Putusan Sengketa Tanah Magersari -...

22
Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan Sengketa Tanah Magersari (Kajian Putusan Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK) By M. Syamsudin WORD COUNT 47216 T IME SUBMIT T ED 27-JUL-2016 09:31AM PAPER ID 24245517

Transcript of Putusan Sengketa Tanah Magersari -...

Page 1: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Keadilan Prosedural dan Substantif dalamPutusan Sengketa Tanah Magersari

(Kajian Putusan Nomor74/PDT.G/2009/PN.YK)

By M. Syamsudin

WORD COUNT 47216 TIME SUBMITTED 27-JUL-2016 09:31AM

PAPER ID 24245517

Page 2: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

KEADILAN PROSEDURAL DAN SUBSTANTIF DALAM PUTUSAN SENGKETA TANAH MAGERSARI

Kajian Putusan Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK

PROCEDURAL AND SUBSTANTIVE JUSTICE IN THE CASE OF LAND DISPUTE OF MAGERSARI

An Analysis of Decision Number 74/PDT.G/2009/PN.YK

M. Syamsudin

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

J1. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta 55151

Email: [email protected]

Diterima tgl 7 November 2013/Disetujui tgl 24 Maret 2014

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji isi putusan hakim tentang sengketa tanah Magersari,

Yogyakarta, dengan mempertanyakan apakah

majelis hakim sudah metnpertimbangkan semua

fakta hukum yang terungkap di persidangan secara berimbang dan didasarkan pada hukum fonnil dan

materiil. Penelitian ini tergolong kajian hukum

doktrinal dengan pendekatan kasus. Objek kajian

adalah Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK. Hasil kajian

meminjulckan bahwa isi putusan tersebut sudah

mencerminkan keadilan prosedural, karena sudah

memuat hal-hal yang hams ada dalam suatu putusan pengadilan sebagaimana tercantum dalam

Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tatum 2009 dan Pasal

184 HIR/195 RBG dan sudah mencennati alat-alat

bukti yang sail sesuai dengan Pasal 164, 153, dan

154 I-HR atau 284, 180, dan 181 RBG. Akan tetapi

jika dilihat dari aspek keadilan substansial, isi

putusan tersebut belum sepenuhnya mencenninkan

keadilan substantif. Hal tersebut dapat diukur dari tidak adanya yurisprudensi yang diacu oleh hakim

dalam m.embuat pertimbangan hukum, absennya

doktrin atau teori yang dijadikan dasar pertimbangan

hukum, dan tidak ditemukannya penggalian hukum yang hidup di masyarakat.

Kata kunci: keadilan substantif, keadilan prosedural,

sengketa tanah.

ABSTRACT

This analysis is intended to review the District

Cowl's Decision Number 74/PDT.G/2009/PN.YK

regarding a case of land disputes in Magersari,

Yogyakarta, whether the judges have considered all

the legal facts revealed in the trial consistently and

based on formal and substantive law. This is just an

analysis of doctrinal law using a case approach.

In the analysis, it shows that the judge's decision

has reflected procedural justice. It contains the

conditions that must be present in a court decision

as contained in Article 2 paragraph (1) of Law

Number 48 of 2009 and Article 184 HIR/195 RBG,

and has the evidence revealed, as in accordance

with Article 164, 153, and 154 HIR or 284, 180,

181 Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 3: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

and 181 RBG. On the other hand' the decision has

not filly reflected substantive justice. This can be

seen from the absence ofjurisprudence referred to

by the judge in making legal considerations, and the absence of doctrine or theory that forms the

basis of legal reasoning as well as legal values that

lives in the community.

Keywords: substantial justice, procedural justice,

land dispute.

I. PENDAHULUAN

Bagi masyarakat tradisional dan juga

modern, tanah mempunyai arti penting baik

dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Bahkan

tanah terkadang mempunyai makna magis bagi

masyarakat tertentu, khususnya masyarakat adat.

Arti penting itu antara lain sebagai tempat tinggal

untuk mempertahankan kehidupan, tempat

persemayaman terakhir, alat pengikat masyarakat

dalam suatu persekutuan dan juga sebagai modal

atau aset produksi utama dalam suatu hubungan

bisnis. Oleh karena itu, dalam realitas empiriknya

tanah justru sering menjadi sumber sengketa

di antara anggota warga masyarakat, baik

secara perseorangan maupun kolektif. Sengketa

tersebut dapat terkait dengan berbagai hal seperti

ketidakjelasan status, perbatasan, pengelolaan,

hak kepemilikan, penguasaan, pemakaian, dan

juga hubungan-hubungan transaksi lainnya.

Keberadaan tanah di Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY), mempunyai keunikan

tersendiri. Keunikan tersebut tentunya tidak

lepas dari sejarah pertanahan di DIY. Pertanahan

yang ada di DIY sekarang ini, tidak terlepas dari

kesinambungan sejarah yang tentunya sangat

dipengaruh oleh ugeran dan kebijakan Keraton

Yogyakarta. Termasuk dalam hal ini adalah Iradisi

hukum lokal terkait hak atas tanah yang disebut

"Ngindung" dan/atau "Magersari." Ngindung

dan/atau magersari merupakan hak perorangan

atas tanah yang lahir dari budi balk pemilik

tanah didasarkan pada asas tolong menolong dan

kekeluargaan. Seseorang yang diberi hak ngindung

dan/atau magersari oleh pemilik tanah, dapat

mendirikan bangunan rumah di atas tanah tersebut

atau mendiami sebagian bangunan rumah pemilik

tanah tersebut tanpa dipungut pembayaran tertentu.

Jika hal tersebut terdapat pembayaran, hanyalah

sekedar tanda (simbol) masuk pekarangan atau

rumah milik orang lain tersebut (Bzn, 1959: 115).

Dalam praktik, keberadaan status tanah

magersari di DIY tidak lepas dari berbagai

permasalahan yang muncul. Berikut ini

merupakan kasus tanah magersari yang diangkat

untuk dijadikan objek kajian. Permasalahan

diawali dengan munculnya kasus Sultan Ground

(SG) yang obyek sengketanya adalah tanah

dengan status magersari atas SG yang dikuasai

oleh CA, yang beralamat di Jalan Suryowijayan

No. 20 RT 23/RW 07 Kelurahan Gedongkiwo,

Kecamatan Mantrijeron, Daerah Istimewa

Yogyakarta. CA adalah pemilik sah sebidang

tanah yang terletak di J1. Suryowijayan No. 20 RT

23/RW 07 Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan

Mantrijeron, DIY sebagaimana yang tercantum

dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor

M.1402/Gdk seluas 413 m2, gambar situasi No.

441 tanggal 1 Februari 1994 yang scat ini juga

sedang ditempatinya.

Di depan/batas sebelah timur tanah SHM

milik CA tersebut terdapat tanah milik Sri Sultan

Hamengku Buwono Keraton Yogyakarta yang

telah diberikan hak pakai/magersari kepada CA

sebagaimana tersebut dalam surat perjanjian

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 119

Page 4: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Pinjam Pakai No. 60/HI/KPIC/2003 tertanggal 17

November 2003, seluas 124 m2, dengan gambar

situasi tertanggal 06-01-2003, dengan batas-batas

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Jalan Kampung.

Sebelah Timur : Jalan Suryowijayan.

Sebelah Selatan : Tanah Kosong milik

Keraton Yogyakarta.

Sebelah Barat : Tanah SHM 1402 milik

Cahyo.

N am un tanah yang telah diberikan hak pakai

tersebut di atas oleh pihak keraton kepada CA

ternyata dalam kenyataannya dikuasai oleh MTH

yang beralamat di Kios J1. Suryowijayan No. 20,

Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron;

HM yang beralamat di J1. Suryowijayan No. 85

Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron;

ES yang beralamat di Suryowijayan Mj 1/404 RT

25/RW 07 Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan

Mantrijeron; SB yang beralamat di Suryowijayan

Mj 1/590 RT 30/RW 06 Kelurahan Gedongkiwo,

Kecamatan Mantrijeron; PY yang beralamat di

Suryowijayan Mj 1/335 RT 23/RW 07 Kelurahan

Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron dan PJ

yang beralamat di Suryowijayan Mj 1/265 RT

13/RW 02 Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan

Mantrijeron, Yogyakarta, yang tanpa memiliki

atas hak apapun bahkan tanpa izin dari CA selaku

pemegang hak pakai telah mendirikan bangunan

semi permanen untuk bed ualan.

Tanah yang diberikan hak pakai/magersari

tersebut awalnya akan dipergunakan sendiri oleh

CA sesuai dengan peruntukannya, karena itu

CA meminta para pihak yang menduduki tanah

tersebut untuk mengosongkannya, namun tidak

ditanggapi dengan baik, akibatnya CA sama

sekali tidak dapat menikmati hak atas tanah yang

dimilikinya itu bahkan tidak dapat hidup nyaman

tinggal di rumahnya sendiri akibat kehadiran

MTH dkk yang menguasai tanah tersebut.

CA sudah berkali-kali mengingatkan MTH

dkk untuk secara sukarela segera mengosongkan

tanah tersebut karena ditempati tanpa izin

dan juga telah menghalangi jalan masuk ke

rumah CA, bahkan sudah berulangkali pula

mengusahakan dialog secara musyawarah dan

kekeluargaan dengan mengundang MTH dkk,

yang juga dihadiri dan disaksikan oleh pengurus

RT dan RW setempat, Lurah Gedongkiwo, Camat

Mantrijeron, Kapolsek Mantrijeron, Danramil

Mantrijeron, namun tidak juga ditanggapi positif

oleh MTH dkk. Padahal CA sudah membayar

biaya pisungsung/penanggalan sebesar

Rp.48.800,- (empat puluh delapan ribu delapan

ratus rupiah) setiap tahunnya untuk jangka waktu

6 tahun, sehingga totalnya adalah Rp.292.800,-

(dua ratus sembilan puluh dua ribu delapan ratus

rupiah).

Menurut HM, alasan kenapa mereka tidak

mau untuk mengosongkan tanah tersebut adalah

karena sejak awal penerbitan Surat Kekancingan

yang dimiliki CA sudah tidak wajar. Mereka

beralasan bahwa sudah menempati tanah itu

sejak tahun 1973 dan tidak pernah diajak bicara

tentang proses penerbitan kekancingan tersebut

dan tiba-tiba ada orang yang membawa Surat

Kekancingan dan mengusirnya. Menurutnya,

pada saat terjadi proses ukur dari pengurus

setempat yaitu dari RT, RW, Kelurahan, sampai

petugas Panitikismo tidak pernah memberikan

penjelasan, saat ditanyapun jawaban mereka

adalah "tidak tahu."

HM juga mengatakan, penerbitan Surat

Kekancingan tersebut penuh dengan kejanggalan,

201 Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 5: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

surat tersebut juga bertolak belakang dengan

pernyataan HB X soal tanah-tanah Sultan

Ground yang menyatakan tidak ada penggusuran

terhadap tanah-tanah keprabon atau tanah-tanah

di luar keprabon yang telah ditempati oleh

rakyat, langkah yang dilakukan hanya penertiban

administrasi. HM menambahkan, hal ini tentu saja

merupakan pengingkaran atau pembangkangan

terhadap amanat Sultan Hamengku Buwono X.

MH menambahkan, bahwa awal mula

tanah tersebut adalah tanah tempat pembuangan

sampah, hingga akhirnya pada tahun 1973

dirinya mengolah tanah tersebut menjadi warung,

kemudian pada tahun 1990-an, setelah rumah di

belakang (yang sekarang kediaman CA) dijual,

tiba-tiba pemiliknya mengusir kami (Putusan PN

Yogyakarta Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK).

H. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan gambaran permasalahan

yang telah diuraikan di bagian pendahuluan,

dirumuskan pertanyaan hukum yaitu "Apakah

dalam mem buat putusan, hakim sudah

mempertimbangkan semua fakta hukum yang

terungkap di persidangan secara berimbang

dan didasarkan pada norma-norma hukum balk

formil dan materiil, yurisprudensi, doktrin dan

juga nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat

sehingga menghasilkan putusan yang adil balk

secara substantif maupun prosedural?

III. STUDI PUSTAKA

Paham realisme hukum berpandangan

bahwa putusan hakim adalah hukum yang

sebenar-benarnya (the real law). Doktrin yang

menjadi asumsi dasarnya adalah adagium yang

berbunyi all the law is judge made law, artinya

semua hukum itu pada hakikatnya adalah

putusan hakim. Berdasarkan cara berpikir seperti

ini, posisi dan kedudukan hakim inenjadi sangat

sentral dalam konteks pembentukan hukum (Gray

dalam Darmodiharjo & Shidarta, 2004: 138).

Oleh karena itu putusan hakim sebagai hukum

yang sejatinya, harus dapat mewujudkan tujuan

dan hukum itu sendiri. Setidak-tidaknya terdapat

tiga tujuan hukum yang harus diwujudkan dalam

putusan hakim, yaitu keadilan, kepastian dan

kemanfaatan (Ali, 1996: 84-96).

Ketiga tujuan hukum tersebut (keadilan,

kemanfaatan dan kepastian) dalam praktik sulit

diwujudkan secara bersamaan sekaligus dalam

putusan hakim. Dalam praktik sering terjadi

benturan atau tegangan antara kepastian hukum

dengan kemanfaatan, antara keadilan dengan

kepastian, dan pule keadilan dengan kemanfaatan.

Menurut Radbruh, jika terjadi hal seperti itu

disarankan agar digunakan asas prioritas, di

mana prioritas pertama jatuh pada keadilan,

baru diikuti kemanfaatan dan kepastian. Achmad

Ali sendiri menyarankan menggunakan asas

prioritas yang kasuistis. Artinya ketiga tujuan

hukum itu diprioritaskan sesuai dengan konteks

kasus yang dihadapi. Oleh karena itu dapat saja

kasus A mungkin prioritasnya pada kemanfaatan,

kasus B prioritasnya pada kepastian, dan kasus C

prioritasnya pada keadilan (Ali, 1996: 96).

Proses pembuatan putusan oleh hakim

di pengadilan, merupakan suatu proses yang

kompleks dan sulit dilakukan sehingga

memerlukan pelatihan, pengalaman, dan

kebijaksanaan. Menurut Artidjo Al kostar, sebagai

figur sentral penegak hukum, para hakim memiliki

kewajiban moral dan tanggung jawab profesional

untuk menguasai knowledge, memiliki skill beru pa

legal technical capacity dan kapasitas moral yang

standar. Dengan adanya kecukupan pengetahuan

dan keterampilan teknis, para hakim dalam

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 121

Page 6: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

memutus suatu perkara akan dapat memberikan

pertimbangan hukum (legal reasoning) yang

tepat dan benar. Jika suatu putusan pengadilan

tidak cukup mempertimbangkan (Ovoldoende

Gemotiveeni) tentang hal-hal yang relevan

secara yuridis dan salt muncul di persidangan,

maka akan terasa adanya kejanggalan yang akan

menimbulkan matinya akal sehat (the death

of common sense). Putusan pengadilan yang

tidak logis akan dirasakan pula oleh masyarakat

yang paling awam, karena putusan pengadilan

menyangkut nurani kemanusiaan. Penegak

hukum bukanlah budak kata-kata yang dibuat

pembentuk undang-undang, tetapi lebih dari itu

mewujudkan keadilan berdasarkan norma hukum

dan akal sehat (Alkostar, 2009: 3).

Menurut Mertokusumo, seorang sarjana

hukum, khususnya hakim, selayaknya menguasai

kemampuan menyelesaikan perkara yuridis

(the power of solving legal problems), yang

terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: (i) merumuskan

masalah hukum (legal problem identification);

(ii) memecahkannya (legal problem solving); dan

(iii) mengambil putusan (decision making). Oleh

karena itu dibutuhkan langkah-langkah penalaran

hukum yang tepat dalam proses memecahkan

masalah hukum itu (Mertokusumo, 1990: 4).

Setidak-tidaknya terdapat enam langkah

utama dalam proses penalaran hukum dalam

proses pembuatan putusan hakim, yaitu: (i)

mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan

suatu struktur (peta) kasus yang sungguh-sungguh

diyakini oleh hakim sebagai kasus yang nil terjadi;

(ii) menghubungkan (mengsubsumsi) struktur

kasus tersebut dengan sumber-sumber hukum

yang relevan, sehingga is dapat menetapkan

perbuatan hukum dalam peristilahan yuridis

(legal term); (iii) menyeleksi sumber hukum

dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian

mencari tahu kebijakan yang terkandung di

dalam aturan hukum itu (the policies underlying

those rule), sehingga dihasilkan suatu struktur

(peta) aturan yang koheren; (iv) menghubungkan

struktur aturan dengan struktur kasus; (v)

mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang

mungkin; dan (vi) menetapkan pi filian atas salah

satu alternatif untuk kemudian diformulasikan

sebagai putusan akhir (Shidarta, 2004: 177).

Penalaran hukum tersebut perlu memberikan

ruang kepada pendekatan-pendekatan socio

legal. Dengan pendekatan socio legal akan dapat

memahami persoalan hukum dalam masyarakat

lebih kontekstual terkait dengan kondisi sosio-

kultural masyarakatnya. Hal-hal demikian itulah

yang dianggap melahirkan keadilan substantif.

Keadilan yang ukurannya bukan kuantitatif

sebagaimana yang muncul dalam keadilan formal,

tapi keadilan kualitatif yang didasarkan pada

moralitas publik dan nilai-nilai kemanusiaan dan

mampu memberikan kepuasan dan kebahagiaan

bagi masyarakat (Umar, 2011: 44).

Putusan keadilan substantif tidak hanya

mengakomodir aturan yang berlaku dalam

tahapan penemuan keadilan yang paling sosial.

Keadilan bukan semata-mata persoalan yuridis

semata, akan tetapi masalah sosial yang dalam

banyak hal disoroti oleh sosiologi hukum.

Karakter keadilan substantif yang bertumpu pada

`respon' masyarakat, dengan indah membentuk

penyelesaian permasalahan bersandar pada

hukum yang `mendalami suara hati masyarakat.'

Artinya, hukum mampu mengenali keinginan

publik dan punya komitmen bagi tercapainya

keadilan substantif (Ridwan, 2008: 170).

Isi dari keadilan subtantif dalam putusan

hakim, lebih lanjut dijelaskan oleh Luthan dan

Syamsudin (2013: 67) sebagai berikut: keadilan

22 Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 7: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

substantif terkait dengan isi putusan hakim dalam

mengadili suatu perkara, yang dibuat berdasarkan

pertimbangan yang objektif ,jujur, imparsial dan

rasional (logis). Berdasarkan konsep tersebut, ada

empat ciri untuk mengukur apakah putusan hakim

mengandung keadilan substantif atau tidak, yaitu

adanya objektivitas, kejujuran, imparsialitas, dan

rasionalitas.

Istilah objektif sering dipertentangkan

dengan istilah subjektif, di mana parameter

objektif menggunakan kriteria eksternal yang

bersifat rasional yang berada di luar dirt orang

yang memberi penilaian, sedangkan istilah

subjektif menggunakan parameter internal

yang terdapat dalam diri orang yang memberi

penilaian, misalnya berdasarkan persepsi,

berdasarkan asumsinya atau keyakinannya.

Suatu keterangan atau pendapat atau informasi

atau fakta dikualifikasikan objektif bila sesuai

dengan keadaan yang sesungguhnya tentang

objek tersebut.

Dalam penelitian, suatu putusan hakim

dikualifikasikan bersifat objektif bila informasi,

keterangan, fakta atau bukti yang dijadikan

dasar untuk membuktikan kesalahan terdakwa/

tergugat adalah informasi, keterangan, fakta atau

bukti yang sesungguhnya dan bukti yang benar.

Parameter objektif itu dilihat dari empat hal,

yaitu (i) terdakwa/tergugat terbukti melakukan

perbuatan/tindak pidana dengan didukung alasan

yang kuat; (ii) pernyataan terdakwa/tergugat

terbukti melakukan tindak pidana/perbuatan

yang melawan hukum didukung oleh dua alat

bukti; (iii) kualitas pertimbangan hakim dalam

menyimpulkan terdakwa/tergugat terbukti

melakukan tindak pidana/perbuatan melawan

hukum sekurang-kurangnya dengan nilai cukup;

dan (iv) kualitas argumentasi hakim dalam

membuktikan tindak pidana/perbuatan melawan

hukum yang dilakukan terdakwa/tergugat dengan

nilai cukup.

Parameter kedua dari keadilan substantif

adalah pertimbangan yang jujur. Jujur atau

kejujuran berarti adanya korelasi antara

keberadaan (esensi atau sifat atau identitas atau

kualitas yang melekat atau dimiliki sesuatu hal

sesuai dengan pemyataan mengenai keberadaan

atau sifat identitas atau kualitas mengenai sesuatu

hal tersebut). Misalnya keberadaan atau sifat atau

identitas atau kualitas suatu informasi bersesuaian

dengan pemyataan mengenai keberadaan atau

sifat atau identitas informasi tersebut. Infonnasi

atau keterangan yang salah dinyatakan sebagai

informasi atau keterangan yang salah, informasi

atau keterangan yang benar dinyatakan sebagai

informasi atau keterangan yang benar.

Indikator pertimbangan yang jujur diukur

dari: (i) adanya kesesuaian antara keberadaan

fakta-fakta yang diterangkan saksi-saksi dan

terdakwa atau terdakwa-terdakwa atau tergugat

di persidangan dengan keterangan fakta-fakta

yang disimpulkan hakim sebagai fakta yang

benar, (ii) adanya kesesuaian antara fakta dalam

persidangan dan fakta dalam putusan; dan (iii)

sikap kejujuran hakim dalam membuktikan

unsur-unsur tindak pidana/perbuatan yang

didakwakan/digugat kepada terdakwa/tergugat

dan dalam membuktikan kesalahan terdakwa/

tergugat bernilai cukup.

Parameter ketiga dari keadilan substantif

adalah pertimbangan imparsialitas. Imparsial

yang berasal dari kata impartial dalam anti

leksikal ditempatkan sebagai lawan kata dari

partial (memihak), bias (condong), dan prejudice

(prasangka). Secara konseptual imparsial dapat

dikonsepsikan sebagai sikap atau tindakan yang

tidak memihak bila menghadapi dua hal yang

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 123

Page 8: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

berbeda atau dua kepentingan yang bertolak

belakang. Imparsial dapat juga dikonsepsikan

se bagai si kap atau ti ndakan mem perlakukan segala

sesuatu secara sama, tanpa membeda-bedakan

(dislcriminasi), atau tanpa mengistimewakan

(priviligasi).

Putusan hakim dalam mengadili suatu

perkara dikualifikasikan bersifat imparsial

apabila dalam memutuskan perbuatan yang

didakwakan/digugat kepada terdakwa/tergugat

dan memutuskan kesalahan terdakwa/tergugat

apakah terbukti atau tidak hakim bersikap

tidak memihak di antara pihak yang berkonflik,

yaitu antara negara atau masyarakat yang

direpresentasikan oleh jaksa dan terdakwa /

tergugat yang diduga melakukan tindak pidana/

perbuatan melawan hukum. Walaupun misalnya

jaksa dalam persidangan peradilan pidana

mewakili kepentingan negara atau masyarakat

(kepentingan publik) sedangkan terdakwa

mewakili dan memperjuangkan kepentingan

pribadinya. Walaupun hakim hams bersikap

imparsial atau tidak memihak, tapi dia harus

berpihak kepada kebenaran, informasi yang

benar, keterangan yang benar, fakta yang benar,

alat bukti yang benar, dan ketentuan hukum yang

benar.

Parameter pertimbangan imparsial diukur

dan (i) bobot uraian keterangan saksi atau

saksi-saksi a charge proporsional dengan uraian

keterangan terdakwa/tergugat dan keterangan

saksi-saksi a de charge; (ii) dalam membuktikan

unsur-unsur tindak pidana/perbuatan hakim

mempertimbangkan keterangan terdakwa/

tergugat dan keterangan saksi a decharge;

(iii) dalam membuktikan unsur-unsur tidak

pidana/perbuatan yang dilakukan terdakwa/

tergugat dan kesalahan terdakwa/tergugat hakim

mempertimbangkan pembelaan penasihat hukum

dan atau pembelaan terdakwa/tergugat, dan sikap

imparsialitas hakim tergambar claim pembuktian

unsur-unsur tindak pidana/perbuatan melawan

hukum tergugat dan kesalahan terdakwa/tergugat.

Parameter keempat dan keadilan

substantif adalah pertimbangan yang rasional

yang melahirkan putusan yang rasional dan

logis. Rasional artinya sesuai dengan nalar atau

dapat diterima oleh akal sehat, dan logis artinya

sesuai dengan logika dan hukum-hukum logika.

Indikator parameter rasional diukur dari (i)

kualitas pemikiran hukum hakim yang runtut dan

logis; (ii) kualitas penalaran hukuin hakim dalam

memberikan argumentasi yang minimal bernilai

cukup; dan (iii) tingkat kemudahan memahami

pemikiran hakim dan argumentasinya.

Dalam konteks putusan pengadilan tentang

sengketa tanah magersari di Yogyakarta, hakim

berkewajiban untuk menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

yang hidup di dalam masyarakat (Pasal 5 UU No.

48/2009 jo. Pasal 27 ayat (1) UU No. 14/1970).

Nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di

dalam masyarakat tersebut tentunya dapat digali

dari cumber-stunber hukum yang berlaku secara

faktual di masyarakat, seperti hukum adat.

Dalam hukum adat di Yogyakarta yang

terkait dengan tanah, dikenal adanya lembaga

ngindung dan/atau magersari. Sebutan ngindung

lazimnya diperuntukan dan dilcaitkan dengan tanah-

tanah yang titel haknya dimiliki oleh masyarakat

pada umumnya. Di sisi lain sebutan magersari

diperuntukan dan dikaidcan dengan pengertian

khusus untuk tanah pekarangan yang titel haknya

dimiliki oleh Keraton Yogyakarta dan antara

orang dengan tanah tersebut terdapat ikatan yang

bersifat historik (Pasal 1 Keputusan Kawedanan

Hageng Punokawan Wahono Harto Kriyo Nomor

24 I Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 9: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

29/W&K1/1981).

Walaupun UUPA telah diberlakukan

secara penuh di DIY sejak tahun 1984, namun

pengaruh latar belakang sejarah atas penguasaan

tanah dengan status hak ngindung dan magersari

masih berlangsung terus sampai sekarang.

Dalam perkembangaimya sekarang ini, Kumoro

menjelaskan bahwa hak ngindung atau magersari

atas tanah menampaldcan did dengan karakteristik

sebagai berikut:

1. Hak ngindung atas tanah pada dasarnya Whir

dari suatu hubungan hukum atau perjanjian

yang sepihak yakni hanya meletakkan beban

kewajiban pada salah satu pihak saja. Hak

ngindung atas tanah terjadi pada saat izin atau

perkenan untuk mendirikan dan memiliki

bangunan rumah diberikan oleh pihak pemilik

tanah. Ditinjau dari hukum perdata barat, hak

ngindung atas tanah dapat digolongkan pada

perjanjian cuma-cuma, karena keuntungan

atau manfaat dari hubungan ngindung hanya

dapat dirasakan oleh salah satu pihak saja

yaitu pihak pengindung.

2. Hubungan hukum yang melahirkan

hak ngindung atas tanah pada dasamya

hanya mengikat pihak pemilik tanah dan

pengindung saja. Oleh karenanya ahli warts

pengindung yang meneruskan hak ngindung

tanpa sepengetahuan dan seizin pemilik tanah

dapat dikualifikasi sebagai telah melakukan

perbuatan menempati atau menggunakan

tanah milik orang lain tanpa hak. Atas dasar

itu make orang yang bersangkutan dapat

digugat sebagai telah melakukan perbuatan

melanggar hukum (onrechtmatigedaad).

3. Sejalan dengan adanya kecenderungan

masyarakat untuk mengadakan perubahan-

perubahan guna menyesuaikan diri dengan

perkembangan yang terjadi, hubungan

hukum yang melahirkan hak ngindung atas

tanah yang pada mulanya disandarkan pada

hubungan batih (kekeluargaan) bergeser

ke arah hubungan yang bersifat pamrih.

Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban

memberikan pembayaran tetap untuk setiap

bulan atau tahun yang lazim disebut dengan

istilah uang sewa atau uang penanggalan

(Kumoro, 1996: 115-116).

Sebenarnya proses terjadinya hubungan

ngindung atau magersari di atas tanah milik

Keraton Yogyakarta telah diatur dalam Surat

Keputusan Kawedanan Hageng Punokawan

Wahono Sarto Kriyo Keraton Ngayogyakarta

No. 29/W 7K/1981. Dalam Pasal 2 disebutkan,

bahwa hak ngindung diberikan kepada mereka

yang menempati/menggunakan tanah Keraton

Ngayogyakarta dan kemudian dibuat suatu

perjanjian dengan membayar uang sewa

setinggi-tingginya 3% x harga tanah setiap

tahun. Sementara itu hubungan ngindung di atas

tanah milik perorangan pada umumnya hanya

didasarkan pada kesepakatan lisan atau tidak

tertulis. Hal ini berakibat pada ketidakjelasan

mengenai ketentuan-ketentuan yang menyertai

timbulnya atau terjadinya hubungan hukum

antara pengindung dengan pemilik tanah.

Terkait dengan ngindung atau magersari

ini, pihak Keraton telah menetapkan syarat-

syarat yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang

menempati atau menggunakan tanah Keraton

Ngayogyakarta dalam status sebagai pengindung

atau pemagersari. Syarat-syarat tersebut tertuang

dalam suatu naskah surat perjanjian yang

diterbitkan oleh Kantor Panitikismo dengan

menggunakan Bahasa Jawa sebagai berikut:

I. Samangsa pekarangan kagungan

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) I 25

Page 10: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Dalem ingkang !aria engeni wau wonten

karsa Dalem bade kagem kula inggih

nywnanggaaken, boten bade dame! angel

punapa-pzinapa, nanzun nyuwun paring

Dalem kerugian (1/3) sapara tiganipun

pengaosing griya miniml tapsiran, sarta

nyuwun inah turnrap bede pindah /aria

saking ngriki lami-laminipun (3) ligang

wulan kapetang wiwit titimangsa serat

dawuh. (Sewaktu pekarangan kepunyaan

Sultan yang saya tempati tadi akan

dipergunakan Sultan, saya akan mengikuti

dan tidak akan mempersulit, akan tetapi

saya mohon ganti kerugian sepertiganya

(1/3) harga rumah sesuai perkiraan harga,

dan minta waktu kurang lebih tiga bulan

diznulai surat ini diberlakukan);

Tumrap tetaneman kula piyambak ingkang

kula tanem wonten ngriku boten bade

nyuwun kerugian pmapa-punapa. (Untuk

tanaman yang saya tanam di tanah tersebut,

saya tidak akan meminta ganti kerugian);

3. Boten kenging ngrisak zrtawi unchrh-unchrh

kerangkitri ing pekarangan kagungan

Dalem ingkang kula enggeni, kajawi

sampan angsal izin Dalem mawi semi.

(Dilarang merusak atau memetik hasil

tanaman di pekarangan tanah kepunyaan

Sultan yang saya tempati, kecuali sudah

ada izin dengan surat);

4. Boten kenging: ngewahi wewangunaning

griya punapa dene ngedeaken griya enggal

sakderengipzin angsal izin Dalem mawi

serat, angliyaraken wewenang dados

magersari dateng iiyang sanes sarta

sade griya tanpo izin Dalem mawi smut.

(Dilarang mengubah bentuk rumah dan

menambah bangunan ban' sebelum ada

izin dari Sultan dengan surat, mengalihkan

hak inagersari pada orang lain dan juga

menjualnya tanpa surat izin dari Sultan);

5. Samangsa bade andadosi griya

ingkang risak langung rumiyin kedah

ngawuningaken angsal izin Dalem !naive

semi boten kenging miyagah lajeng

andadosi sakajeng kula piyambak.

(Sewaktu akan memperbaiki rumah yang

rusak harus mendapat izin terlebih dahulu

dari Sultan dengan surat dan tidak boleh

memperbaiki sekehendak sendiri);

6. Kedah anjagi rata tentzeming pekarangan

ingkang kula anggeni, awit saking punika

mila boten kenging dame! reroyoman

ingkang hmnfju dateng reresah. (Harus

menjaga ketentraman pekarangan yang

saya tempati, dan tidak boleh berbuat

kegaduhan);

7. Pangindung menawi nrajang (nyulayani)

prajanjian kasebat salah salunggal,

menawi wonten dawuh Dalenz andikakaken

kesah, inggih kedah kesah boten mawi

nymvun kerugian punapa-punapa

(Pengindung apabila mengingkari janji

dari salah satu butir dalam surat ini, dan

diminta meninggalkan pekarangan oleh

Sultan, maka tidak akan mendapatkan ganti

kerugian apapun);

8. Menawi wonten dawuh Dalem Ngewahi

tatananing magersari, kulo inggih sagah

angestoaken. (Jika ada peruba han perjanjian

ini, saya juga akan mengikutinya);

9. Kula sagah bayar arta penanggalan ing

sabers wulanipun Rp , (Saya sanggup

membayar uang "penanggalan" setiap

bulan Rp....);

261 Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 11: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

10. Menawi ladosan arta penanggalan ngantos kasep tigang wulan chimuginipun pilung

wulan mboten ngadosi, menawi wonten

dawuh Dalem andikaaken kesah inggih

kedah kesah boten mawi nyuwun kerugian

punapa-punapa. (Jika pembayaran

terlambat dari tiga bulan sampai dengan

tujuh bulan, jika Sultan meminta

meninggalkan pekarangan tersebut, maka

harus meninggalkan tanpa adanya ganti

kerugian);

11. Samangsa kula filar donyo, waris supados ngawuningaken ing Ngarsa Dalem (Jika

saya meninggal dunia, maka ahli waris

supaya memberitahukan ke Sultan);

12. Yen salebetipzm (1) satzmggal tahun

kepetang saking titirnangsa serat izin siti geKhrhanipun wail boten dipun degi griya,

siti wan kaanggep lamdur, hak anggaduh

lajeng sampun lebur (Jika dalam waktu

satu tahun terhitung dari pemberlakuan

surat ini, kemudian tidak didirikan rumah,

maka tanah tersebut dianggap kembali ke

Sultan, dan haknya hapus) (Syamsudin,

2012: 10)

Berdasarkan ugeran yang ditetapkan oleh

keraton tersebut dapat dipahami bahwa hak

ngindung dan/atau magersari atas tanah pada

hakikatnya adalah hak menumpang bangunan

rumah di atas tanah milik orang lain. Ini dapat

dimaknai bahwa hak ngindung atas tanah tersebut

bersifat sementara. Oleh karena itu wajar bahwa

pemilik tanah men syaratkan agar bangunan rumah

milik pengindung tidak berbentuk pennanen. Ini

dimaksudkan jika sewaktu-waktu pengindung

harus memindahkan bangunan rumah miliknya

berhubung tanah tersebut akan digunakan

sendiri oleh pemiliknya atau ahli warisnya, maka

tidak kesulitan untuk membongkamya. Sifat

sementara atas hak ngindung atas tanah ini yang

seringkali kurang disadari oleh para pengindung.

Tidak jarang dijumpai pengindung yang setelah

beberapa lama mendiami atau tinggal di atas

tanah milik orang lain itu bukannya kemudian

berusaha mencari tanah pekarangan yang dapat

dimilikinya sendiri, malahan justru sedikit demi

sedikit berusaha memperbaiki rumah miliknya

itu, bahkan ada juga yang mengarah kepada

bentuk yang lebih permanen (Kumoro, 1996).

IV. ANALISIS

Analisis yang dimaksud di sini adalah

kegiatan penelaahan dan interpretasi atas fakta-

fakta hukum dikaitkan dengan bahan-bahan

hukum yang relevan. Penelaahan dan interpretasi

ini didasarkan pada isu atau masalah hukum yang

telah diajukan untuk dicari pemecahannya atau

penyelesaiannya dari segi hukurnnya. Bahan-

bahan hukum tersebut berfungsi sebagai patokan

dan dasar yang dipergunakan untuk menilai

fakta-fakta hukum yang ada, sehingga akan dapat

ditemukan jawabannya dari pertanyaan hukum

yang diajukan. Jika isu atau masalah hukum

itu sudah dapat ditemukan hukumnya, berarti

masalah hukum itu sudah terpecahkan atau sudah

teijawab (Syamsudin, 2008: 40).

Analisis pada kajian ini lebih ditekankan

untuk menggali isi dari putusan hakiin terkait

dengan keadilan prosedural dan substantif yang

terdapat dalam putusan hakim. Secara konseptual,

untuk kebutuhan analisis didasarkan pada

parameter-parameter keadilan seperti padaTabel 1.

Hasil kajian terhadap putusan Pengadilan

Negeri Yogyakarta Nomor 74/PDT.G/2009/

PN.YK yang mengacu pada lima parameter

keadilan prosedural dapat dipaparkan bahwa

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 127

Page 12: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Keadilan Substantif Keadilan Prosedural

Penjabarannya: Penjabarannya:

• Asumsi dasar:

• Keadilan substantif adalah keadilan yang terkait

dengan isi putusan hakim dalam memeriksa,

mengadili, dan memutus suatu perkara yang

hams dibuat berdasarkan pertimbangan

rasionalitas, kejujuran, objektivitas, tidak

memihak (imparsiality), tanpa diskriminasi dan

berdasarkan hati nurani (keyakinan hakim).

• Has il pengukuran:

• Jika hasil pengukuran nilainya positif, maka

dianggap tnetnenuhi keadilan substantif,

sebaliknya jika hasil pengukuran nilainya

negatif tidak ada keadilan substantif.

• Asumsi dasar:

• Keadilan prosedural adalah keadilan yang

terkait dengan perlindungan hak-hak hukum

pare pihak penggugat/tergugatipihak yang

berkepentingan ) dalam setiap tahapan proses

acara di pengadilan.

• Hasil pengukuran:

• Jika hasil pengukuran nilainya positif, maka

dianggap terdapat keadilan prosedural.

sebaliknya jika hasil pengukuran nilainya

negatif maka tidak ada keadilan prosedural.

1. Apakah hakim menggunakan yurisprudensi

sebagai dasar pertimbangan?

2. Apakah hakim menggunakan sumber hukum

berupa doktrin sebagai dasar pertimbangan?

3. Apakah putusan hakim menggunakan sumber

berupa nilai-nilai hukuin yang hidup dalam

masyarakat, yaitu berupa hukum adat, hukum

lokal, dan/atau kebiasaan?

4. Apakah amar putusan hakim merupakan

kesimpulan yang logis terkait dengan fakta dan

hukum?

5. Apakah konklusi dalam putusan hakim ini

sudah runtut dan sistematis yang didukung

oleh pertimbangan fakta dan hukum, sehingga

tidak ada konklusi yang dipaksakan?

6. Dalam menetaplcan amar putusan, apakah

teridentifikasikan adanya pertimbangan faktor-

faktor non-yuridis (psikologis, sosial, ekonomi,

edukatif, lingkungan, religius)?

1. Apakah putusan hakim sudah memuat hal-

hal yang harus ada dalam suatu putusan

pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam

Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 dan

Pasal 184 H1R/195 RBG?

2. Apakah putusan hakim sudah mencennati

alat-alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal

164, 153, dan 154 H1R atau 284, 180, dan 181

RBG, yang digunakan di dalam memutuskan

perkara?

3. Apakah penerapan hukum pembuktian sesuai

dengan perjanjian/undang-undang, doktrin

dan/atau yurisprudensi?

4. Apakah hakim sudah memuat secara

proporsional antara argumen penggugat dan

tergugat di dalam pertimbangannya?

5. Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah

majelis hakim PN (dalam pengambilan

keputusan) berbeda dengan hari/tanggal

putusan diucapkan?

Tabel 1. Parameter Keadilan Substantif dan Prosedural

pada Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata

Sumber: Diadopsi dari Term of Reference Penelitian Putusan Hakim Komisi Yudisial RI 2012, dengan

penyederhanaan seperlunya berdasarkan teori-teori keadilan subtantif dan prosedural.

281 Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 13: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Tabel 2. Basil Pengukuran Keadilan Prosedural

pada Putusan PN Yogyakarta Tentang Sengketa Tanah Magersari

Parameter Temuan dalam Isi Putusan

I. Apakah putusan hakim sudah memuat hal-hal

yang hams ada dalam suatu putusan pengadilan

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1)

UU No. 48 Tahun 2009 dan Pasal 184 HIR/195

RBG?

1. Majelis hakim sudah memuat hal-hal yang

hams ada dalam suatu putusan pengadilan

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat

(1) UU No. 48 Tahun 2009 dan Pasal 184

FDR/195 RBG;

2. Apakah putusan hakim sudah mencermati

alat-alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal

164, 153, dan 154 HIR atau 284, 180, dan 181

RBG, yang digunakan di dalam memutuskan

perkara?

2. Majelis hakim sudah mencermati alat-alat

bukti yang sah sesuai dengan Pasal 164,

153, dan 154 HIR atau 284, 180, dan 181

RBG, yang digunakan di dalam memutuskan

pedcara;

3. Apakah penerapan hukum pembuktian sesuai

dengan perjanjian/undang-undang, doktrin dan/

atau yurisprudensi?

3. Majelis hakim sudah menerapkan hukum

pembuktian;

4. Apakah hakim sudah memuat secara

proporsional antara argumen penggugat dan

tergugat di dalam pertimbangannya?

4. Majelis hakim sudah memuat secara

proporsional antara argumen penggugat dan

tergugat di dalam pertimbangannya;

5. Apakah hari/tanggal dilakukan musyawarah

majelis hakim PN (dalam pengambilan

keputusan) berbeda dengan hari/tanggal

putusan diucapkan?

5. Hari/tanggal dilakukan musyawarah majelis

hakim PN (dalam pengambilan keputusan)

berbeda dengan hari/tanggal putusan

diucapkan.

putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor

74/PDT.G/2009/PN.YK sudah mencerminkan

keadilan prosedural, karena semua parameter

yang ditetapkan sudah dipenuhi oleh majelis

hakim. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 2.

Sementara itu untuk pengukuran enam

parameter keadilan subtantif dalam putusan dapat

dipaparkan hasilnya sebagaimana pada Tabel 3.

Berdasarkan pada tabel tersebut dapat

diketahui bahwa tidak semua parameter yang

dijadikan dasar untuk menganalisis putusan

Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 74/

PDT.G/2009/PN.YK dapat terpenuhi.

Berdasarkan enam parameter yang ditetapkan

terdapat tiga parameter yang ditemukan dalam

putusan dan tiga parameter lain tidak ditemukan

dalam putusan. Tiga parameter yang tidak

ditemukan dalam putusan yaitu:

1. Tidak adanya yurisprudensi yang dijadikan

acuan majelis hakim dalam membuat

pertimbangan hukum;

2. Tidak adanya doktrin atau teori-teori hukum

yang dijadikan referensi dalarn menyusun

pertimbangan hukum;

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 129

Page 14: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Tabel 3. Hasil Pengukuran Keadilan Substantif

pada Putusan PN Yogyakarta Tentang Sengketa Tanah Magersari

Parameter Temuan dalam Isi Putusan

1. Fakta-fakta hukum yang terungkap di

persidangan.

1 Terbukti bahwa tanah sengketa seluas 124 m=

adalah milik Keraton Yogyakarta;

2. Terbukti bahwa penggugat adalah sebagai

penyewa yang mempunyai hak pakai/magersari

dengan bukti antara lain adanya surat peijanjian

pinjam pakai antara KGPH HW a.n. Sultan

HB IX dengan penggugat (CA) yang diperkuat

dengan keterangan para saksi;

3. Terbukti bahwa tergugat mengakui sudah

menguasai dan menempati tanah sengketa

selama bertahun-tahun akan tetapi tidak

mempuyai surat izin dari keraton dan tidak ada

upaya untuk mendapatkan izin dari keraton;

4. Terbukti bahwa penggugat sudah berupaya

menyelesaikan sengketa tanah tersebut dengan

musyawarah dengan para tergugat dengan

bukti-bukti dari pengakuan para saksi.

2. Dasar hukum yang digunakan. 2. Tergugat dinyatakan telah melakukan

perbuatan melawan hukum (pmh) akan tetapi

tidak disebut pasalnya.

3. Ada tidaknya yurispiudensi yang dijadikan

acuan.

3. Tidak ada dasar yurispnidensi yang diacu oleh

majelis hakim dalam membuat pertimbangan

hukum.

4. Ada tidaknya doktrin atau teori-teori hukum

yang dijadikan referensi.

4. Tidak ada doktrin atau teori yang dijadikan

dasar pertimbangan hukum oleh majelis hakim.

5. Ada tidaknya hakim menggali nilai-nilai hukum

yang hidup di masyarakat.

5. Tidak ditemukan mejelis hakim menggali

nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat

dalam membuat pertimbangan hukum.

6. Logis tidaknya dasar pertimbangan dengan

putusan yang dijatuhkan.

6. Pertimbangan hukum sudah menunjuldcan hal

yang logis dikaitkrui dengan putusan yakni

majelis hakim berhasil membuktikan kebenaran

dalil gugatan oleh penggugat dan membuktikan

ketidakbenaran eksepsi dan tergugat sehingga

putusannya mengabulkan gugatan penggugat

dan menghukum para tergugat.

301 Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 15: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

3. Hakim tidak menggali nilai-nilai hukum

yang hidup di masyarakat.

Terkait dengan kedudukan yurisprudensi

dalam putusan hakim di Indonesia, khususnya

yang memutuskan tentang sengketa magersari

atau ngindung sudah ada Yurisprudensi

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

778 K/Pdt/1989. Yurisprudensi ini selayaknya

menjadi dasar dan referensi hakim dalam

memutuskan perkara magersari tersebut meski pun

pennasalahannya berbeda. Hal ini penting untuk

memperkaya pengetahuan dan informasi majelis

hakim dalam proses pengambilan putusan dalam

rangka memperkuat argumentasi dan dasar

pembenar hakim dalam menyusun pertimbangan

hukumnya. Meskipun memang dalam sistem

hukum Indonesia yang mengikuti sistem hukum

sipil seperti di Belanda posisi yurisprudensi tidak

mengikat hakim dalam memutuskan perkara,

tidak seperti pada sistem hukum di Inggris atau

Amerika.

Menurut Mertokusumo (1986: 93)

dalam sistem Anglo Saxon putusan pengadilan

(yurisprudensi) itu bersifat 'binding precedent,'

sebaliknya di dalam sistem Kontinental putusan

pengadilan itu bersifat 'persuasive precendent,'

artinya tidak mempunyai kekuatan mengikat

tetapi kekuatan yang meyakinkan. Akan tetapi

sejak abad ke-19 kedua sistem tersebut sating

bertemu dan pada saat sekarang ini batas yang

tarn antara keduanya dapat dikatakan tidak

ada lagi. Di Indonesia sendiri tidak lagi dapat

dikatakan bahwa secara mutlak hakim tidak

terikat pada yurisprudensi, demikian sebaliknya

di negara-negara Anglo Saxon tidak lagi dapat

dikatakan bahwa hakim terikat sepenuhnya pada

yurisprudensi. Doktrin atau teori-teori hukum

juga mempunyai arti penting bagi hakim dalam

menyusun pertimbangan-pertimbangan hukum

terkait dengan landasan teori atau keilmuannya.

Dengan acuan teori atau doktrin hukum yang kuat

maka pertimbangan hukum hakim memperoleh

dasar pembenar dari segi keilmuan hukum.

Landasan teori atau doktrin tentang tanah

magersari atau ngindung sebagaimana diuraikan

pada bagian landasan teori dalam tulisan ini

selayaknya dapat dijadikan dasar pertimbangan

hakim PN Yogyakarta dalam membuat dasar

pertimbangan dalam putusan hakim. Tanpa

landasan teori atau doktrin dalam membuat

pertimbangan hukum, maka isi putusan hakim

menjadi kering dan jauh dari dasar pembenar

dari segi keilmuan hukum. Jika demikian adanya

maka putusan tersebut pertanggungjawaban

isinya jauh dari kebenaran hukum. Sebagaimana

kita ketahui bahwa doktrin atau teori-teori dalam

keilmuan hukum merupakan sumber informasi

untuk menggali kebenaran-kebenaran hukum.

Penggalian nilai-nilai hukum yang hidup

di masyarakat menjadi kewajiban hakim dalam

menyusun dasar pertimbangan. Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman ditentukan bahwa

hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,

mengikuti,dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (jo.

Pasal 27 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970).

Dengan konstruksi norma hukum

sebagaimana terdapat pada Pasal 5 ayat (1)

tersebut, maka konsekuensinya hakim yang

memutuskan perkara tidak menggali nilai-nilai

hukum yang hidup di masyarakat maka dapat

dikenai sanksi. Namun demikian kelemahan

undang-undang tersebut tidak mengatur tentang

sanksi bagi hakim yang tidak melakukan

penggalian nilai-nilai yang hidup tersebut,

sehingga pasal tersebut tidak berlaku efektif.

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 131

Page 16: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

Dengan tidak adanya atau tidak

ditemukannya yurisprudensi, doktrin dan

penggalian nilai-nilai hukum yang hidup

di masyarakat dalam putusan Pengadilan

Negeri Yogyakarta Nomor 74/PDT.G/2009/

PN.YK dalam menyelesaikan sengketa tanah

magersari, maka dapat dikatakan bahwa

putusan tersebut kurang mencerminkan sebuah

standar putusan yang balk dan komprehensif

dari segi subtansinya. Ini berkonsekuensi pada

pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh

majelis hakim kurang mendapatkan landasan

yang kuat dari segi dasar yurisprudensi yang

menjadi kekuatan meyakinkan hakim, dasar teori

atau doktrin hukum yang banyak memberikan

informasi tentang kebenaran keilmuan hukum

dan dasar sosiologis tentang nilai-nilai hukum

yang hidup di masyarakat yang mendukung dasar

pertimbangan hakim.

V. SIMPULAN

Berdasarkan permasalahandan hash I anal isi s

terhadap isi putusan, dapat disimpulkan bahwa

putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor

74/PDT.G/2009/PN.YK sudah mencerminkan

keadilan prosedural, karena sudah memuat:

1. Hal-hal yang harus ada dalam suatu putusan

pengadilan sebagaimana ditetapkan dalam

Pasal 2 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 dan

Pasal 184 HIR/195 RBG;

2. Sudah mencermati alat-alat bukti yang

sah sesuai dengan Pasal 164, 153, dan 154

HIR atau 284, 180, dan 181 RBG, yang

digunakan di dalam memutuskan perkara;

3. Hakim sudah menerapkan hukum

pembuktian;

antara argumen penggugat dan tergugat di

dalam pertimbangannya; dan

5. Hari/tanggal dilakukan musyawarah

majelis hakim PN (dalam pengambilan

keputusan) berbeda dengan hari/tanggal

putusan diucapkan.

Akan tetapi jika dikaji dari aspek keadilan

substansial putusan tersebut belum sepenuhnya

mencerminkan keadilan substantif dilihat dari

aspek-aspek sebagai berikut:

1. Tidak ada dasar yurisprudensi yang diacu

oleh hakim dalam membuat pertimbangan

hukum;

2. Tidak ada doktrin atau teori yang dijadikan

dasar pertimbangan hukum oleh majelis

hakim;

3. Tidak ditemukan mejelis hakim inenggali

nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.

Dengan tidak adanya yurisprudensi,

doktrin dan penggalian nilai-nilai hukum yang

hidup di masyarakat dalam putusan Pengadilan

Negeri Yogyakarta tersebut dalam menyelesaikan

sengketa tanah magersari, maka dapat dikatakan

bahwa putusan tersebut kurang mencerminkan

sebuahstandarputusanyang baikdankomprehensif

dari segi substansinya. Ini berkonsekuensi pada

pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh

majelis hakim kurang mendapatkan landasan

yang kuat dari segi dasar yurisprudensi yang

menjadi kekuatan meyakinkan hakim, dasar teori

atau doktrin hukum yang banyak memberikan

informasi tentang kebenaran keilmuan hukum

dan dasar sosiologis tentang nilai-nilai hukum

yang hidup di masyarakat yang mendukung dasar

pertimbangan hakim.

4. Hakim sudah memuat secara proporsional

32 I Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 1 April 2014:18 - 33

Page 17: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

DAFI'AR PUSTAKA

Ali, Ahmad. 1996. Menguak Tabir Hukum (Suatu

Kajian Filosofis dan Sosiologis). Jakarta:

Chandra Pratama.

Alkostar, Artidjo. 2009. "Peran dan Upaya

Mahkamah Agung dalam Menjaga dan

Menerapkan Hukum yang Berkepastian

Hukum, Berkeadilan dan Konsisten

melalui Putusan-Putusan MA." Makalah

disampaikan dalam Seminar Nasional

PROSPEK POLITIK PENEGAKAN

HUKUM DI INDONESIA: Pemberdayaan

Peran Institusi Penegakan Hukum dan

HAM dalam Menjunjung Tinggi Peradilan

Bermartabat, Berwibawa, dan Berkeadilan

oleh Center for Local Law Development

Studies UII di Auditorium UII Lt. 3, JI Cik

Dik Tiro No. 1 Yogyakarta, Sabtu, 7 Maret

2009.

Bzn, Ter Haar. 1959. Asas-asas dan Susunan

Hokum Adat. Terjemahan K.Ng.Soebekti

Poesponoto. Jakarta: Pradnya Paramita.

Darmodiharjo, Darji & Shidarta. 2004. Pokok-

PokokFilsafatHukum, Apa dan Bagaimana

Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Keputusan Kawedanan Hageng Punokawan

Wahono Harto Kriyo Nomor

29/W&K.I/198 1 .

Komisi Yudisial Republik Indonesia. 2012.

"Term of Reference Penelitian Putusan

Hakim 2012."

Kumoro, Endro. 1996. "Aspek-Aspek Hukum

Hak Ngindung atas Tanah di Kotamadya

Yogyakarta." Tesis Program Pascasarjana

Universitas Airlangga Surabaya.

Luthan, Salman & Muhamad Syamsudin.

2013. "Kajian Putusan-Putusan Hakim

untuk Menggali Keadilan Substantif dan

Prosedural". Laporan Penelitian Unggulan

Perguruan Tinggi 2013. Direktorat

Penelitian Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno. 1986. MengenalHukum.

Ctk pertama. Yogyakarta: Liberty.

. 1990. "Pendidikan

Hukum di Indonesia dalam Sorotan."

Kompas. 7 Nopember 1990.

Ridwan. 2008. "Mewujudkan Karakter

Hukum Progresif dari Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik Solusi Pencarian

dan Penemuan Keadilan Substantif."

Juinal Hukum Pro Justicia Vol. 26 No.2.

Shidarta. 2004. Karakteristik Penalaran Hukum

dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung:

CV. Utama.

Syamsudin, Muhamad. 2008. Mahir Menulis

Legal Memorandum. Ctk ke-2. Jakarta:

Prenada Media Group.

. 2012. "NGINDUNG

& MAGERSARI: A Harmonization

of Local Law Dealing with State Law

and Shifting Meaning in Jogjakarta."

Proceding on THE 4th INTERNATIONAL

GRADUATE STUDENT CONFERENCE

ON INDONESIA INDIGENOUS

COMMUNITIES AND "THE PROJECT

OF MODERNITY" OCTOBER 30-31,

2012. Organized by: Graduate School,

Gadjah Mada University.

Umar, Sholehudin. 2011. Ihrkinn & Keadilan

Masyarakat. Malang: Setara Press.

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (M. Syamsudin) 133

Page 18: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

0%SIMILARITY INDEX

EXCLUDE QUOTES OFF

EXCLUDE BIBLIOGRAPHY OFF

EXCLUDE MATCHES < 2%

Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan SengketaTanah Magersari (Kajian Putusan Nomor74/PDT.G/2009/PN.YK)ORIGINALITY REPORT

PRIMARY SOURCES

Page 19: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Kampus Universitas Islam Indonesia, Gedung Rektorat, J1. Kaliurang Km. 14,5, Yogyakarta 55584

Telp. (0274) 898444 (Hunting); Fax. (0274) 898459; Http://www.uii.ac.id; E-mail: rektorat uii.ac.id

Berita Acara Hasil Pengecekan Keaslian Karya Ilmiah Atas Nama Dr. M Syamsudin, S.H., M.H

Untuk kenaikan Jabatan Dari Lektor (300 AK) Ice Lektor Kepala (700 AK)

Pada tanggal 24 Juli 2017 telah dilakukan pengecekan Originality atau Similarity terhadap karya Ilmiah Dosen

Tetap Universitas Islam Indonesia:

Nama : Dr. M Syamsudin, S.H., M.H

NIDN/NIK :0504096901/954100104

Prodi : Ilmu Hukum

Fakultas : Fakultas Hukum

NO KARMA ORIGINALITY

REPORTKETERANGAN

1

Jurnal Hukum, Vol. XVII, No.2, Hal. 156-171, Juni 2008 dengan judul

"Tanggungjawab Hukum Pelaku Usaha Periklanan Atas Produk Iklan

Yang Melanggar Etika Periklanan (Kajian Kritis UU Perlindungan

Konsumen) ISSN: 1412-2723, Terakreditasi No.26/DIKTI/KEP/2005

7%

2

Jurnal Hukum FH Unissula Vol.XVIII, No.2 Hal. 282-314, September

2008 dengan judul "Perlindungan Hukum Konsumen Penumpang

Kapal Laut (Studi di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya), ISSN:1412-

2723

Terakreditasi no : No.26/DIKTI/KEP/2005

0%

3

Jurnal Media Hukum Vol.15, No.2, Hal. 187-207, Desember 2008

dengan judul "Kecenderungan Paradigma Berfikir Hakim dalam

Memutus Perkara Korupsi," ISSN:0854-8919, Terakreditasi no :

No.43/DIKTI/Kep/2008

0%

4

Jurnal Hukum & Dinamika Masyarakat, Vol.4, No.2, Hal.183-193, April

2009 dengan judul "Model Pengembangan Hukum Untuk Proyeksi

Perubahan Masyarakat Indonesia Agraris Ke Industri Modern,

ISSN:0854 2031,Terakreditasi no : SK. Dirjen Dikti No.

55A/DIKTI/KEP/2006

0%

5

Jurnal Hukum Vol.17, No.3, Hal. 406-429, Juli 2010 dengan judul

"Faktor-Faktor Sosiolegal yang Menentukan dalam Penanganan

Perkara Korupsi di Pengadilan, ISSN: 0854-8498

Terakreditasi no : No.65A/DIKTI/KEP/2008

0%

6

Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 22, No.3, Hal. 498-519, Oktober 2010

dengan judul "Pemaknaan Hakim Tentang Korupsi dan Implikasinya

Pada Putusan : Kajian Perspektif Hermeneutika Hukum, ISSN:0852-

100X, Terakreditasi no : Nomor : 51/DIKTI/Kep/2010

6%

7

Jurnal Dinamika Hukum Vol.11 No.1 Hal. 10 - 19, Januari 2011 dengan

judul "Rekonstruksi Pola Pikir Hakim Dalam Memutuskan Perkara

Korupsi Berbasis Hukum Progresif, ISSN:1410-0797

Terakreditasi no : Nomor 51/DIKTI/Kep/201

0%

Page 20: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

8

Jurnal Hukum, Vol. 18, Edisi Khusus, Hal 127-145, Oktober 2011 dengan judul "Rekonstruksi Perilaku Etika Hakim dalam Menangani Perkara Berbasis Hukum Progresif, " ISSN:0854-8498 Terakreditasi no : No. 65A/DIKTI/KEP/2008

2%

9

Jurnal Yudisial Vol. 7 No 1 April 2014, April 2014 dengan judul "Keadilan Prosedural dan Substantif dalam Putusan Sengketa Tanah Magersari (Kajian Putusan Nomor 74/PDT.G/2009/PN.YK, " ISSN:1978-6506, Terakreditasi no : LIPI No. 507/Akred/P2MI-LIPI/10/2012

0%

10

Jurnal Media Hukum: Vol.21, No.1, 2014 dengan judul: Urgensi Pembaharuan Commercial Code di Bidang Pelayaran Guna Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen (Studi Perbandingan di Pelabuhan Portklang Malaysia), ISSN: 0854-8919 Terakreditasi Dikti no: 81/DIKTI/Kep/2011

0% .

11

Book Chapter: dengan judul "Memahami Pemikiran Mohammad Koesnoe tentang Hukum Islam dan Penerapannya di Indonesia (Salah satu penulis dalam buku Mohammad Koesnoe Dalam Pengembaraan Gagasan Hukum Indonesia), Penerbit : Epistema Institute, Hal. 177-206, ISBN:978-602-19461-7-6

0%

12

Jurnal Internasional Bereputasi (Impact Factor): EJEFAS European Journal of Economics, Finance & Administrative Sciences, Issue 55, Page 97-105, Desember 2012 dengan judul "Understanding Corruption from Behavioral Perspective: A Case Study of Yogyakarta Special Province," ISSN:1450-2275

0%

13

Jurnal Internasional Bereputasi (Impact Factor): International Journal of Social Science and Humanity, Vol.3, No.2, Hal.156-159, Maret 2013 dengan judul "The Importance of Progressive Interpretation for Judge in Handling Corruption Cases in Indonesia, ISSN:2010-3646

0%

14

Jurnal Internasional Bereputasi: Valley International Journals Volume 1, Issuel-3, April-June 2014, April 2014 dengan judul " Understanding The Typology of Judge's Behaviour in Handling Corruption Cases in Indonesia," ISSN:2349-2031

0%

15

Jurnal Internasional Bereputasi: International Journal of Business and Management Study Volume 1, Issue 2, May 2014, Mel 2014 dengan judul "The Budget Misallocation Mechanism in Indonesia's Bureaucracy, " ISSN:2372-3955

2%

16

Jurnal Internasional: International Journal of Humanities and Social Science Invention, Vol.3 Issue 11, Nopember 2014 dengan judul "Understanding the Meaning of Justice in the Judge's Verdict for Private Cases in Indonesia," ISSN:2319-7714

0%

17

Jurnal Ilmiah Internasional: International Journal of Humanities and Social Science Invention Vol. 4, Issue: 9, September 2015, ISSN: 2319- 7714, berjudul: Discovering the Meaning of Justice in Judges' Verdicts on Narcotics Crimes in Indonesia

3%

18 Jurnal Ilmiah Nasional Tidak Terakreditasi: Jurnal Hukum Vol. 15, No.3, HaI.338-351, Juli 2008 dengan judul "Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara, ISSN:0854-8498

4%

Page 21: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

19

Jurnal Ilmiah Nasional Tidak Terakreditasi: Jurnal Yudisial, Vol - V/No-01/Apri1/2012, Hal. 38-53, April 2012 dengan judul "Keadilan Substantif yang Terabaikan Dalam Sengketa Sita Jaminan Kajian Putusan Nomor 42/PDT/2011/PT.Y," ISSN:1978-6506

0%

20

Proseding: The4th International Graduate Studens Conference on Indonesia Theme Indigenous Communities and "The , Oktober 2012 dengan judul "Ngindung & Magersari : The Harmonization of Customary Law and State Law Dealing with Land Ownership and its Shifting Meaning in Jogjakarta," ISBN:978-602-8683-26-5

0%

21

Proseding: Asean Conference Educating Asean Societies for Integrity The Role of Educators & Students in Buildin, April 2013 dengan judul "Understanding The Typology of Judge's Behaviour in Handling Corruption Cases

0%

22

Proseding pada Konferensi Nasional Hukum, Politik dan Kekuasaan, Oktober 2009 dengan judul "Beberapa Permasalahan yang Dihadapi Pelaut Indonesia dan Urgensi Perlindungan Hukumnya Menghadapi Dampak Globalisasi dan Perdagangan Bebas, ISBN:978-6028011-06-8;

18%

23

Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, Desember 2011 dengan judul "Aspek Yuridis Pembangunan Peron Tinggi di Stasiun Kereta Api sebagai Sarana Perlindungan Hukum Konsumen, ISSN:2089-3590

3%

24

Prosiding: Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kehidupan Masyarakat yang Madan' dan Lestari, DPPM Ull, Desember 2011 dengan judul "Urgensi Standarisasi Layanan sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Penumpang Kapal Kelas Ekonomi dengan Waktu Pelayaran di atas 8 jam," ISBN:978-602-95472-1-4

0%

25 Prosiding Seminar Nasional Hukum Islam FH UNDIP, September 2012 dengan Judul "Ilmu Hukum Profetik : Gagasan Awal dan Kemungkinan Pengembangannya," ISBN:978-602-8259-42-2

0%

26

Makalah Seminar Internasional Non Prossiding: Berjudul "Exploring Indonesian Legal Structure To Reduce Corruption Do Judge's Verdicts Really Fight Against Corruption?, Presented on the Corruption Seminar, held by Indonesian Islamic Society of South Australia (MIIAS) , pada Desember 2008 .

0%

27 Koran pada Examinasi Edisi 1 Tahun 2011, Hal. 9, Nopember 2011 dengan judul "Korupsi Dalam Perspektif Hukum Adat,

2%

28

Editing/Sunting Buku Ilmiah: Menghasilkan Karya Ilmiah berupa Editing pada Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Ull, Desember 2013 dengan judul "Ilmu Hukum Profetik (Gagasan Awal Landasan Kefilsafatan dan Kemungkinan Pengembangannya di Era Postmodern), ISBN :978-602-1123-01-0

8%

29

Jurnal Nasional Terakreditasi: Hasanuddin Law Review, Vol.3, No.1, April 2017, berjudul: An Effective Supervision Model of a Standard Clause for Consumer Protection in Business Transactions, ISSN: 2442-9880

596

Page 22: Putusan Sengketa Tanah Magersari - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/9.-Keadilan-Prosedural...biaya pisungsung/penanggalan sebesar ... sebenar-benarnya (the real

-Or

Viandang Sutrisno, S.H., LLM., M.Hum., Ph.D.

Pengecekan di atas menggunakan alat IThenticate dengan meniadakan (exclude) beberapa hal dengan

ketentuan sebagai berikut:

1. Meniadakan (exclude) hasil cek kesamaan karya yang kurang dari 2 persen.

2. Meniadakan (exclude) hasil cek kesamaan karya yang disitasi oleh pihak lain.

3. Meniadakan (exclude) hasil cek kesamaan karya yang terindikai plagiasi kepada karya ilmiah yang

bersangkutan.

4. Meniadakan (exclude) hasil cek kesamaan karya yang menunjukan url atau laman karya ilmiah yang

bersangkutan.

5. Meniadakan (exclude) hasil cek kesamaan karya yang diupload dalam bentuk yang berbeda (online pribadi)

yang terdeteksi merupakan karya sendiri bukan merupakan laman publikasi Jurnal resmi hanya untuk

kepentingan sharing (seperti https://www.researchgate.net facebook.com dll ) sehingga bukan termasuk

auto-plagisasi/self plagiarism.

Berdasarkan hasil pengecekan di atas, maka karya ilmiah tersebut diatas dapat diteruskan usulannya ke kopertis

Wilayah V.

Yogyakarta, 25 Juli 2017

Wakil Rektor I

Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, MA., IACk