Rangkuman Bab Xiii
description
Transcript of Rangkuman Bab Xiii
RANGKUMAN BAB XIII
DAKWAH NABI DI MADINAH
A. Latar Belakang Hijrah Rasulullah saw. ke Madinah
Hijrah menurut bahasa berasal dari bahasa latin yaitu ”hegira” dan dikenal dalam bahasa
arab yang berarti memutuskan hubungan dengan orang lain. Dari pengertian menurut bahasa
tersebut dapat dipahami bahwa hijrah pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari
tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakan diri sendiri.
Sementara itu Philip K. Hitti mengemukakan bahwa hijrah menurut istilah adalah akhir
periode mekkah dan awal dimulainya periode madinah yang merupakan kebalikan dari hidup
Muhammad saw., Dia meninggalkan kota besar tempatnya dilahirkan dan dibesarkan karena
sangat meremehkannya, kemudian ia masuk kota besar yang mengangkatnya sebagai seorang
pemimpin yang terhormat. Sementara hijrah menurut Nurcholis Madjid adalah tekad dalam
meninggalkan kepalsuan, pindah sepenuhnya kepada kebenaran, dengan kesediaan untuk
berkorban dan menderita, kerena keyakinan kemenangan terakhir akan dianugrahkan Allah
kepada pejuang kebenaran itu. Jadi pengertian hijrah dalam hal ini menyangkut aspek spiritual
dan kejiwaan, yakni suatu tekad yang tidak mengenal kalah dalam menegakkan kebenaran.
Selama 13 tahun hidup di kota Mekkah, Rasulullah saw. Serta para pengikutnya sering
mengalami cobaan besar dan siksaan yang sangat pedih, disamping itu hak kemerdekaan mereka
dirampas, mereka diusir dan harta benda mereka disita. Siksaan pedih berupa dera cambuk
sangat meresahkan para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya. Badan mereka dipanggang,
kabel sejenis serabut dikatkan pada tubuh karena tidak mau tunduk kepada selain Allah, seperti
Bilal bin Rabah orang yang kuat imannya dan bersih hatinya, disiksa oleh Umay bin Khalaf
untuk meninggalkan agama tauhid, namun ia tetap teguh mempertahankan keimanannya. Itulah
tekanan yang sangat dahsyat dialami Rasulullah beserta pengikutnya selama menyampaikan
dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di tengah-tengah kaum kafir Quraisy.
Namun ancaman dan tindakan kekerasan yang dialami Rasulullah saw. tersebut masih
bisa dilalui dengan penuh kesabaran dan keteguhan iman. Tekanan itu baru dirasakan sangat
meresahkan bagi Rasulullah saw. Setelah Khadijah, istri Rasululah saw. Meninggal dunia.
dirinya telah kehilangan istri tercinta tempat curahan kasih sayangnya. Kesedihan itu kembali
bertambah setelah tidak lama berselang paman Rasulullah saw. yaitu Abu Thalib juga bepulang
1
ke rahmatullah. Kematian Abu Thalib ini menyebabkan Rasullah saw. telah kehilangan
pelindung setia yang senantiasa melindunginya dari berbagai macam ancaman. Kepergian Abu
Thalib untuk selama-lamanya ini telah memberi peluang kepada kaum kafir QuraisyUntuk tidak
segan-segan melakukan tindakan kekerasan kepada Rasulullah saw. berserta para pengikutnya.
Kaum musyrikin Quraisy semakin gila melancarkan intimidasi terhadap kaum muslimin.
Keadaan tersebut telah membuat kehidupan umat Islam di Mekah sudah tidak kondusif lagi, oleh
karena itu setelah melakukan perjanjian aqabah yang ke dua di mana ada 73 jama’ah haji dari
datang dari yatsrib meminta kepada Nabi saw. Agar berkenan pindah ke yatsrib, mereka berjanji
akan melindungi Nabi saw. dari segala macam ancaman. Hal ini membuat Nabi saw. Segera
memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yasrib. Dalam waktu dua bulan hampir semua
kaum muslimin sekitar 150 orang telah meninggalkan kota Mekkah.
Menurut al-Faruqi bahwa yang melatar belakangi hijrah Rasulullah saw. Ke Madinah
adalah gerakan untuk mencari keselamatan. Dan ini merupakan upaya untuk mencari tempat
yang dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi perkembangan keimanan baru sekaligus untuk
menata ulang masyarakat muslim, baik sebagai tatanan sosial maupun Negara. Hal tersebut
dipertegas oleh Abdullah al-Hatib, bahwa hijrah selain penghindaran dari fitnah dan cobaan, juga
juga untuk menjalin ikatan yang kuat, menghimpun kekuatan, memperoleh daerah strategis
untuk membentuk suatu kekuatan politik.
Sedangkan menurut Ali Syariati bahwa hal lain yang mendorong hijranya Nabi saw. Dan
kaum Muslimin ke Madinah, Pertama, mengembangkan dan menyebarluaskan pemikiran dan
Aqidah ke wilayah-wilayah lain dalam rangka menunaikan tugas risalah kemanusiaan yang
universal, serta melaksanakan tanggung jawab dalam rangka menyadarkan, membebaskan dan
menyelamatkan umat manusia dari kehancuran aqidah. Kedua, mengaharapkan tercapainya
kemungkinan-kemungkinan baru dan ditemukannya lingkungan yang mendukung perjuagan di
luar wilayah sosial-politik yang zalim, guna melakukan perjuangan menentang kezaliman
tersebut.
Dari penjelasan tersebut diatas dapat dipahami bahwa latar belakang hijranya Rasulullah
saw. Beserta kaum muslimin tidak lain :
a. Perintah dari Allah
b. Banyaknya tekanan dan siksaan yang mengancam keselamatan kaum muslim di
Makkah
2
c. Adanya berbagai cara dan usaha yang direncanakan kaum kafir Quraisy untuk
membunuh Rasulullah
d. Lemahnya kaum muslim dari segi jumlah dibanding kaum kafir
B. Perjalanan Hijrah Rasulullah saw. ke Madinah
Setelah penggerogotan orang-orang kafir Quraisy semakin menjadi-jadi, maka Nabi saw.
Langsung menginstruksikan agar para sahabatnya untuk segera berhijrah ke Yastrib, sejak saat
itu kota Mekah menjadi kosong dari populasi muslim. yang tersisa hanya Nabi saw., Abu Bakar,
dan Ali bin Abi Thalib. Sebenarnya Abu Bakar pun sudah berniat untuk mengikuti jejak orang-
orang muslim yang telah berhijrah sebelumnya, Namun ketika ia meminta izin kepada Nabi saw.
akan maksud itu, Nabi menjawab dengan cara sungguh-sungguh, mengingat situasi yang
semakin kritis. Nabi mengatakan kepada Abu Bakar “jangan tergesah-gesah, mudah-mudahan
Allah swt. Memberimu seorang teman”. Pernyataan tersebut membuat Abu Bakar sangat
gembira, karena dia berharap mudah-mudahan teman yang dimaksud Nabi saw. adalah dirinya
sendiri. Ungkapan Nabi saw. dan harapan Abu Bakar tersebut menunjukkan bahwa keputusan
hijrahnya Nabi saw. ke Madinah sangat rahasia, sehingga sahabat terdekatnyapun nyaris tidak
mengetahuinya. Bahkan sebagian besar dari pengikutnya memperkirakan bahwa Nabi saw. akan
tetap di Mekah melanjutkan perjuangannya, setelah memerintahkan pengikutnya untuk berhijrah.
Sementara itu berita-berita yang datang dari yas\rib semakin menghawatirkan Quraisy,
sebab kaum muhajirin semua telah berkumpul di Yas\rib dan penduduk negeri tersebut
menyambutnya dengan penuh kemuliaan. Kenyataan ini membuat orang-orang Quraisy menjadi
curiga jangan-jangan Muhammad juga akan keluar dari Mekah bergabung dengan sahabat-
sahabatnya di sana. Dengan alasan ini, mereka pun mengadakan pertemuan di Dar al-Nadwa dan
memutuskan Muhammad harus dibunuh beramai-ramai. Pertemuan tersebut diabadikan oleh
Allah dalam Q.S. al-Anfal/8: 30 yaitu:
Terjemahnya:
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan
tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu, dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
Setelah kesepakatan kaum Quraisy untuk menghabisi nyawa Rasulullah saw. maka
Malaikat Jibril datang menemui Nabi dan mengabarkan kepadanya tentang persekongkolan
kaumnya. Dia menyuruh Nabi untuk segera pergi meninggalkan rumanya dan menetapkan waktu
3
untuk berhijrah. Setelah itu Nabi saw. pun pergi ke rumah Abu Bakar untuk menyampaikan
bahwa Allah telah mengizinkannya untuk berhijrah sambil merancang strategi perjalanannya. Di
sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam
sejarah mencari kebenaran dan mempertahankan keyakinan dan keimanan yang penuh resiko dan
bahaya.
Setelah matahari terbenam, malam telah mencapai keheningan, pemuda-pemuda yang
sudah dipersiapkan Quraisy untuk membunuh Nabi saw. sudah mengepung rumahnya. Pada saat-
saat yang kritis itu Nabi menyampaikan kepada Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya
dengan menggunakan selimut yang biasa dipakainya. Kemudian Nabi saw. keluar rumah
menyibak kepungan mereka. Para pembunuh bayaran ini tidak melihat Nabi sedikit pun, karena
Allah telah membutakan mereka sehingga mereka tidak bisa melihat, sebagaimana yang
dijelasakan dalam al-Qur’an Q.S. Yasin/36 : 9 sebagai berikut:
Terjemahnya:
“Dan kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan
kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat Melihat.”
Rasulullah saw. meninggalkan rumah pada malam hari tanggal 27 shafar tahun 14
Nubuwah, lalu menuju rumah Abu Bakar kemudian pergi meninggalkan Mekah melewati jalur
selatan, jalur yang berlawanan dengan jalur utama ke Madinah yang mengarah ke utara.
Keduanya menempuh jalan ini sekitar lima mil hingga tiba di gunung Tsaur lalu kemudian
memasuki seguah gua yang berada di puncak gunung yang di sebut gua Tsaur. Nabi dan Abu
Bakar bersembunyi di Gua tersebut selama tiga malam.
Setelah keadaan sudah sedikit stabil Nabi saw. bersama Abu Bakar beserta seorang
penunjuk jalan, melanjutkan perjalanan menuju ke selatan melewati Tihamah dekat pantai Laut
Merah, sebuah jalan yang tidak biasa dilalui oleh orang. Mereka berjalan dengan panas membara
di tengah padang pasir, namun kesulitan itu tidak lagi dihiraukan. Hanya dengan ketenangan Hati
kepada Allah dan adanya kedip bintang di gelap malam membuat hati dan perasaan mereka
terasa lebih aman.
Pada hari senin 8 Rabiul awal tahun ke 14 dari nubuwah, atau tahun pertama dari hijrah,
bertepatan dengan 23 September 622 M., Rasulullah saw. tiba di Quba. Dia berada di Quba
selama empat hari, di kampung ini Nabi saw. membangun sebuah masjid dan shalat di dalamnya.
Inilah masjid pertama yang didirikan atas dasar taqwa setelah nubuwah. Kemudian pada hari
4
jum’at Nabi saw. melanjutkan perjalanan, dan seusai shalat jum’at Nabi Muhammad saw.
memasuki Madinah. Sejak masa itulah Yastrib dinamakan Madinatun-nabi, atau disingkat
dengan Madinah. Inilah hari yang sangat monumental, semua rumah, dan jalan ramai dengan
suara tahmid dan taqdis sementara anak-anak gadis mereka mendendangkan bait-bait syair
karena senang dan gembira.
Tidak satupun tempat yang dilalui, melainkan penghuninya meminta Nabi saw. untuk
singgah di rumahnya, namun onta Nabi Muhammad saw. terus berjalan hinggga sampai di
sebuah kebun tempat penjemuran korma, di situlah ontanya berhenti, hingga Nabi saw. turun dari
ontanya. Di tempat inilah Nabi saw. mendirikan Masjid Nabawi sekaligus juga menjadi tempat
tinggalnya.
C. Perjuangan Rasulullah ketika di Madinah
1. Membangun Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah , setelah Masjid
Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah dia dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi
dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah . tiba di Madinah, yalah di tempat unta
tunggangan Nabi . menghentikan perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran
buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli
oleh Rasulullah . untuk dibangunkan masjid dan tempat kediaman dia.
Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5
m Rasulullah . turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para
shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan
tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma.
Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa
penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar
jerami.
Fungsi masjid Nabawi bagi kemaslahatan umat Islam, antara lain:
a. Sebagai tempat melaksanakan salat berjamaah
b. Sebagai pusat pengajaran agama Islam (madrasah)
c. Sebagai pusat untuk mempersatukan umat dari berbagai kabilah/suku
d. Sebagai pusat parlemen dalam musyawarah & menjalankan roda pemerintahan
5
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Kaum Anshar
Selain membangun masjid sebagai pusat aktivitas masyarakat, Rasulullah SAW melakukan
sebuah tindakan besar yang memiliki pengaruh luar biasa dalam sejarah, yaitu
mempersaudarakan (muakhah) kaum Muhajirin dan Anshar.
Ibnul Qayyim berkata, “Lalu Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
Anshar di rumah Anas bin Malik. Mereka berjumlah 90 orang lelaki. Separuh dari kalangan
Muhajirin dan separuh lagi dari Anshar. Beliau mempersaudarakan mereka agar saling
membantu dan saling mewarisi walaupun tak punya hubungan darah. Ini berlangsung hingga
Perang Badar.”
Allah menurunkan ayat,
“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-
mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang Mukmin dan orang-orang Muhajirin,
kecuali jika kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang
demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (QS Al Ahzab 33:6)
Persaudaraan ini dilakukan agar fanatisme Jahiliyah menjadi luntur, perbedaan nasab,
warna kulit, dan negara menjadi sirna. Tidak ada loyalitas dan antiloyalitas kecuali pada Islam.
Masyarakat baru ini telah melahirkan kisah-kisah yang layak dijadikan sebagai teladan sepanjang
zaman.
Masyarakat Madani yang dibangun oleh Islam merupakan bentuk ukhuwah yang
didasarkan pada agama. Pembelaan sepenuhnya dicurahkan kepada Allah, Rasulullah dan kaum
Mukmin. Islam membatasi ikatan persaudaraan dan saling menolong hanya berlaku antar
Mukmin.
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al
Hujurat 49:10)
Hubungan persaudaraan antar sesama Muslim yang didasari karena Allah SWT harus
menjadi landasan utama terbentuknya sebuah masyarakat.
Rasulullah SAW selalu menganjurkan kepada setiap Muslim yang baru agar mendalami
makna cinta yang didasari karena Allah SWT.
Adapun isi perjanjian diantara penduduk muslim Madinah (muhajirin dan anshar) adalah
sebagai berikut :
6
a. Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, dari Madinah maupun dari Kabilah lain
yang bergabung dengan berjuang bersama-sama, semuanya itu adalah satu ummat.
b. Semua kaum Mukminin dari kabilah mana saja, harus membayar diyat (denda) orang yang
terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan
adil antara sesama kaum Mukminin.
c. Kaum Mukminin tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang tidak mampu
membayar hutang atau denda, tetapi mereka harus menolongnya untuk membayar hutang
atau denda tersebut.
d. Kaum Mukminin yang bertakwa akan bertindak terhadap orang dari keluarganya sendiri
yang berbuat kezhaliman, kejahatan, permusuhan atau perusakan. Terhadap perbuatan
semacam itu semua kaum Mukminin akan mengambil tindakkan bersama, sekalipun yang
berbuat kejahatan itu anak salah seorang dari mereka sendiri.
e. Seorang Mukmin tidak boleh membunuh orang Mukmin lainnya lantaran ia membunuh
seorang kafir. Seorang Mukmin tidak boleh membantu orang kafir untuk melawan Mukmin
lainnya.
f. Jaminan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu : Dia melindungi orang-orang yang lemah
atas orang-orang yang kuat. Orang Mukmin saling tolong-menolong sesama mereka dalam
menghadapi gangguan orang lain.
g. Setiap Mukmin yang telah mengakui berlakunya perjanjian sebagaimana termaktub di dalam
naskah, jika ia benar-benar beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Hari Akhir
niscaya ia tidak akan memberikan pertolongan atau perlindungan kepada orang yang berbuat
kejahatan. Apabila ia menolong dan melindungi orang-orang berbuat kejahatan maka ia
terkena laknat dan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada Hari Kiamat.
h. Di saat menghadapi peperangan, orang-orang Yahudi turut memikul biaya bersama-sama
kaum Muslimin.
i. Orang-orang Yahudi dari Bani Auf dipandang sebagai bagian dari kaum Mukminin. Orang-
orang Yahudi tetap pada agama mereka, dan kaum Muslimin pun tetap pada agamanya
sendiri, kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan maka sesungguhnya dia telah
membinasakan diri dan keluarganya sendiri.
j. Orang-orang Yahudi harus memikul biayanya sendiri dan kaum Muslimin pun harus
memikul biaya sendiri dalam melaksanakan kewajiban memberikan pertolongan secara
7
timbal balik dalam melawan pihak lain yang memerangi salah satu pihak yang terikat dalam
perjanjian itu.
k. Jika di antara orang-orang yang terikat perjanjian ini terjadi pertentangan atau perselisihan
yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan maka perkaranya dikembalikan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Muhammad Rasulullah.
l. Setiap orang dijamin keselamatannya untuk meninggalkan atau tetap tinggal di Madinah,
kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan.
m. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang akan melindungi pihak yang berbuat
kebajikan dan taqwa.
3. Meletakkan Dasar-Dasar Kepemimpinan dengan Piagam Madinah
Piagam Madinah merupakan suatu nama yang diatributkan pada perjanjian tertulis yang
disepakati antara Rasullullah SAW sebagai pemimpin besar umat Islam, yang saat itu baru saja
tiba di Madinah (Yatsrib), dengan para petinggi kaum Yahudi yang faktualnya merupakan
penduduk mayoritas disana disamping berbagai macam aliran aqidah lain yang minoritas.
Kurang lebih, demikianlah Piagam Madinah kala itu, sebuah perjanjian yang memiliki arti dan
peranan besar bagi kelangsungan hidup Umat Islam yang baru akan memulai babak baru fase
perjuangan mereka.
Perjanjian tersebut diantaranya mengatur bagaimana seharusnya sebuah komunitas yang
satu dalam suatu wadah yang bernama Yatsrib dapat menyikapi berbagai perbedaan yang mereka
miliki, dan kemudian bersinergi secara harmonis dan konstruktif dalam menjaga keamanan,
kestabilan serta tentunya kemakmuran negeri Yatsrib.
Isi Piagam Madinah, antara lain :
1. Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia yang lain
2. Kaum Muhajirin dari Quraysh sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu membahu membayar
diyat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di
antara mukmin.
3. Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di
antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan dan diyat.
4. Seorang mukmin tidak boleh membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa
persetujuan daripadanya.
8
5. Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau
menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan
mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang
di antara mereka.
6. Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang
kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.
7. Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya
mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.
8. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan,
sepanjang (mukminin) tidak dizalimi dan ditentang (olehnya).
9. Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa
ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan
dan keadilan di antara mereka.
10. Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.
11. Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan
Allah. Orang-orang beriman dan bertaqwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
12. Orang Musrik (Yathrib) di larang melindungi harta dan jiwa orang Musrik (Quraysh), dan
tidak boleh campur tangan melawan orang beriman; dan masih banyak lagi.
4. Peperangan Rasulullah
a. Perang Badar
Pertempuran Badar ( bahasa Arab: ghazawāt badr ), adalah pertempuran besar pertama antara
umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17
Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur
menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang.
Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan
pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan. Sebelum pertempuran
ini, kaum Muslim dan penduduk Mekkah telah terlibat dalam beberapa kali konflik bersenjata
skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624, dan konflik bersenjata tersebut semakin
lama semakin sering terjadi. Meskipun demikian, Pertempuran Badar adalah pertempuran skala
besar pertama yang terjadi antara kedua kekuatan itu. Muhammad saat itu sedang memimpin
9
pasukan kecil dalam usahanya melakukan pencegatan terhadap kafilah Quraisy yang baru saja
pulang dari Syam , ketika ia dikejutkan oleh keberadaan pasukan Quraisy yang jauh lebih besar.
Pasukan Muhammad yang sangat berdisiplin bergerak maju terhadap posisi pertahanan lawan
yang kuat, dan berhasil menghancurkan barisan pertahanan Mekkah sekaligus menewaskan
beberapa pemimpin penting Quraisy, antara lain ialah Abu Jahal alias Amr bin Hisyam .
Bagi kaum Muslim awal, pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama
bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah
saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah.
Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa
suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai
pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering bertikai.
Berbagai suku Arab mulai memeluk agama Islam dan membangun persekutuan dengan kaum
Muslim di Madinah; dengan demikian, ekspansi agama Islam pun dimulai. Kekalahan Quraisy
dalam Pertempuran Badar menyebabkan mereka bersumpah untuk membalas dendam, dan hal
ini terjadi sekitar setahun kemudian dalam Pertempuran Uhud.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam Surah al – Anfal ayat 9 :
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu, "Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat
yang datang berturut-turut.”
b. Perang Uhud
Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan
luka mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan
perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung
kerugian materi yang tidak sedikit.
Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini,
ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak
dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum
Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud
termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud
karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128
10
meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah
utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi.
Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah
Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya.
Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu,
pertengahan bulan Syawwal.
Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga
penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke
Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa
memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan
akan mengancam keberadaan Quraisy.
Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum
Quraisy terhadap kaum Muslimin di Madinah.
Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan
keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan
kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk
menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3
ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti
Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan
yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-Walîd sebagai komandan sayap
kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl.
Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan
Quraisy dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia
akan dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat.
Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah
menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita.
Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan
peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam bersabda:
11
“Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu (isyarat-pent)
musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi
pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu (isyarat –pent-) kemenangan
yang Allah Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga
melihat sapi –Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu (isyarat) terhadap kaum
Muslimin (yang menjadi korban) dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah
Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan
dan kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud.
Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah,
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk
mengambil tindakan terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan
menyambut musuh di kota Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah?
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam cenderung mengajak para Sahabat bertahan di
Madinah dan melakukan perang kota, namun sekelompok kaum Anshâr radhiallahu'anhum
mengatakan,
“Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di jalan kota Madinah. Pada jaman
jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan (dalam kota), maka setelah Islam kita
lebih berhak untuk menghindarinya. Cegatlah mereka (di luar Madinah) !"
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersiap untuk berangkat. Beliau mengenakan baju
besi dan segala peralatan perang. Setelah menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan.
Akhirnya, mereka mengatakan:
“Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu, namun kalian mengajukan
yang lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan katakanlah,
“Kami mengikuti pendapatmu”".
Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan
mengatakan, ‘Wahai Rasulullâh, sesungguhnya para pengikutmu saling menyalahkan dan
akhirnya mengatakan, ‘Kami mengikuti pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini,
Rasulullâh Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :
‘Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan perangnya, maka dia tidak
akan menanggalkannya hingga terjadi peperangan’.
12
Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq
rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa ‘Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan
pendapat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara
at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah,
namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan.
Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu
Ishâq rahimahullah.
Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk
menyongsong musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di
hadapan musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat
kesempatan untuk ikut dalam Perang Badar.
Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan
bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta
memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah.
Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak
wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah
mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk
mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam dalam Perang Uhud.
c. Perang Khandaq
Di Madinah terdapat komplot yang mahu membunuh Nabi, yang digerakkan oleh orang
orang Yahudi (Banu Nadhir). Di kala Nabi berjalan jalan di lorong mereka, nyaris saja Nabi
dapat mereka bunuh. Untung Nabi dapat mengetahui terlebih dahulu, sehingga terhindar dari
bahaya. Hal ini ternyata melanggar perjanjian mereka dengan Nabi.
Karena ini, sesuai dengan perjanjian itu, maka Nabi mengeluarkan perintah agar semua
bangsa Yahudi keluar dari kota Madinah dan kepada mereka diizinkan membawa semua harta
benda dan kekayaan mereka. Tetapi mereka menentang perintah ini kerana merasa kuat dan
mengharapkan bantuan Abdullah bin Ubay.
Sesudah dikepung oleh tentera Islam, mereka menyerah kalah, dilucutkan senjata dan
diusir keluar Madinah. Pengusiran ini terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun keempat Hijrah.
13
Dengan pengusiran ini, bergabunglah kekuatan Yahudi dengan kekuatan kaum kafir
Quraisy yang ada di kota Makkah, untuk menyerang Nabi dan ummat Islam. Kekuatan mereka
ditambah lagi dengan bergabungnya orang Ghatafan dan Habsyi. Kota Madinah dikepung dari
segala pihak oleh tentera gabungan musuh ini.
Menurut nasihat Salman al-Farisi (sahabat Nabi bangsa Persia), Nabi memerintahkan
untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah, lebih lebih daerah yang kurang kuat
pertahanannya. Satu sektor dan parit ini, diserahkan kepada Banu Quraidzah
mempertahankannya.
Di luar parit pertahanan itu, tampak tentera musuh berkumpul dengan khemah mereka,
yang berjumlah tidak kurang dari sepuluh ribu tentera, terdiri dari kaum Quraisy, Banu Kinanah,
Ghatafan, Tihamah dan Najid.
Nabi hanya dapat mengumpulkan tentera dua ribu orang. Setiap tentera Islam sudah siap
di pinggir parit pertahanan, mereka menanti musuh yang datang menyerang. Setiap musuh yang
datang menyerang, dapat diundurkan. Akhirnya musuh mengundur diri dan mengubah cara
dengan menghalang agar penduduk kota Madinah mati kelaparan.
Dua puluh hari dua puluh malam lamanya halangan itu dijalankan. Kaum Muslimin
mulai diserang kelaparan. Keadaan bertambah sulit bagi ummat Islam, setelah pemimpin Banu
Quraidzah yang bernama Ka'ab bin Asad menyeleweng dan lari ke pihak musuh, sedang dia
adalah orang yang tahu benar strateji pertahanan Nabi.
Ramai tentera Islam yang takut dan khuatir kerana peristiwa itu. Mereka khuatirkan kalau
kalau kerana pengaruh orang orang munafik yang menyeleweng itu, teman temannya yang lain
dalam tentera Islam akan turut menyeleweng sama. Setelah lebih dua puluh hari, tentera musuh
tidak tahan hati, lalu menyerbu dengan melompati parit yang agak sempit dengan kuda mereka.
Ali yang berbadan kecil itu, telah dapat membunuh pemerintah tentera musuh yang
bernama 'Amru bin Abdu Wid yang berbadan besar dan gemuk. Sedang Safiah, anak perempuan
nenek Nabi (Abdul Muttalib), dapat menewaskan pemuka Yahudi.
Karena keadaan, Nabi mengadakan tipu muslihat. Nu'aim adalah pemuka bangsa
Ghatafan yang telah masuk Islam tetapi tidak diketahui oleh kaumnya, diutus oleh Nabi untuk
menemui musuh dengan tipu muslihat. Bangsa Ghatafan (Yahudi) dihasutnya untuk tidak
percaya kepada bangsa Quraisy dan sebaliknya bangsa Quraisy pun dihasutnya supaya tidak
percaya kepada bangsa Ghatafan, dengan kata katanya.
14
Barisan musuh mulai saling mencurigai antara satu sama lain. Di kala itu turunlah angin
keras, menyebabkan musuh lebih kelam kabut takut kepada kawan sendiri. Akhirnya mereka
mengundurkan diri ke kampungnya masing masing.
Setelah tempat itu bersih dari semua tentera musuh, Nabi lalu berkata kepada kaum
Muslimin: "Ini adalah kali penghabisan buat bangsa Quraisy menyerang kita. Mulai sekarang
kita diwajibkan menyerang mereka."
Sebelum sembahyang Asar di hari itu juga, di kala tentera Islam yang letih dan lesu itu
sedang beristirahat, tiba tiba terdengar mu'azzin azan dengan suara yang nyaring. Kaum
Muslimin lalu berkumpul mahu sembahyang. Tetapi sebelum sembahyang, mu'azzin itu
menyiarkan perintah Nabi yang berbunyi: "Barangsiapa yang suka mendengar dan patuh,
tidaklah ia sembahyang Asar hari ini, kecuali di tempat kediaman Banu Quraidzah."
Hal ini berarti bahawa mereka di saat itu juga harus menyerang Banu Quraidzah yang
telah mengkhianati kaum Islam di medan perang dan ini adalah perintah Malaikat kepada Nabi.
Dua puluh lima hari lamanya Banu Quraidzah yang terdiri dari bangsa Yahudi itu
dikepung dan akhirnya menyerah kalah. Kaum Aus meminta kepada Nabi, agar mereka itu
jangan dibunuh, tetapi diusir saja seperti Banu Nadhir dahulu. Tetapi mengingat besarnya
pengkhianatan mereka, Nabi tidak dapat menghukum mereka dengan hanya mengusir saja, yang
mungkin akan menambah kekuatan musuh pula jadinya. Akhirnya Nabi mendapat akal baru.
Sa'ad bin Mu'az diangkat Nabi menjadi hakim terhadap tawanan tawanan itu. Nabi menyerahkan
keputusan kepada hakim ini. Mendengar itu kaum Aus merasa puas dan Banu Quraidzah sendiri
pun timbul harapan bagi mereka.
Sa'ad sendiri di perang Khandak, kena panah dari kaum Quraidzah ini. Dia mendoa agar
dia jangan mati dahulu sebelum dapat menghukum kaum pengkhianat ini.
Banu Quraidzah dimintanya bersumpah untuk tunduk atas keputusan yang akan
diambilnya. Setelah sumpah selesai, Sa'ad bin Mu'az lalu menetapkan keputusan sebagai berikut:
"Lelaki bangsa Quraidzah dibunuh semua (yang bersalah), harta bendanya dibagi bagi dan anak
anak serta perempuan perempuannya ditawan."
Tujuh ratus orang lelaki Banu Quraidzah yang khianat itu pun dibunuh, kerana dosa
mereka yang besar sekali. Begitulah hukum yang ditetapkan Tuhan bagi mereka. Sejak hari itu,
tamatlah riwayat bangsa Yahudi dari kota Madinah. Sebahagian mereka pindah ke Syria,
15
sebahagian lagi ke Khaibar. Begitulah nasib mereka kerana melanggar perjanjian dan
mengkhianati langsung umat Islam dan Nabi.
d. Penaklukan Makkah (Fathu Makkah)
Pembebasan Mekkah (bahasa Arab: Fathu Makkah) merupakan peristiwa yang terjadi pada
tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, dimana Nabi Muhammad SAW beserta
10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah
secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikitpun, sekaligus menghancurkan berhala yang
ditempatkan di dalam dan sekitar Ka'bah.
Pada tahun 628, Quraisy dan Muslim dari Madinah menandatangani Perjanjian Hudaybiyah.
Meskipun hubungan yang lebih baik terjadi antara Mekkah dan Madinah setelah
penandatanganan Perjanjian Hudaybiyah, 10 tahun gencatan senjata dirusak oleh Quraisy,
dengan sekutunya Bani Bakr, menyerang Bani Khuza'ah yang merupakan sekutu Muslim. Pada
saat itu musyrikin Quraisy ikut membantu Bani Bakr, padahal bersadasarkan kesepakatan damai
dalam perjanjian tersebut dimana Bani Khuza'ah telah bergabung ikut dengan Nabi Muhammad
SAW saw dan sejumlah dari mereka telah memeluk islam, sedangkan Bani Bakr bergabung
dengan musyrikin Quraisy.
Abu Sufyan, kepala suku Quraisy di Mekkah, pergi ke Madinah untuk memperbaiki
perjanjian yang telah dirusak itu, tetapi nabi Muhammad SAW saw menolak, Abu Sufyan pun
pulang dengan tangan kosong. Sekitar 10.000 orang pasukan Muslim pergi ke Mekkah yang
segera menyerah dengan damai. Nabi Muhammad SAW saw bermurah hati kepada pihak
Mekkah, dan memerintahkan untuk menghancurkan berhala di sekitar dan di dalam Ka'bah.
Selain itu hukuman mati juga ditetapkan atas 17 orang Mekkah atas kejahatan mereka terhadap
orang Muslim, meskipun pada akhirnya beberapa di antaranya diampuni.
Tanggal 10 Ramadan 8 H, Nabi Muhammad saw beserta 10.000 pasukan bergerak dari
Madinah menuju Mekkah, dan kota Madinah diwakilkannya kepada Abu Ruhm Al-Ghifary.
Ketika sampai di Dzu Thuwa, Nabi Muhammad SAW saw membagi pasukannya, yang
terdiri dari tiga bagian, masing-masing adalah:
Khalid bin Walid memimpin pasukan untuk memasuki Mekkah dari bagian bawah,
Zubair bin Awwam memimpin pasukan memasuki Mekkah bagian atas dari bukit Kada', dan
menegakkan bendera di Al-Hajun,
16
Abu Ubaidah bin al-Jarrah memimpin pasukan dari tengah-tengah lembah hingga sampai ke
Mekkah.
Dari Al-Hajun Nabi Muhammad SAW saw memasuki Mesjid Al-Haram dengan dikelilingi
kaum Muhajirin dan Anshar. Setelah thawaf mengelilingi Ka'bah, Nabi Muhammad SAW saw
mulai menghancurkan berhala dan membersihkan Ka'bah. Dan selesailah pembebasan Mekkah.
D. Wafatnya Rasulullah
1. Tanda Perpisahan
Ketika dakwah telah sempurna dan Islam telah menguasai keadaan,tanda-tanda perpisahan
dengan kehidupan dan dengan orang-orang yang masih hidup mulai tampak terasa dalam
perasaan beliau,dan semakin jelas lagi dari perkataan-perkataan dan perbuatan beliau.
Pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah,Rasulullah ber i'tikaf selama dua puluh hari,dimana
pada (tahun-tahun) sebelumnya beliau tidak pernah beri'tikaf kecuali sepuluh hari saja,dan
malaikat Jibril bertadarrus Al-Qur'an dengan beliau sebanyak dua kali.
Pada Haji Wada'beliau bersabda,"Sesungguhnya aku tidak mengetahui,barangkali setelah
tahun ini aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian dalam keadaan seperti ini selamnya."Dan
beliau bersabda pada saat melempar Jumrah Aqabah,"Tunaikanlah manasik (haji) kalian
sebagaimana aku menunaikannya,barangkali aku tidak akan menunaikan haji lagi pada tahun
ini." Dan telah diturunkan kepada beliau di pertengahan hari tasyriq surat an-Nashr,sehingga
beliau mengetahui bahwa hal itu adalah perpisahan,dan merupakan isyarat akan
(dekatnya)kepergian beliau untuk selama-lamanya.
Di awal bulan Safar tahun 11 Hijriyah,beliau pergi menuju Uhud,kemudian melakukan shalat
untuk para syuhada,sebagai (ungkapan) perpisahan bagi orang-orang yang masih hidup dan yang
telah mati.Kemudian beranjak menuju mimbar,dan bersabda,"Sesungguhnya aku akan
mendahului kalian dan menjadi saksi atas kalian.Demi ALLAH,sesungguhnya aku sekarang
benar-benar melihat telagaku,dan telah diberikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan bumi
atau kunci-kunci bumi,dan demi ALLAH,sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan
melakukan kesyirikan sepeninggalku nanti,akan tetapi yang dikhawatirkan terhadap kalian
adalah kalau kalian berlomba-lomba di dalam merebut kekayaan dunia.[Muttafaq 'alaih,Shahih
Al-Bukari II/585]
17
Pada pertengahan suatu malam,Rasulullah keluar menuju (kuburan) Baqi'untuk memohon
ampun bagi mereka,beliau bersabda,"Semoggah keselamatan atas kalian,wahai ahli
kubur,selamat atas apa yang kalian alami (pada saat ini)sebagaimana yang telah dialami orang-
orang (sebelumnya).Fitnah-fitnah (berbagai cobaan)telah datang bagai sepotong malam gelap
gulita,yang datang silih berganti,yang datang belakangan lebih buruk dari pada sebelumnya."
Kemudian Beliau memberikan kabar gembira kepada mereka dengan bersabda,"Sesungguhnya
kami akan menyusul kalian.
2. Permulaan Sakit
Pada tanggal 28 atau 29 bulan safar tahun 11 hijriyah (Hari senin)Rasulullah menghadirkan
penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi'.Ketika kembali,ditengah perjalanan beliau
merasakan pusing di kepalanya dan panas mulai merambat pada sekujur tubuhnya,sampai-
sampai mereka (para sahabat)dapat merasakan pengaruh panasnya pada sorban yang beliau
pakai.
Nabi shalat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama sebelas hari,sedangkan jumlah
hari sakit beliau adalah 13 atau 14 hari.
3. Empat hari sebelum wafat
Pada hari Kamis,empat hari sebelum Rasulullah wafat,beliau berkata,pada saat sakit beliau
parah,"Kemarilah kalian,aku tuliskan untuk kalian sebuah pesan yang kalian tidak akan tersesat
setelahnya. "Pada saat itu ada beberapa sesepuh sahabat dirumah beliau,diantaranya adalah
Umar.
Dan Umar berkata,"Sesungguhnya rasa sakit telah mempengaruhi (kesadaran Rasulullah),kalian
telah memiliki Al-Qur'an,maka cukuplah Al-Qur'an bagi kalian.Maka terjadi peselisihan dan
pertengkaran di dalam rumah beliau,diantara mereka ada yang berkata,,Mendekatlah kalian."Dan
diantara mereka ada yang berkata seperti perkataan Umar.Ketika mereka semakin gaduh dan
semakin ramai berselisih,Rasulullah berkata,"Pergilah kalian dariku!,[Muttafaq 'alaih,,kitab
Misykatul Mashabih,jilid II/548 dan Shahih Bukhari,I/22,429,449,II/638].
Pada hari itu Rasulullah mewasiatkan tiga perkara, yaitu :
a. berwasiat untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi,Nasrani dan orang-orang musyrik
dari jazirah Arab
b. berwasiat untuk memberikan penghargaan kepada utusan (delegasi) sebagaimana yang
telah beliau berikan kepada mereka sebelumnya.
18
c. Berwasiat untuk berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah,juga pengiriman
tentara Usamah,serta sabda beliau,"Jagalah shalat dan budak-budak kalian.”
Walaupun penyakit yang diderita Nabi sangat parah,akan tetapi beliau masih sempat
menunaikan semua shalatnya bersama jamaah para sahabatnya hingga hari itu,yakni hari
Kamis,empat hari sebelum wafat,dan pada hari itu Rasulullah telah menunaikan shalat Magrib
bersama mereka,pada saat itu beliau membaca wal-Mursalati 'urfa. [diriwayatkan oleh Bukhari
dari Ummu Fadhl: Bab Mardhun Nabi,III/637].
Pada waktu Isya,sakit Rasulullah semakin parah,hingga beliau tidak bisa kemasjid.Aisyah
berkata,Rasulullah bertanya,"Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?"..Kami
menjawab,"belum wahai Rasulullah,akan tetapi mereka menunggumu. "Beliau berkata, "Siapkan
untukku air dibejana." Kamipun melaksanakannya,kemudian Rasulullah mandi,ketika hendak
bangkit,beliau pingsan,dan tak lama kemudian beliau sadar,dan bertanya, "Apakah orang-orang
telah menunaikan shalat?".Maka terjadilah untuk kedua dan ketiga kalinya yang terjadi
sebelumnya,yakni mandi kemudian pingsan ketika hendak bangkit.Beliau memerintahkan agar
Abu Bakar menjadi Imam.Pada hari-hari tersebut Abu Bakar mulai shalat bersama mereka.
[Muttafaq 'alaih, dalam kitab Misykatul Mashabih,I/102]
Pada hari itu Abu Bakar telah menjadi Imam sebanyak tujuh belas kali waktu shalat selama
hidup Rasulullah,yaitu shalat Isya pada Kamis,shalat Subuh pada Senin dan dan lima belas wktu
shalat (yang lainnya).
Aisyah telah meminta kepada Nabi tiga atau empat kali untuk memberhentikan Abu Bakar
menjadi iman,supaya orang-orang tidak merasa pesimis dengannya,akan tetapi beliau
menolaknya dan berkata,,"Sesungguhnya kalian (seperti) wanita-wanita yang merayu
Yusuf,suruhlah Abu Bakar untuk tetap shalat bersama orang-orang (sebagai imam).[untuk lebih
jelasnya,lihat Shahih Bukhari,I/99.beserta fatul Bari,VII/4747 hadits ke 4445,dan Shahih
Muslim,kitab ash-Shalah,I/313,hadits ke 93,94].
4. Detik – detik Wafatnya Rasulullah
Detik-detik kematian telah tiba,Aisyah menyandarkan tubuh beliau kepadanya,ia
berkata,"Termasuk nikmat ALLAH yang diberikan kepadaku,adalah bahwa Rasulullah wafat
dirumahku,di antara paru-paruku dan tenggorokanku, ALLAH mengumpulkan antara ludahku
dan ludahnya pada saat kematiannya.
19
Abdurrahman bin Abu Bakar masuk,di tangannya ada sepotong siwak,sedang Rasulullah
bersandar pada tubuhku,aku melihat Rasulullah memandang siwak tersebut dan aku tauh bahwa
ia menyukai siwak,aku berkata kepadanya,"Maukah aku ambilkan untukmu?.Beliau
menganggukkan kepalanya pertanda mengiyakan,kemudian aku berikan siwak tersebut
kepadanya, akan tetapi siwak tersebut sangat keras baginya,sehingga aku bertanya
kepadanya,,"Maukah aku lunakkan untukmu?"..Beliau mengisyaratkan dengan kepalanya
bertanda mengiyakan,maka aku pun melunakkannya,kemudian Rasulullah menggosokkan pada
giginya.Di dalam riwayat lain dinyatakan bahwa beliau bersiwak dengan sebaik-baiknya
sebagaimana kita melakukannya.Di depan beliau ada sebuah bejana berisi air,lalu beliau
memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut kemudian mengusapkannya ke wajah
kemudian berkata,,"La ilaha illallah,sesungguhnya kematian itu mengalami sekarat. [Shahih
Bukhari bab Maradhun Nabi,II/640]
Tak beberapa lama selesai bersiwak,Rasulullah mengangkat tangan atau jarinya dan
menatapkan pandangannya ke atap,kedua bibirnya bergerak,dan Aisyah
mendengarkannya,,Beliau berkata:
Beliau mengulangi kalimat yang terakhir ini tiga kali,kemudian tangannya miring dan beliau
pun akhirnya berjumpa dengan kekasih Yang Maha tinggi, Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Kejadian ini berlangsung pada saat waktu Dhuha sedang panas-panasnya,yaitu pada hari
Senin 12 Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriyah,umur beliau saat itu telah mencapai 63 tahun lebih
empat hari.
#Alhamdulillah
20
DAFTAR PUSTAKA
Kamal, Rahmat. Pedoman Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. 2014. Solo: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
http://irfitare.blogspot.com/2012/12/kisah-perang-badar-uhud-dan-khandak.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembebasan_Mekkah
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Uhud
http://mputrariyadi.heck.in/sejarah-singkat-perang-badar-nabi-muhamm.xhtml
http://denchiel78.blogspot.com/2010/05/konstitusi-piagam-madinah.html
http://www.hasanalbanna.com/asas-masyarakat-baru-perjanjian-antara-kaum-muslimin-dengan-
orang-orang-di-luar-islam/
https://itsthemessage.wordpress.com/2013/12/08/sirah-nabawi-part-12-mempersaudarakan-
muhajirin-dan-anshar/
http://qosimaly.blogspot.com/2014/12/nabi-muhammad-mempersaudarakan-muhajir.html
http://ummumarwah.blogspot.jp/2012/04/permulaan-sakit-hingga-meninggalnya.html
21