Rangkuman materi Isometri

27
RANGKUMAN MATERI, SOAL DAN PEMBAHASAN BAB IV ISOMETRI disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Geometri Transformasi Dosen pengampu Bapak Ishaq Nuriadin, M.Pd Oleh Niamatus Saadah 1201125122 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR.HAMKA 2015

Transcript of Rangkuman materi Isometri

RANGKUMAN MATERI, SOAL DAN PEMBAHASAN

BAB IV

ISOMETRI

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Geometri Transformasi

Dosen pengampu Bapak Ishaq Nuriadin, M.Pd

Oleh

Niamatus Saadah 1201125122

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR.HAMKA

2015

BAB IV

ISOMETRI

Suatu pencerminan atau refleksi pada sebuah garis g adalah suatu transformasi yang

mengawetkan jarak atau juga dinamakan suatu isometri.

Selain mengawetkan jarak antara dua titik, suatu isometri memiliki sifat-sifat berikut :

Teorema 4.1 : sebuah isometri bersifat :

a. memetakan garis menjadi garis

b. mengawetkan besarnya sudut antara dua garis

c. mengawetkan kesejajaran dua garis

Bukti :

a. Andaikan g sebuah garis dan T suatu isometri.

Akan dibuktikan bahwa T(g)= g’ adalah suatu garis juga.

Ambil A g dan B g. Maka T(g) = g’, A’ = T(A), dan B’=T(B) ; melalui A’ dan B’

ada suatu garis, misalnya h. Akan dibuktikan h=g’.

(i) Akan dibuktikan h g’

Ambil sebarang X’ h.

Oleh karena bidang Euclides, kita andaikan (A’X’B’), artinya A’X’ + X’B’ = A’B’.

Karena T transformasi, maka ada X sehingga T(X) = X’ .

Karena T suatu isometri maka AX= A’X’, XB= X’B’, dan AB= A’B’.

Diperoleh A’X’+ X’B’= AX + XB =AB.

Ini berarti bahwa A, X, B segaris pada g dan berarti pula X’ = T(X) g’.

Jadi untuk setiap X’ h maka X’ g’.

Sehingga h g’.

(ii) Akan dibuktikan g’ h.

Ambil lagi Y’ g’.

A’

B’

g

A

B

Gambar 4.1

h

Maka ada Y g sehingga T(Y) = Y’’ dengan Y misalnya (A Y B), artinya Y g

dan AY + YB = AB.

Karena T sebuah isometri maka AY= A’Y’, YB=Y’B’, dan AB= A’B’

Sehingga A’Y’ + Y’B’ = AY + YB = AB=A’B’.

Ini berarti bahwa A’, Y’, B’ segaris, yaitu garis yang melalui A’ dan B’.

Oleh karena h garis yang melalui A’ dan B’ maka Y’ h .

Jadi jika Y’ g’ dan Y g berarti g’ h

Berdasarkan (i) dan (ii) diperoleh h g’ dan g’ h maka h = g’.

Jadi kalau g sebuah garis maka h = T(g) adalah sebuah garis.

b. Ambil sebuah ABC.

Akan ditunjukkan m(ABC)=m(A’B’C’)

(a) (b)

Andaikan A’ = T(A), B’ = T(B), C’ = T(C).

Menurut (a), maka A’B’ merupakan peta dari AB dan B’C’ merupakan peta dari BC

adalah garis lurus. Karena AB dan BC merupakan garis lurus maka A’B’ dan B’C’

merupakan garis lurus.

Karena ABC = BA BC maka A’B’C’ = B’A’ B’C’ .

Perhatikan ABC dan A’B’C’ !

A’B’ = AB, B’C’ = BC, C’A’ = CA. Menurut teorema kekongruenan jika dua buah

segitiga yang memiliki sifat S S S sama maka kedua segitiga tersebut kongruen.

Sehingga ABC A’B’C’. Jadi, A’B’C’ = ABC.

Sehingga suatu isometri mengawetkan besarnya sudut.

c.

A

C B

𝐴′

𝐶′

𝐵′

a b

a’

b’

Gambar 4.3

P’

Kita harus memperlihatkan a’ // b’

Andaikan a’ memotong b’ di sebuah titik P’ jadi P’ a’ dan P’ b’. Ini berarti

bahwa a memotong b di P, jadi bertentangan dengan yang diketahui bahwa a//b.

Maka pengandaian a’ memotong b’ salah.

Jadi haruslah a’ // b’.

Akibat : salah satu akibat dari sifat (b) Teorema 1.3 ialah bahwa apabila a b maka

T(a) T(b) dengan T sebuah isometri.

Bukti:

Dipunyai a b akan ditunjukkan T(a) T(b)

Andaikan T(a) T(b) maka terapat sudut antara T(a) dengan T(b) yang tidak sama

dengan 90o. Karena isometri mengawetkan besarnya sudut antara dua garis maka

sudut yang dibentuk oleh a dan b tidak sama dengan 90o. Hal ini kontradiksi dengan

a b. Jadi pengandaian harus dibatalkan.

Artinya T(a) T(b).

Jadi apabila a b maka T(a) T(b) dengan T sebuah isometri.

Contoh: Diketahui garis g { (x,y) | y = -x } dan garis h { (x,y) | y = 2x – 3}.

Apabila Mg adalah refleksi pada garis g tentukanlah persamaan garis h’= Mg(h).

Jawab :

Oleh karena Mg sebuah refleksi pada g jadi suatu isometri, maka menurut teorema

4.1, h’ adalah sebuah garis.

Garis h’ akan melalui titik potong antara h dan g misalnya R, sebab Mg(R) = R.

g : y = -x, h : y = 2x – 3, misalkan R(x,y). Dengan mensubsitusikan g ke dalam h

diperoleh:

X

Y

P

R

Q’

g

h

P’

Q

h’

O

1

33

32x-

3-2xy

x

x

x

Karena y = -x, jadi y = -x. Jelas bahwa R = (1,-1); h’ akan pula melalui Q’ = (0,-

3/2). Persamaan garis h’ adalah

032

032

02

3

2

1

12

11

1

1

2

1

1

10

1

)1(2

3

)1(

12

1

12

1

yx

xy

xy

xy

xy

xy

xx

xx

yy

yy

4.1 Isometri langsung dan isometri lawan

Perhatikan gambar 4.9 a ini. Anda melihat suatu transformasi T yang memetakan

segitiga ABC pada segitiga A1 B1 C1 misalnya sebuah pencerminan pada garis g.

Tampak bahwa apabila pada segitiga ABC, urutan keliling adalah A B C

adalah berlawanan dengan putaran jarum jam maka pada petanya, yaitu segitiga

A1 B1 C1, urutan kelilingnya A1 B1 C1 adalah sesuai denagn putaran jarum

jam. Pada gambar 4.9b Anda lihat juga suatu isometri, yaitu suatu rotasi

(putaran)mengelilingi sebuah titik O.

Kelak akan dibicarakan lebih mendalam tentang rotasi ini.

Dengan demikian persamaan h’ adalah : h’ = { (x,y) | x-2y-3 = 0 }

C’

B’

A’

Gambar 4.9a

A

B

C

Gambar 4.9b

g

A

B

C

Di sini dikemukakan sekedar sebagai contoh. Kalau pada segitiga ABC urutan

keliling A B C adalah berlawanan arah maka pada petanya yaitu pada segitiga

A2 B2 C2 urutan keliling A2 B2 C2 tetap berlawanan dengan putaran jarum

jam.

Untuk membahas lebih lanjut fenomena isometri di atas, kita perkenalkan konsep

orientasi tiga titik yang tak segaris. Andaikan (P1, P2, P3) ganda tiga titik yang tak

segaris. Maka melalui P1, P2, dan P3 ada tepat satu lingkaran l. kita dapat

mengelilingi l berawal misalnya dari P1 kemudian sampai P2, P3 dan akhirnya

kembali ke P1.

Apabila arah keliling ini sesuai dengan putaran jarum jam, maka dikatakan bahwa

ganda tiga titik (P1, P2, P3) memiliki orientasi yang sesuai dengan putaran jarum

jam (atau orientasi yang negatif). Apabila arah keliling itu berlawanan dengan arah

putaran jarum jam, maka dikatakan bahwa ganda tiga titik (P1, P2, P3) memiliki

orientasi yang berlawanan dengan putaran jarum jam (atau orientasi yang positif).

Jadi pada gambar 4.9a, (A,B,C) memiliki orientasi positif sedangkan (A 1 B1 C1)

memiliki orientasi yang negatif. Pada gambar 4.9b, orientasi (ABC) adalah positif

dan orientasi (A2 B2 C2) tetap positif.

Jadi pencerminan pada gambar 4.9a mengubah orientasi sedangkan putaran pada

gambar 4.9b mengawetkan orientasi.

Definisi:

1. Suatu transformasi T mengawetkan suatu orientasi apabila untuk setiap tiga

titik tak segaris (P1, P2, P3) orientasinya sama dengan ganda (P1’, P2’, P3’)

dengan P1’ = T(P1), P2’ = T(P1), P3’ = T(P3).

2. Suatu transformasi T membalik suatu orientasi apabila untuk setiap tiga titik

tak segaris (P1, P2, P3) orientasinya tidak sama dengan orientasi peta-petanya

(P1’, P2’, P3’) dengan P1’ = T(P1), P2’ = T(P1), P3’ = T(P3).

Definisi:

Suatu transformasi dinamakan langsung apabila transformasi itu mengawetkan

orientasi; suatu transformasi dinamakan transformasi lawan apabila transfomasi

itu mengubah orientasi. Salah satu sifat penting dalam geometri transformasi kita

adalah:

Teorema 4.2 : Setiap refleksi pada garis adalah isometri lawan.

Teorema ini tanpa bukti.

Tidak setiap isometri adalah isometri lawan. Anda dapat melihat pada gambar

4.9b. di situ isometri kita (yaitu rotasi pada titik O) adalah sebuah isometri

langsung. Oleh karena itu dapat kita kemukakan teorema berikut, tanpa bukti yaitu

:

Teorema 4.3 : Setiap isometri adalah sebuah isometri langsung atau sebuah

isometri lawan.

SOAL HALAMAN 42

1. Diketahui garis g dan h seperti dapat dilihat pada gambar. Dengan menggunakan jangka

dan penggaris lukislah garis g’=Mh(g) dengan Mh sebuah pencerminan pada garis h.

Jawab :

2. Diketahui garis-garis s, t, u dan titik A,B seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini. T

adalah sebuah isometri dengan B = T(A) dan u = T(s). Kalau t s, lukislah t’=T(t).

Jawab:

3. Diketahui garis t, lingkaran l dengan pusat D dan segitiga ABC seperti pada gambar.

a) Lukislah Mt(

b) Hubungan apakah antara dan Mt( ?

c) Lukislah Mt(l)

Jawab:

a)

g’

h

g

o

o

Diketahui : 𝐵 = 𝑇(𝐴) dan 𝑢 =𝑇(𝑠), 𝑡 ⊥ 𝑠

𝑇(𝑡) = 𝑡’ , 𝐴𝜖𝑡. Karena 𝐵 = 𝑇(𝐴) maka 𝐵𝜖𝑡’. Karena 𝑡𝜖 𝑠 dan T isometri, maka

𝑇(𝑡) ⊥ 𝑇(𝑠) ⇔ 𝑡’ ⊥ 𝑢.

Jadi, untuk melukis t’ buat garis t’

melalui B yang tegak lurus u.

A

B

u

s

t

B

C

A

t

B’

A’

C’

O

b) Perhatikan ΔABC dan ΔA’B’C’

Karena A’=Mt(A)OA’=OA dan A’P = AP

B’=Mt(B)OB’=OB

C’=Mt(C)OC’=OC

Diperoleh m(ABC)= m(A’B’C’)

AB=OA+OB=OA’+OB’=A’B’

m(BAC)= m(B’ A’C’).

Berdasarkan teorema, (Sd S Sd) maka ΔABC ΔA’B’C’.

c)

4. Diketahui garis t.

a) Lukislah sebuah ΔABC sehingga Mt(ΔABC) = ΔABC (artinya : oleh Mt, ΔABC dan

hasil refleksi pada t berimpit).

b) Lukislah sebuah lingkaran yang berimpit dengan petanya oleh Mt.

c) Lukislah sebuah segi empat yang berimpit dengan petanya oleh Mt.

Jawab:

a)

P

Untuk melukis ΔABC yang berhimpit dengan Mt(ΔABC),

maka segitiga ΔABC haruslah merupakan segitiga samakaki

dengan AO sebagai sumbu simetri, t berhimpit dengan AO,

sehingga BO = OC.

Mt(A) = A’ = A

Mt(B) = B’ = C

Mt(C) = C’ = B

Jadi Mt(ΔABC) = ΔA’B’C’ = ΔABC

D’

D

A=A’

B=C’ C=B’ t

O

b)

c)

5. Diketahui garis g = {(x,y) |x + 2y = 1} dan h = {(x,y) |x = -1}.

Tulislah sebuah persamaan garis g’ = Mh(g).

Jawab:

Karena Mh sebuah refleksi pada h, maka merupakan isometri.

Jadi, menurut teorema ”sebuah isometri memetakan garis menjadi garis”, dan Mh(g) =

g’, maka g’ adalah sebuah garis.

Titik A(1,0) merupakan titik potong antara garis g dan sumbu X.

Titik C merupakan titik potong antara garis g dan h.

Jadi Cg dan Ch.

Karena Ch maka Mh(C) = C

g

Y

X A(1,0)

B(0,

)

C

g’

h:x = -1

A’(-3,0) D

l=l’

O=O’

t

Untuk melukis lingkaran l yang berhimpit dengan Mt(l), maka

titik pusat lingkaran l haruslah berada pada sumbu refleksi t

sehingga Mt(l) = l’= l.

t

Untuk melukis segiempat yang berhimpit dengan petanya oleh

Mt, maka haruslah cermin t harus berhimpit dengan sumbu

simetri segiempat tersebut.

Jadi g’ akan melalui titik C, dan g’ akan melalui A’ = Mh(A).

Koordinat titik C

g ≡ x + 2y = 1 x + 2y – 1 = 0,

h ≡ x = -1

substitusikan x = -1 ke persamaan garis g ≡ x + 2y = 1, diperoleh :

-1 + 2y – 1 = 0 2y =2 y = 1

Jadi C(-1,1)

Kordinat A’ = Mh(A)

Titik D(-1,0) adalah titik potong h dengan sumbu X.

AD = xA – xD = 1- (-1) = 2

Karena isometri maka D A’ = AD = 2

Jadi, AA’ = AD + DA’ = 2 + 2 = 4

Misal titik A’(x’,y’)

Absis titik A’ adalah 1 - 4 = -3

Diperoleh x’ = -3 dan y’ = y = 0

Jadi, A’(-3,0)

Jadi, g’ melalui titik C(-1,1) dan A’(-3,0)

Persamaan garis g’: 10

1

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

)1(3

)1(

x

1

1

y=

2

1

x

1 y = 2

1x

y = 12

1

2

1x

y = 2

3

2

1x

032 yx

Jadi, g’ = {(x,y) | x - 2y + 3 = 0}

6. Diketahui garis g = {(x,y) |3x - y + 4= 0} dan h = {(x,y) |y = 2}.

Tulislah persamaan garis g’ = Mh(g).

Jawab:

X B( ,0)

A’(0,0)

A(0,4)

C D

Y g

h

Karena Mh sebuah refleksi pada h, maka merupakan isometri.

Jadi, menurut teorema ”sebuah isometri memetakan garis menjadi garis”, dan Mh(g) =

g’, maka g’ adalah sebuah garis.

Titik A(4,0) merupakan titik potong antara garis g dan sumbu Y.

Titik C merupakan titik potong antara garis g dan h.

Jadi Cg dan Ch.

Karena Ch maka Mh(C) = C

Jadi g’ akan melalui titik C, dan g’ akan melalui A’ = Mh(A)

Koordinat titik C

g ≡ 3x - y + 4= 0, h ≡ y = 2

substitusikan y = 2 ke persamaan garis g ≡ 3x - y + 4= 0, diperoleh:

3x – 2 + 4= 0 3x = -2 x = 3

2

Jadi C (3

2 ,2)

Koordinat A’ = Mh(A)

Titik D (0,2) adalah titik potong h dengan sumbu Y.

AD = yA – yD = 4 − 2 = 2

Karena isometri maka D A’ = AD = 2

Jadi, AA’ = AD + DA’ = 2 + 2 = 4

Misal titik A’(x’,y’)

Ordinat titik A’ adalah 4 − 4 = 0

Diperoleh y’ = 0 dan x’ = x = 0

Jadi, A’(0,0)

Jadi, g’ melalui titik C(3

2 ,2) dan A’(0,0)

Persamaan garis g’: 20

2

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

)3

2(0

)3

2(

x

2

2

y=

3

23

2x

2 y = -2 )12

3( x

y = -3x -2 +2

y = -3x

03 yx

Jadi, g’ = {(x,y) | 03 yx }

7. Diketahui garis-garis g = {(x,y) | y = 0}, h = {(x,y) |y = x}, dan k = {(x,y) |x = 2}.

Tulislah persaman garis-garis berikut;

a). Mg(h) b). Mh(g)

c). Mg(k) d). Mh(k)

Jawab:

a).

Karena Mg sebuah refleksi pada g maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mg(h) = h’,

maka h’ adalah sebuah garis.

Titik O(0,0) merupakan titik potong antara garis g dan h.

Jadi, Og dan Oh.

Karena Og maka Mg(O) = O

Jadi h’ akan melalui titik O(0,0)

Ambil sebarang titik di h, misal A(1,1), maka h’ juga akan melalui A’ = Mg(A).

A(x,y) gM

A’(x,-y) , g = {(x,y) | y = 0}

Jadi, A(1,1) gM

A’(1,-1)

Jadi, garis h’ melalui titik O(0,0) dan A’(1,-1)

1

g: y=0 h’: y=-x

h: y=x

Y

X

A(1,1)

A’(1,-1)

Persamaan garis h’:

01

0

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

01

0

xxy

Jadi, h’ = {(x,y) | y = -x}.

b).

Karena Mh sebuah refleksi pada h maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mh(g) = g’,

maka g’ adalah sebuah garis.

Titik O(0,0) merupakan titik potong antara garis g dan h.

Jadi, Og dan Oh.

Karena Oh maka Mh(O) = O

Jadi g’ akan melalui titik O(0,0)

Ambil sebarang titik di g, misal C(1,0), maka g’ juga akan melalui C’ = Mh(g).

C(x,y) gM

C’(y,x)

Jadi, C(1,0) gM

C’(0,1)

Jadi, garis g’ melalui titik O(0,0) dan C’(0,1)

Persamaan garis g’:

01

0

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

00

0

x 0 x

Jadi, g’ = {(x,y) | x = 0}.

c).

Y

X = g:y=0

h: y=x

C’(0,1)

C(1,0)

g’: x=0

O g:y=0

B(2, 1

2)

P(2,0)

k : x=2 Y

X

B’(2,- 1

2)

k'

Karena Mg sebuah refleksi pada g maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mg(k) = k’,

maka k’ adalah sebuah garis.

Titik P(2,0) merupakan titik potong antara garis g dan k.

Jadi, Pg dan Pk.

Karena Pg maka Mg(P) = P, maka k’ akan melalui titik P(2,0)

Ambil sebarang titik di k, misal B(2,2

1), maka k’ juga akan melalui B’ = Mg(B).

B(x,y) gM

B’(x’,y’) = B’(x,-y)

Jadi, B(2,2

1)

gM

B’(2,-2

1)

Jadi, garis k’ melalui titik P(2,0) dan B’(2,-2

1)

Jadi, k’ = k = {(x,y) | x = 2}.

d).

Karena Mh sebuah refleksi pada h maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mh(k) = k’

, maka k’ adalah sebuah garis.

Titik A(2,2) merupakan titik potong antara garis h dan k.

Jadi, Ah dan Ak.

Karena Ah maka Mh(A) = A

Jadi k’ akan melalui titik A(2,2)

Ambil sebarang titik di k, misal B(2,0), karena h: y = x maka Mh(B) = (0,2) = B’.

k’: y=2

Y

X B(2,0)

A(2,2) B’(0,2)

k: x=2 h: y=x

Jadi k’ melalui A dan B’

Persamaan garis k’:

22

2

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

02

0

x2 y

Jadi, g’ = {(x,y) | y=2}.

8. Jika g = {(x,y) | y = x} dan h = {(x,y) |y = 3 – 2x}, tentukan persamaan garis Mg(h).

Jawab:

Karena Mg sebuah refleksi pada h maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mg(h)=h’,

maka h’ adalah sebuah garis.

Titik A merupakan titik potong antara garis g dan h.

Jadi, Ag dan Ah.

Karena Ag maka Mg(A) = A

Jadi h’ akan melalui titik A

Ambil titik B(0,3) dan C(2

3,0) karena g: y = x maka Mg(B) = B’ dan Mg(C)=C’.

Jadi h’ melalui B’ dan C’

Persamaan garis h’:

02

3

0

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

30

3

x

2

9

2

33 xy

936 xy

0963 yx

Y

X

g: y=x

C’(0, )

B(0,3)

C( ,0)

B’(3,0) A

Jadi, h’ = {(x,y) | 0963 yx }.

9. Jika g = {(x,y) | y = -x} dan h = {(x,y) |3y = x + 3}, selidikilah apakah A(-2,-4) terletak

pada garis h’ = Mg(h).

Jawab:

Karena Mg sebuah refleksi pada h maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mg(h)=h’ ,

maka h’ adalah sebuah garis.

Titik D merupakan titik potong antara garis g dan h.

Jadi, Dg dan Dh.

Karena Dg maka Mg(D) = D

Jadi h’ akan melalui titik D

Ambil titik B(-3,0) dan C(0,1) karena g: y = - x maka Mg(B) = B’ dan Mg(C)=C’.

Jadi h’ melalui B’ dan C’

Persamaan garis h’:

03

0

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

)1(0

)1(

x3)1( xy 33 xy

Jadi, h’ = {(x,y) | 33 xy }

Akan diselidiki apakah A(-2,-4) terletak pada garis h’ = Mg(h)

Substitusikan A(-2,-4) pada h’: y = 3x + 3

Maka h’ : -4 = 3(-2) + 3

-4 = -3 ( pernyataan yang salah)

Diperoleh A(-2,-4) tidak memenuhi persamaan h’: y = 3x + 3, artinya A(-2,-4) tidak

terletak pada garis h’ = Mg(h)

10. Diketahui lingkaran l= 432:,22 yxyx

Y

X B(-3,0) C’

C(0,1)

B’(0,3)

D

g: y=-x

h: 3y=x+3

T sebuah isometri yang memetakan titik A(2,3) pada A’(1,-7). Tentukan persamaan

himpunan T(l). Apakah peta l juga lingkaran?

Jawab:

l = 432:,22 yxyx

A’=T(A) dengan A(2,3) dan A’(1,-7).

L adalah lingkaran dengan pusat (2,3) dan jari-jari=2.

Karena A adalah pusat lingkaran l, maka A’=(1,-7) adalah pusat lingkaran l’=T(l).

Sehingga T(l)=l’= 471:,22 yxyx

Peta l yaitu l’ adalah lingkaran karena isometri T mengawetkan besarnya sudut yaitu

360o.

11. Diketahui lima garis g, g’, h, h’, dan k sehingga g’=Mk(g), dan h’=Mk(h). Apabila g’//h’

buktikan bahwa g//h.

Jawab:

Dipunyai g’//h’.

Adt g//h

Andaikan g tidak sejajar h, maka menurut teorema, bahwa isometri Mk mengawetkan

kesejajaran 2 garis, diperoleh g’ tidak sejajar dengan h.

Padahal dipunyai g’//h’, maka pengandaian harus dibatalkan.

artinya, g//h.

12. Diketahui garis-garis g, h, dan h’ sehingga h’=Mg(h). Apakah ungkapan-ungkapan di

bawah ini benar?

a) Jika h’//h, maka h//g.

b) Jika h’=h maka h=g.

c) Jika h’ h={A}, maka A g.

Jawab:

a) Benar

b) Benar

c) Benar

g h’ h

h

h’

g

h

A

h'

g

13. Buktikan sifat berikut: Apabila g h maka Mh(g)=g. Apakah ini berarti bahwa apabila

P g maka Mh(P)=P?

Jawab:

Dipunyai g h.

Adt Mh(g)=g.

Karena Mh mengawetkan besarnya dua sudut yaitu sudut antara g dan h sebesar 90o,

maka sudut antara g’ dan h juga 90o. Sehingga g’ merupakan pelurus g. Jadi, g’ berimpit

dengan g sehingga Mh(g)=g.

Kasus I. P g, P h maka Mh(P)=P.

Kasus II. P g, Ph. Karena Mh isometri maka OP=OP’. Diperoleh P=P’.Jadi, Mh(P)

P.

15. Jika g = {(x,y) | y = 2x + 3} dan h = {(x,y) |y = 2x + 1}, tentukan persamaan garis h’ =

Mg(h).

Jawab:

Karena Mg sebuah refleksi pada h maka merupakan isometri.

Menurut teorema, “ Sebuah isometri memetakan garis menjadi garis ”, dan Mg(h) = h’

, maka h’ adalah sebuah garis.

Titik A(- 2

1,0 ) merupakan titik potong antara garis h dengan sumbu X.

Titik B(0,1) merupakan titik potong antara garis h dengan sumbu Y.

Titik C(- 2

3,0 ) merupakan titik potong antara garis g dengan sumbu X.

P

h

g P’

P

h

g P’

Y

X

D(0,3)

C

,1)

A(−1

2, 0)

B(0,1)

h: y=2x+1

g: y=2x+3 h’

E

F

Titik D(0,3) merupakan titik potong antara garis h dengan sumbu Y.

Sehingga AC =1, BD =1

Diperoleh h’ memotong sumbu X di titik F(-2

5,0)

h’ memotong sumbu Y di titik E(0,5)

Persamaan garis h’ melalui F dan E sehingga persamaan g’:

05

0

12

1

12

1

y

xx

xx

yy

yy

)2

5(0

)2

5(

x

)2

5(5

2

5 xy 25105 xy

052 xy

Jadi, h’ = {(x,y) | 052 xy }

16. Suatu transformasi T ditentukan oleh T(P)=(x+1,2y) untuk semua P(x,y).

a) Jika A(0,3) dan B(1,-1) tentukan A’=T(A) dan B’=T(B). Tentukan pula persamaan

AB dan ''BA .

b) Apabila C(c,d) AB selidiki apakah C’=T(C) AB

c) Apabila D’(e,f) AB selidiki apakah D AB dengan D’=T(D).

d) Menurut teorema, disebutkan bahwa jika transformasi T suatu isometric maka

peta sebuah garis adalah suatu garis. Apakah kebalikannya benar?

Jawab:

T(P)=(x+1,2y) P(x,y)

a) A(0,3), B(1,-1)

A’=T(A)=(0+1,2x3)=(1,6)

B’=T(B)=(1+1,2x(-1))=(2,-2)

034

441

1

1

4

1

10

1

)1(3

)1(

12

1

12

1

xy

xy

xy

xy

xx

xx

yy

yyAB

0148

1682

1

2

8

2

21

2

)2(6

)2(

''12

1

12

1

xy

xy

xy

xy

xx

xx

yy

yyBA

b) C(c,d) AB

Akan diselidiki C’=T(C) ''BA

Karena A’=T(A), B’=T(B), maka ''BA merupakan peta dari AB .

Sehingga jika C AB maka C’=T(C) ''BA

c) D’(e,f) AB diselidiki apakah D AB dengan D’=T(D).

Karena ''BA merupakan peta AB maka jika D’ AB pasti D AB .

d) Dipunyai h’ adalah garis.

Akan ditunjukkan h adalah garis dengan h’=T(h).

Andaikan h bukan garis maka h’=T(h) bukan garis.

Padahal dipunyai h’ garis.

Maka pengandaian harus dibatalkan. Artinya, h suatu garis .

Jadi, jika h’ garis maka h juga garis dengan h’=T(H).

18. Ada berapa refleksi garis dengan sifat berikut:

a) Sebuah segitiga sama kaki direfleksi pada dirinya sendiri?

b) Sebuah persegi panjang direfleksi pada dirinya sendiri?

c) Sebuah segiempat beraturan direfleksi pada dirinya sendiri?

Jawab:

a) 1 refleksi

b) 2 refleksi

c) 4 refleksi

SOAL HALAMAN 47

1. Pada gambar 4.10, ada tiga titik tidak segaris, yaitu P, Q, R; T dan S adalah isometri-

isometri dengan P’ = T(P), Q’ = T(Q), R’ = T(R) sedangkan P’’ = S(P), Q’’ = S(Q), R’’ =

S(R). Termasuk golongan manakah T dan S itu?

Jawab :

Jadi :

T merupakan isometri lawan dan S merupakan isometri langsung.

2.Isometri T memetakan A pada X; B pada Y dan C pada Z. Apabila T sebuah isometri

lawan tentukan titik Z.

3. Sebuah isometri S memetakan D pada W, E pada Z dan F pada U. Apabila S sebuah

isometri langsung, tentukan U.

Jawab:

P

Q

R

P’

R’

Q’

R’’

Q’

P’’

P

Q

R

P’

R’

Q’

R’’

Q’

P’’

D Z

W

F

E

B

A

C

Y

X

Z

4. Diketahui sebuah titik A dan dua transformasi T dan S yang didefinisikan sebagai berikut:

T(A)=A, S(A)=A. Jika P A, T(P)=P’ dan S(P)=P’’. P’ adalah titik tengah ruas garis

AP sedangkan A titik tengah ''PP . Termasuk golongan manakah masing-masing

trnsformasi S dan T itu?

Jawab:

T(A)=A, S(A), jika P AT(P)=P’,S(P)=P”

Ilustrasi:

Dari gambar diperoleh S isometri berlawanan karena APPA "

Dan T isometri langsung karena APPA '

5. Tentukan koordinat-koordinat titik P pada sumbu X sehingga BPXAPO .

Diketahui bahwa A=(0,3) dan B=(6,5).

Jawab:

A=(0,3) dan B=(6,5).

Misal P(x,0)

6. Sebuah sinar mamancar dari titik A(6,4) dan diarahkan ke titik P(2,2) pada sebuah

cermin yang digambar sebagai garis g = {(x,y) |y = x}. Ada sebuah garis h = {(x,y) |x =

-1}. Sinar yang dipantulkan memotong garis h pada sebuah titik Z. Tentukan koordinat-

koordinat titik Z.

Jawab:

P A P’ P”

Y g; y=x

A(6,4)

A’

Koordinat A’(4,6)

Persamaan sinar A’P

β α

6-x x P

B(6,5)

A(0,3)

Agar maka,

Jadi, agar maka

P(9/4,0)

6

5

Y

X

7. Diketahui garis-garis g dan h dan titik-titik P dan R.

Diketahui bila bahwa P’=Mg(P), P”=Mh(P’), R’=Mg(R), dan R”=Mh(R).

a. Lukislah P’ dan R”

b. Bandingkan jarak PR dan P”R”

Jawab:

a.

b. Karena PR = P’R’ (isometri mengawetkan jarak)

Maka jarak P’ dengan h = jarak P’’ dengan h

Jarak R’ dengan h = jarak R’’ dengan h

Jadi jarak P’R’ = jarak P’’R’’

Karena jarak PR = jarak P’R’ dan jarak P’R’ = jarak P’’R’’, maka jarak PR = jarak

P’’R’’.

8. Diketahui bahwa T dan S adalah padanan- padanan sehingga untuk semua titik P berlaku

T(P) = P’ dan S(P’) = P’’.

W adalah sebuah fungsi yang didefinisikan untuk semua P sebagai W(P) = P’’.

Apakah W suatu transformasi?.

P

R

h

g

R’

P”

P’

R”

Jawab:

W suatu fungsi sehingga titik P P”S W(P) = P”.

Ditunjukkan W surjektif

Pikirkan sebarang titik A(x,y)

Jelas A(x,y) T

A’(x’,y’) S

A”(x”,y”), atau

A(x,y) W

A”(x”,y”)

Jadi, titik A A”S W(P) = P”.

Jadi, W surjektif.

Ditunjukkan W injektif

Pikirkan sebarang titik B(x,y) dan C dengan B≠C.

Jelas B W

B” = W(B)

C W

C” = W(C) , dengan W(B) ≠ W(C)

Jadi, titik B dan C dengan B ≠ C berlaku W(B) ≠ W(C).

Jadi, W injektif.

Jadi, karena W surjektif dan injektif maka W merupakan transformasi.

9. R adalah suatu transformasi yang didefinisikan untuk semua titik P(𝑥, 𝑦)sebagai

R(𝑃)=(−𝑦, 𝑥)

a) Selidiki apakah R suatu isometri

b) Jika R sebuah isometri, apakah isometri langsung atau isometri lawan?

Jawab :

R transformasi

∀ P(𝑥, 𝑦), R(𝑃)=(−𝑦, 𝑥)

a) Apakah R isometri

Ambil P1(𝑥, 𝑦), P2(𝑎, 𝑏)

R(P1)=(−𝑦, 𝑥)=𝑃1′

R(P2)=(−𝑎, 𝑏)=𝑃2′

Akan ditunjukkan P1P2= 𝑃1′ 𝑃2

P1P2=√(𝑥 − 𝑎)2 + (𝑦 − 𝑏)2

= √𝑥2 − 2𝑎𝑥 + 𝑎2 + 𝑦2 − 2𝑏𝑦 + 𝑏2

𝑃1′ 𝑃2

′= √(−𝑦 − (−𝑏))

2+ (𝑥 − 𝑎)2

= √(−𝑦 + 𝑏)2 + (𝑥 − 𝑎)2

= √𝑦2 − 2𝑏𝑦 + 𝑏2 + 𝑥2 − 2𝑎𝑥 + 𝑎2

= √𝑥2 − 2𝑎𝑥 + 𝑎2 + 𝑦2 − 2𝑏𝑦 + 𝑏2

Diperoleh P1P2= 𝑃1′ 𝑃2

Jadi, R mengawetkan jarak, sehingga R merupakan isometri.

b) Apakah R isometri langsung atau isometri lawan

Ambil sebarang titik P, Q, S tidak segaris.

Misalkan P(𝑎, 𝑏), Q(𝑐, 𝑑), dan S(𝑒, 𝑓).

Maka 𝑃′(−𝑏, 𝑎), 𝑄′ (−𝑑, 𝑐), dan 𝑆′(−𝑓, 𝑒) dengan R(𝑃)=𝑃′, R(𝑄)=𝑄′

, dan R(𝑆)=𝑆′

10. Diketahui sebuah garis g dan titik A, A’ dan B sehingga Mg(A) = A’ dan garis

AB // g.

Dengan menggunakan suatu penggaris saja tentukan titik B’ = Mg(B)

Jawab:

g

B’

B A

A’

X

Y

𝑄′ (−𝑑, 𝑐)

𝑃′(−𝑏, 𝑎)

Q(𝑐, 𝑑)

𝑆′(−𝑓, 𝑒)

P(𝑎, 𝑏)

S(𝑒, 𝑓)