepakat 6 isu tadi dalam MoU, maka ini

dituangkan ke dalam amandemen. Ini bukan pekerjaan mudah karena manakala kita

mendetilkan masalah fiskal sampai saat ini masih terkendala dengan kesepahaman

antar Kementerian Keuangan mewakili pemerintah dengan pemegang kontrak.

Masalah PBB, menghitung PBB saat ini, ini beda dan PBB dahulu kala dimana ada

pajak, pajak landrent, ada royalti, ada tubuh bumi, ada ganti tegakan hutan. Ini

empat aspek ya, sehingga kalau kita bandingkan PBB saat dulu dengan sekarang ini

10 kali lipat, dan ini menjadi keberatan pelaku usaha. Dan ini yang tengah dibahas

antara Kementerian Keuangan dengan dengan PKP2B ataupun KK. Jadi kalau kita

bicara amandemen yang paling pelik adalah masalah penerimaan negara, ini PR-

nya pemerintah terutama kaitan dengan non pajak. Memang pemerintah itu memang

inginmya enak Pak, manakala dia bicara pajak apa yang ada di kontrak karya

PKP2B itulah yang berlaku, padahal PPh sekarang kan 24 persen, kalau kita lihat

PKP2B membayar kan 45 persen ini generasi satu, generasi 3, 35 persen. Demikian

juga KK membayar PPH kan 35 persen. Jadi untuk non pajak itu sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, tapi manakala itu diterapkan, ini penghitungannya sering

menjadi konflik antara pelaku usaha dengan Kementerian Keuangan yang mewakili

pemerintah.

50

Kemudian kaitan dengan IUP sebenarnya kita bersyukur ada data IUP saat ini

Pak, data yang pernah ada itu 10.900, sekarang praktis yang clear dan clean

jumlahnya menjadi 10.600 ya, sekitar itu. Jadi 300 itu praktis sudah dicabut.

Saya mohon kalau ada waktu Pak, mohon kita bisa kami mengundang

Bapak/Ibu untuk datang ke Minerba Pak, melihat bagaimana MOBI itu bekerja dan di

situ kita tahu mana yang tahapannya produksi, mana tahapannya eksplorasi dan

sebagainya.

Saya sedikit tadi mengenai smelter, persyaratan membangun smelter itu

banyak Pak, pertama adalah rencana, kemudian ada enggak cadangan yang

memasok bijinya, clear and clean tidak dia, ke mana produksinya itu dikirim,

produksinya apa. Jadi tidak sembarangan membangun smelter itu. Maka inilah yang

menjadi alat monitoring kita kepada smelter.

Kemudian kaitan PNBP memang target kita 39, Pak, kita hanya dapat 35,

memang harga batubara itu turun 40 persen. 40 persen, demikian juga komoditi lain.

Kalau kita lihat semua komoditi itu anjlok pada tahun lalu dan saya tidak tahu

apakah akan reborn pada tahun ini. Tadi ada pertanyaan kenapa bisa lebih tinggi

dari pada tahun 2013? Memang tingkat kepatuhan membayar lebih baik sekarang.

Kenapa kita mewajibkan terutama batubara untuk membayar royalti di di depan,

kedua ada sistem ET, kalau tidak ada ekspor terdaftar yang kita keluarkan untuk

direkomendasikan perdagangan tidak mungkin melakukan ekspor. Kemudian ke

depan kita akan menata pelabuhan, pelabuhan ekspor batubara. Contoh di

Kalimantan Selatan, Timur dan Tengah itu ada 240 Pak, pelabuhan, luar biasa.

Pertanyaannya apakah ada, ada dua ini tidak, ada dan sebagainya. Jadi ini yang

akan ditata ke depan, dan kami sudah berbicara dengan Kementerian Perhubungan

untuk menata bersama-sama pelabuhan ini.

Kemudian kaitan dengan, tadi pertanyaan paling bagus tadi yang perlu

menjadi perhatian, Pak Satya, ini Permen Pak, memang Pak Wacik bulan

Desember, saya ingat mengatakan di sini, bahwa kita sama-sama melanggar

undang-undang loh kewajiban memurnikan itu kan KK 5 tahun, 2014 14 Januari itu

berakhir. Maka dengan PP dan Permen itu di-extend sampai 2017. Praktis itu tidak

comply dengan Undang-Undang. Maka ini mungkin pada saat Raker bisa dibahas

dengan Pak Menteri apakah kita akan membiarkan seperti ini. Dan saya yakin

bahwa 2017 juga tidak akan tercapai, maka ini juga menjadi PR kita ke depan ini.

Karena apa? Memang tadi ada kelemahan di kita, energi tidak ada, infrastruktur

tidak ada.

Saya kira itu Bapak Pimpinan yang kami bisa dapatkan dan kami akan

memberikan jawaban tertulis.

51

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-

P.GERINDRA):

Pimpinan, interupsi dulu sebentar.

Yang 2017 tidak bisa tercapai, jadi artinya pelaksanaan atau penerapan

undang-undang ini agak susah kan? Ada pemikiran Perpu tidak? Supaya kita ini

dalam satu negara ini, karena negara hukum, masalah hukum itu ya harus utama

gitu. Jangan sampai kita ini, oh iya ini penting, penting, penting, kita bersepakat

untuk melanggar undang-undang kan repot.

WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):

Begini Pak, saya coba interupsi sebentar ya.

KETUA RAPAT:

Silakan. Karena yang dulu, ini sebentar, jadi perlu kita klarifikasi tadi ada

ucapan Pak Dirjenmenyatakan bahwa di DPR waktu itu kita sepakat melanggar

undang-undang, makanya saya tanya Pak Satya yang, mungkin Pak Dito juga kan

sebagai incumbent yang di Komisi VII apakah betul ini Pak, banyak yang lain-lain ya.

Ini Pak Satya dulu.

WAKIL KETUA KOMISI VII DPR RI (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):

Kalimatnya tidak begitu Pak, saya ingat Persis karena saya yang mengajukan

Perppu saat itu. Kalimatnya adalah ore, kita bukan mengekspor ore. Kita sudah

sepakat kan di sini bahwa yang kita ekspor adalah bukan ore, gitu loh Pak. Tapi

tidak ada kalimat kita sama-sama melangggar undang-undang gitu di dalam forum

yang resmi. Mungkin bisa dibuka rekamannya kalau ada. Karena yang saya tahu

bahwa penerjemahan saat itu adalah kita yang penting, kan kita sepakat tidak ini

bukan ore ini, yang diekspor bukan ore, saya mengingatkan bahwa yang tertulis di

dalam Pasal 106 itu adalah pemurnian dan pengolahan. Nah itu yang sebetulnya

terjadi saat itu Pak. Makanya ide Perpu itu sebetulnya saya munculkan karena satu-

satunya jalan, karena kalau memang pemerintah merasa urgent, ada urgensinya

kan masalah pendapatan negara, yang berhak mengajukan Perpu pemerintah

sebetulnya ke kita. Jadi anu Pak, maksud saya jangan sampai nanti ini menjadi

perhatian bahwa seakan-akan Komisi VII yang kemarin bersepakat untuk melanggar

Undang-Undang. Tetapi kita waktu itu bersepakat yang ditangkap oleh anggota

bahwa yang diekspor bukan ore. Nah, itulah yang diterjemahkan sebagai Permen itu

berjalan tanpa comply dengan undang-undang tetapi tidak menjual ore, yang

diberikan apa, diberikan dispensasi. Itu yang seingat saya, mungkin Pak Dito bisa

menambahkan.

52

ANGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Baik, tambahan lagi Pimpinan.

Jadi mungkin pada waktu itu, kan Pak Sukhyar ada juga dengan Pak Menteri,

saya ingat betul karena saya ada di sini, awalnya memang beliau menyampaikan

bahwa pemerintah akan mengikuti Undang-Undang No.4 Tahun 2009, panjang

lebar, panjang lebar, terakhir beliau minta exception 6 item kalau tidak salah. Justru

itu kami tidak setuju sama sekali pada waktu itu, pokoknya kita stick pada Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa di situ yang di-highlight adalah material, raw

material tidak tidak boleh diekspor. Itu sepakat kita, malah pada waktu itu ada

banyak sekali tekanan-tekanan dari Kadin lah, segala macam, tidak, saya bilang.

Malah Pak Jero Wacik bilang ini Pak Dito ini yang kuning-kuning Kadin, saya bilang,

tidak, kita pokoknya stick pada undang-undang, karena saya ikut yang membuat

undang-undang.

Jadi begitu Pak, terima kasih Pak.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Interupsi Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Ramson.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Pak Dirjen, saya ulangi lagi tadi, bahwa memang di undang-undang pitu jelas

apa yang harus dilakukan oleh semua stakeholder yang terkait, tetapi seharusnya

pemerintah membuat guidance, itulah tugas pemerintah, tugas Kementerian ESDM

saat itu, sehingga publik atau pengusaha atau siapa pun yang terkait diarahkan gitu.

Dari semua sumber daya yang ada, itu yang tidak ada Pak, sehingga pas di

pertengahan jalan keluar Permen, waktu itu Permen yang tidak boleh ekspor raw

material. Sekarang sesudah saya masuk Komisi VII, lagi, waktu keluar Permen itu

saya lagi pensiun Pak Dirjen. Saya juga baca saya heran kok bisa terjadi, tapi saya

pikir teman-teman saya saat itu Anggota Dewan yang terhormat di Komisi VII akan

mengkritisi. Sekarang saya lihat sudah ada Permen, dan ini melanggar undang-

undang, Pak Ketua. Jadi tolong di dalam, kita kan mau raker dengan Menteri ESDM

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke Menteri ESDM, antara lain tolong

dijelaskan apa langkah-langkah strategis Kementerian ESDM terhadap pelanggaran

undang-undang ini. Jadi mesti jelas dari Kementeriain ESDM apa road map-nya,

makanya waktu itu diperlukan antara Oktober ke Desember, Raker dengan setiap

53

menteri bukan apa-apa, kita mau lihat apa sih yang mau dilakukan, biasanya seperti

itu. Ini sudah melanggar undang-undang, ini artinya ke publik, kita memalukan juga

ini, di sini banyak wartawan ini di belakang ini. Bahwa peraturan-peraturan menteri

ESDM terkait tembaga, biji besi, pasir besi, mangan dan timbal, dan seng, itu sudah

melanggar undang-undang, apa konsekwensinya? Yang mau kita tanyakan di dalam

pertanyaan mau Raker nanti secara tertulis sebelum mulai Raker, kan ini Komisi VII

kan mengirimkan pertanyaan, harus dijelaskan oleh menteri apa langkah-langkah

untuk solusi terhadap pelanggaran ini. Ini melanggar Pak Dirjen. Soal itu

kesepakatan antara pemerintah, Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI,

waktu itu kita kurang tahu karena ini kan sudah lewat ini, beda itu, karena sesuai

dengan undang-undang tidak bisa berlanjut ini, ibarat undang-undang dalam proses

pun langsung berhenti dia, terkecuali ada keputusan politik, kalau keputusan politik

itu lain lagi. Itu Pak Ketua, supaya dijelaskan oleh Menteri nantinya, jadi mungkin

kita rapat dengan menteri bisa sehari penuh nanti ini, karena banyak masalah,

belum masalah BBM lagi.

Terima kasih Pak Ketua.

ANGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Pimpinan, tambahan sedikit Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Dito.

ANGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA (H. DITO GANINDUTO, MBA):

Ini agak serius soalnya.

Kalau tadi disampaikan bahwa Pak Menteri menyampaikan bahwa melanggar

Permen, kalau melanggar itu Permen adalah pemerintah, karena itu adalah produk

dari pemerintah. Yang kedua Permen Nomor 1 tersebut tidak pernah dikonsultasikan

dengan Komisi VII. Jadi saya minta tolong Bapak mencabut bawa kami kalau

memang melanggar pemerintah dan DPR itu, DPR-nya tidak pernah terlibat. Karena

itu produk-produk dari pemerintah, bukan dari DPR, yang kedua tidak pernah

dikonsultasikan dengan DPR.

Terima kasih Pimpinan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Pak Pimpinan, tambahan juga satu Pak Pimpinan.

54

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Tambahan saja yang terakhir.

Termasuk implikasinya juga Pak Dirjen, setelah Permen itu

diimplementasikan, IUP sudah dikeluarkan, kemarin pengusaha bauksit mereka

yang eksplorasi itu mereka tetap harus bayar ya $ 2 per hektar, yang eksploitasi $ 4

per hektar, satu tahun mereka tidak produksi tetapi kemudian tiba-tiba harus kena

denda bayar 6 milyar. Ini kesalahan siapa, padahal IUP dikeluarkan sendiri oleh

pemerintah pada saat itu. Mereka tidak bisa ekspor tapi mereka harus dibebankan

dengan semua biaya termasuk biaiya denda. Mestinya kalau Permen ini keluar,

Permen pada saat keluar dan ada diskriminasi seperti ini untuk yang bauksit IUP-

nya ditarik langsung supaya tidak terjadi eksploitasi lanjutan seperti itu. Yang terjadi

ini kan sudah sampai ditahap eksploitasi dan ini ada bauksitnya ini. Jadi ini di tingkat

implementasi ini juga ikut dipikirkan oleh Pak Dirjen.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Dirjen.

DIRJEN MINERBA:

Baik, pada tanggal 5 Desember 2013, saya tidak akan pernah lupa, saya

belum jadi Dirjen tapi saya diminta untuk mendampingi Pak Menteri, Dirjennya Pak

Thamrin, Pak Menteri meminta relaksasi ... ekspor, oleh sebab kenapa, kewajiban 5

tahun yang ada di undang-undang, practically, praktis, pada pengunjung 2013 belum

ada yang selesai dan belum ada yang memulai. Maka presiden pada saat itu

mengatakan betapa kontrak karya kan, kontrak karya tidak ada yang memurnikan

kan? IUP juga sama saja kan sedikit. Bank waktunya sama 5 tahun. Pada akhir

2013 belum ada, maka Pak Wacik, Pak Menteri, kita minta relaksasi dan semua

fraksi menolak. Ya Pak Dito ya, saya ingat itu. Itu baru pertama kali semua fraksi

menolak. Oleh sebab itu keluar PP Nio. 1, PP No. 1, walaupun kemudian

dikonsultasikan, bukan dikonsultasikan, disampaikan pada DPR, ini loh fakta yang

dihadapi setelah 5 tahun juga belum jalan, ditambah menjadi 2017. Maka manakala

kita menambah ke 2017 ya konsekwensi kata-katanya kan tidak comply dengan

undang-undang Pak, bahwa itu bahwa kita itu melanggar itu kan ini kan bahasa-

bahasa yang analog saja sebenarnya iya kan? Kan tidak comply kan? Itu satu.

55

Kemudian saya mungkin tidak ingin berpolemik, mungkin dalam rapat kerja

bagus ini dibahas, karena apapun juga 3 tahun itu tidak sesuai dengan undang-

undang. Itu fakta.

Kemudian Bu masalah bauksit, setiap pelaku usaha wajib membayar

landrent, wajib, tidak peduli dia tahapan eksplorasi atau eksploitasi walaupun dia

belum eksploitasi maka kalau dia keep itu IUP itu dia wajib membayar yang tadi $ 2

per hektar. Jadi memang wajib dia melakukan itu.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Pak izin kalau bisa interaktif.

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Kan sudah tidak produksi karena ketika Permen itu ke luar bauksid kan

dilarang untuk ekspor sampai di tingkat pemurnian. Nah kemudian mereka harus

kena denda lagi 6 milyar. Ini yang jadi pertanyaan kemarin semua Bapak-bapak

yang hadir dari asosiasi.

DIRJEN MINERBA:

Baik, kita tidak akan mengatakan IUP CNC kalau dia punya piutang, itu

syarat. Bisa jadi, saya akan cek Bu ya, kalau tahu IUP-nya apa, kita cek nanti,

jangan-jangan memang ada piutang tidak bayar landrent. Karena itu salah satu

persyaratan. Jadi tidak ada tumpang tindih kemudian lingkungannya bagus,

kemudian juga bayar kewajiban landrent, dan royalty.

Saya kira demikian. Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA PERJUANGAN (RAMSON

SIAGIAN):

Setengah menit lagi interupsi Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan.

56

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Jadi sebenarnya melarang ekspor sebelum 2014 itu melanggar undang-

undang, tetapi memperbolehkan ekspor raw material sesudah 2014 sesuai

peraturan menteri itu melanggar undang-undang, terkecuali undang-indang ini

diamandemen dulu. Ini kan kita semua harus taat hukum, yang membuat undang-

undang adalah DPR RI dengan pemerintah, seharusnya proaktif dari pemerintah

mengajukan ke DPR RI bisa diamandemen sehingga tidak melanggar undang-

undang. Kalau ini kan konsekwensinya jadi repot ini. Kita melanggar undang-

undang, jadi kita jangan membiasakan melanggar undang-undang, itu nanti ada

konsekwensi hukumnya kepada kementerian yang terkait. Itu Pak Ketua. Jelaskan,

kalau yang sekarang diperbolehkan itu melanggar undang-undang yang kemarin

diblok sebelum 2014 itu melanggar undang-undang. Nah ini nanti akan kita dalami

lagi dengan yang lebih tinggi Menteri ESDM.

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Pak Ketua, Pak Ketua, satu yang terakhir Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Saya masih agak bingung ya. Kalau pemerintah kemudian, betul, kita semua

sama-sama tahu bahwa pemegang IUP itu wajib hukumnya bayaran landrent terus

apa gunanya mereka bayar landrent tetapi kemudian di-banding seperti itu.

Pemerintah mau dapat enaknya, tetapi ditingkat pengusaha mendapat kerugiannya.

Jadi ini kan harus ada win-win solution Pak, kita tidak mungkin lari dari situasi ini. Ini

yang harus dicari dan kita minta pertimbangan bersama, toh ini juga pengusaha

anak-anak negeri kita sendiri Pak.

Ya mungkin itu.

DIRJEN MINERBA:

Pak saya sedikit Pak.

57

KETUA RAPAT:

Silakan Pak Dirjen diperjelas Pak biar semuanya jelas.

DIRJEN MINERBA:

Tidak ada ekspor raw material pasca 13 Januari Pak, even sampai 2017,

yang ada adalah hasil pengolahan. Cuma saya katakan tadi untuk KK itu wajib

memurnikan batasnya adalah 12 Januari 2014. Pada saat itu jatuh, KK itu belum

juga memurnikan, maka pemerintah mengatakan di PP No. 1 pemegang KK boleh

mengekspor hasil pengolahannya, maka kemudian berapa lama itu, diterjemahkan

di dalam Permen bahwa ditambah waktunya sampai 2017. Itu loh.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Pak Dirjen, ini mohon maaf saya tidak begitu anu, paham, PP itu

bertentangan tidak dengan undang-undangnya? PP yang membolehkan

mengekspor hasil itu bertentangannya tidak dengan undang-undangnya.

DIRJEN MINERBA :

Ini waktu PP itu dikeluarkan itu sudah konsultasi dengan pakar hukum,

diantaranya adalah Pak Yusril Ihza Mahendra. Jadi itu sudah dikonsultasikan.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Ini artinya posisi dari hukum pemerintah dululah, karena ini kan yang

membuat undang-undang kan pemerintah dan DPR. Artinya, karena mulai

melencengnya itu di mana, tadi Pak Airlangga mengingatkan itu peraturan menteri,

nah di atas peraturan menteri kan ada peraturan pemerintah, diatasnya lagi baru

undang-undang, nanti di bawah peraturan menteri jangan-jangan ada lagi keputusan

dirjen dan lain sebagainya, jadi kita ingin melihat garis atau benangnya ini mulai

beloknya itu di mana, itu yang, Kalau Permennya jelas bertentangan, jadi PP-nya ini

bertentangannya tidak gitu, Karena permennya itu mengacu ke PP gitu.

DIRJEN MINERBA:

Ini yang yang saya pahami dari pakar hukum Pak, jadi manakala pada 12

Januari itu belum ada hasil pemurnian yang yang ada maka pemerintah memiliki

katakanlah hak untuk diskresi mengeluarkan kebijakan untuk membolehkan itu,

membolehkan ekspor. Saya tidak mau, Pak Kardaya mungkin pada saat Raker kita

bahas ini dengan Pak Menteri, karena sebelum PP itu dikeluarkan memang sudah

banyak konsultasi yang kita lakukan dengan pakar hukum.

58

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Karena begini Pak, kita kan tujuannya sama bahwa negara hukum jadi kita

mencoba untuk bagaimana sebaik-baiknya agar kita selalu mengikuti ketentuan

peratuan perundangan ya. Nah mengenai PP itu pertanyaannya apakah

menyimpang atau tidak, tapi jelas bahwa di dalam undang-undangnya sendiri kalau

mau memberi kebijakan terkait dengan kebijakan ekspor apakah terus

dikonsultasikan, artinya dikonsultasikan itu harus, katakanlah qoute unqoute ya,

mendapat, tidak tahu, mendapat persetujuan atau ya kata-katanya bukan

persetujuanlah, artinya sepengetahuan atau apa dengan DPR. Nah ini yang, kalau

misalkan itu hanya atas pandangan ahli hukum tetapi tidak atas dasar konsultasi

dengan DPR maka ada kata kunci di dalam undang-undang itu yang tidak dipenuhi

yaitu konsultasi. Itu yang dimaksud.

KETUA RAPAT:

Saya rasa persoalan ini kan ada beberapa hal yang masih menjadi

pertanyaan kita, apakah itu bertentangan dengan undang-undang atau tidak.

Sebetulnya memang itu memang kewenangan pemerintah ya membuat peraturan

apa tadi, menteri ya, permen ya, permen itu kewenangan pemerintah. Sebenarnya

tanpa dikonsultasikan kita pun itu kewenangan pemerintah, tetapi kalau itu

melanggar itu juga pemerintah yang bertanggung jawab, seperti yang disampaikan

Pak Dito tadi, tidak bisa dikatakan bahwa DPR ikut menyetujui. Kalau kita

meragukan setahu saya kalau tingkatan Permen itu harusnya konsultasinya ke

Mahkamah Agung ya, Ya kalau tidak salah. Kecuali kalau undang-undang baru ke

Mahkamah Konstitusi.

Jadi nanti mungkin bisa kita dalami, tapi yang menjadi pertanyaan teman-

teman kemarin memang ada beberapa yang dianggap diberi privilege Pak, seperti

Freeprot dan Newmont, ini kalau tidak salah, asosiasi apa yang mengatakan

kemarin, Asosiasi Bauksit ya, kenapa Freeport dan Newmont diberi privilege

tertentu, tidak diberlakukan sama. Kalau memang ada aspek politik tentu

penjelasannya kan akan berbeda Pak, kita tidak bisa bicara normatif, bicara masalah

hukum di sini. Jadi mohon kiranya nanti karena beliau Dirjen, sedangkan yang

mengeluarkan adalah menteri memang nanti harus pada rapat dengan menteri bisa

baru bisa dituntaskan Pak, supaya tidak terlalu panjang ya perdebatan kita.

Mungkin masih ada yang lain yang di luar permen tadi? Cukup ya? Kalau

cukup, kita masuk kesimpulan saja. Ini kan adalah bagian dari rapat yang nanti

akhirnya, ujungnya rapat dengan menteri. Karena tadi Pak Dirjen bertanya, Pak

Menteri bertanya kenapa saya tidak diundang katanya. Pak Dirjen ya, karena Pak

Menteri nanti terakhir setelah kita dapat masukan-masukan dari seluruh Dirjen. Oh

59

sudah diundang waktu itu Pak. Kalau sekarang agak belakangan. Jadi nanti akan

kita dalami lagi bersama-sama pada rapat kerja dengan menteri.

Silakan ditayangkan kesimpulannya.

Tolong dikoreksi, biasanya yang teliti Pak Ramson biasanya, soal kalimat,

karena beliau waktu SMA nilai bahasa Indonesianya 10.

Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Jenderal Mineral dan batubara untuk

segera menata dan menyelesaikan seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang

hingga saat ini belum berstatus clean and clear.

Bagaimana ini, sudah benar belum ini? Pak Kurtubi? Sudah oke ya. Setuju

ya?

(RAPAT : SETUJU)

Clear and terbalik itu. Clear dulu baru clean. Tidak ada Clear and Clean.

Tidak bisa clean Pak ya, kalau tidak clear dulu.

Dua, Komisi VII DPR RI meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara

untuk mendorong dan melakukan optimalisasi percepatan pembangunan smelter

dan menyampaikan laporan perkembangan kepada Komisi VII DPR RI secara

berkala setiap triwulan.

Smelter ini kelihatannya memang perlu ada upaya khusus ini Pak, jadi harus

dilaporkan triwulan, dan ada permasalahan-permasalahan jika perlu kita bikin rapat

tersendiri. Setuju?

Waktunya terserah.

DIRJEN MINERBA:

Tiga bulanan itu kecepatan, 6 bulan paling, 6 bulanan, kalau 3 bulan baru

bangun fondasi.

KETUA RAPAT:

Per semester ya? setiap semester ya?

DIRJEN MINERBA:

Ya.

60

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Interupsi Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Tapi mulai laporannya kapan, hari ini kan belum jelas, terperinci.

KETUA RAPAT:

Berarti 6 bulan dari sekarang.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Maksud saya ini kan laporannya belum jelas ini di mana saja yang dibangun,

belum terperinci ini baru secara umum, tapi sejak pertama kali nanti dilaporkan

secara terperinci baru per 6 bulan gitu Pak Ketua, itu bahasanya yang pas.

Sekretariat bisa main-mainkan laptopnya dulu.

KETUA RAPAT:

Untuk pertama kali dilaporkan, kapan Pak Dirjen, setelah itu baru 6 bulan itu.

DIRJEN MINERBA:

Kami akan melaporkan rinci apa yang dimintakan Pak Ramson, saya kira

sudah ada informasi.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):

Dimasukan secara tertulis saja Pak Ketua. Jadi laporan pada tahap pertama

dimasukan secara tertulis selanjutnya kita evaluasi setiap 6 bulan.

61

DIRJEN MINERBA:

Ya, saya kira begitu.

KETUA RAPAT:

Oke.

Jadi Komisi VII melakukan optimalisasi pembangunan smelter dan

menyampaikan laporan secara tertulis.

Tidak, tidak, itu yang di atas. Yang di atas dulu, sebelum perkembangannya.

Laporan secara tertulis paling lambat, tanggal, berapa Pak Dirjen? Baru setelah itu 6

bulan Pak.

DIRJEN MINERBA:

31 Januari lah.

KETUA RAPAT:

31 Januari.

DIRJEN MINERBA:

Saya kira begitu, akhir Januari.

KETUA RAPAT:

31 Januari 2015.

Apa?

Tidak, ini kan laporan smelter Pak.

Dan perkembangannya kepada Komisi VII DPR RI dilaporkan secara berkala

setiap dan selanjutnya dan selanjutnya perkembangan

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Pak Ketua, dan menyampaikan laporan secara tertulis kepada komisi VII DPR

RI paling lambat tanggal 31 Januari 2015 dan selanjutnya secara berkala setiap

semester.

62

KETUA RAPAT:

Dan selanjutnya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Ya jadi laporan secara tertulis kepala Komisi VII DPR RI paling lambat

tanggal 31 Januari 2015. Lebih indah lagi, laporan tahap pertama secara tertulis

kepada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 31 Januari 2015

KETUA RAPAT:

Dan selanjutnya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Dan selanjutnya

KETUA RAPAT:

Dan saya rasa bukan itu. Dan perkembangan selanjutnya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Ya, dan perkembangan selanjutnya dilaporkan setiap triwulan, satu semester,

setiap semester.

KETUA RAPAT:

Dan perkembangan selanjutnya dilaporkan secara berkala setiap semester.

Gitu saja. Tidak usah diulang-ulang DPR RI-nya. Pasti itu maksudnya. Dan

perkembangan selanjutnya dilaporkan secara berkala setiap semester.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Iya. Pas, Ketua.

63

KETUA RAPAT:

Setuju?

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Saya seperti tulis jawab, Pak Ketua kalau diangkat dikit saya jadi agak

bingung. Agak ditekan dikit baru saya seperti diesel.

Terima kasih, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Pak Ramson ini cocok menjadi libas, Pak. Ahli bahasa. Setuju, ya?

(RAPAT : SETUJU)

ANGGOTA FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY POERNOMO):

Interupsi, interupsi!

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Harry.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY

POERNOMO):

Terima kasih, Pimpinan. Saya hanya ingin mengajak kita supaya lebih

realistis. Tadi Pak Dirjen menyinggung mungkin tahun 2017 pun belum akan selesai

itu, smelter-smelter itu. Bagaimana tindakan kita kalau ternyata smelternya ini juga

progress-nya nol. Maksud saya begini, jangan lagi kita hanya berwacana di sini.

Jadi, kita sudah punya antisipasi kalau ternyata gagal, action kita apa? Apakah

terkait pembangunan fisik? Apa terkait revisi undang-undang itu bisa saja. Ini mohon

kalau bisa disetujui dimasukkan dalam kesimpulan ini. Jadi kita sudah antisipatif.

Jangan seperti yang sekarang ini dulu tanpa antisipasi kalau kegagalan terjadi

kegagalan kita tidak punya solusi. Nah, sekarang belajar dari pengalaman yang lalu

kita harus sudah punya solusi kalau rencana atau harapan kita itu tidak terwujud.

Jangan kita nanti salah-menyalahkan, melanggar aturan lah, melanggar undang-

undang ini. Jadi kita lebih berpikir yang lebih realistis lah. Kita sudah terlalu lama,

capai kita berwacana. Sementara kita menganggap smelter ini dibutuhkan oleh

64

Republik. Karena ini meningkatkan nilai tambah, membuka lapangan pekerjaan,

ketahanan nasional mungkin, dan sebagainya-sebagainya.

Terima kasih, itusaja.

KETUA RAPAT:

Ini jadi catatan, Pak.

Ini pekerjaan pemerintah dalam rangka mengawasi ini supaya smelter itu

jangan sampai tidak selesai, Pak. Oleh karena itu, laporan tiap 6 bulan itu memuat

persoalan-persoalan yang menghambat, dan lain sebagainya. Jadi, kalau kita tidak

ada laporan kita tidak tahu apa persoalannya. Dari laporan itu tentu kita bisa

mengambil sebuah tindakan mengadakan rapat, dan lain sebagainya.

Jadi, sekarang ke nomor 3, apa ini,

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):

Nomor 3, Pimpinan izin. Karena ini kan kapasitasnya Pak Dirjen.

KETUA RAPAT:

Ya betul, menurut saya ini jangan di Dirjen.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):

Ini kapasitasnya dengan Pak Menteri.

KETUA RAPAT:

Dengan Pak Menteri di-drop saja.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA ( Ir. H. AIRLANGGA

HARTARTO, M.M.T, M.B.A.):

Juga kita belum membahas ini secara detail. Jadi, mohon yang ketiga ini di-

drop dulu.

65

KETUA RAPAT:

Di-drop saja itu, karena bukan kewenangan dirjen. Ini Permennya menteri ini.

Terus, berikutnya mana?

Nomor 3 Komisi VII DPR RI meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara

untuk menyampaikan laporan hasil akhir renegosiasi Kontrak Karya dan Perjanjian

Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sebelum dilakukan

penandatanganan amandemen kontrak kerja dan PKP2B.

Ini yang disampaikan tadi, Pak. Supaya jangan tanda tangan kontrak dulu kita

harus tahu dulu, Pak persoalan-persoalan itunya.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Hanya ingin menambahkan yang paling akhir. Ini kan tujuannya bahwa apa

yang akan ditandatangani itu kita Komisi VII DPR kan tahu isinya, kan. Kira-kira

begitu kan maksudnya. Nah, kalau maksudnya itu maka mungkin ada baiknya

mereka menyampaikan yang nomor 3 itu ada batas waktunya misalkan paling

lambat satu minggu sebelum penandatanganan kontrak. Jangan sampai

disampaikannya itu hanya katakanlah setengah jam sebelum penandatanganan

kontrak. Jadi, manfaat daripada penyampaiannya itu tidak begitu optimal gitu, jadi

ada batasnya kapan. Kalau saya sih satu minggu cukuplah untuk mampu membaca

mengetahui

KETUA RAPAT:

kalau ini, ini, Pak bukan menyampaikan draft perjanjian kontrak, Pak. Jadi

apa yang terjadi dalam renegosiasi itu hal-hal substansial sebelum diputuskan

bahwa ini akan diperpanjang.

66

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Ya, itu termasuk. Jadi, apa-apa yang akan poin-poin penting yang akan

masuk di dalam kontrak itu kita sudah tahu, Pak, kan. Maksudnya kan begitu. Tetapi

kalau tahunya pada saat kontrak atau hanya beberapa jam sebelum kontrak itu kan

KETUA RAPAT:

Ya, tapi istilahnya di sini dibahasanya sebelum putuskan untuk dilakukan

amandemen. Saya rasa itu, Pak. Jangan tanda tangan.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Jelas saya pikir.

KETUA RAPAT:

Jadi angan tanda tangan. Coba di kalimatnya itu. Kalau tanda tangan seperti Pak

Kardaya tadi, kesannya hanya mau tanda tangan, dikasih draftnya gitu kan.

Sebelum diputuskan, diputuskan, diputuskan dilakukannya amandemen.

Tanda tangannya dihilangin, dilakukan amandemen.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Mohon maaf, ya. Karena ya mungkin sekarang berbeda, begitu, Di birokrasi

itu tidak ada waktu yang pasti diputuskannya itu. Kontrak itu ya diputuskannya pada

waktu tanda tangan. Ini nggak ada keputusan bahwa, ya, diputuskan, ditandatangani

itu. Jadi, sesuatu yang tidak, apa namanya, tidak ada yang spesifiknya, begitu.

DIRJEN MINERBA:

Pak, Kalau boleh, Pak.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Dirjen.

67

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Ya silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIAPERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Pak Ketua, kalau boleh poin yang tadi dihilangkan itu. Sebenarnya ini kan

intisari pembahasan kita tadi berkaitan dengan persoalan yang ada di dalam

Undang-Undang Migas dan turunannya ke permen. Mungkin formulasinya tidak

sampai bahasa mencabut, dan yang lain-lain, Tetapi dalam formula kesimpulan

mungkin kita bisa menulis bahwa Komisi VII dalam pertemuan hari ini, dengar

pendapat hari ini dengan Dirjen ESDM memberikan perhatian serius terhadap

implementasi Undang-Undang Migas sampai dengan turunannya ke Permen. Eh,

Undang-Undang Minerba, dan kemudian direkomendasikan untuk dibahas pada

tingkatan pembahasan dengan Kementerian ESDM. Mungkin itu jauh lebih moderat

daripada dihilangkan sama sekali. Padahal kita perdebatannya tadi pada isu ini yang

paling utama, Pak. Mungkin itu.

Terima kasih.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Pak Pimpinan, jadi mungkin ini kita selesaikan.

KETUA RAPAT:

Sebentar Pak, satu-satu dulu, Pak. Jadi, kalau bisa kita concern ke nomor 3

dulu, Pak. Kalau sudah selesai kesimpulan ini Kalau ada teman yang ingin

menambah kesimpulan kita buka. Jadi, apa mengubah atau menambahkan dengan

bahasa yang lebih berbeda, silakan.

Jadi, kita masuk ke-3 dulu, satu kita tuntaskan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Interupsi, Pak Ketua soal ketiga ini.

68

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Apakah sudah ada laporannya sekarang ini? Belum ya, Pak, ya?

Kalau bisa kita minta saja Komisi VII DPR RI meminta Dirjen Minerba untuk

menyampaikan laporan perkembangan terakhir renegosiasi dan selanjutnya untuk

dilaporkan tanggal 31 Januari lagi aja dulu perkembangan terakhir, jangan laporan

terakhir. Nanti, tahu-tahu sudah mau tanda tangan, besoknya kita baru dapat. Jadi,

yang ada sekarang dulu kita ingin tahu, begitu. Supaya kita bahas, Komisi VII saya

pikir perlu mengetahui perkembangan terakhir renegosiasi yang telah dilakukan oleh

Pemerintah dan pemegang kontrak karya. Begitu, Pak. Kita kasih batasan yang

kasih tanggal 31.

KETUA RAPAT:

Oke jadi saya konfirmasi dulu dengan Pak Dirjen, renegosiasinya sudah

terjadi, Pak? Jangan sampai belum terjadi apa yang mau dilaporkan. Silakan.

DIRJEN MINERBA:

Sedikit menyampaikan. Kewenangan amandemen itu ada di presiden dan

diturunkan ke menteri. Tidak pernah dirjen itu menyampaikan draft amandemen

kepada siapapun juga. Yang bisa kami sampaikan sebagai Dirjen adalah hasil

negosiasi sampai saat ini. Kita nggak bicara masalah amandemen karena itu adalah

kewenangan paling tidak menteri, Pak. Yang teken amandemen itu adalah menteri.

Jadi, kalau menyerahkan sebelum amandemen itu menteri yang ditanya, Pak. Jadi,

lebih baik kalau memang apa, stress-nya seperti ini tanyakan kepada Pak Menteri,

Pak. Yang bisa kami sampaikan seperti Pak Ramson tadi. Progress perpanjangan,

eh, progres renegosiasi hingga sampai sini. Misalkan kami bisa menyampaikan MoU

yang ada copi-nya kepada Komisi VII.

KETUA RAPAT:

Sudah dilakukan, ya, Pak renegosiasinya?

DIRJEN MINERBA:

Ya. Kan pertama kali kan MOU dulu. Itu sudah dilakukan. Kemudian masuk

ke amandemen. Jadi itu juga bagian dari progres, Pak, progres renegosiasi itu.

69

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Pak Pimpinan, Pak Pimpinan, mungkin solusinya, Pak Dirjen mengatakan itu

adalah kewenangannya di menteri, ya. Tapi ini merupakan hal yang penting bagi

kita. Jadi redaksionalnya saja. Komisi VII DPR RI meminta Dirjen Minerba untuk

menyampaikan kepada Menteri ESDM. Jadi, menyampaikan Bapak diminta kan,

nggak apa-apa. Menyampaikan sebagai staf. Jadi pada waktu rapat dengan ini

diminta gitu.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Interupsi, Pak Ketua kalau ke menteri langsung dipertanyakan saja kita

ajukan tertulis sebelum dia datang. Kan, kita kirim pertanyaan ke menteri supaya

dipersiapkan. Tapi kalau ini saya setuju dengan kata Pak Dirjen progress saja untuk

tingkat Pak Dirjen karena sudah keburu juga draft itu diajukan oleh Pimpinan. Kita

apalagi saya tentu juga menghargai Pimpinan. Jadi, jangan diini lagi itu karena agak

cocok juga.

Terima kasih, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Jadi, begini, kita memang amandemen itu kewenangan menteri dan presiden

kita hilangkan aja. Amandemen. jadi Pak Dirjen menyampaikan progress

renegosiasi, ya, hilangkan. Jadi, menyampaikan laporan hasil akhir renegosiasi

kontrak karya dan perjanjiannya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,

S.H., M.H.):

Pak Ketua,.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI

PARTAI GERINDRA):

Kalau perkembangan biasanya ada status ... (terpotong interupsi).

KETUA RAPAT:

Kita ini dulu satu-satu. Menyampaikan perkembangan renegosiasi. Sudah.

Kalau ada yang ingin memperbaiki, silakan.

70

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Selambat-lambatnya tanggal 31 Januari.

KETUA RAPAT:

Terakhir itu.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (RAMSON SIAGIAN):

Laporannya ke Komisi VII.

KETUA RAPAT:

Tambah paling akhir selambat-lambatnya tanggal 31 Januari 2015.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,

S.H., M.H.):

Pak Ketua. Pak Jamal, Pak Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan, Pak Jamal.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,

S.H., M.H.):

Kita ini kan mau menerima apa isi substansi daripara renegosiasi itu. Kalau

perkembangannya saja berarti kita sudah menerima apa-apa yang ingin diputuskan

oleh Pemerintah. Padahal kita mau masuk kira-kira substansi yang mau diputuskan

itu.

KETUA RAPAT:

Pak Jamal, kalau bisa lebih cepat kita, Bapak idenya langsung saja,

Perbaikan kalimat kira-kira substansinya. Kalau saya setuju saja, Kalau yang

dimaksud kita lebih ini cuma kita kan kesulitan bahasa. Silakan dikoreksilah. Bahasa

yang pas yang dimaksud Pak Jamal. Kalau perkembangan dianggap itu kurang

menggigit, apa? Menyampaikan apa?

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY

POERNOMO):

Pimpinan, mungkin bisa disebutin saja menyampaikan draft renegosiasi.,

konsep renegosiasi.

71

KETUA RAPAT:

Renegosiasi itu nggak ada konsepnya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (Ir. H. HARRY

POERNOMO):

Ya pasti ada materi yang mau direnogosiasikan apa, bunyinya seperti apa,

kan pasal-pasalnya ada. Materinya. Ya, bukan apa, artinya materi yang mau

direnegosiasikan, misalnya pasal-pasal kontrak yang sekarang ini pasal berapa,

nomor berapa, bunyinya yang diharapkan oleh Dirjen Migas dan Kementerian ESDM

itu seperti apa. Itu saja. Itu juga termasuk dalam konteks perkembangan

Terima kasih.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,

S.H., M.H.):

Jadi, Bapak tadi ini mungkin perkembangan. Mungkin substansi daripada isi

renegosiasi itu yang mau di, jadi bukan perkembangannya, substansinya yang mau

di, ...

KETUA RAPAT:

Bahasanya, Pak.

Apa saya pikir menyampaikan hal-hal penting terkait renegosiasi.

Menyampaikan hal-hal penting terkait renegosiasi kontrak karya, itu. Betul?

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (H. JAMALUDDIN JAFAR,

S.H., M.H.):

Jadi, bukan perkembangannya tapi substanis yang ingin di renegosiasi itu.

Jadi, mungkin pasal-pasalnya dimaksud tadi itu, itu kira-kira.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL (Ir. H. HARRY POERNOMO):

Betul sekali. Jadi, saya yakin Pemerintah yang akan melakukan renegosiasi

di dalam pemikirannya sudah ada pasal mana, sekarang bunyinya seperti ini, yang

mau diubah bunyinya seperti ini. Mereka paling sudah, harusnya sudah punya

bahan itu. Nah, itu yang disampaikan kepada kita. Kalaupun nanti dikaji pasal per

pasal seperti halnya kita menyusun undang-undang itu.

72

DIRJEN MINERBA :

Pak, kalau boleh saya bantu, Pak.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (H. INAS NASRULLAH

ZUBIR, BE, SE):

Pimpinan, Pimpinan izin.

KETUA RAPAT:

Silakan.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI HATI NURANI RAKYAT (H. INAS NASRULLAH

ZUBIR, BE, SE):

Saya kira kita yang lebih luas dengan bukan menyampaikan perkembangan

tapi saya kira lebih tepat kalau itu progres saja. Progres itu termasuk isi dan segala

macam. Progres, progres, menyampaikan progres, progres renegosiasi kontrak

karya atau KK. Saya kira itu.

KETUA RAPAT:

Progres itu bahasa Indonesianya bukan perkembangan ya? Rasa-rasanya

sama, ya. Progres kan Bahasa Inggris.

ANGGOTA FRASKI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Pak, mungkin usul konkrit, Pak. Dalam perkembangan dalam kurung tahapan,

tahapan-tahapan renegosiasi dan substansi. Tahapan dan substansi dalam kurung

saja, Pak. Jadi, di perkembangan, menyampaikan perkembangan, perkembangan

renegosiasi dalam kurung tahapannya dan substansinya, Supaya clear, begitu loh.

Itu saja supaya singkat.

KETUA RAPAT:

Coba gini, menyampaikan perkembangan dalam kurung.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Tahapan dan substansinya.

73

KETUA RAPAT:

Tahapan dan substansinya.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Ya. Itu saja Pak, supaya clear.

KETUA RAPAT:

Supaya cepat ini.

ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUAGAN (MERCY

CHRIESTY BARENDS, S.T.):

Ya, renegosiasi kontrak karya.

KETUA RAPAT:

Tahapan dan substansinya kurung tutup. Substansinya itu kurung tutup.

Komisi VII DPR RI minta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara untuk

menyampaikan perkembangan dalam (tahapan dan substansinya) perkembangan

renegosiasi. Renegosiasinya di perkembangan itu. Dan perjanjian kontrak karya.

Saya rasa ini, ya ?

Nya-nya hilang.

Setuju ya, biar cepat?

(RAPAT:SETUJU)

Kemudian nomor empat, Komisi VII DPR RI meminta Direktur Jenderal

Mineral dan Batubara memberikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota

Komisi VII dan disampaikan paling lambat hari Selasa tanggal 20 Januari 2015. Ini

yang tadi, ya? Setuju, ya.

74

DIRJEN MINERBA:

Satu minggu harusnya, Pak Pimpinan kalau bisa.

KETUA RAPAT:

Ini yang per anggota saja.

KETUA KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/FRAKSI PARTAI GERINDRA):

Sekarang tanggal berapa?

Jawaban tertulis dari pertanyaan yang belum dijawab, kan. Kalau pertanyaan yang sudah dijawab juga?

KETUA RAPAT:

Lambat tadi, Pak. Jadi, disepakati seluruh pertanyaan anggota itu dijawab, Pak, supaya ada tertulisnya, sedangkan cluster-nya sudah dijawab oleh Bapak Dirjen. Ya setuju, ya?

(RAPAT:SETUJU) Terima kasih. Dengan rapat dengar pendapat pada hari ini kita sudah menyepakati

khususnya DPR sudah menyepakati empat kesimpulan. Tolong ditayangkan, saya belum meminta persetujuan Pemerintah. Tolong ditayangin dulu. Komisi VII telah menyepakati. Silakan, Pak Dirjen mencermati, mana kok hilang tayangannya. Jadi, saya perlu sampaikan, Pak bagi yang mungkin yang baru, Pak. Jadi, kesimpulan rapat itu disetujui dulu oleh DPR, kita, setelah itu baru kita minta persetujuan pemerintah. Setelah itu Pemerintah menyetujui baru saya ketok. Itu adalah kesimpulan komisi. Jadi, tidak ada kesepakatan atau persetujuan itu satu pihak. Maka dari itu harus dilaksanakan dan dijalankan. Silakan, Pak Dirjen kalau ada perbaikan bahasa dan lain sebagainya atau sudah cukup.

DIRJEN MINERBA:

Saya kira cukup, Bapak Pimpinan.

75

KETUA RAPAT: Setuju, Pak ya? Oke, Pemerintah setuju, DPR juga setuju maka empat

kesimpulan ini dapat kita simpulkan, kita sepakati menjadi kesimpulan Komisi. Setuju?

(RAPAT:SETUJU)

Terima kasih. Alhamdulillah, semua tahapan rapat dengar pendapat pada hari ini sudah kita

lakukan. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan pada hari ini dapat bermanfaat untuk kepentingan bangsa dan negara.

Sebelum saya tutup saya beri kesempatan kepada Pak Dirjen untuk menyampaikan kata penutup.

DIRJEN MINERBA:

Baik. Yang saya hormati Pimpinan, Anggota yang saya hormati,

Syukur alhamdulillah kita bisa menyelesaikan RDP pada kesempatan ini, tentu ke depan keterbukaan sangat penting, karena kalau kita lihat pertambangan itu lebih kompleks, Pak Kurtubi, dibandingkan Migas karena kita mengurusi seonggok pasir dari sungai sampai skalanya Freeport. Kalau Migas itu cuma 350 blok, ini ada sekian ribu dan tidak mudah. Jadi, mohon dukungan Anggota Dewan yang terhormat dan kita harapkan juga keterbukaan dalam memberikan informasi dan latar belakang pengambilan kebijakan itu menjadi penting sehingga ini memudahkan kita mengambil keputusan ke depan untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi kehadiran resources Minerba kita ke depan.

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. KETUA RAPAT:

Terima kasih, Pak Dirjen. Kami juga atas nama Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi VII DPR RI

memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya pada Saudara Dirjen beserta seluruh jajarannya yang telah hadir dalam rangka memenuhi undangan kami dan juga telah membahas secara intern persoalan-persoalan yang

76

terkait dengan minerba, ya mineral dan batubara, sehingga kita dapat menghasilkan empat kesimpulan.

Dan kami mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan. Dan sekali

lagi terima kasih, dan rapat saya tutup dengan ucapan alhamdulillah. Wabillaahittaufik wal hidayah, Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 17.54 WIB)

a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT

Dra. Rini Koentarti, M.Si.

NIP. 19611009 199303 2 001