Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pembenihan Ikan Patin
-
Upload
sanz-grifrio-limin -
Category
Documents
-
view
70 -
download
15
description
Transcript of Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pembenihan Ikan Patin
-
RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR
UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN
(Pangasius hypopthalmus)
Oleh:
SANZ GRIFRIO LIMIN
F014102010
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
-
Sanz Grifrio Limin. F14102010. Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air
Untuk Pendederan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus). Di bawah
bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr. 2006.
RINGKASAN
Pengembangbiakan ikan patin pada kolam-kolam buatan membutuhkan
penanganan yang serius. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat
kematian benih cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap
perubahan kualitas air dan suhu air . Untuk mengurangi tingkat kematian benih
ikan pada tahap pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air
dan suhu airnya. Sistem resirkulasi akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif
pembenihan ikan patin di daerah yang sumber daya airnya terbatas karena tidak
perlu mengganti air setiap hari.
Tujuan utama penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi air
tertutup untuk pendederan benih ikan patin.
Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu golongan ikan
catfish yang banyak terdapat di negara Asia. Ikan patin memiliki beberapa
keunggulan antara lain adalah ukuran individu yang besar serta mutu daging yang
digemari masyarakat.
Tahap pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran +
0.5 inci sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke
kolam. Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau
mengurangi ketergantungan terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses
budidaya perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan
kualitas air dan pemberian nutrisi. Komponen sistem pemeliharaan ikan
resirkulasi meliputi bak budidaya ikan, filter (filter fisik, filter biologi, dan filter
kimia), pompa, bak reservoir air, dan jaringan pipa air.
Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik
Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu
Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006.
Tahapan penelitian adalah Identifikasi kebutuhan dan permasalahan, perancangan
konsep sistem resirkulasi air, pembuatan prototipe sistem resirkulasi air, Evaluasi
prototipe sistem resirkulasi air, penyusunan dokumen untuk perancangan produk
berupa gambar detail, gambar susunan, spesifikasi dan bill of material. Metode
evaluasi antara lain pengukuran debit dan tinggi muka air, analisis keseragaman
debit penyaluran, analisis koefisien head loss, efesiensi pompa dan turnover time.
Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem
resirkulasi air ini antara lain : kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat
digunakan untuk kegiatan pembenihan atau pendederan ikan di dalam ruangan.,
kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat menghemat penggunaan air sehingga
kegiatan pembenihan ikan dapat dilakukan di daerah yang sumber daya airnya
terbatas, kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat dikendalikan kondisi air dan
alirannya.
-
Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang
tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan
subsistem pengkondisian dan suplai. Perancangan ptototipe sistem resirkulasi air
adalah rangka, bak, filter, sistem perpipaan.
Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing-masing kondisi
yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 =
70.92 %. Nilai koefisien head loss kondisi 1 pada subsistem 1 hingga subsistem 4
berturut-turut adalah 1912.862, 0.846, 60.056, 0.006. Nilai koefisien head loss
kondisi 2 pada subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut-turut adalah 2724.073,
0.522, 117.309, 0.006, 478.185. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada
subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut-turut adalah 4475.952, 0.350, 203.368,
0.006, 86.430. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada subsistem 1 hingga
subsistem 5 berturut-turut adalah 3677.921, 0.846, 143.969, 0.006, 205.480.
Efisiensi pompa untuk kondisi 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 52.06 %,
54.63 %, 58.46 %, 53.85 %. Nilai turnover time pada kondisi 1, 2, 3 dan 4
berturut-turut adalah 1.78 jam, 2.26 jam, 2.78 jam, 2.57 jam.
Sistem resirkulasi untuk pembenihan ikan yang dirancang dapat berfungsi
dengan baik. Sistem ini terdiri tiga subsistem, yaitu subsistem budidaya,
subsistem filtrasi, dan subsistem suplai/pengkondisian. Sistem resirkulasi air yang
dirancang memiliki keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada kondisi
1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %
-
RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR
UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN
(Pangasius hypopthalmus)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SANZ GRIFRIO LIMIN
F014102010
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
-
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR
UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SANZ GRIFRIO LIMIN
F14102010
Dilahirkan pada tanggal 1 7 Maret 1985
di Palangkaraya
Tanggal lulus : September 2006
Menyetujui
Bogor, September 2006
Prof. Dr. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Pembimbing Akademik
Mengetahui
Dr. Ir Wawan Hermawan, MS
Ketua Departemen Teknik Pertanian
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1985 di Palangkaraya dari orang
tua bernama Suwido Hester Limin dan Agustina Dewel. Penulis adalah anak
pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Katolik
Santo Don Bosco pada tahun 1996, lalu melanjutkan ke SLTP Katolik Santo
Paulus dan tamat tahun 1999.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 5 Palangkaraya. Pada tahun yang
sama penulis melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor (USMI).
Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapang di BPBAT Sukamandi,
Subang, Jawa Barat dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada
Pembenihan Ikan Patin di BPBAT Sukamandi, Subang, Jawa Barat .
Pada tahun 2006 penulis melakukan penelitian masalah khusus dengan
judul Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pendederan Ikan Patin
(Pangasius hypopthalmus) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian.
-
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan., karena atas karunia-Nya lah akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil
penelitan penulis yang berjudul Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk
Pendederan Ikan Patin. Skripsi ini mengkaji proses pendesainan, manufaktur, dan
analisis rancangan sistem resirkulasi akuakultur untuk pembenihan beberapa jenis
ikan konsumsi air tawar terutama ikan patin.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu kelancaran pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi, yaitu:
1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr., selaku dosen pembimbing, atas
segala bimbingan, arahan, dan dukungannya.
2. Dr. Satyanto K. Saptomo dan atas segala kerjasama, bimbingan, arahan,
dan dukungannya.
3. Rudiyanto, STP M.Si. atas segala kerjasama, bimbingan, arahan, dan
dukungannya.
4. Orang tua dan adik tercinta atas doa dan dukungannya.
5. Rekan sebimbingan: Hanhan dan Didik atas kerjasama dan bantuannya.
6. Mulyawatullah atas bantuannya dalam dalam pembuatan sistem resirkulasi
7. Yossi Handayani atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini
8. Teman-teman TEP 39 atas dorongan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca secara umum maupun pihak
yang ingin mengembangkan pembenihan ikan secara intensif menggunakan
sistem resirkulasi.
Bogor, September 2006
-
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................vi
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................................... 1
B. TUJUAN....................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2
A. IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus).................................................... 2
B. PEMBENIHAN IKAN PATIN...................................................................... 3
C. SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR (SRA) ....................................... 3
D. PROSES PERANCANGAN TEKNIK .......................................................... 6
E. MANAJEMEN KUALITAS AIR.................................................................. 8
F. ALIRAN AIR DALAM PIPA ..................................................................... 10
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 13
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .................................................... 13
B. BAHAN DAN ALAT.................................................................................. 13
C. TAHAPAN PENELITIAN.......................................................................... 14
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20
A. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN PERMASALAHAN........................ 20
B. PERANCANGAN KONSEP SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR... 20
C. PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR
.................................................................................................................... 21
D. EVALUASI PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR....... 23
E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI PRODUK ................................................. 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 28
A. KESIMPULAN........................................................................................... 28
-
iii
B. KESIMPULAN........................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29
-
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) . 2
Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawan et al. (2004) ................. 5
Gambar 3. Tahapan perancangan sistem resirkulasi air 14
Gambar 4. Skema subsistem penyaluran .. 17
Gambar 5. Skema konsep sistem resirkulasi air .. 20
Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya .. 23
Gambar 7. Hasil perhitungan keseragaman debit ke bak budidaya . 24
-
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan derajat hardness .. 9
Tabel 2. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 1 24
Tabel 3. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 2 25
Tabel 4. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 3 25
Tabel 5. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 4 25
Tabel 6. Debit hasil pengukuran dan debit ideal .................................................. 26
Tabel 7. Nilai efisiensi pompa ............................................................................. 27
Tabel 8. Kebutuhan energi pompa ....................................................................... 28
Tabel 9. Hasil perhitungan turnover time untuk masing-masing kondisi 27
-
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema konsep sistem resirkulasi air 30
Lampiran 2. Denah peletakan bak pada sistem resirkulasi ... 31
Lampiran 3. Gambar komponen sistem resirkulasi air . 32
Lampiran 4. Gambar susunan sistem resirkulasi air 42
Lampiran 5. Kebutuhan bahan untuk bak, rangka dan filter 45
Lampiran 6. Kebutuhan bahan untuk sistem penyaluran air 46
Lampiran 7. Kebutuhan bahan total untuk sistem resirkulasi air . 47
Lampiran 8. Hasil pengukuran debit .................................................................... 48
-
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Permintaan pasar ekspor terhadap ikan patin dewasa ini cukup tinggi,
dikarenakan ikan patin mempunyai beberapa keunggulan antara lain ukuran
individu yang besar serta mutu daging yang digemari masyarakat. Negara-negara
pengimpor ikan patin terbesar di dunia adalah Uni Eropa, Amerika Serikat dan
Rusia. Selama ini kebutuhan negara-negara tersebut dipenuhi oleh negara
Vietnam sebagai pengekspor terbesar ikan patin.
Pengembangbiakan ikan patin pada kolam-kolam buatan membutuhkan
penanganan yang serius mulai dari tahap pembenihan, pendederan, pemeliharaan
dan pembesaran sampai pemanenan agar memberikan hasil yang optimum. Tahap
pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran + 0.5 inci
sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke kolam
pembesaran. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat kematian benih
cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap perubahan kualitas air
dan suhu air. Untuk mengurangi tingkat kematian benih ikan pada tahap
pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air dan suhu
airnya. Para petani biasanya membenihkan ikan patin di dalam ruang tertutup
pada bak-bak budidaya yang airnya diganti setiap hari. Tujuan penggantian air
setiap hari adalah untuk menjaga kualitas air di bak budidaya. Sistem resirkulasi
akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif pembenihan ikan patin di daerah
yang sumber daya airnya terbatas karena tidak perlu mengganti air setiap hari.
Pada penelitian ini akan dilakukan rancang bangun sistem resirkulasi
akuakultur tertutup untuk pendederan benih ikan patin. Sistem resirkulasi ini akan
terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan
subsistem pengkondisian.
B. TUJUAN
Tujuan umum penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi
akuakultur tertutup untuk pendederan benih ikan patin.
-
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)
Pangasius merupakan salah satu golongan ikan catfish yang banyak terdapat
di negara Asia. Di Indonesia ikan Pangasius ini dikenal dengan sebutan ikan
patin. Klasifikasi ikan patin menurut Robert dan Vidtharyanon (1991) dalam
Arifianto (2002) adalah sebagai berikut:
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies: : Pangasius hypopthalmus
Nama Inggris : catfish
Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)
(Sumber: www.planetcatfish.com)
Secara umum ikan patin yang ada di Indonesia memiliki bentuk badan yang
sedikit memipih, kulit tidak bersisik, mulut subterminal dengan dua pasang sungut
peraba (barbels). Memiliki patil pada sirip punggung dan sirip dada, sirip analnya
panjang dimulai dari belakang anal sampai pangkal sirip ekor. Ikan ini memiliki
beberapa sifat biologis diantaranya noeturnal atau melakukan aktifitas pada
malam hari seperti halnya ikan catfish yang lainnya, omnivora dan sesekali
muncul di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung (Susanto
dan Amri, 1998).
Ikan patin memiliki beberapa sifat yang menguntungkan untuk
dibudidayakan, seperti ukuran per individu besar, fekunditas yang cukup tinggi,
serta mutu dagingnya banyak digemari masyarakat luas.
-
3
B. PEMBENIHAN IKAN PATIN
Peningkatan produksi ikan patin dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap
pembenihan dan tahap pembesaran. Kegiatan pembenihan antara lain melalui
pemijahan buatan menggunakan hipofisa benih berukuran 0.5-1 inci. Pembenihan
secara intensif dilakukan di dalam ruang tertutup yang mempunyai suhu stabil
antara 28 C sampai 30 C. Ukuran ruang ini minimal 20 m2 dengan dinding dan
lantai berupa tembok (Khairuman, 2002). Benih patin yang baru satu hari menetas
dipelihara dalam akuarium kaca atau bak fiberglass selama 2-3 minggu. Menurut
Susanto 1997, pada bak ukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm dapat dipelihara 500 ekor
benih patin umur 1 15 hari, atau kepadatan 3 ekor per liter air. Setelah itu benih
didederkan selama satu bulan sampai siap untuk dimasukkan ke kolam
pembesaran. Pembesaran ikan patin di kolam dan jaring apung dengan
menggunakan benih berukuran 2-4 inci hasil pndederan (Susanto, 1997).
Pendederan ikan patin biasanya dilakukan di kolam dengan kedalaman air 75
cm. Ikan yang ditebar memiliki ukuran 0.5 inci dengan kepadatan 120 ekor/m2.
Untuk pendederan di jaring apung kepadatan ikan adaalah 75 100 ekor/m3
(Khairuman, 2002). Pakan yang digunakan adalah cacing dan pellet dengan
frekuensi pemberian pakan antara 3-8 kali sehari. Setelah ikan mencapai ukuran 1
inci, pakan yang diberikan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan tiga
kali sehari. Ikan dipanen setelah ikan berukuran 2-3 inci (pendederan 20 40 hari)
dan tingkat kelangsungan hidup rata-rata 90% (Sukarsono, 1997 dalam Aryanto,
2001). Selain itu, pendederan ikan patin juga dapat dilakukan di akuarium dengan
kepadatan 7 ekor/liter air untuk ukuran benih 0.5 1 inchi dengan masa
pemeliharaan selama 30 hari (Nuraeni, 1998 dalam Ariyanto, 2001). Pemeliharaan
ikan patin menggunakan sistem resirkulasi dapat meningkatkan tingkat
kelangsungan hidup menjadi 98.36 % (Guk guk, 2000).
Kondisi air optimum untuk pembenihan ikan patin berdasarkan penelitian
Arifianto (2002) adalah air dengan kandungan NH3 (ammonia) 0.626 ppm, NO2
(nitrit) 0.52 ppm, dan NO3 (nitrat) 0.632 ppm, DO 5.65 ppm, dan pH air 6.91.
C. SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR (SRA)
Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau mengurangi
ketergantungan terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses budidaya
-
4
perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan kualitas air dan
pemberian nutrisi. Ada lima jenis SRA yang umum digunakan, yaitu SRA
pembesaran, SRA pembenihan, SRA pemeliharaan, SRA penampungan
sementara, SRA display.
SRA pembesaran digunakan untuk melakukan pembesaran (pendederan) ikan
dengan padat tebar yang tinggi. SRA ini memerlukan manajemen yang terpadu
terutama dalam hal kualitas air dan pemberian nutrisi.
SRA pembenihan digunakan untuk memijahkan ikan. Parameter lingkungan,
seperti suhu, photoperiodisme (interval gelap dan terang dalam satu hari), pH,
kesadahan, dan konduktifitas perlu dikontrol untuk memicu terjadinya pemijahan.
Selain itu, ukuran, kebiasaan, dan prilaku ikan perlu diperhitungkan pada saat
memilih tipe dan ukuran tangki.
SRA pemeliharaan digunakan untuk memelihara ikan dalam jangka waktu
yang cukup lama, seperti untuk pemeliharaan dan pematangan gonad induk.
Dalam SRA ini, ikan yang dipelihara umumnya tidak dalam fase pertumbuhan
yang cepat, sehingga pemberian nutrisi tidak seefektif seperti dalam SRA
pembesaran.
SRA penampungan sementara umum digunakan di tempat penjualan ikan.
Pemeliharaan biasanya dilakukan selama 1-21 hari. SRA ini perlu didesain untuk
mengakomodir perubahan dan fluktuasi jenis dan jumlah ikan. Oleh karena itu,
biofilter perlu dirancang agar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal bentuk
dan kapasitas.
SRA display digunakan untuk menampilkan keindahan ikan, umum
digunakan di akuarium ikan hias. Oleh karena itu, manajemen kualitas air perlu
ditekankan kepada pengontrolan partikulat terlarut dan kejernihan air.
Setiawan et al. (2004) mengembangkan SRA untuk pendederan benih ikan
patin pada ruangan berpemanas kolektor surya. Komponen SRA tersebut yaitu
akuarium budidaya, tangki sedimentasi/filtrasi, tangki pengkondisi, dan sistem
penyaluran air. Skema komponen-komponen tersebut adalah sepeti yang terdapat
pada gambar 2.
-
5
Controller
Room for Patin Hatchery
1
2
3
Solar Collector
NTC
NTC
Exhaust fan
Solar Collector
Solar Collector
1. Aquarium for Patin Hatchery 2. Conditioning Tank 3. Sedimentation Tank
Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawan et. al. (2004).
Akuarium budidaya digunakan sebagai tempat pembesaran/pendederan benih
ikan patin. Akuarium ini berbentuk persegi panjang tebuat dari bahan fiberglass
dengan lubang drainase di bagian bawah akuarrium. Dalam SRA tersebut terdapat
enam buah akuarium budidaya.
Tangki pengkondisi berbentuk sama seperti akuarium budidaya. Tangki
pengkondisi digunakan untuk mengkondisikan air (mengatur DO dan suhu) dan
untuk menjaga head aliran suplai air ke akuarium budidaya.
Tangki filtrasi digunakan untuk menjaga kualitas air. Sistem filtrasi yang
digunakan adalah filtrasi biologi (biofilter) dan filtrasi fisik (sedimentasi dan
penyaringan menggunakan kerikil).
Sistem penyaluran air yang digunakan terdiri dari pompa, pipa PVC dan
selang plastik. Suplai air diberikan menggunakan pipa PVC . Drainase
dilakukan dengan menggunakan pipa PVC 1 dan selang plastik.
-
6
D. PROSES PERANCANGAN TEKNIK
Rancangan teknik adalah suatu proses sistematik yang merupakan solusi dari
sesuatu yang dibutuhkan manusia. Perancangan adalah sesuatu yang sangat
penting dalam bidang teknik. Pengertian perancangan dapat disederhanakan
menjadi suatu metode terstruktur untuk memecahkan masalah (Harsokusumo,
1999). Secara umum tahapan-tahapan pada suatu proses perancangan adalah
sebagai berikut : 1) diidentifikasikannya kebutuhan, 2) analisa masalah dan,
spesifikasi produk dan perencanaan, 3) perancangan konsep produk, 4)
perancangan produk, 5) evaluasi produk hasil rancangan, 6) penyusunan dokumen
berupa gambar produk hasil rancangan dan spesifikasi pembuatan produk.Masing-
masing fase dalam proses perancangan dijelaskan sebagai berikut.
1. Analisa Masalah, Spesifikasi Produk dan Perencanaan Proyek
Kebutuhan produk baru diperlukan sebagai problem perancangan atau
masalah perancangan. Sebagaimana halnya sebuah problem atau masalah,
maka perlu ada pemecahan masalah yang berupa solusi melalui analisis
masalah. Dalam hal masalah tersebut adalah masalah perancangan, maka
solusinya dapat berupa solusi alternatif yang semuanya benar. Salah satu
diantara solusi tersebut dapat merupakan solusi terbaik, karena itu harus ada
sesuatu cara untuk memilih solusi terbaik tersebut.
Hasil analisis yang utama adalah pernyataan masalah atau problem
statement tentang produk baru. Pernyataan masalah tersebut belum berupa
solusi/produk baru, tetapi mengandung keterangan-keterangan tentang produk
yang akan dirancang.
Pernyataan masalah setidaknya mengandung tiga buah unsur, yaitu :
pernyataan masalah itu sendiri
beberapa kendala atau constraints yang membatasi solusi masalah
tersebut dan spesifikasi produk
kriteria keterterimaan (acceptability criteria) dan kriteria lain yang
harus dipenuhi produk
Spesifikasi produk merupakan dokumen yang sangat penting dalam
proses perancangan. Spesifikasi produk mengandung keinginan-keinginan
pengguna tentang produk yang akan dibuat. Spesifikasi produk merupakan
-
7
dasar dan pemandu bagi perancang dalam merancang produk dan spesifikasi
produk tersebut akan menjadi tolak ukur pada evaluasi hasil rancangan dan
evaluasi produk yang sudah jadi.
Spesifikasi produk mengandung hal-hal berikut :
Kinerja atau perfomance yang harus dapat dicapai suatu produk
Kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan dan lain-lain yang
akan dialami produk
Kondisi operasi lain
Jumlah produk yang akan dibuat
Dimensi produk
Berat produk
Ergonomik
Keamanan dan keselamatan (safety)
Harga produk
Jika waktu penyelesaian perancangan dan pembuatan produk tercantum
dalam spesifikasi, maka perlu dibuat jadwal penyelesaian setiap fase dan
langkah dalam proses perancangan dan pembuatan produk. Hal ini merupakan
suatu perencanaan proyek.
2. Fase Perancangan Konsep Produk
Konsep produk adalah solusi alternatif dari masalah dalam bentuk skema.
Masalah dalam hal ini adalah produk baru yang dipandang sebagai masalah
perancangan yang memerlukan solusi. Fase ini dalam bahasa perancangan
dikenal dengan fase pencarian konsep-konsep produk yang memenuhi fungsi
dan karakteristik produk sebagaimana tercantum dalam spesifikasi produk.
3. Perancangan Produk
Fase perancangan produk terdiri dari beberapa langkah, tetapi pada
intinya pada fase ini solusi-solusi alternatif dalam bentuk skema
dikembangkan lebih lanjut menjadi produk atau benda teknik yang bentuk,
material dan dimensi komponen-komponennya. Fase perancangan produk
diakhiri dengan dengan perancangan detail komponen-komponen produk,
yang kemudian akan dituangkan dalam gambar-gambar detail untuk proses
pembuatan.
-
8
4. Evaluasi Hasil Perancangan Produk
Produk harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum produk tersebut dibuat
berdasarkan gambar perancangan produk. Produk harus dievaluasi apakah
produk tersebut memenuhi spesifikasi produk yang telah ditentukan pada fase
pertama perancangan produk. Produk memenuhi spesifikasi apabila dapat
memenuhi fungsinya, mempunyai karakteristik yang harus dipunyainya dan
dapat melakukan kinerja sesuai dengan yang disyaratkannya.
5. Gambar dan Spesifikasi Pembuatan Produk
Gambar hasil rancangan produk terdiri dari (1) gambar semua komponen
produk lengkap dengan bentuk geometrinya, dimensi, kekasaran/kehalusan
permukaan dan material, (2) gambar susunan, (3) spesifikasi yang memuat
keterangan-keterangan yang tidak terdapat pada gambar dan (4) bill of
material.
E. MANAJEMEN KUALITAS AIR
Ikan hidup dan bernafas di air, sehingga kualitas air penting untuk dijaga
dengan Sistem resirkulasi akuakultur khususnya untuk densitas ikan yang padat.
Beberapa faktor kualitas air yang perlu diperhatikan (PIRSA Aquaculture SA,
1999) adalah sebagai berikut.
1. Suhu
Menjaga suhu optimal untuk pertumbuhan adalah sesuatu yang penting.
Ikan dapat tumbuh dengan cepat pada suhu optimal dengan memperbaiki
konversi rasio pakan. Ikan juga dapat terhindar dari stress dan penyakit apabila
berada pada suhu air optimal. Suhu air juga mempengaruhi kelarutan suatu zat
dalam air. Semakin tinggi suhu air maka kelarutan suatu zat dalam air semakin
besar. Selain itu suhu air juga mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air,
dimana semakin tinggi suhu air maka kandungan oksigen terlarutnya semakin
besar.
2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu faktor kualitas air yang paling
kritis. Konsentrasi Do dipengaruhi oleh suhu air, stocking, laju pakan serta
efektifitas aerasi yang dipasang pada sistem resirkulasi. Konsentrasi DO harus
dijaga di atas 60 % jenuh atau 5 ppm untuk memastikan keberlangsungan dan
-
9
pertumbuhan ikan. Konsentrasi DO juga mempengaruhi bakteri pada biofilter,
dimana biofilter tidak akan efesien pada DO dibawah 2 ppm.
Penurunan DO dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya
laju stocking yang terjadi pada sistem resirkulasi akuakultur dan dekomposisi
bahan organik seperti faeses dan sisa pakan. DO yang rendah mengakibatkan
stress pada ikan, konversi pakan menurun dan dapat menyebabkan kematian.
3. pH (pondus Hydrogenii)
pH adalah suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen (H+)
terlarut dalam air. Kisaran pH adalah 0-14 dengan pH 7 pada kondisi netral,
pH dibawah 7 untuk kondisi asam dan pH diatas 7 untuk kondisi basa. Kisaran
pH air optimal untuk budidaya ikan secara umum adalah 6.5-9.
pH pada sistem resirkulasi ikan cenderung menurun disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi karbon dioksida terlarut yang dihasilkan oleh
respirasi ikan dan respirasi bakteri pada biofilter. Karbon dioksida akan
bereaksi dengan air membentuk asam karbon dan menyebabkan pH menurun.
4. Karbon Dioksida
Karbon dioksida dihasilkan oleh respirasi ikan dan respirasi bakteri
biofilter pada sistem resirkulasi akuakultur. Konsentrasi karbon dioksida yang
tinggi dapat menurunkan pH.
5. Alkalinitas dan Hardness
Alkalinitas menyebutkan jumlah karbonat dan bikarbonat dalam air,
sedangkan hardness menyebutkan konsentrasi kalsium dan magnesium.
Kalsium dan magnesium berikatan dengan karbonat dan bikarbonat.
Alkalinitas dan hardness mempunyai hubungan yang erat dan diukur pada
level yang sama. Kategori air berdasarkan derajat hardness ditunjukkan pada
tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan derajat hardness
Kandungan Kategori
0-75 mg/l Soft
75-150 mg/l Moderate
150-300 mg/l Hard
> 300 mg/l Very Hard
-
10
Nilai alkalinitas dan hardness direkomendasikan di atas 50 mg/l yang
mana sebagai buffer/stabilisator yang baik untuk pH yng meningkat karena
respirasi ikan dan respirasi bakteri biofilter.
F. ALIRAN AIR DALAM PIPA
1. Bilangan Reynold
Aliran viskos dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu aliran laminer dan
turbulen. Dalam aliran laminer partikel-partikel zat cair bergerak teratur
mengikuti lintasan yang saling sejajar. Sedangkan pada aliran turbulen gerak
partikel-partikel zat cair tidak teratur. Reynold menunjukkan bahwa aliran
laminer dan aliran turbulen dapat diklasifikasikan dengan suatu bilangan
tertentu. Bilangan tersebut disebut bilangan Reynold dengan rumus sebagai
berikut :
v
ududRe ==
(1)
dimana adalah densitas (kg/m3); u adalah kecepatan (m/detik); d adalah
diameter pipa (m); adalah viskositas dinamik (kg.detik/meter); adalah
viskositas kinematik (m2/detik).
2. Kehilangan Tekanan pada Aliran Laminer
Kehilangan tekanan pada aliran laminer dapat dihitung secara teori apabila
diketahui kecepatan, sifat-sifat fluida dan dimensi pipa. Kehilangan tekanan
pada aliran laminer diberikan oleh persamaan Hagen-Poiseuille (Sleigh, 2001).
2d
Lu32P
= (2)
apabila dinyatakan dalam bentuk head maka menjadi
2f gd
Lu32h
= (3)
dimana P adalah kehilangan tekanan (kg/m2); u adalah kecepatan
(m/detik); d adalah diameter pipa (m); L adalah panjang pipa (m); adalah
viskositas dinamik (kg.detik/m); adalah densitas (kg/m3) dan g adalah
percepatan gravitasi (m/detik2).
-
11
3. Kehilangan Tekanan pada Aliran Turbulen
Kehilangan tekanan pada aliran turbulen diberikan oleh persamaan Darcy-
Weisbach yang ditulis dalam bentuk sebagai berikut :
2gd
Lu4h
2
f
f= (4)
dimana hf adalah kehilangan head karena gesekan (m) dan f adalah
koefisien gesekan
4. Koefisien Gesekan (f)
4.1 Nilai f pada Aliran Laminer
Nilai f harus diperhitungkan dengan benar agar mendapatkan nilai head
loss yang benar juga. Persamaan head loss yang diturunkan pada aliran
laminer sebanding dengan persamaan head loss yang diturunkan pada aliran
turbulen, yang membedakan adalah nilai f secara empiris. Dengan
menggabungkan persamaan (3) dan persamaan (4) maka akan didapatkan
persamaan yang merupakan persamaan Darcy untuk aliran laminer. Persamaan
tersebut diberikan sebagai berikut :
Re
16
16
2gd
Lu4
gd
Lu322
=
=
=
ud
f
(5)
4.2 Persamaan Blasius untuk f
Blasius pada tahun 1913 (Sleigh, 2001) adalah orang pertama yang
memberikan rumus empiris yang akurat untuk nilai f pada aliran turbulen di
pipa halus. Persamaan Blasius diberikan sebagai berikut :
25.0Re
079.0=f (6)
4.3 Persamaan Colebrook-White untuk f
Colebrook dan White telah melakukan eksperimen menggunakan beberapa
pipa komersial dengan berdasarkan persamaan yang diberikan oleh von
Karman dan Prandtl. Eksperimen tersebut menghasilkan persamaan
Colebrook-White yang diberikan sebagai berikut :
-
12
+=
f
k
f
s
Re
26.1
d71.3log4
110 (7)
5. Kehilangan Tekanan Lokal (Local Head Loss)
Selain kehilangan tekanan karena gesekan, selalu ada perubahan tekanan
karena belokan, cabang dan valve. Pada jaringan pipa yang panjang
kehilangan tekanan lokal dapat diabaikan, tetapi pada jaringan pipa yang
pendek kehilangan head lokal jauh lebih besar jika dibandingkan dengan
kehilangan head akibat gesekan. Secara umum kehilangan head lokal
dinyatakan sebagai berikut :
2g
ukh LL = (8)
dimana hL adalah kehilangan tekanan lokal (m) dan kL adalah koefisien
kehilangan tekanan lokal.
6. Hukum Bernoulli
Analisis aliran dalam pipa dapat dianalisis dengan menggunakan hukum
Bernoulli. Hukum Berboulli menyatakan konservasi energi sepanjang garis
aliran dengan prinsip total energi (head) pada sistem tidak berubah. Hukum
Bernoulli menyatakan total energi per unit berat adalah merupakan
penjumlahan tekanan per unit berat dan energi potensial per unit berat (Sleigh,
2001 dan Nekrasov, 1969). Hukum Bernoulli dapat dituliskan dalam
persamaan sebagai berikut :
222
111
2
u
g
P
2
u
g
Pz
gz
g++=++
(9)
Persamaan Bernoulli hanya berlaku untuk aliran mantap (steady), densitas
konstan (incompressible fluid), kehilangan karena gesekan diabaikan dan
persamaan menghubungkan dua titik kondisi sepanjang garis aliran tunggal.
Dalam kenyataannya sejumlah energi akan hilang karena gesekan dan
lokal. Dengan memperhatikan kedua kehilangan energi tersebut maka
persamaan Bernoulli dapat ditulis menjadi persamaan berikut (Sleigh, 2001) :
Lf222
111 hh
2
u
g
P
2
u
g
P++++=++ z
gz
g (10)
-
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik
Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu
Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam pembuatan prototipe sistem resirkulasi adalah
sebagai berikut:
1. Bak fiber berdiameter 80 cm
2. Pipa PVC dan 1
3. Selang plastik 2 dan 1
4. Pompa submersibel head 4.2 m, 110 W
5. Besi siku 50 x 50 x 5 mm
6. Zeolit
7. Plat alumunium tebal 2 mm
8. Plat strip alumunium 20 x 2 mm dan 20 x 1 mm
9. Kasa kawat
10. Stop kran
11. Sambungan-sambungan pipa PVC dan 1, yaitu knee, tee, sok drat
luar, dop ulir, reducer 1 ke , dan stop kran
12. Klem selang 1 dan 2
13. Karet dudukan 50x50.mm
Alat yang digunakan dalam pembuatan prototipe sistem resirkulasi adalah
sebagai berikut:
1. Gerinda potong diameter 14 merek Makita
2. Gerinda portable 4 dan mata gerinda pemotong serta pengikis
3. Gergaji besi.
4. Riveter dan paku rivet
5. Bor tangan listrik dan mata bor 12 mm dan 4.5 mm
-
14
Identifikasi kebutuhan dan permasalahan
Perancangan konsep sistem resirkulasi
akuakultur
Pembuatan prototipe sistem resirkulasi
akuakultur
Mulai
Evaluasi prototipe sistem resirkulasi akuakultur
Penyusunan dokumen untuk perancangan produk berupa
gambar detail, gambar susunan, spesifikasi dan bill of material
Modifikasi
6. Satu unit Personal Computer (PC) dengan program MS Excel, MS word
dan AutoCAD 2004 yang digunakan untuk perhitungan data dan desain
gambar
7. Gelas ukur 100 ml dan gelas ukur 1000 ml
8. Stopwatch, jangka sorong, meteran dan penggaris
C. TAHAPAN PENELITIAN
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode perancangan
teknik sesuai dengan tahapan-tahapan pada perancangan teknik (Harsokusumo,
1999) dimana tahapan perancangan dijelaskan dalam gambar 3.
Gambar 3. Tahapan perancangan sistem resirkulasi akuakultur
-
15
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
1. Pengukuran Debit dan Tinggi Muka Air
Pengukuran debit air menggunakan metode volumetrik yaitu dengan
mengukur waktu yang diperlukan untuk mengisi gelas ukur bervolume 1000
ml. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing
bak. Pengukuran debit air dilakukan pada saluran inlet yang masuk ke bak
budidaya dan bak filter, selain itu pengukuran juga dilakukan pada saluran
overflow dari bak suplai yang masuk ke bak tandon/penampungan sementara.
Pengukuran tinggi muka air dilakukan dengan menggunakan pita ukur.
Pada saat pengukuran tinggi muka air dalam bak diukur relatif terhadap dasar
bak, sedangkan pada saat perhitungan digunakan tinggi muka air relatif
terhadap datum (lantai ruangan). Tinggi muka air terhadap datum didapat
dengan menambahkan tinggi muka air relatif terhadap dasar bak dengan tinggi
rangka masing-masing bak.
Pengukuran debit air dan tinggi muka air dilakukan pada empat kondisi
bukaan katup penyaluran berbeda. Bukaan katup pada masing masing kondisi
dijelaskan dengan ekspresi matematika sebagai berikut.
kondisi 1 > kondisi 2 > kondisi 4 > kondisi 3
Pengukuran pada masing-masing bukaan katup dilakukan setelah aliran pada
keadaan relatif mantap.
2. Analisis Keseragaman Debit Penyaluran
Keseragaman debit penyaluran dapat dihitung dengan rumus :
%100q
qq1nKeseragama
n
n
=
(11)
3. Analisis Koefisien Head Loss
Analisis hidrolis dilakukan untuk menentukan persamaan hidrolis sistem
resirkulasi. Variabel yang dicari dalam analisis ini adalah konstanta
kehilangan head pada tiap komponen sub-sistem penyaluran. Asumsi yang
digunakan dalam analisis adalah bahwa sistem berada pada kondisi steady
(mantap) dan jumlah air pada sistem resirkulasi akuakultur tetap (tidak ada air
yang terbuang). Analisis dilakukan menggunakan prinsip kekekalan massa dan
persamaan Bernoulli.
-
16
Q1 = Q2 (12)
ayor min 2
2
22
1
2
11
2 2 mlossorloss hhz
g
v
g
pz
g
v
g
p++++=++
(13)
Dimana Q1 dan Q2 = debit pada titik 1 dan 2; p1 dan p2 = tekanan pada
titik 1 dan 2 (N/m2); v1 dan v2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2 (m/detik);
z1 dan z2 = tinggi titik 1 dan 2 dari datum (m); hLossMiinor = kehilangan head
karena belokan atau sambungan (m); hLossMayor = kehilangan head karena
gesekan (m); = massa jenis fluida (kg/m3); g = percepatan gravitasi
(m/detik2). Pada jaringan pipa yang pendek, kehilangan head lebih banyak
dipengaruhi oleh hLossMinor dibandingkan hLossMayor. hLossMinor dapat dirumuskan
sebagai :
g
vkh orloss
2
2
min = (14)
Dimana k = koefisisen kehilangan head minor sambungan atau belokan ; v
= kecepatan aliran pada sambungan atau belokan (m/detik).
Subsistem penyaluran air pada sistem resirkulasi akuakultur terdiri dari
empat komponen, yaitu
1. Penyaluran bak pengkondisi ke bak budidaya
2. Penyaluran bak ke bak filtrasi
3. Penyaluran bak filtrasi ke bak tandon
4. Penyaluran bak tandon ke bak pengkondisi
5. Overflow bak pengkondisi
Skema subsistem penyaluran ditampilkan pada gambar 4.
-
17
Gambar 4. Skema subsistem penyaluran.
Persamaan hidrolis untuk masing-masing komponen adalah sebagai
berikut:
1. Penyaluran bak suplai/pengkondisi ke bak budidaya (subsistem
penyaluran 1)
( )g
vkzz
21
2
1
121 += (15)
2. Penyaluran bak budidaya ke bak filtrasi (subsistem penyaluran 2)
( )g
vkzz
21
2
2243 += (16)
3. Penyaluran bak filtrasi ke bak tandon (subsistem penyaluran 3)
g
vkzz
2
2
3
365 = (17)
4. Penyaluran bak tandon ke bak pengkondisi (subsistem penyaluran 4)
( )g
vkpompah
21z-z
2
4476 +=+ (18)
5. Overflow bak pengkondisi (subsistem penyaluran 5)
( )g
vk
21z-z
2
5
581 += (19)
Bak
Pengkondisi
dan Suplai
Bak
Budidaya Bak
Tandon
Bak
Filtrasi
1
2 3
4
z1
z7
z6 z5
z4
z2
z3
Pompa
5 Z8
-
18
6. Kesetimbangan debit dalam sistem penyaluran
Q1 = Q2 = Q3 (20)
Q4 = Q1 + Q5 (21)
Dimana:
z1 = tinggi air di bak pengkondisi (m)
z2 = tinggi outlet suplai air bak budidaya (m)
z3 = tinggi permukaan air di bak budidaya (m)
z4 = tinggi outlet drainase bak budi daya (m)
z5 = tinggi air di bak filtrasi (m)
z6 = tinggi air di bak tandon (m)
z7 = tinggi outlet pompa (m)
z8 = tinggi outlet pipa overflow (m)
hp = pertambahan head yang dihasilkan oleh pompa (m)
k1 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 1
k2 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 2
k3 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 3
k4 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 4
k5 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 5
v1 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 1 (m/s)
v2 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 2 (m/s)
v3 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 3 (m/s)
v4 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 4 (m/s)
v5 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 5 (m/s)
Q1 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 1 (m3/s)
Q2 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 2 (m3/s)
Q3 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 3 (m3/s)
Q4 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 4 (m3/s)
Q5 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 5 (m3/s)
Persamaan 15, 16, 17 dan 19 berturut-turut digunakan untuk mencari nilai
koefisien head loss subsistem penyaluran 1, 2, 3 dan 5. Data yang perlu
diketahui dalam analisis ini adalah data ketinggian muka air dan debit air.
Sedangkan nilai k4 dihitung dengan persamaan 6, dengan nilai bilangan
-
19
Reynold yang harus dihitung terlebih dahulu. Dengan diketahuinya nilai k4
maka dapat dihitung head pompa pada kondisi tersebut.
Data tinggi muka air diukur dengan menetapkan permukaan lantai sebagai
datum. Debit diukur secara volumetrik menggunakan gelas ukur 1 liter (untuk
pengukuran debit pada sub-sistem penyaluran 1 dan 5) dan ember 4 liter
(untuk pengukuran debit pada sub-sistem penyaluran 2 dan 4 ). Nilai Q1
merupakan penjumlahan debit yang masuk ke dalam setiap bak budidaya dan
nilai h1 merupakan nilai rata-rata tinggi air setiap bak budidaya.
4. Efisiensi Pompa
Efisiensi pompa adalah perbandingan antara debit pompa yang dihasilkan
pada suatu nilai head dengan debit pompa pada nilai head tersebut yang sesuai
dengan spesifikasi pabrik. Efisiensi pompa diberikan oleh rumus berikut :
%100Q
QpompaEfesiensi
i
r = (22)
dimana Qr adalah debit pompa hasil pengukuran pada suatu nilai head pompa
dan Qi adalah nilai debit pompa sesuai dengan spesifikasi pabrik.
5. Turnover Time
Turnover time adalah waktu yang diperlukan untuk menyaring seluruh air
yang ada di sistem resirkulasi akuakultur. Turnover time dirumuskan sebagai
berikut :
R
total
Q
V=timeTurnover (23)
dimana Vtotal adalah volume air total yang ada di sistem resirkulasi akuakultur
(m3) dan QR adalah debit air yang masuk ke bak filtrasi (m
3/detik).
-
20
Bak
Pengkondisi
dan Suplai
Bak
Budidaya Bak
Tandon
Bak
Filtrasi
Pompa
Subsistem penkondisian dan suplai
Subsistem budidaya
Subsistem filtrasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN PERMASALAHAN
Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem resirkulasi
akuakultur ini antara lain :
1. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat digunakan untuk kegiatan
pembenihan atau pendederan ikan di dalam ruangan.
2. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat menghemat penggunaan air
sehingga kegiatan pembenihan ikan dapat dilakukan di daerah yang
sumber daya airnya terbatas,
3. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat dikendalikan kondisi air dan
alirannya.
B. PERANCANGAN KONSEP SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR
Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang
tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan
subsistem pengkondisian dan suplai. Bak pada sistem resirkulasi ini dapat
diklasifikasikan menjadi empat jenis bak, yaitu bak budidaya, bak filtrasi, bak
tandon (penampungan sementara) dan bak penkondisian/suplai. Skema sistem
resirkulasi akuakultur terdapat pada gambar 5.
Gambar 5. Skema konsep sistem resirkulasi akuakultur
-
21
Masing-masing subsistem pada sistem resirkulasi akuakultur dijelaskan
sebagai berikut.
1. Subsistem Budidaya
Subsistem budidaya berfungsi sebagai lingkungan tempat budidaya ikan.
Subsistem ini tediri dari 12 bak budidaya yang terbuat dari bahan fiber.
2. Subsistem Filtrasi
Subsistem filtrasi berfungsi untuk memperbaiki kualitas air pada sistem
resirkulasi akuakultur. Subsistem ini terdiri dari bak filtrasi, bak tandon
dan filter. Bak filtrasi dan bak tandon terbuat dari bahan fiber sedangkan
kerangka filter terbuat dari bahan aluminium. Filter yang digunakan adalah
filter fisik dan biologis. Filter fisik menggunakan kawat kasa berukuran 1
mm sedangkan filter kimia menggunakan bahan zeolit. Bak tandon pada
subsistem ini berfungsi sebagai penampungan sementara air hasil filtrasi.
Air yang ditampung di bak tandon dialirkan ke bak suplai dengan
menggunakan pompa terendam.
3. Subsistem Pengkondisian dan Suplai
Subsistem pengkondisian dan suplai terdiri dari sebuah bak fiber yang
berfungsi sebagai penyedia air yang telah diperbaiki kualitas airnya untuk
dialirkan ke subsistem budidaya. Selain sebagai penyuplai, subsistem ini
juga berfungsi sebagai pengkondisi terutama sebagai pengkondisi suhu dan
pengkondisi oksigen terlarut. Subsistem ini dapat berfungsi sebagai
pengkondisi suhu dan oksigen terlarut apabila dipasangkan alat pemanas
dan aerator.
C. PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR
1. Rangka
Rangka pada sistem resirkulasi akuakultur berfungsi sebagai dudukan bak
agar terjadi perbedaan tinggi muka air untuk masing-masing subsistem.
Rangka terbuat dari besi siku 5 x 5 cm berketebalan 2 mm dengan
menggunakan sambungan baut untuk menyatukan kaki dan dudukannya.
-
22
Rangka untuk bak budidaya dibuat sebanyak dua belas buah dengan tinggi
masing-masing rangka 60 cm.Rangka untuk bak filter dibuat sebanyak satu
buah dengan tinggi rangka 35 cm. Rangka untuk bak tandon dan bak suplai
digabung menjadi satu, sehingga rangkanya mempunyai dua dudukan
bertingkat. Tinggi dudukan untuk bak tandon adalah 30 cm dan tinggi
dudukan untuk bak suplai adalah 250 cm. Denah peletakan sistem resirkulasi
ditampilkan pada lampiran 2.
2. Bak
Bak yang digunakan untuk sistem resirkulasi ini berukuran diameter atas
76 cm, diameter bawah 72 cm, tinggi 60 cm, tinggi overflow 52 cm dan lebar
kuping 2 cm. Bak terbuat dari bahan fiber dengan ketebalan + 4 mm. Jumlah
bak total sebanyak 15 bak dengan rincian 1 bak suplai/pengkondisian, 1 bak
filtrasi, 1 bak tandon dan 12 bak budidaya.
3. Filter
Filter yang digunakan pada sistem resirkulasi ini adalah filter mekanis dan
filter kimia. Filter mekanis berupa rangka filter berukuran diameter 40 cm dan
tinggi 50 cm. Rangka filter dipasang kawat kasa berukuran 1 mm. Kawat kasa
berfungsi sebagai filter mekanis yang menyaring kotoran-kotoran di air
sebelum memasuki filter kimia.
Filter kimia yang digunakan adalah batuan zeolit. Batuan zeolit
dimasukkan ke dalam rangka filter yang telah dibuat sebelumnya. Zeolit
berfungsi untuk menjaga pH air serta menyerap NH3NO3- dan H2S yang
terlarut dalam air.
4. Sistem Perpipaan
Sistem perpipaan berfungsi untuk menyalurkan air dari satu subsistem ke
subsistem lainnya. Sistem perpipaan pada sistem resirkulasi ini terdiri 5
subsistem penyaluran, yaitu :
a. Subsistem penyaluran dari bak suplai/pengkondisi ke bak budidaya
b. Subsistem penyaluran dari bak budidaya ke bak filter
c. Subsistem penyaluran dari bak filter ke bak tandon
d. Subsistem penyaluran dari bak tandon ke bak suplai/pengkondisi
e. Subsistem penyaluran dari bak suplai/pengkondisi ke bak tandon
-
23
0
10
20
30
40
50
60
TS-A1 TS-A2 TS-A3 TS-A4 TS-B1 TS-B2 TS-B3 TS-B4 TS-C1 TS-C2 TS-C3 TS-C4
Aliran
Debit (ml/det)
kondisi 1 kondisi 2 kondisi 3 kondisi 4
D. EVALUASI PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR
1. Keseragaman Debit Penyaluran Bak Budidaya
Pengukuran debit dilakukan pada empat kondisi bukaan katup. Pada setiap
kondisi, pengukuran dilakukan pada saat keadaan mantap (steady). Rata-rata
debit dari bak suplai ke bak budidaya pada kondisi 1 = 35.17 ml/detik, kondisi
2 = 29.86 ml/detik , kondisi 3 = 23.30 ml/detik, kondisi 4 = 25.70 ml/detik.
Gambar 6 menampilkan hasil pengukuran debit dari bak suplai ke bak
budidaya pada masing-masing kondisi.
Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya
Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing-masing kondisi
yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi
4 = 70.92 %. Keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada masing-
masing kondisi ditampilkan pada gambar 7.
-
24
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Kondisi
Keseragaman (%)
kondisi 1 kondisi 2 kondisi 3 kondisi 4
Gambar 7. Hasil perhitungan keseragaman debit ke bak budidaya.
Nilai keseragaman dipengaruhi oleh nilai koefisien head loss dan beda
tinggi antar bak budidaya. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah masing-masing bak budidaya mempunyai tinggi yang sama, namun
faktor kemiringan lantai dalam ruangan dapat mempengaruhi tinggi masing-
masing bak budidaya sehingga dapat mempengaruhi debit yang masuk ke bak
budidaya.
2. Analisa Koefisien Head Loss
Tabel 2, tabel 3, tabel 4 dan tabel 5 menampilkan hasil perhitungan
koefisien head loss pada masing-masing kondisi.
Tabel 2. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 1
Koefisien head loss Nilai
Subsistem penyaluran 1 1912.862
Subsistem penyaluran 2 0.846
Subsistem penyaluran 3 60.056
Subsistem penyaluran 4 0.006
Subsistem penyaluran 5 -
-
25
Tabel 3. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 2
Koefisien head loss Nilai
Subsistem penyaluran 1 2724.073
Subsistem penyaluran 2 0.522
Subsistem penyaluran 3 117.309
Subsistem penyaluran 4 0.006
Subsistem penyaluran 5 478.185
Tabel 4. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 3
Koefisien head loss Nilai
Subsistem penyaluran 1 4475.952
Subsistem penyaluran 2 0.350
Subsistem penyaluran 3 203.368
Subsistem penyaluran 4 0.006
Subsistem penyaluran 5 86.430
Tabel 5. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 4
Koefisien head loss Nilai
Subsistem penyaluran 1 3677.921
Subsistem penyaluran 2 0.846
Subsistem penyaluran 3 143.969
Subsistem penyaluran 4 0.006
Subsistem penyaluran 5 205.480
Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa nilai head loss terbesar
terdapat pada subsistem penyaluran 1. Hal ini sesuai dengan persamaan
Darcy-Weisbach pada persamaan 4, dimana head loss berbanding lurus
dengan kecepatan aliran dan berbanding terbalik dengan diameter saluran.
Pada subsistem penyaluran 1 kecepatan aliran untuk kondisi 1 = 13.83
cm/detik, kondisi 2 = 11.74 cm/detik, kondisi 3 = 9.16 cm/detik, kondisi 4 =
10.11 cm/detik, sedangkan diameter saluran yang dilewati 1.8 cm.
Pada subsistem 1, k5 tidak memiliki nilai karena tidak ada aliran di saluran
overflow. Tidak terjadinya aliran di saluran overflow disebabkan karena tinggi
muka air di bak suplai tidak mencapai tinggi lubang overflow di bak tersebut.
Nilai k4 pada sistem penyaluran 4 ini dihitung dengan persamaan Blasius
karena nilai bilangan Reynold pada masing-masing kondisi lebih dari 4000.
Nilai bilangan Reynold lebih dari 4000 menunjukkan aliran pada subsistem
penyaluran 4 digolongkan sebagai aliran turbulen.
-
26
3. Efisiensi Pompa
Tabel 6 menampilkan nilai debit riil hasil pengukuran dan debit ideal
sesuai dengan spesifikasi pabrik.
Tabel 6. Debit hasil pengukuran dan debit ideal
Qr (ml/detik) Qi (ml/detik) head
kondisi 1 422.02 810.59 2.73
kondisi 2 433.58 793.59 2.67
kondisi 3 455.65 779.48 2.62
kondisi 4 423.00 785.51 2.64
Tabel 7 menampilkan nilai efisiensi pompa untuk masing-masing kondisi
Tabel 7. Nilai efisiensi pompa
Efisiensi pompa
(%)
kondisi 1 52.06
kondisi 2 54.63
kondisi 3 58.46
kondisi 4 53.85
Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa nilai efisiensi pompa untuk sistem
resirkulasi akuakultur ini berkisar antara 52.06 % - 58.46 %. Semakin kecil
efisiensi pompa berarti pompa tersebut semakin boros, karena diperlukan energi
yang semakin besar untuk memompa setiap m3 air. Pompa terendam yang
dipasang di SRA ini mempunyai daya 100 W dan head maksimal 4.2 m. Energi
yang diperlukan untuk mengalirkan setiap m3 air pada saat kondisi riil (Er) dan
kondisi ideal (Ei) ditampilkan pada tabel 8.
Tabel 8. Kebutuhan energi pompa
Er (kWh/m3) Ei (kWh/m
3)
kondisi 1 0.066 0.034
kondisi 2 0.064 0.035
kondisi 3 0.061 0.036
kondisi 4 0.066 0.035
4. Turnover Time
Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan turnover time pada masing-
masing kondisi. Turnover time pada masing-masing kondisi mempunyai nilai
yang berbeda karena debit aliran air yang masuk ke bak filtrasi pada masing-
masing kondisi berbeda pula dimana volume air pada masing-masing kondisi
-
27
relatif tetap. Debit aliran masuk ke bak filtrasi pada kondisi 1 = 459.92
ml/detik, kondisi 2 = 360.87 ml/detik, kondisi 3 = 294.07 ml/detik, kondisi 4 =
328.40 ml/detik.
Tabel 9. Hasil perhitungan turnover time untuk masing-masing kondisi
Kondisi Turnover time
(detik)
Turnover time
(jam)
kondisi 1 6422.18 1.78
kondisi 2 8149.82 2.26
kondisi 3 10013.50 2.78
kondisi 4 9262.35 2.57
E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI PRODUK
Gambar komponen produk dan gambar susunan dilampirkan pada lampiran 3
dan 4. Bill of material atau kebutuhan bahan ditampilkan dalam lampiran 5, 6 dan
7
-
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Sistem resirkulasi untuk pembenihan ikan yang dirancang dapat berfungsi
dengan baik. Sistem ini terdiri tiga subsistem, yaitu subsistem budidaya,
subsistem filtrasi, dan subsistem suplai/pengkondisian. Sistem resirkulasi air yang
dirancang memiliki keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada kondisi
1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %.
Efisiensi pompa pada kondisi 1 = 52.06 %, kondisi 2 = 54.63 %, kondisi 3 =
58.46 %, kondisi 4 = 53.85 %. Turnover time pada kondisi 1 = 1.78 jam, kondisi 2
= 2.26 jam, kondisi 3 = 2.78 jam, kondisi 4 = 2.57 jam.
B. KESIMPULAN
1. Perlu dilakukan pengukuran tinggi muka air dengan mempertimbangkan
kemiringan lantai sehingga hasil perhitungan akan lebih tepat.
2. Perlu dilakukan perhitungan debit air yang melalui jaringan pipa sehingga
dapat diketahui arah aliran air pada tiap pipa.
-
29
DAFTAR PUSTAKA
Arifianto, T. 2002. Teknik Perbaikan Filter Fisik dan Filter Kimia pada Sistem
Resirkulasi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Skripsi.
Jurusan Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Guk guk, L. R. 2000. Kinerja Sistem Resirkulasi dalam Pendederan Ikan Patin
(Pangasius sutchi Fowler). Skripsi. Jurusan Budidaya Perikanan. Institut
Pertanian Bogor.
Harsokusumo, K. 1999. Pengantar Perancangan Teknik. ITB Press. Bandung.
Khairuman dan Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
PIRSA Aquaculture SA.1999. Recirculation System in Aquaculture. Adelaide.
http://www.iaasa.org.au/index.php
Rudiyanto. 2006. Permodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur
Terkendali. Tesis. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Setiawan, B.I. 2004, L.O. Nelwan, dan Sukenda. 2004. Rancang Bangun Sistem
Resirkulasi Air Terkendali untuk Pembenihan Ikan Patin (Pangasius
hypopthalmus). Laporan RUT X LPPM IPB. Bogor.
Sleigh, A. 2001. Fluid Flow in Pipes. School of Civil Engineering. University of
Leeds, http://www.efm.leeds.ac.uk/CIVE/CIVE2400/pipe%20flow2.pdf.
Susanto, H. dan Amri, K. 1997. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.