RANCANGAN DESAIN KEMASAN DAN PEMBUATAN ALAT …
Transcript of RANCANGAN DESAIN KEMASAN DAN PEMBUATAN ALAT …
RANCANGAN DESAIN KEMASAN DAN PEMBUATAN ALAT
PENGEMAS PRODUK BALUNG KETHEK UNTUK
MENINGKATKAN
PRODUKSI DENGAN METODE QUALITY FUNCTION
DEPLOYMENT
(Studi Kasus: UMKM “Plenet” Boyolali)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik
Oleh :
BAGAS YOGA ADITAMA
D 600 160 134
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
RANCANGAN DESAIN KEMASAN DAN PEMBUATAN ALAT
PENGEMAS PRODUK BALUNG KETHEK UNTUK
MENINGKATKAN
PRODUKSI DENGAN METODE QUALITY FUNCTION
DEPLOYMENT
(Studi Kasus: UMKM “Plenet” Boyolali)
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
BAGAS YOGA ADITAMA
D 600 160 134
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
Hari Prasetyo, S.T., M.T., Ph.D.
NIK. 887
ii
HALAMAN PENGESAHAN
RANCANGAN DESAIN KEMASAN DAN PEMBUATAN ALAT
PENGEMAS PRODUK BALUNG KETHEK UNTUK
MENINGKATKAN
PRODUKSI DENGAN METODE QUALITY FUNCTION
DEPLOYMENT
(Studi Kasus: UMKM “Plenet” Boyolali)
OLEH
BAGAS YOGA ADITAMA
D 600 160 134
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Sabtu, 14 November 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Hari Prasetyo, S.T., M.T., Ph.D.
(Ketua Dewan Penguji) (..............................)
2. Much Djunaidi, S.T., M.T.
(Anggota I Dewan Penguji) (..............................)
3. Muchlison Anis, S.T., M.T.
(Anggota II Dewan Penguji) (..............................)
Dekan
Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D., IPM
NIK. 682
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini da
disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan
saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 14 November 2020
Bagas Yoga Aditama
D 600 160 134
1
RANCANGAN DESAIN KEMASAN DAN PEMBUATAN ALAT
PENGEMAS PRODUK BALUNG KETHEK UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKSI DENGAN METODE
QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
(Studi Kasus: UMKM “Plenet” Boyolali)
Abstrak
Kemasan dengan fungsi dasarnya sebagai pelindung dari suatu produk memiliki beberapa peranan
penting dalam sarana pemasaran, salah satunya dengan memberikan dampak untuk peningkatan
penjualan. UMKM Plenet adalah salah satu UMKM makanan kemasan di Boyolali yang
memproduksi keripik singkong balung kethek. UMKM Plenet dalam penjualan hasil produk
makanan kemasannya menggunakan kemasan plastik bening dengan merek sederhana di dalamnya.
Penelitian menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) untuk meningkatkan produksi
UMKM Plenet dengan memberikan nilai tambah pada kemasan produk berdasarkan permintaan
pasar, serta mengembangan alat bantu pengemasannya. Hasil dari penelitian ini adalah alat bantu
pengemasan dan kemasan bermaterial alumunium foil dengan desain baru secara kategori fungsi,
estetika, dan informasi yang tercantum. Hasil dari pengukuran penilaian kualitas terhadap kemasan
baru dengan pembanding kemasan lama memiliki skala penilaian terhadap kemasan baru sebesar
4,48 dan kemasan lama sebesar 3,15, dan ditunjukkan dengan persentase minat beli responden
terhadap kemasan baru sebesar 57% dan kemasan lama sebesar 43%.
Kata Kunci: Alat Pengemas, Balung Kethek, Kemasan, QFD
Abstract
Packaging its basic function as a protector of a product has several important roles in marketing
means, one of which is by giving an impact to increase sales. SMME Plenet is one of the packaged
food SMME in Boyolali which produces cassava chips balung kethek. SMME Plenet in the sale of
packaged food products uses clear plastic packaging with a simple brand inside. This study uses the
Quality Function Deployment (QFD) method to increase the production of SMME Plenet by
providing added value to product packaging based on market demand, as well as developing
packaging aids. The result of this research is a tool for packaging and packaging with aluminum foil
material with a new design in the category of function, aesthetics, and information listed. The results
of the measurement of quality assessment for new packaging with comparison to old packaging have
an assessment scale for new packaging of 4.48 and old packaging of 3.15, and it is indicated by the
percentage of respondents' interest in buying new packaging by 57% and old packaging by 43%.
Keyword: Balung Kethek, Packaging, Packaging Tools, QFD
1. PENDAHULUAN
Keripik termasuk makanan yang praktis karena kering sehingga mudah disimpan dan
disajikan dengan olahan aneka bumbu dan bahan baku (Sriyono, S. 2012). Andriani, M. M.,
& Mahadjoeno, E. (2016) mengungkapkan data sentra industri kecil menengah pembuatan
keripik di Jawa Tengah terdapat pada daerah Solo Raya. Jenis keripik dapat dibedakan dari
pemilihan bahan baku (buah atau ubi – ubian) dan proses pembuatannya. Salah satu jenis
keripik yang mulai populer dengan bahan baku singkong di Solo Raya adalah keripik balung
kethek. Salah satu UMKM pangan dengan hasil produksi keripik balung kethek berada di
2
Simo, Boyolali. Pembuatan keripik balung kethek memiliki beberapa tahap pengolahan dari
bahan mentah hingga siap dipasarkan, meliputi: penyiapan bahan baku, pencucian,
pemotongan, pengeringan, penggorengan, pembumbuan dan pengemasan. Proses penyiapan
bahan baku didapat dari pengepul atau petani singkong, dilanjutkan proses pengupasan dan
pencucian singkong. Singkong yang telah bersih dipotong manual sesuai ukuran, lalu
dilakukan proses pengeringan dengan sinar matahari. Potongan singkong yang telah kering
dilakukan proses penggorengan, kemudian dibumbui dan dikemas.
Proses penting dalam menjaga kualitas keripik balung kethek hingga ke tangan konsumen
terdapat pada proses pengemasan (packaging). Maflahah, I. (2012) menjelakan bahwa
packaging dari produk usaha kecil menengah didominasi dengan desain yang tidak menarik,
inovatif, dan kreatif. Produk makanan dari UMKM yang hanya dibungkus dengan plastik
tanpa informasi lengkap mengenai produk memberikan kesan tidak menarik untuk pembeli
dan kurang memiliki daya saing dengan kompetitornya. Kemasan dengan fungsi dasarnya
sebagai pelindung dari suatu produk memiliki beberapa peranan penting dalam sarana
pemasaran saat ini, salah satunya dengan memberikan dampak dalam peningkatan penjualan
atau permintaan pasar. Tanpa disadari kemasan memberikan kendali kepada para konsumen
dalam menentukan pilihan terhadap produk yang akan dibeli. Pemahaman dasar itu akan
membuat pihak produsen mempertimbangkan beberapa faktor dalam mendesain suatu
kemasan dari produknya, meliputi; ketahanan kemasan, informasi produk, identitas dan
estetika.
Masyarakat harus dilindungi dari penggunaan kemasan pangan yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan pangan. Bahan yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus
makanan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak dapat
memperpanjang masa simpan makanan atau mempertahankan atau meningkatkan kondisi
makanan yang dikemas. Komponen bahan kemasan makanan yang digunakan dalam
pembuatan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan, yang jika dalam penggunaannya
tidak dimaksudkan untuk memberi efek teknik terhadap makanan (BPOM RI, 2011).
Tren baru dan terkini dalam teknik pengemasan makanan adalah hasil dari preferensi
konsumen terhadap produk makanan olahan yang lebih baik (Dobrucka, R., &
Cierpiszewski, R. 2014). Selain itu, tren modern dan perubahan gaya hidup berdampak pada
perubahan teknik pengemasan yang baru dan inovatif tanpa mengorbankan keamanan
kemasan dan kualitas pangan (Dainelli et al., 2008). Perkembangan jenis kemasan di bidang
makanan dikontribusikan oleh pelaku usaha pada makanan siap saji dan meningkatnya
3
penggunaan berbagai jenis kemasan (Restuccia et al., 2010). Alasan penting lainnya untuk
kemasan makanan inovatif adalah jangkauan dan popularitas produk sebagian ditentukan
dari tampilan, kemasan memliki peran dalam hal tersebut.
Pengembangan dan inovasi dalam pengemasan makanan dimulai dari bentuk mesin
yang digerakkan secara elektrik, pengemasan dengan kaleng logam, aseptik, aluminium foil,
film plastik, selopan, metalized film, kertas, hingga teknik pencetakan flexografik. Selain
itu, pengenalan berbagai bahan meliputi; polimer poliester, polipropilen, dan etilena vinil
alkohol menyebabkan perubahan drastis pengemas dalam bentuk logam, kertas karton dan
kemasan gelas menjadi plastik dan kemasan fleksibel. Brody, A. L. (2006) menyatakan pada
abad ke 20 lebih banyak kemajuan dalam teknologi pengemasan muncul sebagai
pengemasan pintar dan pengemasan aktif seperti; penyerap oksigen, antimikroba, pengontrol
kelembaban, dan penyerap aroma/ bau. Perubahan yang muncul dalam industri makanan
akan memperkuat ekonomi dengan meningkatkan keamanan pangan, kualitas dan dengan
meminimalkan kerusakan produk. Dalam upaya mengubah peluang pasar, industri makanan
telah menghasilkan sejumlah peluang pasar. Karena ide - ide baru ini tentang kemasan
inovatif dan kreatif memiliki dampak yang lebih besar pada pemasaran makanan.
Proses perencanaan dan pengembangan suatu produk tentu harus memperhatikan
tahap – tahap penting yang mana akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.
Tahapan dalam perencanaan dan pengembangan suatu produk yang pertama adalah
planning, proses untuk mengidentifikasi produk dan menganalisis potensi pengembangan.
Tahap kedua adalah concept design, tahapan pengembangan konsep yang disesuaikan
dengan kebutuhan dari pasar. Tahapan ketiga adalah system level design, merancang desain
awal dengan sistem bertingkat dimana pada tahap ini spesifikasi fungsional dari masing –
masing subsistem produk terdefinisikan dan flowchart proses pembuatan produk dari awal
hingga akhir. Tahap keempat adalah detailed design, pada tahap ini spesifikasi – spesifikasi
dari produk terdefinisikan secara rinci seperti bahan, dimensi, dan teknologi yang digunakan.
Tahap kelima adalah integration and test, pada tahap ini pengujian dilakukan dengan
melibatkan interaksi dari sistem hingga subsistem desain sehingga dapat dilakukan
perbaikan terhadap kekurangan dari rancangan desain. Tahap kelima adalah release, pada
tahap ini terjadi proses peluncuran produk baru untuk pasar atau pengguna tertentu setelah
lolos tahap pengujian dan perbaikan (Unger, D. W., & Eppinger, S. D. 2009).
Tahapan dalam perencanaan dan pengembangan suatu produk merupakan proses
menentukan karakteristik terbaik dari produk untuk memenuhi keinginan konsumen, yang
4
mampu menambah daya jual produk dan mengurangi margin yang tidak menguntungkan.
Brunswick, G. J. (2014) menyatakan bahwa perencanaan produk mencakup kegiatan -
kegiatan yang memungkinkan produsen dan perantara menentukan apa yang seharusnya ada
dalam pengembangan produk. Idealnya, perencanaan produk akan memastikan bahwa
kelengkapan produk terkait dari keadaan sebenarnya, komponen yang dapat dikembangkan
untuk memperkuat posisi kompetitif dan keuntungan. Kurangnya perencanaan dan
pengembangan produk yang menyiratkan kebangkrutan managerial perusahaan (UMKM).
2. METODE
Proses pengembangan berdasarkan konsep pengendalian kualitas dengan kriteria yang
berorientasi terhadap pengguna alat, menyusun komunikasi secara ringkas, dan
menghubungkan informasi yang didapat. Metode untuk melakukan perencanaan dan
pengembangan produk dalam penelitian ini adalah Quality Function Deployment (QFD).
Penggunaan metode QFD sebagai alat manajemen yang menyediakan proses interaksi visual
yang fokus pada kebutuhan pelanggan di seluruh siklus dalam pengembangan produk,
menyediakan sarana untuk menerjemahkan kebutuhan pelanggan menjadi persyaratan teknis
yang sesuai pada siklus hidup produk atau proses pengembangan, dan membantu
mengembangkan lebih banyak produk yang berorientasi pelanggan (Bouchereau, V.,
Rowlands, H. 2000).
Gambar 1. House of Quality
2.1 Customer Needs
Kebutuhan dan keinginan pelanggan diperoleh dari kuesioner yang telah disebarkan pada
responden, diperlukannya pengelompokkan untuk technical requirement pada tahap
selanjutnya.
2.2 Planning Matrix
Penentuan sarana dan tujuan produk yang didasarkan kepada interprestasi tim pengembang
terhadap riset pasar. Penetapan sasaran merupakan gabungan antara prioritas kebutuhan
pelanggan.
5
a. Derajat kepentingan, digunakan untuk memprioritaskan keinginan dan kebutuhan
responden dalam bentuk data kuantitatif. Pengolahan data derajat kepentingan dapat
menggunakan perhitungan sebagai berikut.
𝑋 = ∑ (𝑥1)𝑛
𝑖=1
𝑛 (2.1)
b. Nilai target, dinyatakan dalam bentuk skala dari 1 hingga 5, di mana skala 1 merupakan
nilai target yang paling rendah dan skala 5 merupakan nilai target yang paling tinggi.
c. Rasio perbaikan, bertujuan mencapai nilai target yang ditetapkan oleh perancang, untuk
menjadikan acuan adanya perbaikan pada produk yang dikembangkan. Pengolahan data
rasio perbaikan dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut.
Rasio Perbaikan = Nilai target
Kinerja Produk (2.2)
d. Sales point, ditentukan oleh pihak perancang berdasarkan pada setiap atribut yang dapat
mempengaruhi pada nilai penjualan.
e. Pembobotan, digunakan untuk mengetahui prioritas pengembangan dari semua atribut
yang ada, maka dapat diketahui urutan atribut pada proses pengembangan. Pengolahan
data bobot pada atribut dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut.
Bobot = derajat kepentingan x rasio perbaikan x sales point.
f. Normalisasi pembobotan, digunakan untuk merubah nilai bobot dari setiap atribut
dalam bentuk persentase, memundahkan perancang untuk menentukan prioritas atribut
pada proses pengembangan. Pengolahan data normalisasi pembobotan pada atribut
dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut.
Normalisasi bobot = Bobot
Total Bobot × 100 (2.3)
g. Technical response, penterjemah keinginan dan kebutuhan konsumen kedalam bahasa
teknik yang dapat diukur untuk menentukan target yang akan dicapai.
h. Relationship, bertujuan untuk menghubungkan atribut produk dengan parameter teknik.
Tingkat kedekatan antara atribut produk dan parameter teknik secara kuat atau lemahnya
hubungan ditentukan dari sudut pandang perancang.
i. Technical correlation, bagian atap dari HOQ yang bertujuan mengkorelasikan antar
parameter teknik yang menggambarkan hambatan atau dorongan satu sama lain.
2.3 Technical Response
Penterjemah keinginan dan kebutuhan konsumen kedalam bahasa teknik yang dapat diukur
untuk menentukan target yang akan dicapai. Technical response ditentukan oleh perancang
dan pihak terkait dengan cara berdiskusi dan wawancara.
6
2.4 Relationship
Menghubungkan atribut produk dengan parameter teknik. Tingkat kedekatan antara atribut
produk dan parameter teknik secara kuat atau lemahnya hubungan ditentukan dari sudut
pandang perancang. Hubungan interaksi dinyatakan dalam bentuk simbol dari skala nilai
kedekatannya.
2.5 Technical Correlation
Mengkorelasikan antar parameter teknik yang menggambarkan hambatan atau dorongan
satu sama lain. Technical correlation memuat simbol yang menyatakan keterangan korelasi
antar parameter, dari positif, negatif, dan tanpa korelasi. Hubungan antar matriks memiliki
karakteristik yang ditentukan arah perbaikannya (direction of improvement). Arah perbaikan
pada parameter teknik memuat simbol yang menyatakan besar atau kecilnya nilai dan nilai
maksimal pada target.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Quality Function Deployment
Technical response adalah penterjemah keinginan dan kebutuhan konsumen kedalam bahasa
teknik yang dapat diukur untuk menentukan target yang akan dicapai. Technical response
ditentukan oleh perancang dan pihak terkait dengan cara berdiskusi dan wawancara. Tingkat
kedekatan antara atribut produk dan parameter teknik secara kuat atau lemahnya hubungan
ditentukan dari sudut pandang perancang. Hubungan interaksi dinyatakan dalam bentuk
simbol dari skala nilai kedekatannya. Technical correlation memuat simbol yang
menyatakan keterangan korelasi antar parameter, dari positif, negatif, dan tanpa korelasi.
Hubungan antar matriks memiliki karakteristik yang ditentukan arah perbaikannya. Arah
perbaikan pada parameter teknik memuat simbol yang menyatakan besar atau kecilnya nilai
dan nilai maksimal pada target.
7
Gambar 2. House of Quality Kemasan Balung Kethek
Gambar 2. House of Quality menjelaskan bahwa hasil pengembangan kemasan dengan
matrix HOQ, setiap atribut memiliki tingkatan hubungan yang berbeda dari beberapa faktor.
Atribut harga produk, fungsi melindungi produk, fungsi tahan kelembaban memiliki
hubungan kuat dengan faktor jenis material kemasan. Atribut harga produk, fungsi tahan
kelembaban memiliki hubungan moderat dengan faktor ketebalan bahan kemasan. Atribut
fungsi dapat ditutup kembali, fungsi melindungi produk, fungsi tahan kelembaban memiliki
hubungan kuat dengan faktor jenis segel kemasan. Atribut fungsi mudah dibawa memiliki
8
hubungan kuat dengan faktor ukuran kemasan. Atribut penampilan dan bentuk menarik
memiliki hubungan kuat dengan faktor bentuk dan desain kemasan. Keseluruhan atribut
tentang informasi produk memiliki hubungan kuat jika faktor mencantumkannya.
Tabel 1. Perbedaan Kemasan Produk
No Keterangan Kemasan Sebelum
Pengembangan
Kemasan Setelah
Pengembangan
1 Harga terjangkau Rp 7.000 Rp 9.000
2 Dapat melindungi produk Press Press dan zipper
3 Mudah dibuka dan ditutup kembali Tidak ada Segel zipper
4 Kemasan mudah dibawa 14 cm x 22 cm 14 cm x 23 cm
5 Kemasan tahan terhadap kelembapan Plastik kemasan Alumunium foil
6 Kemasan kedap udara Tidak kedap udara Kedap udara
7 Bentuk kemasan menarik Standar Menarik
8 Terdapat gambar produk Tidak tercantum Tercantum
9 Identitas produk dicantumkan Tercantum Tercantum
10 Komposisi produk dicantumkan Tidak tercantum Tercantum
11 Neto produk dicantumkan Tercantum Tercantum
12 Tanggal kadaluwarsa produk Tercantum Tercantum
13 Informasi gizi produk dicantumkan Tidak tercantum Tercantum
14 Identitas produsen dicantumkan Tercantum Tercantum
15 Label izin produksi dicantumkan Tercantum Tercantum
16 Label halal dicantumkan Tercantum Tercantum
Tabel 1. Perbedaan Kemasan Produk menjelaskan bahwa kemasan setelah dikembangkan
memiliki nilai jual lebih mahal dibandingkan sebelum dikembangkan. Penambahan atribut
dan tampilan kemasan menyebabkan nilai jual lebih mahal. Segel zipper pada kemasan baru
memudahkan costumer membuka dan menutup kembali kemasan. Bahan baku kemasan baru
terbuat dari alumunium foil dan bersifat kedap udara bertujuan untuk menjaga kualitas
makanan pada masa simpan. Secara penampilan kemasan baru memiliki penambahan
informasi produk yang tercantum, meliputi gambar produk, komposisi dan informasi gizi.
Keseluruhan penampilan costumer menyimpulkan bahwa kemasan baru lebih menarik
dibandingkan kemasan sebelum dikembangkan.
3.2 Perancangan Alat Pengemas
Perancangan alat bantu pengemasan dibuat dengan menyesuaikan kemasan yang telah
dikembangkan dengan metode QFD dan brainstroming dengan pemilik UMKM sebagai
eksekutor. Cara kerja sederhana alat bantu pengemas adalah menempatkan kemasan di
antara teflon pabric strips dan handle yang terdapat silicon rubber. Lampu indikator akan
menyala untuk beberapa waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan lampu akan mati
9
secara otomatis. Waktu dapat dirubah melalui timer knob sesuai jenis dan ketebalan
kemasan. Atur waktu yang lebih singkat jika hasil segel meleleh dan atur waktu yang lebih
lama jika hasil segel tidak cukup kuat.
Gambar 3. Hasil Perancangan Alat Pengemas
Tabel 2. Nama Part Alat Pengemas
No Nama Part No Nama Part
1 Handle arm 12 Timer knob
2 Spring 13 Control panel
3 Silicon rubber strip 14 Pilot lamp
4 Hinge 15 Wire connector
5 Hinge bracker 16 Internal wiring
6 Fuse 15/20 ampere 17 Heater transformer 400w
7 Strain relief bushing 18 Connectors
8 Power supply cord 19 Microswitch
9 Lower element 20 Switch lever spring
10 Teflon cloth 21 Switch bracket
11 Heating element 22 Switch lever bottom view
3.3 Perancangan Kemasan
Perancangan dan pengembangan kemasan produk balung kethek dibuat dengan
menyesuaikan permintaan pasar yang telah dikembangkan dengan metode QFD dan
brainstroming dengan pemilik UMKM sebagai eksekutor. Hasil kemasan memiliki tampilan
lebih menarik dengan segel press dan zipper. Segel pada kemasan dapat melindungi produk
makanan dan memudahkan penggunaan untuk ditutup kembali setelah dibuka. Jenis material
yang terbuat dari alumunium foil dengan kualifikasi food grade dan kedap udara mampu
melindungi makanan dengan baik, tahan terhadap kelembapan, dan menambah masa simpan
(kadaluwarsa) untuk produk makanan kemasan. Penyampaian informasi yang lengkap pada
desain kemasan dapat memberikan keamanan dan rasa percaya pada konsumen terhadap
produk makanan yang akan dikonsumsi. Beberapa value added yang terdapat pada hasil
10
pengembangan kemasan, terdapat biaya akomodasi yang ditanggung pemilik UMKM
sebagai eksekutor atau disebut opportunity cost.
Gambar 4. Hasil Perancangan Kemasan
Tabel 3. Nama Bagian Kemasan
No Keterangan No Keterangan
1 Press 9 Gambar Produk
2 Zipper 10 Varian Rasa
3 Logo UMKM 11 Identitas Produsen
4 Tagline 12 Komposisi
5 Jenis Produk 13 Nilai Gizi
6 Nama Produk 14 No Halal & PIRT
7 Maskot Produk 15 Tanggal Kadaluwarsa
8 Neto
3.4 Analisis Hasil Alat Pengemas
Tabel 4. Skala Timer Knob
Skala Timer
Knob
Material Kemasan
Polyethylene Alumunium Foil
1 ≤ 0,05 mm -
2 ≤ 0,10 mm -
3 ≤ 0,15 mm -
4 ≤ 0,30 mm ≤ 0,30 mm
5 ≤ 0,40 mm ≤ 0,40 mm
6 ≤ 0,70 mm ≤ 0,70 mm
7 ≤ 1,00 mm ≤ 1,00 mm
Material kemasan yang digunakan pada uji coba pada alat pengemas adalah polyethylene
dan alumunium foil. Polyethylene adalah jenis material kemasan yang umumnya digunakan
pada kemasan makanan dari kemasan plastik. Penggunaan dua jenis material kemasan pada
uji coba alat pengemas disertai dengan ketebalan dari masing – masing kemasan. Hasil uji
coba dapat disimpulkan bahwa semakin tebal kemasan yang akan disegel dengan alat
pengemas, maka diikuti dengan skala timer yang semakin besar.
11
Tabel 5. Perbandingan Alat Pengemas
Parameter Alat Pengemas yang Sudah Ada Alat Pengemas Baru
Kapasitas/ Menit 6 Kemasan 7 Kemasan
Waktu/ Proses 6 Detik 5 Detik
Jumlah Tenaga Kerja 1 Orang 1 Orang
Knob Timer Ada Ada
Fuse Tidak Ada Ada
Hasil perbandingan alat pengemas yang sudah ada dan alat pengemas baru dapat diketahui
memiliki persamaan pada parameter jumlah tenaga kerja dan knob timer. Kapasitas proses
yang lebih banyak dan waktu proses yang lebih singkat terdapat pada alat pengemas baru.
Pengembangan alat pengemas terdapat penambahan fuse jika terjadi hubungan pendek atau
korsleting pada kelistrikan.
3.5 Analisis Hasil Kemsan
Gambar 5. Persentase Penilaian
Kemasan Lama
Gambar 6. Persentase Penilaian
Kemasan Baru
Grafik menjelaskan bahwa penilaian kemasan baru lebih baik daripada kemasan lama secara
umum. Grafik menunjukkan persentase penilaian terhadap kemasan baru bahwa 6%
responden menyatakan cukup baik, 40% responden menyatakan baik, 54% responden
menyatakan sangat baik. Sehinggan dapat disimpulkan bahwa responden menilai bahwa
kemasan baru lebih baik daripada kemasan lama secara kategori fungsi, estetika, dan
informasi yang tercantum.
Gambar 7. Tingkat Penilaian Kemasan Gambar 8. Minat Beli Produk
12
Grafik menunjukkan persentase minat beli responden terhadap kemasan baru sebesar 57%
dan kemasan lama sebesar 43%. Alasan responden untuk memilih produk dengan kemasan
baru adalah material dan segel kemasan yang mampu menjaga produk makanan di dalamnya,
memiliki tampilan yang menarik, memiliki informasi yang tercantum meyakinkan minat beli
produk dengan kemasan baru. Alasan responden lainnya untuk memilih produk dengan
kemasan lama adalah harga lebih murah dengan isi produk yang sama, mendapatkan jumlah
produk lebih banyak jika pembelian skala besar, belum terbiasa dengan kemasan baru
sebagai pelanggan tetap. Tingkat penilaian terhadap kemasan baru sebesar 4,48 dan tingkat
penilaian terhadap kemasan lama sebesar 3,15, sehingga gap tingkat penilaian kedua
kemasan tersebut sebesar 1,33.
Pemilik UMKM sebagai eksekutor menilai bahwa terjadinya peningkatan secara kualitas
pada kemasan produk balung kethek dari segi material kemasan, tampilan yang menarik, dan
kelengkapan informasi yang tercantum. Perubahan pada kemasan dinilai mampu untuk
mengikuti jaman atau tidak kuno, dan percaya bahwa hasil penelitian pada desain kemasan
mampu meningkatkan penjualan produk. Hasil pengembangan pada alat bantu pegemas
memiliki efisiensi waktu lebih baik, dan mudah beradaptasi untuk penggunaan karena
memiliki cara kerja yang sama dengan alat pengemas yang digunakan sebelumnya.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Penelitian menghasilkan kemasan baru untuk produk makanan balung kethek dan alat
pengemas dengan mempertimbangkan permintaan konsumen sebagai responden dan
brainstroming dengan pemilik UMKM sebagai eksekutor.
b. Atribut pengembangan desain kemasan telah melalui tahap pengujian yaitu uji validasi
dengan hasil bahwa 16 atribut dari 18 atribut yang diajukan valid dikarenakan nilai
𝑅ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑅𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yang sebesar 0,304. Pengujian selanjutnya yang digunakan yaitu uji
reliabilitas dengan hasil nilai alpha sebesar 0,803 yang lebih dari 0,6 maka digolongkan
reliabel sebagai alat pengambilan data.
c. Perancangan dan pengembangan kemasan produk balung kethek dibuat dengan
menyesuaikan permintaan pasar yang telah dikembangkan dengan metode QFD dan
brainstroming dengan pemilik UMKM sebagai eksekutor. Hasil kemasan memiliki
material dan tampilan lebih baik dengan segel press dan zipper.
d. Perancangan alat bantu pengemasan berdaya 400w dibuat dengan menyesuaikan
kemasan yang telah dikembangkan dan brainstroming dengan pemilik UMKM sebagai
13
eksekutor. Cara kerja sederhana alat bantu pengemas adalah menempatkan kemasan di
antara teflon pabric strips dan handle yang terdapat silicon rubber. Lampu indikator
akan menyala untuk beberapa waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan lampu akan
mati secara otomatis. Waktu dapat dirubah melalui timer knob sesuai jenis dan ketebalan
kemasan. Atur waktu yang lebih singkat jika hasil segel meleleh dan atur waktu yang
lebih lama jika hasil segel tidak cukup kuat.
e. Hasil pengukuran penilaian terhadap kemasan baru dengan pembanding kemasan lama
dari 42 responden memiliki skala penilaian terhadap kemasan baru sebesar 4,48 dan
kemasan lama sebesar 3,15, sehingga kemasan baru lebih baik daripada kemasan lama
secara kategori fungsi, estetika, dan informasi yang tercantum. Hasil pengukuran minat
beli produk makanan balung kethek dengan kemasan baru lebih besar dibandingkan
dengan kemasan lama, ditunjukkan dengan persentase minat beli responden terhadap
kemasan baru sebesar 57% dan kemasan lama sebesar 43%.
f. Hasil pengukuran minat beli produk makanan balung kethek dengan kemasan baru tidak
terlalu signifikan terhadap kemasan lama, dikarenakan harga lebih murah dengan isi
produk yang sama, mendapatkan jumlah produk lebih banyak jika pembelian skala
besar, belum terbiasa dengan kemasan baru sebagai pelanggan tetap.
g. Pemilik UMKM sebagai eksekutor menilai bahwa terjadinya peningkatan secara
kualitas pada kemasan produk balung kethek dari segi material kemasan, tampilan yang
menarik, dan kelengkapan informasi yang tercantum. Hasil pengembangan pada alat
bantu pegemas memiliki efisiensi waktu lebih baik.
4.2 Saran
a. Pemilik UMKM sebagai eksekutor akan lebih baik jika mampu meningkatkan dan
menjaga kualitas produk keripik singkong balung kethek selain bentuk dan tampilan
kemasan yang berfungsi untuk stimulus penjualan.
b. Pemilik UMKM akan lebih baik jika memunculkan identitas brand pada setiap inovasi
produknya sebagai atribut yang memberi manfaat non material seperti kepuasan
emosional kepada konsumen lama dan pertimbangan untuk konsumen baru.
c. Inovasi pada produk dan atribut yang melekat perlu dimulai dengan survei berkelanjutan
dikarenakan permintaan pasar yang selalu berubah, sehingga mempengaruhi penilaian
pada produk.
d. Perlunya perluasan pasar kepada konsumen baru karena produk telah memiliki potensi
dari hasil penelitian yaitu peningkatan kualitas produk.
14
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, M. M., & Mahadjoeno, E. (2016) Penerapan Teknologi Tepat Guna Sebagai
Upaya Peningkatan Usaha Grubi Ubi Ungu Tawang Mangu. Jurnal Kewirausahaan
dan Bisnis, 18(10).
Bouchereau, V., & Rowlands, H. (2000). Methods and Techniques to Help Quality Function
Deployment (QFD). Benchmarking: An International Journal.
Brody, A. L. (2006). Nano and Food Packaging Technologies Converge. Food Technology
(Chicago), 60(3), 92-94.
BPOM RI. (2011). Peraturan Pengawasan Kemasan Pangan Nomor HK.03.1.23.07.116664
Tahun 2011.
Brunswick, G. J. (2014). A Chronology of The Definition Of Marketing. Journal of Business
& Economics Research (JBER), 12(2), 105-114.
Dobrucka, R., & Cierpiszewski, R. (2014). Active and Intelligent Packaging Food–Research
and Development–A Review. Polish Journal of Food and Nutrition Sciences, 64(1), 7-
15.
Maflahah, I. (2012). Desain Kemasan Makanan Tradisional Madura dalam Rangka
Pengembagan IKM. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Universitas Trunojoyo
Madura, 6(2), 118-122.
Sriyono, S. (2012). Pembuatan Keripik Umbi Talas (Colocasia Giganteum) dengan
Variabel Lama Waktu Penggorengan Menggunakan Alat Vacuum Fryer. Semarang:
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Dainelli, D., Gontard, N., Spyropoulos, D., Zondervan-van den Beuken, E., & Tobback, P.
(2008). Active and Intelligent Food Packaging: Legal Aspects and Safety
Concerns. Trends in Food Science & Technology, 19, S103-S112.
Restuccia, D., Spizzirri, U. G., Parisi, O. I., Cirillo, G., Curcio, M., Iemma, F., ... & Picci,
N. (2010). New EU Regulation Aspects and Global Market of Active and Intelligent
Packaging for Food Industry Applications. Food Control, 21(11), 1425-1435.
Unger, D. W., & Eppinger, S. D. (2009). Comparing Product Development Processes and
Managing Risk. International Journal of Product Development 8:382.