Rancangan BAB II

28
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. KONSEP PERDARAHAN Perdarahan (haemorrhage) adalah kehilangan darah pada system sirkulasi. Perdarahan dapat terjadi internal, dimana darah keluar karena kebocoran pembuluh darah di dalam tubuh,eksternal melalui pengeluaran alami darivagina, mulut, atau anus, atau karena kerusakan dari kulit. Perdarahan yang terjadi dapat bervariasi mulai dariperdarahan minor yang ringan sampai perdarahan emergensi yang melibatkan keselamatan jiwa. Efek atau akibat dariperdarahan itu sendiri tergantung darijumlah dan rata- rata kehilangan darah yang terjadi. Perdarahan yang terjadiperlahan-lahan tidak langsung menurunkan volume darah dalam tubuh. Manusia dapat mentoleransi kehilangan darah, tetapi jika kehilangan volume darah sekitar 20% atau sekitar 1 liter,maka akan menurunkan tekanan darah dan dapat menyebabkan seseorang jatuh saat berdiri. Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari operasi. Penanganan perdarahan merupakan modalitas yang penting bagi ahli bedah untuk menanganimasalah perdarahan akut dan kronikyang terjadi pada pasien. Komplikasi pada pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya

description

posspartum bab2

Transcript of Rancangan BAB II

Page 1: Rancangan BAB II

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP PERDARAHAN

Perdarahan (haemorrhage) adalah kehilangan darah pada system sirkulasi.

Perdarahan dapat terjadi internal, dimana darah keluar karena kebocoran pembuluh darah

di dalam tubuh,eksternal melalui pengeluaran alami darivagina, mulut, atau anus, atau

karena kerusakan dari kulit.

Perdarahan yang terjadi dapat bervariasi mulai dariperdarahan minor yang ringan

sampai perdarahan emergensi yang melibatkan keselamatan jiwa. Efek atau akibat

dariperdarahan itu sendiri tergantung darijumlah dan rata-rata kehilangan darah yang

terjadi. Perdarahan yang terjadiperlahan-lahan tidak langsung menurunkan volume darah

dalam tubuh. Manusia dapat mentoleransi kehilangan darah, tetapi jika kehilangan

volume darah sekitar 20% atau sekitar 1 liter,maka akan menurunkan tekanan darah dan

dapat menyebabkan seseorang jatuh saat berdiri. Perdarahan merupakan salah satu

komplikasi dari operasi. Penanganan perdarahan merupakan modalitas yang penting bagi

ahli bedah untuk menanganimasalah perdarahan akut dan kronikyang terjadi pada pasien.

Komplikasi pada pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat.

Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor

operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut atau

karena adanya infeksi. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil,

kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan yang lebih sedikit

sehingga perdarahan jug akan sedikit.

Perdarahan dibagi dalam 4 kelas oleh American College of Surgeons’ Advanced Trauma

Life Support (ATLS) yaitu:

1. Kelas I, perdarahan meliputi 15% dari volume darah. Biasanya tidak terdapat

perubahan pada tanda vital, dan resusitasi cairan biasanya belum diperlukan.

2. Kelas II, perdarahan meliputi 15-30% dari total volume darah. Pasien biasanya

mengalami takikardi dan terjadi penyempitan jarak antara tekanan darah sistole

dan diastole. Tubuh berusaha mengkompensasi dengan vasokonstriksi perifer.

Kulit mulai terlihat pucat dan dingin saat disentuh. Diperlukan resusitasi dengan

Page 2: Rancangan BAB II

2

larutan kristaloid seperti Ringer Laktat dan NaCl. Transfusi darah belum

diperlukan.

3. Kelas III, kehilangan darah meliputi 30-40% dari volume darah sirkulasi. Tekanan

darah pasien menurun, denyut nadi meningkat, terjadi perfusi perifer, seperti

memburuknya pengisian kapiler dan status mental. Diperlukan resusitasi cairan

dengan larutan kristaloid serta diperlukan transfusi darah.

4. Kelas IV, kehilangan darah meliputi >40% dari volume darah sirkulasi. Saat ini

batas kompensasi tubuh telah dicapai dan resusitasi agresif diperlukan untuk

mencegah kematian2.

Trauma pembuluh darah Kehilangan darah dalam jumlah besar pada operasi dapat

terjadi karena kerusakan pada pembuluh darah. Trauma pembuluh darah yang paling

berbahaya dan dapat menjadi masalah serius apabila terjadi pada bagian atas dan bawah

vena jugularis, vena subclavia, atau dari arteri carotis. Oleh karena itu pembedahan pada

daerah leher paling berbahaya. Jika hal ini terjadi dapat dilakukan ligasi dari arteri

tersebut untuk menghentikan perdarahan. Kehilangan darah dapat diatasi dengan

hemostat selama operasi. Dapat juga dilakukan pengikatan atau kauterisasi sebanyak

mungkin pembuluh darah yang mengalami trauma saat operasi. Katerisasi dapat

menyebabkan nyeri pada pasien, sehingga perlu penambahan anestesi lokal pada operasi

untuk mengurangi perdarahan akibat nyeri.

(http://med.unhas.ac.id/jurnal/attachments/article/91/TP-1.pdf) 11/10/2013

II. KONSEP PERDARAHAN POSTPARTUM

A. Pengertian

Menurut Derek Llewellyn-jones (2001) Perdarahan postpartum adalah perdarahan

pervaginam > 500 ml, yang dapat terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan yang

disebut sebagai perdarahan postpartum primer, pada masa nifas setelah 24 jam yang

disebut sebagai perdarahan postpartum sekunder

Perdarahan setelah melahirkan atau yang disebut perdarahan postpartum adalah

hilangnya lebih dari 500 ml darah setelah persalinan pervaginam, atau 1000 ml darah

setelah operasi Caesar (http://en.wikipedia.org/wiki/Postpartum_hemorrhage).

Page 3: Rancangan BAB II

3

Menurut Am Fam Physician (2007) Perdarahan postpartum, hilangnya lebih dari

500 mL darah setelah melahirkan, terjadi sampai 18 persen kelahiran dan morbiditas

maternal yang paling umum di negara maju . Perdarahan postpartum, didefinisikan

sebagai hilangnya lebih dari 500 mL darah setelah melahirkan, terjadi pada sampai

dengan 18 persen dari births.1, 2 Kehilangan darah melebihi 1.000 mL dianggap

fisiologis yang signifikan dan dapat menyebabkan hemodinamik instability.3 Bahkan

dengan manajemen yang tepat , sekitar 3 persen dari kelahiran vagina akan menghasilkan

berat post-partum hemorrhage.4 ini adalah morbiditas ibu yang paling umum di negara-

negara maju dan merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia

Jadi perdarahan postpartum adalah perdarahan pasca melahirkan dengan

kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah 24 jam pertama melahirkan.

B. Klasifikasi perdarahan postpartum

1. Perdarahan postpartum primer

Perdarahan postpartum primer didefinisikan sebagai kehilangan darah pervaginam

lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama setelah kelahiran bayi. Penyebab yang

paling sering adalah atonia uteri dan laserasi saluran genetalia bawah. Penyebab lain

mencakup pelekatan plasenta yang abnormal, plasenta akreta parsial atau total, defek

koagulasi, dan inverse uterus (farook Al Azzawi, 2002).

2. Perdarahan postpartum sekunder

Perdarahan postpartum sekunder didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi

setelah 24 jam pertama sejak kelahiran hingga 6 minggu postpartum. Perdarahan ini

biasanya dihubungkan dengan jaringan plasenta yang tertinggal serta berkembangnya

infeksi sekunder, tetepi setelah 4 minggu (farook Al Azzawi, 2002).

Bentuk perdarahan posrpartum sekunder:

a. Terus menerus setelah seharusnya lokia rubra berhenti.

b. Dapat terjadi perdarahan mendadak, seperti perdarahan postpartum primer dan

diikuti system kardiovaskuler sampai syok.

c. Mudah terjadi infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan:

- Lokia yang terjadi berbau dan keruh

- Fundus uteri tidak segera mengalami involusi, terjadi subinvolusi uteri.

Page 4: Rancangan BAB II

4

Menurut Dr. manuaba (2007) Sebab perdarahan postpartum sekunder adalah:

a. Terdapat sisa plasenta atau koteledonnya

b. Terdapat sisa membrane sehingga mengganggu kontraksi dan retraksi untuk

menutup pembuluh darah di tempat implantasinya.

c. Terdapat plasental polip.

d. Perdarahan karena terjadi degenerasi khoriokarsinoma.

e. Perdarahan yang bersumber dari perlukaan yang terbuka kembali.

C. Penyebab perdarahan postpartum segera

POSTPARTUM HEMORRHAGE

Symptoms related to blood loss with postpartum hemorrhage

Blood loss

% ml Blood pressure (mmHg) Signs and symptoms

10–15 500–1000 normal palpitations, dizziness, tachycardia

15–25 1000–1500 slightly low weakness, sweating, tachycardia

25–35 1500–2000 70–80 restlessness, pallor, oliguria

35–45 2000–3000 50–70 collapse, air hunger, anuria

Adapted from Bonnar J.Baillieres Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol2000;14:1

Menurut Varney Helen, jan M kriebs, Carolyn R. (2008) Perdarahan postpartum segera

adalah perdarahan yang terjadi segera setelah pelahiran plasents lengkap, yang menandai

akhir kala tiga persalinan. Pada 80 sampai 90 persen kasusu perdarahan postpartum

segera. Penyebaabnya adalah atoni uterus yang diakibatkan sejumlah factor predisposisi

atau dari pelahiran plasenta yang tidak lengkap yaitu fragmen atau kotiledon plasenta

yang tertinggal. Pelahiran plasenta yang tidak lengkap juga merupakan penyebab

perdarahan postpartum yang tertunda. Penyebab lain perdarahan postpartum segera yang

mungkin ditemui meliputi :

1. Laserasi serviks.

Page 5: Rancangan BAB II

5

2. Laserasi luas pada vagina dan perineum

3. Sangat jarang, laserasi segmen bawah uterus atau rupture uterus.

Terdapat sejumlah situasi lain ketika perdarahan postpartum segera mungkin

dihadapi. Tetapi, hal – hal ini merupakan atau berhubungan dengan situasi abnormal

ketika wanita yang siap berada dibawah penanganan dokter (mis. Plasenta previa,

abrupsio plasenta, seksio sesaria, anesthesia inhalasi dalam dan memanjang, prosedur

operatif seperti vresi dan ekstraksi, retensi yang lama janin meninggal setelah janin

meninggal intra uterus).

D. Etiologi

Menurut Harry Oxorn, dkk (2010) Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15 % dari

seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :

1. Atonia uteri

Perdarahan postpartum dapat dikendalikan melalui kontraksi dan traksi-traksi serat –

serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh –

pembuluh darah sehingga aliran aliran darah ke tempat plasenta terhenti. Kegagalan

mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakn atonia uteri dan keadaan

ini menjasi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan

postpartum kadang – kadang tidak tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya,

namun adanya factor predisposisi dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan

terhadap kemungkinan terjadinya hal tersebut.

2. Retensio plasenta

Retensio sebagian atau seluruh placenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan

retraksi, menyebabkan sinus – sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan

postpartum. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi di

daerah itu. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi myometrium dan

perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut lepas serta dikeluaran.

Retensio seluruh atau sebagian, lobus succenteriata, sebuah kontiledon atau suatu

fragmen placenta dapat menyebabkan perdarahan postpartum jadi hal yang

bepengaruh adalah derjat pelekatannya .

Page 6: Rancangan BAB II

6

3. Trauma dan Laserasi jalan lahir

Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi dari robekan yang dialami selama proses

melahirkan baik yang normal maupun tindakan. Jalan lahir harus di inspeksi setelah

kelahiran selesai sehingga perdarahan dapat dikendalikan.

4. Kelainan darah (kelainan perdarahan)

Setiap penyakit Haemorhagi dapat diderita oleh wanita hamil, ddan kadang – kadang

menyebabkan perdarahan postpartum. Afibrinogeemia atau hipofibrigenomia dapat

terjadi setelah Abruptio plasenta, retensio janin yang mati didalam rahim dan pada

emboli cairan ketuban. Salah satu teori etiologic mempostulasikanbahwa bahan

trombroplatik yang timbul dari degenarasi dan autolysis desidua atau placenta dapat

memasuki sirkulasi maternal dan dapat menimbukan koagulasi intravaskuler serta

penurunan fibrinogen yang beredar. Keadaan tersebut yaiyu seesuatu kegagalan pada

mekanisme pembekuan menyebabkan perdarahan yang tidak dapat di hentikan

dengan tindkan yang diabasa untuk mengendalikan perdarahan.

E. Faktor Predisposisi

Menururt Varney Helen, dkk (2008)Atoni uterus dan kemungkinan perdarahan

pascapartum segera pada wanita normal sebenarnya dapat diantisipasi segera sebelum

pelahiran terjadi. Kondisi berikut ini harus diwaspadai bidan atau dokter mengingat

potensi perdarahan pascapartum segera berhubungan dengan atoni uterus:

1. Distensi berlebihan pada uterus (kehamilan kembar, polihidramnion, atau bayi

besar)

2. Induksi ositoksin atau augmentasi.

3. Persalinan dan pelahiran cepat atau presipitatus.

4. Kala satu dan dua persalinan yang memanjang.

5. Gland multiparitas.

6. Riwayat atoni uterus/perdarahan pascapartum pada saat melahirkan anak

sebelumnya.

7. Penggunaan agens relaksa uterus, seperti magnesium sulfat dan terbutalin.

Page 7: Rancangan BAB II

7

F. Komplikasi potensial

Komplikasi kehilanagan darah yang banyak adalah syok hipovolemik disertai

dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Laparatomi harus dipertimbangkan bila

atonia uteri persisten dan perdarahan tak dapat dihentikan. Rupture uteri yang tidak

terdiagnosa dapat merupakan suatu kemungkinan, karena dinding lateral segmen uterus

bagian bawah mungkin sukar dipalpasi pada pemeriksaan vagina. Perbaikan uterus,

histeroktomi, atau ligasi arteri hipogastrika atau uterine dapat dipilih tergantung pada

umur pasien, prietas dan keadaan umum pasien maupun luasnya trauma.

Tampon uterus dapat dicoba sebagai ukuran temporer sementara persiapan untuk

laparatomi dilakukan. Bila perdarahan berasal dari tempat plasenta didalam segmen

bawah uterus dimana kontraksi otot tidak adekuat untuk mencapai hemostasis normal,

tampon mungkin mempunyai nilai khusus. Tampon uterus ditempatkan didalam segmen

bawah uterus, dengan tampon vagina mengkompresi segmen bawah antara uterus dan

tampon vagina.

komplikasi pada ibu dengan perdarahan postpartum yaitu :

1. Anemia : yang diakibatkan perdarahan tersebut memperlemah keadaan pasien,

menurunkan daya tahannya dan menjadi factor predisposisi terjadi infeksi nifas.

2. Jika kehilangan darah ini tidak akan dihentikan, akibat akhir tentu saja kematian.

G. Diagnosis

Diagnosis postpartum pada umumnya tidak sukar, yaitu :

1. Terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir: sebelum plasenta lahir atau sesudah

plasenta lahir.

2. Keluar pada umumnya mendadak, tanpa disadari.

3. Dapat diikuti dengan penurunan kesadaran.

4. Dapat diikuti dengan perubahan system kardiovaskuler.

Banyaknya perdarahan mempengaruhi timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi,

nafas cepat, pucat, akral dingin, sampai terjadi syok.

Berikut langkah – langkah sistemik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum:

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : pecah atau tidak.

Page 8: Rancangan BAB II

8

3. Eksplorasi vakum uteri : untuk mencari sisa plasenta dan ketuban, robekan rahim,

dan plasenta succenturiata.

4. Inspekulo : melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : waktu perdarahan, hemoglobin, clot observation, test

dan lain – lain

Berdasarkan etiologinya perdarahan postpartum dapat didiagnosa sesuai dengan :

(saifuddin et al., 2006)

Gejala & tanda tanda & gejala diagnosis

Yang selalu ada yg kadang ada kemungkinan

- uterus tidak berkontraksi & lembek - syok atonia uteri

- Perdarahan segera setelah anak lahir

- Perdarahan segera setelah bayi lahir

- Darah segar yang mengalir - pucat laserasi

- Uterus kontraksi baik - lemah jalan lahir

- Plasenta lengkap - menggigil

oTali pusat putus

oAkibat traksi

- Plasenta belum lahir setelah 30 menit o berlebihan retensio

- Perdarahan segera o inversion uteri plasenta

- Uterus kontraksi o akibat tarikan

o perdarahan lanjutan

- Sebagian selaput tidak lengkap - uterus berkontraksi sisa

- Mengandung pembuluh darah - tetapi tinggi fundus plasenta

- Perdarahan segera - tidak berkurang

- Uterus tidak teraba

- Lumen vagina terisi masa

- Tampak tali pusat - syok neurogenik inversion

(Jika plasenta belum lahir) - pucat dan limbung uteri

- Perdarahan segera

- Nyeri sedikit atau segera

Page 9: Rancangan BAB II

9

- Perdarahan segera (perdarhan - syok rupture

- Intraabdominal / vaginum) - nyeri tekan perut uteri

- Nyeri perut berat - denyut nadi cepat

H. Tindakan persiapan

Menurut Varney Helen,dkk (2008) Antisipasi perdarahan postpartum segera sebagai

penyebab atoni uterus memungkinkan pembantu pelahiran mangambil tindakan yang

paling cepat yang efektif untuk mencegah dan mengontrol sebanyak mungkin darah yang

hilang. Tindakan persiapan tersebut mencakup dibawah ini:

1. Jika wanita memiliki kombinasi dua atuau lebih factor predisposisi, wanita tersebut

harus dibawa kerumah sakit.

2. Ingatkan dokter konsulen untuk mewapadai kemungkinan perdarahan postpartum

sehingga mereka siap menerima pangggilan STAT jika diperlukan.

3. Ingatkan staf perawat terhadap kemungkinan perdarahan postpartum dan mints

mereka sudah mengambil dan telah memberikan resep kepada penolong untuk obat –

obat oksitosin yang digunakan ssegera setelah pelahiran.

4. Pastikan infuse intravena dimulai dengan jarum 16 gauge dan rute infuse ini panen

saat terjadi persalinan. Gunakan dekstro 5% dalam larutan Ringer Laktat.

5. Periksa golongan darah dan lakukan persiapan untuk mendapatkan darah jika

diperlukan.

6. Pastika kandung kemih kosong pada saat pelahiran.

Strategi pencegahan juga dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III persalinan

(manajemen aktif kala tiga) . Ini meliputi

1. pemberian oksitosin dengan, atau segera setelah, pengiriman bahu anterior

2. memotong tali pusat setelah penundaan satu sampai tiga menit

3. traksi tali pusat terkendali untuk memberikan plasenta,

4. Pijat rahim setelah pengiriman placenta.

Untuk melakukan traksi tali pusat terkendali, pegangkabel dengan satu tangan dan

dengan lembut menerapkan traksi sementara secara bersamaan menerapkan

subrapubic (tidak fundus) tekanan dengan tangan yang lain (disebut "Brandt

manuver").

Page 10: Rancangan BAB II

10

Pathway perdarahan postpartum (prof. dr. Bagus Ida gde manuaba, 2004)

Perdarahan akibat atonia uteri

Upaya preventif umum:

- Tingkat gizi/keadaan umum melalui antenatalcare

- Persalinan legeartis- Tingkatkan KB- Tingkatkan rujukan

predisposisi perdarahan postpartum:

- Keadaan umum rendah: anemia kehamilan, kekurangan gizi

- Overdistensi hamil- Kelemahan otot rahim:

Grandumultiara, jarak kehamilan pendek

- Persalinan kurang legeartis- Persalinan operatif/resifitatus- Solusio plasenta

Diagnosis perdarahan postpartum:

- Perdarahan melebihi 500cc/24 jam atau 25 %volume darah

- Menimbulkan gejala klinis: gangguan kardiovaskuler, kesadaran menurun, syok-kematian,

- Evaluasi penyebabperdarahan postpartumm

Atonia uteri:

- Kontraksi lembek- Penanganan khusus

Retensio plasenta:

- Persiapan, tak lahir lebih dari ½ jam

- DD/plasenta inkarserata- Tindakan plasenta

manual

Trauma persalinan:

- Kontraksi rahim- Perdarahan baru- Evaluasi penyebabnya

dari uterus sampai perineum

- Terapi legasi A hipogastrik

Persiapan tindakan khusus dan perbaikan keadaan umum:

- Persiapan infuse dan transfuse - Profilaksis antibiotika - Observasi keadaan umum

Persiapan tindakan lokal

Page 11: Rancangan BAB II

11

I. Penatalaksanaan

Penanganan pada perdarahan postpartum sebagai berikut :

1. Suportif : perbaikan keadaan umum, penambahan cairan, dan darah serta komponen –

komponennya.

2. Kausatif : dengan melakukan identintifikasi penyebab perdarahan dan usaha untuk

menghentikannya.

Ada beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :

1. Pemberian uterotenika dengan oksitosin, metil ergometrin, atau prostaglandin.

2. Hemostasis secara mekanis dengan manual plasenta, kuret sisa plasenta, kompresi

manual atau packing.

3. Pembedahan : penjahitan laserasi, ligasi pembuluh darah, ataupun dilakukan

histerektomi.

Tujuan utama penanganan perdarahan postpartum adalah :

1. Mengembalikan volume darah dan memepertahankan oksigenasi.

2. Menghentikan perdarahan dengan menangani penyebab perdarahan postpartum.

Langkah penatalaksanaan

Perdarahan harus minimal jika uterus wanita berkontraksi dengan baik setelah pelahiran

plasenta. Tetapi, sebaliknya jika ada aliran menetap (seperti aliran kecil) atau pancaran

kecil dari vagina, penolong harus mengambil langkah berikut untuk menangani

perdarahan tersebut:

1. Periksa konsistensi uterus, yang merupakan langkah pertama karena 80 sampai 90

persen perdarahan postpartum segera berhubungan dengan atoni uterus.

2. Jika uterus bersifat atonik, masase untuk menstimulasi kontraksi sehingga pembuluh

darah yang mengalmi perdarahan pada sisi plasenta akan berligasi.

3. Jika uterus gagal berkontraksi segera setelah masae dilakukan:

a. Lakukan kompresi bomanual sebagai tambahan stimulasi kontraksi uterus, yang

meligasi pembuluh darah pada sisi plasenta, kompresi bimanual member tekanan

kontinu pada vena uterus dan segmen bawah uterus, yang merupakan tempat lain

perdarahan

Page 12: Rancangan BAB II

12

b. Secara simultan, programkan pemberian obat oksitosik (jika belum diberikan) atau

obat oksitosik tambahan.

c. Pastika IV paten, atau minta perawat memulai dengan jarum 16 gauge dan

dekstrose 5% dalam larutan Ringer Laktat yang ditambahkan 10 unit pitocin per

500 ml larutan. Jika wanita terpasang IV paten, tambahakan pitocin kelarutan IV

dalam proorsi seperti yang telah ditulis.

4. Jika perdarahan wanita masih tidak terkendali:

a. Lakukan panggilan STAT ke dokter konsultan

b. Lanjutkan ompresi bimanual

c. Dapatkan contoh darah dan lakukan uji silang, jika belum diambil lalu kirim ke

bank darah.

d. Pantau tekanan darah ibu hamil dan nadi untuk tanda – tanda syok.

5. Periksa plasenta untuk memastikan jika ada fragmen plasenta atau kotiledon tertinggal

dan untuk menetapkan apakah eksplorasi uterus dapat dilakukan.

6. Jika fragmen plasenta atau kotiledon hilang, lakukan eksplorasi uterus. Uterus harus

benar – benar kosong agar dapat berkontraksi secara efektif.

III. KONSEP KEPERAWATAN PERDARAHAN POSTPARTUM

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan

terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang

dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan

objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terhadap klien postpartum meliputi :

Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan

lain – lain.

1. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Page 13: Rancangan BAB II

13

riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre

eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi

plasenta, retensi sisa plasenta.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak

(>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih,

tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit

jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.

2. Riwayat obstetrik

a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya ,

keluhanwaktu haid, HPHT

b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil

c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

d. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi

plasenta

e. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat

bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan

anak waktu lahir, panjang waktu lahir

f. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau

tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.

3. Riwayat Kehamilan sekarang

a. Hamil muda, keluhan selama hamil muda

b. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,

nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain

4. Riwayat antenatal care meliputi :

Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang

didapat Pola aktifitas sehari-hari

Page 14: Rancangan BAB II

14

a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat

maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu

dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-

sayuran dan buah – buahan.

b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya

perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan

miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )

c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan

melaporkan kelelahan yang berlebihan.

d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas,

baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian

4. Resiko infeksi b/d perdarahan

5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

C. Rencana tindakan keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Rencana tindakan :

a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap

terlentang

R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan

memungkinkan darah keotak dan organ lain.

b. Monitor tanda vital

R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat

c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit

R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal

Page 15: Rancangan BAB II

15

d. Evaluasi kandung kencing

R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus

e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas

simpisis.

R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan

placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri

f. Batasi pemeriksaan vagina dan rectum

R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya

perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau

terdapat hematom Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah,

kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera

kolaborasi.

g. Berikan infus atau cairan intravena

R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravascular

h. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )

R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan

i. Berikan antibiotic

R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan

j. Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )

R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana keperawatan :

1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital

2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit

R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer

berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin

3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI

Page 16: Rancangan BAB II

16

R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam

produksi ASI

4. Tindakan kolaborasi :

Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH

merupakan tanda hipoksia jaringan )

Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi

sirkulasi jaringan ).

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan

perasaan cemas berkurang atau hilang.

Rencana tindakan:

a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan

R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

b. Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )

R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

R/ Memberikan dukungan emosi

d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui

e. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

f. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien

R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang

tepat.

4. Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )

Rencana tindakan :

a. Catat perubahan tanda vital

R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi

Page 17: Rancangan BAB II

17

b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek,

dan nyeri panggul

R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang

tidak terdeteksi

c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang

berkepanjangan

d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas,

mastitis dan saluran kencing

R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

e. Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut

jangan sampai terlalu basah

R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat menjadi

media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan resiko infeksi.

f. Tindakan kolaborasi

a. Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )

b. Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan

infeksi ).

5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.

Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran dan tanda-tanda dalam

batas normal)

Rencana tindakan :

a. Anjurkan pasien untuk banyak minum

R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga

dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi

jaringan.

b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi

secara dini.

c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.

Page 18: Rancangan BAB II

18

R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara

baik.

d. Observasi intake cairan dan output R/ Intake cairan yang adekuat dapat

menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.

e. Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfuse

R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat

meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock -

Pemberian koagulantia dan uterotonika R/ Koagulan membantu dalam proses

pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol

perdarahan.