Rancang Bangun Sistem Pengendalian Blade Pitch Angle...

10
1 AbstrakEnergi angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan Akan tetapi kecepatan angin yang berubah-ubah menjadikan salah satu kendala terutama bagi desain turbin angin konvensional. Hal ini dapat menyebabkan putaran turbin angin yang tidak konstan dan bergantung pada naik turunnya kecepatan angin. Dalam tugas akhir ini telah dirancang sebuah sistem pengendalian blade pitch angle pada prototype turbin angin yang berbasis euro-fuzzy. Tujuannya adalah untuk menjaga kecepatan putar shaft agar tetap konstan pada range operasi generator, yang dianalogikan dengan sebuah nilai set point tertentu. Kecepatan putaran shaft disensor menggunakan rotary encoder. Berdasarkan kecepatan sudut shaft, sistem kontrol mengendalikan sudut pitch dari blade. Perubahan sudut pitch ini akan secara signifikan mempengaruhi kecepatan putar shaft. Pada tugas akhir ini didesain dua buah kontroler. Kontroler pertama memiliki fungsi keanggotaan input error sebanyak 7 dan delta error sebanyak 3 . Kontroler kedua memiliki fungsi keanggotaan input error sebanyak 9 dan delta error sebanyak 3. Kontroler pertama dinilai gagal melakukan aksi kontrol karena nilai error steady state diatas 5% dan tidak dapat mencapai setpoint pada rpm tinggi. Sedangkan kontroler kedua dapat bekerja dengan baik dalam mempertahankan set point. Kata kunci : euro-fuzzy, sistem pengendalian, sudut pitch, turbin angin. I. PENDAHULUAN eberapa tahun terakhir ini isu tentang pencemaran lingkungan secara global semakin sering dibicarakan. Oleh karena itu, penggunaan energi alternatif dan energi yang ramah lingkungan semakin meningkat. Energi angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang murah harganya dan merupakan sumber energi alternatif yang baik. Sebenarnya penggunaan energi angin telah dilakukan sudah sejak lama. Saat ini turbin angin dipasang pada beberapa negara untuk memproduksi energi listrik. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kecepatan angin yang berubah-ubah. Oleh karena itu pemanfaatan energi anginnya masih sangat minim. Kebanyakan desain dari turbin angin yang masih ada di Indonesia masih sangat konvensional dan belum adanya sistem kontrol sehingga energi listrik yang dihasilkan masih belum maksimal.[1] Ada beberapa cara untuk memaksimalkan daya yang dihasilkan oleh turbin angin. Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah penambahan sistem kontrol pada turbin angin. Tujuannya adalah untuk mengontrol kecepatan sudut dari shaft penggerak rotor dari generator. Kontrol kecepatan sudut ini dibutuhkan generator untuk menghasilkan kecepatan tertentu agar dapat beroperasi secara penuh. Bila kecepatan kurang dari range operasi, maka tidak akan dihasilkan energi listrik yang cukup begitu pula bila kecepatan melebihi range operasi dari generator, maka generator akan rusak. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pengendalian kemiringan sudut blade yang yang dapat mengantisipasi kecepatan angin yang selalu berubah-ubah. Sistem pengendalian yang akan dibuat berbasis neuro-fuzzy sebab karakteristik dari kecepatan angin yang tidak linear. Selain itu neuro-fuzzy juga memiliki kelebihan dalam mengolah data dan kemampuan untuk mempelajari dan mengatur dirinya. Sehingga diharapkan sistem pengendalian memiliki performansi yang baik dan dapat meningkatkan efisiensi dari turbin angin. II. DASAR TEORI A. Energi Angin Salah satu energi terbarukan yang berkembang pesat di dunia saat ini adalah energi angin. Pemanfaatan energi angin ini, selain dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, diharapkan juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem pertanian, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas masyarakat pertanian. Tabel 1. Potensi angin di Indonesia[1] Kelas Kec. Angin ( m/s ) Daya spesifik ( W/ m 2 ) Lokasi ( Wilayah ) Skala Kecil 2.5 – 4.0 < 75 Jawa, NTB, NTT, Maluku, Sulawesi Skala Menengah 4.0 – 5.0 75 - 150 NTB, NTT, Sulsel, Sultra, selatan Jawa Skala Besar > 5.0 > 150 Sulsel, NTB dan NTT, Pantai Selatan Jawa Secara umum, pemanfaatan tenaga angin di Indonesia memang kurang mendapat perhatian. Sampai tahun 2010, kapasitas terpasang dari pemanfaatan tenaga angin hanya mencapai 1,4 MW yang tidakmeningkat dari tahun Rancang Bangun Sistem Pengendalian Blade Pitch Angle Pada Prototipe Turbin Angin Berbasis euro-Fuzzy Denny Putra Pratama, Dr.Bambang Lelono.W.ST.MT, Ir.Ali Musyafa’M.Sc. Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected] B

Transcript of Rancang Bangun Sistem Pengendalian Blade Pitch Angle...

1

Abstrak—Energi angin merupakan salah satu sumber

energi terbarukan Akan tetapi kecepatan angin yang

berubah-ubah menjadikan salah satu kendala terutama

bagi desain turbin angin konvensional. Hal ini dapat

menyebabkan putaran turbin angin yang tidak konstan

dan bergantung pada naik turunnya kecepatan angin.

Dalam tugas akhir ini telah dirancang sebuah sistem

pengendalian blade pitch angle pada prototype turbin

angin yang berbasis �euro-fuzzy. Tujuannya adalah untuk

menjaga kecepatan putar shaft agar tetap konstan pada

range operasi generator, yang dianalogikan dengan sebuah

nilai set point tertentu. Kecepatan putaran shaft disensor

menggunakan rotary encoder. Berdasarkan kecepatan

sudut shaft, sistem kontrol mengendalikan sudut pitch

dari blade. Perubahan sudut pitch ini akan secara

signifikan mempengaruhi kecepatan putar shaft. Pada

tugas akhir ini didesain dua buah kontroler. Kontroler

pertama memiliki fungsi keanggotaan input error

sebanyak 7 dan delta error sebanyak 3 . Kontroler kedua

memiliki fungsi keanggotaan input error sebanyak 9 dan

delta error sebanyak 3. Kontroler pertama dinilai gagal

melakukan aksi kontrol karena nilai error steady state

diatas 5% dan tidak dapat mencapai setpoint pada rpm

tinggi. Sedangkan kontroler kedua dapat bekerja dengan

baik dalam mempertahankan set point.

Kata kunci : �euro-fuzzy, sistem pengendalian, sudut pitch, turbin

angin.

I. PENDAHULUAN

eberapa tahun terakhir ini isu tentang pencemaran

lingkungan secara global semakin sering dibicarakan.

Oleh karena itu, penggunaan energi alternatif dan energi yang

ramah lingkungan semakin meningkat. Energi angin

merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang murah

harganya dan merupakan sumber energi alternatif yang baik.

Sebenarnya penggunaan energi angin telah dilakukan sudah

sejak lama. Saat ini turbin angin dipasang pada beberapa

negara untuk memproduksi energi listrik.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki

kecepatan angin yang berubah-ubah. Oleh karena itu

pemanfaatan energi anginnya masih sangat minim.

Kebanyakan desain dari turbin angin yang masih ada di

Indonesia masih sangat konvensional dan belum adanya

sistem kontrol sehingga energi listrik yang dihasilkan masih

belum maksimal.[1]

Ada beberapa cara untuk memaksimalkan daya yang

dihasilkan oleh turbin angin. Salah satu cara yang paling

sering digunakan adalah penambahan sistem kontrol pada

turbin angin. Tujuannya adalah untuk mengontrol kecepatan

sudut dari shaft penggerak rotor dari generator. Kontrol

kecepatan sudut ini dibutuhkan generator untuk menghasilkan

kecepatan tertentu agar dapat beroperasi secara penuh. Bila

kecepatan kurang dari range operasi, maka tidak akan

dihasilkan energi listrik yang cukup begitu pula bila kecepatan

melebihi range operasi dari generator, maka generator akan

rusak. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pengendalian

kemiringan sudut blade yang yang dapat mengantisipasi

kecepatan angin yang selalu berubah-ubah. Sistem

pengendalian yang akan dibuat berbasis neuro-fuzzy sebab

karakteristik dari kecepatan angin yang tidak linear. Selain itu

neuro-fuzzy juga memiliki kelebihan dalam mengolah data

dan kemampuan untuk mempelajari dan mengatur dirinya.

Sehingga diharapkan sistem pengendalian memiliki

performansi yang baik dan dapat meningkatkan efisiensi dari

turbin angin.

II. DASAR TEORI

A. Energi Angin

Salah satu energi terbarukan yang berkembang pesat di

dunia saat ini adalah energi angin. Pemanfaatan energi angin

ini, selain dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi

fosil, diharapkan juga dapat meningkatkan efektifitas dan

efisiensi sistem pertanian, yang pada gilirannya akan

meningkatkan produktifitas masyarakat pertanian.

Tabel 1. Potensi angin di Indonesia[1]

Kelas Kec.

Angin

( m/s )

Daya

spesifik

( W/ m2 )

Lokasi

( Wilayah )

Skala

Kecil

2.5 –

4.0

< 75 Jawa, NTB,

NTT, Maluku,

Sulawesi

Skala

Menengah

4.0 –

5.0

75 - 150 NTB, NTT,

Sulsel, Sultra,

selatan Jawa

Skala

Besar

> 5.0 > 150 Sulsel, NTB

dan NTT,

Pantai Selatan Jawa

Secara umum, pemanfaatan tenaga angin di Indonesia

memang kurang mendapat perhatian. Sampai tahun 2010,

kapasitas terpasang dari pemanfaatan tenaga angin hanya

mencapai 1,4 MW yang tidakmeningkat dari tahun

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Blade Pitch Angle Pada Prototipe

Turbin Angin Berbasis �euro-Fuzzy

Denny Putra Pratama, Dr.Bambang Lelono.W.ST.MT, Ir.Ali Musyafa’M.Sc. Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology

ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected]

B

2

sebelumnya. Padahal kapasitas pembangkitan listrik tenaga

angin di dunia telah berkembang pesat dengan laju

pertumbuhan kumulatif sampai dengan tahun 2010 mencapai

23 persen per tahun. Untuk mengetahui perkembangan

penggunaan energy angin diseluruh dunia dapat dilihat pada

gambar 1.

Gbr. 1. Laju Pertumbuhan Energi Angin Tahunan di Dunia[2].

B. Turbin Angin

Sebuah turbin angin memiliki beberapa komponen utama

dalam melakukan fungsinya sebagai alat konversi energi.

Sebuah turbin angin memiliki sejumlah blade yang terpasang

di bagian depan pada sebuah poros putar (shaft) yang

terhubung ke belakang melalui kotak gearbox. Jumlah blade

yang dipasang biasanya berjumlah 2,3, atau 4. Blade ini

berfungsi untuk menangkap energi angin menjadi energi

mekanik putarannya Poros putar keluar dari gearbox menuju

generator di bagian belakang yang mengubah energi mekanis

menjadi energi listrik. Gearbox berfungsi untuk mengubah

kecepatan putar dari shaft yang rendah menjadi kecepatan

putar yang tinggi sebelum masuk ke generator. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.

Gbr. 2. Komponen Horizontal Axis Wind Turbine 2 Blade[3]

C. Prinsip Kerja Turbin Angin

Prinsip dasar bahwa sebuah wind turbine dapat berputar

pada porosnya adalah karena adanya vektor dari gaya lift dan

gaya drag yang dihasilkan akibat bentuk aerodinamis dari

penampang blade tersebut. Pada gambar 2.1 dijelaskan ketika

sebuah airfoil terkena angin dari arah depan, maka akan

menghasilkan vektor gaya lift (L) dan drag (D). Gaya lift dan

gaya drag ini perubahannya dipengaruhi langsung oleh bentuk

geometri blade, kecepatan dan arah angin terhadap garis utama

blade. Akibat dari perubahan gaya lift dan drag, maka

kecepatan sudut dan torsi poros akan berubah pula. Blade

Pitch Angle Control System adalah salah satu mekanisme

kontrol pada wind turbine yang bekerja dengan mengontrol

aerodinamis dari blade melalui kontrol kemiringan sudut

blade terhadap arah tiupan angin (angle of attack) seperti

tampak pada gambar 3. Perubahan sudut blade ini akan

mempengaruhi kecepatan sudut (RPM) dari shaft karena

adanya perubahan jumlah daya tiup angin yang diterima oleh

blade yang dikonversi menjadi kecepatan putar shaft.

Gbr. 3. Vektor Gaya Pada Air Foil dengan Angle of Attack Berbeda [1]

Gbr. 4. Blade Pitch Angle Control System [5]

(a) Tampak Depan (b) Tampak Samping

Daya dari angin yang dapat ditangkap oleh sebuah

horizontal axis wind turbine (HAWT) dapat diturunkan dari

persamaan energi kinetik angin yang bergerak dengan

kecepatan tertentu kearah x. adapun persamaan energi yang

menabrak wind turbine adalah sebagai berikut[3]:

� = �� ���� = �

� (�� ��)��� (1)

Diketahui bahwa daya adalah turunan dari energi terhadap

waktu, maka:

� = ���� = �

� �� ���� ���� = �

� ����� (2)

Selain pada kecepatan angin, power juga tergantung pada

Cp (Coeffisien Power). Semakin besar nilai Cp maka akan

semakin besar power yang dapat ditangkap oleh wind turbine.

Cp sendiri adalah merupakan fungsi dari λ (tip speed ratio)

dan θ (pitch angle). Jadi persamaan 2dapat ditulis kembali

menjadi:

� = �� ������(�, )!�"#$ (3)

Sedangkan λ sendiri dirumuskan sbagai berikut :

% = &'� (4)

Dimana :

λ = tip speed ratio

ω = kecepatan sudut (rps)

v = kecepatan angin (m/s)

R = jari-jari rotor blade (m)

Jika diasumsikan ω adalah konstan sesuai set point yang

diinginkan dan R blade adalah konstan, maka Cp hanya akan

bergantung pada v (kecepatan angin) dan θ (pitcth

sinilah kemudian θ dijadikan variabel yang dikontrol sebagai

kompensasi perubahan kecepatan angin (v) untuk

mendapatkan power yang diinginkan. Sedangkan untuk

mendapatkan θ sesuai dengan yang dibutuhkan dilakukan

pengambilan data dengan menggunakan kecepatan angin (v)

yang ditentukan.

D. Adaptive �euro-Fuzzy Inference System (A�FIS)

ANFIS adalah penggabungan mekanisme

system yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf.

Sistem inferensi fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi

fuzzy model Tagaki-Sugeno-Kang (TSK) ord

pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi.

Salah satu contoh ilustrasi mekanisme inferensi fuzzy TSK

orde satu dengan dua input x dan y. Cara kerjanya seperti

sistem FIS biasa akan tetapi cara perhitungannya

(algoritmanya) berbeda.

1) Struktur A�FIS

Struktur ANFIS yang menggambarkan sistem fuzzy TSK

seperti yang bisa digambarkan dalam diagram blok atau

disebut arsitektur jaringan syaraf feedforward

ini.

Gbr. 5. Struktur ANFIS 5 Lapisan[6]

Pada gambar 5 terlihat sistem neuro-fuzzy

lapisan dengan fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya.

Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul yang dilambangkan

dengan kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan

simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa ber

pembelajaran dan lambang lingkaran menyatakan simpul

nonadaptif yang nilainya tetap. Adapun persamaan pada tiap

tiap lapisan adalah sebagai berikut

2) Fungsi Keanggotaan

Salah satu fungsi keanggotaan yang digunakan pada ANFIS

adalah tipe segitiga. Fungsi keanggotaan segitiga dibentuk dari

tiga titik dan dua buah garis lurus. Pada

fungsi keanggotaan segitiga dikenal dengan nama

keanggotaan segitiga dapat dirumuskan:

((); +, ,, -) =./0/1

0, ) 3 +45� 65� , + 3 ) 3 ,754756 , , 3 ) 3 -

0, - 3 ) 8/9/:

Jika diasumsikan ω adalah konstan sesuai set point yang

adalah konstan, maka Cp hanya akan

pitcth angle), dari

abel yang dikontrol sebagai

kompensasi perubahan kecepatan angin (v) untuk

yang diinginkan. Sedangkan untuk

mendapatkan θ sesuai dengan yang dibutuhkan dilakukan

pengambilan data dengan menggunakan kecepatan angin (v)

Fuzzy Inference System (A�FIS)

ANFIS adalah penggabungan mekanisme fuzzy inference

yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf.

yang digunakan adalah sistem inferensi

Kang (TSK) orde satu dengan

pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi.

Salah satu contoh ilustrasi mekanisme inferensi fuzzy TSK

orde satu dengan dua input x dan y. Cara kerjanya seperti

sistem FIS biasa akan tetapi cara perhitungannya

Struktur ANFIS yang menggambarkan sistem fuzzy TSK

seperti yang bisa digambarkan dalam diagram blok atau

feedforward seperti di bawah

Struktur ANFIS 5 Lapisan[6]

fuzzy terdiri atas lima

lapisan dengan fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya.

Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul yang dilambangkan

dengan kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan

simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa berubah dengan

pembelajaran dan lambang lingkaran menyatakan simpul

nonadaptif yang nilainya tetap. Adapun persamaan pada tiap –

Salah satu fungsi keanggotaan yang digunakan pada ANFIS

ga. Fungsi keanggotaan segitiga dibentuk dari

tiga titik dan dua buah garis lurus. Pada software matlab

fungsi keanggotaan segitiga dikenal dengan nama trimf.Fungsi

(10)

Gbr. 6. Contoh Fungsi Keanggotaan Segitiga[7

3) Algoritma Pembelajaran Hybrid

Pembelajaran ANFIS adalah proses pengubahan

parameter fungsi keanggotaan masukan dan keluaran dengan

menggunakan algoritma backpropagation

hybrid. Algoritma hybrid adalah gabungan antara

algoritma backpropagation dan RLSE (

Squares Estimator) yang digunakan untuk memperbaharui

parameter premis.

Tabel 2. Proses Pembelajaran Hybrid

Langkah Maju

Parameter Premis Tetap

Parameter

Konsekuen

RLSE

Sinyal Keluaran

Simpul

E. Mikrokontroler ATMega 16

AVR merupakan seri mikrokontrole

Atmel,berbasis arsitektur RISC (

Computer). Hampir semua instruksi dieksekusi dalam satu

siklus clock. AVR mempunyai 32 register

timer/counter fleksibel dengan mode

internal dan eksternal, serial UART,

dapat diprogram, dan mode menghemat daya, ADC dan

PWM internal. ATMega16 memiliki 40 pin yang memiliki

nama fungsi masing-masing seperti yang terdapat pada

gambar 7.

Gbr. 7. Contoh Fungsi Keanggotaan Segitiga[7

Timer/counter adalah fasilitas dari ATMega16 yang

digunakan untuk perhitungan pewaktuan ATmega16

memiliki 3 modul timer yang terdiri dari 2 buah

8 bit dan 1 buah timer/counter 16 bit.

and Asyncrhronous Serial Receiver and Transmitter

(USART) juga merupakan salah satu mode komunikasi

serial yang dimiliki oleh ATmega16. USART merupakan

komunikasi yang memiliki fleksibilitas tinggi, yang dapat

digunakan untuk melakukan transfer data baik antar

3

Contoh Fungsi Keanggotaan Segitiga[7]

Algoritma Pembelajaran Hybrid

Pembelajaran ANFIS adalah proses pengubahan

n masukan dan keluaran dengan

backpropagation atau algoritma

hybrid. Algoritma hybrid adalah gabungan antara

dan RLSE (Recursive Least

) yang digunakan untuk memperbaharui

Hybrid ANFIS[6].

Langkah Maju Langkah

mundur

Gradient

Descent

Tetap

Laju Kesalahan

AVR merupakan seri mikrokontroler CMOS 8-bit buatan

Atmel,berbasis arsitektur RISC (Reduced Instruction Set

). Hampir semua instruksi dieksekusi dalam satu

. AVR mempunyai 32 register general-purpose,

fleksibel dengan mode compare, interrupt

, serial UART, Watchdog Timer yang

dapat diprogram, dan mode menghemat daya, ADC dan

ATMega16 memiliki 40 pin yang memiliki

masing seperti yang terdapat pada

i Keanggotaan Segitiga[7]

adalah fasilitas dari ATMega16 yang

digunakan untuk perhitungan pewaktuan ATmega16

memiliki 3 modul timer yang terdiri dari 2 buah timer/counter

16 bit. Universal Syncrhronous

Asyncrhronous Serial Receiver and Transmitter

(USART) juga merupakan salah satu mode komunikasi

serial yang dimiliki oleh ATmega16. USART merupakan

komunikasi yang memiliki fleksibilitas tinggi, yang dapat

transfer data baik antar

4

mikrokontroler maupun dengan modul-modul eksternal

termasuk PC yang memiliki fitur UART.

Metode Pulsa With Modulation (PWM) dapat

digunakan untuk mengatur kecepatan motor dan untuk

menghindarkan rangkaian mengkonsumsi daya berlebih.

PWM dapat mengatur kecepatan motor karena tegangan yang

diberikan dalam selang waktu tertentu saja. PWM ini dapat

dibangkitkan melalui software. Lebar pulsa PWM dinyatakan

dalam Duty Cycle. Misalnya duty cycle 10 %, berarti lebar

pulsa adalah 1/10 bagian dari satu perioda penuh.

Berikut adalah rumusan frekuensi sinyal keluaran pin

OC1A/OC1B (output compare 1A/1B) pada mode CTC

(Clear Timer on Compare Match) PWM dengan

menggunakan timer/counter 1.

(;<=�> = ?@AB�×D×;<=�> (5)

(;<=�E = ?@AB�×D×;<=�E (6)

F. Rotary Encoder

Rotary encoder, atau disebut juga Shaft encoder, merupakan

perangkat elektromekanikal yang digunakan untuk

mengkonversi posisi anguler (sudut) dari shaft (lubang) atau

roda ke dalam kode digital, menjadikannya semacam

tranduser. Perangkat ini biasanya digunakan dalam bidang

robotika, perangkat masukan komputer (seperti optomekanikal

mouse dan trackball), serta digunakan dalam kendali putaran

radar.

Gbr. 8. Rotary Encoder Relatif [8]

G. Motor Servo

Motor servo adalah sebuah motor dengan sistem closed

feedback di mana posisi dari motor akan diinformasikan

kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam motor servo.

Motor ini terdiri dari sebuah motor, serangkaian gear,

potensiometer dan rangkaian kontrol. Motor servo memiliki

tiga kabel (pin) sebagai inputannya. Secara tipikal (sudah

standart) maka kabel-kabelnya memiliki susunan dan warna-

warna tertentu untuk satu macam inputan. Susunan kabelnya

secara berurutan adalah hitam, merah dan putih, dimana warna

hitam merupakan inputan untuk ground, kabel merah

merupakan inputan untuk Vcc dan kabel putih merupakan

inputan untuk sinyal PWM (kontrol).

Gbr. 9. Komponen penyusun motor servo [8]

III. PERANCANGAN BLADE PITCH ANGLE CONTROL

SYSTEM PADA TURBIN ANGIN

A. Pembuatan Prototype Turbin Angin

1) Pembuatan Blade Turbin Angin

Tipe airfoil yang digunakan pada blade turbin anginnya

merupakan tipe NREL S83N. Pemilihan tipe airfoil ini

berdasarkan referensi yang menyebutkan bahwa tipe NREL

S83N ini cocok digunakan untuk turbin angin skala kecil dan

digunakan pada daerah yang memiliki kecepatan angin

rendah. Blade yang digunakan memiliki panjang 1m dan

terbuat dari bahan fiberglass.

Gbr. 10. Blade Prototype Turbin Angin

Setelah telah selesai dicetak, blade tidak dapat langsung

dipasang pada penopang. Sebelumnya setiap blade harus

ditimbang terlebih dahulu agar diketahui massa dari masing-

masing blade. Setelah ditimbang pasti terdapat perbedaan

massa pada setiap blade. Hal ini dapat menyebabkan putaran

dari turbin angin menjadi tidak seimbang. Untuk

mengatasinya massa blade harus disamakan dengan cara

ditambah atau dikurangi ketebalannya. Pada akhirnya massa

setiap blade disamakan menjadi 1297gram

2) Sensor Kecepatan Putaran

Pada prototype turbin angin ini membutuhkan sebuah

sensor untuk mengetahui kecepatan putaran dari shaft. Oleh

karena itu dibuatlah sensor kecepatan putaran shaft yang

terbuat dari relative rotary encoder. Komponen darirangkaian

sensor yang digunakan terdiri dari piringan hitam tipis yang

memiliki 20 lubang dan sebuah optocoupler atau

photointeruptor. Berdasarkan kondisi gelap dan terang yang

dialami oleh optocoupler inilah yang akan menimbulkan

kondisi high dan low.

Gbr. 11. Sensor KecepatanPutaran

F�G = HHI�J (7)

F�K = HHI�J )60 = ��G ) 3 (8)

Jumlah pulsa yang dikeluarkan rangkaian sensor selama

satu detik (pps) akan diterima mikrokontroler dan akan

dikonversi untuk menghitung banyaknya putaran tiap sekon

(rps) maupun banyakya putaran tiap menit (rpm) seperti pada

persamaan 7 dan 8.

3) Aktuator

Sebagai aktuator untuk memutar blade sehingga dapat

membentuk sudut pitch pitch yang sesuai digunakan sebuah

motor servo untuk masing-masing blade. Motor servo yang

digunakan adalah tipe standar dengan merk GWS Servo

seriS125. Motor servo ini memiliki dimensi 40.5 x 20 x 42

mm dan dapat berputar 1800

searah maupun berlawanan

dengan arah jarum jam. Selain itu servo ini mampu menahan

5

torsi hingga 6kg-cm. Pada setiap motor servo juga dipasang

sebuah gear dengan diameter 3cm. Motor servo ini nantinya

akan bergerak berdasarkan sinyal pwm yang dikirimkan oleh

mikrokontroler. Rangkaian motor servo ini memiliki resolusi

sudut sebesar 50

.

Gbr. 12. Motor ServoGWS S125

4) Rotational konektor

Rotational konektor dibutuhkan untuk memberikan

mensuplai sinyal listrik pada motor servo yang berada dalam

penopang blade yang ikut berputar bersama shaft. Dengan

menggunakan rotational konektor kabel akan berputar

didalam shaft sehingga kabel tidak akan mudah putus. Salah

satu jenis rotational konektor adalah slip ring. Benda ini

memiliki ketahanan dan performansi yang baik. Akan tetapi

slip ring ini sulit dijumpai dipasaran, sehingga digunakanlah

carbon brush slip ring sebagai penggantinya. . Cara kerjanya

adalah dengan menggunakan karbon pada ujung diamnya dan

menggunakan tembaga yang diperoleh dari kabel tunggal

yang dililitkan shaft. Jadi dengan adanya sentuhan (gesekan)

antara karbon dan tembaga inilah yang memungkinkan

tersalurkannya arus listrik

Gbr. 13. Carbon Brush Slip Ring

B. Perancangan Kontroler

Perancangan kontroler berbasis ANFIS dilakukan dengan

menggunakan bantuan ANFIS toolbox yang ada pada software

Matlab. Perancangan tersebut dilakukan dengan beberapa

tahapan. Tahap pertama merupakan menentukan data yang

akan digunakan untuk proses training pembentukan fungsi

keanggotaan. Data yang digunakan harus dapat

merepresentasikan keseluruhan sistem sehingga nanti

didapatkan error yang kecil. Kemudian data tersebut disimpan

pada workspace yang ada pada software Matlab.

1) Deain Pertama

Pada desain pertama ini variabel input yang berupa error

dibagi menjadi 7 fungsi keanggotaan. Sedangkan pada

variabel input yang berupa delta error dibagi menjadi 3 fungsi

keanggotaan. Sehingga nantinya aka nada 21 aturan yang

terbentuk. Proses training berlngsung hingga epoch sekitar

2100 hingga menghasilkan error yang konstan.

Tabel 3. Rule Base yang terbentuk pada desain pertama DE / E NB NM NS Z PS PM PB

N Out1 Out4 Out7 Out10 Out13 Out16 Out19

Z Out2 Out5 Out8 Out11 Out14 Out17 Out20

P Out3 Out6 Out9 Out12 Out15 Out18 Out21

Gbr. 14. Proses Traning Desain Pertama

Gbr. 15. Fungsi Keanggotaan Error Setelah Training

Gbr. 16. Fungsi Keanggotaan Delta Error Setelah Training

2) Desain Kedua

Pada desain kedua ini variabel input yang berupa error

dibagi menjadi 9 fungsi keanggotaan. Sedangkan pada

variabel input yang berupa delta error dibagi menjadi 3 fungsi

keanggotaan. Sehingga nantinya aka nada 27 aturan yang

terbentuk. Proses training berlngsung hingga epoch sekitar

2100 hingga menghasilkan error yang konstan.

Tabel 4. Rule Base yang terbentuk pada desain Kedua DE

/ E NBB NB NM NS Z PS PM PB PBB

N Out 1

Out 4

Out 7

Out 10

Out 13

Out 16

Out 19

Out 22

Out 25

Z Out

2

Out

5

Out

8

Out

11

Out

14

Out

17

Out

20

Out

23

Out

26

P Out 3

Out 6

Out 9

Out 12

Out 15

Out 18

Out 21

Out 24

Out 27

Gbr. 17. Proses Traning Desain Kedua

Gbr. 18. Fungsi Keanggotaan Error Setelah

Gbr. 19. Fungsi Keanggotaan Delta Error Setelah

C. Perancangan Sistem Pengendalian Kemiringan Sudut

Gbr. 20. Diagram Blok Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian kemiringan sudut

menggunakan kontroler logika fuzzy yang telah didesain pada

sub bab sebelumnya. Kontroler fuzzy yang digunakan bertipe

Takagi-Sugeno. Hal ini disebabkan karena hasil yang

diperoleh menggunakan training Anfis berupa logika

dengan output yang konstan. Sepeti terlihat pada gambar

input dari pengendali adalah error dan delta error. Error adalah

selisih setpoint dengan variabel kontrol (dalam hal ini pps),

sedangkan delta error adalah selisih error pada waktu sekarang

dengan sebelumnya.

Start

Menghitung jumlah Pulsa Per Sekon (PPS)

Memasukkan nilai setpoint

PPS = Setpoint

Sudut Pitch tidak berubah

Klasifikasi error dan delta error pada

MF Fuzzy yang telah terbentuk

Melakukan aktuasi

berdasarkan FIS

Merubah sudut Pitch

Selesai

Ya

Tidak

Gbr. 21. Diagram Alir Program Sistem Pengendalian

Selanjutnya kontroler tersebut didesain dengan

menggunakan software CodeVision AVR.

dirancang kemudian program ditanamkan pada mikrokontroler

ATMega16. Diagram alur program yang ditanamkan pada

mikrokontroler dapat dilihat pada gambar 21. Program diawali

Setelah Training

Setelah Training

gendalian Kemiringan Sudut

Diagram Blok Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian kemiringan sudut blade ini

yang telah didesain pada

yang digunakan bertipe

al ini disebabkan karena hasil yang

berupa logika fuzzy

yang konstan. Sepeti terlihat pada gambar 20

pengendali adalah error dan delta error. Error adalah

l (dalam hal ini pps),

sedangkan delta error adalah selisih error pada waktu sekarang

Klasifikasi error dan delta error pada

MF Fuzzy yang telah terbentuk

Melakukan aktuasi

berdasarkan FIS

Merubah sudut Pitch

Diagram Alir Program Sistem Pengendalian

Selanjutnya kontroler tersebut didesain dengan

odeVision AVR. Selain Setelah

dirancang kemudian program ditanamkan pada mikrokontroler

ATMega16. Diagram alur program yang ditanamkan pada

. Program diawali

dengan memasukkan nilai set point pada

Kemudian program mengitung jumlah pulsa yang ditangkap

oleh sensor rotary encoder setiap sekon (PPS). Selanjutnya

nilai pps dibandingkan dengan nilai set point, apabila sudah

sama maka sudut pitch tidak akan berubah. Apabila nilai pps

yang diterima dari sensor tidak sama dengan set point maka

program akan mengklasifikasikan nilai error dan delta error

pada fungsi keanggotaan fuzzy yang ada kemudian melakukan

aktuasi untuk merngubah sudut pitch

D. Perancangan Sistem Monitoring

Perancangan sistem monitoring ini bertujuan untuk

mengetahui kondisi yang terjadi pada

secara real time. Selain untuk memantau jalannya

sistem monitoring ini juga berfungsi untuk memulai sistem

pengendalian sudut blade dengan cara memasukka

Sistem monitoring yang telah dibuat memiliki beberapa

fasilitas pendukung untuk mengamati sistem pengendalian

diantaranya kemampuan untuk menyimpan hasil respon dari

sistem pengendalian dan menunjukkannya pada grafik secara

real time. Sistem monitoring yang dirancang menggunakan

software Visual Basic versi 6.0 yang nantinya akan

dihubungkan dengan mikrokontroler yang terpasang pada

minimum sistem dengan komunikasi serial (port DB9).

Perancangan sistem monitoring berdasarkan diagram alur

program yang terdapat pada gambar

Gbr. 22. Diagram Alir Program Sistem Monitoring

Gbr. 23. Tampilan Sistem Monitoring

6

dengan memasukkan nilai set point pada software monitoring.

Kemudian program mengitung jumlah pulsa yang ditangkap

setiap sekon (PPS). Selanjutnya

nilai pps dibandingkan dengan nilai set point, apabila sudah

tidak akan berubah. Apabila nilai pps

ri sensor tidak sama dengan set point maka

program akan mengklasifikasikan nilai error dan delta error

yang ada kemudian melakukan

pitch berdasarkan FIS.

Perancangan Sistem Monitoring

sistem monitoring ini bertujuan untuk

mengetahui kondisi yang terjadi pada plant (turbin angin)

Selain untuk memantau jalannya plant,

sistem monitoring ini juga berfungsi untuk memulai sistem

dengan cara memasukkan set point.

Sistem monitoring yang telah dibuat memiliki beberapa

fasilitas pendukung untuk mengamati sistem pengendalian

diantaranya kemampuan untuk menyimpan hasil respon dari

sistem pengendalian dan menunjukkannya pada grafik secara

onitoring yang dirancang menggunakan

versi 6.0 yang nantinya akan

dihubungkan dengan mikrokontroler yang terpasang pada

minimum sistem dengan komunikasi serial (port DB9).

Perancangan sistem monitoring berdasarkan diagram alur

yang terdapat pada gambar 22.

Diagram Alir Program Sistem Monitoring

Tampilan Sistem Monitoring

7

IV. PENGUJIAN DAN ANALISA DATA

A. Pengujian Sensor Rotary Encoder

Pengujian diakukan pada 3 kecepatan yang mewakili

kecepatan rendah sedang dan tinggi. Pengambilan data

dilakukan sebanyak 10 kali untuk setiap rentang kecepatan.

Berdasarkan hasil pengujian diperole akurasi dan presisi untuk

setiap rentang kecepatan sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil Pengujian Sensor

Kecepatan (RPM) Akurasi Presisi

60 90,17% 89,28%

80 92,40% 91,53%

130 91,33% 83,89%

Secara keseluruhan pembacaan nilai pps yang ditampikan

pada software monitoring sudah baik karena memiliki nilai

akurasi rata-rata 91% dan presisi 87%. Pembacaan sensor

yang baik akan dapat meningkatkan kinerja dari sistem

pengendalian secara keseluruhan.

B. Pengujian Aktuator

Proses pengujian dilakukan dengan cara memberikan sinyal

PWM dari mikrokontroler ke motor servo kemudian diukur

perubahan sudut yang terjadi pada blade. Pengujian ini

bertujuan untuk mengetahui kesesuaian aktuasi motor servo.

Pengujian diawali dengan memberikan sinyal pwm yang

rendah hingga ke tinggi. Kemudian dilakukan hal yang

berkebalikan yaitu dengan memberikan sinyal pwm yang

tinggi kemudian menuju ke rendah.

Gbr. 24. Grafik Hasil Pengujian Aktuator

Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 4.2 dan

gambar 24. perbedaan sudut yang dihasilkan saat diberi sinyal

pwm rendah ke tinggi maupun dari tinggi ke rendah sangat

kecil. Perbedaan nilai tersebut bias disebut dengan histerisis.

Histerisis terbesar terjadi pada saat pemberian sinyal PWM

sebesar 14000 atau pada saat 550. Histerisis maksimum

tersebut bernilai 3,33%. Selain itu nilai error rata-rata saat

sudut naik dan turun bernilai kecil yaitu 1,570 dan 0,89

0.

Dengan demikian proses aktuasi pada sistem yang nantinya

akan dikeluarkan oleh kontroler akan bekerja dengan baik.

C. Validasi Anfis

Validasi model ANFIS dilakukan dengan

menggunakan software MATLAB. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui model terbaik dari software sebelum dilakukan

pemrogaman dengan menggunakan CodevisionAVR. Adapun

hasil validasi model dengan menggunakan software MATLAB

dapat dilihat pada gambar di bawah ini .

Gbr. 25. Validasi Anfis Desain Pertama

Gbr. 26. Validasi Anfis Desain Kedua

Pada gambar 25 dan 26 terdapat dua tanda yaitu tanda biru

dan merah. Tanda biru merupakan tanda target dari input yang

telah kita berikan pada MATLAB. Data yang diberikan ini

merupakan data testing, yaitu data yang tidak digunakan

sebagai acuan dalam training data pada MATLAB. Sedangkan

tanda merah merupakan tanda hasil prediksi yang dilakukan

oleh software MATLAB. Pada validasi desin pertama terlihat

bahwa keluaran dari kontroler pertama terdapat selisih saat

sudut keluaran 10 dan 20. Akan tetapi pada desain kedua

hanya terdapat selisih pada saat sudut keluaran sebesar 20.

Selisih yang muncul tersebut diakibatkan oleh fungsi

keanggotaan yang diperoleh dari hasil training. Pada validasi

desain pertama terlihat bahwa nilai error yang terjadi sebesar

0,34 sedangkan pada desain kedua sebesar 0,272. Berdasarkan

hasil validasi, desain kedua memiliki error yang lebih kecil

dibandingkan desain pertama. Hal ini disebabkan karena pada

desain dua memiliki fungsi keanggotaan yang lebih banyak

dan aturan yang terbentuk juga semakin banyak sehingga

pendekatan yang dilakukan semakin baik.

D. Analisa Respon Pengendalian

Analisa terhadap respon sistem pengendalian dapat berupa

analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif

dapat berupa penilaian terhadap parameter kontrol seperti,

maksimum overshoot,dan error steady state. Analisa

kuantitatif dapat dilakukan dengan menentukan parameter

Integral Time Absolute Error (ITAE).Pengujian dilakukan

dengan cara memberikan sumber angin dengan kecepatan

yang berbeda-beda pada setiap set point. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui ketahanan dan kehandalan sistem

pengendalian.

8

1) Analisa Respon Desain Pertama

Gbr. 27. Respon Saat Setpoint=10

Gbr. 28. Respon Saat Setpoint=20

Gbr. 29. Respon Saat Setpoint=30

Gbr. 30. Respon Saat Setpoint=40

Pada gambar 27 saat sistem pengendalian diberikan set

point bernilai 10 sistem merasa kesulitan untuk

mempertahankan nilai pps sesuai dengan set point. Nilai pps

justru berosilasi pada nilai 12 hingga 14. Hal ini disebabkan

kecepatan angin yang terlalu kencang, sehingga meskipun

kontroler sudah memerintahkan agar sudut blade berubah

untuk mengurangi kecepatan putaran shaft turbin angin tetapi

masih tidak mampu mengatasi. Pada saat kondisi steady

memiliki nilai rata-rata pps sebesar 11,838 dan memiliki

standart deviasi sebesar 1,64. Apabila diambil toleransi

sebesar ± 1,64 maka dapat dikatakan bahwa kontroler

memiliki kinerja yang buruk sebab nilai setpoint berada di luar

range toleransi.

Pada gambar 28 saat sistem pengendalian diberikan set

point 20 terlihat bahwa sistem dapat mempertahankan nilai

pps di sekitar nilai set point. Akan tetapi masih terjadi osilasi

yang disebabkan pada saat mencapai set point dan sudut blade

berubah masih ada kecepatan sisa sehingga melebihi set point.

Hal ini juga berlaku pada saat nilai pps kurang dari set point.

Pada saat selang waktu terjadinya osilasi dihitung nilai rata-

rata respond an diperoleh nilai sebesar 19,76. Kemudian

dihitung standart deviasinya yaitu 1,47. Apabila diambil

toleransi sebesar ± 1,47 maka dapat dikatakan bahwa kontroler

memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint berada di luar

range toleransi

Gambar 29 dan 30 merupakan grafik respon sistem pada

saat set point bernilai 30 dan 40 . Pada kedua grafik tersebut

terlihat bahwa respon sistem pengendalian tidak sampai

mencapai setpoint. Hal ini disebabkan pada hasil training

terhadap desain pertama saat keadaan akan mencapai set point

sudut blade sudah diubah agar terjadi pengereman. Sehingga

sistem pengendalian akan susah mencapai set point yang

bernilai besar. Saat diberi set point 30 pps pada kondisi steady

memiliki nilai rata-rata sebesar 26,39 dan memiliki nilai

standart deviasi sebesar 1,52. Saat diberi setpoint 40 pada

kondisi steady memiliki nilai rata-rata 32,58 dan memiliki

nilai standart deviasi sebesar 1,89. Apabila diambil toleransi

sebesar ± standart deviasi maka dapat dikatakan bahwa

kontroler memiliki kinerja yang buruk pada kedua setpoint

tersebut sebab nilai setpoint berada di luar range toleransi.

Untuk analisa kuantitatif dihitung nilai ITAE dari saat t=0

sampai t=200 untuk masing-masing setpoint. Berikut ini

merupakan nilai ITAE untuk setpoint 10, 20, 30,dan 40 secara

berturut-turut yaitu 47.036; 29.666; 81.350; dan 184.630. Nilai

ITAE terkecil terjadi pada saat setpoint bernilai 20. Hal ini

disebabkan memang sistem pengendalian dengan desain

pertama hanya bekerja dengan baik pada saat setpoint bernilai

20. Nilai ITAE terbesar terjadi pada saat setpoint bernilai 40.

Hal ini disebabkan pada waktu yang sama, error yang terjadi

masih cukup besar bila dibandingkan dengan setpoint yang

kecil.

2) Analisa Respon Desain Kedua

Gbr. 31. Respon Saat Setpoint=10

Gbr. 32. Respon Saat Setpoint=20

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

2

4

6

8

10

12

14

16

Waktu (detik)

PPS

set point

respon

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

5

10

15

20

25

Waktu (detik)

PPS

Set point

respon

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

5

10

15

20

25

30

35

waktu (detik)

PPS

setpoint

respon

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2005

10

15

20

25

30

35

40

45

waktu (detik)

PPS

setpoint

respon

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

2

4

6

8

10

12

waktu(detik)

PPS

set point

respon

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

5

10

15

20

25

Waktu (detik)

PPS

set point

respon

9

Gbr. 33. Respon Saat Setpoint=30

Gbr. 34. Respon Saat Setpoint=40

Pada gambar 31 terlihat bahwa terjadi osilasi yang sangat

besar karena pada saat kecepatan rendah putaran turbin angin

sering tidak stabil. Ketidak stabilan putaran ini disebabkan

karena kurang seimbangnya ketiga blade yang menempel pada

pusat poros. Pada saat kondisi steady nilai respon rata-rata

sebesar 9,8 dan nilai standar deviasi sebesar 1,3. Apabila

diambil toleransi sebesar ±1,3 maka dapat dikatakan kontroler

memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint masih berada

dalam range toleransi.

Pada gambar 32 respon sistem pengendalian cenderung

berada diatas nilai setpoint. Hal ini disebabkan karena angin

masih terlalu kencang bagi sistem pengendalian. Padahal

sebenarnya kontroler sudah mengirimkan sinyal untuk

merubah sudut pitch menjadi 50 tetapi masih belum cukup

untuk mengerem kecepatan dari putaran turbin angin sehingga

nilai pps berada diatas setpoint. Pada saat kondisi steady

memiliki nilai rata-rata sebesar 21,02 pps dan standart deviasi

sebesar 1,04. Apabila diberi toleransi sebesar ±1,04 maka

kontroler dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik sebab

nilai setpoint masih berada dalam range tolearansi.

Pada gambar 33 dan 34 terlihat bahwa sistem pengendalian

berjalan cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada osilasi yang

semakin kecil dan berada di sekitar setpoint. Pada saat terjadi

proses pengereman nilai pps akan langsung berkurang banyak

sekali sehingga membutuhkan beberapa waktu untuk kembali

lagi menuju setpoint. Saat diberi setpoint 30 pada kondisi

steady memiliki nilai rata-rata sebesar 30,12 dan nilai standart

deviasi sebesar 1,4. Saat diberi set point 40 pada kondisi

steady memiliki nilai rata-rata sebesar 39,33 dan nilai standart

deviasi sebesar 1,72. Apabila diberi toleransi sebesar

±standart deviasi pada setpoint 30 dan 40, kontroler dapat

dikatakan memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint

masih berada dalam range tolearansi..

Untuk analisa kuantitatif dihitung nilai ITAE untuk masing-

masing setpoint. Berikut ini merupakan nilai ITAE untuk

setpoint 10, 20, 30,dan 40 secara berturut-turut yaitu 20.410;

33.425; 34.916; dan 67.809. Nilai ITAE akan semakin besar

seiring dengan nilai setpoint. Hal ini disebabkan pada waktu

yang sama, error yang terjadi pada saat setpoint bernilai besar

masih cukup besar bila dibandingkan dengan setpoint yang

kecil.

E. UJi Setpoint Tracking

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem

terhadap perubahan dari luar sistem maka dilakukan pengujian

perubahan set point. Pengujian perubahan set point dilakukan

dengan cara menaikkan dan menurunkan set point setelah

kondisi steady. Pengujian dilakukan dengan cara mengubah

setpoint dari 20 pps dan 30 pps. Setpoint tersebut dipilih

karena pada setpoint tersebut menggunakan sumber angin

dengan yang sama. Pengujian dilakukan dengan cara

menaikkan setpoint yang semula 20 pps menjadi 30 pps

kemudian setpoint diturunkan kembali pada 20 pps. Setelah itu

dilihat respon pengendalian terhadap perubahan setpoint yang

diberikan

Gbr. 35. Respon Setpoint Tracking Desain Pertama

Gbr. 36. Respon Setpoint Tracking Desain Kedua

Berdasarkan Gambar 35 terlihat bahwa sebenarnya

kontroler sudah mau mengikuti setpoint yang telah diubah.

Akan tetapi pada kontroler desain pertama memang memiliki

kendala untuk mencapai setpoint 30. Sehingga nilai pps akan

susah untuk mencapai nilai 30. Proses untuk menaikkan nilai

pps dari 20 menjadi 30 memerluakan waktu yang lebih lama

bila dibandingkan dengan waktu untuk menurunkan nilai pps

dari 30 menjadi 20. Penyebab utama adalah untuk menaikkan

nilai pps harus menunggu energi dari angin terkumpul terlebih

dahulu sedangkan untuk mengurangi nilai pps hanya tinggal

mengubah sudut pitch agar hanya sedikit energy angin yang

tertangkap oleh blade.

Pada kontroler desain kedua dilakukan pengujian dengan

mengubah setpoint dari 30 ke 40 kemudian diturunkan

kembali ke 30. Setpoint ini dipilih karena kontroler desain

pertama memiliki kinerja yang baik pada nilai tersebut.

Berdasarkan gambar 36 terlihat bahwa kontroler desain kedua

dapat mengikuti perubahan setpoint yang diberikan dengan

baik. Kesamaan yang dimiliki kontroler desain pertama dan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

5

10

15

20

25

30

35

Waktu (detik)

PPS

set point

respon

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000

10

20

30

40

50

Waktu (detik)

PPS

Set point

respon

0 100 200 300 400 500 600 700 800 9000

5

10

15

20

25

30

35

Waktu(detik)

PPS

Set point

respon

0 50 100 150 200 250 300 350 4000

5

10

15

20

25

30

35

waktu (detik)

PPS

setpoint

respon

10

desain kedua yaitu keduanya memerlukan waktu yang lebih

lama untuk menaikkan nilai pps tetepi hanya memerlukan

waktu yang singkat untuk menurunkan nilai setpoint.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan Setelah melakukan penelitian rancang

bangun sebuah sistem pengendalian sudut pitch blade

prototype turbin angin berbasis neuro-fuzzy dapat diperoleh

beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Validasi Anfis untuk kontroler desain pertama

menghasilkan error sebesar 0,239 dan untuk desain

kedua mampu menghasilkan error sebesar 0,0679.

2. Kontroler desain pertama pada kondisi steady memiliki

standart deviasi respon rata-rata sebesar 1,63.Kontroler

desain pertama dinilai kurang baik karena secara tidak

dapat mempertahankan nilai respon berada dalam range

toleransi sebesar plus minus standar deviasi.

3. Kontroler desain kedua pada kondisi steady memiliki

standart deviasi respon rata-rata sebesar 1,36. Kontroler

desain kedua memiliki kinerja lebih baik dibandingkan

desain pertama karena mampu mengendalikan pada

semua nilai setpoint yang diberikan dan menjaganya

tetap berada range toleransi sebesar plus minus standar

deviasi.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian

selanjutnya adalah:

1. Pada saat merangkai turbin angin hendaknya

memperhatikan keseimbangan secara keseluruhan.

2. Ditambahkannya sensor kecepatan angin untuk menjadi

input ketiga dari kontroler

VI. DAFTAR PUSTAKA

[1] Harika, Adam. 2009. Tugas Akhir Rancang Bangun

Blade Pitch Angle Control System Berbasis Classic

Fuzzy Pada Prototype Wind Turbine. Teknik Fisika-

FTI-ITS.Surabaya

[2] World Wind Energy Asociation. 2011.World Wind

Energy Report 2010. World Wind Energy Conference&

Renewable Energy Exhibition.Cairo; World Wind

Energy Asociation.

[3] Jhonson, Kathryn E. 2004. Adaptive Torque Control of

Variable Speed Wind Turbines; National Renewable

Energy Laboratory; Colorado.

[4] Johnson, Gary. 2001. Wind Energy Systems. ___. ___.

[5] Tony Burton, David Sharpe, Nick Jenkins, Ervin

Bossanyi. 2001. Wind Energy Handbook.. New York;

John Wiley & Sons, Ltd

[6] Jang, J.-S. R. 1997. �euro-Fuzzy and Soft

Computing. NewJersey; Prentice-Hall.

[7] Hadi,MS.2008. Mengenal Mikrokontroler ATMega16.

Ilmu komputer.

[8] Tim Panitia Workshop KRI/KRCI. 2006. Workshop

KRI/KRCI 2007 (Modul). Surabaya. PENS-ITS

Biodata Penulis:

4ama : Denny Putra Pratama

4RP : 2407.100.007

TTL : Gresik, 7 Januari 1989

Alamat : Jl. Gebang Putih 62

Riwayat Pendidikan :

• SD4 Pongangan 1 Gresik

(1995 – 2001)

• SMP 4egeri 1 Gresik

(2001 – 2004)

• SMA 4egeri 1 Gresik

(2004 – 2007)

• Teknik Fisika-FTI-ITS

(2007 – sekarang)