Ranah kognitif

68
Ranah (Domain) Kognitif Menurut Bloom (1956) Bloom pada tahun 1956, dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives. Handbook I : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New York telah membagi ranah (domain) kognitif menjadi beberapa bagian. Berikut adalah penjelasannya. Tujuan pembelajaran dalan ranah (domain) kognitif atau intelektual dibagi menjadi 6 tingkatan, dilambangkan dengan huruf C (cognitive). Secara umum, makin tinggi tingkatannya semakin rumit tujuan pembelajaran itu yaitu: 1. Tingkat (Level) Pengetahuan – C1 Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan mengingat kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang istilah; (b) pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang kriteria; dan (g) pengetahuan tentang metodologi.

description

belajar mengajar

Transcript of Ranah kognitif

Page 1: Ranah kognitif

Ranah (Domain) Kognitif Menurut Bloom (1956)Bloom pada tahun 1956, dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives.

Handbook I : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New York telah membagi ranah

(domain) kognitif menjadi beberapa bagian. Berikut adalah penjelasannya.

Tujuan pembelajaran dalan ranah (domain) kognitif atau intelektual dibagi menjadi 6 tingkatan,

dilambangkan dengan huruf C (cognitive). Secara umum, makin tinggi tingkatannya semakin

rumit tujuan pembelajaran itu yaitu:

1. Tingkat (Level) Pengetahuan – C1

Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan mengingat kembali

materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang istilah; (b) pengetahuan tentang

fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan

urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang kriteria; dan

(g) pengetahuan tentang metodologi.

Kata Kerja Operasional Level C1

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C1

(Cognitive 1 – Pengetahuan) antara lain:

mengutip

menyebutkan

menjelaskan

menggambar

membilang

mengidentifikasi

Page 2: Ranah kognitif

mendaftar

menunjukkan

memberi label

memberi indeks

memasangkan

menamai

menandai

membaca

menyadari

menghafal

meniru

mencatat

mengulang

mereproduksi

meninjau

memilih

menyatakan

mempelajari

mentabulasi

memberi kode

menelusuri

menulis

merespon

2. Tingkat (Level) Pemahaman – C2

Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan memahami

materi tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain);

(b) interpretasi (menjelaskan atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi

(memperpanjang/memperluas arti/memaknai data).

Page 3: Ranah kognitif

Kata Kerja Operasional Level C2

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C2

(Cognitive 2 – Pemahaman) antara lain:

memperkirakan

menjelaskan

mengkategorikan

mencirikan

merinci

mengasosiasikan

membandingkan

menghitung

mengkontraskan

mengubah

mempertahankan

menguraikan

menjalin

membedakan

mendiskusikan

menggali

mencontohkan

menerangkan

mengemukakan

mempolakan

memperluas

menyimpulkan

meramalkan

merangkum

menjabarkan

Page 4: Ranah kognitif

3. Tingkat (Level) Aplikasi – C3

Pada level atau tingkatan ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai kemampuan untuk

menerapkan informasi dalam situasi nyata.

Kata Kerja Operasional Level C3

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C3

(Cognitive 3 – Aplikasi) antara lain:

menugaskan

mengurutkan

menentukan

menerapkan

menyesuaikan

mengkalkulasi

memodifikasi

mengklasifikasi

menghitung

membangun

membiasakan

mencegah

menentukan

menggambarkan

menggunakan

menilai

melatih

menggali

mengemukakan

mengadaptasi

menyelidiki

mengoperasikan

mempersoalkan

Page 5: Ranah kognitif

mengkonsepkan

melaksanakan

meramalkan

memproduksi

memproses

mengaitkan

menyusun

mensimulasikan

memecahkan

melakukan

mentabulasi

4. Tingkat (Level) Analisis – C4

Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang ranah (domain)

kognitif. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya.

Kemampuan menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi bagian-bagian

materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c) analisis pengorganisasian

prinsip (mengidentifikasi pengorganisasian/organisasi).

Kata Kerja Operasional Level C4

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C4

(Cognitive 4 – Analisis) antara lain:

menganalisis

mengaudit

memecahkan

menegaskan

mendeteksi

mendiagnosis

Page 6: Ranah kognitif

menyeleksi

merinci

menominasikan

mendiagramkan

mengkorelasikan

merasionalkan

menguji

mencerahkan

menjelajah

membagankan

menyimpulkan

menemukan

menelaah

memaksimalkan

memerintahkan

mengedit

mengaitkan

memilih

mengukur

melatih

mentransfer

5. Tingkat (Level) Sintesis – C5

Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk memproduksi.

Tingkatan kognitif kelima ini dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang unik; (b)

memproduksi rencana atau kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi

seperangkat hubungan abstrak.

Page 7: Ranah kognitif

Kata Kerja Operasional Level C5

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C5

(Cognitive 5 – Sintesis) antara lain:

mengabstraksi

mengatur

menganimasi

mengumpulkan

mengkategorikan

mengkode

mengombinasikan

menyusun

mengarang

membangun

menanggulangi

menghubungkan

menciptakan

mengkreasikan

mkengoreksi

merancang

merencanakan

mendikte

meningkatkan

memperjelas

memfasilitasi

membentuk

merumuskan

menggeneralisasi

menggabungkan

memadukan

membatas

merefarasi

menampilkan

menyiapkan

Page 8: Ranah kognitif

memproduksi

merangkum

merekonstruksi

6. Tingkat (Level) Evaluasi – C6

Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi. Kemampuan melakukan

evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai ‘manfaat’ suatu benda/hal untuk tujuan tertentu

berdasarkan kriteria yang jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut

Bloom, yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2) evaluasi

berdasarkan bukti eksternal.

Kata Kerja Operasional Level C6

Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan pembelajaran pada level C6

(Cognitive 6 – Evaluasi) antara lain:

membandingkan

menyimpulkan

menilai

mengarahkan

mengkritik

menimbang

memutuskan

memisahkan

memprediksi

memperjelas

menugaskan

menafsirkan

mempertahankan

memerinci

Page 9: Ranah kognitif

mengukur

merangkum

membuktikan

memvalidasi

mengetes

mendukung

memilih

memproyeksikan

http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2013/04/pembagian-ranah-domain-kognitif-Bloom.html

Minggu, 24 Februari 2013

taksonomi bloom

Taksonomi Bloom dan PerkembangannyaTaksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan telah lama dikembangkan, dan tokoh yang

begitu terkenal dengan konsep taksonominya adalah Benjamin, S. Bloom. Sehingga taksonomi pendidikan yang cetuskannya diabadikan dengan sebutan nama penemunya yaitu Taksonomi Bloom.

Pada awalnya, Benjamin S. Bloom menawarkan konsep taksonomi pendidikannya pada tahun 1948 di Boston. Dan perkembangan selanjutnya, Bloom sendiri hanya mengembangkancognitive domain pada tahun 1956. Sedangkan affective domaindikembangkan oleh David Krathwohl bersama dengan Bloom dan Bertram B. Masia (1964). Selanjutnya disempurnakan lagi oleh Simpson (1972) dengan melengkapinya dengan psycho-motordomain.

Secara teoritis, menurut taksonomi Bloom ini, tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: cipta, rasa, dankarsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang

Page 10: Ranah kognitif

paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

Adapun taksonomi atau klasifikasi dari ketiga ranah di atas adalah sebagai berikut:A. Ranah Kognitif (cognitive domain)

Ranah kognitif ini adalah yang pertama kali dikembangkan oleh Bloom. Ranah kognitif adalah kemampuan yang merupakan hasil kerja otak. Bloom (1956) membagi ranah kognitif ini menjadi enam tingkatan kemampuan yang tersusun secara hierarkis mulai dari: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Artinya, ke enam tingkatan ini mulai dari, C1, C2, C3, C4, C5, dan C6 merupakan jenjang kemampuan mulai dari yang rendah sampai yang paling tinggi. Ranah ini meliputi beberapa aspek, yaitu:1)      Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan yaitu kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari. Kemampuan ini berisi tentang kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dan sebagainya.2)      Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman yaitu kemampuan menangkap makna dari yang dipelajari. Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dansebagainya. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yang diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.3)      Penerapan (Application)

Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari ke dalam sesuatu yang baru dan konkrit. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan lain-lain di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebabmeningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.4)      Analisis (Analysis)

Analisis yaitu kemampuan untuk memerinci hal yang dipelajari ke dalam unsur- unsurnya agar struktur organisasinya dapat dimengerti. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yang ditimbulkan.5)      Sintesis (Synthesis)

Page 11: Ranah kognitif

Sintesis yaitu kemampuan untuk mengaplikasikan bagian-bagian untuk membentuk satu kesatuan yang baru. Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.6)      Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yaitu kemampuan untuk menentukan nilai sesuatu yang dipelajari untuk suatu tujuan tertentu. Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

B.       Ranah Afektif (affective domain)Ranah Afektif adalah kemampuan yang dimunculkanseseorang dalam bentuk prilaku

sebagai bagian dari dirinya. Kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan terhadap nilai-nilai moral yang harus dimilikinya, kemampuan dalam memberikan penilaian, dan bertingkah laku (bersikap). Untuk ranah afektif ini, Bloom bersama dengan Kratwohl mengklasifikasikan ke dalam beberapa tahapan, yaitu:1)      Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2)      Tanggapan (Responding)Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,

kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.3)       Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.4)       Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.5)    Pembentukan Pola Hidup (Characterization by a Value or Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Krathwohl, Bloom dan Masia (1964), membagi ranah afektif ini dalam lima tingkatan mulai dari pengenalan, pemberian respon, penghargaan terhadap nilai-nilai, peng-organisasian, dan pengalaman. Kelima tingkatan ini me-rupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk menghasilkan suatu nilai-nilai atau sikap tertentu agar menjadi bagian dari diri seseorang.

Page 12: Ranah kognitif

Kelima tingkatan ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk menghasilkan suatu nilai-nilai atau sikap tertentu agar menjadi bagian dari diri seseorang.

Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Krathwool tersebut di atas, maka Romiszowski dalam bukunya Producing Instruction System (1984), mengelompokkan aspek afektif tersebut menjadi dua tipe prilaku yang berbeda, yaitu:1) Riflek yang terkondisi (refkexive conditional), yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan lebih dahulu tujuan reaksinya.2) Sukarela (voluntary) adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu dengan cara membiasakan dengan latihan-latihan untuk mengontrol diri.

C. Ranah Psikomotorik (Psychomotor Domain)Dalam rangkaian kategorisasi taksonomi pendidikan Bloom sebenarnya bukanlah utuh

pemikiran Bloom semua. Akan tetapi adanya sumbangan pemikiran dan gagasan cemerlang lain dari para pemikir dan para ahli pendidikan lainnya. Hal ini terlihat ketika pada ranah afektif dalam taksonomi Bloom, Bloom bekerja sama dengan Kratwohl. Begitu juga dengan karakteristik yang dimunculkan pada ranah psikomotorik, di sana Bloom hanya sebagai peletak dasar taksonomi akan tetapi lebih jauh telah dikembangkan oleh Simpson, Dave, dan lain-lain.. Meski demikian, tetap saja taksonomi ini begitu kental dengan peletak dasar gagasannya, yaitu Benjamin S. Bloom, sehingga tidak heran jika sampai detik ini taksonomi tersebut terkenal dengan sebutan Taksonomi Bloom.

Ranah psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial. Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, namun dibuat oleh ahli lain tetapi tetap berdasarkan pada domain yang dibuat Bloom. Ranah psikomotorik ini dikembangkan oleh Simpson, dan klasifikasi ranah psikomotorik tersebut adalah:1) Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya ransangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.2) Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangakaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani.3) Guided Response (Respon Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.4) Mekanisme (Mechanism)

Page 13: Ranah kognitif

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Ini mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangakaian gerakan dengan lancer karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.5) Respon Tampak Yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Gerakan kompleks mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.6) Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Adaptasi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan poila gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran.7) Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu. Penciptaan atau kreativitas adalah mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Selain Sympson, Dave juga mengemukakan pendapat terkait domain psikomotor, Khusus keterampilan motorik Dave (1967), membaginya dalam lima jenjang, yaitu: peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, dan naturalisasi. Secara visual jenjang keterampilan motorik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

klasifikasi ranah psikomotor dijabarkan sebagai berikut.1.      Peniruan (Imitation) adalah mengamati perilaku dan pola setelah orang lain. Kinerja mungkin

kualitas rendah.2.      Penggunaan (Manipulation) adalah mampu melakukan tindakan tertentu dengan mengikuti

instruksi dan berlatih.3.      Ketepatan (Precision) adalah mengulangi pengalaman serupa agar menuju perubahan yang ke

arah yang lebih baik.4.      Perangkaian (Articulation) adalah koordinasi serangkaian tindakan, mencapai keselarasan dan

konsistensi internal.5.      Naturalisasi (Naturalitation): Setelah kinerja tingkat tinggi menjadi alami, tanpa perlu berpikir

banyak tentang hal itu.http://dwicahyadiwibowo.blogspot.com/2013/02/taksonomi-bloom.html

Page 14: Ranah kognitif

Mengingat dan Memahami Kembali

tentang Teori Taksonomi Bloom

OPINI | 05 February 2013 | 17:04  Dibaca: 4516     Komentar: 3     1

Teori taksonomi bloom, yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom sejak tahun 1956, sudah lama dikenal dan dikembangkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Tetapi berdasarkan pengalaman dan hasil supervisi pembelajaran di sekolah, tidak sedikit guru yang lupa terhadap teori ini, dan bagaimana penerapan bagian-bagian atau aspek-aspeknya dalam pembelajaran menjadi persoalan yang sering kali dijumpai. Dalam administrasi pembelajaran penetapan ranah yang akan dikur pencapaiannya, ternyata tidak nyambung dengan kenyataan yang terjadi dalam pelaksanaan proses pembelajaran, melenceng antara rencana dan pelaksanaannya. Penetapan suatu ranah dalam perencanaan dan proses pembelajaran sering kali tidak sesuai dengan tuntutan standar kompetensi (SK), dan kompetensi dasar (KD). Sehingga pencapaian kemampuan yang harus diukur terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran, belum bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Alat ukur (penilaian) yang ditetapkan, belum mampu mengukur tingkat kemampuan peserta didik terhadap SK dan KD yang telah dibelajarkan. Salah menetapkan ranah dalam perencanaan pembelajaran, menyebabkan hasil dari proses pembelajaran menjadi salah arah (keliru).

Oleh karena itu, ada baiknya kita kembali mengingat dan memahami teori taksonomi bloom. Dengan demikian kita dapat menerapkan teori tersebut dengan tepat dalam pembelajaran. Sehingga ranah-ranah dalam taksonomi bloom, yang merupakan teks ideal dalam pembelajaran menjadi dapat dicapai secara optimal yang tergambar dari hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Taksonomi berarti klasifikasi hirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Misalnya, kemampuan berpikir peserta didik dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi. Konsep taksonomi bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah (kawasan atau domain). Ketiga ranah yang dimaksud, yaitu : pertama, ranah kognitif (cognitive domain) meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan

Page 15: Ranah kognitif

aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Kedua, ranah afektif (affective domain) meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Domain ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Ketiga, ranah psikomotorik (psychomotor domain) berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Kawasan ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik, seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Dalam setiap ranah dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Dibagi menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai pemahaman yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan pengetahuan yang ada pada tingkatan pertama. Untuk memperjelas bagian-bagian dari setiap ranah (domain) yang dimaksud, berikut diuraikan secara lebih terperinci.

1. Domain Kognitif

Di bagi ke dalam enam tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berupa pengetahuan (kategori 1), dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual (kategori 2-6). Keenam tingkatan dan bagian itu meliputi :

a. Pengetahuan (knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, misalnya dalam mata pelajaran IPS, dalam KD disebutkan mengidentifikasi permasalahan kependudukan dan upaya penanggulangannya, berarti peserta didik yang mempelajari materi ini dituntut untuk bisa menjelaskan dengan baik pengertian permasalahan kependudukan, faktor-faktornya, pertumbuhan penduduk, kelahiran dan kematian, dan sebagainya.

b. Pemahaman (comprehension)

Diperkenalkan terhadap kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.

Page 16: Ranah kognitif

Sebagai contoh, peserta didik dituntut bisa memahami apa yang diuraikan dalam gambar piramida penduduk, tabel atau diagram pertumbuhan penduduk, dan sebagainya.

c. Aplikasi (application)

Di tingkat ini, seseorang (peserta didik) memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi pembelajaran. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang ledakan penduduk atau kelahiran dan kematian, peserta didik dituntut untuk mampu menghitung angka pertumbuhan penduduk, angka kelahiran dan angka kematian, dan/atau mampu merangkum dan menggambarkan penyebab dan angka ledakan penduduk, angka kelahiran dan kematian dalam bentuk diagram, tabel, dan sebagainya.

d. Analisis (analysis)

Di tingkat analisis, peserta didik akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini peserta didik diarahkan untuk mampu memilah-milah penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia, membanding-bandingkan faktor penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia, dan menggolongkan setiap penyebab berdasarkan karakteristiknya, atau menggolongkan faktor yang menonjol dalam ledakan penduduk tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Peserta didik di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini peserta didik mampu memberikan solusi untuk menurunkan jumlah penduduk berdasarkan pengamatannya terhadap semua faktor penyebab terjadinya ledakan penduduk.

f. Evaluasi (evaluation)

Peserta didik diperkenalkan tentang kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas

Page 17: Ranah kognitif

atau manfaatnya. Sebagai contoh, peserta didik mampu menyimpulkan atau menilai alternatif solusi yang paling sesuai (cocok) diambil dalam usaha menurunkan jumlah penduduk berdasarkan efektivitas, keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Indonesia, kebermanfaatannya, dan sebagainya.

2. Domain Afektif

Domain ini terdiri dari empat bagian, yang dapat dipaparkan berikut ini.

a. Penerimaan (Receiving/Attending)

Bagian ini dalam pembelajaran bentuknya berupa peserta didik mendapatkan perhatian dari guru, serta guru mempertahankannya dan mengarahkannya.

b. Tanggapan (Responding)

Guru memberikan reaksi terhadap peserta didik, yang meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

c. Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan nilai yang diterapkan pada aspek tingkah laku peserta didik. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

d. Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda dari peserta didik, menyelesaikan konflik di antara mereka, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Dengan kata lain, melakukan karakterisasi berdasarkan nilai-nilai. Dalam hal ini, guru (sekolah) dituntut untuk memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-laku peserta didik, sehingga menjadi karakteristik positif dalam hidupnya.

3. Domain Psikomotor

Ranah ini dibagi ke dalam tujuh tingkatan, seperti di paparkan di bawah ini.

a. Persepsi (Perception)

Bagian ini berarti peserta didik di dorong untuk mempergunakan alat inderanya untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan yang lain dalam proses pembelajaran.

Page 18: Ranah kognitif

b. Kesiapan (Set)

Peserta didik memiliki kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan ini penting untuk diketahui oleh guru.

c. Respon Terpimpin (Guided Response)

Guru menjadi pembimbing (membimbing, mengarahkan) bagi peserta didik dalam mempelajari keterampilan yang kompleks pada tahap awal, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

d. Mekanisme (Mechanism)

Guru mengarahkan peserta didik untuk membiasakan diri terhadap gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.

e. Respon Tampak Kompleks (Complex Overt Response)

Guru menggerakkan (mengarahkan) peserta didik untuk dapat melakukan gerakan motoris yang terampil, yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

f. Penyesuaian (Adaptation)

Menggerakkan peserta didik agar keterampilan yang sudah diperoleh dapat dikembangkan, sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

g. Penciptaan (Origination)

Mendorong peserta didik untuk membuat suatu pola gerakan baru atau menghasilkan suatu penemuan (hasil karya) yang baru berdasarkan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.

Demikian secara singkat saya paparkan tentang teori taksonomi bloom dalam pembelajaran, yang saya pahami. Tentu para pembaca sudah lebih paham dari saya. Saya hanya bermaksud untuk memotivasi agar kita menyegarkan kembali ingatan dan pemahaman kita tentang teori tersebut dalam pembelajaran di sekolah. Sehingga antara apa yang direncanakan sesuai (nyambung) dengan apa yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang nyata dari proses yang telah dilakukan, apa yang diukur menjadi tepat sasaran. Semoga bermanfaat.

Page 19: Ranah kognitif

Sumber Bacaan :

Prof. Dr. Maksum, MA, 2009. Taksonomi Bloom Revisi. http://www.iaincirebon.ac.id/maksum/?p=14. Diakses 2 Januari 2013.

Wikipedia Bahasa Indonesia, 2013. Taksonomi Bloom. http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom. Di akses 2 Januari 2013.

http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/05/mengingat-dan-memahami-kembali-tentang-teori-

taksonomi-bloom-531087.html

onomi Bloom Baru" demikianlah salah satu judul Makalah yang menjadi tugas saya waktu kuliah, dan inilah mungkin salah satu tugas dari sekian banyak tugas yang pernah saya kerjakan seadanya, hehe... kenapa demikian? karena mendengar dan mengetahuinya saja baru saat diberi tugas selain itu referensi terkait hal itu belum ada yang berbahasa Indonesia. Untungnya ada Mas GOOGLE yang menterjemahkan dan memberi beberapa data.Revisi Taksonomi Bloom, begitulah penamaan atas revisi yang dilakukan Lorin Anderson atas Taksonomi Bloom. Bagaimana persisnya ?.... berikut ringkasannya...Benjamin S. Bloom adalah seorang psikologi pendidikan berkebangsaan Amerika Serikat memberikan kontribusi besar di bidang pendidikan dengan menyusun klasifikasi objektif kognitif kependidikan serta teori belajar tuntas (mastery learning). Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom bersama dengan rekannya Krathwohl.Taksonomi Bloom membuat suatu klasifikasi berdasarkan urutan keterampilan berpikir dalam suatu proses yang semakin lama semakin tinggi tingkatannya. Mula-mula taksonomi bloom terdiri atas dua bagian yaitu ranah kognitif dan ranah afektif (cognitive domain and affective domain). Bloom tidak menambahkan ranah psikomotor. Akhirnya tahun 1966 Simpson menambahkan ranah psikomotor melengkapi apa yang tekah dibuat oleh Bloom. Dengan demikian menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. (Ketiga ranah tersebut tidak diuraikan karena merupakan taksonomi bloom yang lama, telah banyak referensi terkait hal itu).

Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990.

Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada

perubahan kata kunci, Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis dari urutan terendah ke yang lebih

tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari

jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru

yaitu creating yang sebelumnya tidak ada.

Taksonomi  Hasil revisi Anderson pada Ranah Kognitif adalah: 

Mengingat, Kata-kata operasional yang digunakan adalah mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi,

menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali.

 Memahami, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menafsirkan, meringkas mengklasifikasikan,

membandingkan, menjelaskan, membeberkan.

Menerapkan, Kata-kata operasional yang digunakan adalah melaksanakan, menggunakan, menjalankan,

melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi. 

Menganalisis, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menguraikan,

membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun

outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan.

Page 20: Ranah kognitif

Mengevaluasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi,

menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan.

Berkreasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah merancang, membangun,

merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat,

memperindah, menggubah.

Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses

pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa prinsip didalamnya adalah (1)  Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya

terlebih dahulu, (2) Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu, (3) Sebelum kita

mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai, (4) Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita

harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui.

Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi mendapat sanggahan dari sebagian orang. Alasannya, dalam

beberapa jenis kegiatan, tidak semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan sesuatu tidak harus

melalui pentahapan itu. Hal itu kembali pada kreativitas individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap

mana saja. Namun, model pentahapan itu sebenarnya melekat pada setiap proses pembelajaran secara

terintegrasi. Sebagian orang juga menyanggah pembagian pentahapan berpikir seperti itu karena dalam

kenyataannya siswa seharusnya berpikir secara holistik. Ketika kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat

kehilangan kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen yang sudah terpisah. Model

penciptaaan suatu produk baru atau menyelesaian suatu proyek tertentu lebih baik dalam memberikan tantangan

terpadu yang mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.Perbandingan Taksonomi Bloom dan Hasil revisinya untuk ranah kognitif dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Dari tabel tersebut maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 

(1) Tingkatan tingkah laku pada taksonomi bloom yang lama menggunakan kata sifat sedangkan Anderson

mengubahnya dengan menggunakan kata kerja. (2) Tingkatan terendah (C1) Pengetahuan diganti dengan

Mengingat. (3) Tingkatan C5 Sintesa dan tingkatan C6 Evaluasi dilebur menjadi Mengevaluasi yang berkedudukan

pada tingkatan C5. (4) Tingkatan C6 digantikan menjadi Berkreasi. http://alief-hamsa.blogspot.com/2012/11/revisi-taksonomi-bloom.html

Page 21: Ranah kognitif

Teacher-Centered Learning (TCL) dan student centered

learning (SCL)

robinys

Mau bagi-bagi info nih mengenai Teacher-Centered Learning (TCL) dan student centered learning (SCL),

menurut saya sih memang student centered learning (SCL) lebih efektif dariTeacher-Centered Learning

(TCL). tapi Teacher-Centered Learning (TCL) juga diperlukan loh pada bab/ materi tertentu.

baik Teacher-Centered Learning (TCL) maupun student centered learning (SCL) ada kelebihan dan

kekurangan masing-masing loh

TCL merupakan suatu sistem pembelajaran dimana mahasiswa hanya mendapatkan materi dari satu

sumber saja yaitu dosen. Di sistem ini selain mahasiswa cenderung pasif  karena cenderung hanya

mendengar kuliah saja, dosen juga kurang mengembangkan bahan kuliah dan cenderung seadanya,

monoton.

Page 22: Ranah kognitif

Kelebihan :

1. Informasi dapat diberikan kepada sejumlah mahasiswa dalam waktu yang singkat

2. Pengajar mengendalikan organisasi, materi, dan waktu sepenuhnya.

3. Menyediakan forum bagi pakar untuk menguatarakan pengalamannya

4. Apabila kuliah diberikan dengan baik maka dapat menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi para

mahasiswa

5. Pada umumnya memungkinkan untuk menggunakan metode assessment secara cepat dan mudah

Kekurangan :

1. Pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya.

2. Terjadi komunikasi satu arah

3. Tidak kondusif untuk terjadinya critical thinking

4. Mendorong terjadinya pembelajaran secara pasif

5. Untuk sebagian besar mahasiswa bukan merupakan cara pembelajaran yang optimal

Tujuan :

Agar materi yang disampaikan kepada mahasiswa dapat diberikan dalam waktu yang singkat. 

Student-Centered Learning (SCL)

Definisi :

Suatu sistem pembelajaran dimana mahasiswa/siswa dibentuk dalam satu kelompok yang

anggotanya berjumlah kurang lebih 12 orang. Dalam sistem ini mahasiswa cenderung aktif

dengan mendiskusikan suatu masalah dengan mahasiswa lain dan mencari informasi dari

berbagai sumber.

Kelebihan :

1. Menyertakan mahasiswa di dalam proses pembelajaran

2. Mendorong mahasiswa untuk memiliki pengetahuan yang lebih banyak/ luas/ dalam

Page 23: Ranah kognitif

3. Menjalin mahasiswa dengan kehidupan nyata

4. Mendorong terjadinya pembelajaran secara aktif

5. Mendorong terjadinya critical thinking

6. Mengarahkan mahasiswa untuk mengenali dan menggunakan berbagai macam gaya belajar

7. Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang mahasiswa

8. Memberi kesempatan untuk pengembangan berbagai strategi assessment

Kekurangan :

1. Untuk mahasiswa dalam jumlah besar sulit untuk diimplementasikan

2. Ada kemungkinan untuk menggunakan waktu yang lebih banyak

3. Belum tentu efektif untuk seluruh kurikulum

4. Belum tentu sesuai untuk mahasiswa yang tak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis.

Tujuan :

Agar mahasiswa dapat berpikir kritis dan kreatif, serta dapat menyelesaikan kuliah dalam kurun

waktu 4 tahun.

Perbedaan TCL dan SCL

TCL=  a SCL= b

1a. Suasana berpusat pada dosen

1b. Suasana berpusat pada mahasiswa

2a. Dosen yang mengendalikan proses

2b. Mahasiswa yang mengendalikan proses

3a. Kekuasaan dan tanggung jawab di tangan dosen

3b. Mahasiswa yang bertanggung jawab

4a. Pengalaman pembelajaran bersifat kompetitif antar mahasiswa

Page 24: Ranah kognitif

4b. Pembelajaran bersifat kooperatif, kolaboratif, atau independen. Mahasiswa harus saling bekerja sama.

Mahasiswa berkompetisi dengan kinerja mereka sebelumnya 

          Manakah yang lebih baik metode pembelajaran teacher centered atau learner

center ?

Metode learner centered adalah metode dimana focus utamanya adalah murid, ini

berarti murid yang harus aktif, guru hanya akan membimbing murid.Sedangkan

metode teacher centered adalah metode dimana guru yang aktif , murid hanya

menjadi  pendengar yang baik.

Kedua metode pembelajaran ini memiliki kelemahan dan kelebihannya masing

masing.Kebanyakan sekolah saat ini ingin memakai metode learner centered

namun apakah metode learner centered jauh lebih baik dari pada teacher centered ?

Dibawah akan dijelaskan kharateristik  kedua metode tersebut.

                                                                                                              

Teacher-Centered Learner-Centered

Terfokus pada guru,guru yang

berperan aktif

Terfokus pada murid,murid yang berperan

aktif

Page 25: Ranah kognitif

Lebih terikat pada tata

bahasa(murid menggunakan

pengertian sesuai dengan

penegertian dari guru)

Kurang terikat dengan tata bahasa, murid

memakai kata kata sesuai dengan

pengertiannya

Guru yang berperan aktif, murid

menjadi pendengar yang baik.

Guru hanya sebagai pembimbing, murid

yang aktif

Murid mengerjakan tugas sendiri Murid mengerjakan tugas secara

berkelompok,berpasagan ataupun sendiri

tergantung keadaaan

Guru memperhatikan

perkembangan siswa dengan

seksama

Murid memecahkan masalah sendiri , guru

hanya akan memberikan feed back dan

memjelaskan persoalan persoalan yang

melenceng

Karena guru sangat berperan dalam

keberhasilan siswa, maka guru yang

tidak berkualitas akan sangat

mempengaruhi kepandaian murid

Guru hanya sebagai pembimbing sehingga

guru yang kurang berkualitas tidak begitu

mempengaruhi kepandaian murid

Guru yang menentukan topic yang Murid yang menentukan topic yang ingin di

Page 26: Ranah kognitif

ingin dipelajari bahas

Guru mengevaluasi pembelajaran

murid

Murid mengevaluasi pembelajarannya

namun guru juga ikut mengevaluasi

Kelas tenang Kelas bising

Kedua metode pengajaran ini memiliki kelebihan dan kekurangan, metode teacher

centered lebih menekankan guru yang berperan aktif, murid menjadi pendengar

yang baik,metode ini membuat murid lebih paham dengan materi dan ada

penelitian yang dilakuakan diamerika .Penelitian dilakukan kepada murid sma,

setelah diteliti ternyata murid dengan metode teacher centered mendapat nilai yang

lebih bagus dari pada murid dengan metode learner centered,Namun walaupun

mendapat nilai yang lebih bagus murid yang menggunakan metode learner

centered lebih mampu menghadapi mengahadapi masalah karena mereka terbiasa

memecahkan masalah sendiri sehingga membuat mereka lebih mandiri.Sebaiknya

dalam proses pembelajaran kedua metode ini dipakai agar kelebihan dan

kekurangannya dapat diatasi

Refrensi

Page 27: Ranah kognitif

Santrock.,J.W (2008).Psikologi Pendidikan (edisi kedua).Jakarta:Prenada Media Group.

Munir.,(2008).Kurikulum berbasis teknologi informasi dan komunikasi.Bandung: Alfabeta.

http://www.ehow.com/about_5387185_benefits-teachercentered-learning.html

http://new-view.info/new-educational-technology/Benefits-of-Teacher-Centered-Learning.ht

http://robinys.blogspot.com/2013/06/teacher-centered-learning-tcl-dan.html

TCL merupakan suatu sistem pembelajaran dimana mahasiswa hanya mendapatkan materi dari satu sumber saja yaitu dosen. Di sistem ini selain mahasiswa cenderung pasif karena cenderung hanya mendengar kuliah saja, dosen juga kurang mengembangkan bahan kuliah dan cenderung seadanya, monoton.Kelebihan :1. Informasi dapat diberikan kepada sejumlah mahasiswa dalam waktu yang singkat2. Pengajar mengendalikan organisasi, materi, dan waktu sepenuhnya.3. Menyediakan forum bagi pakar untuk menguatarakan pengalamannya4. Apabila kuliah diberikan dengan baik maka dapat menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi para mahasiswa5. Pada umumnya memungkinkan untuk menggunakan metode assessment secara cepat dan mudahKekurangan :1. Pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya.2. Terjadi komunikasi satu arah3. Tidak kondusif untuk terjadinya critical thinking4. Mendorong terjadinya pembelajaran secara pasif5. Untuk sebagian besar mahasiswa bukan merupakan cara pembelajaran yang optimalTujuan :Agar materi yang disampaikan kepada mahasiswa dapat diberikan dalam waktu yang singkat.Student-Centered Learning (SCL)Definisi :

Page 28: Ranah kognitif

Suatu sistem pembelajaran dimana mahasiswa dibentuk dalam satu kelompok yang anggotanya berjumlah kurang lebih 12 orang. Dalam sistem ini mahasiswa cenderung aktif dengan mendiskusikan suatu masalah dengan mahasiswa lain dan mencari informasi dari berbagai sumber.Kelebihan :1. Menyertakan mahasiswa di dalam proses pembelajaran2. Mendorong mahasiswa untuk memiliki pengetahuan yang lebih banyak/ luas/ dalam3. Menjalin mahasiswa dengan kehidupan nyata4. Mendorong terjadinya pembelajaran secara aktif5. Mendorong terjadinya critical thinking6. Mengarahkan mahasiswa untuk mengenali dan menggunakan berbagai macam gaya belajar7. Memperhatikan kebutuhan dan latar belakang mahasiswa8. Memberi kesempatan untuk pengembangan berbagai strategi assessmentKekurangan :1. Untuk mahasiswa dalam jumlah besar sulit untuk diimplementasikan2. Ada kemungkinan untuk menggunakan waktu yang lebih banyak3. Belum tentu efektif untuk seluruh kurikulum4. Belum tentu sesuai untuk mahasiswa yang tak terbiasa aktif, mandiri, dan demokratis.Tujuan :Agar mahasiswa dapat berpikir kritis dan kreatif, serta dapat menyelesaikan kuliah dalam kurun waktu 4 tahun.Perbedaan TCL dan SCL

TCLSCL

1. Suasana berpusat pada dosen1. Suasana berpusat pada mahasiswa2. Dosen yang mengendalikan proses2. Mahasiswa yang mengendalikan proses3. Kekuasaan dan tanggung jawab di tangan dosen3. Mahasiswa yang bertanggung jawab4. Pengalaman pembelajaran bersifat kompetitif antar mahasiswa

Page 29: Ranah kognitif

4. Pembelajaran bersifat kooperatif, kolaboratif, atau independen. Mahasiswa harus saling bekerja sama. Mahasiswa berkompetisi dengan kinerja mereka sebelumnyaDiterbitkan di: 12 September, 2011   

Sumber: http://id.shvoong.com/how-to/writing/2210381-teacher-centered-learning-tcl-dan/

#ixzz2Ywz4bYRJ

http://id.shvoong.com/how-to/writing/2210381-teacher-centered-learning-tcl-dan/

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning

(CTL)

Model Pembelajaran  Contextual Teaching Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Katacontextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.

Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.Pengajaran  kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di  Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan  untuk  segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari  program ini memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan  partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.

Page 30: Ranah kognitif

Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:CTL Konvensional

Pemilihan informasi kebutuhan individu

siswa;

Pemilihan informasi ditentukan oleh guru;

Cenderung mengintegrasikan beberapa

bidang (disiplin);

Cenderung terfokus pada satu bidang

(disiplin) tertentu;

Selalu mengkaitkan informasi dengan

pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa;

Memberikan tumpukan informasi kepada

siswa sampai pada saatnya diperlukan;

Menerapkan penilaian autentik melalui

melalui penerapan praktis dalam

pemecahan masalah;

Penilaian hasil belajar hanya melalui

kegiatan akademik berupa ujian/ulang

Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas, 2003:5). 1. Konstruktivisme (Constructivism) Setiap  individu  dapat  membuat  struktur  kognitif  atau mental berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini dikatakan sebagai konstruktivisme (Ateec, 2000). Fungsi guru disini membantu membentuk konsep tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :1)      Mengandung pengalaman nyata (Experience);2)      Adanya interaksi sosial (Social interaction);3)      Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);4)      Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau

Page 31: Ranah kognitif

diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak. Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang  sudah berisi pengalaman lama sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.2. Bertanya (Questioning) Bertanya  merupakan  strategi  utama  dalam  pembelajaran kontekstual. Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry.  Dalam  sebuah  pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :1)      Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;2)      Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;3)      Membangkitkan respon kepada siswa;4)      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;5)      Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;6)      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;7)      Menyegarkan kembali pengetahuan siswa. 3. Menemukan (Inquiry)Menemukan  merupakan  bagian  inti  dari  pembelajaran  berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003). Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :1)      Merumuskan masalah ;2)      Mengajukan hipotesis;3)      Mengumpulkan data;4)      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;5)      Membuat kesimpulan.Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan  siswa  memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa. 4. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep  Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi pengalaman (Depdiknas, 2003). 5. Pemodelan (Modeling) 

Page 32: Ranah kognitif

Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuau. Dalam arti  guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi :1. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.;

2. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar ;

3. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.

6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.  Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang baru diterima (Depdiknas, 2003).Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa :1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh  pada pembelajaran yang baru saja dilakukan.;

2. Catatan atau jurnal di buku siswa;

3. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang  diukur keterampilan dan sikap dalam belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan karya tulis.

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya

Page 33: Ranah kognitif

(Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya. 

2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar

Page 34: Ranah kognitif

siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.

Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri

Page 35: Ranah kognitif

secara aktif pemahamannya.

Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu: 1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip Pengaturan Diri.

Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang tinggi.

Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.

Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru harus

Page 36: Ranah kognitif

melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.

MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.

MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.

MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.

KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.

MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat

Page 37: Ranah kognitif

bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning

Kelebihan1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Kelemahan1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

Macam -Macam Pendekatan Pembelajaran1. PENDEKATAN KONSTEKTUALPendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga,

Page 38: Ranah kognitif

akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinyaPendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.

Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :1.Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan

2. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISMEPendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu , guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkankemampuansiswasecarapribadi.Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Page 39: Ranah kognitif

Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).Konstrukstivisme IndividuPara psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginyaKonstruktivisme socialBerbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual.Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme1. Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi peserta didik dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.

2. Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan pengalaman yang ada dalam diri siswa.

3. Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka pelajari.

4. Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari

3. PENDEKATAN  DEDUKTIFPendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatuyangkhusus.Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.

4. PENDEKATAN INDUKTIF

Page 40: Ranah kognitif

Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus  menuju keadaan umumAPB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini adalah suatu usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam pernyataan (statement) dibangun berdasarkan observasi dari praktek yang ada.PerbedaanPendekatanDeduktifdanInduktifTeori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurements of assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.

5. PENDEKATAN KONSEPPendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.

Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.Ciri-ciri suatu konsep adalah:a.Konsep memiliki gejala-gejala tertentub.Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsungc.Konsep berbeda dalam isi dan luasnyad.Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnane Konsep yang benar membentuk pengertianf. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentuKondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah:a.Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.b.Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.c.Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang komplek.d Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,a.Tahap enaktikTahap enaktik dimulai dari:

Page 41: Ranah kognitif

-  Pengenalan benda konkret.-  Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru.-  Pengamatan, penafsiran tentang benda barub.Tahap simbolikTahap simbolik siperkenalkan dengan:- Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll.-  Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah   siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.-  Memberi nama, dan istilah serta defenisi.c.Tahap ikonikTahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti:- Menyebut nama, istilah, defmisi, apakah siswa sudah mampu    mengatakannya

6. PENDEKATAN PROSESpendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan  dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.

7. PENDEKATAN SAINS,TEKNOLOGI DAN MASYARAKATPendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan  gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses,CBSA, Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. (Susilo, 1999). Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu  mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah  diambilnyaFilosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu peserta didik menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui.

Page 42: Ranah kognitif

1.  Pendekatan tujuan pembelajaranPendekatan ini berorientasi pada tujuan akhir yang akan dicapai. Sebenarnya pendekatan ini tercakup juga ketika seorang guru merencanakan pendekatan lainnya, karena suatu pendekatan itu dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Semua pendekatan dirancang untuk keberhasilan suatu tujuan.Sebagai contoh : Apabila dalam tujuan pembelajaran tertera bahwa siswa dapat mengelompokan makhluk hidup, maka guru harus merancang pembelajaran, yang pada akhir pembelajaran tersebut siswa sudah dapat mengelompokan makhluk hidup. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dapat berupa metode tugas atau karyawisata.2.  Pendekatan konsepPembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.3.  Pendekatan lingkunganPenggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari – hari sering digunakan pendekatan lingkungan.4.  Pendekatan inkuiriPenggunaan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli peneliti ( Dettrick, G.W., 2001 ). Pendekatan inkuiri dibedakan menjadi inkuiri terpempin dan inkuiri bebas atau inkuiri terbuka. Perbedaan antara keduanya terletak pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan apa tujuan dari kegiatannya.5.  Pendekatan penemuanPenggunaan pendekatan penemuan berarti dalam kegiatan belajar mengajar siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri fakta dan konsep tentang fenomena ilmiah. Penemuan tidak terbatas pada menemukan sesuatu yang benar – benar baru. Pada umumnya materi yang akan dipelajari sudah ditentukan oleh guru, demikian pula situasi yang menunjang proses pemahaman tersebut. Siswa akan melakukan kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan hal yang akan ditemukan.6.  Pendekatan prosesPada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.7.  Pendekatan interaktif ( pendekatan pertanyaan anak )Pendekatan ini memberi kesempata pada siswa uuntuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan ( Faire & Cosgrove, 1988 dalam Herlen W, 1996 ). Pertanyaan yang diiajukn siswa sangat bervariasi sehingga guru perlu melakukan llangkah – langkah mengumpulkan, memilih, dan mengubah pertanyaan tersebut menjadi suatu kegiatan yng spesifik.

Page 43: Ranah kognitif

8.  Pendekatan pemecahan masalahPendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan ini ada dua versi. Versi pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk.9.  Pendekatan sains teknologi dan masyarakat ( STM )Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah ilmiah10.  Pendekatan terpaduPendekatan ini merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada prinsip keterkaitan antar satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pemahaman yang lebih bermakna dan peningkatan wawasan karena satu pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara pandang.Pendekatan terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di Indonesia, khususnya di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pemdekatan terpadu yang sedang berkembang yaitu model keterhubungan, model jaring laba – laba, model keterpaduan.Diposkan oleh wahyudwierdiastutik dea   di 04.47 

http://erdiasw.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-contextual-teaching.html

PEMBELAJARAN DENGAN MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE){ September 20, 2007 @ 2:40 pm } · { Blogroll }

PEMBELAJARAN DENGAN MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE)

Fauziatul Fajaroh dan I Wayan Dasna

Jurusan Kimia FMIPA UM

Page 44: Ranah kognitif

Apa Siklus Belajar (Learning Cycle) itu?

Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model

pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian

tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat

menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan

berperanan aktif. LC pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration),

pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application)

(Karplus dan Their dalam Renner et al, 1988). Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi

kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi

dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel,

mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-

lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya

(cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang

mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang

diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana (Dasna, 2005, Rahayu, 2005).

Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa

untuk menempuh fase berikutnya, fase pengenalan konsep. Pada fase ini diharapkan terjadi

proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan

konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya

nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini pebelajar mengenal

istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari. Pada fase

terakhir, yakni aplikasi konsep, pebelajar diajak menerapkan pemahaman konsepnya

melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving (menyelesaikan problem-problem nyata

yang berkaitan) atau melakukan percobaan lebih lanjut.. Penerapan konsep dapat

meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui

penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Implementasi LC dalam pembelajaran

menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut

mulai dari perencanaan (terutama pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan

(terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai

evaluasi. Efektifitas implementasi LC biasanya diukur melalui observasi proses dan

pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum

memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik

dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi kelemahan-kelemahan siklus

sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan.

LC tiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 dan 6 fase. Pada LC

5 fase, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap

Page 45: Ranah kognitif

evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept

application masing-masing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration. Karena itu LC

5 fase sering dijuluki LC 5E (Engagement, Exploration, Explaination, Elaboration, dan

Evaluation) (Lorsbach, 2002). Pada LC 6 fase, ditambahkan tahap identifikasi tujuan

pembelajaran pada awal kegiatan (Johnston dalam Iskandar, 2005). Tahap engagement

bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya

dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk

mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam

fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan

diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-

prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

Pada fase exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-

kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan

mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah

literatur. Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep

dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan

mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari

konsep yang dipelajari. Pada fase elaboration (extention), siswa menerapkan konsep dan

ketrampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan

problem solving. Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-

fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau

kompetensi pebelajar melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang

mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut. Berdasarkan tahapan-tahapan

dalam metode pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak

hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan

memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan

uraian di atas, LC dapat dimplementasikan dalam pembelajaran bidang-bidang sain maupun

sosial.

Mengapa Menggunakan Learning Cycle?

LC patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al, 1988), teori

belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan

pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual

adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan

masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi.

Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi

Page 46: Ranah kognitif

dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Pada proses

asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon

terhadap rangsangan yang diterimanya. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data

yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur

mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu

melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur

mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki

individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-

konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep. Konsep yang baru harus diorganisasikan

dengan konsep-konsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual

seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah. Karplus

dan Their (dalam Renner et al, 1988) mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai

dengan ide Piaget di atas. Dalam hal ini pebelajar diberi kesempatan untuk mengasimilasi

informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara

mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghubungkan konsep-

konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang dimiliki untuk

menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Implementasi teori Piaget oleh Karplus

dikembangkan menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep . Unsur-

unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi

dengan fase-fase dalam LC (Abraham et al, 1986). Hubungan tersebut disajikan seperi

Gambar 1 (Marek dan Cavallo dalam Dasna, 2005).

Laerning Cycle Phases Mental Functioning

Eksplorasi

Asimilasi

ketidakseimbangan

Pengenalan Konsep

Akomodasi

Aplikasi Konsep

Organisasi

Gambar 1 Hubungan Fase-fase dalam LC dengan Teori Piaget

Pengembangan fase-fase LC dari 3 fase menjadi 5 atau 6 fase pun masih tetap

berkorespondensi dengan mental functioning dari Piaget. Fase engagement dalam LC 5E

Page 47: Ranah kognitif

termasuk dalam proses asimilasi, sedangkan fase evaluation masih merupakan proses

organisasi.

Walaupun fase-fase LC dapat dijelaskan dengan teori Piaget, LC juga pada dasarnya lahir

dari paradigma konstruktivisme belajar yang lain termasuk teori konstruktivisme sosial

Vygotsky dan teori belajar bermakna Ausubel (Dasna, 2005). LC melalui kegiatan dalam tiap

fase mewadahi pebelajar untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan

cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implementasi LC dalam

pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu:

1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja

dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.

2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang

dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu

3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan

masalah. (Hudojo, 2001)

Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru

ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan proses pemerolehan

konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses

pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar

menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi

dan sekolah menengah tentang implementasi LC dalam pembelajaran sain menunjukkan

keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa (Budiasih

dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004). Marek dan Methven (dalam Iskandar, 2005)

menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan LC mempunyai ketrampilan

menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori.

Cohen dan Clough (dalam Soebagio, 2000) menyatakan bahwa LC merupakan strategi jitu

bagi pembelajaran sain di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan

memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini

memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan

pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi

keuntungan sebagai berikut:

1. meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses

pembelajaran

2. membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar

3. pembelajaran menjadi lebih bermakna

Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan

Page 48: Ranah kognitif

sebagai berikut (Soebagio, 2000):

1. efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah

pembelajaran

2. menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses

pembelajaran

3. memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi

4. memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan

melaksanakan pembelajaran.

Bagaimana Mengembangkan Learning Cycle dalam Pembelajaran?

Aktivitas belajar yang dikembangkan dalam tiap fase LC bergantung kepada tujuan

pembelajaran. Tabel 1 menyajikan beberapa aktivitas belajar atau metode yang dapat

dilakukan dalam tiap fase LC 5E.

Tabel 1 Aktivitas Belajar dalam Tiap Fase LC 5E

Fase Aktivitas Belajar/ Metode

Engagement: menyiapkan (mengkondisikan) diri pebelajar, mengetahui kemungkinan

terjadinya miskonsepsi, membangkitkan minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar •

Demonstrasi oleh guru atau siswa

• Tanya jawab dalam rangka mengeksplorasi pengetahuan awal, pengalaman, dan ide-ide

pebelajar

• Pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan

dibuktikan dalam tahap eksplorasi

Exploration: pebelajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil, menguji prediksi,

melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide • Demonstrasi

• Praktikum

• Mengerjakan LKS (Lembar Kegiatan Siswa)

Explaination: siswa menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, guru meminta bukti

dan klarifikasi dari penjelasan mereka dan mengarahkan kegiatan diskusi, pebelajar

menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. • Mengkaji literatur

• Diskusi Kelas

Elaboration (extention) : siswa menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru. •

Demontrasi lanjutan

• Praktikum lanjutan

• Problem solving

Page 49: Ranah kognitif

Evaluation : evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya ; evaluasi terhadap

pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar dalam konteks baru yang

kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut. • Refleksi

pelaksanaan pembelajaran

• Tes tulis

• Problem solving

Dalam membuat rencana pembelajaran berbasis LC, kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam

tiap fase harus ditelaah melalui pertanyaan « Konsep apa yang akan diberikan ? » atau «

Kompetensi apakah yang harus dikuasai siswa ? » dan « Aktivitas-aktivitas yang

bagaimanakah yang harus dikelola dalam tiap fase agar tercapai pemahaman konsep atau

terkuasainya kompetensi tersebut ? ». Kegiatan-kegiatan dalam tiap fase harus dirangkai

sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Kompetensi yang bersifat

psikomotorik dan afektif misalnya akan lebih efektif bila dikuasai siswa melalui kegiatan

semacam praktikum.

Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC berlangsung konstruktivistik adalah :

1. Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki

siswa

2. Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan

3. Terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya

4. Tersedianya media pembelajaran

5. Kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat

secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan

menyenangkan. (Hudojo, 2001)

Berikut ini akan disajikan contoh penerapan LC dalam pembelajaran kimia di SMA.

Contoh Penerapan Learning Cycle dalam Pembelajaran

Uraian dalam paragrap ini menyajikan penerapan LC 5E dalam pembelajaran zat aditif di

SMA (Fajaroh dan Dasna, 2004) yang terdiri atas 3 siklus.

1. Siklus 1

Skenario

TPK: Siswa dapat menjelaskan tujuan pemanfaatan zat pewarna makanan, klasifikasi serta

aturan pemakaian zat pewarna makanan

Page 50: Ranah kognitif

Fase Kegiatan Guru Kegiatan

1

2

3

4

5 Memancing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan untuk membangkitkan motivasi belajar

dan menjajagi pengetahuan dan wawasan siswa tentang:

1. kebiasaan yang biasanya dilakukan orang dalam mengolah makanan dalam kaitannya

dengan zat pewarna makanan.

2. tujuan penambahan zat pewarna pada pengolahan makanan tersebut

3. kaitan antara penambahan zat pewarna makanan dengan peningkatan nilai gizi makanan.

4. perlu tidaknya aturan pemakaian zat pewarna makanan

5. bagaimana membedakan pewarna alami dan sintetis

Membimbing siswa melaksanakan Kegiatan I (Klasifikasi Zat Pewarna Makanan) yakni LKS 1

No. 1.1 sampai 1.4.

Membimbing diskusi kelas dan menggiring siswa untuk sampai pada kesimpulan bahwa:

(1) penambahan zat pewarna tersebut semata-mata tidak mempengaruhi nilai gizi makanan

tapi agar penampilan makanan tersebut lebih menarik untuk memancing selera dan

mungkin untuk meningkatkan rasa makanan,

(2) perlunya aturan pemakaian zat pewarna,

(3) ciri-ciri zat pewarna sintetis, (4) kelebihan dan kerugian pemakaian zat pewarna

makanan

Menugaskan siswa menjelaskan cara membedakan pewarna sistetis dan alami secara

percobaan (LKS 1 No. 1.5)

Memberikan soal tes:

(1) Sebutkan minimal 2 alasan mengapa orang menggunakan pewarna makanan sebagai

zat aditif?

(2) Sebutkan minimal 3 contoh pewarna alami

Page 51: Ranah kognitif

(3) Apa kelebihan pewarna sintetis dibanding alami?

(4) Apa kekurangan pewarna sintetis disbanding alami? Diskusi kelas

Melaksanakan Kegiatan I

Diskusi Kelompok

Presentasi kelompok dan Diskusi Kelas

Melakukan percobaan 1.5

Diskusi Kelompok

Menyelesaikan soal tes secara individual

LKS 1

Jawab pertanyaan-pertanyaan berikut secara berkelompok pada Lembar

Jawaban/Pengamatan yang telah disediakan!

1.1 Tuliskan nama dan warna “jajanan” yang tersedia pada kelompok Anda!

1.2 Menurut Anda dari bahan pewarna pada “jajanan” tersebut? (bahan pewarna sintetis

atau alami). Jelaskan Jawaban anda!

1.3 Bagaimana ciri-ciri bahan pewarna sintetis dan alami? Bandingkan warna makanan dari

kunir atau daun suji dengan warna saus “tanpa merk”!

1.4 Bagaimana cara Anda membedakan bahan makanan yang mengandung zat pewarna

sintetis dengan bahan makanan yangmengandung zat pewarna alami?

1.5 Kerjakan kegiatan berikut ini:

Pilih 4 orang anggota kelompokmu, sebut saja siswa A, B, C, dan D

Siswa A : ambil sedikit saos tomat merk “Indofood” lalu oleskan pada telapak tangan kirimu.

Biarkan saos tersebut mengering di tangan kira-kira 15 menit.

Siswa B : Ambillah sedikit saos tomat dalam botol besar merk “X” lalu oleskan pada telapak

tangan kirimu. Biarkan saos tersebut mengering di tangan kira-kira 15 menit.

Siswa C : Ambillah sedikit saos tomat “tanpa merk” lalu oleskan pada telapak tangan kirimu.

Biarkan saos tersebut mengering di tangan kira-kira 15 menit.

Siswa D : Geruslah sedikit tomat sampai halus, lalu oleskan pada telapak tangan kirimu.

Biarkan tomat halus tersebut mengering di tangan kira-kira 15 menit.

Kemudian cucilah tangan Anda dan catat warna yang membekas pada tangan Anda. Tarik

kesimpulan percobaan Anda!

Page 52: Ranah kognitif

2. Siklus II

Skenario

TPK: Siswa dapat menjelaskan dampak pemakaian pewarna berbahaya bagi kesehatan

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1

2

3

4

5 Memancing keingintahuan siswa tentang efek interaksi dinding usus sapi dengan

bermacam-macam pewarna dengan mengingatkan kembali hasil percobaan 1.5 (pengolesan

bermacam-macam pewarna makanan pada kulit).

Menugaskan siswa melaksanakan praktikum efek interaksi dinding usus sapi dengan

rhodamin-B (pewarna tekstil), saos bermerk A dan B (LKS 2).

Membimbing diskusi hasil percobaan.

Mengajak siswa mendiskusikan fenomena penyalahgunaan zat warna di masyarakat serta

dampaknya bagi kesehatan.

Memberikan soal tes:

(1) Sebutkan cara-cara membedakan pewarna sintetis dan alami

(2) Apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan zat warna?

(3) Apa dampaknya bagi kesehatan? Menjawab pertanyaan guru secara berkelompok

Melaksanakan praktikum

Presentasi kelompok

Diskusi Kelas

Diskusi Kelas

Menyelesaikan soal tes

Page 53: Ranah kognitif

LKS 2

Lakukan Kegiatan Berikut secara Berkelompok dan Catat Hasil Pengamatan Anda pada

Lembar yang Tersedia!

1. Siapkan 10 g saos merk Indofood, Cherry, dan tomat halus, masing-masing larutkan

dalam 10 mL air

2. Masukkan larutan-larutan saos tersebut masing-masing ke dalam potongan usus sapi

yang sudah diikat salah satu ujungnya.

3. Ikat ujung usus lainnya, kemudian gantung pada statif dan diamkan selama 45 menit.

4. Keluarkan saos dari usus, cuci usus sampai bersih, amati kemungkinan ada tidaknya zat

warna yang tertinggal pada dinding usus, catat hasil pengamatanmu pada lembar

pengamatan!

5. Tarik kesimpulan dari percobaan ini

3. Siklus 3

Skenario

TPK: siswa dapat mengidentifikasi pewarna berbahaya pada makanan

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1

2

3

4

5 Memancing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjajagi pengetahuan dan

wawasan siswa tentang berbahaya tidaknya penyalahgunaan zat-zat pewarna non-makanan

untuk makanan.

Menugaskan siswa melaksanakan praktikum identifikasi kandungan pewarna berbahaya

(Rhodamin-B) pada bermacam-macam saos dengan teknik kromatografi kertas dan spot test

(LKS 3).

Membimbing diskusi hasil percobaan.

Page 54: Ranah kognitif

Memberikan pertanyaan kepada kelompok siswa:

(1) Apakah teknik kromatografi kertas dapat digunakan untuk mendeteksi zat pewarna pada

makanan selain Rhodamin-B?mengapa?

(2) Apakah teknik spot test dapat digunakan untuk mendeteksi zat pewarna pada makanan

selain Rhodamin-B?mengapa?

Memberikan soal:

Sebutkan cara-cara fisik dan kimia yang dapat dilakukan untuk mendeteksi pewarna

berbahaya pada makanan!

Diskusi kelas

Praktikum

Presentasi kelompok

Diskusi dan presentasi

Menyelesaikan soal tes

LKS 3

3.1 Identifikasi Rhodamin-B pada Sampel dengan Tes Warna

a. Isi 4 lubang pada pelat tetes masing-masing dengan 1 tetes larutan Rhodamin-B

b. Tambahkan lubang 1 dengan setetes H2SO4

Tambahkan lubang 2 dengan setetes HCl

Tambahkan lubang 3 dengan setetes NaOH

Tambahkan lubang 4 dengan setetesNH4OH

c. Biarkan campuran tersebut kurang lebih 2 menit dan amati perubahan warna yang terjadi

d. Lakukan langkah a s.d. c untuk menguji perubahan warna larutan sampel X dan Y bila

ditetesi dengan larutan-larutan H2SO4, HCl, NaOH, dan NH4OH

e. Apakah larutan X dan Y mengandung Rhodamin-B

3.2 Identifikasi Rhodamin-B pada Sampel dengan Kromatografi Kertas

a. Ke dalam beaker glass yang dinding bagian dalamnya telah dilapisi kertas saring,

masukkan 25 mL larutan eluen

b. Siapkan kertas kromatografi dan buatlah garis melintang sekitar 1 cm

dari kedua ujungnya.

Page 55: Ranah kognitif

c. Siapkan titik noda larutan Rhodamin-B, larutan X, dan larutan Y pada

salah satu garis melintang tersebut dengan pipa kapiler. Atur ketiga noda tersebut

sedemikian rupa sehingga tidak berimpit.

d. Lakukan proses elusi sampai eluen mencapai tanda batas.

e. Angkat dan keringkan kertas dengan cara diangin-anginkan.Bandingkan Rf noda

Rhodamin-B, X, dan Y.

f. Tarik kesimpulan dari percobaan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, M.R., Renner J.W.. 1986.The Sequence of Learning Cycle Activity in High School

Chemistry. J. of Research in Science Teaching. Vol 23 (2), pp 121-143.

Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya:

Airlangga University Press.

Budiasih, E. , Widarti, H.R. 2004. Penerapan Pendekatan Daur Belajar (Learning Cycle) dalam

Pembelajaran Matakuliah Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Jurnal Pendidikan dan

pembelajaran Vol 10 (1), hal 70-78.

Dasna, I.Wayan.2005. Kajian Implementasi Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dalam

Pembelajaran Kimia. Makalah Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya. FMIPA UM –

Dirjen Dikti Depdiknas. 5 September 2005.

Fajaroh, F., Dasna, I.W. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle Untuk

Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan Makanan

Pada Siswa Kelas Ii Smu Negeri 1 Tumpang – Malang. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

Vol 11 (2) Oktober 2004, hal 112-122.

Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok

Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA. FMIPA UM. 9 Juli 2001.

Iskandar, S.M. 2005. Perkembangan dan Penelitian Daur Belajar. Makalah Semlok

Pembelajaran Berbasis Konstruktivis. Jurusan Kimia UM. Juni 2005.

Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool for Planning Science Instruction. Online

(http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.html, diakses 10 Desember 2002).

Page 56: Ranah kognitif

Rahayu, S., Prayitno. 2005. Penggunaan Strategi Pembelajaran Learning Cycle-Cooperative

Learning 5E (LCC-5E). Makalah Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya. FMIPA UM –

Dirjen Dikti Depdiknas. 5 September 2005.

Renner, J.W., Abraham M.R.,Birnie, H.H. 1988. The Necessity of Each Phase of The Learning

Cycle ini Teaching High School Physics. J. of Research in Science Teaching. Vol 25 (1), pp 39-

58.

Soebagio dkk. 2000. Penggunaan Siklus belajar dan Peta Konsep untuk Peningkatan Kualitas

Pembelajaran Konsep Larutan Asam-Basa. PPGSM.

http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-

cycle/