Ragam Metode Penelitian Bahasa

22
Suplemen bagi tema penelitian bahasa Ragam Metode Penelitian Bahasa Akan sangat strategis bila kita berdiskusi terlebih dahulu untuk menentukan makna dari metode dan teknik, daripada langsung berbicara tentang berbagai metode penelitian, mengingat dua istilah ini kerap kali dipandang berbeda oleh banyak ahli, namun seringkali juga dianggap sama. Pemahaman akan letak perbedaan dan kesamaannya akan mengantarkan kita untuk lebih arif menakar istilah metode dan istilah teknik dalam bahasan kebahasaan. Untuk memenuhi kepentingan ini, penyusun sangat merasa terbantu dengan membaca dan ”mengadopsi” pendapat para penggiat lingusitik yang menyampaikan pemikirannya mengenai kedua istilah ini melalui tulisannya. Istilah metode penelitian dan beberapa istilah lain yang berkaitan dengannya merupakan istilah-istilah utama yang ada dalam metodologi penelitian ilmu bahasa dan sosial. Dalam sebagian literatur ilmu bahasa, pengertian metode seringkali dibedakan dengan teknik (Sudaryanto, 1993: 9; Subroto, 1992: 32). Metode dipahami sebagai cara penelitian yang lebih abstrak, sedangkan teknik dipandang sebagai cara penelitian yang lebih kongkret atau bersifat operasional. Di samping metode dan teknik, istilah metodologi dipakai sebagai acuan terhadap ilmu tentang metode. Berbeda halnya dalam literatur ilmu sosial (seperti sosiologi dan antropologi) (lih. Koentjaraningrat (ed.), 1994), pengertian metode dan teknik nyaris tidak dibedakan. Istilah metode dan teknik diacu untuk satu pengertian yang sama, yaitu cara melakukan penelitian. Bahkan, metodologi dengan metode juga hampir sulit dibedakan; di satu literatur dipakai metodologi penelitian, di literatur lain dipakai metode penelitian. Kondisi

Transcript of Ragam Metode Penelitian Bahasa

Page 1: Ragam Metode Penelitian Bahasa

Suplemen bagi tema penelitian bahasa

Ragam Metode Penelitian Bahasa

Akan sangat strategis bila kita berdiskusi terlebih dahulu untuk menentukan makna

dari metode dan teknik, daripada langsung berbicara tentang berbagai metode penelitian,

mengingat dua istilah ini kerap kali dipandang berbeda oleh banyak ahli, namun seringkali

juga dianggap sama. Pemahaman akan letak perbedaan dan kesamaannya akan mengantarkan

kita untuk lebih arif menakar istilah metode dan istilah teknik dalam bahasan kebahasaan.

Untuk memenuhi kepentingan ini, penyusun sangat merasa terbantu dengan membaca dan

”mengadopsi” pendapat para penggiat lingusitik yang menyampaikan pemikirannya

mengenai kedua istilah ini melalui tulisannya.

Istilah metode penelitian dan beberapa istilah lain yang berkaitan dengannya

merupakan istilah-istilah utama yang ada dalam metodologi penelitian ilmu bahasa dan sosial.

Dalam sebagian literatur ilmu bahasa, pengertian metode seringkali dibedakan dengan teknik

(Sudaryanto, 1993: 9; Subroto, 1992: 32). Metode dipahami sebagai cara penelitian yang lebih

abstrak, sedangkan teknik dipandang sebagai cara penelitian yang lebih kongkret atau bersifat

operasional. Di samping metode dan teknik, istilah metodologi dipakai sebagai acuan terhadap

ilmu tentang metode. Berbeda halnya dalam literatur ilmu sosial (seperti sosiologi dan

antropologi) (lih. Koentjaraningrat (ed.), 1994), pengertian metode dan teknik nyaris tidak

dibedakan. Istilah metode dan teknik diacu untuk satu pengertian yang sama, yaitu cara

melakukan penelitian. Bahkan, metodologi dengan metode juga hampir sulit dibedakan; di

satu literatur dipakai metodologi penelitian, di literatur lain dipakai metode penelitian. Kondisi

Page 2: Ragam Metode Penelitian Bahasa

ini terkadang mengantarkan kita pada sebuah pemahaman bahwa teknik dan metode

merupakan satu hal yang sulit dibedakan pengertiannya. Dari sejumlah literatur tersebut, dapat

kita tarik sebuah benang merah, bahwa pengertian metode mengacu pada cara penelitian.

Dalam kata lain, metode dapat pula dirumuskan sebagai langkah-langkah yang diambil

peneliti untuk memecahkan masalah penelitian. Oleh karena itu, sesungguhnya, metode

penelitian ini dimulai dari penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis.

Sejak linguistik bersinggungan dengan berbagai disiplin ilmu dan membentuk disiplin

ilmu baru seperti sosiolinguistik, maka penting bagi penyusun untuk memahami cara pandang

mengenai makna metode dalam kacamata bahasa dan sosial. Di samping itu, penelitian bahasa

saat ini juga sudah jauh merambah masuk ke pedalaman fungsi bahasa. Artinya, bahasa tidak

hanya dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu mandiri, namun juga dikaji sebagai sistem yang

berkaitan dengan aspek-aspek sosial penggunanya.

Bila kita cermati melalui kacamata sosial, langkah-langkah penelitian utamaya

berkisar pada metode penyediaan data. Sebaliknya, dalam ilmu bahasa terutama literatur

linguistik struktural, yang lebih diutamakan adalah metode analisis bahasa. Kondisi ini

sepertinya muncul dari keyakinan bahwa data bahasa lebih mudah diperoleh karena bahasa

tersedia pada penuturnya atau ada dalam teks yang bertebaran di sekitar kita. Walaupun

demikian, pendapat semacam ini tidak selalu benar karena data bahasa berbeda-beda sifat

pengadaan atau penyediaannya, seperti penyediaan data dalam ilmu sosial. Oleh karena itu, di

samping pentingnya analisis data, ilmu bahasa juga memandang penting metode penyediaan

data, bahkan penyajian hasil analisis.

Page 3: Ragam Metode Penelitian Bahasa

Dalam tulisan sederhana ini, penyusun mengambil lima metode penelitian yang terkait

dengan bidang semantik, semiotik, sosiolinguistik, dan tentunya linguistik yang kemudian

salah satunya, yaitu metode penelitian sosiolinguistik dijabarkan sampai pada tataran

aplikatifnya.

I. Metode Penelitian Sosiolinguistik

Dalam bahasan di awal tulisan disampaikan bahwa objek kajian bisa diteliti

berdasarkan tiga langkah-langkah yang penting, yaitu langkah penyediaan data, langkah

analisis data, dan langkah penyajian hasil analisis. Satu hal yang harus diperhatikan dalam

penelitian sosiolinguistik, yaitu bahwa aspek luar bahasa sangat signifikan menjelaskan atau

dijelaskan oleh bahasa itu sendiri. Dengan kata lain, konsep dasar kajian sosiolinguistik adalah

konsep korelasi. Yang dilakukan peneliti di bidang ini adalah mengkorelasikan bahasa dengan

aspek sosial.

Metode yang digunakan dalam penelitian sosiolinguistik menemui kendala dalam

masalah penamaan. Walaupun para penelitinya merasa bahwa penamaan bukan masalah yang

urgen untuk membuat keputusan meneruskan atau menghentikan penelitian sosiolinguistik itu

karena tanpa penamaan terhadap jenis-jenis metode itu pun, mereka telah dapat mengamati

dan menjelaskan isu-isu dalam kajian sosiolinguistik. Oleh sebab itu, judul bagian inipun

cukup kemudian disederhanakan menjadi metode penelitian sosiolinguistik.

Untuk memenuhi kebutuhan penjabaran aplikatif dari metode penelitian

sosiolinguistik, pada bagian ini, penyusun akan mengarah kepada pemaparan metode yang

digunakan untuk mengetahui sikap berbahasa yang merupakan bagian dari penelitian di

Page 4: Ragam Metode Penelitian Bahasa

bidang sosiolinguistik. Metodenya sendiri adalah direct method yang kemudian diikuti oleh

teknik wawancara (atau dalam beberapa literatur disebut dengan istilah metode wawancara).

Karena istilah sosioliguistik diungkapkan pertama kali dalam bagian ini, maka penyusun akan

mencoba menjabarkan terlebih dahulu posisi sosiolinguistik dalam penelitian bahasa dan

sosial.

Penelitian Sosiolinguistik Secara Umum

Sebagai langkah awal, seorang peneliti dalam bidang sosiolinguistik harus dapat

membedakan bahasa sebagaimana adanya (deskriptif) dan bahasa sebagaimana seharusnya

(preskriptif atau sering pula disebut normatif). Dalam studi sosiolinguistik jelas bahwa bahasa

harus diteliti sebagaimana adanya, oleh karena itu bahan atau data linguistik yang diperoleh

harus bersifat alamiah (naturally occuring language), tidak boleh dibuat-buat (contrived).

Pengertian data bahasa yang alamiah ini nyata adanya (real), sekalipun ia dapat dibangkitkan

oleh si peneliti tetapi data itu harus dapat diujikan kepada penutur asli lainnya. Walaupun data

dapat dibangkitkan peneliti, data bahasa yang diperoleh perlu diselaraskan dengan pemakaian

bahasa orang lain dalam masyarakat bahasa yang sama agar datanya valid.

Langkah selanjutnya, peneliti harus mampu menyediakan data sesuai dengan objek

dan masalah penelitiannya. Istilah yang sering digunakan untuk menjamin keamanan

penyediaan data penelitian adalah dengan bersemboyan ”lebih baik berlebih daripada kurang”.

Kuantitas tidak menjadi satu-satunya fokus dalam pengumpulan data penelitian, kesesuaian

data dengan objek dan masalah penelitian juga menjadi satu hal yang tidak boleh diabaikan.

Dalam hal ini peneliti mungkin akan menstimulus munculnya data bahasa yang diharapkan,

karena sikap pasif dan menunggu ujaran sasaran untuk keluar sendiri mungkin akan memakan

Page 5: Ragam Metode Penelitian Bahasa

waktu yang sangat lama dan kinerja penelitian yang lebih melelahkan. Stimulus sebagaimana

diungkapkan di atas berupa metode observasi dan metode wawancara yang dikenal tidak

hanya dalam literatur ilmu bahasa tetapi juga dalam ilmu sosial. Metode observasi (dalam

literatur metodologi penelitian linguistik di Indonesia) disebut metode simak, sedangkan

metode wawancara disebut metode cakap (lih. Sudaryanto, 1993).

Metode Penelitian Sikap Berbahasa (Sprechverhalten, language attitude)

Ada dua cara pandang yang umum digunakan untuk mengkaji sikap terhadap bahasa,

yaitu perspektif mentalist dan perspektif behaviorist. Tujuan dari kedua teori ini pada

hakekatnya sama, yaitu memberikan kejelasan secara ilmiah mengenai sifat-sifat dari sikap.

Walaupun demikian, mentalist dan behaviorist memandang sikap dengan cara yang berbeda.

Pandangan mentalist terhadap sikap dapat diwakili oleh William (1974:21), yang menyatakan

bahwa sikap adalah sebuah kondisi internal yang muncul sebagai reaksi atas adanya stimulus

dan menjadi pengubung dengan respon yang mungkin diberikan. Sikap dipandang sebagai

variabel yang muncul antara stimulus dan respon. Kaum behaviorist memandang sikap

sebagai respon yang diambil oleh individu dalam situasi sosial tertentu. Selain itu, kaum

behaviorist memandang sikap sebagai unit tunggal, sedangkan kaum mentalist memandang

sikap sebagai sebuah unit yang terdiri atas beberapa bagian, yaitu kognitif, afektif dan konatif.

Meskipun sikap bersifat abstrak dan tidak senantiasa ajeg sebagaimana model-model

penelitian di bidang ilmu pengetahuan alam, metode dan teknik yang digunakan untuk

menjabarkan sikap terhadap bahasa dalam disiplin ilmu sosiolinguistik sudah mampu

mendeskripsikan dengan sangat baik sikap responden terhadap suatu bahasa tertentu.

Page 6: Ragam Metode Penelitian Bahasa

Ada dua macam metode yang digunakan dalam penelitian mengenai sikap berbahasa

(Fasold 1984:149). Pertama adalah metode langsung, yaitu metode penelitian sikap terhadap

bahasa yang mengkondisikan responden agar memberikan respon terhadap pertanyaan-

pertanyaan yang telah disiapkan secara sistematis baik melalui angket maupun wawancara.

Metode ini jelas membuat responden atau objek penelitian sadar bahwa sikapnya terhadap

bahasa tengah diamati. Metode kedua adalah metode tidak langsung. Metode ini dirancang

sedemikian rupa, sehingga objek penelitian tidak menyadari bahwa sikapnya terhadap bahasa

tertentu tengah diamati. Salah satu tekniknya ialah dengan mengalihkan perhatian responden

pada hal lain selain tema bahasa, namun dalam waktu bersamaan sikapnya terhadap bahasa

bisa diamati.

Agheyisi dan Fishman (1970) mengemukakan tiga teknik yang dapat digunakan dalam

penelitian mengenai language attitudes. yaitu teknik angket, wawancara dan observasi.

Menarik untuk dicermati bahwa teknik wawancara dan teknik observasi dpandang sebagai

metode oleh Kartomiharjo (1988: 17-19) dan Spolsky (2003: 9-12), sehingga dalam literatur

kedua ahli tersebut, istilah yang digunakan adalah metode wawancara dan metode observasi.

Namun demikian, dalam tulisan ini istilah yang akan digunakan adalah metode bagi

wawancara dan observasi.

Teknik angket terbagi menjadi dua jenis, yaitu angket terbuka dan angket tertutup.

angket terbuka memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban sesuai

dengan artikulasinya sendiri, sedangkan angket tertutup menyediakan beberapa alternatif

jawaban, sehingga responden tinggal memilihnya saja.

Metode wawancara memiliki prinsip yang sama dengan angket terbuka, namun tidak

dilakukan secara tertulis. Responden diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang

Page 7: Ragam Metode Penelitian Bahasa

diajukan. Jawaban yang dberikan kemudian direkam atau ditulis untuk dijadikan data

penelitian. Kelemahan utama teknik ini ialah waktu yang dibutuhkan sangat banyak dan

harganya relatif mahal.

Metode observasi umumnya digunakan oleh antropologis dan etnografis. Teknik ini

ditujukan untuk memperoleh data secara naturalis, tanpa ada pengkondisian sama sekali dari

peneliti. Teknik ini cendeung digunakan oleh kaum behavioris. Metode observasi adalah

metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengamati objek kajian dalam konteksnya.

Misalnya, seorang peneliti sedang meneliti ragam ujaran dalam penyampaian maksud atau

keinginan, maka ia harus mengumpulkan ujaran itu bersama dengan konteks lain yang

menyertainyatermasuk unsur prakondisi atau aspek sosial dan budaya. Kemungkinan cara

pengamatan berdasarkan metode observasi ini bisa murni secara tekstual bisa pula secara

kontekstual. Dikatakan murni secara tekstual artinya bahwa si peneliti hanya mengamati teks

tanpa melihat kehadiran penuturnya. Misalnya, peneliti mengamati pemakaian peribahasa

dalam lagu, cerpen, novel, komik, dan media lainnya. Namun karena teks tersebut

menggunakan bahasa yang dipahami si peneliti maka maka peneliti seyogyanya mampu

menghadirkan kembali konteks sosial budaya yang bersifat bawaan dari bahasa itu.

Sebaliknya dikatakan secara kontekstual berarti bahwa peneliti mengamati teks lengkap

dengan konteks ketika bahasa itu tengah dipergunakan.

Dalam praktik pelaksanaan observasi ini, peneliti bisa melakukan pengamatan dengan

cara terlibat langsung, dan bisa pula dengan cara tidak terlibat langsung. Observasi terlibat

langsung ini sering dinamai metode observasi partisipasi atau metode observasi berperan

serta, sedangkan observasi tidak terlibat langsung dikenal pula sebagai metode observasi

nonpartisipasi atau metode observasi tidak berperan serta. Ada perbedaan yang menyolok

Page 8: Ragam Metode Penelitian Bahasa

antara metode observasi partisipasi dengan nonpartisipasi. Dengan cara partisipasi, peneliti

mengamati objek sekaligus terlibat dalam interaksi dengan penutur lain. Sebaliknya, dengan

cara nonpartisipasi, peneliti memang mengamati objek tetapi tidak terlibat dalam interaksi

dengan penutur lain. Dalam konteks terakhir ini, peneliti betul-betul hanya mengamati

bagaimana data bahasa dipergunakan tanpa ada stimulus dari peneliti.

Metode lain yang umum digunakan dalam mengumpulka data penelitian ialah metode

wawancara (interview method). Pada prinsipnya, metode wawancara adalah metode

penyediaan data dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan secara langsung.

Hal ini perlu kita pahami dengan tegas karena apabila wawancara dilakukan orang lain maka

informasi yang diperoleh kurang memadai bahkan akan banyak kehilangan konteks.

Kemudian, informan di sini dipahami sebagai orang yang memberi informasi kepada peneliti.

Informasi yang diberikan itu disebut kemudian kita sebut data.

Dari beberapa jenis metode wawancara yang terdapat dalam literatur ilmu sosial, satu

jenis metode wawancara yang sering diacu dalam penelitian sosiolinguistik adalah metode

wawancara yang direncanakan secara terstruktur atau tidak terstruktur. Berdasarkan cara ini

pula, metode wawancara dibagi atas dua klasifikasi, yaitu metode wawancara terstruktur

(structured interview) dan metode wawancara tidak terstruktur (unstructured interview).

Metode wawancara jenis pertama menyangkut pada persiapan peneliti untuk menyusun daftar

pertanyaan kepada informan. Biasanya peneliti membuat sejumlah pertanyaan berdasarkan

rumusan masalah yang akan dipecahkan. Dengan data yang tersedia peneliti akan

menganalisis pemecahan masalah tersebut. Metode wawancara jenis kedua, peneliti justru

mempersiapkan pertanyaan pokok saja. Ketika wawancara berlangsung, informan akan

memberi jawaban pertama dan dengan jawaban pertama itu peneliti akan memperjelas

Page 9: Ragam Metode Penelitian Bahasa

jawaban itu dengan mengajukan pertanyaan yang sifatnya lebih mendalam, begitu seterusnya

secara beruntun. Apabila dipandang sudah jelas, peneliti akan beralih pada pertanyaan dengan

pokok bahasan yang lain. Untuk mendapatkan data yang lengkap, peneliti bisa menggunakan

teknik elisitasi (Spolsky, 2003: 9), yaitu satu strategi untuk memancing atau mengarahkan

informan dalam memberi informasi yang sebenarnya. Sistem wawancara tidak terstruktur ini

seringkali disamakan pengertiannya dengan metode wawancara mendalam (indept

interwiewing method).

Tataran Aplikatif

Sekait dengan bahasan ini, penyusun pernah melakukan penelitian mengenai sikap

berbahasa orang Indonesia dan orang Jerman untuk mengetahui potensi hambatan

berkomunikasi diantara penutur dua bahasa yang tidak serumpun tersebut. Untuk memenuhi

tujuan penelitian, maka peneliti mengambil sampel penelitian yang terdiri atas lima orang

native bahasa Indonesia dan lima orang native bahasa Jerman. Langkah ini diambil untuk

mendapatkan data mengenai pola ujar kedua penutur. Sebagai pertimbangan kesesuain dengan

masalah penelitian, semua responden merupakan pembicara asli yang pernah berinteraksi

lintas budaya (cross cultural communication) antara bahasa Jerman dan baahsa Indonesia

selama minimal satu tahun.

Disamping itu, Penyusun juga melakukan kajian literatur untuk mengetahui aspek-

aspek sosial yang akan dikorelasikan dengan sikap berbahasa masing-masing penutur. Kajian

ini menyangkut sistem nilai, budaya, pola hidup pada umumnya dan kajian kebahasaan seperti

gramatika yang memenuhi fungsi kesopanan dan mencerminan strata sosial. Untuk menjamin

akurasi data kepustakaan, penyusun melakukan kajian literatur dengan objek berbagai buku

Page 10: Ragam Metode Penelitian Bahasa

referensi, rekaman pidato dan dokumen terkait lainnya yang diambil langsung dari masing-

masing budaya, dalam hal ini langsung dari negeri Jerman dan Indonesia dalam bahasa aslinya

masing-masing.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah indept interviewing method, peneliti

menyusun pertanyaan pokok untuk kemudian diajukan kepada responden untuk mendapatkan

data penelitian. Jawaban yang diberikan kerap kali dikejar dengan pertanyaan lanjutan agar

data yang diperoleh mencukupi secara kuantitas dan kualitas. Untuk menjaga agar data yang

telah diperoleh tidak mengalami distorsi dalam pencatatan, maka semua hasil wawancara

direkam untuk kemudian dibuat transkripnya.

Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan data penelitian dan

mengkategorikannya sesuai dengan aspek-aspek yang akan diteliti. Data yang telah tersusun

rapi kemudian dikorelasikan dengan aspek sosial yang melatarbelakanginya. Langkah ini

berupaya untuk menemukan jawaban mengenai sikap berbahasa masing-masing penutur, yang

pada gilirannya akan membangun pemahaman dan pengertian dalam komunikasi lintas

budaya.

Langkah terakhir adalah menyimpulkan potensi hambatan komunikasi yang muncul

dalam situasi interaksi komunikasi yang melibatkan native bahasa Jerman dan native bahasa

Indonesia. Kesimpulan ini kemudian didukung oleh beberapa kasus yang terungkap melalui

wawancara dengan responden. Hasil penelitian bisa digunakan untuk menambah wawasan

para pendidik dan segenap khalayak yang karena alasan profesionalitas atau entertainment

sering berinteraksi dengan penutur bahasa asing, khususnya bangsa Jerman.

Page 11: Ragam Metode Penelitian Bahasa

II. Metode Penelitian dyadic dalam Semiotika

Sebagaimana telah kita ketahui, istilah semiotik atau semiology berasal dari kata

semeion dalam bahasa Yunani yang berarti „tanda‟. Umumnya istilah semiotik dimaknai

secara sederhana sebagai ilmu mengenai tanda. Istilah ini diberikan oleh linguis besar asal

Swiss, Ferdinand de Saussure (1857-1913) ketika ia memberikan kuliah „course in general

lingustics‟ di universitas Jenewa. Model tanda yang dikemukakan oleh Saussure adalah model

tanda dua bagian, atau disebut pula dengan istilah „dyadic‟. Saussure menegaskan bahwa

tanda dibentuk dari dua hal, yaitu „sigifier’ (significant) dan „signified (signifiě). Signifier

dimaknai sebagai sebuah pola bunyi, yaitu impresi psikologis pendengar akan sebuah bunyi.

Pola bunyi (sound pattern) pada akhirnya membedakan makna yang dikandungnya dengan

bunyi. Signified sendiri tidak mengacu kepada objek atau benda, tapi cenderung mengacu

kepada konsep. Dengan demikian, Saussure menekankan bahwa tanda linguistik bukan

merupakan hubungan antara sebuah hal dengan sebuah nama, tapi merupakan hubungan

antara sebuah konsep dengan pola bunyi (sound pattern).

Sebagai pembanding terhadap model dyadic Saussure yang bisa digunakan untuk

menganalisa bahasa dari sisi tanda, ada baiknya kita cermati model semisal yang

dikembangkan oleh seorang tokoh besar dalam perkembangan semiotik yang berasal dari

Amerika. Linguis besar ini bernama Charles Sanders Pierce (1839-1914) yang mengemukakan

mode semiotik berbeda dalam waktu yang relatif bersamaan dengan Sussure. Berbeda dengan

model „dyadic‟ yang diungkapkan oleh Saussure, Peirce mengemukakan model triadic tanda,

yang terdiri atas elemen-elemen sebagai berikut.

Page 12: Ragam Metode Penelitian Bahasa

a. Representamen, adalah bentuk yang diambil sebagai tanda (tidak senantiasa bersifat

material).

b. Interpretant, cenderung bermakna gagasan yang dimunculkan oleh tanda.

c. Objekt, adalah hal kemana tanda terkait mengacu.

Hubungan antara ketiga elemen tersebut disebut „semiosis‟. Untuk lebih memahaminya, kita

bisa ilustrasikan dengan lampu lalu lintas. Dalam model tanda yang dikemukakan oleh Peirce,

lampu tanda berhenti akan diwakili oleh lampu merah yang ada di persimpangan jalan

(sebagai representamen), kendaraan berhenti (sebagai objek) dan gagasan bahwa lampu merah

mengindikasikan kendaraan harus berhenti (sebagai interpretant).

Dalam model yang dikemukakan oleh Saussure, sebuah tanda hanya akan bermakna

ketika dikaitkan dengan tanda lainnya. Dalam diskusi semiotik, terdapat tiga hal utama yang

bisa dianalisis, antara lain:

a. Tanda itu sendiri

b. Kode atau sistem dimana tanda tersebut dibentuk

A

B

C sign vehicle

sense

referent

Page 13: Ragam Metode Penelitian Bahasa

c. Budaya dimana kode dan tanda tersebut digunakan.

Pembedaan ini semakin menguatkan pendapat bahwa tanda tidak bisa terlepas dari

konteksnya. Kondisi ini diperkuat oleh pendapat Chandler yang menyatakan bahwa tanda

bukanlah makna, makna baru muncul melalui penafsiran dan konteksnya. Dengan demikian

dapat kita katakan bahwa semiotik merupakan sebuah hubungan sosial antara pembuat makna

dan tanda yang bisa ditafsirkan secara beragam.

Saussure membedakan struktur paradigmatik dan sintagmatik dari tanda. Istilah

paradigma dalam semiotik mengacu kepada kombinasi tanda yang membentuk kelompok

kategori makna yang relevan, sedangkan sintagma mengacu kepada kombinasi beraturan dari

tanda-tanda yang saling berkaitan sehingga membentuk makna keseluruhan. Klasifikasi ini

berimbas kepada adanya dua cara yang bisa digunakan untuk menganalisa tanda dalam sistem

bahasa.

III. Metode Penelitian Kuasi Eksperimen

Kuasi eksperimen adalah sebuah metode penelitian ilmiah yang umum digunakan di

bidang bahasa dan sosial. Kata „kuasi‟ berasal dari quasi yang artinya „kemiripan‟ atau

„tiruan‟, dengan demikian kuasi eksperimen memiliki berbagai karakter dari eksperimen yang

tujuannya adalah menemukan interfensi atau treatment tertentu. Kunci perbedaan dari

pendekatan empiris ini terletak pada kurangnya random assignment. Dengan kata lain, Metode

quasi eksperimen adalah metode penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang

merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang

Page 14: Ragam Metode Penelitian Bahasa

sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi

semua variabel yang relevan.

Desain Penelitian

Langkah awal untuk menciptakan sebuah kuasi eksperimen adalah dengan

mengidentifikasi variabel-variabelnya. Kuasi- variabel bebas disebut dengan istilah variabel x,

adalah variabel yang dimanipulasi untuk mempengaruhi variabel terikat. “x” pada umumnya

berupa variabel yang berkelompok dengan level yang berbeda. Pengelompokan dalam hal ini

berarti dua kelompok atau lebih sebagai kelompok treatment dan sebuah kelompok sebagai

kelompok kontrol. Hasil yang diharapkan adalah variabel terikat yang disebut dengan istilah

variabel y. dalam analisis time series, variabel terikat diamati dalam rentang waktu tertentu

untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Ketika variabel berhasil diidentifikasi dan

didefinisikan, sebuah prosedur kemudian diterapkan dan perbedaan dalam kelompok kemudia

diuji.

Kelebihan

Karena desain kuasi eksperimen digunakan ketika randomisasi tak mungkin dilakukan,

maka desain ini lebih mudah dilaksanakan daripada eksperimen penuh. Dibutuhkan relatif

lebih sedikit upaya untuk mempelajari dan membandingkan sekelompok subjek yang secara

natural telah terorganisir daripada melakukan random assignment terhadap banyak subjek.

Disamping itu, penggunaan kuasi eksperimen mampu meminimalisir ancaman terhadap

validitas eksternal, karena lingkungan alamiah tidak mengalami masalah artificial yang sama

Page 15: Ragam Metode Penelitian Bahasa

dengan setting laboratorium yang dikontrol secara total. Karena kuasi eksperimen merupakan

eksperimen alamiah, satu kuasi eksperimen bisa kemudian diterapkan bagi subjek dan kondisi

lainnya, memungkinkan dilakukannya generalisasi bagi populasi. Selain itu, eksperimen

semacam ini efisien untuk dilakuka dalam penelitian longitudinal yang melibatkan periode

waktu yang lama, yang dapat ditindaklanjuti dalam lingkungan yang berbeda. Namun

demikian, kuasi eksperimen juga memiliki kelemahan, seperti misalnya kontrol yang ada

dalam upaya manipulasi variabel bebas dapat mengarahkan eksperimen kepada situasi yang

tidak alami.

Istilah kuasi eksperimen mengacu kepada sebuah tipe dari desain penelitian yang

memiliki banyak kemiripan dengan desain eksperimen tradisional, namun memiliki kekhasan

berupa kurangnya randomisasi. Dengan randomisasi, setiap partisipan memiliki kesempatan

yang sama untuk dimasukkan ke dalam kelompok treatment. Dengan demikian, randomisasi

mampu memberikan jaminan bahwa kelompok eksperimental dan kelompok control

ekuivalen.

Ada beberapa tipe kuasi eksperimen mulai dari yang paling sederhana sampai kepada

yang kompleks. Masing-masing memiliki kekuatan, kelemahan dan aplikasi tersendiri.

Desain-desain kuasi eksperimen ini antara lain:

1. Satu kelompok post test

2. Satu kelompok pre test post test

3. Desain removed-treatment

4. Desain control kasus

5. Desain control kelompok non-ekuivalen

6. Desain interrupted time-series

Page 16: Ragam Metode Penelitian Bahasa

7. Desain regresi diskontinutas

Dari semua macam desain penelitian kuasi eksperimen ini, desain regresi

diskontinuitas (regression discontinuity design) adalah yang paling mirip dengan desain

eksperimental. Namun desain ini memerlukan lebih banyak partisipan dan model bentuk

fungsional yang lebih layak antara penugasan dengan outcome, agar memiliki kekuatan yang

sama dengan desain eksperimental.

IV. Indirect Method dengan Menggunakan Metode Penelitian Matched-Guise

Sebagaimana telah dikemukakan di awal, metode yang digunakan untuk menentukan

sikap mengenai bahasa dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Metode

langsung total mengarahkan subjek untuk menjawab kuesioner atau pertanyaan dalam

wawancara yang secara sederhana meminta pendapat responden mengenai suatu bahasa

tertentu. Sedangkan metode tidak langsung berusaha untuk menjaga responden agar tidak

menyadari bahwa sikapnya mengenai bahasa sedang diobservasi.

Salah satu contoh pendekatan tidak langsung adalah penelitian yang dilakukan oleh

Cooper dan Fishman (1974:16-17). Mereka tertarik untuk menguji hipotesis mengenai sikap

terhadap bahasa hebrew di Israel yang dipandang sebagai bahasa yang lebih relevan untuk

membahasa tema-tema ilmiah dan sikap terhadap bahasa Arab, yang dianggap sebagai bahasa

yang lebih layak untuk digunakan dalam bahasan-bahasan keagamaan.

Pengujian terhadap hipotesis tersebut dilakukan dengan cara mengambil responden

sekelompok muslim dewasa yang mampu berbahasa arab dan Hebrew dengan baik dan

menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Semua responden diminta mendengarkan

Page 17: Ragam Metode Penelitian Bahasa

empat pesan yang masing-masing berdurasi satu menit dan direkam dari pembicara bahasa

Arab dan Hebrew yang fasih. Rekaman pertama berisi penjelasan mengenai buruknya efek

tembakau dalam rokok beserta penjelasan ilmiahnya dan di rekam dalam masing-masing

bahasa Arab dan Hebrew. Rekaman kedua juga direkam dalam kedua bahasa, berisikan

buruknya efek alkohol dan argumentasinya diambil dari ajaran agama Islam. Penelitian ini

menunjukkan hasil yang dramatis. Kelompok responden yang mendengarkan rekaman

mengenai efek buruk tembakau dan alasan ilmiahnya dalam bahasa Hebrew mendukung

diberlakukannya pajak yang tinggi bagi rokok, namun kelompok responden yang

mendengarkan rekaman tersebut dalam bahasa Arab tidak mendukung seluruhnya.

Sebaliknya, kelompok responden yang mendengarkan rekaman buruknya alkohol beserta

ajaran Islam yang melarangnya dalam bahasa Arab mendukung dinaikkannya pajak minuman

keras, namun kelompok responden yang mendengarkan rekaman sejenis dalam bahasa

Hebrew tidak seluruhnya mendukung kenaikan pajak bagi minuman keras.

Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis terbukti benar. Di Israel, sikap terhadap

bahasa Hebrew menjadikan bahasa ini lebih efektif digunakan dalam bidang ilmiah,

sedangkan sikap terhadap bahasa Arab menjadikan bahasa Arab lebih efektif digunakan untuk

menjelaskan mengenai ajaran keagamaan. Selama penelitian berlangsung, para responden

tidak menyadari bahwa mereka sedang diobservasi. Perhatian mereka teralihkan kepada isu

efek buruk dari tembakau dan minuman keras.

Sebuah metode eksperimental yang telah menjadi metode standar dalam penelitian

sikap terhadap bahasa adalah metode matched-guise yang dikembangkan oleh Wallace

Lambert dan rekan-rekannya. Metode matched-guised murni bertujuan mengontrol semua

variabel yang ada dalam penelitian, kecuali bahasa. Penelitian ini mengambil responden

Page 18: Ragam Metode Penelitian Bahasa

sekelompok orang yang bilingual (misalnya 3 orang), kemudian diminta untuk membaca

sebuah teks yang sama persis, satu dalam sebuah bahasa dan satu lagi dalam bahasa lain. Hasil

rekaman kemudian diatur sedemikian rupa agar terkesan bahwa yang direkam terdiri atas

pembicara yang berbeda. Rekaman tersebut kemudian diperdengarkan kepada sampel yang

berasal dari komunitas yang sama. Sampel diminta untuk mendengarkan rekaman dan

menebak tingkat intelejensi dan kelas sosialnya.

Hasil yang diperoleh menunjukkan apakah satu responden dinilai berbeda oleh sampel

dari sisi intelejensi dan kelas sosialya ataukah tidak. Bila iya, maka pengaruh penilaian ini

pasti berasal dari bahasa yang digunakan, bukannya dari faktor lain, karena suara yang

diperdengarkan sama. Dengan demikian terungkaplah bagaimana sikap sampel yag dianggap

mewakili komunitas terhadap bahasa tertentu.

Dalam perkembangannya, metode matched-guised ini mengalami modifikasi, namun

tetap dengan dasar yang sama. Format yang digunakan untuk mencatat respon pendengar

adalah skala differensial semantik (semantic differential scales). Itulah sebabnya metode

matched-guised biasa dipasangkan dengan semantic differential scales dalam sebuah

penelitian.

Skala ini berupa turus yang dituliskan sesuai dengan penilaian pendengar terhadap

pembicara dalam rekaman. Sebagai contoh, bila pendengar menilai orang yang sedang

berbicara sifatnya tidak ramah, maka ia akan menuliskan turus dekat kepada kata „tidak

ramah‟, bila ia nilai ramah maka akan ditempatkan dekat kepada kata „ramah‟, namun bila

terkesan biasa maka akan dituliskan di tengah-tengah.

Page 19: Ragam Metode Penelitian Bahasa

Ramah _____ _____ _____ _____ _____ _____ tidak ramah

Setelah respon dari semua pendengar dikumpulkan, maka dibuatlah tabulasi dari tiap

pembicara dengan cara yang sama. Bila satu orang yang berbicara dalam dua bahasa berbeda

diberikan penilaian berbeda dalam skala diferensial semantik, misalnya ketika berbicara dalam

bahasa Indonesia dianggap lebih dekat ke kutub tidak ramah, lalu ketika berbicara dala bahasa

Sunda dianggap ramah, maka perbedaan penilaian atau sikap ini pasti muncul akibat dari

bahasa, karena pada hakekatnya orang yang berbicara dalam dua bahasa berbeda itu adalah

sama, namun responden tidak menyadarinya.

V. Metode Deskriptif Analisis

Metode deskriptif analitis merupakan pengembangan dari metode deskriptif, yakni

metode yang mendeskripsikan gagasan manusia tanpa suatu analisis yang bersifat kritis.

Dengan kata lain, penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah

yang diselidiki dengan melukiskan keadaa subjek dan objek penelitian pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adnya.

Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas pada pengumpulan dan

penyusunan data, namun meliputi analisis dan interpretasi tentang data tersebut. Selain itu,

semua yang dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.

Sedangkan metode deskriptif analitis, seperti dikemukakan oleh Suriasumantri, yaitu

metode yang dipergunakan untuk meneliti gagasan atau produk pemikiran manusia yang telah

tertuang dalam bentuk media cetak, baik yang berbentuk naskah primer maupun naskah

Page 20: Ragam Metode Penelitian Bahasa

sekunder dengan melakukan studi kritis terhadapnya. Fokus penelitian deskriptif analitis

adalah berusaha mendeskripsikan, membahas, dan mengkritik gagasan primer yang

selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi

yang berupa perbandingan, hubungan, dan pengembangan model.

Dalam berbagai penelitian kebahasaan, banyak peneliti yang menggunakan

metode deskriptif analisis sebagai metode awal yang digunakan untuk menjelaskan fenomena

yang ada sesuai dengan kondiri riil di lapangan. Metode ini memiliki peranan strategis karena

terlebih dahulu mengenalkan objek dan kondisi permasalahan yang tengah diteliti kepada

segenap seluruh pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian. Metode deskriptif analisis

juga mempunyai dinamisasi yang baik untuk dilanjutkan dengan berbagai metode penelitian

lainnya. Dalam penelitian bahasa asing sebagai bahasa kedua, para peneliti umum

menggunakan metode deskriptif analisis sebagai langkah awal penelitian, kemudian

dilanjutkan dengan metode analisis kesalahan dalam bidang gramatika atau ujaran. Cukup

banyak pula penelitian S1 yang menggunakan metode deskriptif analisis sebagai langkah awal

penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis kontrastif, termasuk dalam bidang kontrastif

lintas budaya.

Page 21: Ragam Metode Penelitian Bahasa

DAFTAR PUSTAKA

A.R., Syamsuddin. 1998. Data dalam Pola Pikir dan Penelitian Ilmiah. Bahan Kuliah Kursus

Tenaga Pengajar Akademis Sesko AU. FPBS UPI. Bandung

A.R.,Syamsuddin. 1991. Proto Austronesia pada Bahasa Bima, Manggarai dan Sunda.

Kajian Historis Komparatif dari Segi Refleksi, Korespondensi, Masa Pisah dan

Penegelompokan. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung

Bloomfield, Leonard. 1984. Language. The University of Chicago Press. Chicago and

London.

Chandler, Daniel. 2002. Semiotics: The Basic. London: Routledge

De Beaugrande.1991. Linguistic Theory.The Discourse of Fundamental Work. New York:

Longman Group UK Limited.

Kartomiharjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Dpedikbud,

Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan.

Nasution. 2004. Metode Research, Penelitian Ilmiah. (cetakan ke-7). Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Palmer, F.R.1981. Semantics. London, New York, New Rochelle, Melbourne, Sydney:

Cambridge University Press.

Spolsky, Bernard. 2003. Sociolinguistics. (Cetakan ke-4). Oxford: Oxford University Press

Page 22: Ragam Metode Penelitian Bahasa

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana

Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.