PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

93
ISBN 979 – 95999 – 7 - 0 PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Transcript of PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Page 1: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

ISBN 979 – 95999 – 7 - 0

PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Page 2: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

ISBN 979 – 95999 – 7 - 0

Editor: Prof. Riset Drs. Abu Bakar Lubis, M.Sc, APU

Prof. Riset Ir. Martin Djamin, M.Sc, PhD, APU

Jakarta, Pebruari 2006

PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI DAN KONSERVASI ENERGI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

Page 3: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan Pengembangan Sistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Editor: Prof. Riset Drs. Abu Bakar Lubis, M.Sc, APU Prof. Riset Ir. Martin Djamin M.Sc, Ph.D, APU 104 + iii hlm, 29 cm

ISBN 979 – 95999 – 7 - 0

Pengembangan Sistem Kelistrikan Nasional Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang © Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip, menyimpan dan menyebar luaskan dalam bentuk apapun, sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin sah dari penerbit. Editor: Prof. Riset Drs. Abu Bakar Lubis, M.Sc, APU Prof. Riset Ir. Martin Djamin, M.Sc, Ph.D, APU Diterbitkan oleh: Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi Konversi Dan Konservasi Energi, BPPT Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 Telp. +62 (21) 316 9754 Fax. +62 (21) 316 9765 Disain sampul dan tata letak: Supriyadi Dicetak oleh CV. Nuansa Cipta Warna Isi diluar tanggung jawab percetakan.

Page 4: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Pembangunan nasional akan memerlukan penyediaan energi termasuk penyediaan tenaga listrik pada seluruh sektor pengguna listrik, agar laju pembangunan tidak terhambat. Pembangunan daerah yang antara lain meliputi pengelolaan sumber daya dan energi, sangat terdorong dalam pelaksanaan otonomi daerah, dan menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan di luar Jawa yang lebih tinggi dibandingkan di pulau Jawa. Dalam sistem kelistrikan, Jawa dan luar Jawa dibedakan oleh kondisi kebutuhan listrik, dimana kapasitas beban listrik tinggi, terpusat dan mempunyai kurva beban yang tidak terlalu tajam, sedangkan di luar Jawa, mempunyai kondisi beban kecil, tersebar dan mempunyai kurva beban yang sangat tajam. Sedangkan luar Jawa mempunyai potensi sumberdaya energi yang sangat besar dibandingkan dengan pulau Jawa. Dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan, maka pengelolaan sumberdaya alam dan energi ini harus mempertimbangkan potensi cadangan energi yang ada, serta ketersediaan teknologi yang murah, handal, efisien, bersahabat terhadap lingkungan, dimana sumberdaya energi tersebut harus dikelola oleh semua pihak yang terkait secara sinergi dan terintegrasi. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Tim Perencanaan Energi, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (P3TKKE), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, telah melaksanakan penelitian dan pengkajian pada pengembangan kebutuhan - penyediaan listrik jangka panjang di seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan model MARKAL untuk memberikan gambaran tentang sistim kelistrikan nasional jangka panjang. Model Markal adalah suatu model perencanaan energi yang diarahkan untuk memperoleh penyediaan energi yang optimal, bersifat linier, multi wilayah, multi perioda, dengan berbagai fungsi obyektif dan konstrain. Dalam penelitian ini wilayah yang dianalisis meliputi seluruh wilayah usaha PLN yang terdiri dari 23 wilayah. Penelitian ini meliputi analisis tentang sistem kelistrikan di Indonesia, yang memberikan gambaran kondisi saat ini, kebutuhan listrik jangka panjang serta sistem kelistrikan jangka panjang pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Hasil dari penelitian tersebut dituangkan dan dipublikasi dalam bentuk buku dengan judul “Pengembangan Sistim Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang”. Buku ilmiah ini terdiri dari beberapa rangkaian makalah kelistrikan yang saling terkait, dan diharapkan akan memudahkan bagi perorangan maupun institusi yang memerlukan informasi tentang sistem kelistrikan di Indonesia. Selain itu tujuan dari penerbitan ini adalah untuk mengkomunikasikan, dan menyebarluaskan informasi hasil penelitian ke berbagai lembaga penelitian, perguruan tinggi,

Page 5: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

ii

dan masyarakat, dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan dan pegangan bagi semua pihak yang berkepentingan. Dengan segala keterbatasan yang ada, kami menyadari bahwa publikasi ini belum sempurna dan sangat diharapkan tanggapan serta masukan dari berbagai pihak berupa kritik, saran maupun informasi yang akan dapat kami pergunakan untuk perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik. Pada kesempatan ini pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga buku ilmiah ini dapat diterbitkan.

Jakarta, 6 Pebruari 2006

Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi-BPPT Direktur,

Dr. Arya Rezavidi

Page 6: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

iii

DAFTAR ISI Kata Pengantar

…………………………………………………… i

Daftar Isi

…………………………………………………… iii

ISI BUKU:

1. Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 Hari Suharyono

…………………… 1

2. Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN di Indonesia Tahun 2003 s.d. 2020 Moch. Muchlis, Adhi Dharma Permana

…………………… 19

3. Sistem Kelistrikan di Jamali dari Tahun 2003 s.d Tahun 2020 M. Sidik Boedoyo

................................ 31

4. Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d 2020 Agus Nurrohim, Erwin Siregar

................................ 45

5. Analisis Pemanfaatan Energi Pada Pembangkitan Tenaga Listrik di Indonesia Indyah Nurdyastuti

................................ 65

6. Perbandingan Biaya Pembangkitan dan Kebutuhan Investasi Pembangkit Listrik Nasional La Ode Muh. Abdul Wahid

................................ 79

Page 7: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 1

ANALISIS GAMBARAN KELISTRIKAN JAWA DAN LUAR JAWA TAHUN 2003

Hari Suharyono

ABSTRACT

Electricity generation in Indonesia is grouping into public power generation owned by private or PLN that sells electricity produced to public and captive power generations that produce electricity for their own demand. The existing capacity electricity generation shows an electricity balance Indonesia that Coal Steam Power Generation (PLTU batubara) is the main power generation, followed by Gas Combined Cycle Power Generation (PLTGU). Jawa island needs captive power generation, particularly for industry that sensitive to the reliability of electricity supply. In addition, the electricity balance shows that maximum transmission losses and owned uses is about 26.5%.

1 PENDAHULUAN Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia dibutuhkan adanya pembangkit listrik baik yang berupa pembangkit umum maupun pembangkit captive. Pembangkit umum adalah pembangkit milik swasta atau PLN yang produksi listriknya dijual ke masyarakat umum, sedangkan pembangkit captive adalah pembangkit yang produksi listriknya terutama digunakan untuk keperluan sendiri. Pada beberapa pembangkit captive, kelebihan listrik yang diproduksi juga dijual kepada masyarakat umum melalui PLN. Saat ini captive power masih diperlukan oleh industri, karena beberapa industri memerlukan suplai listrik yang berkesinambungan dan tegangan yang relatif stabil yang selama ini belum diperoleh dari suplai PLN, mengingat saat ini availability (ketersediaan) dan reliability (keandalan) listrik PLN masih relatif rendah. Dimasa datang dengan terwujudnya industri ketenagalistrikan yang efektif, efisien dan mandiri, memungkinkan tercapainya target PLN untuk menjaga kesinambungan, kualitas dan keandalan pasokan listrik sesuai dengan tingkat yang diharapkan oleh semua konsumer. Walaupun demikian, diperkirakan kebutuhan captive power masih diperlukan terutama untuk memenuhi kebutuhan listrik industri di wilayah yang terpencil yang tidak dialiri listrik PLN.

Page 8: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 2

Secara umum, pemilihan jenis pembangkit tenaga listrik sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan bakar, harga bahan bakar, dan jenis beban. Untuk pembangkit listrik yang membutuhkan waktu start-up yang lama, seperti pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batubara (PLTU-B), biasanya pembangkit tersebut digunakan pada beban dasar, sedangkan pembangkit listrik yang waktu start-upnya singkat, seperti pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan pembangkit listrik tenaga gas turbin (PLTG) biasanya digunakan pada beban puncak. Selain itu, setiap jenis pembangkit listrik mempunyai efisiensi, waktu operasi, dan daya mampu yang berbeda. Oleh karena itu, parameter-parameter tersebut sangat diperlukan dalam memperkirakan pemilihan jenis pembangkit listrik. Pada umumnya, wilayah yang mempunyai cadangan gas bumi atau yang terlewati jaringan pipa gas, jenis pembangkit listrik yang dimanfaatkan untuk memproduksi listrik adalah pembangkit listrik yang berbahan bakar gas bumi. Hal ini disebabkan karena gas bumi relatif mudah dioperasikan, tidak perlu menyediakan tanki penyimpanan, dan bersih. Pada wilayah yang tidak mempunyai cadangan gas bumi ataupun jaringan pipa gas, akan memanfaatkan energi yang tersedia lainnya. Dalam rangka menganalisis dan mengevaluasi kapasitas dan produksi tenaga listrik dan neraca kelistrikan tahun 2003, disusun analisis gambaran kelistrikan Jawa dan Luar Jawa tahun 2003. 2 EVALUASI DAN ANALISIS PEMBANGKIT LISTRIK HISTORIS

DI INDONESIA Total kapasitas terpasang pembangkit listrik PLN di Indonesia termasuk pembangkit listrik PT Indonesia Power, PT PJB, dan P3B pada tahun 2003 adalah sebesar 21,61 GW atau selama kurun waktu 4 tahun (1999-2003) rata-rata meningkat sebesar 1,2% per tahun. Sementara itu, kebutuhan listrik meningkat di atas 7%, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, PLN membeli listrik dari produsen listrik lainnya dan/atau dari captive power. Selama kurun waktu tersebut, rata-rata kapasitas pembangkit listrik yang berbahan bakar minyak, seperti PLTD dan PLTU-M, termasuk PLTG dan PLTGU berbahan bakar minyak meningkat sekitar 3% per tahun. Seiring dengan selesainya pembangunan fasilitas jaringan pipa gas yang menghubungkan antara produsen dan konsumen gas, kapasitas PLTGU-G selama kurun waktu tersebut mengalami peningkatan tertinggi, yaitu sekitar 8% per tahun. Walaupun PLTGU-G tumbuh pesat, namun kapasitas pembangkit tenaga listrik terbesar adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara yang mencapai 22% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional. Hal ini disebabkan selain batubara mudah didapat juga biaya pembangkitan PLTU-B lebih murah dibandingkan pembangkit listrik lainnya. Total kapasitas pembangkit listrik PLN per jenis pembangkit dan pertumbuhannya dari tahun 1999 s.d tahun 2003 ditunjukkan pada Grafik 1 dan Grafik 2.

Page 9: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 3

0

5

10

15

20

25

Kap

asita

s Pem

bang

kit (G

W)

1999 1.13 2.65 0.91 2.44 3.01 0.38 4.62 1.03 0.32 4.13

2000 1.13 2.55 0.86 3.25 3.02 0.38 4.79 0.86 0.34 3.62

2001 1.13 2.59 0.88 3.25 3.11 0.38 4.92 0.86 0.34 3.62

2002 1.13 2.59 0.88 3.25 3.16 0.38 4.79 0.86 0.34 3.62

2003 1.26 2.67 1.08 2.74 3.17 0.38 4.79 0.96 0.44 4.13

PLTU-M PLTD PLTG-M PLTGU-M PLTA PLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G PLTGU-G

Grafik 1. Total Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit di Indonesia

Laju Pertumbuhan (%)

13%1%

21%

14%6%0%4%0%

41%

0%

PLTU-M PLTD PLTG-M PLTGU-M PLTA

PLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G PLTGU-G

Grafik 2. Pertumbuhan Kapasitas Pembangkit Listrik di Indonesia

Tahun 1999 s.d. 2003

Dari Grafik 1 dan 2 terlihat bahwa dari tahun 1999 s.d. tahun 2003 Indonesia mempunyai berbagai jenis pembangkit listrik dengan memanfaatkan berbagai jenis bahan bakar di seluruh Indonesia. Pembangkit tersebut terdiri dari pembangkit beban dasar, seperti PLTU dengan bahan bakar minyak, batubara, gas dan biomasa, dan PLTP dan pembangkit beban menengah dan beban puncak, seperti PLTU dan PLTGU berbahan bakar minyak dan gas, serta PLTD dan PLTA. Khusus untuk PLTD dan PLTA dapat dioperasikan juga pada beban dasar. 2.1 Jenis Pembangkit Listrik yang Terpasang di Seluruh Wilayah

Indonesia Jenis pembangkit listrik yang beroperasi di Indonesia sangat beragam dan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. PLTU-Batubara dan PLTG-Gas terdapat di wilayah Sumatera Bagian Selatan dan Jawa. PLTU-Minyak dan PLTU-Gas terdapat di wilayah Kalimantan Barat, Sumatera Bagian Utara, dan Jawa. PLTGU-G/M, PLTG-High Speed Diesel (HSD) terdapat di wilayah Batam, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Bagian Selatan, Sumatera Bagian Utara, dan

Page 10: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 4

Jawa. PLTD tedapat di seluruh wilayah Indonesia, PLT-Air (PLTA) hampir terdapat di semua wilayah Indonesia dengan kapasitas terpasang sebagian besar di Jawa, sedangkan di luar Jawa hanya sebagian kecil, khususnya di Sumatera dan Sulawesi, kecuali Batam, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua yang tidak mempunyai PLTA. PLTP baru terdapat di Jawa dan Sulawesi. Sesuai Statistik Kelistrikan PLN Tahun 2003, kapasitas PLTP di Jawa sebesar sekitar 650 MW dan di Sulawesi sebesar 20 MW. Hal ini selain disebabkan oleh kualitas sumur panas bumi yang berbeda (Jawa mempunyai sumur dengan enthalpi tinggi dan luar Jawa kebanyakan mempunyai enthalpi menengah dan rendah), beban di luar Jawa yang relatif rendah dan juga lokasi potensi sumberdaya panasbumi umumnya jauh dari pusat beban. Pada umumnya, wilayah yang mempunyai cadangan gas bumi atau yang terlewati jaringan pipa gas telah memanfaatkan gas bumi sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik, sedangkan untuk wilayah yang tidak mempunyai cadangan gas bumi atau tidak tersedia jaringan pipa gas, wilayah tersebut lebih memilih untuk memanfaatkan energi yang mudah diperoleh, seperti minyak solar, dan sumber energi setempat. Mengingat pembangunan jaringan pipa gas di luar Jawa sangat terbatas menyebabkan jenis pembangkit tenaga listrik di wilayah luar Jawa didominasi oleh PLTD. Selain itu, pemanfaatan PLTD terutama disebabkan karena sebagian besar wilayah di luar Jawa masih belum terhubung dengan jaringan transmisi dan hanya memanfaatkan jaringan distribusi lokal, sehingga beban listrik tersebar pada wilayah terbatas dan dengan kapasitas yang relatif kecil. Pada wilayah yang hanya terdapat PLTD, maka PLTD digunakan baik sewaktu beban puncak maupun di luar beban puncak. Pembangkit listrik yang mempunyai waktu start-up operasi (dari saat dinyalakan sampai listrik masuk ke jaringan) yang cepat dan mampu dengan cepat menaikkan atau menurunkan bebannya sehingga dioperasikan sebagai pembangkit “peak load”, seperti gas turbin, PLTD, dan PLTA. Sebaliknya, pembangkit listrik yang mempunyai start-up operasi yang lama akan dioperasikan sebagai pembangkit “base load”. Jenis pembangkit ini antara lain adalah PLTU, PLTN, dan PLTP. Untuk pembangkit “base load”, akan dioperasikan baik di luar beban puncak maupun pada beban puncak, sehingga faktor ketersediaannya tinggi. 2.2 Status PLTD di Indonesia PLTD di Luar Jawa dioperasikan baik sebagai beban dasar maupun beban puncak. Sekitar 96% dari kapasitas terpasang PLTD nasional terdapat di Luar Jawa, sedangkan sisanya terdapat di Jawa. Pemanfaatan PLTD di Luar Jawa sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan listrik. Penggunaan PLTD dianggap fleksibel karena pusat-pusat beban yang ada tersebar dan belum tersambung dengan jaringan transmisi serta kapasitas pembangkit yang dibutuhkan di wilayah tersebut relatif kecil. Distribusi PLTD nasional ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 11: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 5

Gambar 1. Distribusi PLTD Nasional Tahun 2000 Total kapasitas terpasang dari pembangkit diesel di Indonesia tahun 1999 s.d. 2003 (tidak termasuk captive power) hanya mengalami peningkatan sebesar 0,2% per tahun dari 2.652 MW pada tahun 1999 meningkat menjadi 2.671 MW pada tahun 2002 (Grafik 1). Walaupun pertumbuhan kapasitas PLTD di Indonesia relatif kecil, namun penggunaan bahan bakar minyak solar (HSD dan IDO) untuk PLTD tidak dapat diabaikan. Total pemanfaatan HSD dan IDO sebagai bahan bakar pembangkit mencapai mencapai sekitar 2.715.567 KL, sedangkan Jawa sekitar 2.340.368 KL. Pemanfaatan HSD dan IDO di Jawa mayoritas sebagai bahan bakar untuk PLTGU dan PLTG. 3. KONDISI KELISTRIKAN NASIONAL TAHUN 2003 Total kapasitas terpasang pembangkit listrik PLN Indonesia pada tahun 2003 adalah 21,21 GW dengan daya mampu sebesar 88,6% terhadap kapasitas terpasang. Produksi listrik pada tahun 2003 mencapai 92,48 TWh, dimana 76,6% dari produksi listrik tersebut merupakan produksi listrik di Jawa. Besarnya produksi listrik Jawa dan Luar Jawa menurut jenis pembangkit ditunjukkan pada Grafik 3. Dari Grafik 3 nampak bahwa sekitar 34,3% produksi listrik PLN dihasilkan oleh PLTU-Batubara dimana sekitar 90% dari produksi listrik PLTU-B tersebut merupakan PLTU-B yang terdapat di Jawa. Jenis pembangkit yang menghasilkan listrik terbesar kedua adalah PLTGU-G yang mencapai sekitar 21,2% dengan produksi PLTGU-G di Jawa mencapai 87,5% terhadap total produksi PLTGU-G. Jenis pembangkit yang menghasilkan listrik terbesar lainnya adalah PLTU-M, disusul PLTGU-M, PLTA, PLTD, dan PLTP. Produksi listrik PLTGU-M didisain menggunakan bahan bakar gas bumi, namun karena keterlambatan pembangunan infrastruktur gas, maka terpaksa menggunakan BBM.

Page 12: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 6

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000Pro

duk

si L

istri

k (G

WH)

Luar Jawa Jawa Indonesia

Luar Jaw a 3547.4 155.1 1386.3 84.4 3180.2 7533.8 680.5 450.3 2142.8 2449.2

Jaw a 4891.3 2803.5 7721.4 1248.7 28556.4 112.5 1651.8 33.9 6678.2 17139.2

Indonesia 8438.7 2958.6 9107.7 1333.1 31736.6 7646.3 2332.3 484.2 8821 19588.4

PLTA PLTP PLTU-M PLTGU-G PLTU-B PLTD PLTG-M PLTG-G PLTGU-M PLTGU-G

Grafik 3. Produksi Listrik di Luar Jawa dan Jawa Tahun 2003 3.1 Kapasitas dan Produksi Listrik per Wilayah per Jenis Pembangkit

Tahun 2003 Pada tahun 2003, kapasitas pembangkit terpasang di Jawa (termasuk PT Indonesia Power, PT PJB, dan P3B) adalah sekitar 15,49 GW atau sekitar 73% terhadap total kapasitas pembangkit nasional, sedangkan kapasitas pembangkit diluar Jawa sekitar 5,72 GW (27% dari total kapasitas nasional). Adapun kapasitas pembangkit listrik captive power (CP) di luar Jawa sekitar 5.228 MW, dimana 3.790 MW merupakan CP murni dan 1.438 MW merupakan CP cadangan, dan kapasitas pembangkit listrik captive power di Jawa sekitar 5.870 MW, dimana 1.903 merupakan CP murni dan 3.967 merupakan CP cadangan. 3.1.1 Jawa Kapasitas dan produksi Listrik di Jawa termasuk Madura dan Bali dianalisis per jenis pembangkit berdasarkan distribusi Jatim+Jateng+PJB+Bali, dan distribusi Jabar+IP. Pengelompokan kapasitas per jenis pembangkit tersebut disebabkan pembangkit listrik yang dipunyai PJB (Pembangkitan Jawa-Bali) sebagian besar berlokasi di Jawa Timur dengan total kapasitas dan produksi listrik yang jauh lebih besar dibanding total kapasitas dan produksi listrik Jatim dan Jateng. Selain itu, terdapat beberapa pembangkit listrik yang dipunyai PJB berlokasi di DKI-Jakarta, seperti PLTA Cirata, PLTU-M dan PLTU-G Muara Karang. Distribusi Bali hanya terdapat pembangkit listrik PLTD. Berlainan dengan PJB, lokasi pembangkit listrik yang dipunyai IP (Indonesia Power) semuanya berada di Jawa Barat dengan total kapasitas dan produksi listrik yang jauh lebih besar dibanding total kapasitas dan produksi listrik Jabar. Besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit per distribusi di Jawa tahun 2003 ditunjukkan pada Grafik 4. Produksi listrik terbesar di Jawa Bagian Barat dibangkitkan oleh PLTU (PLTU-B dan PLTU-M) Indonesia Power, dimana produksi listrik PLTU-Batubara adalah lebih besar 10 kali lipat daripada produksi listrik yang dibangkitkan PLTU-Minyak. Begitupula untuk produksi listrik di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bali sebagian besar diproduksi oleh PJB dengan produksi listrik yang dibangkitkan hampir

Page 13: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 7

seimbang antara PLTU (PLTU-B, PLTU-M, dan PLTU-G), dan PLTGU (PLTGU-G dan PLTGU-M), walaupun kapasitas PLTGU lebih besar dibanding kapasitas PLTU. Tingginya produksi PLTU dibanding PLTGU per GW kapasitas disebabkan karena PLTU dioperasikan pada beban dasar, sedangkan PLTGU dioperasikan pada beban dasar dan beban menengah. Perbedaan waktu operasi dan efisiensi pembangkit menyebabkan produksi listrik PLTU per unit kapasitasnya lebih tinggi dibanding dengan PLTGU.

0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.50

PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD

Kap

asita

s (G

W)

Kapasitas Jatim-Jateng+PT.PJB Kapasitas Jabar + PT.IP

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD

Pro

duks

i (G

Wh)

Produksi Jatim-Jateng +PT.PJB Produksi Jabar + PT.IP

Grafik 4. Kapasitas Vs Produksi Listrik Per Jenis Pembangkit Per Wilayah Distribusi di Jawa Tahun 2003

3.1.2 Sumatera Wilayah pemasaran listrik di Sumatera dibedakan atas 10 wilayah, namun dalam analisis produksi listrik per jenis pembangkit, wilayah kapasitas dan produksi listrik dikelompokkan menjadi dua, yaitu Sumbagut dan Sumbagsel. Wilayah pemasaran listrik yang termasuk dalam kelompok Sumbagut meliputi Wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Wilayah Sumut, Wilayah Sumbar, Wilayah Riau, PT PLN Batam, dan Kitlur Sumbagut. Wilayah pemasaran listrik yang termasuk dalam kelompok Sumbagsel adalah Wilayah Sumsel, Jambi, Bengkulu (S2JB), Wilayah Bangka Belitung, Wilayah Lampung, dan Kitlur Sumbagsel. Total kapasitas pembangkit listrik di kedua wilayah tersebut masing-masing sekitar 1,95 GW di Sumbagut dan 1,5 GW di Sumbagsel. Hampir semua produksi listrik dibangkitkan dari Kiltur Sumbagut dan Kitlur Sumbagsel, kecuali PLTA dan PLTD yang selain dari Kitlur Sumbagut dan Kitlur Sumbagsel, PLTA juga tersebar di Wilayah NAD, Sumbar, dan S2JB yang mempunyai potensi hidro yang cukup besar, sedangkan PLTD tersebar di semua wilayah. Besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit per wilayah di Sumatera tahun 2003 ditunjukkan pada Grafik 5. Sumbangan terbesar produksi listrik di Sumbagsel berasal dari PLTU, sedangkan sumbangan terbesar produksi listrik di Sumbagut berasal dari PLTGU (PLTGU-M dan PLTGU-G), dimana produksi listrik yang dibangkitkan PLTGU-M dan PLTGU-G di Sumbagut hampir sama. Hal tersebut disebabkan hingga tahun 2003 bahan bakar minyak di Sumatera mudah didapat dan mudah dioperasikan, sedangkan fasilitas jaringan pipa di Sumatera juga telah tersedia.

Page 14: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 8

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTD

Kap

asita

s (G

W)

Kapasitas Sumbagsel Kapasitas Sumbagut

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

PLTA PLTU PLTG PLTGU PL:TD

Pro

duks

i (G

Wh)

Produksi Sumbagut Produksi Sumbagsel

Grafik 5. Kapasitas Vs Produksi Listrik Per Jenis Pembangkit

Per Wilayah di Sumatera Tahun 2003 3.1.3 Sulawesi Analisis produksi listrik per jenis pembangkit di Sulawesi hanya dibagi menjadi dua, yaitu Sulawesi Utara+Tengah+Gorontalo (Suluttenggo) dan Sulawesi Selatan+Tenggara (Sulselra). Pembagian wilayah ini berdasarkan wilayah pemasaran listrik PLN. Total kapasitas pembangkit PLN pada tahun 2003 di Sulawesi mencapai 783 MW dengan kapasitas PLTD mencapai 54% terhadap total kapasitas pembangkit. Kapasitas pembangkit di wilayah Suluttenggo mencapai 321 MW. Jenis pembangkit yang terdapat pada wilayah ini adalah PLTA, PLTP, dan PLTD. Sekitar 59% produksi listrik di wilayah ini berasal dari PLTD. Pada wilayah ini khususnya di Sulawesi Utara terdapat PLTP yang tidak dipunyai oleh wilayah Luar Jawa lainnya. Kapasitas PLTP di wilayah Suluttenggo adalah 20 MW atau hanya sekitar 1/3 dari kapasitas PLTA di wilayah ini, namun listrik yang diproduksi PLTP sebesar 0,88 kali produksi PLTA. Berbeda dengan wilayah Suluttenggo, jenis pembangkit listrik yang ada di wilayah ini cukup beragam, yaitu PLTA, PLTU-M, PLTG-M, dan PLTD Kapasitas PLTD mencapai 40% dengan produksi listrik terbesar berasal dari PLTA meskipun kapasitasnya hanya sekitar 28%. Hal ini disebabkan karena PLTA dioperasikan pada beban dasar sedangkan PLTD dioperasikan pada beban menengah dan puncak. Walaupun di wilayah ini tersedia cadangan gas bumi, namun mengingat fasilitas jaringan pipa belum memadai, sehingga PLTG yang semula akan dioperasikan dengan bahan bakar gas dipindahkan ke bahan bakar minyak. Besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit per wilayah di Sulawesi tahun 2003 ditunjukkan pada Grafik 6.

Page 15: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 9

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

PLTA PLTU PLTG PLTP PLTD

Kap

asita

s (G

W)

Kapaistas Suluttenggo Kapasitas Sulselra

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

PLTA PLTU PLTG PLTP PLTD

Pro

duk

si (

GW

h)

Produksi Suluttenggo Produks i Sulselra

Grafik 6. Kapasitas Vs Produksi Listrik Per Jenis Pembangkit

Per Wilayah di Sulawesi Tahun 2003 3.1.4 Kalimantan Wilayah pemasaran listrik di Kalimantan dibedakan atas 3 wilayah, yaitu wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, serta Kalimantan Selatan dan Tengah. Total kapasitas pembangkit PLN di Kalimantan pada tahun 2003 adalah 924 MW dengan kapasitas PLTD sekitar 70% terhadap total dengan total produksi PLTD danya sekitar 50% terhadap total produksi. Tingginya pemanfaatan PLTD di wilayah ini karena minimnya infrastruktur jaringan transmisi, tersebarnya daerah isolated, mudah diinstalasi dalam waktu yang relatif singkat, dan kapasitas pembangkit listrik yang dibutuhkan di wilayah ini relatif kecil. Total kapasitas pembangkit pada wilayah Kalimantan Barat mencapai 25% dengan jenis pembangkit berupa PLTG dan PLTD. Total produksi listrik mencapai 637 GWh dimana sekitar 89% dari produksi listrik di wilayah ini berasal dari PLTD. Jenis pembangkit yang terdapat di wilayah Kalimantan Tengah dan Selatan cukup beragam, yaitu PLTA, PLTU, PLTG, dan PLTD dengan total kapasitas mencapai 381,5 MW atau sekitar 41% terhadap kapasitas pembangkit di Kalimantan. Total produksi listrik di wilayah ini mencapai 1.289 GWh. PLTU batubara hanya terdapat di Kalselteng dengan sumbangan produksi listrik mencapai 63% disusul PLTD sekitar 28%, dan sisanya dihasilkan oleh PLTA. Pada wilayah Kalimantan Timur terdapat 3 jenis pembangkit, yaitu PLTA, PLTGU, dan PLTD. Total kapasitas pembangkit adalah 311 MW atau sekitar 34% terhadap kapasitas pembangkit PLN di Kalimantan dengan produksi listrik mencapai 914 GWh. Besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit per wilayah di Kalimantan tahun 2003 ditunjukkan pada Grafik 7.

Page 16: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 10

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTD

Kap

asita

s (G

W)

Kapasitas Pembangkit KalbarKapasitas Pembangkit KalTeng-SelKapasitas Pembangkit Kaltim

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTD

Pro

duks

i (G

Wh)

Produksi Listrik KalbarProduksi Listrik KaltengselProduksi Listrik Kaltim

Grafik 7. Kapasitas Vs Produksi Listrik Per Jenis Pembangkit

Per Wilayah di Kalimantan Tahun 2003 3.1.5 Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Jenis pembangkit listrik yang terdapat di Maluku (termasuk Maluku Utara), Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tengga Timur adalah PLTD dan PLTA dengan total kapasitas PLTD mencapai 99% terhadap total 553 MW kapasitas pembangkit listrik di wilayah ini. Kapasitas PLTD di keempat wilayah ini hampir merata, namun produksi listrik cukup bervariasi. Perbedaan produksi listrik tersebut disebabkan minimal oleh 3 faktor, yaitu jumlah sistem pembangkitan, jumlah wilayah isolated, dan efisiensi PLTD. Jumlah sistem pembangkit terkait dengan besarnya cadangan PLTD, jumlah wilayah isolated terkait dengan jam operasi PLTD, efisiensi pembangkit terkait dengan umur dan jenis PLTD. Total produksi PLTD yang mencapai 99% terhadap total produksi pembangkit adalah 1,08 TWh. Berdasarkan produksi listrik dan kapasitas PLTD diperoleh gambaran bahwa faktor kapasitas atau perbandingan antara produksi PLTD per tahun dibanding dengan kemampuan maksimal produksi listrik selama setahun masing-masing per wilayah adalah 13,9% (Maluku dan Maluku Utara), 31,4% (Papua), 26,3% (NTB), dan 18,5% (NTT). Besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit per wilayah tahun 2003 ditunjukkan pada Grafik 8.

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

PLTA PLTD

Kap

asita

s (G

W)

Kapasitas Pembangkit Maluku Kapasitas Pembangkit Papua

Kapasitas Pembangkit NTT Kapasitas Pembangkit NTB

0

50

100

150

200

250

300

350

400

PLTA PLTD

Pro

duks

i (G

Wh)

Produksi Listrik Maluku Produksi Listrik Papua

Produksi Listrik NTT Produksi Listrik NTB

Grafik 8. Kapasitas Vs Produksi Listrik Per Jenis Pembangkit Per Wilayah Papua-Maluku-NTT-NTB Tahun 2003

Page 17: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 11

3.2 Neraca Kelistrikan Tahun 2003 Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa dan di Luar Jawa saat ini masih diperlukan adanya captive power. Penggunaan captive power karena kemampuan PLN yang terbatas, sehingga sektor industri dan komersial lainnya membangkitkan daya listrik untuk keperluan sendiri. Bagi sektor industri dan komersial yang mempunyai kelebihan produksi dapat menjual produksinya ke PLN. PLN selain memperoleh listrik dari captive power yang dimiliki sektor industri dan komersial, PLN juga memperoleh listrik dari hasil sewa Genset PLTD dan PLTG (khusus untuk kitlur Sumbagsel). Neraca kelistrikan nasional ditunjukkan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 nampak bahwa sekitar 80,8% listrik terjual terdapat di wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali). Secara nasional, listrik terjual mencapai 82,6% terhadap total produksi netto, sehingga own use, susut distribusi, dan susut transmisi mencapai 17,4%.

Tabel 1. Neraca Kelistrikan Nasional per Wilayah Tahun 2003 GWh

Jamali

Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya Total

Dibeli dari Luar PLN 19.110,26 193,3 55,32 1.179,84 0,00 20.538,72

Terima dari Unit Lain 83.508,05 11.634,9 0,00 0,00 0,00 95.142,95

Produksi sendiri *) 70.836,85 14.186,8 2.850,04 2.267,54 1.396,10 91.537,33

Pemakaian Sendiri Sent 3.114,89 538,8 147,15 60,43 36,59 3.897,86

Produksi Netto 86.832,22 13.841,3 2.758,22 3.386,95 1.359,51 108.178,20

Pemakaian Sendiri Ds 58,62 8,4 1,42 2,03 0,00 70,47

Susut Transmisi 2.099,01 378,4 59,69 148,25 0,00 2.685,35

Dikirim ke Unit Lain 85.406,99 11.694,2 0,0, 0,00 0,00 97.101,19

Dikirim ke Distribusi 84.698,49 13.140,7 2.697,11 3.236,68 1.359,51 105.132,50

Pemakaian Sendiri Pb 42,33 0,0 0,0, 0,00 0,00 42,33

Susut Distribusi 17.780,70 2.563,7 495,99 545,61 182,29 21.568,29

ListrikTerjual 72.190,30 10.841,1 2.262,23 2.841,35 1.177,20 84.039,76

3.2.1 Jawa Jaringan distribusi tenaga listrik berfungsi menghubungkan jaringan transmisi tegangan tinggi dengan konsumen melalui sebuah sub-station yang berfungsi mengelompokkan jumlah daya dan tegangan menurut jenis konsumen, yaitu industri, rumah tangga, usaha dan publik. Jaringan transmisi di Jawa telah terhubung dari Jawa Barat sampai ke Bali melalui Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga produksi listrik di setiap wilayah di Jawa dapat disalurkan ke wilayah lain yang sudah terinterkoneksi. Neraca kelistrikan Jawa-Bali tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 2. Melalui jaringan distribusi Jatim, Jateng-Yogja, Jabar-Banten, DKI-Tangerang, dan Bali konsumen listrik dari masing-masing wilayah tersebut dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang pada tahun 2003 masing-masing sebesar 14.360,78 GWh, 9.908,00 GWh, 24.589,63 GWh, 21.661,67 GWh, dan 1.670,22 GWh. Listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi tersebut dipasok dari listrik yang diproduksi PLN, dibeli dari luar PLN dan diterima dari unit lain (PT.

Page 18: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 12

Indonesia Power, PT. PJB, dan PT. P3B) melalui interkoneksi jaringan transmisi Jawa-Bali. PT. P3B walaupun tidak memproduksi listrik sendiri, namun dia juga menyalurkan kelebihan listrik yang dibeli dari luar PLN dan diterima dari unit lain. Pada tahun 2003 tersebut, rata-rata listrik yang hilang di jaringan distribusi dan transmisi di Jawa adalah 2,46% untuk susut transmisi dan 16,16% untuk susut distribusi. Dalam hal ini, terima dari unit lain adalah listrik yang diterima dari produksi IP dan P3B.

Tabel 2. Neraca Kelistrikan Jawa – Bali Tahun 2003 GWh

Jatim Jateng-

Yogja Jabar-Banten

DKI-Ta ngerang IP PJB P3B Bali

Dibeli dari Luar PLN 5,46 0,00 0,02 0,00 0,00 0,00 19.104,78 0,00

Terima dari Unit Lain 17.037,72 11.457.17 29.032,04 25.981,12 0,00 0,00 67.721,89 1.896,33

Produksi sendiri *) 19,75 0.52 1,70 0,00 44.395,06 26.419,82 0,00 4,70 Pemakaian Sendiri Sent 0,08 0.01 0,01 0,00 1.852,34 1.262,45 0,00 0,00

Produksi Netto 17.062,86 11.457.68 29.033,74 25.981,12 42.542,72 25.157,37 86.826,67 1.901,03

Pemakaian Sendiri Ds 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 58,62 0,00

Susut Transmisi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.099,01 0,00

Dikirim ke Unit Lain 0,00 0,00 288,63 449,31 0,00 0,00 84.669,05 0,00

Dikirim ke Distribusi 17.062,86 11.457.68 28.745,11 25.531,81 0,00 0,00 0,00 1.901,03

Pemakaian Sendiri Pb 0,00 0,00 0,00 42,33 0,00 0,00 0,00 0,00

Susut Distribusi 2.702,16 1.549.69 4.155,49 3.870,13 1.852,34 1.262,45 2.157,63 230,81

ListrikTerjual 14.360,78 9.908.00 24.589,63 21.661,67 40.690,38 23.894,92 84.669,04 1.670,22

3.2.2 Sumatera Berlainan dengan Jawa, di Sumatera belum seluruh wilayah terinterkoneksi dengan jaringan transmisi, sehingga untuk wilayah yang belum terinterkoneksi, kebutuhan listriknya dipenuhi dari wilayahnya sendiri. Di Sumatera, ada dua pembangkit dan penyalur listrik, yaitu Kitlur Sumbagut dan Kitlur Sumbagsel yang menyalurkan produksi listriknya ke wilayah yang telah terinterkoneksi. Neraca kelistrikan di Wilayah Sumatera tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 3. Melalui jaringan distribusi NAD, Sumut, Sumbar, Riau, PLN Batam, S2JB, Babel dan Lampung, konsumen listrik dari masing-masing wilayah tersebut dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang pada tahun 2003 masing-masing sebesar 577,55 GWh, 4.150,45 GWh, 1.395,78 GWh, 1.210,85 GWh, 656,18 GWh, 1.905,20 GWh, 217,997 GWh, dan 1.110,45 GWh. Listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi tersebut dipasok dari listrik yang diproduksi PLN, dibeli dari luar PLN dan diterima dari unit lain. NAD, Sumut, dan Sumbar selain memproduksi listrik sendiri juga dipasok dari Kitlur Sumbagut, sedangkan S2JB dan Lampung memproduksi listrik sendiri juga dipasok dari Kitlur Sumbagsel. Wilayah Riau dibagi menjadi Riau daratan yang kebutuhan listriknya selain dipasok dari hasil produksi sendiri juga berasal dari Kitlur Sumbagut dan Kitlur Sumbagsel, serta Riau kepulauan yang masih terisolasi. Pada tahun 2003 tersebut, rata-rata listrik yang hilang di jaringan distribusi di masing-masing wilayah Sumatera adalah 23,22% untuk susut distribusi di NAD; 15,47% untuk susut distribusi di Sumut; 10,06% untuk susut distribusi di Sumbar; 21,55% untuk susut distribusi di Riau; 18,29% untuk susut

Page 19: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 13

distribusi di S2JB; 16,30% untuk susut distribusi di Babel; dan 15,69% untuk susut distribusi Lampung, sedangkan PLN Batam karena sudah terhubung dengan jaringan transmisi, sehingga selain di wilayah ini ada listrik yang hilang melalui distribusi juga ada yang hilang melalui jaringan transmisi yang besarnya masing-masing adalah 0,4% dan 9,04%. Berlainan dengan PLN Batam, Kitlur Sumbagut dan Kitlur Sumbagsel hanya berfungsi sebagai pembangkit dan penyalur, sehingga tidak diperlukan jaringan distribusi, dimana besarnya kehilangan listrik yang melewati jaringan transmisi masing-masing adalah sebesar 3,3% dan 2,87%.

Tabel 3. Neraca Kelistrikan Sumatera Tahun 2003 GWh

NAD Sumut Sumbar Riau PLN Batam

Dibeli dari Luar PLN 0,0 3,6 0,0 15,2 0,0Terima dari Unit Lain 538,3 4.959,5 1.485,8 982,5 0,0Produksi sendiri *) 221,4 0,9 72,8 574,4 741,5Pemakaian Sendiri Sent 7,5 0,0 1,3 21,4 16,5Produksi Netto 752,2 4.964,1 1.557,3 1.550,7 725,1Pemakaian Sendiri 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4Susut Transmisi 0,0 0,0 0,0 0,0 2,9Dikirim ke Unit Lain 0,0 45,8 4,9 5,6 0,0Dikirim ke Distribusi 752,2 4.918,3 1.552,4 1.545,1 721,8Susut Distribusi 174,7 767,9 156,6 334,3 68,9Listrik Terjual 577,6 4.150,5 1.395,8 1.210,9 656,2

Kiltur

Sumbagut

S2JB Babel Lampung Kitlur

Sumbag sel

Dibeli dari Luar PLN 69,3 41,8 21,0 20,1 22,3Terima dari Unit Lain 262,4 2.153,3 0,0 1.239,8 13,3Produksi sendiri *) 6.569,6 143,7 244,4 66,0 5.552,1Pemakaian Sendiri Sent 190,0 3,3 5,0 0,1 293,7Produksi Netto 6.711,2 2.335,5 260,5 1.325,8 5.293,9Pemakaian Sendiri 3,7 0,0 0,0 0,0 4,3Susut Transmisi 223,6 0,0 0,0 0,0 151,9Dikirim ke Unit Lain 6.489,8 3,1 0,0 7,3 5.137,7Dikirim ke Distribusi 0,0 2.332,4 0,0 1.318,5 -Susut Distribusi 227,3 427,2 42,5 208,1 156,2Listrik Terjual 6.262,5 1.905,2 218,0 1.110,4 4.981,5

3.2.3 Kalimantan Sampai dengan tahun 2003 di belum seluruh wilayah di Kalimantan terinterkoneksi dengan jaringan transmisi, masih terputus antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Jaringan tranmisi baru terdapat di Kalimantan Barat dan wilayah Kalimantan Selatan-Kalimanta Tengah- Kalimantan Timur, sehingga kebutuhan listriknya dipenuhi dari wilayahnya sendiri melalui jaringan distribusi. Kebutuhan listrik di Wilayah Kalimantan dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Tengah, serta Kalimantan Timur yang masing-masing wilayah menyalurkan produksi listriknya ke wilayahnya. Melalui

Page 20: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 14

jaringan distribusi Kalbar, Kalselteng, dan Kaltim konsumen listrik dari masing-masing wilayah tersebut dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang pada tahun 2003 masing-masing sebesar 745,38 GWh, 1.223,59 GWh, dan 1.038,64 GWh. Neraca kelistrikan di Wilayah Kalimantan tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 4. Listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi tersebut dipasok dari listrik yang diproduksi PLN, kecuali Kalselteng yang selain dipasok dari hasil produksi listrik PLN juga dipasok dari Luar PLN (sewa genset). Pada tahun 2003 tersebut, rata-rata listrik yang hilang di jaringan distribusi Kalbar, Kalselteng, dan Kaltim masing-masing adalah sebesar 17,98%; 18,40%; dan 12,41%, sedangkan untuk wilayah Kalselteng dan Kaltim pada tahun tersebut, rata-rata listrik yang hilang di jaringan transmisi adalah sebesar 2,39% dan 1,88%.

Tabel 4. Neraca Kelistrikan Kalimantan GWh

Kalbar

Kalselteng Kaltim

Dibeli dari Luar PLN 0,00 55,32 0,00 Terima dari Unit Lain 0,00 0,00 0,00 Produksi sendiri *) 938,83 1.610,26 1.239,78 Pemakaian Sendiri Sentral 29,03 119,77 27,38 Produksi Netto 909,80 1.545,82 1.212,40 Pemakaian Sendiri - 0,89 0,53 Susut Transmisi 0,87 36,91 22,78 Dikirim ke Unit Lain 0,00 0,00 0,00 Dikirim ke Distribusi 908,93 1.508,02 1.189,09 Susut Distribusi 164,41 322,23 173,76 Listrik Terjual 745,38 1.223,59 1.038,64

3.2.4 Sulawesi Seperti halnya Sumatera, di wilayah Sulawesi jaringan tranmisi baru terdapat di wilayah Sulawesi Utara dan di wilayah Sulawesi Selatan. Wilayah lainnya belum terinterkoneksi dengan jaringan transmisi, sehingga kebutuhan listriknya dipenuhi dari wilayahnya sendiri. Neraca kelistrikan di Wilayah Sulawesi tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 5. Melalui jaringan distribusi Sulutenggo dan Sulselra konsumen listrik dari masing-masing wilayah tersebut dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang pada tahun 2003 masing-masing sebesar 844,41 GWh dan 1.996,94 GWh. Listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi Sulutenggo dipasok dari listrik yang diproduksi PLN, sedangkan listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi Sulselra selain dipasok dari hasil produksi listrik PLN juga dipasok dari Luar PLN (sewa genset). Pada tahun 2003 tersebut, rata-rata listrik yang hilang di jaringan distribusi dan transmisi Sulutenggo dan Sulseltra masing-masing adalah sebesar 2,48% dan 5,18% untuk susut transmisi dan 13,92% dan 10,72% untuk susut distribusi.

Page 21: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 15

Tabel 5. Neraca Kelistrikan Sulawesi Tahun 2003 GWh

Sulutenggo

Sulseltra

Dibeli dari Luar PLN 0,00 1.179,84 Terima dari Unit Lain 0,00 0,00 Produksi sendiri *) 1.040,14 1.227,40 Pemakaian Sendiri Sentral 29,60 30,83 Produksi Netto 1.010,53 2.376,42 Pemakaian Sendiri 0,39 1,64 Susut Transmisi 25,08 123,17 Dikirim ke Unit Lain 0,00 0,00 Dikirim ke Distribusi 985,07 2.251,61 Susut Distribusi 166,13 379,48 Listrik Terjual 844,41 1.996,94

3.2.5 Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Maluku termasuk Maluku Utara, Papua, dan Nusa Tenggara yang terdiri dari NTB dan NTT terletak pada pulau yang terpisah dan belum terinterkoneksi dengan jaringan transmisi, sehingga kebutuhan listrik pada masing-masing wilayah dipenuhi dari wilayahnya sendiri melalui jaringan distribusi. Pada wilayah-wilayah tersebut kurva beban listrik menunjukkan adanya perbedaan yang menyolok antara beban dasar dan beban puncak. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar listrik di wilayah tersebut dipergunakan untuk penerangan, dan peralatan lain seperti TV, Kipas angin dan lain-lain. Neraca kelistrikan di Wilayah Maluku termasuk Maluku Utara, Papua dan Nusa Tenggara (NTB dan NTT) tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Neraca Kelistrikan Maluku, Papua, NTB, dan NTT GWh

Maluku dan

Maluku Utara Papua NTB NTT

Dibeli dari Luar PLN 0,00 0,00 0,00 0,00 Terima dari Unit Lain 0,00 0,00 0,00 0,00 Produksi sendiri *) 274,52 428,26 449,84 243,48 Pemakaian Sendiri Sentral 8,30 9,93 12,64 5,72 Produksi Netto 266,22 418,34 437,19 237,76 Pemakaian Sendiri 0,00 0,00 0,00 0,00 Susut Transmisi 0,00 0,00 0,00 0,00 Dikirim ke Unit Lain 0,00 0,00 0,00 0,00 Dikirim ke Distribusi 266,22 418,34 437,19 237,76 Susut Distribusi 53,64 52,94 52,22 23,49 Listrik Terjual 212,57 365,39 384,97 214,27

Melalui jaringan distribusi Maluku, Papua, NTB dan NTT konsumen listrik dari masing-masing wilayah tersebut dapat memenuhi kebutuhan listriknya yang pada tahun 2003 masing-masing sebesar 212,57 GWh, 365,39 GWh, 384,97 GWh dan 214,27 GWh. Listrik yang disalurkan melalui jaringan distribusi Maluku,

Page 22: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 16

Papua, NTB dan NTT kesemuanya dipasok dari listrik yang diproduksi PLN. Pada tahun 2003 tersebut, rata-rata listrik yang hilang di jaringan distribusi Maluku, Papua, NTB dan NTT masing-masing adalah sebesar 20,15%; 12,66%; 11,95% dan 9,88%. 3.3 Konsumsi Bahan Bakar Fosil Konsumsi bahan bakar pembangkit PLN Tahun 2003 menurut jenis dan wilayah ditunjukkan pada Grafik 9. Total konsumsi bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik mencapai 795 PJ, dimana 42% (13,29 juta ton) berupa batubara, 23% (2,33 juta KL) berupa minyak solar, 23% (155 BCF) berupa gas bumi, dan sisanya berupa minyak diesel (9,7 ribu KL) dan minyak bakar (2,088 juta KL). Sekitar 77% (610 PJ) dari bahan bakar tersebut merupakan bahan bakar yang dikonsumsi di wilayah Jawa, disusul Sumatera (16%), Kalimantan (0,05%), Sulawesi (0,1%), dan Pulau Lainnya (0,2%). Konsumsi bahan bakar fosil di Jawa adalah 14,08 juta ton batubara atau sekitar 48% terhadap total konsumsi di Jawa, disusul 6,6 BCF gas bumi (25%), dan 4,43 juta KL BBM (27%). Tingginya konsumsi BBM di Jawa bukan sebagai bahan bakar PLTD, tetapi sebagai bahan bakar PLTU-M, PLTGU-G, dan PLTG-M. Konsumsi bahan bakar di Sumatera di dominasi oleh BBM yang mencapai 55% terhadap total, disusul oleh batubara (25%), dan gas bumi (20%). Total konsumsi BBM mencapai 1,878 juta KL, konsumsi batubara sebesar 1,41 juta ton, dan konsumsi gas sebanyak 24,65 BCF. Sebaliknya, pola konsumsi bahan bakar di Kawasan Timur Indonesia di dominasi oleh BBM. Di wilayah Kalimantan, sekitar 64% konsumsi bahan bakar fosil berupa BBM dan sisanya berupa batubara. Di wilayah Sulawesi dan Pulau Lainnya seluruhnya berupa BBM.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

HSD IDO FO Batubara Gas

Kon

sum

si B

ahan

Bak

ar (

PJ)

Sumatera Jaw a Kalimantan Sulaw esi Lainnya

0

100

200

300

400

500

600

700

Sumatera Jaw a Kalimantan Sulaw esi Lainnya

Kon

sum

si B

ahan

Bak

ar (

PJ)

HSD IDO FO Batubara Gas

Grafik 9. Kebutuhan Bahan Bakar menurut Jenis & Wilayah Tahun 2003

Page 23: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 17

4. KESIMPULAN Dari gambaran tentang kapasitas dan produksi listrik serta neraca kelistrikan padasetiap wilayah di Indonesia beberapa hal dapat disimpulkan: 1. PLTA dan PLTP dalam operasinya mempergunakan seluruh kapasitasnya,

sedangkan PLTU hanya beroperasi dengan faktor beban sebesar 89%, PLTGU hanya dengan faktor beban sebesar 88%, PLTG hanya dengan faktor beban sebesar 70%, dan PLTD hanya beroperasi dengan faktor beban sebesar 64%.

2. Secara umum PLTG dan PLTD dioperasikan pada beban puncak dan beban

menengah, sedangkan jenis pembangkit yang lain difungsikan sebagai pembangkit beban dasar yang dioperasikan baik di luar beban puncak maupun pada beban puncak, sehingga faktor beban dan faktor ketersediaannya tinggi.

3. Pada tahun 2003, total kapasitas pembangkit listrik PLN di Indonesia

adalah sebesar 21,6 GW dan dengan perkiraan rata-rata daya mampu pembangkit listrik nasional sebesar 82,5%, maka pada tahun tersebut pembangkit listrik nasional mampu memproduksi listrik sebesar 92,45 TWh.

4. Selama kurun waktu tersebut, PLTGU-G merupakan pembangkit listrik yang

kapasitasnya mengalami peningkatan tertinggi, namun kapasitas pembangkit listrik terbesar berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara yang mencapai 22% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.

5. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa dan di Luar Jawa saat ini masih

diperlukan adanya captive power, karena kebutuhan listrik tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh PLN atau memerlukan keandalan pasokan. Sebagian listrik yang dijual PLN ke konsumen didapat dari hasil sewa Genset dan sewa PLTG (khusus untuk kitlur Sumbagsel) dan hasil pembelian listrik dari pembangkit listrik captive power (CP) dikurangi dengan pemakaian sendiri, dikirim ke unit lain di luar PLN, dan susut transmisi dan distribusi.

6. Konsumsi bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik mencapai 795 PJ,

dimana 42% (13,29 juta ton) berupa batubara, 23% (2,33 juta KL) berupa minyak solar, 23% (155 BCF) berupa gas bumi, dan sisanya berupa minyak diesel (9,7 ribu KL) dan minyak bakar (2,088 juta KL).

Page 24: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Gambaran Kelistrikan Jawa dan Luar Jawa Tahun 2003 18

DAFTAR PUSTAKA 1. DJLPE. Neraca Energi-Statistik LPE 2003. Jakarta. 2004. 2. PT. PLN. Statistik PLN 2003. Jakarta. 2004. 3. PT. PLN. Neraca Daya RPTL 2004. Jakarta. 2004. 4. PT. PLN. PJB2-Statistik 1997-2002. Jakarta. 2003.

Page 25: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 19

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK PLN

TAHUN 2003 S.D 2020

Moch. Muchlis dan Adhi Darma Permana

ABSTRACT

Electricity demand will increase every year to follow population growth, prosperity improvement, and economic growth as a whole. One important factor to support development is that electricity demand must be fulfilled by supply. In this study, electricity demand projection in Indonesia is electricity demand accumulation of 22 sales regions PLN for 17 years period (2003 to 2020). Total electricity demand is 91.72 TWh in 2003, and becomes 272.34 TWh in 2020. The average growth of electricity demand is 6.5% per year. From 22 sales regions PLN, the most electricity demand is located at Jawa-Madura-Bali (Jamali) regions, it is about 80% of national electricity demand total in 2003. Electricity demand in Jamali regions is the largest in Indonesia, because Jamali population is about 60% of Indonesia population, and Jamali regions are the center of all economic activities including industry, government, and tourism

1 PENDAHULUAN Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, prakiraan kebutuhan listrik jangka panjang di Indonesia sangat diperlukan agar dapat menggambarkan kondisi kelistrikan saat ini dan masa datang. Dengan diketahuinya perkiraan kebutuhan listrik jangka panjang antara tahun 2003 hingga tahun 2020 akan dapat ditentukan jenis dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik yang dibutuhkan di Indonesia selama kurun waktu tersebut. Jenis dan kapasitas pembangkit listrik dapat mempengaruhi besarnya listrik yang diproduksi baik pada waktu siang maupun malam. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi listrik per jenis pembangkit adalah faktor kapasitas pembebanan baik sebagai beban dasar maupun beban puncak, karakteristik pembebanannya sendiri termasuk daya mampu, dan waktu operasi unit pembangkit listrik. Waktu operasi adalah jam operasi maksimum dalam 1 tahun dikurangi dengan penghentian terjadwal dan perkiraan penghentian tak terjadwal.

Page 26: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 20

Apabila perbandingan antara daya mampu dan kapasitas terpasang mempunyai nilai mendekati satu, maka pembangkit tersebut bekerja pada seluruh beban, yaitu beban dasar atau “base load”, sedangkan bila mempunyai nilai yang rendah, maka jenis pembangkit tersebut hanya beroperasi sementara yang diperkirakan bekerja pada peak load saja. Pada umumnya pembangkit yang bekerja pada beban dasar adalah pembangkit yang mempunyai waktu awal operasi (start-up) lama dan tidak terlalu fleksibel dalam perubahan beban, sedangkan pembangkit yang dioperasikan pada beban puncak mempunyai waktu awal operasi yang cepat dan fleksibel dalam pembebanan. Faktor tersebut dapat menyebabkan total produksi listrik per jenis pembangkit listrik pada waktu siang dan malam hari berbeda. Besarnya produksi listrik selama kurun waktu yang telah ditentukan dapat memberi gambaran besarnya pasokan listrik dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Walaupun demikian tidak semua kebutuhan listrik dapat dipenuhi, oleh karena itu masih ada kebutuhan listrik yang tertahan dan tidak dapat dipenuhi (subpressed demand) oleh pembangkit listrik PLN. Kondisi ini merupakan gambaran umum dari negara yang sedang berkembang, dimana penyediaan listrik bukan merupakan pemenuhan kebutuhan riil seluruhnya tetapi lebih merupakan kemampuan untuk membangkitkan dan mendistribusikan listrik ke masyarakat. Dalam upaya memenuhi kebutuhan listrik tersebut, selain dari membangkitkan sendiri, PLN membeli listrik dari pembangkit listrik swasta, atau koperasi. Selanjutnya, dalam upaya penyediaan listrik di masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat sesuai dengan pertumbuhan sektor pengguna, perlu diperoleh proyeksi kebutuhan listrik nasional jangka panjang per sektor pengguna energi dari tahun 2003 sampai tahun 2020. 2 METODOLOGI PERHITUNGAN PROYEKSI KEBUTUHAN

LISTRIK Proyeksi kebutuhan listrik dibuat sesuai dengan rencana Pemerintah yang dituangkan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional “RUKN”, dimana RUKN tersebut setiap tahun direvisi. Proyeksi kebutuhan listrik per sektor per wilayah pemasaran PLN dari tahun 2003 s.d. tahun 2013 diambil dari hasil proyeksi kebutuhan listrik PLN. Data historis yang diperlukan Dinas Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) dalam menyusun proyeksi kebutuhan listrik per sektor per provinsi PLN dari tahun 2003 s.d. tahun 2013 dengan menggunakan Model DKL 3.01 adalah penjualan listrik PLN per wilayah pemasaran PLN, jumlah penduduk, PDB (Produk Domestik Bruto), dan ratio elektrifikasi. Pendekatan yang dipakai dalam memproyeksikan kebutuhan energi adalah pendekatan ekonometrik dengan memadukan analisis data statistik penjualan listrik dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, dengan mengacu pertumbuhan dari proyeksi kebutuhan listrik per sektor per wilayah pemasaran PLN dari tahun 2003 s.d. tahun 2013 dapat

Page 27: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 21

diperkirakan kebutuhan listrik dari tahun 2014 s.d. tahun 2020 untuk seluruh wilayah pemasaran PLN di atas. 2.1 Prakiraan Penduduk dan Produk Domestik Bruto (PDB) Prakiraan penduduk dan laju pertumbuhan PDB diambil dari perkiraan pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan PDB yang telah dibuat oleh Tim Markal BPPT dari tahun 2003 – 2025. Dalam memproyeksikan penduduk, kondisi perkembangan penduduk menjadi landasan prakiraan. Berdasarkan hasil pengamatan pada data historis pertumbuhan penduduk yang diambil dari Biro Pusat Statistik (BPS), ternyata setiap 10 tahun, pertumbuhan penduduk di Indonesia cenderung mengalami penurunan dengan perbedaan berkisar 0,3-1,5%. Adapun proyeksi laju pertumbuhan PDB diperhitungkan berdasarkan data I-O tahun 2000 yang diambil dari BPS. Proyeksi penduduk, proyeksi PDB, dan laju pertumbuhannya dari tahun 2003 - 2020 ditunjukkan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 diperkirakan mencapai 257,21 juta jiwa. Jumlah penduduk tersebut diperoleh dengan asumsi penurunan pertumbuhan penduduk sebesar 0,01% per tahun. Selanjutnya, PDB Indonesia (harga konstan tahun 2000) pada tahun 2020 diperkirakan dapat meningkat 2,61 kali lipat dibanding PDB tahun 2003 atau mencapai Rp. 4.108 triliun.

Tabel 1. Proyeksi Penduduk, Proyeksi PDB, dan Laju Pertumbuhannya Tahun 2003 - 2020

Populasi Produk Domesti Bruto (harga konstan tahun 2000) Tahun

Juta Pertumb. (%) Trillyun Rp Pertumb.

(%) 2003 213,87 1,20 1.572,16 4,51 2004 216,41 1,19 1.647,16 4,77 2005 218,94 1,17 1.730,38 5,05 2006 221,48 1,16 1.822,94 5,35 2007 224,02 1,14 1.926,20 5,66 2008 226,55 1,13 2.041,74 6,00 2009 229,09 1,12 2.164,21 6,00 2010 231,62 1,11 2.294,21 6,00 2011 234,16 1,10 2.431,62 6,00 2012 236,70 1,09 2.577,47 6,00 2013 239,25 1,08 2.732,08 6,00 2014 241,80 1,07 2.895,95 6,00 2015 244,36 1,06 3.069,66 6,00 2016 246,92 1,05 3.253,78 6,00 2017 249,49 1,04 3.448,95 6,00 2018 252,06 1,03 3.655,83 6,00 2019 254,63 1,02 3.875,12 6,00 2020 257,21 1,01 4.107,55 6,00

Sumber: Hasil Proyeksi Tim MARKAL BPPT

Page 28: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 22

2.2 Rasio Elektrifikasi per Wilayah Indonesia Berdasarkan Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004 dan RUKN 2004-2013 dapat ditunjukkan besarnya rasio elektrifikasi di Indonesia per wilayah pada tahun 1999-2002 dan tahun 2003 s.d. 2013. Dari data tersebut, besarnya rata-rata rasio elektrifikasi di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 54,8% dan diperkirakan pada tahun 2008 menjadi 63,5%, kemudian pada tahun 2013 diharapkan meningkat menjadi 75%. Pada dasarnya untuk masing-masing provinsi di Indonesia mempunyai rasio elektrifikasi yang berbeda tergantung ada tidaknya fasilitas aliran listrik PLN di masing-masing provinsi. Besarnya rasio elektrifikasi di Indonesia untuk masing-masing provinsi pada tahun 2003, 2008, dan 2013 ditunjukkan pada Tabel 2. Pada tahun 2013, rasio elektrifikasi terbesar diperkirakan terjadi di wilayah Batam yang mencapai 100%, sedangkan rasio elektrifikasi terkecil sebesar 40% terjadi di NTT. Dengan demikian, meskipun target rasio elektrifikasi tahun 2013 sebesar 75%, namun rasio elektrifikasi per wilayah akan bervariasi.

Tabel 2. Rasio Elektrifikasi Nasional per Wilayah Tahun 2003, Tahun 2008, dan Tahun 2013

Rasio Elektrifikasi

No Provinsi/Daerah/Wilayah 2003 2008 2013

1 Jawa-Bali-Madura 59,5 67,3 77,3 2 Nangro Aceh Darussalam 56,2 69,8 86,5 3 Sumatera Utara 67,1 78,2 93,2 4 Sumatera Barat 60,5 72,9 94,3 5 Riau 38,5 47,1 56,9 6 Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu 38,6 49,9 65,8 7 Lampung 34,0 50,7 78,7 8 Bangka Belitung 57,8 71,7 87,1 9 Kalimantan Barat 43,3 57,3 78,9

10 Kalimantan Tengah dan Selatan 51,1 61,2 73,6 11 Kalimantan Timur 49,8 65,4 91,1 12 Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo 46,2 53,5 63,0 13 Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara 53,7 55,7 58,1 14 Maluku and Maluku Utara 48,3 64,3 89,7 15 Papua 27,4 34,0 42,6 16 Nusa Tenggara Barat 28,4 33,1 40,7 17 Nusa Tenggara Timur 22,4 28,7 37,2 18 Tarakan 66,0 87,9 100,0 19 Batam 68,7 96,0 100,0

Total Indonesia 54,8 63,5 75,2

3 PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK Kebutuhan listrik di Indonesia diperhitungkan per sektor pada 22 wilayah pemasaran listrik PLN, yaitu sektor industri, rumah tangga, usaha, umum, dan lainnya. Pulau Sumatera dibagi menjadi delapan wilayah pemasaran listrik PLN yang meliputi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat,

Page 29: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 23

Sumatera Selatan+Jambi+Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Batam. Wilayah pemasaran listrik PLN di Pulau Jawa, Madura, dan Bali dibedakan menjadi lima wilayah, yaitu distribusi Bali, distribusi Jawa Timur, distribusi Jawa Tengah-Jogya, distribusi Jawa Barat-Banten, dan distribusi Jawa Barat-Tangerang. Pulau Kalimantan dibagi menjadi tiga wilayah pemasaran listrik PLN, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan-Tengah. Adapun wilayah Pulau Lain yang terbagi ke dalam 6 wilayah, yaitu Pulau Sulawesi dua wilayah, yaitu Sulawesi Selatan-Tenggara dan Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo, Pulau Maluku satu wilayah, Pulau Papua satu wilayah, Nusa Tenggara dua wilayah, yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Besarnya kebutuhan listrik di Indonesia yang ditunjukkan pada Grafik 1, merupakan akumulasi dari kebutuhan listrik pada masing-masing sektor pengguna energi di 22 wilayah pemasaran listrik PLN. Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik dari tahun 2003 s.d. 2020 yang dilakukan Dinas Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) dan Tim Energi BPPT, terlihat bahwa selama kurun waktu tersebut rata-rata kebutuhan listrik di Indonesia tumbuh sebesar 6,5% per tahun dengan pertumbuhan listrik di sektor komersial yang tertinggi, yaitu sekitar 7,3% per tahun dan disusul sektor rumah tangga dengan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 6,9% per tahun. Hal tersebut sangat beralasan, mengingat untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia, pemerintah meningkatkan pertumbuhan sektor parawisata yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor komersial. Untuk sektor rumah tangga laju pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi dipicu oleh ratio elektrifikasi dari berbagai daerah yang masih relatif rendah, karena sampai tahun 2003 masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang belum terlistriki terutama di daerah yang tidak dilewati listrik PLN. Berdasarkan Grafik 1 terlihat bahwa kebutuhan listrik nasional didominasi oleh sektor industri, disusul sektor rumah tangga, usaha, dan umum. Pola kebutuhan listrik per sektor tersebut akan berbeda apabila ditinjau menurut wilayah pemasaran listrik PLN, dimana semakin ke Kawasan Indonesia Timur, semakin besar kebutuhan listrik sektor rumah tangga dibanding sektor industri. Hal ini disebabkan karena masih rendahnya rasio elektrifikasi dan terbatasnya jumlah industri.

0

50

100

150

200

250

300

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Keb

utuh

an L

istrik

(TW

h)

Rumah Tangga Usaha Umum Industri

Grafik 1. Proyeksi Kebutuhan Listrik per Sektor di Indonesia

Tahun 2003 s.d. 2020

Page 30: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 24

3.1 Analisis Kebutuhan Listrik Di Jamali Kebutuhan listrik di Jamali terdiri dari Distribusi Bali, Distribusi Jawa Timur, Distribusi Jawa Tengah-Jogya, Distribusi Jawa Barat-Banten dan Distribusi Jawa Barat-Tangerang. Total kebutuhan listrik dari 5 wilayah distribusi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan listrik pada wilayah lainnya di Indonesia, yaitu sekitar 80% dari total kebutuhan listrik nasional pada tahun 2003. Hal ini sangat beralasan mengingat Jamali merupakan pusat dari segala kegiatan, namun pemakaian listriknya masih tergolong kurang efisien. Pada tahun 2003, total kebutuhan listrik di Jamali sebesar 69,96 TWh dan selama kurun waktu 17 tahun (2003-2020) diperkirakan tumbuh sebesar 6% per tahun sedikit lebih rendah dari rata-rata Indonesia, sehingga pada tahun 2020 total kebutuhan listrik di Jamali menjadi 203,19 TWh. Peningkatan pertumbuhan kebutuhan listrik terbesar di Jamali berasal dari sektor rumah tangga, hal tersebut dipicu dengan membaiknya perekonomian di Jawa, walaupun laju pertumbuhan kebutuhan listrik sektor rumah tangga tersebut sudah mempertimbangkan efisiensi penggunaan listrik dan kenaikan tarif. Sekitar sepertiga dari total kebutuhan listrik Jamali berasal dari Distribusi Jawa Barat dan Banten, mengingat pusat industri besar berada di wilayah ini. Besarnya proyeksi kebutuhan listrik di Jamali dari tahun 2003 s.d. 2020 ditunjukkan pada Grafik 2, sedangkan pangsa kebutuhan listrik per distribusi di wilayah Jamali ditunjukkan pada Grafik 3. Dari Grafik 2 nampak bahwa kebutuhan listrik di Jawa didominasi oleh sektor industri, disusul sektor rumah tangga, usaha, dan umum.

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Keb

utuh

an L

istrik (TW

h)

Rumah Tangga Usaha Umum Industri

Grafik 2. Proyeksi Kebutuhan Listrik di Jawa Per Sektor Tahun 2003 s.d. 2020

Page 31: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 25

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Keb

utuh

an L

istr

ik

Distribusi Bali Dist. Jatim Dist. Jateng Yogya Dist. Jabar Banten Dist. JakartaTange

Grafik 3. Pangsa Kebutuhan Listrik Per Distribusi di Wilayah Jamali 3.2 Analisis Kebutuhan Listrik Di Pulau Sumatera Kebutuhan listrik di Pulau Sumatera jauh lebih kecil dibanding dengan kebutuhan listrik di Jawa, dengan pangsa hanya sekitar 16% pada tahun 2003 dan menjadi 18% pada tahun 2025. Mengingat Pulau Sumatera akan menjadi lumbung energi dan dapat dikatakan pemakaian listrik di pulau ini masih tergolong rendah menyebabkan peningkatan kebutuhan listrik di pulau ini diasumsikan lebih tinggi dibanding Jamali, yaitu sebesar 8,6% per tahun, dari 21,14 TWh pada tahun 2003 menjadi 128,91 TWh pada tahun 2025. Peningkatan pertumbuhan kebutuhan listrik 8,6% per tahun tersebut juga dipicu oleh membaiknya perekonomian di Sumatera dan adanya program peningkatan rasio elektrifikasi di Sumatera. Besarnya proyeksi kebutuhan listrik di Sumatera dari tahun 2003 - 2025 ditunjukkan pada Grafik 4, sedangkan pangsa kebutuhan listrik per wilayah Sumatera ditunjukkan pada Grafik 5. Dari Grafik 4 terlihat bahwa kebutuhan listrik di Sumatera tertuama untuk memenuhi sektor rumah tangga, disusul sektor industri, usaha, dan umum.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Keb

utuh

an L

istrik

(TW

h)

Rumah Tangga Usaha Umum Industri

Grafik 4. Proyeksi Kebutuhan Listrik di Sumatera Per Sektor

Tahun 2003 s.d. 2020

Page 32: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 26

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pang

sa K

ebut

uhan

Listrik

NAD Sumut Riau Sumbar S2JB Babel Lampung Batam

Grafik 5. Pangsa Kebutuhan Listrik Per Wilayah Sumatera

3.3 Analisis Kebutuhan listrik Di Pulau Kalimantan Prasarana fisik dan non-fisik yang tersedia di seluruh wilayah Kalimantan masih belum merata, sehingga kebutuhan listrik di wilayah Kalimantan ada yang tinggi, namun juga ada yang rendah. Dari seluruh wilayah Kalimantan, kebutuhan listrik terbesar adalah di wilayah Kalimantan Selatan, sedangkan wilayah Kalimantan Tengah mempunyai kebutuhan listrik terrendah dibanding wilayah lain di Kalimantan. Oleh karena itu, wilayah kebutuhan listrik di Kalimantan Tengah digabung dengan wilayah kebutuhan listrik di Kalimantan Selatan. Banyaknya industri pertambangan di Kalimantan Selatan menyebabkan tingkat kebutuhan listriknya paling tinggi dan diasumsikan industri pertambangan tersebut akan berkembang, sehingga pertumbuhan kebutuhan listrik Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah selama kurun waktu 17 tahun (2003-2020) diasumsikan tumbuh sebesar 7,84% per tahun. Demikian pula untuk wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat bukan hanya industri yang diharapkan berkembang, tetapi adanya rencana Pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi menyebabkan dikedua wilayah tersebut kebutuhan listrik juga meningkat masing-masing sebesar 7,96% dan 7,66% per tahun. Besarnya proyeksi kebutuhan listrik di Kalimantan per Sektor dari tahun 2003 - 2020 ditunjukkan pada Grafik 6, sedangkan pangsa kebutuhan listrik per wilayah Kalimantan ditunjukkan pada Grafik 7. Seperti halnya Sumatera, pengguna listrik terbesar di Kalimantan adalah sektor rumah tangga, disusul sektor industri, usaha, dan umum.

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Keb

utuh

an L

istrik (GW

h)

Rumah Tangga Usaha Umum Industri

Grafik 6. Proyeksi Kebutuhan Listrik di Kalimantan Per Sektor Tahun 2003 s.d. 2020

Page 33: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 27

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Keb

utuh

an L

istrik

Kalbar Kalselteng Kaltim

Grafik 7. Pangsa Kebutuhan Listrik Per Wilayah Kalimantan

3.4 Analisis Kebutuhan listrik Di Wilayah Pulau Lain Pulau Lain terdiri dari beberapa pulau, dimana kebutuhan listriknya dipenuhi oleh masing-masing pulau dan diantara pulau-pulau tersebut satu sama lain tidak terinterkoneksi. Kebutuhan listrik di wilayah ini sangat bervariasi tergantung dari banyaknya industri dan jumlah rumah tangga yang terlistriki. Kebutuhan listrik di Pulau Lain dibedakan ke dalam 6 wilayah, yaitu Pulau Sulawesi dua wilayah, yaitu Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra), Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo (Suluttenggo), Pulau Maluku satu wilayah, Pulau Papua satu wilayah, Nusa Tenggara dua wilayah, yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dari semua wilayah di Pulau Lain, kebutuhan listrik terbesar berada di wilayah Sulselra, kemudian diikuti wilayah Suluttenggo. Sulawesi Selatan merupakan pusat kegiatan di Kawasan Timur Indonesia, sehingga dari semua wilayah Sulselra dan Sulutenggo, daerah Sulawesi Selatan yang paling berkembang dan terbuka, mengakibatkan semua sektor yang ada di wilayah ini, seperti industri, rumah tangga, dan transportasi dapat berkembang. Dengan alasan tersebut, tidak mengherankan jika daerah Sulawesi Selatan membutuhkan listrik yang paling besar. Laju pertumbuhan kebutuhan listrik di wilayah Sulselra dan wilayah Suluttenggo dari tahun 2003 s.d. 2020 diasumsikan masing-masing meningkat sebesar 7,7 % dan 9,7% per tahun. Wilayah Maluku dan Papua kondisi kelistrikannya mempunyai kesamaan. Namun kebutuhan listrik di wilayah Papua lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan listrik untuk wilayah Maluku, karena industri energi di wilayah Papua lebih memungkinkan berkembang dibandingkan Maluku. Laju pertumbuhan kebutuhan listrik di masing-masing wilayah dari tahun 2003 s.d. 2020 diasumsikan meningkat sebesar 9,4% dan 7,9% per tahun. Berlainan dengan wilayah Papua, di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Timur industrinya belum begitu berkembang seperti Papua, sehingga peningkatan kebutuhan listrik terbesar bukan berasal dari sektor industri, melainkan sektor rumah tangga yang saat ini konsumsi listrik spesifik per rumah tangga dan rasio elektrifikasi di wilayah ini masih sangat rendah. Besarnya proyeksi kebutuhan listrik di Pulau Lain per Sektor dari tahun 2003 s.d. 2020 ditunjukkan pada Grafik 8, sedangkan pangsa kebutuhan listrik per wilayah Pulau Lain ditunjukkan pada Grafik 9.

Page 34: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 28

Dari Grafik 8 nampak bahwa kebutuhan listrik sektor rumah tangga jauh lebih besar dibanding sektor industri, usaha, dan umum. Tingginya kebutuhan listrik sektor rumah tangga adalah karena banyaknya penambahan pelanggan rumah tangga baru guna mencapai rencana peningkatan rasio elektrifikasi dan meningkatnya konsumsi listrik per rumah tangga seiring dengan membaiknya perekonomian masyarakat.

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Keb

utuh

an L

istrik (G

Wh)

Rumah Tangga Usaha Umum Industri

Grafik 8. Proyeksi Kebutuhan Listrik di Pulau Lain per Sektor

Tahun 2003 s.d. 2020

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Keb

utuh

an L

istrik

Sulselra Suluttenggo Maluku Papua NTB NTT

Grafik 9. Pangsa Kebutuhan Listrik Per Wilayah Pulau Lain 4. KESIMPULAN Dari uraian tentang prakiraan kebutuhan listrik PLN tahun 2003 s.d. tahun 2020 dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Proyeksi kebutuhan listrik per sektor per wilayah pemasaran PLN dari tahun

2003 s.d. tahun 2013 diambil dari hasil proyeksi kebutuhan listrik PLN yang dilakukan oleh Dinas Perencanaan Sistem PT PLN (Persero) dengan menggunakan Model DKL 3.01. Sedangkan untuk memperkirakan kebutuhan listrik dari tahun 2014 s.d. tahun 2020 dilakukan dengan mengacu pada pertumbuhan proyeksi kebutuhan listrik yang dilakukan PLN.

Page 35: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020 29

2. Total kebutuhan listrik di Indonesia merupakan akumulasi dari kebutuhan listrik pada masing-masing sektor pengguna energi di 22 wilayah pemasaran listrik PLN, dan selama kurun waktu 17 tahun (2003 s.d. 2020) diperkirakan tumbuh sebesar 6,5% per tahun dari 91,72 TWh pada tahun 2002 menjadi 272,34 TWh pada tahun 2020.

3. Dari 22 wilayah pemasaran listrik PLN, kebutuhan listrik terbesar berada di

wilayah Jamali dengan pangsa sekitar 80% dari total kebutuhan listrik nasional pada tahun 2003. Pada tahun 2003, total kebutuhan listrik di Jamali sebesar 69,96 TWh dan selama kurun waktu 17 tahun (2003-2020) diperkirakan tumbuh sebesar 6% per tahun sedikit lebih rendah dari rata-rata Indonesia, sehingga pada tahun 2020 total kebutuhan listrik di Jamali menjadi 203,19 TWh.

4. Secara nasional, kebutuhan listrik terbesar adalah sektor industri, disusul

sektor rumah tangga, usaha, dan umum. Namun, jika ditinjau per wilayah, pola kebutuhan listrik akan berubaha, dimana semakin ke wilayah timur Indonesia, semakin besar kebutuhan listrik sektor rumah tangga dibanding sektor industri. Hal ini dikarenakan masih rendahnya rasio elektrifikasi saat ini dan terbatasnya jumlah industri.

DAFTAR PUSTAKA 1. BPS. Input-Output Tahun 2000. Statistik Indonesia 2002. Jakarta 2003. 2. DESDM. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2004-2013, 2004. 3. Dinas Perencanaan Sistem PT PLN (Persero). Proyeksi Kebutuhan Listrik per

Sektor per Provinsi PLN dari Tahun 2003 s.d. Tahun 2013. Jakarta 2004. 4. DJLPE-DESDM. Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004. Jakarta 2005. 5. PT. PLN. Statistik PLN 2003. Jakarta 2004. 6. Tim Markal BPPT. Prakiraan Penduduk dan Laju Pertumbuhan PDB Tahun

2003 s.d. 2025. Jakarta 2004.

Page 36: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 31

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI

TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

Moh. Sidik Boedoyo

ABSTRACT

Jamali or Jawa, Madura and Bali is a populated region, in which about 60% of Indonesia population lives in the region, while Jamali area is only about 8% of total Indonesia area, in addition the region is highly populated by industry. These situations lead electricity demand at Jamali is very high, it is about 70% of total electricity demand in Indonesia. That electricity demand is fulfilled by various power generations that utilize various energy types. Because Jamali region is lack of energy sources, energy fulfilling in Jamali must ensure some steps to increase efficiency and to reduce environment impact. The steps are to improve existing energy system, to manage energy well and to implement efficient and environmental friendly technologies.

1 PENDAHULUAN Listrik mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama untuk mendukung proses industrialisasi yang berfungsi sebagai motor penggerak pembangunan. Jamali atau Jawa-Madura-Bali merupakan wilayah di Indonesia yang memerlukan listrik dalam jumlah yang sangat besar dibanding wilayah Indonesia lainnya, karena Jamali merupakan pusat perekonomian di Indonesia, disamping kepadatan penduduk yang sangat tinggi, dimana jumlah penduduknya sekitar 140 juta atau sekitar 60% penduduk Indonesia, sedangkan luas wilayahnya hanya sekitar 6% dari luas wilayah Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan pembangkit listrik yang berefisiensi tinggi dan yang memanfaatkan sumber energi alternatif terutama yang dapat diperbarui harus terus dioptimalkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan kajian Sistem Kelistrikan Jangka Panjang (2003 s.d. 2020) di Jamali. Kajian sistem kelistrikan di Jamali tahun 2003 s.d. 2020 tersebut, bertujuan untuk memberikan gambaran sistem kelistrikan di Jamali secara menyeluruh, terintegrasi, berkesinambungan, dan ramah lingkungan. Selanjutnya, dengan gambaran tentang sistem kelistrikan 2003 s.d. 2020 ini, Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah dapat memanfaatkannya untuk menganalisis prioritas pengembangan pembangkit listrik pada masing-masing wilayah di Jamali berdasarkan kebutuhan dan penyediaan listrik per wilayah.

Page 37: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

7/31/2006Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 32

Kajian sistem kelistrikan tersebut harus mengutamakan pemanfaatan sumber daya energi setempat atau sumber energi yang murah, mudah didapat, dan ramah lingkungan. Dengan melakukan prioritas pengembangan pembangkit listrik sesuai kajian sistem kelistrikan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif bagi pelaksanaan otonomi masing-masing daerah. Selain itu, dengan adanya sistem kelistrikan 2003 s.d. 2020 di Jamali ini, akan dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam pemilihan jenis energi dan pembangkit listrik, sehingga dapat membantu para investor yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di wilayah Jamali. 2 METODOLOGI Perangkat lunak (software) yang dipergunakan untuk menganalisis sistem kelistrikan di Jamali tahun 2003 s.d. 2020 dalam memenuhi kebutuhan listrik adalah Model MARKAL. Model ini dipilih karena memiliki kemampuan untuk menganalisis sistem kelistrikan secara menyeluruh termasuk penyediaan listrik dengan seluruh alternatif sumber energi dan pembangkit listrik. Masukan model yang sangat penting adalah data tekno-ekonomis dari semua jenis pembangkit listrik yang telah tersedia maupun yang belum tersedia. Data tekno-ekonomis merupakan data utama yang diperlukan Model MARKAL untuk menunjang optimasi pemilihan teknologi dengan konsep minimum cost. Diagram alir analisis sistem kelistrikan di Jamali ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Analisis Sistem Kelistrikan di Jamali 3. PERENCANAAN KELISTRIKAN Perencanaan kelistrikan di Jamali jangka panjang sangat dibutuhkan sebagai instrumen utama dalam membuat kebijakan kelistrikan di Jamali yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Hasil perencanaan kelistrikan ini akan dapat digunakan sebagai pedoman bagi seluruh masyarakat energi, baik perencana, pengambil keputusan, maupun investor dalam menentukan investasi kelistrikan di Jamali.

. Kapasitas PL per Jenis

Teknologi per Wilayah . Pemakaian Bahan

Bakar per Jenis PL . Produksi Listrik PL

DATABASE . Proses Bahan

Bakar . Pembangkit

Listrik di Jamali

. Demand Technology

. Kebutuhan listrik Jamali per Sektor per Wilayah

PERANGKAT LUNAK (MARKAL)

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI (2003-

2020)

Fungsi Obyektif “Minimum Cost” Sumber

Energi: • Minyak

Mentah • Batubara • Gas Bumi • Hydro • Panas

Bumi • Solar

Energi • Angin • Biomasa

Page 38: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 33

Perencanaan kelistrikan jangka panjang (2003 s.d. 2020) di Jamali diarahkan untuk dapat memperkirakan besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit listrik yang dibutuhkan agar dapat memenuhi kebutuhan listrik per sektor per wilayah pemasaran PLN Jawa-Bali, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur-Bali. 3.1 Perencanaan Kelistrikan Wilayah Jawa Barat Wilayah Jawa Barat yang terdiri dari Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten-Tangerang merupakan wilayah dengan konsumsi listrik terbesar di Indonesia. Konsumen listrik terbesar di wilayah Jawa Barat selama kurun waktu 17 tahun (2003 s.d. 2020) adalah sektor industri dan disusul oleh sektor rumah tangga. Proyeksi kebutuhan listrik per sektor di Jawa Barat dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Table 1 telihat bahwa pertumbuhan kebutuhan listrik di Jawa Barat dari 2003 s.d. 2020 diperkirakan tumbuh 6,1% per tahun, dimana sektor umum mempunyai laju pertumbuhan terbesar 7,8% per tahun dan sektor industri mempunyai laju pertumbuhan terkecil, yaitu 5,9% per tahun.

Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Listrik Jawa Barat Tahun 2003 s.d. 2020 (TWh)

Proyeksi Kebutuhan Listrik Wilayah Jawa Barat

Sektor 2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Rumah Tangga 15,75 15,98 18,15 20,45 23,04 25,96 29,38 33,39 37,95 43,14

Usaha 7,17 7,30 8,22 9,37 10,67 12,16 13,85 15,78 17,97 20,48

Umum 1,41 2,16 2,37 2,63 2,91 3,23 3,59 4,01 4,48 5,01

Industri 22,04 24,62 27,14 30,40 34,04 38,10 42,54 47,38 52,78 58,81

Tot Jawa Barat 46,38 50,06 55,88 62,84 70,66 79,45 89,35 100,56 113,19 127,43Sumber: PLN dan Tim Perencanaan Energi-BPPT

3.1.1 Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Wilayah Jawa Barat Dengan pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata di wilayah Jawa Barat sekitar 6% per tahun, maka untuk pemenuhan kebutuhan listrik tersebut diperlukan adanya penambahan kapasitas pembangkit listrik. Pada wilayah ini dipasang berbagai jenis teknologi dengan memanfaatkan berbagai bahan bakar yang sangat beraneka ragam. Berbeda dengan daerah lain yang mempunyai kurva beban yang jauh berbeda antara beban dasar dan beban puncak, pada wilayah Jawa Barat, kurva beban listrik hampir merata, demikian juga wilayah Jawa lainnya. Berdasarkan hasil keluaran Model MARKAL dengan fungsi obyektif biaya termurah dapat diperkirakan proyeksi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Jawa Barat, Banten, Tangerang, dan DKI Jakarta dari tahun 2003 s.d. 2020, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Dari tahun 2003 s.d. 2020 pembangkit batubara pada wilayah ini merupakan jenis pembangkit beban dasar dengan kapasitas yang terbesar, dari kapasitas sekitar 3.558 MW pada tahun 2003 menjadi 4.158 MW pada tahun 2010 dan mencapai sekitar 4.758 MW pada tahun 2014-2020 atau rata-rata meningkat 1,7% per tahun. PLTGU dengan bahan bakar gas dan LNG akan memasok daya

Page 39: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

7/31/2006Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 34

pada beban menengah dengan kapasitas sekitar 1.921 MW pada tahun 2003 dan mencapai sekitar 3900 MW pada tahun 2015-2020, sedangkan LNG combined cycle pada tahun 2009 diasumsikan mulai dapat beroperasi dengan kapasitas sekitar 1.500 MW dan pada akhir periode (2020) meningkat menjadi 4.824 MW.

Tabel 2. Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Jawa Barat-DKI Jakarta (GW)

Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Jawa Barat Jenis Pembangkit

2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Indonesia Power Gas CC 1,921 1,921 1,921 2,671 2,671 2,671 2,671 2,671 2,671 2,671

Muara Karang Gas CC 1,057 0,951 0,770 1,124 1,505 1,409 1,332 1,269 1,218 1,176

Indonesia Power PLTA 1,116 1,117 1,117 1,117 1,117 1,117 1,117 1,117 1,278 3,524

PLTA 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006

banten PLTD 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,0061

Indonesia Power PLTD 0,088 0,084 0,076 0,069 0,063 0,058 0,053 0,048 0,044 0,0402

Indonesia Power PLTG Gas 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0 0

PLTG Gas 0 0 0 0,572 1,430 2,145 2,145 3,575 6,435 9,295

Indonesia Power PLTG HSD 0,533 0,719 0,628 0,555 0,495 0,446 0,407 0,375 0,950 1,5288

Indonesia Power PLTP 0,415 0,415 0,415 0,415 0,415 0,415 0,415 0,415 0,415 0,415

Ind-Pow PLTU-BB 3,558 3,558 4,158 4,158 4,158 4,158 4,758 4,758 4,758 4,758

Indonesia Power PLTUM 0,342 0,308 0,437 0,366 0,321 0,292 0,273 0,261 0,254 0,2487

Kamojang PLTP 0 0 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,060 0,06

Wayang Windu PLTP 0 0 0 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110

Dieng PLTP 0 0 0 0,120 0,120 0,120 0,120 0,120 0,120 0,120

Patuha PLTP 0 0 0,060 0,180 0,180 0,180 0,180 0,180 0,180 0,180

Cilegon LNG CC 0 0 0 0 2,050 3,420 3,420 3,420 4,420 4,820

Tanjung Priok CC 0 0 0 0,211 0,211 0,211 0,211 0,211 0,211 0,211

Cilegon G CC 0 0 0,750 0,750 0,750 0,750 0,750 0,750 0,750 0,750

Muara Tawar G CC 0 0 0 0,230 0,230 0,230 0,230 0,230 0,230 0,230

JAWA BARAT-DKI 9,05 9,09 10,41 12,72 15,90 17,81 18,27 19,59 24,11 30,14Sumber: Keluaran Model MARKAL

Kapasitas PLTGU dengan bahan bakar HSD dari tahun ke tahun makin menurun dari sekitar 1.050 MW pada tahun 2003 menjadi sekitar 175 MW pada tahun 2020, tetapi mulai tahun 2010 kapasitas PLTGU LNG meningkat dari 2,05 GW menjadi 4,82 GW pada tahun 2020. Sedangkan gas turbin akan memasok daya tertinggi pada beban puncak dengan kapasitas 770 MW pada tahun 2005 dan mencapai 3.800 MW pada tahun 2020. Diperkirakan kapasitas PLTA di Jawa Barat meningkat sebesar 7% per tahun dari 1.117 MW pada tahun 2003 menjadi 3.525 MW pada tahun 2020, dimana pertambahan kapasitas berasal dari PLTA Indopower, sedangkan PLTA Jabar diasumsikan dari tahun 2003 sampai 2020 kapasitas tidak bertambah. PLTP terus berkembang walaupun dengan kapasitas yang terbatas, bila pada tahun 2003 kapasitas PLTP di Jawa Barat sekitar 415 MW, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi 885 MW dan setelah itu sampai tahun 2020 kapasitasnya diperkirakan tidak bertambah lagi. Gambaran dari total proyeksi kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit di Banten-DKI-Jawa Barat ditunjukkan pada Grafik 1 dan Grafik 2.

Page 40: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 35

0

5

10

15

20

25

30

35

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

GW

)

PLTGU-G PLTGU-G/M PLTGU-LNG PLTG-M PLTA PLTD PLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G

Grafik 1. Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Banten- DKI- Jawa Barat (Jakarta dan Tangerang) Tahun 2003 s.d. 2020

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Kap

asita

s

PLTGU-G PLTGU-G/M PLTGU-LNG PLTG-M PLTA PLTD PLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G

Grafik 2. Proyeksi Pangsa Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Banten- DKI- Jawa Barat (Jakarta dan Tangerang) Tahun 2003 s.d. 2020

3.1.2 Produksi Listrik Jawa Barat – DKI Jakarta Produksi listrik di Jawa Barat pada tahun 2003 mencapai sekitar 44.397 GWh, dimana produksi yang terbesar adalah dari pembangkit listrik Batubara, disusul oleh PLTGU, PLTA, PLTP, PLTU Minyak, dan PLTG-HSD. Pada tahun 2020, walaupun pangsa PLTU batubara sudah berkurang, namun PLTU batubara tetap mendominasi produksi tenaga listrik, baru kemudian berturut-turut disusul oleh PLTGU LNG, PLTA dan PLTGU. Penurunan pangsa PLTU-B karena adanya keterbatasan infrastruktur pelabuhan penerima batubara yang dapat dibangun seiring dengan terbatasnya lahan. Produksi pembangkit Listrik PLN di Jawa Barat, khususnya untuk wilayah Banten dari tahun 2003 s.d. tahun 2006 masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah tersebut, sehingga PLN masih memerlukan pembelian listrik dari luar PLN (impor listrik) lewat jaringan transmisi. Tabel 3 dan Grafik 3 menunjukkan proyeksi produksi listrik per jenis pembangkit di Banten-DKI-Jawa Barat.

Page 41: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

7/31/2006Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 36

Tabel 3. Proyeksi Produksi Listrik Jawa Barat 2003 s.d. 2020 (GWh)

Proyeksi Produksi Listrik Pembangkit Listrik di Jawa Barat Jenis Pembangkit

2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Banten PLTD 0,36 2,12 2,12 2,12 0 0 2,1 2,1 0 0

Muara Tawar PLTGU 225 MW 0 0 0 1.576 1.576 1.576 1.576 1.576 1.576 1.576

Muara Karang PLTGU-G 3.975 3.975 3.975 3.975 3.975 3.975 3.975 3.975 4.031 3.975

PLTGU-G 225 MW 0 0 0 2.578 2.004 4.007 6.011 6.011 6.011 6.011

Cilegon PLTGU-G750 MW 0 0 5.114 5.114 5.114 5.114 5.114 5.114 5.114 5.114

Cilegon PLTGU-LNG 730 MW 0 0 0 0 15.343 25.572 25.572 25.572 25.572 25.572

Dieng PLTP 60 MW 0 0 0 934 934 934 934 934 934 934

Kamojang PLTP 60 MW 0 0 467 467 467 467 467 467 467 467

Patuha PLTP 110 MW 0 0 467 1.402 1.402 1.402 1.402 1.402 1.402 1.402

Wayang W. PLTP 110 MW 0 0 0 857 857 857 857 857 857 857

PLTA 1,33 2,5 2.5 2.5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Ind-Pow PLTA 2.968 6.482 6.449 6.844 3.708 3.708 3.708 3.708 7.837 21.603

Ind-Pow PLTP 55 MW 2.804 2.804 2.804 2.921 2.804 2.804 2.804 2.804 3.232 3.232

Ind-Pow PLTD 97 92 83 75 67 61 55 50 45 40

Ind-Pow PLTGU-G 7.226 7.226 7.226 7.226 14.453 14.453 14.453 14.453 14.453 14.453

Ind-Pow PLTG-G 120 MW 34 34 34 34 34 34 34 34 0 0

Ind-Pow PLTG-M 1.575 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Ind-Pow PLTU-M 2.256 2.031 1.625 1.625 1.625 1.625 1.625 1.625 1.625 1.625

Tangerang IP PLTU-B 23.462 23.462 27.418 27.418 27.418 27.418 31.375 31.375 31.375 31.375

Impor Listrik ke Banten 0,02 0,02 0,01 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL 44.397 46.109 55.667 63.051 81.783 94.009 99.966 99.960104.533 118.238

Sumber: Keluaran Model MARKAL

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pro

duksi

Lis

trik

(G

Wh)

PLTGU-G PLTGU-G/M PLTGU-LNG PLTG-M PLTA PLTDPLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G Total Total (liniar)

Grafik 3. Proyeksi Produksi Listrik per Pembangkit Listrik di Banten- DKI-Jawa Barat Tahun 2003 s.d. Tahun 2020

3.2 Perencanaan Kelistrikan Wilayah Jawa Tengah Berbeda dengan konsumen listrik di Jawa Barat termasuk DKI Jakarta, Banten, dan Tangerang yang sebagian besar adalah sektor industri, konsumen listrik wilayah Jawa Tengah didominasi oleh sektor rumah tangga. Hal ini disebabkan kepadatan industri di wilayah Jawa Tengah lebih rendah dan kebanyakan industri yang ada dan kepadatannya relatif tinggi di wilayah ini adalah industri yang berbasis rumah-tangga, sehingga total kebutuhan listrik di Jawa Tengah lebih

Page 42: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 37

rendah dibandingkan kebutuhan listrik di Jawa Barat. Tabel 4 menunjukkan proyeksi kebutuhan listrik per sektor di Jawa Tengah dari tahun 2003 s.d. 2020. Pertumbuhan kebutuhan listrik di Jawa Tengah relatif tinggi, yaitu sekitar 6,5% per tahun dari tahun 2003 s.d. 2020, dengan sektor rumah tangga yang mengalami pertumbuhan listrik tertinggi, yaitu sekitar 7,4% per tahun, disusul sektor komersial dan industri, sedangkan laju pertumbuhan terendah adalah pada sektor publik.

Tabel 4. Proyeksi Kebutuhan Listrik per Sektor di Jawa Tengah 2003 s.d. 2020 (TWh)

Proyeksi Kebutuhan Listrik per Sektor di Jawa Tengah

Sektor 2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Rumah Tangga 5,49 5,95 6,81 7,83 9,01 10,36 11,95 13,82 15,99 18,51

Usaha 0,82 0,90 1,02 1,13 1,26 1,39 1,54 1,71 1,90 2,10

Umum 0,67 0,71 0,77 0,83 0,90 0,98 1,07 1,17 1,29 1,41

Industri 3,23 3,25 3,67 4,17 4,73 5,36 5,97 6,53 7,16 7,84

Total Jateng 10,21 10,81 12,27 13,96 15,89 18,09 20,53 23,24 26,33 29,86Sumber: PLN dan Tim Perencanaan Energi-BPPT

3.2.1 Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Jawa Tengah Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa Tengah diperlukan pasokan listrik dari pembangkit listrik setempat atau pasokan listrik dari luar Jawa Tengah. Dari hasil keluaran Model MARKAL menunjukkan bahwa kapasitas pembangkit di Jawa Tengah meningkat cukup signifikan dengan mulai dioperasikannya PLTU Batubara 600 MW pada tahun 2006. Mengingat beban listrik di Jawa Tengah – Yogyakarta tidak terlalu tinggi serta wilayah seluruh Jawa telah terhubung dengan jaringan transmisi tegangan tinggi, maka di Jawa Tengah tidak terlalu banyak pembangkit listrik yang diinstalasi. Gambaran secara rinci tentang kapasitas pembangkit di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 5 dan Grafik 4. Kapasitas PLTU Batubara di Jawa Tengah diperkirakan dapat mencapai 2520 MW pada tahun 2020 atau mencapai sekitar 97% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah ini. Selain PLTU batubara, pembangkit listrik gas combine cycle kapasitas 80 MW diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2006. Jenis pembangkit lainnya yang terdapat di wilayah ini adalah PLTA dengan kapasitas 1 MW.

Tabel 5. Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Jawa Tengah (GW)

Proyeksi Pembangkit Listrik Wilayah Jawa Tengah Pembangkit 2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

PLTA 0,0004 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007 0,0007

Yogya PLTA 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003

PLTU-B +FGD 0 0 0,660 1,320 1,320 1,320 1,320 1,320 1,320 1,320

Pemaron PLTGU 0 0 0,080 0,080 0,080 0,080 0,080 0,080 0,080 0,080

PLTU- B Cilacap 0 0 0,600 0,600 0,600 0,600 1,200 1,200 1,200 1,200

JATENG – YOGYA 0,0007 0,001 1,341 2,001 2,001 2,001 2,601 2,601 2,601 2,601Sumber: Keluaran Model MARKAL

Page 43: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

7/31/2006Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 38

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bangk

it (G

W)

PLTA PLTGU PLTU-B

Grafik 4. Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Jawa Tengah Tahun 2003 s.d. Tahun 2020

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa Kap

asita

s

PLTA PLTGU PLTU-B

Grafik 5. Pangsa Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Jawa Tengah Tahun 2003 s.d. Tahun 2020

3.2.2 Produksi Listrik Jawa Tengah. Produksi listrik di Jawa Tengah tidak terlalu besar, karena sebagian dari kebutuhan listrik diperoleh dari jaringan transmisi Jawa-Bali. Bila pada tahun 2003 sampai 2005, listrik hanya diproduksi oleh PLTA, maka mulai tahun 2006, akan diperoleh listrik yang dibangkitkan oleh PLTGU dan PLTU Batubara serta PLTA yang sudah ada. Gambaran tentang produksi listrik di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 6 dan Grafik 4. Dengan adanya PLTGU dan PLTU-B, produksi listrik dari pembangkit listrik di Jawa Tengah akan meningkat dari 0,52 GWh pada tahun 2003 menjadi 16,66 TWh pada tahun 2020. Dalam hal ini, produksi listrik PLTN yang rencananya akan dibangun di Muria, Jepara, Jawa Tengah dan mulai berproduksi tahun 2016 tidak ada karena PLTN masih belum kompetitif dengan jenis pembangkit listrik lainnya. Sekitar 96,6% dari produksi listrik tersebut dibangkitkan oleh PLTU Batubara. Tingginya produksi listrik PLTU-B karena kapasitas PLTU-B yang besar dan PLTU-B merupakan jenis pembangkit beban dasar yang dioperasikan sepanjang hari (24 jam sehari) selama pembangkit tersebut tidak dalam proses perbaikan.

Page 44: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 39

Tabel 6. Proyeksi Produksi Listrik Per Jenis Pembangkit di Jawa Tengah (GWh)

Poyeksi Produksi Listrik Pembangkit di Jawa Tengah Pembangkit

2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Pemaron PLTGU 0,00 0,00 560,48 560,48 560,48 560,48 560,48 560,48 560,48 560,48

PLTA 0,31 0,31 0,31 0,31 0,57 0,57 0,57 0,57 0,57 0,57

PLTU B Cilacap 0,00 0,00 4024,02 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05

PLTU-BB+FGD 0,00 0,00 4024,02 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05 8048,05

Yogyakarta PLTA 0,21 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45

JATENG - YOGJA 0,52 0,76 8609,30 16657,3 16657,6 16657,6 16657,6 16657,6 16657,6 16657,6Sumber: Keluaran Model MARKAL

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pro

duks

i Lis

trik

(G

Wh)

PLTA PLTGU PLTU-B PLTU-Cilacap Total Total (liniar)

1

Grafik 6. Produksi Listrik per Jenis Pembangkit di Jawa Tengah Tahun 2003 s.d. 2020

3.3 Perencanaan Kelistrikan Wilayah Jatim-Bali Pola kebutuhan listrik Jawa Timur – Bali sedikit berbeda dengan Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Di Jawa Timur, walaupun Industri merupakan konsumen listrik yang lebih dominan, tetapi selisih kebutuhannya dengan rumah-tangga tidak terlalu besar. Gambaran kebutuhan listrik Jawa Timur dan Bali per Sektor dapat dilihat padfa Tabel 7. Dengan masih dominannya kebutuhan listrik di sektor rumah tangga menyebabkan beban puncak pada wilayah ini terjadi pada malam hari antara pukul 18.00 s.d. 22.00. Total Kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Bali diperkirakan meningkat 6,2% per tahun dimana sektor industri merupakan konsumen terbesar dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun. Sektor konsumen listrik terbesar ke dua di Jawa Timur dan Bali adalah sektor rumah tangga dengan pertumbuhan kebutuhan listrik rata-rata 5,8% per tahun selama tahun 2003 s.d. 2020. Pangsa kebutuhan listrik sektor industri dan rumah tangga pada tahun 2020 masing-masing adalah 47,6% dan 36,6% terhadap total kebutuhan listrik di Jawa Timu dan Bali. Sisa kebutuhan listrik pada tahun 2020 adalah 11,1% untuk sektor usaha dan 5% untuk sektor umum. Pertumbuhan kebutuhan listrik kedua sektor ini selama kurun waktu tahun 2003 s.d. 2020 masing-masing adalah 5,2% per tahun untuk sektor usaha dan 5,9% untuk sektor umum.

Page 45: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

7/31/2006Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 40

Tabel 7. Proyeksi Kebutuhan Listrik Jawa Timur-Bali per Sektor Tahun 2003 s.d. 2020 (TWh)

Proyeksi Kebutuhan Listrik Jawa Timur-Bali

Sektor 2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

Rumah Tangga 6,47 6,66 7,44 8,40 9,49 10,71 12,03 13,44 15,02 16,78

Usaha 2,15 2,23 2,47 2,75 3,06 3,41 3,78 4,18 4,63 5,12

Umum 0,81 0,93 1,01 1,12 1,23 1,35 1,50 1,69 1,90 2,14

Industri 7,10 7,56 8,60 9,87 11,31 12,95 14,76 16,80 19,15 21,86

Jatim-Bali 16,54 17,37 19,51 22,13 25,09 28,42 32,08 36,12 40,70 45,90Sumber: PLN dan Tim Perencanaan Energi-BPPT

3.3.1 Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Jawa Timur dan Bali Walaupun pembangkit listrik di Jawa Timur dan Bali cukup banyak, namun yang mendominasi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Jawa Timur dan bali adalah PLTGU, PLTA, PLTG-M, dan PLTU (minyak dan batubara), sedangkan pembangkit yang lain seperti, PLTD dan PLTP pada umumnya tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa beban dasar di Jawa Timur-Bali tidak terlalu berbeda dengan beban puncak. Kondisi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Jawa Timur-Bali dapat dilihat pada Tabel 8, Grafik 7 dan Grafik 8. Pertumbuhan kapasitas pembangkit di wilayah Jawa Timur dan Bali selama tahun 2003 s.d. tahun 2020 relatif terbatas, yaitu rata-rata 1% per tahun. Sekitar separuh dari kapasitas pembangkit pada tahun 2020 berupa PLTGU-G dan PLTU-B. Jenis pembangkit yang mempunyai kapasitas yang cukup besar lainnya adalah PLTA dan PLTGU-M. Tingginya keempat jenis pembangkit ini menunjukkan bahwa jenis pembangkit ini merupakan jenis pembangkit beban dasar. Adapun jenis pembangkit yang dioperasikan pada beban puncak adalah PLTG dan PLTD. Kapasitas kedua pembangkit ini pada tahun 2020 mencapai 21,7% terhadap total kapasitas. Di Provinsi Bali hanya terdapat PLTP dan PLTD dengan kapasitas yang terbatas. Untuk itu, Provinsi Bali mendapat pasokan listrik dari Jawa Timur melalui jaringan transmisi kabel bawa laut.

Tabel 8. Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Per Jenis Pembangkit di Jawa Timur dan Bali Tahun 2003 s.d. 2020 (GW)

Proyeksi Kapasitas Pembangkit Lsitrik Jatim-Bali Jenis

Pembangkit 2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

PLTGU-G 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629 2,3629

PLTGU-M 0,6444 0,58 0,9698 0,8805 0,8082 0,7497 0,7022 0,6638 0,6327 0,6075

PLTG-M 0,1317 0,1216 0,1042 0,1201 0,1087 0,0994 0,0919 0,0859 0,6809 1,277

PLTG-G 0 0 0 0 0,12 0,12 0,12 0,12 0,24 0,24

PLTU-B 0,906 0,906 0,906 0,906 0,906 1,506 1,506 1,506 1,506 1,506

PLTU-M 0,9719 0,8747 0,5598 0,3583 0,2293 0,1468 0,0939 0,0601 0,0385 0,0246

PLTU-G 0,2221 0,2221 0,2221 0,2221 0,2221 0,2221 0,2221 0,2221 0 0

PLTA 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919 1,2919

PLTP 0,014 0,0136 0,0129 0,0322 0,0316 0,0311 0,0306 0,0301 0,0297 0,0294

PLTD 0,0041 0,3064 0,4174 0,4171 0,4167 0,4165 0,4162 0,416 0,4158 0,4156

JATIM - BALI 6,549 6,6792 6,8470 6,5911 6,4974 6,9464 6,8377 6,7588 7,1984 7,7549

Sumber: Keluaran Model MARKAL

Page 46: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 41

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

GW

)

PLTGU-G PLTGU-M PLTG-M PLTA PLTD PLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G

Grafik 7. Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Jatim-Bali

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Kap

asita

s Pem

bang

kit

PLTGU-G PLTGU-M PLTG-M PLTA PLTD PLTP PLTU-B PLTU-M PLTG-G

Grafik 8. Pangsa Kapasitas Pembangkit Listrik Wilayah Jatim-Bali 3.3.2 Produksi Listrik Jawa Timur-Bali Walaupun kapasitas PLTA lebih tinggi dibandingkan dengan PLTU (minyak dan batubara), namun produksi listrik PLTA lebih kecil dibanding produksi listrik PLTU (minyak dan batubara). Lebih tingginya produksi listrik PLTU (minyak dan batubara) PLTU (minyak dan batubara) dibanding dengan produksi listrik PLTA, disebabkan adanya perbedaan availability dan efisiensi. Gambaran produksi listrik di Jawa Timur-Bali dapat dilihat pada Tabel 9 dan Grafik 9. Produksi listrik PLTU-Batubara diperkirakan akan meningkat seiring dengan pertambahan kapasitas PLTU-B pada tahun 2012, sementara itu produksi listrik PLTGU relatif konstan. Selama kurun waktu tersebut produksi listrik di wilayah Jawa Timur dan Bali diperkirakan menurun rata-rata 1% per tahun. Mengingat produksi listrik Jawa Timur-Bali dari tahun 2003 s.d. 2016 belum mencukupi kebutuhan listrik di wilayah ini, untuk memenuhi kekurangan kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Bali diperlukan impor listrik dari wilayah Jawa lainnya melalui jaringan transmisi Jawa-Bali. Impor listrik tersebut diasumsikan setiap tahunnya menurun, seiring dengan adanya peningkatan kapasitas pembangkit listrik di Jawa-Bali. Bila pada tahun 2003 sampai 2007, di Provinsi Bali listrik hanya diproduksi oleh PLTD, namun mulai tahun 2008, diasumsikan produksi listrik juga dibangkitkan oleh PLTP yang dibangun di Bedugul.

Page 47: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

7/31/2006Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 42

Tabel 9. Proyeksi Produksi Pembangkit Listrik Per Jenis Pembangkit di Jawa Timur Tahun 2003 s.d. 2020 (GWh)

Proyeksi Produksi Pembangkit Listrik di Jatim-Bali

Jenis Pembangkit 2003 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

PJB PLTGU-G 9.913 9.913 9.913 9.913 9.913 9.913 9.913 9.913 9.913 9.913 PJB PLTGU-M 2.704 2.704 2.704 2.704 2.704 2.704 2.704 2.704 2.704 2.704 PJB PLTG HSD 77 0 0 0 0 0 0 0 0 0 PJB PLTU-BB+FGD 5.095 5.095 5.095 5.095 5.095 8.469 8.469 8.469 8.469 8.469 PJB PLTU-G 1.249 0 0 0 0 0 0 0 0 0 PJB PLTU-M 5.465 0 0 0 0 0 0 0 0 0 PLTD 16 15 13 12 11 10 9 8 7 6 PLTG-G 0 0 0 0 44 44 44 44 44 44JaTim PJB PLTA 1.918 7.904 0 0 0 0 0 0 0 0JaTim PLTA 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4Bali Bedugul PLTP 0 0 0 78 78 78 78 78 78 78Bali PLTD 5 74 0 0 0 0 0 0 0 0Impor Listrik 6 6 5 4 3 2 1 1 0 0Impor Listrik ke Bali 2.161 1.896 1.500 1.000 500 0 0 0 0 0JAWA TIMUR - BALI 28.611 27.611 19.234 18.809 18.351 21.223 21.221 21.220 21.218 21.218Sumber: Keluaran Model MARKAL

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pro

duks

i lis

trik

(G

Wh)

PLTGU-G PLTGU-M PLTG-M PLTA PLTD PLTPPLTU-B PLTU-M PLTG-G Total Total (liniar)

Grafik 9. Proyeksi Produksi Listrik Wilayah Jatim-Bali 4. KESIMPULAN Dari gambaran tentang kapasitas pembangkitan dan produksi listrik di wilayah Jawa – Bali dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perencanaan kelistrikan di Jawa-Madura-Bali (Jamali) bertujuan untuk

memperkirakan besarnya kapasitas dan produksi listrik per jenis pembangkit listrik yang dibutuhkan agar dapat memenuhi kebutuhan listrik per sektor per wilayah pemasaran PLN Jawa-Bali, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur-Bali.

2. Dari wilayah-wilayah kelistrikan di pulau Jawa, Jawa Barat–DKI Jakarta–

Banten merupakan wilayah yang memproduksi dan juga menyerap tenaga listrik yang terbesar bukan hanya di Jawa tetapi juga seluruh Indonesia. Pada tahun 2020 di Jabar-DKI diperkirakan produksi listrik akan mencapai 118 TWh, sedangkan di Jateng sekitar 17 TWh dan Jatim-Bali sekitar 21 TWh.

Page 48: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Perencanaan Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional yang Berkesinambungan

Sistem Kelistrikan di Jamali Tahun 2003 s.d. Tahun 2020 43

3. Pulau Bali sampai tahun 2020, karena kebutuhannya yang relatif kecil dan tidak mempunyai sumberdaya energi kecuali panas bumi, akan terus memperoleh pasokan listriknya dari Jawa melalui transmisi Jawa-Bali.

4. Dengan adanya sistem kelistrikan 2003-2020 di Jamali akan dapat

dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam membuat perencanaan kelistrikan di Jamali yang selanjutnya dapat menentukan dalam pemilihan jenis energi dan pembangkit listrik, sehingga dapat membantu para investor yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di wilayah Jamali.

DAFTAR PUSTAKA 1. BPPT. Studi Assessment Bahan Bakar dan Arah Teknologi Pembangkit Masa

Depan. Enterim Report. Jakarta. Maret 2006. 2. BPPT. Output Model MARKAL 2005. Juni 2005. 3. DESDM. Rencana Umum Katenagalistrikan Nasional 2004-2013. 2004. 4. DJLPE-DESDM. Statistik Ketenagalistrikan dan Energi Tahun 2003. Jakarta

2003. 5. DJLPE-DESDM. Indonesia Energy Outlook & Statistics 2004. Jakarta 2005. 6. Hardiv Harris Situmeang. The Role of PLN in Electric Power Sector

Development. Paper presented at the workshop on Power Sector Development in Indonesia (IDE - JETRO). Jakarta. Pebruari 2001.

7. PT. PLN. Statistik PLN 2003. Jakarta 2004.

Page 49: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 45

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI

TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

Agus Nurrohim dan Erwin Siregar

ABSTRACT

In national electricity plan, there are Jawa-Madura-Bali (Jamali) and Non Jamali systems. Those two systems have different characteristic, i.e. Jamali system has transmission network, and Non Jamali does not have transmission network. As a result, Jamali electricity planning will utilize a large capacity power plant, while Non Jamali utilizes relatively scattered small power plant. Although Jamali electricity system has high electricity demand, about 70% of national electricity demand, Non Jamali electricity system must be given attention and planned well, because most of the electricity is supplied by diesel power generations (PLTD) that required diesel oil. In order to reduce refined product demand for electricity generation, implementation of electricity power generation that utilizes energy non refined product will support this program.

1. PENDAHULUAN Perencanaan kelistrikan nasional jangka panjang sangat dibutuhkan sebagai instrumen utama dalam membuat kebijakan kelistrikan nasional yang mendukung pembangunan berkelanjutan, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman bagi seluruh masyarakat pengguna listrik di Indonesia. Kebijakan kelistrikan nasional tersebut mencakup kecukupan pasokan energi, andal dan terjangkau dengan memperhatikan seluruh sarana/prasarana yang diperlukan (Energy Security) dan dampak lingkungan yang ditimbulkan dengan menentukan kebijakan terhadap harga energi, regulasi, dan pasar energi yang tepat. Dengan tersedianya perencanaan kelistrikan jangka panjang untuk wilayah di luar Jawa-Madura-Bali yang terintegrasi, komprehensif, dan mudah dipahami, diharapkan dapat melengkapi dan memperbaiki sistem kelistrikan nasional yang mencakup penyediaan pasokan listrik yang berkecukupan, andal dan ekonomis, mendorong upaya efisiensi/hemat energi, mendorong penggunaan sumber energi baru dan terbarukan, serta memperluas penerapan teknologi energi yang terkait dengan penggunaan komponen dalam negeri. Selanjutnya, perencanaan kelistrikan nasional jangka panjang tersebut akan dapat mewujudkan penyediaan listrik secara berkesinambungan (Electricity Sustainability), sehingga beberapa

Page 50: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 46

tantangan penyediaan listrik yang tengah dihadapi masyarakat pengguna listrik di Indonesia dapat diatasi. Secara umum, pertumbuhan pembangkit listrik pada wilayah-wilayah di Indonesia dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan listrik nasional karena dengan pertumbuhan tersebut menyebabkan adanya interkoneksi jaringan pada beberapa daerah yang terinterkoneksi dengan jaringan listrik nasional. Pertumbuhan produksi listrik rata-rata per tahun dari tahun 2003 hingga 2020 di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua secara berurutan adalah sebesar 5,4%, 7,2%, 9,3%, 10,6%, 5,8%, 8,1%, dan 7,6% per tahun. Secara keseluruhan pertumbuhan produksi listrik rata-rata per tahun di Indonesia selama periode 2003-2020 adalah sebesar 6,5% per tahun. Walaupun sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali) masih merupakan wilayah yang membutuhkan dan memproduksi listrik terbesar, namun dalam perencanaan kelistrikan nasional gambaran sistem kelistrikan di Luar Jawa tetap tidak dapat diabaikan dan perlu mendapat perhatian. Dalam era otonomi daerah, pembangunan ekonomi di daerah diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibanding dengan Jawa. Pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan energi termasuk tenaga listrik. Masalah utama yang perlu diperhatikan untuk wilayah di luar Jawa adalah pusat beban listrik tidak terlalu besar dan tersebar, sementara antar wilayah belum dihubungkan dengan jaringan transmisi. Disamping itu, beban yang tidak berimbang antara siang hari (Off-Peak) dan malam hari (Peak). Kondisi ini menyebabkan umumnya pembangkit yang dioperasikan adalah pembangkit yang mempunyai waktu awal operasi (Start-up) cepat dan fleksibel, antara lain PLTD, PLTA dan PLTG. Mengingat pentingnya diversifikasi energi di luar Jawa, khususnya dalam pembangkitan tenaga listrik dalam melengkapi perencanaan kelistrikan nasional yang ada, makalah ini menganalisis ”Sistem Kelistrikan di Luar Jamali dari Tahun 2003 s.d. 2020. 2. SISTEM KELISTRIKAN DI SUMATERA Berdasarkan wilayah pemasaran listrik PLN, sistem kelistrikan di Sumatra dibedakan menjadi 8 wilayah, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan-Jambi-Bengkulu (S2JB), Bangka Belitung, Lampung, dan Batam, serta 2 sistem pembangkitan dan penyaluran (kitlur), yaitu Kitlur Sumbagut (Sumatera Bagaian Utara) dan Kitlur Sumbagsel (Sumatera Bagian Selatan). Kitlur Sumbagut dan Kitlur Sumbagsel berfungsi menyalurkan listrik melalui jaringan interkoneksi yang berada di wilayah Sumatera Bagian Utara dan Sumatera Bagian Selatan. Di Sumatera terdapat dua sistem transmisi, yaitu Transmisi Sumatera Bagian Utara dan Transmisi Sumatera Bagian Selatan. Kedua sistem transmisi ini belum terhubungkan. Direncanakan pada tahun 2008 kedua sistem ini akan dapat terhubung, sehingga pusat kebutuhan listrik yang relatif kecil dapat disatukan dalam satu jaringan, demikian pula pembangkit yang akan dibangun akan mempunyai kapasitas yang cukup besar sehingga lebih ekonomis.

Page 51: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 47

2.1 Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Pada tahun 2003, total kapasitas pembangkit listrik di NAD adalah sebesar 139,3 MW, dengan kontribusi terbesar adalah pembangkit listrik PLTD. Namun dengan selesainya pembangunan PLTA Renun dan PLTA Peusangan diperkirakan kapasitas pembangkit listrik PLTA dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap listrik yang dibangkitkan, sehingga dapat mengurangi kontribusi PLTD. Selama kurun waktu 17 tahun mendatang, total kapasitas pembangkit listrik di NAD diperkirakan meningkat sebesar 5,3% per tahun, sehingga pada tahun 2020 besarnya total kapasitas pembangkit listrik di NAD mencapai 335,2 MW. Kapasitas Pembangkit Listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan NAD dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 1.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTA Peusangan 86 MW PLTA 2.2 MW PLTD PLTA Renun 82 MW Total Total (liniar)

Grafik 1. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan NAD dari Tahun 2003 s.d. 2020

Berdasarkan sistem pembangkitannya pada tahun 2003, produksi listrik pada sistem pembangkitan di NAD hanya sebesar 1,42% dari total produksi di Sumatera, namun peran pembangkit listrik di NAD tidak dapat diabaikan. NAD selain membangkitkan listrik sendiri juga menerima listrik dari Kitlur Sumbagut, sehingga dalam memenuhi peningkatan kebutuhan listrik di NAD, sistem pembangkit listrik di NAD mempertimbangkan biaya yang paling ekonomis untuk membangun pembangkit listrik baru atau mengimpor listrik dari wilayah lain di Sumatera. Dengan tersedianya jaringan interkoneksi listrik yang menghubungkan sistem pembangkitan NAD dengan wilayah lain di Sumatera tersebut, diasumsikan pada tahun 2020, sistem ini hanya memberikan kontribusi sebanyak 1,08% dari total listrik yang dibangkitkan di Sumatera. 99,5% dari produksi listrik di NAD tahun 2003 dihasilkan dari PLTD, sedangkan sisanya diproduksi dari PLTA. Namun pada tahun 2020 pangsa produksi PLTD hanya mencapai 14,4%. Pangsa terbesar dari produksi listrik pada saat itu diasumsikan berasal dari PLTA Peusangan, hal tersebut dipicu oleh meningkatnya harga minyak solar menyebabkan biaya pembangkitan PLTA dapat bersaing dengan biaya pembangkitan PLTD. Pangsa produksi listrik per jenis pembangkit listrik terhadap total produksi listrik di NAD pada Tahun 2003 dan Tahun 2020 ditunjukkan pada Grafik 2.

Page 52: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 48

2003

Peusangan PLTA 86 MW

PLTA 2.2 MW

PLTDRenun PLTA 82 MW

Total: 221.41 GWh

2020

Peusangan PLTA 86 MW

PLTA 2.2 MW

PLTD

Renun PLTA 82 MW

Total: 637.71 GWh

Grafik 2. Pangsa Produksi Listrik per Jenis Pembangkit Listrik terhadap Total

Produksi Listrik di NAD pada Tahun 2003 dan Tahun 2020 2.2 Wilayah Sumatera Utara Dibanding dengan wilayah NAD, kontribusi listrik di Sumatra Utara terhadap total kapasitas pembangkit listrik di Sumatra pada tahun 2003 lebih rendah, meskipun kebutuhan listrik di Sumatera Utara lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan beberapa pembangkit listrik di Kitlur Sumbagut masuk ke jaringan Sumatra Utara, selain itu pada tahun tersebut hanya PLTD yang dioperasikan di Sumatera Utara dan dioperasikan pada saat Peak Load. Secara umum, total kapasitas pembangkit listrik di Sumatra Utara dari tahun 2003 s.d. 2020 lebih besar dibanding NAD, walaupun pada periode awal kontribusinya terhadap total kapasitas pembangkit listrik di Sumatera lebih rendah dibanding NAD, namun pada akhir periode kontribusi listrik di Sumatra Utara terhadap total kapasitas pembangkit listrik di Sumatra lebih tinggi dibanding NAD. Total kapasitas pembangkit listrik di wilayah Sumatera Utara dari tahun 2003 s.d. 2020 diperkirakan meningkat sebesar 6,4% per tahun, dari 628,4 MW pada tahun 2003 menjadi 1.805 GW pada tahun 2020. Kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah Sumatera Utara dari tahun 2003 s.d 2020 dapat dilihat pada Grafik 3. Pada tahun 2007, diharapkan PLTU-B Labuhan Angin dan PLTU-B Sibolga dengan kapasitas masing-masing sebesar 2#100 MW mulai beroperasi. Selain itu, PLTP Sibayak kapasitas 20 MW diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2008. Seiring dengan peningkatan kebutuhan listrik di wilayah ini, kapasitas PLTD diperkirakan akan meningkat dari 628,4 MW pada tahun 2003 menjadi 1.295 MW pada tahun 2020. Kapasitas PLTD pada tahun 2020 tersebut merupakan 71,7% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah Sumatera Utara. Pada tahun 2003, sebanyak 0,93 GWh atau 100% dari total listrik yang dibangkitkan berasal dari PLTD. Selanjutnya, walaupun produksi listrik PLTD diperkirakan meningkat setiap tahunnya, namun pangsanya setiap tahun berkurang seiring dengan beroperasinya jenis pembangkit listrik lainnya. Kontribusi listrik yang

Page 53: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 49

dibangkitkan di wilayah Sumatera Utara pada tahun 2003 hanya sebesar 0,01% dari total produksi listrik di wilayah Sumatera, namun pada tahun 2020 dengan meningkatnya kebutuhan listrik di wilayah ini menyebabkan pangsa produksi listrik di wilayah ini pada tahun tersebut meningkat menjadi 2,7% terhadap total produksi listrik di Sumatera. Dari total listrik yang dibangkitkan pada tahun 2020, PLTU-B Labuan Angin 2x100 MW memberikan kontribusi yang berarti untuk penyediaan listrik di masa depan, disusul oleh PLTD, PLTU-B Sibolga 2x100 MW, PLTP Sibayak, dan PLTA Asahan. Pada tahun 2020, total produksi listrik di wilayah Sumatera Utara diasumsikan mencapai 1.599,37 GWh, dimana 41% dari total produksi listrik tersebut berasal dari PLTU-B Labuan Angin 2x100 MW.

0

200400

600800

1000

1200

1400

160018002000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTA Asahan 2#90 MW PLTU-B Labuhan Angin 2#100 MWPLTD PLTP Sibayak 10 MWPLTU-B Sibolga 2#100 MW TotalTotal (Liniar)

Grafik 3. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit Wilayah

Sumatera Utara dari Tahun 2003 s.d. 2020 2.3 Kitlur Sumbagut Pada tahun 2003, kapasitas pembangkit listrik Kitlur Sumbagut sebesar 1.473,8 MW dengan total produksi sebesar 6.653,34 GWh atau 42,6% dari total produksi listrik di Sumatera. Pada tahun tersebut, produksi listrik sebesar 1.081,18 GWh disalurkan ke NAD; 4.663,25 GWh disalurkan ke Sumatera Utara; dan 824,46 GWh disalurkan ke Riau Daratan. Selama periode 2003-2020, kapasitas pembangkit listrik Kitlur Sumbagut diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 4,9% per tahun, sehingga pada tahun 2020 kapasitas pembangkit listrik Kitlur Sumbagut mencapai 3.303,6 MW dengan total produksi sebesar 16.568,59 GWh atau 27,95% dari total produksi listrik di Sumatera. Laju pertumbuhan sebesar 4,9% per tahun tersebut sangat dipengaruhi oleh besarnya permintaan listrik di NAD, Sumatera Utara, dan Riau Daratan, karena Kiltur Sumbagut menyalurkan langsung produksi listriknya ke sistem kelistrikan di NAD, Sumatera Utara, dan Riau Daratan dengan besaran penyaluran listrik ke masing-masing wilayah berbeda. Walaupun secara total kapasitas pembangkit listrik pada Kitlur Sumbagut meningkat, namun untuk semua jenis pembangkit yang berbahan bakar minyak diesel (PLTD dan HSD Gas Turbin) serta minyak bakar (PLTU minyak) kapasitasnya menurun, seiring dengan harga minyak yang semakin meningkat. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada

Page 54: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 50

sistem pembangkitan di Kitlur Sumbagut dari tahun 2003 s.d 2020 dapat dilihat pada Grafik 4. Jenis pembangkit yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah PLTGU-G dengan laju pertumbuhan sebesar 8,4% per tahun. Tingginya pertumbuhan PLTGU-G menyebabkan pangsanya mencapai 49% pada tahun 2020. Jenis pembangkit terbesar kedua pada tahun 2020 adalah PLTU-B yang mencapai 18% terhadap total pembangkit, disusul PLTGU-M sebesar 17%. Sisa pembangkit lainnya adalah PLTG, PLTU-M, PLTD, dan PLTA.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s P

emba

ngki

t (M

W)

Sumbagut Gas CC Sumbagut Gas CC Dual Fuel Sumbagut PLTASumbagut PLTD Sumbagut PLTG Gas 150 MW Sumbagut PLTG HSD Sumbagut PLTU-BB 400 MW Sumbagut PLTUG Sumbagut PLTUMTotal Total (Liniar)

Grafik 4. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan Kitlur Sumbagut dari Tahun 2003 s.d. 2020

2.4 Wilayah Riau dan Batam Sistem kelistrikan di wilayah Riau sangat kompleks, karena Riau terdiri dari daratan dan kepulauan. Riau daratan dalam memenuhi kebutuhan listriknya selain membangkitkan sendiri, juga mendapat pasokan listrik dari Kiltur Sumbagut melalui jaringan interkoneksi. Selama kurun waktu 17 tahun, kapasitas pembangkit listrik di wilayah Riau Daratan diperkirakan menurun sebesar 1,3% per tahun dari 190,8 MW pada tahun 2003 menjadi 152 MW pada tahun 2020. Jenis pembangkit listrik yang dioperasikan di ke dua wilayah tersebut pada saat beban dasar dan beban puncak pada tahun 2003 s.d. 2007 adalah PLTD. Setelah tahun 2007, diasumsikan PLTU-BB di Riau Karimun mulai dapat beroperasi dan selanjutnya pada tahun 2012 diasumsikan PLTU-BB Tanjung Pinang juga mulai beroperasi, sehingga produksi listrik di Riau Daratan dan Riau Kepulauan tidak hanya tergantung pada PLTD. Pada sat itu, produksi listrik di wilayah tersebut juga mengalami penurunan dari 574,37 GWh pada tahun 2003 menjadi 298,99 GWh pada tahun 2020. Penurunan kapasitas dan produksi listrik di wilayah tersebut, disebabkan adanya PLTD yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi karena waktu umurnya telah habis dan juga efisiensi pembangkit yang baru beroperasi lebih tinggi dibandingkan PLTD, selain itu dengan tersedianya jaringan interkoneksi Riau Daratan dengan Sumbagut dan Sumbagsel, sehingga kekurangan produksi listriknya dapat dipasok dari Sumbagut.

Page 55: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 51

Berlainan dengan Riau Daratan yang terinterkoneksi dengan Kiltur Sumbagut dan Sumbagsel, untuk Riau kepulauan hanya terinterkoneksi dengan Batam yang sistem pembakitannya tergantung dari kapasitas dan jenis pembangkit yang terpasang di ke dua wilayah tersebut, sehingga peningkatan kebutuhan listrik di Riau kepulauan dan Batam diasumsikan akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang telah terpasang. Selama kurun waktu 17 tahun, kapasitas pembangkit listrik di wilayah Riau Kepulauan dan Batam diperkirakan meningkat sebesar 7,8% per tahun dari 119,8 MW pada tahun 2003 menjadi 432,4 MW pada tahun 2020. Pada sat itu, produksi listrik di wilayah tersebut juga mengalami peningkatan dari 741,55 GWh pada tahun 2003 menjadi 1101,64 GWh pada tahun 2020. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di Riau Daratan dan Riau Kepulauan termasuk Batam dari tahun 2003 s.d 2020 dapat dilihat pada Grafik 5.

0

200

400

600

800

1000

1200

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s P

emba

ngki

t (M

W)

PLTD Batam PLTU-B Riau Karimum PLTD RiauPLTU-B Tanjung Pinang Total Total (Liniar)

Grafik 5. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Riau Daratan dan Riau Kepulauan termasuk Batam

dari Tahun 2003 s.d. 2020 2.5 Kitlur Sumbagsel Kitlur Sumbagsel menyalurkan produksi listriknya langsung ke wilayah Riau Daratan, Sumatera Barat, dan Jambi melalui jaringan interkoneksi. Selama periode 17 tahun, kapasitas pembangkit listrik di Kitlur Sumbagsel diasumsikan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 6% per tahun, dari sebesar 1.338,8 MW dengan total produksi sebesar 5.467,62 GWH atau 35,01% dari total produksi listrik di Sumatera pada tahun 2003 menjadi 3.611,4 MW dengan total produksi sebesar dengan total produksi sebesar 15.673,95 GWh atau 26,44% dari total produksi listrik di Sumatera pada tahun 2020. Pada tahun 2003, produksi listrik Kitrlur Sumbagsel sebesar 8.432,97 GWh disalurkan ke Riau Daratan; 4.483,24 GWh disalurkan ke Sumatera Barat; dan 7.545,15 GWh disalurkan ke Jambi. Sedangkan pada tahun 2020, sebesar 1.236,94 GWh disalurkan ke Riau Daratan; 1.424 GWh disalurkan ke Sumatera Barat; dan 1.981,7 GWh disalurkan ke Jambi. Selama periode tersebut, total produksi listrik di Sumbagsel sangat dipengaruhi dari besarnya permintaan listrik di wilayah Riau Daratan, Sumatera Barat, dan Jambi, karena Kiltur Sumbasel ini menyalurkan langsung produksi listriknya ke sistem kelistrikan di wilayah Riau

Page 56: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 52

Daratan, Sumatera Barat, dan Jambi yang besarnya penyaluran listrik ke masing-masing wilayah berbeda. Seperti halnya Kitlur Sumbagut, jenis pembangkit listrik berbahan bakar minyak diesel dan minyak bakar pada Kitlur Sumbagsel juga setiap tahunnya menurun. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di Kitlur Sumbagsel dari tahun 2003 s.d 2020 dapat dilihat pada Grafik 6. Sementara itu, kapasitas PLTA diperkirakan akan mendominasi kapasitas pembangkit listrik di Sumbagsel yang mencapai 80% terhadap total kapasitas pada tahun 2020.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s P

emba

ngki

t (M

W)

PLTA PLTD PLTG-G PLTG-HSD PLTU-B PLTU-M Total Total (Liniar)

Grafik 6. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Kitlur Sumbagsel dari Tahun 2003 s.d. 2020

2.6 Wilayah Sumatera Barat Wilayah Sumatera Barat dalam memenuhi kebutuhan listriknya selain membangkitkan sendiri, juga mendapat pasokan listrik dari Kiltur Sumbagsel melalui jaringan interkoneksi. Oleh karena itu, selama kurun waktu 17 tahun adanya interkoneksi dengan jaringan transmisi Kiltur Sumbagsel mengakibatkan kapasitas pembangkit listrik di wilayah Sumatera Barat diperkirakan menurun sebesar 4,5% per tahun, dari 43,6 MW pada tahun 2003 dengan produksi sebesar 72,82 GWh menjadi 19,9 MW pada tahun 2020 dengan produksi sebesar 30,49 GWh. Jenis pembangkit listrik yang dioperasikan di wilayah tersebut adalah PLTA dan PLTD, namun PLTD di wilayah ini setiap tahunnya menurun, sehingga kontribusi sistem pembangkit listrik di Sumatera Barat terhadap total produksi listrik di Sumatera juga menurun dari 0,47% pada tahun 2003 menjadi 0,05% pada tahun 2020. Meskipun kapasitas PLTD terus menurun, namun PLTD merupakan jenis pembangkit yang dominan di Sumatera Barat dengan kapasitas mencapai 96% terhadap total pembangkit atau sebesar 20 MW. Sisa pembangkit lainnya adalah PLTA dengan kapasitas 0,8 MW pada tahun 2020. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah Sumatera Barat dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 7.

Page 57: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 53

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s P

emba

ngki

t (M

W)

PLTA PLTD Total Total (Liniar)

Grafik 7. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem

Pembangkitan di Wilayah Sumatera Barat dari Tahun 2003 s.d. 2020 2.7 Wilayah Bangka Belitung (BaBel) Wilayah Bangka Belitung dalam memenuhi kebutuhan listriknya dipasok dari sistem kelistrikan di wilayahnya sendiri. 100% produksi listrik di BaBel dari tahun 2003 s.d. 2007 dihasilkan dari PLTD, sedangkan setelah PLTU-Batubara (2x12 MW dan 40 MW) mulai beroperasi tahun 2008, sehingga peranan PLTD menjadi berkurang. Di wilayah ini, PLTD diproduksi bukan hanya untuk memenuhi beban puncak, namun juga beban dasar. Selama periode 2003 s.d. 2020 total kapasitas pembangkit listrik diasumsikan meningkat sebesar 7,7% per tahun dari 90,2 MW dengan total produksi sebesar 244,39 GWh pada tahun 2003 menjadi 318,8 MW dengan total produksi sebesar 1.187,38 GWh pada tahun 2020. Berdasarkan sistem pembangkitannya pada tahun 2003, produksi listrik pada sistem pembangkitan di BaBel hanya sebesar 1,56% dari total produksi di Sumatera dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 2% dari total produksi di Sumatera. Dalam memenuhi peningkatan kebutuhan listrik di BaBel, sistem pembangkit listrik di BaBel mempertimbangkan biaya yang paling ekonomis untuk membangun pembangkit listrik baru. Oleh karena itu, PLTU-Batubara menjadi pilihan dalam meningkatkan produksi listriknya. Pertumbuhan PLTU-B diperkirakan mencapai rata-rata 27% per tahun, sehingga kapasitas PLTU-B pada tahun 2020 mencapai 65% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah Bangka Belitung. Meskipun demikian, kapasitas PLTD selama kurun waktu 2003 s.d. 2020 mengalami rata-rata 1,3% per tahun menjadi 112,8 MW pada tahun 2020. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di Bangka Belitung dari tahun 2003 s.d 2020 dapat dilihat pada Grafik 8.

Page 58: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 54

0

50

100

150

200

250

300

350

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asi

tas P

emba

ngki

t (M

W)

PLTD PLTU-B Total Total (Liniar)

Grafik 8. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Bangka Belitung dari Tahun 2003 s.d. 2020

2.7 Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (S2JB) Total kapasitas pembangkit listrik pada wilayah S2JB selama periode 2003 s.d. 2020 diasumsikan meningkat dengan laju pertumbuhan 10,9% per tahun dari 262,5 MW dengan produksi listrik sebesar 480,07 GWh pada tahun 2003 menjadi 4.509,5 MW dengan produksi listrik sebesar 21.614,78 GWh pada tahun 2020. Dari seluruh wilayah yang memasok listrik pada wilayah S2JB, Sumatera Selatan yang paling banyak membutuhkan listrik, walaupun pada tahun 2003, kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di Sumatera Selatan lebih rendah dari pada Jambi, yaitu 106,7 MW untuk Sumatera Selatan; 134,1 MW untuk Jambi; dan 21,7 MW untuk Bengkulu. Namun pada akhir periode, kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di Sumatera Selatan lebih tinggi dari pada wilayah lainnya, yaitu 4159,8 MW untuk Sumatera Selatan; 223,2 MW untuk Jambi; dan 126,5 MW untuk Bengkulu. Apabila ditinjau berdasarkan produksi listrik per wilayah ternyata 51% dari total produksi listrik di wilayah S2JB tahun 2003 berasal dari Bengkulu, 41% berasal dari Sumatera Selatan, dan sisanya 8% berasal dari Lampung. Sedangkan pada tahun 2020, produksi listrik terbesar berasal dari Sumatera Selatan yang mencapai 99,85%. Besarnya produksi listrik di Sumatera Selatan disebabkan selain kebutuhan listrik di Sumatera Selatan lebih tinggi dibandingkan Jambi dan Bengkulu, juga Sumatera Selatan kaya akan sumber energi, sehingga pembangunan pembangkit listrik di Sumatera Selatan lebih menguntungkan. Selain itu, dengan adanya jaringan interkoneksi menyebabkan kelebihan listrik yang diproduksi dapat disalurkan ke wilayah Jambi dan Bengkulu. Pangsa produksi listrik per wilayah terhadap total produksi listrik di wilayah SJB pada Tahun 2003 dan Tahun 2020 ditunjukkan pada Grafik 9, sedangkan kapasitas pembangkit listrik di wilayah S2JB pada tahun 2003 s.d. tahun 2020 ditunjukkan pada Grafik 10.

Page 59: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 55

2003

41%

51%

8%

Sumsel Jambi Bengkulu

2020

92%

5% 3%

Sumsel Jambi Bengkulu

Grafik 9. Pangsa Produksi Listrik per Wilayah terhadap Total Produksi Listrik di

Wilayah S2JB pada Tahun 2003 dan Tahun 2020

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTG-G Sumsel PLTU-B sumsel PLTA Sumsel PLTD Total

PLTA Bengkulu Total Total (Liniar)

Grafik 10. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem

Pembangkitan di Wilayah S2JB dan Jambi dari Tahun 2003 s.d. 2020 2.8 Wilayah Lampung Seperti halnya S2JB, wilayah Lampung mempunyai pembangkit listrik dengan total kapasitas pada tahun 2003 sebesar 286,3 MW dan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 4,8% per tahun sehingga pada tahun 2020 total kapasitas pembangkit listrik di wilayah Lampung menjadi 634,8 GW. Pada tahun 2003, seluruh pembangkit di wilayah Lampung berupa PLTD, namun pada tahun 2020 terdapat PLTU-B Tarahan dengan kapasitas 100 MW. PLTU-B Tarahan diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2007. Total produksi listrik dari pembangkit di wilayah Lampung pada tahun 2003 adalah 1.116,4 GWh dan menurun menjadi 569,2 GWh pada tahun 2020. Seluruh produksi listrik pada tahun 2020 dihasilkan oleh PLTU-B. Mengingat di wilayah Lampung telah terdapat jaringan transmisi, penurunan produksi listrik di wilayah ini akan dipasok dari wilayah Sumbagsel. Seperti diketahui bahwa pada tahun 2020 total kebutuhan listrik di wilayah Lampung mencapai 4.208 GWh. Dengan demikian, kekurangan pasokan listrik akan diimpor dari wilayah Sumbagsel. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem

Page 60: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 56

pembangkitan di wilayah Lampung dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 11.

0

100

200

300

400

500

600

700

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTD Lampung PLTU-B Tarahan Total Total (Liniar)

Grafik 11. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Lampung dari Tahun 2003 s.d. 2020

3. SISTEM KELISTRIKAN DI KALIMANTAN Seperti halnya sistem kelistrikan di Sumatra, sistem kelistrikan di wilayah Kalimantan juga dibedakan berdasarkan wilayah pemasaran listrik PLN, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur sistem kelistrikannya terhubung melalui jaringan interkoneksi yang tersedia. Pada tahun 2003 sebanyak 199,7 GWh produksi listrik dari Kalimantan Selatan yang dipasok melalui jaringan interkoneksi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. 3.1 Wilayah Kalimantan Barat Untuk seluruh wilayah Kalimantan, kecuali wilayah Kalimantan Barat yang tidak terinterkoneksi, sehingga kebutuhan listriknya dipenuhi dari sistem kelistrikan di wilayahnya. Pada kurun waktu 17 tahun, kapasitas pembangkit listrik di wilayah ini diasumsikan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 9,3% per tahun dari 262,2 MW pada tahun 2003 menjadi 1.186 MW pada tahun 2020. Sedangkan produksi listrik di wilayah Kalimantan Barat diperkirakan meningkat lebih rendah dari kapasitasnya, yaitu sebesar 6,4% per tahun dari 938,83 GWh pada tahun 2003 menjadi 2.696,01 GWh pada tahun 2020. Lebih rendahnya laju pertumbuhan produksi listrik dibandingkan dengan laju pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik disebabkan setiap jenis pembangkit listrik mempunyai efisiensi dan availability produksi yang berbeda. Pada tahun 2003, jenis pembangkit listrik yang beroperasi di wilayah ini adalah PLTD dan PLTG HSD, selanjutnya pada tahun 2008, PLTU-Batubara 110 MW dan PLTG-G mulai beroperasi. Besarnya kapasitas pembangkit listrik dan produksi listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah Kalimantan Barat dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 12.

Page 61: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 57

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTD PLTG-G PLTG-HSD PLTU-B Total Total (Liniar)

Grafik 12. Kapasitas Pembangkit Listrik dan Produksi Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Kalimantan Barat

dari Tahun 2003 s.d. 2020 3.2 Wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan

Timur Kebutuhan listrik yang tinggi di wilayah Kalimantan adalah wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, sedangkan wilayah Kalimantan Tengah mempunyai kebutuhan listrik total paling rendah dibanding wilayah lain di Kalimantan. Banyaknya industri pertambangan di Kalimantan Selatan dan Timur menyebabkan tingkat kebutuhan listriknya tinggi. Hal tersebut menyebabkan total kapasitas di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur masing-masing meningkat sebesar 5,9% dan 3% per tahun dari 395,2 MW dan 558,9 MW pada tahun 2003 menjadi 1.038,2 MW dan 873,1 MW pada tahun 2020. Produksi listrik di wilayah Kalimantan Selatan dan Timur diperkirakan meningkat masing-masing lebih tinggi dari pertumbuhan kapasitasnya, yaitu sebesar 7,2% dan 5,3% per tahun dari 1.367,03 GWh dan 1.206,92 GWh pada tahun 2003 menjadi 4.453,56 GWh dan 2.880,61 GWh pada tahun 2020. Hal tersebut menunjukkan efektivitas dari pembangkit listrik yang beroperasi di wilayah tersebut tinggi. Pada tahun 2003 s.d. tahun 2020, jenis pembangkit listrik yang dioperasikan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur adalah PLTA, PLTG-G, PLTG-HSD, PLTU, sedangkan jenis pembangkit di Kalimantan Tengah hanya berupa PLTD. PLTU-Biomasa hanya dioperasikan di Kalimantan Timur, karena industri perkayuan yang paling banyak berada di Kalimantan Timur. Di Kalimantan Timur juga diperkirakan pada tahun 2015 akan dioperasikan PLTU-Batubara 7 MW. Besarnya kapasitas pembangkit listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 13. Total kapasitas PLTD di wilayah ini pada tahun 2003 mencapai 420,6 MW dan menurun menjadi 278,7 MW pada tahun 2020. Sekitar 47% dari kapasitas PLTD terdapat di Kalimantan Selatan, 35% di Kalimantan Timur, dan sisanya di

Page 62: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 58

Kalimantan Tengah. Penurunan kapasitas PLTD seiring dengan adanya jaringan interkoneksi dan mahalnya harga BBM.

0

500

1000

1500

2000

2500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTD PLTA PLTG-G PLTG-HSDPLTU-B PLTGU-G Total Total (Liniar)

Grafik 13. Kapasitas Pembangkit Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem

Pembangkitan di Wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur dari Tahun 2003 s.d. 2020

Produksi listik terbesar di wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur pada tahun 2003 s.d tahun 2020 adalah wilayah Kalimantan Timur, dimana pada tahun tersebut pangsa produksi listrik di wilayah Kalimantan Timur terhadap total produksi listrik adalah 66% pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 70% pada tahun 2020. Pangsa produksi listrik per wilayah terhadap total produksi listrik di wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur pada Tahun 2003 dan Tahun 2020 ditunjukkan pada Grafik 14. Meskipun pada wilayah Kalimantan Timur terdapat kapasitas pembangkit yang dominan, namun kebutuhan listrik di Kalimantan Timur pada tahun 2003 hanya sekitar 44,8% terhadap total ketiga wilayah tersebut dan menurun menjadi 40,3% pada tahun 2020. Dengan demikian, produksi listrik dari pembangkit di Kalimantan Timur akan ditransmisikan ke wilayah kalimantan lainnya.

2003

25%

9%66%

Kalsel Kalteng Kaltim

2020

27%

3%70%

Kalsel Kalteng Kaltim

Grafik 14. Pangsa Produksi Listrik per Wilayah terhadap Total Produksi Listrik

di Wilayah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur pada Tahun 2003 dan Tahun 2020

Page 63: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 59

4. SISTEM KELISTRIKAN DI SULAWESI Sistem kelistrikan di Pulau Sulawesi terbagi menjadi dua, yaitu sistem kelistrikan di wilayah Sulut-Teng-Go (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo) dan wilayah SulSel-Ra (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara). 4.1 Wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo Pada periode sebelumnya Gorontalo masuk dalam wilayah Sulawesi Utara, oleh karenanya pada tahun 2003, kapasitas terpasang dari pembangkit listrik di Gorontalo terkecil dibandingkan wilayah Sulawesi Utara dan wilayah Sulawesi Tengah. Dibanding daerah Sulawesi Tengah dan Gorontalo, kebutuhan listrik di Sulawesi Utara lebih tinggi, karena industri di daerah ini lebih dapat berkembang, sehingga kapasitas terpasang dari pembangkit listrik di wilayah ini diasumsikan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 8,1% per tahun dari 181.7 MW dengan produksi listrik sebesar 664,4 GWh pada tahun 2003 menjadi 680.8 MW dengan produksi listrik sebesar 3.264,05 GWh pada tahun 2020. Sedangkan kapasitas terpasang dari pembangkit listrik di wilayah Gorontalo diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,3% per tahun dari 59,5 MW dengan produksi listrik sebesar 116,22 GWh pada tahun 2003 menjadi 74,7 MW dengan produksi listrik sebesar 219,91 GWh pada tahun 2020. Pada saat itu, kapasitas pembangkit listrik di wilayah Sulawesi Tengah diasumsikan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 5,9% per tahun dari 223,7 GW dengan produksi listrik sebesar 518,6 GWh pada tahun 2003 menjadi 2.161,6 GW dengan produksi listrik sebesar 668,36 GWh pada tahun 2020. Besarnya kapasitas pembangkit listrik dan produksi listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah Suluttenggo tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 15. Pada wilayah Suluttenggo terdapat PLTD dengan total kapasitas 360,3 MW atau sekitar 77,5% terhadap total kapasitas pembangkit pada tahun 2003. Kapasitas PLTD diperkirakan menurun menjadi 308,1 MW pada tahun 2020 atau sekitar 22,9% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah ini. Sekitar 65% PLTD tersebut pada tahun 2003 terdapat di Sulawesi Tengah, disusul Sulawesi Utara (23%), dan sisanya di Gorontalo. Pangsa PLTD diperkirakan akan tetap hingga tahun 2020. Saat ini, PLTA terdapat di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara dengan kapasitas masing-masing sebesar 5,7 MW dan 55 MW. Selanjutnya, pada tahun 2007 dan tahun 2010, PLTA Poigar 55 MW di Sulawesi Utara dan PLTA Bone 17 MW di Gorontalo mulai dapat beroperasi. Sejauh ini belum terdapat PLTU-B di wilayah Suluttenggo, namun sejalan dengan nilai ekonomi dari PLTU-B, pada tahun 2008 PLTU-B mulai dapat beroperasi di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Total kapasitas PLTU-B pada tahun 2020 diperkirakan dapat mencapai 480 MW atau sekitar 35,6% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah Suluttenggo. Pemanfaatan PLTG-G di Sulawesi Utara diperkirakan cukup relevan seiring dengan berkembangnya pemanfaatan LNG untuk keperluan domestik. Jika failitas receiving terminal tersedia, maka PLTG-G di Sulawesi Utara mulai dapat dioperasikan pada tahun 2010.

Page 64: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 60

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTD PLTU-B PLTA PLTG-G Sulut PLTP Sulut Total Total (Liniar)

Grafik 15. Kapasitas Pembangkit Listrik dan Produksi Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Sulut-Teng-Go

dari Tahun 2003 s.d. 2020 4.2 Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (SulSelra) Dibandingkan dengan seluruh wilayah Sulawesi, Sulawesi Selatan merupakan daerah yang paling cepat berkembang dan menjadi pusat di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini berpengaruh pada perkembangan semua sektor yang ada di wilayah ini, seperti industri, komersial (perdagangan, perhotelan, Bank, rumah makan, dan rumah sakit), transportasi, perkantoran, dan rumah tangga. Dengan alasan tersebut tidak mengherankan jika daerah Sulawesi Selatan membutuhkan listrik yang paling besar. Kapasitas terpasang dari pembangkit listrik di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara mencapai 61% dari total kapasitas yang ada di Sulawesi. Dari tahun 2003 s.d. 2020 total kapasitas pembangkit listrik di wilayah ini diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 6,6% per tahun dari 726,2 MW dengan produksi listrik sebesar 1.227,4 GWh pada tahun 2003 menjadi 2.161,6 MW dengan produksi listrik sebesar 7.235,89 GWh pada tahun 2020. 96% dari produksi listrik di wilayah Sulselra pada tahun 2003 diproduksi dari sistem pembangkitan listrik di wilayah Sulawesi Selatan dan diperkirakan pada tahun 2020 meningkat menjadi 98%. Sedikitnya produksi listrik di wilayah Sulawesi Tenggara, selain kebutuhan listrik di wilayah ini lebih kecil dibanding Sulawesi Selatan, juga dengan tersedianya jaringan transmisi yang menghubungkan dengan sistem pembangkitan listrik di wilayah Sulawesi Selatan, menyebabkan lebih ekonomis memasok listrik melalui jaringan transmisi dibanding membangkitkan sendiri. Besarnya kapasitas pembangkit listrik dan produksi listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah SulSel-Tra dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 16. Kapasitas PLTD di wilayah Sulselra pada tahun 2003 mencapai 224,5 MW pada tahun 2003 dan diperkirakan menurun menjadi 106,4 MW pada tahun 2020. Penurunan kapasitas PLTD disebabkan karena semakin kompetitifnya pembangkit non PLTD dan tersedianya jaringan transmisi lintas Sulselra. Pada tahun 2003, sekitar 79,6% dari kapasitas PLTD merupakan PLTD yang terdapat di wilayah Sulawesi Selatan. Total kapasitas PLTD di wilayah Sulselra merupakan 30,9% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah Sulselra.

Page 65: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 61

Selain pembangkit konvensional, di wilayah Sulselra diperkirakan memerlukan PLTU-B dengan total kapasitas 150 MW pada tahun 2020 atau sekitar 7% terhadap total kapasitas pembangkit di wilayah Sulselra pada tahun tersebut. PLTU-B tersebut diharapkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2008. Selain PLTD dan PLTU-B, di wilayah Sulselra juga terdapat PLTG-G, PLTG-HSD, dan PLTU-M. Ketiga jenis pembangkit ini terdapat di Sulawesi Selatan dan diperkirakan kapasitasnya akan meningkat seiring dengan perkembangan kebutuhan listrik di wilayah Sulselra.

0

500

1000

1500

2000

2500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTA Sulsel PLTD PLTG-G Sulsel PLTG-HSD Sulsel

PLTU-B PLTU-M Sulsel Total Total (Liniar)

Grafik 16. Kapasitas Pembangkit Listrik dan Produksi Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Sulselra

dari Tahun 2003 s.d. 2020 5. WILAYAH PAPUA DAN MALUKU Wilayah Papua dan wilayah Maluku dalam memenuhi kebutuhan listriknya dipenuhi dari sistem kelistrikan dari masing-masing wilayah. Selama kurun waktu 17 tahun, kapasitas pembangkit listrik di wilayah Maluku diperkirakan tidak terjadi peningkatan yang berarti, namun di wilayah ini diperkirakan PLTU-Batubara 7 MW mulai tahun 2010 sudah dapat beroperasi dan dapat bersaing dengan PLTD. Kapasitas PLTD di Maluku dan Papua pada tahun 2003 mencapai 98,9% terhadap total dan menurun menjadi 44,9% pada tahun 2020. Berlainan dengan wilayah Maluku, kebutuhan listrik di wilayah Papua lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan listrik untuk wilayah Maluku. Hal tersebut disebabkan di wilayah Papua terdapat industri penambangan yang besar dan membutuhkan listrik yang relatif besar dalam proses produksinya. Kapasitas pembangkit listrik di wilayah ini selama periode tersebut diperkirakan meningkat sebesar 5% per tahun, dari 156,5 MW pada tahun 2003 dengan produksi sebesar 428,26 GWh menjadi 357 MW pada tahun 2020 dengan produksi sebesar 1.290,01 GWh. Jenis pembangkit listrik yang dioperasikan di wilayah tersebut adalah PLTA, PLTU-B, PLTP, dan PLTD, namun PLTD di wilayah ini setiap tahunnya menurun. Besarnya kapasitas pembangkit listrik dan produksi listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah Papua dan wilayah Maluku dari tahun 2003 s.d. 2020 dapat dilihat pada Grafik 17.

Page 66: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 62

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

ban

gkit (M

W)

PLTD Maluku PLTU-B Maluku PLTD Papua PLTA Papua

PLTP Papua PLTU-B Papua Total Total (Liniar)

Grafik 17. Kapasitas Pembangkit Listrik dan Produksi Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Papua dan Maluku

dari Tahun 2003 s.d. 2020

6. WILAYAH NUSA TENGGARA Kondisi wilayah Nusa Tenggara tidak jauh berbeda dengan wilayah Maluku dan Papua karena masih berada di Indonesia Bagian Timur sehingga laju kebutuhan listrik juga mempunyai kesamaan. Nusa Tenggara terbagi kedalam dua wilayah sistem kelistrikan, yaitu wilayah Nusa Tenggara Barat dan wilayah Nusa Tenggara Timur. Total kapasitas listrik di kedua wilayah Nusa Tenggara tersebut nilainya tidak jauh berbeda, begitu pula perkiraan pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik untuk kedua wilayah tersebut dari tahun 2003 hingga tahun 2020 juga tidak jauh berbeda, masing-masing tumbuh dengan laju pertumbuhan sebesar 3,7% per tahun untuk wilayah Nusa Tenggara Barat dan 3,6% per tahun untuk wilayah Nusa Tenggara Timur. Jika ditinjau dari penggunannya dengan melihat prasarana fisik dan non-fisik serta tingkat PDRB yang tersedia di kedua wilayah Nusa Tenggara, ternyata dengan kondisi yang ada, menyebabkan perkembangan industri tidak begitu mengesankan, sehingga listrik lebih banyak dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan rumah tangga dan diperkirakan peningkatan kapasitas dan produksi listrik di kedua wilayah Nusa Tenggara tersebut dipicu oleh peningkatan rasio elektrifikasi di wilayah ini.

Kapasitas pembangkit dan produksi listrik di wilayah Nusa Tenggara Barat dan wilayah Nusa Tenggara Timur selama periode tersebut, diperkirakan meningkat dari 160 MW dan 144,1 MW pada tahun 2003 dengan produksi sebesar 449,84 GWh dan 247,86 GWh menjadi 296,4 MW dan 264,9 MW pada tahun 2020 dengan produksi sebesar 933,20 GWh dan 689,51 GWh. Jenis pembangkit listrik yang dioperasikan di wilayah tersebut adalah PLTA, PLTU-B, PLTP, dan PLTD, namun PLTD di wilayah ini setiap tahunnya menurun. Besarnya kapasitas pembangkit listrik dan produksi listrik per jenis pembangkit pada sistem pembangkitan di wilayah wilayah Nusa Tenggara Barat dan wilayah Nusa Tenggara Timur dari tahun 2003 s.d 2020 dapat dilihat pada Grafik 18. Pada tahun 2003, hanya ada 2 jenis pembangkit yang terdapat di wilayah Nusa Tenggara, yaitu PLTD dengan kapasitas 302,1 MW dan PLTA (minihidro) dengan

Page 67: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 63

kapasitas 2 MW. Sejalan dengan tersedianya pasokan gas bumi (LNG) dan batubara, PLTU-B diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2008, sedangkan PLTG-G (LNG) diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2010. Selain PLTU-B dan PLTG-G, di Nusa Tenggara Timur juga diperkirakan akan beroperasi PLTP Ulumbu kapasitas 2#3 MW. Selain itu, di wilayah NTT juga diperkirakan akan dioperasikan PLTA (minihidro) sebesar 1,3 MW pada tahun 2006.

0

100

200

300

400

500

600

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kap

asita

s Pem

bang

kit (

MW

)

PLTA NTB PLTD NTB PLTG-G NTB PLTU-B NTBPLTA NTT PLTD NTT PLTP NTT PLTU-B NTTNTT PLTU-BB 7MW Total Total (Liniar)

Grafik 18. Kapasitas Pembangkit Listrik dan Produksi Listrik per Jenis Pembangkit pada Sistem Pembangkitan di Wilayah Nusa Tenggara Barat dan

Wilayah Nusa Tenggara Timur dari Tahun 2003 s.d. 2020 7. KESIMPULAN Gambaran terhadap sistem kelistrikan diluar wilayah Jawa Madura Bali (Jamali) seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya memberi kesimpulan bahwa: 1. Sistem kelistrikan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Maluku, dan

Nusa Tenggara dibedakan berdasarkan wilayah pemasaran listrik PLN. Wilayah pemasaran listrik PLN di Sumatra dibedakan menjadi 8 wilayah dan 2 kitlur, dan Kalimantan dibedakan menjadi 4 wilayah pemasaran listrik PLN, namun selain Kalimantan Barat, sistem kelistrikan wilayah Kalimantan lainnya terhubung oleh jaringan transmisi yang tersedia. Sedangkan sistem kelistrikan Pulau Sulawesi dibagi 2 wilayah, dimana setiap wilayah sistem kelistrikannya meliputi terinterkoneksi antara beberapa wilayah, yaitu Suluttenggo dan Sulselra. Wilayah Papua merupakan satu wilayah dan wilayah Maluku dibagi berdasarkan kepulauannya, yaitu Maluku Utara dan Maluku, sedangkan Nusa Tenggara terbagi kedalam dua wilayah sistem kelistrikan, yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

2. Produksi listrik untuk wilayah Sumatera diasumsikan meningkat sebesar

9,3% rata-rata per tahun selama periode 2003 s.d. 2020; wilayah Kalimantan sebesar 7,2%; wilayah Sulawesi sebesar 10,6%; wilayah Papua sebesar 7,6%; dan untuk wilayah Nusa Tenggara sebesar 5,8 %; wilayah Maluku diperkirakan konsumsi tetap atau stabil.

Page 68: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Sistem Kelistrikan Luar Jamali Tahun 2003 s.d. 2020 64

3. Analisis terhadap pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik pada wilayah di luar Jamali, terlihat bahwa pusat-pusat kebutuhan dan pembangkitan listrik ada pada beberapa wilayah, seperti Sumatera Utara dan Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

DAFTAR PUSTAKA 1. BPPT. Output Model MARKAL. Juni. 2005. 2. DESDM. Rencana Umum Katenagalistrikan Nasional 2004-2013. 2004. 3. DJLPE. Statistik Ketenagalistrikan dan Energi Tahun 2003. Jakarta 2003. 4. Hardiv Harris Situmeang. The Role of PLN in Electric Power Sector

Development, Paper presented at the workshop on Power Sector Development in Indonesia (IDE - JETRO), Jakarta. Pebruari 2001.

5. PT. PLN. Rencana Penyediaan Tenaga Listrik Luar Jawa-Madura-Bali 2003-

2010. Jakarta. September 2003. 6. PT. PLN. Statistik PLN 2002 dan 2003. Jakarta. 2003 - 2004.

Page 69: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 65

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA

PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

Indyah Nurdyastuti

ABSTRACT

Energy demand for various economic sectors in Indonesia is fulfilled by various energy sources, either fossil fuel or renewable energy. Energy supply from various energy sources is known as energy mix. Energy mix of one economic sector is different from other economic sector. Transportation sector is fulfilled by refined products, natural gas and electricity. Industry sector is fulfilled by refined products, coal, natural gas, electricity and biomass. Meanwhile electricity generation sector is fulfilled by refined products, coal, natural gas and renewable energy. Energy mix in electricity generation represents also energy utilization status and electricity power generation technology applied. Energy mix of Indonesia is similar to energy mix of Jawa, because most of electricity is generated in Jawa. Percentage of diesel oil and fuel oil utilization for electricity generation is going down, they are substituted by other type of energy such as coal and natural gas.

1. PENDAHULUAN Konsumsi listrik nasional tahun 1990 s.d. tahun 2002 meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 10% pertahun dari 27,7 TWh (1990) menjadi 87,1 TWh (2002). Sejalan dengan hal tersebut, produksi listrik PLN meningkat dari 23,29 TWh pada tahun 1990 menjadi 89,29 TWh atau meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 8,8% per tahun. Produksi listrik PLN tersebut memerlukan bahan bakar fosil dan bahan bakar terbarukan sebesar 72,27 Juta SBM pada tahun 1990 menjadi 178,69 Juta SBM pada tahun 2002 atau rata-rata meningkat sebesar 7,8% per tahun. Jenis bahan bakar yang digunakan oleh pembangkit listrik yang mengalami peningkatan tertinggi selama periode tersebut adalah bahan bakar gas bumi, yaitu sebesar 27,8% per tahun, kemudian diikuti pemakaian panasbumi yang mengalami peningkatan sebesar 15,1%, batubara sebesar 10,1%, minyak solar sebesar 9,5%, dan tenaga air sebesar 2,7%. Adapun pemakaian minyak diesel dan minyak bakar untuk pembangkit listrik selama kurun waktu 12 tahun

Page 70: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 66

tersebut menurun masing-masing dengan angka pertumbuhan sebesar -3,3% dan -1% per tahun. Penurunan pemakaian minyak diesel ini terutama terjadi di pulau Jawa dan Sumatera dimana di kedua wilayah tersebut telah terdapat jaringan transmisi, sehingga diperlukan pembangkit dengan kapasitas besar dalam memenuhi kebutuhan listriknya. Kebutuhan listrik pada beban puncak di Jawa dan Sumatera saat ini sebagian besar dipenuhi oleh PLTG dan PLTGU, dan sebagian kecil oleh PLTD dan tenaga air. Meskipun pemanfaatan panasbumi dan tenaga air sebagai bahan bakar pembangkit listrik selama kurun tahun 1990 s.d. 2002 meningkat cukup signifikan, pemakaian energi baru dan terbarukan selama kurun waktu tersebut masih belum optimal. Dari potensi panasbumi yang sebesar 27 GW baru dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik sebesar 800 MW atau sekitar 3%, sedangkan tenaga air dengan potensi sebesar 75 GW baru dimanfaatkan sebesar 4,2 GW atau sekitar 5,6%. Belum optimalnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan disebabkan energi baru dan terbarukan belum kompetitif dibandingkan dengan energi konvensional. Salah satu sebab kurang berkembangnya pemanfaatan energi baru dan terbarukan sampai saat ini adalah harga listrik yang dibangkitkan dari energi baru dan terbarukan antara lain, PLTN, PLTS, PLTB, PLTMH serta PLT energi terbarukan lainnya, masih lebih tinggi daripada yang dibangkitkan dengan energi fosil. Hal ini disebabkan oleh biaya konstruksi per KW pembangkit listrik energi terbarukan cukup tinggi, dan disamping itu pembangkit listrik tenaga air dan panasbumi biasanya terletak jauh dari pusat kebutuhan yang menyebabkan biaya transmisi dan distribusi menjadi lebih mahal. Selama periode tersebut, belum terdapat PLTN di Indonesia. Pemanfaatan PLTN biasanya dalam kapasitas pembangkit yang besar, karena pembangkit tenaga nuklir merupakan pembangkit beban dasar dengan biaya investasi yang tinggi, tetapi dibarengi dengan biaya bahan bakar yang rendah. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa PLTN hanya mungkin dibangun di Jawa karena beban listrik di Jawa jauh lebih tinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan listrik dikemudian hari yang diperkirakan dapat tumbuh rata-rata 6,5% per tahun hingga tahun 2020, maka pemanfaatan energi sebagai bahan bakar pembangkit listrik juga akan meningkat. Untuk itu, diperlukan analisis jumlah dan jenis bahan bakar yang diperlukan pembangkit listrik. 2 POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI PADA

PEMBANGKIT LISTRIK SAAT INI 2.1 Potensi Sumberdaya Energi Pada tahun 2002, total cadangan minyak bumi nasional mencapai sekitar 9,75 milyar barel minyak (billion barrel oil) dengan cadangan terbukti hanya sekitar

Page 71: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 67

4,72 miliar barel. Pada tahun yang sama, produksi minyak bumi nasional mencapai 455,6 juta barel, sehingga rasio antara cadangan terbukti dan produksi adalah sebesar 10 tahun. Keterbatasan cadangan minyak bumi yang dibarengi dengan peningkatan harga BBM menyebabkan pemanfaatan BBM sebagai bahan bakar pembangkit listrik mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pemanfaatan BBM lebih diarahkan pada wilayah-wilayah yang belum tersedia jaringan transmisi atau pada wilayah yang terisolasi. Pada wilayah yang yang sudah tersedia jaringan transmisi, pemanfaatan BBM hanya sebagai bahan pengganti ketika alokasi gas bumi dan batubara belum tersedia. Sumberdaya gas bumi cukup signifikan mencapai 178 TCF pada tahun 2002 dengan cadangan terbukti (R) sebesar 91,17 TCF. Hanya sekitar 6,6% sumberdaya gas bumi tersebut terdapat di Jawa, selebihnya terdapat di Sumatera (24,5%), Natuna (30,8%), Kalimantan Timur (25%), Papua (10,9%), dan Sulawesi (2,3%). Tingkat produksi (P) gas bumi pada tahun 2002 adalah sekitar 3 TCF, sehingga R/P mencapai 30 tahun. Jumlah cadangan gas yang relatif besar menyebabkan pemanfaatan gas bumi pada pembangkit listrik meningkat cukup pesat. Jenis pembangkit yang menggunakan gas bumi adalah PLTGU dan PLTG. Pengoperasian PLTGU untuk memenuhi beban dasar dan menengah, sedangkan pengoperasian PLTG untuk memenuhi beban puncak. Pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar akan meningkat seiring dengan tersedianya infrastruktur pipa gas yang menghubungkan antara sisi produsen (di luar Jawa) dengan sisi konsumen (Jawa). Sumberdaya batubara pada tahun 2002 mencapai 57 miliar ton dengan cadangan terbukti sekitar 12,47 miliar ton, sedangkan perkiraan cadangan yang ekonomis untuk diproduksi mencapai 6,9 miliar ton. Dengan tingkat produksi seperti tahun 2002, yaitu sekitar 100 juta ton, cadangan tersebut akan habis dalam 69 tahun. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik diperkirakan akan terus meningkat mengingat biaya pembangkitan PLTU Batubara relatif lebih murah dibanding dengan jenis pembangkit lainnya. Kendala dari pemanfaatan batubara pada pembangkit listrik terutama di Jawa adalah ketersediaan pelabuhan penerima karena umumnya lahan di Pantura sudah ada kepemilikannya, sedangkan lahan di pantai selatan Jawa memerlukan biaya infrastruktur yang lebih mahal. Selain sumberdaya energi fosil, Indonesia juga memiliki sumberdaya energi terbarukan yang cukup besar, yaitu potensi panasbumi sebesar 27 GW, tenaga air sekitar 75 GW, sedangkan biomasa, energi surya, dan energi angin potensinya masih berlimpah. Pemanfaatan potensi panas bumi tersebut baru sekitar 800 MW atau sekitar 4%, itupun mayoritas di Jawa. Hal ini disebabkan karena sejauh ini panasbumi secara ekonomi belum layak untuk dikembangkan, terutama di wilayah luar Jawa yang sumur panasbuminya merupakan sumur basah dengan low atau medium enthalphi. Oleh karena itu, efisiensi pembangkit listrik panasbumi di luar Jawa lebih rendah dibanding di Jawa yang kebanyakan mempunyai sumur kering dengan high enthalphi.

Page 72: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 68

Energi surya di Indonesia berpotensi untuk dimanfaatkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya, mengingat intensitas radiasi rata-rata di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 4 hingga 5 kWh/m2 dan Indonesia tidak mengenal empat musim, seperti di negara-negara belahan utara dimana matahari hanya bersinar pada musim panas saja. Total kapasitas terpasang PLTS yang telah dikembangkan baru sekitar 5 MWp, yang dimanfaatkan untuk penerangan, pompa air, dan telekomunikasi. PLTS lebih merupakan pembangkit listrik individual, sehingga PLTS akan mampu bersaing dengan pembangkit lain pada wilayah yang terpencil dengan pola pemukiman yang tersebar, dimana biaya distribusi bahan bakar minyak sampai ke lokasi akan sangat mahal. Demikian juga dengan biaya distribusi dari pembangkit ke konsumen, misalnya di pulau-pulau yang terpencil, di pedalaman Kalimantan, Irian ataupun di wilayah dekat dengan puncak gunung. Oleh karena itu, pemanfaatan PLTS diperkirakan akan terus meningkat, terutama untuk memenuhi peningkatan rasio elektrifikasi pedesaan yang saat ini masih sangat rendah, yaitu sekitar 55%. Dibandingkan dengan tenaga surya, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin di Indonesia tidak begitu pesat. Hal ini disebabkan potensi angin di Indonesia kurang menjanjikan, dimana rata-rata kecepatan angin pada ketinggian 24 m sekitar 3,3 m/detik s.d. 6 m/detik. Hanya lokasi-lokasi tertentu saja terutama daerah timur Indonesia yang bisa dikembangkan dengan skala besar, seperti di Route-Kupang yang pada ketinggian 24 m mempunyai kecepatan angin sebesar 6 m/detik. Pantai selatan Gunung Kidul, Baron, DI Yogyakarta adalah salah satu daerah yang telah terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTB), tetapi kondisi angin yang tidak menentu menyebabkan PLTB ini sering berhenti beroperasi. Hal yang sama juga berlaku untuk wilayah yang lain, dimana sebagian besar mempunyai waktu mati angin yang cukup tinggi, yaitu sekitar 2 bulan atau waktu operasi 300 – 310 hari per tahun. Mengingat kondisi tersebut, sebagian kincir angin yang ada tidak difungsikan sebagai pembangkit listrik tertapi berfungsi sebagai pompa air. Hal ini karena pada saat kincir berputar, air yang dihasilkan dapat disimpan di dalam tanki atau tandon penyimpanan sehingga dapat terus dimanfaatkan walaupun angin mati, sedangkan bila untuk membangkitkan listrik akan diperlukan accu dengan kapasitas yang sangat besar sehingga tidak mungkin dapat dilaksanakan. Sistem yang layak dan telah diterapkan di beberapa wilayah ialah sistem hibrid, yaitu kombinasi antara beberapa jenis pembangkit, seperti PV–diesel, bayu–diesel atau bayu–PV–diesel. Dengan hibrid, maka pada saat ada angin, diesel tidak dioperasikan, dan saat mati angin diesel diaktifkan, sedangkan waktu siang hari dimana beban kicil atau kosong listrik yang dihasilkan oleh PLTB dapat dipergunakan untuk memompa air. 2.2 Pemanfaatan Bahan Bakar Pemanfaatan bahan bakar untuk pembangkit listrik selama tahun 1990 s.d. tahun 2002 ditunjukkan pada Tabel 1, sedangkan pangsa kebutuhan bahan bakar menurut jenis ditunjukkan pada Grafik 1. Pemanfaatan bahan bakar selama tahun 1990 s.d. tahun 2002 meningkat rata-rata 7,9% per tahun dari 70,15 juta SBM tahun 1990 menjadi 174,73 juta SBM tahun 2002. Pada periode tersebut pemakaian bahan bakar fosil pada pembangkit listrik meningkat, dimana peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pemanfaatan batubara

Page 73: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 69

dan gas alam, sedangkan pemakaian bahan bakar minyak terutama minyak diesel/solar dan minyak bakar terutama di pulau Jawa menurun. Pemanfaatan bahan bakar minyak khususnya minyak diesel/solar untuk pembangkit listrik masih dominan di luar Jawa. Hal ini disebabkan sebagian besar wilayah di luar Jawa belum terhubung dengan jaringan transmisi. Disamping itu, dominasi pengunaan listrik di luar Jawa adalah untuk penerangan sehingga beban listrik di siang hari (off-peak) sangat rendah dibanding di malam hari (peak). Kondisi ini menyebabkan tidak mungkin membangun pembangkit listrik skala besar, seperti PLTU batubara dan lain-lain. Peningkatan penggunaan bahan bakar terbesar adalah gas bumi dari 0,01 BCF pada tahun 1990 menjadi 0,19 BCF pada tahun 2002. Konsumsi gas bumi bahkan pernah mencapai 0,25 BCF pada tahun 1996. Penurunan konsumsi gas bumi disebabkan terjadinya depleted cadangan pada beberapa lapangan gas, sehingga pasokan gas ke pembangkit terbatas. Peningkatan pemanfaatan gas bumi terutama dibutuhkan sebagai bahan bakar PLTGU. Kapasitas PLTGU selama kurun waktu tersebut mengalami peningkatan dari 0 GW pada tahun 1990 menjadi 6,86 GW pada tahun 2002. Kapasitas PLTGU pada tahun 2002 hampir sama dengan kapasitas PLTU Batubara, namun pangsa kebutuhan gas bumi pada tahun 2002 hanya sekitar 19% terhadap total konsumsi bahan bakar. Pangsa bahan bakar tertinggi adalah konsumsi bahan bakar batubara yang mencapai 33% pada tahun 2002. Selama kurun waktu 1990 s.d. 2002, konsumsi batubara meningkat dari 4,4 juta ton menjadi 14,05 juta ton, sedangkan kapasitas PLTU-B meningkat dari 3,4 GW menjadi 6,9 GW. Tingginya konsumsi batubara karena PLTU-Batubara mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, namun pengembangan PLTU-B secara besar-besaran, terutama di Pulau Jawa dikhawatirkan terbentur masalah ketersediaan lahan dan lokasi untuk pelabuhan penerima batubara. Untuk mengatasi kendala tersebut, dapat dilakukan dengan jalan mengembangkan PLTU batubara di Sumatera Selatan dan mentransmisikan listriknya ke pulau Jawa melalui kabel bawah laut. Pemanfaatan bahan bakar terbarukan khususnya tenaga air dan panasbumi selama tahun 1990 s.d. tahun 2002 cukup signifikan, sehingga pangsa konsumsi tenaga air dan panasbumi pada tahun 2002 mencapai 24% terhadap total konsumsi bahan bakar untuk pembangkit listrik. Pada periode tersebut, kapasitas PLTA dan PLTP meningkat dari 2,1 GW ke 3,16 GW untuk PLTA dan dari 0,14 GW ke 0,8 GW untuk PLTP. Tingginya kapasitas kedua jenis pembangkit energi terbarukan tersebut berlangsung terutama di pulau Jawa dan dioperasikan sebagai beban dasar dan beban menengah. Pemanfaatan bahan bakar energi baru di luar Jawa dianggap belum kompetitif karena terbatasnya kapasitas pembangkit, adanya subsidi harga BBM, dan harga jual listrik yang belum ditetapkan sesuai nilai ekonominya. Seiring dengan pengurangan subsidi harga BBM dan penetapan harga jual listrik sesuai dengan nilai keekonomiannya, diharapkan pemanfaatan pembangkit listrik berbahan bakar energi terbarukan semakin berkembang. Pemanfaatan bahan bakar energi baru juga akan berkembang ketika produksi BBM nasional terbatas.

Page 74: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 70

Tabel 1. Besarnya Pemakaian Bahan Bakar Fosil untuk Pembangkitan Listrik Tahun 1990 s.d. Tahun 2002

Batubara

Minyak Solar

Minyak Diesel

Minyak Bakar

Gas Alam Hydro Panas Bumi

Total Tahun

(Juta Ton)

(Juta KL)

(Juta KL)

(Juta KL)(Juta

MMSCF) (Juta SBM)

(Juta SBM)

Juta SBM

1990 4,42 1,56 0,06 2,59 0,01 21,68 2,19 70.151991 5,00 1,84 0,06 3,11 0,01 20,81 2,13 76.651992 5,01 2,33 0,08 3,25 0,01 24,82 2,15 84.711993 4,79 3,06 0,07 1,04 0,05 26,27 2,17 82.221994 5,53 1,88 0,05 1,87 0,16 24,48 2,60 101.051995 5,59 1,82 0,01 1,16 0,22 26,32 3,77 109.491996 7,97 2,22 0,02 1,11 0,25 26,91 4,44 127.751997 9,96 2,98 0,03 1,59 0,23 22,06 5,63 136.471998 10,63 2,86 0,03 1,25 0,22 26,91 7,44 141.181999 11,41 3,25 0,02 1,43 0,24 25,97 7,50 150.402000 13,14 3,14 0,02 1,86 0,23 25,11 9,18 158.632001 14,03 3,58 0,03 1,79 0,22 29,38 11,80 169.662002 14,05 4,63 0,04 2,30 0,19 29,84 11,80 174.73

Pertb. %/th 10,12 9,49 -3,61 -0,97 25,26 2,70 15,07 7,84

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Pang

sa K

ebut

uhan

Bah

an B

akar

Batubara Minyak Solar Minyak Diesel Minyak Bakar Gas Bumi Hydro Panas Bumi

Grafik 1. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tahun 1990 s.d. 2002

3 PRAKIRAAN KAPASITAS DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKAR

PEMBANGKIT LISTRIK 3.1 Kapasitas Pembangkit Listrik Seperti diketahui bahwa kebutuhan listrik nasional diperkirakan meningkat rata-rata 6,5% per tahun dari 91,72 TWh pada tahun 2003 menjadi 272,34 GWh pada tahun 2020. Peningkatan kebutuhan listrik tersebut memerlukan dukungan kapasitas pembangkit listrik. Menurut hasil analisis BPPT menggunakan Model MARKAL, kapasitas pembangkit listrik diperkirakan tumbuh dari 23,26 GW pada tahun 2003 menjadi 63,16 GW pada tahun 2020. Jenis pembangkit listrik terbesar pada tahun 2003 adalah PLTU-B dengan kapasitas sekitar 5,32 GW atau sekitar 23%. Peranan PLTU-B dalam memenuhi

Page 75: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 71

kebutuhan listrik pada tahun 2020 cukup siginifikan yang mencapai sekitar 24% terhadap total kapasitas pembangkit nasional atau sekitar 15,19 GW. Peningkatan kapasitas PLTU-B relatif terbatas karena dalam kajian prakiraan kapasitas pembangkit listrik nasional jangka panjang sudah mempertimbangkan kendala infrastruktur pelabuhan penerima batubara di Jawa. Selain PLTU-B, jenis pembangkit yang diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan listrik tersebut adalah pembangkit listrik berbahan bakar gas bumi, seperti PLTG dan PLTGU. Total kapasitas PLTG-G pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 11,51 GW, sedangkan kapasitas PLTGU-G mencapai 8,36 GW. Tingginya kapasitas PLTG-G dan PLTGU-G tersebut disebabkan karena dalam kajian prakiraan kapasitas pembangkit listrik nasional jangka panjang kendala pasokan gas untuk pembangkit listrik dianggap tidak ada. Namun, seperti diketahui bahwa pemanfaatan gas bumi nasional lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan sektor industri baik sebagai bahan bakar maupun sebagai bahan baku. Pemanfaatan gas bumi pada sektor industri adalah sebagai substitutor BBM. Berbeda dengan PLTU-B, PLTG-G, dan PLTGU, kapasitas PLTD diperkirakan akan meningkat relatif terbatas namun secara total pangsanya menurun. Penurunan pangsa PLTD karena semakin berkembangnya jaringan transmisi nasional, terutama di Kawasan Timur Indonesia, sehingga diperlukan pembangkit skala besar yang lebih ekonomis. Selanjutnya, pemanfaatan pembangkit listrik berbahan bakar energi terbarukan, seperti PLTP dan PLTA juga meningkat siginifikan seiring dengan isu lingkungan, ’kelangkaan’ pasokan yang dibarengi dengan peningkatan harga energi fosil. Adapun grafik kapasitas dan pangsa kapasitas pembangkit listrik tahun 2003 s.d. 2020 ditunjukkan pada Grafik 2 dan Grafik 3.

0

10

20

30

40

50

60

70

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kapa

sita

s Pem

bang

kit (

GW

)

PLTU-B Oil PP PLTD PLTGU-G/M PLTGU PLTG-G PLTG-HSD PLTG PLTA PLTP PLTK

Grafik 2. Prakiraan Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional Tahun 2003 s.d. 2020

Page 76: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 72

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Kapa

sita

s Pem

bang

kit

PLTU-B Oil PP PLTD PLTGU-G/M PLTGU PLTG-G PLTG-HSD PLTG PLTA PLTP PLTK

Grafik 3. Pangsa Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional Tahun 2003 s.d. 2020

3.2 Bauran Energi Pada Pembangkitan Tenaga Listrik Bauran energi atau sering disebut sebagai Energy Mix pada pembangkitan tenaga listrik adalah kebutuhan berbagai jenis energi dalam pembangkitan tenaga listrik. Penggunaan Model MARKAL dalam analisis kebutuhan kapasitas pembangkit listrik jangka panjang diharapkan akan dapat memberikan gambaran kondisi bauran energi yang optimal. Untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional dengan pilihan teknologi pembangkit listrik seperti dijelaskan sebelumnya menyebabkan total kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di Indonesia selama tahun 2003 s.d. 2020 diperkirakan meningkat dari 152,11 juta SBM pada tahun 2003 menjadi 379,71 juta SBM pada tahun 2020 atau meningkat sekitar 5,5% per tahun. Peningkatan tertinggi terjadi pada tenaga air dimana selama kurun waktu tersebut pemanfaatan tenaga air rata-rata tumbuh sekitar 11% per tahun, kemudian berturut-turut diikuti gas bumi dengan laju pertumbuhan sekitar 9% per tahun, panasbumi dengan laju pertumbuhan sekitar 7% per tahun, dan batubara dengan laju pertumbuhan sekitar 6% per tahun. Berlainan dengan bahan bakar tersebut di atas yang dalam pemanfaatannya untuk pembangkit listrik mengalami peningkatan, pemanfaatan minyak solar dan minyak bakar pada kurun waktu yang sama justru mengalami penurunan, dimana laju penurunannya masing-masing berturut-turut adalah sekitar 5% dan 12% per tahun. Kondisi bauran energi tersebut dapat menjadi masukan kepada Pemerintah dalam menekan pemakaian BBM khususnya dalam penyediaan minyak solar dan minyak bakar untuk pembangkitan tenaga listrik. Perlu diketahui bahwa sekitar 74% dari total bahan bakar yang dimanfaatkan untuk pembangkitan tenaga listrik Indonesia, diserap oleh pembangkit listrik Jawa. Hal tersebut sangat beralasan, karena selain Jawa mempunyai jumlah penduduk dan rumah tangga terbesar dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya, juga konsentrasi kegiatan yang mendukung perekonomian Indonesia juga berada di Jawa. Semangat otonomi daerah akan memicu pesatnya perkembangan industri di daerah, sehingga meningkatkan kebutuhan listrik di daerah, dan selanjutnya

Page 77: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 73

akan meningkatkan pula pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik. Alasan itu yang mendasari anggapan bahwa laju peningkatan kebutuhan listrik di Luar Jawa akan lebih tinggi daripada laju peningkatan kebutuhan listrik di Jawa. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pangsa pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik Jawa terhadap total pemakaian listrik di Indonesia. Besarnya kebutuhan bahan bakar dan pangsanya untuk pembangkit listrik di Indonesia tahun 2003 s.d. 2020 ditunjukkan pada Grafik 4 dan Grafik 5.

0

80

160

240

320

400

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pem

aka

ian B

ahan

Bak

ar

Di P

L In

dones

ia (Ju

ta S

BM

)

Batubara Diesel Fuel Oil Gas Hydro Panas Bumi Biomasa

Grafik 4. Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik Indonesia Tahun 2003 s.d. 2020

01020

3040506070

8090

100

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020Pangsa

Kebutu

han B

ahan B

aka

r (%

)

Batubara Diesel Fuel Oil Gas Hydro Panas Bumi Biomasa

Grafik 5. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik Indonesia

Tahun 2003 s.d. 2020 3.2.1 Kebutuhan Bahan Bakar di Jawa Kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di Jawa pada tahun 2003 mencapai 74% terhadap total kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit nasional, selanjutnya pada tahun 2020 menurun menjadi 64%. Penurunan pangsa kebutuhan bahan bakar di Jawa disebabkan karena adanya pasokan listrik dari PLTU Mulut Tambang di Sumatera Selatan dan pesatnya pertumbuhan kebutuhan listrik di luar Jawa. Meskipun pangsa kebutuhan bahan bakar di Jawa menurun, namun kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di Jawa meningkat rata-rata 4,6% per tahun selama kurun waktu tersebut.

Page 78: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 74

Pola pemakaian jenis bahan bakar di Jawa pada tahun 2003 sama seperti di Indonesia, karena pada saat ini hampir seluruh pembangkit listrik skala besar terdapat di Jawa, sehingga urutan pemakaian jenis bahan bakar di Jawa sama seperti Indonesia, walaupun besarnya berbeda. Gambaran kebutuhan bahan bakar dan pangsa pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik di Jawa tahun 2003 s.d. 2020 ditunjukkan pada Grafik 6 dan Grafik 7.

0

50

100

150

200

250

300

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Kebu

tuha

n B

ahan

Baka

r (J

uta S

BM

)

Batubara Diesel Fuel Oil Gas Hydro Panas Bumi

Grafik 6. Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik di Jawa Tahun 2003 s.d. 2020

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pang

sa K

ebutu

han

Baha

n B

aka

r

Batubara Diesel Fuel Oil Gas Hydro Panas Bumi

Grafik 7. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar Per Jenis Di Jawa Tahun 2003 s.d. Tahun 2020

3.2.2 Pangsa Pemakaian Jenis Bahan Bakar terhadap Total Pemakaian

Bahan Bakar di Indonesia dan Jawa Pada tahun 2003, urutan pangsa pemakaian bahan bakar di pembangkit listrik di Indonesia dan di Jawa dari mulai yang tertinggi hingga yang paling rendah adalah batubara, gas bumi, minyak bakar, tenaga air, minyak diesel/solar, panasbumi, dan biomasa, namun pemakaian biomasa untuk pembangkit listrik di Jawa hampir tidak ada. Biomasa biasanya banyak dimanfaatkan pada pembangkit listrik di wilayah yang mempunyai industri perkayuan. Pada tahun 2020, pola pemanfaatan bahan bakar untuk pembangkitan listrik baik di Indonesia maupun di pulau Jawa agak mengalami perubahan dimana urutan

Page 79: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 75

pangsa pemanfaatan jenis bahan bakar berturut-turut adalah gas bumi, batubara, hidro, panasbumi, minyak diesel/solar, dan minyak bakar. Dominasi gas bumi dalam pembangkitan listrik dimungkinkan dengan akan dibangunnya jaringan pipa gas bumi dari Sumatera ke Jawa, beroperasinya Blok Cepu, serta kemungkinan instalasi jaringan pipa gas Kalimantan ke Jawa. Gambaran pangsa pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik di Indonesia Tahun 2003 dan 2020 ditunjukkan pada Grafik 8, sedangkan pangsa pemakaian bahan bakar untuk pembangkit listrik di Jawa Tahun 2003 dan 2020 ditunjukkan pada Grafik 9.

2003

13%20%

3%21%

9%34%0%

Batubara

Diesel

Fuel Oil

Gas

Hydro

Panas Bumi

Biomasa

2020

35%

2%

37%

4% 0%

1%

21%

Grafik 8. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik Indonesia

Tahun 2003 dan 2020

2003

4%21%

7% 4%40%24%

BatubaraDieselFuel OilGasHydroPanas Bumi

2020

36%

0%45%

14%4%

1%

Grafik 9. Pangsa Pemakaian Bahan Bakar Untuk Pembangkit Listrik di Jawa

Tahun 2003 dan 2020 Selama kurun waktu 12 tahun dari tahun 1990 s.d. 2002 pemakaian bahan bakar gas untuk pembangkit listrik mengalami peningkatan tertinggi, yaitu sebesar 25,3% per tahun, kemudian diikuti pemakaian bahan bakar batubara, sedangkan pemakaian minyak diesel/solar dan minyak bakar untuk pembangkit listrik selama kurun waktu yang sama mengalami penurunan. Penurunan pemakaian minyak diesel/solar dan minyak bakar pada pembangkit listrik umumnya berlangsung di luar Jawa dan penurunan ini dapat menunjukkan keberhasilan Pemerintah dalam diversifikasi pemakaian bahan bakar untuk mengurangi atau menggantikan BBM.

Page 80: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 76

Kondisi tersebut berlanjut pada kurun waktu 17 tahun mendatang, yaitu dari tahun 2003 s.d. 2020, dimana pangsa pemanfaatan minyak diesel/solar dan minyak bakar di Indonesia untuk pembangkitan listrik terus mengalami penurunan, dengan pangsa pemanfaatan minyak diesel/solar dari 13% menjadi 2% dan minyak bakar dari 20% menjadi 1%. 3.2.3 Kebutuhan Bahan Bakar di Luar Jawa Kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di luar Jawa diperkirakan meningkat rata-rata 7,6% per tahun dari 38,96 juta SBM pada tahun 2003 menjadi 135,98 juta SBM pada tahun 2020. Peningkatan kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di luar Jawa lebih tinggi daripada Jawa, sehingga pangsa bahan bakar di luar Jawa pada tahun 2020 meningkat menjadi 35,8% terhadap total konsumsi bahan bakar untuk pembangkit listrik nasional yang pada tahun 2003 baru mencapai 25,6%. Grafik kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di luar Jawa tahun 2003 s.d. tahun 2020 dan pangsanya ditunjukkan pada Grafik 10 dan Grafik 11. Pada tahun 2003, pangsa kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di luar Jawa masing-masing adalah minyak solar/diesel sebesar 41,5%, batubara sebanyak 16%, minyak bakar sejumlah 14,7%, tenaga air sebesar 14%, gas bumi sebanyak 12,7%, dan panasbumi sejumlah 1,1%. Pangsa kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik pada tahun 2020 akan bergeser dimana kebutuhan BBM berupa minyak solar dan minyak bakar pangsanya akan menurun menjadi 6% dan 0,1% atau mengalami penurunan rata-rata 3,9% per tahun untuk minyak solar/diesel dan 22,4% untuk minyak bakar. Penurunan pangsa BBM tersebut akan diiringi dengan peningkatan kebutuhan bahan bakar non-BBM dengan pangsa yang bervariasi, masing-masing batubara sebanyak 33,4%, gas bumi sejumlah 24,5%, tenaga air sebesar 33%, panasbumi sebanyak 2,8%, dan biomasa sejumlah 0,1%. Penurunan kebutuhan BBM untuk pembangkit listrik disebabkan oleh lebih mahalnya harga BBM, tersedianya jaringan transmisi, dan terbatasnya pasokan BBM. Peningkatan kebutuhan batubara terutama berlangsung di hampir seluruh wilayah di luar Jawa mengingat pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar PLTU-B akan menghasilkan biaya produksi listrik yang relatif lebih murah dibanding bahan bakar lainnya. Peningkatan pemanfaatan gas bumi sebagai bahan bakar pembangkit listrik akan berlangsung pada wilayah yang terdapat lapangan gas bumi, seperti di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Pemanfaatan gas bumi berupa LNG untuk pembangkit listrik juga akan berlangsung pada wilayah-wilayah yang tidak mempunyai dan lokasinya jauh dari sumberdaya energi, seperti Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara. Pemanfaatan panasbumi diperkirakan akan berlangsung pada wilayah Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Peningkatan pemanfaatan PLTA umumnya akan berlangsung pada wilayah Sumbagsel, S2JB (Sumatera Selatan-Jambi-Bengkulu), dan Sulawesi Selatan, serta dalam jumlah yang terbatas (PLTM) terjadi di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua.

Page 81: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 77

0

20

40

60

80

100

120

140

160

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Keb

utuh

an B

ahan

Bak

ar (Ju

ta S

BM

)

Batubara Diesel Fuel Oil Gas Hydro Panas Bumi Biomasa

Grafik 10. Kebutuhan Bahan Bakar untuk Pembangkit Listrik di Luar Jawa Tahun 2003 s.d. 2020

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Pan

gsa

Keb

utuh

an B

ahan

Bak

ar

Batubara Diesel Fuel Oil Gas Hydro Panas Bumi Biomasa

Grafik 11. Pangsa Kebutuhan Bahan Bakar Per Jenis di Luar Jawa Tahun 2003 s.d. Tahun 2020

4. KESIMPULAN Dari gambaran tentang analisis pemanfaatan energi pada pembangkit listrik nasional dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara umum, pola pemakaian jenis bahan bakar di Indonesia sama seperti

di Jawa, karena produksi listrik di Jawa mencapai 75% terhadap produksi listrik nasional. Dapat dikatakan bahwa dengan telah tersedianya jaringan transmisi tegangan tinggi di Jawa, hampir seluruh pembangkit listrik berskala besar dipasang di Jawa.

2. Dalam periode tahun 2003 s.d. 2020, pemanfaatan minyak diesel/solar dan

minyak bakar di Indonesia untuk pembangkitan listrik terus mengalami penurunan, dengan laju penurunan berturut-turut 11,6% per tahun dan 5,6% per tahun, sementara untuk pulau Jawa pada kurun waktu yang sma laju penurunannya adalah minyak diesel/solar sebesar 2,8% per tahun dan minyak bakar sebesar 11,8%.

Page 82: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

Analisis Pemanfaatan Energi pada Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia 78

3. Pada awal tahun 2003, hampir seluruh potensi tenaga panasbumi di Jawa telah dimanfaatkan, sehingga wilayah Jawa merupakan wilayah yang memanfaatkan panasbumi terbesar di Indonesia.

4. Hasil kajian menunjukkan bahwa pangsa batubara di Jawa yang

sebelumnya mendominasi pembangkitan listrik dari tahun 2003 sampai tahun 2020 menurun, dan peranannya digantikan oleh gas alam dimana pangsanya dalam pembangkitan listrik tahun 2003 sebesar 24% menjadi 45% pada tahun 2020. Penurunan pangsa batubara tersebut karena adanya kendala keterbatasan infrastruktur pelabuhan batubara di Jawa.

5. Kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di luar Jawa diperkirakan

meningkat rata-rata 7,6% per tahun dari 38,96 juta SBM pada tahun 2003 menjadi 135,98 juta SBM pada tahun 2020. Peningkatan kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di luar Jawa lebih tinggi daripada Jawa, sehingga pangsa bahan bakar di luar Jawa pada tahun 2020 meningkat menjadi 35,8% terhadap total konsumsi bahan bakar untuk pembangkit listrik nasional yang pada tahun 2003 baru mencapai 25,6%.

DAFTAR PUSTAKA 1. BPPT. Hasil Run Model MARKAL. Perencanaan Kelistrikan. Desember 2005. 2. BPPT-PLN. Studi Assessment Bahan Bakar dan Arah Teknologi Pembangkit

Masa Depan. Laporan Akhir. Jakarta. Juni 2005. 3. Koordinator Bidang Teknologi Energi BPPT. Evaluasi dan Kajian Bidang

Teknologi Energi BPPT. 2003. 4. PT. PLN. Statistik PLN. 1990 – 2002.

Page 83: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

79

Perbandingan Biaya Pembangkitan Pembangkit Listrik di Indonesia

La Ode Muh. Abdul Wahid

ABSTRAK

Dalam pemenuhan kebutuhan tenaga listrik akan diinstalasi berbagai jenis pembangkit listrik sesuai dengan potensi sumberdaya energi yang dimiliki dan karakteristik pembangkit itu. Pemilihan dan penentuan jenis pembangkit yang dipilih akan memerlukan penggunaan model yang mampu untuk mengolah dan menganalisis berbagai data masukan. Pada buku ini disampaikan hasil analisis yang menggunakan model Markal (Market Allocation) yang terintegrasi dengan matrix generator GAMS. Sebagai salah satu masukan yang penting pada model adalah biaya dari pembangkit listrik, baik biaya investasi, maupun operasi dan perawatan. Pada bagian ini dijelaskan perbandingan biaya investasi serta operasi dan perawatan, termasuk bahan bakar dari berbagai pembangkit yang akan dioperasikan di Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Pulau Lain di Indonesia.

1. PENDAHULUAN

Pada saat ini dan dimasa mendatang Indonesia menginstalasi berbagai jenis pembangkit listrik dengan kapasitas, produksi, efisiensi, waktu umur, lamanya beroperasi, jenis bahan bakar, dan saat beroperasi yang berbeda pula. Besarnya kapasitas, efisiensi, waktu umur, lamanya beroperasi, jenis bahan bakar, dan saat beroperasi tergantung dari jenis teknologi pembangkit listrik yang dipilih. Jenis teknologi pembangkit listrik akan berpengaruh terhadap harga pembangkit listrik (biaya investasi), biaya operasi dan perawatan, dan biaya pengeluaran bahan bakar yang selanjutnya akan mempengaruhi terhadap besarnya biaya pembangkitan. Pada umumnya pembangkit listrik berbahan bakar fosil di pulau Jawa seperti Pembangkit listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU-B), PLTU-Minyak, PLTU-Gas, Gas Combined Cycle, dan PLTG berkapasitas besar, antara 50-600 MW, namun ada beberapa pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang berkapasitas lebih rendah dari 50 MW, seperti PLTD dan lain-lain. Sedangkan pembangkit listrik berbahan bakar non fosil, kecuali Pembangkit listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) mempunyai kapasitas rendah. Di luar pulau Jawa pola pembangkitan berbeda dimana sebagian besar pembangkit listrik berbahan bakar fosil berturut-turut adalah PLTD,

Page 84: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

80

PLTG-Minyak dan Gas dan PLTU-Batubara, sedangkan pembangkit listrik energi terbarukan berturut-turut adalah PLTA, dan PLTP. Pada tahun 2003, total kapasitas terpasang pembangkit listrik PLN di Indonesia termasuk pembangkit listrik PT Indonesia Power, PT PJB, dan P3B pada tahun 2003 adalah sebesar 21,61 GW. Dari total kapasitas tersebut, 23% dari total kapasitas terpasang berasal dari PLTU-Batubara, 5% dari total kapasitas terpasang berasal dari PLTU-Minyak, 5% dari total kapasitas terpasang berasal dari PLTU-Gas, 13% dari total kapasitas terpasang berasal dari Combined Cycle minyak, 19% dari total kapasitas terpasang berasal dari Gas Combined Cycle, 5% dari total kapasitas terpasang berasal dari High Speed Diesel (HSD) Gas Turbin, 1% dari total kapasitas terpasang berasal dari Gas Turbin, 13% dari total kapasitas terpasang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 15% dari total kapasitas terpasang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan dari total kapasitas terpasang berasal dari 2% Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pemilihan jenis teknologi pembangkit listrik tersebut selain didasarkan pada kebutuhan operasinya, tersedianya bahan bakar secara berkesinambungan juga didasarkan pada harga keekonomiannya. PLTU-Batubara dan PLTP dioperasikan pada beban dasar, pembebanannya rata sepanjang hari, mempunyai waktu strart dan stop yang lama dengan variabel cost yang rendah, sedangkan PLTGU (Gas Combined Cycle) dapat dioperasikan pada beban dasar dan beban menengah, pembebanannya rata sepanjang hari atau sedikit bervariasi mengikuti permintaan, mempunyai waktu strart dan stop yang lama dengan variabel cost yang rendah, PLTG dioperasikan pada beban puncak, pembebanannya bervariasi dan dioperasikan hanya beberapa jam dalam satu hari, mempunyai waktu strart dan stop yang cepat dengan variabel cost tinggi, sedangkan PLTA dioperasikan pada beban dasar, beban menengah, dan beban puncak tergantung storage dan kondisi air serta mempunyai waktu strart dan stop yang cepat dengan variabel cost yang sangat rendah. Dalam melaksanakan perencanaan energi, khususnya perencanaan kelistrikan, dipergunakan model Markal (Market Allocation), yaitu suatu model yang mengatur penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi. Dalam perencanaan energi atau kelistrikan akan diperlukan bermacam-macam data masukan, termasuk kebutuhan energi, potensi sumberdaya energi, ekspor maupun impor energi, teknologi serta parameter-parameter lainnya. Prinsip dasar model adalah membandingkan dan memilih teknologi dan sumber energi yang memenuhi fungsi obyektif biaya energi minimum.

Page 85: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

81

Mengingat pada dasarnya pemilihan setiap jenis teknologi pembangkit listrik didasarkan pada harga keekonomiannya, maka dalam buku ini dibahas biaya pembangkitan pembangkit listrik yang ada di Indonesia sebagai masukan pada model Markal. 2. Data Masukan Pada Model Markal Seperti yang diulas sedikit pada pendahuluan model Markal adalah suatu model optimasi dalam perencanaan penyediaan energi. Model ini merupakan program linier, dan menggunakan perangkat lunak GAMS sebagai matrix generator. Mengingat model Markal bersifat demand driven atau kebutuhan energi harus dipenuhi oleh penyediaannya, maka selalu dibuka peluang untuk ekspor atau impor energi. Data yang dibutuhkan oleh model Markal adalah sangat terperinci, antara lain data kebutuhan energi, data jenis dan potensi sumber energi, dan teknologi, baik teknologi pengguna (demand devices), proses, konversi, transportasi, transmisi, distribusi dan lain-lain. Seluruh teknologi harus dilengkapi dengan data keekonomiannya, seperti biaya investasi, operasi dan perawatan, bahan bakar, pengangkutan bahan bakar dan lain-lain. Model Markal dapat dikembangkan untuk berbagai fungsi obyektif dengan sehingga periode pemantauan yang cukup lama maksimum 29 periode dimana lama periode dapat disesuaikan sesuai keinginan. Dalam beberapa kasus diambil lama periode 5 tahun, tetapi dalam kasus lain diambil 1 tahun per periode. Khusus untuk perencanaan kelistrikan yang disampaikan pada buku ini, kebutuhan energi listrik disusun berdasarkan rencana PLN dalam RUKD (Rencana Umum Kelistrikan Nasional) antara 2000 – 2013. Angka pertumbuhan selama 13 tahun ini serta perkiraan pertumbuhan wilayah dianalisis untuk menghitung pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik dari tahun 2013 sampai tahun 2020. Model ini juga memerlukan masukan berbagai jenis teknologi pembangkit, mulai dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batubara- Minyak, pembangkit listrik tenaga gas turbin (PLTG) Gas dan Minyak, Photovoltaik (PLTS), dan lain-lain. Didalam model Markal kebutuhan energi diutamakan dalam bentuk useful energi yaitu satuan energi yang merupakan kebutuhan akhir dari konsumer, misalnya pada rumah-tangga diperlukan 5000 Kcal untuk memasak yang berarti memerlukan 5000 Kcal untuk merebus air, menggoreng dan lain-lain dan bukan energi final seperti memerlukan 5000 Kcal minyak tanah.

Page 86: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

82

Hal ini adalah agar model Markal dapat memilihkan teknologi yang optimum untuk digunakan pada sektor tersebut, karena setiap teknologi mempunyai biaya dan efisiensi penggunaan energi yang berbeda. Walaupun demikian tidak seluruh kebutuhan akan dapat dipenuhi secara demikian, misalnya transportasi udara akan membutuhkan Aftur sebagai bahan bakar dan tidak mungkin digantikan bahan bakar lain, untuk teknologi yang tidak dapat dikompetisikan ini diberikan berupa energi final. Pemakaian energi final juga dilakukan bila data yang tersedia kurang lengkap, misalnya tidak adanya data tentang proses produksi industri di Sumatera yang menyebabkan sulitnya memperhitungkan kebutuhan akan panas secara langsung (tungku peleburan, pemanasan dan lain-lan) maupun secara tidak langsung dengan ketel uap atau boiler. Secara umum aliran perencanaan energi dibagi dalam tiga subsistem besar yaitu sumberdaya energi primer, energi final serta kebutuhan energi terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Aliran Perencanaan Energi

Ketiga subsistem tadi dihubungkan dengan transportasi, transmisi dan distribusi. Sumberdaya energi primer terdiri dari energi fosil, seperti minyak dan gas bumi, batubara, dan gambut, serta energi terbarukan seperti angin, ombak, surya, hidro, panas bumi dan lain-lain. Energi final terdiri dari bahan bakar minyak (BBM), listrik, batubara, kayu bakar dan lain-lain, sedangkan kebutuhan energi terdiri dari kebutuhan akan panas, penerangan, dan mekanis dari sektor rumah-tangga, industri, transportasi, komersial dan Pemerintah. Proses transformasi dan konversi terdiri dari kilang minyak, pencairan batubara, proses briket batubara, pembangkitan listrik dan lain-lain. Teknologi pemakai akhir (demand devices) terdiri dari peralatan pemakai energi seperti, kompor, tungku, lampu, AC dan lain-lain. Keluaran dari subsistem sumberdaya energi primer ialah sumber energi primer seperti minyak bumi, gas alam, batubara, gambut, hidro dan lain-lain, sementara masukannya ialah produksi sumberdaya energi primer domestik, impor maupun ekspor sumberdaya energi primer.

Page 87: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

83

Keluaran subsistem transformasi dan konversi adalah berbagai sumber energi final, seperti bahan bakar minyak, batubara, briket batubara, gas alam, listrik dan lain-lain, sementara masukan pada subsistem ini adalah sumber energi primer seperti diatas. Energi final ini merupakan bahan bakar pada teknologi pemakai akhir untuk mencukupi kebutuhan energi (panas, penerangan dan mekanis) pada sektor-sektor rumah-tangga, transportasi, industri, komersial dan pemerintahan. Seperti telah dikatakan terlebih dahulu model Markal mampu melaksanakan berbagai fungsi tujuan (objective function), sehingga dapat digunakan untuk menunjang atau menganalisis kebijakan pemerintah. Sebagai contoh adalah Pemerintah menentukan target bahwa dalam pembangkitan listrik pada tahun 2020 harus memanfaatkan batubara sejumlah 33% dari total energi yang digunakan. Maka dalam model diambil langkah dengan memisahkan kebutuhan listrik dengan listrik batubara sejumlah 33% yang akan dipenuhi oleh PLTU Batubara dan 67% adalah kebutuhan listrik dengan bahan bakar dan teknologi lainnya. Cara yang lain ialah dengan memberikan bound pada produksi PLTU-PLTU Batubara agar diperoleh pemakaian batubara sejumlah 33%, sehingga sisa 67% akan diperebutkan oleh jenis teknologi pembangkit lainnya. 3. Biaya Investasi, Biaya Operasi dan Perawatan Pembangkit Listrik Untuk menghitung biaya pembangkitan pada model Markal diberikan masukan atau input data berupa potensi sumber energi, biaya investasi, biaya operasi dan perawatan tetap (Fixom), biaya operasi dan perawatan variabel (Varom), biaya bahan bakar, biaya transmisi dan distribusi, transmisi dan distribusi, faktor kapasitas umur teknis (life time), suku bunga diskonto (discount rate), dan lamanya pembangunan. Lama konstruksi, jadwal pembiayaan dan besar suku bunga selama konstruksi akan memberikan penambahan biaya pada biaya investasi yang disebut bunga selama konstruksi (IDC). Besarnya biaya investas biaya, IDC, biaya tetap operasi dan perawatan, biaya tak tetap operasi dan perawatan, biaya bahan bakar, biaya pengangkutan bahan bakar dan umur teknis (life time) untuk berbagai jenis pembangkit listrik yang ada di Indonesia ditunjukkan pada Tabel1.

Page 88: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

84

Tabel 1 Biaya Investasi, Biaya Tetap dan Tak Tetap Operasi dan Perawatan,

Biaya Bahan Bakar, dan Umur Teknis (life time) Jenis

Pembangkit Listrik

Class (MW)

EPC ($/KW)

IDC ($/KW)

Total ($/KW)

Fuel Cost (cents/kWh)

Fixed O&M ($/KWM)

Var O&M ($/MWh)

Jawa Nuklir 900 1500 435 1935 0.5 2 2 PLTU-FGD 600 990 228 1218 1.22 2 1 Combined Cycle 750 500 100 600 2.18 0.67 2 Gas Turbin 150 280 28 308 5.02 1 2.5 Pump Storage 250 580 174 754 *) 0.55 - Geothermal 60 950 133 1083 2.2 2.5 0.03 Kalimantan CC66 66 823.31 162.69 986 2.1 1.2 2 G50 50 413.6 56.4 470 6.02 1.6 3 C-50 65 1078 322 1400 1.26 2 1.8 CC1H 132 1008 192 1200 2.03 1.6 2 CL1H 100 924 276 1200 1.26 2.1 2.2 Sumatra GT 100 294 56 350 5.7 0.6 3 C-1H 100 1008 192 1200 1.12 2.6 2 CC 135 735 140 875 2.13 1.2 2 C-4H 400 800.8 239.2 1040 1.06 2 2 CC4H 400 630 120 750 2.03 2 1.8 Sulawesi GT-50 50 413 56.4 470 6.02 0.89 3 C1H 100 1008 192 1200 1.21 2.2 1.8 Diesel 10 1000 200 1200 4.2 1.2 2.4 LNG 132 735 140 875 3.07 1.2 2

Sumber: Input model MARKAL Pada umumnya biaya pembangkitan listrik pada suatu pembangkit berbanding terbalik terhadap faktor kapasitas. Faktor kapasitas yang tinggi akan menyebabkan biaya pembangkitan yang rendah, demikian juga sebaliknya. Karena faktor kapasitas menggambarkan tingkat produksi listrik, meningkatnya produksi listrik akan mengurangi biaya pembangkitan listrik per satuan energi, semakin tinggi faktor kapasitas menyebabkan biaya pembangkitan akan rendah. Faktor kapasitas mendekati angka 1, menunjukkan bahwa pembangkit listrik memproduksi listrik secara maksimal pada seluruh waktu produksi (8760 jam/tahun).

Page 89: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

85

Biaya Pembangkitan - Jawa

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

45.00

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Capaci ty Factor

Cos

t (c

ent/

kWh)

Coal with FGD 600 MW Nuclear 900 MW Combined Cycle (CC) 750 MWGas Turbine (GT) 150 MW Pump Storage 250 MW Geothermal 60 MW

Grafik 1. Perbandingan Besarnya Biaya Pembangkita Listrik di Jawa

Oleh karena itu pembangkit yang beroperasi pada beban puncak dan mempunyai faktor beban rendah akan memproduksi listrik dengan biaya tinggi. Dari Grafik 1 dapat diketahui bahwa pada faktor beban yang diatas 0,4, maka biaya pembangkitan PLTU Batubara lebih murah dari PLTGU (Combined Cycle), PLTG, dan PLTP. Biaya pembangkitan PLTG akan lebih rendah dari PLTGU pada faktor beban lebih kecil dari 0,4, sedangkan pada faktor beban lebih dari 0,4 biaya pembangkitan PLTGU akan lebih rendah. Kondisi diatas menunjukkan juga bahwa PLTG dan PLTA akan lebih ekonomis kalau dioperasikan pada beban puncak saja, padahal saat ini sebagian besat PLTA dioperasikan sebagai pembangkit beban dasar. Sedangkan PLTU Batubara karena kurang fleksible dalam pengaturan daya akan lebih menguntungkan kalau dioperasikan sebagai pembangkit beban dasar. Pada faktor beban yang rendah biaya pembangkitan PLTU batubara akan sangat tinggi, tetapi faktor pembebanan diatas 0,7 biaya pembangkitannya akan lebih rendah dari PLTGU.

Page 90: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

86 86

PLTD dianggap tepat untuk dioperasikan sebagai pembangkit listrik beban puncak, walaupun biaya pembangkitan diesel dengan kapasitas beban rendah lebih mahal dibanding dengan PLTG maupun PLTGU, tetapi PLTD lebih fleksibel didalam pembebanan, mudah didalam perawatan dan mempunyai berbagai kapasitas dari kecil sampai besar. Fleksibilitas pada pembebanan ini disebabkan pada diesel ada dua hal yang dapat dilaksanakan yaitu memasang beberapa diesel pada suatu daerah, dan mesin diesel mudah diatur pembebanannya. Sebagai contoh pada wilayah yang mempunyai beban dasar 250 KW dan beban puncak 1 MW, maka akan dapat memasang 5 unit PLTD dengan kapasitas masing-masing 250 KW. Dimana pada beban dasar dioerasikan 1 unit dan pada beban puncak 4 unit sedangkan 1 unit disiapkan sebagai cadangan. Dalam studi ini terlihat bahwa baik pada faktor beban rendah maupun tinggi PLTN masih belum dapat bersaing dengan pembangkit lain. Hal ini terutama disebabkan biaya investasi PLTN adalah sangat besar, sedangkan biaya bahan bakarnya rendah, tetapi karena biaya bahan bakar pembangkit listrik lain, seperti PLTG, PLTGU, PLTU Batubara di Indonesia masih rendah, padahal biaya investasi pembangkit tersebut jauh lebih rendah dari PLTN. Berdasarkan kesimpulan diatas faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelayakan ekonomis PLTN adalah investasi dan beban bunga bank. 4. Pengembangan Jenis Pembangkit Listrik di Indonesia Mengingat Indonesia dikaruniai berbagai jenis sumberdaya energi baik energi fosil, antara lain Batubara, Minyak dan Gas Bumi, energi terbarukan, antara lain, Hidro, Panas Bumi, Surya, Angin, Ombak dan Biomasa. Pembangkit skala kecil baik energi fosil maupun terbarukan pada umumnya sangat tergantung dengan potensi sumberdaya energi yang ada pada wilayah tersebut atau disekitarnya, agar biaya bahan bakar dapat lebih rendah. Dalam buku ini disampaikan contoh proyeksi kapasitas terpasang pembangkit listrik untuk dua wilayah yang dianggap dapat mewakili wilayah-wilayah di Indonesia, yaitu Wilayah Jawa Barat – DKI Jakarta, dan wilayah Papua – Maluku. Wilayah Jawa Barat – DKI Jakarta merupakan wilayah yang sampai saat ini telah terpasang berbagai jenis pembangkit yang umumnya mempunyai kapasitas yang cukup besar. Pada wilayah ini dipasang berbagai jenis teknologi dengan memanfaatkan berbagai bahan bakar yang sangat beraneka ragam. Di wilayah ini juga dipasang/diinstall 6 unit pembangkit listrik gas uap

Page 91: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

87

(Combined Cycle) berbahan bakar minyak, gas bumi dan LNG di Cilegon. Berbeda dengan daerah luar Jawa yang mempunyai kurva beban yang jauh berbeda antara beban dasar dan beban puncak, pada wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, kurva bebannya hampir merata, demikian juga wilayah Jawa lainnya Berdasarkan hasil keluaran model MARKAL dengan fungsi obyektif biaya termurah dapat diperkirakan proyeksi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Jawa Barat, Banten, Tangerang dan DKI Jakarta dari tahun 2003 s.d. 2020, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Proyeksi Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Jawa Barat-DKI Jakarta (GW)

2003 2006 2010 2014 2018 2020

Indonesia Power Gas CC 1.921 1.921 2.671 2.671 2.671 2.6712

Muara Karang Gas CC 1.057 0.770 1.505 1.332 1.218 1.1762

Cilegon LNG CC 0 0 2.05 3.42 4.42 4.82

Tanjung Priok CC 0 0 0.211 0.211 0.211 0.211

Cilegon G CC 0 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75

Muara Tawar G CC 0 0 0.23 0.23 0.23 0.23

Indonesia Power PLTA 1.116 1.117 1.117 1.117 1.278 3.524

PLTA 0.0006 0.0006 0.0006 0.0006 0.0006 0.0006

Banten PLTD 0.006 0.006 0.006 0.006 0.006 0.0061

Indonesia Power PLTD 0.088 0.076 0.063 0.053 0.044 0.0402

Indonesia Power PLTG Gas 0.012 0.012 0.012 0.012 0 0

PLTG Gas 0 0 1.430 2.145 6.435 9.295

Indonesia Power PLTG HSD 0.533 0.628 0.495 0.407 0.950 1.5288

Ind-Pow PLTU-BB 3.558 4.158 4.158 4.758 4.758 4.758

Indonesia Power PLTU-M 0.342 0.437 0.321 0.273 0.254 0.2487

Indonesia Power PLTP 0.415 0.415 0.415 0.415 0.415 0.415

Kamojang PLTP 0 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06

Wayang Windu PLTP 0 0 0.11 0.11 0.11 0.11

Dieng PLTP 0 0 0.12 0.12 0.12 0.12

Patuha PLTP 0 0.06 0.18 0.18 0.18 0.18

JAWA BARAT-DKI 9.05 10.41 15.90 18.27 24.11 30.14Sumber: Keluaran Model MARKAL

Dalam gambaran diatas yang dirun pada skenario dasar, PLTN tidak dapat masuk kedalam sistem kelistrikan Jawa karena tidak dapat bersaing dengan pembangkit listrik lain. Berikut ini ditunjukkan pembangkitan listrik di Wilayah Papua dan Maluku sebagai contoh atau gambaran wilayah luar Jawa. Wilayah ini mempunyai karakter yang jauh berbeda dibanding dengan Jawa antara lain terdiri dari pulau-pulau yang tidak terhubung dengan jaringan transmisi, mempunyai konsentrasi penduduk dan industri

Page 92: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

88

yang rendah. Oleh karena itu bila pembangkit di Jawa rata-rata berkapasitas besar, maka di Papua dan Maluku rata-rata berkapasitas kecil. Hal ini disebabkan kondisi geografis Papua yang sangat luas tetapi mempunyai populasi yang sangat rendah, sedangkan Maluku terdiri dari pulau-pulau yang tersebar dan mempunyai popuilasi yang rendah. Diperkirakan sampai tahun 2020, jenis pembangkit yang akan dioperasikan di Papua dan Maluku terdiri dari PLTD, PLTA, PLTU Batubara dan PLTP dengan kapasitas PLTD sebesar 300 MW, PLTA sebesar 90 MW, PLTU Batubara sebesar 139 MW, dan PLTP sebesar 7,2 MW. Proyeksi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Papua Maluku dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Proyeksi Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Papua - Maluku (GW)

2003 2005 2010 2015 2020

Maluku PLTD 0.1041 0.0941 0.0733 0.0572 0.0447

Maluku Utara PLTD 0.0435 0.0412 0.0324 0.0255 0.0202

Papua PLTD 0.1531 0.1641 0.1549 0.1439 0.1276

Papua Genyem PLTA 0 0 0.0187 0.0187 0.0187

Papua PLTA 3.4 MW 0.0034 0.0102 0.0136 0.0136 0.0136

Papua Amai Minihydro 1.1 MW 0 0 0.0121 0.0484 0.0495

Papua Prafi Minihydro 1.4 MW 0 0 0.0042 0.0084 0.0084

Papua Jayapura PLTU-BB 20 MW 0 0 0 0.02 0.02

Papua PLTU-BB 7MW 0 0 0 0.014 0.112

Maluku PLTU-BB 7MW 0 0 0.007 0.007 0.007

Papua Tatui PLTP 1.2 MW 0 0 0.0024 0.0072 0.0072

To tal Maluku 0.1476 0.1353 0.1127 0.0897 0.0719

Total Papua 0.1565 0.1743 0.2035 0.267 0.3498 Pada tahun 2020, dari sejumlah 71 MW kapasitas terpasang di Maluku, 74,9 MW adalah PLTD, dan sisanya PLTU Batubara, sedangkan Papua dari kapasitas terpasang 350 MW, sejumlah 128 MW adalah PLTD, 90 MW PLTA dan 79 MW PLTU Batubara. Gambaran diatas menunjukkan kapasitas terpasang pembangkit listrik dengan bahan bakar yang merupakan bauran energi (energy mix), dimana gambaran tersebut merupakan hasil model Markal. Oleh karena itu mengingat hasil model Markal bersifat optimal maka bauran energi tersebut juga optimal, artinya pembangkit dengan biaya pembangkitan termurah akan dipilih terlebih sampai bahan bakarnya tidak mencukupi atau biaya pembangkitan menjadi lebih mahal dan tidak bersaing pada siatu waktu, kemudian dipilih pembangkit jenis

Page 93: PUSAT PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KONVERSI …

PengembanganSistem Kelistrikan Dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang

89

lain, demikian seterusnya sehingga diperoleh biaya sistem energi yang terendah. 5. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengaruh faktor beban dalam keekonomian pembangkit listrik

sangat besar. 2. Pembangkit yang mempunyai faktor beban rendah kebanyakan

beroperasi pada beban puncak, sedangkan yang mempunyai faktor beban tinggi atau mendekati angka 1, umumnya beroperasi pada beban dasar.

3. Pada faktor beban diatas 0,4, biaya pembangkitan PLTU batubara

akan lebih rendah dari PLTG, PLTGU, sedangkan dibawah 0,4 biaya pembangkitan listriknya akan lebih tinggi.

4. Pembangkitan listrik di pulau Jawa akan didominasi oleh

pemanfaatan batubara dan gas bumi. Sedangkan di luar pulau Jawa, khususnya Indonesia wilayah timur masih akan tetap didominasi PLTD dan PLTA.

KEPUSTAKAAN 1. BPPT, ”Studi Assessment Bahan Bakar dan Arah Teknologi

Pembangkit Masa Depan”, Enterim Report, Jakarta, Maret 2006. 2. Biaya Investasi Pembangkit Listrik, PLN 3. Output Model Markal Juni, 2005.