PUTUSAN Nomor 81/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN …
Transcript of PUTUSAN Nomor 81/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN …
1
PUTUSAN
Nomor 81/PUU-XV/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
diajukan oleh:
1. Nama : Pemuda Muhammadiyah, dalam hal ini diwakili oleh
Dahnil Anzar Simanjuntak selaku Ketua Umum
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
Alamat : Jalan Menteng Raya Nomor 62 Menteng, Jakarta
Pusat;
Sebagai----------------------------------------------------------------------------Pemohon I;
2. Nama : Nasyiatul Aisyiah, dalam hal ini diwakili oleh Dyah
Puspitarini selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat
Nasyiatul Aisyiah
Alamat : Jalan Menteng Raya Nomor 62 Menteng, Jakarta
Pusat;
Sebagai--------------------------------------------------------------------------Pemohon II;
3. Nama : Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dalam hal ini diwakili
oleh Velandani Prakoso selaku Ketua Umum Pimpinan
Pusat Ikatan Pelajar Muhammdiyah
Alamat : Jalan Menteng Raya Nomor 62 Menteng, Jakarta
Pusat;
Sebagai--------------------------------------------------------------------------Pemohon III;
4. Nama : Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia,
dalam hal ini diwakili oleh Dr. Sudibyo Markus selaku
SALINAN
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
2
Penasehat Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial
Indonesia
Alamat : Jalan Hidup Baru Raya Nomor 2 RT/RW 04/10,
Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Sebagai--------------------------------------------------------------------------Pemohon IV;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus masing-masing bertanggal 12 Juni 2017,
memberi kuasa kepada Ifdhal Kasim, S.H., Hery Chariansyah, S.H., M.H., Julius
Ibrani, S.H., Muhammad Solihin Saiful, S.H., M.H., dan Gufroni, S.H., M.H.,
para Advokat yang tergabung dalam Tim Kuasa Hukum Koalisi Nasional
Masyarakat Sipil untuk Pelarangan Total Iklan Rokok, bertindak secara sendiri-
sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------para Pemohon;
[1.2] Membaca permohonan para Pemohon;
Mendengar keterangan para Pemohon;
Memeriksa bukti-bukti para Pemohon.
2. DUDUK PERKARA
[2.1] Menimbang bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan
bertanggal 25 September 2017 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal
4 Oktober 2017 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor
165/PAN.MK/2017 dan telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi
pada tanggal 17 Oktober 2017 dengan Nomor 81/PUU-XV/2017, yang telah
diperbaiki dan diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 13 November 2017,
pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Rokok adalah produk olahan tembakau adalah merupakan barang
yang sangat berbahaya dimana penggunaan dan paparan penggunaannya
dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian. Lebih dari 70.000 artikel
ilmiah menunjukkan bahwa merokok menyebabkan kanker, mulai dari kanker
mulut sampai kanker kandung kemih, penyakit jantung dan pembuluh darah,
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
3
penyakit pembuluh darah otak, bronkritis kronik, emfisema, asma, pneumonia,
dan penyakit saluran nafas lainnya. Bahkan konsumsi rokok atau produk
tembakau saat ini merupakan penyebab kematian yang berkembang paling
cepat di dunia bersamaan dengan HIV/AIDS. (Profil Tembakau Indonesia,
Tobacco Control Support Center (TCSC) – IAKMI, 2007, Hal. 16.)
Fakta rokok berbahaya bagi kesehatan ini juga diakui oleh industri
rokok sendiri, David O’Reilly, scientific director, British American Tobacco pada
tahun 2014 menyatakan, “Selama hidupnya, setengah dari perokok saat ini
bisa meninggal secara prematur karena kebiasaan merokok”.
Dengan demikian, dalam fakta empiris dan kebenaran ilmiah, rokok
sebagai produk olahan tembakau memang benar adanya dan diakui sebagai
produk yang berbahaya bagi kesehatan.
Pada mata rantai bisnis rokok, untuk menjual produk yang berbahaya
bagi kesahatan, industri rokok memerlukan sistem marketing yang dapat
memanipulasi persepsi tentang bahaya rokok. Oleh karena nya iklan dan
promosi rokok menjadi strategi marketing utama Industri Rokok yang paling
ampuh dan efektif untuk menyampaikan rangkaian informasi yang dapat
mengkaburkan fakta bahwa sebenarnya rokok adalah produk yang berbahaya
bagi kesehatan baik bagi penggunannya maupun bagi orang-orang yang
terpapar penggunaan rokok.
Karena secara logika, rokok sebagai produk adiktif yang mengandung
ribuan zat kimia yang berbahaya dimana penggunaannya dapat menyebabkan
kesakitan serta berpotensi membunuh penggunanya membutuhkan strategi
marketing yang dapat menyamarkan dampak bahaya produk rokok tersebut,
sehingga dapat diterima oleh konsumen sebagai produk yang normal dan
biasa-biasa saja.
Untuk menyamarkan bahaya penggunaan produk rokok, Industri rokok
menampilkan rokok sebagai produk yang dikesankan keren, gaul, percaya diri,
setia kawan, macho, dan lain sebagainya, sehingga dapat diterima oleh
konsumen sebagai produk yang normal. Ridhwan Hasan, Pakar komunikasi
yang pernah menjadi direktur kreatif sebuah biro iklan di Jakarta, pada
pokoknya menyatakan:
“Dengan dukungan dana yang hampir tidak terbatas, industry rokok
memang jago bermain di wilayah “Insight” yang dalam istilah
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4
periklanan adalah sebuah area yang dengan tepat menyentuh sisi
psikologi konsumen. Begitu menonton iklan konsumen akan langsung
merasa berasosiasi dengan subyek dan topik dalam tayangan iklan. Si
konsumen akan berkata dalam hati: itu gue banget.”
Di Indonesia, Industri rokok dapat menyiarkan dan mengabarkan
produknya melalui iklan hampir disemua jalur komunikasi. Yang ada hanya
pembatasan tentang materi iklan yang akhirnya dinikmati oleh industri rokok
sebagai bagian dari sistem marketing.
Keprihatinan inilah yang mendorong para Pemohon untuk mengajukan
Permohonan a quo ke hadapan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Tujuannya untuk melindungi generasi muda saat ini dan yang akan datang
untuk tidak terdorong menjadi perokok dan tidak terjebak dalam pemikiran
yang salah bahwa rokok adalah produk yang normal.
Para Pemohon meyakini bahwa pengajuan Permohonan ini adalah
sebuah momentum untuk mengubah kebijakan dan hukum di Indonesia untuk
lebih berpihak terhadap perlindungan generasi muda dan seluruh rakyat
Indonesia dari paparan dan pengaruh rokok sebagai produk yang bersifat
adiktif.
Para Pemohon juga percaya bahwa putusan yang akan dijatuhkan
oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia akan dicatat dalam lembaran
sejarah bangsa Indonesia.
II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG-
UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
1. Bahwa salah satu kewenangannya yang diberikan UUD 1945 kepada
Mahkamah Kosntitusi adalah kewanangan untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24C
UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum”.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
5
2. Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang diberikan oleh UUD
1945 diatur lebih lanjut dalam undang-undang berikut:
a. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5266), selanjutnya disebut “UU
Mahkamah Konstitusi” (vide bukti P-4), khususnya Pasal 10 ayat (1)
huruf a yang berbunyi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ....”.
b. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076), selanjutnya disebut “UU KK”
menyatakan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan
dibawahnya termasuk Mahkamah Konstitusi;
4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa
secara hierarkhis kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari undang-undang, oleh
karenanya setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan
UUD 1945. Dengan demikian, jika terdapat ketentuan dalam Undang-Undang
yang bertentangan dengan UUD 1945 maka ketentuan tersebut dapat
dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian Undang-Undang;
5. Bahwa mengacu kepada ketentuan tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk melakukan pengujian konstitusionalitas suatu undang-
undang terhadap UUD 1945;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
6
6. Bahwa, berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengujian Undang-
Undang terhadap UUD 1945. Dan oleh karenanya Para Pemohon, memohon
agar sudilah kiranya Mahkamah Konstitusi menerima permohonan dan
menetapkan persidangan yang memeriksa, mengadili dan melakukan
persidangan permohonan pengujian materil terhadap ketentuan Pasal 46
ayat (3) huruf c yang berbunyi “promosi rokok yang memperagakan wujud
rokok” Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (vide
bukti P-2) dan Pasal 13 huruf c yang berbunyi, “peragaan wujud rokok dan
atau penggunaan rokok” Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers (vide bukti P-3) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (vide bukti P-1) yakni Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2),
Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4).
III. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) DAN KEPENTINGAN
KONSTITUSIONAL PARA PEMOHON
1. Bahwa kedudukan hukum/legal standing merupakan syarat yang harus
dipenuhi oleh setiap pemohon untuk mengajukan permohonan pengujian
undang-undang terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi
sebagaimana diatur di dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi:
“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau Hak
Konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.”
2. Bahwa Hak Konstitusional didefenisikan pada Penjelasan Pasal 51 ayat (1)
UU Mahkamah Konstitusi (vide bukti P-4) yang berbunyi:
“Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang
diatur dalam UUD NRI 1945.”
3 Bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V-2007 telah menentukan 5
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
7
(lima) sayarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi, sebagai berikut:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan
oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah dirugikan
oleh berlakunya Undang-Undang yang di mohonkan pengujiannya;
c. hak dan/atau kewenangan tersebut bersifat spesifik (khusus) dan aktual
atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat
dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian
dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak terjadi lagi;
3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, terdapat 2 (dua) syarat yang
harus dipenuhi untuk menguji apakah para Pemohon memiliki kedudukan
hukum (legal standing) dalam perkara Pengujian Undang-Undang, yaitu:
a. Memenuhi kualifikasi untuk bertindak sebagai pemohon sebagaimana
diuraikan dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi;
b. Bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon tersebut
dirugikan dengan berlakunya suatu ketentuan undang-undang;
4. Bahwa untuk selanjutnya pembahasan secara terperinci mengenai legal
standing masing-masing Pemohon akan diuraikan di bawah ini.
A. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON I,
PEMOHON II, PEMOHON III DAN PEMOHON IV
A.1. PEMOHON I
1. Bahwa Pemohon I adalah badan hukum publik yang didirikan menurut
hukum Indonesia berdasarkan Akta Notaris Nomor 3 yang dikeluarkan
oleh Hendro Lukito, SH., tentang Anggaran Dasar Organisasi Pemuda
Muhammadiyah tertanggal 27 April 2009 (bukti P-5) yang beralamat di
Gedung Pusat Dakwah Muhammdiyah, Jalan Menteng Raya Nomor 62,
Menteng, Jakarta Pusat, yang dalam hal ini diwakili oleh pengurusnya
yakni Dahnil Anzar Simanjuntak dalam kedudukannya sebagai Ketua
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
8
Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah berdasarkan Surat
Keputusan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Nomor 1.5/883/
1438H tentang Penetapan Susunan Personalia Pimpinan Pusat Pemuda
Muhammadiyah Hasil Reshuffle Periode 2014 – 2018 tanggal 29
Desember 2016 (bukti P-6), yang bertindak untuk dan atas nama Pemuda
Muhammadiyah;
2. Bahwa Pemohon I sebagai badan hukum publik, sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 5 Anggaran Dasar (bukti P-7), organisasi
Pemohon I didirikan untuk melakukan usaha yang diantaranya adalah:
Meningkatkan harkat, martabat dan kualitas sumberdaya manusia agar
berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia;
Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat;
Mengupayakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran serta
meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.
3. Bahwa Pemohon I sebagai badan hukum publik mengatur tentang
Batasan usia yang menjadi anggota organisasi, yang menjadi salah satu
fokus perjuangan organisasi yaitu Pemuda Islam, warga negara Indonesia
yang berusia 18 - 40 Tahun sebagaimana yang diatur pada Pasal 6
Anggaran Dasar Pemuda Muhammadiyah;
4. Bahwa Pemohon I sebagai organisasi non pemerintah semenjak didirikan
sampai saat ini secara aktif dan terus menerus dan sesuai statute
organisasi melakukan kegiatan dalam bidang, keagamaan, kemanusian,
advokasi kebijakan yang berpihak terhadap hak asasi manusia dan
pemberdayaan masyarakat, diantaranya:
a. Melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mendorong
peningkatan harkat, martabat dan kualitas sumber daya manusia agar
berkemampuan tinggi dan berkahlaq mulia;
b. Kegiatan-kegiatan upaya kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan
c. Kegiatan peningkatan kualitas kesehatan dan kesejahteraan manusia;
d. Turut serta dalam upaya penegakkan hukum, keadilan dan kebenaran
serta pembelaan terhadap masyarakat.
5. Bahwa Pemohon I dalam pelaksanaan fungsi keorganisasiannya untuk
melakukan pembelaan terhadap nilai-nilai kemanusia dan hak asasi
manusia telah terlibat dalam upaya perlindungan masyarakat dari bahaya
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
9
rokok sebagai produk yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat
menimbulkan kesakitan bahkan kematian;
6. Bahwa Pemohon I, sebagai bentuk pembelaan dan keberpihakan
terhadap nilai-nilai kemanusia dan hak asasi manusia dalam kegiatan
perlindungan masyarakat dari bahaya rokok, telah melakukan beberapa
kegiatan dan upaya yang diantaranya:
a. melakukan edukasi bahaya rokok kepada anggota Pemuda
Muhammadiyah dan masyarakat;
b. mengkampanyekan gerakan ayah hebat yang salah satu indikatornya
adalah tidak merokok dan berhenti merokok;
c. melakukan diskusi-diskusi terkait dengan pelarangan iklan rokok dalam
pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran;
d. melakukan upaya advokasi pelarangan iklan rokok pada pembahasan
Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran melalui
penyelenggaraan konferensi pers maupun audiensi dengan pihak-
pihak yang terkait yakni DPR RI, Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia dan Komisi Penyiaran Indonesia.
7. Bahwa dalam melaksanakan fokus pekerjaan dan fungsi organisasi,
Pemohon I mempunyai hak konstitusional yang diberikan UUD 1945
khususnya Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya”.
8. Bahwa Pemohon I sebagai organisasi atau badan hukum publik yang
melakukan upaya pembelaan dan advokasi kepentingan umum secara
konstitusional telah dirugikan hak dan kepentingan konstitusionalnya
atas keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran yang berbunyi
“promosi rokok yang memperagakan wujud rokok” dan Pasal 13
huruf c UU Pers yang berbunyi “peragaan wujud rokok dan atau
penggunaan rokok”, karena:
a. Keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
Huruf c UU Pers berdampak hukum terhadap diperbolehkannya iklan
dan promosi produk rokok di media penyiaran dan media cetak.
Padahal rokok adalah produk adiktif yang penggunaannya dapat
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
10
mengakibatkan kesakitan dan kematian serta berdampak terhadap
permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat.
b. Oleh karenanya keberadaan Pasal 46 ayat (3) Huruf c UU Penyiaran
dan Pasal 13 huruf c UU Pers dapat mengurangi dan/atau
menghambat kepentingan konstitusional Pemohon I untuk melakukan
usaha-usaha meningkatkan kualitas dan sumber daya anggota
organisasinya yang merupakan generasi muda yang menjadi korban
dan sasaran iklan dan promosi rokok;
c. Keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers juga dapat mengurangi dan/atau menghambat hak
konstitusional Pemohon I untuk melakukan usaha-usaha yang
menjadi fokus perjuangan dan mandat statute organisasi Pemohon I
secara optimal, yakni:
Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
dan kualitas kesehatan manusia agar berkemampuan tinggi. Karena
keberadaan iklan dan promosi rokok telah mendorong dan/atau
menjadi faktor penyebab meningkatnya konsumsi rokok dikelompok
usia anak muda;
Usaha-usaha untuk mendorong peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Karena berdasarkan banyak penelitian, keberadaan
iklan dan promosi rokok membuat persepsi bahwa rokok adalah hal
yang biasa dan wajar, hal ini membuat keinginan masyarakat yang
menjadi perokok untuk berhenti merokok menjadi rendah.
Sementara itu data yang ada, di Indonesia mayoritas perokok
adalah masyarakat ekonomi rendah yang menghabiskan sebagian
besar pendapatan ekonominya untuk membeli rokok.
9. Bahwa Pemohon I, berdasarkan anggaran dasar organisasinya juga
memiliki kewajiban untuk turut serta mengupayakan penegakan hukum,
keadilan dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap
masyarakat;
10. Bahwa dengan demikian Pemohon I memiliki kepentingan dan kerugian
atas hak konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
UU Mahkamah Konstitusi.
A.2. LEGAL STANDING PEMOHON II
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
11
1. Bahwa Pemohon II adalah badan hukum publik yang didirikan menurut
hukum Indonesia berdasarkan Akta Notaris Nomor 29 yang dikeluarkan
oleh Heri Sabto Widodo, SH., tentang Anggaran Dasar Organisasi
Nasyiatul Aisyiah tertanggal 12 September 2009 (bukti P-8) yang
beralamat di Gedung Pusat Dakwah Muhammdiyah, Jalan Menteng Raya
Nomor 62, Menteng, Jakarta Pusat, yang dalam hal ini diwakili oleh Dyah
Puspitarini dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat
Nasyiatul Aisyiyah berdasarkan Keputusan Pimpinan Pusat Nasyiatul
Aisyiah Nomor 01/SK/PPNA/X/2016 tentang Pengangkatan Pimpinan
Pusat Nasyiatul Aisyiyah Periode 2016 – 2020 tanggal 29 Oktober 2016
(bukti P-9), yang bertindak untuk dan atas nama Nasyiatul Aisyiyah;
2. Bahwa Pemohon II sebagai badan hukum publik, sesuai dengan Pasal 6
Anggaran Dasar-nya (bukti P-10), Organisasi didirikan untuk melakukan
usaha yang diantaranya:
a. Mendidik dan membina kader-kader pimpinan untuk kepentingan
agama, organisasi dan masyarakat kearah sumber daya manusia yang
berkualitas;
b. Menggerakkan usaha-usaha penyuluhan dalam meningkatkan
kesdaran akan nilai-nilai moral, hak asasi manusia, demokrasi, hukum
dan perdamaian sesuai dengan pesan luhur ajaran Islam.
3. Bahwa Pemohon II sebagai organisasi berbasis kader atau anggota
memiliki kader atau anggota putri islam warga negara Indonesia yang
berumur 17 – 40 Tahun;
4. Bahwa Pemohon II dalam upaya pemberdayaan, pembelan dan advokasi
kepantingan umum, semenjak didirikan sampai saat ini secara aktif dan
terus menerus, sesuai dengan Anggaran Dasar Organisasi telah
melakukan beberapa kegiatan, diantaranya:
a. Program pelayanan remaja sehat, yaitu program pelayanan kesehatan
berbasis komunitas bagi remaja putra dan putri;
b. Pelatihan Paralegal Nasyiah, kegiatan ini ditujukan untuk memperluas
akses bantuan hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan;
c. Pengembangan ekonomi kemasyarakat melalui kegiatan Peningkatan
dan Pengembangan Badan Usaha Masyarakat, Training
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
12
kewirausahaan yang bertujuan untuk menumbuhkan minat wirausaha
dan peningkatan keterampilan kewirausahaan.
5. Bahwa Pemohon II, sebagai bentuk upaya pemberdayaan, pembelan dan
advokasi kepantingan umum dalam kegiatan perlindungan masyarakat dari
bahaya rokok, telah melakukan beberapa kegiatan dan upaya yang
diantaranya:
a. Menyelenggarakan Simposium Perempuan pada Pre-Conference
Meeting 3rd Indonesia Conference on Tobacco or Health (ICTOH)
2016, dengan tema pokok diskusi “Bahaya Rokok Terhadap
Ketahanan Keluarga Serta Kesehatan Perempuan dan Anak”;
b. Menerbitkan Deklarasi Perempuan dan Guru sebagai hasil Simposium
Perempuan pada Pre-Conference Meeting 3rd Indonesia Conference
on Tobacco or Health (ICTOH) 2016, yang pada pokoknya
mendeklarasikan bahwa:
Perwakilan Muhammadiyah, organisasi perempuan dan Guru
berkomitmen untuk melindungi perempuan dan anak dari bahaya
Paparan iklan, sponsor dan promosi rokok, dan oleh Karena itu :
Kami menolak iklan, sponsor dan promosi rokok di berbagai
media, ruang publik, dan di sekolah;
Kami mendesak pemerintah agar membuat kebijakan
pelarangan total iklan, promosi dan sponsor rokok;
Kami mendesak agar pemerintah membuat peraturan yang
mengatur tentang perlindungan kesehatan anak dan
perempuan;
Kami mendesak agar masyarakat sipil untuk menjaga diri dan
keluarga agar terhindar dari paparan bahaya rokok dan
kampanye rokok yang tersebar di berbagai media.
c. Melakukan Audiensi dengan Gubernur D.I. Yogyakarta agar Gubernur
mendorong kenaikan harga rokok dan Peraturan Daerah tentang
larangan merokok diruang public guna menurunkan jumlah perokok;
d. Melakukan advokasi media dalam rangka Peringatan Hari Tanpa
Tembakau Sedunia terkait dengan situasi kenaikan jumlah perokok
perempuan;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
13
e. Melakukan diskusi pelarangan iklan rokok dalam Rancangan Undang-
Undang tentang Penyiaran di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2017.
5. Bahwa dalam melaksanakan kegiatan dan fungsi organisasi, Pemohon II
mempunyai hak konstitusional yang diberikan UUD 1945 khususnya Pasal
28C ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya”.
6. Bahwa Pemohon II sebagai organisasi yang melakukan upaya pembelaan
dan advokasi kepentingan umum khususnya kepentingan perempuan dan
ketahanan keluarga secara konstitusional telah dirugikan hak dan
kepentingan konstitusionalnya atas keberadaan Pasal 46 ayat (3)
huruf c UU Penyiaran yang berbunyi “promosi rokok yang
memperagakan wujud rokok” dan Pasal 13 huruf c UU Pers yang
berbunyi “peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok”, karena:
a. Keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers berdampak hukum terhadap diperbolehkannya iklan
dan promosi produk rokok di media penyiaran dan media cetak.
Padahal rokok adalah produk adiktif yang penggunaannya dapat
mengakibatkan kesakitan dan kematian serta berdampak terhadap
permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat;
b. Oleh karenanya keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran
dan Pasal 13 huruf c UU Pers dapat mengurangi dan/atau
menghambat kepentingan konstitusional Pemohon II untuk melakukan
usaha-usaha meningkatkan kualitas dan sumber daya anggota
organisasinya yang merupakan generasi perempuan usia muda
sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 6 angka 5 Anggaran
Dasar Nasyiatul Aisyiyah (vide bukti P-10);
c. Keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers juga dapat mengurangi dan/atau menghambat hak
konstitusional Pemohon II untuk melakukan usaha-usaha yang
menjadi fokus perjuangan dan mandat statute organisasi Pemohon II
secara optimal, yakni:
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
14
Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Karena keberadaan iklan dan promosi rokok telah mendorong
dan/atau menjadi faktor penyebab meningkatnya konsumsi rokok
dikelompok usia anak muda yang didalamnya termasuk perempuan
usia muda;
Usaha-usaha untuk mendorong peningkatan kesadaran akan nilai-
nilai moral, hukum dan hak asasi manusia. Karena berdasarkan
banyak penelitian, keberadaan iklan dan promosi rokok mendorong
orang untuk merokok dan membuat persepsi bahwa rokok adalah
hal yang biasa dan wajar. Sehingga orang merasa dapat merokok
dimana saja sehingga dapat berdampak melanggar hukum dan hak
asasi manusia orang lain.
7. Bahwa dengan demikian Pemohon II memiliki kepentingan dan kerugian
atas hak konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
UU Mahkamah Konstitusi.
A.3. LEGAL STANDING PEMOHON III
1. Bahwa Pemohon III adalah badan hukum publik yang didirikan menurut
hukum Indonesia berdasarkan Akta Notaris Nomor 12 yang dikeluarkan
oleh Mohamad Rifat Tadjoedin, SH., tentang Anggaran Dasar Ikatan
Pelajar Muhammadiyah tertanggal 08 Februari 2010 (bukti P-11) yang
beralamat di Gedung Pusat Dakwah Muhammdiyah, Jalan Menteng Raya
Nomor 62, Menteng, Jakarta Pusat, yang dalam hal ini diwakili oleh
Velandani Prakoso Prakoso dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdasarkan Surat
Keputusan Nomor 17-SK/PP IPM-143/2017 tentang Pengesahan
Reshuffle Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Periode 2016-
2018 tanggal 28 Mei 2017 (bukti P-12), yang bertindak untuk dan atas
nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah;
2. Bahwa Pemohon III sebagai badan hukum publik sesuai dengan Pasal 10
Anggaran Dasar organisasi-nya (bukti P-13) memiliki basis pelajar muslim
yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun dan berdasarkan Pasal 7
Anggaran Dasar organisasi-nya fokus menjalankan kegiatan dan usaha
organisasi yang diantaranya untuk menunjang pembangunan manusia
seutuhnya;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
15
3. Bahwa dengan melihat fenomena tingginya konsumsi rokok dan bahaya
dari penggunan rokok yang terjadi di masyarakat terutama di kalangan
pelajar, Pemohon III juga konsisten dalam usaha-usaha mencegah
maupun advokasi terhadap bahaya rokok dan zat adiktif lainnya
dikalangan pelajar, diantaranya menyelenggarakan kampanye pelajar
bebas rokok baik secara langsung disekolah-sekolah maupun kampanye
di media melalui press conference serta terlibat dalam advokasi penguatan
kebijakan yang bertujuan untuk melindungi pelajar dari bahaya rokok;
4. Bahwa kegiatan yang dilakukan Pemohon III dalam melakukan upaya
advokasi dan perlindungan pelajar dari bahaya rokok adalah mandat kerja
organisasi yang didasarkan pada hasil Mukatamar IPM ke XX di
Samarinda menghasilkan kebijakan menyelenggarakan pendidikan kader
advokasi dan menyusun panduan mengenai pendampingan pelajar
terutama yang berkaitan dengan kasus-kasus kekerasan yang menimpa
pelajar dan juga yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas
advokasi pelajar, serta yang berkaitan dengan kepentingan pelajar difabel,
pelajar buruh, dan pelajar yang dilanggar hak-haknya, serta hasil rapat
kerja nasional (RAKERNAS) IPM di UMJ, Ciputat Banten yang
memberikan amanat salah satu program kerja IPM adalah kampanye anti
rokok dan gugatan iklan rokok;
5. Bahwa Pemohon III sebagai badan hukum publik yang merupakan
organisasi non pemerintah telah terbukti secara terus menerus terlibat dan
melakukan upaya perlindungan masyarakat umum khususnya pelajar dari
bahaya rokok sebagai produk yang bersifat adiktif dengan berbagai
dimensi dan bentuk kegiatannya;
6. Bahwa Pemohon III sebagai organisasi yang berbasis kader atau anggota
remaja dan pelajar yang melakukan upaya perlindungan dan peningkatan
kualitas hidup anggotanya serta turut serta mengupayakan adanya
regulasi yang menjamin kepentingan terbaik bagi anak yang dalam hal ini
adalah remaja dan pelajar, jelas secara konstitusional telah dirugikan
hak dan kepentingan konstitusionalnya atas keberadaan Pasal 46 ayat
(3) huruf c UU Penyiaran yang berbunyi “promosi rokok yang
memperagakan wujud rokok” dan Pasal 13 huruf c UU Pers yang
berbunyi “peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok”, karena
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
16
anak, remaja dan pelajar yang menjadi anggota organisasi Pemohon III,
tidak terlindungi hak-hak konstitusionalnya untuk hidup, tumbuh dan
berkembang dengan adanya peraturan perundang-undangan (regulasi)
yang masih membolehkan iklan dan promosi rokok yang merupakan
produk yang mengancam kesehatan yang baik secara kebenaran ilmiah,
hukum dan empiris memang ditujukan dan/atau menyasar anak-anak,
remaja dan pelajar;
8. Bahwa dengan demikian Pemohon III sebagai organisasi yang memiliki
anggota remaja dan pelajar memiliki kepentingan dan kerugian atas hak
konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU
Mahkamah Konstitusi.
A.4. LEGAL STANDING PEMOHON IV
1. Bahwa Pemohon IV adalah badan hukum publik yang didirikan menurut
hukum Indonesia berdasarkan Akta Notaris Nomor 06 yang dikeluarkan
oleh Tatyana Indrati Hasjim, SH., tentang Yayasan Lembaga
Pemberdayaan Sosial Indonesia tertanggal 08 September 2009 (bukti
P-14) yang beralamat di Jalan Hidup Baru Raya, Nomor 2 RT.04 RW.10,
Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12140, yang dalam hal
ini berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 15 Agustus 2017 yang
ditandatangani Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Pemberdayaan
Sosial (Indonesiaan Istitute For Social Development) (bukti P-15), diwakili
oleh Dr. Sudibyo Markus dalam kedudukannya sebagai Dewan Penasehat
Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial Indonesia (bukti P-16), yang
bertindak untuk dan atas nama Yayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial
Indonesia;
2. Bahwa Pemohon IV adalah badan hukum publik yang pendiriannya
mempunyai maksud dan tujuan dibidang sosial dan kemanusiaan yaitu
pemerataan upaya pemberdayaan masyarakat;
3. Bahwa Pemohon IV sebagai badan hukum publik yang fokus terhadap
upaya pembangunan dan pemerataan kesejahateraan sosial memiliki visi
menjadi agen perubahan sosial yang efektif dan memiliki misi:
a. Melaksanakan penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil dalam
mewujudkan keadilan social dan demokratisasi;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
17
b. Mengembangkan berbagai bentuk best practices dalam kemandirian
masyarakat di bidang-bidang Pendidikan, kesehatan, kesejahteraan,
hukum dan lingkungan.
4. Bahwa Pemohon IV dalam melaksanakan fungsi dan tujuan organisasi-
nya telah melakukan banyak kegiatan yang berkaitan dengan
pembangunan kesejahtera sosial masyarakat baik kegiatan didalam negeri
maupun kegiatan di tingkat internasional yang diantaranya:
a. Tingkat nasional, antara lain:
(i) Pengembangan child save environment untuk anak-anak korban
tsunami di Aceh bekerja-sama dengan Direct Relief International
(DRI, Santa Barbara);
(ii) Menyusun Roadmap Pengendalian Tembakau, yang kemudian
diadop oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai Peta Jalan
Pengendalian Tembakau Kementerian Kesehatan RI
(KepMenkes Nomor 40 Tahun 2014);
(iii) Panduan Pengembangan Forum Masyarakat Madani berdasar
Index Masyarakat Sipil, Expanding Maternal and Neonatal
Survival (EMAS, USAID-Muhammadiyah).
b. Tingkat internasional antara lain:
(i) Mengikuti UN DESA Expert Group Meeting on Vulnerable Group,
New York 1998,
(ii) Menyelenggarakan Expert Group Meeting on Disability,
kerjasama dengan UN DESA New York bekerja sama dengan
Kementerian Sosial RI, Jakarta, 2004,
(iii) International NGO Summit on the Prevention of Drug, Alcohol
and Tobacco Abuse, Yogyakarta, (2014),
(iv) International Civil Society Week (ICSW) bekerja sama dengan
CIVICUS International Johannesburg, Jakarta, 2016,
(v) Menghadiri ICSW Global di Columbia, 2016.
5. Bahwa Pemohon IV untuk menjalankann misi organisasi untuk mendorong
perubahan sosial, meningkatkan kesejahteraan sosial dan kesehatan
masyarakat, telah dalam waktu yang lama dan secara terus menerus
melakukan advokasi pengendalian rokok produk olahan tembakau sebagai
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
18
gerakan perlindungan bagi masyararakat rentan yakni, anak-anak,
perempuan dan masyarakat miskin;
6. Bahwa Pemohon IV telah melakukan beberapa kegiatan terkait
Pengendalian rokok sebagai produk olahan tembakau, yang diantaranya
adalah:
a. Menginisiasi dan membuat buku Peta Jalan Pengendalian Tembakau
di Indonesia bersama dengan jaringan pengendalian tembakau di
Indonesia, yang hasilnya oleh Kementerian Kesehatan diadopsi dan
menjadi salah satu bahan dasar mengeluarkan keputusan menteri
khusus mengenai Roadmap Pengendalian Tembakau Kementerian
Kesehatan;
b. Pengembangan Dokumen Akademik tentang aksesi FCTC dengan
KOMNAS HAM dan diajukan ke parlemen;
c. Membuat Polling ke masyarakat tentang dukungan masyarakat
terhadap aksesi FCTC bekerja sama dengan Prof. Dr. HAMKA
Universitas Muhammadiyah UHAMKA Jakarta, pada tahun 2013 dan
berlangsung di 8 kota di Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Yogyakarta,
Surabaya, Bali. , Pontianak, Makassar, Palembang, untuk mencakup
1.444 responden, dimana 32,2% adalah perokok aktif, 12,1% mantan
perokok dan 55,7% adalah perokok non-perokok;
d. Menerbitkan buku "Petani Tembakau di Indonesia; sebuah paradoks
kehidupan";
e. Bekerjasama dengan Federasi Internasional LSM (IFNGO) dan
Malaysian Association of NGO on Drug Control (PEMADAM) di Kuala
Lumpur mengadakan KTT LSM Internasional Pertama tentang
Penyalahgunaan Tembakau, Alkohol dan Narkoba pada 4-6 Februari
2014;
f. Sebagai bagian dari pendekatan kebijakan kesehatan di luar IISD, IISD
memprakarsai keterlibatan kelompok Antaragama, Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Kelompok Kerja Hak Asasi
Manusia (HRWG, jaringan hak asasi manusia tingkat Asia), Asosiasi
Perguruan Tinggi Swasta Indonesia APTISI) dalam inisiatif
pengendalian tembakau;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
19
g. Komnas HAM, HRWG, IISD, Muhammadiyah beserta beberapa LSM
lainnya membentuk Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk
Pengendalian Tembakau, yang menerapkan pendekatan Kebijakan
dalam pengendalian tembakau dengan (a) mengirimkan kertas posisi
kepada presiden Jokowi di masa transisi sehingga menjadi bahan bagi
Presiden Jokowi mengambil kebijakan terkait pengendalian tembakau
(2). Pengembangan Kertas Akademik tentang aksesi FCTC
disampaikan ke parlemen.
7. Bahwa Pemohon IV sebagai organisasi non pemerintah telah terbukti
terlibat dan melakukan upaya perlindungan masyarakat dari bahaya rokok
sebagai produk yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat
menimbulkan kesakitan bahkan kematian dengan berbagai dimensi dan
bentuk kegiatannya;
8. Bahwa dalam melaksanakan kegiatan dan fungsi organisasi, Pemohon IV
mempunyai hak konstitusional yang diberikan UUD 1945 khususnya Pasal
28C ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya”.
9. Bahwa keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran yang
berbunyi “promosi rokok yang memperagakan wujud rokok” dan Pasal
13 huruf c UU Pers yang berbunyi “peragaan wujud rokok dan atau
penggunaan rokok” telah membuat Pemohon IV sebagai organisasi
secara konstitusional telah dirugikan hak dan kepentingan
konstitusionalnya karena hak konstitusional Pemohon IV untuk
melakukan usaha-usaha meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat
melalui peningkatan derajat kesehatan masyarakat kelompok rentan dan
peningkatan ekonomi masyarakat miskin menjadi terhambat, karena:
a. Iklan rokok sebagai bagian dari marketing strategy industri rokok
memiliki peran penting dan memberikan dampak besar dalam
peningkatan prevalensi perokok, khususnya bagi generasi muda.
Meningkatnya jumlah perokok telah memberikan kerugian besar
kepada masyarakat Indonesia, baik di bidang kesehatan, sosial
maupun ekonomi;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
20
b. Iklan rokok yang berakibat peningkatan prevalensi perokok sangat
tinggi, merugikan hak-hak konstitusional warga masyarakat untuk
hidup lebih baik, lebih sehat dan sejahtera, serta bertentangan dengan
maksud dan tujuan didirikannya lembaga sosial masyarakat secara
umum, yakni bagi pengembangan kegiatan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan.
10. Bahwa dengan demikian Pemohon IV memiliki kepentingan dan kerugian
atas hak konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
UU Mahkamah Konstitusi.
B. TENTANG PARA PEMOHON
1. Bahwa Pemohon I, Pemohon II dan Pemohon III adalah organisasi Angkatan
Muda Muhammadiyah yang turut serta dalam setiap program strategis dan
sikap keroganisasian Muhammadiyah;
2. Bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan
yang didirikan pada tanggal 12 November 1912, dan merupakan bagian dari
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia menyadari peran dan
tanggung jawabnya dalam membebaskan masyarakat dari kemiskinan,
keterbelakangan dan penjajahan, sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan
UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013;
3. Bahwa sebagai gerakan kemasyarakatan Islam, Muhammadiyah taat kepada
semua landasan negara, konstitusi dan segenap peratuan perundang-
undangan yang sah dan berlaku. Dan sebagai Organisasi yang terdaftar dalam
Konsultatif Status pada Komite Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) PBB
(United Nations ECOSOC Committee), Muhammadiyah mendukung
sepenuhnya semua komitmen internasional Pemerintah Republik Indonesia
sebagai bentuk kepatuhan negara hukum, termasuk dalam melindungi
masyarakat dari ancaman bahaya zat adiktif;
4. Bahwa Komitmen Muhammadiyah dalam melindungi masyarakat dari
ancaman bahaya zat adiktif tidak hanya dilakukan melalui program-program
yang bersifat praksis, tetapi juga dilakukan melalui kebijakan politik internal
organisasi yang salah satunya adalah dengan mengeluarkan Fatwa Nomor
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
21
6/SM/MTT/III/2010 tentang Hukum Merokok yang dikeluarkan oleh MajlisTarjih
PP Muhammadiyah, dengan amar fatwa:
1) Wajib hukumnya mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dan menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup sehat
yang merupakan hak setiap orang dan merupakan bagian dari
tujuan syariah (maqaasid asy-syariah);
2) Merokok hukumnya adalah haram, karena:
a. Merokok termasuk katagori perbuatan melakukan khabaa’its yang
dilarang dalam Q7:157.
b. Perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke
dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri
secara perlahan sehingga oleh karenanya bertentangan dengan
larangan Al Qur’an dalam Q2:195 dan $:29.
c. Perbuatan merokok membahayakan diri sendiri dan orang lain
yang terkena paparan asap rokok.
d. Rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur-unsur
racun yang membahayakan.
e. Merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang
sekitar yang tyerkena paparan asap rokok, maka pembelanjaan
uang untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir yang
dilarang dalam Q 17:26-27.
3) Fatwa Haram merokok Muhammadiyah merekomendasikan:
“Kepada pemerintah diharapkan untuk meratifikasi Framework
Convention on Tobacco Control (FCTC) guna penguatan landasan
bagi upaya pengendalian tembakau dalam rangka pembangunan
kesehatan masyarakat yang optimal , dan mengambil kebijakan yang
konsisten dalam upaya pengendalian tembakau dalam meningkatkan
cukai tembakau hingga pada batas tertinggi yang diizinkan undang-
undang, dan melarang iklan rokok yang dapat merangsang
generasi muda tunas bangsa untuk mencoba merokok, serta
membantu dan memfasilitasi upaya diversifikasi dan alih usaha dan
tanaman bagi petani tembakau.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
22
5. Bahwa Fatwa Nomor 6/SM/MTT/III/2010 tentang Hukum Merokok yang
dikeluarkan oleh MajlisTarjih PP Muhammadiyah merupakan keputusan politik
internal organisasi Muhammadiyah yang memastikan komitmen
Muhammadiyah dalam melindungi masyarakat dari ancaman bahaya rokok
sebagai produk adiktif yang salah satunya adalah melalui upaya mendorong
pelarangan iklan dan promosi rokok;
6. Bahwa Pemohon I, Pemohon II dan Pemohon III sebagai organisasi Angkatan
Muda Muhammadiyah juga turut melakukan upaya perlindungan generasi
muda dari bahaya rokok salah satunya dengan melakukan upaya mendorong
lahirnya kebijakan yang melaranag iklan dan promosi produk tembakau;
7. Bahwa berdasarkan uraian tentang Legal Standing Para Pemohon di atas
menunjukkan bahwasanya Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III dan
Pemohon IV adalah organisasi-organisasi yang sangat peduli terhadap segala
kebijakan yang menyangkut dengan hasil tembakau, termasuk rokok terkait
dengan upaya memperjuangkan perlindungan, penghargaan dan pemenuhan
hak-hak asasi manusia dan kepentingan umum.
8. Bahwa Maruarar Siahaan, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia” (Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2005, hal. 77-78), (bukti P-17) menuliskan:
“dalam perkara Nomor 002/PUU-1/2003 tentang pengujan Undang-
Undang Migas, pemohon merupakan perkumpulan lembaga swadaya
masyarakat yang dalam anggaran dasarnya dikatakan melakukan
kegiatan perlindungan dan advokasi kepentingan umum. MK
berpendapat bahwa terlepas dari terbukti tidaknya kedudukan hukum
para pemohon sebagai badan hukum atau tidak, namun berdasarkan
anggaran dasar masing-masing perkumpulan yang mengajukan
permohonan pengujian UU a quo ternyata bahwa tujuan perkumpulan
tersebut adalah untuk memperjuangkan kepentingan umum (public
interest advocacy) yang di dalamnya tercakup substansi dalam
permohonan aquo. Karenanya MK berpendapat, para pemohon
(LSM) tersebut memiliki legal standing. Sesungguhnya pemberian
legal standing terhadap public interest advocacy (LSM) seperti ini
telah mengadopsi legal standing LSM lingkungan dalam UU Nomor
23 Tahun 1997, sepanjang telah dimuat anggaran dasar dan telah
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
23
dilakukan kegiatan membela kepentingan lingkungan. Tampaknya
dengan sikap MK dalam beberapa putusan tersebut, telah terjadi
perluasan legal standing dan kerugian konstitusional yang dialami
sebagai syarat memperoleh pengakuan legal standing demikian.
Tetapi pemberian legal standing terhadap LSM yang bergerak di
bidang public interest advocacy tersebut merupakan kemajuan yang
cukup jauh terutama dalam pengujian undang-undang yang saat
dengan perlindungan kepentingan umum dan HAM, standing
pemohon harus diperkenankan secara luas”
9. Bahwa berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi, lembaga non
pemerintah yang menjalankan kegiatan dan program serta misinya untuk
kepentingan umum termasuk menjalankan advokasi kepentingan publik (public
interest advocacy) diakui mempunyai legal standing sebagai pemohon dalam
permohonan Pengujian Materi Undang-Undang terhadap UUD 1945;
10. Bahwa dengan demikian Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III dan Pemohon
IV (para Pemohon), memiliki kewenangan konstitusional sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi;
11. Bahwa oleh karena para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk
mengajukan Permohonan a quo, maka secara formal Mahkamah Konstitusi
wajib menerima dan menyidangkan Permohon a quo yang diajukan oleh para
Pemohon.
IV. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN
A. Dalil bahwa UU Penyiaran Pasal 46 ayat (3) huruf c dan UU Pers Pasal
13 huruf c bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD
1945;
1. Bahwa Pasal 28A UUD 1945 berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”
2. Bahwa lebih Lanjut Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun”
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
24
3. Bahwa berdasarkan ketentuan pada Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD
1945, hak untuk hidup termasuk hak untuk mempertahankan hidup
adalah hak asasi manusia dan merupakan hak konstitusional setiap
warga negara Indonesia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun;
4. Bahwa dalam struktur UUD 1945, Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) adalah
pasal yang masuk pada bagian BAB X tentang Hak Asasi Manusia , dengan
demikian hak setiap orang untuk hidup dan mempertahankan hidupnya dan
hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun adalah hak asasi manusia warga negara Republik Indonesia
yang dijamin oleh konstitusi Negara Republik Indonesia;
5. Bahwa hak yang paling asasi (dasar) bagi kehidupan manusia adalah Hak
Hidup. United Nations Human Rights Committee dalam CCPR General
Comment No.6: Article 6, Right ti Life (30 April 1982), menegaskan bahwa hak
untuk hidup (the right to life) adalah supreme rights yang pengurangan
kewajiban (derogation) terhadapnya tidak diijinkan, dalam keadaan
darurat sekalipun. Oleh karenanya Hak Hidup disebut juga sebagai non
derogable rights yaitu hak yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun;
6. Bahwa terkait dengan Hak Untuk Hidup yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1)
UUD 1945, Mahkamah Konstitusi telah membahasnya dalam Putusan Nomor
019-020/PUU-III/2005 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, Mahakamah Konstitusi dengan suara bulat berpendapat bahwa hak
untuk hidup adalah hak asasi manusia yang sangat penting, sebagaimana
yang tertulis pada Halaman 106 putusan ini (bukti P-18), sebagai berikut:
“Mahkamah berpendapat bahwa hak asasi manusia mengakui hak-hak
yang penting bagi kehidupan manusia. Dapat dikatakan bahwa diantara
hak asasi yang lain, hak untuk hidup, hak untuk mempertahankan
hidup dan kehidupan merupakan hak yang sangat penting.
Demikian pentingnya hak untuk hidup dimaksud, sehingga Pasal
28I ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak untuk hidup sebagai salah
satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
25
7. Bahwa dalam hukum di Indonesia, tembakau, produk yang mengandung
tembakau baik dalam bentuk padat, cairan, dan gas diakui secara yuridis
normative sebagai produk yang bersifat adiktif;
8. Bahwa kebenaran yuridis rokok sebagai produk olahan tembakau adalah
produk yang bersifat adiktif juga pada dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi
melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-VIII/2010, pada bagian
Pendapat Mahkamah dinyatakan:
“….. Apabila Pasal 113 Undang-Undang a quo dipandang kurang tepat
penempatannya di dalam UU 36/2009, dan seandainya pun kemudian
ditempatkan dalam Undang-Undang lain, hal demikian tidak akan
mengubah daya berlaku dari substansi Pasal 113 tersebut. Artinya,
substansi tersebut tetap menjadi sah meskipun tidak dicantumkan
dalam UU 36/2009. Bahkan seandainyapun frasa ”zat adiktif” dalam
Pasal 113 Undang-Undang dihilangkan, hal demikian tidak akan
mengubah fakta bahwa senyatanya tembakau memang
mengandung zat adiktif.”
9. Bahwa secara ilmiah sudah terbukti bahwa nikotin yang terkandung dalam
rokok membuat sifat adiktif dari rokok tersebut, sebagaimana pernyataan
Stanton A. Glantz yang menyebutkan “Moreover, nicotine is addictive…”.
Sebagaimana termuat dalam buku karya Stanton A. Glant, Cs., “The Cigarette
Papers”, sub judul “Addiction and Ciggaretts as Nicotine Delivery Divices”,
University of California Press, 1996, hal. 58.
10. Bahwa zat adiktif yang terkandung dalam daun tembakau sebagai bahan
dasar rokok, sifat adiksinya lebih kuat dibanding banyak zat adiktif lain seperti
alkohol dan ganja. Penelitian dari the Lancet menunjukkan bahwa nikotin
sebetulnya lebih mencandu daripada heroin dan morphin. Menurut Penelitian
di jurnal Lancet tembakau lebih merusak secara fisik dibanding ganja, LSD,
khat dan ekstasi. Sementara dari segi kecanduan, tembakau lebih mencandu
daripada alkohol, ampetamin, ganja, LSD, khat dan eskstasi.
Sebagaimana dikutip dari, D . Nutt, L . King, W . Saulsbury, C . Blakemore
(2007). Development of a rational scale to assess the harm of drugs of
potential misuse. The Lancet, 369, 1047 – 1053. (bukti P-19)
11. Bahwa dengan demikian, kebenaran rokok sebagai produk olahan daun
tembakau adalah produk yang bersifat dan/atau mengandung zat adiktif
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
26
adalah kebenaran ilmiah sekaligus kebenaran yuridis-formil. Oleh karenanya
rokok sebagai produk yang bersifat adiktif merupakan kebenaran faktual yang
sudah diketahui kebenarannya dan tidak perlu dibuktikan lagi (notoire feiten);
12. Bahwa Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran (vide bukti P-2), berbunyi
sebagai berikut:
“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-
nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.”
13. Bahwa Pasal 13 huruf c UU Pers (vide bukti P-3), berbunyi sebagai berikut:
“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dana tau
mengganggu kerukanan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.”
14. Bahwa ketentuan pada Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers diatas menjadi dasar dan justifikasi normatif keberadaan iklan
dan promosi rokok di media penyiaran dan media cetak, dan mengandung
norma bahwa iklan rokok dapat dilakukan di media penyiaran dan media cetak
sepanjang tidak menampilkan wujud rokok;
15. Bahwa dengan melihat redaksi Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan
Pasal 13 huruf c UU Pers di atas, promosi rokok yang dilarang adalah yang
memperagakan wujud rokok, sehingga sifat adiktif rokok seakan-akan hilang
karena promosinya tidak memperagakan wujud rokok. Padahal kebenaran
rokok adalah produk yang bersifat adiktif merupakan kebenaran faktual yang
bersifat notoire feiten, yaitu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
27
16. Bahwa Komisi Penyiaran Indonesia dalam ruang lingkup fungsinya telah
menafsirkan bahwa Siaran iklan niaga adalah Siaran iklan komersial yang
disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,
memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada
khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk
yang ditawarkan; (bukti P-20)
17. Bahwa secara yuridis, rokok sebagai produk hasil olahan tembakau yang
bersifat adiktif adalah produk yang dapat mengganggu dan membahayakan
kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dimana
penggunaanya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian; (bukti P-21)
18. Bahwa dengan demikian secara yuridis formil diakui dan/atau disimpulkan
bahwa iklan dan promosi rokok adalah bagian dari iklan niaga yang bertujuan
untuk memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan rokok
kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan
produk yang ditawarkan dalam hal ini adalah rokok;
19. Bahwa diseluruh dunia, tembakau adalah salah satu penyebab yang paling
penting untuk kecacatan, penderitaan dan kematian premature. Dibanyak
negara tembakau bahkan menjadi penyebab paling penting. lebih dari 4000
bahan kimia telah diidentifikasi dalam asap tembakau, banyak diantaranya
beracun, beberapa bersifat radioaktif. Lebih dari 40 diketahui menyebabkan
kanker. Sebagaimana dikutip dari buku terjemahan dalam bahasa Indonesia,
“Tembakau: Ancaman Global” yang ditulis oleh Jhon Crofton dan David
Simpson yang diterbitkan oleh Elex Media Cumputindo , Jakarta 2009, Hal. 9 -
10; (bukti P-22)
20. Bahwa dampak merokok terhadap kesehatan telah dibuktikan dan sangat
banyak didokumentasikan. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah menunjukkan
bahwa merokok menyebabkan kanker, mulai dari kanker mulut sampai kanker
kandung kemih, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit pembuluh
darah otak, bronkritis kronik, emfisema, asma, pneumonia, dan penyakit
saluran nafas lainnya. Konsumsi produk tembakau saat ini merupakan
penyebab kematian yang berkembang paling cepat di dunia bersamaan
dengan HIV/AIDS. Sebagaimana dikutip dari buku “Profil Tembakau
Indonesia”, yang diterbitkan oleh Tobacco Control Support Center (TCSC) –
IAKMI, 2007, Hal. 16; (bukti P-23)
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
28
21. Bahwa Fakta rokok berbahaya bagi kesehatan ini juga diakui oleh industri
rokok sendiri, David O’Reilly, scientific director, British American Tobacco pada
tahun 2014 menyatakan, “Selama hidupnya, setengah dari perokok saat ini
bisa meninggal secara prematur karena kebiasaan merokok”. Dr. Pankaj
Chaturvedi, ahli kanker di Mumbai’s Tata Memorial Hospital menyatakan
bahwa 80-90% kanker leher, kepala dan kerongkongan terkait dengan
konsumsi tembakau. Sebagaimana dikutip dari Buku “Tobacco Atlas 2015”,
Hal. 15; (bukti P-24)
22. Bahwa rokok sebagai produk olahan tembakau juga berkontribusi terhadap
banyak kematian didunia. Merokok merupakan penyebab dari 90% kanker
paru pada laki-laki dan 70% pada perempuan dengan angka kematian lebih
dari 85%. Merokok mengurangi separuh usia hidup penggunanya, dan
setengah dari kematian tersebut terjadi diantara usia 30 hingga 69 Tahun.
Merokok memiliki kontribusi terhadap 12% kematian dewasa di dunia.
Sebagaimana dikutip dari buku “Profil Tembakau Indonesia”, yang
diterbitkan oleh Tobacco Control Support Center (TCSC) – IAKMI, 2007, Hal.
16 - 17; (vide bukti P-23)
23. Bahwa efek negatif konsumsi Tembakau terhadap kesehatan telah
menimbulkan banyak sekali korban jiwa. WHO menyebutkan bahwa di tingkat
global konsumsi tembakau sudah menyebabkan 100 juta kematian di abad 20.
Jumlah ini setara dengan korban Perang Dunia (PD) I dan II jika
dikombinasikan. Angka kematian ini bisa meningkat menjadi 1 miliar kematian
di abad 21 jika pola konsumsi tembakau yang ada sekarang terus berlanjut.
Sebagaimana dikutip dari Buku “Tobacco Atlas 2015”, Hal. 13; (vide bukti
P-24)
24. Bahwa di Indonesia, kematian prematur akibat konsumsi rokok biasanya
terjadi rata-rata 15 tahun sebelum umur harapan hidup tercapai. Tahun 2013
diperkirakan dari 1.741.727 kematian karena semua sebab, 240.618 kematian
disebabkan penyakit terkait tembakau. Rinciannya adalah 127.727 laki-laki dan
112.889 perempuan. Sebagaimana dikutip dari Buku “Fakta Tembakau 2014”,
Hal. 13 dan Hal. 37; (bukti P-25)
25. Bahwa uraian di atas membuktikan dalam fakta empiris dan kebenaran ilmiah
serta kebenaran secara yuridis-formil, rokok terbukti dan diakui sebagai produk
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
29
olahan tembakau yang bersifat adiktif berbahaya bagi kesehatan dan
penggunaanya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian.
26. Bahwa penelitian ilmiah menunjukkan kebiasaan mengisap rokok akan
menjadi awal dari konsumsi bahan adiktif atau psikhotropika yang lebih kuat
(narkoba):
a. National Institute of Health di U.S. dalam Journal Kesehatan 21 November
2011 merilis satu hasil penelitian nya berjudul “Why Nicotine is a
Gateway Drug” , yang melaporkan hasil studinya tentang dampak
kebiasaan merokok yang cenderung meningkat untuk mengkonsumsi zat
adiktif yang lebih keras, yaitu narkoba;
b. Satu survey nasional di U.S menunjukkan bahwa lebih dari 90% pengguna
coccain yang berusia 18-34 tahun adalah perokok;
c. Center on Addiction and Substance Abuse (CASA) Universitas Columbia
pada tanggal 22 Oktober 2011 dalam laporannya berjudul “Are Cigarette a
Gateway Drug” melaporkan bahwa: remaja perokok memiliki potensi 5 kali
lebih kuat untuk minum alkohol dibanding remaja tak merokok, 13 kali lebih
kuat menjadi pemakai marijuana, dan 7 kali lebih kuat menjadi pengguna
cocain dan heroin.
27. Bahwa oleh karenanya, keberadaan iklan rokok yang bertujuan
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan kepada
khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk
yang penggunaannya dalam jangka panjang dapat menimbulkan kesakitan
dan kematian, merupakan ancaman bagi hak hidup setiap orang;
28. Bahwa berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan iklan
dan promosi rokok yang memang bertujuan untuk mempengaruhi konsumen
agar menggunakan produk rokok dimana dapat menimbulkan kesakitan dan
kematian, merupakan suatu bentuk pengingkaran dan ancaman terhadap hak
untuk hidup. Dan oleh karenanya iklan dan promosi rokok sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28A dan Pasal 28I
ayat (1);
B. Dalil-dalil bahwa UU Penyiaran Pasal 46 ayat (3) huruf c dan UU Pers
Pasal 13 huruf c bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945;
1. Bahwa Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut:
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
30
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminatif”
2. Bahwa Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 memberikan jaminan konstitusional
kepada setiap anak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta
mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminatif;
3. Bahwa sebagian norma hak yang diatur pada Pasal 28 ayat (2) UUD 1945
ini, sama dengan norma hak yang diatur pada Pasal 28A dan Pasal 28I
ayat (1) UUD 1945, yaitu hak anak untuk dapat hidup, sehingga anak
mempunyai hak hidup yang sama dengan manusia lainnya (orang dewasa).
Sedangkan hak anak untuk tumbuh dan berkembang adalah jaminan
terhadap hak anak atas keberlangsungan kehidupannya.
4. Bahwa dengan demikian, hak anak untuk dapat hidup, tumbuh dan
berkembang juga termasuk hak konstitusional anak Indonesia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun;
5. Bahwa Konvensi PBB tentang Hak Anak (Covention on the Rights of the Child)
yang telah diratifikasi oleh Republik Indonesia pada Tahun 1990 melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, juga memberikan jaminan
terhadap hak Hidup sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Konvensi Hak
Anak yang berbunyi:
a. Negara-negara Peserta mengakui bahwa setiap anak memiliki hak
yang merupan kodrat hidup.
b. Negara-negara Peserta semaksimal mungkin akan menjamin
kelangsungan hidup dan pengembangan anak.
6. Bahwa Pasal 6 Konvensi Hak Anak ini memberikan ketentuan yang
mewajibkan kepada setiap negara peserta untuk menjamin hak hidup
(rights to life), kelangsungan hidup dan perkembangan anak (the
survival and development of to child);
7. Bahwa Muhammad Joni pada bukunya yang berjudul “Dalam Perspektif
Konvensi Hak Anak” (1999) menerangkan bahwa Hak terhadap
kelangsungan hidup yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak anak yang
meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (The
rights of life) dan hak untuk memperoleh standard kesehatan tertinggi
dan perawatan yang sebaik-baiknya (the rights to the higest standard of
health and medical care attainable);
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
31
8. Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran (vide bukti P-2), berbunyi sebagai
berikut:
“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-
nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.”
9. Bahwa Pasal 13 huruf c UU Pers (vide bukti P-3), berbunyi sebagai berikut:
“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dana tau
mengganggu kerukanan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.”
10. Bahwa ketentuan pada Pasal 46 ayat (3) huruf C UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers diatas menjadi dasar dan justifikasi normatif keberadaan iklan
dan promosi rokok di media penyiaran dan media cetak, dan mengandung
norma bahwa iklan rokok dapat dilakukan di media penyiaran dan media cetak
sepanjang tidak menampilkan wujud rokok;
11. Bahwa dengan melihat redaksi Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan
Pasal 13 huruf c UU Pers di atas, promosi rokok yang dilarang adalah yang
memperagakan wujud rokok, sehingga sifat adiktif rokok seakan-akan hilang
karena promosinya tidak memperagakan wujud rokok. Padahal kebenaran
rokok adalah produk yang bersifat adiktif merupakan kebenaran faktual yang
bersifat notoire feiten, yaitu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi;
12. Bahwa iklan rokok adalah segala bentuk komunikasi, rekomendasi atau aksi
komersial dengan tujuan, dampak atau dampak potensial untuk
mempromosikan produk tembakau baik secara langsung maupun tidak
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
32
langsung. [WHO, Framework Convention on Tobacco Control. Geneva: 2003.
Dikutip dan diunduh dari http://www.who.int/fctc/text_download/en/]; (bukti
P-26)
13. Bahwa Komisi Penyiaran Indonesia dalam ruang lingkup fungsinya telah
menafsirkan bahwa Siaran iklan niaga adalah Siaran iklan komersial yang
disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan,
memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada
khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk
yang ditawarkan; (vide bukti P-20)
14. Bahwa berdasarkan ketentuan diatas, secara yuridis formil diakui bahwa iklan
dan promosi rokok adalah bagian dari iklan niaga yang bertujuan untuk
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan rokok kepada
khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk
yang ditawarkan dalam hal ini adalah rokok;
15. Bahwa berdasarkan laporan WHO 2008, merokok merupakan penyebab
kematian yang utama terhadap 7 dari 8 penyebab kematian terbesar di dunia.
Sebagaimana dikutip dari buku “Report on The Global Tobacco Epidemic, “M-
Power Package”, yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO),
2008, Hal.15; (bukti P-27)
16. Bahwa dengan demikian, iklan rokok adalah iklan yang bertujuan
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan kepada
khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk
yang penggunaannya menimbulkan kesakitan dan kematian;
17. Bahwa oleh karenanya, pada mata rantai bisnis rokok sebagai produk olahan
tembakau yang bersifat adiktif, iklan dan promosi produk rokok menjadi
strategi utama dalam pemasaran rokok. Karena secara logika, rokok sebagai
produk adiktif yang mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya dimana
penggunaannya dapat menyebabkan kesakitan serta berpotensi membunuh
penggunanya membutuhkan strategi marketing yang dapat menyamarkan
dampak bahaya produk rokok tersebut, sehingga dapat diterima oleh
konsumen sebagai produk yang normal dan biasa-biasa saja;
18. Bahwa pada iklan rokok, industri rokok untuk menyamarkan bahaya
penggunaan produk rokok dengan menampilkan rokok sebagai produk yang
dikesankan keren, gaul, percaya diri, setia kawan, macho, dan lain
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
33
sebagainya, sehingga dapat diterima oleh konsumen sebagai produk yang
normal;
19. Bahwa Ridhwan Hasan, Pakar komunikasi yang pernah menjadi direktur
kreatif sebuah biro iklan di Jakarta, menyatakan:
“Dengan dukungan dana yang hampir tidak terbatas, industry rokok
memang jago bermain di wilayah “Insight” yang dalam istilah periklanan
adalah sebuah area yang dengan tepat menyentuh sisi psikologi
konsumen. Begitu menonton iklan konsumen akan langsung merasa
berasosiasi dengan subyek dan topik dalam tayangan iklan. Si
konsumen akan berkata dalam hati: itu gue banget.”
Sebagaimana dikutip dari buku” Kemunafikan dan Mitos: Dibalik
Kedigdayaan Industri Rokok”, Mardhiyah Chamim, 2007, yang diterbitkan
oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak; (bukti P-28)
20. Bahwa di Indonesia, industry rokok memiliki kebebasan yang luar biasa di
hampir semua jalur komunikasi untuk mengiklankan dan mempromosikan
produknya. Seperti yang disampaikan. PT. HM. Sampoerna dalam laporan
tahunan perusahaan pada tahun 1995:
“Industri Tembakau di Indonesia memiliki kebebasan yang hampir
mutlak untuk mengiklankan produk mereka dalam bentuk apapun dan
melalui hampir semua jalur komunikasi”.
21. Bahwa menurut Dr. Widyastuti Soerojo, siaran iklan dan promosi rokok
memang diarahkan untuk menjaring orang-orang muda yaitu anak-anak dan
remaja bukan orang tua atau kakek-kakek. Sebagaimana dikutip dari tulisan
Widyastuti Soerojo pada Majalah GATRA Edisi 4 Juni 2008 dengan judul
“Pemerintah Tutup Mata Pada Anak Korban Rokok”, Hal. 105; (bukti P-29)
22. Bahwa berbagai hasil riset juga menunjukkan kaitan langsung antara iklan,
promosi dan sponsor rokok dan perilaku awal merokok dikalangan anak dan
remaja, seperti:
1. Alexander et al, yang melakukan penelitian di Australia pada tahun 1983
menemukan bahwa sebagian besar remaja usia 10-12 tahun yang
menyukai iklan rokok akan menjadi perokok satu tahun kemudian;
2. Biener dan Siegel melakukan riset di Amerika pada tahun 2000
menemukan bahwa remaja berusia 12-15 Tahun yang menyebutkan iklan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
34
rokok sebagai salah satu iklan favoritnya hamper pasti menjadi perokok
empat tahun berikutnya;
3. Di Spanyol, penelitian yang dilakukan oleh Lopez at al pada tahun 2004
juga menemukan indikasi serupa bahwa remaja yang menyukai kegiatan-
kegiatan promosi rokok biasanya akan memulai merokok dalam dua tahun
berikutnya;
4. Departemen Kesehatan Amerika Serikat merilis hasil pemantauannya atas
bahaya merokok pada tahun 1989 dan menemukan bahwa iklan rokok
memang mendorong anak dan remaja mencoba-coba merokok. Dan
sebagian besar dari mereka kemudian menjadi perokok tetap. Iklan juga
berpengaruh signifikan pada para perokok: membuat mereka
meningkatkan konsumsi rokoknya dan mengurangi motivasinya untuk
berhenti. Bahkan iklan juga bias menggoda para mantan perokok untuk
kembali merokok;
5. Riset resmi pemerintah Amerika juga menemukan bahwa membebaskan/
membiarkan iklan rokok di semua media membuat masyarakat menerima
kebiasaan merokok sebagai hal yang baik dan biasa.
Sebagaimana dikutip dari buku” Pertarungan Untuk Masa Depan: Komisi
Nasional Perlindungan Anak melawan Iklan, Promosi dan Sponsor
Industri Rokok”, Komisi Nasional Perlindungan Anak , 2009, Hal. 7-8 (bukti
P-30)
23. Bahwa industri rokok dalam beberapa penelitiannya juga mengakui tentang
pentingnya remaja dalam bisnis mereka, seperti beberapa penelitian industri
rokok yang menyatakan:
“Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena
mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja..” (Laporan Peneliti
Myron E. Johnson ke Wakil Presiden Riset dan Pengembangan Phillip
Morris)
“Perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan
setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir. Perokok remaja adalah
satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak
merokok maka industri akan bangkrut sebagaimana sebuah
masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah..”
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
35
(Perokok Remaja: Strategi dan Peluang,” R.J Reynolds Tobacco
Company Memo Internal, 29 Februari 1984)
Sebagaimana dikutip dari buku” Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok:
Strategi Menggiring Anak Merokok”, Komisi Nasional Perlindungan Anak,
2007, Hal. 27. (bukti P-31)
24. Bahwa uraian diatas, membuktikan dalam kebenaran ilmiah serta kebenaran
secara yuridis-formil, iklan dan promosi rokok terbukti sebagai startegi
marketing industry rokok untuk mempengaruhi anak muda dan/atau remaja
agar menggunakan produk rokok dengan menyamarkan dampak penggunaan
rokok dalam materi iklannya melalui materi iklan yang dapat diterima oleh anak
muda dan/atau remaja;
25. Bahwa dengan demikian iklan dan promosi rokok adalah strategi marketing
industri rokok untuk menjual kesakitan dan kematian yang menyasar anak
muda dan remaja;
26. Bahwa dalam studi ilmiah diketahui bahwa larangan komprehensif iklan,
promosi dan sponsor rokok efektif dalam menurunkan konsumsi rokok. Dalam
upaya penurunan konsumsi rokok, larangan komprehensif iklan rokok memiliki
dampak yang lebih besar di negara-negara berkembang dibanding negara
maju.
27. Bahwa sebuah studi dari 22 negara maju menemukan larangan komprehensif
mengurangi konsumsi tembakau sebesar 6.3% sedangkan Studi dari 30
negara berkembang menemukan larangan komprehensif mengurangi
konsumsi sebesar 23.5%.
28. Bahwa berdasarkan catatan Badan Kesehatan Dunia (World Helath
Organization), terdapat 144 negara di Dunia yang melakukan pelarangan iklan
rokok dimedia siaran (WHO, 2013). Dan pada lingkup negara-negara anggota
ASEAN, kecuali Indonesia, negara-negara anggota ASEAN lainnya sudah
memberlakukan aturan pelarangan iklan rokok sebagai bentuk perlindungan
rakyatnya dari bahaya rokok.
29. Bahwa dengan demikian secara Global negara-negara didunia memahami
bahwa iklan rokok adalah sebuah masalah dan acaman bagi kondisi
kesehatan rakyat, sehingga melakukan kebiajkan pelarangan iklan dan
promosi rokok di negaranya.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
36
30. Bahwa mempromosikan rokok, melalui iklan niaga, yang sangat mudah
mempengaruhi anak-anak yang masih labil pemikirannya untuk menjadi
penghisap rokok, padahal rokok itu adalah zat adiktif yang berbahaya
bagi kesehatan bahkan bias memperpendek usia produktif dan usia
harapan hidup, bertentangan dengan kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 28B ayat (2) UUD
1945;
31. Bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan iklan
dan promosi rokok yang memang bertujuan untuk mempengaruhi anak-anak
dan remaja agar menggunakan produk rokok, padahal rokok itu adalah produk
adikitif, dimana penggunaannya berbahaya bagi kesehatan bahkan bias
memperpendek usia produktif dan haraan hidup anak. Hal ini adalah ancaman
terhadap hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Dan oleh
karenanya iklan dan promosi rokok sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers
bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28B ayat (2);
C. Dalil-dalil bahwa UU Penyiaran Pasal 46 ayat (3) huruf c dan UU Pers
Pasal 13 huruf c bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1), khususnya Hak
setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat;
1. Bahwa Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
2. Bahwa norma hak yang diatur pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 ini
diantaranya adalah hak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin serta hak
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat;
3. Hak asasi manusia yang menjadi turunan dan/atau bagian dari Hak Hidup,
salah satunya adalah Hak atas Kesehatan yang merupakan dasar dari
diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak
sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu
memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan
sendirinya akan berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan
menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
37
dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa memperoleh
pendidikan demi masa depannya. Singkatnya, seseorang tidak bisa menikmati
sepenuhnya kehidupan sebagai manusia, sebagaimana dikutip dan diunduh
dari http://referensi.elsam.or.id/2015/04/kesehatan-sebagai-hak-asasi-
manusia/). (bukti P-32)
4. Bahwa secara yuridis, rokok sebagai produk hasil olahan tembakau yang
bersifat adiktif adalah produk yang dapat mengganggu dan membahayakan
kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dimana
penggunaanya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian; (vide bukti P-21)
5. Bahwa dalam keadaan konkrit, hak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin serta
hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana
yang dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, secara yuridis konstitusional
haruslah juga dipahami dalam konteks hak-hak yang dapat mendukung
dan/atau membantu untuk setiap orang dapat mewujudkan kehidupan yang
sejahtera lahir dan bathin serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Sehingga setiap hal yang dapat membuat setiap orang terhambat
untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin serta
terhambat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
dapat disebut mengancam dan/atau bertentangan dengan Pasal 28H ayat
(1) UUD 1945;
6. Bahwa Pasal 46 Ayat (3) huruf C UU Penyiaran (vide bukti P-2), berbunyi
sebagai berikut:
“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-
nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.”
7. Bahwa Pasal 13 huruf c UU Pers (vide bukti P-3), berbunyi sebagai berikut:
“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
38
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dana tau
mengganggu kerukanan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.”
8. Bahwa ketentuan pada Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers diatas menjadi dasar dan justifikasi normatif keberadaan iklan
dan promosi rokok di media penyiaran dan media cetak, dan mengandung
norma bahwa iklan rokok dapat dilakukan di media penyiaran dan media cetak
sepanjang tidak menampilkan wujud rokok;
9. Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan diatas, rokok terbukti dan diakui
sebagai produk yang penggunaannya berbahaya bagi kesehatan dan
penggunaanya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian yang telah
terbuktikan baik dalam fakta empiris dan juga kebenaran ilmiah diantaranya
dengan dalil sebagai berikut:
a. Bahwa diseluruh dunia, tembakau adalah salah satu penyebab yang paling
penting untuk kecacatan, penderitaan dan kematian premature. Dibanyak
negara tembakau bahkan menjadi penyebab paling penting. lebih dari
4000 bahan kimia telah diidentifikasi dalam asap tembakau, banyak
diantaranya beracun, beberapa bersifat radioaktif. Lebih dari 40 diketahui
menyebabkan kanker. Sebagaimana dikutip dari buku terjemahan dalam
bahasa Indonesia, “Tembakau: Ancaman Global” yang ditulis oleh Jhon
Crofton dan David Simpson yang diterbitkan oleh Elex Media Cumputindo ,
Jakarta 2009, Hal. 9 - 10; (vide bukti P-22)
b. Bahwa dampak merokok terhadap kesehatan telah dibuktikan dan sangat
banyak didokumentasikan. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah menunjukkan
bahwa merokok menyebabkan kanker, mulai dari kanker mulut sampai
kanker kandung kemih, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit
pembuluh darah otak, bronkritis kronik, emfisema, asma, pneumonia, dan
penyakit saluran nafas lainnya. Konsumsi produk tembakau saat ini
merupakan penyebab kematian yang berkembang paling cepat di dunia
bersamaan dengan HIV/AIDS. Sebagaimana dikutip dari buku “Profil
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
39
Tembakau Indonesia”, yang diterbitkan oleh Tobacco Control Support
Center (TCSC) – IAKMI, 2007, Hal. 16; (vide bukti P-23)
c. Bahwa Fakta rokok berbahaya bagi kesehatan ini juga diakui oleh industri
rokok sendiri, David O’Reilly, scientific director, British American Tobacco
pada tahun 2014 menyatakan, “Selama hidupnya, setengah dari perokok
saat ini bisa meninggal secara prematur karena kebiasaan merokok”. Dr.
Pankaj Chaturvedi, ahli kanker di Mumbai’s Tata Memorial Hospital
menyatakan bahwa 80-90% kanker leher, kepala dan kerongkongan terkait
dengan konsumsi tembakau. Sebagaimana dikutip dari Buku “Tobacco
Atlas 2015”, Hal. 15; (vide bukti P-24)
d. Bahwa rokok sebagai produk olahan tembakau juga berkontribusi terhadap
banyak kematian didunia. Merokok merupakan penyebab dari 90% kanker
paru pada laki-laki dan 70% pada perempuan dengan angka kematian
lebih dari 85%. Merokok mengurangi separuh usia hidup penggunanya,
dan setengah dari kematian tersebut terjadi diantara usia 30 hingga 69
Tahun. Merokok memiliki kontribusi terhadap 12% kematian dewasa di
dunia. Sebagaimana dikutip dari buku “Profil Tembakau Indonesia”,
yang diterbitkan oleh Tobacco Control Support Center (TCSC) – IAKMI,
2007, Hal. 16 - 17; (vide bukti P-23)
e. Bahwa efek negatif konsumsi Tembakau terhadap kesehatan telah
menimbulkan banyak sekali korban jiwa. WHO menyebutkan bahwa di
tingkat global konsumsi tembakau sudah menyebabkan 100 juta kematian
di abad 20. Jumlah ini setara dengan korban Perang Dunia (PD) I dan II
jika dikombinasikan. Angka kematian ini bisa meningkat menjadi 1 miliar
kematian di abad 21 jika pola konsumsi tembakau yang ada sekarang
terus berlanjut. Sebagaimana dikutip dari Buku “Tobacco Atlas 2015”,
Hal. 13; (vide bukti P-24)
10. Bahwa oleh karenanya, keberadaan iklan rokok yang bertujuan
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan kepada
khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk
yang penggunaannya dalam jangka panjang dapat menimbulkan kesakitan
dan kematian, merupakan ancaman bagi hak atas kesehatan;
11. Bahwa karena rokok adalah produk yang bersifat adiktif yang menimbulkan
ketagihan dan ketergantungan, maka penggunanan rokok selain berdampak
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
40
terhadap kesehatan juga berdampak terhadap permasalahan social dan
ekonomi masyarakat dan permasalahan kesejahteraan masyarakat;
12. Bahwa pada rentang 10 tahun (2001 – 2011) prevalensi perokok dewasa
perempuan (>19 Tahun) di Indonesia meningkat tajam 346% yaitu dari 1,3%
pada Tahun 2001 meningkat menjadi 4,5% pada Tahun 2011. Sementara itu
prevalensi perokok dewasa laki-laki di Indonesia pada tahun 2011 merupakan
yang tertinggi di dunia yaitu sebesar 67,4 %; Sebagaimana dikutip dari Buku
“Atlas Tembakau Indonesia Edisi 2013” yang ditulis oleh Tobacco Control
Support Center (TCSC), Hal. 7; (bukti P-33)
13. Sementara itu, peningkatan tajam juga terjadi pada prevalensi perokok remaja
usia 14 – 19 tahun. Pada rentang waktu dari tahun 2001 sampai dengan tahun
2010 prevalensi perokok remaja meningkat 59% yaitu dari 12,7% pada tahun
2001 menjadi 20,3% pada Tahun 2010. Peningkatan paling tajam pada
prevalensi perokok remaja ini terjadi pada perokok remaja perempuan yang
meningkat hampir 5 kali lipat atau sebesar 450%, yaitu dari 0,2% pada Tahun
2001 menjadi 0,9% pada Tahun 2010. Sementara itu, pada data prevalensi
perokok remaja laki-laki juga terjadi peningkatan yaitu sebesar 24,2% pada
Tahun 2001 meningkat menjadi 38,4% pada tahun 2010;
14. Bahwa berdasarkan fakta data yang ada, terlihat jelas bahwa prevalensi
perokok pada semua tingkatan usia semakin tahun semakin meningkat. Dan
ini dapat menunjukkan korelasi bahwa meningkatnya jumlah perokok akan
sama dengan meningkatnya penjualan produk rokok yang berarti juga sama
dengan meningkatnya pengeluaran keuangan perokok untuk membeli rokok;
15. Bahwa sebesar 12% dari pendapatan rumah tangga termiskin yang ada
perokoknya (RT termiskin merokok) dihabiskan untuk membeli rokok. Proporsi
belanja bulanan untuk rokok pada keluarga miskin adalah kedua terbesar
setelah beras. Hal ini konsisten terjadi untuk periode 2003 – 2010. Di tahun
2010, pengeluaran total rumah tangga termiskin merokok sebesar Rp.
864.000,-,sementara untuk membeli rokok sebesar Rp.102.000,- (12%).
Pengeluaran untuk membeli rokok berada di urutan ke dua dibandingkn
dengan pengeluaran lainnya di rumah tangga miskin merokok. Dia
mengalahkan 23 Jenis pengeluaran lainnya seperti Pendidikan, pemenuhan
gizi dan kesehatan. Jika dibandingkan dengan rumah tangga terkaya,
presentase pengeluaran rumah tangga termiskin untuk membeli rokok jauh
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
41
lebih besar yaitu 12%, sementara di Rumah tangga terkaya hanyalah 7%. Hal
ini mengindikasikan bahwa rumah tangga termiskin lebih terjerat konsumsi
rokok dari pada rumah tangga kaya. Sebagaimana dikutip dari Buku “Peta
Jalan Pengendalian Produk Tembakau” yang ditulis oleh Aliansi
Pengendalian Tembakau Indonesia, Hal. 29; (bukti P-34)
16. Bahwa data proporsi pengeluaran rumah tangga untuk tembakau pada Tahun
2007 menunjukkan semakin miskin rumah tangga perokok , maka semakin
besar beban konsumsi rokoknya. Rumah Tangga perokok terkaya
menghabiskan 7% pendapatannya untuk rokok sementara Rumah Tangga
perokok termiskin menghabiskan 12% pendapatannya untuk rokok.
Sebagaimana dikutip dari Buku “Bunga Rampai Fakta Tembakau:
Permasalahan di Indonesia Tahun 2009” yang ditulis oleh Tobacco Control
Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI), Tahun 2010, Hal. 83; (bukti P-35)
17. Bahwa total biaya kesehatan yang dibelanjakan oleh rakyat Indonesia dalam
setahun untuk penyakit yang dikaitkan dengan tembakau berjumlah Rp. 15,4
Triliun untuk pelayanan rawat inap dan Rp. 1,3 Triliun untuk perawatan rawat
jalan;
18. Bahwa kerugian total penduduk Indonesia dalam setahun akibat konsumsi
produk-produk tembakau mencapai 338,75 Triliun, artinya lebih dari enam kali
pendapatan cukai rokok pemerintah yang hanya Rp. 53,9 Triliun;
Sebagaimana dikutip dari Buku “Bunga Rampai Fakta Tembakau:
Permasalahan di Indonesia Tahun 2009” yang ditulis oleh Tobacco Control
Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI), Tahun 2010, Hal. 22; (vide bukti P-35)
19. Bahwa dengan melihat redaksi Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan
Pasal 13 huruf c UU Pers di atas, promosi rokok yang dilarang adalah yang
memperagakan wujud rokok, sehingga sifat adiktif rokok seakan-akan hilang
karena promosinya tidak memperagakan wujud rokok. Padahal kebenaran
rokok adalah produk yang bersifat adiktif yang penggunannya membahayakan
kesehatan dan berdampak buruk terhadap perokonomian dan sosial
masyarakat, merupakan kebenaran faktual baik secara yuridis maupun secara
keilmuan, sehingga iklan dan promosi rokok adalah hal yang dapat
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
42
mengancam kesempatan setiap orang untuk dapat hidup sejahtera lahir dan
bathin serta hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat;
20. Bahwa dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan iklan dan
promosi rokok yang memang bertujuan untuk mempengaruhi orang agar
menggunakan produk rokok dimana merokok dapat mengganggu kesehatan
serta berdampak pada permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat, maka
dapat disimpulkan iklan dan promosi rokok ancaman dan dapat mengurangi
hak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin serta hak untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dan oleh karenanya iklan dan
promosi rokok sebagaimana yang diatur dalam Pasal 46 ayat (3) huruf c
UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers bertentangan dengan UUD
1945 Pasal 28H ayat (1);
D. Dalil-dalil bahwa UU Penyiaran Pasal 46 ayat (3) huruf c dan UU Pers
Pasal 13 huruf c bertentangan dengan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945;
1. Bahwa Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat”.
2. Bahwa Pasal Pasal 28H ayat (3) UUD 1945, memberikan jaminan hak kepada
setiap orang warga negara Indonesia untuk mendapatkan jaminan sosial
sebagai bagian dari hak asasi dan hak konstitusional setiap warga negara;
3. Bahwa penyelenggaraan system jaminan social ini dilakukan pemerintah
melaui Sistem jaminan jaminan social nasional yang salah satunya adalah
system jaminan kesehatan nasional;
4. Bahwa Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran (vide bukti P-2), berbunyi
sebagai berikut:
“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
43
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-
nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.”
5. Bahwa Pasal 13 huruf c UU Pers (vide bukti P-3), berbunyi sebagai berikut:
“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dana tau
mengganggu kerukanan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.”
6. Bahwa ketentuan pada Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers diatas menjadi dasar dan justifikasi normatif keberadaan iklan
dan promosi rokok di media penyiaran dan media cetak, dan mengandung
norma bahwa iklan rokok dapat dilakukan di media penyiaran dan media cetak
sepanjang tidak menampilkan wujud rokok;
7. Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan diatas, dengan melihat redaksi
Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers di atas,
promosi rokok yang dilarang adalah yang memperagakan wujud rokok,
sehingga sifat adiktif rokok seakan-akan hilang karena promosinya tidak
memperagakan wujud rokok. Padahal kebenaran rokok adalah produk yang
bersifat adiktif yang penggunannya membahayakan kesehatan dan berdampak
buruk terhadap perokonomian dan sosial masyarakat, merupakan kebenaran
faktual baik secara yuridis maupun secara keilmuan, sehingga iklan dan
promosi rokok adalah hal yang dapat mengancam kesempatan setiap orang
untuk dapat hidup sejahtera lahir dan bathin serta hak untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat;
8. Bahwa berdasarkan fakta data yang ada, terlihat jelas bahwa prevalensi
perokok pada semua tingkatan usia semakin tahun semakin meningkat. Pada
rentang 10 tahun (2001 – 2011) prevalensi perokok dewasa perempuan (>19
Tahun) di Indonesia meningkat tajam 346% yaitu dari 1,3% pada Tahun 2001
meningkat menjadi 4,5% pada tahun 2011. Sementara itu prevalensi perokok
dewasa laki-laki di Indonesia pada tahun 2011 merupakan yang tertinggi di
dunia yaitu sebesar 67,4 %. Sedangkan pada rentang waktu dari tahun 2001
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
44
sampai dengan tahun 2010 prevalensi perokok remaja meningkat 59% yaitu
dari 12,7% pada tahun 2001 menjadi 20,3% pada tahun 2010. Peningkatan
paling tajam pada prevalensi perokok remaja ini terjadi pada perokok remaja
perempuan yang meningkat hampir 5 kali lipat atau sebesar 450%, yaitu dari
0,2% pada Tahun 2001 menjadi 0,9% pada tahun 2010;
9. Bahwa total biaya kesehatan yang dibelanjakan dalam setahun untuk penyakit
yang dikaitkan dengan tembakau berjumlah Rp. 15,4 Triliun untuk pelayanan
rawat inap dan Rp. 1,3 Triliun untuk perawatan rawat jalan. Dan kerugian
dalam setahun akibat konsumsi produk-produk tembakau mencapai 338,75
Triliun, artinya lebih dari enam kali pendapatan cukai rokok pemerintah yang
hanya Rp. 53,9 Triliun; Sebagaimana dikutip dari Buku “Bunga Rampai Fakta
Tembakau: Permasalahan di Indonesia Tahun 2009” yang ditulis oleh
Tobacco Control Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia (IAKMI), Tahun 2010, Hal. 22; (vide bukti P-35)
10. Bahwa Ir Dodi Izwardi, MA, Direktur Gizi Masyarakat, Direktorat Kesehatan
Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, menyatakan bahwa paparan rokok
telah memicu banyak penyakit tidak menular (PTM). Anggaran Jaminan
Kesehatan Nasional yang didapat dari masyarakat melalui BPJS Kesehatan
bahkan terkuras 30 persennya hanya untuk membiayai penyakit yang
disebabkan oleh rokok. Ini cukup besar untuk membayar penyakit yang
diakibatkan oleh rokok.
Sebagaimana yang dikutip dari Berita dengan Judul “30 Persen Anggaran
BPJS Kesehatan untuk Penyakit Akibat Rokok” yang diunduh dari
https://lifestyle.okezone.com/read/2016/09/02/481/1479600/30-persen-
anggaran-bpjs-kesehatan-untuk-penyakit-akibat-rokok
11. Bahwa Menteri Kesehatan Periode 2012 - 2014 Nafsiah Mboi dalam satu
berita menyatakan:
Jika perilaku merokok tidak dihentikan, maka Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bisa bangkrut.
"Banyak dana yang harus dikeluarkan untuk pengobatan pasien
yang terserang penyakit akibat merokok. Ini bisa membangkrutkan
BPJS.
Dasar 2013, ditemukan fakta bahwa 18% anak remaja berusia 15-19
tahun sudah menjadi perokok.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
45
"Kekhawatiran saya tidak akan terjadi kalau perokok menghentikan
kebiasaan itu. Kan penyakit yang dipicu rokok sebenarnya bisa
dicegah," katanya.
Menurut Mboi, saat ini Indonesia menjadi negara dengan jumlah
perokok terbesar di dunia. "Kalau tidak dilakukan upaya pencegahan
bukan tidak mungkin saat usia 30 sudah kena stroke, saat usia 40
tahun gigi rontok," katanya.
Sebagaimana yang dikutip dari Berita dengan Judul “Menkes: Perokok Bisa
Bikin Bangkrut BPJS” yang diunduh dari http://nasional.kontan.co.id/news/
menkes-perokok-bisa-bikin-bangkrut-bpjs
12. Bahwa rokok juga menjadi faktor pemberat terhadap kemiskinan, hal ini
dikarenakan rokok sebagai produk yang bersifat adiktif membuat banyak
orang sulit lepas dari jeratannya dan berdampak pada pengeluaran keuangan
keluarga dimana belanja rokok kalahkan kebutuhan gizi. Sebagaimana yang
dikutip dari Headline Harian Kompas dengan Judul “Rokok Perparah
Kemisikinan”, Selasa 7 Maret 2017; (bukti P-36)
13. Bahwa rokok termasuk komoditi yang memberi sumbangan besar terhadap
garis kemiskinan, dimana masyarakat miskin baik di perkotaan maupun di
desa menghabiskan uangnya untuk membeli rokok terbesar kedua setelah
membeli beras. Sebagaimana yang dikutip dari Berita Resmi Statistik Nomor
66/07/Th. XIX, 18 Juli 2016 berjudul “Profil Kemiskinan DI Indonesia Maret
2016” yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia; (bukti
P-37)
14. Bahwa berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan iklan
dan promosi rokok yang memang bertujuan untuk mempengaruhi orang agar
menggunakan produk rokok dimana merokok dapat memperparah kemiskinan
dana tau sebagai faktor pemberat kemiskinan serta mengancam system
System Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Padahal BPJS adalah instrumen yang
dibuat negara untuk memenuhi hak konstitusional warga negara sebagaimana
yang diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (3) UUD 1945. Dan oleh karenanya
iklan dan promosi rokok sebagaimana yang diatur dalam Pasal 46 ayat
(3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers bertentangan
dengan UUD 1945 Pasal 28H ayat (3);
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
46
E. Dalil-dalil bahwa UU Penyiaran Pasal 46 ayat (3) huruf c dan UU Pers
Pasal 13 huruf c bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945;
1. Bahwa Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut:
(1) “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah”.
2. Bahwa Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 memberikan jaminan perlindungan,
pemajuan, penegakkan dan pemenuhan penegakkan hak asasi manusia
sebagai hak konstitusional rakyat dengan memberikan tanggung jawab kepada
negara, terutama pemerintah dan pelaksanaan hak asasi manusia;
3. Bahwa penyelenggaraan negara adalah manifestasi keinginan untuk
melindungi kemanusiaan dan hak asasi manusia. Negara memperoleh
kekuasaan dari warga negara sebagai pemegang kedaulatan semata-mata
untuk memenuhi dan melindungi hak asasi warga negara;
4. Bahwa Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, SH., dalam bukunya yang berjudul
“Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia” (2006) menyatakan bahwa
“… jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat
penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok
dianutnya Negara Hukum di suatu Negara.”
5. Bahwa salah hak dasar manusia yang dijamin oleh UUD 1945 (konstitusi
Indonesia) adalah hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan yang
merupakan hak yang tidak dapat dkurangi dalam keadaan apapun
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945;
6. Bahwa United Nations Human Rights Committee dalam CCPR General
Comment No.6: Article 6, Right ti Life (30 April 1982), menegaskan bahwa
hak untuk hidup (the right to life) adalah supreme rights yang
pengurangan kewajiban (derogation) terhadapnya tidak diijinkan, dalam
keadaan darurat sekalipun.
7. Bahwa terkait dengan Hak Untuk Hidup yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1)
UUD 1945, Mahkamah Konstitusi juga telah membahasnya dalam Putusan
Nomor 019-020/PUU-III/2005 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri. Mahakamah Konstitusi dengan suara bulat berpendapat bahwa
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
47
hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang sangat penting, sebagaimana
yang tertulis pada Halaman 106 putusan ini, sebagai berikut:
“Mahkamah berpendapat bahwa hak asasi manusia mengakui hak-hak
yang penting bagi kehidupan manusia. Dapat dikatakan bahwa diantara
hak asasi yang lain, hak untuk hidup, hak untuk mempertahankan
hidup dan kehidupan merupakan hak yang sangat penting.
Demikian pentingnya hak untuk hidup dimaksud, sehingga Pasal
28I ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak untuk hidup sebagai salah
satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
8. Bahwa dengan demikian berdasarkan jaminan konstitusional yang diatur
dalam Pasal 28A juncto Pasal 28I ayat (1) juncto Pasal 28I ayat (4) UUD
1945, upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak hidup
dan mempertahankan hidup adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah dan dalam upaya pemenuhannya, hak ini tidak boleh dikurangi
dalam keadaan apapun;
9. Bahwa Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran (vide bukti P-2), berbunyi
sebagai berikut:
“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-
nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.”
10. Bahwa Pasal 13 huruf c UU Pers (vide bukti P-3), berbunyi sebagai berikut:
“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dana tau
mengganggu kerukanan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
48
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.”
11. Bahwa ketentuan pada Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
Huruf C UU Pers di atas menjadi dasar dan justifikasi normatif keberadaan
iklan dan promosi rokok di media penyiaran dan media cetak, dan
mengandung norma bahwa iklan rokok dapat dilakukan di media penyiaran
dan media cetak sepanjang tidak menampilkan wujud rokok;
12. Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan diatas, lebih dari 70.000 artikel
ilmiah menunjukkan bahwa merokok menyebabkan kanker, mulai dari kanker
mulut sampai kanker kandung kemih, penyakit jantung dan pembuluh darah,
penyakit pembuluh darah otak, bronkritis kronik, emfisema, asma, pneumonia,
dan penyakit saluran nafas lainnya. Konsumsi produk tembakau saat ini
merupakan penyebab kematian yang berkembang paling cepat di dunia
bersamaan dengan HIV/AIDS dan merokok merupakan penyebab kematian
yang utama terhadap 7 dari 8 penyebab kematian terbesar di dunia;
13. Bahwa berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, secara yuridis
formil diakui bahwa iklan dan promosi rokok adalah bagian dari iklan niaga
yang bertujuan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau
mempromosikan rokok kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi
konsumen agar menggunakan produk rokok yang ditawarkan, padahal rokok
adalah produk yang penggunaannya menimbulkan kesakitan dan kematian;
14. Bahwa hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada manusia
karena terlahir sebagai manusia. Hak-hak tersebut diperoleh bukan pemberian
orang lain ataupun negara, tetapi karena kelahirannya sebagai manusia.
Karena HAM merupakan hak yang diperoleh saat kelahirannya sebagai
manusia, maka HAM meliputi hak-hak yang paling dasar atau yang paling
asasi. Dan jika tidak dihormati, dilindungi dan dipenuhi maka martabat (dignity)
orang sebagai manusia berkurang;
15. Bahwa kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan.
Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional.
Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya
yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang
haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang
layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta
mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
49
depannya. Singkatnya, seseorang tidak bisa menikmati sepenuhnya
kehidupan sebagai manusia. Sebagaimana dikutip dan unduh dari
http://referensi.elsam.or.id/2015/04/kesehatan-sebagai-hak-asasi-manusia/;
(vide bukti P-32)
16. Bahwa dalam konsepsi hak asasi manusia, hak atas kesehatan adalah
merupakan bagian dari hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya;
17. Bahwa Rekomendasi ECOSOC E/C.12/IDN/CO/1 khusus untuk Indonesia
tertanggal 14 Juni 2014 Bab C tentang Principal subject of concern and
recommendations tentang mental health no. 34 b) yang bersifat legally
binding merekomendasikan Indonesia untuk membuat kebijakan pelarangan
iklan, promosi dan sponsor rokok secara komperehensif atau keseluruhan.
Yang secara jelasnya rekomendasi mengatakan:
“Enact anti-tobacco legislation which prohibits indoor smoking in
public buildings and in the workplace and enforces a
comprehensive ban on tobacco advertising, promotion and
sponsorship”
18. Bahwa keberadaan iklan dan promosi rokok telah menyebabkan Perlindungan
Hak atas Kesehatan tidak dapat berjalan maksimal (Komentar Umum
EKOSOB No.14 Paragraf 15).
19. Bahwa dengan demikian, berdasarkan fakta-fakta ini, keberadaan iklan rokok
patut disebut bertentangan dengan HAM. Karena iklan rokok adalah upaya
industri untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang dapat
mengganggu kesahatan dan menyebabkan kematian sedangkan kesehatan
adalah HAM yang paling dasar yang dimiliki manusia.
20. Bahwa, keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers telah menjadi dasar dan justifikasi normative yuridis
keberadaan iklan dan promosi rokok di media penyiaran dan media cetak.
Padahal keberadaan iklan dan promosi rokok bertentangan dan HAM karena
dapat mengganggu kesahatan dan menyebabkan kematian sedangkan
kesehatan adalah HAM yang paling dasar yang dimiliki manusia;
21. Bahwa berdasarkan uraian dan fakta di atas, dengan demikian keberadaan
iklan dan promosi rokok sebagaimana yang diatur dalam Pasal 46 ayat
(3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers telah membuat
negara terutama pemerintah tidak dapat melakukan fungsinya untuk
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
50
melakukan Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia, dan oleh karenanya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28I
ayat (4).
F. ROKOK PRODUK LEGAL TAPI BUKAN PRODUK NORMAL
1. Bahwa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan selanjutnya
disebut “UU Kesehatan” (bukti P-38), pada Pasal 113, pada pokoknya
menyatakan bahwa tembakau, produk yang mengandung tembakau,
padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat
menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
2. Bahwa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang CUKAI yang selanjutnya
disebut “UU Cukai” (bukti P-39) pada Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa:
“barang-barang yang dikenai cukai memiliki sifat atau karakteristik:
a) konsumsinya perlu dikendalikan;
b) peredarannya perlu diawasi;
c) pemakaiannya berdampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup; dan
d) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara untuk keadilan
dan keseimbangan”.
3. Bahwa Rokok adalah salah satu barang yang dicukai, sehingga berdasarkan
UU Cukai ini rokok adalah produk yang konsumsinya perlu dikendalikan,
peredarannya perlu diawasi dan pemakaiannya berdampak negatif bagi
masyarakat atau lingkungan hidup.
4. Bahwa karena rokok sebagai produk olahan tembakau adalah produk yang
bersifat adiktif dan pemakaiannya berdampak negative bagi masyarakat dan
lingkungan, maka dilakukan upaya atau cara untuk membatasi perderan dan
penggunaannya, yang salah satunya adalah melalui instrument Cukai.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b
UU Cukai (vide bukti P-39), yaitu:
“Penetapan tarif paling tinggi 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen)
dari harga jual pabrik atau 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga
jual eceran didasarkan atas pertimbangan bahwa apabila barang
kena cukai yang karena sifat atau karakteristiknya berdampak
negatif bagi kesehatan ingin dibatasi secara ketat peradaran dan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
51
pemakaiannya maka cara membatasinya adalah melalui instrument
tarif sehingga barang kena cukai dimaksud dapat dikenai tarif cukai
paling tinggi.”
5. Dengan demikian, ketentuan yang mengatur pemberian pita cukai pada
produk rokok sebagaimana yang diatur dalam UU Cukai, baik
berdasarkan original intent (maksud awal) maupun berdasarkan original
meaning (makna awal) bukanlah mengandung makna yang memberikan
justifikasi legalitas pada produk rokok. Tetapi pemberian pita cukai dan
penerapan cukai serta tingginya nilai cukai yang diberikan terhadap
rokok sebagai produk hasil tembakau ditujukan dengan maksud
membatasi secara ketat konsumsi dan peredaran rokok, karena sifat atau
karekteristik produknya berdampak negatif bagi kesehatan.
6. Bahwa dapat juga dimaknai, bahwa pemberian pita cukai hanya diberikan
kepada produk-produk yang pemakaiannya berdampak negatif bagi
masyarakat atau lingkungan hidup sehingga konsumsinya perlu dikendalikan
dan peredarannya perlu diawasi. Hal ini terbukti bahwa banyak produk
konsumen legal lainnya yang tidak dikenai cukai. Sehingga walaupun rokok
dianggap sebagai produk legal karena sampai saat ini tidak ada
peraturan perundang-undangan yang menempatkan rokok sebagai
produk yang dilarang, tetapi secara yuridis formil rokok ditempatkan
sebagai bukan barang konsumen normal yang peredaran dan
konsumsinya bisa disamakan dengan produk konsumen lainnya, karena
rokok dikenai pita cukai.
G. TIDAK SEMUA PRODUK KONSUMEN LEGAL BOLEH BERIKLAN
1. Bahwa dalam melakukan pengenalan dan pemasaran produknya, tidak
semua industri yang melakukan usaha secara legal di Indonesia memiliki hak
yang sama. Negara dan pemerintah memiliki kewenangan dan dapat
mengambil langkah untuk membatasi hak-hak yang dimiliki industry yang
legal sekali pun untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.
2. Atas dasar berbagai alasan seperti melindungi kesehatan masyarakat dari
produk berbahaya, mendorong program pemerintah, melindungi kepentingan
public, dampak penggunaan sebuah produk dan lain sebagainya, pemerintah
memberikan perlakukan khusus terhadap beberapa produk legal dengan
mengatur peredarannya dan melaran iklan dan promosi produk tersebut,
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
52
seperti yang terjadi pada pelarangan iklan terhadap alkohol, susu
formula serta obat-obatan khusus yang hanya bisa dikonsumsi dengan
resep dokter. Pelarangan ini merupakan bagian dari tanggung jawab
negara dan pemerintah dalam melindungi masyarakatnya bukan
tindakan diskriminasi terhadap produk tersebut yang secara formil
yuridis diakui sebagai produk legal;
3. Bahwa produk yang mengandung Alkohol yang merupakan produk legal dan
juga diproduksi oleh industry yang legal, berdasarkan beberapa peraturan
perundang-undangan, dilarang untuk diiklankan. Seperti yang diatur dalam
beberapa peraturan, diantaranya:
1) Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran (vide bukti P-2), menyatakan:
“Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a. promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi,
pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau
merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau
kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-
nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.”
2) Pasal 13 UU Pers (vide bukti P-3), menyatakan:
“Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dana tau
mengganggu kerukanan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dana tau penggunaan rokok.”
3) Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan (bukti P-40) selanjutnya disebut PP Label dan Iklan
Pangan, yang menyatakan :
(1) “Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol
dalam media massa apapun;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
53
(2) Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
minuman berkadar etanol (C2H5OH) lebih dari atau sama dengan
1% (satu per seratus).”
4. Bahwa UU Cukai pada Pasal 4 dan Penjelasannya pada pokoknya
menyatakan bahwa zat berbahaya yang perlu diatur peredarannya selain
alkohol, produk yang mengandung etil alkohol, juga tembakau dan produk
tembakau. Dengan demikian dalam hal iklan dan promosi, seharusnya
perlakuan terhadap rokok sebagai produk tembakau disamakan dengan
produk alkohol, yaitu dilarangan untuk beriklan dan melakukan promosi;
5. Bahwa Pemerintah juga mengatur pelarangan iklan Susu Formula di media
massa untuk mendukung kepentingan program pemberian ASI Eksklusif,
seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (bukti P-41) selanjutnya disebut PP Asi
Eksklusif pada Pasal 19, yang menyatakan:
Produsen atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi
lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat program
pemberian ASI Eksklusif berupa:
a. pemberian contoh produk Susu Formula Bayi dan/atau produk bayi
lainnya secara cuma-cuma atau bentuk apapun kepada
penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Kesehatan,
ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan;
b. penawaran atau penjualan langsung Susu Formula Bayi ke rumah-
rumah;
c. pemberian potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam
bentuk apapun atas pembelian Susu Formula Bayi sebagai daya
tarik dari penjual;
d. penggunaan Tenaga Kesehatan untuk memberikan informasi
tentang Susu Formula Bayi kepada masyarakat; dan/atau e.
Pengiklanan;
e. pengiklanan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media
massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang.
6. Bahwa dalam hal bahaya atas penggunaan produknya, maka produk
tembakau jauh lebih berbahaya daripada susu formula;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
54
7. Bahwa dalam hal pembatasan peredaran produk legal, Pemerintah juga
melakukan pelarangan iklan terhadap obat keras, psikotropika dan narkotika
begitu pula susu formula dan zat adiktif dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1787 tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Layanan Kesehatan
(bukti P-42) selanjutnya disebut Permenkes Iklan dan Publikasi Layanan
Kesehatan, pada Pasal 5 yang menyatakan:
Iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan
apabila bersifat:
a. menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk seperti
merendahkan kehormatan dan derajat profesi tenaga kesehatan;
b. memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu,
bersifat menipu dan menyesatkan;
c. memuat informasi yang menyiratkan bahwa fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut dapat memperoleh keuntungan dari pelayanan
kesehatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya atau menciptakan pengharapan yang tidak tepat
dari pelayanan kesehatan yang diberikan;
d. membandingkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut dengan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, atau mencela mutu pelayanan kesehatan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya;
e. memuji diri secara berlebihan, termasuk pernyataan yang bersifat
superlatif dan menyiratkan kata “satu-satunya” atau yang bermakna
sama mengenai keunggulan, keunikan atau kecanggihan sehingga
cenderung bersifat menyesatkan;
f. memublikasikan metode, obat, alat dan/atau teknologi pelayanan
kesehatan baru atau non-konvensional yang belum diterima oleh
masyarakat kedokteran dan/atau kesehatan karena manfaat dan
keamanannya sesuai ketentuan masing-masing masih diragukan
atau belum terbukti;
g. mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara
Indonesia;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
55
h. mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga
kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak
memiliki izin;
i. mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang
tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan
keamanan;
j. mengiklankan susu formula dan zat adiktif;
k. mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali
dalam majalah atau forum ilmiah kedokteran;
l. memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat
mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut;
m. mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk
pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan
kesehatan dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level
marketing;
n. memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media
massa; dan
o. menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang
kesehatan.
8. Bahwa fakta-fakta yuridis diatas menunjukkan bahwa pelarangan iklan dan
promosi sudah banyak dilakukan kepada produk-produk legal, sebagai
salah satu bentuk perlindungan kesehatan masyarakat dan mewujudkan
program kesehatan yang maksimal. Dengan demikian, tidak semua produk
legal adalah produk yang normal dan memiliki hak yang sama dengan produk
legal lainnya.
V. PETITUM
Berdasarkan alasana-alasan tersebut di atas, para Pemohon memohon
kepada majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia agar sudi kiranya
berkenan memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan a quo dengan
amar putusan yang berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;-----------------------
2. Menyatakan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran yang berbunyi
“promosi rokok yang memperagakan wujud rokok” bertentangan dengan
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
56
Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan (3) dan Pasal 28I
ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945 serta dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat;------------------------------------------------------------------
3. Menyatakan Pasal 13 huruf c UU Pers yang berbunyi “peragaan wujud
rokok dan atau penggunaan rokok” bertentangan dengan Pasal 28A,
Pasal 28B ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 28I ayat (1)
dan ayat (4) UUD 1945 serta dinyatakan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat;--------------------------------------------------------------------------------
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan ini
diucapkan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; -----
Apabila Majelis Hakim Berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono).
[2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalilnya, para Pemohon telah
mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan
bukti P-42 sebagai berikut:
1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;
2. Bukti P-2 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentangPenyiaran;
3. Bukti P-3 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentangPers;
4. Bukti P-4 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahanatas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi;
5. Bukti P-5 : Fotokopi Akta Notaris Pemuda Muhammadiyah;
6. Bukti P-6 : Fotokopi SK Penetapan/Pengangkatan Ketua UmumPengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah;
7. Bukti P-7 : Fotokopi Anggaran Dasar Pemuda Muhammadiyah HasilKeputusan Tanwir I Pemuda MUhammadiyah Tahun 2016;
8. Bukti P-8 Fotokopi Akta Notaris Nasyiatul Aissyiyah;
9. Bukti P-9 : Fotokopi SK Penetapan/Pengangkatan Ketua UmumPengurus Pusat Nasyiatul Aissyiyah;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
57
10. Bukti P-10 : Fotokopi Anggaran Dasar Organisasi Nasyiatul Aissyiyah;
11. Bukti P-11 : Fotokopi Akta Notaris Ikatan Pelajar Muhammadiyah;
12. Bukti P-12 : Fotokopi SK Penetapan/Pengangkatan Ketua UmumPengurus Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah;
13. Bukti P-13 : Fotokopi Anggaran Dasar Ikatan Pelajar Muhammadiyah;
14. Bukti P-14 : Fotokopi Akta Notaris Indonesian Institute for SocialDevelopment;
15. Bukti P-15 : Fotokopi Surat Kuasa dari dari Ketua Badan PengurusYayasan Lembaga Pemberdayaan Sosial kepada Dr.Sudibyo Markus;
16. Bukti P-16 : Fotokopi SK Kepengurusan Yayasan LembagaPemberdayaan Sosial;
17. Bukti P-17 : Fotokopi Hal. 77 -78 Buku “Hukum Acara MahkamahKonstitusi Republik Indonesia” yang ditulis oleh MaruararSiahaan yang diterbitkan oleh Penerbit Sinar Grafika, Tahun2011;
18. Bukti P-18 : Fotokopi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 019-020/PUU-III/2005 tentang pengujian Undang-Undang Nomor39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan PerlindunganTenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;
19. Bukti P-19 : Fotokopi D . Nutt, L . King, W . Saulsbury, C . Blakemore(2007). Development of a rational scale to assess theharm of drugs of potential misuse. The Lancet, 369, 1047– 1053;
20. Bukti P-20 : Fotokopi Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, Pasal 1ayat (21);
21. Bukti P-21 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat AdiktifBerupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, Pasal 2;
22. Bukti P-22 : Fotokopi Hal. 9-10 Buku “Tembakau: Ancaman Global” yangditulis oleh Jhon Crofton dan David Simpson yang diterbitkanoleh Elex Media Cumputindo , Jakarta 2009;
23. Bukti P-23 : Fotokopi Hal 16 Buku Profil Tembakau Indonesia;
24. Bukti P-24 : Fotokopi Hal. 15 Buku “Tobacco Atlas 2015”;
25. Bukti P-25 : Fotokopi Hal. 13 dan Hal. 37 Buku “Fakta Tembakau 2014”;
26. Bukti P-26 : Fotokopi Framework Convention on Tobacco Control;
27. Bukti P-27 : Fotokopi Hal.1 Buku “Report on The Global Tobacco
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
58
Epidemic, “M-Power Package”, yang diterbitkan oleh WorldHealth Organization (WHO), 2008;
28. Bukti P-28 : Fotokopi Hal. 33 Buku ” Kemunafikan dan Mitos: DibalikKedigdayaan Industri Rokok”, Mardhiyah Chamim, 2007;
29. Bukti P-29 : Fotokopi pada Majalah GATRA Edisi 4 Juni 2008 Hal. 105,artikel yang ditulis Widyastuti Soerojo dengan judul“Pemerintah Tutup Mata Pada Anak Korban Rokok”;
30. Bukti P-30 : Fotokopi Hal. 7-8 Buku” Pertarungan Untuk Masa Depan:Komisi Nasional Perlindungan Anak melawan Iklan,Promosi dan Sponsor Industri Rokok”, yang diterbitkanKomisi Nasional Perlindungan Anak , 2009;
31. Bukti P-31 : Fotokopi Hal. 27 buku” Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok:Strategi Menggiring Anak Merokok”, yang diterbitkanKomisi Nasional Perlindungan Anak, 2007;
32. Bukti P-32 : Fotokopi Makalah Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia,diunduh dari http://referensi.elsam.or.id/2015/04/kesehatan-sebagai-hak-asasi-manusia/;
33. Bukti P-33 : Fotokopi Hal. 7 Buku Atlas Tembakau Indonesia Edisi2013;
34. Bukti P-34 : Fotokopi Hal. 29 Buku Peta Jalan Pengendalian ProdukTembakau;
35. Bukti P-35 : Fotokopi Hal. 83 Buku Bunga Rampai Fakta Tembakau:Permasalahan di Indonesia Tahun 2009;
36. Bukti P-36 : Fotokopi Headline Harian Kompas Selasa, 7 Maret 2017dengan Judul “Rokok Perparah Kemisikinan”;
37. Bukti P-37 : Fotokopi Printout Berita Resmi Statistik Nomor 66/07/Th.XIX, 18 Juli 2016 berjudul “Profil Kemiskinan DI IndonesiaMaret 2016”;
38. Bukti P-38 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan;
39. Bukti P-39 : Fotokopi Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995tentang CUKAI;
40. Bukti P-40 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999tentang Label dan Iklan Pangan;
41. Bukti P-41 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
42. Bukti P-42 : Fotokopi Akta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi Layanan Kesehatan;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
59
[2.3] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,
segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam Berita Acara
Persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
putusan ini.
3. PERTIMBANGAN HUKUM
Kewenangan Mahkamah
[3.1] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945),
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226,
selanjutnya disebut UU MK), dan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5076), Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap UUD 1945;
[3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon adalah
pengujian konstitusionalitas Undang-Undang, in casu Pasal 46 ayat (3) huruf c
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4252, selanjutnya disebut UU Penyiaran) dan Pasal 13
huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3887, selanjutnya disebut UU Pers) terhadap UUD
1945 maka Mahkamah berwenang mengadili permohonan para Pemohon;
Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon
[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta
Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
60
terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu
Undang-Undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik atau privat;
d. lembaga negara;
Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap
UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) UU MK;
b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD
1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan
pengujian;
[3.4] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007, serta putusan-
putusan selanjutnya berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus
memenuhi lima syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau
setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud
dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
61
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian sebagaimana tersebut pada
paragraf [3.3] dan paragraf [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah akan
mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon
sebagai berikut: 1. Bahwa para Pemohon merupakan badan hukum publik;
2. Bahwa Pemohon I mendalilkan keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU
Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers dapat mengurangi dan/atau
menghambat kepentingan konstitusionalnya untuk melakukan usaha-usaha
meningkatkan kualitas dan sumber daya anggota organisasinya yang
merupakan generasi muda yang menjadi korban dan sasaran iklan dan
promosi rokok;
3. Bahwa Pemohon II mendalilkan keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU
Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers dapat mengurangi dan/atau
menghambat kepentingan konstitusionalnya untuk melakukan usaha-usaha
meningkatkan kualitas dan sumber daya anggota organisasinya yang
merupakan generasi perempuan usia muda;
4. Bahwa Pemohon III mendalilkan keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU
Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers telah merugikan hak dan kepentingan
konstitusionalnya karena anak, remaja, dan pelajar yang menjadi anggota
organisasinya menjadi tidak terlindungi hak-hak konstitusionalnya untuk hidup,
tumbuh dan berkembang dengan adanya peraturan perundang-undangan
(regulasi) yang masih membolehkan iklan dan promosi rokok yang merupakan
produk yang mengancam kesehatan yang baik secara kebenaran ilmiah,
hukum, dan empiris memang ditujukan dan/atau menyasar anak-anak, remaja,
dan pelajar;
5. Bahwa Pemohon IV mendalilkan keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU
Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers telah merugikan hak dan kepentingan
konstitusionalnya karena dalam melakukan usaha-usaha meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat melalui peningkatan derajat kesehatan
masyarakat kelompok rentan dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin
menjadi terhambat dikarenakan adanya iklan rokok;
6. Bahwa dengan demikian para Pemohon sebagai organisasi-organisasi yang
peduli terhadap segala kebijakan yang berkaitan dengan hasil tembakau,
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
62
termasuk rokok sehingga mendorong lahirnya kebijakan yang melarang iklan
rokok dan promosi produk tembakau dirugikan hak konstitusionalnya dengan
keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU
Pers.
[3.6] Menimbang bahwa berdasarkan uraian dalam paragraf [3.3] dan
paragraf [3.4] dihubungkan dengan dalil permohonan para Pemohon di atas dalam
paragraf [3.5], menurut Mahkamah, para Pemohon telah menjelaskan
kualifikasinya sebagai badan hukum publik [bukti P-5 dan bukti P-6, bukti P-8 dan
bukti P-9, bukti P-11 dan bukti P-12, dan bukti P-14, bukti P-15, dan bukti P-16],
yang menjalankan kegiatan atau program untuk kepentingan umum dan advokasi
kepentingan publik [bukti P-7, bukti P-10, bukti P-13, dan bukti P-14], yang
menganggap hak konstitusionalnya dalam memajukan diri dan memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
sebagaimana dilindungi Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 telah terlanggar oleh
berlakunya norma Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c
UU Pers. Terlepas dari benar atau tidaknya dalil para Pemohon mengenai
inkonstitusionalitasnya norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian dalam
permohonan a quo, telah terang bagi Mahkamah bahwa para Pemohon telah
menjelaskan secara spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensial mengenai
kerugian hak konstitusionalnya, yang secara kausalitas disebabkan oleh
berlakunya Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers.
Kerugian konstitusional tersebut memiliki kemungkinan tidak akan atau tidak lagi
terjadi jika Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon. Dengan
demikian, menurut Mahkamah para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal
standing) untuk mengajukan permohonan a quo;
[3.7] Menimbang bahwa karena Mahkamah berwenang mengadili
permohonan a quo dan para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk
mengajukan permohonan a quo maka selanjutnya Mahkamah mempertimbangkan
pokok permohonan.
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
63
Pokok Permohonan
[3.8] Menimbang bahwa para Pemohon mendalilkan Pasal 46 ayat (3) huruf c
UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers yang masing-masing menyatakan
sebagai berikut:
Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran
... (3) Siaran iklan niaga dilarang melakukan: a. ... b. ... c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok; ...
Pasal 13 huruf c UU Pers Perusahaan pers dilarang memuat iklan: a. ... ... c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat
(3), dan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945, dengan alasan-alasan yang
pada pokoknya sebagai berikut:
1) Bahwa kebenaran rokok sebagai produk olahan daun tembakau sebagai
produk yang bersifat dan/atau mengandung zat adiktif adalah kebenaran ilmiah
sekaligus kebenaran yuridis-formil sebagaimana dikuatkan oleh Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-VIII/2010. Oleh karenanya rokok
sebagai produk yang bersifat adiktif berbahaya bagi kesehatan dan
penggunaannya dalam jangka panjang dapat menimbulkan kesakitan dan
kematian, merupakan kebenaran faktual yang sudah diketahui kebenarannya
dan tidak perlu dibuktikan lagi (notoire feiten);
2) Bahwa iklan dan promosi rokok sebagaimana diatur dalam undang-undang
a quo bertentangan dengan hak untuk hidup serta hak mempertahankan hidup
dan kehidupan; hak anak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang; hak
untuk hidup sejahtera lahir dan batin, hak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan diri secara utuh, dan hak hidup merupakan
hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, yang masing-masing
hak tersebut dijamin dan dilindungi dalam Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal
28H ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945;
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
64
3) Bahwa menurut para Pemohon tidak semua industri yang melakukan usaha
legal di Indonesia memiliki hak yang sama untuk melakukan pengenalan dan
pemasaran produknya. Negara memiliki kewenangan dan dapat mengambil
langkah legislasi untuk membatasi hak-hak yang dimiliki industri legal dalam
mengenalkan dan memasarkan produknya untuk menjaga kepentingan bangsa
yang lebih besar. Salah satunya dengan melakukan pelarangan iklan terhadap
zat adiktif, di mana rokok adalah salah satunya;
4) Berdasarkan seluruh argumentasi di atas, para Pemohon memohon agar
Mahkamah menyatakan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13
huruf c UU Pers dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28B ayat
(2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) UUD
1945.
[3.9] Menimbang bahwa setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama
permohonan a quo dan bukti surat/tulisan yang diajukan para Pemohon,
Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
[3.9.1] Bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, dengan
berlandaskan pada Pasal 54 UU MK, oleh karena permohonan a quo telah jelas,
maka Mahkamah berpendapat tidak terdapat urgensi untuk mendengarkan
keterangan pihak-pihak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 UU MK.
[3.9.2] Bahwa dari uraian pokok permohonan yang disampaikan, para
Pemohon sesungguhnya menghendaki atau mengharapkan agar pembentuk
undang-undang menerbitkan regulasi atau melalui undang-undang a quo
melakukan pembatasan terhadap kebebasan industri yang ada dalam
memperkenalkan atau memasarkan produknya. Pelaku industri tidak boleh diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengiklankan dan mempromosikan produknya
menurut cara-cara yang mereka kehendaki sendiri, melainkan harus dikontrol.
Dalam rangka melakukan kontrol, pembentuk undang-undang harus mengambil
langkah-langkah pembatasan untuk tujuan agar hak-hak konstitusional warga
negara untuk hidup sehat, berkembang dan sejahtera lahir dan batin dapat
dilindungi;
Bahwa terkait dengan keinginan para Pemohon agar pembentuk undang-
undang menerbitkan regulasi guna membatasi upaya memperkenalkan atau
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
65
memasarkan produk rokok, perlu dikutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
6/PUU-VII/2009 bertanggal 10 September 2009 pada bagian konklusi paragraf
[4.3] menyatakan, “Bahwa rokok masih dipandang sebagai komoditi yang legal,
sehingga promosi rokok juga harus tetap dipandang sebagai tindakan yang legal
pula, sementara pengaturan siaran iklan rokok lebih merupakan aturan kebijakan
(legal policy) dan terjadinya pelanggaran dalam siaran niaga rokok lebih berkaitan
dengan penegakan hukum (law enforcement), tidak berkaitan dengan
konstitusionalitas norma, oleh karenanya dalil-dalil para Pemohon tidak berdasar
dan tidak beralasan hukum”. Berdasarkan putusan ini, Mahkamah telah
menegaskan pengaturan promosi dan iklan rokok menjadi wilayah pembentuk
undang-undang. Dengan demikian, sebagaimana didalilkan para Pemohon, demi
memenuhi ketentuan Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28H ayat (1) dan ayat
(3), dan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945, Mahkamah harus melihat
terlebih dahulu kebijakan hukum (legal policy) berupa undang-undang yang
memuat pengaturan mengenai promosi dan iklan rokok.
Bahwa apabila yang dimaksudkan dan dikehendaki para Pemohon adalah
larangan terhadap promosi rokok yang memperagakan wujud rokok dan larangan
memuat iklan peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok sebagaimana
diminta dalam petitum permohonan, maka keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c
UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers sesungguhnya telah mengakomodir
substansi yang dimohonkan oleh para Pemohon. Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran
berisi norma tentang larangan-larangan dalam melakukan siaran iklan niaga, yang
salah satunya adalah larangan promosi rokok yang memperagakan wujud rokok.
Demikian pula dengan ketentuan Pasal 13 UU Pers juga berisi tentang larangan
bagi perusahaan iklan untuk mengiklankan substansi yang dikehendaki para
Pemohon yang salah satunya adalah larangan mempromosikan rokok yang
memperagakan wujud rokok.
Bahwa dengan demikian, para Pemohon telah keliru memahami
keberadaan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers
dengan hanya memahami norma itu secara parsial atau tidak membacanya secara
utuh, di mana yang dipersoalkan hanyalah keberadaan frasa ”promosi rokok yang
memperagakan wujud rokok” dan frasa “peragaan wujud rokok dan atau
penggunaan rokok” dalam dua norma yang dimohonkan untuk diuji
konstitusionalitasnya. Padahal, rumusan norma tersebut merupakan bagian yang
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
66
tidak terpisahkan dari induk kalimat dalam pasal yang sama. Hal mana, apabila
dipahami secara utuh, justru promosi yang memperagakan wujud rokok dan iklan
yang memuat peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok merupakan hal
yang dilarang menurut UU Penyiaran dan UU Pers.
Bahwa apabila norma dalam pasal-pasal undang-undang yang diajukan
oleh para Pemohon dikabulkan dengan menyatakan Pasal 46 ayat (3) huruf c UU
Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU Pers bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, maka yang akan terjadi justru bahwa
iklan dan promosi rokok yang memperagakan wujud rokok tidak lagi dilarang.
Apabila hal itu tidak dilarang, ancaman terjadinya pelanggaran hak konstitusional
warga negara yang dikemukakan para Pemohon justru akan terjadi.
[3.10] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas,
rumusan undang-undang a quo telah ternyata tidak bertentangan dengan UUD
1945 sebagaimana didalilkan para Pemohon, sehingga permohonan para
Pemohon agar Pasal 46 ayat (3) huruf c UU Penyiaran dan Pasal 13 huruf c UU
Pers dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 tidak beralasan menurut hukum.
4. KONKLUSI
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan
di atas, Mahkamah berkesimpulan:
[4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo;
[4.2] Para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan
permohonan a quo;
[4.3] Pokok permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk
seluruhya.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang-
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
67
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076);
5. AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya
Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri
oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap
Anggota, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Saldi Isra, Manahan MP Sitompul,
Aswanto, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, masing-
masing sebagai Anggota, pada hari Senin, tanggal dua puluh, bulan November,
tahun dua ribu tujuh belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah
Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal empat belas, bulan
Desember, tahun dua ribu tujuh belas, selesai diucapkan pukul 12.53 WIB, oleh
sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota,
Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Saldi Isra, Manahan MP Sitompul, Aswanto,
I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams, masing-masing
sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Syukri Asy’ari sebagai Panitera
Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang
mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.
KETUA,
ttd.
Arief Hidayat
ANGGOTA-ANGGOTA,
ttd.
Anwar Usman
ttd.
Maria Farida Indrati
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
68
ttd.
Saldi Isra
ttd.
Manahan MP Sitompul
ttd.
Aswanto
ttd.
I Dewa Gede Palguna
ttd.
Suhartoyo
ttd.
Wahiduddin Adams
PANITERA PENGGANTI,
ttd.
Syukri Asy’ari
Untuk mendapatkan salinan resmi, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]