Rani Skripsi
-
Upload
bahrul-ilmi -
Category
Documents
-
view
575 -
download
4
Transcript of Rani Skripsi
1
SKRIPSI
Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas NyeriPada Pasien Post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah
RSU TK II Pelamonia Makassar
Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatan padaPogram studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
OLEH :ST.SYAHRIYANI
C1 21 08 551
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2010
2
ABSTRAKSt.Syahriyani, ”Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada PasienPost Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar 2009”dibimbing oleh Yuliana Syam dan Tuti Seniawati (vii + 43 halaman + 7 lampiran).
Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaandiagnostik, pembedahan dan pengobatan (Smeltzer, 2001).Teknik relaksasi merupakan metode yangdapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yangmenurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan ketegangan otot yangmenghentikan siklus nyeri, ansietas dan ketegangan otot. Dari hasil survey sementara yang dilakukanoleh peneliti Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar, umumnya perawat tidakmelakukan teknik relaksasi pada pasien yang mengalami nyeri khususnya pasien post operasiapendiktomi karena perawat hanya melaksanakan instruksi dokter berupa pemberian analgetik.Sehingga pasien masih mengalami gangguan rasa nyaman nyeri pada saat reaksi analgetik telah hilang.Penelitian ini bertujuan diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeripada pasien post operasi apendiktomi.
Dengan desain penelitian adalah pra eksperimen (One group pre and post test design).Populasi penelitian ini berjumlah 31 orang dan sampel diambil dengan teknik Accidental samplingdengan jumlah sampel 15 penderita. Data yang diambil berupa data sekunder dan data primer denganinstrument penelitian adalah lembar observasasi.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Intensitas nyeri responden sebelum pemberian tekniksebelum pemberian teknik relaksasi yang nyeri ringan 3 orang (20,00%), nyeri sedang 8 orang(53,33%) dan nyeri berat 4 orang (26,67%). Dan Setelah diberi teknik relaksasi terjadi perubahanintensitas nyeri yaitu dari nyeri sedang ke nyeri ringan sebanyak 7 orang (46,67%) dan dari nyeri beratke nyeri sedang sebanyak 2 orang (13,33%). Hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai p = 0,003 (p< 0,05) maka dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian teknik relaksasi terhadap perubahanintensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II PelamoniaMakassar.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan Pemberian teknik relaksasi berpengaruhterhadap perubahan intensitas nyeri post operasi apendiktomi. Untuk itu peneliti menyarankan agarperawat yang bertugas di RSU TK II Pelamonia Khususnya di Ruang Perawatan Bedah untukmelaksanakan teknik relaksasi dalam mengatasi nyeri.Kata Kunci : Teknik relaksasi, intensitas nyeri, post operasi apendiktomiDaftar Pustaka : 14 (1995-2009)
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………....ii
ABSTRAK…………………………………………………………………….......iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………….......v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….......vii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..............vii
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………......... 5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………................. 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum tentang intensitas nyeri ……..………................ 7
B. Tinjauan Umum tentang teknik relaksasi ..….……………….... 17
C. Tinjauan umum tentang apendisitis............ ................................. 19
D. Pengaruh Teknik relaksasi terhadap Perubahan Intensitas Nyeri
Pada Pasien Post Operasi ...................................……………....... 24
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIANA. Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 26
B. Hipotesis Penelitian .................................................................... 27
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ………………………… 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................……………... 28
C. Populasi dan Sampel …………………………………………... 28
D. Alur Penelitian ........................................................................... 30
4
E. Variabel pemikiran .…………………………….......................... 31
F. Defenisi operasionel dan kriteria obyektif.................................. 31
G. Instrumen penelitian ................................................................... 32
H. Pengolahan dan Analisis Data ......………................................. 32
I. Etika Penelitian .......................................................................... 33
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian ………................................................................ 34
B. Pembahasan………………………………………………………. 36
C. Keterbatasan Penelitian............................................................... 41
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………....... 42
B. Saran……………………………………………………………..... 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mengimbangi pesatnya perkembangan IPTEK dibidang kesehatan
serta tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi menuntut upaya
penyelenggaran kesehatan yang lebih bermutu. Profesi keperawatan diupayakan
untuk memenuhi pelayanan kearah kesatuan upaya peningkatan (promotive),
pencegahan (preventive), penyembuhan (curative), dan pemulihan
(rehabilitative) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Menanggapi hal itu, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali
kefungsi optimalnya dengan cepat, aman dan senyaman mungkin (Smeltzer,
2001).
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Nyeri
bersifat subyektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama.
Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya
pengontrolan nyeri (Potter, 2005).
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
6
pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit
manapun (Smeltzer, 2001).
Salah satu ketakutan terbesar klien bedah adalah nyeri, padahal nyeri
setelah pembedahan adalah hal yang normal. Untuk itu perawat perlu
memberikan informasi pada klien dan keluarga klien tentang terapi yang tersedia
untuk menghilangkan nyeri diantaranya latihan relaksasi. Klien harus mengetahui
lamanya waktu yang diperlukan obat untuk bekerja dan seringkali tidak semua
rasa tidak nyaman tersebut bisa hilang sama sekali dengan menggunakan obat
analgetik (Potter, 2005).
Banyak klien bedah yang sering menghindarkan minum obat penghilang
rasa nyeri karena takut menjadi ketergantungan. Namun sebagian besar dosis
obat dan interval yang dibutuhkan antara waktu pemberianya tidak cukup besar
sehingga dapat menimbulkan ketergantungan. Untuk itu perawat harus
mendorong klien menggunakan analgetik seseuai dengan kebutuhan (Potter,
2005).
Penatalaksanaan nyeri post operasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu secara farmakologis dan non farmakaologis. Menangani nyeri secara
farmakologis dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Sedangakan tindakan non farmakologis salah satunya adalah dengan memberikan
teknik relaksasi pada pasien post operasi ( Smeltzer, 2001).
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang
obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu,
7
banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam
menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya
mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan-tindakan tersebut
merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan
atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik atau menit (Smeltzer, 2002).
Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat dilakukan terutama pada
pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan
konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan ketegangan otot
yang menghentikan siklus nyeri, ansietas dan ketegangan otot. Teknik relaksasi
perlu diajarkan bebarapa kali agar mencapai hasil yang optimal dan perlunya
instruksi menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah
meningkatnya nyeri.
Penelitian Tunner dan Jansen (1993), Almatsier dkk (1992) dalam
Smeltzer, (2001), menyimpulkan bahwa relaksasi otot skletal dapat menurunkan
nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri hal ini
dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa teknik relaksasi efektif dalam
menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi.
Penelitian Lorenzi, (1991) Miller & Perry,(1990) dalam Smeltzer, (2002),
telah menunjukkan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca
operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skletal dalam nyeri
pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi agar
efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Juanda (2006)
8
setelah dilakukan perlakuan pada kelompok eksperimen post operasi
apendektomi terdapat penurunan tingkat nyeri yang sangat signifikan. Hal ini
dikarenakan pelaksanaan teknik relaksasi yang cukup efektif.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dari pada negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasarwarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan
mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini
menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara
wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan
dewasa muda rationya menjadi 3:2, (Harnawatia, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record Di Perawatan
Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar jumlah pasien yang menderita apendicitis
akut dan yang mendapat tindakan apendiktomi yang tahun 2007 sebanyak 293
pasien dan meningkat pada tahun 2008 sebanyak 378 pasien. Selain itu pula
apendisitis merupakan kasus terbanyak dari kasus bedah pencernaan lainya.
Untuk itu perlunya perhatian khusus baik pada saat pra operasi maupun post
operasi apendiksitis terutama dalam hal meminimalkan intensitas nyeri serta
komplikasinya.
Dari hasil survey sementara yang dilakukan oleh peneliti Di Perawatan
Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar, umumnya perawat tidak melakukan
9
teknik relaksasi pada pasien yang mengalami nyeri khususnya pasien post
operasi apendiktomi karena perawat hanya melaksanakan instruksi dokter berupa
pemberian analgetik. Sehingga pasien masih mengalami gangguan rasa nyaman
nyeri pada saat reaksi analgetik telah hilang
Mengingat betapa pentingnya pentingnya penatalaksanaan tindakan
nonfarmakologis dalam perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi
apendiktomi maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II
Pelamonia Makassar”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Apakah ada Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap
perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi Di
Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar ? ”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas
nyeri pada pasien post operasi apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II
Pelamonia Makassar.
10
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi
sebelum teknik relaksasi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia
Makassar
b. Diketahuinya perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi
apendiktomi setelah teknik relaksasi Di Perawatan Bedah RSU TK II
Pelamonia Makassar
c. Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas
nyeri pada pasien post operasi apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK
II Pelamonia Makassar
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Bahan masukan kepada pihak RSU TK II Pelamonia Makassar, terutama kepada
bidang keperawatan bedah dalam meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan dengan memberikan teknik relaksas untuk perubahan intensitas
nyeri pada pasien post operasi apendiktomi.
2. Bahan masukan bagi masyarakat dalam menambah pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri
khususnya pada pasien post operasi apendiktomi.
3. Bahan acuan bagi peneliti – peneliti selanjutnya, khususnya Institusi Universitas
Hasanuddin Fakultas Kedokteran Jurusan Keperawatan tentang pengaruh
tekhnik relaksasi terhadap teknik relaksasi dengan perubahan intensitas nyeri
pada pasien post operasi apendiktomi
11
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Umum tentang intensitas nyeri
1. Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.
Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan
menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer,
2001).
Intensitas nyeri gambaran seberapa parah nyeri ysng dirasakan individu.
Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin
adalah menggunkan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2006).
2. Klasifikasi
Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba – tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau
12
cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri
ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi
serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari
enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri
akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan
yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya
nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan
pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat
penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis
biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
3. Mekanisme Neurofisiologik nyeri
Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah
stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan
persepsi nyeri disebut sebagai sistem noniseptik. Sensivitas dari komponen
sistem noniseptik dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda diantara
13
individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama
mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi
seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain. Lebih jauh lagi, suatu
stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu
lain. Sebagai contoh, nyeri akibat artritis kronis dan nyeri pascaoperatif sering
terasa lebih parah pada malam hari (Smeltzer, 2002).
Salah satu neuromodulator nyeri adalah endorfin (morfin endogen),
merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh yang terdapat
pada otak, spinal dan traktus gastrointestinal yang memberi efek analgesik,
pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis
antara nyeri perifer dan neuron yang menuju ke otak tempat seharusnya untuk
substansi nyeri, pada saat tersebut endorfin akan memblokir lepasnya
substansi nyeri tersebut (Tamsuri Anas, 2007).
4. Faktor – faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan sensivitas
Nyeri.
Menurut Smeltzer, (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi respon
nyeri adalah :
a. Pengalaman masa lalu
Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan
berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran
terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.
Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar. Sering
kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut
14
individu tersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang akan
diakibatkan. Individu ini akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia
ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.
Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu menerima peredaan nyeri yang
tidak adekuat di masa lalu. Individu dengan pengalaman nyeri berulang
dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang
tidak adekuat. Sekali individu mengalami nyeri berat, individu tersebut
hanya mengetahui seberapa berat nyeri itu dapat terjadi. Sebaliknya, individu
yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut
terhadap nyeri itu.
Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak
kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri
masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri
berkepanjangan atau kronis dan persisten. Individu yang mengalami nyeri
selama berbulan – bulan atau bertahun – tahun dapat menjadi mudah marah,
menarik diri, dan depresi.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman
sebelumnya dapat menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap
pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan
cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan
terhadap nyeri di masa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik.
15
b. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan
ansietas. Sulit untuk memisahkan suatu sensasi. Paice (1991) melaporkan
suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian limbik yang
diyanikini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem
limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk
atau menghilangkan nyeri. Individu yang sehat secara emosional, biasanya
lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada stabil. Klien
yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali
mengalami kesulitan dalam mengontrol rasa cemasnya sehingga dapat
menimbulkan masalah dalam penetalaksanaan nyeri (Potter, 2005).
Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pasca operatif. Namun ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri. Sebagai contoh, pasien yang telah mendapatkan pengobatan kanker
payudara 2 tahun yang lalu dan sekarang mengalami nyeri pinggang dan
merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi dari metastasis.
Dalam kasus ini ansietas dapat meningkatkan peningkatan nyeri. Ansietas
16
yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara
aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Sebagai contoh, seorang ibu yang
dirawat dengan komplikasi akibat kolisistektomi dan cemas tentang anak –
anaknya dapat menyerap lebih sedikit nyeri ketika ansietas mengenai anak –
anaknya meningkat.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang
diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi
terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerut, 1991) Ada perbedaan makna dan
sikap dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya. Suatu
pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat
dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien yang
mengalami nyeri (Potter, 2005).
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana
seseorang berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau
seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya
etnik mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale, 1990).
d. Usia
Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Perkembangan, yang ditemukan diantara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-nak dan lansia
17
bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.
Nyeri bukan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari.
Pada lansia yang mengalami nyeri, perlunya dilakukan pengkajian,
diagnosis, dan penatalaksanaan secara efektif. Namun, individu yang berusia
lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat
mereka merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih lama , mereka
kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang
menyertai menyertai (Potter, 2005)
Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui
secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan
fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Cara lansia
berespons terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespons orang berusia
lebih muda. Atau nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh dari tempat
cedera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai
akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (misal,
diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin
tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih
lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding
individu berusia lebih muda, analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan untuk menggunakan
sendiri analgesik pascaoperatif, lansia menunjukkan keberhasilan peredaan
nyeri dengan dosis opioid yang lebih kecil
18
e. Efek Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk
tablet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya. Plasebo umumnya terdiri atas
gula,larutan salin normal, dan atau air biasa. Karena plasebo tidak memiliki
efek farmakologis, obat ini hanya memberikan efek dikeluarkannya produk
ilmiah (endogen) endorfin dalam sistem kontrol desenden, sehingga
menimbulkan efek penurunan nyeri (Tamsuri, 2006).
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan
atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan
tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan
tersebut benar – benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja
sudah memberikan efek positif.
Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam
sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang
dapat diputar-balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
5. Pengukuran Skala Nyeri.
Skala nyeri dapat diukur dengan menggunakan cara sebagai berikut :
Keterangan :
0 : Tidak Ada nyeri
1-3 : Nyeri ringan
4-6 : Nyeri sedang
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
19
7-10 : Nyeri berat (Wasis, 2008 )
a. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi
b. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan frekuensi
pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan otot, dilatasi
pupil.
c. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras, Penurunan
frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan
Karakteristik nyeri :
10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.
Nilai 9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas
yang bisa dilakukan.
Nilai 6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
Nilai 5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
Nilai 4 Nyeri seperti kram atau kaku.
Nilai 3 Nyeri seperti perih atau mules.
Nilai 2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.
Nilai 1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
Nilai 0 Tidak ada nyeri (Potter,2005)
6. Penilaian skala nyeri secara obyektif
Penilaian nyeri secara obyektif (obyektif Tool for Measuremant of
pain) diambil dari W. Chambers and Prince (Juanda,2006), dimana terdiri dari
sembilan item penilaian yaitu : perhatian, ansietas, verbal, respirasi, suara,
nausea, muskuloskletal, ketegangan otot dan ekspresi wajah. Dengan nilai
20
pengukuran 1-9 : tidak ada nyeri, 10-18 : Nyeri ringan, 19-27 :nyeri sedang, 28-
36 : nyeri berat dan 37-45 : nyeri berat sekali. Untuk penilaian respon pasien
terhadap nyeri dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Penilaian intensitas nyeri secara obyektif (obyektif Tool for Measuremant of pain)
ITEM 5 4 3 2 1
PERHATIAN
Hampirsepenuhnyatertuju pada
nyeri,sangat sulitdialihkan
Lebihmemperh
atikannyeri,
agak sulitdialihkan
Sebagianperhatian
pada nyeri,mudah
dialihkan
Sedikitperhatian
pada nyeri,mudah
dialihkan
Tidak adaperhatianterhadap
nyeri,gampangdialihkan.
ANSIETAS
Sangattegang,mudah
marah danhawatir
Tegang,mudahmarah
danhawatir
Agaktegang,mudah
marah danhawatir
Sedikittegang,mudah
marah danhawatir
Tidaktegang,tidak
mudahmarah dan
hawatir
VERBALAda nyeri
yang sangathebat
Ada nyerihebat
Agak nyeriSedikitnyeri
Tidak adanyeri
RESPIRASIRespirasi
sangat jelasAda
respirasiAgak
respirasiSedikit
respirasiRespirasinormal
SUARA
Berteriakatau
menangistersedug
Merintihdengankeras
Merintihdenganlembut
Mengeluhdenganlembut
Berbicaradengantekanannormal
NAUSEA muntahMengatakan inginmuntah
Perasaansakit perut
Merasamual
Tidakmerasamual
MUSKOLOSKLETAL
Sangatgelisah
gelisahAgak
gelisahSedikitgelisah
Tenang
KETEGANGAN OTOT
Sangattegang
tegangAgak
tegangSedikittegang
Relaks
EKSPRESIWAJAH
Bermukamasam
mengerutAgak
mengerutSedikit
mengerutTidak
mengerut
21
B. Tinjauan Umum Tentang Teknik Relaksasi
1. Pengertian
Teknik relaksasi adalah suatu tekhnik merilekskan ketegangan otot
yang dapat menunjang nyeri (Smeltzer, 2001).
Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat dilakukan terutama
pada pasien yang mengalami nyeri kronis, merupakan latihan pernafasan yang
menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan
ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri, ansietas dan ketegangan
otot.
Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai pembebasan fisik dan
mental dari tekanan dan stress. Dengan relaksasi, klien dapat mengubah
persepsi terhadap nyeri. Kemampuannya dalam melakukan relaksasi fisik
dapat menyebabkan relaksasi mental. Relaksasi dapat memberikan efek secara
langsung terhadap fungsi tubuh seperti :
a. Penurunan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan.
b. Penurunan konsumsi oksigen oleh tubuh.
c. Penurunan ketegangan otot.
d. Meningkatkan kemampuan konsentrasi .
e. Menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan (Tamsuri, 2006)
Teknik relaksasi merupakan tindakan pereda nyeri non invasif, teknik
relaksasi yang teratur dapat bermanfaat untuk mengurangi keletihan dan
ketegangan otot yang dapat meningkatkan kualitas nyeri (Smeltzer, 2001)
Indikasi dari pemberian teknik relaksasi :
22
a. Teknik relaksasi dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stress
psikologis (Smeltzer, 2001 : 136).
b. Teknik relaksasi efektif dilakukan pada pasien-pasien yang mengalami
nyeri kronis ataupun pasca operasi (Smeltzer, 2001 : 233).
2. Teknik
Teknik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Ambil posisi senyaman mungkin pasien dapat
memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan lahan dan nyaman, irama
yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat
bersama setiap inhalasi (“Hirup perlahan-lahan, dua, tiga) dan ekshalasi
(Hembuskan perlahan-lahan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan
tekhnik ini, akan sangat membantu bila menghitung bersama dengan pasien
pada awalnya (Tamsuri, 2006).
Latihan relaksasi meliputi kombinasi latihan pernafasan yang
terkontrol dan latihan kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai
latihan bernafas dengan berlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat berlahan dan dada mengembang penuh (
Potter, 2005).
Supaya teknik relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka
diperlukan partisipasi individu dan kerja sama. Teknik relaksasi diajarkan
hanya pada saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut,
hal ini dikarenakan ketidakmampuan berkonsentrasiembuat latihan menjadi
23
tidak efektif. Perawat perlu menjelaskan teknik relaksasi secara rinci dan
menjelaskan sensasi umum yang klien alami (nyeri).
Perawat bertindak sebagai pelatih, mengarahkan klien dengan berlahan
melalui tahap-tahap latihan. Lingkungan harus bebas dari keributan atau
stimulus lain yang mengganggu. Klien dapat duduk dikursi yang nyaman atu
berbaring ditempat tidur (Potter,2005).
Apabila klien merasa terganggu atau menjadi tidak nyaman, maka
perawat hendaknya menghentikan latihan terebut. Apabila klien tampak
mengalami kesulitan dan mengalami relaksasi hanya pada sebagian tubuh,
maka perawat memperlambat kemajuan latihan dan berkonsentrasi pada
bagian tubuh tubuh yang tegang. Klien juga harus menmgetahui sejak awal
bahwa latihan ini dapat dihentikan setiap waktu. Dengan melakukan latihan,
klien dapat dengan segara melakukan latihan dengan mandiri ( Potter, 2005).
C. Tinjauan Umum Tentang Apendisitis
1. Pengertian
a. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2008).
b. Apendisitis adalah peradangan pada verformisis apendiks (Danis Difa, 2003).
2. Penyebab
24
a. Apendisitis terjadi akibat apendiks terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh
fekalit (masa keras dari feses), tumor atau benda asing, dapat juga terjadi
akibat infeksi virus, bakteri atau jamur (Smeltzer, 2001).
b. Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma (Mansjoer, 2008).
3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi kedalam 3 jenis yaitu :
a. Apendisitis akut terbagi atas : apendisitis akut fokalis atau segmentalis yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis purulenta difusi yaitu
apendisitis dimana terdapat tumpukan nanah
b. Apendisitis kronis dibagi atas apendisitis kronis fokalis atau parsial yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis kronis obliteritiva yaitu
apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
c. Apendisitis perporata : perforasi apendiks yang akan mengakibatkan
peritonitis yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat dengan
menyebar ke seluruh area, perut menjadi tegang, nyeri tekan.
4. Patofisiologi
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri
abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus (Smeltzer, 2001).
25
Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma, obstuksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa, pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium (Mansjoer, 2008).
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding apendiks, peradangan yang timbul akan meluas dan mengenai
peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah,
keadaan ini disebut dengan apendisiti supuratif akut, bila kemudian aliran darah
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa, bila dinding tersebut
telah rapuh dan pecah disebut apendisitis perforasi (Mansjoer, 2008).
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang di temukan pada apendisitis adalah nyeri pada
kuadran bawah, biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Nyeri lokal bila dilakukan tekanan, nyeri tekan lepas
(hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepas) mungkin dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
26
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar
dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila
ujungnya ada pada pelviks tanda-tanda ini hanya dapat diketahui hanya pada
pemeriksaan rektal, nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada
dekat rektum, nyeri pada saat berkemih menunjukkan ujung apendiks berada
dekat kandung kemih atau ureter, dapat terjadi kekakuan pada bagian bawah otot
rektus kanan dapat terjadi (Smeltzer, 2001).
Pada kasus apendisitis akut gejala yang permulaan adalah nyeri atau
perasaan tidak enak sekitar umbilkus, diikuti oleh anoreksia, neusia dan muntah
gejala-gejala ini berlangsung 1 atau 2 hari dan dalam beberapa jam bergeser ke
kuadran kanan bawah (Sylvia dan Wilson,1995).
Gejala perkembangan klasik dari gejala anoreksia (hampir semua
mengalami), nyeri peumbilikal konstan derajat sedang dengan pergeseran 4-6
jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah selanjutnya dapat terjadi
muntah yang diikuti dengan konstipasi atau diare terutama pada anak-anak
(Schwartz, 2001).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit 10.000-
20.000/ml dengan peningkatan jumlah notrofil. Pemeriksaan urine juga perlu
dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran
kemih, pada kasus akut tidak dibolehkan melakukan barium enema, sedangkan
pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan, pemeriksaan USG dilakukan bila
terjadi infiltrat apendikularis (Mansjoer, 2008).
27
7. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10% sampai 32%,
insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia, perforasi secara umum terjadi 24
jam setelah awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih
tinggi, penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu
(Smeltzer, 2001).
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding
perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umu atau terjadi abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi
dengan peritonitis umum atau pembentukan abses sejak pasien pertama kali
datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi abses apendiks akan
teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah
rektum atau vagina (Mansjoer, 2008).
8. Penatalaksanaan
Apendiktomi adalah eksisi pada apendiks yang mengalami peradangan atau
apendiks vermiforsis (Danis Difa, 2003).
Penatalaksanaan apendisitis adalah dengan tindakan pembedahan.
Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan,
analgesik dapat diberikan pada setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer, 2001).
28
D. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri pada
pasien post operasi
Nyeri yang dirasakan klien bedah meningkat seiring dengan
berkurangnya pengaruh anastesi. Klien lebih menyadari lingkungannya dan lebih
sensitif terhadap rasa nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya sumber
nyeri. Secara signifikan, nyeri dapat memeperlambat pemulihan (Potter,2005).
Nyeri akut dapat menyebabkan denyut jantung, tekanan darah dan frekuensi
pernafasan meningkat (Potter, 2005).
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada saat nyeri. Teknik relaksasi dapat
digunakan saat individu dalam kondisi sehat maupun sakit. Klien post operasi
yang menggunakan teknik relaksasi dengan berhasil mengalami beberapa
perubahan fisiologis seperti : penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan,
Penurunan konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, penurunan kecepatan
metabolisme, peningkatan kesadaran global, kurang perhatian terhadap stimulus
lingkungan (Potter, 2005).
Penelitian Tunner dan Jansen (1993), Almatsier dkk (1992) dalam
Smeltzer, (2001), menyimpulkan bahwa relaksasi otot skletal dapat menurunkan
nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri hal ini
dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam
menurunkan nyeri.
29
Pada pasca operasi. Pasien ditempatkan pada posisi senyaman mungkin,
posisi in mengurangi ketegangan pada insisi organ abdomen yang membantu
mengurangi nyeri (Smeltzer, 2001).
Penelitian Lorenzi, (1991) Miller & Perry,(1990) dalam Smeltzer, (2002),
telah menunjukkan bahwa tekhnik relaksasi dapat menunjukkan menurunkan
nyeri pasca operasi dengan efektif, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran
otot-otot skletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk
melakukan tekhnik relaksasi agar efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Juanda(2006) setelah dilakukan perlakuan pada kelompok
eksperimen post operasi apendektomi terdapat penurunan tingkat nyeri yang
sangat signifikan.Hal ini dikarenakan pelaksanaan teknik relaksasi yang cukup
efektif.
30
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian adalah hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang akan diteliti.
V. Bebas V. Terikat
Ket :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Berdasarkan kerangka konsep diatas, tindakan apendiktomi dapat
menyebabkan nyeri post operasi. Bila mana diberikan teknik relaksasi apakah
intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi mengalami perubahan
(menurun atau meningkat).
Tekhnikrelaksasi
IntensitasNyeri pada Post Op App
Faktor yang dapat meningkatkandan menurunkan intensitas nyeri :1. Pengalaman masa lalu2. Ansietas3. Usia4. Efek plasebo
31
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis Alternatif (H1)
Ada pengaruh tekhnik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada
pasien post operasi apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia
Makassar
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain penelitian adalah
pra eksperimen (One group pre and post test design) yaitu penelitian yang
menggunakan satu kelompok subyek, pengukuran di lakukan sebelum dan
setelah perlakuan (Saryono,2008), yaitu pengaruh teknik relaksasi terhadap
dengan perubahan intensitas nyeri dan kemudian menganalisis pengaruh teknik
relaksasi dengan perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi
Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar
O > (X) > O
B. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada 16 November sampai 29 November
2009.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia
Makassar
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan yang menjadi obyek penelitian
(Notoatmodjo, 2002:79).
33
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah menjalani
tindakan apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar
dengan rata-rata kunjungan perbulan pada Tahun 2008 adalah 31 penderita
2. Sampel
a. Sampel
Sampel adalah adalah wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dari
penelitian ini adalah pasien post operasi apendiktomi sebanyak 15 orang.
b. Teknik pengambilan sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan tekhnik pengambilan
sampel yaitu Accidental Sampling, yaitu dengan mengambil sampel Pasien
yang telah menjalani tindakan apendiktomi selama penelitian berlangsung
c. Kriteria sampel
a. Kriteria inklusi sampel :
1. Pasien yang telah menjalani tindakan apendiktomi hari pertama selama
penelitian berlangsung
2. Pasien yang mengalami reaksi analgetiknya telah hilang/ 6 (enam) jam
setelah pemberian analgetik dan belum mendapatkan analgetik lagi.
3. Usia 15-54 tahun
4. Pasien yang dalam keadaan relaks
5. Bersedia menjadi sampel
b. Kriteria ekslusi sampel :
1. Pasien yang menjalani tindakan apendiktomi hari ke dua dan
seterusnya selama penelitian berlangsung
34
2. Mengalami tindakan apendiktomi dengan komplikasi
3. Usia <15 Tahun dan >54 Tahun.
4. Pasien yang tidak mempunyai pengalamnan masa lalu tentang nyeri
post operasi
5. Pasien yang mendapat terapi plasebo
6. Tidak bersedia menjadi sampel
D. Alur Penelitian
Mengurus surat ijin penelitian
Kelompok Sampel yang dikehendaki sesuai dengankriteria inklusi
Memberikan Lembar persetujuan untuk menjadi respondendan mengajarkan teknik relaksasi sebanyak 3 kali
Analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon signed rangetest untuk melihat pengaruh variabel independen
Interpretasi data dan pembahasan
Post test perubahan intensitas nyeri dengan menggunakanlembar observasi penilaian intensitas nyeri
Pre test intensitas nyeri dengan menggunakan lembarobservasi penilaian intensitas nyeri
Melaksanakan teknik relaksasi bersama pasien setelah 6 jampost operasi apendiktomi
Kesimpulan dan saran
35
E. Variabel Pemikiran
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap
menentukan variabel terikat (Saryono, 2008), adapun varibel bebas dalam
penelitian ini adalah Teknik relaksasi
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
(Saryono, 2008), adapun varibel terikat dalam penelitian ini adalah Perubahan
Intensitas nyeri pada Post Operasi Apendiktomi
F. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
Penelitian ini meliputi beberapa variabel, yaitu teknik relaksasi, nyeri,
perubahan intensitas nyeri dan apendiktomi dimana masing-masing mempunyai
defenisi variabel :
1. Teknik relaksasi adalah Suatu cara yang dapat digunakan untuk merilekskan
ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri, berupa menarik nafas dengan
frekuensi lambat inhalasi (hirup,dua,tiga) dan ekshalasi (hembuskan,dua,tiga).
Dilakukan pada saat 6 (enam) jam setelah pemberian analgetik dan pasien
mulai merasakan nyeri.Teknik relakasasi ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali.
2. Perubahan intensitas nyeri yang dimaksud adanya perubahan intensitas nyeri
yang dirasakan pasien setelah dilakukan prosedur teknik relaksasi sebanyak 3
(tiga) kali. Yang diukur dengan mengunakan Penilaian nyeri secara obyektif
(obyektif Tool for Measuremant of pain) diambil dari W. Chambers and Prince.
36
Kriteria obyektif :
1. Menurun jika : Dari nyeri berat (skor 28-35) menjadi nyeri sedang (skor 19-
27), nyeri ringan (skor 10-18) atau tidak ada nyeri (skor 1-9).
2.Meningkat jika : Dari nyeri ringan (skor 10-18) menjadi nyeri sedang (skor
19-27) atau nyeri berat (skor 28-35).
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Penilaian nyeri secara
obyektif (Obyektif Tool for Measuremant of pain) diambil dari W. Chambers
and Prince (Juanda,2006) untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri pada
pasien post Operasi apendektomi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia
Makassar sebelum dan sesudah intervensi relaksasi dilakukan.
H. Pengolahan dan Analisis Data
a. Koding
Pertama-tama menberi kode dikanan lembar observasi. Pengisian berdasarkan
pelaksanaan setiap indikator yang diamati pada responden tersebut.
b. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti setiap item penilaian. Editing meliputi
kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap
pelaksanaan indikator yang diteliti. Hal ini dilakukan dilapangan.
c. Skoring
Skoring yaitu memberi skor data yang telah dikumpulkan, bila tidak ada nyeri
(skor 1-9), nyeri ringan (skor 10-18), nyeri sedang (skor 19-27), nyeri berat
(skor 28-36), nyeri sangat berat (skor 37-45),
37
d. Tabulasi Data
Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses pengolahan
dalam hal ini setiap data tersebut dikoding kemudian ditabulasi agar lebih
mempermudah penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi.
e. Analisa Data
Analisis data dengan menggunakan uji statistik Non parametrik Wilcoxon
signed
I. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek. Dalam
penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika yang meliputi antara lain :
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi, bila subyek menolak, maka peneliti tidak memaksa
dan tetap menghormati hak-hak subyek.
2. Anonimility (Tanpa Nama)
Untuk Menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden,
tetapi lembar tersebut diberi kode
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
penelitian.
38
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 15 responden post operasi apendiktomi pada
tanggal 18 November sampai 29 November 2009 Di Ruang perawatan Bedah RSU
TK II Pelamonia Makassar. Dengen menggunakan desain penelitian adalah pra
eksperimen (One group pre and post test design) yaitu penelitian yang menggunakan
satu kelompok subyek, pengukuran di lakukan sebelum dan setelah pemberian teknik
relaksasi. Penilaian nyeri dilakukan secara obyektif (Obyektif Tool for Measuremant
of pain).
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling jumlah
sampel 15 setelah data terkumpul kemudian data diolah dan disajikan dalam tabel
distribusi frekwensi dari variabel yang telah diteliti,kemudian dilakukan analisa
terhadap variabel tersebut. Adapun data hasil penelitian ini sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi meliputi umur
dan jenis kelamin. Berdasarkan data demografi respoden diperoleh gambaran
bahwa sebagian besar responden berumur 15-24 tahun sebanyak 9 orang (60,00%).
Dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden
adalah perempuan sebanyak 11 orang (73,33%). Hal ini dapat dilihat pada tabel
sebagi berikut :
39
Tabel .2Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi Pasien Post Operasi
Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar
Karakteristik n %Umur15-24 Tahun 9 60,0025-44 Tahun 4 26,6745-54 Tahun 2 13,33
Jenis KelaminLaki-laki 4 26,67Perempuan 11 73,33
Jumlah 15 100,00Sumber : Data Primer
2. Analisis Bivariat
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah intensitas nyeri, dimana
akan dilihat distribusi variabel tersebut sebelum dan sesudah pemberian teknik
relaksasi. Intensitas nyeri responden sebelum pemberian teknik relaksasi nyeri
sedang 3 orang (20,00%), nyeri sedang 8 orang (53,33) dan nyeri berat 4 orang
(26,67%) dan setelah diberi teknik relaksasi terdapat perubahan yaitu dari nyeri
sedang ke nyeri ringan 7 orang (46,67%) dan dari nyeri berat ke nyeri sedang 2
orang (13,33%).
Dari hasil uji statistik non parametrik Wilcoxon dengan nilai
kemaknaan/signifikan p= 0,003 (p<0,005) maka dapat disimpulkan ada pengaruh
pemberian teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post
operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II Pelamonia Makassar.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
40
Tabel .3Distribusi rata-rata intensitas nyeri responden menurut pengukuran pada saat
sebelum pemberian teknik relaksasi dan sesudah pemberian teknik relaksasi padaPasien Post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia
Makassar
Intensitas nyeri n % Intensitas nyeri n % Perubahan ∑ kumulatif pValue
Pre test post test intensitas nyeri n %(Mean)
Nyeri ringan 3 20,00 Nyeri ringan 3 20,00 2,67 10 66,67
0,003
Nyeri sedang 8 53,33 Nyeri ringan 7 46,67 6,50 3 20,00Nyeri sedang 1 6,67
Nyeri berat 4 26,67 Nyeri sedang 2 13,33 3,25 2 13,33Nyeri berat 2 13,33
Jumlah 15 100,00 15 100,00 15 100,00Sumber : Data Primer 2009
B. Pembahasan
1. Analisa Univariat
Berdasarkan data demografi respoden diperoleh gambaran bahwa
sebagian besar responden berumur 15-24 tahun sebanyak 9 orang (60,00%).
Dan dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden
adalah perempuan sebanyak 11 orang (73,33%). Hal ini sesuai dengan data
epidemologi bahwa apendisitis akut, meningkat pada masa pubertas dan
mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini
menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara
wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan
dewasa muda rationya menjadi 3:2.
2. Analisa Bivariat
Berdasarkan tabel 2 distribusi frekwensi di atas dari 15 responden
pasien post operasi apendiktomi yang menjadi sampel penelitian dan telah
41
dilakukan pengukuran intensitas nyeri menggunakan penilaian nyeri (obyektif
tool for meassurenmant of pain) yang terdiri dari 9 item yaitu : perhatian,
ansietas, verbal, respirasi, suara, nausea, muskuloskletal, ketegangan otot dan
ekspresi wajah diperoleh intensitas nyeri pada pasien post operasi
apendiktomi sebelum pemberian teknik relaksasi yang nyeri ringan 3 orang
(20,00%), nyeri sedang 8 orang (53,33%) dan nyeri berat 4 orang (26,67%).
Perbedaan tingkat nyeri yang dipersepsikan didapatkan karna
kemampuan sikap individu dalam merespon dan mempersepsikan nyeri yang
dialami. Kemampuan mempersepsikan nyeri dipengaruhi oleh beberapa faktor
dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap
stimulus yang sama (apendisitis, sebagai contoh)mengalami intensitas nyeri
yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak
terasa bagi orang lain. Lebih jauh lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan
nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu lain. Sebagai contoh nyeri
akibat artritis kronis dan nyeri pasca operasi sering terasa lebih parah pada
malam hari.
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.
Nyeri bersifat subyektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang
sama. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan, jika seseorang terpapar
dengan nyeri, maka respon fisiologis tubuh yang timbul antara lain :
peningkatan frekwensi pernafasan untuk menyediakan oksigen yang lebih
banyak, peningkatan denyut jantung untuk transpor oksigen lebih besar
42
kedalam jarinagan tubuh, vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah
meningkat untuk memindahkan suplai darah dari perifer keorgan viseral, otot,
dan otak. Peningkatan ketegangan otot, mual dan muntah,dan lain-lainya.
Sedangkan prilaku yang tampak berupa meringis, menangis, menjerit dan
lainnya.
Dan Setelah diberi teknik relaksasi dari 15 responden didapatkan
terjadi perubahan intensitas nyeri yaitu dari nyeri ringan sebanyak 3 orang
(20,00%) dimana rata-rata perubahannya (mean) 2,67. Tetapi perubahan ini
tidak semua pada ke sembilan item penilaian nyeri. Dimana rata-rata
perubahan terjadi pada sistem respirasi responden, yang tadinya sedikit
respirasi dan setelah diberi teknik relaksasi respirasinya kembali normal.
Sedikitnya perubahan yang terjadi akibat kurangnya konsentrasi yang dimiliki
oleh responden karna banyaknya pengunjung yang datang dan pasien dirawat
di ruang bangsal. Padahal untuk mendapatkan hasil yang efektif, teknik
relaksasi harus dilaksanakan dengan konsentrasi penuh dari responden itu
sendiri. Selain itu pula nyeri ringan agak sulit dinilai, karna hampir mendekati
kekeadaan normal.
Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Potter, 2005 agar teknik relaksasi
dapat efektif, maka diperlukan partisipasi individu, konsentrasi dan
lingkungan harus bebas dari keributan atau stimulus yang mengganggu.
43
Setelah diberi teknik relaksasi yang terdiri dari nafas abdomen,
dengan frekwensi lambat yang terlebih dahulu responden diberi posisi yang
nyaman dan responden dapat memenjamkan kedua matanya. Dari 15
reponden didapatkan perubahan nyeri dari nyeri sedang kenyeri ringan
sebanyak 7 orang (46,67%) dan 1 orang (6,67%) masih berada dalam kategori
nyeri sedang. Tetapi jika dilihat dari mean rata-rata 6,85 dari ke 8 responden
tersebut semua responden mengalami perubahan hanya pada 1 responden
hanya mengalami sedikit perubahan yaitu hanya pada item verbal dan nausea
saja. Hal ini dikarenakan klien berada diruang perawatan bangsal sehingga
banyaknya pengunjung keluarga pasien lain yang mengganggu konsentrasi
klien dalam melakukan teknik relaksasi, sehingga hasilnya tidak efektif.
Sedangkan pada ke 7 responden lainya dirawat diruang perawatan kelas 1
sehingga lingkungan sangat mendukung pelaksanan teknik relaksasi berjalan
dengan baik, responden dapat berkonsentrasi karena lingkungan yang
nyaman. Pada penilaian intensitas nyeri hampir keseluruhan item terjadi
perubahan.
Dari 15 responden didapatkan 4 orang (26,67%) nyeri berat dan
setelah diberi teknik relaksasi terjadi perubahan ke nyeri sedang dimana rata-
rata perubahannya (mean) 3,25. 2 responden mengalami perubahan yang
cukup baik hal ini dikarenakan responden mampu melaksanakan teknik
relaksasi dengan baik meskipun rasa nyeri berat yang dirasakan mereka tetap
mampu berkonsentrasi. Sedangkan 2 responden lainya hanya terjadi sedikit
44
perubahan intensitas nyeri hal ini disebabkan responden tidak mampu
mentoleransi nyeri tersebut sehingga kemampuan konsentrasi klien kurang.
Adanya Perbedaan toleransi nyeri ini karena bahwa setiap individu memiliki
cara pandang terhadap nyeri berbeda-beda Klien tidak mau mengungkapkan
nyeri yang dirasakan atau menyembunyikannya karena klien malu dikatakan
lemah .
Dari hasil uji statistik non parametrik Wilcoxon dengan nilai
kemaknaan/signifikan p = 0,003 (p<0,005) maka dapat disimpulkan ada
pengaruh pemberian teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada
pasien post operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II
Pelamonia Makassar. Adanya pengaruh teknik relaksasi ini terhadap intensitas
nyeri hal ini karenakan, teknik relaksasi merupakan merupakan latihan
pernafasan yang memberikan efek langsung terhadap fungsi tubuh yaitu :
penurunan tekanan darah, nadi dan frekuensi pernafasan, penurunan konsumsi
oksigen oleh tubuh, penurunan ketegangan otot, meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi, menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan (nyeri).
Dalam sistem transmisi nyeri terdapat interaksi antara serabut A-Beta
dan Serabut A delta, Serabut C didalam subtansia Gelatinosa. Pada subtansia
Gelatinosa inilah dapat terjadi perubahan, modifikasi dan mempengaruhi
apakah sensasi nyeri tersebut diteruskan ke otak atau akan dihambat. Jika
terdapat implus yang ditransmisikan oleh serabut A-Beta karena adanya
stimulus diantaranya pemberian teknik relaksasi, akan menghambat implus
dari serabut A-Delta dan serabut C ke arah Subtansia Gelatinosa sehingga
45
sensasi nyeri yang dibawa oleh A-Delta dan Serabut C akan berkurang
bahkan tidak diantarkan keotak.
Selain itu pula relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada saat
nyeri (Potter, 2005).
Hal ini sesuai dengan penelitian penelitian Tunner dan Jansen (1993),
Almatsier dkk (1992) dalam Smeltzer, (2002), yang menyimpulkan bahwa
relaksasi otot skletal dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan
otot yang dapat menunjang nyeri hal ini dibuktikan pada penderita nyeri
punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri.
Hal yang sama dikemukakan didukung juga penelitian Lorenzi, (1991)
Miller & Perry,(1990) dalam Smeltzer, (2001), telah menunjukkan bahwa
tekhnik relaksasi dapat menunjukkan menurunkan nyeri pasca operasi dengan
efektif, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skletal dalam
nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi
agar efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Juanda(2006) setelah dilakukan perlakuan pada kelompok eksperimen post
operasi apendektomi terdapat penurunan tingkat nyeri yang sangat signifikan.
Hal ini dikarenakan pelaksanaan teknik relaksasi yang cukup efektif.
46
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan peneliti yaitu dari segi
waktu penelitian. Dimana penelitian ini dilakukan bersamaan dengan waktu
perkuliahan sehingga berkurangnya waktu untuk bertemu klien. Sehingga
kurangnya terbina hubungan saling percaya antara peneliti dengan klien.
47
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang Pengaruh
Teknik Relaksasi terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar maka
dapat disimpulkan:
1. Intensitas Nyeri pasien post operasi apendiktomi sebelum pemberian teknik
relaksasi tertinggi pada intentesitas nyeri sedang.
2. Intensitas nyeri pasien post operasi apendiktomi setelah pemberian teknik
relaksasi terdapat perubahan intensitas nyeri tertinggi pada intensitas nyeri
sedang ke nyeri ringan..
3. Ada pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada
pasien post operasi apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II
Pelamonia Makassar. Hasil ini sesuai dengan uji statistik Wilcoxon
didapatkan nilai p = 0,0003 (P < 0,05) artinya ada pengaruh pemberian teknik
relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi
apendiktomi di ruang
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:
1. Bagi perawat yang bertugas di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia
Makassar agar meningkatkan perannya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri untuk melaksanakan teknik
48
relaksasi dalam mengatasi nyeri.
2. Bagi pihak RSU TK II Pelamonia Makassar khususnya di Ruang Perawatan
Bedah agar meningkatkan pelayaanan khususnya pelayanan keperawatan pada
pasien post operasi.
3. Bagi masyarakat agar senantiasa mengikuti program pelaksanaan teknik
relaksasi dalam mengurangi intensitas nyeri khususnya pada nyeri post
operasi.
4. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan variabel penelitian yang
terkait dengan penelitian ini.
49
DAFTAR PUSTAKA
Danis Difa. 2003. Kamus Istilah Kedokteran. Jakarta : Gita Media Press.
http://harnawatia.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/
Juanda.2006. Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Penurunan Intensitas Nyeri postoperasi apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSD Gorontalo. Makassar.
Mansjoer. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : MediaAesculapius.
Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Potter, Patricia A. 2005.Buku ajar Fundamental : Konsep, proses dan praktek. Edisi4 . Jakarta. EGC.
Riyanto,Agus. 2009.Pengolahan data dan analisis data kesehatan.Jogjakarta.Muha
Medika.
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, Penuntun Praktis Bagi Pemula.Jokjakarta : Mitra Cendikia Offset.
Schwartz. 2000. Intisari Prinsip- Prinsip Ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta : Bukukedokteran EGC.
Sylvia dan Wilson. 1995. Paotfisiologi, Konsep klinis Proses-proses penyakit. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran
Tamsuri Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGCWasis. 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta : Buku
kedokteran EGC.
50
SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN
(INFORMED CONCENT)
Setelah saya mendengarkan maksud dan tujuan dari penelitian ini, maka saya
dengan sadarb menyatakan: bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedoteran Universitas Hasanuddin dengan Judul : “Pengaruh teknik relaksasi
terhadap perubahan intensitas nyeri poet operasi apendiktomi di ruang
perawatan RSU TK II Pelamonia Makassar”.
Tanda tangan saya dibawah ini, sabagai bukti kesediaan saya menjadi
responden tanpa adanya paksaan dari siapa pun.
51
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI
Tanggal :
Usia :
Jenis kelamin :
TINGKAT NYERIWAKTU DIOBSERVASI
X Y
1-9
9-18
19-27
28-36
37-45
KET :
1-9 : Tidak ada nyeri X : Sebelum Treatmant
9-18 : Nyeri ringan Y : Setelah Treatmant
19-27 : Nyeri sedang
28-36 : Nyeri berat
37-45 : Nyeri sangat berat