R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG...

20
27 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL Tahun Sidang : 2009 - 2010 Masa Sidang : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Rapat ke : 4 Dengan : Sekjen BPK RI dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hari, Tanggal : Rabu, 12 Mei 2010 Waktu : Pukul 16.42 17.53 WIB A c a r a : 1. Menerima masukan terhadap RUU tentang Protokol, 2. Lain - lain T e m p a t : Ruang Rapat Pansus C Gedung Nusantara II, Lt.3 Jl.Jend. Gatot Subroto-Jakarta Pimpinan Rapat : H. TRITAMTOMO, SH Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota A. PIMPINAN : 1. H. TRI TAMTOMO, SH ( KETUA ) ( F - PDI PERJUANGAN ) 2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) ( F - PD ) 3. DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si ( WAKIL KETUA ) ( F - PG ) 4. H. Tb. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA ) ( F- PKS ) B. ANGGOTA PANSUS RUU TENTANG PROTOKOL : I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT : 1. H. HARRY WITJAKSONO, SH 2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si 3. DRS. UMAR ARSAL ARSIP DPR RI

Transcript of R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG...

Page 1: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

27

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT UREPUBLIK INDONESIA

R I S A L A H

RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

Tahun Sidang

:

2009 - 2010

Masa Sidang : III

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat

Rapat ke : 4

Dengan : Sekjen BPK RI dan Deputi Gubernur Bank Indonesia

Hari, Tanggal : Rabu, 12 Mei 2010

Waktu : Pukul 16.42 – 17.53 WIB

A c a r a : 1. Menerima masukan terhadap RUU tentang Protokol,

2. Lain - lain

T e m p a t : Ruang Rapat Pansus C

Gedung Nusantara II, Lt.3

Jl.Jend. Gatot Subroto-Jakarta

Pimpinan Rapat : H. TRITAMTOMO, SH

Sekretaris Rapat : Drs. Budi Kuntaryo

Hadir : …. orang Anggota dari 30 Anggota

A. PIMPINAN :

1. H. TRI TAMTOMO, SH ( KETUA ) ( F - PDI PERJUANGAN )

2. DR. H. SUBYAKTO, SH., MH ( WAKIL KETUA ) ( F - PD )

3. DRS. TAUFIQ HIDAYAT, M.Si ( WAKIL KETUA ) ( F - PG )

4. H. Tb. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA ) ( F- PKS )

B. ANGGOTA PANSUS RUU TENTANG PROTOKOL :

I. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT :

1. H. HARRY WITJAKSONO, SH

2. DRS. H. GUNTUR SASONO, M.Si

3. DRS. UMAR ARSAL

ARSIP D

PR RI

Page 2: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

28

4. RUSMINIATI, SH

5. RUHUT SITOMPUL, SH

6. HJ. HIMMATULLAH ALYAH SETIAWATY, SH., MH

7. DIDI IRAWADI SYAMSUDDIN, SH.,LL.M

II. FRAKSI PARTAI GOLKAR :

1. IR. BASUKI TJAHAYA PURNAMA, M.M

2. DRS. AGUN GUNANDJAR SUDARSA

3. H. ANDI RIO IDRIS PADJALANGI, SH., M.Kn

4. DRS. H. MURAD U. NASIR, M.S.i

5. ADITYA ANUGRAH MOHA, S.Ked

6BIII. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN :

1. 7BHELMY FAUZI

2. ARIF WIBOWO

3. 8BBUDIMAN SUDJATMIKO

4. DRS. SH. SETIA PERMANA

IV. 9BFRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA :

1. DRS. AL MUZZAMMIL YUSUF

2. KH. BUKHORI YUSUF, Lc., MA

V. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL :

1. DRS. H. ACH RUBAI’E, SH., MH

2. DRS. H. RUSLI RIDWAN, M.Si

VI. 24BFRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

1. H.A. DIMYATI NATAKUSUMA, SH., MH., M.Si

2. DRS. H. ZAINUT TAUHID SA’ADI, M.Si

VII. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA :

1. DRS. H. IBNU MULTAZAM

2. DRS. H. OTONG ABDURAHMAN

VIII. FRAKSI PARTAI GERINDRA :

1. DRS. H. HARUN AL – RASYID, M.Si

IX. FRAKSI PARTAI HANURA :

1. H. SARIFUDDIN SUDDING, SH., MH

ARSIP D

PR RI

Page 3: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

29

H. TRITAMTOMO,SH (KETUA RAPAT / F- PDI PERJUANGAN)

Yang saya hormati Pimpinan Pansus,

Yang saya hormati Saudara Sekjen BPK RI beserta jajarannya,

Yang saya hormati Saudara Deputi Gubernur Bank Indonesia atau yang mewakili

beserta perangkat jajarannya,

Rekan-rekan Anggota Pansus yang saya hormati,

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Pertama-tama kami perlu menyampaikan kehadapan Bapak bahwa Anggota Pansus

sebagian Pansus ada kegiatan di Komisi plus di Fraksi, oleh karena itu nanti secara berurutan beliau

akan hadir dan pada kesempatan ini sekali lagi kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-

besarnya. Oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini dalam rangka menindaklanjuti apa yang

dicanangkan oleh Bapak Presiden RI, bahwa kegiatan protokol tidak boleh diremehkan, karena hal ini

dibutuhkan dalam rangka untuk mencegah, menghindari kesimpangsiuran dalam menjalani suatu

kegiatan upacara, dengan harapan agar rangkaian kegiatan tersebut dapat berjalan tertib, lancar,

aman, terkendali dan nyaman dengan memperhatikan hal-hal yang menyangkut dengan masalah

kelaziman, kepatutan, kemudian mempertahankan jati diri bangsa. Oleh karena itu saat ini kita

berhimpun untuk membahas tentang RUU Protokol, olehnya kami perlu dan mengundang berbagai

pihak agar apa yang ingin kita lakukan hasilnya komprehensif dan integral dan dapat mewadahi dari

berbagai aspirasi yang ada.

Oleh karena itu, perlu kami sampaikan kepada Bapak-bapak kondisi yang baru lalu kita

paham bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 8 Tahun 1987 tentang Protokol yang

terdiri dari 5 Bab dan 9 Pasal dengan berikut penjelasannya yang telah berumur 23 tahun dan masih

berlaku sampai hari ini isian pokoknya bersifat umum, singkat dan bisa memberikan satu multitafsir

yang beragam.

Kemudian yang kedua kita melihat pada kondisi yang sedang berlaku pendapat dari berbagai

elemen masyarakat bahwa kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan protokol untuk pejabat

dirasakan berlebihan. Hal ini dilihat dari satu sisi oleh mereka ketika penggunaan jalur jalan raya

sehingga menimbulkan cibir dari masyarakat kecuali perlakuan khusus yang diberikan kepada

Presiden RI dan Wakil Presiden RI, mereka tidak bermasalah. Nah tentu di sini dalam kondisi transisi

seperti ini apakah dipandang perlu adanya satu sanksi yang diperlukan bagi kegiatan yang

menyangkut protokol tersebut.

Kemudian dari dua hal ini kita harapkan pada kondisi saat ini bahwa kita paham bahwa

Undang-Undang Dasar 1945 telah diamandemen beberapa kali. Nah konsekuensi logis dari ini ada

perubahan-perubahan yang mendasar yang menyangkut dengan masalah timbulnya lembaga-

lembaga baru, kemudian pejabat tinggi, istilah Pejabat Tinggi Negara sekarang adalah Pejabat

Negara. Dan berikut mengenai kategori tokoh maupun ketokohan, nah yang diharapkan dari sini perlu

adanya RUU Protokol yang jelas dan tegas, dengan isian yang mengakomodasi/mengakomodir

semua kegiatan yang melibatkan person yang mendapat penghormatan tersebut.

ARSIP D

PR RI

Page 4: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

30

Nah oleh karena itu kita sepakat dan sepaham dalam pertemuaan pada sore hari ini untuk

kesempurnaan dari RUU yang kita siapkan ini adanya masukan, saran, pandangan dan pendapat

yang kami butuhkan dalam rangka kesempurnaan paket tersebut, oleh karena itu tepat kiranya pada

sore hari ini Bapak dari BPK dan Bank Indonesia untuk memberikan masukan yang mengkait mungkin

dengan masalah per-anggaran. Oleh karena itu dengan mengucapkan Bismillahirrahminirrahim

dengan ini rapat dinyatakan dibuka.

(RAPAT DIBUKA PADA PUKUL : 16.42 WIB)

Baik, untuk mempersingkat waktu mungkin dari brosur yang sudah Bapak terima, Bapak

sudah membaca, menilai dan memahami, kira-kira masukan apa yang perlu Bapak sampaikan dalam

rangka menyempurnakan bahan yang kami sampaikan. Oleh karena itu untuk mempersingkat waktu

kami berikan ruang dan waktu pertama kepada Bapak dari BPK RI, kemudian berikutnya dari Bapak

yang mewakili Bank Indonesia. Waktu dan tempat kami persilahkan. Disampaikan, Pak.

Terima kasih.

DHARMA BHAKTI ( SEKJEN BPK RI ):

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Selamat sore, Salam sejahtera bagi kita semua,

Bapak Pimpinan Pansus RUU tentang Protokol DPR RI,

Para Anggota Dewan, Anggota Pansus yang terhormat,

Rekan-rekan baik dari BPK maupun dari Bank Indonesia,

Pertama-tama terima kasih atas undangan dari Pansus untuk membahas RUU ini, dan saya

selaku Sekjen BPK didampingi oleh dua orang esselon I yaitu disebelah kiri saya Pak Hendar

Restiawan yang sehari-hari memang berkutat di bidang Hukum, kemudian Pak Izam Burhanuddin di

sebelah kanan saya yang sehari-harinya mengurusi masalah-masalah inspektorat.

Tentu saja kami mempunyai beberapa hal yang perlu kami kemukakan berkaitan dengan hal-

hal yang tertuang dalam naskah RUU ini. Untuk tidak memperpanjang lebar dan mempersingkat,

mengefisienkan penggunaan waktu kami mohon izin kepada Pimpinan untuk mempersilahkan sesuai

dengan teknis pengetahuannya ke rekan kami Pak Hendar yang menguasai masalah-masalah ini di

BPK.

Mohon izin, Pak. Silahkan Pak Hendar.

HENDAR RESTIAWAN ( ESSELON I BPK RI):

Terima kasih Pak Sekjen.

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Ketua Pansus RUU tentang Protokol, Wakil Ketua Pansus RUU tentang

Protokol, Anggota Pansus yang kami hormati,

Masukan yang disampaikan oleh kami itu dilandasi satu pemikiran bahwa, pertama melihat

dari hubungan fungsional lembaga negara yang diatur keprotokolerannya terutama mengenai tata

tempat dan tata upacara serta tata penghormatan. Sebagaimana kita ketahui bahwa ada hubungan

fungsional yang erat diantara Pemerintah, DPR RI dan BPK RI di bidang keuangan negara. Hubungan

ARSIP D

PR RI

Page 5: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

31

fungsional antara BPK RI dan Pemerintah yaitu BPK RI melakukan pemeriksaan terhadap

pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang menjadi tanggungjawab pemerintah dalam

rangka mendorong tercapainya transparansi dan akuntabilitas. Hubungan fungsional antara BPK RI

dengan lembaga perwakilan dalam hal ini DPR RI yaitu hasil pemeriksaan BPK RI disampaikan

kepada DPR RI dalam rangka mendukung pelaksanaan fungsi budgeter atau fungsi Dewan

Perwakilan Rakyat dan fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

Kemudian juga usulan yang kami sampaikan kepada forum Pansus yang terhormat ini

dikaitkan dengan kedudukan lembaga-lembaga negara yang secara eksplisit dicantumkan di dalam

Undang-Undang Dasar 1945 dan kita memang mengenal pengertian lembaga negara itu juga

termasuk yang tidak tercantum secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945 tetapi dia dibentuk

berdasarkan satu undang-undang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dengan hormat

kami mengusulkan kepada Pansus RUU Protokol ini terkait dengan apa yang diatur di dalam Pasal 9

ayat (1) RUU dimana di dalam Pasal 9 ayat (1) RUU Ketua BPK RI ditempatkan pada tata tempatnya

itu pada urutan setelah Ketua Mahkamah Konstitusi. Kembali mendasarkan pada pertimbangan yang

kami sampaikan tadi karena ada hubungan fungsional yang dekat antara pemerintah kemudian juga

lembaga perwakilan, kami mengusulkan agar tata tempat dalam acara kenegaraan untuk Ketua BPK

RI itu diletakkan pada huruf f, jadi setelah Ketua DPR RI dan sebelum Ketua Mahkamah Agung.

Kemudian Wakil Ketua tetap pada huruf l, namun disebutkan setelah Wakil Ketua DPD RI dan

sebelum Wakil Ketua Mahkamah Agung. Jadi untuk posisi Wakil Ketua yang di dalam Pasal 9 ayat (1)

huruf l itu ditempatkan setelah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, kami mengusulkan disebutkan

setelah Wakil Ketua DPD RI dan sebelum Wakil Ketua Mahkamah Agung.

Kami juga menyampaikan apresiasi, penghargaan terhadap RUU Protokol ini karena telah

menempatkan perwakilan BPK RI dalam RUU Protokol ini terutama terkait dengan tata tempat dan

tata penghormatannya. Menimbang bahwa perwakilan BPK RI di daerah itu adalah perwakilan dari

lembaga negara, perwakilan BPK di setiap provinsi itu bukan instansi vertikal, juga bukan instansi

daerah tetapi kedudukannya adalah perwakilan dari lembaga negara. Dengan pertimbangan tersebut

dan juga pertimbangan kedekatan fungsi antara perwakilan BPK dengan Gubernur, juga dengan

DPRD, kami juga mengusulkan dalam forum Pansus yang terhormat ini agar Kepala Perwakilan BPK

RI yang semula berada pada huruf i di Pasal 10 ayat (1) itu ditempatkan dalam RUU pada huruf I,

Pasal 10 huruf i kami mengusulkan untuk menjadi huruf e, yakni setelah Ketua DPRD Provinsi dan

sebelum Ketua Pengadilan Tinggi.

Demikian yang kami sampaikan. Mohon Pimpinan dan Anggota RUU Pansus berkenan

mempertimbangkan usulan yang kami sampaikan terhadap RUU Protokol ini.

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, dari yang disampaikan oleh Bapak Hendar Restiawan mengenai kelembagaan BPK RI

untuk ditempatkan, yang pertama kita ambil dari yang bawah, bahwa di provinsi adalah statusnya

ARSIP D

PR RI

Page 6: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

32

selaku perwakilan lembaga negara, oleh karena itu apa yang Bapak sampaikan menjadi catatan kami

dan layak untuk dipertimbangkan, Pak.

Kemudian yang kedua, Ketua BPK RI selayaknya ada posisi yang berkait masalah tata

tempat dalam rangka melakukan upacara untuk mendapat penghormatan seperti yang Bapak

sampaikan tadi tentunya akan menjadi pertimbangan dan kami rasa ini juga nanti akan jadi

pertimbangan khusus, layak untuk dipertimbangkan. Demikian, Pak.

HENDAR RISTIAWAN ( ESSELON I BPK RI ):

Izin, Pimpinan, ada sedikit masukan lagi kalau diperkenankan.

Baik, terima kasih. Untuk yang Pasal 9 ayat (1) ini terkait dengan Anggota BPK di dalam

Pasal 9 ayat (1) ini Anggota BPK RI ditempatkan pada huruf “o”. Jadi sama dengan Menteri, Jaksa

Agung, Panglima TNI dan sebagainya. Kami mengusulkan dengan pertimbangan bahwa kesetaraan

Anggota Lembaga Negara usul yang kami sampaikan adalah satu kelompok dengan Anggota DPR RI

dan Anggota DPD RI.

Demikian barangkali usulan tambahan, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, usulan ketiga kami tangkap sebagai satu sinyal untuk menjadikan pertimbangan

tentunya dalam pertimbangan-pertimbangan khusus tadi perlu kiranya mendapat atensi dari kita.

Selanjutnya kami sampaikan pada Pak Gufron selaku Direktur Hukum dari Bank Indonesia. Pak Agus,

Pak. Pak Agus Santoso. Silahkan, Pak, disampaikan.

AGUS SANTOSO ( DIREKTUR HUKUM BANK INDONESIA):

Terima kasih Pak.

Kami memperkenalkan diri saya Agus Santoso, Pak, Direktur Hukum Bank Indonesia,

disamping saya ada Pak Gufron juga bersama dengan saya Direktorat Hukum yang biasanya sehari-

hari Pak Gufron ini adalah anggota tim Pemerintah, Pak, untuk membahas ini.

Pimpinan Pansus RUU Protokol yang terhormat, dan Anggota Pansus yang kami

hormati,

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Pertama-tama kami memintakan maaf untuk Pak Muliaman Hadad, Pak, yang sedianya hadir

pada sore ini namun beliau sakit mendadak, lalu diperjalanan terpaksa harus kembali ke rumah. Dan

untuk itu menugaskan kami untuk membacakan pandangan Bank Indonesia.

Pertama-tama kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Panitia Khusus

Rancangan Undang-Undang Protokol DPR RI yang telah mengundang kami dalam Rapat Dengar

Pendapat Umum Panitia Khusus RUU Protokol pada hari ini. Dalam kesempatan ini perkenankanlah

kami menyampaikan pandangan dan masukan Bank Indonesia atas Rancangan Undang-Undang

mengenai Protokol.

Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat,

Sebagaimana dimaklumi protokol negara berkaitan erat dengan perkembangan situasi tata

pergaulan internasional maupun tata kenegaraan suatu negara. Oleh karena itu disadari bahwa

ARSIP D

PR RI

Page 7: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

33

perubahan ketatanegaraan Pasca Amandemen ke - 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 memunculkan implikasi pada perlunya perubahan pengaturan protokol negara,

sehingga penghormatan terhadap para pejabat negara, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat

perlu disesuaikan kembali dengan tatanan yang baru ini.

Amandemen ke - 4 Undang-Undang Dasar 1945 juga membawa perubahan yang

fundamental pada kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral Republik Indonesia. Pengaturan

tentang Bank Indonesia dalam Pasal 23 “d” Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “negara

memiliki suatu Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan

independensi diatur dengan undang-undang”. Dijabarkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang

Nomor: 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali yang

terakhir dengan Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 2009 menegaskan bahwa Bank Indonesia adalah

lembaga negara. Dengan kedudukannya sebagai lembaga negara maka status Bank Indonesia

mengalami perubahan yaitu dari yang semula merupakan bagian dari Pemerintah telah berubah

menjadi alat kelengkapan negara atau dalam bahasa Inggris disebut organ of state, yang berdasarkan

undang-undang melaksanakan fungsi pemerintahan atau executive function dengan kewenangan

melaksanakan fungsi pengelolaan dalam bahasa Belanda disebut sebagai fungsi vestioran dan

pengaturan atau rehelen. Dalam hal ini, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia

(PBI) dalan ruang lingkup tugasnya baik sebagai otoritas moneter, otoritas perbankan, otoritas sistem

pembayaran dengan tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat,

Bank Indonesia tentu mendukung pembahasan RUU ini, selama ini Bank Indonesia juga telah

bersama-sama ikut membahas draft RUU Protokol ini dengan tim pembahasan antar departemen

pemerintah. Dalam pembahasan-pembahasan tersebut antara lain telah disampaikan pula pengaturan

kedudukan Bank Indonesia dalam konstelasi ketatanegaraan Pasca Amandemen ke - 4 Undang-

Undang Dasar 1945 sebagaimana disebutkan dimuka.

Dengan itu perkenankanlah kami mengusulkan agar perlakukan keprotokolan bagi Anggota

Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam hal ini Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi

Gubernur kiranya dapat disejajarkan dengan perlakuan protokol bagi pejabat negara yang memimpin

lembaga negara lainnya.

Demikian pula halnya dengan Pemimpin Bank Indonesia yang berkedudukan di daerah, yang

merupakan representasi Gubernur Bank Indonesia kiranya dapat disesuaikan dengan perlakuan

keprotokolan pejabat pemerintah daerah.

Terkait hal ini patut dikemukakan pula bahwa Undang-Undang Bank Indonesia tidak secara

eksplisit menyebutkan Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai pejabat Negara, namun kiranya

dapat dipahami bahwa perlakuan keprotokolan sebagai pejabat negara tentunya tidak semata-mata

hanya ditentukan oleh ada tidaknya penyebutan secara implisit dalam teks undang-undang yang

mengatur mengenai hal tersebut. Namun ditentukan pula oleh kedudukan hukum lembaga negara

tersebut dalam konstelasi ketatanegaraan. Hal ini sering menjadi permasalahan dan

ARSIP D

PR RI

Page 8: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

34

dipermasalahkan, Pak, hanya karena tidak adanya sebutan secara tekstual dalam Undang-Undang

Gubernur Bank Indonesia atau Deputi Gubernur Senior atau Anggota Dewan Gubernur adalah

Pejabat Negara.

Terkait dengan rumusan draft Rancangan Undang-Undang Protokol, terus bagaimana dari

BPK RI, kami juga ingin mengajukan usulan pada Pasal 9 ayat (1) untuk Gubernur Bank Indonesia

kiranya tidak berlebihan apabila kami mengusulkannya berada pada urutan setelah ketua lembaga-

lembaga negara, dalam hal ini kiranya dapat diurutkan bersamaan dengan Ketua Komisi Yudisial.

Kemudian untuk Anggota Dewan Gubernur kiranya dapat didudukan atau disejajarkan dengan yang

sekarang di draft RUU itu pada huruf l yaitu bersamaan dengan wakil ketua lembaga-lembaga negara.

Selanjutnya usulan untuk Pasal 10 ayat (1) yaitu bagi Pimpinan Bank Indonesia di daerah,

kiranya hal ini bisa mengikuti pada Pasal 9 ayat (1) yaitu kiranya Pimpinan Bank Indonesia itu bisa

didudukan di kelompok e yaitu bersama dengan ketua Pengadilan Tinggi dengan Kepala Kejaksaan

Tinggi atau dalam sehari-hari dikenal sebagai Muspida ya, Pak, karena memang dalam praktek

sehari-hari secara fungsional hubungan Pemimpin Bank Indonesia di daerah itu sangat dekat dengan

Muspida.

Pimpinan Sidang dan Anggota Pansus yang terhormat,

Demikian pandangan singkat kami mengenai RUU tentang Protokol ini, semoga segala upaya

kita dalam membangun bangsa ini memperoleh petunjuk dan ridha Allah SWT.

Sekian dan terima kasih.

Wassalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sekjen BPK RI khususnya bersama tim dan

juga dari perwakilan Bank Indonesia Pak Agus beserta rekan.

Kami sudah mencermati segala usul, saran dan masukan yang disampaikan tadi,dan

alhamdulillah telah ada bersama kita juga ada dari Fraksi Partai Golkar, kemudian Fraksi Partai

Keadilan Sejahtera, juga dari Hanura.

Gerindra, ini Pak Harun Al-Rasyid mohon maaf dan untuk itu sebelum lebih lanjut kami

mempersilahkan kepada para Anggota Pansus yang terhormat barangkali ada respons atau ada

pandangan-pandangan atas masukan-masukan yang disampaikan tadi. Kami persilahkan mulai dari

Bapak Harun Al-Rasyid. Silahkan Pak.

F - PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si):

Terima kasih, kebetulan yang duluan masuk walaupun terlambat.

Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh.

Yang pertama terima kasih atas informasi yang disampaikan oleh BPK RI, saya tertarik

dengan kalimat penempatan di provinsi itu, kebetulan saya mantan gubernur dan sekarang sudah ada

perwakilan BPK di daerah. Saya mau tanya bahwa saat sekarang ini sudah punya kantor dan jumlah

daripada karyawannya berapa, pimpinannya berapa, itu yang penting. Ini Pak, karena mungkin nanti

kedudukan kepala BPK di daerah itu apa sebagai ketua atau duduknya juga sebagai direktur atau

ARSIP D

PR RI

Page 9: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

35

kepala kantor, jadi ini penting. Kalau istilah kepala kantor itu mungkin sama juga dengan kanwil, kalau

ketua atau perwakilan barangkali kedudukannya lain, kalau perwakilan berarti ini erat dengan apa

yang ada di pusat. Itu yang penting. Sehingga nanti kalaupun mungkin bersama dengan kedudukan

mewakili dari pusat barangkali duduknya semula di huruf “I” menjadi huruf “e” ini mungkin bersama-

sama dengan anggota muspida lain. Anggota muspida dalam satu bentuk kelompok. Dan di daerah

itu muspida itu pertama tergantung dari pangkatnya, misalnya begini kalau di gubernur itu datang

panglima di suatu daerah kebetulan kepala Angkatan Darat situ adalah Danrem, maka duduk dia

samping terutama dari Muspida itu adalah yang pangkatnya Jenderal, tetapi kalau Danrem biasanya

jadi dua setelah Kapolda yang pangkatnya Brigjen. Ini sekedar contoh saja misalnya di NTB itu

Danrem, tetapi masuk provinsi masuk wilayah Pangdam itu di Udayana yang terdiri dari 3 Provinsi,

Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jadi apakah dia duduk sebelum Muspida itu

jenderal-jenderal itu atau setelah Muspida, mesti berani, kami anggap bukan deretan, kelompok-

kelompok, ya kelompok “e” atau kelompok “d” gitu loh, “ini Muspida nih”, mereka tinggal ngatur sendiri

itu. Kalau Danrem, di Danrem itu kebetulan polisi yang pangkatnya Brigjen itu dia baru Danrem

setelah itu Kejaksaan atau Ketua Pengadilan, setelah itu kejaksaan dan sebagainya.

Jadi ini yang perlu, ini tentara, polisi mempunyai kekuatan juga bagi daerah itu dalam rangka

mem-back up, utamanya menyangkut masalah soal keamanan, stabilitas. Untuk diketahui bahwa bagi

di daerah apapun yang kita mau bangun, ini kalimat dari hati, apapun yang mau kita laksanakan

dalam pembangunan di daerah tanpa ada jaminan keamanan non sense, itu makanya diberikan

prioritas. Tanpa adanya jaminan stabilitas keamanan itu ya mau bangun apa? Nah ini suatu reasoning

“a”, “b”, “c”, ”d”-nya. Kalau di tingkat pusat tadi setelah MK atau setelah MA? Ini yang duduknya tadi

setelah DPR lantas kedudukan BPK. Setelah DPD. Oh, DPR, DPD, setelah itu BPK baru itu MA dan

MK gitu? Oh begitu. Itu yang pertama.

Mengenai Bank Indonesia ini memang pengaturannya perlu dijelaskan, ini merupakan satu di

daerah, itu lembaga, alat atau lembaga negara gitu maksudnya. Ada asumsi bahwa kalau di daerah

dikatakan tadi mungkin setelah ketua-ketua lembaga, begitu maksudnya? ada asumsi bank itu secara

analisa protokol itu hampir sama dengan bank-bank lain walaupun mungkin duduknya dalam satu

kelompok dia di depan dari bank lain itu, cuma urutannya ini yang mungkin perlu apakah setelah tadi

Muspida, setelah BPK atau setelah lembaga-lembaga yang ada di daerah. Jadi ini yang perlu

memang perlu digambarkan dalam satu skema gitu loh, karena bank di sana itu kan ada bank

daerah, ada bank-bank swasta itu dan ada Bank Indonesia. Jadi kalau penghormatan sih memang

yang kami lihat tetap Bank Indonesia itu ada dideretan pertama dari bank-bank lain. Namun setelah

siapa itu yang mungkin perlu dilihat urutannya itu.

Ya itu saja sementara dari saya, terima kasih.

H. Tb. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA / F- PKS )

Terima kasih Bapak Harun Al-Rasyid.

Bapak Ibu sekalian alhamdulillah bersama kita sudah hadir Pak Agun ya,, beliau salah

seorang arsitek di Bab I Perubahan Undang-Undang Dasar yang lalu. Mungkin ada masukan, tadi Pak

ARSIP D

PR RI

Page 10: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

36

Agun bisa elaboratif atas positioning BPK yang juga diamanahi perwakilan jadi provinsi, begitu juga

Bank Indonesia yang punya program di setiap provinsi tertentu. Pak Agun mohon maaf ini kita, silakan

Pak Agun.

F-PG (DRS. AGUN GUNANDJAR SUDARSA):

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya hanya ingin minta masukan saja dari BPK sama jajaran BI, kita sama-sama mengetahui

bahwa BPK sebagia lembaga negara itu memiliki kedudukan yang equal dengan lembaga-lembaga

negara yang lain. Dan oleh karenanya para pejabat masuk kategori Pejabat Negara dalam konteks

ketua, wakil ketua dan anggota yang sama dengan ketua, wakil ketua, dan para anggota di DPR, di

DPD, termasuk juga untuk jajaran, ini untuk BPK dulu, dengan jajaran di pemerintahan katakanlah

ada para menteri, panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung. Itu tentunya Undang-Undang Protokol ini

mengatur beberapa hal, nanti saya tolong minta penjelasan bagaimana sejumlah pejabat negara yang

jumlahnya banyak bisa tertata sedemikian rupa agar segala acara-acara ritual, acara-acara

seremonial itu tetap memiliki makna, memiliki nilai yang juga penting karena itu cerminan dari etika

dan moral berbangsa dan bernegara yang sebetulnya Undang-Undang Protokol mengatur tentang itu.

itu dalam konteks kelembagaan Pak sama dengan lembaga-lembaga lain ketika dia hadir dalam

sebuah acara-acara resmi saya minta penjelasan apa yang dialami, apa yang dirasakan, apa yang

diketahui oleh Sekretariat Jenderal BPK selama ini, adakah keluhan, adakah kendala, adakah

kesulitan, adakah hal-hal yang mungkin yang berkenaan dengan secara protokoler itu anggota BPK

itu mengalami bentuk perlakukan yang tidak senonoh misalkan, contoh ya. Jadi kalau ada upacara itu

sudah jelas duduknya dimana itukan protokoler Pak, itu secara kelembagaan dia hadir di acara-acara

resmi. Itu yang pertama saya minta pengalaman selama ini seperti apa, kendalanya seperti apa,

apakah mendapatkan suatu pengakuan penghormatan yang layak sebagai seorang Pejabat Negara

yang bertugas dibidang ini. Jangan lalu tiba-tiba mendapatkan perlakukan atau sebaliknya, saya minta

juga ada yang karena kita selama ini tidak pernah mengetahui buat Anggota Parlemen mungkin kita

sudah terbiasa Pak dan mengaturnya lebih susah karena jumlahnya banyak, tapikan kalau BPK

jumlahnya hanya 9 orang. Tidak susahlah menyiapkan kursi, kalau dengan menteri ada ketua BPK,

taruh saja satu selesai. Kalau dengan yang lain kasih Anggota selesai. Tapi kalau buat Anggota DPR

itu pusing, wah kursinya banyak itu, sehingga kadang-kadang siapa yang ngetop duluan, siapa yang

disegenin duduk didepan atau lihat jabatan Ketua Fraksi atau bukan, tapi kalau saya biasanya duduk

dibelakang saja Pak, malah senang di belakang. Saya minta pengalaman-pengalaman itu.

Yang kedua, Undang-Undang Protokol itu juga harus mengatur hak-hak individual ini sebagai

catatan saja buat Pimpinan Pak, walaupun saya juga Badan Legislasi membidangi ini tapi memang di

Baleg omongan saya dicatat saja silakan diperjuangkan ditingkat Pansus katanya. Jadi karena

catatan begitu Pak Harun, maka saya bawa catatan. Jadi catatan ini saya bawa lagi ke Pimpinan,

kalau ini cuma dicatat doang, ya undang-undang ini tidak ada manfaatnya, bubarin saja tidak ada

manfaatnya. Daripada kita bikin undang-undang tapi dalam pelaksanaannya tidak dapat diterapkan,

untuk apa buang-buang uang negara.

ARSIP D

PR RI

Page 11: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

37

Yang saya maksud adalah protokoler itu melekat pada individu pejabat negara. Kita urut mulai

dari seorang Presiden. Presiden itu mau ada acara atau tidak ada acara dia mendapatkan hak

protokoler. Presiden pendampingnya,, pendampingnya itu istrinya bukan teman selingkuh, istrinya,

anaknya itu mendapatkan hak-hak protokoler dari negara. Pengamanannya, pengawalannya, itulah

simbol election people, orang-orang yang terpilih. Filosofinya dari situ cuma di kita ini Anggota

DPRnya pada penakut, melawan media massa kayak begitu mundur, cuma cari popularitas ikut-ikut

cari populer. Kalau saya tidak Pak, lawan terus, maju terus tidak butuh popularitas. Dibenci tidak apa-

apa Pak yang penting ada yang sayang di atas itu. seperti Media Indonesia kira-kiranya begitulah

Pak.

Dari BPK ini saya minta pengalaman empirik, mungkin Bapak juga mengetahui pengalaman-

pengalaman para Pimpinan dan para Anggota BPK. Sampai sejauh mana hak-hak protokoler pejabat

negara secara individual diluar acara-acara resmi, diluar acara-acara kenegaraan. Misalkan, kalau dia

berpergian, pergi Pak dalam kapasitas dinas secara protokoler dia harus mendapatkan kendaraan

dinas, supir, ajudan, pengawal, VVIP di perjalanan. Anggota apakah juga sama, saya ingin tanyakan

itu. Ini penting Pak biar kita nanti akan melihat bagaimana yang diperlakukan terhadap Anggota DPR,

Anggota DPD, Komisi Yudisial, Hakim Agung itu sama Pak mereka. Jangan sampai karena faktor

anggaran Negara, wah kalau BPK bisa karena jumlahnya sedikit cuma 9 lengkap semua didapat. DPR

jumlahnya banyak, tidak dapat seperti hari ini yang kami alami Pak. Anggota DPR mengelantur

sedikit, Anggota DPR dia terpilih mendapatkan fasilitas kendaraan. Contoh ini Pak, kok bisa-bisanya

Pemerintah mengatakan untuk DPR yang sudah menjabat yang terpilih lagi tidak dapat. Tapi yang

baru pertama kali jadi Anggota DPR mendapat fasilitas kendaraan Pak. Lalu pertanyaan saya kenapa

Menteri yang dulu..,, Menteri juga terpilih lagi, jadi Menteri juga tetap dapat. Jadikan logikanya itu, itu

contoh Pak. Jadi maksud saya, saya ingin sharing saja Pak jadi biar nanti kita menghembuskan ini

sesuatu yang benar, apakah pada tataran anggota juga mendapatkan hak-hak perlakuan secara

protokoler yang sama. Contoh Pak misalkan, ini akan lebih jauh lagi, orang akan mengatakan itu

berlebihan tapi sebetulnya memang dia representatif rakyat, wakil rakyat, kepercayaan rakyat yang

mendapatkan mandat rakyat untuk melaksanakan tugas-tugas audit keuangan negara karena dipilih

berdasarkan Undang-Undang, sehingga dia bukan warga negara biasa dalam konteks pada posisinya

sudah warga negara luar biasa, tidak sembarangan orang bisa jadi Anggota DPR. Pada posisi itu

menurut hemat saya pertanyaannya apakah di luar acara yang resmi-resmi acara bekerja, di luar itu

misalkan berolahraga, berekreasi apakah juga masih mendapatkan dukungan fasilitas untuk itu

apakah sudah tidak.

Berikutnya apakah kalau dia menghadiri sebuah acara-acara ditempat-tempat publik dan dia

hadir mewakili lembaga institusi apakah mendapatkan perlakuan sebagai seorang pejabat negara

contoh. Ini contoh Pak. Kita menghadiri sebuah seminar di hotel X ini protokoler, Undang-Undang

harus mengatur sebetulnya di mana dia parkir. Harus ada space untuk dia parkir, tidak bisa dia parkir

lalu di basement di ujung sana. Atau kalau dia pakai supir tidak ada problem, kalau masih ada supir

masih bisa kecuali dia mendapat fasilitas supir kita bisa exception Pak. Yang tidak mendapatkan

ARSIP D

PR RI

Page 12: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

38

fasilitas supir dia harus parkir dimana, kalau ternyata parkirnya itu 2 km dari tempat acara, terlambat

Pak, ini penting Pak Ketua sebagai pembanding untuk memperjuangkan nasib rekan-rekan kita yang

di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Bupati itu pejabat,, memang DPRD sampai hari ini

belum mendapat nomenklatur pejabat negara. Okelah itu tidak perlu dipersoalkan karena dia tidak

pejabat negara, tapi Undang-Undang Protokoler masuk juga mengatur soal itu Pak, kita tidak usah

perdebatkan dia pejabat negara atau bukan karena ini bukan Undang-Undang tentang pejabat

negara. Ini penting Pak. Nanti dengan kepala perwakilan BPK di provinsi, kan begitu ya Pak, ini ada

korelasinya nanti, dengan ketua DPRD Provinsi ini dimana posisinya ini Pak kalau ada acara yang

berkaitan dengan posisi itu, undang-undang itu harus mengatur Pak karena ini penting. Karena pihak

hotel, pihak sarana-sarana publik itu Pak, dia kalau tidak ada aturan, tidak ada dasar dia, tidak mau

tahu itu, atau tidak ada perintah atau tidak ada apa. Jadi pengalaman ini sering kejadian di lapangan

di bawah.

Oleh karena itu menurut saya di Undang-Undang Protokol itu juga harus ada korelasi dengan

simbol-simbol atau lambang-lambang atribut-atribut pejabat negara. Kalau kita pakai pin Pak, cuma

dikita saja kacau, ini pinnya besar, pin besar itu dipakai untuk PDA pakai di batik. Kalau pinnya kecil di

pakai di kerah jas. Tapi kalau kita lain lagi, kadang-kadang yang gede pun dipakai di jas. Itu artinya

dia tidak paham tentang filosofi kecil, filosofi besar. Jangan-jangan saya takut nanti pinnya dipasang di

topi, di peci. Sekarang sudah mulai Pak, DPR sudah mulai Pak. Ini hal-hal yang sepele padahal itu

adalah hal simbol cermin dari kehidupan kita beretika tidak. Etika itukan kelihatan berbusana rapi tidak

rapi, santun tidak santun berpakaian. Kalau tidak nanti datang ke kantor pakai sepatu olah raga Pak,

pakai celana sport celana pendek, bisa kalau hukum tidak menggiring ke sana bisa. Itu yang dari

BPK. Saya mohon apa yang baik yang enak maupun tidak enak, biar itu bahan masukan buat kita itu

penting supaya kita menata ke depan suatu kehidupan yang baik.

Contoh Pak Ketua kalau perlu seperti DPR Pak, filosofi keterwakilan representatif yang

dengan tata ruang, tata letak, itu yang namanya kalau sidang parlemen di Eropa di Amerika itu sama

Pak. Ketua itu duduk di kursi yang tinggi, tidak ada yang lebih tinggi dari ketua, kita ini salah. Ini salah,

ruang rapat kayak begini, ini bukan lembaga parlemen ini. salah nata ruang begini, Bapak tinggi

ketua, wakil-wakil ketua lebih rendah Pak, pemimpin. Dan kalau tempat anggota dia ada yang

modelnya oval. Dan kalau pun toh begini segi empat, itu kursinya nanjak Pak. Yang didepan itu

member of seniors, yang baru-baru pertama kali jadi anggota dewan itu duduknya dibelakang Pak.

Jadi kalau interupsi dia tinggal lihat layer satu tidak ada, layer dua tidak ada, oh yang ada di belakang.

Di kita yang terjadi apa, rebutan. Sebetulnya sederhana saja, kita mau tidak menerapkan ilmu

pengetahuan teori-teori itu didalam aturan. Jadi saya panjang lebar Pak Ketua itu hal yang sama kami

minta juga kepada jajaran Bank Indonesia karena bagaimanapun Bank Indonesia posisi dia sebagai

lembaga Negara, namanya saja Bank Indonesia karena konstitusi kita disebut Bank Sentral, lalu lahir

Undang-Undang Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, mengatur tentang bagaimana BI juga secara

protokoler harus diatur yang pada posisi-posisi itu, kami juga ingin memintakan masukan karena

ARSIP D

PR RI

Page 13: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

39

perwakilan-perwakilan BI juga ada di provinsi saya lihat ke bawah, juga mohon ini pengalaman-

pengalaman ini jangan sampai nanti tidak ada pengaturannya.

Terima kasih Pak, mohon maaf kepanjangan Pak.

H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA/F-PKS)

Terima kasih Pak Agun, sebelum berlanjut ini, Pak Agus apa mau memperkenalkan yang

barusan tiba dari BI Pak silakan.

AGUS SANTOSO ( DIREKTUR HUKUM BANK INDONESIA):

Baik Pak, sebelah kiri saya ini Ibu Libra Liana adalah Kepala Biro Sekretariat dan Protokoler

Bank Indonesia Pak. Terima kasih.

H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA / F-PKS)

Selamat datang Ibu.

Baik selanjutnya ada pendalaman lain dari, tidak ada sementara, cukup. Baiklah kami

kembalikan kepada Bapak-Bapak dan Ibu dari BPK dan dari BI untuk merespon apa yang

disampaikan oleh para Anggota yang terhormat tadi. Silakan Pak Sekjen BPK.

KETUA RAPAT:

Sebentar Pak kami tambahi, jadi ini dari baik pihak BPK maupun Bank Indonesia telah

memberikan saran dalam rangka kedudukan untuk posisi protokol, kemudian setelah dipelajari dari

teman-teman sekalian, rekan-rekan kami umpan balik sebagai masukan dan informasi yang belum

mendapatkan jawaban yang kaitannya adalah masalah keluhan, yang terkait dengan masalah

perlakuan yang dirasakan kurang pas tolong disampaikan kepada kami semua sehingga dengan

demikian kami baru akan bisa menata apa yang harus kita lakukan dan bagaimana perlakuan itu

diberikan, mulai dari Bapak Sekjen Pak Dharma Bahkti.

DHARMA BHAKTI ( SEKJEN BPK RI ):

Anggota Pansus yang saya hormati,

Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaannya, kami coba untuk memberikan penjelasannya

nanti akan dilengkapi oleh Pak Hendar Setiawan. Yang pertama mengenai pertanyaan dari Pak Al-

Rasyid, bahwa memang kantor kami sudah kami buka di seluruh Indonesia di 33 Provinsi termasuk di

NTB. Kami menyebutnya itu secara kelembagaan bukan kantor, tapi adalah perwakilan BPK. Jadi

merupakan perwakilan lembaga, ini sekaligus saya juga menjelaskan menyampaikan berkaitan

dengan pertanyaan dari Pak Agun itu, di sana itu memang kebanyakan kita di perlakukan

sebagaimana layaknya eselon II.Oleh karena itu kadang-kadang kalau kepala perwakilan aktif kepada

Protokol Pemda menjelaskan posisinya ini bisa dapat tempat yang layak, yang pas. Tapi kalau

Protokol Pemda tidak mengerti malah kepala BPKP di depan. Kemudian yang berkaitan lagi yang

kadang-kadang kita masih belum cukup fasilitasnya Pak dalam tahap pembangunan, kalau kepala

perwakilan datang ke upacara pakai mobil kijang, malah pejabat eselon III yang naik sedan itu yang

didahulukan. Ini berkaitan juga dengan nomor polisi dinas itu, kalau kita tidak perjuangkan untuk

mendapat nomor-nomor yang sepantasnya sebagai pejabat yang mewakili pejabat negara itu

ARSIP D

PR RI

Page 14: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

40

mungkin dapatnya tiga digit atau empat digit. Alhamdulillah pelan-pelan kita sudah berjuang

menjelaskan satu per satu kita dapatkan itu Pak.

Kemudian saya masuk pada hak individual Anggota BPK, hak individual Anggota BPK selama

ini yang saya lihat maaf, karena saya baru lima tahun Pak, Pak Hendar yang lebih lama disana, yang

saya lihat mulai dari jaman Pak Anwar, kepala BPK, hak protokolernya lepaslah kayak Presiden, dia

ada ajudan, fasilitas kendaraan, kemana-mana di kawal dan karena dia orang tahu otomatis dalam

kondisi apapun, dalam situasi apapun formal ataupun non formal tetap mendapatkan perlakuan yang

pas saya katakan untuk tidak mengatakan istimewa. Tapi kalau Anggota-anggota yang lain, saya

melihat tidak ada yang istimewa, kalau dia mendapat kendaraan, dapat rumah jabatan di Kebayoran

dari Setneg, dapat supir ya Esselon I juga dapat, apa bedanya. Tapi diluar itu ya sudah pergi ke Blok

M sama saja, jadi kami tidak melihat fasilitas atau keistimewaan diluar resmi yang didapatkan oleh

beliau sebagai Anggota BPK. Jangankan Anggota BPK, kadang-kadang pemahaman masyarakat

tentang BPK pun tidak pas. Sampai-sampai kami sering mendapatkan pertanyaan apanya dengan

BPKP BPK ini. Makanya dalam program kami ada kegiatan mensosialisasikan mengenai BPK ini

kepada masyarakat, karena maklum saja sudah barangkali sudah terlupakan BPK ini dulu. Jadi tugas

kami pertama setelah Undang-Undang Dasar di Amandemen itu, ya mensosialisasikan BPK,

mengembalikan BPK pada tataran yang sebenarnya supaya masyarakat lebih mengerti. Saya rasa itu

Pak yang bisa saya jelaskan kalau kurang lengkap nanti Pak Hendar bisa melihat ditambahkan,

mohon ijin Pak.

HENDAR RISTIAWAN ( ESSELON I BPK RI ):

Ijin Pimpinan, tambahkan sedikit terkait dengan kedudukan perwakilan BPK di daerah,

amanat Undang-Undang Dasar Pasal 23 “g” itu mengatakan perwakilan BPK, bukan kantor

Perwakilan BPK. Jadi memang kedudukannya sebagai perwakilan lembaga negara di setiap provinsi.

Kalau kemudian dalam kedudukannya sebagai kepala perwakilan atau sebagai perwakilan lembaga

negara itu dikelompokkan ke dalam muspida, ini pendapat kami rasanya tidak pas karena klasternya

ini mungkin berbeda tidak masuk ke muspida.

Kemudian terkait dengan pengalaman-pengalaman kami melihat begini, bagaimana kemudian

orang bisa mengetahui bahwa yang hadir itu adalah pejabat negara, itu antaralain tadi sudah

disampaikan oleh Pak Hasnun yaitu melalui simbol-simbol yang tertera atau bisa juga melalui simbol-

simbol yang tadi disampaikan oleh Pak Sekjen dari nomor kendaraan orang bisa mengetahui bahwa

ini lah pejabat negara, artinya memerlukan simbol-simbol yang menyatakan bahwa orang itu pejabat

negara atau bukan.

Dalam memperoleh simbol-simbol seperti ini BPK masih kesulitan, jadi katakanlah BPK di

daerah itu kedudukannya jauh dibawah kepala Kejaksaan, karena misalkan kejaksaan itu bisa dapat

nomor tiga untuk kendaraan BPK itu diatas 50 sehingga orang memang tidak tahu ini pejabat negara

bukan ini. sama dengan kepala dinas yang nomornya 50 keatas seperti itu. kemudian juga pengertian

di RUU Protokol tata tempat ini dikatakan dalam acara kenegaraan dan acara resmi di ibukota negara

termasuk di provinsi. Bagaimana kalau kemudian acara resmi itu diselenggarakan di kantor BPK,

ARSIP D

PR RI

Page 15: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

41

dimana misalkan kita menghadirkan anggota dari pusat ke daerah itu kan kita perlu melaporkan

kepada gubernur setempat, kepada kepolisian setempat dengan maksud agar penguasa setempat

bahwa ada pejabat negara, baik dari sisi keamanan dan sebagainya. tapi karena kedudukan

protokolernya yang tidak pas, maka dianggap yang hadir ini bukan pejabat negara sehingga tidak ada

perlakuan protokoler karena dianggap protokoler itu hanya acara resmi yang diselenggarakan oleh

provinsi. Bagaimana kalau acara resmi itu diadakan oleh BPK yang juga mengundang pejabat-pejabat

provinsi, atau misalkan kita melaporkan kepada pimpinan daerah bahwa ada pejabat negara yang

akan hadir ke daerah itu sama sekali tidak ada protokolernya karena dianggap itu bukan acara resmi

padahal acara yang kita selenggarakan adalah resmi di lingkungan BPK dan juga mengundang

pejabat setempat. Ini pengalaman-pengalaman yang sering kami terima di perwakilan termasuk

kedudukan protokoler kepala perwakilan ini baru masuk daerah UI Pak, sebelumnya itu tidak diatur.

Sehingga tadi disampaikan oleh Pak Sekjen pengakuannya berbeda-beda, kita diundang acara resmi

di provinsi, hadir tidak hadir tidak ada pengaruhnya, karena duduknya pun terserah saja mau duduk

atau berdiri itu tidak diatur disitu termasuk kalau anggota BPK yang hadir itupun juga kalau kita

mengundang dalam acara resmi BPK itu paling-paling diwakili oleh Sekdanya, tidak ada

penghormatan kepada pejabat negara yang hadir ke daerah.

Jadi memang kami setuju Pak, seperti yang disampaikan oleh Pak Agun, mungkin satu

masukan atau pertimbangan dari kami pengertian acara kenegaraan dan acara resmi ini apakah

hanya acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah, apakah juga tidak termasuk acara yang

diselenggarakan oleh pimpinan instansi yang lain. Demikian barangkali masukan, terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA / F-PKS )

Dari BPK sudah cukup Pak Sekjen? Terima kasih.

Mangga dari BI.

AGUS SANTOSO ( DIREKTUR HUKUM BANK INDONESIA):

Terima kasih Pak.

Mungkin kami dalam menjawab mencampurkan pertanyaan dari Pak Al-Rasyid dengan Pak

Agun Gunandjar. Bank Indonesia itu dulu sejarahnya bank komersil kemudian dia berubah menjadi

Bank Sentral pada Undang-Undang Nomor :11 tahun 1953, Bank Indonesia masih juga

melaksanakan fungsi komersil. Pada Undang-Undang Nomor: 13 Tahun 1968 juga masih ada fungsi

itu dijalankan sedikit sehingga tidak heran Pak saat ini walaupun sudah diubah menjadi lembaga

negara terpatri didalam masyarakat. Pandangan masyarakat Bank Indonesia itu seperti sama dengan

bank komersil. Seringkali kalau kami bilang dari mana Pak, dari BI, oh BNI, bukan saya BI, oh BII,

bukan kami ini Bank Sentral, oh Bank Sentral Asia. Jadi memang susah, Bank Sentral Indonesia dia

bilang oh, kalau gitu lebih anak buahnya bank BCA. Jadi memang sama seperti BPK Pak, kita harus

banyak mensosialisasikan suatu institusi berubah dan diberi kehormatan oleh rakyat dijadikan suatu

lembaga negara yang independen.

ARSIP D

PR RI

Page 16: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

42

Banyak orang juga tidak menyadari Pak, bahwa pimpinan Bank Indonesia rekrutmennya

pejabat pimpinannya sama dengan lembaga negara lainnya yaitu dengan cara fit proper DPR,

diusulkan oleh Presiden, diangkat oleh Presiden. Tetapi sampai saat ini dalam pembahasan dengan

Pemerintah soal duduk ini kadang-kadang kita suka tidak enak kalau seperti rebutan tempat Pak

karena menteri-menterinya itu sepertinya tidak rela kalau Gubernur Bank Indonesia ini ada diatasnya.

Dalam suatu pengalaman ini sambil curhat pernah menginginkan seorang menteri untuk hadir di Bank

Indonesia, protokol dari kementerian itu mengatakan, lho menteri saya ini menteri senior, tidak ada

menteri senior itu datang ke yunior, Gubernur BI itu yunior. Entah bagaimana pandangannya, saya

cuma bilang kita ini mengundang sarapan pagi bukan masalah suruh datang melapor ke Gubernur

dalam rangka koordinasi. Karena independensi juga dimaknai sebagai seolah-olah kami ini sudah

bukan Pemerintah, seolah-olah dianggap ini swasta. Oh independen berarti bukan Pemerintah, berarti

ini swasta, itu yang terjadi.

Dan kemudian pakaian dinasnya pakai dasi seperti ini, berbatiknya seminggau cuma dua kali

sehingga sama dengan bank-bank lain juga pakai dasi Pak. Sehingga kalau ada orang pakai dasi di

daerah kebetulan saya dulu pernah di tempatkan di Irian atau di Makasar, itu pasti orang bank itu, lalu

seolah-olah orang bank itu bank swasta. Tetapi di daerah Pak Agun itu yang mungkin Pak Harun Al -

Rasyid juga pengalamannya mudah-mudahan baik dengan Bank Indonesia, kami itu sebetulnya

partnernya Pemerintah untuk memberikan kondisi ekonomi daerah mengenai potensi-potensi daerah,

mengenai uang beredar dan sebagainya Pak.

Juga sekarang ini Pak sudah diminta di setiap kantor Bank Indonesia itu dengan bahkan

ditiap Provinsi Bank Indonesia bekerjasama dengan Gubernur untuk mengendalikan inflasi daerah

sebagaimana bapak-bapak maklum tujuan utama Bank Indonesia itu adalah mengendalikan inflasi

dalam artinya adalah menjaga daya beli masyarakat Pak. Artinya bahasa jargonnya itu menjaga

keringat dan air mata rakyat supaya bisa punya daya beli setiap tahun itu kuat.

Di daerah Pak, Bank Indonesia itu ada tiga kelas Pak, karena Bank Indonesia ini unik bukan

berada di setiap provinsi, tapi ada juga di kota-kota dulu itu karisidenan. Jadi dulu ada misalnya di

Cirebon, Solo, di Tasikmalaya, di Padangsidempuan, Lhoksemawue, itu dulu mengikut karena

perbankan ini kan mengikuti dinamika ekonomi dimana potensi ekonomi itu ada maka Bank Indonesia

didirikan yaitu kebanyakan di tempat uang beredar itu banyak. Ada dua typical kantor Bank Indonesia,

ada yang istilahnya out flow yaitu kantor Bank Indonesia selalu mengedarkan uang karena di daerah

itu kebanyakan adalah produsen yang sifatnya menjual keluar daerah atau membeli sehingga dia

butuh uang untuk membeli barang. Tapi ada daerah-daerah seperti di Solo itu inflow karena Solo itu

banyak menjual baju batik dan sebagainya sehingga orang-orang membeli baju, sehingga Solo itu

repot menerima uang yang begitu banyak. Itu disebut kantor yang inflow.

Tetapi kembali ke protokoler memang ini jadinya unik Pak karena untuk kelas-kelas yang

bukan provinsi dia adalah kelas III, kalau kepangkatan kami di Bank Indonesia itu mirip militer Pak,

berbeda dengan PNS. Sehingga dia pangkatnya itu setara dengan kolonel. Tetapi yang di provinsi dia

pangkatnya itu setara dengan Mayor Jenderal, istilah kami itu G-8 itu bintang dua lah, kalau kita bilang

ARSIP D

PR RI

Page 17: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

43

gubernurnya itu adalah Jenderal bintang empat, kalau Deputi Gubernur bintang tiga, maka Deputi

Senior ini adalah bintang dua, pegawai tertinggi. Kira-kira hampir mirip militer yang seperti itu.

Yang jadi masalah pertama Pak saya barangkali tentu kami ingin Bank Indonesia sudah

menjadi lembaga negara, ingin diperlakukannya seperti lembaga negara. Jadi kalau dengan bank

kami inikan otoritasnya kan Pak, lembaga yang memberikan peraturan terhadap bank sehingga kalau

kami dikumpulkan dengan bank bukannya bagaimana tapi tentunya bukan pada klasternya. Bank

Indonesia itu klasternya lebih pada Muspida karena lebih dekat kepada Muspida dalam rangka

hubungannya membangun daerah bersama-sama dengan Muspida. Kalau tadi mengenai keamanan

mungkin Bank Indonesia lebih kepada stabilitas ekonomi, pembangunan ekonomi dan sebagainya,

sehingga di daerah dalam Rancangan Undang-Undang ini kami mengusulkan kiranya dapatlah

kantor-kantor Bank Indonesia itu dikelompokkan pada kelompok Muspida yaitu bersama dengan

Ketua Peradilan Tinggi, dengan Kejaksaaan Tinggi, tentara dengan pangkat tertinggi dengan cara

seperti tentara Pak kalau datang misalnya untuk Bank Indonesia di NTB maka pemimpin Bank

Indonesia di Mataram itu pangkatnya memang Kolonel. Nanti koordinatornya datang dari Bali, dari Bali

ini Mayor Jenderal. Jadi kalau dia nanti yang Bali datang ke Mataram memang mungkin duduknya

yang Bali ini didahulukan, begitu kira-kira.

Saya kira kalau dari saya Pak untuk mengenai pandangan aturan hukumnya begitu, kalau

mengenai fasilitas-fasilitas perkenankan teman saya Libra Liana untuk menyampaikan mengenai

fasilitas-fasilitas baik itu Dewan Gubernur maupun pemimpin di daerah, kami persilakan.

LIBRA LIANA ( KEPALA BIRO SEKRETARIAT DAN PROTOKOLER BANK INDONESIA ):

Yang terhormat Bapak Anggota Dewan,

Sebelumnya saya minta maaf karena terlambat, saya Libra Liana saya dari Biro Kesekretariat

yang membawahkan bagian protokol. Sebetulnya kalau dari sisi keprotokolan perlakuan pejabat.

Pimpinan Bank Indonesia khusus dalam hal ini adalah Gubernur Bank Indonesia dan jajaran Anggota

Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam acara kedinasan atau kenegaraan itu sudah diberlakukan

cukup baik didalam prakteknya seperti misalnya fasilitas mobil. Kalau gubernur Bank Indonesia itu

mendapatkan mobil RI, sedangkan untuk Anggota Dewan Gubernur itu mobilnya mobil dinas jadi RFS

kalau sekarang. Sedangkan untuk pemimpin Bank Indonesia yang di kantor Bank Indonesia mereka

hanya mendapatkan fasilitas nomor plat merah. Selain itu kami juga dari dulu sudah diperlakukan

sebagai pejabat negara artinya kita mendapatkan pengawalan dari polisi khususnya untuk Gubernur

Bank Indonesia dan Deputi Gubernur Senior. Kalau untuk ADG yang lain itu hanya pengawalan dari

internal Bank Indonesia.

Dalam acara-acara kedinasan dan kenegaraan biasanya memang karena kebetulan kami

berhubungan kerja erat sekali dengan Sek-Neg maupun dari Istana Negara sehingga segala

sesuatunya bisa dikomunikasikan, tidak ada masalah. Dan posisi kita kalau misalnya di dalam acara

rapat dengan Presiden itu biasanya sudah disandingkan dengan Menko atau biasanya paling tidak

disebelah Menteri Keuangan, bahkan hampir-hampir kebanyakan kita biasanya disandingkan dengan

Menteri Koordinator.

ARSIP D

PR RI

Page 18: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

44

Yang menjadi masalah adalah kalau di kantor Bank Indonesia, jadi meskipun status pemimpin

Bank Indonesia di seluruh kantor Bank Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 40 dengan berbagai

macam jabatan tadi, maaf bukan jabatan, pangkat, kepangkatan tadi tetapi mereka semua adalah

wakil dari Gubernur Bank Indonesia, artinya mereka representasi dari GBI, tentunya dengan ini

diharapkan perlakuan keprotokolan terhadap Pemimpin Bank Indonesia di daerah-daerah ini juga bisa

disamakan. Jadi kami memang menginginkan kalau bisa sesuai dengan Pak Agus katakan tadi

dijajaran Muspida.

Selain itu yang dapat kami kemukakan adalah yang selama ini terjadi di KBI, tadi mungkin

Pak Agus sudah sampaikan, banyak sekali Pemda, protokol Pemda yang mungkin belum ataupun

bahkan bukan hanya Pemda tetapi lembaga-lembaga lain ataupun pihak swasta gitu ya, kalau

mengundang Bank Indonesia karena mereka masih belum memahami mengenai kedudukan Bank

Indonesia di dalam undang-undang yang baru, mereka selalu masih menyamakan kita di beberapa

tempat itu dengan bank-bank lain, masih mending kalau bank pemerintah, tetapi malah disamakan

dengan bank swasta itu tadi, sehingga duduknya memang kadang-kadang di paling belakang gitu.

Bagi kami tidak ada masalah sementara ini, karena memang ketidaktahuan mereka, tetapi

secara intensif kami juga selalu mengkomunikasikan dan mensosialisasikan Undang-Undang Bank

Indonesia kepada pihak-pihak terkait sehingga mereka sebagian besar di KBI sekarang sudah

diperlakukan, jadi pemimpinnya sudah diperlakukan seperti yang kita harapkan, masih di beberapa

tempat masih belum memahami, tetapi itu kita tahu bahwa dengan kita harus mengkomunikasikan

lebih intensif lagi.

Mungkin tambahan dari saya itu, Pak, terima kasih saya ucapkan.

KETUA RAPAT:

Baik, masukan dari rekan-rekan/mitra BPK maupun Bank Indonesia cukup gamblang dan

perlu diingat bahwa kita bersepakat pukul 18.00 WIB diharapkan pertemuan ini usai.

H. TB. SOENMANDJAJA, SD ( WAKIL KETUA / F-PKS )

Mohon izin, ini sebenarnya tidak terlalu berhubungan dengan RUU ini, Ibu/Bapak sekalian

yang terhormat, tetapi berkenaan dengan Undang-Undang tentang BPK dan Undang-Undang tentang

Bank Indonesia itu sudah biasa oleh teman-teman yang terhormat di MPR itu tersosialisasikan.

Ibu/Bapak sekalian, melalui perubahan Undang-Undang Dasar, nah ini Pak Agun Tim 10 MPR, juga

saya, mohon maaf, Pak Ketua, ini mungkin bisa dibicarakan bagaimana satu format yang sama, Pak,

agar lebih cepat penyebarluasan informasi tersebut. Ini saran saja sebagai catatan.

Terima kasih.

F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si):

Sebentar, Pak. Mohon izin.

KETUA RAPAT:

Oh, silahkan.

ARSIP D

PR RI

Page 19: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

45

F- PARTAI GERINDRA (DRS. H. HARUN AL-RASYID, M.Si):

Pengalaman saya di lapangan bahwa yang sosialisasi undang-undang oleh para Anggota

MPR itu terus terang saja sudah beberapa kali, karena saya lama di daerah, menyangkut masalah

protokol-protokol itu tidak pernah disentuh-sentuh, tidak pernah dibicarakan soal protokol, udah

dianggap begitu saja, padahal itu penting. Ini perlu dimasukan kepada tim yang berada dari MPR itu

sendiri.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, dari rangkaian kegiatan yang sudah kita lakukan walaupun singkat tetapi kami rasakan

padat dan penuh manfaat, kenapa demikian? Dari kemauan dan keluhan yang Bapak-bapak

sampaikan telah dapat kami tangkap untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka

memposisikan lembaga negara sesuai dengan norma dan etika yang benar. Hal ini terjadi karena

pemahaman dari masyarakat, Pemerintah Daerah maupun rekan-rekan kepolisian yang dalam rangka

mendukung belum paham tentang status baik BPK maupun Bank Indonesia secara utuh dan

menyeluruh sehingga berdampak pada perlakukan yang berkait dengan masalah 3T, tata tempat, tata

upacara, tata penghormatan terhadap rekan-rekan sekalian.

Nah oleh karena itu, seperti penggagas yang ada di sini, Pak Agun juga, RUU tentang

Protokol yang sedang dirancang oleh Pansus ini dalam rangka memperbaiki mengganti Undang-

Undang RI Nomor: 8 Tahun 1987 yang telah berumur, berusia 23 tahun dihadapkan pada

perkembangan lingkungan yang terjadi ini perlu adanya perubahan-perubahan yang mendasar. Nah

oleh karena itu RUU Protokol ini dengan masukan dari Bapak dan keluhan tadi ini menurut kami RUU

tentang Protokol yang berkait di dalamnya adalah aspek kepatutan, kelaziman dan etika yang

menginternasional dan hal ini tidak dapat diremehkan karena kalau protokoler, kegiatan protokoler

dipahami mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah tentu di sini akan terdapat satu runtut

kegiatan yang tertib, lancar, aman, terkendali dan akhirnya memberikan kenyamanan kepada kita

sekalian.

Ini kira-kira yang bisa kita sampaikan dalam forum yang berbahagia ini. Oleh karena itu,

dengan menyampaikan penghormatan yang tinggi kepada Saudara-saudara sekalian, saudara-

saudara, rekan-rekan dari BPK maupun dari Bank Indonesia serta rekan-rekan Pimpinan dan Anggota

Pansus yang kami hormati, rapat yang kita selenggarakan pada hari ini kiranya adalah rapat yang

dibarokahi oleh Allah SWT sehingga seluruh pandangan dan pendapat dari Saudara-saudara dapat

kita tampung, dengan harapan memperkaya khazanah yang ada di dalam RUU tentang Protokol yang

akan kita undangkan.

ARSIP D

PR RI

Page 20: R I S A L A H RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/1-20170428-064305... · 2017. 4. 28. · RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RUU TENTANG PROTOKOL

46

Perkenankan saya sekali lagi menyampaikan ucapan terima kasih kepada Saudara Sekjen

BPK RI dan Deputi Gubernur Bank Indonesia atau yang mewakili atas pendapat dan pandangannya

yang telah disampaikan. Dan terima kasih pula kami sampaikan kepada rekan-rekan para Anggota

Pansus atas kebersamaan, kesabaran dan ketekunannya dalam mengikuti rapat pada hari ini. Oleh

karena itu dengan mengucapkan alhamdulillahirrabilalamin rapat pada sore ini kita nyatakan ditutup.

(RAPAT DITUTUP PADA PUKUL : 17.53 WIB)

( KETOK PALU 3 X )

Jakarta, 12 Mei 2010

a.n. KETUA RAPAT

SEKRETARIS RAPAT,

ttd

UDRS. BUDI KUNTARYO.

NIP. 19630122 199103 1 001

ARSIP D

PR RI