RANCANG BANGUN SISTEM INSTRUMENTASI …digilib.unila.ac.id/25546/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of RANCANG BANGUN SISTEM INSTRUMENTASI …digilib.unila.ac.id/25546/3/SKRIPSI TANPA BAB...
RANCANG BANGUN SISTEM INSTRUMENTASI
SEBAGAI ANALISIS DAN IDENTIFIKASI DINI PENYAKIT
PNEUMONIA PADA SAPI
(Skripsi)
Oleh
Trunggana Abdul Wahidin
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
i
ABSTRAK
RANCANG BANGUN SISTEM INTRUMENTASI SEBAGAI ANALISIS
DAN IDENTIFIKASI DINI PENYAKIT PNEUMONIA PADA SAPI
Oleh
Trunggana Abdul Wahidin
Telah direalisasikan sistem instrumentasi sebagai analisis dan identifikasi dini
penyakit pneumonia pada sapi. Pengujian sistem deteksi suara dan pengkondisi
sinyal memberikan hasil penguatan total sebesar 1053 kali dengan range frekuensi
100 Hz hingga 1000 Hz. Poses analisis sinyal rekam suara paru-paru sapi
dilakukan dengan bantuan software Matlab R2013a untuk membangun filter
digital dan pengolahan sinyal berupa spektrogram, fast fourier transform serta
perancangan sistem respiratory rate. Filter digital menggunakan wavelet symlet
pada level aproksimasi 2 mampu menekan noise dengan SNR diatas 15 dB.
Pengamatan pernafasan sapi dengan metode skor memberikan 5 sampel sapi
dengan keadaan sakit dan 9 sampel sapi dengan keadaan sehat. Analisis
spektrogram, FFT dan respiratory rate pada 5 sampel sapi abnormal dan pada 2
sampel sapi normal memberikan hasil kuat intensitas suara paru-paru lebih tinggi
(magnitudo : 971.55 – 1264.03), laju pernafasan yang lebih cepat (51 – 84
kali/mnt), dan memvisualkan pola pernafasan lebih banyak juga mendeteksi suara
gangguan seperti batuk dan crackles.
Kata Kunci: Pneumonia, Sallen-key, Spectogram, Stetoskop Elektronik
ii
ABSTRACT
DESIGN OF INSTRUMENTATION SYSTEM TO ANALYZE AND
EARLY IDENTIFICATION OF PNEUMONIA DISEASE IN CATTLE.
By
Trunggana Abdul Wahidin
It has been realized the instrumentation system to analyze and early
identification of pneumonia disease in cattle. Hardware testing of lung sound
detection and signal conditioning system given a results of gain total is 1053
times with frequency range is 100 Hz to 1000 Hz. Analyzer of lung record
signal build by Matlab R2013a for digital filtering system and digital signal
processing such as spectrogram, fast fourier transform and respiratory rate
system. Digital filtering system used wavelet symlet at level 2 aproctimation
can reduce the noise with SNR value more than 15 dB. Resiratory disease score
give 5 cattle with abnormal condition and 9 cattle with normal condition.
Analize of spectrogram, FFT and respiratory rate from 5 samples of abnormal
cattle and 2 samples of normal cattle give result lung sound intensity was
louder (magnitude: 971.55-1264.03), respiration rate was more fast (51-83
times/mnt), and visualize more respiration pattern whit detection disorder
sound like cough and crackles.
Keywords. Pneumonia, Sallen-key, Spectrogram, Electronic Stethiscope
iii
RANCANG BANGUN SISTEM INSTRUMENTASI SEBAGAI ANALISIS
DAN IDENTIFIKASI DINI PENYAKIT PNEUMONIA PADA SAPI
Oleh
Trunggana Abdul Wahidin
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Trunggana Abdul Wahidin
dilahirkan pada tanggal 01 Oktober 1993 dilahirkan di
Plaju Kota Palembang dan merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara pasangan dari Bapak Rosmadi dan Ibu
Masyati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N 1 Sukapura Lampung
Barat pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP N 12 Bandar
Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas di SMA N 12 Bandar
Lampung pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Lampung melalui SNMPTN tahun 2011. Selama menempuh
pendidikan, Penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI)
sebagai anggota SAINTEK periode 2011-2012 dan periode 2012-2013, dan Ketua
divisi komputasi Physics Instrument Club (PIC) Jurusan Fisika FMIPA Unila
periode 2014-2015. Dalam bidang akademik penulis pernah menjadi Koordinator
Asisten Praktikum Elektronika Dasar I dan II, Sensor dan Pengkondisi Sinyal,
Teknik Antarmuka, Mikrokontroler, Pemrograman Komputer, Pengolahan Sinyal
Digital, Eksperimen Fisika, Pemrograman Berbasis Objek, Optika, dan Sistem
viii
Akuisisi Data. Tahun 2012 penulis mengikuti lomba OSN-PTI yang diadakan
oleh PT.Pertamina dalam bidang riset dan lolos hingga 10 besar tingkat regional
Sumatera bagian selatan. Tahun 2014 penulis mendapatkan hibah penelitian
dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKM) yang diselenggarakan
oleh DIKTI dengan judul “Optimasi dan Simulasi Durasi Lampu Lalulintas
Berdasarkan Lebar Jalan, Jumlah Kendaraan dan Panjang Kemacetan Studi
Kasus: Penempatan Lampu Lalulintas di Jalan Sultan Agung Way Halim Bandar
Lampung”.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi PT. PLN (Persero) Ulu Belu Lampung dengan judul “Sistem
Pengendalian Level Air Hasil Pengkondensasian Gas Buang Turbin (Exhaust
Steam) pada Kondensor Tipe Direct Contact”.
ix
Bismillahirohmanirrohim
Dengan Rasa Sukur kepada ALLAH SWT, Ku Persembahkan
Karya Ini kepada :
Kedua orang tua tercinta, Bapak Rosmadi dan Ibu Masyati
(Terima kasih atas semua DO’A dan pengorbanan yang telah
diberikan saya menyadari bahwa tak ada suatupun yang
dapat membahagiakan kedua orang tua kecuali melihat
anaknya menjadi anak yang berguna)
Bapak-Ibu guru serta bapak-Ibu dosen
Terimakasih atas segala ilmu pengetahuan yang telah
diberikan dan motivasi semoga menjadi bekal untuk
keberhasilanku
Adikku Aulian Nabilah R. dan Yasmin Shafa I.R.
Terimaksih atas segala semangat, dukungan dan keceriaan
kalian.
Serta Almamater Tercinta
“UNIVERSITAS LAMPUNG”
x
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan) tetaplah berkerja keras
(untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”
(QS. Al-Insyiroh : 6-8)
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”
“Bila Kau tak tahan lelahnya belajar, Maka Kau harus menahan
perihnya kebodohan”
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Rancang Bangun
Sistem Instrumentasi Sebagai Analisis dan Identifikasi Dini Penyakit
Pneumoia pada Sapi ” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains (S.Si) pada bidang Instrumentasi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Skripsi ini merupakan karya bagi penulis yang dipersembahkan kepada almamater
tercinta. Skripsi ini menjelaskan tentang perancangan perangkat deteksi dan
pengolahan sinyal suara paru-paru sapi secara komputerisasi. Analisis digital
menghasilkan nilai magnitudo, frekuensi dominan dan kecepatan nafas yang
digunakan untuk membedakan keadaan paru-paru pada beberapa sapi yang diteliti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya,oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menuju hasil yang
lebih baik.
Bandar Lampung, 2017
Trunggana Abdul W.
xii
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kuasa-Nya
penulis masih diberikan kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Warsito, D.E.A., sebagai pembimbing I sekaligus
Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberikan motivasi, bimbingan
serta nasihat sejak awal perkuliahan sampai menyelesaikan tugas akhir.
2. Bapak, drh. Madi Hartono, M.P., sebagai pembimbing II yang senantiasa
memberikan masukan-masukan serta nasihat untuk menyelesaikan tugas
akhir.
3. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T., sebagai penguji yang telah
mengoreksi kekurangan, memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.
4. Bapak Arif Surtono, M.Si., M.Eng., selaku ketua Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
5. Bapak Prof. Dr. Warsito, D.E.A., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
6. Ayahanda Bapak Rosmadi dan Ibunda Ibu Masyati serta adik-adik yang telah
memberikan do’a, dukungan, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat
xiii
kuat dan tegar untuk menjalani kehidupan dan menyelesaikan penelitian serta
skripsi ini.
7. Teman–teman Fisika seperjuangan Had, Li, Do, Dan, Rin, Sa, Nai, Sun, Des,
Na, Dri, Fi, Jon, Ji, Her, Wan, Rat, Nin, Cep, Bar, Jal, Sin, Pou, Jov, Mel,
Kus, Yib, dan Fer yang terus berjuang memberikan semangat dan bantuan.
8. Sahabat – sahabat yang selalu bersamaku Icha, Ginta, Rivka, Asa, Agung,
Irvan, Desga, Agus, Ayu, Mimi, Winda, Beli, Ferga, Angga dan Gara.
Bandar Lampung, 12 Januari 2017
Penulis
Trunggana Abdul Wahidin
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
COVER DALAM ........................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
PERNYATAAN .............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ix
MOTTO ......................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
SANWACANA ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
C. Batasan Masalah ........................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terkait ....................................................................................... 7
B. TeoriDasar................................................................................................ 12
1. Paru-Paru Sapi ................................................................................... 12
2. Mekanisme Pernafasan ...................................................................... 13
3. Penyakit Radang Paru-Paru Sapi ....................................................... 16
4. Bunyi Pernafasan ............................................................................... 24
5. Auskultasi Paru-Paru ......................................................................... 25
xv
6. Tranduser Stetoskop........................................................................... 28
7. Tranduser Mikrofon ........................................................................... 29
8. Akuisisi Data dengan Soundcard ....................................................... 33
9. Transformasi Fourier ......................................................................... 35
10. Short-Tiime Fourier Transform (STFT) dan Spektrogram ................ 37
11. Transformasi Wavelet ........................................................................ 38
12. Matrix Labolatory (MATLAB) ......................................................... 41
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 44
B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 44
C. Prosedur Penelitian .................................................................................. 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Perangkat Keras .................................................................... 62
1. Karakteristik Tranduser Mikrofon dan Rangkaian Penguat Awal ........ 63
2. Karakteristik Rangkaian Filter Tipe Sallen-key ..................................... 67
3. Penguat Akhir dan Total Penguat Sistem .............................................. 73
B. Perancangan Perangkat Lunak dengan MATLAB ..................................... 76
1. Pengolahan Sinyal Suara dengan Spektrogram dan FFT ...................... 77
2. Pengujian Filter Wavelet Pada Sinyal Buatan ....................................... 81
3. Pengujian Filter Wavelet Pada Hasil Rekaman Suara Paru-Paru Sapi .. 86
4. Pengujian Program Respiratory Rate .................................................... 87
C. Data Pengamatan Sampel ........................................................................... 90
D. Pengolahan Sinyal Digital dan Analisis Data Hasil Penelitian .................. 92
1. Analisa Hasil Data Rekam Paru-Paru Sapi Pneumonia ....................... 94
2. Analisa Hasil Data Rekam Paru-Paru Sapi Normal ........................... 100
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan............................................................................................... 114
B. Saran ......................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
halamanGambar
2.1. Anatomi Paru Sapi ...................................................................................13
2.2. Pergerakan Oksigen dan Karbon-dioksida di Jaringan Alveoli dan
Darah .......................................................................................................14
2.3. Multifaktorial Penyebab Pneumonia Pada Sapi.......................................16
2.4. Paru-Paru Sapi Normal ............................................................................20
2.5. Paru-Paru Sapi Terjangkit Pneumonia.....................................................21
2.6. Kriteria Penilaian Kesehatan Pernafasan Sapi .........................................22
2.7. Pembagian Bunyi Pernafasan...................................................................25
2.8. Daerah Auskultasi Paru-Paru Sapi ...........................................................26
2.9. Bagian-bagian Stetoskop..........................................................................28
2.10. Kapasitor Plat Sejajar.............................................................................30
2.11. Bagian-bagian Mikrofon Kondensor .....................................................32
2.12. Prinsip Kerja Mikrofon Kondenser........................................................33
2.13. Blok Diagram Prinsip Dasar Sound Card ..............................................34
2.14. Proses Metode Akuisisi Sinyal Spektrogram.........................................37
2.15. Proses Tapisan Satu Tingkat ..................................................................40
2.16. Pohon Dekomposisi (Setengah) Wavelet...............................................41
3.1. Diagram Alir Penelitian ...........................................................................46
3.2. Sketsa Rancangan ....................................................................................47
xvii
3.3. Kontruksi Pemasangan Tranduser Mikrofon ...........................................49
3.4. Rangkaian Penguat Awal Mikrofon........................................................50
3.5. Rangkaian Filter Penelitian.....................................................................52
3.6. Skema Rangkaian Integrasi LM386........................................................56
3.7. Rangkaian Penguat Akhir LM386 dengan 200 Kali Penguatan .............57
3.8. Blok Diagram Sistem Pengolahan Sinyal ...............................................58
4.1. Realisasi Perangkat Keras Penelitian......................................................62
4.2. Rangkaian Band-Pass Filter dengan Penguat Op-Amp ..........................67
4.3. Karakteristik Tegangan Keluaran Rangkaian Filter.................................70
4.4. Grafik Hubungan Frekuensi dan Penguatan (dB) ....................................72
4.5 Skema Rangkaian Integrasi LM386.......................................................73
4.6. Stabilitas Penguat Daya LM386 .............................................................75
4.7. Tampilan Interface Pengolahan Sinyal Data............................................77
4.8. Pengujian Fast Fourier Transform (FFT) dan Spektrogram
Menggunakan Sinyal Buatan, (a) Spektrogram, (b) FFT, (c) Sinyal
Buatan.......................................................................................................80
4.9. Bentuk Sinyal Buatan Asli dan Bernoise .................................................83
4.10. Hasil Komponen Aproosimasi (A) dan Detil (D) Wavelet pada Sinyal
Buatan dan Noise Random ....................................................................84
4.11. (a) Sinyal Buatan, (b) Sinyal Buatan dengan Noise Random, (c) Sinyal
Noise, (d) Sinyal Hasil Filter Wavelet...................................................85
4.12. Hasil Spektrogram dan FFT Sinyal Buatan, Sinyal Buatan dengan
Noise, dan Sinyal Hasil Filter Wavelet ...................................................85
4.13. Hasil Filer Wavelet Sinyal Rekam Suara Paru-Paru Sampel Sapi ........86
xviii
4.14. Hasil Spektrogram dan FFT SInyal Rekam Suara Paru-Paru Sapi........87
4.15. Hasil Pengolahan Program Reaspiratory Rate Terhadap Sinyal Rekam
Suara Paru-Paru Sapi...............................................................................89
4.16. Pengamatan Attitude Kondisi Postur Tubuh Sapi; (a) Kondisi Sapi
Normal, (b) Kondisi Sapi Abnormal.......................................................91
4.17. Pengambilan Rekan Suara Paru-Paru Daerah Apikal ............................93
4.18. Spektrogram dan FFT Data, (a) Data Rekam Sampel Sapi Sakit T1, (b)
Data Rekam Sampel Sapi Sakit U2.........................................................96
4.19. Spektrogram dan FFT Sinyal, (a) Data Rekam Sampel Sapi Sakit U3,
(b) Data Rekam Sampel Sapi Sakit U4, (c) Data Rekam Sampel Sapi
Sakit U5...................................................................................................99
4.20. Spektrogram dan FFT Data, (a) Data rekam sampel sapi normal S1, (b)
Data rekam sampel sapi normal S2, (c) Data rekam sampel sapi normal
T2, (d) Data rekam sampel sapi normal T3, (e) Data rekam sampel sapi
T4, (f) Data rekam sampel sapi U6, (g) Data rekam sampel sapi S3....103
4.21. Spektrogram dan FFT Sinyal Suara Paru-Paru Sampel S4, (a) Data
rekam ke-1, (b) Data rekam Ke-2, (c) Data rekam Ke-3, (d) Data rekam
Ke-4.......................................................................................................107
4.22. Spektrogram dan FFT Sinyal Suara Paru-Paru Sampel U1, (a) Data
rekam ke-1, (b) Data rekam Ke-2, (c) Data rekam Ke-3 ......................109
xix
DAFTAR TABEL
HalamanTabel
3.1. Karakteristik Penguat Mikrofon .................................................................59
3.2 Pengujian Filter Aktif OP-27 .....................................................................60
3.3. Pengujian Rangkaian Penguat Daya LM386..............................................60
3.4. Data Hasil Pengamatan Kondisi Sampel....................................................61
3.5 Data Hasil Penelitian ...................................................................................61
4.1. Karakteristik Penguat Mikrofon.................................................................66
4.2. Karakterisitik Rangkaian Band-Pass Filter Tipe Sallen-key ......................69
4.3. Penguat Akhir.............................................................................................75
4.4. Data Hasil Pengamatan Kondisi Sampel....................................................90
4.5. Data Hasil Olah Digital Suara Rekam Paru-Paru Sapi Sakit .....................94
4.6. Data Hasil Olah Digital Suara Rekam Paru-Paru Sapi Normal .................94
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit radang paru-paru atau pneumonia pada sapi merupakan salah satu
penyakit yang apabila terlambat dalam penanganannya, radang akan semakin
memburuk dan berangsur akut maupun kronis. Peradangan paru-paru dalam
kondisi ini akan sulit disembuhan, sapi akan kehilangan nafsu makan, kurus serta
berakhir dengan kematian (Yuriadi dan Tjahajati, 2002).
DeDonder (2008) menyatakan bahwa penyakit pernafasan diantaranya
pneumonia, merupakan penyakit mematikan nomor satu yang menyerang
peternakan sapi potong diberbagai negara, diikuti penyebab lainnya yaitu karena
penyakit pencernaan.
Sampai saat ini penelitian kasus pneumonia pada sapi di Indonesia masih
berusaha dalam mengidentifikasi jenis patogen penyebab, melakukan uji
sensitivitas agen penyebab pneumonia terhadap antibiotik yang diberikan dan
pengamatan patologi organ paru-paru sapi yang mengalami pneumonia.
Pemberian antibiotik sangat disarankan dalam menangani kasus pneumonia
namun tak sering dilakukan pada sapi dalam keadaan peradangan yang telah
memburuk sehingga pemberian antibiotik akan percuma. Para peternak terbiasa
mengidentifikasi sapi yang sakit pneumonia melalui suhu tubuh, postur dan tanda
2
visual seperti leleran hidung berlebih, depresi pada wajah dan batuk-batuk.
Kombinasi beberapa tanda-tanda yang lebih jelas dari penyakit dapat digunakan
untuk mengidentifikasi sapi yang sakit. Penggunaan sistem penilaian yang
sederhana diusulkan Perino dan Apley (1998) untuk mengidentifikasi ternak sakit
yang meliputi: skor 0 - hewan normal, skor 1 - terlihat tampak depresi tanpa
tanda-tanda kelelahan, skor 2 - ditandai depresi dengan tanda-tanda kelelahan
sedang (moderate) tanpa adanya perubahan gerak jalan, skor 3 - depresi parah
(severe) dengan tanda-tanda kelelahan, dan secara signifikan mengubah gaya
berjalan, dan skor 4 - hampir mati dan tidak dapat bangkit. Poulsen dan McGuirk
(2009) juga merancang sistem penilaian untuk penyakit pernapasan untuk anak
sapi perah dengan poin keputusan, yaitu untuk memutuskan sapi akan obati atau
tidak, berdasarkan debit air hidung dan mata, suhu, dan batuk. Tidak dipungkiri
seseorang harus memiliki kemampuan memprediksi gejala-gejala dan prilaku
tersebut dan tanda-tanda tersebut akan terjadi pada keadaan peradangan telah
berangsur memburuk sehingga pada keadaan ini kondisi akan sulit disembuhkan.
Deteksi dini atau mendiagnosa gejala pneumonia tepat waktu merupakan kunci
penting dalam keberhasilan pengobatan. Dalam bukunya, Blood dkk (1989)
menyatakan bahwa respirasi cepat dan dangkal merupakan gejala utama dari
pneumonia stadium awal. Diperkuat oleh Subronto (1994) yang menyatakan
gejala klinis pneumonia sangat bervariasi, dari ringan sampai paling berat.
Stadium awal radang terdengar suara abnormal pada pemeriksaan auskultasi
berupa dispnea, hiperemia pulmonum diikuti sesak nafas dan pernafasan frekuensi
tipe abdominal disertai kenaikan suhu tubuh. Pemeriksaan auskultasi disebut-
3
sebut sebagai metode non-invasif yang sangat dianjurkan dalam mendiagnosa
penyakit ini.
Suara paru – paru dan suara pernapasan mengandung informasi penting tentang
patologi paru-paru dan obstruksi jalannya napas (Sovijarvi dkk, 2000). Hal ini
terlihat bahwa fase inspirasi dan ekspirasi dari siklus pernafasan paru-paru
tersebut menghasilkan informasi berupa suara yang khas di tiap perubahan fungsi
dan patologis paru-paru. Metode mendengar suara respirasi atau auskultasi
digunakan sebagai bagian mendasar dari pemeriksaan klinis paru-paru.
Namun metode auskultasi konvensional menggunakan stetoskop ini memiliki
banyak keterbatasan. Dijelaskan oleh Sovijarvi dkk (2000), bahwa auskultasi
tersebut merupakan proses subjektif yang tergantung pada pendengaran,
pengalaman, dan kemampuan untuk membedakan antara pola suara yang berbeda.
Kandaswamy dkk (2003), yang menjelaskan bahwa stetoskop memiliki respon
yang melemahkan komponen frekuensi sinyal suara paru-paru di atas sekitar 120
Hz dan telinga manusia tidak terlalu sensitif terhadap frekuensi yang lebih rendah
yang tetap. Selain itu ilmu kedokteran hewan dalam mendiagnosa paru-paru,
kebisingan, otot-otot tebal yang mengelilingi dada sapi, lapisan lemak, dan
luasnya tulang rusuk selalu mempersulit penggunaan stetoskop untuk
mendapatkan suara auskultasi.
Sampai saat ini, belum ada penelitian di Indonesia yang mengembangkan
teknologi komputerisasi untuk kasus penyakit pernafasan ini khususnya pada sapi.
Meskipun teknik auskultasi telah banyak dikembangkan dengan baik untuk
pengobatan penyakit manusia, jelas ada kebutuhan lain untuk membantu proses
pengobatan dan metode pemeriksaan tepat yang dapat mendiagnosa penyakit
4
pernapasan sapi. Untuk itu, karena masalah dalam hal terkait, juga tidak adanya
data suara referensi, dan kurangnya pihak pendengar berpengalaman, industri
ternak telah lambat dalam mengembangkan proses diagnostik tepat guna.
Perlunya penelitian lebih dalam untuk kasus pneumonia pada sapi ini mendorong
kami untuk merancang suatu teknologi instrumentasi yang dapat memudahkan
peternak dalam mendiagnosa pneumonia pada sapi tepat guna dengan
memanfaatkan suara auskultasi yang dihasilkan. Di penelitian ini kami akan
merancang suatu alat stetoskop elektronik sebagai penangkap suara auskultasi
dalam bentuk sinyal digital dan sistem komputerisasi perangkat lunak suara
auskultasi yang menawarkan pendekatan sistematis dalam menganalisa perbedaan
dan karakteristik suara paru normal dan abnormal. Data hasil analisis kemudian
dijadikan sebagai referensi pendiagnosaan yang dibuat berdasarkan kriteria
objektif dan tidak hanya pada pendengaran telinga.
Penelitian ini mengumpulkan data hasil rekaman suara pernafasan paru-paru sapi
dalam keadaan normal dan radang, menyajikan skema pemrosesan sinyal sebagai
diagnosa pneumonia dan teknik pendiagnosaan meliputi pengolahan data sinyal
akustik, yaitu dengan perbandingan pola spektrogram, pengamatan nilai
magnitudo spektrum, dan pengambilan nilai frekuensi dominan yang kemudian
digunakan untuk menunjukkan kondisi pernafasan paru-paru sapi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana menentukan sample sapi dengan kondisi normal dan abnormal
berdasarkan sistem attitude dan respiratory score.
5
2. Bagaimana merancang suatu sistem akuisisi data untuk menganalisis suara
paru-paru sapi dengan menggunakan soundcard.
3. Bagaimana mendesain sebuah stetoskop elektronik dengan mikrofon
kondenser sebagai tranduser suara paru-paru sapi, yang semuanya terintegrasi
dengan komputer.
4. Bagaimana mendesain sebuah penguat sinyal dan filter untuk suara paru-paru
sapi.
5. Bagaimana membuat sebuah komputasi untuk analisis suara paru-paru sapi
menggunakan short-time fourier transform (STFT) atau spectrogram.
6. Bagaimana menampilkan hasil komputasi untuk menganalisis short-time
fourier transform (STFT) atau spectrogram menggunakan GUI MATLAB.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Kondisi sample sapi normal dan abnormal ditentukan berdasarkan sistem
atitude dan respiratory score secara umum dilakukan disetiap peternakan.
2. Soundcard digunakan dalam penelitian ini sebagai sistem akuisisi sinyal paru-
paru sapi yang telah dilengkapi sistem konversi analog ke digital (ADC).
3. Pengambilan data suara paru-paru dilakukan pada daerah apikal yaitu sekitar 3
inci diatas sikut kaki depan sapi.
4. Pengambilan data suara paru-paru dilakukan dikandang isolasi dengan kondisi
lingkungan jauh dari kebisingan.
5. Perangkat lunak yang digunakan yaitu MATLAB versi 7.8
6. Pembahasan tentang prinsip kerja alat adalah secara umum.
6
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Merancang sebuah alat untuk analisis kelainan suara paru-paru pada sapi yang
mengalami pneumonia untuk dapat digunakan secara mudah khususnya
dibidang kesehatan peternakan.
2. Merancang perangkat lunak melalui jalur soundcard di PC sebagai sistem
akuisisi data untuk menganalisa kelaian suara paru-paru sapi.
3. Mengembangkan teknik pengolahan sinyal digital menggunakan STFT dan
Spectrogram sebagai analisa kelainan suara paru-paru sapi.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Tersedianya suatu alat instrumentasi yang dapat membantu dokter dan pihak
peternakan dalam mendeteksi penyakit pneumonia pada sapi secara dini.
2. Tersedianya suatu alat instrumentasi yang dapat mengurangi keterlambatan
waktu diagnosa pada sapi yang menderita penyakit pneumonia untuk dapat
segera diobati.
3. Kelainan suara paru-paru dapat dengan mudah diperlajari dari hasil
pengolahan sinyal menggunakan STFT atau Spectrogram.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terkait
Penelitian dalam menggunakan stetoskop elektronik untuk menganalisis dan
mengidentifikasi kelainan suara paru-paru secara komputerisasi telah banyak
dikembangkan dan diterapkan untuk keperluan dignosa. Salah satunya yang
pernah dilakukan oleh Rizal dkk (2006) yaitu perancangan stetoskop elektronik
berbasis PC beserta pengolahan sinyal suara auskultasi paru-paru manusia. Dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan, perancangan stetoskop elektronik
sederhana pernah dilakukan oleh Rizal dkk yaitu dengan memasang tranduser
mikrofon kondenser pada tubing(selang) stetoskop dan dihubungkan langsung
pada PC melalui soundcard. Perangcangan stetoskop eketronik ini kemudian
berlanjut dengan menambahkan rangkaian pre-amp menggunakan transistor
BC547 dengan penguatan sebesar 295 kali, dan rangkaian op-amp menggunakan
IC LM324 dengan penguatan sebesar 2 kali. Selain itu perancangan juga
dilengkapi dengan rangkaian Band Pass Filter (BPF) dengan range frekuensi
20Hz hingga 2KHz. Hasil filter mampu memotong frekuensi diluar range dan
meloloskan frekuensi dalam range yang diinginkan. Penguat akhir digunakan
sebagai penguat audio untuk dapat didengarkan secara langsung melalui speaker,
rangkaian penguat akhir digunakan IC LM386 yang dirancang dengan penguatan
20 kali. Penguatan total pada rancangan ini yaitu sebesar 3000 kali atau 69,5 dB.
8
Perlu diingat bahwa perangcangan stetoskop elektronik ini dilakukan tidak untuk
dianalisa pada PC menggunakan soundcard namun untuk didengarkan secara
langsung menggunakan pengeras suara atau speaker. Hasil keluarannya sinyal
suara yang begitu besar membuat soundcard tidak dapat menganalisa secara
sempurna, mengingat range tegangan input soundcard yaitu berkisar 0 volt hingga
5 volt. Pengembangan rancangan stetoskop elektronik kembali dilakukan pada
tahun 2011, dengan hanya menggunakan rangkaian pre-amplifier berpenguatan
28,2 kali dan rangkaian BPF dengan range frekuensi 2-2500 HZ. Didapatkan
sinyal keluaran sesuai keinginan dan dapat kemudian diteruskan ke PC melalui
soundcard untuk keperluan analisis lebih lanjut.
Teknik pengolahan sinyal suara sebagai pengidentifikasian kelainan paru-paru
yang dilakukan diantaranya pemfilteran menggunakan finite impulse response
(FIR), infinite impulse response (IIR) dan filter bilateral 2D, Fast Fourier
Transform (FFT), dan metode Spektogram atau Short Time Fourier Transform
(STFT). Berdasarkan hasil yang diperoleh, menyatakan bahwa spectrogram atau
STFT lebih sering digunakan karena memberikan ekstraksi ciri sinyal lebih baik
dan mudah dalam mengidentifikasi perbedaan kelainan suara paru-paru yang
direkam.
Penelitian serupa juga dilakuakn oleh Pramitra dkk (2008) yaitu perancangan
stetoskop elektronik berbasis PC beserta pengolahan sinyal suara auskultasi paru-
paru manusia. Tranduser mikrofon condenser 3mm dipasang pada selang (tubing)
stetoskop, kemudian sinyal keluaran mikrofon condenser dilakukan penguatan
awal pada rangkaian pre-amplifier menggunakan transistor 2N2924 sebesar 10
kali. Penguatan berikutnya yaitu penguat op-amp menggunakan IC 4558 sebanyak
9
dua tahap, yaitu penguat tahap satu sebesar 47 kali dan penguatan tahap dua
sebesar 1,2 kali. Sehingga perancangan stetoskop elektronik yang dilakukan
Pramitra dkk memiliki penguatan total sebesar 56,4 kali.
Teknik pengolahan sinyal suara sebagai pengidentifikasian kelainan paru-paru
yang dilakukan yaitu membagi sinyal suara hasil rekam kedalam beberapa segmen
menggunakan hamming window kemudian identifikasi dilakukan dengan
mentransformasikan sinyal menggunakan Fast Fourier Transform (FFT) dan
Estiminasi Power Spectral Density (PSD) dengan metode welch. Berdasarkan
hasil penelitiannya, menyatakan suara paru-paru normal memiliki koefisien sinyal
PSD antara 30 dB/Hz hingga 42 dB/Hz sedangkan suara paru-paru abnormal
memiliki koefisien sinyal PSD dibawah 30 dB/Hz. Namun dalam prakteknya, 1
dari 10 orang dengan keadaan paru-paru normal memiliki ciri sinyal suara paru-
paru abnormal yaitu 26,549 db/Hz. Dijelaskan bahwa hal ini dikarenakan faktor
alat yang tidak tepat peletakannya dan ketebalan kulit jelas akan membedakan
power intensitas suara yang ditansmisikan sehingga koefisien PSD kecil.
Penelitian menggunakan stetoskop elektronik juga dilakukan oleh Simanjuntak
(2010) yaitu rancang bangun sistem instrumentasi untuk identifikasi dan analisis
suara paru-paru manusia menggunakan tranduser mikrofon elektret kondenser
yang diletakkan diujung selang (tubing) stetoskop dengan mempertahankan
sambungan kedap udara agar tidak ada masukan noise dari luar. Selanjutnya
keluaran mikrofon langsung difilter pada rangkaian low pass filter orde dua yang
menggunakan IC single Op-amp LF356 yang didesain menapis frekuensi diatas
2000 Hz. Sinyal kemudian diolah dalam PC melalui soundcard.
10
Teknik pengolahan sinyal suara sebagai pengidentifikasian kelainan paru-paru
dilakukan dengan mentransformasikan sinyal hasil rekaman menggunakan metode
spectrogram atau short time fourier transform (STFT) dan wavelet scalogram.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode analisis ini dapat
mempermudah dalam menganalisa dan interpretasi jenis suara paru-paru normal
maupun suara paru-paru adventtiolus, tingkat keparahan suara paru-paru
adventitiolus lebih mudah diidentifikasi melalui intensitasi grafik spectrogram dan
wavelet scalogram.
Penelitian auskultasi paru-paru juga sangat penting dan dasar dari pemeriksaan
klinis hewan ruminansia terutama hewan ternak sapi, namun sejauh mana
auskultasi dada dapat mengidentifikasi serta menganalisis hubungan suara paru-
paru terhadap patologi spesifik paru-paru belum kritis diselidiki. Penelitian saat
ini lebih kuantitatif atau dijelaskan secara kata-kata bagaimana suara yang
terdengar dari kelainan paru-paru pada hewan ruminansia. Buku referensi pada
pemeriksaan klinis kelainan pernafasan menjelaskan bahwa pada pernapasan
bawah hewan ruminansia terdengar seperti mengklik, bunyi meletus (popping)
atau gelembung suara, bunyi crackling, mengi atau wheezes dan bunyi gesekan
pleuritik (Jackson dan Cockcroft, 2002), tetapi tidak ada referensi dibuat
bagaimana suara ini terdengar melalui rekaman dan hubungan dengan patologi
kelainan yang mendasari. Dalam bukunya, Blood dkk (1989) mengatakan
respirasi cepat dan dangkal merupakan gejala utama dari pneumonia stadium
awal. Hal ini sangat sulit dibayangkan mengingat tidak adanya suara hasil
rekaman untuk dipelajari.
11
Diagnosis penyakit pernapasan akut pada ruminansia biasanya didasarkan pada
temuan umum postur tubuh, demam yang signifikan (lebih dari 40,5 C), depresi
dan toksemia (Scott, 2013), dengan temuan auskultasi dari lebih keras dari napas
yang normal terdengar karena kesulitan saluran pernapasan dan menambah usaha
dalam bernafas. Selanjutnya suara auskultasi paru-paru untuk kasus pneumonia
yang disebabkan oleh Mannhemia haemolytica dijelaskan dalam istilah umum
“keras dan suara pernafasan berkepanjangan” (Donachie, 2007). Tidak ada
korelasi antara suara paru-paru dan patologi telah dilaporkan dalam studi terbaru
dari kasus radang paru-paru hewan ruminansia (OPA), meskipun lesi OPA
memperluas melibatkan hingga 20% dari jaringan paru-paru dan dalam beberapa
kasus yang melibatkan bahkan semua lobus paru-paru (Cousens dkk, 2008).
Penelitian dalam bidang diagnosis, pengobatan dan pengendalian penyakit
pernapasan pada hewan ruminansia juga tidak membuat referensi suara untuk
temuan auskultasi (Bell, 2008). Infeksi saluran pernapasan pneumonia pada sapi
juga digambarkan dengan dispnoe atau sesak nafas, dan frekuensi pernafasan
dengan tipe abdominal (Subronto, 1993), tidak ada referensi suara temuan
auskultasi dan berapa frekuensi yang diberikan. Temuan auskultasi pada kasus
radang pernafasan (OPA) lanjut digambarkan sebagai suara bernada tinggi dan
lembab (Sharp dan De Las Herras, 2007). Suara paru yang terdengar pada infeksi
paru-paru akut, seperti pasteurellosis septikemia, dan penyakit kronis, seperti
Pneumonia Akut, dilaporkan meningkatnya intensitas suara dengan temuan
crackles dan mengi, meskipun distribusi suara tersebut tidak didefinisikan
(Bellknap, 2002).
12
B. Teori Dasar
1. Paru-Paru Sapi
Paru-paru terletak dalam rongga dada diatas diafragma. Diafragma adalah sekat
rongga badan yang membatasi rongga dada dengan rongga perut. Paru-paru
dibungkus oleh 2 buah selaput yang disebut selaput pleura Selaput pleura sebelah
luar yang berbatasan dengan dinding bagian dalam rongga dada disebut pleura
parietal, sedangkan yang membungkus paru-paru disebut pleura visceral. Diantara
kedua selaput terdapat rongga pleura yang berisi cairan pleura yang berfungsi
untuk mengatasi gesekan pada saat paru-paru mengembang dan mengempis
(Roger. 2002).
Paru-paru dapat dikatakan sangat ringan karena masa jenisnya yang rendah, yang
pada hewan dewasa lebih rendah dari air. Tiap paru merupakan struktur yang
menyerupai kerucut, dengan dasarnya yang menempel pada sisi karnial dari
diafragma, sedangkan apeksnya berada di dalam atau didekat torasik dalam. Paru-
paru akan senantiasa mengisi ruangan yang tersedia dalam rongga dada karena
sifat elastisitasnya yang berwujud seperti spons yaitu zat paru yang berisi udara,
maka paru-paru akan mengikuti ruang dada, baik pada saat rongga itu
berkontraksi karena proses ekspirasi, maupun pada waktu rongga itu membesar
karena inspirasi.
Paru-paru sapi terbagi di tiap lobusnya. Pada sapi, paru sebelah kiri terbagi
menjadi 2 lobus yaitu lobus apikal (karnial), dan lobus diafragma (kaudal). Paru
sebelah kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus apikal (karnial), lobus tengah
(kardiak) dan lobus diafragma (kaudal). Berbeda dengan manusia, paru hewan
13
ruminansia memiliki lobus tambahan / aksesoris (intermedia) pada sisi lobus
kanan (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Anantomi paru sapi (Frandson, 1986).
Pemberian nama lobus paru didasarkan pada pembagian bronki, tidak pada
pembagian eksternal dari paru itu. Semua jenis ternak mempunyai lobus apikal
(karnial) dan lobus diafragma (kaudal) baik pada paru kanan atau kiri, dan sebuah
lobus tambahan (intermedia) pada paru sebelah kanan (Frandson, 1986).
2. Mekanisme Pernafasan
Aparatus respirasi menyajikan jalan bagi masuknya udara dari luar untuk
mencapai bagia-bagian yang paling kecil dalam paru-paru yaitu alveoli. Membran
tipis dari dinding alveolar dan kapiler memudahkan terjadinya pergerakan oksigen
kedalam darah dan pergerakan karbon dioksida ke dalam udara alveolar,
14
pertukaran ini dinamakan respirasi eksternal (terjadi didalam paru-paru).
Sedangkan respirasi internal terjadi didalam jaringan yaitu oksigen yang diikat
oleh darah berdifusi ke dalam jaringan untuk oksidasi seluler yang menghasilkan
energi dan karbon dioksida untuk kemudian karbon diokasida tersebut berdifusi
dan diikat oleh darah untuk kmudian dilepas pada respirasi ekternal di paru-paru.
Gambar 2.2. Pergerakan oksigen dan karbon dioksida di jaringan alveoli dan
darah (Hickman dkk. 2004)
Respirasi eksternal tergantung pada pergerakan udara dari paru-paru keluar atau
dari luar menuju paru-paru. Pembesaran rongga torasik mengurangi tekanan
didalam ruang pleura, sehingga menyebabkan paru membesar yang kemudian
terjadi arus udara masuk, yang dikenal sebagai inspirasi.
15
Selama respirasi yang relatif tenang, kontraksi diafragma cukup mampu
membesarkan toraks. Diafragma adalah suatu struktur berbentuk kubah, dengan
bagian yang cekung mengarah ke karnial dalam toraks. Bagian sentralnya bersifat
sangat tendinous, sedangkan bagian perifer terdiri atas otot-otot serat lintang,
seperti halnya dua serat akar yang melekat ventral pada vertebra lumbal.
Kontraksi pada bagian bawah muskular dari difragma akan mendorong isi
abdomen (organ bawah) dari arah kaudal, sehingga meningkatkan panjang toraks
dan bertambahnya volume toraks.
Otot-otot yang terentang dari rusuk yang mengarah karnial ke beberapa bagian
tubuh, seperti leher atau kaki depan, berperan sebagai otot inspirasi dengan cara
rotasi rusuk kedepan arah karnial akan meningkatkan diameter transversal di
toraks dan rotasi rusuk kearah kudal akan menurunkan diameter transversal dari
toraks kembali.
Ekspirasi adalah gerakan udara keluar dari paru-paru. Hal ini terjadi apabila
volume toraks mengecil. Pengecilan volume ini bersifat pasifkarena tendensi dari
struktur-struktur elastis untuk kembali kebentuk dan lokasi normal. Elastisitas
kartigo kostal, paru, dan dinding abdominal cenderung untuk mengembalikan
toraks ke volume yang lebih kecil. Akan tetapi, ekspirasi yang bertenaga
mmerlukan banyak usaha muskular. Otot-otot abdominal menekan visera terhadap
diafragma kearah dalam toraks seperti menarik rususk kearah kaudal (Frandson,
1986).
16
3. Penyakit Radang Paru-Paru Sapi
Pneumonia atau pneumonitis adalah suatu peradangan pada paru-paru terutama
pada bagian parenkhim paru. Kondisi ini mengakibatkan adanya gangguan fungsi
sistem pernafasan (DeDonder, 2008).
Pneumonia pada sapi sering disebut sebagai 'penyakit multifaktorial. Ini berarti
bahwa selain agen infeksi, diantaranya banyak juga faktor lingkungan dan
managemen, serta interaksi tanggung jawab peternak terhadap sapi yang
terserang wabah penyakit ini (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Multifaktorial penyebab pneumonia pada sapi (AHI,2012).
17
Salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor lingkungan dan manajemen yang
diuraikan tersebut dapat membuat ternak sapi lebih rentan terhadap penyakit
pernafasan (AHI.2012).
Faktor-faktor pengelolaan peternakan dan lingkungan ternak yang sangat
berpengaruh terhadap terjadinya radang paru-paru pada suatu peternakan. Cara-
cara pemeliharaan seperti penempatan hewan yang selamanya hanya dikandang
saja, tempat yang lembab atau berdebu, ventilasi udara yang jelek, penempatan
hewan dari berbagai umur dalam satu tempat, jumlah hewan yang berlebihan
dalam satu kandang, hewan yang berdesakdesakan (over crowding), pemasukan
hewan-hewan yang tidak beraturan, merupakan faktor-faktor yang mendukung
terjadinya pneumonia (Subronto. 1993).
Selain itu, adanya radang seperti radang pada bronkhus (bronkhitis) juga dapat
bertindak sebagai penyebab pneumonia. Terlebih sebagian besar kejadian
pneumonia pada hewan asalnya bersifat bronchogenik (adanya benda-benda asing
yang masuk kedalam atau melalui bronkhus), tetapi beberapa dapat berasal dari
rute hematogenik (via darah).
Pada lingkungan yang jelek sering terjadi infeksi bakteri Pasteurela sp dan
Streptococcus sp. Pneumonia akibat infeksi bakteri ditandai dengan meningkatnya
frekuensi nafas dan pulsus, batuk, dipnoe, tipe pernapasan abdominal, suhu tubuh
meningkat atau normal, auskultasi daerah paru-paru terdengar abnormal.
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pada umumnya mempunyai gejala yang
sama, hanya ada spesifisitas tertentu seperti misalnya pneumonia karena infeksi
fungi ditandai dengan batuk yang basah (Siegmund. 1986).
18
Pneumonia karena virus ditandai dengan sifat penyakit yang sangat menular,
gambaran darah menunjukkan leukopenia dan limfopenia dan tidak adanya respon
pengobatan dengan antibiotika (Blood dkk, 1979).
Menurut Subronto (1993), stadium pneumonia dibagi menjadi 5 bagian, yaitu;
a. Dengan berbagai jalan masuk agen infeksi akan mencapai jaringan paru-paru.
Apabila terjadi infeksi pada suatu fokus dalam paru-paru, sebagai reaksi
jaringan akan terjadi pembesaran pembuluh darah dan penurunan tekanan
hingga darah dapat lebih banyak berada di daerah infeksi. Proses berlangsung
dari jaringan intetstisial yang melanjut ke dalam jaringan parengkim, oleh
adanya darah yang berlebihan di tempat infeksi. Stadium awal radang dikenal
dengan nama stadium hiperemi.
b. Selanjutnya cairan darah dan radang akan merembes ke dalam sela-sela
jaringan, juga alveoli dan bronchioli, hingga bagian tersebut jadi berwarna
merah, dengan konsistensi kenyal seperti hati. Stadium demikian dinamai
stadium hepatisasi merah.
c. Setelah stadium hepatisasi merah, sel darah putih akan dimobilisasikan di
tempat radang, sedangkan sel darah merah mengalami kerusakan. Karena sel
darah putih banyak terkumpul, hingga memberikan warna abu-abu, stadium
lanjut tersebut dikenal sebagai stodium hepatisasi abu-abu.
d. Apabila infeksi dapat diatasi, sel-sel darah putih yang masuk akan berkurang,
sedang yang ada tinggal re-runtuhannya. Jonjot-jonjot fibrin dan reruntuhan
sel darah putih memberikan warna kekuning-kuningan, hingga stadiumnya
dikenal dengan stadium hepatisasi kuning
19
e. Stadium terakhir adalah stadium resolusi, di mana sel darah merah mulai
masuk lagi, jonjot-jonjot fibrin dan reruntuhan sel dihancurkan oleh enjima-
enjima dan kemudian diserap oleh darah. yang tidak dapat diserap akan
dikeluarkan bersama batuk, atau keluar dalam bentuk ingus yang bersifat
mukous atau mukopurulen.
Septicaemia Epizootika (SE) juga merupakan kelainan pada paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri. Penampakan makroskopis bagian paru-paru mengalami
hepatisasi dan kosistensi agak rapuh. Hepatisasi umumnya terdapat secara
seragam atau satu stadium, berupa hepatisasi merah dalam keadaan akut,
hepatisasi kelabu atau kuning dalam stadium yang lebih lanjut. Bidang sayatan
paru beraneka warna karena adanya pneumonia berfibrin pada bagian-bagian
nekrotik, sekat interlobular berbusung dan bagian-bagian yang normal.
Septicaemia Epizootica (SE) adalah penyakit infeksius yang menyerang
ruminansia oleh bakteri gram negatif Pasteurella multocida . Penyebaran penyakit
ini pada umumnya melalui pernapasan (Subronto, 1993).
Menurut Subronto (1993) kuman penyebab radang paru-paru sapi adalah P.
multopcida, P. haemolitica, C.pyogenes. Streptococcus sp. Klebsiella
necrophorum dan Hemophylus somnus. Penelitian terdahulu tentang bakteri
pneumonia pada sapi telah dilakukan oleh Giles dkk, 1991 yang mengisolasi 2
macam bakteri sapi yang menderita pneumonia yaitu Pasteurella multocida dan
Pasteurella Phaemoliticia. Pada penelitian di Urmia, Iran, Karimkhani, dkk
(2011) telah melakukan penelitian tentang bakteri pneumonia pada sapi muda
(pedet) yang berada di rumah potong Urmia. Dalam penelitiannya mereka
20
mengisolasi bakteri P. Multocida merupakan penyebab utama penyakit
pneumonia pada sapi.
Pasteurella merupakan bakteri berbentuk batang-lurus, kokobasil, berukuran 0,3-
1μm sampai 1,0-2,0 μm, gram-negatif, nonmotil. Dalam bahan pemeriksaan
terdapat sebagai sel tunggal maupun berpasangan, kadang-kadang dalam formasi
rantai pendek. Beberapa strain P. mulcotida dalam kultur primer memperlihatkan
pleomorfisme. Bakteri virulen menghasilkan kapsul dan dapat dilihat dengan
pewarnaan Giemsa. Bersifat fermentatif, sebagian besar strain dapat menghasilkan
asam dari glukosa, manitol, dan sukrosa. Pasteurella dapat tumbuh dalam medium
laboratorium standard yang mengandung darah atau hematin. Suhu optimum
pertumbuhannya 37oC, dapat tumbuh pada rentang suhu 25
oC-40
oC.
Pada pemeriksaan patologi organ, paru-paru dengan keadaan normal memiliki
warna yang segar, kemerahan muda dan tidak ada bercak-bercak. Paru-paru
bertekstur lembut jaringan antar lobus tidak berwarna gelap (Gambar 2.4).
Gambar 2.4. Paru-Paru Sapi Normal (López, 2015)
21
Patologi organ peradangan paru-paru sapi yang terjangkit pneumonia, dapat
terlihat di salah satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak, warna paru menggelap menandakan terjadinya infeksi (Gambar 2.5).
Gambar 2.5. Paru-paru sapi terjangkit pneumonia (López, 2015).
Identifikasi penyakit pernafasan radang paru-paru telah dilakukan oleh beberapa
ahli berdasarkan sistem penilaian (score). Perino dan Aley (1998) mengusulkan
penggunaan sistem penilaian sederhana untuk mengdentifikasi sapi yang sakit
yaitu:
- Skor 0: Sapi dalam keadaan normal, tanpa tanda-tanda penyakit.
- Skor 1: mulai tampak depresi, tanpa tanda-tanda kelelahan.
- Skor 2: ditandai dengan depresi dan tanda-tanda kelelahan sedang (moderate),
tanpa adanya perubahan gerak jalan.
- Skor 3: depresi parah (severe) dengan tanda-tanda sangat kelelahan, dan
secara signifikan mengubah gaya berjalan.
- Skor 4: Hampir mati, tidak dapat bangkit.
22
Kemudian Poulsen dan McGuirk (2009), merancang sistem penilaian untuk sapi
yang mengalami penyakit pernafasan berdasarkan suhu tubuh, batuk, leleran
hidung, mata dan telinga. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kriteria Penilaian Kesehatan Pernafasan Sapi
(Poulsen dan McGuirk, 2009)
Identifikasi penyakit pernafasan pada sapi juga dilakukan Iowa State University
yang dipersentasikan oleh Dewel (2011) tentang evaluasi kesehatan dan
performance sapi yang memadukan sistem penilaian sikap (attitude scoring) sapi
dan penilaian nafas (Respiratory scoring).
23
a. Atitude Scoring
- Score 0: Normal, Sapi sehat dan tegap, mengangkat kepala dan lincah,
mudah bergerak dari pengamatan.
- Score 1: Sedikit depresi, prilaku sapi sedikit mendepresi namun respon
masih lincah dan terlihat normal.
- Score 2: Depresi sedang, Sapi berdiri dengan kepala dibawah lebih rendah
dari pundak, telinga turun, daerah perut mulai kurus dan sapi bergerak
sangat lambat.
- Score 3: Depresi parah, sapi bersiri dengan kepala dibawah lebih rendah
dari pundak dan sangat enggan untuk bergerak, daerah perut terlihat sangat
kurus.
b. Respiratory scoring
- Score 0: Normal, mata bersih, hidung bersih tanpa leleran, pernafasan
normal.
- Score 1: Pernafasan ringan; Mata dan hidung mulai mengeluarkan cairan,
batuk sesekali.
- Score 2: Pernafasan sedang; mata belek, hidung berleler, batuk, pernafasan
cepat.
Score 3: Pernafasan parah; mata belek dan sayu, hidung berleler banyak,
batuk keras, bernafas dengan mulut terbuka.
24
4. Bunyi Pernafasan
Bunyi pernafasan terjadi karena adanya turbulensi udara saat udara memasuki
saluran pernafasan selama proses pernafasan. Turbulensi ini terjadi karena udara
mengalir dari saluran udara yang lebih lebar ke saluran udara yang lebih sempit
atau sebaliknya. Pada saat inspirasi, udara mengalir dari saluran udara yang lebih
luas ke saluran udara yang lebih sempit sehingga turbulensi yag terjadi lebih kuat
sedangkan pada saat ekspirasi terjadi sebaliknya. Ini menyebabkan pada saat
inspirasi suara yang terdengar lebih keras (Sovijarvi dkk, 2000).
Aliran udara yang terjadi pada proses pernafasan di dalam paru-paru
menghasilkan suara yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi paru-paru.
Secara umum, bunyi pernafasan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Bunyi Nafas (Breath Sounds), adalah bunyi yang bangkit dari bernafas, di
luar bunyi adventitious, yang didengar atau direkam pada dinding dada,
trachea, atau mulut.
b. Bunyi Adventitious (Adventitious Sounds), adalah bunyi singkat yang muncul
pada saat bernafas, baik kontinyu maupun tidak kontinyu, yang menandakan
bahwa ada gangguan pada pulmonary. Contohnya : suara crackles, suara
squawks, dan suara wheezes.
c. Bunyi Paru-Paru (Lung Sounds), adalah bunyi yang didengar atau terdeteksi
di dinding dada, meliputi sebagian bunyi nafas dan sebagian bunyi
adventitious
(Andriani, 2009).
25
Gambar 2.7. Pembagian Bunyi Pernafasan (Sovijarvi dkk, 2000).
5. Auskultasi Paru-Paru
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan suara yang dihasilkan dalam tubuh
untuk mengidentifikasi normal atau abnormal suara dan untuk keperluan
diagnosis. Dalam perubahan patologisnya, paru-paru menghasilkan suara yang
khas dan auskultasi memberikan informasi langsung tentang fungsi paru-paru.
Pemeriksaan auskultasi terbilang murah dan cara tepat yang efisien dalam
mengevaluasi disfungsi paru-paru. (Kandashamya dkk, 2003).
Hippocrates (460-377 SM) yang menemukan teknik auskultasi dengan cara
meletakkan telinganya pada dada pasien dan menggambarkan suara yang
didengarnya. Tahun 1816, René Laennec melakukan auskultasi dengan
menggunakan gulungan kertas untuk menghindari auskultasi secara langsung,
teknik inilah yang akhirnya tercipta stetoskop, dari bahasa Yunani, stethos (dada),
dan skopein (melihat). Untuk beberapa waktu setelah penemuan awalnya, Dr.
26
Laennec melakukan percobaan dengan pipa kayu padat dan menyadari bahwa
dengan melubangi bagian tengah menurut sumbu panjang silinder kayu, ia dapat
mendengar bunyi nafas lebih baik (Tilkian dan Conover, 1991).
Dalam kedokteran hewan, pemeriksaan auskultasi telah disebutkan sebagai bagian
fundamental dalam menilai dan menentukan kondisi sistem pernafasan pada
hewan ternak (Wilkins dan Woolums,2009).
Proses auskultasi menjadi suatu hal yang penting pada pemeriksaan fisik hewan
ternak, karena membutuhkan teknik yang benar, selain itu pemahaman tentang
ilmu kedokteran dasar seperti patologi dan fisiologi, serta pengalaman mendengar
klinis telah paham dan selalu dipelajari untuk mengevaluasi fungsi pernafasan
hewan ternak dengan menggunakan alat bantu yaitu stetoskop.
Gambar 2.8. Daerah Auskultasi Paru-paru pada Sapi (Allen,1962)
Auskultasi paru-paru sapi harus dilakukan di daerah dinding toraks baik sisi kanan
atau kiri badan, dan ini kerapkali sangat membantu dalam diagnosa penyakit
pernafasan. Gambar 2.8, menunjukkan suatu pendekatan sistematis dimana setiap
27
nomor menunjukkan suatu daerah dimana stetoskop harus ditempatkan
(Allen,1962).
Temuan suara auskultasi pada paru-paru sapi yang menderita pneumonia telah di
deskripsikan berdasarkan suara yang didengar oleh Subronto (1993) yaitu,
penderita dari segi pernafasan akan ditemukan perubahan yang berupa kesulitan
sesak dalam pernafasan atau dispnoea, yang bersifat inspiratorik. Penderita dalam
beberapa hari akan terlihat gejala batuk yang sifatnya mula-mula kering dan lama-
kelamaan akan berubah menjadi basah dan pendek. Respirasi memiliki frekuensi
pernafasan yang hampir selalu meningkat dan cepat serta bersifat abdominal.
Pernafasan yang mula-mula dangkal akan disusul dengan pernafasan yang dalam,
serta nampak tertahan dalam pengambilan udara yang sangat jelas terdengar pada
waktu inspirasi.
Pada pemeriksaan auskultasi di daerah paru-paru sapi akan terdengar berbagai
suara abnormal seperti mencicit maupun sibilan. Karena alveoli dipenuhi oleh
cairan radang suara vesikuler dapat hilang sama sekali, hingga yang terdengar
hanya suara bronchial. Suara-suara tersebut dapat bersifat basah (rhonchi basah)
yang dominan. Pada bagian paru-paru yang mengalami hepatisasi, suara vesikuler
maupun suara bronchial akan tidak dapat ditangkap lagi. Di bagian paru-paru lain,
yang tidak mengalami proses radang, biasanya terdapat dibagian dorsal dan
belakang paru-paru, akan terdengar suara kompensasi, yang mungkin berupa suara
vesikuler yang meningkat. Sering sekali pemeriksaan auskultasi tidak dapat
dilakukan dengan sempurna, karena tipe pernafasan yang sangat frekuen dan
batuk terus menerus, hingga hasilnya juga kurang konklusif.
28
6. Tranduser Stetoskop
Stetoskop adalah sebuah alat medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh.
Alat ini banyak digunakan untuk mendengar suara jantung dan pernafasan serta
untuk mendengar intestine dan aliran darah dalam arteri dan vena. Alat ini juga
digunakan oleh mekanik untuk mengisolasi suara tertentu dari mesin untuk
diagnosa. Stetoskop beroperasi dengan menyalurkan suara dari bagian dada,
melalui tabung kosong berisi-udara, ke telinga pendengar. Gambar 2.9, berikut
merupakan bagian-bagian dari steteskop.
Gambar 2.9. Bagian-bagian steteskop
Bagian chestpiece biasanya terdiri dari dua sisi yang dapat diletakkan di badan
pasien untuk memperjelas suara, yaitu sebuah diafragma (disk plastik) atau bell
(mangkok kosong). Bila diafragma diletakkan pada pasien, suara tubuh akan
menggetarkan diafragma, menciptakan tekanan gelombang akustik yang berjalan
sampai ke tube dan berakhir ditelinga pendengar. Bila bell diletakkan di tubuh
pasien, getaran kulit secara langsung memproduksi gelombang tekanan akustik
yang berjalan ke telinga pendengar. Bell menyalurkan suara frekuensi rendah,
29
sedangkan diafragma menyalurkan frekuensi suara yang lebih tinggi (Oktivasari,
2010).
Bagian bell dari steteskop terdiri dari dua bagian yaitu bell tertutup dan bell
terbuka. Pada dasarnya kulit manusia memiliki frekuensi resonansi alami yang
efektif untuk menghantarkan bunyi jantung. Kulit pasien yang bersentuhan
dengan bell terbuka maka akan berfungsi seperti diafragma. Frekuensi resonansi
ditentukan oleh diameter bell dan tekanan bell pada kulit. Semakin kencang kulit
tertarik atau semakin kecil diameter bell, maka akan semakin tinggi frekuensi
resonansinya. Pada bell tertutup digunakan untuk menapis suara-suara
berfrekuensi rendah. Stetoskop pada bagian bell tertutup digunakan khususnya
untuk mendengarkan suara paru yang frekuensinya lebih tinggi dari pada suara
jantung. Untuk kemudian suara jantung atau paru-paru akan dilewatkan melalui
selang steteskop dan Ear Tips sehingga suara jantung atau paru-paru yang
dideteksi dapat terdengar dengan jelas oleh telinga kita. Fungsi dari stetoskop ini
adalah sebagai penangkap getaran bunyi jantung yang dirambatkan hingga ke
dada dan menuju telingga.
7. Tranduser Mikrofon
Mikrofon adalah suatu jenis transduser yang mengubah energi-energi akustik
(gelombang suara) menjadi sinyal listrik. Salah satu jenis mikrofon yang sering
digunakan untuk merekam suara adalah mikrofon jenis kondensor. Mikrofon ini
memiliki sensitivitas (kepekaan) yang baik terhadap gelombang suara. Mikrofon
30
jenis kondensor ini bekerja berdasarkan prinsip kapasitansi kapasitor plat sejajar
seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.10. berikut.
Gambar 2.10. Kapasitor plat sejajar
Berdasarkan Gambar 2.10, diatas terdapat dua buah plat kapasitor yang terpisah
sejauh d dengan muatan yang berbeda-beda yaitu muatan positif (+) dan muatan
negatif (-). Perbedaan muatan ini pada suatu titik tertentu menyebabkan terjadinya
medan listrik yang sebanding dengan perubahan jarak pemisah kedua plat. Secara
matematis medan listrik yang terjadi dapat dirumuskan pada Persamaan 2.1
berikut.
𝐸=𝑄
4𝜋𝜖0𝑟2 (2.1)
Selanjutnya dari perubahan medan listrik tersebut akan menghasilkan beda
potensial yang sebanding dengan perubahan jarak antara kedua plat. Dalam
prinsip sebuah kapasitor nilai kapasitansi berubah terhadap jarak antara dua plat.
Persamaan matematis yang menunjukan hubungan antara dua plat kapasitor
ditunjukan pada Persamaan 2.2 berikut.
𝐶=𝜖0𝐴
𝑑 (2.2)
31
Dari persamaan diatas besar kapasitansi kapasitor ditentukan oleh luas plat, jenis
dielektrik, dan jarak antar plat. Selanjutnya hubungan antara kapasitansi kapasitor
dengan tegangan keluaran dari perubahan kapasitansi dapat dirumuskan dengan
Persamaan 2.3 sebagai berikut.
𝑉=𝑄
𝐶 (2.3)
Dengan mensubtitusikan Persamaan 2.2 ke Persamaan 2.3 diperoleh Persaman
2.4, yaitu tegangan mikrofon.
𝑉=𝑄
𝐴∈0 d (2.4)
Dengan.
C = Kapasitansi kapasitor (F).
𝜖0 = Permitivitas ruang hampa (udara) (F/m).
A = Luas penampang plat (m2).
D = Jarak antara dua plat kapasitor (m).
Q = Jumlah muatan (C).
V = Beda potensial (volt).
Saat kapasitansi kapasitor dinaikkan akan menyebabkan kapasitor terisi muatan
dan arus listrik akan mengalir melalui rangkaian sementara proses pengisian
muatan berlangsung. Jika dikurangi kapasitansnya, kapasitor tidak lagi mampu
menjaga muatannya dan ini akan menyebabkan kapasitor terlucuti (discharge).
Sementara kapasitor terlucuti, arus akan mengalir lagi ke rangkaian.
32
Pada mikrofon kapasitor, peristiwa pengisian dan pelucutan kapasitor memang
terjadi. Satu plat kapasitor terbuat dari bahan yang sangat mengkilap yang
merupakan diafragma mikrofon. Salah satu platnya difungsikan sebagai membran,
dan plat satunya dibuat tetap. Prinsip kerja dari mikrofon condenser menggunakan
prinsip pelucutan muatan dalam sebuah kapasitor. Dua lempeng konduktor yang
dipakai diberi polaritas yang berbeda sehingga berfungsi sebagai kapasitor dengan
bahan dielektrik berupa udara yang nilainya 1.00059. Secara prinsip dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.11 berikut.
Gambar 2.11. Bagian-bagian Mikrofon kondensor
(Cahyono, 2008).
Plat diafragma pada mikrofon kondenser akan bergetar jika ada gelombang suara
yang mengenainya, suara yang masuk akan merubah jarak antara dua plat yang
akan mengakibatkan terjadinya perubahan kapasitansi, jadi disaat plat bergetar
maka hal yang terjadi adalah mula-mula plat akan berdekatan yang
mengakibatkan kapasitas akan meningkat dan tegangan berkurang seiring
peningkatan kapasitas pada plat, kemudian sebaliknya plat akan menjauh yang
mengakibatkan kapasitasnya menurun yang mengakibatkan peningkatan nilai
tegangan . Gambar 2.12, merupakan gambaran cara kerja mikrofone.
33
Gambar 2.12. Prinsip Kerja Mikrofon Kondenser
8. Akuisisi Data dengan Soundcard
Internet Sistem akuisisi data dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang
berfungsi untuk mengambil, mengumpulkan dan menyiapkan data, hingga
memprosesnya untuk menghasilkan data yang dikehendaki. Mode akuisisi data
merupakan tata cara pengiriman data dari suatu perangkat ke perangkat lainnya
(Stallingus, 2001).
Terdapat dua cara dalam mode akuisisi data, yaitu dengan sinkron dan asinkron.
Akuisisi sinkron adalah jenis akuisisi dimana kedua belah pihak, pengirim atau
penerima berada pada waktu yang sinkron, contohnya pemancar radio dengan
perangkat penerima radio. Akuisisi asinkron merupakan akuisisi data dimana
kedua belah pihak baik pengirim maupun penerima tidak perlu berada pada waktu
yang sinkron, seperti internet dengan server (Ariyus dan Rumandri, 2008).
Sistem akuisisi data dapat dilakukan dengan berbagai peralatan salah satunya
adalah menggunakan Sound Card. Sound card (Kartu Suara) adalah suatu
perangkat keras komputer yang digunakan untuk mengeluarkan suara dan
merekam suara. Sound card pada dasamya merupakan sistem akuisisi data untuk
34
sinyal suara dan telah dipakai oleh beberapa perangkat lunak untuk
mensimuulasikan osiloskop dalam mode AC, di antaranya adalah Softscope dan
BIP Electronics Lab Oscilloscope (Murod, 2005).
Komponen utama sound card adalah ADC (Analogao-Digital Converter) dan
DAC (Digital-to-Analog Converter). Dengan prinsip dasar dijelaskan pada
Gambar 2.13 berikut;
Gambar 2.13. Blok diagram prinsip dasar sound card (Engdahl, 2015).
Berdasarkan Gambar 2.13, input sound card dapat berupa sinyal suara yang
dihasilkanoleh mikrofone melalui jalur input. Kemudian sinyal input akan masuk
kesebuah mixer chip yang berguna untuk mengatur input (menguatkan,
memodulasi dan mengolah) sinyal dari sinyal analog menjadi digital . Setelah itu
sinyal digital dari mixer chip akan diproses lebih lanjut di dalam komputer melalui
proses DSP (Digital Singal Prosessing). Hasil akhir dari pemrosesan sinyal ini
akan dikeluarkan lagi menjadi sinyal analog melalui speker pada jalur output.
35
9. Transformasi Fourier
Transformasi Fourier adalah suatu model transformasi yang mengubah domain
spasial atau domain waktu menjadi domain frekuensi. Transformasi Fourier
merupakan suatu proses yang banyak digunakan untuk mengubah domain dari
suatu fungsi atau obyek ke dalam domain frekuensi. Di dalam pengolahan citra
digital, transformasi fourier digunakan untuk mengubah domain spasial pada citra
menjadi domain frekuensi. Analisa-analisa dalam domain frekuensi banyak
digunakan seperti filtering. Dengan menggunakan transformasi fourier, sinyal atau
citra dapat dilihat sebagai suatu objek dalam domain frekuensi.
Transformasi Fourier didefinisikan dengan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝑋 𝑓 = 𝑥 𝑡 ∞
−∞𝑒−𝑖2𝜋𝑓𝑡𝑑𝑡
= 𝑥 𝑡 ∞
−∞cos 2𝜋𝑓𝑡 𝑑𝑡 − 𝑖 𝑥 𝑡
∞
−∞sin 2𝜋𝑓𝑡 𝑑𝑡 (2.5)
dengan:
x (t) = fungsi atau sinyal dalam domain waktu;
𝑒−𝑖2𝜋𝑓𝑡 = fungsi kernel;
X(f) = fungsi dalam domain frekuensi dan;
f = frekuensi.
fungsi dari persamaan (2.5) digunakan untuk mentransformasikan sinyal dari
domain waktu ke dalam domain frekuensi. Dengan keterbatasan eksekusi
komputer, maka persamaan (2.5), khususnya pada bagian real, didekati dengan
36
𝑥 𝑡 ∞
−∞
cos 2𝜋𝑓𝑡 𝑑𝑡 → 𝑥 𝑛∆𝑡 𝑐𝑜𝑠 2𝜋𝑓𝑛∆𝑡 ∆𝑡
𝑛
= 𝑥 𝑛∆𝑡 𝑐𝑜𝑠 2𝜋𝑛𝑚∆𝑡∆𝑓 ∆𝑡𝑛
= 𝑥 𝑛∆𝑡 𝑐𝑜𝑠 2𝜋𝑛𝑚
𝑁 ∆𝑡𝑛 (2.6)
dimana m dan n adalah bilangan bulat.
Domain waktu periode suatu sinyal dinyatakan sebagai T = N∆t, sedangkan pada
domain frekuensi ∆𝑓 = 𝑓𝑠
𝑁 dengan ∆𝑓 menyatakan interval antar frekuensi dan 𝑓𝑠 =
1
∆𝑡= 𝑁∆𝑓. Dengan demikian, dalam persamaan (2.6) ∆𝑡∆𝑓 =
1
𝑁, yang merupakan
penghubung antara domain waktu dengan domain frekuensi. Bila jumlah data
lebih kecil dari fs maka frekuensi yang dihasilkan tidak presisi. Disisi lain fs
haruslah ≥ 𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 untuk menghindari aliasing frekuensi di dekat frekuensi
yang dicari. Aliasing merupakan fenomena munculnya frekuensi yang sama dari
hasil transformasi yang mana kita tidak bisa membedakan antara frekuensi yang
asli dengan frekuensi bayangan.
Pada umumnya, transformasi Fourier menggunakan alat yang disebut real-time
spectrum analyzer yang telah terintegrasi dalam bentuk chip untuk menghitung
sinyal diskret dalam domain waktu yang berasal dari mikrofon. Untuk dapat
menganalisis spektrum frekuensi, di dalam prosessor DSP disusun program
Discrete Fourier Transform (DFT) (Schuler, 2003).
37
10. Short-Time Fourier Transform (STFT) dan Spektrogram
Short-Time Fourier Transform (STFT) didasarkan pada Fourier Transform. Ide
dasarnya adalah untuk memperkenalkan gagasan lokasi pewaktuan dengan
menggunakan fungsi pergeseran window dalam kawasan waktu w(t) pada sinyal
x(t). Jadi, dalam STFT sinyal dibagi-bagi atas segmen yang cukup kecil (waktu
yang singkat) oleh penambahan fungsi window dengan pelokasian terus menerus
dalam dimensi waktu. Transformasi fourier (biasanya FFT) dilakukan seiring
bergeraknya window dalam domain waktu, sehingga mendapatkan suatu
reprentasi analisis sinyal dua dimensi dalam bentuk frekuensi pada tiap variasi
waktu (Bistok, 2007., Djebbari dan Reguig, 2000).
Gambar 2.14. Proses Metode Akuisisi Sinyal Spektrogram (Prahallad, 2003).
38
Transformasi STFT pada suatu sinyal x(t) ditunjukkan pada persamaan (2.7)
berikut:
𝑆𝑇𝐹𝑇𝑥 𝑡,𝑓 = 𝑥 𝑡 +∞
−∞𝑤∗ 𝑡 − 𝑡′ 𝑒−𝑗2𝜋𝑓𝑡𝑑𝑡 (2.7)
Dimana 𝑤 𝑡 − 𝑡′ merupakan fungsi window yang umum digunakan yaitu
Gaussian window, dan * merupakan konjugat kompleks. Dengan mengalikan
window 𝑤∗ 𝑡 − 𝑡′ dengan sinyal x(t) dalam domain waktu, maka sinyal x(t) akan
terbagi sepanjang waktuny. Dan transformasi fourier dari 𝑥 𝑡 𝑤∗ 𝑡 − 𝑡′
memberikan spektrum disetiap waktu t (Gambar 2.14).
Pembagian sinyal x(t) mengarah kepada keresolusian waktu dan frekuensi.
Dimana STFT dengan pendurasian window yang pendek akan menghasilkan
resolusi waktu yang baik, sebaliknya dengan pendurasian window yang lama akan
menghasilkan resolusi frekuensi yang baik.
𝑆𝑃𝐸𝐶𝑥 𝑡,𝑓 = 𝑥 𝑡 +∞
−∞𝑤∗ 𝑡 − 𝑡′ 𝑒−𝑗2𝜋𝑓𝑡𝑑𝑡
2 (2.8)
Jika STFT kita pangkatkan persamaan (2.8) tersebut dengan kuadrat modulus,
maka akan diperoleh kerapatan spektral energi, yang sering disebut STFT
spectrogram (Lu dan Zhang, 2009).
11. Transformasi Wavelet
Analisis multi-resolusi digunakan untuk menganalisis sinyal pada
frekuensifrekuensi yang berbeda-beda dan dengan resolusi yang berbeda-beda
juga. Metode ini dirancang agar dapat memberikan resolusi waktu yang baik
khusus untuk frekuensi-frekuensi tinggi serta memberikan dan resolusi
39
frekuensi yang baik (good resolution) untuk frekuensi-frekuensi rendah.
Pendekatan dengan metode ini akan efektif jika sinyal yang dianalisis
memiliki kandungan frekuensi tinggi berdurasi pendek dan kandungan
frekuensi rendah berdurasi panjang. Transformasi Wavelet dikembangkan
sebagai suatu alternatif pendekatan pada Transformasi Fourier Waktu Pendek
(Short Time Fourier Transfrom) untuk mengatasi masalah resolusi, namun ada
2 (dua) perbedaan pokok antara Transformasi Fourier Waktu Pendek dengan
Transformasi Wavelet, yaitu:
1. Transformasi Fourier pada sinyal yang terjendela (windowed) tidak
dilakukan, akibatnya akan terlihat sebuah puncak yang berkaitan dengan suatu
sinusoid (artinya, frekuensi-frekuensi negatif tidak dihitung);
2. Lebar jendela berubah-ubah selama transformasi melakukan perhitungan
untuk masing-masing komponen spektrum dan ini merupakan ciri khas dari
Transformasi Wavelet (Polikar, 1996).
Persamaan Transfomrasi wavelet (continu) dituliskan pada persamaan 10
berikut ini:
𝑇 𝑎, 𝑏 =1
𝑎 𝑥
+∞
−∞
𝑡 𝜓∗ 𝑡 − 𝑏
𝑎 𝑑𝑡 (2.9)
dengan 𝑥(𝑡) merupakan fungsi sinyal dalam kawasan waktu, 𝜓(𝑡) merupakan
sebuah fungsi jendela yang dikenal sebagai wavelet penganalisis, parameter
dilatasi a dikenal sebagai faktor skala dan b sebagai faktor tanslasi
(penggeser). Persamaan dasar dari dilatasi suatu sinyal dirumuskan pada
persamaan berikut (Putra dkk, 2009):
40
ϕ 𝑥 = 𝐶𝑘ϕ(2x − k) (2.10)
Dalam analisis sinyal menggunakan transformasi wavelet khususnya sinyal
yang merniliki frekuensi berubah-ubah terhadap waktu. Yang mana dalam
menganalisis sinyal tersebut dapat dilakukan dengan cara memilah-milah
sinyal menjadi beberapa bagian, kemudian dari bagian sinyal tersebut
dianalisis secara terpisahpisah dan akan menghasilkan komponen aprosimasi
dan detil. Aproksimasi merupakan komponen-komponen skala-tinggi,
frekuensi-rendah, sedangkan Detil merupakan komponen-komponen skala-
rendah, frekuensi-tinggi. Proses tapisan (filtering) ditunjukkan pada Gambar
2.15, sinyal asli S dilewatkan pada tapis lolosrendah (lowpass) dan lolos-
tinggi (highpass) kemudian menghasilkan dua sinyal A (aproksimasi) dan D
(detil). Jika dekomposisi sinyal diteruskan secara iteratif untuk bagian-bagian
aproksimasinya sehingga suatu sinyal bisa dibagi-bagi ke dalam banyak
komponen-komponen resolusi-rendah, maka proses ini dinamakan sebagai
dekomposisi banyak tingkat atau multiple-level decomposition, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Dengan melihat hasil pohon dekomposisi
wavelet kita akan mendapatkan informasi yang berharga.
Gambar 2.15. Proses Tapisan Satu Tingkat
41
Gambar 2.16. Pohon Dekomposisi (setengah) Wavelet
12. Matrix Labolatory (MATLAB)
Structure MATLAB adalah salah satu bahasa pemrograman dengan kemampuan
tinggi untuk proses komputasi. MATLAB menggabungkan proses komputasi,
visualisasi dan pemrograman dalam satu kesatuan yang mudah digunakan di mana
masalah dan penyelesaianya diekspresikan dalam notasi matematik yang sudah
dikenal. Dalam aplikasinya, pemakain MATLAB meliputi:
a) matematika dan komputasi;
b) pengembangan algoritma;
c) akuisisi data;
d) pemodelan, simulasi dan protptype;
e) grafik saintifik dan engginering;
f) perluasan pemakaian seperti Graphical User Interface (GUI).
MATLAB adalah sistem interaktif yang mempunyai basis data array yang
membutuhkan banyak dimensi. Hal ini dapat digunakan untuk menyelesaikan
42
banyak masalah komputasi teknis, khususnya yang berkaitan dengan formulasi
matrik dan vektor. Nama MATLAB merupakan singkatan dari Matrix
Labolatory. MATLAB awalnya dibuat untuk memudahkan dalam megakses
softwere matriks yang dikembangkan oleh LINPACK dan EISPACK. Dalam
perkembangannya MATLAB mampu mengintegrasikan beberapa software untuk
kompeutasi matriks. Tidak hanya itu, MATLAB juga mampu melakukan
komputasi simbolik yang biasa digunakan oleh MAPLE.
MATLAB memiliki sistem yang terdiri atas lima bagian.
a) Development Envoriment merupakan kumpulan semua alat-alat dan
fasilitas untuk membantu kita dalam menggunakan file MATLAB. Bagian
ini memuat desktop, comman window, comman history, editor and
debugger, dan browser untuk melihat help, workspace, files.
b) The MATLAB Mathematical Fungtion Library merupakan bagian yang
berisi semua algoritma komutasi, mulai dai fungsi sederhana seperti sum,
sine, cosine sapai fungsi lebih rumit seperti invers matriks, nilai eigen,
fungsi bessel dan fast fourier tranform.
c) The MATLAB Leangue merupakan bahasa matriks level tinggi dengan
control flow, fungsi, struktur data, input/output dan objek programing
lainnya.
d) Graphics merupakan fasilitas yang dimiliki MATLAB untuk
menampilkan vector dan matriks sebagai grafik. Faslitas ini mencangkup
visualisasi data dua/tiga dimensi, pemrosesan citra (image), animasi dan
grafik animasi.
43
e) The MATLAB Aplication Program Interface (API)
Paket ini memungkinkan kita menulis bahasa C dan Port yang berinteraksi
dengan MATLAB (dinamic Linking) yang disebut MATLAB sebagai
mesin penghitung, dan untuk membaca dan menulis M AT-files.
(Bruce, 2000).
44
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Peternakan Sapi PT. Juang Jaya Abdi Alam
dan peternakan sapi lain daerah Lampung pada bulan Januari sampai Maret 2015.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Stetoskop dan Mikrofon
Stetoskop digunakan untuk menangkap suara paru-paru yang berasal dari dada
sapi sebelah kanan tepatnya pada daerah apikal paru-paru. Mikrofon kemudian
ditempatkan pada ujung tubing stetoskop yang digunakan untuk merekam
sinyal suara dari stetoskop untuk kemudian diubah ke besaran elektris agar
data bisa diolah pada komputer.
2. Pengondisi Sinyal
Rangkaian pengondisi sinyal berfungsi untuk merubah level sinyal akustik
yang terekam oleh mikrofon sebelum disimpan ke dalam komputer melalui
jalur sound card.
45
3. Personal Computer (PC)
Dalam peneliian ini, Personal Computer (PC) digunakan untuk akuisisi data
dan pengolahan sinyal yang berasal dari rangkaian mikrofon agar diperoleh
data.
4. Sample Sapi
Dalam penelitian ini suara diambil dari beberapa sapi di peternakan dengan
kondisi normal dan abnormal berdasarkan kriteria kombinasi prediksi dan
perilaku postur dan depresi sapi yang dijelaskan oleh Perino dan Apley (1998)
dan tanda visual kelaian pernafasan berdasarkan kelembapan hidung, mata,
suhu dan batuk oleh Poulsen dan McGuirk (2009), serta penggabungan
keduanya oleh Dewel (2011) di Bab 2 sebelumnya.
5. MATLAB
Pada penelitian ini digunakan software Matlab untuk proses kompuasi dan
pengolahan sinyal berdasarkan rumusan Transformasi Fourier dan
Spektrogram.
C. Prosedur Penelitian
Pada prosedur penelitian ini terdiri dari dua tahapan, yaitu perancangan perangkat
hardware dan pembuatan program sebagai pemrosesan sinyal suara paru-paru.
Diagram alir penelitian penelitian seperti pada Gambar 3.1.
46
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
1. Perancangan Hardware
Perancangan hardware pada penelitian ini merupakan perancangan sistem
akuisisi data melalui jalur sound card, sistem yang dibuat meliputi penguat
awal mikrofon, filtering, penguat akhir dan sistem antarmuka sound card.
Mikrofon digunakan untuk mendeteksi sinyal sinyal suara paru-paru yang
dikuatkan oleh penguat awal mikrofon menggunakan IC OPA2227, sinyal
kemudian memasuki tahap pemfillteran high-pass dan low-pass
menggunakan IC OP-27 dan dikuatkan kembali pada penguatan akhir
Mulai
Merancang dan Membuat Rangkaian
Pengujian Rangkaian
Berhasil
Pembuatan Program
Berhasil
Pengujian Rangkaian dan Pengujian
Alat Secara Keseluruhan
Selesai
Tidak
Tidak
Ya
Ya
47
menggunakan IC AD620 sebagai pengendalian tegangan keluar yang akan
diterima soundcard untuk dapat disimpan dan diolah kedalam Personal
Computer (PC).
Gambar 3.2. Sketsa Rancangan
Deskripsi blok diagram perancangan hardware.
1. Sumber suara berasal dari dada kanan sapi tepat pada daerah apikal paru-
paru yang ditangkap secara akustik melalui stetoskop.
2. Rangkaian mikrofon kondenser yang dicatu sebesar 9 volt, digunakan
untuk mendeteksi suara paru-paru.
3. Pengkondisi sinyal berupa rangkaian pre-amp mikrofon digunakan untuk
menguatkan sinyal yang terekam oleh mikrofon, rangkaian high-pass filter
dan low-pass filter digunakan untuk menapis sinyal pengganggu dan
meloloskan sinyal yang dibutuhkan, dan rangkaian penguat akhir yang
digunakan untuk menguatkan dan mengendalikan sinyal akhir sebelum
memasuki soundcard.
4. Personal Computer (PC) digunakan sebagai media yang akan mengolah
dan menampilkan hasil dari pengukuran dan penyimpanan data.
48
Komponen perangkat tranduser didesain lebih praktis untuk keperluan
dilapangan yang hanya terdiri tranduser stetoskop dan mikrofon, sehingga
dalam hal ini butuh penghantar transmisi menggunakan kabel untuk menuju
pengkondisi sinyal yang berada ditempat kontrol kandang. Pada fungsi
pengukuran tentu panjang kabel akan sangat berpengaruh pada sinyal
keluaran yang akan diolah seperti gangguan transmisi yang akan
menghasilkan noise. Untuk mengatasi hal tersebut selain menerapkan
pengkondisi sinyal fungsi filter, pemilihan jenis kabel juga akan sangat
penting dalam penelitian ini. Kabel koaxial akan sangat membantu dalam
menjaga dari gangguan luar karena lapisan kabel yang diselimuti kawat
terhubungkan dengan ground, sehingga tidak ada sinyal yang masuk maupun
yang keluar. Selain itu panjangnya kabel transmisi akan mempengaruhi
pengurangan besar arus keluaran, untuk itu perlu catu yang cukup besar untuk
memperbesar arus bias sebagai inputan pengkondisi sinyal yang pada
penelitian ini digunakan tegangan catu sebesar 9 volt dengan arus bias
masukan terkecil sebesar 0.75 mA hingga 22 mA. Jika besar arus keluaran
tranduser diatas 10 mA cukup dapat dihantarkan melalui kabel transmisi
menuju pengkondisi sinyal.
A. Pemasangan Tranduser Mikrofon
Stetoskop terdiri dari beberapa bagian, dalam penelitian ini bagian ear piece
stetoskop yang menuju ke telinga akan dipotong dan dibuang. Sehingga yang
digunakan hanya selang karet (tubing) dan chest piece beserta difragma
stetoskop, untuk kemudian digabungkan secara integrasi dengan mikrofon.
49
Pemasangan tranduser mikrofon dilakukan dengan meletakkannya pada ujung
selang karet (tubing) stetoskop. Peyambungan dilakukan serapat mungkin
(pres) agar tidak terpengaruh suara dari luar dan ruang stetoskop tetap vakum
guna tidak merubah kerapatan ruang medium perambatan. Tidak ada aturan
khusus pengenai ukuran ini, penentuan ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan, karena ukuran yang terlalu panjang atau pendek akan
mempengaruhi sinyal yang dihasilkan. Konstruksi sensor ini dapat dilihat
pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Kontruksi Pemasangan Tranduser Mikrofon
B. Rangkaian Penguat Mikrofon
Penguat mikrofon digunakan untuk menguatkan sinyal suara paru-paru yang
terdeteksi oleh mikrofon kondenser. Dalam mendeteksi, mikrofon kondenser
jelas akan menghasilkan sinyal suara keluaran paru-paru yang kecil, idealnya
IC harus memiliki nilai CMRR yang sangat besar agar pelemahan derau
optimal. Maka untuk memenuhi fungsinya tersebut, digunakan IC penguat
yang dapat menguatkan lebih namun dengan noise yang rendah. IC OPA-
2227 merupakan dual operational amplifier dari IC OPA-227 yang rendah
noise dan ketelitian tinggi (high precision), sangat ideal dan cocok untuk
pengolahan sinyal audio. IC ini memiliki nilai CMRR sebesar 138 dB dengan
50
tegangan input 5 – 15 volt, sangat rendah noise yaitu 3,5 nV/√Hz sekitar 90
nVp-p pada frekuensi 10 Hz. Berikut rangkaian penguat awal (pre-amp)
mikrofon.
Gambar 3.4. Rangkaian penguat mikrofon
Penguat pre-ampilfier ini menggunakan penguat IC OP-Amp bias pembagi
tegangan dua tingkat terintegrasi. Digunakan penguatan membalik (inverting)
dua tingkat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada sinyal masukan
yang kecil. Pada prinsipnya penguatan sinyal yang di hasilkan akan
dipengaruhi oleh nilai input yang berasal dari penguat tingkat pertama.
Penguatan dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut
𝑉𝑜 = −𝑅𝑓
𝑅𝑖𝑉𝑖 (3.1)
𝐴 = −𝑅𝑓
𝑅𝑖 (3.2)
51
Sinyal masukan terhubung dengan kapasitor C1 yang berfungsi sebgai kopling,
fungsi dari kapasitor ini untuk menahan frekuensi dc yang masuk dan
meloloskan frekuensi AC yang berasal dari mikrofon. Besarnya Vin pada
mikrofon akan menentukan nilai Vin yang masuk ke transistor pertama. Vin
awal yang digunakan sebesar 9 Volt yang langsung dicatu ke mikrofon.
Penguatan yang akan dihasilkan pada rangkaian dapat diperoleh menggunakan
persamaan penguat cascade dua tingkat. Persamaan (3.3) merupakan
persamaan penguat cascade dua tingkat.
Av = (A1) x (A2) (3.3)
Dimana:
Av = Peguatan total
A1 = Penguatan inverting tingkat pertama
A2 = Penguatan inverting tingkat kedua
C. Rangkaian Filter
Informasi range frekuensi paru-paru sapi belum pernah dijelaskan, namun dari
hasil rekaman pembelajaran auskultasi suara wheeze pada paru-paru sapi oleh
University of Glasgow dan disebar disitus gla.ac.uk sehingga kami dapat
melihat rentang frekuensi paru-paru sapi yaitu dari 200 Hz – 800 Hz. Namun
jika pada kondisi mengalami peradangan paru-paru, referensi hanya
mengatakan bahwa suara memiliki intensitas lebih keras dan lebih cepat.
Gejala lain seperti crackles dan wheezes juga kemungkinan akan terdeteksi,
sehingga rangkaian filter pada penelitian ini akan mengambil rentang frekuensi
100 Hz – 2000 Hz.
52
Untuk meloloskan pada rentang frekuensi tersebut maka dirancang rangkaian
filter yang terdiri dari high-pass filter dan low-pass filter. Rangkaian high-pass
filter digunakan untuk memotong frekuensi dibawah 100 Hz dan rangkaian
low-pass filter digunakan untuk memotong frekuensi diatas 2000 Hz.
Rangkaian filter dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Rangkaian Filter Penelitian
Rangkaian high-pass filter diatas merupakan jenis Sallen key yaitu filter aktif
orde 2 yang mempunyai pita transisi dengan kemiringan -40 dB/dekade.
Dengan perhitungan frekuensi cut-off sebagai berikut.
1
𝑅1𝑅2𝐶1𝐶2= (2𝜋𝑓𝑐)2 (3.4)
𝑓𝑐 =1
2𝜋 𝑅1𝑅2𝐶1𝐶2
(3.5)
Karena sifat peredaman yang masih kurang ideal dalam memotong sinyal
frekuensi, untuk itu penelitian mengambil range frekuensi cut-off agak melebar
keatas agar peredaman frekuensi bawah dapat maksimal, dalam hal ini
53
frekuensi dibawah 100 Hz dapat diredam lebih dalam. Sehingga para racang
rangkaian high-pass filter pada penelitian ini didesain dengan frekuensi cut-off
sebesar 200 Hz. Besar kapasitor 𝐶1 dan 𝐶2 ditentukan sebesar 47 𝑛𝐹 maka
besar 𝑅1 dan 𝑅2 dapat diperoleh yaitu.
𝐶1 = 𝐶2 = 𝐶 dan 𝑅1 = 𝑅2 = 𝑅
𝑓𝑐 =1
2𝜋 𝑅2𝐶2
𝑓𝑐 =1
2𝜋𝑅𝐶
𝑅 =1
2𝜋 47. 10−9 𝐹 (200 𝐻𝑧)
𝑅 =1
59.032 . 10−9= 16,9 𝑘Ω
Jadi nilai resistor R yang digunakan pada high-pass filter adalah 16,9 𝑘Ω,
namun resistor tetap dengan nilai tersebut tidak terdapat dipasaran, maka besar
resistor dapat dibagi dengan nilai mendekati dan terdapat dipasaran yaitu
menggunakan 𝑅1 sebesar 18 𝑘Ω dan 𝑅2 sebesar 15 𝑘Ω, hal ini akan merubah
nilai frekuensi cut-off menjadi 206 𝐻𝑧, tidak jauh dari nilai frekuensi cut-off
yang diinginkan.
Selanjutnya rangkaian low-pass filter yang dirancang merupakan gabungan
filter pasif dan filter aktif jenis Sallen key yang dikenal dengan filter Sallen key
orde 3 yang menawarkan peredaman lebih tajam dengan dua kali pemotongan
frekuensi yang desain filter low-pass pada penelitian ini mulanya meredam
sinyal frekuensi atas pertama yaitu 𝑓𝑐1 sebesar 3000 Hz pada filter pasif tahap
pertama dan kemudian dilanjutkan dengan peredaman frekuensi atas tahap
54
kedua yaitu 𝑓𝑐2 sebesar 2000 Hz. Dengan perhitungan frekuensi cut-off low-
pass tipe Sallen key orde-3 sebagai berikut.
1
𝑅3𝐶3= 2𝜋𝑓𝑐1 (3.6)
1
𝑅3𝑅4𝑅5𝐶3𝐶4𝐶5= 2𝜋𝑓𝑐1(2𝜋𝑓𝑐2)2 (3.7)
Filter low-pass filter tahap pertama yaitu filter pasif dengan frekuensi cut-off
𝑓𝑐1 sebesar 3000 Hz dengan besar kapasitor 𝐶3 ditetapkan sebesar 47 𝑛𝐹,
maka besar 𝑅3 dapat diperoleh yaitu.
𝑓𝑐1 =1
2𝜋𝑅3𝐶3
𝑅3 =1
2𝜋 47. 10−9 𝐹 (3000 𝐻𝑧)
𝑅3 =1
885.480 . 10−9= 1,129 𝑘Ω ≃ 1 𝑘Ω
Jadi nilai resistor R yang digunakan pada high-pass filter adalah 1,129 𝑘Ω,
namun resistor dengan nilai tersebut tidak terdapat dipasaran, maka digunakan
resistor dengan nilai mendekati dan banyak terdapat dipasaran yaitu sebesar
1 𝑘Ω, hal ini akan merubah nilai frekuensi cut-off menjadi 3388 𝐻𝑧, tidak jauh
dari nilai frekuensi cut-off yang diinginkan.
Filter low-pass filter tahap kedua yaitu filter aktif Sallen Key dengan frekuensi
cut-off kedua 𝑓𝑐2 sebesar 2000 Hz dengan besar kapasitor 𝐶4 dan 𝐶5 ditetapkan
sebesar 47 𝑛𝐹, maka besar 𝑅4 dan 𝑅5 dapat diperoleh yaitu.
𝐶4 = 𝐶5 = 𝐶 dan 𝑅4 = 𝑅5 = 𝑅
1
𝑅3𝑅4𝑅5𝐶3𝐶4𝐶5= 2𝜋𝑓𝑐1(2𝜋𝑓𝑐2)2
55
1
1𝑥103 . 𝑅2. (47𝑥10−9)3= 2𝜋 𝑓𝑐1 . 4𝜋2(𝑓𝑐2)2
1
103.823𝑥10−27 . 103 . 𝑅2= 247,673152 𝑓𝑐1 . (𝑓𝑐2)2
𝑅2 =1
25714169,7𝑥10−24 . 𝑓𝑐1 . (𝑓𝑐2)2
Dengan,
𝑓𝑐1 = 3388 𝐻𝑧 dan 𝑓𝑐2 = 2000 𝐻𝑧, maka
𝑅2 =1
3,484784 𝑥 1017 𝑥 10−24
𝑅2 = 2869618,3
𝑅 = 2869618,3
𝑅 = 1693,99 Ω ≃ 1,694 𝑘Ω
Jadi nilai resistor 𝑅 = 𝑅4 = 𝑅5 yang digunakan pada high-pass filter adalah
1,694 𝑘Ω, namun resistor dengan nilai tersebut tidak terdapat dipasaran, maka
digunakan resistor dengan nilai mendekati dan banyak terdapat dipasaran yaitu
sebesar 1,8 𝑘Ω, hal ini akan merubah nilai frekuensi cut-off menjadi 1882 𝐻𝑧,
tidak jauh dari nilai frekuensi cut-off yang diinginkan.
D. Penguat Akhir
Rangkaian penguat akhir ini akan digunakan IC LM386 yang merupakan
penguat daya dimana kontrol penguatan dilakukan pada dua pin yaitu pin 1 dan
pin 8. Skema rangkaian integrasi LM386 dapat dilihat pada Gambar 3.6
berikut.
56
Gambar 3.6 Skema rangkaian integrasi LM386 (NSC, 2000).
Besar penguatan LM386 dapat dicari denga menggunakan persamaan berikut.
𝑉𝑜𝑢𝑡
𝑅8= 2
𝑉𝑖𝑛
𝑅4 + 𝑅5 3.8
𝐴 =𝑉𝑜𝑢𝑡
𝑉𝑖𝑛= 2
𝑅8
𝑅4 + 𝑅5 (3.9)
Pada keadaan terbuka, yaitu pin 1 dan 8 tidak terkoneksi, resistor 1,35 kΩ akan
memberikan gain sebesar 20 kali, berikut hasil kalkulasi penguatannya
menggunakan persamaan 3.9.
𝐴 = 2 15 𝐾Ω
150 Ω + 1,35 𝐾Ω
𝐴 =30 𝐾Ω
1,5 𝐾Ω
𝐴 = 20 kali
Jika kapasitor diletakkan diantara pin 1 dan pin 8, sehingga sinyal melewati pin
1 menuju pin 8 sehingga melewatkan resistor 𝑅5 1,35 kΩ, gain akan naik
57
menjadi 200 kali (46 dB). berikut hasil kalkulasi penguatannya menggunakan
persamaan 3.9.
𝐴 = 2 15 𝐾Ω
150 Ω
𝐴 =30 𝐾Ω
0,15 𝐾Ω
𝐴 = 200 kali
Hasil tersebut akan memudahkan penggunaan LM386 sebagai penguat daya
pada penelitian ini. Sehingga selanjutnya tinggal penggunaan resistor variabel
pada sinyal input yang akan membatasi sinyal yang akan diperkuat dari
penguatan maksimal hingga 0. Pembatasan penguatan akan menyesuaikan
tegangan sinyal paru-paru yang masuk soundcard. Rangkaian penguat akhir
menggunakan LM386 dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.7. Rangkaian Penguat Akhir LM386 dengan 200 kali penguatan
2. Perancangan Program Pengolahan dan Analisa Sinyal
Pada penelitian ini proses pengolahan sinyal digunakan Software Matrix
Laboratory (MATLAB), perancangan ini dibuat untuk proses komputasi dan
58
pengolahan sinyal agar dapat dianalisa. Gambar 3.7. merupakan blok diagram
perancangan program.
Gambar 3.8. Blok Diagram Sistem Pengolahan Sinyal
Perekaman suara auskultasi paru-paru sapi dilakukan selama 5 detik dan
kemudian menyimpan data dengan ekstensi *.wav. setalah itu program akan
secara otomatis menampilkan data sinyal dalam bentuk Fast Fourier
Transform (FFT) dan Spektrogram yang telah di filter (De-noisisng). Setalah
hasil spektrum dimunculkan barulah pencatatan data sampel dapat dilakukan
Mulai
Perekaman sinyal
Auskultasi Paru
Menyimpan rekaman
dengan format .wav
De-noising Wavelet
Pemrosesan sinyal Dengan
FFT dan Spektrogram
Hasil Spektrum
Sinyal oleh FFT dan
Spektrogram
Selesai
59
terhadap nilai-nilai dari frekuensi dominan, lebar range frekuensi dan power
spektrum yang akan tertera pada label perhitungan program.
3. Rancangan Data Hasil Penelitian
Untuk mengetahui kinerja dari alat ini maka dilakukan pengambilan data berupa
nilai penguatan, tegangan dan gambar sinyal yang dihasilkan.
A. Data uji karakteristik mikrofon dan penguat awal IC OPA-2227
Pengambilan data dilakukan dengan memberikan masukan sinyal frekuensi
yang berfariasi melalui speaker dari 10-10.000 Hz. Kemudian suara keluaran
speaker digunakan sebagai suara masukan mikrofon. Berikut merupakan
format tabel pengambilan data uji karakteristik mikrofon dan penguat awal
IC OPA-2227 pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Karakteristik Penguat Mikrofon
Frekuensi (HZ) Vin (mV) Vout (mV) Penguatan Penguatan (dB)
B. Data Uji Filter Aktif
Pengujian filter aktif dilakukan untuk melihat respon frekuensi hasil tapis dari
high-pass filter dan low-pass filter. Pengambilan data dilakukan dengan
memberikan sinyal frekuensi yang berfariasi ke rangkaian filter dari 1 Hz -
5.000 Hz dengan tegangan input sama (konstan) disetiap range frekuensi.
Kemudian sinyal keluaran filter diamati menggunakan osiloskop dan dicatat
60
besar tegangan keluaran. Berikut merupakan format tabel pengambilan data
uji rangkaian filter pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Pengujian Filter Aktif OP-27.
Frekuensi (HZ) Vin(mV) Vout(mV) Penguatan Penguatan (dB)
C. Data Uji Penguatan Akhir LM386
Pengujian dilakukan untuk melihat besar penguatan tegangan dengan
memasukkan sinyal dengan fariasi frekuensi 10 Hz - 5000 Hz. Kemudian
suara keluaran speaker digunakan sebagai suara masukan mikrofon. Berikut
merupakan format tabel pengambilan data uji rangkaian penguat LM386 pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pengujian Rangkaian Penguat Daya LM386
Frekuensi (Hz) Vin (mV) Vout (mV) Penguatan Penguatan (dB)
D. Data Pengamatan Sample
Pengamatan dilakukan untuk melihat kondisi sapi dengan menggunakan
metode attitude skor dan respiratory skor yang dilakukan oleh Poulsen dan
McGuirk (2009) sebagai pembanding sebelum dilakukan pengambilan data
dan analisa menggunakan sistem penelitian ini. Pengamatan dilakukan
dengan mengamati keadaan temperature tubuh sapi, indikasi batuk, leleran
61
dan kekentalan air hidung, kondisi mata dan penilaian postur tubuh. Berikut
merupakan format tabel pengambilan data pengamatn respiratory skor sapi
pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Data Hasil Pengamatan Kondisi Sampel
No ID Sapi Suhu
(°C)
Respiratory Skor Atitude
Skor Total
Skor Suhu Batuk Leleran Mata
E. Data Hasil Pengolahan Sinyal Digital
Pencatatan data pengolahan sinyal digital menggunakan spektrogram
dilakukan untuk karakteristik suara paru-paru sapi normal dan abnormal
beserta bentuk spektrum spektrogramnya. Berikut merupakan format tabel
pengambilan data hasil pengolahan sinyal digital pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Data Hasil Penelitian
No ID
Sapi
Frekuensi Dominan Power Spektrum Respirasi Rate
(auskultasi/menit) f1 (Hz) f2 (Hz) f3 (Hz) Ps1 (dB) Ps2
(dB)
Ps3
(dB)
114
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut.
1. Perancangan sistem instrumentasi sebagai deteksi dini penyakit pneumonia pada
sapi sudah terintegrasi menjadi satu kesatuan dan telah mampu mendeteksi sinyal
suara paru-paru sapi dengan tingkat noise yang rendah.
2. Perangcangan penguat sinyal yang dilengkapi pengkondisi sinyal band-pass filter
sudah mampu digunakan sebagai analisa suara paru-paru sapi ke komputer dengan
menguatkan sinyal suara paru-paru sapi yang dideteksi mikrofon sebesar 1053 kali
penguatan dengan frekuensi cut off 100 Hz pada high-pass filter dan 1000 Hz pada
low-pass filter.
3. Filter digital menggunakan wavelet dengan proses thresholding dan rekontruksi
sinyal filter telah membantu menghilangkan sinyal-sinyal noise dan sinyal
gangguan pada data rekam suara paru-paru sapi dengan nilai SNR diatas 15 dB.
115
4. Proses pengolahan spektrogram yang memberikan pola pernafasan dan gangguan,
fast fourier transform yang memberikan hasil kekerasan suara paru-paru dan
respiratory rate yang menampilkan banyaknya pernafasan, secara visual telah
mampu membedakan dan memberikan hasil identifikasi gangguan pernafasan
sampel sapi penderita pneumonia.
B. Saran
Dipenelitian selanjutnya fungsi pengukuran secara real-time juga dapat dimanfaatkan
lebih baik agar mendapatkan data langsung tiap waktunya. Pada penelitian yang
bertujuan untuk membedakan dan mengidentifikasi penyakit paru-paru pneumonia
pada sapi, perlu pemeriksaan patologi organ paru-paru sehingga hasil yang diberikan
alat dapat dengan segera digolongkan ke dalam tingkat keparahan pneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
AHI. 2012. Prevention and Management of Pneumonia in Dairy Calves, for IrishFarmers, Advisors and Vets. Jurnal Agriculture, Food and Marine(DAFM). Vol. 6, Ver. 1. Animal Health Ireland. Irlandia.
Allen, George W. 1962. General Auscultation of Large Animals. VeterinaryJournal. Vol. 25, No. 2. Iowa State University Veterinarian. NewYork.
Andriani, Evi. 2009. Analisis dan Identifikasi Berbagai Penyakit Paru-Parudengan Metode Hidden Markov Model. Skripsi, Program SarjanaFakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.
Ariyus, D., dan Rumandri. 2008. Komunikasi Data. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Arviana, Rosita. 2012. Patologi Sistematik dan Nekropsi; PemeriksaanAntemortem dan Postmortem Hewan Kurban. UniversitasBrawijaya. Malang.
Bell, Suzanna. 2008. Respiratory disease in sheep 1. Differential diagnosis andepidemiology. Journal of the British Veterinary Association. Vol.30, No. 4. In Practice. London.
Bellknap, E., 2002. Diseases of the respiratory system. In: Pugh, D.G. (Ed.),Sheep and Goat Medicine. W.B. Saunders Company. Philadelphia.USA.
Bistok, D.L., 2007. Watermarking pada Audio Berformat WAV dengan TeknikTime Base Modulation. Skripsi. Program Sarjana Fakultas TeknikElektro dan Informatika. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Blood, D.D., Radostits, O.M., Henderson, J.A. 1989. Veterinary Medicine, ATextbook of the Diseases of Cattle, Sheep, Pigs, Goast and Horses,Edisi 6. The English Language Books Society and Bailliere Tindall.London.
Bruce. 2000. MATLAB. ANDI dan Pearson Education Asia Pte. Ltd. Yogyakarta.
Cahyono, Y., Susilo, R. E., dan Novitaningtyas, Y. 2008. Rekayasa BiomedikTerpadu untuk Mendeteksi Kelainan Jantung. Jurnal Fisika DanAplikasinya. Vol. 4, No 2. Institute Teknologi Sepuluh November.Surabaya.
Cousens, C., Graham, M., Sales, J., Dagleish, M.P., 2008. Evaluation of TheEfficacy of Clinical Diagnosis of Ovine PulmonaryAdenocarcinoma. Journal of the British Veterinary Association. Vol.162, No. 3. Veterinary Record. London.
DeDonder, K.D. 2008. Lung Auscultation as a Predictor of Lung Lessions andBovine Respiratory Disease Outcome in Feedyard Cattle. Thesis.Master of Science Program Department of Clinical Science. KansasState Universiy, Kansas.
Djebbari, Abdelghani., dan Reguig, F. Bereksi., 2000. Short-Time FourierTransform Analysis of The Phonocardiogram Signal. JurnalElectronique Biomedicale. Vol. 2, No. 1. Universitas Abou BekrBelkaid, Algerie.
Donachie, W., 2007. Pasteurellosis. In: Aitken, I.D. (Ed.), Diseases of Sheep.Blackwell, Oxford.
Engdahl, Tomi. 2015. Soundcard Tips and Facts. Gambar diunduh disitus:epanorama.net. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2015, pukul 20.00WIB.
Frandson, R.D. 1986. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Giles, C.J., Grimshaw, D.J., Shanks, D.J., dan Smith, D.G. 1991. Efficacy ofDanafloxacin in the Therapy of Acute Bacterial Pneumonia in
Housted Beef Cattle. Journal of the British Veterinary Association.Vol. 128, No. 13. Veterinary Record. London.
Hickman, C.P., Roberts, L.S., Larson, Allan., dan I’Anson, Helen. 2004.Integrated Principles of Zoology. Edisi 12. McGraw-HillCompanies, Inc. New York.
Jackson, P.G.G dan Cockcroft, P.D. 2002. Clinical Examination of Farm Animals.Blackwell, Oxford.
Kandashamy, A., Kumar, A.S., Ramanathan,R.P., Jayaraman, S., danMalmurugan. N., 2003. Neural Classification of Lung Sound UsingWavelet Coefficients. Computers in Biology and Medicine Journal.Vol. 34, No. 6. Elsevier Ltd. India
Karimkhani, H., Zahraie, Salehi.T., Sadeghi, Z.M.H., Kharimkhani, M., danLameyi, R. 2011. Isolation of Pasteurella Multocida from Cows andBuffaloes in Urmia’s Slaughter House. Veterinary Medicine Journal.Vol. 66, No. 1. Razi Vaccine & Serum Reasearch Institute. Urmia.
López, A. 2015. Pathologic Basis od Veterinary Dieases. Edisi 6. Mesley, Inc.Gambar diunduh dari situs www.quizlet.com. Diakses pada tanggal12 Maret 2015, pukul 15.00 WIB.
Lu, Wen-kai., dan Zhang, Qiang. 2009. Deconvolutive Short-Time FourierTransform Spectrogram. Information Science and TechnologyJournal. Vol. 16, No. 7. Tsinghua University. Beijing.
Murod H. 2005. Perancangan Sistem Akuisisi Data dengan MenggunakanMasukan Sound Card. Skripsi, Program Sarjana Fakultas FisikaTeknik. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Nurindiyani, A.K., Kemalasari., dan Wijayanto, Ardik. 2010. Rancang BangunDeteksi Suara Paru-Paru dengan Metode Jaringan Syaraf TiruanBackpropagasi untuk Mendeteksi Penyakit Asma. JurnalElektronika. Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Surabaya.
Oktivasari, P. 2010. Perancangan Stetoskop Elektronik Berbasis Komputerdengan Akuisisi Data Menggunakan NI-DAQ Card. Jurnal FisikaFLUX. Vol.7, No.2. Politeknik Kesehatan Jakarta. Jakarta.
Perino, L.J., dan Apley, M.D. 1998. Clinical Trial Design In Feedlots. FeedlotMedicine Journal. Vol. 14, No. 2. University Iowa State University.Iowa.
Polikar, R. 1996. The Wavelet Tutorial Part I – IV. http://www.public.iastate.edu/~rpolikar/ WAVELETS/WTtutorial.html. Diakses pada tanggal 2Desember 2015. Pukul 10.00.
Poulsen, K.P., dan McGuirk, S.M. 2009. Respiratory Disease of The BovineNeonate. Veterinary Medicine Journal. Vol. 25, No. 1. University ofWisconsin Madison. USA.
Prahallad, Kishore. 2003. Speech Technology, topic: Spectrogram, Cepstrum andMel-Frequency Analysis. Seminar. Camegie Mellon University., danInternational Institute of Information Technology Hyderabad,Hyderabad.
Putra, A. E. 2006. Transformasi Paket Wavelet, Dekomposisi Wavelet danKorelasi pada Data Seismik Gunung Merapi, Jawa – Indonesia.Prosiding Seminar Nasional Teknologi Informasi 2006. FakultasTeknologi Informasi, Universitas Tarumanagara, Jakarta.
Rizal, Achmad., Endang, Budiasih., dan Sabril, Saiful. 2011. PengembanganStetoskop Elektronik dan Software Analisis Auskultasi. JurnalBioSPIN. Institut Teknologi Telkom. Bandung.
Rizal, Achmad., Hadiyoso, Sugondo., dan Ramadhani, M . 2006. Perancangandan Realisasi Stetoskop Elektronik sebagai Media Auskultasi untukJantung dan Paru. Jurnal Elektronika. Institut Teknologi Telkom.Bandung.
Rizal, Achmad., Samudera, M.D., dan Iwut, Iwan. 2009. Pengenalan SuaraManusia menggunakan Spektrogram Filter Bilateral 2D. JurnalElektronika. Institut Teknologi Telkom. Bandung.
Rizal, Achmad dan Soegijoko, Soegijardjo. 2006. Stetoskop Elektronik SederhanaBerbasis PC dengan Fasilitas Pengolahan Sinyal Digital UntukAuskultasi Jantung dan Paru. Jurnal Biomedika. Institut TeknologiTelkom. Bandung.
Rizal, Achmad dan Suryani, Vera. 2006. Lung Sound Recognition UsingSpectrogram and Adaptive Resonance Theory 2 Neural Network(ART2). Jurnal BioSPIN. Institut Teknologi Telkom. Bandung.
Roger, Watson. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. edisi 10. EGC.Jakarta.
Rostianta, P.J., Kemalasari, dan Wijayanto, Ardik. 2010. Identifikasi Sinyal SuaraParu Berdasarkan Power Spectra Density Metode Welch untukDeteksi Kelainan Parenkim Paru. Jurnal Elektronika. PoliteknikElektronika Negeri Surabaya. Surabaya.
Schuler, A. Charles. 2003. Electronics: Principles and Applications. Mc GrawHill. Singapore.
Scott, P.R., 2013. Clinical Presentation, Auscultation Recordings,Ultrasonographic Findings and Treatment Respon of 12 Adult Cattlewith Chronic Suppurative Pneumonia: Case Study. VeterinaryJournal. Vol 66, No. 5. University of Edinburgh. Scotland.
Sharp, J.M., De Las Herras, M., 2007. Contagious respiratory tumours. In:Aitken, I.D. (Ed.), Diseases of Sheep. Blackwell, Oxford.
Siegmund, Otto.H. 1986. The Merck Veterinary Manual A Handbook ofDiagnostic and Therapy for the Veterinarien. Edisi 6. Merck & Co.,Inc. New Jersey.
Simanjuntak, R.A. 2010. Sistem Instrumentasi untuk Identifikasi dan AnalisisSuara Paru-Paru. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok.
Sovijärvi, A.R.A., Dalmasso, F., Vanderschoot, J., Malmberg, L.P., Righini, G.,dan Stoneman, S.A.T. 2000. Definiton of Applications ofRespiratory Sounds. Vol. 10, No.77. European Respiratory Review.United Kingdom.
Stallingus, W. 2001. Komunikasi Data Dan Komputer, Dasar-dasar KomunikasiData. Salemba Teknika. Jakarta.
Subronto, P. 1993. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada Univercity Press.Yogyakarta.
Tilkian, A.G., dan Conover. M.B., 1991. Memahami Bunyi dan Bising Jantung,dalam Praktek Sehari-hari. Binarupa Aksara. Jakarta.
Vaidya, Mihir., Mhatre, Snehal., Ware, Madhuri., dan Pradhan, Pratik. 2013.Embedded Stethoscope. Journal of Emerging Technology andAdvanced Enginering. Vol.3, No.2. University of Mumbai. India
Wilkins P.A., dan Woolums A.R. 2009. Diagnostic for the respiratory system. In:Smith BP, ed. Large Animal Internal Medicine, Edisi 4. MO:Mosby-Elsevier. St. Louis.
Yuriadi., dan Tjahajati, Ida., 2002. Isolasi dan Uji Sensitivitas Bakteri SaluranPernafasan Kambing PE Penderita Pneumonia. Jurnal KedokteranHewan. Vol.20, No. 2. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.