Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

202
RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT FAJAR KURNIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Transcript of Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

Page 1: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT

FAJAR KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006

Page 2: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua data dan informasi yang digunakan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

Fajar Kurniawan NRP : F351030041

Page 3: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

ABSTRAK

FAJAR KURNIAWAN. Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat Dari Minyak Sawit. Dibimbing oleh Hartrisari Hardjomidjojo, Ani Suryani dan Meika Syahbanna Rusli. Pasokan oleokimia ke Cina, khususnya dari Indonesia dan Malaysia sangatlah besar, yakni mencapai 500 000 ton per tahun dan 90% dari jumlah tersebut berupa asam stearat (Cham & Purwoko 2004). Negara lain yang menjadi importir utama oleokimia adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sektor industri ini merupakan peluang besar bagi perusahaan agroindustri berorientasi ekspor. Tetapi persaingan di dunia industri, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan secara kontinyu, sehingga produk yang dihasilkan memiliki daya saing yang tinggi. Perbaikan dapat dilakukan apabila perusahaan mampu melakukan evaluasi terhadap kinerjanya. Proses evaluasi membutuhkan modal yang besar, dan ini merupakan hambatan bagi industri di Indonesia, khususnya industri oleokimia. Sistem Penilaian Kinerja dapat dibangun dengan merancang suatu model penilaian kinerja, dengan menggunakan pendekatan sistem. Aspek yang ditinjau dalam penilaian kinerja ini, yang dikenal dengan istilah 7M1E, yaitu: Man (manusia), Money (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Interval penilaian kinerja dibuat berdasarkan justifikasi pakar dan studi literatur. Model akan memberikan penilaian dari setiap kriteria, dan menyimpulkan penilaian melalui pembobotan sederhana dari beberapa kriteria secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian berupa model penilaian kinerja industri asam stearat yang dibuat dalam suatu program aplikasi yang bernama SPIAS 1.0. Program tersebut telah diverifikasi berdasarkan annual report perusahaan, yang hasilnya menunjukkan kinerja PT. X adalah “Sedang”. Program ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk melakukan self-assessment dengan lebih cepat dan efisien, sehingga perusahaan mampu untuk melakukan perbaikan secara kontinyu.

Page 4: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

ABSTRACT

FAJAR KURNIAWAN. Model Development in Performance Assesment of Stearic cid Industry from Palm Oil. The guidance is by Hartrisari Hardjomidjojo, Ani Suryani and Meika Syahbanna Rusli. Oleochemical supply to China, especially from Indonesia and Malaysia is very big, about 500 000 ton a year, 90% of the supply is stearic acid (Cham & Purwoko). The other stearic acid importir country are Europe Union and United States of America. This sector is a big opportunity for agroindustry company, especially export oriented industry. The hard competition in this sector pushes every industry do some continuous improvement, so that the output of product has competitive quality. Continuous improvement can be realized when the companies evaluate their performances. The evaluation process needs enormous resource which is the main problem for industry in Indonesia, esspecially oleochemical industry. The performance assesment system is developed by designing an assesment model, using system approach. The object of observation in this performance assesment, i.e. man, market, money, machine, material, method, market, management & environment. The assesment interval is based on expert justification, technical standard and literature study. The model will give assesment from each criterias and conclude the assesment through simple weighting from some criterias quantitatively and qualitatively. The result of research is performance assesment model of stearic acid industry which implemented into application program called SPIAS 1.0. The program has verified base on company annual report and the result has shown that PT. X has ‘average’ performance. Hopefully this program can help company to do self rapid assesment more efficient, so the company could do some continuous improvement.

Page 5: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT

FAJAR KURNIAWAN

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 6: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

Judul Penelitian : Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam

Stearat dari Minyak Sawit

Nama : Fajar Kurniawan

NRP : F351030041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA

Ketua

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Dr. Ir. Meika Syahbanna Rusli, M.Sc Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc.

Tanggal Ujian : 28 Februari 2006 Tanggal Lulus : ............................

Page 7: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1975 sebagai putra pertama

dari tiga bersaudara, dari pasangan Andi Suhandi dan Diana Yusuf.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 03 pada

tahun 1987, dan lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 76 Jakarta Pusat pada

tahun 1990. Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 27 Jakarta Pusat. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan

Teknik Industri, di Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung, lulus pada tahun

1998. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Program Studi Teknologi

Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Page 8: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menulis hasilnya dalam tesis yang berjudul Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat dari Minyak Sawit, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama penyusunan usulan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sampai tersusunnya tesis ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA serta Dr. Ir.Meika Syahbanna Rusli, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas segala arahan, bimbingan, dan pengertiannya yang telah diberikan selama ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan pula kepada Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA, selaku penguji luar komisi pembimbing dan kepada Ketua Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) yang telah banyak memberi masukan demi perbaikan tesis ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Irawadi Jamaran atas kebijakannya dalam menunjang penyelesaian studi ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada papa, mama, istri, putri, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman TIP angkatan 2003 yang memberikan dukungan dan masukan berarti dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi masukan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, karenanya dengan hati terbuka penulis menghargai kritik dan saran yang konstruktif. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2006

Fajar Kurniawan

Page 9: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix

I. PENDAHULUAN................................................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2 C. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3 D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 3 E. Pembatasan Masalah...................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 5 A. Penilaian Kinerja …………………………………......…………........….…. 5 B. Sistem Penilaian Kinerja.................……………………......………….......... 6 C. Asam Stearat (Stearic Acid) ……..…………...…………….......……......… 18 D. Teknik Pengukuran Kinerja........................................................................... 22 E. Pendekatan Sistem.......................................................................................... 24 F. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)............................. 24

III. METODE PENELITIAN................................................................................... 26

A. Kerangka Pemikiran ……………………..........………………………….. 26 B. Rancang Bangun Sistem Penilaian Kinerja ………………......……........… 26 C. Tata Laksana …………………………………….....…………………........ 30

IV. PEMODELAN SISTEM .................................................................................... 33 A. Rancang Bangun Sistem ……………………………………..…………….. 33

1. Model Penilaian Kinerja…………………………………………………. 33 1.1. Indikator Penilaian Kinerja ................................................................. 42

1.1.1. Penilaian Kinerja Internal ………………………...…………... 43 1.1.1.1. Data Perusahaan …………………………………….. 44 1.1.1.2. Penilaian Bahan Baku ………………………………. 44 1.1.1.3. Penilaian Proses …………………………………….. 45 1.1.1.4. Penilaian Produk Jadi ………..……………………… 52 1.1.1.5. Penilaian Formasi Karyawan ……………………….. 54

1.1.2. Penilaian Kinerja Eksternal …………………...……………… 56

1.1.2.1. Penilaian Kinerja Ekonomi …………………..……… 56

Page 10: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

1.1.2.2. Penilaian Kinerja Sosial …………….……………..… 57

1.1.2.3. Penilaian Kinerja Lingkungan …………….…….….. 57 1.1.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan ………………………………. 60

1.1.3.1. Penentuan Skor …………………………………...… 61 1.1.3.2. Penentuan Bobot dan Penilaian Akhir ....................... 61

1.1.4. Pemilihan Pakar ....................................................................... 64 1.1.5. Perolehan Data Perusahaan ...................................................... 65

B. Konfigurasi Sistem ......................................................................................... 72 C.Implementasi Sistem ...................................................................................... 73

1. Data Flow Diagram .................................................................................. 73 2. Diagram Konteks ...............................…………….................................... 74

3. Diagram Nol ............................................................................................. 75 4. Diagram Rinci ........................................................................................... 76 5. Entity Relationship Diagram..................................................................... 78 6. Perancangan Basis Data............................................................................. 78

V. VERIFIKASI & VALIDASI .............................................................................. 79

A. Penilaian Bahan Baku …………………………………….………………… 79 B. Penilaian Proses ……………………………………………………..……… 81

1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja………………..........……………. 82 1.1. Stasiun Pemisahan Lemak ……………………….…………………. 82 1.2. Stasiun Hidrogensi ……………………………...…………………… 83 1.3. Stasiun Distilasi ………………………………………...…………… 85 1.4. Stasiun Fraksinasi ……………………………………………..……. 86 1.5. Stasiun Beading…………………………………………………...… 87 1.6 Stasiun Penyerpihan ………………………….…………………….. 88 1.7. Stasiun Pengemasan ……………………………….……………….. 89 1.8. Kinerja Mesin …………………………………………….………… 90

2. Penilaian Kinerja Personalia ………………………………….…………. 93 3. Penilaian Kinerja Keuangan ……………………………………….…….. 94

C. Penilaian Produk …………………………………………………….……… 96 1. Penilaian Grade Produk ………………………………….………………. 98

2. Penilaian Kualitas Produk …………………………………….…………. 99

3. Kinerja Pasar ……………………………………………………….…….101 D. Penilaian Formasi Karyawan ……..………………………………………. 102

E. Penilaian Ekonomi ....................................................................................... 104 F. Penilaian Sosial ............................................................................................ 107 G. Penilaian Lingkungan ...................................................................................109 H. Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan .............................................................113

Page 11: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

VI. PEMBAHASAN ............................................................................................... 116 A. Sistem Penilaian Kinerja………………...………………….………………. 116 B. Model…………………………………………...…………………………... 118 C. Pendekatan Sistem………………………………………………………….. 124 D. Analisis Bahasa Pemrograman .………………………………..………….. 131 E. Rekomendasi Perbaikan …………………………………………………… 134

VII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 138 A. Kesimpulan .....................................................................................................138 B. Saran..........................................................…………......................................138

DAFTAR PUSTAKA ………………………….......……………..……………...... 140

LAMPIRAN.............................................................................................................. 144

Page 12: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Standar Bahan Baku yang Dipergunakan………….……....………………......... 13

2. Bahan Baku dan Bahan Penolong yang Dipergunakan ............................... ........ 14

3. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Kasar.... ........................................ ......... 20

4. Produk Utama Industri Oleokimia ............................................................. .......... 20

5. Spesifikasi Produk Asam Stearat .............................................. ............................ 22

6. Klasifikasi Skor Penilaian Kinerja Perusahaan...................................................... 23

7. Pendapat Pakar Mengenai Jumlah Bahan Baku.................................................... 45

8. Standar Teknis Mengenai Kualitas Bahan Baku............................. ..................... 45

9. Tahapan Proses Pembuatan Asam Stearat……………………………….........… 46

10. Penilaian Kriteria Proses Pemisahan Lemak...... ................................................. 46

11. Penilaian Kriteria Proses Hidrogenasi……………….........………………….… 47

12. Penilaian Kriteria Proses Distilasi………………………….........………….….. 47

13. Penilaian Kriteria Proses Fraksinasi…………………………….........…….…... 48

14. Penilaian Kriteria Proses Penyerpihan………………….........…………….…... 49

15. Penilaian Kriteria Proses Beading…………………………….........……….….. 50

16. Penilaian Kriteria Proses Pengemasan……………………………….........…..... 50

17. Penilaian Kriteria Mesin………………………………………….........…….…. 51

18. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Personalia...................... ................. 51

19. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Keuangan................. ....................... 52

20. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1800 & 1801................. 52

21. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1840.............................. 53

22. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kuantitas produk......................... ................ 53

23. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Pemasaran.............................. ...................... 54

24. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi.............................. ............. 54

25. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas.......... ........... 55

26. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik................. ........................... 55

27. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Ekonomi Eksternal........................... ............ 57

Page 13: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

28. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Sosial Perusahaan..... ...................... 57

29. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Lingkungan...................................... 58

30. Penilaian Kriteria Kebisingan............................................................................... 58

31. Penilaian Kriteria Limbah Cair............................................................................. 59

32. Penilaian Kriteria Limbah Gas............................................................................. 60

33. Skor Penilaian Kinerja Perusahaan..................................................... ................. 61

34. Bobot Faktor Internal.................................................... ....................................... 62

35. Bobot Faktor Eksternal.......................................................................... .............. 63

36. Interval Penilaian.................................................... ............................................. 63

37. Daftar Pakar Penilaian Kinerja................................... ......................................... 64

38. Data Tahunan PT. X Tahun 2004........................................ ............................... 65

39. Data Tahunan Proses di PT. X Tahun 2004........................................................ 66

40. Data Tahunan Formasi Karyawan Departemen Produksi PT. X

Tahun 2004........................................................................................................... 67

41. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas PT. X

Tahun 2004…………………………..…………………………………………. 67

42. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik....................... .................... 68

43. Limbah Hasil Industri........................................................................................... 69

44. Hasil Pengukuran Limbah Cair..................................... ...................................... 70

45. Kualitas Limbah Udara........................................................... ............................. 70

46. Hasil Pengukuran Kebisingan........................................................... ................... 71

Page 14: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit.......................................................................... 13

2. Diagram Alir Proses Pembuatan Asam Stearat………….…....………............... 15

3. Asam Stearat…………………………………..…………..………..............….. 19

4. Kerangka Pemikran Konseptual Rancang Bangun Penilaian Kinerja

Industri Asam Lemak ………………..............………..…………..………….. 24

5. Sistem Pengelolaan Industri Asam Stearat........................................................... 29

6. Rancangan Sistem Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat................................ 30

7. Tahapan Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat................................................ 33

8. Diagram Alir Penilaian Kinerja ......................................................................... 34

9. Diagram Alir Penilaian Kinerja Bahan Baku .................................................... 35

10. Diagram Alir Penilaian Kinerja Produk.............................................................. 36

11. Diagram Alir Penilaian Kinerja Proses ........………………….........…............. 37

12. Diagram Alir Penilaian Kinerja Ekonomi........................................................... 39

13. Diagram Alir Penilaian Kinerja Sosial................................................................ 40

14. Diagram Alir Penilaian Kinerja Lingkungan........................................................ 41

15. Konfigurasi Model SPIAS 1.0............................................................................... 72

16. Data Flow Diagram Sistem………………………………………................… 73

17. Diagram konteks……………………………………………………….............. 74

18. Diagram no l…………………………………………………………................ 75

19. Diagram Rinci 1 (Pendataan Pekerjaan)................................................. .............. 76

20 Diagram Rinci 2 Penilaian Kinerja........................................................ ............. 77

21. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Bahan Baku....................................................... 79

22. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Proses ................................................................ 81

23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemisahan Lemak.............................................. 82

24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Hidrogenasi....................................................... 84

25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Distilasi............................................................. 85

26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Fraksinasi........................................................... 86

Page 15: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Beading……………………………………….. 87

28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penyerpihan.......................................………… 88

29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengemasan………………………………….. 89

30. Hasil Penilaian Kinerja Mesin…………………………………………………. 90

31. Hasil Penilaian Kinerja Karyawan ……………………………………………. 93

32. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan ……………………………………………. 95

33. Hasil Akhir Penilaian Produk .............................................................……….. 97

34. Hasil Penilaian Kuantitas Produk ………...…………....……………………. 99

35. Hasil Penilaian Kualitas Produk ...................................... ................................ 100

36. Penilaian Kinerja Pemasaran ……………………………………..............……101

37. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi ..................………...103

38. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen

Pengendalian Kualitas ....................................................................……… …...103

39. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik...................…………104

40. Penilaian Kinerja Ekonomi ............................................................... .................105

41. Hasil Penilaian Kinerja Sosial ............................................ ..................................107

42. Keluaran Hasil Penilaian Lingkungan………………………………................ 110

43. Hasil Penilaian Limbah Cair ………………..............………………………… 111

44. Hasil Penilaian Limbah Gas …………………………..............……………….112

45. Hasil Penilaian Kebisingan ……………………………………..............……...113

46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan ………………………................….. 114

47. Tampilan awal SPIAS 1.0 ................................................................................. 133

Page 16: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Penetapan Kriteria Penilaian Kinerja....................................... .........144

2. If-then Rules…………… …..……………................ .........................................168

3. Aliran Proses RBD Stearin .................................................................................169

4. Reaksi Hidrolisa......………................ ................................................................170

5. Simbol yang Sering Digunakan Dalam Pembuatan Diagram…………………..171

6. Entity Relationship Diagram …………..……………………………………... 172

7. Perancangan Basis Data ..................................................................................... 173

Page 17: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor industri memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional.

Industri nasional tumbuh 6.76% pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 diperkirakan

target industri mencapai 7.7% (Kompas 2006). Ekspor non-migas Desember 2005

mencapai 6.23 miliar dolar US atau naik 19.10% dibanding bulan sebelumnya,

sedangkan nilai ekspor nonmigas pada Januari-Desember 2005 mengalami kenaikan

18.55%, sementara itu berdasarkan sektornya, ekspor hasil industri pada Januari-

Desember meningkat 13.28% dibanding periode yang sama pada 2004 (Suara

Merdeka 2006). Kondisi ini menempatkan sektor industri menjadi sebuah sektor yang

diminati saat ini, sehingga timbul persaingan yang ketat diantara industri-industri.

Salah satu sektor industri yang memiliki peluang besar saat ini adalah industri asam

lemak. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan permintaan dari Jepang yang mencapai

US $ 17.35 Juta dengan trend kenaikan 9% per tahun. Pasokan oleokimia ke Cina,

khususnya dari Indonesia dan Malaysia mencapai 500 000 ton per tahun, di mana

90% dari jumlah tersebut berupa asam stearat (Cham & Purwoko 2004). Industri ini

merupakan peluang besar bagi perusahaan agroindustri berorientasi ekspor. Peluang

ini didukung pula oleh luas areal kelapa sawit yang menjadi bahan baku asam lemak

yang banyak terdapat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit yang berada

di Indonesia mencapai 4.1 juta hektar dan akan terus bertambah, dengan produksi

minyak sawit mentah yang mencapai 13.6 juta ton pada tahun 2005, sehingga

menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit kedua terbesar setelah

Malaysia (Dharmosarkoro W 2004). Sayangnya, dari sekian banyak CPO yang

dihasilkan, hanya 16.6% yang dapat dimanfaatkan untuk industri oleokimia, sisanya

70% untuk minyak goreng, 3.5% untuk margarin, 4.7% untuk sabun dan 5.2% untuk

produk lain (BPS 1996).

Persaingan di dunia industri, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk

melakukan perbaikan secara kontinyu. Perbaikan dapat dilakukan apabila perusahaan

mampu melakukan evaluasi terhadap kinerja. Aktivitas evaluasi dapat berjalan

Page 18: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

2

dengan baik, jika perusahaan mengetahui kekurangannya saat ini, hal ini mutlak

diperlukan, apalagi untuk perusahaan yang berorientasi ekspor.

Perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas,

sehingga perusahaan siap menghadapi era perdagangan bebas APEC tahun 2010 dan

perdagangan dunia tahun 2020 yang akan datang.

Sistem Penilaian Kinerja adalah suatu panduan bagi industri untuk dapat

beroperasi dengan baik, sehingga melalui penilaian kinerja, perusahan dapat

mengetahui posisinya saat ini sebagai acuan untuk melakukan perbaikan manajemen.

Beberapa aspek yang ditinjau dalam penilaian kinerja ini adalah: Man (manusia),

Money (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode),

Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Melalui

penilaian kinerja ini perusahaan akan mengetahui kondisi dari ke delapan aspek

tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan untuk memenuhi semua

kekurangannya. Penilaian kinerja ini akan lebih efektif apabila ditunjang oleh sistem

informasi yang memadai, sehingga aktivitas penilaian kinerja dapat dilakukan lebih

cepat, dan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan analisa.

Keluaran yang direpresentasikan dalam program, berupa penilaian kuantitatif dan

kualitatif dari setiap aspek yang dinilai. Sistem Penilaian Kinerja diharapkan menjadi

jawaban terhadap masalah yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengetahui kinerja

yang selama ini telah dilakukan, sehingga tidak mengesampingkan aktivitas evaluasi

karena keterbatasan sumber daya. Program penilaian kinerja ini dapat membantu

perusahaan, khususnya untuk perusahaan berorientasi ekspor, dalam hal ini dipilih

kasus dari industri asam stearat dari minyak sawit.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah memperoleh rancangan model sistem penilaian

kinerja dan perangkat lunak aplikatif untuk menilai kinerja industri oleokimia.

Perangkat lunak ini akan dilengkapi dengan analisa sehingga hasil penilaian kinerja

dapat diketahui secara langsung dari luaran sistem. Indikator yang digunakan pada

sistem penilaian kinerja didasarkan pada indikator standar pengelolaan ideal pada

Page 19: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

3

industri asam stearat. Keluaran dari sistem, diharapkan dapat membantu industri

oleokimia, khususnya industri asam stearat, dalam melakukan penilaian kinerja,

sehingga perusahaan mampu melakukan evaluasi secara cepat dan dapat menentukan

rekomendasi dan strategi untuk peningkatan kinerja perusahaan. Indikator ideal yang

digunakan dalam penilaian kinerja industri oleokimia, dapat pula digunakan sebagai

rujukan bagi operasionalisasi industri oleokimia.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mengkaji kinerja industri oleokimia, khususnya industri asam

stearat yang menggunakan RBD Stearin sebagai bahan baku. Hasil dari penelitian

ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengembangan kinerja

industri asam stearat di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian

kinerja industri asam stearat adalah :

1. Bagi produsen asam stearat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan

untuk menilai kinerja industri saat ini, sehingga berdasarkan hasil penilaian

tersebut, diharapkan manajemen industri dapat mengetahui langkah-langkah yang

perlu diambil untuk meningkatkan kinerjanya

2. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja industri secara umum dapat dijadikan

sebagai masukan dan dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan industri

asam stearat di Indonesia ke depan

3. Bagi asosiasi industri, khususnya untuk APOLIN (Asosiasi Produsen

Oleochemical Indonesia), hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan bahan

masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan industri ke depan.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi beberapa kegiatan, antara lain :

1. Melakukan pengamatan kondisi industri asam stearat yang ada saat ini, melalui

survei lapangan dan studi literatur

2. Melakukan pemilihan indikator penilaian kinerja, dan memperoleh standar

Page 20: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

4

industri asam strearat yang ideal, melalui aktivitas interview dengan para pakar

dan diperkuat dengan studi literatur

3. Melakukan pemodelan sistem dan rancang bangun perangkat lunak berdasarkan

indikator kinerja dan standar ideal industri asam stearat

4. Melakukan pengumpulan data input penilaian kinerja dari setiap departemen

pada perusahaan yang akan diteliti

5. Melakukan verifikasi dan validasi model

6. Melakukan analisis terhadap keluaran yang dihasilkan oleh model

7. Membuat rekomendasi perbaikan untuk perusahaan.

E. Pembatasan Masalah

Penilaian kinerja yang memiliki banyak aspek, dan banyak metode, akan dibatasi

untuk beberapa analisis, antara lain :

1. Penilaian material akan melihat presentase material reject, prosentase asam lemak

bebas, bilangan iod, warna, moisture dan impurities.

2. Penilaian kinerja dari setiap proses akan melihat sistem penilaian berdasarkan

kriteria penilaian departemen kualitas yang ada di perusahaan

3. Penilaian kinerja mesin ditentukan oleh indikator yang biasanya dipergunakan di

industri asam stearat, antara lain Accident Lost Time dan Allocated Down Time

4. Penilaian kinerja keuangan hanya akan melihat Return On Investment dan Net

Profit Margin

5. Penilaian kinerja manusia akan melihat tingkat mangkir karyawan, keluar masuk

karyawan, dan formasi karyawan di setiap departemen

6. Penilaian produk jadi akan melihat jumlah downgrade, bilangan iod dan warna

7. Penilaian pasar, hanya akan menilai market share dan efektivitas pemasaran

8. Penilaian ekonomi hanya melihat deviasi harga palm stearin FOB Malaysia,

deviasi harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam dan bea masuk

9. Penilaian sosial akan dipilih dari besarnya prosentase keuntungan yang

dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan sosial.

Page 21: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penilaian Kinerja

Anthony et al. (1997) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai: “the activity of

measuring the performance of an activity or the entire value chain”. Dari definisi di

tersebut dapat diartikan bahwa penilaian kinerja adalah tindakan penilaian yang

dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan.

Hasil penilaian tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan

memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana

perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan

pengendalian.

Dalam lingkungan usaha yang masih berskala kecil, dapat dipastikan bahwa

transaksi hanya dilakukan dengan pihak eksternal (tidak ada transaksi internal).

Penilaian kinerja, secara obyektif dapat dilakukan dengan membandingkan harga

output dengan harga input, tatapi ketika perusahaan mulai membesar dan pihak-

pihak yang berkepentingan dengan perusahaan ikut bertambah, maka akan timbul

permasalahan, antara lain:

• Peningkatan skala perusahaan berupa integrasi fungsi-fungsi dan semakin

kompleksnya struktur organisasi memperbesar jumlah transaksi internal yang

membuat mekanisme harga terbengkalai

• Pembesaran perusahaan berakibat pula pada semakin panjangnya siklus operasi

perusahaan

• Penilaian kinerja bahkan semakin sulit dilakukan pada perusahaan padat modal

berskala besar yang menghasilkan lebih dari satu jenis produk, terutama

kesulitan dalam pengalokasian biaya tidak langsung.

• Bertambahnya stakeholders semakin mempersulit proses deliberasi untuk

menyepakati besarnya nilai akun dalam neraca dan laporan laba rugi yang bukan

berasal dari kepanjangan tangan dari proses transaksi, seperti: exit value, biaya

penggantian dan lain sebagainya.

Page 22: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

6

Berdasarkan masalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja

berbasis informasi keuangan kurang mampu memuaskan semua pihak. Oleh sebab itu

perlu dipertimbangkan untuk mengukur aspek yang lain selain aspek keuangan

(Yuwono et al. 2004)

B. Sistem Penilaian Kinerja

Sistem Penilaian Kinerja adalah suatu panduan bagi industri untuk dapat

beroperasi dengan baik, melalui analisa hasil penilaian kinerja sehingga perusahan

dapat mengetahui posisinya saat ini sebagai acuan untuk melakukan perbaikan

manajemen. Konsep ini akan mendukung perusahaan untuk dapat melakukan

perbaikan dari beberapa aspek yang terdiri dari Man, Money, Machine, Material,

Method, Market, Management & Environment. Selain 8 aspek tersebut, ada penilaian

kinerja lain yang melakukan penilaian terhadap 4 aspek, yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif internal, dan perspektif pembelajaran. Penilaian

kinerja inilah yang dikenal sebagai Balanced Scorecard (Yuwono et al. 2004).

Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan

pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan

pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis, yang memandang unit

bisnis dari empat perspektif tersebut. Perspektif keuangan menjadi tolok ukur utama

yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai lead

indicators.

Yuwono et al. (2004) mengemukakan bahwa manfaat sistem penilaian kinerja

adalah sebaga berikut:

• Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa

perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam

organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan

• Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai

pelanggan dan pemasok internal

• Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya

pengurangan terhadap pemborosan tersebut ( reduction of waste )

Page 23: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

7

• Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberikan

penghargaan atas prilaku yang diharapkan.

Man (Manusia)

Manusia bekerja mulai dari yang bersifat dasar sampai pada terpenuhinya

kebutuhan. Setelah seseorang berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor

yang mempengaruhi jalannya pekerjaan, antara lain faktor fisik, faktor sosial

keorganisasian dan faktor kepribadian. Faktor-faktor ini patut diperhatikan bukan

hanya karena bersifat wajar, namun juga akan menimbulkan serangkaian kerugian

bila tidak diperhatikan. Sumberdaya Manusia merupakan sumber dari proses

pembelajaran dan pertumbuhan. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan

pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan

organisasi. Dalam organisasi knowledge worker, manusia adalah sumberdaya utama,

sehingga dalam pelaksanaannya perlu dilakukan penilaian (Yuwono et al. 2004).

Penilaian ini berdampak terhadap budaya organisasi dan pemberian motivasi terhadap

karyawan. Oleh sebab itu, hasil dari penilaian kinerja manusia biasanya akan

dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, sehingga dapat mendorong

perusahaan untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Penilaian terhadap kinerja manusia, dapat diperoleh dari indikator berikut:

a. Tingkat Mangkir Karyawan

Mangkir adalah karyawan yang tidak masuk kerja. Tingkat mangkir merupakan

wujud penurunan motivasi karyawan dalam bekerja. Semakin kecil

prosentasenya, maka motivasi karyawan dalam bekerja dikategorikan baik,

sebaliknya semakin besar prosentasenya, maka motivasi dikategorikan buruk.

Formulasi yang biasanya dipergunakan dalam menentukan tingkat mangkir

karyawan, dapat dirumuskan sebagai berikut:

%100.Kerja HariJumlah x Karyawan Jumlah

Mangkir Karyawan Jumlah %.. xMangkir =

bulan12

%Mangkir Tingkat rata-Rata % ∑= Mangkir

Page 24: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

8

b. Employee Turnover

Employee turnover merupakan tingkat keluar masuknya karyawan pada

perusahaan tersebut. Semakin tinggi Employee Turnovernya, mengindikasikan

iklim organisasi yang kurang baik, sehingga karyawan yang bekerja tidak dapat

bertahan lama berada dalam perusahaan tersebut. Indikator ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

%100.Karyawan TotalJumlah

Masuk Keluar yangKaryawan Jumlah %.. xTurnover =

c. Formasi Karyawan pada Setiap Bagian

Proses akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumberdaya

manusia yang memadai, baik dilihat secara jumlah maupun berdasarkan latar

belakang pendidikan dan pengalaman. Indikator ini dapat dijadikan sebagai

ukuran kinerja dilihat dari aspek manusia.

Money (Uang)

Penilaian kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan

pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan

perusahaan. Perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus

berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai

pemegang saham.

Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus

kehidupan bisnis, yaitu : Growth, Sustain, dan Harvest. Tiap tahapan memiliki

sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda pula.

Growth merupakan tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana

perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi

pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi

dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah.

Page 25: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

9

Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya,

pertumbu8han pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.

Sustain adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan

reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini,

perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan

mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan

untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan

perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan

pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur yang

kerap dipergunakan pada tahap ini, misalnya ROI (Yuwono et al. 2004).

Harvest adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar menuai hasil

investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi

maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan

dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil

sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal

kerja.

Penilaian terhadap kinerja keuangan, dapat diperoleh dari indikator rasio

profitabilitas sebagai berikut:

a. Return on Investment (ROI)

ROI merupakan rasio provitabilitas yang biasa disebut sebagai “ hasil

pengambilan atas total aktiva “ atau laba operasi bersih terhadap total aktiva

(Weston & Copeland 1995). Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian

total sumber daya oleh perusahaan dan bertujuan untuk melihat kemampuan dari

modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan netto

(Riyanto 1991). ROI disebut juga sebagai hasil pengembalian atas investasi.

Manajemen perlu mengetahui hasil pengembalian operasi atas sumber daya yang

digunakan oleh sebuah segmen. Investasi dapat dipandang layak dari aspek

finansial, jika memenuhi syarat ROI > 0, dan standar yang baik untuk rasio ini

adalah 6 (Munawir 1996). ROI dapat diformulasikan sebagai berikut:

Page 26: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

10

%100... xAktivaTotalbersihLabaROI =

b. Net Provit Margin (NPM)

Rasio ini biasanya disebut sebagai marjin laba atas penjualan (provit margin on

sales). Rasio ini dapat dipengaruhi oleh intensitas modal dalam industri tempat

perusahaan bergerak (Weston & Copeland 1995).. Perusahaan-perusahaan dalam

industri yang sangat padat modal seperti baja, mobil, dan kimia mungkin

mempunyai perputaran penjualan terhadap aktiva yang lebih rendah. Untuk

memperoleh pengambilan atas modal atau ekuitas yang sama, diperlukan hasil

pengambilan atas penjualan yang lebih tinggi. Standar yang baik untuk rasio ini

adalah 4 (Munawir 1996). NPM dapat diformulasikan sebagai berikut:

%100..

. xbersihPenjualan

bersihLabaNPM =

Machine (Mesin)

Mesin merupakan media untuk mengubah input menjadi output. Oleh sebab itu

kondisi mesin harus dapat dipertahankan dengan baik. Produk yang memiliki nilai

tambah adalah produk yang berkualitas, harganya terjangkau, dan tersedia pada saat

konsumen membutuhkan. Ketiga kriteria tersebut dapat dicapai apabila perusahaan

mampu melakukan efisiensi terhadap proses. Efisiensi dapat tercapai apabila kesiapan

dan keandalan pabrik dapat dijaga dengan baik, termasuk kontinuitas proses produksi

(Supandi 1983). Keberadaan mesin merupakan penunjang tercapainya ketiga kriteria

tersebut.

Penilaian terhadap mesin dapat dilakukan dengan melihat keandalan mesin

dalam bekerja. Mesin yang sering rusak, menyebabkan pelaksanaan produksi

terganggu. Indikator penilaian keadaan mesin dapat dilihat dari indikator sebagai

berikut:

a. Allocated Downtime adalah waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses

produksi, dikerenakan mesin harus diperiksa, dibersihkan & diperbaiki.

Page 27: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

11

b. Accident Lost Time adalah waktu terhentinya kegiatan proses produksi secara

tiba-tiba, dikarenakan mesin rusak atau terjadi kecelakaan.

Material (Bahan Baku)

Keberadaan material menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan. Material

untuk membuat asam lemak adalah RBD Stearin yang terbuat dari minyak kelapa

sawit kasar, yang sering disebut dengan CPO (Crude Palm Oil) yang diperoleh dari

pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Minyak ini diperoleh dari proses

pengempaan daging buah kelapa sawit (Mesocarp). Kelapa Sawit adalah tanaman

yang termasuk kedalam famili Palmae. Tanaman ini merupakan tanaman berkeping

biji satu, dimana dari buah yang dihasilkan dapat diolah menjadi Minyak Inti Sawit

(PKO) yang berasal dari biji sawit dan Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO). Minyak

kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk produk pangan dan sebagai bahan baku

industri non pangan. Oleokimia merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh

minyak kelapa sawit.

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) merupakan bahan pangan sumber

karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Minyak sawit

ini mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan

berbentuk semi solid pada suhu ruang. Proses pengolahan kelapa sawit dapat

dilakukan dengan beberapa tahapan yang terdapat pada Gambar 1. Proses diawali

dengan sterilisasi dan perontokan. Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas

enzimatis guna mengurangi kerusakan bahan akibat penguraian minyak menjadi asam

lemak bebas, mengumpulkan protein dalam buah supaya tidak ikut terekstrak pada

waktu pengepresan, membunuh mikroba, pengawetan dan memudahkan perontokan

buah. Proses ini dilakukan dengan merebus tandan buah kelapa sawit, lalu

dimasukkan kedalam mesin perontok. Proses dilanjutkan dengan melakukan

pengempaan dengan cara memasukkan sawit ke dalam tangki penghancur yang

dibantu dengan uap air panas yang akan menghasilkan jladren. Kemudian jladren

dimasukkan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak. Pengepressan

dilakukan pada tekanan sebesar 200–300 kg/cm2 dengan kecepatan 5 sampai 6 kali

Page 28: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

12

per menit. Proses perebusan untuk memecahkan struktur emulsi, memasak minyak

dan memisahkan kotoran dan air dari minyak. Pendinginan selama 3 jam akan

memisahkan minyak dari kotoran dan air yang terjadi akibat perbedaan jenis air

antara minyak dan fasa yang lain, sehingga minyak akan terapung karena memiliki

bobot jenis yang lebih kecil. Langkah selanjutnya adalah proses penjernihan yang

bertujuan untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan dan memperpanjang

masa simpan, melalui pemasakan dengan uap selama 60 menit dan didinginkan

selama 60 menit. Pemanasan juga bertujuan untuk mencegah pembekuan minyak

pada proses selanjutnya. Alat yang digunakan adalah Klarifikator. Proses akhir adalah

proses penyaringan yang dilakukan untuk memisahkan kotoran dan air yang akan

dikembalikan ke dalam tangki pengendapan, sementara minyak bersih akan

dipompakan ke dalam tangki penimbun. Alat yang digunakan adalah alat penyaring

sentrifugal yang dilengkapi dengan pipa uap untuk memanaskan minyak sawit agar

tidak membeku.

Bentuk semi solid minyak sawit mentah disebabkan oleh kandungan asam lemak

jenuh yang tinggi, sekitar 50% asam lemak yang ada merupakan asam lemak jenuh

dengan komponen utama asam palmitat, sekitar 40% asam lemak tidak jenuh tunggal

(asam oleat) dan sekitar 10% asam lemak tidak jenuh jamak (asam linoleat). Asam

palmitat bentuk bebas dan bentuk terikat sebagai monopalmitin,dipalmitin dan

tripalmitin memiliki titik leleh yang relatif tinggi (di atas 60oC), sehingga pada suhu

ruang senyawa tersebut berbentuk padat.

Penilaian kinerja berdasarkan bahan yang dipergunakan, akan mengacu kepada

standar mutu bahan baku. Standar mutu merupakan hal yang penting untuk

menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa parameter yang menentukan

standar mutu, yaitu : warna, Iodine Value (IV), kandungan Free Fatty Acid (FFA),

Acid Value (AV), Saponification value (SV) dan kandungan moisture & impurities.

Page 29: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

13

Penimbangan

PerebusanT=140 oC; t = 75-90 mnt

P=2.8-3.0 kg/cm3

PenebabanV=23-25 rpm

PelumatanT=90-95 oC ; t=30 mnt

PengepresanT=90-95oC ; P=250Kg/cm2

V=6 press/menit

Tandan Buah Segar

Pengendapan

Penyaringan

Uap PanasKondensat

Uap

Tandan Kosong

Air Panas(T=90-95oC)

Cake(Serabutdan biji)

Kotoran

AirPengencer

Ampas Saring

Ampas Saring

1

1

Pengendapan

KlarifikasiT=90-95oC ; t=4-5 jam

PengendapanSludge

T=90-95oCt=1 jam

PemisahanSludge

T=90-95oC

Sludge

PengendapanMinyak

T=90-95oCt=1 jam

PenjernihanT=90-95oC

PengeringanMinyak

T=90-95oC

CPO

AirNOS

Uap

MinyakKutipan

Gambar 1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit

RBD Stearin adalah Stearin dari minyak sawit yang sudah memperoleh

perlakuan proses refined (pemurnian), bleaching (pemucatan) dan proses

Deodorized (penghilangan bau), aliran proses pengolahan CPO menjadi RBD Stearin

dapat dilihat pada Lampiran 3. Spesifikasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1,

sedangkan bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 1. Standar Bahan Baku yang dipergunakan

Bahan Baku

Warna IV ( gram I2 / 100 gram )

FFA ( % )

SV ( mg KOH / gr )

Moisture & Impurities

( % ) Yellow Red

RBD Stearin

30 0.3 32 min 0.2 m1x - 0.15

Sumber : PT. X (2004)

Page 30: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

14

Tabel 2. Bahan Baku dan Bahan Penolong yang digunakan

Jenis Bahan Baku / Penolong

Penggunaan Per Tahun

Bentuk Sifat Bahan

Sumber Bahan

Sistem Simpan

Bahan Baku : CPO 67 000 ton Cair Non B3 Domestik tangki Bahan Penolong

NaOH 44.2 ton Padat Korosif Domestik Tangki fiber HCl 67.5 ton Cair Beracun Domestik Drum Plastik Filter Aid 66.4 ton Cair Beracun Domestik Drum Plastik Hydrazine 8.1 ton Cair Beracun Domestik Drum Plastik Ca (OH)2 37.8 ton Padat Iritant Domestik Karung Na2CO3 17.2 ton Padat Beracun Domestik Karung Act. Carbon 27.0 ton Padat Beracun Domestik Karung Tawas 1.1 ton Padat Beracun Domestik Karung Kaporit 1.7 ton Padat Beracun Domestik Karung Pbo 8 000 ton Padat Beracun Domestik Kaleng Zno 4 000 ton Padat Beracun Domestik Kaleng Katalis Nikel ( Ni ) 64.8 ton Padat Beracun Impor Drum Sumber: PT. X (2004)

Standar kualitas dan spesifikasi bahan baku inilah yang dijadikan dasar sebagai

indikator penilaian kinerja berdasarkan aspek material.

Method ( Metode )

Proses pengolahan RBD Stearin menjadi asam lemak, terdiri dari proses Fat

Spliting / Hidrolisis, hidrogenasi, pemurnian dan fraksinasi.. Jalur utama produksi

yang dipakai adalah proses hidrolisa / flat splitting, tahap pemurnian asam stearat dan

tahap pemurnian gliserin. Tahap pemurnian asam stearat terdiri atas unit hidrogenasi

dan unit distilasi asam lemak. Sedangkan tahap pemurnian gliserin terdiri atas unit

pre treatment, unit evaporasi dan unit distilasi gliserin. Jalur produksi dapat dilihat

pada Gambar 2.

Page 31: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

15

Distilat I

Pemisahan Lemak

Hidrogenasi

Distilasi

Suhu 265 CTekanan 60 Bar

Suhu 200 CTekanan 22 Bar

Suhu 190 - 200 CTekanan 3 milibar

RBD StearinAir Kondensat

Asam Lemak KasarGliserin Encer

Asam Lemak KasarHidrogen

Nikel - Katalis

Asam Lemak yangDijenuhkan

Asam Lemak yangDijenuhkan

Distilat IIResidu

Fraksinasi

Bahan Lain

Bahan Lain

Distilat II Asam StearatKemurnian >99%

Pembutiran

Asam StearatKemurnian > 99%

Distilat I Penyerpihan

Asam StearatKemurnian < 99%

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Asam Stearat

Sumber: PT. X (2004) Market ( Pasar )

Penilaian terhadap kinerja pemasaran, dapat dilakukan dengan menghitung

efektivitas pasar perusahaan (Susanto 2004). Di samping itu, market share (pangsa

pasar) juga dapat dijadikan sebagai indikator penilaian kinerja perusahaan. Semakin

Page 32: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

16

besar pangsa pasar dan efektivitas pasar suatu kegiatan usaha, maka semakin baik

kinerja dari perusahaan tersebut.

Proses Produksi Asam stearat dari RBD Stearin dapat diuraikan sebagai

berikut :

a. Fat Splitting ( Pemisahan lemak ) / Hidrolisa

Pada proses ini bahan baku minyak yaitu RBD Stearin (Stearin Kasar)

direaksikan dengan air (condensate water) didalam sebuah menara pemisah

(splitting tower) pada suhu 265 oC dengan tekanan 60 bar, sehingga terjadi reaksi

hidrolisa antara trigliserida yang terkandung dalam RBD Stearin dengan air.

Dalam reaksi hidrolisa, minyak dan lemak akan diubah menjadi asam lemak

bebas dan gliserol (Ketaren 1986). Minyak RBD Stearin atau stearin masuk pada

bagian bawah tower, sedangkan air kondensat masuk dari bagian atas tower.

Hasil reaksinya adalah :

1. Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid), yaitu asam stearat yang masih

mengandung asam lemak tak jenuh, yang keluar dari bagian atas tower

2. Glicerol yang berupa Gliserin Encer (Sweet water), yaitu gliserin yang masih

banyak mengandung air dan pengotor yang keluar pada bagian bawah tower.

Rumus Kimia reaksi hidrolisa dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Proses Hidrogenasi

Crude Fatty Acid direaksikan dengan gas Hidrogen (H2) dibantu dengan nikel

katalis untuk mempercepat reaksi (Katalisator). Adapun kebutuhan gas hidrogen

tersebut diperoleh dari proses elektrolisa air pada electrolizer plant. Proses

hidrogenasi asam lemak ini dilakukan dalam sebuah reaktor atau autoclave yang

dilengkapi dengan mixer pada suhu hingga ±200 oC dan tekanan mencapai 22

bar. Setelah dilakukan filtrasi kemudian diperoleh asam lemak yang dijenuhkan

(hydrogenated fatty acid) yang untuk selanjutnya dilakukan proses distilasi.

c. Distilasi Asam Lemak

Pada tahapan ini asam lemak yang dijenuhkan dilakukan proses distilasi untuk

memperoleh fatty acid dengan komposisi dan kemurnian yang lebih baik. Proses

ini berlangsung pada sebuah vessel (elembic) pada tekanan vacum ± 3 millibar

Page 33: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

17

dan suhu 190–200 oC. Distilat I pada proses distilasi ini selanjutnya dilakukan

tahap flaking untuk diubah menjadi flake (serpih) kemudian disimpan dalam silo

untuk seterusnya dikemas dalam karung seberat 25 kg atau 500 kg dengan

berbagai tipe seperti SA 1800, SA 1801, SA 1806 dan lain-lain, yang

spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 5. Residu dari proses distilasi ini sebelum

ditampung dalam sebuah tangki, diuapkan terlebih dahulu dalam residu distiler

sehingga diperoleh distilat II untuk diproses lagi sedangkan residunya sendiri

selanjutnya di kemas.

d. Proses Fraksinasi

Proses fraksinasi asam lemak dimaksudkan untuk memisahkan komponen-

komponen asam lemak yang berasal dari PKO dan CPO. Dengan fraksinasi

campuran asam lemak dapat dipisahkan berdasarkan panjang rantai karbonnya

menjadi bahan-bahan yang relatif murni (kemurnian > 99%). Alat utama terdiri

dari satu kolom untuk menghilangkan air dan gas dan tiga kolom fraksinasi.

Ketiga kolom fraksinasi dapat dirangkai dengan berbagai cara (seri, paralel dan

seri paralel), sesuai dengan komposisi bahan masuk dan hasil yang dikehendaki.

Dari masing-masing kolom akan keluar hasil atas (precut), hasil tengah (distilat)

dan hasil bawah (sump) dengan kemurnian tertentu. Untuk menghindari

kerusakan karena terlalu panas, fraksinasi harus dijalankan pada tekanan tertentu

agar bahan menguap pada suhu rendah. Untuk pengoperasian kolom tersebut

diperlukan alat pembantu berupa sistem vakum, alat pemanas dan alat pendingin.

Penilaian terhadap metode yang dipilih, juga memiliki indikator penilaian lain,

yaitu kualitas keluaran proses, dimana setiap selesainya suatu tahapan proses, akan

dilakukan audit terhadap output. Hasilnya merupakan indikator keberhasilan suatu

proses. Prosentase Down Grade, yaitu prosentase jumlah produk yang harus turun

kelas (Grade), karena suatu kesalahan, yang sebagian besar diakibatkan oleh proses,

juga menjadi indikator keberhasilan suatu proses.

Page 34: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

18

Manajemen

Manajemen didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,

kepemimpinan, dan pengendalian pekerjaan anggota organisasi, serta pengendalian

sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Aktivitas ini dapat dinilai

dengan cara melihat sejauh mana program dan sasaran yang telah ditetapkan dapat

dilaksanakan dengan baik. Manajemen dapat dinilai berdasarkan aspek yang lain,

yaitu: manajemen keuangan, manajemen personalia, manajemen operasi, dan

manajemen pemasaran. Keempat aspek tersebut masuk kedalam aspek Man, Money,

Machine & Market.

Environment (Lingkungan)

Penilaian terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan melihat prosentase limbah

yang dihasilkan oleh industri asam lemak, dan melakukan penilaian terhadap

pelaksanaan pengolahan limbah. Indikator penilaian terhadap lingkungan berupa

level untuk limbah cair, limbah gas dan kebisingan.

C. Asam Stearat (Stearic Acid)

Asam stearat merupakan komponen kecil dari Minyak dan lemak. Sebelum

membahas asam stearat secara detail, maka perlu kiranya untuk mengetahui perihal

minyak dan lemak. Lemak (lipid) adalah semua yang larut dalam pelarut non polar.

Secara umum lipid diklasifikasikan menjadi 3, antara lain:

a. Trigliserida. Disebut sebagai lemak, minyak, yang merupakan gabungan dari

Gliserol dan Asam Lemak

b. Fosfatida. Gliserol masuk kedalam fosfatida, yaitu asam lemak, asam fosfat dan

senyawa N

c. Lilin / Malam. Lilin merupakan gabungan dari alkohol dan asam lemak.

Senyawaaan ini terdapat dalam jumlah kecil di dalam asam lemak kasar (crude

oil).

Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya, mengandung

sejumlah kecil komponen selain trigliserida, antara lain: lipid kompleks (lesithin,

Page 35: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

19

cephalin), Sterol, Asam lemak bebas, pigmen dan hidrokarbon. Komponen tersebut

mempengaruhi warna dan flavour produk, serta berperan dalam proses ketengikan.

Lipid dalam bahan pangan dapat dipisahkan dari persenyawaan lain dengan proses

ekstraksi yang menggunakan pelarut. Fraksi yang larut disebut lemak kasar, yang jika

dilarutkan dengan natrium hidroksida akan membentuk sabun. Tidak semua lemak

kasar dapat larut dengan NaOH, seperti Sterol, hidrokarbon dan pigmen.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa asam lemak merupakan

komponen pembentuk lemak. Asam lemak dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Asam Lemak Jenuh

Asam lemak ini tak memiliki ikatan rangkap, dan biasa disebut sebagai lemak

(fat). Asam lemak ini akan padat pada suhu kamar, dan sebagian besar berasal

dari hewani. Asam Stearat dan Asam Palmitat merupakan contoh dari asam

lemak jenuh

b. Asam Lemak tak Jenuh

Asam lemak ini memiliki ikatan rangkap, yang biasa disebut sebagai oil.

Bentuknya cair pada suhu kamar. Asam lemak ini sebagian besar terdapat dalam

minyak nabati. Contohnya : Asam Linoleat dan Asam linolenat.

Asam stearat merupakan salah satu contoh dari asam lemak, yang memiliki

rantai hidrokarbon yang panjang, dan mengandung gugus karboksil pada satu

ujungnya, dan gugus metil pada sisi yang lain. Asam stearat (CH3(CH2)16COOH),

merupakan asam lemak jenuh, yang akan padat pada suhu kamar, dan tidak memiliki

double bounds diantara atom karbon yang bersebelahan dengannya. Hal ini berarti

rantai hidrokarbonnya fleksibel. Asam Stearat dapat terpisah pada suhu rendah

(pendinginan). Gambaran molekul asam stearat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Asam Stearat

Sumber: www.cheric.org

Page 36: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

20

Adapun komposisi asam lemak dari minyak sawit kasar (CPO) dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar

Jenis asam lemak Persen komposisi

Asam laurat (C12:0) 0–0.4

Asam meristat (C14:0) 0.6–1.7

Asam Palmitat (C16:0) 41.1–47.0

Asam stearat (C18:0) 3.7–5.6

Asam oleat (C18:1) 38.2–43.6

Asam linoleat (C18:2) 6.6–11.9

Asam linolenat (C18:3) 0.0–0.6

Sumber : Pantzaris (1997)

Produk utama yang dihasilkan oleh industri oleokimia yang dikaji, dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel. 4. Produk Utama Industri Oleokimia

No Nama Produk Kapasitas /

Ton

Bentuk Sifat

Produk

Sistem

Penyimpanan

1 Asam Stearat 92 500 Padat Netral Gudang terbuka

2 Stabilizer 32 000 Padat Netral Gudang tertutup

3 Fraksinasi 10 000 Padat Netral Gudang tertutup

4 Gliserin 9000 Padat Netral Gudang tertutup

Sumber. PT. X (2004)

Produk asam stearat yang dihasilkan oleh perusahaan, harus memenuhi

beberapa spesifikasi, antara lain:

a. Bilangan Asam

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk

menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren

Page 37: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

21

1986). Bilangan ini digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang

terdapat dalam minyak dan lemak. Dilakukan dengan cara melarutkan lemak

dengan alkohol eter dan diberi indikator phenolphthalein, lalu dititrasi dengan

larutan KOH 0,5 N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap,

dimana besarnya bilangan asam tergantung kemurnian dan umur minyak atau

lemak tadi.

contohgramKOHxKOHxNmlasamBilangan

.1,56... =

Faktor 56,1 adalah bobot molekul larutan KOH. Apabila dipergunakan NaOH

untuk titrasi, maka factor tersebut menjadi 39,9.

b. Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram larutan alkali (KOH) yang

diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak (Ketaren 1986).

Pada proses ini tiga molekul KOH akan bereaksi dengan satu molekul minyak

atau lemak.

contohgramHClHClxNmlKOHKOHxNmlpenyabunanBilangan

.)..).(..(1,56. =

Selain menggunakan KOH dengan berat molekul 56.1, dapat pula digunakan

larutan NaOH dengan berat molekul 39.9.

c. Bilangan Iod

Bilangan Iod adalah jumlah (gram) Iod (I2) yang diikat oleh 100 gram lemak.

Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi

dengan Iod atau senyawa-senyawa iod (Ketaren 1986). Bilangan Iod ditetapkan

dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0.1-0.5 gr) dalam

kloroform atau karbon tetraklorida, lalu ditambahkan halogen secara berlebihan.

Bilangan ini digunakan untuk menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak.

Spesifikasi produk asam stearat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 38: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

22

Tabel 5. Spesifikasi Produk Asam Stearat

Tipe Bilangan

asam

(AV)

Bilangan

penyabunan

(SV)

Bilangan

Iod (IV)

Warna red /

yellow

(maks)

Kandungan

C18

1800 208-213 209-214 0.5 max 1.5/0.3 30-38

1801 208-213 209-214 1.0 max 2.0/0.5 30-38

1806 208-214 209-215 3.0 max 1.5/5.0 30-40

1810 207-214 208-215 6.0 max 10/2.0 -

1840 207-212 208-213 0.5 max 2.0/0.5 40-45

1850 204-209 206-210 1.0 max 2.0/0.5 47-52

CAND 01 212-217 213-218 1.0 max 2.0/0.5 -

1860 201-209 202-210 1.0 max 3.0/0.5 57-62

1865 200-208 201-209 1.0 max 3.0/0.5 62-68

1890 195-205 195-206 1.5 max 5.0/1.0 90 min

Sumber. PT. X (2004)

D. Teknik Pengukuran Kinerja

Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam melakukan pengukuran kinerja.

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri

secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas jangka pendek (short term capability

study”. Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya

waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah

ditentukan (Alsup & Watson. 1993).

Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas

jangka pendek adalah akurasi (Alsup dan Watson, 1993). Akurasi adalah kedekatan

nilai pengukuran terhadap nilai standar (PBM-SIG. 1995). Aurasi juga didefinisikan

sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (Alsup

& Watson, 1993). Akurasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

Page 39: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

23

TrueValueAverageAccuracy −=

Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai

standar kualitas yang dapat diterima (acceptability). Dalam praktek rentang nilai

akseptabiltas bervariasi antara ± 0.01 % sampai dengan ± 10 % (Besterfield 1990).

Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan

sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima

Teknik lain yang digunakan untuk memperoleh bobot sebagai acuan untuk

penilaian akhir adalah teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh

digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai

eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004) :

1. Kuadratkan matriks tersebut

2. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi

3. Hentikan proses ini, jika perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-

turut lebih kecil dari suatu nilai base tertentu.

Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh, maka akan diketahui bobot dari masing-

masing kriteria yang sesuai dengan besar pengaruhnya.

Metode lain yang dapat dipergunakan adalah pembobotan biasa. Setiap kriteria

diberikan bobot yang besarnya tergantung kepada hasil penilaian pakar mengenai

pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian proses. Pada skala penilaian si penilai

memberi angka pada suatu kontinum dimana individu atau objek akan ditempatkan,

dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai

(Nazir 1988).

Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana

hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan

sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek

yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak

yang sama pada pengukuran interval yang memperlihatkan jarak yang sama dari ciri

atau sifat objek yag diukur (Nazir 1988).

Page 40: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

24

E. Pendekatan Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang

berkaitan satu sama lain yang berusaha untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu

lingkungan yang kompleks (Marimin 2004). Pendekatan sistem muncul karena

adanya kenyataan yang mendasar dari persoalan aktual yaitu kompleksitas, dimana

unitnya adalah keragaman. Keragaman yang begitu besar tidak dapat dikaji atau

dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu teori sistem

menyatakan bahwa kesisteman adalah meta konsep, dimana formalitas dan proses

dari keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan (Eriyatno

1999). Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka berfikir yang berusaha mencari

perpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh.

Menurut Simatupang (1994), sistem mencakup lima unsur utama yaitu :

(1) Elemen-elemen

(2) Interaksi antar elemen

(3) Adanya suatu faktor yang mengikat elemen-elemen menjadi satu

kesatuan

(4) Adanya tujuan bersama

(5) Berada dalam lingkungan yang kompleks

Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem

terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa

model, implementasi rancangan, dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses

tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari

masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

F. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)

Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam

Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi

informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik

pokok yang melandasi teknik Sistem Penunjang Keputusan (SPK) adalah :

Page 41: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

25

a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan.

b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.

c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang

d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan

berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi

SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan

tersebut terdiri dari tujuh tehapan (Marimin 2004):

1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan)

2. Mendefinisikan persoalan

3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras

4. Menggunakan model

5. Memelihara sistem.

Page 42: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan gambaran industri oleokimia saat ini, dibutuhkan upaya untuk

meningkatkan kinerja industri tersebut, mengingat peluang pasar untuk sektor industri

ini masih terbuka lebar. Industri oleokimia menghadapi berbagai masalah, baik

eksternal yang berkenaan dengan kebijakan ekspor, misalnya tarif bea masuk yang

terlalu tinggi akan berakibat pada menurunnya harga asam stearat dibawah harga

normal 500 US dolar per ton (Tempo 2004). Selain itu terdapat pula masalah

internal, yaitu teknis produksi yang berkaitan dengan rendahnya tingkat

produktivitas, dan masalah manajemen yang berkaitan dengan efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan industri, misalnya saat ini banyak industri asam stearat

yang menghasilkan produk reject, sementara itu mereka harus mengeluarkan biaya

yang besar untuk melakukan recycle terhadap produk reject tersebut. Upaya-upaya

peningkatan kinerja tersebut bermuara pada cara memperbaiki dan meningkatkan

produktivitas serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan industri oleokimia.

B. Rancang Bangun Sistem Penilaian Kinerja

Metode yang digunakan dalam rancang bangun sistem penilaian kinerja industri

asam stearat, melalui pendekatan sistem. Tahapan dalam pendekatan sistem, yang

meliputi (1) analisis faktor kondisi ideal, (2) penetapan indikator penilaian kinerja,

(3) rancang bangun model, (4) validasi model, (5) penerapan penilaian kinerja, dan

(6) penyusunan rekomendasi perbaikan.

Analisis Faktor Kondisi Ideal Industri Asam Lemak

Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang menunjang kondisi ideal dari

industri oleokimia, khususnya Asam Stearat, melalui deskripsi tujuan, kebutuhan

pengguna data, pengumpulan data dan informasi mengenai kelayakan perusahaan.

Analisis ini akan mencari secara selektif apa saja yang dibutuhkan dari masing-

masing pelaku yang terlibat dalam sistem. Analisis dilakukan melalui studi pustaka,

Page 43: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

27

penelitian langsung, maupun wawancara dengan para pakar terkait. Melalui analisis

ini akan diperoleh data berkenaan dengan kondisi-kondisi yang dianggap paling

menentukan keberhasilan dari aktivitas produksi asam stearat. Kerangka pemikiran

konseptual rancang bangun penilaian kinerja industri asam stearat dapat dilihat pada

Gambar 4.

MULAI

Analis is Faktor-faktor untuk KondisiIdeal Industri Asam Lem ak dari M inyak

Sawiit

Penetapan Indikator Penila ian K inerja

Rancang Bangun Model s istem penila ianK inerja pada Industri

Asam Lem ak dari M inyak Sawit

ValidasiTidak

Ya

Pengum pulan DataKondis i Saat In i

Penila ian K inerja

PenyusunanRekom endasi

Perba ikan

Rekom endasi

SELESAI

Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual Rancang Bangun

Penilaian Kinerja Industri Asam Lemak

Page 44: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

28

Penetapan Indikator Penilaian Kinerja

Indikator penilaian kinerja ditetapkan berdasarkan hasil analisis faktor ideal

industri asam lemak dan identifikasi sistem penilaian. Penelitian akan melihat faktor-

faktor untuk aspek manusia, finansial, mesin, bahan baku, metode, pasar, manajemen

dan lingkungan Variabel penetapan nilai didasarkan kepada studi literatur dan

pendapat para pakar yang terkait dengan delapan aspek penilaian kinerja. Melalui

aktivitas ini, diharapkan dapat memperoleh output indikator penilaian kinerja

perusahaan secara lengkap yang melihat kedelapan aspek penilaian “7M1E”, yang

dapat dijadikan dasar untuk membuat perumusan model penilaian kinerja.

Perumusan Model Penilaian Kinerja

Pemodelan sistem merupakan tahapan untuk memperoleh korelasi antara

masukan dan keluaran sistem, melalui proses pemahaman sistem yang sudah ada, dan

memanfaatkan informasi yang diperoleh untuk membuat model yang akan dirancang,

sehingga diharapkan sistem yang dibuat, benar-banar merepresentasikan kondisi yang

sesungguhnya.

Validasi Sistem Penilaian Kinerja

Validasi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi industri dengan cara

membandingkan aktivitas penyeleggaraan industri terhadap model yang dibuat.

Validasi akan dilaksanakan pada industri asam stearat. Dalam penelitian ini

diupayakan adanya validasi dengan data primer yang dilakukan pada industri asam

stearat.

Penilaian Kinerja

Penilaian merupakan aktivitas implementasi sistem, dimana sistem yang sudah

dibuat, akan diuji cobakan pada data annual report yang diperoleh dari perusahaan.

Output dari penilaian ini adalah hasil dari proses data, sehingga dapat menilai kinerja

perusahaan berdasarkan aspek manusia, finansial, mesin, bahan baku, metode, pasar,

manajemen dan lingkungan.

Page 45: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

29

Penyusunan Rekomendasi Perbaikan

Rekomendasi perbaikan didasarkan pada output penilaian. Rekomendasi dibuat

untuk mengatasi kesenjangan antara model dan data operasional di industri. Faktor

eksternal yang terdiri dari faktor ekonomi, soaial dan lingkungan menjadi indikator

penting dalam penilaian. Disamping itu juga penilaian dapat menelusuri faktor

internal industri asam stearat . Berdasarkan penelusuran inilah dapat diketahui titik

kritis yang menyebabkan rendahnya kinerja industri asam stearat. Rekomendasi akan

diberikan kepada variabel kritis hasil penilaian kinerja, sehingga perusahaan dapat

melakukan perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja industri tersebut.

Pengelolaan industri asam stearat dapat dikelompokkan menjadi dua subsistem,

yaitu lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan internal industri adalah

pabrikasi, keuangan, formasi SDM, dan pemasaran. Aspek pabrikasi, terdiri dari

beberapa tahapan stasiun kerja, yaitu stasiun bahan baku, pemisahan lemak,

hidrogenasi, distilasi, fraksinasi, beading, penyerpihan, pengemasan dan analisa

kualitas produk. Seluruh subsistem tersebut akan saling berinteraksi antara satu

dengan lainnya. Lingkungan eksternal industri, terdiri dari ekonomi, sosial dan

kebijakan lingkungan. Sistem pengelolaan industri dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Sistem Pengelolaan Industri Asam Stearat

Penyusunan sistem penilaian kinerja industri, modelnya disusun dengan

menggunakan standar yang mungkin dicapai oleh sebagian besar industri asam

BAHANBAKU PROSES PRODUK

RBDSTEARIN

- PABRIKASI- KEUANGAN- TEKNOLOGI- SDM- MANAJEMEN

- ASAM STEARAT- PEMASARAN

INT ERNAL

EKST ERNAL

SOSIAL

EKONOM I

LINGKUNGAN

Page 46: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

30

stearat. Model ini kemudian divalidasi pada industri asam stearat yang ada.

Kesenjangan antara data primer dengan standar ideal yang digunakan akan

menentukan posisi perusahaan dalam penilaian kinerja. Berdasarkan kesenjangan

komponen tersebut, maka dapat dikemukakan rekomendasi untuk perbaikan kinerja

industri asam stearat. Rancangan sistem penilaian kinerja industri asam stearat dapat

dilihat pada gambar 6, yang menunjukkan aspek yang menjadi kriteria penilaian

kinerja perusahaan, dimana aspek yang berada dalam segitiga , merupakan aspek

internal, sementara itu aspek yang berada pada ketiga sudutnya, merupakan aspek

eksternal penilaian kinerja. Rancangan sistem penilaian kinerja industri asam stearat

ini dapat dilihat pada Gambar 6.

LINGKUNGAN

SISTEMPENILAIANKINERJA

INDUSTRI ASAMSTEARAT

MESINMANUSIA

KEUANGAN

MATERIAL METODE

PASAR MANAJEMEN

EKONOMI

SOSIALLINGKUNGAN Gambar 6. Rancangan Sistem Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat

C. Tata Laksana

1.Pengumpulan Data

Data untuk penelitian ini diperoleh dengan menggunakan data primer dan data

sekunder. Data Primer diperoleh melalui :

Wawancara : Mewawancarai orang yang dikategorikan sebagai pakar, baik pakar

internal maupun eksternal

• Pengamatan ke lokasi kegiatan industri, sehingga diperoleh laporan tahunan

perusahaan, yang diperoleh dari setiap departemen yang ada di perusahaan

tersebut.

Page 47: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

31

Data sekunder adalah data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Studi literatur dan visualisasi

sebagai pendukung teori dari penelitian yang dilakukan. Tujuan dari studi pustaka

adalah untuk memberikan kerangka berpikir, berupa teori-teori atau kajian-kajian

ilmiah, yang diperlukan didalam pelaksanaan penelitian, sehingga diperoleh

pegangan atau landasan ilmiah yang berguna sebagai bahan referensi ataupun juga

sebagai titik tolak pembanding terhadap hasil dari penelitian.

2. Perancangan Sistem

Perancangan sistem dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain :

a. Perancangan Model

Tahapan ini dilakukan dengan menguraikan proses penilaian kinerja, dimulai dari

penentuan variabel, sampai kepada cara untuk memperoleh kesimpulan akhir dari

setiap variabel tersebut. Pada tahapan ini digunakan Flowchart System untuk

mempermudah merepresentasikan suatu sistem nyata kedalam model penilaian

kinerja.

b. Perancangan Input

Perancangan input dilakukan dengan mengklasifikasikan data yang akan

dijadikan masukan sistem, disamping itu juga penulis akan membuat rancangan

form yang akan dijadikan media untuk input data.

c. Perancangan Output

Perancangan yang dilakukan terhadap tampilan yang akan diperoleh pengguna,

baik di layar monitor maupun hasil copy.

d. Perancangan teknologi

Pemilihan teknologi, dapat berupa pemilihan perangkat keras, maupun perangkat

lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam membuat sistem penilaian kinerja

adalah Microsoft Visual Basic 6.0, Microsoft Access, Paint dan Crystal Report.

e. Perancangan Basis Data

Perancangan ini dilakukan untuk menyusun sistem penyimpanan data, dalam hal

ini data disimpan dengan bantuan aplikasi Microsoft Access.

Page 48: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

32

f. Perancangan Pemeliharaan

Perangkat lunak yang dihasilkan, tentunya harus dapat digunakan untuk waktu

yang panjang, hanya saja ada kendala yang dihadapi, yaitu perubahan variabel

penilaian setap waktu , sesuai dengan perkembangan industri dan pengembangan

metode.

Keluaran dari kegiatan penelitian adalah suatu model penilaian kinerja industri

asam stearat yang dimanifestasikan dalam suatu program aplikasi dengan

menggunakan program Visual Basic 6.0, Microsoft Access & Cristal Report.

Program ini dipilih karena compatible dengan aplikasi Windows, sehingga dapat

dipergunakan dengan mudah.

3. Validasi Sistem dan Rekomendasi

Tahapan ini dilakukan dengan melakukan uji coba perangkat lunak yang telah

dibuat untuk industri asam stearat, berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan.

Dalam penelitian ini dilakukan validasi data primer yang dilakukan pada salah satu

industri asam stearat yang ada di pulau jawa. Keluaran yang diharapkan dari validasi

adalah perbandingan antara kondisi perusahaan terhadap model yang dirancang.

Apabila diperoleh penyimpangan antara data perusahaan dan standar ideal model,

maka hal inilah yang menjadi variabel kritis untuk membuat rekomendasi perbaikan

guna meningkatkan kinerja industri secara signifikan.

4. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Desember 2004 sampai Juli

2005. Tempat penelitian dilakukan di Industri Oleokimia, khususnya Asam Stearat,

yang berada di Jabotabek.

Page 49: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

IV. PEMODELAN SISTEM

A. Rancang Bangun Sistem

Sistem dibangun berdasarkan tahapan tertentu, dimana setiap tahapan memiliki

kriteria penilaian kinerja. Hasil penilaian kinerja dari setiap kriteria tersebut akan

memberikan gambaran mengenai performansi dari setiap tahapan yang dilalui.

1. Model Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja industri asam stearat didasarkan kepada 3 penilaian kinerja,

antara lain : a. Penilaian internal

b. Penilaian eksternal

c. Penilaian keseluruhan.

Tahapan penilaian kinerja secara umum, dapat dilihat pada Gambar 7.

BAHAN BAKU

PROSES(Metode, Mesin, Manusia,Keuangan, Manajemen )

PRODUK JADI( Pasar, Kualitas & Grade

Produk )

PENILAIANKINERJAINTERNAL

PENILAIANKINERJAEKSTERNAL

PENILAIANKINERJAKESELURUHAN

KINERJA PERUSAHAAN

LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI

Gambar 7. Tahapan Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat

Page 50: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

34

Model penilaian kinerja dapat digambarkan melalui diagram alir, dari setiap

tahapan yang dilalui. Penggunaan simbol didasarkan kepada standar simbol yang

digunakan dalam pembuatan diagram yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Tahapan

seluruh penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 8.

MULAI

DATABASE PERUSAHAAN

SELESAI

PENILAIAN KINERJABAHAN BAKU

PENILAIAN KINERJAPROSES

PENILAIAN KINERJAPRODUK

PENILAIAN KINERJAFORMASI KARYAWAN

PENILAIAN KINERJAINTERNAL

PENILAIAN KINERJASOSIAL

PENILAIAN KINERJAEKONOMI

PENILAIAN KINERJALINGKUNGAN

PENILAIAN KINERJAEKSTERNAL

PENILAIAN KINERJAAKHIR

Gambar 8. Diagram Alir Penilaian Kinerja

Page 51: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

35

Penilaian internal adalah penilaian terhadap kondisi yang mempengaruhi kinerja

perusahaan yang bersumber dari dalam perusahaan itu sendiri. Penilaian internal,

terdiri dari beberapa tahapan, antara lain :

a. Database perusahaan

Tahapan ini bukan merupakan penilaian , akan tetapi hanya memasukkan data

tahun, nama, dan lokasi dari industri yang akan dinilai. Data ini akan dijadikan

acuan dalam melakukan penilaian dari setiap tahapan yang akan dilalui.

b. Penilaian Bahan Baku

Penilaian terhadap kualitas bahan baku yang akan diproses. Penilaian dilakukan

terhadap kualitas dan kuantitas bahan baku. Hal ini perlu dilakukan, mengingat

grade produk asam stearat yang merupakan keluaran proses, sangat ditentukan

oleh keberadaan bahan baku yang diterima oleh perusahaan. Diagram alir

penilaian bahan baku dapat dilihat pada Gambar 9.

MULAI

PEMILIHAN MENU PENILAIANBAHAN BAKU

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITAS DANKUANTITAS BAHAN BAKU

PENILAIAN KINERJAPENYEDIAAN BAHANBAKU PERUSAHAAN

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

BAHAN BAKUPERUSAHAAN

- FREE FATTY ACID- IODIUM VALUE- WARNA- MOISTURE- IMPURITIES- JUMLAH TOTALMATERIAL- JUMLAH MTRL REJECT

SELESAI

Gambar 9. Diagram Alir Penilaian Kinerja Bahan Baku

Page 52: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

36

c. Penilaian Proses

Penilaian ini berupa hasil audit terhadap output yang dihasilkan dari setiap

tahapan proses, beserta penilaian terhadap jumlah sumber daya manusia dari

setiap tahapan tersebut, disamping itu ada beberapa hal lain yang dinilai dalam

proses, yaitu kemampuan manajemen perusahaan dalam memberikan dukungan

terhadap kelancaran proses, antara lain : Manajemen personalia dan manajemen

operasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada penilaian proses ini terdapat

beberapa tahapan penilaian, antara lain : penilaian stasiun kerja, mesin,

personalia dan keuangan. Diagram alir penilaian kinerja proses dapat dilihat

pada Gambar 11.

d. Penilaian Produk

Penilaian terhadap kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan oleh

perusahaan. Penilaian terhadap produk dapat dilakukan dengan melihat jumlah

output produk yang memiliki grade tertinggi dan market share produk yang

dihasilkan oleh perusahaan. Diagram alir penilaian kinerja produk dapat dilihat

pada Gambar 10.

MULAI

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN KINERJA

PRODUK

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITAS,

GRADE & PASARPRODUK

PENILAIAN KINERJAPRODUK

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

PRODUK JADI

- IODIUM VALUE- W ARNA- PROSENTASEDOW NGRADE- EFEKTIVITASPEM ASARAN- M ARKET SHARE

SELESAI

Gambar 10. Diagram Alir Penilaian Kinerja Produk

Page 53: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

37

MULAI

PEMILIHAN MENU PENILAIANSTASIUN PEMISAHAN LEMAK

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES

PENILAIAN KINERJA STASIUNPEMISAHAN LEMAK

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJAPEMISAHAN LEMAK

BILANGAN ASAMBILANGAN PENYABUNANSPLITTING RATIO

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN

HIDROGENASI

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES

HIDROGENASI

PENILAIAN KINERJA STASIUNHIDROGENASI

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

HIDROGENASI

BILANGANIODIN

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN DISTILASI

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITAS

KELUARAN PROSES DISTILASI

PENILAIAN KINERJA STASIUNDISTILASI

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

DISTILASI

AV, SV, IV,Warna & Titer

11

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN

FRAKSINASI

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES

PENILAIAN KINERJA STASIUNFRAKSINASI

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

FRAKSINASI

AV, SV, IV, Warna,Titer & FA Distribution

1

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN BEADING

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES

BEADING

PENILAIAN KINERJA STASIUNBEADING

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

BEADING

WARNA

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN

PENYERPIHAN

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES

PENYERPIHAN

PENILAIAN KINERJA STASIUNPENYERPIHAN

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

PENYERPIHAN

SERPIHAN

22

Gambar 11. Diagram Alir Penilaian Kinerja Proses

Page 54: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

38

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN STASIUN

PENGEPAKAN

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KUALITASKELUARAN PROSES

PENILAIAN KINERJA STASIUNPENGEPAKAN

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

PENGEPAKAN

PENGEPAKAN

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN MESIN

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN MESIN

PENILAIAN KINERJA MESIN

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

MESIN

ALLOCATED DOWNTIMEACCIDENT LOST TIME

PEMILIHAN SUB MENU PENILAIANPERSONALIA

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN PERSONALIA

PENILAIAN KINERJA STASIUNPERSONALIA

LAPORAN HASILPENILAIAN

PERSONALIA

FORMASIKARYAWANTK MANGKIR &TURNOVER

33

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN KEUANGAN

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN KEUANGAN

PENILAIAN KINERJAKEUANGAN

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

FRAKSINASI

NET PROVITMARGIN (NPM)RETURN ONINVESTMENT (ROI)

3

PEMILIHAN SUB MENUPENILAIAN AKHIR KINERJA

PROSES

PENILAIAN KINERJA SELURUHPROSES

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

PROSES

2

SELESAI

Page 55: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

39

Penilaian eksternal adalah penilaian terhadap kondisi yang mempengaruhi

kinerja perusahaan yang bersumber dari luar perusahaan itu sendiri. Penilaian

eksternal, terdiri dari beberapa tahapan, antara lain :

a. Penilaian Ekonomi

Penilaian ini dilakukan terhadap harga bahan baku dan harga produk di pasar

internasional, terhadap harga perolehan perusahaan. Penilaian dilakukan terhadap

deviasi harga tersebut. Bagan penilaian terhadap ekonomi dapat dilihat pada

Gambar 12.

MULAI

PEMILIHAN MENUPENILAIAN KINERJA

EKONOMI

INPUT DATA PARAMETERPENILAIAN HARGA & BEA

MASUK

PENILAIAN KINERJAEKONOMI

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

EKONOMI

- HARGA PALM STEARIN INT- HARGA PALM OIL RBD INT- PROSENTASE BEA MASUK

SELESAI

Gambar 12. Diagram Alir Penilaian Kinerja Ekonomi

Page 56: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

40

b. Penilaian Sosial

Penilaian ini dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam

memberikan kontribusi terhadap kondisi sosial di sekitar kawasan industri. Hal ini

merupakan kewajiban perusahaan bagi lingkungan sosial, yang sudah ditetapkan

oleh pemerintah. Bagan penilaian terhadap sosial dapat dilihat pada Gambar 13.

MULAI

PEMILIHAN MENUPENILAIAN KINERJA

SOSIAL

INPUT DATAPARAMETER PENILAIAN

KINERJA SOSIAL

PENILAIAN KINERJASOSIAL

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

SOSIAL

BIAYAKEWAJIBANSOSIAL

SELESAI

Gambar 13. Diagram Alir Penilaian Kinerja Sosial

Page 57: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

41

c. Penilaian Lingkungan

Proses produksi disamping meghasilkan produk, juga menyisakan limbah dan

kebisingan. Hal ini akan berdampak terhadap lingkungan yang ada di sekitar

industri. Tahapan ini dilakukan melalui penilaian terhadap kemampuan

perusahaan dalam mengelola limbah dan kebisingan, sehingga memperkecil

dampak yang terjadi terhadap keberadaan lingkungan disekitarnya. Diagram alir

penilaian kinerja lingkungan dapat dilihat pada Gambar 14.

MULAI

PEMILIHAN MENUPENILAIAN KINERJA

LINGKUNGAN

INPUT DATAPARAMETER PENILAIANKINERJA LINGKUNGAN

PENILAIAN KINERJALINGKUNGAN

LAPORAN HASILPENILAIAN KINERJA

LINGKUNGAN

HASIL PENILAIAN LIMBAHCAIR, LIMBAH GAS DANKEBISINGAN

SELESAI

Gambar 14. Diagram Alir Penilaian Kinerja Lingkungan

Page 58: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

42

Metode penilaian kinerja industri oleokimia, berupa predikat yang

merepresentasikan kondisi setiap aspek yang dinilai. Penilaian kinerja perusahaan

secara keseluruhan, dapat dikategorikan menjadi 3 predikat, seperti terlihat pada

Tabel 6. Penilaian dilakukan setelah diperoleh hasil penilaian secara kualitatif dan

kuantitatif dari masing-masing aspek penilaian.

Tabel 6. Klasifikasi Skor Penilaian Kinerja Perusahaan

No Predikat 1 Baik 2 Sedang 3 Kurang Baik

Penilaian dikatakan “Baik” apabila input data kriteria penilaian sama dengan

standar yang telah ditetapkan. Penilaian “Sedang” apabila data yang diperoleh berada

dalam batas kritis standar ideal dan masih berada dalam batas toleransi, sementara itu

penilaian “Kurang Baik” akan diberikan jika data yang diperoleh berada diluar batas

toleransi yang telah ditetapkan. Persentase variasi yang digunakan adalah 10 %. Nilai

10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable)

dalam dunia industri. Oleh sebab itu, jika data yang tersedia berada diluar batas

toleransi 10 %, maka hasil penilaiannya adalah ”Kurang Baik”.

Ada beberapa penilaian yang hanya menetapkan 2 predikat, yaitu Baik dan

Kurang Baik. Hal ini dilakukan apabila perusahaan menetapkan suaian sesak atau

standar dengan toleransi sekecil mungkin pada proses penilaian tersebut, hal ini dapat

dilihat pada penilaian stasiun distilasi dan fraksinasi.

Penilaian untuk keseluruhan kinerja perusahaan, merupakan penjumlahan dari

setiap aspek penilaian kinerja, dimana hasil penjumlahan tersebut dapat

merepresentasikan kinerja perusahaan selama kurun waktu satu tahun aktivitas usaha.

1.1. Indikator Penilaian Kinerja

Aspek penilaian kinerja, terdiri dari delapan aspek yang disebut sebagai

“7M1E“, yang terdiri dari 8 aspek penilaian, yaitu Man (manusia), Money

Page 59: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

43

(keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market

(pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Proses penilaian

kinerja, memang tidak digambarkan secara utuh kedalam 8 aspek tersebut, akan tetapi

diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan. Teknis penilaian dibagi menjadi tiga

tahapan, yaitu : Penilaian Internal, Eksternal dan penilaian secara keseluruhan. Aspek

yang dinilai dapat dilihat pada Gambar 6, pada bab sebelumnya. Aspek manusia,

keuangan, mesin, material, metode, pasar dan manajemen, masuk kedalam penilaian

internal. Sementara itu lingkungan, masuk ke dalam penilaian eksternal.

Setiap aspek yang dinilai memiliki kriteria penilaian tersendiri, dimana nilai

akhir dari aspek tersebut merupakan penjumlahan dari skor yang ditunjukkan oleh

setiap kriteria. Untuk melihat kriteria penilaian setiap aspek, perlu ulasan secara detail

berdasarkan setiap tahap penilaian.

1.1.1. Penilaian Kinerja Internal

Penilaian kinerja internal, adalah penilaian kinerja terhadap seluruh faktor yang

berada dalam ruang lingkup kegiatan industri secara interen. Penilaian ini akan

memberikan masukan bagi industri, sehingga mampu memperbaiki kondisinya secara

kedalam. Penilaian kinerja internal terdiri dari beberapa tahapan penilaian yang harus

dilalui, antara lain :

a. Penilaian Bahan Baku

b. Penilaian Proses

c. Penilaian Produk Jadi

d. Penilaian Formasi Karyawan

Pembahasan secara detail, perlu dilakukan, berkenaan dengan penilaian kinerja

internal industri asam stearat. Penilaian proses dilakukan dengan menilai kinerja

setiap stasiun kerja, mesin, dan kinerja personalia. Khusus untuk formasi karyawan,

hanya dibatasi pada penilaian kinerja departemen produksi, pengendalian kualitas dan

departemen logistik.

Page 60: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

44

1.1.1.1.Data Perusahaan

Pada tahapan ini tidak ada proses penilaian, yang ada hanya input data

perusahaan yang akan dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penilaian kinerja

untuk tahapan berikutnya. Data yang dimasukkan, antara lain :

a. Nama Perusahaan Industri

b. Tahun yang akan dijadikan dasar untuk melakukan penilaian

c. Lokasi Perusahaan

d. Kapasitas Produksi per tahun

Tahapan penilaian tidak dapat dilakukan apabila pengguna program tidak

memasukkan data perusahaan yang akan dinilai.

1.1.1.2. Penilaian Bahan Baku

Penilaian ini perlu dilakukan karena mutu Asam Stearat sangat tergantung

kepada Bahan Baku, yaitu RBD Stearin sebagai inputnya. Apabila inputnya memiliki

kualitas yang baik, maka akan diperoleh asam stearat dengan grade tertinggi.

Penilaian terhadap bahan baku dilakukan terhadap 2 kriteria penilaian, yaitu :

a. Penilaian Kualitas Bahan Baku

b. Penilaian Kuantitas Bahan Baku

Penilaian kualitas material dapat dibagi menjadi berberapa sub kriteria, yang

akan menentukan penilaian dari kriteria tersebut. Apabila kualitas dan jumlah

material sudah dapat menghasilkan penilaian kualitatif, maka dapat diperoleh

penilaian material secara keseluruhan. Prosentase jumlah material reject dapat

diperoleh dari formulasi di bawah ini.

Jumlah Meterial Reject Prosentase Jumlah Material Reject = x 100% Jumlah Total Material

Formulasi tersebut dibuat berdasarkan akuisisi pakar yang ada dalam

perusahaan, untuk menilai jumlah menilai prosentase jumlah material yang memiliki

kualitas kurang baik (reject). Pendapat pakar mengenai jumlah dan standar teknis

kualitas bahan baku dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Page 61: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

45

Tabel 7. Pendapat Pakar Mengenai Jumlah Bahan Baku

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Prosentase Jumlah Material Reject (%)

Baik : X < 0.50 Sedang : 0.50 ≤ X < 0.55 Kurang Baik : X ≥ 0.55

Tabel 8. Standar Teknis Kualitas Bahan Baku

Kriteria Standar Teknis Free Fatty Acid / FFA (%)

Baik : X ≤ 0.22 Sedang : 0.22 < X ≤ 0.24 Kurang Baik : X > 0.24

Iodium Value / IV (gr I2/100 gr)

Baik : X ≥ 32 Sedang : 21.8 ≤ X < 32 Kurang Baik : X < 28.8

Warna (red) Baik : X ≤ 3 Sedang : 3 < X ≤ 3.3 Kurang Baik : X > 3.3

Moisture (%) Baik : X ≤ 0.10 Sedang : 0.10 < X ≤ 0.11 Kurang Baik : X > 0.11

Impurities (%) Baik : X ≤ 0.03 Sedang : 0.03 < X ≤ 0.04 Kurang Baik : X > 0.04

1.1.1.3.Penilaian Proses

Penilaian terhadap proses dilakukan melalui beberapa tahapan penilaian, antara

lain :

a. Penilaian Stasiun Kerja

b. Penilaian Mesin

c. Penilaian Personalia

d. Penilaian Keuangan

Penilaian Stasiun kerja didasarkan pada urutan proses pengolahan asam stearat,

mulai dari proses pemisahan lemak sampai kepada proses pengemasan. Kriteria

penilaian dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 62: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

46

Tabel 9. Tahapan Proses Pembuatan Asam Stearat

Tahapan Proses Stasion Kerja Mesin

1 Hidrolisis Splitting Tower 2 Hidrogenasi Reactor & Mixer 3 Distilasi Vessel (Elembic) 4 Fraksinasi Fraksinator 5 Beading Spray Tower 6 Penyerpihan Flaker 7 Pengemasan Silo & Conveyor

Penilaian terhadap proses hidrolisis dapat dilakukan berdasarkan Acid Value

(AV), Sapponification Value (SV), dan Splitting Ratio. Kriteria tersebut diambil dari

standar teknis yang ada di industri asam stearat, dan batasannya dapat dilihat pada

Tabel 10.

Tabel 10. Penilaian Kriteria Proses Pemisahan Lemak

Kriteria Standar Teknis AV (mg KOH)

Baik : X ≥ 222 Sedang : 202 ≤ X < 222 Kurang Baik : X < 202

SV (mg KOH) Baik : X ≥ 231 Sedang : 210 ≤ X < 231 Kurang Baik : X < 210

Splitting Ratio (%) Baik : X ≥ 96 Sedang : 86.4 < X < 96 Kurang Baik : X ≤ 86.4

Splitting Ratio merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting

plant, dan dapat ditentukan berdasarkan formulasi berikut :

%100.. xSVAVRatioSplit =

Penilaian terhadap proses hidrogenasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria

yang terdapat pada Tabel 11.

Page 63: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

47

Tabel 11. Penilaian Kriteria Proses Hidrogenasi

Sub Kriteria Standar Teknis IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 1.0

Sedang : 1 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1

Penilaian terhadap proses Distilasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang

terdapat pada Tabel 12. Kriteria tersebut diambil dari standar teknis yang ada di

industri asam stearat. Pada penilaian kinerja ini, akan dipilih asam stearat dengan

kualitas terbaik, yaitu SA 1800, sehingga kriteria yang dipilih untuk penilaian proses

distilasi, diambil dari spesifikasi SA 1800.

Tabel 12. Penilaian Kriteria Proses Distilasi

Kriteria Standar Teknis AV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213

Sedang : 207.5 ≤ X < 208 dan 213 < X ≤ 213.5Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5

SV (mg KOH) Baik : 209 ≤ X ≤ 214 Sedang : 208.5 ≤ X < 209 dan 214 < X ≤ 214.5Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5

IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Warna – Yellow Baik : X ≤ 1,50 Sedang : 1.50 < X ≤ 1.65 Kurang Baik : X > 1.65

Warna – Red Baik : X ≤ 0.30 Sedang : 0.30 < X ≤ 0.33 Kurang Baik : X > 0,33

Titer (oC) Baik : 54 – 55 Sedang : 53.9 ≤ X < 54 dan 55 < X ≤ 55.1 Kurang Baik : X < 53.9 dan X > 55.1

Penilaian terhadap proses Fraksinasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria

yang terdapat pada Tabel 13. Pada penilaian kinerja ini, akan dipilih Asam Stearat

yang melalui proses fraksinasi, yaitu SA 1840.

Page 64: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

48

Tabel 13. Penilaian Kriteria Proses Fraksinasi

Kriteria Standar Teknis AV (mg KOH) Baik : 207 ≤ X ≤ 212

Sedang : 208.5 ≤ X< 209 dan 14 < X ≤ 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5

SV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213 Sedang : 207.5 ≤ X< 208 dan 213 < X ≤ 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5

IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Warna – Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Titer (oC) Baik : 55 ≤ X ≤ 56 Sedang : 54.9 ≤ X < 55 dan 56 < X ≤ 56.1 Kurang Baik : X < 54.9 dan X > 56.1

FA Distribution (WT %)

C14 Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

C16 Baik : 50 ≤ X ≤ 55 Sedang : 49.5 ≤ X < 50 dan 55 < X ≤ 55.5 Kurang Baik : X < 49.5 dan X > 55.5

C18 Baik : 40 ≤ X ≤ 45 Sedang : 39.5 ≤ X< 40 dan 45 < X ≤ 45.5 Kurang Baik : X < 39.5 dan X > 45.5

C18:1 Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1

Penilaian terhadap proses penyerpihan dapat dilakukan berdasarkan Kriteria

yang terdapat pada Tabel 14.

Page 65: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

49

Tabel 14. Penilaian Kriteria Proses Penyerpihan

Produk Kriteria Standar Teknis

SA 1800 SA 1801

AV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213 Sedang : 207.5 ≤ X < 208 dan 213 < X ≤ 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5

SV (mg KOH) Baik : 209 ≤ X ≤ 214 Sedang : 208.5 ≤ X < 209 dan 214 < X ≤ 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5

IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1

Warna– Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Titer (oC) Baik : 54 ≤ X ≤ 55 Sedang : 53.9 ≤ X < 54 dan 55 < X ≤ 55.1 Kurang Baik : X < 53.9 dan X > 55.1

SA 1840 AV (mg KOH) Baik : 207 ≤ X ≤ 212

Sedang : 208.5 ≤ X < 209 dan 214 < X ≤ 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5

SV (mg KOH) Baik : 208 ≤ X ≤ 213 Sedang : 207.5 ≤ X< 208 dan 213 < X ≤ 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5

IV ( gr I2/100 ) Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Warna Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Titer (oC) Baik : 55 ≤ X ≤ 56 Sedang : 54.9 ≤ X < 55 dan 56 < X ≤ 56.1 Kurang Baik : X < 54.9 dan X > 56.1

Page 66: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

50

Penilaian terhadap proses Beading dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang

terdapat pada Tabel 15.

Tabel 15. Penilaian Kriteria Proses Beading

Kriteria Standar Teknis Warna – Yellow Baik : X ≤ 2.0

Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

Warna – Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Penilaian terhadap proses Pengepakan dapat dilakukan berdasarkan Kriteria

yang terdapat pada Tabel 16.

Tabel 16. Penilaian Kriteria Proses Pengemasan

Kriteria Standar Teknis

Prosentase Jumlah Penutupan Karung Reject (%)

Baik : X ≤ 3.0 Sedang : 3.0 < X ≤ 3.3 Kurang Baik : X > 3.3

Prosentase Jumlah Marking Karung Reject (%)

Baik : X ≤ 3.0 Sedang : 3.0 < X ≤ 3.3 Kurang Baik : X > 3.3

Prosentase tersebut dapat diukur berdasarkan formulasi dibawah ini. Data

diperoleh berdasarkan jumlah karung yang dihasilkan selama satu tahun.

%100...

Re...Re....Pr xKarungTotalJumlah

jectKarungPenutupanJumlahjectKarungPenutupanJumlahosentase =

%100...

Re..Re...Pr xKarungTotalJumlah

jectKarungJumlahjectKarungJumlahosentase =

Penilaian setiap stasiun kerja hanya menggunakan indikator kualitas output

setiap proses yang dilaluinya. Oleh sebab itu perlu ada penilaian lain, yaitu mesin.

Hal ini perlu dilakukan mengingat mesin sebagai alat utama keberhasilan suatu proses

Page 67: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

51

produksi. Penilaian kriteria mesin dapat dilihat pada Tabel 17. Allocated Downtime

adalah waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses produksi, dikerenakan

mesin harus diperiksa, dibersihkan & diperbaiki dan Accident Lost Time adalah waktu

terhentinya kegiatan proses produksi secara tiba-tiba, dikarenakan mesin rusak atau

terjadi kecelakaan.

Tabel 17. Penilaian Kriteria Mesin

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Allocated Downtime (jam) Baik : X < 600

Sedang : 600 ≤ X ≤ 660 Kurang Baik : X > 660

Accident Lost Time (jam) Baik : X < 96 Sedang : 96 ≤ X ≤ 105 Kurang Baik : X > 105

Penilaian kinerja personalia, didasarkan kepada tingkat mangkir dan keluar

masuk karyawan. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perusahaan,

khususnya bagian produksi, dapat memotivasi karyawannya untuk bekerja dan

memberikan rasa nyaman dan aman dalam bekerja. Jika prosentase tingkat mangkir

dan keluar masuk karyawan semakin kecil, maka kinerja personalia akan semakin

baik. Kriteria Penilaian dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Personalia

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Tingkat mangkir karyawan (%) Baik : ≤ 0.9

Sedang : 0.9 ≤ X ≤ 1 Kurang Baik : > 1

Keluar Masuk Karyawan (Employee Turnover) (%)

Baik : ≤ 13 Sedang : 13 < X ≤ 14.3 Kurang Baik : > 14.3

Penilaian kinerja keuangan dibuat berdasarkan Net Provit Margin dan Return

On Investment. Akuisisi pendapat pakar dapat dilihat pada Tabel 19.

Page 68: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

52

Tabel 19. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Keuangan

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar

Net Provit Margin / NPM (%) Baik : X ≥ 7 Sedang : 6.3 < X < 7 Kurang Baik : X ≤ 6.3

Return On Investment / ROI (%) Baik : X ≥ 11 Sedang : 9.9 < X < 11 Kurang Baik : X ≤ 9.9

1.1.1.4. Penilaian Produk Jadi

Produk jadi dapat dinilai berdasarkan kriteria :

a. Kualitas produk

b. Kuantitas Grade Produk

c. Pemasaran produk

Kualitas produk dinilai berdasarkan Iodium Value dan warna produk. Standar

yang dijadikan acuan adalah standar SA 1800 dan SA1801. Kriteria tersebut diambil

dari standar teknis yang ada di departemen pengendalian kualitas di perusahaan

industri asam stearat. Adapun penilaian kriteria produk SA 1800 dan 1801 tersebut

dapat dilihat pada Tabel 20. Sementara itu penilaian produk untuk SA1840 dapat

dilihat pada Tabel 21, dan kriteria kuantitas produk dapat dilihat pada Tabel 22.

Penilaian terhadap kuantitas produk dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan produk yang berkualitas, jika dilihat dari sisi jumlahnya.

Tabel 20. Standar Teknis Kriteria Kualitas Produk SA 1800 & 1801

Kriteria Standar Teknis Iodine Value Baik : X ≤ 1.0

Sedang : 1.0 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1

Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.5 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0,55

Page 69: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

53

Tabel 21. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1840

Kriteria Standar Teknis

Iodine Value Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.50 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0.55

Yellow Baik : X ≤ 2.0 Sedang : 2.0 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

Red Baik : X ≤ 0.50 Sedang : 0.50 < X ≤ 0.55 Kurang Baik : X > 0.55

Down Grade adalah produk yang harus turun grade, karena kualitasnya tidak

sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Perusahaan dikatakan berhasil, jika

mampu menghasilkan produk dengan standar kualitas dari grade yang diharapkan.

Prosentase produk Down Grade ditentukan berdasarkan jumlah produk Down Grade

selama 1 tahun dan jumlah total produk, dimana keduanya berada dalam satuan ton,

seperti tertera pada formulasi berikut ini :

Pro %100.Pr..

..Pr...Pr.. xodukTotalJumlah

GradeDownodukJumlahGradeDownodukJumlahsentase =

Tabel 22. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kuantitas produk

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Prosentase Produk Down Grade (%)

Baik : X < 8.0 Sedang : 8.0 ≤ X < 8.8 Kurang Baik : X ≥ 8.8

Aspek penilaian yang lain adalah aktivitas pemasaran dan peluang pasar

produk. Penilaian ini dibagi menjadi 2 kriteria, antara lain :

a. Efektivitas pemasaran Produk

b. Market Share.

Penilaian kedua aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 23, dimana kriteria

penilaian dibuat berdasarkan akuisisi pendapat pakar.

Page 70: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

54

Tabel 23. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Pemasaran

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Efektivitas Pemasaran Produk (%) Baik : X ≥ 80

Sedang : 72 < X < 80 Kurang Baik : X ≤ 72

Market Share (%) Baik : X ≥ 66 Sedang : 60 ≤ X < 66 Kurang Baik : X < 60

1.1.1.5. Penilaian Formasi Karyawan

Formasi Karyawan dilakukan untuk melihat seberapa jauh efektivitas

penggunaan Sumber Daya Manusia setiap stasiun kerja. Formasi karyawan untuk

proses dapat dibagi menjadi 3 Departemen, antara lain :

a. Departemen Produksi

b. Departemen Pengendalian Kualitas

c. Departemen Logistik

Jumlah personil dinilai bersdasarkan jumlah orang dalam 1 shift. Hal ini dipilih,

mengingat dalam industri pengolahan asam stearat, biasanya terdiri dari 3 shift kerja.

Penilaian formasi karyawan departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik,

dapat dilihat pada Tabel 24, 25 dan 26.

Tabel 24. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi

Posisi Stasiun Jml Ideal ( Orang)

Akuisisi Pakar

Kepala Departemen

Seluruh stasiun 1 Baik : X = 4 Sedang : 4 < X ≤ 5 3 ≤ X < 4 Kurang Baik : X < 3 X > 5

Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi

1

Beading & Penyerpihan 1 Fraksinasi 1

Operator Pemisahan Lemak 3 Baik : X = 13 Sedang : 13 < X ≤ 15 12 ≤ X < 13 Kurang Baik : X< 12 X > 15

Hidrogenasi 2 Distilasi 1 Fraksinasi 2 Beading 4 Penyerpihan 1

)* Jumlah karyawan untuk 1 shift

Page 71: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

55

Tabel 25. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas

Posisi Bagian Jumlah Ideal ( Orang)

Akuisisi Pakar

Kepala Departemen

Seluruh Bagian 1 Baik : X = 4 Sedang : 4 < X ≤ 5 3 ≤ X < 4 Kurang Baik : X < 3 X > 5

Kepala Seksi Quality Inspection

1

Quality Control 1 Kepala Shift Quality

Inspection 1

Quality Control 1 Operator Quality

Inspection 5 Baik : X = 20

Sedang : 19 ≤ X ≤ 21 17 ≤ X < 20 Kurang Baik : X < 17 X > 21

Analis Quality Control 10

Helper Quality Control 5

Tabel 26. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik

Posisi Bagian Jumlah Ideal ( Orang)

Akuisisi Pakar

Kepala Departemen

Seluruh Bagian 1 Baik : X = 5 Sedang : 5 < X ≤ 6 4 ≤ X < 5 Kurang Baik : X < 4 X > 6

Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku

1

Produk Jadi 1 Kepala Regu Persiapan Bahan

Baku 1

Produk Jadi 1 Operator

Persiapan Bahan Baku

4 Baik : X = 9 Sedang : 9 < X ≤ 10 8 ≤ X < 9 Kurang Baik : X < 8 X > 10

Produk Jadi 5

)* Jumlah karyawan untuk 1 shift

Page 72: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

56

1.1.2. Penilaian Kinerja Eksternal

Penilaian ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian penilaian kinerja,

antara lain : a. Penilaian Kinerja Ekonomi

b. Penilaian Kinerja Sosial

c. Penilaian Kinerja Lingkungan.

1.1.2.1. Penilaian Kinerja Ekonomi

Penilaian kinerja ekonomi, didasarkan kepada harga pasar internasional untuk

bahan baku dan harga produk itu sendiri. Penilaian didasarkan kepada deviasi antara

harga yang diperoleh perusahaan terhadap harga pasar internasional. Menurut pakar

deviasi yang diizinkan adalah 10 %. Untuk menghitung Deviasi harga dapat dilihat

pada formulasi berikut :

%100.....arg

....arg......arg...arg. x

MalaysiaFOBStearinPalmaHPerusahaanStearinPalmaHMalaysiaFOBStearinPalmaH

StearinPalmaHDeviasi−

=

%100......arg

.....arg.......arg....arg. x

RotterdamCIFRBDOilPalmaHPerusahaanRBDoilPalmaHRotterdamCIFRBDOilPalmaH

RBDoilPalmaHDeviasi−

=

Pendapat pakar mengenai kriteria ekonomi eksternal dapat dilihat pada Tabel

27. Dipilih berdasarkan pendapat pakar, karena batasan standar ideal pada kriteria

penilaian ekonomi akan terus berubah, seiring dengan waktu.

Tabel 27. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Ekonomi Eksternal

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Deviasi harga Palm Stearin FOB Malaysia (%)

Baik : X ≤ 10 Sedang : 10 < X ≤ 11 Kurang Baik : X > 11

Deviasi harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam (%)

Baik : X ≤ 10 Sedang : 10 < X ≤ 11 Kurang Baik : X > 11

Bea Masuk (%) Baik : X ≤ 11 Sedang : 11 < X ≤ 12.1 Kurang Baik : X > 12.1

Page 73: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

57

1.1.2.2.Penilaian Kinerja Sosial

Penilaian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kontribusi perusahaan

terhadap kondisi social masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri. Hal ini

perlu dilakukan, mengingat kemajuan pemikiran masyarakat, terkadang dapat

mempengaruhi hubungan antara perusahaan dengan kondisi masyarakat sekitar,

misalnya menimbulkan konflik. Konflik tersebut jelas akan mengganggu pekerjaan

yang dilakukan perusahaan, sehingga berdampak terhadap output produk. Oleh sebab

itu, sebaiknya perusahaan mengeluarkan biaya untuk kepentingan masyarakat,

sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial sekitarnya.

Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan aturan ini, yang disebut sebagai Corporate

Social Responsibility (CSR), yang besarnya minimal 3% dari keuntungan yang

diperoleh perusahaan. Nilai inilah yang dijadikan kriteria penilaian kinerja sosial

perusahaan yang dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Sosial Perusahaan

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Biaya CSR (%) Baik : X ≥ 3

Sedang : 2.7 < X ≤ 2.7 Kurang Baik : X < 2.7

Biaya CSR dapat dihitung berdasarkan formulasi berikut :

%100..Pr

..% xPerusahaanovit

CSRBiayaCSRBiaya =

1.1.2.2. Penilaian Kinerja Lingkungan

Penilaian terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan 3 kriteria, yaitu

penilaian limbah cair, gas dan kebisingan. Pada penilaian lingkungan, setiap kriteria

memiliki sub kriteria. Sub kriteria hanya memberikan output Baik dan Buruk,

sehingga kategori Sedang ditiadakan, karena berdasarkan usulan pakar penilaian

hanya mengacu kepada 2 hal, yaitu : sampel berada dalam Nilai Ambang Batas

Page 74: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

58

(NAB) atau berada diluar Nilai Ambang Batas. Pendapat pakar mengenai kriteria

kinerja lingkungan dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Lingkungan

Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar

Limbah Cair Baik : X > 0.82 Sedang : 0.65 < X ≤ 0.82 Kurang Baik : X ≤ 0.65

Limbah Gas Baik : X > 0.73 Sedang : 0.58 < X ≤ 0.73 Kurang Baik : X ≤ 0.58

Kebisingan Baik : X > 0.77 Sedang : 0.60 < X ≤ 0.77 Kurang Baik : X ≤ 0.60

Penilaian lingkungan juga dilakukan terhadap gangguan, yaitu kebisingan,

yang dapat dilihat pada tabel 30. Kebisingan terhadap lingkungan perlu

dipertimbangkan untuk menunjang kenyamanan dalam bekerja bagi karyawan, serta

kenyamanan lingkungan yang berada di sekitar industri. Penilaian terhadap limbah

cair juga dilakukan, dimana kriteria penilaian dibuat berdasarkan standar nilai

ambang batas yang ada pada rencangan pengelolaaan lingkungan perusahaan. Tabel

31 berisi penilaian kriteria limbah cair yang terdiri dari beberapa sub kriteria, antara

lain : sifat fisika limbah cair, sifat kimia limbah cair dan kandungan logam. Dari

semua limbah cair yang dihasilkan, limbah kimialah yang paling berpengaruh

terhadap keberadaan lingkungan.

Tabel 30. Penilaian Kriteria Kebisingan

No Sub Kriteria Standar Teknis 1 Ruang Genset (db / desible) Baik : X < 85

Sedang : 85 ≤ X ≤ 87 Kurang Baik : X > 87

2 Rata-rata Lokasi (db) Baik : X < 50 Sedang : 50 ≤ X ≤ 60 Kurang Baik : X > 60

Page 75: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

59

Tabel 31. Penilaian Kriteria Limbah Cair

No Sub Kriteria Standar Teknis I. FISIKA

1 Temperatur ( OC) Baik : X ≤ 40 Sedang : 40 < X ≤ 44 Kurang Baik : X > 44

2 Zat Padat Terlarut (mg/l) Baik : X ≤ 3 000 Sedang : 3 000 < X ≤ 3 300 Kurang Baik : X > 3 300

3 Zat Padat Tersuspensi (mg/l) Baik : X ≤ 400 Sedang : 400 < X ≤ 440 Kurang Baik : X > 440

No Sub Kriteria Standar Teknis II. KIMIA

4 PH (mg/l) Baik : X ≤ 9.5 Sedang : 9.5 < X ≤ 10.5 Kurang Baik : X > 10.5

5 Amoniak (mg/l) Baik : X ≤ 2 Sedang : 2 < X ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

6 COD (mg/l) Baik : X ≤ 200 Sedang : 200 < X ≤ 210 Kurang Baik : X > 210

7 BOD (mg/l) Baik : X ≤ 100 Sedang : 110 < X ≤ 110 Kurang Baik : X > 110

8 Minyak dan Lemak (mg/l) Baik : X ≤ 30 Sedang : 30 < X ≤ 30.3 Kurang Baik : X > 30.3

No Sub Kriteria Standar Teknis III. LOGAM

9 Besi (mg/l) Baik : X ≤ 7.0 Sedang : 7.0 < X ≤ 7.7 Kurang Baik : X > 7.7

10 Tembaga (mg/l) Baik : X ≤ 2.0 Sedang : > 2.0 & ≤ 2.2 Kurang Baik : X > 2.2

11 Chronium & Nikel (mg/l) Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1.0 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1

12 Mangan (mg/l) Baik : X ≤ 1.0 Sedang : 1.0 < X ≤ 1.1 Kurang Baik : X > 1.1

Page 76: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

60

Penilaian terhadap limbah gas dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Penilaian Kriteria Limbah Gas

No Sub Kriteria Standar Teknis

1 Sulfur Dioksida (μg/l) Baik : X ≤ 265 Sedang : 265 < X ≤ 291.5 Kurang Baik : X > 291.5

2 Karbon Monoksida (μg/l) Baik : X ≤ 10 000 Sedang : 10 000 < X ≤ 11 000 Kurang Baik : X > 11 000

3 Oksida Nitrogen (μg/l) Baik : X ≤ 100 Sedang : 100 < X ≤ 110 Kurang Baik : X > 110

4 Oksida (ppm) Baik : X ≤ 0.080 Sedang : 0.080 < X ≤ 0.088 Kurang Baik : X > 0.088

5 Debu (mg/l) Baik : X ≤ 0.26 Sedang : 0.26 < X ≤ 0.29 Kurang Baik : X > 0,29

6 Timah Hitam Baik : X ≤ 1.50 Sedang : 1.50 < X ≤ 1.65 Kurang Baik : X > 1.65

7 Amonia (μg/l) Baik : X ≤ 1 360 Sedang : 1 360 < X ≤ 1 496 Kurang Baik : > 1 496

Keluaran program berupa penilaian dari setiap aspek, dimana hasil tersebut

baru dapat diperoleh, jika kriteria dapat ditentukan nilainya.

1.1.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan

Penilaian Kinerja keseluruhan akan diperoleh apabila Kinerja dari setiap

Kriteria sudah diketahui hasilnya. Proses untuk memperoleh hasil penilaian kriteria

dapat ditentukan berdasarkan pembobotan, jika parameter penilaian banyak. Apabila

parameter penilaian sedikit, dapat dilakukan pembuatan kaidah if-then.

Page 77: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

61

1.1.3.1. Penentuan Skor

Aspek penilaian kinerja yang memiliki banyak kriteria, akan diberikan skor,

guna memperoleh nilai akhir dari aspek tersebut. Skor ditentukan berdasarkan

akuisisi pakar dan pandangannya terhadap pengaruh kriteria tersebut terhadap

penilaian aspek. Hal ini terjadi pada saat melakukan penilaian terhadap proses, yang

memiliki banyak kriteria, sementara hasil akhir yang diharapkan hanya satu penilaian.

Skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Skor Penilaian Kinerja Perusahaan

No Penilaian Skor 1 Baik 100 2 Sedang 70 3 Kurang Baik 40

Untuk menentukan apakah suatu variabel memiliki nilai Baik, Sedang atau

Kurang Baik, diperoleh berdasarkan interval nilai yang ditentukan oleh para pakar,

akan tetapi jika pakar tidak memiliki informasi mengenai interval penilaian, maka

penentuan interval tersebut dibuat berdasarkan parameter tingkat akurasi, dengan

menggunakan persentase variasi 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi

maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Formulasi

perhitungan dapat dilihat pada bab 2.

1.1.3.2. Penentuan Bobot dan Penilaian Akhir

Skor ditetapkan untuk memberikan bobot terhadap kriteria, yang akan

berpengaruh terhadap penilaian aspek kinerja dan penilaian kinerja perusahaan secara

menyeluruh. Bobot didasarkan kepada pendapat pakar, yang berupa daftar isian

kuisioner. Hasil kuesioner akan diolah kembali dengan menggunakan pairwise

comparisons (perbandingan berpasangan). Metode ini dipilih, jika pakar tidak

membuat bobot penilaian secara utuh, misalnya untuk memperoleh nilai akhir

penilaian produk terdapat 3 kriteria penilaian, yaitu kualitas, pemasaran dan grade

Page 78: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

62

produk, maka untuk mendapatkan satu penilaian dari ketiga kriteria tersebut harus

dibuat bobot masing-masing kriteria. Bobot dibuat berdasarkan seberapa besar

pengaruh kriteria tersebut terhadap variabel penilaian. Bentuk kuesioner dan

penilaian dapat dilihat pada lampiran. Penilaian secara keseluruhan didasarkan pada

kombinasi hasil penilaian dari masing-masing aspek kinerja, sehingga memberikan

output berupa klasifikasi skor.

Aspek dapat dinilai berdasarkan bobot dari setiap kriteria, yang juga

merupakan output dari pendapat pakar, seperti tertera pada Tabel 34 dan Tabel 35.

Tabel 34. Bobot Faktor Internal

Aspek Bobot Kriteria Bobot Bahan Baku 0,35 Kualitas Bahan Baku 0.70

Kuantitas Bahan Baku 0.30 Proses 0,35 Stasiun Pemisahan Lemak 0.24 0.35

Stasiun Hidrogenasi 0.23 Stasiun Distilasi 0.24 Stasiun Fraksinasi 0.09 Stasiun Beading 0.05 Stasiun Penyerpihan 0.05 Stasiun Pengemasan 0.05 Keandalan Mesin 0.05 Formasi Karyawan 0.48 0.28 Mangkir & TurnOver 0.52 Keuangan 0.37

Produk 0,30 Kualitas 0.30 Grade 0.30 Pasar 0.40

Page 79: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

63

Tabel 35. Bobot Faktor Eksternal

Aspek Bobot Kriteria BobotEkonomi 0,41 Harga Palm Stearine FOB Malaysia 0.34

Harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam 0.36 Bea Masuk 0.30

Sosial 0,25 Lingkungan 0.34 Limbah Cair 0.50

Limbah Gas 0.35 Kebisingan 0.15

Apabila Skor dan Bobot sudah diperoleh, maka nilai akhir didapat sebagai

hasil perkalian antara skor dan bobot. Pada tahapan ini perlu dilakukan penentuan

interval nilai, untuk setiap hasil penilaian, seperti tertera pada Tabel 36.

Tabel 36. Interval Penilaian

No Interval Nilai Penilaian 1 X ≥ 80 Baik 2 60 ≤ X < 80 Sedang 3 X < 60 Kurang Baik

Page 80: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

64

1.1.4. Pemilihan Pakar

Pakar dipilih berdasarkan keahliannya dalam aspek yang dinilai. Penelitian ini

menyertakan beberapa pakar, yang berasal dari praktisi maupun akademisi, seperti

tertera pada Tabel 37.

Tabel 37. Daftar Pakar Penilaian Kinerja

No Nama Aspek Penilaian

Pekerjaan

1 Suyono, SH Man HRD Manager PT. Sumi Asih Oleochemical

2 Heryawan, SE, MBA Man Training Manager PT. Sumi Asih Oleochemical

3 Purwoko, SE, MBA Money Peneliti di Departemen Keuangan RI 4 Almizan Ulfa, SE,

MBA Money Peneliti di Departemen Keuangan RI

5 Ir. Mulyardi Material Quality Control Executive PT. Sumi Asih Oleochemical

6 Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Method Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB

7 Dr. Ir. Meika S Rusli, M.Sc

Method Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB

8 Ir. Bobby Nugroho Machine, Method

Quality Inspection PT. Sumi Asih Oleochemical

9 Ir. Johan Sabile Machine, Method

Production Manager di PT. Sumi Asih Oleochemical

10 Ir. Kris Hadisoebroto Market, Method

Ketua APOLIN ( Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia )

11 Ir. Sjoufjan Awal, MBA, P.E

Management Ketua The Indonesian Foundation for Management Development

12 Dr. Ir. Hartrsasi Hardjomidjojo, DEA

Management Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB

13 Dr. Ir. Muhammad Romzi, M.Eng

Management Peneliti di Badan Pusat Statistik

14 Ir. H. Soeripto Kartodiryo

Environment Peneliti di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI

Page 81: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

65

1.1.5.Perolehan Data Perusahaan

Data diperoleh berdasarkan laporan tahunan perusahaan, kecuali data aspek

lingkungan yang diperoleh berdasarkan Laporan Rencana Kelola Lingkungan (RKL).

Semua data tersebut diperlukan sebagai acuan untuk melakukan input terhadap

program yang akan dirancang. Data perusahaan dapat dilihat pada Tabel 38 dan 39.

Tabel 38. Data Tahunan PT. X Tahun 2004

No Aspek Penilaian

Input Data Nilai Satuan

1 Bahan Baku

Free Fatty Acid 0.2 % Iodium Value 33 gr I2/100 Warna 2.9 - Moisture 0.11 - Impurities 0.02 % Jumlah Material Reject 235 ton Jumlah Total Material 84 360 ton

2 Mesin Allocated Downtime 633 jam Accident Lost Time 72 jam

3 Manusia Jumlah Karyawan 455 orang Jumlah Karyawan Mangkir 83 Orang Jumlah Hr Kerja Selama 1 tahun 297 Hari Jumlah Karyawan Keluar Masuk 60 Orang

4. Keuangan Laba Bersih 55 829 796 750 Rp. Total Aktiva 531 712 350 000 Rp. Penjualan Bersih 833 280 548 500 Rp.

5 Kuantitas Produk

Jumlah Produk Down Grade 6 480 ton Jumlah Produk 80 985 ton

6 Pasar Jumlah Produk Terjual 77 785 ton Jumlah Output Produksi 80 985 ton Market Share 60 %

7 Sosial 2 5 % 8 Ekonomi Palm Stearin (FOB Malaysia

US$/ton) November 2005 342.50 US$

Palm Oil RBD ( CIF Rotterdam US$/ton) November 2005

470 US$

Palm Stearin Perusahaan 337.4 US$ Palm Oil RBD Perusahaan 464.4 US$ Bea Masuk 12 %

Sumber : PT. X

Page 82: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

66

Tabel 39. Data Tahunan Proses di PT. X Tahun 2004

No Aspek Penilaian Input Data Nilai Satuan 1

Stasiun Pemisahan Lemak

AV 224 mg KOH SV 212 mg KOH Splitting Ratio 97.2 %

2 Stasiun Hidrogenasi IV 1.2 gr I2/100 3 Stasiun Distilasi

AV 210.4 mg KOH SV 211.2 mg KOH IV 0.4 gr I2/100 Warna – Yellow 2.0 - Warna – Red 0.5 - Titer 54.3 oC

4 Stasiun Fraksinasi AV 210 mg KOH SV 211 mg KOH IV 0.46 gr I2/100 Warna – Yellow 1.3 - Warna – Red 0.5 - Titer 55 oC C14 2 % C16 51 % C18 42 % C18:1 1 %

5 Stasiun Beading

Warna – Yellow 1.5 - Warna – Red 0.5 -

6 Stasiun Penyerpihan SA 1800 & SA 1801

AV 210 mg KOH SV 211 mg KOH IV 0.8 gr I2/100 Warna – Yellow 1.5 Warna – Red 0.5 Titer 54 oC

SA 1840 AV 210 mg KOH SV 211 mg KOH IV 0.4 gr I2/100 Warna – Yellow 1.4 - Warna – Red 0.5 - Titer 54 oC

7 Stasiun Pengemasan

Prosentase Jumlah Karung Reject

3 %

Prosentase Marking Reject

4 %

Sumber : PT. X

Page 83: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

67

Data yang berkaitan dengan formasi karyawan, dapat dilihat pada Tabel 40,

Tabel 41 dan Tabel 42.

Tabel 40. Data Tahunan Formasi Karyawan Departemen Produksi PT. X Tahun 2004

Posisi Stasiun Jumlah Karyawan

(Orang) Kepala Departemen Seluruh stasiun 1 Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi

& Distilasi 1

Beading & Penyerpihan 1 Fraksinasi 1

Operator Pemisahan Lemak 2 Hidrogenasi 2 Distilasi 1 Fraksinasi 1 Beading 3 Penyerpihan 1

Sumber : PT. X )* Jumlah karyawan untuk 1 shift

Tabel 41. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas PT. X

Tahun 2004

Posisi Bagian Jumlah Karyawan (Orang)

Kepala Departemen Seluruh Bagian 1

Kepala Seksi Quality Inspection 1

Quality Control 1

Kepala Shift Quality Inspection 1

Quality Control 1

Operator Quality Inspection 4

Analis Quality Control 10

Helper Quality Control 5

Sumber : PT. X

Page 84: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

68

Tabel 42. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik

Posisi Bagian Jumlah Karyawan (Orang)Kepala Departemen Seluruh Bagian 1

Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku 1

Produk Jadi 1

Kepala Regu Persiapan Bahan Baku 1

Produk Jadi 1

Operator

Persiapan Bahan Baku 4

Produk Jadi 4

Sumber : PT. X )* Jumlah karyawan untuk 1 shift

Limbah yang dihasilkan oleh PT. X. Industri Oleokimia, biasanya menghasilkan

3 jenis limbah dan satu kebisingan, antara lain :

- Limbah cair

- Limbah Gas

- Kebisingan

- Limbah padat

Limbah padat keluaran proses, tidak dibahas, karena tidak berbahaya bagi

lingkungan, bahkan dapat dimanfaatkan untuk menambah pemasukan bagi

perusahaan. Sludge fat, kapur, karung, dan jerigen merupakan limbah padat yang

dihasilkan oleh industri ini, dimana limbah ini terlebih dulu dikumpulkan sebelum

dijual kepihak lain.Gambaran umum dari limbah yang dihasilkan oleh industri

oleokimia, khususnya industri Asam Stearat dapat dilihat pada Tabel 43.

Page 85: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

69

Tabel 43. Limbah Hasil Industri

N

o

Jenis Limbah Sumber

Limbah

Sifat

Limbah

Kuantitas

Per Hari

Penanganan

Limbah

TPA

1 Limbah Cair Produksi Non B3 33 m3/hr Diolah dalam

Bak pengolahan Sungai

2 Limbah Gas Genset B – 3 Cerobong gas Atmosfir

3 Kebisingan Mesin

Produksi

B – 3 Kedap suara Lingkungan

4 Limbah Padat :

- Fat & Kapur

- Karung

- Jerigen

Produksi

Produksi

Produksi

Non B3

Non B3

Non B3

540 Kg/hr

29 karung

35 jerigen

Dikumpulkan

Dikumpulkan

Dikumpulkan

Dijual

Dijual

Dijual

Sumber : RKL PT. X (2004)

Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dulu dialirkan

melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih terbawa air, dan

untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh pompa dan

disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilobangi (aerasi), untuk mengisap oksigen, dan

kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum disalurkan ke kali Bekasi. Zat

padat tersuspensi, Amonia, BOD, COD, Minyak dan Lemak, dengan demikian harus

dilakukan upaya pengelolaan lebih lanjut. Daftar kriteria kualitas air limbah dapat

dilihat pada Tabel 44.

Page 86: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

70

Tabel 44. Hasil Pengukuran Limbah Cair

No Parameter Satuan Hasil Uji I. FISIKA 1 Temperatur OC 27.0 2 Zat Padat Terlarut mg/l 640.0 3 Zat Padat Tersuspensi mg/l 318.0 II. KIMIA 4 PH mg/l 8.10 5 Amoniak mg/l 2 6 COD mg/l 200 7 BOD mg/l 98.6 8 Minyak dan Lemak mg/l 28 III. LOGAM 9 Besi mg/l 0.88 10 Tembaga mg/l 0.02 11 Chronium mg/l 0.08 12 Nikel mg/l 0.01 13 Mangan mg/l 0.01

Sumber : RKL PT. X (2004)

Limbah gas yang dihasilkan oleh pabrik PT. X berasal dari ruang genset dan

proses produksi adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat cerobong.

Kualitas udara disekitar lingkungan pabrik PT. X adalah seperti terdapat pada

Tabel 45.

Tabel 45. Kualitas Limbah Udara

No

Parameter

Satuan

Hasil Analisa Rata- Rata I II III IV

1 Sulfur Dioksida μg/l 0.02 0.58 0.2 10.03 2.85 2 Karbon Monoksida μg/l 800 500 580 2.523 1 095 3 Oksida Nitrogen μg/l 10.89 4.01 6.08 24.3 11.32 4 Oksida Ppm 0.01 0.01 0.01 0.008 0.009 5 Debu mg/l 0.2 0.14 0.23 0.28 0.2125 6 Timah Hitam - 0.001 0.004 0.008 0.006 7 Amonia μg/l 8.04 11.3 9.67

Sumber : RKL PT. X (2004)

Page 87: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

71

Keterangan :

I : Titik sampling selatan Pabrik

II : Titik sampling Utara Pabrik

III : Titik sampling sekitar ruang produksi

IV : titik sampling sekitar ruang genset

Dari hasil analisa kualitas udara tersebut ternyata semua parameter masih

memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan.

Sumber kebisingan berasal dari mesin-mesin produksi dan genset. Untuk

mencegah timbulnya dampak oleh kebisingan ini, perusahaan melengkapi industri ini

dengan membuat dinding pemisah. Tingkat kebisingan di pabrik PT. X adalah seperti

disajikan pada Tabel 46.

Tabel 46. Hasil Pengukuran Kebisingan

No Lokasi Pengukuran Hasil Uji

(db)

1 Ruang Genset 100

2 Timur Pabrik 57

3 Utara Pabrik 73

4 Barat Pabrik 70

Sumber : RKL PT. X (2004)

Page 88: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

72

B. Konfigurasi Sistem

Sistem Penilaian Kinerja Agroindustri dimodelkan dalam bentuk perangkat

lunak yang diberi nama Sistem Penilaian Kinerja Asam Stearat Versi 1.0 (SPIAS

1.0) Model SPIAS 1.0 tersusun atas empat bagian utama, yaitu antar “muka

pengguna”, “pusat pengolahan”, “model penilaian kinerja”, dan “sistem manajemen

basis data”. Konfigurasinya dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Konfigurasi Model SPIAS 1.0

STASIUN PEMISAHAN LEMAK

STASIUN HIDROGENASI

STASIUN DISTILASI

STASIUN FRAKSINASI

STASIUN BEADING

STASIUN PENYERPIHAN

STASIUN PENGEPAKAN

STASIUN BAHAN BAKU

KEUANGAN

MESIN

PRODUK JADI

LINGKUNGAN

SOSIAL

EKONOMI

FORMASI SDM

MODEL PENILAIAN KINERJA

PUSAT PENGOLAHAN

ANTARMUKA PENGGUNA

KRITERIAPENILAIAN

NILAI IDEAL

PENILAIANKINERJA

KINERJA

DATAINDUSTRI

SISTEM MANAJEMENBASIS DATA

PENGGUNA

SPIAS 1.0

Page 89: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

73

C. Implementasi Sistem

Tahapan ini akan mengungkapkan kegiatan mentransformasikan model yang

telah dibuat ke dalam program komputer, sehingga mempermudah proses penilaian

kinerja. Ada beberapa perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan

implementasi sistem, antara lain : Microsoft Visual Basic 6.0, Crystal Reports

Version 8.5 dan Microsoft Access.

1. Data Flow Diagram

Diagram yang memvisualisasikan aliran informasi dan transformasi yang

diterapkan pada saat data bergerak dari input menjadi output, disebut sebagai Data

Flow Diagram (DFD), yang dapat dilihat pada Gambar 16. Pada bagian ini

menjelaskan tentang DFD dari model sistem penilaian kinerja industri oleokimia.

Penggunaan simbol pada DFD, dibuat berdasarkan standar simbol diagram alir yang

terdapat pada Lampiran 5.

M u la i

ProgramK erja

PersiapanK erja

A ktu alisasiK erja

Laporan H asilPekerjaan

Selesai

D epartemen

M u lai

Pen ila ianK in erja

D oku menPen ila ian A kh ir

& U su lan

Selesai

A u ditor

Pen gu mpu lanD ata

M an ajemen

In pu t D ata

M u lai

Verifikasi

Eva lu asi

D oku menPerbaikan

K in erja

Selesai

PerencanaanProgram Kerja

Gambar 16. Data Flow Diagram Sistem

Page 90: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

74

2. Diagram Konteks

Seluruh elemen sistem dapat direpresentasikan sebagai sebuah bubble

tunggal dengan data input dan output yang ditunjukan oleh anak panah yang masuk

dan keluar secara berurutan, yang disebut sebagai Diagram konteks. Diagram ini

sering juga disebut sebagai model sistem fundamental atau model konteks yang akan

menggambarkan alur informasi dari input dan output program dari setiap pihak yang

menggunakan program aplikasi dalam perusahaan. Diagram konteks dapat dilihat

pada Gambar 17. Pada gambar tersebut, terlihat ada 4 pihak yang berperan dalam

proses pengambilan data, pengolahan, analisa, dan implementasi. Pihak tersebut,

antara lain :

1. Manajer

2. Departemen

3. Direksi

4. Auditor

Sistem Penilaian kinerja dapat memberikan kemudahan kepada beberapa pihak

untuk melakukan penilaian kinerja secara cepat dan sistematis.

Direksi

SistemPenilaianKinerja

Auditor

Penilaian

Penilaian & Usulan

Data PekerjaanData Penilaian

Manajer

KebijakanPenilaian & Usulan

Surat Tugas

Departemen Surat Tugas

Gambar 17. Diagram konteks

Page 91: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

75

3. Diagram Nol

Uraian yang berisikan proses dari diagram konteks yang berisikan pecahan

dari buble tunggal menjadi berapa bubble sebagai sub proses atau sub fungsi dengan

anak panah yang saling berhubungan dan disertai dengan eksternal entiti dan data

store – nya, disebut sebagai Digram nol. Gambar diagram nol dari model sistem

penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 18, dimana akan terlihat laporan surat

kerja dari masing-masing bagian yang terklait. Diagram ini membantu pembuat

program dalam menyusun urutan system.

Departemen

PendataanPekerjaan

AuditorPenilaianPekerjaan

Direksi

LaporanKerja

Penilaian

Penilaian

Kebijakan M anajemen SuratTugas

Departemen

Gambar 18. Diagram nol

Page 92: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

76

4. Diagram Rinci

Diagram rinci mencoba merangkai suatu proses menjadi suatu uraian proses

yang lebih rinci sebagai sub proses atau sub fungsi yang dihubungkan dengan anak

panah secara berurutan disertai dengan eksternal entiti dan data store-nya. Diagram

rinci dari model sistem penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.

Gambar 19. Diagram Rinci 1 (Pendataan Pekerjaan)

Page 93: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

77

LaporanTahunan

Data penilaian

2.1*Isi Kriteria

AspekPenilaian

2.2*Hitung

Penilaian

2.4*Simpan Data

Penilaian

2.3*PenilaianKualitatif

Gambar 20. Diagram rinci 2 penilaian kinerja

Page 94: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

78

5. Entity Relationship Diagram

Entity Relationship Diagram (ERD) model sistem informasi penilaian

kinerja industri oleokimia menjelaskan tentang entity dan hubungan antar entity

(kardinalitas). Adapun model sistem penilaian terdiri dari 9 entity yaitu : data

perusahaan, data kinerja manusia, data kinerja keuangan, data kinerja mesin, data

kinerja material, data kinerja metode, data kinerja pasar, data kinerja manajemen, dan

data kinerja lingkungan.Adapun bentuk diagramnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

6. Perancangan Basis Data

Penilaian kinerja Perusahaan membutuhkan beberapa tabel yang dibuat di

dalam Microsoft Access. Tabel ini dijadikan sebagai desain database dari program

Visual Basic yang dibuat. Rancangan Basis dapat dilihat pada Lampiran 7.

Page 95: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

V. VERIFIKASI & VALIDASI

Ukuran kinerja merupakan alat bagi manajemen puncak dalam menilai sejauh

mana kinerja perusahaan telah dicapai melalui pelaksanaan strategi ( Kusnoto 2001).

Melalui penilaian kinerja inilah, manajemen dapat melihat kinerja yang dicapai

sekaligus mengambil langkah-langkah penyempurnaan atau audit strategi, baik

strategi korporat maupun operasional perusahaan.

A. Penilaian Bahan Baku

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap rata-rata kualitas dan jumlah

material pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada

Gambar 21.

Gambar 21. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Bahan Baku

Page 96: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

80

Jumlah bahan baku yang Reject perlu diukur, sehingga perusahaan dapat

menentukan kebijakan dalam pemilihan suplier dan klaim akibat buruknya kondisi

material, karena material merupakan input yang menentukan kualitas produk dan

menjadi tanggung jawab suplier (Hardjosoedarmo 1996).

Kualitas bahan baku akan menentukan efisiensi proses dan kualitas dari

produk yang dihasilkan. Secara umum kualitas bahan baku yang paling banyak

menentukan spesifikasi produk adalah Asam lemak bebas, Iodium Value, dan warna.

Ketiga indikator tersebut akan menentukan ketengikan minyak dan prosentase

gliserin. Moisture (kadar air) juga akan menentukan kuantitas output produk yang

dihasilkan.

Rata-rata kadar air dari bahan baku adalah 0.11% , yang berarti “Sedang”.

Apabila bahan baku memiliki moisture yang kurang baik, berarti bahan baku tersebut

banyak mengandung air. Jumlah air yang besar akan membuat kinerja vakum dalam

proses hidrogenasi dan destilasi tidak stabil (berfluktuasi), dan berpengaruh terhadap

warna produk yang menjadi lebih tinggi (out of spec), sehingga produk tersebut harus

diolah kembali (Recycle) dan dimasukkan kembali ke dalam Elembyc untuk diuapkan

, yang biasa disebut sebagai proses redestilasi. Proses ini akan memerlukan waktu

yang lebih lama. Ketentuan kualitas bahan baku yang dibuat di dalam program

diperoleh berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Rata-rata

Iodium value dari bahan baku adalah 33 gr I2/100 gr , yang berarti “Baik”.

Kualitas produk yang paling baik adalah tipe SA 1800, dimana tipe ini akan

dapat diperoleh jika bahan bakunya yang berupa RBD Stearin, memiliki Iodium

Value 34 min. Apabila Iodium Value hanya 31, maka untuk mencapai spesifikasi

tersebut dapat dilakukan proses fraksinasi, yang tentunya akan menambah biaya

karena sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan proses tersebut. Oleh sebab

itu perusahaan harus pandai dalam memilih suplier bahan baku, sehingga bahan baku

tersebut memiliki spesifikasi yang diharapkan.

Meskipun kadar asam lemak bebas dapat dinyatakan dengan AV, namun

parameter ini jarang dipergunakan, biasanya asam lemak bebas dinyatakan sebagai

persen FFA (Sutanto 1995). Berat molekul asam lemak yang digunakan untuk

Page 97: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

81

menghitung FFA umumnya menggunakan berat molekul rata-rata asam lemak

penyusunnya. Pada penilaian ini FFA yang diperoleh adalah 0.2, yang berarti “Baik”.

Pada program penilaian kinerja lain, seperti pada penilaian kinerja industri

gula (Cahyadi 2005) hanya melakukan penilaian terhadap kualitas bahan baku saja,

tetapi pada penilaian kinerja ini, dilakukan juga penilaian terhadap kuantitas dari

bahan baku, hal ini perlu dilakukan, karena kuantitas dapat dijadikan indikator untuk

melihat stabilitas proses, seperti pada penggunaan statistical control, dimana proses

dikatakan stabil apabila berada dalam statistical control (Hardjosoedarmo 1996).

B. Penilaian Proses

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap proses pada tahun 2004, PT. X

memiliki penilaian proses, seperti tertera pada Gambar 22.

Gambar 22. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Proses

Page 98: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

82

Penilaian kinerja proses mencakup beberapa aspek yang dinilai, antara lain

penilaian terhadap mesin, manusia, keuangan dan material. Aspek manusia, mesin

dan material dipilih, karena kedua aspek tersebut merupakan sebab-sebab yang

menimbulkan variasi dalam proses, sehingga proses dapat diidentifikasi dan dianalisis

(Creech 1994). Sementara itu keuangan merupakan indikator penilaian yang akan

menyempurnakan penilaian. Proses perlu dinilai, karena mutu akan lebih baik jika

diwujudkan melalui perbaikan proses (Hardjosoedarmo 1996),

Berdasarkan keluaran program, maka kinerja perusahaan untuk proses adalah

”Sedang”. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kriteria yang dinilai kurang baik,

antara lain stasiun hidrogenasi, stasiun distilasi, dan stasiun pengemasan. Untuk

mengetahui masalah apa yang terjadi dari setiap stasiun tersebut, dapat dilihat pada

penilaian kinerja sub kriteria yang akan menyajikan penilaian lebih spesifik.

1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja

1.1. Stasiun Pemisahan Lemak

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun pemisahan lemak pada

tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada Gambar 23.

Gambar 23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemisahan Lemak

Page 99: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

83

Berdasarkan tabel tersebut, proses Pemisahan Lemak atau Hidrolisis yang

dilakukan oleh perusahaan berjalan dengan baik. Dalam Splitting tower, air dan

minyak mengalir berlawanan arah. Air mengalir dari atas, sementara minyak dari

bawah. Selama mengalir ke atas minyak bereaksi membentuk asam lemak dan

gliserin. Asam lemak akan mengalir ke atas bersama dengan sisa minyak, sementara

gliserin akan terlarut ke dalam air dan mengalir ke bawah. Dalam proses tersebut

digunakan air yang berlebihan , sehingga di bagian bawah akan diperoleh gliserin

yang terlarut dalam air. Larutan inilah yang disebut sebagai sweet water (karena

rasanya manis). Meskipun secara umum dikatakan bahwa air dan minyak tidak dapat

bercampur, namun kenyataannya selalu ada bahan yang terikat satu sama lain. Dalam

proses splitting, sebagian air dan gliserin juga akan terikat dalam asam lemak, dan

sebagian asam lemak dan minyak yang lain akan terikat dalam sweet water. Asam

lemak yang terikat sweet water dan gliserin yang terikut asam lemak akan ikut

terbuang. Hal tersebut akan menurunkan yield pada proses pemisahan lemak, dan

tentunya akan berpengaruh terhadap splitting ratio. Perbandingan antara bilangan

asam dengan bilangan penyabunan (AV/SV) dikenal sebagai splitting ratio,yang

merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting plant (Sutanto 1995).

Pada penilaian kinerja ini, diperoleh splitting ratio 97.2%, yang berarti splitting plant

perusahaan dapat bekerja dengan baik.

1.2. Stasiun Hidrogensi

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Hidrogenasi pada tahun

2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Hidrogenasi, seperti tertera pada Gambar 24.

Parameter terpenting dari sisi proses dalam hidrogenasi adalah Iodine Value (IV).

Page 100: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

84

Gambar 24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Hidrogenasi

Berdasarkan tabel tersebut, proses Hidrogenasi yang dilakukan oleh perusahaan

berjalan Kurang Baik. Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak

dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga

akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak (Ketaren 1986). Pada

proses ini zat warna terutama karotenoid dan komponen yang bukan gliserida,

termasuk hidrokarbon akan berkurang jumlahnya, asam lemak bebas juga akan

berkurang jumlahnya sampai mencapai kadar 0.1-0.3% (Ketaren 1986).

Untuk melihat nilai Iodin, ikatan tak jenuh (-C=C-) dapat bereaksi dengan

yodium (I2) membentuk ikatan jenuh. Setiap satu ikatan rangkap dapat bereaksi

dengan 1 ikatan I2. Karena itu banyaknya I2 yang bereaksi dengan minyak atau asam

lemak dapat digunakan untuk menentukan banyaknya ikatan tak jenuh dalam bahan

tersebut, yang dikenal sebagai bilangan yodium (IV). Bilangan Iodium dapat

didefinisikan sebagai banyaknya yodium yang dapat bereaksi dengan 1 gram sampel

(Sutanto 1995). Perlu diketahui, bahwa banyak senyawa yang lain (selain minyak dan

asam lemak tak jenuh) juga dapat bereaksi dengan yodium. Hal tersebut

menyebabkan nilai IV hasil analisis biasanya lebih tinggi dari nilai IV yang dihitung

berdasarkan banyaknya asam lemak tak jenuh. Bilangan ini sering digunakan sebagai

Key Component (komponen kunci) atau bahan yang dugunakan sebagai pedoman

perhitungan dalam pencampuran minyak untuk mendapatkan minyak dengan

komposisi tertentu. Hal ini dilakukan dalam pencampuran RBD dengan Crude

Stearine untuk mendapatkan kadar C18 tertentu.

Page 101: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

85

1.3. Stasiun Distilasi

Proses ini bertujuan untuk memisahkan asam lemak dari bahan baku asam

bukan lemak, yaitu impurities dan minyak tak tersabunkan. Berdasarkan hasil

penilaian program terhadap stasiun Distilasi pada tahun 2004, PT. X memiliki

penilaian stasiun Distilasi, seperti tertera pada Gambar 25.

Gambar 25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Distilasi

Warna seringkali menjadi masalah dalam proses ini. Hal inilah yang

mengakibatkan turunnya Grade produk Asam Stearat. Fenomena ini terjadi jika

vakum dan Heat Exchanger kurang dapat berfungsi dengan baik, sehingga tak

mampu mendinginkan bahan secara penuh yang mengakibatkan bahan tetap panas

dan mudah teroksidasi .

Dari sisi proses kita tahu bahwa yang terpenting dari proses ini adalah distilat,

sehingga parameter-parameter distilat juga sangat penting, namun untuk perhitungan

kita justru dapat mengabaikannya. Bahan lain (light end) tidak perlu kita perhatikan

secara khusus, karena jumlahnya sangat kecil (dibawah 0.1%). Dalam praktek,

Page 102: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

86

seringkali parameter tersebut tidak tersedia, namun kita dapat melakukan perkiraan

berdasarkan keadaan awal bahan baku (dari splitting dan hidrogenasi).

1.4. Stasiun Fraksinasi

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Fraksinasi pada tahun

2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Fraksinasi, seperti tertera pada Gambar 26.

Gambar 26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Fraksinasi

Fraksinasi dirancang untuk memisahkan komponen asam lemak dari CPO

yang telah dipisahkan dan dihidrogenasi, sehingga didapatkan bahan murni maupun

dengan komposisi tertentu (Sutanto 1995). Selama ini disamping bahan standar

tersebut, fraksinasi juga sering digunakan untuk mengolah bahan-bahan lain seperti

CNO, PFAD dan RBD Stearin. Bagian utama stasiun ini terdiri atas 1 kolom

dehidrasi dan 3 kolom fraksinasi. Kolom ini dapat dipasang secara seri, paralel,

maupun seri paralel tergantung kepada bahan yang dikehendaki. Seluruh kolom

Page 103: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

87

didalam fraksinasi dioperasikan dalam tekanan vakum, dan kehilangan bahan pada

prinsipnya hanya terjadi karena sebagian bahan terbawa vakum dan tak terembunkan

di kondensor. Yield minimum yang diharapkan adalah 98 % dari asam lemak. Namun

perlu diingat bahwa yield tersebut dihitung berdasarkan keadaan steady. Sebelum

keadaan tersebut tercapai, diperlukan masa pengkondisian selama kurang lebih 2 hari,

itupun tergantung dari prosesnya

Vakum inilah yang terkadang menjadi masalah pada proses ini, sebab apabila

tekanannya terlalu besar atau terlalu kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan

komposisi bahan yang diolah. Tabel diatas menunjukkan bahwa proses fraksinasi di

PT. X sudah berlangsung dengan baik.

1.5. Stasiun Beading

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Beading pada tahun

2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Beading, seperti tertera pada Gambar 27.

Gambar 27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Beading

Proses Beading di PT. X berlangsung dengan baik. Proses ini bertujuan untuk

mengubah bentuk asam stearat dari cairan ke dalam bentuk butiran dengan

menggunakan spray tower. Prinsip spraying yang digunakan adalah dengan

menghembuskan angin dingin dari bawah kolom spray tower agar terjadi kontak

dengan asam stearat yang disemprotkan pada bagian atas kolom. Sebelumnya asam

Page 104: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

88

stearat tersebut ditampung dalam tangki yang dilengkapi dengan steam jacket supaya

tidak membeku, lalu dipompa ke tangki yang dilengkapi dengan cooling water tank

untuk menurunkan temperatur asam stearat mendekati titik bekunya agar dapat

disemprotkan ke dalam menara. Dengan menggunakan udara tekan, asam stearat

ditekan menuju puncak menara, yang dilengkapi dengan 3 buah nozel yang masing-

masing memiliki 500 lubang berdiameter 0,5 mm. Akibat kontak dengan udara,

tetesan asam stearat yang memiliki titik beku 54 – 57 oC akan memadat dan jatuh

dalam bentuk butiran.

1.6. Stasiun Penyerpihan

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Penyerpihan pada tahun

2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Penyerpihan, seperti tertera pada Gambar28.

Gambar 28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penyerpihan

Page 105: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

89

Proses Penyerpihan di PT. X berlangsung dengan baik. Pada proses ini

dilakukan pengecekan ulang terhadap spesifikasi produk. Hal ini perlu dilakukan,

karena asam stearat tersebut bersentuhan dengan udara, dan temperatur yang berbeda.

Pada proses ini akan dilakukan pengecekan terhadap Titer. Titer merupakan

temperatur dimana asam lemak dari fasa cair akan berubah ke fasa padat. Hasil

penilaian menunjukkan bahwa Titer berada dalam batas kendali, sama dengan kriteria

penilaian yang lain.

1.7. Stasiun Pengemasan

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Pengemasan pada tahun

2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Pengemasan, seperti tertera pada Gambar 29.

Gambar 29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengemasan

Proses marking sering terjadi kesalahan. Hal ini terjadi jika proses pencatatan

yang kurang baik dari departemen pengepakan, dan ketidakhati-hatian operator dalam

melakukan marking. Walaupun hal ini kecil, tapi apabila sering terjadi maka

pemanfaatan waktu dan sumber daya tidak efisien, mengingat pengulangan yang

harus dilakukan akibat kesalahan yang terjadi. Pada umumnya tujuan pengemasan

adalah memelihara acceptability bahan yang dikemas (Ketaren 1986). Syarat-syarat

kemasan yang baik digunakan (Ketaren 1986), adalah sebagai berikut :

1. Dapat mencegah dan mengurangi proses oksidasi oleh oksigen atau

prooksidan lainnya

Page 106: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

90

2. Jenis bahan pembungkus

Pada penilaian kinerja, khususnya penilaian stasiun pengemasan, ada pula

industri lain yang melakukan penilaian terhadap ketahanan kemasan, sehingga

dilakukan pengecekan yang sifatnya destruktif, sampai penilaian cara memasukkan

produk ke dalam kemasan. Kriteria penilaian untuk industri asam stearat, biasanya

hanya dinilai 2 kriteria, yaitu kriteria yang terdapat pada Gambar 29.

1.8. Kinerja Mesin

Berdasarkan hasil penilaian program terhadap mesin pada tahun 2004, PT. X

memiliki penilaian kinerja mesin, seperti tertera pada Gambar 30.

Gambar 30. Hasil Penilaian Kinerja Mesin

Allocated Downtime perlu diukur, karena semakin besar Allocated Downtime,

maka biaya yang dikeluarkan untuk proses semakin besar pula. Ada beberapa

penyebab Downtime (Waktu rintangan) adalah waktu yang diperlukan selama

perawatan sehingga peralatan atau permesinan tersebut tidak dapat dioperasikan

(Jardine 1973). Downtime dipilih sebagai kriteria penilaian karena merepresentasikan

keberadaan suatu mesin. Downtime yang biasanya dialami oleh industri asam stearat

pada setiap proses yang dilaluinya, antara lain :

1. Downtime yang terjadi pada awal proses, karena Boiler memiliki panas yang

kurang, sehingga tidak mampu mengalirkan material pada tower. Hal ini

berdampak pada penambahan waktu proses.

Page 107: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

91

2. Pada proses pemisahan lemak, dimana splitting ratio yang harus dicapai

adalah 96 %, yang berarti kadar Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid) yang

diperoleh dari RBD Stearin adalah 96%, dan sisanya yaiu 4% adalah Gliserin

encer (sweat water). Apabila Splitting Ratio tidak mencapai 96%, misalnya

hanya 92%, maka proses pemisahan tidak maksimal, sehingga perlu dilakukan

proses ulang (recycle), sampai Asam Lemak Kasarnya mencapai 96%. Proses

Recycle akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga perusahaan

mengalami kerugian.

3. Proses Hidrogenasi yang bertujuan untuk menjenuhkan material atau

mengubah asam lemak tak jenuh, menjadi asam lemak jenuh dengan cara

menambahkan katalis dan gas hidrogen melalui proses pencampuran (mixing).

Proses ini bertujuan untuk mencapai nilai Iodium Value 1.5 untuk asam stearat

tipe 1800. Apabila selama proses yang biasanya memakan waktu ± 2 jam

belum mencapai 1.5, maka proses hidrogenasi perlu penambahan waktu

sampai spesifikasi yang diinginkan tercapai, sehingga proses mixing terus

dilakukan, dan ini akan merugikan perusahaan dari segi waktu dan

penggunaan sumber daya.

4. Proses distilasi akan membutuhkan penambahan waktu, apabila output yang

dihasilkan dari proses hidrogenasi belum mencapai Iodium Value yang

ditetapkan.

Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki kinerja Mesin, dengan

Allocated Downtime 38 000 menit, dimana nilainya berada diantara interval 36 000

menit dan 43 200 menit, yang berarti Allocated Downtime PT. X “Sedang”.

Accident Lost Time merupakan salah satu indikator penilaian kinerja mesin.

Semakin kecil Accident Lost Time, maka kinerja mesin yang dimiliki perusahaan

semakin baik. Ada beberapa hal yang terjadi di industri asam stearat yang berdampak

terhadap Accident Lost time, antara lain :

1. Jalur Blok, yaitu perjalanan material pada pipa tersumbat dan tidak dapat

mengalir (pipa macet). Apabila hal ini terjadi, maka mesin tidak dapat beroperasi,

Page 108: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

92

karena tidak adanya input material. Jalur blok disebabkan oleh beberapa hal,

antara lain :

a. Letak Boiler House yang terlalu jauh dari lokasi penyumbatan, dimana uap

panas yang semestinya dapat menjaga suhu material panasnya kurang, yang

mengakibatkan material membeku dan menyumpat pipa.

b. Hujan deras yang membuat suhu pipa menjadi turun, sehingga material yang

ada didalamnya membeku. Oleh sebab itu untuk menghadapi situasi seperti

ini, pipa perlu diberi penutup, sehingga panasnya dapat terjaga.

c. Spesifikasi material yang ada didalamnya.

2. Baling-baling mixer pada Autoclave patah/lepas, hal ini terjadi karena usia dari

perangkat tersebut dan kurangnya pelumas pada rotor baling-baling. Apabila hal

ini terjadi, proses hidrogenasi membutuhkan waktu yang lebih lama, yang

tentunya berdampak pada efisiensi penggunaan sumber daya.

3. Penutup valve yang kurang rapat pada persimpangan pipa, mengakibatkan

material input yang memiliki IV tinggi, akan bersentuhan dengan material output

yang memiliki IV rendah, sehingga material output memiliki IV yang lebih tinggi

dan harus diolah kembali untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan.

Pengolahan kembali material tersebut memerlukan penambahan waktu yang

berdampak terhadap efisiensi kerja.

4. Pompa terbakar, sehingga tidak dapat memasukkan material pada spray tower.

Hal ini terjadi karena kumparannya terbakar atau kelebihan beban panas. Sebab

lain yang menyebabkan pompa terbakar, karena pompa bersentuhan dengan

material, akibat bocornya pipa material.

Sementara itu Accident Lost Time PT .X pada tahun 2004 adalah 4 320 menit,

dimana nilainya berada dibawah angka 5.760 menit, yang berarti Accident Lost Time

di PT.X adalah “Baik”.

Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.23 + 0.62 = 0.85.

Skor 0.85 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Mesin Perusahaan pada

tahun 2004 adalah “Baik”. Kinerja mesin yang baik, memungkinkan pencapaian

Page 109: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

93

target produksi dan kualitas produk dapat dicapai, sehingga mampu memberikan

keuntungan besar bagi perusahaan.

2. Penilaian Kinerja Personalia

Berdasarkan penilaian program terhadap data PT. X tahun 2004. Perusahaan

ini memiliki kinerja Sumber Daya Manusia, dengan prosentase mangkir karyawan

0.0614 %, dimana nilainya ≤ 0.15 yang berarti prosentase tingkat mangkir karyawan

PT.X “Baik”. Tingkat mangkir perlu diukur, mengingat pekerjaan yang ada di

perusahaan, bergantung kepada kontinuitas keberadaan karyawan tersebut. Apabila

banyak karyawan yang mangkir tanpa alasan yang jelas, menunjukkan bahwa

motivasi mereka dalam bekerja, dinilai kurang. Tentunya hal ini akan berdampak

terhadat target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil penilaian kinerja

karyawan dapat dilihat pada Gambar 31.

Gambar 31. Hasil Penilaian Kinerja Karyawan

Sementara itu prosentase keluar masuk karyawan adalah 13.19 %, dimana

nilainya berada pada interval 8% dan 15% yang berarti prosentase keluar masuk

karyawan (employee turnover) di PT.X adalah “Sedang”. Semakin tinggi tingkat

Turnover karyawan, menunjukkan bahwa suasana kerja di perusahaan tersebut tidak

kondusif, sehingga memudahkan seseorang karyawan untuk mencari alternatif

pekerjaan lain diluar. PT. X perlu melakukan peningkatan, sehingga angka keluar

masuk karyawannya menjadi rendah. Perusahaan juga perlu melakukan analisa,

Page 110: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

94

terhadap faktor penyebab keluar masuknya karyawan, sehingga apabila ada karyawan

yang akan keluar dari perusahaan, maka perlu dilakukan wawancara, sebagai evaluasi

perusahaan. Turnover karyawan juga akan berdampak terhadap pengeluaran

keuangan perusahaan. Jika seorang karyawan keluar, maka perusahaan akan

mengeluarkan biaya untuk rekrutasi karyawan baru, ditambah lagi upaya pemilihan

karyawan secara selektif yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Kekosongan

jabatan selama proses rekrutmen tentunya akan berdampak pada kinerja perusahaan.

Hubungan kerja yang baik dan suasana kerja yang kondusif akan memperkecil

tingkat mangkir dan keluar masuknya karyawan, sehingga karyawan akan merasa

memiliki perusahaan. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective)

dapat dipilih sebagai suatu upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Isi pokok dari

pendekatan Manajemen Pada Sasaran , bahwa setiap karyawan dengan hubungan

kerja yang baik, akan menentukan prestasi hubungan kerja dimasa yang akan datang,

yang biasanya dilakukan penyelesaian persetujuan kedua belah fihak. Jika keadaaan

ini bertemu, maka karyawan akan memiliki kecakapan yang lebih baik, sehingga

dalam jangka waktu yang telah ditentukan, mereka akan bisa menyesuaikan tingkah

laku yang bisa menjamin pencapaian sasaran, dimana umpan balik prestasi kerja akan

digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk mencapai sasaran yang akan

datang, karyawan mempunyai dorongan untuk berorganisasi, sehingga menolong

pengawas dan karyawan untuk dapat melakukan pengembangan (Soeprihanto 1988).

Apabila dinilai secara keseluruhan, maka PT. X memperoleh skor 0.45 + 0.34

= 0.79. Skor 0.79 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Sumber Daya

Manusia perusahaan adalah “Baik”.

2.8. Penilaian Kinerja Keuangan

Program memberikan keluaran (output) ROI sebesar 10.5 %, yang berarti

tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah

“Sedang”. Sementara itu Net Provit Margin perusahaan juga memperoleh predikat “

Sedang”. Hal ini dipengaruhi oleh % bea masuk yang besar, khususnya ke negara

China, sehingga mengurangi keuntungan bagi perusahaan.

Page 111: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

95

Gambar 32. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan

Pada penilaian kinerja keuangan yang terdapat pada Gambar 32. dipilih ROI

sebagai financial Result Control, karena beberapa kelebihan (Yuwono et al. 2004),

antara lain :

a. ROI merupakan tolok ukur tunggal yang komprehensif yang bisa menjelaskan

trade-off antara pendapatan, biaya dan investasi

b. ROI dapat digunakan untuk membandingkan kinerja dari berbagai sektor

bisnis, baik pesaing, divisi, maupun dalam industri

c. Bentuk presentasi hasil perhitungan ROI dapat dibandingkan dengan tolok

ukur keuangan lainnya

d. ROI digunakan secara luas, sehingga semua manajer mengetahui apa yang

diwakili oleh ROI dan apa pengaruhnya bagi perusahaan. Dengan kata lain

penafsiran ROI yang popular dengan analisis Dupont adalah untuk

mengetahui apa penyebab naik atau turunnya keuntungan perusahaan dalam

suatu periode.

Disamping kelebihan tersebut ada pula kekurangan ROI, yang perlu diketahui

dalam melakukan penilaian, antara lain :

a. Numerator yang digunakan dalam perhitungan ROI adalah laba akuntansi,

dimana manajer dapat mempengaruhi ROI untuk kepentingan jangka pendek

dan eken merugikan perusahaan dalam jangka panjang

Page 112: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

96

b. Keputusan investasi oleh ROI berkecenderungan terhadap suboptimalisasi

keputusan, yaitu manajer lebih mempertimbanngkan keuntungan divisinya

dengan mengorbankan kepentingan perusahaan secara keseluruhan

c. Sinyal yang disampaikan oleh ROI bersifat bias, karena faktor kesulitan

dalam menghitung nilain investasi sebagai denominator ROI.

Akibat adanya kekurangan itulah, maka perlu indkator pengukuran keuangan

yang lain, untuk menyeimbangkannya, yaitu NPM. Indikator ini dapat dijadikan tolok

ukur keberhasilan perusahaan dalam melakukan aktivitas Pemasaran, karena yang

memberikan keuntungan bagi perusahaan, bukan hanya perbaikan proses ke dalam,

melainkan kemampuan perusahaan dalam membina hubungan dengan pembeli, dan

melakukan negosiasi yang saling menguntungkan.

Hasil akhir dari kinerja keuangan perusahaan adalah “ Sedang “. Hal ini harus

dapat memacu perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya secara maksimal.

C. Penilaian Produk

Penilaian ini dilakukan terhadap aktivitas perusahaaan, setelah bahan baku

diolah menjadi produk jadi. Terdapat 3 hasil penilaian, yaitu hasil penilaian grade,

kualitas produk, dan kinerja pemasaran perusahaan.

Penilaian terhadap produk akan diperoleh apabila nilai dari kriteria Grade,

Kualitas dan pemasaran telah diketahui hasilnya. Perhitungan dilakukan dengan

menggunakan perkalian antara skor dengan bobot. Hasilnya dapat dilihat pada

Gambar 33.

Page 113: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

97

Gambar 33. Hasil Akhir Penilaian Produk

Ada beberapa perbedaan antara penilaian kinerja produk industri asam stearat

dengan kinerja produk lain. Pada penilaian kinerja produk lain, ada beberapa

perusahaan yang melakukan penilaian untuk melihat apakah produk yang mereka

buat sudah baik, melalui perspektif pelanggan. Apabila respon pelanggan baik,

berarti produk yang dihasilkan perusahaan baik pula. Filosofi manajemen terkini telah

menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer

satisfaction (Yuwono 2004). Jika pelanggan (pembeli) tidak puas, maka mereka akan

mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari

perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan, meskipun saat ini

kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki 2 kelompok

pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value prepositions

Page 114: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

98

(Kaplan 1993). Pada customer core measurement terdapat beberapa komponen

pengukuran, yaitu market share, customer retention, customer acquisition, customer

satisfaction dan customer profitability. Pada penelitian ini diwakili oleh market share.

Sementara itu untuk customer value prepositions terdiri dari beberapa komponen,

yaitu product service attributes, customer relationship dan image. Semua komponen

tersebut dapat dikembangkan menjadi kriteria penilaian kinerja. Produk Asam Stearat

merupakan produk yang akan dioleh kembali oleh pembeli, sehingga kriteria

penilaian di atas belum terlalu diperlukan oleh industri asam stearat.

1. Penilaian Grade Produk

Kinerja metode yang dipakai oleh perusahaan dalam memproduksi asam

stearat, dapat dinilai berdasarkan jumlah down grade yang dihasilkan oleh

departemen produksi. Apabila jumlah down grade pada kurun waktu tertentu,

jumlahnya besar, berarti metode yang dipergunakan oleh perusahaan dalam

melakukan proses, kurang efektif. Down Grade adalah turunnya spesifikasi produk

dari spesifikasi yang ditargetkan sebelumnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan

terjadinya down grade, antara lain :

a. Penanganan terhadap material, yang masih meloloskan material reject untuk

diproses.

b. Stabilitas proses dari setiap tahapan proses yang kurang terjaga dengan baik,

dan meloloskan standar output material yang semestinya direcycle, akan tetapi

karena tuntutan target dan waktu, material diloloskan, tanpa proses perbaikan.

Kedua hal tadi membutuhkan suatu pemilihan metodologi yang tepat dalam

penangananya, apabila perusahaan menginginkan jumlah down grade yang semakin

kecil. Asam stearat yang diproduksi, biasanya memiliki beberapa tipe, yang biasanya

disebut sebagai Gradisitas atau tingkatan produk. Produk asam stearat yang dapat

dihasilkan oleh industri, memiliki 7 tipe, antara lain : SA 1800, SA 1801, SA 1806,

SA 1810, SA 1840, SA 1850, CAND O1, SA 1860, SA 1865 dan SA 1890. Semakin

ke bawah, mutu produk semakin rendah. Mutu produk asam stearat ditentukan oleh

warna dan Iodium Value. Oleh sebab itu untuk meminimasi down Grade, perusahaan

Page 115: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

99

perlu melakukan monitoring terhadap warna dan Iodium Value secara intensif. Hasil

penilaian kinerja PT. X untuk kuantitas produk, dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 34. Hasil Penilaian Kuantitas Produk

Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Prosentase Produk Down

Grade 8%, dimana nilainya berada diantara interval 5 dan 70%, yang berarti

Prosentase Produk Down Grade PT. X “Sedang”.

2. Penilaian Kualitas Produk

Kualitas produk akan menentukan minat konsumen terhadap produk yang

dihasilkan oleh perusahaan. Secara umum indikator kualitas produk adalah warna dan

bilangan iod. Oleh sebab itu diperoleh hasil penilaian terhadap kualitas, seperti

terlihat pada Gambar 35.

Page 116: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

100

Gambar 35. Hasil Penilaian Kualitas Produk

Produk yang dihasilkan oleh PT. X selama tahun 2004 berada dalam

spesifikasi yang ada, hanya saja perlu peningkatan dalam kuantitas output. IV dan

warna dipilih sebagai penilaian kualitas, karena pada saat produk tersebut siap, maka

pembeli akan melakukan pengecekan terhadap kedua kriteria ini. Bilangan Iod dipilih

sebagai kriteria penilaian, karena bilangan ini dapat menyatakan derajat

ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga digunakan untuk

menggolongkan jenis minyak, yaitu minyak pengering dan minyak bukan pengering

(Ketaren 1986). Warna juga menentukan kualitas asam stearat secara fisik. Warna

kuning disebabkan oleh kombinasi antara senyawa nitrogen dengan lemak

teroksidasi, juga pemanasan tanpa proses oksidasi yang telah tengik dapat

menghasilkan warna kuning. Penyebab lain adalah penyimpanan, sehingga intensitas

warna menjadi bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Warna kuning

biasanya merupakan sifat yang terjadi dalam minyak dan lemak tidak jenuh (Ketaren

1986). Pigmen berwarna merah jingga dan kuning disebabkan pula oleh karotenoid

Page 117: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

101

yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon

tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten itu juga ikut

terhidrogenasi, sehingga intensitas warna berkurang (Ketaren 1986).

3. Kinerja Pasar

Dari semua tipe asam stearat, SA 1800 merupakan tipe yang memiliki Grade

terbaik dan memiliki nilai jual yang paling tinggi, mencapai ± $ 700 / ton. Tipe ini

sebagian besar diekspor ke China dan digunakan sebagai bahan kosmetik, sementara

itu untuk tipe yang lain, seperti 1806, digunakan sebagai campuran ban. Saat ini

industri asam stearat juga banyak yang memproduksi lilin, yaitu tipe CAND 01,

dimana produk ini dapat diekspor ke Eropa dalam bentuk lilin hias. Produk

sampingan ini diproduksi, sebagai upaya untuk memanfaatkan output produk yang

memiliki Grading yang rendah. Hasil penilaian kinerja pasar dapat dilihat pada

Gambar 36.

Gambar 36. Penilaian Kinerja Pemasaran

Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Efektivitas Pemasaran, 96%,

dimana nilainya berada diatas 80%, yang berarti Efektivitas Pemasaran PT. X

Page 118: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

102

“Baik”. Efektivitas Pemasaran perlu diukur, untuk melihat kinerja marketing dalam

memasarkan produknya, tentunya harus sinergi dengan kualitas dan kuantitas yang

diinginkan konsumen. Semakin besar eefektivitas pemasaran ,berarti semakin kecil

jumlah stok yang ada, dan otomatis akan mengurangi biaya inventory, dan kerugian

akibat produk tidak laku di pasaran.

Sementara itu Market Share PT .X pada tahun 2004 adalah 60 %, dimana

nilainya berada pada berada dibawah angka 80 dan 60 %, yang berarti Market Share

PT.X adalah “Sedang”. Market Share perlu diukur, untuk melihat seberapa besar

peluang perusahaan untuk memasarkan produk yang ada.

Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.65 + 0.16 = 0.81.

Skor 0.81 berada diatas 0.75, yang berarti Kinerja Pemasaran Perusahaan pada tahun

2004 adalah “Baik”.

D. Penilaian Formasi Karyawan

Formasi karyawan perlu dilakukan penilaian, karena jika seluruh sumber daya

telah tersedia, tapi apabila perusahaan kekurangan sumber daya manusia, maka

ketersediaan tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga output yang

dihasilkan tidak maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila jumlah sumber daya

manusia yang tersedia terlalu banyak, maka terjadi inefisiensi biaya.

Mengoptimasikan berarti membuat seluruh organisasi seefektif mungkin dalam upaya

mencapai tujuan yang digariskan (Hardjosoedarmo 1996). Hasil penilaian formasi

karyawan dari departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik, dapat dilihat

pada Gambar 37, 38 dan 39.

Page 119: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

103

Gambar 37. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi

Gambar 38. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas

Page 120: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

104

Gambar 39. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik

Berdasarkan ketiga tabel diatas, perusahaan perlu melakukan penambahan

karyawan, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal

ini terjadi, karena pada bulan Februari 2004 perusahaan melakukan pengecilan

jumlah karyawan, dengan tujuan efisiensi biaya. Hal ini terjadi akibat Bea masuk ke

China yang terlalu besar, sehingga provit perusahaan berkurang, sementara sebagian

besar produk, akan dipasarkan ke China. Saat ini keadaan sudah stabil, sehingga perlu

dilakukan optimalisasi terhadap jumlah karyawan, khususnya yang berhubungan

langsung dengan produksi.

E. Penilaian Ekonomi

Penilaian ini menunjukkan pengaruh eksternal terhadap kinerja perusahaan,

khususnya bidang ekonomi. Penilaian ekonomi dapat dilihat dari indikator yang

paling berpengaruh dalan suatu industri, seperti pertumbuhan industri yang dapat

dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi secara makro (Kusnoto 2001). Dalam

proses bisnis tidak ada cara lain untuk mengetahuinya, selain memelihara perpektif

Page 121: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

105

operasional dan mengecek efektivitas prosesnya (Kusnoto 2001). Hasil penilaian

kinerja ekonomi pada dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40. Penilaian Kinerja Ekonomi

Pada Industri asam stearat, keuntungan yang diperoleh perusahaan sangat

tergantung kepada harga bahan baku dan harga asam stearat itu sendiri di pasar

internasional. Harga yang dijadikan patokan pada pasar asam stearat adalah harga

internasional Amsterdam dan Malaysia. Berbeda dengan penilaian kinerja ekonomi

pada industri lain. Ada industri yang menjadikan kriteria Efisiensi biaya produksi

akan dibandingkan dengan harga pararitas ekspor (HPE) dan harga paritas impor

(HPI) harga produk internasional yang berlaku saat ini, biaya produksi produsen

produk efisien, dan biaya rata-rata produksi produk dunia. Berdasarkan justifikasi

pakar, kriteria ini kurang cocok apabila diterapkan pada industri asam stearat.

Bea masuk memperoleh penilaian “Sedang”, karena pada awal januari sampai

mei terjadi peningkatan bea masuk, khususnya ke Cina. Sejak awal Januari 2004 Cina

memberlakukan tarif bea masuk sebesar 16% untuk ekspor asam stearat dari

Indonesia ke negara itu, hal ini akan mengakibatkan 70% industri oleokimia di

Indonesia diperkirakan akan tumbang, mengingat ekspor ke Cina mencapai porsi 50%

dari total produksi (Nafi 2004). Kris Hadisubroto, Ketua Asosiasi Produsen

Oleochemiccal Indonesia (Apolin), mengingatkan ancaman kerugian industri

oleochemical terutama saat ini sudah di depan mata. “Itu artinya, margin profitnya

menipis, den sedikit lagi pasti rugi. Sehingga harga harus dikurangi sebesar 30 dolar

Page 122: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

106

AS per ton, padahal, terhadap Malaysia sebagai pesaing utama Indonesia, Cina hanya

memberlakukan bea masuk ooleokimia 10%. Akibatnya, produsen Indonesia harus

menurunkan harga asam stearat 6% di bawah harga normal 500 dolar AS per ton.

(http://www.tempo.co.id). Hal ini perlu dikaji penyebabnya, yang berawal dari Early

Harvest Program (EHP), yaitu percepatan penurunan bea masuk (BM).

ASEAN-Cina FTA yang digagas sejak 2001 dan perundingannya dilakukan

pada 2003 itu, dibahas lebih dari 9 000 item produk. Dengan demikian, sangat

dimungkinkan terjadi ketidakpuasan dari pelaku usaha tertentu, yang akhirnya

mengalami kesulitan setelah kesepakatan tersebut dilaksanakan. Banyak kendala

dalam persiapan kita menghadapi perundingan Asean-Cina FTA ini. Dari 9 000 item

produk itu, pemerintah tidak tahu secara persis, mana yang bersaing mana yang

tidak. Perlakuan yang terkesan diskriminatif oleh Cina terhadap produk oleokimia itu

disebabkan Indonesia tidak memasukkan komoditi ini ke dalam daftar usulan

penurunan tarif bea masuk pada perundingan ASEAN-Cina FTA. Anggota Tim

Peningkatan Perdagangan (TPP, bentukan Depperindag) ke RRC, Mohammad Taha,

mengatakan bahwa Hal ini merupakan kecelakaan, karena delegasi pemerintah tidak

menerima masukan dari asosiasi. Sementara asosiasinya merasa tidak dimintai

masukan, sehingga delegasi Indonesia tidak mengajukan oleokimia ke dalam daftar

usulan produk yang diturunkan bea masuknya pada ASEAN-Cina FTA

(http://www.balipost.co.id). Ketentuan itu tidak berlangsung lama, Dirjen Kerja Sama

Industri dan Perdagangan Internasional (KIPI) Depperindag Pos M Hutabarat

mengatakan pemerintah tengah berupaya merevisi hasil perundingan ASEAN-Cina

Free Trade Agreement (FTA). Revisi tersebut menyangkut Early Harvest Program

(Ehp) percepatan penurunan bea masuk (BM) atas sejumlah produk yang dibarter

dinilai merugikan Indonesia di tingkat internal. Selanjutnya, negosiasi tingkat

menteri segera akan dilakukan paling cepat bulan April 2004

(http://www.balipost.co.id). Kalangan asosiasi telah mengusulkan berbagai jenis

lemak termasuk harten fat, butter, margarin dan produk turunan CPO, asam stearat.

Pada bulan Mei harga Bea masuk ke Cina sudah berangsur normal, yaitu berkisar

Page 123: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

107

antara 10–11%, dan hal ini membawa angin segar untuk industri oleokimia,

khususnya industri asam stearat.

F. Penilaian Sosial

Penilaian terhadap CSR. Dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 41. Hasil Penilaian Kinerja Sosial

Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi

juga tanggung jawab sosial perusahaan yang biasa disebut dengan Corporate Social

Responsibility (CSR). Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan yang didemo,

dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik? Bila ditelusuri, sangat

boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab

manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di

sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi

sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor

lingkungan. Selain itu, tidak ada atau nyaris sangat sedikit keuntungan perusahaan

yang dikembalikan kepada masyarakat. Justru mereka malah dipinggirkan.

Ketentuan ideal 3 %, sebenarnya belum ada ketentuan resmi, hanya saja angka

tersebut diperoleh berdasarkan kesepakatan yang ada di asosiasi. Berdasarkan

penilaian, perusahaan masih dinilai kurang dalam melakukan kegiatan sosial untuk

masyarakat sekitar. Contoh nyata yanng terlihat, yaitu jalan satu-satunya untuk masuk

ke lokasi pabrik, kondisinya buruk, padahal di belakang pabrik tersebut banyak

terdapat perumahan penduduk yang memanfaatkan jalan tersebut untuk kegiatan

Page 124: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

108

sehari-hari. Hal ini perlu menjadi perhatian perusahaan, mengingat sebagian besar

fungsi jalan tersebut dipergunakan untuk aktivitas transportasi perusahaan.

Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama

setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan

manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih

baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini sekarang

populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR), tanggung jawab

sosial perusahaan). Menurut Ketua Corporate Forum for Community Development

(CFCD) Thendri Supriatno, CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat,

melainkan juga perusahaan itu sendiri. ''CSR dapat mencegah dampak sosial lebih

buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan

dengan komunitas sekitar,'' tutur Thendri (http://phaproscomdev.tripod.com). CSR

perlu dilaksanakan secara sadar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial

perusahaan. Hal yang perlu disadari, CSR juga merupakan bagian dari pembagunan

citra perusahaan (Corporate Image Building), sudah seharusnya sebuah perusahaan

turut bertanggung-jawab atas lingkungan sekitarnya, karena Kita ini hidup

bermasyarakat. Maka sudah selayaknya dan bahkan kewajiban bagi sebuah

perusahaan untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.

Kendala yang dialami sebuah perusahaan dalam melaksanakan CSR terletak

pada komitmen dari perusahaan itu sendiri, Apakah perusahaan bersangkutan

mempunyai komitmen untuk turut bertanggung-jawab terhadap lingkungan

sekitarnya atau tidak, karena jika perusahaan itu tidak memiliki komitmen terhadap

lingkungan sekitarnya, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga tidak

ada. Hal itu juga berdampak pada dukungan perusahaan bersangkutan untuk

mewujudkan kepedulian tersebut. Selain komitmen dan dukungan dari perusahaan,

kendala yang juga dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan kepedulian sosial

tersebut adalah program yang akan dilaksanakan. Banyak perusahaan yang memiliki

komitmen tinggi terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang

dilaksanakan tidak berdasarkan pada ketulusan hati nurani. Artinya, bentuk

kepedulian sosial hanya ditujukan pada popularitas semata. Komitmen perusahaan

Page 125: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

109

terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat

mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun

masyarakat .

G. Penilaian Lingkungan

Keberhasilan suatu perusahaan industri dalam mengelola lingkungan dapat

dilihat berdasarkan kemampuan perusahaan untuk mengolah limbah yang berbahaya,

sehingga keluaran industri dapat dikembalikan kepada lingkungan dengan aman.

Penilaian terhadap lingkungan dapat didasarkan kepada keluaran industri, yang

berupa limbah cair, limbah padat, limbah gas, dan kebisingan (Silalahi 1995).

Perusahaan perlu melakukan pemantauan dan pengukuran secara teratur untuk

memastikan bahwa kualitas lingkungannya tidak melampaui Nilai Ambang Batas

(NAB) yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku (Utomo et al. 2002). Pada

industri asam stearat tidak dipilih kriteria limbah padat, karena limbah padat yang

berupa katalis nikel tidak aktif langsung dijual ke fihak luar. Kriteria penilaian

lingkungan, sama dengan kriteria penilaian lingkungan yang dilakukan untuk

perusahaan industri lain, karena penilaian lingkungan biasanya dilakukan oleh

pemerintah daerah setempat.

Performansi Lingkungan perusahaan, secara umum sudah berada dalam batas

kendali, hanya saja perusahaan harus melakukan perbaikan, khususnya dalam

penanganan gangguan yaitu kebisingan. Hasil Penilaian kinerja lingkungan dapat

dilihat pada Gambar 42.

Page 126: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

110

Gambar 42. Keluaran Hasil Penilaian Lingkungan

Kinerja lingkungan perusahaan didasarkan kepada penilaian subkriteria, antara

lain :

1. Limbah Cair

Kebersihan air sebagai sumber kehidupan manusia harus dipelihara dengan

segenap daya upaya. Industri harus dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah

industri (waste water treatment plant) atau paling sedikit alat pengendap dan

penyaringan limbah industri (settlement clarification tank),. Standar kualitas air

ini wajib dimonitor terus-menerus agar tetap pada batas-batas toleransi yang

ditetapkan pemerintah (Silalahi 1995).

Berdasarkan analisa program, PT. X memiliki kualitas limbah cair yang

berada dalam batas kendali (Gambar 43). Hal ini berbeda dengan RKL tahun

1994, dimana masih terdapat beberapa parameter yang berlebih, antara lain :

BOD, COD, Minyak dan lemak, dengan demikian perlu dilakukan upaya

pengelolaan lebih lanjut karena belum memenuhi syarat yang berlaku.

Page 127: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

111

Gambar 43. Hasil Penilaian Limbah Cair

Nilai Ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur

KDH Tk I Jawa Barat No. 660.71/SK/694-BKPMD/82 Golongan II. BOD dan

COD akan tinggi, apabila banyak terdapat bahan organik pada limbah cair. Hal ini

dapat terjadi jika proses pembersihan tangki yang belum terjaga dengan baik. Hal

ini dapat diantisipasi melalui proses aerasi atau mikroba dengan menggunakan

lumpur aktif. Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dahulu

dialirkan melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih

terbawa air, dan untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh

pompa dan disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilubangi (Aerasi), untuk

mengisap oksigen, dan kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum

dialirkan ke sungai.

Kadar Minyak dan lemak dari limbah, apabila melewati nilai ambang batas.

Limbah ini apabila menyebar dipermukaan air , maka akan mematikan ikan yang

hidup didalamnya.

Page 128: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

112

2. Limbah Gas

Limbah gas yang dihasilkan PT. X berdasarkan analisa program adalah

“Baik”, seperti terlihat pada Gambar 44. Gas biasanya berasal dari ruang genset

dan proes produksi. Adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat

cerobong asap. Pengambilan sampling dan analisa dilakukan oleh P4L DKI

Jakrta. Nilai ambang batas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur

KDH Tk I Jawa Barat No. 660.31/SK/694-BKPMD/82 dan berdasarkan Surat

Edaran Menaker No. SE-02 tahun 1978. Dari hail analisa, ternyata kualitas udara

perusahaan masih memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan.

Gambar 44. Hasil Penilaian Limbah Gas

3. Kebisingan

Kebisingan merupakan kriteria yang juga penting dalam penilaian kinerja

lingkungan suatu perusahaan industri. Kebisingan yang mencapai 80 dba akan

mengakibatkan seseorang sulit untuk berbicara dengan yang lain, Jika mencapai

130 dba akan menimbulkan onset of pain, dimana telinga akan merasakan sakit

bagi yang mendengarnya, dan bahkan jika sudah mencapai 140 dba, akan

menimbulkan kerusakan telinga (Bridger 1995). Nilai ambang batas untuk

kebisingan adalah 85 db (Utomo et al. 2002). Kebisingan akan mengurangi

Page 129: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

113

kenyamanan dalam bekerja. Berdasarkan keluaran program, PT. X memiliki

kebisingan yang berada pada parameter yang berlebih. Hal ini diakibatkan oleh

usia mesin yang semakin bertambah. Sumber kebisingan pada industri asam

stearat berasal dari mesin dan genset. Hasil penilaian kebisingan dapat dilihat

pada Gambar 45.

Gambar 45. Hasil Penilaian Kebisingan

H. Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan

Apabila seluruh kriteria dapat diperoleh hasilnya, maka kinerja perusahaan

dapat dinilai berada dalam keadaan Normal (Sedang), seperti terlihat pada Gambar

46.

Page 130: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

114

Gambar 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan

Tahun 2004 merupakan tahun yang cukup sulit bagi perusahaan, karena

pengaruh faktor eksternal. Pada bulan februari tahun 2004 terjadi perubahan

manajemen perusahaan, sehingga perlu penyesuaian baru, akan tetapi sampai saat ini

banyak terjadi perubahan, efisiensi di setiap bagian, memungkinkan perusahaan dapat

berjalan dengan stabil. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap keberhasilan

perusahaan, contohnya adalah bea masuk.

Penilaian kinerja ini berbeda dengan metode penilaian kinerja lain, seperti

penilaian kinerja Manajemen Tradisional. Dalam manajemen tradisional, pengukuran

kinerja dilakukan dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan

akan dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan

bahwa personel akan melaksanakan tindakan sebagaimana yang diharapkan (Yuwono

et al. 2004). Penilaian didasarkan kepada target yang telah ditetapkan sebelumnya,

bukan kepada nilai ideal yang bukan hanya dapat diterima oleh intern perusahaan.

Penilaian kinerja pada penelitian ini didasarkan kepada nilai ideal yang dapat diterima

oleh semua perusahaan yang ingin bersaing pada produk sejenis.

Page 131: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

115

Sistem penilaian kinerja yang banyak dipakai oleh perusahaan adalah

pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan. Pada sistem ini terdapat kendala,

dimana keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan semua pihak (Yuwono et al.

2004). Akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah sistem akuntansi. Posisinya

makin tersudut, manakala ia diharapkan sebagai penghasil laporan keuangan yang

mampu menengahi berbagai kepentingan. Penilaian akan lebih objektif, jika tidak

hanya menyajikan satu aspek penilaian saja. Banyak analisa keuangan yang diambil

pada sistem ini, antara lain Return On Investment, Return On Capital Employed,

Economic Value Added, Residual Income, dan Return On Equity. Pada penelitian ini,

ada satu kriteria penilaian kinerja yang diambil dari sistem ini, yaitu Return On

Investment, sehingga dapat mewakili aspek keuangan.

Penilaian kinerja yang lain adalah Balanced Scorecard, yang muncul dalam

era teknologi informasi, dimana dalam metode ini berupaya untuk memotivasi

personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi (Mulyadi et al. 1999). Pada

Balanced Scorecard terdapat empat aspek yang diukur, yaitu perspektif keuangan,

perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran

dan pertumbuhan. Tentu saja berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam

penelitian ini yang menilai berdasarkan delapan aspek penilaian.

Page 132: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

VI. PEMBAHASAN

A. Sistem Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja industri asam stearat, memiliki 11 item kriteria penilaian, dan

ini adalah jumlah yang cukup banyak. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor

pada setiap hasil penilaian kualitatif. Metode ini dipilih berdasarkan skala Bogardus,

yaitu salah satu skala untuk mengukur jarak sosial yang dikembangkan oleh Emory

S. Bogardus. Pada kasus ini setiap kriteria diberikan bobot yang besarnya tergantung

kepada hasil penilaian pakar mengenai pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian

Proses. Pada skala penilaian si penilai memberi angka pada suatu kontinum di mana

individu atau obyek akan ditempatkan, dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang

yang mengetahui bidang yang dinilai (Nazir 1988).

Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana

hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan

sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek

yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak

yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau

sifat objek yang diukur (Nazir 1988). Apabila diperoleh kesulitan dalam menentukan

bobot, maka dipergunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh

digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai

eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004). Nilai yang diperoleh pada

teknik ini didapat berdasarkan jawaban kuesioner yang diisi oleh para pakar.

Hasil penilaian kinerja yang diperoleh, juga menggunakan if-then rules. Kaidah

ini dipilih untuk mengantisipasi kondisi yang berada diluar alur interval, sehingga

penilaian menjadi lebih sensitif, walaupun secara teknis membutuhkan proses yang

lama, karena setiap kondisi yang mungkin terjadi, harus digambarkan satu persatu.

Sistem penilaian kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama

dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali

diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun 1919. Sistem

Page 133: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

117

pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont. Pengukuran

kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja

keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Apabila

dilakukan perbandingan dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian

ini, skema Dupont hanya merupakan salah satu aspek yang dinilai, dari 8 aspek

penilaian kinerja yang ada. Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat

pada periode 1980-an sampai 1990-an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan

munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi

maupun kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan

adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-assestment,

Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based

Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Kueng dan Krahn. 2004).

Statistical Process Control merupakan salah satu metode untuk melakukan penilaian

terhadap kapabilitas proses. Metode ini banyak dilakukan oleh banyak industri besar

di Indonesia, seperti PT. Putera Raja Busana Mahameru (Texmaco Group) dan PT.

Vengtay Indonesia (produsen Nike). Penilaian kinerja industri asam stearat ini, dapat

dikembangkan pula untuk melakukan Statistical Process Control, dengan

menambahkan database dan visualisasi grafik.

Sistem penilaian kinerja industri asam stearat memiliki konsep penilaian yang

sama dengan Blanced Score Card, dimana setiap keriteria dihitung, lalu hasil yang

diperoleh dibandingkan dengan interval penilaian yang telah ditentukan, sehingga

berdasarkan interval tersebut, diperoleh penilaian secara kualitatif. Apabila terdapat

beberapa kriteria penilaian, maka setiap kriteria tersebut diberikan bobot.

Perbedaannya hanya terletak pada aspek yang dinilai, dimana pada BSC hanya

menilai 4 aspek kinerja perusahaan (Kaplan 1993). Beberapa perusahaan besar seperti

: Rockwater, Aple Computer, dan Advanced Micro Devices menerapkan metode

tersebut, dan mengilustrasikan bagaimana scorecard mengkombinasikan pengukuran

dan manajemen di beberapa perusahaan yang berbeda (Yuwono 2004). Berdasarkan

aplikasi di perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa BSC akan sukses ketika

digunakan untuk mendorong proses perubahan (Kaplan 1993).

Page 134: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

118

Sistem penilaian kinerja juga dapat dikembangkan kedalam bentuk Visual Plot,

walaupun pada penilaian kinerja industri asam stearat ini tidak dilakukan. Visual Plot

merupakan metode yang berhasil digunakan untuk membangun self-assessment yang

lebih informatif, sehingga perusahaan mengetahui kelebihan dan kekurangannya

(Lonnes & Logan 2004). Metode ini banyak digunakan oleh industri perkapalan di

USA.

B. Model

Industri asam stearat merupakan industri yang kompleks, dan banyak sekali

variabel yang dapat dipilih untuk melakukan penilaian terhadap industri tersebut.

Cara penilaian baru akan diketahui apabila peneliti sudah memahami sistem dan

masalah yang ada dalam industri asam stearat. Oleh sebab itu suatu sistem yang

kompleks harus dibuat kedalam model, sehingga diperoleh bentuk yang lebih

sederhana, supaya mudah untuk difahami dan dimengerti oleh si perancang sistem

penilaian. Hal ini dilakukan, karena model adalah metode yang paling mudah untuk

memandang suatu masalah. Model yang baik cukup hanya mengandung bagian-

bagian yang perlu saja (Simatupang 1994). Dalam pembentukan model, harus

diperhatikan faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku dari sistemnya, atau dengan

kata lain memperhatikan pengertian (konsep) sistemnya. Dengan demikian, dapat

ditentukan variabel-variabel apa saja yang menentukan performansi dari sistem yang

diamati, kemudian bagaimana variabel-variabel tersebut dapat dikendalikan dan

diatur. Pada akhirnya akan diperoleh suatu performansi sistem yang dikehendaki

(Simatupang 1994).

Model yang dipilih untuk melakukan pemodelan pada penelitian ini adalah

pemodelan sederhana, walaupun ada pemodelan lain yang sifatnya lebih kompleks.

Berdasarkan Fungsi, model penilaian kinerja industri asam stearat dikategorikan

sebagai Model Prediktif, yaitu model yang menghubungkan variabel terikat dan

variabel bebas untuk memprediksi hasil dari kondisi tertentu dan memungkinkan

untuk melakukan percobaan dengan pertanyaan ”Jika” (Bender & Edward A. 1978).

Contoh lain dari model ini adalah Analisis Titik Pulang Pokok yang dikenal sebagai

Page 135: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

119

(Break Event Point), jika biaya tetap diberikan, dan biaya variabel diketahui, maka

titik pulang pokok dalam penjualan dapat diketahui (Newman 1988). Pemodelan

peramalan dan teori antrian juga merupakan contoh lain dari model prediktif. Model

peramalan berupaya untuk memprediksi nilai pada periode tertentu dimasa yang akan,

berdasarkan data masa lalu atau periode sebelumnya (Biegel 1992). Apabila

dibandingkan dengan model penilaian kinerja industri asam stearat, pada beberapa

menu, akan terdapat proses penilaian yang konsepnya sama dengan perhitungan BEP,

akan ditemukan pada penilaian kinerja keuangan yang paremeternya terdiri dari

Return on Investment (ROI) dan Net Profit Margin (NPM).

Selain model prediktif, dikenal pula model deskriptif, yaitu model yang

merepresentasikan sistem nyata dan menggambarkan kondisi atau kegiatan sekarang

atau masa lalu, tanpa ada suatu prediksi (Bender & Edward A. 1978). Contoh lain

dari model deskriptif adalah diagram tata letak pabrik yang hanya merepresentasikan

letak fasilitas pabrik beserta material flow (Apple 1997). Apabila dibandingkan

dengan model penilaian kinerja asam stearat, pada salah satu menu yaitu menu ”aliran

proses” terdapat pula model deskriptif, dimana menu tersebut hanya menampilkan

flow process industri asam stearat.

ISM (Interpretative Structural Modelling) merupakan konsep pemodelan lain

yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eriyatno

(1998), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana

model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu

sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta

kalimat. Pemodelan ISM tidak dipilih, karena pada dasarnya model penilaian kinerja

industri asam stearat, hanya merupakan Sistem Penunjang Keputusan, sehingga tidak

dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis.

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan suatu sistem,

antara lain : (a) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya; dan (b)

model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan

adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu, dan model tidak hanya digunakan

untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran-pemikiran, tetapi juga mengadakan

Page 136: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

120

evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan

terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiahnya (Simatupang

1994). Pada kasus ini model penilaian kinerja dibuat berdasarkan kondisi lapangan

yang ada, akuisisi pakar dan pendekatan literatur, sehingga model yang dibuat

diharapkan dapat mendekati kondisi yang sesungguhnya, dan model yang dihasilkan

digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.

Kebanyakan masalah yang dihadapi industri adalah belum adanya definisi atau

susunan sistem yang jelas, jadi harus dilakukan pendekatan sistem untuk membangun

sistemnya secara eksplisit (Simatupang 1994). Lagi pula, sering masalah yang

dihadapi merupakan masalah yang unik yang bisa saja terjadi dengan latar belakang

yang berbeda. Memang telah banyak model yang tersedia yang tampaknya cocok

dengan masalah yang sedang dihadapi, misalnya Balanced Scorecard yang digunakan

untuk penilaian kinerja perusahaan melalui penilaian 4 aspek, yaitu :

a. Perspektif keuangan, yang dapat mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan

kepada pemegang saham

b. Perspektif pelanggan, yang akan berfokus terhadap kebutuhan dan kepuasan

pelanggan

c. Perspektif internal, memfokuskan perhatiannya pada kinerja kun ci proses internal

yang mendorong bisnis perusahaan

d. Perspektif pembelajaran dan perkembangan, yang berupaya untuk memperhatikan

langsung orang-orang dalam organisasi dan infrastruktur.

Secara sederhana, seluruh perspektif BSC, ada dalam penilaian kinerja industri

asam stearat walaupun kriteria penilaiannya berbeda, namun kebutuhan penilaian

bukan hanya 4 aspek saja, akan tetapi masih banyak aspek yang lain yang perlu

dinilai. Oleh karena itu diperlukan modifikasi dan pengembangan model dari sistem

masalah yang ditinjau. Pengembangan model tidak lain adalah suatu usaha

memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih di dalam beberapa aspek

(Simatupang 1994)

Page 137: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

121

Karakterisasi sistem yang telah diperoleh akan memberikan masukan berupa

struktur masalah yang menunjukkan keterkaitan hubungan antara variabel-variabel

yang penting dalam penyelesaian masalah. Proses merumuskan perilaku model

dalam bentuk fungsi-fungsi suatu variabel terhadap variabel-variabel lainnya disebut

formulasi atau perumusan model. Formulasi untuk kasus ini hanya akan

menghasilkan model dalam bentuk diagram alir penilaian (model visual) bukan

model matematik. Model ini dibuat berdasarkan teori yang berlaku di wilayah sistem,

pakar yang berkaitan dengan sistem, serta justifikasi literatur. Interaksi antar variabel

yang kompleks sering disederhanakan dengan menggunakan asumsi yang tepat.

Formulasi ini mengikuti lima tahap, yakni pemilihan variabel yang akan

dilibatkan; pemilihan tingkat agregasi dan kategorisasi yang tepat; keputusan yang

menyangkut perlakuan terhadap waktu; spesifikasi; dan kalibrasi.

1. Variabel-variabel yang dilibatkan

Sebuah model harus dapat mereproduksi suatu fenomena yang diminati oleh

perancangnya, sehingga variabel yang harus dilibatkan adalah yang relevan saja.

Sedangkan yang tidak, dapat diabaikan. Kebanyakan variabel yang relevan sudah

dapat diidentifikasi setelah adanya pembatasan masalah. Variabel penilaian kinerja

terdiri dari beberapa aspek yang dinilai, yaitu aspek material, keuangan, manajemen,

proses, mesin, metode, pemasaran dan lingkungan. Variabel ini adalah variabel

output Kemudian akan ada pula variabel yang mempengaruhi variabel output yang

menyebabkan ia harus dimasukkan juga, yaitu aspek aspek ekonomi, dan sosial.

Aspek ini dipilih berdasarkan akuisisi pakar dan penelitian lanjutan dari penelitian

sebelumnya yang menggunakan metode yang sama dengan objek yang berbeda. Pada

tahap ini peneliti harus berfikir untuk menghasilkan suatu representasi yang dapat

mewakili sistem yang nyata berdasarkan kepada daya imajinasi dan kapasitasnya

(pengetahuan dan pengalaman) untuk memilih faktor-faktor yang penting dan relevan

dengan masalah yang dikaji.

2. Kategorisasi

Pada tahapan ini beberapa variabel digabungkan menjadi satu variabel. Atau

variabel yang dudah ada dikelompokkan, sesuai dengan relevansinya terhadap

Page 138: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

122

penilaian akhir. Penilaian kinerja dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penilaian

internal dan eksternal. Penilaian eksternal terdiri dari aspek sosial, lingkungan dan

ekonomi. Semantara itu internal terdiri dari kelompok bahan baku, proses dan

produk. Dalam kelompok nproses hanya menilai aspek material, produk akan menilai

aspek metode, keuangan, personalia, mesin, dan manajemen. Sementara itu untuk

kelompok produk juga akan dinilai aspek pemasaran .

3. Perlakuan terhadap waktu

Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melihat faktor waktu ini.

Pertama adalah masalah horizon waktu yang dicaku suatu model. Ini terutama

berkaitan dengan perencanaan yang selalu berurusan dengan sesuatu yang akan

datang. Kedua, apakah waktu memang secara eksplisit perlu dilibatkan dalam model,

yang berarti model tersebut dinamis, ataukah cukup statis saja. Proses penilaian

kinerja, khususnya kinerja industri asam stearat akan terus mengalami perubahan

seiring dengan bergulirnya waktu. Standar ideal saat ini belum tentu masih relevan

untuk melakukan penilaian dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu sistem yang

peneliti rancang tidak seluruh variabelnya dibuat dengan setting standar. Ada

beberapa variabel penilaian yang dapat diubah karena dinamika yang memungkinkan

kriteria penilaian berubah, seperti penilaian ekonomi, keuangan, metode dan mesin.

Sistem ini dibuat semi dinamis yang bersifat manual. Sistem ini perlu dikembangkan

lebih lanjut.

4. Spesifikasi model

Setelah perancang model memutuskan tujuan suatu model, variabel-variabel

yang harus terlibat, dan tingkat yang layak bagi agregasi dan kategorisasi, maka

selanjutnya ia perlu membuat hipotesis (betapapun sederhananya) tentang struktur

dan perilaku fenomena yang sedang dia coba representasikan. Setelah ini dia

menguraikan dengan jelas hipotesis itu, dan kalau diperlukan, menterjemahkannya ke

dalam bahasa matematika.

5. Kalibrasi model

Kalibrasi adalah mencocokkan model dengan kondisi nyata. Kalibrasi mudah

dilakukan bila format/bentuk dan struktur model sudah pernah dicoba pada berbagai

Page 139: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

123

kesempatan sebelumnya (estimasi parameter). Apabila suatu model sama sekali baru,

maka proses kalibrasi tidak mudah dilakukan, ia mungkin memerlukan simulasi. Pada

kasus ini penulis berupaya untuk mensimulasikan sistem yang dibuat berdasarkan

annual report perusahaan, dimana hasil analisanya dapat dilihat pada halaman

sebelumnya.

Konsep formulasi model merupakan suatu upaya awal membangun model

formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-

variabel model (Simatupang 1994).

Contoh model lain yang digunakan untuk melakukan Self-Assessment adalah

model Innovation Quotient (IO). Model ini dibuat untuk melakukan penilaian

terhadap kemampuan suatu perusahaan untuk melakukan perubahan dan untuk

menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam melakukan self-assessment

(Lannes & Logan 2004). Berbeda dengan model penilaian kinerja dalam penelitian

ini, dimana model tidak melakukan penilaian terhadap kemampuan tersebut, seperti

yang dilakukan oleh model IO.

Pada perancangan sistem terdapat tahapan validasi sistem. Validasi

merupakan tahapan dimana model yang dihasilkan dapat dipakai pada industri asam

stearat yang lain (diluar sampel yang diujicobakan). Verivikasi terhadap model perlu

dilakukan untuk membandingkan model dengan kondisi empirik. Verivikasi

merupakan suatu proses sebelum model tersebut menjadi valid. Tahapan lain adalah

implementasi. Secara umum validasi dapat dipisahkan menjadi validasi struktural dan

kinerja. Penilaian kinerja asam stearat merupakan contoh validasi struktural.

Page 140: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

124

C. Pendekatan Sistem

Masalah sistem adalah masalah dengan latar belakang tertentu, mudah

dikenali (diidentifikasi) dengan baik dan diketahui batasan-batasannya serta

dirumuskan dengan pernyataan-pernyataan interogatif. Pendekatan sistem dipilih

karena sistem yang ada sangat kompleks, melalui pendekatan ini, peneliti akan lebih

mudah untuk memahami dan memilih kriteria penilaian yang paling relevan.

Guna memahami masalah sistem yang dihadapi, maka dilakukanlah

pendekatan sistemik menurut salah satu prinsip berikut, yakni prinsip holistik,

teleologik, dan dialektika (Simatupang, 1994). Prinsip teleologik merupakan dasar

pembentukan model konseptual. Oleh karena sifatnya yang memfungsionalisasikan

atribut-atribut sistem dengan melihat tujuan (teleos) dari sistem. Tujuan sistem

adalah untuk memperoleh penilaian kinerja akhir perusahaan, sehingga diperoleh

penilaian kualitatif Baik, Sedang dan Kurang Baik. Penilaian ini dapat dijadikan

acuan bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi guna perbaikan performansi kinerja

di masa yang akan datang. Melalui pendekatan sistem, eksistensi sistem dan

lingkungannya dapat dipahami dengan diketahuinya elemen-elemen sistem, relasi

antar elemen, dan atribut dari masing-masing elemen dan relasi. Lingkungan sistem

merupakan kumpulan objek di luar batasan (boundaries) sistem yang mempengaruhi

(dipengaruhi) sistem. Setelah sistemnya teridentifikasi dengan baik, kemudian dibuat

konsetual model yang akan dibangun. Model konseptual ini berisikan ciri-ciri utama

sistem yang penting terhadap pemecahan masalah.

Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran

tingkat penyimpangan sistem dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam

memenuhi standar. Pada beberapa penilaian variabel kinerja dilakukan studi

kapabilitas jangka pendek. Peneliti memperoleh standar ideal, lalu membandingkan

nilai yang sesungguhnya terhadap standar ideal tersebut. Penilaian kualitatif diperoleh

dari besarnya deviasi antara nilai nyata dengan standar ideal tersebut. Disamping itu

ada beberapa alasan lain yang dijadikan dasar, mengapa metode ini dipilih. Menurut

Alsup dan Watson (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa

alasan sebagai berikut:

Page 141: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

125

1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan

2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat

3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat

4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat

5. Mengurangi waktu dan biaya studi.

Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi

kapabilitas jangka pendek:

1. Mengumpulkan data

2. Kalkulasi data

3. Analisis hasil

4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil.

Nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas

yang dapat diterima (acceptability), karena Semakin kecil perbedaan antara nilai

pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat.

Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima

(Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak

kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut Besterfield (1990)

secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan:

1. Data historis

2. Pengalaman (Empirical judgment)

3. Informasi Teknik (engineering information)

4. Percobaan

5. Kemampuan produsen, dan

6. Keinginan konsumen.

Menurut Besterfield (1990) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-

rata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Persentase variasi yang

digunakan adalah 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih

dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari

atau sama dengan ± akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang

Page 142: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

126

diukur dinyatakan diterima (baik), dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi

maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik).

Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi

kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari variasi

(penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan memudahkan

untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai baik jika persentase

variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS (Variasi Standar), dan sebaliknya

aktivitas akan dinilai kurang baik jika persentase variasi lebih dari nilai VS.

Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses atau stasiun produksi dalam industri

asam stearat, dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap

aktivitas yang terdapat dalam stasiun tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi

tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja stasiun tersebut

dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas

lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik.

Sistem yang dibuat dalam penelitian ini diberi nama SPIAS 1.0. Penamaan

tersebut merupakan singkatan dari Sistem Penilaian Industri Asam Stearat (SPIAS).

Sistem yang dirancang pada penelitian ini masuk ke dalam Sistem Penunjang

Keputusan (SPK). Output yang diberikan kepada manajemen dapat dijadikan acuan

untuk melakukan perbaikan untuk kriteria dinilai masih baik. SPK sebagai suatu

sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan

dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat

tidak terstruktur.

Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK,

yaitu :

1. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian.

2. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam

proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau

tidak terstruktur).

3. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan

sama sekali bukan untuk menggantikannya.

Page 143: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

127

4. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil

keputusan.

Berdasarkan karekteristik utama tersebut, SPIAS 1.0 memenuhi karakteristik

dari SPK. Pada SPIAS 1.0 terdapat model penilaian kriteria, yang masing-masing

memiliki formulasi tersendiri dan data annual report yang diperoleh dari industri.

Output yang dihasilkan, memberikan informasi kepada stakeholder, yang ada di

industri tersebut untuk melakukan perbaikan pada kegiuatan input material, proses

produksi, output, dan faktor eksternal yang berpengaruh.

Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam

Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi

informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik

pokok yang melandasi teknik SPK adalah :

a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan.

b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.

c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain ilmu

komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen.

d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan

berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari

perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak

manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik

pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka

SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri

dari tiga komponen (Marimin 2004), yaitu :

1. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang

berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang

disebut sistem menejemen basis data.

2. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model

finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang

menyediakan kemampuan sistem analisis.

Page 144: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

128

3. Subsistem dialog. Yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan

perintah-perintah dalam SPK.

Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam

SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk

membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi

struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali

bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan

efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang

harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan

(Marimin 2004).

Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990),

terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut :

1. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil.

2. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi

3. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis.

4. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung.

SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program

pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat

mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan

sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat

diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin.

Konsep dan rancang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga elemen

utama, yaitu :

Pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem

Proses rancang bangun sistem secara total

Proses rancang bangun sistem secara mendetail.

Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi

pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu

sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi

anggotanya.

Page 145: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

129

Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup

seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam

praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum

(dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini

merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan

keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural.

Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah

konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara

abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil

keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa

struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data

(SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model

(SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna.

Kajian SPK berkembang, saat ini ada yang dikenal dengan Group Decision

Support System (GDSS). Sistem ini didesain untuk menunjang kelompok pengambil

keputusan melalui perangkat lunak, keras dan alat penunjang keputusan lain. GDSS

mengkombinasikan komputer, komunikasi, dan teknologi pengambil keputusan ,

secara terintegrasi untuk menyediakan support guna mengidentifikasi,

memformulasikan, dan memberikan solusi terhadap masalah yang dibicarakan dalam

group meeting (Rees 2004). Jika dilihat dari sisi perangkat lunak dan teknologi,

SPIAS 1.0 merupakan langkah awal dalam menunjang aktivitas GDSS, dimana

output yang dihasilkan, dapat dibicarakan dalam group meeting di perusahaan yang

menggunakannya.

Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang

pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah

menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali basis

data. Sistem manajemen basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian

mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.

Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang

mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang

Page 146: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

130

format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model,

dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model

memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan

keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK.

Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan

pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan

memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah

problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari

operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem

lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki

dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin

masih adanya keterkaitan antara subsistem.

Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat

kondisi sebagai berikut (Marimin 2004) :

a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar

b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada pencapaian keputusan

c. Adanya keterbatasan waktu dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya.

d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan

mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan

solusi.

Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi

SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan

tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada (Marimin 2004) yaitu :

1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan).

Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari

persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini dapat meningkatkan

kemungkinan suksesnya tahap implementasi.

2. Mendefinisikan persoalan.

Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang akan

dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu penyelesaian persoalan.

Page 147: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

131

3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras.

Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket perangkat luna

dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan perangkat lunak dan perangkat

keras merupakan persoalan yang saling berhubungan, karena kemampuan setiap

perangkat lunak berbeda dan mempengaruhi kebutuhan perangkat keras.

4. Menggunakan model

5. Memelihara sistem.

Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak dan

perangkat keras yang digunakan.

D. Analisis Bahasa Pemrograman

Sistem dibuat dengan menggunakan Program Visual Basic 6, yang merupakan

bahasa pemrograman visual dari Microsoft. Program ini dipilih karena beberapa

alasan, antara lain :

1. Program Visual Basic 6 compatible dengan Windows, apalagi saat ini penguna

windows paling banyak, sehingga dapat lebih mudah untuk menggunakan

program ini di berbagai tempat. Lain halnya dengan Delphi keluaran Borland, jika

dibandingkan dengan Visual Basic, program VB jauh lebih compatible dengan

Windows, karena berasal dari produsen yang sama

2. Mudah dalam pengembangan aplikasi, karena program ini keluaran Microsoft

yang merupakan market leader, sehingga semua perkembangan baik dari segi

support program sampai kepada trik penggunaan dapat diperoleh programmer

dengan mudah, baik lewat fasilitas internet (website) maupun CD program yang

terdapat di pasaran.

3. Visual Basic 6, dilengkapi dengan Active X, sehingga mempermudah dalam

membuat program aplikasi database, dan program yang dihasilkan lebih baik.

Sejak dikembangkan pada tahun 80-an. Visual Basic kini telah mencapai

versinya yang ke-6. Beberapa keistimewaan dari visual Basic 9 (Kurniadi 1999)

antara lain :

Page 148: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

132

1. Menggunakan platform pembuatan program yang diberi nama Developer

Studio, yang memiliki tampilan dan sarana yang sama dengan Visual C++

dan Visual J++. Dengan begitu programmer dapat bermigrasi atau belajar

bahasa pemrograman lainnya dengan mudah dan cepat tanpa harus belajar

dari nol lagi

2. Memiliki compiler andal yang dapat menghasilkan file executable yang lebih

cepat dan lebih efisien dari sebelumnya

3. Memiliki beberapa tambahan sarana Wizard yang baru. Wizard adalah sarana

yang mempermudah di dalam pembuatan aplikasi dengan mengotomasi tugas-

tugas tertentu

4. Tambahan kontrol-kontrol baru yang lebih canggih serta peningkatan kaidah

struktur bahasa Visual Basic

5. Kemampuan membuat Active X dan fasilitas internet yang lebih banyak

6. Sarana akses data yang lebih cepat dan andal untuk membuat aplikasi

database yang berkemampuan tinggi

7. Visual Basic 6 memiliki beberapa versi atau edisi yang disesuaikan dengan

kebutuhan pemakainya.

Terdapat bahasa pemrograman lain, selain Visual Basic, seperti Delphi. Delphi

tidak dipilih, karena program tersebut membutuhkan banyak memori, dan jika

dibandingkan dengan Visual Basic, Delphi kurang compatible dengan aplikasi

Windows, hal ini dikarenakan Delphi keluaran dari Borland, bukan Microsoft. Bahasa

pemrograman lain adalah Pascal. Pascal tidak dipilih karena tampilan yang dihasilkan

tidak sebaik Visual Basic, dan penulisan program tidak semudah Visual Basic, karena

Pascal tidak memiliki tambahan kontrol selengkap Visual Basic.

Pembuatan Report dibantu dengan menggunakan Cristal Report. Program ini

dipilih karena kemudahan dalam melakukan compile data dengan Visual Basic,

disamping itu perintah yang dipergunakan tidak terlalu banyak, sehingga

memudahkan pembuat program. Report dapat pula dibuat dengan menggunakan

Microoft Access, akan tetapi proses compile data dengan Visual Basic lebih banyak.

Cristal Report merupakan program khusus untuk membuat laporan, tidak seperti

Page 149: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

133

Microsoft Access yang memiliki fungsi selain membuat report, sehingga fasilitas

menu yang disajikan Cristal Report lebih beragam dan tampilan yang dihasilkan lebih

baik.

Program yang dipergunakan untuk aplikasi database adalah Microsoft Access.

Program ini dipilih karena lebih mudah dipakai, fleksibel, mudah diintegrasikan

dengan program Microsoft lain, dapat bekerja bersama dengan sistem jaringan

dengan lebih baik, serta dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada

internet atau intranet (Permana 2002). User dapat masuk kedalam program aplikasi,

apabila sudah melewati kata kunci, hal ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan

kepada pengguna, sehingga program aplikasi yang digunakan tidak dapat

dipergunakan oleh orang lain yang tidak berkepentingan, dan data yang ada

didalamnya dapat tersimpan dengan aman. Tampilan awal SPIAS 1.0 dapat dilihat

pada Gambar 47.

Gambar 47. Tampilan awal SPIAS 1.0

Page 150: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

134

E. Rekomendasi Perbaikan

Penilaian kinerja perusahaan yang sudah dilakukan, menghasilkan suatu

rekomendasi bagi perkembangan perusahaan, antara lain :

1. Pada proses Hidrogenasi yang dinilai Kurang Baik, output seringkali tidak

masuk spesifikasi yang ditentukan. Hal ini dapat terjadi jika bahan baku yang

diolah banyak mengandung air, sehingga mempersulit kerja vakum dan

mengakibatkan katalis terikat oleh air, yang berakibat pada bilangan iod yang

sulit untuk diturunkan. Apabila keluaran proses tidak sesuai dengan spec yang

ditetapkan, maka akan berdampak kepada proses berikutnya, yaitu proses

Distilasi. Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan pre-process inspection,

sehingga dalam proses tidak mengalami kesulitan. Selain itu, Tekanan vakum

pada proses Fraksinasi perlu dijaga.Vakum inilah yang terkadang menjadi

masalah pada proses ini, sebab apabila tekanannya terlalu besar atau terlalu

kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan komposisi bahan yang diolah.

2. Penilaian terhadap proses Distilasi dinilai Kurang Baik, oleh sebab itu

perusahaan harus melakukan perawatan preventif kepada vakum dan Heat

Exchanger, sehingga alat tersebut mampu mendinginkan bahan secara penuh,

dan minyak tidak mudah teroksidasi . Kalau hal ini dapat dipelihara, maka

Downgrade produk tidak akan terjadi, karena warna dapat dipertahankan sesuai

dengan spec yang ditetapkan. Perawatan mandiri juga dapat diterapkan untuk

stasiun ini. Perawatan mandiri adalah Kegiatan yang dirancang untuk

melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri, disamping kegiatan yang

dilaksanakan oleh bagian perawatan. Perawatan ini muncul dikarenakan budaya

operator yang mengganggap kerusakan mesin merupakan tanggung jawab

Departemen Perawatan, sehingga operator tidak memiliki tanggung jawab

dalam mengoperasikan mesin. Apabila konsep ini dijalankan, maka operator

akan berhati-hati dalam menggunakan mesin, karena apabila mesin tersebut

mengalami kerusakan, akibatnya akan ditanggung oleh operator itu sendiri.

Kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam Perawatan Mandiri, antara lain :

Page 151: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

135

Pengecekan harian

Pelumasan

Reparasi Sederhana

Pendektesian penyimpangan

Sasaran yang diharapkan dari perawatan mandiri, antara lain :

• Mengembangkan Operator yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan

dalam memelihara dan mendeteksi gejala sebelum terjadinya kerusakan

• Menciptakan Tempat Kerja yang teratur, sehingga setiap penyimpangan

dari kondisi normal dapat dideteksi dengan cepat

3. Kinerja sosial perusahaan masih dinilai Kurang Baik. Corporate Social

Responsibility (CSR) perlu ditingkatkan. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh

perusahaan, selain membangun sarana umum. Misalnya perusahaan berupaya

untuk memberikan motivasi kepada karyawannya untuk turut bertanggung

jawab terhadap lingkungan sekitarnya. bukan hanya pada lingkungan

masyarakat sekitar perusahaan saja, tetapi pada internal perusahaan pun,

kepedulian sosial (CSR) tersebut harus diwujudkan. Misalnya bagaimana

menciptakan suasana kerja yang sehat, aman dan penuh dengan kedamaian dan

ketenangan. Dengan demikian, maka karyawan pun akan merasa tenang dan

damai bekerja didalam perusahaan. Setiap perusahaan yang bersentuhan

langsung dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sudah seharusnya

memiliki kepedulian dan tanggung jawab sosial dengan lingkungan sekitarnya.

CSR merupakan salah satu kegiatan yang dikembangkan oleh setiap perusahaan

mengingat kemajuan dan perkembangan perusahaan tidak terlepas dari

dukungan masyarakat sekitar. Melalui kegiatan CSR, perusahaan menunjukkan

kepedulian dan komitmen moral terhadap kepentingan masyarakat, terlepas dari

kalkulasi untung rugi bagi perusahaan. Kalau dirasa perlu, ada baiknya

perusahaan membentuk divisi Environment, Health and Safety (EHS) dan divisi

Community Development dan Divisi Corporate Public Relations dalam arti

yang uas dan benar serta industrial Relations dan Employee Relations. Untuk

mendukung pelaksanaan kegiatan CSR, berbagai macam kegiatan seperti lomba

Page 152: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

136

balita Indonesia, beasiswa pendidikan, lomba pustaka anak Nusantara, serta

mudik lebaran karyawan. Dengan CSR, diharapkan tingkat kepercayaan

masyarakat kepada perusahaan semakin tinggi, juga adanya saling pengertian

dan saling menguntungkan diantara kedua pihak baik perusahaan maupun

masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap

keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari

pembangunan citra perusahaan. Di negara-negara maju, CSR merupakan salah

satu prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank.

Di Indonesia, belum sejauh itu, namun berbagai kejadian negatif yang menimpa

berbagai perusahaan seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemilik dan

manajemen perusahaan untuk segera menerapkan CSR. Saat ini masih banyak

perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai ''pemadam kebakaran''. Begitu

terjadi kasus keributan dengan masyarakat, buru-buru mereka melakukan

penanangan, misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada masyarakat

sekitar. Program peredam gejolak atau pemadam kebakaran ini mempunyai

banyak risiko negatif, seperti menciptakan ketergantungan, menciptakan

psikologi ''tak pernah cukup', dan tidak mendidik. Selain itu, tidak terprogram,

serta tidak akan berkelanjutan. Apa pun tujuan dan kebutuhannhya,

perancangan dan perencanaan program CSR tetap memerlukan pemahaman

yang benar atas kondisi dan perubahan masyarakat, serta tujuan yang ingin

dicapai perusahaan melalui program tersebut. Salah pendekatan akan

menyebabkan ketentraman dan keamanan terganggu dalam menjalankan usaha

(http://phaproscomdev.tripod.com)

4. Penilaian kinerja lingkungan khususnya kebisingan, perusahaan memperoleh

predikat ”Kurang Baik”. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan

untuk mengurangi kebisingan, melalui tahapan dasar dalam manajemen

kebisingan. Tahap dasar dalam manajemen kebisingan industri adalah : (1)

Ukuran jangka pendek, seperti : penggunaan pelindung telinga, (2) Ukuran

jangka menengah, misal : mengubah posisi mesin yang terlalu bising, memberi

pelindung suara pada mesin yang bising, memberi peringatan pada area yang

Page 153: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

137

bising, dan menukar pekerja pada tempat yang bising ke tempat yang sunyi, (3)

Ukuran jangka panjang, seperti : memberi pelindung pada mesin yang bising,

mengganti mesin, mengubah roses, membangun pelindung gelombang suara,

melaksanakan pengatusan prosedur penggunaan pelindung telinga, dan

melakukan Audiometric Testing Program (Bridger 1995).

5. Perusahaan sebaiknya membidik negara-negara Uni-Eropa dalam melakukan

ekspansi ekspornya. Dengan jumlah penduduk yang besar, Uni Eropa

merupakan pasar yang potensial. Jumlah penduduknya berkisar 4,5 juta jiwa.

Sedang kebutuhan akan asam lemak sebesar 3-4 kilogram perkapita. Dengan

demikian kebutuhan minyak ini mencapai 1,5-1,6 juta ton pertahun

(http://www.tempo.co.id). Asam lemak di Eropa banyak digunakan untuk

deterjen dan sabun. Ekspor Indonesia pada tahun 2003 ke Uni-Eropa naru

menjapai 50 ribu ton. Sementara itu seluruh kebutuhan Uni Eropa untuk

Indonesia mencapai 200-300 ribu ton. Jumlah ini akan disebarkan ke beberapa

negara Uni Eropa, seperti Spanyol, Jerman dan Belanda. Ini menunjukkan

bahwa peluang pasar di Eropa masih terbuka luas, dan itu merupakan PR bagi

para pengusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dan ekspansi pasarnya.

Page 154: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

138

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT SYSTEM)

Page 155: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

139

Prinsip Dasar Sistem Penunjang Keputusan

Sistem menurut Gordon (1989) dipandang sebagai suatu agregasi aau

kumpulan objek-objek yang terangkai dalam interaksi dan kesalingbergantungan

yang teratur. Dilihat dari sudut pandang tujuan yang ingin dicapai, sistem merupakan

sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan

untuk tujuan yang sama. Turban (1990) dan Turban & Aronson (2001) menyebutkan

bahwa konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK) muncul pertama kali pada awal

tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem

interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam

menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak

terstruktur.

Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK, yaitu :

5. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian. 6. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam

proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau tidak terstruktur).

7. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya.

8. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan.

Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam

Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi

informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik

pokok yang melandasi teknik SPK adalah :

a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain

ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan

kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari

perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak

manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik

Page 156: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

140

pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka

SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri

dari tiga komponen, yaitu :

4. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem menejemen basis data.

5. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis.

6. Subsistem dialog. Yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK.

Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam

SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan.

Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut :

5. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil. 6. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di dalam

maupun luar negeri. 7. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 8. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam peningkatan

efisiensi dan keuntungan. SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program

pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin.

Konsep dan Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

Konsep dan ranang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga

elemen utama, yaitu :

pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem proses rancang bangun sistem secara total proses rancang bangun sistem secara mendetail.

Page 157: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

141

Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi

pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu

sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi

anggotanya. Kaitan dan struktur pendekatan sistem terhadap penunjang keputusan

terlihat pada Gambar 8.1.

Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum (dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural.

Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Hubungan antar komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.2.

Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali asis data. Sistem anajemen basis daa harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.

Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model, dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK.

Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem.

Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat kondisi sebagai berikut :

a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya.

Page 158: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

142

b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses pencapaian keputusan.

c. Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya.

d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan solusi.

Pada langkah awal aplikasi SPK perlu dilakukan analisis keputusan di mana

pengambil keputusan mendefinisikan hal-hal yang penting untuk diputuskan. Untuk

langkah lebih lanjutnya, diperlukan penelaahan persektif ditinjau dari lima sudut

pandang, yaitu :

b. konsep ekonomi rasional c. pandangan yang bedrorientasi pada proses pengambilan keputusan, tidak

hanya pada hasilnya d. pandangan prosedur organisatoris e. pandangan politis yang ditekankan pada kebutuhan f. pandangan individual yang tercermin pada sikap dan perilaku pengambil

keputusan.

Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi

SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan

tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada Gambar 8.3., yaitu :

1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan).

Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta

mempelajari persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini

dapat meningkatkan kemungkinan suksesnya tahap implementasi.

2. Mendefinisikan persoalan.

Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang

akan dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu

penyelesaian persoalan.

3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras.

Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket

perangkat luna dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan

perangkat lunak dan perangkat keras merupakan persoalan yang saling

Page 159: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

143

berhubungan, karena kemampuan setiap perangkat lunak berbeda dan

mempengaruhi kebutuhan perangkat keras. 2 merepresentasikan

persoalan, dapat diercaya, dan valid.

4. Menggunakan model.

Setelah tahap 1 sampai taha 5 dilaksanakan, maka aplikasi SPK siap

digunakan oleh pengguna.

5. Memelihara sistem.

Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak

dan perangkat keras yang digunakan.

Mengevaluasi Sistem Pengukuran yang Ada

Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukurang yang digunakan

organisasi atau perusahaan saat ini. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton

dalam “Putting the BSC to work” (Harvard Business Review, Sept/Okt 1993), pada

umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolok ukur yang seimbang

(balanced), mereka terlalu terfokus pada tolok ukur keuangan jangka pendek dan

mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan pelanggan/pegawai maupun

pertumbuhan.

Evaluasi sistem pengukuran organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan

survei di bawah ini, yang mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan sistem

pengukuran yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Dengan melengkapi

berbagai instrumen yang didasarkan pada The Baldrige Criteria di bawah ini, akan

terlihat karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan seberapa jauh

organisasi atau perusahaan terlibat dalam standar dan praktik BSC yang ada.

The Baldrige Criteria selama lebih dari satu dekade telah digunakan oleh

ribuan organisasi di Amerika agar berkompetisi dalam meningkakan kinerja

organisasi. Berbagai jenis organisasi yang berbeda, besar atau kecil, perusahaan

manufaktur atau jasa maupun yang hanya memiliki satu kantor atau tersebar di

Page 160: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

144

seluruh dunia dapat menggunakan The Baldrige Criteria ini karena mencakup

berbagai indikator kunci sebagai framework untuk menilai kinerja organisasi;

pelanggan, produk dan jasa, operasional sumber daya manusia dan keuangan.

Kriteria ini akan membantu perusahaan dalam menyelaraskan sumber daya yang ada,

meningkatkan komunikasi, produktivitas dan efektivitas serta mencapai tujuan-tujuan

strategis.

Statistik untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan

instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan

antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang

diteliti. Kalau dalam objek berwarna merah, sedangkan data yang terkumpul

memberikan data berwarna utih maka hasil penelitian tidak valid. Selanjutnya hasil

penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.

Kalau dalam objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok tetap

berwarna merah.

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang hendak diukur. Meteran yang valid dapat digunakan untuk

mengukur panjang dengan teliti, karena meteran memang alat untuk mengukur

panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat.

Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang

dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel.

Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan

data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi,

instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil

penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan

instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data)

Page 161: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

145

penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi

objek yang diteliti, dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen. Oleh

karena itu, peneliti harus mampu mengendalikan objek yang diteliti dan

meningkatkan kemampuan dalam menggunakan instrumen untuk mengukur variabel

yang diteliti.

Instrumen-instrumen dalam ilmu alam, misalnya meteran, termometer,

timbangan, biasanya telah diakui validitas dan reliabilitasnya (kecuali instrumen yang

sudah rusak dan palsu). Instrumen-instrumen itu dapat dipercaya validitas dan

reliabilitasnya karena sebelum instrumen itu digunakan/dikeluarkan dari pabrik telah

diuji validitas dan reliabilitasnya.

Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial sudah ada yang baku (standar), karena

telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku bahkan

belum ada. Untuk itu maka peneliti harus mampu menyusun sendiri instrumen pada

setiap penelitian dan menguji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji

validitas dan reliabilitasnya bila digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data

yang sulit dipercaya kebenarannya.

Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus di bagian

ujungnya, bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel)

tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen (meteran) tersebut telah

rusak. Penjual jamu berbicara di mana-mana kalau obatnya manjur (reliabel) tetapi

selalu tidak valid, karena kenyataannya jamunya tidak manjur. Reliabilitas instrumen

merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun

instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen

perlu dilakukan.

Pada dasarnya terdaat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang berbentuk

test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang non-test untuk mengukur

sikap. Instrumen yang berupa test jawabannya adalah “salah atau benar”, sedangkan

instrumen sikap jawabannya tidak ada yang “salah atau benar” tetapi bersifat “positif

atau negatif”. Skema tentang instrumen yang baik dan cara pengujiannya

ditunjukkan pada gambar 9.1.

Page 162: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

146

Pada gambar 9.1 tersebut ditunjukkan bahwa instrumen yang baik (yang

berupa test maupun non-test), harus valid dan reliabel. Instrumen yang valid harus

mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang mempunyai validitas

internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis)

telah mencerminkan apa yang akan diukur. Jadi kriterianya ada dalam instrumen itu.

Sedangkan instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di dalam

instrumen dari luar atau fakta-fakta empiris yang telah ada. Kalau validitas internal

instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan, maka validitas eksternal

instrumen dikembangkan dari fakta empiris. Misalnya akan mengukur kinerja

(performance) sekelompok pegawai, maka tolok ukur (kriteria) yang digunakan

didasarkan pada para pegawai yang dipandang mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan

validitas internal dikembangkan dari teori-teori tentang kinerja. Untuk itu penyusun

instrumen yang baik harus memperhatikan teori dan fakta di lapangan.

Penelitian yang mempunyai validitas internal, bila data yang dihasilkan

merupakan fungsi dari rancangan dan instrumen yang digunakan. Instrumen tentang

kepemimpinan akan menghasilkan data kepemimpinan, bukan motivasi. Penelitian

yang mempunyai validitas eksternal bila, hasil penelitian dapat diterapkanpada

sampel yang lain, atau hasil penelitian itu dapat digeralisasikan.

Validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi construct

validity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi). Sedangkan untuk

instrumen yang non-test yang digunakan untuk mengukur sikap, cukup memenuhi

validitas konstruksi. Sutrisno Hadi (1986) menyamakan construct validity dengan

dengan logical validity dan validity by definition. Instrumen yang mempunyai

validitas konstruksi, jika instrumen tersebut sapat digunakan untuk mengukur gejala

sesuai dengan yang didefinisikan. Misalnya akan mengukur efektivitas kerja, maka

perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu efektivitas kerja. Setelah itu baru

disiapkan instrumen yang digunakan untuk mengukur efektivitas kerja sesuai dengan

definisi. Untuk melahirkan definisi, maka diperlukan teori-teori. Dalam hal ini,

Sutrisno Hadi menyatakan bahwa “bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil

Page 163: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

147

pengukuran dengan alat ukur (instrumen) yang berbasis pada teori itu sudah

dipandang sebagai hasil yang valid”.

Instrumen yang harus mempunyai validitas isi adalah instrumen yang

digunakan untuk mengukur prestasi belajar (achievement) dan mengukur efektivitas

pelaksanaan program dan tujuan. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar yang

mempunyai validitas isi (content validity), maka instrumen harus disusun berdasarkan

materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk

mengetahui pelaksanaan program, maka instrumen disusun berdasarkan program

yang telah direncanakan. Selanjutnya instrumen yang digunakan untuk mengukur

tingkat tercapainya tujuan (efektivitas), maka instrumen harus disusun berdasarkan

tujuan yang telah dirumuskan.

Page 164: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain :

1. Berdasarkan hasil penilaian, maka kinerja perusahaan dinilai “ SEDANG”, hal ini

diperoleh karena ada beberapa kriteria yang dinilai masih kurang, antara lain

stasiun kerja hidrogenasi, distilasi, dan pengemasan, sementara itu aspek lain

adalah kebisingan lingkungan, dan Corporate Social Responsibility.

2. Model penilaian kinerja industri asam stearat terdiri dari enam belas sub-model

penilaian kinerja (SMPK)

2. Sistem penilaian kinerja industri asam stearat dapat membantu perusahaan, dalam

melakukan self assessment dengan lebih cepat dengan memanfaatkan sumber

daya yang seminimal mungkin

3. Model yang ada hanya dapat dilakukan untuk menilai kinerja industri asam

stearat, dan dapat dikembangkan lagi untuk melakukan penilaian terhadap produk

sampingan dari industri asam stearat

7. Model penilaian kinerja industri asam stearat diimplementasikan dalam sebuah

perangkat lunak komputer berbasis Windows dan diberi nama SPIAS 1.0 (Sistem

Penilaain Kinerja Industri Asam Stearat Versi 1.0)

8. SPIAS 1.0 dapat melakukan penilaian kinerja yang bersifat parsial, seperti

penilaian kinerja dari setiap kriteria, dan mampu melakukan penilaian secara

global, yang berupa kesimpulan akhir dari banyak aspek yang dinilai.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dikemukakan beberapa saran, antara lain :

1. Program dapat dikembangkan menjadi sistem pakar.

2. Perangkat lunak yang sudah ada perlu dikembangkan, sehingga mampu

menghasilkan suatu analisa perkembangan perusahaan dari tahun ke tahun dan

akan lebih baik jika perkembangan tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik

Page 165: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

139

3. Kriteria penilaian kinerja, baik eksternal, maupun internal, akan berubah setiap

kurun waktu tertentu. Program yang dibuat dapat dikembangkan, sehingga dapat

dirubah setting penilaiannya sesuai dengan perkembangan kriteria penilaian

tersebut.

Page 166: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

DAFTAR PUSTAKA

Alsup, F. dan R.M. Watson. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold. New York.

Apple, J.M. 1997. Plant Layout and Material Handling. Third Edition. John Wiley and Sons Inc. New Jersey.

Anthony, A. Atkinson. Rajiv, D. Banker, Kaplan, R.S. Young, S.M. 1997.

Management Accounting. Edisi 2. Prentice Hall Inc. New Jersey. Austin, G.T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. Fifth Edition. Mc. Graw-

Hill Book Company. Singapore. Bali Post. 2004. Kerja Sama ASEAN Cina Perlu Direvisi. http://www.balipost.co.id.

[September 2004] Bender. dan Edward, A. 1978. An Introduction to Mathematical Modelling. John

Wiley & Sons. New York.

Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey

Biegel, J.E. 1992. Production Control A Quantitative Approach. Syracuse University.

Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. McGraw-Hill Inc. New York.

Cahyadi, N. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi Fakultas

Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Cham. dan Purwoko. 2004. Awal Kebangkrutan Industri Oleokimia.

http://www.bisnis.com. [13 Agustus 2004]. Cheric. 2004. Stearic Acid. http://www.cheric.or.id. [September 2004].

Chemical Engineering Research Information Center. Pure Component Properties.

http://www.cheric.org. html [20 November 2004]. Creech, B. 1994. The Five Pillars of TQM. Truman Talley Books, New York. Darmosarkoro, W. 2006. Usaha Sawit Banyak Tantangan.http://www.kompas.com.

[25 Februari 2006].

Page 167: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

141

Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Hardjosoedarmo, S. 1996. Dasar-dasar Total Quality Management. Edisi Pertama.

Andi Offset. Yogyakarta. Jardine, A.K.S. 1973. Maintenance Replacement and Reliability. Pitman Publishing.

New Jersey . Kaplan, R.S. 1993. Putting the Balanced Scorecard to Work. Edisi 3. Harvard

Business Review. Prentice Hall. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. UI Press. Kotler, P. 1997. Marketing Management. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Kompas. 2006. Pertumbuhan 2006 Tetap 7.7%. http://www.kompas.com [2 Januari

2006].

Kueng, P. dan Krahn, A.J.W. 2004. Building a Process Performance Measurement System: some early experiences. University of Fribourg, Switzerland.

Kurniadi, A. 1999. Pemrograman Microsoft Visual Basic 6. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta.

Kusnoto, H. 2001. The Worlds Best Management Practices (Praktek Manajemen

Terbaik di Dunia). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lannes, W.J. dan Logan, J.W. 2004. A Technique for Assesing an Organization’s

Ability to Change. IEEE Transactions on Engineering Management Journals. Volume-51 No. 4 November. IEEA. USA

Loebis, B. 1988. Produk Sawit Sebagai Bahan Olahan Industri. Buletin Perkebunan.

19(3) : 143 – 151. Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. IPB

Press. Bogor Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Grasindo. Jakarta Munawir, S. 1996. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta. Mulyadi. dan Setyawan, J. 1999. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen:

Sistem Pelipatgandaan Kinerja Perusahaan. Aditya Media. Yogyakarta. 1999

Page 168: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

142

Nafi, M. Indonesia Lakukan Sinergi Industri dengan Cina .http://www.tempo.co.id. [06 September 2004].

Newman, D.G. 1988. Engineering Economic Analysis. Third Edition. Engineering

Press, Inc. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta Pantzaris, F. 1997. Processing of Oils & Fats.(www.palmoil.com).[13 September

2004]. Permana, B. 2002. 36 Jam Belajar Komputer Microsoft Access 2002. PT. Alex Media

Komputindo. Jakarta

Phapros. 2005. Mendorong Implementasi CSR. http://phaproscomdev.tripod.com. [30 Mei 2005].

PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and Tools. U.S. Department of Energy. USA.

Rees, J. dan Koehler, G.J. 2004. Modelling Search in Group Decission Support System. IEEE Transaction on Systems, Man and Cybernetics Journals Vol-34 No 3 August. USA.

Riyanto, B. 1991. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit

Gajah Mada. Yogyakarta. Ruky, A.S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Roy, S. 2004. Introductions on Independent Players in a Centrally Planned Market:

Decission Support by Long Term Production Costing. IEEE Transaction on Systems, Man and Cybernetics Journals Vol-34 No 3 August. USA.

Siagian, N. Mendongkrak Pertumbuhan CPO Nasional .http://www.sinar

harapan.co.id. [08 September 2004]. Silalahi, B. 1995. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. PT. Pustaka

Binaman Pressindo. Jakarta. Simatupang, T.M. 1994. Pemodelan Sistem. Studio Manajemen Jurusan Teknik

Industri ITB. Bandung. Suadi, A. 2001. Sistem Pengendalian Manajemen. Cetakan 5. BPFE. Yogyakarta. Supandi. 1983. Manajemen Perawatan Industri. Ganeca Exact Bandung. Bandung.

Page 169: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

143

Sutanto, E. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta

Soeprihanto, J. 1988. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Edisi

pertama. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta Suara Merdeka. 2006. Nilai Ekspor Desember Naik. http://www.suaramerdeka.com

[2 Februari 2006]. Susanto, A.B. 2004. Value Marketing Paradigma Baru Pemasaran. Quantum Bisnis

& Manajemen. Jakarta Sutanto, Y. 1995. Dasar Perhitungan Neraca Bahan Industri Asam Stearat. PT. X.

Bekasi Swink, M.L. dan Calantone, R. 2004. Design Manufacturing Integration as a

Mediator of Antecedents to New Product Design Quality. IEEE Transactions on Engineering Management Journals. Volume-51 No. 4 November. USA.

Tempo. 2004. Runtuhnya Industri Oleokimia. http://www.tempo.co.id. [September

2004]. Tim Penyusun. 2004. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Seri Pustaka IPB Press.

Bogor. Utomo, A.A. dan Hernawan, Y. 2002. Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan &

Kesehatan Kerja. Edisi Pertama. Jakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kesembilan. PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta. Weston, J.F. Copeland dan Thomas E. 1995. Managerial Finance. 9th Edition. The

Dryden Press. England. 238 – 243. Yuwono, S. Sukarno, E. Ichsan, M. 2004. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced

Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Page 170: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

144

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Kuesioner Penetapan Kriteria Penilaian Kinerja Bahan Baku, Proses dan Produk

Asam Stearat

Page 171: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

145

KUESIONER PENETAPAN KRITERIA PENILAIAN KINERJA

INDUSTRI ASAM STEARAT

Bersama ini, peneliti memohon partisipasi dari Bapak/Ibu yang saya hormati,

untuk dapat meluangkan sejenak waktunya guna membantu mengisi Kuesioner

penetapan kriteria penilaian kinerja bahan baku, proses, dan produk asam stearat.

Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan sangat bermanfaat bagi strategi

pengembangan industri asam stearat. Kuesioner ini merupakan bagian dari kegiatan

akademis, atas pengertian Bapak/Ibu, saya haturkan terima kasih.

BAGIAN I : IDENTITAS PAKAR

Nama : ..................................................................................................

Instansi / Perusahaan : ..................................................................................................

Alamat : ..................................................................................................

..................................................................................................

No Telp : ..................................................................................................

MOHON DILANJUTKAN

KE HALAMAN BERIKUTNYA

Page 172: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

146

BAGIAN II : GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Judul

RANCANG BANGUN SISTEM PENILAIAN KINERJA AGROINDUSTRI

( INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT )

Tujuan Penelitian

Tujuan Sistem Penilaian Kinerja Industri Oleokimia adalah menghasilkan

perangkat lunak aplikatif untuk menilai kinerja industri oleokimia. Perangkat

lunak ini akan dilengkapi dengan analisa sehingga hasil penilaian kinerja

dapat diketahui secara langsung, dan dapat membantu industri oleokimia,

khususnya industri asam stearat, dalam melakukan penilaian kinerja,

sehingga perusahaan mampu melakukan evaluasi secara cepat dan dapat

menentukan rekomendasi dan strategi untuk peningkatan kinerja perusahaan.

Manfaat

Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian kinerja industri asam

stearat adalah :

1. Bagi produsen asam stearat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

acuan untuk menilai kinerja industri saat ini, untuk mengetahui langkah-

langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerjanya,

2. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja industri secara umum dapat

dijadikan sebagai masukan dan dasar evaluasi penentuan strategi

pengembangan industri asam stearat di Indonesia ke depan.

3. Bagi asosiasi industri, khususnya untuk APOLIN (Asosiasi Produsen

Oleokimia Indonesia), hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan bahan

masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan industri ke

depan.

MOHON DILANJUTKAN

KE HALAMAN BERIKUTNYA

Page 173: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

147

BAGIAN III : KUESIONER TINGKAT KEPENTINGAN

Pada bagian ini, Bapak/Ibu dimohon kesediaannya untuk memberikan tingkat

kepentingan terhadap sub kriteria dari setiap Kriteria penilaian kinerja, dengan

memberikan tanda centang (√ ) pada nilai yag sesuai dengan preferensi Bapak/Ibu

sekalian. Penilaian dilakukan dengan ukuran penilaian skala 1 sampai dengan 5.

Nilai Tingkat kepentingan 1 Sangat tidak penting 2 Tidak Penting 3 Netral 4 Penting 5 Sangat Penting

Contoh :

No

Kriteria Panilaian

Tingkat Kepentingan 1 2 3 4 5

1 Bilangan Penyabunan √ 2 Warna √

Bilangan penyabunan dinilai “Sangat Penting”, sementara itu warna dinilai Netral.

BAGIAN IV : KUESIONER INTERVAL PENILAIAN

Pada bagian ini, Bapak/Ibu dimohon kesediaannya untuk Menentukan

tingkat interval dari masing-masing kriteria penilaian. Penilaian dapat berupa : Baik,

Sedang dan Kurang Baik.

MOHON DILANJUTKAN

KE HALAMAN BERIKUTNYA

Page 174: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

148

A. PENILAIAN KINERJA BAHAN BAKU

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Prosentase Jumlah Material Reject

2 Free Fatty Acid / FFA

3 Iodium Value / IV

4 Warna

5 Moisture

6 Impurities

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Sedang Kurang Baik

1 Prosentase Jumlah Material

Reject (%)

2 Free Fatty Acid / FFA

(gr I2/100gr)

3 Iodium Value / IV (gr I2/100gr)

4 Warna (red)

5 Moisture (%)

Impurities

Page 175: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

149

B. PENILAIAN KINERJA PROSES

B.1. Stasiun Pemisahan Lemak

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Asam

2 Bilangan Penyabunan

3 Splitting Ratio

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Bilangan Asam (mg KOH)

2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)

3 Splitting Ratio (%)

B.2. Stasiun Hidrogenasi

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Iod

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Bilangan Iod (gr I2/100gr)

Page 176: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

150

B.3. Stasiun Distilasi

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Asam

2 Bilangan Penyabunan

3 Bilangan Iod

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Bilangan Asam (mg KOH)

2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)

3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer (oC)

Page 177: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

151

B.4. Stasiun Fraksinasi

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Asam

2 Bilangan Penyabunan

3 Bilangan Iod

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer

7 Distribusi FA C14

8 Distribusi FA C16

9 Distribusi FA C18

10 Distribusi FA C18:1

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Bilangan Asam (mg KOH)

2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)

3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer (oC)

7 Distribusi FA C14 (WT%)

8 Distribusi FA C16 (WT%)

9 Distribusi FA C18 (WT%)

10 Distribusi FA C18:1 (WT%)

Page 178: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

152

B.5. Stasiun Beading

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Warna – Yellow

2 Warna – Red

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Warna – Yellow

2 Warna – Red

Page 179: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

153

B.6. Stasiun Penyerpihan

Tingkat Kepentingan

SA 1800 & 1801

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Asam

2 Bilangan Penyabunan

3 Bilangan Iod

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer

SA 1840

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Asam

2 Bilangan Penyabunan

3 Bilangan Iod

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer

Page 180: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

154

Interval Penilaian

SA 1800 & 1801

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Bilangan Asam (mg KOH)

2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)

3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer (oC)

SA 1840

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Bilangan Asam (mg KOH)

2 Bilangan Penyabunan (mg KOH)

3 Bilangan Iod ( gr I2/100 )

4 Warna – Yellow

5 Warna – Red

6 Titer (oC)

Page 181: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

155

B.7. Stasiun Pengemasan

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Prosentase Jumlah Penutupan Karung

Reject

2 Prosentase Jumlah Marking Karung

Reject

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Prosentase Jumlah Penutupan

Karung Reject (%)

2 Prosentase Jumlah Marking Karung

Reject (%)

B.8. Kinerja Mesin

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Allocated Downtime

2 Accident Lost Time

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Sedang Kurang Baik

1 Allocated Downtime (menit)

2 Accident Lost Time (menit)

Page 182: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

156

B.9. Formasi Karyawan Tingkat Kepentingan 1. Departemen Produksi

No

Posisi

Stasiun

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Kepala Departemen

Seluruh stasiun

2 Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi

Beading & Penyerpihan

Fraksinasi

3 Operator Pemisahan Lemak

Hidrogenasi

Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan

2. Departemen Pengendalian Kualitas

No

Posisi

Stasiun

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Kepala Departemen

Seluruh Bagian

2 Kepala Seksi Quality Inspection Quality Control

3 Kepala Shift Quality Inspection Quality Control

4 Operator Quality Inspection 5 Analis Quality Control 6 Helper Quality Control

Page 183: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

157

3. Departemen Logistik

No

Posisi

Stasiun

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Kepala Departemen

Seluruh Bagian

2 Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 3 Kepala Regu Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 4 Operator

Persiapan Bahan Baku

Produk Jadi 5 Helper Quality Control

Interval Penilaian

1. Departemen Produksi

No

Posisi

Stasiun

Jumlah Personil Ideal

1 Kepala Departemen

Seluruh stasiun

2 Kepala Shift Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi

Beading & Penyerpihan Fraksinasi

3 Operator Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan

Page 184: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

158

2. Departemen Pengendalian Kualitas

No

Posisi

Stasiun

Jumlah Personil Ideal

1 Kepala Departemen

Seluruh Bagian

2 Kepala Seksi Quality Inspection Quality Control

3 Kepala Shift Quality Inspection Quality Control

4 Operator Quality Inspection 5 Analis Quality Control 6 Helper Quality Control

2. Departemen Logistik

No

Posisi

Stasiun

Jumlah Personil Ideal

1 Kepala Departemen

Seluruh Bagian

2 Kepala Seksi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 3 Kepala Regu Persiapan Bahan Baku Produk Jadi 4 Operator

Persiapan Bahan Baku

Produk Jadi 5 Helper Quality Control

Page 185: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

159

B.10. Kinerja Personalia

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Tingkat mangkir karyawan

2 Keluar Masuk Karyawan

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Sedang Kurang Baik

1 Tingkat mangkir karyawan (%)

2 Keluar Masuk Karyawan

(Employee Turnover) (%)

B.11. Kinerja Keuangan

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Net Provit Margin / NPM

2 Return On Investment / ROI

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Sedang Kurang Baik

1 Net Provit Margin / NPM (%)

2 Return On Investment / ROI (%)

Page 186: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

160

B.12. Tingkat Kepentingan Stasiun Kerja

No

Stasiun

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Pemisahan Lemak

2 Hidrogenasi

3 Distilasi

4 Fraksinasi

5 Beading 6 Penyerpihan 7 Pengemasan

8 Mesin

B.13. Tingkat Kepentingan Kinerja Proses

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Stasiun Kerja

2 Formasi Karyawan

3 Personalia

4 Keuangan

Page 187: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

161

C. PENILAIAN KINERJA PRODUK

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Bilangan Iod

2 Warna

3 Prosentase Produk Down Grade

4 Efektivitas Pemasaran Produk

5 Market Share

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Sedang Kurang Baik

1 Bilangan Iod

2 Warna

3 Prosentase Produk Down

Grade (%)

4 Efektivitas Pemasaran

Produk (%)

5 Market Share (%)

Page 188: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

162

D. PENILAIAN KINERJA SOSIAL

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Sedang Kurang Baik

1 Biaya CSR (%)

E. PENILAIAN KINERJA EKONOMI Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Deviasi harga Palm Stearin FOB Malaysia

2 Deviasi harga Palm Oil RBD CIF

Rotterdam

3 Bea Masuk

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Deviasi harga Palm Stearin

FOB Malaysia (%)

2 Deviasi harga Palm Oil RBD

CIF Rotterdam (%)

3 Bea Masuk (%)

Page 189: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

163

F. PENILAIAN KINERJA LINGKUNGAN

F.1. Limbah Cair

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Temperatur

2 Zat Padat Terlarut

3 Zat Padat Tersuspensi

4 PH

5 Amoniak

6 COD

7 BOD

8 Minyak dan Lemak

9 Besi

10 Tembaga

11 Chronium

12 Nikel

13 Mangan

Page 190: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

164

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Temperatur ( OC)

2 Zat Padat Terlarut (mg/l)

3 Zat Padat Tersuspensi (mg/l)

4 PH (mg/l)

5 Amoniak (mg/l)

6 COD (mg/l)

7 BOD (mg/l)

8 Minyak dan Lemak (mg/l)

9 Besi (mg/l)

10 Tembaga (mg/l)

11 Chronium (mg/l)

12 Nikel (mg/l)

13 Mangan (mg/l)

Page 191: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

165

F.2. Limbah Gas

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Sulfur Dioksida

2 Karbon Monoksida

3 Oksida Nitrogen

4 Oksida

5 Debu

6 Timah Hitam

7 Amonia

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Sulfur Dioksida (μg/l)

2 Karbon Monoksida (μg/l)

3 Oksida Nitrogen (μg/l)

4 Oksida (ppm)

5 Debu (mg/l)

6 Timah Hitam

7 Amonia (μg/l)

Page 192: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

166

F.3. Kebisingan

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Ruang Genset

2 Rata-rata Lokasi

Interval Penilaian

No

Kriteria

Interval Penilaian

Baik Kurang Baik

1 Ruang Genset (db / desible)

2 Rata-rata Lokasi (db)

F.3. Penilaian Akhir Kinerja Lingkungan

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

1 Limbah Cair

2 Limbah Gas

3 Kebisingan

G. PENILAIAN AKHIR KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT

Tingkat Kepentingan

No

Kriteria

Panilaian

Tingkat Kepentingan

1 2 3 4 5

Kinerja Internal

1 Bahan Baku

Page 193: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

167

2 Proses

3 Produk

Kinerja Eksternal

1 Ekonomi

2 Sosial

3 Lingkungan

TERIMA KASIH

Page 194: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

168

Lampiran 2. If-then Rules

1. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

2. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

3. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

4. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

5. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

6. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

7. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

8. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

9. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

10. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

11. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else

12. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Sedang" Else

13. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Sedang" Then Text10.Text = "Baik" Else

14. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Sedang" Then Text10.Text = "Baik" Else

Page 195: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

169

Lampiran 3. Aliran Proses RBD Stearin

CPO

Pemurnian

Penghilangan Bau

Pemucatan

Fraksinasi

Olein Stearin

RBD Stearin

Koagulan

Bleach Earth

Page 196: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

170

Lampiran 4. Reaksi Hidrolisa

O H2C O C R

O H2C OH O HC O C R + 3 HOH HC OH + 3R C OH

H2C OH O H2C O C R Gliserida + Air Gliserol + Asam Lemak

Page 197: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

171

Lampiran 5. Simbol yang sering digunakan dalam pembuatan diagram Sumber : Pedoman Penyajian Karya Ilmiah (2004)

Page 198: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

172

Lampiran 6. Entity Relationship Diagram

Penilaian KineMaterial

ID_Perusahaa

F F tt A

Page 199: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

173

Lampiran 7. Perancangan Basis Data

1. Tabel Perusahaan Nama Tabel : Perusahaan Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan nama perusahaan dan tahun laporan tahunan

perusahaan

Tabel 1. Struktur Desain Tabel Perusahaan No. Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan AutoNumber 10 Nomor urut data

Perusahaan 2 Nama_Perusahaan Text 15 Nama Perusahaan yang

akan dinilai 3 Tahun Number 15 Tahun dari laporan

tahunan perusahaan 2. Tabel Penilaian Kinerja Keuangan

Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Keuangan Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek Keuangan dan hasilnya.

Tabel 32. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Keuangan

No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Auto

number 10 Nomor perusahaan

2 Laba_Bersih Number 15 Laba bersih perusahaan 3 Total_Aktiva Number 15 Total aktiva perusahaan 4 Penjualan_Bersih Number 15 Penjualan bersih 5 Return_On_Investment Number 15 Return On Investment 6 Net_Provit_Margin Number 15 Net Provit Margin 7 Penilaian_ROI Number 15 Penilaian Return On

Investment 8 Skor_Penilaian_ROI Number 15 Skor Penilaian ROI 9 Penilaian_NPM Number 15 Penilaian Net Provit

Margin 10 Jumlah_Hari_Kerja Text 15 Jumlah Hari Kerja 11 Kinerja_Keuangan_Per

usahaan Number 15 Kinerja Keuangan

Perusahaan 12 Skor_Kinerja_Keuanga

n Text 15 Skor Penilaian Kinerja

Keuangan

Page 200: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

174

3. Tabel Penilaian Kinerja Manusia Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Manusia

Primary Key : ID_Perusahaan

Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek manusia dan hasilnya.

Tabel 2. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Manusia

No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Auto

number 10 Nomor perusahaan

2 Jumlah_Total_Karyawan Number 15 Jumlah total karyawan 3 Jumlah_Karyawan_Mangkir Number 15 Jumlah karyawan

mangkir 4 Jumlah_Karyawan_yang_Ke

luar_Masuk Number 15 Jumlah Karyawan

yang Keluar Masuk perusahaan

5 Jumlah_Hari_Kerja Number 15 Jumlah hari kerja setahun

6 Prosentase_Mangkir Number 15 Prosentase mangkir 7 Prosentase_Karyawan_

Keluar_Masuk Number 15 Prosentase karyawan

keluar masuk perusahaan

8 Rata_Tingkat_ Mangkir_Bulan

Number 15 Rata-rata tingkat mangkir bulan

9 Rata_Tingkat_Keluar_ Masuk_Bulan

Number 15 Rata-rata tingkat keluar masuk bulan

10 Penilaian_Mangkir Text 15 Penilaian mangkir 11 Skor_Mangkir Number 15 Skor penilaian

Mangkir 12 Penilaian_Keluar_Masuk Text 15 Penilaian keluar

masuk 13 Skor_Keluar_Masuk Number 15 Skor penilain keluar

masuk 14 Kinerja_SDM_Perusahaan Text 33 Kinerja sdm

perusahaan 15 Skor_Kinerja_SDM_Perusah

aan Number 15 Skor penilaian kinerja

SDM perusahaan

Page 201: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

175

4. Tabel Penilaian Kinerja Mesin Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Mesin Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek mesin dan hasilnya.

Tabel 3. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Mesin

No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Autonu

mber 10 Nomor perusahaan

2 Allocated_Down_Time Number 15 Alokasi downtime 3 Accident_Lost_Time Number 15 Kehilangan waktu

karena kecelakaan 4 Penilaian_ADT Text 15 Penilaian waktu

terhentinya proses yang sudah dialokasikan

5 Skor_ADT Number 15 Skor Allocated Down Time

6 Penilaian_ALT Text 15 Penilaian terhentinya proses karena kecelakaan

7 Skor_ALT Number 15 Skor Accident Lost Time

8 Kinerja_Mesin_Perusahaan

Number 15 Penilaian kualitatif kinerja mesin perusahaan

9 Skor_Kinerja_Mesin Number 15 Skor Kinerja Mesin

Page 202: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja

176

5. Tabel Penilaian Kinerja Material Nama Tabel : Tabel Penilaian Aspek Material Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan data input penilaian aspek material dan hasilnya.

Tabel 4. Struktur Desain Tabel Penilaian Aspek Material

No Nama Field Jenis Lebar Keterangan 1 ID_Perusahaan Auto

number 10 Nomor Perusahaan

2 Free_Fatty_Acid_(%)

Number 15 Rata-rata asam lemak bebas

3 Iodium_Value_(I2/100_gr)

Number 15 Rata-rata Jumlah gram I2

4 Warna_(red) Number 15 Warna RBD Stearin 5 Moisture_(%) Number 15 Kadar pengotor yang terdapat

dalam bahan 6 Impurities Number 15 Jumlah pengotor yang larut

7 Jumlah_Material_(Metric Ton)

Number 15 Jumlah total material yang dipesan dari suplier

8 Jumlah_Material_Reject_ (Metric_Ton)

Number 15 Material yang tidak sesuai dengan spec.

9 Penilaian_Free_Fatty_Acid

Text 15 Kandungan asam lemak bebas

10 Skor_Free_Fatty_Acid

Number 15 Skor asam lemak bebas

11 Penilaian_Iodium_Value

Text 15 Penilaian iodium value

12 Skor_Iodium_Value

Number 15 Skor iodium value

13 Penilaian_Warna Text 15 Penilaian warna 14 Skor_Warna Number 15 Skor warna 15 Penilaian_Moist

ure Text 15 Penilaian moisture

16 Skor_Moisture Number 15 Skor dari moisture 17 Penilaian_Kualia

s_Material Text 15 Penilaian kualias material

18 Skor_Kualias_Material

Number 15 Skor kualias material

19 Penilaian_Jumlah_Material

Text 15 Penilaian jumlah material