RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Demonstran … fileparkir di bagian belakang luar Gedung...

1
Cita-Cita menuju Hollywood Demonstran Kejar Wali Kota Depok Kisar Rajaguguk Nur Mahmudi sudah dua kali menghindar dari masyarakat selama Agustus ini. D EMONSTRAN mengejar Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail saat mengikuti rapat paripurna istimewa di Gedung DPRD Kota Depok, Senin (16/8). Me- reka mendesak Nur Mahmudi agar mempertanggungjawab- kan dana bantuan sosial (ban- sos) 2008 senilai Rp87 miliar yang diduga dikorupsi. Para demonstran mengejar Nur Mahmudi begitu selesai mengikuti rapat paripurna menyambut HUT ke-65 RI di Gedung DPRD Kota Depok. Namun, Nur Mahmudi menge- labui para demonstran dan pergi meninggalkan Gedung DPRD. “Kami aktivis LSM dan or- mas meminta tanggung jawab Nur Mahmudi terkait dengan kasus korupsi dana bansos 2008 senilai Rp87 miliar. Tapi, sayang, Nur Mahmudi menghi- lang,” kata Koordinator Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Dobrak Bansosgate Kota Depok Kasno di Kota Depok, Senin (16/8). Koalisi merupakan kum- pulan 19 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organi- sasi masyarakat (ormas). Me- reka sempat memeriksa tiap mobil yang keluar dari area Gedung DPRD mencari Nur Mahmudi. Namun, mereka tak menemukannya karena Nur Mahmudi telah pergi meng- gunakan mobil seorang camat, yang tak biasa dinaikinya. Kasno mengatakan mereka memeriksa mobil-mobil khu- susnya yang pelat merah kare- na ada yang melihat Wali Kota Nur Mahmudi keluar lewat pintu belakang Gedung DPRD. Nur Mahmudi, ujar Kasno, per- gi secara sembunyi-sembunyi menggunakan mobil Camat Cimanggis Agus Gunanto yang parkir di bagian belakang luar Gedung DPRD. Setelah melihat perilaku Nur Mahmudi, para demonstran tidak lagi hanya memeriksa mobil-mobil, tapi juga membakar kayu, bambu, kertas, dan kardus-kardur di sekitar gedung sebagai bentuk protes dan kekesalan mereka. “Itu (perlakuan Nur Mahmu- di) membuat aktivis LSM dan ormas merasa tak enak. Aspi- rasi kami diremehkan,” ujar Kasno. Bahkan para demonstran mengelilingi mobil dinas Nur Mahmudi yang masih parkir di Gedung DPRD hingga ken- daraan-kendaraan di gedung tersebut sudah sepi. “Sweep- ing (pemeriksaan mobil) dan bakar potongan kayu, bambu, kardus-kardus, dan kertas be- kas kami lakukan karena kesal dan jengkel terhadap kejaksaan dan pengadilan yang terkesan tak memproses Nur Mahmudi yang diduga terlibat kasus ko- rupsi bansos,” tegasnya. Nur Mahmudi sudah dua kali menghindar dari masyarakat dan wartawan selama Agus- tus ini. Sebelumnya, seusai melantik 96 pegawai negeri sipil (PNS) eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerin- tah Kota (Pemkot) Depok di Aula Kantor Wali Kota Depok, Selasa (3/8), Nur Mahmudi menghindar dari kejaran se- jumlah wartawan yang hendak menanyakan kasus-kasus du- gaan korupsi di Kota Depok. “Nur Mahmudi meninggalkan aula dan keluar lewat tangga darurat,” tegas Kasno. Desak kejaksaan Demonstran lainnya, Cor- nelis Lamongi, mengatakan mereka berunjuk rasa karena kejaksaan tidak menjadikan Nur Mahmudi sebagai tersang- ka kasus korupsi dana bansos tersebut. Terdakwa mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Mien Hartati dan Direk- tur Karya Profesi Mulia (KPM) Yusuf Efendi dalam kasus dugaan korupsi bansos itu su- dah menyebut Nur Mahmudi terlibat sebagai pembuat surat keputusan pengeluaran ke- uangan bansos Rp87 miliar. KPM sendiri adalah penyedia alat pendeteksi telinga, hidung, dan tenggorok (THT) dan alat pendeteksi mata ke Rumah Sakit Simpangan Depok dan Rumah Sakit Hasana Graha Aah (HGA) Jalan Raden Saleh, Sukma Jaya, Kota Depok. “Kami akan terus mendesak kejaksaan agar segera meme- riksa dia (Nur Mahmudi) terkait kasus dugaan korupsi bansos Rp87 miliar,” ujar Cor- nelis. Cornelis juga mendesak Majelis Hakim Pengadilan Ne- geri (PN) Depok agar memerin- tahkan jaksa penuntut umum memeriksa Nur Mahmudi dan mantan Sekretaris Kota Depok Winwin Winantika. Dalam menyikapi itu, Ketua PN Kota Depok Dwiarso Budi Santiarto mengatakan apa dan siapa yang disebutkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) ha- nya itulah yang disidangkan. (J-5) [email protected] MI/SUMARYANTO 6 | Megapolitan RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Kami aktivis LSM dan ormas meminta tanggung jawab Nur Mahmudi.” Kasno Koordinator Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Dobrak Bansosgate M ERDEKA bagi Agri, 15, memiliki makna yang cukup sederhana. Bagi bocah lelaki yang dulu biasa mencuri besi di kawasan Jakarta utara ini, merdeka adalah terbebas dari kejamnya kehidupan anak jalanan yang identik dengan kenakalan dan kriminalitas. “Saya enggak mau balik lagi ke jalanan. Saya ingin di sini saja, belajar untuk jadi aktor,” ungkapnya. Yayasan Himmata, Plumpang, Jakarta Utara, yang telah mengubah cara pandang Agri terhadap kehidupan. Di sekolah nonformal yang berdiri di atas rawa-rawa itu, Agri dan anak jalanan lainnya diajarkan membaca dan menulis, sembahyang, menguasai bahasa Inggris, komputer, hingga seni peran. Dari sekolah rawa itu pula Agri berkesempatan mencicipi serunya berakting dan muncul di layar lebar. Agri sempat mengadu aktingnya dalam lm layar lebar berjudul Obama Anak Menteng yang mengisahkan kehidupan masa kecil Presiden Amerika Serikat di Indonesia. Di lm tersebut, Agri berperan antagonis sebagai Bahrun, musuh Obama. Berkat Yayasan Himmata, Agri tidak takut untuk bercita-cita setinggi langit. Terpilihnya ia di lm tersebut membuat Agri optimistis menggapai cita- citanya untuk bermain lm di Hollywood. “Saat ini belum ada lagi yang nawarin main lm, tapi suatu hari nanti pasti ada lagi,” tukas pengagum Deddy Mizwar ini. Selain Agri, tak kurang dari 800 anak jalanan, anak telantar dan yatim piatu yang menuntut ilmu di sekolah itu. Sekolah yang didirikan pada 1999 tersebut awalnya hanya memiliki lima murid yang berasal dari anak jalanan. Namun, saat ini yayasan tersebut sudah mendirikan sekolah mulai dari tingkat TK hingga SMA. Selain pendidikan umum, beragam keterampilan pun berusaha ditransfer sekitar 43 tenaga pengajar. Mulai dari bermusik, menari, melukis, hingga membuat karya seni yang bisa bernilai ekonomi. “Alhamdulillah sekarang anak-anak bisa menyalurkan bakat seni mereka membuat patung, melukis, menari, dan main musik. Jadi keinginan mereka untuk kembali ke jalanan tidak terlalu besar lagi,” ungkap Sulastri, salah satu guru kesenian yang mengajar di sekolah itu. Meskipun demikian, Sulastri mengatakan anak jalanan tetaplah anak jalanan. Diperlukan kesabaran ekstra untuk menghadapi kebiasaan yang melekat akibat kerasnya kehidupan yang harus mereka jalani sebelum datang ke Himmata. “Sebagai manusia biasa, kadang saya kesal juga dengan kelakuan anak-anak. Namun, saya coba sabar karena mereka memang membutuhkan perhatian dan kesabaran lebih jika dibandingkan dengan anak lain pada umumnya,” ungkap wanita 52 tahun asal Madiun tersebut. Kendala lain, tentu saja masalah dana. Menurut salah satu pendiri Himmata, Siswandi, pihaknya memerlukan kurang lebih Rp50 juta per bulan untuk biaya operasional. Hingga kini pihaknya hanya mengandalkan dana dari para donatur tetap maupun tidak tetap, sedangkan uluran tangan dari pemerintah masih kurang. Meskipun demikian, pria 40 tahun itu pun tidak akan menolak jika masih akan ada anak jalanan lain yang akan bergabung ke yayasannya. “Pusing juga sih kalau memikirkan uang, tapi saya tetap akan menampung siapa pun anak jalanan yang ingin bersekolah di sini. Saya yakin yayasan ini punya rezekinya sendiri,” kata Siswandi. (Asni Harismi/J-3) MEMBACA: Anak membaca buku bersama di Yayasan Himmata, Plumpang, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu. DOK YAYASAN HIMMATA HUJAN sehari memupus ke- marau setahun. Begitu kata pepatah. Namun di Jakarta Se- latan, kemarin, hujan sejam saja sudah membuat banjir sejumlah wilayah. Bagaimana jika hujan sehari, mungkin seluruh wilayah Jakarta bakal terendam. Wilayah Jakarta Selatan yang terendam antara lain Kemang, Jl Fatmawati, Pondok Indah, Jl Dharmawangsa, dan Tarogong. Kawasan Tarogong mengalami banjir paling parah. Air sempat mencapai 1,5 meter. Hujan deras di Fatmawati mengakibatkan kemacetan parah. Menurut Ari Harisman yang melalui jalan tersebut pu- kul 13.15 WIB, ia menghabiskan waktu 3 jam untuk menembus dua titik banjir di depan Su- perindo Fatmawati dan sekitar ITC Fatmawati, yang jaraknya hanya sekitar 2 kilometer. Air menggenang ruas jalan setinggi lutut membuat se- bagian mobil tidak berani melin- tas, termasuk Ari yang memilih menunggu air surut. “Beberapa mobil yang tinggi berani lewat, tapi ada juga yang mogok. Ak- hirnya banyak yang memilih memutar balik,” tukasnya. Be- berapa jalan alternatif di Cipete pun dipadati mobil-mobil yang memutar balik. Minah yang tinggal di Jalan Abuserin, salah satu gang kecil di Fatmawati, mengatakan areal depan rumahnya sempat dipadati mobil. “Tadi sempat macet di depan rumah dari arah jalan besar (Fatmawati), tapi sekarang tidak lagi,” ujar Minah. Kemang, kawasan permuki- man yang menjadi pusat bisnis, bahkan sempat ditutup untuk umum karena ketinggian air lebih dari 50 cm. Mobil yang mencoba menerobos langsung mogok. Untuk menghindari kema- cetan total di kawasan itu, pe- tugas kepolisian berinisiatif menutup jalan di lampu merah Kemang. Ajun Inspektur Polisi Satu Kasno dari Trafc Mana- gement Centre Polda Metro Jaya mengatakan genangan air di Kemang dapat membuat mobil mogok. Lalu lintas ke arah Kemang dialihkan melalui Jl Antasari. Setelah berbuka puasa ke- marin, petugas kembali mem- buka plang penutup jalan kare- na air sudah surut. Meski sudah surut, ada saja motor dan mobil yang mogok ketika mencoba menerobos. Di kawasan Tarogong, air sempat mencapai 1,5 meter. Air sudah masuk ke rumah sehingga penghuni mengungsi ke lantai dua. Bahkan banyak juga yang langsung mengungsi meski 3 jam kemudian air surut kembali. (*/J-1) Hujan Sejam Jaksel Banjir Janda Pahlawan Merasa belum Merdeka JANDA pahlawan Soetarti Soekarno, 78, merasa tidak merdeka di tengah hiruk pikuk peringatan ke-65 Kemerdekaan RI, kemarin. Ia tidak merasa merdeka karena orang kecil yang tidak memiliki akses ke- pada kekuasaan, kerap diper- lakukan tidak adil. “Makna kemerdekaan bagi saya adalah hukum yang adil dan proporsional bagi semua rakyat. Tidak pandang bulu siapa pun dia harus sama di mata hukum. Kenyataannya, masih banyak kita temui ketidakadilan. Saya merasa belum merdeka,” ujar Soetarti dengan suara ber- getar ketika ditemui di kedia- mannya kompleks Perumahan Pegadaian Jln Cipinang Jaya 2B, Jakarta Timur, kemarin. Soetarti menjalani Hari Ke- merdekaan di rumah dengan merenungkan perjuangan yang telah dilakukan suaminya dan jutaan pejuang yang rela menya- bung nyawa untuk mengusir penjajah. Ujung-ujungnya dia mera- sa sedih karena anak bangsa yang dimerdekakan justru lebih mementingkan kemerdekaan perutnya ketimbang kemerde- kaan hukum bagi semua seperti amanat para pejuang. Meski dinyatakan tidak ber- salah dalam perkara penyero- botan rumah dinas milik Perum Pegadaian di Jalan Cipinang Jaya, Soetarti belum merasa puas. Sebab Perum Pegadaian bisa saja naik banding atau kasasi. Namun, yang paling penting, keinginannya untuk memiliki rumah dinas yang su- dah berpuluh tahun ditempati itu tetap saja tertutup. Selain itu, hatinya semakin teriris melihat Soegito, salah satu pejuang kemerdekaan, yang sedang terbujur tak ber- daya di tempat tidur. Soegito bersama Soetarti dan dua janda lainnya menjadi tersangka da- lam kasus penyerobotan rumah dinas milik Perum Pegadaian sejak Desember 2009. Mereka dijerat Pasal 12 ayat 1 jo Pasal 36 ayat 4 Undang- Undang No 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Pada 27 Juli lalu, ketiga janda dinyatakan tidak bersalah. Ting- gal Soegito sendiri berhadapan dengan hukum. Soegito merupakan pejuang yang mendapatkan tanda jasa gerilya sebagai pembela ke- merdekaan negara. Dia juga menerima piagam penghargaan Lencana Cikal Bakal TNI. Soetarti meminta Soegito yang merupakan Anggota Bri- gade XVII Tentara Pelajar saat berjuang dibebaskan dari jera- tan hukum dengan mengeluar- kan surat penghentian penyidi- kan perkara (SP3). Pihak yang berwenang mengeluarkan SP3 adalah Polres Jakarta Timur. “Terlebih kondisi Pak Soegito sekarang sedang sakit dan me- ngalami kelumpuhan,” cetusnya. Momen kemerdekaan, saat tepat untuk membebaskan Soegito dari hukuman. (Faw/J-1) Soetarti Soekarno Janda pahlawan MELUAP: Mobil berjalan perlahan saat melewati jembatan yang mulai tergerus luapan air di kawasan Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan, kemarin. Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah di Jakarta dan Tangerang mengakibatkan luapan. MI/SUSANTO

Transcript of RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Demonstran … fileparkir di bagian belakang luar Gedung...

Page 1: RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Demonstran … fileparkir di bagian belakang luar Gedung DPRD. ... yang dulu biasa mencuri besi di kawasan Jakarta utara ini, ... Di sekolah

Cita-Cita menuju Hollywood

Demonstran KejarWali Kota Depok

Kisar Rajaguguk

Nur Mahmudi sudah dua kali menghindar dari masyarakat selama Agustus ini.

DE M O N S T R A N m e n g e j a r Wa l i Kota Depok Nur Mahmudi Ismail

saat mengikuti rapat paripurna istimewa di Gedung DPRD Kota Depok, Senin (16/8). Me-reka mendesak Nur Mahmudi agar mempertanggungjawab-kan dana bantuan sosial (ban-sos) 2008 senilai Rp87 miliar yang diduga dikorupsi.

Para demonstran mengejar Nur Mahmudi begitu selesai mengikuti rapat paripurna menyambut HUT ke-65 RI di Gedung DPRD Kota Depok. Namun, Nur Mahmudi menge-labui para demonstran dan pergi meninggalkan Gedung DPRD.

“Kami aktivis LSM dan or-mas meminta tanggung jawab Nur Mahmudi terkait dengan kasus korupsi dana bansos 2008 senilai Rp87 miliar. Tapi, sayang, Nur Mahmudi menghi-lang,” kata Koordinator Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Dobrak Bansosgate Kota Depok Kasno di Kota Depok, Senin (16/8).

Koalisi merupakan kum-pulan 19 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organi-sasi masyarakat (ormas). Me-reka sempat memeriksa tiap mobil yang keluar dari area Gedung DPRD mencari Nur Mahmudi. Namun, mereka tak menemukannya karena Nur Mahmudi telah pergi meng-gunakan mobil seorang camat, yang tak biasa dinaikinya.

Kasno mengatakan mereka memeriksa mobil-mobil khu-susnya yang pelat merah kare-na ada yang melihat Wali Kota Nur Mahmudi keluar lewat pintu belakang Gedung DPRD. Nur Mahmudi, ujar Kasno, per-gi secara sembunyi-sembunyi menggunakan mobil Camat

Cimanggis Agus Gunanto yang parkir di bagian belakang luar Gedung DPRD. Setelah melihat perilaku Nur Mahmudi, para demonstran tidak lagi hanya memeriksa mobil-mobil, tapi juga membakar kayu, bambu, kertas, dan kardus-kardur di sekitar gedung sebagai bentuk protes dan kekesalan mereka.

“Itu (perlakuan Nur Mahmu-di) membuat aktivis LSM dan ormas merasa tak enak. Aspi-rasi kami diremehkan,” ujar Kasno.

Bahkan para demonstran mengelilingi mobil dinas Nur Mahmudi yang masih parkir di Gedung DPRD hingga ken-daraan-kendaraan di gedung tersebut sudah sepi. “Sweep-ing (pemeriksaan mobil) dan bakar potongan kayu, bambu, kardus-kardus, dan kertas be-kas kami lakukan karena kesal dan jengkel terhadap kejaksaan dan pengadilan yang terkesan tak memproses Nur Mahmudi yang diduga terlibat kasus ko-rupsi bansos,” tegasnya.

Nur Mahmudi sudah dua kali menghindar dari masyarakat dan wartawan selama Agus-tus ini. Sebelumnya, seusai melantik 96 pegawai negeri sipil (PNS) eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemerin-tah Kota (Pemkot) Depok di Aula Kantor Wali Kota Depok,

Selasa (3/8), Nur Mahmudi menghindar dari kejaran se-jumlah wartawan yang hendak menanyakan kasus-kasus du-gaan korupsi di Kota Depok. “Nur Mahmudi meninggalkan aula dan keluar lewat tangga darurat,” tegas Kasno.

Desak kejaksaanDemonstran lainnya, Cor-

nelis Lamongi, mengatakan mereka berunjuk rasa karena kejaksaan tidak menjadikan Nur Mahmudi sebagai tersang-ka kasus korupsi dana bansos tersebut. Terdakwa mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Mien Hartati dan Direk-tur Karya Profesi Mulia (KPM) Yusuf Efendi dalam kasus dugaan korupsi bansos itu su-dah menyebut Nur Mahmudi terlibat sebagai pembuat surat keputusan pengeluaran ke-uangan bansos Rp87 miliar.

KPM sendiri adalah penyedia alat pendeteksi telinga, hidung, dan tenggorok (THT) dan alat pendeteksi mata ke Rumah Sakit Simpangan Depok dan Rumah Sakit Hasana Graha Afi ah (HGA) Jalan Raden Saleh, Sukma Jaya, Kota Depok.

“Kami akan terus mendesak kejaksaan agar segera meme-riksa dia (Nur Mahmudi) terkait kasus dugaan korupsi bansos Rp87 miliar,” ujar Cor-nelis. Cornelis juga mendesak Majelis Hakim Pengadilan Ne-geri (PN) Depok agar memerin-tahkan jaksa penuntut umum meme riksa Nur Mahmudi dan mantan Sekretaris Kota Depok Winwin Winantika. Dalam menyikapi itu, Ketua PN Kota Depok Dwiarso Budi Santiarto mengatakan apa dan siapa yang disebutkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) ha-nya itulah yang disidangkan. (J-5)

[email protected]

MI/SUMARYANTO

6 | Megapolitan RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Kami aktivis LSM dan ormas meminta tanggung jawab Nur Mahmudi.”

KasnoKoordinator Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Dobrak Bansosgate

MERDEKA bagi Agri, 15, memiliki makna yang cukup

sederhana. Bagi bocah lelaki yang dulu biasa mencuri besi di kawasan Jakarta utara ini, merdeka adalah terbebas dari kejamnya kehidupan anak jalanan yang identik dengan kenakalan dan kriminalitas. “Saya enggak mau balik lagi ke jalanan. Saya ingin di sini saja, belajar untuk jadi aktor,” ungkapnya.

Yayasan Himmata, Plumpang, Jakarta Utara, yang telah mengubah cara pandang Agri terhadap kehidupan. Di sekolah nonformal yang berdiri di atas rawa-rawa itu, Agri dan anak jalanan lainnya diajarkan membaca dan menulis, sembahyang, menguasai bahasa Inggris, komputer, hingga seni peran. Dari sekolah rawa itu pula Agri berkesempatan mencicipi serunya berakting dan muncul di layar lebar.

Agri sempat mengadu aktingnya dalam fi lm layar lebar berjudul Obama Anak Menteng yang mengisahkan kehidupan masa kecil Presiden Amerika Serikat di Indonesia. Di fi lm tersebut, Agri berperan antagonis sebagai Bahrun, musuh Obama. Berkat Yayasan Himmata, Agri tidak takut untuk bercita-cita setinggi langit. Terpilihnya ia di fi lm tersebut membuat Agri optimistis menggapai cita-

citanya untuk bermain fi lm di Hollywood. “Saat ini belum ada lagi yang nawarin main fi lm, tapi suatu hari nanti pasti ada lagi,” tukas pengagum Deddy Mizwar ini.

Selain Agri, tak kurang dari 800 anak jalanan, anak telantar dan yatim piatu yang menuntut ilmu di sekolah itu. Sekolah yang didirikan pada 1999 tersebut awalnya hanya memiliki lima murid yang berasal dari anak jalanan. Namun, saat ini yayasan tersebut sudah mendirikan sekolah mulai dari tingkat TK hingga SMA.

Selain pendidikan umum, beragam keterampilan pun berusaha ditransfer sekitar 43 tenaga pengajar. Mulai dari bermusik, menari, melukis, hingga membuat karya seni yang bisa bernilai ekonomi.

“Alhamdulillah sekarang anak-anak bisa menyalurkan bakat seni mereka membuat patung, melukis, menari, dan main musik. Jadi keinginan mereka untuk kembali ke jalanan tidak terlalu besar lagi,” ungkap Sulastri, salah satu guru kesenian yang mengajar di sekolah itu.

Meskipun demikian,

Sulastri mengatakan anak jalanan tetaplah anak jalanan. Diperlukan kesabaran ekstra untuk menghadapi kebiasaan yang melekat akibat kerasnya kehidupan yang harus mereka jalani sebelum datang ke Himmata.

“Sebagai manusia biasa, kadang saya kesal juga dengan kelakuan anak-anak. Namun, saya coba sabar karena mereka memang membutuhkan perhatian dan kesabaran lebih jika dibandingkan dengan anak lain pada umumnya,” ungkap wanita 52 tahun asal Madiun tersebut.

Kendala lain, tentu saja masalah dana. Menurut salah satu pendiri Himmata, Siswandi, pihaknya memerlukan kurang lebih Rp50 juta per bulan untuk biaya operasional. Hingga kini pihaknya hanya mengandalkan dana dari para donatur tetap maupun tidak tetap, sedangkan uluran tangan dari pemerintah masih kurang. Meskipun demikian, pria 40 tahun itu pun tidak akan menolak jika masih akan ada anak jalanan lain yang akan bergabung ke yayasannya.

“Pusing juga sih kalau memikirkan uang, tapi saya tetap akan menampung siapa pun anak jalanan yang ingin bersekolah di sini. Saya yakin yayasan ini punya rezekinya sendiri,” kata Siswandi. (Asni Harismi/J-3)

MEMBACA: Anak membaca buku bersama di Yayasan Himmata, Plumpang, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

DOK YAYASAN HIMMATA

HUJAN sehari memupus ke-marau setahun. Begitu kata pepatah. Namun di Jakarta Se-latan, kemarin, hujan sejam saja sudah membuat banjir sejumlah wilayah. Bagaimana jika hujan sehari, mungkin seluruh wilayah Jakarta bakal terendam.

Wilayah Jakarta Selatan yang terendam antara lain Kemang, Jl Fatmawati, Pondok Indah, Jl Dharmawangsa, dan Tarogong. Kawasan Tarogong mengalami banjir paling parah. Air sempat mencapai 1,5 meter.

Hujan deras di Fatmawati mengakibatkan kemacetan parah. Menurut Ari Harisman yang melalui jalan tersebut pu-kul 13.15 WIB, ia menghabiskan

waktu 3 jam untuk menembus dua titik banjir di depan Su-perindo Fatmawati dan sekitar ITC Fatmawati, yang jaraknya hanya sekitar 2 kilometer.

Air menggenang ruas jalan setinggi lutut membuat se-bagian mobil tidak berani melin-tas, termasuk Ari yang memilih menunggu air surut. “Beberapa mobil yang tinggi berani lewat, tapi ada juga yang mogok. Ak-hirnya banyak yang memilih memutar balik,” tukasnya. Be-berapa jalan alternatif di Cipete pun dipadati mobil-mobil yang memutar balik.

Minah yang tinggal di Jalan Abuserin, salah satu gang kecil di Fatmawati, mengatakan

areal depan rumahnya sempat dipadati mobil.

“Tadi sempat macet di depan rumah dari arah jalan besar (Fatmawati), tapi sekarang tidak lagi,” ujar Minah.

Kemang, kawasan permuki-man yang menjadi pusat bisnis, bahkan sempat ditutup untuk umum karena ketinggian air lebih dari 50 cm. Mobil yang mencoba menerobos langsung mogok.

Untuk menghindari kema-cetan total di kawasan itu, pe-tugas kepolisian berinisiatif menutup jalan di lampu merah Kemang. Ajun Inspektur Polisi Satu Kasno dari Traffi c Mana-gement Centre Polda Metro

Jaya mengatakan genangan air di Kemang dapat membuat mobil mogok. Lalu lintas ke arah Kemang dialihkan melalui Jl Antasari.

Setelah berbuka puasa ke-marin, petugas kembali mem-buka plang penutup jalan kare-na air sudah surut. Meski sudah surut, ada saja motor dan mobil yang mogok ketika mencoba menerobos.

Di kawasan Tarogong, air sempat mencapai 1,5 meter. Air sudah masuk ke rumah sehingga penghuni mengungsi ke lantai dua. Bahkan banyak juga yang langsung mengungsi meski 3 jam kemudian air surut kembali. (*/J-1)

Hujan Sejam Jaksel Banjir

Janda Pahlawan Merasa belum Merdeka

JANDA pahlawan Soetarti Soekarno, 78, merasa tidak merdeka di tengah hiruk pikuk peringatan ke-65 Kemerdekaan RI, kemarin. Ia tidak merasa merdeka karena orang kecil yang tidak memiliki akses ke-pada kekuasaan, kerap diper-lakukan tidak adil.

“Makna kemerdekaan bagi saya adalah hukum yang adil dan proporsional bagi semua rakyat. Tidak pandang bulu siapa pun dia harus sama di mata hukum. Kenyataannya, masih banyak kita temui ketidakadilan. Saya merasa belum merdeka,” ujar Soetarti dengan suara ber-getar ketika ditemui di kedia-mannya kompleks Perumahan Pegadaian Jln Cipinang Jaya 2B, Jakarta Timur, kemarin.

Soetarti menjalani Hari Ke-merdekaan di rumah dengan merenungkan perjuangan yang telah dilakukan suaminya dan jutaan pejuang yang rela menya-bung nyawa untuk mengusir penjajah.

Ujung-ujungnya dia mera-sa sedih karena anak bangsa yang dimerdekakan justru lebih mementingkan kemerdekaan

perutnya ketimbang kemerde-kaan hukum bagi semua seperti amanat para pejuang.

Meski dinyatakan tidak ber-salah dalam perkara penyero-botan rumah dinas milik Perum Pegadaian di Jalan Cipinang Jaya, Soetarti belum merasa puas. Sebab Perum Pegadaian bisa saja naik banding atau kasasi. Namun, yang paling penting, keinginannya untuk memiliki rumah dinas yang su-dah berpuluh tahun ditempati itu tetap saja tertutup.

Selain itu, hatinya semakin teriris melihat Soegito, salah satu pejuang kemerdekaan, yang sedang terbujur tak ber-daya di tempat tidur. Soegito bersama Soetarti dan dua janda

lainnya menjadi tersangka da-lam kasus penyerobotan rumah dinas milik Perum Pegadaian sejak Desember 2009.

Mereka dijerat Pasal 12 ayat 1 jo Pasal 36 ayat 4 Undang-Undang No 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Pada 27 Juli lalu, ketiga janda dinyatakan tidak bersalah. Ting-gal Soegito sendiri berhadapan dengan hukum.

Soegito merupakan pejuang yang mendapatkan tanda jasa gerilya sebagai pembela ke-merdekaan negara. Dia juga menerima piagam penghargaan Lencana Cikal Bakal TNI.

Soetarti meminta Soegito yang merupakan Anggota Bri-gade XVII Tentara Pelajar saat berjuang dibebaskan dari jera-tan hukum dengan mengeluar-kan surat penghentian penyidi-kan perkara (SP3). Pihak yang berwenang mengeluarkan SP3 adalah Polres Jakarta Timur.

“Terlebih kondisi Pak Soegito sekarang sedang sakit dan me-ngalami kelumpuhan,” cetusnya. Momen kemerdekaan, saat tepat untuk membebaskan Soegito dari hukuman. (Faw/J-1)

Soetarti SoekarnoJanda pahlawan

MELUAP: Mobil berjalan perlahan saat melewati jembatan yang mulai tergerus luapan air di kawasan Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan, kemarin. Hujan deras yang mengguyur beberapa wilayah di Jakarta dan Tangerang mengakibatkan luapan.

MI/SUSANTO