pustaka sekunder

6
Proses Produksi Bioenergi Berbasiskan Bioteknologi Vol. 2 No. 3 Th. 2013 – Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 108 Review PROSES PRODUKSI BIOENERGI BERBASISKAN BIOTEKNOLOGI Dessy Agustina Sari, Hadiyanto ABSTRAK : Bioenergi merupakan energi yang berasal dari biomassa sebagai fraksi produk biodegradasi, limbah, dan residu dari pertanian (baik nabati maupun hewani). Harapan dengan adanya bioteknologi adalah peningkatan genetik varietas tanaman dan populasi hewan dan konservasi sumber daya genetik. Bioenergi berupa bioetanol, biodiesel, dan biogas yang digunakan sebagai bahan bakar bagi kebutuhan rumah tangga, industri maupun transportasi masyarakat. Ketersediaan bahan bakunya sebagai produk bioenergi masih bersinggungan dengan kebutuhan pangan seperti kedelai, selulosa, dan pati. Bioteknologi menjadi solusi bahan baku bioenergi guna mengurangi biaya produksi bioenergi, khususnya lignoselulosa etanol. Isuisu utama termasuk domestifikasi yang cepat, mengatasi perlawanan, kerusakan efisiensi selulosa, dan meningkatkan produksi biomassa dan lipid untuk etanol dan biodiesel. Hal tersebut berupa modifikasi biosintesis lignin, rekayasa metabolik, peningkatan produksi biomassa dan yield, dan kemandulan dan biokontaminan. Tujuannya adalah meningkatkan bahan baku bioenergi melalui modifikasi genetik dan menjadikannya sebagai bidang yang penuh kesempatan untuk membentuk kembali pasokan energi yang keberlanjutan. Kata kunci : biodiesel, bioenergi, bioetanol, biogas, bioteknologi PENDAHULUAN Secara terusmenerus, dunia meningkatkan penggunaan energi diikuti peningkatan jumlah populasi manusia, dan hendak mencapai standar kehidupan. Penggunaan energi tentunya berdampak pada lingkungan seperti semakin banyaknya produksi gas karbon dioksida (CO 2 ) terhadap iklim sehingga dibutuhkan analisis kembali tanaman yang berpotensi dalam menghasilkan bioenergi. Hal ini mendukung perkembangan energi alternatif dan sumber energi terbaharukan (Jones, et al., 2011). Sampai saat ini, dunia mengkonsumsi energi sekitar 15 TW (terawatt) per tahun dan hanya 7,8%nya didapatkan dari sumber energi terbaharukan. Padahal, daya total sinar matahari pada permukaan bumi setiap tahunnya sekitar 85.000 TW. Pengantian bahan bakar fosil dengan sumber energi terbaharukan diturunkan dari matahari seperti energi angin, sinar matahari, air, atau biomassa. Sumber energi ini memiliki kepadatan energi yang lebih rendah, tidak dapat dikontrol dengan “menghidupkan dan mematikan saklar”, dan sebagian besar jauh lebih mahal dari bahan bakar fosil (BP Global., 2011). Kepadatan energi yang tinggi, kemudahan bertransportasi, dan penyimpanan transportasi bahan bakar minyak cair menjadikan pengelola kesulitan untuk menggantikannya dengan sumber energi terbaharukan secara komersial. Dalam hal ini, subyek bioenergi telah sangat aktif. Di seluruh dunia, pemerintah dan pembuat kebijakan terlibat. Sangat penting untuk mengatasi dan peluang yang ditimbulkan oleh biofuel sebagai pembangunan ketahanan pangan dan energi yang berkelanjutan (FAO). Adanya peran penerapan bioteknologi dalam produksi bioenergi di berbagai negara berkembang dan fokus utama pada biofuel cair. Bioteknologi Dan Bioenergi Bioteknologi merupakan kumpulan peralatan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti peningkatan genetik varietas tanaman dan populasi hewan terhadap kenaikan yieldnya atau karakteristik genetik dan konservasi sumber daya genetik. Saat ini kontribusi dan aplikasi bioteknologi telah dapat diterapkan pada produksi bioenergi seperti produksi biomassa dan konversi dari biomassa untuk generasi pertama atau biofuel cair pada generasi kedua, selain produksi biodiesel dari mikroalga dan produksi biogas (Ruane et al., 2010). Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari biomassa sebagai fraksi produk biodegradasi, limbah, dan residu dari pertanian (berasal dari nabati dan hewani), industri kehutanan dan terkait, dan sebagian kecil biodegradasi dari limbah industri dan kota (FAO). Bioenergi berperan penting pada pencapaian target dalam menggantikan petroleum didasarkan pada bahan bakar transportasi dengan bahan bakar alternatif dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam jangka panjang. Berbagai sumber biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan bioenergi berbagai bentuk. Contohnya, makanan, serat dan kayu sebagai residu dari sektor industri, energi dan rotasi pendek tanaman dan limbah pertanian, dan hutan dan hutan pertanian (agroforestry) sebagai residu dari sektor kehutanan dimana seluruhnya dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, panas, gabungan panas dan tenaga, dan bentukbentuk bioenergi. Bioenergi modern bergantung pada konversi teknologi yang efisien untuk aplikasi skala rumah tangga, usaha kecil, dan industri. Input biomassa padat atau cair dapat diproses untuk menjadi energi yang lebih nyaman. Ini termasuk biofuel yang solid (misalnya kayu bakar, serpihan kayu, pellet, arang, dan briket), biofuel gas (biogas, gas Artikel dikirim tanggal 8 Agustus 2013, diterima tanggal 30 Agustus 2013. Para penulis adalah dari Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang. Kontak langsung dengan penulis: Dessy Agustina Sari ([email protected]). @2013 Indonesian Food Technologist Community Available online at www.journal.ift.or.id

description

sekunder

Transcript of pustaka sekunder

Page 1: pustaka sekunder

 Proses  Produksi  Bioenergi  Berbasiskan  Bioteknologi  

   

Vol.  2  No.  3  Th.  2013  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan  108  

Review    PROSES  PRODUKSI  BIOENERGI  BERBASISKAN  BIOTEKNOLOGI    Dessy  Agustina  Sari,  Hadiyanto    ABSTRAK   :  Bioenergi  merupakan  energi  yang  berasal  dari  biomassa  sebagai   fraksi  produk  biodegradasi,   limbah,  dan  residu  dari  pertanian  (baik  nabati  maupun  hewani).  Harapan  dengan  adanya  bioteknologi  adalah  peningkatan  genetik  varietas  tanaman  dan  populasi  hewan  dan  konservasi  sumber  daya  genetik.  Bioenergi  berupa  bioetanol,  biodiesel,   dan   biogas   yang   digunakan   sebagai   bahan   bakar   bagi   kebutuhan   rumah   tangga,   industri   maupun  transportasi   masyarakat.   Ketersediaan   bahan   bakunya   sebagai   produk   bioenergi   masih   bersinggungan   dengan  kebutuhan   pangan   seperti   kedelai,   selulosa,   dan   pati.   Bioteknologi  menjadi   solusi   bahan   baku   bioenergi     guna  mengurangi  biaya  produksi  bioenergi,  khususnya  lignoselulosa  etanol.  Isu-­‐isu  utama  termasuk  domestifikasi  yang  cepat,  mengatasi  perlawanan,  kerusakan  efisiensi  selulosa,  dan  meningkatkan  produksi  biomassa  dan  lipid  untuk  etanol  dan  biodiesel.  Hal  tersebut  berupa  modifikasi  biosintesis  lignin,  rekayasa  metabolik,  peningkatan  produksi  biomassa  dan  yield,  dan  kemandulan  dan  biokontaminan.  Tujuannya  adalah  meningkatkan  bahan  baku  bioenergi  melalui   modifikasi   genetik   dan   menjadikannya   sebagai   bidang   yang   penuh   kesempatan   untuk   membentuk  kembali  pasokan  energi  yang  keberlanjutan.    Kata  kunci  :  biodiesel,  bioenergi,  bioetanol,  biogas,  bioteknologi  

 PENDAHULUAN  

Secara   terus-­‐menerus,   dunia   meningkatkan  penggunaan   energi   diikuti   peningkatan   jumlah   populasi  manusia,   dan   hendak   mencapai   standar   kehidupan.  Penggunaan   energi   tentunya   berdampak   pada   lingkungan  seperti   semakin   banyaknya   produksi   gas   karbon   dioksida  (CO2)   terhadap   iklim   sehingga   dibutuhkan   analisis   kembali  tanaman   yang   berpotensi   dalam   menghasilkan   bioenergi.  Hal   ini   mendukung   perkembangan   energi   alternatif   dan  sumber  energi  terbaharukan  (Jones,  et  al.,  2011).    

Sampai  saat  ini,  dunia  mengkonsumsi  energi  sekitar  15  TW  (terawatt)  per  tahun  dan  hanya  7,8%-­‐nya  didapatkan  dari   sumber   energi   terbaharukan.   Padahal,   daya   total   sinar  matahari   pada   permukaan   bumi   setiap   tahunnya   sekitar  85.000   TW.   Pengantian   bahan   bakar   fosil   dengan   sumber  energi  terbaharukan  diturunkan  dari  matahari  seperti  energi  angin,  sinar  matahari,  air,  atau  biomassa.  Sumber  energi   ini  memiliki   kepadatan   energi   yang   lebih   rendah,   tidak   dapat  dikontrol   dengan   “menghidupkan   dan   mematikan   saklar”,  dan   sebagian  besar   jauh   lebih  mahal  dari  bahan  bakar   fosil  (BP   Global.,   2011).   Kepadatan   energi   yang   tinggi,  kemudahan   bertransportasi,   dan   penyimpanan   transportasi  bahan   bakar   minyak   cair   menjadikan   pengelola   kesulitan  untuk   menggantikannya   dengan   sumber   energi  terbaharukan  secara  komersial.  

Dalam   hal   ini,   subyek   bioenergi   telah   sangat   aktif.  Di   seluruh   dunia,   pemerintah   dan   pembuat   kebijakan  terlibat.   Sangat  penting  untuk  mengatasi   dan  peluang   yang  ditimbulkan   oleh   biofuel   sebagai   pembangunan   ketahanan  pangan  dan  energi  yang  berkelanjutan  (FAO).  Adanya  peran  

penerapan   bioteknologi   dalam   produksi   bioenergi   di  berbagai  negara  berkembang  dan  fokus  utama  pada  biofuel  cair.    

Bioteknologi  Dan  Bioenergi  Bioteknologi   merupakan   kumpulan   peralatan   yang  

dapat   digunakan   untuk   berbagai   keperluan   seperti  peningkatan   genetik   varietas   tanaman   dan   populasi   hewan  terhadap   kenaikan   yield-­‐nya   atau   karakteristik   genetik   dan  konservasi   sumber   daya   genetik.   Saat   ini   kontribusi   dan  aplikasi   bioteknologi   telah   dapat   diterapkan   pada   produksi  bioenergi   seperti   produksi   biomassa   dan   konversi   dari  biomassa   untuk   generasi   pertama   atau   biofuel   cair   pada  generasi  kedua,  selain  produksi  biodiesel  dari  mikroalga  dan  produksi  biogas  (Ruane  et  al.,  2010).    

Bioenergi  adalah  energi  yang  diperoleh  dari  biomassa  sebagai   fraksi   produk  biodegradasi,   limbah,   dan   residu  dari  pertanian   (berasal   dari   nabati   dan   hewani),   industri  kehutanan  dan  terkait,  dan  sebagian  kecil  biodegradasi  dari  limbah   industri  dan  kota   (FAO).  Bioenergi  berperan  penting  pada   pencapaian   target   dalam   menggantikan   petroleum-­‐didasarkan   pada   bahan   bakar   transportasi   dengan   bahan  bakar   alternatif   dan   pereduksian   emisi   karbon   dioksida  dalam   jangka   panjang.   Berbagai   sumber   biomassa   dapat  digunakan   untuk   menghasilkan   bioenergi   berbagai   bentuk.  Contohnya,   makanan,   serat   dan   kayu   sebagai   residu   dari  sektor   industri,   energi   dan   rotasi   pendek   tanaman   dan  limbah   pertanian,   dan   hutan   dan   hutan   pertanian  (agroforestry)   sebagai   residu  dari   sektor   kehutanan  dimana  seluruhnya   dapat   digunakan   untuk   menghasilkan   listrik,  panas,   gabungan   panas   dan   tenaga,   dan   bentuk-­‐bentuk  bioenergi.   Bioenergi   modern   bergantung   pada   konversi  teknologi   yang   efisien   untuk   aplikasi   skala   rumah   tangga,  usaha   kecil,   dan   industri.   Input   biomassa   padat   atau   cair  dapat  diproses  untuk  menjadi  energi  yang  lebih  nyaman.  Ini  termasuk  biofuel   yang   solid   (misalnya   kayu  bakar,   serpihan  kayu,   pellet,   arang,   dan   briket),   biofuel   gas   (biogas,   gas  

Artikel   dikirim   tanggal   8   Agustus   2013,   diterima   tanggal   30   Agustus  2013.   Para   penulis   adalah   dari   Program   Studi   Magister   Teknik   Kimia,  Fakultas   Teknik,   Universitas   Diponegoro,   Semarang.   Kontak   langsung  dengan  penulis:  Dessy  Agustina  Sari  ([email protected]).  

@2013  Indonesian  Food  Technologist  Community  Available  online  at  www.journal.ift.or.id  

 

Page 2: pustaka sekunder

 Proses  Produksi  Bioenergi  Berbasiskan  Bioteknologi  

   

Vol.  2  No.  3  Th.  2013  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan  109  

sintesis,   hidrogen),   dan   biofuel   cair   (misalnya   bioetanol,  biodiesel)  (GBEP.  2007).  

 Produksi  Bioenergi  

Dalam  bentuk  bioenergi  modern,  etanol,  biodiesel,  dan   biogas   adalah   produk   utama   bioenergi.   Etanol   dan  biodiesel  dapat  digunakan  sebagai  bahan  bakar  transportasi,  dan   etanol   juga   produk   mentah   penting   dalam   industri  kimia.  Produksi  etanol  berperan  penting  dalam  transformasi  petroleum   terhadap   biomassa   berdasarkan   ekonomi,  ketahanan  pangan,  dan  lingkungan.      

 Platform  Proses  Etanol  

Etanol   dapat   diproduksi   menggunakan   produk  pertanian   seperti   tepung   dan   gula,   atau   lignoselulosa  biomassa.   Saat   ini,   lebih   dari   10   milyar   gallon   etanol  diproduksi   secara   global   per   tahun   dari   tepung   (tepung  jagung)   dan   gula   (tebu   dan   bit   gula)   melalui   prosedur  industri,   termasuk   hidrolisis   pati   dan   fermentasi   gula  (Gambar   1)   (Rass-­‐Hansen,   J.   et   al.   2007     Goldemberg,   J.  2007).   Pati   dan   gula   berbasis   etanol   sering   disebut   sebagai  biofuel  pada  generasi  pertama.    

Sebagaimana   tampak   pada   Gambar   1,   dimana   (a)  tepung   dan   gula   didasarkan   sebagai   generasi   pertama  etanol.  Dalam  platform  ini,  tepung  dapat  dihidrolisis  menjadi  monosakarida,   dimana   gula   dapat   difermentasi   selanjutnya  menjadi   etanol.   (b)   Lignoselulosa   etanol.   Produksi  lignoselulosa   etanol  mempunyai   penanganan   awal  material  biomassa,   hidrolisis   untuk   produksi   monosakarida,   dan  fermentasi  untuk  memproduksi  etanol.  Lignoselulosa  etanol  dijadikan   sebagai   generasi   kedua   bioetanol.   (c)   Biodiesel.  Produksi  biodiesel  sering  mempunyai  proses  transesterifikasi  asam   lemak.   (d)   Gasifikasi   biomassa.   Biomassa   dapat  digunakan  utnuk  memproduksi  metanol,  karbon  monoksida,  hidrogen,   atau   gas   lainnya   yang   terbentuk   dalam   proses  gasifikasi.  

Meskipun   produksi   etanol   dari   pati   merupakan  

pilihan  yang  paling  aman  dan  teknis  lanjutan  untuk  bioenergi  di   Amerika   Serikat.   Hal   tersebut   akan   mengakibatkan  persaingan   berat   antara   energi   dan   bahan   pangan   yang  mungkin   tidak   berkelanjutan   dalam   jangka   panjang.   Dan  juga   mengingat   bahwa   energi   bersih   dan   keseimbangan  karbon   dioksida   dari   platform   ini   adalah   tidak  menguntungkan   (Tabel   1)   (   Farrell,   A.E.   et   al.   2006,   De  Oliveira,  M.E.D.   et   al.   2005).   Oleh   karena   itu,   daerah   yang  beriklim   menjadi   pilihan   terbaik   untuk   produksi   biofuel  (bioetanol   untuk   saat   ini)   dari   lignoselulosa   biomassa   jika  kunci   rintangan   teknis   dapat   ditingkatkan.   Bahan   baku  lignoselulosa  dapat  diperoleh  baik  dari  tanaman  berdedikasi  biomassa  atau  kehutanan  dan   residu  pertanian(Sims,  R.E.H.  et  al.  2006;  Smeets,  E.M.W.  and  Faaij,  A.P.C.  2007;  Monti,  A.  et  al.  2007;  Somleva,  M.N.  2006  Sanderson,  M.A.  et  al.  2006;  Boerjan,  W.  2005).    

Sebagaimana  tampak  dalam  Tabel  1,  NEB  (net  energy  balance)  adalah  perbedaan  antara  energi   keluar  dan  energi  masuk   untuk   produksi   biomassa   dan   pengolahan.  NER   (net  energy   ratio)   adalah   pengukuran   alternatif   untuk  mendapatkan  energi  yang  terdiri  dari  rasio  energi  keluar  dan  energi   masuk   untuk   produksi   biomassa   dan   pengolahan.  Keseimbangan   CO2   dihitung   sebagai   CO2   yang   dipancarkan  oleh  produksi  biomassa  dan  dikurangi  penggunaan  dari  CO2  tetap  dalam  bahan   tanaman  baik  di  atas  maupun  di  bawah  tanah  sehingga  diperoleh  keseimbangan  karbon  negatif  yang  diinginkan.  

Hambatan   utama   untuk   transisi   dari   pati   ke  lignoselulosa   biofuel   adalah   rumitnya   struktur   dinding   sel  yang   oleh   alam,   tahan   terhadap   kerusakan-­‐masalah  perlawanan.   Saat   ini,   proses   untuk   lignoselulosa   biomassa  termasuk   penanganan   awal,sakarifikasi   (hidrolisis)   dan  fermentasi   (Gambar   1b)   (Ragauskas,   A.J.   et   al.   2006).  Peningkatan   atau   penggantian   proses   ini   sangat   penting  untuk   meningkatkan   efisiensi   dan   mengurangi   biaya  produksi   biofuel.   Penghindaran   penanganan   awal   bersama  dengan   sakarifikasi   dan   fermentasi   secara   simultan   adalah  

   

Gambar  1.  Platform  proses  untuk  produksi  biofuel  yang  berbeda  

Page 3: pustaka sekunder

 Proses  Produksi  Bioenergi  Berbasiskan  Bioteknologi  

   

Vol.  2  No.  3  Th.  2013  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan  110  

dua  faktor  penting  dalam  mengurangi  biaya  produksi  etanol  lignoselulosa.      Biodiesel  

Biodiesel   merupakan   biofuel   yang   membutuhkan  teknologi   pengolahan   yang   jauh   lebih   sederhana  dibandingkan   etanol.   Biodiesel   adalah   campuran   solar  dengan  minyak   dari   biji   tanaman,   alga   atau   sumber   hayati  lainnya   seperti   penyumbangan   hewan   yang   telah  ditransesterifikasi   untuk   menghilangkan   gliserol.   Berbagai  spesies  tanaman  untuk  produksi  biodiesel  termasuk  kedelai,  rapeseed   dan   kanola,   bunga   matahari,   dan   kelapa   sawit.  Setelah   minyak   diekstrak   dari   bagian   tanaman   tersebut,  selanjutnya   ditransesterifikasi   sehingga   diperoleh   metil  biodiesel   atau   etil   ester   (Gambar   1c).   Pilihan   potensial   lain  untuk   biodiesel   termasuk   menggunakan   produk   terpenoid  dari   spesies   Copaifera   sebagai   biodiesel   secara   langsung.  Atau,  rekayasa  tanaman  jalur  terpenoid  untuk  menghasilkan  sejumlah   besar   seskuiterpen   dan   diterpenes.   Sebagai  alternatif   sebagai   bahan   bakar   diesel,   biodiesel   sudah  memiliki   bagian   dalam   transportasi   saat   ini,   sistem   bahan  bakar   dan   secara   luas   digunakan,   tetapi   produksi   relatif  rendah.   Sumber  dan  bentuk  biodiesel   sangat  beragam,  dan  itu   penting   untuk   mempertimbangkan   lingkungan   dan  faktor-­‐faktor   ekonomi   yang   berlaku   dalam   produksi   yang  berbeda   dari   jenis   biodiesel   (Ma,   F.R.   and   Hanna,   M.A.  1999).  Misalnya,   bahan   baku   yang   beragam   seperti   kedelai  dan   limbah   minyak   goreng.   Pengolahannya   relatif  sederhana,  produksi  luas,  tetapi  kualitias  bervariasi.  

 Biogas  

Sebuah  pilihan  modern  yang  ketiga  untuk  bioenergi  adalah   biogas   dari   berbagai   limbah   organik   termasuk  tanaman   jerami   melalui   gasifikasi   (Gambar   1d).   biogas  termasuk  metana,  hidrogen,  dan  karbon  monoksida.  Saat  ini,  gasifikasi   menggunakan   teknologi   dengan   rendahnya  keseimbangan   energi   bersih   dan   kegunaannya   karena  mungkin   terbatas   (Bo¨rjesson,   P.   and   Berglund,   M.   2007).  

Selain   biogas   tradisional,   produksi   hidrogen   dengan  ganggang  hijau  dan  mikroba  telah  diusulkan  sebagai  potensi  sumber   untuk   biofuel   generasi   ketiga   (Sims,   R.E.H.,   et   al.  2006).   Tidak   seperti   produksi   hidrogen   dari   sumber  biomassa   lainya,   produksi   hidrogen   berbasis   alga  menggunakan   air   secara   biologi-­‐reaksi   pemisahan   dimana  hidrogenase   menggunakan   rantai   transport   elektron  fotosintesis   untuk   mereduksi   proton   produksi   hidrogen.  Rekayasa   hidrogenase   meningkatkan   toleransi   oksigen   dan  sistem   biologi   meneliti   gen   dan   jalur   yang   terlibat   dalam  produksi   hidrogen   untuk   mewujudkan   potensi   platform   ini  (Ghirardi,  M.L.  et  al.,  2007).    Tanaman  Bioteknologi  Untuk  Solusi  Bioenergi  

Novel   memungkinkan   bioteknologi   sangat   penting  untuk   mengurangi   biaya   produksi   bioenergi,   khususnya  lignoselulosa   etanol.   Isu-­‐isu   utama   termasuk   domestifikasi  yang   cepat,   mengatasi   perlawanan,   kerusakan   efisiensi  selulosa,   dan   meningkatkan   produksi   biomassa   dan   lipid  untuk  etanol  dan  biodiesel  (Himmel,  M.E.  2007).  

 Modifikasi  Biosintesis  Lignin  

Lignin   mungkin   molekul   paling   penting   yang  membutuhkan   modifikasi   untuk   bahan   baku   lignoselulosa.  Adanya   penetapan   bahwa   pengurangan   biosintesis   lignin  dapat   menyebabkan   perlawanan   yang   lebih   rendah   dan  efisiensi   sakarifikasi   tinggi   (Boerjan,   W.   2005).   Penelitian  terbaru   telah   menunjukkan   dua   aspek   penting   untuk  modifikasi  lignin.  Pertama,  kadar  dan  komposisi  lignin  adalah  penting.   Meskipun   proses   kodependen   dalam   efisiennya  proses   terhadap   fraksionasi   lignin,   lebih   seragam   struktur  lignin   mungkin   memfasilitasi   sel   lebih   efisien-­‐degradasi  dinding   untuk   produksi   bahan   bakar.   Kedua,   penanganan  awal  biomassa  mungkin  perlu  diberikan  jka  kadar  lignin  jauh  dari   ambang   batas   kritis   sehingga   akan   meningkatkan  sakarifikasi   enzimatik   secara   hilir   dan   langkah-­‐langkah  fermentasi   untuk   meningkatkan   efisiensi.   Oleh   karena   itu,  switchgrass,  miskantus  atau  poplar  dengan  modifikasi   lignin  

Tabel  1.  Perbandingan  perbedaan  platform  dan  tanaman  bioenergi  

 abeberapa  platform  dan  tanaman  dibandingkan  sintesis  dalam  mengintegrasikan  informasi  dari  berbagai  penelitian  

Page 4: pustaka sekunder

 Proses  Produksi  Bioenergi  Berbasiskan  Bioteknologi  

   

Vol.  2  No.  3  Th.  2013  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan  111  

mampu   meningkatkan   efisiensi   konversi   biomassa   menjadi  gula   terfermentasi   (Chen,   F.   and   Dixon,   R.A.   2007).  Biosintesis   lignin   dalam   spesies   monokotil   harus   dipelajari  lebih   lanjut   sehingga   dapat   memodifikasi   biosintesis   lignin  secara  cerdas  sebagai  bahan  baku  rumput  abadi.  

 Rekayasa  Metabolik  

Rekayasa   metabolik   akan   memainkan   peran  penting   dalam  meningkatkan   produksi   biodiesel,   biomassa,  dan   gula.  Masa   depan   biodiesel   bergantung   pada   rekayasa  metabolik   untuk   meningkatkan   kandungan   minyak   dan  komposisi   dalam   biji   (Ma,   F.R.   and   Hanna,   M.A.   1999,  Chapman,   K.D.   et   al.   2001,   Thelen,   J.J.   and   Ohlrogge,   J.B.  2002,  Vigeolas,  H.  et  al.  2007,  Wu,  G.  et  al.  2005)    [25,31-­‐34].  Sebelumnya,   penelitian   biji   minyak   mempunyai   fokusan  terutama   perubahan   profil   asam   lemak,   untuk   tujuan   gizi  (Thelen,   J.J.   and   Ohlrogge,   J.B.   2002,   Wu,   G.   et   al.   2005).  Upaya  terbaru  juga  menyebabkan  peningkatan  produksi  lipid  melalui  ekspresi   induksi  gen  utama  eksogen  biosintesis  lipid  (Vigeolas,   H.   et   al.   2007   ).   Rekayasa   metabolik   dapat   juga  membantu  produksi  gula  dan  tepung  untuk  produksi  etanol  menggunakan  platform  saat  ini  (Wu,G.  and  Birch,  R.G.  2007).  Contohnya,   penelitian   sebelumnya   telah   mengindikasikan  bahwa   ekspresi   yang   berlebihan   dari   sebuah   isomerasi  bakteri   sukrosa  dalam  vakuola  menjadikan   yield   sukrosa  2x  lipat   pada   tebu   (Wu,G.   and   Birch,   R.G.   2007).   Rekayasa  metabolik  akan  menjadi  penting  dalam  meningkatan  bahan  bakar  bioproduk  dan  kemajuan  bioproduk  bisa  paling  besar  jangka   waktu   keuntungannya   yang   saat   ini   menghentikan  penelitian   biofuel.   Meskipun   ada   kemungkinan   bahwa  beberapa   alternatif,   non-­‐berbasiskan   bio,   bahan   bakar  akhirnya   dapat   menggantikan   minyak,   plastik,   dan  bioproduk   lainnya   dimana  membutuhkan   bahan   baku   baru  karena   ketiadaan   bahan   baku   minyak   bumi.   Secara  keseluruhan,   bioteknologi   tanaman   akan   berperan   penting  pada   generasi   selanjutnya   opsi   bioenergi   untuk  memproduksi   bahan   baku   lignoselulosa   dengan   yield   yang  tinggi,  efisiensi  penggunaan  air  yang  lebih  baik,  peningkatan  energi   bersih   semakin   lebih   besar,   perlawanan   yang   lebih  rendah,   peningkatan   toleransi   tekanan   abiotik,   dan  meningkatkan   manfaat   ekologi   seperti   fiksasi   karbon   yang  lebih  baik,  dan  koservasi  air  dan  tanah.  

 Peningkatan  Produksi  Biomassa  dan  Yield  

Pentingnya   mengubah   pertumbuhan   dan  perkembangan   tanaman   untuk   meningkatkan   produksi  biomassa   untuk   bioenergi   tidak   dapat   terlalu   ditekankan.  Mengingat   bahwa   lignoselulosa   biomassa   calon   tanaman  relatif   tidak   domestik,   kemajuan   pesat   harus   dicapai.  Pertama,   mekanisme   molekular   pengendalian   arsitektur  molekul  tanaman  harus  dipahami  dengan  baik.  Pengetahuan  saat   ini,   lahan   dapat   diterjemahkan   ke   dalam  pengembangan  bahan  baku  bioenergi  seperti  fitur  arsitektur  yang   diinginkan   seperti   bertubuh   kerdil   dan   daun   tegak.  Telah   terbukti   bahwa   fitur   tersebut   dapat   dicapai   dengan  memodifikasi   biosintesis   atau   sinyal   transduksi   utnuk  hormon   utama   pertumbuhan   tanaman   termasuk   GA  (giberelat   acid),   IAA   (indole-­‐3-­‐acetic   acid),   dan  brasinosteroid   (Peng,   J.   et   al.   1999     dalam   Peng,   J.   et   al.  

(1999).  Bioteknologi  bisa  melakukan  perbaikan  secara  cepat  pada   bahan   baku   bioenergi   menggunakan   perbaikan  genomik.  Misalnya,  jalur  gen  GA  seperti  Dgai  (giberalat  acid-­‐insentive)  dapat  dimasukkan  ke   switchgrass   tanaman  kerdil  dimana   menghasilkan   tanaman   dengan   peningkatan  biomassa   tahunan   yang   lebih  mudah   panen   (Peng,   J.   et   al.  1997).   Selain   itu,   pengkerdilan   mungkin   juga   membantu  untuk  mengubah  isi  lignin  dari  biomassa  secara  keseluruhan.  Pengkerdilan   berikut   alokasi   biomassa   harus   bergeser   ke  daun.  Daun  switchgrass  telah  terbukti  mengandung  proporsi  lignin   yang   rendah   dibandingkan   batang   (Jung,   H.J.G.   and  Vogel,   K.P.   1992).   Pengkerdilan   meningkatkan   kandungan  selulosa   yang   dibutuhkan   sebagai   pakan   atau   sakarifikasi  dan   fermentasi   untuk   produksi   etanol.   Salah   satu   tujuan  utama   dari   domestikasi   poplar   adalah   untuk   menghasilkan  pohon   kerdil-­‐jalur   yang   dikendalikan   oleh   auksin,   GA,   dan  brasinosteroid   yang   secara   potensial   digunakan   untuk  mencapai   tujuan   tersebut(Peng,   J.  et   al.   1999,   Sasaki,   A.  et  al.  2002,  Sakamoto,  T.  et  al.  2006,  Morinaka,  Y.  et  al.  2006,  Peng,  J.  et  al.  1999)      

Kedua,   perkembangan   pemrograman   kebutuhan  bahan   baku   harus   diubah   untuk   meningkatkan   produksi  biomassa.  Contohnya,  menunda  timbulnya  bunga  yang  telah  dilaporkan   bahwa   akan   mengakibatkan   peningkatan  biomassa   (Salehi,  H.  et  al.  2005).  Ketiga,  produksi  biomassa  dapat   juga   ditingkatkan   oleh  modifikasi   genetik   dinding   sel  biosintesis   dan   modifikasi   enzim.   Berlebihnya   sintesis  selulosa   pada   poplar   menyebabkan   lebih   tingginya  biosintesis  lignoselulosa  biomassa    (Shoseyov,  O.  et  al.  2003  ).   Secara   keseluruhan,   produksi   biomassa   dapat   lebih  meningkat   dengan   rekayasa   gen   hormon   respon   pada  tanaman  atau  gen  yang  terlibat  dalam  proses  perkembangan  (Peng,  J.  et  al.  1999  dalam  Peng,  J.  et  al.1997,  Sasaki,  A.  et  al.  2002,   Sakamoto,   T.   et   al.   2006,   Morinaka,   Y.   et   al.   2006,  Peng,  J.  et  al.  1999,  Salehi,  H.  et  al.  2005,  Sakamoto,  T.  et  al.  2003,  Dodd,  A.N.  et  al.  2005)  .  

 Kemandulan  dan  Biokontaminan  

Kemandulan  adalah  fitur  lain  yang  diinginkan  untuk  pengembangan   bahan   baku   dalam   mencegah   transgen  genetik   pemodifikasian   bahan   baku   (Stewart,   C.N.   2007).  Induksi   kemandulan   adalah   salah   satu   pendekatan   untuk  membatasi   aliran   transgen.   Kemandulan   dapat   diinduksi  pada  tanaman  dengan  menghancurkan  ekspresi  gen  penting  pada  perkembangan  polen  atau  serbuk  sari,  pembungkaman  khusus  metabolik  gen  utama  (Ariizumi,  T.  et  al.  2004,  Li,  S.F.  et   al.   2007,   Khan,   M.S.   2005).   Pendekatan   lainnya   adalah  mencegah   aliran   eksisi   transgen   serbuk   sari  melalui   serbuk  sari  aktivitas  rekombinasi  spesifik  (Mlynarova,  L.  et  al.  2006,  Luo,  K.  et  al.  2007).  Sebagian  besar  tanaman  bioenergi  yang  diusulkan  tersebut  seperti  switchgrass  memiliki  kerabat  liar,  dan   aliran   transgen   dijadikan   isu   utama   yang   membatasi  aplikasi   rekayasa   genetik   setiap   spesies.   Pencegahan   aliran  transgen   adalah   isu   penting   bagi   peningkatan   bahan   baku  melalui  modifikasi  genetik.          KESIMPULAN  

Uraian   yang   telah   dipaparkan   dapat   disimpulkan  bahwa   masa   depan   bioenergi   bergantung   pada   terobosan  

Page 5: pustaka sekunder

 Proses  Produksi  Bioenergi  Berbasiskan  Bioteknologi  

   

Vol.  2  No.  3  Th.  2013  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan  112  

teknologi.   Namun,   pentingnya   penelitian   dasar   pada   jalur  dan   gen   yang   terlibat   dalam   biosintesis   dinding   sel,  perkembangan   tanaman,   produksi   metabolit   tidak   boleh  diabaikan.   Teknik   mempelajari   gen,   protein,   dan   metabolit  dari   yang   berbeda   di   berbagai   tahapan   perkembangan  dalam  mengkorelasikan  fitur  dan  struktur  dinding  sel  dengan  gen.  Hal   ini  akan  membawa  penemuan  gen  lebih   lanjut  dan  perbaikan  bahan  baku  berbasis  bioteknologi.  

Kedepannya,   bioenergi   tidak,   dan   bisa   tidak,  terbatas  pada  tanaman  lebih  tinggi,  meskipun  tanaman  lebih  tinggi   cenderung   menyediakan   bahan   baku   paling   penting  untuk   pertama   dan   generasi   kedua   biofuel.   Penelitian  mikroba   telah  mempunyai   kapasitas  merombak   dinding   sel  tanaman  dan  juga  penting  komponennya  sebagai  penelitian  bioenergi.   Selain   itu,   alga   harus   dipertimbangkan   sebagai  pilihan   bahan   baku   yang   berpotensial   jika   teknologi   lebih  matang   sehingga   terciptanya   terobosan   rekayasa.   Secara  keseluruhan,   penelitian   bioenergi   muncul   sebagai   bidang  dengan   penuh   kesempatan   untuk   membentuk   kembali  pasokan  energi  masyarakat  di  dunia.    DAFTAR  PUSTAKA  Jones,   Carla   S;  Mayfield,   Stephen   P.   2011.   Algae   biofuels   :  

versatility   for   the   future   of   bioenergy.   SciVerse  ScienceDirect.  Biotechnology.  

BP   Global.   2011   BP   statistical   review   of   world   energy.  London,  UK.  (www.bp.com).  This  publication  provides  a   comprehensive   review   of   world   energy   markets  including   production   and   consumption   of   primary  energy  including  fossil  fuels  and  renewable  resources.  

FAO.   Report   of   the   high-­‐level   conference   on   world   food  security   :   the   challenges   of   climate   change   and  bioenergy.   Rome   :   FAO   Headquarters,  http://www.fao.org/foodclimate/  conference/doclist/en/?no_cache¼1;   3-­‐5   June   2008  [accessed  26.3.10].  

Ruane,   John;   Sonnino,   Andrea,   dan   Agostini,   Astrid.   2010.  Bioenergy   and   the   potential   contribution   of  agricultural   biotechnologies   in   developing   countries.  ScienceDirect.  Biomass  &  Bioenergy.    

FAO.  Opportunities  and  challenges  of  biofuel  production  for  food   security   and   the   environment   in   Latin   America  and   the   Caribbean.   Document   prepared   for   the   30th  Session   of   the   FAO   Regional   Conference   for   Latin  America   and   the   Caribbean,   held   in   Brasilia,   Brazil;  14-­‐18   April   2008.   Available   from:  http://www.fao.org/Unfao/Bodies/RegConferences/Larc30/Index_en.htm  [accessed  26.3.10].  

GBEP.   2007.   A   review   of   the   current   state   of   bioenergy  development   in   G8   þ   5   countries.   Global   Bioenergy  Partnership.   Available   from   :  http://www.fao.org/docrep/010/a1348e/  a1348e00.htm  [accessed  26.3.10].  

Rass-­‐Hansen,  J.  et  al.  2007.  Bioethanol  :  fuel  or  feedstock.  J.  Chem.  Tech.  Biotechnol.  82.  pp  :  329–333.  

Goldemberg,   J.   2007.   Ethanol   for   a   sustainable   energy  future.  Science  315.  pp  :  808–810.  

Farrell,  A.E.  et  al.  2006.  Ethanol  can  contribute  to  energy  and  environmental  goals.  Science  311.pp  :  506–508.  

De   Oliveira,   M.E.D.   et   al.   2005.   Ethanol   as   fuels   :   energy,  carbon   dioxide   balances,   and   ecological   footprint.  Bioscience  55.  pp  :  593–602.  

Sims,   R.E.H.   et   al.   2006.   Energy   crops   :   current   status   and  future   prospects.   Glob.   Change   Biol.   12.   pp   :   2054–2076.  

Smeets,  E.M.W.  and  Faaij,  A.P.C.  2007.  Bioenergy  potentials  from  forestry   in  2050  –  an  assessment  of  the  drivers  that   determine   the   potentials.   Clim   Change   81.   pp   :  353–390.  

Monti,  A.  et  al.  2007.  A  full  economic  analysis  of  switchgrass  under   different   scenarios   in   Italy   estimated   by   BEE  model.  Biomass.  Bioen.  31.  pp  :  177–185.  

Somleva,   M.N.   2006.   Switchgrass   (Panicum   virgatum   L.).  Methods  Mol.  Biol.  344.  pp  :  65–73.  

Sanderson,   M.A.   et   al.   2006.   Switchgrass   as   a   biofuels  feedstock  in  the  USA.  Can.  J.  Plant  Sci.  86.  pp  :  1315–1325.  

Boerjan,  W.   2005.   Biotechnology   and   the   domestication   of  forest  trees.  Curr.  Opin.  Biotechnol.  16.  pp  :  159–166.  

Tilman,   D.   et   al.   2006.   Carbon-­‐negative   biofuels   from   low-­‐input   high   diversity   grassland   biomass.   Science   314.  pp  :  1598–1600.  

Venturi,   P.   and   Venturi,   G.   2003.   Analysis   of   energy  comparison   for   crops   in   European   agricultural  systems.  Biomass.  Bioen.  25.  pp  :  235–255.  

Hill,   J.   2007.   Environmental   costs   and   benefits   of  transportation   biofuel   production   from   food-­‐   and  lignocellulose-­‐based   energy   crops.   A   review.   Agron.  Sustain.  Dev.  27.  pp  :  1–12.  

Agrawal,   R.   et   al.   2007.   Sustainable   fuel   for   the  transportation   sector.   Proc.   Natl.   Acad.   Sci.   U.   S.   A.  104.  pp  :  4828–4833.  

Wu,   X.   et   al.   2007.   Factors   impacting   ethanol   production  from   grain   sorghum   in   the   dry-­‐grind   process.   Cereal  Chem.  84.  pp  :  130–136.  

Wu,   M.   et   al.   2006.   Energy   and   emission   benefits   of  alternative   transportation   liquid   fuels   derived   from  switchgrass:   a   fuel   life   cycle   assessment.   Biotechnol.  Prog.  22.  pp  :  1012–1024.  

Zabek,  L.M.  and  Prescott,  C.E.  2006.  Biomass  equations  and  carbon   content   of   aboveground   leafless   biomass   of  hybrid   poplar   in   coastal   British   Columbia.   For.   Ecol.  Manage.  223.  pp  :  291–302.  

Ragauskas,  A.J.  et  al.  2006.  The  path  forward  for  biofuels  and  biomaterials.  Science  311.  pp  :  484–489.  

Ma,   F.R.   and   Hanna,   M.A.   1999.   Biodiesel   production:   a  review.  Biores.  Tech.  70.  pp  :  1–15.  

Bo¨rjesson,   P.   and   Berglund,   M.   2006.   Environmental  systems  analysis  of  biogas  systems–part  1:   fuel-­‐cycle  emissions.  Biomass.  Bioen.  30.  pp  :  469–485  

Bo¨rjesson,   P.   and   Berglund,   M.   2007.   Environmental  systems   analysis   of   biogas   systems–part   II:   the  environmental   impact   of   replacing   various   reference  systems.  Biomass.  Bioen.  31.  pp  :  326–344.  

Ghirardi,   M.L.   et   al.   2007.   Hydrogenases   and   hydrogen  photoproduction   in   oxygenic   photosynthetic  organisms.  Annu.  Rev.  Plant  Biol.  58.  pp  :  71–91.  

Himmel,   M.E.   2007.   Biomass   recalcitrance:   engineering  

Page 6: pustaka sekunder

 Proses  Produksi  Bioenergi  Berbasiskan  Bioteknologi  

   

Vol.  2  No.  3  Th.  2013  –  Jurnal  Aplikasi  Teknologi  Pangan  113  

plants   and   enzymes   for   biofuels   production.   Science  315.  pp  :  804–807.  

Chen,  F.  and  Dixon,  R.A.  2007.  Lignin  modification  improves  fermentable  sugar  yields   for  biofuel  production.  Nat.  Biotechnol.  25.  pp  :  759–761.  

Chapman,   K.D.   et   al.   2001.   Transgenic   cotton   plants   with  increased   seed   oleic   acid   content.   J.   Am.   Oil   Chem.  Soc.  78.  pp  :  941–947.  

Thelen,   J.J.   and  Ohlrogge,   J.B.   2002.  Metabolic   engineering  of   fatty   acid   biosynthesis   in   plants.  Metab.   Engin.   4.  pp  :  12–21.  

Vigeolas,   H.   et   al.   2007.   Increasing   seed   oil   content   in   oil-­‐seed   rape   (Brassica  napus  L)  by  over-­‐expression  of  a  yeast  glycerol-­‐3-­‐phosphate  dehydrogenase  under  the  control  of  a  seed-­‐specific  promoter.  Plant  Biotechnol.  J.  5.  pp  :  431–441.  

Wu,   G.   et   al.   2005.   Stepwise   engineering   to   produce   high  yields   of   very   long-­‐chain   polyunsaturated   fatty   acids  in  plants.  Nat.  Biotechnol.  23.  pp  :  1013–1017.  

Wu,G.   and   Birch,   R.G.   2007.   Doubled   sugar   content   in  sugarcane   plants   modified   to   produce   a   sucrose  isomer.  Plant  Biotechnol.  J.  5.  pp  :  109–117.  

Peng,   J.   et   al.   1999.   “Green   revolution”   genes   encode  mutant  gibberellin  response  modulators.  Nature  400.  pp  :  256–261.  

Peng,   J.   et   al.   1999.   Overexpression   of   DWARF4   in   the  brassinosteroid   biosynthetic   pathway   results   in  increased   vegetative   growth   and   seed   yield   in  Arabidopsis.  Plant  J.  26.  pp  :  573–582.  

Peng,   J.   et   al.   1997.   The   Arabidopsis   GAI   gene   defines   a  signaling   pathway   that   negatively   regulates  gibberellin   responses.   Genes   Dev.   11.   pp   :   3194–3205.  

Jung,  H.J.G.  and  Vogel,  K.P.  1992.  Lignification  of  switchgrass  (Panicum   virgatum)   and   big   bluestem   (Andropogon  gerardii)  plant  parts  during  maturation  and   its  effect  on  fiber  degradability.  J.  Sci.  Food  Agric.  59.  pp  :  169–176.  

Sasaki,   A.   et   al.   2002.   Green   revolution:   a   mutant  gibberellinsynthesis   gene   in   rice   –   new   insight   into  the   rice   variant   that   helped   to   avert   famine   over  thirty  years  ago.  Nature  416.  pp  :  701–702.  

Sakamoto,   T.   et   al.   2006.   Erect   leaves   caused   by  

brassinosteroid   deficiency   increase   biomass  production  and  grain  yield  in  rice.  Nat.  Biotechnol.  24,  105–109.  

Morinaka,  Y.  et  al.  2006.  Morphological  alteration  caused  by  brassinosteroid   insensitivity   increases   the   biomass  and  grain  production  of   rice.  Plant  Physiol.  141.  pp   :  924–931.  

Salehi,   H.   et   al.   2005.   Delay   in   flowering   and   increase   in  biomass   of   transgenic   tobacco   expressing   the  Arabidopsis  floral  repressor  gene  FLOWERING  LOCUS  C.  J.  Plant  Physiol.  162.  pp  :  711–717.  

Shoseyov,   O.   et   al.   2003.   Modulation   of   wood   fibers   and  paper  by  cellulose-­‐binding  domains.  In  Application  of  Enzymes   to   Lignocellulosics.   ACS   Symposium   Series  855  (Mansfield,  S.D.  and  Saddler,  J.N.,  eds).  pp  :  116–131.  American  Chemical  Society  

Sakamoto,   T.   et   al.   2003.   Genetic   manipulation   of  gibberellins   metabolism   in   transgenic   rice.   Nat.  Biotechnol.  21.  pp  :  909–913.  

Dodd,   A.N.   et   al.   2005.   Plant   circadian   clocks   increase  photosynthesis,   growth,   survival,   and   competitive  advantage.  Science  309.  pp  :  630–633.  

Stewart,   C.N.   2007.   Biofuels   and   biocontainment.   Nat.  Biotechnol.  25.  pp  :  283–284.  

Ariizumi,  T.  et  al.  2004.  Disruption  of  the  novel  plant  protein  NEF1  affects   lipid  accumulation   in  the  plastids  of  the  tapetum   and   exine   formation   of   pollen,   resulting   in  male  sterility  in  Arabidopsis  thaliana.  Plant  J.  39.  pp  :  170–181.  

Li,   S.F.   et   al.   2007.   Suppression   and   restoration   of   male  fertility  using  a  transcription  factor.  Plant  Biotechnol.  J.  5.  pp  :  297–312.  

Khan,   M.S.   2005.   Plant   biology–engineered   male   sterility.  Nature  436.  pp  :  783–785.  

Mlynarova,   L.   et   al.   2006.   Directed   microspore-­‐specific  recombination  of  transgenic  alleles  to  prevent  pollen-­‐mediated   transmission   of   transgenes.   Plant  Biotechnol.  J.  4.  pp  :  445–452.  

Luo,   K.   et   al.   2007.   “GM-­‐gene-­‐deletor”:   fused   loxP-­‐FRT  recognition   sequences   dramatically   improve   the  efficiency   of   FLP   or   CRE   recombinase   on   transgene  excision  from  pollen  and  seed  of  tobacco  plants.  Plant  Biotechnol.  J.  5.  pp  :  263–274.