Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pembenihan Ikan Patin

41
RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) Oleh: SANZ GRIFRIO LIMIN F014102010 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

description

Skripsi program studi Teknik Pertanian untuk bidang akuakultur

Transcript of Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pembenihan Ikan Patin

  • RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR

    UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN

    (Pangasius hypopthalmus)

    Oleh:

    SANZ GRIFRIO LIMIN

    F014102010

    2006

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

  • Sanz Grifrio Limin. F14102010. Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air

    Untuk Pendederan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus). Di bawah

    bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr. 2006.

    RINGKASAN

    Pengembangbiakan ikan patin pada kolam-kolam buatan membutuhkan

    penanganan yang serius. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat

    kematian benih cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap

    perubahan kualitas air dan suhu air . Untuk mengurangi tingkat kematian benih

    ikan pada tahap pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air

    dan suhu airnya. Sistem resirkulasi akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif

    pembenihan ikan patin di daerah yang sumber daya airnya terbatas karena tidak

    perlu mengganti air setiap hari.

    Tujuan utama penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi air

    tertutup untuk pendederan benih ikan patin.

    Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu golongan ikan

    catfish yang banyak terdapat di negara Asia. Ikan patin memiliki beberapa

    keunggulan antara lain adalah ukuran individu yang besar serta mutu daging yang

    digemari masyarakat.

    Tahap pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran +

    0.5 inci sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke

    kolam. Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau

    mengurangi ketergantungan terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses

    budidaya perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan

    kualitas air dan pemberian nutrisi. Komponen sistem pemeliharaan ikan

    resirkulasi meliputi bak budidaya ikan, filter (filter fisik, filter biologi, dan filter

    kimia), pompa, bak reservoir air, dan jaringan pipa air.

    Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik

    Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu

    Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006.

    Tahapan penelitian adalah Identifikasi kebutuhan dan permasalahan, perancangan

    konsep sistem resirkulasi air, pembuatan prototipe sistem resirkulasi air, Evaluasi

    prototipe sistem resirkulasi air, penyusunan dokumen untuk perancangan produk

    berupa gambar detail, gambar susunan, spesifikasi dan bill of material. Metode

    evaluasi antara lain pengukuran debit dan tinggi muka air, analisis keseragaman

    debit penyaluran, analisis koefisien head loss, efesiensi pompa dan turnover time.

    Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem

    resirkulasi air ini antara lain : kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat

    digunakan untuk kegiatan pembenihan atau pendederan ikan di dalam ruangan.,

    kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat menghemat penggunaan air sehingga

    kegiatan pembenihan ikan dapat dilakukan di daerah yang sumber daya airnya

    terbatas, kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat dikendalikan kondisi air dan

    alirannya.

  • Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang

    tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan

    subsistem pengkondisian dan suplai. Perancangan ptototipe sistem resirkulasi air

    adalah rangka, bak, filter, sistem perpipaan.

    Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing-masing kondisi

    yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 =

    70.92 %. Nilai koefisien head loss kondisi 1 pada subsistem 1 hingga subsistem 4

    berturut-turut adalah 1912.862, 0.846, 60.056, 0.006. Nilai koefisien head loss

    kondisi 2 pada subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut-turut adalah 2724.073,

    0.522, 117.309, 0.006, 478.185. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada

    subsistem 1 hingga subsistem 5 berturut-turut adalah 4475.952, 0.350, 203.368,

    0.006, 86.430. Nilai koefisien head loss kondisi 3 pada subsistem 1 hingga

    subsistem 5 berturut-turut adalah 3677.921, 0.846, 143.969, 0.006, 205.480.

    Efisiensi pompa untuk kondisi 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 52.06 %,

    54.63 %, 58.46 %, 53.85 %. Nilai turnover time pada kondisi 1, 2, 3 dan 4

    berturut-turut adalah 1.78 jam, 2.26 jam, 2.78 jam, 2.57 jam.

    Sistem resirkulasi untuk pembenihan ikan yang dirancang dapat berfungsi

    dengan baik. Sistem ini terdiri tiga subsistem, yaitu subsistem budidaya,

    subsistem filtrasi, dan subsistem suplai/pengkondisian. Sistem resirkulasi air yang

    dirancang memiliki keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada kondisi

    1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %

  • RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR

    UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN

    (Pangasius hypopthalmus)

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    Departemen Teknik Pertanian

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    SANZ GRIFRIO LIMIN

    F014102010

    2006

    DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

  • FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    RANCANG BANGUN SISTEM RESIRKULASI AIR

    UNTUK PENDEDERAN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

    Pada Departemen Teknik Pertanian

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    SANZ GRIFRIO LIMIN

    F14102010

    Dilahirkan pada tanggal 1 7 Maret 1985

    di Palangkaraya

    Tanggal lulus : September 2006

    Menyetujui

    Bogor, September 2006

    Prof. Dr. Budi Indra Setiawan, M.Agr

    Pembimbing Akademik

    Mengetahui

    Dr. Ir Wawan Hermawan, MS

    Ketua Departemen Teknik Pertanian

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1985 di Palangkaraya dari orang

    tua bernama Suwido Hester Limin dan Agustina Dewel. Penulis adalah anak

    pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Katolik

    Santo Don Bosco pada tahun 1996, lalu melanjutkan ke SLTP Katolik Santo

    Paulus dan tamat tahun 1999.

    Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 5 Palangkaraya. Pada tahun yang

    sama penulis melanjutkan studi di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

    Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian

    Bogor (USMI).

    Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapang di BPBAT Sukamandi,

    Subang, Jawa Barat dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada

    Pembenihan Ikan Patin di BPBAT Sukamandi, Subang, Jawa Barat .

    Pada tahun 2006 penulis melakukan penelitian masalah khusus dengan

    judul Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk Pendederan Ikan Patin

    (Pangasius hypopthalmus) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknologi Pertanian.

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur ke hadirat Tuhan., karena atas karunia-Nya lah akhirnya

    penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil

    penelitan penulis yang berjudul Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air untuk

    Pendederan Ikan Patin. Skripsi ini mengkaji proses pendesainan, manufaktur, dan

    analisis rancangan sistem resirkulasi akuakultur untuk pembenihan beberapa jenis

    ikan konsumsi air tawar terutama ikan patin.

    Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

    membantu kelancaran pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi, yaitu:

    1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr., selaku dosen pembimbing, atas

    segala bimbingan, arahan, dan dukungannya.

    2. Dr. Satyanto K. Saptomo dan atas segala kerjasama, bimbingan, arahan,

    dan dukungannya.

    3. Rudiyanto, STP M.Si. atas segala kerjasama, bimbingan, arahan, dan

    dukungannya.

    4. Orang tua dan adik tercinta atas doa dan dukungannya.

    5. Rekan sebimbingan: Hanhan dan Didik atas kerjasama dan bantuannya.

    6. Mulyawatullah atas bantuannya dalam dalam pembuatan sistem resirkulasi

    7. Yossi Handayani atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini

    8. Teman-teman TEP 39 atas dorongan semangatnya.

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.

    Penulis berharap tulisan ini bermanfaat bagi pembaca secara umum maupun pihak

    yang ingin mengembangkan pembenihan ikan secara intensif menggunakan

    sistem resirkulasi.

    Bogor, September 2006

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR........................................................................................ 1

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

    DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. v

    DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................vi

    I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1

    A. LATAR BELAKANG................................................................................... 1

    B. TUJUAN....................................................................................................... 1

    II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2

    A. IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus).................................................... 2

    B. PEMBENIHAN IKAN PATIN...................................................................... 3

    C. SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR (SRA) ....................................... 3

    D. PROSES PERANCANGAN TEKNIK .......................................................... 6

    E. MANAJEMEN KUALITAS AIR.................................................................. 8

    F. ALIRAN AIR DALAM PIPA ..................................................................... 10

    III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 13

    A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .................................................... 13

    B. BAHAN DAN ALAT.................................................................................. 13

    C. TAHAPAN PENELITIAN.......................................................................... 14

    A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .................................................... 15

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20

    A. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN PERMASALAHAN........................ 20

    B. PERANCANGAN KONSEP SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR... 20

    C. PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR

    .................................................................................................................... 21

    D. EVALUASI PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR....... 23

    E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI PRODUK ................................................. 27

    V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 28

    A. KESIMPULAN........................................................................................... 28

  • iii

    B. KESIMPULAN........................................................................................... 28

    DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) . 2

    Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawan et al. (2004) ................. 5

    Gambar 3. Tahapan perancangan sistem resirkulasi air 14

    Gambar 4. Skema subsistem penyaluran .. 17

    Gambar 5. Skema konsep sistem resirkulasi air .. 20

    Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya .. 23

    Gambar 7. Hasil perhitungan keseragaman debit ke bak budidaya . 24

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan derajat hardness .. 9

    Tabel 2. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 1 24

    Tabel 3. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 2 25

    Tabel 4. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 3 25

    Tabel 5. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 4 25

    Tabel 6. Debit hasil pengukuran dan debit ideal .................................................. 26

    Tabel 7. Nilai efisiensi pompa ............................................................................. 27

    Tabel 8. Kebutuhan energi pompa ....................................................................... 28

    Tabel 9. Hasil perhitungan turnover time untuk masing-masing kondisi 27

  • vi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Skema konsep sistem resirkulasi air 30

    Lampiran 2. Denah peletakan bak pada sistem resirkulasi ... 31

    Lampiran 3. Gambar komponen sistem resirkulasi air . 32

    Lampiran 4. Gambar susunan sistem resirkulasi air 42

    Lampiran 5. Kebutuhan bahan untuk bak, rangka dan filter 45

    Lampiran 6. Kebutuhan bahan untuk sistem penyaluran air 46

    Lampiran 7. Kebutuhan bahan total untuk sistem resirkulasi air . 47

    Lampiran 8. Hasil pengukuran debit .................................................................... 48

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Permintaan pasar ekspor terhadap ikan patin dewasa ini cukup tinggi,

    dikarenakan ikan patin mempunyai beberapa keunggulan antara lain ukuran

    individu yang besar serta mutu daging yang digemari masyarakat. Negara-negara

    pengimpor ikan patin terbesar di dunia adalah Uni Eropa, Amerika Serikat dan

    Rusia. Selama ini kebutuhan negara-negara tersebut dipenuhi oleh negara

    Vietnam sebagai pengekspor terbesar ikan patin.

    Pengembangbiakan ikan patin pada kolam-kolam buatan membutuhkan

    penanganan yang serius mulai dari tahap pembenihan, pendederan, pemeliharaan

    dan pembesaran sampai pemanenan agar memberikan hasil yang optimum. Tahap

    pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih ikan patin dari ukuran + 0.5 inci

    sampai dengan benih berukuran + 1 inci dimana benih siap ditebar ke kolam

    pembesaran. Tahap pendederan merupakan tahap dimana tingkat kematian benih

    cukup tinggi karena benih ikan masih sangat peka terhadap perubahan kualitas air

    dan suhu air. Untuk mengurangi tingkat kematian benih ikan pada tahap

    pendederan, kondisi tempat pemeliharaan harus dijaga kualitas air dan suhu

    airnya. Para petani biasanya membenihkan ikan patin di dalam ruang tertutup

    pada bak-bak budidaya yang airnya diganti setiap hari. Tujuan penggantian air

    setiap hari adalah untuk menjaga kualitas air di bak budidaya. Sistem resirkulasi

    akuakultur dapat digunakan sebagai alternatif pembenihan ikan patin di daerah

    yang sumber daya airnya terbatas karena tidak perlu mengganti air setiap hari.

    Pada penelitian ini akan dilakukan rancang bangun sistem resirkulasi

    akuakultur tertutup untuk pendederan benih ikan patin. Sistem resirkulasi ini akan

    terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan

    subsistem pengkondisian.

    B. TUJUAN

    Tujuan umum penelitian ini adalah merancang suatu sistem resirkulasi

    akuakultur tertutup untuk pendederan benih ikan patin.

  • 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus)

    Pangasius merupakan salah satu golongan ikan catfish yang banyak terdapat

    di negara Asia. Di Indonesia ikan Pangasius ini dikenal dengan sebutan ikan

    patin. Klasifikasi ikan patin menurut Robert dan Vidtharyanon (1991) dalam

    Arifianto (2002) adalah sebagai berikut:

    Ordo : Ostariophysi

    Subordo : Siluroidea

    Famili : Pangasidae

    Genus : Pangasius

    Spesies: : Pangasius hypopthalmus

    Nama Inggris : catfish

    Gambar 1. Ikan patin (Pangasius hypophthalmus)

    (Sumber: www.planetcatfish.com)

    Secara umum ikan patin yang ada di Indonesia memiliki bentuk badan yang

    sedikit memipih, kulit tidak bersisik, mulut subterminal dengan dua pasang sungut

    peraba (barbels). Memiliki patil pada sirip punggung dan sirip dada, sirip analnya

    panjang dimulai dari belakang anal sampai pangkal sirip ekor. Ikan ini memiliki

    beberapa sifat biologis diantaranya noeturnal atau melakukan aktifitas pada

    malam hari seperti halnya ikan catfish yang lainnya, omnivora dan sesekali

    muncul di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara langsung (Susanto

    dan Amri, 1998).

    Ikan patin memiliki beberapa sifat yang menguntungkan untuk

    dibudidayakan, seperti ukuran per individu besar, fekunditas yang cukup tinggi,

    serta mutu dagingnya banyak digemari masyarakat luas.

  • 3

    B. PEMBENIHAN IKAN PATIN

    Peningkatan produksi ikan patin dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap

    pembenihan dan tahap pembesaran. Kegiatan pembenihan antara lain melalui

    pemijahan buatan menggunakan hipofisa benih berukuran 0.5-1 inci. Pembenihan

    secara intensif dilakukan di dalam ruang tertutup yang mempunyai suhu stabil

    antara 28 C sampai 30 C. Ukuran ruang ini minimal 20 m2 dengan dinding dan

    lantai berupa tembok (Khairuman, 2002). Benih patin yang baru satu hari menetas

    dipelihara dalam akuarium kaca atau bak fiberglass selama 2-3 minggu. Menurut

    Susanto 1997, pada bak ukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm dapat dipelihara 500 ekor

    benih patin umur 1 15 hari, atau kepadatan 3 ekor per liter air. Setelah itu benih

    didederkan selama satu bulan sampai siap untuk dimasukkan ke kolam

    pembesaran. Pembesaran ikan patin di kolam dan jaring apung dengan

    menggunakan benih berukuran 2-4 inci hasil pndederan (Susanto, 1997).

    Pendederan ikan patin biasanya dilakukan di kolam dengan kedalaman air 75

    cm. Ikan yang ditebar memiliki ukuran 0.5 inci dengan kepadatan 120 ekor/m2.

    Untuk pendederan di jaring apung kepadatan ikan adaalah 75 100 ekor/m3

    (Khairuman, 2002). Pakan yang digunakan adalah cacing dan pellet dengan

    frekuensi pemberian pakan antara 3-8 kali sehari. Setelah ikan mencapai ukuran 1

    inci, pakan yang diberikan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan tiga

    kali sehari. Ikan dipanen setelah ikan berukuran 2-3 inci (pendederan 20 40 hari)

    dan tingkat kelangsungan hidup rata-rata 90% (Sukarsono, 1997 dalam Aryanto,

    2001). Selain itu, pendederan ikan patin juga dapat dilakukan di akuarium dengan

    kepadatan 7 ekor/liter air untuk ukuran benih 0.5 1 inchi dengan masa

    pemeliharaan selama 30 hari (Nuraeni, 1998 dalam Ariyanto, 2001). Pemeliharaan

    ikan patin menggunakan sistem resirkulasi dapat meningkatkan tingkat

    kelangsungan hidup menjadi 98.36 % (Guk guk, 2000).

    Kondisi air optimum untuk pembenihan ikan patin berdasarkan penelitian

    Arifianto (2002) adalah air dengan kandungan NH3 (ammonia) 0.626 ppm, NO2

    (nitrit) 0.52 ppm, dan NO3 (nitrat) 0.632 ppm, DO 5.65 ppm, dan pH air 6.91.

    C. SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR (SRA)

    Sistem resirkulasi air (SRA) didesain untuk meminimalisasi atau mengurangi

    ketergantungan terhadap penggantian air dan pembilasan pada proses budidaya

  • 4

    perikanan. Selain itu, SRA juga memudahkan untuk pengontrolan kualitas air dan

    pemberian nutrisi. Ada lima jenis SRA yang umum digunakan, yaitu SRA

    pembesaran, SRA pembenihan, SRA pemeliharaan, SRA penampungan

    sementara, SRA display.

    SRA pembesaran digunakan untuk melakukan pembesaran (pendederan) ikan

    dengan padat tebar yang tinggi. SRA ini memerlukan manajemen yang terpadu

    terutama dalam hal kualitas air dan pemberian nutrisi.

    SRA pembenihan digunakan untuk memijahkan ikan. Parameter lingkungan,

    seperti suhu, photoperiodisme (interval gelap dan terang dalam satu hari), pH,

    kesadahan, dan konduktifitas perlu dikontrol untuk memicu terjadinya pemijahan.

    Selain itu, ukuran, kebiasaan, dan prilaku ikan perlu diperhitungkan pada saat

    memilih tipe dan ukuran tangki.

    SRA pemeliharaan digunakan untuk memelihara ikan dalam jangka waktu

    yang cukup lama, seperti untuk pemeliharaan dan pematangan gonad induk.

    Dalam SRA ini, ikan yang dipelihara umumnya tidak dalam fase pertumbuhan

    yang cepat, sehingga pemberian nutrisi tidak seefektif seperti dalam SRA

    pembesaran.

    SRA penampungan sementara umum digunakan di tempat penjualan ikan.

    Pemeliharaan biasanya dilakukan selama 1-21 hari. SRA ini perlu didesain untuk

    mengakomodir perubahan dan fluktuasi jenis dan jumlah ikan. Oleh karena itu,

    biofilter perlu dirancang agar memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal bentuk

    dan kapasitas.

    SRA display digunakan untuk menampilkan keindahan ikan, umum

    digunakan di akuarium ikan hias. Oleh karena itu, manajemen kualitas air perlu

    ditekankan kepada pengontrolan partikulat terlarut dan kejernihan air.

    Setiawan et al. (2004) mengembangkan SRA untuk pendederan benih ikan

    patin pada ruangan berpemanas kolektor surya. Komponen SRA tersebut yaitu

    akuarium budidaya, tangki sedimentasi/filtrasi, tangki pengkondisi, dan sistem

    penyaluran air. Skema komponen-komponen tersebut adalah sepeti yang terdapat

    pada gambar 2.

  • 5

    Controller

    Room for Patin Hatchery

    1

    2

    3

    Solar Collector

    NTC

    NTC

    Exhaust fan

    Solar Collector

    Solar Collector

    1. Aquarium for Patin Hatchery 2. Conditioning Tank 3. Sedimentation Tank

    Gambar 2. Skema SRA yang dikembangkan Setiawan et. al. (2004).

    Akuarium budidaya digunakan sebagai tempat pembesaran/pendederan benih

    ikan patin. Akuarium ini berbentuk persegi panjang tebuat dari bahan fiberglass

    dengan lubang drainase di bagian bawah akuarrium. Dalam SRA tersebut terdapat

    enam buah akuarium budidaya.

    Tangki pengkondisi berbentuk sama seperti akuarium budidaya. Tangki

    pengkondisi digunakan untuk mengkondisikan air (mengatur DO dan suhu) dan

    untuk menjaga head aliran suplai air ke akuarium budidaya.

    Tangki filtrasi digunakan untuk menjaga kualitas air. Sistem filtrasi yang

    digunakan adalah filtrasi biologi (biofilter) dan filtrasi fisik (sedimentasi dan

    penyaringan menggunakan kerikil).

    Sistem penyaluran air yang digunakan terdiri dari pompa, pipa PVC dan

    selang plastik. Suplai air diberikan menggunakan pipa PVC . Drainase

    dilakukan dengan menggunakan pipa PVC 1 dan selang plastik.

  • 6

    D. PROSES PERANCANGAN TEKNIK

    Rancangan teknik adalah suatu proses sistematik yang merupakan solusi dari

    sesuatu yang dibutuhkan manusia. Perancangan adalah sesuatu yang sangat

    penting dalam bidang teknik. Pengertian perancangan dapat disederhanakan

    menjadi suatu metode terstruktur untuk memecahkan masalah (Harsokusumo,

    1999). Secara umum tahapan-tahapan pada suatu proses perancangan adalah

    sebagai berikut : 1) diidentifikasikannya kebutuhan, 2) analisa masalah dan,

    spesifikasi produk dan perencanaan, 3) perancangan konsep produk, 4)

    perancangan produk, 5) evaluasi produk hasil rancangan, 6) penyusunan dokumen

    berupa gambar produk hasil rancangan dan spesifikasi pembuatan produk.Masing-

    masing fase dalam proses perancangan dijelaskan sebagai berikut.

    1. Analisa Masalah, Spesifikasi Produk dan Perencanaan Proyek

    Kebutuhan produk baru diperlukan sebagai problem perancangan atau

    masalah perancangan. Sebagaimana halnya sebuah problem atau masalah,

    maka perlu ada pemecahan masalah yang berupa solusi melalui analisis

    masalah. Dalam hal masalah tersebut adalah masalah perancangan, maka

    solusinya dapat berupa solusi alternatif yang semuanya benar. Salah satu

    diantara solusi tersebut dapat merupakan solusi terbaik, karena itu harus ada

    sesuatu cara untuk memilih solusi terbaik tersebut.

    Hasil analisis yang utama adalah pernyataan masalah atau problem

    statement tentang produk baru. Pernyataan masalah tersebut belum berupa

    solusi/produk baru, tetapi mengandung keterangan-keterangan tentang produk

    yang akan dirancang.

    Pernyataan masalah setidaknya mengandung tiga buah unsur, yaitu :

    pernyataan masalah itu sendiri

    beberapa kendala atau constraints yang membatasi solusi masalah

    tersebut dan spesifikasi produk

    kriteria keterterimaan (acceptability criteria) dan kriteria lain yang

    harus dipenuhi produk

    Spesifikasi produk merupakan dokumen yang sangat penting dalam

    proses perancangan. Spesifikasi produk mengandung keinginan-keinginan

    pengguna tentang produk yang akan dibuat. Spesifikasi produk merupakan

  • 7

    dasar dan pemandu bagi perancang dalam merancang produk dan spesifikasi

    produk tersebut akan menjadi tolak ukur pada evaluasi hasil rancangan dan

    evaluasi produk yang sudah jadi.

    Spesifikasi produk mengandung hal-hal berikut :

    Kinerja atau perfomance yang harus dapat dicapai suatu produk

    Kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan dan lain-lain yang

    akan dialami produk

    Kondisi operasi lain

    Jumlah produk yang akan dibuat

    Dimensi produk

    Berat produk

    Ergonomik

    Keamanan dan keselamatan (safety)

    Harga produk

    Jika waktu penyelesaian perancangan dan pembuatan produk tercantum

    dalam spesifikasi, maka perlu dibuat jadwal penyelesaian setiap fase dan

    langkah dalam proses perancangan dan pembuatan produk. Hal ini merupakan

    suatu perencanaan proyek.

    2. Fase Perancangan Konsep Produk

    Konsep produk adalah solusi alternatif dari masalah dalam bentuk skema.

    Masalah dalam hal ini adalah produk baru yang dipandang sebagai masalah

    perancangan yang memerlukan solusi. Fase ini dalam bahasa perancangan

    dikenal dengan fase pencarian konsep-konsep produk yang memenuhi fungsi

    dan karakteristik produk sebagaimana tercantum dalam spesifikasi produk.

    3. Perancangan Produk

    Fase perancangan produk terdiri dari beberapa langkah, tetapi pada

    intinya pada fase ini solusi-solusi alternatif dalam bentuk skema

    dikembangkan lebih lanjut menjadi produk atau benda teknik yang bentuk,

    material dan dimensi komponen-komponennya. Fase perancangan produk

    diakhiri dengan dengan perancangan detail komponen-komponen produk,

    yang kemudian akan dituangkan dalam gambar-gambar detail untuk proses

    pembuatan.

  • 8

    4. Evaluasi Hasil Perancangan Produk

    Produk harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum produk tersebut dibuat

    berdasarkan gambar perancangan produk. Produk harus dievaluasi apakah

    produk tersebut memenuhi spesifikasi produk yang telah ditentukan pada fase

    pertama perancangan produk. Produk memenuhi spesifikasi apabila dapat

    memenuhi fungsinya, mempunyai karakteristik yang harus dipunyainya dan

    dapat melakukan kinerja sesuai dengan yang disyaratkannya.

    5. Gambar dan Spesifikasi Pembuatan Produk

    Gambar hasil rancangan produk terdiri dari (1) gambar semua komponen

    produk lengkap dengan bentuk geometrinya, dimensi, kekasaran/kehalusan

    permukaan dan material, (2) gambar susunan, (3) spesifikasi yang memuat

    keterangan-keterangan yang tidak terdapat pada gambar dan (4) bill of

    material.

    E. MANAJEMEN KUALITAS AIR

    Ikan hidup dan bernafas di air, sehingga kualitas air penting untuk dijaga

    dengan Sistem resirkulasi akuakultur khususnya untuk densitas ikan yang padat.

    Beberapa faktor kualitas air yang perlu diperhatikan (PIRSA Aquaculture SA,

    1999) adalah sebagai berikut.

    1. Suhu

    Menjaga suhu optimal untuk pertumbuhan adalah sesuatu yang penting.

    Ikan dapat tumbuh dengan cepat pada suhu optimal dengan memperbaiki

    konversi rasio pakan. Ikan juga dapat terhindar dari stress dan penyakit apabila

    berada pada suhu air optimal. Suhu air juga mempengaruhi kelarutan suatu zat

    dalam air. Semakin tinggi suhu air maka kelarutan suatu zat dalam air semakin

    besar. Selain itu suhu air juga mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air,

    dimana semakin tinggi suhu air maka kandungan oksigen terlarutnya semakin

    besar.

    2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

    Oksigen terlarut (DO) adalah salah satu faktor kualitas air yang paling

    kritis. Konsentrasi Do dipengaruhi oleh suhu air, stocking, laju pakan serta

    efektifitas aerasi yang dipasang pada sistem resirkulasi. Konsentrasi DO harus

    dijaga di atas 60 % jenuh atau 5 ppm untuk memastikan keberlangsungan dan

  • 9

    pertumbuhan ikan. Konsentrasi DO juga mempengaruhi bakteri pada biofilter,

    dimana biofilter tidak akan efesien pada DO dibawah 2 ppm.

    Penurunan DO dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya

    laju stocking yang terjadi pada sistem resirkulasi akuakultur dan dekomposisi

    bahan organik seperti faeses dan sisa pakan. DO yang rendah mengakibatkan

    stress pada ikan, konversi pakan menurun dan dapat menyebabkan kematian.

    3. pH (pondus Hydrogenii)

    pH adalah suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen (H+)

    terlarut dalam air. Kisaran pH adalah 0-14 dengan pH 7 pada kondisi netral,

    pH dibawah 7 untuk kondisi asam dan pH diatas 7 untuk kondisi basa. Kisaran

    pH air optimal untuk budidaya ikan secara umum adalah 6.5-9.

    pH pada sistem resirkulasi ikan cenderung menurun disebabkan oleh

    meningkatnya konsentrasi karbon dioksida terlarut yang dihasilkan oleh

    respirasi ikan dan respirasi bakteri pada biofilter. Karbon dioksida akan

    bereaksi dengan air membentuk asam karbon dan menyebabkan pH menurun.

    4. Karbon Dioksida

    Karbon dioksida dihasilkan oleh respirasi ikan dan respirasi bakteri

    biofilter pada sistem resirkulasi akuakultur. Konsentrasi karbon dioksida yang

    tinggi dapat menurunkan pH.

    5. Alkalinitas dan Hardness

    Alkalinitas menyebutkan jumlah karbonat dan bikarbonat dalam air,

    sedangkan hardness menyebutkan konsentrasi kalsium dan magnesium.

    Kalsium dan magnesium berikatan dengan karbonat dan bikarbonat.

    Alkalinitas dan hardness mempunyai hubungan yang erat dan diukur pada

    level yang sama. Kategori air berdasarkan derajat hardness ditunjukkan pada

    tabel 1.

    Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan derajat hardness

    Kandungan Kategori

    0-75 mg/l Soft

    75-150 mg/l Moderate

    150-300 mg/l Hard

    > 300 mg/l Very Hard

  • 10

    Nilai alkalinitas dan hardness direkomendasikan di atas 50 mg/l yang

    mana sebagai buffer/stabilisator yang baik untuk pH yng meningkat karena

    respirasi ikan dan respirasi bakteri biofilter.

    F. ALIRAN AIR DALAM PIPA

    1. Bilangan Reynold

    Aliran viskos dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu aliran laminer dan

    turbulen. Dalam aliran laminer partikel-partikel zat cair bergerak teratur

    mengikuti lintasan yang saling sejajar. Sedangkan pada aliran turbulen gerak

    partikel-partikel zat cair tidak teratur. Reynold menunjukkan bahwa aliran

    laminer dan aliran turbulen dapat diklasifikasikan dengan suatu bilangan

    tertentu. Bilangan tersebut disebut bilangan Reynold dengan rumus sebagai

    berikut :

    v

    ududRe ==

    (1)

    dimana adalah densitas (kg/m3); u adalah kecepatan (m/detik); d adalah

    diameter pipa (m); adalah viskositas dinamik (kg.detik/meter); adalah

    viskositas kinematik (m2/detik).

    2. Kehilangan Tekanan pada Aliran Laminer

    Kehilangan tekanan pada aliran laminer dapat dihitung secara teori apabila

    diketahui kecepatan, sifat-sifat fluida dan dimensi pipa. Kehilangan tekanan

    pada aliran laminer diberikan oleh persamaan Hagen-Poiseuille (Sleigh, 2001).

    2d

    Lu32P

    = (2)

    apabila dinyatakan dalam bentuk head maka menjadi

    2f gd

    Lu32h

    = (3)

    dimana P adalah kehilangan tekanan (kg/m2); u adalah kecepatan

    (m/detik); d adalah diameter pipa (m); L adalah panjang pipa (m); adalah

    viskositas dinamik (kg.detik/m); adalah densitas (kg/m3) dan g adalah

    percepatan gravitasi (m/detik2).

  • 11

    3. Kehilangan Tekanan pada Aliran Turbulen

    Kehilangan tekanan pada aliran turbulen diberikan oleh persamaan Darcy-

    Weisbach yang ditulis dalam bentuk sebagai berikut :

    2gd

    Lu4h

    2

    f

    f= (4)

    dimana hf adalah kehilangan head karena gesekan (m) dan f adalah

    koefisien gesekan

    4. Koefisien Gesekan (f)

    4.1 Nilai f pada Aliran Laminer

    Nilai f harus diperhitungkan dengan benar agar mendapatkan nilai head

    loss yang benar juga. Persamaan head loss yang diturunkan pada aliran

    laminer sebanding dengan persamaan head loss yang diturunkan pada aliran

    turbulen, yang membedakan adalah nilai f secara empiris. Dengan

    menggabungkan persamaan (3) dan persamaan (4) maka akan didapatkan

    persamaan yang merupakan persamaan Darcy untuk aliran laminer. Persamaan

    tersebut diberikan sebagai berikut :

    Re

    16

    16

    2gd

    Lu4

    gd

    Lu322

    =

    =

    =

    ud

    f

    (5)

    4.2 Persamaan Blasius untuk f

    Blasius pada tahun 1913 (Sleigh, 2001) adalah orang pertama yang

    memberikan rumus empiris yang akurat untuk nilai f pada aliran turbulen di

    pipa halus. Persamaan Blasius diberikan sebagai berikut :

    25.0Re

    079.0=f (6)

    4.3 Persamaan Colebrook-White untuk f

    Colebrook dan White telah melakukan eksperimen menggunakan beberapa

    pipa komersial dengan berdasarkan persamaan yang diberikan oleh von

    Karman dan Prandtl. Eksperimen tersebut menghasilkan persamaan

    Colebrook-White yang diberikan sebagai berikut :

  • 12

    +=

    f

    k

    f

    s

    Re

    26.1

    d71.3log4

    110 (7)

    5. Kehilangan Tekanan Lokal (Local Head Loss)

    Selain kehilangan tekanan karena gesekan, selalu ada perubahan tekanan

    karena belokan, cabang dan valve. Pada jaringan pipa yang panjang

    kehilangan tekanan lokal dapat diabaikan, tetapi pada jaringan pipa yang

    pendek kehilangan head lokal jauh lebih besar jika dibandingkan dengan

    kehilangan head akibat gesekan. Secara umum kehilangan head lokal

    dinyatakan sebagai berikut :

    2g

    ukh LL = (8)

    dimana hL adalah kehilangan tekanan lokal (m) dan kL adalah koefisien

    kehilangan tekanan lokal.

    6. Hukum Bernoulli

    Analisis aliran dalam pipa dapat dianalisis dengan menggunakan hukum

    Bernoulli. Hukum Berboulli menyatakan konservasi energi sepanjang garis

    aliran dengan prinsip total energi (head) pada sistem tidak berubah. Hukum

    Bernoulli menyatakan total energi per unit berat adalah merupakan

    penjumlahan tekanan per unit berat dan energi potensial per unit berat (Sleigh,

    2001 dan Nekrasov, 1969). Hukum Bernoulli dapat dituliskan dalam

    persamaan sebagai berikut :

    222

    111

    2

    u

    g

    P

    2

    u

    g

    Pz

    gz

    g++=++

    (9)

    Persamaan Bernoulli hanya berlaku untuk aliran mantap (steady), densitas

    konstan (incompressible fluid), kehilangan karena gesekan diabaikan dan

    persamaan menghubungkan dua titik kondisi sepanjang garis aliran tunggal.

    Dalam kenyataannya sejumlah energi akan hilang karena gesekan dan

    lokal. Dengan memperhatikan kedua kehilangan energi tersebut maka

    persamaan Bernoulli dapat ditulis menjadi persamaan berikut (Sleigh, 2001) :

    Lf222

    111 hh

    2

    u

    g

    P

    2

    u

    g

    P++++=++ z

    gz

    g (10)

  • 13

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    Tempat penelitian dilakukan di Wisma Wageningen, Laboratorium Teknik

    Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu

    Penelitian berlangsung pada bulan Juni 2006 sampai dengan September 2006.

    B. BAHAN DAN ALAT

    Bahan yang digunakan dalam pembuatan prototipe sistem resirkulasi adalah

    sebagai berikut:

    1. Bak fiber berdiameter 80 cm

    2. Pipa PVC dan 1

    3. Selang plastik 2 dan 1

    4. Pompa submersibel head 4.2 m, 110 W

    5. Besi siku 50 x 50 x 5 mm

    6. Zeolit

    7. Plat alumunium tebal 2 mm

    8. Plat strip alumunium 20 x 2 mm dan 20 x 1 mm

    9. Kasa kawat

    10. Stop kran

    11. Sambungan-sambungan pipa PVC dan 1, yaitu knee, tee, sok drat

    luar, dop ulir, reducer 1 ke , dan stop kran

    12. Klem selang 1 dan 2

    13. Karet dudukan 50x50.mm

    Alat yang digunakan dalam pembuatan prototipe sistem resirkulasi adalah

    sebagai berikut:

    1. Gerinda potong diameter 14 merek Makita

    2. Gerinda portable 4 dan mata gerinda pemotong serta pengikis

    3. Gergaji besi.

    4. Riveter dan paku rivet

    5. Bor tangan listrik dan mata bor 12 mm dan 4.5 mm

  • 14

    Identifikasi kebutuhan dan permasalahan

    Perancangan konsep sistem resirkulasi

    akuakultur

    Pembuatan prototipe sistem resirkulasi

    akuakultur

    Mulai

    Evaluasi prototipe sistem resirkulasi akuakultur

    Penyusunan dokumen untuk perancangan produk berupa

    gambar detail, gambar susunan, spesifikasi dan bill of material

    Modifikasi

    6. Satu unit Personal Computer (PC) dengan program MS Excel, MS word

    dan AutoCAD 2004 yang digunakan untuk perhitungan data dan desain

    gambar

    7. Gelas ukur 100 ml dan gelas ukur 1000 ml

    8. Stopwatch, jangka sorong, meteran dan penggaris

    C. TAHAPAN PENELITIAN

    Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode perancangan

    teknik sesuai dengan tahapan-tahapan pada perancangan teknik (Harsokusumo,

    1999) dimana tahapan perancangan dijelaskan dalam gambar 3.

    Gambar 3. Tahapan perancangan sistem resirkulasi akuakultur

  • 15

    A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    1. Pengukuran Debit dan Tinggi Muka Air

    Pengukuran debit air menggunakan metode volumetrik yaitu dengan

    mengukur waktu yang diperlukan untuk mengisi gelas ukur bervolume 1000

    ml. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing

    bak. Pengukuran debit air dilakukan pada saluran inlet yang masuk ke bak

    budidaya dan bak filter, selain itu pengukuran juga dilakukan pada saluran

    overflow dari bak suplai yang masuk ke bak tandon/penampungan sementara.

    Pengukuran tinggi muka air dilakukan dengan menggunakan pita ukur.

    Pada saat pengukuran tinggi muka air dalam bak diukur relatif terhadap dasar

    bak, sedangkan pada saat perhitungan digunakan tinggi muka air relatif

    terhadap datum (lantai ruangan). Tinggi muka air terhadap datum didapat

    dengan menambahkan tinggi muka air relatif terhadap dasar bak dengan tinggi

    rangka masing-masing bak.

    Pengukuran debit air dan tinggi muka air dilakukan pada empat kondisi

    bukaan katup penyaluran berbeda. Bukaan katup pada masing masing kondisi

    dijelaskan dengan ekspresi matematika sebagai berikut.

    kondisi 1 > kondisi 2 > kondisi 4 > kondisi 3

    Pengukuran pada masing-masing bukaan katup dilakukan setelah aliran pada

    keadaan relatif mantap.

    2. Analisis Keseragaman Debit Penyaluran

    Keseragaman debit penyaluran dapat dihitung dengan rumus :

    %100q

    qq1nKeseragama

    n

    n

    =

    (11)

    3. Analisis Koefisien Head Loss

    Analisis hidrolis dilakukan untuk menentukan persamaan hidrolis sistem

    resirkulasi. Variabel yang dicari dalam analisis ini adalah konstanta

    kehilangan head pada tiap komponen sub-sistem penyaluran. Asumsi yang

    digunakan dalam analisis adalah bahwa sistem berada pada kondisi steady

    (mantap) dan jumlah air pada sistem resirkulasi akuakultur tetap (tidak ada air

    yang terbuang). Analisis dilakukan menggunakan prinsip kekekalan massa dan

    persamaan Bernoulli.

  • 16

    Q1 = Q2 (12)

    ayor min 2

    2

    22

    1

    2

    11

    2 2 mlossorloss hhz

    g

    v

    g

    pz

    g

    v

    g

    p++++=++

    (13)

    Dimana Q1 dan Q2 = debit pada titik 1 dan 2; p1 dan p2 = tekanan pada

    titik 1 dan 2 (N/m2); v1 dan v2 = kecepatan aliran pada titik 1 dan 2 (m/detik);

    z1 dan z2 = tinggi titik 1 dan 2 dari datum (m); hLossMiinor = kehilangan head

    karena belokan atau sambungan (m); hLossMayor = kehilangan head karena

    gesekan (m); = massa jenis fluida (kg/m3); g = percepatan gravitasi

    (m/detik2). Pada jaringan pipa yang pendek, kehilangan head lebih banyak

    dipengaruhi oleh hLossMinor dibandingkan hLossMayor. hLossMinor dapat dirumuskan

    sebagai :

    g

    vkh orloss

    2

    2

    min = (14)

    Dimana k = koefisisen kehilangan head minor sambungan atau belokan ; v

    = kecepatan aliran pada sambungan atau belokan (m/detik).

    Subsistem penyaluran air pada sistem resirkulasi akuakultur terdiri dari

    empat komponen, yaitu

    1. Penyaluran bak pengkondisi ke bak budidaya

    2. Penyaluran bak ke bak filtrasi

    3. Penyaluran bak filtrasi ke bak tandon

    4. Penyaluran bak tandon ke bak pengkondisi

    5. Overflow bak pengkondisi

    Skema subsistem penyaluran ditampilkan pada gambar 4.

  • 17

    Gambar 4. Skema subsistem penyaluran.

    Persamaan hidrolis untuk masing-masing komponen adalah sebagai

    berikut:

    1. Penyaluran bak suplai/pengkondisi ke bak budidaya (subsistem

    penyaluran 1)

    ( )g

    vkzz

    21

    2

    1

    121 += (15)

    2. Penyaluran bak budidaya ke bak filtrasi (subsistem penyaluran 2)

    ( )g

    vkzz

    21

    2

    2243 += (16)

    3. Penyaluran bak filtrasi ke bak tandon (subsistem penyaluran 3)

    g

    vkzz

    2

    2

    3

    365 = (17)

    4. Penyaluran bak tandon ke bak pengkondisi (subsistem penyaluran 4)

    ( )g

    vkpompah

    21z-z

    2

    4476 +=+ (18)

    5. Overflow bak pengkondisi (subsistem penyaluran 5)

    ( )g

    vk

    21z-z

    2

    5

    581 += (19)

    Bak

    Pengkondisi

    dan Suplai

    Bak

    Budidaya Bak

    Tandon

    Bak

    Filtrasi

    1

    2 3

    4

    z1

    z7

    z6 z5

    z4

    z2

    z3

    Pompa

    5 Z8

  • 18

    6. Kesetimbangan debit dalam sistem penyaluran

    Q1 = Q2 = Q3 (20)

    Q4 = Q1 + Q5 (21)

    Dimana:

    z1 = tinggi air di bak pengkondisi (m)

    z2 = tinggi outlet suplai air bak budidaya (m)

    z3 = tinggi permukaan air di bak budidaya (m)

    z4 = tinggi outlet drainase bak budi daya (m)

    z5 = tinggi air di bak filtrasi (m)

    z6 = tinggi air di bak tandon (m)

    z7 = tinggi outlet pompa (m)

    z8 = tinggi outlet pipa overflow (m)

    hp = pertambahan head yang dihasilkan oleh pompa (m)

    k1 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 1

    k2 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 2

    k3 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 3

    k4 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 4

    k5 = koefisien kehilangan head pada sub-sistem penyaluran 5

    v1 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 1 (m/s)

    v2 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 2 (m/s)

    v3 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 3 (m/s)

    v4 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 4 (m/s)

    v5 = kecepatan aliran pada sub-sistem penyaluran 5 (m/s)

    Q1 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 1 (m3/s)

    Q2 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 2 (m3/s)

    Q3 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 3 (m3/s)

    Q4 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 4 (m3/s)

    Q5 = debit aliran pada sub-sistem penyaluran 5 (m3/s)

    Persamaan 15, 16, 17 dan 19 berturut-turut digunakan untuk mencari nilai

    koefisien head loss subsistem penyaluran 1, 2, 3 dan 5. Data yang perlu

    diketahui dalam analisis ini adalah data ketinggian muka air dan debit air.

    Sedangkan nilai k4 dihitung dengan persamaan 6, dengan nilai bilangan

  • 19

    Reynold yang harus dihitung terlebih dahulu. Dengan diketahuinya nilai k4

    maka dapat dihitung head pompa pada kondisi tersebut.

    Data tinggi muka air diukur dengan menetapkan permukaan lantai sebagai

    datum. Debit diukur secara volumetrik menggunakan gelas ukur 1 liter (untuk

    pengukuran debit pada sub-sistem penyaluran 1 dan 5) dan ember 4 liter

    (untuk pengukuran debit pada sub-sistem penyaluran 2 dan 4 ). Nilai Q1

    merupakan penjumlahan debit yang masuk ke dalam setiap bak budidaya dan

    nilai h1 merupakan nilai rata-rata tinggi air setiap bak budidaya.

    4. Efisiensi Pompa

    Efisiensi pompa adalah perbandingan antara debit pompa yang dihasilkan

    pada suatu nilai head dengan debit pompa pada nilai head tersebut yang sesuai

    dengan spesifikasi pabrik. Efisiensi pompa diberikan oleh rumus berikut :

    %100Q

    QpompaEfesiensi

    i

    r = (22)

    dimana Qr adalah debit pompa hasil pengukuran pada suatu nilai head pompa

    dan Qi adalah nilai debit pompa sesuai dengan spesifikasi pabrik.

    5. Turnover Time

    Turnover time adalah waktu yang diperlukan untuk menyaring seluruh air

    yang ada di sistem resirkulasi akuakultur. Turnover time dirumuskan sebagai

    berikut :

    R

    total

    Q

    V=timeTurnover (23)

    dimana Vtotal adalah volume air total yang ada di sistem resirkulasi akuakultur

    (m3) dan QR adalah debit air yang masuk ke bak filtrasi (m

    3/detik).

  • 20

    Bak

    Pengkondisi

    dan Suplai

    Bak

    Budidaya Bak

    Tandon

    Bak

    Filtrasi

    Pompa

    Subsistem penkondisian dan suplai

    Subsistem budidaya

    Subsistem filtrasi

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN PERMASALAHAN

    Kebutuhan dan permasalahan yang mendasari perancangan sistem resirkulasi

    akuakultur ini antara lain :

    1. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat digunakan untuk kegiatan

    pembenihan atau pendederan ikan di dalam ruangan.

    2. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat menghemat penggunaan air

    sehingga kegiatan pembenihan ikan dapat dilakukan di daerah yang

    sumber daya airnya terbatas,

    3. Kebutuhan terhadap suatu sistem yang dapat dikendalikan kondisi air dan

    alirannya.

    B. PERANCANGAN KONSEP SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR

    Konsep produk yang dikembangkan adalah suatu sistem resirkulasi yang

    tersusun dari tiga subsistem yaitu subsistem budidaya, subsistem filtrasi dan

    subsistem pengkondisian dan suplai. Bak pada sistem resirkulasi ini dapat

    diklasifikasikan menjadi empat jenis bak, yaitu bak budidaya, bak filtrasi, bak

    tandon (penampungan sementara) dan bak penkondisian/suplai. Skema sistem

    resirkulasi akuakultur terdapat pada gambar 5.

    Gambar 5. Skema konsep sistem resirkulasi akuakultur

  • 21

    Masing-masing subsistem pada sistem resirkulasi akuakultur dijelaskan

    sebagai berikut.

    1. Subsistem Budidaya

    Subsistem budidaya berfungsi sebagai lingkungan tempat budidaya ikan.

    Subsistem ini tediri dari 12 bak budidaya yang terbuat dari bahan fiber.

    2. Subsistem Filtrasi

    Subsistem filtrasi berfungsi untuk memperbaiki kualitas air pada sistem

    resirkulasi akuakultur. Subsistem ini terdiri dari bak filtrasi, bak tandon

    dan filter. Bak filtrasi dan bak tandon terbuat dari bahan fiber sedangkan

    kerangka filter terbuat dari bahan aluminium. Filter yang digunakan adalah

    filter fisik dan biologis. Filter fisik menggunakan kawat kasa berukuran 1

    mm sedangkan filter kimia menggunakan bahan zeolit. Bak tandon pada

    subsistem ini berfungsi sebagai penampungan sementara air hasil filtrasi.

    Air yang ditampung di bak tandon dialirkan ke bak suplai dengan

    menggunakan pompa terendam.

    3. Subsistem Pengkondisian dan Suplai

    Subsistem pengkondisian dan suplai terdiri dari sebuah bak fiber yang

    berfungsi sebagai penyedia air yang telah diperbaiki kualitas airnya untuk

    dialirkan ke subsistem budidaya. Selain sebagai penyuplai, subsistem ini

    juga berfungsi sebagai pengkondisi terutama sebagai pengkondisi suhu dan

    pengkondisi oksigen terlarut. Subsistem ini dapat berfungsi sebagai

    pengkondisi suhu dan oksigen terlarut apabila dipasangkan alat pemanas

    dan aerator.

    C. PERANCANGAN PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR

    1. Rangka

    Rangka pada sistem resirkulasi akuakultur berfungsi sebagai dudukan bak

    agar terjadi perbedaan tinggi muka air untuk masing-masing subsistem.

    Rangka terbuat dari besi siku 5 x 5 cm berketebalan 2 mm dengan

    menggunakan sambungan baut untuk menyatukan kaki dan dudukannya.

  • 22

    Rangka untuk bak budidaya dibuat sebanyak dua belas buah dengan tinggi

    masing-masing rangka 60 cm.Rangka untuk bak filter dibuat sebanyak satu

    buah dengan tinggi rangka 35 cm. Rangka untuk bak tandon dan bak suplai

    digabung menjadi satu, sehingga rangkanya mempunyai dua dudukan

    bertingkat. Tinggi dudukan untuk bak tandon adalah 30 cm dan tinggi

    dudukan untuk bak suplai adalah 250 cm. Denah peletakan sistem resirkulasi

    ditampilkan pada lampiran 2.

    2. Bak

    Bak yang digunakan untuk sistem resirkulasi ini berukuran diameter atas

    76 cm, diameter bawah 72 cm, tinggi 60 cm, tinggi overflow 52 cm dan lebar

    kuping 2 cm. Bak terbuat dari bahan fiber dengan ketebalan + 4 mm. Jumlah

    bak total sebanyak 15 bak dengan rincian 1 bak suplai/pengkondisian, 1 bak

    filtrasi, 1 bak tandon dan 12 bak budidaya.

    3. Filter

    Filter yang digunakan pada sistem resirkulasi ini adalah filter mekanis dan

    filter kimia. Filter mekanis berupa rangka filter berukuran diameter 40 cm dan

    tinggi 50 cm. Rangka filter dipasang kawat kasa berukuran 1 mm. Kawat kasa

    berfungsi sebagai filter mekanis yang menyaring kotoran-kotoran di air

    sebelum memasuki filter kimia.

    Filter kimia yang digunakan adalah batuan zeolit. Batuan zeolit

    dimasukkan ke dalam rangka filter yang telah dibuat sebelumnya. Zeolit

    berfungsi untuk menjaga pH air serta menyerap NH3NO3- dan H2S yang

    terlarut dalam air.

    4. Sistem Perpipaan

    Sistem perpipaan berfungsi untuk menyalurkan air dari satu subsistem ke

    subsistem lainnya. Sistem perpipaan pada sistem resirkulasi ini terdiri 5

    subsistem penyaluran, yaitu :

    a. Subsistem penyaluran dari bak suplai/pengkondisi ke bak budidaya

    b. Subsistem penyaluran dari bak budidaya ke bak filter

    c. Subsistem penyaluran dari bak filter ke bak tandon

    d. Subsistem penyaluran dari bak tandon ke bak suplai/pengkondisi

    e. Subsistem penyaluran dari bak suplai/pengkondisi ke bak tandon

  • 23

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    TS-A1 TS-A2 TS-A3 TS-A4 TS-B1 TS-B2 TS-B3 TS-B4 TS-C1 TS-C2 TS-C3 TS-C4

    Aliran

    Debit (ml/det)

    kondisi 1 kondisi 2 kondisi 3 kondisi 4

    D. EVALUASI PROTOTIPE SISTEM RESIRKULASI AKUAKULTUR

    1. Keseragaman Debit Penyaluran Bak Budidaya

    Pengukuran debit dilakukan pada empat kondisi bukaan katup. Pada setiap

    kondisi, pengukuran dilakukan pada saat keadaan mantap (steady). Rata-rata

    debit dari bak suplai ke bak budidaya pada kondisi 1 = 35.17 ml/detik, kondisi

    2 = 29.86 ml/detik , kondisi 3 = 23.30 ml/detik, kondisi 4 = 25.70 ml/detik.

    Gambar 6 menampilkan hasil pengukuran debit dari bak suplai ke bak

    budidaya pada masing-masing kondisi.

    Gambar 6. Hasil pengukuran debit bak suplai ke bak budidaya

    Keseragaman debit penyaluran bak budidaya pada masing-masing kondisi

    yaitu, kondisi 1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi

    4 = 70.92 %. Keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada masing-

    masing kondisi ditampilkan pada gambar 7.

  • 24

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    Kondisi

    Keseragaman (%)

    kondisi 1 kondisi 2 kondisi 3 kondisi 4

    Gambar 7. Hasil perhitungan keseragaman debit ke bak budidaya.

    Nilai keseragaman dipengaruhi oleh nilai koefisien head loss dan beda

    tinggi antar bak budidaya. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah masing-masing bak budidaya mempunyai tinggi yang sama, namun

    faktor kemiringan lantai dalam ruangan dapat mempengaruhi tinggi masing-

    masing bak budidaya sehingga dapat mempengaruhi debit yang masuk ke bak

    budidaya.

    2. Analisa Koefisien Head Loss

    Tabel 2, tabel 3, tabel 4 dan tabel 5 menampilkan hasil perhitungan

    koefisien head loss pada masing-masing kondisi.

    Tabel 2. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 1

    Koefisien head loss Nilai

    Subsistem penyaluran 1 1912.862

    Subsistem penyaluran 2 0.846

    Subsistem penyaluran 3 60.056

    Subsistem penyaluran 4 0.006

    Subsistem penyaluran 5 -

  • 25

    Tabel 3. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 2

    Koefisien head loss Nilai

    Subsistem penyaluran 1 2724.073

    Subsistem penyaluran 2 0.522

    Subsistem penyaluran 3 117.309

    Subsistem penyaluran 4 0.006

    Subsistem penyaluran 5 478.185

    Tabel 4. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 3

    Koefisien head loss Nilai

    Subsistem penyaluran 1 4475.952

    Subsistem penyaluran 2 0.350

    Subsistem penyaluran 3 203.368

    Subsistem penyaluran 4 0.006

    Subsistem penyaluran 5 86.430

    Tabel 5. Hasil perhitungan koefisien head loss pada kondisi 4

    Koefisien head loss Nilai

    Subsistem penyaluran 1 3677.921

    Subsistem penyaluran 2 0.846

    Subsistem penyaluran 3 143.969

    Subsistem penyaluran 4 0.006

    Subsistem penyaluran 5 205.480

    Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa nilai head loss terbesar

    terdapat pada subsistem penyaluran 1. Hal ini sesuai dengan persamaan

    Darcy-Weisbach pada persamaan 4, dimana head loss berbanding lurus

    dengan kecepatan aliran dan berbanding terbalik dengan diameter saluran.

    Pada subsistem penyaluran 1 kecepatan aliran untuk kondisi 1 = 13.83

    cm/detik, kondisi 2 = 11.74 cm/detik, kondisi 3 = 9.16 cm/detik, kondisi 4 =

    10.11 cm/detik, sedangkan diameter saluran yang dilewati 1.8 cm.

    Pada subsistem 1, k5 tidak memiliki nilai karena tidak ada aliran di saluran

    overflow. Tidak terjadinya aliran di saluran overflow disebabkan karena tinggi

    muka air di bak suplai tidak mencapai tinggi lubang overflow di bak tersebut.

    Nilai k4 pada sistem penyaluran 4 ini dihitung dengan persamaan Blasius

    karena nilai bilangan Reynold pada masing-masing kondisi lebih dari 4000.

    Nilai bilangan Reynold lebih dari 4000 menunjukkan aliran pada subsistem

    penyaluran 4 digolongkan sebagai aliran turbulen.

  • 26

    3. Efisiensi Pompa

    Tabel 6 menampilkan nilai debit riil hasil pengukuran dan debit ideal

    sesuai dengan spesifikasi pabrik.

    Tabel 6. Debit hasil pengukuran dan debit ideal

    Qr (ml/detik) Qi (ml/detik) head

    kondisi 1 422.02 810.59 2.73

    kondisi 2 433.58 793.59 2.67

    kondisi 3 455.65 779.48 2.62

    kondisi 4 423.00 785.51 2.64

    Tabel 7 menampilkan nilai efisiensi pompa untuk masing-masing kondisi

    Tabel 7. Nilai efisiensi pompa

    Efisiensi pompa

    (%)

    kondisi 1 52.06

    kondisi 2 54.63

    kondisi 3 58.46

    kondisi 4 53.85

    Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa nilai efisiensi pompa untuk sistem

    resirkulasi akuakultur ini berkisar antara 52.06 % - 58.46 %. Semakin kecil

    efisiensi pompa berarti pompa tersebut semakin boros, karena diperlukan energi

    yang semakin besar untuk memompa setiap m3 air. Pompa terendam yang

    dipasang di SRA ini mempunyai daya 100 W dan head maksimal 4.2 m. Energi

    yang diperlukan untuk mengalirkan setiap m3 air pada saat kondisi riil (Er) dan

    kondisi ideal (Ei) ditampilkan pada tabel 8.

    Tabel 8. Kebutuhan energi pompa

    Er (kWh/m3) Ei (kWh/m

    3)

    kondisi 1 0.066 0.034

    kondisi 2 0.064 0.035

    kondisi 3 0.061 0.036

    kondisi 4 0.066 0.035

    4. Turnover Time

    Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan turnover time pada masing-

    masing kondisi. Turnover time pada masing-masing kondisi mempunyai nilai

    yang berbeda karena debit aliran air yang masuk ke bak filtrasi pada masing-

    masing kondisi berbeda pula dimana volume air pada masing-masing kondisi

  • 27

    relatif tetap. Debit aliran masuk ke bak filtrasi pada kondisi 1 = 459.92

    ml/detik, kondisi 2 = 360.87 ml/detik, kondisi 3 = 294.07 ml/detik, kondisi 4 =

    328.40 ml/detik.

    Tabel 9. Hasil perhitungan turnover time untuk masing-masing kondisi

    Kondisi Turnover time

    (detik)

    Turnover time

    (jam)

    kondisi 1 6422.18 1.78

    kondisi 2 8149.82 2.26

    kondisi 3 10013.50 2.78

    kondisi 4 9262.35 2.57

    E. GAMBAR DAN SPESIFIKASI PRODUK

    Gambar komponen produk dan gambar susunan dilampirkan pada lampiran 3

    dan 4. Bill of material atau kebutuhan bahan ditampilkan dalam lampiran 5, 6 dan

    7

  • 28

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. KESIMPULAN

    Sistem resirkulasi untuk pembenihan ikan yang dirancang dapat berfungsi

    dengan baik. Sistem ini terdiri tiga subsistem, yaitu subsistem budidaya,

    subsistem filtrasi, dan subsistem suplai/pengkondisian. Sistem resirkulasi air yang

    dirancang memiliki keseragaman debit penyaluran ke bak budidaya pada kondisi

    1 = 75.98 %, kondisi 2 = 72.95 %, kondisi 3 = 71.21 %, kondisi 4 = 70.92 %.

    Efisiensi pompa pada kondisi 1 = 52.06 %, kondisi 2 = 54.63 %, kondisi 3 =

    58.46 %, kondisi 4 = 53.85 %. Turnover time pada kondisi 1 = 1.78 jam, kondisi 2

    = 2.26 jam, kondisi 3 = 2.78 jam, kondisi 4 = 2.57 jam.

    B. KESIMPULAN

    1. Perlu dilakukan pengukuran tinggi muka air dengan mempertimbangkan

    kemiringan lantai sehingga hasil perhitungan akan lebih tepat.

    2. Perlu dilakukan perhitungan debit air yang melalui jaringan pipa sehingga

    dapat diketahui arah aliran air pada tiap pipa.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Arifianto, T. 2002. Teknik Perbaikan Filter Fisik dan Filter Kimia pada Sistem

    Resirkulasi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Skripsi.

    Jurusan Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

    Guk guk, L. R. 2000. Kinerja Sistem Resirkulasi dalam Pendederan Ikan Patin

    (Pangasius sutchi Fowler). Skripsi. Jurusan Budidaya Perikanan. Institut

    Pertanian Bogor.

    Harsokusumo, K. 1999. Pengantar Perancangan Teknik. ITB Press. Bandung.

    Khairuman dan Sudenda, D. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Agromedia

    Pustaka. Jakarta.

    PIRSA Aquaculture SA.1999. Recirculation System in Aquaculture. Adelaide.

    http://www.iaasa.org.au/index.php

    Rudiyanto. 2006. Permodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur

    Terkendali. Tesis. Departemen Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

    Setiawan, B.I. 2004, L.O. Nelwan, dan Sukenda. 2004. Rancang Bangun Sistem

    Resirkulasi Air Terkendali untuk Pembenihan Ikan Patin (Pangasius

    hypopthalmus). Laporan RUT X LPPM IPB. Bogor.

    Sleigh, A. 2001. Fluid Flow in Pipes. School of Civil Engineering. University of

    Leeds, http://www.efm.leeds.ac.uk/CIVE/CIVE2400/pipe%20flow2.pdf.

    Susanto, H. dan Amri, K. 1997. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.