Rangkuman tata bahasa Indonesia

96
Rangkuman tata bahasa Indonesia Oleh Ivan Lanin I. Bahasa...........................................................1 II. Fonologi.........................................................5 III. Morfologi........................................................6 IV. Sintaksis.......................................................16 V. Semantik........................................................31 VI. Kesusastraan....................................................40 VII. Gaya bahasa.....................................................54 VIII............................................... Kemahiran berbahasa 59 Disusun berdasarkan materi dari http://bit.ly/dAUQ8u sebagai bahan bacaan tambahan bagi para peserta TSN HPI 2010. Lisensi CC-BY-NC-SA : Diperkenankan untuk menyalin, mendistribusikan, dan mengadaptasi karya ini asalkan mencantumkan sumber, bukan untuk tujuan komersial, dan menggunakan lisensi yang serupa dengan lisensi ini. Penafian: Meskipun segala upaya telah dilakukan untuk memastikan validitasnya, informasi pada karya ini diberikan apa adanya tanpa jaminan validitas. Penulis karya tidak bertanggung jawab terhadap informasi yang tak akurat atau terhadap penggunaan Anda atas informasi yang ada dalam karya ini. Selamat mengikuti ujian. Teruskan perjuangan! Jakarta, 9 Juli 2010. Oh, hampir lupa. Komentar dapat dikirimkan melalui surel ke ivan at bahtera dot org.

description

Rangkuman tata bahasa Indonesia untuk para peserta TSN HPI 2010.

Transcript of Rangkuman tata bahasa Indonesia

Page 1: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa IndonesiaOleh Ivan Lanin

I. Bahasa..................................................................................................................................................1

II. Fonologi...............................................................................................................................................5

III. Morfologi.............................................................................................................................................6

IV. Sintaksis.............................................................................................................................................16

V. Semantik............................................................................................................................................31

VI. Kesusastraan......................................................................................................................................40

VII. Gaya bahasa.......................................................................................................................................54

VIII. Kemahiran berbahasa........................................................................................................................59

Disusun berdasarkan materi dari http://bit.ly/dAUQ8u sebagai bahan bacaan tambahan bagi para peserta TSN HPI 2010.

Lisensi CC-BY-NC-SA: Diperkenankan untuk menyalin, mendistribusikan, dan mengadaptasi karya ini asalkan mencantumkan sumber, bukan untuk tujuan komersial, dan menggunakan lisensi yang serupa dengan lisensi ini.

Penafian: Meskipun segala upaya telah dilakukan untuk memastikan validitasnya, informasi pada karya ini diberikan apa adanya tanpa jaminan validitas. Penulis karya tidak bertanggung jawab terhadap informasi yang tak akurat atau terhadap penggunaan Anda atas informasi yang ada dalam karya ini.

Selamat mengikuti ujian. Teruskan perjuangan!

Jakarta, 9 Juli 2010.

Oh, hampir lupa. Komentar dapat dikirimkan melalui surel ke ivan at bahtera dot org.

Page 2: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

I. Bahasa

A. Pengertian bahasa

Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia.

Sebagaimana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili Kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.

Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut tata bahasa.

Pada bab berikutnya, sehubungan dengan tata bahasa akan kita bicarakan secara terperinci fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi,

B. Fungsi bahasa

Fungsi utama bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau sarana untuk menyampaikan informasi (fungsi informatif).

Tetapi, bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:

a. untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.

b. untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.

c. sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan.

d. untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).

Dikatakan oleh para ahli budaya, bahwa bahasalah yang memungkinkan kita membentuk diri sebagai makhluk bernalar, berbudaya, dan berperadaban. Dengan bahasa, kita membina hubungan dan kerja sama, mengadakan transaksi, dan melaksanakan kegiatan sosial dengan bidang dan peran kita masing-masing. Dengan bahasa kita mewarisi kekayaan masa lampau, menghadapi hari ini, dan merencanakan masa depan.

Jika dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan informasi itu benar. Kita ambil contoh, misalnya, mahasiswa. Ia membutuhkan informasi yang berkaitan dengan bidang studinya agar lulus dalam setiap ujian dan sukses meraih gelar atau tujuan yang diinginkan. Seorang dokter juga sama. Ia memerlukan informasi tentang kondisi fisik dan psikis pasiennya agar dapat menyembuhkannya dengan segera. Contoh lain, seorang manager yang mengoperasikan, mengontrol, atau mengawasi perusahaan tanpa

1

Page 3: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

informasi tidak mungkin dapat mengambil keputusan atau menentukan kebijakan. Karena setiap orang membutuhkan informasi, komunikasi sebagai proses tukar-menukar informasi, dengan sendirinya bahasa juga mutlak menjadi kebutuhan setiap orang.

C. Perkembangan bahasa Indonesia

Kata Indonesia berasal dari gabungan kata Yunani Indus ‘India’ dan nesos ‘pulau atau kepulauan’. Jadi secara etimologis berarti kepulauan yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan India, atau hanya kepulauan India. Pencipta kata tersebut ialah George Samuel Windsor Earl, sarjana Inggris yang menulis dan memakai kata itu dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, Vol. IV, hlm. 17, bulan Februari 1850. Ia menggunakan kata Indonesians dalam majalah itu. Sedangkan, orang yang memopulerkan kata lndonesien adalah ahli etnologi Jerman, Adolf Bastian, yang memakainya dalam buku yang ditulisnya sejak tahun 1884. Buku ini diberi judul Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel.

Bahasa Indonesia yang sekarang itu ialah bahasa Melayu Kuno, yang dahulu digunakan orang Melayu di Riau, Johor. dan Lingga, yang telah mengalami perkembangan berabad-abad lamanya Dalam keputusan Seksi A No. 8. hasil Kongres Bahasa Indonesia 11 di Medan, 1954, dikatakan bahwa dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhan dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia sekarang.

Sehubungan dengan perkembangan bahasa Indonesia, ada beberapa masa dan tahun bersejarah yang penting, yakni:

1. Masa Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7. Pada waktu itu Bahasa Indonesia yang masih bernama bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung, bahasa pengantar. Bukti historis dari masa ini antara lain prasasti atau batu bertulis yang ditemukan di Kedukan Bukit, Kota Kapur, Talang Tuwo. Karang Brahi yang berkerangka tahun 680 Masehi. Selain ini dapat disebutkan bahwa data bahasa Melayu paling tua justru dalam prasasti yang ditemukan di Sojomerta dekat Pekalongan, Jawa Tengah.

2. Masa Kerajaan Malaka, sekitar abad ke-15. Pada masa ini peran bahasa Melayu sebagai alat komunikasi semakin penting. Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang adalah peninggalan karya sastra tertua yang ditulis pada masa ini. Sekitar tahun 1521, Antonio Pigafetta menyusun daftar kata Italia-Melayu yang pertama. Daftar itu dibuat di Tidore dan berisi kata-kata yang dijumpai di sana.

3. Masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, sekitar abad ke-19. Fungsi bahasa Melayu sebagai sarana pengungkap nilai-nilai estetik kian jelas. Ini dapat dilihat dari karya-karya Abdullah seperti Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah, Syair tentang Singapura Dimakan Api, dan Pancatanderan. Tokoh lain yang Perlu dicatat di sini ialah Raja Ali Haji yang terkenal sebagai pengarang Gurindam Dua Belas, Silsilah Melayu Bugis, dan Bustanul Katibin.

4. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan yang pertama kali oleh Prof. Ch. van Ophuysen dibantu Engku Nawawi dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuysen ditulis dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe.

5. Tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan Commissie der lndlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Sekolah Bumi Putra dan Rakyat). Lembaga ini mempunyai andil besar dalam menyebarkan serta mengembangkan bahasa Melayu melalui bahan-bahan bacaan yang diterbitkan untuk umum.

6. Tahun 1928 tepatnya tanggal 28 Oktober, dalam Sumpah Pemuda, bahasa Melayu diwisuda menjadi bahasa Nasional bangsa Indonesia sekaligus namanya diganti menjadi bahasa Indonesia. Alasan dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa nasional ini didasarkan pada kenyataan bahwa

2

Page 4: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

bahasa tersebut (1) telah dimengerti dan dipergunakan selama berabad-abad sebagai lingua franca hampir di seluruh daerah kawasan Nusantara, (2) strukturnya sederhana sehingga mudah dipelajari dan mudah menerima pengaruh luar untuk memperkaya serta menyempurnakan fungsinya, (3) bersifat demokratis sehingga menghindarkan kemungkinan timbulnya perasaan sentimen dan perpecahan, dan (4) adanya semangat kebangsaan yang lebih besar dari penutur bahasa Jawa dan Sunda.

"Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa jang sama, bahasa Indonesia" demikian rumusan Sumpah Pemuda yang terakhir dan yang benar.

7. Tahun 1933 terbit majalah Poedjangga Baroe yang pertama kali. Pelopor pendiri majalah ini ialah Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane, yang ketiganya ingin dan berusaha memajukan bahasa Indonesia dalam segala bidang.

8. Tahun 1938, dalam rangka peringatan 10 tahun Sumpah Pemuda diadakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, yang dihadiri ahli-ahli bahasa dan para budayawan seperti Ki Hadjar Dewantara, Prof Dr Purbatjaraka, dan Prof Dr. Husain Djajadiningrat. Dalam kongres ditetapkan keputusan untuk mendirikan Institut Bahasa Indonesia, mengganti ejaan van Ophuysen, serta menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.

9. Masa pendudukan Jepang (1942-1945). Pada masa ini peran bahasa Indonesia semakin penting karena pemerintah Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan dan bahasa pengantar di lembaga pendidikan, karena bahasa Jepang sendiri belum banyak dimengerti oleh bangsa Indonesia. Untuk mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya Kantor Pengajaran Balatentara Jepang mendirikan Komisi Bahasa Indonesia.

10. Tahun 1945, tepatnya 18 Agustus, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa negara, sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

11. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan pemakaian Ejaan Repoeblik sebagai penyempurnaan ejaan sebelumnya. Ejaan ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ejaan Soewandi.

12. Balai Bahasa yang dibentuk Wont 1948, yang kemudian namanya diubah menjadi Lembaga Bahasa Nasional (LBN) tahun 1968, dan diubah lagi menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tahun 1972 adalah lembaga yang didirikan dalam rangka usaha pemantapan perencanaan bahasa.

13. Atas prakarsa Menteri PP dan K, Mr. Moh. Yamin, Kongres Bahasa Indonesia Kedua diadakan di Medan tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 1954. Dalam kongres ini disepakati suatu rumusan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu karena bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah disesuaikan pertumbuhannya dengan masyarakat Indonesia sekarang .

14. Tahun 1959 ditetapkan rumusan Ejaan Malindo, sebagai hasil usaha menyamakan ejaan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu yang digunakan Persekutuan Tanah Melayu. Akan tetapi, karena pertentangan politik antara Indonesia dan Malaysia, ejaan tersebut menjadi tidak pernah diresmikan pemakaiannya.

15. Tahun 1972, pada tanggal 17 Agustus, diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan yang disingkat EYD. Ejaan yang pada dasarnya adalah hasil penyempurnaan dari Ejaan Bahasa Indonesia yang dirancang oleh panitia yang diketuai oleh A. M. Moeliono juga digunakan di Malaysia dan berlaku hingga sekarang.

16. Tahun 1978, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-50. bulan November di Jakarta diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III. Kongres ini berhasil mengambil

3

Page 5: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

keputusan tentang pokok-pokok pikiran mengenai masalah pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Di antaranya ialah penetapan bulan September sebagai bulan bahasa.

17. Tanggal 21-26 November 1983, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, berlangsung Kongres Bahasa Indonesia IV. Kongres yang dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr. Nugroho Notosusanto, berhasil merumuskan usaha-usaha atau tindak lanjut untuk memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara.

18. Dengan tujuan yang sama, di Jakarta 1988, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V.

19. Tahun 1993, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Kongres Bahasa Indonesia berikutnya akan diselenggarakan setiap lima tahun sekali.

D. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia

Sebagaimana kita ketahui dari uraian di atas, bahwa sesuai dengan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36 Indonesia juga dinyatakan sebagai bahasa negara. Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesia mempunyai kedudukan baik sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.

1. Bahasa Nasional

Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi.

Keempat fungsi tersebut ialah sebagai:

1. lambang identitas nasional,

2. lambang kebanggaan nasional,

3. alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda, dan

4. alat perhubungan antarbudaya dan daerah.

2. Bahasa Negara

Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1. bahasa resmi negara,

2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,

3. bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan

4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi.

E. Bahasa Indonesia baku

Bahasa Indonesia yang baku ialah bahasa Indonesia yang digunakan orang-orang terdidik dan yang dipakai sebagai tolak bandingan penggunaan bahasa yang dianggap benar. Ragam bahasa Indonesia yang

4

Page 6: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Ciri kecendekiaan bahasa baku dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan.

Bahasa Indonesia baku dipakai dalam:

1. komunikasi resmi, seperti dalam surat-menyurat resmi, peraturan pengumuman instansi resmi atau undang-undang;

2. tulisan ilmiah, seperti laporan penelitian, makalah, skripsi, disertasi dan buku-buku ilmu pengetahuan;

3. pembicaraan di muka umum, seperti dalam khotbah, ceramah, kuliah pidato; dan

4. pembicaraan dengan orang yang dihormati atau yang belum dikenal.

II. Fonologi

A. Pengertian

Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone ‘bunyi’ dan ‘logos’ tatanan, kata, atau ilmu’ disebut juga tata bunyi. Bidang ini meliputi dua bagian.

Fonetik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.

Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.

Untuk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu:

1. udara,

2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan

3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.

B. Vokal dan konsonan

Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan.

Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan.

Yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator .

5

Page 7: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

C. Diftong

Diftong adalah dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Diftong dalam bahasa Indonesia adalah ai, au, dan oi. Contoh: petai, lantai, pantai, santai, harimau, kerbau, imbau, pulau, amboi, sepoi.

D. Fonem

Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti. Fonem dapat dibuktikan melalui pasangan minimal.

Pasangan minimal adalah pasangan kata dalam satu bahasa yang mengandung kontras minimal.

Contoh:

pola & pula: membedakan /o/ dan /u/

barang & parang: membedakan /b/ dan /p/

E. Fonem dan huruf

Bahasa Indonesia memakai ejaan fonemis, artinya setiap huruf melambangkan satu fonem. Namun demikian masih terdapat fonem-fonem yang dilambangkan dengan digraf (dua huruf melambangkan satu fonem) seperti ny, ng, sy, dan kh.

Di samping itu ada pula diafon (satu huruf yang melambangkan dua fonem) yakni huruf e yang digunakan untuk menyatakan e pepet dan e taling.

Huruf e melambangkan e pepet terdapat pada kata seperti: sedap, segar, terjadi. Huruf e melambangkan e taling terdapat pada kata seperti: ember, tempe, dendeng.

III. Morfologi

Bidang linguistik atau tata bahasa yang mempelajari kata dan proses pembentukan kata secara gramatikal disebut morfologi. Dalam beberapa buku tata bahasa, morfologi dinamakan juga tata bentukan.

Satuan ujaran yang mengandung makna (leksikal atau gramatikal) yang turut serta dalam pembentukan kata atau yang menjadi bagian dari kata disebut morfem. Berdasarkan potensinya untuk dapat berdiri sendiri dalam suatu tuturan, morfem dibedakan atas dua macam yaitu:

1. morfem terikat, morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri, sehingga harus selalu hadir dengan mengikatkan dirinya dengan modem bebas lewat proses morfologis, atau proses pembentukan kata, dan

2. morfem bebas, yang secara potensial mampu berdiri sendiri sebagai kata dan secara gramatikal menduduki satu fungsi dalam kalimat.

Dalam bahasa Indonesia morfem bebas disebut juga kata dasar. Satuan ujaran seperti buku, kantor, arsip, uji, ajar, kali, pantau, dan liput merupakan modem bebas atau kata dasar; sedang me-, pe-, -an, ke--an, di-, swa-, trans-, -logi, -isme merupakan morfem terikat.

Sebuah morfem, jika bergabung dengan morfem lain, sering mengalami perubahan. Misalnya, morfem terikat me- dapat berubah menjadi men-, mem-, meny-, menge-, dan menge- sesuai dengan lingkungan yang dimasuki. Variasi modem yang terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alomorf.

6

Page 8: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

A. Proses morfologis

Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dari suatu bentuk dasar menjadi suatu bentuk jadian. Proses ini , meliputi afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pemajemukan).

Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang ketiga proses morfologis di atas perlu ditegaskan terlebih dahulu tiga istilah pokok dalam proses ini, Yaitu kata dasar, bentuk dasar, dan unsur langsung.

Kata dasar: kata yang belum berubah, belum mengalami proses morfologis, baik berupa proses penambahan imbuhan, proses pengulangan, maupun proses pemajemukan.

Bentuk dasar: bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis, dapat berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan dapat pula berupa kata majemuk.

Unsur langsung: bentuk dasar dan imbuhan yang membentuk kata jadian.

1. Afiksasi

Dalam tata bahasa tradisional afiks disebut imbuhan, yaitu morfem terikat yang dapat mengubah makna gramatikal suatu bentuk dasar. Misalnya me- dan -kan, di- dan -kan, yang dapat mengubah arti gramatikal seperti arsip menjadi mengarsipkan, diarsipkan.

Proses penambahan afiks pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar inilah yang disebut afiksasi.

Afiks yang terletak di awal bentuk kata dasar. seperti ber-, di-; ke-, me-, se-, pe-, per-, ter-, pre-, swa-, adalah prefiks atau awalan.

Yang disisipkan di dalam sebuah kata dasar, seperti -em, -er-, -el-, disebut infiks atau sisipan.

Yang terletak di akhir kata dasar, seperti -i -an, -kan, -isme, -isasi, -is,-if dan lain-lain dinamakan sufiks atau akhiran.

Gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk satu kesatuan dan bergabung dengan kata dasarnya secara serentak seperti:ke-an pada kata keadilan, kejujuran, kenakalan, keberhasilan, kesekretarisan, pe-an seperti pada kata pemberhentian, pendahuluan, penggunaan, penyatuan, dan per-an sebagaimana dalam kata pertukangan, persamaan, perhentian, persatuan dinamakan konfiks.

Ingat, karena konfiks sudah membentuk satu kesamaan, maka harus tetap dihitung satu morfem. Jadi kata pemberhentian dihitung tiga morfem, bukan empat, Bentuk dasarnya henti, satu morfem, mendapat prefiks ber-, satu morfem, dan mendapat konfiks pe-an yang juga dihitung satu morfem, maka semuanya tiga morfem.

Tidak semua afiks dibicarakan di sini. Yang akan dibahas hanya afiks-afiks yang memiliki frekuensi kemunculan dalam soal-soal tinggi.

Afiks produktif ialah afiks yang mampu menghasilkan terus dan dapat digunakan secara teratur membentuk unsur-unsur baru. Yang termasuk afiks produktif ialah: me-, di-, pe-, ber-, -an, -i, pe-an, per- an, dan ke-an. Sedangkan yang termasuk afiks improduktif ialah: sisipan -el-, -em-, er-, atau akhiran -wati.

a) Prefiks me-

Berfungsi membentuk verba atau verba. Prefiks ini mengandung arti struktural:

a. ‘melakukan tindakan seperti tersebut dalam kata dasar’. Contoh: menari, melompat, mengarsip, menanam, menulis, mencatat.

7

Page 9: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

b. ‘membuat jadi atau menjadi’. Contoh: menggulai, menyatai, meninggi, menurun, menghijau, menua.

c. ‘mengerjakan dengan alat’. Contoh: mengetik, membajak, mengail mengunci, mengetam.

d. ‘berbuat seperti atau dalam keadaan sebagai’. Contoh: membujang, menjanda, membabi buta.

e. ‘mencari atau mengumpulkan’. Contoh: mendamar, merotan.

f. dll.

b) Prefiks ber-

Berfungsi membentuk verba (biasanya dari nomina, adjektiva, dan verba sendiri). Prefiks ini mengandung arti:

a. ‘mempunyai’ contoh: bernama, beristri, beruang, berjanggut.

b. ‘memakai’ contoh: berbaju biru, berdasi, berbusana.

c. ‘melakukan tindakan untuk diri sendiri (refleksif)’ contoh: berhias, bercukur, bersolek.

d. ‘berada dalam keadaan’ contoh: bersenang-senang, bermalas-malas, berpesta-ria, berleha-leha.

e. ‘saling’, atau ‘timbal-balik’ (resiprok) contoh:bergelut, bertinju bersalaman, berbalasan.

f. dll.

c) Prefiks pe-

Berfungsi membentuk nomina (dan verba, adjektiva, dan nomina sendiri). Prefiks ini mendukung makna gramatikal:

a. ‘pelaku tindakan seperti tersebut dalam kata dasar contoh: penguji, pemisah, pemirsa, penerjemah, penggubah, pengubah, penatar, penyuruh, penambang.

b. ‘alat untuk me...’ contoh: perekat, pengukur, pengadang, penggaris.

c. ‘orang yang gemar’ contoh: penjudi, pemabuk, peminum, pencuri pecandu, pemadat.

d. ‘orang yang di ...’ contoh: petatar, pesuruh.

e. ‘alat untuk ...’ contoh: perasa, penglihat, penggali.

f. dll.

d) Prefiks per-

Berfungsi membentuk verba imperatif. Mengandung arti:

a. ‘membuat jadi’ (kausatif) contoh: perbudak, perhamba, pertuan.

b. ‘membuat lebih’ contoh. pertajam, perkecil, perbesar, perkuat

c. ‘membagi jadi’ contoh: pertiga, persembilan

d. dll.

8

Page 10: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

e) Prefiks di-

Berfungsi membentuk verba, dan menyatakan makna pasif, contoh: diambil, diketik, ditulis, dijemput, dikelola.

f) Prefiks ter-

Berfungsi membentuk verba (pasif) atau adjektiva. Arti yang dimiliki antara lain ialah:

a. ‘dalam keadaan di’ contoh: terkunci, terikat, tertutup, terpendam, tertumpuk, terlambat.

b. ‘dikenai tindakan secara tak sengaja’, contoh: tertinju, terbawa, terpukul.

c. ‘dapat di-’, contoh: terangkat, termakan, tertampung.

d. ‘paling (superlatif)’, contoh: terbaik, terjauh, terkuat, termahal, terburuk.

e. dll.

g) Prefiks ke-

Berfungsi membentuk kata bilangan tingkat dan kata bilangan kumpulan, nomina, dan verba. Sebagai pembentuk nomina, prefiks ke- bermakna gramatikal ‘yang di ... i’, atau ‘yang di ... kan’, seperti pada kata kekasih dan ketua.

h) Sufiks –an

Berfungsi membentuk nomina. Prefiks ini mengandung arti:

a. ‘hasil’ atau ‘akibat dari me-’, contoh: tulisan, ketikan, catatan, pukulan, hukuman, buatan, tinjauan, masukan.

b. ‘alat untuk melakukan pekerjaan’, contoh: timbangan, gilingan, gantungan.

c. ‘setiap’, contoh: harian, bulanan, tahunan, mingguan.

d. ‘kumpulan’, ‘seperti’, atau ‘banyak’, contoh: lautan, durian, rambutan.

e. dll.

i) Konfiks ke-an

Berfungsi membentuk nomina abstrak, adjektiva, dan verba pasif. Konfiks ini bermakna:

a. ‘hal tentang’, contoh: kesusastraan, kehutanan, keadilan, kemanusiaan, kemasyarakatan, ketidakmampuan, kelaziman.

b. ‘yang di...i’, contoh: kegemaran ‘yang digemari’, kesukaan ‘yang disukai’, kecintaan ‘yang dicintai’.

c. ‘kena’, atau ‘terkena’, contoh: kecopetan, kejatuhan, kehujanan, kebanjiran, kecolongan.

d. ‘terlalu’, contoh: kebesaran, kekecilan, kelonggaran, ketakutan.

e. ‘seperti’, contoh: kekanak-kanakan, kemerah-merahan.

f. dll.

9

Page 11: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

j) Konfiks pe-an

Berfungsi membentuk nomina. Arti konfiks ini di antaranya ialah:

a. ‘proses’, contoh: pemeriksaan ‘proses memeriksa’, penyesuaian ‘proses menyesuaikan’, pelebaran ‘proses melebarkan’;

b. ‘apa yang di-’, contoh: pengetahuan ‘apa yang diketahui’, pengalaman ‘apa yang dialami’, pendapatan ‘apa yang didapat’.

c. dll.

k) Konfiks per-an

berfungsi membentuk nomina. Arti konfiks ini ialah:

a. ‘perihal ber-’, contoh: persahabatan ‘perihal bersahabat’, perdagangan ‘perihal berdagang’, perkebunan ‘perihal berkebun’, pertemuan ‘perihal bertemu’.

b. ‘tempat untuk ber-’, contoh: perhentian, perburuan persimpangan, pertapaan.

c. ‘apa yang di’, contoh: pertanyaan, perkataan.

d. dll.

l) Afiks serapan

Untuk memperkaya khazanah bahasa Indonesia, kita menyerap unsur-unsur dari bahasa daerah dan bahasa asing. Contoh afiks serapan:

1. dwi-: dwilingga, dwipurwa, dwiwarna, dwipihak, dwifungsi.

2. pra-: praduga, prasangka, prasejarah, prasarana, prakiraan, prasaran, prabakti, prasetia, prawacana, prakata.

3. swa-: swalayan. swadesi, swasembada, swapraja, swatantra, swadaya, swasta.

4. awa-: awagas, awabau, awaracun, awalengas.

5. a-, ab-: asusila, amoral, ateis, abnormal.

6. anti-: antipati, antiklimaks, antitoksin, antihama, antiseptik

7. homo-: homogen, homoseks, homofon, homonim, homograf, homorgan

8. auto-: autodidak, autokrasi, autobiografi, automobil, autonomi

9. hipo-: hiponim, hipotesis, hipokrit, hipovitaminosis

10. poli-: polisemi, poligami, poliandri, polisilabis, poliklinik

11. sin-: sintesis, sinonim, sintaksis, sinkronis, simpati, simposium

12. tele-: telepon, telegraf, telegram, telepati, teleskop, teleks

13. trans-: transaksi, transisi, transportasi, transkripsi, transmisi, transliterasi, transformasi, transmigrasi, transfer, transitif

14. inter-: interaksi, interelasi, interupsi, internasional, intersuler, intermeso, interlokal, dan lain-lain.

15. -isasi: modernisasi, tabletisasi, pompanisasi, kuningisasi, dan lain-lain

10

Page 12: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

2. Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan cara mengulang bentuk dasar. Ada beberapa macam reduplikasi, sebagai berikut:

1. Kata ulang penuh, yaitu yang diperoleh dengan mengulang seluruh bentuk dasar ; ada dua. macam:

a. Yang bentuk dasarnya sebuah morfem bebas, disebut dwilingga: ibu-ibu, buku-buku, murid-murid

b. Yang bentuk dasarnya kata berimbuhan: ujian-ujian, kunjungan-kunjungan, persoalan-persoalan

2. Dwipurwa, yang terjadi karena pengulangan suku pertama dari bentuk dasarnya: reranting, lelaki, leluhur, tetangga, kekasih, lelembut. Di antara dwipurwa ada yang mendapat akhiran, seperti kata ulang pepohonan, rerumputan, dan tetanaman.

3. Dwilingga salin suara adalah dwilingga yang mengalami perubahan bunyi: sayur-mayur, mondar-mandir, gerak-gerik, bolak-baliki, seluk-beluk, compang-camping, ingar-bingar, hiruk-pikuk, ramah-tamah, serba-serbi, serta-merta, dan lain-lain.

4. Kata ulang berimbuhan: berjalan-jalan, anak-anakan, guruh-gemuruh, rias-merias, tulis-menulis, berbalas-balasan, kekanak-kanakan, mengulur-ulur, meraba-raba, menjulur-julurkan, dan lain-lain.

5. Kata ulang semu (bentuk ini sebenarnya merupakan kata dasar, jadi bukan hasil pengulangan atau reduplikasi): laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, dan empek-empek.

Reduplikasi menyatakan arti antara lain sebagai berikut:

1. ‘jamak’: Murid-murid berkumpul di halaman sekolah. Di perpustakaan terdapat buku-buku pelajaran.

2. ‘intensitas kualitatif’: Anto menggandeng tangan Anti erat-erat. Baju yang dijual di toko itu bagus-bagus.

3. ‘intensitas kuantitatif’: Berjuta-juta penduduk Bosnia menderita akibat perang berkepanjangan. Kapal itu mengangkut beratus-ratus peti kemas.

4. ‘intensitas frekuentatif’: Orang itu berjalan mondar-mandir. Pada akhir bulan ini ayah pergi-pergi saja. Berkali-kali anak itu dimarahi ibunya.

5. ‘melemahkan’: Warna bajunya putih kehijau-hijauan. Wati tersenyum kemalu-maluan melihat calon mertuanya datang.

6. ‘bermacam-macam’: Pepohonan menghiasi puncak bukit itu. Ibu membeli buah-buahan. Sayur-mayur dijual di pasar itu.

7. ‘menyerupai’: Tingkah laku orang itu kekanak-kanakan. Orang-orangan dipasang di tengah sawah. Adik bermain mobil-mobilan.

8. ‘resiproks (saling)’ : Mereka tolong-menolong menggarap ladang. Kedua anak itu berpukul-pukulan setelah cekcok mulut.

9. ‘dalam keadaan’: Dimakannya singkong itu mentah-mentah. Pada zaman jahiliah banyak orang dikubur hidup-hidup.

10. ‘walaupun meskipun’: Kecil-kecil, Mang Memet berani juga melawan perampok itu.

11

Page 13: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

11. ‘perihal’: Ibu-ibu PKK di Kampung Bugis menyelenggarakan kursus masak-memasak dan jahit-menjahit. Sekretaris di kantor kami bukan hanya menangani surat-menyurat, tetapi juga pembukuan dan daftar gaji pegawai.

12. ‘seenaknya, semaunya atau tidak serius’: Saya melihat tiga orang remaja duduk-duduk di bawah pohon. Kerjanya hanya tidur-tiduran saja. Adik membaca-baca majalah di kamar.

13. ‘tindakan untuk bersenang-senang’: Mereka makan-makan di restoran tadi malam

3. Komposisi

Komposisi ialah proses pembentukan kata majemuk atau kompositum. Kata majemuk ialah gabungan kata yang telah bersenyawa atau membentuk satu kesatuan dan menimbulkan arti baru, contoh: kamar mandi, kereta api, rumah makan, baju tidur.

Gabungan kata yang juga membentuk satu kesatuan, tetapi tidak menimbulkan makna baru disebut frasa, contoh: sapu ijuk, meja itu, kepala botak, rambut gondrong, mulut lebar.

Jenis kata majemuk

1. Kata majemuk setara, yang masing-masing unsurnya berkedudukan sama, contoh: tua muda, laki bini, tegur sapa, besar kecil, ibu bapak, tipu muslihat dan baik buruk.

2. Kata majemuk bertingkat, yaitu yang salah satu unsurnya menjelaskan unsur yang lain. Jenis kata majemuk itu bersifat endosentris, yakni salah satu unsurnya dapat mewakili seluruh konstruksi, contoh: kamar mandi, sapu tangan, meja gambar, dan meja tulis.

B. Kelas kata

Kata ialah satuan bahasa terkecil yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatikal, dan yang dapat berdiri sendiri serta dapat dituturkan sebagai bentuk bebas.

Ada dua jenis kata: kata dasar, yakni kata yang belum mengalami proses morfologis, dan kata jadian, yakni kata yang sudah mengalami proses morfologis. Yang termasuk kata jadian ialah kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk.

Kata dasar sering juga dinamakan kata tunggal, yaitu kata yang hanya terdiri atas satu morfem, sedangkan kata jadian yang terdiri atas beberapa morfem, disebut juga kata kompleks.

Kelas kata ialah pengelompokan kata berdasarkan perilaku atau sifat kata tersebut dalam kalimat. Kata-kata yang memiliki sifat atau perilaku sama dikelompokkan dalam satu kelas kata. Misalnya:

Ia tidak belajar. Ia bukan pelajar. Ia agak tinggi.

Ia tidak membaca. Ia bukan pemalas. Ia lebih tinggi.

Ia tidak bekerja. Ia bukan guru. Ia paling tinggi.

Kata belajar, membaca, bekerja mempunyai perilaku sama, dan karena itu ketiga kata tersebut dikelompokkan menjadi satu kelas kata. Sebaliknya kata pelajar berbeda dari kata belajar; terbukti bahwa kata pelajar tidak dapat ditempatkan setelah kata tidak. Selanjutnya kata belajar maupun pelajar berbeda dari kata tinggi; terbukti bahwa kedua kata itu tidak dapat didahului oleh kata agak, lebih atau paling.

Berdasarkan perilakunya seperti di atas, kata belajar, membaca, dan bekerja dikelompokkan ke dalam satu kelas verba. Kata pelajar, pemalas, guru digolongkan ke dalam kelas nomina. Sedang kata-kata yang sama dengan kata tinggi dikelompokkan menjadi satu kelas adjektiva. Selain ketiga kelas tersebut terdapat kelas lain, yakni kelas kata tugas.

12

Page 14: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

1. Kata benda (nomina)

Kata benda disebut juga nomina (substantiva), yaitu semua kata yang dapat diterangkan atau yang diperluas dengan frasa yang + adjektiva. Misalnya:

bunga yang indah,

sekretaris yang terampil,

guru yang bijaksana,

siswa yang cendekia,

Tuhan yang Maha Esa,

udara yang segar,

persoalan yang rumit,

perjanjian yang gagal,

keadilan yang rapuh.

Semua kata yang tercetak miring adalah nomina.

Dalam sebuah wacana, sering nomina diganti kedudukannya oleh kata yang lain. Misalnya:

"Kemarin Amir mengatakan kepada Hendro dan Herman bahwa Amir akan menemui Hendro dan Herman di tempat yang sama",

yang sering dan lebih wajar jika dituturkan kembali menjadi:

"Kemarin Amir mengatakan kepada Hendro dan Herman bahwa dia akan menemui mereka di tempat yang sama".

Kata dia yang menggantikan Amir dan mereka yang menggantikan Hendro dan Herman adalah kata ganti atau pronomina.

Dalam tata bahasa tradisional nomina dibedakan atas:

1. Kata benda abstrak, seperti kejujuran.

2. Kata benda konkret, misalnya gedung.

3. Kata benda nama diri, yang huruf awalnya selalu ditulis dengan huruf kapital, misalnya Amir

Kata benda kumpulan, seperti regu, masyarakat, tim, kelas, keluarga.

Selanjutnya kata ganti juga dibedakan atas beberapa subkelas:

1. Kata ganti orang: dia, mereka, engkau, saudara, Anda.

2. Kata ganti tunjuk: ini, itu.

3. Kata ganti hubung: yang, tempat, serta.

4. Kata ganti tanya: apa, siapa, kapan, berapa.

2. Kata kerja (verba)

Semua kata yang dapat diperluas atau dijelaskan dengan frasa dengan+ adjektiva, misalnya:

membaca dengan lancar,

belajar dengan sungguh-sungguh,

13

Page 15: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

berpakaian dengan rapi,

makan dengan lahap,

berjalan dengan santai,

tidur dengan nyenyak,

adalah kata kerja atau verba.

Kata kerja atau verba dibedakan atas:

1. Kata kerja transitif, yaitu verba yang memadukan objek, contoh: membeli, memikirkan, mengutarakan, membahas, menertawakan, memahami, menanamkan.

Antara verba transitif dengan objek langsung tidak boleh disela oleh preposisi atau kata depan. Jadi bentuk ujaran seperti:"Panitia membicarakan tentang keuangan" tidak benar atau rancu. Kalimat di atas dapat dibakukan dengan menghilangkan kata tentang.

2. Kata kerja transitif ganda, ialah verba yang memerlukan objek dua, contoh: membelikan, dan membawakan dalam kalimat

a. Ayah membelikan adik sepeda mini;

b. Kakak membawakan kakek barang bawaannya.

3. Kata kerja intransitif, ialah verba yang tidak memerlukan objek, contoh: berlari, berdiri, tertawa, menyanyi, merokok, melamun.

4. Kata kerja reflektif, yang menyatakan tindakan untuk diri sendiri, contoh: bersolek, berhias, bercukur, bercermin, mengaca.

5. Kata kerja resiprok, yang menunjukkan tindakan atau perbuatan berbalasan atau menyatakan makna saling, contoh: bergelut, berpandangan, bergandengan, bertinju, pukul-memukul, surat-suratan, senggol-senggolan.

Sehubungan dengan verba ini, kita sering membuat kesalahan dengan menambahkan kata saling di depan verba ini, misalnya: saling tolong-menolong, saling bergandengan, saling bertinju.

Semua bentuk pengungkapan tersebut salah atau rancu, dan dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata saling, atau mengubah menjadi saling menolong, saling menggandeng, saling meninju.

6. Kata kerja instrumental, yang menunjuk sarana perbuatan: mengetik, bermotor, bersepeda, membajak, dan mengetam.

7. Kata kerja aktif, yang subjeknya melakukan tindakan seperti yang dimaksud. Biasanya berawalan me- atau ber-, contoh: menyanyi, mengungkit, berdebat, dan bermalam.

8. Kata kerja pasif, yang subjeknya menjadi sasaran dari tindakan dimaksud. Biasanya berawalan di-, ter- dan berimbuhan ke- an. contoh: dibahas, diminati, diulang, terpukul, tertindas, kecopetan.

Kata kerja yang menduduki fungsi predikat disebut verba finit (predikatif), sedang verba yang berfungsi nominal atau berfungsi sebagai nomina, yang menduduki fungsi subjek atau objek, dinamakan verba infinit (substantiva). Misalnya dalam kalimat: Belajar itu penting dan ia belajar membaca. Belajar dan membaca adalah verba infinit.

14

Page 16: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

3. Kata sifat (adjektiva)

Semua kata yang dapat diperluas dengan kata lebih, paling, sangat, atau mengambil bentuk se-reduplikasi-nya, adalah kata sifat. Kata ini disebut juga adjektiva, contoh:

lebih cermat, agak membosankan, sangat cantik, semahal-mahalnya

lebih bijaksana, paling enak, sangat mahal, sebaik-baiknya

lebih bahagia, tua sekali, sangat pandai, sejelek-jeleknya

paling menarik, cantik sekali, kurang berharga, seteliti-telitinya

Kata sifat dikatakan berfungsi atributif jika digunakan untuk menjelaskan nomina, dan adjektiva tersebut bersama-sama dengan nominanya membentuk frasa nominal. Jika digunakan sebagai predikat sebuah kalimat ia dikatakan berfungsi predikatif. Perhatikan contoh berikut:

(1) Mahasiswa baru itu sedang mengikuti penataran P4.

(2) Buku itu baru.

Kata baru dalam kalimat (1) berfungsi atributif, sedangkan dalam kalimat (2) berfungsi predikatif.

4. Kata tugas

Kata yang berfungsi total, memperluas atau mentransformasikan kalimat dan tidak dapat menduduki jabatan-jabatan utama dalam kalimat, seperti kata dan, di, dengan, dll. dikelompokkan ke dalam kelas kata tugas. Yang termasuk kata tugas ialah:

(1) Kata depan atau preposisi: di, ke, dari

(2) Kata hubung atau konjungsi: dan, atau, karena, dengan

(3) Kata sandang atau artikula: si, sang, para, kaum

(4) Kata keterangan atau adverbia: sangat, selalu, agak, sedang, secepat-cepatnya

a) Ciri kata tugas

1. Tidak dapat berdiri sendiri sebagai tuturan yang bebas.

2. Tidak pernah mendapat imbuhan atau mengalami afiksasi. Perhatikan, kata ke, dari, di, tetapi, telah, akan, dsb., tidak mengalami afiksasi.

3. Berfungsi menyatakan makna gramatikal kalimat. Sebuah kalimat akan berubah artinya jika kata tugasnya diganti dengan kata tugas yang lain. Perhatikan contoh di bawah ini:

a. Herman sedang mandi

b. Herman sudah mandi

c. Herman belum mandi

d. Herman akan mandi

e. Herman selalu mandi

f. Herman pernah mandi

4. Jumlah kata tugas hampir tidak berkembang karena sifat keanggotaannya tertutup. Ini berbeda sekali dengan nomina, verba, atau adjektiva yang terus berkembang dan diperkaya oleh kata-kata baru.

15

Page 17: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

b) Fungsi kata tugas

Fungsi kata tugas ialah untuk memperluas atau menyatakan hubungan unsur-unsur kalimat dan menyatakan makna gramatikal atau arti struktural kalimat tersebut. Secara terperinci kata tugas berfungsi untuk menunjukkan hubungan:

1. arah: di, ke, dari

2. pelaku perbuatan: oleh

3. penggabungan: dan, lagi, pula, pun, serta, tambahan

4. kelangsungan: sedang, akan, sudah, belum, pernah, sesekali

5. waktu: ketika, tatkala, selagi, waktu, saat, sejak

6. pemilihan: atau

7. pertentangan: tetapi, padahal, namun, walaupun, meskipun, sedangkan

8. pembandingan: seperti, sebagai, penaka, serasa, ibarat, bagai, daripada, mirip, persis

9. persyaratan: jika, asalkan, kalau, jikalau, sekiranya, seandainya, seumpama, asal

10. sebab: sebab, karena, oleh karena

11. akibat: hingga, sehingga, sampai-sampai, sampai, akibatnya

12. pembatasan: hanya, saja, melulu, sekadar, kecuali

13. pengingkaran: bukan, tidak, jangan

14. peniadaan: tanpa

15. penerusan: maka, lalu, selanjutnya, kemudian

16. penegasan: bahwa, bahwasanya, memang

17. derajat: agak, cukup, kurang, lebih, amat, sangat, paling

18. tujuan: agar, biar, supaya, untuk

19. peningkatan: makin, semakin, kian, bertambah

20. penyangsian: agaknya, kalau-kalau, jangan-jangan

21. pengharapan: moga-moga, semoga, mudah-mudahan, sudilah

22. orangan: sang, si, yang, para, kaum

23. menjelaskan: ialah, adalah, yaitu, yakni, merupakan

Kata tugas yang menyatakan hubungan arah di dan ke, yang merupakan kata yang penuh berdiri sendiri dan dipisahkan dari kata yang mengikuti, sering dikacaukan dengan prefiks di- dan ke- yang harus digabung dengan bentuk dasarnya.

Perhatikan perbedaan berikut:

di sini , ke sini, ditulisi, kedua

di sana, ke samping, dikemukakan, kegemaran

di dalam, ke luar daerah, dikelilingi, kekasih

di bawah, ke Surabaya, dikeluarkan, kedalaman

16

Page 18: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

di luar kota, ke utara, diutarakan, keringanan

IV. Sintaksis

Sintaksis atau tata kalimat adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Objek yang dibahas dalam sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat. Perbedaan di antara ketiga istilah ini dapat dilihat pada contoh berikut.

Kalimat: Mahasiswa itu sudah mengatakan bahwa dia tidak dapat ikut ujian bahasa Indonesia.

Klausa: (1) mahasiswa itu sudah mengatakan dan (2) bahwa dia tidak dapat ikut ujian bahasa Indonesia.

Frasa: (1) mahasiswa itu, (2) sudah mengatakan, (3) tidak dapat ikut, serta (4) ujian bahasa Indonesia, serta

Berikut akan dijabarkan berturut-turut mengenai frasa, klausa, dan kalimat.

A. Frasa

Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang masing-masing mempertahankan makna dasar katanya, sementara gabungan itu menghasilkan suatu relasi tertentu, dan tiap kata pembentuknya tidak bisa berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu.

Frasa dapat dikelompokkan berdasarkan (1) inti kata, (2) kelas kata, dan (3) makna frasa.

1. Jenis frasa menurut inti kata

1) Frasa nominal, yaitu frasa yang intinya nomina, atau nomina, dan dapat berfungsi menggantikan nomina. Misalnya: buku tulis, lemari arsip, guru bahasa Indonesia, ibu bapak, para orang tua.

2) Frasa verbal, yang intinya verba dan dapat mengganti kedudukan verba dalam kalimat. Misalnya: sedang belajar, sudah belajar, tidak belajar, akan belajar, tidak harus belajar, tidak akan ingin belajar.

3) Frasa adjektival, yang intinya adjektiva atau adjektiva. Misalnya: sungguh pintar, cukup pintar, agak pintar, paling pintar, pintar sekali.

4) Frasa preposisional, yang salah satu unsurnya kata depan atau preposisi. Misalnya: di depan, dari depan, ke depan, oleh mereka, kepada kami, dengan tangan kiri.

2. Jenis frasa menurut kelas kata

1) Frasa endosentris adalah sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata atau lebih ,yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu sama dengan kelas kata dari salah satu (atau lebih) unsur pembentuknya. Contoh:

guru agama (nomina) = guru (nomina) agama (nomina)

gadis cantik (nomina) = gadis (nomina) cantik (adjektiva).

Frasa endosentris dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Frasa bertingkat (frasa subordinatif, frasa atributif): frasa yang mengandung unsur inti (D) dan unsur penjelas (M). Menurut urutan unsurnya, frasa bertingkat dapat dibagi tiga.

i) Pola DM. Contoh: baju baru, roti rawar, sersan mayor

17

Page 19: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

ii) Pola MD. Contoh: seorong prajurit, sehelai kertas, letnan jenderal

iii) Pola MDM. Contoh: selembar uang kertas, segelas anggur merah

b) Frasa setara (frasa koordinatif): frasa yang mengandung dua buah unsur inti (tidak ada unsur penjelas/atribut). Contoh: suami istri, sawah ladang, sanak saudara.

2) Frasa eksosentris adalah sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata (atau lebih) yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu tidak sama dengan kelas kata dari salah satu (atau lebih) unsur pembentukannya. Contoh:

dari sekolah (kata keterangan) = dari (kata depan) sekolah (nomina),

yang memimpin (nomina) = yang (kata tugas) memimpin (verba)

3. Jenis frasa menurut makna frasa

1) Frasa idiomatik, kelompok kata yang maknanya merupakan idiom (ungkapan), memiliki arti konotatif. Misalnya, bermental baja, membanting tulang.

2) Frasa biasa, yang memiliki arti sebenarnya. Misalnya, rumah Ateng, sedang pergi.

4. Fungsi kata yang dalam pembentukan frasa

Kata yang dalam pembentukan frasa berfungsi sebagai (1) pembentuk frasa nominal dan (2) pengubah klausa menjadi frasa nominal.

Membentuk frasa nominal (frasa berkelas nomina). Contoh: yang cantik, yang satu, yang ke sini, yang merah, yang berlari, yang baik.

Mengubah klausa menjadi frasa nominal. Contoh:

Ali sedang duduk ~ Ali yang sedang duduk

dia telah pergi ~ dia yang telah pergi

wajahnya sayu ~ wajahnya yang sayu

perbuatannya tercela ~ perbuatannya yang tercela

B. Klausa

Klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara fakultatif, dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keterangan-keterangan lain. Klausa dapat dibedakan berdasarkan (1) urutan kata, (2) urutan subjek-predikat, dan (3) keterkaitan terhadap klausa lain.

1. Klausa berdasarkan urutan kata

1) Klausa normal: subjek mendahului predikat. Contoh: ia datang ke rumahku, adik penari, orang itu kurus.

2) Klausa inversi: predikat mendahului subjek. Contoh: datang dia malam itu, pergi ayah tak tentur arah.

3) Klausa inversi khusus: klausa inversi yang didahului oleh keterangan. Contoh: ke tanah leluhur perrgi mereka, kemarin datanglah surat itu, karena sakit menangislah dia.

18

Page 20: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

2. Klausa berdasarkan jenis predikat

1) Klausa berpredikat verba intrasitif. Contoh: anak itu menari, kuda meringkik, kakek merokok, nenek duduk.

2) Klausa berpredikat verba transitif. Contoh: guru mengajar murid, kurir mengantar surat, Andi mencintai Dian.

3) Klausa berpredikat nomina. Contoh: pamannya lurah, ibunya seorang bidan, kakaknya tentara.

4) Klausa berpredikat adjektiva. Contoh: gadis itu cantik, bapak saya tampan, bapakmu pelit.

5) Klausa berpredikat adverbial (frasa preposisional). Contoh: nenekku dari Kalimantan, ibu ke Bandung kemarin, ayah ke Bekasi naik onta.

6) Klausa berpredikat frasa konektif. Contoh: anak itu merupakan musuh mereka, Sinta menjadi pramugari.

3. Klausa berdasarkan keterikatan terhadap klausa lain

1) Klausa bebas. Klausa yang dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada klausa lain. Contoh: Ani membawa buku, guru mengajar murid.

2) Klausa terikat. Klausa yang kehadirannya bergantung pada klausa lain dan biasanya ditandai oleh adanya konjungsi (kata penghubung). Contoh: ketika ayah pergi, agar tubuh subur, sebab kehadirannya tak diperhitungkan.

Klausa terikat merupakan bagian dari sebuah kalimat, dan dapat hadir bersama-sama atau dikaitkan dengan klausa bebas. Klausa di atas, misalnya, merupakan bagian dari kalimat: Ibu merasa sedih ketika ayah pergi; Tanamanan itu diberinya pupuk agar tumbuh subur; Dadang kecewa sebab kehadirannya tak diperhitungkan.

C. Kalimat

Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan dan disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap. Setiap kalimat mewakili satu gagasan utama .

1. Unsur fungsional kalimat

Kalimat umumnya terdiri atas kumpulan kata. Kata ataupun kelompok kata dalam kalimat memiliki fungsi sesuai dengan kedudukannya. Fungsi kata atau kelompok kata dalam kalimat inilah yang dinamakan jabatan kalimat atau fungsi gramatikal kalimat. yang di antaranya ialah:

a) Subjek

Subjek atau pokok kalimat adalah bagian kalimat yang menjadi pokok pembicaraan atau masalah pokok. Jabatan ini lazimnya diduduki oleh nomina atau frasa nominal.

(1) Buku sekarang mahal.

(2) Kejujuran sudah merupakan barang langka saat ini.

(3) Rapat itu membahas kurikulum.

19

Page 21: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Umumnya subjek tidak dapat didahului oleh preposisi seperti di, dalam, bagi, kepada, dari, dengan, untuk, dll.

Kalimat di bawah ini rancu atau tidak baku, dan dapat dibakukan dengan menghilangkan preposisinya.

(4)* Dalam rapat itu membicarakan kurikulum.

(5)* Kepada para mahasiswa perlu diajar bahasa Indonesia .

(6)* Dengan kejadian itu menunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.

Kalimat di atas seharusnya demikian:

(4a) Rapat itu membicarakan kurikulum. atau

(4b) Dalam rapat itu dibicarakan kurikulum.

(5a) Para mahasiswa perlu diajar bahasa Indonesia.

(5b) Bahasa Indonesia perlu diajarkan kepada para mahasiswa

(6a) Kejadian itu menunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.

(6b) Dengan kejadian itu ditunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.

b) Predikat

Predikat atau sebutan ialah bagian kalimat yang menandai apa yang dibicarakan tentang subjek. Predikat sebuah kalimat dapat berupa nomina atau frasa nominal, verba atau frasa verbal, adjektiva atau frasa adjektival, frasa preposisional, dan kata bilangan atau numeralia, seperti kita lihat pada kalimat berikut.

(7) Suaminya guru.

(8) Suaminya bekerja

(9) Suaminya rajin.

(10) Suaminya dari kantor.

(11) Rumahnya satu.

c) Objek

Objek adalah bagian kalimat yang mengikuti verba transitif atau yang melengkapi predikat verbal transitif. Berdasarkan langsung tidaknya tujuan tindakan yang dimaksud oleh verba, objek dapat dibagi menjadi dua: (1) objek langsung dan (2) objek tak langsung. Objek langsung tidak dapat didahului oleh preposisi.

(12) Kami akan bertemu lagi dan akan membicarakan tentang soal itu.

(13) Guru itu sering memberi saya tugas.

(14) Guru itu menjanjikan sesuatu kepada saya.

Dalam kalimat (12) soal itu adalah objek langsung, dengan demikian penyisipan preposisi tentang tidak dibenarkan. Jadi kalimat itu rancu dan tidak baku, dan dapat dibakukan dengan menghilangkan preposisi tentang.

Dalam kalimat (13) saya adalah objek langsung, dan tugas merupakan objek tidak langsung

Sedangkan dalam kalimat (14) yang menjadi objek langsung ialah sesuatu, dan yang tidak langsung adalah saya.

20

Page 22: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

d) Keterangan

Keterangan adalah bagian kalimat yang memberi kejelasan tentang kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa yang diutarakan dalam kalimat itu berlangsung.

(1) Keterangan tempat:

(15) Pedagang itu menjajakan barangnya di kota.

(15a) Dia melamar pekerjaan di kantor tempat adiknya bekerja.

(2) Keterangan waktu:

(16) Anaknya menulis surat itu kemarin.

(16a) Dia menulis surat itu ketika saya masuk ke kamarnya.

(3) Keterangan sebab:

(17) Anaknya tidak masuk sekolah karena sakit.

(17a) Budiman tidak masuk sekolah karena ia sakit dan harus ke dokter.

(4) Keterangan kecaraan:

(18) Ia membaca dengan tekun.

(18a) Ia membaca dengan suara keras dan nyaring.

(5) Keterangan tujuan:

(19) Ia belajar tekun supaya lulus.

(19a) Ia belajar tekun supaya tahun depan ia dapat ikut cepat tepat.

(6) Keterangan syarat:

(20) Pelajar itu diizinkan masuk kelas jika rapi.

(20a) Pelajar itu diizinkan masuk kelas jika bajunya sudah rapi.

2. Pola kalimat

a) Berdasarkan unsur fungsional

Pola kalimat ialah susunan fungsi gramatikal yang tepat untuk mewujudkan suatu kalimat. Dalam bahasa Indonesia banyak pola yang mungkin disusun, antara lain sebagai berikut:

(1) Subjek-Predikat (S-P)

(21) Dia membaca.

(22) Gadis berambut panjang itu tidak di sini lagi.

(2) Subjek-Predikat-Objek (S-P-O)

(23) Dia membaca buku bahasalndonesia.

(24) Anwar mengembalikan buku saya.

(3) Subjek-Predikat-Objek-Keterangan ( S-P-O-K)

(25) Anaknya meminjam kamus kemarin.

(26) Direktur itu menandatangani perjanjian tersebut dengan terpaksa

21

Page 23: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(4) Predikat-Subjek ( P-S)

(27) Belum dikembalikan juga buku saya.

(28) Sedang tidur ayah.

(5) Subjek-Predikat-Keterangan (S-P-K)

(29) Sekretarisnya sedang mengetik di ruang sebelah.

(30) Pelajar itu menyimak dengan penuh perhatian.

(6) K-S-P-01-02-K

(31) Pada waktu itu dia menyerahkan bingkisan kepada pembantunya secara diam-diam.

(32) Karena hujan dan meminjami saya sebuah payung kemarin

b) Berdasarkan kelas kata

Pola dasar kalimat mempersoalkan kelas kata (jenis kata) apa yang mendasari pembentukan kalimat inti. Di sini kita melihat kelas kata apa yang menduduki jabatan subjek dan kelas kata apa pula yang menduduki jabatan predikat. Berdasarkan kelas kata yang menduduki fungsi S-P, dapat ditentukan empat pola dasar kalimat bahasa Indonesia.

(1) Nomina + Nomina

(33) Paman saya pedagang.

(34) Itu rumah paman.

(2) Nomina + Verba

(35) Paman Ateng melawak

(36) Iwan yang pandai itu pergi.

(3) Nomina + Adjektiva

(37) Kelinci itu lucu sekali.

(38) Motor Honda Samsu rusak.

(4) Nomina + Kata Tugas

(39) Ibu ke pasar.

(40) Kakek dari Sukabumi.

Pola dasar no.4 sebagaimana terlihat pada contoh kalimat di atas, seringkali tidak terterima sebagai kalimat yang baik dan benar. Kalimat contoh tersebut akan diterima sebagai kalimat yang baik dan benar apabila diubah menjadi sebagai berikut:

Ibu pergi ke pasar.

Kakek berasal dari Sukabumi. (atau)

Kakek datang dari Sukabumi.

22

Page 24: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

3. Ragam kalimat

Dengan sejumlah kosakata yang kita kuasai, kita dapat menyusun berbagai jenis kalimat sesuai dengan pikiran, gagasan, atau perasaan yang ingin kita utarakan. Variasi bentuk atau jenis kalimat ini lazim disebut ragam kalimat.

Kalimat dapat dibedakan berdasarkan bermacam-macam hal sebagai berikut.

1. Berdasarkan nilai informasi atau sasaran yang akan dicapai dan intonasi: (a) kalimat deklaratif, (b) kalimat interogatif, (c) kalimat imperatif: suruhan, ajakan, permintaan, larangan.

2. Berdasarkan diatesis: (a) kalimat aktif (subjek melakukan perbuatan) dan (b) kalimat pasif (subjek dikenai perbuatan).

3. Berdasarkan urutan kata: (a) kalimat normal (subjek mendahului predikat) dan (b) kalimat inversi (predikat mendahului subjek).

4. Berdasarkan jumlah inti yang membentuknya: (a) kalimat minor (hanya mengandung satu inti) dan (b) kalimat mayor (mengandung lebih dari satu inti).

5. Berdasarkan jenis kata yang menduduki posisi predikat: (a) kalimat verbal dan (b) kalimat nominal.

6. Berdasarkan pola-pola dasar yang dimilikinya atau jumlah unsur pusat dan penjelasannya: (a) kalimat inti dan (b) kalimat transformasi (perubahan dari kalimat inti).

7. Berdasarkan jumlah kontur (bagian arus ujaran yang diapit oleh dua kesenyapan) yang terdapat di dalamnya: (a) kalimat minim (hanya mengandung satu kontur) dan (b) kalimat panjang (mengandung lebih dari satu kontur).

a. Kalimat minim: # Pergi! #

b. Kalimat panjang: # Berita daerah membangun # disiarkan TVRI # setiap hari #

8. Berdasarkan jumlah klausa dan sifat hubungan antar klausa yang terkandung di dalamnya: (1) kalimat tunggal (kalimat yang hanya mengandung satu klausa/satu pola S-P) dan (2) kalimat majemuk (kalimat yang mengandung lebih dari satu klausa/lebih dari satu pola S-P).

Kalimat majemuk, berdasarkan hubungan antar klausanya: (a) kalimat majemuk setara: setara menggabungkan, setara memilih, setara mempertentangkan, setara menguatkan, (b) kalimat majemuk bertingkat, (c) kalimat majemuk rapatan.

9. Berdasarkan cara penyampaian pendapat atau ujaran orang ketiga: (1) kalimat langsung dan (2) kalimat tak langsung.

10. Berdasarkan lengkap tidaknya unsur utama: (1) kalimat lengkap dan (2) kalimat elips.

a) Kalimat deklaratif

Kalimat deklaratif, kalimat pernyataan, atau kalimat berita adalah kalimat yang mengandung informasi tentang suatu hal untuk disampaikan kepada orang kedua agar yang bersangkutan memakluminya.

(41) Besok paman pergi ke Medan.

(42) Menyerah kepada takdir bukan berarti menyerah untuk kalah karena sesungguhnya manusia ditakdirkan untuk menang.

(43) Kecemburuan pribumi terhadap nonpribumi, terutama golongan Cina, saya pikir hanya karena perbedaan status sosial.

23

Page 25: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

b) Kalimat interogatif

Kalimat interogatif atau kalimat tanya ialah yang berisi permintaan agar orang kedua memberi informasitentang sesualu.

(44) Dia pergi ke situ?

(45) Siapa menurut pendapatmu yang akan lulus?

(46) Hidup sederhana sudah sering dan sudah lama kita gembar-gemborkan. Tetapi hasilnya?

(47) Benarkah generasi muda sukar diajak maju? Ataukah sebaliknya generasi tua yang kurang mampu menawarkan kesempatan?

c) Kalimat imperatif

Kalimat imperatif atau kalimat perintah yaitu kalimat yang mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan verba yang dimaksud. Contoh:

(48) Silakan dipahami kenyataan bahwa kaum tua-muda, wajib saling menghargai untuk saling melengkapi.

(49) Sebagai kaum tua, Saudara harus ,sadar bahwa dalam diri kaum muda pun tersirat nilai-nilai dan harapan yang jauh lebih sesuai dengan situasi baru serta dunianya sendiri.

(50) Sebaliknya kalian, kaum muda, harap mencari, bimbingan dan pegangan dari kaum tua yang lebih berpengalaman, sebab kamu tak akan dapat bergerak meraba-raba dalam gelap menuju ide atau cita-cita.

d) Kalimat aktif

Kalimat yang subjeknya dianggap melakukan tindakan seperti yang dimaksud oleh verbanya.

(86) Amat belajar.

(87) Kita dapat mengenal watak seseorang dengan jalan mengetahui dengan siapa saja dia bisa bergaul.

(88) Amsah sedang tidur.

e) Kalimat pasif

Kalimat yang mengandung predikat verbal yang menunjukkan bahwa subjek menjadi tujuan dan sasaran perbuatan yang dimaksud oleh verba tersebut. Contoh:

(89) Bukunya sadah diambil.

(90) Bingkisan tersebut sudah mereka kirim.

(91) Tidak lama setelah dibebaskan dari hukuman itu, dia ketahuan mencuri lagi.

(92) Akhirnya persoalan itu terselesaikan juga.

f) Kalimat inversi (susun balik)

Kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Contoh:

(83) Telah dibenahi kakak semua mainan adik.

24

Page 26: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(84) Sadarlah Andi bahwa mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri adalah jalan terbaik menuju bahagia.

(85) Dialah pencurinya.

g) Kalimat minor

Kalimat yang hanya mengandung satu unsur pusat atau inti.

(93) Diam!

(94) Sangat bahagia.

(95) Silakan saja!

(96) Apa?

h) Kalimat mayor

Kalimat yang mengandung lebih dari satu unsur pusat.

(97) Dia sudah berangkat

(98) Kasur kakak rusak

(99) Jika ingat melakukan kebajikan, lakukanlah sekarang; jika bermaksud berbuat kejahatan tundalah hingga esok.

i) Kalimat verbal

Kalimat yang predikatnya verba.

(51) Adik tidur.

(52) Dia tidak melamun, tetapi berpikir,

(53) Rasa hormat memang tidak selalu mendatangkan persahabatan, tetapi persahabatan selalu menuntut adanya rasa hormat dan mustahil tanpa itu.

j) Kalimat nominal

Kalimat yang predikatnya bukan verba.

(54) Nartosabdo dalang.

(55) Mereka murid-murid kebanggaan.

(56) Pelajar di sekolah ini hampir semuanya rajin dan disiplin

(57) Yang bersampul merah berada di meja kami.

k) Kalimat inti

Kalimat yang terdiri dari dua unsur pusat atau inti. Contoh:

(58) Adik menangis.

Ciri-ciri kalimat inti:

hanya terdiri atas dua kata

25

Page 27: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat (kata pertama menduduki jabatan subjek, kata kedua menduduki jabatan predikat)

urutannya adalah subjek mendahului predikat

intonasinya adalah intonasi berita yang netral

l) Kalimat transformasi

Kalimat inti yang mengalami pembalikan susunan (59), perubahan intonasi (60 dan 61), perluasan (62), atau penegasian (63).

(59) Menangis adik.

(60) Adik menangis?

(61) Adik, menangis?

(62) Adik saya sedang menangis dikamar.

(63) Adik tidak menangis.

m) Kalimat tunggal

Kalimat yang hanya mengandung satu klausa atau yang hanya mempunyai satu objek dan satu predikat.

(64) Kita perlu berkreasi.

(65) Mahasiswa itu mengadakan penelitian

(66) Kini mahasiswa itu sedang mengadakan penelitian tentang fluktuasi harga semen.

n) Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang mengandung dua pola klausa atau lebih yang hubungan antarklausa bersifat setara. Hubungan setara itu dapat diperinci lagi atas:

(1) Setara menggabungkan

Penggabungan ini dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti: dan, lagi, sesudah itu, karena itu

(67) Saya menangkap ayam itu, dan ibu memotongnya.

(68) Ayah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.

(2) Setara memilih

Kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah: atau.

(69) Engkau tinggal saja di sini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.

(3) Setara mempertentangkan

Kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah: tetapi, melainkan, hanya

(70) Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas .

(71) Ia tidak meniaga adiknya, melainkan membiarkannya saja.

(4) Setara menguatkan

Kata tugas yang digunakan: bahkan. lagipula lagi.

26

Page 28: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(72) Anak ini pintar, bahkan budi pekertinya baik.

o) Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua klausa, sedangkan klausa yang satu menjadi bagian klausa yang lain.

Klausa yang menjadi bagian klausa yang lain disebut klausa terikat atau anak kalimat, sedang klausa yang memuat klausa terikat dinamakan klausa bebas.

(73) Saya tidak tahu kapan ayahnya kembali.

(74) Saya sendiri, yang sudah sedemikian dekat kepadanya,juga tidak tahu apa sebenamya yang dla lnginkan sehingga tega berbuat semacam itu terhadap istrinya.

p) Kalimat majemuk rapatan

Gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena subjek atau predikatnya sama maka bagian yang sama hanya disebutkan sekali.

(75a) Pekerjaannya hanya makan.

(75b) Pekerjaannya hanya tidur.

(75c) Pekerjaannya hanya merokok.

Semua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi:

(75d) Pekerjaannya hanya makan, tidur, dan merokok.

(76a) Mereka tidak perlu tahu kapan kita harus pergi.

(76b) Mereka tidak perlu tahu bagaimana kita harus pergi. Yang penting tugas itu harus terlaksana.

Kedua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi:

(76c) Mereka tidak perlu tahu kapan dan bagaimana kita harus pergi. Yang penting tugas itu harus terlaksana.

q) Kalimat langsung

Kalimat yang menyatakan pendapat orang ketiga dengan mengutip kata-katanya persis seperti waktu dikatakannya.

(77) "Aku benar-benar mencintaimu.Aku ingin kau menjadi milikku" kata ibu kepada ayah.

(78) "Kontak batin antara lbu dan anak," katanya, "ialah rahmat Tuhan yang tak ternilai harganya."

r) Kalimat tak langsung

Kebalikan kalimat langsung, yaitu yang menyatakan isi ujaran orang ketiga tanpa mengulang kata-katanya secara tepat. Misalnya:

(79) Dia mengatakan bahwa kontak batin antara ibu dan anak adalah rahmat Tuhan yang tak ternilai harganya.

(80) D. J Schwartz menegaskan bahwa, yang penting bukan kenapa kita tidak maju, tetapl bagaimana kita harus maju.

27

Page 29: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

s) Kalimat elips

Disebut juga kalimat tidak sempurna atau kalimat tak lengkap, yaitu kalimat yang sebagian unsurnya dihilangkan karena dianggap sudah jelas dari konteksnya.

(81) Ah, masa?

(82) Yah... mudah-mudahan saja!

t) Kalimat pasif inversi

Kalimat pasif inversi adalah kalimat pasif dengan pola inversi. Kalimat pasif adalah kalimat berpredikat verba yang subjeknya terkena perbuatan yang tersebut dalam predikat. Kalimat berpola inversi adalah kalimat yang predikatnya mendahului subjek.

Contoh:

(1) Diambilnya uang itu dari dalam laci.

(2) Atas perhatiannya, saya ucapan terima kasih.

(3) Sudah saya baca buku itu.

(4) Mereka taburkan bunga di pusara ibu.

Untuk memahami contoh-contoh kalimat di atas, perhatikan langkah-langkah perubahan dari kalimat aktif hingga menjadi kalimat pasif inversi di bawah ini!

1. Kalimat aktif: Ia mengambil uang itu dari dalam laci.

2. Diubah menjadi pasif: Uang itu diambil oleh ia dari dalam laci.

3. Disederhanakan (P dan O pelaku disatukan menjadi P): Uang itu diambilnya dari dalam laci.

4. Diinversikan: Diambilnya uang itu dari dalam laci.

Langkah perubahan lain:

1. Mereka menaburkan bunga di pusara ibu

2. Bunga ditaburkan oleh mereka di pusara ibu.

3. Bunga mereka taburkan di pusara ibu

4. Mereka taburkan bunga di pusara ibu.

4. Kalimat baku

Kalimat baku (standar) dipergunakan apabila kita berbahasa baku. Adapun ciri-ciri kalimat baku adalah sebagai berikut:

a. menggunakan kata-kata baku

b. menggunakan struktur baku (sesuai dengan kaidah morfologi dan sintaksis bahasa Indonesia)

c. dalam ragam tulis, menggunakan ejaan baku (sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan)

d. dalam ragam lisan, menggunakan lafal baku (lafal yang tidak mencerminkan logat asing atau logat kedaerahan)

Contoh:

28

Page 30: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Siapa yang bikin rumah itu? (tidak baku)

Siapa yang membuat rumah ini? (baku)

Rumahnya Udin yang catnya kuning. (tidak baku)

Rumah Udin yang bercat kuning. (baku)

Mudah2an dia lekas dalang (tidak baku)

Mudah-mudahan dia lekas datang (baku)

5. Keterangan aspek kala

Keterangan aspek kala adalah keterangan yang menandai waktu pelaksanaan pekerjaan/perbuatan/proses yang tersebut pada predikat kalimat.

Keterangan aspek kala posisinya selalu di depan predikat kalimat. Kata-kata yang merupakan keterangan aspek kala adalah sudah, telah, sedang, belum, dan akan

Contoh:

(1) Ani sedang membaca buku.

keterangan aspek kontinuatif, menyatakan pekerjaan tengah berlangsung

(2) Ani akan membaca buku.

keterangan aspek futuratif, menyatakan pekerjaan akan berlangsung

(3) Ani telah membaca buku.

keterangan aspek perfektif, menyatakan pekerjaan sudah berlangsung.

Pada kalimat pasif inversi, keterangan aspek kala posisinya sama dengan posisi pada kalimat aktif dan kalimat pasif biasa, yaitu di depan predikat.

Perhatikan contoh berikut!

(1) Rudi telah membaca kitab itu hingga tamat.

(2) Kitab itu telah dibaca oleh Rudi hingga tamat.

(3) Kitab itu telah Rudi baca hingga tamat.

(4) Telah Rudi baca kitab itu hingga tamat.

(5) Rudi telah baca kitab itu hingga tamat.

Letak kata telah pada kalimat (1), (2), (3), dan (4) benar, sedangkan pada kalimat (5) salah. Dengan demikian kalimat (5) adalah kalimat yang mengalami kesalahan struktural.

6. Gagasan utama kalimat

Gagasan utama atau pikiran pokok kalimat adalah amanat/informasi yang terpenting yang terkandung dalam sebuah kalimat. Gagasan utama kalimat dinyatakan dengan pola S-P atau pola S-P-O.

Gagasan utama dinyatakan dengan pola S-P dalam kalimat nominal dan kalimat verbal intransitif. Sedangkan pada kalimat verbal transitif, gagasan utama dapat dinyatakan dengan pola S-P-O atau S-P saja.

Contoh:

29

Page 31: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(1) Amir sedang membaca buku di dalam kamar.

GU: Amir membaca.

(2) Kemarin Ida mengantarkan surat ke rumahku.

GU: Ida mengantarkan surat.

(3) Ayah Anita adalah seorang perwira menengah.

GU: Ayah perwira.

(4) Ketty sedang duduk di ruang tamu

GU: Ketty duduk.

a) Majemuk setara

Pada kalimat majemuk setara terdapat lebih dari satu gagasan yang kedudukannya sederajat. Jadi, dalam kalimat majemuk setara, terdapat lebih dari satu gagasan utama.

Contoh:

(1) Eko makan sate, Andi makan asinan.

GU: (1) Eko makan, (2) Andi makan.

(2) Ali sedang belajar, sedangkan Abas sedang tidur.

GU: (1) Ali belajar, (2) Abas tidur.

b) Majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat pada dasarnya adalah kalimat tunggal yang salah satu fungsinya diperluas dan perluasannya itu membentuk sebuah pola klausa.

Di dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat klausa utama (klausa bebas) dan klausa terikat. Dengan demikian, dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat gagasan utama dan gagasan bawahan (gagasan penjelas). Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa gagasan utama tidak selamanya berada pada klausa utama. Perhatikan keterangan berikut dengan baik.

(a) Apabila anak kalimat merupakan perluasan fungsi keterangan, gagasan utama terdapat pada klausa utama yang merupakan induk kalimat.

Contoh:

(1) Ketika ayah pergi, ibu kesepian di rumah.

GU: lbu kesepian.

(2) Wati menyirami tanaman itu setiap hari supaya buahnya lebat.

GU: Wati menyirami tanaman.

(3) Aminah bahagia karena suaminya naik pangkat.

GU: Aminah bahagia.

(b) Apabila anak kalimat merupakan perluasan fungsi objek (anak kalimat merupakan objek dari predikat verba transitif), gagasan utama terdapat pada anak kalimat.

Contoh:

30

Page 32: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(1) Presiden mengatakan bahwa pembangunan harus dilanjutkan.

GU: Pembangunan harus dilanjutkan.

(2) Mat Kemplo menceritakan bahwa kakeknya jatuh dari ayunan.

GU: Kakeknya jatuh.

(c) Apabila anak kalimat merupakan pelengkap, gagasan utama terdapat pada induk kalimat.

Contoh:

(1) Saya berharap hal itu tidak akan terjadi.

GU: Saya berharap.

(2) Mereka lupa bahwa mereka harus melunasi pinjamannya pada akhir bulan ini

GU: Mereka lupa.

V. Semantik

Bagian tata bahasa atau linguistik yang mempelajari arti kata ialah semantik. Sedangkan arti atau makna ialah hubungan abstrak antara kata sebagai simbol dengan objek atau konsep yang ditunjuk atau diwakili.

A. Jenis makna

Ada beberapa arti dan hubungan arti kata. Di antaranya ialah:

1. Arti leksikal

Arti kata (leksem) sebagai satuan yang bebas. Arti ini umumnya dianggap sejajar dengan arti denotatif. Biasa pula dianggap sebagai arti menurut kamus (leksikon).

2. Arti gramatikal

Arti yang timbul setelah suatu bentuk ujaran mengalami proses ketatabahasaan. Arti ini juga disebut anti struktural. Misainya prefiks pe- lazim dianggap mempunyai arti gramatikal ‘alat untuk melakukan sesuatu, atau pelaku perbuatan tertentu’.

3. Arti denotatif

Disebut juga arti harfiah, arti lugas, arti sebenarnya, arti tersurat, yaitu arti yang didasarkan penunjukan secara langsung pada objek atau konsep yang dimaksud. Kata bunga dalam kalimat berikut mengandung arti denotatif .

Bunga melati harum baunya.

Untuk ulang tahunnya, saya mengirimi bunga waktu itu.

4. Arti konotatif

Sama dengan arti kias atau arti tersirat, yaitu arti yang didasarkan pada penunjukkan secara tidak langsung. Kata bunga dalam kalimat berikut digunakan menurut arti konotatifnya.

Yuniar adalah bunga di kelas itu.

31

Page 33: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Generasi muda adalah bunga bangsa yang harus dibina.

5. Arti idomatik

Arti yang timbul karena dua kata bersenyawa membentuk satu kesatuan dengan makna baru, dan makna barunya itu tidak dapat ditelusuri dan unsur pembentuknya. Contoh:

Sehubungan dengan kasus itu, dia akan dihadapkan ke meja hijau.

Jalan itu terlalu banyak polisi tidurnya.

Meja hijau = pengadilan, dan polisi tidur = tanggul penghambat, agar pengendara mengurangi kecepatannya.

B. Hubungan makna

Sebuah kata mempunyai hubungan arti dengan kata yang lain. Ada kata yang artinya sama dengan kata yang lain, artinya berlawanan dengan kata yang lain, atau artinya dicakup oleh kata yang lain. Berikut ini adalah macam-macam hubungan arti.

1. Sinonim

Dua kata atau lebih yang mempunyai arti sama atau hampir sama. Misalnya:

kitab bersinonim dengan buku,

orang dengan manusia,

gadungan dengan palsu,

evakuasi dengan ungsi,

lestari dengan abadi,

dampak dengan pengaruh,

kendala dengan hambatan,

efektif dengan hasil guna,

efisien dengan daya guna, serta

devaluasi dengan penurunan nilai.

Sinonim yang hampir sama menyebabkan nuansa makna (perbedaan yang sangat halus). Misalnya: bulat-bundar, menyongsong-menyambut.

Sinonim yang hampir sama juga menyebabkan nilai rasa yang berbeda. Misalnya: karyawan, pegawai, buruh.

2. Antonim

Dua kata atau lebih yang artinya berlawanan. Misalnya:

wanita dengan lelaki,

hidup dengan mati,

lebar dengan sempit, serta

32

Page 34: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

efisien dengan boros.

3. Hiponim

Kata-kata yang artinya dicakup oleh arti kata yang lain.

Misalnya: arti kata melati, mawar, famboyan, anggrek dicakup oleh arti kata bunga. Di sini, melati adalah hiponim dari bunga, sedang bunga adalah hiperonim dari kata melati.

Jadi hiperonim adalah kata yang mencakup kata yang lain. Kohiponim adalah hubungan yang sejajar, misalnya apel dengan anggur, kucing dengan harimau, merah dengan putih.

4. Polisemi

Kata-kata yang artinya berkaitan. Misalnya: kaki orang, kaki gunung, kaki langit, kaki bukit.

C. Hubungan bentuk

Dalam realitas bahasa dapat ditemukan kesamaan bentuk antara kata yang satu dengan kata yang lain, Kesamaan itu dapat berupa kesamaan tulisan, kesamaan ucapan, atau kesamaan ucapan dan tulisan sekaligus.

1. Homonim

Dua kata atau lebih yang tulisan dan bunyinya sama sedang artinya berbeda. Misalnya bisa ‘dapat’, bisa ‘racun’, beruang yang berarti ‘mempunyai uang’, ‘mempunyai ruang’, dan yang mengandung makna ‘nama binatang’, serta kopi yang berarti ‘sejenis minuman’ dan yang bermakna ‘salinan’.

2. Homofon

Sejenis homonim, tetapi hanya bunyinya saja yang sama, sedang tulisan dan artinya berbeda. Contoh: massa dengan masa, tang dengan tank, bang dengan bank, sangsi dengan sanksi, keranjang dengan ke ranjang, dll. Seperti kita lihat, homofon yang sama hanya bunyinya.

3. Homograf

Sejenis homonim, tetapi yang sama hanya tulisannya, sedang bunyi dan arti berbeda. Misalnya, serang yang berarti ‘menyerbu’ dan serang yang nama sebuah kota; teras yang bermakna ‘bagian depan rumah’ dan teras yang berarti inti.

D. Perubahan makna

Arti suatu kata dapat berubah oleh beberapa penyebab, antara lain: perubahan nilai rasa, perubahan cakupan makna, perubahan tanggapan antara dua indera, dan perubahan makna karena persamaan sifat.

1. Peyorasi

Perubahan nilai rasa menjadi lebih rendah dari yang sebelumnya. Arti kata dianggap mengalami peyorasi jika nilainya merosot, misalnya, dari yang semula bernilai hormat, menjadi hina, disukai menjadi tidak atau kurang disukai, dll. Misalnya, kata abang, perempuan, bini, gerombolam, betina, emak, eksekusi, dll.

33

Page 35: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Dahulu kata abang mempunyai arti yang sejajar dengan kata kakak. Karena, terlalu sering digunakan untuk menunjuk orang-orang dari lapisan sosial bawah, seperti abang becak, abang bakso, dll, kemudian orang dari lapisan sosial tertentu tidak suka jika disapa dengan kata abang. Dengan demikian nilai kata tersebut menjadi merosot.

2. Ameliorasi

Perubahan nilai rasa menjadi lebih tinggi, lebih hormat, dan lebih disukai. Misalnya perubahan arti kata istri, wanita, suami, kakak, putra, dll.

3. Perluasan arti

Perubahan arti kata yang semula cakupan maknanya lebih sempit dari yang sekarang. Misalnya perubahan arti pada kata saudara, bapak, ibu, berlayar, kereta api, dll.

4. Penyempitan arti

Perubahan arti dari yang semula cakupan maknanya luas kini menjadi lebih sempit. Misalnya perubahan arti pada, kata ulama, pendeta, sarjana, pena, lafal, golongan, dan perkosa.

5. Sinestesia

Perubahan arti karena adanya pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda, misalnya kata keras, lembut, manis, dalam ungkapan kata-katanya pedas, suaranya keras, gerak tubuhnya lembut, wajahnya manis. Kata manis yang seharusnya berhubungan dengan indra pengecap di sini diterapkan pada indra penglihatan atau visual.

6. Asosiasi

Perubahan arti karena adanya persamaan sifat atau hubungan makna secara tidak langsung. Misalnya kata amplop dihubungkan dengan sesuatu yang dimasukkan di dalamnya, yang biasanya berupa uang untuk melicinkan persoalan. Misalnya, dalam ungkapan berikut: agar persoalan itu lekas beres, beri saja dia amplop. Begitu juga kata catut yang dihubungkan dengan arti kata korupsi.

Catatan:

Yang dimaksud dengan nilai rasa suku kata ialah kesan baik buruk, positif negatif kata tersebut. Misalnya kata tolol yang mengandung nilai rasa penghinaan, dan angka tiga belas dianggap mempunyai nilai rasa kesialan

E. Etimologi

Asal-usul bentuk kata dipelajari oleh etimologi. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa kata memiliki sejarah, mempunyai asal-usul. Dia lahir, tumbuh, dan berkembang. Ada yang hidup terus dipakai orang, dan sebaliknya ada yang begitu lahir, langsung menghilang.

Kata-kata, seperti manusia, mempunyai sejarah dan mengalami perubahan, baik bentuk maupun isinya, baik bunyi maupun artinya. Kita ambil sebagai contoh, misalnya, kata iklan. Kata ini berasal dari bahasa Arab i’lam, bentuk verba imperatif yang berani ‘ketahuilah!’ .Sekarang sinonim dengan advertensi.

Dalam komunikasi sehari-hari kita sering memakai kata harta dan arti.Siapa mengira kedua kata ini ternyata memiliki sejarah kelahiran yang sama, berasal dari akar yang sama. Dan keduanya mempunyai hubungan erat dengan kata permata. Baik arti maupun harta berasal dari kata Sanskerta artha ‘arti atau

34

Page 36: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

guna’. Harta adalah ‘sesuatu yang sangat berarti atau berguna’ Kata parama juga mempunyai arti yang sama, yakni parama ‘utama’ dan artha. Jadi secara etimologis kata itu bermakna ‘arti atau guna yang utama’. Dan sekarang? Apa maknanya?

Dalam bagian ini kita tidak akan menelusuri asal-usul setiap kata, tetapi kita hanya mencoba untuk memahami konsep-konsep yang menandai perubahan bentuk kata atau proses pembentukan kata, yang lazim kita sebut gejala bahasa.

F. Gejala bahasa

Gejala bahasa atau peristiwa bahasa itu di antaranya ialah:

No Gejala Pengertian Contoh

1 Adaptasi Penyesuaian bentuk berdasarkan kaidah fonologis, kaidah ortografis, atau kaidah morfologis

vyaya menjadi biaya

pajeg menjadi pajak

voorloper menjadi pelopor

fardhu menjadi perlu

igreja menjadi gereja

voorschot menjadi persekot

coup d’etat menjadi kudeta

postcard menjadi kartu pos

certificate of deposit menjadi sertifikat deposito

mass production menjadi produksi massal

2 Analogi Pembentukan kata berdasarkan contoh yang telah ada.

Berdasarkan kata ‘dewa-dewi’ dibentuk kata: putra-putri, siswa-siswi, saudara-saudari, pramugara-pramugari

Berdasarkan kata ‘industrialisasi’ dibentuk kata: hutanisasi, Indonesianisasi

Berdasarkan kata ‘pramugari’ dibentuk kata: pramuniaga, pramuwisata, pramuria, pramusaji, pramusiwi

Berdasarkan kata ‘swadesi’ dibentuk kata: swadaya, swasembada, swakarya, swasta, swalayan

Berdasarkan kata ‘tuna netra’ dibentuk kata: tuna wicara, tuna rungu, tuna aksara, tuna wisma, tuna karya, tuna susila, tuna busana.

35

Page 37: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gejala Pengertian Contoh

3 Anaptiksis (Suara Bakti)

Penyisipan vokal e pepet untuk melancarkan ucapan.

sloka menjadi seloka

srigala menjadi serigala

negri menjadi negeri

ksatria menjadi kesatria

4 Asimilasi Proses perubahan bentuk kata karena dua fonem berbeda disamakan atau dijadikan hampir sama.

in-moral menjadi immoral

in-perfect menjadi imperfek

al-salam menjadi asalam

ad-similatio menjadi asimilasi

in-relevan menjadi irelevan

5 Disimilasi Kebalikan dari asimilasi, yaitu perubahan bentuk kata yang terjadi karena dua fonem yang sama dijadikan berbeda.

saj jana menjadi sarjana

sayur-sayur menjadi sayur-mayur

6 Monoftongisasi

Perubahan bentuk kata yang terjadi karena perubahan diftong (vokal rangkap) menjadi monoftong (vokal tunggal)

autonomi menjadi otonomi

autobtografi menjadi otobiografi

satai menjadi sate

gulai menjadi gule

7 Diftongisasi Perubahan bentuk kata yang terjadi karena monoftong diubah menjadi diftong. Jadi kebalikan monoftongisasi.

sentosa menjadi sentausa

cuke menjadi cukai

pande menjadi pandai

gawe menjadi gawai

8 Sandi (Persandian)

Perubahan bentuk kata yang terjadi karena peleburan dua buah vokal yang berdampingan, dengan akibat jumlah suku kata berkurang satu.

keratuan menjadi keraton

kedatuan menjadi kedaton

sajian menjadi sajen

durian menjadi duren

36

Page 38: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gejala Pengertian Contoh

9 Hiperkorek Pembetulan bentuk kata yang sebenarnya sudah betul, sehingga hasilnya justru salah.

Sabtu menjadi Saptu

jadwal menjadi jadual

manajemen menjadi menejemen

asas menjadi azas

surga menjadi sorga

Teladan menjadi tauladan

izin menjadi ijin

Jumat menjadi Jum’at

kualifikasi menjadi kwalifikasi

frekuensi menjadi frekwensi

kuantitas menjadi kwantitas

November menjadi Nopember

kuitansi menjadi kwitansi

mengubah menjadi merubah

februari menjadi Pebruari

persen menjadi prosen

pelaris menjadi penglaris

system menjadi sistim

teknik menjadi tehnik

apotek menjadi apotik

telepon menjadi telfon

ijazah menjadi ijasah

atlet menjadi atlit

nasihat menjadi nasehat

biaya menjadi beaya

perusak menjadi pengrusak

zaman menjadi zaman

koordinasi menjadi kordinasi

10 Kontaminasi (kerancuan)

Kekacauan karena dua pengertian yang berbeda, atau perpaduan dua buah struktur yang seharusnya tidak dipadukan.

berulang-ulang dan berkali-kali menjadi berulang-kali

saudara-saudara dan saudara sekalian menjadi saudara-saudara sekalian

musnah dan punah menjadi musnah

37

Page 39: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gejala Pengertian Contoh

11 Metatesis Pergeseran kedudukan fonem, atau perubahan bentuk kata karena dua fonem atau lebih dalam suatu kata bergeser tempatnya.

rontal menjadi lontar

anteng menjadi tenang

usap menjadi sapu

palsu menjadi sulap

keluk menjadi lekuk

12 Protesis Perubahan fonem di depan bentuk kata asal.

lang menjadi elang

mak menjadi emak

mas menjadi emas

undur menjadi mundur

stri menjadi istri

arta menjadi harta

alangan menjadi halangan

sa menjadi esa

atus menjadi ratus

eram menjadi peram

13 Epentesis Perubahan bentuk kata yang terjadi karena penyisipan fonem ke dalam kata asal

baya menjadi bahaya

bhayankara menjadi bhayangkara

gopala menjadi gembala

jur menjadi jemur

bhasa menjadi bahasa.

14 Paragog Perubahan bentuk kata karena penambahan fonem di bagian akhir kata asal.

mama, bapa menjadi mamak dan bapak

pen menjadi pena

datu menjadi datuk

hulu bala menjadi hulubalang

boek menjadi buku

abad menjadi abadi

pati menjadi patih

bank menjadi bangku

gaja menjadi gajah

conto menjadi contoh.

38

Page 40: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gejala Pengertian Contoh

15 Aferesis Penghilangan fonem di awal bentuk asal.

adhyaksa menjadi jaksa

empunya menjadi punya

sampuh menjadi ampuh

wujud menjadi ujud

bapak menjadi pak

ibu menjadi bu.

16 Sinkop Penghilangan fonem di tengah atau di dalam kata asal.

laghu menjadi lagu

vidyadhari menjadi bidadari

pelihara menjadi piara

mangkin menjadi makin

niyata menjadi nyata

utpatti menjadi upeti.

17 Apokop Penghilangan fonem di akhir bentuk kata asal.

sikut menjadi siku

riang menjadi ria

balik menjadi bali

anugraha menjadi anugerah

pelangit menjadi pelangi.

18 Kontraksi Pemendekan atau penyingkatan suatu frasa menjadi kata baru.

tidak ada menjadi tiada

kamu sekalian menjadi kalian

kelam harian menjadi kemarin

bagai itu menjadi begitu

bagai ini menjadi begini.

Akronim, seperti balita, siskamling, rudal, ampera, pada dasarnya termasuk gejala kontraksi.

19 Nasalisasi (penyengauan)

Penambahan bunyi sengau atau fonem nasal, yaim /m/, /n/, /ng/, den /ny/.

me baca menjadi membaca

pe duduk menjadi penduduk

pe garis menjadi penggaris.

20 Palatalisasi Penambahan fonem palatal /y/ pada suatu kata ketika kata ini dilafalkan.

pada kata ia, dia. pria, panitia, ksatria, bersedia, yang masing-masing dilafalkan /iya/, /priya/, /diya/. /panitiya/, dan /bersediya/. jadi palatalisasi muncul di antara vokal /i/ dan /a/ yang digunakan berdampingan.

39

Page 41: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gejala Pengertian Contoh

21 Labialisasi Penambahan fonem labial /w/ di antara vokal /u/ dan /a/ yang berdampingan pads sebuah kata.

pada kata uang, buang, ruang, juang, kualitas, dan lain-lain. Selain itu, labialisasi juga muncul di antara vokal /u/ dan/e/. atau /u/ dan /i/ seperti pada kata frekuensi dan kuitansi. Pada waktu kita lafalkan kata-kata itu, terasa sekali, bahwa di antara vokal-vokat tersebut timbul fonem labial /w/, misalnya uang kita lafalkan /uwang/,

22 Onomatope Pembentukan kata berdasarkan tiruan bunyi-bunyi.

hura-hura dari hore-hore.

aum (suara harimau)

meong (suara kucing)

embik (suara kambing)

desis (suara ular)

desah (suara napas)

ketuk (bunyi pintu atau meja dipukul dengan jari atau palu)

23 Haplologi Perubahan bentuk kata yang berupa penghilangan satu suku kata di tengah-tengah kata.

samanantara menjadi sementara

mahardhika menjadi merdeka

budhidaya menjadi budaya

VI. Kesusastraan

Secara morfologis kata kesusastraan, yang lebih sering hanya disebut sastra, dapat diuraikan atas konfiks ke-an yang berarti ‘semua yang berkaitan dengan’, prefiks su ‘baik, indah, berguna’, dan bentuk dasar sastra yang berarti ‘kata, tulisan, ilmu’. Jadi, menurut uraian tersebut, kesusastraan adalah semua yang berkaitan dengan tulisan yang indah. Sedang menurut arti istilah, kesusastraan atau sastra ialah cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai medium.

Umumnya dikatakan bahwa keindahan atau nilai estetis suatu cipta sastra timbul karena adanya keserasian, kesepadanan, atau keharmonisan antara isi (= topik, amanat) dengan bentuk (= cara pengungkapan isi). Keindahan inilah yang kemudian merebut perhatian pembaca, dan menarik mereka ke dalam penghayatan terhadap cipta sastra tersebut. Adanya nilai keindahan itulah yang membangkitkan perasaan hati, sedih, gembira, puas atau sebaliknya kecewa di dalam batin pembaca.

A. Sejarah

Yang dimaksud dengan sejarah kesusastraan di sini ialah keterangan yang membeberkan perkembangan kesusastraan dari mulai timbulnya sampai sekarang.

Kesusastraan Indonesia dapat dikatakan berawal dari jenis sastra lisan yang disampaikan secara leluri atau dari mulut ke mulut. Sumber karya sastra Indonesia tertua berbentuk tambo karya Tuno Muhamad Sri Lanang, yaitu Sejarah Melayu (1615).

40

Page 42: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Penulisan sastra kemudian dikembangkan oleh pelopor masa peralihan, yaitu Abdullah bin Abdulkadir Munsi, yaim pada tahun 1797. Setelah itu muncul Angkatan Balai Pustaka (1920-an), Angkatan Pujangga Baru (1930-an), Angkatan 45, Angkatan 50, Angkatan 66, dan sampai sekarang.

Pembagian kesusastraan menurut perkembangan zaman di Indonesia yang juga disebut Periodisasi Kesusastraan Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Kesusastraan Lama:

a) masa Purba.

b) masa Hindu-Arab.

2) Kesusastraan Peralihan:

a) masa Abdullah bin Abdulkadir Munsi.

b) masa Balai Pustaka (1920-an )

3) Kesusastraan Baru:

a) masa Angkatan Pujangga Baru.

b) masa Angkatan 45.

c) masa Angkatan 50.

d) masa Angkatan 66.

B. Ragam

Ragam karya sastra secara garis besar ada dua, yaitu: (1) prosa, karangan yang tidak terikat dan menonjolkan isi dan keindahan bahasanya; (2) puisi, karya sastra yang terikat oleh rima, irama, dan bait.

1. Prosa

a) Prosa lama

Prosa lama cenderung bersifat imajinatif, istanasentris, didaktif, anonim, dan bentuk serta isinya statis, sedangkan prosa baru bersifar realistis (melukiskan kenyataan sehari-hari), dinamis atau mengalami perubahan terus-menerus sesuai dengan pembahan masa, dan tidak anonim.

Yang termasuk prosa lama ialah:

(1) Dongeng

Semata-mata berdasarkan khayal dan disampaikan secara lisan. Dibedakan lagi atas:

1) Fabel (dongeng tentang binatang). Contoh: Kancil Yang Cerdik, Bayan Budiman.

2) Legenda (dongeng yang isinya dikaitkan dengan keunikan atau keajaiban alam). Contoh: Asal-usul Kota Banyuwangi, Sangkuriang.

3) Sage (dongeng yang mengandung unsur-unsur sejarah). Contoh: Damarwulan, Terjadinya Kota Majapahit.

4) Mite (dongeng tentang dewan-dewa atau makhluk lain yang diauggap mempunyai sifat kedewaan, dan sakral). Contoh: Cerita Gerhana, Nyi Loro Kidul, Hikayat Sang Boma, Illias, Odyssee.

5) Epos (wiracarita/dongeng kepahlawanan). Contoh: Ramayana, Mahabarata.

41

Page 43: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

6) Dongeng jenaka (dongeng yang menceritakan kebodohan atau perilaku seseorang yang penuh kejenakaan atau lelucon). Contoh: Pak Pandir, Pak Belalang, Si Lebai Malang, Abu Nawas.

(2) Hikayat

Isinya mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang keluarga raja. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Si Miskin, Hikayat Panca Tantra, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Dalang Indra Kusuma, Hikayat Amir Hamzah.

(3) Silsilah atau tambo

Semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan sehingga banyak cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat. Contoh: Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu-Bugis.

b) Prosa baru

Yang tergolong prosa baru adalah roman, novel, cerpen, biografi, drama, kritik, dan esai.

(1) Roman

Bentuk prosa baru yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala suka dukanya. Dalam roman, pelaku utamanya sering diceritakan mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa atau meninggal dunia. Berdasarkan kandungan isinya, roman dibedakan atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:

(a) Roman bertendens

Roman yang di dalamnya terselip maksud tertentu, atau yang mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh pembaca untuk kebaikan. Contoh: Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisyahbana), Salah Asuhan (Abdul Muis), Darah Muda (Adinegoro).

(b) Roman sosial

Roman yang memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat. Biasanya yang dilukiskan mengenai keburukan-keburukan masyarakat yang bersangkutan. Contoh: Sengsara Membawa Nikmat (Tulis St. Sati), Neraka Dunia (Adinegoro).

(c) Roman sejarah

Roman yang isinya dijalin berdasarkan fakta historis, peristiwa-peristiwa sejarah, atau kehidupan seorang tokoh dalam sejarah. Contoh: Hulubalang Raja (Nur St. Iskandar), Tambera (Utuy Tatang Sontani), Surapati (Abdul Muis).

(d) Roman psikologis

Roman yang lebih menekankan gambaran kejiwaan yang mendasari segala tindak dan perilaku tokoh utamanya. Contoh: Atheis (Achdiat Kartamiharja), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur St. Iskandar), Belenggu (Armijn Pane).

(e) Roman detektif,

Roman yang isinya berkaitan dengan kriminalitas. Dalam roman ini yang sering menjadi pelaku utamanya seorang agen polisi yang tugasnya membongkar berbagai kasus kejahatan. Contoh: Mencari Pencuri Anak Perawan (Suman HS), Percobaan Seria (Suman HS), Kasih Tak Terlerai (Suman HS).

(2) Novel

Berasal dari bahasa Italia novella ‘berita’. Bentuk prosa baru yang melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik, dan yang mengandung konflik. Konflik atau pergulatan jiwa tersebut mengakibatkan perubahan nasib pelaku. Jika roman condong pada idealisme, novel pada realisme. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan lebih panjang dari cerpen. Contoh: Ave Maria

42

Page 44: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(Idrus), Keluarga Gerilya (Pramoedya Ananta Toer), Perburuan (Pramoedya Ananta Toer), Ziarah (Iwan Simatupang), Surabaya (Idrus).

(3) Cerpen

Cerpen Bentuk prosa baru yang menceritakan sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau pertikaian, akan tetapi hal itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya. Contoh: Radio Masyarakat (Rosihan Anwar), Bola Lampu (Asrul Sani), Teman Duduk (Moh. Kosim), Wajah yang Bembah (Trisno Sumarjo), Robohnya Surau Kami (A.A. Navis).

(4) Biografi

Bentuk prosa yang menceritakan riwayat hidup seseorang. Biografi yang menceritakan kehidupan pengarangnya sendiri disebut autobiografi. Contoh: Hikayat Abdullah (Abdullah bin Abdul kadir Munsi), Pengalaman Masa Kecil (Nur St Iskandar).

(5) Drama

Drama (bahasa Yunani: drama ‘tindakan, perbuatan’) adalah karya sastra yang ditulis untuk dipanggungkan, dan bercorak dramatik. Sebuah drama terbagi atas beberapa bagian yang disebut babak dan babak dibagi atas beberapa adegan. Diawali oleh prolog, yaitu kata pendahuluan yang menarik perhatian penonton ke dalam suasana yang dikehendaki, dan diakhiri oleh epilog, yakni kata-kata yang mengandung iktisar seluruh cerita. Sedang percakapan antara dua pelaku disebut dialog. Contoh: Nyai Dasimah (Rustandi), Bebasari (Rustam Effendi), Kertajaya (Sanusi Pane), Lukisan Masa (Armijn Pane), Manusia Baru (Sanusi Pane), Sandyangkalaning Majapahit (Sanusi Pane), Ken Arok Ken Dedes (Mohamad Yamin), Sedih dan Gembira (Usmar Ismail), Taufan Atas Asia (El Hakim), Bulan Bujur Sangkar (Iwan Simatupang).

2. Puisi

a) Puisi lama

Puisi ini merupakan bentuk karya sastra yang terikat oleh jumlah bait, jumlah larik tiap bait, jumlah silaba tiap larik, dan rima.

Mantra dan pantun adalah bentuk puisi lama asli Indonesia; sedangkan syair berasal dari Arab, dan gurindam berasal dari Tamil atau India.

(1) Mantra

Merupakan salah satu bentuk puisi asli Indonesia terdiri atas beberapa bait dengan rangkaian kata yang benilai ritmis. Bahasa mantra dianggap mengandung kekuatan magis, oleh karenanya tidak semua orang dizinkan membacanya kecuali ahlinya, yaitu pawang.

Pasu jantan, pasu rencana

Tutup pasu, penolak pasu

Kau menantang pada aku

Terjantang mataku

Jantungku sudah kugantung

Hati kau sudah kurantai

Sipulut namanya usar

Berderailah daun selasih

43

Page 45: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Aku tutup hati yang besar

Aku gantung lidah yang fasik

Jantungku sudah kugantung

Hatiku sudah kurantai

Rantai Allah, rantai Muhammad

Rantai Baginda Rasulallah

(2) Pantun

Bentuk puisi asli Indonesia yang biasanya tiap bait terdiri atas empat baris yang dibagi atas dua baris pertama mempakan sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi. Rimanya adalah a b a b.

Berburu ke padang datar

mendapat rusa belang kaki

Berguru kepalang ajar

bagai bunga kembang tak jadi

(a) Karmina atau pantun kilat (Pantun 2 larik; I sampiran dan 1 isi)

Sudah gaharu cendana pula

Sudah tahu bertanya pula

(b) Talibun (Parma 6 larik: 3 sampiran, 3 isi)

Kalau anak pergi ke lepau

Yu beli belanak beli

Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi merantau

lbu cari sanakpun cari

lnduksemang cari dahulu

(c) Seloka atau pantun berkait (Ada pertalian antarbait)

Lurus jalan ke Payakumbuh

Kayu jati bertimbal jalan

Di mana hati tidak akan rusuh

Ibu mati bapak berjalan

Kayu jati bertimbal jalan

turun angin patahlah dahan

Ibu mati bapak berjalan

kemana untung diserahkan

44

Page 46: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(3) Gurindam

Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India). Tiap bait terdiri alas dua baris, berisi nasihat. Pengarang gurindam yang terkenal adalah Raja Ali Haji dengan karyanya yang berjudul Gurindam Dua Belas.

Kurang pikir kurang siasat

Tentu dirimu akan tersesat

Barang siapa tinggalkan sembahyang

Bagai rumah tiada bertiang

Jika suami tak berhati lurus

Istripun kelak memadi kurus

(4) Syair

Merupakan puisi lama yang berasal dari Arab. Tiap bait terdiri atas empat baris. Tiap baris biasanya mempunyai delapan sampai dua belas silaba (suku kata). Isinya cerita den rimanya adalah a a a a.

Bulan purnama cahaya terang

bintang seperti intan di karang

Pungguk merawan seorang-orang

Berahikan bulan di amah seberang

Pungguk becinta pagi dan petang

melihat bulan di pagar bintang

Terselap merindu dendamnya datang

dari saujana pungguk menentang.

b) Puisi baru

Bentuk puisi ini berbait dan berirama tetapi tidak terikat oleh jumlah bait, jumlah baris, jumlah silaba dan rima. Puisi baru lebih mementingkan isi daripada irama.

Berdasarkan jumlah lariknya, puisi baru dibedakan atas:

1. distikon (2 larik),

2. terzina (3 larik),

3. kuatrin (4 larik),

4. selestet atau dobel terzina (6 larik),

5. septima (7 larik),

6. oktaf (8 larik), dan

7. soneta (14 larik).

Berdasarkan isinya, puisi baru dibedakan atas balada, elegi, romans,ode, himne, epigram, dan satire.

(1) Balada

Bentuk puisi baru yang isinya berupa cerita dan kisah perjalanan hidup seseorang.

45

Page 47: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

(2) Elegi

Bentuk puisi baru yang berisi kesedihan, suara sukma yang meratap, batin yang mengeluh, serta tangisan hati.

(3) Romans

Bentuk puisi baru yang isinya merupakan luapan perasaan kasih sayang, cinta terhadap sesama.

(4) Ode

Bentuk puisi baru yang isinya berupa sanjungan kepada pahlawan. Bentuk puisi ini juga dikatakan puisi kepahlawanan.

(5) Himne

Bentuk puisi baru yang isinya berupa sanjungan terhadap Tuhan.

Bahkan batu-batu yang keras dan bisu

Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri

Menggeliat derita pada lekuk dan liku

bawah sayatan khianat dan dusta.

Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu

menitikkan darah dari tangan dan kaki

dari mahkota duri dan membulan paku

Yang dikarati oleh dosa manusia.

Tanpa luka-luka yang lebar terbuka

dunia kehilangan sumber kasih

Besarlah mereka yang dalam nestapa

mengenal-Mu tersalib di datam hati.

(Saini S.K)

(6) Epigram

Bentuk puisi baru yang isinya mengandung semangat yang ditujukan kepada generasi muda.

Hari ini tak ada tempat berdiri

Sikap lamban berarti mati

Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan

Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.

(Iqbal)

(7) Satire

Bentuk puisi baru yang berisi sindiran.

Aku bertanya

tetapi pertanyaan-pertanyaanku

membentur jidad penyair-penyair salon,

46

Page 48: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

yang bersajak tentang anggur dan rembulan,

sementara ketidakadilan terjadi

di sampingnya,

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,

termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

(Rendra)

3. Perbandingan ragam

a) Karmina, Distikon, dan Gurindam

Karmina Distikon Gurindam

Sama-sama dua baris dalam satu bait

Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi. Contoh: dahulu karang sekarang besi, dahulu sayang sekarang benci.

Lebih mementingkan isi di samping irama, tidak terikat (bebas). Contoh: berkali kita tinggal, ulangi lagi dan cari akal.

Baris pertama merupakan sebab atau persoalan sedangkan baris kedua merupakan akibat atau penyelesaian. Contoh: kurang pikir kurang siasat, tentu dirimu akan sesat.

b) Pantun dan Syair

Pantun Syair

Keduanya mempunyai baris yang sama dalam satu bait, yaitu 4 baris.

Sajak akhir berirama ab-ab.

Berisi sampiran dan isi.

Sajak akhir berirama aa-aa.

Berisi rangkaian cerita.

c) Pantun dan Soneta

Pantun Soneta

Oktaf (8 baris pertama) pada soneta melukiskan alam sama halnya sampiran pada pantun, dan sektet (6 baris terakhir) merupakan kesimpulan dari oktaf, sama halnya dengan isi pada pantun. Peralihan dari oktaf ke sektet dalam soneta disebut volta.

Rumus persajakan akhir ab-ab; Jumlah baris 4 baris; Mewakili kesusastraan puisi lama.

Rumus persajakan akhir abba-abba-cdc-dcd; jumlah baris 14 baris, terdiri dari 4 bait yakni dua buah kuatrain yang disebut oktaf dan dua buah terzina yang disebut sektet; Mewakili kesusastraan puisi baru.

47

Page 49: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

d) Roman, Novel, dan Cerpen

Roman Novel Cerpen

Sama-sama mewakili kesusastraan prosa baru.

Lebih panjang daripada novel.

Menceritakan seluruh kehidupan dari kecil sampai mati.

Terdiri atas beberapa alur.

Lebih panjang daripada cerpen.

Menceritakan kejadian yang luar biasa yang mengubah nasib pelaku.

Terdiri atas beberapa alur.

Paling pendek.

Hanya menceritakan kejadian dalam kehidupan yang luas.

Hanya satu alur.

e) Novel dan Hikayat

Novel Hikayat

Bentuk kesusastraan baru

Lebih pendek daripada roman

Menceritakan kehidupan masyarakat

Dihiasi ilustrasi kehidupan yang realistis

Bentuk kesusastraan lama

Sama dengan roman

Menceritakan kehidupan raja-raja atau dewa-dewa

Dihiasi dongengan yang serba indah dan fantastis

C. Buku dan pengarang

1. Masa Kesusastraan Lama

1. Mahabarata, oleh: Wyasa

2. Ramayana, oleh: Walmiki

3. Arjuna Wiwaha, oleh: Empu Kanwa

4. Centini, oleh: Ronggowarsito

5. Negara Kertagama, oleh: Empu Prapanca

6. Gatot Kaca Seraya, oleh: Empu Sedah

7. Syair Perahu, oleh Hamzah Fansuri

8. Syair Burung Pungguk, oleh Hamzah Fansuri

9. Syair Abdul Muluk, oleh: Raja Ali Haji

10. Gurindam Dua-belas, oleh: Raja Ali Haji

11. Sejarah Melayu, oleh: Tun Muhamad Sri Lanang

2. Masa Kesusastraan Peralihan (Abdullah bin Abdulkadir Munsi)

1. Hikayat Abdullah

2. Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah

48

Page 50: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

3. Syair Singapura Dimakan Api

4. Hikayat Sang Boma

5. Hikayat Bakhtiar

3. Masa Balai Pustaka

1. Siti Nurbaya, oleh: Marah Rusli

2. Salah Asuhan, oleh: Abdul Muis

3. Kasih Tak Terlerai, oleh: Suman HS

4. Salah pilih, oleh: Nur St. Iskandar

5. Cinta Membawa Maut, oleh: Nur St. Iskandar

6. Hulubalang Raja, oleh: Nur St. Iskandar

7. Katak Hendak Menjadi Lembu, oleh: Nur St. Iskandar

8. Neraka Dunia, oleh: Nur St. Iskandar

9. Karena Mertua, oleh: Nur St. Iskandar

10. Cinta dan Keajaiban, oleh: Nur St. Iskandar

11. Darah Muda, oleh: Adinegoro

12. Surapati, oleh: Abdul Muis

13. Pertemuan Jodoh, oleh: Abdul Muis

14. Robert Anak Surapati, oleh: Abdul Muis

15. Percobaan Setia, oleh: Suman HS

16. Mencari Pencuri Anak Perawan, oleh: Suman HS

17. Teman Duduk (cerpen), oleh: M. Kosim

18. Menebus Dosa, oleh: Aman Datuk Majoindo

19. Sukreni Gadis Bali, oleh: I Gusti Nyoman panji Tisna

20. l Swasta Setahun di Bedahulu, oleh: I Gusti Nyoman panji Tisna

21. Kehilangan Mestika, oleh: Hamidah

22. Pahlawan Minahasa, oleh: M.H. Dayoh

23. Andong Teruna, oleh: Sutomo jauhar Arifin

4. Masa Pujangga Baru

1. Layar Terkembang, oleh: S.T. Alisyahbana

2. Dian yang Tak Kunjung Padam, oleh: S.T. Alisyahbana

3. Anak Perawan di Sarang Penyamun, oleh: S.T. Alisyahbana

4. Di Bawah Lindungan Ka’bah, oleh: Hamka

5. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, oleh: Hamka

49

Page 51: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

6. Bebasari (drama), oleh: Sanusi Pane

7. Kertajaya ( drama), oleh: Sanusi Pane

8. Sandyangkalaning Majapahit(drama), oleh: Sanusi Pane

9. Puspa Mega, oleh: Sanusi Pane

10. Madah Kelana, oleh: Sanusi Pane

11. Manusia Baru (drama), oleh: Armijn Pane

12. Lukisan Manusia(drama), oleh: Armijn Pane

13. Ratna (drama), oleh: Armijn Pane

14. Lenggang Kencana (drama), oleh: Armijn Pane

15. Ken Arok Ken Dedes, oleh: M Yamin

16. Diponegoro, oleh: M Yamin

17. Tanah Air, oleh: M Yamin

18. Dalam Lingkungan Kawat Berduri, oleh: Asmara Hadi

19. Rindu Dendam, oleh: Y.E. Tatengkeng

20. Buah Rindu, oleh: Amir Hamzah

21. Nyanyi Sunyi, oleh: Amir Hamzah

22. Setanggi Timur, oleh: Amir Hamzah

23. Puspa Aneka, oleh: Yogi ( A. Rivai )

24. Dewan Sajak, oleh: A. Hasjimi ( Ali Hasjim )

5. Masa Angkatan 45

1. Sedih dan Gembira (kumpulan drama), oleh: Usmar Ismail

2. Kita Berjuang(puisi), oleh: Usmar Ismail

3. Cahaya Merdeka (puisi), oleh: Usmar Ismail

4. Puntung Berasap (puisi), oleh: Usmar Ismail

5. Taufan di Atas Asia (kumpulan drama), oleh: El Manik

6. lnlelek lstimewa, oleh: El Manik

7. Benciku Melaut, oleh: Amal Hamzah

8. Pembebasan Pertama (puisi), oleh: Amal Hamzah

9. Radio Masyarakat, oleh: Rosihan Anwar

10. Kerikil Tajam(puisi), oleh: Chairil Anwar

11. Deru Campur Debu (puisi), oleh: Chairil Anwar

12. Kejahatan Membalas Dendam(drama), oleh: Idrus

13. Coret-coret di Bawah Tanah (drama), oleh: Idrus

14. Jalan Tak Ada Ujung, oleh: Mochtar Lubis

50

Page 52: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

15. Tak Ada Esok, oleh: Mochtar Lubis

16. Keretakan dan Ketegangan,(Kumpulan cerpen), oleh: Achdijat Kartamiharja

17. Yang Terhempas dan yang Terkandas,(Kumpulan cerpen), oleh: Rusman Sutiasumarga

18. Kata Hati dan Perbuatan (puisi), oleh: Trisno Sumardjo

19. Wajah yang Berubah (kumpulan cerpen), oleh: Trisno Sumardjo

20. Kota Harmoni, oleh: Idrus

6. Masa Angkatan 50

1. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen),oleh: A.A. Navis

2. Kemarau (roman), oleh: A.A. Navis

3. Bianglala (kumpulan cerpen), oleh: A.A. Navis

4. Kisah-kisah Revolusi, oleh: Trisno Yuwono

5. Pagar Kawat Berduri (roman), oleh: Trisno Yuwono

6. Laki-laki dan Mesiu, (kumpulan cerpen), oleh: Trisno Yuwono

7. Bulan Bujur Sangkar (drama), oleh: Iwan Simatupang

8. Lebih hitam dari Hitam (cerpen), oleh: Iwan Simatupang

9. Kering (roman), oleh: Iwan Simatupang

10. Merahnya Merah, oleh: Iwan Simatupang

11. Ziarah (novel), oleh: Iwan Simatupang

12. Pulang (roman), oleh: Toha Mochtar

13. Daerah tak Bertuan (roman), oleh: Toha Mochtar

14. Kejantanan di Sumbing (kumpulan cerpen),oleh: Subagio Sastrowardojo

15. Simphoni, oleh: Subagio Sastrowardojo

16. Perjalanan Pengantin, oleh: Ajip Rosidi

17. Jalan ke Surga, oleh: Ajip Rosidi

7. Masa Angkatan 66

1. Benteng dan Tirani (kumpulan puisi), oleh: Taufik Ismail

2. Sajak Ladang Jagung (kumpulan puisi), oleh: Taufik Ismail

3. Selamatan Anak Cucu Sulaiman (drama), oleh: W.S. Rendra

4. Blues untuk Bonnie(kumpulan puisi), oleh: W.S. Rendra

5. Ia Sudah Bertualang (kumpulan cerpen), oleh: W.S. Rendra

6. Balada Orang-Orang Tercinta (k. puisi), oleh: W.S. Rendra

7. Pada Sebuah Kapal (novel), oleh: Nh. Dini

8. Namaku Hiroko (novel), oleh: Nh. Dini

51

Page 53: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

9. Sebuah Lorong di Kotaku (novel), oleh: Nh. Dini

10. Ladang Perminus (novel), oleh: Ramadhan K.H.

11. O, Amuk, Kapak (kumpulan puisi), oleh: Sutardji Calzoum Bachri

12. Perahu Kertas (kumpulan poisi), oleh: Sapardi Djoko Damono

13. Pergolakan (novel), oleh: Wildan Yatim

14. Stasiun (novel), oleh: Putu Wijaya

15. Raumanen (novel), oleh: Mariane Katoppo

D. Unsur karya sastra

1. Unsur lntrinsik

Unsur yang terdapat di dalam diri karya sastra itu sendiri, yakni:

1. tema: pokok penceritaan,

2. alur (plot): jalinan peristiwa yang membangun cerita yang mempunyai hubungan sebab-akibat,

3. penokohan/perwatakan,

4. latar: tempat, waktu, dan suasana yang melingkupi terjadinya cerita,

5. gaya bahasa penceritaan,

6. sudut pandang, dan

7. amanat.

2. Unsur Ekstrinsik

Unsur yang terdapat di luar karya sastra yang memengaruhi kelahiran dan keberadaan suatu karya sastra dan mempermudah memahami karya sastra tersebut.

Faktor-faktor tersebut antara lain: biografi pengarang, agama, dan falsafah yang dianut pengarang, sejarah, dan kondisi sosial ekonomi masyrakat yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.

E. Beberapa istilah

1. Realisme

Aliran kesusastraan yang mengambil realitas sebagai unsur terpenting bagi karya sastra. Jadi, merupakan aliran yang berlandaskan pada kenyataan sehari-hari yang hidup dalam suatu masyarakat.

Realisme dibagi menjadi:

a. lmpresionisme, aliran yang mementingkan kesan sepintas dalam karya sastra.

b. Naturalisme, bagian dari realisme, yang cenderung melukiskan segi-segi bentuk atau kebobrokan yang terdapat dalam lingkungan masyarakat.

c. Determinisme, cabang naturalisme, yang menampilkan semacam paksaan nasib atas pelakunya. Dalam hal ini nasib bukan yang dikarenakan ketidakmampuan pelaku, tetapi karena keadaan masyarakat, penyakit keturunan, dll.

52

Page 54: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

2. Ekspresionisme

Aliran yang menampilkan curahan atau gejolak jiwa pengarang sendiri. Kebanyakan digunakan dalam puisi. Ekspresionisme dibagi menjadi:

a. Romantik, aliran yang terlalu mengutamakan perasaan; bahkan kadang-kadang penuh angan-angan yang menyeret kita pada alam yang fantastis.

b. Simbolik, aliran yang mempelajari pemakaian citraan yang konkret untuk mengungkapkan perasaan atau ide yang abstrak.

c. Surealisme, aliran yang berusaha mengungkapkan pengaruh bawah sadar.

d. Psikologisme, aliran yang mengutamakan penguraian jiwa tokoh dalam karya sastra berdasarkan teori psikologi yang dipergunakan pengarangnya.

3. Epik

berasal dari bahasa, Yunani yang berarti ‘kata’ atau ‘kisah’ dalam hal ini epik merupakan cerita yang tidak terlalu dipengaruhi oleh perasaan pengarangnya. Jadi merupakan karangan objektif.

4. Lirik

dari kata lier, ‘sejenis gitar’. Di sini lirik mengandung arti karangan yang terlalu menonjolkan perasaan atau terlalu dipengaruhi perasaan. Jadi, karangannya bersifat subjektif.

5. Alur (plot)

ialah jalinan peristiwa yang memperlihatkan kepaduan (koherensi) tertentu yang diwujudkan, antara lain, oleh hubungan sebab-akibat, tokoh wira, tema, atau ketiganya.

6. Bombas (bombast)

ialah gaya bercerita dengan menggunakan kata-kata yang muluk-muluk, yang dibesar-besarkan, atau yang mengandung bualan.

7. Citraaan (imagery)

ialah gambaran kejiwaan yang diperoleh pembaca dari bahasa yang digunakan oleh pengarang.

8. Hikayat

ialah jenis cerita rekaan populer dalam sastra Melayu lama, yang berkisah tentang pengembaraan, percintaan, peperangan putra raja, pahlawan, atau saudagar, yang dalam perwujudannya dianggap cerita sejarah atau biografi.

9. Kaba

ialah jenis prosa berirama yang dapat didendangkan dalam sastra Minangkabau. Penggalan yang didendangkan itu terdiri atas tujuh sampai sepuluh suku kata. Contoh: Siapa orang yang terbakar, kabar Raja Babanding, dalam negeri Padang Tarap, di Ranah Payung Sekaki, di Kerambil nan atap tungku, di Cempedak nan besar, di Anjung nan lah tinggi.

53

Page 55: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

10. Kritik sastra (literary criticism)

ialah suatu cabang ilmu sastra yang melakukan penganalisisan, penafsiran, dan penilaian tentang baik dan buruknya karya sastra yang bersangkutan.

11. Langgam; gaya bahasa (style)

ialah kata, ungkapan, struktur, atau wacana yang dipakai secara khas sehingga menjadi ciri penulisnya.

12. Mitos (myth)

ialah cerita tradisional yang tidak diketahui pengarangnya, yang berkisah mengenai manusia dan peristiwa adikodrati, serta yang dipercaya kebenarannya oleh masyarakat pemilik cerita tersebut.

13. Pelipur lara (folkroman)

ialah jenis cerita rakyat dalam sastra Melayu lama yang mengungkapkan kehidupan istana; cerita yang bersifat menghibur ini umumnya bermula dengan kelahiran tokoh, kemudian peperangan, dan akhimya perkawinan serta kehidupan yang bahagia; istilah ini juga digunakan untuk mengacu kepada pembawa cerita semacam itu.

14. Sage (saga)

ialah kisahan panjang atau legenda tentang peristiwa heroik yang biasanya dikaitkan dengan cerita kuno yang mengungkapkan petualangan para bangsawam; kini sage merujuk kepada legenda tradisional atau dongeng yang melibatkan pengalaman dan prestasi luar biasa. Contoh: Hang Tuah.

VII. Gaya bahasa

Yang dimaksud dengan gaya bahasa ialah cara pengungkapan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan den efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal den seintensif mungkin.

A. Penegasan

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

1 Alusio Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum

Dalam bergaul hendaknya kau waspada;

Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.

Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.

2 Antiklimaks Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin rendah tingkatannya.

Kakeknya, ayahnya, dia sendiri, anaknya, dan sekarang cucunya tak luput dari penyakit keturunan itu.

54

Page 56: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

3 Antitesis Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan kata-kata yang artinya bertentangan.

Tinggi-rendah harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi kelakuanmu.

4 Antonomasia Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.

Si Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah Si Jangkung.

5 Asindeton Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.

Buku tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat Anda beli di toko itu.

6 Elipsis Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.

"Kalau belum jelas, akan saya jelaskan lagi."

"Saya khawatir, jangan-jangan dia ...."

7 Eufemisme Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.

Putra Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.

Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.

8 Hiperbolisme Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.

Suaranya mengguntur membelah angkasa.

Air matanya mengalir menganak sungai.

9 Interupsi Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frasa yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.

Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.

10 Inversi Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.

Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota.

11 Klimaks Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.

Di dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi ini dirayakan dengan meriah.

55

Page 57: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

12 Koreksio Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).

Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang, eh maaf, silakan saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia.

13 Metonimia Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.

Ayah pergi ke Bandung mengendarai kijang.

Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.

14 Parafrasa Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frasa yang lebih panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.

Ketika mentari membuka lembaran hari, anak sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.

15 Paralelisme Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.

Contoh Anafora:

Sunyi itu duka

Sunyi itu kudus

Sunyi itu lupa

Sunyi itu lampus

Contoh Epifora:

Rinduku hanya untukmu

Cintaku hanya untukmu

Harapanku hanya untukmu

16 Pars pro toto Gaya bahasa yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan.

Setiap kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.

Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.

17 Pleonasme Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.

Benar! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di tempat itu.

Dia maju dua langkah ke depan.

18 Polisindeton Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).

Buku tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat dibeli di toko itu.

56

Page 58: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

19 Repetisi Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.

Harapan kita memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.

Sekali merdeka, tetap merdeka!

20 Retoris Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenarnya tidak bertanya.

Bukankah kebersihan adalah pangkal kesehatan?

Inikah yang kau namakan kerja?

21 Sinekdoke Terdiri dari pars pro toto (sebagian untuk keseluruhan) dan totem pro parte (keseluruhan untuk sebagian).

22 Tautologi Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat.

Engkau harus dan wajib mematuhi semua peraturan.

Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.

23 Totem pro parte

Gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final perebutan Piala Thomas.

B. Perbandingan

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

1 Alegori Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara menyeluruh.

Kami semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua akan sanggup menghadapi badai dan gelombang.

2 Litotes Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau yang menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari yang dimaksud untuk merendahkan diri.

Dari mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.

Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.

3 Metafora Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.

Gelombang demonstrasi melanda pemerintah orde lama.

Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.

57

Page 59: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

4 Personifikasi Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda mati atau benda hidup selain manusia dengan manusia; dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.

Bunyi lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.

Nyiur melambai-lambai di tepi pantai

5 Simbolik Adalah gaya, bahasa kiasan, mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.

Janganlah kau menjadi bunglon.

6 Simile Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.

Hidup tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.

Wajahnya seperti rembulan.

7 Tropen Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.

Seharian ia berkubur di dalam kamarnya.

Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.

C. Pertentangan

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

1 Anakronisme Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada suatu zaman.

Mahapatih Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak menengah.

2 Kontradiksio in terminis

Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh pernyataan yang kemudian.

Suasana sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus kedengaran berdetak-detik.

58

Page 60: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

3 Okupasi Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan dan penjelasan.

Sebelumnya dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada perhatian dari orang tuanya.

Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.

4 Paradoks Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yang membentuk satu kalimat.

Dengan kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.

Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.

D. Sindiran

No Gaya bahasa Pengertian Contoh

1 Inuendo Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.

Ia menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.

2 Ironi Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.

Eh, manis benar teh ini. (maksudnya: pahit).

3 Sarkasme Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.

Jangan coba-coba mengganggu adikku lagi, monyet!

Dasar goblok, sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti.

4 Sinisme Semacam ironi, tetapi agak lebih kasar. Hai, harum benar baumu. Tolong agak menyisih sedikit.

VIII.Kemahiran berbahasa

Yang dimaksud dengan kemahiran berbahasa disini ialah kesanggupan seseorang menggunakan bahasa dalam berkominikasi. Jika seseorang mempunyai kemampuan menggunakan bahan untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya secara efektif dan efisien kepada orang lain, dan dia sanggup pula memahami amanat yang disampaikan oleh orang lain kepadanya melalui bahasa, berarti orang tersebut mempunyai kemahiran berbahasa.

59

Page 61: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

Kemahiran berbahasa meliputi kemahiran berbicara, mendengar, menulis,dan membaca. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam bab ini akan kita bicarakan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan kalimat efektif, alinea atau paragraf, ragam karangan ilmiah, diskusi dengan segala ragamnya, serta tipe pemimpin dan peserta diskusi yang dianggap baik.

A. Kalimat efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis, serta sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis. Kalimat efektif mudah ditangkap dan mudah dipahami, dan mempunyai potensi untuk tampil lebih hidup dan lebih segar.

Dilihat dari segi pembicara atau penulis, kalimat efektif menghendaki syarat berupa penguasaan kaidah sintaksis (tata kalimat) dan beberapa aspek kebahasaan esensial lainnya, antara lain penguasaan secara aktif sejumlah besar kosakata (perbendaharaan kata) dan kemampuan menemukan gaya yang paling cocok untuk mengungkapkan atau menyampaikan gagasan.

Dilihat dari segi kalimat itu sendiri, kalimat efektif menghendaki syarat sebagai berikut: (1) kesatuan gagasan yang jelas, (2) kepaduan atau koherensi yang baik dan kompak, (3) penekanan yang wajar atau kewajaran, (4) kesejajaran atau paralelisme, (5) penalaran atau logika, dan (6) keanekaragaman atau variasi.

1. Kesatuan

Kesatuan gagasan sebuah kalimat akan terwujud dengan baik apabila fungsi-fungsi ( jabatan-jabatan ) kalimat jelas. Untuk mewujudkan fungsi-fungsi kalimat yang jelas diperlukan: (1) kecermatan penggunaan kata tugas, (2) ketetapan pemakaian kata, (3) kecermatan penggabungan dua buah konstruksi atau lebih guna menghindari kontaminasi (kerancuan), dan (4) ketepatan makna kalimat dengan menghindari kemungkinan penafsiran ganda.

Tabel 1 Kesatuan dalam kalimat efektif

Salah Benar

(1.a) Di desa-desa sudah banyak memiliki posyandu

(1.b) Desa-desa sudah banyak memiliki posyandu.

(2.a) Bagi yang berminat mengikuti lomba ini diharap segera menghubungi panitia.

(2.b) Yang berminat mengikuti lomba ini harap segera menghubungi panitia.

(3.a) Jalan layang untuk mengatasi kemacetan lalu lintas kendaraan.

(3.b) Jalan layang mengatasi kemacetan lalu lintas kendaraan.

(3.c) Jalan layang dibuat untuk mengatasi kemacetan lalu lintas kendaraaan.

(4.a) Suami yang tidak bertanggung jawab itu tega membiarkan istri dan anaknya lahir di atas tikar usang yang sudah koyak.

(4.b) Bapak yang tidak bertanggung jawab itu tega membiarkan anaknya lahir di atas tikar usang yang sudah koyak.

(4.c) Suami yang tidak bertanggung jawab itu tega membiarkan istrinya melabirkan anak di atas

60

Page 62: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

tikar usang yang sudah koyak.(benar)

(5.a) Abas mendapat bagian dua puluh lima ribuan. (salah)

(5.b) Abas mendapat bagian dua puluh lima ribu rupiah. (benar)

(5.c) Abas mendapat bagian seratus ribu rupiah. (benar)

(6.a) Togop bersembunyi di kamar kecil itu. (salah)

(6.b) Togop bersembunyi di kamar sempit itu. (benar)

(6.c) Togop bersembunyi di kakus itu. (benar)

2. Kepaduan

Koherensi atau perpautan adalah hubungan timbal balik antar unsur yang membangun kalimat. Koherensi dapat terwujud dengan tata urutan kata atau kelompok kata yang tepat dalam sebuah kalimat.

Koherensi akan rusak oleh kesalahan penggunam kata tugas, pemakaian kata yang maknanya tumpang-tindih, pemakaian kata-kata yang maknanya kontradiktif, dan kesalahan penempatan keterangan aspek.

Tabel 2 Kepaduan dalam kalimat efektif

Salah Benar

(7.a) Tarmudi meninggalkan Surabaya bersama anak dan istrinya.(salah)

(7.b) Tarmudi bersama anak dan istrinya meninggalkan Surabaya.(benar)

(8.a) Kakek saya menikmati dengan sepuas-puasnya tadi pagi teh manis buatan ibu saya. (salah)

(8.b) Tadi pagi kakek saya menikmati teh manis buatan ibu saya dengan sepuas-puasnya. (benar)

(9.a) Perbuatannya itu hanya akan mencemarkan bagi nama baik keluarga dan dirinya. (salah)

(9.b) Perbuatannya itu hanya akan mencemarkan nama baik keluarga dan dirinya sendiri. (benar)

(10.a) Banyak para pengamat berpendapat bahwa meliburkan anak sekolah bukan cara terbaik guna menyukseskan pemilu mendatang. (salah)

(10.b) Banyak pengamat berpendapat bahwa meliburkan anak sekolah bukan cara terbaik guna menyukseskan pemilu mendatang.(benar)

(11.a) Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari. (salah)

(11.b) Kita sering membuat kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari. (benar)

(12.a) Saya sudah dengar berita itu kemarin siang. (salah)

(12.b) Sudah saya dengar berita itu kemarin siang. (benar)

(13.a) Mereka akan ambil sendiri barang-barang ini nanti sore. (salah)

(13.b) Akan mereka ambil sendiri barang-barang ini nanti sore. (benar)

61

Page 63: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

3. Kewajaran

Penekanan yang wajar dapat dilakukan dengan jalan membubuhkan partikel penekan, mempergunakan repetisi, membuat pertentangan, dan menambahkan kata yang maknanya menyangatkan.

Tabel 3 Kewajaran dalam kalimat efektif

Salah Benar

(14.a) Pergi dia mengikuti kehendak hatinya.

(14.b) Pergilah dia mengikuti kehendak hatinya.

(15.a) Kamu suka kepadanya, aku suka kepadanya.

(15.b) Kamu suka kepadanya, aku pun suka kepadanya.

(16.a) Harapan kita begitu.

(16.b) Harapanmu begitu, harapanku juga begitu, harapan kita memang begitu.

(17.a) Ia seorang pemberani.

(17.b) Ia bukan seorang penakut, melainkan seorang pemberani.

(18.d) Istri Pak Ali sangat cantik sekali. (18.a) lstri Pak Ali cantik.

(18.b) Istri Pak Ali sangat cantik.

(18.c) lstri Pak Ali cantik sekali.

4. Kesejajaran

Paralelisme atau kesejajaran sangat penting artinya bagi kejelasan kalimat. Paralelisme diperlukan dalam kalimat-kalimat yang mengandung perincian. Untuk mewujudkan adanya kesejajaran, kata-kata yang merupakan perincian atas salah satu fungsi kalimat hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang sama atau sejajar.

Tabel 4 Kesejajaran dalam kalimat efektif

Salah Benar

(19.a) Cara menegaskan atau mementingkan sebuah kata dalam kalimat ialah pemutasian, penambahan partikel, menggarisbawahi kata tersebut, atau mengulang kata yang sama. (salah)

(19.b) Cara menegaskan atau mementingkan sebuah kata dalam kalimat ialah pemutasian, penambahan partikel, penggarisbawahan kata tersebut, atau pengulangan kata yang sama. (benar)

(19.c) Cara menegaskan atau mementingkan sebuah kata dalam kalimat ialah menggarisbawahi

62

Page 64: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

kata tersebut, mengulang kata yang sama, memutasikan, atau menambahkan partikel penekan. (benar)

(20.a) Proyek raksasa itu membutuhkan dana yang besar, waktu yang lama, dan keterampilan para pekerjanya. (salah)

(20.b) Proyek raksasa itu membutuhkan dana yang besar, waktu yang lama, dan para pekerja yang terampil. (benar)

5. Penalaran

Kalimat yang efektif adalah kalimat yang memperlihatkan logika yang baik. Logika atau penalaran adalah proses berpikir yang baik dan teratur. Sebuah kalimat yang tidak menunjukkan keteraturan berpikir penuturnya adalah kalimat yang tidak efektif.

Tabel 5 Penalaran dalam kalimat efektif

Salah Benar

(21.a) Tina memang pandai menari, tetapi mendung yang hitam itu membuat orang ragu-ragu untuk bepergian. (salah)

(21.b) Tina memang pandai menari, tetapi ia tidak menjadi sombong karena kepandaiannya itu. (benar)

(21.c) Biasanya pada hari libur banyak orang bepergian, tetapi mendung yang hitam ini membuat orang ragu-ragu untuk bepergian. (benar)

(22.a) Pengunjung pergelaran musik Kantata Takwa hampir mencapai seratus dua puluh ribu orang lebih. (salah)

(22.b) Pengunjung pergelaran musik Kantata Takwa hampir mencapai seratus dua puluh ribu orang. (benar)

(22.c) Pengunjung pergelaran musik Kantata Takwa mencapai seratus dua puluh ribu orang lebih. (benar)

6. Keanekaragaman

Variasi atau keanekaragaman sangat penting artinya dalam karangan yang panjang. Sebuah karangan yang monoton akan membosankan pembaca. Bila pembaca menjadi bosan dengan kalimat-kalimat yang kurang variatif, berarti secara keseluruhan karangan tersebut tidak efektif.

Variasi dalam sebuah karangan dapat berupa variasi panjang-pendek kalimat, variasi bentuk kalimat, variasi bentuk predikat, variasi pilihan kata, dan sebagainya.

Tabel 6 Keanekaragaman dalam kalimat efektif

Salah Benar

(23.a) Selesai mengerjakan PR, lalu Andi membaca majalah, lain menggunting artikel yang menarik, lalu menempelkan guntingan itu pada

(23.b) Setelah selesai mengerjakan PR, Andi membaca majalah,kemudian menggunting artikel yang menarik, lalu menempelkan guntingan itu

63

Page 65: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

sehelai kain. (salah) pada sehelai kertas. (benar)

B. Alinea

Alinea, atau paragraf, adalah seperangkat kalimat yang berkaitan satu sama lain, membentuk satu kesatuan untuk mengungkapkan atau mengemukakan satu gagasan pokok. Alinea mempunyai satu kesatuan pikiran yang lebih luas dari kalimat.

Sebuah alinea hanya memuat satu gagasan utama atau satu pikiran pokok. Jika kita hendak mengemukakan dua gagasan utama, kita harus menuangkannya dalam dua alinea yang berbeda. Gagasan utama biasanya didukung oleh beberapa gagasan bawahan, yang disebut juga pikiran penjelas.

Gagasan utama lazimnya dituang dalam sebuah kalimat topik, sedang pikiran penjelas dituang dalam kalimat-kalimat penjelas. Jadi, kalimat topik ialah kalimat yang memuat gagasan utama sebuah alinea, sedang kalimat penjelas ialah kalimat yang mengandung pikiran penjelas alinea itu.

Sebuah alinea yang kalimat topiknya terletak di bagian awal dinamakan alinea deduktif, sedang yang terletak di bagian akhir kalimat disebut alinea induktif. Jika kalimat topik sebuah alinea diletakkan di bagian awal kemudian diulang lagi di bagian akhir, alinea demikian dinamakan alinea campuran atau alinea induktif-deduktif.

Selain ketiga jenis alinea di atas, ada alinea yang tidak mempunyai kalimat topik. Gagasan nama alinea tersebut terdapat pada seluruh kalimat yang ada, yang satu sama lain menggambarkan keadaan tertentu. Alinea demikian lazimnya dinamakan alinea deskriptif.

1. Alinea deduktif

Komunikasi umumnya tampil dalam bentuknya yang informatif, edukatif dan persuasif. Maksudnya, komunikasi biasa digunakan orang untuk menyampaikan pesan, mendidik, atau memengaruhi persepsi lawan bicara, sehingga terbentuk sikap dan bahkan opini baru.

2. Alinea induktif

Orang tua, siapa pun dia, janganlah menjajah anak. Sebaliknya anak patutlah selalu ingat hahwa sejahat-jahatnya orang tua, dia tidak akan sampai hati membunuh anak hanya karena haknya tidak dipenuhi oleh anak. Namun perlu sekali menyadari, bahwa orang tua selamanya menghendaki yang baik bagi anaknya, sekalipun harus diakui bahwa yang menurutnya baik itu, tidak selalu demikian menurut ukuran umum. Dengan demikian, yang perlu ialah bagaimana menciptakan cara terbaik untuk mencapai saling pengertian.

3. Alinea campuran

Mencari dasar baru yang kekal, aman, dan pasti, bukan perkara kecil. Satu langkah ke depan dalam hal ini sulit sekali. Sebaliknya, satu langkah ke belakang yang tanpa kita sadari mudah sekali terjadi. Karena itu sering kita terjebak langkah mundur, dan sekarang itulah yang sedang kita alami.

4. Alinea deskriptif

Hamparan sawah membentang luas. Padi menguning menunduk berayun-ayun, meliuk-liuk ditiup angin lembah, beromba-ombak bagai samudra. Dangau-dangau berpencaran. Bocah-bocah bertepuk sorak dengan suara nyaring, mengusir kawanan-kawanan parkit yang berpesta pora

64

Page 66: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

memakan bulir-bulir padi. Bukit yang membujur bagaikan raksasa tidur, membatas di kejauhan, berselimut mega seputih kapas, menambah asri pemandangan.

C. Karangan

1. Ragam karangan

Biasanya karangan dibedakan atas karangan fiktif dan karangan faktual. Yang pertama disebut fiksi, sedang yang kedua dinamakan nonfiksi. Fiksi umumnya hanya mengetengahkan hasil rekaan atau imajinasi atau khayal pengarang. Imajinasi tersebut sering pula didasarkan pada peristiwa sehari-hari sehingga ada kemungkinan dapat terjadi. Sebaliknya, karangan nonfiksi menyajikan peristiwa secara apa adanya atau secara objektif. Bahasa fiksi biasanya bersifat konotatif dan subjektif, bahasa nonfiksi cenderung objektif dan denotatif.

Termasuk karangan fiktif ialah roman, novel, cerpen, kisah perjalanan, legenda, fabel, mite, dan hikayat. Sedang contoh karangan nonfiktif dapat kita kemukakan misalnya, resensi, skripsi, tesis, desertasi, laporan, paper atau makalah, yang semuanya termasuk karangan ilmiah.

2. Bentuk karangan

a) Eksposisi

Eksposisi atau paparan ialah salah satu bentuk wacana atau karangan yang bermaksud menjelaskan, mengembangkan, atau menerangkan suatu gagasan. Tujuannya untuk menambah pengetahuan pembaca tanpa berusaha untuk mengubah pendirian atau memengaruhi sikap pembaca. Contoh:

Kantor Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang representatif, kini mulai dibangun di Palu, setelah tertunda dua tahun. Pembangunan kantor di Jalan Sam Ratulangi Palu Timur itu, direncanakan rampung 2 - 3 tahun mendatang, dengan biaya sekitar Rp 10 milyar. Demikian keterangan Sekwilda Sulteng, Amur Muchasim SH, Rabu (4/10) di Palu Ia menjelaskan, untuk tahap pertama, serta bangunan sayap dapat dirampungkan Februari 1996.

b) Narasi

Narasi adalah sejenis karangan atau cerita yang isinya mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa menurut urutan waktu atau secara kronologis. Kejadian yang dikisahkan dapat bersifat khayali atau faktual, atau gabungan dari keduanya. Narasi ini sering dimasukkan ke dalam golongan karangan fiktif, jadi tercakup di dalamnya ialah roman, novel,cerpen, hikayat, tambo, dan dongeng. Contoh:

Sejak kecil orang tuanya sudah tiada, tetapi Tuhan telah menolongnya, sehingga kini ia menjadi orang yang berguna baik untuk diri sendiri maupun masyarakatnya.

Beratus-ratus tahun Indonesia telah dljajah Belanda. Perang Dunia II pecah, dan Belanda di Indonesia kemudian takluk oleh Jepang, kini Jepanglah yang menguasai dan mengangkangi Indonesia. Ini tidak lama memang, karena Sekutu dapat mengalahkan Jepang dengan dibomnya Hiroshima dengan bom atom. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia umuk memproklamirkan kemerdekaannya. Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hata, pada tangga 17 Agustus 1945.

65

Page 67: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

c) Deskripsi

Deskripsi, disebut juga lukisan, yaitu salah satu bentuk karangan yang menggambarkan suatu keadaan, kejadian, atau peristiwa sejelasmungkin sehingga pembaca mendapat kesan seperti melihat sendiri sesuatu yang digambarkan itu. Lihat contoh alinea deskriptif.

d) Argumentasi

Argumentasi adalah sebuah wacana yang berusaha meyakinkan atau membuktikan kebenaran suatu pernyataan, pendapat, sikap, atau keyakinan. Dalam argumentasi ini, suatu gagasan atau pernyataan dikemukakan dengan alasan yang kuat dan meyakinkan sehingga orang yang membacanya akan terpengaruh untuk membenarkan pernyataan, pendapat, dan sikap yang diajukan. Contoh:

Amin memang murid yang baik. Setiap hari ia datang ke sekolah selalu lebih awal dari teman-temannya. Semua pekerjaan rumah tidak ada yang tidak diselesaikannya. Kepada gurunya dan orang tua ia selalu bersikap hormat. Bahwa prestasi belajarnya juga jauh lebih baik dari teman-temannya dapat dilihat dalam rapornya yang tidak pernah ada angka merah. Tak ayal lagi ia akan menjadi mahasiswa yang baik.

e) Persuasi

Persuasi ialah bentuk wacana yang tujuannya adalah meyakinkan, mengajak atau membangkitkan suatu tindakan dengan mengemukakan alasan-alasan yang kadang-kadang agak emosional. Jika argumentasi berusaha membuktikan kebenaran atau pernyataan melalui proses penalaran yang sehat, persuasi berusaha merebut perhatian dan membangkitkan tindakan terhadap pembacanya. Contoh:

Semua orang tahu bahwa kebersihan adalah pangkal kesehatan. Namun demikian, masih banyak anggota masyarakat kita yang tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan. Inilah masalah yang sulit dipecahkan. Seandainya saja setiap anggota masyarakat peduli akan kebersihan di sekitar tempat tinggalnya, tentulah kualitas kesehatan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, marilah kita mencoba untuk menjadikan diri kita masing-masing peduli terhadap kebersihan lingkungan. Kesadaran ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, di antaranya ialah tidak membuang sampah sembarangan.

Tabel 7 Eksposisi versus argumentasi

Persamaan Perbedaan

1. Sama-sama menjelaskan pendapat dan keyakinan penulis.

2. Sama-sama memerlukan fakta yang diperkuat atau diperjelas dengan angka, peta, statistik, grafik, gambar, dan lain-lain.

3. Sama-sama memerlukan analisis dan sintesis pada waktu mengupas sesuatu.

4. Sama-sama menggali sumber ide melalui (1) pengalaman, (2) pengamatan dan penelitian, (3) sikap dan keyakinan, serta (4) daya khayal tidak digunakan.

1. Tujuan paparan hanya menjelaskan dan menerangkan, sehingga pembaca memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya. Sedangkan argumentasi bertujuan memengaruhi pembaca, sehingga pembaca akhirnya menyetujui bahwa pendapat, keyakinan, dan sikap penulis benar.

2. Grafik, statistik, dan lain-lain pada paparan untuk menjelaskan. Sedangkan grafik, statistik dan lain-lain pada argumentasi untuk membuktikan.

3. Pendahuluan pada paparan memperkenalkan

66

Page 68: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

topik dan tujuan yang akan dipaparkan. Sedangkan pendahuluan atau pembuka pada argumentasi berisi latar belakang dan sejarah persoalan, sistematika yang digunakan, pengertian persoalan, serta tujuan argumentasi.

4. Penutup pada akhir paparan biasanya menegaskan lagi apa yang telah diuraikan sebelumnya. Sedangkan penutup pada akhir argumentasi biasanya menyimpulkan apa yang telah diuraikan sebelumnya.

3. Karangan ilmiah

Yang dimaksud karangan ilmiah ialah karangan yang mengungkapkan buah pikiran hasil pengamatan, penelitian, atau peninjauan terhadap sesuatu yang disusun menurut metode dan sistematika tertentu, dan yang isi serta kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

Ciri karangan ilmiah adalah:

1. logis, maksudnya semua keterangan yang diketengahkan mempunyai alasan yang dapat diterima akal,

2. sistematis, yaitu semua yang dipaparkan disusun dalam urutan yang berkesinambungan,

3. objektif atau faktual, artinya keterangan yang dikemukakan didasarkan pada apa yang benar-benar ada atau sesuai dengan fakta,

4. teruji, artinya keterangan yang diberikan dapat diuji kebenarannya, dan

5. bahasanya bersifat lugas atau denotatif.

Syarat karangan ilmiah adalah:

1. mengandung masalah serta pemecahannya,

2. masalah harus merangsang atau menarik perhatian pembaca,

3. lengkap dan tuntas, artinya membeberkan semua segi yang berkaitan dengan masalahnya, dan

4. disusun menurut sistem tertentu dan metode tertentu sehingga mudah dimengerti dan dipahami.

Jenis karangan ilmiah antara lain sebagai berikut.

1. Laporan ialah bentuk karangan yang berisi rekaman kegiatan tentang suatu yang sedang dikerjakan, digarap, diteliti, atau diamati, dan mengandung saran-saran untuk dilaksanakan. Laporan ini disampaikan dengan cara seobjektif mungkin.

2. Makalah ditulis oleh siswa atau mahasiswa sehubungan dengan tugas dalam bidang studi tertentu. Makalah dapat berupa hasil pembahasan buku atau hasil suatu pengamatan.

3. Kertas kerja adalah karangan yang berisi prasaran, usulan, atau pendapat yang berkaitan dengan pembahasan suatu pokok persoalan, untuk dibacakan dalam rapat kerja, seminar, simposium, dan sebagainya.

4. Skripsi, karya tulis yang diajukan untuk mencapai gelar sarjana atau sarjana muda. Skripsi ditulis berdasarkan studi pustaka atau penelitian bacaan, penyelidikan, observasi, atau penelitian lapangan sebagai prasyarat akademis yang harus ditempuh, dipertahankan dan dipertanggungjawabkan oleh penyusun dalam sidang ujian.

67

Page 69: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

5. Tesis mempunyai tingkat pembahasan lebih dalam daripada skripsi. Pernyataan-pernyataan dan teori dalam tesis didukung oleh argumen-argumen yang lebih kuat, jika dibandingkan dengan skripsi. Tesis ditulis dengan bimbingan seorang dosen senior yang bertanggung jawab dalam bidang studi tertentu.

6. Desertasi ialah karangan yang diajukan untuk mencapai gelar doktor, yaitu gelar tertinggi yang diberikan oleh suatu universitas.Penulisan desertasi ini di bawah bimbingan promotor atau dosen yang berpangkat profesor, dan isinya pembahasan masalah yang lebih kompleks dan lebih mendalam daripada persoalan dalam tesis.

7. Resensi ialah karya tulis yang berisi hasil penimbangan, pengulasan, atau penilaian sebuah buku. Resensi yang disebut juga timbangan buku (book review) sering disampaikan kepada sidang pembaca melalui surat kabar atau majalah. Tujuan resensi ialah memberi pertimbangan dan penilaian secara objektif, sehingga masyarakat mengetahui apakah buku yang diulas tersebut patut dibaca ataukah tidak.

8. Kritik (dari bahasa Yunani kritikos yang berarti ‘hakim’) adalah bentuk karangan yang berisi penilaian baik-buruknya suatu karya secara objektif. Kritik tidak hanya mencari kesalahan atau cacat suatu karya, tetapi juga menampilkan kelebihan atau keunggulan karya itu seperti adanya.

9. Esai adalah semacam kritik yang lebih bersifat subjektif. Maksudnya, apa yang dikemukakan dalam esai lebih merupakan pendapat pribadi penulisnya.

D. Diskusi

Diskusi ialah percakapan yang sifatnya resmi, serius sesuai dengan aturan yang ada. Tujuannya untuk memahami masalah atau persoalan, mencari sebab-sebab sekaligus berusaha menemukan pemecahan atau jalan keluar bagi persoalan tersebut. Jadi, di dalam sebuah diskusi harus ada masalah yang dibahas, ada peserta dan pemimpin, serta ada aturan dan disiplin.

Sebuah diskusi perlu dipersiapkan. Persiapan ini meliputi penentuan topik atau pokok permasalahan, menetapkan pemimpin yang mempunyai pengetahuan luas, dan menentukan tempat serta waktunya.

Seorang pemimpin diskusi yang baik harus

1. mengetahui langkah-langkah kegiatan,

2. memahami pokok masalah,

3. mengenal semua peserta,

4. berwibawa dan sabar,

5. mampu mengembangkan dan menjaga jalannya diskusi sehingga tidak terjadi benturan, serta

6. dapat menjaga suasana sehingga tidak berat sebelah.

Sebaliknya, seorang peserta diskusi yang baik akan:

1. mengadakan persiapan awal,

2. menyiapkan garis besar masalah sebelum diskusi berlangsung,

3. menjadi penyampai gagasan yang baik,

4. menghindari kata-kata kasar yang menyinggung perasaan lawan bicara,

5. berbicara secukupnya dan yang hanya berkaitan dengan masalah,

6. menjadi pendengar yang baik, dan

68

Page 70: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

7. menghindarkan diri dari perdebatan yang emosional.

Tugas seorang pemimpin diskusi antara lain ialah:

1. menetapkan topik atau pokok pembicaran dengan peserta,

2. menyiapkan garis besar atau kerangka diskusi,

3. membuka diskusi dengan membacakan rangkuman tentang masalah dan sasaran yang ingin dicapai,

4. memimpin jalannya diskusi dengan sabar, jujur, dan tidak berat sebelah,

5. membuat rangkuman pembicaraan setiap peserta,

6. mengarahkan pembicaraan agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, dan,

7. menyimpulkan seluruh pembicaraan dalam diskusi.

Beberapa jenis diskusi diuraikan di bawah ini.

1. Diskusi kelompok yaitu diskusi yang terdiri atas beberapa kelompok orang, dan masing-masing kelompok mempunyai seorang ketua dan notulis. Tidak ada pendengar.

2. Diskusi panel ialah diskusi yang terdiri atas seorang pemimpin, sejumlah peserta, dan beberapa pendengar. Dalam jenis diskusi ini tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga pendengar dapat mengikuti jalannya diskusi dengan saksama. Setelah berlangsung tanya jawab antara pemimpin dan peserta, peserta dan pendengar, pemimpin merangkum hasil tanya-jawab atau pembicaraan, kemudian mengajak pendengar ikut mendiskusikan masalah tersebut sekitar separuh dari waktu yang tersedia.

3. Seminar adalah pertemuan berkala yang biasanya diselenggarakan oleh sekelompok mahasiswa dalam rangka melaporkan hasil penelitiannya, dan umumnya di bawah bimbingan seorang dosen atau ahli. Tujuan diskusi jenis ini tidak untuk memutuskan sesuatu. Seminar dapat bersifat tertutup atau terbuka. Yang terakhir dapat dihadiri oleh umum, tetapi mereka tidak ikut berdiskusi, melainkan hanya bertindak sebagai peninjau. Untuk menyelenggarakan seminar harus dibentuk sebuah panitia. Pembicara yang ditentukan sebelumnya, umumnya menguraikan gagasan atau topiknya dalam bentuk kertas kerja.

4. Simposium ialah pertemuan ilmiah untuk mengetengahkan atau membandingkan berbagai pendapat atau sikap mengenai suatu masalah yang diajukan oleh sebuah panitia. Uraian pendapat dalam simposium ini diajukan lewat kertas kerja yang dinamakan prasaran. Dan beberapa prasaran yang disampaikan dalam simposioum harus berhubungan. Orang yang mengajukan prasaran, yang dinamakan pemrasaran, berkewajiban

a. membuat makalah atau prasaran,

b. menepati waktu yang diberikan, dan

c. menjawab setiap pertanyaan dengan singkat dan tepat.

Persiapan-persiapan yang perlu untuk menyelenggarakan simposium, yaitu:

a. memilih dan merumuskan masalah,

b. menetapkan tujuan,

c. menempatkan pembicara berdasarkan sumbangannya dalam mencapai tujuan,

d. menetapkan pemimpin, serta

69

Page 71: Rangkuman tata bahasa Indonesia

Rangkuman tata bahasa Indonesia

e. menjelaskan kepada pemimpin dan pembicara tentang tujuan simposium, waktu yang tersedia dan tata cara yang berlaku.

5. Konferensi adalah pertemuan yang diselenggarakan oleh suatu organisasi atau badan resmi sehubungan dengan masalah tertentu. Jika konferensi hanya bertujuan menyampaikan hasil keputusan suatu organisasi atau badan pemerintah mengenai suatu masalah maka hal tersebut dinamakan dengar pendapat atau jumpa pers.

E. Pidato

Salah satu bentuk kemahiran berbahasa yang lain dan yang umum sekali ialah pidato. Yang dimaksud dengan pidato ialah penyampaian pesan, gagasan, atau pengungkapan suatu maksud dengan bahasa yang tersusun baik kepada orang banyak.

Berdasarkan sifat isinya, pidato dibedakan atas:

1. pidato pembukaan,

2. pidato sambutan,

3. pidato pengarahan,

4. pidato laporan, dan

5. pidato prasaran.

Berdasarkan sifat tujuannya, pidato dibedakan atas:

1. Pidato instruktif bertujuan memberitahukan atau menyampaikan sesuatu termasuk pengarahan;

2. Pidato persuasif bertujuan memengaruhi pendapat pendengar serta membangkitkan tindakan;

3. Pidato rekreatif bertujuan menciptakan suasana gembira, akrab dan menyenangkan seperti dalam jamuan makan, dan

4. Pidato edukatif bertujuan menumnbuhkan kesadaran pendengar atau untuk mendidik.

Catatan:

Baik dalam diskusi maupun dalam pidato, seorang pembicara dapat memperkuat atau memperjelas pendapatnya dengan mengemukakan contoh-contoh, ilustrasi, fakta, angka, atau perbandingan-perbandingan, di samping tabel dan grafik.

70