Ramalan Tentang Awal Muharram Menurut Abu Masy

download Ramalan Tentang Awal Muharram Menurut Abu Masy

If you can't read please download the document

Transcript of Ramalan Tentang Awal Muharram Menurut Abu Masy

Ramalan tentang awal Muharram menurut Abu Masyaar Al Falaqi dalam bukunya (tidak disebutkan judulnya) mengatakan hari awal Muharram berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di tahun itu: Pertama, kalau awal Muharram jatuh hari ahad/minggu, maka penguasa itu biasanya banyak yang berbuat zalim, melakukan kemaksiatan, zina, berjudi, miras dan keadaan ekonomi merosot. Kedua, kalau awal Muharram jatuh hari senin, umumnya di tahun itu akan terjadi peningkatan sektor perkebunan dan pertanian (buah-buahan dan sejenisnya), keadaan lebih aman dan damai tetapi sesekali terjadi kejuatan-kejutan yang membuat kita cemas dan khawatir. Ketiga, kalau awal Muharram jatuh hari selasa, maka banyak bala bencana yang akan diturunkan, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor dan perkelahian. Keempat, kalau awal Muharram jatuh hari rabu, maka tahun itu akan kekurangan sembako (sandang dan pangan), korupsi menjadi-jadi. Kelima, kalau awal Muharram jatuh hari kamis, maka tahun itu para penguasa lebih mementingkan pribadi dan yang menghawatirkan kita tahun itu akan banyak terjadi kerusuhan. Keenam, kalau awal Muharram jatuh hari jumat, tahun itu biasanya suasananya sederhana dan akhlak dan moral kita akan lebih baik. Ketujuh, kalau awal Muharram jatuh hari sabtu, maka tahun itu keadaan selalu berubah-ubah alias tidak menentu dan banyak turun penyakit, tetapi tanam-tanaman lebih subur.

. Syukur atas Usia yang diberikan Allah Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah. 2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar. Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok. 3. Mengenang Hijrah Rasulullah SAW Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan di dalamnya. Beberapa Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram

a. Bulan Haram Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk diantara bulanbulan yang dimuliakan (al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana firman Allah Taala : "Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram." (Q.S. at Taubah : 36). Dalam hadis yang dari shahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qodah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Syaban. (HR. Bukhari dan Muslim) Pada keempat bulan ini Allah melarang kaum muslimin untuk berperang. Dalam penafsiran lain adalah larangan untuk berbuat maksiat dan dosa. Namun bukan berarti berbuat maksiat dan dosa boleh dilakukan pada bulan-bulan yang lain. Sebagaimana ayat Al Quran yang memerintahkan kita menjaga Shalat Wustha, yang banyak ahli Tafsir memahami shalat wustha adalah Shalat Ashar. Dalam hal ini, shalat Ashar mendapat perhatian khusus untuk kita jaga. Firman Allah : "Peliharalah segala shalat mu, dan peliharalah shalat wustha" (Q.S. al Baqarah :238) Nama Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Maka kembali pada

permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal tersebut bermakna pengharaman perbuatanperbuatan yang dilarang Allah memiliki tekanan khusus untuk dihindari pada bulan ini. b. Bulan Allah Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai syahrullah (Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama menyatakan bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki makna tasyrif (pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah, Syaifullah dan sebagainya. Rasulullah bersabda : Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam. (H.R. Muslim) c. Sunnah Berpuasa Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul 'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh. Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Taala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya : 1.Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda : Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya. (H.R. Bukhari dan Muslim) 2. Ibnu Abbas ra berkata : "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan. (H.R. Bukhari dan Muslim) 3. Ibnu Abbas ra berkata : Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura, maka Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka menjawab :ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini. Rasulullah pun bersabda : "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian Maka beliau nerpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R. Bukhari dan Muslim) 4.Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas ra berkata : Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda :"Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan). (H.R. Bukhari dan Muslim)

Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda : "Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Selain hadis-hadis yang menyebutkan tentang puasa di bulan ini, tidak ada ibadah khusus yang dianjurkan Rasulullah untuk dikerjakan di bulan Muharram ini. Bagaimana Berpuasa di bulan Asyuro : Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul Maaad berdasarkan riwayat-riwayat yang adamenjelaskan : - Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11) - Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak hadits Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja. Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua alasan sebagai berikut : 1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang mendapatkan puasa Tasua (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10) 2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh). Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis yang shahih, dimana Rasulullah pada akhir hidup beliau sudah merencanakan untuk puasa pada tanggal 9. hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal 10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi. Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya, meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain. Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan anjuran Rasulullah saw untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin. d. Diantara Peristiwa di Bulan Muharram Pada tanggal 10 Muharram 61H, terjadilah peristiwa yang memilukan dalam sejarah Islam, yaitu terbunuhnya Husein cucu Rasulullah di sebuah tempat yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Karbala. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung Khalifah yang sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Muawiyah, meskipun sebenarnya Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut. Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang mengenang atau membaca kisahnya, apalagi terhadap orang yang dicintai Rasulullah , dan kita tentu mencintai dan memuliakannya. Namun musibah apapun yang terjadi dan betapapun kita sangat

mencintai keluarga Rasulullah , hal itu jangan sampai membawa kita larut dalam kesedihan dan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai bentuk duka dengan memukul-mukul diri, menangis apalagi sampai mencela shahabat Rasulullah yang tidak termasuk Ahli Bait (keluarga dan keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa dilakukan suatu kelompok syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat tinggi terhadap Ahli Bait (Keluarga Rasulullah), pdahal kenyataanya tidak demikian. e. Adat Istiadat di Tanah Air Pada awal Muharram, yang sering dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air sering diadakan acara ritual dan adat yang beraneka macam bahkan tidak jarang mengarah pada kesyirikan, seperti meminta berkah pada benda-benda yang dianggap keramat dan sakti, membuang sesajian ke laut agar Sang Dewi penjaga laut tidak marah dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini harus dihindari oleh setiap muslim dimanapun mereka berada. Rasulullah telah mengajarkan pada kita agar memiliki jati diri sebagai seorang Muslim dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh budaya atau ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah. Ajaran yang dibawa Rasulullah telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk menambah atau menguranginya. Karena sebaik-baik pedoman adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, yang tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang kepada keduanya dengan mengikuti pemahaman para sahabat, tabi'in dan penerus mereka yang setia berpegang kepada sunnahnya dan meniti jalannya, adapun hal-hal baru dalam masalah agama adalah sesat sedangkan kesesatan itu akan menghantarkan ke neraka, wal'iyadzubillah. Smoga kita selalu diberi taufiq dan dibimbing oleh Allah swt. Kejalan-Nya yang lurus serta mendapatkan keridhaan dan ampunany-Nya, amin ya rabbal 'alamin.

Walaupun saya bukan astronom, saya suka mengamati benda-benda langit, walaupun tidak punya teropong. Saya hanya suka melihat bintang dan bulan ketika malam cerah, dengan bermodalkan program simulasi langit gratis Stellarium (bisa didownload di www.stellarium.org, 16MB) dan program Planetarium di PDA. Anyway, ketika teringat bahwa: 1. Makna tersirat Kabah yang kosong, dalam karya-karya sufistik, adalah qalb yang telah kosong dari segala macam berhala, dan merupakan pintu ke arah vertikal menuju Allah. 2. Allah sendiri, dalam karya-karya sufistiknya Rumi, Yunus Emre, Ibnu Arabi dll, sering disimbolkan sebagai Matahari. 3. Hijrah, dalam karya-karya sufistik, sering menjadi simbol mulainya seseorang menuju Allah, mengambil jalan pertaubatan. Awalnya iseng saja, tapi saya mencari ketiga hubungan hal ini. Kebetulan saya punya program Stellarium, tadinya saya sekedar ingin melihat seperti apa sih, langit dan bintang-bintang di langit Mekkah, ketika para sahabat Rasulullah berjalan malam hari dalam hijrahnya ke madinah. *** Sebagai catatan, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berangsur-angsur berangkat hijrah pada suatu malam di periode setelah kematian Abu Thalib. Diantara yang berangkat lebih awal adalah beberapa sepupu Nabi, Umar ra. beserta keluarganya, dan Usman ra. beserta keluarganya, Hamzah, dan Zaid. Tadinya Abu Bakar akan berangkat, tetapi Rasulullah melarang beliau dan memerintahkan untuk menunggu petunjuk Allah mengenai keberangkatannya. Lama setelah hijrah, ketika kaum muslimin menentukan penanggalan, malam hijrah pertama yang inilah yang ditetapkan sebagai tanggal pertama penanggalan Islam, yaitu 1 Muharram tahun I Hijriyah. Ini bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. Rasulullah SAW sendiri baru berangkat hijrah bersama Abu Bakar ra. satu bulan kemudian, pada malam ketika terjadi pengepungan pemuda quraisy di rumah Rasulullah, dan Ali saat itu tidur di tempat tidur Rasulullah menyediakan diri sebagai umpan. Ini terjadi pada saat hilal bulan baru muncul di langit Makkah (Martin Lings/Abu Bakr Sirajuddin, hal. 187). Jadi Rasulullah dan Abu Bakar ra. baru berangkat hijrah satu bulan setelah 1 Muharram, yaitu pada tanggal 1 Safar. Mungkin atas dasar ini pulalah bulan kedua dalam tahun Islam disebut Safar yang berarti perjalanan. *** Untuk melihat kondisi langit Makkah pada saat itu, ke dalam Stellarium saya masukkan koordinat kota Mekkah: 21 30 N dan 39 54 E. Setelah itu, saya masukkan tanggal pada saat pertama kali para sahabat Rasulullah itu hijrah, yaitu tanggal 1 Muharram tahun I Hiriyah, bertepatan dengan hari Jumat, tanggal 16 Juli 622 Masehi. Saya set program Stellarium dengan koordinat dan tanggal tersebut, kemudian mensimulasikan keadaan langit pada hari itu. [**Edit: Koreksi dari Bp. Yorga Effendi: beliau benar, ternyata saya lupa mengeset waktu PC saya dengan waktu Mekkah. Jadi waktu yang tercantum di Stellarium pada peristiwa ini adalah waktu Asia Tenggara, walaupun koordinatnya benar. Jadi seharusnya, pada setiap peristiwa

berikut, waktunya dikurangi 4 jam.] Ternyata, yang terlihat adalah: Pada hari hijrah itu, di Mekkah matahari baru terbenam sekitar pukul 23.00 [**dikurangi 4 jam, seharusnya 19.00]. Tapi pada jam 16:24 [**dikurangi 4 jam, seharusnya 12:24] waktu setempat, matahari berada tepat di zenith Mekkah. Jadi jika kita saat itu ada di dekat kabah, maka pada tanggal 1 Muharram tahun I Hijiyah, akan terlihat matahari ada tepat di atas kabah. Screen capture simulasi langitnya, pada saat matahari tepat di zenith mekkah di tanggal tersebut, gambar besarnya bisa dilihat di sini. Peristiwa matahari ada di zenith Mekkah memang bukan peristiwa luar biasa, karena terjadi dua kali setiap tahun. Tapi dengan tiga variabel ini, Hari I Hijrah + Kabah + Matahari, simbolisasisimbolisasi yang dikemukakan para sufi besar tadi, dengan dibantu program simulasi langit, jadi lebih bisa dipahami: Pada hari hijrah, kabah tepat di bawah matahari, jadi Dengan memulai perjalanan taubat, melalui qalb yang telah kosong, manusia miraj (vertikal) menuju Allah. Para sufi itu tepat sekali simbolisasinya. Luar biasa. Dan saya merasa, pemilihan hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M sebagai hari pertama hijrah oleh Rasulullah, adalah bukan kebetulan semata. Beliau pasti menerima petunjuk dari Allah taala, apalagi ditambah fakta yang kedua ini: Bahwa pada tanggal tersebut, ternyata, ketika disimulasikan dengan Stellarium, terlihat bahwa dilangit Mekkah, Jumat tanggal 16 Juli 622 M, nyata bahwa posisi beberapa planet-planet dalam sistem tatasurya kita, bulan dan matahari, jika dilihat dari Makkah, ternyata nyaris ada dalam satu garis lurus dalam satu ruang pandang yang sempit (45 derajat). Screen capture besarnya nya saya muat di sini. Hal ini tentu tidak akan diketahui pada saat itu, karena matahari masih bersinar terang. Namun ketika kita bisa mensimulasikan gerak benda langit dengan komputer seperti sekarang, barulah akan nampak bagaimana sebenarnya langit Mekkah pada saat itu, di balik cahaya matahari siang. Menjelang matahari terbenam di tanggal tersebut di langit Mekkah, semakin nampak bahwa posisi (berturut-turut) planet Mars, Neptunus, Uranus, Bulan, Merkurius, Venus, Saturnus dan Matahari (ditambah dengan bintang Regulus), ternyata di hari itu nyaris ada dalam satu garis lurus dalam ruang pandang yang sempit, sekitar 45 derajat, jika dilihat dari bumi, khususnya wilayah Makkah. Setelah matahari terbenam (kebetulan matahari terbenam paling duluan saat itu) mungkin saja kesejajaran posisi bintang ini akan nampak sedikit lebih jelas bagi para muhajjirin, apalagi posisi bulan pada malam itu adalah bulan mati. Walaupun demikian, saya tidak terlalu yakin mereka akan melihat ini, karena posisi beberapa planet yang relatif dekat dengan matahari. Ini screen capturenya kesejajaran planet-planet menjelang matahari terbenam saat itu, di atas cakrawala barat:

Gambar besarnya di sini. Meski saya kurang memahami keistimewaan fenomena ini dari sudut pandang astronomi (saya bukan astronom), disamping memang lintasan semua planit di tatasurya kita (kecuali Pluto) gerak semu dari lintasannya akan nampak berdempetan jika dilihat dari langit bumi, tapi tidak setiap saat planet-planet tersebut terlihat seakan-akan berjejer, berbaris pada satu sudut pandang yang hanya seluas sekitar 45 derajat, di atas cakrawala. Keunikannya adalah fakta bahwa hari hijrah pertama, posisi matahari yang di atas kabah (simbol qalb kosong yang telah menghadap Allah), juga dengan berbarisnya matahari (simbol Allah), bulan (simbol perkembangan nafs/jiwa pada tasawuf) yang masih gelap, yang posisinya tepat ada di tengah barisan beberapa planet, disatukan Allah pada hari itu. Apakah ini juga sebuah ayat yang menyimbolkan sesuatu, yang berbicara tentang simbolisasi spiritual sesuatu? Terjadinya dua peristiwa alam ini pada hari yang sama, di hari pertama hijriyah, bagi saya seakan-akan Allah memberi tanda melalui alam semesta, bahwa memang hari itu adalah hari yang khusus. Bagaikan Allah menggaris-bawahi hari itu dengan bukan hanya satu, tapi dua tanda di langit. Maa khalaqta haadza batilan. Tiada yang sia-sia dari apa yang Dia ciptakan. Allah membimbing para hamba-Nya hingga ke hal yang sekecil-kecilnya, dan menundukkan alam semesta bagi para hamba-Nya yang bertaqwa. Wassalaam Wr. Wb

Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H, PERF 558. pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. 1 10 Muharram: Muharram: Tahun Hari Baru Assyura. Hijriyah

Keistimewaannya Hari Assyura, memperingati hijrahnya Nabi Muhammad, kita disunnahkan berpuasa pd tgl 9 Nabi Musa membelah lautan Nabi Isa diangkat

antara lain: sbg umat muslim dan 10 Muharram. dg tongkatnya oleh Allah

Jika non muslim mengetahui peristiwa tsb seharusnya jg melakukan puasa pd tgl 10 Muharram (sbg penghormatan mereka thd Nabi Isa) Bulan Muharram adalah salah satu dari 4 bulan yg diharamkan oleh ALLAH untuk melakukan pertikaian. Jadikan bulan ini sebagai bulan perdamaian... Peace for all ! Hijrahkan diri kita menjadi pribadi yang munawarroh seperti hijrahnya Rasulullah dari Mekkah menuju kota Yatsrib yang akhirnya berubah menjadi kota Madinah Al-Munawarroh...

Rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Muharram 1431 Hijriyah akan dilaksanakan pada Rabu sore (16/12/09) bertepatan dengan 29 Zulhijjah 1430 H. Data rukyat untuk Yogyakarta: Matahari terbenam pada pukul 17:51 WIB pada azimuth 24619' - Tinggi Bulan saat Matahari terbenam -202' di bawah ufuk Hakiki pada azimuth 26421' atau di sebelah kiri-atas posisi Matahari. Bulan terbenam pada 17:46 WIB mendahului Matahari. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rukyat mustahil dapat menyaksikan hilal karena hilal sudah di bawah ufuk saat Matahari terbenam. Sementara pada hari berikutnya posisi hilal sudah mencapai ketinggian 8 57' saat Matahari terbenam. RHI Yogyakarta merencanakan akan melakukan rukyatul hilal pada Kamis (17/12/09) yaitu hari ke-2 setelah ijtimak dimana posisi hilal sudah memungkinkan untuk dirukyat. Lokasi pengamatan direncanakan dari POB Bela-belu Prangkusumo, BAntul Yogyakarta.

Konjungsi (Ijtimak) Awal Bulan Terjadi pada : Rabu, 16 Desember 2009 @ 19:04 WIB - 20:04 WITA - 21:04 WIT atau Rabu, 16 Desember 2009 @ 12:04 UT Visibilitas (kenampakan) Hilal pada hari terjadinya Ijtimak selepas matahari terbenam di seluruh dunia khususnya kawasan Indonesia ditunjukkan pada gambar peta di bawah ini. Peta visibilitas mengacu pada Kriteria Odeh yang mengadopsi Limit Danjon sebesar 6 yaitu syarat ketinggian hilal agar terlihat dengan mata telanjang. Kriteria tersebut teradopsi dalam sebuah software Accurate Times yang menjadi acuan pembuatan peta visibilitas ini.

KETERANGAN :1. Sangat tidak mungkin daerah yang berada di bawah arsiran MERAH dapat

menyaksikan hilal, sebab pada saat itu bulan terbenam lebih dulu sebelum matahari terbenam atau ijtimak lokal (topocentric conjunction) terjadi setelah matahari terbenam.2. Daerah yang berada pada area BIRU TUA (tak berarsiran) juga tidak

memiliki peluang menyaksikan hilal walaupun menggunakan peralatan optik (binokuler/teropong) sekalipun, sebab kedudukan hilal masih sangat rendah

( diadopsi oleh Selandia Baru mengikuti Australia dan Suriname mengikuti negara Guyana. 6. Mengikuti negara Muslim yang pertama kali berhasil rukyat --> Kepulauan Karibia 7. Hisab dengan kriteria umur bulan, ketinggian bulan atau selisih waktu terbenamnya bulan dan matahari --> diadopsi oleh Algeria, Tuki dan Tunisia. 8. Ijtimak Qablal Fajr atau terjadinya ijtimak sebelum fajar diadopsi oleh negara Libya. 9. Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di Makkah dan bulan terbenam sesudah matahari terbenam di Makkah --> diadopsi oleh komunitas muslim di Amerika Utara dan Eropa 10. Nigeria dan beberapa negara lain tidak tetap menggunakan satu kriteria dan berganti dari tahun ke tahun 11. Menggunakan Rukyat : Namibia, Angola, Zimbabwe, Zambia, Mozambique, Botswana, Swaziland dan Lesotho. 12. Jamaah Ahmadiyah, Bohra, Ismailiyah serta beberapa jamaah lainnya masih menggunakan hisab urfi. 13. 1 Muharam - Khalifah Umar Al-Khattab membuat penetapan bulan dalam Hijrah. 10 Muharam - Dinamakan juga hari Asyura. Pada hari itu banyak terjadi peristiwa penting yang mencerminkan kegemilangan bagi perjuangan yang gigih dan tabah bagi menegakkan keadilah dan kebenaran. 14. Pada 10 Muharam juga telah berlaku: 1. Nabi Adam bertaubat kepada Allah. 2. Nabi Idris diangkat oleh Allah ke langit. 3. Nabi Nuh diselamatkan Allah keluar dari perahunya sesudah bumi ditenggelamkan selama enam bulan. 4. Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud. 5. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa. 6. Nabi Yusuf dibebaskan dari penjara. 7. Penglihatan Nabi Yaakob yang kabur dipulihkkan Allah. 8. Nabi Ayub dipulihkan Allah dari penyakit kulit yang dideritainya. 9. Nabi Yunus selamat keluar dari perut ikan paus setelah berada di dalamnya selama 40 hari 40 malam. 10. Laut Merah terbelah dua untuk menyelamatkan Nabi Musa dan pengikutnya dari tentera Firaun. 11. Kesalahan Nabi Daud diampuni Allah. 12. Nabi Sulaiman dikurniakan Allah kerajaan yang besar.

13. Hari pertama Allah menciptakan alam. 14. Hari Pertama Allah menurunkan rahmat. 15. Hari pertama Allah menurunkan hujan. 16. Allah menjadikan Arasy. 17. Allah menjadikan Luh Mahfuz. 18. Allah menjadikan alam. 19. Allah menjadikan Malaikat Jibril. 20. Nabi Isa diangkat ke langit. 15. Keutamaan Muharam 16. Muharam juga memiliki banyak keutamaan. Salah satunya adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw. , Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat malam. (HR Muslim). 17. Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah aasyuura. Aisyahsemoga Allah meridainya pernah ditanya tentang puasa aasyuura, ia menjawab, Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw. puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam. (HR Muslim).

Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (Bahasa Arab: ; at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Hijriyah menggunakan sistem kalender lunar (komariyah). Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Daftar isi [sembunyikan]

1 Karakteristik 2 Nama-nama bulan 3 Nama-nama hari 4 Sejarah o 4.1 Sistem kalender pra-Islam di Arab o 4.2 Revisi penanggalan o 4.3 Penentuan Tahun 1 Kalender Islam 5 Tanggal-tanggal penting 6 Hisab dan Rukyat 7 Rupa-rupa 8 Kalender Hijriah dan Penanggalan Jawa 9 Lihat pula 10 Pranala luar

[sunting] Karakteristik Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut. Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian

dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari) Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal. [sunting] Nama-nama bulan Kalender Hijriyah terdiri dari 12 bulan:1. Muharram 2. Safar 3. Rabiul awal 4. Rabiul akhir 5. Jumadil awal 6. Jumadil akhir 7. Rajab 8. Sya'ban 9. Ramadhan 10. Syawal 11. Dzulkaidah 12. Dzulhijjah

[sunting] Nama-nama hari Kalender Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya matahari, berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah namanama hari:1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

al-Ahad (Minggu) al-Itsnayn (Senin) ats-Tsalaatsa' (Selasa) al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu) al-Khamsatun (Kamis) al-Jumu'ah (Jumat) as-Sabat (Sabtu)

[sunting] Sejarah Penentuan kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad. Namun demikian, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah. [sunting] Sistem kalender pra-Islam di Arab Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (komariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi). Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia). [sunting] Revisi penanggalan Pada era kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan. Pada tahun ke-9 setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan. [sunting] Penentuan Tahun 1 Kalender Islam Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad. Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H, PERF 558. [sunting] Tanggal-tanggal penting Tanggal-tanggal penting dalam Kalender Hijriyah adalah:

1 Muharram: Tahun Baru Hijriyah 10 Muharram: Hari Asyura. Hari ini diperingati bagi kaum Syi'ah untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin Ali

12 Rabiul Awal: Maulud Nabi Muhammad (hari kelahiran Nabi Muhammad) 27 Rajab: Isra' Mi'raj Bulan Ramadan: Satu bulan penuh umat Islam menjalankan Puasa Ramadan o 27 Ramadan: Nuzulul Qur'an (di Indonesia dan Malaysia diperingati setiap tanggal 17 Ramadan) o 10 hari terakhir di Bulan Ramadan terjadi Lailatul Qadar 1 Syawal: Hari Raya Idul Fitri 9 Dzulhijjah: Wukuf di Padang Arafah 10 Dzulhijjah: Hari Raya Idul Adha

[sunting] Hisab dan Rukyat Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni mengamati penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah bulan baru (ijtima). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Apabila hilal terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1. Sedangkan hisab adalah melakukan perhitungan untuk menentukan posisi bulan secara matematis dan astronomis. Hisab merupakan alat bantu untuk mengetahui kapan dan dimana hilal (bulan sabit pertama setelah bulan baru) dapat terlihat. Hisab seringkali dilakukan untuk membantu sebelum melakukan rukyat. Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah, seperti bulan Ramadan (yakni umat Islam menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha). Penentuan kapan hilal dapat terlihat, menjadi motivasi ketertarikan umat Islam dalam astronomi. Ini menjadi salah satu pendorong mengapa Islam menjadi salah satu pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains, lepas dari astrologi pada Abad Pertengahan. Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal). Sebagian yang lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri. [sunting] Rupa-rupa

Menurut perhitungan, dalam satu siklus 30 tahun Kalender Hijriyah, terdapat 11 tahun kabisat dengan jumlah hari sebanyak 355 hari, dan 19 tahun dengan jumlah hari sebanyak 354 hari. Dalam jangka panjang, satu siklus ini cukup akurat hingga satu hari dalam sekitar 2500 tahun. Sedangkan dalam jangka pendek, siklus ini memiliki deviasi 1-2 hari. Microsoft menggunakan Algoritma Kuwait untuk mengkonversi Kalender Gregorian ke Kalender Hijriyah. Algoritma ini diklaim berbasis analisis statistik data historis dari

Kuwait, namun dalam kenyataannya adalah salah satu variasi dari Kalender Hijriyah tabular. Untuk konversi secara kasar dari Kalender Hijriyah ke Kalender Masehi (Gregorian), kalikan tahun Hijriyah dengan 0,97, kemudian tambahkan dengan angka 622. Setiap 33 atau 34 tahun Kalender Hijriyah, satu tahun penuh Kalender Hijriyah akan terjadi dalam satu tahun Kalender Masehi. Tahun 1429 H lalu terjadi sepenuhnya pada tahun 2008 M.

[sunting] Kalender Hijriah dan Penanggalan Jawa Sistem Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender Saka (berbasis matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Namun demikian, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa. Berbeda dengan Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan (moon visibility) pada penentuan awal bulan (first month), Penanggalan Jawa telah menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.

Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah yang terjadi empat belas abad yang lalu adalah peristiwa besar dan sangat bersejarah bagi umat Islam di seluruh dunia. Peristiwa tersebut memperlihatkan keuletan, ketangguhan, keyakinan dan ketaqwaan Nabi Muhammad dalam mengemban tugas mengembangkan agama Islam. Hal tersebut dikatakan Menteri Pertahanan RI H. Matori Abdul Djalil dalam sambutan tertulis yang dibacakan Irjen Dephan Letjen TNI (Mar) Suharto, pada peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1423 H yang berlangsung Selasa (19/3) di Masjid At Taqwa Dephan yang mengambil tema Dengan semangat Tahun Baru Hijriyah, kita tingkatkan pelaksanaan reformasi internal Dephan, dalam rangka meningkatkan produktifitas kerja . Peringatan yang berlangsung sederhana namun khitmad tersebut antara lain dihadiri Ny. Sri Indarini Matori Abdul Djalil, Karo Kepegawaian Brigjen TNI Amir Safaruddin, Karo Umum Brigjen TNI Zaenal Muhnan SH dan para Personil Dephan beserta keluarga. Bertindak selaku penceramah Drs. H. Kirman Wibowo. Menhan RI H. Matori Abdul Djalil mengatakan, tugas Nabi Muhammad SAW dalam siar Agama Islam begitu berat, bahkan mengancam keselamatan jiwanya beserta para pengikutnya. Namun karena keuletan, ketangguhan, keyakinan dan ketaqwaan nya, pada akhirnya Nabi Muhammad dapat berhasil dan agama Islampun berkembang sebagaimana dapat kita saksikan sekarang. Menhan mengemukakan, sebagai aparat Pemerintah yang diberi kepercayaan melaksanakan tugas untuk kepentingan negara dan bangsa, dituntut untuk mampu berperan dalam upaya meningkatkan pelaksanaan reformasi internal Dephan. Masing-masing individu diharapkan mampu menteladani perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas dengan penuh keyakinan dan kesabaran. H. Matori Abdul Djalil menjelaskan, memperingati Tahun Baru Islam tentunya tidak dilaksanakan hanya sekedar mengikuti kebiasaan saja, akan tetapi sebagai salah satu wahana untuk dapat lebih memahami dan menghayati maknanya bagi kehidupan dimasa kini maupun masa yang akan datang, baik selaku hamba Tuhan maupun selaku insan sosial di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara itu Drs. H. Kirman Wibowo dalam ceramahnya menguraikan secara panjang lebar tentang hikmah peristiwa 1 Muharram yang dikaitkan dengan peningkatan produktifitas kerja. Ada beberapa catatan penting dal;am ceramah tersebut antara lain, bahwa niat bekerja untuk berihtiar dalam bekerja harus dapat memerangi hawa napsu dalam bekerja harus dapat memberi keselamatan untuk diri sendiri maupun orang lain dan bekerja harus mempunyai orientasi kedepan untuk mencapai kemajuan.

Allahumma Shalli ^ala Muhammad Wa ali Muhammad Assalamu'alaika Ya Aba Abdillah, Assalamu'alaika yabna Rasulullah, Assalamu'alaika yabna Amiiril mukminiina wabna sayyidil washiyyin, Assalamu'alaika yabna Fathimata sayyidati nisaail 'alamiin, Assalamu'alaika Ya tsarallahi wabna tsarihi wal witral mawtuuraa, Assalamu'alaika wa 'alal arwa ihillati hallat bi finaa ika, 'Alaikum minni jami'an salamullahi abadaan ma baqiitu wa baqiyallailu wannahaari. Salam atas mu wahai Aba Abdillah, Salam atas mu wahai putera Rasulullah, Salam atas mu wahai putera Amirul Mukminin, Salam atas mu wahai putra Fathimah penghulu wanita sedunia, Salam atas mu wahai Tsarallah wabna tsarih wal witral mawtur, Salam atas mu dan para arwah yang berada di halamanmu, Salam dariku untuk semua, akan selalu kuucapkan Salamullah atas mu sepanjang hidupku dan sekekal siang dan malam. Lima puluh tahun setelah jasad Rasulullah SAWW dibaringkan disamping Masjid Nabawi, dunia Islam telah terbentang meliputi hampir setengah bumi. Gembala-gembala onta kini berpesta pora di istana- istana. Mereka telah menaklukkan Romawi dan Persia. Suara azan bergema mulai dari kota Alexandria di Mesir sampai ke dusun-dusun kecil di Azerbaijan. Berkat perjuangan Muhammad Rasulullah SAWW, orang-orang Arab yang miskin kini menjadi penguasa dunia. Bangsa yang semula terasing disahara sekarang menentukan sejarah umat manusia. Di Madinah, tidak jauh dari para Rasul yang agung, putera pendiri Islam tinggal dalam gubuk yang sederhana. Pada malam-malam yang dingin, ia menghabiskan waktunya dalam ruku' dan sujud. Zikirnya menyobek kesepian malam, melantunkan lagu-lagu suci para Nabi. Lihatlah, ia datang berziarah ke pusara kakeknya. Ia merintih, mengadukan keadaan ummat yang Ia saksikan. Dalam gemerlap istana para penguasa, cahaya Islam telah padam, dalam bentangan daerah kekuasaan mereka, kaum mukminin yang saleh menderita karena penindasan. Istanaistana telah didirikan dengan merampas hak orang-orang yang lemah. Anggur yang diedarkan dalam cawan-cawan merah diperah dari keringat dan darah kaum muslimin. Musik-musik dimainkan dengan membungkam suara pejuang kebenaran. Ia sampaikan kepada Nabi apa yang dilakukan umamatnya. Nabi pernah berpesan agar ummatnya memelihara dua pusaka yang ditinggalkannya: Kitabullah dan Keluarganya, Ahlul Bayt-nya. Sekarang Al-Qur'an hanya tinggal bacaan. Para ulama sewaan memutarbalikkan maknanya. Lalu, dimana keluarga Nabi yang agung, dimana bahtera Nabi Nuh (a.s.), dimana gemintang petunjuk jalan ? Imam Ali (a.s.) dikhianati bekas pengikutnya. Ketika ruku' pedang menebas kepalanya dan darah membasahi jenggotnya. Padahal di zaman Rasul yang agung, ketika ruku' Imam Ali (a.s.) menyerahkan sedekahnya kepada peminta-pemintanya. Masih terngiang ucapan Rasulullah kepada Imam Ali (a.s.), "Hai Ali, tidak akan mencintaimu

kecuali orang mukmin, dan tidak akan membencimu kecuali orang munafik." Ketika Imam Ali (a.s.) berperang tanding dengan Amer bin Abdul Wudd di Khandaq, Nabi sujud dan berdo'a: "Ya Allah, Engkau telah mengambil Ubaidah pada perang Badar dan Hamzah pada perang Uhud, jangan Engkau mengambil Ali, jangan tinggalkan aku sendirian." Imam Ali menang, Rasulullah memeluknya, air mata, deras membasahi pipinya. Kini putera Imam Ali, Al-Husein mendengar para khatib melaknat ayahnya di mimbar-mimbar. Imam Ali (a.s.) yang meruntuhkan benteng Khaibar, yang memenangkan perang Badar, kini dicaci maki. Imam Ali, suami puteri kesayangan Rasulullah dianggap murtad dari agama. Imam Ali yang tidur di ranjang Nabi ketika Nabi berangkat hijrah, yang mengantarkan hijrah keluarga Nabi dengan berjalan kaki ratusan kilo meter sehingga melepuh kedua telapak kakinya, kini dimusuhi kaum muslimin. Imam Hasan (a.s.) bersedia berdamai asalkan Muawiyah menghentikan kecaman terhadap ayahnya, Ia dikhianati. Muawiyah melanggar janji. Bahkan Imam Hasan, penghulu surga ini diserang diatas kendaraannya dan diracun oleh orang yang terdekat dengannya. Para pecinta Imam Ali dikejar-kejar dan dianiaya. Lihatlah, Hujur bin Adi dan sahabat-sahabatnya dikubur hidup-hidup. Puluhan orang jama'ah Masjid dipotong tangannya karena tidak mau melaknat Imam Ali (a.s.). Imam Husein (a.s.) menangis, merintih di depan pusara kakeknya. Ia mengadukan semua kezaliman ummat terhadap Ahlul Bayt dan para pengikutnya. Dengarkan Al-Husein berkata kepada kakeknya, "Salam bagimu, ya Rasulullah. Inilah aku, Al-Husein puteri fathimah. Kesayanganmua, cucumu dan pusaka yang kau tinggalkan kepada umatmu. Saksikan, ya Nabi Allah, mereka telah menghinaku, menyia-nyiakan aku, dan tidak menjagaku. Aku mengadu kepada mu, sampai aku bertemu dengan mu". Kemudian Imam Husein shalat beberapa rakaat. Setelah shalat, Ia berdo'a: "Ya Allah, inilah kubur Nabi-Mu, Muhammad SAWW. Aku anak dari puteri Nabi-Mu. Telah terjadi padaku peristiwa yang telah Engkau ketahui. Ya Allah, aku mencintai kebaikan dan membenci kejahatan. Aku bermohon pada-Mu, wahai pemilik keagungan dan kemuliaan, dengan hak kubur inidan penghuninya. Pilihkan bagiku urusan yang Engkau ridhai, yang diridhai Rasul-Mu, yang diridhai kaum mukminin". Ia menangis terus sampai menjelang waktu subuh. Ia meletakkan kepalanya di atas pusara kakeknya sampai tertidur. Tiba-tiba Ia melihat Nabi yang mulia datang, dikawal para Malaikat disebelah kiri dan kanan, dimuka dan di belakang. Nabi merapatkan Al-Husein ke dadanya dan mencium diantara kedua matanya, sambil berkata, "Husein sayangku, seakan telah kulihat tubuhmu bersimbah darah, terbantai di Karbala, ditengah-tengah ummat-ku. Waktu itu engkau kehausan dan tidak diberi minum, engkau dahaga dan tidak dipuaskan. Padahal mereka mengharap syafa'at-ku. Tidak, mereka sama sekali tidak akan mendapat syafa'at-ku pada hari kiamat. Mereka binasa disisi Allah. Kasihku, Husein, ayahmu, ibumu dan saudaramu menitipkan salam padaku, mereka merindukannmu. Bagimulah derajat tinggi di surgayang tak tercapai kecuali dengan kesyahidan mu".

Di makam Rasulullah, Imam Husein berjanji untuk menegakkan kembali Islam yang sebenarnya, Islam yang diajarkan oleh kakeknya. Islam yang menentang kezaliman, Islam yang melawan penindasan, Islam kaum mustadh'afin. Esoknya Ia menghimpun keluarganya, berangkat menuju Kufah. kepergiannya mengguncangkan hati banyak sahabat Nabi. Ummu Salamah, Ummul Mukminin, isteri Rasulullah SAWW mengantarkannya dengan linangan air mata. Ummu Salamah terkenang saat ia bersama Rasulullah. Dengarkan cerita Ummu Salamh: "Pada suatu malam Rasulullah berbaring untuk tidur, kemudian bangun kembali dalam keadaan resah, berbaring kembali lalu bangun kembali. Di tangannya ada segenggam tanah merah. Ia mencium tanah itu. Aku bertanya, tanah apakah ini ya Rasulullah ?, Rasulullah menjawab, baru saja Jibril memberitakan padaku bahwa Al-Husein akan terbunuh di Karbala. Inilah tanah, tempat darahnya tumpah. Kemudian ia memberitakan padaku seraya berkata: Tanah ini berasal dari tanah tempat Al-Husein akan terbunuh. Kalau tanah ini nanti berubah menjadi darah, ketahuilah Al-Husein sudah terbunuh. Kemudian aku menyimpan tanah itu didalam botol. Aku bertanya, hari itu hari berkabung bila tanah ini telah berubah menjadi darah". Detik-detik Saat Darah Suci Mewarnai Tanah Karbala Suasana kota Kufah tercekam kezaliman dan ketidak-adilan, ajaran Islam diselewengkan oleh penguasa zalim Ibnu Ziyad, Gubernur kepercayaan Yazid bin Muawiyah. Penduduk Kufah tidak tahan menghadapi kenyataan itu. Mereka mengirim surat kepada Imam Husein (a.s.), isinya mengharapkan bimbingan ruhani dari cucu kesayangan Rasulullah SAWW. Mereka berjanji akan membai'at kepadanya sebagai khalifah mereka. Setelah melakukan ibadah haji, Imam Husein beserta rombongannya pergi meninggalkan Makkah menuju Kufah untuk memenuhi harapan penduduk Kufah. Menjelang senja tanggal 2 Muharram, Imam Husein dan rombongannya tiba di suatu tempat kurang lebih 70 km dari kota Kufah, tempat itu adalah Karbala. Di tempat itu Imam dan rombongannya berhenti. Selesai shalat dan berdo'a, Imam memerintahkan rombongannya memancangkan kemah-kemah untuk istirahat dan melepaskan lelah karena perjalanan yang cukup jauh. Pengawasan yang begitu ketatnya oleh penguasa zalim, sehingga berita keberangkatan Imam Husein (a.s.) dan rombongan terdengar oleh Gubernur Kufah, Ibnu Ziyad mempersiapkan 4.000 orang yang merupakan pasukan dengan peralatan perang yang lengkap untuk menghadang Imam Husein (a.s.) dan rombongannya yang berjumlah 72 orang. Matahari ketika itu sudah condong ke Barat, waktu Ashar sudah hampir lewat untuk digantikan oleh maghrib. Di perkemahan Alhusain r.a. suasana diliputi oleh kehausan dan kelesuan karena

kekurangan air dan pangan. Suasana panas terik di petang hari itu tambah mencekam. Alhusain r.a. sendiri sedang duduk dengan tenang di depan kemahnya untuk sekedar melepaskan lelah dan mengendorkan ketegangan pikiran. Ia sama sekali tidak memperhatikan dan mengetahui apa yang sedang terjadi di kalangan pasukan Ubaidillah. Ia tidak mengetahui, bahwa seorang kurir dari Kufah telah datang membawa jawaban Ubaidillah bin Ziyad atas usul-usul yang dikemukakannya melalui Umar bin Saad. Dan lebih-lebih lagi ia tidak mengetahui apa isi surat jawaban penguasa Kufah itu. Karena terlalu lelah dan payah, akhirnya Alhusain r.a. jatuh tertidur. Sitti Zainab, adik perempuan yang selalu berada tidak begitu jauh dari tempatnya, tiba-tiba datang setengah berlari dan segera membangunkannya. "Kak Husain! Kak Husain!" kata Sitti Zainab sambil menggoncanggoncangkan tangan kakaknya yang tertidur di depan kemahnya. Alhusain r.a. yang terkejut karena dibangunkan dengan tiba-tiba itu sebelum sempat menanyakan apa-apa yang telah ditukaskan oleh adiknya. "Apakah kau tidak mendengar suara gemuruh yang makin mendekat itu?" Suara Sitti Zainab yang mengandung ketakutan itu mendapat jawaban yang tenang dari kakaknya: "Adikku," kata Alhusain r.a. sambil memandang dengan kasih sayang kepada adik yang sangat disayanginyaitu, "Aku baru saja bermimpi bertemu dengan kakek kita, Rasul Allah s.a.w." Tanpa memperdulikan apa yang dikatakan oleh adiknya, Alhusain r.a. kemudian melanjutkan: "Dalam mimpi tersebut beliau mengatakan kepadaku demikian: 'Wahai Husain, engkau akan datang menyusul aku!'" Mendengar mimpi kakaknya itu, Sitti Zainab tidak dapat menahan perasaannya lagi. Sambil memukuli wajahnya sendiri ia berteriak-teriak: "Aduh, alangkah celaka aku ini!" Tetapi Alhusain r.a. tetap bersikap tenang, bahkan ia berusaha menenteramkan adiknya dengan kata-kata: "Engkau tidak akan celaka, Zainab. Diamlah, adikku. Tenanglah. Semoga Allah s.w.t. memberikan rahmat-Nya kepada engkau!" Selesai mengucapkan kata-kata penenang bagi Sitti Zainab itu, Alhusain r.a. kemudian berdiri dan berjalan menuju ke tempat adiknya, yaitu Al-Abbas bin Ali. Kepada adik lelakinya itu

Alhusain r.a. memerintahkan untuk mengecek apa sebenarnya suara gemuruh itu dan apakah memang benar bahwa suara itu adalah suara derap kuda-kuda musuh yang datang untuk menyerang mereka. Tidak perlu lama Alhusain r.a. menunggu jawaban, sebentar kemudian AlAbbas bin Ali telah datang dengan tergesa-gesa. "Musuh benar-benar telah mendekat dan siap untuk melakukan penyerangan guna membinasakan rombongan kita!" Demikian dilaporkan oleh Al-Abbas bin Ali. Menerima laporan ini Alhusain r.a. segera mengirimkan seorang utusan untuk menemui komandan pasukan penyerbu itu. Ia mengusulkan agar supaya pertempuran ditunda sampai esok hari. "Berikanlah kesempatan kepada kami pada hari ini untuk melakukan sholat dan ibadah kepada Allah s.w.t. untuk memohon do'a dan istighfar" Demikian kata Alhusain r.a. kepada komandan pasukan ibnu Ziyad itu. Menghadapi usul yang tiba-tiba itu, Umar bin Saad kemudian melakukan perundingan sebentar dengan komandan-komandan dan bawahannya dan beberapa orang perwira. Akhirnya pertempuran yang hampir saja pecah pada petang itu mereka mufakati untuk ditunda sampai esok pagi. Malam hari itu juga setelah melakukan sholat Isya bersama-sama, maka Alhusain r.a. yang tahu betul bahwa pertumpahan darah sudah tidak akan bisa dielakkan lagi, segera mengumpulkan sahabat-sahabatnya yang masih tetap setia. Orang tahu betul bahwa pertempuran yang akan terjadi itu adalah sama sekali tidak seimbang. Tidak seorang pun di antara rombongan Alhusain r.a. yang punya harapan untuk menang. Delapan puluh orang, termasuk anak-anak dan perempuan, untuk menghadapi empat batalyon pasukan yang terlatih dan lengkap persenjataannya! Hanya suatu keajaiban saja yang mungkin bisa membalikkan keadaan. Kepada sejumlah kecil sahabatnya itu berkatalah cucu Rasul Allah s.a.w. sebagai berikut: "Sungguh, belum pernah aku mengenal ada sahabat-sahabat yang melebihi kesetiannya (kepadaku) daripada kalian ini. Demikian pula, aku belum pernah tahu, ada suatu keluarga yang kebaikan hati mereka melebihi daripada keluargaku ini. Semoga Allah s.w.t. memberikan imbalan yang baik bagi kalian atas kebaikan dan kesetiaan kalian terhadap diriku" Demikian ucap Alhusain r.a. pada malam menjelang pertempuran di tempat yang bernama Karbala itu. Suasana hening, keprihatinan mencekam. Dengan beratapkan langit yang cerah dan berbintang, kelompok kecil itu dengan sungguh-sungguh memperhatikan Alhusain r.a.

"Ketahuilah saudara-saudaraku," kata Alhusain r.a. melanjutkan, "bahwa aku memberikan ijin kepada kalian untuk berpisah dengan aku. Karena itu, berangkatlah. Biarlah kita berpisah dalam keadaan yang baik. Selamatkan diri kalian. Aku melepaskan kalian dengan baik dan tiada lagi ikatan antara kalian dengan aku" Kata-kata tersebut diucapkan dengan penuh rasa haru. Beberapa orang lelaki tidak dapat menahan perasaannya, melelehkan airmata. Sedangkan perempuan-perempuan yang merapatkan telinga di dinding tenda untuk mendengarkan apa yang diucapkan Alhusain r.a., terisak-isak. Malahan ada yang jadi histeris, berteriak-teriak melengking memecah kesepian malam. Tetapi tanpa memperdulikan semuanya itu, berkatalah Alhusain r.a. lebih jauh: " kini kita telah diselubungi oleh kegelapan malam. Nah, jadikan kegelapan ini sebagai tabir yang kiranya dapat melindungi kalian dalam perjalanan yang akan kalian lakukan. Aku mengharapkan agar tiap seorang di antara kalian bersedia membawa dan menuntun salah seorang anggota keluargaku. Kemudian pergilah menyebar di bumi Allah ini sehingga Allah s.w.t. memberikan jalan keluar bagi kalian semua" Berhenti sejenak ia mereguk rasa haru yang tersendat dalam kerongkongannya untuk kemudian melanjutkan dengan kata-kata: "Hendaknya saudara-saudara mengetahui, bahwa pasukan musuh yang akan datang menyerang (esok pagi) tidak lain tujuannya kecuali untuk mencari aku. Kalau mereka kemudian sudah berhasil menangkap dan membunuh aku, maka aku yakin mereka tidak akan lagi memperdulikan orang-orang lain" Perasaan para pendengar yang sudah lama tertekan mendengarkan kata-kata Alhusain r.a. yang mengharukan itu akhirnya tidak dapat mereka endapkan lagi, dengan serentak, seolah-olah ada suatu perintah ajaib, mereka berseru: "Ya, Subhanallaaah!" Lalu kemudian menyusul beberapa orang yang berkata dengan berbagai bentuk kalimat, tetapi satu juga maknanya demikian: "Apa yang akan dikatakan orang kelak mengenai diri kami apabila kami meninggalkan Imam dan pemimpin kami sebelum kami melepaskan sepucuk anak panah dan belum menghunjamkan tombak dan menebaskan pedang-pedang kami terhadap musuh-musuh kita? Apakah kami akan mengatakan bahwa kami telah meninggalkan pemimpin kami, Alhusain, untuk menjadi umpan panah dan sasaran tombak musuh? Dan kemudian jenazah pemimpin kami itu kami biarkan dikoyak-koyak oleh binatang-binatang buas? Apakah kemudian kami akan mengatakan bahwa kami telah lari untuk menyelamatkan diri kami agar kami dapat terus hidup? Apa yang hendak kami katakan kepada kakekmu, Rasul Allah s.a.w., apabila kami bertemu dengan beliau di alam

baqa nanti? Dan bagaimana pertanggungan jawab yang harus kami berikan kepada Allah s.w.t.?" Suasana tenang yang mula-mula bersifat monolog mendengarkan ucapan Alhusain r.a. sekarang berubah menjadi ucapan reaksi bermacam-macam. "Demi Allah," kata beberapa orang, "kami tidak akan melakukan perbuatan demikian itu. Kami telah bertekad bulat untuk mengurbankan jiwa raga dan harta kami bahkan juga keluarga kami untuk bertempur bersama-sama dengan engkau sehingga kita bersama-sama menemui tempat yang memang disediakan untuk kita. Kami tidak dapat membayangkan, betapa buruknya kehidupan kami sepeninggal engkau!" Bahkan salah seorang sahabat Alhusain r.a. itu dengan suara paling keras mengatakan: "Demi Allah, kami tidak akan berpisah dengan engkau selama pedangku masih berada di tanganku!" Tidak dapat lagi Alhusain r.a. yang keras hati itu menahan airmata harunya mendengarkan katakata penuh keberanian yang dilandasi oleh ketulusan dan kecintaan pada dirinya itu. Melihat Alhusain r.a. meneteskan airmata, suasana emosionil penuh keberanian itu berubah menjadi tangis bersama. Bukan tangis hati yang kecut, tetapi ungkapan kesatuan perasaan yang tak dapat dibendung. Tetapi Alhusain r.a. segera menyadari, bahwa malam itu tidak boleh dihabiskan dengan ungkapan emosi. Besok pagi telah menunggu tugas berat dan menentukan. Segera dimintanya segenap anggota rombongan untuk beristirahat dan sebagian orang lagi berjaga-jaga bergantian. Malam makin mendalam, sunyi makin mencekam. Ternyata orang-orang dewasa hampir tak ada yang dapat memejamkan mata. Mereka bukan dihinggapi kengerian, tetapi masing-masing dalam batin maupun ucapan menyampaikan do'a dan berzikir ke hadirat Yang Maha Esa. Mereka mohon agar iman mereka diteguhkan untuk menghadapi cobaan yang sudah menunggu di ambang pagi hari esok. Di tengah-tengah kesepian yang mencekam di perkemahan Alhusain r.a. dan rombongannya itu, tiba-tiba memecah suara teriakan yang memilukan. Suara yang keluar dari kerongkongan seorang wanita itu seperti suatu keluhan: "Ah, Husain, pemimpin kami, pemuka yang jadi harapan kami! Oh, alangkah menyedihkan hidupku ini. Alangkah baiknya apabila aku mati daripada harus memikul beban kesedihan ini. Datang kini perasaanku oleh wafat Rasul Allah s.a.w., berpulangnya Sitti Fatimah bundaku, meninggalnya ayahku dan matinya saudaraku Alhasan" Orang-orang segera mengetahui bahwa suara memilukan itu adalah keluhan Sitti Zainab, puteri Sitti Fatimah r.a. dan adik kandung Alhusain r.a. sendiri.

CERITA ALI ZAINAL ABIDIN Peristiwa menjelang pertempuran Karbala ini telah diceritakan pula oleh Ali Zainal Abidin r.a., putera Alhusain r.a. yang malam itu masih belum lepas sama sekali dari serangan penyakit. Tentang jeritan pada malam menjelang pertempuran di Karbala yang terlontar dari mulut bibinya, Sitti Zainab menurut Ali Zainal Abidin itu adalah sebagai berikut: "Pada malam hari pada waktu keesokan harinya ayahku gugur di Karbala, aku sedang duduk termenung dalam keadaan sakit. Ketika itu bibiku berada di sampingku. Dalam kesunyian itu tiba-tiba aku dan bibiku mendengar suara ayahku, Alhusain yang berada di kemahnya, mengumandangkan suatu syair. Dengan suara terputus-putus bersyairlah ayahku demikian: Oh, zaman. Alangkah buruk engkau sebagai teman. Betapa banyak peristiwa sedih telah terjadi. Pada pagi dan petang hari. Peristiwa-peristiwa yang menimpa para sahabat yang menuntut balas terbunuhnya keluarga. Dan engkau, wahai zaman, tidak puas dengan pengganti menuntut terus tiada henti. Sesungguhnya, Segala urusan kembali pada Yang Maha Esa. Semua makhluk hidup menempuh jalan itu juga. Mendengar syair ayahku yang diucapkannya berulang kali, terasa tenggorokanku makin kering dan tak dapat lagi aku menahan airmataku. Demikian pula bibiku yang hampir selalu berada di dekatku yang juga turut mendengar alunan sajak ayahku yang lebih menyerupai ratapan itu akhirnya menangis pula. Ia tiba-tiba berteriak, melompat berdiri dan pergi tanpa kerudung menuju ke kemah ayahku. Lalu aku mendengar ia berkata kepada ayahku: "Oh, Husain, kakakku. Engkau akan meninggalkan aku. Coba kalau ajal mengakhiri hidupku ini!" "Adikku Zainab," terdengar suara ayahku menjawab dengan suara lemah lembut dan menyejukkan, "jangan biarkan dirimu dipengaruhi oleh syaithan yang memang berusaha menghabiskan kesabaranmu " "Kakakku Husain," sahut bibiku dengan suara isakan tangisnya, "semoga jiwaku menjadi tebusan bagimu." Rupanya ayahku sangat terharu sehingga tidak dapat menahan tetesan airmatanya mendengar ungkapan kasih sayang adiknya itu. Berkatalah beliau kemudian:

"Adikku, teguhkanlah imanmu kepada Allah s.w.t. Serahkan nasibmu kepada-Nya. Ketahuilah adikku, semua makhluk di permukaan bumi ini pasti (pada suatu waktu) akan mati. Demikian pula segenap penghuni langit tidak akan hidup abadi. Segala sesuatu pasti akan mengalami kemusnahannya, kecuali Allah s.w.t. Bukankah ayahku lebih baik daripadaku? Ibuku lebih baik daripadaku? Demikian pula saudaraku adalah lebih baik daripada aku? Mereka semua itu telah pergi mendahului aku. Hendaklah aku dan semua orang beriman menjadikan Rasul Allah s.a.w. sebagai contoh dan tauladan dari kehidupannya " Aku masih ingat, ayahku mengakhiri kata-katanya pada malam itu dengan mengucapkan: "Adikku, aku minta engkau bersumpah di hadapanku. Dan aku harapkan agar engkau menepati sumpahmu itu. Yaitu, apabila aku gugur, maka janganlah engkau mengoyak-koyak bajumu dan memukuli wajahmu. Jangan pula kau mendoakan kehancuran dan kecelakaan karena hilangnya aku " Itulah salah satu peristiwa yang diingat dan dikisahkan oleh Ali Zainal Abidin r.a. mengenai malam menjelang terjadi malapetaka Karbala. Ia masih muda. Tetapi orang mengenalnya sebagai anak yang cerdas. Peristiwa itu sangat berkesan pada dirinya. Sebab pada malam itulah rupanya ia mendengar suara ayahnya yang terakhir pada malam hari. Anak yang masih muda itu telah ikut merasakan suatu keadaan yang sedang mengancam rombongan yang dipimpin oleh ayahnya.

Malam itu ternyata cepat berlalu dengan iringan do'a dan zikir para anggota keluarga dan sahabat-sahabat Alhusain r.a. Sedang di suatu tempat yang tidak seberapa jauh letaknya, seperti harimau lapar, menanti suatu pasukan yang bersenjata lengkap untuk menyergap rombongan yang kecil ini. Anggota pasukan itu menyalakan api untuk sekedar mengurangi kedinginan malam di Karbala. Sementara sakit Ali Zainal Abidin r.a. bertambah berat. Sitti Zainab yang selalu mendampinginya tidak dapat menahan kepedihan hati dan kebingungannya. Sebentar-sebentar dirabanya dahi anak itu. Panas tidak makin mereda. Bibir yang mungil dan biasa kemerahmerahan, sekarang nampak kering dan pecah-pecah. "Minum," terdengar suara lirih dari tenggorokan yang telah kering itu. Makin tersayat hati Sitti Zainab mendengar permintaan kemenakannya itu. Sebab air sudah tidak ada lagi. Girab dan pundi air telah kering kerontang. Sedangkan hanya beberapa puluh meter saja terdapat air yang melimpah-limpah dari sungai Euphrat. Tetapi air itu dijaga keras oleh suatu pasukan yang lebih takut kepada ancaman Ubaidillah bin Ziyad daripada ketakutan mereka kepada Allah s.w.t. Satusatunya yang dapat dilakukan oleh Sitti Zainab adalah memberikan harapan dan meneguhkan iman anak yang dicintainya itu. Ia hanya dapat memohonkan do'a kepada Allah s.w.t. dan

berpesan:

"Sabarlah

anakku.

Tahankan

sebentar

kehausanmu!"

Belum cukup menghadapi Ali Zainal Abidin yang tengah disiksa kesakitan dan kehausan, maka di sampingnya tergeletak anak bayi yang masih belum lepas susu. Bayi itu adalah Ali AlAsghar, adik Ali Zainal Abidin. Pilu mendengar tangis anak kecil yang kehausan. Untuk sekedar memenuhi permintaan anak yang belum tahu apa-apa itu Sitti Zainab memasukkan dalam mulut Ali Al-Asghar itu secarik kain. Anak tersebut kemudian menghisap-hisap ujung kain sehingga terlena untuk kemudian tertidur sebentar. Tetapi itu tidak berlangsung lama, karena kehausan kembali mencekam dan terdengar tangisnya yang memilukan. 10 MUHARRAM TIBA Kalau ada suatu keajaiban bisa terjadi, maka anggota rombongan Alhusain r.a. pada tanggal 9 Muharram tersebut mengharapkan agar matahari tidak terbit esok hari.Tetapi apakah artinya? Matahari tidak terbit lagi tetapi tetap diancam oleh maut karena kelaparan dan kehausan? Tidak ada pilihan lain. Menyongsong fajar tanggal 10 Muharram yang membawa pertempuran dengan pasukan Kufah maupun menyongsong kehausan yang makin mencekam adalah sama beratnya. Akhirnya fajar tanggal 10 Muharram menyingsing juga. Dua kelompok manusia saling berhadapan. Satu kelompok besar bersenjata lengkap, berhadapan sekelompok kecil rombongan cucu Rasul Allah s.a.w. Satu kelompok mewakili kekuasaan duniawi yang sewenang-wenang, sedangkan kelompok lain mewakili keimanan dan keturunan yang mulia. Umar bin Saad memimpin pasukan yang berjumlah tak kurang dari 4.000 orang, berhadapan dengan pengikutpengikut setia Alhusain r.a. yang hanya terdiri dari 72 orang, yaitu 32 prajurit penunggang kuda dan 40 orang prajurit pejalan kaki. Selebihnya hanya terdiri dari anak-anak dan perempuanperempuan. Tetapi Alhusain r.a. sama sekali tidak merasa kecil hati dengan anggota pasukannya yang hanya berjumlah 72 orang itu. Dengan anggun ia melihat pasukannya yang sudah siap untuk mengorbankan segala-galanya. Kemudian ia memandang ke depan pada pasukan musuh yang berjumlah ribuan. Dalam hati kecilnya Alhusain r.a. sudah tahu, bahwa betapapun keberanian anggota-anggota pasukannya, mereka tidak akan bisa menang menghadapi musuh yang jauh lebih kuat itu. Tetapi ia sudah bertekad untuk lebih baik mati bercermin bangkai daripada hidup berkalang tanah. Kemudian ia mengucapkan do'a dengan suara tenang: "Ya Allah. Engkaulah tempatku berlindung dalam kesusahan. Engkau tempat aku meletakkan harapan dalam penderitaan. Betapa banyak sudah kesukaran yang melemahkan jiwa yang telah Kau timpakan atas diri kami yang kemudian Engkau angkat. Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah pemberi nikmat dan Engkaulah, wahai Tuhanku, pemilik semua kebaikan." Semua anggota pasukannya dengan penuh khidmat mendengarkan pemimpinnya itu

mengucapkan

do'a.

Sedikitpun

tidak

nampak

wajah

kecut

dan

ketakutan.

Selesai memanjatkan do'a itu kemudian Alhusain r.a. tegak memandang ke hadapannya pada pasukan musuh yang dipimpin oleh Umar bin Saad. Pasukan yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Kufah yang beberapa waktu sebelumnya telah menyatakan bai'at dan sumpah setianya kepada Alhusain r.a. Dengan suara lantang kemudian cucu Rasul Allah s.a.w. itu berseru kepada mereka: "Wahai para ahli Irak! Dengarkanlah kata-kataku ini. Jangan kalian cepat-cepat melakukan serangan terhadap kami sebelum kalian mendengar apa yang akan aku ucapkan ini. Jika kalian insaf dan dapat membenarkan apa yang kukatakan nanti, pasti hidup kalian akan lebih berbahagia " Rupanya permintaan Alhusain r.a. itu diperhatikan benar-benar oleh Umar bin Saad. Melihat ini kemudian Alhusain r.a. dengan suara penuh wibawa melanjutkan: "Tetapi sebaliknya, kalau kalian tidak juga mau insaf dan sadar sehingga kalian tidak bersedia menerima kebenaran yang aku sampaikan, maka kami persilahkan kalian mengerahkan semua tenaga dan kekuatan kalian. Kemudian gempurlah kami; jangan ditunda-tunda lagi!" Suara Alhusain r.a. penuh wibawa itu rupanya membuat Umar bin Saad dan anggota-anggota pasukannya tertegun. Sebelum mereka sadar tentang apa yang harus mereka lakukan, maka tibatiba Alhusain r.a. melanjutkan mengucapkan kata-katanya dengan mengutip ayat 196 surat Al A'raf yang (terjemahannya) berbunyi: "Sesungguhnya pelindung kami adalah Allah yang telah menurunkan Kitab-Nya, dan Allah juga yang melindungi orang-orang yang soleh." Suara Alhusain r.a. tersebut menggema di tengah padang pasir pada fajar yang sangat cerah itu. Ternyata bukan saja pasukan Umar bin Saad dan pasukannya sendiri, tetapi juga perempuanperempuan yang ada dalam kemah-kemah dapat mendengarkan apa yang dikatakan oleh putera Sitti Fatimah Azzahra r.a. itu. Sitti Zainab bersama kawan-kawannya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Alhusain r.a. terhadap musuhnya itu tidak lagi dapat menyembunyikan perasaan mereka. Gema suara Alhusain r.a. disambut isakan tangis dan sedu-sedan dari kemah-kemah. Rupanya tangis dan isak itu terdengar juga oleh Alhusain r.a. Ia nampaknya ingat pada apa yang pernah dikatakan oleh pamannya, ibnu Abbas pada dirinya sebelum ia meninggalkan Mekah yang berbunyi sebagai benkut: "Oh, Husain! Jika engkau harus juga berangkat ke Kufah, janganlah kau membawa wanita dan anak-anakmu yang masih kecil. Sungguh Husain, aku khawatir kalau engkau sampai terbunuh

seperti yang pernah dialami oleh Usman ketika ia mati dibunuh di hadapan mata isterinya." Alhusain r.a. kemudian sadar dari renungannya. Segera ia perintahkan anaknya Ali Al-Akbar dan Al-Abbas untuk menyuruh diam orang-orang perempuan itu dari tangisan mereka. Tidak bisa disangsikan, nampaknya tangis para wanita itu sangat mempengaruhi perasaan Alhusain r.a. Sebab begitu perempuan-perempuan itu menghentikan tangisnya, berkatalah Alhusain lebih lanjut: "Saudara-saudara, kenalilah aku ini. Perhatikanlah siapa aku ini!" Katanya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Lalu kembali tanyakan pada diri kalian. Dengarkan suara hati nuranimu. Ketuklah hati kecilmu sendiri dan kemudian pikirlah baik-baik. Pantaskah, layakkah bagi kalian untuk membunuh aku dan menginjak-injak kehormatan diriku? Bukankah aku ini putera Sitti Fatimah Azzahra. Puteri junjungan Rasul Allah s.a.w.? Dan bukankah aku ini putera Ali bin Abitholib, seorang mu'min yang pertama beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? Bukankah kalian juga tahu bahwa Hamzah bin Abdul Mutholib, seorang pemimpin dari para syahid adalah paman ayahku? Demikian pula Ja'far bin Abitholib yang telah mati syahid itu adalah pamanku!" Orang-orang, baik rombongan Alhusain r.a. maupun musuh mereka nampak terpukau oleh katakata Alhusain r.a. yang berkata selanjutnya: "Tidakkah kalian pernah mendengar sabda Rasul Allah s.a.w. mengenai diriku dan diri kakakku Alhasan, ketika beliau mengatakan bahwa "kalian berdua adalah pemimpin para pemuda ahli surga dan cahaya mata orang-orang ahli-sunnah? Tidaklah itu semua cukup menjadi penghalang bagi kalian untuk menghalangi kalian untuk jangan sampai menumpahkan darahku?" Tetapi melihat mata Umar bin Saad dan anggota pasukannya yang tidak dapat menyetujui ucapan Alhusain r.a. itu maka putera Sitti Fatimah Azzahra r.a. dengan nada agak meninggi setengah berteriak berkata: "Jika kalian masih juga merasa ragu terhadap apa yang telah kukatakan; jika kalian masih bimbang bahwa aku ini benar-benar anak puteri Rasul Allah s.a.w., boleh aku jelaskan. Demi Allah, tidak ada lagi baik di Timur maupun di Barat seorang putera dari puteri Rasul Allah s.a.w., selain daripada aku!" Suasana makin tegang, karena nampaknya walaupun Alhusain r.a. sudah mencoba meyakinkan dan membuka hati lawannya, mereka masih tetap berkeras untuk siap menyergap. Tetapi Alhusain r.a. dengan tenang tetap meneruskan pidatonya dengan berkata lagi: "Apakah kalian menuntut aku sebagai suatu pembalasan karena aku telah membunuh seorang di antara kalian? Ataukah kalian mengejar aku karena aku telah menghabiskan hartamu?"

Dengan pandangan tajam Alhusain r.a. melihat pada wajah-wajah musuh yang tidak seberapa jauh berada di hadapannya itu. Banyak di antara wajah-wajah yang ditatapnya itu yang dikenalnya. Tiap pandangan Alhusain r.a. bertatapan dengan pandangan orang yang dilihatnya, maka musuh itu menundukkan kepala. Mereka tak mampu dan tak berani menatap pandangan putera Sitti Fatimah Azzahra r.a. tersebut. Sebab Alhusain r.a. mengenal mereka. Tidak sedikit di antara yang dikenalnya itu adalah orang-orang yang pernah menyatakan kesetiaan mereka kepadanya. Alhusain r.a. sambil menunjuk kepada beberapa orang mengatakan: "Hai fulan , kau anu Bukankah kalian telah pernah menulis surat kepadaku dengan mengatakan bahwa 'tanaman telah menghijau dan buahnya sudah matang?' Bukankah kalian juga yang pernah menulis bahwa 'sudah waktunya aku datang di Kufah untuk mempersiapkan tentara yang bersedia membela aku?' " Sungguh, kata-kata Alhusain r.a. ini menggetarkan. Karena bukan saja yang dikatakannya itu adalah benar, tetapi juga benar-benar menembus jantung orang-orang yang disebutnya itu. Katakata Alhusain r.a. itu rasanya sudah merupakan tusukan senjata-senjata pertama yang menembus ulu hati-kecil orang-orang Kufah itu. Meskipun cukup panjang pidato Alhusain r.a., kedua pasukan yang sebenarnya sudah siap untuk saling menyergap itu seolah-olah terpukau. Padahal tombak telah diacungkan dan pedang telah dihunus. Bagi musuh Alhusain r.a., pidatonya itu seolah-olah merupakan suara seorang hakim yang siap mengadili mereka. Kata-katanya adalah tuduhan-tuduhan yang kuat sekali dasarnya. Tak seorang pun yang bergerak dan menyahut selama cucu Rasul Allah s.a.w. itu menyampaikan kata-katanya dengan bahasa yang terus terang dan penuh kebenaran. Tetapi kalimat-kalimat terakhir yang diucapkan oleh Alhusain r.a. itu ternyata tidak dapat lagi mereka tahan-tahan. Beberapa orang kemudian mengeluarkan teriakan-teriakan untuk mengganggu dan mengacaukan pidato Alhusain r.a. Mereka malu terhadap apa yang diungkapkan oleh Alhusain r.a. itu. ALHURR BIN YAZID INSAF

Hiruk-pikuk di kalangan anggota pasukan Kufah itu makin menjadi-jadi, sebab banyak di antara mereka yang terkena oleh kata-kata Alhusain r.a. Tetapi ternyata salah seorang di antara anggota pasukan itu, yang tidak lain adalah Alhurr bin Yazid telah menerima kata-kata Alhusain r.a. itu dengan penuh kesadaran. Selama itu memang dia termasuk di antara salah seorang anggota pasukan Umar bin Saad yang mendengarkan dengan tekun pidato Alhusain r.a. Di tengah-tengah hiruk-pikuk suara mereka yang mengacau amanat Alhusain r.a., maka Alhurr tiba-tiba bergerak mendatangi komandan pasukannya, yaitu Umar bin Saad. "Apakah engkau akan berperang dengan sekelompok orang itu?" Tanya Alhurr bin Yazid kepada Umar bin Saad.

"Ya! Demi Allah, aku akan menggempur dia. Sekurang-kurangnya sampai kepalanya jatuh dan tangannya melayang!" Jawab komandan pasukan, Umar bin Saad itu. "Apakah engkau tidak setuju dengan salah satu dari tiga saran yang telah dikemukakan oleh Alhusain itu?" tanya Alhurr bin Yazid lagi. "Demi Allah," jawab Umar bin Saad dengan mata memandang ke bawah dan suara agak dilirihkan, "jika sekiranya kekuasaan ada di tanganku, tentu saja aku akan menerimanya. Tetapi Kepala Daerah, Ibnu Ziyad. tidak mau menerima (saran Alhusain) itu." Mendengar jawaban dari atasannya itu Alhurr tertegun sebentar dan kemudian dengan pelanpelan mundur. Setelah beberapa langkah mudur ia membalikkan badan kuda yang ditungganginya dan berjalan menuju ke arah berkumpulnya pasukan Alhusain r.a. badannya terasa gemetar karena menahan perasaan berat. Baik pasukan dari Kufah maupun rombongan Alhusain r.a. melihat peristiwa ini dengan penuh tanda tanya. Suasana sunyi senyap, yang terdengar hanya dengus kuda-kuda pasukan dari Kufah dan langkah-langkah kuda Alhurr bin Yazid yang menuju ke arah Alhusain r.a. Tiba-tiba, seorang anggota pasukan Kufah yang tidak dapat lagi melihat keadaan yang aneh itu setengah berteriak berkata kepada Alhurr: "Demi Allah, belum pernah selama ini aku melihat engkau bertindak demikian dalam suatu peperangan" Semua mata diarahkan kepada orang yang mengatakan kata-kata tersebut. Kemudian ia melanjutkan kata-katanya: "Sungguh, kalau aku ditanyai orang, siapakah orang Kufah yang paling gagah berani? Hmmm, maka tanpa ragu-ragu lagi aku akan menjawab: 'Yang paling gagah di antara perajurit Kufah adalah Alhurr bin Yazid' " Mendengar kata-kata orang itu maka Alhurr yang memandang dan berjalan menuju ke tempat Alhusain r.a. kemudian berhenti dan berpaling ke arah datangnya suara itu. Di hadapan anggotaanggota pasukan Umar bin Saad kemudian Alhurr bin Yazid berkata dengan suara lantang: "Demi Allah. Aku telah menyuruh hatiku untuk melakukan pilihan satu di antara dua: surga atau neraka. Dan hasilnya, aku tidak akan mengutamakan sesuatu yang lain di atas surga. Ya, walaupun untuk mendapatkan itu aku harus dicincang dan dibakar hidup-hidup !" Selesai mengucapkan kata-kata itu, sebelum pasukan Umar bin Saad dapat berbuat sesuatu, Alhurr telah membalikkan lagi badan kudanya dan segera memacu tunggangannya itu cepatcepat menuju ke tempat Alhusain r.a. Tepat di depan Alhusain r.a. kuda itu dihentikannya.

Segera ia terus dan dengan emosi ia mengatakan kepada cucu Rasul Allah s.a.w. tersebut: "Wahai putera Rasul Allah s.a.w. semoga Allah menjadikan diriku ini sebagai penebusmu dalam bahaya." Alhusain r.a. belum lagi sempat menyahut dan masih terheran-heran, tetapi Alhurr sudah melanjutkan kata-katanya dengan mengucapkan: " akulah orangnya yang menyebabkan engkau tidak dapat kembali pulang ke Hejaz untuk menyelamatkan dirimu. Akulah yang terus menekan engkau sehingga engkau tiba di tempat ini dan menghadapi keadaan seperti ini. Demi Allah, ya putera Rasul Allah, aku telah melaksanakan tugas itu dengan suatu keyakinan, bahwa mereka akan menerima salah satu dari tiga saran yang telah kau ajukan itu. Aku mempunyai keyakinan bahwa mereka tidak akan menolak seluruh saranmu itu. Ya Allah, kalau saja aku tahu bahwa mereka pasti tidak akan mau menerima saransaran yang kau ajukan itu, tentu mulai dari kemarin itu juga aku tidak akan sudi menjalankan perintah untuk menghalang-halangi kau!" Kata-kata tersebut disampaikan oleh Alhurr dengan emosi dan keras sehingga terdengar oleh kedua kelompok pasukan itu. Dengan suara yang jelas dan tegas kemudian ia melanjutkan: "Kini, Alhusain, aku datang kepdamu untuk menyatakan taubatku terhadap tindakan yang telah aku lakukan itu sehingga menempatkan engkau dalam keadaan sesulit ini. Sekarang aku menyediakan jiwa dan ragaku untuk memberikan bantuan padamu sehingga aku mati di hadapanmu!" Pernyataan Alhurr bin Yazid itu disambut dengan suara gemuruh oleh pasukan Alhusain r.a.. Tanpa menghiraukan sambutan orang-orang Alhusain r.a. itu, Alhurr kemudian berbalik menghadap ke arah pasukan Umar bin Saad. Dengan berteriak-teriak ia mengatakan: "Wahai warga Kufah! Alangkah buruk perbuatan yang kalian lakukan. Kalian telah memanggil Alhusain dengan berbagai macam bujukan dan rayuan. Dan sekarang, ketika ia datang untuk memenuhi panggilanmu itu, maka kalian membiarkannya begitu saja diserahkan pada tangan musuhnya. Bukankah kalian telah menyatakan akan berjuang mati-matian untuk membela Alhusain? Apa kenyataannya sekarang? Kalian datang untuk menyerang dan membunuhnya! Kalian telah mengepung dia! Kalian telah melarang dia untuk menjelajahi bumi Allah yang luas ini. Kalian telah menempatkannya sebagai tawanan yang sama sekali tidak berdaya untuk menolak bahaya yang akan mencelakakannya" Suaranya makin parau karena teriakan-teriakan itu, tetapi Alhurr terus melanjutkan kata-katanya:

"Demikian sampai hati kalian untuk menghalang-halangi Alhusain dan keluarganya serta para sahabatnya untuk mengambil air di sungai Euphrat yang mengalir dengan derasnya itu. Padahal orang-orang Yahudi, orang-orang Kristen dan Majusi dapat mengambil dan minum airnya dengan bebas. Bukan mereka itu saja, bahkan babi hutan dan anjing yang najis pun dapat berendam sesuka hati mereka di sungai itu. Tetapi, kalian telah mengharamkannya bagi keluarga Rasul Allah dan kalian tega untuk membiarkan mereka sampai mati kehausan. Bukan main buruk perbuatan kalian terhadap keluarga Rasul Allah s.a.w." "Ya Allah," keluh Alhurr, "semoga kalian tidak akan dapat minum pada saat kalian merasakan dahaga di tengah padang pasir kelak" Tapi Alhurr tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Beberapa anak panah telah dilepas oleh pasukan Umar bin Saad dan ditujukan ke arah Alhurr bin Yazid dan rombongan Alhusain r.a.. Pelepasan anak panah ini ternyata menandai dimulainya suatu pertempuran yang sama sekali tidak seimbang antara dua pasukan. Empat ribu anggota pasukan berkuda dan berjalan kaki bersenjata lengkap berhadapan dengan 80 orang yang hanya mengandalkan kepada kebenaran dan kepercayaan kepada Allah s.w.t. Segera pasukan kecil di bawah pimpinan Alhusain r.a. mulai membalas dengan segala kemampuan mereka yang ada. Sedangkan mengenai Alhurr bin Yazid, sejak detik itu ia selalu berada di samping Alhusain r.a. hingga akhirnya gugur dalam menegakkan kebenaran yang diridhoi oleh Allah s.w.t.

JALAN PERTEMPURAN KARBALA Seorang penulis sejarah dan tokoh Islam, Atthobari, telah menulis bahwa dalam pertempuran antara dua kekuatan yang tidak seimbang itu, seorang demi seorang sahabat Alhusain r.a. maju mendesak ke depan menghadapi hujan panah dan sasaran tombak serta kibasan pedang. Kegagah-beranian mereka yang luar biasa saja yang memungkinkan mereka untuk bertahan melawan gelombang ribuan pasukan Umar bin Saad itu sampai tengah hari. Padahal pertempuran dimulai pada lepas fajar. Ketika saat dzohor tiba, Alhusain r.a. tidak lupa segera memerintahkan anggota pasukannya untuk menghentikan perlawanan sebentar guna dapat melaksanakan sholat

dzohor.

Segera setelah selesai melakukan sholat itu, mereka kembali melanjutkan pertempuran. Tetapi sebagaimana sudah diduga semula, betapapun juga kegagah-beranian para pengikutnya, tetapi jumlah mereka yang kecil menghadapi lawan yang demikian besar, akhirnya tak dapat berlanjut. Pasukan Alhusain r.a. yang selalu mengelilingi putera Rasul Allah s.a.w. itu akhirnya satu per satu gugur hingga habis semua. Tinggal lagi di antara rombongan Alhusain r.a. itu kemudian para anggota keluarga Alhusain r.a. sendiri. Majulah kemudian yang pertama di antara keluarga Alhusain r.a. itu, Abdullah,putera Muslim bin Aqil. Dengan penuh ketabahan ia menyerbu ke depan sambil mengucapkan syair yang berbunyi: Bertemu dan Mereka berbudi ayahku pemuda-pemuda adalah pekerti, aku yang gugur keturunan bukan hari ini membela Nabi yang mulia pendusta

Menyusul kemudian tampil maju ke depan Abdullah, putera Alhasan bin Ali yang langsung disusul oleh Ali Al-akbar putera Alhusain r.a., seorang muda remaja yang baru mencapai usia 19 tahun. Mereka menerjang tanpa mengenal takut sedikit pun menghadapi musuh yang jauh lebih kuat. Dengan wajah yang memancar sebagai pencerminan suatu keberanian, putera Alhusain r.a. tersebut maju dengan pedang terhunus di tangan kanan. Juga di tengah bahaya maut ini ia terus bersyair dengan mengatakan: Aku Dari kutebaskan pukulan putera ahlul-bait Husain terdekat hingga Hasyim bin Ali pada Nabi melengkung yang patut

yang pedangku pemuda Bani

hingga Demi

kini Allah,

tetap diperintah

aku anak

pelindung Ziyad aku

ayahku, tak mau.

Dengan mendendangkan syair ini ia terus menggebu-gebu menebaskan pedangnya ke tangahtengah musuh. Riwayat menyatakan bahwa demikian kuat tenaga anak muda ini dan tangkas ia memainkan pedangnya, sehingga menurut taksiran tidak kurang dari 200 anggota pasukan Umar bin Saad yang berhasil dibunuhnya. Selesai menjalankan tugasnya dengan gagah berani itu Ali Al-akbar kemudian menyempatkan diri untuk menghadap ayahnya sambil berseru: "Oh, ayah, aku haus sekali "

Mendengar permintaan anaknya itu Alhusain r.a. yang tengah memusatkan tenaga dan keberaniannya menghadapi musuh sempat meneteskan air mata. "Sabarlah, anakku sayang. Tidak lama lagi kakekmu Rasul Allah akan memberimu minum dari gelasnya," kata Alhusain r.a. dengan penuh kasih sayang. Mendengar jawaban ini, tanpa menghiraukan lagi kehausan yang mencekiknya, Ali Al-akbar kembali terjun ke medan laga. Segenap tenaganya dikerahkan untuk dapat lebih banyak menghabiskan riwayat musuhmusuhnya. Tetapi sepucuk anak panah tak lama kemudian menembus dadanya. Ia terjatuh tersungkur sambil memegangi bagian dada yang ditembus anak panah itu tepat di hadapan ayahnya. Tanpa menghiraukan keadaan di sekelilingnya, Alhusain r.a. segera mendekati anaknya dan sambil memegang badan Ali Al-akbar berkatalah ia: "Semoga Allah s.w.t. membunuh mereka yang membunuh engkau, anakku. Oh, alangkah beraninya mereka menentang Allah s.w.t. dan menginjak-injak kehormatan Rasul-Nya"

Kata-kata Alhusain r.a. ini rupanya tak sempat lagi didengar oleh Ali Al-akbar, karena ia telah mendahului gugur di medan perang Karbala ini. Rupanya para wanita yang berada dalam kemah-kemah rombongan Alhusain r.a. terus-menerus mengintip jalan pertempuran itu dari jarak yang begitu jauh. Tanpa menghiraukan bahaya desingan panah, Sitti Zainab yang melihat dengan jelas apa yang terjadi atas diri Ali Al-akbar, segera ia berlari meninggalkan kemahnya dan menuju ke tempat putera Alhusain r.a. itu gugur. Dengan berteriak-teriak: "Oh, kekasihku Ooooh, anak saudaraku," ia kemudian memegang kepala Ali Al-akbar yang penuh berlumuran darah. Dipeluk dan diciumnya tubuh yang bermandikan darah itu dengan disertai tangis dan ratap yang mengibakan tanpa menghiraukan sama sekali bahwa di

sekelilingnya sedang berkecamuk suatu pertempuran antara kekuatan yang kecil sekali melawan kekuatan besar. Alhusain r.a. yang segera menyadari bahaya ini segera memegang tangan adiknya dan membawanya kembali untuk masuk ke dalam kemah. Adegan ini menjadi bertambah memilukan karena dari dalam kemah terdengar tangis bayi yang tiada henti-hentinya. Tangisan itu keluar dari mulut Ali Al-Asghar yang masih sangat kecil karena merasakan haus yang luar biasa. Alhusain r.a. yang datang mengantar adiknya seketika lupa akan tugasnya dalam pertempuran. Tangisan kesedihan anak bayinya itu telah menggerakkan hati seorang ayah. Segera diangkatnya anaknya dan dibawanya ke luar. Sambil menggendong anaknya itu Alhusain r.a. dengan berteriak mengatakan kepada orang-orang Kufah: "Wahai warga Kufah! Tidakkah kalian takut pada siksaan Allah? Jika aku ini dalam pandanganmu adalah seorang yang dholim dan layak untuk dihukum mati, apa salah anak kecil yang masih menyusu ini, yang belum tahu apa-apa sama sekali? Mengapa kalian haramkan dia untuk mendapat setetes air untuk diminumnya? Tidakkah kalian lihat betapa kejam kehausan yang telah mencekam dirinya? Tidakkah kalian takut pada siksaan Allah kelak?" Demikian teriakan Alhusain r.a. penuh rasa kejengkelan dan kegemasan sambil mengacungkan bayi di bawah terik matahari dan kepulan debu akibat pertempuran yang masih terus berlangsung, meskipun sudah mulai mereda karena makin habis anggota rombongan Alhusain r.a. Bayi itu terus menangis melampiaskan suara memilukan. Ternyata Alhusain r.a. telah berteriak pada orang-orang yang membuta dan memekak. Mereka sudah tidak mendengar lagi kata-kata "Allah". Syaithan rupanya sudah terlalu dalamt merasuki jiwa mereka. Bahkan seorang prajurit Kufah telah menyambut pandangan berupa anak kecil dan tangisan yang minta dibelas-kasihani itu dengan merentangkan panahnya dan melepaskan anak panah langsung ditujukan kepada bayi yang berada di tangan Alhusain r.a. tersebut. Sambil melepaskan anak panah yang lepas dari busurnya itu prajurit yang sudah menjadi syaithan bertubuh manusia itu berseru dengan geram: "Inilah air minum yang dimintanya itu!"

Anak panah itu lepas dari busurnya dan menembus perut anak yang masih suci bersih. Suatu jeritan pendek menandai kesakitan sekejap keluar dari mulut Ali Al-asghar, karena sebentar kemudian anak itu meninggal dunia. Hilang kehausannya bersama dengan hilangnya nyawa dari tubuhnya yang terkena anak panah tersebut. Terkejut dan tertegun Alhusain r.a. memandangi anaknya yang berlumuran darah dan masih berada dipelukannya itu. Tak percaya ia bahwa manusia bisa berbuat sedemikian kejam. Lagi-lagi, tanpa disadarinya air mata mengucur dari matanya bercampur dengan keringat dan debu yang sudah mengotori wajahnya. Dibiarkannya air mata itu mengalir dan sambil memandang ke langit ia berkata:

"Ya Allah, jika Engkau memang telah menahan kemenangan bagi kami di dunia ini, maka berilah kiranya kami kemenangan yang lebih baik. Ya Allah, jatuhkanlah pembalasan-Mu yang setimpal terhadap orang-orang yang durhaka dan dholim itu" Kemudian dengan perlahanlahan ia berjongkok dan meletakkan anaknya yang sudah tidak bernyawa itu di tanah berpasir, di samping saudara-saudaranya yang telah terlebih dahulu gugur. ALHUSAIN R.A. DIKEROYOK

Pemandangan yang seharusnya mengharukan orang-orang yang normal, ternyata sama sekali tidak merubah semangat orang-orang Kufah, anggota tentara Yazid itu. Segera dari berbagai jurusan mereka mengepung Alhusain r.a.. Alqasim, putera Al-hasan bin Ali melihat bahaya besar yang sedang mengancam pamannya, segera ia menyerbu untuk melindungi pamannya itu. Padahal Alqasim sebenarnya belum layak untuk maju ke medan pertempuran. Ia masih seorang kanak-kanak dan usianya baru pada awal belasan tahun. Sitti Zainab yang melihat tindakan Alqasim itu segera berdiri untuk mencoba menghalang-halangi. Tetapi ternyata gerakannya kalah cepat dengan gerakan seorang prajurit Kufah yang mengayunkan pedangnya ke arah Alhusain r.a. Pedang besar itu berayun ke leher Alhusain r.a. sedang Alqasim yang kecil itu berusaha menahan tebasan tersebut dengan tangannya sambil berseru: "Hai bedebah! Apakah engkau akan membunuh painanku?"

Dengan mata kepalanya sendiri Sitti Zainab menyaksikan pedang besar yang hendak menebas leher Alhusain r.a. itu ternyata telah menebas tangan anak kecil tersebut. Sitti Zainab memekik melihat pemandangan yang mengerikan itu. Melihat salah satu tangannya putus, maka Alqasim berteriak kesakitan: "Oh, ibu, aduh ibu" Ia kemudian jatuh tertelentang ke tanah. Mendengar keluh kesakitan anak itu Sitti Zainab kemudian menyahut dari jauh: "Anakku! Aku datang, anakku!" Segera ia berlari mendekati Alqasim. Tetapi tiba-tiba ia menengadah dan melihat Alhusain r.a. sudah berdiri tegak di dekat kepala Alqasim. Berkatalah Alhusain r.a. kepada anak yang sudah kehilangan salah satu tangannya itu: "Sabarlah, wahai putera saudaraku, menghadapi apa yang telah menimpa dirimu. Sebentar lagi engkau pasti akan bertemu dengan ayahmu dan orang-orang soleh yang bersama dengan ayahmu. Demi Allah, berat sekali bagi pamanmu ini untuk mendengar panggilanmu itu tanpa dapat memberikan pertolongan kepadamu. Demi Allah, hari ini benar-benar hari yang banyak sekali dengan pembunuh dan sedikit sekali dengan penolong" Perlahan-lahan kemudian diangkatnya Alqasim dan didekapkannya di dadanya Sesudah itu anak

yang juga telah meninggal dunia itu dilktakkan di samping putera-puteranya yang telah terlebih dahulu gugur. Gugurlah kemudian satu per satu putera-putera saudara-saudara Alhusain r.a. yang lain laksana gugurnya bunga-bunga yang masih segar ditimpa kekeringan yang tiba-tiba menghiasi persada Karbala yang gersang dan kering itu. Al-Abbas, Ja'far, Abdullah, Usman, Muhammad Alasghar dan Abubakar beserta kedua anak Sitti Zainab, masing-masing On dan Muhammad berguguran. Menyusul kemudian putera Alhasan bin Ali r.a., yaitu Abubakar dan putera paman Alhusain r.a., Aqil bin Abitholib, yaitu Ja'far, Abdurrahman dan Abdullah. Belum pernah pada suatu tempat demikian banyak yang gugur keluarga Rasul Allah s.a.w. pada waktu yang demikian singkat. Sebagian besar mereka itu adalah orang-orang yang masih sangat muda, bahkan anak-anak, bunga-bunga yang sedang kuncup. Walaupun pertempuran makin tidak seimbang, tetapi perkelahian tidak kalah dahsyatnya. Sisasisa rombongan Alhusain r.a. yang makin kecil itu memberikan perlawanan yang makin sengit. Darah membasahi bumi Karbala. Udara dipenuhi oleh debu dan bau darah segar yang anyir. Burung-burung yang semula tidak nampak segera terbang berputar-putar di angkasa Karbala setelah mencium bau darah manusia yang segar itu. Perempuan-perempuan yang ada di kemahkemah sudah tidak terdengar lagi tangisnya; airmata rupanya telah kering dan duka sudah terlalu mendalam. Segenap anggota keluarga Alhusain r.a. sekarang telah gugur semua. Pada saat itulah maka tiba-tiba sepuluh orang anggota pasukan Kufah maju menyerbu ke kemah kediaman Alhusain r.a. dengan tujuan untuk melakukan perampokan dan perampasan atas harta Alhusain r.a. yang masih ada. Mereka berpesta pora mengambili dan mengangkuti apa saja yang ada dalam kemah tersebut. Melihat tindakan biadab itu, Alhusain r.a. segera meloncat dan menyerbu orang-orang yang sedang berpesta pora itu. "Cilaka kalian. Kalau kalian sudah tidak punya agama lagi, berlakulah seperti orang merdeka yang berjiwa luhur dan jangan bertingkah laku seperti budak-budak belian yang berjiwa hina!" kata Alhusain r.a. dengan penuh kegeraman. Kemarahan itu ternyata telah menaikkan lagi tenaga dan semangat Alhusain r.a. Serbuannya membuat kalang kabut mereka yang sedang berebut harta itu. Peristiwa ini merupakan puncak dari pertempuran Karbala. Tiga orang, Alhusain r.a. dan dua sahabatnya, berhadapan dengan 3.000 orang prajurit musuh. GUGURNYA ALHUSAIN R.A

Pertempuran di Karbala yang bermula sejak fajar itu berlangsung terus sampai petang. Pasukan

kecil yang dipimpin oleh Alhusain r.a. makin habis. Ketika habis Asar tinggal 3 orang yang masih mampu memberikan perlawanan. Dan ketika sinar matahari sudah mulai melembut menjelang rembang petang, akhirnya ti