PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS...

158
PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI 1 | Page BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Sejarah perjalanan pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia senantiasa mengalami pasang surut seiring dengan perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia. Beragam peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur secara khusus tentang pemerintahan daerah bergulir sejak Negara ini berdiri. Dimulai dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan terakhir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Hal ini membuktikan bahwa implementasi terhadap pemerintahan daerah begitu rumit dan kompleks karena banyaknya persoalan yang perlu diatur dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari hal di atas, tampak berbagai persoalan muncul seiring dengan semangat tuntutan akan pelaksanaan desentralisasi

Transcript of PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS...

Page 1: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

1 | P a g e

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Sejarah perjalanan pelaksanaan pemerintahan daerah di

Indonesia senantiasa mengalami pasang surut seiring dengan

perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia. Beragam

peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur secara

khusus tentang pemerintahan daerah bergulir sejak Negara ini

berdiri.

Dimulai dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 dan terakhir Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2015. Hal ini membuktikan bahwa implementasi terhadap

pemerintahan daerah begitu rumit dan kompleks karena

banyaknya persoalan yang perlu diatur dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Dari hal di atas, tampak berbagai persoalan muncul seiring

dengan semangat tuntutan akan pelaksanaan desentralisasi

Page 2: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

2 | P a g e

secara utuh oleh pemerintah daerah. Pemerintahan daerah

senantiasa bergerak menuju kepada penataan kelembagaan yang

lebih baik lagi mulai dari tingkatan desa sampai dengan level

provinsi.

Kompleksitas pengaturan berkaitan dengan kewenangan

antara pemerintah dan pemerintah daerah menjadi isu hangat

setiap periodeisasi dari pelaksanaan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah.

Hubungan pemerintah dan pemerintah daerah tidak luput juga

menaruh andil terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Pada

level dibawahnya, hubungan antara pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota serta hubungan antara pemerintah

kabupaten/kota dengan desa-desa yang ada dibawahnya menjadi

perbincangan hangat dalam rangka menemukan formulasi yang

tepat guna mengatur persoalan-persoalan di atas.

Topik-topik yang berkaitan dengan pengaturan kewenangan

dan hubungan serta keuangan menjadi topik yang sentral yang

mewarnai setiap perubahan terhadap peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah.

Tarik ulur kepentingan di pusat dan daerah hingga desa

tidak dapat dilepaskan begitu saja dari perjalanan pemerintahan

daerah yang ada saat ini.

Page 3: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

3 | P a g e

Sejarah memberikan fakta bahwa pasca reformasi, Undang-

Undang 22 Tahun 1999 maupun Undang-Undang 32 Tahun 2004

telah memberikan ruang yang begitu besar bagi pemerintah

daerah untuk dapat mengurus urusan rumah tangganya sendiri

melalui asas desentralisasi. Akan tetapi masih terdapat

kekurangan di sana sini dalam praktek dilapangan.

Pemecahan Undang-Undang 32 Tahun 2004 menjadi

beberapa bagian khusus, tentunya akan berdampak kepada

pelaksanaan otonomi daerah yang ada saat ini. Sebagaimana

diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dipecah

menjadi beberapa bagian pengaturan antara lain; pemerintahan

daerah, desa, dan pemilihan kepala daerah. Ini menunjukkan

bahwa Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang digunakan ± 10

tahun memuat begitu banyak pengaturan terkait pemerintahan

daerah yang pada akhirnya menyisakan berbagai persoalan.

Semangat lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Undang-Undang 2 Tahun

2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Page 4: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

4 | P a g e

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

menjadi Undang-Undang.

Dari ketentuan di atas yang sudah berlaku, secara tidak

langsung mempengaruhi produk hukum di daerah baik peraturan

daerah, peraturan kepala daerah maupun yang lainnya yang

sebelumnya sudah berlaku terlebih dahulu. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penyisiran terhadap produk-produk hukum daerah

khususnya peraturan daerah yang tidak lagi sejalan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan

daerah maupun desa yang berlaku saat ini agar dapat segera

untuk disesuaikan sehingga tidak terjadi tumpang tindih

kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota.

Dengan melihat matriks pembagian urusan pemerintahan

konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan

daerah kabupaten/kota sebagaimana terdapat dalam lampiran

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah dapat diketahui bahwa terdapat beberapa urusan

pemerintah kabupaten/kota yang telah beralih menjadi urusan

pemerintah provinsi.

Urusan-urusan yang sebelumnya menjadi urusan

pemerintah kabupaten/kota yang diperkuat dengan peraturan

Page 5: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

5 | P a g e

daerah tentunya secara hukum perlu untuk direvisi mengingat

urusan tersebut kini bukan lagi menjadi urusan pemerintah

kabupaten/kota melainkan menjadi urusan pemerintah provinsi.

Sejalan dengan itu juga, Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa juga memberikan dampak tersendiri terhadap

pelaksanaan pemerintahan desa yang ada saat ini. Beberapa

ketentuan yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa sudah tidak lagi sejalan dengan peraturan daerah

yang ada saat ini.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, dapat

diketahui terdapat permasalahan yang muncul pasca

diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah khususnya yang berkaitan dengan

kewenangan yang dimiliki antara Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten/Kota. Tentunya hal ini akan turut

mempengaruhi produk hukum daerah yang ada saat ini yang

berkaitan dengan hal-hal dimaksud di atas.

Terkait dengan hal di atas, fokus penelitian ataupun

pengkajian hukum yang akan dilakukan ini berfokus pada

peraturan daerah-peraturan daerah yang ada di Kabupaten Bintan

Page 6: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

6 | P a g e

periode tahun 2004 sampai dengan 2014. Berikut daftar Peraturan

daerah Kabupaten Bintan periode 2004 sampai dengan Periode

2014.

Tabel 1.1 Peraturan Daerah Kabupaten Bintan

Periode 2004 – 2014

Nomor Regulasi Nama Regulasi

03/2004 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Rencana Stratejik (Renstra) Kabupaten Kepulauan Riau Tahun

2002 - 2006 04/2004 Pajak Reklame

05/2004 Pajak Restoran 06/2004 Pajak Hotel

08/2004 Penyertaan Modal Daerah Pada Pihak Ketiga 10/2004 Pajak Hiburan 11/2004 Izin Usaha Perfilman

12/2004 Pembentukan Kijang Kota, Kelurahan Sungai Enam, Kelurahan Gunung Lengkuas,

Kelurahan Sungai Lekop Di Kecamatan Bintan Timur Dan Kelurahan Kawal Di Kecamatan

Gunung Kijang 01/2005 Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua Dan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau 06/2005 Kedudukan Protokoler Ketua, Wakil Ketua Dan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Riau

07/2005 Retribusi Parkir 12/2005 Pembentukan Organisasi Dinas Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau

13/2005 Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kepulauan Riau

02/2006 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor : 1 Tahun 2005 Tentang Kedudukan Keuangan

Ketua, Wakil Ketua Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan

03/2006 Pembentukan Dana Cadangan

04/2006 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2005

Page 7: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

7 | P a g e

06/2006 Penyelenggaran Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

07/2006 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2005 Tentang

Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bintan

08/2006 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 3 Tahun 2006 Pembentukan Dana Cadangan

03/2007 Retribusi Pelayanan Kependudukan Dan Catatan Sipil

07/2007 Badan Permusyawaratan Desa 08/2007 Tata Cara Pencalonan, Pemilihan,

Pengangkatan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa

09/2007 Pedoman Pembentukan Dan Pengelolaan

Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) 10/2007 Pedoman Penyusunan Organisasi Dan Tata

Kerja Pemerintah Desa 02/2008 Perangkat Desa

03/2008 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2005-2010

04/2008 Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa

Dan Kelurahan 05/2008 Urusan Pemerintahan Yang Menjadi

Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Bintan 06/2008 Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah

Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan

07/2008 Pembentukan Organisasi Dinas Daerah

Kabupaten Bintan 08/2008 Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis

Daerah Kabupaten Bintan 09/2008 Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong

Praja Kabupaten Bintan 10/2008 Pembentukan Organisasi Kecamatan Dan

Kelurahan Kabupaten Bintan

11/2008 Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten Bintan Kepada Pemerintahan Desa

12/2008 Pengelolaan Terumbu Karang 13/2008 Keuangan Desa

16/2008 Pengikatan Dana Kegiatan Tahun Jamak Unmtuk Pembangunan Kantor Bupati Bintan Dan Kantor Kantor Dewan Perwakilan Rakyat

Page 8: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

8 | P a g e

Daerah Kabupaten Bintan 02/2009 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Dasar Pada Puskesmas

03/2009 Perencanaan Pembangunan Desa 04/2009 Tata Cara Pelaporan Pertanggungjawaban

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 05/2009 Pedoman Pembentukan, Penghapusan,

Penggabungan Desa Dan Perubahan Status

Desa Mejadi Kelurahan 06/2009 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri Di

Kecamatan Gunung Kijang, Desa De... 07/2009 Penyertaan Modal Dan Penambahan

Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten

Bintan Kepada Pt. Bank Riau, Dan Pd. Bank Perkreditan Rakyat Bintan Untuk Tah...

08/2009 Pedoman Pembentukan, Penghapusan Dan Penggabungan Kelurahan

09/2009 Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 4 Tahun 1993 Tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum

Kabupaten Kepulauan Riau Da... 10/2009 Retribusi Pelayanan Laboratorium Pengujian

Mutu Konstruksi 02/2010 Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Daerah 03/2010 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 2 Tahun 2007 Tentang

Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah Perseroan Terbatas (Pt) Bintan Int...

06/2010 Kewajiban Pandai Baca Tulis Al-Qur’an Dan Mendirikan Shalat Bagi Anak Usia Sekolah

Yang Beragama Islam 07/2010 Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 5 Tahun

2005 Tentang Pembentukan Perusahan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (Pd....

01/2011 Pajak Daerah 02/2011 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2011 03/2011 Retribusi Jasa Umum 04/2011 Retribusi Jasa Usaha

Page 9: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

9 | P a g e

05/2011 Retribusi Perizinan Tertentu 06/2011 Pengawassan Dan Pengendalian Minuman

Beralkohol 07/2011 Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bintan

08/2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Binta Nomor 7 Tahun 2008 Tentang

Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bintan

09/2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis

Daerah Kabupaten Bintan 11/2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

01/2012 Pengelolaan Pertambangan Mineral

02/2012 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2011 - 2031

03/2012 Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Kabupaten Bintan 04/2012 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

Tahun 2012

05/2012 Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Bintan Kepada PT. Bank Riau Kepri

Untuk Tahun 2011 S/D 2014 06/2012 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 7

Tahun 2011 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bintan

07/2012 Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bintan 08/2012 Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran

09/2012 Penyelenggaraan Pendidikan 12/2012 Penyelenggaraan Kebersihan 13/2012 Penataan Dan Penggunaan Tanah Untuk

Keperluan Tempat Pemakaman 01/2013 Bangunan Gedung

02/2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bintan Tahun

2010 - 2015 03/2013 Tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

Page 10: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

10 | P a g e

Tahun Anggaran 2012 04/2013 Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah

Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan

05/2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8 Tahun

2008 Tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bintan

06/2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

07/2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 5

Tahun 2005 Tentang Pembentukan Perusahan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD.BPR) Bintan

08/2013 Tentang Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Bintan Kepada

Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bintan Untuk Tahun 2013 S/D 2017

09/2013 Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013

10/2013 Tentang Retribusi Perpanjangan Izin

Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing 11/2013 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2014 01/2014 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak

02/2014 Tentang Pembentukan Lembaga Penyiaran Publik Lokal Radio Bintan Fm

03/2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu 04/2014 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam

Pembangunan Di Daerah 05/2014 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik

Daerah Kepelabuhan PT. Bintan Karya Bahari 06/2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Bintan

07/2014 Tentang Hibah Dan Bantuan Sosial Dalam Bantuan Pembinaan Keagamaan

09/2014 Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014

10/2014 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015

Page 11: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

11 | P a g e

Sejalan dengan hal tersebut, maka dirumuskanlah

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan kewenangan antara Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah?

2. Peraturan Daerah apa saja yang mengalami perubahan

pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di Kabupaten

Bintan?

1.2 Dasar Hukum Kegiatan

Dasar Hukum dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:

a. Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.

1.3 Tujuan Kegiatan

Kegiatan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan ini bermaksud untuk mengidentifikasi dan menghasilkan

informasi yang komprehensif, padat dan jelas mengenai potensi

Page 12: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

12 | P a g e

dan permasalahan yang terjadi sebagai dampak dari

diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah di Kabupaten Bintan sebagai bahan

pertimbangan dalam melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah

yang telah ada saat ini di Kabupaten Bintan dan sebagai pijakan

dalam penyusunan program legislasi daerah di Kabupaten Bintan.

Tujuan pelaksanaan kegiatan Kajian Evaluasi Peraturan

Daerah Kabupaten Bintan ini adalah:

a. Mengetahui dampak yang terjadi akibat diundangkannya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah terhadap peraturan daerah yang

berlaku saat ini di Kabupaten Bintan.

b. Menginventarisir peraturan daerah-peraturan daerah

yang ada saat ini di Kabupaten Bintan yang sudah tidak

sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah.

1.4 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruangan lingkup kegiatan meliputi lingkup wilayah yaitu

Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau dan lingkup materi

atau substansi kegiatan sebagai berikut :

Page 13: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

13 | P a g e

a. Melakukan kajian literatur dan kebijakan terkait untuk

mendapatkan pemahaman kebijakan pembangunan

jangka menengah dan jangka panjang, visi, misi tujuan

dan sasaran pembangunan Kabupaten Bintan dikaitkan

dengan produk hukum daerah.

b. Mengidentifikasi permasalahan yang timbul atas

diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah terhadap peraturan

daerah yang berlaku saat ini di Kabupaten Bintan.

c. Mengidentifikasi peraturan daerah yang ada saat ini di

Kabupaten Bintan yang tidak lagi sejalan dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.

d. Mengidentifikasi rancangan peraturan daerah yang dapat

diusulkan pada Proglam Legislasi Daerah Kabupaten

Bintan Tahun 2016.

Page 14: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

14 | P a g e

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perkembangan Pemerintahan Daerah

2.1.1 Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Yang Berlaku Pada

Masa Orde Lama (1945–1965)

R.P Soeroso dalam tulisannya di waktu negara kesatuan

Republik Indonesia baru saja terbentuk kembali ditahun 1950,

berkata :

“Yang amat penting pula dengan segera diselenggarakan ialah pemerintahan di daerah-

daerah, oleh karena pemerintahan di daerah itu adalah sendi negara kesatuan. Sendi ini harus baik dan sentosa agar supaya negara kesatuan

mempunyai pemerintahan yang stabil. Daerah-daerah yang sebelum negara kesatuan terbentuk, sama

menunjukkan keinginannnya untuk mendapat otonomi yang teratur baik, harus dengan segera

diberi otonomi itu, agar supaya daerah-daerah itu dengan segera dapat merasakan bahwa daerah-daerah itu dalam ketatanegaraan tidak mengalami

kemunduran”1.

Seiring dengan tulisan di atas, maka tulisan Soepomo dalam

majalah yang sama, dimana ditulis antara lain :

“soal yang telah sejak zaman Hindia Belanda, bahkan semenjak zaman pra-kolonialisme Belanda sulit untuk

1 R.P Soeroso, Isi Negara Kesatuan, dalam majalah Mimbar Indonesia,

1950, tahun dan nomor penerbitan tidak diketahui, dalam Solly Lubis,

Perkembangan Garis Politik dan Per-Undang-Undangan Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, 1983.

Page 15: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

15 | P a g e

mencari pemecahan yang tepat dan benar ialah soal sistem pemerintahan daerah di dalam negara

kesatuan Republik Indonesia”, “Maka negara Unitaris Republik Indonesia tidak akan bersifat sentralistis,

bahkan dasar susunan pemerintahan ialah sistem dekonsentrasi, yang memang tepat buat negara

kepulauan yang begitu besar seperti Indonesia dan yang tepat pula buat sistem masyarakat yang mempunyai beraneka warna suku-suku bangsa yang

masing-masing mempunyai sifat kedaerahan sendiri “2.

Struktur negara kesatuan yang berasas desentralisasi dapat

dipandang sebagai tatanan politik dan sebagai tatanan

administratif. Disebut tatanan politik, karena struktur yang

demikian merupakan wadah pengembangan demokrasi

pemerintahan di daerah yang intinya ialah penyelenggaraan

urusan rumah tangga daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat

Indonesia3.

Dengan meminjam istilah dan konsepsi dari Rudolf Kjellen,

pemerintah di daerah dalam negara kesatuan yang ditata menurut

asas desentralisasi dan dekonsentrasi, adalah termasuk

kratopolitik sebagai salah satu subsistem politik4.

2 Soepomo, soal Pemerintah Daerah di dalam UUD Sementara dalam

majalah Mimbar Indonesia, 1950, Tahun ke-IV, No 43 Hal.4, dalam dalam Solly

Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Per-Undang-Undangan Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, 1983.

3 Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik….hal. 87. 4 Wahyono SK, wawasan Nusantara Sebuah Konsepsi Geopolitik, dalam

majalah Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia Dharsmasena,no.100/April 1982, dan Wawasan Nusantara Yayasan Harapan Nusantara,hal 15-25, dalam Solly Lubis Perkembangan Garis Politik….hal. 87.

Page 16: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

16 | P a g e

Sebagaimana diketahui bahwa sebelum lahirnya Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1974, banyak sekali Undang-Undang

yang dihasilkan dalam rangka Otonomi Daerah. Dan di dalam

kajian ini hanya memberikan gambaran tentang produk Undang-

Undang yang telah dilahirkan dalam rangka Otonomi Daerah.

Adapun Undang-Undang yang pernah ada yang mengatur tentang

Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:

2.1.1.1 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 1 Tahun

1945

Sebenarnya Undang-Undang ini hanya mengatur tentang

Kedudukan Komite Nasional Daerah, namun dapat dikatakan

pada hakikatnya mengatur tentang Pemerintahan Daerah

(desentralisasi dan Otonomi Daerah)5

Mengenai keterlibatan Komite Nasional Indonesia Daerah

dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah bersama dengan

Kepala Daerah ini, dapat dilihat dari kedudukan atau fungsi

Komite Nasional Indonesia Daerah sebagaimana dijelaskan pada

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang dibuat oleh

Kementerian Dalam Negeri :

“…Komite Nasional Indonesia Daerah itu hendaknya

menjadi badan Legislatif, dipimpin Kepala Daerah,

5 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah……..hal 32.

Page 17: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

17 | P a g e

sedangkan sebagian dari Komite Nasional Indonesia Daerah dipimpin pula oleh Kepala Daerah,

hendaknya menjalankan pemerintahan sehari-hari”.

Kedua ketentuan tersebut, secara nyata memperlihatkan

kelemahan prinsipal yang menimbulkan persoalan didalam

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yaitu menciptakan

dualisme kekuasaan eksekutif. Yang dikemudian hari kekeliruan

ini menjadi salah satu alasan dan pendorong munculnya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 19486.

2.1.1.2 Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22 Tahun

1948

Memperhatikan materi dari Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1948, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1945, tampak adanya upaya untuk mewujudkan makna bunyi

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, hal itu terlihat dari

Penetapan yang ada dalam Undang-Undang tersebut, yaitu :

a. Landasan pelaksanaan desentralisasi yang rasional

sebagai sarana mempercepat kemajuan rakyat didaerah.

b. Diadakannya 3 (tiga) tingkatan daerah otonom, yaitu

Provinsi bagi Daerah Tingkat I, Kabupaten dan Kota Besar

6 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah……..hal 33.

Page 18: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

18 | P a g e

bagi Daerah Tingkat II dan Desa (Kota kecil, nagari, marga

dan sebagainya)bagi daerah Tingkat III.

c. Modernisasi dan mendinamisasi pemerintahan desa

dengan menjadikannya Daerah Tingkat III.

d. Menghilangkan dualisme pemerintahan di daerah.

e. Pembentukan daerah istimewa di daerah-daerah yang

mempunyai hak-hak usul dan di zaman sebelum Republik

Indonesia telah mempunyai pemerintahan sendiri.

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, maka dibentuklah

Provinsi-Provinsi otonomi di Jawa, sedangkan Sumatera dan

Kalimantan atau wilayah Indonesia Timur berlaku Undang-

Undang Pemerintahan Daerah tersendiri7.

2.1.1.3 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 1 Tahun

1957

Dengan penetapan Undang-Undang ini, menurut Amrah

Muslimin, menyatakan : “kita bertambah mendekati uniformitas,

mengenai peraturan dasar tentang Pemerintahan di daerah,

karena dengan mulai dilaksanakannya Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1957, Undang-Undang yang lama yaitu: Undang-

7 Undang-Undang yang diberlakukan adalah Undang-Undang Nomor 44

Tahun 1950, Undang-Undang ini jiwanya mendekati Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, hanya disesuaikan dengan struktur Negara Bagian.

Page 19: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

19 | P a g e

Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Negara

Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950, Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1956 (tentang Kotapraja Jakarta Raya), S.G.O.,

S.G.O.B. dan lain-lain berhenti berlaku. kecuali beberapa

ketentuan yang masih berjalan dalam masa peralihan”.8

Undang-Undang tentang pokok-pokok pemerintahan

daerah ini bermaksud untuk mengatur sebaik-baiknya soal-

soal yang semata-mata terletak dalam lapangan otonomi dan

medebewind di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia,

sesuai dengan maksud pasal 131 Undang-Undang Dasar

Sementara yang berarti juga akan merubah prinsip cara-cara

pemerintahan bentuk lama9.

2.1.1.4 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 18

Tahun 1965

Dengan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945

berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka pula perubahan

itu terutama dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan

Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 1 Tahun 1957 dan

8 Amrah Muslimin, Pemerintahan Daerah Menurut Perundangan Terakhir

(Tahun 1957), Karya Budhi Darma, Jakarta, 1957, dikutip oleh Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik Dan Per-Undang-Undangan Pemerintahan Daerah,

Alumni, Bandung, 1983. 9 Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik Dan PerUndang-Undangan

Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, 1983.

Page 20: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

20 | P a g e

kebutuhan penyesuaian susunan pemerintahan daerah dengan

susunan menurut Undang-Undang Dasar 194510.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, intinya menetapkan

bahwa dekonsentrasi dan desentralisasi berjalan dengan

menjunjung tinggi desentralisasi teritorial, dan dualisme

pemerintahan didaerah di hapuskan.

Melalui Undang-Undang ini, maka wilayah Indonesia dibagi

atas daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri (daerah otonom) dan tersusun dalam 3

tingkatan yakni :

1. Provinsi dan/atau Kota Raya sebagai Daerah Tingkat I.

2. Kabupaten dan/atau Kotamadya sebagai Daerah

Tingkat II.

3. Kecamatan dan/atau Kota Praja sebagai Daerah

Tingkat III

Patut dicatat, bahwa semasa berlakunya Undang-Undang

ini, Pembentukan Daerah Tingkat III tidak pernah terlaksana,

walaupun sempat dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1965 Tentang Desa Praja11.

10 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah……..hal 36. 11 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah…..hal 38.

Page 21: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

21 | P a g e

2.2.1 Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Yang Berlaku

Pada Masa Orde Baru (1966-1998)

2.2.1.1 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 5 Tahun

1974

Undang-Undang ini disebut "Undang-Undang tentang pokok-

pokok Pemerintahan di Daerah", oleh karena dalam Undang-Undang

ini diatur tentang Pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan

daerah otonom dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang

menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah yang berarti bahwa dalam

Undang-Undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan urusan

pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekosentrasi dan

asas tugas pembantuan di daerah.

Undang-Undang ini merupakan koreksi dan penyesuaian

baru dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 sesuai dengan

pergantian Orde Lama ke Orde Baru. Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1974 lahir sesudah adanya pengarahan politis mengenai

Pemerintah Daerah dalam GBHN. Undang-Undang ini lahir

sebagai pelaksanaan Tap MPR No. IV Tahun 1973 dan juga di

bawah rangka UUD 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

mulai berlaku tanggal 23 Juli 1974 hingga 6 Mei 1999. Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1974 dinilai sangat bernuansa sentralistis

Page 22: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

22 | P a g e

dan kurang memperhatikan kedudukan DPRD sebagai badan

legislatif yang berdiri sendiri12.

Adapun latar belakang situasi dan nuansa pembentukan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut13 :

1. Sedang giatnya sosialisasi pembangunan ekonomi dan

menomorduakan pembangunan politik. Pemerintah Orde

baru dengan trilogi pembangunan pada waktu itu hendak

menciptakan stabilitas nasional yang mantap.

2. Untuk itu diperlukan pemerintah yang stabil dari Pusat

sampai ke Daerah.

3. Selanjutnya dibuatlah berbagai Undang-Undang yang

sentralistis, mengurangi kegiatan Partai Politik dan

memandulkan peran DPR dan juga peran DPRD. Bahkan

di Daerah kedudukan Kepala Daerah sengaja dibentuk

dengan istilah penguasa tunggal dan menomorduakan

peran DPRD.

4. Memaksakan fusi Partai-partai dari sembilan Partai

menjadi 2 partai di samping dominasi Golkar.

12 B.N Marbun, DPRD & Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 &

UU Otonomi Daerah 2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005. 13 Ibid, hal….55.

Page 23: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

23 | P a g e

5. Pengukuhan dan pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI di segala

bidang dan sektor pemerintahan termasuk di bidang

legislatif dari Pusat sampai ke Daerah.

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang tersebut

dapat diketahui bahwa desentralisasi dengan pemberian

otonomi kepada daerah adalah meningkatkan daya guna dan

hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama

dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat

melalui prinsip stabilitas politik dan kesatuan bangsa. Tujuan

itu mengandung arti bahwa pemberian otonomi kepada suatu

daerah perlu didukung oleh faktor-faktor yang bersifat teknis

administratif, yang secara minimal dapat menjamin kemampuan

daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri.

Hal di atas dapat dipahami karena Pasal 18 Undang-

Undang Dasar 1945 yang berkenaan dengan Pemerintah Daerah,

di dalamnya terkandung aspirasi politik yang pada hakikatnya

ingin menempatkan Pemerintah Daerah sebagai bagian penting

dari Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspirasi

politik sebagaimana yang dimaksudkan itu, kemudian

dituangkan ke dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahmn 1974, di

mana asas desentralisasi dan pemberian otonomi kepada daerah

Page 24: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

24 | P a g e

dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi, serta

memberi kemungkinan bagi tugas pembantuan (medebewind

atau co-administration)14

Sebagaimana telah diketahui, berbeda dengan kedua Undang-

Undang Pemerintahan di Daerah yang terdahulu (Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

1965), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak menyebut

secara eksplisit sistem otonomi yang dianutnya. Kedua

Undang-Undang terdahulu dimaksud menyatakan diri

menganut sistem otonomi riil.

Mengenai hal ini, Koesoemahatmadja15 menganggap ada

persamaan antara sistem otonomi yang dianut oleh Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1974 dengan yang dianut oleh

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, dan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965, yang pada dasarnya merupakan sistem

otonomi formil, akan tetapi dinamakan oleh Pemerintah sistem

otonomi riil.

14 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah…..hal 40. 15 Koesoemahatmadja, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah Di

Indonesia, Bina Cipta, Bandung,1979, dikutip oleh Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah…..hal 42.

Page 25: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

25 | P a g e

Namun, Sujamto16 meragukan pandangan

Koesoemahatmadja tersebut di atas dengan mengatakan:

"... Sepanjang mengenai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

1965 barangkali anggapan tersebut mengandung kebenaran (meskipun tidak seluruhnya)".

Sehubungan dengan prinsip otonomi tersebut di atas,

terdapat beberapa Otonomi Daerah. Hal itu dapat dilihat pasal

sebagai berikut:

a. Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi:"pembentukan, nama,

batas, ibukota, hak dan wewenang urusan serta modal

pangkal daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

ditetapkan dengan Undang-Undang".

b. Pasal 5, yaitu mengenai kemungkinan penghapusan

sesuatu daerah.

c. Pasal 7 yang berbunyi :"Daerah berhak, berwenang dan

berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangga

sendiri sesuai dengan peraturan per-Undang-Undangan

yang berlaku".

16 Sujamto, Otonomi Daerah Yang Nyata Dan Bertanggungjawab,Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1984, dikutip oleh Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah……hal 42.

Page 26: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

26 | P a g e

d. Pasal 8 ayat (10) yang berbunyi :"Penambahan

penyerahan urusan Pemerintah kepada Daerah

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah".

e. Pasal 9 yang berbunyi :"Sesuatu urusan Pemerintah

yang telah diserahkan kepada Daerah dapat ditarik

kembali dengan peraturan per-Undang-Undangan yang

setingkat" (maksudnya ialah setingkat dengan

penyerahannya).

f. Pasal 10 yang mengharuskan dibentuknya Dewan

Perimbangan Otonomi Daerah yang bertugas untuk

"memonitor" perkembangan dan dinamika Otonomi

Daerah sebagai bahan pertimbangan kepada Presiden,

kiranya jelas merupakan perlengkapan yang tidak

diperlukan seandainya Undang-Undang ini menganut

sistem rumah tangga formil, meskipun tidak pula dapat

dikatakan bahwa Undang-Undang ini menganut sistem

rumah tangga materiil.

g. Pasal 39 yang mengatur pembatasan-pembatasan

terhadap ruang lingkup materi yang dapat diatur oleh

Peraturan Daerah, apabila dibandingkan dengan Pasal

50 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan Pasal

38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, maka jelas

Page 27: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

27 | P a g e

bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 lebih

dekat kepada sistem otonomi materiil daripada kedua

Undang-Undang tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

menganut sistem otonomi materiil. Pendapat itu diperkuat oleh

praktek pembentukan Dinas Daerah, melalui Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 363 Tahun 1977 tentang Pedoman

Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah,

yang mana dalam Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa: "Yang

dimaksud dengan Dinas Dati I dan Dinas Dati II. yang dibentuk

berdasarkan terjadinya penyerahan sebagian urusan Pusat

kepada Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah"

Ketentuan tadi merupakan pelaksanaan yang konsekuen

kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang dalam

Penjelasan Umumnya17, antara lain menyatakan bahwa:

"Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah. Urusan-urusan yang diselenggarakan oleh

Dinas-Dinas Daerah adalah urusan-urusan yang telah menjadi urusan rumah tangga daerah.

Pembentukan Dinas Daerah untuk melaksanakan urusan-urusan yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat dan belum diserahkan kepada Daerah dengan

suatu Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah menjadi urusan rumah tangganya, tidak

dibenarkan ".

17 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah…….hal 44.

Page 28: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

28 | P a g e

Dalam perkembangannya, setelah Undang-Undang ini

berjalan selama 18 (delapan belas) tahun, pemerintah mulai

mempertimbangkan pendapat para ahli sebagaimana telah

dikemukakan dimuka, yang pada intinya menegaskan bahvva

Daerah Tingkat II sudah seharusnya merupakan daerah otonom

sepenuhnya. Namun demikian, pelaksanaan Otonomi Daerah

sebagaimana dimaksud tadi, belumlah diterapkan secara

serentak dan menyeluruh. Pemerintah masih memandang perlu

dilakukan uji coba terdahulu, sebelum benar-benar daerah

diberikan otonomi sepenuhnya18.

18 Untuk maksud tersebut, pada tahun 1992 dikeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Titik Berat Penyelenggaraan

Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II, yang merupakan peraturar,

pelaksana dari Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah tersebut, dilakukan

uji coba titik berat Otonomi Daerah pada Daerah Tingkat II, sebagaimana di-

atur dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 105 Tahun 1994, yang rnenetapkan 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat (I sebagai proyek

percontohan (pilot project) Otonomi Daerah. Untuk mendukung kebijakan

tersebut, dike!uarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1995 yang prinsipnya menyerahkan 19 (sembilan be!as) urusan departemen teknis

(kecuali departemen agama dan penerangan) kepada 26 (dua puluh enam)

Daerah Tingkat II Percontohan.

Proyek percontohan tersebut di atas dilakukan selama 2 (dua) tahun,artinya, pada tahun 1997 harus dilakukan evaluasi terhadap 26 (dua

puluh enam) Daerah Tingkat II Percontohan, untuk Menentukan apakah perlu

di!akukan penambahan urusan pemerintahan pada Daerah Tingkat II Percontohan atau penambahan Daerah Tingkat II baru sebagai proyek

percontohan. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, Pemerintah menilai ada

kecenderungan bahvva kehendak baik (good will) Pemerintah Pusat belum diikuti dengan. tindakan nyata. Beberapa peraturan perundang-undangan

dimaksud belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga hampir tidak

ada perubahan yang berarti dalam kinerja penye!enggaraan pemerintahan di Daerah Tingkat II Percontohan tersebut.

Page 29: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

29 | P a g e

2.2.2 Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Yang Berlaku Pada

Masa Reformasi (1999-2004)

2.2.2.1 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun

1999

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang

disusul dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

adalah merupakan koreksi total atas Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1974 dalam upaya memberikan otonomi yang cukup luas

kepada daerah sesuai dengan cita-cita UUD 1945. Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 mulai berlaku 7 Mei 1999 lebih

terkenal dengan nama Undang-Undang Otonomi Daerah 1999,

lahir sebagai pelaksanaan Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/

1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan juga di bawah

rangka UUD 1945. Seperti proses lahirnya beberapa Undang-

Undang Tentang Pemerintahan Daerah sebelumnya, juga Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 ini terkesan merupakan pergeseran

pendulum (bandul) dari satu ekstrim yang satu ke ekstrim yang

lainnya, sesuai dengan kondisi politik saat itu19.

Berbeda dengan konsep otonomi daerah menurut menurut

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

19 B.N Marbun, DPRD & Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 &

UU Otonomi Daerah 2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005.

Page 30: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

30 | P a g e

Pemerintahan di Daerah, yaitu konsep otonomi daerah yang nyata

dan bertanggung jawab, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah di samping menghendaki otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab, juga menghendaki suatu

otonomi yang luas. Di samping itu penyelenggaraan otonomi

daerah harus pula didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi,

peran serta, musyawarah, pemerataan dan keadilan, serta

memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Pemberian

otonomi yang luas ini di samping memang telah sesuai dengan

jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, juga diharapkan akan

dapat mencegah timbulnya keinginan daerah yang menghendaki

dibentuknya Negara Federasi20.

Tujuan Makro dibentuknya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, menurut Bachsan

Mustafa21 seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945, yaitu :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia

2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan

20 Rozali Abdulllah, Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme

Sebagai Suatu Alternatif , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hlm. 18

Dalam Ramlan Zas, Tesis, Peralihan Aset Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah di Kota Pekanbaru,

Pekanbaru, 2004. 21 Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia,

PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Page 31: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

31 | P a g e

4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.

Tujuan Mikro dibentuknya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, adalah memberikan

keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam batas-batas

kewenangannya untuk mewujudkan tujuan makro, serta

mengembangkan otonomi dagrah secara luas, nyata dan

bertanggung jawab kepada daerah-daerah Kabupaten, Kota dan

Desa, dalam upaya pemberdayaan seluruh potensi masyarakat,

meliputi pemanfaatan Ruang Daratan, Ruang Lautan dan Ruang

Udara untuk tujuan kesejahteraan rakyat daerah22.

Adapun latar belakang situasi dan nuansa pembentukan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah sebagai berikut23 :

1. Di tengah-tengah maraknya arus reformasi setelah

tumbangnya rezim Suharto, menuntut pelaksanaan

demokrasi dari Pusat sampai Daerah. Untuk itu maka

DPR dan DPRD harus berfungsi sebagai wakil rakyat dan

menjalankan kontrol dan pengawasan terhadap pihak

eksekutif.

2. Merealisasi tuntutan di atas, maka dibentuklah Undang-

Undang yang intinya merombak paradigma pembangunan

22 Ibid, hal.127 23 Ibid,B.N Marbun, DPRD & Otonomi Daerah …….hal.56.

Page 32: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

32 | P a g e

ekonomi ke arah pembangunan yang serasi di semua

bidang termasuk peran legislatif dan yudikatif.

3. Sistem kenegaraan yang selama Orde Baru lebih bertitik

berat pada peran eksekutif (executive heavy) yang

dominan, kini bergeser ke arah pemberdayaan bidang

legislatif secara proporsional sehingga dapat mengontrol

dan mengawasi pihak eksekutif dari Pusat sampai Daerah

4. Mengakhiri dominasi Presiden dan Kepala Daerah dalam

menjalankan roda pemerintahan. Hal itu, terutama di

Daerah, dibuatlah Undang-Undang yang materinya

membatasi kewenangan Kepala Daerah dan

memantapkan kedudukan dan kewenangan DPRD sebagai

badan perwakilan rakyat yang memiliki kekuatan

seimbang dengan Kepala Daerah atau bahkan terkesan

penjungkirbalikan rumusan Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1974. Ada kesan peran legislatif lebih

dominan berhadapan dengan peran eksekutif (legislative

heavy).

5. Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD.

6. DPRD memilih dan menetapkan Kepala Daerah,

sedangkan Presiden hanya mengesahkan sebagaimana

sarana administratif.

Page 33: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

33 | P a g e

7. DPRD dapat memberhentikan Kepala Daerah melalui

persyaratan per-Undang-Undangan yang ada.

Berbeda pula halnya dengan Bachsan Mustafa24, Ia

memandang ada beberapa hal yang menyebabkan lahirnya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagai berikut :

1. Bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI), menurut Undang-Undang Dasar 1945

memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan Otonomi Daerah.

2. Bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah dan

dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam

maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global,

dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah

dengan memberikan kewewenangan yang luas, nyata dan

bertanggung jawab ke pada daerah secara proporsional,

yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian, dan

pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan

keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-

prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat,

pemerataan, clan keadilan, serta potensi dan

24 Ibid, Sistem Hukum Administrasi…….hal.126.

Page 34: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

34 | P a g e

keanekaragaman daerah, yang dilaksanakan dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

3. Bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1965 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-

Undang Nomor 5 Tahuh 1979, tentang Pemerintahan

Desa tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan

Otonomi Daerah dan perlunya mengakui serta

menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat

istimewa sehingga kedua undang-undang itu perlu

diganti.

Beberapa perubahan yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 lebih banyak bersifat mendasar, sehingga

memperlihatkan paradigma baru tentang pemerintahan daerah.

Perubahan mendasar dimaksud menyangkut :

1. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan (di) daerah;

2. Pembagian wilayah;

3. Pembagian kewenangan antara pusat, daerah provinsi dan

daerah Kabupaten/Kota;

4. Sistem Otonomi Daerah;

5. Susunan pemerintahan daerah;

6. Keuangan daerah;

Page 35: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

35 | P a g e

7. Mekanisme pencalonan, pemilihan, pengangkatan,

pertanggungjawaban, pemberhentian kepala daerah;

8. Mekanisme pembinaan dan pengawasan;

9. Prosedur penyusunan peraturan daerah dan keputusan

kepala daerah;

10. Keuangan daerah serta penyatuan tentang pemerintahan

desa dan kelurahan dengan pemerintahan daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974, Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk

mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai dengan

peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf c

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974). Sistem otonomi yang

dianut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 ini ialah

otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Semula sistem ini

dianut untuk mengganti sistem otonomi riil dan seluas-luasnya

yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965.

Sebagaimana telah dikemukakakan pada bagian sebelumnya,

menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1974, tidak dianutnya istilah seluas-luasnya didasarkan pada

pengalaman selama ini bahwa istilah tersebut ternyata dapat

menimbulkan kecenderungan pemikiran yang membahayakan

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. dan tidak serasi

Page 36: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

36 | P a g e

dengan maksud dan, tujuan pemberian otonomi kepada daerah

sesuai prinsip-prinsip yang digariskan dalam Garis-Garis Besar

Haluan Negara (GBHN).

Kemudian, dinyatakan bahwa Otonomi Daerah itu lebih

merupakan kewajiban daripada hak, yaitu kewajiban daerah

untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana

untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan

dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab25.

Jika pernyataan dibandingkan dengan Penjelasan Umum

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa

penyelenggaraan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi

luas, dalam arti pengakuan kewenangan pemerintahan yang

secara nyata dilaksanakan oleh daerah. Pelaksanaan Otonomi

Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Kabupaten dan

Kota, sedangkan Otonomi Daerah propinsi merupakan otonomi

yang terbatas, yang meliputi kewenangan-kewenangan yang

tidak atau belum dilaksanakan daerah otonom Kabupaten dan

Kota serta kebijaksanaan strategis regional.

Jika diamati, sistem otonomi yang dianut oleh Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut lebih mendekati makna

dan hakikat otonomi sebagaimana pesan, yang termaktub dalam

25 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Page 37: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

37 | P a g e

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Pesan konstitusional dari

Pasal 18 itu adalah bahwa penyelenggaraan pemerintahan (di)

daerah harus dilakukan berdasarkan asas desentralisasi dan

tidak mengatur mengenai pemerintahan wilayah yang

merupakan manifestasi dari asas dekonsentrasi26.

Jika prinsip otonomi yang dianut oleh Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 dikaitkan dengan sistem otonomi (sistem

rumah tangga daerah), maka tampak bahwa Undang-Undang

tersebut menganut sistem rumah tangga material dan sistem

rumah tangga riil/nyata. Sistem rumah tangga material tampak

dari adanya pembagian penanganan urusan pemerintahan

antara Pemerintah Pusat, propinsi dan Kabupaten/Kota.

sebagaimana diatur dalam Pasal 7, Pasal 9 dan Pasal 11

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pernerintah dan Keuangan Propinsi sebagai Daerah

Otonom (selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun

2000). Sementara sistem rurnah tangga riil tampak dari adanya

kemungkinan untuk pembentukan, pemekaran, penggabungan

dan penghapusan daerah maupun adanya ketentuan yang

26 Krisna D Darumurti dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah……..hal 48.

Page 38: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

38 | P a g e

memungkinkan daerah propinsi menjalankan kewenangan yang

tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah Kabupaten/Kota.

2.2.2.2 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32

Tahun 2004

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai

dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintahan

daerah yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (medebewind),

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan

peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan, dan kekhasaan suatu daerah dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia27.

Efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan

daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-

aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan atau

pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,

peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan

27 HAW Widjaja, Penyelenggaran Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka

Sosialisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Rajawali Press, Jakarta, 2005.

Page 39: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

39 | P a g e

kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan

pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan Otonomi Daerah

dalam kesatuan sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara28.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah

merupakan koreksi total atas kelemahan yang terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Bersamaan dengan itu

disusul dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dilengkapi dengan sistem

pemilihan langsung kepala daerah29.

2.2.2.3 Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23

Tahun 2014

Beberapa ketentuan yang bersifat prinsip yang diatur

didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 antara lain

adalah sebgai berikut:

2.2.2.3.1 Hubungan Pemerintah Pusat dan daerah

Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut

dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga memuat

28 Ibid, hlm 37. 29 B.N Marbun, DPRD & Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 &

UU Otonomi Daerah 2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005.

Page 40: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

40 | P a g e

pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea

keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan

kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah

Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung

jawab mengatur dan mengurus bangsa Indonesia. Lebih lanjut

dinyatakan bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah

melindungi seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi

logis sebagai Negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintah

Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama

kalinya dan kemudian pemerintah nasional tersebutlah yang

kemudian membentuk Daerah sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Kemudian Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk

mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut

Page 41: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

41 | P a g e

Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang

seluas-luasnya.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan

peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas,

dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan

mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip

demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan

serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada Daerah

dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara

kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau

pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada Daerah.

Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada

Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah akan tetap ada ditangan Pemerintah Pusat. Untuk itu

Pemerintahan Daerah pada negara kesatuan merupakan satu

kesatuan dengan Pemerintahan Nasional.

Sejalan dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan

oleh Daerah merupakan bagian integral dari kebijakan nasional.

Page 42: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

42 | P a g e

Pembedanya adalah terletak pada bagaimana memanfaatkan

kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas Daerah

untuk mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang

pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional

secara keseluruhan.

Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus

Daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya

sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional

dan kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang

lebih luas kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus

kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam membentuk

kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya

Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk

Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikan

kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta

keseimbangan antara kepentingan nasional yang sinergis dan

tetap memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam

penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.

Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat

sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi

kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan

Page 43: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

43 | P a g e

Pemerintahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada

Daerah dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah

dan DPRD dengan dibantu oleh Perangkat Daerah. Urusan

Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berasal dari kekuasaan

pemerintahan yang ada ditangan Presiden.

Konsekuensi dari negara kesatuan adalah tanggung jawab

akhir pemerintahan ada ditangan Presiden. Agar pelaksanaan

Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai

dengan kebijakan nasional maka Presiden berkewajiban untuk

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

2.2.2.3.2 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat

yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif,

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD

dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi

mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang

diserahkan kepada Daerah. Dengan demikian maka DPRD dan

kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang

mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi

Page 44: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

44 | P a g e

pembentukan peraturan daerah, anggaran dan pengawasan,

sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas

Perda dan kebijakan Daerah. Dalam mengatur dan mengurus

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tersebut,

DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat Daerah.

Sebagai konsekuensi posisi DPRD sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah maka susunan, kedudukan,

peran, hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD tidak

diatur dalam beberapa undang-undang namun cukup diatur

dalam Undang-Undang ini secara keseluruhan guna memudahkan

pengaturannya secara terintegrasi.

2.2.2.3.3 Urusan Pemerintahan

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan

Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah

Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut

dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan

konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan

Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat,

Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan

Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib

Page 45: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

45 | P a g e

yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib

yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan

Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan

Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional

masyarakat.

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah

provinsi dengan Daerah kabupaten/kota walaupun Urusan

Pemerintahan sama, perbedaannya akan nampak dari skala atau

ruang lingkup Urusan Pemerintahan tersebut. Walaupun Daerah

provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempunyai Urusan

Pemerintahan masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun

tetap akan terdapat hubungan antara Pemerintah Pusat, Daerah

provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya

dengan mengacu pada NSPK yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.

Di samping urusan pemerintahan absolut dan urusan

pemerintahan konkuren, dalam Undang-Undang ini dikenal

adanya urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan

umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala

pemerintahan yang terkait pemeliharaan ideologi Pancasila,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Bhinneka Tunggal Ika, menjamin hubungan yang serasi

berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan sebagai pilar

Page 46: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

46 | P a g e

kehidupan berbangsa dan bernegara serta memfasilitasi

kehidupan demokratis. Presiden dalam pelaksanaan urusan

pemerintahan umum di Daerah melimpahkan kepada gubernur

sebagai kepala pemerintahan provinsi dan kepada bupati/wali

kota sebagai kepala pemerintahan kabupaten/kota.

2.2.2.3.4 Keuangan Daerah

Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak

daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan

merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan

Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan

Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber

keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan

dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian

sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban

atau Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah.

Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan

terselenggaranya Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada

Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang

kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan

khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan

Page 47: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

47 | P a g e

Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK

untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang

ingin dicapai.

2.2.2.3.5 Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di

Daerah

Mengingat kondisi geografis yang sangat luas, maka untuk

efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas

penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah kabupaten/kota, Presiden sebagai penanggung jawab

akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan

kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama

Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan

kepada Daerah kabupaten/kota agar melaksanakan otonominya

dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Untuk efektifitas pelaksanaan tugasnya selaku wakil Pemerintah

Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur sebagai Wakil

Pemerintah Pusat. Karena perannya sebagai Wakil Pemerintah

Pusat maka hubungan gubernur dengan Pemerintah Daerah

kabupaten/kota bersifat hierarkis.

Page 48: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

48 | P a g e

2.2 Asas Pemerintahan Daerah

2.2.1 Asas Desentralisasi

Definisi desentralisasi menurut beberapa pakar berbeda

redaksionalnya, tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang sama.

Menurut Joeniarto30, desentralisasi adalah memberikan wewenang

dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur

dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya

sendiri. Amrah Muslimin31, mengartikan desentralisasi adalah

pelimpahan wewenang pada badan-badan dan golongan-golongan

dalam masyarakat dalam daerah tertentu untuk mengurus rumah

tangganya sendiri. Irawan Soejito32, mengartikan desentralisasi

adalah pelimpahan kewenangan pemerintah kepada pihak lain

untuk dilaksanakan.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal 1

butir b, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan

dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah

menjadi urusan rumah tangganya. Dalam Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 Pasal I butir e ditegaskan, desentralisasi adalah

penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

30 Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bina Aksara, Jakarta, 1992,hlm. 52. 31 Amrah Muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 5. 32 Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta,

Jakarta, 1990, hlm. 29.

Page 49: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

49 | P a g e

daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal I angka 7,

mengartikan desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dilihat dari pelaksanaan fungsi pemerintahan, desentralisasi

atau otonomi itu menunjukkan33: (I) Satuan-satuan desentralisasi

(otonomi) lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai perubahan

yang terjadi dengan cepat; (2) Satuan-satuan desentralisasi dapat

melaksanakan tugas" dengan efektif dan lebih efisien; (3) Satuan-

satuan desentralisasi lebih inovatif; (4) Satuan-satuan

desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih

tinggi, komitmen yang lebih tinggi dan lebih produktif.

Meskipun penilaian terhadap desentralisasi memperlihatkan

catatan-catatan keberhasilan, namun pemerintah masih berhati-

hati dalam bergerak ke arah desentralisasi yang lebih luas atau ke

arah pendelegasian pelaksanaan pembangunan. Data-data

memang tidak memungkinkan penilaian yang pasif terhadap

dampak desentralisasi, namun konsisi-kondisi yang memengaruhi

33 David Osborne-Ted Goebler, Reinventing Government, New York: A Plume Book, 1993,

hlm. 252 dst.

Page 50: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

50 | P a g e

pelaksanaan program-program desentralisasi dapat diketahui

dengan pasti. Kondisi-kondisi tersebut adalah: (i) sejumlah para

pejabat pusat dan birokrasi pusat mendukung desentralisasi dan

organisasi-organisasi yang diserahi tanggungjawab; (ii)

sejauhmana perilaku, sikap dan budaya yang dominan

mendukung atau kondusif terhadap desentralisasi pembuatan

keputusan; (iii) sejauhmana kebijaksanaan-kebijaksanaan dan

program-program dirancang dan dilaksanakan secara tepat untuk

meningkatkan desentralisasi pembuatan keputusan dan

manajemen; (iv) sejauhmana sumber-sumber daya keuangan,

manusia dan fisik tersedia bagi organisasi-organisasi yang diserahi

tanggung jawab.

Pengalaman dibanyak negara berkembang menunjukkan

bahwa desentralisasi bukan merupakan langkah yang cepat untuk

mengatasi masalah-masalah pemerintahan, politik, dan ekonomi.

Penerapannya tidak secara otomatis mengatasi kekurangan tenaga

kerja atau personil yang terampil. Desentralisasi tidak menjamin

bahwa jumlah sumber yang besar dapat dihasilkan di tingkat

daerah. Satu bentuk desentralisasi mungkin akan berhasil di

sebuah negara, sedangkan di negara-negara lain desentralisasi

tidak berhasil. Namun demikian, kekurangan-kekurangan yang

dibuktikan oleh pengalaman sejumlah negara berkembang tidak

Page 51: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

51 | P a g e

berarti bahwa usaha-usaha itu harus dihentikan. Desentralisasi

telah menciptakan hasil-hasil positif. Pertama, akses masyarakat

yang tinggal di daerah pedesaan (yang sebelumnya terbagikan) ke

dalam sumber-sumber pemerintah pusat telah meningkat. Kedua,

desentralisasi telah meningkatkan partisipasi dalam sejumlah

bidang. Dalam hal ini, desentralisasi memberikan tekanan pada

lembaga-lembaga pemerintah pusat. Akhirnya berbagai sumber

nasional pun tersedia untuk pembangunan daerah.

Ketiga, di sejumlah negara peningkatan terjadi dalam

kapasitas administrasi dan teknik pemerintah/organisasi daerah,

meskipun peningkatan ini berjalan lambat. Keempat, organisasi-

organisasi baru telah dibentuk di tingkat regional dan lokal untuk

rencanakan dan melaksanakan pembangunan. Semua badan atau

organisasi ini telah memberikan dampak yang cukup positif.

Kelima., perencanaan di tingkat regional dan lokal semakin

ditekankan sebagai satu unsur penting dari strategi pembangunan

nasional dengan memasukkan perspektif-perspektif dan

kepentingan baru ke dalam proses pembuatan keputusan34.

34

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara…. Op.Cit, hlm. 310.

Page 52: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

52 | P a g e

2.2.2 Asas Dekonsentrasi

Amrah Muslimin35 mengartikan, dekonsentrasi ialah

pelimpahan sebagian dari kewenangan pemerintah pusat pada

alat-alat pemerintah pusat yang ada di daerah. Irawan Soejito

mengartikan, dekonsentrasi adalah pelimpahan kewenangan

penguasa kepada pejabat bawahannya sendiri36. Menurut

Joeniarto, dekonsentrasi adalah pemberian wewenang oleh

pemerintah pusat (atau pemerintahan atasannya) kepada alat-alat

perlengkapan bawahan untuk menyelenggarakan urusan-

urusannya yang terdapat di daerah37.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal I

huruf (f), dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari

pemerintah atau kepala wilayah atau Kepala Instansi Vertikal

tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah. Asas

dekonsentrasi di dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1974 dipandang bukan sekadar komplemen atau pelengkap

terhadap asas desentralisasi, akan tetapi sama pentingnya dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dari penegasan ini

semakin memperkuat penilaian masyarakat bahwa spirit yang

dibangun oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah

35

Amrah Muslimin, Op, Cit, hlm. 4. 36

Irawan Soejito, Op.Cit, hlm. 34. 37

Joeniarto, Op.Cit, hlm. 10.

Page 53: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

53 | P a g e

sentralistik. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Pasal I huruf (f) ditegaskan, dekonsentrasi adalah pelimpahan

wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil

pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah. Pelaksanaan

asas dekonsentrasi dalam kedudukannya sebagai Wilayah

Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah

tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil

pemerintah. Penegasan ini memperlihatkan bahwa spirit yang

dibangun oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah

desentralistik sehingga di daerah kabupaten/kota tidak ada

urusan yang sifatnya dekonsentrasi. Melalui Undang-Undang ini

instansi vertikal di daerah kabupaten/kota dihapuskan. Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal I angka 8 mengartikan,

dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Asas dekonsentrasi dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu: (I)

dari segi wewenang: asas ini memberikan/melimpahkan wewenang

dari pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat di daerah untuk

menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah pusat yang ada di

daerah, termasuk juga pelimpahan wewenang pejabat-pejabat

atasan kepada tingkat di bawahnya; (2) dari segi pembentuk

Page 54: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

54 | P a g e

pemerintah: berarti membentuk pemerintah lokal administrasi di

daerah, untuk diberi tugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan pusat yang ada di daerah; (3) dari segi pembagian

wilayah: asas ini membagi wilayah negara menjadi daerah-daerah

pemerintah lokal administratif atau akan membagi wilayah negara

menjadi wilayah-wilayah administratif38.

2.2.3. Asas Tugas Pembantuan

Di samping pengertian otonomi, menurut Amrah Muslimin,

kita dapati juga istilah yang selalu bergandengan dengannya, yaitu

"medebewind', yang mengandung arti kewenangan pemerintah

daerah menjalankan sendiri aturan-aturan dari pemerintah pusat

atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya. Kewenangan

ini mengenai tugas melaksanakan sendiri (zelfuitvoering) atas

biaya dan tanggung jawab terakhir dari pemerintah tingkat atasan

yang bersangkutan39.

Menurut Joeniarto, di samping pemerintah lokal yang

berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, kepadanya

dapat pula diberi tugas-tugas pembantuan (tugas medebewind,

sertatantra). Tugas pembantuan ialah tugas ikut melaksanakan

urusan-urusan pemerintah pusat atau pemerintah lokal yang

38

Ni’matul Huda, Hukum Tata....Op.Cit, hlm. 313. 39

Amrah Muslimin, Aspek..., Op.Cit, hlm. 8.

Page 55: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

55 | P a g e

berhak mengatur dan mengurus rumah tangga tingkat atasannya.

Beda tugas pembantuan dengan tugas rumah tangga sendiri, di

sini urusannya bukan menjadi urusan rumah tangga sendiri,

tetapi merupakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah

atasannya. Kepada pemerintah lokal yang bersangkutan diminta

untuk ikut membantu penyelenggaraannya saja. Oleh karena itu,

dalam tugas pembantuan tersebut pemerintah lokal yang

bersangkutan, wewenangnya mengatur dan mengurus, terbatas

kepada penyelenggaraan saja40.

Tugas dan kewajiban daerah selain berasal dari tugas yang

timbul karena inisiatif sendiri dari alat perlengkapan daerah,

dapat juga diperintahkan oleh penguasa yang lebih atas, yang

disebut "de opgedragen taak'', atau tugas yang diperintahkan,

yang menurut ketentuan dalam Pasal I huruf d jo Pasal 12 UU

Nomor 5 Tahun 1974 disebut tugas pembantuan atau yang telah

secara populer disebut orang serta-tantra, medebewind atau

selfgovernment, yakni tugas untuk turut serta dalam

melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada

daerah oleh pemerintah atau oleh pemerintah daerah tingkat

atasnya, dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan

kepada yang menugaskannya. Tugas pembantuan itu dapat

40

Joeniarto, Op.Cit, hlm. 18.

Page 56: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

56 | P a g e

berupa tindakan mengatur (tugas legislatif) atau dapat pula

berupa tugas eksekutif (beshiken)41.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal I

huruf (d), yang dimaksud tugas pembantuan adalah tugas untuk

turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang

ditugaskan kepada pemerintah desa oleh pemerintah atau

pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Di

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal I butir (g),

dinyatakan bahwa tugas pembantuan adalah penugasan dari

Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa

untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan

sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan

kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan

mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Di

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal I butir 9,

dinyatakan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah

kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada

kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

41

Irawan Soejito, Op.Cit, hlm. 116-117.

Page 57: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

57 | P a g e

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Kajian

Pada dasarnya dalam pelaksanaan pekerjaan Kajian

Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015 ini,

secara teoritis dapat digunakan beberapa pendekatan dengan

memadukan antara kajian sistem yang lebih makro dan kajian

sistem yang lebih mikro, walaupun tidak secara menyeluruh. Hal

ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kajian yang dilakukan

menjadi lebih lengkap, karena mempertimbangkan keseluruhan

sistem yang mempengaruhi, baik sistem eksternal maupun

internal.

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan antara lain :

a. Pendekatan Eksternal

Penyusunan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Tahun 2015 ini akan mempertimbangkan faktor-faktor

mempengaruhi dalam penentuan arah pengembangan, seperti

kebijakan-kebijakan pemerintah daerah, peraturan perundang-

undangan tentang pemerintahan daerah, kondisi dinamika lokal,

regional dan bahkan global, dan lain-lain. Dari pendekatan ini

nantinya akan teridentifikasi gambaran tentang peluang yang

Page 58: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

58 | P a g e

tercipta dan tantangan yang harus dijawab dalam Evaluasi

Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015 ini.

b. Pendekatan Internal

Penyusunan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Tahun 2015 ini mempertimbangkan peraturan daerah yang

telah ada, peraturan Bupati serta produk hukum daerah lainnya.

Pendekatan ini terkait dengan peraturan daerah yang telah

dimiliki dan permasalahan yang akan dihadapi dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.

c. Pendekatan Perencanaan dari Bawah (Bottom Up Planning)

Merupakan pendekatan pembangunan dengan paradigma

baru yang bersifat integratif dan akomodatif sesuai kewenangan

dalam skala lokal (kecamatan) maupun skala wilayah Kabupaten

Lingga;

d. Pendekatan Masyarakat (Community Approach)

Merupakan pendekatan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah

Kabupaten Bintan Tahun 2015 yang didasarkan pada upaya

melibatkan masyarakat setempat dalam pelaksanaan kegiatan

Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015 agar

tercipta keselarasan dan keseimbangan manfaat antara pihak

pemerintah dan masyarakat.

Page 59: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

59 | P a g e

Penerapan pendekatan yang digunakan dalam pekerjaan ini

perlu didukung oleh pendekatan pelaksanaan yang runtun, jelas,

efektif, dan efisien. Pendekatan pelaksanaan pekerjaan terdiri dari

2 (dua) bagian, yaitu pendekatan umum dan pendekatan khusus.

1. Pendekatan Umum, terdiri atas :

a. Memahami permasalahan, sebagai bentuk pemahaman

terhadap wilayah/lokasi kajian dan akan menjadi dasar

dalam pelaksanaan survey lapangan dan pengumpulan

data dan informasi yang dibutuhkan;

b. Survey lapangan dan pengumpulan data;

c. Identifikasi, perbandingan, analisis terhadap data dan

informasi yang telah diperoleh selama survey dan

pengumpulan data.

2. Pendekatan Khusus, yaitu :

1. Penyusunan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah

Kabupaten Bintan Tahun 2015 ini untuk menghasilkan

keluaran yang diharapkan;

2. Pembahasan/Diskusi dan Konsultasi, antara

Pemerintah Kabupaten Bintan sebagai pemilik

pekerjaan dengan kepentingan Masyarakat Kabupaten

Bintan sebagai pihak yang menerima manfaat dari

perencanaan pengembangan ekonomi masyarakat.

Page 60: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

60 | P a g e

3.2. Metode Kajian

Metode kajian adalah cara-cara atau langkah-langkah yang

akan ditempuh dalam melakukan penelitian ini. Metodologi

berfungsi untuk menjaga penelitian ini bisa dianggap sebagai

penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenaran

informasi yang didapat darinya. Untuk itu, diperlukan beberapa

langkah sehingga penelitian ini menjadi penelitian ilmiah.

Mengacu pada uraian sub-sub bab sebelumnya di atas,

maka dirumuskan metodelogi penanganan pelaksanaan pekerjaan

ini, yang meliputi ; metode pengumpulan data, metode pengolahan

data, metode survey lapangan, metode analisis, dan metode

penyusunan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan

Tahun 2015.

1. Tahap koordinasi dan konsultasi untuk menyamakan

persepsi mengenai substansi pekerjaan melalui forum

diskusi.

2. Tahap survey dan kajian data/literatur meliputi survey

pengumpulan data sekunder dan data primer melalui

teknik survey langsung, observasi, wawancara dan

penyebaran kuesioner. Pada tahap ini diharapkan dapat

menghasilkan informasi yang komprehensif, padat dan

jelas mengenai kondisi peraturan daerah yang ada di

Page 61: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

61 | P a g e

Kabupaten Bintan saat ini. Dalam hal ini termasuk juga

faktor–faktor eksternal yang mempengaruhi peraturan

daerah yang berlaku saat ini di Kabupaten Bintan.

3. Tahap Analisis, yaitu meliputi analisis kualitatif terhadap

laporan hasil survey dan kajian literatur, kajian dan

identifikasi potensi dan permasalahan untuk

merumuskan peraturan daerah Kabupaten Bintan yang

tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya pada

tahap ini diharapkan dapat dihasilkan analisis kekuatan,

kelemahan, tantangan dan peluang kondisi peraturan

daerah Kabupaten Bintan yang ada saat ini.

4. Tahap Rencana, yaitu meliputi kegiatan perumusan hasil

penelitian terhadap Kajian Evaluasi Peraturan Daerah

Kabupaten Bintan Tahun 2015 yang disusun dalam

bentuk tabel.

3.3. Responden

Responden dalam kajian ini adalah orang-orang yang

dianggap mengetahui, memiliki informasi dan merasakan terhadap

implementasi peraturan daerah Kabupaten Bintan saat ini.

Page 62: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

62 | P a g e

Penentuan responden dilakukan secara purposive (disengaja).

Responden dalam kajian sebagai berikut :

Tabel 3.1 Komponen Responden

No Unsur Keterangan

1. Pemerintah Dinas Pertambangan dan Energi (Sekretaris dan Kabid yang terkait)

Dinas Kelautan dan Perikanan (Sekretaris, Kabid dan Kasubag

yang terkait) Badan Pemberdayaan Masyarakat

Desa (Sekretaris dan Kabid yang terkait)

2. Legislatif Badan Legislasi DPRD Kabupaten Bintan

3. Organisasi

Kemasyarakatan

LAM

LSM KNPI

4. Masyarakat Masyarakat yang mengetahui,

memiliki informasi dan merasakan atas implementasi peraturan daerah Kabupaten Bintan saat ini.

Sumber : Data Primer tahun 2015

3.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk kegiatan perencanaan Kajian Evaluasi Peraturan

Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015 ini, metode pengumpulan

data yang dilakukan terbagi 2 (dua) kategori data, yaitu :

1. Data primer merupakan data-data yang berhubungan

atau terkait langsung dengan peraturan perundang-

undangan terkait. Pengumpulan data primer dilakukan

melalui tiga pendekatan yaitu;

a. Studi Kepustakaan terhadap peraturan perundang-

Page 63: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

63 | P a g e

undangan terkait.

b. Wawancara/Interview. Metode wawancara diterapkan

bila peneliti mengasumsikan bahwa data yang di

butuhkan sebagian besar diketahui oleh key infoman.

Metode wawancara di lakukan secara langsung dengan

menggunakan panduan pertanyaan yang sifatnya

terbuka

2. Data Sekunder, merupakan data-data yang sudah tercatat

dan sudah dipublikasikan, baik berupa buku laporan,

tabulasi, peta, kriteria/standar/parameter dan pedoman,

ataupun peraturan perundangan terkait lainnya. Untuk

data-data sekunder ini, diperoleh dengan mendatangi

langsung sumber data (dari instansi terkait) ataupun dari

berbagai hasil kajian literatur (studi kepustakaan) yang

pernah dilakukan sebelumnya. Pengumpulan data

sekunder diperoleh dari sumber yang telah tersusun

dalam bentuk dokumen atau arsip dari pihak-pihak

terkait atau lembaga yang selama ini berkaitan dengan

produk hukum daerah.

3.5. Metode Pengolahan Data

Data-data dan informasi yang didapat dari hasil studi

Page 64: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

64 | P a g e

kepustakaan maupun survey, baik data primer maupun sekunder,

selanjutnya diolah dengan cara :

a. Tabulasi, yaitu pengelompokkan data/informasi

berdasarkan jenis dan lingkupnya;

b. Pemilahan data-data yang dibutuhkan dan yang kurang

relevan dan atau bahkan tidak ada kaitannya dengan

kebutuhan kajian (studi) yang dilakukan;

c. Pengolahan data dan informasi dalam bentuk; tabel,

diagram, peta-peta, dan narasi.

d. Analisis data, data-data yang telah diolah dianalisis

sebagai dasar penyusunan produk hukum daerah ke

depan.

3.6. Alur Pekerjaan

Berdasarkan uraian pada sub sebelumnya, maka pada

bagian ini disusun suatu bagan alur untuk pelaksanaan pekerjaan

Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015

di Kabupaten Bintan, ditunjukkan gambar 3.1 di bawah ini

Page 65: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

65 | P a g e

Gambar 3.1 Kerangka alur penyusunan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah

Kabupaten Bintan Tahun 2015

3.7. Tenaga Ahli

Dalam rangka menghasilkan hasil kajian yang tepat sasaran

maka salah satu hal penting adalah ketersediaan tenaga ahli yang

terlibat dalam kegiatan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah

Kabupaten Bintan Tahun 2015 sebagaimana berikut ini :

a. Ketua Tim/Ahli Hukum

S2 Hukum dengan pengalaman profesional minimal 5 tahun

dan memiliki pengalaman dalam penyusunan produk hukum

daerah serta studi-studi yang berkaitan dengan penyusunan

Pengembangan dan Penguatan Kemitraan

Penetapan isu utama

Pemetaan

Status PEL

Analisis data

Penyusunan konsep

Penyusunan

Rencana

program

Tehnik pengumpulan

data

Adopsi Peraturan

Perundang-undangan

Diskusi dan

pembahasan

Evaluasi oleh pemerintah

Identifikasi Stakeholder/kondisi & potensi wilayah

Page 66: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

66 | P a g e

evaluasi program pemerintah daerah dan studi-studi terkait

lainnya.

b. Ahli Ilmu Pemerintahan

S2 Ilmu Pemerintahan/S2 Ilmu Sosial Politik dengan

pengalaman profesional minimal 4 tahun dan memiliki

pengalaman dalam penyusunan studi-studi yang berkaitan dengan

kajian evaluasi kebijakan pemerintah dan studi-studi terkait

lainnya dan bertanggung jawab untuk mengembangkan konsep

dan memberikan masukan dari sudut pandang disiplin ilmunya

menyangkut permasalahan pemerintahan daerah.

c. Ahli Hukum

S2 Ilmu hukum dengan pengalaman profesional minimal 3

tahun dan memiliki pengalaman dalam bidang pengkajian dan

penelitian hukum dan bertanggung jawab untuk mengembangkan

konsep dan memberikan masukan dari sudut pandang disiplin

ilmunya serta bertanggungjawab terhadap proses wawancara yang

berkaitan dengan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Tahun 2015.

Dalam pelaksanaan kegiatan, tenaga ahli dibantu oleh

tenaga pendukung yang meliputi :

a. Tenaga Surveyor, minimal S1 dan berpengalaman dalam

melakukan kegiatan survey sosial.

Page 67: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

67 | P a g e

b. Sekretaris/Administrasi Proyek, minimal SLTA dan

berpengalaman dalam mengerjakan pekerjaan

administrasi proyek.

3.8. Pelaporan

Sistem pelaporan dalam kegiatan Kajian Evaluasi Peraturan

Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015 adalah sebagai berikut :

a. Laporan Pendahuluan

Berisi metodelogi pelaksanaan kegiatan, rencana kerja,

jadwal pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan, jadwal

penugasan tenaga pelaksana dan rencana kegiatan survey serta

alat bantu survey.

Laporan pendahuluan diserahkan paling lambat 20 (dua

puluh) hari kalender setelah SPMK dan sebanyak 5 eksemplar

b. Laporan Antara

1. Laporan hasil survey dan kajian data yang meliputi :

Hasil kajian literatur dan kebijakan terkait Kajian

Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun

2015.

Hasil identifikasi permasalahan Kajian Evaluasi

Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015.

Data-data lainnya.

Page 68: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

68 | P a g e

2. Hasil analisis peraturan perundang-undangan.

3. Peraturan daerah yang tidak sejalan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Laporan ini diserahkan paling lambat 65 (enam puluh lima)

hari kalender setelah SPMK, sebanyak 5 eksempar.

c. Laporan Akhir

Laporan ini memuat keseluruhan hasil pekerjaan dari Kajian

Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2015.

Laporan ini diserahkan paling lambat 65 (enam puluh lima hari)

hari kalender setelah SPMK sebanyak 5 eksemplar.

3.9. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan Kajian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Tahun 2015 akan dilaksanakan dalam kurun waktu 65

(enam puluh lima) hari kalender, dengan rincian kegiatan sebagai

berikut.

Page 69: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

69 | P a g e

Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

No Kegiatan

Bulan

I II III

1 2 3 4 1 2 3 4 1

A Persiapan

1. Pemahaman terhadap TOR

2. Penyiapan/mobilisasi Personil

3. Penyiapan Meteda Pelaksanaan

4. Penyiapan Survei Lapangan

B Pengumpulan Data/Survey

1. Pengumpulan Data Sekunder

2. Pengumpulan Data Primer

3. Pengecekan Data Lapangan

C Analisis

1. Pencermatan Kondisi Eksisting

2. Identifikasi dan Analisis Masalah

E Pelaporan

1. Laporan Pendahuluan

2. Laporan Antara

3. Laporan Akhir

F Diskusi dan Presentasi

1. Diskusi dengan pemberi tugas

2. Presentasi Laporan

Page 70: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

70 | P a g e

BAB IV

PENGKAJIAN DAN EVALUASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

4.1 Pengaturan Kewenangan antara Pemerintah Pusat,

Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten Kota

berdasar Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23

Tahun 2014

Tiada satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah

yang luas dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program-

programnya secara efektif dan efisien melalui sistem sentralisasi

(Browman dan Hampton, 1983).

Negara nasional terlalu kecil untuk mengatur dan mengurus

masalah-masalah yang sangat kecil (Bell, 1988;2). Bahwa peran

negara sebagai pengatur dan penyelengara akan semakin

berkurang dan akan sangat tergantung dengan mekanisme

koordinasi dan pembagian kekuasaan, baik pada tingkat

internasional maupun pada tingkat lokal (Fukuyama, 2004;95).

Konsekuensi logis dalam hal ini ialah penyerahan sebagian

kekuasaan kepada sub unit-unit sub nasional dan lokal42.

Desentralisasi adalah istilah penting dengan konotasi yang

luas. Setiap penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat dapat

42 Eko Prasojo, “Konstruksi Ulang Hubungan Pemerintahan Pusat dan

Pemerintahan Daerah di Indonesia; Antara Sentripetalisme dan Sentrifugalisme.”

Pidato Pengukuhan Guru Besar Adminitrasi Negara Universitas Indonesia.

Page 71: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

71 | P a g e

tercakup dari pengertian tersebut. Konsep desentralisasi selalu

berkaitan dengan kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kekuasaa yang menjadi domain Pemerintah Pusat yang diserahkan

ke daerah.

Dalam konteks Indonesia, desentralisasi selalu dikaitkan

pembentukan daerah otonom atau pemerintahan daerah dan

penyerahan urusan pemerintahan dari pusat kepada pemerintah

daerah sehingga pemerintah daerah mempunyai kewenangan

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut.

Secara teoritik terdapat elemen-elemen dasar yang bersifat

generik dalam institusi pemerintahan daerah. Agar pemerintah

daerah mampu melaksanakan otonominya secara optimal yaitu

sebagai instrumen menciptakan proses demokratisasi dan

instrumen menciptakan kesejahteraan ditingkat lokal, maka kita

harus memahami secara filosofis elemen-elemen dasar yang

membentuk pemerintahan daerah sebagai suatu entitas

pemerintahan. Setidaknya terdapat 7 elemen dasar yang

membangun entitas pemerintahan daerah yaitu43:

1. Urusan Pemerintahan

Elemen dasar pertama dari pemerintahan daerah adalah

“urusan pemerintahan”, yaitu kewenangan daerah untuk

43

Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan

Daerah, Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011.

Page 72: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

72 | P a g e

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang

diserahkan ke daerah. Desentralisasi pada hakekatnya

membagi urusan pemerintahan antar tingkatan

pemerintahan; pusat mengerjakan apa dan daerah

mengerjakan apa.

2. Kelembagaan

Elemen dasar yang ke-dua dari pemerintahan daerah

adalah kelembagaan daerah. Kewenangan daerah tidak

mungkin dapat dilaksanakan kalau tidak diakomodasikan

dalam kelembagaan daerah. Untuk konteks Indonesia,

ada dua Kelembagaan penting yang membentuk

pemerintahan daerah yaitu: kelembagaan untuk pejabat

politik yaitu kelembagaan kepala daerah dan DPRD; dan

kelembagaan untuk pejabat karier yang terdiri dari

perangkat daerah (dinas, badan, kantor, sekretariat,

kecamatan, kelurahan, dll)

3. Personil

Elemen dasar ke-tiga yang membentuk pemerintahan

daerah ialah adanya personil yang mengerakkan

kelembagaan daerah untuk menjalankan urusan

pemerintahan yang menjadi domain pemerintahan

daerah. Personil daerah (PNS Daerah) tersebut yang pada

Page 73: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

73 | P a g e

gilirannya menjalankan kebijakan publik strategis yang

dihasilkan oleh pejabat (DPRD dan Kepala Daerah) untuk

menghasilkan barang dan jasa (goods and services)

sebagai hasil akhir dari pemerintahan daerah.

4. Keuangan Daerah

Elemen dasar ke-empat yang membentuk pemerintahan

daerah ialah keuangan daerah. Keuangan daerah adalah

sebagai konsekuensi dari adanya urusan pemerintahan

yang diserahkan kepada daerah. Hal tersebut sesuai

dengan prinsip “money follows function”. Daerah harus

diberikan sumber-sumber keuangan baik yang bersumber

pada pajak dan retribusi daerah (desentralisasi fiskal)

maupun bersumber dari dana perimbangan (subsidi dan

bagi hasil) yang diberikan ke daerah. Adanya sumber

keuangan yang memadai akan memungkinkan daerah

untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah.

5. Perwakilan Daerah

Elemen dasar yang ke-lima yang membentuk

pemerintahan daerah adalah perwakilan daerah. Secara

filosofis, rakyat yang mempunyai otonomi daerah tersebut.

Namun secara praktis adalah tidak mungkin masyarakat

Page 74: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

74 | P a g e

untuk memerintah bersama. Untuk itu maka dilakukan

pemilihan wakil-wakil rakyat untuk menjalankan mandat

rakyat dan mendapatkan legitimasi untuk bertindak

untuk dan atas nama rakyat daerah. Dalam sistem

pemerintahan di Indonesia, ada dua jenis institusi yang

mewakili rakyat. Pertama Yaitu DPRD yang dipilih melalui

pemilihan umum, untuk menjalankan fungsi legislasi

daerah. Kedua ialah Kepala Daerah yang dipilih melalui

pemilihan kepala daerah.

6. Pelayanan Publik

Elemen dasar yang ke-enam yang membentuk

pemerintahan daerah adalah “pelayanan publik”. Hasil

akhir dari pemerintahan daerah adalah tersedianya

“goods and services” tersebut dapat dibagi dalam dua

klasifikasi sesuai dengan hasil akhir yang dihasilkan

pemerintahan daerah. Pertama, pemerintahan daerah

menghasilkan public goods yaitu barang-barang untuk

kepentingan masyarakat lokal seperti; jalan, jembatan,

irigasi, gedung sekolah, pasar, terminal, rumah sakit dan

sebagainya. Kedua, pemerintahan daerah menghasilkan

pelayanan yang bersifat pengaturan publik, seperti;

menerbitkan akte kelahiran, kartu tanda penduduk, kartu

Page 75: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

75 | P a g e

keluarga, izin mendirikan bangunan, dan sebagainya.

Pada dasarnya public regulation dimaksudkan untuk

menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam

masyarakat.

7. Pengawasan

Elemen dasar yang ke-tujuh yang membentuk

pemerintahan daerah adalah “Pengawasan”. Argumen dari

pengawasan adalah adanya kecenderungan

penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana adagium Lord

Acton “Power tends to corrupt and absolute power will

corrupt absolutely”. Untuk mencegah hal tersebut maka

elemen pengawasan mempunyai posisi strategis untuk

menghasilkan pemerintahan yang bersih.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, negara Indonesia

adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sesuai dengan

ketentuan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, dalam

penyelenggaraan pemerintahan dinyatakan bahwa Presiden

Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan.

Undang-Undang Dasar 1945 beserta perubahannya telah

memberikan landasan konstitusional mengenai penyelenggaraan

pemerintahan daerah di Indonesia.

Page 76: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

76 | P a g e

Diantara ketentuan tersebut, yaitu; 1) Prinsip pengakuan

dan penghormatan negara terhadap kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) Prinsip daerah

mengatur dan mengurus rumah sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan; 3) Prinsip

menjalankan otonomi seluas-luasnya; 4) prinsip mengakui dan

menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan

istimewa; 5) Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam

suatu pemilu; 6) Prinsip hubungan pusat dan daerah harus

dilaksanakan secara selaras dan adil; 7) Prinsip hubungan

wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus

memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah; 8) prinsip

hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya

alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah dilaksanakan secara adil dan selaras

berdasarkan Undang-undang; dan 9) Prinsip pengakuan dan

penghormatan negara terhadap satuan-satuan pemerintahan

daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.

Sejarah panjang penerapan kebijakan desentralisasi di

Indonesia dapat ditilik pada ragam kebijakan yang pernah

Page 77: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

77 | P a g e

diterapkan, yakni; Desentraliatie Wet 1903, Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1948,

Penetapan Presiden Nomor 06 tahun 1959, Undang-Undang

Nomor 18 tahun 1965, Undang-Undang Nomor 05 tahun 1974,

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Undang-Undang Nomor

32 tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 2 Oktober

2014 merubah wajah hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah telah ditetapkan untuk mengganti Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang tidak sesuai lagi dengan

perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Otonomi daerah yang dijalankan selama ini semata-mata

hanya dipahami sebagai perpindahan kewajiban pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk mayarakat. Padahal substansi

penting dari otonomi daerah adalah pelimpahan kewenangan dari

pusat ke daerah secara politik dan ekonomi agar pembangunan

dan pertumbuhan ekonomi berlangsung secara adil dan merata di

daerah. Sehingga konsep otonomi daerah dalam kerangka Negara

Page 78: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

78 | P a g e

Kesatuan Republik Indonesia ini yang ditekankan lebih tajam

dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-

Undang Dasar 1945 terdapat dua nilai yang dikembangkan yakni;

nilai unitaris44 dan nilai desentralisasi45, dua nilai dasar konstitusi

tersebut, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia terkait erat

dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Hal ini karena dalam penyelenggaraan

desentralisasi selalu terdapat dua elemen penting, yakni;

pembentukan daerah otonom dan penyerahan kewenangan secara

hukum antara pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk

mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan

pemerintahan.

Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tetang Pemerintahan

Daerah, pada pasal 9 mengatur klasifikasi urusan pemerintahan

yang terdiri dari;

1) Urusan Pemerintahan Absolut,

44

Nialai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia

tidak akan mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat

Negara, artinya kedaulatan melekat pada rakyat, bangsa dan Negera Republik

Indonesia tidak akan terbagi diantara kesatuan-kesatuan pemerintahan regional atau lokal.

45 Nilai dasar desentralisasi diwujudkan dengan pembentukan daerah

otonom dan penyerahan kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan atau diakui sebagai domain rumah tangga

daerah otonom tersebut.

Page 79: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

79 | P a g e

Ialah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan pemerintah pusat

2) Urusan Pemerintahan Konkuren,

Ialah urusan pemerintahan yang dibagi antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten/kota dan

3) Urusan Pemerintahan Umum.

Ialah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Presiden sebagai kepala pemerintahan

Page 80: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

80 | P a g e

Struktur 4.1 Klasifikasi Urusan Pemerintahan

Urusan Pemerintahan

(1) Absolut

(2) Konkuren

(3) Urusan Pemerintahan Umum

Wajib

Pancasila, UUUD 45, Bhineka Tunggal Ika,Nkri, Kesatuan Bangsa, Ketertiban, dll

Pilihan

1.Pertahanan 2. Keamanan 3. Agama 4. Yustisi 5. Politik Luar Negeri 6. Moneter & Fiskal

PELAYANAN DASAR (urusan wajib yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar (6) Urusan

Non Pelayanan Dasar (18) Urusan

Standart Playanan Minimum (SPM)

1. Kelautan dan Perikanan

2. Pariwisata 3. Pertanian 4. Kehutanan 5. Energy dan

Sumberdaya mineral

6. Perdagangan 7. Perindustrian;

dan 8. transmigrasi

Page 81: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

81 | P a g e

Struktur 4.2 Klasifikasi Urusan Pemerintahan Konkruen

Urusan Pemerintahan Konkruen

Wajib Pilihan

Pelayanan Dasar Non Pelayanan Dasar

1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. PU & PR 4. Sosial 5. Perumahan rakyat

dan kawasan pemukiman

6. Ketentraman, Ketertiban umum dan perlindungan masyarakat

1. Tenaga kerja 2. PP & PA 3. Pangan 4. Pertanahan 5. Lingkungan hidup 6. Adm. Kependdkan

dan pencatatan sipil;

7. PMD 8. Pengendalaian

penduduk dan KB; 9. Perhubungan 10. Kominfo 11. Koperasi dan UKM; 12. Penanaman modal 13. Kepemudaan dan

olahraga 14. Statistik 15. Persandian 16. Kebudayaan 17. Perpustakaan dan 18. Arsip

1. Kelautan dan perikanan; 2. Pariwisata; 3. Pertanian; 4. kehutanan; 5. Energi dan sumber daya

mineral; 6. Perdagangan; 7. Perindustrian; dan 8. Tansmigrasi.

Potensi, penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan lahan

Urusan berbasis ekosistem

Kehutanan; ESDM; kelautan dan perikanan

Provinsi

Kabupaten/Kota Dapat bagi hasil

Page 82: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

82 | P a g e

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara

Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah

kabupaten/kota sebagaimana di atur dalam Undang-undang

Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 pada pasal 13 ayat

(1, 2 dan 3) didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan

eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berikut

kriteria-kriteria urusan pemerintahan pusat, daerah provinsi dan

daerah kabupaten/kota.

Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat adalah:

1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah

provinsi atau lintas negara;

2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah

provinsi atau lintas negara;

3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak

negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;

4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya

lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat;

dan/atau

5. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi

kepentingan nasional.

Page 83: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

83 | P a g e

Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi adalah:

1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah

kabupaten/kota;

2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah

kabupaten/kota;

3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak

negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau

4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya

lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi.

Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah:

1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah

kabupaten/kota;

2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah

kabupaten/kota;

3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak

negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota;

dan/atau;

4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya

lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah

kabupaten/kota.

Page 84: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

84 | P a g e

4.2 Urusan Pemerintahan Pilihan

Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan

daerah dan pemerintah pusat dalam urusan pilihan adalah

sebagai berikut.

1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang

kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya

mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah.

2. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan

dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota

menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.

3. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya

mineral yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan

gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

4. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya

mineral yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung

panas bumi dalam daerah kabupaten/kota menjadi

kewenangan daerah kabupaten/kota.

Page 85: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

85 | P a g e

Tabel 4.1 Kriteria Kewenangan

Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota

Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kab/Kota

1. lokasinya lintas

Daerah provinsi atau lintas

negara; 2. penggunanya

lintas Daerah provinsi atau lintas negara;

3. manfaat atau dampak

negatifnya lintas Daerah provinsi

atau lintas negara;

4. penggunaan

sumber dayanya lebih efisien

apabila dilakukan oleh Pemerintah

Pusat; dan/atau; 5. peranannya

Strategis bagi

kepentingan nasional

1. lokasinya lintas

Daerah kabupaten/kota;

2. penggunanya lintas Daerah

kabupaten/kota; 3. manfaat atau

dampak

negatifnya lintas Daerah

kabupaten/kota; dan/atau

4. penggunaan sumber dayanya lebih efisien

apabila dilakukan oleh Daerah

Provinsi.

1. lokasinya dalam

Daerah kabupaten/kota;

2. penggunanya dalam Daerah

kabupaten/kota; 3. manfaat atau

dampak

negatifnya hanya dalam Daerah

kabupaten/kota; dan/atau;

4. penggunaan sumber dayanya lebih efisien

apabila dilakukan oleh

Daera kabupaten/kota.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Pemerintahan

Daerah Nomor 23 tahun 2014, setidaknya memuat sisi lain dari

otonomi daerah yakni meletakkan posisi Provinsi sebagai

kepanjangan tangan dari pemerintahan pusat, sebagaimana

diutarakan oleh Robert Endi46 Jaweng, yakni;

46 Robert Endi Jaweng,”Sketsa Otonomi Daerah Tahun 2014”, KPPOD Brief

Edisi Oktober-Desember 2014

Page 86: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

86 | P a g e

1. Undang-Undang Pemerintahan Daerah lebih

memberikan penekanan pada garis akuntabilitas

Daerah kepada Pusat. Selama ini kita hanya menuntut

perluasan kewenangan dan fiskal dari Pusat ke Daerah

namun lemah dalam akuntabilitas kinerja (yang ada

hanya akuntabilitas prosedural) dari daerah ke Pusat.

Bahkan, dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah

dikenalkan sanksi pemberhentian kepada Kepala

Daerah, meski pada level Peraturan Pemerintah masih

perlu dijabarkan lebih detil kriteria dan mekanismenya

agar menghindari potensi politisasi oleh Pusat kepada

Kepala Daerah.

2. Penarikan sejumlah urusan (pertambangan, kehutanan,

kelautan dan perikanan) yang saat ini di urus

Kabupaten/Kota ke Propinsi. Pada satu sisi ini memang

dilematis lantaran prinsip otonomi untuk mendekatkan

jarak antara birokrasi dengan masyarakat dan

memperpendek rentang kendali pemerintahan jelas

diabaikan. Mengingat praktik buruk di daerah selama ini

dan kebutuhan skala ekonomi, pertimbangan

eksternalitas urusan-urusan Yang berbasis lahan luas,

penarikan kembali urusan tersebut diharapkan bisa

Page 87: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

87 | P a g e

menjamin efisiensi dan kepastian business-process

(perijinan hingga pengendalian/pengawasan) oleh

pemerintah kepada pelaku usaha.

3. Penguatan Propinsi, khususnya Gubernur sebagai

Wakil Pusat di daerah, dalam menjalankan fungsi

korbinawas (koordinasi, pembinaan, pengawasan) atas

Kab/Kota. Bahkan, kalau sebelumnya peraturan daerah

dibatalkan Presiden, ke depan Gubernur berwenang

membatalkan peraturan daerah Kab/kota dan Mendagri

membatalkan peraturan daerah Propinsi. Pergeseran

otoritas pembatalan peraturan daerah ini diharapkan

segera dilapisi dengan penguatan kapasitas

(kelembagaan/personil) agar proses review peraturan

daerah yang saat ini banyak bermasalah bisa dilakukan

secara efektif.

4. Perubahan mekanisme pemekaran dan pembentukan

daerah otonom baru (DOB) merupakan terobosan penting

dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru.

Pertama, pintu usulan hanya melalui Kemendagri (pintu

usulan DPR dan DPD ditutup). Dijadikannya pemerintah

sebagai titik akses tunggal dalam pintu usulan pemekaran

diharapkan bias menghindari politisasi pemekaran sejak

Page 88: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

88 | P a g e

di hulu (fase usulan) sebagaimana yang ditengarai selama

ini. Kedua, konsep daerah persiapan di mana daerah baru

tidak langsung berstatus sebagai daerah otonom namun

mesti melewati proses sebagai daerah persiapan selama 3

tahun dengan dasar pembentukannya adalah Peraturan

Pemerintah.

4.3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Implikasi

perubahannya terhadap Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan

Salah satu unsur penting yang selalu mengiringi

implementasi desentralisasi adalah pembentukan peraturan

daerah. Kewenangan pembentukan peraturan daerah merupakan

salah satu wujud adanya kemandirian daerah dalam mengatur

urusan pemerintahan daerah.

Peraturan daerah merupakan instrumen yang strategis

dalam mencapai tujuan desentralisasi. Dalam konteks otonomi

daerah, keberadaan peraturan daerah pada prinsipnya berperan

mendorong desentralisasi secara maksimal.47 Dari sudut pandang

pemberdayaan politik, tujuan desentralisasi dapat dilihat dari dua

sisi yaitu pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

47 Reny Rawasita, et.al. “Menilai Tanggung Jawab Sosial Peraturan

Daerah”. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), 2009.

Page 89: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

89 | P a g e

Tujuan desentralisasi dari sisi pemerintah daerah adalah

untuk mewujudkan political equality, local accountability dan local

responsiveness. Sementara itu, tujuan desentralisasi dari sisi

pemerintah pusat adalah mewujudkan political education, provide

training in political leadership dan create political stability.48

Desentralisasi juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

pemerintah daerah dalam menyediakan public goods and

services dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pembangunan ekonomi di daerah.

Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis Peraturan

Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum

nasional yang berdasarkan Pancasila. Pada saat ini Peraturan

Daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena

diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana di atur

dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi yaitu: a)

sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah

dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. b) merupakan

48 Syarif Hidayat, “Desentralisasi untuk Pembangunan Daerah”, Jentera:

Peraturan Daerah edisi 14 Tahun IV, Oktober-Desember 2006.

Page 90: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

90 | P a g e

peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada

ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan

demikian Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. c) sebagai

penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur

aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap

dalam koridor Negara kesatuan Republik Indonesia yang

berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. d) sebagai alat pembangunan

dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.

Kabupaten Bintan semenjak tahun 2004 – 2014 telah

menghasilkan produk peraturan daerah sebanyak 91 peraturan

daerah, dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka dengan

sendirinya peraturan yang berada dibawahnya harus turut

menyesuaikan dengan produk peraturan yang lebih tinggi, pada

bagian ini akan dilakukan telaah terhadap relevansi acuan yuridis

peraturan daerah Kabupaten Bintan.

Page 91: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

91 | P a g e

Tabel 4.2 Inventarisasi Regulasi

Pemerintah Kabupaten Bintan 2004-201449

49

Sumber : JDIH Kabupaten Bintan dan JDIH Provinsi Kepulauan Riau

Nomor Regulasi Nama Regulasi

03/2004 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Rencana Stratejik

(Renstra) Kabupaten Kepulauan Riau Tahun 2002 - 2006

04/2004 Pajak Reklame

05/2004 Pajak Restoran 06/2004 Pajak Hotel

08/2004 Penyertaan Modal Daerah Pada Pihak Ketiga 10/2004 Pajak Hiburan

11/2004 Izin Usaha Perfilman 12/2004 Pembentukan Kijang Kota, Kelurahan Sungai

Enam, Kelurahan Gunung Lengkuas,

Kelurahan Sungai Lekop Di Kecamatan Bintan Timur Dan Kelurahan Kawal Di Kecamatan

Gunung Kijang 01/2005 Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua Dan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Riau

06/2005 Kedudukan Protokoler Ketua, Wakil Ketua Dan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Riau

07/2005 Retribusi Parkir 12/2005 Pembentukan Organisasi Dinas Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau 13/2005 Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis

Daerah Kabupaten Kepulauan Riau

02/2006 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor : 1 Tahun 2005 Tentang Kedudukan Keuangan

Ketua, Wakil Ketua Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan

03/2006 Pembentukan Dana Cadangan 04/2006 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Pendapatan

Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2005

06/2006 Penyelenggaran Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil

07/2006 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2005 Tentang

Pembentukan Organisasi Dinas Daerah

Page 92: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

92 | P a g e

Kabupaten Bintan 08/2006 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 3 Tahun 2006 Pembentukan Dana Cadangan

03/2007 Retribusi Pelayanan Kependudukan Dan

Catatan Sipil 07/2007 Badan Permusyawaratan Desa

08/2007 Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan Dan Pemberhentian

Kepala Desa 09/2007 Pedoman Pembentukan Dan Pengelolaan

Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)

10/2007 Pedoman Penyusunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintah Desa

02/2008 Perangkat Desa 03/2008 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Tahun 2005-2010 04/2008 Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa

Dan Kelurahan

05/2008 Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Bintan

06/2008 Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Bintan 07/2008 Pembentukan Organisasi Dinas Daerah

Kabupaten Bintan

08/2008 Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bintan

09/2008 Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bintan

10/2008 Pembentukan Organisasi Kecamatan Dan Kelurahan Kabupaten Bintan

11/2008 Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten

Bintan Kepada Pemerintahan Desa 12/2008 Pengelolaan Terumbu Karang

13/2008 Keuangan Desa 16/2008 Pengikatan Dana Kegiatan Tahun Jamak

Unmtuk Pembangunan Kantor Bupati Bintan Dan Kantor Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan

02/2009 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 5 Tahun 2002 Tentang Retribusi

Pelayanan Kesehatan Dasar Pada Puskesmas

Page 93: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

93 | P a g e

03/2009 Perencanaan Pembangunan Desa 04/2009 Tata Cara Pelaporan Pertanggungjawaban

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa 05/2009 Pedoman Pembentukan, Penghapusan,

Penggabungan Desa Dan Perubahan Status

Desa Mejadi Kelurahan 06/2009 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri Di

Kecamatan Gunung Kijang, Desa De... 07/2009 Penyertaan Modal Dan Penambahan

Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten

Bintan Kepada Pt. Bank Riau, Dan Pd. Bank Perkreditan Rakyat Bintan Untuk Tah...

08/2009 Pedoman Pembentukan, Penghapusan Dan Penggabungan Kelurahan

09/2009 Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 4 Tahun 1993 Tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum

Kabupaten Kepulauan Riau Da... 10/2009 Retribusi Pelayanan Laboratorium Pengujian

Mutu Konstruksi 02/2010 Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Daerah 03/2010 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Nomor 2 Tahun 2007 Tentang

Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah Perseroan Terbatas (Pt) Bintan Int...

06/2010 Kewajiban Pandai Baca Tulis Al-Qur’an Dan Mendirikan Shalat Bagi Anak Usia Sekolah

Yang Beragama Islam 07/2010 Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 5 Tahun

2005 Tentang Pembentukan Perusahan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (Pd....

01/2011 Pajak Daerah 02/2011 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2011 03/2011 Retribusi Jasa Umum 04/2011 Retribusi Jasa Usaha

05/2011 Retribusi Perizinan Tertentu 06/2011 Pengawassan Dan Pengendalian Minuman

Beralkohol

Page 94: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

94 | P a g e

07/2011 Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bintan 08/2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten

Binta Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bintan

09/2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8 Tahun 2008 Tentang

Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bintan

11/2011 Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

01/2012 Pengelolaan Pertambangan Mineral 02/2012 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Bintan Tahun 2011 - 2031 03/2012 Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bintan

04/2012 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

Tahun 2012 05/2012 Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah

Kabupaten Bintan Kepada PT. Bank Riau Kepri Untuk Tahun 2011 S/D 2014

06/2012 Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bintan

07/2012 Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bintan

08/2012 Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun

Anggaran 09/2012 Penyelenggaraan Pendidikan 12/2012 Penyelenggaraan Kebersihan

13/2012 Penataan Dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman

01/2013 Bangunan Gedung 02/2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2010 - 2015

03/2013 Tentang Pertanggung Jawaban Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012

04/2013 Pembentukan Organisasi Sekretariat Daerah

Page 95: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

95 | P a g e

Dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan

05/2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi

Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bintan 06/2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

07/2013 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Riau Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Perusahan

Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD.BPR) Bintan

08/2013 Tentang Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Bintan Kepada

Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bintan Untuk Tahun 2013 S/D 2017

09/2013 Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013 10/2013 Tentang Retribusi Perpanjangan Izin

Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing 11/2013 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2014 01/2014 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak 02/2014 Tentang Pembentukan Lembaga Penyiaran

Publik Lokal Radio Bintan Fm 03/2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan

Terpadu Satu Pintu 04/2014 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam

Pembangunan Di Daerah 05/2014 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik

Daerah Kepelabuhan PT. Bintan Karya Bahari

06/2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bintan

07/2014 Tentang Hibah Dan Bantuan Sosial Dalam Bantuan Pembinaan Keagamaan

09/2014 Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014

10/2014 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2015

Page 96: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

96 | P a g e

4.3.1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 dan Implikasi

Perubahannya terhadap Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Kluster Desa

“….. Kalau desa kita memang mulai bergerak maju atas kekuatannya sendiri, barulah seluruh masyarakat kita akan pula naiktingkatanserta kemajuannya di dalam

segala lapangan,…” Sutan Sjahrir.

Pernyataan tersebut memuat makna, betapa desa

merupakan entitas sosial yang memiliki tempat penting bagi

kemajuan suatu bangsa dan Negara, dalam hal ini ialah Indonesia.

Terdapat 3 simpul pemikiran yang terjadi pada saat pendiri

bangsa menyusun dasar-dasar dan bentuk Negara sepanjang

sidang-sidang BPUPKI, dan sidang-sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan (PPKI). Pertama, Jelaslah bahwa Indonesia yang

hendak didirikan itu tidaklah berpijak pada pengetahuan tentang

jawa saja, melainkan meliputi wilayah yang saat ini di sebut

Nusantara. Dalam salah satu sidang Mr. M. Yamin mengatakan

“…. Negara Indonesia tidaklah dapat didudukkan di atas hasil

penyelidikan bahan-bahan yang didapat di Pulau Jawa saja,

karena keadaan itu boleh saja menyesatkan pemandangan dan

sedikit mungkin melanggar pendirian kita. Sejak dari sekarag

hendaklah meliputi seluruh keadaan-keadaan di segala Pulau

Page 97: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

97 | P a g e

Indonesia. Kita mendirikan Negara Indonesia atas keinsafan akan

pengetahuan yang luas dan lebar tentang seluruh Indonesia.”

Kedua, pada masa-masa awal berdirinya Indonesia itu, ada

kesepahaman yang amat kuat tentang yang kehendak bahwa

Negara baru yang ingin dibangun itu adalah sebuah Negara

bangsa Indonesia yang baru sama sekali. Dipahami pula bahwa

Negara-bangsa Indonesia yang baru itu tidak dapat dilandaskan

pada kebesaran-kebesaran kerajaan Nusantara yang pernah ada,

karena menurut Mr. M. Yamin, kesemuanya masih bersifat etats

patrimonies - negara berdasarkan keturunan - ataupun etats

puissances – negara atas dasar kekuasaan semata-. Sebagai

alternatifnya, yang menjadi topik penting yang ketiga adalah soal

dipilihnya desa- dan adat- sebagai pondasi pendirian Negara

bangsa Indonesia itu. “…. Kita tidak mabuk dengan hiburan

menyembah kerajaan-kerajaan seribu satu malam atau bertanam

Pohon beringin di atas awan, melainkan melihat kepada peradaban

yang memberi tenaga yang nyata dan kekuatan yang maha

dahsyat untuk menyusun Negara bagian bawah. Dari peradaban

rakyat zaman sekarang, dan dari susunan Negara Hukum Adat

bagian bawahan, dari sanalah kita mengumpulkan dan

Page 98: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

98 | P a g e

mengumpulkan sari-sari tata Negara yang sebetul-betulnya dapat

menjadi Negara” Ujar Mr. M. Yamin.50

Ada banyak cara pandang terhadap desa, namun setidaknya

terdapat tiga cara pandang mainstream tentang desa, yakni :51

1. Cara pandang yang melihat desa sebagai kampung

halamannya, baik melalui jalur transmigrasi, urbanisasi

atau mobilitas sosial.

2. Cara pandang pemerintahan yang melihat desa sebagai

wilayah administrasi dan organisasi pemerintahan paling

kecil, paling bawah dan paling rendah dalam hierarkhi

pemerintahan di Indonesia.

3. Cara pandang libertarian yang memandang desa sebagai

masyarakat tanpa pemerintahan. Cara pandang ini yang

melahirkan program-program pemberdayaan masuk ke

desa dengan membawa Bantuan Langsung Mandiri yang

diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat,

seraya meminggirkan dan mengabaikan institusi desa.

Sebelum Undang-Undang Desa tersebut ditetapkan, sejak

Indonesia merdeka, telah ditetapkan pula beberapa Undang-

50 Noer Fauzi Rahman, Yesua YDK, dan Nani Saptariani. “ Policy Paper :

Pokok-Pokok Pikiran untuk Rancangan Peraturan Pemerintahan tentang Desa Adat.”. Forum Pengembangan Pembaruan Desa (FPPD), Yogyakarta, 2014, hal

1-3. 51 Sutoro eko, Titik Istiyawatun dkk. “ Desa Membangun Indonesia”.

Forum Pengembangan Pembaruan Desa (FPPD), Yogyakarta, 2014, hal 12.

Page 99: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

99 | P a g e

Undang yang secara ekslusif maupun mandiri mengatur tentang

desa. Undang-undang itu antara lain : Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah, Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 tentang Desa

Praja, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir (hingga sebelum

15 Januari 2014) adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah sepanjang menyangkut Desa mulai

dari Pasal 200 s/d Pasal 216.52

Wajah baru desa menjadi harapan mengiringi Undang-

Undang Desa dengan posisi, peran dan kewenangan desa yang

baru. Karena pada peraturan perundang-undangan sebelumnya,

kewenangan desa hanya bersifat target, dan dengan Undang-

Undang Desa ini kewenangan desa bersifat mandat. Kedudukan

desa menjadi pemerintahan masyarakat, hybrid antara self

governing community dan local self government, bukan sebagai

organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan

kabupaten/kota (local state government). Desa mempunyai posisi

52 M. Silahudin. Kewenangan Desa dan Regulasi Desa. Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 2015, hal 8-9.

Page 100: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

100 | P a g e

dan peran yang lebih berdaulat, posisi dan peran yang sangat

besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa. Model

pembangunan yang dulunya bersistem Government driven

development atau community driven development, sekarang

bersistem Village driven development.

Sejak Orde Baru Negara memilih cara modernisasi-integrasi-

korporatisasi ketimbang rekognisi (pengakuan dan penghormatan).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999, maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

sama sekali tidak menguraikan dan menegaskan asas pengakuan

dan penghormatan terhadap desa atau yang disebut dengan nama

lain, kecuali hanya mengakui daerah-daerah khusus dan

istimewa. Banyak pihak mengatakan bahwa desentralisasi hanya

berhenti di kabupaten/kota, dan kemudian desa merupakan

residu kabupaten/kota. Pasal 200 ayat (1) menegaskan:

“Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintahan desa

dan badan permusyawaratan desa”.

Ini secara langsung menempatkan bahwasanya desa hanya

direduksi menjadi pemerintahan semata, dan desa dalam sistem

pemerintahan kabupaten/kota. Bupati/walikota memiliki cek

kosong untuk mengatur dan mengurus desa secara luas.

Pengaturan mengenai penyerahan sebagian urusan

Page 101: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

101 | P a g e

kabupaten/kota ke desa, secara jelas menerapkan asas

residualitas, selain tidak dibenarkan oleh teori desentralisasi dan

hukum tata Negara.53

Kedudukan desa menjadi pemerintahan masyarakat, hybrid

antara self governing community dan local self government, bukan

sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem

pemerintahan kabupaten/kota (local state government). Desa

mempunyai posisi dan peran yang lebih berdaulat, posisi dan

peran yang sangat besar dan luas dalam mengatur dan mengurus

desa. Model pembangunan yang dulunya bersistem Government

driven development atau community driven development, sekarang

bersistem village driven development. Kedudukan desa pada

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi organisasi

pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan

kabupaten/kota. Namun pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 Desa, Desa dinyatakan sebagai sebagai pemerintahan

masyarakat atau masyarakat yang be-pemerintahan, berada

dalam wilayah kabupaten/kota.

Terjadi perubahan pengaturan tentang kewenangan desa

antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014. Pertama, Undang-Undang Nomor

53 Ibid, hal 15-16.

Page 102: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

102 | P a g e

32 Tahun 2004 menegaskan urusan pemerintah yang sudah ada

berdasarkan asal usul desa, sedangkan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 berdasarkan hak asal usul. Pada dasarnya kedua

pengaturan ini mengandung isi yang sama, hanya saja Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 secara tersurat membatasi pada

urusan pemerintahan, kedua, Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya

kepada desa, sedangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

menegaskan kewenangan lokal berskala desa. Jenis kewenangan

kedua inilah yang membedakan secara tegas dan jelas antara

kedua Undang-Undang tersebut.54

Dengan dua azas utama “rekognisi” dan “subdidiaritas”

Undang-Undang Desa mempunyai semangat revolusioner, berbeda

dengan azas “desentralisasi” dan “residualitas”. Dengan

mendasarkan pada azas desentralisasi dan residualitas desa

hanya menjadi bagian dari daerah, sebab desentralisasi hanya

berhenti di kabupaten/kota. Disamping itu, desa hanya menerima

pelimpahan sebagian kewenangan dari kabupaten/kota. Sehingga

desa hanya menerima sisa-sisa lebihan daerah, baik sisa

54 Sutoro Eko, Buku Pintar ; Kedudukan dan Kewenangan dan Tata Kelola

Desa, Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD), 2014, hal 27-28.

Page 103: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

103 | P a g e

kewenangan maupun sisa keuangan dalam bentuk Alokasi Dana

Desa.55

Kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas Undang-

Undang Desa menghasilkan definisi desa yang berbeda dengan

definisi-definisi sebelumnya. Desa didefinisikan sebagai kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui

dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Dalam pengelompokannya, kewenangan yang dimiliki desa

meliputi: kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan

desa, kewenangan dibidang pelaksanaan pembangunan desa,

kewenangan dibidang pembinaan kemasyarakatan desa, dan

kewenangan dibidang pemberdayaan masyarakat desa yang

berdasarkan prakarsa masyarakat, atau yang berdasarkan hak

asal usul dan yang berdasarkan adat istiadat desa. Dalam Pasal

19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa

Adat mempunyai empat kewenangan, meliputi :

a) kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda

dengan perundang-undangan sebelumnya yang

55 M. Silahudin. Op.cit. hal 11.

Page 104: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

104 | P a g e

menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah

ada berdasarkan hak asal usul desa.

b) kewenangan lokal berskala Desa dimana desa

mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan

mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-

undangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/

kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.

c) kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah,

pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah

kabupaten/kota.

d) kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Page 105: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

105 | P a g e

Tabel 4.3 Kewenangan Desa

Menurut UU No. 32/2004 dan UU No. 6/2014

UU No. 32/2004 UU No. 6/2014

Urusan pemerintahan yang

sudah ada berdasarkan hak asal usul desa

Kewenangan berdasarkan hak

asal usul

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya pada desa

Kewenangan local berskala desa

Tugas pembantuan dari pemerintah provinsi, dan/atau

pemerintah kabupaten/kota

Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, atau pemerintah daerah

kabupaten/kota Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan

perundang-undangan diserahkan kepada desa

Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, atau pemerintah daerah

kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-

undnagan

Pengaturan Desa pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 pasal (3 dan 4) berasaskan : a) rekognisi, b) subsidiaritas, c)

keberagaman; d) kebersamaan; e) kegotongroyongan; f)

kekeluargaan; g) musyawarah; h) demokrasi; i) kemandirian; j)

partisipasi; k) kesetaraan; l) pemberdayaan; dan m) keberlanjutan.

Dan pengaturan desa tersebut bertujuan :

a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa

yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan

Page 106: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

106 | P a g e

sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas

Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia

demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia;

c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya

masyarakat Desa;

d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi

masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset

Desa guna kesejahteraan bersama;

e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien

dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;

f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat

Desa guna mempercepat perwujuda kesejahteraan

umum;

g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat

Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu

memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari

ketahanan nasional;

h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta

mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan

Page 107: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

107 | P a g e

i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek

pembangunan

Page 108: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

108 | P a g e

Tabel 4.4 Identifikasi dan Kualifikasi

Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Kluster Desa

No Peraturan Daerah Analisa

Rekomendasi Perspektif desa Lama Vs Desa Baru

1. Perda No 7 Tahun

2007 Badan Permusyawaratan

Desa

Desa Lama Desa Baru

Payung Hukum UU No 32/2004 dan PP No. 72/2005

UU No. 6/2014, PP desa 43/2014. PP

60/2014 dana desa.

Asas Utama Desentralisasi-residualitas

Rekognisi-subsidiaritas

Dilakukan revisi

dan up to date acuan yuridis Dan kelengkapan

yuridis formal

2. Perda No 8 tahun 2007 Tata cara Pencalonan,

Pemilihan, Pengangkatan,

Pelantikan dan Pemberhentian

Kepala Desa

3.

Perda No 9 Tahun 2007 Pedoman Pembentukan dan

Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

(BUMDES)

Page 109: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

109 | P a g e

4.

Perda No 10 Tahun

2007 Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata

Kerja Pemerintah Desa

Kedudukan Sebagai organisasi Pemerintahan yang

berada dalam sisitem pemerintahan

kabupaten/kota(Local State Government)

Sebagai pemerintahan

masyarakat, hybrid atara self governing

community dan local self government

Posisi dan

Peran Kab/Kota

Kabupaten/Kota

mempunyaikewenangan yang besar dan luas dalam

mengatur desa

Kabupaten/ kota

mempunyai kewenanngan yang terbatas dan

strategis dalam mengatur dan

mengurus desa; termasuk

mengatur dan

5. Perda No 2 Tahun

2008 Tentang Perangkat Desa

6. Perda No 4 Tahun

2008 Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan

Desa dan Kelurahan

7. Perda No 11 Tahun 2008 Penyerahan

Urusan Pemerintahan Kabupaten Bintan

Kepada Pemerintahan Desa.

8. Perda No 13 Tahun

2008 Keuangan Desa

Page 110: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

110 | P a g e

9. Perda No 5 Tahun

2009 Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

mengurus bidang urusan desa yang

tidak perlu ditangani langsung oleh pusat

Delivery

kewenangan dan Program

target Mandat

Politik Tempat Lokasi :

desa Sebagai lokasi proyek dari atas

Arena : desa

sebagai Arena bagi orang desa untuk

menyelenggarakan pemerintahan,

pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan

Posisi dalam Pembangunan

Objek Subjek

Page 111: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

111 | P a g e

Model Pembangunan

Government driven development atau

community driven development

Village driven community

Pendekatan dan Tindakan

Imposisi dan mutilasi sektoral

Fasilitasi, emansipasi dan

konsolidasi

Page 112: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

112 | P a g e

4.3.2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan efek

perubahannya terhadap Peraturan Daerah Kabupaten

Bintan Kluster kewenangan Pemerintah Kabupaten

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1),

negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai negara kesatuan

yang berbentuk Republik. Prinsip pada negara kesatuan ialah

bahwa yang memegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan

negara ialah Pemerintah Pusat tanpa adanya suatu delegasi atau

pelimpahan kekuasaan kepada Pemerintah Daerah (local

goverment) .

Sebagai negara unitaris Negara Kesatuan Republik

Indonesia menganut 2 dua nilai dasar yaitu nilai unitaris dan nilai

desentralisasi teritorial yang pengejawantahannya berupa otonomi

daerah. Sehingga negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

negara kesatuan dengan sistem desentralistik. Konsep Negara

Kesatuan dengan sistem desentralisasi menghendaki adanya

pendelegasian kewenangan kepada pemerintah daerah otonom,

namun kekuasaan asal tetap berada pada pemerintahan pusat.

Konsep Negara Kesatuan dengan sistem desentralistik

diejawantahkan dalam Pasal 18 dan penjelasannya yang kemudian

diamandemen menjadi Pasal 18, 18A dan 18B.

Page 113: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

113 | P a g e

Pasal 18, 18A dan 18B memberikan landasan konstitusional

bagi pelaksanaan desentralisasi yang menekankan pada asas

otonomi dan tugas pembantuan dan menekankan pada

pengakuan kekhususan dan keistimewaan satuan-satuan

pemerintahan. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 amandemen

melahirkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

Berbicara konsep otonomi daerah pasca reformasi terdapat

pemahaman yang menimbulkan penafsiran dalam

penyelenggaraan otonomi daerah yang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Jo.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo.

Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 pembagian urusan

dirinci menjadi urusan wajib dan urusan pilihan dengan urusan

yang sama baik untuk pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota (Pasal 13 dan Pasal 14). Dan pembagian urusan

baik urusan wajib dan urusan pilihan menjadi urusan bersama

"concurrent" yang di selenggarakan Pemerintah pusat, pemerintah

daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Page 114: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

114 | P a g e

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan adanya

pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan

daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan di dasarkan

pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan

pemeritahan yang sepenuhnya atau tetap menjadi kewenangan

pemerintah. Urusan pemerintah tersebut menyangkut terjaminya

kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Prinsip pembagian kekuasaan/kewenangan atau urusan

pada Negara kesatuan adalah sebagai berikut56:

Pertama, Kekuasaan atau kewenangan pada dasarnya adalah

milik pemerintah pusat, daerah diberi kewenangan atau

hak mengelola dan menyelenggarakan sebagian

kewenangan pemerintah yang di limpahkan atau

diserahkan. Jadi proses penyerahan atau pelimpahan

kewenangan.

Kedua, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap

mempunyai garis komando dan hubungan hierarkis.

Hubungan yang di lakukan oleh pemerintah pusat tidak

untuk mengintervensi dan mendikte pemerintah daerah

dalam berbagai hal.

56 Muchlis Hamdi, Supriyanto, R. Endi Jaweng(dkk), Naskah Akademik

RUU tentang Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah, BPHN

Tahun 2011.

Page 115: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

115 | P a g e

Ketiga, Kewenangan atau kekuasaan yang dialihkan atau

diserahkan kepada daerah dalam kondisi tertentu,

dimana daerah tidak mampu menjalankan tugas

dengan baik, maka kewenangan atau urusan yang

dilimpahkan atau diserahkan tersebut dapat ditarik

kembali oleh pemerintah pusat sebagai pemilik

kekuasaan atau kewenangan tersebut.

Daftar Gambar 4.3 Anatomi Urusan Pemerintah Menurut UU. No 32/200457

57

Made Suwandi, Kewenangan Daerah dalam Koridor UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dalam Josef Riwu Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, POLGOV FISIPOL UGM, 2012, hal

129.

Page 116: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

116 | P a g e

Pengaturan pembagian urusan pemerintahan pada Pasal 14

ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah juncto Pasal 2 ayat (4), 6, 7 Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan

daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala

kabupaten/kota meliputi:

1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat;

4. penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. penanganan bidang kesehatan;

6. penyelenggaraan pendidikan;

7. penanggulangan masalah sosial;

8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

Page 117: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

117 | P a g e

9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan

menengah;

10. pengendalian lingkungan hidup;

11. pelayanan pertanahan;

12. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. pelayanan administrasi penanaman modal;

15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 2007 menyebutkan:

1. pendidikan;

2. kesehatan;

3. pekerjaan umum;

4. perumahan;

5. penataan ruang;

6. perencanaan pembangunan;

7. perhubungan;

8. lingkungan hidup;

9. pertanahan;

Page 118: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

118 | P a g e

10. kependudukan dan catatan sipil;

11. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

12. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

13. sosial;

14. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;

15. koperasi dan usaha kecil dan menengah;

16. penanaman modal;

17. kebudayaan dan pariwisata;

18. kepemudaan dan olah raga;

19. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

20. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi

keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan

persandian;

21. pemberdayaan masyarakat dan desa;

22. statistik;

23. kearsipan;

24. perpustakaan;

25. komunikasi dan informatika;

26. pertanian dan ketahanan pangan;

27. kehutanan;

28. energi dan sumber daya mineral;

Page 119: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

119 | P a g e

29. kelautan dan perikanan;

30. perdagangan; dan perindustrian

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 2007 menyebutkan:

1. Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah

kabupaten/kota mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian

urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (1) menjadi kewenangannya.

2. Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 2007 menyebutkan:

(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan

pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan

pelayanan dasar.

(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a) pendidikan;

Page 120: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

120 | P a g e

b) kesehatan;

c) lingkungan hidup;

d) pekerjaan umum;

e) penataan ruang;

f) perencanaan pembangunan;

g) perumahan;

h) kepemudaan dan olahraga;

i) penanaman modal;

j) koperasi dan usaha kecil dan menengah;

k) kependudukan dan catatan sipil;

l) ketenagakerjaan;

m) ketahanan pangan;

n) pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

o) keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

p) perhubungan;

q) komunikasi dan informatika;

r) pertanahan;

s) kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t) otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi

keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian,

dan persandian;

Page 121: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

121 | P a g e

u) pemberdayaan masyarakat dan desa;

v) sosial;

w) kebudayaan;

x) statistik;

y) kearsipan; dan

z) perpustakaan

Setidaknya terdapat 4 (empat) hal penting terkait dengan

aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

201458.

4.3.2.1 Klasifikasi dan Urusan Pemerintah.

Menurut Pasal 9 ayat (1), Urusan Pemerintahan terdiri

dari Urusan Pemerintahan Absolut, Urusan Pemerintahan

Konkuren dan Urusan Pemerintahan Umum. Artinya, terdapat tiga

Urusan Pemerintah yang sebelumnya memuat dua, yaitu urusan

wajib dan urusan pilihan. Secara lebih rinci, ketiga urusan

tersebut disajikan berikut :

58 Luky Adrianto dan Akhmad Solihin, Kajian Dampak Kebijakan UU No.23

Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Terhadap Pengelolaan Kawasan

Konservasi Perairan, 2014. Kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan,

MPAG, USAID.

Page 122: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

122 | P a g e

1. Urusan Pemerintahan Absolut

Urusan Pemerintahan Absolut adalah Urusan Pemerintahan

yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yang

meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,

moneter dan fiskal nasional, dan agama. Dalam menyelenggarakan

Urusan Pemerintahan Absolut, Pemerintah Pusat dapat: (a)

melaksanakan sendiri, (b) melimpahkan wewenang kepada

Instansi Vertikal atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat

berdasarkan asas Dekonsentrasi; atau menugaskan sebagian

Urusan Pemerintahan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan

asas Tugas Pembantuan.

2. Urusan Pemerintahan Konkuren

Urusan Pemerintahan Konkuren adalah Urusan

Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dengan

Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan

Pemerintahan Konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi

dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Sementara Urusan

Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah, terdiri

dari Urusan Pemerintahan yang bersifat wajib dan Urusan

Pemerintahan yang bersifat pilihan. Pembagian Urusan

Page 123: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

123 | P a g e

Pemerintahan Konkuren antara Pemerintah Pusat dengan Daerah

Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota didasarkan pada kriteria

eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. Urusan Pemerintahan

Wajib terdiri dari:

a. Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar, meliputi: pendidikan; kesehatan; lingkungan

hidup; pekerjaan umum; ketahanan pangan;

administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

pengendalian penduduk dan keluarga berencana; sosial;

tenaga kerja; perumahan rakyat; ketentraman dan

ketertiban umum serta perlindungan masyarakat;

perhubungan; dan perlindungan anak.

b. Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan dan tidak

berkaitan dengan Pelayanan Dasar, meliputi: penataan

ruang; pertanahan; komunikasi dan informatika;

koperasi, usaha kecil, dan menengah; penanaman

modal; kepemudaan dan olah raga; pemberdayaan

masyarakat desa; pemberdayaan perempuan; statistik;

persandian; kebudayaan; perpustakaan; dan kearsipan.

c. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan

Pemerintahan yang berkaitan dengan pengembangan

Page 124: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

124 | P a g e

potensi unggulan di Daerah, yang meliputi: kelautan

dan perikanan; pariwisata; pertanian; kehutanan; energi

dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian;

dan transmigrasi.

3. Urusan Pemerintahan Umum

Urusan Pemerintahan Umum, adalah Urusan Pemerintahan

yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

4.3.2.2 Pembagian Urusan Pemerintah.

Menurut Pasal 13 ayat (1), pembagian Urusan Pemerintahan

Konkuren antara Pemerintah Pusat dengan Daerah Provinsi dan

Daerah Kabupaten/Kota didasarkan pada kriteria akuntabilitas,

efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional

Page 125: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

125 | P a g e

Tabel 4.5 Kewenangan Berdasarkan Prinsip59

No Tingkatan

Pemerintahan

Kriteria

1 Pusat Urusan Pemerintahan yang lokasinya

lintas Daerah provinsi atau lintas negara;

Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;

Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah

provinsi atau lintas negara; Urusan Pemerintahan yang

penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau

Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional

2 Provinsi Urusan Pemerintahan yang lokasinya

lintas Daerah kabupaten/kota; Urusan Pemerintahan yang

penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;

Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah

kabupaten/kota; dan/atau Urusan Pemerintahan yang

penggunaan sumber dayanya lebih

efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi

3 Kabupaten/

Kota

Urusan Pemerintahan yang lokasinya

dalam Daerah kabupaten/kota; Urusan Pemerintahan yang

penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;

Urusan Pemerintahan yang manfaat

atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota;

Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih

efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

59

Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Page 126: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

126 | P a g e

4.3.2.3 Penyelenggaraan Kewenangan

Berdasarkan kewenangan sesuai Urusan Pemerintahan,

masing-masing tingkatan pemerintah memiliki ketentuan

penyelenggaraan pemerintahan.

4.3.2.4 Pengelolaan Wilayah Laut

Aturan pengelolaan di wilayah laut mengalami perubahan

sangat drastis. Adapun perubahan tersebut, yaitu :

1. Perubahan kewenangan

Menurut Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014, Daerah Provinsi diberikan kewenangan untuk mengelola

sumber daya laut yang ada di wilayahnya. Artinya, pasal ini

menetapkan bahwa hanya provinsi yang berhak mengelola sumber

daya laut. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya, bahwa

daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk

mengelola sumber daya di wilayah laut (Pasal 18 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004). Daerah dalam pasal ini adalah

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jadi, Pasal Pasal 27 ayat (1)

Undang-Undang Pemda mencabut kewenangan Kabupaten/Kota.

Page 127: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

127 | P a g e

2. Bagi hasil pengelolaan sumber daya

Meskipun kewenangan pengelolaan kabupaten/kota dicabut,

namun kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil

mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan Urusan

Pemerintahan. Penentuan Daerah Kabupaten/Kota penghasil

untuk penghitungan bagi hasil kelautan adalah hasil kelautan

yang berada dalam batas wilayah 4 (empat) mil diukur dari garis

pangkal ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

Dalam hal batas wilayah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya

dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari

daerah yang berbatasan. Artinya, pemerintah kabupaten/kota

tetap mendapatkan “hak” atas bagi hasil sumber daya sejauh 4

mil laut.

3. Kewenangan pengelolaan

Kewenangan Daerah Provinsi untuk mengelola sumber daya

di wilayah laut sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat (2)

Undang-Undang Pemda, meliputi: (a) eksplorasi, eksploitasi,

konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut diluar minyak dan gas

bumi; (b) pengaturan administratif; (c) pengaturan tata ruang; (d)

penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh

Page 128: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

128 | P a g e

Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah

Pusat; (e) membantu memelihara keamanan di laut; dan (e)

membantu mempertahankan kedaulatan Negara. Berdasarkan

Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Pemda, adanya penekanan

kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan

kekayaan laut hanya untuk sumber daya di luar minyak dan gas

bumi.

4. Wilayah kewenangan

Menurut Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Pemda,

Kewenangan Daerah Provinsi untuk mengelola sumber daya di

wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis

pangkal ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

Apabila wilayah laut antara 2 (dua) Daerah Provinsi kurang dari

24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber

daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip

garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) Daerah Provinsi tersebut

(Pasal 27 ayat (4). Artinya, terjadi perubahan kewenangan

pengelolaan sumberdaya laut yang hanya untuk Daerah Provinsi.

Selain itu, perubahan pembagian jarak wilayah pengelolaan

sumberdaya laut hanya untuk Daerah Provinsi, sehingga

Page 129: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

129 | P a g e

pembagian jarak wilayah pengelolaan sumberdaya laut untuk

Kabupaten/Kota dibuang.

5. Provinsi Kepulauan

Menurut Pasal 28 ayat (1), selain melaksanakan

kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut, bagi

Daerah Provinsi yang berciri kepulauan, Pemerintah Pusat

menugaskan pelaksanaan kewenangannya di bidang kelautan.

Penugasan baru dapat dilaksanakan apabila Pemerintah Daerah

Provinsi yang berciri kepulauan tersebut telah memenuhi norma,

standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat. Mengenai norma, standar, prosedur dan kriteria, Undang-

Undang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pengaturan dalam

bentuk Peraturan Pemerintah.

4.3.2.5 Pengelolaan Pertambangan Mineral

Dalam rezim hak kepemilikan (property rights regime), hak

atas sumber daya digolongkan ke dalam empat jenis hak, yaitu60;

60 Yance Arizona, Karakter Peraturan Daerah SUmberdaya Alam : Kajian

Kritis terhadap Struktur Formal Peraturan Daerah dan Konstruksi Hak terkait Pengelolaan Hutan, Penerbit HUMA, 2008, hal 9-15.

Page 130: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

130 | P a g e

1. Open Acces.

Dalam open acces sumber daya alam dipandang tidak

memiliki oleh siapapun. Oleh karena itu masyarakat merdeka

melakukan pemanfaatan dengan caranya sendiri. Sebagian

masyarakat memanfaatkanya secar arif.

2. Private Property

Private Property atau keemilikan pribadi atas sumber daya

alam seperti tanah atau benda yang engakar pada tanah secara

“tetap” dalam literatur hukum perdata termasuk sebagai pemilikan

atas benda tidak bergerak (roerende zaken). Pengemban hak atas

private property ini adalah pribadi alamiah (naturalijke person)

atau pribadi buatan/badan hukum. Menurut Machperson, baik

pribadi alamiah maupun pribadi buatan adalah sama-sama

pribadi sebagai suatu subjek pengemban hak.

Private property sebagai kepemilikan pribadi (individual

atau korporasi) adalah jenis hak yang terkuat karena memiliki

empat sifat yang tidak dimiliki oleh tiga jenis hak lainnya, yaitu:

(a) completeness, dimana hak-hak didefinisikan secara lengkap,

(b) exclusivity, dimana semua manfaat dan biaya yang timbul

menjadi tanggungan secara ekslusif pemegang hak, (c)

transferable, dimana hak dapat dialihkan kepada pihak lain baik

Page 131: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

131 | P a g e

secara penuh (jual-beli) maupun secara parsial (sewa, gadai), dan

(d) enforcebility, dimana hak-hak tersebut dapat ditegakkan.

Oleh karena empat alasan itu maka private property dianggap

sebagai hak yang paling efisien dan mendekati sempurna.

Dorongan kesempurnaan hak yang memiliki empat sifat tadi

berorientasi pada kepastian dan efisiensi dalam industrialisasi.

3. State Property

Berangkat dari motivasi yang kuat untuk mengatur

pengelolaan sumber daya alam, maka pada masyarakat politik

modern, sumber daya alam ditetapkan sebagai “milik negara” atau

“state property”. Tesis Hardin tentang “tragedy of the commons”

dijadikan sebagai pembenar bagi tindakan negara (pemerintah)

untuk menguasai dan mengatur sumber daya alam dalam arti

yang seluas-luasnya.

Negara menjadi aktor yang paling ekstensif dalam mengatur

dan mengelola sumber daya alam karena sifatnya sebagai badan

publik yang melingkupi seluruh warganegara. Karena hubungan

negara dengan sumber daya alam dan masyarakatnya bersifat

publik, maka tujuan dari hubungan negara dengan sumber daya

alam adalah untuk kemakmuran masyarakat. Namun, konsep

idealistik tentang kedaulatan dan kekuasaan negara sebagai

Page 132: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

132 | P a g e

badan publik sering kali terdistorsi. Setidaknya terdapat dua

distorsi berkaitan dengan state property: Pertama, konsep negara

sebagai “penguasa” (aspek publik) didistorsi menjadi negara

sebagai “pemilik” (aspek private).

Kedua, “Negara” di representasikan menjadi “Pemerintah,”

sehingga pemerintah lantas bertindak sebagai pemilik, pengelola,

pengurus dan pengawas terhadap tindakan pengelolaan sumber

daya alam. Bahkan kebanyakan hak-hak privat lahir sebagai hak

berian dari negara c.q pemerintah seperti hak guna usaha, hak

guna bangunan, dan hak-hak pengelolaan baik yang diberikan

kepada masyarakat atau berkolaborasi antara pemerintah dengan

masyarakat.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia

yang menafsirkan Konsep Penguasaan Negara atas Sumberdaya

Alam dalam Putusan Perkara Nomor 001-021-022/PUU-I/2003

mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002

tentang Ketenagalistrikan juga membenarkan hubungan hak

kepemilikan yang bersifat privat atau keperdataan antara negara

dengan sumberdaya alam:

Menimbang bahwa jika pengertian kata “dikuasai oleh

negara” hanya diartikan sebagai pemilikan dalam arti perdata

Page 133: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

133 | P a g e

(privat), maka hal dimaksud tidak akan mencukupi dalam

menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan “sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”,…….. Namun demikian, konsepsi

kepemilikan perdata itu sendiri harus diakui sebagai salah satu

konsekuensi logis penguasaan oleh negara yang mencakup juga

pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas

sumber-sumber kekayaan dimaksud.

4. Communal Property

Pengelolaan sumber daya alam sebagai “milik negara”

maupun milik privat terutama swasta telah meninggalkan jejak

yang sama, yaitu kerusakan lingkungan dan peminggiran

masyarakat lokal Communal property bukanlah konsep baru dalam

hubungan antara manusia dengan sumber daya alam. Di beberapa

tempat, konsep communal property/commons property atau

community-based management dicoba dihidupkan kembali dengan

mengangkat konsep ulayat dari hubungan masyarakat secara

tradisional dengan sumber daya alam yang sudah ada sejak lama.

Bahkan konsep itu merupakan konsep sebelum kemunculan

negara dan hak privat di negara-negara berkembang. Para pakar

seperti Bromley, Ostrom, Lynch dan Talbott menyatakan, bahwa

apa yang dimaksud dengan common property bukanlah open

Page 134: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

134 | P a g e

access sebagaimana disangkakan oleh para ekonom dengan

menggunakan The Tragedy of The Commons dari Garret Hardin.

Landasan hukum yang berkaitan dengan penguasaan

negara atas sumberdaya alam di Indonesia termaktub dalam pasal

33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945, Ayat (2) :

Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat

(3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Hubungan negara dengan sumber daya alam sebagaimana

tercantum dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945

menurut Mahkamah Kontitusi diturunkan ke dalam lima fungsi

yaitu: yaitu pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad),

kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), serta

pengawasan (toezichthoudensdaad).

Lima fungsi negara terhadap sumberdaya alam yang

dilakukan oleh pemerintah (termasuk pemerintah daerah)

sebagaimana ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi dapat

digunakan untuk mengkategorisasi Perda sumberdaya alam.

Page 135: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

135 | P a g e

Pertama, dalam fungsi pengaturan (regelendaad), setiap

peraturan daerah adalah bersifat mengatur, sehingga secara

eksplisit bahwa peraturan daerah lahir dalam kapasitas

pemerintah daerah melakukan fungsi pengaturan. Kedua, Fungsi

pengelolaan (beheersdaad) dilihat dari materi yang diatur dalam

peraturan daerah. Apakah suatu peraturan daerah memberikan

hak atau kewenangan pengelolaan kepada instansi Badan Usaha

Milik Daerah atau Perusahaan Daerah dalam mengelola

sumberdaya alam? Termasuk dalam hal ini adalah apakah negara

melalui pemerintah daerah memberikan kewenangan pengelolaan

kepada masyarakat atau bersama-sama dengan masyarakat dalam

pengelolaan sumberdaya alam.

Ketiga, Fungsi Kebijakan (beleid) dan Keempat, tindakan

pengurusan (berstuursdaad) yang dilihat dari materi peraturan

daerah, apakah suatu peraturan daerah memberikan izin, lisensi

atau konsesi kepada badan hukum atau non-badan hukum dalam

mengakses sumberdaya alam. Fungsi pengurusan dalam bentuk

pemberian izin berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah

untuk menarik pungutan (pajak daerah dan retribusi daerah) dari

pemanfaatan sumberdaya alam

Page 136: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

136 | P a g e

Kelima, Fungsi pengawasan (toezichthoudensdaad) dalam

peraturan daerah dilihat dari bagaimana pengaturan pengawasan

dan/atau pengendalian dirumuskan di dalam peraturan daerah

agar penguasaan negara atas sumberdaya alam dimanfaatkan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bagi pemerintah pusat,

fungsi pengawasan ini dilakukan dengan melakukan pengujian

(executive review) terhadap peraturan daerah yang dikeluarkan

oleh pemerintah daerah.

Page 137: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

137 | P a g e

Tabel 4.6

Perbandingan UU No.11/1967 dan UU No.4/2009

Materi Pokok UU No.11 Tahun

1967

UU No.4 Tahun 2009

1. Judul Ketentuan2

Pokok

Pertambangan

Pertambangan Mineral

dan Batubara

2. Prinsip Hak

Penguasaan

Negara (HPN)

Penguasaan

bahan galian

diselenggarakan

Negara (psl. 1)

o Penguasaan

minerba oleh

Negara,

diselenggarakan

oleh Pemerintah

dan/atau Pemda

(psl.4)

o Pemerintah dan

DPR menetapkan

kebijakan

pengutamaan

minerba bagi

kepentingan

nasional (psl.5)

3. Penggolongan/

Pengelompokan

Penggolongan

bahan galian:

strategis, vital,

non strategis-non

vital (psl.3)

o Pengelompokan usaha

pertambangan:

mineral dan batubara

o Penggolongan

tambang mineral:

radioaktif, lo- gam,

bukan logam, batuan

(psl.34)

4. Kewenangan

Pengelolaan

o Bahan galian

strategis (gol.A)

dan vital (gol.B)

oleh

Pemerintah

o Bahan galian

o 21 kewenangan

berada di tangan

pusat

o 14 kewenangan

berada di tangan

propinsi

Page 138: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

138 | P a g e

non strategis-

non vital oleh

Pemda

I/Propinsi

(psl.4)

o 12 kewenangan

berada di tangan

kabupaten/kota (psl.

6-8)

5. Wilayah

Pertambangan

Secara terinci

tidak diatur,

kecuali bahwa

usaha

pertambangan

tidak berlokasi di

tempat suci,

kuburan,

bangunan, dll

(psl.16 ayat 3)

o Wilayah

pertambangan

adalah bagian dari

tata ruang

nasional,

ditetapkan

pemerintah setelah

koordinasi dgn

Pemda dan

konsultasi dgn

DPR (psl.10)

o Wilayah

pertambangan tdd:

wilayah usaha

pertambangan/WU

P, wilayah

pertambangan

rakyat/WPR dan

wilayah

pencadangan

nasional/ WPN

(psl.14-33)

6. Legalitas Usaha Rezim kontrak

(psl.10,15),

berupa:

o Kontrak

karya/KK

o Kuasa

pertambangan

/KP

o Surat ijin

pertambangan

Rezim perijinan (psl. 35),

berupa:

o Ijin usaha

pertambangan/IUP

o Ijin pertambangan

rakyat/IPR

o Ijin usaha

pertambangan

khusus/IUPK

Page 139: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

139 | P a g e

daerah/SIPD

o Surat ijin

pertambangan

rakyat/SIPR

7. Tahapan Usaha Enam tahapan,

berkonsekuensi

pada adanya 6

jenis kuasa

pertambangan:

penyelidikan

umum,

eksplorasi,

eksploitasi,

pengolahan &

pemurnian,

pengangkutan,

penjualan (psl.14)

Dua tahapan,

berkonsekuensi pada

adanya 2 tingkatan

perijinan:

o Eksplorasi, meliputi:

penyeldikan umum,

eskplorasi, studi

kelayakan.

o Operasi produksi,

meliputi: konstruksi,

penambangan,

pengolahan &

pemurnian,

pengangkutan &

penjualan (psl.36)

8. Klasifikasi

Investor & Jenis

Legalitas Usaha

o Investor

domestik

(PMDN),

berupa: KP,

SIPD, PKP2B

o Investor asing

(PMA), berupa:

KK, PKP2B

o IUP bagi badan usaha

(PMA/PMDN),

koperasi,

perseorangan (psl.38)

o IPR bagi penduduk

lokal, koperasi (psl.67)

o IUPK bagi badan

usaha berbadan

hukum Indonesia,

dengan prioritas bagi

BUMN/D (psl.75)

Pembagian kewenangan antar-pemerintahan. Secara umum,

jika merujuk Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 yang menjadi pedomaan dalam Undang-

Page 140: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

140 | P a g e

Undang Nomor 4 Tahun 2009, arsitektur umum pembagian

kewenangan pertambangan dalam sistem pemerintahan RI hari ini

dapat ditunjukan seperti gambar berikut ini:

Daftar Bagan 4.4

Pertambangan Dalam Sistem Pemerintahan NKRI (UUD 1945 & UU NO. 32 Tahun 2004)

Mengalir dari pedoman di atas, Undang-Undang Minerba

menggariskan kewenangan eksklusif pusat dalam hal: (a)

penetapan kebijakan nasional, (b) pembuatan peraturan

perundang-undangan, (c) penetapan standard, pedoman dan

kriteria, (d) penetapan sistem perijinan pertambangan minerba

nasional, (e) penetapan wilayah pertambangan setelah

Page 141: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

141 | P a g e

berkoordinasi dengan Pemda dan berkonsultasi dengan DPR. Di

luar itu, jenis-jenis kewenangan (terutama ihwal perijinan) antar

pusat, propinsi dan kab/kota bersubtansi sama dan hanya

berbeda dalam skala cakupan wilayah: Pemda kab/kota dalam

kab/kota tersebut dan wilayah laut sampai 4 mil, Pemda propinsi

untuk wilayah lintas kab/kota dan wilayah laut sampai 4-12 mil,

serta Pusat untuk wilayah lintas propinsi dan wilayah laut lebih

dari 12 mil dari garis pantai. Pembagian semacam ini juga sesuai

dengan garis Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan.

Wewenang Perizinan Tambang di Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Pemerintahan Daerah/Perpu Nomor 2 Tahun 2014,

Pasal 14 menyatakan:

Urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber

daya mineral hanya ada pada pemerintah provinsi dari pusat.

Selanjutnya, yang menjadi Kewenangan pemerintah

Pusat adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan wilayah tambang (WP) yang terdiri dari

wilayah usaha pertambangan (WUP), wilayah

pencadangan negara (WPN), dan wilayah usaha

pertambangan khusus (WUPK);

Page 142: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

142 | P a g e

2. Menetapkan WIUP mineral logam dan batubara serta

WIUPK;

3. Menetapkan WIUP mineral non logam lintas provinsi;

4. Menerbitkan IUP mineral logam, mineral nonlogam, dan

batubara yang wilayah tambangnya lintas provinsi,

berbatasan negara lain, serta wilayah laut dari 12 mil;

5. Menerbitkan IUP penanaman modal asing;

6. Penerbitan IUPK;

7. Penerbitan IUPL pengolahan dan permurnian untuk

penanaman modal asing;

8. Penetapan produksi mineral logam dan batubara untuk

tiap provinsi;

9. Penetapan harga patokan mineral logam dan harga

patokan batubara;

10. Pengelolaan inspektur tambang.

Kemudian, yang menjadi Kewenangan pemerintah Provinsi

adalah sebagai berikut:

1. Penerbitan WIUP mineral non logam dan batuan;

2. Penerbitan IUP mineral logam dan batubara;

3. Penerbitan IUP mineral non logam dan batuan;

4. Penerbitan IPR;

Page 143: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

143 | P a g e

5. Penerbitan IUPK pengolahan dan pemurnian untuk

penanaman modal dalam negeri;

6. Penetapan harga patokan mineral non logam dan

batuan.

7. Penerbitan WIUP mineral non logam dan batuan;

8. Penerbitan IUP mineral logam dan batubara;

9. Penerbitan IUP mineral non logam dan batuan;

10. Penerbitan IPR;

11. Penerbitan IUPK pengolahan dan pemurnian untuk

penanaman modal dalam negeri;

12. Penetapan harga patokan mineral non logam dan

batuan.

Jika diadakan studi komperatif terkait hal pertambangan

maka jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Mineral dan Batubara (Minerba), justru menyebutkan

bahwa Kewenangan bupati/walikota terkait izin pertambangan:

1. Menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) setelah

berkonsultasi DPRD;

2. Menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di

wilayahnya;

Page 144: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

144 | P a g e

3. Memberikan rekomendasi kepada gubernur soal

penerbitan IUP yang berada dalam wilayah lintas

kabupaten dan kepada menteri penerbitan IUP lintas

provinsi;

4. Memberikan izin sementara penjualan mineral atau

batubara bila kegiatan studi kelayakan yang dilakukan

pemegang IUP Eksplorasi mendapatkan minerba;

5. Menerbitkan IUP operasi produksi untuk lokasi

penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian serta

pelabuhan yang berada dalam satu wilayah

kabupaten/kota. Memberikan rekomendasi ke Gubernur

untuk IUP lintas kabupaten dan kepada menteri terkait

IUP lintas provinsi;

6. Menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat;

7. Mencabut IUP atau Izin Usaha Pertambangan khusus

(IUPK);

8. Mengawasi usaha pertambangan yang dilakukan oleh

pemegang IUP;

9. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pertambangan yang

dilakukan oleh pemegan IUP di wilayah kabupaten/kota

kepada menteri;

Page 145: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

145 | P a g e

10. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

usaha pertambangan rakyat;

11. Memberikan sanksi administratif kepada pemegang

IUP, IPR, atau IUPK.

Page 146: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

146 | P a g e

Daftar Bagan 4.5 Isu-isu Strategis Mandatory

Undang-Undang Nomor 23 tahun 201461

61

Paparan Direktorat Jendral Mineral dan Batubara Pada Indonesia Minning Outlok 2015, Jakarta 28 Januari 2014

Landasan Fundamanetal

Untuk Pengelolaan SDA

Arah Baru Tata Kelola Pertambangan Minerba

Isu-Isu Strategis Mandatory

Harmonisasi dengan Peraturan Pelaksanaan

UU4/2009

UUD 1945 Pasal 33

UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

a. Penyerahan IUP Bupati/Walikota kepada Gubernur

b. Gubernur memberikan Tugas Pembantuan kepada Buapti/Walikota Untuk Menerbitkan IUP Mineral bukan logam dan Batuan

Kelembagaan Inspektur Tambang dan Pejabat

Pengawas Pertambangan

Pembentukan Balai Pertambangan

a. Pengelolaan Inspektur Tambang secara nasional dengan merevisi Kepmen PANRB dan Revisi SKB Menteri ESDM, Menteri PAN dan Kepala BKN

b. Pengelolaan Pejabat Pengawas Pertambangan

Pembentukan Balai Pertambangan disetiap Provinsi Kecuali Provinsi di Pulau Jawa dan Bali

Page 147: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

147 | P a g e

Tabel 4.7

Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi

dan Sumber Daya Mineral

NO Sub

Urusan

Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah

Kabupaten/

Kota

1 2 3 4 5 1 Mineral

dan

Batubara

a) Penetapan wilayah pertambangan

sebagai bagian dari rencana tata ruang

wilayah nasional, yang terdiri atas

wilayah usaha pertambagan, wilayah

pertambangan rakat dan wilayah

pencadangan negara serta

wilayah usaha pertambangan khsusus

b) Penetapan wilayah izin usaha

pertambangan mineral logam dan

batubara serta wilayah izin usaha pertambangan

khusus c) Penetapan wilayah

izin usaha pertambangan

mineral bukan logam dan batuan lintas Daerah

Provinsi dan wilayah laut lebih

dari 12 mil

a) Penetapan wilayah izin

usaha pertabangan

mineral bukan ogam dan

batuan dalam 1 (satu) Daerah Provinsi dan

wilayah laut sampai 12 mil

b) Penerbitan izin usaha

pertambangan mineral logam dan batubara

dalam rangka penanaman

modal dalam negri pada

wilayah izin usaha pertambangan

Daerah yang berada dalam

satu daerah Provinsi

termasuk wilayah laut sampai 12 mil

laut c) Penerbitan izin

usaha

Page 148: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

148 | P a g e

d) Penerbitan izin usaha

pertambangan mineral logam, batu bara, mineral

bukan logam dan batuan pada:

1). Wilayah izin usaha

pertambangan yang berada pada wilayah lintas

daerah provinsi; 2). Wilayah izin

usaha pertambangan

yang berbatasan langsung dengan negara lain; dan

3) wilayah laut lebih dari 12 mil

e) penerbitan izin usaha

pertambangan dalam rangka penanaman modal

asing f) pemberianizin

usaha pertambangan

khusus mineral dan batu bara

g) permeberian

registrasi izin usaha

pertambangan dan penetapan umlah

produksi setiap daerah provinsi untuk komoditas

mineral logam dan batubara

oertambangan mineral bukan

logam dan batuan dalam rangka

penanaman modal dalam

negri pada wilayah izin

usaha pertambangan yang berada

dalam satu daerah provinsi

termasuk wilayah laut

sampai dengan 12 mil laut.

d) Penerbitan izin

pertambangan rakyat untuk

komoditas mineral logam,

batubara, mineral bukan logam, dan

batuan dalam wilayah

pertambangan rakyat.

e) Penerbitan izin usaha pertambangan

operasi produksi khusus untuk

pengolahan dan pemurnian

dalam rangka penanaman modal dalam

negri yang komoditas

Page 149: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

149 | P a g e

h) penerbitan izin usaha

pertambanngan operasi produksi khusus untuk

pengolahan dan pemurnian yang

komoditas tambangnya yang

berasal dari daerah provinsi lain di luar lokasi fasilitas

pengolahan dan pemurnian, atau

impor serta dalam rangka penanaman

modal asing i) penerbitan izin

usaha jasa

pertambangan dan surat keterangan

terdaftar dalam rangka penanaman

modal dalam negri dan penanaman modal asing yang

kegiatan usahanya di seluruh

wialayah Indonesia j) penetapan harga

patokan mineral logam dan batubara

k) pengelolaan inspektur tambang

dan pejabat pengawas

pertambangan

tambangnya berasal dari satu

daerah Provinsi yang sama

f) Penerbitan izin

usaha jasa pertambangan

dan surat keterangan

terdaftar dalam rangka penanaman

modal dalam negri yang

kegiatan usahanya dalam

satu daerah provinsi.

g) Penetapan harga

patokan mineral bukan logam

Page 150: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

150 | P a g e

Tabel 4.8 Identifikasi dan Kualifikasi

Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Kluster kewenangan Pemerintah Kabupaten

NO Peraturan Daerah Rekomendasi Keterangan

1 Perda No 5 tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten

Bintan

Dilakukan

Penyempurnaan dan up to date acuan yuridis

Dan kelengkapan yuridis formal

Pembagian urusan pemerintahan

ke dalam 1. Absolut

2. Konkuren yang dibagi ke dalam dua bahagian; a) wajib dan, b) pilihan

3. Urusan Pemerintahan Umum

2 Perda No 10 tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan

Dilakukan

Penyempurnaan dan up to date acuan yuridis

Dan kelengkapan yuridis formal

3 Perda No 8 tahun 2009 tentang Pedoman Pembentukan, dan

Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan

Dilakukan Penyempurnaan dan up to

date acuan yuridis Dan kelengkapan yuridis

formal

Page 151: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

151 | P a g e

4 Perda No 2 tahun 2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Daerah

Dilakukan Penyempurnaan dan up to

date acuan yuridis Dan kelengkapan yuridis

formal

5 Perda No 1 tahun 2012 tentang

Pengelolaan Pertambangan Mineral

Dilakukan

Penyempurnaan dan up to date acuan yuridis

Dan kelengkapan yuridis formal

Pemberiuan IUP tidak lagi berada

dalam urusan pemerintahan kabupaten/kota namun menjadi

urusan pemerintahan provinsi. Namun dalam UU minerba 2009

masih meletakkan pemerintah kabupaten/kota sebagai pemberi IUP.

6 Perda No 2 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Bintan

Dilakukan Penyempurnaan dan up to

date acuan yuridis Dan kelengkapan yuridis

formal

Perubahan tentang batas wilayah laut yang kini tidak lagi menjadi

urusan pemerintahan Kabupaten/kota namun menjadi

urusan pemerintah pemerintahan Provinsi

7 Perda No 9 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Dilakukan Penyempurnaan dan up to date acuan yuridis

Dan kelengkapan yuridis formal

Manajemen Pendidikan a) Pengelolaan Pendidikan Dasar b) Pengelolaan Pendidikan anak

Usia dini dan Pendidikan Nssional

Page 152: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

152 | P a g e

Kurikulum

Penetapan kurikulum muatan local pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan

pendidikan non formal

Perizinan Pendidikan a) Penerbitan izin pendidikan

dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat

b) Penerbitan izin pendidikan

anak usia dini dan pendidikan non-formal yang

diselenggarakan oleh masyarakat.

Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam daerah

Kabupaten/Kota

Page 153: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

153 | P a g e

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke

desentralistik atau otonomi daerah yang pada hakekatnya

bertujuan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan

masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan

pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat

dan daerah.

Penerapan otonomi daerah merupakan bagian dalam amanat

reformasi, dan hal itu kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor

22 tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan

kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

tentang pemerintah daerah (walaupun terdapat Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2014, namun Undang-

Undang Nomor 23 tahun 2014 tetap berlaku, perubahan yang terjadi

pada Perppu, hanya mencabut dua pasal yakni; terkait dengan

kewenangan DPRD memilih kepala Daerah).

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah

daerah lebih merupakan dekonstruksi daripada upaya me-

Page 154: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

154 | P a g e

rekonstruksi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, dengan

mereduksi kewenangan bupati/walikota untuk membangun daerah.

Instrument desentralisasi turut mengubah pola pengelolaan

sumber daya yang sebelumnya berada dalam level kewenangan

kabupaten/kota kemudian di alihkan pada level provinsi,

diantaranya; Pengalihan urusan pendidikan menengah

(SMA/SMK), perijinan tambang galian C, dan batas wilayah laut

dan hutan yang kini kabupaten/kota tidak punya kewenangan

karena dialihkan ke Provinsi.

Maka dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23

tahun 2014, praktis terdapat efek perubahan dan patut dilakukan

penyesuaian acuan normatif yuridisnya peraturan-peraturan

daerah yang ada di Kabupaten Bintan, khususnya yang berkaitan

dengan kewenangan yang semula menjadi domain pemerintah

kabupaten/kota kini telah beralih ke pemerintahan provinsi, pun

demikian dengan beleid desa terdapat peraturan baru yakni

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014.

Page 155: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

155 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Amrah Muslimin, Pemerintahan Daerah Menurut Perundangan

Terakhir (Tahun 1957), Karya Budhi Darma, Jakarta, 1957.

________, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1986.

Adrianto, Luky dan Akhmad Solihin, Kajian Dampak Kebijakan UU

No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Terhadap

Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, 2014.

Kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan, MPAG,

USAID.

Arizona, Yance, Karakter Peraturan Daerah Sumberdaya Alam :

Kajian Kritis terhadap Struktur Formal Peraturan Daerah

dan Konstruksi Hak terkait Pengelolaan Hutan, Penerbit

HUMA, 2008.

B.N Marbun, DPRD & Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD

1945 & UU Otonomi Daerah 2004, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 2005.

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia,

PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

David Osborne-Ted Goebler, Reinventing Government, New York: A

Plume Book, 1993.

Endi Jaweng, Robert, Sketsa Otonomi Daerah Tahun 2014, KPPOD

Brief Edisi Oktober-Desember 2014

Eko, Sutoro, Titik Istiyawatun dkk, Desa Membangun Indonesia,

Forum Pengembangan Pembaruan Desa (FPPD),

Yogyakarta, 2014,

Eko, Sutoro, Buku Pintar ; Kedudukan dan Kewenangan dan Tata

Kelola Desa, Forum Pengembangan Pembaharuan Desa

(FPPD), 2014

Page 156: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

156 | P a g e

Fauzi Rahman, Noer, Yesua YDK, dan Nani Saptariani, Policy

Paper : Pokok-Pokok Pikiran untuk Rancangan Peraturan

Pemerintahan tentang Desa Adat,. Forum Pengembangan

Pembaruan Desa (FPPD), Yogyakarta, 2014.

HAW Widjaja, Penyelenggaran Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka

Sosialisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, Rajawali Press, Jakarta, 2005.

Hidayat, Syarif, Desentralisasi untuk Pembangunan Daerah,

Jentera: Peraturan Daerah edisi 14 Tahun IV, Oktober-

Desember 2006

Hamdi, Muchlis, Supriyanto, R. Endi Jaweng (dkk), Naskah

Akademik RUU tentang Hubungan Kewenangan Pemerintah

Pusat dan Daerah, BPHN 2011.

Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.

Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bina Aksara,

Jakarta, 1992.

Koesoemahatmadja, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan

Daerah Di Indonesia, Bina Cipta, Bandung,1979.

Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah, Kementerian Dalam Negri 2011

Prasojo, Eko, Konstruksi Ulang Hubungan Pemerintahan Pusat dan

Pemerintahan Daerah di Indonesia; Antara Sentripetalisme

dan Sentrifugalisme, Pidato Pengukuhan Guru Besar

Adminitrasi Negara Universitas Indonesia.

Rawasita, Reny, et.al., Menilai Tanggung Jawab Sosial Peraturan

Daerah, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan

Indonesia (PSHK), 2009.

R.P Soeroso, Isi Negara Kesatuan, dalam majalah Mimbar

Indonesia, 1950, tahun dan nomor penerbitan tidak

diketahui.

Page 157: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

157 | P a g e

Silahudin, M., Kewenangan Desa dan Regulasi Desa, Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

2015.

Solly Lubis, Perkembangan Garis Politik dan Per-Undang-Undangan

Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, 1983.

Soepomo, soal Pemerintah Daerah di dalam UUD Sementara dalam

majalah Mimbar Indonesia, 1950, Tahun ke-IV, No 43.

Suwandi, Made, Kewenangan Daerah dalam Koridor UU No. 32

tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dalam Josef Riwu

Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di

Indonesia, POLGOV FISIPOL UGM, 2012.

Sujamto, Otonomi Daerah Yang Nyata Dan Bertanggungjawab,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.

Paparan Direktorat Jendral Mineral dan Batubara Pada Indonesia

Minning Outlok 2015, Jakarta 28 Januari 2014.

Rozali Abdulllah, Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme

Sebagai Suatu Alternatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2000.

Wahyono SK, Wawasan Nusantara Sebuah Konsepsi Geopolitik,

dalam majalah Departemen Pertahanan dan Keamanan

Republik Indonesia Dharsmasena, no.100/April 1982

Page 158: PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT FAKULTAS …law.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KAJIAN-EVALUASI-PERD… · pusat studi hukum dan masyarakat fakultas ilmu sosial dan politik

158158

PUSAT STUDI HUKUM DAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI