PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI...

11

Transcript of PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI...

Page 1: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.
Page 2: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

1

PERMASALAHAN/DAMPAK KEBIJAKAN DAU DINAMIS

Sistem otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia menyebabkan adanya

desentralisasi atau pemberian kewenangan ke daerah-daerah termasuk di dalamnya

desentralisasi fiskal (keuangan) dimana daerah membutuhkan sumber-sumber pendapatan

baru dan perimbangan keuangan untuk menjalankan fungsi yang ada (money follows function).

Untuk membantu mendanai kebutuhan tersebut, pemerintah pusat melaksanaan transfer

belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan. Dana perimbangan yang meliputi Dana

Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan dana

yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai amanat Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah. Dari ketiga dana tersebut, sejak tahun 2010-2018 proporsi alokasi DAU merupakan

yang terbesar dibanding dengan dana lainnya dimana hampir 60 persen transfer ke daerah di

dominasi oleh DAU. DAU bertujuan secara umum untuk memperkecil ketimpangan vertikal dan

horizontal serta bersifat block grant, sehingga dalam penggunaannya diserahkan sepenuhnya

kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan

kepada masyarakat.

A. Sekilas tentang DAU

DAU diterapkan pertama kali sejak tahun 2001. Dari tahun 2010 sampai tahun 2017

realisasi DAU selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 10,09

persen. Pertumbuhan tertinggi DAU terjadi di tahun 2012 yang disebabkan adanya peningkatan

kapasitas fiskal yang signifikan.

Gambar 1. Realisasi DAU Tahun 2010-2017

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan, Diolah

Page 3: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

2

Secara proporsi, besaran DAU untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota

masing-masing sebesar 10 persen dan 90 persen. Namun, mulai tahun 2017 porsi DAU provinsi

meningkat menjadi 14,1 persen dan DAU kabupaten/kota turun menjadi 85,9 persen. Hal ini

disesuaikan dengan adanya kebijakan pengalihan kewenangan urusan pemerintahan

kabupaten/kota ke provinsi.

Dalam pengalokasiannya, DAU menggunakan formula yang meliputi unsur Alokasi Dasar

(AD) dan Celah Fiskal (CF) yang merupakan selisih antara Kebutuhan Fiskal (KbF) dengan

Kapasitas Fiskal (KpF) sesuai dengan fungsinya sebagai instrumen pemerataan kemampuan

keuangan antardaerah. AD dihitung atas dasar persentase jumlah gaji pegawai negeri sipil

daerah (PNSD), yang mencakup gaji pokok ditambah dengan tunjangan keluarga, dan tunjangan

jabatan sesuai dengan peraturan penggajian pegawai negeri sipil, serta mempertimbangkan

penggajian dan pengangkatan calon PNSD. Sementara CF dihitung dari selisih antara kebutuhan

fiskal dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah. Dalam menentukan besaran Kebutuhan

Fiskal dan Kapasitas Fiskal didasarkan atas beberapa variabel yang digunakan.

Besaran DAU ditetapkan minimal berdasarkan persentase tertentu dari PDN

(Penerimaan Dalam Negeri) Netto. Dalam perkembangannya, kebijakan dan persentase DAU

terhadap PDN Netto mengalami perubahan mengikuti dinamika kemampuan keuangan negara

maupun kebutuhan fiskal daerah secara keseluruhan. Terkait dengan hal tersebut, rumusan

formula perhitungan DAU dalam perkembangannya pun mengalami beberapa kali penyesuaian

sebagaimana tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Perkembangan Formula DAU

Periode Perkembangan Formula

2001 - 2003 ▪ Formula perhitungan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 25

persen dari PDN Netto sesuai Pasal 7 UU No.25 tahun 1999. PDN Netto

Gambar 2. Formula Perhitungan DAU

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan

(DJPK)

Page 4: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

3

merupakan jumlah penerimaan dalam negeri bersih setelah dikurangi

dengan dana bagi hasil dan DAK yang bersumber dari dana reboisasi.

▪ DAU dihitung dengan formula kesenjangan fiskal, yaitu dengan

memperhitungkan antara kebutuhan daerah dan potensi daerah.

▪ Kebijakan hold harmless, dengan kebijakan hold harmless maka daerah-

daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi dibandingkan dengan

kebutuhan fiskalnya seperti diberi semacam “insentif” untuk menutupi

penurunan DAU-nya, sementara daerah-daerah yang mengalami

peningkatan DAU memperoleh “disinsentif” karena kenaikan DAU-nya

harus dikurangi untuk menutupi penurunan DAU pada daerah lain.

2004 - 2005 ▪ Formula perhitungan DAU ditetapkan sebesar 25,5 persen dari PDN Netto.

2006 ▪ Formula perhitungan DAU dalam APBN didasarkan kepada UU No.33 tahun

2004, yaitu ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari PDN Netto yang

ditetapkan dalam APBN.

▪ Komponen kapasitas fiskal disempurnakan menjadi alokasi dasar (AD) dan

celah fiskal (CF). Alokasi DAU berdasarkan CF tersebut merupakan

komponen ekualisasi kemampuan keuangan antardaerah, dengan

mempertimbangkan selisih kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal masing-

masing daerah.

2007 ▪ PDN Netto yang digunakan dalam formulasi DAU merupakan hasil

pengurangan antara pendapatan dalam negeri yang merupakan hasil

penjumlahan antara penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan

pajak dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada

daerah yaitu DBH, serta belanja yang sifatnya earmarked dan anggaran yang

sifatnya in-out.

2008 ▪ Kebijakan hold harmless dihapuskan dan diberlakukan kebijakan non hold

harmless. Dengan demikian, maka dimungkinkan suatu daerah menerima

DAU lebih kecil dari DAU yang diterima tahun sebelumnya karena kapasitas

fiskal yang meningkat signifikan. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan

tingkat ekualisasi antar daerah sehingga dapat memperkecil ketimpangan

fiskal antar daerah.

▪ Perhitungan alokasi DAU berdasarkan formula mulai dilaksanakan secara

penuh. Dengan demikian, maka perhitungan DAU akan menghasilkan

alternatif alokasi sebesar nol, lebih kecil, sama dengan, dan lebih besar dari

DAU tahun sebelumnya.

2009 - 2018 ▪ PDN Netto juga memperhitungkan antara lain besaran subsidi BBM, listrik,

pupuk, pangan, benih yang dihitung berdasarkan bobot/persentase tertentu

Page 5: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

4

sebagai faktor pengurang dalam rangka antisipasi dampak kenaikan harga

minyak, penciptaan stabilisasi APBN dan APBD, dengan tetap menjaga

peningkatan secara riil alokasi DAU setiap tahun.

Sumber: Nota Keuangan, Kementerian Keuangan, Diolah

Di sisi lain, dalam perkembangannya, Dana Perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum

selalu memegang proporsi yang paling besar dalam pendapatan daerah. Proporsi Dana

Perimbangan dalam postur pendapatan daerah dari tahun 2010-2017 selalu diatas 50 persen

dengan rata-rata 61,32 persen. Sementara rata-rata proporsi DAU dalam pendapatan daerah

selama tahun 2010-2017 sebesar 41 persen (gambar 3).

B. Kontribusi DAU dalam Struktur APBD

Berdasarkan data realisasi pendapatan daerah Kabupaten/Kota tahun 2006 – 2016, DAU

merupakan komponen terbesar dalam membentuk struktur pendapatan daerah pemerintah

Kabupaten/kota dengan kontribusi rata-rata mencapai 54 persen. Kondisi yang berbeda

terlihat di pemerintah Provinsi. Rata-rata kontribusi DAU terhadap pendapatan daerah

pemerintah Provinsi hanya sebesar 16,8 persen, sementara rata-rata kontribusi PAD mencapai

48,3 persen.

Gambar 3. Realisasi Penerimaan Daerah Kab/Kota, tahun 2006-2016 (dlm triliun Rp)

Sumber: BPS, data diolah

Gambar 4. Realisasi Penerimaan Daerah Provinsi, tahun 2006-2016 (dlm triliun Rp)

Page 6: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

5

Bagi pemerintah Kabupaten/kota, DAU menjadi penopang atau tumpuan utama bagi daerah

dalam membiayai pos-pos belanjanya. Keuangan daerah menjadi sangat tergantung dari alokasi

DAU yang diberikan pemerintah pusat (Tasri, 2018). Hal ini dapat menjadi permasalahan

manakala daerah memiliki program atau kegiatan yang memang diperlukan namun alokasi DAU

yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Terlebih karena pengalokasian DAU yang

menerapkan pola dinamis, sehingga besaran alokasi DAU yang akan diterima oleh daerah tidak

dapat dipastikan karena bergantung pada perkembangan PDN Netto dan kondisi keuangan

pemerintah pusat. Apalagi jika ternyata realisasi PDN Netto di bawah angka target sebagaimana

kondisi di tahun-tahun sebelumnya. Sehingga daerah perlu didorong agar dapat lebih

meningkatkan kemandirian keuangannya dalam pemenuhan kebutuhan belanjanya sehingga

proses pembangunan daerah tidak terjebak pada dinamika keuangan pemerintah pusat.

Di samping itu, daerah juga dihadapkan pada ketidakpastian akan sumber pendapatan

lainnya baik PAD maupun Dana Transfer ke Daerah yang lainnya (DBH dan DAK) yang berbasis

pada kinerja. Hal ini mengakibatkan program/kegiatan daerah yang telah dilaksanakan ataupun

yang sudah dilelang berpotensi tertunda atau diperbaiki. Karakteristik DAU merupakan block

grant sehingga penggunaannya diserahkan kepada daerah. Namun pemda perlu mengantisipasi

kemungkinan tidak tercapainya pendapatan yang bersumber dari DAU.

C. Perkembangan Kebijakan DAU

Dalam 3 tahun terakhir, mulai tahun 2017, pemerintah melakukan kebijakan terkait dengan

Dana Transfer Umum (DAU dan DBH).

Gambar 5. Kebijakan DAU tahun 2017-2019

Page 7: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

6

1. Konversi DAU non Tunai

Pola pelaksanaan anggaran yang seringkali menumpuk di akhir tahun dan masih besarnya

simpanan pemerintah daerah di perbankan dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan

dampak yang kurang menguntungkan bagi kualitas pelayanan publik. Hal tersebut dapat

berpotensi pada perlambatan kegiatan ekonomi di daerah sehingga menghambat tercapainya

kesejahteraan sosial. Untuk mengurangi simpanan yang besar pad akas pemerintah daerah

maka mulai tahun 2017 pemerintah mulai melaksanakan kebijakan konversi penyaluran

DAU/DBH dalam bentuk non tunai bagi daerah yang memiliki posisi kas dan/atau simpanan di

bank dalam jumlah yang tidak wajar. Secara umum pelaksanaan kebijakan konversi penyaluran

DAU dalam bentuk non tunai dilakukan kepada daera-daerah yang memiliki posisi kas pada

periode tertentu yang melebihi kebutuhan perkiraan operasi belanja dan belanja modal tiga

bulan ke depan. Kebijakan konversi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan volume

APBD, alokasi DBH, dana atau DAU serta faktor lainnya yang terkait dengan kemampuan

keuangan di masing-masing daerah. Bagi daerah-daerah dengan kondisi tersebut maka

penyaluran DAU dikonversikan dalam bentuk Surat BErharga Negara (SBN). Kebijakan tersebut

merupakan upaya pemerintah agar pemerintah daerah dapat lebih optimal dalam

memanfaatkan anggaran dalam rangka percepatan pembangunan daerah.

2. Kewajiban Alokasi minimal 25% DAU dan DBH untuk belanja infrastruktur

Dana Transfer Umum yang terdiri atas Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum bersifat block

grant, yang penggunaannya menjadi kewenangan daerah sesuai dengan prioritas dan

2017

2018

2019

Page 8: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

7

kebutuhan daerah. Pada tahun 2017 terdapat perubahan kebijakan terhadap penggunaan Dana

Transfer Umum, yang bertujuan agar penggunaan Dana Transfer Umum tersebut lebih terarah.

Perubahan kebijakan tersebut adalah dengan mengarahkan penggunaan Dana Transfer Umum

sekurang-kurangnya 25 persen untuk belanja infrastruktur daerah yang langsung terkait dengan

percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan

kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan

publik antar daerah.

3. Alokasi DAU Tambahan dalam APBN tahun 2019

Dalam DAU tahun 2019, terdapat komponen DAU tambahan yang dialokasikan untuk dukungan

pendanaan kelurahan sebesar Rp3.000,0 miliar. DAU tambahan ini diperuntukkan bagi sekitar

8.212 kelurahan di seluruh kabupaten/kota, yang pengalokasiannya berdasarkan kinerja

pelayanan dasar publik. DAU tambahan tersebut berasal dari pengurangan alokasi pada Dana

Desa. Dengan adanya dukungan pendanaan kelurahan dari APBN melalui DAU dan juga dari

sumber pendapatan APBD lainnya, maka akan memberikan dampak positif bagi percepatan

penanganan permasalahan pembangunan di perkotaan pada umumnya, dan di kelurahan pada

khususnya, melalui pembangunan sarana dan prasarana dasar dan penguatan pemberdayaan

masyarakat kelurahan.

4. Pagu DAU tidak bersifat Final (Dinamis)

Pagu DAU nasional dalam APBN 2017 dan 2018 tidak bersifat final (dinamis), atau dapat

berubah sesuai perubahan PDN neto dalam APBN perubahan tahun berjalan. Dengan demikian,

maka pagu DAU dapat berubah sesuai dengan dinamika penerimaan pendapatan negara.

Pendapatan negara tergantung dari penerimaan perpajakan, maupun dari asumsi

lainnya seperti harga minyak dan kurs. Harga minyak yang bergerak dan kurs yang bergerak

akan mempengaruhi penerimaan perpajakan yang tidak selalu sama dengan yang ditargetkan.

Besaran PDN itu akan lebih kecil atau tidak selalu sama dengan yang ditetapkan di

Undang-Undang APBN. DAU yang ditransfer secara berkalan ke daerah akan bergantung dari

berbagai asumsi dan realisasi dari penerimaan perpajakannya. Apabila terjadi potensi

kekurangan penerimaan negara, DAU yang dibagikan ke daerah bisa dilakukan pemotongan.

Hal ini akan berimplikasi terhadap besaran alokasi DAU pada APBN-Perubahan dan

APBD-Perubahan, yaitu:

Apabila PDN Neto naik, maka pagu DAU nasional akan naik dan alokasi

perdaerah akan bertambah. Untuk itu, pemerintah daerah perlu mengidentifikasi

program/kegiatan yang urgent dan menjadi prioritas daerah untuk dapat di danai dari kenaikan

DAU, sepanjang dapat diselesaikan dalam sisa akhir tahun anggaran. Jika tidak ada

program/kegiatan yang bersifat urgent dan prioritas daerah, maka tambahan DAU dapat

digunakan untuk membentuk Dana Cadangan atau Dana Darurat.

Page 9: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

8

Sebaliknya, apabila PDN Neto turun, maka pagu DAU nasional akan turun dan alokasi

per daerah akan berkurang. Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi

dan efisiensi program/kegiatan yang tidak urgent, bukan prioritas dan tidak produktif (misal:

biaya perjalanan dinas, rapat dinas, konsinyering, honorarium); membuka ruang fleksibilitas

kontrak proyek dengan klausul yang relatif fleksibel serta memperkuat perencanaan kas (cash

flow management).

Perubahan PDN netto dapat terjadi karena adanya perubahan pada asumsi dasar

ekonomi makro diantaranya pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah (kurs),

harga ICP serta lifting minyak. Dampak dari perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap

penerimaan negara dapat digambarkan sebagai berikut. Perubahan pertumbuhan ekonomi

antara lain memengaruhi penerimaan perpajakan, terutama PPh nonmigas, PPN, PBB, cukai,

pajak lainnya, dan bea masuk. Selanjutnya, perubahan pada penerimaan perpajakan tersebut

akan memengaruhi belanja negara antara lain anggaran transfer ke daerah, terutama dana bagi

hasil (DBH) pajak. Tingkat inflasi akan berpengaruh terhadap produk domestik bruto (PDB)

nominal. Perubahan PDB nominal berdampak pada perubahan penerimaan perpajakan

terutama PPh nonmigas, PPN, PBB, dan pajak lainnya. Pada sisi belanja negara, perubahan

penerimaan perpajakan tersebut akan diikuti oleh perubahan DBH pajak. Fluktuasi nilai tukar

rupiah pada sisi pendapatan negara akan memengaruhi penerimaan yang terkait dengan

aktivitas perdagangan internasional seperti PPh pasal 22 impor, PPN dan PPnBM impor, bea

masuk, dan bea keluar. Selain itu, perubahan nilai tukar rupiah juga akan berdampak pada

penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. Pada sisi belanja negara, perubahan nilai tukar

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan berpengaruh terhadap subsidi energi, DAU, serta

DBH migas akibat perubahan PNBP SDA migas. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) akan

memengaruhi besaran APBN terutama pada anggaran yang menggunakan harga minyak

mentah sebagai komponen penghitungan. Pada sisi pendapatan negara, perubahan harga

minyak mentah akan berdampak terhadap penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. Pada

sisi belanja negara, perubahan harga minyak mentah Indonesia antara lain akan memengaruhi

belanja subsidi energi, DBH migas ke daerah akibat perubahan PNBP SDA. Selanjutnya,

perubahan lifting minyak dan lifting gas akan memengaruhi besaran penerimaan PPh migas,

PNBP SDA migas, DBH migas, DAU.

Meskipun telah diterapkan sejak tahun tahun 2017, kebijakan pagu DAU nasional

kembali menjadi bersifat final dalam tahun 2019.

Ada beberapa pertimbangan, antara lain:

1. Ketergantungan pemerintah daerah masih besar terhadap dana transfer, khususnya

DAU dalam membiayai belanja daerah. Kebijakan DAU dinamis akan mempersulit

pemerintah daerah karena, seiring dengan perubahan alokasi DAU, pemerintah harus

Page 10: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.

PUSAT KAJIAN ANGGARAN - BADAN KEAHLIAN DPR-RI

Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI, Ruang 602 dan 611 Telp. (021) 5715.269/656/635, Fax. (021) 5715. 635 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

9

mengidentifikasi/mereview kembali program prioritas daerah dalam tahun anggaran

berjalan.

2. DAU menjadi satu-satunya komponen yang memberikan kepastian alokasi, yang

sepanjang pengalokasiannya relative tidak mengalami perubahan signifikan, meskipun

Asumsi dasar ekonomi makro mengalami perubahan. Merosotnya harga minyak dunia di

tahun 2016 jauh melampaui harga yang ditetapkan dalam APBN mengakibatkan

dilakukannya penundaan DAU. Kepastian alokasi ini tentunya akan menjadi dasar dalam

penyusunan/pembahasan APBD.

3. Kebijakan pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas dana transfer ke daerah

dilakukan melalui kebijakan yang affirmatif baik untuk dana-dana yang sifatnya specific

grant maupun block grant. DAU yang pada dasarnya bersifat block grant, menjadi semi

block grant karena adanya kewajiban mengalokasikan minimal 25% untuk membiayai

belanja infrastruktur dalam rangka mendorong percepatan pembangunan fasilitas

pelayanan publik dan perekonomian daerah. Kebijakan DAU yang bersifat dinamis tentu

saja dapat mengurangi kemampuan daerah dalam melaksanakan mandat ini karena

terbatasnya pendapatan daerah.

Page 11: PUSAT Gd. SETJEN dan Badan Keahlian DPR RI Lantai VI ...berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/analisis-ringkas-cepat/public-file/...belanja dari pusat ke daerah melalui dana perimbangan.