Rancangan Penelitian UNSRAT PPDS

download Rancangan Penelitian UNSRAT PPDS

If you can't read please download the document

description

OKSITOSIN INTRAVENA LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN MISOPROSTOL PER VAGINAL DALAM MENURUNKAN VOLUME PERDARAHAN POST PARTUM SECARA DINI

Transcript of Rancangan Penelitian UNSRAT PPDS

USULAN PENELITIAN

OKSITOSIN INTRAVENA LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN MISOPROSTOL PER VAGINAL DALAM MENURUNKAN VOLUME PERDARAHAN POST PARTUM SECARA DINI

Oleh: Ivan Limy

Pembimbing: Prof. DR. Dr. O.S. Tendean, Sp.And

1

UNIVER EM S

E AS SAM R A T

E ND ID IKA P N N

T

I

IONAL G AS N ULAN I

T

DEPAR

F A K AN U L T TER A K SK E DO

PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2013BAB I PENDAHULUAN

1.1; Latar Belakang Oksitosin merupakan suatu uterotonika. Penggunaan oksitosin umum digunakan pada persalinan pervaginam. Oksitosin diberikan pada pasien dengan tujuan memperbaiki kontraksi uterus dan atau merangsang timbulnya kontraksi 2

uterus, selain itu dapat digunakan untuk mencegah perdarahan post partum. Oksitosin (1 ampul 1ml 10 IU) digunakan pada induksi persalinan maupun pada kala uri. Tujuan diberikan oksitosin setelah kala III supaya terjadi kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi uterus. Dengan terjadinya involusi dari uterus maka perdarahan berhenti. (Walraven, 2004) Dalam penelitian terkini diketahui bahwa misoprostol memiliki efek yang lebih baik dibandingkan dengan placebo dalam hal mengurangi banyaknya perdarahan, baik untuk pencegahan dan penanganan perdarahan post partum. Efek samping utama yang dilaporkan adalah menggigil dan pireksia walaupun keduanya diketahui bergantung pada dosis yang diberikan. (Hofmey, 2004) Mengulas dari segi farmakologis, fisiologis dan bukti klinis mengenai penggunaan misoprostol untuk penanganan perdarahan post partum. Pemberian secara oral merupakan cara yang paling cepat namun berkaitan dengan durasi kerja yang pendek. Pemberian melalui rektal memiliki uptake yang rendah namun dengan waktu kerja yang panjang. Pemberian secara buccal dan sublingual memiliki intake yang cepat, durasi kerja yang panjang dan bioavaibilitas total yang paling besar. (Hj L, 2005) Banyak perdebatan yang masih terjadi mengenai kedua uterotonika tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perbandingan tentang uterotonika yang lebih baik dalam menurunkan volume perdarahan post partum. Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan dapat

3

terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. (Ramanathan, 2006) Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum. (Siswosudarmo,2010) Di seluruh dunia, kematian ibu akibat perdarahan diperkirakan mencapai 30 % dan sebagian besar pada masa pasca persalinan. Sebagian besar kematian ibu akibat perdarahan post partum terjadi di negara-negara berkembang pada keadaan tidak adanya penolong persalinan atau penolong persalinan belum memiliki keahlian yang cukup atau peralatan yang tepat untuk mencegah dan menangani perdarahan post partum dan syok. Milenium Development Goal untuk mengurangi rasio mortalitas maternal sampai 75 persen akan sulit untuk dicapai kecuali kita mengatasi perdarahan post partum di negara berkembang sebagai prioritas utama. (ICM, 2003)

4

Pada negara dengan tingkat pendapatan rendah, perdarahan post partum merupakan penyebab utama kematian maternal dan penyebab yang seharusnya dapat dicegah. Usaha untuk mengurangi kematian akibat perdarahan post partum semakin diperparah dengan fakta bahwa sebagian besar kematian terjadi diluar rumah sakit atau pasien terlalu cepat dikembalikan pada sarana kesehatan (mungkin maksudnya dikembalikan ke puskesmas atau klinik perujuk). Lebih lanjut, pencegahan dan penanganannya terutama bergantung pada pemberian uterotonika, yang tersedia secara bebas untuk kehamilan diluar sistem pelayanan kesehatan. (Abdel-Aleem, 2001)

I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : Apakah Oksitosin intravena lebih efektif dibandingkan dengan Misoprostol per vaginal dalam menurunkan volume perdarahan post partum secara dini di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado?

I.3.Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas Oksitosin intravena dibandingkan dengan Misoprostol per vaginal dalam menurunkan volume perdarahan post partum secara dini di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.

I.4. Manfaat Penelitian

5

1

Menambah wawasan dan informasi mengenai efektivitas Oksitosin intravena dibandingkan dengan Misoprostol per vaginal dalam menurunkan volume perdarahan post partum secara dini.

2

Dari segi pengabdian masyarakat maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa untuk menurunkan volume perdarahan post partum dapat menggunakan oksitosin intravena pada pasien yang melakukan persalinan di Bidan atau puskesmas atau senter kesehatan lainnya.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1;

Oksitosin Oksitosin merupakan suatu uterotonika. Maksud pemberian oksitosin

adalah selain untuk memperbaiki his sehingga dapat membuka serviks dapat juga digunakan untuk menimbulkan kontraksi uterus sehingga mencegah terjadinya 6

perdarahan post partum pada kala III. Satu ciri khas dari oksitosin adalah hasil pemberiannya akan tampak dalam waktu singkat, sehingga tidak ada gunanya pemberian oksitosin secara berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan dalam beberapa jam saja dan jika tidak ada kemajuan pemberian dihentikan saja. Kemudian dapat dicoba lagi beberapa jam, kalau tetap tidak ada kemajuan maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria saja. Oksitosin bekerja dengan cara mempengaruhi arus ion transmembran pada sel-sel otot polos miometrium untuk menyebabkan kontraksi otot uterus, sehingga pembuluh pembuluh darah yang berada di miometrium dapat terjepit dengan adanya kontraksi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin biasanya bisa diberikan secara suntikan intra muskuler atau bisa secara intra vena segera setelah bayi lahir. (Siswosudarmo, 2010)

2.2;

Misoprostol Prostaglandin adalah asam lemak yang secara alami diproduksi oleh

berbagai jaringan tubuh. Prostaglandin E1 menyebabkan kontraksi miometrium dengan cara berinteraksi dengan reseptor spesifik pada sel miometrium. Interaksi ini menimbulkan kaskade proses yang mencakup perubahan pada konsentrasi kalsium yang menimbulkan kontraksi uterus. (Roger, 2007) Misoprostol adalah analog dari prostaglandin E1. Dengan berinteraksi pada reseptor prostaglandin, misoprostol menyebabkan serviks menjadi lunak dan uterus berkontraksi yang menyebabkan pengeluaran dari isi uterus. Misoprostol relatif tidak dimetabolisme, sehingga memiliki masa kerja lebih lama. Walaupun analog prostaglandin lain dapat digunakan bersamaan dengan mifepriston dan metotreksat, keamanan, biaya yang rendah, ketersediaan dan stabilitas pada suhu ruangan dari misoprostol menyebabkan obat ini lebih disenangi dalam aborsi medisinalis. Misoprostol digunakan dalam berbagai macam kondisi termasuk pencegahan ulkus lambung. Misoprostol juga digunakan pada keadaan emergensi obstetrik termasuk induksi persalinan, pematangan serviks dan aborsi trimester 7

kedua. Misoprostol juga dapat digunakan pada perdarahan postpartum dan kegagalan kehamilan. (Lokugamage, 2001) Misoprostol larut dalam air, cepat diserap dan mengalami deesterifikasi menjadi bentuk asamnya, yang memiliki aktifitas klinis. Misoprostol pada pemberian oral diserap dengan t max dari asam misoprostol 123 menit dan t1/2 20-40 menit. Terdapat variabilitas yang besar pada level plasma asam misoprostol pada berbagai penelitian, namun nilai rata-rata setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan hubungan linier dengan dosis antara 200-400g. Tidak terdapat akumulasi asam misoprostol pada penelitian dengan dosis multiple, kadar plasma stabil tercapai dalam 2 hari. Konsentarasi plasma maksimum dari misoprostol berkurang setelah penggunaan bersama dengan makanan dan ketersediaan total dari asam misoprostol berkurang dengan penggunaan antasida. (OBrien, 1998) Misoprostol dapat diserap baik melalui mukosa vagina maupun mukosa mulut. Beberapa penemuan mendapatkan bahwa vaskularisasi dari mukosa mulut memungkinkan absorbsi yang dapat menghindari dari metabolisme hati. Jika dibandingkan pemberian melalui oral, vaginal dan rectal, didapatkan bahwa pemberian per vagina menghasilkan kadar misoprostol dalam plasma lebih lama dan memiliki area dibawah kurva (AUC) pada menit ke 240 lebih besar dibandingkan kedua jalur lainnya (p < 0,01). Pemberian jalur rektal menghasilkan keadaan yang serupa namun dengan area dibawah kurva yang jauh lebih sedikit pada menit ke 240. Sedangkan pemberian jalur oral memiliki kadar plasma yang lebih tinggi dan waktu yang jauh lebih sedikit untuk mencapai dosis maksimal dibandingkan dengan kedua rute lainnya. (Shojai, 2001) Penelitian farmakokinetik pada pasien dengan berbagai derajat gangguan renal menunjukkan penggandaan dari t1/2, Cmax dan AUC dibandingkan keadaan normal, namun tidak terdapat korelasi yang jelas antara derajat gangguan dengan AUC. Tidak terdapat penyesuaian dosis rutin pada pasien lanjut usia ataupun pasien dengan gangguan ginjal, namun dosis dapat dikurangi jika dosis yang umum digunakan tidak dapat ditoleransi. (Walraven, 2005)

8

Misoprostol memiliki kerja anti sekretoris dan proteksi mukosa. Misoprostol digunakan dalam perlindungan mukosa lambung pada penggunaan NSAID. Obat ini menghambat produksi prostaglandin yang mengakibatkan kurangnya sekresi mukus dan bikarbonat sehingga mengakibatkan kerusakan mukosa pada penggunaan NSAID tersebut. Misoprostol meningkatkan produksi mukus dan bikarbonat, serta pada dosis yang diatas 200g juga berfungsi sebagai antisekretoris. (Abdel, 2001) Misoprostol merupakan analog prostaglandin dan memiliki reseptor dalam menjalankan fungsinya. Pada awal kehamilan hanya terdapat sedikit reseptor pada uterus sehingga membutuhkan dosis yang lebih besar untuk menimbulkan efek yang diinginkan. Setelah berikatan dengan reseptornya, prostaglandin akan mengakibatkan menurunnya cAMP pada retikulum endoplasma melalui mediasi protein G, dimana protein G tersebut akan mengaktifkan fosfolipase C selanjutnya fosfolipase C akan mengaktifkan protein kinase C dan melepaskan inositol trifosfat. Protein kinase C akan mengaktifkan miosin sedangkan inositol trifosfat akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi ion Ca dalam otot, sehingga kedua hal tersebut akan menimbulkan kontraksi otot. (Ramanathan, 2006)

2.3 Perdarahan Post Partum Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. (Ramanathan, 2006)

9

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum. (Siswosudarmo,2010)

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual

10

POPULASI Semua wanita hamil aterm, partus spontan pervaginam yang dirawat di ruang bersalin RSUP Prof. RD. Kandou Manado

SAMPEL Pasien multigravida hamil aterm yang partus spontan pervaginam di ruang bersalin RSUP Prof. RD. Kandou Manado

Faktor Ekstrinsik - Status Gizi Pemberian obat-obatan Cara pertolongan persalinan

Faktor Intrinsik - Umur Besar Janin Kadar Hb

Oksitosin Intravena Misoprostol perektal

Perdarahan post partum +/-

11

3.2 Hipotesis Ho : Oksitosin Intravena tidak lebih efektif dibanding Misoprostol Per vaginal dalam menurunkan volume perdarahan post partum secara Dini. H1 : Oksitosin Intravena lebih efektif dibanding Misoprostol Per vaginal dalam menurunkan volume perdarahan post partum secara dini. BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pretest and post test design.

P S R O

: Populasi : Sampel : Random : pasien multigravida yang partus pervaginam

O1 : pasien multigravida yang partus pervaginam sebelum diberikan Misoprostol O2 : pasien multigravida yang partus pervaginam sesudah diberikan Misoprostol 12

O3 : pasien multigravida yang partus pervaginam sebelum diberikan Oksitosin O4 : pasien multigravida yang partus pervaginam sesudah diberikan Oksitosin O5 : pasien multigravida yang partus pervaginam sebelum diberikan Plasebo O6 : pasien multigravida yang partus pervaginam sesudah diberikan Plasebo M : Pemberian Misoprostol per vaginal O P : Pemberian Oksitosin Intravena : Pemberian Plasebo

4.2 Populasi Populasi penelitian adalah semua wanita hamil aterm yang dirawat di ruang bersalin RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.

4.3 Sampel Sampel penelitian ini adalah semua wanita multigravida hamil aterm yang partus spontan pervaginam dengan perdarahan post partum di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dan memenuhi kriteria inklusi serta bersedia mengikuti penelitian ini. Besar sampel ditentukan menurut rumus infinitive (Tendean, 2011) : Z 2 r2 n = d2 dimana : n : besar sampel Z: harga standar normal r : varian populasi

13

d : penyimpangan yang ditolerir (4,8)2 (1,976) 2 n = (0,05)2

n = 36 4.3.1 Kriteria Inklusi 1. Ibu multigravida hamil aterm yang melakukan persalinan spontan pervaginam 2. Tidak ada komplikasi obstetrik 3. Ibu setuju mengikuti penelitian 4.3.2 Kriteria Eksklusi 1.Tidak bersedia mengikuti penelitian 2. Primigravida 3. Gemeli 4. Bekas seksio sesarea 5. Terdapat kelainan jantung, paru

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kamar Bersalin Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R D Kandou, Manado. Waktu penelitian dari bulan maret 2013 sampai Juni 2013.

4.5 Variabel Penelitian Variabel tergantung : perdarahan post partum

14

Variabel bebas

: misoprostol per vaginal dan oksitosin intravena

4.6 Definisi Operasional 1 Wanita hamil adalah wanita yang terlambat haid dengan tanda-tanda pasti kehamilan. 2 Multigravida adalah ibu hamil yang pernah hamil pertama kali dengan janin hidup. 3 Paritas adalah jumlah janin dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang pernah dilahirkan. 4 Hamil aterm adalah usia kehamilan 37 40 minggu, dengan berat janin lebih dari 2500 gram. 5 Usia kehamilan ditentukan berdasarkan rumus Naegele dimana dihitung dari hari pertama haid terakhir. 6 Jumlah perdarahan diukur dari mulai plasenta lahir sampai 2 jam postpartum.

4.7 Instrumen Penelitian 1 2 3 Kuesioner data dasar pasien Lembar persetujuan Gelas ukur

15

4 5 6 7 8 9 10

Misoprostol Oksitosin Dysposible syringe 3 ml Handscoen steril Formulir identitas dan persetujuan subjek penelitian Lembar observasi efek perlakuan Gelas takar ukuran 500 ml 2 buah

4.8 Faktor Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik 4.8.1 Faktor Intrinsik : 1 2 3 Umur Besar janin Kadar Hb

4.8.2 Faktor Ekstrinsik : 1 2 3 Status Gizi Pemberian obat-obatan Cara pertolongan persalinan

4.9 Analisa Data

16

Data pada penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan analisa statistik parameterik.

4.10 Prosedur Pengambilan Data 1 Pasien yang memenuhi kriteria penelitian diberikan informasi yang jelas tentang penelitian ini dan kemudian menandatangani inform consent. 2 Sampel pasien yang memenuhi kriteria inklusi dibagi secara random menjadi 3 kelompok, dimana kelompok 1 mendapat misoprostol per vaginal, kelompok 2 mendapat oksitosin intravena, dan kelompok 3 mendapat plasebo. 3 Setelah bayi dilahirkan dilakukan pemberian misoprostol per vaginal atau pemberian oksitosin intravena. 4 5 Dilakukan tes pelepasan plasenta. Plasenta dilahirkan sesuai dengan protap kala III Asuhan Persalinan Normal/WHO. 6 7 8 9 10 Ekspulsi plasenta utuh. Darah mulai ditampung. Dilakukan observasi pada ibu post partum selama 2 jam. Hitung jumlah darah yang keluar dengan gelas ukur. Pencatatan hasil dan analisa data. BAB V TEMPAT, WAKTU, DAN CARA PENELITIAN

5.1;

Tempat Penelitian

17

Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan di kamar bersalin Bagian Obstetri dan Ginekologi RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

5.2;

Waktu Penelitian Waktu penelitian selama 4 bulan mulai Maret 2013 sampai dengan Juni 2013.

5.3;

Jadwal Pelaksanaan PenelitianKegiatan Minggu 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

Persiapan ; Pembuatan usulan penelitian

; Pembentukan organisasi ; Melatih tenaga penelitian ; Pengurusan surat-surat Pelaksanaan ; Pengumpulan Data ; Pengolahan Data ; Analisa Data Penyusunan Laporan

BAB VI PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

6.1 Personalia Penelitian 1 2 3 Ketua Penelitian Konsultan Anggota Peneliti 18

4 5

Pekerja Lapangan Tenaga Administrasi

6.2 Anggaran Penelitian

1. Honorarium Konsultan 2. Bahan dan Peralatan Penelitian 3. Alat tulis 4. Biaya analisis dan pembuatan laporan penelitian 5. Biaya lain-lain Total

Rp. 2.000.000,Rp. 5.000.000,Rp. 200.000,-

Rp. 1.500.000,Rp. 300.000,-

Rp. 9.000.000,-

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Aleem H El-Nashar I, Abdel-Aleem A. Management of severe postpartum hemorrhage with misoprostol. Int J Gynecol Obstet 2001; 72:75-6 Adekanmi OA, Purmessur S, Edwards G, Barrington JW. Intrauterine Misoprostol for the treatment of severe recurrent atonic secondary postpartum hemorrhage. Br J Obstet Gynecol 2001; 108:541-5

19

Hofmeyr GJ, Ferreira S, Nicodem VC, Mangesi L, Singata M, et al. Misoprostol for treating postpartum hemorrhage: a randomized controlled trial. BJOG 2004;111(9): 1014-9 Hj L, Cardoso P, Nielsen BB, Hvidman L, Nielsen J, Aaby P. Effect of sublingual misoprostol on severe postpartum haemorrhage in a primary health centre in Guinea-Bissau: randomised double blind clinical trial. BMJ 2005; 331:723. International Confederation of Midwives, International Federation of Gynaecology and Obstetrics. Joint statement management of the third stage of labour to prevent postpartum haemorrhage. The Hague: ICM; London: FIGO; 2003. Lokugamage AU, Sullivan KR, Niculescu I, Tigere P, Onyangunga F, El Refaey HH, et al. A randomized study comparing rectally administered misoprostol versus Syntometrine combined with an oxytocin infusion for the cessation of primary post partum hemorrhage. Acta Obstet Gynecol Scand 2001; 80:835-9 OBrien, El-Refaey H. Gordon A, Geary M, Rodeck CH. Rectally administered misoprostol for the treatment of pospartum hemorrhage unresponseive to oxytocin and ergometrine: a descriptive study. Obstet Gynecol 1998; 92:212-4 Ramanathan G, Arulkumaran S. Postpartum Hemorrhagae. J Obstet Gynaecol Can 2006; 28(11): 967-73 Rogers MS, Yuen PM, Wong S. Avoiding manual removal of placenta: evaluation of intra-umbilical injection of uterotonics using the Pipingas technique for management of adherent placenta. Acta Obstet Gynecol Scand 2007; 86:48-54 Shojai R, piechon L, dErcole C, Boubli L, Ponties JE. Rectal administration of misoprostol for delivery induced hemorrhage. Preliminary study (French). J Gynecol Obstet Biol Reprod 2001; 30:572-5 Siswosudarmo R. Penanganan Terkini Perdarahan Pascasalin. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UGM/RS dr. Sardjito Yogyakarta 2010. Tendean OS. Metodologi Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2011. Walraven G, Dampha Y, Bittaye B, Sowe M, Hofmeyr J. Misoprostol in the treatment of postpartum hemorrhage in addition to routine managemant: a placebo randomized controlled trial. BJOG 2004; 111(9):1014-7 Walraven G, Blum J, Dampha Y. Sowe M,Winikoff, et al. Misoprostol in the management of the trird stage of labour in the home delivery setting in rural Gambia; a randomized controlled trial. BJOG 2005; 112:1277-83

20