Rad TB Tulang Kw

41
BAB I PENDAHULUAN Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi. Mycobacterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali, terutama penderita TB menular. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang (WHO, treatment of tuberculosis, guidelines for national programmes, 1997). Dinegara-negara berkembang kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian. Diperkirakan 95% penderita TB berada dinegara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 583.000 kasus TB baru dengan kematian karena TB sekitar 1

description

-

Transcript of Rad TB Tulang Kw

Page 1: Rad TB Tulang Kw

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan

tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.

Mycobacterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia pada

tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena pada

sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali, terutama penderita

TB menular. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta

penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang (WHO, treatment of

tuberculosis, guidelines for national programmes, 1997). Dinegara-negara

berkembang kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian. Diperkirakan

95% penderita TB berada dinegara berkembang, 75% penderita TB adalah

kelompok usia produktif (15-50 tahun). Di Indonesia pada tahun 1995, hasil

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukan bahwa penyakit TB

merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan

penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari

golongan penyakit infeksi. Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi

sekitar 583.000 kasus TB baru dengan kematian karena TB sekitar 140.000.

Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130

penderita baru TB paru BTA positif (Masjoer, et al, 2004).

Tuberkulosis tulang (TB tulang) adalah suatu proses peradangan kronik

dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara

hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran

basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer. (Masjoer, et al,

2004). Timbulnya TB tulang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini

belum tuntas diberantas. Kondisi ini masih lebih sering terjadi dibandingkan

tumor tulang primer, lesi kemerahan dan kelainan bentuk yang mengakibatkan

kelumpuhan, yang dahulu sering ditemukan dan kini jarang terlihat. Penyebaran

secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paru-paru dan

1

Page 2: Rad TB Tulang Kw

mungkin terjadi ketika infeksi primer. Pemeriksaan radiografi thorak,

menunjukkan penyakit aktif TB sedikitnya 50% dari kasus. Organisme ini

rupanya memiliki masa dormant dan kemudian dapat menjadi aktif lagi. Bacillus

ini berada di dalam spongiosa dari metafisis tulang panjang. Pengaruh pada

Colum vertebral ada dalam 50% kasus. Lesi biasanya tunggal, walaupun ada juga

gambaran multifokal kistik pada tulang (David, 2001).

Tuberkulosis tulang belakang (spondilitis tuberkulosa) merupakan

kejadian yang paling umum dari tuberkulosis tulang dan itu terjadi sekitar 50%

dari semua kasus tuberkulosis tulang hampir 88% tentang kasus infeksi atau

peradangan tulang belakang yang kronis adalah tuberkulosis asal. Area predileksi

yang utama adalah tulang belakang, pinggul, lutut, kaki, siku, tangan, dan bahu,

serta rahang bawah (mandibula) dan sendi temperomandibular adalah daerah yang

paling sedikit kejadiannya. Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling tinggi

adalah pada tulang belakang, biasanya di daerah vertebra torakal atau vertebra

lumbal, dan jarang terdapat di darah vertebra servikalis (Rasad, et al, 2003).

2

Page 3: Rad TB Tulang Kw

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal

yang bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman

spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra

sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia

(Tandiyo, 2010).

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula

dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculous vertebral

osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh

dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya

dikarenakan penyakit ini. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh

Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara

kelemahan anggota gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi

hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga

ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga etiologi

untuk kejadian tersebut menjadi jelas. Dahulu, spondilitis tuberkulosa

merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-

anak, yang terutama berusia 3-5 tahun (Vitriani, 2002).

2.2 Epidemiologi

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan

biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan

masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di Negara tersebut. Saat ini

spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas

utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia,

dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan

masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju

3

Page 4: Rad TB Tulang Kw

insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30

tahun terakhir (Craig, 2009).

Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit

ini mengalami peningkatan pada populasi imigran, tuna wisma lanjut usia

dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV. Di Amerika Utara, Eropa

dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia

rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar

mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola ini

mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi

infeksi tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong (Lieberman,

2009).

Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang

dan sendi terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang

atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi

untuk menahan beban (w eight bearing) dan mempunyai pergerakan yang

cukup besar lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain.

Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang

paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti

kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,

sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal

terutama torakal bagian bawah (umumnya T X) dan lumbal bagian atas

merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini

pergerakan dan tekanan dari w eight bearing mencapai maksimum, lalu

dikuti dengan area servikal dan sacral (Zychowicz, 2010).

2.3 Etiologi

Penyakit spondilitis tuberculosa disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang

yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui

cara yang konvensional. Teknik Ziehl-Nielson digunakan untuk

memvisualisasikannya. Bakteri ini tumbuh secara lambat dalam media egg-en

4

Page 5: Rad TB Tulang Kw

riched dengan periode 6-8 minggu. Spesies Mycobacterium yang lain dapat juga

bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum,

Mycobacterium bovine, ataupun non-tuberculous mycobacteria yang banyak

ditemukan pada penderita HIV. Produksi niasin merupakan

karakteristikMycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk

membedakannnya dengan spesies lain (Vitriani, 2002).

2.4 Patofisiologi

Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus

respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk

maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB

dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga delapan

minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami

reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna.

Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit

ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya

mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian

depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan

eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya

terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra

sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya

kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung

menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus

menghancurkan vertebra di dekatnya (Vitriani, 2002)

Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang

fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum

longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini

dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis

ligament yang lemah (Vitriani, 2002).

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis

dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat

5

Page 6: Rad TB Tulang Kw

dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal

sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat

trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya

tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral,

berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat

menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal

dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah

ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke

daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada

trigonum skarpei atau regio glutea (Qittun, 2008)

Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas

dan tengah, tetapi yang paling sering pada vertebra torakalis XII. Bila dipisahkan

antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya

pada vertebra torakalis X sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis.

Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi

medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal VIII

sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan

paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara

medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai

melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis X, sedang kanalis vertebralis di

daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra lumbalis I, kanalis vertebralisnya jelas

lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari

bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih

sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal. Kerusakan medulla spinalis

akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu (Mclain et al., 2004):

1. Penekanan oleh abses dingin

2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis

3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya

4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak.

6

Page 7: Rad TB Tulang Kw

Perjalanan penyakit ini terbagi dalam 5 stadium yaitu (Hidalgo, 2006):

a. Stadium implantasi.

Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita

menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung

selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus

dan pada anak- anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

b. Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra

serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama

3-6 minggu.

c. Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan

terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses

dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya

dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada

saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior)

akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis

atau gibbus.

d. Stadium gangguan neurologist

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,

tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.

Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis

tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan

paraplegia, yaitu:

Derajat I: kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah

melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini

belum terjadi gangguan saraf sensoris.

Derajat II: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi

penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.

7

Page 8: Rad TB Tulang Kw

Derajat III: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang

membatasi gerak/aktivitas penderita serta

hipoestesia/anesthesia.

Derajat IV: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai

gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott

paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari

keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia

terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau

akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya

granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak

aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang

kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang

progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis

paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang

disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

e. Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium

implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan

vertebra yang massif di sebelah depan.

2.5 Gejala Klinis

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan

gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama

pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai

dengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang

mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat

laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski

bilateral (Hidalgo, 2006).

Pada stadium awal belum ditemukan deformitas tulang vertebra dan belum

terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,

8

Page 9: Rad TB Tulang Kw

terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda

terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar

50% kasus, termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan

paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di

antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan

tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas (Craig, 2009).

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri dan kekakuan di

daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat

adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari

bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik.

Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian

posterior tulang juga terlibat (Wheeles, 2011).

2.6 Diagnosis

1. Pemeriksaan Radiologis

a. Foto Thorakolumbal

Pemeriksaan radiologis merupakan suatu pencitraan yang ideal harus dapat

memberikan keterangan mengenai:

• Jumlah vertebra yang terlibat, sudut kifosis yang terjadi

• Seberapa jauh destruksi tulang telah terjadi, apakah hanya terbatas pada

kolumna anterior atau sudah mencapai kolumna posterior

• Ada tidaknya keterlibatan jaringan lunak, termasuk pembentukan abses dan

sekuesterisasi diskus interverbralis

• Ada tidaknya kompresi medula spinalis dan tingkat keseriusannya

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat

diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain

Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus

vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara

korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses

paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk

sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah

9

Page 10: Rad TB Tulang Kw

lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi

vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis (Newanda, 2009).

Gambar 2.1 Destruksi vertebra disertai kiphosis (Craig, 2009)

Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut

mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka

mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian

terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu

adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi

berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu (Craig,

2009).

Gambar 2.2 Gambaran Gibbus pada tulang belakang (Craig, 2009)

10

Page 11: Rad TB Tulang Kw

“Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak

teratur.

Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.

Abses dingin.

Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang

berbentuk kumparan (“Spindle”). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada

vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2 (Newanda, 2009)

Gambar 2.3 Seorang laki-laki dengan spondylitis tuberkulosa mengalami low back pain (LBP) selama 5 bulan. Gambaran radiografi nteroposterior (A) dan lateral (B) menunjukkan adanya destrukdi corpus vertebra lumbal ! dan II dengan hilangnya discus intervertebralis. Destruksi corpus vertebra terletak pada bagian anterior corpus, yang menyebabkan deformitas khas berupa gibbus. Terdapat sklerosis reaktif yang merupakan ciri khas dari infeksi tuberkulosa (Shanley, 1995)

Gambar 2.4 Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan infeksi tuberculosis pada vertebra thoracalis. Gambaran radiografi lateral pada corpus vertebra thoracalis menunjukkan destruksi total dari corpus vertebra thoracalis VI yang menyebabkan deformitas plana pada vertebra. Diskus intervertebralis yang berdekatan tidak tervisualisasi dengan baik.

11

Page 12: Rad TB Tulang Kw

Terdapat pula destruksi dari corpus vertebra thoracalis VII bagian anterior dan posterior sehingga menyebabkan deformitas gibbus (Shanley, 1995)

Gambar 2.5 Seorang laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. A. gambaran radiografi lateral dari vertebra lumbal menunjukkan erosi fokal (tanda panah) pada aspek antero-superior dari corpus vertebra lumbal IV. Subtle erosion juga terdapat pada endplate vertebra lumbal III antero-inferior. B. gambaran radiografi didapat 3 bulan sebelumnya menunjukkan perubahan erosi pada corpus vertebra, sklerosis pada end plate vertebra, hilangnya discus intervertebralis yang berdekatan, tampak suatu massa jaringan lunak pada bagian anterior (tanda panah), dan ada pembentukan gibbus awal (Shanley, 1995).

Gambar 2.6 Pria berusia 18 tahun dengan abses paraspinal tuberkulosa. Gambaran radiografi thorax menunjukkan fusiform soft-tissue swelling (tanda panah) pada regio thorax bawah yang menunjukkan adanya abses tuberkulosa paraspinal (Shanley, 1995).

12

Page 13: Rad TB Tulang Kw

b. Pemeriksaaan CT-scan

CT scan menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan

mendeteksi lesi lebih dini dibandingkan foto polos. Pada suatu penelitian,

didapatkan 25% penderita memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT scan

dan MRI. CT scan secara efektif dapat melihat kalsifikasi pada abses jaringan

lunak. Selain itu CT scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi

(Newanda, 2009).

Lesi terlihat osteolitik iregular, bermula pada korpus dan kemudian

menyebar sehingga vertebra kolaps dan terjadi herniasi diskus ke dalam vertebra

yang hancur. CT scan dapat menggambarkan keterlibatan elemen posterior

bilateral akan berakibat instabilitas tulang belakang sehingga tindakan operatif

merupakan indikasi dan prosedur anterior strut grafting mungkin tidak adekuat

sehingga dibutuhkan instrumentasi posterior (Newanda, 2009).

o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,

skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan

kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra

(panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih) (Newanda, 2009).

Gambar 2.7 Pria berusia 42 tahun dengan infeksi tuberkulosa pada sacrum. Unenhanced CT scan dari pelvis menunjukkan destruksi dari bagian anterior sacrum dan abses tuberkulosa luas pada presacral (tanda panah putih). Terdapat pula sequestrum (tanda panah hitam (Shanley, 1995)

13

Page 14: Rad TB Tulang Kw

Gambar 2.8 Pria berusia 45 tahun dengan tuberculosis yang melibatkan vertebra thoracalis. A. Gambaran posterior dari whole-body CT scan menunjukkan peningkatan uptake radionuclide pada vertebra thoracalis bagian tengah dan bawah. B. Axial single-photon emission CT scan menunjukkan keterlibatan corpus vertebra dan meluas sampai bagian posterior (tanda panah) yang tidak tampak pada foto polos (Shanley, 1995).

Gambar 2.9 Laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. Pada CT scan dengan kontras abdomen menunjuuka destruksi litik pada bagian anterior dari corpus vertebra lumal I (tanda panah hitam) dan pembentukan abses pada paraspinal terdekat dan psoas kanan (tanda panah putih) (Shanley, 1995).

14

Page 15: Rad TB Tulang Kw

Gambar 2.10 Laki-laki berusia 42 tahun dengan spondylitis tuberculosis. Unenhanced CT scan dari spine menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari corpus vertebra lumbal I. Abses interosseosa meluas sampai ke bagian posterior (tanda panah), menyebabkan perluasan minimal pada saccus thecal (Shanley, 1995).

Gambar 2.11 Laki-laki 33 tahun dengan spinal tuberculosis. Gambar A, Terdapat penyengatan kontras pada CT-scan abdomen dengan teknik bone window menunjukkan cloaca (panah) di bagian anterolateral dari corpus vertebrae thorax XII. Gambar B, Gambaran CT-scan beberapa sentimeter di bagian caudal dari gambar A menunjukkan abses besar pada muskulus psoas kiri yang disebabkan oleh dekompresi spontan abses T12 intraosseous. Gambar C, CT-scan yang melalui bagian bawah dada menunjukkan efusi pleura kiri yang besar dan atelektasis lobus bawah kiri. Efusi ini disebabkan oleh perluasan cephalic dari rupture dan abses paraspinal ke dalam rongga pleura kiri (Shanley, 1995)

15

Page 16: Rad TB Tulang Kw

.Gambar 2.12 Gambar 6, laki-laki usia 43 tahun dengan spinal tuberculosis. Penyengatan kontras CT-scan abdomen menunjukkan destruksi litik dari bagian anterior corpus vertebrae lumbal I (panah hitam) dan pembentukan abses di psoas kanan dan paraspinal. Gambar 7, laki-laki 42 tahun dengan spondilitis tuberkulosa. CT-scan tanpa penyengatan spina menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari corpus vertebrae lumbal I. Terdapat perluasan posterior dari abses intraosseus (panah) yang menghasilkan gangguan ringan pada saccus thecal (Shanley, 1995)

c. Pemeriksaan MRI

Kelebihan MRI adalah kemampuannya dalam proyeksi multiplanar dan

dalam spesifitas terutama jaringan lunak yang dapat ditampilkan lebih baik

sehingga dapat mendeteksi lesi lebih awal dan lebih menyeluruh (Newanda,

2009).

Pada MRI akan ditemui penurunan intensitas sinyal fokus infeksi pada

gambaran T1-weighted dan peningkatan sinyal yang heterogen pada gambaran

T2-weighted. Pada pemberian kontras infeksi tuberkulosis memperlihatkan

penyangatan inhomogen pada infiltrasi sumsum tulang dengan tepi lesi

menyangat. Abses tuberkulosis pada pemberian kontras akan memperlihatkan

penyangatan perifer dengan nekrosis sentral. Keterlibatan diskus invertebralis

sebagian besar akan menampilkan gambran klasik diskitis berupa peningkatan

singal pada gambaran T2-weighted, penurunan sinyal pada gambaran T1-

weighted dan menyangat setelah pemberian kontras (Newanda, 2009).

MRI menggambarkan perluasan infeksi paling baik dan dapat

memperlihatkan penyebaran granuloma tuberkulosis di bawah ligamentum

longitudinal anterior dan posterior. MRI dapat membedakan jaringan patologis

yang mengakibatkan penekanan pada struktur neurologis. Hal ini penting karena

16

Page 17: Rad TB Tulang Kw

intervensi bedah dibutuhkan pada defisit neurologis yang disebabkan penekanan

oleh deformitas tulang berupa kifosis atau oleh konstriksi akibat fibrosis di

sekeliling kanalis neuralis ((Newanda, 2009)).

Mehta mengajukan klasifikasi tuberkulosis vertebra torakal berdasarkan

ekstensi lesi yang terlihat pada MRI untuk perencanaan strategi pembedahan.

• Mengevaluasi infeksi diskus intervertebrata dan osteomielitis tulang belakang.

• Menunjukkan adanya penekanan saraf.

Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi

pada CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat

dengan foto polos.CT-Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan

lunak . Selain itu CT-Scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsy

(Newanda, 2009).

Gambar 2.13 Terdapat keterlibatan endplate anterior dan pelebaran diskus intervertebrae dan corpus vertebrae posterior. Pemeriksaan MRI ini dapat menunjukkan pembentukan abses dan metode terbaik untuk menunjukkan kompresi saraf tulang belakang dan akar saraf (Craig, 2009)

17

Page 18: Rad TB Tulang Kw

Gambar 2.14 Seorang laki-laki 41 tahun dengan spinal tuberculosis. Gambar A, MRI potongan sagital T1-weighted enhanced menunjukkan peningkatan secara luas dalam corpus vertebrae thorax VIII yang disebabkan infeksi tuberkulosa. Abses intraosseus dalam corpus vertebrae thorax IX menunjukkan penebalan lingkar dari penyangatan. Terdapat penyangatan dari abses epidural dan perluasan bagian cephalic dan caudal secara jelas tergambar dengan penggunaan kontras. Gambar B, MRI potongan coronal T1 weighted (600/11) enhanced dari spina thorak menunjukkan ketebalan lingkar dari penyangatan disekitar abses intraosseous. Abses paraspinal kecil terlihat secara bilateral (panah) (Shanley, 1995).

Gambar 2.15 Anak laki-laki usia 5 tahun dengan spinal tuberculosis. MRI potongan sagital T2 weighted yang berdekatan menunjukkan 2 level dari infeksi tuberkulosa. Adanya gibbus pada region thorax atas karena destruksi lengkap dan kolaps dari corpus vertebrae thorax VI. Corpus vertebrae VII sebagian hancur dan bersudut serta ruang diskus intervertebralis sulit tervisualisasi. Adanya kolaps dan penyudutan dari corpus vertebrae lumbal IV pada setengah bagian anterior dengan penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan. Corpus vertebrae lumbal V menunjukkan peningkatan sinyal yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Kanalis medulla spinalis terganggu secara minimal pada kedua level (Shanley, 1995).

18

Page 19: Rad TB Tulang Kw

Gambar 2.16 Laki-laki 45 tahun dengan spinal tuberculosis. Gambar A MRI potongan sagital T1 weight menunjukkan penurunan sinyal pada corpus vertebrae thorax bagian bawah (T8-T11). Destruksi endplate vertebrae dan keterlibatan diskus intervertebralis juga terdapat pada level ini. Abses paraspinal terlihat meluas secara anterior dan posterior ke ruang epidural dan mengganggu saccus thecal. Gambar B dan C, MRI potongan sagital proton densitas weighted (A) dan T2 weighted dari spina thoraks menunjukkan peningkatan intensitas sinyal dalam corpus vertebrae dan ruang diskus intervertebralis. Perluasan abses paraspinal secara anterior tervisualisasi lebih baik pada proton densitas weighted dan T2 weighted dibandingkan T1 weighted. Abses epidural tidak tergambar baik pada T2 weighted image karena intensitas sinyal tinggi dari CSF (Shanley, 1995).

Gambar 2.17 Laki-laki 45 tahun dengan spinal tuberculosis. MRI axial enhanced T1 weighted pada corpus vertebrae thorax IX menunjukkan ketebalan lingkar dari penyangatan disekitar abses intraosseus. Lingkar penyangatan juga terdapat disekitar abses paraspinal (panah). Penyangatan abses epidural (panah) terlihat penekanan sacus thecal (Shanley, 1995).

Gambar 2.18, Gambar A, Anak perempuan usia 3 tahun dengan tuberculosis spinal dan paru. MRI potongan coronal enhanced T1- weighted dari spina menunjukkan perluasan abses paraspinal. Penyebaran infeksi subligamental dan abses intraosseus tervisualisasi baik pada pencitraan coronal ini. Adanya infiltrate tuberkulosa pada lobus atas kiri. Gambar B, Laki-laki 42 tahun dengan tuberkulosa spinal. Pada MRI potongan sagital T2

19

Page 20: Rad TB Tulang Kw

weighted fast spin-echo menunjukkan peningkatan sinyal dalam corpus vertebrae lumbal I yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Adanya gangguan margo anterosuperior dari corpus vertebrae menghasilkan abses paraspinal dan penyebaran subligamen secara anterior. Penurunan intensitas sinyal dan penyempitan diskus intervertebralis Thorax XII-Lumbal I yang disebabkan penetrasi dari infeksi melalui diskus. Adanya abses intraosseus pada corpus vertebrae lumbal IV. Gambar 3, Laki-laki 45 tahun dengan riwayat tuberkulosa spinal. MRI potongan sagital contiguous T1 weighted yang didapat postoperative menunjukkan cangkokan fibular autolog. Abses intraosseus tuberkulosa multiple didrainase dan dibersihkan selama operasi sebelum penempatan cangkok dan stabilisasi spinal. Canalis spinalis tervisualisasi baik dan tidak ada compromised (Shanley, 1995).

Gambar 2.19 Tuberkulosis spondilitis dari thorax VIII-IX (a, b, c). MRI pada spina thorax pada wanita usia 58 tahun dengan adanya nyeri pinggang. (a) potongan sagital pre-gadolinum T1-weighted. (b) Potongan sagital T2-weighted. (c) Potongan sagital post-gadolinum T1-weighted menunjukkan pola tipical dari kerusakan corpus vertebrae dengan keterlibatan diskus, intensitas sinyal tinggi linear dari diskus pada T2-weighted image tervisualisasi baik (panah putih). Setelah pemberian gadolinium, terdapat penyangatan dari vertebrae bagian posterior, linkar diskus intervertebralis yang irregular (panah putih), dan kolaps dari vertebrae thorax VIII (Danchaivijitr, 2007)

2. Pemeriksaan Laboratorium

Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai

leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.

Newanda (2009) melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis

didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang normal.

Uji Mantoux positif

Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin

ditemukan mikobakterium

20

Page 21: Rad TB Tulang Kw

Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.

Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat

menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal.

Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt

menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin

yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor

dapat secara spontan membeku.

Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien

spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.

Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam

sirkulasi.

Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent

Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan

ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada

populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi

sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.

Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) masih terus

dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman

tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA,

amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai

DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan

mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil

permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil

permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan

bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan

diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4

minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC

(Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini

identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering

timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat

21

Page 22: Rad TB Tulang Kw

dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus

dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda,

2009).

3. Bakteriologis

Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis

klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada bagaimana

mendapatkan spesimen dengan jumlah basil yang adekuat. Pemeriksaan

mikroskopis dengan pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104 basil per mililiter

spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 103 basil per mililiter spesimen.

Kesulitan lain dalam menerapakan pemeriksaan bakteriologis adalah lamanya

waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil

resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan

sistem BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic Intrument System). Dengan

sistem ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari. Kendala yang sering

timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga

karena sistem ini memakai zat radioaktif. Untuk itu dipikirkan bagaimana

membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda, 2009).

Pada negara di mana terdapat prevalensi tuberkulosis yang tinggi atau

tidak terdapat sarana medis yang mencukupi, penderita dengan gambaran klinis

dan radiologis yang sugestif spondilitis tuberkulosis tidak perlu dilakukan biopsi

untuk memastikan diagnosis dan memulai pengobatan (Newanda, 2009).

4. Histopatologis

Infeksi tuberkulosis pada jaringan akan menginduksi reaksi radang

granulomatosis dan nekrosis yang cukup karakteristik sehingga dapat membantu

penegakan diagnosis. Ditemukannya tuberkel yang dibentuk oleh sel epiteloid,

giant cell dan limfosit disertai nekrosis pengkejuan di sentral memberikan nilai

diagnostik paling tinggi dibandingkan temuan histopatologis lainnnya. Gambaran

22

Page 23: Rad TB Tulang Kw

histopatologis berupa tuberkel saja harus dihubungkan dengan penemuan klinis

dan radiologis (Newanda, 2009).

2.7 Penatalaksanaan

Terapi Konservatif

Drugs

Kebanyakan individu mengalami resolus penuh dengan obat-obatan anti-

tuberkulosis yang memadai dan benar selama kurang lebih 6-9 bulan

(Wheeless, 2001). Isoniazid dan Rifampin diberikan pada seluruh jangka

waktu terapi. Obat tambahan biasanya diberikan pada 2 bulan pertama yang

biasanya dari golongan lini pertama anti-tuberculosis seperti pyrazinamide,

ethambutol, and streptomycin. Penggunaan lini kedua di terapkan jika ada

ditemukannya resistensi obat (Hidalgo, 2006)

Durasi terapi pada tuberkulosa ekstrapulmoner masih merupakan hal yang

kontroversial. Terapi yang lama, 12-18 bulan, dapat menimbulkan

ketidakpatuhan dan biaya yang cukup tinggi, sementara bila terlalu singkat

akan menyebabkan timbulnya relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat

mengalami resistensi sekunder (Vitriani, 2002)

Bed rest

Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning

frame/plaster bed atau continous bed rest disertai dengan pemberian

kemoterapi. Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit yang telah lanjut

dan bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk melakukan

operasi radikal spinal anterior, atau bila terdapat masalah teknik yang terlalu

membahayakan. Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk

melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan

yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah

pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut. Istirahat di

tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan yang

tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium

(Vitriani, 2002)

23

Page 24: Rad TB Tulang Kw

Pada daerah servikal dapat diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada

daerah vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan

body cast jacket; sedangkan pada daerah lumbal bawah, lumbosakral dan

sakral dilakukan immobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang

disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul. Lama immobilisasi berlangsung

kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.

Terapi untuk Pott’s paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu immobilisasi di

plaster shell dan pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini perawatan selama

tirah baring untuk mencegah timbulnya kontraktur pada kaki yang mengalami

paralisa sangatlah penting. Alat gerak bawah harus dalam posisi lutut sedikit

fleksi dan kaki dalam posisi netral. Dengan regimen seperti ini maka lebih dari

60% kasus paraplegia akan membaik dalam beberapa bulan. Hal ini

disebabkan oleh karena terjadinya resorpsi cold abscess intraspinal yang

menyebabkan dekompresi (Martin, 2010).

Seperti telah disebutkan diatas bahwa selama pengobatan penderita harus

menjalani kontrol secara berkala, dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan

laboratoris. Bila tidak didapatkan kemajuan, maka perlu dipertimbangkan hal-

hal seperti adanya resistensi obat tuberkulostatika, jaringan kaseonekrotik dan

sekuester yang banyak, keadaan umum penderita yang jelek, gizi kurang serta

kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang kurang (Hefti, 2007)

Terapi Operatif

Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang

mengalami perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja (Medical Research

Council 1993). Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang

mempunyai lesi kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya

kelainan neurologis. Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di

tempat tidur selama 3-6 minggu.Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4

minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif)

dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling

efektif diterapi dengan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi

24

Page 25: Rad TB Tulang Kw

pus tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan

memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat (Hefti, 2007).

25

Page 26: Rad TB Tulang Kw

BAB III

KESIMPULAN

Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal

yang bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman

spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra

sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Pada

kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi

terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Dari seluruh kasus tersebut, tulang

belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang

(kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan

tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang

terkena.

Infeksi tuberkulosis pada paru (primer) dapat berkembang menuju infeksi

pada organ lainnya (infeksi ekstra pulmonal). Salah satu jenis infeksi ekstra

pulmonal yang paling banyak ditemukan adalah spondylitis tuberkulosa.

Gambaran radiologis sangat penting dalam menentukan diagnosis dan

pemantauan terapi. Modalitas radiologis yang dapat digunakan adalah foto polos,

CT-scan, dan MRI.

26

Page 27: Rad TB Tulang Kw

DAFTAR PUSTAKA

Craig, Michael. 2009. Pott’s Disease: Tuberculous Spondylitis. (Online),

(www.med.unc.edu/.../3.30.09%20Craig.%20Pott's%20Dz.pdf Diakses

tanggal 21 Juni 2011).

Danchaivijitr, N et all. 2007. Diagnostic Accuracy of MR Imaging in Tuberculous

Spondylitis.(Online),

(www.si.mahidol.ac.th/th/publication/2007/Vol90_No.8_1581_3140.pdf

Diakses tanggal 23 Juni 2011)

David S., 2001, Tuberculosis of Bones and Joints, A Text Book of Radiology and

Imaging, Ed. 4 Vol.1, London, Hal : 253-257

Heftiet all. 2007. Pediatric Orthopedic in Practice. (Online),

(http://books.google.co.id/books?id. Diakses tanggal 22 Juni 2011)

Hidalgo. 2006. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). (Online),

(http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htm. diakses

tanggal 22 Juni 2011)

Lieberman, Gillian. 2009. Pott’s Disease: A Radiological Review of

Tuberculous Spondylitis. (Online),

(eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/musculo/Safo.pdf. Diakses

tanggal 23 Juni 2011)

Lee, MC. 2004. Instrumentation in Patients With Spinal Infection: Discussion.

(Online), (http://www.medscape.com/viewarticle/496404_4. Diakses

tanggal 23 Juni 2011)

Mansjoer, Arief., 2004. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Penerbit Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal :472-

476

Martin, Elis. 2010. Spondylitis TB Treatment. (Online),

(http://www.ehow.com/way_5463147_spondylitis-tb-treatment.html.

Diakses tanggal 22 Juni 2011)

27

Page 28: Rad TB Tulang Kw

Mclain et al. 2004.Spinal tuberculosis deserves a place on the radar screen.

(Online), (http://www.ccjm.org/PDFFILES/McClain704.pdf. Diakses

tanggal 22 Juni 2011)

Newanda, JM. 2009. Spondilitis tuberkulosa. (Online),

(http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitis-tuberkulosa/.

Diakses tanggal 22 Juni 2011)

Patel, Pradip L. 2007. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Bab 7:191-209.

Jakarta

Rasad S. et al, 2003, Infeksi Tulang dan Sendi, Radiologi Diagnostik, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 62-73

Shanley, DJ. 1995. Tuberculosis of The Spine: Imaging Feature. (Online),

(www.ajronline.org/cgi/reprint/164/3/659.pdf. Diakses tanggal 23 Juni

2011)

Tandiyo, Desy. 2010. Pott’s Disease. (Online),

(desy.tandiyo.staff.uns.ac.id/files/2010/07/potts-disease.pdf - Mirip.

Diakses tanggal 21 Juni 2011)

Vitriani. 2002. Spondilitis Tuberkulosa. (Online),

(www.scribd.com/doc/26855875/Spondilitis-Tuberkulosa. Diaksestanggal

21Juni 2011)

Wheeless CR. 2011.Tuberculous Spondylitis. Wheeless textbook of othopaedics

2011.(Online),

(http://www.wheelessonline.com/ortho/tuberculous_spondylitis. Diakses

tanggal 22 Juni 2011)

Zychowicz, ME. 2010. Osteoarticular Manifestations of Mycobacterium

Tuberculosis Infection. (Online), (journals.lww.com › ... ›

November/December 2010 - Volume 29 - Issue 6. Diakses tanggal 23

Juni 2011)

28